kata pengantar filsafat

26
MAKALAH ILMU FILSAFAT OLAHRAGA AKSIOLOGI OLAHRAGA (Nilai Dan Kermanfaatan) Dosen pengampu: Dr. Made Pramono, M. Hum. Disusun Oleh : MOHAMMAD RICKY ANDI PRADANA 16060484114 IKOR B-2016 Universitas Negeri Surabaya Fakultas Ilmu Keolahragaan Ilmu Keolahragaan 2016 1

Upload: hasbi-asshiddiqi

Post on 20-Mar-2017

77 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kata pengantar filsafat

MAKALAH

ILMU FILSAFAT OLAHRAGA

AKSIOLOGI OLAHRAGA

(Nilai Dan Kermanfaatan)

Dosen pengampu:

Dr. Made Pramono, M. Hum.

Disusun Oleh :

MOHAMMAD RICKY ANDI PRADANA

16060484114

IKOR B-2016

Universitas Negeri SurabayaFakultas Ilmu Keolahragaan

Ilmu Keolahragaan2016

1

Page 2: Kata pengantar filsafat

Daftar Isi

JUDUL………………………………………………………………………………1

KATA PENGANTAR………………………………………………………………3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………………………..4

B. Rumusan Masalah………………………………………………………….5

C. Tujuan Masalah…………………………………………………………….5

BAB II PEBAHASAN

A. Pengertian Aksiologi…………………………………………………………6

B. Hakikat Olahraga Dan Karakter……………………………………………7

C. Nilai-nilai Esensial……………………………………………………………10

D. Nilai Ekonomi Dalam Olahraga…………………………………………….14

BAB III PENUTUP

Kesimpulan…………………………………………………………………………….17

Daftar Pustaka

2

Page 3: Kata pengantar filsafat

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada allah SWT, sehingga makalah ini dapat tersusun hingga

selesai. Tidak lupa saya juga saya mengucapkan terima kasih kepada penemu internet

sehingga dengan mudah saya bisa menyusun makalah ini.

Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi

para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi

makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin banayak kekurangan

dalam makalah ini. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang

membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini

3

Page 4: Kata pengantar filsafat

BAB II

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada era globalisasi ini, bangsa Indonesia menghadapi tantangan yang cukup berat,

terutama dalam menghadapi era persaingan di segala bidang yang sangat ketat. Indonesia

dulu dikenal sebagai bangsa yang santun, toleran dan bersahabat. Kini, sebagian masyarakat

Indonesia seolah berubah menjadi bangsa yang suka marah, suka melakukan kekerasan, srta

tidak taat pada norma keilmuan. Berbagai peristiwa kahidupan telah memberi bukti kepada

kita tentang hal tersebut, baik dalam skala mikro, seperti kekerasan didalam rumah tanggan

maunpun bersifat makro seperti penyerangan terhadap aliran keagamaan,tawuran antar

pelajara, kekerasan mahasiswa, dan kerusuhan antar suporter sepak bola.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, bangsa Indonesia perlu mempersiapkan

masyarakat yang beretos kerja tinggi dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemuliaan. Dalam hal

ini, perlu ada pemahaman mengenai dimensi aksiologis olahraga. Aksiologis disebut sebagai

teori nilai karena merupakan cabang filsafat yang berusaha untuk menjawab pertanyaan: apa

yang terkait dengan nilai? Ogunji (2009:39) mengungkapkan bahwa nilai merujuk terutama

kepada hal yang kita hargai, inginkan atau kita butuhkan. Nilai pada umumnya terpasang

pada dua dasar utama, yaitu karena keuntungan materi, berdasarkan nilai intrinsik, atau

kegunaan dari hal tersebut. Sejalan dengan pemikiran Ogunji, Brennen (1999:1) menyatakan

bahwa aksiologi berkaitan dengan pertanyaan yang terkait dengan sifat pertimbangan nilai

yang merupakan etika dan estetika dalam karakter. Dimensi aksiologis olahraga sesuai

dengan dasar filosofinya berdayaguna dan multiguna.

untuk menumbuh kembangkan karaker yang mulia. Oleh karena itu, olahraga

merupakan wahana yang efektif dan strategis dalam menciptakan masyarakat yang

berkepribadian luhur dan madani. Partisipasi yang tinggi dalam olahraga dikarenakan

olahraga dapat memberikan peningkatan kesempatan yang ideal untuk menyalurkan tenaga

yang baik dalam lingkungan persaudaraan dan persahabatan untuk persatuan yang sehat dan

suasana yang akrab, gembira, menuju kehidupan serasi, selaras, dan seimbang untuk

mencapai kebahagiaan hidup yang sejati (Kosasih, 1983:1). Filososfi ”ilmu padi” dalam

dunia olahraga perlu sekali, yaitu semakin tinggi ilmu yang dimiliki oleh pelaku olahraga,

akan semakin merunduk. Hal ini bisa dilihat dengan semboyan yang selalu mengembangkan

rasa mulad sariro hangroso wani, ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso dan tut

iv

Page 5: Kata pengantar filsafat

wuri handayani, yang berarti bahwa olahragawan selalu berani berintropeksi atas dirinya, dan

selalu memberi suri tauladan saat memimpin, selalu memberi semangat saat berada di tengah,

dan memberikan dorongan. Dunia olahraga selalu sarat dengan makna filosofis. Dalam

filsafat ilmu, tidak dapat dipungkiri bahwa berfilsafat merupakan manifestasi kegiatan

intelektual yang telah meletakkan dasar-dasar paradigmatik bagi tradisi dalam kehidupan

masyarakat ilmiah (Wibisono, 2001:3). Snyder & Spalitzer (1983: 45) menyatakan bahwa

adanya nilainilai positif dalam olahraga karena olahraga merupakan mikrokosmos yang

menentukan pokok-pokok dan mencer minkan nilai-nilai sosial. Nilai-nilai yang terungkap

dalam olahraga menggambarkan fungsi aksiologis olahraga dalam masyarakat. Nilai-nilai

sosial itu pada akhirnya akan kembali dan yang menikmati adalah masyarakat pelakunya

sendiri. Dalam perspektif pendidikan, saat ini Kemendiknas sedang menggiatkan pentingnya

pendidikan karakter bagi siswa dan mahasiswa. Sesuai dengan dasar filosofinya, olahraga

berdaya guna dan bermultiguna untuk menumbuhkembangkan karaker yang mulia. Olahraga

juga memengaruhi pembinaan dan pembentukkan kepribadian, termasuk perubahan perilaku

karena olahraga selalu melibatkan dimensi sosial, di samping kriteria yang bersifat fisikal

yang menekankan keterampilan, ketangkasan, dan unjuk “kebolehan”.

B. Rumusan Masalah

A. Pengertian aksiologi olahraga

B. Hakikat olahraga dan karakter

C. Nilai esensial olahraga

D. Nilai ekononi dalam olahraga

C. Tujuan Masalah

a. Mengetahui pengertian aksiologi

b. Mengetahui hakikat olahraga dan karakter

c. Mengetahui nilai esensial olahraga

d. Mengetahui nilai ekonomi dalam olahraga

 

v

Page 6: Kata pengantar filsafat

BAB II

PEBAHASAN

A. Pengertian Aksiologi

Aksiologi membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia dari pengetahuan yang

didapatkannya. Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yanh bersifat normatif dalam pemberian

makna terhadap kebenaran atau kenyataan seperti yang dijumpai dalam kehidupan, yang

menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik ataupun fisik

material (Koento, 2003: 13).

Definisi Kattsoff (2004: 319), aksiologi sebagai ilmu pngetahuan yang menyelidiki

hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.

Scheleer dan Langeveld (Wiramihardja, 2006: 155-157)

Scheleer mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang

tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu teori mengenai

tindakan.

Aksiologi menjawab, untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan?

Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana

penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara

teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma

moral?

Baru sebagian warga Indonesia yang menyadari olahraga sebagai sebuah kebutuhan.

Kesadaran ini belum merata di semua lapisan masyarakat. Penyebabnya bukan ketidaktahuan

akan manfaat olahraga namun lebih karena kebiasaan dan gaya hidup serta perbedaan gaya

pandang tentang olahraga.

Pergeseran orientasi terhadap jenis dan nilai olahraga terjadi akibat perubahan dalam

gaya hidup. Pertama, gaya hidup yang berorientasi mengejar kesenangan dan kenyamanan

fisik berpengaruh nyata terhadap perubahan kultur gerak. Banyak karyawan atau pekerja

kantoran menghindari naik turun tangga. Mereka lebih suka menggunakan lift. Pada masa

usia dini, “kenyamanan” pun secara tidak sadar ditanamkan. Alih-alih harus berjalan kaki,

anak-anak berangkat ke sekolah dengan menggunakan kendaraan antar jemput.

Kedua, pergeseran gaya hidup pun memengaruhi masyarakat dalam memandang

olahraga. Berolahraga kini tidak selalu dikaitkan dengan kompetensi dan prestasi, tetapi juga

vi

Page 7: Kata pengantar filsafat

karena tujuan lain, terutama sebagai gaya hidup. Itulah sebabnya, klub-klub senam

kebugaran, pengobatan, dan kemolekan tubuh marak dimana-mana dan lebih populer

dibandingkan senam ritmik dan cabang prestatif lainnya.

Ketiga, pilihn jenis dan tujuan olahraga pun bergeser. Orientasi olahraga yang

langsung atau tidak langsung bersifat ekonomis tumbuh semakin tajam. Orientasi ekonomi

langsung, terlihat pada ”perkawinan” antara olahraga dengan ekonomi. Olahraga pun kini

memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

Pengaruh olahraga terhadap ekonomi juga bisa bersifat tidak langsung. Olahraga

telah mengurangi beban pengeluaran masyarakat dalam aspek kesehatan.

Derajat kebugaran jasmani dan kesehatan yang baik akan menurunkan biaya

perawatan kesehatan, dan malah meningkatkan produktivitas kerja. Meski tidak langsung,

daya ungkit olah raga bagi pencapaian akselarasi peningkatan kesejahteraan masyarakat guna

mendukung diyakini akan signifisikan. Demikian pila dengan peningkatan implementasi

pembangunan berkelanjutan dan peningkatan kualitas kehidupan sosial yang berlandaskan

agama dan budaya daerah membutuhkan dukungan masyarakat yang sehat secara fisik dan

mental.

Pemajuan aspek-aspek diatas membutuhkan keterlibatan semua pihak. Tidak hanya

keterlibatan jajaran pemerintahan daerah, tetapi juga keterlibatan dan prakarsa para

pengusaha, tokoh masyarakat, dan elemen lain.

B. Hakikat Olahraga Dan Karakter

Ditinjau dari bahasa Jawa Kuno, olahraga tersusun dari dua kata, yaitu ulah dan

raga; ulah berarti perbuatan, laku, atau kegiatan, sedang raga berarti anyaman, rangka, atau

wadah (Juynboll, 1923). Sampai sekarang, olahraga mempunyai pengertian sebagai nama

benda. Kemudian, kata olahraga sebagai alih bahasa istilah sport. Berkaitan dengan istilah

sport, Rijsdorp (1971:44) mengatakan bahwa sport mempunyai watak permainan, namun

sport tidak sama dengan permainan. Permainan mempunyai makna yang lebih luas daripada

sport. Sport dapat dipandang sebagai bentuk permainan yang mempunyai jenis tersendiri.

Olahraga adalah bagian utama dari kehidupan masyarakat dan budaya. Peserta

olahraga berasal dari berbagai usia, dari yang muda hingga ke yang tua, dan dari tingkat

permainan yang hanya untuk bersenang-senang dan rekreasi hingga tingkat profesional.

Pusat-pusat sekolah, klub, bisnis, dan pusat-pusat masyarakat menawarkan kesempatan

olahraga dan rekreasi untuk berbagai kelompok usia. Ini merupakan suatu perkecualian jika

vii

Page 8: Kata pengantar filsafat

anak-anak tidak berpartisipasi dalam rekreasi atau olahraga yang terorganisir. Di kampus

perguruan tinggi dan universitas di seluruh negeri para siswa berpartisipasi dalam olahraga di

dalam gedung-gedung, klub, dan olahraga tingkat antarperguruan tinggi (Joseph. 2006:1).

Dilihat dari perspektif eksternal, banyak makna sosial dan budaya dari aktivitas berolahraga.

Dalam lautan masyarakat yang penuh badai, olahraga bukanlah sebuah pulau atau mainan

yang arahnya ditentukan sepenuhnya oleh gelombang. Olahraga ditandai oleh suatu otonomi

tertentu atau terkait dengan jaringan nilai-nilai, norma, dan kepentingan institusional yang

lebih luas olahraga ditandai oleh apa yang dapat disebut “karakter ganda”. Dengan karakter

ganda olahraga dipandang sebagai apa yang disebut perpaduan yang baik. Menurut Plato,

konsep ini mengacu pada barang yang dinilai baik untuk kepentingan dan untuk konsekuensi

masyarakat. Istilah karakter ganda pada olahraga dipakai untuk memahami olahraga secara

keseluruhan di mana fitur internal dan konsekuensi langsung yang dihasilkan ini dimasukkan

(McNamee & Parry: 1998:38).

- Karakter adalah nilai-nlai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik,

nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang

terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara

koheren memancar dari hasil olahpikir, olahhati, olahraga, serta olahrasa dan

karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang

atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral,

dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan (Kebijakan Nasional,

2010:7) Karakter atau watak merupakan perpaduan dari segala tabiat manusia

yang bersifat tetap sehingga menjadi “tanda” yang khusus untuk membedakan

orang yang satu dengan lain. Karakter dalam bahasa Yunani berasal dari kata

“charasein” yang artinya mengukir corak yang tetap dan tidak terhapuskan.

Karakter mengartikan watak dalam arti psikologis dan etis. Berwatak

menunjukkan sikap memiliki pendirian yang teguh, baik, terpuji, dan dapat

dipercaya. Berwatak berarti memiliki prinsip dalam arti moral. Dalam dunia

olahraga, banyak pelatih yang sukses telah dipersonifikasikan dan mengajarkan

kebajikan karakter dalam olahraga. Pelatih bola basket legendaris di UCLA,

John Wooden membahas pentingnya karakter dan karakter apa yang dilakukan

bagi seorang individu dengan menyatakan bahwa kemampuan mungkin

membawamu ke puncak, tetapi karakter dibutuhkan agar kita di puncak sana.

Dia juga berkata, "Lebih pedulilah dengan karaktermu daripada reputasimu

viii

Page 9: Kata pengantar filsafat

karena reputasi adalah apa yang orang mungkin berpikir tentangmu, sedangkan

karakter adalah siapa kamu sebenarnya". Karakter seseorang tercermin dalam

bagaimana dia bereaksi terhadap situasi-situasi yang sulit. Dean Smith, John

Thompson, dan Joe Paterno adalah para pelatih sukses lainnya di tingkat

perguruan tinggi yang selalu menekankan pembangunan karakter dalam

program-program mereka (Joseph. 2006:3). Manusia dibangun oleh domain-

domain, yaitu kognitif, motorik, afektif, dan emosional. Dalam menampilkan

suatu perilaku atau tindakan, domain tersebut saling berinteraksi dan saling

berpengaruh antara satu dan yang lain. Agar manusia tumbuh dan berkembang

secara wajar, beberapa domain tersebut harus mendapatkan rangsangan dan

perlakuan yang seimbang. Oleh karena itu, manusia dalam menampilkan gerak,

khususnya dalam berolahraga, harus dipandang sebagai suatu totalitas sistem,

yaitu manusia sebagai sistem bio-psiko-sosio-kultural (Mutohir, 2002: 1).

Simanjuntak (1980:15) mengatakan bahwa olahraga dapat membantu proses

pembentukan karakteristik masyarakat. Lebih lanjut, ia mengutip pendapat

Hovard Nixon bahwa menurut hasil studi yang dilakukan di Amerika, 90%

masyarakat Amerika setuju bahwa olahraga membina karakteristik masyarakat

menjadi lebih baik dan meningkatkan kualitas hidup manusia. Olahraga

membangun karakter dan di pihak lain karakter dapat diajarkan dan dipelajari

dalam setting olahraga. Sebuah pengalaman olahraga dapat membangun

karakter, tetapi hal itu hanya berlangsung jika lingkungannya terstruktur dan

tujuan dinyatakan dan direncanakan secara jelas untuk mengembangkan

karakter. Lingkungan semacam ini harus mencakup semua individu (pelatih,

pemerintah, orang tua, peserta, dan lain-lain) yang berkepentingan dalam setting

olahraga tersebut. Coakley (2001) telah merekomendasikan setting olahraga di

mana para peserta diberi imbalan lebih untuk bagaimana mereka bermain,

berlaku sportif, dan bukan hanya untuk menang dan kalah. Karakter positif

(seperti tanggung jawab pribadi dan sosial) dapat dan harus diajarkan dan

dipelajari dalam setting olahraga. Program olahraga di semua tingkat dapat

secara khusus dirancang untuk mengembangkan gaya hidup dengan karakter

yang aktif dan positif. Tujuan dalam setting ini adalah bahwa perilaku yang

tepat, bertanggung jawab, dan nilai-nilai yang dikembangkan dalam olahraga

dan kelas pendidikan jasmani juga akan digunakan di luar sekolah, di rumah, dan

di masyarakat (Joseph. 2006:6).

ix

Page 10: Kata pengantar filsafat

C. Nilai-Nilai Esensial

Nilai-nilai yang terkandung dalam aktivitas olahraga telah menjadi keyakinan

umum bahwa aktivitas olahraga sarat dengan nilai-nilai pendidikan, seperti kejujuran,

sportivitas, disiplin, dan tanggung jawab. Bahkan, ada ungkapan yang sudah menjadi

keyakinan sejarah dari waktu ke waktu: Sport build character. United Nations melalui Task

force on Sport for Development and Peace menyatakan bahwa olahraga merupakan

instrumen yang efektif untuk mendidik kaum muda, terutama dalam hal nilai-nilai. United

Nations melalui InterAgency Task Force on Sport Development and Peace (United Nations,

2003, via Maksum, 2008:1150) mengidentifikasi sejumlah nilai yang ada dan dapat dipelajari

melalui aktivitas olahraga sebagai berikut. Cooperation, Communication, Respect for the

rules, Problem-solving, Understanding, Connection with others, Leadership, Respect for

others, Value of effort, How to win, How to lose, How to manage competition, Fair play,

Sharing, Self-esteem, Trust, Honesty, Self-respect, Tolerance, Resilience, Teamwork,

Discipline, Confidence. Aktivitas olahraga mengandung nilai-nilai yang sangat esensial bagi

kehidupan dan kemanusiaan. Ketika bermain sepakbola, misalnya, selain mereka belajar

keterampilan seperti menendang dan menggiring bola, mereka juga belajar bekerjasama,

kepercayaan, dan respek kepada orang lain. Sulit rasanya menciptakan goal ke gawang lawan

tanpa adanya kerjasama yang optimal di antara pemain. Seorang pemain tidak akan

memberikan bola kepada teman sesama tim andai saja ia tidak percaya kepada yang

bersangkutan. Demikian juga melalui sepakbola dapat belajar menghormati dan menghargai

lawan, misalnya ketika lawan mengalami cedera atau bahkan memenangkan suatu

pertandingan. Nilai-nilai tersebut begitu menonjol dalam olahraga, sayangnya dalam tataran

praktis masih jauh dari apa yang diharapkan. Tidak banyak insan olahraga yang mau dan

mampu menerapkan hal itu. Menurut Maksum (2008:1151), kepentingan sesaat seperti

kemenangan dan gengsi tidak jarang dinilai lebih tinggi dibanding penghormatan terhadap

nilai-nilai kemanusiaan (celebration of humanity). Olahraga tidak hanya merupakan

kebutuhan manusia, tetapi juga merupakan kebutuhan media untuk mencapai tujuan. Manusia

bergerak bukan hanya disebabkan oleh adanya dorongan dari faktor biologis, melainkan juga

oleh faktor kejiwaan. Hal itu berarti ketika seseorang melakukan aktivitas gerak dalam

berolahraga, ia mengalami peristiwa fisik dan psikis. Manusia agar mempunyai karakter

yang baik dan mulia harus didasari oleh eksistensi ilmu pengetahuan. Dewasa ini,

pengetahuan yang satu tercerai dari pengetahuan yang lainnya. Ilmu tercerai dari moral,

moral tercerai dari seni, seni tercerai dari ilmu, dan seterusnya. Inilah sebenarnya sumber

x

Page 11: Kata pengantar filsafat

ketidakbahagiaan manusia modern dewasa ini, sebab pengetahuan yang tidak utuh akan

membentuk manusia yang tidak utuh pula. Menurut Achmad (1990: 34), kerangka filsafat

akan memungkinkan kita membentuk wawasan mengenai keterkaitan berbagai pengetahuan.

Olah pikir berarti membangun manusia agar memiliki kemandirian serta menguasai ilmu

pengetahuan dan teknologi. Olahpikir berorientasi pada pembangunan manusia yang cerdas,

kreatif dan inovatif. Olahrasa bertujuan menghasilkan manusia yang apresiatif, sensitif, serta

mampu mengekspresikan keindahan dan kehalusan. Ini sangat penting karena tidak akan ada

rasa syukur manakala seseorang tidak memiliki apresiasi terhadap keindahan dan kehalusan.

Olahraga merupakan salah satu cara untuk mencapai tujuan pendidikan dalam proses

pembangunan manusia sehingga bisa menjadikan dirinya sebagai penopang bagi

berfungsinya hati, otak dan rasa. Pemasyarakatan dan pemassalan olahraga bertujuan untuk

mendorong dan menggerakkan masyarakat agar masyarakat lebih memahami dan menghayati

langsung hakikat dan manfaat olahraga sebagai kebutuhan hidup, khususnya olahraga yang

bersifat 5 M (mudah, murah, menarik, manfaat, dan massal). Sehubungan dengan itu, perlu

diberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anggota masyarakat untuk melakukan kegiatan

olahraga yang didukung oleh proses pemahaman, penyadaran, penghayatan terhadap arti,

fungsi, manfaat, terlebih lagi pada nilai-nilai olahraga guna mengembangkan akhlaq mulia.

Aktivitas olahraga merupakan laboratorium bagi pengalaman manusia karena olahraga

menyediakan kesempatan untuk memperlihatkan pengembangan karakter. Menurut Lubis

(2007: 4), pengajaran etika dalam aktivitas olahraga biasanya dilakukan dengan contoh atau

perilaku. Pantas rasanya jika kita setuju untuk mengemukakan bahwa aktivitas olahraga

merupakan dasar atau alat pendidikan dalam membentuk manusia seutuhnya, dalam

pengembangan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor yang behavior dalam

membentuk kemampuan manusia yang berwatak dan bermoral. Area keolahragaan

mengajarkan sekaligus mencontohkan bagaimana manusia seharusnya berkompetisi dengan

baik untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Cara seperti ini dianggap fair dan membawa

kebaikan bagi semua orang karena hal tersebut akan menyeleksi bahwa yang kuat dan yang

mampu berusaha optimal akan mendapatkan keberhasilan (dalam kompetisi disebut juara).

Kuntoro (1999:71) mengatakan bahwa fastabiqul khoirat adalah etos yang mendorong

perubahan yang membawa rahmat bagi semua orang. Semangat kejiwaan untuk melakukan

apa yang baik (amar ma’ruf) untuk sesama umat manusia menjadi sumber akan terciptanya

kemauan yang sehat untuk mengejar kemajuan demi kepentingan kesejahteraan bersama.

Menurut Soejadi (2008:118), keadaan sosial (masyarakat) menunjukkan adanya interaksi dan

integrasi (dalam kelompok atau komunitas) mereka (dan kita) saling berhubungan, dan

xi

Page 12: Kata pengantar filsafat

bergaul satu sama lain. Dalam situasi berlangsungnya kegiatan olahraga sangat erat

berhubungan dengan masalah-masalah sosial manusia. Keberartian olahraga itu sendiri

muncul dalam peristiwa hubungan antarorang yang dilandasi oleh tradisi, norma dan sistem

nilai yang terdapat di lingkungan masyarakat sekitar. Oleh sebab itu, olahraga telah menjelma

menjadi sebuah pranata sosial yang sejak lama di dalamnya berkembang tradisi, norma dan

nilai, termasuk ritus-ritus dan bahkan mitos (Lutan, 1991:1). Olahraga memberikan

kesempatan untuk mengembangkan nilai sosial. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya

organisasi sosial di bidang olahraga yang tidak menghiraukan hirarki berdasarkan kekayaan

atau sukses sosial yang disinari oleh keakraban dan persaudaraan yang berarti memberikan

dimensi baru kepada hubungan antarmanusia yang merupakan dasar utama terbentuknya

kontak lokal, nasional, dan internasional. Olahraga dapat diikuti oleh siapa pun tanpa melihat

latar belakang kebudayaan sosial atau ideologi. Karena olahraga banyak memberikan manfaat

dalam segi kesosialan, Sardjono (1986: 27) menyimpulkan bahwa olahraga mempunyai

peranan yang penting dalam mengembangkan nilai-nilai kesosialan. Adanya nilai-nilai sosial

yang positif dalam olahraga karena dalam olahraga merupakan mikrokosmos yang

menentukan pokok-pokok dan mencerminkan nilai-nilai sosial. Nilai-nilai yang terungkap

dalam olahraga selanjutnya akan menggambarkan fungsi olahraga dalam masyarakat.

Menurut Snyder (1983:45), nilai-nilai sosial itu pada akhirnya akan kembali dan yang

menikmati adalah masyarakat pelakunya. Keseimbangan hubungan jiwa raga perseorangan

mengantarkan keserasian individual-sosial yang segera akan disusul dengan keselarasan total

makhluk yang mandiri. Supadjar (1998:6) berpendapat bahwa dalam hal hubungan jiwaraga

sebagai bagian dari problema susunan kodrat manusia, pemikiran Timur lebih cenderung ke

masalah kejiwaan, sedang pemikiran Barat menekankan pada soal kejasmanian, namun baik

di Barat maupun Timur yang ideal ialah yang penuh keseimbangan. Keseimbangan adalah

kata kunci dari keserasian hidup. Keseimbangan tersebut meliputi kebutuhan jasmani dan

rohani. Olahraga diperlukan untuk memperkuat badan dan kebersihan rouhani dalam

mengontrol sekaligus mengarahkan jasmani untuk melakukan aktivitas yang baik dan benar.

Mahmud (2000:6162) mengatakan bahwa antara hati, jiwa, akal, dan ruh memiliki pengertian

yang saling berkorelasi, saling bergantian tempat, dan memiliki kemiripan satu sama lain

dalam berbagai hal. Semua orang melakukan olahraga ingin mencapai derajat sehat yang

komprehensif, berbadan sehat adalah kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Namun,

kesehatan itu sendiri tidak dapat datang secara otomatis sekaligus memerlukan pemeliharaan

dan pembinaan dari semua faktor yang mempengaruhinya (Ichsan, 1998:1). Cara memelihara

dan membina faktor-faktor tersebut merupakan tantangan yang harus dihadapi secara

xii

Page 13: Kata pengantar filsafat

bersama-sama dan terpadu. Masalah olahraga bukan sekedar masalah menggerakkan badan

atau mendapatkan kebugaran dari aktivitas jasmani. Namun, lebih luas lagi bahwa masalah

olahraga memiliki nilainilai moral di dalamnya. Etika secara nyata ada dalam masyarakat dan

dalam olahraga, dan pertandingan sebenarnya adalah salah satu bentuk fungsi sosial di mana

kehadiran etika adalah sesuatu yang sangat penting. Bredemeier dan Shields (Athanailidis

dan Arvanitidou, 2009:20) mengemukakan bahwa olahraga merupakan sebuah realitas sosial

dengan lebih banyak dilemma moral yang terjadi. Sebagai contoh, dalam kasus olahraga

sebagai sebuah dilema moral, penggunaan seorang pemain yang merupakan pemain yang

sedang cidera, namun dibutuhkan dalam pertandingan ini dan mungkin menggunakan obat

peredam rasa sakit. Namun demikian, tindakan tersebut dapat memperparah kondisi pemain

tersebut dan bahkan dapat mengakibatkan cacat permanen. Pengkajian tentang etika

pengambilan keputusan dalam olahraga dapat memfasilitasi kita untuk menghentikan

orangorang yang memutuskan pemain untuk melakukan tindakan tersebut. Hal ini dapat

memungkinkan kita untuk mengantisipasi situasi seperti itu yang bertentangan dengan

semangat olahraga dan aturan sosial yang lebih luas Ungkapan yang berbunyi fair play is the

very essence of sport (Ditjora, 1972:6) dapat dimaknai bahwa fair play adalah jiwa olahraga.

Ungkapan tersebut mengandung makna bahwa dalam suatu pertandingan, suatu kompetisi

olahraga, jika tidak disertai semangat fair play, sebenarnya kegiatan itu tidak dapat disebut

sebagai olahraga. Hal itu disebabkan sesuatu yang tanpa jiwa berarti sudah mati. Dalam dunia

olahraga, pembentukan karakter manusia yang memiliki sikap sportif sangat diutamakan.

Sportif disebut juga sebagai nilai kejujuran, suatu sikap yang tinggi nilainya dan hanya

dimiliki oleh orang yang baik kepribadiannya serta bersih hatinya. Menurut Muhadjir

(1999:88), pendidikan tidak semestinya hanya memberikan pengetahuan kognitif saja, namun

ia harus menjangkau sifat ihsan (baik) dan menjangkau dimilikinya akhlaqul karimah.

Manusia terikat secara aktif dalam menciptakan dunianya sehingga ia mengerti akan

pemisahan antara riwayat hidup dan masyarakat yang merupakan sesuatu yang esensial.

Manusia tidak dapat bertindak hanya atas dasar respons saja yang telah ditentukan terlebih

dahulu untuk mendefinisikan objek, tetapi lebih sebagai penafsiran. Penafsiran bukanlah

tindakan bebas dan bukan pula ditentukan oleh kekuatan manusia atau bukan. Orang

menafsirkan sesuatu senantiasa membutuhkan orang lain, seperti orang-orang masa lalu,

keluarga, dan pribadi-pribadi yang ditemuinya dalam latar belakang mereka dalam

menciptakan kebudayaan. Kaelan (2005: 31-32) mengatakan bahwa melalui suatu interaksi,

orang mampu membentuk suatu pengertian tentang nilai serta makna yang diungkapkan

dalam suatu kehidupan. Bila dihubungkan dengan sikap pelaku terhadap keberadaan bangsa

xiii

Page 14: Kata pengantar filsafat

dan negara, kegiatan olahraga dapat memberikan sumbangan yang cukup besar dan positif.

Menurut Douglas Mac Arthur (Coakley, 1978:94), olahraga merupakan pembuat karakter

yang penting. Olahraga membentuk kaum muda di Amerika sebagai penjaga negara. Oleh

karena itu, sebaiknya orang tua mengajak anak-anaknya untuk berolahraga. Di dalam

berolahraga tiap-tiap pelaku akan saling berinteraksi dengan pelaku lainnya, dengan aturan-

aturan yang disepakati, dan dengan etika-etika yang diberlakukan yang kesemuanya saling

mengikat. Tujuan akhir olahraga terletak dalam peranannya sebagai wadah unik

penyempurnaan watak, wahana untuk memiliki dan membentuk kepribadian yang kuat,

watak yang baik dan sifat yang mulia. Hanya orang-orang yang memiliki kebajikan moral

seperti inilah yang akan menjadi warga masyarakat yang berguna (Lubis,

http://www.koni.or,id/files/documents/journal/4.%). Dalam dunia olahraga, untuk mencapai

prestasi secara optimal perlu dikembangkan budaya sinergis berbagai unsur yang berkarakter,

antara lain sinergi dari lembaga pendidikan (perguruan tinggi), lembaga pemerintahan, dan

stakeholder. Pencapaian prestasi merupakan salah satu perwujudan dari pilar olahraga

prestasi. Tripilar olahraga sebagai penyangga pencapaian prestasi, kebugaran dan pendidikan

anak bangsa yang berkarakter terdiri dari pengembangan olahraga prestasi, olahraga rekreasi,

dan olahraga pendidikan. Sebagai sebuah fenomena sosial dan kultural, olahraga tidak bisa

melepaskan diri dari ikatan moral kemodernan yang kompleks. Penerimaan eksistensinya

secara sosiologis dijamin oleh kemampunnya menyesuaikan diri dengan pasar dan atau

masyarakat. Atau sebaliknya, masyarakat yang akan menjadikannya sebagai sasaran

ekstensifikasinya. Langkah strategis untuk penanaman, pengembangan, dan pembentukan

karakter adalah dengan menjadikan prestasi “OLAHRAGA SEBAGAI ICON NATION

AND CHARACTER BUILDING”. Hal ini seiring dengan perkembangan dunia yang

semakin kompleks dan penuh akulturasi.

D. Nilai Ekonomi Dalam Olahraga

Nilai ekonomi dalam olahraga adalah seberapa banyak olahraga tersebut disukai

banyak orang dan memiliki nilai hiburan tinggi sehingga menghasilkan uang. Nilai ekonomi

olahraga mengikuti perkembangan masyarakat perbudakan dan semakin meningkat pada

zaman feodalisme hingga kini kapitalisme. Pada zaman kapitalisme ini, sia zaman

perbudakan masih bisa kita lihat seperti gulat dan tinju. Selain nilai hiburan, olahraga pada

zaman feodalisme adalah juga tontonan dari kelas yang berlawanan.

xiv

Page 15: Kata pengantar filsafat

Berdasarkan pengamatan terhadap perkembangan olahraga sejak zaman romawi,

memiliki tujuh karakteristik yang dominan.

1. Olahraga tidak lagi dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat relegius atau

kagamaan.

2. Olahraga bisa merupakan perwujudan pemerataan sosial di masyarakat. Sebab,

tidak ada lagi batasan-batasan yang bisa menghambat partisipasi anggota masyarakat.

Di era modern ini, spesialisasi merupakan satu kunci keberhasilan. Jadi, kalau ingin

berkarier di olahrag, seorang atlet harus memilih satu cabang yang menjadi fokus pilihannya,

bagi Guttman, itu merupakan karakteristik yang ketiga.

4. Terjadinya rasionalisasi. Dengan makin kompleksnya dunia olahraga. Dibutuhkan

seperangkat aturan agar organisasi dan pertandingan berjalan baik.

5. Berkaitan dengan birokratisasi.

Organisasi olahraga tidak lagi berdiri sendiri, melainkan berkaitan satu sama lain,

dari tingkat perkumpulan sampai tingkat dunia. Dengan makin majunya teknologi informasi,

setiap cabang olahraga modern mencoba melakukan kuantifikasi terhadap jalanya

pertandingan. Itu merupakan karakteristik keenam, dan menjadi daya tarik unik olahraga

yang membedakannya dari peristiwa kesenian atau budaya lainnya.

7. menyangkut pemecahan rekor. Menjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih tingi, dan

lebih baik sangat didambakan seorang atlet.

Penelitian Guttman itu memberikan gambaran bahwa olahraga memang bukan

semata aktivitas fisik. Olahraga memberikan arti lebih besar bagi individu dan masyarakat.

Menariknya lagi, olahraga tidak akan pernah lepas dari perkembangan politik, ekonomi, dan

sosial. Olahraga dijadikan bagian taktik perusahaan meraup pangsa pasar dunia. Hal itu juga

membaa atlet memandang olahraga sebagai ajang yang bisa memberikan kesejahteraan hidup

lebih baik.

xv

Page 16: Kata pengantar filsafat

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dimensi aksiologi olahraga sesuai dengan dasar filosofinya berdayaguna dan

multiguna untuk menumbuhkembangkan karaker yang mulia. Olahraga juga mempengaruhi

pembinaan dan pembentukkan kepribadian, termasuk perubahan perilaku. Oleh karena itu,

olahraga selalu melibatkan dimensi sosial, di samping kriteria yang bersifat fisikal yang

menekankan keterampilan dan ketangkasan. Aktivitas olahraga merupakan dasar atau alat

pendidikan dalam membentuk manusia seutuhnya, dalam pengembangan kemampuan

kognitif, afektif, dan psikomotor yang membentuk kemampuan manusia yang berwatak dan

bermoral. Nilai-nilai yang terkandung dalam aktivitas olahraga antara lain respek, peduli,

kejujuran, sportivitas, disiplin, tanggung jawab, fair, dan beradap. Nilai-nilai yang terungkap

dalam olahraga, selanjutnya akan menggambarkan karakter seseorang dalam kehidupan

bermasyarakat. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga,

serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang.

xvi

Page 17: Kata pengantar filsafat

DAFTAR PUSTAKA

http://herawantodikromo.blogspot.co.id/

https://lppmp.uny.ac.id/sites/lppmp.uny.ac.id/files/03%20Sumaryanto.pdf.

Anton, B. Achmad. 1990. Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

Athanailidis, Proios M. dan Arvanitidou, V. 2009. ”Ethical Climate in Sport Teams”. Sport Management International Journal. Vol. 5, No.1.

xvii