karakteristik chief executive officer (ceo) dan kualitas

29
1 Jurnal Akuntansi dan Governance Andalas 3 (1): 1-29 Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas Akrual: Bukti Empiris dari Indonesia Poppy Nurmayanti M a a Jurusan Akuntansi Universitas Riau, [email protected] . INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK Sejarah artikel: Diterima: 6 Mei 2020 Diterima revisian: 24 Juni 2020 Diterima publikasi: 1 Juli 2020 This study investigates the relationship between CEO characteristics and earning quality from public firms listed in Indonesia Stock Exchange between 2010 and 2017. This study used four accruals quality measures; a) absolute abnormal accruals by using the modified Jones model (Dechow et al. 1995), b) performance matched abnormal accruals by using Kothari et al. (2005), c) accrual estimation error from Dechow and Dichev model (DD, 2002), and d) accrual estimation error the augmented specification of Dechow and Dichev model (2002) as suggested by McNichols (2002). The empirical findings that several CEO characteristics (i.e., CEO female, financial work experience, business skill, tenure, and CEO founding) is significantly associated with accrual quality; these in turn, may affect the quality of the firm’s reporting. These results are consistent with the prediction of the upper echelons theory and have implication in corporate financial reporting. Kata Kunci: CEO characteristics, accrual quality, upper echelon theory. 1. PENDAHULUAN Penelitian ini menguji pengaruh karakteristik chief executif officer (selanjutnya disingkat dengan CEO) terhadap kualitas akrual. CEO di dalam laporan tahunan perusahaan publik disebut juga dengan Presiden Direktur atau Direktur Utama yang menunjukkan pimpinan puncak perusahaan publik. CEO merupakan bagian penting dalam implementasi tata kelola perusahaan yang baik. CEO berperan dan bertanggung jawab dalam menentukan pilihan JURNAL AKUNTANSI DAN GOVERNANCE ANDALAS Laman Jurnal : www.jaga.unand.ac.id Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Andalas ISSN (Print) 2442-2363 | ISSN (Online) .......

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

1

Jurnal Akuntansi dan Governance Andalas 3 (1): 1-29

Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan

Kualitas Akrual: Bukti Empiris dari Indonesia

Poppy Nurmayanti Ma

aJurusan Akuntansi Universitas Riau, [email protected] .

INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK

Sejarah artikel:

Diterima: 6 Mei 2020

Diterima revisian: 24 Juni 2020

Diterima publikasi: 1 Juli 2020

This study investigates the relationship between CEO

characteristics and earning quality from public firms

listed in Indonesia Stock Exchange between 2010 and

2017. This study used four accruals quality measures; a)

absolute abnormal accruals by using the modified Jones

model (Dechow et al. 1995), b) performance matched

abnormal accruals by using Kothari et al. (2005), c)

accrual estimation error from Dechow and Dichev model

(DD, 2002), and d) accrual estimation error the

augmented specification of Dechow and Dichev model

(2002) as suggested by McNichols (2002). The empirical

findings that several CEO characteristics (i.e., CEO

female, financial work experience, business skill, tenure,

and CEO founding) is significantly associated with

accrual quality; these in turn, may affect the quality of the

firm’s reporting. These results are consistent with the

prediction of the upper echelons theory and have

implication in corporate financial reporting.

Kata Kunci:

CEO characteristics, accrual

quality, upper echelon theory.

1. PENDAHULUAN

Penelitian ini menguji pengaruh karakteristik chief executif officer (selanjutnya

disingkat dengan CEO) terhadap kualitas akrual. CEO di dalam laporan tahunan perusahaan

publik disebut juga dengan Presiden Direktur atau Direktur Utama yang menunjukkan

pimpinan puncak perusahaan publik. CEO merupakan bagian penting dalam implementasi tata

kelola perusahaan yang baik. CEO berperan dan bertanggung jawab dalam menentukan pilihan

JURNAL

AKUNTANSI DAN GOVERNANCE ANDALAS

Laman Jurnal : www.jaga.unand.ac.id

Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Andalas

ISSN (Print) 2442-2363 | ISSN (Online) .......

Page 2: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

2

strategis dan kinerja organisasi yang tepat dalam menghadapi berbagai tekanan dan ancaman di

setiap tahap pertumbuhan dan perkembangannya (Zahra dan Pearce 1989). Cheng dan Lo

(2006) menyatakan bahwa CEO adalah seseorang yang paling mempunyai power dalam

membuat keputusan yang terkait dengan strategi dan kinerja organisasional. Bahkan CEO

sering menentukan apa dan kapan suatu informasi seharusnya diungkapkan, termasuk

pengungkapan pelaporan keuangan.

Teori eselon atas (upper echelon theory) yang dikembangkan oleh Hambrick dan

Mason (1984) menyatakan bahwa kognisi, nilai-nilai, dan persepsi manajemen puncak

memiliki pengaruh signifikan terhadap pilihan dan outcome perusahaan. Hal ini berarti bahwa

manusia membuat keputusan yang mana keputusan itu dibentuk oleh keterlibatan personalitas.

Karena sulit untuk memperoleh data psikometrik manajemen puncak, dalam hal ini adalah

CEO, Hambrick dan Mason (1984) dan Hambrick (2007) berpendapat bahwa ketika

memprediksi tindakan strategis manajemen puncak, peneliti dapat menggunakan karakteristik

manajemen puncak yang dapat diamati. Karakteristik manajemen puncak yang dapat diamati

meliputi umur, gender, pengalaman, dan pendidikan digunakan untuk mencerminkan

perbedaan kognitif manajemen puncak.

Penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan karena beberapa alasan. Pertama,

Hambrick (2007) menyarankan bahwa penelitian dengan menggunakan teori upper echelon

penting dilakukan di negara selain Amerika Serikat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan

pemahaman tentang kompleksitas yang berbeda dan memperkuat teori upper echelon.

Indonesia memiliki latar belakang yang berbeda dengan Amerika Serikat dalam hal kultur,

sistem sosial-ekonomi, struktur kepemilikan saham, struktur tata kelola, dan lain-lain. Konteks

sosial ekonomi yang berbeda di setiap negara memotivasi peneliti untuk menginvestigasi

pengaruh karakteristik CEO terhadap kualitas laba di setiap tahap siklus hidup perusahaan

manufaktur Indonesia.

Kedua, atribut personal eksekutif penting untuk diinvestigasi lebih lanjut karena terkait

dengan adanya perilaku eksekutif yang (diduga) tidak etis untuk mencapai tujuannya. Perilaku

tidak etis ini tercermin dari upaya eksekutif untuk menyajikan laporan keuangan yang

memberikan informasi laba yang tinggi. Keempat, studi ini memperluas temuan terdahulu

yaitu menginvestigasi pengaruh karakteristik eksekutif terhadap kualitas pelaporan keuangan

dari sisi kualitas akrual dengan menggunakan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia. Karakteristik CEO yang menjadi fokus studi ini adalah karakteristik demografis

yang meliputi jenis kelamin, pengalaman kerja keuangan, kecakapan bisnis, tenur, dan CEO

Page 3: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

3

pendiri. Karakteristik ini merupakan perluasan dari karakteristik yang dikembangkan teori

upper echelon (Hambrick dan Mason 1984).

Studi ini menggunakan karakteristik demografis CEO karena karakteristik ini

merupakan karakteristik yang lebih dapat diobservasi dan mempunyai pengukuran yang lebih

dapat diandalkan (Baatwah et al. 2015; Bamber et al. 2010; Hambrick dan Mason 1984)

dibandingkan karakteristik psikologikal yang sulit diobservasi dan belum mempunyai

pengukuran yang akurat (Qi et al. 2018). Peneliti menguji hipotesis dengan menggunakan dua

pendekatan. Pertama, peneliti menggunakan nilai absolut dari performance-matched abnormal

total accruals dan akrual berjalan abnormal dari metode yang digunakan oleh Kothari et al.

(2005). Kedua, peneliti menggunakan ukuran kualitas akrual dari model Dechow dan Dichev

(2002) dan perluasan model Dechow dan Dichev (2002) yang diimplementasikan dalam

penelitian Barua et al. (2010). Variabel kontrol yang dipertimbangkan dalam penelitian ini

meliputi ukuran perusahaan (FIRMSIZE), ROA, leverage, kondisi keuangan perusahaan

(LOSS), dan umur perusahaan (FIRMAGE). Peneliti juga mempertimbangkan efek tahun

observasi, dan efek industri (Wang 2004; Francis et al. 2008; Li 2014) sebagai faktor

determinan kualitas akrual.

Penelitian ini menggunakan sebanyak 880 observasi (110 perusahaan) dengan periode

amatan dari tahun 2010 hingga 2017 dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) dengan mengeluarkan perusahaan yang berasal dari sektor keuangan. Data

profil CEO diperoleh dari dari annual report yang diterbitkan oleh BEI dikumpulkan dengan

hand-collected, sementara data keuangan untuk mengestimasi kualitas akrual dan variabel

kontrol diperoleh dari database Bloomberg. Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa

perusahaan yang dipimpin oleh CEO pendiri, CEO perempuan, dan tenur yang lebih panjang

cenderung melaporkan akrual abnormal dan kesalahan estimasi akrual yang lebih rendah.

Sementara, CEO yang mantan CFO ternyata memiliki pengaruh parsial terhadap kualitas

akrual. Secara spesifik, perusahaan yang dipimpin oleh CEO pendiri, CEO perempuan, dan

tenur yang lebih panjang cenderung melaporkan kualitas akrual yang lebih baik dibandingkan

dengan perusahaan yang dipimpin oleh CEO nonpendiri dan CEO laki-laki. Sementara,CEO

yang memiliki kecakapan bisnis cenderung melaporkan kualitas akrual yang lebih rendah

dibandingkan dengan CEO yang tidak memiliki kecakapan bisnis. Hal ini karena CEO dengan

kecakapan bisnis lebih berani membuat keputusan yang berisiko sehingga mendorong CEO

untuk melaporkan laba yang lebih agresif.

Penelitian ini memberikan kontribusi untuk literatur akuntansi dan eleson atas. Pertama,

berbeda dengan penelitian terdahulu yang berfokus pada salah satu atau beberapa karakteristik

Page 4: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

4

CEO/CFO (misalnya Barua et al. 2010; Huang et al. 2012; Peni dan Vahamaa 2010; Ali dan

Zhang 2015), penelitian ini melaporkan beberapa karakteristik CEO. Temuan ini memberikan

bukti bahwa kualitas akrual yang lebih baik cenderung dilaporkan oleh CEO pendiri dan CEO

perempuan. Kedua, Qi et al. (2018) dan Carpenter et al. (2004) menyarankan bahwa proses

pembuatan keputusan manajemen puncak lebih cenderung dikonfigurasi dari karakteristik

manajemen puncak-terutama CEO-yang banyak dibandingkan dengan satu karakteristik

tertentu. Penelitian ini menguji sejumlah karakteristik CEO yang dapat memengaruhi kualitas

pelaporan keuangan. Penelitian ini memberikan bukti adanya hubungan antara karakteristik

CEO yang dapat diamati dengan menggunakan akrual abnormal dan kesalahan estimasi akrual.

Terakhir, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya mayoritas penelitian upper echelon di

literatur manajemen dan di akuntansi menggunakan data Amerika Serikat, yang dapat

memberikan hasil yang bias (Hambrick 2007). Penelitian ini menggunakan data perusahaan

manufaktur Indonesia yang memiliki sosial ekonomi berbeda dengan Amerika Serikat.

Penelitian ini menemukan bukti ada pengaruh karakteristik CEO terhadap kualitas akrual,

hasilnya konsisten dengan prediksi teori upper echelon dengan menggunakan setting

nonAmerika Serikat.

Temuan penelitian ini memiliki implikasi untuk berbagai pemangku kepentingan dalam

pelaporan keuangan korporat. Pertama, regulator perlu menelaah bahwa karakteristik CEO

yang memimpin perusahaan memiliki pengaruh dalam kualitas pelaporan keuangan.

Peningkatan kualitas pelaporan laba menjadi lebih penting di Indonesia. Hal ini karena laporan

keuangan perusahaan publik Indonesia secara umum masih belum transparan, pasar modal

Indonesia yang belum efisien, yang berimplikasi pada kos transaksi yang lebih tinggi. Kedua,

temuan ini memberikan rekomendasi kepada pemegang saham untuk memilih dan mengangkat

CEO dengan mempertimbangkan karakteristik CEO. Temuan penelitian ini menunjukkan

bahwa perusahaan yang dipimpin oleh CEO perempuan dan CEO pendiri cenderung

melaporkan kualitas akrual yang lebih baik. Perusahaan akan memperoleh manfaat yang lebih

baik dengan mempekerjakan CEO yang memiliki karakteristik tersebut karena karakteristik

tersebut melaporkan kualitas akrual yang lebih baik, yang berkonsekuensi menghasilkan cost of

capital yang lebih rendah (Francis et al. 2004).

Sistematika penulisan penelitian ini dijelaskan berikut. Bagian berikut akan

memaparkan tinjauan literatur dan pengembangan hipotesis. Selanjutnya membahas metode

penelitian termasuk sampel, data, pengukuran variabel, uji hipotesis, dan uji tambahan. Bagian

berikutnya membahas hasil analisis dan diskusi. Bagian terakhir dari penelitian ini merupakan

Page 5: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

5

penutup yang membahas kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan saran untuk penelitian

mendatang.

2. Telaah Literatur dan Pengembangan Hipotesis

2.1 Telaah Literatur

Penelitian terkini untuk memahami bagaimana manajemen puncak memengaruhi

strategi organisasi dan kinerja sebagian besar didasarkan pada teori upper echelon yang

dikembangkan oleh Hambrick dan Mason (1984). Inti dari teori upper echelon adalah ide

bahwa manajemen puncak bertindak atas dasar penafsiran situasi yang mereka hadapi dan

penafsiran pribadi manajemen puncak ini adalah fungsi dari kognisi, nilai-nilai dan

persepsinya. Teori upper echelon berdasarkan premis rasionalitas terbatas (Hambrick 2007).

Namun, karena konstruk psikologi manajemen puncak sulit untuk diukur, Hambrick dan

Mason (1984) kemudian mengembangkan teori upper echelon. Teori upper echelon

menyatakan bahwa karakteristik manajemen puncak yang dapat diamati (seperti usia, gender,

pengalaman kerja, dan pendidikan) adalah proksi yang masuk akal untuk mencerminkan

perbedaan dari atribut psikologi manajemen puncak. Pada gilirannya, karakteristik manajemen

puncak yang dapat diamati ini merupakan manifestasi dalam pilihan strategis dan outcome

perusahaan. Dengan demikian, untuk memahami mengapa perusahaan melakukan suatu hal,

dan bagaimana perusahaan melakukannya, peneliti harus mempertimbangkan bingkai kognitif

manajemen puncak, yang diproksikan dengan karakteristik manajemen puncak yang dapat

diamati.

Sejumlah penelitian terdahulu telah banyak menggunakan teori upper echelon terutama

di perusahaan publik yang berorientasi laba (Waterman 2013), baik dengan

mempertimbangkan karakteristik individu eksekutif puncak maupun karakteristik tim eksekutif

puncak. Contohnya, penelitian yang dilakukan oleh Davis et al. (2015) menemukan bahwa

eksekutif yang memimpin organisasi profit lebih berorientasi pada pasar daripada eksekutif

nonprofit. Bamber et al. (2010) menemukan bahwa eksekutif puncak (CEO dan CFO)

memengaruhi gaya pengungkapan sukarela perusahaan dari perusahaan S&P1500. Ge et al.

(2011) menemukan bahwa CFO memiliki pengaruh terhadap keputusan akuntansi dari

perusahaan publik di Amerika Serikat. Qi et al. (2018) menemukan bahwa karakteristik

eksekutif puncak dari perusahaan yang terdaftar di bursa saham China (seperti umur yang lebih

tua, tingkat pendidikan yang lebih tinggi, eksekutif perempuan, dan memiliki keahlian

keuangan) melaporkan manajemen laba yang lebih rendah.

Page 6: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

6

Penelitian yang menggunakan teori upper echelon juga relevan dilakukan untuk sektor

nirlaba. Contohnya, Musteen et al. (2006) menerapkan teori upper echelon untuk menunjukkan

bahwa karakteristik CEO memengaruhi pilihan strategi (yang meliputi strategi perubahan dan

inovasi) yang diambil CEO dalam organisasi nirlaba. Karakteristik CEO yang menjadi fokus

penelitian ini adalah keberagaman pengalaman, gender, latar belakang fungsional, dan tenur

CEO. Bobe dan Taylor (2010) menggunakan teori upper echelon untuk menganalisis reformasi

pendidikan tinggi di sektor publik. Banyak peran eksekutif puncak dari organisasi profit dan

nonprofit yang sama, sehingga teori upper echelon sebagai rerangka teoritis dapat diterapkan

untuk memahami atribut eksekutif puncak pada kedua sektor tersebut.

Lingkup penelitian ini adalah karakteristik individu eksekutif puncak (CEO) dari

perusahaan manufaktur yang terdaftar di pasar modal Indonesia terhadap kualitas akrual.

Penelitian ini dilakukan dalam konteks sosio-ekonomi yang berbeda dengan penelitian

sebelumnya yang mayoritas dilakukan di perusahaan atau organisasi di Amerika Serikat dan

China. Saat ini studi akuntansi yang menginvestigasi hubungan antara karakteristik manajemen

puncak dan kualitas akrual masih sedikit (Barua et al. 2010) dengan hasil yang masih beragam.

Penelitian terdahulu masih memberikan bukti yang terbatas mengenai isu yang akan

didiskusikan berikut ini.

Kualitas Pelaporan Keuangan

Definisi kualitas pelaporan keuangan yang menjadi fokus penelitian ini adalah kualitas

pelaporan keuangan berkaitan dengan kinerja keseluruhan perusahaan yang direfleksikan

dalam laba perusahaan. Maksudnya, laba yang berkualitas tinggi akan tercermin pada laba

yang berkesinambungan untuk suatu periode yang panjang. Hal ini terkait dengan atribut

informasi laba yang berbasis akuntansi (Francis et al. 2004; Pagalung 2006; Francis et al.

2008). Sejumlah penelitian terdahulu telah berupaya untuk menggunakan berbagai macam

ukuran untuk menentukan seberapa tepat kualitas pelaporan keuangan perusahaan (Dechow et

al. 2010; Francis et al. 2004). Namun, dari hasil penelitian Francis et al. (2004; 2008; 2010)

dan Dechow et al. (2010) kualitas akrual merupakan proksi kualitas pelaporan keuangan dari

atribut akuntansi yang terkait dengan diskresi atau pertimbangan manajemen.

Adanya diskresi atau pertimbangan manajemen dalam pelaporan keuangan dan

penyusunan transaksi untuk mengubah laporan keuangan dengan tujuan untuk memanipulasi

magnituda laba kepada pemangku kepentingan yang mempengaruhi kinerja perusahaan atau

untuk mempengaruhi hasil perjanjian (kontrak) yang tergantung pada angka-angka akuntansi

ini dikenal dengan istilah manajemen laba (Healy dan Wahlen 1999). Dalam pembuatan dan

Page 7: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

7

penyusunan laporan akuntansi, peran manajemen puncak sangat krusial karena terkait dengan

pertimbangan atau kebijakan yang akan diambil oleh manajemen puncak seperti CEO dan

CFO.

Ukuran Akrual

Francis et al. (2005) menyatakan bahwa ketidakpastian dalam akrual ditangkap dengan

ukuran kualitas akrual yang dikembangkan oleh Dechow dan Dichev (2002). Dalam model

Dechow dan Dichev (2002) ini, akrual diukur dari sejauhmana pemetaan akrual modal kerja ke

dalam realisasi aliran kas operasi. Model ini didasarkan pada gagasan bahwa kualitas akrual

dipengaruhi oleh pengukuran kesalahan dalam akrual. Kesalahan estimasi meliputi kesalahan

estimasi yang disengaja yang timbul dari insentif untuk mengelola laba, dan kesalahan yang

estimasi yang tidak disengaja yang timbul dari penyimpangan manajemen dan ketidakpastian

lingkungan.

Pendekatan yang dikembangkan oleh Dechow dan Dichev (2002) merevisi akrual

modal kerja atas kas dari operasi pada periode saat ini, periode sebelumnya, dan periode

mendatang. Porsi variasi yang tidak dijelaskan dalam akrual modal kerja merupakan ukuran

kebalikan dari kualitas akrual (porsi yang lebih besar yang tidak dijelaskan menunjukkan

kualitas yang lebih buruk) (Francis et al. 2005).

Pendekatan Dechow dan Dichev (2002) terbatas pada akrual saat ini. Sementara

menerapkan model Dechow dan Dichev (200) untuk total akrual, pada prinsipnya

menghasilkan metrik kualitas akrual yang secara komprehensif mengukur ketidakpastian

akrual. Lag yang panjang antara akrual tidak lancar dan realisasi aliran kas menghalangi

perpanjangan ini. Untuk mengatasi hal ini, McNichols (2002) dan Francis et al. (2008)

mempertimbangkan proksi untuk kualitas akrual yang didasarkan pada nilai absolut akrual

abnormal. Akrual abnormal diestimasi dengan menggunakan model Jones (1991) yang

kemudian dimodifikasi oleh Dechow et al. (1995). Model Jones yang dimodifikasi ini

mengidentifikasi akrual sebagai abnormal jika tidak dijelaskan oleh serangkaian fundamental

terbatas (property, plant, dan equipment atau PPE dan perubahan pendapatan). Akrual

abnormal tersebut mengandung sejumlah besar ketidakpastian, sehingga hubungan risiko

informasi adalah tidak langsung dibandingkan dengan pendekatan Dechow dan Dichev (2002)

(Francis et al. 2008). Penelitian ini menggunakan kedua pendekatan ini sebagai proksi dari

kualitas akrual.

Page 8: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

8

Performance Matched Abnormal Accruals

Ukuran kualitas akrual yang pertama penelitian ini adalah nilai absolut dari akrual

abnormal yang diestimasi dengan menggunakan model Jones Modifikasian (Dechow et al.

1995) seperti yang digunakan oleh Kothari et al. (2005). Peneliti mengestimasi persamaan

berikut secara cross-section berdasarkan sektor industri dan tahun:

(1)

adalah total akrual untuk perusahaan i untuk tahun t, diukur dari selisih antara net income

before extraordinary items dan aliran kas operasi, Ait-1 = total aset untuk perusahaan i untuk

tahun sebelumnya, adalah selisih pendapatan tahun ini dengan sebelumnya, adalah

selisih piutang tahun ini dengan sebelumnya, dan PPE adalah nilai gross property, plant, and

equipment, dan adalah error. Peneliti mengestimasi persamaan (1) per industri-per tahun

paling sedikit 10 observasi dengan menggunakan seluruh observasi yang tersedia. Residual

dari persamaan (1) adalah ukuran dari total abnormal akrual (TAAit).

Selanjutnya, peneliti menyesuaikan TAAit untuk pencocokan kinerja mengikuti

pendekatan yang digunakan dalam Francis et al. (2005). Peneliti membentuk kelompok

berdasarkan kinerja perusahaan berjalan (ROA yang ditentukan dari net income before

extraordinary items dibagi dengan total aset awal tahun). Akrual total abnormal yang cocok

dengan kinerja (AC) diestimasi dari selisih antara TAAit dan median TAA untuk ROA

perusahaan i, nilai median dihitung dengan mengeluarkan perusahaan i. Nilai AC yang besar

mencerminkan kualitas akrual yang rendah. Peneliti menggunakan nilai absolut dari total

akrual yang cocok dengan kinerja (ABS_AC) sebagai ukuran pertama kualitas akrual.

Beberapa studi terdahulu (antara lain Teoh et al. 1998; Barua et al. 2010) berpendapat

bahwa perusahaan memiliki fleksibelitas dalam memanipulasi laba dengan akrual berjalan

dibandingkan dengan akrual jangka panjang. Oleh sebab itu, peneliti juga menggunakan akrual

berjalan abnormal. Peneliti mengestimasi model akrual berjalan abnormal dengan menghapus

PPEit dari persamaan (1) dan mengestimasi berdasarkan per industri dan per tahun.

(2)

adalah total current accrual (total akrual berjalan) dari perusahaan i pada tahun t yang

diestimasi dari t = − − + yang mana = selisih antara

aset lancar perusahaan i dari tahun sebelumnye ke tahun sekarang, = selisih antara

liabilitas lancar perusahaan i dari tahun sebelumnya ke tahun sekarang, = selisih antara

Page 9: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

9

kas dan investasi jangka pendek perusahaan i dari tahun sebelumnya ke tahun sekarang, dan

= selisih antara porsi liabilitas jangka panjang perusahaan i dari tahun sebelumnyua

ke tahun sekarang. Seluruh variabel lainnya dideskripsikan dalam persamaan (1). Residual dari

regresi per industri dan per tahun dengan menggunakan persamaan (2) merupakan ukuran dari

akrual berjalan abnormal (ABA).

Akrual berjalan abnormal dari pencocokan kinerja (ACC) diperoleh setelah

menyesuaikan ABAi dengan median ABA untuk kelompok industri ROA yang dideskripsikan

sebelumnya. Peneliti menggunakan nilai absolut dari akrual berjalan pencocokan kinerja

(ABS_ACC) sebagai ukuran kualitas akrual yang kedua.

Kesalahan Estimasi Akrual

Ukuran kualitas akrual yang kedua didasarkan pada kesalahan estimasi akrual dari

model Dechow dan Dichev (2002) yang diestimasi secara cross-section seperti penelitian

sebelumnya (Barua et al. 2010; Francis et al. 2008). Peneliti menggunakan model berikut ini.

(3)

adalah total current accruals yang dihitung dari laba bersih dikurangi dengan arus kas

operasi, adalah aliran kas operasi pada tahun sebelumnya, adalah aliran kas

operasi tahun sekarang, dan adalah aliran kas operasi pada setelah tahun sekarang.

Semua variabel dibagi dengan rata-rata total aset. Penelitian ini mengikuti Barua et al. (2010),

peneliti mengestimasi persamaan (3) secara cross-section per tahun dan per industri untuk

seluruh data observasi. Nilai absolut residual dari persamaan (3) merupakan ukuran kualitas

akural yang ketiga penelitian ini (ABS_DD).

Peneliti kemudian memperluas model Dechow dan Dichev (2002) seperti yang

disarankan oleh McNichols (2002). Model ini juga diimplementasikan dalam penelitian

terdahulu (Barua et al. 2010; Gounopoulos et al. 2018)

(4)

Seluruh variabel didefinisikan sama seperti persamaan di atas. Peneliti menggunakan

persamaan (4) secara cross-sectional per tahun dan per industri untuk seluruh observasi

penelitian. Nilai absolut residual dari persamaan (4) adalah ukuran keempat dari kualitas akrual

(ABS_MDD). Konsisten dengan studi terdahulu, penelitian ini juga mewinsorize seluruh nilai

ekstrem dengan distribusi 1 dan 99 percentile (Francis et al. 2005).

Page 10: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

10

2.2 Pengembangan Hipotesis

Penelitian ini dibangun dengan menggunakan teori upper echelon, argumentasi dasar

dari penelitian ini adalah (1) kualitas pelaporan keuangan perusahaan mencerminkan kognisi,

nilai-nilai, dan persepsi dari manajemen puncaknya; (2) kognisi, nilai-nilai, dan persepsi

manajemen puncak merupakan fungsi dari karakteristik manajemen puncak yang dapat

diamati; dan (3) akibatnya, perilaku manajemen puncak dalam menyajikan kualitas pelaporan

keuangan yang ditentukan dari kualitas akrual berkaitan dengan karakteristik manajemen

puncak yang dapat diamati. Fokus penelitian ini adalah untuk menginvestigasi hubungan antara

karakteristik manajemen puncak (baik sebagai individu seperti CEO dan CFO maupun sebagai

tim manajemen puncak) dan kualitas akrual. Karakteristik manajemen puncak yang menjadi

fokus penelitian ini adalah karakteristik personal (jenis kelamin) dan atribut yang diperoleh

(pengalaman kerja, latar belakang pendidikan, dan CEO pendiri).

Jenis Kelamin Eksekutif

Isu diversitas gender1 telah menarik perhatian studi di area keuangan dan tata kelola

korporat beberapa waktu terakhir ini. Studi terdahulu memberikan temuan bahwa terdapat

perbedaan gender yang signifikan dalam hal keengganan mengambil risiko, konservatisme, dan

perilaku etis (Croson dan Gneezy 2009; Schubert 2006; Qi et al. 2018).

Beberapa studi mengenai gender berfokus pada pengaruh bahwa eksekutif dan direktur

perempuan terhadap kinerja keuangan perusahaan, nilai pasar, dan kualitas informasi akuntansi

(Peni dan Vahamaa, 2010). Temuan studi Peni dan Vahamaa (2010) ini berimplikasi bahwa

CFO perempuan lebih konservatif dalam strategi pelaporan keuangan dibandingkan dengan

CFO laki-laki. Temuan ini konsisten dengan literatur keuangan korporat yang menyatakan

bahwa perbedaan gender eksekutif mempengaruhi perilaku manajerial dalam hal konservatif,

menolak risiko, dan perilaku etis.

Heminway (2007) berpendapat bahwa perempuan cenderung kurang melakukan

manipulasi laba dan pengungkapan lainnya, karena perempuan memiliki level etis yang lebih

tinggi dan lebih dipercaya dibandingkan laki-laki. Barua et al. (2010) menemukan bahwa

terdapat hubungan negatif antara gender CFO dan kualitas akrual. Secara spesifik, temuan ini

menjelaskan bahwa CFO perempuan menghasilkan performance matched abnormal accrual

dan kesalahan estimasi akrual yang lebih rendah dibandingkan CFO laki-laki. Dengan kata

1 Studi terdahulu menggunakan istilah “gender” untuk membedakan laki-laki dan perempuan. Namun dalam studi

ini, peneliti lebih menggunakan istilah “jenis kelamin”. Istilah jenis kelamin dianggap lebih tepat daripada

menggunakan istilah “gender” dalam studi ini.

Page 11: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

11

lain, kualitas laba yang dihasilkan oleh CFO perempuan lebih tinggi dibandingkan kualitas laba

yang dihasilkan oleh CFO laki-laki. Peni dan Vahamaa (2010) menemukan bahwa CFO

perempuan cenderung kurang melakukan manipulasi laba dibandingkan CFO laki-laki. Namun,

Ge et al. (2011) tidak menemukan pengaruh yang signifikan gender CFO terhadap manajemen

laba. Cullinan et al. (2008) menemukan bahwa perempuan cenderung kurang melakukan

perilaku etis dibandingkan laki-laki. Secara keseluruhan, bukti empiris menunjukkan bahwa

perbedaan perilaku di antara gender memiliki implikasi penting untuk kualitas pelaporan

keuangan.

Hipotesis pertama yang dirumuskan berdasarkan penjelasan di atas adalah:

H1: Perusahaan yang dipimpin CEO perempuan cenderung melaporkan kualitas akrual

yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang dipimpin CEO laki-laki.

Pengalaman Kerja Keuangan

Teori upper echelon menyatakan bahwa individu yang memiliki pengalaman dan

keahlian yang berbeda akan memengaruhi keputusan yang dibuatnya. Individu dengan latar

belakang fungsionalnya sebagai CFO, akuntan, atau treasurer menggunakan pengalaman dan

keahliannya untuk memengaruhi kebijakan akuntansi perusahaan (Hambrick dan Mason 1984;

Custodio dan Metzger 2014), termasuk memengaruhi kualitas pelaporan keuangan. Latar

belakang karir CEO memainkan peran penting dalam menentukan kualitas pelaporan

keuangan. Keterampilan dan pengalaman keuangan yang diakumulasikan oleh CEO dalam

karirnya melengkapi pemahaman yang lebih mendalam tentang keuangan dan akuntansi. Pada

gilirannya, keterampilan dan pengalaman keuangan CEO ini berguna untuk membuat

keputusan akuntansi yang tepat dan meningkatkan proses pelaporan keuangan. Selain itu, CEO

yang memiliki keahlian keuangan sangat menyadari jenis informasi yang diminta oleh investor

dan menghargai pentingnya informasi akuntansi dalam memengaruhi evaluasi investor

(Custodio dan Metzger 2014).

Peneliti berargumen bahwa manajemen puncak dengan pengalaman kerja keuangan

lebih familiar dengan proses pelaporan keuangan dan mengetahui lebih baik bagaimana

menggunakan fleksibilitas standar akuntansi untuk melakukan manipulasi laporan keuangan

untuk mencapai target laba tertentu. Sejumlah studi terdahulu memberikan temuan bahwa

pengalaman kerja manajemen puncak memengaruhi kualitas pelaporan keuangan. Aier et al.

(2005) menemukan bahwa CFO yang memiliki pengalaman kerja sebagai CFO, latar belakang

pendidikan yang lebih tinggi (bergelar MBA), dan memiliki sertifikasi akuntan publik tidak

melaporkan accounting restatement. Dengan kata lain, CFO yang memiliki keahlian keuangan

Page 12: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

12

melaporkan kualitas laba yang lebih tinggi. Matsunaga et al. (2013) menemukan bahwa CEO

yang pernah menjadi CFO dan memperoleh pelatihan teknis akuntansi dan keuangan, memiliki

pemahaman akuntansi dan keuangan yang lebih baik untuk mengkomunikasikan informasi

keuangan ke pihak lain. Gounopoulos dan Pham (2018) menemukan bahwa CEO yang

memiliki keahlian keuangan melaporkan manajemen laba dari aktivitas riil dan manajemen

laba akrual yang lebih rendah dibandingkan dengan CEO yang tidak memiliki keahlian

keuangan pada saat penawaran perdana. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kualitas

laba yang tinggi diperoleh dari CEO yang memiliki keahlian keuangan. Namun, hasil

penelitian Qi et al. (2018) menemukan bahwa eksekutif yang memiliki pengalaman dan

keahlian keuangan lebih terlibat melakukan manajemen laba riil dibandingkan eksekutif yang

tidak memiliki pengalaman keuangan.

Berdasarkan penjelasan di atas, hipotesis kedua yang diajukan adalah berikut ini.

H2: Perusahaan yang dipimpin oleh CEO yang memiliki pengalaman kerja keuangan

cenderung melaporkan kualitas akrual yang lebih tinggi dibandingkan dengan

perusahaan yang dipimpin oleh CEO yang tidak memiliki pengalaman kerja keuangan.

Kecakapan Bisnis

Teori upper echelon memprediksi bahwa CEO yang memiliki gelar MBA dan memiliki

pengetahuan di bidang bisnis mengembangkan gaya yang berbeda dari CEO yang tidak

memiliki latar belakang MBA dan bisnis. Teknik analitik yang dipelajari CEO dalam program

MBA diarahkan untuk menghindari kerugian besar atau kesalahan. Latar belakang pendidikan

bisnis yang dimiliki oleh direktur utama mendorong direktur utama melaporkan laba yang lebih

agresif. Rekam jejak karir profesional manajer puncak telah tersosialisasikan dalam pola pikir

manajer puncak sehingga manajer puncak memusatkan perhatiannya pada solusi bisnis yang

bersifat umum (Bamber et al. 2010).

Aier et al. (2005) memberikan bukti empiris bahwa keahlian keuangan CFO

berpengaruh negatif terhadap kesalahan akuntansi (yang diproksikan dengan restatement laba).

CFO yang memiliki pendidikan yang tinggi (mempunyai gelar sarjana) melakukan restatement

laba yang sedikit ketimbang CFO yang tidak memiliki pendidikan yang tinggi. Dengan kata

lain, semakin tinggi level keahlian keuangan (yang diproksikan dari level pendidikan) CFO,

maka restatement laba perusahaan akan semakin rendah, terutama pada perusahaan yang

memiliki CFO dengan pengalaman sebelumnya juga dibagian keuangan (CFO), dan

mempunyai tingkat pendidikan MBA. Ini berarti kualitas laba yang dihasilkan perusahaan juga

semakin tinggi. Graham et al. (2005) juga memberikan bukti empiris yang didasarkan pada

Page 13: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

13

survei yang dilakukannya bahwa CFO yang berlatar belakang pendidikan MBA akan

memberikan teknik penilaian yang lebih sophisticated dibandingkan dengan CFO yang tidak

bergelar MBA.

Namun, temuan tersebut berbeda dengan hasil studi Bhagat et al. (2010). Bhagat et al.

(2010) meneliti hubungan antara pendidikan CEO, pergantian CEO, dan kinerja perusahaan

dari 1.800 CEO perusahaan yang termasuk dalam Standard & Poor’s Composite. Hasilnya

CEO yang menyandang level pendidikan yang lebih tinggi ternyata tidak menjamin akan

mampu meningkatkan kinerja perusahaan menjadi lebih baik. Hal terpenting yang perlu

dipertimbangkan pada saat perekrutan CEO adalah kemampuan interpersonal, kepemimpinan,

dan visi strategis. Berdasarkan penjelasan di atas, hipotesis yang diajukan terkait dengan gelar

MBA CEO adalah:

H3: Perusahaan yang dipimpin oleh CEO yang memiliki kecakapan dalam bisnis cenderung

melaporkan kualitas akrual yang rendah dibandingkan dengan perusahaan yang

dipimpin oleh CEO yang tidak memiliki kecakapan dalam bisnis.

Tenur

Teori upper echelon menjelaskan bagaimana tenur CEO memengaruhi keputusan

strategi yang dibuat CEO (Hambrick dan Mason 1984). Pada awal tenurnya, CEO lebih

cenderung menolak risiko dan lebih memilih strategi yang berisiko rendah. Hal ini karena CEO

memiliki pengetahuan dan power yang sangat terbatas, sehingga strategi yang berisiko dapat

membahayakan posisi mereka sebagai CEO (Hambrick dan Fukutomi 1991; Gibbons dan

Murphy 1992; Xie 2014). Tenur adalah karakteristik personal eksekutif yang paling banyak

mendapatkan perhatian secara teoritis dan empiris (Finkelsten dan Hambrick 1990; Wiersema

dan Bantel 1992; Datta dan Guthrie 1994; Kim dan Yang 2014; Santoso 2013; Ali dan Zhang

2015).

Zhang (2009) menemukan bahwa CEO dengan tenur yang lama melaporkan laba

kurang agresif dibandingkan CEO dengan tenur yang pendek, baik dalam hal mengakui

kerugian secara lebih tepat waktu maupun melaporkan akrual diskresioner yang rendah. Hasil

studi Kim dan Yang (2014) memberikan bukti bahwa dewan komisaris dengan tenur yang lebih

panjang mempunyai pengaruh positif terhadap kualitas pelaporan keuangan. Secara spesifik,

temuan ini menyimpulkan bahwa dewan komisaris dengan tenur yang lebih panjang

melaporkan akrual diskresioneri yang lebih rendah.

Page 14: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

14

Berdasarkan penjelasan di atas, hipotesis keempat dirumuskan sebagai berikut:

H4: Perusahaan yang dipimpin oleh CEO yang memiliki tenur yang lebih panjang

cenderung melaporkan kualitas akrual yang tinggi dibandingkan dengan perusahaan

yang dipimpin oleh CEO yang memiliki tenur yang pendek.

CEO Pendiri

Pendiri perusahaan sebagai kreator perusahaan merupakan arsitek pertama struktur dan

strategi perusahaan (Nelson 2003). CEO pendiri berbeda dari CEO pengganti dalam beberapa

aspek (Fahlenbrach 2009). CEO pendiri cenderung tidak ditunjuk oleh pemangku kepentingan,

berbeda dengan CEO pengganti yang ditunjuk oleh pemangku kepentingan, atau dikenal pula

dengan istilah CEO profesional. CEO pendiri sering menganggap perusahaan sebagai

pencapaian hidup. Hal ini mendorong para CEO pendiri untuk lebih berfokus pada strategi

jangka panjang yaitu untuk memaksimalkan nilai pemegang saham dibandingkan berfokus

pada strategi jangka pendek atau “menikmati kehidupan yang tenang.” CEO pendiri memiliki

banyak keahlian khusus organisasi. CEO pendiri memiliki perilaku wirausaha yang tinggi serta

memiliki pengaruh dan power yang lebih untuk pembuatan keputusan (Fahlenbrach 2009),

termasuk keputusan yang terkait dengan kebijakan keuangan perusahaan (Custodio dan

Metzger 2014).

Hitt et al. (1996) memberikan bukti empiris yang menunjukkan bahwa karena CEO

merupakan aktor yang paling powerful dalam pembuatan keputusan perusahaan. Dengan power

yang dimilikinya, CEO agak mengabaikan sistem pengendalian internal. Dalam situasi ini,

CEO menjadi lebih berani untuk memanipulasi laba perusahaan.

CEO pendiri dituntut untuk memiliki keterampilan, pengetahuan, pengalaman, dan

jejaring sosial yang baik (Pae 2007). CEO pendiri lebih memprioritaskan untuk menjaga

reputasi perusahaan, kekayaan perusahaan, dan kinerja perusahaan jangka panjang (Wang

2006) agar menghasilkan pelaporan keuangan yang berkualitas. CEO pendiri cenderung tidak

melakukan manajemen laba secara agresif. Peneliti memprediksi bahwa CEO pendiri akan

melaporkan kualitas pelaporan keuangan yang tinggi dibandingkan dengan CEO yang bukan

pendiri (profesional).

Berdasarkan penjelasan di atas, hipotesis kelima yang diajukan adalah berikut ini.

H5: Perusahaan yang dipimpin oleh CEO pendiri cenderung melaporkan kualitas akrual

yang tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang dipimpin oleh CEO bukan pendiri

Page 15: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

15

3. DATA DAN METODE PENELITIAN

Data

Penelitian ini menggunakan 110 perusahaan manufaktur Indonesia dari tahun 2010

sampai tahun 2017. Dari 110 perusahaan manufaktur tersebut diperoleh 880 observasi pertahun

dan perperusahaan. Peneliti menggunakan data profil CEO untuk memperoleh informasi

mengenai karakteristik CFO. Karakteristik CFO yang menjadi fokus penelitian ini adalah

karakteristik personal (jenis kelamin) dan atribut CFO (pengalaman kerja, latar belakang

pendidikan, dan CEO pendiri). Data profil CFO dikumpulkan secara hand-collected dari

laporan tahunan perusahaan manufaktur Indonesia melalui www.idx.co.id. Jika data profil

CEO tidak tersedia di dalam laporan tahunan, peneliti menelusurinya ke website perusahaan

yang bersangkutan. Data keuangan untuk mengestimasi kualitas akrual dan variabel kontrol

diperoleh dari database Bloomberg yang disediakan oleh FEB Universitas Gadjah Mada. Tabel

1 berikut menyajikan proses seleksi sampel penelitian ini.

Tabel 1. Seleksi Sampel

Disain Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua proksi kesalahan estimasi akrual dalam menentukan

kualitas pelaporan keuangan. Pertama, menggunakan performance matched abnormal accruals

yang dikembangkan oleh Kothari et al. (2005) yang memodifikasi nilai absolut akrual

abnormal dari model Jones Modifikasian (Dechow et al. 1995). Model ini diestimasi dengan

persamaan (1) di atas. Kedua, peneliti mengikuti pendekatan untuk mengestimasi abnormal

Jumlah

Perusahaan-

Tahun

1122

Dikurangi:

perusahaan manufaktur yang delisted 6

19

profil CEO tidak lengkap 135

data keuangan tidak lengkap 82

880

Total perusahaan manufaktur Indonesia dari

tahun 2010 hingga 2017

perusahaan manufaktur yang baru listed

pada tiap tahun sampel

Proses Seleksi Sampel

Total sampel final yang digunakan dalam

penelitian ini

Page 16: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

16

total akrual dari model yang juga digunakan dalam penelitian terdahulu (antara lain Teoh et al.

1998; Barua et al. 2010). Model ini diestimasi pada persamaan (2) di atas. Selanjutnya, proksi

ketiga dari kualitas akrual adalah kesalahan estimasi akrual dari model yang dikemukakan oleh

Dechow dan Dichev (2002) yang diestimasi pada persamaan (3) di atas. Proksi keempat dari

kualitas akrual merupakan perluasan dari model Dechow dan Dichev (2002) seperti yang

disarankan oleh McNichols (2002). Proksi keempat dari kualitas akrual disajikan dalam

persamaan (4) di atas.

Model Regresi

Untuk menguji hipotesis, penelitian ini mengembangkan model untuk menginvestigasi

pengaruh karakteristik CEO terhadap kualitas akrual dengan model regresi sebagai berikut.

Variabel tersebut didefinisikan berikut ini:

= ukuran kualitas akrual

(ABS_AC, ABS_ACC, ABS_DD, ABS_MDD) yang diestimasi dalam

persamaan sebelumnya;

CEOPerempuan = jenis kelamin CEO, variabel dummy, 1 jika CEO perempuan, 0 jika

sebaliknya;

ExCFO = CEO memiliki pengalaman kerja sebagai CFO sebelumnya, 1 jika CEO

mantan CFO, 0 jika sebaliknya;

BISNISCEO = CEO memiliki pengalaman dan pendidikan bisnis, variabel dummy, 1 jika

berpengalaman dan berpendidikan bisnis, 0 jika sebaliknya;

TENURCEO = tenur CEO, variabel dummy, 1 jika tenur CEO > median tenur, 0 jika

sebaliknya;

CEOPENDIRI = CEO yang juga pendiri perusahaan, variabel dummy, 1 jika CEO pendiri, 0

jika sebaliknya;

= ukuran perusahaan i pada periode t, yang diukur dari logaritma natural

aset;

= return on asset perusahaan i pada periode t, yang diukur dari net income

dibagi total aset sebelumnya.

= leverage perusahaan i pada periode t, yang diukur dari total liabilitas

dibagi dengan total aset sebelumnya;

= umur perusahaan i pada periode t, yang diukur dari tahun listing

perusahaan hingga tahun amatan penelitian;

= kondisi keuangan perusahaan i pada periode t, variabel dummy, 1 jika laba

yang ditunjukkan perusahaan pada akhir tahun negatif, 0 jika sebaliknya.

Page 17: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

17

Peneliti memprediksi bahwa koefisien jenis kelamin, CEO yang mantan CFO, tenur,

dan CEO pendiri akan menjadi negatif dalam model kualitas akrual di atas, karena variabel

dependen merupakan ukuran kebalikan dari kualitas akrual. Sementara CEO yang memiliki

pengalaman bisnis dan keuangan diprediksi memiliki pengaruh positif terhadap keempat model

akrual di atas.

Ukuran perusahaan digunakan sebagai proksi untuk berbagai konstruksi dalam

penelitain akuntansi. Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa manajemen di perusahaan

besar menghadapi lebih banyak tekanan untuk melaporkan laba yang dapat diprediksi (Barua et

al. 2010). Hal ini menyebabkan manajer menggunakan income-increasing atau income-

decreasing akrual abnormal. Dechow dan Dichev (2002) menunjukkan bahwa perusahaan yang

berukuran kecil berkaitan dengan kualitas akrual yang rendah. Peneliti memprediksi koefisien

negatif untuk .

Dechow et al. (1995) menunjukkan bahwa ukuran akrual abnormal yang dari model

Jones (1991) sensitif terhadap kinerja perusahaan. Peneliti mengontrol kinerja perusahaan

dalam industri dengan mengestimasi akrual abnormal yang cocok dengan kinerja. Kinerja

perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ROA. Dechow dan Dichev (2002) dan

Barua et al. (2010) menemukan bahwa kinerja yang buruk berhubungan dengan kualitas laba

yang rendah. Kothari et al. (2005) menunjukkan bahwa ketika kinerja perusahaan rendah,

perusahaan cenderung berinsentif untuk melakukan manajemen laba menjadi tinggi. Karena

masih beragamnya temuan dari penelitian terdahulu, menyebabkan peneliti tidak menentukan

arah dalam menguji pengaruh ROA terhadap kualitas akrual.

Kondisi finansial perusahaan dikontrol dengan menggunakan leverage. Sweeney (1994)

menemukan bahwa semakin besar rasio utang terhadap modal perusahaan, semakin besar

kemungkinan perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi income increasing. Perusahaan

yang mempunyai masalah debt covenant mempunyai insentif untuk mengelola laba (Aier et al.

2005). Press dan Weintrop (1990) menemukan bahwa terdapat hubungan positif tingkat utang

perusahaan dengan akrual. Semakin tinggi aset yang dibiayai dengan liabilitasnya, semakin

kuat pula insentif manajemen untuk melaporkan akrual diskresioner yang lebih tinggi. DeFond

dan Jiambalvo (1994) menunjukkan bahwa CEO dari perusahaan yang tingkat leverage tinggi

melakukan akrual diskresioneri income-increasing untuk menghindari pelanggaran kontrak

utang. Temuan ini melaporkan bahwa perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi

memiliki manajemen laba yang rendah, yang pada gilirannya memengaruhi kualitas laba

perusahaan. Peneliti tidak menentukan tanda (arah) dari koefisien LEV, karena masih

beragamnya hasil penelitian terdahulu.

Page 18: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

18

Umur perusahaan (FIRMAGE) merupakan salah satu variabel kontrol dalam penelitian

ini. Perusahaan yang berusia lebih tua dapat meningkatkan praktik pelaporan keuangan

sepanjang waktu (Alsaeed 2006) dan meningkat reputasi serta citranya di pasar (Akhtaruddin

2005). Perusahaan yang berusia lebih tua cenderung menunjukkan praktik manajemen laba

yang lebih rendah dibandingkan perusahaan yang baru berdiri (Bassiouny 2016). Perusahaan

yang lebih mudah terlihat lebih memperoleh laba yang volatile dan sistem akuntansi yang

belum solid, manajer cenderung lebih memiliki insentif untuk memanipulasi laba

(Gounopolous dan Pham 2018). Liu et al. (2016) menemukan adanya hubungan negatif antara

umur perusahaan dan manajemen laba. Berdasarkan temuan terdahulu, peneliti memprediksi

adanya pengaruh negatif dari umur perusahaan terhadap kualitas akrual.

Kondisi finansial perusahaan yang juga dikontrol dengan LOSS. LOSS mengisyaratkan

kondisi finansial perusahaan yang buruk. Peni dan Vahamaa (2010) menunjukkan bahwa

terdapat hubungan positif LOSS dan akrual diskresioner. Peneliti memprediksi bahwa semakin

tinggi laba negatif, semakin rendah kualitas akrual. Peneliti menentukan tanda negatif untuk

koefisien proksi ini.

4. HASIL

4.1 Statistik Deskriptif

Tabel 2 menyajikan statistik deskriptif untuk seluruh sampel penelitian. Peneliti

melakukan winsorize untuk seluruh variabel pada tingkat 1 dan 99 persentil untuk mengurangi

isu outlier. Panel A Tabel 2 menunjukkan statistik deskriptif dari karakteristik CEO. Dari 880

observasi per perusahaan dan per tahun ditemukan sebank 5,45% perusahaan manufaktur

Indonesia dipimpin oleh CEO perempuan. Ini menunjukkan bahwa mayoritas perusahaan

manufaktur

Indonesia dipimpin oleh CEO laki-laki. Sebanyak 16,38% CEO memiliki pengalaman kerja

sebagai CFO dan 37,84% CEO yang memiliki pengalaman dan keahlian mengelola bisnis

perusahaan. Temuan ini mengisyaratkan bahwa relatif masih sedikit CEO perusahaan

manufaktur yang memiliki pengalaman di bidang keuangan dan bisnis. Selanjutnya, CEO yang

juga berperan sebagai pendiri perusahaan sebesar 19,09% dan 46,25% CEO memiliki tenur

yang lebih panjang dalam memimpin perusahaan manufaktur Indonesia.

Panel B Tabel 2 mengilustrasikan karakteristik perusahaan yang dilihat dari ukuran

perusahaan, kinerja perusahaan (ROA, LEV, dan LOSS), dan umur perusahaan. Panel B juga

menyajikan statistik deskriptif untuk keempat proksi kualitas akrual. Ukuran perusahaan

(FIRMSIZE) manufaktur Indonesia yang ditentukan dari total aset yang dimiliki rata-ratanya

Page 19: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

19

adalah Rp. 7,720 milyar dengan usia perusahaan rata-rata 20 tahun. Selanjutnya, rata-rata

kinerja perusahaan yang diproksi dengan ROA (LEV) selama periode amatan adalah memiliki

rasio 0,062 (1,118). Temuan ini menunjukkan bahwa tingkat pertumbahan kinerja perusahaan

yang diproksikan dari ROA (LEV) masih relatif rendah (tinggi). Hal ini kemungkinan karena

masih banyaknya perusahaan manufaktur Indonesia yang memiliki laba negatif (dalam kondisi

merugi atau LOSS) selama periode amatan, 0,201.

Panel B juga mendeskripsikan keempat proksi kualitas akrual. Sehubungan dengan

proksi kualitas akrual, peneliti mengandalkan nilai median untuk membuat kesimpulan

statistik. Karena, nilai median lebih kecil kemungkinannya dipengaruhi oleh pengamatan

ekstrem (Gounopoulos dan Pham 2018). Rata-rata (median) nilai absolut dari kinerja yang

dicocokkan dengan akrual total abnormal (ABS_AC) dan akrual berjalan (ABS_ACC) adalah

adalah 0,043 (0,020) dan 0,092 (0,054). Sementara kualitas akrual yang diestimasi dengan

kesalahan estimasi akrual menunjukan rata-rata (median) masing-masing ABS_DD dan

ABS_MDD adalah 0,057 (0,035) dan 0,069 (0,035).

Page 20: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

20

Tabel 2. Statistik Deskriptif Panel A: Karakteristik CEO

N

CEOPerempuan 880 48 5.45% 832 94.55%

ExCFO 880 145 16.48% 735 83.52%

BISNISCEO 880 333 37.84% 547 62.16%

CEOPendiri 880 168 19.09% 712 80.91%

TENURCEO 880 407 46.25% 473 53.75%

Panel B: Karakteristik Perusahaan

N Mean Median Max Min Stdev

FIRMSIZE(milyar rupiah) 880 7.7200 1.4800 261.8800 0.0005 1.5987

ROA 880 0.0619 0.0365 0.3755 0.1039 0.1041

LEV 880 1.1176 0.8207 5.2088 -1.4595 1.3591

FIRMAGE (tahun) 880 20.3375 21.0000 47 1 6.7809

LOSS 880 0.2009 0.0000 1 0 0.4002

Proksi Kualitas Akrual

ABS_AC 880 0.0431 0.0197 0.9490 0.0005 0.0822

ABS_ACC 880 0.0920 0.0539 1.0100 0.0005 0.1857

ABS_DD 880 0.0565 0.0349 0.2269 0.0005 0.0540

ABS_MDD 880 0.0687 0.0348 1.2600 0.0005 0.1164

Panel C: Matriks Korelasi

CEOPerempuan ExCFO BISNISCEO CEOPendiri TENURCEO FIRMSIZE ROA LEV FIRMAGE LOSS

CEOPerempuan 1

ExCFO -0.0377 1

BISNISCEO 0.0233 0.0199 1

CEOPendiri 0.0391 -0.1166 -0.0687 1

TENURCEO -0.0407 -0.1531 -0.1498 0.5007 1

FIRMSIZE -0.0316 -0.0444 -0.0544 -0.1234 -0.1028 1

ROA 0.0283 -0.0241 0.0818 -0.0901 0.0030 0.1420 1

LEV -0.0936 -0.0695 -0.1786 0.0080 0.1434 0.0981 -0.1595 1

FIRMAGE 0.0824 -0.1340 -0.0015 -0.0701 -0.0698 0.1640 0.1504 0.0275 1

LOSS -0.0461 -0.0240 0.0583 -0.0190 -0.0704 -0.0577 -0.5390 0.0340 -0.1088 1

Definisi dan pengukuran variabel telah disajikan dalam penjelasan sebelumnya.

Value 1 Value 0

Page 21: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

21

Secara keseluruhan, hasil univariat awal dari penelitian ini menunjukkan bahwa

perusahaan manufaktur Indonesia yang dipimpin oleh CEO perempuan, memiliki pengalaman

kerja keuangan, pengalaman bisnis, tenur yang lebih lama, dan CEO pendiri menunjukkan

level abnormal akrual total abnormal, akrual berjalan abnormal, dan kesalahan estimasi akrual

dari model Dechow dan Dichev (2002) dan model McNichol (2002) yang rendah. Untuk

menyediakan bukti empiris yang lebih konkrit, peneliti melakukan analisis multivariat dri

hubungan antara karakteristik CEO tersebut dan keempat proksi kualitas akrual. Panel C Tabel

2 menyajikan matriks korelasi variabel yang digunakan dalam analisis penelitian ini. Hasilnya

tidak ditemukan adanya multikolinearitas antar variabel independen.

4.2 Hasil Empiris

Performance-Matched Abnormal Accruals

Peneliti mengestimasi persamaan (1) dengan menggunakan seluruh observasi dengan

data tersedia dengan menggunakan dua ukuran sebagai variabel dependen, yaitu absolute

performance-matched abnormal total accruals (ABS_AC) dan current accrual (ABS_ACC).

Hasil regresi disajikan dalam Tabel 3 berikut.

Tabel 3 Hasil Regresi dari Nilai Absolut Performance-Matched Abnormal Accruals

Secara keseluruhan, hasil uji regresi untuk kedua proksi kualitas akrual pertama

(ABS_AC dan ABS_ACC) menunjukkan bahwa nilai Adj R square yang tertinggi adalah

Tanda

Variabel Prediksi Koefisien t-stat Koefisien t-stat

Intercept ? 0.0842 9.4597 *** 0.0805 3.8701 ***

CEOPEREMPUAN - -0.0100 -2.6519 *** -0.0136 -2.0145 **

EXCFO - 0.0020 0.8247 0.0000 0.9944

BISNISCEO + 0.0034 1.8487 * -0.0024 -0.5901

TENURCEO - -0.0070 -3.5130 *** -0.0057 -1.2715

CEOPENDIRI - -0.0134 -5.0877 *** -0.0130 -2.1160 **

FIRMSIZE - -0.0038 -6.3472 *** -0.0017 -1.1706

ROA ? 0.0100 0.9764 -0.0022 -0.0878

LEV ? -0.0004 -0.6745 -0.0024 -1.5288

LOSS + 0.0051 1.9616 ** 0.0004 0.0569

FIRMAGE - -0.0010 -1.0301 -0.0010 -3.6930 ***

Industry Fixed Effects Ya Ya

Year Fixed Effects Ya Ya

Adj R squared 0.1010 0.0131

F-statistic 9.8728 *** 2.1681 **

Jumlah observasi 880 880

***, **, * mengindikasikan signifikansi pada tingkat 1%, 5%, dan 10%.

Definisi dan pengukuran variabel telah disajikan dalam penjelasan sebelumnya.

ABS_AC ABS_ACC

Page 22: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

22

10,10% ditunjukkan oleh pengaruh karakteristik CEO terhadap ABS_AC. Ini mengisyaratkan

bahwa kualitas akrual ABS_AC lebih dapat menangkap fenomena yang menjelaskan faktor

penentukan kualitas akrual dari karakteristik CEO dibandingkan ABS_ACC. Karakteristik CEO

yang memiliki pengaruh signifikan terhadap ABS_AC adalah CEOPEREMPUAN, BISNISCEO,

TENURCEO, dan CEO PENDIRI. Hanya BISNISCEO yang tidak memiliki pengaruh

signifikan terhadap ABS_AC. Ini berarti H1, H3, H4, dan H5 didukung.

Koefisien CEOPEREMPUAN menunjukkan tanda negatif dan signifikan pada tingkat

1% (5%) untuk kualitas akrual ABS_AC (ABS_ACC). Nilai koefisien (t-statistik) yang

dihasilkan untuk ABS_AC adalah -0,010 (-2,6520) dan ABS_ACC adalah -0,014 (-2,014) ini

mendukung H1. Hasil ini mengisyaratkan bahwa perusahaan yang dipimpin oleh CEO

perempuan cenderung melaporkan nilai absolut performance-matched abnormal accruals yang

lebih rendah dibandingkan CEO laki-laki. Dengan kata lain, CEO perempuan terlihat lebih

konservatif dan etis dibandingkan perusahaan yang dipimpin oleh CEO laki-laki. Hal ini

ditunjukkan dari kualitas akrual yang lebih tinggi dilaporkan oleh CEO perempuan daripada

CEO laki-laki.

Perusahaan yang dipimpin oleh CEO yang memiliki pengalaman kerja keuangan yang

diproksikan dengan CEO yang mantan CFO tidak memiliki pengaruh terhadap ABS_AC dan

ABS_ACC, H2 tidak didukung. Temuan ini mengisyaratkan bahwa kualitas akrual tidak

ditentukan oleh pengalaman kerja keuangan CEO sebelumnya.

Koefisien untuk CEO yang memiliki pengalaman bisnis (CEOBISNIS) adalah positif

dan signifikan, dengan nilai koefisien 0,003 dan t-statistik 1,849 dengan tingkat signifikansi

10% untuk ABS_AC. Hasilnya mengindikasikan bahwa ABS_AC yang tinggi cenderung lebih

ditentukan dari CEO yang berpengalaman bisnis dibandingkan dengan CEO yang tidak

berpengalaman bisnis. Dengan demikian H3 didukung. Temuan ini mengindikasikan bahwa

CEO yang berpengalaman bisnis cenderung menggunakan kemampuan manajerialnya untuk

memberikan performa yang lebih baik. Kecakapan bisnis yang dimiliki CEO mendorong CEO

untuk cenderung menggunakan strategi agresif dengan melaporkan kualitas akrual yang

rendah. Sementara, tidak ditemukan pengaruh positif signifikan dari CEOBISNIS terhadap

ABS_ACC.

Selanjutnya, koefisien untuk CEO yang memiliki tenur panjang adalah negatif dan

signifikan. Nilai koefisien dan t-statistik yang dihasilkan adalah -0,007 dan -3,513 dengan

tingkat signifikan 1% untuk ABS_AC, ini mendukung H4. Temuan ini menunjukkan bahwa

CEO yang memiliki tenur lebih panjang melaporkan ABS_AC yang lebih rendah dibandingkan

CEO yang memiliki tenur yang lebih pendek. Temuan ini mengisyaratkan bahwa perusahaan

Page 23: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

23

yang dipimpin oleh CEO dengan tenur yang lebih panjang cenderung melaporkan kualitas

akrual yang tinggi. CEO dengan tenur yang lebih panjang lebih berperilaku etis dan

menggunakan pengalamannya sebagai CEO untuk melaporkan kualitas akrual yang lebih baik

dibandingkan dengan CEO bertenur yang pendek.

Koefisien dari CEOPENDIRI adalah negatif dan signifikan untuk ABS_AC dan

ABS_ACC. Nilai koefisien yang dihasilkan masing-masing untuk ABS_AC (ABS_ACC) adalah

-0,013 (-0,0013) dan t-statistik ABS_AC (ABS_ACC) adalah -5,088 (-2,116) dengan tingkat

signifikansi masing-masing 1% dan 5%. Hasil pengujian ini mendukung H5. Temuan ini

menunjukkan bahwa perusahaan yang dipimpin oleh CEO pendiri cenderung melaporkan

kualitas akrual yang tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak dipimpin oleh CEO

pendiri. CEO pendiri cenderung lebih berhati-hati, berperilaku etis, dan lebih cenderung

mempertahankan reputasi dan keamanannya dengan melaporkan kualitas akrual yang lebih

baik.

Hasil pengujian regresi untuk variabel kontrol menunjukkan hasil yang konsisten

dengan studi terdahulu (antara lain Dechow dan Dichev 2002; Francis et al. 2008; Barua et al.

2010), terutama untuk variabel FIRMSIZE dan FIRMAGE yaitu signifikan negatif (tingkat

signifikansi pada 1% dan 5%). Temuan ini mengisyaratkan bahwa perusahaan yang berukuran

besar dan yang berusia lebih tua melaporkan kualitas akrual yang lebih baik dibandingkan

perusahaan yang berukuran kecil dan perusahaan yang masih muda. Perusahaan yang

berkinerja rendah yang ditunjukkan dari laba yang rendah (LOSS) cenderung melaporkan

kualitas akrual yang rendah pula. Temuan ini telah konsisten dengan temuan studi terdahulu

(Peni dan Vahamaa 2010). Namun variabel kontrol untuk ROA dan LEV tidak ditemukan

pengaruh yang signifikan terhadap kualitas akrual.

Kesalahan Estimasi Akrual

Tabel 4 menyajikan hasil dari estimasi persamaan (5) dengan menggunakan ukuran

berbasis kesalahan estimasi akrual dengan variabel dependen: ABS_DD dan ABS_MDD. Secara

keseluruhan, hasil uji regresi untuk kedua proksi kualitas akrual kedua (ABS_DD dan

ABS_MDD menunjukkan bahwa nilai adjusted R square yang tertinggi adalah 9,9%

ditunjukkan oleh pengaruh karakteristik CEO terhadap ABS_DD. Sementara, nilai Adj R

Square untuk ABS_MDD adalah 8,6%. Ini mengisyaratkan bahwa kualitas akrual ABS_DD

lebih dapat menangkap fenomena yang menjelaskan faktor penentukan kualitas akrual dari

karakteristik CEO dibandingkan ABS_MDD. Penelitian ini tidak bertujuan untuk memperoleh

Page 24: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

24

nilai R-square yang tinggi, tetapi untuk memperoleh nilai koefisien yang diestimasi dari model

penelitian yang dikembangkan.

Secara umum, seluruh hipotesis yang diajukan didukung. Hasil penelitian ini

memberikan bukti bahwa karakteristik CEO memengaruhi kualitas akrual yang diproksikan

dengan ABS_MDD. Secara spesifik, koefisien dari CEOPEREMPUAN adalah telah

menunjukkan arah yang sesuai dengan prediksi untuk kedua proksi kualitas akrual ABD_DD

dan ABS_MDD. Nilai koefisien (t-statistik) dan tingkat signifikansi utuk ABS_DD adalah -

0,0152 (-4,2538) pada tingkat signifikansi 1%, dan ABS_MDD adalah -0,0272 (-2,4443) pada

tingkat signifikansi 5%. Hasil pengujian mendukung H1. Temuan ini mengisyaratkan bahwa

perusahaan yang dipimpin oleh CEO perempuan cenderung melaporkan nilai absolut

kesalahan estimasi akrual yang rendah dibandingkan CEO laki-laki. Dengan demikian, CEO

perempuan melaporkan kualitas akrual yang lebih tinggi oleh CEO perempuan daripada CEO

laki-laki.

Tabel 4 Hasil Regresi dari Nilai Absolut Kesalahan Estimasi Akrual

Koefisien untuk CEO yang berpengalaman kerja keuangan telah sesuai dengan yang

arah yang diprediksi untuk ABS_MDD pada tingkat signifikansi 10%. Nilai koefisien dan t-

statistik dari EXCFO adalah -0,0154 dan -1,8194 untuk ABS_MDD, mendukung H2. Temuan

ini menunjukkan bahwa perusahaan yang dipimpin oleh CEO yang mantan CFO cenderung

melaporkan kualitas akrual (ABS_MDD) yang lebih tinggi, namun CEO yang mantan CFO ini

Tanda

Variabel Prediksi Koefisien t-stat Koefisien t-stat

Intercept ? 0.1451 9.3599 *** 0.0741 2.2594 **

CEOPEREMPUAN - -0.0152 -4.2538 *** -0.0272 -2.4443 **

EXCFO - 0.0051 1.2999 -0.0154 -1.8194 *

BISNISCEO + 0.0049 1.7720 * 0.0412 4.1762 ***

TENURCEO - -0.0070 -2.1830 ** -0.0380 -3.5410 ***

CEOPENDIRI - -0.0175 -4.6161 *** -0.0554 -4.9948 ***

FIRMSIZE - -0.0063 -5.7966 *** 0.0029 1.0683

ROA ? 0.0119 0.7426 -0.0263 -0.6070

LEV ? -0.0005 -0.4855 -0.0006 -0.2977

LOSS + 0.0048 1.1941 -0.0132 -1.0995

FIRMAGE ? -0.0004 -1.7304 * -0.0030 -3.2491 ***

Industry Fixed Effects Ya Ya

Year Fixed Effects Ya Ya

Adj R squared 0.0989 0.0864

F-statistic 9.6674 *** 9.3031 ***

Jumlah observasi 880 880

***, **, * mengindikasikan signifikansi pada tingkat 1%, 5%, dan 10%.

Definisi dan pengukuran variabel telah disajikan dalam penjelasan sebelumnya.

ABS_DD ABS_MDD

Page 25: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

25

tidak memengaruhi ABS_DD. Hasil pengujian ini mengindikasikan bahwa CEO yang memiliki

pengalaman kerja keuangan cenderung tidak memengaruhi kualitas akrual yang diproksikan

dengan ABS_DD.

Koefisien untuk CEO yang memiliki pengalaman bisnis (CEOBISNIS) telah

menunjukkan arah yang diprediksi, yaitu berarah positif dan signifikan. Nilai koefisien dan t-

statistik yang diperoleh untuk ABS_DD (ABS_MDD) adalah 0,0049 (0,0412) dan 1,7720

(4,1762) dengan tingkat signifikansi 10% (1%). Ini berarti H3 didukung. Hasil pengujian

mengisyaratkan bahwa kualitas akrual yang rendah cenderung dilaporkan oleh CEO yang

memiliki pengetahuan bisnis.

Lebih lanjut, koefisien untuk variabel TENURCEO telah menunjukkan arah yang

sesuai dengan prediksi, yaitu negatif dan signifikan untuk kedua proksi kesalahan estimasi

akrual. Nilai koefisien dan t-statistik yang diperoleh untuk ABS_DD adalah -0,0070 dan -

2,1830 pada tingkat signifikansi 10%. Nilai koefisien dan statistik untuk ABS_MDD adalah -

0,0380 dan -3,5410 pada tingkat signifikansi 1%. Ini menunjukkan H4 didukung. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan yang dipimpin oleh CEO dengan tenur yang

lebih panjang cenderung melaporkan kualitas akrual yang tinggidibandingkan dengan

perusahaan yang dipimpin oleh CEO bertenur yang pendek.

Koefisien dari CEOPENDIRI adalah negatif dan signifikan untuk ABS_DD dan

ABS_MDD. Nilai koefisien yang dihasilkan untuk ABS_DD (ABS_MDD) adalah -0,0175 (-

0,0380) dan t-statistik ABS_DD (ABS_MDD) adalah -4,6161 (-4,9948) dengan tingkat

signifikansi 1%. Hasil pengujian ini mendukung H5. Temuan ini menunjukkan bahwa

perusahaan yang dipimpin oleh CEO pendiri cenderung melaporkan kualitas akrual yang tinggi

dibandingkan dengan perusahaan yang tidak dipimpin oleh CEO pendiri. Temuan ini konsisten

dengan pengujian ABS_AC dan ABS_ACC sebelumnya.

Hasil pengujian regresi untuk variabel kontrol telah konsisten dengan temuan

sebelumnya. FIRMSIZE dan FIRMAGE menunjukkan koefisien negatif dan signifikan (tingkat

signifikansi pada 1% dan 10%). Temuan ini mengisyaratkan bahwa perusahaan yang berukuran

besar dan yang berusia lebih tua melaporkan kualitas akrual yang lebih baik dibandingkan

perusahaan yang berukuran kecil dan perusahaan yang masih muda. Sementara untuk ROA,

LEV, dan LOSS tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan untuk ABS_DD dan

ABS_MDD.

Page 26: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

26

5. KESIMPULAN

Dalam penelitian ini, peneliti menginvestigasi pengaruh karakteristik CEO terhadap kualitas

akrual yang diestimasi dengan performance-matched abnormal accruals dan kesalahan

estimasi akrual untuk perusahaan manufaktur di Indonesia. CEO memiliki peran krusial dalam

menentukan kualitas pelaporan keuangan dan kinerja perusahaan yang telah lama digunakan

dalam studi terdahulu, khususnya penelitian yang dibangun dengan teori upper echelon.

Namun demikian, penelitian yang berfokus pada hubungan karakteristik CEO dan kualitas

akrual masih terbatas dan masih memberikan temuan yang beragam.

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang dipimpin oleh CEO

perempuan, CEO dengan tenur yang lebih panjang, dan CEO pendiri cenderung melaporkan

kualitas akrual yang tinggi. Sebaliknya, perusahaan yang dipimpin oleh CEO yang memiliki

pengetahuan bisnis cenderung melaporkan kualitas akrual yang rendah. Peneliti menemukan

hasil yang masih belum konsisten untuk kedua proksi kualitas akrual. Hasilnya menunjukkan

bahwa perusahaan dipimpin oleh CEO yang memiliki pengalaman keuangan cenderung

melaporkan kualitas akrual yang tinggi ketika menggunakan proksi kesalahan etimasi akrual.

Namun, tidak ditemukan adanya pengaruh yang signifikan dari pengalaman kerja keuangan

CEO terhadap akrual abnormal (performance-matched abnormal accruals). Secara umum,

hasil penelitian ini mendukung prediksi teori upper echelon terkait dengan pengaruh

karakteristik CEO dalam pilihan dan outcome organisasi.

Penelitian ini memberikan kontribusi penting untuk literatur akuntansi dan upper

echelon dengan memberikan bukti bahwa karakteristik CEO memengaruhi pelaporan kualitas

akrual terutama untuk perusahaan manufaktur Indonesia. Karakteristik CEO tersebut

ditentukan dari jenis kelamin, tenur, pengalaman kerja keuangan CEO, pengetahuan bisnis, dan

CEO pendiri. Hasil penelitian ini memberikan implikasi untuk beragam pemangku kepentingan

dalam pelaporan keuangan perusahaan yang berkualitas, regulator dalam meningkatkan kualias

pelaporan keuangan, auditor eksternal danlam menilai risiko salah saji material, pengguna

laporan keuangan dalam menilai kualitas laba yang dilaporkan, dan memberikan rekomendasi

kepada regulator untuk meningkatkan proporsi CEO perempuan dalam memimpin perusahaan.

Penelitian masa depan diharapkan dapat menguji karakteristik tim manajemen puncak

lainnya dan atribut personal tim manajemen puncak yang akan memengaruhi cara pikir dan

pembuatan keputusan manajer, yang pada gilirannya akan memengaruhi pilihan pelaporan

keuangan yang berkualitas. Penelitian ini memiliki beberapa bukti keterbatasan bahwa

penelitian ini hanya berfokus pada karakteristik CEO yang dapat diamati (karakteristik

Page 27: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

27

demografis) dan tidak berfokus pada karakteristik psikologikal (karakteristik yang tidak dapat

diamati).

REFERENSI

Aier, J. K., J. Comprix, M. T. Gunlock, dan D. Lee. 2005. The financial expertise of CFOs and

Accounting Restatements. Accounting Horizons 19 (3):123-135.

Ali, A., dan W. Zhang. 2015a. CEO tenure and earnings management. Journal of Accounting

and Economics 59 (1):1-18.

Akhtaruddin, M. (2005). Corporate mandatory disclosure practices in Bangladesh. The

International Journal of Accounting, 40 (4), 399-422.

Alsaeed, K. (2006). The association between firm-specific characteristics and disclosure: The

case of Saudi Arabia. Managerial Auditing Journal, 21 (5), 476-496.

Baatwah, S. R., Salleh, Z., dan Ahmad, N. (2015). CEO characteristics and audit report

timeliness: do CEO tenure and financial expertise matter? . Managerial Auditing

Journal, 30(8/9), 998-1022.

Bamber, L. S., Jiang, J. X., dan Wang, I. Y. (2010). What's my style? The influence of top

managers on voluntary corporate financial disclosure. The Accounting Review, 85(4),

1131-1162.

Bhagat, S., B. Bolton, dan A. Subramanian. 2010. CEO education, CEO turnover, and firm

performance. Working paper:1-50

Cheng, Q., dan Lo, K. (2006). Insider trading and voluntary disclosures. Journal of

Accounting Research, 44(5), 815-848.

Croson, R., dan Gneezy, U. 2009. Gender differences in preferences. Journal of Economic

Literature, 47 (2), 448-474.

Cullinan, C., Bline, D., Farrar, R., dan Lowe, D. 2008. Organization-harm vs. organization-

gain ethical issues: An exploratory examination of the effects of organizational

commitment. Journal of Business Ethics 80 (2), 225-235.

Custodio, C., dan D. Metzger. 2014. Financial expert CEOs: CEO's work experience and

firm's financial policies Journal of Financial Economics 114:125-154.

Datta, D. K., dan J. P. Guthrie. 1994. Executive Succession: Organizational Antecedents of

CEO Characteristics. Strategic Management Journal 15 (7): 569 – 577.

Dechow, P. M., dan Dichev, I. D. (2002). The quality of accruals and earnings: The role of

accrual estimation errors The Accounting Review, 77, 35-59.

Dechow, P. M., Sloan, R. G., dan Sweeney, A. P. (1995). Detecting earnings management. The

Accounting Review, 70(2), 193-225.

DeFond, M. I., dan J. Jiambalvo. 1994. Debt covenant violation and manipulation of accruals.

Journal of Accounting and Economics 17:145-176.

Fahlenbrach, R. 2009. Founder-CEOs, Investment Decisions, and Stock Market Performance.

The Journal of Financial and Quantitative Analysis 44 (2):439-466.

Finkelstein, S., dan Hambrick, D. C. 1990. Top-management-team tenure and organizational

outcomes: The moderating role of managerial discretion. Administrative Science

Quarterly 35: 484 – 503.

Gavious, I., E. Segev, dan R. Yosev. 2012. Female directors and earnings management in

high-technology firms. Pacific Accounting Review 24 (1):4-32.

Ge, W., D. Matsumoto, dan J. L. Zhag. 2011. Do CFOs have style? An empirical investigation

of the effect of individual CFOs on accounting practices. Contemporary Accounting

Research 28 (4):1141-1179.

Page 28: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

28

Gibbons, R., dan K. J. Murphy. 1992. Optimal incentive contracts in the presence of career

concern: theory and evidence. Working Paper National Bureau of Economic Research,

Cambridge:1-52.

Gounopoulos, D., dan H. Pham. 2018. Financial expert CEOs and earnings management

around initial public offerings. International Journal of Accounting 53:102-117.

Graham, J. R., C. R. Harvey, dan S. Rajgopal. 2005. The economic implications of corporate

financial reporting. Journal of Accounting and Economics 40:3-73.

Hambrick, D. C. (2007). Upper echelon theory: an update. Academy of Management Review,

32(2), 334-343.

Hambrick, D., dan G. D. S. Fukutomi. 1991. The seasons of a CEO's tenure. Academy of

Management Review 16 (4):719-744.

Hambrick, D. C., dan Mason, P. A. (1984). Upper Echelons: The organization as reflection of

its top managers. The Academy of Management Review, 9(2), 193-206.

Heminway, J. M. 2007. Sex, trust, and corporate boards. Hastings Women's Law Journal 18,

173-193.

Hitt, M. A., R. E. Hoskisson, R. A. Johnson, dan D. D. Moesel. 1996. The market for

corporate control and firm innovation. Academy of Management Journal 39 (5):1084-

1119.

Huang, H. W., E. R. Green, dan C. C. Lee. 2012. CEO age and financial reporting quality.

Accounting Horizons 26 (4):725 - 740.

Kim, K., dan J. S. Yang. 2014. Director tenure and financial reporting quality: Evidence from

Korea. Review of Integrative Business & Economics Research 3 (1): 2237 – 256.

Kothari, S. P., Leone, A. J., & Wasley, C. E. (2005). Performance matched discretionary

accrual measures. Journal of Accounting and Economics, 39(1), 163-197.

Li, H. 2014. Top executives’ ability and earnings quality: evidence from the Chinese capital

markets. International Journal of Financial Research 5 (2): 79 – 86.

Liu, C., Tseng, Y., dan Chen, T. K. 2016. Top management team expertise and corporate real

earnings management activities. Advances in Accounting, incorporating Advances in

International Accounting 34, 117-132.

Matsunaga, S. R., S. Wang, dan P. E. Yeung. 2013. Does apointing a former CFO as CEO

influence a firm's accounting policies? Working paper.

McNichols, M. (2002). Discussion of the quality of accruals and earnings: the role of accrual

estimation errors. The Accounting Review, 77(s-1), 61-69.

Nelson, T. 2003. The persistence of founder influence: management, ownership, and

performance effects at initial public offering. Strategic Management Journal 24

(8):707-724.

Pae, J. 2007. Unexpected Accruals and Conditional Accounting Conservatism. Journal of

Business Finance and Accounting 34 (5 & 6):681-704.

Peni, E., dan Vahamaa, S. 2010. Female executives and earnings management. Managerial

Finance, 36 (7), 629-645.

Press, E. G., dan J. B. Weintrop. 1990. Accounting-based constraints in public and private

debt agreements. Journal of Accounting and Economics 12:65-95.

Qi, B., Lin, J. W., Tian, G., dan Lewis, H. C. X. (2018). The impact of top management team

characteristics on the choice of earnings management strategies: Evidence from China.

Accounting Horizons, 32(1), 143-164.

Santoso, R. D. 2013. CEO characteristics and earnings management. Skripsi: Fakultas

Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada.

Schubert, R. 2006. Analyzing and managing risks on the importance of gender difference in

risk attitudes, Managerial Finance, 32 (9), 706-715.

Page 29: Karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan Kualitas

29

Teoh, S. H., I. Welch, and T. J. Wong. 1998. Earnings management and the underperformance

of seasoned equity offerings. Journal of Financial Economics 50: 63–99.

Wang, D. (2004). Founding family ownership and accounting earnings quality. (Doctor of

Philosophy Dissertation), University of Missouri-Columbia. (UMI Number 3144465).

Wierserma, M. F., dan Bantel, K. A. 1992. Top management team demography and corporate

strategic change. Academy of Management Journal 35: 91 – 121.

Zahra, S. A., dan Pearce, J. A. (1989). Boards of directors and corporate financial performance:

a review and integrative model. Journal of Management, 15(2), 291-334.

Zhang, W. 2009. CEO tenure and earnings quality. In Working paper.

http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download;jsessionid=E06D8ECE9E28A8007B528

603208F8593?doi=10.1.1.181.287&rep=rep1&type=pdf