kali gendol

43
1 - 1 SABO TECHNICAL CENTER - YOGYAKARTA Laporan studi kasus Penanganan lahar kali gendol KELOMPOK 2 : USMAN WIRYANTO ; BIMO; ACHMAD SODIQ; NUNUS 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi adalah yang termuda dalam kumpulan gunung berapi di bagian selatan Pulau Jawa. Gunung ini terletak di zona subduksi, dimana Lempeng Indo-Australia terus bergerak ke bawah Lempeng Eurasia. Letusan di daerah tersebut berlangsung sejak 400.000 tahun lalu, dan sampai 10.000 tahun lalu jenis letusannya adalah efusif. Setelah itu, letusannya menjadi eksplosif, dengan lava kental yang menimbulkan kubah-kubah lava. Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15 tahun sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar antara lain di tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan besar pada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu. Diperkirakan, letusan tersebut menyebabkan kerajaan Mataram Kuno harus berpindah ke Jawa Timur. Letusannya di tahun 1930 menghancurkan 13 desa dan menewaskan 1400 orang. Letusan pada November 1994 menyebabkan hembusan awan panas ke bawah hingga menjangkau beberapa desa dan memakan korban puluhan jiwa manusia. Letusan 19 Juli 1998

Upload: usmanwir

Post on 08-Jun-2015

582 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

SABO TECHNICAL CENTER - YOGYAKARTA Laporan studi kasusPenanganan lahar kali gendolKELOMPOK 2 : USMAN WIRYANTO ; BIMO; ACHMAD SODIQ; NUNUS 1.1.1.PENDAHULUANLatar Belakang Gunung Merapi adalah yang termuda dalam kumpulan gunung berapi di bagian selatan Pulau Jawa. Gunung ini terletak di zona subduksi, dimana Lempeng Indo-Australia terus bergerak ke bawah Lempeng Eurasia. Letusan di daerah tersebut berlangsung sejak 400.000 tahun lalu, dan sampai 10.000 tahun lalu jenis letusannya adalah efu

TRANSCRIPT

Page 1: Kali Gendol

1 - 1

SABO TECHNICAL CENTER - YOGYAKARTA

Laporan studi kasus

Penanganan lahar kali gendol

KELOMPOK 2 :

USMAN WIRYANTO ; BIMO; ACHMAD SODIQ; NUNUS

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gunung Merapi adalah yang termuda dalam kumpulan gunung berapi di

bagian selatan Pulau Jawa. Gunung ini terletak di zona subduksi, dimana

Lempeng Indo-Australia terus bergerak ke bawah Lempeng Eurasia. Letusan

di daerah tersebut berlangsung sejak 400.000 tahun lalu, dan sampai 10.000

tahun lalu jenis letusannya adalah efusif. Setelah itu, letusannya menjadi

eksplosif, dengan lava kental yang menimbulkan kubah-kubah lava.

Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-

15 tahun sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar antara lain di

tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan besar pada tahun 1006

membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu. Diperkirakan,

letusan tersebut menyebabkan kerajaan Mataram Kuno harus berpindah ke

Jawa Timur. Letusannya di tahun 1930 menghancurkan 13 desa dan

menewaskan 1400 orang.

Letusan pada November 1994 menyebabkan hembusan awan panas ke

bawah hingga menjangkau beberapa desa dan memakan korban puluhan

jiwa manusia. Letusan 19 Juli 1998 cukup besar namun mengarah ke atas

sehingga tidak memakan korban jiwa. Catatan letusan terakhir gunung ini

adalah pada tahun 2001-2003 berupa aktivitas tinggi yang berlangsung terus-

menerus

Gunung Merapi rnerupakan salah satu gunung api aktif di Indonesia yang

pada Juni 2006 meletus mengeluarkan material vulkanik menuju arah

Tenggara masuk ke sistern Kali Gendol. Saat kejadian mengakibatkan 2

orang meninggal, dan kawasan wisata Kaliadem termasuk bangunan

pendopo warung-warung dan bangunan yang merupakan inventaris

vulkanologi rusak tertimbun material vulkanik. Dampak tersebut merupakan

Page 2: Kali Gendol

1 - 2

dampak langsung dari erupsi gunungapi berupa material piroklastik dan

awan panas atau merupakan dampak dari bahaya primer gunungapi.

Pasca erupsi meninggalkan tumpukan material vulkanik/sedimen dalam

jumlah yang sangat besar. Sedang kurang lebih 4 bulan kedepan adalah

mulai masuk musim hujan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap

ancaman bahaya sekunder dari Merapi, berupa eliran sedimen atau aliran

lahsr yang mempunyai daya rusak yang luar biasa. Bahaya sekunder ini

jangkauannya bisa lebih jauh dibanding bahaya primer. Hal ini dikarenakan

aliran yang terjadi akan mengalir melalui K.Gendol, sehingga daerah

sepanjang aliran tersebut akan terancam.

Berdasarkan dampak bahaya, terutama bahaya sekunder yang dapat

mengancam kehidrpan manusia dan juga lingkungan, maka perlu dilakukan

upaya-upaya untuk mengurangi dampak dari bahay Merapi tersebut. Untuk itu

perlu dilakukan suatu studi secara terpadu dan menyeluruh tentang

penanganan banjir lahar di Kali Gendol.

1.2. Maksud dan tujuan

Maksud :

Maksud dari dilaksanakannya pekerjaan ini adalah melakukan studi atau

tinjauan tentang penanganan banjir lahar Gunung Merapi di Kali Gendol.

Tuiuan :

Tujuan dilaksanakannya kegiatan ini adalah upaya menginvestigasi,

merencanakan, merekomendasikan solusi dan melaksanakan upaya

penanganan bencana sedimen dalam usaha mengendalikan bencana sedimen

dan mengurangi darnpak kerugian akibat bencana sedimen.

1.3. Lokasi kegiatan

Lokasi pekerjaan ini adalah di Kali Gendol, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten

Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Gunung Merapi terletak di Kabupaten Sleman, Klaten dan Magelang. Daerah

Sleman adalah merupakan salah satu daerah yang terkena letusan Gunung

Merapi, dan mengalir dialur sekitar gunung tersebut. Oleh karena hal tersebut

maka antisipasi yang harus dilakukan adalah dengan upaya pengendalian

sedimen yang nantinya akan melewati alur apabila bencana datang. Alur

sungai yang berasal dari Gunung Merapi adalah Sungai Gendol yang berhulu

dari kubah Merapi di Kabupaten Sleman. Pada Laporan ini yang akan

Page 3: Kali Gendol

1 - 3

membahas banyak di Kabupaten Sleman, karena memang yang berpotensi

untuk pembangunan Sabo Dam tersebut.

Secara topografi letak gunung Merapi bisa dilihat pada Gambar berikut :

Gambar 1.1 Letak Gunung Merapi

Dari gambar tersebut diatas maka apabila diperjelas menggunakan peta rupa

bumi yang diambil dari Google Earts maka letak Gunung Merapi di Daerah

Istimewa Yogyakarta adalah seperti pada Gambar 1.2 berikut :

Gambar 1.2 Letak Aliran Lahar Gunung Merapi

Kali Gendol

Potensi Luruhan Lahar G. Merapi

Arah Luncuran Lahar Ke K. Gendol

Page 4: Kali Gendol

1 - 4

1.4. Lingkup Pekerjaan

Lingkup Kegiatan

Untuk memenuhi maksud dan tujuan seperti tersebut diatas, maka kegiatan

yang akan dilaksanakan meliputi :

1. Membuat laporan hasil studi tentang penanganan banjir lahar;

2. Melakukan analisa penyebab;

3. Melakukan analisa penanganan yang terpadu dan menyeluruh

(integrated)

serta berwawasan lingkungan;

4. Membuat perencanaan (plan)',

5. Menyusun rencana kerja pelaksanaan;

6. Menyiapkan / membuat bahan tayangan (power point)',

7. Melaksanakan seminar.

1.5. Profil Daerah Model

1.5.1. Kondisi Geografi

Kabupaten Sleman adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta. Ibukota Kabupaten Sleman adalah Sleman, berjarak sekitar 11

Km dari Yogyakarta, Ibukota Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Letak geografis Kabupaten Sleman berada pada posisi utara Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta, yang secara administratif terletak di sebelah

Kabupaten Sleman, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

Batas Utara Kab. Magelang

Batas Timur Kab. Klaten

Batas Selatan Kab. Bantul dan Kodya Yogyakarta

Batas Barat Kab. Kulon Progo

Dalam perspektif regional, Kabupaten Sleman berada pada posisi

“strategis”, karena berada pada jalur lintas darat Yogyakarta-Semarang

yang menghubungkan jalur jalan propinsi di DIY dan Jawa Tengah.

Berdasar dari Informasi pimpinan desa Kepuharjo, daerah tersebut

merupakan desa yang bersinggungan lansung dengan Gunung Merapi.

Akan tetapi selama ini bencana yang ditimbulkan gunung Merapi sempat

merusak lingkungan Desa Kepuharjo dan penduduknya pada bulan Juni

2006 lalu. Dalam laporan ini Daerah Model yang ditentukan dalam

Page 5: Kali Gendol

1 - 5

pekerjaan Studi Penanganan Banjir Lahar Di Kali Gendol Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta adalah Kecamatan Cangkringan.

1.5.2. Jumlah Penduduk

Penduduk di daerah model area adalah merupakan pertimbangan utama,

kondisi penduduk kalau dilihat dari tabel di bawah daerah model area

mempunyai kepadatan 671,068 jiwa per Km2, kepadatan penduduk paling

besar adalah Desa Sindumartani yaitu 1.643,243 jiwa per km2 sedangkan

kapadatan terendah ada pada Desa Kepuharjo yaitu 304,914 jiwa per km2

Kondisi wilayah bencana seperti tersebut diatas, Kecamatan Cangkringan

Sleman terbagi menjadi 6 (enam) Desa seperti dalam Table 1.1 berikut :

Tabel 1.1 Kepadatan Penduduk Desa di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

No Desa Luas Desa (km2) Kelurahan Jumlah

1 Glagaharjo 7.95 3,365 423.270 2 Kepuharjo 8.75 2,668 304.914 3 Wukirsari 14.56 9,555 656.250 4 Umbulharjo 8.26 3,969 480.508 5 Sindumartani 4.44 7,296 1643.243 6 Bimomartani 6.02 6,687 1110.797

  Jumlah 149.98 33,540 671 .068

Sumber: Kec. Cangkringan Dalam Angka 2004 dan Kec. Ngemplak 2004

1.5.3. Sumber Daya Lahan

Area model kehidupan rumah tangga kebanyakan dari mereka adalah

peladang dan beberapa dari mereka adalah peternak sapi. Tabel di bawah

akan memperinci keterangan sekitar model area. (Daftar dari populasi)

- Mata pencarian

Agar mempertahankan hidup komunitas pedesaan (terutama yang tinggal

di dalam tidak berbukit-bukit) harus mempunyai pada berbagai jenis mata

pencarian. Gambar serupa juga terdapat di Area Model. Pada umumnya

jenis dari mata pencarian adalah:

- Petani lahan Kering

Untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk menanam jagung, singkong

dan ubi manis. Jagung dengan demikian, singkong atau ubi manis sebagai

bahan makanan pokok.

Page 6: Kali Gendol

1 - 6

- Peternak Susu Sapi

Kegiatan ekonomi warga di daerah model area merapi juga ditunjang dari

aktivitas warga untuk berternak, ternak yang banyak diminati oleh

warga menurut data tabel di atas adalah ternak sapi potong, sapi perah

dan kambing, sehingga perlu dipikirkan dalam model area merapi dalam

hal ISDM ini adalah lahan untuk menanam rumput, sehingga keperluan

warga dapat terpenuhi dengan baik.

- Penambangan Pasir

Pekerjaan penambangan pasir disamping memberi lapangan pekerjaan

namun juga apabila penambangan tidak diarahkan dengan baik dan benar

akan membahayakan bangunan SABO, di daerah model area ada 425

penambang pasir dan 70 penambang batu. Dengan jumlah tersebut

perlu ada pengendalian terradap penambang (terutama penambangan

yang dilakuan di sungai) agar bangunan Sabo tetap aman/ berfungsi

sebagaimana mestinya. Pengendalian penambang bukanlah masalah yang

mudah, untuk itu perlu pengawasan yang kontinyu dan perlu dibuat

manual penembangah yarg baku sehingga untuk selalu menumbuhkan

kesadaran pada para penambang untuk mematuhi ketentuan atau prosedur

baku penambangan yang baik sehingga lingkungan hidup tetap terjaga

dengan baik.

- Pendidikan dan keagamaan

Jumlah sarana pendidikan keseluruhan sebesar 47 Unit. Dari jumlah

tersebut 33 Unit dapat difungsi dan sebagai tempat pengungsian

sementara apabila terjadi bencana.

1.5.4. Tata Guna Lahan

Jenis Penggunaan Tanah per Desa

Di daerah model area

Tabel 1.2 Penggunaan Lahan Desa di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

No Desa Tanah Sawah

Tanah Kering/

Bangunan/ Pekarangan

Lainnya Jumlah

Page 7: Kali Gendol

1 - 7

Kebun

1 Glagahharjo 0 630 50 114 794

2 Kepuharjo 0 646 42,3 186,7 875

3 Wukirsari 625 375 139 322 1461

4 Umbulharjo 26 612 53 135 826

5 Sindumartani 221 129,21 34,79 59 444

6 Bimomartani 383,78 119,75 71,77 26,7 602

Penggunaan lahan seperti tersebut di atas, penjumlahan dari Area Model

adalah 31.26 km2. Pada umumnya dapat digolongkan ke dalam:

a. Hutan

b. Padang Rumput

c. Settlement

d. Irigasi area

e. Lokasi Bahaya

1.5.5. Infrastructure

a. Supply air

Masyarakat atau penduduk didaerah model area merapi, dalam

kehidupan sehari-hari untuk kebutuhan air bersih [ada beberapa

desa yaitu Desa Kepuharjo dan Desa Umbulharjo mengandakan dari

mata air, sedangkan yang sudah rnemanfaatkan air ledeng ada dua desa

yaitu Desa Wukirsari dan Desa Bimomartani dan beberapa desa pada

umumnya rnemanfaatkan sumur perigi kecuali Desa Kepuharjo.

b. Listrik dan Jalan Desa

Pada 1992 listrik telah masuk desa. Yang berjalan dibawah program

penyebaran lisrik Indonesia. Meskipun tidak semua rumahtangga menjadi

pelanggan, tetapi suplly tenaga listrik telah siap di daerah model tersebut. Di

tahun 1978 pemerintah daerah mengalokasikan sukungan terhadap

pengembangan acces jalan desa dan jalan kampong yang sudah relative

bagus.

c. Sistem Irigasi

Free-intake irigasi dan system saluran dala area kecil pada model area

berlokasi di fasilitas Sabo.

Page 8: Kali Gendol

1 - 8

d. Fasilitas Sabo

Fasilitas Sabo berada di dasar sungai akan di rencanakan dengan

pertimbangan ataupun asumsi yang akan dibahas pada bab selanjutnya.

e. Sarana Kesehatan

Jumlah sarana kesehatan (puskesmas, pustu) 6 Unit. Jumlah ini masih jauh

dari kebutuhan untuk penangajjian apabila terjadi bencana, pada saat

bencana dan pascabencana.

f. Sarana Lain

2 TANGGAPAN TERHADAP KAK

2.1. Tanggapan Umum

Materi Kerangka Acuan Kerja (KAK) Pekerjaan STUDI PENANGANAN

BANJIR LAHAR DI KALI GENDOL PROPINSI DAERAH ISTIMEWA

YOGYAKARTA dapat di pahami oleh KELOMPOK 2

Kelengkapan KAK tersebut di antaranya telah disajikan secara eksplisit

mengenai:

1)Latar Belakang.

2)Maksud dan Tujuan.

3)Lokasi Pekerjaan

4)Lingkup Kegiatan

5)Metodologi

6)Jangka Waktu Pelaksanaan

7)Tenaga Ahli

8)Keluaran atau Hasil

9)Laporan

10) Diskusi, Asistensi dan Presentasi

11) Lain lain

Namun demikian kelompok 2 mencermati bahwa apa yang ada dalam KAK masih

ada yang belum rinci dan perlu penjelasan dan penelitian lebih lanjut yaitu :

1. Latar Belakang

Pada Latar Belakang, telah dijelaskan bahwa pasca erupsi pada juni 2006

gunung Merapi telah meninggalkan material vulkanik / sediment dalam jumlah

yang sangat besar. Namun demikian belum dijelaskan nilai yang pasti jumlah

material tersebut. Hal ini penting khususnya untuk menghitung dan merancang

Page 9: Kali Gendol

1 - 9

bangunan pengendali sediment di sepanjang kali gendol yang diperlukan. Oleh

karena itu kelompok 2 mengusulkan perlunya estimasi jumlah volumetric

material di puncak yang rawan longsor dan yang menimbulkan banjir sediment.

Demikian pula rentang waktu selama 2 tahun sejak erupsi tahun 2006 sampai

sekarang juga memerlukan studi perilkau sedimentasi material sepanjang kali

ngedndol. Oleh karena itu latar belakang yang hanya menyajikan data primer

Volumetrik saja perlu diperdalam dengan data data yang lain.

2. Lokasi Pekerjaan

Lokasi pekerjaan telah disebutkan yaitu pada kali gendol. Kelompok 2

mencermati bahwa penyelesaian sediment akibat tumpukan material hasil erupsi

tahun 2006 tidak diselesaikan pada sepanjang kali gendol. Oleh karena itu

batasan panjang seungai yang diharapkan untuk menangani sedimentasi

tersebut perlu dibatasi. Namun demikian kelompok 2 akan mencoba untuk

melakukan analisa dan studi penanganan sedimentasi yang paling efektif

dengan melakukan multi kajian.

3. Lingkup Kegiatan

Dalam lingkup kegiatan telah disampaikan ketugasan “Studi Penanganan Banjir

Lahar”. Menurut kelompok 2, juga perlu disampaikan studi kondisi eksisting. Hal

ini penting karena dari studi eksisting inilah kerangka berrfikir penyelesaian

masalah dimulai.

4. Metodologi

Metodologi yang disampaikan dalam KAK hanya menugaskan 2 item penting

saja yaitu pada dampak dan alternative penyelesian. Menurut kelompok 2 perlu

juga kajian yang lebih hulu yaitu variabel variabel penyebab terjadinya banjir

lahar dan kajian kondisi yang mempengaruhi perilaku banjir lahar.

5. Jangka Waktu pelaksanaan

Jangka waktu pelaksanaan studi yang hanya 5 hari sangat terbatas sehingga

hasil kajian banyak dipenuhi oleh asumsi asumsi yang mungkin sekali tidak

tepat.

6. Tanaga Ahli

Tenaga Ahli yang diminta sebagian besar memang berkaitan dengan tugas ini

namun demikian masih perlu ditambah dengan ahli Geodesi ( pengukuran ) dan

Page 10: Kali Gendol

1 - 10

Topografi. Hal ini mengingat pentingnya data ukur sungai dan data ukur lahan

yang akan diamankan akibat banjir lahar. Satu lagi Ahli Konstruksi Bangunan

Sabo diperlukan yaitu Sarjana Teknik Sipil Konstruksi Bangunan Sabo.

7. Lain lain

Data Sosial ekonomi perlu pencermatan lebih mendalam untuk kajian sosial

ekonomi.

3 PERUMUSAN MASALAH

3.1. Permasalahan

Dari latar belakang yang telah disebutkan diatas, maka tim studi berusaha

untuk merumuskan permasalahan yang ada melalui beberapa tahapan

seperti di bawah ini:

a. Pengenalan Masalah.

Setelah melalui diskusi kelompok maka tim berdasarkan dari kondisi latar

belakang yang ada, maka permasalahan yang timbul dari kasus tersebut

adalah : ”Bahaya lahar paska erupsi Gunung Merapi di Kali Gendol”.

b. Pemilahan Masalah.

Dari masalah yang telah dikenali tim merumuskan dua masalah yang

timbul, yaitu:

Endapan lepas piroklastik yang tersebar tertinggal berada di lereng

gunung. Endapan ini diperkirakan mempunyai volume sebesar 8 juta

m3. Dari volume sebesar ini sebagian telah turun memenuhi lereng-

lereng dibawahnya dan alur Kali Gendol karena disebabkan curah

hujan, gravitasi dari tumpukan debris itu sendiri, sebesar 3 juta m3.

Jadi endapan yang tersisa diperkirakan sejumlah 5 juta m3.

Endapan lepas piroklastik yang berada tertahan di alur K. Gendol di

sebelah hulu. Endapan yang tertahan ini disebabkan oleh

keberadaan beberapa sabo dam dari seluruh sistem sabo di K.

Gendol yang telah dibangun dan telah memenuhi kapasitas dari

beberapa dam sabo tersebut. Dari beberapa kejadian erupsi G.

Merapi volume dari endapan ini diperkirakan sejumlah 12.740. 000

m3. Perkiraan volume endapan ini berdasar pada perhitungan

empiris bahwa tinggi endapan 26 m dikalikan lebar K. Gendol 70

Page 11: Kali Gendol

1 - 11

meter dikalikan panjang endapan memenuhi panjang K. Gendol

sebelah hulu 7 km (7000 m).

c. Menentukan Prioritas Permasalahan.

Dari uraian pemilahan permasalahan diatas, maka haruslah dipilih

permasalahan utama yang mendesak untuk ditangani agar didapatkan

rekomndasi yang terbaik dan tepat. Untuk mendapatkan permasalahan

utama digunakan analisis USG agar didapatkan bobot permasalahan

yang terbesar.

Dalam analisis USG diuraiakan sebagai berikut :

U : Urgent, aspek kepentingan dari unsur waktu untuk segera ditangani.

Besarnya pembobotan untuk parameter U berdasarkan skala Likert

sebagai berikut: 1 = tidak mendesak; 2 = mendesak; 3 = sangat

mendesak.

S : Seriousness, aspek keseriusan bedasarkan bahaya yang akan terjadi.

Besarnya pembobotan untuk parameter S.berdasarkan skala Likert

sebagai berikut: 1 = tidak begitu berbahaya ; 2 = berbahaya; 3 = sangat

berbahaya

G : Growth, aspek kemungkinan meluasnya atau perkembangan

masalah dari bahaya yang akan ditimbulkan. Besarnya pembobotan

untuk parameter G berdasarkan skala Likert sebagai berikut: 1 = masalah

tidak berkembang; 2 = masalah berkembang; 3 = masalah cepat

berkembang

Dari ketiga parameter ini kemudian dikembangkan indikator pengukur

bobot seperti di bawah ini:

Tabel 3.1. Paramater Skala Prioritas Permasalahan

No. Uraian U S G Bobot

1 Endapan yang tertinggal di lereng gunung- Bahaya yg timbul akibat musim

hujan yang akan datang 4 bulan lagi

2 2 3 7

- Besarnya volume debris 2 3 3 8

- Jarak sumber debris terhadap 1 1 2 4

Page 12: Kali Gendol

1 - 12

pemukiman - Adanya reduksi terhadap

sumber produksi debris ke pemukiman (adanya, pepohonan, tanggul bentuk topografi, dll)

1 2 3 6

- Besarnya kerugian ekonomi yang ditimbulkan

2 2 2 6

- Besarnya kerugian jiwa yang ditimbulkan

3 3 3 9

Total Bobot 40

2 Endapan yang berada di alur K. Gendol- Bahaya yg timbul akibat musim

hujan yang akan datang 4 bulan lagi

3 3 3 9

- Besarnya volume debris 3 3 3 9

- Jarak sumber debris terhadap pemukiman

3 2 3 8

- Adanya reduksi terhadap sumber produksi debris ke pemukiman (adanya : tanggul bentuk topografi, dll)

3 3 3 9

- Besarnya kerugian ekonomi yang ditimbulkan

3 3 3 9

- Besarnya kerugian jiwa yang ditimbulkan

3 3 3 9

Total Bobot 54

Dari hasil analisis di atas maka didapat bahwa permasalahan yang harus

mendapatkan prioritas terlebih dahulu untuk dihasilkan rekomendasi

solusi terlebih dahulu adalah : “Adanya bahaya endapan lepas

piroklastik yang berada tertahan di alur K. Gendol di sebelah hulu”.

Pemilihan masalah utama yang harus segera diberikan rekomendasi

solusinya di atas berdasarkan pada pemodelan Kepner & Tregoe yang

dapat digambarkan seperti di bawah ini:

.

Bahaya lahar paska erupsi Gunung

Merapi di Kali Gendol

Endapan lepas piroklastik yang tersebar tertinggal berada di lereng gunung

Endapan lepas piroklastik yang berada tertahan di alur K. Gendol Di sebelah hulu

Penentuan Prioritas Bahaya Analisis strategi rekomendasi solusi

Analisis USGBahaya yg timbul akibat musim hujan yang akan datang 4 bulan lagiBesarnya volume debrisJarak sumber debris terhadap pemukimanAdanya reduksi terhadap sumber produksi

debris ke pemukiman (adanya : pepohonan, tanggul bentuk topografi, dll)

Besarnya kerugian ekonomi yang ditimbulkan

Besarnya kerugian jiwa yang ditimbulkan

Analisis SWOT

Rekomendasi Solusi

Gambar 3.1. Langkah StrategisStudi Penanganan Kali Gendol

Page 13: Kali Gendol

1 - 13

3.2. Keterbatasan Wilayah Observasi Studi Kasus.

Dari hasil tim konsultan menyimak KAK pada studi kasus, dari menganalisis

studi tersebut konsultan menyimpulkan terdapat beberapa pembatasan dan

keterbatasan studi kasus sebagai berikut :

a. Dalam perencanaan penanggulangan bencana aliran debris di K. Gendol

dianggap bahwa seluruh rangkaian sabo dam yang telah dibangun

sebelumnya tidak ada atau belum pernah dibangun.

b. Tidak adanya data topografi, peta penggunaan lahan, secara overall area

dan spot plan menyulitkan untuk menentukan titik kontrol sistem sabo dan

pemilihan lokasi sabo dam.

Page 14: Kali Gendol

1 - 14

c. Data-data lainnya yang dipergunakan untuk perencanaan bersifat

pendekatan.

d. Keterbatasan waktu pelatihan dan penyelesaian laporan, menjadikan

hasil akhir dari laporan ini tidak sempurna.

4 PENYELESAIAN MASALAH

4.1. Analisis SWOT.

Untuk mendapatkan rekomendasi tepat dan terbaik untuk studi kasus ini

dipergunakan analisis SWOT (Strengths, Weaknesess, Opportunities dan

Threats). Analisis SWOT dapat menggambarkan kondisi lingkungan internal

dan eksternal dari permasalahan.

4.1.1. Indikator Faktor Internal dan Eksternal.

Dari kasus yang ada maka kondisi lingkungan yang ada dibagi menjadi

kondisi internal dan eksternal sebagai berikut:

FAKTOR INTERNAL

Indikator Strengths Indikator Weaknesess

S1 Tersedianya material alam

yang melimpah (batu dan

pasir)

W1 Waktu turunnya luruhan

endapan lahar belum

diketahui

S2 Kondisi parameter hidrologi,

topografi dan geologi yang

teridentifikasi

W2 Waktu datangnya curah

hujan potensial yang dapat

membawa luruhan debris

belum diketahui.

S3 Volume endapan lahar hasil

erupsi ( dilereng gunung dan

di alur S. Gendol) yang sudah

dapat diperkirakan.

W3 Terbatasnya alokasi dana

DIPA

FAKTOR EKSTERNAL

Indikator Opportunities Indikator Threats

O1 Tersedianya tenaga ahli

konsultan dalam bidang

penanggulangan bencana

T1 Hujan yang akan turun 4

bulan lagi

Page 15: Kali Gendol

1 - 15

sedimen dan debris.

O2 Adanya kemauan stake

holder yang mendukung

penang- gulangan bencana

debris G. Merapi.

T2 Adanya ancaman luruhan

lahar dari potensi debris di

lereng gunung

O3 Adanya kerjasama teknis

dengan pihak luar

T3 Adanya ancaman luruhan

lahar dari potensi debris di

alur S. Gendol

4.1.2. Penilaian Faktor Keberhasilan

Untuk menilai faktor-faktor tersebut di atas sebagai faktor kunci keberhasilan

penentuan rekomendasi, maka dilakukan penilaian terhadap faktor yang

teridentifikasi. Aspek yang dinilai dari faktor-faktor tersebut di atas adalah :

a. Urgensi faktor terhadap permasalahan

b. Dukungan faktor terhadap permasalahan

c. Keterkaitan antar faktor terhadap permasalahan.

Dari faktor – faktor yang teridentifikasi maka didapat faktor kunci keberhasilan

sebagai berikut:

Tabel 4.1. Faktor Penilaian Keberhasilan

No FAKTOR KUNCI KEBERHASILANALTERNATIF

REKOMENDASI

1 Tersedianya material

alam yang melimpah

(batu dan pasir)

Adanya ancaman

luruhan lahar dari

potensi debris di

lereng gunung

Pembuatan Sabo Dam

dengan Slit dari suatu

rangkaian sistem Sabo di K.

Gendol

2 Tersedianya tenaga

ahli konsultan dalam

bidang

penanggulangan

bencana sedimen

dan debris.

Adanya ancaman

luruhan lahar dari

potensi debris di alur

S. Gendol

Pembuatan Sabo Dam

tertutup dari suatu rangkaian

sistem Sabo di K. Gendol

Dari alternatif rekomendasi utama tersebut kemudian dilakukan langkah

selanjutnya yang akan dibahas pada sub bab berikutnya.

Page 16: Kali Gendol

1 - 16

4.2. Analisis Data

4.2.1. Identifikasi Sumber Sedimen Kali Gendol :

Endapan material piroklastik yang lepas (“unconsolidated sediment”)

di alur sungai dan di lereng gunung akibat pengaruh eksternal berupa

hujan, kondisi lahan dan guncangan gempa.

Sedimen yang berasal dari lereng – lereng atau daerah yang rawan

longsor di lokasi sumber sediment.

Endapan sediment yang berada pada alur sungai, yang dapat ikut

luruh menjadi aliran debris tergantung kepada kemiringan alur sungai dan

kecepatan aliran banjir.

4.2.2. Tipe Aliran Sedimen di Kali Gendol :

Tipe aliran sediment ditentukan berdasarkan tinjauan terhadap nilai

kemiringan kritis untuk aliran debris (tan Ød) dan kemiringan dasar sungai (tan

Ø).

Data Kali Gendol :

tan : 0,0534 ► (Kaliadenm s/d Rogobangsan)

Φ : 0, tanah pasir

σ : 2,70 ► rapat massa debris

ρ : 1,0 ► rapat masssa air

C : 0.60 ► konsentrasi sediment dasar sungai

K : 0,90 ► Konstanta Takahashi

► aliran debris

4.2.3. Potensi Sedimen

Data potensi sediment yang dipakai sebagai dasar analisis memakai data

dari Laporan Tim OJT ISDM Mempi Tahun 2005 yaitu sebesar : 7.243.000

m3.

Akumulasi aliran Sedimen dalam 1 tahun dihitung berdasarkan jumlah banjir

sebanyak 10 kali dengan akumulasi curah hujan 3150 mm.

R1TH. A.103Cd. F

1 - λ 1 - CdVS = x

Page 17: Kali Gendol

1 - 17

Dimana :

R1th = 3.150 mm

A = 89.819 km2

λ = 0,4

Cd = 0,6 Konsentrasi aliran debris

Fr = 2,78 hasil perhitungan

Vs = 2.949.544 m3

4.2.4. Kemampuan Banjir Mengangkut Sedimen

Dihitung berdasarkan rumus :

R24. A.103Cd. F

1 - λ 1 - CdVS = x

dengan R24 diambil sebesar 269 mm yang terjadi pada tahun 1998 (stasiun

Plawangan), dari hasil perhitungan didapat

Vs = 251,882 m3,

Untuk 6 kali terjadi banjir, maka Vs = 10 x 251.882 = 2.518.817 m3

Karena 2.949.544 m3 > 2.518.817 m3, dipakai volume rencana aliran debris

sebesar 2.518.817 m3.

4.2.4. Kebutuhan Jumlah Bangunan Sabo

Dengan volume debris sebesar 2.518.817 m3, dan bangunan Dam Sabo

dengan kapasitas rata–rata 150.000 m3 (estimasi rencana), maka dibutuhkan

Dam Sabo sebanyak :

N = 17 buah Dam Sabo.

4.3. Rencana dan Jadwal Kerja

Page 18: Kali Gendol

1 - 18

5 REKOMENDASI

5.1. Pekerjaan Utama Rekomendasi Solusi Studi Penanganan lahar K.

Gendol

Rekomendasi dari studi kasus di kali Gendol adalah pembuatan sistem

sabo instream dengan tipe sabo dam tertutup. Bangunan sabo dam

direncanakan dengan mempergunakan soil cement, mengingat

ketersediaan bahan material yang dibuuthkan di K. Gendol sehingga

dapat memperkecil biaya pelaksanaan. Sabo dam tipe tertutup

dimaksudkan untuk menahan seluruh inflow sedimen, sampai

penuhnya kolam hulu, dan kemudian akan terjadi limpasan ke hilir

melalui mercu bendung

Struktur-struktur Sabo dalam alur anak-anak sungai dan sungai

pemasok harus dibuat dalam satu sistem agar secara teknis seluruh

komponen dapat selaras memadukan fungsi masing-masing bangunan

sebagai komponen ekosistem yang ramah lingkungan

Sayap Dam Utama

Sub Dam

Dinding tepi

Ambang Pelimpas

Apron

Struktur Pendukung Struktur Utama

Gambar 5.1. Struktur bangunan Sabo Dam

Page 19: Kali Gendol

1 - 19

Pada penyelesaian pekerjaan utama seperti yang direkomendasikan

ditempuh metodologi mengikuti urutan Survey Investigasi Design Penyiapan

Lahan pelaksanaan tugas Konstruksi dan kemudian Operasi dan

Maintenance (SIDLAKOM). Lingkup kegiatan konsultan hanya meliputi

survey.investigasi dan design (SID) seperti ditentukan dalam lingkup kegiatan

dalam Kerangka Acuan Kerja. Disamping mengunakan pendekatan diatas

desain sabo dam diharapkan juga menggunakan paradigma di bawah ini:

Sabo dam harus didesain menjadi satu kesatuan dari sistem sabo di K.

Gendol, supaya sistem sabo di K. Gendol dapat bertahan dalam waktu

yang panjang.

Desain sabo dam harus ditekankan pada fungsinya bukan pada bentuk.

Sejauh mungkin desain sabo bersifat menyatu dengan alam.

Meminimukan biaya pemeliharaan sepanjang umur dari bangunan sabo

tersebut.

Melibatkan pendekatan secara terintegrasi dengan semua pihak (stake

holder).

INV

ES

TIG

AS

I

1. TERDAPAT ANCAMAN PASOKAN SEDIMEN BERLEBIHAN DARI BAGIAN HULU SUATU WADUK .

2. INVESTIGASI LAPANGAN PENDAHULUANPETA TOPOGRAFI 1 : 50.000 ATAU LEBIH BAIK.

3. IDENTIFIKASI ALTERNATIF SOLUSI LAIN

4. SISTEM SABODILAKSANAKAN?

6. INVESTIGASI LAPANGAN RINCI UNTUK PERENCANAAN DASAR SABO

7. PEMILIHAN TITIK-TITIK KONTROL RENCANA

5. PERTIMBANGANALTERNATIF

PERENCANAAN SELAIN SISTEM SABO

8. PERHITUNGAN KELEBIHAN SEDIMEN RENCANA PADA TITIK KONTROL

9. PERHITUNGAN TOTAL VOLUME SEDIMEN YANG HARUS DIKELOLA DAN DAM SABO YANG DIPERLUKAN

10. PERENCANAAN LOKASI, TIPE BANGUNAN SABO DAN ESTIMASI BIAYA.

11. PERENCANAAN DASAR SABO UNTUK PENEGENDALIAN ALIRAN SEDIMEN/DEBRIS KE WADUK

12. EVALUASI EKONOMI DAN DAMPAK LINGKUNGAN

14. PENETAPAN PROGRAM PELAKSANAAN

DESAIN RINCI( SURVAI RINCI, STRUKTUR BANGUNAN SABO, DSB )

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN

PEMBANGUNAN SELESAI

TIDAK

13. KELAYAKAN ?

O & P

SU

RV

AI

IDE

NT

IFIK

AS

IP

EN

DA

HU

LU

AN

TIDAK

KO

NS

TR

UK

SI

O &

M

YA

Page 20: Kali Gendol

1 - 20

5.1.1. Survey Untuk Perencanaan Sabo

Survey dilakukan untuk menentukan basic point, tipe dan jumlah bangunan

sabo dan untuk keperluan desain bangunan-bangunan pelengkap sabo dam.

Yang diperlukan untuk mengontrol aliran debris sepanjang K. Gendol. Survey

yang dilakukan adalah :

a. Topografi

Data dan peta dibutuhkan antara lain:Peta Topografi Skala 1: 25.000

atau 1:50.000

Foto Citra Landsat Skala 1:25.000 atau 1:50.000

Batas dan luas DAS

Alur sungai, order, percabangan, dan batas daerah alluvial dari K.

Gendol.

Profil memanjang, melintang sungai serta morfologi sungai.

DE

SA

IN

YA

Gambar 5.2 Diagram SIDLAKOM Sabo Dam

Page 21: Kali Gendol

1 - 21

Posisi titk kontrol dan penempatan basic point bangunan sistem sabo

di K. Gendol dan perkiraan awal penempatan fasilitas sabo.

Sediment hazardous area

Kondisi land use secara makro dan sistem drainasi.

b. Geologi

Data geologi didapat dari peta geologi dan survey lapangan untuk

memperoleh karqakteristik batuan, data tanah dan struktur potensi

sedimen.

c. Hidrologi

Untuk mendapatkan data curah hujan dan perhitungan debit K. Gendol.

d. Geodesi

Untuk menentukan spot plan dan overall area sungai.

Untuk master plan diperlukan pengukuran sepanjang alur sungai

dengan peta skala 1:2.500. Untuk potongan melintang diperlukan

peta dengan skala 1:500.

Untuk spot plan pengukuran memanjang cukup 400 m disetiap

bangunan

e. Tata guna lahan (land use)

Land use yang diperlukan adalah disepanjang alur sungai dan DAS.

f. Demografi dan kondisi sosial ekonomi, Untuk mengetahui benefit cost

ratio yang diterima masyarakat disekitar lokasi sabo

g. Data bencana sedimen yang pernah terjadi. Untuk mengetahui

sumber,skala, jenis dan dimensi sedimen yang diangkut dan efek daya

rusak dari bencana tersebut. Untuk mengetahui sumber potensi sedimen

dari daerah vulkanik dan non vulkanik dan perkiraan volume . Melakukan

identifikasi terhadap kondisi daerah tangkapan. Lokasi sumber sedimen

biasanya terletak di bagian hulu sungai pada lembah atau perbukitan

yang berupa :

i. Runtuhan baru lembah atau tebing sungai.

ii. Daerah yang diperkirakan akan runtuh.

iii. Material runtuhan lama dan runtuhan baru ukuran butiran yang

tertimbun di lembah, yang diperkirakan dapat meluncur memasuki

alur sungai.

waduk

perumahanhan

1) Runtuhan Baru

Baru

waduk

perumahan

2) Dekat Runtuhan Lama

Baru

Lama

waduk

perumahan

3) Runtuhan Lama dan Baru

BaruLama

Endapan sedimen runtuhan lama

waduk

perumahan

4) Erosi Sekunder DI Dasar Sungai

Endapan sediman di dasar sungai

Page 22: Kali Gendol

1 - 22

h. Survey lapangan. Untuk melengkapi dan mengadakan pengecekan data

yang diperoleh.

5.1.2. Investigasi

Meninjau beberapa alternatif pemecahan masalah, dengan memperhatikan

kawasan lingkungan sekitarnya. Melakukan pengkajian untuk mendapatkan

beberapa alternatif letak bangunan sabo dengan urutan kegiatan

mempertimbangkan alternatif desain konstruksi baik struktur maupun non

struktur (berdasarkan dari hasil survey yang dilakukan maupun analisa yang

dibuat) dan melakukan kajian keuntungan dan kerugian setiap alternatif baik

dari segi teknis (bangunan struktur maupun non struktur, sosial, lingkungan

dan ekonomi).

5.1.3. Desain

Prosedur Perencanaan Dasar Sistem Sabo untuk Mengendalikan

sedimentasi waduk.

1. Menghitung sedimen rencana (sediment yield) yang dapat memasuki

waduk.

Gambar 5.3.Tipe Sumber Sedimen

Page 23: Kali Gendol

1 - 23

2. Menghitung volume sedimen yang harus dikelola (manageable sediment)

untuk menetapkan banyaknya komponen/bangunan Sabo yang

diperlukan.

3. Merencanakan lokasi setiap dam Sabo untuk perhitungan biaya.

5.1.4.1. Penentuan Letak Titik Dasar (basic Point) Sistem Sabo

Perencanaan suatu sistem Sabo dimulai dengan menentukan lokasi titik

dasar sistem Sabo (System basic point/SBP)

Titik dasar sistem (System basic point/SBP) suatu sistem Sabo adalah lokasi

bangunan pertama dari rangkaian bangunan-bangunan Sabo yang dibangun.

pada suatu alur sungai. Titik dasar ini dapat terletak paling atas (hulu) dari

rangkaian sistem Sabo, atau ditentukan paling bawah (hilir) Titik dasar sistem

Sabo ini akan menjadi referensi dalam menentukan lokasi bangunan-

bangunan sabo lainnya serta kapasitas masing-masing dalam sistem agar

dapat berfungsi sinkron dan saling menunjang dalam fungsi pengendalian

sedimen, yang terpadu dalam ekosistemnya.

Dasar-dasar penentuan titik dasar sistem Sabo (SBP):

1. Sebagai kriterion utama adalah ketinggian mercu dam Sabo pertama di

lokasi ini ditentukan dengan mempertimbangkan agar tinggi mercu yang

tersedia dapat melimpaskan debit (ketinggian air) tertentu di atasnya

ditambah tinggi jagaan secukupnya (untuk keamanan 1 - 3 m). Tinggi

mercu ditentukan berdasarkan tingkat keamanan yang harus disediakan

terhadap lingkungan di kiri kanan terhadap bahaya limpasan aliran air

dan sedimen ke luar alur

Menentukan tinggi mercu minimum untuk mampu melewatkan Q = Q50th

sudah cukup beralasan. Dengan mempertimbangkan kriterion ini,

meletakkan SBP di hulu titik apex lebih memungkinkan karena

kemungkinan besar ketinggian tebing alur di ruas ini akan memenuhi

syarat.

2. Kriterion kedua adalah kemiringan dasar alur yang sangat berpengaruh

pada kapasitas/volume tampungan kolam hulu. Kemiringan yang lebih

landai, dengan ketinggian dam yang sama akan memberikan volume

tampung yang lebih besar. Dengan alasan ini SBP lebih baik diletakkan

di bawah titik apex.

Sawah

WADUK

TDS 1

TDS

BP

Jalan

TDS 2

TDS.1

Longsoran dan runtuhan tebing /

bukit

Tikungan sungaiLimpasan aliran

Merusak infrastruktur

LOKASI

TITIK DASAR SABOTDS:

produksi sedimen tinggi

TDS.1: tikungan sungai

potensi limpasan.

TDS.2: di mulut lembah sbg ttk appex

BPSBP/: dasar perhitungan

sedimen ijin thd sistem sungai induk

yang sudah ada dan

keamanan Infrastruktur di hilir

Gambar 5.4. ILUSTRASI TITIK DASAR BANGUNAN SABO

Page 24: Kali Gendol

1 - 24

Proses membuat rekomendasi detail desain rencana bangunan

pengendali sedimen sabo dam di K. Gendol dengan kegiatan seperti

gambar di bawah ini :

Gambar 5.5. Bagan Alir Desain Sabo

Page 25: Kali Gendol

1 - 25

5.1.4. Pelaksaanaan

Pelaksanaan konstruksi terdiri dari tiga tahaoan sebagai berikut :

Penetapan Program Pelaksanaan.

Desain Rinci, termasuk didalamnya adalah kegiatan survei untuk

pelaksanan teknis dan desain dari struktur sabo dam.

Pelaksanaa Pembangunan

5.1.5. Operation & Maintenance (Operasi dan Pemeliharaan)

Dengan melakukan optimasi pemeliharaannya, diharapkan akan tercapai

umur layan yang direncanakan bagi bangunan dam Sabo tersebut. Strategi

pemeliharaan perlu disusun untuk melakukan optimasi pemeliharaan

bangunan dam Sabo ini:

i. Dam Sabo rentan terhadap ancaman kerusakan (oleh pengaruh alam)

karena berfungsi sebagai prasarana penanggulangan bencana alam.

Page 26: Kali Gendol

1 - 26

ii. Dam Sabo mempunyai beberapa fungsi (penanggulangan bencana aliran

debris, mitigasi debit banjir tertentu, lokasi penambangan pasir)

iii. Dam Sabo dapat gagal disebabkan oleh banyak sebab / cara baik pada

kegagalan struktural dan fungsional

iv. Banyak pelaku / stake holder yang terlibat (pemerintah, pemanfaat)

5.1.5.1. Strategi – Strategi Pemeliharaan Dasar

Pada tingkat bagian ada tiga strategi pemeliharaan :

i. Berdasarkan kegagalan yaitu pemeliharaan korektif (kegiatan–kegiatan

pemeliharaan dilakukan setelah terjadi kegagalan).

Pada tingkat kegagalan yang besar perlu diadakan pemeliharaan

khusus / special maintenance.

ii. Berdasarkan penggunaan: yaitu pemeliharaan preventif (kegiatan–

kegiatan pemeliharaan dilakukan setelah suatu penggunaan tertentu,

misalkan waktu, jarak pembebanan / pemanfaatan).

iii. Berdasarkan kondisi yaitu pemeliharaan preventif (kegiatan–kegiatan

pemeliharaan dilakukan setelah suatu kondisi limit dilampaui dan

diketahui dari inspeksi!).

Page 27: Kali Gendol

1 - 27

Pada tabel di bawah ini tertera rencana kegiatan pemeliharaan dam Sabo

sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan dalam menentukan

prioritas menghadapi kekurangan dana yang dialokasikan

Pemeliharaan kuantitatif

Pemeliharaan kualitatif

Strategi umum

Strategi pemeliharaan dasar

Korektif ;

Berdasar kegagalanSpecial maintenance

Preventif :

Berdasar penggunaanBerdasar kondisi

Gambar 5.6. Bagan Strategi Pemeliharaan

Page 28: Kali Gendol

1 - 28

Tabel 5.1 Rencana Kegiatan Pemeliharaan Sabo Dam

Prioritas

Bagian bangunan Kerusakan &

Pemeliharaan

Pemeliharaan Konsekuensi

1 Pondasi turun tidak merata Special maintenance

Stabilitas bangunan terganggu

2 Sayap dan tubuh bendung

Retak / miring Special maintenance

Stabilitas bangunan terganggu

3 Dinding tepi Pecah / tumbang Special maintenance

Stabilitas bangunan terganggu

4 Lantai apron / kolam peredam enerji (apron hilir) beserta sub dam

Pecah Korektif / special meintenance

Stabilitas bangunan terganggu

5 Tebing hulu / hilir Longsor Preventif Stabilitas bangunan terganggu

6 Lapis pelindung arus pusar di kaki sub dam di ujung apron

Rusak / hancur Preventif / korektif

Kerusakan menjalar ke apron

7 Celah dam i. tersumbat sedimen /debris vegetasi

ii. abrasi lapisan anti aus

Preventif

Preventif

Erosi hilir bangunan dan degradasi ruas sungai hilir

Berkembangnya abrasi ke tubuh bendung

8 Mercu pelimpas Abrasi lapisan anti aus

Preventif Idem di atas

9 Sedimen di kolam hulu terkonsolidasi

Tidak tergerus ke bawah bendung

Preventif Degradasi ruas hilir sungai

Page 29: Kali Gendol

1 - 29

5.2. Rekomendasi Pelaksanaan ISDM

ISDM (integrated Sediment Disaster Management) for volcanic area adalah

rekayasa teknologi pencegahan bencana sedimen (terutama terhadap aliran

lahar) telah berkembang sejak 1970 (teknologi Sabo).

ISDM ini mewujudkan suatu keterpaduan penanggulangan bencana alam

sedimen secara non fisik sebagai kegiatan utama dengan penanggulangan

bencana yang bersifat fisik; koordinasi dan sinkronisasi antara pemerintah di

tingkat pusat dengan pemerintah tingkat daerah; kolaborasi antara pihak

administrasi dengan masyarakat dengan berpedoman pada Rencana Operasi

dan Pemeliharaan Dam Sabo di K. Gendol. Penanganan dan pengelolaan

resiko bencana yang mengikut sertakan para pihak terkait / stakeholder

yang terdiri dari :

i. Pemanfaat yaitu masyarakat yang mendapat manfaat / menerima akibat

dampak secara langsung maupun tidak langsung

ii. Kelompok penengah atau perorangan yang akan dapat menjembatani

kepentingan masyrakat dengan pemerintah dan memberikan

pertimbangan atau fasilitasi dalam tindakan penanggulangan bencana

antara lain konsultan pakar LSM dan para profesional dalam bidang

terkait.

iii. Penentu kebijakan /pengambil keputusan yang berwenang membuat

keputusan dan landasan hukum seperti lembaga pemerintahan.

Konsep dasar ISDM dapat diuraikan sbb.:

a. Keterlibatan masyarakat sejak awal proses penanggulangan bencana

sangat diutamakan sehingga teknisi dan instansi terkait dan masyarakat

setempat akan bekerjasama dalam setiap kegiatan.

b. Biaya yang murah dengan kegiatan non fisik menjadi pilihan utama.

c. Jika harus melakukan kegiatan yang bersifat fisik, maka harus

mengutamakan struktur yang multi guna sehingga tidak hanya berfungsi

untuk mengurangi kerusakan ketika bencana sedimen terjadi, namun

juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat ketika kondisi normal

d. Berorientasi pada pengembangan daerah setempat.

5.3. Rekomendasi Terhadap Pelestarian Lingkungan Hidup

Teknik Sabo merupakan salah-satu upaya teknis dalam penanggulangan

bencana sedimen (erosion and sediment control) dan sangat terkait dengan

upaya konservasi SDA yang dalam kegiatan pembangunannya bersifat

Page 30: Kali Gendol

1 - 30

menyeluruh mencakup perencanaan dan pembangunan sistem sungai (in

stream dan off stream) yang terpadu dengan sistem manajemen pengelolaan

DAS, lingkungan dan masyarakat , terpadu dan berkesinambungan yang ke

depan harus diwujudkan dalam suatu rencana (master plan) jangka panjang.

Dari rencana kegiatan pembuatan dam Sabo di Kali Gendol, tim konsultan

menyusun bagan alir untuk acuan alur pembuatan UKL dan UPL sebagai

tertera di bawah ini :

Gambar 5.7. Bagan Alir Identifikasi

Manfaat Sistem Sabo

Lahan kritis + deposit

piroklastikLahar hujan Pembuatan sistem

Sabo

Gangguan migrasi biota

sungai

Aliran lahar terkendali

Keamanan &transportasi

membaik

Kesempatan berusaha

meningkat

Pertumbuhan ekonomi setempat

Deposit material pada bang2 Sabo

Peluang penambangan

galian C

Pasokan sedimen ke hilir

berkurang

Degradasi sungai hilir

Kapasitas aliran bertambah

Ancaman stabilitas

bangunan2 hilir&Sabo

Ancaman bahaya banjir berkurang

Penurunan permukaan

akifer

Daya serap hujan pd lembah bertambah

Volume akifer hulu&hilir bertambah

Pemanfaatan air tanah dapat meningkat

Kelengasan zona akar bertambah

Pertumbuhan vegetasi lebih

baik

Air domestik lebih terjamin

Huruf merah adalah dampak negatif

Page 31: Kali Gendol

1 - 31

5.4. Kesimpulan

Dari seluruh uraian diatas maka pada studi kasus ini dapat disimpulkan:

Pembebasan lahan

Page 32: Kali Gendol

1 - 32

1.Sabo dam dengan kemampuannya yang telah terbukti dalam

menanggulangi ancaman bencana sedimen sangat sesuai untuk

mengendalikan bahaya ancaman lahar G. Merapi paska erupsi

2.Pemanfaatan sistem Sabo untuk mengendalikan mengendalikan bahaya

ancaman lahar G. Merapi paska erupsi harus didasarkan pada

perencanaan dan pembangunan sebagai satu sistem yang ramah

lingkungan dan menyatu dalam ekosistem

3.Diperlukan pemeliharaan rutin untuk menjaga kosongnya sistem Sabo dari

deposit sedimen sehingga selalu mempunyai kapasitas tampung

sedimen yang optimal.

4.Keterpaduan antar instansi pemerintah beserta kesadaran dan peran serta

masyarakat.sangat diperlukan