kasus malpraktek mgs.docx
DESCRIPTION
MGSTRANSCRIPT
Jumat, 06 Des 2013 07:16 WIB - http://mdn.biz.id/n/66322/ - Dibaca: 5,582 kali
PERAWAT RSUD LANGSA
DIDUGA MALPRAKTEK
Gendong Bayi Mariana. (39) saat menggendong bayinya yang diduga korban malpraktek. Kamis
(5/12). (medanbisnis/m syafrizal)
MedanBisnis - Langsa. Salah seorang perawat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa
diduga melakukan malpraktek yakni salah memberikan obat Naritidin 50 mg, Naufalgis 45 mg
kepada pasien bayi perempuan yang baru berumur 34 hari saat menjalani perawatan. Akibatnya bayi
mengalami muntah-muntah, kejang dan perut kembung serta badan lemas.
Ibu pasien, Mariana (39) warga Gampong Meurandeh Kecamatan Langsa Lama yang juga perawat
di RSUD Langsa, kepada MedanBisnis, Kamis (5/12) mengatakan, kejadian itu berawal saat bayinya
menderita mencret. Dia membawanya ke praktek dr Nursal, kemudian oleh dr Nursal dirujuk untuk
menjalani rawat inap di RSUD.
Sesampainya di rumah sakit sekitar pukul 19.50 WIB, anaknya menjalani perawatan dan diinfus.
Namun pukul 23.00 WIB datang seorang siswa perawat meminta anaknya diberi obat Naritidin 50
mg, Naufalgis 45 mg atas perintah perawat bakti berinisial CM.
"Saat itu saya bertanya berulang-ulang kepada perawat tersebut, apa benar ini obat buat anak saya.
Kala itu, perawat yang melakukan praktek itu membenarkan bahwa itu obat buat anak saya.
Kemudian sebagai perawat di RSUD Langsa juga saya memberikan obat tersebut kepada anak saya
dengan memasukan cairan suntik ke infus," kata Mariana.
Namun alangkah terkejutnya dia, selang beberapa menit tiba-tiba anaknya mengalami kejang-
kejang, muntah, perut gembung dan lemas. "Saat saya tanyakan ulang dan melihat map tugas
perawat, ternyata obat tersebut bukan buat anak saya, tapi pasien lain. Ini namanya malpraktek,
sebagai perawat saya juga tidak seperti ini menjalankan tugas. Lihat kondisi anak saya saat ini,
lemas dan muntah-muntah terus," katanya.
Sementara perawat juga melanggar instruksi dr Nursal yang hanya menyuruh untuk melakukan infus,
tetapi diberi obat suntikan yang berakibat fatal. "Ketika kami tanya ke perawat berinisial CM, malah
dia tidak terima. Silahkan mau melapor ke mana, saya siap," demikian Mariana menirukan ucapan
perawat tersebut.
Wakil Direktur Bidang Pelayanan RSUD Langsa, dr Dahniar kepada MedanBisnis mengatakan
pemberian obat Naritidin 50 mg, Naufalgis 45 mg sudah ada dalam rencana akan tetapi belum
diintruksikan oleh dokter untuk secepat itu diberikan ke pasien.
"Seharusnya saat pemberian obat siswa yang sedang melakukan praktek didampingi perawat senior,
tidak dibiarkan sendirian. Dan hasil konsultasi dengan dr Nursan, dosis yang diberikan itu sudah
layak untuk diberikan ke pasien, bahkan efek samping dari obat yang diberikan itu juga tidak ada.
Selain itu, obat yang diberikan juga bisa untuk meredam gangguan pencernaan pasien.
Alhamdulillah kondisi pasien sudah mulai membaik, bahkan penyakitnya sudah berkurang,"
paparnya.
Lanjut Dahniar, terkait perawat tersebut sudah diberikan teguran dan akan dilakukan pembinaan
serta diistirahatkan sementara. Dan untuk siswa yang sedang melakukan praktek akan dikembalikan
ke kampusnya. "Apa sanksi yang diberikan itu tergantung dari kampusnya," tandas Dahniar. (m
syafrizal)
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2013/12/06/66322/perawat-rsud-langsa-diduga-malpraktek/
#.Vm7ndL-_OM8
KASUS DUGAAN MALPRAKTEK DI PUSKESMAS TANGGUL BERLANJUT2 MARET 2011 PUKUL 21:10
Jemberpost.com Kasus dugaan mala praktek yang dilakukan oleh Puskesmas Tanggul terhadap pasien Ika Kustinawati (22) yang bersalin itu berlanjut. Kini, dua lembaga layanan kesehatan yang menangani mulai saling lempar dan saling tuduh. RSUD dr Soebandi,
menyalahkan penanganan oleh Puskesmas Tanggul, karena sebelum dibawa ke RSUD dr Soebandi, pasien ini ditangani Puskesmas Tanggul.
Supriyadi, suami pasien menceritakan bahwa saat itu dirinya mempertanyakan kepada pihak RSUD dr Soebandi. Dijawab oleh pihak RSUD dr Soebandi dalam hal ini oleh Tim Medis yang menangani
bahwa kesalahan ada di pihak Puskesmas Tanggul.
“Tim Medis RSUD dr Soebandi, mengatakan bahwa pihak Puskesmas yang menangani pertama itu
yang keliru,” ujar Supriyadi.
Supriyadi, tidak berhasil mengingat siapa yang menyatakan itu. Entah dari pihak perawat atau dokter
yang menangani di RSUD dr Soebandi. Yang jelas, saat dia kebingungan dan menanyakan
pertanggungjawaban ke RSUD , pihak RSUD menyatakan kesalahan lebih di pihak Puskesmas
Tanggul.
Sekadar diketahui, saat ini polisi sedang mengusut kasus ini. Kasat Reskrim Polres Jember AKP
Kusworo Wibowo, SIk, mengatakan bahwa Tim Penyidik Tipiter telah melakukan penyelidikan.
Bahkan, dalam waktu dekat para pihak akan dilakukan pemanggilan secara resmi.
“Terima kasih, laporannya. Dan kita akan tindak lanjuti segera,” ujar Kasat Reskrim AKP Kusworo,
kemarin.
Sebelumnya, kasus ini muncul setelah korban Ika Kustinawati, yang hamil 9 bulan lebih itu
merasakan akan melahirkan. Lalu oleh keluarga dibawa ke Puskesmas Tanggul, yakni pada tanggal
2 Pebruari 2011.
Saat itu kontraksi terjadi. Dan penanganan dilakukan seperti pasien biasa selama ini yang hendak
melahirkan. Pihak perawat, bidan, dan tim medis magang itu menangani serius Ika.
“Sebetulnya, saya diminta ke bidan terdekat. Tetapi saya ada menyuruh ke Puskesmas saja.,”
ujarnya.
Penanganan itu dilakukan setelah tanggal 3 Pebruari 2011, pukul 15.00 WIB besoknya, karena air
ketuban sudah pecah. Baru kemudian karena sudah pecah, maka vagina bagian atas digunting.
Sebab, saat itu tidak segera keluar bayinya. Karena belum keluar juga digunting lagi di bagian
bawah. Bahkan, saat itu perutnya didorong dengan perawat dan bidan – bidan itu. “Yang
menggunting saya itu lebih banyak bidan magang,” ujar Ika Kustinawati.
Baru setelah beberapa jam, bayi bisa dikeluarkan. Beratnya sekitar 3,1 Kg. Kemudian vagina dijahit.
Hanya saja saat itu mengalami kekacauan sebab batas vagina dan dubur itu sudah tidak ada lagi
batas. Hanya tersisa satu centimeter saja.
Karena Puskesmas akhirnya tidak sanggup, maka dirujuk ke RSUD dr Soebandi. Hanya saja sampai
di RSUD dr Soebandi ditangani biasa.
“Saat itu, pihak RSUD menyayangkan kenapa kok jadi seperti ini. Kalau tidak sanggup sejak awal
kan seharusnya dikirim ke RSUD. Bayi 3,1 Kg, kok seperti ini,” ujar dokter di RSUD dr Soebandi.
Kini keluarga dan pasien saat meminta pertanggungjawaban ke Puskesmas tidak digubris. Bahkan
dicampakkan begitu saja. “Kita seperti dibuang begitu saja,” ujarnya.
Bidan Siti Muawanah – adalah saksi kunci dalam kasus ini. Proses persalinan diduga tidak wajar
karena pengguntingan vagina hingga 3 centi meter lebih. Kini, orangtua bayi laki – laki bernama Ifza
Praditya Akbar (1 bulan) terbaring lemah di tempat tidur. Dia menunggu kejelasan penanganan dan
pertanggungjawaban dari pihak Puskesmas Tanggul. ki
https://www.facebook.com/notes/jember/kasus-dugaan-malpraktek-di-puskesmas-tanggul-berlanjut/
10150111042609171
SOAL PUTUSNYA KEPALA BAYI SAAT PROSES KELAHIRAN DI RSUD LOMBOK BARAT
Putusnya Kepala Bayi dalam proses persalinan di Rumah Sakit Umum Patuh Patut Pacu Lombok
Barat kamis ( 10/2) menurut pihak Rumah Sakit bukan karena malpraktek , sebab telah dilakukan
dengan prosudur yang benar .
Kepala Bayi pasangan Nurhasanah ( 30 ) dan Muhammad Sawab ( 35 ) itu putus ketika ditangani
sejumlah perawat dan dokter UGD di RSUD itu Tanpa pengawasan Dokter Spesialis Kandungan .
Pihak Rumah Sakit dalam pernyataan resmi sabtu (12/2 ) yang disampaikan Dokter I Ketut Sepidiarti
SPOG spesialis kandungan di RSUD itu menyatakan Proses persalinan sesuai prosudur . " Tidak
ada masalah secara medis , sebab penanganan sudah benar .
Bayi itu , kata dokter Sepidiarti , kondisinya anomali yang mayor yang sifatnya Letal anomaly .
Kalaupun dilahirkan hidupnya sangat singkat karena ada pembengkakan di perut terutama pada
limpa dan hati . Kata dokter spesialis kandungan itu .
Pihak rumah sakit sudah memastikan bahwa bayi itu telah meninggal sebelum dikeluarkan . Pihak
rumah Sakit menyatakan bidan yang menangani bayi itu terlah terlatih dan mengikuti cara
mengeluarkan bayi yang telah meninggal. Walaupun hanya dibandu dokter IGD secara medis telah
sesuai prosudur .
Dokter Spidiarti mengakui saat peristiwa putusnya kepala bayi itu, ia tidak di rumah sakit karena
sudah jam pulang . " saya tidak mungkin kembali ke RS karena sudah berada di rumah dan butuh
waktu istirahat " katanya . Namun demikian operasi untuk mengeluarkan bayi di RS Bhayangkara
pasca putusnya kepala bayi itu justru dilakukan oleh dokter Spidiarti .
Proses kelahiran bayi itu diawali dari bidan praktek di Lembar , tetapi karena tidak mampu ditangani ,
lalu dirujuk ke RSUD Patuh Patut Pacu . Disanalah dilakukan proses mengeluarkan bayi yang diduga
sudah meninggal . Bidan dan perawat dan seorang dokter IGD menangani bayi itu , tetapi kepala
bayi itu terputus saat ditangani .
Orang tua korban tidak terima dan meminta segera dirujuk ke RS Bhayangkara Ampenan untuk
menjalani operasi mengeluarkan tubuh bayi itu dari rahim ibunya .
Keluarga yang tidak menerima kejadian tersebut , melaporkan kasus itu ke Polres Lombok Barat
dengan dugaan malpraktek yang menyebabkan kepala bayi itu terputus . Menanggapi hal itu pihak
RSUD Patuh Patut Pacu siap menghadapi laporan tersebut .Sedangkan Dinas Kesehatan sedang
melakukan analisa kasus putusnya kepala bayi saat proses kelahiran , sebab ini adalah kejadian
pertama di NTB . Menurut Kepala Dinas Kesehatan NTB dr. Muhammad Ismail , pihaknya tidak
gegabah menyatakan itu malpraktek . Tetapi jika terdapat indikasi malpraktek , pihak RSUD Patuh
Patut Pacu harus bertanggung jawab
Polres Lombok Barat membenarkan adanya laporan dugaan malpraktek yang menyebabkan
terputusnya kepala Bayi pasangan Nurhasanah dan Muhammad Sawab . Kasus itu masih dalam
penyelidikan dan belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka . Polisi akan memanggil bidan ,
perawat dan dokter yang menangani persalinan bayi itu untuk diminta keterangan sebagai saksi .
( Inanalif / Infosketsa.com ).
http://infosketsa.com/index.php?option=com_content&view=article&id=4019%3Asoal-putusnya-
kepala-bayi-saat-prose-kelahiran-rsud-lombok-barat-bantah-malpraktek-&catid=41%3Aberita-
headline&Itemid=1
Selasa, 25 Januari 2011
KASUS MALPRAKTEK DALAM KESEHATAN
Kasus Malpraktek dalam bidang Orthopedy Gas Medik yang Tertukar.
Seorang pasien menjalani suatu pembedahan di sebuah kamar operasi. Sebagaimana layaknya,
sebelum pembedahan dilakukan anastesi terlebi dahulu. Pembiusan dilakukan oleh dokter anastesi,
sedangkan operasi dipimpin oleh dokter ahli bedah tulang (orthopedy).
Operasi berjalan lancar. Namun, tiba-tiba sang pasien mengalami kesulitan bernafas. Bahkan
setelah operasi selesai dilakukan, pasien tetap mengalami gangguan pernapasan hingga tak
sadarkan diri. Akibatnya, ia harus dirawat terus menerus di perawatan intensif dengan bantuan mesin
pernapasan (ventilator). Tentu kejadian ini sangat mengherankan. Pasalnya, sebelum dilakukan
operasi, pasien dalam keadaan baik, kecuali masalah tulangnnya.
Usut punya usut, ternyata kedapatan bahwa ada kekeliruan dalam pemasangan gas anastesi (N2O)
yang dipasng pada mesin anastesi. Harusnya gas N2O, ternyata yang diberikan gas CO2. Padahal
gas CO2 dipakai untuk operasi katarak. Pemberia CO2 pada pasien tentu mengakibatkan
tertekannya pusat-pusat pernapasan sehingga proses oksigenasi menjadi sangat terganggu, pasien
jadi tidak sadar dan akhirnya meninggal. Ini sebuah fakta penyimpangan sederhana namun berakibat
fatal.
Dengan kata lain ada sebuah kegagalan dalam proses penetapan gas anastesi. Dan ternyata, di
rumah sakit tersebut tidak ada standar-standar pengamanan pemakaian gas yang dipasang di mesin
anastesi. Padahal seeharusnya ada standar, siapa yang harus memasang, bagaimana caranya,
bagaimana monitoringnnya, dan lain sebagainya. Idealnya dan sudah menjadi keharusan bahwa
perlu ada sebuah standar yang tertulis (misalnya warna tabung gas yang berbeda), jelas, dengan
formulir yang memuat berbagai prosedur tiap kali harus ditandai dan ditandatangani. Seandainya
prosedur ini ada, tentu tidak akan ada, atau kecil kemungkinan terjadi kekeliruan. Dan kalaupun
terjadi akan cepat diketahui siapa yang bertanggungjawab.
Tinjauan Kasus
Ditinjau dari Sudut Pandang Hukum
Sangsi hukum
Jika perbuatan malpraktik yang dilakukan dokter terbukti dilakukan dengan unsur kesengajaan
(dolus) dan ataupun kelalaian (culpa)seperti dalam kasus malpraktek dalam bidang orthopedy yang
kami ambil, maka adalah hal yang sangat pantas jika dokter yang bersangkutan dikenakan sanksi
pidana karena dengan unsur kesengajaan ataupun kelalaian telah melakukan perbuatan melawan
hukum yaitu menghilangkan nyawa seseorang. Perbuatan tersebut telah nyata-nyata mencoreng
kehormatan dokter sebagai suatu profesi yang mulia.
Pekerjaan profesi bagi setiap kalangan terutama dokter tampaknya harus sangat berhati-hati untuk
mengambil tindakan dan keputusan dalam menjalankan tugas-tugasnya karena sebagaimana yang
telah diuraikan di atas. Tuduhan malpraktik bukan hanya ditujukan terhadap tindakan kesengajaan
(dolus) saja.Tetapi juga akibat kelalaian (culpa) dalam menggunakan keahlian, sehingga
mengakibatkan kerugian, mencelakakan, atau bahkan hilangnya nyawa orang lain. Selanjutnya, jika
kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan tindakan medik yang tidak memenuhi SOP yang lazim
dipakai, melanggar Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, maka dokter tersebut
dapat terjerat tuduhan malpraktik dengan sanksi pidana.
Dalam Kitab-Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kelalaian yang mengakibatkan celaka atau
bahkan hilangnya nyawa orang lain. Pasal 359, misalnya menyebutkan, “Barangsiapa karena
kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau kurungan paling lama satu tahun”. Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan
terancamnya keselamatan jiwa seseorang dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 360 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), (1) ‘Barang siapa karena
kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun’.
(2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga
timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu
tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan paling lama
enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.
Pemberatan sanksi pidana juga dapat diberikan terhadap dokter yang terbukti melakukan malpraktik,
sebagaimana Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), “Jika kejahatan yang
diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana
ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian
dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan.”
Namun, apabila kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan malpraktik yang mengakibatkan
terancamnya keselamatan jiwa dan atau hilangnya nyawa orang lain maka pencabutan hak
menjalankan pencaharian (pencabutan izin praktik) dapat dilakukan.
Berdasarkan Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tindakan malpraktik juga
dapat berimplikasi pada gugatan perdata oleh seseorang (pasien) terhadap dokter yang dengan
sengaja (dolus) telah menimbulkan kerugian kepada pihak korban, sehingga mewajibkan pihak yang
menimbulkan kerugian (dokter) untuk mengganti kerugian yang dialami kepada korban,
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab-Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata),
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang
yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Sedangkan kerugian
yang diakibatkan oleh kelalaian (culpa) diatur oleh Pasal 1366 yang berbunyi: “Setiap orang
bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk
kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.”
Kepastian hukum
Melihat berbagai sanksi pidana dan tuntutan perdata yang tersebut di atas dapat dipastikan bahwa
bukan hanya pasien yang akan dibayangi ketakutan. Tetapi, juga para dokter akan dibayangi
kecemasan diseret ke pengadilan karena telah melakukan malpraktik dan bahkan juga tidak tertutup
kemungkinan hilangnya profesi pencaharian akibat dicabutnya izin praktik. Dalam situasi seperti ini
azas kepastian hukum sangatlah penting untuk dikedepankan dalam kasus malpraktik demi
terciptanya supremasi hukum.
Apalagi, azas kepastian hukum merupakan hak setiap warga negara untuk diperlakukan sama di
depan hukum (equality before the law) dengan azas praduga tak bersalah (presumptions of
innocence) sehingga jaminan kepastian hukum dapat terlaksana dengan baik dengan tanpa
memihak-mihak siapa pun.
Hubungan kausalitas (sebab-akibat) yang dapat dikategorikan seorang dokter telah melakukan
malpraktik, apabila (1) Bahwa dalam melaksanakan kewajiban tersebut, dokter telah melanggar
standar pelayanan medik yang lazim dipakai. (2) Pelanggaran terhadap standar pelayanan medik
yang dilakukan merupakan pelanggaran terhadap Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki). (3)
Melanggar UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Ditinjau dari Sudut Pandang Etika (Kode Etik Kedokteran Indonesia /KODEKI)
Etika punya ari yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang pengguna yang berbeda dari
istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas. Moralitas adalah
hal-hal yang menyangkut moral, dan moral adalah sitem tentang motifasi, perilaku dan perbuatan
manusia yang dianggap baik atau buruk. Franz Magnis Suseno menyebut etika sebagai ilmu yang
mencari orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab pertanyaan yang amat fundamental:
bagaimana saya harus hidup dan bertindak?. Bagi seorang sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan
dan perilaku orang-orang dari lingkungan budaya tertentu. Bagi praktisi professional termasuk dokter
dan tenaga kesehatan lainnya, etika berarti kewajiban dan tanggungjawab memenuhi harapan
profesi dan masyarakat, serta bertindak dengan cara-cara yang professional, etika adalah salah satu
kaidah yang menjaga terjadinya interaksi antara pemberi dan penerima jasa profesi secara wajar,
jujur, adil, professional dan terhormat.
Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; “ seorang dokter harus senantiasa berupaya
melaksanakan profesinya sesuai denga standar profesi tertinggi”. Jelasnya bahwa seeorang dokter
dalam melakukan kegiatan kedokterannya seebagai seorang proesional harus sesuai dengan ilmu
kedokteran mutakhir, hokum dan agama. KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa “setiap dokter
hrus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani”. Arinya dalam setiap tindakan
dokter harus betujuan untuk memelihara kesehatan dan kebahagiaan manusia.
Peran pengawasan terhadap pelanggaran kode etik (KODEKI) sangatlah perlu ditingkatkan untuk
menghindari terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang mungkin sering terjadi yang dilakukan oleh
setiap kalangan profesi-profesi lainnya seperti halnya advokat/pengacara, notaris, akuntan, dll.
Pengawasan biasanya dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk memeriksa dan memutus
sanksi terhadap kasus tersebut seperti Majelis Kode Etik. Dalam hal ini Majelis Kode Etik Kedokteran
(MKEK). Jika ternyata terbukti melanggar kode etik maka dokter yang bersangkutan akan dikenakan
sanksi sebagaimana yang diatur dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia. Karena itu seperti kasus
yang ditampilkan maka juga harus dikenakan sanksi sebagaimana yang diatur dalam kode etik.
Namun, jika kesalahan tersebut ternyata tidak sekedar pelanggaran kode etik tetapi juga dapat
dikategorikan malpraktik maka MKEK tidak diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk
memeriksa dan memutus kasus tersebut. Lembaga yang berwenang memeriksa dan memutus kasus
pelanggaran hukum hanyalah lembaga yudikatif. Dalam hal ini lembaga peradilan. Jika ternyata
terbukti melanggar hukum maka dokter yang bersangkutan dapat dimintakan
pertanggungjawabannya.
Baik secara pidana maupun perdata. Sudah saatnya pihak berwenang mengambil sikap proaktif
dalam menyikapi fenomena maraknya gugatan malpraktik. Dengan demikian kepastian hukum dan
keadilan dapat tercipta bagi masyarakat umum dan komunitas profesi. Dengan adanya kepastian
hukum dan keadilan pada penyelesaian kasus malpraktik ini maka diharapkan agar para dokter tidak
lagi menghindar dari tanggung jawab hokum profesinya.
Ditinjau dari Sudut Pandang Agama
Adapun agama–agama memandang malpraktek, khususnya yang menyebabkan kematian atau bisa
pasien kehilangan nyawanya. Diantaranya dapat dilihat bagaimana secara garis besar agama Islam
dan Khatolik memandang malpraktek.
• Menurut pandangan Islam
Dikatakan bahwa jatah hidup itu merupakan ketentuan yang menjadi hak prerogatif Tuhan, biasanya
disebut juga haqqullâh (hak Tuhan), bukan hak manusia (haqqul âdam). Artinya, meskipun secara
lahiriah atau tampak jelas bahwa saya menguasai diri saya sendiri, tapi saya sebenarnya bukan
pemilik penuh atas diri saya sendiri. Untuk itu, saya harus juga tunduk pada aturan-aturan tertentu
yang kita imani sebagai aturan Tuhan. Atau, meskipun saya memiliki diri saya sendiri, tetapi saya
tetap tidak boleh membunuh diri. Dari sini dapat kita katakana bahwa, sebagai individu saja kita tidak
berhak atas diri atau kehidupan yang kita miliki, apalagi kehidupan orang lain. Karena itu maka setiap
tindakan yang oada akhirnya menghilangkan hidup atau nyawa seseorang bisa dianggap sebagai
satu tindakan yang melanggar hak prerogatif Tuhan. Dengan demikian segala macam tindakan
malpraktek adalah suatu pelanggaran.
• Menurut pandangan Katolik
Secara garis besar yang menjadi titik tolak pandangan katolik tentang malpraktek adalah mengenai
hak hidup seseorang. Yang menjadi pertanyaan utama disini adalah sejak kapan satu individu atau
bakal individu sudah bisa disebut sebagai individu atau pribadi yang sudah memiliki hak untuk
hidup?.
Yang menjadi persoalan sekarang adalah apakah setelah si janin terbentuk dia harus dianggap
sebagai pribadi (a person) atau sebagai manusia (a human person). Satu hal yang perlu
diketengahkan adalah apakah si janin telah memiliki roh atau jiwa (soul)atau tidak? Agama katolik
berpendapat ya, si janin sejak fertilisasi sudah memiliki jiwa. Pada waktu dilahirkan janin telah
menjadi seorang manusia yang telah berhak akan kewajiban moral terhadapnya.
Dari uraian singkat diatas kita dapat katakana bahwa, sejak si janin sudah terbentuk, kita sebenarnya
sudah tidak punya hak untuk memusnahkannya dan harus membiarkan atau memeliharanya sampai
ia tumbuh besar. Terkait dengan kasus yang kami ambil dimana karena suatu kalalaian
menakibatkan satu nyawa menghilang, dapat kita katakana sebagai suatu perampasan hak untuk
hidup karena sejak ia masih sebagai janin saja kita sudah tidak punya hak untuk membunuhnya
apalagi ia sudah tumbuh besar. Karena itu maka setiap kelalaiaan yang mengakibatkan
menghilangnya nyawa seseorang harus bisa ditindaklanjuti baik secara agama ataupun hukum.
Solusi
Dengan melihat faktor-faktor penyebab dan juga segala macam sanksi hokum serta segala macam
pelanggaran kode etik atas kasus yang kami ambil dalam hal ini keselahan pemberian atau
pemasangan gas setalah oparasi paembedahan tulang di atas maka pencegahan terjadinya
malpraktek harus dilakukan dengan melakukan perbaikan sistem, mulai dari pendidikan hingga ke
tata-laksana praktek kedokteran. Pendidikan etik kedokteran dianjurkan dimulai lebih dini sejak tahun
pertama pendidikan kedokteran, dengan memberikan lebih ke arah tools dalam membuat keputusan
etik, memberikan banyak latihan, dan lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-
klinik tertentu (clinical ethics), sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian
pertimbangan dari pembuatan keputusan medis sehari-hari dan juga perlu terus ada pelatihan dan
pengenalan akan segala macam alat ataupun obat yang harus dipakai dalam pelaksanaan profesi
kedokteran ataupun semua tenaga pelayanan kesehatan agar kesalahan dalam diagnosis atau
kesalahan dalam pemberian obat dapat diminimalisir . Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik
belum tentu dapat mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para
seniornya bertolak belakang dengan situasi ideal dalam pendidikan.
Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan memberikan latihan
dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter. Diyakini bahwa hal ini adalah
bagian tersulit dari upaya sistemik pencegahan malpraktek, oleh karena diperlukan kemauan politis
yang besar dan serempak dari masyarakat profesi kedokteran untuk mau bergerak ke arah tersebut.
Perubahan besar harus dilakukan.
Undang-undang Praktik Kedokteran diharapkan menjadi wahana yang dapat membawa kita ke arah
tersebut, sepanjang penerapannya dilakukan dengan benar. Standar pendidikan ditetapkan guna
mencapai standar kompetensi, kemudian dilakukan registrasi secara nasional dan pemberian lisensi
bagi mereka yang akan berpraktek. Konsil harus berani dan tegas dalam melaksanakan peraturan,
sehingga akuntabilitas progesi kedokteran benar-benar dapat ditegakkan. Standar perilaku harus
ditetapkan sebagai suatu aturan yang lebih konkrit dan dapat ditegakkan daripada sekedar kode etik.
Demikian pula standar pelayanan harus diterbitkan untuk mengatur hal-hal pokok dalam praktek,
sedangkan ketentuan rinci agar diatur dalam pedoman-pedoman. Keseluruhannya akan memberikan
rambu-rambu bagi praktek kedokteran, menjadi aturan disiplin profesi kedokteran, yang harus
diterapkan, dipantau dan ditegakkan oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
(MKDKI). Profesional yang “kotor” dibersihkan dan mereka yang “busuk” dibuang dari masyarakat
profesi.
Ketentuan yang mendukung good clinical governance harus dibuat dan ditegakkan. Dalam hal ini
peran rmah sakit sangat diperlukan. Rumah sakit harus mampu mencegah praktek kedokteran tanpa
kewenangan atau di luar kewenangan, mampu “memaksa” para profesional bekerja sesuai dengan
standar profesinya, serta mampu memberikan “suasana” dan budaya yang kondusif bagi suburnya
praktek kedokteran yang berdasarkan bukti hokum dank ode etik yang berlaku.
Kesimpulan
Malprktek dalam bidang orthopedy adalah suatu tinndakan kelalaian yang dilakukan oleh dokter atau
petugas pelayanan kesehatan yang bertugas melakukan segala macam tindakan pembedahan
khususnya pembedahan pada tulang. Dimana dalam kasus ini si pasien yang pada awalnya hanya
mengalami masalah pada tulangnya pada akhirnya harus menghembuskan nafasnya untuk terakhir
kalinya hanya karena kesalahan pemberian gas setelah operasi. Kelalaian fatal ini bisa dikatakan
terjadi karena kurangnya ketelitian dari dokter ataupun petugas kesehatan lainnya dalam pemberian
pelayanan kesehatan terhadap pasien. Kelalaian ini juga bisa disebabkan karena manejemen rumah
sakit yang kurang tertata baik, pendidikan yang dimiliki petugas yang mungkin masih minim serta
banyak lagi faktor yang lainnya. Karena tindakan tersebut tidak hanya melangar hukum, kode etik
kedokteran dan juga standar berperilaku dalam suatu agama tetapi bahkan sampai menghilangkan
nyawa seseorang maka perlu ada jalan keluarnya yakni dengan cara; pembenahan majemen rumah
sakit, meningkatkan ketelitian dalam menjalankan profesi kedokteran serta memperdalam segala
macam pengetahuan tentang berbagai macam tindakan pelayanan kesehatan.
Saran
Bagi semua oranng yang bertugas sebagai pelayan kesehatan dan juga bagi penulis serta siapa saja
yang nantinya akan menjadi seorang pelayan yang bergerak di bidang kesehatan, hendaknya bisa
menggunakan waktu yang masih ada semaksimal mungkin untuk mempelajari semua hal yang
berkaitan dangan tugas kita nantinya, agar segala macam dindakan pelanggaran ataupun kelalaian
dapat diminimalisir atau kalau bisa dihilangkan.
http://marselsaefatu-keperawatan.blogspot.co.id/2011/01/kasus-malpraktek-dalam-kesehatan.html
CONTOH KASUS MALPRAKTIK
TUBUH MENGHITAM SETELAH MINUM OBAT
indosiar.com, Blitar - Diduga akibat malpraktek dokter Blitar, seorang gadis asal Blitar , Jawa Timur
terpaksa dirujuk ke Rumah Sakit Dokter Saiful Anwar Malang, Jawa Timur. Seluruh tubuhnya
berubah menghitam setelah meminum obat dari dokter tempat dia berobat di asalnya.
Beginilah kondisi Nita Nur Halimah (21), warga Desa Talun, Blitar, Jawa Timur setelah meminum
obat yang diberikan oleh salah satu dokter ditempat asalnya. Kulit wajah, tangan hingga sekujur
tubuhnya berubah menjadi hitam.
Menurut Marsini, ibu korban, awalnya Nita hanya menderita luka ngilu dibagian persendian tubuhnya
saat diperiksakan ke dokter. Nita mendapatkan resep obat tanpa bungkus, namun setelah
meminumnya suhu tubuhnya semakin panas. Mulut dan kulit wajahnya berubah kehitaman hingga
merebak kesekujur tubuhnya. Pihak keluarga menganggap kondisi ini disebabkan oleh kesalahan
dokter Andi yang memberikan resep obat tersebut.
Penanganan medis yang dilakukan untuk saat ini adalah memberikan penambahan nutrisi serta
elektrolit untuk memperbaiki jaringan yang rusak dan memberikan antibiotik untuk membersihkan
luka pasien dari bakteri.
Hingga Senin (02/03) kemarin, Nita ditangani oleh 11 tim dokter spesialis bedah kulit. Indikasi
sementara Nita menderita Steven Jhonson Sindrom atau alergi pada reaksi obat akibat rendahnya
ketahanan tubuh pasien. (Nurochman/Sup)
Jumat, 14 Januari 2011 10:28 WIB | Ditulis oleh Kula
DUGAAN MALPRAKTEK 3 PERAWAT BLU RS DR SOESELO SLAWI
Slawi-Perbuatan tiga oknum perawat Badan Layanan Umum ( BLU ) Rumah Sakit Dr Soeselo Slawi
kabupaten Tegal, berinisial, Jun, BH, Gun baru-baru ini mencoreng dunia kesehatan.
Hal itu dikatakan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal, dokter Widodo Joko Mulyono MKes
MMR, Kamis (13/1/2011 ) kepada koranlokal.com.
Menurut Joko, terkait kasus dugaan malpratek yang dilakukan oleh tiga oknum perawat BLU Rs Dr
Soetomo terdapat dua unsur penanganan kasus, yakni, kasus proses etika profesi sebagai perawat,
dan kasus ke pidana.” Dalam kasus yang diperbuat oleh tiga oknum perawt ini ada penanganannya,
penanganan pertama adalah etika profesi sebagai perawat, dimana Dinkes sudah mengundang
pihak persatuan profesi perawat. Dari keterangan mereka menyatakan sudah memberikan teguran
baik secara lisan maupun tertulis. Sedangkan kasus pidananya kami serahkan kepada yang
berwajib,” paparnya.
Ia menambahkan, perbuatan ketiga oknum perawat BLU Rs Dr Soeselo Slawi sudah diluar koridor
dan ketentuan standar perawat dalam Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP). “ Jadi jika memang
ditemukan penyelewengan oleh tiga oknum perawat tersebut oleh tim Pembina dan pengawas
profesi perawat kabupaten Tegal maka ijin tiga oknum perawat ini bisa dicabut bilamana mereka
punya ijin.Tapi jika tidak punya ijin maka jelas mereka menyalahi hukum pidana dan
kesehatan,”paparnya.(Koran Lokal)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah
Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Makalahini kami buat untuk melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Profesional
mengenai “Malpraktek dalam Pelayanan Keperawatan”.
Dalam kesempatan ini Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga menjadi ibadah dan mendapatkan
pahala dari Tuhan Yang Maha Esa.Amin.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
supaya kita selalu berada di bawah lindungan Tuhan Yang Maha Esa
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 1
A. LatarBelakang........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 2
C. TujuanPenulisan....................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................ 3
A. Defenisi .................................................................................................... 3
B. Karakteristik malpraktek............................................................................ 5
C. Teori-teori malpraktek .............................................................................. 5
D. Malpraktek dalam keperawatan ............................................................... 7
E. Dasar hukum perundang-udangan praktek keperawatan ........................ 8
F. Beberapa bentuk malpraktek dalam
keperawatan ..................................................................................... ....... 8
G. Dampak malpraktek................................................................................. 10
H. Tinjauan Kasus dan Analisa Kasus malpraktek dalam
pelayanan keperawatan............................................................................ 11
BAB III PENUTUP........................................................................................................ 18
A. Kesimpulan............................................................................................... 18
B. Saran ....................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 19
BAB IPENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Keperawatan merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga dan masyarakat. Sebagai salah
satu tenaga profesional, keperawatan menjalankan dan melaksanakan kegiatan praktek
keperawatan dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teori keperawatan yang dapat
dipertanggung jawabkan. Dimana ciri sebagai profesi adalah mempunyai body of knowledge
yang dapat diuji kebenarannya serta ilmunya dapat diimplementasikan kepada masyarakat
langsung.
Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud adalah bentuk implementasi
praktek keperawatan yang ditujukan kepada pasien/klien baik kepada individu, keluarga dan
masyarakat dengan tujuan upaya peningkatan kesehatan dan kesejahteraan guna
mempertahankan dan memelihara kesehatan serta menyembuhkan dari sakit, dengan kata lain
upaya praktek keperawatan berupa promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi.
Dalam melakukan praktek keperawatan, perawat secara langsung berhubungan dan
berinteraksi kepada penerima jasa pelayanan, dan pada saat interaksi inilah sering timbul
beberapa hal yang tidak diinginkan baik disengaja maupun tidak disengaja, kondisi demikian
inilah sering menimbulkan konflik baik pada diri pelaku dan penerima praktek keperawatan. Oleh
karena itu profesi keperawatan harus mempunyai standar profesi dan aturan lainnya yang
didasari oleh ilmu pengetahuan yang dimilikinya, guna memberi perlindungan kepada
masyarakat. Dengan adanya standar praktek profesi keperawatan inilah dapat dilihat apakah
seorang perawat melakukan malpraktek, kelalaian ataupun bentuk pelanggaran praktek
keperawatan lainnya.
Dengan berbagai latar belakang diatas maka kelompok membahas beberapa hal yang
berkaitan dengan malpraktek dalam pelayanan keperawatan, baik ditinjau dari hukum dan etik
keperawatan.
B. TUJUAN PENULISAN 1. Tujuan Umum
Tujuan penulisan makalah ini, secara umum adalah mahasiswa dapat memahami
malpraktek dalam pelayanan keperawatan
2. Tujuan KhususAgar mahasiswa mengetahui :
a. Defenisi hukum dalam keperawatan dan malpraktek
b. Karakteristik malpraktek
c. Teori-teori malpraktek
d. Malpraktek dalam keperawatan
e. Dasar hukum perundang-undangan praktek keperawatan
f. Beberapa bentuk malpraktek dalam keperawatan
g. Dampak malpraktek
h. Tinjauan Kasus dan Analisa Kasus malpraktek dalam pelayanan keperawatan
C. MANFAAT PENULISAN1. Menambahpengetahuandaninformasimengenaimalpraktek dalam pelayanan keperawatan.
2. Merangsangminatpembacauntuklebihmengetahuimalpraktek dalam pelayanan keperawatan.
3. Mengetahuibagaimana malpraktek dalam pelayanan keperawatan.
BAB IITINJAUAN TEORITIS
A. DEFINISI1. Hukum dalam keperawatan
Hukum adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah hukum, sedangkan etika
adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah non hukum, yaitu kaidah-kaidah
tingkah laku (etika) (Supriadi, 2001).
Hukumadalah” A binding custom or practice of acommunity: a rule of conduct or action, prescribed or fomally recognized as binding or enforced by a controlling authority “
(Webster’s, 2003).
Banyak sekali definisi-definisi yang berkaitan dengan hukum, tetapi yang penting adalah
hokum itu sifatnya rasionalogic, sedangkan tentang hokum dalam keperawatan adalah
kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah hokum keperawatan yang rasionalogic dan
dapat dipertanggungjawabkan.
Fungsi hukum dalam keperawatan, sebagai berikut:
a. Memberi kerangka kerja untuk menetapkan kegiatan praktek perawatan apa yang legal
dalam merawat pasien.
b. Membedakan tanggung jawab perawat dari profesi kesehatan lain
c. Membantu menetapkan batasan yang independen tentang kegiatan keperawatan
d. Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan dengan membuat perawat
akontabilitas dibawah hukum yang berlaku
2. Malpraktek
Mal : buruk
Praktek : Aktivitas / kegiatan / perbuatan
Malpraktek adalah kegiatan atau aktivitas buruk yg dilakukan oleh tenaga kesehatan atau
kesalahan yg dilakukan tenaga professional dalam menjalankan profesinya
Balck’s law dictionary mendefinisikan mal praktek sebagai ”professional misconduct or unreasonable lack of skill”ataufailure of one rendering professional services to exercise that degree of skill and learning commonly applied under all the circumstances in the community by the average prudent reputable member of the profession with the result of injury, loss or damage to the recipient of those services or those entitled to rely upon them” .
Bila dilihat dari definisi diatas maka malpraktek dapat terjadi karena tindakan yang
disengaja (intentional) seperti pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian (negligence),
ataupun suatu kekurang-mahiran / ketidakkompetenan yang tidak beralasan (Sampurno, 2005). Malpraktek dapat dilakukan oleh profesi apa saja, tidak hanya dokter, perawat.
Profesional perbankan dan akutansi adalah beberapa profesi yang dapat melakukan
malpraktek.
Ninik Mariyanti, malpraktek sebenarnya mempunyai pengertian yang luas, yang
dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Dalam arti umum : suatu praktek yang buruk, yang tidak memenuhi
standar yang telah ditentukan oleh profesi.
b. Dalam arti khusus (dilihat dari sudut pasien) malpraktek dapat terjadi di dalam
menentukan diagnosis, menjalankan operasi, selama menjalankan perawatan, dan
sesudah perawatan.
B. KARAKTERISTIK MALPRAKTEKa. Malpraktek Murni
1) Melakukan tindakan yang melanggar UU
2) Sudah mengetahui tindakan itu salah tapi tetap dilakukan
b. Malpraktek disengaja
1) Didalamnya tidak selalu terdapat unsur kelalaian
2) Tindakan sengaja melanggar UU
3) Tindakan dilakukan secara sadar
c. Malpraktek tidak sengaja
1) Karena kelalaian
2) Contohnya menelantarkan pengobatan pasien karena lupa atau sembrono
C. TEORI-TEORI MALPRAKTEKAda tiga teori yang menyebutkan sumber dari perbuatan malpraktek yaitu:
1. Teori Pelanggaran Kontrak
Teori pertama yang mengatakan bahwa sumber perbuatan malpraktek adalah
karena terjadinya pelanggaran kontrak. Ini berprinsip bahwa secara hukum seorang tenaga
kesehatan tidak mempunyai kewajiban merawat seseorang bilamana diantara keduanya
tidak terdapat suatu hubungan kontrak antara tenaga kesehatan dengan pasien. Hubungan
antara tenaga kesehatan dengan pasien baru terjadi apabila telah terjadi kontrak diantara
kedua belah pihak tersebut.
Sehubungan dengan adanya hubungan kontrak pasien dengan tenaga kesehatan
ini, tidak berarti bahwa hubungan tenaga kesehatan dengan pasien itu selalu terjadi
dengan adanya kesepakatan bersama. Dalam keadaan penderita tidaksadar diri ataupun
keadaan gawat darurat misalnya, seorang penderita tidak mungkin memberikan
persetujuannya.
Apabila terjadi situasi yang demikian ini, maka persetujuan atau kontraktenaga
kesehatan pasien dapat diminta dari pihak ketiga, yaitu keluargapenderita yang bertindak
atas nama dan mewakili kepentingan penderita.Apabila hal ini juga tidak mungkin, misalnya
dikarenakan penderita gawat darurat tersebut datang tanpa keluarga dan hanya diantar
oleh orang lain yang kebetulan telah menolongnya, maka demi kepentingan penderita,
menurut perundang-undangan yang berlaku, seorang tenaga kesehatan diwajibkan
memberikan pertolongan dengan sebaik-baiknya. Tindakan ini, secara hukum telah
dianggap sebagai perwujudan kontrak tenaga kesehatan-pasien.
2. Teori Perbuatan Yang Disengaja
Teori kedua yang dapat digunakan oleh pasien sebagai dasar untuk menggugat
tenaga kesehatan karena perbuatan malpraktek adalah kesalahan yang dibuat dengan
sengaja (intentional tort), yang mengakibatkan seseorang secara fisik mengalami cedera
(asssult and battery)
3. Teori Kelalaian
Teori ketiga menyebutkan bahwa sumber perbuatan malpraktek adalah kelalaian
(negligence). Kelalaian yang menyebabkan sumber perbuatan yang dikategorikan dalam
malpraktek ini harus dapat dibuktikan adanya, selain itu kelalaian yang dimaksud harus
termasuk dalam kategori kelalaian yang berat (culpa lata). Untuk membuktikan hal yang
demikian ini tentu saja bukan merupakan tugas yang mudah bagi aparat penegak hukum.
Selain dikenal adanya beberapa teori tentang sumber perbuatan malpraktek, yang apabila
ditinjau dari kegunaan teori-teori tersebut tentu saja sangat berguna bagi pihak pasien dan para
aparat penegak hukum, karena dengan teori-teori tersebut pasien dapat mempergunakannya
sebagai dasar suatu gugatan dan bagi aparat hukum dapat dijadikan dasar untuk melakukan
penuntutan.
D. MALPRAKTEK DALAM KEPERAWATANBanyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan kelalaian atau malpraktek.
Perawat dan masyarakat pada umumnya tidak dapat membedakan antara kelalaian dan
malpraktek walaupun secara nyata dan jelas perbedaannya . malpraktek lebih spesifik dan
terkait dengan status profesional seseorang, misalnya perawat, dokter, atau penasihat hukum.
Vestal , K.W. (1995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti malpraktik, apabila
penggugat dapat menunjukkan hal-hal di bawah ini :
1. DutyPada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajiban mempergunakan segala ilmu dan
kepandaian untuk menyembuhkan atau setidaknya meringankan beban penderitaan
pasiennya berdasarkan standar profesi . hubungan perawat-klien menunjukkan bahwa
melakukan kewajiban berdasarkan standar keperawatan.
2. Breach of the dutyPelanggaran terjadinya sehubungan dengan kewajiban, artinya menyimpang dari apa
yang seharusnya dilakukan menurut standar profesinya. Contoh pelanggaran yang terjadi
terhadap pasien antara lain, kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang
ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
3. InjurySeseorang mengalami cedera(injury) atau kerusakan (damage) yang dapat dituntu
secara hukum, misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat pelanggaran. Keluhan
nyeri, adanya penderitaan, atau stress emosi dapat dipertimbangkan sebagai akibat
cedera jika terkait dengan cedera fisik.
4. Proximate causedPelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terkait dengan cedera yang
dialami pasien. Misalnya , cedera yang terjadi secara langsung berhubungan dengan
pelanggaran terhadap kewajiban perawat terhadap pasien.
E. DASAR HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN PRAKTEK KEPERAWATAN.Beberapa perundang-undangan yang melindungi bagi pelaku dan penerima praktek
keperawatan yang ada di Indonesia, adalah sebagai berikut:
1. Undang – undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, bagian kesembilan pasal 32
(penyembuhan penyakit dan pemulihan)
2. Undang – undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
3. Peraturan menteri kesehatan No.159b/Men.Kes/II/1998 tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Menkes No.660/MenKes/SK/IX/1987 yang dilengkapi surat ederan Direktur
Jendral Pelayanan Medik No.105/Yan.Med/RS.Umdik/Raw/I/88 tentang penerapan standard
praktek keperawatan bagi perawat kesehatan di Rumah Sakit.
5. Kepmenkes No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan praktik perawat dan direvisi dengan
SK Kepmenkes No.1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang registrasi dan praktik perawat.
Perlindungan hukum baik bagi pelaku dan penerima praktek keperawatan memiliki
akontabilitas terhadap keputusan dan tindakannya. Dalam menjalankan tugas sehari-hari tidak
menutup kemungkinan perawat berbuat kesalahan baik sengaja maupun tidak sengaja.
Oleh karena itu dalam menjalankan prakteknya secara hukum perawat harus
memperhatikan baik aspek moral atau etik keperawatan dan juga aspek hukum yang berlaku di
Indonesia. Fry (1990) menyatakan bahwa akuntabilitas mengandung dua komponen utama,
yakni tanggung jawab dan tanggung gugat. Hal ini berarti tindakan yang dilakukan perawat dilihat
dari praktik keperawatan, kode etik dan undang-undang dapat dibenarkan atau absah (Priharjo, 1995)
F. BEBERAPA BENTUK MALPRAKTEK DALAM KEPERAWATANPelayanan kesehatan saat ini menunjukkan kemajuan yang cepat, baik dari segi
pengetahuan maupun teknologi, termasuk bagaimana penatalaksanaan medis dan tindakan
keperawatan yang bervariasi. Sejalan dengan kemajuan tersebut kejadian malpraktik dan juga
adanya kelalaian juga terus meningkat sebagai akibat kompleksitas dari bentuk pelayanan
kesehatan khususnya keperawatan yang diberikan dengan standar keperawatan. (Craven & Hirnle, 2000).
Beberapa situasi yang berpotensial menimbulkan tindakan malpraktek dalam keperawatan
diantaranya yaitu :
1. Kesalahan pemberian obat: Bentuk malpraktek yang sering terjadi. Hal ini dikarenakan
begitu banyaknya jumlah obat yang beredar metode pemberian yang bervariasi. Kelalaian
yang sering terjadi, diantaranya kegagalan membaca label obat, kesalahan menghitung
dosis obat, obat diberikan kepada pasien yang tiak teoat, kesalahan mempersiapkan
konsentrasi, atau kesalahan rute pemberian. Beberapa kesalahan tersebut akan
menimbulkan akibat yang fatal, bahkan menimbulkan kematian.
2. Mengabaikan Keluhan Pasien: termasuk perawat dalam melalaikan dalan melakukan
observasi dan memberi tindakan secara tepat. Padahal dapat saja keluhan pasien menjadi
data yang dapat dipergunakan dalam menentukan masalah pasien dengan tepat (Kozier, 1991)
3. Kesalahan Mengidentifikasi Masalah Klien: Kemunungkinan terjadi pada situasi RS yang
cukup sibuk, sehingga kondisi pasien tidak dapat secara rinci diperhatikan. (Kozier, 1991).4. Malpraktek di ruang operasi: Sering ditemukan kasus adanya benda atau alat kesehatan
yang tertinggal di tubuh pasien saat operasi. Kelalaian ini juga kelalaian perawat, dimana
peran perawat di kamar operasi harusnya mampu mengoservasi jalannya operasi,
kerjasama yang baik dan terkontrol dapat menghindarkan kelalaian ini.
G. DAMPAK MALPRAKTEKMalpraktek yang dilakukan oleh perawat akan memberikan dampak yang luas, tidak saja
kepada pasien dan keluarganya, juga kepada pihak Rumah Sakit, Individu perawat pelaku
malpraktek dan terhadap profesi. Selain gugatan pidana, juga dapat berupa gugatan perdata
dalam bentuk ganti rugi. (Sampurna, 2005).
Bila dilihat dari segi etika praktek keperawatan, bahwa malpraktek merupakan bentuk dari
pelanggaran dasar moral praktek keperawatan baik bersifat pelanggaran autonomy, justice,
nonmalefence, dan lainnya. (Kozier, 1991) dan penyelesainnya dengan menggunakan dilema
etik. Sedangkan dari segi hukum pelanggaran ini dapat ditujukan bagi pelaku baik secara
individu dan profesi dan juga institusi penyelenggara pelayanan praktek keperawatan.
H. TINJAUAN KASUS
KASUS :Tn.T umur 55 tahun, dirawat di ruang 206 perawatan neurologi Rumah Sakit AA, tn.T dirawat
memasuki hari ketujuh perawatan. Tn.T dirawat di ruang tersebut dengan diagnosa medis stroke
iskemic, dengan kondisi saat masuk Tn.T tidak sadar, tidak dapat makan, TD: 170/100, RR: 24 x/mt,
N: 68 x/mt. Kondisi pada hari ketujuh perawatan didapatkan Kesadaran compos mentis, TD:
150/100, N: 68, hemiparese/kelumpuhan anggota gerak dextra atas dan bawah, bicara pelo, mulut
mencong kiri. Tn.T dapat mengerti bila diajak bicara dan dapat menjawab pertanyaan dengan baik
tetapi jawaban Tn.T tidak jelas (pelo). Tetapi saat sore hari sekitar pukul 17.00 wib terdengar bunyi
gelas plastik jatuh dan setelah itu terdengar bunyi seseorang jatuh dari tempat tidur, diruang 206
dimana tempat Tn.T dirawat. Saat itu juga perawat yang mendengar suara tersebut mendatangi dan
masuk ruang 206, saat itu perawat mendapati Tn.T sudah berada dilantai dibawah tempatt tidurnya
dengan barang-barang disekitarnya berantakan.
Ketika peristiwa itu terjadi keluarga Tn.T sedang berada dikamar mandi, dengan adanya
peristiwa itu keluarga juga langsung mendatangi tn.T, keluarga juga terkejut dengan peristiwa itu,
keluarga menanyakan kenapa terjadi hal itu dan mengapa, keluarga tampak kesal dengan kejadian
itu. Perawat dan keluarga menanyakan kepada tn.T kenapa bapak jatuh, tn.T mengatakan ”saya
akan mengambil minum tiba-tiba saya jatuh, karena tidak ada pengangan pad tempat tidurnya”,
perawat bertanya lagi, kenapa bapak tidak minta tolong kami ” saya pikir kan hanya mengambil air
minum”.
Dua jam sebelum kejadian, perawat merapikan tempat tidur tn.T dan perawat memberikan
obat injeksi untuk penurun darah tinggi (captopril) tetapi perawat lupa memasng side drill tempat tidur
tn.T kembali. Tetapi saat itu juga perawat memberitahukan pada pasien dan keluarga, bila butuh
sesuatu dapat memanggil perawat dengan alat yang tersedia.
ANALISA KASUSContoh kasus diatas merupakan salah satu bentuk kasus malpraktek dari perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan, seharusnya perawat memberikan rasa aman dan nyaman kepada
pasien (Tn.T). rasa nyaman dan aman salah satunya dengan menjamin bahwa Tn.T tidak akan
terjadi injuri/cedera, karena kondisi Tn.T mengalami kelumpuhan seluruh anggota gerak kanan,
sehingga mengalami kesulitan dalam beraktifitas atau menggerakan tubuhnya.
Pada kasus diatas menunjukkan bahwa kelalaian perawat dalam hal ini lupa atau tidak
memasang pengaman tempat tidur (side drill) setelah memberikan obat injeksi captopril, sehingga
dengan tidak adanya penghalang tempat tidur membuat Tn.T merasa leluasa bergerak dari tempat
tidurnya tetapi kondisi inilah yang menyebabkan Tn.T terjatuh.
Bila melihat dari hubungan perawat – pasien dan juga tenaga kesehatan lain tergambar
pada bentuk pelayanan praktek keperawatan, baik dari kode etik dan standar praktek atau ilmu
keperawatan. Pada praktek keperawatan, perawat dituntut untuk dapat bertanggung jawab baik etik,
disiplin dan hukum. Dan prinsipnya dalam melakukan praktek keperawatan, perawat harus
menperhatikan beberapa hal, yaitu: Melakukan praktek keperawatan dengan ketelitian dan
kecermatan, sesuai standar praktek keperawatan, melakukan kegiatan sesuai kompetensinya, dan
mempunyai upaya peningkatan kesejaterahan serta kesembuhan pasien sebagai tujuan praktek.
Malpraktek implikasinya dapat dilihat dari segi etik dan hukum, bila penyelesaiannya dari
segi etik maka penyelesaiannya diserahkan dan ditangani oleh profesinya sendiri dalam hal ini
dewan kode etik profesi yang ada diorganisasi profesi, dan bila penyelesaian dari segi hukum maka
harus dilihat apakah hal ini sebagai bentuk pelanggaran pidana atau perdata atau keduannya dan ini
membutuhkan pakar dalam bidang hukum atau pihak yang berkompeten dibidang hukum.
Bila dilihat dari beberapa teori diatas, maka kasus Tn.T, merupakan malpraktek dengan
alasan, sebagai berikut:
1. Kasus kelalaian Tn.T terjadi karena perawat tidak melakukan tindakan keperawatan yang
merupakan kewajiban perawat terhadap pasien, dalam hal ini perawat tidak melakukan tindakan
keperawatan sesuai standar profesi keperawatan, dan bentuk malpraktek perawat ini termasuk
dalam bentuk Nonfeasance.
Terdapat beberapa hal yang memungkinkan perawat tidak melakukan tindakan keperawatan
dengan benar, diantaranya sebagai berikut:
a. Perawat tidak kompeten (tidak sesuai dengan kompetensinya)
b. Perawat tidak mengetahui SAK dan SOP
c. Perawat tidak memahami standar praktek keperawatan
d. Rencanakeperawatan yang dibuattidaklengkap
e. Supervise dari ketua tim, kepala ruangan atau perawat primer tidak dijalankan dengan baik
f. Tidak mempunyai tool evaluasi yang benar dalam supervise keperawatan
g. Kurangnya komunikasi perawat kepada pasien dan kelaurga tentang segala sesuatu yang
berkaitan dengan perawatan pasien. Karenakerjasamapasiendankeluargamerupakanhal
yang penting.
h. Kurang atau tidak melibatkan keluarga dalam merencanakan asuhan keperawatan
2. Dampak – dampak malpraktek
Dampak dari malpraktek secara umum dapat dilihat baik sebagai pelanggaran etik dan
pelanggaran hukum, yang jelas mempunyai dampak bagi pelaku, penerima, dan organisasi
profesi dan administrasi.
a. TerhadapPasien
1) Terjadinya kecelakaan atau injury dan dapat menimbulkan masalah keperawatan baru
2) Biaya Rumah Sakit bertambah akibat bertambahnya hari rawat
3) Kemungkinan terjadi komplikasi/munculnya masalah kesehatan/keperawatan lainnya.
4) Terdapat pelanggaran hak dari pasien, yaitu mendapatkan perawatan sesuai dengan
standar yang benar.
5) Pasien dalam hal ini keluarga pasien dapat menuntut pihak Rumah Sakit atau perawat
secara peroangan sesuai dengan ketententuan yang berlaku, yaitu KUHP.
b. Perawatsebagaiindividu/pribadi
1) perawat tidak dipercaya oleh pasien, keluarga dan juga pihak profesi sendiri, karena
telah melanggar prinsip-prinsip moral/etik keperawatan, antara lain:
a) Beneficience, yaitu tidak melakukan hal yang sebaiknya dan merugikan pasien
b) Veracity, yaitu tidak mengatakan kepada pasien tentang tindakan-tindakan yang
harus dilakukan oleh pasien dan keluarga untuk dapat mencegah pasien jatuh dari
tempat tidur
c) Avoiding killing, yaitu perawat tidak menghargai kehidupan manusia, jatuhnya pasien
akan menambah penderitaan pasien dan keluarga.
d) Fidelity, yaitu perawat tidak setia pad komitmennya karena perawat tidak
mempunyai rasa “caring” terhadap pasien dan keluarga, yang seharusnya sifat
caring ini selalu menjadi dasar dari pemberian bantuan kepada pasien.
2) Perawat akan menghadapai tuntutan hukum dari keluarga pasien dan ganti rugi atas
kelalaiannya. Sesuai KUHP.
3) Terdapat unsur kelalaian dari perawat, maka perawat akan mendapat peringatan baik
dari atasannya (Kepala ruang – Direktur RS) dan juga organisasi profesinya.
c. Bagi Rumah Sakit
1) Kurangnya kepercayaan masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
RS
2) Menurunnya kualitas keperawatan, dan kemungkinan melanggar visi misi Rumah Sakit
3) Kemungkinan RS dapat dituntut baik secara hukum pidana dan perdata karena
melakukan kelalaian terhadap pasien
4) Standarisasi pelayanan Rumah Sakit akan dipertanyakan baik secara administrasi dan
prosedural
d. Bagi profesi
1) Kepercayaan masyarakat terhadap profesi keperawatan berkurang, karena menganggap
organisasi profesi tidak dapat menjamin kepada masyarakat bahwa perawat yang
melakukan asuhan keperawatan adalah perawat yang sudah kompeten dan memenuhi
standar keperawatan.
2) Masyarakat atau keluarga pasien akan mempertanyakan mutu dan standarisasi perawat
yang telah dihasilkan oleh pendidikan keperawatan
3. Hal yang perlu dilakukan dalam upaya pencegahan dan perlindungan bagi penerima pelayanan
asuhan keperawatan, adalah sebagai berikut:
Bagi Profesi atau Organisasi Profesi keperawatan :
a. Bagi perawat secara individu harus melakukan tindakan keperawatan/praktek keperawatan
dengan kecermatan dan ketelitian tidak ceroboh.
b. Perlunya standarisasi praktek keperawatan yang di buat oleh organisasi profesi dengan jelas
dan tegas.
c. Perlunya suatu badan atau konsil keperawatan yang menyeleksi perawat yang sebelum
bekerja pada pelayanan keperawatan dan melakukan praktek keperawatan.
d. Memberlakukan segala ketentuan/perundangan yang ada kepada perawat/praktisi
keperawatan sebelum memberikan praktek keperawatan sehingga dapat dipertanggung
jawabkan baik secara administrasi dan hukum, missal: SIP dikeluarkan dengan sudah
melewati proses-proses tertentu.
BagiRumahSakitdanRuangan
a. Hendaknya Rumah Sakit melakukan uji kompetensi sesuai standarisasi yang telah
ditetapkan oleh profesi keperawatan
b. Rumah Sakit dalam hal ini ruangan rawat melakukan uji kompetensi pada bidangnya secara
bertahap dan berkesinambungan.
c. Rumah Sakit/Ruang rawat dapat melakukan system regulasi keperawatan yang jelas dan
sesuai dengan standar, berupa registrasi, sertifikasi, lisensi bagi perawatnya.
d. Perlunya pelatihan atau seminar secara periodic bagi semua perawat berkaitan dengan etik
dan hukum dalam keperawatan.
e. Ruangan rawat harus membuat SAK atau SOP yang jelas dan sesuai dengan standar
praktek keperawatan.
f. Bidang keperawatan/ruangan dapat memberikan pembinaan kepada perawat yang
melakukan kelalaian.
g. Ruangan dan RS bekerjasama dengan organisasi profesi dalam pembinaan dan persiapan
pembelaan hukum bila ada tuntutan dari keluarga.
Penyelesaian Kasus Tn.T dan malpraktek perawat diatas, harus memperhatikan berbagai
hal baik dari segi pasien dan kelurga, perawat secara perorangan, Rumah Sakit sebagai institusi dan
juga bagaimana padangan dari organisasi profesi.
Pasien dan keluarga perlu untuk dikaji dan dilakukan testomoni atas kejadian tersebut, bila
dilihat dari kasus bahwa Tn.T dan kelurga telah diberikan penjelasan oleh perawat sebelum, bila
membutuhkan sesuatu dapat memanggil perawat dengan menggunakan alat bantu yang ada. Ini
menunjukkan juga bentuk kelalaian atau ketidakdisiplinan dari pasien dan keluarga atas jatuhnya
Tn.T.
Segi perawat secara perorangan, harus dilihat dahulu apakah perawat tersebut kompeten
dan sudah memiliki Surat ijin perawat, atau lainnya sesuai ketentuan perudang-undangan yang
berlaku, apa perawat tersebut memang kompete dan telah sesuai melakukan praktek asuhan
keperawatan pada pasien dengan stroke, seperti Tn.T.
Tetapi bagaimanapun perawat harus dapat mempertanggung jawabkan semua bentuk
kelalaian sesuai aturan perundangan yang berlaku.
Bagi pihak Rumah Sakit, harus juga memberikan penjelasan apakah perawat yang
dipekerjakan di Rumah Sakit tersebut telah memenuhi syarat-syarat yang diperbolehkan oleh profesi
untuk mempekerjakan perawat tersebut. Apakah RS atau ruangan tempat Tn.T dirawat mempunyai
standar (SOP) yang jelas. Dan harus diperjelas bagaimana Hubungan perawat sebagai pemberi
praktek asuhan keperawatan di dan kedudukan RS terhadap perawat tersebut.
Bagi organisasi profesi juga harus diperhatikan beberapa hal yang memungkinkan perawat
melakukan kelalaian, organisasi apakah sudah mempunyai standar profesi yang jelas dan telah
diberlakukan bagi anggotannya, dan apakah profesi telah mempunyai aturan hukum yang mengikat
anggotannya sehingga dapat mempertanggung jawabkan tindakan praktek keperawatannya
dihadapan hukum, moral dan etik keperawatan.
Keputusan ada atau tidaknya malpraktek bukanlah penilaian atas hasil akhir pelayanan
praktek keperawatan pada pasien, melainkan penilaian atas sikap dan tindakan yang dilakukan atau
yang tidak dilakukan oleh tenaga medis dibandingkan dengan standar yang berlaku.
CONTOH MALPRAKTEK LAINNYA :Pada pasien pascabedah disarankan untuk melakukan ambulasi. Perawat secara drastis
menganjurkan pasien melakukan mobilisasi berjalan, padahal di saat itu pasien mengalami demam,
denyut nadi cepat, dan mengeluh nyeri abdomen. Perawat melakukan ambulasi pada pasien sesuai
dengan rencana keperawatan yang telah di buat tanpa mengkaji terlebih dahulu kondisi pasien.
Pasien kemudian bangun dan berjalan, pasien mengeluh pusing dan jatuh sehingga mengalami
trauma kepala.
BAB IIIPENUTUP
A. KESIMPULANMal praktek dapat terjadi karena tindakan yang disengaja (intentional) seperti pada
misconduct tertentu, tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurang-mahiran /
ketidakkompetenan yang tidak beralasan.
Berdasarkan uraian sebelumnya, jelas bahwa masalah malpraktek bersifat kompleks karena
berbagai faktor yang terkait di dalamnya. Perawat profesional dituntut untuk selalu meningkatkan
kemampuannya untuk mengikuti perkembangan yang terjadi, baik perkembangan IPTEK
khusunya IPTEK keperawatan serta tuntunan dan kebutuhan masyarakat yang semakin
meningkat.
B. SARAN1. Standar profesi keperawatan dan standar kompetensi merupakan hal penting untuk
menghindarkan terjadinya malpraktek, maka perlunya pemberlakuan standar praktek
keperawatan secara Nasional dan terlegalisasi dengan jelas.
2. Perawat sebagai profesi baik perorangan dan kelompok hendaknya memahami dan mentaati
aturan perundang-undangan yang telah diberlakukan di Indonesia, agar perawat dapat
terhindar dari bentuk pelanggaran baik etik dan hukum.
3. Pemahaman dan bekerja dengan kehati-hatian, kecermatan, menghindarkan bekerja dengan
cerobah, adalah cara terbaik dalam melakukan praktek keperawatan sehingga dapat
terhindar dari kelalaian/malpraktek.
4. Rumah Sakit sebagai institusi pengelola layanan praktek keperawatan dan asuhan
keperawatan harus memperjelas kedudukannya dan hubungannya dengan pelaku/pemberi
pelayanan keperawatan, sehingga dapat diperjelas bentuk tanggung jawab dari masing-
masing pihak
5.
DAFTAR PUSTAKA
Ake, Julianus. 2002. Malpraktik Dalam Keperawatan. Jakarta : EGC
Amir & Hanafiah, (1999). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi ketiga:
Jakarta: EGC.
Craven & Hirnle. (2000). Fundamentals of nursing. Philadelphia. Lippincott.
Kepmenkes RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001, Tetang Resgistrasi Praktik Perawat.
Priharjo, R (1995). Pengantaretikakeperawatan; Yogyakarta: Kanisius.
Redjeki, S. (2005). Etika keperawatan ditinjau dari segi hukum. Materi seminar
tidak diterbitkan.
Supriadi, (2001). Hukum Kedokteran : Bandung: CV Mandar Maju.
Sampurno, B. (2005). Malpraktek dalam pelayanan kedokteran. Materi seminar
tidakditerbitkan.
SoenartoSoerodibroto, (2001). KUHP & KUHAP dilengkapiyurisprodensiMahkamahAgungdanHoge Road:Jakarta :PT.RajaGrafindoPersada.
Undang-undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999. Jakarta: Sinar
Grafika.