kanker payudara.docx
TRANSCRIPT
KANKER PAYUDARA
A. Defenisi
Kanker atau karsinoma (bahasa Yunani carsinos = kepiting) adalah
pembentukan jaringan baru yang abnormal dan bersifat ganas (maligne). Suatu
kelompok sel dengan mendadak menjadi liar dan memperbanyak diri secara
pesat dan jika terjadi benjolan atau pembengkakan disebut tumor atau neoplasma
(bahasa Latin neo = baru, plasma = bentukan). Sel-sel kanker ini menginfiltrasi
jaringan disekitarnya dan memusnahkannya. Sel-sel ini dapat menyebar melalui
hematogen ke organ-organ yang umumnya berbentuk nodus atau tumor dan
menimbulkan destruksi jaringan atau gangguan fungsi organ yang bersangkutan
(Thackery, Ellen. 2001: 145).
Pada dasarnya kanker merupakan penyakit sel yang ditandai oleh pergeseran
mekanisme kontrol yang menentukan proliferasi dan diferensiasi sel. Sel yang
mengalami transformasi neoplastik biasanya menunjukkan antigen permukaan
sel dari jenis fetal normal. Transformasi sel itu terjadi karena mutasi gen yang
mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel, yaitu proto-onkogen dan atau
supresor gen (anti onkogen ) (Thackery, Ellen. 2001: 145).
Salah satu jenis kanker yaitu kanker payudara. Kanker payudara adalah
kanker pada jaringan payudara. Kanker payudara terjadi saat sel-sel payudara
mulai tumbuh tanpa kontrol dan dapat menyerang jaringan sekitarnya atau
menyebar ke tubuh. Jaringan payudara pada manusia terdiri dari connective
tissue dan lemak. Pada payudara juga terdapat sistem pembuluh yang digunakan
selama proses menyusui. Jaringan payudara mempunyai sumber darah yang
melimpah dan jaringan limfatik yang luas. Penyaluran limfatik dari jaringan
mammary mengalir ke dalam axillary, interpectoral, dan internal mammary
limph nodes. Hal ini penting karena kanker payudara pada umumnya menyebar
melalui sistem limfatik dan penyebaran penyakit biasanya seringkali ditemukan
pada daerah nodus limfa pada saat pelaksanaan diagnosis (Lindley, Celeste and
Laura Boehnke Michau. 2009: 2340-2342).
Kanker payudara merupakan keganasan paling banyak yang terjadi pada
wanita. Selain merupakan penyakit yang didominasi oleh wanita, namun kanker
ini juga merupakan penyakit yang berhubungan dengan penuaan. Resiko seumur
hidup untuk tumbuhnya kanker payudara sebgian besar terpusat pada periode
perimenopuse, dan pascamenopause. Kanker payudara mungkin ditemukan
sewaktu in situ (lokal) atau sebagai neoplasma maligna (telah menyebar). Kanker
payudara hampir selalu merupakan adenokarsinoma dan biasanya timbul di
duktus (Corwin, Elizabeth. 2009: 803).
Di Indonesia Kanker payudara merupakan kanker dengan insidens tertinggi ke
2 dan terdapat kecenderungan dari tahun ke tahun insidens ini meningkat, seperti
halnya di negara barat. Data dari berbagai rumah sakit menunjukkan bahwa
kanker payudara frekwensinya menempati urutan kedua terbanyak pada wanita,
setelah karsinoma serviks uteri. Di RS Karjadi Semarang yang dilaporkan oleh
Sarjadi, kanker payudara menempati urutan kedua setelah karsinoma uteri
sebanyak 12,4%. RSUP Dr. Sarjito Yogyakarta, ditemukan bahwa KPD ratarata
33 kasus pertahun (Susatya, 2002). Sedangkan di Sulawesi Selatan, kanker
payudara menduduki peringkat pertama, sekitar 135 kasus pertahun (Effendi.
2012: 272).
Kanker payudara merupakan tumor kedua yang paling banyak ditemukan
pada wanita, dengan 24.000 wanita terdiagnosis kanker payudara di Inggris tiap
tahunnya: dan 15.000 meninggal karena penyakit ini. Sampai usia 80 tahun,
resiko seumur hidup seorang wanita untuk terkena kanker payudara adalah 1 dari
9 (Lindey. 2009: 84).
Sebagian besar kanker payudara terjadi tanpa penyebab yang jelas. Walaupun
diketahui terdapat beberapa factor predisposisi yaitu:
1) Paparan estrogen terutama apabila tidak ditandingi oleh progesterone,
menjelaskan hubungan kanker payudara dengan menstruasi yang mulai pada
usia lebih muda, menopause yang terlambat dan nuliparitas.
2) Riwayat keluarga pribadi 10% dari kanker payudara ditentukan secara genetic
dalam kaitannya dengan gen BRCA-1, BRCA-2,p53, dan A-T. adanya riwayat
kanker payudara, endometrium, atau kanker ovarium mengindikasikan adanya
peningkatan resiko yang ditentukan secara genetic. Adanya riwayat penyakit
payudara jinak dan radiasi dada juga merupakan factor resiko.
3) Konsumsi lemak tinggi dan status sosioekonomi (Lindey. 2009: 84)
Tahapan kanker payudara
Tumor mempunyai tahap I-IV tergantung pada ukuran, nodus limfe negative
yang terkena, dan metastasis. (tahapan lainnya diekspresikan dalam symbol
TNM: T= Tumor primer, N= Nodus limfe yang terlibat, M= metastasis).
1) Tahap I: Tumor kecil kurang dari 2 cm, nodus limfe negative, tidak terdeteksi
metastasis.
2) Tahap II: Tumor lebih besar dari 2 cm tetapi kurang dari 5 cm, nodus limfe
takterfiksasi negative atau positif, tidak terdeteksi metastasis.
3) Tahap III: Tumor lebih besar dari 5 cm, atau tumor dengan ukuran berapa saja
dengan invasi kulit atau dinding dada atau nodus limfe terfiksasi positif dalam
area klavikular tanpa bukti metastasis.
4) Tahap IV: tumor dalam ukuran berapa saja dengan nodus limfe positif atau
negative dengan metastasis jauh.
(Brunner dan Suddarth. 2000: 286)
B. Patofisiologi dan Gejala
1. Patofisiologi
Pertumbuhan kanker payudara terjadi ketika sel payudara kehilangan
kontrol diferensisi dan proliferasi normal. Proliferasi dari sel yang abnormal
ini atau sel tumor dipengaruhi oleh berbagai jenis hormone, oncogenes, dan
faktor-faktor pertumbuhan. Terdapat bukti kuat untuk menyatakan bahwa
estrogen secara langsung dan tidak langsung menstimulasi pertumbuhan sel
tumor. Selanjutnya, banyak sekali faktor-faktor pertumbuhan yang juga
memegang peranan penting pada pertumbuhan tumor yang disekresi oleh sel
kanker payudara itu sendiri. Kanker payudara merupakan penyakit dari
ephitelium glandular (Lindley, Celeste and Laura Boehnke Michau: 2340-
2342).
Kanker payudara adalah penyakit yang terjadi jika terjadi kerusakan
genetik pada DNA dari sel epitel payudara. Ada banyak jenis dari kanker
payudara. Perubahan genetik ditemukan pada sel epitel, menjalar ke duktus
atau jaringan lobular. Tingkat dari pertumbuhan kanker tergantung pada efek
dari estrogen dan progesteron. Kanker dapat berupa invasif (infiltrasi) maupun
noninvasif (in situ). Kanker payudara invasif atau infiltrasi dapat berkembang
ke dinding duktus dan jaringan sekitar, sejauh ini kanker yang banyak terjadi
adalah invasif duktus karsinoma. Duktus karsinoma berasal dari duktus
lactiferous dan bentuknya seperti tentakel yang menyerang struktur payudara
di sekitarnya. Tumornya biasanya unilateral, tidak bisa digambarkan, padat,
non mobile, dan nontender. Lobular karsinoma berasal dari lobus payudara.
Biasanya bilateral dan tidak teraba. Nipple karsinoma (paget’s disease)
berasal dari puting. Biasanya terjadi dengan invasif duktal karsinoma.
Perdarahan, berdarah, dan terjadi pengerasan puting (Lowdermilk et al 2000).
Kanker payudara dapat menyerang jaringan sekitar sehingga mempunyai
tentakel. Pola pertumbuhan invasif dapat menghasilkan tumor irregular yang
bisa terapa saat palpasi. Pada saat tumor berkembang, terjadi fibrosis di
sekitarnya dan memendekkan Cooper’s ligamen. Saat Cooper’s ligamen
memendek, mengakibatkan terjadinya peau d’orange (kulit berwarna orange)
perubahan kulit dan edema berhubungan dengan kanker payudara. Jika kanker
payudara menyerang duktus limpatik, tumor dapat berkembang di nodus
limpa, biasanya menyerang nodus limpa axila. Tumor bisa merusak lapisan
kulit, menyebabkan ulserasi. Metastasis diakibatkan oleh kanker payudara
yang menempati darah dan sistem lympa, menyebabkan perkembangan tumor
di tulang, paru-paru, otak, dan hati (Lowdermilk et al 2000, Swart 2011)
Kanker payudara mempunyai 4 stadium, yaitu:
Stadium I
Tumor yang berdiameter kurang 2 cm tanpa keterlibatan limfonodus dan
tanpa penyebaran jauh. Tumor terbatas pada payudara dan tidak terfiksasi
pada kulit dan otot pektorilaris.
Stadium II a
Tumor yang berdiamater kurang dari 2 cm dengan keterlibatan limfonodus
tanpa pentebaran jauh atau tumor yang berdiameter kurang 5 cm tanpa
keterlibatan limfonodus dan tanpa penyebaran jauh.
Stadium II b
Tumor yang berdiameter
kurang 5 cm dengan
keterlibatan limfonodus (LN)
dan tanpa penyebaran jauh
atau tumor yang berdiameter
lebih 5 cm tanpa keterlibatan
limfonodus (LN) dan tanpa
penyebaran jauh
Stadium III a
Tumor yang berdiameter lebih 5 cm dengan keterlibatan limfonodus tanpa
penyebaran jauh.
Stadium III b
Tumor yang berdiameter lebih 5 cm dengan keterlibatan limfonodus (LN) dan
terdapat penyebaran jauh berupa metastasis ke supraklavikula dengan
keterlibatan limfonodus (LN) supraklavikula atau metastasis ke infraklavikula
atau menginfiltrasi / menyebar ke kulit atau dinding toraks atau tumor dengan
edema pada tangan.
Tumor telah menyebar ke dinding dada atau menyebabkan pembengkakan
bisa juga luka bernanah di payudara. Didiagnosis sebagai Inflamatory Breast
Cancer. Bisa sudah atau bisa juga belum menyebar ke pembuluh getah bening
di ketiak dan lengan atas, tapi tidak menyebar ke bagian lain dari organ tubuh
Stadium IIIc
Ukuran tumor bisa berapa saja dan terdapat metastasis kelenjar limfe
infraklavikular ipsilateral, atau bukti klinis menunjukkan terdapat metastasis
kelenjar limfe mammaria interna dan metastase kelenjar limfe aksilar, atau
metastasis kelenjar limfe supraklavikular ipsilateral
Stadium IV
Tumor yang mengalami metastasis jauh, yaitu : tulang, paru-paru, liver atau
tulang rusuk.
2. Gejala Klinis
a) Benjolan atau massa yang tidak nyeri di payudara. Sebagian besar kanker
timbul di kuadran atas luar payudara (50%) atau dibagian tengah (20%).
Benjolan biasanya terfiksasi (tidak dapat digerakkan) dengan batas ireguler.
Benjolan bersifat unilateral dan biasanya tidak memperlihatkan variasi
ukuran dengan daur haid (Corwin. 2009: 804).
b) Retraksi putting, pengeluaran rabas dar putting, atau kerutan pada jaringan
payudara mungkin mengisyaratkan adanya tumor penyebab kanker payudara
(Corwin. 2009: 804).
c) Pembesaran kelnjar getah bening, baik diketiak atau diklavikula dapat
mengisyaratkan metastasis (Corwin. 2009: 804).
d) Penyakit sistemik seperti nyeri tulang, malaise, penurunan berat badan,
confusion, sesak napas, hiperkalsemia, efusi pleura, limfangitis
karsinomatosis, obstruksi SVC, Keterlibatan sekunder otak dan medulla
spinalis, dan organomegali (Davey. 2005: 340).
C. Terapi dan Algoritma Terapi1. Terapi
a) Pembedahan, termasuk mastektomi atau lumpektomi (pengangkatan
tumor plus sejumlah kecil jaringan disekitarnya dengan diseksi nodus
sentinel (drainase primer), adalah langkah pertama yang dilakukan pada
sebagian besar wanita. Jika biopsy nodus sentinel postif, maka nodus
lainnya perlu diangkat dan diperiksa. Terkenanya kelenjar getah bening
menunjukkan metastasis tumor dan membutuhkan intervensi pascabedah
yang lebih agresif.
b) Memakai radiasi atau kemoterapi selain pembedahan memperbaiki angka
bertahan hidup dan mengurangi kemungkinan kekambuhan. Terapi ini
diberikan berdasarkan ada tidaknya metastasis.
c) Antiestrogen atau estrogen yang dirancang untuk menganggu
pertumbuhan jaringan payudara telah digunakan selama bertahun-tahun
untuk mengobati tumor payudara yang positif terhadap reseptor
estrogennya. Obat-obat yang sama ini, termasuk tamoksifen, kini
digunakan untuk mengobati tumor payudara yang tampaknya tidak
spesifik peka terhadap estrogen. Obat-obat ini sering disebut perangsang
estrogen dan modulator reseptor estrogen yang selektif, memperbaiki
angka bertahan hidup dan mengurangi kemungkinan kekambuhan
d) Obat-obat yang bekerja secara spesifik menganggu kemampuan tumor
unjtuk bertumbuh tersedia untuk mengobati kanker payudara. Misalnya
beberapa tumor mengeluarkan suatu reseptor permukaan secara
berlebihan, disebut reseptor HER2, yang mengikat factor pertumbuhan
epidermis dalam darah diketahui merangsang pertumbuhan sel kanker.
Obat transtuzumab (Herceptin) dirangsang untuk mengikat dan
menghambat reseptor HER2, sehingga memperlambat atau menghentikan
pertumbuhan tumor yang mengeluarkan reseptor ini, obat ini terbukti
mengurangi resiko kekambuhan kanker payudara
e) Rekonstruksi payudara dapat dilakukan setelah pembedahan guna,
memperbaiki penampilan.
f) Pemberian konseling dan dukungan bagi wanita, pasangan dan
keluarganya amat penting.
(Corwin, Elizabeth. 2009: 805-806)
2. Algoritma Terapi
Tatalaksana Terapi Berdasarkan Stage
Penatalaksanaan karsinoma payudara berdasarkan klasifikasinya, yaitu :
Kanker payudara stadium 0
a) Dilakukan : BCS
b) Mastektomi simple
c) Terapi definitif pada T0 tergantung pada pemeriksaan blok paraffin, lokasi
didasarkan pada hasil pemeriksaan imaging.
d) Indikasi BCS: T: 3 cm, pasien menginginkan mempertahankan
payudaranya.
Syarat BCS (Breast Conserving Surgery):
a) Keinginan penderita setelah dilakukan inform consent.
b) Penderita dapat melakukan control rutin setelah pengobatan.
c) Tumor tidak terletak sentral.
d) Perbandingan ukuran tumor dan volume payudara cukup baik untuk kosmetik
pasca BCS.
e) Mamografi tidak memperlihatkan mikrokalsifikasi/tanda keganasan lain yang
difus (luas).
f) Tumor tidak multiple.
g) Belum pernah terapi radiasi di dada.
h) Tidak menderita penyakit LE atau penyakit kolagen.
i) Terdapat sarana radioterapi yang memadai.
(Dipiro. 2008: 2131)
Stage 1-2 (Kanker payudara stadium dini/operable)
a. Dilakukan : BCS (harus memenuhi syarat di atas)
b. Mastektomi radikal
c. Mastektomi radikal modifikasi
d. Terapi adjuvant : Dibedakan pada keadaan : Node(-), node(+)
Pemberian tergantung dari : Node(+)/(-), ER/PR, usia pemenopause atau post
menopause. Terapi adjuvant dapat berupa : radiasi, kemoterapi, dan hormonal
terapi (Dipiro. 2008: 2132).
Stage III (Kanker payudara stadium lanjut)
Neo adjuvant atau kemoterapi primer adalah pengobatan awal pilihan.
Manfaat meliputi direseksinya tumor yang tidak dioperasi dan meningkatkan angka
BCT. Kemoterapi primer baik dengan rejimen yang mengandung anthracycline atau
yang mengandung taxane lebih dianjurkan. Penggunaan dari trastuzumab dengan
kemoterapi cocok untuk pasien dengan HER2-positif tumor.
Operasi diikuti dengan kemoterapi dan adjuvan RT (radiation therapy) harus
diberikan untuk meminimalkan kekambuhan lokal.
a) Operable Locally advanced
Simple mastektomi/mrm + radiasi kuratif + kemoterapi adjuvant + hormonal
terapi
b) Inoperable Locally advanced
1) Radiasi kuratif + kemoterapi + hormonal terapi
2) Radiasi + operasi + kemoterapi + hormonal terapi
3) Kemoterapi neo adj + operasi + kemoterapi + radiasi + hormonal terapi.
Stage IV (Metastatic Breast Cancer)
Tujuan dari terapi dengan kanker payudara dini dan stadium lanjut adalah untuk
menyembuhkan penyakit. Setelah itu telah berkembang melampaui penyakit lokal
maupun penyakit regional, kanker payudara saat ini tidak dapat disembuhkan. Tujuan
pengobatan kanker payudara metastatik adalah untuk memperbaiki gejala dan kualitas
hidup dan memperpanjang kelangsungan hidup.
Prinsip :
a) Sifat terapi paliatif
b) Terapi sistemik merupakan terapi primer ( kemoterapi dan hormonal) terapi)
c) Terapi lokoregional ( radiasi &bedah)
Setelah operasi, penanganan selanjutnya disebut adjuvant therapy yang terdiri dari
terapi radiasi, chemotherapy dan hormone terapi. Yang tujuannya adalah untuk
membunuh sel kanker yang mungkin masih tertinggal pada saat operasi (Dipiro.
2008: 2148).
3. Macam Pengobatan
a. Terapi Lokal Regional
Breast-conserving therapy (BCT) meliputi penghilangan bagian payudara,
evaluasi bedah dari cekungan kelenjar getah bening aksilia, dan terapi radiasi
untuk payudara. Jumlah jaringan payudara yang diangkat bervariasi dari hanya
menghilangkan “benjolan” kanker (lumpectomy) dengan margin kecil jaringan
normal yang berdekatan; menghilangkan “benjolan” dengan eksisi yang lebih luas
dari jaringan kelihatan-normal (eksisi lokal yang luas); menghapus seluruh
kuadran payudara yang mencakup “benjolan” kanker (quadrantectomy). Semua
teknik ini disebut dengan mastektomi segmental atau parsial. Berdasarkan
penelitian National Institutes of Health Consensus Development Conference
menyatakan bahwa BCT adalah terapi primer yang tepat bagi mayoritas wanita
dengan kanker tahap I dan II karena memberikan mastektomi total ekuivalen dan
diseksi aksilia sambil menjaga payudara (Dipiro. 2008: 2145).
Kebanyakan pasien didiagnosis dengan kanker payudara saat ini dapat diobati
dengan BCT. Beberapa faktor harus dipertimbangkan dalam memilih pasien untuk
pengobatan BCT. Peningkatan risiko kekambuhan oleh pengobatan dengan BCT
terjadi jika tempat terjadinya kanker multipel dan ketidakmampuan dalam
mencapai margin patologis negatif pada spesimen payudara yang dipotong.
Beberapa penyakit kolagen vaskular yang sudah ada sebelumnya (misalnya, lupus
eritematosus sistemik dan skleroderma) merupakan kontraindikasi relatif untuk
penggunaan BCT karena peningkatan risiko radiasi yang berhubungan dengan
efek samping (Dipiro. 2008: 2145).
Tujuan yang mendasari terapi lokal adalah untuk meminimalkan komplikasi
sementara memaksimalkan hasil yang relevan kepada pasien (misalnya, hasil
kosmetik, tingkat kekambuhan lokal dan jauh, mortalitas). Terapi rediasi
Postmastectomy pada dinding dada juga mungkin diperlukan dalam situasi tertentu
di mana tumor yang besar atau jumlah kelenjar getah bening aksila positif yang
tinggi. Meskipun kontroversi, jelas bahwa beberapa wanita mungkin manfaat dari
terapi radiasi lokal bahkan setelah pengangkatan seluruh payudara (yaitu,
mastektomi total). Pedoman NCCN menyatakan bahwa wanita dengan kriteria
berikut harus menjalani terapi radiasi postmastectomy: (a) margin bedah positif,
(b) tumor lebih besar dari 5 cm dalam dimensi terbesar, atau (c) empat atau lebih
kelenjar getah bening aksila positif nodes (Dipiro. 2008: 2144).
2. Systemic Adjuvant Therapy
Terapi ajuvan didefinisikan sebagai terapi sistemik lokal dengan melakukan
pembedahan, radiasi atau kombinasi keduanya, dilakukan ketika tidak ada bukti
metastatic dan memiliki kekambuhan yang tinggi. Beberapa kelompok peneliti
telah melakukan serangkaiaan penelitian bertahap untruk merancang identifikasi
yang tepat untuk terapi adjuvant sitemik. Berbagai uji klinik terapi adjuvant
sistemik dilakukan dan menghasilkan bahwa kemoterapi, terapi hormonal, atau
keduanya mengakibatkan peningkatan kualitas hidup yang bebas penyakit dan atau
mempartahankan kehidupan pasien yang dirawat atau lebih umum untuk pasien
prosnotik yang spesifik. Sebelum tumor menjadi kanker, kemoterapi merupakan
terapi yang optimal untuk penyakit mikrometastatik. Keberhasilan kemoterapi
tergantung pada optimalnya kombinasi antara kemoterapi dan adjuvan untuk
menghidari keparahan penyakit (Dipiro. 2008: 2145).
3. Adjuvant Chemotherapy
Prinsip dasar terapi ajuvan untuk semua jenis kanker adalah regimen dengan
tingkat respons tertinggi pada penyakit lanjut, rejimen yang optimal untuk
digunakan dalam setting ajuvan. Secara historis, rejimen kemoterapi kombinasi
(polychemotherapy) lebih efektif daripada kemoterapi tunggal. Anthracyclines
(doxorubicin dan epirubicin) telah dianggap agen kemoterapi paling aktif dalam
pengobatan kanker payudara metastatik, banyak ahli berasumsi bahwa rejimen
yang mengandung anthracycline meningkatkan kesembuhan dibandingkan yang
tidak mengandung anthracycline bila digunakan dalam pengaturan ajuvan.
Taxanes (paclitaxel dan docetaxel) adalah agen kelas baru dan paling efektif untuk
kemoterapi (Dipiro. 2008: 2145).
Regimen kemoterapi untuk kanker payudara yang dijadikan first choice yakni
AC-Paclitaxel, TAC, dan Paclitaxel-FAC. Ketiga regimen ini termasuk golongan
Taxanes yang merupakan agen kelas baru yang paling efektif mengandung
paclitaxel dan docetaxel.
Untuk regimen AC-Paclitaxel mengandung Doxorubicin 60 mg/m2, diberikan
secara intravena pada hari pertama. Cyclophosphamid 600 mg/m2, diberikan
secara intravena pada hari pertama. AC-Paclitaxel ini diulangi siklus setiap 21 hari
selama 4 siklus, kemudian diikuti oleh Pactitaxel 175 mg/m2 diberikan secara
intravena lebih dari 3 jam. Kemudian, diulangi siklus setiap 21 hari selama 4
siklus.
TAC mengandung Docetaxel 75 mg/m2 diberikan secara intravena pada hari
pertama, Doxorubicin 50 mg/m2 diberikan secara bolus pada hari pertama,
Cyclophosphamid 500 mg/m2 diberikan secara intravena pada hari pertama.
Kemudiaan diulangi siklus setiap 21 hari selama 6 siklus, pemberian regimen TAC
harus diberikan dengan support factor pertumbuhan.
Regimen Pactitaxel-FAC mengandung Pactitaxel 80 mg/m2 diberikan secara
intrvena dari 1 jam setiap minggu selama 12 minggu. Kemudian diikuti oleh
Fluorouracil 500 mg/m2 diberikan secara intravena pada hari pertama dan
keempat. Doxorubicin 50 mg/m2 diberikan secara infus intravena berulang lebih
dari 72 jam. Kemudiaan Cyclophosphamid 500 mg/m2 diberikan secara intravena
pada pertama, Hal ini, diulang siklus setiap 21-28 hari selama 4 siklus.
4. Terapi Adjuvan Biologic
Trastuzumab adalah antibodi monoklonal yang target aksinya pada HER2
reseptor protein. Trastuzumab yang dikombinasikan dengan kemoterapi ajuvan
diindikasikan pada pasien dengan stadium awal, HER2-positif kanker payudara.
Salah satu uji klinis melaporkan risiko kekambuhan berkurang hingga 50%.
Namun, rejimen yang mengandung trastuzumab yang optimal masih belum
diketahui. Pertanyaan masih terkait kemoterapi secara bersamaan yang optimal,
dosis optimal, jadwal, dan durasi terapi trastuzumab, dan penggunaan modalitas
terapi lainnya secara bersamaan. Banyak uji klinis berlangsung untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Sebagian besar rejimen diteliti termasuk
anthracycline dan taxane diberikan bersamaan dengan trastuzumab atau berurutan
sebelum trastuzumab. Dari bukti yang ada, tampak bahwa pemberian taxane
dengan trastuzumab akan lebih efektif dari pada trastuzumab diberikan setelah
kemoterapi. Namun, pemberian berurutan dari trastuzumab masih menawarkan
manfaat yang signifikan lebih dari rejimen tanpa trastuzumab. Meskipun
demikian, trastuzumab merupakan tambahan yang sangat efektif tetapi mahal
untuk adjuvant terapi, dan sebaiknya sebelum pasien dengan HER2positif kanker
payudara menjalani terapi haruslah didiskusikan secara rinci terlebih dahulu terkait
resiko yang ada (Dipiro. 2008: 2145).
5. Terapi Adjuvan Endocrine
Tamoxifen telah menjadi standar terbaik untuk terapi adjuvan endokrin.
Obat ini memiliki kedua sifat estrogenik dan antiestrogenik, tergantung pada
jaringan dan gen yang bersangkutan. Pemberian Tamoxifen 20 mg sehari, dimulai
segera setelah menyelesaikan kemoterapi dan berlanjut selama 5 tahun dapat
mengurangi risiko kekambuhan dan kematian. Tamoxifen biasanya ditoleransi
dengan baik. Gejala putus obat dari estrogen (hot flashes dan perdarahan vagina)
mungkin terjadi namun frekuensi dan intensitas berkurang dari waktu ke waktu.
Tamoxifen juga meningkatkan risiko stroke, emboli paru, trombosis vena, dan
kanker endometrium, terutama pada wanita usia 50 tahun atau lebih. Wanita
premenopause mendapatkan keuntungan dari ablasi ovarium dengan agonis
luteinizing hormon-releasing hormone (LHRH) (misalnya, goserelin) dalam
pengaturan ajuvan, baik dengan atau tanpa tamoxifen secara bersamaan.
Serangkaian uji sedang berlangsung untuk lebih mendefinisikan peran agonis
LHRH. Pada wanita pascamenopause, obat pilihan untuk terapi hormonal adjuvant
meliputi inhibitor aromatase (misalnya anastrozol, letrozole, atau exemestane) baik
sebagai pengganti atau setelah tamoxifen. Namun, obat yang optimal, dosis,
urutan, dan lama pemberian inhibitor aromatase dalam pengaturan ajuvan tidak
diketahui. Efek samping dengan inhibitor aromatase meliputi hot flashes, mialgia /
artralgia, kekeringan vagina / atrofi, sakit kepala ringan, dan diare (Dipiro. 2008:
2145).
6. Terapi Endokrin
Tujuan terapi farmakologis endokrin untuk kanker payudara adalah untuk
mengurangi tingkat sirkulasi estrogen atau mencegah efek dari estrogen pada sel
kanker payudara (terapi target) dengan memblokir reseptor hormon. Terapi
endokrin kombinasi belum menunjukkan manfaat khasiat apapun, tetapi
meningkatkan toksisitas. Oleh karena itu kombinasi dari agen endokrin untuk
kanker payudara yang tidak direkomendasikan di luar konteks dari percobaan
klinis. Sampai saat ini, masih sedikit bukti manfaat peningkatan kelangsungan
hidup dari satu terapi endokrin. hypophysectomy yang setara pada pasien dengan
kanker payudara metastatik.
Terapi endokrin khusus menjadi pilihan, terutama didasarkan pada preferensi
toksisitas dan pasien. Berdasarkan kriteria ini, tamoxifen adalah agen awal yang
lebih dipilih ketika terdapat metastasis, kecuali bila pasien yang menerima
tamoxifen ajuvan pada saat yang sama atau dalam waktu 1 tahun terjadi penyakit
metastasis (Dipiro. 2008: 2148).
7. Terapi Sitotoksik
Kemoterapi sitotoksik pada akhirnya diperlukan pada kebanyakan pasien
dengan kanker payudara metastatik. Pasien dengan HR-negatif tumor memerlukan
kemoterapi sebagai terapi awal metastasis. Sejumlah agen kemoterapi telah
menunjukkan aktivitas dalam pengobatan kanker payudara, termasuk doxorubicin,
epirubicin, paclitaxel (konvensional dan protein-terikat), docetaxel, capecitabine,
fluorourasil, siklofosfamid, metotreksat, vinblastin, vinorelbine, gemcitabine,
mitoxantrone, mitomisin-C, thiotepa, dan melphalan. Kelas-kelas yang paling aktif
dari kemoterapi pada kanker payudara metastatic adalah anthracyclines dan
taxanes, menghasilkan tingkat respons setinggi 50% sampai 60% pada pasien yang
belum menerima kemoterapi sebelumnya untuk penyakit metastasis. Paclitaxel
telah disetujui FDA pada tahun 1994 untuk single-agent pengobatan kanker
payudara metastatik untuk pasien yang kambuh setelah terapi dengan rejimen yang
mengandung doxorubicin (Dipiro. 2008: 2148).
8. Biologic or Targeted Therapy
Trastuzumab adalah antibody monoclonal yang berikatan dengan epitope dari
protein HER2 tertentu. Mekanisme aksi dari gangguan dimerisasi reseptor HER,
gangguan jalur, sinyal (misalnya, P13K/Akt), penangkapan G1 dan menurunkan
proliferasi, induksi apoptosis, menekan angiogenesis, induksi respon imun
(misalnya, antibodi tergantung sitotoksisitas selular), penghambatan daerah HER2
ekstraseluler proteolisis dan penghambatan perbaikan DNA. Efek biologis ini
menyebabkan penghambatan pertumbuhan sel, penurunan potensial
kankermalignant, dan memungkinkan terjadinya resistensi terhadap kemoterapi
tertentu dan terapi endokrin. Agen kemoterapi lain yang telah dievaluasi dalam
percobaan fase II dengan beberapa kombinasi dengan vinorelbine termasuk
trastuzumab, gemcitabine, capecitabine, dan agen platinum (cisplatin dan
carboplatin).
Transtuzumab umumnya ditoleransi dengan baik. Efek samping yang paling
umum terutama demam dan menggigil, dan terjadi pada sekitar 40% dari pasien
selama infuse awal. Reaksi lain terkait infus termasuk mual, muntah, nyeri pada
lokasi tumor, kekakuan, sakit kepala, pusing, dispnea, hipotensi, ruam, dan
asthenia, yang jauh lebih sedikit. Reaksi-reaksi ini umumnya ringan-sampai
sedang dan pada bagian akhir sekitar 1 sampai 2 jam setelah infus dimulai dan
biasanya tidak terulang dengan infus berikutnya. Acetaminophen dan
difenhidramin dapat memberikan dan / atau laju infus dikurangi untuk membantu
mengurangi gejala yang berhubungan dengan reaksi ini. Reaksi yang jarang
terjadi, namun lebih berat yang terdiri dari hipersensitivitas berat dan / atau reaksi
paru telah dilaporkan. Hal ini penting untuk mendidik pasien tentang reaksi paru,
karena ini dapat terjadi sampai 24 jam setelah infus dan dapat menjadi fatal jika
tidak segera diobati. Trastuzumab dapat meningkatkan kejadian infeksi, diare,
dan / atau efek samping lain ketika diberikan dengan kemoterapi, tetapi sebagian
besar peningkatan tersebut tidak signifikan secara klinis untuk pasien secara
individu.
Trastuzumab diberikan dengan dosis awal 4 mg / kg, diikuti dengan dosis 2
mg/kg diberikan tiap minggu. Sebuah studi fase II telah menunjukkan keberhasilan
dari pemberian trastuzumab pada jadwal 3 minggu dengan dosis muatan 8 mg/kg
diikuti 3 minggu kemudian dengan dosis pemeliharaan 6 mg/kg diberikan setiap 3
minggu. Setiap 3 minggu administrasi lebih mudah daripada administrasi
mingguan, namun perbandingan data dosis dengan jadwal versus dosis standar dan
jadwal tidak tersedia saat ini (Dipiro. 2008: 2148-2150).
9. Terapi Radiasi
Radiasi merupakan modal penting dalam pengobatan gejala penyakit
metastatik. Indikasi paling umum untuk pengobatan dengan terapi radiasi
metastase adalah rasa sakit pada tulang atau situs lokal lainnya dari penyakit
refrakter terhadap terapi sistemik. Terapi radiasi memberikan nyeri yang signifikan
sekitar 90% dari pasien yang dirawat untuk metastasis tulang yang menyakitkan.
Radiasi juga merupakan modal penting dalam pengobatan paliatif lesi otak
metastasis dan lesi tulang belakang, yang memiliki respon yang buruk terhadap
terapi sistemik, serta lesi mata atau orbit dan bagian lain di mana akumulasi yang
signifikan dari sel tumor terjadi. Kulit dan / atau metastasis kelenjar getah bening
terbatas pada daerah dinding dada juga dapat diobati dengan terapi radiasi untuk
paliasi (misalnya, luka terbuka atau luka yang menyakitkan) (Dipiro. 2008: 2150).
D. Monitoring
1) Pemeriksaan payudara sendiri “SADARI” secara teratur
2) Mammografi, pemeriksaan sinar X payudara untuk mengidentifikasi kanker
3) Biopsy benjolan
4) Pengukuran reseptor estrogen disel-sel tumor mengindikasikan kepekaan
tumor terhadap estrogen. Kadar reseptor estrogen yang tinggi mengisyaratkan
bahwa tumor mungkin berespons baik terhadap terapi hormone yang berupa
penghambatan kemampuan estrogen bekerja ditumor tersebut ( Corwin. 2009:
804-805).
Kesimpulan
Kanker payudara lanjut meliputi kanker payudara stadium lanjut (stadium
III) dan kanker payudara metastatic (stadium IV). Pengobatan kanker payudara
stadium III umumnya terdiri kombinasi dari pembedahan, radiasi kemoterapi dan
diberikan dalam pendekatan yang agresif. Kanker payudara metastatik diobati
dengan terapi endokrin, kemoterapi atau terapi biologis. Pasien yang HR-positif
akan menerima terapi awal endokrin diikuti dengan kemoterapi ketika terapi
endokrin gagal. Pasien yang HR-negatif atau yang mempunyai penyakit
simptomatik yang melibatkan hati, paru-paru atau sistem saraf pusat umumnya
akan menerima kemoterapi sebagai lini pertama dari penyakit metastatik.
Upaya untuk pencegahan kanker payudara ditujukan ke arah identifikasi,
mengurangi faktor risiko dan pencagahan terapi obat. Dua kelas agen, retinoid
dan SERM dievaluasi untuk mencegah kanker payudara. Tamoxifen dan
raloxifene telah menunjukkan keberhasilan dalam mengurangi tingkat kanker
payudara invasif pada wanita yang berisiko tinggi terhadap pengembangan
penyakit. Deteksi dini kanker payudara tetap penting untuk mengurangi angka
kematian kanker payudara. Upaya penelitian intensif sedang berlangsung dalam
semua aspek etiologi kanker payudara, deteksi, pencegahan dan pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak., Lowdwrmilk., Jensen dan Wijayarini M., 2005. Buku Ajar keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC.
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC.
Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC.
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
DiPiro JT, et al, 2008, Pharmacotherapy. A Pathophysiologic Approach, 7 edition, The McGraw Hill Companies, New York.
Effendi, Asri Ahram. 2012. Pengaruh Kemoterapi Terhadap Kadar Ca 15-3 Dan Cea Dalam Darah Penderita Kanker Payudara (Jurnal). Unhas: Jst Kesehatan.
Linda, Hefner dan Danny. 2009. At A Glance : System Reproduksi. Jakarta: Erlangga.
Lindley, Celeste and Laura Boehnke Michau. Breast Cancer in Pharmacotherapy, A Patophysiology Approach, 6th edition. Joseph T. DiPiro (Editor).
Lowdermilk, D. L., Shanon E. P., Irene M. B. 2000. Maternity and women’s Healtyh Care Seventh Edition. St. Louis, Missouri: Mosby, Inc.
Ramli, Muchlis, dr., SpB., dkk., 2003, Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara, Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia, Jakarta.
Swart, R., 2011. Breast Cancer Risk Factors. Medscape Reference.
Thackery, Ellen. 2001. The Gale Encyclopedia of Cancer, Volume 1. New York : Gale Group, Thompson Learning.