kampung vertikal di muara angke jakarta dengan …lib.unnes.ac.id/31580/1/5112413018.pdf · kampung...
TRANSCRIPT
KAMPUNG VERTIKAL DI MUARA ANGKE JAKARTA
DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGIS
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR
(LP3A)
PROYEK AKHIR ARSITEKTUR
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Arsitektur
Oleh :
Abdul Rozak
5112413018
PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam penyusunan Landasan Program
Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (LP3A) ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sejauh sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah
ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Semarang, 13 Juli 2017
Abdul Rozak
NIM. 5112413018
v
KATA PENGHANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan landasan program
perencanaan dan perancangan arsitektur dengan judul “Kampung Vertikal di
Muara Angke Jakarta Dengan Pendekatan Arsitektur Ekologis”. Landasan
program perencanaan dan perancangan arsitektur (LP3A) diajukan untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknik, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan LP3A ini tidak terlepas
dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan
terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Fathur Rokhman M.Hum, selaku rektor Universitas
Negeri Semarang.
2. Bapak Dr. Nur Qudus, M.T, selaku Dekan Fakultas Teknik.
3. Ibu Dra. Sri Handayani, Mpd selaku Ketua Jurusan teknik Sipil.
4. Bapak Teguh Prihanto, S.T., M.T. selaku Kaprodi Teknik Arsitektur
Unnes.
5. Ibu Lulut Indrianingrum, S.T., M.T. dan Bapak Andi Purnomo, S.T.,
M.A. selaku dosen pembimbing, atas masukan-masukan bermanfaat
yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan Landasan Program Perencanaan dan Perancangan
Arsitektur (LP3A)
6. Bapak Diharto, S.T., M.Si. selaku dosen penguji Proyek Akhir
Arsitektur.
7. Bapak /Ibu dosen Teknik Arsitektur Unnes.
8. Kedua orang tua yang selalu memberi dorongan untuk terus semangat
dan selalu berdoa untuk kelancaran saya dalam melaksanakan
9. Orang tua dan kakak yang telah berkorban dan memberi dorongan
semangat melalui kasih sayangnya yang luar biasa, serta do’a yang tulus
dan tidak pernah putus kepada penulis.
10. Warga Kampung Nelayan Muara Angke yang sudah memberikan banyak
informasi.
vi
11. Untuk Sonia Kurniawati yang telah membantu, dan mendukung penulis
dalam menyelesaikan penulisan.
12. Teman teman yang telah memberikan banyak dukungan dan bantuan
demi selesainya LP3A ini.
13. Atelier Cosmas Gozali yang telah membekali ilmu arsitektur pada saat
PKL yang penulis terapkan pada saat Proyek Akhir.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan, maka segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi sempurnanya
penulisan LP3A ini. Semoga LP3A ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak yang berkepentingan pada umumnya. Akhir kata penulis mengucapkan
terima kasih.
Semarang, 13 Juli 2017
Hormat Saya,
Penulis
Hormat Saya,
Penulis
vii
PERSEMBAHAN
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, taufik dah hidayah-Nya, hasil karya ini penulis persembahkan
untuk:
1. Orang tua yang telah berkorban dan memberi dorongan semangat melalui
kasih sayangnya yang luar biasa, serta do’a yang tulus dan tidak pernah
putus kepada penulis.
2. Saudara dan keluarga yang telah memberikan dukungan penuh serta do’a
yang tulus kepada penulis.
3. Teman-teman mahasiswa, yang telah memberi semangat dan do’a.
4. Arsitektur Unnes yang telah memberikan dukungan penuh dalam segala
hal.
viii
ABSTRAK
Abdul Rozak 2017
“Kampung Vertikal di Muara Angke Jakarta dengan Pendekatan Arsitektur Ekologis”
Dosen Pembimbing: Lulut Indrianingrum, S.T.
Teknik Arsitektur S1
Pertumbuhan penduduk di Jakarta yang semakin meningkat membuat
tumbuhnya permukiman di Jakarta. Hal ini menyebabkan timbulnya permukiman
kampung yang berujung dengan permukiman kumuh, sehingga perlunya penataan
permukiman.
Muara Angke adalah salah satunya wilayah yang terdapat permukiman kumuh,
berlokasi Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Dimana kondisi
permukiman sangat buruk yang dicirikan dengan kurangnya drainase pada
lingkungan sehingga sering tergenang air. Hal ini juga dapat mengganggu aktivitas
kegiatan Muara Angke. Sehingga perlunya penanganan dalam menyikapi
permasalahan permukiman di Muara Angke. Kampung Vertikal merupakan sebuah
konsep hunian yang tepat dalam mengatasi permasalahan permukiman yang
berkembang dengan menerapkan unsur kampung yang ada didalamnya.
Permasalahan lainnya pada kawasan Muara Angke adalah masalah lingkungan,
dimana lingkungan kawasan sangatlah buruk, yang diakibatkan oleh pencemaran
dari kawasan Muara Angke sendiri. Arsitektur Ekologis menjadi pendekatan untuk
mengatasi permasalan lingkungan yang ada di Muara Angke. Dengan pendekatan
Arsitektur Ekologis diharapkan bangunan Kampung Vertikal dapat membawa
dampak baik bagi lingkungan, dan juga masyarakat Muara Angke.
Kata Kunci : Kampung Vertikal, Muara Angke, Arsitektur Ekologis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
PERNYATAAN .................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
PERSEMBAHAN ............................................................................................... vii
ABSTRAK ......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xxii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Permasalahan .................................................................................................... 4
1.3 Tujuan dan Sasaran ........................................................................................... 4
1.4 Manfaat ............................................................................................................. 5
1.5 Batasan dan Lingkup pembahasan .................................................................. 5
1.6 Metode Pembahasan ......................................................................................... 6
1.7 Sistematika Penulisan ....................................................................................... 7
1.8 Alur Pikir ........................................................................................................ 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Permukiman ................................................................................... 11
2.1.1 Pengertian Permukiman ..................................................................... 11
2.1.2 Permukiman Kumuh ........................................................................... 12
2.1.3 Permukiman Kampung ........................................................................ 17
2.2 Tinjauan Hunian Vertikal ............................................................................... 22
2.2.1 Tinjauan Umum Hunian Vertikal ........................................................ 22
x
2.2.2 Tinjauan Apartemen ............................................................................ 24
2.2.3 Tinjauan Rumah Susun ....................................................................... 26
2.2.4 Tinjauan Kampung Vertikal ................................................................ 28
2.3 Studi Kasus Kampung Vertikal ...................................................................... 35
2.3.1 Kampung Admiralty ............................................................................ 35
2.3.2 Konsep Desain Kampung Vertikal Stren di Surabaya (Yusing) ........ 41
2.3.3 Konsep Desain Kampung Vertikal Invert Pyramid (Budi Pradono) ... 45
2.3.4 Karakter Yang Diadaptasi ................................................................... 48
2.4 Studi Banding Bangunan Sejenis ................................................................... 49
2.4.1 Rusun Tzu Chi Muara Angke ............................................................. 49
2.4.2 Rumah Susun Cipinang ....................................................................... 54
2.5 Tinjauan Arsitektur Ekologis ......................................................................... 57
2.5.1 Pengertian Arsitektur Ekologis .......................................................... 57
2.5.2 Dasar-dasar Arsitektur Ekologis ......................................................... 57
2.5.3 Kriteria Bangunan Yang Sehat Dan Ekologis ..................................... 59
2.5.4 Bangunan Dengan Konsep Arsitektur Ekologis.................................. 61
BAB III TINJAUAN LOKASI
3.1 Tinjauan Kota Jakarta ..................................................................................... 66
3.2 Tinjauan Kelurahan Pluit ................................................................................ 67
3.2.1 Kondisi Geografis Kelurahan Pluit ..................................................... 68
3.2.2 Kependudukan Kelurahan Pluit .......................................................... 68
3.3 Kawasan Muara Angke ................................................................................. 69
3.3.1 Kondisi Geografis ............................................................................... 69
3.3.2 Tata Guna Lahan Muara Angke .......................................................... 71
3.3.3 Tinjauan Karakteristik Kawasan Muara Angke .................................. 72
3.3.4 Analisis Permukiman Wilayah Muara Angke .................................... 79
3.4 Penentuan Lokasi Tapak ................................................................................. 81
3.4.1 Kriteria Pemilihan Lokasi Tapak ........................................................ 81
3.4.2 Pemilihan Lokasi Tapak .................................................................... 82
3.4.3 Penilaian Lokasi Tapak ....................................................................... 91
3.5 Tapak Terpilih ................................................................................................ 94
3.5.1 Informasi Tapak .................................................................................. 94
xi
3.5.2 Detail Tapak ........................................................................................ 95
3.5.3 Batasan Tapak ..................................................................................... 96
3.5.4 Kondisi Eksisting Tapak Terpilih ....................................................... 98
3.5.5 Kelebihan dan Kekurangan Tapak ................................................... 101
BAB IV PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN DAN
PERANCANGAN
4.1 Dasar Pendekatan ......................................................................................... 103
4.2 Pendekatan Fungsional ................................................................................. 104
4.2.1 Pendekatan Fungsi Bangunan ........................................................ 104
4.2.2 Pendekatan Pelaku Kegiatan ........................................................... 104
4.3 Pendekatan Program Ruang .......................................................................... 108
4.3.1 Pendekatan Aktivitas dan Kebutuhan Ruang .................................. 108
4.3.2 Pendekatan Kelompok Ruang ......................................................... 111
4.3.3 Pendekatan Standard Besaran Ruang ............................................. 113
4.3.4 Pendekatan Dimensi Ruang ............................................................ 116
4.3.5 Analisis Besaran Ruang .................................................................. 128
4.3.6 Analisis Kesesuaian Kebutuhan Besaran Ruang Dengan Lahan yang
Tersedia.................................................................................... ......134
4.4 Pendekatan Kontekstual ............................................................................... 108
4.4.1 Lokasi Perencanaan ........................................................................ 137
4.4.2 Analisis Tapak ................................................................................ 138
4.4.3 Analisis Aksesibilitas ...................................................................... 140
4.4.4 Analisis Topografi .......................................................................... 142
4.4.5 Analisis Klimatologi ..................................................................... 143
4.4.6 Analisis Kebisingan ....................................................................... 144
4.4.7 Analisis Jumlah Kependudukan Pada Kampung Eksisting Untuk
Pemindahan Hunian ........................................................................ 145
4.5 Pendekatan Aspek Teknis ............................................................................. 147
4.5.1 Sistem Modul .................................................................................. 147
4.5.2 Sistem Struktur ............................................................................... 148
4.5.3 Sistem Transportasi Vertikal .......................................................... 154
4.5.4 Jaringan Jalan .................................................................................. 156
xii
4.6 Pendekatan Utilitas Bangunan ...................................................................... 157
4.6.1 Penyediaan Air Bersih .................................................................... 157
4.6.2 Pengelolahan Air Kotor .................................................................. 159
4.6.3 Sistem Pemadam Kebakaran .......................................................... 162
4.6.4 Jaringan Listrik ............................................................................... 165
4.6.5 Sistem Keamanan ........................................................................... 167
4.6.6 Sistem Penangkal Petir ................................................................... 168
4.6.7 Sistem Penghawaan ........................................................................ 170
4.6.8 Sistem Pencahayaan ........................................................................ 171
4.7 Pendekatan Arsitektur .................................................................................. 172
4.7.1 Konsep Kampung Sebagai Wajah Baru Bagi Hunian Vertikal ......... 172
4.7.2 Arsitektur Ekologis Sebagai Penunjang Pola hidup Ramah
Lingkunan.......................................................................................... 173
4.7.3 Arsitektur Ekologis Sebagai Peningkat Kualitas Hidup Masyarakat 173
4.7.4 Arsitektur Ekologis Sebagai Solusi Penyelesaian Permasalahan
Lingkungan........................................................................................ 173
BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
ARSITEKTUR
5.1 Konsep dasar Perencanaan dan Perancangan ............................................... 174
5.2 Konsep Program Ruang Kampung Vertikal ................................................ 175
5.2.1 Konsep Besaran ruang ....................................................................... 175
5.2.2 Konsep Sirkulasi ruang ..................................................................... 178
5.2.3 Konsep Organisasi Ruang ................................................................. 181
5.2.4 Konsep Hubungan Ruang.................................................................. 181
5.3 Konsep Kontekstual ...................................................................................... 182
5.3.1 Konsep Lokasi Perancangan ............................................................. 182
5.3.2 Konsep Perencanaan Tapak .............................................................. 184
5.3.3 Konsep Aksesibilitas ......................................................................... 186
5.3.4 Konsep Topografi .............................................................................. 188
5.3.5 Konsep Klimatologi .......................................................................... 188
5.3.6 Konsep Kebisingan ........................................................................... 190
5.3.7 Konsep Pemindahan Hunian ............................................................. 191
xiii
5.4 Konsep Zoning ............................................................................................. 192
5.4.1 Zoning Horizontal ............................................................................. 192
5.4.2 Zoning Vertikal ................................................................................. 192
5.5 Konsep Teknis Kampung Vertikal ............................................................... 193
5.5.1 Sistem Modul .................................................................................... 193
5.5.2 Sistem Struktur .................................................................................. 194
5.6 Konsep Utilitas Bangunan Kampung Vertikal ............................................. 196
5.6.1 Jaringan Air Bersih............................................................................ 196
5.6.2 Jaringan Air Kotor ............................................................................. 197
5.6.3 Konsep Pengolahan Sampah ............................................................. 198
5.6.4 Konsep Sistem jaringan listrik .......................................................... 198
5.6.5 Konsep Sistem Pemadam Kebakaran ................................................ 199
5.6.6 Konsep Sistem Keamanan ................................................................. 199
5.6.7 Konsep Penangkal Petir .................................................................... 200
5.7 Konsep Arsitektural Kampung Vertikal ...................................................... 200
5.7.1 Konsep Arsitektur Ekologis Pada Kampung Vertikal .................... 200
A. Konsep Ekologis Terhadap Bangunan ............................................ 201
B. Konsep Ekologis Terhadap Lingkungan ........................................ 205
C. Konsep Ekologis Terhadap Manusia .............................................. 206
5.7.2 Konsep Gubahan Masa Bangunan Kampung Vertikal ................... 209
5.7.3 Konsep Fasad Bangunan Kampung Vertikal .................................. 210
5.7.4 Konsep Sirkulasi ............................................................................. 211
5.7.5 Konsep Tata ruang Kampung Vertikal ........................................... 212
A. Konsep Tata Ruang Luar ................................................................ 212
B. Konsep Tata Ruang Dalam ............................................................. 216
5.8 Konsep Sketsa Rancangan ............................................................................ 219
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 220
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Alur Pikir ........................................................................................... 10
Gambar 2.1 Rencana Strategi Penanganan Pemukiman Kumuh ........................... 15
Gambar 2.2 Pola Permukiman Memanjang (Liniear) ............................................ 19
Gambar 2.3 Pola Permukiman Menyebar (Dispersed) .......................................... 21
Gambar 2.4 Pola Permukiman Terpusat (Neucleared) .......................................... 21
Gambar 2.5 Kampung Vertikal Manusiawi Kampung Pulo .................................. 28
Gambar 2.6 Unsur Kampung Spirit ....................................................................... 29
Gambar 2.7 Community ......................................................................................... 30
Gambar 2.8 Informality Kampung Vertikal ........................................................... 30
Gambar 2.9 Hubungan Sirkulasi Kampung ........................................................... 32
Gambar 2.10 Suasana Kampung Manusiawi Kampung Pulo ................................ 33
Gambar 2.11 Konsep Human Scale ....................................................................... 33
Gambar 2.12 Kampung Admiralty ......................................................................... 36
Gambar 2.13 Zoning Vertikal ................................................................................ 37
Gambar 2.14 Community Plaza and shops ............................................................ 38
Gambar 2.15 Supermarket ..................................................................................... 38
Gambar 2.16 Medical Center ................................................................................ 39
Gambar 2.17 Hawkers Center ................................................................................ 39
Gambar 2.18 Parkir Basement ............................................................................... 40
Gambar 2.19 Elderclare and Childcare ................................................................. 40
Gambar 2.20 Community Park ............................................................................... 41
Gambar 2.21 Kampung Vertikal Stren di Surabaya............................................... 42
Gambar 2.22 Konsep Kampung Vertikal Yusing .................................................. 43
Gambar 2.23 Fasilitas Publik Kampung Vertikal .................................................. 44
Gambar 2.24 Hubugnan RuangVertikal ................................................................. 44
Gambar 2.25 Konsep Invert Pyramid ................................................................... 45
Gambar 2.26 Area Berkumpul Warga ................................................................... 46
Gambar 2.27 Ruang Komunal dan Usaha .............................................................. 46
Gambar 2.28 Organisasi Ruang ............................................................................. 47
Gambar 2.29 Sirkulasi Vertikal.............................................................................. 47
xv
Gambar 2.30 Arus Parkir ....................................................................................... 48
Gambar 2.31 Peta Lokasi Rusun Tzu Chi .............................................................. 49
Gambar 2.32 Area Parkir Rusun ............................................................................ 50
Gambar 2.33 Area Taman Rusun ........................................................................... 51
Gambar 2.34 Fasilitas Umum Rusun ..................................................................... 51
Gambar 2.35 Balai Pertemuan Rusun .................................................................... 52
Gambar 2.36 Transportasi Vertikal ........................................................................ 52
Gambar 2.37 Sirkulasi Hunian ............................................................................... 53
Gambar 2.38 Sirkulasi Zoning Rusun .................................................................... 53
Gambar 2.39 Void Rumah Susun .......................................................................... 55
Gambar 2.40 Fasilitas Umum Masjid .................................................................... 55
Gambar 2.41 Area Parkir ....................................................................................... 56
Gambar 2.42 Lapangan Olahraga .......................................................................... 56
Gambar 2.43 R.Panel Bersama .............................................................................. 56
Gambar 2.44 Diagram Arsitektur Ekologis ........................................................... 58
Gambar 2.45 Perpustakaan UI ............................................................................... 60
Gambar 2.46 Green School Bali ............................................................................ 61
Gambar 2.47 Green School bali ............................................................................. 62
Gambar 2.48 Interior Green School Bali ............................................................... 62
Gambar 2.49 Bangunan Rempah Rumah Karya ................................................... 63
Gambar 2.50 Material Bangunan .......................................................................... 63
Gambar 2.51 Bentuk Atap Bangunan ................................................................... 64
Gambar 2.52 Interior Bangunan ............................................................................ 64
Gambar 2.53 Area Taman ..................................................................................... 65
Gambar 3.1 Peta DKI Jakarta ................................................................................ 66
Gambar 3.2 Lokasi Kelurahan Pluit ....................................................................... 67
Gambar 3.3 Lokasi Muara Angke .......................................................................... 69
Gambar 3.4 Peta Muara Angke .............................................................................. 70
Gambar 3.5 Peta Tata Guna Lahan ........................................................................ 71
Gambar 3.6 Kampung Nelayan Muara Angke ....................................................... 72
Gambar 3.7 Aktivitas Kegiaran Ekonomi Muara Angke ....................................... 72
xvi
Gambar 3.8 Aktivitas Sosial Warga ....................................................................... 73
Gambar 3.9 Pesta Laut Nadran .............................................................................. 74
Gambar 3.10 Peta Kondisi Eksisting Kawasan Muara Angke .............................. 74
Gambar 3.11 Pembagian Kawasan Permukiman ................................................... 75
Gambar 3.12 Analisis Permukiman Muara angke ................................................. 80
Gambar 3.13 Peta Lokasi Alterntif Site ................................................................. 82
Gambar 3.14 Site Alternatif 1 ................................................................................ 83
Gambar 3.15 Peta Tata Guna Lahan ...................................................................... 84
Gambar 3.16 Potensi Tapak ................................................................................... 84
Gambar 3.17 Aksesibilitas .................................................................................... 85
Gambar 3.18 Pemindahan Hunian ......................................................................... 85
Gambar 3.19 Topografi .......................................................................................... 86
Gambar 3.20 Lokasi Tapak Alternatif 2 ............................................................... 87
Gambar 3.21 Peta Tataguna Lahan ........................................................................ 88
Gambar 3.22 Potensi Tapak .................................................................................. 88
Gambar 3.23 Aksesibilitas .................................................................................... 89
Gambar 3.24 Tahapan Pemindahan ...................................................................... 90
Gambar 3.25 Tapak Terpilih ................................................................................. 96
Gambar 3.26 Detail Tapak .................................................................................... 96
Gambar 3.27 Batas Utara Tapak ........................................................................... 96
Gambar 3.28 Rusun dan Permukiman Warga ............................................................ 96
Gambar 3.29 Kali Angke ...................................................................................... 97
Gambar 3.30 Kali Angke ...................................................................................... 97
Gambar 3.31 Kondisi Eksisting Bangunan Setempat ........................................... 98
Gambar 3.32 Kondisi Lingkungan ........................................................................ 99
Gambar 3.33 Kondisi Aksesibilitas ....................................................................... 99
Gambar 3.34 Kondisi Utilitas ............................................................................. 100
Gambar 3.35 Kondisi Permukaan Tapak ............................................................ 100
Gambar 3.37 Pengembangan Mangrove di Muara Angke .................................. 103
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Pengelola ......................................................... 108
Gambar 4.2 Standard Penataan Ruang Tidur ...................................................... 118
xvii
Gambar 4.3 Standard Perencanaan Ruang Kamar Mandi ................................... 119
Gambar 4.4 Standard Ruang Dapur .................................................................... 120
Gambar 4.5 Standard Perencanaan R. Makan ..................................................... 121
Gambar 4.6 Standard Perencanaan R. Keluarga .................................................. 121
Gambar 4.7 Standard Perencanaan Balkon .......................................................... 122
Gambar 4.8 Standard Alur Koridor ...................................................................... 122
Gambar 4.9 Prototype hunian Vertikal Sederhana ............................................... 123
Gambar 4.10 Pola Hunian Vertikal ...................................................................... 123
Gambar 4.11 Standard Perencanaan R.Kerja ....................................................... 124
Gambar 4.12 Tempat Penyimpanan Ikan ............................................................ 124
Gambar 4.13 Pola Ruang Penyimpanan Ikan ..................................................... 124
Gambar 4.14 Ruang Pengelola Hasil Laut .......................................................... 125
Gambar 4.15 Ruang Pengelolaan Ikan Asin ....................................................... 125
Gambar 4.16 Area Jemur Ikan Asin .................................................................... 126
Gambar 4.17 Dermaga Kapal .............................................................................. 126
Gambar 4.18 Kapal Nelayan ............................................................................... 127
Gambar 4.19 Kapal Nelayan Tradisional ............................................................ 127
Gambar 4.20 Persentase Warga Berdasarkan KK .............................................. 128
Gambar 4.21 Sirkulasi Hunian ............................................................................ 135
Gambar 4.22 Sirkulasi Penghuni......................................................................... 135
Gambar 4.23 Sirkulasi Pengelola ........................................................................ 136
Gambar 4.24 Sirkulasi Pengunjung..................................................................... 136
Gambar 4.25 Sirkulasi Service ............................................................................. 136
Gambar 4.26 Peta Lokasi Tapak ......................................................................... 137
Gambar 4.27 Analisis Tapak Makro ................................................................... 138
Gambar 4.28 Analisis Tapak Mikro .................................................................... 139
Gambar 4.29 Analisis Aksesibilitas Makro ......................................................... 140
Gambar 4.30 Analisis Aksesibilitas Mikro ......................................................... 141
Gambar 4.31 Analisis Topografi ......................................................................... 142
Gambar 4.32 Analisis Klimatologi ..................................................................... 143
Gambar 4.33 Analisis Kebisingan ...................................................................... 144
xviii
Gambar 4.34 Pembagian Gang ........................................................................... 146
Gambar 4.35 Modul Vertikal .............................................................................. 147
Gambar 4.36 Modul Horizontal ........................................................................... 147
Gambar 4.37 Pondasi Batu Kali .......................................................................... 148
Gambar 4.38 Pondasi Tiang Pancang ................................................................. 149
Gambar 4.39 Pondasi Bored Pile ........................................................................ 150
Gambar 4.40 Pondasi Sumuran .......................................................................... 151
Gambar 4.41 Struktur Atap dak Beton, roof garden, dan rangka baja ................ 153
Gambar 4.42 Tangga ........................................................................................... 154
Gambar 4.43 Ramp ............................................................................................. 155
Gambar 4.44 Lift ................................................................................................. 155
Gambar 4.45 Jaringan Jalan ................................................................................ 156
Gambar 4.46 Alur Distribusi Air ........................................................................ 157
Gambar 4.47 Sistem Upfeed ............................................................................... 158
Gambar 4.48 Sistem Downfeed .......................................................................... 159
Gambar 4.49 Saluran Pembuangan ..................................................................... 159
Gambar 4.50 Saluran Pembuangan ..................................................................... 161
Gambar 4.51 Pengolahan Air Kotor .................................................................... 162
Gambar 4.52 Heat Detector.................................................................................. 163
Gambar 4.53 Sprinkle .......................................................................................... 163
Gambar 4.54 Hydrant ........................................................................................... 164
Gambar 4.55 Hydrant Pilar .................................................................................. 164
Gambar 4.56 Fire Exhiguisher ............................................................................. 165
Gambar 4.57 Distribusi Listrik ........................................................................... 165
Gambar 4.58 Sistem Jaringan Listrik ................................................................... 166
Gambar 4.59 Sistem Genset ................................................................................. 166
Gambar 4.60 CCTV ............................................................................................. 167
Gambar 4.61 Sistem Card Access ........................................................................ 167
Gambar 4.62 Pos Jaga .......................................................................................... 168
Gambar 4.63 Penangkal Petir Konvensional ....................................................... 168
Gambar 4.64 Penangkal Petir Elektrostatis .......................................................... 169
xix
Gambar 4.65 Penghawaan Buatan ....................................................................... 171
Gambar 4.66 Contoh Pencahaayaan Buatan ........................................................ 172
Gambar 5.1 Diagram Konsep Dasar ................................................................... 174
Gambar 5.2 Sirkulasi Hunian .............................................................................. 178
Gambar 5.3 Sirkulasi Penghuni .......................................................................... 179
Gambar 5.4 Sirkulasi Pengelola .......................................................................... 179
Gambar 5.5 Sirkulasi Pengunjung ...................................................................... 180
Gambar 5.6 Sirkulasi Service .............................................................................. 180
Gambar 5.7 Organisasi Ruang ............................................................................ 181
Gambar 5.8 Hubungan Ruang ............................................................................. 181
Gambar 5.9 Peta Lokasi Tapak ........................................................................... 182
Gambar 5.10 Site Terpilih ................................................................................... 183
Gambar 5.11 Konsep Tapak Makro .................................................................... 184
Gambar 5.12 Konsep Tapak Mikro .................................................................... 184
Gambar 5.13 Aksesibilitas Makro ...................................................................... 186
Gambar 5.14 Aksesibilitas Mikro ....................................................................... 187
Gambar 5.15 Konsep Topografi .......................................................................... 188
Gambar 5.16 Penerapan shadding ....................................................................... 189
Gambar 5.17 Penerapan void .............................................................................. 189
Gambar 5.18 Penerapan roof garden ................................................................... 189
Gambar 5.19 Pengolahan Massa ......................................................................... 190
Gambar 5.20 Konsep Solusi Kebisingan Tapak ................................................. 190
Gambar 5.21 Konsep Pemindahan Hunian ......................................................... 191
Gambar 5.22 Zoning Horizontal ......................................................................... 192
Gambar 5.23 Zoning Vertikal ............................................................................. 192
Gambar 5.24 Modul Vertikal .............................................................................. 193
Gambar 5.25 Modul Horizontal .......................................................................... 193
Gambar 5.26 Konsep Sistem Stuktur Panggung ................................................. 186
Gambar 5.27 Pondasi Bored Pile ........................................................................ 187
Gambar 5.28 Struktur Kolom, balok, dan plat lantai .......................................... 187
Gambar 5.29 Struktur Atap .................................................................................. 188
xx
Gambar 5.30 Sisrem Jaringan Air Bersih ............................................................ 189
Gambar 5.31 Sistem Jaringan Air Bersih ............................................................. 190
Gambar 5.32 Sisrem Jaringan Air Kotor.............................................................. 189
Gambar 5.33 Sistem Pembuangan Sampah ......................................................... 190
Gambar 5.34 Sistem Jaringan Listrik ................................................................... 190
Gambar 5.35 Pemadam Kebakaran ..................................................................... 191
Gambar 5.36 Sistem Keamanan CCTV .............................................................. 191
Gambar 5.37 Sistem Penerapan Pos Jaga ........................................................... 193
Gambar 5.38 Sistem Penangkal Petir .................................................................. 193
Gambar 5.39 Konsep Arsitektur Ekologis .......................................................... 194
Gambar 5.40 Cross Ventilation ........................................................................... 202
Gambar 5.41 Penerapan Konsep Panggung ........................................................ 204
Gambar 5.42 Penerapan Fasad Lama .................................................................. 204
Gambar 5.43 Pengembangan Mangrove dan Waduk .......................................... 205
Gambar 5.44 Penerapan Urban Farming ............................................................. 206
Gambar 5.45 Konsep 3R ..................................................................................... 207
Gambar 5.46 Penerapan Konsep 3R ................................................................... 207
Gambar 5.47 Ruang Kreativitas Masyarakat ...................................................... 208
Gambar 5.48 Siklus Pola Hidup Ekologis .......................................................... 208
Gambar 5.49 Konsep Gubahan Masa ................................................................. 209
Gambar 5.50 Rencana Fasad Bangunan.............................................................. 210
Gambar 5.51 Konsep Sirkulasi ........................................................................... 211
Gambar 5.52 Potongan Konsep Sirkulasi ........................................................... 211
Gambar 5.53 Konsep Area Taman ...................................................................... 212
Gambar 5.54 Konsep Koridor Kampung ............................................................ 213
Gambar 5.55 Konsep unity space......................................................................... 214
Gambar 5.56 Konsep Universal Unity Space ...................................................... 214
Gambar 5.57 Suasana halaman bangunan ........................................................... 215
Gambar 5.58 Rencana Jarak Bangunan .............................................................. 215
Gambar 5.59 Ruang Kerja Bersama.................................................................... 216
Gambar 5.60 Konsep Hunian Tipe Small .......................................................... 216
xxi
Gambar 5.61 Konsep Hunian Tipe Medium ....................................................... 217
Gambar 5.62 Suasana Ruang ............................................................................. 218
Gambar 5.63 Suasana Ruang Tidur .................................................................... 218
Gambar 5.64 Konsep Sketsa Rancangan ............................................................ 219
xxii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Rumah Menurut Golongan..................................................................... 27
Tabel 3.1 Jumlah Data Penduduk Kelurahan Pluit ................................................ 72
Tabel 3.2 Kondisi Permukiman Kampung Nelayan (Blok Eceng dan Blok
Empang) ................................................................................................................. 79
Tabel 3.3 Kondisi Permukiman RW 01 ................................................................. 80
Tabel 3.4 Kondisi Permukiman RW 11 ................................................................. 81
Tabel 3.5 Kondisi Permukiman RW 20 ................................................................. 82
Tabel 3.6 Penilaian Tapak ...................................................................................... 95
Tabel 4.1 Aktivitas Dari Segi Golongan Usia ...................................................... 105
Tabel 4.2 Pekerjaan Masyarakat Muara Angke ................................................... 107
Tabel 4.3 Aktivitas Penghuni dan Kebutuhan Ruangnya .................................... 110
Tabel 4.4 Aktivitas Pengelola dan Kebutuhan Ruangnya .................................... 110
Tabel 4.5 Aktivitas Pengunjung dan Kebutuhan Ruangnya ................................ 111
Tabel 4.6 Aktivitas Service dan Kebutuhan Ruangnya ....................................... 111
Tabel 4.7 Pengelompokan Jenis Ruang ............................................................... 111
Tabel 4.8 Tipe Rumah Hunian Sederhana ........................................................... 113
Tabel 4.9 Standar Fasilitas Pelayanan Umum...................................................... 114
Tabel 4.10 Standar Fasilitas Pendidikan ............................................................. 114
Tabel 4.11 Standar Fasilitas Kesehatan .............................................................. 115
Tabel 4.12 Standar Fasilitas Peribadatan ............................................................ 115
Tabel 4.13 Standar Fasilitas Niaga atau Tempat Kerja ....................................... 116
Tabel 4.14 Standar Fasilitas Kebudayaan dan Rekreasi ..................................... 116
Tabel 4.15 Standar Fasilitas Ruang Terbuka ..................................................... 117
Tabel 4.16 Analisa Besaran Ruang Kamar Tipe Kecil ....................................... 129
Tabel 4.17 Analisa Besaran Ruang Kamar Type Sedang .................................... 129
Tabel 4.18 Analisa Besaran Ruang Kamar Type Besar ...................................... 130
Tabel 4.19 Rekapitulasi Besaran Ruang Hunian ................................................ 130
Tabel 4.20 Besaran Ruang Pengelola .................................................................. 130
Tabel 4.21 Besaran Ruang Penunjang ................................................................ 132
Tabel 4.22 Besaran Ruang Service ..................................................................... 133
Tabel 4.23 Besaran Ruang Kebutuhan Parkir ..................................................... 133
xxiii
Tabel 4.24 Rekapitulasi Besaran Ruang ............................................................. 134
Tabel 4.25 Kelebihan dan Kekurangan Penghawaan Alami .............................. 170
Tabel 4.26 Kelebihan dan Kekurangan Pencahayaan Alami ............................. 171
Tabel 5.1 Indikator Penerapan Konsep Dasar ..................................................... 174
Tabel 5.2 Rekapitulasi Besaran Ruang Hunian................................................... 175
Tabel 5.3 Besaran Ruang Pengelola ................................................................... 175
Tabel 5.4 Besaran Ruang Penunjang .................................................................. 176
Tabel 5.5 Besaran Ruang Service ....................................................................... 177
Tabel 5.6 Besaran Ruang Kebutuhan Parkir ....................................................... 177
Tabel 5.7 Rekapitulasi Besaran Ruang ............................................................... 178
Tabel 5.8 Material Bangunan .............................................................................. 203
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kepadatan penduduk merupakan sebuah fenomena yang terjadi di Kota
Jakarta. Jakarta merupakan pusat pemerintahan, pusat bisnis dan keuangan, hal
ini menyebabkan banyaknya transmigran yang bertransmigrasi ke kota ini.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Jakarta pada tahun
2015 mencapai 10,17 juta jiwa. Banyaknya transmigran menyebabkan tidak
terkendalinya pertumbuhan penduduk di Jakarta, menyebabkan timbulnya
permasalahan dibidang permukiman, dikarenakan tingginya kebutuhan tempat
tinggal. Hal ini memicu tumbuhnya permukiman atau perkampungan di Jakarta
yang berujung kepada permukiman atau perkampungan kumuh.
Kampung merupakan bagian kota yang biasanya dihuni oleh orang
yang berpenghasilan rendah. Kampung merupakan lingkungan tradisional khas
dari Indonesia, yang ditandai dengan kekerabatan dan kekeluargaan yang ada
didalamnya. Keberadaan Kampung di Jakarta saat ini sudah tidak asing lagi,
mulai dari tengah Jakarta dan juga pinggir Jakarta. Belakangan ini kondisi
perkampungan di Jakarta mulai menghawatirkan, karena rendahnya kualitas
tempat tinggal masyarakatnya.
Munculnya perkampungan kumuh di Jakarta dikarenakan faktor
kemiskinan. Dari keadaan ekonomi yang buruk, masyarakat desa terdorong
untuk datang ke kota-kota terdekat dengan harapan akan mendapatkan
pekerjaan dalam rangka usaha melakukan perbaikan kualitas hidupnya.
Sasaran tempat tinggal para pendatang pada umumnya di pusat - pusat
perdagangan, seperti pasar kota, perkampungan pinggir kota, dan disekitar
bantaran sungai kota. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah tingkat
kemiskinan terdapat di kota Jakarta Utara dengan jumlah penduduk miskin
mencapa 90.000 ribu jiwa. Salah satunya perkampungan kumuh di Jakarta
yaitu perkampungan di Kawasan Muara Angke, yang terletak di kel.Pluit,
Kec.Penjaringan, Jakarta Utara. Keberadaan Kampung Muara Angke terlihat
2
sangat kontras terhadap permukiman pada lingkungan sekitarnya, dimana
terdapat perumahan mewah, dan bangunan elit mengelilingininya.
Kampung Muara Angke kini dikenal sebagai kampung nelayan yang
dihuni sebagian besar oleh para nelayan yang berpenghasilan rendah. Muara
angke mempunya potensi dibidang perikanan, dan juga sebagai pengembangan
hutan mangrove. Sayangnya perkampungan Muara Angke terdapat banyak
permukiman kumuh, padat dan tidak layak huni yang berada di daerah rawa
dan tidak memiliki drainase, sehingga sering kali kawasan tersebut tergenang
air yang diakibatkan oleh curah hujan maupun rob.
Hal ini berdampak terhadap kualitas hunian yang ditempati oleh
masyarakat. Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk
tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan
rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan individu
(Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001). Buruknya
kualitas hunian di Kampung Muara Angke diperlukannya perbaikan
lingkungan dengan penataan pemukiman.
Menurut peraturan daerah khusus Ibukota Jakarta nomor 1 tahun 2014
pasal 178 mengenai rencana pengembangan kawasan perumahan dan
fasilitasnya, berupa arahan untuk melakukan peremajaan lingkungan di
kawasan permukiman kumuh berat, pengembangan kawasan perumahan
vertikal untuk penyediaan perumahan bagi masyarakat golongan menengah-
bawah yang dilengkapi prasarana dan sarana terintegrasi. Pembangunan
perumahan vertikal atau rumah susun sederhana juga dikembangkan untuk
kawasan permukiman kumuh dan melengkapi penataan RTH yang berfungsi
ekologis dan prasarana sosial. Pembangunan hunian secara vertikal juga
sebagai salah solusi mengatasi keterbatasan lahan di Jakarta.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI terus mematangkan rencana
revitalisasi kawasan Muara Angke. Proses revitalisasi ini mencangkup
penataan kawasan pelabuhan, dan kawasan pemukiman kampung nelayan
(6/9/2016) (netralnews.com). Pemprov DKI Jakarta juga berencana
merelokasi pemukiman nelayan di muara angke ke rusun Muara Baru karena
kawasan tersebut bagian dari revitalisasi kawasan Muara angke, senin
3
(2/1/2017).(Liputan6.com). Proses relokasi permukiman nelayan di Muara
Angke mendapat banyak penolakan dari para warga setempat dikarenakan
lokasi rumah susun berada jauh dari lokasi tempat sekarang. Hal ini
menyebabkan hilangnya sebagian masyarakat Muara Angke yang sebagian
besar berprofesi sebagai nelayan. Untuk itu diperlukannya sebuah konsep
hunian yang dapat menampung sebagian besar masyarkat Muara Angke tanpa
harus memindahkan jauh dari lokasi sekarang. Untuk itu diperlukannya sebuah
penyenyesaian baru yaitu dengan cara menata kampung secara vertikal.
Dimana konsep tersebut dapat mewadahi masyarakat kampung yang
sesuai dengan karakter kampungnya. Pada dasarnya permukiman atau
perkampungan kumuh adalah sekelompok masyarakat yang tinggal didalam
lingkungan yang kurang layak. Namun pada kelompok ini mempunyai
identitas yang dicirikan dari gaya bermukim mereka yaitu gaya bermukim
kampung. Banyak karakteristik kampung yang tertanam pada permukiman
tersebut seperti nilai budaya, dan nilai solial. Untuk itu perlunya penanganan
khusus untuk membenahi permukiman kumuh di Jakarta. Dengan cara menata
permukiman yang sesuai dengan gaya hidup mereka.
Kampung vertikal merupakan konsep hunian yang bertransformasi dari
kampung yang dibentuk bersusun ke atas dengan tujuan meminimalisir
penggunaan lahan. Konsep Kampung Vertikal ini diharapkan mampu menjadi
landasan desain untuk hunian vertikal yang mampu mewadahi seluruh
kampung dengan kondisi yang kurang baik. Konsep kampung vertikal sendiri
berbeda dengan hunian vertikal pada umumnya. Dalam konsep Kampung
Vertikal terdapat nilai nilai kampung yang tidak terdapat dalam hunian vertikal
lainnya seperti, Rusun dan Apartemen. Kampung Vertikal mempunyai ciri
khas seperti nilai, sosial, nilai budaya. Kampung vertikal juga menggambarkan
Identitas dari masyarakat penghuni kampung, sehingga sesuai dengan
kehidupan masyarakat kampung.
Sementara untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang diakibatkan
dari beberapa faktor seperti: pemanasan global, dan pencemaran limbah,
sehingga dibutuhkannya sebuah pendekatan yang bersifat ekologi. Untuk itu
penulis menerapkan pendekatan Arsitektur Ekologis terhadap desain, dimana
4
dengan konsep penekanan desain ini berdampak positif terhadap lingkungan
sekitar maupun lingkungan hunian yang ada didalamya. Dengan ini masyarakat
akan mendapatkan hunian yang sehat dan juga layak serta bisa meningkatkan
kualitas hidup masyarakat kampung di Muara Angke. Pendekatan Arsitektur
Ekologis juga akan membangkitkan potensi di Muara Angke, dimana terdapat
hutan Mangrove sebagai tempat wisata dan juga meningkatkan pendapatan
hasil tangkap ikan di pesisir Muara Angke.
1.2. Permasalahan
1.2.1 Permasalahan Umum
Bagaimana desain kampung vertial di Muara Angke dapat mengatasi
permasalahan permukiman kumuh dan liar di Muara Angke dengan
pendekatan Arsitektur Ekologis.
1.2.2 Permasalahan Khusus
1. Bagaimana mengatasi permasalahan pemukiman kumuh dengan
Kampung Vertikal.
2. Bagaimana memberika wajah baru bagi hunian Vertikal dengan
menerapkan unsur kampung didalamnya.
3. Bagaimana merancang sebuah hunian vertikal dengan konsep
Arsitektur Ekologis, yang dapat menjaga lingkungan sekitar.
1.3. Tujuan dan Sasaran
1.3.1 Tujuan
Merancang sebuah hunian vertikal yang sesuai dengan karakteristik
masyarakat Muara Angke yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan, dan
pengolah ikan untuk mendapatkan sebuah hunian sehat dan layak huni. Serta
merancang sebuah bangunan yang memberikan dampak positif bagi
lingkungannya. Selain itu perancangan kampung vertikal ini sebagai proyek
percontohan dalam menangani permukiman kumuh yang ada di Jakarta.
1.3.2 Sasaran
� Tercapainya konsep pemilihan lokasi tapak yang sesuai untuk
dijadikan kampung vertikal.
5
� Menganalisis permasalahan, dan potensi yang ada pada kawasan
kampung Muara Angke.
� Menerapkan konsep Arsitektur Ekologis, sebagai pendekatan kampung
vertikal untuk mencapai sebuah hunian yang sehat dan layak huni.
1.4. Manfaat
A.Secara Subyektif
� Manfaat penulisan LP3A secara subyektif adalah memenuhi salah satu
syarat mengikuti tugas akhir di jurusan Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Negeri Semarang serta sebagai landasan program yang
nantinya akan dilanjutkan dalam bentuk grafis.
� Sebagai pegangan dan acuan dalam perancangan Kampung Vertikal di
Kawasan Muara Angke Jakarta Utara, yang diharapkan bermanfaat
pula sebagai tambahan pengetahuan serta wawasan bagi mahasiswa
yang akan melaksanakan Tugas Akhir.
B. Secara Obyektif
� Memberikan fasilitas hunian bagi warga masyarakat menengah bawah
agar bisa mendapatkan hunian yang layak.
� Memberikan sebuah sebuah ide gagasan tentang penataan sebuah
kampung dengan konsep hunian vertikal.
1.5. Batasan dan Lingkup Pembahasan
1.5.1 Batasan
Batasan pembahasan pada konsep perencanaan dan perancangan ini
ditekankan pada penyelesaian permasalahan dan persoalan kampung
vertikal dikawasan Muara Angke, Kelurahan Pluit, Jakarta Utara,
dengan pendekatan Arsitektur Ekologis sebagai metoda desain untuk
mencapai tujuan dan sasaran.
1.5.2 Lingkup Pembahasan
Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembahasan maka lingkup
pembahasan akan dibatasi sebagai berikut:
6
1. Pembahasan konsep perencanaan dan perancangan ini akan mencakup
pada permasalahan arsitektural, seperti : fungsi bangunan, hubungan
antar fungsi bangunan seperti hunian dengan fasilitas lainnya,
sedangkan hal lain di luar disiplin ilmu arsitektur akan dibatasi dan
disesuaikan dengan permasalahan-permasalahan yang muncul.
Pembahasan di luar lingkup tersebut bersifat menunjang atau memberi
kejelasan tentang hal-hal yang behubungan dengan permasalahan yang
ada.
2. Pembahasan mengacu pada tujuan dan sasaran melalui kajian (analisa,
hipotesa dan disintesiskan) guna mendapat konsep bangunan yang
sesuai dengan konsep kampung.
3. Pembahasan dilakukan berdasarkan data yang telah ada yaitu data hasil
survey berupa pemetaan kampung eksisting, data literatur yang
berkaitan dengan konsep kampung dan hunian vertikal, serta aturan
pemerintah setempat yang tercantum dalam RTRW atau RDTR dengan
tujuan mampu menyelesaikan permasalahan dan persoalan.
1.6. Metode Pembahasan
Pada proses pembuatan konsep perencanaan dan perancangan ini
terdapat beberapa metode yang dilakukan guna mendapatkan data serta metode
mengolah data yang akan digunakan untuk proses dasar penyusunan sebuah
konsep kampung vertikal. Metode pengumpulan data terdiri dari metode
pengumpulan data primer dan sekunder.
1.6.1 Metoda Pengumpulan Data Primer
Pengumpulan Data Primer dilakukan melalui survey terhadap kampung
yang dipertimbangkan menjadi kampung vertikal. Survey yang dilakukan
guna mendapatkan data pendukung berupa data statistik fakta-fakta
kependudukan, seperti jumlah penduduk dan juga aktivitas warga kampung
dalam kehidupan sehari-hari, serta data terkait fasilitas sarana dan prasaran
yang terdapat di kampung eksisting. Hal ini akan berguna dalam
menentukan desain perencanaan dan perancangan kampung vertikal.
7
1.6.2 Metoda Pengumpulan Data Sekunder
1.6.2.1 Studi Literatur, meliputi :
A. Referensi buku yang berkaitan dengan konsep kampung vertikal
yang direncanakan, berupa buku yang terkait dengan rencana
perkotaan, fakta-fakta Kota Jakarta khususnya, dan buku tentang
Arsitektur Ekologis.
B. Artikel, tulisan, atau jurnal yang dapat dipercaya yang terkait
dengan konsep kampung vertikal yang direncanakan, berupa
artikel tentang Kampung nelayan ,Kampung kota, atau tentang
Arsitektur Ekologis
C. Referensi melalui kasus sejenis yang berkaitan dengan konsep
perancangan kampung vertikal yang sudah ada sebelumnya,
berupa konsep desain objek sejenis yang memiliki nilai yang
selaras dengan kampung vertikal.
D. Referensi melalui hasil sayembara desain terkait dengan konsep
kampung vertikal atau sejenis yang sesuai dengan konsep yang
direncanakan.
E. Referensi melalui sebuah komunitas desain mengenai kampung
vertikal yaitu Jakarta Vertikal Kampong (JKV), yang menggagas
konsep kampung vertikal di Jakarta.
F. Referensi mengenai kampung vertikal melalui pencarian
situs/ebook di internet yang dapat dipertanggungjawabkan.
1.7. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai apa yang akan
dibahas dalam laporan perancangan ini, saya menggunakan pola pembabakan
dengan membahas pokok-pokok bahasan laporan ini menjadi beberapa bab,
dimana setiap bab akan diuraikan melalui sub-bab sesuai dengan urutan
permasalahannya.
8
BAB I. PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang kasus proyek, maksud dan tujuan, masalah
perancangan, pendekatan, lingkup batasan, kerangka berfikir, dan
sistematika laporan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang studi Literatur yang menguraikan tentang project
perancangan kampung vertikal.
BAB III. TINJAUAN LOKASI
Berisi tentang uraian tentang kawasan kampung Muara Angke serta
analisa pemilihan tempat sesuai dengan kebijakan tata ruang kota
Jakarta Utara, sehingga bisa mendapatkan lokasi perencanaan
kampung vertikal yang sesuai.
BAB IV. PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN DAN
PERANCANGAN ARSITEKTUR
Berisi penjelasan pendekatan konsep perencanaan yang
ditinjau dari, pedekatan fungsional, pendekatan program ruang,
pendekatan teknis, pendekatan utilitas dan pendekatan arsitektur
yang digunakan untuk proses desain.
BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
ARSITEKTUR
Berisi tentang konsep perencanaan dan perancangan Kampung
Vertikal meliputi, konsep program ruang, konsep lingkungan,
konsep zoning, gubahan masa, dan juga peerapan konsep ekologis
dan konsep kampung.
1.8. Keaslian Penulis
Perencanaan mengenai Penataan Pasar telah dilakukan dalam Tugas Akhir,
antara lain:
a. KAMPUNG BATIK VERTIKAL DI PANGGUNGHARJO,
SEWON, BANTUL (Oleh : Niwan Sutungpol, Universitas Atmajaya
Jogja)
9
Penulis merumuskan konsep perencanaan dan perancangan Kampung
Batik Vertikal, sebagai penataan kawasan kampung sebagai tempat
wisata batik, sekaligus tempat tinggaal masyarakat desa Panggungharjo.
b. KAMPUNG VERTIKAL DENGAN PENDEKATAN SISTEM
PREFABRIKASI DI KOTA SURAKARTA (Oleh : Sri Mulyono
Kurniawan, Universitas Atmajaya Jogja)
Penulis menerapkan konsep prefabrikasi dalam bangunan untuk
mengatasi permasalahan durasi pembangunan, yang selama ini menjadi
salah satu kendala dalam pembangunan hunian susun di kota Surakarta.
c. KAMPUNG NELAYAN VERTIKAL DI TEGAL (Oleh: Ahmad
Ricky Zulfahimiddin, Universitas Gajah Mada)
Dalam desain penulis melakukan pendekatan arsitektur perilaku, dimana
ditinjau dari aktivitas masyarakat Nelayan yang mempunyaai
karakteristik yang berbeda paa umumnya, untuk menciptakan sebuah
desain yang tepat, sehingga bisa mengatasi permasalahan yang ada.
d. KAMPUNG VERTIKAL KALIANYAR DENGAN PENDEKATAN
ARSITEKTUR PERILAKU (Oleh : El Yanno Suminar, Universitas
Negeri Surakarta)
Penulis merancang sebuah kampung vertikal Kalianyar yang berada di
Kelurahan Kalianyar, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Penulis
Menerapkan konsep Arsitektur Perilaku, untuk menjadi salah satu
pemecahan masalah dalam desain dengan menganalisis perilaku
masyarakat Kelurahan Kalianyar.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Permukiman
2.1.1 Pengertian Permukiman
Definisi permukiman dalam UU No. 1 tahun 2011 adalah bagian dari
lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan
yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai
penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan
perdesaan. Menurut Sumaatmadja (1998) permukiman adalah bagian
permukaan bumi yang dihuni manusia meliputi segala sarana dan
prasarana yang menunjang kehidupannya yang menjadi satu kesatuan
dengan tempat tinggal yang bersangkutan. Wilayah kawasan kumuh
menurut Bank Dunia (1999) merupakan bagian yang terabaikan dalam
pembangunan perkotaan. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi sosial
demografis di kawasan kumuh seperti kepadatan penduduk yang tinggi,
kondisi lingkungan yang tidak layak huni dan tidak memenuhi syarat
serta minimnya fasilitas pendidikan, kesehatan dan sarana prasarana
sosial budaya. Tumbuhnya kawasan kumuh terjadi karena tidak
terbendungnya arus urbanisasi. Menurut Constantinos A. Doxiadis
(1968:21-35), ada lima elemen dasar permukiman, yaitu:
1. Nature (alam) yang bisa dimanfaatkan untuk membangun rumah dan
difungsikan semaksimal mungkin.
2. Man (manusia) baik individu maupun kelompok
3. Society (masyarakat) bukan hanya kehidupan individu yang ada, tapi
juga hubungan sosial masyarakat
4. Shells (rumah) atau bangunan dimana didalamnya tinggal manusia
dengan fungsinya masing-masing
5. Networks (jaringan atau sarana prasarana) yaitu jaringan yang
mendukung fungsi permukiman baik alami maupun buatan manusia,
seperti jalan lingkungan, pengadaan air bersih, listrik, drainase, dan
lain-lain.
12
2.1.2 Permukiman Kumuh
A. Pengertian Permukiman Kumuh
Menurut UU No. 4 pasal 22 tahun 1992 tentang perumahan dan
permukiman, dimana permukiman kumuh adalah permukiman yang
tidak layak huni, antara lain karena berada pada lahan yang tidak
sesuai dengan peruntukkan atau tata ruang, kepadatan bangunan
yang sangat tinggi dalam luasan yang sangat terbatas, rawan
penyakit sosial dan penyakit lingkungan, kualitas umum bangunan
rendah, tidak terlayani prasarana lingkungan yang memadai,
membahayakan keberlangsungan kehidupan dan penghuninya.
Masrun (2009) memaparkan bahwa permukiman kumuh mengacu
pada aspek lingkungan hunian atau komunitas. Permukiman kumuh
dapat diartikan sebagai suatu lingkungan permukiman yang telah
mengalami penurunan kualitas atau memburuk baik secara fisik,
sosial ekonomi maupun sosial budaya, yang tidak mungkin
dicapainya kehidupan yang layak bagi penghuninya, bahkan dapat
pula dikatakan bahwa para penghuninya benar-benar dalam
lingkungan yang sangat membahanyakan kehidupannya.
B. Karakteristik dan Kriteria Permukiman Kumuh
Menurut Budiharjo (2011), Karakteristik permukiman kumuh
dapat disebabkan oleh faktor rumah dan faktor prasarana. Selain itu
ktriteria perbaikan permukiman kumuh dapat dilihat dari gejala
sosial dan gejala fisik.
1. Karakteristik Permukiman Kumuh
a. Faktor rumah yang semi permanen dan non permanen.
� Tata letak tidak teratur.
� Status bangunan pada umumnya tidak memiliki surat ijin
mendirikan bangunan.
� Kepadatan bangunan dan penduduk yang tinggi.
� Kondisi bangunan yang tidak layak huni dan jarak antara
bangunan yang rapat.
� Kurangnya kesehatan lingkungan permukiman.
13
b. Faktor prasarana
� Aksesibilitas / jalan
� Drainase
� Air bersih
� Air limbah
� Persampahan
2. Kriteria permukiman kumuh a. Gejala sosial
� Kehidupan sosial yang rendah
� Status sosial ekonomi sangat rendah.
� Tingkat pendidikan sangat rendah.
� Kepadatan penduduk sangat tinggi.
b. Gejala fisik
� Kondisi bangunan rata- rata dibawah standar minimum.
� Umumnya suatu kampung dengan bangunan non permanen
dan semi permanen telah mencapai umur 10 tahun.
� Kepadatan bangunan yang tinggi, sangat minimumnya ruang
terbuka dan jarak antar bangunan.
� Kondisi sarana fisik yang dibawah standar minimum.
� Daerah yang sangat dipengaruhi banjir.
� Keadaan daerah memerlukan pengaturan dari segi tata guna
lahan.
Permukiman suatu kelompok masyarakat memiliki
karakteristik yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya,
yang tergantung pada karekteristik sosial budaya maupun sosial
ekonominya. Pada hakikatnya, fungsi rumah bagi suatu keluarga
bukan semata - mata sebagai tempat untuk bernaung melindungi
diri dari segala pengaruh fisik saja, namun juga sebagai tempat
tinggal atau tempat beristirahat setelah menjalani kegiatan sehari-
hari. Rumah harus mampu memenuhi syarat - syarat psikologis
insani dalam membina keluarga dan mampu memberi rasa aman,
14
tentram dalam menyeimbangkan dan membangun diri maupun
keluarga untuk mencapai kebahagiaan hidup lahir maupun batin.
C. Strategi Penanganan Permukiman Kumuh
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam mengatasi
masalah kawasan kumuh ini. Kondisi perumahan yang tidak
memadai ditandai oleh tingginya angka kebutuhan perumahan di
satu sisi dan kelangkaan tanah perkotaan di sisi lain. Kondisi yang
tidak berimbang ini menjadikan masyarakat berpenghasilan
rendah tidak mampu mengakses kebutuhan rumahnya secara
formal, akibatnya muncul kantong-kantong permukiman
informal yang tidak layak huni.
Masalah kemiskinan dan kesejahteraan rakyat hingga kini
masih menjadi poin utama yang harus dientaskan pemerintah.
Terutama dari sisi ekonomi dan kehidupan sosial yang
diantaranya termasuk tempat tinggal alias rumah masyarakat
kurang dan tidak mampu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(BPS) pada tahun 2015, jumlah RTLH (Rumah Tidak Layak
Huni) di Indonesia sekitar 2,51 juta unit dengan rincian 2,18 juta
rawan layak huni dan 0,33 juta benar-benar tak layak huni. Untuk
mengatasi problem menahun ini, pemerintah
khususnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR) dituntut bekerja keras dalam
membangun infrastruktur. Mengingat, infrastruktur tidak hanya
berfungsi mendorong pertumbuhan ekonomi, namun juga
bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, oleh
karenanya rencana strategis Kementerian PUPR tahun 2015-2019
salah satunya memuat program 100-0-100 yang artinya 100%
akses air minum aman, 0% permukiman kumuh, dan 100% akses
sanitasi layak.
Untuk menanggulangi persoalan kawasan kumuh, perlu
dikembangkan upaya peningkatan kemampuan masyarakat dan
15
membuka peluang agar mereka mampu memperbaiki
kehidupannya dan menjangkau permukiman yang lebih layak.
Program program diatas merupakan suatu program yang pada
dasarnya diarahkan pada upaya penyadaran dan peningkatan
kemampuan masyarakat sehingga komunitas masyarakat kumuh
dapat “menggusur dirinya sendiri”.
Melalui program-program ini diharapkan pemerintah dapat
dibantu dalam mengembangkan kebijakan dan program yang
berkesinambungan bagi penanganan permasalahan kawasan kumuh
melalui berbagai pendekatan untuk memperbaiki kehidupan dan
penghidupan mereka. Melalui pendekatan-pendekatan yang
dilakukan, pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat bekerja
bersama untuk memperbaiki kondisi fisik, sosial dan ekonomi
golongan masyarakat ini. Menurut UU No.1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman dan Rapermen PUPR
dilakukan antara lain:
1. Pencegahan (pasal 95)
Pola penanganan pencegahan untuk menghindari
tumbuh dan berkembangnya perumahan dan permukiman
kumuh baru, terdiri atas:
Gambar 2.1. Rencana strategi penanganan Pemukiman Kumuh
Sumber: Kementrian PU
16
a. Pengawasan dan Pengendalian : Kesesuaian terhadap
perizinan, standar teknis dan pemeriksaan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
b. Pemberdayaan Masyarakat : Pelaksanaan melalui
pendampingan dan pelayanan informasi
2. Peningkatan Kualitas (pasal 97)
Pola penanganan peningkatan kualitas kawasan kumuh
didahului dgn penetapan lokasi kumuh, tdd :
a. Pemugaran : Dilakukan untuk memperbaiki dan atau
pembangunan kembali agar menjadi permukiman yang
layak huni; memperbaiki dan atau memulihkan kembali
rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum.
b. Peremajaan : Dilakukan untuk mewujudkan kondisi
rumah, perumahan, permukiman dan lingkungan hunian
yang lebih baik guna melindungi keselamatan, keamanan
penghuni dan masyarakat sekitar;
c. melakukan perombakan dan penataan mendasar secara
menyeluruh meliputi rumah dan prasarana, sarana, dan
utilitas umum, dengan status lahan legal ataupun ilegal.
d. Pemukiman kembali : Dilakukan dengan memindahkan
masyarakat terdampak dari lokasi yang tidak mungkin
dibangun kembali karena tidak sesuai dengan rencana tata
ruang atau rawan bencana serta dapat menimbulkan
bahaya bagi barang dan orang: melakukan pemindahan
dan permukiman kembali dengan status lahan legal
ataupun ilegal.
3. Pengelolaan dan Pemeliharaan
a. Pengelolaan dilakukan untuk mempertahankan dan
menjaga kualitas permukiman secara berkelanjutan
dilakukan oleh masyarakat secara swadaya dan dapat juga
difasilitasi oleh Pemerintah daerah:
17
b. Pemeliharaan dan atau perbaikan : untuk rumah dilakukan
oleh setiap orang. Untuk prasarana, sarana dan utilitas
umum dilakukan oleh pemerintah daerah dan/atau setiap
orang.
2.1.3 Permukiman Kampung
A. Definisi Kampung
Kampung merupakan suatu kesatuan lingkungan tempat tinggal
yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang terdiri dari kesatuan
keluarga-keluarga. Kumpulan sejumlah kampung disebut desa.
Kampung adalah satu-satunya jenis permukiman yang bisa menampung
golongan penduduk Indonesia yang tingkat perekonomian dan tingkat
pendidikan paling rendah meskipun tidak tertutup bagi penduduk
berpenghasilan dan berpendidikan tinggi (Khudori, 2002). Kampung
masih merupakan satuan teritorial dan sosial terkecil dalam sistem
administrasi dan kemasyarakatan Indonesia sehingga setiap kampung
memiliki organisasi sosial yang dibentuk oleh warga kampung tersebut
yang mengatur dan mengawasi tata tertib kemasyarakatan warga
kampung yang bersangkutan. Secara geografis kampung adalah suatu
hasil perpaduan; suatu wujud atau kenampakan di muka bumi yang
ditimbulkan oleh unsur fisiografi, sosial, ekonomi, publik dan kultural
yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam
hubungannya dengan daerah-daerah lain. Selanjutnya secara singkat
pengertian kampung adalah permukiman manusia yang letaknya di luar
kota dan penduduknya bersifat agraris.
B. Karakteristik Kampung
Dalama buku Raharjo (2014), yang berjudul Pengantar Sosiologi
Pedesaan dan Pertanian, dijabarkan dari beberapa pendapat bahwa
masyarakat desa/kampung memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. besarnya kelompok primer
2. faktor geografik yang menentukan sebagai dasar pembentukan
kelompok/asosiasi.
3. hubungan lebih bersifat intim dan awet.
18
4. homogen
5. mobilitas sosial rendah.
6. keluarga lebih ditekankan fungsinya sebagai unit ekonomi.
7. populasi anak dalam proporsi yang lebih besar.
Prinsip dari kampung merupakan kesatuan masyarakat kecil yang
dilengkapi dengan alat-alat memenuhi kebutuhannya sendiri. Daerah
kampung harus kecil sehingga semua bagian-bagiannya dapat mudah
dicapai dengan berjalan kaki tetapi cukup luas untuk dapat melayani
sendiri keperluan-keperluan pokok masyarakatnya, misalnya sekolah
dan pasar.
C. Tipologi kampung
Kampung/desa di Indonesia tidak hanya kampung pertanian
saja. Di samping kampung pertanian juga terdapat jenis-jenis
kampung lainnya. Menurut Saparin (1977) dalam Raharjo (2014)
menyebutkan beberapa jenis kampung yang ada di Indonesia sebagai
berikut:
1. kampung tambangan (kegiatan penyeberangan orang dan barang
di mana terdapat sungai besar.
2. kampung nelayan (di mana mata pencaharian warganya dengan
usaha perikanan laut).
3. kampung pelabuhan (hubungan dengan mancanegara, antar
pulau, pertahanan/strategi perang dan sebagainya).
4. kampung perdikan (kampung yang dibebaskan dari pungutan
pajak karena diwajibkan memelihara sebuah makam raja-raja
atau karena jasa-jasanya terhadap raja).
5. kampung penghasil usaha pertanian, kegiatan perdagangan,
industri/kerajinan, pertambangan dan sebagainya kampung
perintis (yang terjadi karena kegiatan transmigrasi).
6. kampung pariwisata (adanya obyek pariwisata berupa
peninggalan kuno, keistimewaan kebudayaan rakyat, keindahan
alam dan sebagainya).
19
D. Bentuk dan Pola Permukiman Kampung
Bentuk pola kampung sangat beragam tergantung dari
pemilihan lokasi kampung dan mata pencaharian penduduknya .
Daldjoeni (2003) menjelaskan tentang pola-pola kampung yang
terdiri dari tiga macam pola bentuk kampung, yaitu pola
pemukiman memanjang (linier), pola pemukiman memusat
(nucleared), dan pola pemukiman menyebar (dispersed).
1. Pola Permukiman Memanjang (Linear)
Pola permukiman pada bentuk linear memanjang searah
dengan jalan, jalur kereta api, jalur sungai atau sepanjang garis
pantai. Pola linear terbentuk karena kondisi lahan di kawasan
tersebut memang menuntut adanya pola linear. Masyarakat
yang tinggal di kawasan tersebut pun membangun rumah-
rumah mereka dengan menyesuaikan diri pada kondisi
tersebut.
a. Mengikuti Jalan
Pada daerah ini pemukiman berada di sebelah kanan kiri
jalan. Umumnya pola pemukiman seperti ini banyak terdapat
di dataran rendah yang morfologinya landai sehingga
memudahkan pembangunan jalan-jalan di pemukiman.
Gambar 2.2. Pola Permukiman Memanjang (Linear)
(Sumber : lhttp://campusnancy.blogspot.co.id/2014/03/pola- pemukiman-
pendudukindonesia,)
20
Namun pola ini sebenarnya terbentuk secara alami untuk
mendekati sarana transportasi.
b. Mengikuti Jalur Kereta Api
Pada daerah ini pemukiman berada di sebelah kanan kiri
rel kereta api. Umumnya pola pemukiman seperti ini banyak
terdapat di daerah perkotaan terutama daerah padat
penduduknya yang dilalui rel kereta api.
c. Mengikuti Alur Sungai
Pada daerah ini pemukiman terbentuk memanjang
mengikuti aliran sungai. Biasanya pola pemukiman ini
terdapat di daerah pedalaman yang memiliki sungai-sungai
besar.
d. Mengikuti Garis Pantai
Daerah pantai pada umumnya merupakan pemukiman
penduduk yang bermata pencaharian nelayan. Pada daerah
ini pemukiman terbentuk memanjang mengikuti garis
pantai. Hal itu untuk memudahkan penduduk dalam
melakukan kegiatan ekonomi yaitu mencari ikan ke laut.
2. Pola Permukiman Menyebar (Dispersed)
Pola permukiman menyebar terbentuk karena
pengaruh geografis setempat. Bangunan terpencar antara satu
dengan yang lainnya dengan bangunan yang menyebar keluar.
Pola permukiman penduduk yang menyebar sering dijumpai
pada daerah yang beriklim sangat kontras (basah-kering) dan
tanahnya berbatu. Pada daerah tersebut memiliki sumber daya
alam terbatas sehingga kebutuhan orang banyak kurang
tercukupi. Faktor lain yang mempengaruhi antara lain faktor
ekonomi, jarak antar tempuh, mata pencaharian dan sistem
kepemilikan tanah.
21
3. Pola Permukiman Terpusat (Nucleared)
Pola permukiman ini mengelompok membentuk unit-
unit kecil, umumnya terdapat di daerah pegunungan atau daerah
dataran tinggi yang berelief kasar dan terkadang daerah terisolir.
Penduduk yang menempati pola permukiman terpusat umumnya
berasal dari suatu keturunan sehingga pada tempat ini ditemukan
juga pemilikan tanah secara kelompok dan hidup secara gotong
royong. Pemekaran permukiman mengarah pada seluruh penjuru
sesuai dengan pertambahan penduduk.
Sedangkan pola permukiman menurut Wiriaatmadja (1981), antara
lain:
a. Pola permukiman dengan cara tersebar berjauhan satu sama
lain, terutama terjadi dalam daerah yang baru dibuka. Hal ini
disebabkan karena belum ada jalan besar, sedangkan orang-
Gambar 2.3. Pola Permukiman Menyebar (Dispersed)
Sumber: http://campusnancy.blogspot.co.id/2014/03/pola-pemukiman-
pendudukindonesia.
Gambar 2.4. Pola Permukiman Terpusat (Neucleared)
Sumber: http://campusnancy.blogspot.co.id/2014/03/pola-pemukiman-
pendudukindonesia. html diakses 19 April 2017
22
orangnya mempunyai sebidang tanah yang selama suatu masa
tertentu harus diusahakan secara terus menerus.
b. Pola permukiman dengan cara berkumpul dalam sebuah
kampung/desa, memanjang mengikuti jalan lalu lintas (jalan
darat/sungai), sedangkan tanah garapan berada di belakangnya
c. Pola permukiman dengan cara terkumpul dalam sebuah
kampung/desa, sedangkan tanah garapan berada di luar
kampung.
d. Berkumpul dan tersusun dalam sebuah kampung/desa,
mengikuti jalan yang melingkar, sedangkan tanah garapan
berada di belakangnya.
2.2 Tinjauan Hunian Vertikal
2.2.1 Tinjauan Umum Hunian Vertikal
A. Pengertian Hunian Vertikal
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor
05/PRT/M2007. Definisi bagian dari gedung bertingkat yang dibangun
dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang
distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal
dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat memiliki dan
digunakan secara terpisah yang berfungsi sebagai tempat hunian yang
dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama
Di Indonesia berkembang hunian bertingkat khususnya di daerah
perkotaan/urban space (Jakarta dan Surabaya sebagai contoh) dampak
dari kurangnya lahan dan mahalnya harga lahan dan rumah jika
dibangun secara horizontal serta banyaknya penduduk yang menghuni
kota-kota besar. Perkembangan hunian vertikal mengerucut menjadi
model hunian apartemen yang cenderung mewah dan tuntutan gaya
hidup/lifestyle masyarakat perkotaan dan rumah susun yang identik
dengan kelas menengah kebawah yang mendapat subsidi dari
pemerintah.
23
B. Aturan Dasar Hunian Vertikal
Menurut peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.60/PRT/1992
Perencanaan hunian vertikal:
� Ruang, semua ruang kecuali gudang harus terang secara alami.
� Struktur bangunan, komponen serta bahan bangunan demi
keselamatan railing tangga terdiri dari unsur vertikal berjarak 10 cm.
� Kelengkapan hunian vertikal, k.pembantu, dapur, tempat mandi dan
cuci, terdapat sebuah balkon pelayanan ( sevice balcon), daerah
pelayanan ini dapat dicapai secara terpisah, namun masih terkontrol
dari pintu masuk utama ke unit hunian.
� Satu hunian vertikal ditentukan ukuran minimum untuk setiap ruang
� Bagian dari benda bersama, ruang bersama seperti lift, dan tangga
serta koridor mempunyai kemungkinan melihat keluar.
� Kepadatan dan tata letak bangunan, jarak antar bangunan ditentukan
oleh udara yang harus bisa lewat dan pencahayaan alami yang harus
dapat diterima, kedudukan bangunan satu dengan yang lainnya
diatur sedemikian rupa sehingga sedikit mungkin privasi terganggu
oleh pandangan dari balik jendela tetangga.
� Prasarana lingkungan, perlu dirancang jalan setapak dan jalan
kendaraan yang tidak saling melintasi.
� Fasilitas lingkungan, hal ini menyangkut penataan kota dalam skala
lebih besar sebagai total sistem dengan kelompok hunian vertikal
yang menyatukan sebuah pusat lingkungan dengan semua fasilitas
yang dibutuhkan sebagai sub sistemnya.
C. Jenis-jenis hunian vertikal yang ada di Indonesia
Berdasarkan kategori peruntukannya unian vertikal yang ada di
Indonesia pada saat ini seperti:
1. Apartemen, merupakan hunian vertikal yang biasanya diperuntukan
untuk masyarakat menengah atas.
2. Rumah Susun, hunian ini merupakan sebuah hunian yang
diperuntukan bagi kalangan atas hingga menengah kebawah.
24
3. Kampung Vertikal, hunian ini merupakan sebuah konsep baru
hunian vertikal untuk mengatasi permasalahan permukiman bagi
masyarakat kampung yang mayoritas merupakan MBR (masyarakat
penghasilan rendah), yang dikonsepkan sesuai dengan karakteristik
masyarakatnya.
2.2.2 Tinjauan Apartemen
A. Pengertian Apartemen
Menurut Wiley (1996), Apartemen adalah satu ruangan atau
lebih, biasanya merupakan bagian dari sebuah struktur hunian
vertikal yang dirancang untuk ditempati oleh lebih dari satu keluarga
dan di susun secara vertikal. Normalnya, berfungsi sebagai
perumahan sewa dan tidak pernah dimiliki oleh penghuninya yang
dikelola oleh pemilik atau pengelola property.
Selain itu pengertian lainnya apartement adalah sebuah unit
tempat tinggal yang terdiri dari kamar tidur, kamar mandi, ruang
tamu, dapur, ruang santai yang berada pada satu lantai bangunan
vertikal yang terbagi dalam beberapa unit tempat tinggal Chiara,
1986).
B. Klasifikasi Apartemen
1. Apartemen Berdasarkan Kepemilikan
Apartemen Berdasarkan Sistem Kepemilikan Klasifikasi apartemen
berdasarkan pada sistem kepemilikan (Chiara, 1986) yaitu :
a. Apartemen Sewa Apartemen sewa merupakan apartemen yang
dimiliki oleh perorangan atau suatu badan usaha bersama yang
membangun dan membiayai operasi serta perawatan bangunan,
kemudian penghuni membayar uang sewa dengan harga dan jangka
waktu tertentu.
b. Apartemen Beli Apartemen yang dimiliki oleh perorangan atau
suatu badan usaha bersama dengan unit-unit apartemen yang dijual
kepada masyarakat dengan harga dan jangka waktu tertentu.
Kepemilikannya lagi dapat dibedakan lagi sebagai berikut :
25
� Apartemen milik bersama (cooperative)
Apartemen yang dimiliki bersama oleh penghuni yang ada.
Tanggung jawab pengembangan gedung menjadi tanggung
jawab semua penghuni yang ditangani oleh koperasi. Penghuni
memiliki saham sesuai dengan unit yang ditempatinya. Bila
penghuni pindah, ia dapat menjual sahamnya kepada koperasi
atau calon penghuni baru dengan persetujuan koperasi. Biaya
operasional dan pemeliharaan ditanggung oleh koperasi.
� Apartemen milik perseorangan (condominium)
Apartemen yang unit-unit huniannya dapat dibeli dan dimiliki
oleh penghuni. Penghuni wajib membayar pelayanan apartemen
yang mereka gunakan kepada pihak pengelola.
2. Apartemen Berdasarkan Tipe Unit
Apartemen berdasarkan tipe unitnya (Akmal, 2007) yaitu:
a. Studio
Unit apartemen yang hanya memiliki satu ruang. Ruang
ini sifatnya multifungsi sebagai ruang duduk, kamar tidur dan
dapur yang semula terbuka tanpa partisi. Satu-satunya ruang
yang terpisah biasanya hanya kamar mandi. Apartemen tipe
studio relative kecil. Tipe ini sesuai dihuni oleh satu orang atau
pasangan tanpa anak.
b. Apartemen Keluarga
Kamar Pembagian ruang apartemen ini mirip rumah
biasa. Memiliki kamar tidur terpisah serta ruang duduk, ruang
makan, dapur yang biasanya terbuka dalam satu ruang atau
terpisah. Luas apartemen tipe ini sangat beragam tergantung
jumlah ruang yang dimiliki serta jumlah kamarnya.
c. Loft
Loft merupakan bangunan bekas gudang atau pabrik
yang kemudian dialih fungsikan sebagai apartemen. Caranya
adalah dengan menyekat-nyekat bangunan besar ini menjadi
beberapa unit hunian. Keunikan loft apartment adalah biasanya
26
memiliki ruang yang tinggi, mezanin atau dua lantai dalam satu
unit. Bentuk bangunannyapun cenderung berpenampilan
industrial. Tetapi, beberapa pengembang kini menggunakan
istilah loft untuk apartemen dengan mezanin atau dua lantai
tetapi dalam bangunan yang baru.
d. Penthouse
Unit hunian ini berada di lantai paling atas sebuah
bangunan apartemen. Luasnya lebih besar daripada unit-unit
dibawahnya. Bahkan, kadang-kadang satu lantai hanya ada satu
atau dua unit saja. Selain lebih mewah, penthouse juga sangat
privat karena memiliki khusus untuk penghuni penthouse.
2.2.3 Tinjauan Rumah Susun
A. Pengertian Rumah Susun
Menurut Undang-undang No.16 Tahun 1985 pasal 1 ayat 1
tentang rumah susun, bahwasannya rumah susun adalah bangunan
gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang
terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional
dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan
yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah
terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian
bersama, benda bersama dan tanah bersama.
Tujuan penyediaan rumah susun adalah untuk memenuhi
kebutuhan rumah yang layak terutama bagi MBR dengan kepastian
hukum dalam pemanfaatannya serta untuk meningkatkan daya guna
dan hasil guna tanah perkotaan dengan memperhatikan kelestarian
sumber daya alam dan menciptakan lingkungan permukiman yang
lengkap, serasi, dan seimbang. Sehingga rumah dapat dijadikan sarana
pembinaan keluarga dalam pembentukan kepribadian, watak serta
pendidikan.
27
B. Menurut Peruntukan
Di dalam menentukan peruntukkan rumah susun untuk berbagai
golongan masyarakat, ada tiga pedoman / pegangan untuk dapat
mengklasifikasikan menurut peruntukkannya, terutama untuk
golongan masyarakat ekonomi menengah ke bawah (rumah susun
sederhana dan rumah susun sangat sederhana).
C. Menurut Ketinggian Bangunan
Menurut John Mascai dalam “Housing” (1980, hal 225-226), Rumah
susun dibedakan menjadi :
a) Rumah susun dengan ketinggian sampai dengan 4 lantai (low rise)
.Rumah susun ini menggunakan tangga konvensional sebagai alat
transportasi vertikal
b) Rumah susun dengan ketinggian 5-8 lantai (medium rise). Rumah
susun ini sudah menggunakan escalator sebagai alat transportasi
vertikal .
c) Rumah susun dengan ketinggian lebih dari 8 lantai (high rise).
Rumah susun ini menggunakan elevator sebagai alat transportasi
vertikal.
D. Menurut Kepemilikan
Rumah susun dibedakan menjadi :
a) Rumah susun yang dijual (Rusunami)
Unit satuan menjadi milik penghuni dengan sertifikat hak milik.
Rumah susun yang disewakan (Rusunawa)
(Sumber : Perumahan Rakyat No. 02/KPTS/1993)
Tabel 2.1 Rumah Menurut Golongan
28
b) Unit satuan hanya untuk disewakan. Penghuni dapat kontrak untuk
bebrapa tahun, setelah masa kontrak habis dapat diperpanjang atau
tidak. Sistem pembayaran bisa perbulan atau pertahun sesuai
perjanjian.
c) Rumah susun jual – beli.
Biasanya pada peremajaan pemukiman kumuh. Pemilik tanah yang
lama akan mengganti rugi tanah yang satu, dua atau lebih unit
satuan rumah sesuai dengan tanahnya. Itupun masih diberi subsidi
oleh pemerintah.
2.2.4 Tinjauan Kampung Vertikal
A. Pengertian Kampung Vertikal
Secara garis besar dapat didefinisikan, Kampung Vertikal
merupakan kelompok hunian pada wilayah tertentu yang didominasi oleh
masyarakat berpenghasilan menengah kebawah, dimana bangunan
hunian berbentuk vertikal. Kampung pada umumnya menempati lahan
yang cukup luas, oleh karena itu sulit untuk menciptakan kampung baru
dalam kondisi lingkungan yang semakin padat seperti saat ini. Sehingga,
untuk menciptakan kondisi lingkungan dan alam yang lebih baik, daerah
terbangun diminimalisir, agar penciptaan ruang terbuka hijau akan lebih
banyak. Kampung Vertikal merupakan wujud pelestarian keberadaan
kampung rakyat yang kini kian tergerus oleh kebutuhan zaman modern.
Kampung vertikal dapat menjadi salah satu alternatif bagi pertambahan
penduduk di masa mendatang dan kebutuhan akan tempat tinggal.
Terlebih jika tempat tinggal ini dapat juga difungsikan sebagai penyangga
perekonomian rakyat. (Yu Sing. 2011).
Gambar 2.5. Kampung Vertikal Manusiawi Kampung Pulo
Sumber: https://medium.com/forumkampungkota/kampung-susun-
manusiawi-kampung-pulo-4eb363c74b31.html,
29
Daliana Suryawinata, seorang arsitek menggagas sebuah ide yang
bertajuk Jakarta Kampung Vertikal, pada prinsipnya gagasan ini hampir
mirip dengan rumah susun (rusun), namun yang membedakan adalah
ruang-ruang publik yang bisa menjadi pusat aktivitas penduduk di
kampung vertikal tersebut dengan karakternya yang dicirikan dengan
“Kampung Spirit”. Kampung Spirit merupakan sebuah identitas dari
sebuah kampung, yang mencermikan karakteristik kampung.
B. Karakteristik Kampung Vertikal
Kampung Vertikal mempunyai karakteristik yang dicirikan dengan
“Kampung Spirit”, dimana Kampung Spirit merupakan sebuah
karakteristik dari kampung vertikal. Menurut Team Andra Matin dalam
Jakarta Vertical Kampung Master Class, Kampung Spirit terdiri dari :
1. Community ( masyarakat )
Dasar karakteristik sebuah kampung yaitu adanya community
(masyarakat). Masyarakat inilah yang merupakan awal dari
terbentuknya kampung.
Komunitas penghuni dapat diklasifikasikan menjadi 4 tipe, yaitu :
a. Unit : interaksi antar penghuni pada tipe ini hanya dengan
penghuni tempat tinggal yang berada pada sebelahnya.
b. Row : interaksi penghuni sebanyak baris hunian.
c. Block : pada tipe ini biasanya penghuni saling
berinteraksi dalam satu gedung bangunan.
d. Interblock : terdiri dari beberapa block hunian yang
penghuninya berinteraksi erat satu sama lain. Semua orang saling
mengenal satu sama lain dengan nama dan saling pandang.
11. CCommunity 22. Informality 3. Affordability 4. Identity 5. Individuality 6. EEffeciency
7. DDiversity 8. Participatory 9. Linkage 10. Space Experience 11. Human-Scale
Gambar 2.6. Unsur Kampung Spirit
Sumber: Jakarta Vertical Kampung
30
2. Informality ( keinformalan )
Pada dasarnya kehadiran kampung terjadi karena keinformalan
sebuah aturan formal. Dimana asas dalam sebuah kampung akan
muncul sebuah aturan aturan sesuai dengan karakteristik
masyarakatnya. Dan dalam sebuah kampug hal ini lah yang akan
sering muncul. Hal ini bisa dicontohkan dengan berbagai aktivitas
sehari harinya seperti : menjemur pakaian bersama, berjualan keliling,
3. Affordability ( keterjangkauan )
Masyarakat yang berpenghasilan rendah memilih kampung sebagai
hunian yang mereka anggap layak karena keterjangkauan biaya dalam
Gambar 2.7. Community
Sumber: Jakarta Vertical Kampung
Gambar 2.8. Informality Kampung Vertikal
Sumber: Jakarta Vertical Kampung
31
memehuni kebutuhan papan. Dalam perencanaan kampung vertikal kita
harus mempertimbangkan dari segi biaya, dikarenakan bangunan ini
diperuntukan untuk golongan menengah kebawah.
4. Identity ( identitas )
Dalam sebuah kampung banyak nilai-nilai budaya yang terkandung
didalamnya Budaya gotong royong dan kekeluargaan yang tumbuh di
negara Indonesia menjadi suatu ciri khas atau identitas dari suasan
kampung itu sendiri.
5. Individuality ( kepribadian )
Kepribadian masyarakat yang tinggal di suatu kampung dapat
terbentuk tergantung dari masyarakat yang berada di sekelilingnya.
Individuality yang tergambar dalam sebuah kampung yaitu sebuah
kepribadian dari masing masing penghuni. Dari masing masing sifat
individual yang dimiliki oleh masyarakat, biasanya tergambar dalam
perilakunya, yang saling tolong menolong, ramah, dan juga partisipatif.
6. Effeciency ( efisiensi )
Mengingat lahan sebuah kampung terlalu padat maka karakteristik
kampung yaitu memanfaatkan lahan atau efisiensi lahan yang ada sebaik
mungkin.Tidak hanya itu penggunaan ruang ruang untuk meniptakan
kefesiensian, ruang harus multifungsi.
7. Diversity ( keanekaragaman )
Indonesia mempunyai potret kebudayaan yang lengkap dan
bervariasi. Di Indonesia dalam suatu kampung terdapat berbagai macam
masyarakat dengan perbedaan suku, bangsa, agama yang dapat yang
tinggal bersama dalam satu lingkungan. Dalam Kampung Vertikal
Diversity akan menjadi salah satu ciri khas kampung vertikal, dimana
menciptakan sebuah keberagaman menjadi kesatuan dalam satu lingkup.
8. Participatory ( partisipasi )
Dalam unsur “Kampung Spirit” participatory yang artinya
melibatkan, merupakan sebuah unsur keterlibatan masyarakat. Dimana
masyarakat bisa terlibat dalam kegiatan yang ada dalam sebuah
kampung.
32
9. Linkage ( keterkaitan )
Seperti pada umumnya, Susana “Kampung” sangat erat
persaudaraannya sehingga antar masyarakat sudah menganggap seperti
saudara satu sama lainnya. Linkage dalam unsur kampung merupakan
sebuah keterkaitan antara masing masing masyarakatnya. Hal ini
menjadi perbedaan antara hunian kampung dengan hunian lainnya.
Linkage yang dimaksud dalam perencanaan kampung vertikal ini
menerapkan pola sirkulasi yang dapat menyatukan seluruh lapisan
aktivitas masyarakat.
10. Collectivity ( kolektivitas )
Kolektivisas merupakan sebuah bentuk gotong royong yang
menghasilkan banyak nilai tambah dalam kehidupan bermasyarakat
sebuah bentuk kerja kolektif (sama) yang manusiawi. Kebebasan dan
persamaan hak merupakan asasnya.
11. Space experience ( pengalaman ruang )
Pada dasarnya suasana di kampung terkenal dengan keberagaman,
kebersamaan, dan juga keeratan masyarakatnya. Pengalaman ruang
yang hadir pada suasana kampung adalah ciri khas dari kampung itu
sendiri, dimana dalam setiap kampung terdapat banyak space” untuk
berbagi satu sama lainnya hal ini dapat dituangkan dengan Communal
Space. Suasana kampung terasa ketika keeratan masyarakat itu terjalin,
dimana ada interaksi sosial didalamnya.
Gambar 2.9. Hubungan Sirkulasi Kampung
Sumber: Jakarta Vertical Kampung
33
12. Human scale ( Skala Manusia )
Human Scale yang berarti Skala manusia merupakan salah satu
unsur dari Kampung Spirit Dimana dalam sebuah kampung terdapat
asas asas kemanusiaan. Dalam perencanaan kampung vertikal unsur
Human scale harus diterapkan agar sesuai dengan dengan asas
kampung yaitu kemanusiaan. Human Scale diimplementasikan dalam
disain berupa skala bangunan yang sesuai dengan skala manusia,
sehingga penghuni bangunan bisa merasakan kenyamanan ketika
berada dalam bangunan tersebut.
C. Fasilitas Kampung Vertikal
1. Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan digunakan sebgai fasilitas penunjang
untuk pelayanan kesehatan hunian, fasilitas kesehatan yang tersedia
pada kampung vertikal seperti :
1. Puskesmas
Gambar 2.10. Suasana Kampung Manusiawi Kampung Pulo
Sumber: Sumber: https://medium.com/forumkampungkota/kampung-
susun-manusiawi-kampung-pulo-4eb363c74b31.html,
Gambar 2.11. Konsep Human Scale
Sumber: Jakarta Vertical Kampung
34
2. Posyandu
3. Klinik
2. Fasilitas Pendidikan
Fasilitas yang tersedia pada kawasan hunian kampung vertikal
berupa ruang untuk belajar masyarakat yang ada di kawasan
kampung. Fasilitas yang pendidikan yang tersedia pada kampung
vertikal adalah:
a. Ruang belajar PAUD, SD, SMP, dan SMA
b. Perpustakaan
c. Madarasah
3. Fasilitas Niaga
Untuk memenuhi kebutuhan sehari harinya fasilitas niaga
merupakan hal terpenting untuk masyarakat. Dimana fasilitas niaga
sangat menentukan hidup masyarakat kampung. Dalam kampung
vertikal fasilitas niaga yang diterapkan berdasarkan potensi pada
wilayah tersebut.
Fasilitas niaga yang ada pada kampung pada umumnya seperti :
c. Pasar
d. Warung
e. Tempat Kerja
f. Koprasi
3. Fasilitas Pelayanan Publik
Fasilitas pelayanan publik kampung pada umumnya adalah
berupa balai desa atau kelurahan. Fasilitas ini menyediakan berbagai
macam pelayanan publik mengenai administrasi untuk masyarakat
kampung.
4. Fasilitas ruang terbuka
Ruang terbuka merupakan sebuah space yang digunakan
untuk mewadahi aktivitas masyarakat dalam satu lingkunan dengan
ruang yang tanpa penutup. Ruang terbuka juga digunakan untuk
masyarakat saling berinteraksi satu sama lain. Fasilitas ruang
terbuka pada kampung seperti:
35
a. Taman dan kebun
b. Taman bermain
c. Lapangan olahraga
d. Embung
e. Sirkulasi
f. Tempat Parkir
g. Toilet umum.
5. Fasilitas kebudayaan
Kampung mempunyai sebuah ruang yang mendukung
sebuah aktivitas budaya pada kampung, dimana sebuah kampung
sering kali mengadakan sebuah kegiatan kumpul warga yang seudah
menjadi tradisi bagi kampung. Fasilitas kebudayaan pada kampung
biasanya merupakan balai pertemuan warga yang digunakan sebagai
ruang perkumpulan warga, dan melaksanakan sebuah kegiatan
lainnya.
6. Fasilitas Peribadatan
Fasilitas peribadatan yang tersedia pada kampung
merupakan sebuah fasilitas yang menyediakan ruang untuk
masyarakat melakukan ibadah. Fasilitas peribadatan pada kampung
pada umumnya seperti Masjid, Mushola, dan juga Gereja.
2.3 Studi Kasus Kampung Vertikal
2.3.1 Kampung Admiralty
A. Deskripsi Kampung Admiralty
Kampung Admiralty merupakan perkampungan modern bagi
para lansia. Kampung Admiralty berkonsepkan Kampung Vertikal,
dimana sebuah hunian vertikal menerapkan nilai “Kampung Spirit” yang
menjadikan ciri khas pada desain kampung Vertikal. Kampung admiralti
terletak diatas lahan seluas 0,9 ha, dan mempunyai ketinggian kurang
lebih 45 m.
Terbagi menjadi 3 bagian, pada bagian bawah akan terdiri dari
toko-toko eceran dan alun-alun, sebagai tempat berkumpulnya warga. Di
bagian tengah terdapat pusat jajanan dengan 50 kios masakan dan 900
36
tempat duduk, dan juga pusat medis dua lantai yang berisi 100 unit kamar
dengan 4 tempat tidur, klinik rawat jalan, operasi harian, rehabilitasi dan
layanan diagnostic. Layanan medis ini dapat diakses masyarakat setelah
mendapatkan arahan dari penyedia layanan kesehatan primer.
Bagian atas akan terdiri dua blok apartemen tipe studio yang terdiri atas
100 unit, sebagai implementasi konsep build to order HDB, dimana
terdapat fitur baru seperti sistem pengering pakaian dalam dan luar ruang
serta kompor induksi di tiap unit.
B. Konsep Kampung Admiralty
1. Konsep Zoning
Konsep zoning yang diterapkan dalam Kampung Admiralty
adalah konsep “Club Sandwitch” , dimana konsep ini merupakan ciri
khas dari perancang bangunan ini yaitu WOHA Architect. Dalam
konsep “Club Sandwich” menerapkan konsep berlapis antara fungsi
bangunan. Dengan menyususun antara fungsi bangunan dapat
meminialkan penggunaan space horizontal. Interaksi antara ruang
bawah dan ruang atas juga diterapkan dalam konsep ini, dimana
hubungan visual saling terkoneksi satu sama lain.
Gambar 2.12. Kampung Admiralty
Sumber: www.worldarchitecturenews.com
37
Zoning yang digunakan pada kampung admiralty, hampir sama
dengan bangunan Mixed use pada umumnya, dengan
menggabungkan beberapa fungsi dalam satu bangunan.
2. Re-Creating The Kampung Spirit.
Community plaza yang diletakan di lantai dasar dari Kampung
Admiralty difungsikan untuk menciptakan kesempatan bagi warga
dan kelompok masyarakat lokal untuk mengubah ruang ini menjadi
pusat kegiatan. Plaza ini juga didesain dengan berbagai macam tema
yang sesuai dengan aktivitas mereka, seperti aktivitas keseharian
dikampung. Selain untuk membangun “Kampung Spirit”
diterapkanlah sebuah zona yang berfungsi untuk bercocok tanam.
Penghuni kampung dapat bercocok tanam di zona yang sudah
disediakan yaitu Community Park. Disini terdapat fasilitas publik
seperti jogging track, play ground, dan juga kebun untuk becocok
tanam bagi penghuni kampung.
3. Green Feature a) Pneumatic waste conveyance system
Merupakan sistem pembuangan sampah rumah tangga yang
dikirim melalui pipa pembuangan yang ditujukan kedalam
penampungan, kemudian diangkut dengan mobil sampah.
b) Bioswales
Air hujan akan disaring melalui resapan pada rooftop , yang
kemudian dialirkan ke lantai bawah.
Gambar 2.13. Zoning Vertikal
Sumber: www.worldarchitecturenews.com
38
c) Solar panel
Pada bangunan ini terdapat penerapan solar panel yang berfungsi
sebagai cadangan energi bagi bangunan.
C. Fasilitas
1. Community Plaza and Shop
Ruang terbuka berupa plaza diterapkan pada bangunan ini
merupakan sebuah titik temu, yang berfungsi sebagai pusat
interaksi antara penghuni. Pada zona ini penghuni dapat
bersosialisasi dengan pennghuni lainnya sambil berbelanja di kios
yang tersedia pada area plaza.
2. Supermarket
Bangunan ini dilengkapi dengan fasilitas supermarket dengan luas
1000m2, dan teletak di area basement. Supermarket ini berfungsi
sebagai fasilitas pusat perbelanjaan pada bangunan untuk
memenuhi kebutuhan sehari hari penghuni.
Gambar 2.15. Supermarket
Sumber : www.worldarchitecturenews.com
Gambar 2.14. Community Plaza and shops Sumber:www.worldarchitecturenews.com
39
3. Admiralty Medical Center
Adlimarlty Mecical Center merupaka fasilitas kesehatan pada
bangunan Kampung Vertikal yang berfungsi sebagai tempat
konsultasi kesehatan penghuni. Medical center terletak di lantai
kedua bangunan dengan luas 8.500 m2.
4. Hawkers Center
Area ini merupakan area food court terdiri dari 50 kios makanan dan
900 kursi. Zona ini berfungsi sebagai tempat penghuni bangunan
untuk menikmati berbagai macam makanan.
5. Basement Car park and Bycicle Parking
Area basement berfungsi sebagai fasilitas penunjang yang berfungsi
sebagai tempat parkir kendaraan penghuni.
Gambar 2.16. Medical Center
Sumber : www.worldarchitecturenews.com
Gambar 2.17. Hawkers Center
Sumber : Woha Architect
40
6. Eldercare And Childcare Center
Merupakan fasilitas pendidikan yang berfungsi sebagai sarana
edukasi bagi penghuni bangunan. Fasilitas ini diperuntukan untuk
melatih penghuni lansia dan anak anak sebagai sarana bermain dan
pembelajaran.
7. Community Park
Community park merupakan area publik yang berfungsi sebagai
fasilitas taman pada bangunan. Pada area ini ditami berbagai jenis
tanaman seperti tanaman rambutan dan kaffir lime. Community park juga
digunakan sebagai sarana bermain dan bersantai bagi para penghuni
untuk menikmati udara segar.
Gambar 2.18. Parkir Basement
Sumber : www.worldarchitecturenews.com
Gambar 2.19. Elderclare and Childcare
Sumber : www.worldarchitecturenews.com
41
2.3.2 Konsep Desain Kampung Vertikal Stren Surabaya (Yusing)
A. Deskripsi Kampung Vertikal Stren Surabaya
Hasil redesain Yu Sing kampung vertikal yang berada di Stren
Kali Surabaya, adalah hasil desain kerjasama seorang arsitek dengan
warga Stren Kali Surabaya, dimana warga sekitar juga ikut serta dalam
menungkan ide dan kreativitas dalam perancangan, mulai dari ide
hunian, lanskap, serta fasilitas penunjangnya. Awal mula kampung
yang sebelumnya adalah kampung hoirizontal yang akan dijadikan
vertikal tentunya pola kehidupan warga sekitar sedikit banyak pasti
akan mengalami perbedaan, seperti hubungan atau interaksi sosial
warga setitar, jalur akses, terutama jalur akses yang diperuntukkan
untuk lansia dan penyandang cacat, dan tentunya masih banyak lagi.
Oleh karena itu butuh pertimbangan antara si arsitek dengan warga
sekitar untuk berkolaborasi memikirkan ide perancangan untuk
menjadikan kampung yang bisa sesuai dengan punggunanya kelak.
Selain menjadikan kampung secara vertikal, Yu Sing juga
mempertimbangkan kebersihan, kesehatan, hemat (material dan
energi), lokalitas, dan menjadikan kampung tersebut menjadi kampung
wisata.
Gambar 2.20. Community Park Sumber : www.worldarchitecturenews.com
42
A. Konsep
A. Konsep Transformasi Kampung Stren Menjadi Kampung Vertikal
Konsep transformasi kampung masih mempertahankan suasana
kampung yang dinamis. Dimana masih mmpertahankan sebuah ciri
khas dari kampung. Karakteristik kampung dikonsepkan sebagai
strategi kontekstual terhadap kebiasaan hidup, perilaku, intensitas
perawatan yang jarang, sehingga kampung vertikal menjadi lebih
ekonomis. Konsep kampung vertikal dirancang dengan fleksible,
dimana melinatkan masyarakat dalam mendesain, sehingga hunian
kampung bisa sesuai dengan penghuninya yaitu masyarakat kampung.
Dan juga menjadikan sebuah ruang negatif menjadi ruang positif
yang bisa digunakan untuk aktivitas masyarakat.
B. Konsep Bangunan
1. Bangunan yang direncanakan mempunyai tinggi maksimal 4 lantai.
Struktur 2 lantai paling atas menggunakan struktur ringan/lentur
(kayu/bambu) dan struktur 2 lantai paling bawah menggunakan
struktur beton yang lebih kokoh, sehingga biaya struktur relatif lebih
murah. Struktur atap menggunakan kayu bekas atau bambu.
2. Tahap pembangunan dimulai dari pembangunan struktur rangka,
pemilik masing-masing hunian mengisi dinding dan lain-lain sesuai
kebutuhan dan selera masing-masing.
Gambar 2.21. Kampung Vertikal Stren di Surabaya
(Sumber : http://rumah-yusing.blogspot.com/2011/01/keberagaman-
kampung-vertikal.html)
43
3. Penggunaan kembali material bekas rumah warga (dengan sistem
mosaik, penggabungan beberapa jenis material yang berbeda).
4. Hunian warga akan terdiri dari beberapa blok kampung vertikal yang
saling terpisah sebagai antisipasi kebakaran dan kebutuhan ruang
terbuka.
5. Pagar balkon / railing sebagai tempat jemuran.
6. Pemanfaatan atap maupun dinding sebagai tempat menanam aneka
jenis pepohonan: sayuran, tanaman obat, rempah-rempah dan tanaman
rambat.
7. Bentuk bangunan dikembangkan dari bentuk-bentuk geometri rumah
warga di masing-masing kampung, yang beragam dan dinamis.
8. Warna-warni seperti rumah warga eksisting merupakan pembentuk
suasana menyenangkan.
9. Pencahayaan alami dan ventilasi silang pada semua ruangan hunian.
C. Pengguna
Pengguna kampung vertikal ini adalah masyarakat kampung
serta tamu yang akan menginap, sehingga ada fungsi tambahan yaitu
penginapan.
Gambar 2.22. Konsep Kampung Vertikal Yusing
(Sumber : http://rumah-yusing.blogspot.com/2011/01/keberagaman-kampung-
vertikal.html)
44
D. Fasilitas
Fasilitas yang diberikan pada rancangan ini adalah fasilitas ruang
sosial yang berada di titik-titik tiap lantai serta ruang terbuka pada
lantai dasar. Sehingga ruang-ruang olahraga juga berada di lantai
dasar. Kampung vertikal ini juga dirancang dengan tinggi maksimal
4 lantai dengan lantai dasarnya sebagai ruang terbuka dan parkir
E. Konsep Ruang Kampung
Rancangan kampung vertikal ini menekankan transformasi
dari kampung tanpa menghilangkan karakter lokal dan bentuk,
warna, material, luas, garis langit, potensi ekonomi, serta
kreativitas warga. Hal ini tercermin dari bentuk dan
pengelompokan ruang secara vertikal.
Gambar 2.23. Fasilitas Publik Kampung Vertikal
(Sumber : http://rumah-yusing.blogspot.com/2011/01/keberagaman-kampung-
vertikal.html)
Gambar 2.24. Hubungan Ruang Vertikal
(Sumber : http://rumah-yusing.blogspot.com/2011/01/keberagaman-kampung-
vertikal.html)
45
2.3.3 Konsep Desain Kampung Vertikal Invert Pyramid (Budi Pradono)
A. Deskripsi Kampung Vertikal Invert Pyramid
Kampung Vertikal berusaha untuk mempertahankan budaya dan
gaya hidup sudah ditemukan di Kampung tradisional, memungkinkan
bagi individu dan keluarga untuk membangun kembali dan merenovasi
rumah mereka sendiri dengan tipologi yang berbeda dari pintu, jendela
dan partisi, yang merupakan kunci untuk semangat pemukiman. Namun,
kampung vertikal adalah tempat tinggal yang jauh lebih berkelanjutan
daripada desa horisontal tradisional sebagai struktur dapat menghasilkan
energi untuk tempa tinggal, yang biasanya absen dari rumah.(Budi
Pradono,2013)
Kampung Vertikal yang menjadi contoh preseden yaitu sayembara
kampung vertikal yang diselenggarakan oleh Erasmus Huis dalam acara
―Jakarta Vertical Kampung pada 25 Juni sampai 14 Agustus 2013.
Kampung Vertikal ini ditujukan bagi warga masyarakat.
Oleh karena itu arsitektur kampung vertikal harus menunjukkan
kearifan lokal dan karakter kampung. Oleh karena itu memungkinkan
bagi individu dan keluarga untuk membangun kembali serta merenovasi
rumah mereka sendiri dengan tipologi yang berbeda dari pintu, jendela
dan partisi, yang merupakan kunci untuk membangun semangat
pemukiman.
Gambar 2.25. Kosep Invert Pyramid Budi Pradono
(Sumber : http://cobagonzo.blogspot.co.id/2013/07/inverted-pyramid-
verticalkampung.Html
46
B. Pengguna
Pengguna kampung vertikal ini adalah keluarga dengan pendapatan
menengah kebawah.
C. Fasilitas
Fasilitas yang sangat dibutuhkan kampung vertikal ini adalah ruang
berkumpul dan area untuk berolahraga. Sehingga desain ini memberikan
terobosan serta wadah bagi warga yang akan ber olahraga yaitu lapangan
serta sirkulasi yang memiliki perluasaan untuk tempat berinteraksi seperti
yang dilakukan oleh warga kampung horizontal.
Untuk sirkulasi dibutuhkan ruang yang lebar. Hal ini dimaksudkan
agar perilaku anak-anak tetap dapat berlangsung. Perilaku yang dimaksud
adalah sirkulasi yang dapat dijadikan wadah bermain serta jalan bagi
mereka saat melakukan sepedaan keliling kampung.
Gambar 2.26. Area Berkumpul Warga
Sumber : http://cobagonzo.blogspot.co.id/2013/07/inverted-pyramid-
verticalkampung.Html
Gambar 2.27. Ruang Komunal dan Usaha
Sumber : http://cobagonzo.blogspot.co.id/2013/07/inverted-pyramid-
verticalkampung.Html
47
D. Konsep Organisasi Ruang
Dalam rancangan ini kegiatan hunian secara horizontal dapat
dilakukan dalam bentuk kebiasaannya bukan dalam segi fisiknya.
Kebiasaan yang dilakukan akan selalu sama sedangkan bentuk fisik
bangunan akan selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman.
Kaitan dengan berhuni, yang akan dilakukan oleh masyarakat
adalah berjualan didekat hunian dan ruas ruas ruang komunal yang berada
di sekitar komplek bangunan.
Gambar 2.28. Organisasi ruang
Sumber : http://cobagonzo.blogspot.co.id/2013/07/inverted-pyramid-
verticalkampung.Html
Gambar 2.29. Sirkulasi Vertikal
Sumber : http://cobagonzo.blogspot.co.id/2013/07/inverted-
pyramid-verticalkampung.Html
48
Dari segi akses parkir secara vertikal juga akan mempertahankan
cara masyarakat melakukan parkir, yaitu parkir di dekat hunian mereka.
Sehingga dalam rancangan ini parkir akan diberikan beberapa level agar
dapat mencapai kebiasaan yang dilakukan masyarakat.
2.3.4 Karakter yang Diadaptasi
Dari pengamatan studi kampung vertikal diatas terdapat karakter-
karakter yang dapat dijadikan dasar untuk membuat desain vertikal
kampung di Muara Angke.
A. Pelaku
Kampung merupakan hunian bagi warga yang memiliki kesetaraan
yang memiliki penghasilan dibawah rata-rata, sehingga Kampung
Vertikal ditargetkan untuk pelayanan kebutuhan hunian dari
masyarakat berpenghasilan menengah kebawah yang tinggal
dikawasan perkampungan Muara Angke.
B. Kegiatan
Pada kasus kampung vertikal jenis kegiatan yang berlangsung
adalah:
� Kegiatan bermukim masyarakat.
� Kegiatan bersosialisasi dan berinteraksi masyarakat.
� Kegiatan Perekonimian masyarakat.
� Kegiatan parkir.
� Kegiatan pengelola.
Gambar 2.30. Arus parkir
Sumber : http://cobagonzo.blogspot.co.id/2013/07/inverted-
pyramid-verticalkampung.Html
49
C. Konsep Ruang
Dari studi kasus, hal yang bisa diambil dalam penerapan desai
kampung vertikal adalah dari konsep ruangnya. Dimana konsep
ruang pada kampung vertikal selalu memiliki konsep bersama.
Ruang pada kampung vertikal juga menciptakan sebuah interaksi
sosial.
D. Fasilitas
Dari segi fasilitasnya, karakter yang bisa diambil dari studi kasus
adalah fasilitas kampung vertikal. Dimana fasilitas kampung
vertikal menerapkan konsep berbagi. Dengan menerapkan sebuah
fasilitas untuk melakukan sebuah kegiatan sosial, kegiatan ekonomi,
dan juga kegiatan rekreasi yang ditujukan untuk kepentingan
bersama masyarakat kampung.
2.4 Studi Banding Bangunan Sejenis
2.4.1 Rumah susun Tzu Chi Muara Angke
A. Deskripsi Rumah Susun Tzu Chi Muara angke
Alamat : Jl. Phpi Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara.
Jumlah gedung : 30 Blok (5 lantai)
Jumlah kamar : 4 kamar/lantai
Total kamar : 600 kamar Luas lahan : 5,1 hektarare
Gambar 2.31. Peta lokasi Rusun Tzu Chi
(Sumber : Dokumen penulis )
50
Detail kamar
Dimensi : 8 x 10 m2
Ruang :
� 2 Kamar tidur
� 1 Kamar mandi
� 1 Dapur
� 1 Ruang keluarga
Fasilitas :
� Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi
� Rumah Sakit Khusus Bedah ( RSKB)
� Sarana olah raga, Sarana untuk berdagang, dan sarana balai
perkumpulan.
� Tempat bermain.
� tempat parkir
A. Fasilitas Publik
Lahan parkir untuk penghuni ditempatkan di depan masing masing blok
rusun, hal ini ditujukan untuk memudahkan para penghuni rusun untuk
menjaga masing masing kendaraannya.
Gambar 2.32. Area Parkir Rusun
(Sumber : Dokumentasi Penulis )
51
Didepan tempat parkir juga terdapat taman untuk bersantai warga,
sehingga bisa melakukan interaksi sosial dengan tetangganya.
Fasilitas bermain anak ditambahkan sebagai fasilitas umum yang
bisa digunakan oleh masyarakat Rumah susun Tzu chi. Fasilitas ini
memberikan ruang untuk anak anak bermain dan berkembang.
Pada bagian pintu masuk terlihat sebuah bangunan balai
pertemuan. Bangunan ini berfungsi sebagai fasilitas publik yang
digunakan sebagai wadah berkumpulnya masyaraka Rusun untuk
mengadakan agenda kegiatan dalam lingkungan rumah susun.
Gambar 2.34. Fasilitas Umum Rusun (Sumber : Dokumentasi Penulis)
Gambar 2.33. Area taman Rusun
(Sumber : Dokumentasi Penulis )
52
B. Transportasi Vertikal
Transportasi vertikal pada bangunan ini, hanya menggunakan
tangga. Sistim koridor antara hunan pada bangunan ini
menggunakan sistem koridor vertikal dimana hanya ada tangga
sebagai akses ke masing masing hunian.
Gambar 2.36. Transportasi Vertikal Rusun
(Sumber : Dokumentasi Penulis)
Gambar 2.35. Balai Pertemuan Rusun
(Sumber : Dokumentasi BPA )
53
C. Sirkulasi Rumah Susun
Pada sirkulasi hunian di muara angke menggunakan sistem sirkulasi
vertikal. Dimana akses menuju tiap hunian hanya menggunakan tangga.
Gambar 2.37. Sirkulasi Hunian
(Sumber : Data Penulis )
Gambar 2.38. Sirkulasi Zoning Rusun
(Sumber : Data Penulis )
54
2.4.2 . Rumah Susun Cipinang, Jakarta Timur
Lokasi : Cipinang Jakarta Timur
Tahun Berdiri : 2001
Pemilik : Dinas Perumahan DKI Jakarta
Jumlah Unit :Terdapat 3 (tiga) blok hunian yang berjumlah
keseluruhan unitnya adalah 230
Rumah susun ini merupakan rumah susun yang penggunanya
dikhususkan bagi para guru yang bekerja di wilayah DKI Jakarta.
Adapun hal yang melatar belakangi dibangunnya rumah susun ini adalah
adanya keinginan pemerintah kota DKI Jakarta untuk meningkatkan
kualitas dan kesejahteraan hidup para guru yang bekerja di Jakarta. Oleh
karena itu, rumah susun ini disubsidikan pemerintah, sehingga harga
sewanya dinilai cukup rendah bagi para guru.
A. Kondisi Lahan dan Lingkungan
Adapun kondisi lahan dan lingkungan dari rusun ini adalah sebagai
berikut :
• Berada di daerah hunian Cipinang
• Berada di Jalan sekunder yang relative tenang
• Ada angkutan umum yang melewati rumah susun ini
• Lokasi dekat dengan fasilitas pendidikan seperti SD, SMP, dan
juga SMA
B. Sarana dan Prasarana
Rumah susun ini menyediakan fasilitas-fasilitas sebagai berikut:
• Lapangan parkir
• Penggunaan air bersih yang digunakan adalah air PAM
• Listrik PLN dan tiap rumah terdapat meteran listrik yang terletak
di ruang panel bersama di lantai dasar
• Terdapat ruang Genset
• Utilitas umum kota
• Mesjid
• Aula bersama
• Perpustakaan
55
• Lapangan bulu tangkis
• Pos keamanan
• Fasilitas komersial yang terletak di lantai dasar
• Selasar yang digunakan sebagai ruang berkumpul
• Mess petugas
C. Unit Hunian
Tipe hunian pada rusun ini adalah satu tipe yaitu tipe 30. Rumah
susun ini terdiri dari tiga blok, yaitu blok A, blok B, dan blok C.
Jika dilihat secara fisik, rumah susun ini termasuk rumah susun
layak huni karena terawat dengan baik dan juga bersih tetapi masih
terdapat beberapa titik yang terlihat kusam seperti pada area pipa
dimana terdapat pipa yang bocor.
Gambar 2.39. Void Rumah Susun (Sumber : Dokumentasi Penulis )
Gambar 2.40. Fasilitas Umum Masjid (Sumber : Dokumentasi Penulis )
56
Gambar 2.41 Area Park
(Sumber : Dokumentasi Penulis )
Gambar 2.42. Lapangan olahraga (Sumber : Dokumentasi Penulis )
Gambar 2.43. R.Panel Bersama
(Sumber : Dokumentasi Penulis )
57
2.5 Tinjauan Arsitektur Ekologis
2.5.1 Pengertian Arsitektektur Ekologi Menurut Heinz Frick
Heinz Frick (1998) berpendapat bahwa, eko-arsitektur atau
arsitektur ekologis tidak menentukan apa yang seharusnya terjadi
dalam arsitektur, karena tidak ada sifat khas yang mengikat sebagai
standar atau ukuran baku. Namun mencakup keselarasan antara
manusia dan alam. Arsitektur Ekologis mengandung juga dimensi
waktu, alam, sosio-kultural, ruang dan teknik bangunan. Oleh karena
itu eko arsitektur adalah istilah holistik yang sangat luas dan
mengandung semua bidang. Heinz Frick memiliki beberapa prinsip
bangunan ekologis yang antara lain seperti :
1. Penyesuaian terhadap lingkungan alam setempat,
2. Menghemat sumber energi alam yang tidak dapat diperbaharui
dan menghemat penggunaan energi,
3. Memelihara sumber lingkungan (udara, tanah, air), Memelihara
dan memperbaiki peredaraan alam,
4. Mengurangi ketergantungan kepada sistem pusat energi (listrik,
air) dan limbah (air limbah dan sampah),
5. Kemungkinan penghuni menghasilkan sendiri kebutuhannya
seharihari.
6. Memanfaatkan sumber daya alam sekitar kawasan perencanaan
untuk sistem bangunan, baik yang berkaitan dengan material
bangunan maupun untuk utilitas bangunan (sumber energi,
penyediaan air).
2.5.2 Dasar-dasar Arsitektur Ekologis
Menurut Heinz Frick dalam eko-arsitektur terdapat dasar-dasar
pemikiran yang perlu diketahui, antara lain :
1. Holistik
Dasar eko-arsitektur yang berhubungan dengan sistem
keseluruhan, sebagai satu kesatuan yang lebih penting dari pada
sekedar kumpulan bagian.
58
2. Memanfaatkan pengalaman manusia
Hal ini merupakan tradisi dalam membangun dan merupakan
pengalaman lingkungan alam terhadap manusia.
3. Pembangunan sebagai proses dan bukan sebagai kenyataan tertentu
yang statis.
4. Kerja sama antara manusia dengan alam sekitarnya demi
keselamatan kedua belah pihak.
Dengan mengetahui dasar-dasar eko-arsitektur di atas jelas sekali
bahwa dalam perencanaan maupun pelaksanaan. Perencanaan eko-
arsitektur merupakan proses dengan titik permulaan lebih awal. Dan jika
kita merancang tanpa ada perhatian terhadap ekologi maka sama halnya
dengan bunuh diri mengingat besarnya dampak yang terjadi akibat adanya
klimaks secara ekologi itu sendiri. Adapun pola perencanaan eko-
arsitektur yang berorientasi pada alam secara holistik adalah sebagai
berikut :
a. Penyesuaian pada lingkungan alam setempat.
b. Menghemat energi alam yang tidak dapat diperbaharui dan mengirit
penggunaan energi.
Gambar 2.44. Diagram Arsitektur Ekologis
Sumber: Heinz Frick
59
c. Memelihara sumber lingkungan (air, tanah, udara).
d. Memelihara dan memperbaiki peredaran alam dengan penggunaan
material yang masih dapat digunakan di masa depan.
e. Mengurangi ketergantungan pada pusat sistem energi (listrik, air)
dan limbah (air limbah, sampah).
f. Menggunakan teknologi sederhana (intermediate technology),
teknologi alternatif atau teknologi lunak
2.5.3 Kriteria –Kriteria Bangunana Sehat dan Ekologis
Berikut ini adalah kriteria banguanan sehat dan ekologis berdasarkan
buku arsitektur ekologis menurut Heinz Frick, antara lain :
a. Menciptakan kawasan hijau diantara kawasan bangunan
Tujuan dari diciptakannya kawasan hijau adalah sebagai salah
satu upaya untuk mencegah global warming.
b. Memilih tapak bangunana yang sesuai
Tapak yang digunakan sesuai dengan proyek yang dihasilkan,
tetapi tetap dengan melihat kesinambungan antara lingkungan dan
gedung.
c. Menggunakan bahan bangunan buatan lokal
Saat ini mulai banyak perkembangan bahan bangunan,
munculnya pekembangan bahan bangunan dikarenakan adanya
kesadaran masyarakat terhadap ekologi lingkungan dan fisika
bangunan.
d. Menggunakan ventilasi alam dalam bangunan
Ventilasi berfungsi untuk pertukaran udara . uahl yang
berkaiatan dengan arsitektur ekologis tentunya yang berkaiatan
dengan unsur alam salah satunya yaitu penggunaan ventilasi dari
alam.
e. Memilih lapisan permukaan dinding dan langit-langit ruang
yang mampu mengalirkan uap air.
Permukaan dinding dan lapisan langit – langit ruang termasuk
dalam upaya penghijauan rumah. Upaya untuk penghijauan
60
dilakukan untuk mengatur tata air, suhu, pencemaran udara dan juga
unntuk perlindungan terhadap lingkungan sekitar.
f. Menjamin bahwa bangunan tidak menimbulkan permasalahn
lingkungan.
Bangunan yang baik adalah bangunan yang tidak merugikan
lingkunagan. memang saat banguanan tersebut dibangun sudah
mengurangi komunitas hewan yang sebelumnya ada dilahan
tersebut.
g. Menggunakan energi yang terbarukan
Energi terbarukan merupakan energi yang dapat dihasilkan
sendiri.Energi terbarukan seperti energi surya, energi air, dan energi
angin.
h. Menciptakan bangunan yang universal
Banguan yang baik merupakan bangunan yang dapat digunakan
disegala usia baik anak-anak mauapun orang tua, selain itu
digunakan juga bagi orang yang cacat tubuh, orang sakit, maupun
orang dewasa yang sehat.
Gambar 2.45. Konsep Bangunan Arsitektur Ekologis
Sumber: Heinz Frick
61
2.5.4 Bangunan dengan Konsep Arsitektur Ekologis
A. Green School Bali
Pada dasarnya desain ekologis adalah segala bentuk desain yang
meminimalisasi dampak destruktif terhadap lingkungan dengan
mengintegrasikan diri dengan proses terkait makhluk hidup. Desain
ekologis membantu menghubungkan keterkaitan antara arsitektur hijau,
pertanian berkelanjutan, teknik ekologis, restorasi ekologis, dan bidang
lainnya.“Secara umum, selain sebagai inovasi dalam arsitektur, Green
School Bali ini juga merupakan bangunan yang mengadopsi bentuk dan
material kebudayaan lokal Bali sebagai inspirasi desain
arsitekturalnya”. Dalam konsep Ekologis yang ada Green School Bali
ini dapat di katakan telahmenerapkan Desain Ekologis karena Green
School Bali ini menggunakan konsep arsitektur ekologis yang mana
dari proses pembuatannya yang meliputi material, kualitas konstruksi,
pemanfaatan energy, typologi, teknik, limbahdll, sampai pada sistem
yang berlangsung di dalam nya berlandaskan sebuah tujuan yakni
mengurangi dampak destruktif terhadap lingkungan demi keberadaan
dan keutuhan lingkungan di masa depan.
Greenschool ini merupakan sekolah yang di desain/di rancang
berdasarkan desain ekologis yang berlandaskan pengetahuan ekologi,
demi tercapainya suatutujuan yakni menyelamatkan bumi ke depannya.
Gambar 2.46. Green School Bali
Sumber: http://www.greencampbali.com/green-school/
62
Material yang digunakan pada bangunan ini menggunakan
material lokal yaitu bamboo. Dengan material yang ramah lingkungan
juga bangunan ini memberikan dampak positif bagi lingkungannya.
Bangunan ini juga terlihat tampak menyatu dengan lingkungan
sekitarnyaa.
Dalam ruang dalamnya bangunan ini menerapkan sistem open space,
dimana caha bisa dapat leluasa masuk ke dalam bangunan.
Gambar 2.47. Green School Bali
Sumber: http://www.greencampbali.com/green-school/
Gambar 2.48. Interior Green School Bali
Sumber: http://www.greencampbali.com/green-school/
63
B. Rempah Rumah Karya
Bangunan rempah rumah karya merupakan bangunan yang
berfungsi sebagai gudang penyimpanan hasil sisa produlsi kayu yang
dijadikan sebagai tempat workshop. Rempah Rumah Karya didasari
pada kemauan untuk menyatukan, mengumpulkan, menginovasi
kembali seluruh kekayaan intelektual Indonesia.
Struktur Rempah Rumah Karya unik karena seluruh bahan
bangunan tersebut berasal dari sisa produksi furnitur dan material daur
ulang lain.Dalam desainnya, pemilik sekaligus arsitek Rempah Rumah
Karya, Paulus Mintarga, memadukan kayu, besi, rotan hingga paralon
bekas dengan berbagai tanaman rambat. Rempah Rumah Karya juga
sering berfungsi sebagai ruang pamer kegiatan-kegiatan kesenian di
kota Solo.
Gambar 2.50. Material Bangunan
Sumber: http://majalahasri.com/rumah-karya-bagi-anak-
Gambar 2.49. Bangunan Rempah Rumah Karya
Sumber: http://majalahasri.com/rumah-karya-bagi-anak-
64
Bentuk atap kurva sudah menjadi pilihan karena potongan rangka
besi yang pendek-pendek, tetapi bentuk kurva seperti apa yang paling
optimal membutuhkan eksperimen dan perhitungan dari beragam
alternatif desain. Form follow structure, bentuk bangunan yang
kemudian dinamai ‘Rempah Rumah karya’ ini memang mengikuti
bentuk struktur yang ada. Atap bangunannya juga berbentuk kurva
yang paling optimal memanfaatkan material yang tersedia. “Bentuk ini
berhasil menggunakan material rangka yang tersedia tanpa kekurangan
dan tanpa sisa.
Dari tata ruang dalammnya, bangunan mempunyai kualitas pencagaaan
yang baik dengan dicirikan setiap ruangan tersinari oleh cahaya.
Gambar 2.51. Bentuk Atap Bangunan
Sumber: http://majalahasri.com/rumah-karya-bagi-anak-bangsa/
Gambar 2.52. Interior Bangunan
Sumber: http://majalahasri.com/rumah-karya-bagi-anak-bangsa/
65
Pada ruang luar terapat vertikal garden yang ditanak di atas atap taman,
yang berfungsi sebagai pereduksi, dan juga sebagai penghasil oksigen
pada bangunan.
Secara garis besar bangunan bangunan ini tergolong bangunan yang
memiliki nilai ekologis.
Konsep arsitektur ekologis yang ada pada bangunan
a. Material bangunan berasal dari material bekas yang didaur ulang,
sehingga mengurangi produksi limbah.
b. Dapat memanfaatkan sumbern daya yang ada, sebagai elemen
banguan.
c. Menggunakan material yang ramah lingkungan.
d. Mengoptimalkan penggunaan material dalam desain.
e. Bangunan hemat energy, dikarenakan menggunakan pencahayaan
alami dan juga penghawaan alami.
f. Mempunyai konsep open plan, dengan sedikit menggunakan sekat
pada bangunan sehingga bangunan terasa luas dan juga mempunyai
sirkulasi udara yang tidak terhambat.
Gambar 2.53. Area Taman
Sumber: http://majalahasri.com/rumah-karya-bagi-anak-bangsa/
174
BAB V
KONSEP PERENCANAAN DAN
PERANCANGAN ARSITEKTUR
5.1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan
Kampung Vertikal dirancang untuk mewadahi kebutuhan hunian
masyarakat menengah bawah di kawasan Muara Angke. Muara Angke
merukapan sebuah kawasan dengan aktivitas utama kegiatan perikanan.
Sehingga perlunya tempat khusus dalam sebuah kawasan hunian yang dapat
mewadahi kegiatan tersebut. Konsep perancangan menerapkan sebuah konsep
yang mengacu kepada nilai ekologis dan nilai kampung. Diamana menciptakan
sebua zonasi yang memberikan dampak positif bagi lingkungannya maupun
penghuninya. Konsep dasar pada kampung vertikal ini meliputi beberapa dua
indikator yang terkandung dalam perancangan ini seperti.
No Indikator Penerapan
1 Konsep
Ekologis
- Menerapkan sebuah desain ekologis yang ramah
lingkungan, menyatu dengan lingkungan sekitar, dan
juga membawa dampak positif bagi lingkungan, guna
memperbaiki penurunan kualitas lingkungan yang ada
di Muara Angke.
- Menerapkan sebuah konsep hunian yang sesuai
dengan karakteristik masyarakat kampung yang
mempunyai identitas sebagai kampung nelayan.
2 Konsep
Kampung
- Konsep asas-asas permukiman kampung dengan
menerapkan gaya bermukim di kampung yang
diimplementasikan dalam sirkulasit tapak.
Tabel 5.1 Indikator Penerpan Konsep Dasar
Sumer : Analisis Penulis, 2017
Gambar 5.1 Diagram Konsep Dasar Sumber: Analisis penulis 2017
175
5.2 Konsep Program Ruang Kampung Vertikal
5.2.1 Besaran Ruang
A. Hunian
B. R. Pengelola
No Nama Ruang Kapasitas/
Kebutuhan Luas (m2)
R. Pengelola
� R. Kepala Unit 1org 20
� R. Wakil Kepala Unit 1org 20
� R.Koordinasi Gedung 6org 25
� R.Sub Keuangan 5org 22,5
� R. Satuan Pelayanan 5org 22,5
� R.Sarana &Prasarana 5org 22,5
� R. Tata Usaha 5org 22,5
� R. Penerima 2org 4
� R.Rapat 25org 50
� R. Tunggu 10org 10
� K.Mandi 6org 18,9
� R.Arsip 1org 50
287
Sirkulasi 40 % 115
Jumlah Total 403
No Jenis Hunian Kapasitas Jumlah Unit Total Luas Besaran Ruang
Hunian
Tipe S (25 m2) 1-3 org 250 6250 Tipe M (40m2) 3-5 org 700 28000 Tipe L (47 m2) 4-6 org 420 19740 Jumlah Total 53990 Sirkulasi 30 % 16197 Jumlah Total 70187
Tabel 5.2 Besaran Ruang Hunian
Sumer : Analisis Penulis, 2017
Tabel 5.3 Besaran Ruang Pengelola
Sumer : Analisis Penulis, 2017
176
C. Fasilitas Penunjang
No Nama Ruang Kapasitas/ Kebutuhan Luas (m2)
Fasilitas Kesehatan Balai Kesehatan 200 org
Fasilitas Pendidikan Perpustakaan 80 orng 300 Taman Kanak Kanak 50 orng 60 Jumlah Total 360 Fasilitas Kegiatan
Masyarakat
Koperasi � R. Kepala
Koperasi 1 orgg 20
� R. Pegawai 5 org 22,5 � R. Tunggu 15 org 18 R. Pelatihan Masyarakat 200 org 200 R. Daur ulang sampah 50 org 200 Jumlah Total 460 Fasilitas Peribadatan Masjid 1000 orng 1000 Mushola 20 orng / unit 80 Fasilitas Perdagangan Pertokoan 200 unit 1800 Kantin / foodcourd 500 orng 900 Jumlah Total Fasilitas Sarana
Kebudayaan dan Rekreasi
Balai Pertemuan Pusat 300 orng 540 R. Istirahat /gazebo 10 orng / unit 600 Taman pusat 5000 orng 2500 Taman Antara warga 250 org 250 Pos Jaga Kawasan 12 unit 30 Ruang Berkumpul Warga 20 orng / unit 250 Lapangan Bulu Tangkis 6 unit 504
Tabel 5.4 Besaran Ruang Fasilitas Penunjang
177
Lapangan Voli 1 unit 162 Jumlah Total 4980 Fasilitas Kegiatan Nelayan Pengolahan Hasil laut 1 unit 125 Penyimpanan Hasil laut 20 unit 500 Ruang Penyimpanan Es 1unit 30 R.Pengasinan 1unit 90 Area Menjemur Ikan 1 unit 350 Bengkel Kapal 1 unit 20 R. Fermentasi Limbah Ikan 1unit 20 Penampungan Limbah 2unit 40 R.Istirahat nelayan 200 180 1365 Jumlah Total Jumlah Total Keseluruhan 10061 Sirkulasi x 40 % 4024 Jumlah Total 14085.4
D. Besaran Ruang Service
Nama Ruangan Kapasitas/ Jumlah Unit Luas (m2) R.Service STP 12 unit 120 R.Genset 12 unit 240 R. Panel 12 unit 180 Water Tank 12 unit 120 R. Pompa 12 unit 180 R. Penampungan Sampah 10 50 770 Sirkulasi 30 % 231 Jumlah Total 1001
E. Besaran Ruang Parkir
Parkir
Nama Ruangan Kapasitas/Kebutuhan Luas m2
Parkir Penghuni
Parkir Motor 6000unit 9600
Parkir Mobil 30 unit 375
Sumer : Analisis Penulis, 2017
Tabel 5.5 Besaran ruang service
Sumber: Analisis penulis 2017
Tabel 5.6 Besaran Ruang Parkir
178
Parkir Pengelola
Parkir Motor 40unit 80
Parkir Mobil 30unit 375
Parkir Pengunjung
Parkir Motor 500 unit 1000
Parkir Mobil 20unit 250
10780
sirkulasi 50 % 5390
Jumlah Total 16170
F. Rekapitulasi Besaran Ruang
5.2.2 Konsep Sirkulasi Ruang
A. Sirkulasi Hunian
Parkir Kapal Kapasitas/ Kebutuhan Luas m2 Nama Ruang 150 unit 4875 Parkir Kapal Nelayan
No Nama Ruang Luas ruang 1 Hunian 70187
2 Pengelola 403
3 Penunjang 14805
4 Service 1001
5 Parkir 16170
6 Parkir Laut 4875
Jumlah Kebutuhan Ruang 105266
Sumer : Analisis Penulis, 2017
Tabel 5.7 Rekapitulasi Besaran Ruang
Sumer : Analisis Penulis, 2017
Gambar 5.2 Sirkulasi hunian Sumber: Analisis penulis 2017
179
B. Sirkulasi Penghuni
C. Sirkulasi Pengelola
Gambar 5.3 Sirkulasi Penghuni Sumber: Analisis penulis 2017
Gambar 5.4 Sirkulasi Pengelola Sumber: Analisis penulis 2017
180
D. Sirkulasi Pengunjung
E. Sirkulasi Service
Gambar 5.5 Sirkulasi Pengunjung Sumber: Analisis penulis 2017
Gambar 5.6 Sirkulasi Service Sumber: Analisis penulis 2017
181
5.2.3 Organisasi Ruang
5.2.4 Hubungan Ruang
Gambar 5.7 Organisasi Ruang Sumber: Analisis penulis 2017
Gambar 5.8 Hunungan Ruang Sumber: Analisa penulis 2017
182
5.3 Konsep Kontekstual
5.3.1 Lokasi Perancangan
Perencanaan kampung vertikal di Muara Angke, Kel.Pluit,
Kec.Penjaringan, Jakarta Utara, tertuju pada permukiman yang mempunyai
tingkat kekumuhan yang tinggi yaitu pada kampung neyalan di Muara
Angke, yang terdiri dari blok Eceng dan Blok Empang. Namun untuk
membangun kampung vertikal diperlukannya sebuah lokasi yang
memmpunyai tata guna lahan senbagai zona permukiman. Sehingga tidak
bisa dibangun di lahan eksisting yang peruntukan lahannya digunakan
sebagai peruntukan perdagangan dan jasa.
Pemilihan lokasi alternatif perencanaan untuk membangun
kampung vertikal tertuju terhadap RW 01 dimana pada RW 01 terdapat
pengolahan ikan tradisional yang tidak sesuai dengan zona peruntukan
lahan. Hal ini diperlukannya pemindahan zona ke area perdagangan dan jasa
yaitu ke wilayah permukiman kumuh saat ini yang ada dipesisir pantai
Muara Angke
Lokasi Tapak
Keterangan :
1. Pelabuhan Kali Adem
2. Pelabuhan Perikanan dan Tempat
3. Pelelangan Ikan
4. Green Bay Pluit
5. Perumahan Pluit
6. Hutan Mangrove
Gambar 5.9 Peta Lokasi Tapak
Sumber : Data Penulis
183
Informasi Tapak
8) Lokasi :Jl. PHPI
9) Luas :8 Ha
10) KDB : 50%
11) KLB : 3
12) GSS : 30 m
13) Maksimal Tinggi : 7 Lantai
Bangunan
14) Topografi : Landai, dengan jenis tanah Aluvial
15) Batas-batas
Sebelah Utara : Ex Blok Eceng dan Blok Empang
Sebelah Selatan : Kali Angke.
Sebelah Timur : Rusun dan permukiman warga.
Sebelah Barat : Kali Angke
Gambar 5.10 Site Terpilih
Sumber : Data Penulis
184
5.3.2 Konsep Perencanaan Tapak
A. Perencanaan Tapak Makro
1. Memindahkan pengolahan ikan tradisional ke zona perdagangan dan
jasa dimana zona ini dapat dikembangkan sebagai tempat pengolahan
ikan.
2. Memindahkan permukiman kumuh blok eceng dan blok empang atau
kampung nelayan, ke zona permukiman, hal ini untuk menata
permukiman sesuai tata guna lahan, dan juga memberikan keamanan
masyarakat untuk menghindari tergenangnya permukiman dari
bahaya rob.
3. Menjadikan permukiman kumuh dan juga tumpukan sampah menjadi
zona hijau, yang berfungsi sebagai sumber resapan kawasan Muara
Angke
Gambar 5.11 Konsep Tapak Makro
Sumber : Data Penulis
185
B. Konsep Tapak Mikro
C. Menggunakan zona kuning untuk bangunan hunian hal ini untuk
menata kawasan sesuai dengan peraturan RDTR Kec. Penjaringan.
D. Menjadikan waduk sebagai tempat resapan air dan juga sebagai
tempat rekreasi masyarakat Muara Angke.
E. Pada area pesisir pantai dijadikan sebagai zona nelayan yaitu zona
basah, yang digunakan sebagai menyimpan hasil tangkapan ikan,
mengolah ikan, dll.
F. Pada area keliling tapak dijadikan sebagai ruang publik yaitu fasilitas
umum dan taman, agar masyarakat sekitar dapat menggunakan
fasilitas bersama, tidak hanya penghuni kampung vertikal
Gambar 5.12 Konsep Tapak Mikro
Sumber: Analisi Penulis. 2017
186
5.3.3 Konsep Aksesibilitas
A. Aksesibilitas Makro
Gambar 5.13 Aksesibilitas Makro
Sumber : Analisis Penulis
187
B. Aksesibilitas Mikro
G. Akses utama pada kawasan diposisikan pada bagian tengah site untuk
bagi blok hunian.
H. Pada area samping timur site diberikan akses sekunder untuk akses
dari jalan perkampungan, hal ini ditukan untuk memberikan
keterbukaan pada lingkungan sekitar.
I. Pada bagian tengah tapak dberikan bundaran, untuk memudahkan
pengarahan jalur, agar tidak memberikan kemacetan pada kawasan.
J. Untuk sirkulasi kendaraan penghuni menggunakan jalan kampung,
yang mempunyai akses yang kecil, yang diperuntukan untuk akses
motor saja, dikarenakan masyarakan kampung mayoritas
menggunakan motor.
K. Pada sisi barat dan selatan site, diperuntukan untuk akses zona
nelayan, dikarenakan dekat dengan kali.
Gambar 5.14 Aksesibilitas Mikro
Sumber : Analisis Penulis
188
5.3.4 Konsep Topografi
� Menaikan level lantai dasar guna mengantisipasi naiknya permukaan
jalan sehingga ketika permukaan jalan naik, hunian tidak berada di
bawah permukaan jalan.
� Pengurugan pada bangunan juga diterapkan untuk mengatasi turunnya
permukaan tanah, dimana penuruan permukaan tanah di Jakarta 10 cm
dalam setahunnya.
� Jenis pondasi yang cocok digunakan untuk tanah aluvial adalah pondasi
minipile atau bore pile dikarenakan mempunyai permukaan tanah
lempung..
� Saluran drainase dibuat miring sehingga saluran dapat mengalir dengan
lancar.
5.3.5 Konsep Klimatologi
a. Mengolah permukaan bangunan
Menerapkan kanopi agar cahaya matahari tidak langsung masuk kedalam
ruangan, dengan memberikan permainan bentuk masa bangunan. Dengan
cara menonjolkan bagian permukaan bangunan, bentuk dapat membentuk
sebuah penghalang sinar matahari yang masuk kedalam ruang hunian.
Gambar 5.15 Konsep Topografi
Sumber : Analisis Penulis
189
b. Penerapan Void
Mererapkan void terhadap bangunan agar memberikan
pencahayaan yang merata terhadap masa bangunan yang berapada di
tengah bangunan.
c. Penerapan Roof Garden
Menerapkan desain roof garden sebagai solusi untuk mereduksi panas
matahari pada siang hari yang masuk ke dalam bangunan.
Gambar 5.16 Penerapan shadding dan Kanopi Sumber : Analisis Penulis, 2017
Gambar 5.17 Penerapan Void Sumber : Data Penulis
Gambar 5.18 Penerapan Roof Garden Sumber : www.Pinterest.com/,2017
190
d. Mengolah Massa Bangunan
Sesuai dari data analisa, angin berhembus dari tenggara, yang
menerpa bagian ke arah barat laut bangunan, sehingga perlunya
pemecahan masa bangunan, agar sirkulasi udara tidak terhambat.
Penggunaan void pada sisi bangunan juga diterapkan agar terciptanya
Cross Ventilation.
5.3.6 Kebisingan
Gambar 5.19 Pengolahan massa Sumber : Analisis Penulis, 2017
Gambar 5.20 Konsep Solusi Kebisingan Tapak Sumber : Analisis Penulis, 2017
191
1. Penerapan vegetasi vertikal untuk menahan sumber bunyi yang ada
disekeliling site, sehingga suara yaang datang akan tereduksi oleh
vegetasi.
2. Menjauhkan ruang yang membutuhkan ketenangan dari sumber
Kebisingan, sehingga tidak mengganggu ketenangan dalam ruang.
3. Penerapan shadding pada bagian sisi luar bangunan, selain merekuksi
cahaya matahari, shadding juga bisa mereduksi suara. Pemilihan
shadding menggunakan material kayu yang mampu menyerap suara.
5.3.7 Konsep Pemindahan Hunian
Gambar 5.21 Konsep Pemindahan Hunian Sumber : Analisis Penulis, 2017
192
5.4 Konsep Zoning
5.4.1 Zoning Horizontal
5.4.2 Zoning Vertikal
Gambar 5.22 Zoning Horizontal Sumber : Analisis Penulis, 2017
Gambar 5.23 Zoning Vertikal Sumber : Analisis Penulis, 2017
193
5.5 Konsep Teknis Kampung Vertikal
5.5.1 Sistem Modul
A. Modul Vertikal
Modul vertikal mencakup jarak antar dua elemen penyusun ruang
yaitu antar lantai dengan lantai atau antar lantai dan plafond. Modul
vertikal yang dipakai pada desain hunian Kampug Vertikal ini atas
pertimbangan efektifitas dan efesiensi menggunakan jarak 3,25 m untuk
jarak lantai ke latai. Ukuran ini dipilih untuk menyesuaikan skala manusia,
agar penghuni bisa merasakan kenyamanan.
B. Modul Horizontal
Menggunakan ukuran modul horizontal dengan dimensi 7x6 m.
Gambar 5.24 Modul Vertikal Sumber : Data Penulis
Gambar 5.25 Modul Horizontal Sumber : Data Penulis
194
5.5.2 Sistem Struktur
:Pada dasarnya lokasi perencanaan merupakan daerah pesisir pantai
kota Jakarta yang biasanya pada kawasan pesisir merupakan daerah yang
rawan rob. Hal ini membuat perlunya antisipasi terjadinya rob. Salah
satunya adalah dengan bentuk struktur rumah panggung. Pada bagian
bawah berfungsi sebagai tempat parkir plaza, serta fasilitas penunjang
lainnya. Dan untuk hunian ditempatkan mulai pada lantai dua.
Dan untuk Sistem Struktur yang digunakan Antara Lain Seperti :
A. Sub Struktur
Sub struktur merupakan struktur bawah, bangunan atau disebut
pondasi. Pada perancangan kali ini sub struktur menggunakan pondasi
Bored Pile. Penggunaan pondasi bored pile karena
� Mobilisasi mudah, karena pondasi dicetak ditempat hanya
membawa alat boring dan perakitan tulangan.
� Tidak mengganggu lingkungan dengan getaran yang dapat
merusak / retak dinding bangunan sekitar proyek.
� Pengoprasian alat sederhana.
Gambar 5.26 Konsep Sistem struktur panggung Sumber : Data Penulis
195
B. Super Struktur
Menggunakan struktur rangka bangunan yang terdiri dari kolom, balok,
ring balok, dan juga plat lantai. Material yang digunakan adalah material
beton, dan baja.
Gambar 5.27 Pondasi bored pile Sumber : Data Penulis
Gambar 5.28 Struktur kolom, balok, dan lantai Sumber : Data Penulis
196
C. Upper Struktur
. Pada perancangan ini penerapan upper structure menggunakan
material dak beton yang dilapisi dengan roof garden, sehingga dapat
menahan panas, dan juga bisa digunakan untuk ruang public seperti
menjadi tempat bersantai warga, tempat berkebun, dan tempat menjemur.
Selain itu struktur atas yang diterapkan lagi adalah struktur baja
konvensional yang membentuk atap pelana dan juga atap miring.
5.6 Konsep Utilitas Bangunan Kampung Vertikal
5.6.1 Jaringan Air Bersih
Sistem jaringan air bersih menggunakan sistem downfeed, karena
sistem ini tidak menggunakan pompa secara terus menerus.
Gambar 5.29 Struktur Atap Sumber : Data Penulis
Gambar 5.30 Jaringan Air Bersih Sumber : Data Penulis
197
5.6.2 Jaringan Air Kotor
Gambar 5.32 Jaringan Air Kotor
Sumber: Analisa penulis 2017
Gambar 5.31 Sistem Jaringan Air Bersih Sumber : Analisa Penulis 2017
198
5.6.3 Konsep Pengolahan Sampah
Sistem pembuangan sampah pada bangunan melalui shaft sampah
yang ada pada tiap lantainya, kemudian dibawa ke pembuangan sampah
perblok. Setelah itu langsung diangkut ke penampungan sampah, dan
kemudian dibawa ke pembuangan akhir. Sistem pengelompokan sampah juga
diterapkan pada sistem pengolahan sampah bangunan, mulai dari kelompok
hunian sampai kelompok kegiatan nelayan.
5.6.4 Konsep Sistem Jaringan Listrik Instalasi listrik sangat diperlukan pada bangunan karena akan menunjang
segala kegiatan di dalam bangunan. Sumber listrik bisa didapatkan dari PLN
maupun tenaga listrik cadangan seperti genset dan panel surya. Jaringan listrik
Kampung Vertikal masih menggunakan jaringan listrik pada umumnya.
Instalasi listrik diintegrasikan dengan baik bersama struktur dan desain
bangunan, sehingga menghasilkan kinerja listrik yang lebih baik.
Gambar 5.33 Sistem Pembuangan Sampah Sumber: Analisa penulis 2017
Gambar 5.34 Sistem Jaringan Listrik Sumber: Analisa penulis 2017
199
5.6.5 Konsep Sistem Pemadam Kebakaran
Untuk sistem pemadam kebakaran bangunan kampung vertikal,
sistem fire fighting disediakan di tiap bangunan sebagai tindakan preventif
(pencegah) terjadinya kebakaran. Sistem ini terdiri dari sistem heat
detector, sprinkler, hydran dan fire extinguisher.
5.6.6 Konsep Sistem Keamanan
Sistem kemanan bangunan menggunakan sistem keamaan pos jaga
dan juga penambahan sistem CCTV untuk meningkatkan sistem keamanan
bangunan.
A. Jaringan CCTV
Menggunakan sistem jaringan cctv untuk memantau kegiatan
aktivitas kegiatan di lingkungan hunian
Gambar 5.35 Sistem Pemadam Kebakaran Sumber: Analisa penulis 2017
Gambar 5.36 Sistem Keamanan CCTV Sumber: Analisa penulis 2017
200
5.6.7 Konsep Penangkal Petir
Pada perencanaan bangunan kampung vertikal ini menggunakan
sistem Elektrostatis. Sistem ini dipilih dikarenakan tidak memerlukan
banyak tiang, sehingga tidak merusak bentuk bangunan, dan juga
penghematan biaya.
5.7 Konsep Arsitektural Kampung Vertikal
5.7.1 Konsep Arsitektur Ekologis Pada Kampung Vertikal
Konsep yang diterapkan pada perancangan kampung vertikal
yaitu konsep arsitekur ekologis, dimana arsitekrut ekologis merupakan
sebuah konsep yang ramah lingkungan, dapat memelihara lingkungan
sekitar, dan menyatu dengan alam lingkungan sekitarnya. Dalam
perancangan ini diterapkan diterapkan Arsitektur Ekologis dimana
mencangkup bebereapa tiga aspek yaitu Aspek Ekologis terhadap
bangunan, Ekologis terhadap lingkungan.
Gambar 5.37 Sistem Penerapan Pos Jaga Sumber: Analisa penulis 2017
Gambar 5.38 Sistem Penangkal Petir Sumber: Analisa penulis 2017
201
A. Konsep Ekologis Terhadap Bangunan
Penerapan konsep arsitektur ekologis pada bangunan yang
diterapkan antara lain seperti :
1. Meminimalisir Penggunaan Energy
Meminimalisir penggunaan enery bangunan yang diterapkan seperti
menggunakan pencahaayaan alami, menggunakan penghawaan alami,
dan menggunakan sistem rainy water harvesting, yang bisa digunakan
untuk kebutuhan bangunan.
a. Penghawaan Alami
Konsep penghawaan yang diterapkan menggunakan
penghawaan alami, dan penghawaan buatan. Penerapan
penghawaan alami pada bangunan diterapkan pada sistem Cross
Ventilation ventilasi silang. Dimana ventilasi silang memberikan
sebuah pergerakan sirkulasi dapat mengalir keseluruh bangunan.
Dengan memberikan bukaan pada masa bangunan udara akan
masuk lewat bagian bawah dan keluar menuju bagian atas
bangunan melawati ruang-ruang dalam, sehingga pada bagian
Gambar 5.39 Konsep Arsitektur Ekologis Sumber: Analisa penulis 2017
202
dalam masa bangunan teraliri oleh udara. Pada ruang hunian juga
diterapkan sistem cross ventilation, udara dapat mengaliri ruang
hunian sehingga ruangan mempunyai udara yang segar
b. Pencahayaan Alami
Sistem pencahayaan mmenggunakan pencahaayaan alami
dan pencahayaan buatan. Penggunaan pencahayaan alami dengan
menepatkan setiap sisi ruang agar terkena cahaya. Dan
pencahayaan buatan digunakan untuk malam hari. Dengan
konsep pencahayaan ini, penggunaan energy listrik pada
bangunan akan berkurang.
c. Menerapkan Sistem Rain Water Harvesting
Menerapkan sistem penampungan air hujan yang buisa digunakan
untuk kebutuhan bangunan sehari hari, sehingga menggunakan
kebutuhan air pada bangunan.
2. Menggunakan Material Yang Ramah Lingkungan Dan Ekonomis
Menggunakan dinding beton precast yang mudah dan cepat dalam sistem
pemasangannya, sehingga mengurangi biasa dalam pembangunannya.
Mengekspos material sehingga mengungi biaya, dalam pembangunan.
Menggunakan bahan bahan yang ramah lingkungan seperti kayu, bambu
yang banyak terdapat di wilayah Muara Angke.
Gambar 5.40 Cross Ventolation Sumber: Analisa penulis 2017
203
No. Material Keterangan
1
(Beton Ekspos)
Penggunaan beton ekspos bisa digunakan untuk
meminimalisir biaya pembangunaan.
2
(Bata Merah Ekspos )
Penggunaan bata merah untuk menambahkan kesan
lokal pada bangunan. Penerapannya dikombinasikan
dengan dinding beton ekspos.
3
(Kayu)
Penerapan material kayu sebagai unsur alami pada
bangunan. Penerapannya diterapkan sebagai pelapis
dingding, dan juga sebagai sun shadding pada
bangunan. Material kayu ini juga bisa diambil dari
material bekas yang ada di permukiman warga.
4
(Bambu)
Penerapan material bambu juga dipilih sebagi unsur
alam, dan juga material yang ramah lingkungan.
Penerapannya bisa digunakan sebagi material
5 (Finishing putih)
Menggunakan cat finishing putih untuk beberapa
ruangan seperti ruang fasilitas kesehatan,
mushola.Pada ruangan juga diterapkan untuk
memberikan kesal luas.
3. Menerapkan unsur lokal bangunan sekitar
Menertapkan tipologi bentuk rumah yang ada pada kawasan Muara
Angke, yang mayoritas berbentuk rumah panggung, dan menggunakan
material material bekas yang memberikan kesan visual pada hunian
lama mereka.
Tabel 5.8 Material Bangunan
Sumber :Analisis Penulis, 2017
204
� Penerapan Konsep rumah panggung
Konsep rumah panggung diambil dari bentuk rumah daerah pesisir
pantai yang mayoritas berbentuk panggung. Pada bagian bawah
difungsikan sebagai ruang service, dan ruang parkir penghuni.
� Penerapan visual bangunan lama ke bangunan baru
Penerapan tampilan gaya bangunan lama ke bangunan baru
diterapkan melalui pengambilan bentuk rumah yang mayoritas
berbentuk kubus dengan atap miring. Bentuk bangunan lama
diterapkan kebangunan baru, dan diberikan aksen tonjolan agar
bangunan tidak terlihat monoton.
Gambar 5.41 Penerapan Konsep Panggung Sumber: Analisa penulis 2017
Gambar 5.54 Penerapan Fasad Lama Sumber: Analisa penulis 2017
205
B. Konsep Ekologis Terhadap Lingkungan
1. Pengembangan Hutan Mangrove, dan Waduk Muara Angke
Konsep ekologis yang diterapkan terhadap lingkungan yaitu adalah
pengembangan hutan mangrove sebagai solusi peningkatan kualitas
terhadap lingkungan dan juga menjaga lingkungan sekitar. Dan juga
Mengembangka Waduk Muara Angke sebagai tempat rekreasi.
� Mengatasi permasalahan global warming dengan penanaman
mangrove.
� Mengatasi terjadinya Rob, dengan menggunakan mangrove
sebagai penghalang.
� Memberikan udara segar bagi lingkungan Muara Angke.
� Menjadi sumber resapan pada kawasan Muara Angke.
� Memperbaiki ekosistem laut yang selama ini sudah tercemar oleh
lingkungan sekitarnya.
� Dapat menambah penghasilan masyarakat
Gambar 5.43 Pengembangan Mangrove dan Waduk
Sumber: Analisa penulis 2017
206
2. Menerapkan konsep “urban farming“
Pada bagian atas banginan diterapkan space untuk melakukan
urban farming, dimana urban farming ini dapat meningkatkan oksigen
bagi lingkungan sekitar, dan juga mengatasi pemanasan global. Selain
itu urban farming juga menghasilkan sumber pangan bagi masyarakat
sekitar. Tanaman yang digunakan untuk merupakan tanaman yang bisa
dikonsumsi seperti cabai, tomat, sawi, bayam, kamngkung, seledri, dan
masih banyak lainnya.
\
C. Konsep Ekologis Terhadap Manusia
1. Mengubah Pola Pikir Masyarakat.
Konsep ekologis yang diterapkan terhadap manusia yaitu mengubah
pola pikir masyarakan dengan konsep ekologis. Salah satunya menerapkan
sistem 3R, yaitu Reduce, Reuse, dan Recylce.
� Reuse
Konsep ini bisa dilakukan dengan menggunakan kembali barang yang
dianggap sudah tidak memiliki kegunaan.
� Recyle
Mendaur ulang barang yang sudah tidak terpakai, untuk dijadikan
fungsi yang sama atau fungsi yang berbeda.
� Reduce
Mengurangi kebutuhan dan sumber daya kebutuhan sehari hari.
Gambar 5.44 Penerapan urban farming Sumber: Analisa penulis 2017
207
Penerapan Konsep 3R
Dalam perancangan ini proses 3R bisa diterapkan dengan
mendaur ulang material bekas untuk dijadikan bahan material
bangunan. Peneparapan konsep ini juga mendorong masyarakat untuk
berfikir kreatif.
Gambar 5.45 Konsep 3 R Sumber: Analisa penulis 2017
Pemanfaatan Limbah Kayu Sebagai Cladding
Pemafaatan Limbah menjadi Vertical Garden Pemanfaatan Limbah sebagai shadding
Gambar 5.46 Penerapan Konsep 3R Sumber: Analisa penulis 2017
208
2. Meningkatkan Kualitas Hidup Masyarakat
� Menyediakan tempat untuk memberikan ruang terhadap masyarakat
untuk melaksanakan ekonomi kreatif dengan menggunakan hasil limbah,
sehingga dapat menambah penghasilan masyarakat.
� Menanamkan pola hidup sehat dengan mengedukasi masyarakat dengan
pola hunian yang ekologis, dan juga menanamkan nilai ekologis terhadap
masyarakat tentang bagaimana melestarikan lingkungan.
Gambar 5.47 Ruang Kreativitas Masyarakat Sumber: Analisa penulis 2017
Gambar 5.48 Siklus Pola Hidup Ekologis Sumber: Analisa penulis 2017
HHidup Sehat
209
5.7.2 Konsep Gubahan Masa Bangunan
Gambar 5.49 Konsep Gubahan Massa Sumber: Analisa penulis 2017
210
5.7.3 Konsep Fasad Bangunan Kampung Vertikal
Gambar 5.50 Rencana Fasad Bangunan Sumber: Analisa penulis 2017
211
5.7.4 Konsep Sirkulasi
Sirkulasi antara bangungan dibuat saling terinteraksi satu sama
lain dengan dihubungkan koridor antara bangunan satu dan bangunan
lainnya. Hal ini ditujukan untuk menciptakan sebuah hubungan antara
warga, dimana warga tidak perlu keluar bangunan jika ingin berkunjung
kepada kerabatnya yang berada pada gedung hunian yang berbeda.
Selain itu konsep second layer juga diterapkan sebagai ruang
penyatu antara warga. Konsep second layer berfungsi sebagai ruang
penyatu dan juga ruang pemisah antara jalur kendaraan dan jalur
pedestrian warga. Memisahkan antara kendaraan dan jalur pedestrian
warga adalah salah satu konsep ekologis yang diterapkan, sehingga
udara yang terdapat pada pedestrian.
Gambar 5.51 Sirkulasi Bangunan Sumber: Analisa penulis 2017
Gambar 5.52 Pemisahan Sirkulasi Pedestrian Dengan Kendaraan Sumber: Analisa penulis 2017
212
5.7.5 Konsep Tata Ruang Kampung Vertikal
A. Konsep Ruang Luar
1. Konsep Taman
Gam
bar 5
.53
Kon
sep
area
tam
an
Sum
ber:
Anal
isa p
enul
is 20
17
213
2. Konsep Ruang Kampung
Pengalaman ruang yang dihadirkan dalam kampung vertikal ini
menerapkan aspek sebuah kampung dimana didalammnya terdapat
banyak kegiatan masyarakat kampung yang mempunyai ciri khas.
Perlunya space untuk mewadahi aktivitas kegiatan kampung, agar
mereka tidak kehilangan aktivitas lamanya.
Ruang Koridor didesain untuk kegiatan masyarakat kampung
berinteraksi dengan penghuni lainnya.
Gambar 5.54 Konsep Koridor Kampung Sumber: Analisa penulis 2017
214
Menerapkan ruang penyatu antara bangunan sehingga terciptanya interaksi
penghuni antara bangunan.
Gambar 5.55 Konsep Unity Space Sumber: Analisa penulis 2017
Gambar 5.56 Konsep Universal Unity Space Sumber: Analisa penulis 2017
215
Suasana kampung juga diterapkan pada bagian tengah tengah bangunan,
yang didalamnya terdapat space untuk berinteraksi warga.
Gambar 5.57 Suasana Halaman Bangunan Sumber: Analisa penulis 2017
Gambar 5.58 Rencana Jarak Bangunan Sumber: Analisa penulis 2017
216
Memberikan space ruang kerja bersama, dimana masyarakat kampung
sering mengerjakan pekerjaanya secama bersama sama.
B. Konsep Ruang Dalam
1. Konsep Tipe hunian
� Hunian tipe S (small)
TIPE 1 TIPE 2
Gambar 5.59 Konsep Tipe Hunian Small Sumber: Analisa penulis 2017
Gambar 5.59 Ruang Kerja Bersama Sumber: Analisa penulis 2017
217
� Hunian tipe M (Medium)
� Hunian Tipe L ( Large)
TIPE 1 TIPE 2
TIPE 3
Gambar 5.61 Konsep tipe Hunian Besar Sumber: Analisa penulis 2017
Gambar 5.60 Konsep tipe Hunian Medium Sumber: Analisa penulis 2017
218
2. Ruang Dalam Hunian
Menciptakan kedekatan antara penguni dengan pola ruang yang
terbuka, sehingga terciptanya interaksi antara keluarga.
Ruang tidur bersama diterapkan untuk ruang tidur anak sehingga anak
dapat saling berinteraksi satu sama lain
Gambar 5.62 Suasana Ruang Sumber: Analisa penulis 2017
Gambar 5.63 Suasana Ruang tidur Sumber: Analisa penulis 2017
219
5.8 Konsep sketsa rancangan
Gam
bar 5
.64
Kons
ep P
eren
cana
an K
awas
an
Sum
ber:
Anal
isa p
enul
is 20
17
220
DAFTAR PUSTAKA
Akmal, Imelda. 2007. Menata Apartemen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
BAPPEDA Kota Jakarta, Konsep Kebijakan Penangannan Kawasan Kumuh di
Kota Jakarta. Arsip Pemerintah.
Budihadjo, E. 1998. Sejumlah Masalah Permukiman Kota. Bandung: PT.
Alumni.
Daldjoeni, N. 1987. Geografi Kota Dan Desa. Bandung : Alumni
Darwis Khudori ,2002. Menuju Kampung Pemerdekaan Membangun
Masyarakat Sipil dari Akar-akarnya Belajar dari Romo Mangun di
Pinggir Kali Code. Yogyakarta: Yayasan Pondok Rakyat
De Chiara, Joseph and John Callendar. Time Saver Standards for Housing and
Residential Devepoment. McGraw-Hill Book Company. Chicago, 1966
Doxiadis, C.A. 1968, An Introduction To The Science Of Human
SettlementsEkistics, London: Hutchinson of London
Frick Heinz, Hesti Tri .2005. Eko-Arsitektur II. Semarang; Kanisius
Hakim, Lukmanul. 2007. Penerapan Arsitektur Ekologis pada Desain Rumah
Tinggal, Makalah.
Jakarta : Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Keputusan Menteri Permukimaan dan Prasarana Wilayah Nomor
24/KPTS/M/2003
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.60/PRT/1992
PERDA IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014
Rahardjo, 1999, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, Edisi Pertama,
Gadjah Mada University Press. Jogyakarta.
Rencana strategis Kementerian PUPR tahun 2015-2019
221
SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di
Perkotaan
SNI 03-7013-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Fasilitas Lingkungan Rumah
Susun Sederhana
Surat keputusan menteri Negara Perumahan Rakyat No. 02/KPTS/1993
UU No. 4 pasal 22 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman
UU No.16 Tahun 1985 pasal 1 ayat 1 tentang rumah susun.
Wiley, Joel G and Stephen W. Hartman. Dictionary of Real Estate. John Wiley
and Sons. New York. 1996
Website
http://cobagonzo.blogspot.co.id/2013/07/inverted-pyramid-
verticalkampung.Html
Pradono, Budi. Budi Pradono. 2005. http://www.budipradono.com
www.jakartavertikalkampung.org
www.worldarchitecturenews.com
yusing.blogspot.com/2011/01/keberagaman-kampung-vertikal.html