karya tulis ilmiah

Upload: gigih-sanjaya-putra

Post on 04-Nov-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

keperawatan

TRANSCRIPT

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN TBC (TUBERCULOSIS) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SRONDOL KOTA SEMARANG TAHUN 2015

Disusun untuk memenuhi kompetensi Praktik Profesi Ners Stase KomprehensifDosen Pembimbing : Ns. Elis Hartati,M.Kep.

Oleh:Gigih Sanjaya Putra22020114210033

PROGRAM PROFESI NERS XXIV JURUSAN KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS DIPONEGORO2015BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangTuberculosis Paru atau sering disebut dengan TB Paru merupakan masalah kesehatan global yang mendapat perhatian khusus saat ini. Angka kejadian TB Paru adalah 9 juta kasus per tahun di seluruh dunia dan kasus kematian mencapai 2 juta jiwa. Menurut data WHO tahun 2011, jumlah kasus TB terbanyak adalah region Asia Tenggara yaitu 35%, sedangkan Indonesia menempati urutan ke-5 negara dengan jumlah kasus TB Paru tertinggi (0,35-0,52 juta per tahun) (PDPI,2011).Perhatian khusus pada penyakit TB paru juga terdapat di Indonesia. Menurut data Depkes RI (2013), pada tahun 2013 ditemukan jumlah kasus baru tuberkulosis positif (BTA+) sebanyak 196.310 kasus, atau 81,0 per 100.000 penduduk. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kasus baru BTA+ di tiga provinsi tersebut hampir sebesar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia (Depkes RI, 2013).Tingginya angka kejadian TB Paru di Indonesia telah ditanggulangi dengan upaya pencegahan maupun pengobatan. Meskipun capaian target keberhasilan pengobatan dan kesembuhan TB Paru tahun 2008-2013 telah tercapai yaitu 85%, masih terdapat penderita yang mengalami kekambuhan maupun drug resisten akibat putus obat (Depkes RI, 2013). Pengobatan yang teratur pada pasien TB paru dapat menyembuhkan secara total. Jika pasien menghentikan pengobatan, bakteri TB Paru akan berkembang biak kembali dan meningkatkan angka morbiditas dan motralitas akibat TB Paru.Pasien dengan TB paru positif akan mengalami tanda-tanda gangguan respirasi dan sistemik seperti demam, batuk berdahak, batuk berdarah, penurunan berat badan yang signifikan, sesak nafas, dan kelahan. Gejala tersebut juga dapat disebabkan oleh komplikasi akibat infeksi tuberkulosis yang telah meluas, seperti efusi pleura dan pneumothorax. Penatalaksanaan yang tidak adekuat dapat menyebabakan kematian akibat kegagalan sitemis yang kronis. Diperlukan peran serta dan kerjasama antar petugas kesehatan dalam upaya tersebut baik dalam tatanan rumah sakit maupun di masyarakat.Kepatuhan terhadap pengobatan medis adalah suatu kepatuhan terhadap pengobatan yang telah ditentukan (Notoatmodjo, 2003). Kepatuhan yang buruk atau terapi yang tidak lengkap merupakan faktor yang berperan terhadap resistensi individu akan suatu penyakit (Brunner dan Sudarth, 2002). Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima. Dukungan keluarga dan masyarakat mempunyai andil yang besar dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan yaitu dengan memberikan pengawasan dan dorongan serta motivasi kepada penderita (Niven, 2002).Menurut Friedman (1998) dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggita keluarga memandang bahawa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dalam pengobatan TBC. Pengobatan yang memerlukan waktu cukup lama, tidak hanya 1-2 bulan saja dapat menimbulkan efek jenuh penderita, sehingga penderita menghentikan pengobatan sebelum sembuh. Tanpa adanya dukungan keluarga, program pengobatan TBC ini sulit dilakukan sesuai jadwal (Depkes RI, 2007). Dalam hal ini, dukungan keluarga sangat diperlukan untuk memotivasi penderita untuk tetap melanjutkan pengobatan sesuai dengan jadwal pengobatan.Menurut Friedman (1998) dan Bomar (2004), ada 4 jenis dukungan keluarga, diantaranya adalah : a. dukungan emosional, jenis dukungan ini dilakukan dengan melibatkan ekspresi rasa empati, peduli terhadap seseorang, sehingga memberikan perasaan nyaman, membuat individu merasa lebih baik, merasa diperhatikan, mendapat saran dan kesan yang menyenangkan pada dirinya. b. dukungan instrumental, jenis dukungan ini mengacu pada penyediaan barang atau jasa yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah praktis. c. dukungan informasi merupakan jenis pada pemberian nasihat, usulan, saran, petunjuk dan pemberi informasi. d. dukungan penghargaan merupakan jenis dukungan terjadi lewat ungkapan penghargaan positif uuntuk individu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan invidu lain. Studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Srondol pada tanggal 22-24 Juni 2015, dari 6 orang responden yang diwawancarai, diperoleg 3 orang responden patuh minum obat dan menyatakan keluarga kurang mendukung pengobatan karena tidak diingatkan untuk minum obat dan jarang mengantar karena kesibukan bekerja. Berdasarkan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Puskesmas Srondol dengan judul Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Tuberkulosis (TBC) di Wilayah Kerja Puskesmas Srondol Kota Semarang tahun 2015.

B. Tujuan1. Tujuan UmumMengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja Puskesmas Srondol Kota Semarang Tahun 20152. Tujuan Khususa. Mengetahui gambaran dukungan emosional yang diberikan keluarga pada pasien Tuberkulosis (TBC)b. Mengetahui gambaran dukungan penghargaan yang diberikan keluarga pada pasien Tuberkulosis (TBC)c. Mengetahui gambaran dukungan informasi yang diberikan keluarga pada pasien Tuberkulosis (TBC)d. Mengetahui gambaran dukungan instrumental yang diberikan keluarga pada pasien Tuberkulosis (TBC)

C. Manfaat1. Bagi Puskesmas SrondolMenjadi salah satu bahan masukan dalam menyusun rencana penanggulangan penanganan pasien TBC lebih lanjut.2. Bagi Institusi PendidikanSebagai bahan referensi dan juga perbandingan serta menambah wawasan dalam menangani pasien dengan TBC.3. Bagi Penulis a. Meningkatkan skill dalam melakukan asuhan keperawatan dengan gangguan sistem pernafasanb. Meningkatkan pengetahuan tentang konsep dasar hingga penatalaksanaan serta pengelolaan pasien dengan TB Paru.

BAB IITINJAUAN TEORI

Penularan Tidak LangsungPenularan Langsung

Droplet dari individu terinfeksi TB yang sudah mengering di udara lalu terhirup ke saluran nafas Sputum/droplet dari individu terinfeksi TB masuk secara langsung ke saluran pernafasan

Invasi Bakteri

Respon autoimun: Neutrofil dan makrofag melakukan fagositosis, limfosit spesifik tuberkulosis melisiskan bakteri

AdekuatTidak Adekuat

Bakteri aktif beberapa tahun kemudianBakteri nonaktif

Tidak muncul Manifestasi klinis

Reaksi infeksi/inflamasi, membentuk kavitas, merusak parenkim paru

Proses peradangan, suhu tubuh meningkat

Reaksi sistemik: anoreksia, mual, demam, penurunan berat badan, dan kelemahan Penurunan jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan membran kapiler-alveolar, merusak pleura, dan perubahan cairan intapleuraEdema trakeal/laringealPeningkatan produksi sekretPecahnya pembuluh darah jalan nafas

HipertermiIntake nutrisi tidak adekuatTubuh makin kurusKetergantungan aktifitas sehari-hariKekurangan pemenuhan istirahat dan tidurKecemasanKurangnya informasi

Batuk produktifBatuk darahSesak nafasPenurunan kemampuan batuk efektifKomplikasi TB paru:Efusi pleuraPneumothorax

Sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan pola nafas tidak efektif

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Perubahan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhanGangguan pemenuhan ADLGangguan pemenuhan istirahat dan tidur KecemasanKurang Pengetahuan

Pola nafas tidak efektifGangguan pertukaran gas

Gambar 2.1 Pathway TB Paru

BAB IIITINJAUAN KASUS

A. Studi kasus dan persoalan yang ditelitiPopulasi penderita TBC di wilayah kerja Puskesmas Srondol sampai tanggal 24 Juni 2015 ditemukan sebanyak 19 orang. Namun, karena keterbatasan waktu, maka sampel yang digunakan sebanyak 2 orang dengan kriteria klien yang mengalami TBC dan dalam masa pengobatan. Metode pendekatan yang dilakukan berupa wawancara dan observasi. Studi ini dilakukan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada pasien dengan TBC.

B. Data responden1. Responden I Responden adalah Tn. S berusia 62 tahun, mantan perokok sejak 1 tahun yang lalu, klien merokok sejak SMP sampai dengan 1 tahun yang lalu sejak menderita TBC. Klien terkena TBC sejak tahun 2014, awalnya batuk terus-menerus selama 1 bulan lebih, kemudian diperiksakan ke Puskesmas Srondol dan dilakukan cek dahak, namun hasil BTA menunjukkan negative. Maka, klien diberikan terapi obat batuk biasa. Namun, batuk tidak juga reda, akhirnya klien periksa lagi ke Puskesmas dan dilakukan pemeriksaan dahak dan hasil menunjukkan BTA positif. Kemudian, klien dirujuk ke rumah sakit Paru Kota Semarang. Disana, klien hanya dirawat jalan dan diberikan terapi, namun klien lupa nama terapinya serta dilakukan foto rontgen pada tanggal 25/2/2014 didapatkan gambaran TB Paru aktif. Setelah itu, klien hanya menjalani berobat jalan saja. Pada bulan April 2015, klien merasakan sesak nafas, kemudian klien berobat ke RSUP Dr. Kariadi, disana klien selama 14 hari di ruang Isolasi. Kemudian, dilakukan foto rontgen pada tanggal 30/4/2015 didapatkan gambaran TB Paru disertai kavitas dan infiltrat. Setelah dirawat, klien dianjurkan kontrol di Puskesmas Srondol dengan mengkonsumsi obat R/H/Z/E/S. Selama kontrol, klien masih mendapatkan injeksi streptomycin setiap harinya selama 60 kali dan baru menjalani sebanyak 50 kali. Saat kontrol, klien selalu diantar oleh menantunya. Namun, jika di rumah jarang ada yang mengingatkan untuk minum obat dan terkadang saat ingin kontrol pagi, tidak ada yang mengantar karena menantunya sedang bekerja, sehingga terkadang Tn. S merasa jengkel sesaat.

2. Responden IIResponden merupakan Tn.S dengan pendidikan Sarjana dan seorang pensiunan Bank yang berumur 79 tahun. Responden merupakan pasien yang kambuh kembali setelah beberapa tahun. Awal terkena TBC pada saat berumur 36 tahun dan sudah sembuh sejak lama, namun tidak pernah kontrol dan klien juga merupakan perokok aktif sejak SMP. Klien kembali kambuh sejak 1 tahun yang lalu dan sekarang sedang menjalani pengobatan di Puskesmas Srondol dengan terapi R/H/Z/E. Saat kontrol ke puskesmas, klien selalu ditemani oleh istri karena anak-anak berada di Jakarta dan Salatiga, sehingga di rumah hanya tinggal berdua oleh sang istri. Dalam kesehariannya, sang istri yang selalu mengingatkan untuk minum obat, karena klien merupakan orang yang cuek, sehingga sang istri selalu mengingatkan untuk meminum obat. Apabila, sang istri tidak mengingatkan, pasti klien tidak akan meminum obat tersebut.