karakteristik penderita karsinoma nasofaring pada …
TRANSCRIPT
KARAKTERISTIK PENDERITA KARSINOMA NASOFARING PADA
PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR.WAHIDIN
SUDIROHUSODO PERIODE JUNI 2016 – JUNI 2017
OLEH:
Anugrah Astang
C111 14 517
PEMBIMBING:
Dr. dr. M. Fadjar Perkasa, Sp.THT-KL(K)
DISUSUN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN
STUDI PADA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
i
KARAKTERISTIK PENDERITA KARSINOMA NASOFARING PADA
PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. WAHIDIN
SUDIROHUSODO PERIODE JUNI 2016 – JUNI 2017
Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin
Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran
Anugrah Astang
C111 14 517
Pembimbing :
Dr. dr. M. Fadjar Perkasa, Sp.THT – KL (K)
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
2017
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui untuk dibacakan pada seminar akhir di Ruang Pertemuan Bagian
Telinga Hidung Tenggorokan – Kepala Leher Rumah Sakit Pendidikan Universitas
Hasanuddin dengan judul :
“Karakteristik Penderita Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Rawat Jalan Di
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Juni 2016 – Juni 2017”
Hari/Tanggal : Jumat, 15 Desember 2017
Waktu : 08.00 wita – selesai
Tempat : Ruang Pertemuan Bagian Telinga Hidung
Tenggorokan – Kepala Leher Rumah Sakit
Pendidikan Universitas Hasanuddin
Makassar, 15 Desember 2017
(Dr. dr. M. Fadjar Perkasa, Sp.THT – KL (K))
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Anugrah Astang
NIM : C111 14 517
Fakultas/Program Studi : Kedokteran/Pendidikan Dokter
Judul Skripsi : Karakteristik Penderita Karsinoma Nasofaring Pada
Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Wahidin Sudirohusodo Periode Juni 2016 – Juni 2017
Telah berhasil dipertahankan di hadapan dewan penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar sarjana
kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Dr. dr. M. Fadjar Perkasa, Sp.THT – KL (K)
(.....................................)
Penguji 1 : dr. Azmi Mir’ah Zakiah, Sp.THT (K)
(.....................................)
Penguji 2 : Dr. dr. Nova A. L. Pieter, Sp.THT-KL,FICS
(.....................................)
Ditetapkan di : Makassar
Tanggal : 15 Desember 2017
iv
BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN – KEPALA LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
TELAH DISETUJUI UNTUK DICETAK DAN DIPERBANYAK
Judul Skripsi :
“Karakteristik Penderita Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Rawat Jalan Di
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Juni 2016 – Juni 2017”
Makassar, 15 Desember 2017
(Dr. dr. M. Fadjar Perkasa, Sp.THT – KL (K))
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala
berkat dan rahmat-NYA, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Karakteristik Penderita Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Rawat Jalan di RSUP
Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Juni 2016 – Juni 2017” sebagai salah satu syarat
unuk menyelesaikan studi pada program studi pendidikan dokter, Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Penulis tertartik mengambil topik mengenai karsinoma nasofaring sebab
gejala dini yang tidak spesifik dan belum memadainya pelayanan untuk mendeteksi
dini penyakitnya. Oleh karena itu, diperlukan informasi mengenai karakteristik
karsinoma nasofaring agar masyarakat dapat mengenal gejala dan tanda-tanda dari
karsinoma nasofaring.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik
tanpa adanya bantuan dorongan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. dr. M. Fadjar Perkasa, Sp.THT – KL (K) selaku pembimbing skripsi yang
telah meluangkan waktu, dan sabar dalam memberikan arahan, bimbingan,
petunjuk, dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik dan berjalan dengan lancar.
2. Seluruh dosen Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang telah
memberikan ilmu dan motivasi untuk menjadi seorang dokter yang baik
3. Kedua orang tua, Bapak H. Astang dan Ibu Hj. Salma, serta saudara-saudara
saya Kak Anita, Kak Amin, Kak Akbar, Kak Aswar, Kak Amran, Kak Fitri,
vi
Kak Ifa, Febi, Kak Fajrin, Alif, Asraf, Dabi, yang selalu memberikan
semangat dan motivasi agar saya dapat menyelesaikan studi pendidikan
dokter.
4. Teman-teman sejawat Alma, Anisa, Adinda, Anggi, Ame, Putri, Asvika,
Audina, Alya, Rara, Talia, Weni, dan Nadya, serta teman angkatan
Neutrof14vine yang selalu ada menyemangati saya hingga berada pada tahap
ini.
5. Teman-teman sepermainan Citra, Novi, Dina, Dini, Nanda, Astari, Nana,
Hani, dan Wida yang selama ini ada dengan penuh dukungan hingga saya
dapat menyelesaikan studi kedokteran.
6. Terkhusus buat Muh. Abdi Afandy, terima kasih atas waktu dan dukungan
yang diberikan hingga berada pada tahap akhir.
7. Para staf rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo
yang telah membantu penulis dalam mencari daftar rekam medis yang ingin
diteliti.
Penulis berharap semoga apa yang disajikan dalam skripsi ini dapat menjadi
sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan dari skripsi ini.Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan
saran yang membangun agar di masa yang akan datang penulis dapat menjadi lebih
baik.
Makassar, 15 Desember 2017
Penulis
vii
SKRIPSI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN Desember 2017
Anugrah Astang Dr. dr. M. Fadjar Perkasa, Sp.THT – KL (K) Karakteristik Penderita Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Rawat Jalan Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Juni 2016 – Juni 2017
ABSTRAK Latar Belakang: Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang berasal dari sel-sel epithelial yang menutupi permukaan nasofaring. Karsinoma nasofaring memiliki 3 tipe yaitu tipe 1, tipe 2, dan tipe 3. Kasus terbanyak terbanyak yang ditemukan adalah tipe 2 dan tipe 3, sedangkan tipe 1 belum pernah ditemukan di Indonesia. Faktor ekstrinsik seperti virus Epstein-Barr, nitrosamin, lingkungan dan faktor intrinsik misalnya gen HLA, gen onkogen, gen supresor dicurigai sebagai faktor penyebab. Oleh karena itu, karsinoma nasofaring sering menyebabkan metastasis ke kelenjar limfe leher dan menimbulkan gangguan saraf otak sehingga penderita datang pada stadium lanjut yang menyebabkan tingginya angka kematian. Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif dengan sampel sebanyak 55 pasien di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo. Hasil penelitian: Berdasarkan data yang didapatkan, ditemukan proporsi tinggi penderita karsinoma nasofaring di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Juni 2016 – Juni 2017, berdasarkan usia penderita karsinoma nasofaring terbanyak pada kelompok usia 40 – 60 tahun (58,2%), berdasarkan jenis kelamin penderita karsinoma nasofaring terbanyak adalah penderita laki-laki (56,4%), berdasarkan suku penderita karsinoma nasofaring terbanyak adalah suku Bugis (38,2%), berdasarkan pekerjaan penderita karsinoma nasofaring terbanyak adalah penderita yang tidak bekerja (47,3%), berdasarkan keluhan utama penderita karsinoma nasofaring terbanyak adalah pasien yang mengaku nyeri kepala (76,4%), berdasarkan stadium penderita karsinoma nasofaring terbanyak ditemui pasien dengan stadium IV (52,7%), dan berdasarkan klasifikasi histopatologi penderita karsinoma nasofaring terbanyak pada pasien dengan tipe undifferentiated noneratinizing squamos cell carcinoma (50,9%). Kata Kunci:,karakteristik, karsinoma nasofaring, rumah sakit umum pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo, Kepustakaan: 42 Referensi
viii
THESIS FACULTY OF MEDICINE
UNIVERSITY OF HASANUDDIN Desember 2017
Anugrah Astang Dr. dr. M. Fadjar Perkasa, Sp.THT – KL (K) The Characteristic of Nasopharyngeal Carcinoma at Dr. Wahidin Sudirohusodo Hospital Period June 2016 – June 2017 ABSTRACT Background: Nasopharyngeal carcinoma is a malignant tumor originating from epithelial cells covering the surface of the nasopharynx. Nasopharyngeal carcinoma has 3 types of type 1, type 2, and type 3. Most cases found are type 2 and type 3, while type 1 has never been found in Indonesia. Extrinsic factors such as Epstein-Barr virus, nitrosamines, environment and intrinsic factors such as HLA genes, oncogenes genes, suspected suppressor genes as a contributing factor. Therefore, nasopharyngeal carcinoma often causes metastasis to the lymph nodes of the neck and cause brain neurological disorders so that patients come at an advanced stage that causes high mortality. Methods: This study was a retrospective descriptive study with a sample of 55 patients at Dr. General Hospital. Wahidin Sudirohusodo. Results: Based on the data obtained, found a high proportion of patients with nasopharyngeal carcinoma in Dr. Wahidin Sudirohusodo period June 2016 - June 2017, based on age of patient nasopharyngeal carcinoma most in age group 40-60 years old (58,2%), based on gender of patient nasopharynx carcinoma most is male (56,4%), the majority of nasopharyngeal carcinoma patients were Bugis (38,2%), based on occupation of most nasopharyngeal carcinoma patients who were not working (47,3%), based on the main complaint of nasopharyngeal carcinoma patients were patients who claimed headache (76,4% ), based on patients with stage IV staging (52,7%), and histopathologic classification of patients with nasopharyngeal carcinoma in patients with type undifferentiated noneratinizing squamos cell carcinoma (50,9%). Keywords: characteristic, nasopharyngeal carcinoma, central hospital Wahidin Sudirohusodo, Literature: 42 References
ix
DAFTAR ISI
JUDUL .......................................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................. v
ABSTRAK ................................................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 6
2.1 Anatomi Nasofaring ...................................................................................... 6
2.2 Epedimiologi Karsinoma Nasofaring ............................................................ 8
2.3 Etiologi Karsinoma Nasofaring ..................................................................... 9
2.3.1 Faktor Genetik ..................................................................................... 9
2.3.2 Faktor Lingkungan .............................................................................. 9
x
2.3.3 Virus Ebstein Barr ............................................................................. 10
2.4 Patogenesis .................................................................................................. 11
2.5 Histopatologi ............................................................................................... 12
2.5.1 Keratinizing Squamous Cell Carcinoma .......................................... 12
2.5.2 Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma ................................... 12
2.5.3 Undifferentiated Carcinoma .............................................................. 13
2.6 Diagnosis ..................................................................................................... 13
2.6.1 Gejala Klinis ...................................................................................... 13
2.6.2 Pemeriksaan Nasofaring .................................................................... 15
2.6.3 Pemeriksaan Radiologi ...................................................................... 15
2.6.4 Pemeriksaan Serologi ........................................................................ 15
2.6.5 Pemeriksaan Patologi ........................................................................ 17
2.6.5.1 Biopsi Nasofaring ................................................................. 17
2.6.5.2 Biopsi Aspirasi Jarum Halus Kelenjar Leher ........................ 17
2.7 Stadium ........................................................................................................ 18
2.8 Penatalaksanaan ........................................................................................... 20
2.8.1 Radioterapi ........................................................................................ 20
2.8.2 Kemoterapi ........................................................................................ 21
2.8.3 Kemoradiasi ....................................................................................... 21
2.9 Deteksi Dini ................................................................................................. 22
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN ....................... 23
3.1 Kerangka Teori ............................................................................................ 23
3.1 Kerangka Konsep ........................................................................................ 24
xi
3.3DefinisiOperasional ...................................................................................... 25
3.3.1 Usia .................................................................................................... 25
3.3.2 Jenis Kelamin .................................................................................... 25
3.3.3 Suku ................................................................................................... 25
3.3.4 Pekerjaan ........................................................................................... 26
3.3.5 Keluhan Utama .................................................................................. 27
3.3.6 Stadium .............................................................................................. 28
3.3.7 Histopatologi ..................................................................................... 28
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................................ 29
4.1 Jenis Penelitian ............................................................................................ 29
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 29
4.2.1 Lokasi Penelitian ............................................................................... 29
4.2.2 Waktu Penelitian ............................................................................... 29
4.3 Populasi Penelitian ...................................................................................... 29
4.4 Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 30
4.5 Pengolahan dan Penyajian Data ................................................................. 30
4.6 Etika Penelitian ............................................................................................ 30
BAB V HASIL PENELITIAN .................................................................................. 31
BAB VI PEMBAHASAN .......................................................................................... 38
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 46
7.1 Kesimpulan .................................................................................................. 46
7.3 Saran ............................................................................................................ 46
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 48
LAMPIRAN ............................................................................................................... 53
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi berdasarkan TNM .................................................................... 18
Tabel 2.2 Pedoman Modalitas Terapi pada KNF ........................................................ 20
Tabel 5.1 Distribusi Proporsi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Usia yang
Dirawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
(Juni 2016 – Juni 2017)............................................................................................... 31
Tabel 5.2 Distribusi Proporsi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis
Kelamin yang Dirawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar (Juni 2016 – Juni 2017) .............................................................................. 32
Tabel 5.3 Distribusi Proporsi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Suku yang
Dirawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
(Juni 2016 – Juni 2017)............................................................................................... 33
Tabel 5.4 Distribusi Proporsi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Pekerjaan
yang Dirawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. WahidinSudirohusodo
Makassar (Juni 2016 – Juni 2017) .............................................................................. 34
Tabel 5.5 Distribusi Proporsi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Keluhan
Utama yang Dirawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar (Juni 2016 – Juni 2017) .............................................................................. 35
Tabel 5.6 Distribusi Proporsi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Stadium
yang Dirawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar (Juni 2016 – Juni 2017) .............................................................................. 36
xiii
Tabel 5.7 Distribusi Proporsi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Klasifikasi
Histopatologi yang Dirawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar (Juni 2016 – Juni 2017) ....................................................... 37
xiv
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 2.1 AnatomiNasofaring .............................................................................. 7
GAMBAR 3.1 KerangkaTeori .................................................................................... 23
GAMBAR 3.2 KerangkaKonsep ................................................................................ 24
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal Penelitian
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian dan Pengambilan Data
Lampiran 3. Surat Rekomendasi Persetujuan Etik
Lampiran 4. Master Data
Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian
Lampiran 6. Biodata Peneliti
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang berasal dari
sel-sel epithelial yang menutupi permukaan nasofaring. Karsinoma
nasofaring memiliki 3 tipe yaitu tipe 1, tipe 2, dan tipe 3. Kasus terbanyak
pada anak dan remaja adalah tipe 3, tapi juga ditemukan beberapa kasus
tipe 2 (Brennan, 2006). Sampai saat ini belum diketahui pasti penyebab
karsinoma nasofaring.
Faktor ekstrinsik seperti virus Epstein-Barr, nitrosamin, lingkungan
dan faktor intrinsik misalnya gen HLA, gen onkogen, gen supresor
dicurigai sebagai faktor penyebab (Munir, 2008). Pada masyarakat
Taiwan kebiasaan mengunyah kacang betel selama lebih dari 20 tahun
meningkatkan resiko terkena karsinoma nasofaring 70%. Di Cina Selatan
ditemukan kandungan nikel pada nasi, air minum, dan rambut
penduduknya juga dicurigai sebagai faktor penyebab. Di Indonesia sendiri
kebiasaan memakan ikan asin, merokok, dan mengunyah tembakau
dianggap sebagai faktor resiko terjadinya karsinoma nasofaring
(Ariwibowo, 2013).
Karsinoma nasofaring terjadi 0,7% pada keselurunan kejadian
kanker di dunia, menempati urutan ke-24 pada kejadian kanker yang
paling sering terdiagnosis di seluruh dunia. Paling banyak terjadi di negara
dengan ekonomi yang berkembang, tetapi sangat jarang terjadi di negara-
2
negara barat seperti Eropa dan Amerika. Bagian tenggara asia adalah
daerah dengan angka kejadian tertinggi meliputi Cina, Malaysia,
Indonesia, Filipina, Thailand, dan negara disekitarya, dengan ras cina dan
melayu sebagai ras yang paling sering terkena. Ini mungkin lebih
dikarenakan genetik karena di negara-negara dengan angka kejadian
rendah penderita yang terkena mayoritas adalah imigran asal China
(Munir, 2008). Pada tahun 2008 terdapat lebih dari 84.000 kasus baru
karsinoma nasofaring degan 80% terjadi di Asia dan 5% di Eropa (Zhang
et al, 2013).
Penyakit ini banyak ditemukan pada ras Mongoloid sehingga
sering terjadi pada penduduk Cina Selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand,
Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Insidensi karsinoma nasofaring di
Cina Selatan menempati kedudukan tertinggi yaitu 50 per 100.000
penduduk per tahun, khususnya provinsi Guang Dong dan daerah Guangxi
(Yenita & Asri, 2012). Angka kejadian karsinoma nasofaring di Indonesia
adalah 6,5 per 100.000 penduduk dengan mortalitas 3,3 per 100.000
penduduk (International Agency for Research on Cancer, 2010).
Kanker nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher
yang paling banyak ditemukan di Indonesia (hampir 60%), sisanya tumor
ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas
rongga mulut, tonsil, hipofaring (cukup rendah). Prevalensi KNF di
Indonesia cukup tinggi yaitu 4,7 per 100.000 penduduk. Sebagian besar
datang berobat dalam stadium lanjut, sehingga hasil pengobatan dan
prognosis menjadi buruk. Catatan dari berbagai rumah sakit di Indonesia
3
menunjukkan bahwa KNF menduduki urutan keempat setelah kanker leher
rahim, payudara, dan kulit. Distribusi KNF di Indonesia hampir merata di
setiap daerah. Di RSCM Jakarta ditemukan lebih dari 100 kasus setahun,
RS. Hasan Sadikin Bandung 60 kasus, Makassar 25 kasus, Palembang 25
kasus, Denpasar 15 kasus dan 11 kasus di Padang dan Bukittinggi.
Demikian pula di Medan, Semarang, Surabaya dan kota-kota lainnya.
Hipotesis pertama kali dikemukakan oleh Jackson pada tahun
1901. Ia mengemukakan bahwa iritasi debu pada pekerja gabus dapat
merusak epitel saluran nafas. Semenjak itu patogenesis KNF mulai diteliti
lebih lanjut, khususnya untuk perbedaan geografis serta variasi rasial.
Beberapa tahun belakangan, banyak ditemukan bahwa ada hubungan
antara faktor genetik dan lingkungan dengan resiko terjadinya KNF
(McDermott et al, 2001).
Penelitian terhadap kasus ini mendapat banyak perhatian. Hal
tersebut dikarenakan adanya interaksi yang kompleks dari etiologi
penyakit seperti faktor genetik, lingkungan, dan virus Epstein-Barr.
Hubungan antara virus Epstein-Barr dengan Karsinoma Nasofaring
diterangkan di beberapa penelitian, dimana didapatkan titer virus Epstein-
Barr yang cukup tinggi di seluruh penderita penyakit ini (Ganguly, 2003).
Selain itu, diduga ikan yang diasinkan, makanan yang di awetkan,
merokok, asap memasak, faktor genetik dan lingkungan juga menjadi
faktor resiko dari kejadian karsinoma nasofaring (Rozein A et al, 2001).
Merokok sejak tahun 1950 telah dinyatakan sebagai penyebab kanker.
4
Penyebab terjadinya karsinoma nasofaring ini bersifat
multifaktorial yaitu ras dimana karsinoma nasofaring lebih sering
ditemukan pada ras Mongoloid dibandingkan ras lainnya, genetik yaitu
HLA-A2-Bw46 dan B-17 dapat meningkatkan risiko terjadinya karsinoma
nasofaring, diet sering konsumsi ikan asin dan makanan yang diawetkan,
virus Eipsten-Barr, lingkungan, dan pekerjaan (Ariwibowo, 2013).
Diagnosis dini karsinoma nasofaring sangat menentukan prognosis pasien.
Hal ini cukup sulit dilakukan karena gejala awal tidak jelas dan lokasinya
yang tersembunyi serta berhubungan dengan banyak daerah penting di
dalam tengkorak (Roezin & Adham, 2012). Oleh karena itu, karsinoma
nasofaring sering menyebabkan metastasis ke kelenjar limfe leher dan
menimbulkan gangguan saraf otak sehingga penderita datang pada stadium
lanjut yang menyebabkan tingginya angka kematian (Haryanto et al.,
2010). Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti
tentang karakteristik penderita karsinoma nasofaring di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana karakteristik penderita karsinoma nasofaring pada pasien rawat
jalan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Juni 2016 – Juni
2017?
5
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik penderita karsinoma nasofaring pada
pasien rawat jalan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
Periode Juni 2016 – Juni 2017.
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk mengidentifikasi pola distribusi penderita karsinoma nasofaring
di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Juni 2016 – Juni
2017 berdasarkan usia, jenis kelamin, suku, pekerjaan, keluhan utama,
stadium, dan jenis histopatologi.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Lebih memperdalam ilmu pengetahuan mengenai karsinoma nasofaring.
2. Menjadi informasi yang berharga bagi Rumah Sakit untuk meningkatkan
pelayanan terhadap pasien karsinoma nasofaring.
3. Sebagai bahan evaluasi bagi para tenaga kesehatan untuk dapat
meningkatkan upaya promotif dan preventif terhadap penyakit karsinoma
nasofaring di kemudian hari.
4. Sebagai pengalaman yang berharga bagi peneliti dalam memperluas
wawasan dan pengetahuan dalam melakukan penelitian khususnya
mengenai karsinoma nasofaring.
5. Sebagai bahan atau informasi untuk mengedukasi masyarakat awam
tentang gejala awal karsinoma nasofaring sehingga mereka datang untuk
berobat.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Nasofaring
Nasofaring adalah ruang trapezoid di belakang koana yang berhubungan
dengan orofaring dan terletak di superior palatum molle. Ukuran nasofaring pada
orang dewasa yaitu 4 cm tinggi, 4 cm lebar dan 3 cm pada dimensi anteroposterior.
Dinding posteriornya sekitar 8 cm dari aparatus piriformis sepanjang dasar hidung
(Chew, 1997). Bagian atap dan dinding posterior dibentuk oleh permukaan yang
melandai dibatasi oleh basis sfenoid, basis oksiput dan vertebra cervical I dan II.
Dinding anterior nasofaring adalah daerah sempit jaringan lunak yang merupakan
batas koana posterior. Batas inferior nasofaring adalah palatum molle. Batas
dinding lateral merupakan fasia faringobasilar dan m. konstriktor faring superior
(Witte and Neel, 1998; Lin, 2006).
Pada kedua dinding lateral nasofaring terdapat ostium tuba Eustachius
dengan tonjolan tulang rawan di bagian superoposterior yang disebut torus tubarius.
Di bagian posterior torus tubarius ini terdapat lekukan kecil yang agak datar disebut
resesus faringeal lateralis atau fosa Rosenmuller, merupakan tempat tersering awal
mula kanker nasofaring. Tepi atas dari torus tubarius adalah tempat melekatnya
muskulus levator veli palatini. Perluasan tumor pada KNF akan mengganggu fungsi
dari muskulus ini untuk membuka ostium tuba (William, 2006).
7
Gambar 2.1 Anatomi Nasofaring
Secara anatomis, bagian ini berhubungan dengan beberapa organ penting yang
menjadi sumber penyebaran tumor dan menentukan presentasi klinis serta
prognosis. Adapun bagian-bagian tersebut yakni, (1) anterior: tuba Eustachius; (2)
antero-lateral: otot levator veli palatine; (3) posterior: retropharyngeal space; (4)
superior: di bagian medial terdapat foramen laserum, bagian posterior terdapat
apeks petrosus dan kanalis karotikus, serta foramen ovale dan spinosum di bagian
anterolateral; (5) lateral: otot tensor veli palatine dan pharyngeal space; (6) inferior:
otot konstriktor superior.
Nasofaring mempunyai pleksus submukosa limfatik yang luas. Kelompok
pertama adalah kelompok nodul pada daerah retrofaringeal yang terdapat pada
ruang retrofaring antara dinding posterior nasofaring, fasia faringobasilar dan fasia
prevertebra. Pada dinding lateral di daerah tuba Eustachius paling kaya akan
pembuluh limfe. Aliran limfe berjalan ke arah anterosuperior dan bermuara di
8
kelenjar retrofaringeal atau kelenjar yang paling proksimal dari masing-masing sisi
rantai kelenjar spinal dan jugularis interna, rantai kelenjar ini terletak di bawah otot
sternokleidomastoideus. Pembuluh limfe di daerah nasofaring sangat kompleks dan
membentuk pleksus yang saling menyilang melewati garis tengah. Aliran getah
bening menuju arah posterior, selanjutnya ke kelenjar getah bening Rouviere di
ruang retrofaring bagian lateral dan retro parotis kemudian menuju ke rangkaian
kelenjar getah bening di sekitar vena jugularis interna bagian superior, terutama
kelompok jugulo digastrik (Anita, 2006).
2.2 Epidemiologi Karsinoma Nasofaring
Karsinoma nasofaring merupakan kanker yang umum terjadi di Cina
Selatan dan Asia Tengggara. KNF merupakan tumor endemis di Asia Tenggara
terutama pada pria dan sangat jarang ditemui di bagian lain dunia. Angka kematian
penderita KNF etnik Cina yang lahir di Amerika meningkat 20x dibanding pada
populasi etnik lainnya. Di Tunisia dan Afrika Timur ditemukan angka insidensi
KNF yang tinggi. Insidensi lebih tinggi ditemukan pada populasi Cina dan Tunisia
yang tinggal di Inggris. Sekitar 1/3 neoplasma nasofaring ditemukan pada usia
anak. Di Cina bagian Selatan, Asia Selatan, Mediterania dan Alaska, insidensi KNF
agak meningkat. Angka kejadian di Cina sekitar 2/1.000.000. Di Negara lain seperti
India, insidensi seimbang dengan di Inggris yaitu sekitar 0,9/1.000.000, dengan
puncak usia sama seperti di Inggris, pada usia lebih muda yaitu pada dekade kedua.
Di Indonesia, pada tahun 2008 menunjukkan bahwa insidensi dan mortalitas
tertinggi ke lima di antara kanker tubuh ditempat oleh KNF. Sedangkan, menurut
9
GLOBOCAN (Global Burden of Cancer Study) tahun 2012, menyatakan bahwa
insidens KNF di Indonesia mencapai 5,6 per 100.000 penduduk/tahun, di mana
pravalensi tertinggi pada dekade 4-5 dengan perbandingan laki-laki dan perempuan
adalah 2,3:1.15-18
2.3 Etiologi Karsinoma Nasofaring
Karsinoma nasofaring umumnya disebabkan oleh gabungan antara genetic,
factor lingkungan, dan virus Ebstein Barr (EBV).19-20
2.3.1 Faktor Genetik
Karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetic, tetapi kerentanan
terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relative
lebih menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi
menunjukkan orang yang memiliki gen HLA-A2, HLA-B17, dan HLA-
Bw26 beresiko dua kali lebih besar menderita karsinoma nasofaring.
Studi pada orang Cina dengan keluarga menderita karsinoma
nasofaring dijumpai adanya kelemahan lokus pada region HLA. Studi dari
kelemahan HLA pada orang-orang Cina menunjukkan bahwa orang-orang
dengan HLA A*0207 atau B*4601 tetapi tidak pada A*0201 memiliki
resiko yang meningkat untuk terkena karsinoma nasofaring.
2.3.2 Faktor Lingkungan
Karsinoma nasofaring kerap kali dipengaruhi oleh lingkungan yang
tidak sehat. Merokok sangat memengaruhi peningkatan resiko karsinoma
10
nasofaring, dalam sebuah penelitian menunjukkan adanya paparan jangka
panjang dari bahan-bahan polusi memegang peranan dalam pathogenesis
karsinoma nasofaring.
Paparan dari ikan asin dan makanan yang mengandung volatile
nitrosamine merupakan penyebab karsinoma nasofaring pada Cantonese.
Konsumsi ikan asin selama masa anak-anak berhubungan dengan
peningkatan resiko karsinoma nasofaring di Cina Timur. Hal ini didukung
dengan penelitian pada binatang dimana tikus yang diberikan diet ikan asin
akan mendapat karsinoma pada rongga hidung dengan dosis tertentu.
Orang yang bekerja di industry tekstil memiliki peluang lebih besar
mengidap karsinoma nasofaring yang disebabkan akumulasi dari debu
kapas, asam, caustic atau dyeing process karena paparan dari formaldehid
pada udara dan debu kayu juga berhubungan dengan peningkatan insiden
karsinoma nasofaring. Faktor lingkungan lain yang juga dapat
meningkatkan resiko karsinoma nasofaring yang pernah dilaporkan adalah
penggunaan herbal cina, dijumpainya nikel pada daerah endemic,
penggunaan alcohol, dan infeksi jamur pada kavum nasi.
2.3.3 Virus Ebstein Barr
Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara
karsinoma nasofaring dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr
(EBV). Serum pasien-pasien orang Asia dan Afrika dengan karsinoma
nasofaring primer maupun sekunder telah dibuktikan mengandung antibody
Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap
11
antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA), sering
dengan titer yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien di Amerika
yang mendapat karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini
berhubungan dengan karsinoma nasofaring tidak berdifrensiasi
(undifferentiated) dan karsinoma nasofaring non-keratinisasi (non-
keratinizing) yang aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak
berhubung dengan tumor sel skuamosa atau elemen limfoid dalam
limfoepitelioma (Nasir, 2009 dan Nasional Cancer Institute, 2009).
2.4 Patogenesis
Perubahan genetik yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, baik virus
maupun faktor kimiawi mengakibatkan terjadinya Karsinoma Nasofaring atau
KNF. Pada tahap awal perkembangan kanker ada keterlibatan faktor kerentanan
genetic dan delesi pada kromosom 3p/9p. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan
genetic dapat dirangsang oleh karsinogen kimia di lingkungan yang menyebabkan
transformasi epitel normal ke lesi pra-kanker tingkat rendah, seperti NPIN I dan II.
Pada penemuan selanjutnya menunjukkan bahwa infeksi laten virus EB berperan
dalam progresi lesi pra-kanker tingkat rendah ke tingkat tinggi yaitu NPIN III.
Dalam proses seleksi klonal dan perkembangan lebih lanjut, infeksi laten virus EB
juga berperan penting.
Dalam penghambatan proses apoptosis, ekspresi bcl-2 yang terdapat di
dalam sel displastik dari lesi pra-kanker tingkat tinggi (NPIN III) turut berperan.
Kemudian, faktor lingkungan, perubahan genetic seperti aktivasi telomerase,
12
inaktivasi gen p16/p15, delesi kromosom 11q dan 14q juga berperan dalam tahap
awal perkembangan Karsinoma Nasofaring (KNF).
Dalam progresi karsinoma yang invasive terdapat peranan LOH (Loss of
Heterozygosity) pada kromsom 14q dan overekspresi dari gen c-myc, protein ras
dan p53. Selain itu, yang berperan dalam proses metastasis adalah mutasi gen p53
dan perubahan genetik lainnya.
2.5 Histopatologi
Karsinoma nasofaring merupakan kanker sel skuamus yang berasal dari
epitel yang melapisi nasofaring. Menurut World Health Organization (WHO), KNF
diklasifikasikan dalam 3 tipe yaitu:
2.5.1 Keratinizing Squamous Cell Carcinoma
Tipe karsinoma sel skuamosa berkeratin ini ditandai dengan
adanya bentuk kromatin di dalam mutiara skuamosa atau sebagian sel
mengalami keratinisasi (diskratosis), adanya stratifikasi dari sel,
terutama pada sel yang terletak di permukaan atau suatu rongga kistik,
adanya jembatan intersel (intercellular bridges).
2.5.2 Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma
Tipe karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin ditandai dengan
sel tumor yang mempunyai batas yang jelas dan terlihat tersusun
teratur berjajar, terihat bentuk poliform yang mungkin terlihat sebagai
sel tumor yang jernih atau terang yang disebabkan adanya glikogen
13
dalam sitoplasma sel, tidak terdapat musin atau diferensiasi dari
kelenjar.
2.5.3 Undifferentiated Carcinoma
Pada tipe karsinoma tidak berdiferensiasi ini ditandai dengan
susunan sel tumor berbentuk sinsitial, batas sel satu dengan yang lain
sulit dibedakan, sel tumor berbentuk spinder dan beberapa sel
mempunyai inti yang hiperkromatik dan sel ini sering bersifat
dominan, sel tumor tidak memproduksi musin (Adham et al., 2012).
2.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan nasofaring,
radiologi, serologi, dan patologi.
2.6.1 Gejala Klinis
Karsinoma Nasofaring tidak menimbulkan gejala yang spesik karena
mirip dengan infeksi hidung lainnya dan letak tumor yang tersembunyi
sehingga sulit diperiksa. Pada umumnya, penderita KNF yang datang berobat
menunjukkan benjolan di lehar sebagai gejala pertama. Kemudian, gejala dini
ketika tumor masih terbatas di nasofaring adalah rasa penuh di telinga, rasa
berdenging atau krebek-krebek dan kadang disertai dengan penurunan
pendengaran. Gejela tersebut disebabkan oleh oklusi muara tuba Eustachius
akibat pendesakan tumor (William, 2006; Anita, 2006; Thompson, 2006).
14
Gejala lanjut KNF disebabkan oleh perluasan tumor ke jaringan
sekitarnya. Tumor dapat meluas ke arah superior menuju ke intra kranial dan
menjalar sepanjang fosa kranii media. Tumor dapat masuk ke rongga
tengkorak melalui foramen laserum, menimbulkan kerusakan atau lesi pada
kelompok saraf kranialis anterior yaitu N. III, IV, V dan VI. Perluasan tumor
ke arah anterior menuju rongga hidung, sinus paranasalis, fosa pterigopalatina
sampai orbita, menyebabkan lesi pada saraf kranialis I dan II. Tumor yang
besar dapat mendesak palatum mole, menimbulkan gejala obstruksi jalan
napas atas dan jalan makanan. Perluasan tumor ke arah posterolateral menuju
ruang parafaring dan fosa pterigopalatina, masuk ke foramen jugularis
sehingga menimbulkan kerusakan kelompok saraf kranialis posterior yaitu N.
IX, X, XI dan XII serta nervus simpatikus servikalis yang berjalan menuju
fisura orbitalis. Dua jenis sindrom nervus kranial yang berhubungan dengan
KNF adalah retroparotid syndrome yang melibatkan gangguan saraf kranial
IX, X, XI dan XII dan petrosphenoid syndrome dengan gangguan saraf
kranial III, IV, V dan VI. Lesi saraf kranial II juga bisa terjadi melalui
foramen laserum (William, 2006; Wolden, 2006).
Metastasis tumor ke kelenjar getah bening regional sering terjadi yaitu
sekitar 65%-80%. Selanjutnya sel-sel kanker dapat mengikuti aliran darah
dan mengadakan metastasis jauh mengenai organ tubuh yang lain seperti
tulang, hati dan paru (William, 2006; Wolden, 2006).
15
2.6.2 Pemeriksaan Nasofaring
Pemeriksaan tumor primer di nasofaring dapat dilakukan dengan ara
rinoskopi posterior (tidak langsung) dan nasofaringoskop (langsung) serta
fibernasofaringoskopi.22
2.6.3 Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat massa tumor nasofaring dan
melihat massa tumor yang menginvasi pada jaringan sekitarnya dengan
menggunakan:
1. Computed Tornografi (CT), dapat memperlihatkan
penyebaran ke jaringan ikat lunak pada nasofaring dan
penyebaran ke ruang paranasofaring. Sensitif mendeteksi erosi
tulang, terutama pada dasar tengkorak.
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI) yakni pemeriksaan
tambahan dari CT scan yang dapat membedakan antara
jaringan lunak dan cairan misalnya retensi cairan akibat invasi
ke sinus paranasal.23
2.6.4 Pemeriksaan Serologi
Diagnosis KNF ditunjang beberapa pemeriksaan tambahan yaitu
pemeriksaan serologi, misalnya imunglobulin A anti-viral capsid antigen (Ig
anti-VCA), Ig G anti-early antigen (EA), imunohistokimia, dan polymerase
chain reaction (PCR). Pemeriksaan serologi dapat dilakukan sebagai
skrinning untuk deteksi dini, sering mendahului munculnya KNF dan
16
berfungsi sebagai petanda tumor remisi dan kekambuhan. Ji, et al,
melaporkan window period selama 3 tahun sesudah peningkatan antibodi dan
menetap tinggi sampai muncul gejala klinis.
Bentuk endemik KNF dikatikan dengan VEB, meskipun peran VEB
yang tepat dalam pathogenesis KNF masih belum jelas. Deteksi antibodi IgG
(dijumpai pada masa awal infeksi virus) dan antibodi IgA VCA mendukung
diagnosis karsinoma nasofaring. Titer antibodi IgA untuk VEB viral capsid
antigen (EBV-IgA-VCA) dan VEB antigen awal (EBV-EA) pada
pemeriksaan immunofluorescent dapat digunakan untuk skrining KNF.
Peningkatan titer IgA antibodi pada VEB viral capsid antigen (VCA) biasa
ditemukan pada pasien KNF. Antibodi terhadap VEB baik IgG maupun IgA
pendertia KNF meningkat 8-10 kali lebih tinggi dibandingkan penderita
tumor lain atau orang sehat. Peningkatan titer IgA ini dapat diketahui sebelum
perkembangan KNF dan berkorelasi dengan besar tumor, remisi, dan
rekurensi. Dalam beberapa tahun terakhir, tes enzyme-linked immunosorbent
assay (ELISA) yang menggunakan antigen VEB rekombinan dimurnikan
makin dianjurkan untuk menggantikan immunofluorescent tradisional.
Virus juga dapat dideteksi pada tumor dengan pemeriksaan hibridisasi
in situ dan teknik imunohistokimia. Selain itu, dapat juga dideteksi dengan
teknik PCR pada material aspirasi biopsy jarum metastasis kelenjar getah
bening leher.24-26
17
2.6.5 Pemeriksaan Patologi
Pemeriksaan patologi anatomi dengan spesimen berasal dari biopsi
nasofaring. Hasil biopsy menunjukkan jenis keganasan dan derajat
diferensiasi. Pengambilan spesimen biopsi dari nasofaring dapat dikerjakan
dengan bantuan anestesi lokal ataupun dengan anestesi umum.27
2.6.5.1 Biopsi Nasofaring
Diagnosis pasti berdasarkan pemeriksaan PA dari biopsi
nasofaring BUKAN dari Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJH) atau
biopsi insisional/eksisional kelenjar getah bening leher. Biopsi
dilakukan dengan menggunakan tang biopsi yang dimasukkan melalui
hidung atau mulut dengan tuntunan rinoskopi posterior atau tuntunan
nasofaringoskopi rigid/fiber.27
2.6.5.2 Biopsi Aspirasi Jarum Halus Kelenjar Leher
Pembesaran kelenjar leher yang diduga keras sebagai metastasis
tumor ganas nasofaring yaitu, internal jugular chain superior,
posterior cervical triangle node, dan supraclavicular node jangan di
biopsy terlebih dul sebelum ditemukan tumor induknya. Yang
mungkin dilakukan adalah Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJH).27
18
2.7 Stadium
Tabel 2.1 Klasifikasi berdasarkan TNM (AJCC, 7th ed, 2010)
Tumor Primer (T)
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak terdapat tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor terbatas pada nasofaring, atau tumor meluas ke
orofaring dan atau rongga hidung tanpa perluasan ke
parafaringeal
T2 Tumor dengan perluasan ke parafaringeal
T3 Tumor melibatkan struktur tulang dari basis kranii atau
sinus paranasal
T4 Tumor dengan perluasan intracranial dan atau
keterlibatan saraf kranial, hipofaring, orbita, atau
dengan perluasan ke fossa infratemporal/masticator
space
KGB regional (N)
NX KGB regional tidak dapat dinilai
N0 Tidak terdapat mestasis ke KGB regional
N1 Metastasis unilateral di KGB, 6 cm atau kurang di atas
fossa supraklavikula
N2 Mestasis bilateral di KGB, 6 cm atau kurang dalam
dimensi terbesar di atas fosa supraklavikula
N3 Metastasis di KGB, ukuran > 6 cm
19
N3a Ukuran >6 cm
N3b Perluasan ke fosa supraklavikula
Metastasis Jauh (M)
MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh
Sumber: Perhimpunan Onkologi Indonesia, 2010
Pengelompokkan Stadium
Stadium T N M
Stadium 0 Tis N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T1 N1 M0
T2 N0-N1 M0
Stadium III T1-T2 N2 M0
T3 N0-N2 M0
Stadium IVA T4 N0-N2 M0
Stadium IVB T1-T4 N3 M0
Stadium IVC T1-T4 N0-N3 M1
Sumber: Perhimpunan Onkologi Indoesia, 201028
20
2.8 Penatalaksanaan
Terapi dapat mencakup radiasi, kemoterapi, kombinasi keduanya, dan
didukung dengan terapi simptomatik sesuai dengan gejala.27-28
Tabel 2.2 Pedoman Modalitas Terapi pada KNF
Stadium dini Stadium I
(T1N0M0)
Radiasi saja Rekomendasi II,
A
Stadium
intermediet
Stadium II
(T1-2, N1-2, M0)
Kemoradiasi
konkuren
I, B
Stadium lokal
lanjut
Stadium III, IVA,
IVB, (T3-4, N0-
3), M0)
Kemoradiasi
konkuren +/-
kemoterapi
adjuvan
I, A
Perencenaan
terapi radiasi
problematik
(tumor yang
berbatasan
dengan organ at
risk, mis: kiasma
optikum)
Stadium IVA,
IVB (T4 atau N3)
Kemoterapi
induksi, diikuti
dengan
kemoradiasi
konkuren
II, B
2.8.1 Radioterapi
Terapi radiasi adalah mengobati penyakit dengan menggunakan gelombang
atau partikel energi radiasi tinggi yang dapat menembus jaringan untuk
menghancurkan sel kanker (Kelvin dan Tyson, 2011). Radioterapi masih
memegang peranan terpenting dalam pengobatan karsinoma nasofaring (Soejipto
21
cit Iskandar et al, 1989). Radioterapi merupakan pengobatan utama, sedangkan
pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetra
siklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus
(Soepardi et al, 2012).
Dosis yang diberikan 200 rad / hari sampai mencapai 6000-6600 rad untuk
tumor primer, untuk kelenjar leher yang membesar diberikan 6000 rad. Jika tidak
ada pembesaran diberikan juga radiasi elektif sebesar 4000 rad (Soejipto cit
Iskandar et al, 1989).
Kesulitan-kesulitan yang dihubungkan dengan pemberian terapi radiasi
dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut. Kompilikasi dini dan lanjut
tersebut dapat berupa mukositis dengan disertai rasa tidak enak pada faring,
hilangnya nafsu makan (anoreksia), nausea (mual) dan membran mukosa yang
kering (Adams, 1994).
2.8.2 Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pengobatan kanker dengan obat-obatan.
Kemoterapi dapat menjalar melalui tubuh dan dapat membunuh sel kanker
dimanapun di dalam tubuh. Kemoterapi juga dapat merusak sel normal dan sehat,
terutama sel sehat dalam lapisan mulut dan sistem gastrointestinal, sumsung tulang
serta kantung rambut (Kelvin dan Tyson, 2011).
2.8.3 Kemoradiasi
Terapi radiasi adalah terapi sinar menggunakan energi tinggi yang dapat
menembus jaringan dengan tujuan membunuh sel neoplasma. Penyembuhan total
terhadap karsinoma nasofaring apabila hanya menggunakan terapi radiasi harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut.
• Belum didapatkannya sel tumor di luar area radiasi
22
• Tipe tumor yang radiosensitif
• Besar tumor yang kira-kira radiasi mampu mengatasinya
• Dosis yang optimal
• Jangka waktu radiasi tepat
Terapi kemoradiasi adalah pemberian kemoterapi bersamaan dengan
radioterapi dalam rangka mengontrol tumor secara lokoregional dan meningkatkan
ketahanan hidup penderita dengan cara mengatasi sel kanker secara sistemik lewat
mikrosirkulasi. Begitu banyak variasi agen yang digunakan dalam kemoradiasi ini
sehingga sampai saat ini belum didapatkan standar kemoradiasi yang definitif. 31
2.9 Deteksi Dini
Gejala yang berkaitan dengan KNF tahap awal biasanya tidak spesifik,
sebagian besar pasien KNF terdiagnosis pada stadium lanjut; padahal hasil
pengobatan KNF stadium lanjut tidak memuaskan, sehingga diagnosis dini dan
manajemen yang tepat penting untuk mencapai hasil pengobatan yang baik.
Pengembangan protokol skrining primer yang baik dapat berkontribusi pada deteksi
dini dan meningkatkan hasil pengobatan.
Diagnosis dini KNF dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis gejala,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti nasofaringoskopi, radiologi,
dan pemeriksaan histopatologi. Pemeriksaan histopatologi biopsi nasofaring
sampai saat ini diakui sebagai standar baku emas untuk diagnosis KNF.
23
GENETIK LINGKUNGAN
VIRUS EBSTEIN
BARR
FAKTOR MAKANAN PAPARAN
LINGKUNGAN (DEBU)
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Teori
Gambar 3.1 Kerangka Teori
LESI PRA KANKER
KARSINOMA
NASOFARING
HISTOPATOLOGI
24
KARSINOMA
NASOFARING
3.2 Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Gambar 3.2 Kerangka Konsep
: Variabel Dependen
: Variabel Independen
GENETIK LINGKUNGAN VIRUS EBSTEIN BARR
KARAKTERISTIK
1. USIA
2. JENIS KELAMIN
3. SUKU
4. PEKERJAAN
GEJALA KLINIS
1. BENJOLAN DI
LEHER
2. HIDUNG
TERSUMBAT
3. INGUS
CAMPUR
DARAH
4. NYERI KEPALA
5. PENGLIHATAN
DOBEL
6. TINITUS
7. PENDENGARAN
MENURUN
8. DLL.
STADIUM
1. STADIUM I
2. STADIUM II
3. STADIUM III
4. STADIUM IV
HISTOPATOLOGI
1. KERATINIZING
SQUAMOS CELL
CARCINOMA
2. NONKERATINIZING
SQUAMOS CELL
CARCINOMA
3. UNDIFFERENTIAT
ED CARCINOMA
25
3.3 Definisi Operasional
3.3.1 Usia
Definisi : Lama waktu hidup responden sejak dilahirkan. (KBBI, 2015)
Alat ukur : Rekam medik pasien
Cara ukur : Mencatat umur dari data rekam medik pasien
Hasil ukur : Berupa data kategori, yaitu:
1. <20 tahun
2. 20 – 40 tahun
3. 40 – 60 tahun
4. >60 tahun
3.3.2 Jenis Kelamin
Definisi : Perbedaan jenis kelamin dari pasien sesuai dengan yang
tercatat dalam rekam medis.
Alat ukur : Rekam medis.
Cara ukur : Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien.
Hasil ukur : Berupa data kategori, yaitu:
1. Laki-laki
2. Perempuan
3.3.3 Suku
Definisi : (a) Golongan orang-orang (keluarga) yang seturunan;
suku sakaat; (b) golongan bangsa sebagai bagian dari
bangsa yang besar (KBBI, 2015).
26
Alat ukur : Rekam medis.
Cara ukur : Pencatatan golongan pasien berdasarkan suku.
Hasil ukur : Berupa data kategori sebagai berikut:
1. Suku Bugis
2. Suku Makassar
3. Suku Toraja
4. Suku Mandar
5. Suku Mandarin
6. Suku Jawa, dll.
3.3.4 Pekerjaan
Definisi : Pencaharian; yang dijadikan pokok penghidupan; Sesuatu
yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah oleh responden
(KBBI, 2015).
Alat ukur : Rekam medik pasien.
Cara ukur : Mencatat pekerjaan dari data rekam medik pasien.
Hasil ukur : Berupa data kategori sebagai berikut:
1. Tukang
2. Pegawai
3. Buruh Pabrik
4. Tidak memiliki pekerjaan
5. Lainnya
27
3.3.5 Keluhan Utama
Definisi : Keluhan yang dirasakan pasien. Pada umumnya,
penderita KNF yang datang berobat menunjukkan
benjolan di lehar sebagai gejala pertama. Kemudian,
gejala dini ketika tumor masih terbatas di nasofaring
adalah rasa penuh di telinga, rasa berdenging atau krebek-
krebek dan kadang disertai dengan penurunan
pendengaran. Gejela tersebut disebabkan oleh oklusi
muara tuba Eustachius akibat pendesakan tumor.Gejala
lanjut KNF disebabkan oleh perluasan tumor ke jaringan
sekitarnya.
Alat ukur : Rekam medis
Cara ukur : Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien.
Hasil ukur : Berupa data kategorik, yaitu:
1. Benjolan di leher
2. Hidung tersumbat
3. Ingus campur darah
4. Nyeri kepala
5. Penglihatan dobel
6. Tinitus
7. Pendengaran menurun
8. Dan lain-lain
28
3.3.6 Stadium
Definisi : Tingkatan tentang progresifitas sel-sel kanker pada tubuh
dan lokasinya. Stadium dalam penelitian ini adalah stadium
berdasarkan AJCC 2010 ketika pertama kali terdiagnosis
menderita karsinoma nasofaring.
Alat ukur : Rekam medis.
Cara ukur : Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien.
Hasil ukur : Berupa data kategorik, yaitu:
1. Stadium I
2. Stadium II
3. Stadium III
4. Stadium IV
3.3.7 Histopatologi
Definisi : Suatu pemeriksaan dengan cara mengambil jaringan atau
masa tumor dari nasofaring kemudian hasilnya dapat
diperiksa pada patologi anatomi.
Alat ukur : Rekam medis
Cara ukur : Pencatatan status pasien melalui rekam medis pasien
Hasil Ukur : Berupa data kategorik yaitu:
1. Keratinizing squamos cell carcinoma
2. Nonkeratinizing squamous cell carcinoma
3. Undifferentiated carcinoma
29
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian retrospektif
deskriptif. Jenis penelitian ini dimaksudkan untuk memaparkan karakteristik
penderita karsinoma nasofaring (KNF) berdasarkan fakta yang terdapat di
lapangan. Metode yang digunakan untuk memperoleh data karakteristik variabel
tersebut digunakan dengan review status rekam medik pasien KNF.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober hingga Desember
2017.
4.3 Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah semua data pasien karsinoma nasofaring
yang menjalani rawat jalan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo pada periode Juni
2016 – Juni 2017.
30
4.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data sekunder dari rekam medis pasien
penderita KNF yang menjalani rawat jalan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
pada periode Juni 2016 – Juni 2017.
4.5 Pengolahan dan Penyajian Data
Pengolahan data yang dikumpulkan diolah secara deskriptif dengan
menggunakan program Statistic Package for Social Science (SPSS) dan Microsoft
Excel. Data yang telah diolah kemudian disajikan dalam tabel.
4.6 Etika Penelitian
1. Sebelum melakukan penelitian, peneliti menyertakan surat pengantar yang
ditujukan kepada pihak Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar sebagai permohonan izin.
2. Setiap subjek akan dijamin kerahasiaannya atas data yang diperoleh melalui
rekam medik dengan tidak menuliskan nama atau identitas pribadi pasien
tapi hanya berupa inisial.
3. Peneliti mengharapkan adanya manfaat dari penelitian ini kepada semua
pihak yang terkait berdasarkan manfaat penelitian yang telah dijabarkan
sebelumnya.
31
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar, pada bulan November – Desember 2017. Data yang
didapatkan sebanyak 55 kasus karsinoma nasofaring. Data diperoleh dari data
sekunder melalui rekam medik pasien penderita karsinoma nasofaring yang dirawat
jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada
periode Juni 2016 – Juni 2017 untuk mengetahui karakteristiknya berdasarkan
variabel usia, jenis kelamin, suku, pekerjaan, keluhan utama, stadium, dan
klasifikasi histopatologi. Adapun hasil penelitian, disajikan dalam bentuk tabel
sebagai berikut:
5.1 Distribusi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Usia
Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien penderita karsinoma
nasofaring yang dirawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar periode Juni 2016 – Juni 2017, diperoleh distribusi
proporsi berdasarkan umur sebagai berikut :
Tabel 5.1 Distribusi Proporsi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Usia
yang Dirawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar (Juni 2016 – Juni 2017)
Usia Frekuensi (n) Persentase (%)
<20 tahun 2 3.6
20 – 40 tahun 15 27.3
40 – 60 tahun 32 58.2
32
>60 tahun 6 10.9
Total 55 100.0
Berdasarkan tabel 5.1, dapat diketahui bahwa dari 55 pasien penderita
karsinoma nasofaring yang dirawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar periode Juni 2016 – Juni 2017, proporsi tertinggi
berdasarkan usia ada pada kelompok usia 40 – 60 tahun yaitu sebanyak 32 orang
atau sebesar 58,2% dan proporsi terendah ada pada kelompok usia <20 tahun
sebanyak 2 orang atau sebesar 3,6%. Penderita karsinoma nasofaring termuda
adalah umur 19 tahun dan yang tertua adalah umur 77 tahun.
5.2 Distribusi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien penderita karsinoma
nasofaring yang dirawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar periode Juni 2016 – Juni 2017, diperoleh distribusi
proporsi berdasarkan jenis kelamin sebagai berikut:
Tabel 5.2 Distribusi Proporsi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan
Jenis Kelamin yang Dirawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar (Juni 2016 – Juni 2017)
Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)
Laki-laki 31 56.4
Perempuan 24 43.6
Total 55 100.0
Berdasarkan tabel 5.2, dapat diketahui bahwa dari 55 pasien penderita
karsinoma nasofaring yang dirawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin
33
Sudirohusodo Makassar periode Juni 2016 – Juni 2017, proporsi tertinggi
berdasarkan jenis kelamin adalah pasien laki - laki yaitu sebanyak 31 orang atau
sebesar 56,4% sedangkan pasien perempuan sebanyak 24 orang atau sebesar 43.6%.
5.3 Distribusi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Suku
Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien penderita karsinoma
nasofaring yang dirawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar periode Juni 2016 – Juni 2017, diperoleh distribusi
proporsi berdasarkan suku sebagai berikut :
Tabel 5.3 Distribusi Proporsi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan
Suku yang Dirawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar (Juni 2016 – Juni 2017)
Suku Frekuensi (n) Persentase (%)
Ambon 4 7.3
Bugis 21 38.2
Jawa 2 3.6
Kaili 1 1.8
Lianjo 1 1.8
Luwuk 1 1.8
Makassar 14 25.5
Mandar 1 1.8
Palu 1 1.8
Papua 1 1.8
Tidore 1 1.8
Tolaki 1 1.8
Toraja 5 9.1
Wakatobi 1 1.8
34
Total 55 100.0
Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa dari 55 pasien penderita
karsinoma nasofaring yang dirawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar periode Juni 2016 – Juni 2017, proporsi tertinggi
berdasarkan suku adalah pasien suku Bugis yaitu sebanyak 21 orang atau sebesar
38,2% dan proporsi terendah berdasarkan suku adalah pasien suku Kalili, Lianjo,
Luwuk, Mandar, Palu, Papua, Tidore, Tolaki, Wakatobi masing-masing sebanyak
1 orang atau sebesar 1,8%.
5.4 Distribusi Pasien Karsinoma Nasofajring Berdasarkan Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien penderita karsinoma
nasofaring yang dirawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar periode Juni 2016 – Juni 2017, diperoleh distribusi
proporsi berdasarkan pekerjaan sebagai berikut:
Tabel 5.4 Distribusi Proporsi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan
Pekerjaan yang Dirawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar (Juni 2016 – Juni 2017)
Pekerjaan Frekuensi (n) Persentase (%)
Pegawai Negeri 2 3.6
Pegawai Swasta 3 5.5
Petani 11 20
POLRI/TNI 1 1.8
Wiraswasta 12 21.8
Tidak Bekerja 26 47.3
Total 55 100.0
35
Berdasarkan tabel 5.4, dapat diketahui bahwa dari 55 pasien penderita
karsinoma nasofaring yang dirawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar periode Juni 2016 – Juni 2017, proporsi tertinggi
berdasarkan pekerjaan adalah pasien yang tidak bekerja yaitu sebanyak 26 orang
atau sebesar 47,3% dan proporsi terendah adalah pasien POLRI/TNI sebanyak 1
orang atau sebesar 1,8%.
5.5 Distribusi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Keluhan Utama
Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien penderita karsinoma
nasofaring yang dirawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar periode Juni 2016 – Juni 2017, diperoleh distribusi
proporsi berdasarkan keluhan utama sebagai berikut :
Tabel 5.5 Distribusi Proporsi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan
Keluhan Utama yang Dirawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar (Juni 2016 – Juni 2017)
Keluhan Utama Frekuensi (n) Persentase (%)
Benjolan di leher 34 61.8
Gangguan Penglihatan 3 5.5
Hidung berdarah 9 16.4
Hidung tersumbat 27 49.1
Nyeri kepala 42 76.4
Penglihatan berganda 4 7.3
Sulit Menelan 8 14.6
Tinitus 2 3.6
Telinga nyeri 1 1.8
36
Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa dari 55 pasien penderita
karsinoma nasofaring yang dirawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar periode Juni 2016 – Juni 2017, proporsi tertinggi
berdasarkan keluhan utama adalah pasien dengan keluhan nyeri kepala yaitu
sebanyak 42 orang atau sebesar 76.4% dan proporsi terendah adalah pasien dengan
keluhan telinga nyeri yaitu 1 orang atau sebesar 1.8%.
5.6 Distribusi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Stadium
Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien penderita karsinoma
nasofaring yang dirawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar periode Juni 2016 – Juni 2017, diperoleh distribusi
proporsi berdasarkan stadium diagnosis awal sebagai berikut:
Tabel 5.6 Distribusi Proporsi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan
Stadium yang Dirawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar (Juni 2016 – Juni 2017)
Stadium Frekuensi (n) Persentase (%)
I 1 1.8
II 13 23.6
III 12 21.8
IV 29 52.7
Total 55 100.0
Berdasarkan tabel 5.6, dapat diketahui bahwa dari 55 pasien penderita
karsinoma nasofaring yang dirawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar periode Juni 2016 – Juni 2017, proporsi tertinggi
berdasarkan stadium diagnosis awal adalah pasien dengan stadium IV yaitu
37
sebanyak 29 orang atau sebesar 52,7% dan proporsi terendah adalah pasien dengan
stadium I yaitu sebanyak 1 orang atau sebesar 1,8%.
5.7 Distribusi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Klasifikasi
Histopatologi
Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik pasien penderita karsinoma
nasofaring yang dirawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar periode Juni 2016 – Juni 2017, diperoleh distribusi
proporsi berdasarkan klasifikasi histopatologi sebagai berikut:
Tabel 5.7 Distribusi Proporsi Pasien Karsinoma Nasofaring Berdasarkan
Klasifikasi Histopatologi yang Dirawat Jalan di Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar (Juni 2016 –
Juni 2017)
Histopatologi Frekuensi (n) Persentase (%)
Differentiated nonkeratinizing
squamos cell carcinoma
27 49.1
Undifferentiated nonkeratinizing
squamos cell carcinoma
28 50.9
Total 55 100.0
Berdasarkan tabel 5.7, dapat diketahui bahwa dari 55 pasien penderita
karsinoma nasofaring yang dirawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar periode Juni 2016 – Juni 2017, proporsi tertinggi
berdasarkan klasifikasi histopatologi adalah pasien dengan tipe undifferentiated
nonkeratinizing squamos cell carcinoma yaitu sebanyak 28 orang atau sebesar
50,9% dan proporsi terendah adalah pasien dengan tipe differentiated
38
nonkeratinizing squamos cell carcinoma yaitu sebanyak 27 orang atau sebesar
49,1%.
39
BAB VI
PEMBAHASAN
Penelitian tentang insiden karsinoma nasofaring pada pasien rawat jalan di
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Juni2016
– Juni 2017 yang telah dilaksanakan pada rumah sakit tersebut. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif retrospektif yang melihat berdasarkan rekam
medik pasien. Penelitian ini bertujuan mengetahui insiden penyakit karsinoma
nasofaring berdasarkan usia, jenis kelamin, suku, pekerjaan, keluhan utama,
stadium, dan histopatologi. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa jumlah kasus
karsinoma nasofaring pada RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Juni 2016 –
Juni 2017 ditemukan sebanyak 55 pasien yang memiliki rekam medik yang
lengkap.
6.1 Usia
Persentasi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan usia dapat diliat pada
tabel 5.1 yang menunjukkan angka terbesar dari kriteria usia pada KNF rawat jalan
di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Juni 2016 – Juni 2017 yaitu pada
kelompok usia 40-60 tahun sebanyak 32 kasus (58,2%) sedangkan kelompok usia
<20 tahun merupakan kelompok usia dengan angka kejadian KNF yang paling
rendah yaitu sebanyak 2 kasus (3,6%).
Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukri Rahman
dkk (2015) dari Universitas Andalas Padang bahwa insiden karsinoma nasofaring
mulai meningkat setelah usia 30 tahun dengan puncak tertinggi saat usia 45 – 55
tahun. Begitupun hasil penelitian Ferdinand Maubere (2014) di Rumah Sakit
40
Umum Pusat Sanglah Denpasar yang menemukan bahwa dari 68 sampel pasien
didapatkan kelompok usia dengan insiden karsinoma nasofaring terbanyak yaitu
kelompok usia 30 – 50 tahun dengan jumlah 35 kasus (51,5%).
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan kepustakaan yang mengatakan bahwa
insiden tertinggi penderita karsinoma nasofaring ada pada kisaran usia 30 – 50
tahun. Dimana pada kisaran usia tersebut semakin meningkat disebabkan adanya
pengaruh faktor genetik, faktor lingkungan atau paparan bahan karsinogenik pada
usia sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa sejak pertama kali terpapar bahan
karsinogenik atau faktor lainnya hingga timbul kanker membutuhkan waktu yang
lama.
6.2 Jenis Kelamin
Persentasi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan jenis kelamin dapat
dilihat pada tabel 5.2 yang menunjukkan bahwa angka tertinggi dari kriteria jenis
kelamin pada karsinoma nasofaring rawat jalan di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Periode Juni 2016 – Juni 2017 yaitu laki-laki sebanyak 31 kasus
(56,4%) dibandingkan perempuan sebanyak 24 kasus (43,6%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan kepustakaan yang mengatakan bahwa laki
– laki berhubungan erat dengan insidensi karsinoma nasofaring dibandingkan
perempuan. Selain itu, prognosis karsinoma nasofaring lebih baik pada perempuan
dibandingkan laki – laki. Angka harapan hidup lima tahun penderita karsinoma
nasofaring pada perempuan sebesar 84% sedangkan pada laki – laki sebesar 78%.
Hal tersebut terjadi karena pengaruh gaya hidup laki – laki dan perempuan
yang berbeda. Contohnya kebiasaan merokok dimana jumlah perokok laki – laki
41
lebih tinggi daripada perempuan. Begitupun dengan kebiasaan minum alkohol
dimana jumlah peminum alkohol laki – laki lebih tinggi daripada perempuan. Hasil
penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Riska Adriana
(2015) di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Hasilnya menunjukkan bahwa
dari 215 sampel pasien didapatkan insidensi karsinoma nasofaring terbanyak adalah
pasien berjenis kelamin laki – laki yaitu sebanyak 148 orang atau sebesar 68,8%
sedangkan pasien perempuan sebanyak 67 orang atau sebesar 31,2%.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ferdinand Maubere (2014) di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar yang
menemukan bahwa dari 68 sampel pasien didapatkan jumlah pasien laki – laki lebih
banyak yaitu 50 orang atau sebesar 73,5% dibandingkan jumlah pasien perempuan
dengan jumlah 18 orang atau sebesar 26,5%. Dan sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Wulan Melani (2013) di Rumah Sakit H.Adam Malik. Hasil
penelitian menunjukkan jumlah laki-laki 103 orang (68.2%) dan perempuan 48
orang (31.8%).
6.3 Suku
Persentasi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan suku dapat dilihat pada
tabel 5.3 yang menunjukkan bahwa proporsi tertinggi yang dirawat jalan di Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Juni 2016 – Juni
2017adalah pasien suku Bugis yaitu sebanyak 21 orang atau sebesar 38,2%, disusul
pasien suku Makassar sebanyak 14 orang (25,5%) dan proporsi terendah
berdasarkan suku adalah pasien suku Kalili, Lianjo, Luwuk, Mandar, Palu, Papua,
Tidore, Tolaki, Wakatobi masing-masing sebanyak 1 orang atau sebesar 1,8%.
42
Hasil penelitian ini sejalan dengan kepustakaan yang mengatakan bahwa suku
paling banyak menjadi penderita kanker nasofaring sesuai dengan suku mayoritas
di daerah mana penelitian dilakukan, sesuai penelitian yang dilakukan oleh Pieter
NAL (2013) yang dilakukan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yang
didapatkan suku terbanyak adalah suku Bugis sebanyak 29 orang (58%) diikuti
suku Makassar sebanyak 10 orang (20%). Dan sejalan dengan penelitian oleh
Savitri E (2014) juga di RSUP Dr. Wahidin Makassar menunjukkan suku Bugis
sebanyak 7 orang (48,3%) adalah suku terbanyak pada penderita karsinoma
nasofaring.
6.4 Pekerjaan
Persentasi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan pekerjaan dapat dilihat
pada tabel 5.4 yang menunjukkan bahwa proporsi tertinggi yang dirawat jalan di
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Juni 2016
– Juni 2017 adalah pasien yang tidak memiliki pekerjaan yaitu sebanyak 26 orang
atau sebesar 47,3% dan proporsi terendah berdasarkan pekerjaan adalah pasien
yang berprofesi sebagai POLRI/TNI sebanyak 1,8%.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Kota
Pekanbaru tahun 2009-2013 yang menemukan penderita KNF yang memiliki
proporsi paling besar adalah pasien yang tidak memiliki pekerjaan sebanyak 32
orang (Diniati A, 2016). Pekerjaan dapat menjadi salah satu hal yang penting untuk
diperhatikan pada kasus kanker nasofaring, karena terdapat hubungan antara
pekerjaan dengan substansi berbahaya di lingkungan kerja terhadap keganasan
nasofaring. Namun pada penelitian ini yang paling tinggi pasien yang tidak bekerja,
43
bisa saja disebabkan karena pasien yang datang ke RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo paling banyak sudah berada pada usia 40 – 60 tahun dengan stadium
akhir IV yang sudah memasuki usia non produktif (Adham M, 2012).
6.5 Keluhan Utama
Persentasi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan keluhan utama dapat
dilihat pada tabel 5.5 yang menunjukkan bahwa proporsi tertinggi yang dirawat
jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode
Juni 2016 – Juni 2017 adalah pasien yang mengaku nyeri kepala yaitu sebanyak 42
orang atau sebesar 76,4%, kemudian disusul dengan keluhan benjolan di leher
sebanyak 34 orang atau sebesar 61,8% dan proporsi terendah berdasarkan keluhan
utama adalah pasien yang mengaku nyeri pada telinga yakni sebanyak 1 orang atau
sebasar 1,8%.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Melani W (2012)
yang menemukan bahwa proporsi pasien karsinoma nasofaring dengan keluhan
nyeri kepala cukup tinggi sebanyak 60 orang. Gejala seperti nyeri kepala ini terjadi
akibat perluasan tumor ke arah intracranial melalui foramen laserum, dan
menimbulkan kerusakan atau lesi pada saraf otak, hal ini juga mungkin diakibatkan
karena pasien KNF di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo sudah dengan stadium IV.
Selain itu keluhan kedua terbanyak adalah benjolan di leher, keluhan ini yang paling
sering mendorong pasien untuk dating berobat, karena leher juga merupakan
penyebaran terdekat secara limfogen dari sel kanker di nasofaring (Dewi YA,
2010).
44
6.6 Stadium
Persentasi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan stadium dapat dilihat
pada tabel 5.6 yang menunjukkan angka terbesar dari kriteria stadium pada KNF
rawat jalan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Juni 2016 – Juni 2017 yaitu
pada stadium IV sebanyak 29 kasus (52,7%) sedangkan stadium I merupakan
stadium dengan angka kejadian KNF yang paling rendah yaitu sebanyak 1 kasus
(1,8%).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di tempat
lain. Penelitian di India, ditemukan penederita stadium IV sebanyak 58,9% dari 29
kasusnya. Kemudian, penelitian di Jakarta mendapatkan stadium KNF paling
banyak adalah stadium IV yaitu sebanyak 60%. Penelitian di Universitas Sumatera
Utara ditemukan stadium KNF paling banyak adalah stadium IV yaitu 56 penderita
atau sebanding dengan 49,6%, stadium III ditemukan 39 penderita (34,5%), dan
stadium I hanya ditemukan pada 1 penderita. Selain itu, penelitian di Bandung
tepatnya di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung ditemui 267 orang (54,2%) yang
terdiagnosis KNF stadium IV, kemudian diikuti oleh stadium III sebanyak 12,2%,
stadium II sebanyak 11,4%, dan stadium penyakit terendah adalah stadium I yaitu
sebanyak 2,2%.
Dari hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa banyaknya penderita yang
ditemukan pada stadium lanjut yang menunjukkan adanya keterlambatan deteksi
dini dari adanya tumor pada nasofaring. Hal tersebut dapat disebabkan oleh gejala
dini yang tidak khas dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk datang ke dokter
sampai keluhannya memburuk. Selain itu pula, masih banyak masyarakat yang
45
tidak mengetahui tentang penyakit kanker terutama KNF, lebih percaya berobat ke
dukun yang sifatnya non-medis, takut berobat ke dokter, dan kurangnya
pengetahuan dokter dan tenaga kesehatan pada lini pertama terhadap gejala dan
tanda KNF.
6.7 Histopatologi
Persentasi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan histopatologi dapat
dilihat pada tabel 5.7 yang menunjukkan bahwa angka tertinggi dari kriteria
histopatologi pada karsinoma nasofaring rawat jalan di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Periode Juni 2016 – Juni 2017 yaitu pada jenis undifferentiated
nonkeratinizing squamos cell carcinoma sebanyak 28 kasus atau sebesar 50,9%
dibandingkan jenis differentiated nonkeratinizing squamos cell carcinoma yaitu
sebanyak 27 orang atau sebesar 49,1%.
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan beberapa penelitian di Indonesia. Di
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Periode Tahun 2006 – 2010 menunjukkan
bahwa tipe 3 yaitu karsinoma tidak berdiferensiasi adalah jenis histopatologi yang
paling banyak ditemui yakni sebanyak 350 orang atau 71,0%, kemudian diikuti oleh
tipe 1 yakni karsinoma sel skuamosa berkeratin. Selain itu, di Instalasi Patologi
Anatomi RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 1992 didapatkan jenis WHO tipe 1,2
dan 3 masing-masing sebanyak 17,91%, 10,45%, dan 71,64%. Selanjutnya, hasil
penelitian ini juga sejalan dengan penelitian pasien KNF di Poliklinik THT-KL
RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2000 yang ditemukan bahwa jenis WHO tipe
1, 2, dan 3 sebesar 5,59%, 8,04%, dan 85,66%. Di Medan, ada sebuah penelitian
yang juga mendapatkan WHO tipe 3 paling banyak yaitu 53%, WHO tipe 1
46
sebanyak 29%, dan WHO tipe 2 sebanyak 29% dari 55 kasusnya. Dari beberapa
hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini, faktor yang mempengaruhi
dominasi jenis histopatologi ternyata belum dapat diketahui, dan untuk hal tersebut
dibutuhkan penelitian lebih lanjut.
6.8 Keterbatasan
Pada penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar, terdapat kendala yaitu data pada rekam medik
yang diperlukan ada yang tidak lengkap sesuai dengan variabel yang dicari.
46
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai karakteristik
penderita karsinoma nasofaring di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar Periode Juni 2016 – Juni 2017 didapatkan sampel
sebanyak 55 orang, maka dapat disimpulkan beberapa hal bahwa penderita KNF
yang datang berobat dominan berjenis kelamin laki-laki dengan usia rata-rata 40 –
60 tahun yang bersuku bugis karena lokasi rumah sakit sebagai tempat penelitian
mayoritas penduduknya bersuku bugis. Penderita KNF dominan adalah orang yang
tidak memiliki pekerjaan, adapun keluhan utama yang membuat kebanyakan
penderita KNF datang berobat ke rumah sakit adalah nyeri kepala, dan mereka yang
datang berobat telah berada pada stadium IV, yang mana ditemukan hasil
histopatologinya adalah tipe undifferentiated noneratinizing squamos cell
carcinoma.
7.3 Saran
1. Bagi rumah sakit, puskesmas, serta institusi kesehatan yang terkait
bekerjasama untuk memberikan penyuluhan tentang informasi yang
berkaitan dengan karsinoma nasofaring sehingga masyarakat daat mengenal
gejala dan tanda KNF.
2. Dibutuhkan kerjasama dari berbagai sektor terkait seperti Dinas Kesehatan,
Pemda, LSM, Institusi Pendidikan Dokter atau Perawat, dan IDI untuk
47
melakukan deteksi dini pada karsinoma nasofaring. Mengingat bahwa
banyak hasil penelitian yang menujukkan bahwa pasien karsinoma
nasofaring paling banyak terdiagnosis pasa stadium IV.
3. Diharapkan dokter atau tenaga kesehatan pada lini pertama untuk
meningkatkan pengetahuan mengenai karsinoma nasofaring, melakukan
deteksi dini, melakukan pemeriksaan nasofaring dengan teknik sederhana,
mengetahui prinsip terapi, dan upaya pencegahan KNF.
4. Untuk menunjang penelitian, diharapkan pengisian status rekam mendis
pasian yang lebih lengkap dari sebelumnya.
48
DAFTAR PUSTAKA
Adham M, et al. 2012. Nasopharyngeal Carcinoma in Indonesia: Epidemiology,
Incidence, Sign, and Symptoms at Presentation.
Adriana, Riska., Yussy Afriani dan Dindy Samiadi. 2015. Kesintasan Penderita
Karsinoma Nasofaring dan Faktor yang Mempengaruhinya di RSHS. Bandung:
Universitas Padjajaran.
Ariwibowo, H., 2013. Faktor Risiko Karsinoma Nasofaring. Available from:
http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_254Deteksi%20Dini%20dan%20Diagnos
is%20Karsinoma%20Nasofaring.pdf [akses pada 17 Agustus 2017]
Bernand B, 2006. Nasopharyngeal Carcinoma Review in Orphanet Journal in Rare
Disease. Biomed Central.
Brady LW, Heilmann HP, Nieder C, 2010. Medical radiology-radiation oncology.
Chan ATC, Gregoire V, Lefebvre J-L, et al, 2010. Nasopharyngeal Cancer: Clinical
Practice Guidelines for Diagnosis, treatment and follow up.
Chew CT, 1997. Nasopharynx (The Post Nasal Space). Scott-Brown
Otolaryngology, vol.5, 6th edition, Butterworth Heinemann, Oxford: 1-22.
Depdiknas, 2015. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Dewi YA, 2010. Karsinoma Nasofaring. Fakultas Kedokteran UNPAD, THT-KL:
Bandung.
49
Dharishini P. 2011. Gambaran Karakteristik Penderita Karsinoma Nasofaring Di
Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Dari Januari Sampai Desember 2009.
Medan: Universitas Sumatera Utara.
Diniati A, Wiwit AFW, Harianto. 2016. Distribusi Keganasan Nasofaring
Berdasarkan Pemeriksaan Histopatologi pada Rumah Sakit di Kota Pekanbaru
Tahun 2009 – 2013. JOM F; 3(1).
Ferlay J, et al. GLOBOCAN 2012. Cancer Incidence and Mortality Worldwide.
Available from http://globocan.iarc.fr
Forman D, et al, 2014. Cancer incidence in five continents. Lyon: WHO Press.
Ganguly NK, 2003. Epidemiological and Etiological Factors Associated with
Nasopharyngeal Carcinoma. ICMR Bulletin. Hal: 33.
Haryanto R, et al, 2010. Radiasi Eksternal Karsinoma Nasofaring sebagai Penyebab
Gangguan Dengar. Tesis, Fakultas Kedokteran UNPAD, Bandung.
Hasselt CAV, Gibb AG, 1999. Nasopharyngeal Carcinoma. Hong Kong and
London: The Chinesse University Press, Greenwich Medical Media LTD.
International Agency for Research on Cancer (IARC), 2010. Interphone study
reports on mobile phone use and brain cancer risk. Lyon Press
Jeyekumar, Anita, et al, 2006. Review of Nasopharyngeal Carcinoma. ENT-Ear,
Nose &Throat Journal March 2006.
Kartikawati H, 2005. Penatalaksanaan karsinoma nasofaring menuju terapi
kombinasi / kemoradioterapi. Semarang: Fakultas Kedokteran UNDIP
50
Kelvin J. F. dan Tyson, L. B, 2011. 100 Tanya-Jawab Mengenai Gejala Kanker dan
Efek Samping Pengobatan Kanker. Jakarta: PT Indeks.
King AD, Bhatia KSS, 2010. Magnetic Resonance Imaging Staging of
Nasopharyngeal Carcinoma in the Head and Neck. World Journal of Radiology.
Lin, 2006. Malignant Nasopharyngeal Tumors. Available at www.emedicine.com.
Maubere, Ferdinand. 2014. Karakteristik Pasien Karsinoma Nasofaring di
Poliklinik Telinga Hidung Tenggorokan – Kepala Leher Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar Pada Bulan November – Desember 2014. Denpasar: Universitas
Udayana.
McDermott, et al, 2001. The Aectiologi of Nasopharyngeal Carcinoma. Clinical
Otolaryngology. 26th Edition. Hal: 89-92.
Melani, Wulan. 2013. E-jurnal FK USU “Karakteristik Penderita Karsinoma
Nasofaring di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan”. Volume 1 No.1. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Munir D, 2008. Asosiasi Antara Alel Gen HLA-DRB1 dengan Kerentanan
Timbulnya Karsinoma Nasofaring pada Suku Batak. Disertasi, Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.
Munir D. 2009. Karsinoma Nasofaring. Medan: USU press.
Nasir, N, 2009. Karsinoma Nasofaring. Kedokteran Islam. Available from:
www.nasriyadinasi.co.cc. Diakses pada 17 Agustus 2017.
51
National Cancer Institute, 2013. Nasopharyngeal Cancer Treatment. Available
from: www.cancer.gov
NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology: Head and Neck Cancer. Version
1
Pieter NAL, Yusuf I, Savitri E. 2013. Profil IgA(VCA-p18+EBNA1) dan Viral
Load DNA EBV Sebagai Faktor Resiko Keluarga Penderita Karsinoma Nasofaring
dengan EBV Positif. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Rahman, Sukri., Bestari Jaka dan Histawara Subroto. 2015. Faktor Risiko Non
Viral Pada Karsinoma Nasofaring. Padang: Universitas Andalas.
Roezin A, Adham M, 2009. Karsinoma Nasofaring. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. hlm. 182-187.
Rubin E, Gorstein F, et al, 2005. Rubin’s Pathology: Clinicopathologic Foundations
of Medicine. In: The head and neck: Tumors of the Nasopharynx. Baltimore:
Lippincott.
Savitri E, Kuhuwael FG, Punagi AQ, Agus IG. 2014. HIA-a24 Gen Allele At
Peripheral Blood Samples And Nasopharyngeal Cytobrush In Nasopharyngeal
Carcinoma Patients In Makassar. International Journal of Biological & Medical
Research; 5(3): 4350-4354.
Thompson MP, Kurzrock R, 2004. Epstein-Barr Virus and Cancer. American
Association for Cancer Research.
52
Wahyono DJ, Hermani B. 2005. Ekspresi gen litik virus Epsteinn Barr: Manfaatnya
untuk Penegakan Diagnosis karsinoma Nasofaring. Tesis, Fakultas Kedokteran UI,
Jakarta.
Wei Wl, Chua DT. Head and neck surgery-otolaryngology. 5th ed. Bailey BJ HG,
Johnson JT, Rosen CA, editors. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Witte MC, Neel, 1998. Nasopharyngeal Cancer. In: Byron J. Bailey, editors. Head
and Neck otolaryngology, 2nd ed. Lippincot-Raven. Philadelphia.
Zhang, et al, 2013. Emerging Treatment Options for Nasopharyeal Carcinoma.
Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3565571/pdf/dddt-7-037.pdf
[akses pada 17 agustus 2016]
Lampiran 1. Jadwal Penelitian
“Karakteristik Penderita Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin
Sudirohusodo Periode Juni 2016 – Juni 2017”
KEGIATAN Agustus September Oktober November Desember
KET 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Mendapatkan Topik
2. Seminar Proposal
3. Pengumpulan Data
4. Pengolahan Data
5. Penyusunan Laporan
6. Ujian Akhir dan
Pengumpulan Nilai
LAMPIRAN
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian dan Pengambilan Data
Lampiran 3. Surat Rekomendasi Persetujuan Etik
Lampiran 4. Data Karakteristik Penderita Karsinoma Nasofaring pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum
Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode Juni 2016 – Juni 2017
No Rm Usia Jenis Kelamin Suku Pekerjaan Gejala Klinis Stadium Histopatologi
1 763097 49 Laki-laki Toraja Petani Nyeri kepala, benjolan di leher IV Differentiated Nonkeratinizing squamos cell carcinoma
2 765398 46 Perempuan Bugis Tidak bekerja Hidung berdarah IV
Undifferentiated Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
3 765637 35 Laki-laki Ambon POLRI/TNI Nyeri kepala, benjolan di leher,
Hidung tersumbat, sulit menelan, Gangguan penglihatan
IV Undifferentiated
Nonkeratinizing squamos cell carcinoma
4 764944 41 Laki-laki Ambon Pegawai swasta Nyeri kepala, benjolan di leher IV
Undifferentiated Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
5 763983 53 Perempuan Bugis Tidak bekerja
Nyeri kepala, hidung tersumbat, Hidung berdarah III Differentiated Nonkeratinizing
squamos cell carcinoma
6 768914 50 Perempuan Bugis Tidak bekerja Nyeri kepala, benjolan di leher IV Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
7 767588 52 Perempuan Makassar Tidak bekerja Hidung tersumbat II
Undifferentiated Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
8 763996 59 Laki-laki Makassar Petani Benjolan di leher, hidung tersumbat, penglihatan berganda II
Undifferentiated Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
9 749447 34 Perempuan Bugis Pegawai swasta
Nyeri kepala, benjolan di leher, Hidung tersumbat IV
Undifferentiated Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma 10 759386 50 Perempuan Bugis Tidak Nyeri kepala IV Differentiated Nonkeratinizing
bekerja squamos cell carcinoma
11 767315 46 Laki-laki Ambon Wiraswasta Nyeri kepala, benjolan di leher, Hidung tersumbat, Gangguan
penglihatan IV
Undifferentiated Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
12 766460 44 Laki-laki Toraja Petani Nyeri kepala II Differentiated Nonkeratinizing squamos cell carcinoma
13 773419 39 Laki-laki Bugis Tidak bekerja Nyeri kepala, benjolan di leher II Differentiated Nonkeratinizing
squamos cell carcinoma
14 776259 32 Laki-laki Bugis Tidak bekerja
Benjolan di leher, hidung tersumbat, sulit menelan II Differentiated Nonkeratinizing
squamos cell carcinoma
15 772887 25 Laki-laki Bugis Petani Nyeri kepala III Undifferentiated
Nonkeratinizing squamos cell carcinoma
16 769284 41 Laki-laki Luwuk Wiraswasta Nyeri kepala, hidung berdarah, Penglihatan berganda II
Undifferentiated Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
17 771991 51 Laki-laki Wakatobi Wiraswasta Nyeri kepala, benjolan di leher,
Hidung tersumbat, Gangguan penglihatan
III Undifferentiated
Nonkeratinizing squamos cell carcinoma
18 734034 45 Laki-laki Bugis Wiraswasta Sulit menelan, tinitus IV Undifferentiated
Nonkeratinizing squamos cell carcinoma
19 774646 38 Perempuan Tidore Tidak bekerja Nyeri kepala, benjolan di leher III Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
20 723666 32 Laki-laki Toraja Petani Nyeri kepala, hidung tersumbat IV Nonkeratinizing squamos cell carcinoma
21 655305 32 Laki-laki Bugis Wiraswasta Nyeri kepala, benjolan di leher, Hidung berdarah IV Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
22 778565 67 Laki-laki Bugis Petani Benjolan di leher, hidung berdarah IV Nonkeratinizing squamos cell carcinoma
23 773585 48 Laki-laki Makassar Pegawai Hidung tersumbat, Penglihatan IV Nonkeratinizing squamos cell
negeri berganda, sulit menelan carcinoma
24 738737 45 Laki-laki Bugis Wiraswasta Benjolan di leher IV Nonkeratinizing squamos cell carcinoma
25 779105 71 Perempuan Makassar Tidak bekerja Nyeri kepala, benjolan di leher II Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
26 778890 19 Perempuan Mandar Tidak bekerja Nyeri kepala III Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
27 751869 32 Laki-laki Makassar Wiraswasta Nyeri kepala, benjolan di leher, Hidung tersumbat, sulit menelan III
Undifferentiated Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
28 776627 29 Perempuan Makassar Tidak bekerja Nyeri kepala, hidung tersumbat II
Undifferentiated Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
29 736831 58 Perempuan Bugis Wiraswasta Sulit menelan IV Differentiated Nonkeratinizing squamos cell carcinoma
30 766228 19 Perempuan Bugis Tidak bekerja
Nyeri kepala, benjolan di leher, Hidung tersumbat IV Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
31 779231 72 Laki-laki Tolaki Petani Nyeri kepala, benjolan di leher, Hidung tersumbat IV
Undifferentiated Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
32 777984 44 Perempuan Toraja Tidak bekerja
Nyeri kepala, benjolan di leher, Sulit menelan IV
Undifferentiated Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
33 780985 52 Perempuan Makassar Tidak bekerja Nyeri kepala, benjolan di leher II Differentiated Nonkeratinizing
squamos cell carcinoma
34 784808 44 Perempuan Bugis Tidak bekerja Hidung tersumbat II
Undifferentiated Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
35 781550 41 Laki-laki Jawa Petani Hidung berdarah, tinitus, Telinga nyeri IV Differentiated Nonkeratinizing
squamos cell carcinoma 36 786749 25 Laki-laki Kalili Pegawai Nyeri kepala, benjolan di leher, III Nonkeratinizing squamos cell
swasta Hidung tersumbat carcinoma
37 757529 61 Laki-laki Bugis Wiraswasta Nyeri kepala, hidung tersumbat IV Differentiated Nonkeratinizing squamos cell carcinoma
38 653135 43 Perempuan Bugis Pns Benjolan di leher IV Differentiated Nonkeratinizing squamos cell carcinoma
39 767126 27 Laki-laki Palu Tidak bekerja Nyeri kepala, benjolan di leher III
Undifferentiated Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
40 766216 42 Laki-laki Lianjo Wiraswasta Nyeri kepala, benjolan di leher, Hidung tersumbat I
Undifferentiated Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
41 743276 43 Perempuan Makassar Tidak bekerja
Nyeri kepala, benjolan di leher, Hidung tersumbat, hidung
berdarah, sulit menelan II
Undifferentiated Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
42 784773 42 Perempuan Makassar Tidak bekerja Nyeri kepala III
Undifferentiated Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
43 787507 77 Perempuan Bugis Tidak bekerja
Nyeri kepala, benjolan di leher, Hidung tersumbat III
Undifferentiated Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
44 786159 67 Perempuan Bugis Tidak bekerja Hidung tersumbat IV
Undifferentiated Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
45 789671 45 Laki-laki Makassar Wiraswasta Nyeri kepala, benjolan di leher IV Differentiated Nonkeratinizing squamos cell carcinoma
46 792361 48 Perempuan Makassar Tidak bekerja Nyeri kepala, hidung tersumbat III Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
47 785388 51 Perempuan Toraja Tidak bekerja Nyeri kepala, benjolan di leher IV Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
48 794601 47 Laki-laki Papua Tidak bekerja Nyeri kepala IV Undifferentiated
Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
49 793222 36 Perempuan Bugis Tidak bekerja
Nyeri kepala, benjolan di leher, Hidung tersumbat, hidung
berdarah II
Undifferentiated Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
50 793735 37 Laki-laki Ambon Tidak bekerja
Nyeri kepala, benjolan di leher, Hidung tersumbat IV Differentiated Nonkeratinizing
squamos cell carcinoma
51 798921 40 Laki-laki Jawa Petani
Nyeri kepala, benjolan di leher, Hidung tersumbat, hidung
berdarah, Penglihatan berganda
IV Differentiated Nonkeratinizing squamos cell carcinoma
52 795254 58 Laki-laki Makassar Petani Nyeri kepala, hidung tersumbat IV Undifferentiated
Nonkeratinizing squamos cell carcinoma
53 803083 42 Perempuan Makassar Tidak bekerja Nyeri kepala, benjolan di leher IV
Undifferentiated Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
54 800566 50 Laki-laki Makassar Wiraswasta Nyeri kepala, benjolan di leher III Undifferentiated
Nonkeratinizing squamos cell carcinoma
55 795921 51 Laki-laki Bugis Petani Nyeri kepala, benjolan di leher, Hidung tersumbat II
Undifferentiated Nonkeratinizing squamos cell
carcinoma
Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian
Lampiran 6. Biodata Peneliti
BIODATA PENELITI
Data Pribadi:
Nama Lengkap : Anugrah Astang
Nama Panggilan : Anugrah
Tempat/Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 02 November 1995
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Gol. Darah : A
Nama Orang Tua
• Ayah : H. Astang
• Ibu : Hj. Salma
Pekerjaan Orang Tua
• Ayah : Wiraswasta
• Ibu : IRT
Anak ke : 6
Alamat saat ini : Jl. Laccukang Lr. 1 No. 5A
No. Telp : 087788396799
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan Formal
Periode Sekolah/Institusi/Universitas Jurusan
2002 - 2008 SD Inpres Baraya I Makassar -
2008 - 2011 SMP Negeri 4 Makassar -
2011 - 2014 SMA Negeri 5 Makassar IPA
2014 - sekarang Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin
Pendidikan Dokter
Riwayat Organisasi
Periode Organisasi Jabatan
2014 - sekarang Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat
Kedokteran Unhas
Anggota