kajian teori stroke iskemik

46
MAKALAH PRESENTASI KASUS DIPERSIAPKAN STROKE ISKEMIK Disusun oleh : Mutia Oktavia 110103000098 Pembimbing : dr. Arfan Mappalilu, Sp.S KEPANITRAAN KLINIK SMF NEUROLOGI RSUP FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

Upload: dyaksani

Post on 27-Dec-2015

150 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian Teori Stroke Iskemik

MAKALAH PRESENTASI KASUS DIPERSIAPKAN

STROKE ISKEMIK

Disusun oleh :

Mutia Oktavia

110103000098

Pembimbing :

dr. Arfan Mappalilu, Sp.S

KEPANITRAAN KLINIK

SMF NEUROLOGI RSUP FATMAWATI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2014

Page 2: Kajian Teori Stroke Iskemik

BAB 1

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

No. RM : 1303530

Nama : Ny. M

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 66 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Suku : Jawa

Status Perkawinan : Sudah menikah

Alamat : Jl. Pondok pinang Rt 11/12 Kebayoran Lama

Pendidikan : SMP

Masuk RS : 12 Juni 2014

Pengambilan Data : 14 Juni 2014

II. ANAMNESIS

(Dilakukan auto-anamnesis tanggal 14 Juni 2014)

a. Keluhan Utama

Pasien mengeluh kelemahan pada lengan dan tungkai sebelah kiri sejak

15 jam SMRS.

Page 3: Kajian Teori Stroke Iskemik

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RS Fatmawati dengan keluhan kelemahan pada

lengan dan tungkai sebelah kiri sejak 15 jam SMRS. Awalnya pasien

mengaku keluhan dirasakan saat pasien selesai solat subuh ketika ingin

berdiri, pasien merasa lengan dan tungkai kiri mendadak terasa lemas.

Namun setelahnya pasien masih bisa melakukan aktivitas seperti makan

sendiri dan pergi ke pengajian walau dengan harus berpegangan dan

sedikit tertatih-tatih. Pulang dari pengajian yaitu sekitar sehabis zuhur

pasien mengeluh keluhan lemas bertambah diikuti dengan bicara pasien

yang pelo, mulut mencong ke kanan, air liur yang keluar terus dari sudut

bibir kiri, dan tersedak ketika minum air. Ketika akhirnya keluarga

memutuskan untuk membawa pasien ke rumah sakit, kondisi pasien sudah

tidak bisa berjalan. Keluhan seperti ini tidak pernah dialami pasien

sebelumnya.

Saat di IGD pasien mengaku sudah bisa minum air dan tidak tersedak

lagi. Keluhan baal atau kesemutan satu sisi, pandangan kabur tiba-tiba,

pandangan mata dobel, gangguan dalam naik turun tangga, baal diwajah,

gangguan merasakan makanan, dan gangguan pendengaran tiba-tiba

disangkal pasien. Keluhan gangguan dalam BAB dan BAK disangkal

pasien.

Keluhan demam, penurunan kesadaran, muntah tanpa mual, kejang,

sakit kepala sebelum keluhan disangkal pasien. Riwayat trauma sebelum

keluhan disangkal pasien.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien

mengaku mempunyai riwayat darah tinggi yang baru diketahuinya sejak 2

tahun yang lalu dan rutin kontrol ke puskesmas dan mendapatkan 1

macam obat, pasien mengaku tidak ingat nama obatnya. Riwayat gula

Page 4: Kajian Teori Stroke Iskemik

darah tinggi, kolesterol tinggi, dan sakit jantung disangkal pasien. Pasien

mengaku tidak pernah cek asam urat. Riwayat pernah stroke disangkal

pasien. Riwayat trauma kepala sebelumnya disangkal pasien. Riwayat

alergi dan sedang dalam penggunaan obat rutin disangkal pasien.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat stroke dikeluarga, penyakit hipertensi, diabetes melitus,

jantung, kolesterol, dan alergi pada keluarga disangkal.

e. Riwayat Kebiasaan

Riwayat minum alkohol dan merokok disangkal. Riwayat sedang

memakai KB atau pernah memakai KB sebelumnya. Pasien mengaku

jarang berolahraga.

III.PEMERIKSAAN FISIK (pada tanggal 14 Juni 2014)

a. Keadaan Umum : tampak sakit sedang

b. Kesadaran : compos mentis / GCS E4M6V5 = 15

c. Sikap : berbaring dan duduk

d. Koperasi : kooperatif

e. Keadaan gizi : BB = 60 kg, TB = 160 cm, BMI = 23.43

f. Tekanan darah : kanan 110/70 mmHg kiri 110/70 mmHg

g. Nadi : 80 x/menit

h. Suhu : 36,4oC

i. Pernapasan : 18 x/menit

j. Pemeriksaan Lokal

Trauma Stigmata : -

Pulsasi Aa. Carotis : Teraba kanan = kiri, regular, equal

Pembuluh Darah Perifer : Capillary refil time < 2 detik

Page 5: Kajian Teori Stroke Iskemik

Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar

Columna Vertebralis : Lurus ditengah

k. Status Generalis

Kulit : Sianosis -, ikterik -

Kepala : Normosefali, rambut hitam, distribusi merata

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, ptosis -/-,

lagoftalmus -/-, pupil bulat isokor, 3mm/3mm,

RCL +/+, RCTL +/+

Telinga : Normotia +/+, membran timpani intak +/+,

darah -/-, serumen -/-

Hidung : Deviasi septum -, sekret -/-, darah -/-

Tenggorok : Faring hiperemis -, tonsil T1-T1 tenang.

Leher : Trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran

KGB dan kelenjar tiroid.

Jantung : BJ I-II regular, murmur -, gallop -

Paru : vesikular +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : supel, buncit, BU + Normal, nyeri tekan -, hepar

dan lien tidak teraba

Pemeriksaan Ekstremitas

Atas : akral hangat +/+, edema -/-

Bawah : akral hangat +/+, edema -/-

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

GCS : E4M6V5 = 15 kompos mentis

Tanda rangsang meningeal

Kanan Kiri

Kaku Kuduk - -

Laseque >70° >70°

Kernig >135° >135°

Brudzinski I - -

Brudzinski II - -

Page 6: Kajian Teori Stroke Iskemik

Saraf-saraf kranialis

N. I Normosmia kanan dan kiri

N. II Acies visus : kesan baik +/+

Visus campus : sama dengan pemeriksa

Funduskopi tidak dilakukan

N. III, IV

dan VI

Ptosis : -/-

Kedudukan bola mata : ortoposisi/ortoposisi

Pergerakan Bola Mata : baik ke segala arah

Nistagmus : -/-

Pupil : Isokhor/Isokhor

Bentuk : Bulat/Bulat

Ukuran Ø : 3mm/3mm

RCL +/+, RCTL +/+

Refleks Akomodasi : Baik

N. V Cabang Motorik : Baik/Baik

Cabang Sensorik

Opthalmika : Baik/Baik

Maxilla : Baik/Baik

Mandibularis : Baik/Baik

Refleks kornea : +/+

N. VII Motorik orbitofrontalis : baik/baik

Motorik orbikularis orbita : baik/baik

Motorik orbikularis oris : plica nasolabialis kiri lebih datar

dari kiri

Pengecapan lidah : tidak dilakukan

Parese N. VII sinistra sentral

N. VIII Vestibuler :

vertigo –

nistagmus –

Koklearis :

tuli konduktif -/-, tuli perseptif -/-, tes berbisik -/-

N. IX dan Motorik : Arcus faring simetris, uvula di tengah

Page 7: Kajian Teori Stroke Iskemik

X

N. XI M. trapezius : atrofi -/-, fasikulasi -/-, mampu melawan

tahanan dari pemeriksa

m. sternokleidomastoideus : atrofi -/-, fasikulasi -/-,

mampu melawan tahanan dari pemeriksa

N. XII Pergerakan Lidah : deviasi kea rah sinistra saat lidah

dijulurkan keluar

Atrofi -, fasikulasi -, Tremor –

Parese N. XII sinistra sentral

Sistem Motorik

Ekstremitas Atas Proksimal Distal : 5 5 5 5 4 4 4 4

Ekstremitas Bawah Proksimal Distal : 5 5 5 5 3 3 3 3

Hemiparese sinistra

Gerakan Involunter

Tremor : -

Chorea : -

Atetose : -

Mioklonik : -

Tics : -

Trofik : Eutrofi/Eutrofi

Tonus : Normotonus/Normotonus

Sistem Sensorik

Proprioseptif : Baik

Eksteroseptif : Baik

Fungsi Cerebellar dan Koordinasi

Ataxia : tidak dilakukan

Tes Rhomberg : tidak dilakukan

Disdiadokinesia : baik/tidak valid dinilai

Jari-Jari : baik/tidak valid dinilai

Jari-Hidung : baik/tidak valid dinilai

Tumit-Lutut : baik/tidak valid dinilai

Page 8: Kajian Teori Stroke Iskemik

Rebound Pheomenon : -/-

Hipotoni : -/-

Fungsi Otonom

Miksi : Baik

Defekasi : Baik

Sekresi Keringat : Baik

Refleks-refleks Fisiologis

Bisep : +2 +2

Trisep : +2 +2

Radius : +2 +2

Dinding Perut : + +

Otot Perut : + +

Patela : +2 +2

Aciles : +2 +2

Refleks-refleks Patologis

Hoffman Tromner : - -

Babinsky : - -

Chaddock : - -

Gordon : - -

Gonda : - -

Schaeffer : - -

Klonus Lutut : - -

Klonus Tumit : - -

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 11 Juni 2014

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi

Hemoglobin 15.1 g/dl 11,7 – 15,5 g/dl DBN

Hematokrit 45 % 33 – 45 % DBN

Leukosit 6.5 ribu/ul 5.000 – 10.000 DBN

Trombosit 232 ribu/ul 150 – 440 ribu/ul DBN

Eritrosit 5.06 juta/ul 3.80 – 5.20 juta/ul DBN

Page 9: Kajian Teori Stroke Iskemik

VER 89 fl 80.0-100.0 DBN

HER 29.8 pg 26.0-34.0 DBN

KHER 33.5 g/dl 32.0-36.0 DBN

RDW 14.2 % 11.5-14.5 DBN

SGOT 17 U/l 0 – 34 U/l DBN

SGPT 17 U/l 0 – 40 U/l DBN

Ureum 28 mg/dl 20 – 40 mg/dl DBN

Kreatinin 0.6 mg/dl 0,6 – 1,5 mg/dl DBN

GDS 141 mg/dl 80 – 100 mg/dl Meningkat

Na 137 mmol/L 135 – 147 mmol/L DBN

K 4.05 mmol/L 3,10 – 5,10 mmol/L DBN

Cl 107 mmol/L 95 – 108 mmol/L DBN

Tanggal 12 Juni 2014

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi

LED 9.0 mm 0.0 – 20.0 DBN

Asam Urat

Darah

4.8 mg/dl < 7 DBN

GDP 126 mg/dl 80 – 100 Meningkat

GD 2PP 121 mg/dl 80 - 145 DBN

Trigliserida 200 mg/dl < 150 mg/dl Meningkat

Kolesterol

Total

226 mg/dl < 200 mg/dl Meningkat

Kolesterol

HDL

49 mg/dl 37 – 92 mg/dl DBN

Kolesterol

LDL

137 mg/dl < 130 mg/dl Meningkat

VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

CT-Scan kepala tanggal 11 Juni 2014

Page 10: Kajian Teori Stroke Iskemik

Kesan :

Infark multipel di periventrikel lateralis kanan, basal ganglia kanan dan

kapsula interna kanan.

Tidak tampak tanda-tanda perdarahan cerebri, cerebellum, dan pons saat

ini.

Atrofi cerebri senilis

VII. RESUME

Datang seorang pasien ke IGD RS Fatmawati pada tanggal 12 Juni

2014, Ny. M, 66 tahun, dengan keluhan kelemahan pada lengan dan

Page 11: Kajian Teori Stroke Iskemik

tungkai sebelah kiri sejak 15 jam SMRS. Awalnya pasien mengaku

keluhan dirasakan saat pasien selesai solat subuh ketika ingin berdiri,

pasien merasa lengan dan tungkai kiri mendadak terasa lemas. Namun

setelahnya pasien masih bisa melakukan aktivitas seperti makan sendiri

dan pergi ke pengajian walau dengan harus berpegangan dan sedikit

tertatih-tatih. Pulang dari pengajian yaitu sekitar sehabis zuhur pasien

mengeluh keluhan lemas bertambah diikuti dengan bicara pasien yang

pelo, mulut mencong ke kanan, air liur yang keluar terus dari sudut bibir

kiri, dan tersedak ketika minum air. Ketika akhirnya keluarga memutuskan

untuk membawa pasien ke rumah sakit, kondisi pasien sudah tidak bisa

berjalan. Keluhan seperti ini tidak pernah dialami pasien sebelumnya. Saat

di IGD pasien mengaku sudah bisa minum air dan tidak tersedak lagi.

Pemeriksaan Fisik :

KU tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, TD 110/70

mmHg, HR 80 x/menit, RR 18 x/menit, suhu 36,4oC

Status generalis : dalam batas normal

Status neurologis : parese N. VII sinistra sentral, parese N. XII

sinistra sentral, hemiparesis sinistra

Pemeriksaan penunjang :

Laboratorium : hiperglikemia, dislipidemia

CT Scan : Infark multipel di periventrikel lateralis kanan, basal

ganglia kanan dan kapsula interna kanan.

VIII. DIAGNOSIS KERJA

• Diagnosis klinis : Hemiparese sinistra, parese N. VII sinistra

sentral, parese N. XII sinistra sentral, hiperglikemia reaktif,

dyslipidemia

• Diagnosis patologis : Infark multipel di periventrikel lateralis

kanan, basal ganglia kanan dan kapsula interna kanan.

• Diagnosis etiologis : Stroke iskemik trombus

Page 12: Kajian Teori Stroke Iskemik

• Diagnosis topis : Subkorteks

IX. PENATALAKSANAAN

1. Non medikamentosa

- Elevasi kepala 30°

- Tirah baring dan istirahat yang cukup

- Konsul ke rehab medik untuk fisioterapi

2. Medikamentosa

- IVFD NaCl 0,9% 500 ml + Cernevit 1 vial /24 jam

- Neulin 2 x 1000 mg iv

- Tranza 1 x 1 amp iv

- Askardia 1 x 80 mg po

- Simvastatin 1 x 10 mg po

- Sohobion 1 x 1 tab po

X. ANJURAN

Kontrol kembali ke dokter.

Cek berkala kadar gula darah

XI. PROGNOSIS

Quo Ad vitam : bonam

Quo Ad functionam : dubia ad bonam

Quo Ad sanationam : dubia ad bonam

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Page 13: Kajian Teori Stroke Iskemik

STROKE ISKEMIK

2.1 DEFINISI

Stroke merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau

tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan

fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam

(kecuali ada intervensi bedah atau membawa kematian) yang tidak

disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler. Definisi ini mencakup

stroke akibat infark otak (Stroke Iskemik), perdarahan intraserebral (PIS)

non traumatik, perdarahan intraventrikuler dan beberapa kasus perdarahan

subarachnoid. Stroke infark merupakan stroke yang disebabkan oleh

menurunnya aliran darah ke otak akibat obstruksi pada pembuluh darah pada

suatu area otak sehingga area tersebut kekurangan nutrisi dan oksigen.

2.2 PATOFISIOLOGI

1. Meka nisme Atero sklerosis dan Ather otrombus

Aterosklerosis merupakan kerusakan dinding arteri akibat deposit

lemak/plak sehingga terjadi penyempitan dan pengerasan yang

menyebabkan berkurangnya fungsi pada jaringan yang disuplai oleh

arteri tersebut. Berulangnya kerusakan dinding arteri akan membentuk

bekuan darah yang disebut thrombus. Pada proses ini akan terjadi

penurunan aliran darah lebih lanjut. Pada beberapa kasus thrombus akan

membesar dan menutup lumen arteri atau trombus dapat terlepas dan

membentuk emboli yang akan mengikuti aliran darah dan menyumbat

arteri di daerah yang lain. Aterosklerosis dapat menyebabkan masalah

kesehatan yang serius seperti PJK (Penyakit Jantung Koroner), Stroke,

dan penyakit arteri perifer tergantung arteri yang terkena. Berikut

merupakan proses terjadi plak aterosklerosis :

Page 14: Kajian Teori Stroke Iskemik

Gambar 2.1. Proses Pembentukan Plak Aterosklerosis

Keterangan :

1. Akumulasi lipoprotein pada tunika intima. Lipoprotein yang

tertimbun terutama adalah LDL dan VLDL. Hal ini bisa terjadi oleh

karena kebiasaan buruk seperti makan makanan tinggi kolestrol

dan jarang berolahraga.

2. Stress Oksidatif. Timbunan VLDL dan atau LDL akan dioksidasi

karena pembuluh darahnya mengalami jejas (stress).

3. Aktivasi Sitokin. Stress oksidatif akan menimbulkan reaksi

inflamasi. Sel-sel radang mengeluarkan mediator-mediator inflamasi

berupa sitokin seperti IL-2 (Interleukin-2) dan TNF (Tumor Necrosis

Factor)

4. Penetrasi Monosit. Sel-sel radang juga menghasilkan semacam

Monocyte Chemotactic Factor, sehingga monosit akan melakukan

penetrasi sampai ke dasar tunika intima dan kemudian berubah

menjadi makrofag.

Page 15: Kajian Teori Stroke Iskemik

5. Migrasi Makrofag dan Pembentukan Foam Cell. Makrofag

bermigrasi sambil memfagosit LDL yang tertimbun dan terbentuk sel

foam/sel sabun.

6. Migrasi Smooth Muscle Cell (SMCs). Selain migrasi makrofag

terjadi migrasi SMCs dari tunika media vasa menuju tunika intima

yang akan menimbulkan akumulasi matriks.

7. Akumulasi Matriks Ekstra Seluler. Matriks ekstra seluler seperti

serabut hialin, kolagen, elastin, dan fibrosa. Matriks ini

diproduksioleh SMCs.

8. Kalsifikasi dan Fibrosis. Adanya akumulasi matriks ekstraseluler

menimbulkan kalsifikasi dan fibrosis plak ateroma sehingga

elastisitas dan diameter pembuluh darah berkurang.

Atherosklerosis dan pembentukan plak yang terjadi selanjutnya

menghasilkan penyempitan atau oklusi arteri dan merupakan penyebab

stenosis arteri yang paling sering. Pembentukan trombus paling mungkin

terjadi pada area dimana aterosklerosis menyebabkan penyempitan

pembuluh darah yang paling berat.

2. Pembentukan Trombus

Endotel pembuluh darah yang normal bersifat anti-trombosis. Hal ini

disebabkan adanya glikoprotein dan proteoglikan yang melapisi sel

endotel serta adanya prostasiklin (PGI2) pada endotel yang bersifat

vasodilator dan inhibisi agregasi trombosit. Endotel yang mengalami

kerusakan akan menyebabkan darah berhubungan langsung dengan serat

kolagen pembuluh darah dan merangsang agregasi trombosit serta

pengeluaran bahan-bahan granula trombosit dan bahan-bahan dari

makrofag yang mengandung lemak.

Proses thrombosis pada pembuluh darah yang rusak melewati tiga

fase yakni :

a. Adhesi trombosit. Merupakan proses perlekatan trombosit

pada jaringan sub-endotelial lewat interaksi antara glikoprotein Ib

dengan von wildebrand factor (vWF).

Page 16: Kajian Teori Stroke Iskemik

b. Perubahan bentuk dan sekresi. Merupakan tanda dari aktivasi

trombosit dimana bentuk trombosit yang awalnya bulat berubah

menjadi cakram akibat pembentukan pseudopodia yang kemudian

melekat pada endotel. Trombosit yang sudah aktif tadi kemudian

mensekresikan ADP (adhenosine diphospate) yang memulai proses

agregasi trombosit.

c. Agregasi trombosit. Proses ini diawali dengan ADP yang

disekresikan oleh trombosit aktif yang membentuk agregasi primer

yang bersifat reversibel. Trombosit pada agregasi primer kemudian

akan mengeluarkan ADP lagi yang memicu proses agregsi sekunder

yang ireversibel. Selain ADP juga dibutuhkan kalsium dan

fibrinogen yang menunjang terjadinya agregasi trombosit. Proses ini

akan terus berlanjut dimana ADP juga akan disekresikan bersama

dengan tromboksan A2 yang menyebabkan trombosit lain ikut

beragregrasi ke tempat endotel yang rusak tadi.

3. Mekanisme Kematian Neuron pada Stroke Infark

Aliran darah otak (ADO) adalah jumlah darah yang menuju ke otak.

Otak orang dewasa menggunakan 20 % darah yang dipompa

oleh jantung pada saat keadaan istirahat dan darah dalam keadaan

normal mengisi 10% dari ruang intrakranial. ADO secara ketat

meregulasi kebutuhan dari metabolik otak, rata-rata aliran ADO

dipertahankan 50ml/100 gram jaringan otak per menit pada manusia

dewasa. Sangat penting untuk mempertahankan ADO dalam batas yang

normal, karena jika terlalu banyak maka akan meningkatkan tekanan

intrakranial sehingga akan menekan dan merusak jaringan otak,

sedangkan terlalu sedikit ADO akan menyebabkan suplai darah yang

tidak adekuat. Iskemik akan terjadi jika aliran darah ke otak dibawah 18-

20 ml/100 gram otak per menit dan kematian jaringan otak terjadi bila

ADO turun di bawah 8-10 ml/100 gram jaringan otak per menit. Berikut

faktor-faktor yang mempengaruhi volume aliran darah ke otak :

Page 17: Kajian Teori Stroke Iskemik

1. Faktor Intrinsik :

a. Tekanan darah sistemik

b. Kemampuan jantung untuk memompa

c. Kualitas arteri karotis dan vertebrobasiler

d. Kualitas darah yang menentukan viskositas darah

2. Faktor Ekstrinsik

a. Autoregulasi cerebral

Vasokonstriksi terjadi jika tekanan intra luminalnya

meningkat dan vasodilatasi terjadi jika tekanan

intraluminalnya menurun.

Jika tekanan darah sistemik turun <50 mmHg autoregulasi

tidak lagi mampu mengatur ADO.

b. Biokimiawi Regional

Kadar CO2. Peningkatan kadar CO2 menyebabkan

vasodilatasi arteri cerebral sehingga terjadi peningkatan

ADO.

Kadar O2. Peningkatan kadar O2 menyebabkan

vasokonstriksi sehingga terjadi penurunan ADO.

Asam Laktat menyebabkan vasodilatasi.

PH darah. Asidemia akan meningkatkan ADO sedangkan

Alkalosis akan menurunkan ADO.

c. Syaraf Otonom

Ketika perfusi ke otak menghilang dalam beberapa detik atau

menit akan menyebabkan terjadinya reaksi cascade iskemik yang

menyebabkan gambaran pusat sentral area infark irreversible

yang dikelilingi oleh penumbra (potensial reversibel).

Page 18: Kajian Teori Stroke Iskemik

Gambar 2.3. Mekanisme Kematian Neuron pada Stroke Infark

2.3 KLASIFIKASI STROKE INFARK

1. Perjalanan Klinis

a. Transient Ischemic Attack (TIA)

Merupakan suatu gangguan akut dari fungsi fokal serebral yang

gejalanya berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh

trombus atau emboli.

b. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)

Gejala pada RIND sama seperti TIA namun butuh waktu lebih

lama untuk menghilang. RIND akan membaik dalam waktu 24-48

jam, sedangkan PRIND (Prolonged Reversible Neurological Defisit)

akan membaik dalam beberapa hari yakni 3-4 hari.

c. Stroke In Evolution (Progressing Stroke)

Page 19: Kajian Teori Stroke Iskemik

Pada bentuk ini, gejala dan tanda neurologis fokal terus

memburuk setelah 48 jam. Kelainan atau deficit neurologic yang

timbul berlangsung secara bertahap dari yang bersifat ringan menjadi

lebih berat.

d. Complete Stroke non Hemmorhagic

Kelainan neurologis yang ada sifatnya sudah menetap,

tidak berkembang lagi. Kelainan neurologis yang muncul bermacam-

macam, tergantung pada daerah otak mana yang mengalami infark.

2. Oxfordshire Community Stroke Project Classification (OCSP)

Klasifikasi ini menggolongkan stroke iskemik berdasarkan gambaran

klinis pada waktu onset stroke muncul. Klasifikasi ini mempunyai

kelemahan pada penjelasan patofisiologi stroke, namun klasifikasi ini

memiliki kelebihan disisi kemudahan, kecepatan, dan tidak

membutuhkan pemeriksaan diagnostik yang banyak :

a. TACS (Total Anterior Circulation Syndrome) jika ditemukan trias

gejala, yaitu : Hemiparesis (atau hemisensoryloss), disfasia (atau

gangguan fungsi luhur yang lain) dan homonymoushemianopia.

b. PACS (Partial Anterior Circulation Syndrome). Jika hanya

ditemukan dua dari tiga gambaran klinis di atas atau dengan

disfungsi kortikal tunggal atau defisit motorik dan sensorik sebagian

(misalnya hanya tangan saja).

c. LACS (Lacunar Syndrome). Jika ditemukan gangguan motorik

murni, gangguan sensorik murni atau ataksia hemiparesis.

d. POCS (Posterior Circulation Syndrome). Jika ditemukan adanya

gangguan batang otak, gangguan serebelum, atau ditemukan hanya

homonymous hemianopia.

2.4 DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Page 20: Kajian Teori Stroke Iskemik

a. Karateristik Gejala dan Tanda

Modalitas yang terlibat (motorik, sensorik, visual)

Daerah anatomi yang terlibat

Apakah gejala tersebut fokal atau non fokal

o Gejala Fokal : Gejala motorik (kelemahan atau kekakuan

tubuh satu sisi atau kedua sisi, gangguan menelan, gangguan

keseimbangan tubuh), Gangguan berbicara atau berbahasa

(kesulitan pemahaman atau ekspresi berbahasa, kesulitan

membaca/disleksia, atau menulis, kesulitan menghitung),

Gejala sensorik (perubahan kemampuan sensorik tubuh satu

sisi).

o Gejala Non Fokal : Kelumpuhan seluruh tubuh dan atau

gangguan sensorik, “Light Headedness”, pingsan,

“Blackouts” dengan gangguan kesadaran, inkontinensia urine

atau feses, bingung, tinnitus.

Apa kualitasnya (apakah negatif misalnya hilangnya

kemampuansensorik, hilangnya kemampuan motorik atau

visual), ataukah positif (misalnya menyebabkan sentakan tungkai

limb jerking, tingling, halusinasi).

b. Kecepatan Onset dan Perjalanan Gejala Neurologis

Kapan gejala tersebut dimulai (hari apa dan jam berapa)

Apakah onsetnya mendadak?

Apakah gejala tersebut lebih minimal atau lebih maksimal saat

onset, apakah menyebar atau semakin parah secara bertahap,

hilang timbul, ataukah progresif dalam menit/jam/hari. Atau

apakah ada fluktuasi antara fungsi normal dan abnormal.

c. Apakah ada kemungkinan presipitasi

Apakah yang pasien sedang lakukan pada saat dan tidak lama

sebelum onset?

d. Apakah ada gejala-gejala lain yang menyertai.

Nyeri kepala, kejang epilepsi, panik, anxietas, muntah, nyeri

dada

Page 21: Kajian Teori Stroke Iskemik

e. Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit keluarga

yang relevan.

Apakah ada riwayat TIA atau stroke terdahulu?

Apakah adariwayat hipertensi, hiperkolestrolemia, diabetes

mellitus, angina, IMA, intermittent claudication atau arteritis.

f. Apakah ada perilaku atau gaya hidup yang relevan

Merokok, konsumsi alcohol, diet, aktivitas fisik, obat-obatan

(khususnya obat kontrasepsi oral, obat antitrombotik,

antikoagulan).

2. Pemeriksaan Fisik dan Neurologis

Pada stroke infark, pemeriksaan fisik dan neurologis sama dengan

pemeriksaan gangguan saraf lainnya. Tujuannya adalah untuk

menunjang diagnosis dan mencari komplikasi sistemik dan neurologis

dari stroke. Hal ini harus dilakukan dengan cepat karena pada beberapa

kasus pasien dalam keadaan kritis dan butuh penanganan segera.

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan kesadaran dengan

menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Hal ini dilakukan

untuk menilai kondisi kesadaran awal dan untuk mengikuti

perkembangan tingkat kesadaran.

Pemeriksaan selanjutnya yang penting adalah pemeriksaan tanda

rangsangan meningeal untuk mencari apakah ada tanda-tanda iritasi

selaput meningeal. Gejala subyektifnya meliputi sakit kepala, kuduk

terasa kaku, fotofobia, hiperakusis dan opistotonus. Secara obyektif, hal

ini dapat dinilai dengan pemeriksaan kaku kuduk (Nuchal/Neck

Rigidity), Lasegue, Kernig, Brudzinsky I, dan Brudzinsky II. Setelah itu,

kita tanda dapat melakukan pemeriksaan fungsi saraf otak (nervus

cranialis). Pemeriksaan saraf otak (I-XII) dapat membantu

untuk menentukan lokasi dan jenis penyakit. Pemeriksaan Motorik juga

harus dilakukan karena sebagian besar manifestasi objektif kelainan

saraf. Pada pasien dengan stroke infark terjadi kerusakan pada Upper

Page 22: Kajian Teori Stroke Iskemik

Motor Neuron (UMN) dengan karakteristik lumpuh, hipertoni, hiper

refleksi dan klonus serta reflex patologis. Pemeriksaan sensorik juga

dilakukan untuk mengetahui apakah ada komplikasi ke sistem sensorik.

3. Pemeriksaan Penunjang

Untuk pemeriksaan penunjang pada pasien dengan stroke, maka

pemeriksaan yang harusnya dilakukan adalah CT Scan, EKG, glukosa

darah, elektrolit serum, tes fungsi ginjal, hitung darah rutin, dan

activated  partial thromboplastin time (aPTT).

2.5 MANAJEMEN TERAPI

Manajemen Umum Stroke :

a. Memberikan life support (bantuan hidup) secara umum

Pembebasan jalan nafas dengan suction atau intubasi

Oksigenasi jika diperlukan untuk mencegah hipoksia

Pengendalian sirkulasi darah agar tidak terjadi penurunan perfusi

ke jaringan otak

Manajemen cairan dan elektrolit

Mengatur posisi kepala lebih tinggi 150-300 sehingga memperbaiki

venous return

Mengatasi kejang

Mengatasi rasa nyeri

Menjaga suhu tubuh normal <37,50C

Menghilangkan rasa cemas

b. Meminimalkan lesi stroke

c. Mencegah komplikasi akibat stroke

d. Melakukan rehabilitasi

e. Mencegah timbulnya serangan ulang stroke

Manajemen Stroke Infark

Page 23: Kajian Teori Stroke Iskemik

a. Tatalaksana Hipertensi.

Selama jam-jam pertama setelah onset gejala stroke, terapi

hipertensi berat menjadi masalah, karena penurunan mendadak tekanan

darah arteri dapat menyebabkan penurunan perfusi lokal yang

berbahaya. Manajemen hipertensi dilakukan tanpa obat kecuali bila

mean arterial pressure (MAP) lebih dari 140 mmHg atau tekanan darah

sistolik > 220 mmHg. Ini dikarenakan otoregulasi sirkulasi serebral di

dalam dan disekitar lesi iskemik terganggu, dan aliran darah regional

pada area tersebut berubah secara pasif seperti perubahaan tekanan

perfusi. Selain itu hampir pada semua kasus tekanan darah akan turun

dengan sendirinya dalam 1-2 minggu. Penggunaan terapi anti hipertensi

juga harus berhati-hati karena terdapat bukti klinis yang menunjukkan

efek merugikan dari penurunan tekanan darah yakni perluasan infark.

b. Antikoagulan(LMWH, Heparin).

Pemakaian anti koagulan yang mendesak dengan tujuan pencegahan

stroke rekuren, menghambat perburukan neurologis, atau memperbaiki

outcome setelah stroke iskemik akut tidak direkomendasikan untuk

terapi pada pasien stroke iskemik akut. Bagi pasien dengan stroke

iskemik atau TIA dengan AF persisten atau paroksismal

direkomendasikan anti koagulan adjusted-dose warfarin. Pemakaian

rutin antikoagulan tidak direkomendasikan untuk terapi stroke iskemik

dan progressing stroke.

c. Antiplatelet agregasi

Pemberian aspirin oral (dosis awal 325 mg) dalam 24-48 jam setelah

onset stroke direkomendasikan. Bagi pasien dengan stroke iskemik non

kardio-embolik atau TIA, obat antiplatelet lebih direkomendasikan

dibanding antikoagulan oral untuk mengurangi resiko stroke rekuren dan

kejadian kardiovaskuler lainnya. Pilihan obat yang tersedia untuk terapi

awal adalah aspirin (50-325 mg), kombinasi aspirin dan extended-release

dipiridamol (25-200 mg) dan monoterapi clopidogrel (75 mg).

2.6 KOMPLIKASI

Page 24: Kajian Teori Stroke Iskemik

Komplikasi Medis Umum :

DVT dan Emboli Paru

PE

Jatuh

Infeksi Sistemik

Gangguan Neuropsikiatri

Komplikasi Neurologi :

Edema Serebral

Peningkatan TIK

Transformasi Hemorhagik

Kejang

2.7 PROGNOSIS

Prognosis sangat tergantung pada lokasi perdarahan dan beratnya

serangan. Prognosis buruk pada pasien dengan GCS rendah, volume

perdarahan banyak, perdarahan pada ventrikel, dan faktor komorbid lain.

HIPERGLIKEMIA REAKTIF

2.1 DEFINISI

Hiperglikemi reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat

terjadi sebagai reaksi non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan

jaringan, sehingga terjadi peningkatan glukosa darah daripada rentang kadar

puasa normal 80-90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140-160

mg /100 ml darah, hiperglikemia reaktif ini diartikan sebagai peningkatan

kadar glukosa darah puasa lebih dari 110 mg/dl, reaksi ini adalah fenomena

yang tidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu aspek perubahan

biokimiawi multiple yang berhubungan dengan stroke akut.

Page 25: Kajian Teori Stroke Iskemik

Hiperglikemi reaktif dapat terjadi pada stroke hemoragik dan stroke

iskemik, tetapi dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa hiperglikemi

reaktif ini lebih banyak terjadi pada kasus stroke hemoragik, hal ini mungkin

disebabkan karena kasus stroke hemoragik memang cenderung lebih berat

keadaan klinisnya daripada stroke iskemik. Peningkatan kadar glukosa darah

sebenarnya tidak hanya dipengaruhi oleh jenis dari stroke, tetapi juga

mungkin lebih berhubungan dengan beratnya stroke pada fase awal. Dengan

demikian, semakin berat serangan stroke/kerusakan jaringan yang terjadi,

makin berat pula stres yang ditimbulkan, beratnya keadaan klinis penderita

dinilai berdasarkan GCS.

Hiperglikemi reaktif biasanya terjadi pada hari pertama, menunjukkan

kadartertinggi pada hari kedua, dan terjadi penurunan kadar glukosa darah

yang terjadimulai hari ketiga. Pada hari keempat dan kelima kadar glukosa

darah menjadi stabilkembali, hal ini memperkuat pendapat bahwa kadar

hiperglikemia reaktif yang terjadibersifat sementara.

2.2 MACAM-MACAM HIPERGLIKEMI PADA STROKE AKUT

Pasien dengan hiperglikemia pada fase akut stroke dapat dibagi menjadi 4

kelompok, yaitu :

1. Pasien yang mengetahui bahwa dirinya adalah penderita diabetes

mellitus.

2. Pasien yang baru diketahui menderita diabetes melitus pada saat itu

3. Pasien dengan glukosa puasa terganggu, dan

4. Tanpa diketahui penyakit yang mendasarinya, juga disebut sebagai

“stress hyperglycemia (reactive hyperglycemia)”.

Antara 5-28% pasien stroke mempunyai diabetes yang tidak terdiagnosis

sebelumnya. Hiperglikemia didapatkan pada pasien saat masuk rumah sakit

kira-kira 2/3 pasien yang memang diabetes melitus dan kurang lebih

40%pada pasien non diabetes, dengan keseluruhan insiden hiperglikemia

kurang lebih 50% pada pasien stroke. Kondisi tersebut dijumpai pada semua

jenis patologis stroke, baik perdarahan maupun stroke lakuner.

Page 26: Kajian Teori Stroke Iskemik

2.3 PATOGENESIS

Gangguan regulasi gula darah yang sering juga disebut hiperglikemi

reaktif dapat terjadi sebagai reaksi non spesifik terhadap terjadinya stress

kerusakan jaringan, reaksi ini adalah fenomena yang tidak berdiri sendiri dan

merupakan salah satu aspek perubahan biokimiawi multiple yang

berhubungan dengan stroke akut.

Dalam keadaan stress terjadi mekanisme respon adaptasi, yaitu :

1. Sistem saraf otonom simpatis.

2. Corticotrophin-releasing hormone (CRH).

Pusat sistem simpatis terletak di batang otak, aktivitas sistem ini akan

menyebabkan terjadinya pelepasan katekolamin (epinefrin yang mempunyai

efek yang sangat kuat terhadap reaksi glikogenolisis dan glukoneogenesis

dalam hati, sehingga akan meningkatkan pelepasan glukosa dari hati ke

dalam sirkulasi dan selain menghambat pemakaian glukosa di jaringan perifer

juga akan menghambat sekresi insulin oleh sel beta pancreas. Norepinefrin

mempunyai efek lemah terhadap glikogenolisis dalam hati, tetapi dapat

merangsang glikoneogenesis karena mempunyai efek lipolisis yang kemudian

memberi asupan gliserol bagi hati. Alanin yang berasal dari protein otot juga

dapat mengakibatkan peningkatan proses glukoneogenesis pada keadaan

kritis, laktat juga merupakan precursor yang penting bagi glukosa dalam hati

dan merupakan refleksi peningkatan glikogenolisis di jaringan perifer dan

kemungkinan down regulation dari pirufat dehidrogenase, laktatakan

berfungsi sebagai substrat alternative bagi proses glukoneogenesis dalam

keadaan stress katabolik. Gliserol akan masuk ke dalam sel hati untuk

berpartisipasi dalam proses glukoneogenesis, setelah dilepas dari jaringan

adipose, Karena kecepatan lipolisis akan meningkat sebagai akibat sekresi

hormon counterregulatory.

Sistem CRH tersebar di seluruh bagian otak tetapi paling banyak

terdapat dinucleus paraventrikular hipotalamus, perangsangan sistem CRH

akan mengaktivasiaksis hipofisis-adrenal. Hipofisis akan menghasilkan

Page 27: Kajian Teori Stroke Iskemik

adrenocorticotrophin hormone (ACTH) yang akan merangsang korteks

adrenal untuk melepas kortisol, efek kortisol terhadap metabolism

karbohidrat adalah perangsangan proses glukoneogenesis dan selanjutnya

akan menyebabkan peningkatan glukosa dalam darah.

2.4 HUBUNGAN HIPERGLIKEMIA DAN STROKE

Hiperglikemia karena stress yang terjadi pada manusia dapat merupakan

suatu keadaan yang menguntungkan tetapi dapat juga tidak menguntungkan

bagi kelanjutan hidup. Sehingga evaluasi keadaan hiperglikemi pada keadaan

seperti ini harus diputuskan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengobatan.

Terdapat 3 mekanisme yang mungkin dapat menerangkan hubungan besarnya

akibat stroke dan derajat hiperglikemia.

Terdapat 3 mekanisme yang mungkin dapat menerangkan hubungan

besarnya kerusakan akibat stroke dan derajat hiperglikemia :

1. Keadaan hipoksia yang terjadi pada stroke, glukosa akan mengalami

metabolisme anaerob menjadi asam laktat dan hasil akhirnya akan

menyebabkan asiosis intra dan ekstraseluler, yang akan menyebabkan

terjadinya kerusakan neuron, jaringan glia, dan jaringan vascular. Pada

keadaan tersebut mungkin produksi asam laktat pada daerah iskemik

akan dibantu oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada sawar darah

otak atau pada membrane sel neuron dan sel glia yang memungkinkan

masuknya glukosa ke dalam sel.

2. Selama proses iskemik akan terjadinya peningkatan kadar

neurotransmitter glutamate dan aspartat, yang keduanya mempunyai

sifat eksitasi dan neurotoksik, pada keadaan normal pelepasan glutamate

akan merangsang saraf pada lokasi pasca reseptor dan depolarisasi.

Dalam keadaan hiperglikemia dan hipoksia maka kadar asam amino

ekstraseluler yang akan merangsang neuron makin meningkat, karena

pelepasan yang berlebih bersama kegagalan reuptake yang biasanya

terjadi pada detoksikasi glutamate dan aspartat. Keadaan ini akan

Page 28: Kajian Teori Stroke Iskemik

mengakibatkan hiperstimulasi neuron pasca sinaptik yang kemudian

akan menyebabkan kematian neuron.

3. Dengan adanya iskemik, hiperglikemia, dan hiperstimulasi neuron

akanterjadi peningkatan kalsium intraseluler, yang akan mengakibatkan

terjadinya kerusakan neural.

2.5 DIAGNOSA

Kadar glikemia fluktuatif selama fase akut stroke dan terdeteksi

hiperglikemia meningkat dengan pengukuran secara berkala kadar gula

dalam plasma. Peningkatan glukosa darah daripada rentang kadar puasa

normal 80-90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140-160 mg /100

ml darah. Pemeriksaan kimia darah lengkap, Gula darah sewaktu: Gula darah

dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur

kembali turun. Setelah pengukuran gula darah awal saat sebelum masuk

rumah sakit, maka direkomendasikan untuk monitoring terhadap glukosa

serum dalam kapiler dengan cara pungsi vena atau fingerstick. 

Jika gula darah awal adalah normal, maka pengukuran dapat diulang

dengan interval 4-6 jam selama 24 jam, kemudian dilanjutkan sekali atau dua

kali dalam sehari.

2.6 TATALAKSANA

Jika kadar gula darah meningkat, maka harus dilakukan pemberian dosis

awalinsulin intravena, selanjutnya pengukuran gula darah dapat dilakukan

tiap jam, dan dilanjutkan setiap 2-4 jam sekali hingga glikemia terkendali dan

kecepatan pemberian infus tetap jangan diubah. Saat ini di beberapa rumah

sakit tersedia banyak peralatan untuk mengukur secara kontinyu kadar gula

secara subkutan dan lebih praktis dan cepat. Untuk mencegah hiperglikemia,

pemberian infus yang berisikan cairan glukosa harus dihindari. Adanya

infeksi dan demam harus dilakukan pemberian terapi secara tepat. Pemberian

terapi terhadap kecurigaan hiperglikemia sebelum dirujuk ke rumahsakit

tidak boleh dilakukan sebelum diperiksa kadar gula darahnya. Hiperglikemia

yang ditegakkan segera setelah tiba di rumah sakit dapat diberikan terapi, dan

Page 29: Kajian Teori Stroke Iskemik

yang terbaik adalah pemberian insulin intravena secara kontinyu. Pemberian

insulin tersebut adalah sesuai dengan guideline terkini, aman serta cepat, dan

dalam beberapa menit segera tercapai kadar gula darah normal secara

persisten.

Pemberian insulin subkutan secara intermiten memberikan hasil yang

berbedayaitu setelah beberapa hari kadar gula darah baru terkontrol. Seperti

sudah dijelaskansebelumnya bahwa hiperglikemia harus diberikan terapi jika

kadar gula darah 10.0-16.6 mmol/l (180-300 mg/dl). Kontrol gula darah

selama fase akut stroke, insulin reguler diberikan subkutan setiap 6 jam

dengan cara sliding scale atau infus intravena terus menerus. Insulin reguler

dengan sliding scale.

Bila kadar gula darah sulit dikendalikan dengan sliding scale, diperlukan

infus kontinyu dengan dosis dimulai 1 unit/jam dan dapat dinaikkan sampai

10 unit/jam. Kadar gula darah harus dimonitor dengan ketat setiap 1-2 jam

sehingga kecepatan infus dapat disesuaikan. Pada hiperglikemia yang hebat

>500 mg/dL, diberikan bolus pertama 5-10 unit insulin reguler tiap jam.

Setelah kadar gula darah stabil dengan infus kontinyu atau skala luncur

dilanjutkan dengan pemberian insulin regular subkutan (fixdosed).

Page 30: Kajian Teori Stroke Iskemik

2.7 PROGNOSIS

Di dalam sebuah penelitian kematian dini pada kasus stroke yang

mengalami hiperglikemia reaktif adalah 65,5% dibandingkan dengan 29,2%

yang tidak mengalami hiperglikemia (normoglikemia). Dalam penelitian lain,

Candelise (1985) juga melaporkan bahwa angka kematian kasus non diabetes

melitus yang mengalami hiperglikernia reaktif paling tinggi (78%) bila

dibandingkan dengan kasus stroke pada penderita diabetes melitus (45 %)

dan kasus non diabetes meitus yang normoglikemia(29%). Dalarn

pengamatan jangka panjangnya, Woo dkk. (1990) juga melaporkan angka

kematian kasus stroke non diabetes melitus yang mengalami hiperglikemia

reaktif adalah 74% dibandingkan dengan yang norrnoglikemia 24% adanya

hiperglikemia reaktif pada fase akut stroke kiranya dapat digunakan

sebagaisemacam petanda prognosis yang kurang baik, oleh karena itu

diperlukan manajemen yang cepat dan tepat sehingga tidak menimbulkan

prognosa yang buruk.

Page 31: Kajian Teori Stroke Iskemik

DAFTAR PUSTAKA

1. Baehr M, Frotscher M. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology. 4th completely

revised edition. Thieme, 2005.

2. Adam RD, Victor M, eds. : part 5: Disease of the spinal cord, peripheral

nerve, and muscle. In : Principles of Neurology, 5th ed. New York : Mc Graw

Hill; 1993 : 1175-7.

3. Victor M, Martin J: Disorders of the cranial nerves. wmj 2000; 173 : 266-6.

4. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta :

FK Universitas Indonesia, 2004 : 55-60

5. Weiner HL, Levitt LP. Ataksia. Wita JS, editor. Buku Saku Neurologi. Ed 5.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. Hal. 174

6. Walton SJ. Disease of Nervous System, 9th ed. English : ELBS, 1985 :113-6

7. Raymond D, Adam S, Maurice V. Disease of the Cranial Nerves. In :

Principles of Neurology. 5th ed. New  York : Mc Graw Hill, 1994 : 1174-5