karakteristik gel cincau hijau perdu (premna oblongifolia ...digilib.unila.ac.id/58057/2/skripsi...
TRANSCRIPT
KARAKTERISTIK GEL CINCAU HIJAU PERDU (Premna oblongifoliaMerr.) DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG UMBI SUWEG
(Amorphophallus campanulatus B)
(Skripsi)
Oleh
DEA RIZKI WIDIANA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
ABSTRACT
CHARACTERISTIC GREEN GRASS JELLY GEL (Premna oblongifolia
Merr.) WITH ADDITIONAL OF SUWEG TUBER FLUOR
(Amorphophallus campanulatus B.)
By
DEA RIZKI WIDIANA
This research’s aim was to obtain the concentration of suweg tuber flour which
produced the best physical, chemical and sensory attributes of green grass jelly
gel. The research used Complete Randomized Block Design with seven
treatments of the concentration of suweg tuber flour and four replications. The
flour was produced by slicing, immersing in salt solution, drying, and grinding of
suweg tuber. The concentation of flour weight to the green grass jelly filtrate
volume were 0%; 0.5%; 1.0%; 1.5%; 2.0%; 2.5% , and 3.0%. Green grass jelly
gel were tested sensory attribute base on texture, color, flavor and overall
acceptance. Data were analyzed by ANOVA and continued with an Honestly
Significant Difference (HSD) test on level of 5%. The results showed that the
green grass jelly gel with the addition of suweg tuber flour 1.0% had a good
response to the texture parameter 3.8 (chewy), color 4.32 (green, typical green
grass jelly), flavor 3.56 (likes) and overall acceptance of 3.71 (likes). The gel
contains 97.86% of moisture , 0.08% of ash, 0.01% of protein, 0.16% of fat,
0.02% of carbohydrate and levels dietary fiber of 3.38% with an average pH
ranging from 5.25-5.49. The physical cahrarcteristic of cyneresis were from
10.10% to 21.82% that were stored for 3 days in refrigerator.
Keyword :green grass jelly, sensory, syneresis, suweg tuber fluor
ABSTRAK
KARAKTERISTIK GEL CINCAU HIJAU PERDU (Premna oblongifolia
Merr.) DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG UMBI SUWEG
(Amorphophallus campanulatus B)
Oleh
DEA RIZKI WIDIANA
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi tepung umbi suweg yang
menghasilkan karakteristik fisik, kimia dan sensori gel cincau hijau terbaik.
Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap
(RAKL) dengan tujuh taraf perlakuan konsentrasi tepung umbi suweg dan empat
ulangan. Tepung umbi suweg dibuat dengan pengirisan, perendaman dalam
larutan garam, pengeringan dan penggilingan umbi suweg. Konsentrasi tepung
terhadap filtrat cincau hijau (b/v) yang digunakan sebanyak 0%; 0,5%; 1,0%;
1,5%; 2,0%; 2,5% dan 3,0%. Gel cincau hijau lalu diuji sensori pada parameter
tekstur, warna, flavor dan penerimaan keseluruhan. Data dianalisis dengan
ANARA dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5%. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa gel cincau hijau dengan penambahan tepung umbi
suweg 1,0% (b/v) memiliki respon baik pada parameter tekstur 3,8 (kenyal),
warna 4,32 (hijau, khas cincau hijau), flavor 3,56 (suka) dan penerimaan
keseluruhan 3,71 (suka) serta mengandung kadar air 97,86%, kadar abu 0,08%,
kadar protein 0,01%, kadar lemak 0,16%, kadar karbohidrat 0,02% serta kadar
serat pangan 3,38% dengan rata-rata pH berkisar 5,25-5,49 dan tingkat sineresis
berkisar 10,10%-21,82% yang disimpan selama 3 hari penyimpanan pada suhu
dingin.
Kata Kunci : gel cincau hijau, sensori, sineresis, tepung umbi suweg
KARAKTERISTIK GEL CINCAU HIJAU PERDU (Premna oblongifolia
Merr.) DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG UMBI SUWEG
(Amorphophallus campanulatus B)
Oleh
DEA RIZKI WIDIANA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada
Program Sarjana Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
PROGRAM SARJANA
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 4 Desember 1996, sebagai anak
kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Yatim Rahayu Widodo dan Ibu
Anna Maria serta Kakak Pradana Marlando.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Al-Kautsar Bandar
Lampung pada tahun 2009, kemudian melanjutkan pendidikan menengah
pertama di SMP Al-Kautsar Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2012.
Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di
SMA Al-Kautsar Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2015. Penulis
diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung pada tahun 2015 melalui jalur Seleksi
Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Bulan Januari sampai dengan Maret 2018, penulis melaksanakan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) di Kelurahan Mulya Asri, Kecamatan Tulang Bawang
Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat. Bulan Juli sampai Agustus 2018,
penulis melaksakan Praktik umum (PU) di PT Keong Nusantara Abadi,
Lampung Selatan dan menyelesaikan laporan PU yang berjudul “Quality
Control di PT Keong Nusantara Abadi (Wong Coco) Lampung Selatan”.
Selama menjadi mahasiswa, penulis menjadi asisten praktikum Kimia Dasar
II pada tahun 2018 dan Teknologi Hasil Tanaman Obat pada tahun 2019 dan
aktif dalam organisasi kampus yaitu sebagai Anggota Biro Dana dan Usaha
FOSI FP UNILA periode 2016/2017. Penulis juga memperoleh beasiswa
Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) pada tahun 2016-2018.
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala limpahan berkat dan karunia serta pettunjuk- Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan
terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.S., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan selaku
pembimbing akademik sekaligus pembimbing pertama atas bantuan
serta pengarahannya dalam kelangsungan perkuliahan, bantuan, arahan,
saran dan masukan dalam proses penelitian dan penyelesaian skripsi
penulis.
3. Bapak Ir. Samsul Rizal, M. Si., selaku pembimbing kedua atas bantuan
serta pengarahan, saran dan masukan dalam proses penelitian dan
penyelesaian skripsi penulis.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Murhadi, M. Si., selaku pembahas atas saran,
bimbingan dan evaluasinya terhadap karya skripsi penulis.
5. Bapak dan Ibu dosen pengajar, staff administrasi di Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
6. Mama, Ayah dan Kakak, terimakasih atas semangat, pengertian dan
bantuan baik materi maupun non materi yang tak mungkin dapat
terbalaskan.
7. Tanty, Yunan, Anggy, Tari, Fevi, Inara, Edo, Bima, Meli, Ayus, Desy,
Raka, Epa, Dinda, Mba Shinta, Mba Rani, Mba Yuana dan teman-
teman THP Angkatan 2015, terima kasih untuk semua dukungannya
serta motivasi dan perhatian teman-teman dalam bantuannya selama
penelitian.
8. Fitri Nur Arifaini, Dwita Citra Andini dan Ayudya Izzati D. L. serta
teman-teman Noisence (XII IPA 1) SMA Al-Kautsar yang tetap saling
mendukung dan menyemangati satu sama lain untuk terus berjuang.
9. Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan motivasi,
arahan, dukungan dan doa yang tiada henti-hentinya selama penulis
menyelesaikan skripsi.
Penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas segala
kebaikan semua pihak di atas dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Bandar Lampung, 29 Juli 2019
Penulis,
Dea Rizki Widiana
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xviii
I. PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Tujuan Penelitian .................................................................................... 4
1.3. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 4
1.4. Hipotesis ................................................................................................. 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 9
2.1. Tanaman Cincau ..................................................................................... 9
2.2. Gel Cincau Hijau .................................................................................. 12
2.3. Pektin .................................................................................................... 13
2.4. Umbi Suweg ........................................................................................ 14
2.5. Tepung Umbi Suweg ........................................................................... 18
2.6. Glukomanan ......................................................................................... 19
III. BAHAN DAN METODE ............................................................................ 22
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 22
3.2. Bahan dan Alat ..................................................................................... 22
3.3. Metode Penelitian ................................................................................. 23
3.4. Pelaksanaan Penelitian ......................................................................... 24
3.4.1. Pembuatan Tepung Umbi Suweg ............................................ 24
3.4.2. Pembuatan Ekstrak Cincau Hijau ............................................. 25
3.5. Pengamatan .......................................................................................... 26
3.5.1. Uji Sensori ................................................................................ 27
3.5.2. Analisis Kimia .......................................................................... 28
3.5.2.1. Kadar air ................................................................... 28
3.5.2.2. Kadar karbohidrat ..................................................... 28
3.5.2.3. Total serat pangan .................................................... 29
3.5.2.4. Kadar abu ................................................................. 29
3.5.2.5. Kadar protein ............................................................ 30
3.5.2.6. Kadar lemak ............................................................. 31
3.5.2.7. Nilai pH .................................................................... 32
3.5.3. Analisis Fisik: Sineresis ............................................................ 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 35
4.1. Uji Sensori .......................................................................................... 35
4.1.1. Tekstur ................................................................................. 35
4.1.2. Warna ................................................................................... 40
4.1.3. Flavor ................................................................................... 43
4.1.5. Penerimaan Keseluruhan ...................................................... 45
4.2. Penentuan Perlakuan Terbaik ............................................................. 47
4.3. Analisis Kimia Perlakuan Terbaik ..................................................... 48
4.3.1. Uji Proksimat ....................................................................... 48
4.3.2. Nilai pH ................................................................................ 50
4.4. Analisis Fisik Perlakuan Terbaik: Sineresis ....................................... 52
V. KESIMPULAN .......................................................................................... 55
5.1. Kesimpulan......................................................................................... 55
5.2. Saran ................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 56
LAMPIRAN ......................................................................................................... 60
DAFTAR TABEL
1. Komposisi kimia cincau hijau per 100 gram bahan..................................... 11
2. Karakteristik dan kandungan kimia umbi suweg......................................... 17
3. Sifat fisiko kimia tepung umbi suweg ......................................................... 19
4. Formulasi daun cincau hijau dan tepung umbi suweg pada pembuatan gel
cincau hijau .................................................................................................. 23
5. Skala penilaian uji skoring........................................................................... 27
6. Skala penilaian uji hedonik .......................................................................... 27
7. Uji lanjut BNJ 5% pada tekstur gel cincau hijau dengan penambahan tepung
umbi suweg ................................................................................................. 35
8. Uji lanjut BNJ 5% pada warna gel cincau hijau dengan penambahan tepung
umbi suweg ................................................................................................. 40
9. Uji lanjut BNJ 5% pada flavor gel cincau hijau dengan penambahan tepung
umbi suweg .................................................................................................. 43
10. Uji lanjut BNJ 5% pada penerimaan keseluruhan gel cincau hijau dengan
penambahan tepung umbi suweg ................................................................ 46
11. Rekapitulasi data keempat parameter tiap sampel ....................................... 47
12. Pembobotan skor sensori ............................................................................. 48
13. Hasil analisis kimia gel cincau hijau terbaik ............................................... 49
14. Data uji sensori parameter tekstur gel cincau hijau dengan penambahan
tepung umbi suweg ..................................................................................... 61
15. Analisis sidik ragam parameter tekstur gel cincau hijau dengan penambahan
tepung umbi suweg ...................................................................................... 61
16. Uji kehomogenan ragam (Bartlet) parameter tekstur gel cincau hijau
dengan penambahan tepung umbi suweg ................................................... 61
17. Data uji sensori parameter warna gel cincau hijau dengan penambahan
tepung umbi suweg ...................................................................................... 62
18. Analisis sidik ragam parameter warna gel cincau hijau dengan penambahan
tepung umbi suweg ..................................................................................... 62
Tabel Halaman
19. Uji kehomogenan ragam (Bartlet) parameter warna gel cincau hijau dengan
penambahan tepung umbi suweg ................................................................ 63
20. Data uji sensori parameter flavor gel cincau hijau dengan penambahan
tepung umbi suweg ...................................................................................... 63
21. Analisis sidik ragam parameter flavor gel cincau hijau dengan penambahan
tepung umbi suweg ..................................................................................... 64
22. Uji kehomogenan ragam (Bartlet) parameter flavor gel cincau hijau dengan
penambahan tepung umbi suweg ................................................................ 64
23. Data uji sensori parameter penerimaan keseluruhan gel cincau hijau dengan
penambahan tepung umbi suweg ................................................................ 65
24. Analisis sidik ragam parameter penerimaan keseluruhan gel cincau hijau
dengan penambahan tepung umbi suweg .................................................... 65
25. Uji kehomogenan ragam (Bartlet) parameter penerimaan keseluruhan gl
cincau hijau dengan penambahan tepung umbi suweg ................................ 65
26. Data berat dan tingkat sineresis gel cincau selama tiga hari penyimpanan
pada suhu refrigerator .................................................................................. 66
27. Data pH gel cincau hijau selama tiga hari penyimpanan pada suhu
refrigerator ........................................................................................... 66
DAFTAR GAMBAR
1. Daun cincau hijau Premna oblongifolia Merr .............................................. 10
2. Gel cincau hijau ............................................................................................. 12
3. Struktur pektin ............................................................................................... 13
4. Umbi suweg varietas hortensis ...................................................................... 16
5. Struktur kimia glukomanan ........................................................................... 21
6. Diagram alir pembuatan tepung suweg ......................................................... 24
7. Diagram alir pembuatan gel cincau hijau ..................................................... 26
8. Kuesioner uji sensori ..................................................................................... 33
9. Skor rata-rata tekstur gel cincau hijau dengan penambahan tepung umbi
suweg ............................................................................................................ 37
10. Nilai pH sampel gel cincau hijau selama 3 hari penyimpanan pada suhu
refrigerator .................................................................................................... 51
11. Rata-rata tingkat sineresis gel cincau hijau selama penyimpanan tiga hari
pada suhu refrigerator .................................................................................... 52
12. Pembuatan tepung umbi suweg...................................................................... 67
13. Pembuatan gel cincau hijau dengan penambahan tepung umbi suweg ......... 69
14. Sampel gel cincau hijau dengan penambahan tepung umbi suweg ................ 71
15. Pengujian sensori ........................................................................................... 72
16. Analisis kadar air ........................................................................................... 73
17. Analisis kadar abu .......................................................................................... 73
18. Analisis kadar lemak ..................................................................................... 73
19. Analisis nilai pH gel cincau hijau perlakuan terbaik ..................................... 74
20. Analisis sineresis gelcincau hijau perlakuan terbaik ...................................... 74
Gambar Halaman
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman cincau berasal dari Asia Tenggara yang tergolong tanaman rambat dari
famili siwar-siwaran dan termasuk tanaman asli Indonesia yang tersebar dari
dataran rendah hingga ketinggian 800 m dari permukaan laut (Nugrahenny, 2003).
Terdapat empat jenis tanaman cincau menurut Pitojo dan Zumiyati (2005), yaitu
tanaman cincau hijau rambat (Cyclea barbata L. Miers), cincau pohon (Premna
oblongifolia Merr), cincau hitam (Mesona palustris) dan cincau minyak
(Stephania hermandifolia). Tanaman cincau jenis cincau hijau, cincau pohon dan
cincau hitam banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Tanaman cincau jenis
Premna oblongifolia Merr memiliki daun yang berbentuk oval (lonjong, panjang
daun kurang lebih 1.5 kali lebarnya) dan obovat (berbentuk bulat telur susang).
Daun tanaman ini biasanya dimanfaatkan dalam pembuatan makanan yang
berbentuk sejenis agar-agar (gel) yang banyak dijual sebagai bahan minuman es
cincau.
Gel cincau tergolong ke dalam pangan fungsional karena kandungan mineral
seperti kalsium dan fosfor, rendah kalori namun tinggi akan serat dan vitamin C
(Pitojo dan Zumiati, 2005). Pembuatan gel cincau hijau menggunakan daun
cincau segar yang diekstraksi dengan air dengan perbandingan tertentu. Interaksi
2
antara air dengan hidrokoloid dari daun cincau hijau akan membentuk gel.
Pembentuk utama gel adalah polisakarida pektin bermetoksi rendah. Pektin
termasuk jenis serat pangan yang larut air dan dapat dimanfaatkan oleh mikroflora
di dalam usus besar sebagai media fermentasi (Nurdin, dkk., 2007).
Minuman cincau dalam pembuatannya ditambahkan bahan untuk membentuk gel
yang lebih kokoh. Pembuatan cincau hitam melalui proses ekstraksi dengan cara
pemanasan antara ranting cincau hitam dengan sejumlah air dan memerlukan
waktu yang bisa mencapai lima jam. Penambahan bahan berupa abu qi pada
cincau hitam diharapkan mampu membentuk gel cincau hitam yang lebih kokoh.
Cincau hijau dibuat dengan cara lebih sederhana yaitu dengan proses ekstraksi
dengan melumatkan daun dan sejumlah air sehingga membentuk gel. Namun,
produk gel cincau hijau di daerah Bandar Lampung juga mengalami penambahan
bahan yang dikenal dengan istilah ‘obat’. Bahan tersebut diperoleh dari daerah
Jawa Barat yang tidak diketahui kandungannya.
Cincau dalam bentuk gel jika tidak langsung dikonsumsi selama penyimpanan
akan mengalami sineresis. Sineresis merupakan salah satu bentuk kerusakan pada
gel cincau yang ditandai dengan pengerutan produk yang diikuti dengan keluarnya
cairan dari dalam gel. Akibat terjadinya sineresis maka terjadi penurunan bobot
cincau sehingga mutu cincau juga akan menurun (Ningtyas, dkk., 2011).
Sineresis pada gel cincau hijau yang dibuat secara tradisional memiliki laju yang
sangat tinggi. Umumnya air di dalam gel hanya terimobilisasi secara mekanis
sehingga masih menunjukkan sifat sebagai air bebas yang dapat dikeluarkan
dengan pemanasan (Prangdimurti, dkk., 2014). Sineresis dapat diatasi dengan
3
penambahan penstabil lain berupa hidrokoloid atau polimer yang larut dalam air
(Kuncari, dkk., 2014). Bahan yang dapat digunakan untuk memperlambat laju
sineresis seperti alginat, CMC (Setyaningtyas, 2000), karagenan (Prangdimurti,
2014), dan glukomanan (Ekafitri, dkk., 2016) yang terdapat pada umbi suweg.
Pemanfaatan umbi suweg hanya terbatas pada produk setengah jadi berupa tepung
yang dapat dijadikan produk turunan. Kandungan pati pada umbi suweg berkisar
18,44% (Faridah, 2005) dengan kadar amilosa sebanyak 24,5% dan amilopektin
75,5% (Richana dan Sunarti, 2009). Menurut Kasno (2009), kandungan
glukomanan dalam umbi suweg sebanyak 30%. Tepung umbi suweg dapat
berperan sebagai bahan baku dalam pembuatan pangan fungsional dan berpotensi
sebagai penstabil. Hal ini dikarenakan kandungan glukomanan yang bersifat
sebagai gelling agents dan protein sebagai penstabil. Glukomanan sebagai bahan
pembentuk gel memiliki daya membentuk reversible gel dan irreversible gel
dalam kondisi tertentu (Susilawati dan Dewi, 2017). Menurut Kasno (2009),
kandungan pati terutama glukomanan pada umbi suweg berupa polisakarida
manosa dan glukosa apabila dicampur dengan air akan menjadi lengket dan
mampu mengokohkan gel sehingga diharapkan tidak terjadi sineresis selama
penyimpanan gel cincau hijau sebelum dikonsumsi. Oleh karena itu perlu
dilaksanakannya penelitian ini untuk mengetahui karakteristik gel cincau hijau
yang dihasilkan dengan penambahan tepung umbi suweg.
4
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan konsentrasi tepung umbi suweg
yang menghasilkan karakteristik fisik, kimia dan organoleptik gel cincau hijau
terbaik.
1.3. Kerangka Pemikiran
Cincau berbentuk minuman berupa gel cincau merupakan suatu produk minuman
gel dari bahan dasar ekstrak daun cincau (Premna oblingifolia L Merr.)
(Khoiriyah dan Leily, 2014). Pembuatan gel cincau hijau secara tradisional dapat
dilakukan dengan cara ekstraksi daun cincau menjadi gel. Komponen utama
pembentuk gel dalam cincau hijau adalah pektin yang bermetoksi rendah (Nurdin,
dkk., 2008). Pembentukan gel dari hidrokoloid yang berasal dari daun cincau
dikenal dengan istilah gelasi. Gelasi merupakan suatu fenomena penggabungan
atau pembentukan ikatan silang rantai polisakarida yang akan membentuk jaring-
jaring tiga dimensi. Jaringan tersebut akan memerangkap air di dalamnya dan
membentuk produk yang memiliki struktur yang kaku dan tahan terhadap aliran.
Produk menjadi viskoelasti dan menunjukkan karakteristik semi padat (Saha dan
Suvendu, 2010). Gel terbentuk melalui ikatan primer dari gugus fungsional serta
ikatan sekunder pada gugus alkil. Ikatan silang yang terjadi inilah yang
membentuk jaringan tiga dimensi yang mampu memerangkap air.
Gel cincau hijau memiliki kandungan serat yang cukup tinggi. Hal ini
dikarenakan komponen utama berupa pektin pada ekstrak cincau yang bersifat
larut air sehingga dapat difermentasikan dalam sistem pencernaan. Karakteristik
gel cincau hijau berupa bentuk yang semi padat sehingga memiliki tekstur yang
5
kenyal, berwarna hijau yang tidak tembus cahaya, dan aroma serta rasa yang
netral khas cincau. Namun, gel yang terbentuk memiliki sifat gel yang kurang
kokoh dan cepat mengalami sineresis.
Massa gel cincau hijau akan semakin menurun seiring pertambahan waktu. Hal
ini didukung oleh Setyaningtyas (2000) dalam penelitiannya yang memanfaatkan
alginat pada pembuatan gel cincau. Penambahan konsentrasi alginat dan cincau
pada formulasi gel cincau dapat meningkatkan massa produk gel yang diduga
berhubungan dengan komponen hidrokoloid pada bahan. Semakin besar jumlah
hidrokoloid berarti semakin besar jumlah polimer hidrokoloid sehingga viskositas
gel akan lebih tinggi. Gel cincau hijau yang diberi perlakuan alginat 1,75% dan
cincau 3% menunjukkan massa gel yang paling tinggi pada minggu ke-0
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Massa gel yang teramati pada minggu
ke-4 menunjukkan adanya penurunan namun tidak terlalu besar jika dibandingkan
dengan perlakuan alginat 1,75% dan cincau 2%.
Berdasarkan penelitian Granita (2013), gel cincau hitam yang ditambahkan
dengan tepung tapioka sebanyak 10% (b/v) menghasilkan karakteristik gel yang
baik yang ditandai dengan gel yang mampu berdiri dengan tegak dan tidak
mengalami perubahan bentuk saat dikeluarkan dari cetakan. Gel yang dibentuk
dari bahan daun mempunyai laju sineresis lebih rendah dibandingkan gel yang
dibuat dari bagian batang. Laju sineresis gel cincau hijau yang teramati yaitu nilai
pH sebesar 6,72, kadar air 78,40% dan laju sineresis pada hari ke-3 sebesar
1,31%. Pati dari tepung tapioka tersebut dapat menahan laju sineresis. Hal ini
dikarenakan pati akan menyerap air sehingga granula pati mengembang dan
6
terdenaturasi saat dipanaskan. Pemanasan akan memutuskan ikatan hidrogen
sehingga air akan masuk ke dalam granula pati lalu air akan membentuk ikatan
hidrogen dengan amilosa dan amilopektin menyebabkan pembengkakan granula
pati dan gel pati akan membentuk kerangka yang kokoh.
Gel mudah mengalami sineresis jika disimpan pada suhu kamar. Sineresis adalah
peristiwa keluarnya air dari gel (Abidah, 2015). Komponen pektin pada cincau
hijau bersifat irreversible, jika sudah membentuk gel dan dipanaskan maka tidak
akan kembali menjadi gel. Saat pemanasan, struktur linear pektin pada gel cincau
gijau akan putus dan terjadi sineresis. Sineresis merupakan akibat dari tekanan
yang terjadi terhadap air yang berada di antara rantai polisakarida sehingga tetes-
tetes kecil air pada permukaan (Karni, 2011). Peningkatan sineresisi meningkat
seiring dengan waktu penyimpanan. Hal ini disebabkan karena pembentukan
helix dan pembentukan agregat yang terus terjadi sehingga ikatan gel mengkerut
dan membebaskan air bebas yang lebih banyak. Tekstur gel yang baik
mempunyai tingkat sineresis kurang dari 60% setelah tiga minggu penyimpanan
(Hasbullah dan Fardiaz, 1998). Sineresis dipengaruhi oleh pH, temperatur,
tekanan yang diberikan (Aurand dan Woods, 1973). Sineresis akan menyebabkan
penurunan bobot produk cincau hijau (Ningtyas, dkk., 2011).
Pembentukan gel cincau hijau yang lebih baik dengan mencegah terjadinya
sineresis memerlukan bahan tambahan yang berperan memperkokoh gel yang
terbentuk, misalnya glukomanan. Menurut Kasno (2009), kandungan pati umbi
suweg yaitu mannan sebanyak 30% berupa manosa dan glukosa. Keduanya
apabila dicampur dengan air akan menjadi lengket. Air dapat menyebabkan pati
7
menyerap air sehingga granula pati mengembang dan terdenaturasi bila
dipanaskan. Panas akan mengakibatkan ikatan hidrogen terputus, air masuk ke
dalam granula pati dan membentuk ikatan hidrogen dengan amilosa dan
amilopektin. Penyerapan air ke dalam granula akan menyebabkan pembengkakan
pada granula pati yang apabila ukurannya meningkat sampai batas tertentu akan
berkibat pada pecahnya granula pati. Gel pati akan mengalami dehidrasi sehingga
membentuk kerangka yang kokoh dan mempengaruhi tekstur yang dihasilkan.
Aplikasi pati umbi suweg ini telah dilakukan oleh Susilawati dan Sartika (2017),
tepung umbi suweg yang digunakan dalam pembuatan es krim susu kambing
berperan sebagai penstabil. Konsentrasi tepung umbi suweg pada es krim susu
kambing tidak menunjukkan adanya pemisahan emulsi pada es krim susu
kambing. Emulsi yang stabil menunjukkan daya tahan es krim terhadap
pemisahan protein susu dan lemak susu. Hal ini dikarenakan kandungan
glukomanan dapat digunakan sebagai bahan pembentuk gel yang dapat
membentuk reversible gel dan irreversible gel pada kondisi yang berbeda.
Glukomanan pada umbi suweg dapat memperkuat gel yang terbentuk serta
mengentalkan dua fase yang berbeda, sehingga dapat dijadikan sebagai penstabil.
Hal ini karena glukomanan akan kehilangan gugus asetilnya pada kondisi basa
dan menyebabkan gugus asetil berkumpul dengan ikatan hidrogen sehingga rantai
glukomanan membentuk ikatan yang membentuk gel. Gel yang terbentuk
menjadi lebih kokoh dan diduga dapat memperlambat laju sineresis pada gel
cincau hijau yang disimpan.
8
1.4. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah terdapat konsentrasi tepung umbi suweg yang
menghasilkan gel cincau hijau dengan karakteristik fisik, kimia dan organoleptik
yang terbaik.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Cincau
Masyarakat Indonesia mengenal cincau sebagai minuman tradisional. Terdapat
dua jenis cincau, yaitu cincau hijau (pohon dan rambat) dan cincau hitam.
Perbedaan antara cincau hijau dan cincau hitam didasarkan pada warna, cita rasa,
penampakan, bahan baku dan cara pembuatannya. Cincau hijau diproses dari
daun cincau tanpa proses pemanasan, sedangkan cincau hitam dari seluruh bagian
tanaman janggelan dengan adanya proses pemanasan dan penambahan pati serta
abu (Astawan, 2002).
Tanaman cincau jenis Premna oblingifolia Merr. merupakan cincau hijau yang
dapat hidup pada dataran rendah hingga pada ketinggian 800 meter di atas
permukaan laut. Tanaman ini memiliki bentuk berupa semak, belukar atau pohon
tegak. Cincau jenis Premna oblongifolia Merr. dapat tumbuh liar dengan ciri
kelopak bunga yang tipis, berwarna putih, pendek dan berbulu dengan ukuran
1,25-1,75 mm. Batang yang masih muda akan tertutup penuh dengan bulu pendek
coklat. Daun tanaman cincau hijau Premna oblongifolia Merr. (Gambar 1)
berbentuk lonjong dengan tulang daun membujur, permukaan kasar dan tajam,
keseluruhannya tipis, tepi daun bergerigi dan sedikit berbulu di sebaliknya
10
(Ginanjar, 2013). Menurut Nugrahenny (2003), klasifikasi cincau hijau Premna
oblongifolia Merr adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Super divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Subkelas : Asteridae
Ordo : Lamiales
Famili : Verbenaceae
Genus : Premna
Spesies : Premna oblongifolia Merr.
Gambar 1. Daun cincau hijau Premna oblongifolia Merr
11
Cincau hijau termasuk tanaman obat yang dapat dikonsumsi dalam bentuk pangan
fungsional. Hal ini dikarenakan pada daun cincau hijau yang diolah menjadi gel
merupakan sumber makanan yang rendah kalori dengan kandungan lemak yang
rendah dan serat pangan yang tinggi, juga kandungan β-karoten sebagai prekursor
vitamin A dan antioksidan (Ginanjar, 2013). Tanaman ini dapat digunakan
sebagai obat penurun panas (demam), obat radang lambung, menghilangkan rasa
mual, hingga penurun darah tinggi. Komponen aktif yang berada di dalam cincau
adalah β-karoten, alkaloid, saponin, tanin, steroid dan glikosida. Tasia dan
Widyaningsih (2013) menyatakan kandungan polifenol dalam cincau dapat
berperan sebagai zat antikanker dan antioksidan. Kandungan gizi pada cincau
hijau disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia cincau hijau per 100 gram bahan
Komponen KadarKalori (kal) 122Protein (gram) 6,0Lemak (gram) 1,0Hidrat arang (gram) 26,0Kalsium (miligram) 100Fosfor (miligram) 100Besi (miligram) 3,3Vitamin A (SI) 107,5Vitamin B1 (miligram) 80,00Vitamin C (gram) 17,00Air (gram) 66,00Bahan yang dapat dicerna (%) 40,00Sumber: Pitojo dan Zumiyati (2005)
12
2.2. Gel Cincau Hijau
Pembentukan gel merupakan pengabungan atau pengikatan rantai polimer
membentuk jala tiga dimensi bersambungan yang akan mengimobilisasikan air di
dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat tekstur dan sensori
produk yang terbentuk tergantung dengan jenis hidrokoloid yang digunakan (Saha
dan Bhattacharya, 2010). Hasil peremasan daun cincau hijau dengan penambahan
sejumlah air dengan hasil berupa cairan yang mengental dengan sendirinya
disebut dengan gel cincau hijau. Pembentukan gel ini dapat berlangsung pada
suhu kamar sekitar 25-30oC dengan ciri berwarna hijau karena adanya klorofil
pada bahan. Gel ini tidak tembus cahaya (Pitojo, 2008). Pembentukan gel pada
pembuatan gel cincau hijau disebabkan karena mekanisme gelasi. Gelasi
merupakan fenomenna penggabungan ikatan silang rantai polisakarida yang
membentuk jala tiga dimensi yang mampu memerangkap cairan sehingga
membentuk formasi yang semi padat (Saha dan Bhattacharya, 2010). Gel cincau
hijau disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Gel cincau hijau
13
2.3. Pektin
Pembentukan gel cincau hijau ini disebabkan karena daun cincau mengandung
polisakarida yang mampu membentuk gel termasuk golongan pektin. Gel ini
terbentuk pada kondisi pH 4-7 namun optimal pada pH 6 (Pitojo, 2008).
Komponen utama ekstrak cincau hijau yang membentuk gel adalah polisakarida
pektin yang bermetoksi rendah. Kandungan utama berupa pektin pada ekstrak
cincau hijau dapat dianggap sebagai sumber serat pangan yang baik (Nurdin dan
Suharyono, 2007). Menurut Esti (2001), pektin merupakan polimer dari asam D-
galakturonat yang dihubungkan dengan ikatan β-1,4 glikosidik. Sebagian gugus
karboksil pada pektin dapat mengalami esterifikasi dengan metil (metilasi)
menjadi gugus metoksil yang disebut sebagai asam pektinat atau pektin. Struktur
pektin disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur pektin (Rachmawati, 2009).
Pektin berada pada bagian lamela tengah dinding sel tanaman. Pektin berikatan
dengan ion kalsium yang dapat memperkuat struktur dinding sel. Pektin berfungsi
untuk menentukan sifat mekanis dan karakteristik hidrasi pada dinding sel serta
sebagai pelindung terhadap invasi patogen. Karakteristik pektin juga akan
menentukan manfaat fisiologisnya seperti efek hipokolesterolemik dan
fermentabilitasnya. Struktur pektin tergantung pada asal, tipe dan umur dinding
14
selnya. Saat proses ekstraksi, pektin harus dilepas dari ion kalsium agar proses
berjalan maksimal (Susilawati, dkk., 2006).
Pektin berasal dari protopektin kompleks dalam jaringan tanaman yang
mengandung berbagai gula netral seperti ramnosa, galaktosa, arabinosa dan gula
lain. Gel yang terbentuk mudah mengalami sineresis terutama jika disimpan pada
suhu kamar. Gel yang terbentuk memiliki sifat irreversible dengan tekstur yang
tidak sepadat atau sekeras agar-agar (Ginanjar, 2013). Faktor yang
mempengaruhi daya tahan pecah gel berupa daun cincau hijau yang digunakan,
suhu air untuk proses ekstraksi, pH air, dan perendaman gel dalam air kapur.
Semakin tinggi kadar daun cincau yang digunakan akan semakin tinggi daya
tahan gel. Suhu air yang tinggi sebagai medium pembentukan gel akan
melambatkan pembentukan gel dan daya tahan gel menurun. Suhu di atas 80oC
menyebabkan gel tidak terbentuk. Kondisi pH yang rendah akan menyebabkan
waktu pembentukan gel lambat dengan daya tahan gel yang tinggi (Ananta, 2000).
2.4. Umbi Suweg
Umbi suweg (Amorphophallus campanulatus B) adalah salah satu jenis umbi-
umbian yang bertunas pada awal musim kemarau dan dipanen pada akhir
kemarau. Tanaman ini termasuk tanaman liar dan dapat tumbuh pada kondisi
tembab dan terlindungi sinar matahari. Kondisi tanah berpH agak asam hingga
netral dapat menjadi tempat tumbuhnya tanaman ini. Umbi suweg dapat tumbuh
pada dataran rendah hingga 800 m di atas permukaan laut dengan suhu optimum
pertumbuhan sekitar 25-35oC dengan curah hujan 1000-1500mm/tahun (Putri,
2016).
15
Umbi suweg berkembang biak dengan cara memotong tunas anakan yang tersebar
di permukaan. Tanah yang cocok untuk tempat tumbuhnya umbi suweg yaitu
campuran antara tanah humus, lempung dan pasir. Umur panen umbi suweg yaitu
18 bulan. Pertumbuhan umbi suweg ditandai dengan munculnya kuncup bunga
pada awal musim hujan (Putri, 2016).
Tanaman umbi suweg merupakan tumbuhan yang memiliki batang semu tegak
menjulang dari bagian tengah umbi yang bercabang tiga. Daun tanaman ini
berwarna hijau dengan daun tunggal dan tangkai daun yang tegak dan langsung
keluar dari umbinya. Bagian permukaan tangkai daun kasar bila diraba, tangkai
daun pada ketinggian tertentu menjadi tiga cabang sekunder dan membentuk
cabang lagi menjadi tangkai helai daun. Tangkai berwarna hijau-putih, memiliki
bintil dan panjang hingga 150 cm. Umbi suweg tidak memiliki umbi udara
(bulbil) pada bagian percabangan tangkai daun. Bunga sejati dengan benang sari
atau putik umbi suweg berwarna merah keunguan dan bercampur kuning,
berukuran besar, kerucut dengan bau yang khas (Puspitaningrum, 2015).
Umbi suweg terdiri atas dua jenis yaitu Amorphophallus campanulatus varietas
sylvestris, dan Amorphophallus campanulatus varietas hortensis. Perbedaannya
adalah umbi suweg varietas sylvetris memiliki batang tanaman yang kasar dan
agak gelap, batang dan umbi yang dihasilkan dari tanaman ini akan menimbulkan
rasa sangat gatal. Umbi suweg varietas hortensis memiliki batang halus dengan
warna hijau dan bintik putih pada batang, serta batang dan umbi tetap
menimbulkan rasa gatal namun sifatnya tidak berlebihan. Klasifikasi tanaman
umbi suweg dalam Puspitaningrum (2015) adalah sebagai berikut
16
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Super divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisis : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsiida (berkeping satu/monokotil)
Sub kelas : Arecidae
Ordo : Arales
Family : Araceae (suku talas-talasan)
Genus : Amorphophallus
Spesies : Amorphophallus campanulatus B1
Gambar 4. Umbi suweg varietas hortensis
Umbi suweg memasuki masa panen ditandai dengan daun yang mulai rusak, layu,
menguning dan busuk. Umbi tersebut dapat dipanen dengan cara memperkirakan
jarak optimal pada saat menggali tanah agar tidak menyebabkan goresan dan luka
pada kulit umbi hingga daging (Sutomo, 2008).
Bagian kulit umbi suweg memiliki warna coklat tua dengan daging umbi
berwarna jingga kusam hingga kemerah-merahan. Ukuran diameter umbi suweg
17
dapat mencapai 40 cm bentuknya berupa bundar pipih dengan bobot kurang lebih
5 kg. Kadar pati umbi suweg kurang dari 30%. (Putri, 2016). Menurut Hasbullah
dan Rini (2017), umbi suweg memiliki kadar air berkisar 77-83% dengan
rendemen berkisar antara 10-15%.
Kandungan yang berada pada umbi suweg berupa glukomannan yang dapat
dijadikan sumplemen bagi penderita penyakit diabetes melitus, tekanan darah
tinggi, kolesterol tinggi, sembelit dan juga dapat digunakan untuk menurunkan
berat badan. Kandungan kalsium oksalat pada umbi suweg dapat menimbulkan
rasa gatal dikarenakan pengolahan yang tidak baik. Cara yang dapat digunakan
untuk menghilangkan kalsium oksalat ini yaitu dengan proses perendaman dan
pemanasan yang berlangsung intensif. Komposisi zat gizi pada umbi suweg
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik dan kandungan kimia umbi suweg
Karakteristik/Kandungan Kimia KeteranganWarna kulit CoklatWarna daging Jingga kusamKadar air (g) 82Kalori (kal) 60-69Protein (g) 1Lemak (g) 0,1Karbohidrat (g) 15,7Kalsium (mg) 62Fosfor (mg) 41Besi (mg) 4,2Thiamin 0,07(Sumber: Sutomo, 2008).
18
2.5. Tepung Umbi Suweg
Alternatif pengolahan terhadap umbi suweg yaitu tepung umbi suweg. Tepung ini
dapat dijadikan sebagai alternatif pangan fungsional dikarenakan nilai indeks
glikemik (IG) di dalamnya rendah. Nilai IG yang rendah dapat menekan
peningkatan kadar gula darah dan mengurangi kolesterol serum darah. Hal inilah
yang menjadikan tepung umbi suweg aman dikonsumsi penderita diabetes.
Faridah (2005) menyatakan kandungan suweg paling banyak adalah karbohidrat
(80-85%). Menurut Puspitaningrum (2015), kadar karbohidrat pada tepung umbi
suweg relatif tinggi, yaitu 15,7 gram atau 80-85% dalam 100 gram bahan. Umbi
suweg dalam bentuk tepung dapat dibuat berbagai produk seperti gaplek suweg
dan tidak menutup kemungkinan dijadikan sebagai bahan baku pembuatan
makanan lain bahkan pembuatan etanol (bahan baku terbarukan)
Tepung umbi suweg memiliki warna putih keabu-abuan atau kecoklatan.
Kecoklatan dikarenakan adanya reaksi browning saat pengupasan sehingga chips
tidak berwarna putih. Aroma tepung umbi suweg spesifik. Daya cerna pati pada
tepung umbi suweg tergolong rendah, yaitu 61,75 (Pitojo, 2007). Hal ini cukup
rendah dibandingkan dengan tepung singkong. Penyebabnya adalah kandungan
serat yang tinggi mencapai 13,71%. Keunggulan tepung umbi suweg yaitu
kandungan protein dan serat yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan tepung
umbi lainnya (Faridah, 2005). Sifat fisiko kimia tepung umbi suweg disajikan
pada Tabel 3.
19
Tabel 3. Sifat fisiko kimia tepung umbi suweg
Parameter NilaiDensitas kamba 0,775 g/ml ± 0,22Derajat putih L: 60,60 ± 0,81Kadar amilosa 28,98% ± 0,88Serat pangan 13,71% ± 0,08Serat pangan larut 8,44 ± 0,13Serat pangan tidak larut 5,27% ± 0,20Daya cerna pati secara in vitro 61,75% ± 0,02(Sumber: Faridah, 2005).
2.6. Glukomanan
Glukomanan merupakan polisakarida dari D-glukosa dan D-mannosa yang
banyak ditemui pada umbi Amorphophallus spp. Glukomanan adalah
polisakarida dari jenis hemiselulosa komponen sel Gymnospermae antara 3-12%.
Menurut Deptan (2010) dalam Puspitaningrum (2015), hasil hidrolisis asetolisis
glukomanan berupa trisakarida yang tersusun atas dua D-mannosa dan satu D-
glukosa. Satu molekul glukomanan terdapat D-mannosa 67% dan D-glukosa
33%.
Menurut Deptan (2010), senyawa glukomanan mempunyai sifat-sifat khas sebagai
berikut:
(1) Larut dalam air
Glukomanan dapat larut dalam air dingin dan membentuk larutan yang sangat
kental. Tetapi, bila larutan kental tersebut dipanaskan sampai menjadi gel, maka
glukomanan tidak dapat larut kembali di dalam air.
20
(2) Membentuk gel
Karena glukomanan dapat membentuk larutan yang sangat kental di dalam air.
Dengan penambahan air kapur zat glukomannan dapat membentuk gel, di mana
gel yang terbentuk mempunyai sifat khas dan tidak mudah rusak.
(3) Merekat
Glukomanan mempunyai sifat merekat yang kuat di dalam air. Namun, dengan
penambahan asam asetat sifat merekat tersebut akan hilang.
(4) Mengembang
Glukomanan mempunyai sifat mengembang yang besar di dalam air dan daya
mengembangnya mencapai 138 – 200%, sedangkan pati hanya 25%.
(5) Transparan (membentuk film)
Larutan glukomanan dapat membentuk lapisan tipis film yang mempunyai sifat
transparan dan film yang terbentuk dapat larut dalam air, asam lambung dan
cairan usus. Tetapi jika film dari glukomannan dibuat dengan penambahan NaOH
atau gliserin maka akan menghasilkan film yang kedap air.
(6) Mencair
Glukomanan mempunyai sifat mencair seperti agar sehingga dapat digunakan
dalam media pertumbuhan mikroba.
21
(7) Mengendap
Larutan glukomanan dapat diendapkan dengan cara rekristalisasi oleh etanol dan
kristal yang terbentuk dapat dilarutkan kembali dengan asam klorida encer.
Bentuk kristal yang terjadi sama dengan bentuk kristal glukomanan di dalam
umbi, tetapi bila glukomanan dicampur dengan larutan alkali (khususnya Na, K
dan Ca) maka akan segera terbentuk kristal baru dan membentuk massa gel.
Kristal baru tersebut tidak dapat larut dalam air walaupun suhu air mencapai
100ºC ataupun dengan larutan asam pengencer. Dengan timbal asetat, larutan
glukomanan akan membentuk endapan putih stabil.
Gambar 5. Struktur kimia glukomanan (Sumber: Fernida, 2009)
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan sejak Januari-Maret 2019 di Laboratorium Pengolahan
Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan Ruang Uji Sensori,
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Laboratorium Terpadu dan
Sentra Inovasi Teknologi, Universitas Lampung, serta Laboratorium PT
Saraswanti Indo Genetech Bogor.
3.2. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan yaitu daun cincau hijau varietas Premna oblingifolia L
Merr yang diperoleh dari Perumahan Griya Kencana, Rajabasa, Bandar Lampung
dan diambil daun ke-5 hingga 10 dari pucuk, umbi suweg varietas hortensis yang
diperoleh dari Lampung Timur, air, NaCl, serta bahan kimia lain untuk analisis
seperti MES-TRIS, etanol, aseton, larutan buffer, HCl dan sebagainya.
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain adalah blender, pisau, baskom,
kompor, panci, timbangan, sendok, pengaduk, lemari pendingin, botol/wadah,
gelas ukur, kain saring, cabinet dryer, ayakan, termometer, oven, desikator,
stirrer, penangas air, pH meter, kertas saring, cawan dan alat uji sensori.
23
3.3. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan faktor tunggal yang disusun dalam Rancangan Acak
Kelompok Lengkap (RAKL) dengan 4 ulangan. Perlakuan pada penelitian ini
menggunakan 7 taraf tepung umbi suweg yaitu T1 (0%), T2 (0,5%), T3 (1,0%),
T4 (1,5%), T5 (2,0%), T6 (2,5%) T7 (3,0%) (b/v). Data yang diperoleh diuji
kesamaan ragamnya dengan Uji Bartlet. Data dianalisis dengan sidik ragam untuk
mendapatkan penduga ragam galat. Data selanjutnya dianalisis dengan Uji BNJ
dengan taraf 5%. Perbandingan daun cincau hijau dan tepung umbi suweg
disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Formulasi daun cincau hijau dan tepung umbi suweg pada pembuatangel cincau hijau.
Perlakuan Daun CincauHijau (g)
Air (mL) Tepung UmbiSuweg (g)
Tepung UmbiSuweg (%) (b/v)*
T1 100 1500 0 0
T2 100 1500 7,5 0,5
T3 100 1500 15 1,0
T4 100 1500 22,5 1,5
T5 100 1500 30 2,0
T6 100 1500 37,5 2,5
T7 100 1500 45 3,0
Keterangan* : tepung umbi suweg ditambahkan ke dalam filtrat yang terbuat dari 100
g daun cincau hijau dan 1500mL air
24
3.4. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama berupa pembuatan tepung
umbi suweg dan tahap kedua yaitu pembuatan gel cincau hijau.
3.4.1 Pembuatan tepung umbi suweg (Putri, 2016)
Tepung umbi suweg dibuat dengan proses yang disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Diagram alir pembuatan tepung suweg (Putri, 2016)
Penggilingan
Pengayakan (80 mesh)
1.370 gTepung umbi suweg(Kadar Air 11,42%)
Pengeringan (pengovenan 50oCselama 24 jam)
Air
Kulit umbisuweg 28,9%
(2.890 g)
Air5.660 g
Tepungsuweg tidaklolos ayakan0,8% (80g)
Larutan NaCl10% (b/v)
Pengirisan
Perendaman selama 24 jam
10.000 g Umbi suweg(Kadar Air 81,56%)
Sortasi, pencucian dan penirisan
Pengupasan
Penirisan
Air
LarutanNaCl 10%
(b/v)
25
Umbi suweg disortasi dan dipilih umbi dengan kualitas yang baik dan siap panen
atau sekitar 18 bulan yang ditandai dengan munculnya kuncup bunga dan bagian
batang yang besar. Selanjutnya umbi suweg dicuci dengan air mengalir untuk
menghilangkan tanah, debu dan benda asing lainnya. Selanjutnya umbi dikupas
dan diiris tipis lalu langsung direndam dalam air. Selanjutnya perendaman
dengan larutan NaCl 10% selama 24 jam untuk menghilangkan kalsium oksalat
yang berada pada umbi suweg yang menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan
dan menghambat pencoklatan agar tepung yang dihasilkan tidak begitu coklat.
Irisan tersebut kemudian dipanaskan oleh oven suhu 50oC selama 24 jam dan
digiling dengan blender lalu diayak dengan ayakan 80 mesh.
3.4.2. Pembuatan ekstrak cincau hijau (Ginanjar, 2013)
Gel cincau hijau dibuat dengan diagram alir pada Gambar 7. Bahan baku berupa
daun cincau hijau yang digunakan disortir yang memiliki kualitas yang baik tanpa
bercak hitam maupun coklat. Hal ini ditandai dengan warna yang masih hijau dan
tidak layu. Selanjutnya dilakukan peremasan hingga lumat kurang lebih 10 menit
dengan formulasi daun:air yaitu 1:15 (Ginanjar, 2013). Hasil peremasan
selanjutnya disaring sehingga diperoleh filtrat daun cincau hijau. Sebelum
membentuk gel, tepung umbi suweg yang telah dilarutkan ditambahkan pada
filtrat gel cincau hijau lalu dibiarkan hingga membentuk gel.
26
Gambar 7. Diagram alir pembuatan gel cincau hijau (Ginanjar, 2013dimodifikasi)
3.5. Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan terhadap gel cincau hijau meliputi sifat sensori yaitu
tekstur dan warna dengan metode skoring, sedangkan flavor dan penerimaan
keseluruhan dengan metode hedonik, sifat fisik berupa sineresis, serta sifat kimia
meliputi kadar air, total serat pangan, kadar abu dan nilai pH untuk perlakuan
terbaik setiap ulangan.
100 g daun cincau hijau
Pembersihan
Peremasan dengan air sampai lumat(daun:air 1:15) (b/v)
Penyaringan
Filtrat
Gel cincau hijau
Pemblenderan
Tepung umbisuwegsesuai
perlakuanyang telahdilarutkan
27
3.5.1. Uji sensori
Pengujian sensori yang dilakukan meliputi tekstur, warna, flavor dan penerimaan
keseluruhan. Peniliaian tekstur dan warna dilakukan menggunakan uji skoring,
sedangkan untuk flavor dan penerimaan keseluruhan dilakukan dengan uji
hedonik. Pengujian dilakukan oleh 25 orang panelis semi terlatih (mahasiswa
yang sudah mengambil mata kuliah uji sensori) untuk uji hedonikdan uji skoring.
Skala penilaian uji sensori dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6 dengan kuesioner
disajikan pada Gambar 8.
Tabel 5. Skala penilaian uji skoringParameter Kriteria SkorTekstur Sangat kenyal
KenyalAgak kenyalTidak kenyalSangat tidak kenyal
54321
Warna Sangat khas cincau 5Khas cincau hijau 4Agak khas cincau 3Tidak khas cincau 2Sangat tidak khascincau
1
Tabel 6. Skala penilaian uji hedonikParameter Kriteria SkorFlavor Sangat suka 5
Suka 4Agak suka 3Tidak suka 2Sangat tidak suka 1
Parameter Kriteria SkorPenerimaankeseluruhan
Sangat suka 5Suka 4Agak suka 3Tidak suka 2Sangat tidak suka 1
28
3.5.2. Analisis kimia
3.5.2.1. Kadar air
Pengujian kadar air dilakukan dengan metode gravimetri (SNI 01-2891, 1992).
Prinsip pengujian adalah kehilangan bobot pada pemansan 1050 C dianggap
sebagai kadar air yang terdapat pada cotoh. Contoh ditimbang 1g – 2g pada
sebuah botol bertutup yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian contoh
dikeringkan dengan oven suhu 1050 C selama 3 jam. Kemudian contoh
didinginkan dalam desikator dan ditimbang, lalu diulangi hingga diperoleh bobot
tetap. Kadar air dalam contoh dapat dihitung dengan rumus berikut:
Kadar air = x 100%
Keterangan: W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g)
W1 = kehilangan bobot setelah dikeringkan(g)
3.5.2.2. Kadar karbohidrat
Sampel sebanyak 1 gram ditimbang kemudian dihidrolisis menggunakan 5mL
HCl 2,5 N. Kemudian dipanaskan dalam waterbath suhu 80oC selama 2,5 jam.
Sampel diencerkan menggunakan akuades hingga volume 250 mL pada labu ukur
250 mL. Sampel difilter dengan kertas saring whatmann diameter 13 mm, pori
0.45µm dan diambil 0,5 mL. Lalu ditambahkan akuades hingga volume 10 mL.
Selanjutnya sampel dikomplekskan sebagaimana laurtan baku glukosa dengan
penambahan fenol 5% sebanyak 1 mL dan H2SO4 sebanyak 5 mL. Larutan
glukosa standar dan sampel diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 490 nm. Selanjutnya dihitung konsentrasi glukosa berdasarkan nilai
29
absorbansi. Kadar karbohidrat diperoleh dari kadar glukosa x 0,9 (UPT Terpadu,
2019).
3.5.2.3. Total serat pangan
Penetapan kadar serat pangan dilakukan berdasarkan metode AOAC (1995).
Sebanyak 0,5 g sampel ditimbang secara duplo, kemudian sampel ditambahkan 40
mL MES-TRIS (Buffer pH 8,2). Sampel kemudian di stirrer sampai homogen
lalu ditambahkan 50 µl α-amilase. Kemudian diletakkan dalam penangas air 95-
1000C selama 35 menit. Selanjutnya sampel didinginkan sampai 600C. Setelah
itu ditambahkan 0,561 N HCl sampai pH 4,5 (4,1-4,6), ditambahkan 200µl
amyloglukosidase dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 600C. Sampel
kemudian diendapkan dengan 225 mL etanol 95% pada suhu 600C dan dibiarkan
selama 1 jam pada suhu kamar. Sampel disaring dengan kertas saring tak berabu
No. 42 yang diketahui bobotnya. Kemudian dicuci dengan 15 mL etanol 78%, 15
mL etanol 95% dan 15 mL aseton sebanyak dua kali. Sampel kemudian
dikeringkan dalam oven vakum dengan suhu 700C atau 1050C. Kemudian
dihasilkan 2 residu yaitu protein dan abu yang digunakan untuk menghitung serat
pangan total. Rumus yang digunakan untuk menghitung total serat pangan adalah
sebagai beriku:
Total serat pangan = Bobot rata-rata 2 residu – (g protein + g abu) x 100%Bobot sampel
3.5.2.4. Kadar abu
Pengujian kadar abu dilakukan dengan metode tanur listrik (SNI 01-2891, 1992).
Prinsipnya adalah pembakaran bahan-bahan organik yang diuraikan menjadi air
30
(H2O) dan karbondioksida (CO2), tetapi zat anorganik tidak tebakar. Zat
anorganik ini disebut abu. Prosedur analisis ini adalah dimasukkan 2 g contoh ke
dalam sebuah cawan porselen yang telah diketahui bobotnya, untuk cairan uapkan
di atas penangas air sampai kering. Cawan diarangkan di atas nyala pembakar,
lalu diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550o C sampai pengabuan
sempurna (sekali-kali pintu tanur dibuka sedikit, agar oksigen bisa masuk).
Didinginkan dalam desikator, lalu timbang sampai bobot tetap. Penentuan kadar
abu dapat dihitung dengan rumus:
Kadar Abu = x 100%
Keterangan: W = Bobot contoh sebelum diabukan (g)
W1 = Berat cawan + sampel sesudah pengabuan (g)
W2 = Berat cawan kosong (g)
3.5.2.5. Kadar protein
Analisis protein gel cincau hijau diuji dengan metode Kjeldahl (SNI 2973, 2011).
Prinsip dari pengujian ini adalah senyawa nitrogen diubah menjadi amonium
sulfat oleh H2SO4 pekat, kemudain diuraikan dengan NaOH. Amoniak yang
dibebaskan diikat dengan asam borat dan kemudian dititrasi dengan larutan baku
asam. Kadar protein diperoleh dari hasil kali total nitrogen dengan 6,25. Prosedur
kerja pengujian ini adalah 0,5 g contoh ditimbang (W) ke dalam labu Kjedahl dan
ditambahkan 0,1 g katalisator selenium reagent dan 5 mL H2SO4 pekat dan
dimasukan keruang asam sampai jernih selama 1,5 jam. Kemudian ditambahkan
200 mL aquades, NaOH 45% 50 mL dan H2BO3 2% 25 mL serta indikator warna
sebanyak 2 tetes sehingga berwarna ungu. Kemudian didestilasi sehingga
31
diperoleh warna hijau kebiruan sebanyak 150 mL dan dititrasi dengan HCl 0,1 N
sampai berwarna ungu. Perhitungan kadar protein dilakukan dengan
menggunakan rumus:
Kadar Protein (%) = (V1 – V2) N HCl x 14,007 x 6,25 100%W
Keterangan: W = berat sampel (mg)
V1 = jumlah titrasi sampel (mL)
V2 = jumlah titrasi blanko (mL)
N = normalotas HCl standar yang digunakan
14,007 =berat atom Nitrogen
6,25 = faktor konversi
3.5.2.6. Kadar lemak
Pengujian kadar lemak dilakukan dengan metode Soxhlet (SNI 01-2891, 1992).
Prinsip pengujian ini adalah dengan mengekstraksi lemak bebas dengan pelarut
non polar. 1 g- 2 g contoh dimasukkan ke dalam selonsong kertas yang dialasi
dengan kapas. Selonsong kertas berisi contoh disumbat dengan kapas dan
dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 800 C selama lebih kurang satu
jam. Kemudian dimassukkan kedalam alat soxhlet yang terdapat labu lemak
berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Sampel
diekstrak dengan heksana atau pelarut lemak lainnya selama lebih kurang 6 jam.
Heksana disulingkan dan ekstrak lemak dikeringkan dalam oven pengering pada
suhu 1050C. Kemudian sampel didinginkan dan ditimbang, lalu pengeringan
diulangi sampai bobot tetap. Perhitungan kadar lemak dilakukan dengan
menggunakan rumus:
32
Kadar lemak (%) = (W2-W1) x 100%W
Keterangan: W = Berat contoh (g)
W1 = Berat labu kosong (g)
W2 = Berat labu lemak sesudah ekstraksi(g)
3.5.2.7. Nilai pH
Gel cincau hijau berbentuk semi solid sehingga diperlukan persiapan bahan
sebelum pengukuran pH. Gel cincau hijau dihomogenkan dengan dipotong
menjadi bagian kecil, lalu dicincang hingga halus. Sebanyak 25 gram gel cincau
hijau ditempatkan pada gelas beker lalu diukur menggunakan pH meter yang telah
terkalibrasi menggunakan larutan buffer pH 4.00 dan pH 7.00 (Ginanjar, 2013).
3.5.2. Analisa fisik: sineresis
Analisa sineresis dilakukan berdasarkan AOAC (1995), dengan cara pengamatan
gel yang disimpan pada suhu refrigerator (10oC) selama hari ke-0, 1, 2 dan 3.
Penyimpanan dilakukan selama 3 hari di suhu 10oC. Masing-masing gel diwadahi
cawan untuk menampung air yang dibebaskan dari gel selama penyimpanan.
Sineresis dihitung dengan mengukur kehilangan berat selama penyimpanan lalu
dibandingkan dengan berat awal gel (Ginanjar, 2013).
Sineresis gel = A ˗ B x 100 %A
Keterangan: A = Berat sampel sebelum penyimpanan (gram)
B = Berat sampel setelah penyimpanan (gram)
33
Gambar 8. Kuesioner uji sensori
UJI SKORING DAN UJI HEDONIK
UJI SKORING CINCAU HIJAU
Nama Panelis :Tanggal :
Dihadapan Anda disajikan sampel cincau hijau dengan menggunakankonsentrasi tepung umbi suweg sebagai bahan penstabil gel. Andadiminta untuk mengevaluasi produk tersebut meliputi tekstur danwarna. Berikan penilaian Anda dengan menuliskan skor di bawah kodesampel pada tabel yang disediakan
ParameterKode Sampel
321 752 436 897 164 668 590TeksturWarna
Keterangan:
Tekstur Warna
1. Sangat tidak kenyal 1.Sangat tidak khas cincau2. Tidak kenyal 2.Tidak khas cincau3. Agak kenyal 3.Agak khas cincau4. Kenyal 4.Khas cincau5. Sangat kenyal 5. Sangat khas cincau
34
UJI HEDONIK CINCAU HIJAU
Nama Panelis :Tanggal :
Dihadapan Anda disajikan sampel cincau hijau dengan menggunakankonsentrasi tepung umbi suweg sebagai bahan penstabil gel. Andadiminta untuk mengevaluasi produk tersebut meliputi flavor danpenerimaan keseluruhan. Berikan penilaian Anda dengan menuliskanskor di bawah kode sampel pada tabel yang disediakan
ParameterKode Sampel
321 752 436 897 164 668 590FlavorPenerimaanKeseluruhan
Keterangan:
Flavor Penerimaan Keseluruhan
1. Sangat tidak suka 1. Sangat tidak suka2. Tidak suka 2. Tidak suka3. Agak suka 3. Agak suka4. Suka 4. Suka5. Sangat suka 5. Sangat suka
V. KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
1. Gel cincau hijau perdu dengan penambahan tepung umbi suweg sebanyak 1%
menghasilkan sifat organoleptik terbaik dengan skor tekstur 3,8 (kenyal), skor
warna 4,32 (hijau, khas cincau), skor flavor 3,56 (suka), dan skor penerimaan
keseluruhan 3,71 (suka).
2. Gel cincau hijau dengan penambahan tepung umbi suweg sebanyak 1%
menghasilkan karakteristik kadar air 97,86%, kadar abu 0,08%, kadar protein
0,01%, kadar lemak 0,16%, kadar karbohidrat 0,02% serta kadar serat pangan
3,38% dengan rata-rata pH berkisar 5,25-5,49 dan tingkat sineresis berkisar
10,10%-21,82% yang disimpan selama 3 hari penyimpanan.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan pada penelitian selanjutnya yaitu
tepung umbi suweg terlebih dahulu dilarutkan pada air hangat atau air panas agar
terjadi gelatinisasi sehingga dapat melihat perbedaan tekstur gel cincau hijau yang
berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Abidah, N. Y. N. 2015. Kajian Proses Pasteurisasi Jelly Drink Cincau Hijau-Rosela Dalam Kaleng Untuk Menghasilkan Daya Antioksidan Optimum.Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ananta, E. 2000. Pengaruh ekstrak cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers)terhadap proliferasi alur sel kanker K-562 dan Hela [skripsi]. Bogor:Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
AOAC (Association of Official Analytical Chemists). 1995. Official Methods ofAnalysis of the Association of Official Analytical Chemists. Chemist Inc.New York.
Astawan, M. 2002. Cincau Hitam Pelepas Dahaga. Majalah Sedap Sekejap.Jakarta.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Pengawasan Klaim danLabel dalam Iklan Pangan Olahan. HK.03.1.23.11.11.09909.
Badan Standar Nasional (BSN). 1992. SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan danMinuman. BSN. Jakarta.
Briantoto, R. D., Endang P., Dian H., dan A.S. Firlieyantp. 2014. Perubahan MutuFisik dan Mikrobiologi Gel Cincau Hijau Kemasan Selama Penyimpanan.Jurnal Mutu Pang an, Vol. 1(2): 118-123,2014 ISSN 2355-5017.
Departemen Pertanian. 2010. Multifungsi Glukomannan Dari Umbi Iles-Iles.http://perkebunan. litbangdeptan.go.id/?p=berita.2.184. [diakses tanggal 14Oktober 2018].
Ekafitri R., R. Kumalasari, dan D. Desnilasari. 2016. Pengaruh Jenis DanKonsentrasi Hidrokoloid Terhadap Mutu Minuman Jeli Mix Pepaya(Carica papaya) Dan Nanas (Ananas comosus). Jurnal PenelitianPascapanen Pertanian 13 (3): 115-117.
Faridah, D. N. 2005. Sifat Fisiko-kimia Tepung Suweg (Amorphopalluscampanulatus B1) dan Indeks Glikemiksnya. Jurnal. Teknol. dan IndustriPangan. 8(3):254259.
57
Fernida, A. N. 2009. Pemungutan Glukomanan dari Umbi Iles-Iles(Amorphophallus sp). Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Gallaher, D. 2000. Dietary Fiber and Its Physiological Effect In Essential ofFunctional Food Schmidl. An Aspen Publication. Maryland.
Ginanjar, B. M. R. 2013. Evaluasi Mutu Fisik, Mikrobiologi dan SifatFungsisonal Gel Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr.) dalamKemasan dengan Perlakuan Pasteurisasi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Granita A. T. 2013. Karakteristik Rheologi Gel Cincau Hitam (Mesona palustrisBL). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Haryadi, A., A. Kartikaningrum dan Q. W. Marseno. 2002.Pengaruh PenggunaanBerbagai Basa Dan Pati Dalam Pembuatan Cincau Hitam Instan TerhadapSifat-Sifat Fisik Gel Yang Dihasilkan. Agritech. Vol. 21(2): 44-48.
Haryanto, B., I G.P. A Palguna, dan Sugiyono. 2013. Optimasi Rasio Patiterhadap Air dan Suhu Gelatinisasi untuk Pembentukan Pati Resisten TipeIII pada Pati Sagu (Metroxylon sagu). Pangan Vol. 22 (3): 258-260.
Hasbullah, U. H. A.,M. D. U. Rizky, N. Fafa , S. Bambang, dan U. Rini. 2016.Sifat Fisik dan Kimia Tepung Umbi Suweg (Amorphophalluscampanulatus BI) di Jawa Tengah.
Hasbullah, U. H. A. dan U. Rini. 2017. Perbedaan Sifat Fisik, Kimia dan SensorisTepung Umbi Suweg (Amorphophallus campamulatus BI) pada FaseDorman dan Vegetatif. Jurnal Agrosains Vol. 5 (2): 70-72.
Karni, R. N. 2011. Penentuan Waktu Akhir Sineresis Pada Beberapa Bahan CetakAlginate.Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Kasno, A. 2009. Agribisnis Tanaman Suweg. Gema Pertapa. Jakarta.
Khatarina, S. 2018. Kajian Substitusi Tepung Umbi Suweg (Amorphophalluscampanulatus B) pada Pembuatan Crackers terhadap Sifat Kimia danOrganoleptik. Skripsi. Universitas Lampung.
Kuncari, E. S., Iskandarsyah dan Praptiwi. 2014. Evaluasi, Uji Stabilitas Fisik danSineresis Sediaan Gel yang Mengandung Minoksidil, Apigenin danPerasan Herba Seledri. Bul Penelit. Kesehat. Vol. 42 (4): 213-216.
Khoiriyah, N. dan A. Leily. 2014. Formulasi Cincau Jelly Drink (PremnaOblongifolia L Merr) Sebagai Pangan Fungsional Sumber Antioksidan.Jurnal Gizi dan Pangan Vol.9(2):73-80.
58
Muchtadi, D. 2001.Sayuran sebagai Sumber Serat Pangan untuk MencegahTimbulnya Penyakit Degeneratif. JurnalTeknologi dan Industri Pangan,Vol. 12 (1): 62-63.
Ningtyas, P. Z., E. Prihastanti, dan E. Saptiningsih. 2011. Pengaruh KombinasiUrutan Daun Stephania hernandifolia Walp. dan Penambahan Volume Airterhadap Kualitas dan Sineresis Cincau selama Penyimpanan. UniversitasDiponegoro. Semarang.
Nugrahenny, D. 2003. Pengaruh Seduhan The Cincau Hijau (Cyclea Barbata DanPremna Oblongifolia) Terhadap Kadar Sitokrom P-420 Dan AktivitasGlutation S—Transferase Dari Hati Tikus. Skripsi. Institut PertanianBogor. Bogor.
Nurdin, S. U., S. Rizal dan Suharyono A. S. 2007. Karakteristik FungsionalPolisakarida Pembentuk Gel Daun Cincau Hijau (Premna oblongifoliaMerr.). Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian Vol.13(1) : 4-9.
Ohtsuki, T. 1968. Studies on Reserve Carbohydrates of Flour AmorphophallusSpecies with Special Reference to Mannan. J.Botanical Magazine. 81:119126.
Pinus, L. 1997. Bertanam Umbi-umbian. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pitojo, S. dan Zumiyati. 2005. Cincau: Cara Pembuatan dan Variasi Olahannya.Agromedia Pustaka. Tangerang.
Pitojo, S. 2007. Suweg. Kanisius. Yogyakarta.
Pitojo, S. 2008. Khasiat Cincau Perdu. Kanisius. Yogyakarta.
Prangdimurti, E., D. Herawati, A. S. Firlieyanti dan R. D. Briantoto. 2014. CincauHijau Kemasan Selama Penyimpanan. Jurnal MutuPangan Vol. 1 (2):118-121.
Puspitaningrum, A. M. 2015. Pengaruh Variasi Tepung Umbi Suweg(Amorphophallus campanulatus B) dalam Pembuatan Sereal terhadapPenurunan Berat Badan Mencit yang Mengalami Obesitas. (Tugas Akhir).Akademi Analisis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia. Malang. 83Hlm.
Putri, D. I. 2016. Pengaruh Konsentrasi Tepung Umbi Suweg (Amorphophalluscampanulatus B) sebagai Penstabil Es Krim Susu Kambing. Skripsi.Universitas Lampung.
Richana, N dan T.C Sunarti, 2004. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Umbidan Tepung Pati dari Umbi Ganyong,Suweg, Ubi Kelapa, dan Gembili.JurnalPascapanen 1(1):29-37.
59
Saha, D. dan S. Bhattacharya. 2010. Hydrocolloids as thickening and gellingagents in food: a critical review. J. Food Sci Technol 47(6):587-588.
Setyaningtyas, W. 2000. Karakteristik Pembentukan Gel Campuran HidrokoloidCincau Hijau (Premna Oblongifolia Merr.) Dan Alginat. Skripsi. InstitutPertanian Bogor. Bogor.
Siswanti. 2008. Karakterisasi Edible film Dari Tepung Komposit GlukomananUmbi Iles-Iles (Amorphopallus Muelleri Blume) dan Tepung Maizena.Skripsi. UNS. Surakarta.
Susilawati dan D. Sartika. 2017. Produksi Es Krim Susu Kambing DenganModifikasi Tepung Umbi Suweg(Amorphophallus Campanulatus B)Sebagai Penstabil Terhadap Sifat Fisik, Kimia Dan Organoleptik Es Krim.Prosiding Seminar Nasional FKTP-TPI 2017. Kendari.
Sutomo, B. 2008. Umbi Suweg Potensial sebagai Pengganti Tepung Terigu. KriyaPustaka. Jakarta.
Tasia, W. R. N. dan T. D. Widyaningsih. 2014. Jurnal Review: Potensi CincauHitam (Mesona palustris Bl.), Daun Pandan (Pandanus amaryllifolius) DanKayu Manis (Cinnamomum burmannii) Sebagai Bahan Baku MinumanHerbal Fungsional. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2 (4): 128-136.
Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Utama.
Zhang, Z., C.C. Wheatley, and H. Corke. 2002. Biochemical Changes DuringStorage of Sweet Potato Roots Differing in Dry Material Content.Postharvest Bioland Technol 24: 317 – 325.