karakteristik filsafat

3
Karakteristik Filsafat Oleh: Tita Novitasari Alkisah bertanyalah seorang awam kepada ahli filsafat yang arif bijaksana, “Coba sebutkan kepada saya jenis manusia yang terdapat dalam kehidupan ini berdasarkan pengetahuannya!” filsuf itu menarik nafas panjang dan berpantun: Ada orang yang tahu ditahunya Ada orang yang tahu di tidak tahunya Ada orang yang tidak tahu ditahunya Ada orang yang tidak tahu di tidak tahunya “Bagaimana caranya agar saya mendapatkan pengetahuan yang benar?” sambung orang awam itu; penuh hasrat dalam ketidak tahuannya. “Mudah saja,” jawab filsuf itu, “Ketahuilah apa yang tahu dan ketahuilah apa yang kau tidak tahu.” Here I go... Saya lebih mengerti pantun di atas ketika kata tahu diganti dengan kata memahami. Berarti bahwa ada empat jenis manusia di dunia berdasarkan dari penguasaan ilmunya. Pertama, ada orang yang benar-benar memahami ilmu yang ia peroleh, hakikat dan substansi dari ilmunya secara komprehensif dan multidimensi, ada orang berkata bahwa ia memahami ilmu yang ia peroleh tapi sebenarnya ia sama sekali belum memahaminya secara mendalam, ada orang yang mengaku tidak paham padahal ia paham, dan terakhir ada orang yang memang benar-benar tidak mengerti apalagi memahami. Apakah filsafat? Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kesemestaan galaksi. Atau seorang

Upload: universitas-islam-negeri-syarif-hidayatullah-jakarta

Post on 12-Feb-2017

365 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Karakteristik Filsafat

Karakteristik Filsafat

Oleh: Tita Novitasari

Alkisah bertanyalah seorang awam kepada ahli filsafat yang arif bijaksana, “Coba sebutkan

kepada saya jenis manusia yang terdapat dalam kehidupan ini berdasarkan pengetahuannya!”

filsuf itu menarik nafas panjang dan berpantun:

Ada orang yang tahu ditahunya

Ada orang yang tahu di tidak tahunya

Ada orang yang tidak tahu ditahunya

Ada orang yang tidak tahu di tidak tahunya

“Bagaimana caranya agar saya mendapatkan pengetahuan yang benar?” sambung orang awam

itu; penuh hasrat dalam ketidak tahuannya.

“Mudah saja,” jawab filsuf itu, “Ketahuilah apa yang tahu dan ketahuilah apa yang kau tidak

tahu.”

Here I go...

Saya lebih mengerti pantun di atas ketika kata tahu diganti dengan kata memahami. Berarti

bahwa ada empat jenis manusia di dunia berdasarkan dari penguasaan ilmunya. Pertama, ada

orang yang benar-benar memahami ilmu yang ia peroleh, hakikat dan substansi dari ilmunya

secara komprehensif dan multidimensi, ada orang berkata bahwa ia memahami ilmu yang ia

peroleh tapi sebenarnya ia sama sekali belum memahaminya secara mendalam, ada orang yang

mengaku tidak paham padahal ia paham, dan terakhir ada orang yang memang benar-benar tidak

mengerti apalagi memahami.

Apakah filsafat?

Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke

bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kesemestaan galaksi. Atau seorang

Page 2: Karakteristik Filsafat

yang berdiri di puncak tinggi, memandang ke ngarai dan lembah di bawahnya. Dia ingin

menyimak kehadirannya dengan kesemestaannya yang ditatapnya (Jujun S. Suriasumanti, 1998).

Karakteristik filsafat yang pertama adalah menyeluruh, multidimensi, dan/atau komprehensif.

Contoh, seorang ilmuwan yang berfilsafat tidak akan puas jika pengetahuannya, gagasan, atau

idenya hanya ditopang oleh ilmu (di bidang “tertentu”) yang ia kuasai saja. Dia juga ingin

menguasai atau melihat konstelasi ilmu di bidang yang lainnya. Dia ingin mengetahui kaitan

ilmu yang ia kuasai dengan moral, agama, sains, metafisika, dan lain sebagainya. Dia ingin

memastikan apakah ilmu yang ia kuasai saat ini bermanfaat bagi dirinya, bisa ia gunakan untuk

kebaikan orang banyak, dan membawa kebahagiaan bagi semuanya.

Karakter filsafat yang kedua adalah mendasar, fundamental, dan/atau konseptual. Artinya, ia

tidak serta merta memercayai sesuatu. Setiap pernyataan atau setiap pengetahuan yang datang

pada orang yang berpikir filsafat akan diuji kebenarannya dengan setumpuk pertanyaan yang

mendasar. Misalnya, pertanyaan apakah matahari mengitari bumi atau bumi yang mengitari

matahari? Jika jawabannya bumi yang mengitari matahari, pertanyaannya ialah mengapa bumi

mengitari matahari? Apa yang menyebabkan matahari mengitari bumi? Jika jawabannya karena

gravitasi matahari yang lebih besar ketimbang bumi, maka pertanyaanya ialah mengapa gravitasi

matahari bisa lebih besar dari bumi? Dan seterusnya.

Contoh lain yang lebih menggelitik, pertanyaan yang mengkritisi hakikat matahari “terbit” di

timur dan “terbenam” di barat, apakah benar bahwa matahari demikian? Jika berpikir filsafat,

maka jawabannya salah. Karena, pada hakikatnya matahari tidak terbit apalagi terbenam

melainkan rotasi bumilah yang membuat matahari kadang terlihat (siang/terbit) dan kadang tidak

terlihat (malam/tenggelam).

Karakter filsafat yang terakhir adalah spekulasi atau hipotesis. Anda mungkin bertanya mengapa

bisa karakter filsafat salah satunya adalah spekulasi? Karena karakter spekulasi inilah yang tidak

bisa dilepaskan dari filsafat, artinya karakter ini melekat pada pandangan orang yang berfilsafat.

Betapa tidak? Orang yang berpikir, bertanya, atau mencari jawaban yang mendasar dan

menyeluruh pasti akan berspekulasi dalam menemukan jawaban atau dalam menyusun gagasan

yang bisa dipercaya dan diyakini. Langkah awal dari seorang yang berpikir atau berfilsafat

adalah berspekulasi. Ilmu pengetahuan bisa berkembang sebab orang berspekulasi.

Page 3: Karakteristik Filsafat

Dunia ini relatif. Ada banyak kemungkinan di dalamnya. Ada banyak jawaban untuk satu saja

pertanyaan. Semuanya bergantung pada apakah anda berani berpikir, bertanya, kemudian

mencari jawaban dan mengagas sebuah ide atau tidak?

Mari berfilsafat

Filsafat tentu menjadi pondasi bagi ilmu pengetahuan. Kita tidak akan tahu bahwa sistem tata

surya kita bukan geosentris tapi heliosentris jika Galileo Galilei tidak berfilsafat, kita tidak akan

tahu bahwa bumi itu bulat, berputar, dan bergravitasi jika tidak ada mereka yang berfilsafat,

Amerika tidak akan pernah ditemukan jika tidak ada Columbus yang ingin memastikan

kebenaran mengenai hakikat lautan, bahkan semua bidang ilmu pengetahuan yang telah

dikembangkan di zaman modern ini tidak akan ada jika tidak ada Socrates, Plato, Aristoteles,

dan filsuf atau ilmuwan lainnya.

Seorang filsuf besar memiliki slogan yang berbunyi “Kenali diri kita,” yang berarti bahwa

filsafat tidak hanya mengantarkan kita pada kemajuan ilmu pengetahuan tapi juga pada diri kita

sendiri. Filsuf Arab menambahkan slogan ini dengan pernyataan “Siapa yang mengenali dirinya

sendiri, maka ia mengenal tuhannya.” Berarti bahwa filsafat mengajak kita untuk mengenal,

memahami, dan mendekat serta merasakan keberadaan Allah SWT dengan mengenali hakikat

dari adanya manusia atau dilahirkannya kita. We need to think about it.

Filsafat ditopang oleh mana yang benar dan yang salah (logika), mana yang baik dan yang buruk

(etika, moral, adab, atau akhlak), serta mana yang indah dan yang jelek (estetika atau seni). Teori

ini kemudian dikembangkan lagi menjadi ontologi (hakikat pengetahuan), epistemologi (dasar-

dasar atau sumber pengetahuan), dan aksiologi (nilai pengetahuan). Dengan ini, pengetahuan

yang disintesis dari filsafat akan aman dari kebohongan, kebiadaban, dan kejelekan. Sebab,

filsafat menguji pengetahuan dari segi hakikat, kebenaran, keindahan, dan kebermanfaatan atau

nilainya untuk kesejahteraan manusia.

Jadi, mari berpikir teman-teman... minimal pikirkanlah dirimu sendiri, apa bakatmu, dan apa

yang bermanfaat untukmu dan masa depanmu.