kata pengantar - unud
TRANSCRIPT
Kata Pengantar
i | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
Buku ini dipersembahkan kepada:
Kata Pengantar
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |ii
anya rasa dan ucapan syukur terpanjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa
sehingga buku Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali dapat tersusun
sesuai rencana dan terbit tepat pada waktunya; saat masyarakat luas ingin
mengetahui dengan lebih jelas dan mendalam mengenai arsitektur pelabuhan.
Buku ini memberikan informasi dan pemahaman mengenai….
Melalu berbagai sumber, penulis mencoba menguraikan dengan bahasa yang
sederhana dan komunikatif disertai dengan ilustrasi gambar, sketsa, dan foto,
dengan harapan pembaca dapat dengan mudah memahami arsitektur pelabuhan.
Dalam penulisan buku ini, penulis menerima bantuan baik berupa data-data,
sarana, dukungan, dan semangat. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak I Wayan Geredeg Astrawan, SH., selaku Bupati Karangasem sebagai
pencetus ide pembangunan Pelabuhan Pariwisata Tanah Ampo.
2. Bapak Jiwa Atmaja atas dorongan semangat dan bantuannya telah menyunting
dan membantu menerbitkan buku-buku penulis selama ini. Beliu juga yang
selalu menemukan dan menyarankan judul yang tepat dan menarik untuk
buku-buku penulis sebelumnya, dan juga buku ini.
3. Tim Udayana University Press, yang solid Putu Mertadana, Wisnu Subrata, Ani
Ristiningsih, SH., atas kerja keras dan kekompakannya, dan dengan tulus telah
membantu menerbitkan buku-buku penulis selama ini.
H
Kata Pengantar
iii | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
Akhir kata, penulis berharap, semoga buku ini menjadi sumber inspirasi, imajinasi,
dan daya cipta kreativitas bagi pembaca yang mencintai hasil karya, cipta, dan
karsa.
Denpasar, Januari 2011
Penulis
Daftar Isi
i | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
Kata Pengantar ~ …
Sambutan ~ …
Daftar Isi ~ …
Bab 1. Pendahuluan ~ 1
Latar Belakang ~ 1
Maksud, Tujuan, Dan Sasaran ~ 2
Fungsi ~ 3
Kegunaan ~ 4
Lingkup Materi ~ 5
Bab 2. Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo ~ 8
Daratan Dan Topografi ~ 10
Rona Sosial Ekonomi ~ 14
Rona Lingkungan Sosial Budaya ~ 15
Prediksi Arus Penumpang Dan Kapal ~ 20
Analisa Kebutuhan Lahan ~ 25
Rencana Induk Pelabuhan ~ 30
Analisa Biaya ~ 32
Analisa Manfaat ~ 36
Analisa NPV, BCR, IRR ~ 37
Tinjauan Aspek Lingkungan ~ 39
Perkiraan Dampak Besar ~ 43
Evaluasi Dampak ~ 47
Gambar Disain ~ 56
Dokumentasi ~ 118
Gambar 3D ~ 120
Daftar Isi
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |ii
Bab 3. Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa ~ 121
Rona Fisik ~ 122
Rona Sosial Kawasan ~ 129
Rona Sosial Budaya Dan Kependudukan ~ 135
Kondisi Pelabuhan Penyeberangan Di Klungkung ~ 136
Profil Rencana Pelabuhan ~ 141
Peran Pelabuhan ~ 145
Keterkaitan Antar Pelabuhan ~ 146
Keterkaitan Pelabuhan Dengan Moda Transportasi ~ 146
Potensi Transportasi Pelabuhan ~ 148
Arus Lalu Lintas Penumpang Dan Barang ~ 152
Rencana Fungsi Kegiatan ~ 155
Rencana Pemanfaatan Ruang Pelabuhan ~ 156
Rencana Prasarana Pendukung ~ 159
Rencana Sarana Dan Prasarana Keselamatan ~ 160
Daerah Lingkungan Kerja ~ 161
Rencana Pengelolaan Lingkungan ~ 162
Evaluasi Dan Pengelolaan Dampak Penting ~ 165
Rencana Penanganan Muara Sungai ~ 165
Rencana Tahapan Pelaksanaan Pembangunan ~ 169
Rencana Tahapan Program Investasi ~ 172
Gambar Disain ~ 175
Gambar 3D ~ 208
Bab 4. Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida ~ 210
Rona Fisik ~ 211
Rona Sosial Ekonomi ~ 215
Rona Sosial Budaya Dan Kependudukan ~ 220
Data Teknis Dan Operasional Pelabuhan ~ 221
Potensi Transportasi Pelabuhan ~ 227
Arus Lalu Lintas Penumpang Dan Barang ~ 231
Dasar Pertimbangan Evaluasi ~ 233
Evaluasi Fasilitas Sisi Darat ~ 234
Evaluasi Fasilitas Sisi Laut ~ 235
Simpulan Dan Rekomendasi ~ 237
Review Kondisi Eksisting Pelabuhan ~ 239
Rencana Fungsi kegiatan ~ 242
Rencana Pemanfaatan Ruang Pelabuhan ~ 243
Daftar Isi
iii | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
Rencana Pengembangan Fsilitas Pelabuhan ~ 244
Rencana Prasarana Pendukung ~ 246
Rencana Sarana Dan Prasarana Keselataman ~ 248
Rencana Pengelolaan Lingkungan ~ 249
Rencana Tahapan Pelaksanaan Pembangunan ~ 252
Rencana Tahapan Program Investasi ~ 254
Foto Eksisting ~ 256
Gambar Disain ~ 258
Daftar Pustaka ~ 265
Profil Penulis ~ 266
Bab 1: Pendahuluan
1 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
uatu kawasan pelabuhan adalah kawasan yang terdiri dari daratan dan perairan
di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal
bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang
pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi.
Merujuk dan melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor: 69 Tahun 2001 Tentang
Kepelabuhanan bagian kedua pasal 13 menyatakan bahwa untuk kepentingan
penyelenggara pelabuhan umum, penyelenggara wajib menyusun Rencana Induk
Pelabuhan dan hasilnya akan menjadi dasar pembuatan Daerah Lingkungan Kerja
(DLKR) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLK). Rencana Induk Pelabuhan
Penyeberangan penetapannva akan diusulkan kepada Pemerintah Provinsi/Menteri
setelah mendapat rekomendasi dari Pemerintah Provinsi/Kabupaten sesuai dengan
ketentuan dan peraturan yang berlaku.
Sedangkan Rencana Induk Pengembangan Pelabuhan menurut kegiatannya (Pasal 3
(2) PP No. 69 tentang Kepelabuhanan adalah angkutan penyeberangan yang
selanjutnya disebut pelabuhan penyeberangan. Hirarki peran dan fungsi pelabuhan
penyeberangan adalah pelabuhan penyeberangan lintas dalam Kabupaten/Kota,
namun karena juga dikembangkan untuk Pelabuhan Kapal Pesiar, maka fungsinya
meningkat menjadi Pelabuhan Khusus. Kebijaksanaan pengembangan Pelabuhan
Penyeberangan/Pelabuhan Khusus adalah:
1. Lokasi pelabuhan penyeberangan adalah di pantai sebelah barat Jalur
Normalisasi Sungai dengan batas daratan sekitar 100-200 meter dengan
Tanggul Normalisasi Sungai;
S
Bab 1: Pendahuluan
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |2
2. Pengembangan rencana induk pelabuhan penyeberangan yang meliputi:
rencana peruntukan lahan; dan rencana peruntukan perairan;
3. Rencana peruntukan lahan dan perairan pelabuhan dibutuhkan untuk
menentukan kebutuhan penempatan fasilitas dan kegiatan operasional
pelabuhan meliputi: kegiatan jasa kepelabuhanan; kegiatan pemerintahan;
kegiatan jasa kawasan; kegiatan penunjang kepelabuhanan;
4. Menetapkan daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan
pelabuhan penyeberangan;
5. Di Dalam Pelabuhan penyeberangan juga dikembangkan Pelabuhan untuk
Kapal Pesiar (cruise).
A. Maksud.
Maksud dari Penyusunan RIP, DLKR, DLKP Pelabuhan adalah:
1. Sebagai pedoman dalam pengembangan, pembangunan dan operasional
kegiatan kepelabuhan pada masing-masing pelabuhan;
2. Sebagai alat pengatur kepelabuhan baik pembangunan, pengembangan dan
operasional baik saat/masa kini maupun masa mendatang sesuai dengan kurun
waktu perencanaan yang ditetapkan dalam peraturan yang berlaku;
3. Sebagai alat untuk mencapai tujuan dan sasaran yang hendak dicapai dari
fungsi dan peran setiap pelabuhan di masa mendatang pengejawatahan
kegiatan kepelabuhan dari masing-masing pelabuhan ke dalam rencana
kegiatan kepelabuhan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
B. Tujuan.
ujuan dari Penyusunan RIP, DLKR, DLKP Pelabuhan adalah kegiatan menyusun
program/rencana kegiatan kepelabuhan jangka pendek, menengah dan
panjang yang merupakan pengejawatahan dari fungsi serta peran yang disandang
atau ditetapkan pada masing-masing pelabuhan. Rencana tersebut terdiri dari:
1. Menetapkan rencana penetapan fungsi kegiatan pokok dan penunjang
pelabuhan jangka pendek, menengah dan panjang;
2. Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan fasilitas dan utilitas
pelabuhan;
T
Bab 1: Pendahuluan
3 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
3. Menyusun rencana pengelolaan lingkungan geofisika dan arahan jenis-jenis
penanganan lingkungan;
4. Menyusun rencana pelaksanaan tahapan pembangunan dan pengembangan
jangka pendek, menengah dan panjang;
5. Menyusun rencana kebutuhan ruang daratan dan perairan serta pemanfaatan
ruang daratan (land use) maupun ruang perairan (water use).
C. Sasaran.
Sasaran dari Penyusunan RIP, DLKR, DLKP Pelabuhan adalah:
1. Terumuskannya pengelolaan areal pelabuhan;
2. Terumuskannya pengelolaan kawasan pemerintah, kawasan jasa pelabuhan
dan kawasan penunjang pelabuhan;
3. Terumuskannya sistem kegiatan pembangunan dan tahapan pembangunan di
areal pelabuhan;
4. Tersusunnya sistem prasarana pelabuhan yang meliputi prasarana utilitas,
transportasi darat dan laut, komunikasi serta prasarana lingkungan;
5. Terumuskannya pengembangan kawasan-kawasan yang perlu diprioritaskan
pada setiap pelabuhan dalam kurun waktu atau rencana-rencana tertentu;
6. Terumuskannya penatagunaan lahan daratan dan perairan serta
memperhatikan keterpaduan dengan sumberdaya manusia dan sumber daya
buatan yang merupakan bagian integral dari rencana pemanfaatan areal
pelabuhan dan pengendalian pemanfaatan areal pelabuhan.
Fungsi dari Penyusunan RIP, DLKR, DLKP Pelabuhan adalah:
1. Sebagai penjabaran dari tatanan kepelabuhanan nasional pada masing-masing
pelabuhan serta kebijakan transportasi secara umum;
2. Sebagai matra ruang dari kebijakan penerapan serta menjadi acuan untuk
menyusun rencana program pengembangan dan pembangunan pelabuhan
periode berikutnya;
3. Sebagai dasar kebijakan pokok pemanfaatan areal pelabuhan yang berazaskan
pengembangan dan pembangunan yang berkelanjutan;
4. Sebagai perwujudan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan
perkembangan antar pelabuhan dan antar kawasan di dalam areal pelabuhan
maupun keserasian antar pelabuhan dan daerah sekitarnya;
Bab 1: Pendahuluan
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |4
5. Sebagai bahan untuk pemberian penjelasan informasi dalam penetapan
investasi yang akan dilakukan pemerintah, masyarakat dan swasta;
6. Sebagai acuan dalam penyusunan rencana terinci kawasan misalnya untuk
penyusunan rencana tapak (site plan), rencana detail konstruksi, rencana lalu
lintas darat dan laut di pelabuhan, rencana penataan ruang luar pelabuhan dan
lainnya;
7. Sebagai dasar pembagian kewenangan dan kewajiban antar pemerintah pusat
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, badan penyelenggara pelabuhan,
badan usaha pelabuhan dan badan hukum Indonesia yang terlibat dalam
kegiatan kepelabuhanan;
8. Sebagai dasar penertiban terhadap pengesahan kegiatan pembangunan dan
pemanfaatn areal pelabuhan bagi kegiatan kepelabuhanan.
RIP, DLKR dan DLKP dipergunakan sebagai acuan dalam penyusunan maupun
pelaksanaan program pembangunan dan operasional pelabuhan. Kegunaan atau
manfaat RIP, DLKR dan DLKP dijelaskan sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan
badan penyelenggara pelabuhan, RIP, DLKR dan DLKP berguna sebagai acuan
untuk pengaturan, pengawasan dan pengendalian kegiatan pembangunan,
pengembangan dan opearsional kepelabuhanan;
2. Bagi pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, RIP,
DLKR dan DLKP berguna dalam penyusunan program dan proyek-proyek
pembangunan lima tahunan dan tahunan terkoordinasi dan terintegrasi;
3. Bagi badan penyelenggara pelabuhan, RIP, DLKR dan DLKP bermanfaat dalam
penyusunan program lima tahunan dan tahunan di pelabuhan yang
bersangkutan;
4. Bagi badan penyelenggara pelabuhan, RIP, DLKR dan DLKP berguna sebagai
acuan dalam penetapan investasi yang dilaksanakan pemerintah dan
pemerinah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, masyarakat dan swasta;
5. Bagi badan penyelenggara pelabuhan, RIP, DLKR dan DLKP berguna sebagai
acuan dalam penetapan pengesahan pemanfatan lokasi bagi pembangunan
dan pengembangan serta pelaksanaan operasional kegiatan kepelabuhanan;
6. Bagi badan penyelenggara pelabuhan, RIP, DLKR dan DLKP bermanfaat dalam
penyusunan rencana terinci kegiatan kepelabuhanan.
Bab 1: Pendahuluan
5 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
Penyusunan RIP, DLKR dan DLKP dibuat dengan mempertimbangkan
materi/substansi bahasan berikut ini:
A. Materi Tatanan Kepelabuhan Nasional.
1. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Bali;
2. Keamanan dan Keselamatan Pelayaran;
3. Keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain terkait di lokasi pelabuhan;
4. Penataan kembali tata letak (site plan) kawasan pelabuhan;
5. Pengembangan kegiatan usaha lain yang dapat menunjang peningkatan
pendapatan pelabuhan dengan memanfaatkan kawasan pelabuhan
(pemanfaatan space);
6. Penanganan masalah sosial yang mengganggu efisiensi pelayanan di dalam
kawasan pelabuhan dan sekitarnya;
7. Penataan kembali sistem pelayanan di dalam pelabuhan;
8. Rencana peruntukan lahan (land side) dan perairan (sea side) untuk
menentukan kebutuhan penempatan fasilitas dan kegiatan operasional
pelabuhan, berupa:
a. kegiatan jasa pelabuhan;
b. kegiatan pemerintahan;
c. kegiatan jasa kawasan;
d. kegiatan penunjang pelabuhan.
9. Keputusan Menteri Perhubungan No.52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan
Pelabuhan Penyeberangan, khususnya Pasal 6-9;
10. Kajian terhadap kebijakan pengembangan jaringan jalan kabupaten;
11. Kajian terhadap kebijakan pelayanan transportasi jalan raya;
12. Kajian terhadap fasilitas pendukung, seperti:
a. Sisi laut (sea side) yang terdiri dari pintu masuk/keluar kapal, kolam
pelabuhan,manuver kapal, alat navigasi;
b. Interface sisi laut dan darat yang terdiri dari sandar kapal, area embarkasi,
kantor syahbandar;
c. Sisi darat pelabuhan, yang terdiri dari parkir, fasilitas rekreasi dan
peristirahatan ;
d. Kawasan yang berbatasan dengan fasilitas niaga dan lain-lainnya.
Bab 1: Pendahuluan
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |6
13. Evaluasi pada tingkat pelayanan dengan membangkitkan kondisi tata letak
(supply) dan demand yang ada ;
14. Identifikasi kebutuhan pengembangan dengan membandingkan tata letak
(supply) dan proyeksi permintaan (demand) untuk kebutuhan yang akan
datang.
B. Materi Rencana Peruntukkan Sisi Darat.
1. Fasilitas utama antara lain:
a. Dermaga;
b. Terminal penumpang;
c. Fasilitas penampungan dan pengolahan limbah;
d. Fasilitas bunker;
e. Fasilitas pemadam kebakaran;
f. Fasilitas pemeliharaan dan perbaikan peralatan.
2. Fasilitas penunjang, antara lain:
a. Kawasan perkantoran;
b. Instalasi air bersih;
c. Instalasi listrik;
d. Jaringan jalan;
e. Jaringan air limbah, drainase dan persampahan;
f. Areal pengembangan pelabuhan;
g. Areal parkir;
h. Areal perdagangan;
i. Fasilitas umum.
C. Materi Rencana Peruntukkan Sisi Perairan.
1. Fasilitas utama, antara lain:
a. Alur pelayaran;
b. Perairan untuk berlabuh dan tambatan;
c. Kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal.
2. Fasilitas penunjang, antara lain:
a. Perairan untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang;
b. Perairan untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan;
c. Perairan untuk keperluan darurat.
Bab 1: Pendahuluan
7 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
D. Materi Rumusan Penataan.
ateri/substansi rumusan penataan kembali meliputi kebutuhan
pengembangan Jangka Pendek, Jangka Menengah dengan cara penanganan
melalui berbagai cara yang dapat segera dilaksanakan, dan Jangka Panjang untuk
upaya mengatasi masalah yang akan datang.
1. Materi Rumusan Penataan Jangka Pendek.
a. Penataan tata letak kawasan pelabuhan;
b. Analisis sosial ekonomi;
c. Analisis blok plan;
d. Pengaturan lalu lintas di kawasan pelabuhan;
e. Analisis fisik lahan;
f. Analisis jenis konstruksi yang sesuai.
2. Materi Rumusan Penataan Jangka Menengah.
a. Analisis keselamatan pelayaran;
b. Perencanaan pengembangan pelabuhan;
c. Analisis jenis kapal yang sesuai serta sistem jadwalnya;
d. Analisis blok plan;
e. Analisis pengaruh timbal balik dengan lingkungan perbatasan.
3. Materi Rumusan Jangka Panjang.
a. Pemanfaatan lahan terlantar untuk kegiatan yang ditujukan untuk
mengakomodasikan pemecahan masalah sosial maupun peningkatan
pendapatan pelabuhan;
b. Peningkatan kapasitas pelabuhan;
c. Analisis blok plan.
M
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
9 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
Tahun 2006 Sampai dengan bulan Juni sudah 9 kapal pesiar melakukan lego jangkar
di pelabuhan Padang Bai. Penumpang kapal pesiar yang melakukan lego jangkar di
Padangbai dievakuasi dengan Kapal kecil (boat) untuk bisa melakukan perjalanan
wisata di daerah Bali. Data kunjungan kapal pesiar ke Indonesia sejak 2001 sampai
2007 sebanyak 199 kapal, diantaranya 58 ke Bali, 37 kapal ke Padangbai dan 21
kapal ke Benoa. Aspek Teknis untuk kedalaman kolam pelabuhan tidak perlu
diragukan lagi karena kedalaman kolam pelabuhan di Padangbai khususnya Tanah
Ampo, lebih dari 12 m. Kapal pesiar jenis Queen Ellizabeth sudah pernah
melakukan lego jangkar di Padangbai.
RDTR Propinsi Bali Kawasan Padangbai sampai dengan Subagan merupakan
kawasan pariwisata, Jadi tidak bertentangan kalau kita membangun Pelabuhan
Pariwisata di Padangbai. Keppres no: 46 tentang kebijakan pengembangan
pariwisata, tahun 1988 berbunyi sebagai berikut: "Menetapkan
Pelabuhan-pelabuhan Laut Belawan, Batu Ampat dan Sekupang di Pulau Batam,
Tanjung Priok, Tanjung Mas, Tanjung Pinang, Benoa, Padang Bai, Ambon, dan
Bitung sebagai pintu masuk kapal-kapal pesiar bagi wisatawan rombongan (Cruise)
dari luar Negeri. Pembangunan Pelabuhan Pariwisata di Padangbai tepatnya di
Tanah Ampo ini akan menyeimbangkan pembangunan Bali selatan dengan Bali
bagian timur. Pembangunan ini akan bisa meningkatkan Perekonomian masyarakat
Bali khususnya di Kabupaten Karangasem.
Berdasarkan hasil studi yang dilaksanakan sebelumnya, pemusatan kegiatan sosial
ekonomi di wilayah Bali Selatan sebagaimana tersebut diatas disebabkan oleh
beberapa kondisi antara lain:
1. Potensi wilayah seperti kawasan wisata seni budaya dan wisata pantai sebagian
besar berada di wilayah Bali Selatan, dengan jarak yang relatif dekat, sehingga
perkembangan industri kerajinan dan fasilitas penunjang pariwisata di wilayah
Bali Selatan meningkat dengan sangat pesat;
2. Daya dukung dan daya tampung ruang wilayah Bali Selatan sangat terbatas,
sehingga untuk meningkatkan kuantitas dan kapasitas jaringan jalan pada
wilayah Bali Selatan sangat sulit dilaksanakan, akibatnya beban infrastruktur
transportasi semakin berat, sehingga kemacetan dan ketertiban lalu lintas,
kerusakan lingkungan kerawanan sosial yang terjadi di Wilayah Bali Selatan
semakin sulit dikendalikan.
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |10
aratan yang dimaksud adalah wilayah daratan yang mempengaruhi aktivitas
dan fungsi pelabuhan, baik yang terletak di sisi belakang atau yang disebut
sebagai daerah belakang (hinterland) maupun yang berada di sisi depan (foreland).
Daerah belakang pelabuhan (hinterland) harus memiliki aksesibilitas yang baik dan
lancar menuju kawasan pelabuhan, sedangkan daerah depan pelabuhan (foreland)
harus memiliki jalur pelayaran yang secara regular menuju pelabuhan tersebut.
Potensi hinterland dan foreland merupakan salah satu pertimbangan dalam
merencanakan pelabuhan, baik bagi pelabuhan yang baru maupun pengembangan
pelabuhan yang sudah ada disamping keberadaan infrastruktur penunjang lainnya.
A. Hinterland.
ecara umum pengertian kawasan belakang rencana Pelabuhan Pariwisata di
Tanah Ampo (hinterland) dilakukan berdasarkan batasan administratif dan
geografis, posisi pelabuhan, peran dan fungsi pelabuhan yang direncanakan,
kemungkinan perkembangan wilayah, Kebijaksanaan Tata Ruang Wilayah Provinsi
dan Kabupaten.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka Pelabuhan Pariwisata di Tanah Ampo
sebagai pelabuhan pariwisata mempunyai hinterland yang meliputi wilayah
provinsi Bali dengan kabupaten Karangasem sebagai wilayah penyangga
pelabuhan, sedangkan secara langsung yang ada di belakang lokasi rencana adalah
Dusun Tanah Ampo, Desa Ulakan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem
dengan lintas transportasi darat melalui jalan raya Denpasar – Padangbai –
Karangasem. Sedangkan lokasi pelabuhan pariwisata Tanah Ampo, daratannya
merupakan wilayah administratif Dusun Tanah Ampo, Desa Ulakan, Kecamatan
Manggis, Kabupaten Karangasem.
Kawasan belakang (hinterland) yang secara langsung sebagai rencana lokasi
Pelabuhan Pariwisata di Tanah Ampo merupakan daerah pesisir pantai yang berada
di Teluk Labuhan Amuk, Dusun Tanah Ampo, Kecamatan Manggis, kabupaten
Karangasem membentang dari arah Barat Daya ke Timur Laut dengan pantai
menghadap Tenggara. Pesisir pantai pelabuhan Tanah Ampo dibatasi oleh dua
daratan yang menjorok ke dalam laut (tanjung), yaitu Tanjung Melanting di Barat
D
S
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
11 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
Daya dan Tanjung Bugbug di Timur Laut dengan Pelabuhan Penyeberangan
Padangbai terletak di sebelah Barat Daya.
Kawasan pesisir pantai merupakan daerah dataran rendah dengan lebar sekitar 150
meter sampai 700 meter dengan luasan mencapai 296.000 m2 yang dibatasi oleh
beberapa pegunungan dengan ketinggian antara 575 meter sampai 1200 meter di
atas permukaan laut. Adapun deretan pegunungan yang ada di kawasan belakang
(hinterland) rencana lokasi pelabuhan Pariwisata di Tanah Ampo adalah Gunung
Luwia, Gunung Batu Muncang dan Gunung Indrakila.
Tataguna lahan pesisir Dusun Tanah Ampo secara garis besar dapat dibagi menjadi
dua kawasan, yaitu sepanjang jalan raya Padangbai menuju Karangasem sampai
Kawasan Pariwisata Candidasa sebagian besar merupakan daerah permukiman,
pertanian/perkebunan, perdagangan, sedangkan kawasan pantai merupakan
kawasan Nelayan (pelabuhan nelayan/tambatan perahu) dan kawasan pariwisata
(Hotel, Bar and Restaurant, Diving). Disamping itu dalam kawasan Teluk Labuhan
Amuk sudah terdapat Pelabuhan khusus, yaitu Pelabuhan Depo Pertamina yang
berlokasi di sebelah Barat Daya Lokasi Rencana (Dusun Ulakan, Desa Ulakan,
Kecamatan Mangis, Kabupaten Karangasem).
B. Topografi.
urvai topografi bertujuan untuk mendapatkan gambaran bentuk permukaan
tanah daratan sepanjang wilayah rencana pelabuhan berupa situasi ketinggian
serta posisi tapak yang ada di areal dermaga beserta areal sekitarnya. Survai
topografi juga bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai penggunaan
lahan, letak dan ukuran semua bangunan yang ada seperti jalan, rumah, fasilitas
umum yang ada dan sebagainya. Hasil dari survai topografi ini berupa peta dasar
yang dipergunakan untuk pembuatan layout wilayah daratan.
Kondisi topografi Kabupaten Karangasem sebagian besar merupakan perbukitan
sampai pegunungan, sedangkan untuk daerah dataran rendah hanya meliputi
13.4% dari luas wilayahnya dan hanya tersebar di daerah pantai. Kabupaten
Karangasem mempunyai wilayah yang berbatasan dengan laut sampai ke
pegunungan dengan puncak Gunung Agung, dengan demikian maka ketinggian
tempatnya bervariasi antara 0 – 3.412 meter di atas permukaan laut. Sebagian
besar wilayah Kabupaten Karangasem mempunyai ketinggian antara 100 meter –
S
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |16
mata, dan munculnya bintang penggala berarti menjelang musim hujan dan waktu
baik untuk bercocok tanam. Demikian pula munculnya bintang kartika menurut
dauh (waktu) dan sasih (bulan menurut kalender Bali) sangat berpengaruh
terhadap arus dan gelombang laut ( Tengeran yeh pasih) menurut informasi dari
nelayan lokal, ada istilah luah, yaitu arus bergerak dari arah Timur berarti air laut
pasang dan kondisi laut ini baik untuk perjalanan /berangkat ke arah Timur, dan
adalah istilah aus, yaitu adalah air laut (arus) bergerak ke Barat berarti air laut
surut, dan kondisi ini baik untuk perjalanan jukung kearah barat. Sifat – sifat luah
dan aus tersebut ada yang lemah dan ada yang keras. Ini tergantung pada musim
atau sasih (bulan menurut Kalender Bali) selain itu juga dikenal istilah selok, yaitu
air berputar (toya mapincer) air laut menyentuh batu karang atau pantai dan air
bergerak ke arah Timur atau ke Barat.
Mereka harus juga mengenal arah dan kecepatan angin sebagai tenaga penggerak
jukung. Mereka mengenal istilah ngepel (ngaepin angin) , jika berlayar berlawanan
dengan arah angin (Barat) angin (menyampingi ngelambung), dan angin ngurinin
yaitu angin datang dari arah belakang dan membantu menggerakkan dan
mendorong jukung dari nelayan ke lokasi yang ingin dituju , jika tidak ada angin
yang cukup kuat, mereka akan menggunakan sampan/dayung (dikayuh) sebagai
penggerak perahu/jukung.
Dalam kehidupan nelayan di laut, juga dikenal istilah perjalanan mebati (untung)
karena dapat mencapai sasaran lokasi secara tepat dengan energi yang hemat, dan
juga dikenal perjalanan rugi, karena melewati atau tidak bisa mencapai lokasi yang
ingin dicapai (tersesat). Dalam kondisi ini mereka harus segera melabuh (mulang
atau pasang jangkar) untuk menenangkan diri sambil mengingat – ingat arah dan
lokasi. Selain bintang, mereka juga dapat berpedoman pada bulan endag
(pengelong), yaitu hari – hari setelah purnama air laut sering pasang, dan bulan
engseb (penanggal), yaitu hari – hari setelah bulan mati air laut biasanya surut.
Berkaitan dengan musim ikan, diantara mereka sering dapat berpedoman pada
siweran bulan (sinar bulan melingkar seperti prabha wali) cenderung banyak ikan.
Demikian juga dikenal istilah Hyang babu, ketika langit mendung hitam secara
seporadis, cenderung banyak ada ikannya atau pada keadaan langit banyak awan
putih tipis bersisik-sisik seperti sisik ikan.
Kini semakin maju teknologi, yaitu dikenal jam tangan dan mesin penggerak jukung,
menyebabkan nilai-nilai budaya yang terkait dengan pengetahuan arah angin,
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
17 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
musim dan astronomi di kalangan generasi muda semakin surut, karena mereka
dapat pergi tanpa layar dan tanpa pertanda bintang sebagai penunjuk waktu atau
musim. Hal ini ditambah dengan semakin langkanya keberadaan generasi tua yang
memiliki pengetahuan tersebut dapat ditularkan kepada generasi muda.
Masih disyukuri, bahwa kini dapat berkembangnya pariwisata di daerah Bali dan
dusun Tanah Ampo, tampak tidak menggeser kehidupan mereka sebagai nelayan,
tetapi justru sebaliknya mereka semakin banyak mempunyai alternatif kehidupan
ekonomi. Selain tetap menekuni pekerjaan sebagai nelayan dan penangkap ikan
dengan jaring atau pancing, mereka juga berpeluang untuk mengadu nasib di
sektor pariwisata dan menyewakan boat/jukung dan mengantarkan wisatawan
untuk diving, fishing atau snorkling. Mereka merasa cukup nyaman dengan kondisi
kehidupan dengan kesibukan tersebut, lebih-lebih tinggal di desa sendiri sehingga
dapat menunaikan kewajiban sosial budaya dan sosial religiusnya yang cukup
intensif sebagai ciri khas krama desa adat di Bali. Kecuali pada Hari Raya Nyepi
(Tahun Baru Icaka), mereka tidak boleh beraktifitas sehari penuh baik di laut
maupun di darat seperti krama desa adat lainnya.
Dalam budaya Bali, unsur adat, budaya dan agama telah terbaur dan sangat sulit
dipisahkan satu dengan lainnya, sehubungan dengan itu, masyarakat krama Dusun
Tanah Ampo sebagian dari komunitas Hindu, cukup sering melakukan kegiatan
upacara adat/agama seperti adat umat Hindu desa adat lainnya. Menurut
imformasi di Bendesa adat setempat, hampir setiap 3 bulan masyarakat
melakukan upacara odalan.
B. Proses Sosial.
erja sama (gotong Royong) terkait dengan konservasi dan pelestarian dan
kebersihan lingkungan cukup sering dilakukan oleh warga setempat baik
melalui institusi adat maupun kelompok nelayan yang ada di Dusun Tanah Ampo.
Dalam pelaksanaan pembangunan Pelabuhan Tanah Ampo tidak terjadi konflik di
masyarakat. Ini disebabkan sosialisasi dari Pemda bersama Universitas lokal benar -
benar dipakai pegangan oleh Masyarakat. Dalam Pelaksanaan Pembangunan
khususnya pematangan lahan semua menggunakan tenaga lokal yang ada di Dusun
Tanah Ampo baik bekerja sebagai buruh bangunan atau bekerja sebagai tenaga
Satpam. Tenaga dari luar daerah juga banyak yang bekerja disini ini disebabkan
karena orang lokal belum mempunyai keahlian khususnya dalam pengerjaan
dermaga.
K
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |18
C. Pranata Sosial.
1. Pranata Desa.
Dusun tanah ampo merupakan sebuah desa pakraman yaitu Desa Pakraman
Tanah ampo yang terdiri dari beberapa tempekan. Secara admistratif masuk ke
wilayah desa Ulakan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem. Pranata
sosial yang bergerak di bidang pemerintahan adat adalah desa adat. Desa Adat
adalah suatu pranata yang warganya diikat oleh kesatuan wilayah tempat
tinggal yang sama, serta adanya ikatan kahyangan desa (pura/kahyangan tiga)
serta awig-awig (aturan adat) yang sama. Dalam mencapai tujuan bersama,
yaitu kesejahteraan masyarakat (kasukertan desa) yang secara implisit tersirat
dalam falsafah Tri Hita Karana, desa adat memfokuskan kegiatannya pada
pembangunan adat dan agama seperti mengkonsepsikan dan
menyelenggarakan upacara-upacara adat dan agama, mengadakan atau
melakukan pembangunan fasilitas fisik desa (balai banjar atau pura), mengatur
atau menjaga ketertiban desa dengan membuat dan menetapkan awig-awig
untuk ditaati dan dihormati secara bersama-sama. Program-program
pembangunan Desa Adat diimplementasikan oleh lembaga yang lebih kecil
sebagai subdesa adat yaitu banjar adat yang anggotanya terdiri atas para warga
yang telah berkeluarga.
2. Pranata di Bidang Ekonomi.
Pranata Sosial yang bergerak dibidang Ekonomi terdiri atas Kelompok Nelayan
yang anggotanya 71 orang, yang terbagi dua kelompok.
D. Pranata Pendidikan.
endidikan memegang peranan penting untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia. Proses pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah
(pendidikan formal) saja, tetapi juga berlangsung di lingkungan keluarga dan
masyarakat. Untuk pendidikan formal di Dusun Tanah Ampo ditangani oleh institusi
sekolah-sekolah mulai dari tingkat pendidikan SD (1 Unit). Sementara itu,
pendidikan SLTP dan SLTA di selenggarakan di luar Dusun Tanah Ampo.
Pendidikan informal seperti pendidikan tentang nilai, norma, serta adat-istiadat
berlangsung mulai dari tingkat keluarga, banjar dan desa yang ditularkan
(diwariskan) dari satu generasi ke generasi berikutnya lewat proses enkulturasi
P
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
19 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
atau sosialisasi. Pranata sosial yang menyelenggarakan pendidikan informal dapat
disebutkan keberadaan sekehe persantian yang ada di Desa/Banjar.
E. Pranata Olahraga.
i Desa pakraman Tanah Ampo terdapat pranata olahraga, yaitu bola volly,
tenis meja (1 lapangan) dan raga bela diri, yaitu pencak silat dan karate
masing-masing 1 kelompok.
F. Pranata Agama.
ranata sosial yang bergerak di bidang agama bertugas meningkatkan
pengetahuan spiritual masyarakat serta keimanan dan ketaqwaan kepada
Tuhan serta dalam menjalin keharmonisan hubungan antarumat (rasa toleransi)
yang disertai dengan rasa kasih sayang sebagai makhluk Tuhan. Misalnya dalam
Agama Hindu dikenal pranata seperti PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia).
Keberadaan tempat-tempat suci sebagai wadah untuk menampung kegiatan sosial
religius juga dapat dimasukkan sebagai pranata agama seperti pura untuk agama
hindu. Pranata sosial keagamaan pada masing-masing pura disebut pemaksan /
pengemong. Jabatan tertinggi untuk upacara di pura umumnya dipimpin oleh
pemangku yang dibantu oleh para istri.
G. Pranata Keamanan.
iantaranya pranata keamanan yang dimiliki desa adat, yaitu pecalang.
Pecalang mempunyai tugas atau pengabdian sosial untuk pengamanan
kegiatan – kegiatan adat atau upacara keagamaan. Pranata keamanan ditingkat
desa dinas diwadahi dalam organisasi HANSIP (Pertahanan Sipil) yang jumlah
anggotanya berasal dari warga setempat. Dalam penanganan kasus-kasus tertentu
yang lebih besar petugas keamanan desa adat biasanya berkordinasi dengan
Hansip ( Petugas Keamanan dari Desa Dinas) dan dengan kepolisian yang bertugas
di desa.
D
P
D
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |20
ntuk mengetahui prospek dari proyek yang direncanakan perlu diadakan
peramalan dan perkiraan mengenai kemungkinan yang terjadi di masa yang
akan datang. Metode peramalan yang digunakan pada umumnya menggunakan
analisis statistik dan teori probabilitas yang disesuaikan dengan keadaan dan
masalah yang dihadapi. Kesesuaian pemilihan metode peramalan sangat penting
dalam kegiatan peramalan yang akan dilakukan.
Metode yang digunakan adalah metode Deret Waktu (time series method). Metode
ini semata-mata mendasarkan diri pada data dan keadaan masa lampau. Jika
keadaan dimasa yang akan datang cukup stabil dalam arti tidak banyak berbeda
dengan keadaan masa lampau, metode ini dapat memberikan hasil peramalan yang
cukup akurat. Hal yang perlu diingat adalah bahwa kegiatan melakukan ramalan
tidak dapat diartikan sebagai kegiatan yang bertujuan untuk mengukur kejadian
dimasa yang akan datang secara pasti, melainkan sekedar usaha untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya hal yang berlawanan antara kejadian yang sungguh-
sungguh terjadi dikemudian hari dengan apa yang menjadi hasil peramalan.
Dengan kata lain, hasil maksimal dari kegiatan peramalan adalah melakukan
minimasi ketidakpastian yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang .
Metode yang digunakan dalam perhitungan ini adalah Linier Trend Model,
Quadratic Trend Model, Growth Trend Model, Single Exponential Trend Model, dan
Doble Exponential Trend Model. Prediksi arus penumpang dan kedatangan kapal
diolah dari data 19 tahun terakhir. Data 19 tahun terakhir kedatangan kapal dan
jumlah penumpang Kapal pesiar yang sudah turun di Padangbai diolah dengan
Program Mini Tab. Data kedatangan Kapal dari tahun 1978 sampai tahun 1996
dapat dilihat pada grafik di bawah. Data tahun berikutnya kita tidak bisa pakai
untuk memprediksi karena kondisi perekonomian kurang stabil. Krisis ekonomi
terjadi tahun 2007. Bom Bali I terjadi pada tahun 2002 dan Bom Bali II terjadi pada
Tahun 2004.
U
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |26
dan perairan untuk rencana induk pelabuhan sebagaimana di muat dalam KM 54
tahun 2002 sebagai berikut:
A. Kebutuhan Lahan Daratan.
engan memakai kapal terbesar yang sudah melakukan lego jangkar di Perairan
Padangbai tersebut (Queen Elisabeth 2) maka didapatkan hasil perhitungan
seperti di bawah ini. Adapun karakteristik kapal tersebut adalah sbb :
Length over all (Loa) : 293,5 m;
Draft loaded : 9,94 m 10 m;
Dead Weight : 15.724 ton;
Bredth : 32,03 m;
Penumpang : 1782 penumpang.
1. Areal gedung terminal.
A1 = a1 + a2 + a3 + a4 + a5
Dengan:
A1 = Luas total areal gedung terminal (m²)
a1 = Luas areal ruang tunggu ( a * n * N * x * y )
= 1,2 x 1782 x 1 x 1 x 1,2 = 2566 m2 ( Diasumsikan 75 % berada di ruang
tunggu. Jadi 75 % x 2566 = 1925 m2 , tersedia 1944 m2 ).
a2 = Luas areal kantin/ kios ( 15% * a1 ) = 385 m2.
a3 = Luas areal administrasi ( 15% * a1 ) = 385 m2.
a4 = Luas areal ruang utilitas ( 25% * ( a1 + a2 + a3 )) = 834 m2.
a5 = Luas areal publik ( 10% * ( a1 + a2 + a3 + a4 )) = 417 m2.
Maka:
A1 = a1 + a2 + a3 + a4 + a5.
= 2566 + 385 + 385 +834 + 417.
= 4587 m2 ( Lahan yang tersedia 15000 m2 ).
D
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
27 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
2. Areal parkir kendaraan antar/ jemput.
A3 = a1 * n1 * N * x * y * z * 1/n2.
= 60 x 1782 x 1 x 1 x 1 x 1 x 1/35.
= 3055 m2 ( Lahan yang tersedia 15000 m2 ).
A3 = Luas total areal parkir untuk kendaraan antar/ jemput.
a1 = Luas areal untuk satu unit kendaraan (bus = 60 m2).
n1 = Jumlah penumpang dalam satu kapal (1762 orang).
n2 = Jumlah penumpang dalam satu kendaraan (30-40 orang).
N = Jumlah kapal datang/ berangkat pada saat bersamaan.
x = Rata – rata pemanfaatan (1,0).
y = Rasio konsentrasi (1,0 – 1,6).
z = Rata – rata pemanfaatan (1,0).
3. Kantor Pelabuhan.
Perkiraan kebutuhan ruang untuk kantor pelabuhan akan dihitung berdasarkan
jumlah staff yang akan bertugas. Berdasarkan asumsi-asumsi yang telah
dipaparkan dalam Bab II halaman 14 didepan, maka diperoleh jumlah personil
efektif dalam kantor pelabuhan adalah 21 orang. Maka dengan kebutuhan
ruang 8 m2 per orang didapatkan luasan kantor pelabuhan seluas : 21 x 8 m2 =
168 m2;
4. Areal fasilitas bahan bakar.
Kebutuhan areal untuk fasilitas bahan bakar dihitung berdasarkan jumlah
kebutuhan BBM per hari dengan menggunakan asumsi satu ton BBM
memerlukan luas lantai penampungan sebesar 20 m2. Karena sukarnya
mendapatkan data keperluan BBM untuk kapal Queen Elisabeth 2 maka,
dipakai pendekatan dengan menggunakan kebutuhan BBM kapal pesiar
Rhapsody Of The Seas yang memiliki dimensi kapal yang mendekati kapal
Queen Elisabeth 2 (Loa = 279 m). Kapal tersebut memerlukan kapasitas BBM
dengan volume tangki BBM maksimum sebesar 2244 m3. Jika diperkirakan
tinggi tangki penampungan di darat adalah 10 m maka diperlukan luasan areal
BBM seluas 224,4 m2;
5. Areal fasilitas air bersih.
Areal fasilitas air bersih didasarkan pada kebutuhan air per hari dengan asumsi
kebutuhan air bersih untuk satu orang sebanyak 10 liter air bersih dan
kapasitas penumpang kapal yang diambil adalah kapasitas maksimum. Adapun
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |28
kapasitas kapal Queen Elisabeth adalah 1782 penumpang, maka dibutuhkan
17.820 liter air. Jika dikonversikan, 1000 liter = 1 m3, maka untuk 17.820 liter air
diperlukan tempat 17.8 m3, dengan asumsi tinggi bak penampungan adalah 2 m
maka diperlukan luasan sebesar 8.9 m2;
6. Generator.
Kebutuhan areal untuk generator didasarkan pada standar kebutuhan ruang
untuk fasilitas listrik yaitu seluas 150 m2;
7. Areal fasilitas peribadatan.
Kebutuhan lahan untuk areal peribadatan didasarkan pada kebutuhan ruang
untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial. Karena alternatif lokasi belum terpilih
maka data penduduk pada lokasi rencana belum diketahui. Maka dipakai
pendekatan dengan memperhitungkan jumlah penduduk berdasarkan
kepadatan penduduk tiap km2 untuk wilayah bersangkutan. Dengan asumsi
sebuah pelabuhan memiliki daerah penyangga tidak lebih dari 1 km2. Maka dari
itu, berdasarkan data BPS (Manggis Dalam Angka, 2003) diperoleh kepadatan
penduduk 841 orang/km. Jika untuk 250 penduduk diperlukan luasan lahan
peribadatan seluas 60 m2. Maka untuk 841 penduduk diperlukan luasan
sebesar 201.8 m2;
8. Areal fasilitas pengobatan.
Kebutuhan lahan untuk areal pengobatan didasarkan pada kebutuhan ruang
untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial. Dan untuk 250 penduduk diperlukan
luasan lahan pengobatan seluas 60 m2. Dengan asumsi yang sama dengan
perhitungan di atas maka diperlukan luasan yang sama juga yaitu 201.8 m2;
9. Areal fasilitas perdagangan.
Kebutuhan lahan untuk areal perdagangan didasarkan pada kebutuhan ruang
untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial. Dan untuk 250 penduduk diperlukan
luasan lahan perdagangan seluas 60 m2. Dengan asumsi yang sama dengan
perhitungan di atas maka diperlukan luasan yang sama juga yaitu 201.8 m2;
10. Area fasilitas pos dan telekomunikasi.
Kebutuhan lahan untuk areal pos dan telekomunikasi didasarkan pada
kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial. Dan untuk 250
penduduk diperlukan luasan lahan pos dan telekomunikasi seluas 60 m2.
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
31 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
7. Pembangunan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) 1 paket;
8. Pengadaan Bak Sampah 1 paket.
B. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 10 Tahun (2013 - 2017).
1. Pengadaan lahan 20 Ha;
2. Studi Larap Pengadaan Lahan 1 paket;
3. Pembangunan Jalan - Jalan Akses Di Dalam Areal Pengembangan 1 paket;
4. Pembangunan Staff Housing 1 paket;
5. Pembangunan Villa – Villa 1 paket;
6. Pembangunan Medical Center 1 paket;
7. Pembangunan Open Stage 1 paket;
8. Pembangunan Market and Food Center 1 paket;
9. Pembangunan Spa and Tourist Information 1 paket;
10. Pembangunan Resort 1 paket;
11. Perbaikan Dinding Penahan Tanah dan Talud – Talud 1 paket;
12. Penambahan Pengadaan Meubeler dan Perangkat Elektronik Perkantoran 1
paket;
13. Pemasangan Sistem Rambu Lalu Lintas seperti: Rambu, Signage, Traffic Light,
Marka, dll. 1 paket;
14. Pengadaan Sistem Informasi Pelabuhan Digital 1 paket;
15. Perlengkapan pelabuhan dengan sistem keamanan sistem CCTV 1 paket.
C. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJPj) 20 Tahun (2018-2028).
1. Pembangunan Dan Penambahan Sarana Perkantoran Dan Ruang Tunggu 1
Paket;
2. Perluasan Gudang 1 paket;
3. Pengadaan Fasilitas Penampungan dan Pengolahan Limbah/STP 1 paket;
4. Pengadaan Fasilitas Perniagaan/Perdagangan dan Rekreasi 1 paket;
5. Pengadaan dan Penambahan Fasilitas Kesehatan 1 paket;
6. Penambahan Fasilitas Olah Raga 1 paket.
D. Rencana Pembangunan Keseluruhan Tahapan (RPJPd, RPJM, RPJPj).
1. Sosialisasi pada masyarakat;
2. Penguatan Kelembagaan Pelabuhan;
3. Monitoring Lingkungan;
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |32
4. Pemeliharan Dermaga;
5. Perbaikan dan Pemeliharaan Fasilitas Tambat;
6. Perbaikan dan Pemeliharaan Rambu Navigasi;
7. Perbaikan dan Pemeliharaan Pengaman Trastle dan Causeway;
8. Pemeliharaan dan Perbaikan Perkerasan Jalan dan Parkir Areal Pelabuhan;
9. Pemeliharaan dan Perbaikan Perkerasan Jalan keluar dan Masuk Pelabuhan;
10. Pemeliharaan dan Perbaikan Trotoar;
11. Pemeliharaan dan Perbaikan Drainase;
12. Pemeliharaan dan Perbaikan Saluran Sungai;
13. Pemeliharaan dan Perbaikan Tiang dan Lampu Penerangan;
14. Pemeliharaan dan Perbaikan Gedung Terminal;
15. Pemeliharaan dan Perbaikan Instalasi PDAM, PLN dan TELKOM;
16. Pemeliharaan dan Pengembangan Fasilitas Pemadam Kebakaran;
17. Perbaikan dan Pemeliharaan Pengaman Pantai;
18. Pengembangan Landscape.
etode yang digunakan untuk menentukan kelayakan Pembangunan
Pelabuhan Pariwisata di Tanah Ampo adalah “metode analisis biaya-
manfaat”. Prinsip dasar metode ini adalah membandingkan manfaat yang
diperoleh dari pembangunan pelabuhan dan biaya yang diperlukan untuk
mewujudkannya. Secara garis besar ada tiga tahapan yang dilalui untuk
menganalisis biaya dan manfaat pembangunan pelabuhan yaitu:
1. Mengestimasi biaya pengadaan tanah, biaya konstruksi, biaya pembangunan,
biaya operasional dan pemeliharaan;
2. Mengestimasi manfaat yang diperoleh dari pelabuhan yang terdiri dari:
a. Manfaat dari jasa labuh kapal;
b. Manfaat dari jasa tambat kapal;
c. Manfaat dari jasa rambu;
d. Manfaat dari pas penumpang;
e. Manfaat dari jasa air dan BBM;
f. Manfaat dari Rupa-rupa usaha.
3. Membandingkan biaya pembangunan dengan manfaat yang diperoleh.
M
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
33 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
Pembangunan Pelabuhan baru dapat menimbulkan efek-berganda (multiple effect),
baik dampak positif maupun negatif, yang sangat sulit dihitung. Dampak positif
yang ditimbulkan dapat berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat di
sekitarnya, peningkatan harga tanah dan lain-lain. Dampak negatif yang dapat
ditimbulkan, misalnya pencemaran lingkungan, baik fisik maupun budaya. Dampak
ini sangat sulit dianalisis secara kuantitatif. Dalam studi ini, manfaat yang dihitung
adalah manfaat langsung dan tidak langsung yang diterima yang dapat dianalisis
secara kuantitatif oleh pemakai pelabuhan dan daerah belakang dari pelabuhan.
Sedangkan biaya diestimasi berdasarkan kebutuhan pembangunan fisik pelabuhan
dan biaya operasional serta pemeliharaan yang dikeluarkan selama umur ekonomis
proyek.
Untuk membandingkan biaya dan manfaat yang mempunyai arus waktu yang
berbeda, maka biaya dan manfaat tersebut didiskon terhadap titik tolak waktu.
Kelayakan ekonomi pembangunan Pelabuhan Pariwisata di Tanah Ampo ditentukan
berdasarkan nilai dari tiga indikator yaitu: Net Present Value (NPV), Benefit Cost
Ratio (BCR) dan Internal Rate of Return (IRR).
A. Biaya Pelaksanaan Proyek.
iaya yang diperlukan untuk Pelabuhan Pariwisata Tanah Ampo terdiri dari
perkiraan biaya pembangunan pelabuhan ditambah dengan biaya pengadaan
tanah. Serta perkiraan biaya pengelolaan yang terdiri dari biaya operasional dan
pemeliharaan. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:
1. Biaya Pembangunan Pelabuhan.
Meliputi biaya pembangunan yang akan dikeluarkan untuk pelabuhan yang
direncanakan;
2. Biaya Pengadaan Tanah.
Merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membayar ganti rugi tanah
masyarakat yang digunakan sebagai pelabuhan;
3. Biaya Studi, Biaya DED dan Biaya Pengawasan.
Biaya studi dikeluarkan sebelum dilakukan DED. Untuk memenuhi aspek
kelayakan Amdal dilakukan DED sehingga studi kelayakan memenuhi syarat.
Biaya Pengawasan diperlukan untuk mengawasi kualitas hasil Pembangunan
Pelabuhan Pariwisata di Tanah Ampo.
B
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |36
24 2031 3,336.47 971.33 4,307.80
25 2032 3,336.47 1,039.33 4,375.80
26 2033 3,336.47 1,112.08 4,448.55
27 2034 3,336.47 1,189.93 4,526.40
28 2035 3,336.47 1,273.22 4,609.69
29 2036 3,336.47 1,362.35 4,698.82
30 2037 3,336.47 1,457.71 4,794.18
Rencana biaya pengelolaan Pelabuhan Tanah Ampo
Sumber: Lembaga Penelitian Universitas Udayana (Lemlit Unud), 2006
ebagaimana halnya dalam analisis biaya, identifikasi manfaat juga harus
dilakukan untuk mengetahui komponen-komponen yang diperhitungkan dalam
analisis ekonomi proyek. Dalam hal ini manfaat yang diperhitungkan merupakan
manfaat yang sifatnya terukur nilainya (tangible benefit).
Manfaat yang diperhitungkan dalam rencana pendapatan selama operasi
pelabuhan adalah:
1. Manfaat dari jasa labuh;
2. Manfaat dari jasa tambat;
3. Manfaat dari jasa rambu;
4. Manfaat dari pas pelabuhan, dibayarkan bersama dengan pembelian tiket
penumpang, besarnya Rp. 2000,- per penumpang;
5. Manfaat dari pelayanan air bersih untuk kapal;
6. Manfaat dari pelayanan depo bahan bakar;
7. Manfaat dari pengusahaan satu atau lebih jasa yang mendukung operasional
pelabuhan, seperti kegiatan penyediaan perkantoran dan kepentingan
pengguna jasa pelabuhan, kegiatan penyediaan kawasan perdagangan serta
penyediaan sarana umum lainnya.
S
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
39 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
Berdasarkan Indikator kelayakan ekonomi Rencana pembangunan pelabuhan
menunjukkan bahwa dengan asumsi suku bunga bank sebesar 12%, 15% dan 18%
pembangunan pelabuhan ini layak dilanjutkan. Analisis sensitifitas terhadap
rencana Pembangunan Pelabuhan Pariwisata di Tanah Ampo menunjukkan bahwa
rencana pembangunan pelabuhan ini layak secara ekonomi untuk dilanjutkan
pembangunannya. Hal ini ditunjukkan oleh indikator ekonomi yaitu:
NPV = Rp. 83.608 juta
IRR = 23,60 % dan
BCR = 1,45
Nilai NPV, BCR dan IRR tersebut sudah memperhitungkan risiko investasi pada
biaya dan manfaat, jika terjadi penurunan manfaat 20% dan peningkatan biaya
sebesar 20 % pada suku bunga 18 %.
A. Iklim.
ata iklim yang digunakan merupakan data sekunder diperoleh dari Balai
Meteorologi dan Geofisika Wilayah III Tuban, Denpasar. Stasiun Meteorologi
Tuban dipakai acuan dengan pertimbangan secara geografis mempunyai sirkulasi
udara yang secara umum mendekati. Untuk menentukan tipe iklim, dipergunakan
data dari stasiun terdekat yaitu Ulakan sedangkan untuk mengetahui pola iklim
mikro, merupakan data sekunder dari studi terkait yang dilakukan Dinas
Perhubungan Provinsi Bali dalam studi AMDAL Dermaga II pelabuhan Padang Bai.
1. Tipe Iklim.
Tipe iklim di lokasi rencana pembangunan Pelabuhan, berdasarkan klasifikasi
iklim Schimidth dan Ferguson, termasuk tipe iklim D. Tipe iklim ini dicirikan
dengan adanya rata-rata bulan basah 5-6 bulan dan bulan kering 6-7 bulan.
2. Temperatur udara (Kelembaban).
Berdasarkan data rata-rata temperatur bulanan periode 10 tahun terakhir
(tahun 1996-2005), temperatur udara di lokasi rencana kegiatan berkisar antara
24,3o C - 30o C, dengan suhu maksimum tertinggi terjadi pada bulan Nopember
sebesar 31,7o C dan suhu minimum terendah terjadi pada bulan Agustus
sebesar 23,0o C. Rata-rata kelembaban udara relatif bulanan di kawasan ini
D
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |40
berkisar antara 78-83% dengan kelembaban rata-rata tahunan 80,7%.
Kelembaban maksimum tertinggi terjadi pada bulan Januari (83%) serta
terendah pada bulan Agustus 78%.
3. Curah Hujan.
Berdasarkan data curah hujan, jumlah rata-rata hujan tahunan periode 1996-
2005 di rencana lokasi kegiatan adalah 1617 mm dengan curah hujan rata-rata
bulanan tertinggi terjadi pada bulan januari sebesar 286 mm, dan terendah
terjadi pada Agustus sebesar 30 mm. Sedangkan jumlah hari hujan rata-rata
dalam setahun adalah 83 hari, dengan hari hujan rata-rata per bulan tertinggi
terjadi pada bulan Januari (15 hari) dan hari hujan terendah pada bulan-bulan
Agustus dan September (4 hari).
4. Arah dan Kecepatan Angin.
Arah dan kecepatan angin direncana lokasi kegiatan secara makro adalah
bervariasi tergantung musim. Arah angin pada musim penghujan (Oktober-
April) adalah dominan dari arah Barat, sedangkan pada musim kemarau (April –
Oktober) dominan berasal dari arah Tenggara. Kecepatan maksimum terjadi
pada bulan Desember (35 knots) dengan arah angin dari Barat, kecepatan angin
terendah terjadi pada bulan Juli, September dan Oktober (19 knots), dengan
arah angin dari Tenggara.
5. Intensitas Radiasi Surya.
Intensitas radiasi surya di rencana lokasi kegiatan tergantung pada lama
penyinaran dan lama penyinaran surya tergantung pada letak lintang dan
kecerahan atmosfir (perawanan). Perubahan perawanan di atmosfir akan
menyebabkan terjadinya perubahan intensitas radiasi surya. Persentase lama
penyinaran terendah terjadi pada bulan Desember (66%), dan persentase lama
penyinaran tertinggi terjadi pada bulan September (89,2%). Intensitas radiasi
surya terendah terjadi pada bulan Oktober (342,5 W/m2).
6. Pola Iklim Mikro.
Berdasarkan hasil pengamatan, pola angin di lokasi rencana kegiatan sangat
ditentukan oleh pengaruh perubahan pemanasan di daratan dan lautan. Pola
arah angin mikro berubah – ubah menurut waktu, jika terjadi pencemaran
udara pada siang hari, maka arah penyebaran pencemaran udara dominan ke
Barat Laut (daerah perbukitan) sedangkan pada malam hari ke arah Timur Laut
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
41 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
(lautan). Dengan kecepatan angin 1,8 sampai 3,5 m/dt maka bahan
pencemaran akan terhalau dari pemukiman disekitar lokasi kegiatan.
B. Kualitas Udara Dan Kebisingan.
1. Kualitas Udara.
Untuk mengetahui kondisi kualitas udara pada rencana lokasi kegiatan,
dilakukan pengukuran pada lokasi-lokasi yang diprediksi akan mengalami
perubahan akibat rencana kegiatan. Pengukuran kualitas udara diambil pada
empat titik sampel, dimana 3 titik sampel berada dalam areal pelabuhan dan
satu titik sampel diambil di luar areal pelabuhan, tepatnya di pemukiman
penduduk lokal. Dari hasil pengukuran diperoleh bahwa kosentrasi debu
berkisar 35.919 µg/m3 sampai 107,759 µg/m3. Nilai tersebut bila dibandingkan
dengan standard baku mutu lingkungan yang diperbolehkan, belum melampaui
ambang baku mutu yaitu 230 µg/m3. Sama halnya dengan parameter debu,
maka seluruh hasil pengukuran kualitas udara pada parameter gas berada di
bawah ambang batas nilai baku mutu udara ambien (SK Gurbenur Bali No. 515
tahun 2000). Kosentrasi gas CO berkisar antara 200 µg/m3 sampai dengan
266,227 µg/m3 , gas SO2 berkisar antara 78, 259 sampai dengan 83,374 µg/m3
dan NO2 berkisar antara 14,297 µg/m3 sampai dengan 24.229 µg/m3.
2. Kebisingan.
Pengukuran kualitas fisik udara yaitu kebisingan, dilakukan pada saat yang
bersamaan dengan pengukuran kualitas udara dengan lokasi yang sama.
Tingkat kebisingan pada areal pelabuhan masih dibawah baku mutu yang
diperbolehkan yaitu berkisar antara 52,6 sampai 66,4 dBA.
C. Fisiografi.
1. Topografi.
Rencana lokasi kegiatan berada di antara dua tanjung yaitu Tanjung Sari di
bagian Barat dan Buki Dulu Dangin di bagian Timur dan daratan dusun Tanah
Ampo di bagian utara. Dusun Tanah Ampo yang berada di sebelah utara
merupakan daratan yang berada pada ketinggian antara 0 – 178 m di atas
permukaan laut dengan kemiringan lereng berkisar antara 0 – 35%. Dengan
demikian wilayah dusun Tanah Ampo kondisinya datar landai sampai miring
bergelombang dan berbukit. Bagian wilayah yang rata sampai landai berada
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |42
pada kemiringan lereng 0-6%, yang merupakan wilayah sebagian besar sebagai
areal pemukiman, kebun lahan kering dan Persawahan.
2. Geologi.
Berdasarkan peta Geologi Pulau Bali (Probo Hadiwijaya, 1971) daratan pada
dusun Tanah Ampo terdiri atas formasi ulakan berupa batuan breksi gunung
api, lava, tufa dengan sisipan batu gampingan.
3. Geomofologi.
Bentuk lencutan alam dusun Tanah Ampo yang mempunyai kemiringan lereng
rata landai sampai miring bergelombang dan berbukit terjadi karena proses
pelapukan dan pengendapan batuan breksi gunung api, lava, tufa formasi
ulakan.
D. Kualitas Air.
1. Kualitas Air Tanah.
Berdasarkan analisis parameter kualitas air, menunjukkan bahwa air tanah
(sumur penduduk dengan kedalaman antara 3-6 meter) disekitarnya tergolong
air tawar. Hal ini ditandai oleh rendahnya nilai salinitas air sumur, yaitu berkisar
antara 0,3 – 0,4 %. Nilai salinitas < 0,5 % dan kandungan TDS < 1.000 ppm
adalah termasuk air tawar (Neely et al, 1979). Ini menandakan belum terjadinya
intrusi air laut yang diakibatkan oleh tekanan air tawar dalam tanah lebih besar
dari pada air laut.
2. Kualitas Air Laut.
Hasil analisis dan pengamatan, kualitas air laut di rencana lokasi kegiatan
setelah dibandingkan dengan baku mutu kualitas air laut untuk pelabuhan (Kep.
Men. LH. No 51 tahun 2004), menujukkan beberapa parameter telah melampui
ambang batas baku mutu. Parameter tersebut antara lain:
a. Bau busuk terjadi di teluk sebelah Barat rencana lokasi kegiatan yang
disebabkan banyaknya bahan organik yang berasal dari sekitar lokasi dan
dibawa air laut kemudian diendapkan di teluk tersebut. Akibat adanya
proses tersebut juga menyebabkan pasir di teluk tersebut menjadi hitam
kecoklatan dan berlumpur serta berbau busuk. Baku mutu air laut yang
diperuntukkan bagi kepentingan pelabuhan ditetapkan tidak boleh berbau;
b. Baku mutu air laut yang diperuntukkan bagi kepentingan pelabuhan
ditetapkan tidak diperbolehkan ada sampah. Sampah dijumpai di teluk
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
43 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
sebelah barat rencana lokasi kegiatan dan tempat sekitar kapal minyak
merapat berupa sampah plastik, kaleng, kertas dan daun-daun pembungkus
makanan. Sampah dapat berasal dari kegiatan operasional pelabuhan dan
mayarakat di sekitar pelabuhan serta sampah yang terdamparkan oleh air
laut dari tempat lain;
c. Lapisan minyak paling banyak ditemukan pada dermaga tempat kapal
minyak merapat. Hal ini terjadi karena sumber tetesan minyak yang
tumpah paling banyak dari kapal maupun perahu motor. Timbulnya tetesan
minyak terutama terjadi pada saat pengisian bahan bakar dan pada saat
pembersihan mesin perahu motor dan pembersihan kapal. Disamping
lapisan minyak banyak gumpalan oli dan minyak pelumas pada dasar laut.
Gumpalan oli ini berasal dari pembersihan kapal dengan surfaktan,
sehingga oli dan minyak pelumas yang tumpah ke dalam air laut dalam
bentuk butiran-butiran yang dilapisi surfaktan. Sehingga butiran-butiran
yang tumpah ke air laut tenggelam ke dasar perairan.
egiatan Pembangunan Pelabuhan di Tanah Ampo diperkirakan dapat
menimbulkan dampak, baik yang bersifat positif maupun negatif. Untuk
memperkirakan dampak yang terjadi dapat dilakukan dengan cara matrik
identifikasi dampak. Pada matrik ini diprakiraan ada atau tidaknya dampak yang
terjadi pada komponen lingkungan akibat dari kegiatan yang akan dilakukan tanpa
merinci jenis dampak yang terjadi.
A. Tahap Pra Konstruksi.
1. Terganggunya Tata Ruang.
Pada tahap penentuan batas lokasi kegiatan akan terjadi konflik kepentingan
pemanfaatan ruang antar pengguna perairan teluk, seperti: masyarakat
nelayan, masyarakat pengguna kapal motor, pelayanan pariwisata, industri
depo minyak pertamina dan untuk kepentingan sosial budaya masyarakat.
Diperkirakan dampak ini dapat digolongkan sebagai dampak negatif tidak
penting (- TP).
K
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |44
2. Meningkatnya Pendapatan Daerah (PAD).
Dampak sosialisasi ekonomi yang muncul akibat kegiatan pengurusan perijinan.
Secara keseluruhan dampak PAD Kabupaten Karangasem dari pengurusan ijin
dapat dikategorikan dampak positif tidak penting (+ TP).
3. Perubahan Sikap dan Persepsi Masyarakat.
Rencana kegiatan yang tidak disosialisasi dengan baik terhadap tokoh dan
perangkat desa serta tanpa sepengetahuan masyarakat lokal dapat
menimbulkan rasa khawatir pada sebagian besar kalangan masyarakat lokal.
Kegiatan ini dapat menimbulkan dampak negatif penting (- P) terhadap sikap
dan persepsi masyarakat. Hal lain sosialisasi kepada masyarakat sekitar untuk
menyampaikan rencana kegiatan dapat menimbulkan sikap pro dan kontra.
Oleh karena itu kegiatan ini dapat menimbulkan dampak negatif penting (- P).
4. Terganggunya Keamanan dan Ketertiban.
Perubahan sikap dan persepsi masyarakat terutama yang negatif atau kontra
dapat berkembang menjadi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat
dalam bentuk penghadangan, pengusiran, demontrasi, pelemparan atau tindak
kekerasan lainnya. Oleh karena itu dampak yang ditimbulkan tergolong negatif
penting (-P).
B. Tahap Konstruksi.
1. Menurunnya Kualitas Udara.
Pada tahap konstruksi kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan dampak
terhadap kualitas udara adalah mobilisasi peralatan dan material, pembuatan
dan pengoperasian barak kerja, pembuatan gudang material dan pembangunan
fasilitas penunjang di darat. Diperkirakan dampak-dampak pada kegiatan-
kegiatan tersebut dapat digolongkan sebagai dampak negatif tidak penting (-
TP).
2. Meningkatnya Kebisingan.
Pada tahap konstruksi kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan dampak
terhadap kebisingan adalah mobilisasi peralatan dan material, pembuatan dan
pengoperasian barak kerja, pembuatan gudang material dan pembangunan
fasilitas penunjang di darat. Diperkirakan dampak-dampak pada kegiatan-
kegiatan tersebut dapat digolongkan sebagai dampak negatif tidak penting (-
TP).
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
45 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
3. Menurunnya Sifat Fisik dan Kimia Tanah.
Dampak yang terjadi pada tahap kegiatan konstruksi adalah menurunnya sifat
fisik dan kimia tanah pada lokasi pembuatan barak, pembuatan gudang
material dan peralatan serta pembangunan fasilitas penunjang di darat.
Diperkirakan dampak-dampak pada kegiatan-kegaiatan tersebut dapat
digolongkan sebagai dampak negatif tidak penting (- TP).
4. Terganggunya Tata Ruang.
Kegiatan pembangunan pelabuhan akan merubah tata guna lautan menjadi
pelabuhan menyebabkan terjadinya konflik kepentingan pemanfatan ruang
antar pengguna perairan teluk. Dampak terhadap terganggunya tata ruang
dapat dikatagorikan sebagai dampak negatif tidak penting (-TP).
5. Perubahan Pola Arus dan Gelombang.
Berdasarkan kriteria kepentingan dampak, terjadinya perubahan pola arus dan
gelombang di wilayah perencanaan studi akibat kegiatan pembangunan
pelabuhan dikategorikan sebagai dampak negatif penting (-P).
6. Terjadinya Erosi dan Sedimentasi.
Kegiatan pembangunan pelabuhan dan kegiatan pengerukan serta
pembuangan hasil pengerukan akan berdampak terjadinya erosi dan
sedimentasi. Berdasarkan kriteria kepentingan dampak, dapat dikategorikan
sebagai dampak negatif tidak penting (-TP) pada kegiatan pembangunan
pelabuhan.
7. Menurunnya Kualitas Air.
Menurunnya kualitas air diperkirakan karena kegiatan pembuatan dan
pengoperasian barak kerja, pembangunan pelabuhan. Prakiraan dampak yang
ditimbulkan dapat dikategorikan sebagai dampak negatif tidak penting (-TP)
sampai dampak negatif penting (-P).
8. Terganggunya Flora dan Fauna Darat.
Pembangunan pelabuhan pariwisata mempunyai dampak terhadap flora dan
fauna darat. Dampak tersebut terjadi akibat mobilisasi peralatan kerja dan
material, pembuatan dan pengoperasian barak kerja, pembuatan gudang
material dan peralatan, pembuangan hasil pengerukan, pembangunan fasilitas
penunjang di darat, demobilisasi peralatan dan tenaga kerja yang terjadi pada
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |46
saat konstruksi. Prakiraan dampak yang ditimbulkan dapat dikategorikan
sebagai dampak negatif tidak penting (-TP).
9. Terganggunya Flora dan Fauna Air.
Pembangunan pelabuhan pariwisata diperkirakan menimbulkan dampak yang
berarti, baik langsung maupun tidak langsung pada keseimbangan dan
kehidupan flora dan fauna air di perairan rencana kegiatan di sekitarnya.
Prakiraan dampak yang ditimbulkan dapat dikategorikan sebagai dampak
negatif penting (-P).
10. Kerusakan Terumbu Karang.
Komunitas terumbu karang adalah komunitas yang paling rentan terhadap
perubahan lingkungan. Adanya rencana kegiatan pembangunan pelabuhan,
diperkirakan akan menimbulkan dampak-dampak negatif terhadap kelestarian
kehidupan terumbu karang di perairan tersebut. Prakiraan dampak yang
ditimbulkan dapat dikategorikan sebagai dampak negatif penting (-P).
11. Meningkatnya Peluang Kerja dan Berusaha.
Tahapan kegiatan yang berdampak positif terhadap peluang kerja meliputi
kegiatan mobilisasi peralatan kerja dan material, pembuatan dan
pengoperasian barak kerja, pembuatan gudang material dan peralatan,
mobilisasi tenaga kerja, pembangunan fasilitas penunjang di darat, demobilisasi
peralatan dan tenaga kerja yang terjadi pada saat konstruksi. Prakiraan dampak
yang ditimbulkan dapat dikategorikan sebagai dampak positif tidak penting (+
TP).
12. Sikap dan Persepsi Masyarakat.
Kegiatan mobilisasi tenaga kerja luar khususnya tenaga kasar untuk konstruksi
pelabuhan yang jumlahnya cukup banyak, berdampak negatif pada sikap dan
persepsi masyarakat, mengingat pada lokasi rencana studi cukup banyak
tersedia tenaga kerja seperti tersebut dan masih banyak yang menganggur.
Kegiatan ini mempunyai dampak negatif penting (-P).
13. Terganggunya Kawasan/Tempat Suci dan Nilai Budaya.
Mengingat di sekitar lokasi kegiatan banyak terdapat bangunan/tempat suci
dan merupakan lokasi kegiatan sosial budaya masyarakat setempat, tentunya
kegaiatan-kegiatan diatas berdampak negatif terhadap kehidupan sosial
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
47 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
budaya masyarakat setempat. Prakiraan dampak yang ditimbulkan dapat
dikategorikan sebagai dampak negatif penting (-P).
14. Terganggunya Keamanan dan Ketertiban.
Kekhawatiran masyarakat lokal terhadap kegiatan pembangunan pelabuhan
terdapat juga pada aspek keamanan dan ketertiban lingkungan. Prakiraan
dampak yang ditimbulkan dapat dikategorikan sebagai dampak negatif penting
(-P).
15. Menurunnya Kesehatan Masyarakat.
Dampak negatif ini timbul karena pada kegiatan pengangkutan bahan dan alat
akan muncul debu dan emisi gas buang dari kendaraan pengangkut. Prakiraan
dampak yang ditimbulkan dapat dikategorikan sebagai dampak negatif tidak
penting (-TP).
16. Terganggunya Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Kegiatan pembangunan pelabuhan merupakan pekerjaan yang beresiko tinggi,
disamping karena jenis pekerjaannya, dilain pihak alamnya juga sangat ganas
yaitu ombak pantai yang sangat ganas dapat mengancam keselamatan dan
kesehatan kerja. Prakiraan dampak yang ditimbulkan dapat dikategorikan
sebagai dampak negatif tidak penting (-TP).
17. Terganggunya Transportasi Darat dan Laut.
Kegiatan mobilisasi peralatan kerja dan material, pembuatan dan
pengoperasian barak kerja, pembuatan gudang material dan peralatan,
mobilisasi tenaga kerja, pengerukan, pembuangan hasil pengerukan,
pembangunan fasilitas penunjang di darat, demobilisasi peralatan dan tenaga
kerja yang terjadi pada saat konstruksi mempunyai dampak terhadap
terganggunya transportasi darat dan laut. Prakiraan dampak yang ditimbulkan
dapat dikategorikan sebagai dampak negatif tidak penting (-TP).
erdasarkan uraian pada prakiraan dan evaluasi dampak, ternyata kegiatan
Pembangunan Pelabuhan Pariwisata Tanah Ampo memberikan dampak negatif
penting diantaranya :
B
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |48
1. Terjadinya erosi dan sedimentasi;
2. Perubahan pola arus dan gelombang;
3. Menurunnya kualitas air;
4. Terganggunya flora dan fauna air;
5. Kerusakan terumbu karang;
6. Terganggunya kawasan/tempat suci dan nilai budaya;
7. Terganggunya keamanan dan ketertiban;
8. Terganggunya keselamatan dan kesehatan para pekerja;
9. Terganggunya transportasi darat;
10. Terganggunya transportasi laut.
Pada sisi lain dampak positif yang timbul adalah:
1. Meningkatkan pendapatan daerah (PAD);
2. Meningkatkan peluang kerja dan berusaha;
3. Membaiknya lalu lintas darat.
A. Dampak Negatif Penting.
1. Terjadinya erosi dan sedimentasi.
Pembanguna Dermaga sepanjang 350 meter menjorok ke arah laut ini akan
menyebabkan erosi dan Sedimentasi. Material sedimen berasal dari luar dan
dalam area teluk yang terbawa oleh arus dan gelombang terutama pada saat
pasang. Berdasarkan kriteria kepentingan dampak, terjadinya sedimentasi dan
erosi di wilayah perencanaan merupakan dampak negatif penting karena akan
menutupi terumbu karang yang ada di areal pelabuhan.
2. Perubahan pola arus gelombang.
Pembangunan Dermaga akan menyebabkan terjadi perubahan arah gelombang
karena proses difraksi. Proses difraksi merupakan suatu proses pembelokan
arah gelombang yang disebabkan adanya suatu penghalang.
3. Menurunnya kualitas air laut.
Terjadinya penurunan kualitas air laut bersumber dari konstruksi, yaitu
pembangunan dermaga. Kegiatan tersebut akan menurunkan kualitas air laut
terutama terhadap parameter meningkatnya kekeruhan. Kegiatan bongkar
pasang muat pelabuhan dapat menurunkan kualitas air laut terutama berasal
dari sampah, ceceran olie dan minyak. Sampah dapat berasal dari penumpang
berupa botol, kaleng, kemasan makanan berupa plastik dan kertas. Ceceran oli
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
49 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
dan minyak dapat berasal dari pergantian olie dan pengisian bahan bakar, dan
pembersihan kapal. Kegiatan pembersihan kapal yang menggunakan surfaktan
dapat menyebabkan olie menjadi dalam bentuk butiran yang besar sehingga
tenggelam dan mengumpul dalam bentuk gumpalan yang lebih besar ke dasar
perairan.
4. Terganggunya flora dan fauna air.
Berawal dari menurunnya kualitas air dan habitat di sekitar proyek selanjutnya
dapat mengancam keberlanjutan perikanan pantai di kawasan studi, terutama
perairan pantai dengan padang lamun dan terumbu karang yang mempunyai
fungsi sebagai daerah asuhan (nursery ground), habitat memijah (spawning
ground) dan tempat mencari makan (feeding ground) bagi beberapa jenis ikan,
udang, mollusca dan echinodermata yang cukup komersial dan mempunyai
nilai ekonomis penting.
Ceceran material pada saat pembangunan pelabuhan, yang apabila jatuh ke
perairan akan menyebabkan peningkatan kekeruhan air. Konsekuensi lebih
lanjut adalah akan menyebabkan gangguan pada penetrasi cahaya matahari
sehingga produksi primer padang lamun dan fitoplankton juga terganggu. Air
yang keruh juga menggangu proses respirasi beberapa biota air terutama
organisme benthos, khususnya yang bersifat filter feeder karena akan terjadi
penumpukan lumpur pada filamen insang sehingga susah bernafas. Bongkahan
material yang besar juga dapat menimbun organisme dasar sehingga akan
terjadi kematian.
Disamping dampak primer yang menyebabkan gangguan dan kematian pada
sejumlah komponen flora dan fauna air, diperkirakan juga akan terjadi dampak
sekunder yaitu karena adanya pelumpuran dan penurunan kualitas air serta
perubahan pola arus mikro di kawasan tersebut akan berdampak negatif
terhadap komponen flora dan fauna air.
5. Kerusakan terumbu karang.
Rencana pembangunan pelabuhan menimbulkan dampak yang signifikan
terhadap perkembangan dan pertumbuhan karang. Ekosistem/komunitas
terumbu karang (corals reef) adalah ekosistem/komunitas yang paling rentan
(vulnerable) terhadap perubahan lingkungan atau terjadinya tekanan ekologi,
sehingga rencana pembangunan pelabuhan diperkirakan menimbulkan
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |50
dampak-dampak negatif terhadap kelestarian komunitas terumbu karang di
perairan tersebut.
Alternatif kegiatan membangun dermaga menjorok ke laut merusak terumbu
karang untuk mendapatkan kedalaman tertentu, sehingga menyebabkan
kematian pada koloni terumbu karang. Terumbu karang di kawasan studi
merupakan obyek/destinasi yang sangat potensial bagi pengembangan wisata
bahari (diving & snorkeling), sehingga kerusakan, kematian dan gangguan
sebagai dampak dari pembangunan dermaga, juga berdampak sekunder dan
tersier pada keberlanjutan usaha wisata dan kenyamanan berwisata di kawasan
tersebut.
6. Terganggunya kawasan/tempat suci dan Nilai Budaya.
Aspek lainnya yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan dampak,
yaitu dampak negatif terhadap kawasan/tempat suci dan nilai budaya yang
sangat peka terhadap sentuhan aktivitas proyek karena di daerah sekitarnya
cukup banyak terdapat tempat/bangunan suci (Dang Kahyangan hingga
kahyangan desa). Aspek kesakralan dan nilai budaya menyangkut perasaan dan
sistem kepercayaan masyarakat sekitar yang dijunjung tinggi dalam kehidupan
sehari-hari. Lokasi-lokasi ini menjadi areal yang digunakan untuk rangkaian
upacara pakelem, nganyut sekah dan yang lain, yang dilakukan oleh masyarakat
secara periodik, sehingga kawasan perairannya menjadi kawasan yang
disucikan.
7. Terganggunya keamanan dan ketertiban.
Selama proses pembangunan pelabuhan, dominan penduduk lokal khawatir
dengan kedatangan tenaga kerja luar untuk kegiatan konstruksi pelabuhan
tersebut. Kekhawatiran masyarakat lokal yang terbesar menyangkut aspek
keamanan lingkungan, dan munculnya kecemburuan sosial.
8. Terganggunya keselamatan dan kesehatan para pekerja.
Terganggunya kesehatan dan keselamatan pekerja merupakan dampak dari
pembangunan pelabuhan yang merupakan dampak primer sebagai akibat
kecelakaan kerja pada tahap konstruksi. Kecelakaan ini bisa terjadi karena
pekerja kurang menguasai peralatan yang digunakan atau dalam keadaan tidak
menggunakan alat dan pakaian pelindung. Terjadinya penurunan kesehatan
masyarakat pada tahap operasional pelabuhan disebabkan oleh karena adanya
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
51 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
pembuangan limbah B3 (sisa minyak dan olie) dan terbawanya kuman penyakit
menular di dalam kapal melalui barang/muatan kapal.
9. Terganggunya transportasi darat.
Pembangunan konstruksi dermaga menyebabkan banyaknya material yang
terangkut dari darat, sehingga kepadatan lalu-lintas darat meningkat. Meskipun
pengangkutan material bangunan dilakukan secara bertahap sesuai dengan
urutan pekerjaan, konsentrasi kepadatan arus lalu lintas pada ruas jalan akan
menambah beban yang memang sudah padat terutama pada musim-musim
upacara adat, demikian juga pada pengangkutan peralatan kerja yang dilakukan
pada awal kegiatan. Mengingat kepadatan lalu-lintas pada rute ini semakin
padat dan material yang diangkut memiliki beban yang tinggi, yang mana hal ini
akan mempengaruhi kerusakan perkerasan jalan.
Demikian juga saat operasional, dengan adanya dermaga mengakibatkan
semakin banyaknya kendaraan yang memasuki areal pelabuhan terutama pada
saat bertambatnya kapal. Hal ini perlu mendapat pengaturan sehingga dampak
yang ditimbulkan tidak menimbulkan dampak ikutan yang lebih besar. Di
samping itu saat odalan di pura-pura sekitar wilayah studi, akan mengakibatkan
akumulasi kendaraan yang lebih besar sehingga perlu pengelolaan yang lebih
baik, terutama tentang masalah parkir.
10. Terganggunya transportasi laut.
Pada saat pembangunan dermaga akan mengurangi ruang kapal melakukan
lego jangkar pada perairan rencana lokasi kegiatan, sehingga mengganggu lalu
lintas laut, seperti para nelayan, operasional kapal motor, ataupun lalu lintas
kapal laut untuk minyak, terutama pada musim ombak besar dan surut
terendah. Masyarakat yang terkena dampak adalah masyarakat nelayan,
pengguna kapal motor dan perusahaan minyak (PERTAMINA) dan masyarakat
pengguna jasa pelayaran lainnya.
Kegiatan pengerukan akan dapat mempengaruhi: lalu lintas kapal (bongkar/
muat), lalu lintas perahu nelayan, operasional kapal motor, serta lalu lintas di
laut lainnya ataupun lalu lintas kapal laut untuk minyak, terutama saat
gelombang besar dan surut terendah. Pada saat operasional akan berpengaruh
pada lalu lintas kapal/laut. Lalu lintas laut terganggu karena luas teluk relatif
sempit yang di manfaatkan untuk perahu nelayan, kapal motor maupun kapal
laut untuk keperluan PERTAMINA. Selain itu jarak antar dermaga pada batas
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |52
minimal akan menimbulkan permasalahan ketika kapal akan menuver saat akan
berlabuh maupun akan berangkat. Kondisi teluk akan lebih sempit ketika air
surut dan gelombang besar, sehingga lalu lintas laut akan semakin padat.
B. Dampak Positif Penting.
1. Meningkatkan pendapatan daerah (PAD).
Kegiatan lalu lintas/operasional kapal dan kegiatan operasional penunjang
pelabuhan memberikan dampak terhadap peningkatan PAD karena adanya
peraturan perundangan yang mendukung yaitu UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah. Dalam tahap operasional pelabuhan diperlukan sejumlah
perijinan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat dan juga pemerintah daerah,
yang merupakan sumber pendapatan bagi pemerintah daerah disamping
sumber-sumber lainnya seperti pajak.
Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem diperoleh dari ijin operasional
pelabuhan dan pajak atau cukai yang didapat dari penumpang kapal, mobil,
sepeda motor dan parkir yang intensitasnya besar selama beroperasinya
pelabuhan. Secara keseluruhan kegiatan lalu lintas/operasi kapal dan kegiatan
operasional penunjang pelabuhan memberi dampak terhadap PAD Kabupaten
Karangasem yang dikategorikan berdampak positif penting (+P).
2. Meningkatkan peluang kerja dan berusaha.
Kegiatan rekruitment tenaga kerja, lalu lintas/operasional kapal, kegiatan
pasang bongkar muat pelabuhan dan kegiatan operasional penunjang
pelabuhan akan memberikan dampak berupa peluang kerja dan berusaha.
Adapun tenaga kerja yang direkrut pada saat beroperasinya pelabuhan
diperkirakan minimal 40% dari seluruh karyawan yang dibutuhkan. Adapun
perkiraan pendistribusian tenaga kerjanya sebagai berikut : 10% karyawan pada
lalu lintas/operasional kapal (memerlukan keahlian khusus), 20% sebagai
karyawan pasang bongkar muat pelabuhan dan 10% karyawan pada kegiatan
operasional penunjang pelabuhan, sedangkan 60% karyawan lainnya berasal
dari luar wilayah studi. Dampak ikutan hal diatas akan dapat menimbulkan
perkembangan usaha ekonomi baru yang berkaitan dengan pelayanan
kebutuhan tenaga kerja seperti tempat kos, warung makanan, minuman, dan
penggunaan alat transportasi.
3. Membaiknya lalu lintas darat.
Bab 2: Rencana Induk Pelabuhan Tanah Ampo
53 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
Pada tahap operasional penunjang pelabuhan berupa parkir dan penambahan
ruang tunggu, akan berpengaruh positif pada lalu lintas di darat karena akan
dapat menampung antrean kendaraan yang akan masuk ke pelabuhan lebih
banyak. Dampak berlangsung selama kegiatan operasional pelabuhan, yang
dapat dinikmati oleh masyarakat di sekitar pelabuhan/dermaga. Dengan
semakin berkembangnya aktivitas di pelabuhan Tanah Ampo, maka perhatian
terhadap fasilitas umum seperti jalan akan meningkat sehingga akan lebih baik.
Evaluasi dampak pembangunan Pelabuhan Tanah Ampo dapat dilihat pada
Tabel
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
121 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
abupaten Klungkung, secara
geografis memilki dua cakupan
wilayah, yaitu wilayah daratan dan
dan wilayah pulau. Bila dilihat
perbandingan komposisi luas
wilayahnya terlihat sepertiganya
terletak di daratan Klungkung (11.216
Ha) dan duapertiganya terletak di
Daratan Nusa Penida (20.284 Ha).
Disparatis wilayah geografis antara
Klungkung Daratan dan Nusa Penida yang dipisahkan laut memicu kepada
kesenjangan pembangunan wilayah dan pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat.
Sehingga tingkat aksesbilitas masyarakat ke dan dari Klungkung Daratan dan Nusa
Penida sangat rendah sekalai.
Selama ini pergerakan antara Klungkung Daratan dengan wilayah lain dan
khususnya dengan Nusa Penida dihubungkan dengan perahu motor yang dikelola
secara tradisional dengan skala kecil dengan asal-tujuan yang terpencar dibeberapa
lokasi. Namun sarana dan prasarana pelabuhan yang tersebar dan tidak terencana
dengan baik. Dengan segala keterbatasan memang ini tidak mampu mengatasi
tingkat perkembangan yang sangat dinamis. Perkembangan yang dimaksud adalah
pertumbuhan jumlah dan aktivitas penduduk (sosial dan ekonomi), dan
perkembangan sistem tata ruang. Perkembangan tata ruang yang dimaksud adalah
perkembangan penggunaan lahan disuatu wilayah, semakin kompleks penggunaan
lahan di di wilayah tersebut semakin tinggi tingkat pergerakan yang terjadi.
Pertumbuhan aktivitas dan tata ruang yang meningkat pada akhirnya melahirkan
kebutuhan akan pergerakan (lalu lintas orang, barang dan jasa) yang semakin
meningkat pula.
K
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |122
Jadi akar permasalahan disparitas wilayah di Kabupaten Klungkung bila dilihat dari
sudut transportasi sebagai suatu sistem adalah adanya kesenjangan antara sisi
demand dari transportasi yang meningkat dibanding dengan sediaan (supply) yang
terbatas dalam hal ini dukungan sistem jaringan dan sarana dan prasarana
transportasi yang tidak memadai. Bila hal ini tidak ditangani secara terencana,
maka dikhawatikan ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah di Kabupaten
Klungkung tidak akan pernah tercapai. Yang pada akhirnya demokratisasi ruang
tidak akan pernah terwujud. Oleh karenanya perencanaan penyediaan sistem
jaringan harus dapat memprediksi secara akurat kebutuhan pergerakan yang
diakibatkan oleh sistem kegiatan. Dalam hal ini kegiatan yang dimaksud dapat
dijabarkan melalui Penyus unan Rencana Induk Pelabuhan Penyeberangan Gunaksa
sebagai tindak lanjut dari kegiatan Penyusunan RIP Pelabuhan Nusa Penida.
A. Iklim.
omponen iklim yang dikaji meliputi: tipe iklim, suhu udara/kelembagaan,
curah dan hari hujan, arah dan kecepatan angin, penyinaran matahari, kualitas
udara dan pola iklim mikro. Datanya sebagian berupa data sekunder dari Balai
Meteorologi dan Geofisika Wilayah III di Tuban dan Stasiun Dawan, serta data
primer hasil pengukuran langsung di lokasi rencana kegiatan. Data iklim yang
digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Balai Meteorologi dan
Geofisika Wilayah III di Tuban, Denpasar dan Stasiun Cuaca di Dawan. Data
Balai/Stasiun ini digunakan untuk mewakili daerah penelitian karena daerah stasiun
ini mempunyai tipe iklim sama dengan daerah penelitian. Secara geografis kedua
tempat ini memiliki sirkulasi udara yang secara umum mendekati, kecuali curah
hujan sedikit memiliki perbedaan. Oleh karena itu data curah hujan yang akan
digunakan adalah data stasiun klimatologi Dawan. Untuk pola iklim mikro
digunakan data primer dari hasil pengukuran lapangan di lokasi kegiatan dan
sekitarnya selama 5 hari.
Tipe iklim di kawasan rencana lokasi kegiatan berdasarkan basah kering (klasifikasi
Schmidth dan Ferguson) daerah rencana lokasi kegiatan termasuk tipe iklim F. Tipe
iklim berdasarkan abjad menurut Schmidth dan Ferguson adalah, A = Sangat basah;
B = Basah; C = Agak basah; D = Sedang; E = Agak kering; F = Kering.
K
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
123 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
B. Curah Hujan.
erdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, khususnya Stasiun
Dawan, jumlah rata-rata curah hujan tahunan periode 2003-2007 di lokasi
rencana kegiatan adalah sekitar 152.92 mm per bulan dengan curah hujan rata-rata
bulanan tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 462 mm dan terendah terjadi
pada bulan September yaitu sebesar 38 mm.
C. Geologi Dan Mekanika Tanah.
ondisi wilayah Kabupaten Klungkung dan lokasi perencanaan pelabuhan
Gunaksa, khususnya terhadap bahaya gunung berapi, walaupun tidak ada
gunung berapi disekitarnya merupakan kawasan yang cukup rentan terhadap
bencana gunung berapi dan abrasi pantai. Lahan dimana lokasi pelabuhan
direncanakan, merupakan kawasan pada saat Gunung Agung meletus tahun 1963
merupakan lahan yang mendapatkan kiriman berbagai material letusan seperti
batu, koral dan pasir. Berdasarkan peta geologi, formasi volkam muda (Qva) dapat
menjadi daerah potensi bencana bila Gunung Agung di Kabupaten Karangasem
menunjukkan aktivitasnya. Formasi geologi yang membentuk wilayah Kabupaten
Klungkung meliputi : formasi volkam muda (Qva dan Qbb), Endapan Alvium (Qal),
Formasi Selatan (Msl), dan formasi Ulakan (Mu).
Formasi vulkanik lainnya adalah Qbb yang meliputi sebagian Kecamatan
Banjarangkan, Klungkung dan Dawan. Formasi ini disusun oleh tufa dengan
endapan hasil erupsi volkan-volkan yang ada di sekitar Kabupaten Klungkung, yaitu
Gunung Buyan, Bratan dan Batur. Daerah ini juga merupakan daerah subur dan
sangat berpotensi bagi pengembangan pertanian Kabupaten Klungkung. Bentuk
lahan yang bervariasi menyebabkan lahan-lahan yang berada pada wilayah
perbukitan dengan lereng terjal memiliki potensi erosi yang cukup tinggi. Endapan
Aluvium (Qal) merupakan daratan yang dibentuk karena proses pengendapan dari
laut (deposit marine) tersebar di Kecamatan Klungkung, Dawan, dan Nusa Penida.
Proses pengendapan yang terjadi dalam kurun waktu yang lama menyebabkan
majunya garis pantai ke arah laut. Daerah ini sangat berpotensi bagi
pengembangan pertanian, khususnya bagi budidaya kelapa.
Formasi Msl dan Mu merupakan formasi endapan tersier, terdiri dari Formasi
Selatan (Msl) yang tersusun terutama oleh batuan gamping dan dingkapan-
dingkapan kecil formasi Ulakan (Mu) yang tersusun atas breksi gunung berapi, lava,
B
K
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |124
tufa dengan sisipan batuan gamping. Kedua formasi ini terdiri dari bahan-bahan
yang terbentuk dari proses sedimentasi bahan-bahan klastik, kimia dan organik.
Setelah mengalami sedimentasi, bahan-bahan tersebut mengalami lithifikasi
sehingga membentuk batuan sedimen, seperti breksi (Mu) dan batuan gamping
(Msl). Kedua formasi ini merupakan daerah yang berpotensi terhadap erosi.
Formasi selatan hanya meliputi Kecamatan Nusa Penida, berbahan induk batuan
gamping. Tanah yang terbentuk pada formasi ini bersifat basa. Kandungan P2O5
dan K2O sedikit tinggi, kandungan CaO dan MgO sangat tinggi. Formasi ulakan
meliputi sebagian Kecamatan Banjarangkan dan Dawan. Tanah yang terbentuk
bersifat agak asam sampai netral, kandungan P2O5 dan K2O sedang sampai tinggi,
kandungan CaO dan MgO sedang.
Sementara itu jenis tanah yang ada di Kabupaten Klungkung dapat digolongkan
atas:
1. Tanah Regosol Coklat Kelabu.
Jenis tanah ini terdapat di Kecamatan Dawan, Klungkung dan Banjarangkan,
seluas 245 Ha, dengan ciri terdiri atas bahan induk abu fokan intermedier,
dengan bentuk wilayahnya berombak melandai.
2. Tanah Regosol Coklat Kekuningan.
Jenis tanah ini terdapat di Kecamatan Banjarangkan dan Klungkung seluas
7.383 Ha. Tanah ini terdiri atas bahan induk abu vulkanik intermedier, dengan
bentuk wilayahnya berombak melandai.
3. Tanah Mediteran Coklat.
Jenis tanah ini terdapat di Kecamatan Nusa Penida seluas 20.284 Ha. Jenis
tanah ini terdiri atas bahan induk batuan gamping yang bentuk wilayahnya
bergelombang sampai berbukit-bukit.
4. Tanah Regosol Coklat Kemerahan dan Litosol.
Jenis tanah ini terdapat di Kecamatan Dawan dengan luas seluruhnya adalah
3.588 Ha. Tanah ini terdiri atas induk abu vulkanik intermedier dan dengan
bentuk wilayah berbukit-bukit.
D. Topografi Dan Matimetri.
urvey topografi dan survey batimetri merupakan data primer yang diperoleh
dari hasil survey di lapangan. Survey topografi bertujuan untuk memperoleh
informasi detail mengenai topografi di sekitar pelabuhan sedangkan survey
batimetri bertujuan untuk mendapatkan peta rinci yang menggambarkan keadaan
dasar laut disekitar pelabuhan.
S
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
131 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
Sektor Primer
Pertanian
Penggalian
Sektor Sekunder
Industri
Listrik, dan air minum
Bangunan
Sektor Tersier
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan komunikasi.
Perbankan, dan Lembaga Keuangan
Jasa-jasa
1,56
4,70
-0,08
0,25
5,01
5,00
4,97
8,17
2,89
2,46
3,23
0,04
8,85
1,95
1,95
2,19
4,80
4,58
3,55
5,56
1,19
2,89
5,47
3,93
2,31
4,71
3,86
Produk Domestik Regional Bruto 4,56 3,08 4,55
Sumber: Klungkung Dalam Angka 2006.2007,2008.
C. Produk Domestik Regional Bruto.
roduk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai output dari total barang
dan jasa yang dimiliki (berupa uang) dalam suatu daerah dalam jangka waktu
tertentu, biasanya setahun. Besarnya PDRB suatu daerah merupakan indikator
kemajuan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi yang diperlukan sebagai
salah satu cara untuk mensejahterakan masyarakat di daerah tersebut.
PDRB merupakan nilai yang dapat dicapai dari 9 lapangan usaha yaitu:
1. Sektor Pertanian: Tanaman pangan, tanaman perkebunan, perternakan,
kehutanan dan perikanan;
2. Sektor Pertambangan dan Penggalian: Minyak dan gas bumi, pertambangan
tanpa migas dan penggalian;
3. Sektor Industri Pengolahan: Industri migas dan industri tanpa migas;
4. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih: Listrik, gas kota dan air bersih;
5. Sektor Bangunan/Konstruksi: Pembuatan bangunan, jalan, jembatan dan lain-
lain;
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran: Perdagangan besar dan eceran, hotel serta
restoran;
7. Pengangkutan dan Komunikasi: Angkutan kereta api, angkutan jalan raya,
angkutan laut, angkutan sungai dan penyeberangan, angkutan udara serta jasa
penunjang angkutan;
P
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |132
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan: Bank, lembaga keuangan non
bank, jasa penunjang keuangan, sewa bangunan dan jasa perusahaan;
9. Jasa-jasa: Sosial kemasyarakatan, hiburan dan rekreasi serta jasa perorangan
dan rumah tangga.
Perhitungan laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan masalah yang
sangat komplek dan untuk mengetahuinya diperlukan studi yang khusus dan
mendalam. Data mengenai besarnya tingkat pendapatan penduduk berdasarkan
pada perhitungan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Nilai PDRB
perkapita kabupaten Klungkung atas dasar harga berlaku terus meningkat pada
tahun 2000 mencapai Rp.5.212.671,72 dan tahun 2004 mencapai Rp.7.780.546,44.
Sedangkan Nilai PDRB perkapita tahun 2004 atas dasar harga konstan 2000
Kabupaten Klungkung mencapai Rp.5.846.698,50 (Klungkung Dalam Angka, 2006).
D. Sistem Jaringan Transportasi.
1. Transportasi Darat.
Prasarana perhubungan darat di Kabupaten Klungkung cukup memadai,
terdapat 17,40 km jalan negara (arteri primer), 15,57 km jalan provinsi
(kolektor rovinsi), 342,46 km jalan kabupaten (kolektor kabupaten) dan
212,726 km jalan desa (lokal). Jumlah kendaraan bermotor di Kabupaten
Klungkung daratan tercatat 3.830 unit, tercatat 753 mobil penumpang, 98
Mobil Bus Umum, 611 unit mobil barang umum, 2.317 mobil barang tidak
umum, dan 51 mobil barang dinas.
2. Transportasi Laut.
Kabupaten Klunkung daratan yang meliputi wilayah Kecamatan Klungkung,
Kecamatan Banjarangkan dan Kecamatan Dawan, sampai saat ini akses
transportasi laut yang tersedia menuju kawasan Nusa Penida sebagai kawasan
terluas di kabupaten Klungkung adalah transportasi laut atau penyeberangan.
Kabupaten Klungkung (daratan) sampai saat ini belum mempunyai pelabuhan
penyeberangan yang representatif seperti pelabuhan Mentigi yang terletak di
Nusa Penida atau pelabuhan Padangbai di Kabupaten Karangasem. Pelabuhan
penyeberangan tradisional yang ada di Kabupaten Klungkung daratan adalah
Kusamba, Banjar Bias dan Banjar Tribuana yang ketiganya terletak di Desa
Kusamba, Kecamatan Dawan, dimana semua pelabuhan tersebut mempunyai
kapasitas yang sangat terbatas. Di Kecamatan Nusa Penida terdapat 8 (delapan)
buah pelabuhan peyeberangan tradisional, yaitu Tanjung Sanghyang, Jungut
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
133 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
Batu, Toya Pakeh, Banjar Nyuh, Buyuk, Sampalan, Bias Munjul dan Mentigi.
Pelabuhan tersebut merupakan pelabuhan penyeberangan tradisional sebagai
arus penumpang dan barang di Nusa Penida.
E. Potensi Daerah Sektor Non Migas.
1. Pertanian.
Produksi Padi dalam tahun 2007 mencapai 35.536 ton gabah kering giling
dengan luas panen 5.732 Ha dan rata-rata produksi mencapai 62,94 kw/ha. Bila
dibandingkan dengan produksi tahun 2006 produksi mengalami penurunan
sebesar 5,52 % penurunan ini disebabkan luas panen yang berkurang sebesar
80 Ha dan menurunnya rata-rata produksi kwintal/ha sebesar 3,21 %.
Jagung merupakan salah satu komoditas pangan selain beras dan juga
dimanfaatkan untuk makanan ternak. Selama tahun 2007 produksi mencapai
11.364 ton pipilan kering yang tersebar di tiga kecamatan yakni Nusa Penida
11.112 ton, Banjarangkan 27 ton pipilan kering dan Dawan 225 ton pipilan
kering. Dalam tahun 2007 produksi ubi kayu mencapai 36.255 ton dan luas
panen 2.103 ha. Kecamatan Nusa Penida sebagai penghasil terbesar yakni
35.543 ton ubi basah kemudian disusul Banjarangkan 571 ton dan Dawan 141
ton. Selama tahun 2007 dengan luas panen ubi jalar 204 ha mencapai produksi
3.935 ton ubi basah dengan rata-rata produksi 207,78 kw/ha. Kacang tanah
mencapai 5.767 ton pada tahun 2007 dan Kedelai luas panen 1.021 ha dengan
produksi mencapai 1.774 ton.
2. Perkebunan.
Tanaman perkebunan yang diusahakan adalah kelap, kopi, cengkeh, panili,
jambu mete, kapok, kakao, kemiri, kenanga. Luas areal tanaman kelapa tahun
2007 adalah 3.049 hektar, yang tersebar di empat kecamatan dengan produksi
mencapai 3.033.502 ton. Dalam tahun 2007 luas tanam kopi 83 hektar dan
tersebar di tiga kecamatan serta produksinya mencapai 40 ton. Luas areal
tanaman cengkeh tahun 2007 adalah 356 hektar dan produksinya mencapai
1.100 ton. Luas areal tanaman panili dalam tahun 2007 mencapai 8 hektar di
tiga kecamatan yakni Banjarangkan, Klungkung dan Dawan. Dalam tahun 2007
luas areal jambu mete mencapai 391 hektar dengan jumlah produksi 93
ton.Tanaman kakao ada di semua kecamatan dengan luas areal tahun 2007
seluas 63 hektar dan produksi 49 ton.Tanaman kapok dan kemiri terdapat di
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |134
kecamatan Nusa Penida dengan luas areal masing-masing seluas 11 ha dan 10
ha.
3. Peternakan.
Ternak sapi pada tahun 2007 sebanyak 44.059, Kuda untuk menarik dokar
populasinya 3 ekor, populasi kambing sebanyak 632 ekor, populasi babi tahun
2007 yaitu babi lokal 19.797 ekor serta babi sadle back dan landrace yaitu
15.001 ekor.
4. Perikanan.
Perikanan yang diusahakan adalah perikanan darat dan perikanan laut.
Produksi perikanan laut tahun 2007 mencapai 2.394 ton yang terdiri dari ikan
tongkol 1.628 ton, tembang 311 ton, cucut 29 ton, kakap 1 ekor dan lainnya
426 ton. roduksi perikanan darat hasil penangkapan di perairan umum, kolam
dan sawah tahun 2007 hanya mencapai 0,2 ton. Rumput laut hanya diusahakan
di Nusa Penida dengan produksi dalam tahun 2007 mencapai 91.320 ton.
5. Industri.
Perusahaan yang dominan di Kabupaten Klungkung adalah golongan industri
rumah tangga dan industri kecil. Perusahaan industri rumah tangga di
Kabupaten Klungkung selama tahun 2007 sebanyak 4.849 dengan menyerap
tenaga kerja 13.191 orang sedangkan jumlah perusahaan industri kecil 938
buah dengan menyerap tenaga 6.724 orang. Perusahaan industri sedang yaitu
23 perusahaan dengan menyerap tenaga kerja 745 orang. Produksi industri
sedang adalah tekstil, pakaian jadi dan kulit, industri barang-barang dari kayu,
industri dasar logam dan industri lainnya.
6. Pertambangan dan Penggalian.
Jenis bahan galian pasir dan penggaraman terbanyak ada di kecamatan Dawan
dan tanah liat ada di kecamatan Banjarangkan dan Dawan.
7. Perdagangan.
Jumlah usaha perdagangan barang dan jasa yang memiliki TDP di Kabupaten
Klungkung tahun 2007 masing-masing menurut bentu yaitu usaha
perseorangan adalah 70 buah, PT 8 buah, CV 24 buah dan koperasi 4 buah.
Jumlah SIUP yang diterbitkan di Kabupaten Klungkung pada tahun 2007
sebanyak 106 buah masing-masing menurut kecamatan adalah 7 buah
Kecamatan Nusa Penida, 29 buah Kecamatan Banjarangkan, 59 buah
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
135 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
Kecamatan Klungkung dan 11 buah di Kecamatan Dawan. Peranan golongan
usaha kecil dalam menyerap tenaga kerja sehingga dapat mengurangi
pengangguran. Pada tahun 2007 jumlah tenaga kerja yang terserap sebanyak
4.575 orang dengan tingkat pendidikan SD 371 orang, SLTP 540 orang, SLTA
3.048, Sarjana muda 79 orang dan sarjana 139 orang.
A. Rona Sosial Budaya.
abupaten Klungkung pada jaman dahulu merupakan pusat kerajaan di Bali
yang mencapai puncak kejayaannya pada sekitar abad 16. Beberapa
peninggalan yang menggambarkan kejayaan jaman dahulu dan bernilai budaya
tinggi banyak ditemui di kawasan ini. Peninggalan-peninggalan tersebut pada
umumnya berupa Pura (peribadatan umat Hindu). Sebagiaan pura-pura besar yang
ada di Kabupaten Klungkung ada di kawasan Kecamatan Nusa Penida sehingga arus
pergerakan dari Klungkung daratan menuju Nusa Penida sangat tinggi. Pura-pura
Besar yang terdapat di Klungkung Daratan adalah Pura Watu Klotok, Pura Gua
Lawah, dll. Sementara itu Pura-pura yang berada di Nusa Penida diantaranya: Pura
Goa Giri Putri, Pura Kerang Kuning, Pura Dalem Ped, Pura Taman Sari, Pura Puncak
Mundi dan lain-lain. Pada hari besar seperti Piodalan, Purnama, Tilem atau Kajeng
Kliwon, lalu lintas menuju Nusa Penida dari Bali Daratan selalu lebih padat daripada
hari-hari biasa demikian pula pada akhir pekan.
B. Rona Kependudukan.
umlah penduduk Kabupaten Klungkung tahun 2007 adalah 175.430 jiwa dengan
tingkat pertumbuhan sekitar 3.10% per tahun. Jumlah kepala keluarga (KK)
adalah 40.292 KK sehingga jumlah rata-rata penduduk per KK adalah 4 orang
(Klungkung Dalam Angka, 2008).
Penyebaran penduduk tidak merata di 4 (empat) kecamatan, yaitu 72,06% berada
didaratan Klungkung (Banjarangkan, Dawan dan Klungkung) sedangkan 27,94%
berada di Kepulauan Nusa Penida (Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa
Ceningan). Dari data jumlah penduduk pada masing-masing kecamatan dapat
diidentifikasi bahwa persebaran penduduk di Kabupaten Klungkung tidak merata.
Tabel 3.10 menunjukan bahwa kepadatan penduduk Kecamatan Nusa Penida
adalah paling rendah yaitu 235 orang/km2, sedangkan di Kecamatan Bajarangkan
K
J
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |142
a. penumpang < 1000 orang/hari;
b. kendaraan < 250 unit/hari;
2. frekuensi < 6 trip/hari;
3. dermaga < 500 GRT;
4. waktu operasi < 6 jam/hari;
5. fasilitas pokok sekurang-kurangnya meliputi:
a. perairan tempat labuh termasuk alur pelayanan;
b. kolam Pelabuhan;
c. fasilitas sandar kapal;
d. fasilitas penimbangan muatan;
e. terminal penumpang,
f. akses penumpang dan barang ke dermaga;
g. perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan pelayanan
jasa.
Identitas Pelabuhan penyeberangan Gunaksa sebagai berikut:
1. Penyelenggara : Pemerintah Kabupaten Klungkung;
2. Nama Pelabuhan : Pelabuhan Penyeberangan Gunaksa;
3. Jenis Pelabuhan : Pelabuhan Penyeberangan;
4. Status : Pelabuhan Lokal;
5. Lokasi : Desa Gunaksa Kecamatan Dawan, Kabupaten
Kungkung;
6. Luas Total Lahan : 1,62 Ha untuk Areal Pelabuhan dan 13 ha untuk
areal pelabuhan dan fasilitas pendukung;
7. Koordinat : 08o34’30”LS dan 115o25’57” BT;
8. Jam operasi pelayananan : 12 jam.
Berdasarkan letak dan fungsinya fasilitas pelabuhan yang ada, terdiri dari:
A. Sisi Perairan (Sea Side).
1. Dermaga 1 (satu) unit, dengan panjang 50 meter;
2. Fasilitas bongkar-muat berupa jembatan yang dapat naik turun secara otomatis
(moveable bridge) sesuai dengan tinggi muka air yang berfungsi sebagai
penghubung antara kapal dengan dermaga, kapasitas 40 ton. Dudukan
moveable bridge ada 1 (satu) unit dan Pelindungnya 2 (dua) unit fender;
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
143 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
3. Untuk menghindari dinding kapal yang langsung menempel ke dinding
dermaga, maka dipasang fender karet dengan tipe 5M500H yang berbentuk
huruf M. Ukuran fender adalah panjang 2.75 m dan lebar 1.25 meter dengan
berat 939 kg/ buah. Energi serapnya 6.0 ton dengan kemampuan reaksi 31.0
ton. Untuk tempat menempel feder ini, dibuatkan breasting dolphhin yang
berjumlah 5 buah dengan jarak satu sama lainnya 15 meter dan ukuran 5.0 x
5.0 m2 dengan struktur beton bertulang dan pondasi 8 buah tiang pipa baja
dengna diameter 457,2 mm;
4. Kolam pelabuhan luas 3.39 ha dengan kedalaman bervariasi sekitar - 4,00
meter, Lebar pintu kolam 85 meter. Kolam dilindungi dengan konstruksi
pemecah ombak (break water);
5. Break water Timur panjang 142.98 meter dan break water Barat panjang
188.24 meter;
6. Area putar (turning basin) dengan ukuran diameter: 70,00 meter;
7. Fasilitas tambat untuk dermaga tipe wharf/quay dilengkapi dengan bollard
sebagai tempat mengikatkan tali untuk mengurangi gerak kapal serta fender
karet untuk meredam benturan kapal dengan dermaga;
8. Rambu navigasi, yang berfungsi untuk membantu para nahkoda dalam
mengemudikan kapal ketika akan keluar/masuk pelabuhan, khususnya pada
malam hari. Rambu navigasi lateral ini ada 2 (dua) unit yaitu merah dan hijau;
9. Retaining wall dan Revetment, mempunyai fungsi berturut-turut untuk
melindungi tanah timbunan terhadap longsoran dan melindungi tanah dari
bahaya erosi akibat gelombang. Panjangnya 215 meter;
10. Fasiitas lainnya adalah 1 (satu) unit portal penggantung dan 4 (empat) unit
bangunan pengaman pantai (groin).
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
145 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
5. Toilet umum 1 (satu) unit dengan luas 25,0 meter persegi;
6. Gudang 1 (satu) unit luas 100 meter persegi;
7. Power house (genset) ada 1(satu) unit kapasitas 220 KVA, 220/380 V, 50 Hz;
8. Tower air 1 (satu) unit kapasitas 50,46 meter kubik;
9. Sistem komunikasi radio VHF Marine DSC;
10. Terdapat juga fasilitas lain berupa tempat suci;
11. Bangunan lainnya yang berfungsi untuk menunjang pengoperasian pelabuhan
secara umum.
ilayah Kabupaten Klungkung sepertiganya terletak didaratan Pulau Bali
(11.216 Ha) dan duapertiganya terletak di Kecamatan Nusa Penida (20.284
Ha). Kondisi sosial ekonomi dan pembangunan di Kabupaten Klungkung kurang
seimbang antara wilayah di Daratan (Kecamatan Klungkung, Dawan dan
Banjarangkan) lebih baik dibandingkan dengan wilayah Kecamatan Nusa Penida
dimana sampai saat ini masih dirasakan sangat tertinggal dibandingkan dengan
kecamatan lainnya yang berada di daratan. Keandalan akses terutama dari
Klungkung daratan menuju Nusa Penida merupakan kendala dari pemerintah untuk
melakukan percepatan pembanguan di Nusa Penida. Saat ini Pelabuhan Nusa
Penida telah dilakukan pembangunan dengan gencar sehingga dapat meningkatkan
percepatan pembangunan di kawasan tersebut. Akan tetapi di Klungkung daratan
pelabuhan yang representatif belum tersedia. Adanya kendala akses tersebut
Pemerintah Kabupaten Klungkung membangun dan mengembangkan Pelabuhan
Gunaksa sesuai dengan kondisi geografis daerah dan potensi yang ada.
Dengan adanya Pelabuhan Gunaksa diharapkan akan tersedia prasarana dan sarana
transportasi yang laik, memenuhi syarat keselamatan serta dapat mengangkut
bahan-bahan bangunan, logistik dan lain-lainnya dalam jumlah yang besar untuk
meningkatkan akses Klungkung Daratan dengan Kecamatan Nusa Penida sehingga
pengendalian percepatan pembangunan di Kabupaten Klungkung dan
penyeimbangan pembangunan Klungkung daratan dengan Nusa Penida dapat
dipercepat. Pelabuhan Nusa Penida dan Pelabuhan Gunaksa akan mendukung
kegiatan perekonomian, diharapkan juga dapat mendukung program
pembangunan sektor lainnya seperti pengembangan pariwisata dan potensi lainnya
yang ada di Klungkung.
W
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |146
abupaten Klungkung yang meliputi wilayah Kecamatan Nusa Penida,
Kecamatan Dawan, Kecamatan Klungkung dan Kecamatan Banjarangkan
dengan kondisi geografis terpisah antara Kecamatan Nusa Penida dan Kecamatan
lainnya di Kabupaten Klungkung dan sampai saat ini satu-satunya akses
transportasi yang tersedia adalah transportasi laut atau penyeberangan. Selain
Pelabuhan Nusa Penida, di Kecamatan Nusa Penida terdapat 8 (delapan) buah
pelabuhan peyeberangan tradisional, yaitu Tanjung Sanghyang, Jungut Batu, Toya
Pakeh, Banjar Nyuh, Buyuk, Sampalan, Bias Munjul dan Mentigi.
Kabupaten Klungkung (daratan) sampai saat ini belum mempunyai pelabuhan
penyeberangan yang representatif seperti pelabuhan Nusa Penida atau pelabuhan
Padangbai di Kabupaten Karangasem. Pelabuhan penyeberangan tradisional yang
ada di Kabupaten Klungkung daratan adalah Kusamba, Banjar Bias dan Banjar
Tribuana yang ketiganya terletak di desa Kusamba kecamatan Dawan, dimana
semua pelabuhan tersebut mempunyai kapasitas yang sangat terbatas. Disamping
itu ada beberapa simpul penyeberangan menuju Nusa Penida yang terletak diluar
kabupaten Klungkung daratan, yaitu: Pelabuhan Padangbai di Kabupaten
Karangasem, Pantai Sanur di Kota Denpasar dan Pelabuhan Benoa di Kabupaten
Badung.
atu satunya jalur trasportasi yang tersedia untuk menghubungkan Klungkung
daratan dengan Kecamatan Nusa Penida sebagai bagian wilayah Klungkung
adalah transportasi laut/penyeberangan. Untuk aksessibilitas kedua kawasan ini
yang terpisah oleh lautan, antara lain. Selama ini penyeberangan menuju Nusa
Penida dilayani oleh beberapa pelabuhan sebagai berikut:
1. Melalui Pelabuhan Benoa, dengan Bounty Cruise namun hanya ada untuk hari-
hari khusus seperti Purnama, Tilem, Piodalan atau hari raya. Pemberangkatan
dilakukan dari pelabuhan Benoa diantar sampai dermaga Bounty dekat Nusa
Penida selanjutnya ditransfer dengan menggunakan boat kecil demikian pula
sebaliknya;
2. Melalui Pelabuhan Padangbai, jangka waktu penyeberangan akan lebih pendek,
tetapi bagi yang berasal dari Denpasar jalur darat dari Denpasar ke Padangbai
K
S
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |150
Ukuran Utama Kapal.
Panjang keseluruhan (LOA) : 39,50 meter;
Panjang antara garis tegak (LPP) : 32,50 meter;
Lebar : 11,60 meter;
Tinggi : 3,00 meter;
Sarat Air Disain : 2,00 meter;
Kecepatan kapal (rata-rata) : 12,5 Knot;
Jumlah ABK : 14 orang ;
Jumlah Kendaraan : 8 Truk, 6 Mobil;
Jumlah Penumpang : 200 orang (termasuk kelas eksekutif).
Permesinan Kapal.
Mesin Induk : 2 x 829 Hp;
Mesin Bantu Utama : 2 x 80 HP;
Mesin Kemudi : 1 Set;
Mesin Geladak dan Ramp Winch : 1 Set.
Peralatan Navigasi dan Komunikasi.
1. Magnetic Compas;
2. Marine Radar;
3. Speed Log;
4. Echo Sounder;
5. VHF Radio Telephone;
6. Radio SSB;
7. GPS;
8. Public Adressor;
9. Navigaton Lamp.
Fasilitas Penumpang.
1. Tempat duduk untuk sekitar 200 orang penumpang kelas ekonomi;
2. Toilet dengan jumlah yang memadai;
3. Full Air Condition (AC) untuk ruang penumpang VIP;
4. TV set dan Audio untuk ruang penumpang.
Alat Keselamatan.
1. Peralatan keselamatan sesuai peraturan SOLAS (Safety Of Life At Sea);
2. Rakit Penolong (Life Raft) dengan jumlah dan kapasitas yang memadai;
3. Baju Penolong (Life Jacket) dengan jumlah sesuai dengan peraturan;
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |156
b. Keluar – masuk kendaraan dari – ke kapal;
c. Embarkasi Penumpang.
2. Zona Interface.
a. Pergerakan penumpang;
b. Pemeriksaan administrasi;
c. Keluar – masuk penumpang ke pelabuhan.
3. Zone Daratan.
a. Antrian kendaraan;
b. Penimbangan kendaraan bermuatan;
c. Penjualan tiket masuk kendaraan;
d. Pergantian antar moda.
4. Zona Perbatasan.
a. Jual beli makanan/ minuman dan usaha/jasa lainnya;
b. Buffer zone yang digunakan untuk parkir kendaraan saat peak season.
B. Rencana Fungsi Kegiatan Penunjang.
1. Zona Perairan.
a. saluran-saluran utilitas dari daratan ke kapal.
2. Zona Interface.
b. Fungsi kegiatan administrasi kesyahbandaran;
c. Kegiatan komersial legal/berizin;
d. Penyediaan air bersih, listrik, telepon, sistem keamanan, kesehatan, dan
pengelolaan sampah serta air kotor.
3. Zona Daratan.
a. Fungsi kegiatan ibadah;
b. Pelayan perparkiran;
c. Pelayanan kendaraan umum.
4. Zona Perbatasan.
a. Pelayanan perparkiran.
egiatan ini menjabarkan seluruh fungsi kegiatan yang terdapat di dalam
kawasan pelabuhan menjadi zona-zona dengan menempatkan lokasi kegiatan
yang diproyeksikan untuk kebutuhan dimasa mendatang. Dari fungsi-fungsi diatas
pemanfaatan ruang dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yaitu:
K
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
157 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
A. Rencana Penggunaan Ruang Perairan.
1. Daerah Kolam Labuh = 19.614.57 m2.
2. Daerah Kapal Berlabuh = 20.875 m2.
3. Daerah Labuh Kapal Rakyat (perahu tradisional) = 12.924 m2.
4. Daerah Sandar/tambat kapal = 4.212, 68 m2.
1,8 Loa x 1,5 Loa = 4.212,68 m2.
5. Daerah Berlabuh Keadaan Darurat = 12.525,38 m2.
50% dari luas aral tempat labuh kapal.
50% x 20.875,64 = 12.525,38 m2.
6. Total Rencana Sea Side = 70.152.38 m2.
B. Rencana Penggunaan Ruang Daratan.
1. Daerah Boarding Bridge = 185 m2.
2. Daerah Bangunan Terminal Penumpang = 864.864 m2.
3. Daerah Gudang = 150 m2.
4. Daerah Perumahan (Rumah Dinas) = 90 m2.
5. Daerah Perkantoran = 396 m2.
Berdasarkan asumsi-asumsi, maka diperoleh jumlah personil efektif dalam
kantor pelabuhan adalah 33 orang. Maka dengan kebutuhan ruang 12 m2 per
orang didapatkan luasan kantor pelabuhan seluas : 33 x 12 m2 = 396 m2.
6. Daerah Parkir Pergudangan = 1582 m2.
7. Daerah Gerbang Masuk dan Keluar (Toll Gate) = 50 m2.
8. Daerah Penimbangan Kendaraan Bermuatan = 35 m2.
9. Daerah Sirkulasi Kendaraan dan Penumpang = 3915 m2.
10. Daerah Parkir Kendaraan peyebarangan = 365 m2.
11. Daerah Parkir Antrian Penumpang Keberangkatan = 470 m2.
12. Daerah Parkir Antrian Penumpang Kedatangan = 470 m2.
13. Daerah Parkir Antar Jemput = 630 m2.
14. Daerah Pertamanan (Landscape) = 6100 m2.
15. Areal fasilitas bahan bakar.
Kebutuhan areal untuk fasilitas bahan bakar dihitung berdasarkan jumlah
kebutuhan BBM per hari dengan menggunakan asumsi satu ton BBM
memerlukan luas lantai penampungan sebesar 20 m2. Karena sukarnya
mendapatkan data keperluan BBM maka, dipakai pendekatan dengan
menggunakan kebutuhan BBM kapal. Kapal tersebut memerlukan kapasitas
BBM dengan volume tangki BBM maksimum sebesar 500 m3. Jika diperkirakan
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |158
tinggi tangki penampungan di darat adalah 10 m maka diperlukan luasan areal
BBM seluas 50 m2.
16. Areal fasilitas air bersih.
Areal fasilitas air bersih didasarkan pada kebutuhan air per hari dengan asumsi
kebutuhan air bersih untuk satu orang sebanyak 10 liter air bersih dan
kapasitas penumpang kapal yang diambil adalah kapasitas maksimum. Adapun
kapasitas kapal adalah 210 penumpang, maka dibutuhkan 2100 liter air. Jika
dikonversikan,1000 liter = 1 m3, maka untuk 2100 liter air diperlukan tempat
2.1 m3. dengan asumsi tinggi bak penampungan adalah 2 m maka diperlukan
luasan sebesar 1.5 m2.
17. Daerah Pos Loket Tiket Kendaraaan = 9 m2.
18. Daerah Pos Pemeriksaan Loket = 9 m2.
19. Daerah Pos Jaga/Pos Polisi = 18 m2.
20. Daerah Peribadatan (Tempat Suci) = 60 m2.
21. Daerah Revetment/Retaining Wall dan Pengamanan Pantai (Barat = 150 m (luas
4061 m2), Timur = 85 m (luas 675 m2). Luas Total = 4736 m2)
22. Daerah Penampungan dan Pengolahan Limbah = 520 m2.
23. Daerah Perdagangan/Perniagaan = 985 m2.
24. Daerah Kesehatan = 530 m2.
25. Daerah Olah Raga = 615 m2.
26. Daerah Perbatasan (Buffer Zone) = 4325 m2.
27. Areal Generator adalah = 150 m2.
28. Fasilitas pos dan telekomunikasi = 60 m2.
29. Total Rencana Land Side = 28.383,36 m2.
Dengan KDB yang dipersyaratkan adalah 40%, maka luas lahan adalah 28.383,36 +
(28.383,36 x 40%) = 28.383,36 + 17.030,36 = 45.413,38. Selanjutnya lahan ini harus
di tambahkan dengan keutuhan untuk sirkulasi yang diasumsikan sebesar 20% dari
luas bangunan yaitu sebesar 5.676.67 m2 sehingga luas lahan yangi dibutuhkan
untuk lahan pelabuhan adalah 51.090,06 m2.
Rencana Induk Pelabuhan: 70.152,27 m2 + 51.090,06 m2 = 121.242,33 m2 atau
12.12 Ha.
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
159 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
encana prasarana pendukung meliputi arahan kebijakan penetapan sistem
pergerakan transportasi darat, laut, sistem drainase, suplai listrik, suplai
telekomunikasi, suplai bahan bakar, sistem pendukung perkapalan.
A. Rencana Sistem Pergerakan Kendaraan.
ecara makro sistem pergerakan akan mengikuti rencana yang telah dibuat oleh
Pemerintah Kabupaten Klungkung. Jalan masuk utama menuju pintu pelabuhan
diakses satu arah dari arah sebelah Timur lingkungan Pelabuhan Gunaksa
Klungkung menuju entrance utama. Untuk kendaraan yang akan menyeberang
langsung masuk melalui entrance tersebut dan melalui pemeriksaan. Untuk
kendaraan umum dan pengantar penumpang dapat langsung menuju terminal
pergantian antar moda. Pintu keluar melalui jalan lingkungan Pelabuhan Gunaksa
Klungkungke arah Barat melalui depan pelabuhan menuju jalan sebelah Barat. Jalan
akses masuk dan keluar pelabuhan bertemu di simpul jalan utama, sehingga perlu
diatur dengan lampu traffic light.
B. Rencana Suply Air Bersih Dan Drainase.
ebutuhan air bersih pelabuhan adalah rata-rata sekitar 1983 liter/hari.
Pengadaan kebutuhan ini dipenuhi dari jaringan air bersih setempat sebagai
sumber utama dan penyediaan under ground tank sebagai tempat penyimpanan air
cadangan. Volume tempat penyimpanan ini adalah kurang lebih 300 liter dengan
luas lahan yang dibutuhkan adalah 120 m2. Sedangkan produksi air kotornya kurang
lebih 6612 liter/hari sehingga diperlukan STP dengan volume sekitar 165 m2.
C. Rencana Suply Listrik.
ebutuhan listrik akan dipenuhi dari jaringan PLN sebagai sumber tenaga
utama. Untuk mengatasi kebutuhan darurat akibat pemadaman listrik PLN,
akan disediakan generator set sebagai sumber tenaga cadangan. Penempatan
genset yang berupa gardu genset didekatkan dengan pelayanan yang lain seperti
STP dan under ground tank. Pendistribusian tenaga listrik diuraikan pada skema
berikut.
R
S
K
K
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |160
D. Rencana Suply Telekomunikasi.
istem telekomunikasi yang akan dikembangkan terdiri dari beberapa jenis yaitu:
telpon, faximil, internet, intercom, jaringan komputer yang tersentralisir. Untuk
jaringan telpon dan faximile serta internet, sumbernya dari Telkom. Jaringan telpon
menggunakan sistem PABX (Privat Automatic Branch Exchage) dengan jaringan
sambungan telkom yang diambil dari jaringan telkom yang ada. Jaringan ini dipakai
dalam hubungan komunikasi ekstrenal baik melalui operator atau tanpa melalui
operator. Untuk hubungan antara staff dan pengunjung menggunakan fasilitas
intercom yang dihubungkan dengan sound system. Untuk kepentingan keamanan
internal dan pelayaran digunakan HT (Handy Talky). Sistem keamanan ini dilengkapi
dengan CCTV yang diletakkan pada tempat-tempat strategis yang mampu
memperlihatkan semua sudut pelabuhan.
E. Rencana Suply Bahan Bakar.
ahan bakar minyak untuk kapal diperoleh dari distribusi dari Pertamina baik
yang disalurkan melalui laut. Kapasitas penyimpanannya adalah 15.000 liter.
Bunker ini diusulkan diletakkan di Pelabuhan Gunaksa. Distribusi ke kapal dari
tangki penyimpanan ini adalah melalui pipa distribusi yang disediakan sampai ke
dermaga kapal. Perletakkan tangki penyimpanan bahan bakar tersebut pada lokasi
yang telah ada dan ditambahkan kekurangan volume yang dibutuhkan.
A. Alur Masuk Kolam Pelabuhan.
erdasarkan prediksi kebutuhan kapal, diperlukan kedalaman minimum perairan
pelabuhan sekitar 4,5 m, dengan memperhitungkan draft, squat dan gerak
kapal karena pengaruh gelombang. Lebar alur untuk satu jalur adalah 3-4 kali lebar
kapal (36-48m), Radius kolam putar diambil 2 (dua) kali panjang kapal dengan
konsekuensi waktu putar lebih lama dan memerlukan skill yang lebih baik dalam
pengendalian kapal.
S
B
B
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
161 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
B. Alur Bantu Navigasi.
ntuk membantu keselamatan kapal dalam perjalanannya menuju dermaga,
diperlukan 1 (satu) unit rambu suar tanda pelabuhan (warna putih) dan
masing-masing 1 (satu) unit lampu lateral di ujung break water berwarna merah
dan satu berwarna hijau.
C. Fasilitas Pengamanan Pelabuhan.
iperlukan adanya fasilitas pengamanan pelabuhan berupa perbaikan dan
peningkatan revetment yang berfungsi untuk mengamankan pelabuhan dan
areal sekitarnya dari kerusakan yang ditimbulkan oleh adanya pergerakan kapal
yang berlabuh. Revetment dipasang sepanjang pantai pada area pelabuhan.
ntuk kepentingan penyelenggaraan pelabuhan Gunaksa Klungkung,
ditetapkan batas batas daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan
kepentingan dengan titik-titik koordinat geografis, sehingga kegiatan kepelabuhan
dapat terjamin. Daerah lingkungan kerja (DLKR) kepelabuhan terdiri dari:
1. Daerah lingkungan kerja daratan yang digunakan untuk kegiatan fasilitas pokok
dan fasilitas penunjang di daratan;
2. Daerah lingkungan kerja perairan yang digunakan untuk kegiatan alur
pelayaran, perairan tempat berlabuh, kolam pelabuhan untuk kebutuhan
sandar dan olah gerak kapal serta perairan untuk pengembangan pelabuhan
jangka panjang.
Daerah lingkungan kepentingan (DLKP) pelabuhan merupakan perairan pelabuhan
di luar daerah lingkungan kerja perairan yang digunakan untuk alur pelayaran dari
dan ke pelabuhan, keperluan keadaan darurat serta fasilitas pemeliharaan dan
perbaikan kapal. Di daerah lingkungan kerja daratan pelabuhan, penyelenggara
pelabuhan mempunyai kewajiban:
1. Memasang tanda batas sesuai dengan batas batas daerah lingkungan kerja
daratan yang telah ditetapkan bersama dengan Kantor Badan Pertanahan
Nasional dan Pemerintah Daerah setempat;
2. Memasang papan pengumuman yang memuat informasi mengenai batas batas
daerah lingkungan kerja daratan pelabuhan;
U
D
U
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |162
3. Melaksanakan pengamanan terhadap aset yang dimiliki serta untuk menjamin
ketertiban dan kelancaran oprasional pelabuhan;
4. Menyelesaikan sertifikat hak atas tanah sesuai dengan peraturan perundang
undangan yang berlaku;
5. Menjaga kelestarian lingkungan.
Sedangkan di daerah lingkungan kerja perairan pelabuhan:
1. Memasang tanda batas sesuai dengan batas batas daerah lingkungan kerja
perairan yang telah ditetapkan;
2. Menginformasikan mengenai batas batas daerah lingkungan kerja perairan
pelabuhan kepada pelaku kegiatan pelabuhan;
3. Menyediakan sarana bantu navigasi pelayaran;
4. Menyediakan dan memelihara kolam pelabuhan dan alur pelayaran;
5. Memelihara kelestarian lingkungan melaksanakan pengamanan terhadap aset
yang dimiliki berupa fasilitas pelabuhan di perairan.
Di dalam daerah lingkungan kepentingan pelabuhan, Pemerintah, Pemerintah
Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya
berkewajiban:
1. Menyediakan sarana bantu navigasi pelayaran;
2. Menjamin keamanan dan ketertiban;
3. Menyediakan dan memelihara alur pelayaran;
4. Memelihara kelestarian lingkungan;
5. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian daerah pantai.
egiatan ini merupakan hasil kajian AMDAL Pelabuhan Gunaksa
Klungkung(2003) berisikan arahan jenis-jenis penanganan lingkungan, jaringan
pergerakan dan utilitas dalam kawasan.
A. Kondisi Lingkungan.
aerah studi Gunaksa Klungkungmemiliki iklim tropis dengan musim kemarau
sekitar bulan Juni sampai September dengan hembusan angin dominan dari
benua Australia, sedangkan pada musim hujan sekitar bulan Desember sampai
bulan Maret hembusan angin dari benua Asia dan lautan Pasific. Peralihan musim
K
D
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
163 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
(pancaroba) terjadi dua kali, yaitu sekitar bulan April – Mei dan Oktober –
November. Pada musim hujan angin dominan berhembus dari arah barat dan barat
laut, dimana musim ini disebut musim angin barat, sedangkan pada musim
kemarau angin dominan berhembus dari arah timur dan tenggara. Kecepatan angin
di permukaan laut bisa mencapai 30 knot sampai 40 knot dan rata-rata sekitar 5
sampai 10 knot, sedangkan pada musim peralihan (pancaroba) arah datangnya
hembusan angin tidak menentu. Suhu rata-rata permukaan laut di wilayah pantai
sekitar 270C, di daratan dan dataran tinggi sekitar 250 C dan di pegunungan sekitar
220 C.
B. Prakiraan Dampak Pengembangan Pelabuhan.
alaupun dari aspek teknis dan ekonomis pengembangan pelabuhan
Gunaksa Klungkung memiliki dampak positif, namun pengembangan
tersebut mulai dari tahap Pra-konstruksi, Konstruksi dan Pasca-Konstruksi
diperkirakan akan memberikan dampak negatif terhadap lingkungan yang perlu
untuk dikelola. Kajian Amdal secara lebih detail diperlukan setelah tahapan Detail
Engineering Design (DED) dikerjakan.
1. Prakiraan Dampak Pada Tahap Pra-Konstruksi.
a. Dampak yang timbul pada kegiatan survai pendahuluan dapat berupa
berbagai persepsi dan keresahan masyarakat di sekitar tapak proyek. Sifat
dampak adalah sementara yaitu pada saat pelaksanaan survei dan
menyangkut masyarakat yang terbatas dibandingkan masyarakat yang
menikmati hasil pembangunan pelabuhan, sehingga bobot dampaknya
dapat dikatakan negatif tidak penting;
b. Dampak keresahan kemungkinan dirasakan oleh masyarakat yang terkait
secara langsung dengan keberadaan proyek seperti pemilik lahan,
pedagang kaki lima, dan sebagainya pada saat dilakukan proses sosialisasi.
Bobot dampak negatif tidak penting.
2. Prakiraan Dampak Pada Tahap Konstruksi.
a. Adanya keberatan masyarakat lokal terhadap keberadaan tenaga kerja
pendatang. Adanya keinginan masyarakat lokal untuk dilibatkan dalam
proyek. Pelibatan masyarakat lokal dalam proyek akan memberikan
dampak positif tidak penting;
b. Adanya gangguan sosial-budaya akibat dibuatnya barak-barak kerja.
Timbulnya kekumuhan di sekitar lokasi barak. Meningkatnya intensitas
W
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |164
kebisingan dan kemungkinan hilangnya beberapa jenis vegetasi. Secara
umum dampak yang diperkirakan timbul adalah negatif tidak penting;
c. Kegiatan mobilisasi peralatan dan material dapat menimbulkan gangguan
terhadap kualitas udara dan kebisingan yang menyebabkan dampak negatif
penting. Akan terjadi perubahan sifat fisik tanah namun bobotnya negatif
tidak penting. Timbulnya gangguan terhadap aktivitas penduduk lokal
akibat kegiatan mobilisasi;
d. Pembangunan breakwater akan menimbulkan kebisingan. Terjadinya
perubahan topografi laut (bathimetri) yang akan mengganggu transportasi
sedimen. Kemungkinan terjadi abrasi akibat berubahnya keseimbangan
alam. Gangguan ini bersifat negatif penting;
e. Kegiatan pengerukan kolam labuh dapat menimbulkan kebisingan,
perubahan topografi laut (bathimetri), dan terganggunya kehidupan biota
laut. Hal ini diperkirakan menimbulkan dampak negatif penting;
f. Kegiatan pembangunan dermaga akan meningkatkan intensitas kebisingan
dan gangguan kehidupan biota laut. Namun akibat bagian yang terkena
dampak relatif kecil maka bobot dampaknya negatif tidak penting;
g. Pembangunan fasilitas darat akan menimbulkan peningkatan intensitas
kebisingan, menurunnya kualitas udara (terutama oleh debu) dan
menurunnya kinerja jaringan jalan disekitarnya. Diperkirakan terjadi
penurunan kualitas air laut dan hilangnya beberapa jenis vegetasi dan
fauna darat. Bobot dampak negatif tidak penting.
3. Prakiraan Dampak Pada Tahap Operasional.
a. Keresahan masyarakat pada saat rekrutmen tenaga kerja: bobot negatif
penting;
b. Meningkatnya kebisingan akibat beroperasinya mesin kapal. Namun letak
pemukiman relatif jauh sehingga dampak ini negatif tidak penting.
Begitupula halnya dengan penurunan kualitas udara;
c. Kemungkinan penurunan kualitas air laut akibat polusi dari kapal yang
beroperasi, baik berupa sampah maupun kebocoran bahan bakar.
Dampaknya negatif penting;
d. Terganggunya nelayan di sekitarnya akibat lalu lintas penyeberangan kapal
merupakan dampak negatif penting;
e. Terusiknya pengusaha jasa penyeberangan tradisional yang merasa
tersaingi dengan adanya kapal Ro-Ro ini.
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |166
Dalam rangka pekerjaan Penataan Muara Tukad Unda diarahkan untuk melindungi
pelabuhan Gunaksa dari banjir dan pendangkalan disamping nantinya juga
diharapkan menjadi suatu obyek wisata yang menarik dan lestari, maka salah satu
usaha yang dilakukan adalah pengamanan wilayah pantai tersebut dari banjir dan
genangan air, pengamanan wilayah daratan dari gempuran gelombang dan arus
yang terjadi berupa erosi dan pengamanan alur sungai secara permanen. Adanya
usaha-usaha pengamanan wilayah pantai sepanjang Muara Tukad Unda bertujuan
untuk tetap terjaganya kawasan tersebut dari proses hidrodinamika yang terjadi di
lokasi tersebut, sehingga menjadi kawasan yang aman dan lestari.
A. Alternatif Penanganan.
eberapa efek pekerjaan penataan alur dan muara sungai dapat berupa efek
jangka panjang yang sulit diperkirakan dampaknya, sehingga diperlukan studi
yang mendalam baik fenomena wilayah aliran sungai (DAS) maupun proses
hidrostatika dan hidrodinamika di muara dan pantai. Secara umum ada dua
macam pengendalian muara sungai, yaitu pengendalian pasif dan pengendalian
aktif. Pengendalian pasif cenderung bersifat lokal dan merupakan usaha defensif
dalam menghindari dan mencegah efek-efek yang diinginkan, sedangkan
pengendalian aktif merupakan usaha pengendalian muara sungai dengan merubah
rejim sungai dan muara. Beberpa hal umum yang terkait dengan pengendalian aktif
rejim estuary adalah pengendalian hidrograf sungai, pengendalian fluks sedimen
dengan pengerukan atau mengubah karakter pasang surut, pemindahan alur aliran
dengan bangunan air dan pengendalian arus sekunder dalam rangka perubahan
fluks sedimen.
Sebagaimana telah diuraikan di depan bahwa penyebab terjadinya genangan/banjir
di sekitar Muara Tukad Unda adalah karena tersumbatnya muara, pendangkalan
dasar sungai, alur sungai yang tidak stabil dan rendahnya elevasi kawasan tersebut,
sehingga diperlukan usaha-usaha untuk mengatasi permasalahan tersebut. Untuk
mengatasi terjadinya hal tersebut di atas, maka tumpukan sedimen pasir (sand
dune) yang ada di muara harus dikendalikan, dilakukan pencegahan terjadinya
penumpukan sedimen pasir di mulut sungai, peninggian elevasi daerah sekitarnya,
normalisasi alur sungai dan pencegahan erosi pantai. Untuk menghindari terjadinya
penumpukan endapan sedimen pasir di mulut sungai dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
B
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
167 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
1. Pengerukan endapan yang terjadi di mulut sungai yang dilakukan secara
berkala, namun pekerjaan ini kurang ekonomis karena harus mengeluarkan
dana yang cukup besar dalam setiap kali pengerukan dan pada saat
pelaksanaan dapat terjadinya kerusakan lingkungan;
2. Membuat debit sungai konstan sepanjang waktu dengan harapan endapan di
mulut sungai senantiasa dapat didorong ke laut, namun pekerjaan ini sulit
dilakukan karena fluktuasi debit sungai sangat besar variasinya, sehingga pada
waktu debit sungai kecil perlu suplesi air dari sungai yang berdekatan. Untuk
membuat saluran penghubung dari satu sungai ke sungai yang lain
mengeluarkan biaya yang sangat besar disamping pembebasan lahan yang akan
bermasalah;
3. Menghindari terjadinya endapan sedimen pasir yang cukup besar di mulut
sungai dapat dilakukan dengan membuat Jetty di muara tersebut. Konstruksi
Jetty ini selain dapat menahan angkutan sedimen searah pantai (longshore
transport) juga dapat menghantarkan aliran air sungai sampai ke laut yang
cukup dalam, sehingga kemungkinan terjadinya penyempitan di muara dapat
dihindari karena endapan yang terjadi akan selalu terdorong ke arah laut.
Peninggian elevasi kawasan sekitarnya dan normalisasi alur sungai dilakukan
dengan pengurugan dan pembuatan senderan sepanjang wilayah yang ada di
Muara Tukad Unda, sehingga kenaikan elevasi muka air sungai akibat adanya
pasang surut air laut tidak mengakibatkan terjadinya wilayah genangan yang cukup
luas. Elevasi rencana harus memperhitungkan ketinggian pasang air laut, run-up
gelombang, kenaikan air laut akibat wind set-up atau storm surge dan kenaikan air
laut akibat kenaikan temperatur bumi (sea level rise). Untuk mencegah terjadinya
pengikisan tebing pantai dan erosi pantai, maka salah satu cara adalah dengan
memperkuat bibir pantai yang ada dengan konstruksi revetment. Bangunan
revetment ini dibuat harus mampu menahan serangan gelombang yang datang,
tidak dilimpasi oleh gelombang yang datang di pantai (non overtopping) dan mudah
diperbaiki apabila terjadi kerusakan.
B. Dasar Perencanaan.
alam merencanakan Jetty muara Muara Tukad Unda dipakai dasar-dasar
pertimbangan sebagai berikut ini.
1. Jetty terbuat dari tumpukan batu sisi miring (rubble mound) dengan bahan lapis
lindung (armour unit) dari batu alam atau buatan dan didalamnya dari batukali
atau batu pecah;
D
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |168
2. Elevasi puncak Jetty didasarkan pada elevasi tanggul (revetment) yang
direncanakan, yaitu + 5,00 m di atas muka air laut rata-rata (MSL) atau 0,556 m
di bawah patok BM-1 yang sudah ada;
3. Dasar jetty pada garis pantai diletakkan pada kedalaman – 2,75 m dari muka air
laut rata-rata (MSL) sebagai dasar pengerukan, dengan pertimbangan elevasi
ini adalah -1,00 meter di bawah muka air surut (LWL);
4. Ujung jetty dipasang sampai kedalaman – 1,50 m dari muka air laut rata-rata
(MSL), sehingga lokasi jetty merupakan daerah gelombang pecah (breaking
wave area);
5. Lebar mulut sungai pada muara diambil lebar 26,00 meter sesuai dengan
perhitungan tampungan kapasitas sungai untuk debit banjir kala ulang 25 tahun
yang dilakukan sebelumnya;
6. Stabilitas jetty dihitung berdasarkan tinggi gelombang dengan kala ulang 25
tahunan dan ditinjau pada saat muka air laut pasang tinggi (HWL) ditambah
dengan kenaikan air laut akibat storm surge/wind set-up, SLR dan gerusan.
C. Rencana Jetty.
enurut Nur Yuwono, 1992 bentuk jetty untuk perbaikan muara dikatagorikan
menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Jetty pendek (short jetty);
2. Jetty sedang (medium jetty);
3. jetty panjang (long jetty).
Sedangkan jetty yang direncanakan di Muara Muara Yeh Unda dipakai adalah jetty
sedang (medium jetty) dengan ujungnya diletakkan pada daerah gelombang pecah
(breaker zone). Mengingat panjang Jetty hanya sampai di daerah gelombang pecah
(breaker zone), maka masih memungkinkan pasir masuk ke muara pada saat
gelombang sangat tinggi ataupun pada saat pendangkalan jetty sudah mendekati
ujung jetty, tetapi setelah dilakukan perbaikan muara dengan jetty ini diharapkan
adanya mekanisme “self maintenance” muara sungai, sehingga toleransi
pendangkalan di muara Muara Yeh Unda tidak akan menyebabkan banjir terutama
pada saat musim hujan.
“Self maintenance” harus diartikan sebagai berikut ini:
1. Pada saat debit aliran sungai kecil, luas tampang muara sungai akan diatur oleh
gerakan pasang surut air laut, sehingga pada kondisi ini muara sungai tetap
akan terbuka terhadap laut, meskipun dengan tampang yang lebih kecil;
M
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
169 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
2. Pada saat awal musim penghujan diharapkan debit banjir sudah mulai datang
dengan volume yang tidak begitu besar, diharapkan datangnya banjir
bertambah secara bertahap untuk mencapai debit rencana. Pada proses ini
diharapkan timbunan pasir (sand dune) yang ada di muara sungai sudah dapat
terangkut ke laut, sehingga tampang muara sudah cukup besar untuk
mengalirkan debit banjir yang akan terjadi.
D. Konstruksi Mercu Jetty.
ebar minimum mercu jetty adalah tiga kali diameter nominal batu lapis lindung,
namun demikian perlu dipertimbangkan bahwa lewat mercu ini biasanya
pembangunan jetty dilaksanakan, sehingga lalu lintas alat berat/alat angkut
menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan lebar mercu jetty. Untuk
keperluan pengangkutan batu lapis pelindung di atas bangunan jetty, maka lebar
mercu diambil sebesar 6,00 meter.
Perawatan konstruksi jetty masih perlu dilakukan bilaman terjadi badai yang cukup
besar dan diluar tinggi gelombang rencana. Pada saat badai besar mungkin
terdapat beberapa batu yang tergeser atau berpindah tempat, sehingga perlu
dilakukan penambahan batu yang baru agar konstruksi dapat bertahan lama.
Kegiatan perawatan biasanya dilakukan lewat puncak mercu bangunan jetty. Untuk
mempermudah kegiatan ini, maka mercu dibuat dari konstruksi beton (concrete
cap). Mercu dibuat dari beton bertulang (reinforced concrete cap) dibuat juga
bertujuan untuk menghindari terjadinya kerusakan apabila terjadi gelombang
melimpas (overtopping) di atas bangunan jetty.
Pelaksanaan Pembangunan dibagi dalam tiga tahap yaitu:
A. Rencana Pembangunan 5 Tahun (2009-2013).
encana pembangunan pelabuhan Gunaksa untuk 5 tahun pertama adalah
pengadaan fasiltas pelabuhan dan peralatannya yang berada di zone inti,
pelabuhan meliputi:
1. Pembebasan lahan atau pengadaan lahan untuk zone inti;
2. Penetapan zona DLKP dan DLKR;
L
R
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |170
3. Pembangunan break water timur maupun barat dan retaining wall arah barat
pelabuhan;
4. Pembangunan tackle manual dan pelindung Movable Bridge;
5. Pembangunan Movable Bridge, dudukan MB dan rumah control;
6. Pembangunan Mooring dan Breasting Dolphin;
7. Pembangunan dermaga dan sheet pile dan caping;
8. Pembanguan terminal penumpang;
9. Pembanguan fasilitas perkantoran yang terdiri dari:
a. Loket kendaraan
b. Pos Jaga
c. Pos Pemeriksaan Tiket
d. Rumah Operasional tipe 45
e. Portal
f. Areal komersil
g. Shelter penumpang
h. Toilet umum
i. Rumah genset
j. Menara dan bak penampungan air
k. Pos satpam, candi bentar dan tempat suci
l. Perkerasan jalan / paping dan Pagar area pelabuhan
m. Tangki BBM
n. Lanscape / pertamanan
10. Pembuatan Fasilitas Penimbangan Kendaraan Bermuatan (1 Unit);
11. Pembangunan parkir keberangkatan dan jemputan;
12. Pengerukan kolam pelabuhan;
13. Pembanguan Tempat Pembuangan Sampah (TPS);
14. Pengadaan bak sampah;
15. Perlengkapan pelabuhan dengan sistem keamanan sistem CCTV;
16. Penerangan jalan dan Dermaga.
B. Rencana Pembangunan 10 Tahun (2014-2024).
ntuk pengembangan selanjutnya adalah rencana tahapan pembangunan
jangka menengah dalam waktu 10 tahun.
1. Pembebasan lahan kawasan;
2. Studi Larap/Tracer Pengadaan Lahan;
3. Pengaturan Otomatis atau Sistem Hidrolik untuk Movable Brigde;
4. Pembuatan Toll gate (1 Unit);
U
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
171 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
5. Pengadaan Meubeler dan Perangkat Elektronik;
6. Pemasangan Sistem Rambu Lalu Lintas seperti: Rambu, Signage, Traffic Light,
Marka, dll;
7. Pengadaan Sistem Informasi Pelabuhan Digital. Sistem informasi dengan
monitor informasi keberangkatan dan kedatangan kapal;
8. Perpaduan sistem ticketting gerbang toll dan dermaga sehingga antara nomor
kursi, bus dan penumpang selalu dalam keadaan cocok;
9. Peningkatan dan pemeliharaan Perlengkapan pelabuhan dengan sistem
keamanan baru (sistem CCTV);
10. Pembangunan Tembok Pembatas Pelabuhan dengan Tinggi 1,8 m;
11. Pembangunan dan pemeliharan prasarana dan sarana lingkungan.
C. Rencana Pembangunan 25 Tahun (2024-2033).
1. Peningkatan kualitas dan Pemisahan dan Pembuatan Perkerasan Sirkulasi
Kendaraan ke Kapal dan Penumpang:
a. Jalur Kendaraan ke Kapal;
b. Jalur Penumpang .
2. Peningkatan kualitas Parkir Antrian Kendaraan ke Kapal dan Penumpang:
a. Areal Parkir Antrian Kendaraan Keberangkatan;
b. Areal Parkir Antrian Kendaraan Kedatangan;
c. Areal Parkir Antrian Penumpang Keberangkatan;
d. Areal Parkir Antrian Penumpang Kedatangan.
3. Pembangunan Rumah Kontrol;
4. Peningkatan kualitas Rumah Genset/Power House;
5. Penambahan kapal dari satu kapal menjadi 2 buah kapal;
6. Pengadaan Fasilitas Penampungan dan Pengolahan Limbah/STP;
7. Persiapan Kawasan Perbatasa/Buffer Zone;
8. Peningkatan kualitas, pembangunan dan pemeliharaan prasarana dan sarana
lingkungan pelabuhan.
D. Rencana Pembangunan Pada Keseluruhan Tahapan.
1. Sosialisasi pada masyarakat;
2. Penguatan Kelembagaan Pelabuhan;
3. Monitoring Lingkungan;
4. Pemeliharan Dermaga MB 40 M;
5. Perbaikan dan Pemeliharaan Boarding Bridge;
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |172
6. Perbaikan dan Pemeliharaan Fasilitas Tambat;
7. Perbaikan dan Pemeliharaan Rambu Navigasi;
8. Perkerasan Jalan dan Parkir Areal Pelabuhan, Parkir Gudang dan Jalan Rumah
Dinas (5.411 M2);
9. Pembangunan dan pemeliharaan trotoar;
10. Pembangunan dan pemeliharaan drainase;
11. Pengadaan dan pemeliharaan Tiang dan Lampu Penerangan;
12. Pengadaan dan pemeliharaan Instalasi PDAM, PLN dan Tangga Geser
Penumpang Kapal;
13. Pengadaan dan pemeliharaan Pipe Stand;
14. Pegadaan dan Pengembangan Fasilitas Pemadam Kebakaran;
15. Pengadaan dan pemeliharaan Pengaman Pantai (Groin/Kribs);
16. Pengembangan Landscape;
ujuan analisis finansial pada laporan ini adalah untuk menghitung biaya yang
perlu dikeluarkan dan pendapatan yang diperoleh selama umur proyek. Sesuai
dengan tugas pekerjaan yang dibebankan (term of reference), hanya menghitung
biaya (mencakup investasi, biaya opersional, biaya pemeliharaan dan lain-lain) dan
pendapatan yang diperoleh jika proyek telah berjalan.
A. Rencana Tahapan Program Investasi.
erdasarkan atas prediksi terhadap jumlah lalulintas barang dan orang, prediksi
lalulintas kendaraan serta memperhatikan load-factor 2009 – 2032 seperti yang
diuraikan pada bagian sebelumnya, maka kebutuhan ruang pada tahun 2026 terdiri
dari bangunan terminal, perkantoran dan fasilitas lainnya, bangunan penimbangan
kendaraan dan toll gate, ruang genset, terminal pergantian antar moda, tempat
tunggu kendaraan, taman dan tata-hijau, penampungan limbah, pura dan ruang
kesehatan. Memperhatikan kondisi existing tidak semua bangunan akan diganti
tetapi ada yang ditambah atau dibangunan baru.
B. Analisa Pendapatan.
endapatan yang diperoleh dari pelayanan angkutan penyeberangan dan jasa
kepelabuhan. Layanan jasa kepelabuhan terdiri dari jasa sandar, tanda masuk
T
B
P
Bab 3: Rencana Induk Pelabuhan Gunaksa
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |174
2. Penataan diatas dapat diwujudkan pada berbagai konsep perencanaan yaitu
konsep perencanaan tata guna lahan dan perairan, sirkulasi dan parkir, jalur
pejalan kaki, pendukung kegiatan, tata bangunan, ruang terbuka dan tata hijau,
perencanaan petanda dan pelestarian;
3. Analisis ekonomi menunjukkan dengan pengelola rencana sampai tahun 2029
ternyata cukup layak untuk dilanjutkan.
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
211 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
kebutuhan akan pergerakan (lalu lintas orang, barang dan jasa) yang semakin
meningkat pula.
Jadi akar permasalahan disparitas wilayah di kabupaten Klungkung bila dilihat dari
sudut transportasi sebagai suatu sistem adalah adanya kesenjangan antara sisi
demand dari transportasi yang meningkat dibanding dengan sediaan (supply) yang
terbatas dalam hal ini dukungan sistem jaringan dan sarana dan prasarana
transportasi yang tidak memadai. Bila kondisi ini tidak ditangani secara terencana,
maka dikhawatikan ketidakseimbangan (disparity) pertumbuhan wilayah di
Kabupaten Klungkung tidak akan pernah tercapai. Yang pada akhirnya
demokratisasi ruang tidak akan pernah terwujud. Oleh karenanya perencanaan
penyediaan sistem jaringan harus dapat memprediksi secara akurat kebutuhan
pergerakan yang diakibatkan oleh sistem kegiatan. Dalam hal ini kegiatan yang
dimaksud dapat dijabarkan melalui Penyusunan Rencana Induk Pelabuhan
Penyeberangan Nusa Penida.
A. Iklim.
omponen iklim yang dikaji meliputi: tipe iklim, suhu udara/kelembagaan,
curah dan hari hujan, arah dan kecepatan angin, penyinaran matahari, kualitas
udara dan pola iklim mikro. Datanya sebagian berupa data sekunder dari Balai
Meteorologi dan Geofisika Wilayah III di Tuban dan Stasiun Sampalan Nusa Penida,
serta data primer hasil pengukuran langsung di lokasi rencana kegiatan. Data iklim
yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Balai Meteorologi dan
Geofisika Wilayah III di Tuban, Denpasar. Data Balai/Stasiun ini digunakan untuk
mewakili daerah penelitian karena daerah stasiun ini mempunyai tipe iklim sama
dengan daerah penelitian. Secara geografis kedua tempat ini mempunyai sirkulasi
udara yang secara umum mendekati, kecuali curah hujan sedikit mempunyai
perbedaan. Oleh karena itu data curah hujan yang akan digunakan adalah data
stasiun klimatologi Sampalan Nusa Penida. Untuk pola iklim mikro digunakan data
primer dari hasil pengukuran lapangan di lokasi kegiatan dan sekitarnya selama 5
hari.
Tipe iklim di kawasan rencana lokasi kegiatan berdasarkan basah kering (klasifikasi
Schmidth dan Ferguson) daerah rencana lokasi kegiatan termasuk tipe iklim F. Tipe
K
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |212
iklim berdasarkan abjad menurut Schmidth dan Ferguson adalah A = Sangat basah,
B = Basah, C = Agak basah, D = Sedang, E = Agak kering, F = Kering.
B. Curah Hujan.
erdasarkan data yang diperoleh dari Balai Meteorologi dan Geofisika Wilayah
III, khususnya Stasiun Sampalan, jumlah rata-rata curah hujan tahunan periode
1997-2001 di lokasi rencana kegiatan adalah sekitar 8,66 cm per bulan dengan
curah hujan rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan Nopember sebesar 14,36
cm dan terendah terjadi pada bulan September yaitu sebesar 0,78 cm.
C. Geologi Dan Mekanika Tanah.
erdasarkan peta geologi Lembar Bali oleh M.M. Purbo Hadiwidjojo tahun 1971,
Kabupaten Klungkung terdiri dari batu an tertua sampai termuda dan kawasan
Nusa Penida sendiri secara umum terdiri dari Batuan Gamping.
D. Topografi Batimetri.
urvey topografi dan survey bathimetri data primer yang diperoleh dari hasil
survey di lapangan. Survey topografi bertujuan untuk memperoleh informasi
detail mengenai topografi di sekitar pelabuhan sedangkan survey bathimetri
bertujuan untuk mendapatkan peta rinci yang menggambarkan keadaan dasar laut
disekitar pelabuhan. Lokasi terletak diantara pelabuhan rakyat Mentigi dan
Kutampi di Pulau Nusa Penida. Secara geografis lokasi ini terletak pada koordinat
080 40’ 22’’ LS dan 1150 33’ 16’’ BB. Referensi elevasi menggunakan BM yang sudah
ada yaitu BM-ITB dengan elevasi +3,8198 LWS. Luas lokasi yang disurvey ± 52,5 Ha
dengan panjang 3,5 km sepanjang pantai dan 150 m tegak lurus pantai.
Secara umum lokasi merupakan pantai berpasir putih dengan terumbu karang yang
masih asri dan lingkungan pertanian rumput laut di sepanjang pantai. Terdapat juga
dermaga rakyat yang mengapit Pelabuhan Penyeberangan Nusa Penid dengan
perahu-perahu nelayan di beberapa tempat. Pohon nyiur juga terlihat dimana-
mana diikuti oleh pohon-pohon besar seperti pule, beringin dan sebagainya. Pada
areal perairan yang dipetakan tidak ada rintangan berarti yang ditemukan, hanya
terdapat pertanian rumput laut sedangkan sepanjang koridor garis pantai banyak
terdapat bangunan semi permanen (kios), jalur jalan raya sepanjang pantai utara
Nusa Penida. Hambatan lainnya adalah arus laut yang cukup keras dengan
B
B
S
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
217 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
Listrik, dan air minum
Bangunan
Sektor Tersier
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan komunikasi.
Perbankan, dan Lembaga Keuangan
Jasa-jasa
0,21
5,00
5,00
4,97
8,17
2,89
8,89
1,91
1,95
2,19
4,80
4,58
2,86
5,41
3,93
2,31
4,71
3,86
Produk Domestik Regional Bruto 3,36 2,59 3,46
Sumber: Klungkung Dalam Angka 2003.
C. Produk Domestik Regional Bruto.
roduk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai output dari total barang dan
jasa yang dimiliki (berupa uang) dalam suatu daerah dalam jangka waktu
tertentu, biasanya setahun. Besarnya PDRB suatu daerah merupakan indikator
kemajuan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi yang diperlukan sebagai
salah satu cara untuk mensejahterakan masyarakat di daerah tersebut. PDRB
merupakan nilai yang dapat dicapai dari 9 lapangan usaha yaitu:
1. Sektor Pertanian= Tanaman pangan, tanaman perkebunan, perternakan,
kehutanan dan perikanan;
2. Sektor Pertambangan dan Penggalian = Minyak dan gas bumi, pertambangan
tanpa migas dan penggalian;
3. Sektor Industri Pengolahan = Industri migas dan industri tanpa migas;
4. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih = Listrik, gas kota dan air bersih;
5. Sektor Bangunan/Konstruksi = Pembuatan bangunan, jalan, jembatan dan lain-
lain;
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran = Perdagangan besar dan eceran, hotel serta
restoran;
7. Pengangkutan dan Komunikasi = Angkutan kereta api, angkutan jalan raya,
angkutan laut, angkutan sungai dan penyeberangan, angkutan udara serta jasa
penunjang angkutan;
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan = Bank, lembaga keuangan non
bank, jasa penunjang keuangan, sewa bangunan dan jasa perusahaan;
9. Jasa-jasa = Sosial kemasyarakatan, hiburan dan rekreasi serta jasa perorangan
dan rumah tangga.
P
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |218
Perhitungan laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan masalah yang
sangat komplek dan untuk mengetahuinya diperlukan studi yang khusus dan
mendalam. Data mengenai besarnya tingkat pendapatan penduduk berdasarkan
pada perhitungan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Nilai PDRB
perkapita kabupaten Klungkung atas dasar harga berlaku terus meningkat pada
tahun 2000 mencapai Rp.5.212.671,72 dan tahun 2004 mencapai Rp.7.780.546,44.
Sedangkan Nilai PDRB perkapita tahun 2004 atas dasar harga konstan 2000
Kabupaten Klungkung mencapai Rp.5.846.698,50 (Klungkung Dalam Angka, 2006).
D. Sistem Jaringan Transportasi.
1. Transportasi Darat.
Prasarana perhubungan darat di Kabupaten Klungkung cukup memadai,
terdapat 17,40 km jalan negara (arteri primer), 20,97 km jalan provinsi
(kolektor rovinsi), 342,46 km jalan kabupaten (kolektor kabupaten) dan
203,226 km jalan desa (lokal). Jumlah kendaraan bermotor di Kabupaten
Klungkung daratan tercatat 3.621 unit dan di Kecamatan Nusa Penida tercatat
23 truk, 81 pick-up dan 641 sepeda motor.
2. Transportasi Laut.
Kecamatan Nusa Penida yang meliputi wilayah Nusa Penida, Nusa Ceningan dan
Nusa Lembongan dengan kondisi geografis terpisah dari daratan Pulau Bali,
sampai saat ini satu-satunya akses transportasi yang tersedia adalah
transportasi laut atau penyeberangan. Kabupaten Klungkung (daratan) sampai
saat ini belum mempunyai pelabuhan penyeberangan yang representatif
seperti pelabuhan Mentigi yang terletak di Nusa Penida atau pelabuhan
Padangbai di Kabupaten Karangasem. Pelabuhan penyeberangan tradisional
yang ada di Kabupaten Klungkung daratan adalah Kusamba, Banjar Bias dan
Banjar Tribuana yang ketiganya terletak di Desa Kusamba, Kecamatan Dawan,
dimana semua pelabuhan tersebut mempunyai kapasitas yang sangat terbatas.
Di Kecamatan Nusa Penida terdapat 7 (tujuh) buah pelabuhan peyeberangan
tradisional, yaitu Tanjung Sanghyang, Jungut Batu, Toya Pakeh, Banjar Nyuh,
Buyuk, Kutampi dan Mentigi. Pelabuhan tersebut merupakan pelabuhan
penyeberangan tradisional sebagai arus penumpang dan barang di Nusa
Penida. Disamping itu ada beberapa simpul penyeberangan menuju Nusa
Penida yang terletak diluar Kabupaten Klungkung daratan, yaitu:
a. Pelabuhan Padangbai di Kabupaten Karangasem;
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |222
2. frekuensi < 6 trip/hari;
3. dermaga < 500 GRT;
4. waktu operasi < 6 jam/hari;
5. fasilitas pokok sekurang-kurangnya meliputi:
a. perairan tempat labuh termasuk alur pelayanan;
b. kolam Pelabuhan;
c. fasilitas sandar kapal;
d. fasilitas penimbangan muatan;
e. terminal penumpang,
f. akses penumpang dan barang ke dermaga;
g. perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan pelayanan
jasa.
Identitas Pelabuhan penyeberangan Nusa Penida sebagai berikut:
1. Penyelenggara : Pemerintah Kabupaten Klungkung;
2. Nama Pelabuhan : Pelabuhan Penyeberangan Nusa Penida;
3. Jenis Pelabuhan : Pelabuhan Penyeberangan;
4. Status : Pelabuhan Lokal;
5. Lokasi : Nusa Penida, Kabupaten Kungkung;
6. Luas Total Lahan : 1,62 Ha;
7. Koordinat : 08o40’18,6”S dan 115o33’09,5” T;
8. Jam operasi pelayananan : 12 jam.
Berdasarkan letak dan fungsinya fasilitas pelabuhan yang ada, terdiri dari:
1. Sisi Perairan (Sea Side).
a. Dermaga 1 (satu) unit, dengan panjang 50 meter;
b. Fasilitas bongkar-muat berupa jembatan yang dapat naik turun secara
otomatis (moveable bridge) sesuai dengan tinggi muka air yang berfungsi
sebagai penghubung antara kapal dengan dermaga, kapasitas 40 ton.
Dudukan moveable bridge ada 1 (satu) unit dan Pelindungnya 2 (dua) unit
fender;
c. Fender ada 5 (lima) unit;
d. Kolam pelabuhan luas 11.658,37 m2 dengan kedalaman bervariasi sekitar -
4,00 meter, Lebar pintu kolam 85 meter. Kolam dilindungi dengan
konstruksi pemecah ombak (break water);
e. Break water Timur panjang 105,80 meter dan break water Barat panjang
76,5 meter;
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
223 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
f. Area putar (turning basin) dengan ukuran diameter: 90,00 meter;
g. Fasilitas tambat untuk dermaga tipe wharf/quay dilengkapi dengan bollard
sebagai tempat mengikatkan tali untuk mengurangi gerak kapal serta
fender karet untuk meredam benturan kapal dengan dermaga;
h. Rambu navigasi, yang berfungsi untuk membantu para nahkoda dalam
mengemudikan kapal ketika akan keluar/masuk pelabuhan, khususnya
pada malam hari. Rambu navigasi lateral ini ada 2 (dua) unit yaitu merah
dan hijau;
i. Retaining wall dan Revetment, mempunyai fungsi berturut-turut untuk
melindungi tanah timbunan terhadap longsoran dan melindungi tanah dari
bahaya erosi akibat gelombang. Panjangnya 215 meter;
j. Fasiitas lainnya adalah 1 (satu) unit portal penggantung dan 4 (empat) unit
bangunan pengaman pantai (groin);
2. Sisi Daratan (Land Side).
a. Gedung terminal, terdiri dari ruang tunggu keberangkatan, kantor
administrasi dan fasilitas lainnya seperti: ruang penjualan tiket, toilet
umum, kantin atau kios-kios, ruang telepon umum dan sebagainya. Total
luas gedung terminal adalah 700 meter persegi, dengan kapasitas 80
tempat duduk;
b. Tempat parkir, terdiri dari tempat parkir keberangkatan 450 meter persegi
dan tempat parkir jemputan 400 meter persegi, dengan kapasitas masing-
masing 16 unit kendaraan;
c. Jalan Lingkungan pelabuhan lebar 7,0 meter dengan total luas 9.914,3
meter persegi dilengkapi lampu penerangan jalan 60 titik;
d. Pos pemeriksaan tiket, loket tiket kendaraan dan pos jaga masing-masing 1
(satu) unit dengan luas tiap-tiap unit 9,0 meter persegi;
e. Toilet umum 1 (satu) unit dengan luas 25,0 meter persegi;
f. Gudang 1 (satu) unit luas 100 meter persegi;
g. Power house (genset) ada 1(satu) unit kapasitas 220 KVA, 220/380 V, 50
Hz;
h. Tower air 1 (satu) unit kapasitas 50,46 meter kubik;
i. Sistem komunikasi radio VHF Marine DSC;
j. Terdapat juga fasilitas lain berupa tempat suci;
k. Bangunan lainnya yang berfungsi untuk menunjang pengoperasian
pelabuhan secara umum.
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
225 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
C. Keterkaitan Antar Pelabuhan.
ecamatan Nusa Penida yang meliputi wilayah Nusa Penida, Nusa Ceningan dan
Nusa Lembongan dengan kondisi geografis terpisah dari daratan pulau Bali
dan sampai saat ini satu-satunya akses transportasi yang tersedia adalah
transportasi laut atau penyeberangan. Selain Pelabuhan Nusa Penida, di
kecamatan Nusa Penida terdapat 7 (tujuh) buah pelabuhan peyeberangan
tradisional, yaitu Tanjung Sanghyang, Jungut Batu, Toya Pakeh, Banjar Nyuh,
Buyuk, Kutampi dan Mentigi. Kabupaten Klungkung (daratan) sampai saat ini belum
mempunyai pelabuhan penyeberangan yang representatif seperti pelabuhan Nusa
Penida atau pelabuhan Padangbai di Kabupaten Karangasem. Pelabuhan
penyeberangan tradisional yang ada di Kabupaten Klungkung daratan adalah
Kusamba, Banjar Bias dan Banjar Tribuana yang ketiganya terletak di desa
Kusamba kecamatan Dawan, dimana semua pelabuhan tersebut mempunyai
kapasitas yang sangat terbatas. Disamping itu ada beberapa simpul
penyeberangan menuju Nusa Penida yang terletak diluar kabupaten Klungkung
daratan, yaitu: Pelabuhan Padangbai di kabupaten Karangasem, Pantai Sanur di
kota Denpasar dan Pelabuhan Benoa di kabupaten Badung
D. Keterkaitan Pelabuhan Dengan Moda Transportasi.
atu satunya jalur trasportasi yang tersedia untuk masuk ke Kecamatan Nusa
Penida (aksesibilitas) adalah transportasi laut/penyeberangan. Untuk sampai di
tempat tujuan dapat dilakukan dari beberapa lokasi dengan berbagai cara, antara
lain:
1. Melalui Pelabuhan Benoa, dengan Bounty Cruise namun hanya ada untuk hari-
hari khusus seperti Purnama, Tilem, Piodalan atau hari raya. Pemberangkatan
dilakukan dari pelabuhan Benoa diantar sampai dermaga Bounty dekat Nusa
Penida selanjutnya ditransfer dengan menggunakan boat kecil demikian pula
sebaliknya;
2. Melalui Pelabuhan Padangbai, jangka waktu penyeberangan akan lebih
pendek, tetapi bagi yang berasal dari Denpasar jalur darat dari Denpasar ke
Padangbai umumnya ditempuh dalam waktu yang lebih panjang karena lalu
lintasnya sangat padat;
3. Melalui Pantai Sanur, jukung (perahu) bermotor tersedia hampir setiap waktu
dengan kapasitas muatan rata-rata 30 sampai 60 orang dan yang lebih besar
berupa kapal / boat dengan kapasitas sampai 120 orang.
K
S
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
229 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
Mesin Geladak dan Ramp Winch : 1 Set.
Peralatan Navigasi dan Komunikasi.
1. Magnetic Compas;
2. Marine Radar;
3. Speed Log;
4. Echo Sounder;
5. VHF Radio Telephone;
6. Radio SSB;
7. GPS;
8. Public Adressor;
9. Navigaton Lamp.
Fasilitas Penumpang.
1. Tempat duduk untuk sekitar 200 orang penumpang kelas ekonomi;
2. Toilet dengan jumlah yang memadai;
3. Full Air Condition (AC) untuk ruang penumpang VIP;
4. TV set dan Audio untuk ruang penumpang.
Alat Keselamatan.
1. Peralatan keselamatan sesuai peraturan SOLAS (Safety Of Life At Sea);
2. Rakit Penolong (Life Raft) dengan jumlah dan kapasitas yang memadai;
3. Baju Penolong (Life Jacket) dengan jumlah sesuai dengan peraturan;
4. Peralatan pemadam hidran dan portable akan dipasang pada tempat yang
mudah dijangkau.
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
235 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
Dengan demikian kebutuhan akan luas gedung Terminal adalah sebesar 514,8
m2, sedangkan luas terminal saat ini adalah 700 m2 Sehingga kebutuhan akan
luas gedung terminal telah terpenuhi/memadai;
2. Areal Parkir.
Tempat parkir di pelabuhan penyeberangan Nusa Penida terdiri dari tempat
parkir keberangkatan/penyeberangan 450 m2 dan tempat parkir antar/jemput
400 m2 dengan kapasitas masing-masing 14 - 16 unit kendaraan. Jadi karena
luas areal parkir penyebrangan yang tersedia sebesar 450 m2 berarti telah
mencukupi kebutuhan. Dan karena luas parkir kendaran antar jemput yang
tersedia sebesar 400 m2 berarti kapasistas telah mencukupi kebutuhan;
3. Jalan Lingkungan pelabuhan selebar 7,0 meter dengan total luas 9.914,3 meter
persegi dilengkapi lampu penerangan jalan 60 titik. Lebar jalan cukup untuk 2
jalur kendaraan. Kendaran yang terbesar yaitu Bus/Truk memerlukan lebar
kebebasan sama dengan 3,4 m dengan demikian jalan lingkungan dapat
digunakan untuk 2 (dua) jalur;
4. Pos pemeriksaan tiket, loket tiket kendaraan dan pos jaga masing-masing 1
(satu) unit dengan luas tiap-tiap unit 9,0 m2;
5. Toilet umum 1 (satu) unit dengan luas 25,0 meter persegi;
6. Gudang 1 (satu) unit luas 100 meter persegi;
7. Areal Generator di dasarkan pada standar kebutahan fasilitas listrik. Power
house (genset) ada 1(satu) unit kapasitas 220 KVA, 220/380 V, 50 Hz;
8. Tower air 1 (satu) unit kapasitas 50,46 meter kubik;
9. Sistem komunikasi radio VHF Marine DSC;
10. Terdapat juga fasilitas lain berupa tempat suci. Areal fasilitas peribadatan
didasarkan pada jumlah penumpang penyeberangan dan pekerja pendukung
pelabuhan penyeberangan atau sekurang kurangnya seluas 20 m2.
Sedangkan fasilitas pelabuhan di sisi perairan terdiri dari :
1. Dermaga.
Kondisi saat ini di Pelabuhan Penyebrangan Nusa Penida ini terdapat 1 (satu)
unit dermaga tipe wharf dengan panjang 50 meter. Dengan panjang kapal
keseluruhan adalah 39,50 m (Loa) maka Panjang dermaga dihitung dengan
formula: A4 ≥ 1,3 Loa = 1,3 x 39,50 = 51,35 m. Panjang dermaga yang
dibutuhkan adalah 51,35 m;
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |236
2. Kolam Pelabuhan.
Kolam pelabuhan seluas 11.658,37 m2 dengan variasi kedalaman: - 4,00 meter
LWS, pada saat surut kolam pelabuhan masih dapat dilalui oleh kapal yang
memiliki sarat air setinggi 2 m dengan ruang kebebasan bruto sebesar 10% draf
kapal dan clearence sebesar 0,8 m untuk mengantisipasi pengerukan yang
kurang akurat serta kemungkinan gerakan naik turun kapal;
3. Area putar (turning basin) dengan ukuran diamete r 90 meter > 2 Loa (2 x 39,50
m = 79 m) merupakan daerah yang sangat luas digunakan oleh kapal untuk
berputar baik saat akan merapat maupun saat akan meninggalkan kolam
pelabuhan;
4. Alur Pelayaran.
Alur pelayaran digunakan oleh kapal untuk masuk dan keluar kolam pelabuhan.
Lebar mulut pelabuhan sepanjang 85 m > 4,8 B = 55,68 m cukup lebar untuk
dilalui oleh kapal dengan 1 (satu) jalur. Posisi mulut pelabuhan berada pada
kedalaman bervariasi -4 m LWS cukup aman untuk menghindari masuknya
sedimen ke kolam pelabuhan yang besarnya 2.409,1 m3/tahun ke arah Barat;
5. Breakwater.
Pemecah Gelombang (breakwater) digunakan untuk melindungi daerah
perairan pelabuhan dari gangguan gelombang. Breakwater Timur dengan
panjang 105,80 meter dan breakwater Barat dengan panjang 76,5 meter
berguna untuk melindung kolam pelabuhan dari pengaruh angin dominan yang
berembus dari arah Timur dan Tenggara dengan kecepatan 9 – 13 m/detik.
Kecapatan angin max 35 m/detik berasal dari arah Barat dan Barat Daya;
6. Fasilitas bongkar-muat berupa jembatan yang dapat naik turun secara
otomatis (moveable bridge) sesuai dengan tinggi muka air yang berfungsi
sebagai penghubung antara kapal dengan dermaga dengan kapasitas 40 ton.
Dudukan moveable bridge ada 1 (satu) unit dan Pelindungnya 2 (dua) unit
fender. Fasilitas tersebut cukup untuk melayani kapal yang melakukan bongkar
muat kendaraan sejumlah 8 truk dan 6 mobil;
7. Fasilitas Fender karet ada 5 (lima) unit di sepanjang dermaga cukup untuk
menahan beban kapal dengan bobot GT.500 dan meredam benturan kapal
dengan dermaga pada saat merapat dengan kecepatan max 0,15 m/detik;
8. Fasilitas tambat untuk dermaga tipe wharf/quay dilengkapi dengan 2 (dua)
buah bollard sebagai tempat mengikatkan tali untuk mengurangi gerak kapal
saat merapat yang terletak diujung dermaga;
9. Rambu navigasi, yang berfungsi untuk membantu para nahkoda dalam
mengemudikan kapal ketika akan keluar/masuk pelabuhan khususnya pada
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
237 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
malam hari, dengan jenis rambu navigasi lateral sebanyak 2 (dua) unit yaitu
merah dan hijau, serta 1 (satu) unit lampu suar tanda pelabuhan, warna putih;
10. Fasiitas lainnya adalah 1 (satu) unit portal penggantung dan 4 (empat) unit
bangunan pengaman pantai (groin) untuk melindungi pantai dari erosi;
11. Retaining wall dan revetment, mempunyai fungsi berturut-turut untuk
melindungi tanah timbunan terhadap longsoran dan melindungi tanah dari
bahaya erosi akibat gelombang. Kondisi revetment saat ini sudah ada beberapa
yang rusak akibat serangan gelombang. Untuk itu perlu penanganan segera
sebelum kerusakannya semakin parah.
enurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 53 Tahun 2002, Tentang
Tatanan Kepelabuhan Nasional, maka Pelabuhan Nusa Penida termasuk
klasifikasi pelabuhan penyeberangan Kelas III. Berdasarkan hasil evaluasi
kesesuaian fasilitas Pelabuhan Nusa Penida cukup memadai baik sisi darat maupun
sisi perairan untuk melayani kapal dengan kapasitas sampai GT.500 cukup
memadai. Namun ada beberapa fasilitas yang perlu dipikirkan untuk pengadaannya
yaitu:
1. Fasilitas penimbangan muatan, sesuai Kepmenhub Nomor KM 53 Tahun 2002;
2. Fasilitas Pemadam Kebakaran;
3. Tempat penampungan limbah domestik;
4. Pengatur otomatis (kompressor)/sistem hidrolik tinggi-rendah jembatan MB.
Tempat pengolah limbah dari kapal dan tempat penyimpanan BBM (bunker)
sebaiknya tidak dibangun di Pelabuhan Nusa Penida. Hasil Studi Kelayakan
Pengoperasian Dermaga Nusa Penida dan Kapal Ferry Ro/Ro – GT.500 (2006)
menunjukkan bahwa dengan skenario pertumbuhan penumpang dan barang
dibandingkan dengan kapasitas kapal dan dermaga tersedia, prediksi sampai 25 –
30 tahun kedepan dengan pola operasi 5 round trip per hari dapat
dipertimbangkan penambahan kapal lagi 1 unit. Penambahan jumlah kapal dengan
pertimbangan telah dilakukan optimalisasi, tingginya demand dan adanya
kebijakan Pemda. Beberapa saran yang dapat dikemukakan dan dapat
dipergunakan sebagai bahan pertimbangan di kemudian hari untuk Pengembangan
Pelabuhan Nusa Penida adalah:
M
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |238
1. Potensi kawasan Nusa Penida perlu lebih dikembangkan untuk memberikan
manfaat yang lebih optimal dalam pengembangan Pelabuhan Nusa Penida
dengan tetap memperhatikan daya dukung (carrying capacity) pulau yang
relatif sangat kecil;
2. Untuk mengendalikan/pengawasan muatan berlebih khususnya dari
kendaraan jenis truk di Pelabuhan Nusa Penida, maka perlu dibangun fasilitas
penimbangan kendaran. Mengingat pada kondisi puncak banyak penumpang
dan barang yang diangkut, dengan adanya fasilitas penimbang kendaraan,
beban over load kapal dapat dihindari;
3. Untuk menghindari pendangkalan pada kolam pelabuhan akibat endapat
sedimentasi maka kontrol kedalaman kolam pelabuhan tetap dilakukan
walaupun sedimentasi ratenya sangat kecil;
4. Pemeliharan fasilitas pelabuhan harus tetap dijaga untuk menghindari
kerusakan sehingga dengan demikian pelayanan penyebrangan di pelabuhan
Nusa Penida tidak akan terganggu;
5. Perlu dipikirkan suatu rencana tindak apabila terjadi gangguan kerusakan
kapal sehingga tidak dapat beroperasi dalam kurun waktu tertentu, dan sangat
mengganggu pelayanan kepada masyarakat, sehingga memerlukan kapal
pengganti;
6. Perlu pengaturan arus lalu lintas (traffic management), antara lain
pemasangan rambu lalu lintas (rambu larangan, rambu peringatan, RPPJ,
traffic light, marka jalan), pengaturan arus kendaraan keluar masuk di kawasan
pelabuhan, dll;
7. Penambahan sistem informasi pelabuhan, antara lain papan jadwal
kedatangan/keberangkatan kapal, tarif penyeberangan, sign board petunjuk
arah, dll;
8. Penangangan segera terhadap revetment yg sudah rusak agar kerusakan tidak
semakin parah.
9. Perlunya penyediaan fasilitas Pemadam Kebakaran dan lainnya seperti:
gudang, dll;
10. Diperlukan adanya pengatur otomatis (kompressor)/sistem hidrolik tinggi-
rendah jembatan MB;
11. Pada rencana jangka panjang, perlu dipertimbangkan adanya pemisahan
sirkulasi jalan antara sirkulasi mobil menuju ke kapal beserta parkir antriannya
dengan mobil pengunjung beserta parkir pengunjunganya. Lebih lanjut untuk
mobil menuju kapal disiapkan toll gate untuk kontrol pengecekan;
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
239 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
12. Sedangkan untuk tempat pengolah limbah dari kapal dan tempat
penyimpanan BBM (bunker) sebaiknya dibangun di Pelabuhan Klungkung
daratan;
13. Diperlukan pula tempat pembuangan limbah lokal dan area tempat
pembuangan sampah khusus untuk aktivitas di Pelabuhan Nusa Penida
mengingat aktivitas pelabuhan akan terus meningkat mulai periode jangka
menengah ke atas.
ebelum melangkah kepada Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida, akan
diuraikan kondisi eksisting Pelabuhan Nusa Penida sampai saat ini adalah
sebagai berikut:
A. Kondisi Eksisting Pemanfaatan Ruang Pelabuhan.
1. Kondisi Eksisting Penggunaan Ruang Perairan (Sea Side).
a. Daerah Kolam Labuh;
b. Daerah Kapal Berlabuh;
c. Daerah Labuh Kapal Rakyat (perahu tradisional);
d. Daerah Sandar/tambat kapal;
e. Alur Berlabuh;
f. Alur Pelayaran;
g. Total Rencana Sea Side = 31.820,40 m2.
2. Kondisi Eksisting Penggunaan Ruang Daratan (Land Side).
1. Daerah Dermaga/Tambatan;
2. Daerah Boarding Bridge;
3. Daerah Bangunan Terminal Penumpang;
4. Daerah Gudang;
5. Daerah Perumahan (Rumah Dinas);
6. Daerah Perkantoran;
7. Daerah Parkir Pergudangan;
8. Daerah Sirkulasi Kendaraan dan Penumpang;
9. Daerah Parkir Antrian Kendaraan dan Penumpang Kedatangan;
10. Daerah Parkir Antrian Kendaraan dan Penumpang Keberangkatan;
11. Daerah Pertamanan (Landscape);
12. Daerah Pos Loket Tiket Kendaraaan;
S
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |240
13. Daerah Pos Pemeriksaan Loket;
14. Daerah Pos Jaga/Pos Polisi;
15. Daerah Peribadatan (Tempat Suci);
16. Daerah Revetment/Retaining Wall dan Pengamanan Pantai;
17. Total Rencana Land Side = 28.752,60 m2.
3. Luas Keseluruhan Penggunaan Ruang Eksisting = 60.573 m2 atau 6,06 Ha
4. Total Biaya Pembangunan = Rp 58.171.475.000 (Belum Termasuk Biaya
Eskalasi).
B. Kondisi Eksisting Fasilitas Pelabuhan.
1. Kondisi Eksisting Fasilitas Laut/Perairan (Sea Side).
a. Dermaga (40 m)
a. Boarding Bridge = kapasitas 40 ton;
b. Fasilitas tambat tipe wharf/quay dilengkapi dengan Bollard 3 buah
sebagai tempat mengikatkan tali untuk mengurangi gerak kapal serta
Fender sebanyak 5 unit untuk meredam benturan kapal dengan
dermaga.
b. Rambu navigasi lateral ini ada 2 (dua) unit yaitu merah dan hijau dan 1 unit
putih lampu suar sebagai tanda pelabuhan;
c. Retainning Wall dan Pembuatan Revetment (Timur = 80 m dan Barat = 150
m);
d. Breakwater (Timur = 105,8 m dan Barat = 76,5 m);
e. Kolam Pelabuhan elevasi -4.00 LLWL, luas Kolam pelabuhan = 11.658,37
M2, lebar mulut pelabuhan = 55,68 M dan Area putar (turning basin) =
diameter 90m;
f. Pengaman Pantai (Groin/Kribs) – 4 Unit;
g. Movable Bridge (Dudukan MB, Dudukan Portal Penggantung Tackle,
Pelindung MB dan Movable Bridge).
2. Kondisi Eksisting Fasilitas Daratan (Land Side).
a. Pematangan Lahan Areal Pelabuhan (elevasi +3,6 LLWL);
b. Jalan dan Parkir:
c. Perkerasan Jalan Areal Pelabuhan (3.672 m2);
d. Perkerasan Jalan dan Parkir Gudang (1.582 m2);
e. Perkerasan Jalan Rumah Dinas (157 m2);
f. Perkerasan Areal Parkir Keberangkatan (450 m2);
g. Perkerasan Areal Parkir Jemputan (400 m2).
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
241 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
c. Trotoar;
d. Drainase:
h. Saluran Terbuka = 935 m;
i. Gorong-gorong = 84,5 m;
j. Plat Penutup = 48 buah.
e. Saluran Sungai Mati:
k. Saluran terbuka = 194,94 m;
l. Saluran Jembatan = 36,4 m dan 20,26 m.
f. Tiang dan Lampu Penerangan:
m. Tiang Listrik = 60 btg;
n. Lampu Dermaga 250 watt = 24 bh;
o. Lampu Jalam 250 watt = 36 bh.
g. Rumah Kontrol (13,70 m2);
h. Gedung Terminal (700 m2);
i. Rumah Genset/Power House (12 M2) 1(satu) unit kapasitas 220 KVA,
220/380 V, 50 Hz;
j. Pos Jaga 2 Unit 18 M2 (@ 9 m2);
k. Pos Pemeriksaan Tiket (9 m2);
l. Loket Tiket Kendaraan (9 m2);
m. Gudang (100 m2);
n. Toilet Umum (20 m2);
o. Rumah Dinas Type 45 (2 unit);
p. Senderan Penahan Tanah (710 M2) dan Gapura (2 unit);
q. Menara dan Bak Air (1 unit) kapasitas 50,46 m3;
r. Tempat Suci (Candi Bentar, Padmasana, Taksu, Bale Piyasan) – 20 m2;
s. Fasilitas pelabuhan Lainnya: Landscape (400 m2), Meubeler, Papan Nama,
Prasasti dan Padma Capah, Perangkat Elektronik, Pemasangan Pipe Stand,
Pemasangan Lampu Dermaga, Pemasangan Rambu, Portal dan Marka,
Pemadam Kebakaran, Instalasi PDAM, PLN dan Tangga Geser Penumpang
Kapal, Pembuatan Bollard Tambahan, Pemasangan Advedtorial.
encana penetapan fungsi-fungsi kegiatan ini menggambarkan fungsi primer
sebagai kegiatan utama, serta sekunder sebagai kegiatan penunjang. Fungsi-
fungsi kegiatan yang akan dikembangkan pada tahun 2026 di Pelabuhan
Penyeberangan Nusa Penida terdiri dari beberapa fungsi yaitu:
R
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |242
A. Rencana Fungsi Kegiatan Utama.
1. Zona Perairan:
a. Manuver kapal;
b. Keluar – masuk kendaraan dari – ke kapal;
c. Embarkasi Penumpang.
2. Zona Interface:
a. Pergerakan penumpang;
b. Pemeriksaan administrasi;
c. Keluar – masuk penumpang ke pelabuhan.
3. Zone Daratan:
a. Antrian kendaraan;
b. Penimbangan kendaraan bermuatan;
c. Penjualan tiket masuk kendaraan;
d. Pergantian antar moda.
4. Zona Perbatasan:
a. Jual beli makanan/ minuman dan usaha/jasa lainnya;
b. Buffer zone yang digunakan untuk parkir kendaraan saat peak season.
B. Rencana Fungsi Kegiatan Penunjang.
1. Zona Perairan:
a. saluran-saluran utilitas dari daratan ke kapal.
2. Zona Interface:
a. Fungsi kegiatan administrasi kesyahbandaran;
b. Kegiatan komersial legal/berizin;
c. Penyediaan air bersih, listrik, telepon, sistem keamanan, kesehatan, dan
pengelolaan sampah serta air kotor.
3. Zona Daratan:
a. Fungsi kegiatan ibadah;
b. Pelayan perparkiran;
c. Pelayanan kendaraan umum .
4. Zona Perbatasan:
a. Pelayanan perparkiran.
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
243 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
egiatan ini menjabarkan seluruh fungsi kegiatan yang terdapat di dalam
kawasan pelabuhan menjadi zona-zona dengan menempatkan lokasi kegiatan
yang diproyeksikan untuk kebutuhan dimasa mendatang. Dari fungsi-fungsi diatas
pemanfaatan ruang dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yaitu:
A. Rencana Penggunaan Ruang Perairan (Sea Side).
1. Daerah Kolam Labuh (11.658,37 m2);
2. Daerah Kapal Berlabuh (10558 m2);
3. Daerah Labuh Kapal Rakyat (perahu tradisional) (12924 m2);
4. Daerah Sandar/tambat kapal (848 m2);
5. Daerah Berlabuh Keadaan Darurat (14869 m2);
6. Alur Berlabuh;
7. Alur Pelayaran;
8. Total Rencana Sea Side = 50.857,37 m2.
B. Rencana Penggunaan Ruang Daratan (Land Side).
1. Daerah Boarding Bridge (185 m2);
2. Daerah Bangunan Terminal Penumpang (700 m2);
3. Daerah Gudang (150 m2);
4. Daerah Perumahan (Rumah Dinas) (90 m2);
5. Daerah Perkantoran (400 m2);
6. Daerah Parkir Pergudangan (1582 m2);
7. Daerah Gerbang Masuk dan Keluar (Toll Gate) (50 m2);
8. Daerah Penimbangan Kendaraan Bermuatan (35 m2);
9. Daerah Sirkulasi Kendaraan dan Penumpang (3915 m2);
10. Daerah Parkir Antrian Kendaraan Keberangkatan (365 m2);
11. Daerah Parkir Antrian Kendaraan Kedatangan (875 m2);
12. Daerah Parkir Antrian Penumpang Keberangkatan (470 m2);
13. Daerah Parkir Antrian Penumpang Kedatangan (470 m2);
14. Daerah Pertamanan (Landscape) (6100 m2);
15. Daerah Pos Loket Tiket Kendaraaan (9 m2);
16. Daerah Pos Pemeriksaan Loket (9 m2);
17. Daerah Pos Jaga/Pos Polisi (18 m2);
18. Daerah Peribadatan (Tempat Suci) (20 m2);
K
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |244
19. Daerah Revetment/Retaining Wall dan Pengamanan Pantai (Barat = 150 m (luas
4061 m2), Timur = 85 m (luas 675 m2). Luas Total = 4736 m2);
20. Daerah Penampungan dan Pengolahan Limbah (520 m2);
21. Daerah Perdagangan/Perniagaan (985 m2);
22. Daerah Kesehatan (530 m2);
23. Daerah Olah Raga (615 m2);
24. Daerah Perbatasan (Buffer Zone) (4325 m2);
25. Total Rencana Land Side = 27.154 m2.
C. Total Rencana Induk Pelabuhan = 78.011,37 m2 atau 7,8 Ha.
encana kebutuhan fasilitas pelabuhan mencakup wilayah daratan (land side)
dan perairan (sea side) pelabuhan yang merupakan hasil rencana peruntukan
tata guna lahan dan perairan sesuai tahapan arah pengembangan pelabuhan.
Adapun fasilitas-fasilitas yang akan dikembangkan adalah sebagai berikut:
A. Rencana Fasilitas Wilayah Perairan (Sea Side).
1. Pemeliharaan Dermaga MB 40 m;
2. Perbaikan dan Pemeliharaan Boarding Bridge;
3. Pengaturan Otomatis atau Sistem Hidrolik untuk Movable Brigde;
4. Perbaikan dan Pemeliharaan Fasilitas Tambat tipe dengan bollard (3 buah) dan
fender nya (5 unit);
5. Perbaikan dan Pemeliharaan Rambu navigasi lateral warna merah, hijau dan
putih lampu suar sebagai tanda pelabuhan (3 unit);
6. Perbaikan dan Pemeliharaan Retainning Wall dan Pembuatan Revetment yang
rusak = 230 m;
7. Perbaikan dan Pemeliharaan Breakwater yang rusak = 182,3 m (Timur = 105,8
M dan Barat = 76,5 m);
8. Pengerukan Kolam Pelabuhan agar elevasi -4.00 LLWL dengan luas 11.658,37
m2;
9. Perbaikan dan Pemeliharaan Pengaman Pantai (Groin/Kribs) – 4 Unit.
B. Rencana Fasilitas Wilayah Daratan (Land Side).
R
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
245 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
1. Pembuatan Toll gate (1 Unit);
2. Pembuatan Fasilitas Penimbangan Kendaraan Bermuatan (1 Unit);
3. Pemisahan dan Pembuatan Perkerasan Sirkulasi Kendaraan ke Kapal dan
Penumpang:
a. Jalur Kendaraan ke Kapal (850 m2);
b. Jalur Penumpang (1035 m2).
4. Pembuatan Perkerasan Parkir Antrian Kendaraan ke Kapal dan Penumpang:
a. Areal Parkir Antrian Kendaraan Keberangkatan (365 m2);
b. Areal Parkir Antrian Kendaraan Kedatangan (875 m22);
c. Areal Parkir Antrian Penumpang Keberangkatan (470 m2);
d. Areal Parkir Antrian Penumpang Kedatangan (470 m2).
5. Pemeliharaan dan Perbaikan Perkerasan Jalan dan Parkir Areal Pelabuhan,
Parkir Gudang dan Jalan Rumah Dinas (5.411 m2);
6. Pemeliharaan dan Perbaikan Trotoar (772 m);
7. Pemeliharaan dan Perbaikan Drainase (1019,5 m);
8. Pemeliharaan dan Perbaikan Saluran Sungai Mati (251,6 m);
9. Pemeliharaan dan Perbaikan Tiang dan Lampu Penerangan (60 Btg Tiang dan 60
buah lampu);
10. Pemeliharaan dan Perbaikan Gedung Terminal (700 m2);
11. Perluasan Gudang dari 100 M2 menjadi 150 m2;
12. Pemindahan dan Pembangunan Rumah Kontrol (13,70 m2);
13. Pemindahan dan Pembangunan Rumah Genset/Power House (12 m2);
14. Pemindahan dan Pembangunan Menara dan Bak Air (1 unit) kapasitas 50,46 m3
15. Pemeliharaan dan Pengembangan Landscape (6100 m2);
16. Penambahan Pengadaan Meubeler dan Perangkat Elektronik;
17. Pemeliharaan dan Perbaikan Pipe Stand;
18. Pemasangan Sistem Rambu Lalu Lintas: Rambu, Signage, Traffic Light, Marka,
dll;
19. Pengadaan Sistem Informasi Pelabuhan Digital. Sistem informasi dengan
monitor informasi keberangkatan dan kedatangan kapal;
20. Perpaduan sistem ticketting gerbang toll dan dermaga sehingga antara nomor
kursi, bus dan penumpang selalu dalam keadaan cocok;
21. Perlengkapan pelabuhan dengan sistem keamanan baru (sistem CCTV);
22. Pemeliharaan dan Pengembangan Fasilitas Pemadam Kebakaran;
23. Pemeliharaan dan Perbaikan Instalasi PDAM, PLN dan Tangga Geser
Penumpang Kapal;
24. Pengadaan Fasilitas Penampungan dan Pengolahan Limbah/STP (520 m2);
25. Pengadaan Fasilitas Perniagaan/Perdagangan dan Rekreasi (985 m2);
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |246
26. Pengadaan Fasilitas Kesehatan (530 m2);
27. Pengadaan Fasilitas Olah Raga (615 m2);
28. Perbatasan Buffer Zone (4325 m2);
29. Pembangunan Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS);
30. Pengadaan Bak Sampah;
31. Pengadaan Mooring Dolphin;
32. Pembangunan Tembok Batas Pelabuhan Tinggi 1,8 m.
encana prasarana pendukung meliputi arahan kebijakan penetapan sistem
pergerakan transportasi darat, laut, sistem drainase, suplai listrik, suplai
telekomunikasi, suplai bahan bakar, sistem pendukung perkapalan.
A. Rencana Sistem Pergerakan Kendaraan.
ecara makro sistem pergerakan akan mengikuti rencana yang telah dibuat oleh
Pemerintah Kabupaten Klungkung. Jalan masuk utama menuju pintu pelabuhan
diakses satu arah dari arah sebelah Timur lingkungan Pelabuhan Nusa Penida
menuju entrance utama. Untuk kendaraan yang akan menyeberang langsung
masuk melalui entrance tersebut dan melalui pemeriksaan. Untuk kendaraan
umum dan pengantar penumpang dapat langsung menuju terminal pergantian
antar moda. Pintu keluar melalui jalan lingkungan Pelabuhan Nusa Penida ke arah
Barat melalui depan pelabuhan menuju jalan sebelah Barat. Jalan akses masuk dan
keluar pelabuhan bertemu di simpul jalan utama, sehingga perlu diatur dengan
lampu traffic light.
B. Rencana Suply Air Bersih Dan Sistem Drainase.
ebutuhan air bersih pelabuhan adalah rata-rata sekitar 1983 liter/hari.
Pengadaan kebutuhan ini dipenuhi dari jaringan air bersih setempat sebagai
sumber utama dan penyediaan under ground tank sebagai tempat penyimpanan air
cadangan. Volume tempat penyimpanan ini adalah kurang lebih 300 liter dengan
luas lahan yang dibutuhkan adalah 120 m2. Sedangkan produksi air kotornya kurang
lebih 6612 liter/hari sehingga diperlukan STP dengan volume sekitar 165 m2.
C. Rencana Suply Listrik.
R
S
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
247 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
ebutuhan listrik akan dipenuhi dari jaringan PLN sebagai sumber tenaga
utama. Untuk mengatasi kebutuhan darurat akibat pemadaman listrik PLN,
akan disediakan generator set sebagai sumber tenaga cadangan. Penempatan
genset yang berupa gardu genset didekatkan dengan pelayanan yang lain seperti
STP dan under ground tank.
D. Rencana Suply Telekomunikasi.
istem telekomunikasi yang akan dikembangkan terdiri dari beberapa jenis yaitu:
telpon, faximil, internet, intercom, jaringan komputer yang tersentralisir. Untuk
jaringan telpon dan faximile serta internet, sumbernya dari Telkom. Jaringan telpon
menggunakan sistem PABX (Privat Automatic Branch Exchage) dengan jaringan
sambungan telkom yang diambil dari jaringan telkom yang ada. Jaringan ini dipakai
dalam hubungan komunikasi ekstrenal baik melalui operator atau tanpa melalui
operator. Untuk hubungan antara staff dan pengunjung menggunakan fasilitas
intercom yang dihubungkan dengan sound system. Untuk kepentingan keamanan
internal dan pelayaran digunakan HT (Handy Talky). Sistem keamanan ini dilengkapi
dengan CCTV yang diletakkan pada tempat-tempat strategis yang mampu
memperlihatkan semua sudut pelabuhan.
E. Rencana Suply Bahan Bakar.
ahan bakar minyak untuk kapal diperoleh dari distribusi dari Pertamina baik
yang disalurkan melalui laut. Kapasitas penyimpanannya adalah 15.000 liter.
Bunker ini diusulkan diletakkan di Pelabuhan Gunaksa. Distribusi ke kapal dari
tangki penyimpanan ini adalah melalui pipa distribusi yang disediakan sampai ke
dermaga kapal. Perletakkan tangki penyimpanan bahan bakar tersebut pada lokasi
yang telah ada dan ditambahkan kekurangan volume yang dibutuhkan.
A. Alur Masuk Kolam Pelabuhan.
erdasarkan prediksi kebutuhan kapal, diperlukan kedalaman minimum perairan
pelabuhan sekitar 4,5 m, dengan memperhitungkan draft, squat dan gerak
kapal karena pengaruh gelombang. Lebar alur untuk satu jalur adalah 3-4 kali lebar
K
S
B
B
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |248
kapal (36-48m), Radius kolam putar diambil 2 (dua) kali panjang kapal dengan
konsekuensi waktu putar lebih lama dan memerlukan skill yang lebih baik dalam
pengendalian kapal.
B. Alat Bantu Navigasi.
ntuk membantu keselamatan kapal dalam perjalanannya menuju dermaga,
diperlukan 1 (satu) unit rambu suar tanda pelabuhan (warna putih) dan
masing-masing 1 (satu) unit lampu lateral di ujung break water berwarna merah
dan satu berwarna hijau.
C. Fasilitas Pengamanan Pelabuhan.
iperlukan adanya fasilitas pengamanan pelabuhan berupa perbaikan dan
peningkatan revetment yang berfungsi untuk mengamankan pelabuhan dan
areal sekitarnya dari kerusakan yang ditimbulkan oleh adanya pergerakan kapal
yang berlabuh. Revetment dipasang sepanjang pantai pada area pelabuhan.
egiatan ini merupakan hasil kajian AMDAL Pelabuhan Nusa Penida (2003)
berisikan arahan jenis-jenis penanganan lingkungan, jaringan pergerakan dan
utilitas dalam kawasan.
A. Kondisi Lingkungan Saat Ini.
aerah studi Nusa Penida memiliki iklim tropis dengan musim kemarau sekitar
bulan Juni sampai September dengan hembusan angin dominan dari benua
Australia, sedangkan pada musim hujan sekitar bulan Desember sampai bulan
Maret hembusan angin dari benua Asia dan lautan Pasific. Peralihan musim
(pancaroba) terjadi dua kali, yaitu sekitar bulan April – Mei dan Oktober –
November. Pada musim hujan angin dominan berhembus dari arah barat dan barat
laut, dimana musim ini disebut musim angin barat, sedangkan pada musim
kemarau angin dominan berhembus dari arah timur dan tenggara. Kecepatan angin
U
D
K
D
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
249 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
di permukaan laut bisa mencapai 30 knot sampai 40 knot dan rata-rata sekitar 5
sampai 10 knot, sedangkan pada musim peralihan (pancaroba) arah datangnya
hembusan angin tidak menentu. Suhu rata-rata permukaan laut di wilayah pantai
sekitar 270C, di daratan dan dataran tinggi sekitar 250 C dan di pegunungan sekitar
220 C.
B. Prakiraan Dampak Pengembangan Pelabuhan.
alaupun dari aspek teknis dan ekonomis pengembangan pelabuhan Nusa
Penida memiliki dampak positif, namun pengembangan tersebut mulai dari
tahap Pra-konstruksi, Konstruksi dan Pasca-Konstruksi diperkirakan akan
memberikan dampak negatif terhadap lingkungan yang perlu untuk dikelola. Kajian
Amdal secara lebih detail diperlukan setelah tahapan Detail Engineering Design
(DED) dikerjakan.
1. Prakiraan Dampak Pada Tahap Pra-Konstruksi.
a. Dampak yang timbul pada kegiatan survai pendahuluan dapat berupa
berbagai persepsi dan keresahan masyarakat di sekitar tapak proyek. Sifat
dampak adalah sementara yaitu pada saat pelaksanaan survei dan
menyangkut masyarakat yang terbatas dibandingkan masyarakat yang
menikmati hasil pembangunan pelabuhan, sehingga bobot dampaknya
dapat dikatakan negatif tidak penting;
b. Dampak keresahan kemungkinan dirasakan oleh masyarakat yang terkait
secara langsung dengan keberadaan proyek seperti pemilik lahan,
pedagang kaki lima, dan sebagainya pada saat dilakukan proses sosialisasi.
Bobot dampak negatif tidak penting.
2. Prakiraan Dampak Pada Tahap Konstruksi.
a. Adanya keberatan masyarakat lokal terhadap keberadaan tenaga kerja
pendatang. Adanya keinginan masyarakat lokal untuk dilibatkan dalam
proyek. Pelibatan masyarakat lokal dalam proyek akan memberikan
dampak positif tidak penting;
b. Adanya gangguan sosial-budaya akibat dibuatnya barak-barak kerja.
Timbulnya kekumuhan di sekitar lokasi barak. Meningkatnya intensitas
kebisingan dan kemungkinan hilangnya beberapa jenis vegetasi. Secara
umum dampak yang diperkirakan timbul adalah negatif tidak penting;
c. Kegiatan mobilisasi peralatan dan material dapat menimbulkan gangguan
terhadap kualitas udara dan kebisingan yang menyebabkan dampak negatif
W
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |250
penting. Akan terjadi perubahan sifat fisik tanah namun bobotnya negatif
tidak penting. Timbulnya gangguan terhadap aktivitas penduduk lokal
akibat kegiatan mobilisasi;
d. Pembangunan breakwater akan menimbulkan kebisingan. Terjadinya
perubahan topografi laut (bathimetri) yang akan mengganggu transportasi
sedimen. Kemungkinan terjadi abrasi akibat berubahnya keseimbangan
alam. Gangguan ini bersifat negatif penting;
e. Kegiatan pengerukan kolam labuh dapat menimbulkan kebisingan,
perubahan topografi laut (bathimetri), dan terganggunya kehidupan biota
laut. Hal ini diperkirakan menimbulkan dampak negatif penting;
f. Kegiatan pembangunan dermaga akan meningkatkan intensitas kebisingan
dan gangguan kehidupan biota laut. Namun akibat bagian yang terkena
dampak relatif kecil maka bobot dampaknya negatif tidak penting;
g. Pembangunan fasilitas darat akan menimbulkan peningkatan intensitas
kebisingan, menurunnya kualitas udara (terutama oleh debu) dan
menurunnya kinerja jaringan jalan disekitarnya. Diperkirakan terjadi
penurunan kualitas air laut dan hilangnya beberapa jenis vegetasi dan
fauna darat. Bobot dampak negatif tidak penting.
3. Prakiraan Dampak Pada Tahap Operasional.
a. Keresahan masyarakat pada saat rekrutmen tenaga kerja: bobot negatif
penting;
b. Meningkatnya kebisingan akibat beroperasinya mesin kapal. Namun letak
pemukiman relatif jauh sehingga dampak ini negatif tidak penting.
Begitupula halnya dengan penurunan kualitas udara;
c. Kemungkinan penurunan kualitas air laut akibat polusi dari kapal yang
beroperasi, baik berupa sampah maupun kebocoran bahan bakar.
Dampaknya negatif penting;
d. Terganggunya nelayan di sekitarnya akibat lalu lintas penyeberangan kapal
merupakan dampak negatif penting;
e. Terusiknya pengusaha jasa penyeberangan tradisional yang merasa
tersaingi dengan adanya kapal Ro-Ro ini.
C. Evaluasi Dan Pengelolaan Dampak Penting.
alaupun secara umum dari aspek teknis dan ekonomis pengembangan
Pelabuhan Nusa Penida memiliki dampak positif dampak negatif yang perlu
untuk dikelola.
W
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali |252
1. Pembebasan lahan;
2. Studi Larap/Tracer Pengadaan Lahan;
3. Persiapan Kawasan untuk Berlabuh Keadaan Darurat;
4. Perbaikan Retainning Wall dan Pembuatan Revetment yang rusak = 230 m;
5. Perbaikan dan Pemeliharaan Breakwater yang rusak = 182,3 m (Timur = 105,8
m dan Barat = 76,5 m);
6. Pengerukan pada Kolam Pelabuhan agar elevasi -4.00 LLWL dengan luas
11.658,37 m2 ;
7. Pengaturan Otomatis atau Sistem Hidrolik untuk Movable Brigde;
18. Pembuatan Toll gate (1 Unit);
19. Pembuatan Fasilitas Penimbangan Kendaraan Bermuatan (1 Unit);
20. Penambahan Pengadaan Meubeler dan Perangkat Elektronik;
21. Pemasangan Sistem Rambu Lalu Lintas seperti: Rambu, Signage, Traffic Light,
Marka, dll;
22. Pengadaan Sistem Informasi Pelabuhan Digital. Sistem informasi dengan
monitor informasi keberangkatan dan kedatangan kapal;
23. Perpaduan sistem ticketting gerbang toll dan dermaga sehingga antara nomor
kursi, bus dan penumpang selalu dalam keadaan cocok;
24. Perlengkapan pelabuhan dengan sistem keamanan baru (sistem CCTV);
25. Pembangunan Tembok Pembatas Pelabuhan dengan Tinggi 1,8 m.
C. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJPj) 25 Tahun (2023-2033).
1. Pemisahan dan Pembuatan Perkerasan Sirkulasi Kendaraan ke Kapal dan
Penumpang:
a. Jalur Kendaraan ke Kapal (850 m2);
b. Jalur Penumpang (1035 m2).
2. Pembuatan Perkerasan Parkir Antrian Kendaraan ke Kapal dan Penumpang:
a. Areal Parkir Antrian Kendaraan Keberangkatan (365 m2);
b. Areal Parkir Antrian Kendaraan Kedatangan (875 m2);
c. Areal Parkir Antrian Penumpang Keberangkatan (470 m2);
d. Areal Parkir Antrian Penumpang Kedatangan (470 m2).
2. Pemindahan dan Pembangunan Rumah Kontrol (13,70 m2);
3. Pemindahan dan Pembangunan Rumah Genset/Power House (12 m2);
4. Pemindahan dan Pembangunan Menara dan Bak Air (1 unit) kapasitas 50,46
m3;
5. Perluasan Gudang dari 100 M2 menjadi 150 m2;
Bab 4: Rencana Induk Pelabuhan Nusa Penida
253 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali
6. Penambahan kapal dari satu kapal menjadi 2 buah kapal;
7. Pengadaan Fasilitas Penampungan dan Pengolahan Limbah/STP (520 m2);
8. Pengadaan Fasilitas Perniagaan/Perdagangan dan Rekreasi (985 m2);
9. Pengadaan Fasilitas Kesehatan (530 m2);
10. Pengadaan Fasilitas Olah Raga (615 m2);
11. Persiapan Kawasan Perbatasa/Buffer Zone (4325 m2).
D. Rencana Pembangunan Pada Keseluruhan Tahapan (RPJPd, RPJM, RPJPj).
1. Sosialisasi pada masyarakat;
2. Penguatan Kelembagaan Pelabuhan;
3. Monitoring Lingkungan;
4. Pemeliharan Dermaga MB 40 m;
5. Perbaikan dan Pemeliharaan Boarding Bridge;
6. Perbaikan dan Pemeliharaan Fasilitas Tambat;
7. Perbaikan dan Pemeliharaan Rambu Navigasi;
8. Pemeliharaan dan Perbaikan Perkerasan Jalan dan Parkir Areal Pelabuhan,
Parkir Gudang dan Jalan Rumah Dinas (5.411 m2);
9. Pemeliharaan dan Perbaikan Trotoar (772 m);
10. Pemeliharaan dan Perbaikan Drainase (1019,5 m);
11. Pemeliharaan da n Perbaikan Saluran Sungai Mati (251,6 m);
12. Pemeliharaan dan Perbaikan Tiang dan Lampu Penerangan (60 Btg Tiang dan 60
buah lampu);
13. Pemeliharaan dan Perbaikan Gedung Terminal (700 m2);
14. Pemeliharaan dan Perbaikan Instalasi PDAM, PLN dan Tangga Geser
Penumpang Kapal;
15. Pemeliharaan dan Perbaikan Pipe Stand;
16. Pemeliharaan dan Pengembangan Fasilitas Pemadam Kebakaran;
17. Perbaikan dan Pemeliharaan Pengaman Pantai (Groin/Kribs);
18. Pengembangan Landscape (6100 m2).
ujuan analisis finansial pada laporan ini adalah untuk menghitung biaya yang
perlu dikeluarkan dan pendapatan yang diperoleh selama umur proyek. Sesuai T
Daftar Pustaka
265 | Arsitektur Dan Tata Ruang Pelabuhan Di Bali