kajian stok sumber daya ikan langka di …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/ikan...
TRANSCRIPT
LAPORAN TEKNISTAHUN ANGGARAN 2009
KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN LANGKA DIPERAIRAN UMUM DARATAN PAPARAN SUNDA
(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar,Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
Tim Riset :Ali Suman, Subagdja, Azwar Said, Taufiq Hidayah, Marson,
Nurwanti, Burnawi Dan Syamsul Bachri
BALAI RISET PERIKANAN PERAIRAN UMUMPUSAT RISET PERIKANAN TANGKAP
BADAN RISET KELAUTAN DAN PERIKANANDEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN
TAHUN 2009
Laporan Teknis 2007Tim Riset Belida
2
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
ii
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Penelitian : Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di PerairanUmum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok IkanBelida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar,Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
2. Tim Penelitian : 1. Dr. Ali Suman Harahap (Koordinator)2. Subagdja, S.Si (Penanggung jawab)3. Azwar Said (Anggota)4. Taufiq Hidayah, A.Pi (Anggota)5. Nurwanti (Anggota)6. Burnawi (Anggota)7. Syamsul Bachri (Anggota)8. Marson (Anggota)
3. Jangka WaktuPenelitian
: 3 (Tiga) Tahun
4. Total Anggaran : Rp. 173.126.000,-
Mengetahui,Kepala Seksi Program dan KerjasamaBalai Riset Perikanan Perairan Umum
Palembang, Desember 2009
Penanggung Jawab Kegiatan,
Eko Priyanto, S.Pi. M.SiNIP. 19750121 200502 1 002
Subagdja, S.SiNIP. 19710226 200003 1 002
Menyetujui,Kepala Balai Riset Perikanan Perairan Umum
Dr. Ir. Ali SumanNIP. 19620402 198903 1 006
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
iii
KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN LANGKA DI PERAIRAN UMUMDARATAN PAPARAN SUNDA (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis)
di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
OlehAli Suman, Subagdja, Azwar Said, Taufiq Hidayah, Marson,
Nurwanti, Burnawi Dan Syamsul Bachri
Abstrak
Penelitian Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum DaratanPaparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riaudan Sungai Cisadane, Prov. Banten) dilakukan sepanjang tahun 2007. Tujuan penelitianadalah Mengkaji aspek bioekologi ikan belida yang meliputi perkembangan gonad, ukuranikan matang gonad, musim pemijahan, lokasi pemijahan, pola pemijahan, potensi reproduksi,keterkaitan kondisi lingkungan terhadap reproduksi, makanan dan kebiasaan makan danpertumbuhan.Melakukan kajian populasi ikan belida berdasarkan gen D_loop DNAmitokondria, morfologi dan fluktuasi asimetrik yang akan dijadikan sumber informasi dalammengidentifikasi unit pengelolaan dan kondisi populasi ikan belida.
Lokasi sampling ditentukan secara purposive sampling, habitat tempat ikan belida diamati secara fisik, kimia dan biologi menggunakan metode APHA. Spesimen ikan yang telahdiperoleh selanjutnya ditandai (tagging) kode spesimen dan asalnya. Pengawetan sampel di lapangandengan cara merendam ikan tersebut dalam larutan alkhol 75%. Dilakukan pengamatan aspekbiologi yang meliputi makanan dan kebiasaan makan, reproduksi dan pertumbuhan.Pengamatan populasi berupa pengukuran biometrik dilakukan pada 22 karakter morfologibentuk badan, pada bagian sisi sebelah kiri tubuh ikan, untuk analisis DNA dilakukandengan sequensing DNA pada mitokondria (mtDNA) menggunakan primer Dloop danfluktuasi asimetrik. Analisis data biometrik ikan belida dengan analisis diskriminanmenggunakan software statistica 6.0, analis sequesing DNA dengan mtDNA dengan,tampilan filogetik dalam program Mega 4.0.
Hasil penelitian menunjukkan Hasil analisis karakter morfometrik dan indeksfluktuasi asimetrik mengkonfirmasi bahwa populasi ikan Belida di sungai Kampar telahberada pada kondisi mendekati seragam atau memiliki variasi genetik yang rendah. Hasilperhitungan menunjukkan nilai jarak genetik ikan belida Indonesia dengan ikan lainberkisar antara 2.66 (Chitala blanci), 2.61 (Chitala lopis), 3.05 (Chitala ornata) dan 2.97 – 3.35(Notopterus notopterus). Berdasarkan struktur alat pencernaannya, panjang usus ikan belidamemiliki nilai indeks panjang usus relatif berkisar antara 0,2707-0,6095, ikan belida tergolongikan karnivora. Proporsi IP pada ikan jantan dan betina ditempati oleh ikan (74,63% dan79,11%), kelompok ikan merupakan makanan utama bagi ikan belida jantan. Nilai luas relungikan belida berkisar pada 1,0418-4,3204 dengan nilai standarisasi berkisar pada 0,0418-0,4120,nilai luas relung tergolong sempit. Nilai tumpang tindih relung makanan ikan belidatertinggi terjadi antara ukuran 681-750 mm dengan 821-890 mm sebesar 1,0000. Sedangkannilai tumpang tindih makanan terendah terjadi antara usuran 541-610 mm dengan 751-820mm sebesar 0,0022. Komposisi jumlah ikan belida jantan dan betina yang tertangkap selamapenelitian diperoleh rasio nisbah kelamin 1:0,88. Ikan belida jantan dan betina pertama kalimatang gonad pada kisaran panjang yang sama yaitu 756-804 mm. Nilai IKG ikan jantanberkisar antara 0,005%-0,05% dan ikan betina berkisar antara 0,03%-3,54%. Ikan belidadengan fekunditas terkecil ditemukan pada ukuran panjanng 428 mm yaitu berjumlah 442butir, sedangkan fekunditas terbesar ditemukan pada ukuran panjang ikan 860 mm yaituberjumlah 11.972 butir. Ikan belida tergolong ikan yang memiliki pola pemijahan partialspawner, artinya ikan belida beberapa kali dalam setahun. Berdasarkan hubungan panjangtotal dan berat diperoleh model persamaan hubungan panjang berat ikan belida jantan dan
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
iv
betina, yaitu W = 7 x 10-7L3,3732 dengan nilai b sebesar 3,3732 dan W = 4 x 10-7L3,4741 dengannilai b sebesar 3,4741. Pola pertumbuhan ikan belida jantan adalah isometrik, sedangkan polapertumbuhan ikan belida betina adalah allometrik positif. Nilai faktor kondisi ikan belidajantan berkisar antara 0,5428-1,4237 dan pada ikan belida betina berkisar antara 4,37 x 10-8 -8,03 x 10-8. Panjang asimtotik (L∞) Ikan Belida adalah 924 mm. Ikan Belida di PerairanKampar, Riau diperkirakan akan mendekati panjang asimtotiknya pada umur 6 tahun.
Kata Kunci : Belida, Kampar, biologi, populasi dan ekologi
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
v
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, akhirnya
kami dapat menyelesaikan Laporan Teknis Kegiatan TA 2009 yang berjudul
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan
Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar,
Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten). Kegiatan riset ini merupakan
kegiatan riset tahun ke-1 (pertama) dari 3 tahun masa riset di Balai Riset
Perikanan Perairan Umum Palembang untuk tahun anggaran 2009.
Kegiatan riset ini diawali dengan penyusunan proposal pada awal
tahun kegiatan dan pelaksanaan di lapangan mulai bulan Februari 2009 dan
berakhir pada bulan Desember 2009 Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di
Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok Ikan Belida (Chitala
Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov.
Banten) diharapkan dapat memberikan informasi biologi, populasi dan
ekologi. Informasi tersebut diharapkan dapat memberikan masukan untuk
upaya pelestarian ikan belida, baik pelestarian secara in-situ melalui
restocking maupun ex-situ melalui domestikasi.
Penulis berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak
membantu terutama kepada Dinas Kelautan dan Perikanan TK. I Prov. Riau,
dan Banten, Kuasa Pemegang Anggaran (KPA/ Kepala Balai Riset Perikanan
Perairan Umum (BRPPU), para peneliti, teknisi dan pejabat struktural
lingkup BRPPU Palembang, sehingga selesainya Laporan Teknis ini. Kritik
dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun diharapkan untuk
perbaikan penulisan Laporan Teknis (Laptek).
Palembang, Desember 2009
Tim Riset
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
vi
DAFTAR ISI
HalHALAMAN JUDUL........................................................................................ iLEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. iiABSTRAK ...................................................................................................... iiiKATA PENGANTAR ..................................................................................... vDAFTAR ISI...................................................................................................... viDAFTAR TABEL.............................................................................................. viiiDAFTAR GAMBAR......................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang .................................................................................... 11.2 Kerangka Pemikiran .......................................................................... 31.3 Hipotesis .............................................................................................. 61.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 61.5 Tujuan Penelitian................................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Ikan Belida........................................................................................... 72.2 Identifikasi Stok Ikan......................................................................... 92.3 Keragaman Genetik, Genetic Drift
dan Ukuran Populasi Efektif ............................................................. 112.4 Fluktuasi Asimetrik............................................................................ 122.5 Aspek Reproduksi.............................................................................. 132.6 Pertumbuhan ...................................................................................... 152.7 Makanan dan Kebiasaan Makan...................................................... 162.8 Kualitas Perairan ................................................................................... 18
BAB III METODE PENELITIAN3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................... 203.2. Bahan dan Alat .................................................................................. 21
3.2.1. Bahan........................................................................................ 213.2.1.1. Bahan Identifikasi Spesies Ikan Belida ................. 213.2.1.2. Aspek Reproduksi.................................................... 213.2.1.3. Aspek Makanan dan Kebiasaan Makan ............... 213.2.1.4. Kualitas Perairan ...................................................... 22
3.2.2. Alat........................... ................................................................ 22
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
vii
3.3. Metode Analisis...................... ........................................................... 233.3.1. Pengambilan sample ikan ...................................................... 233.3.2. Biologi............................ ........................................................... 23
3.3.2.1. Aspek makananan dan kebiasaan makan .............. 233.3.2.2. Reproduksi .................................................................. 263.3.2.3. Aspek Pertumbuhan .................................................. 28
3.3.3. Populasi............................ ........................................................ 303.3.3.1. Morfologi ..................................................................... 303.3.3.2. Marka Molekuler........................................................ 33
3.3.3. Ekologi.......................... ............................ ............................... 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN4.1. Biologi........................................... ........................................................... 37
4.1.1. Aspek makananan dan kebiasaan makan ................................ 374.1.2. Aspek reproduksi.. ...................................................................... 494.1.3. Aspek pertumbuhan.................................................................... 59
4.2. Populasi........................................... ........................................................ 694.2.1. Morfologi....................................................................................... 694.1.3. Marka Molekular.......................................................................... 79
4.3. Ekologi......................................... .......................................... ................. 794.4. Rekomendasi............................................................................. ............. 80
BAB V KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
viii
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1. Parameter, Metode Pengukuran dan Bahan Alat .......................... 3
Tabel 2. Luas relung makanan ikan belida (Chitala lopis) berdasarkan
kelas ukuran........................................................................................ 45
Tabel 3. Luas relung makanan ikan belida (Chitala lopis) berdasarkan
stasiun pengambilan sampel ............................................................ 46
Tabel 4. Tumpang tindih relung makanan ikan belida (Chitala lopis)
berdasarkan kelas ukuran................................................................. 48
Tabel 5. Nilai fluktuasi asimetrik populasi ikan Belida sungai Kampar .. 74
Tabel 6. Nilai uji T-test karakter asimetrik sebelah kanan dan kiri
populasi ikan Belida sungai Kampar .............................................. 74
Tabel 7. Skor kondisi kualitas perairan
di setiap Stasiun pengamatan .......................................................... 80
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
ix
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1. Skema kerangka pemikiran penelitian........................................ 5Gambar 2. Bentuk morfologi ikan belida ....................................................... 8Gambar 3. Penyebaran famili Notopteridae .................................................. 9Gambar 4. Lokasi Penelitian............................................................................. 20Gambar 5. Karakter morfologi ikan belida .................................................... 32Gambar 6. Karakter fluktuasi asimetrik yang diamati ....................................... 33Gambar 7. Jumlah tangkapan ikan belida (Chitala lopis)
Selama penelitian ........................................................................... 38Gambar 8. Struktur anatomis saluran pencernaan
ikan belida (Chitala lopis) ............................................................... 40Gambar 9. Komposisi makanan ikan belida
secara umum................................................................................... 41Gambar 10. Komposisi makanan ikan belida
berdasarkan jenis kelamin ............................................................ 42Gambar 11. Komposisi makanan ikan belida
berdasarkan kelas ukuran............................................................. 43Gambar 12. Komposisi makanan ikan belida
stasiun pengambilan sampel ........................................................ 44Gambar 13. Nisbah kelamin ikan belida (C. lopis) jantan dan betina
berdasarkan bulan pengambilan ikan contoh ........................... 49Gambar 14. Nisbah kelamin ikan belida (C. lopis) jantan dan betina
berdasarkan selang kelas panjang total ...................................... 50Gambar 15. Struktur morfologis dan histologis
gonad ikan belida (C. lopis) betina ............................................... 51Gambar 16. Tingkat kematangan gonad (%) ikan belida (C. lopis) jantan
dan betina berdasarkan selang kelas panjang total .................. 52Gambar 17. Tingkat kematangan gonad (%) ikan belida (C. lopis) jantan
dan betina berdasarkan bulan pengambilan ikan contoh........ 53Gambar 18. Indeks kematangan gonad (%) ikan belida (C. lopis) jantan
dan betina berdasarkan tingkat kematangan gonad ................ 55Gambar 19. Hubungan panjang total (mm) ikan belida (C. lopis)
dengan fekunditas TKG III dan IV .............................................. 56Gambar 20. Sebaran diameter telur ikan belida
pada TKG III dan IV ...................................................................... 58Gambar 21. Sebaran frekuensi ikan belida pada selang kelas
ukuran panjang total (mm) selama penelitian........................... 60Gambar 22. Sebaran frekuensi ikan belida (C. lopis) pada selang kelas
panjang total (mm) pada tiap pengambilan ikan contoh......... 61Gambar 23. Hubungan panjang berat ikan belida jantan dan betina......... 63
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
x
Gambar 24. Rata-rata faktor kondisi ikan belida (C. lopis) jantan dan betinaberdasarkan bulan pengambilan ikan contoh ........................... 65
Gambar 25. Rata-rata faktor kondisi ikan belida (C. lopis) jantanberdasarkan tingkat kematangan gonad.................................... 66
Gambar 26. Penentuan kelompok umur ikan belida yang tertangkap diPerairan Sungai Kampar, Riau dengan Metode Bhattacharyadari paket program FISAT........................................................... 67
Gambar 27. Grafik pertumbuhan panjang ikan belidadi Perairan Sungai Kampar, Riau .............................................. 68
Gambar 28. Grafik pertumbuhan berat ikan belidadi Perairan Sungai Kampar, Riau ................................................ 69
Gambar 29. Lingkaran korelasi F1 dan F2 (43.48%)...................................... 70Gambar 30. Lingkaran korelasi F1 dan F3 (42.08%)...................................... 71Gambar 31. Lingkaran korelasi F2 dan F3 (42.08%)...................................... 71Gambar 32. meristik lingkaran korelasi F1 dan F2 (43.48%) ....................... 72Gambar 33. Nilai rata-rata, standar deviasi dan coefficient variation
karakter morfometrik populasi ikan Belida sungai Kampar... 73Gambar 34. Nilai rata-rata, standar deviasi dan coefficient variation
karakter asimetrik populasi ikan belida sungai Kampar......... 75Gambar 35. Filogeni Ikan Belida...................................................................... 78
LAPTEK T.A 2009
Kajian Stock Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stock Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan Belida merupakan anggota famili Notopteridae (Kottelat et al., 1993;
1997) yang memiliki nilai ekonomis dan budaya. Ikan ini sangat digemari
karena memiliki rasa daging yang lezat dan khas terutama karena kandungan
lemaknya yang tinggi (Sunarno, 2002), juga kandungan protein dan vitamin A
yang tinggi (Mno, 2005), menempatkan Ikan Belida sebagai makanan ikan air
tawar yang ekslusif dengan harga yang cukup mahal(harga per kg ikan belida >
Rp. 50.000). Sehingga berkembang suatu pemahaman dalam masyarakat, bahwa
mengkonsumsi jenis makanan ini merupakan prestise bagi konsumennya.
Sebagai ilustrasi, permintaan ikan belida untuk industri rumahan sekitar 200
kg/hari dan dimanfaatkan untuk ikan hias dan konsumsi 40 kg/hari. Diestimasi
nelayan hanya bisa memasok kurang dari 2% (Anonim, 2003).
Wilayah penyebaran ikan belida di Indonesia berada di Sumatera, Jawa
dan kalimantan (Paparan Sunda) (Kottelat et al., 1993; 1997). Produksi tahunan
ikan belida di Indonesia terus mengalami penurunan, 8.000 ton (1991), 5.000 ton
(1995) dan 3.000 ton (1998) (Ditjen perikanan, 2000). Bahkan pada satu kasus
Anonim (2003), melaporkan di Sungai Citarum, Jawa Barat, sampai tahun 1998
produksi ikan belida masih 6 ton/tahun, namun setahun kemudian tak
seekorpun ditemukan.
Ikan belida di alam di duga akan terjadi overfishing dan selanjutnya akan
terjadi kepunahan. Untuk menghindari hal ini, maka perlu dilakukan penelitian
aspek bioekologi dan genetik. Kajian bioekologi mengambil kasus di Sungai
Kampar, karena tiga alasan; 1). Ekosistem yang kompleks dan lengkap, semua
tipe habitat ikan belida ada di Sungai Kampar, 2). Ikan Belida di Sungai kampar
teridentifikasi memiliki beberapa variasi bentuk dan spesifik, dan 3). Produksi
LAPTEK T.A 2009
Kajian Stock Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stock Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
2
tahunan ikan belida di Sungai Kampar tergolong tinggi dan terjadi penurunan
drastis, dari 50,2 ton (tahun 2003) menjadi 7,6 ton pada tahun 2007 (Diskanlut,
2008). Kajian genetik juga dilakukan di Sungai Kampar dengan tambahan
beberapa populasi yang lain, yaitu; Musi (Sumatera Selatan), Indragiri (Riau)
dan Siak (Riak).
Status terkini penelitian ikan belida, terkait dengan bioekologi dan
genetik diinformasikan sebagai berikut; Menurut Smith (1945)
perkembangbiakan belida telah diteliti di Thailand dan telah terbukti bahwa
pada tiap kali memijah hanya satu kandung telur (ovarium) yang berkembang.
Tetapi belum diketahui apakah kandung telur tersebut bergilir diantara yang
kanan dengan yang kiri atau memang selamanya hanya satu kandung telur yang
berkembang. Pada waktu pemijahan induk belida menempelkan telur-telurnya
pada benda-benda yang berada 1,5-2 m di bawah permukaan air. Telur ikan
yang telah dibuahi dijaga oleh induk jantan dari gangguan mahluk lain. Untuk
menghindari pencemaran telur dari lumpur dan sisa tumbuhan, induk jantan
mengibas-ngibaskan sirip dubur dan ekornya. Jumlah yang dikeluarkan dalam
satu kali pemijahan berkisar antara 5.000-10.000 butir, 1.194-8.320 butir (Adjie &
Utomo, 1994), 260-6.080 butir (Adjie dkk., 1999) dan 1.000-6.000 butir (Anonim,
2003). Masa pengeraman sebelum menetas adalah 5-6 hari pada suhu 330 C.
Ukuran pertama kali matang gonad 40-50 cm (Anonim, 2003), diameter telur 1.5-
3.0 mm (Adjie & Utomo, 1994). Penelitian-penelitian tersebut belum
mengungkapkan jumlah, diameter telur dan ukuran pertama matang gonad ikan
belida terkait dengan tingginya intensitas penangkapan dan perubahan habitat.
Ikan belida memijah beberapa kali dalam setahun (Adjie dkk., 1999), musim
pemijahannya pada saat air besar yaitu bulan November-Januari (Adjie &
Utomo, 1994) dan tempat pemijahan berada diperairan sungai yang banyak
terdapat tempat berlindung seperti ranting-ranting kayu (Adjie & Utomo, 1994),
di hutan rawang dan dipersawahan (Adjie dkk., 1999). Belum diungkapkan
bagaimana preferensi pemijahan ikan belida, apakah ikan ini lebih memilih
LAPTEK T.A 2009
Kajian Stock Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stock Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
3
melakukan migrasi pemijahan untuk mencari tempat pemijahan di rawa banjiran
atau disekitar habitatnya sepanjang memenuhi strategi pemijahannya.
Kondisi perairan habitat belida menunjukkan reaksi sekitar netral, bersifat
lunak dengan alkalinitas relatif rendah dan kandungan hara fosfor dan nitrat
rendah (Adjie dkk., 1999). Kristanto & Subagja (2008), menduga terdapat
keterkaitan antara pH, konduktivitas perairan dengan penempelan telur ikan
belida. Tidak diketahui keterkaitan dinamika kualitas air dengan pola
reproduksi ikan belida. Makanan utama Ikan Belida adalah ikan kecil (78.94%),
udang (3.61%) dan serangga (0.09%) (Adjie dkk, 1999), ikan kecil (50.02%) dan
udang (21.87%) (Adjie & Utomo, 1994). Tetapi belum diketahui apakah
perbandingan komposisi perbandingan makanan sama antara musim, sepanjang
tahun dan pada tipe habitat yang berbeda. Penurunan produksi tahunan ikan
belida yang drastis, mengindikasikan ketidakmampuan ikan belida untuk pulih.
Ketidakmampuan ikan belida untuk pulih disebabkan oleh faktor genetik dan
lingkungan. Sampai saat ini belum ada penelitian genetik khususnya sampai
pada DNA yang terkait dengan ikan belida Indonesia, pada Gene Bank (NCBI,
2009) tidak ada data sekuense ikan belida yang berasal dari Indonesia. Madang
(1999) mengungkap keragaman genetik ikan belida di Sungai Musi tergolong
rendah, namun masih pada level protein.
1.2 Kerangka Pemikiran
Masalah penurunan produksi tahunan ikan belida di alam akibat
degdradasi habitat dan penangkapan berlebih, terjadi pada banyak wilayah
distribusi ikan belida di Indonesia, termasuk perairan Sungai Kampar Prov.
Riau. Untuk mengatasi kondisi tersebut, perlu diupayakan strategi pengelolaan
yang tepat terkait biota dan habitat.
Pengelolaan biota mempertimbangkan aspek genetik dan bioekologi.
Aspek genetik akan memberikan panduan pengelolaan berdasarkan informasi
LAPTEK T.A 2009
Kajian Stock Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stock Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
4
tentang identifikasi unit pengelolaan dan bagaimana kondisi kesehatan unit
pengelolaan tersebut. Penggunaaan standar acuan biologi hasil maksimum
berkelanjutan harus berdasarkan pada informasi biologi utama dari unit
populasi yang dikelola. Kekeliruan menetapkan unit populasi dapat
menyesatkan pencapaian tujuan pengelolaan berkelanjutan. Sungai Kampar
adalah wilayah penyebaran ikan belida yang memerlukan pengelolaan, namun
belum diketahui apakah ikan belida yang ada di Sungai Kampar adalah segmen
populasi atau terdiri dari sub populasi yang terpisah.
Kajian bioekologi akan menghasilkan strategi yang berhubungan dengan
pengaturan ukuran ikan yang boleh ditangkap, pengaturan musim penangkapan
dan pengaturan lokasi penangkapan yang dibutuhkan untuk upaya konservasi,
serta menentukan potensi reproduksi dan kualitas perairan yang dibutuhkan
untuk upaya domestikasi. Ikan yang mengalami tekanan penangkapan
kemungkinan menunjukkan perubahan karakteristik reproduksi sebagai
mekanisme adaptasi terhadap lingkungan dengan cara melakukan strategi
reproduksi yang berhubungan dengan kematangan, pemijahan, fekunditas,
ukuran dan pertumbuhan. Setiap mahluk hidup termasuk ikan belida
mempunyai potensi untuk mempertahankan eksistensinya dan turunannya
sebagai mekanisme adaptasi terhadap lingkungan seperti tekanan eksploitasi.
Namun belum diketahui apakah ikan belida menunjukkan perubahan
karakteristik reproduksi yang berkaitan dengan kematangan, pemijahan,
fekunditas, ukuran dan pertumbuhan sebagai strategi reproduksi untuk menjaga
eksistensinya. Sementara pengelolaan habitat dapat berupa penetapan wilayah
konservasi ikan belida.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
5
Gambar 1. Skema kerangka pemikiran penelitian
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
6
1.3 Hipotesis
Apabila pengelolaan biota yang mencakup aspek genetik dan bioekologi
dan habitat ikan belida dikaji lebih dalam dan rinci, maka informasi ini dapat
dijadikan landasan usaha konservasi dan domestikasi dalam upaya pemanfaatan
sumber daya perairan sungai yang berkelanjutan.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk usaha konservasi
dan domestikasi dalam upaya pemanfaatan sumber daya perairan yang
berkelanjutan pada ekosistem sungai, khususnya terhadap ikan belida di Sungai
Kampar Prov. Riau.
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah:
1. Melakukan kajian populasi ikan belida berdasarkan gen D_loop DNA
mitokondria, morfologi dan fluktuasi asimetrik yang akan dijadikan sumber
informasi dalam mengidentifikasi unit pengelolaan dan kondisi populasi
ikan belida.
2. Mengkaji aspek bioekologi ikan belida yang meliputi perkembangan gonad,
ukuran ikan matang gonad, musim pemijahan, lokasi pemijahan, pola
pemijahan, potensi reproduksi, keterkaitan kondisi lingkungan terhadap
reproduksi, makanan dan kebiasaan makan dan pertumbuhan.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ikan Belida
Ikan belida tergolong dalam kelas Pisces, Ordo Osteoglossiformes, famili
Notopteridae, genus Chitala dan spesies Chitala lopis (Nelson, 1976; Kottelat et al.,
1993; 1997). Genus Chitala, berdasarkan kajian morfologi tersusun dari empat
spesies yaitu Chitala lopis, Chitala borneensis, Chitala hyposelonatus dan Chitala sp
(Kottelat dan Widjanarti, 2005). Inoue et al. (2009), menginformasikan genus
Chitala tersusun dari empat spesies yaitu Chitala lopis, Chitala ornata, Chitala
chitala dan Chitala blanci berdasarkan analisis DNA mitokondria lengkap.
Berdasarkan Weber dan deBeaufort, (1913); Kottelat et al. (1993; 1997),
ikan belida mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Badan pipih dan memanjang
dengan bagian punggung yang tampak mencembung. Bagian perut berduri
ganda dengan bagian ekor yang juga memanjang. Ukuran sisik kecil, berbentuk
sikloid, pada samping badan membentuk gurat sisi. Kepala bersisik, lubang
hidung depan berbentuk tabung, tidak tertutup insang bawah; tutup insang kecil
berjelabir selaput kearah belakang. Tutup insang antara, tersembunyi di bawah
tutup insang depan yang agak bergigi. Bukaan mulut lebar, dibatasi rahang atas
depan dan rahang atas. Rahang atas memanjang sampai bawah atau belakang
mata. Gigi terdapat pada rahang atas depan, rahang atas, rahang bawah, tulang
mata bajak (vomer), tulang langit-langit (palatine) dan lidah. Sirip punggung kecil,
terletak kira-kira direntang pertengahan sirip dubur yang bersatu dengan sirip
ekor. Sirip perut yang bersatu pada dasarnya kecil (rudiment). Selaput insang (gill
membrane) bersatu pada bagian dasarnya dan bebas dari isthmus. Jari-jari selaput
insang, berjumlah 7-9 dan tidak ada insang palsu (pseudobranchiae). Saringan
insang tidak banyak, kuat, ada serangkaian tonjolan pada bagian dalam
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
8
lengkung insang yang pertama, bentuk morfologi ikan belida terlihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Bentuk morfologi ikan belida
Penyebaran famili Notopteridae berdasarkan Sterba (1966) dalam Nelson
(1976), meliputi kawasan Afrika terutama bagian tengah (tropika), Asia Selatan
dan Asia Tenggara. Kawasan Afrika meliputi negara-negara seperti; Kongo,
Gabon, Zaire, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Sudan, Nigeria, Pantai Gading,
Benin, Gambia, Cad dan Sinegal. Kawasan Asia Selatan meliputi negara India,
Banglades dan Pakistan. Sedangkan kawasan Asia Tenggara meliputi negara-
negara; Myanmar, Thailand (Sungai Choupraya), Kamboja dan Laos (DAS
Mekong), Malaysia dan Indonesia. Inuoe et al. (2009) memetakan penyebaran
famili Notopteridae Afrika dan Asia pada Gambar 3.
Penyebaran ikan belida di wilayah Indonesia meliputi sungai-sungai
besar beserta daerah aliran sungai, daerah banjiran dan danau yang terdapat di
Pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Penyebaran jenis ikan tersebut
diperkirakan terjadi pada zaman pleistosen, saat terjadi susut laut akibat
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
9
pendinginan suhu global. Diperkirakan pada saat itu Pulau Sumatera,
Kalimantan dan Jawa merupakan satu daratan dengan banyak sungai panjang
mengalir berhulu di Sumatera dan Jawa dengan muara di wilayah Kalimantan.
Sehingga berdampak pada kesamaan jenis ikan tawar dari ketiga pulau tersebut
termasuk ikan belida.
Gambar 3. Penyebaran famili Notopteridae berdasarkan Inoue et al. (2009)
2.2. Identifikasi Stok Ikan
Identifikasi stok ikan bisa dilakukan melalui pengukuran morfologi;
morfometrik (Tschibwabwa, 1997; Sudarto, 2003; Gustiano, 2003) dan meristik
(Seymour, 1959; MacCrimmon and Clayton, 1985; Al-Hasan, 1984; 1987a,b) dan
marka molekular (Waltner, 1988; Krueger 1986; Sudarto, 2003).
Morfometrik adalah perbandingan ukuran relatif bagian-bagian tubuh
ikan. Perbedaan morfologis antar populasi dapat berupa perbedaan seluruh
ukuran dan bentuk, tetapi umumnya melibatkan keduanya (Sprent, 1972).
Perbedaan bentuk antar populasi ikan dinyatakan sebagai fungsi ukuran
(McGlade dan Boulding, 1985). Sementara meristik adalah bagian yang bisa
dihitung dari ikan yang merupakan jumlah bagian-bagian tubuh ikan, misalnya
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
10
jumlah duri pada perut. Karakter meristik dan variasinya telah digunakan
sebagai suatu alat dasar dalam memisahkan populasi pada spesies ikan yang
berbeda (Seymour, 1959; MacCrimmon and Clayton, 1985; Al-Hasan, 1984;
1987a,b). Kedua pendekatan morfologi ini, baik morfometrik maupun meristik,
walaupun konvensional namun pendekatan ini terbukti valid, memiliki berbagai
keunggulan antara lain; mudah dilakukan, tidak memerlukan biaya besar dan
tidak memerlukan waktu lama (Mustafa, 1999; Gustiano, 2003).
Salah satu penanda molekuler yang biasa digunakan untuk identifikasi
stok adalah analisis sekuense DNA mitokondria. Hal ini karena DNA
mitokondria bersifat maternal dan diturunkan oleh parentalnya tanpa
rekombinasi (Harrison, 1989; Amos & Hoelzel, 1992), ukuran molekul
kecil/pendek (16.000–20.000 nukleotida), tingkat evolusi yang tinggi (5-10 kali
lebih besar dari DNA inti) (Brown et al., 1979; Brown, 1983), memiliki jumlah
copy yang besar 1000-10.000 (Brown, 1983) dan lebih cepat dan mudah
mendapatkan hasil dari jaringan yang telah diawetkan sebelumnya (Paabo,
1989). Shaklee et al (1982), mengklasifikasikan perbedaan takson pada ikan
didasarkan pada jarak genetik (D), dimana jika rata-rata D 0.05 (berkisar antara
0.002-0.065) berbeda populasi, 0.30 (0.025-0.609) berbeda spesies dan 0.90 (0.580-
1.21) berbeda genus.
Daerah D_ loop pada DNA mitokondria memiliki laju perubahan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan daerah mitokondria yang lain, daerah ini
sering digunakan sebagai penanda genetik (Bentzen, 1993). Penanda genetik atau
DNA barcoding dianggap sebagai suatu sistem standar untuk identifikasi semua
taksa eukariot secara akurat dan cepat. Anggapan ini didasarkan bahwa setiap
spesies akan memilili DNA barcoding yang unik. Ada 4650 kombinasi atcg yang
mungkin untuk seluruh organisme, sehingga diyakini bahwa setiap spesies akan
memiliki runtutan DNA yang spesifik dan tidak dimiliki oleh spesies lainnya
(Frezal and Leblois, 2008).
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
11
2.3. Keragaman Genetik, Genetic Drift dan Ukuran Populasi Efektif
Keragaman genetik populasi adalah keragaman gen (tipe dan frekuensi)
yang ada dalam populasi (Primack dkk., 1998). Keragaman genetik disimpan
dalam kromosom dan struktur sel yang mengandung molekul DNA penyusun
gen dan mengkode biosintesis protein (Mustafa, 1999).
Keragaman gen juga bisa dihitung berdasarkan data haploid. Dugaan
keragaman genetik berdasarkan data DNA mitokondria, sebagai contoh,
seringkali menggunakan h sebagai suatu ukuran keragaman haplotipe. Dalam
konteks ini, h mendeskripsikan jumlah dan frekuensi haplotipe mitokondria
yang berbeda dan merupakan perbandingan yang sama untuk lokus diploid.
Namun demikian, keragaman haplotipe genom yang berevolusi relatif cepat
seperti DNA mitokondria seringkali mencapai 1.0 di dalam populasi jika suatu
proporsi yang tinggi dari individu memiliki haplotipe yang unik. Lebih
informatif, menyadari jumlah perbedaan nukleotida diantara dua sekuense
sebagai perbandingan untuk secara sederhana mendeterminasi apakah mereka
berbeda atau tidak. Hal ini bisa dilakukan dengan menghitung keragaman
nukleotida (π; Nei and Tajima, 1981), yang menghitung rata-rata perbedaan
diantara sekuense.
Keragaman genetik dipengaruhi oleh banyak faktor dan untuk itu
bervariasi diantara populasi. Salah satu faktor yang menentukan keragaman
genetik adalah genetic drift, genetic drift adalah suatu proses yang menyebabkan
frekuensi alel dari suatu populasi berubah dari satu generasi ke generasi
selanjutnya secara sederhana sebagai hasil suatu perubahan. Efek genetic drift
menonjol pada populasi yang kecil, drift akan mengarahkan setiap alel ke arah
fiksasi atau punah dalam waktu yang relatif singkat dan untuk itu efek secara
menyeluruh adalah mengurangi keragaman genetik (Freeland, 2005). Populasi
ikan yang mengalami overeksploitasi akan mengakibatkan bahaya genetik akibat
genetic drift (Thorpe et al., 1995). Genetic drift memainkan pengaruh yang sangat
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
12
kuat dalam genetika populasi dan membentuk salah satu teori pengukuran yang
sangat penting dalam struktur genetik populasi yaitu ukuran populasi efektif
(Ne) (Freeland, 2005). Genom mitokondria DNA lebih sensitif pada genetik drift
dibandingkan DNA inti dan tepat digunakan untuk menghitung Ne (Harrison,
1989; Amos & Hoelzel, 1992).
Ukuran populasi efektif (Ne) merefleksikan tingkat kehilangan
keragaman genetik akibat genetik drift (Freeland, 2005). Besaran Ne
diperkirakan seperlima dari ukuran populasi yang disensus, Nc (hause et al.,
2002).
2.4. Fluktuasi Asimetrik
Faktor lingkungan dapat menyebabkan perubahan morfologi, reproduksi
dan survival pada ikan sebagai hasil modifikasi fisiologi dan prilaku akibat
respon adaptive mereka terhadap perubahan lingkungan (fenotipic plastisity)
(Stearns,1983). Seringkali respon adaptif terhadap lingkungan memiliki
konsekuensi genetik dan memiliki dampak yang panjang, seperti menurunnya
pertumbuhan. Fenomena ini dicirikan juga dengan meningkatnya individu yang
asimetrik dan abnormal. Hal ini terlihat pada perbedaan bentuk, ukuran, jumlah
dan ciri-ciri morfologi yang lain pada organ tubuh yang berpasangan antara
organ bagian kiri dan bagian kanan (Van Valen, 1962).
Menurut Van Valen (1962), adanya perbedaan fenotip pada individu
untuk sifat meristik yang bilateral dapat menunjukkan fluktuasi asimetrik, yaitu
adanya perbedaan antara karakter sisi kiri dan sisi kanan yang menyebar secara
normal dengan rata-rata yang mendekati nol sebagai akibat dari
ketidakmampuan individu untuk berkembang secara tepat dan normal.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
13
2.5. Aspek Reproduksi
Reproduksi sebagian besar ikan sangat dipengaruhi oleh musim dan
sebagian besar spesies menunjukkan awal musim hujan. Hal ini berkenaan
dengan strategi reproduksi, strategi reproduksi yang dilakukan oleh ikan
(Welcomme, 1979) antara lain mencari tempat aman dan terlindungi untuk
menaruh telur, disana terdapat makanan maksimum dan aktivitas makan
mudah dan cukup waktunya, dan terlindungi dari predator. Saat banjir jelas dua
faktor pertama terpenuhi sedangkan faktor terakhir ikan akan mengembangkan
mekanisme khusus. Menurut Welcomme (1979) faktor yang memulai
pematangan gonad dan mempercepat pemijahan umumnya tidak diketahui,
namun demikian beberapa faktor yang diduga berpengaruh antara lain
perubahan fisik lingkungan seperti suhu, konduktivitas dan aliran, ketiganya
merupakan kumpulan kondisi yang menandakan masuk musim hujan.
Ikan yang hidup di daerah tropis, faktor fisika utama yang mengontrol
siklus reproduksi adalah arus, suhu dan substrat. Faktor kimia adalah gas-gas
terlarut, pH, nitrogen dan metabolitnya serta zat buangan yang berbahaya bagi
kehidupan ikan diperairan. Faktor biologi yang mengontrol siklus reproduksi
ikan dibagi menjadi faktor dalam dan luar. Faktor dalam meliputi faktor
fisiologis individu dan respon terhadap berbagai faktor lingkungan, selanjutnya
faktor luar adalah patogen, predator dan kompetisi sesama spesies ikan tertentu
atau dengan spesies lain.
Secara alami, daerah hutan rawa merupakan tempat berkembang biak
ikan belida. Ikan belida (N. chitala) memanfaatkan hutan rawang untuk aktivitas
breeding terbukti pada perairan tersebut banyak ikan yang sudah matang gonad
(siap memijah) (Utomo dan Asyari, 1999). Pemijahan diketahui terjadi pada
bulan November-Januari (Adjie dan Utomo, 1994). Secara bertahap induk yang
sudah matang gonad berpindah beruaya menuju daerah rawa banjiran yang
dikenal dengan nama flood plain, terutama hutan rawa banyak ditumbuhi
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
14
tanaman dengan substrat keras, seperti pohon-pohon yang sudah mati sebagai
tempat menempelkan telur.
Induk yang siap memijah adalah induk yang telah melakukan fase
pembentukan kuning telur (phase vitellogenesis) dan masuk fase dorman
(Woynarovich dan Horvath, 1980). Fase pembentukan kuning telur dimulai sejak
terjadinya penumpukan bahan-bahan kuning telur (yolk) dalam sel telur. dan
berakhir setelah sel telur mencapai ukuran tertentu atau nukleolus tertarik
ketengah nukleus. Setelah fase pembentukan kuning telur berakhir, sel telur
tidak mengalami perubahan bentuk selama beberapa saat, tahap ini disebut fase
istirahat (dorman). Menurut Lam (1985), bila rangsangan diberikan pada saat ini
akan menyebabkan terjadinya migrasi inti ke perifer, inti pecah atau lebur,
se!anjutnya terjadi ovulasi (pecahnya folikel) dan oviposisi. Kondisi lingkungan
tidak cocok dan rangsangan tidak diberikan, telur yang dorman tersebut akan
mengalami degradasi atau gagal diovulasikan lalu diserap kembali oleh sel-sel
ovarium, telur yang demikian dikenal dengan oosit atresia.
Lama pemijahan pada ikan dapat diduga dari ukuran diameter telur. Jika
waktu pemijahan pendek, semua telur masak yang terdapat dalam ovarium
berukuran sama, ukuran ini berbeda dengan ukuran telur pada saat folikel
masih muda. Tetapi bila waktu pemijahan tersebut terus menerus pada kisaran
waktu yang lama, maka ukuran telur yang berada dalam ovarium berbeda-beda
(Hoar,1957). Menurut Selman dan Wallace (1981), bila dihubungkan dengan
periode waktu pemijahan dengan oosit yang berada dalam ovarium, maka
ovarium ikan dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu sinkronisme total
(seluruh oosit berada pada tingkat perkembangan atau stadia yang sama),
sinkronisme kelompok (sedikitnya ada dua populasi yang berada dalam stadia
yang sama) dan tidak ada sinkronisme atau metakrom (oosit terdiri dari semua
tingkat perkembangan).
Induk ikan belida menempelkan telur-telurnya pada benda-benda yang
berada 1.5-2 m, dibawah permukaan air (Adjie dan Utomo, 1994). Selain itu
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
15
batang kayu baik yang masih hidup maupun yang sudah mati merupakan
rumpon bagi ikan kecil dan udang yang merupakan makanan utama ikan ini,
sehingga pada waktu melakukan pemijahan mudah mendapatkan makanan.
Balon (1975) dalam Welcomme (1979), menambahkan ikan belida termasuk
kelompok ikan yang membangun sarang dengan apa saja dan dimana saja,
sejauh memenuhi strategi reproduksinya. Ikan belida memiliki jumlah telur 260-
6080 butir (Adjie dkk., 1999), 1000-6000 (Anonim, 2003). Masa pengeraman
sebelum menetas adalah 5-6 hari pada suhu 330 C. Ukuran pertama kali matang
gonad 40-50 cm (Anonim, 2003), diameter telur 1.5-3.0 mm (Adjie & Utomo,
1994).
2.6. Pertumbuhan
Pertumbuhan mengandung arti perubahan dalam massa yaitu bisa
panjang atau berat, dalam suatu waktu (Effendi, 1997). Ali et al (2002),
mengatakan pertumbuhan adalah perubahan yang nyata dalam volume, dimana
parameter yang mengalami perubahan adalah panjang, berat dan massa.
Perubahan itu terjadi pada keseluruhan tubuh atau organ-organ tertentu dan
jaringan, atau bisa jadi perubahan tersebut berkaitan dengan komponen tubuh
seperti organ dan jaringan.
Energi makanan yang sampai pada ikan hanya sebagian kecil digunakan
untuk pertumbuhan badannya, sedangkan sebagian besar untuk pemeliharaan
tubuh, reproduksi dan aktivitas lainnya (King, 1995). Pertumbuhan adalah suatu
indikator yang baik untuk melihat kondisi kesehatan individu, populasi, dan
lingkungan. Laju pertumbuhan yang cepat menunjukkan kelimpahan makanan
dan kondisi lingkungan tempat hidup yang sesuai. Pertumbuhan dapat
didefinisikan sebagai perubahan ukuran (panjang, dan bobot ikan) selama waktu
tertentu. Pertumbuhan dari segi energi juga dapat diartikan sebagai perubahan
jaringan somatik dan reproduksi dilihat dari kalori yang tersimpan. Definisi
pertumbuhan dari segi energi berguna untuk memahami faktor-faktor yang
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
16
mempengaruhi pertumbuhan ikan, yaitu asupan energi dari makanan, keluaran
energi untuk metabolisme, keluaran energi untuk pertumbuhan, dan keluaran
energi melalui ekskresi (Brett dan Groves, 1979 dalam Moyle dan Cech, 2004).
Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu keturunan
(genetik), jenis kelamin, parasit dan penyakit (Effendie, 1997), serta umur dan
maturitas (Moyle dan Cech, 2004). Faktor eksternal yang mempengaruhi
pertumbuhan ikan yaitu jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah ikan
yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut
(Weatherley, 1972), kadar amonia di perairan, dan salinitas (Moyle dan Cech,
2004).
2.7. Makanan dan Kebiasaan Makan
Besarnya populasi ikan dalam suatu perairan antara lain ditentukan oleh
makanan yang tersedia. Jenis-jenis makanan yang dimakan biasanya tergantung
pada umur ikan, tempat dan musim. Cowx (1994) dalam Satria dan
Kartamihardja (2002) melaporkan bahwa makanan merupakan kunci pokok bagi
pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Selanjutnya dikatakan bahwa
kekurangan makanan merupakan faktor pembatas bagi perkembangan populasi
ikan di perairan. Kebiasaan makan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain ukuran ikan dalam memanfaatkan makanan yang tersedia, habitat
hidupnya, kesukaan terhadap jenis makanan tertentu, musim, ukuran dan umur
ikan, periode harian mencari makanan dan jenis kompetitor (Hickley, 1993 dalam
Satria dan Kartamihardja, 2002).
Kebanyakan spesies ikan memiliki kebiasaan makanan yang bervariasi.
Kebiasaan makanan tersebut meliputi kualitas dan kuantitas makanan yang
dimakan ikan (Effendie, 1997). Umumnya ikan memperlihatkan tingkat
kesukaan makanan terhadap jenis makanan tertentu dan hal ini terlihat dalam
jenis makanan yang dominan dalam lambungnya (Weatherley dan Gill, 1987
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
17
dalam Effendie, 1997). Adapun organ-organ tubuh yang berperan dalam
pengambilan makanan adalah mulut, gigi, tapis insang, lambung dan usus
(Lagler, 1972).
Umumnya makanan yang pertama kali datang dari luar untuk semua
ikan dalam mengawali hidupnya, ialah plankton bersel tunggal dan berukuran
kecil. Jika pertama kali ikan itu menemukan makanan berukuran tepat dengan
mulutnya, diperkirakan akan dapat meneruskan hidupnya. Dalam
mengelompokan ikan berdasarkan makanan, ada ikan sebagai pemakan
plankton, pemakan tanaman, pemakan dasar, pemakan detritus, ikan buas dan
ikan pemakan campuran. Menurut Effendie (1997), berdasarkan jumlah variasi
dari macam-macam makanan tadi, ikan dapat dibagi menjadi euryphagic yaitu
ikan pemakan bermacam-macam makanan, stenophagic, ikan pemakan yang
macamnya sedikit atau sempit, dan monophagic, ikan yang makanannya terdiri
dari satu macam makanan saja.
Kebanyakan cara ikan mencari makanan dengan menggunakan mata.
Pembauan dan persentuhan digunakan juga untuk mencari makanan terutama
oleh ikan pemakan dasar dalam perairan yang kekurangan cahaya atau dalam
perairan keruh. Pada umumnya ikan mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap
kebiasaan makannya serta dalam memanfaatkan makanan yang tersedia. Chitala
lopis oleh Welcomme (1979) dikelompokkan ke dalam predator besar, pemakan
ikan segala ukuran, udang dan kepiting. Lebih spesifik Adjie dan Utomo (1994)
menginformasikan komposisi makanan ikan belida terdiri dari: ikan kecil
(50.02%) dan udang (21.87%) dan Adjie et al (1997); Ikan (50.02-78.94%), udang
(3.61-21.87%), serangga (0.09%), cacing (0.01%), gastropoda (0.01%), bahan
tumbuhan (0.62-6.99%) dan tidak teridentifikasi (0.62-6.99%).
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
18
2.8. Kualitas Perairan
Ikan belida membutuhkan kondisi lingkungan perairan tertentu untuk
pertumbuhan dan bertahan hidup. Air berfungsi sebagai media, baik media
internal maupun eksternal. Sebagai media internal, air berfungsi sebagai bahan
baku untuk reaksi di dalam tubuh, pengangkutan bahan makanan keseluruh
tubuh, pengangkutan sisa metabolisme, dan pengaturan atau penyangga suhu
tubuh. Sementara sebagai media eksternal, air berfungsi sebagai habitatnya.
Suhu air berpengaruh terhadap sintasan, reproduksi, pertumbuhan
organisme muda dan kompetisi (Krebs, 1985). Bagi ikan yang hidup di perairan
tawar, perubahan suhu perairan pada musim penghujan memberikan tanda
secara alamiah untuk melakukan pemijahan, beruaya dan mencari makan.
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang
terdapat dalam air. Kekeruhan yang disebabkan oleh bahan organik seperti
plankton dan anorganik baik tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur dan
pasir halus. Kekeruhan tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem
osmoregulasi seperti pernapasan, daya lihat organisme akuatik serta dapat
menghambat penetrasi cahaya di dalam air.
Oksigen terlarut dibutuhkan untuk respirasi plankton (65%), respirasi
ikan (20%) dan juga organisme dasar. Oksigen terlarut di badan air dari hasil
fotosintesis plankton (90-95%), dan sisanya difusi dari udara. Konsentrasi
oksigen terlarut berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung pada
pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas
fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk kedalam air (Effendi, 1997).
Parameter pH air menunjukkan reaksi basa atau asam terhadap titk netral
pH 7,0 (Schmittou, 1991). Nilai pH berkaitan erat dengan CO2 bebas dan
alkalinitas. Semakin tinggi pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin
rendah konsentrasi CO2 bebas. Nilai pH juga mempengaruhi toksisitas suatu
senyawa kimia. Pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukan
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
19
ammonia yang tak terionisasi dan bersifat toksik. Amonia tak terionisasi lebih
mudah diserap tubuh oranisme akuatik dibandingkan dengan amonium (Tebbut
dalam Effendi, 1997). Kristanto & Subagja (2008), menduga terdapat keterkaitan
antara pH dan konduktivitas perairan dengan penempelan telur ikan belida.
Alkalinitas berperan sebagai buffer perairan terhadap perubahan pH yang
drastis. Tingkat produktivitas perairan sebenarnya tidak berkaitan secara
langsung dengan nilai alkalinitas tetapi berkaitan dengan keberadaan fosfor dan
elemen esensial lain yang kadarnya meningkat dengan meningkatnya nilai
alkalinitas. Alkalinitas yang baik berkisar antara 30 –500 mg/L CaCO3, jika > 40
mg/L CaCO3 disebut perairan sadah dan jika < 40 mg/L CaCO3 disebut
perairan dengan kesadahan sedang (Effendi, 1997).Ikan belida beradaptasi pada
kondisi perairan habitat belida yang menunjukkan reaksi sekitar netral, bersifat
lunak dengan alkalinitas relatif rendah dan kandungan hara fosfor dan nitrat
rendah (Adjie dkk., 1999).
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
20
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai Kampar, Riau dan Sungai
Cisadane, Banten selama tahun 2005. Sampel ikan diperoleh dari hasil
penangkapan ikan oleh nelayan pada 5 titik sampling yaitu; (1) Kuala Tolam, (2)
Rantau Baru, (3) Langgam, (4) Sungai Teso dan (5) Kuto Panjang, Gambar 4.
Gambar 4. Lokasi Penelitian
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
21
3.2.1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
3.2.1.1. Bahan Identifikasi Spesies Ikan Belida
1) Darah dan otot Ikan Belida (Chitala sp) dari perairan Sungai Kampar dan
Cisadane
2) Alkohol absolut 99% untuk pengawetan sample
3) Bahan kimia pengujian DNA
- Bahan ekstraksi; Genomic DNA Purification Kit (Fermentas) berupa: lysis
solution, chloroform, precipitation solution, H2O, nuclease-free, NaCl
solution, alkohol 70%, dan ethanol dingin 70%.
- Bahan amplifikasi berupa primer diantaranya: D loop region -5* ATT
GAA GGT TAA ACC CCA TCCTA. D loop region * TTA ACC GAC CCT
TTT GAC TG TAA. Taq DNA Polymerase (recombinant) in reaction
buffer, H2O, MgCl2 dan dNTPs (dATP, dCTP, dGTP, dTTP)
- Bahan elektroforesis berupa: Polyacrilamid, 10X TBE (Tris-Borate-EDTA),
loading buffer, dan ethidium bromide.
3.1.1.2. Aspek Reproduksi
Bahan yang digunakan adalah ikan belida (Chitala lopis), alkohol 99%
untuk mengawetkan ikan, formalin 5% untuk mengawetkan gonad ikan dan
Bouin untuk mengawetkan gonad ikan yang akan dihistologi.
3.1.1.3. Aspek Makanan dan Kebiasaan Makan
Bahan yang digunakan adalah ikan belida (Chitala lopis), formalin 4% dan
aquades.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
22
3.1.1.4. Kualitas Perairan
Bahan yang digunakan untuk analisis kualitas air APHA, AWWA and
WPCF (1981), Bain and Stevenson (1999) dan Effendi (2000).
3.2.2. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
- Alat lapangan
Alat yang digunakan dalam kegiatan di lapangan adalah Digital counting
calliper, alat suntikan, Tagging apparatus, dissecting set, tempat ikan dan
peralatannya, kamera digital.
- Alat laboratorium untuk analisis DNA
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung eppendorf
volume 1.5 ml dan 0,5 ml, vortex (Genie 2), inkubator type 12B (Julabo),
mikro sentrifuse (Biofuge-pico, Heraeuse), tip mikro pipet, mikro pipet
dengan ketelitian 0-10 l, 10-100 l, 20-200 l, 1000 l (Eppendorf research,
Transfer pette), thermocycler kapasitas 77 eppendorf (Biometra), elektroforesis
system type Mupid-2Plus (Advance), ultraviolet transilluminator type Macro
Vue UV 20 (Hoefer), film polaroid (Gel Cam), gunting dan sarung tangan.
Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Pharmacia automated sequencer.
Sebagian alat untuk analisis DNA.
- Alat Laboratorium
Alat-alat laboratorium lain yang digunakan dalam penelitian adalah alat
bedah, botol sampel, penggaris dengan ketelitian 1 mm untuk mengukur
panjang ikan, timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram untuk
menimbang berat tubuh dan gonad ikan, cawan petri, `mikroskop dengan
mikrometer objektif dan okuler, gelas objek dan tissue.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
23
3.3. Metode Analisis
3.3.1 Pengambilan sample ikan
Penentuan lokasi sampling untuk mendapatkan sampel specimen ikan
belida dilakukan secara purposive sampling, pada daerah yang ada ikan
belidanya. Ikan sampel diperoleh secara langsung di lapangan maupun melalui
pedagang pengumpul, alat tangkap yang digunakan adalah pancing dan luka.
Sample DNA diambil menggunakan disecting set disposal, pada bagian otot dan
darah. Otot dan darah adalah bagian yang aktif melakukan metabolisme
memerlukan ATP yang tinggi, sehingga kandungan mitokondrianya banyak.
3.3.2 Biologi
3.3.2.1. Aspek makananan dan kebiasaan makan
o Struktur Saluran Pencernaan
Analisis struktur saluran pencernaan dilakukan pengamatan secara
makroanatomi, pengamatan pada posisi mulut, bentuk gigi, struktur tapis
insang, faring, bentuk lambung dan panjang usus. Rasio panjang usus
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Rasio panjang usus (%) =PU
PT × 100
Keterangan : PT = Panjang total ikan (mm)
PU = Panjang usus ikan (mm)
o Komposisi Makanan
Metode estimasi persentase volume organisme makanan dapat
digunakan untuk menduga volume yang sesungguhnya, hal ini dilakukan
karena volume sebenarnya tidak dapat diukur secara langsung. Data
estimasi volume nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk
menghitung indeks bagian terbesar (Index of Preponderance) suatu jenis
makanan yang dimanfaatkan oleh ikan. Penggunaan metode ini adalah
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
24
pada saat mengamati organisme dan mengelompokkannya berdasarkan
jenisnya. Kemudian kelompok-kelompok tersebut diukur volumenya
menggunakan gelas ukur. Persentase volume masing-masing organisme
yang teramati jika dijumlahkan akan mencapai 100 %.
Indeks bagian terbesar (Index of Preponderance) dihitung dengan
menggunakan rumus perhitungan menurut Natarajan dan Jhingran in
Effendie (1979) adalah sebagai berikut :
Keterangan :
IPi = Indeks bagian terbesar jenis organisme makanan ke-i
Vi = Persentase volume jenis organisme makanan ke-i
Oi = Persentase frekuensi kejadian jenis organisme makanan ke-i
Indeks bagian terbesar (Index of Preponderance) makanan dihitung untuk
mengetahui persentase suatu jenis organisme makanan tertentu terhadap
semua organisme makanan yang dimanfaatkan oleh ikan. Hal ini dapat
diketahui, jika nilai IP > 40 % maka organisme tersebut sebagai makanan
utama, jika IP antara 4 – 40 % maka organisme tersebut sebagai makanan
pelengkap, dan jika nilai IP < 4% maka organisme tersebut sebagai makanan
tambahan (Natarajan dan Jhingran in Effendie, 1979).
o Luas Relung Makanan
Analisis luas relung makanan dilakukan untuk melihat proporsi
sumberdaya makanan yang dimanfaatkan oleh ikan tersebut. Luas relung
dihitung menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Levins in Krebs
(1989), yaitu :
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
25
Keterangan :
Bi = Luas relung makanan kelompok ikan ke-i
Pij = Proporsi organisme makanan ke-i yang dimanfaatkan oleh
kelompok ikan ke-i
Dalam perhitungan ini diperlukan suatu standarisasi agar nilai luas
relung yang dihasilkan berkisar antara 0 – 1 dengan selang yang tidak
terlalu besar dan nyata.
Keterangan :
BA = Standarisasi luas relung (kisaran 0 – 1)
B = Luas relung
n = Jumlah seluruh organisme makanan yang dimanfaatkan
o Tumpang Tindih Relung Makanan
Analisis tumpang tindih relung makanan dilakukan untuk melihat
penggunaan bersama jenis organisme makanan yang dimanfaatkan oleh
ikan jantan dan betina serta kelompok-kelompok ukuran ikan. Tumpang
tindih relung dihitung dengan menggunakan rumus “Simplified Morisita
Index” (Horn, 1966 in Krebs, 1989), yaitu :
Keterangan :
Ch = Indeks Morisita yang disederhanakan
Pij,Pik = Proporsi jenis organisme makanan ke-i yang digunakan oleh
2 kelompok ukuran ikan ke-j dan kelompok ukuran ikan
ke-k
N = Jumlah organisme makanan
m,l = Jumlah kelompok ukuran ikan
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
26
3.3.2.2. Reproduksi
Untuk analisis biologi reproduksi dilakukan pengamatan dan
pengukuran parameter-parameter sebagai berikut : jenis kelamin, tingkat
kematangan gonad, berat gonad, indeks kematangan gonad. Kemudian
dilakukan pengukuran fekunditas total, telur matang dan rata-rata diameter
telur.
a) Nisbah kelamin
Nisbah kelamin diketahui berdasarkan jumlah ikan jantan dan
betina yang tertangkap pada setiap sampling yang dilakukan. Jenis
kelamin ditentukan setelah dilakukan pembedahan sampel ikan tersebut.
Untuk mengetahui perbandingan jenis kelamin, dilakukan uji ”Chi
kuadrat” (X²) sebagai berikut:
X² =
s
i F
Ff
3,2,1
2)1(
Keterangan :
X² = Nilai distribusi kelamin
Fi = Nilai pengamatan ikan ke-i
F = Nilai harapan ke-i
I = 1,2,3
S = Jumlah pengamatan
Apabila nilai X²hit> X²tab (0,05), maka Ho ditolak yang berarti nisbah
kelamin tidak seimbang, sedangkan jika X²hit< X²tab (0,05) Ho diterima, yang
berarti nisbah kelamin seimbang.
b) Musim, tempat dan lokasi pemijahan
- Penentuan Tingkat Kematangan Gonad
Penentuan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan jantan dan
betina ditentukan secara morfologis mencakup warna, bentuk, dan
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
27
ukuran gonad. Perkembangan gonad secara kualitatif ditentukan dengan
mengamati TKG I-V berdasarkan morfologi gonad.
- Indeks Kematangan Gonad
Indeks kematangan gonad (IKG) diketahui dengan pengukuran
bobot ikan dan berat gonad ikan jantan dan ikan betina menggunakan
timbangan Ohaus yang mempunyai ketelitian 0,01 gram. Indeks
kematangan gonad diukur dari semua ikan hasil tangkapan. Pengukuran
IKG dilakukan di laboratorium. Pengukuran indeks kematangan gonad
dihitung dengan cara membandingkan berat gonad terhadap bobot ikan:
IKG % = (Bg : Bt ) x 100
Keterangan : IKG = Indeks kematangan gonad (%)
Bg = Berat gonad (g)
Bt = Bobot ikan (g)
- Ukuran Pertama Kali Matang Gonad
Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad dengan
menggunakan metode Sperman Karber. Kriteria matang gonad adalah
pada TKG III, IV, dan V, adapun rumusnya adalah sebagai berikut:
PiXiX
XLogM k (2
)
Keterangan :
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
28
X
k
= Logaritma nilai tengah pada saat ikan matang gonad 100%
X= Selisih logaritma nilai tengah kelas
X
i
= Logaritma nilai tengah kelas
p
i
= ri/ni
r
i
= Jumlah ikan matang gonad pada kelas ke i
n
i
= Jumlah ikan pada kelas ke i
q
i
= i – pi
N= Jumlah sampel ikan
Ragam = 2X ∑
1N
qipi
Pada selang kepercayaan 95% yaitu = m RagamZ 2/
- Analisis Histologis
Analisis secara histologis gonad ikan sampel dilakukan untuk
mengetahui tingkat kematangan gonad secara histologis dan pola
pemijahannya. Untuk keperluan pengamatan histologi tersebut,
dilakukan pengambilan gonad ikan jantan dan betina yang masih segar.
Gonad ikan difiksasi dengan larutan Bouin, kemudian dianalisis di
laboratorium dengan proses jaringan (agar bisa dipotong 5-7 mikron),
pemotongan jaringan, dan pewarnaan dengan menggunakan
haemotoxylin dan eosin.
c) Potensi Reproduksi
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
29
Potensi reproduksi diduga dari nilai fekunditas yang diasumsikan
sebagai jumlah telur yang terdapat dalam ovari ikan yang telah mencapai
TKG IV. Cara mendapatkan telur yaitu dengan mengambil telur dari ikan
betina dengan mengangkat seluruh gonadnya dari dalam perut ikan yang
telah diawetkan. Fekunditas dapat dihitung dengan metode gravimetrik:
F =Q
G ×N
dimana : F = Fekunditas (butir)
G = Berat gonad (g)
Q = Gonad contoh (g)
N = Jumlah telur tiap gonad contoh
d) Pola Reproduksi
Pola reproduksi diestimasi dari diameter dan pola sebaran telur dengan cara
mengukur sampel telur pada bagian anterior, tengah, dan posterior
menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer pembesaran 10×4
kali. Pola sebaran diameter telur dianalisis secara diskriptif dengan melihat
modus penyebarannya. Apabila terlihat dua modus penyebaran, pola
pemijahannya berlangsung dalam waktu yang panjang atau telur yang
dikeluarkan sebagian-sebagian (partial spawning). Jika terdapat penyebaran
ukuran satu modus, pola pemijahan berlangsung dalam waktu yang singkat
(total spawning).
3.3.2.3. Aspek Pertumbuhan
a) Pola Pertumbuhan
- Hubungan Panjang dan berat
Analisis hubungan panjang berat menggunakan uji regresi:
W = aL b
Keterangan: W = Berat tubuh ikan (gram)
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
30
L = Panjang ikan (mm), a dan b = konstanta
Jika b=3 (isometrik) atau b≠3 (alometrik).
- Koefisien Pertumbuhan
Pertumbuhan panjang ikan dapat dihitung dengan Model Von
Bertalanffy sebagai berikut:
)1( )( 0ttKt eLL
Keterangan: Lt = Panjang ikan pada umur ke-t (mm)
L∞ = Panjang maksimal (mm)
K = Koefisien pertumbuhan (t 1 )
t0 = Umur hipotesis ikan pada panjang nol (tahun)
Nilai L∞ dan K didapatkan dari hasil penghitungan dengan metode
ELEFAN 1 yang terdapat dalam program FiSAT II.
Nilai t0 dapat diduga dengan persamaan berikut.
Log –(t0) = -0,3922 - 0,2752 Log L∞ - 1,038 Log K
b) Faktor Kondisi (Menggambarkan kondisi kesehatan/fisik)
Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan persamaan
Ponderal Indeks, untuk pertumbuhan isometrik (b=3) faktor kondisi (KTL)
dengan menggunakan rumus:
KTL =3
510
L
W
Sedangkan jika pertumbuhan tersebut bersifat allometrik (b≠3), maka
faktor kondisi dapat dihitung dengan rumus:
Kn =baL
W
3.3.3 Populasi
3.3.3.1. Morfologi
a) Morfometrik dan meristik
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
31
Pengukuran morfometrik specimen dilakukan dengan menggunakan
digital caliper yang memiliki ketelitian sampai 0.10 mm, sedangkan meristik
dilakukan penghitungan manual dibantu kaca pembesar. Metode
pengukuran dengan menggunakan manual digital calliper adalah metode
yang sampai saat ini paling banyak digunakan dalam studi morfologi, paling
tidak terdapat 31 dari 42 studi tentang subjek ini yang telah dipublikasikan
(Schaeffer, 1991). Pengukuran karakter morfometrik dan meristik ikan belida
dilakukan pada 22 karakter morfologi bentuk badan, (Gambar 5), pada
bagian sisi sebelah kiri tubuh ikan.
b) Fluktuasi Asimetrik
Fluktuasi asimetrik (FA) spesies ikan Belida diestimasi
menggunakan formula Palmer dan Strobeck (1986) :
FA = |R1 – L1|
dimana R1 dan L1 adalah sebelah kanan (R1) dan kiri (L1), sisi
karakter morfologi yang dipilih dalam penelitian dilakukan penghitungan
manual dibantu kaca pembesar (lengkung insang terluar, jari-jari lemah
sirip dada, diameter panjang mata dan diameter lebar mata; Gambar 6).
Keempat karakter dipilih karena ditemukan pada sisi sebelah kiri dan
kanan tubuh ikan.
Klasifikasi nilai CV, digunakan indeks klasifikasi menurut Freeman
et al., 1988; CV≤ 25% = sangat seragam, 25% < CV ≤ 50% = cukup seragam,
25% < CV ≤ 50% = cukup bervariasi dan CV ≥ 75% = sangat bervariasi.
Untuk nilai FA digunakan indeks klasifikasi berdasarkan nilai klasifikasi
oleh Fuller and Houle (2002), yang mensimulasi tiga tingkatan rata-
rata_standar variasi pada DI. Memiliki variasi yang rendah (CVDI = 0,1),
variasi sedang (CVDI = 0,5) dan sangat bervariasi (CVDI = 1).
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
32
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
33
Gambar 5. Karakter morfologi ikan belida (Sudarto, komunikasi pribadi)
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
34
Keterangan :1. Lengkung insang terluar (Lengkung Insang)2. Jari-jari lemah sirip dada (JJ. Lemah sirip dada)3. Diameter mata (D. panjang dan lebar mata)4. Lineral lateralis (LL)
Gambar 6. Karakter fluktuasi asimetrik yang diamati
3.3.3.2. Marka Molekuler
DNA ikan diekstraksi dari potongan daging/otot dengan menggunakan
kit “Wizard genome DNA purification” (Promega), sebagai berikut; 5-10 mg
potongan daging ikan dimasukkan ke dalam tabung 1.5 mL yang telah berisi 500
µL larutan lisis DNA + 120 larutan 0.5 M EDTA pH 8.0. Kemudian ditambahkan
10 µg/mL protein kinase dan diinkubasi pada suhu 550C selama 3 jam. Sebanyak
3 µL larutan Rnase ditambahkan ke dalam campuran tersebut, kemudian
diinkubasi pada suhu 370C selama 30 menit. Setelah didinginkan pada suhu
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
35
kamar, ditambahkan ke dalamnya larutan protein presipitation sebanyak 200 µL
dan disimpan dalam es selam 5 menit. Kemudian disentrifus pada kecepatan
10.000 rpm selama 10 menit. Lapisan supernatannya diambil dan dimasukkan ke
dalam tabung baru, dan ditambahkan 600 µL larutan propanol dan divortex
sampai terlihat endapan putih. DNA diendapkan dengan cara mensentrifus
campuran tersebut pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit, kemudian
larutan dia atasnya dibuang dan DNA dikeringkan pada suhu ruangan. Setelah
kering ditambahkan 50-100 µL Tris-EDTA (TE) buffer dan disimpan pada suhu
40C sebelum digunakan pada tahap selanjutnya.
Primer yang digunakan untuk mengamplikasi sequnce mitokondria
adalah D-Loop primer- yang didesign berdasarkan runtutan lengkap DNA
mitokondria dari Gene Bank menggunakan PRIMER 3.
5* ATT GAA GGT TAA ACC CCA TCCTA.
3*.TTA ACC GAC CCT TTT GAC TG TAA.
Amplifikasi menggunakan metode Polymerize Chain Reaction (PCR) dengan
komposisi reaksi yang terdiri atas: 10 µg, 10 pmol setiap primer dan “pure tag
DNA” (Promega) dengan total volume keseluruhannya 25 µL. Siklus PCR yang
digunakan dalamamplifikasi adalah satu siklus denaturasi pada suhu 950C
selama 2 menit. 35 siklus penggandaan yang terdiri atas 950C selama 1 menit,
450C selama 1 menit dan 720Cselama 2.5 menit. Selanjutnya satu siklus terakhir
pada suhu 720C selama 10 menit. Sequence mtDNA yang didapat direstriksi
dengan menggunakan endonuklease sesuai dengan prosedur perusahaan. Hasil
restriksi kemudian dipisahkan secara elekforesis dengan menggunakan gel
agarose 2%-3% dalam Tris-Boric-EDTA (TBE) buffer dan diamati dengan
illuminator (UV) serta dicetak gambarnya dengan polaroid.
Produk penggandaan yang tersisa dimurnikan dengan mtDNA yang
digunkan secara langsung dalam rantai pereaksi dideoxy-termination (sanger et
al., 1977). Dengan fluorescent-labelled primers (Pharmacia) dan the Thermo-
sequenase sequencing kit dengan 7-deaza-dGTP (Amersham).
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
36
Kondisi sequensing terdiri dari dimulai dari denaturasi pada suhu 95 oC
selama 4 min 30 s diikuti dengan 25 siklus pada 95 oC selama 30 s dan 60 oC
selama 30 s. Produk dilanjutkan dengan denaturasi 6% acrylamide ge (Biorad)
dan divisualisasi dengan Pharmacia automated sequencer.
3.3.4 Ekologi
Pengamatan parameter fisika dan kimia perairan berpedoman pada
APHA, AWWA and WPCF (1981), Bain and Stevenson (1999) dan Effendi (2000),
(Tabel 1).
Tabel 1. Parameter, Metode Pengukuran dan Bahan Alat
No Parameter YangDiamati
Metode Bahan Alat
I Parameter Fisika1 Temperatur Termografik - Termometer air raksa2 Kecerahan Langsung
dengan alat- Sechi disk
3 Kedalaman Langsungdengan alat
- Depth sounder
4 Kecepatan Arus Langsungdengan alat
- Stopwatch dan talipenduga
5 TDS/TSS Langsungdengan alat
- TDS digital
IIParameter Kimia
1 pH Langsungdengan alat
pH indicator
2 Oksigen terlarut Langsungdengan alat
- DO Meter
3 Alkalinitas Titrimetri - H2S04 0.02 N- (216 cc) (2.8 ml H2S04 p
jadikan 100 ml (H2SO4
0.1 N) ambil 200 H2S040.1 N jadikan 1000 ml(H2S04 0.02 N)
- Methyl Orange(576 tetes)
- Erlemeyer 250 ml 1 bh- Pipet ukur 5 ml 2 bh- Pipet tetes 2 bh- Gelas ukur 100 ml 1 bh- Botol Aquadest 1 bh
4 Daya Hantar Listrik Langsungdengan alat
SCT-meter
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
37
Untuk menentukan kondisi kualitas perairan di setiap stasiun pengamatan
digunakan cara skoring. Tahapan analisis data untuk menentukan kualitas
perairan dengan cara skoring adalah sebagai berikut:
1. Dari data hasil pengukuran parameter di seluruh stasiun pengamatan
ditentukan nilai rataan minimum dan maksimum yang tercatat selama
penelitian, selanjutnya ditentukan nilai jangkauannya, dan nilai
jangkauan ini dibagi menjadi 5 interval yang sama. Titik optimum
ditentukan berdasarkan baku mutu air untuk kehidupan biota yang telah
ditentukan.
2. Setiap interval tersebut diberi skor 1-5. Titik optimum diberi skor 5.
Semakin jauh dengan nilai optimum, semakin berkurang skornya lebih
jelasnya dapat dilihat cara pemberian skor di bawah ini:
3. Selanjutnya, nilai rataan parameter yang diukur di setiap stasiun
pengamatan dikaji termasuk ke dalam interval yang mana, dengan skor
yang ditetapkan di atas.
4. Jumlah skor setiap parameter yang dinilai di setiap stasiun pengamatan
dihitung dan ditentukan status kualitas perairannya dengan
membandingkan terhadap nilai rataan kualitas perairan dari 3 stasiun
pengamatan.
Jika nilai jumlah skor ≤ nilai rataan kualitas perairan 3 stasiun pengamatantermasuk di dalam kategori yang rendah, jika jumlah skor > dari nilai rataankualitas perairan 3 stasiun pengamatan termasuk dalam kategori tinggi.
1 2 3 4 5 4 3 2 1
Titik optimum
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Biologi
4.1.1. Aspek makananan dan kebiasaan makan
o Hasil tangkapan ikan belida untuk pengamatan makanan
Ikan belida yang tertangkap selama waktu penelitian sebanyak 47 ekor
yang terdiri atas 25 ekor (53,19%) ikan jantan dan 22 ekor (46,81%) ikan
betina. Jumlah tangkapan ikan belida setiap sampling berbeda-beda yaitu
berkisar pada 3-13 ekor (jantan) dan 5-12 ekor (betina). Jumlah tangkapan
terbanyak terdapat pada bulan Mei yaitu sebanyak 18 ekor (13 jantan dan 5
betina), sedangkan jumlah tangkapan terendah terdapat pada bulan Agustus
yaitu sebanyak 14 ekor (9 jantan dan 5 betina) (Gambar 7). Terjadinya
perbedaan jumlah tangkapan setiap bulan diduga karena adanya pengaruh
musim, kondisi lingkungan, faktor penangkapan dan ketersediaan makanan.
Ardiyanti (2005) in Yuliani (2009) menyebutkan bahwa perbedaan jumlah
tangkapan tergantung antara lain pada kondisi lingkungan perairan yang
dipengaruhi oleh musim. Selanjutnya menurut Kaswadji et al. (1995) in Rosita
(2007), perbedaan hasil tangkapan dapat dipengaruhi oleh perubahan
lingkungan, perbedaan jumlah upaya tangkapan (effort), tingkat keberhasilan
operasi penangkapan dan keberadaan ikan itu sendiri. Perubahan musim
pada setiap waktu pengamatan dapat mempengaruhi kondisi lingkungan,
yang mana adanya perubahan kondisi lingkungan dapat berpengaruh pula
pada ketersediaan makanan alami suatu lingkungan tersebut.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
39
13
9
3
5 5
12
0
2
4
6
8
10
12
14
Mei Agustus November
Waktu Pengambilan Contoh
Frek
uens
i (ek
or)
Jantan
Betina
Gambar 7. Jumlah tangkapan ikan belida (Chitala lopis) selamapenelitian
Pada bulan Mei yang merupakan musim kemarau, diduga air sungai
relatif surut sehingga aliran air dari badan sungai utama dengan anak-anak
sungai sekitar terputus ataupun terputus total. Akibat adanya penyurutan
hidrologi sungai tersebut, ikan belida yang cenderung tinggal di perairan
sungai dan sebagian lagi di tempat-tempat terdalam yang tergenang air, pada
saat debit air kecil di musim kemarau, diduga lebih mudah tertangkap
daripada musim lainnya. Menurut Tjahjo et al. (2000) in Yuliani (2009),
besarnya jumlah tangkapan ikan pada musim kemarau diduga karena pada
musim tersebut volume air lebih sedikit dan arus lebih lambat, serta ikan
lebih banyak melakukan aktivitas sehingga peluang tertangkap lebih besar.
Pada bulan Agustus yang telah memasuki musim peralihan, diduga
fluktuasi air meningkat sehingga aliran air dari badan sungai utama dengan
anak-anak sungai kembali menyatu. Oleh karena itu, ikan belida lebih sulit
ditangkap karena ikan diduga menyebar ke rawa banjiran dan persawahan
baik untuk memijah maupun untuk mencari makan. Menurut Lagler (1972),
keberadaan suatu jenis ikan di perairan memiliki hubungan erat dengan
keberadaan makanannya. Ikan cenderung mencari makan pada daerah-
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
40
daerah yang kaya akan sumberdaya makanan yang disukainya (Nikolsky,
1963).
o Struktur Anatomis Saluran Pencernaan
Struktur anatomis saluran pencernaan pada ikan dapat digunakan
sebagai alat untuk menentukan pola kebiasaan makanannya. Kebiasaan
makanan pada ikan seringkali dihubungkan dengan bentuk tubuh yang
khusus dan fungsional morfologis dari tengkorak, rahang, dan alat
pencernaan makanannya (Effendie, 1997). Menurut Affandi et al. (2005),
secara anatomis, struktur alat pencernaan ikan berkaitan dengan bentuk
tubuh, kebiasaan makanan (kategori ikan), dan kebiasaan makanan (tingkah
laku makan), serta umur (stadia hidup) ikan.
Berdasarkan struktur alat pencernaannya, ikan belida memiliki
lambung yang nyata untuk menampung makanan (Gambar 8) (Huet 1971 in
Haloho 2008). Insang merupakan salah satu alat pencernaan dari ikan belida.
Tapis insang ikan belida sedikit, pendek dan kaku. Panjang usus ikan belida
relatif lebih pendek dibandingkan dengan panjang tubuhnya dengan kisaran
nilai indeks panjang usus relatif berkisar antara 0,2707-0,6095.
Menurut Nikolsky (1963), panjang usus relatif untuk ikan karnivora
adalah < 1, untuk ikan omnívora antara 1 – 3, sedangkan untuk ikan
herbívora > 3. Berdasarkan struktur anatomis saluran pencernaan (lambung
dan usus), panjang usus relatif serta struktur insangnya, maka ikan belida
termasuk ikan karnivora.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
41
Lambung
Usus Anus
Oesofagus
Pilorus
Gambar 8. Struktur anatomis saluran pencernaan ikan belida (Chitala lopis)
o Komposisi makanan ikan belida
Pengamatan makanan ikan belida hanya dilakukan pada bagian
lambung karena diasumsikan organisme makanan pada bagian ini belum
tercerna sempurna, sehingga organisme makanan lebih mudah diidentifikasi.
Dari 47 ekor ikan belida yang dianalisis terdapat 36 ekor ikan belida yang
lambungnya berisi dan 11 ekor ikan belida yang lambungnya kosong.
Makanan ikan belida secara umum didapatkan sebanyak 10 kelompok jenis
organisme makanan, yang terdiri dari ikan, udang, bahan tumbuhan, insekta,
cacing, potongan daging ikan, potongan daging udang, bentos, batu kerikil,
dan bahan tidak teridentifikasi (Gambar 9).
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
42
Gambar 9. Komposisi makanan ikan belida (Chitala lopis) secara umum(N = 36)
Nilai IP tertinggi terdapat pada ikan yaitu sebesar 76,74 %.
Berdasarkan klasifikasi yang dilakukan oleh Nikolsky (1963), ikan
merupakan makanan utama karena dikonsumsi dalam jumlah yang banyak.
Apabila dilihat secara umum, makanan pelengkap (makanan yang terdapat
dalam lambung dalam jumlah yang lebih sedikit) yaitu berupa udang dan
potongan daging. Faktor-faktor yang menentukan suatu spesies ikan akan
memakan atau tidak suatu jenis makanan adalah ukuran makanan,
ketersediaan makanan, warna, rasa, tekstur makanan, dan selera ikan
terhadap makanan (Effendie, 1997).
Pola kebiasaan makanan ikan belida dianalisis melalui pendekatan
perbedaan jenis kelamin, dimana hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan komposisi makanan yang dimanfaatkan oleh ikan belida
jantan dan betina tanpa melihat perbedaan kelas ukurannya.
Proporsi IP pada ikan jantan dan betina ditempati oleh ikan (74,63%
dan 79,11%), sehingga kelompok ikan merupakan makanan utama bagi ikan
belida jantan dan betina (Gambar 10).
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
43
Gambar 10. Komposisi makanan ikan belida (Chitala lopis) berdasarkanjenis kelamin (N jantan = 19; N betina = 17)
IP kelompok ikan (makanan utama) ikan betina lebih besar
dibandingkan dengan ikan jantan tetapi perbedaan tersebut tidak nyata.
Kesamaan jenis makanan utama antara ikan belida jantan dan betina diduga
berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan, ketersediaan makanan dan
kesukaan/selera terhadap makanan yang sama. Selain itu, menurut
Oktaviani (2005) in Yuliani (2009) bahwa kesamaan dalam memanfaatkan
organisme makanan antara ikan jantan dan betina diduga dipengaruhi oleh
ketersediaan makanan di perairan.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
44
Pola kebiasaan makanan ikan belida dianalisis melalui pendekatan
perbedaan ukuran panjang totalnya, agar dapat diketahui apakah terjadi
perubahan komposisi makanan pada saat ikan belida berukuran kecil hingga
besar. Análisis komposisi makanan ikan belida berdasarkan kesamaan kelas
ukuran merupakan pendekatan pertama untuk mengetahui perubahan
komposisi makanannya yang didasarkan pada faktor dari dalam (intern) ikan
itu sendiri, yaitu perubahan ukuran karena pertambahan umur ikan.
N=9 N=10 N=4 N=7 N=3 N=2 N=1
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
401-470 471-540 541-610 611-680 681-750 751-820 821-890
Organisme Makanan
Inde
ks B
agia
n Te
rbes
ar
ikan udang bahan tumbuhan insekta
cacing potongan daging ikan potongan daging udang bentos
batu kerikil tidak teridentif ikasi
Gambar 11. Komposisi makanan ikan belida (Chitala lopis) berdasarkankelas ukuran
Komposisi makanan ikan belida berdasarkan ukuran didapatkan
bahwa ikan memiliki nilai IP terbesar dominan pada hampir seluruh ukuran,
kecuali ukuran 751-820 mm dimana udang sebagai makanan utama (Gambar
9). Adanya udang sebagai makanan utama pada ikan belida ukuran 751-820
mm tidak dapat menggambarkan komposisi makanan yang sesungguhnya.
Hal ini dikarenakan jumlah sampel ikan contoh yang hanya berjumlah satu
ekor pada masing-masing ikan belida jantan dan betina.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
45
Secara umum jenis makanan ikan belida di setiap stasiun penelitian
cukup bervariasi (Gambar 12). Di Waduk Kuto Panjang terdapat 6 jenis
makanan, di Sungai Teso terdapat 7 jenis, di Stasiun Langgam terdapat 5
jenis, di Stasiun Rantau Baru terdapat 9 jenis dan di Kuala Tolam terdapat 5
jenis. Adanya variasi jumlah dan jenis makanan di setiap stasiun diduga
terkait dengan kondisi lingkungan perairan (termasuk kualitas perairan) dan
ketersediaan makanan di setiap stasiun. Menurut Effendie (1997), keberadaan
makanan di perairan dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik lingkungan
seperti suhu, cahaya, ruang, dan luas permukaan, sedangkan faktor yang
mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh suatu
spesies ikan adalah umur, tempat, waktu.
N=9 N=5 N=6 N=13 N=3
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
Waduk KutoPanjang
Sungai Teso Langgam Rantau Baru Kuala Tolam
Organisme Makanan
Inde
ks B
agia
n Te
rbes
ar
ikan udang bahan tumbuhan insekta
cacing potongan daging ikan potongan daging udang bentos
batu kerikil tidak teridentif ikasi
Gambar 12. Komposisi makanan ikan belida (Chitala lopis) berdasarkanstasiun pengambilan sampel
Jenis makanan yang mendominasi (makanan utama) di setiap stasiun
penelitian adalah ikan kecuali stasiun Kuala Tolam (Gambar 12).
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
46
o Luas relung makanan ikan belida berdasarkan kelas ukuran
Analisis luas relung makanan dilakukan untuk melihat proporsi
sumberdaya makanan yang dimanfaatkan oleh ikan. Luas relung makanan
dapat membantu dalam menentukan posisi suatu spesies ikan dalam suatu
rantai makanan. Luas relung makanan dapat pula mencerminkan adanya
selektivitas suatu jenis ikan antar spesies maupun antar individu dalam suatu
spesies yang sama terhadap sumberdaya makanan pada habitat tertentu
(Krebs 1989).
Tabel 2. Luas relung makanan ikan belida (Chitala lopis) berdasarkankelas ukuran
KelasUkuran
LuasRelung Standarisasi
401-470 4,3204 0,3689471-540 2,5060 0,1883541-610 1,1298 0,0433611-680 3,8837 0,4120681-750 1,0418 0,0418751-820 2,1688 0,3896821-890 1,0443 0,0443
Berdasarkan kelas ukurannya, nilai luas relung ikan belida berkisar
pada 1,0418-4,3204 dengan nilai standarisasi berkisar pada 0,0418-0,4120.
Luas relung tertinggi terdapat pada kelas ukuran 401-470 yaitu sebesar 4,3204
dan distandarisasi menjadi 0,3689. Luas relung terkecil pada ikan tilan
terdapat pada kelas ukuran 681-680 yaitu sebesar 1,0418 dengan nilai
standarisasi sebesar 0,0418 (Tabel 2). Standarisasi dilakukan agar nilai luas
relung berkisar pada 0-1 dan selang antar variabel tidak terlalu berbeda.
Besarnya nilai luas relung pada kelas ukuran 401-470 dikarenakan pada kelas
ukuran tersebut ikan belida memanfaatkan kelompok makanan yang
beragam yang dikonsumsi dalam proporsi yang relatif seimbang.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
47
Apabila dilihat secara keseluruhan nilai luas relung ikan belida setelah
distandarisasi tergolong sempit walaupun jenis makanan yang dimakan
beragam. Hal ini diduga, karena ikan belida mengkonsumsi makanan utama
(ikan) dalam proporsi yang sangat besar, sedangkan jenis-jenis yang lain
dikonsumsi dalam proporsi yang sangat sedikit. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Sjafei et al. (2004) in Yuliani (2009), bahwa luas relung ikan lundu
tergolong sempit walaupun jenis makanan yang dikonsumsi beragam. Hal
ini dikarenakan, makanan utama (komponen sisa organisme) dikonsumsi
dalam jumlah yang sangat banyak sedangkan jenis-jenis yang lain
dikonsumsi dalam jumlah yang sedikit sehingga luas relungnya sempit.
Selain itu, juga diduga bahwa karena ikan belida merupakan ikan karnivora
maka cenderung lebih selektif dalam mengkonsumsi jenis makanannya.
Sempitnya luas relung makanan ikan di suatu perairan berhubungan dengan
peran jenis ikan tersebut sebagai ikan karnivora dan predator yang
cenderung lebih spesialis (Tjahjo et al. 2000 in Yuliani 2009).
Nilai luas relung ikan belida jantan dan betina berdasarkan lokasi
pengamatan tersaji pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Luas relung makanan ikan belida (Chitala lopis) berdasarkanstasiun pengambilan sampel
StasiunL
uasRelung
Standarisasi
Waduk KutoPanjang
1,6111
0,1528
Sungai Teso 3,6628
0,4438
Langgam
1,4264
0,1066
Rantau Baru 4,2622
0,4078
Kuala Tolam 2,4339
0,3585
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
48
Berdasarkan lokasi pengamatannya, nilai luas relung makanan ikan
belida berkisar antara 1,4264-4,2622 dengan nilai standarisasi sebesar 0,1066-
0,4438. Luas tertinggi terdapat pada Stasiun Rantau Baru sebesar 4,2622 dan
distandarisasi menjadi 0,4078. Luas relung terendah terdapat pada Stasiun
Langgam sebesar 1,4264 dan distandarisasi menjadi 0,1066. Tingginya nilai
luas relung menunjukkan bahwa pada Stasiun Rantau Baru, ikan belida lebih
bersifat generalis (tidak selektif) dalam memanfaatkan sumberdaya makanan
di alam. Sedangkan, terjadi rendahnya nilai luas relung diduga ikan tersebut
mengadakan suatu seleksi terhadap sumberdaya makanan yang tersedia di
perairan di Stasiun Langgam. Colwell dan Futuyama (1971) menyatakan
bahwa semakin besar nilai luas relung maka pola makanan ikan tersebut
bersifat generalis dan tidak selektif terhadap organisme yang dimakan,
sedangkan luas relung makanan yang kecil mencirikan bahwa ikan tersebut
lebih selektif dalam memilih makanannya.
Tinggi rendahnya luas relung makanan ikan belida pada setiap lokasi
pengamatan diduga berkaitan dengan kelimpahan makanan, kondisi ikan
dan kemampuan ikan dalam memanfaatkan makanan yang tersedia.
Menurut Lagler (1972), tidak semua macam sumberdaya makanan yang
tersedia di suatu perairan akan disukai oleh ikan, namun tergantung dari
ukuran makanan, ketersediaan makanan di alam dan selera ikan terhadap
makanan itu sendiri.
Tumpang tindih relung makanan terjadi bila ada kesamaan jenis
makanan yang dimanfaatkan oleh dua jenis atau lebih kelompok ikan
(kohort). Nilai tumpang tindih mendekati satu (1) menunjukkan kedua
kelompok ikan memanfaatkan jenis organisme makanan yang sama.
Sebaliknya jira mendekati nol (0), artinya tidak diperoleh jenis makanan yang
sama (Colwell dan Futuyama 1971).
Nilai tumpang tindih relung makanan ikan belida tertinggi terjadi
antara usuran 681-750 mm dengan 821-890 mm sebesar 1,0000. Sedangkan
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
49
nilai tumpang tindih makanan terendah terjadi antara usuran 541-610 mm
dengan 751-820 mm sebesar 0,0022 (Tabel 4).
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
50
Tabel 4. Tumpang tindih relung makanan ikan belida (Chitala lopis)berdasarkan kelas ukuran
Selang kelas 401-470 471-540 541-610 611-680 681-750 751-820 821-890401-470 1 0,8944 0,6270 0,9244 0,6110 0,2458 0,6116471-540 1 0,8697 0,9011 0,8563 0,2124 0,8567541-610 1 0,6433 0,9980 0,0022 0,9980611-680 1 0,6292 0,3522 0,6296681-750 1 0,0037 10,000751-820 1 0,0039821-890 1
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda (Kajian Stok IkanBelida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
51
4.1.2. Aspek Reproduksi
o Nisbah kelamin
Gambar 13. Nisbah kelamin ikan belida (C. lopis) jantan dan betina berdasarkanbulan pengambilan ikan contoh
Berdasarkan komposisi jumlah ikan belida jantan dan betina yang
tertangkap selama penelitian diperoleh rasio nisbah kelamin 1:0,88. Dilihat
dari bulan pengambilan contoh nilai nisbah kelamin ikan belida terus
menurun, dengan nilai nisbah kelamin berkisar antara 0,25-2,60. Hal ini
disebabkan karena penyebaran ikan jantan dan ikan betina tidak merata.
Hasil uji Chi-square pada selang kepercayaan 95% pada setiap bulan
menunjukkan bahwa rasio kelamin ikan belida tidak seimbang dengan nilai
nisbah kelamin ikan jantan lebih besar dari ikan belida betina (X2 hitung >
X2tabel).
Nikolsky (1963) menyatakan bahwa perbandingan kelamin dapat
berubah menjelang dan selama pemijahan berlangsung. Ketidakseimbangan
jumah ikan jantan dan betina diduga disebabkan oleh perbedaan tingkah
laku dan faktor penangkapan. Penangkapan ikan yang tidak terkendali dapat
mempengaruhi kelestarian ikan tersebut. Tidak seimbangnya jumlah ikan
jantan dan betina diduga karena pengaruh tingkah laku dan musim
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
52
pemijahan. Ketidakseimbangan nisbah kelamin jantan dan betina dapat
menyebabkan terganggunya perkembangan ikan sampai fase rekruitmen,
sehingga dapat terjadi penurunan populasi (Mustakim 2008).
Gambar 14. Nisbah kelamin ikan belida (C. lopis) jantan dan betinaberdasarkan selang kelas panjang total (mm)
Dari hasil uji Chi-square dengan selang kelas panjang total
diperoleh rasio nisbah kelamin ikan belida yang seimbang (X2 hitung < X2tabel),
dengan nilai nisbah kelamin berkisar antara 0-1,33. Berdasarkan hubungan
selang kelas panjang total, nilai nisbah kelamin lebih berfluktuasi.
Keseimbangan nisbah kelamin ikan jantan dan betina ditemukan pada selang
kelas panjang total 401-466 mm, 599-664 mm dan 731-796 mm, masing-
masing berjumlah 6 ekor, 5 ekor dan 1 ekor.
o Tingkat kematangan gonad
Tingkat kematangan gonad ikan belida jantan dan betina dapat
diketahui melalui pengamatan secara morfologi dan histologi. Pengamatan
secara morfologi dapat dilakukan dengan cara membandingkan warna,
ukuran, volume gonad yang mengisi rongga tubuh dan butiran telur.
Pengamatan secara histologis dilakukan melalui foto histologis gonad.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
53
TKGIV
TKGIV
TKGIII
TKGII
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
54
Gambar 15. Struktur morfologis dan histologis gonad ikan belida (C. lopis) betina
Gambar 16. Tingkat kematangan gonad (%) ikan belida (C. lopis) jantan danbetina berdasarkan selang kelas panjang total (mm)
Ikan belida jantan dan betina memiliki frekuensi tertinggi TKG I
pada selang kelas panjang total 467-532 mm, masing-masing berjumlah 7 ekor
dan 4 ekor. Frekuensi TKG II tertinggi berada pada selang kelas 401-466 mm
dan 665-730 mm (masing-masing berjumlah 1 ekor) untuk ikan belida jantan,
sedangkan ikan belida betina pada selang kelas 401-466 mm sebanyak 4 ekor.
Ikan belida jantan TKG III tertinggi berada pada selang kelas 467-532 mm
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
55
sebanyak 1 ekor, sedangkan pada ikan betina berada pada selang 599-664 mm
dan 797-862 mm, masing-masing berjumlah 1 ekor. Pada ikan belida TKG IV
frekuensi tertinggi berada pada selang 401-466 mm berjumlah 1 ekor,
sedangkan pada ikan betina berada pada selang 401-466 mm dan 731-796 mm
masing-masing berjumlah 1 ekor.
Gambar 17. Tingkat kematangan gonad (%) ikan belida (C. lopis) jantan danbetina berdasarkan bulan pengambilan ikan contoh
Berdasarkan bulan pengambilan ikan contoh, ikan belida jantan
dan betina yang diperoleh didominasi oleh ikan TKG I. Pada ikan belida
jantan frekuensi TKG I tertinggi ditemukan pada bulan Mei 2009 yaitu
sebanyak 13 ekor, sedangkan pada ikan betina seimbang pada bulan Mei
2009, Agustus 2009 dan November 2009 masing-masing sebanyak 3 ekor.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
56
Frekuensi TKG II ikan belida jantan tertinggi ditemukan pada bulan Agustus
2009 sebanyak 2 ekor dan pada ikan betina ditemukan pada bulan November
2009 sebanyak 7 ekor. Ikan belida jantan TKG III hanya ditemukan pada
bulan November 2009 berjumlah 1 ekor, sedangkan pada ikan betina
ditemukan pada bulan Mei 2009 dan November 2009, masing-masing
berjumlah 1 ekor. Pada ikan belida jantan TKG IV hanya ditemukan pada
bulan Agustus 2009 sebanyak 1 ekor, sedangkan pada ikan betina ditemukan
pada bulan Mei 2009 dan November 2009 masing-masing berjumlah 1 ekor.
Ditemukannya TKG III ikan jantan dan TKG III dan IV ikan betina pada
bulan November 2009, diduga bahwa bulan tersebut terjadinya pemijahan
ikan belida.
Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Spearman-Karber,
diduga ikan belida jantan dan betina pertama kali matang gonad pada
kisaran panjang yang sama yaitu 756-804 mm. Di India ikan belida jantan
memiliki ukuran minimum pertama kali matang gonad pada ukuran rata-
rata panjang 620±40,4 mm, sedangkan ukuran maksimum matang yaitu
810±52,98 mm. Pada ikan betina, ukuran minimum ikan pertama kali matang
yaitu 755±35,36 mm dan maksimum 910±23,23 mm (Sarkar et al. 2007).
Menurut Effendie (1997) terjadinya perbedaan ukuran dan umur ikan
pertama kali matang gonad khususnya pada spesies yang sama disebabkan
oleh menyebarnya spesies tersebut pada lintang yang perbedaannya lebih
dari lima derajat.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
57
o Indeks kematangan gonad
Gambar 18. Indeks kematangan gonad (%) ikan belida (C. lopis) jantan danbetina berdasarkan tingkat kematangan gonad
Berdasarkan tingkat kematangan gonad, nilai indeks kematangan
gonad ikan belida jantan dan betina cenderung meningkat seiring semakin
tingginya tingkat kemtangan gonad. Effendie (2002) menyatakan bahwa
indeks kematangan gonad akan meningkat seiring dengan meningkatnya
tingkat kemtangan gonad dan nilai tersebut akan menurun setelah ikan
selesai memijah. Nilai IKG ikan jantan berkisar antara 0,005%-0,05% dan ikan
betina berkisar antara 0,03%-3,54%. Nilai IKG rata-rata ikan betina yang
diperoleh lebih besar daripada ikan jantan. Hal ini diduga karena pada ikan
jantan ditemukan terbanyak pada TKG I.
Adjie et al. (1999) menyatakan bahwa banyaknya telur yang ada dalam
gonad memperlihatkan variasi yang sangat besar yang mengakibatkan nilai
indeks kematangan gonad lebih bervariasi.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
58
o Fekunditas
Gambar 19. Hubungan panjang total (mm) ikan belida (C. lopis) denganfekunditas TKG III dan IV
Fekunditas ikan belida diperoleh dari 4 ekor ikan betina yaitu 2
ekor ikan TKG III dan 2 ekor ikan TKG IV, dengan panjang total berkisar
antara 428-860 mm dan berat tubuh berkisar antara 600-6000 gram. Jumlah
telur yang ditemukan berkisar antara 442-11.972 butir. Ikan belida dengan
fekunditas terkecil ditemukan pada ukuran panjanng 428 mm yaitu
berjumlah 442 butir, sedangkan fekunditas terbesar ditemukan pada ukuran
panjang ikan 860 mm yaitu berjumlah 11.972 butir.
Berdasarkan hasil regresi antara panjang tubuh total dan fekunditas
diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9745, hal ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara panjang tubuh total dan
fekunditas. Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,9496,
artinya panjang tubuh total dapat menjelaskan nilai fekunditas sebesar
94,96%. Menurut Adjie et al. (1999) ikan belida melepaskan telurnya pada
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
59
waktu yang tidak bersamaan, dimana ikan yang memiliki fekunditas kecil
merupakan ikan yang baru selesai memijah sedangkan ikan yang
fekunditasnya besar adalah induk yang akan segera memijah.
Selama penelitian fekunditas yang diperoleh berfluktuasi. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi perairan dan
ketersediaan makanan. Fekunditas ikan belida yang ditemukan di daerah
aliran sungai Batanghari, Provinsi Jambi lebih kecil daripada fekunditas yang
ditemukan dalam penenlitian ini yaitu berkisar antara 260-6.080 butir (Adjie
et al. 1999). Menurut Ahmet dan Kara 2004 in Mustakim 2008) variasi
fekunditas antar populasi ikan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yaitu
suhu air, kelimpahan makanan, dan jenis spesies yang berbeda. Selain itu
fekunditas mempunyai keterpautan dengan umur, panjang atau berat
individu, faktor genetis dan lingkungan (Olatunde 1978 in Siregar 1989).
Menurut Fujaya (2004) sumber energi potensial pertumbuhan gonadik
maupun somatik yaitu kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan.
o Pola Reproduksi
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
60
Gambar 20. Sebaran diameter telur ikan belida (C. lopis) pada TKG III dan IV
Pengamatan diameter telur dapat digunakan untuk mengetahui
pola pemijahan ikan. Diameter telur ikan belida betina berkisar antara 2,25-
27,5 mm pada TKG III dan 5-32,5 mm pada TKG IV. Ukuran diameter telur
ikan pada TKG IV terlihat lebih besar daripada TKG III. Menurut Scott (1979)
in Siregar (1989) diameter telur dipengaruhi oleh factor genetis, lingkungan,
dan makanan yang dikonsumsi oleh individu. Ikan belida TKG III memiliki
sebaran diameter telur yang menyebar dan tidak terlihat membentuk satu
puncak pemijahan yang signifikan. Dari sebaran diameter telur yang
menyebar menunjukkan bahwa ikan tersebut tergolong ikan yang memiliki
pola pemijahan partial spawner, artinya ikan belida beberapa kali dalam
setahun. Meskipun pada TKG IV ditemukan satu puncak pemijahan yang
mencolok, kondisi ini diduga telur sudah siap untuk di keluarkan sehingga
menyebabkan pola sebaran pada ukuran tertentu mulai berkurang.
Ikan betok (Anabas testudineus Bloch) pada habitat yang berbeda
dilingkungan Sungai Kampar Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, hampir
berada pada kondisi yang sama dengan ikan belida dimana pada TKG III
memiliki pola sebaran yang didominasi pada dua modus diameter telur yang
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
61
cukup mencolok, sedangkan pada TKG IV pola sebaran pada selang ukuran
tertentu mulai berkurang tetapi pada dasarnya masih terlihat adanya dua
modus diameter telur yang berbeda (Mustakim 2008). Pada ikan kresek
(Thryssa mystax) di perairan ujung pangkah, Gresik, Jawa Timur juga
memiliki pola pemijahan partial spawner yang diindikasikan dengan
diperolehnya diameter telur yang menyebar mulai dari ukuran 100-654 µm
dan memiliki dua puncak pemijahan (Maharani 2006).
Lama pemijahan pada ikan dapat diduga dari ukuran diameter telur,
jika waktu pemijahan pendek semua telur masak yang ada di ovarium
berukuran sama, dimana ukuran ini berbeda dengan ukuran telur pada saat
folikel masih muda. Tetapi bila waktu pemijahan terus menerus pada kisaran
waktu yang lama maka ukuran yang ada dalam ovarium berbeda-beda (Hoar
1957 in Siregar 2004).
4.1.3. Pertumbuhan
o Sebaran Ukuran Panjang Ikan Belida (C. lopis)
Jumlah ikan belida yang diperoleh selama pengambilan sampel
sebanyak 47 ekor, yang terdiri dari 25 ekor ikan jantan dan 22 ekor ikan
betina. Setelah dilakukan analisis berdasarkan kisaran panjang total
diperoleh 7 kelas ukuran panjang total yang dibuat menggunakan jarak antar
kelas sebesar 66 mm dengan kisaran panjang ikan jantan dan betina berkisar
antara 401-862 mm. Sebaran frekuensi ikan belida jantan terbanyak berada
pada selang 467-532 mm yakni sebanyak 8 ekor, sedangkan sebaran frekuensi
ikan betina terbanyak berada pada selang 401-466 mm dan 467-532 mm yang
masing-masing berjumlah 6 ekor.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
62
Gambar 21. Sebaran frekuensi ikan belida pada selang kelas ukuran panjangtotal (mm) selama penelitian
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
63
Gambar 22. Sebaran frekuensi ikan belida (C. lopis) pada selang kelaspanjang total (mm) pada tiap pengambilan ikan contoh
Berdasarkan bulan pengambilan contoh, frekuensi jumlah ikan
yang tertangkap berbeda-beda. Pada bulan Mei 2009 ikan yang tertangkap
sebanyak 18 ekor yang terdiri dari 13 ekor ikan jantan dan 5 ekor ikan betina
dengan frekuensi terbesar ikan jantan dan betina berada pada selang kelas
467-532 mm, masing-masing berjumlah 6 ekor dan 3 ekor. Untuk bulan
Agustus 2009 sebanyak 14 ekor ikan, terdiri dari 9 ekor ikan jantan dan 5 ekor
ikan betina, dengan frekuensi terbesar ikan jantan berada pada selang kelas
401-466 mm yakni berjumlah 3 ekor, pada ikan betina frekuensi terbesar
berada pada selang kelas 401-466 mm dan 599-664 mm yang masing-masing
berjumlah 2 ekor. Sedangkan pada bulan November 2009 sebanyak 15 ekor
ikan, diantaranya 3 ekor ikan jantan dan 12 ekor ikan betina, frekuensi
terbesar ikan jantan berada pada 3 selang kelas, yaitu: (a) 467-532 m, (b) 599-
664 mm, dan (c) 665-730 mm dengan frekuensi masing-masing sebanyak 1
ekor, untuk ikan betina frekuensi terbesar berada pada selang kelas 401-466
mm yakni sebanyak 4 ekor.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
64
o Hubungan Panjang Berat
Berdasarkan hubungan panjang total dan berat diperoleh model
persamaan hubungan panjang berat ikan belida jantan dan betina, yaitu W =
7 x 10-7L3,3732 dengan nilai b sebesar 3,3732 dan W = 4 x 10-7L3,4741 dengan nilai
b sebesar 3,4741 (Gambar ). Dari hasil analisis uji t, diketahui bahwa pada
ikan jantan nilai t hitung lebih kecil daripada nilai t tabel, hal ini
menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan belida jantan adalah isometrik,
yang berarti pertumbuhan panjang tubuh ikan sama dengan pertumbuhan
berat tubuh ikan. Sedangkan pada ikan belida betina diperoleh nilai t hitung
lebih besar dari t tabel, hal ini menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan
belida betina adalah allometrik positif, artinya pertumbuhan berat tubuh
cenderung lebih cepat daripada pertumbuhan panjang tubuh.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
65
Gambar 23. Hubungan panjang berat ikan belida (C. lopis) jantan dan betina
Nilai koefisien korelasi (r) yang diperoleh berdasarkan hasil analisis
panjang berat pada ikan belida jantan dan betina mendekati +1, masing-
masing sebesar 0,9663 dan 0,9789. Walpole (1992) menyatakan bahwa apabila
nilai koefisien korelasi (r) mendekati +1 atau -1, maka hubungan antara dua
peubah dalam hal ini panjang dan berat tubuh sangat kuat dan dapat
dikatakan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara panjang
total dan berat tubuh ikan belida, artinya semakin besar nilai panjang tubuh
ikan maka semakin besar pula berat tubuh ikan tersebut. Nilai koefisisen
determinasi (R2) yang diperoleh pada ikan belida jantan dan betina masing-
masing sebesar 0,9338 dan 0,9583. Hal ini berarti, nilai panjang total tubuh
dapat menjelaskan nilai berat tubuh sebesar 93,38% pada ikan belida jantan
dan 95,83% pada ikan belida betina.
Di daerah aliran sungai Batanghari Provinsi Jambi ikan belida jantan
memiliki pola pertumbuhan allometrik dengan nilai b sebesar 2.64,
sedangkan pada ikan belida betina memiliki pola pertumbuhan isometrik
(Adjie et al. 1999). Hal ini sangat berbeda dengan pola pertumbuhan ikan
belida yang ada di daerah aliran sungai Kampar, Riau. Perbedaan ini dapat
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
66
disebabkan oleh perbedaan kondisi perairan dan habitat antara kedua lokasi
tersebut.
o Faktor Kondisi
Nilai faktor kondisi ikan belida jantan berkisar antara 0,5428-1,4237
dan pada ikan belida betina berkisar antara 4,37 x 10-8 - 8,03 x 10-8. Faktor
kondisi ikan belida jantan dan betina cenderung meningkat setiap bulan.
Rata-rata nilai faktor kondisi tertinggi ikan belida jantan dan betina terjadi
pada bulan November 2009, masing-masing sebesar 0,9405 dan 5,90 x 10-8, hal
ini dikarenakan pada bulan November 2009 merupakan musim penghujan
sehingga kelimpahan makanan meningkat yang menyebabkan faktor kondisi
juga ikut meningkat. Sedangkan yang terendah terjadi pada bulan Mei 2009
yakni sebesar 0,6706 pada ikan belida jantan dan 5,19 x 10-8 pada ikan belida
betina.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
67
Gambar 24. Rata-rata faktor kondisi ikan belida (C. lopis) jantan dan betinaberdasarkan bulan pengambilan ikan contoh
Kisaran rata-rata nilai faktor kondisi ikan belida jantan dan betina
cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat kematangan
gonad, masing-masing berkisar antara 0,5428-1,4237 dan 4,37 x 10-8 – 8,03 x
10-8. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (1997) bahwa salah satu
penyebab yang mempengaruhi faktor kondisi adalah tingkat kematangan
gonad. Nilai faktor kondisi ikan mengalami peningkatan saat gonad
mengalami perkembangan dan mencapai puncaknya saat akan melakukan
pemijahan (Effendie 1979). Selain tingkat kematangan gonad penyebab lain
yang dapat mempengaruhi nilai faktor kondisi adalah umur, makanan, dan
jenis kelamin (Effendie 1997).
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
68
Gambar 25. Rata-rata faktor kondisi ikan belida (C. lopis) jantan dan betinaberdasarkan tingkat kematangan gonad
Nilai faktor kondisi baik dihubungkan dengan bulan pengambilan
contoh maupun tingkat kematangan gonad pada ikasn belida jantan lebih
besar dibandingkan ikan betina. hal ini diduga karena ikan belida jantan
lebih dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Couprof dan Benson in
Yuniarti (2004) menyatakan bahwa faktor kondisi dapat menggambarkan
kecocokan terhadap lingkungan dan musim. Sedangkan menurut Mayekiso
dan Hecht (1990) in Mustakim (2008) bahwa faktor kondisi ikan jantan lebih
besar daripada ikan betina karena energi yang diperoleh ikan betina
digunakan lebih besar untuk perkembangan gonad.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
69
o Pendugaan parameter pertumbuhan
Pendugaan parameter pertumbuhan (k, to dan L∞) menggunakan
ELEVAN dari paket program FISAT. Penentuan kelompok umur
menggunakan Metode Bhatarcharya dari paket program FISAT, Gambar 24.
Gambar 26. Penentuan kelompok umur ikan belida yang tertangkap diPerairan Sungai Kampar, Riau dengan Metode Bhattacharyadari paket program FISAT.
Parameter pertumbuhan hasil perhitungan adalah L∞ = 924; K = 0.30
dan to = - 2.40. Persamaan pertumbuhan ikan belida menjadi
)40.2(30.01(924 teLt . Ikan belida memiliki 1 kelompok umur 7.734 cm.
Grafik pertumbuhan panjang ikan belida dapat dilihat pada Gambar 25.
953.12
63.623exp734.7
2xY
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
70
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1 2 3 4 5 6
panjang total (mm)
umur
(tah
un)
Gambar 27. Grafik pertumbuhan panjang ikan belida di Perairan SungaiKampar, Riau
Panjang asimtotik (L∞) Ikan Belida adalah 924 mm. Ikan Belida di
Perairan Kampar, Riau diperkirakan akan mendekati panjang asimtotiknya
pada umur 6 tahun. Kecepatan mencapai panjang asimtotiknya dipengaruhi
oleh nilai k, besarnya nilai k untuk Ikan belida adalah 0.30. Menurut Tesch
(1971), pada mulanya, saat ukuran ikan kecil, ukuran ikan mulai meningkat
secara lambat. Akan tetapi kemudian, laju pertumbuhan semakin cepat.
Setelah waktu tertentu, laju pertumbuhan kembali meningkat dengan lambat
sampai akhirnya tetap pada suatu garis asimtotik. Pengetahuan yang tentang
umur ikan merupakan hal penting untuk mengungkapkan permasalahan
daur hidup ikan, seperti ketahanan hidup, laju pertumbuhan dan umur ikan
saat matang gonad (Weatherly and Gill, 1987).
Parameter pertumbuhan berat hasil perhitungan adalah W∞ = 7696.5,
K = 0.360 dan to = - 3.32 Persamaan pertumbuhan berat ikan belida menjadi14.3)32.3(360.0 )1(5.7696 teWt . Model pertumbuhan berbasiskan bobot
merupakan kombinasi antara rumus von Bertalanffy dengan hubungan
panjag berat (Gambar 26).
)40.2(30.01(924 teLt
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
71
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
1 2 3 4 5 6
umur (tahun)
bera
t (gr
am)
Gambar 28. Grafik pertumbuhan berat ikan belida di Perairan SungaiKampar, Riau
Berat asimtotik (W∞) ikan Belida adalah 7696.5 gr. Ikan Belida diduga
mendekati berat asimtotiknya pada umur 6 tahun. Pertambahan berat yang
cepat diperkirakan pada saat ikan mencapai umur 1 – 3tahun. Informasi ini
cukup penting untuk budidaya khususnya dalam hal pemberian pakan.
Informasi ini cukup penting untuk budidaya khususnya dalam hal
pemberian pakan.
4.2. Populasi
4.2.1. Morfologi
o Morfometrik dan meristik
Hasil PCA terhadap matrik korelasi data morfometrik menghasilkan
ragam pada komponen utama 1, 2 dan 3 masing-masing sebesar 26.96%,
16.52% dan 15.2%. Total ragam yang terjelaskan dari ketiga komponen
adalah sebesar 58.68% (Gambar 29, 30 dan 31).
14.3)32.3(360.0 )1(5.7696 teWt
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
72
Pengelompokkan organisme hasil PCA karakter morfometrik
memperlihatkan adanya empat kelompok organisme. Kelompok pertama
terdiri dari organisme K.PTB.1.004 dan K.PTB.1.001. Kelompok kedua
K.SH.1.003 dan K.SH.1.004. Kelompok 3 terdiri dari organisme
K.PTB.1.002 dan K.PTB.1.003. Kelompok 4 K.SH.1.002 dan K.UD.1.003.
Ada indikasi Ikan belida di Sungai Kampar terdiri dari beberapa unit
populasi/stok.
K.PTB.1.001
K.PTB.1.002
K.PTB.1.003
K.PTB.1.004
K.PTB.1.005
K.UD.1.001K.UD.1.002
K.UD.1.003
K.SH.1.001 K.SH.1.002
K.SH.1.003
K.SH.1.004
-10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6
Factor 1: 26.96%
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
Fact
or 2
: 16.
52%
Gambar 29. Lingkaran korelasi F1 dan F2 (43.48%)
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
73
K.PTB.1.001
K.PTB.1.002K.PTB.1.003
K.PTB.1.004
K.PTB.1.005
K.UD.1.001
K.UD.1.002
K.UD.1.003
K.SH.1.001
K.SH.1.002
K.SH.1.003K.SH.1.004
-10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6
Factor 1: 26.96%
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
Fact
or 3
: 15.
12%
Gambar 30. Lingkaran korelasi F1 dan F3 (42.08%)
K.PTB.1.001
K.PTB.1.002K.PTB.1.003
K.PTB.1.004
K.PTB.1.005
K.UD.1.001
K.UD.1.002
K.UD.1.003
K.SH.1.001
K.SH.1.002
K.SH.1.003K.SH.1.004
-6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
Factor 2: 16.52%
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
Fact
or 3
: 15.
12%
Gambar 31. Lingkaran korelasi F2 dan F3 (31.64%)
Hasil PCA terhadap matrik korelasi data meristik menghasilkan ragam
pada komponen utama 1 dan 2 masing-masing sebesar 37.68% dan 25.29%.
Total ragam yang terjelaskan dari ketiga komponen adalah sebesar 62.97%
(Gambar 32).
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
74
Pengelompokkan organisme hasil PCA karakter meristik memperlihatkan
adanya tiga kelompok organisme. Kelompok pertama terdiri dari
organisme K.UD.1.003 dan K.UD.1.003. Kelompok kedua K.PTN.1.001 dan
K.UD.1.002. Kelompok 3 terdiri dari organisme K.SH.1.001 dan
K.SH.1.004.
Namun demikian hasi analisis morfometrik dan meristik tidak
berkesesuaian, hal ini dimungkinkan karena jumlah sampel yang masih
sedikit. Data meristik juga mengindikasikan bahwa ada indikasi unit stok
yang berbeda.
K.PTN.1.001.007K.PTB.1.002.009
K.PTB.1.003.005
K.PTB.1.004.006
K.PTB.1.005.008
K.UD.1.001
K.UD.1.002
K.UD.1.003
K.SH.1.001
K.SH.1.002
K.SH.1.003
K.SH.1.004
-3.5 -3.0 -2.5 -2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0
Factor 1: 37.68%
-2.5
-2.0
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
Fact
or 2
: 25.
29%
Gambar 32. Lingkaran korelasi F1 dan F2 (62.97%)
o Fluktuasi asimetrik
Analisa keragaman ikan belida di Sungai Kampar berdasarkan nilai
CV memperlihatkan sebagian besar karakter morfometrik tergolong dalam
kategori cukup seragam 72% (25% < CV ≤ 50% ) dan cukup bervariasi 28%
(50% < CV ≤ 75%) (Gambar ), dengan rata-rata sebesar 47,60% tergolong
cukup seragam.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
75
rata-rata
standar deviasi
coefficient variationSLSDFO
HWTDL
PTLDFL
ALED
LJLPAL
PPLDSO
DSW-10
0
10
20
30
40
50
60
70
Gambar 33. Nilai rata-rata, standar deviasi dan coefficient variation karaktermorfometrik populasi ikan Belida sungai Kampar
Nilai fluktuasi asimetrik dari empat karakter (morfometrik/meristik)
yang diamati, terlihat pada Tabel 5 dan indeks CVDI pada Gambar 33 . Walaupun
secara statistik besaran nilai karakter asimetrik sebelah kanan dan kiri tidak
significan bervariasi (Tabel 6), namun berdasarkan gambar 34, terlihat 60%
karakter asimetrik tergolong variasi sedang dan sangat bervariasi (CVDI = 0,5)
dan CVDI = 1), 40 % termasuk variasi yang rendah. Fuller and Houle (2002),
berasumsi bahwa individual yang berkualitas tinggi memiliki nila DI yang
rendah, dan secara ketat mengendalikan perkembangan, sementara individu
berkualitas rendah memiliki nilai DI yang tinggi dan lebih longgar mengatur
perkembangan.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
76
Tabel 5 . Nilai fluktuasi asimetrik populasi ikan Belida sungai Kampar
specimenikan
D.panjangMata
D. lebarMata
JJ.lemahsirip dada
Linerallateralis
Lengkunginsang
1 0.06 0.07 1 2 12 0.21 0.05 0 10 13 0.12 0.12 0 3 04 0.04 0 2 9 15 0.09 0.02 0 7 26 0.09 0.05 1 6 17 0.05 0.12 0 3 08 0.3 0.42 0 7 09 0.01 0.06 1 4 1
ratarata 0.11 0.10 0.56 5.67 0.78
Tabel 6. Nilai uji T-test karakter asimetrik sebelah kanan dan kiri populasi ikanBelida sungai Kampar
KarakterMean Mean t-value df p F-
ratiop
DiameterPanjang Mata 1.52 1.48 0.54 16 0.60ns 1.04 0.96 ns
DiameterLebar Mata 1.40 1.31 1.31 16 0.21 ns 1.13 0.87 ns
JJS.Dada 13.44 13.56 -0.23 16 0.82 ns 1.00 1.00 ns
LL 153.55 152.11 0.13 16 0.90 ns 1.24 0.77 ns
TI 12.11 11.78 0.74 16 0.47 ns 1.95 0.36 ns
ns = non significan
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
77
rata-rata
standar deviasi
coefficient variationDM PANJANG MATADM LEBAR MATA
JJJL.S.DADALL
TI-10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Gambar 34. Nilai rata-rata, standar deviasi dan coefficient variation karakterasimetrik populasi ikan belida sungai Kampar
Hasil analisis karakter morfometrik dan indeks fluktuasi asimetrik
mengkonfirmasi bahwa populasi ikan Belida di sungai Kampar telah berada
pada kondisi mendekati seragam atau memiliki variasi genetik yang rendah. Hal
ini di duga disebabkan oleh efek populasi kecil dan isolasi geografis.
Mustafa (1999), menyatakan bahwa variasi genetik yang rendah biasanya
terlihat pada ikan yang jarang atau dilindungi (memiliki jumlah populasi yang
sedikit). Ikan yang memiliki populasi yang sedikit cenderung mengalami efek
populasi bottleneck (turunnya populasi efektif) dan tekanan silang dalam
(Allendorf et al., 1987; Mustafa, 1999). Tekanan silang dalam yang terjadi pada
populasi kecil, mengakibatkan hilangnya alele resesif di populasi tersebut yang
menghasilkan tidak saja kematian lebih cepat tapi juga suatu penurunan
kesuburan atau tingkat pertumbuhan. Pada akhirnya akan terjadi kepunahan
spesies (Galbusera et al., 2000).
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
78
Isolasi geografis memberikan kontribusi berkurangnya variasi genetik.
Populasi yang terisolasi cenderung mengurangi variasi genetiknya dan, sebagai
akibatnya, berpengaruh pada kemampuan mereka untuk beradaptasi terhadap
variasi lingkungan, untuk kemudian membatasi pilihan evolusinya (Meffe and
Carroll, 1994). Selain itu isolasi juga menyebabkan tidak terjadinya aliran gen
(gene flow), dalam hal ini diasumsikan aliran gen dapat mempertahankan dan
menambah variasi genetik suatu populasi (Turan et al., 2004).
Keragaman genetik adalah dasar untuk terjadinya proses fleksibilitas
evolusi sebagai respon atau tanggapan spesies terhadap perubahan lingkungan
(Allendorf et al., 1987; Meffe and Carroll, 1994; Mustafa, 1999; Turan et al., 2004;).
Populasi dengan variasi genetik yang rendah (seragam) diperlihatkan antara lain
oleh level endogamy (abnormalitas) yang tinggi umumnya memperlihatkan fitness
yang tertekan, khususnya berkaitan dengan faktor kesuburan, pertumbuhan dan
survival (Leberg, 1990), tingkat yang rendah dari faktor-faktor ini akan merusak
kemampuan suatu populasi untuk beradaptasi terhadap perubahan
lingkungannya. Sebagai contoh Cheetah Afrika Acinomyx jubatus jubatus
memiliki allozyme loci yang tidak umum sebagai hasil dari tekanan silang dalam
dan efek boottleneck yang parah (O’brien et al., 1983; 1985). Selain itu
teridentifikasi tingkat kesuburan yang rendah sebagai akibat ketidaknormalan
morfologi (71%) (O’brien et al., 1985).
Berdasarkan hal tersebut kemampuan bertahan hidup populasi ikan
Belida di sungai Kampar dengan variasi mendekati seragam sepertinya
mengkhawatirkan, terlebih dengan adanya modifikasi dan perubahan
lingkungan di sungai tersebut. Namun demikian perlu digaris bawahi bahwa
applikasi teknik genetik yang lebih baik (Shaw et al., 1999) atau penggunaan
sejumlah polymorpic loci (Hauser et al, 2001) akan sangat bermanfaat untuk
mendukung identifikasi keragaman genetik dalam menentukan prioritas
konservasi tingkat spesies pada populasi khusus.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
79
4.2.2. Marka Molekular
Berdasarkan runtutan genom utuh mitokondria ikan belida, fragmen
DNA ikan belida memiliki ukuran 1300 bp. Tampilan optimal fragmen hasil
amplifikasi pasangan primer tersebut dengan menggunakan mesin PCR
Genomex pada kondisi annealing 450C selama 1 menit. Jarak genetik digunakan
untuk melihat kedekatan hubungan genetik antar ikan belida penelitian dan
berbagai ikan. Melalui pengunaan analisis perhitungan Pairwise Distance
Calculation dengan model 2 parameter Kimura dapat ditunjukkan matriks
perbedaan genetik antara ikan belida dengan berbagai ikan yang lain yang
diambil dari Gene Bank. Jarak genetik model ini mengukur banyaknya perbedaan
nukleotida per pasangan yang mempertimbangkan tingkat substitusi, transisi
dan transversi.
Hasil perhitungan menunjukkan nilai jarak genetik ikan belida Indonesia
dengan ikan lain berkisar antara 2.66 (Chitala blanci), 2.61 (Chitala lopis), 3.05
(Chitala ornata) dan 2.97 – 3.35 (Notopterus notopterus).
Hubungan kekerabatan antara ikan belida dengan berbagai ikan yang
diambil dari Gene Bank sebagai pembanding, dilakukan pada sekuen sepanjang
1290 nukleotida yang menyusun Dloop mt DNA parsial. Pengelompokkan ikan
belida berdasarkan jarak genetik dengan metode Neighbor Joining (Saitou dan
Nei, 1987) dalam program Mega 4.0 (Tamura et al., 2007). Pohon yang optimal
mempunyai jumlah panjang cabang 0,78645673. Presentase pengulangan pohon
di mana ikan belida diklasterkan dan dihubungkan bersama-sama di dalam uji
bootstrap (10000 pengulangan) (Felsenstein, 1985). Jarak genetik dihitung dengan
metode Maximum Composite Likehood (Tamura et al., 2004) dan di dalam unit-unit
dari banyaknya substitusi basa perlokasi. Semua posisi yang mengandung data-
data senjang (gab) dan data hilang dieliminasi dari data set (opsi penghapusan
lengkap). Perbedaan genetik antar ikan dapat dinilai dengan menggunakan
dendogram.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
80
Hasil analisis, Gambar 49, menunjukkan Ikan belida Indonesia (Chitala sp)
dikelompokkan terpisah dari kelompok yang lain. Ikan ini memiliki hubungan
kekerabatan yang dekat dengan Chitala lopis, Chitala ornata, Chitala blanci dan
Notopterus notopterus, pengelompokkan ini didukung oleh nilai bootstrap 60%.
Noto 1806
Noto 1612
Noto 1607
Noto 1606
Noto 1802
Noto 1817
Noto 1701
Noto 1807
Noto 1822
Noto 1819
Noto 1903
Noto 1610
Noto 1604
Noto 1801
Noto 1805
Noto 1902
Noto 1804
Noto 1803
Noto 1908
Noto 1608
Noto 1824
Noto 1601
Noto 1833
Noto 1609
Noto 1603
Noto 1905
Noto 1611
Noto 1605
Noto 1602
Chitala blanci
Chitala lopis
Chitala ornata
Indonesia chitala
4959
66
53
21
19
28
24
3
18
7
49
9
2
0
0
0
0.1
Gambar 35. Filogeni Ikan Belida
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
81
4.3. Ekologi
Proses hidrologi mempengaruhi komponen biotik dan abiotik dalam suatu
ekosistem (Timchenko, 1994). Salah satu contohnya adalah yang terjadi di Sungai
Desnia Ukraina. Danau rawa banjiran Sungai Desnia mempengaruhi kualitas
perairan dan kondisi ekosistem sungai. Hal ini juga terjadi di lingkungan
perairan Sungai Kampar.
Sebagai cara menentukan kondisi kualitas perairan Stasiun penelitian,
dilakukan dengan menggunakan skoring (Maknun, 2005). Hasil pengukuran
parameter fisika, kimia, biologi air di setiap Stasiun penelitian selanjutnya
dibandingkan dengan baku mutu air yang sesuai untuk menopang kehidupan
biota air, berdasarkan Kep. Gubernur No. 339 Tahun 1988,
UNESCO/WHO/UNEP, 1992 dan PP No 82/ 2001. Adapun kondisi ideal
kualitas plankton dilakukan dengan pendekatan indeks keanekaragaman jenis
(H’) menurut Shannon-Wienner dan indeks dominansi berdasarkan (Odum, 1998
dalam Maknun 2005).
Hasil penilaian secara skoring di masing-masing stasiun penelitian
menunjukkan bahwa, di Stasiun I memiliki nilai di bawah skor rata-rata kualitas
perairan tiga stasiun pengamatan, sehingga dimasukkan dalam kategori kondisi
kualitas perairannya rendah, di Stasiun Sungai kondisi perairannya sedang dan
Waduk termasuk dalam kategori kondisi kualitas perairannya tinggi, karena
memiliki nilai di atas rata-rata skor semua stasiun (Tabel 7).
Terjadinya perbedaan dan variasi kondisi kualitas perairan yang tidak
terlalu mencolok setiap stasiun di lingkungan Waduk selama penelitian, terkait
dengan perubahan musim dan curah hujan, dimana penggenangan yang tinggi
akan cenderung menghomogenkan parameter fisika, kimia, dan biologi air
antara habitat rawa, sungai, dan danau (Agostinho et al., 2000). Selanjutnya,
dinamika karakteristik fisika, kimia, dan biologi perairan secara periodik akan
mempengaruhi komunitas ikan (Penczak et al., 2004).
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
82
Ket : Jika nilai jumlah total < Nilai rataan, maka termasuk kategori rendah (R)Jika nilai jumlah total ≤ Nilai rataan, maka termasuk kategori sedang (S)Jika nilai jumlah total >Nilai rataan, maka termasuk kategori tinggi (T)
4.4. Rekomendasi
Pengelolaan sumberdaya perikanan dilakukan untuk menjaga kelestarian
stok sumberdaya di alam. Ada beberapa cara dalam mengelola sumberdaya
perikanan khususnya ikan belida (Chitala lopis), pertama yaitu pengelolaan yang
berkaitan dengan aspek kajian penelitian dan kedua pengelolaan diluar aspek
kajian penelitian dan keduanya saling terkait satu sama lain.
Arah pengelolaan berdasarkan aspek kebiasaan makanan adalah
bagaimana menjaga agar sumberdaya yang menjadi makanan utama bagi ikan
belida (Chitala lopis) tidak punah dan tetap terjaga kelestariannya, hal ini
dilakukan mengingat makanan merupakan faktor penting dalam proses
pertumbuhan, reproduksi maupun menjaga kelangsungan hidup ikan tersebut.
Hasil analisis kebiasaan makanan ikan belida memperlihatkan bahwa makanan
utama berupa ikan. Luas relung yang sempit mengindikasikan bahwa ikan
belida bersifat spesialis. Karena sifatnya yang spesialis, ikan belida akan selektif
dalam mengkonsumsi makanannya. Tidak semua makanan yang tersedia di
lingkungan perairan tempat ikan belida hidup akan dimanfaatkan oleh ikan
Parameter Nilai rata-rata parameter Baku MutuST I Skor ST II Skor ST 3 Skor
Suhu 29,97 3 29,01 4 29,03 4 Normal (28°C)Kekeruhan 53,67 3 106,67 1 99,33 1 >30-<5 NTU
pH 5,76 4 6,38 5 6,58 5 6-9Oksigen terlarut 2,07 2 4,08 4 3,48 3 5,6-9 (mg/l)
Alkalinitas 8,28 1 15,17 1 15,23 1 0,002 (mg/l)Jumlah Total 13 15 14Rataan = 27,3 R T S
Tabel 7. Skor kondisi kualitas perairan di setiap Stasiun pengamatan
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
83
tersebut. Apabila ikan yang menjadi makanan ikan belida tidak tersedia lagi di
alam maka kelangsungan hidup ikan belida dapat terancam.
Salah satu cara yang dapat dilakukan agar makanan yang dimakan oleh
ikan belida selalu tersedia yaitu dengan menjaga kualitas media (hábitat
maupun substrat) tempat makanan utama ikan belida hidup agar tidak rusak
dan tercemar. Pencemaran akan berdampak bagi kehidupan biota perairan,
tidak hanya bagi ikan yang dimakan oleh ikan belida tetapi juga akan
berdampak pada kehidupan ikan belida dan organisme lainnya. Perlu dilakukan
penyuluhan kepada masyarakat setempat akan bahayanya pencemaran dan
melakukan tindakan yang tegas terhadap industri-industri yang membuang
limbahnya ke sungai.
Informasi mengenai kebiasaan makanan ikan belida dapat dijadikan
sebagai acuan dalam usaha budidaya dan usaha konservasi ikan belida, sehingga
nantinya diharapkan produksi ikan belida tidak hanya mengandalkan dari hasil
tangkapan di alam tetapi juga dari hasil budidaya. Hal ini akan membuat
keberadaan populasi ikan belida di alam lebih terjaga kelestariannya.
Informasi dari pengamatan aspek reproduksi, ukuran pertama kali
matang gonad yaitu 756-804 mm. Sehingga ukuran ikan yang ditangkap
diharapkan lebih besar dari ukuran tersebut, hal ini bisa dicapai dengan
pengaturan ukuran mata jaring yang diperbolehkan. Puncak pemijahan terjadi
pada musim kemarau, mengindikasikan pembatasan aktivitas penangkapan
pada bulan tersebut.
Dari analisis morfologi dan DNA mengindikasikan populasi ikan belida
memiliki keragaman yang rendah dan terfragmen menjadi beberapa populasi di
Sungai Kampar. Sehingga pola pengelolaan ikan belida di arahkan pada
populasi yang kritis dan menajemen spesifik lokasi.
Rekomendasi untuk pengelolaan yang diluar kajian pengamatan dapat
dilakukan dengan mengkaji berbagai permasalahan yang terjadi di sekitar
perairan Sungai Kampar. Banyak permasalahan yang terjadi di badan air
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
84
maupun lingkungan sekitar Sungai Kampar yang berpengaruh terhadap
penurunan stok ikan di Sungai Kampar. Permasalahan yang terdapat di badan
air umumnya berupa pencemaran akibat pembuangan limbah pabrik, sedangkan
permasalahan di sekitar Sungai Kampar disebabkan oleh degradasi lingkungan
yaitu melalui pemanfaatan lahan dan ruang di sebagian besar tepian Sungai
Kampar yang diperuntukkan sebagai pemukiman serta bangunan industri.
Upaya domestikasi dan kegiatan pembudidayaan ikan belida diharapkan
dapat meningkatkan populasi dan produksi ikan belida. Pola kebiasaan
makanan ikan belida yang telah diketahui diharapkan dapat memudahkan
proses domestikasi atau penjinakan ikan ini. Keberhasilan usaha domestikasi
ikan belida dapat dijadikan acuan selanjutnya bagi kegiatan pembudidayaan.
Usaha pembudidayaan merupakan salah satu upaya untuk meningkatan
populasi sumberdaya ikan. Pada proses pembudidayaan, hal utama yang perlu
diketahui adalah jenis makanan yang dikonsumsinya.
Adanya peningkatan kesadaran masyarakat sekitar Sungai Kampar perlu
dibina untuk ikut berpartisipasi dalam melaksanakan pengelolaan terpadu
bersama pemerintah setempat. Untuk itu perlu diadakan penyuluhan mengenai
arti penting kelestarian wilayah perairan DAS Kampar kepada masyarakat.
Partisipasi masyarakat diharapkan dapat membantu suksesnya program
pengelolaan sumberdaya hayati ikan belida dan ikan lainnya yang hidup di
Sungai Kampar.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
85
BAB VKESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data maka dapat
disimpulkan:
1. Berdasarkan struktur alat pencernaannya, panjang usus ikan belida memiliki
nilai indeks panjang usus relatif berkisar antara 0,2707-0,6095, ikan belida
tergolong ikan karnivora. Proporsi IP pada ikan jantan dan betina ditempati
oleh ikan (74,63% dan 79,11%), kelompok ikan merupakan makanan utama
bagi ikan belida jantan. Nilai luas relung ikan belida berkisar pada 1,0418-
4,3204 dengan nilai standarisasi berkisar pada 0,0418-0,4120, nilai luas relung
tergolong sempit. Nilai tumpang tindih relung makanan ikan belida tertinggi
terjadi antara ukuran 681-750 mm dengan 821-890 mm sebesar 1,0000.
Sedangkan nilai tumpang tindih makanan terendah terjadi antara usuran 541-
610 mm dengan 751-820 mm sebesar 0,0022.
2. Komposisi jumlah ikan belida jantan dan betina yang tertangkap selama
penelitian diperoleh rasio nisbah kelamin 1:0,88. Ikan belida jantan dan betina
pertama kali matang gonad pada kisaran panjang yang sama yaitu 756-804
mm. Nilai IKG ikan jantan berkisar antara 0,005%-0,05% dan ikan betina
berkisar antara 0,03%-3,54%. Ikan belida dengan fekunditas terkecil
ditemukan pada ukuran panjanng 428 mm yaitu berjumlah 442 butir,
sedangkan fekunditas terbesar ditemukan pada ukuran panjang ikan 860 mm
yaitu berjumlah 11.972 butir. Ikan belida tergolong ikan yang memiliki pola
pemijahan partial spawner, artinya ikan belida beberapa kali dalam setahun.
3. Berdasarkan hubungan panjang total dan berat diperoleh model persamaan
hubungan panjang berat ikan belida jantan dan betina, yaitu W = 7 x 10-
7L3,3732 dengan nilai b sebesar 3,3732 dan W = 4 x 10-7L3,4741 dengan nilai b
sebesar 3,4741. Pola pertumbuhan ikan belida jantan adalah isometrik,
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
86
sedangkan pola pertumbuhan ikan belida betina adalah allometrik positif.
Nilai faktor kondisi ikan belida jantan berkisar antara 0,5428-1,4237 dan pada
ikan belida betina berkisar antara 4,37 x 10-8 - 8,03 x 10-8. Panjang asimtotik
(L∞) Ikan Belida adalah 924 mm. Ikan Belida di Perairan Kampar, Riau
diperkirakan akan mendekati panjang asimtotiknya pada umur 6 tahun.
4. Hasil analisis karakter morfometrik dan indeks fluktuasi asimetrik
mengkonfirmasi bahwa populasi ikan Belida di sungai Kampar telah berada
pada kondisi mendekati seragam atau memiliki variasi genetik yang rendah.
Hasil perhitungan menunjukkan nilai jarak genetik ikan belida Indonesia
dengan ikan lain berkisar antara 2.66 (Chitala blanci), 2.61 (Chitala lopis), 3.05
(Chitala ornata) dan 2.97 – 3.35 (Notopterus notopterus).
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
87
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Belida penari malam yang merana. Kompas 17 September.ΑΙ-Hassan L.A.J. 1984: Meristic comparison of Liza abu from Basrah, Iraq and
Karkhah River, Arabistan, Iran. Cybium, 8, 3: 107-108.ΑΙ-Hassan L.A.J. 1987a: Comparison of meristic characters of mosquito fish,
Gambusia affinis (Baird & Girard) from Basrah and Baghdad, Iraq.Pakistan J. Zool, 19, 1: 69-73.
ΑΙ-Hassan L.A.J., 1984: Meristic comparison of Liza abu from Basrah, Iraq andKarkhah River, Arabistan, Iran. Cybium, 8, 3: 107-108.
ΑΙ-Hassan L.A.J., 1987a: Comparison of meristic characters of mosquito fish,Gambusia affinis (Baird & Girard) from Basrah and Baghdad, Iraq.Pakistan J. Zool., 19, 1: 69-73.
ΑΙ-Hassan, L.A.J. 1987b: Variations in meristic characters of Nematolosa nasusfrom Iraqi and Kuwaiti waters. Jap. J. Ichthyol, 33, 4: 422-425.
ΑΙ-Hassan, L.A.J., 1987b: Variations in meristic characters of Nematolosa nasusfrom Iraqi and Kuwaiti waters. Jap. J. Ichthyol., 33,4: 422-425.
[DKP DT I] Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Tingkat I Riau. 2003. StatistikPerikanan Daerah Tingkat I Riau Tahun 2003. Direktorat JenderalPerikanan. Riau.
[DKP DT I] Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Tingkat I Riau. 2007. StatistikPerikanan Daerah Tingkat I Riau Tahun 2007. Direktorat JenderalPerikanan. Riau.
Adjie S, Husnah, & Gaffar AK. 1999. Studi Biologi Ikan Belida (Notopterus chitala)di Daerah Aliran Sungai Batanghari, Propinsi Jambi. Jurnal PenelitianPerikanan Indonesia. 5(1): 38-43.
Adjie. S. dan A.D. Utomo. 1994. Aspek biologi ikan belida di perairan sekitarlubuk lampam Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Penyusunan,Pengolahan dan Evaluasi Hasil Penelitian Perikanan Perairan Umum. LokaPeneltian Perikanan Air Tawar.
Akbar H. 2008. Studi Karakter Morfometrik – Meristik Ikan Betok (Anabastestudineus Bloch) di DAS Mahakam Tengah Propinsi Kalimantan Timur[skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FakultasPerikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hlm.
Ali, M., A. Salam., F. Iqbal and B. Ali Khan. 2002. Growth Performance of Channapunctata from Two Ecological Regimes of Punjab. Pakistan. PakistanJournal of Biological Sciences, 5, 10: 1123-1125.
Allendorf, F., Nils Ryman and Fred Utter. 1987. Genetic and fishery management:Past, Present and Future in Population genetic and fishery management Ed.Nils Ryaman and Fred Utter. University of Washington Press, USA 1-18p.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
88
Amos B and A.R, Hoelzel (1992) Applications of molecular genetic techniques tothe conservation of small populations. Biological Conservation, 6, p. 133–144.
Amos B and A.R, Hoelzel. 1992. Applications of molecular genetic techniques tothe conservation of small populations. Biological Conservation., 6, p. 133–144.
APHA, AWWA and WPCF. 1981. Standard Method for Examination of Water andWaste Water. Fifteenth Edition. Byrd Pre press and R.R. Donnelly abdSons, USA, 1134 p.
Azis KA. 1989. Dinamika Populasi Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas IlmuHayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 115 hlm.
Bailey R.M., W. Gosline, 1955: Variation and systematic significance of vertebralcounts in the American fishes of the family Percidae. Misc. Publ. Mus.Zool. Univ. Michigan, 93.
Bain, M.B. and N.J. Stevenson. 1999. Aquatic Habitat Assesment Common Methods.American Fisheries Society. Maryland. USA, 216 p.
Beacham, T.D., R.E. Withler, and A.P. Gould. 1985a. Biochemical genetic stockidentification of pink salmon (Oncorhynchus gorbuscha) in southernBritish Columbia and Puget Sound. Canadian Journal of Fisheries andAquatic Sciences 42:1p. 474-1483.
Beacham, T.D., R.E. Withler, and A.P. Gould. 1985b. Biochemical genetic stockidentification of chum salmon (Oncorhynchus keta) in southern BritishColumbia. Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 42: p. 437-448.
Bentzen, P., Taylor, E. B., and Wright, J. M. 1993. A novel synthetic probe forDNA fingerprinting salmonid fishes. Journal of Fish Biology, 43: 313–316.
Brown W. M. 1983. Evolution of animal mitochondrial DNA, pp 62-88. In: M. Neiand R.K. Koehn (eds). Evolution of Genes and Proteins. Sinauer,Sunderland, MA.
Brown W. M., George M. & A. C. Wilson. 1979. Rapid evolution of mitochondrialDNA, Proc. Natl Acad. Sci. USA. 76: p. 1967-71.
Cardin, S. H and K. D. Friedland. 1999. The utility of image processingtechniques for morphometric analysis and stock identification. Research.43 : p. 129-139.
Clayton, R. R. and H. R. MacCrimmon. 1987. Partitioning size frommorphometric data : a comparison of five statistical prosedurs used infisheries stock indentification research. Can. Tehn. Rep. Fish. Aq. Serv.1531: p. 1-23.
Cooper, J.A.G., Ramm, A.E.L & Harrison, Y.D. 1994. The estuary health index: anew approach to scientifict information. Transfen, Ocean and CoastalManagement, 25 : 103-141.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
89
Crandall, K.A., J.W. Fetzner Jr, S.H. Lawler, M. Kinnersley and C.M. Austin.1999. Phylogenetic relationships among the Australian and New Zealandgenera of freshwater crayfishes (Decapoda: Parastacidae). Aust. J. Zool.47: p. 199-214.
de Beaufort, L. F. 1951. Zoogeography of land and inland waters. Sidgwick andJackson Ltd, London. 208p.
Dinas Perikanan dan Kelautan. 2008. Statistik Perikanan Tangkap Provinsi Riau.Pekan Baru. Diskanlut. Provinsi Riau.
Direktorat Bina Sumberhayati. 1990. Identifikasi dan Penyebaran Beberapa JenisSumberdaya Ikan Aior Tawar di Perairan Umum Indonesia. DirektoratJenderal Perikanan. Jakarta.
Direktorat Bina Sumberhayati. 1990. Identifikasi dan Penyebaran Beberapa JenisSumberdaya Ikan Aior Tawar di Perairan Umum Indonesia. DirektoratJenderal Perikanan. Jakarta.
Direktorat Jendral Perikanan. 2000. Statistik Perikanan Indonesia. DepartemenPertanian. Jakarta.
Dunham, R.A. 2004. Aquaculture And Fisheries Biotechnology. Genetic Approaches.CABI Publishing. Massachusetts, USA, 372 p.
Effendi, H. 2000. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya dan lingkunganperairan. Jurusan MSP fakultas Perikanan dan Kelautan, IPB. Bogor, 259hal.
Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 27-81hlm.
Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.Erlangga. 2007. Efek Pencemaran Sungai Kampar di Provinsi Riau Terhadap Ikan
Baung (Hemibagrus nemurus) [tesis]. Sekolah Pascasarjana, InstitutPertanian Bogor. Bogor.
Everitt, B.S. and G. Dunn. 1992. Applied Multivariate Data Analysis. OxfordUniversity Pres., New York, USA.
Felsenstein J. 1985. Confidence limits on phylogenies: an approach using thebootstrap. Evolution, 39: 783-791.
Fisher, R. A. 1936. The use of multiple measurements in taxonomic problems. TheAnnals of Eugenics. 7 : p. 179-188.
Freeland, J. R. 2005. Molecular Ecology. John Wiley and Son. England. 388p.Frezal. L and R. Leblois. 2008. Four years of DNA barcoding: current advances
and prospects. Infection. Genetic and Evolution.Fujaya Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Rineka
Cipta. Jakarta. 179 hlm.Fuller, R.C and D. Houle. 2002. Detecting genetic variation in developmental
instability by artificial selection on fluctuating asymmetry. J. Evol. Biol,15:p.954–960.
Groombridge, B (ed). 1992. Global diversity : Status of earth’s living resources.Chapman and Hall. New York.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
90
Gustiano, R. 2003. Taxonomy And Phylogeny Of Pangasiidae Catfishes FromAsia (Ostariophysi, Siluriformes). Thesis For The Doctor’s Degree (Ph.D.)Katholieke Universiteit Leuven , Leuven, Belgium. 296 P.
Haloho LMB. 2008. Kebiasaan Makanan Ikan Betok (Anabas testudineus) diDaerah Rawa Banjiran Sungai Mahakam, Kec. Kota Bangun, Kab. KutaiKartanegara, Kalimantan Timur [skripsi]. Departemen ManajemenSumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, InstitutPertanian Bogor. Bogor. 61 hlm.
Harrison, R. G. 1989. Animal mitochondrial DNA as a genetic marker inpopulation and evolutionary biology. Trends in Evolutionand Ecology, 4, p.6–11.
Harrison, R. G. 1989. Animal mitochondrial DNA as a genetic marker inpopulation and evolutionary biology. Trends in Evolutionand Ecology, 4, p.6–11.
Hauer, F.R and W.R. Hill. (1996). Temperature, Light and Oxygen. In Hauer,F.R. and G.A. Lamberti (eds), Methods In Stream Ecology, pp. 93-106.Academic press, New York.
Hespenheide, H. A. 1973. Ecological inferences from morphological data. Ann.Rev. Ecol. Syst. 4:213-229.
Humphries J. M., Bookstein F. L., Chernoff B., Smith G. R., Elder R. L. & S. G.Poss (1981). Multivariate discrimination by shape in relation to size, Syst.Zool., 30(3): 291-308.
Inuoe, J.G., Y. Kumazawa, M. Miya and M. Nishida. 2009. The historicalbiogeography of the freshwater knifefishes using mitogenomicapproaches: A Mesozoic origin of Asian notopterids (Actinopterygii:Osteoglossomorpha). Molecular Phylogenetics and Evolution, 51: 486-499.
Jawad, L.A. 2001. Variation in meristic characters of a tilapian fish, Tilapia zilli(gervais, 1848) from the inland Water bodies in libya. Acta Ichthyol. Piscat.31 (1): 159-164.
Kawanabe, H. 1996. Linkage between ecolical complexity and biodiversity : In:Biodiversity, Science and development towards a new partnership (Ed. F. Dicastri and Younes). CAB International Wallingford Oxfordshire, pp. 149-159.
King, M. 1995. Fisheries Biology. Assesment and management. Fishing NewsBooks, Blackwell Science Ltd.
Kottelat, M and E. Widjanarti. 2005. The fishes of danau sentarum national parkand kapuas lake area, West Borneo. The raffles bulletin zoology.Supplemental 13 : p. 139-173.
Kottelat, M., S.N.Kartikasari., A.J. Whitten dan S. Wirjoatmodjo. 1993. FreshwaterFishes of Western Indonesia and Sulawesi. Ed. Dua bahasa. Periplus EditionsLimited.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
91
Kottelat, M., S.N.Kartikasari., A.J. Whitten dan S. Wirjoatmodjo. 1997. FreshwaterFishes of Western Indonesia and Sulawesi. Ed. Dua bahasa. Periplus Editionsand Emdi Project Indonesia. Jakarta, 293 h.
Krebs CJ. 1989. Ecologycal Methodology. Hal 371-391. Harper and RowPublisher. New York.
Krebs, C.J. 1985. Ecology. The Experimental Analysis of Distribution and Abundance.Third Edition. Harper Collins Publisher. New York,p. 86-88.
Kristanto, A.H dan J. Subagja. 2008. Pengusaan domestikasi ikan belida. LaporanHasil Riset. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. h.137-141.
Krueger, C.C. 1986. Incorporation of the stock concept into fisheriesmanagement. Paper presented at the Symposium Fisheries Genetics:Today and Tomorrow. Annual Meeting of the American Fisheries Society,Providence, RI.
Kwain W., 1975: Embryonic development, early growth, and meristic variation inrainbow trout, Salmo gairdneri exposed to combinations of light intensityand temperature. J. Fish. Res. Bd Can, 32: 397-402.
Lagler KF. 1972. Freshwater Fishery Biology. W. M. C. Hal. 371-191. BrownCompany Publisher Dubuque. Iowa. Xii+404 hal.
Lagler, K.F., J.E. Bardach., R.R.Miller., D.R.M.Passino. 1977. Ichthyology. SecondEdition. John Willey and Sons. New York.p. 440-445.
Lam. T.J. 1985. Induced Spawning in fish. Proceeding for workshop held inTungkang Marine Laboratory. Taiwan. April 22-24. 1985. Reproductionof culture milkfish. 14-56.
Legendre, P & L. Legendre. 1998. Numerical Ecology. Second edition. FishingNews Book. Ltd. England, 201 pp.
MacCrimmon H.R., R.R. Clayton. 1985. Meristic and morphometric identity ofBaltic stocks of Atlantic salmon (Salmo solar). Can. J. ZooL, 63: p. 2032-2037.
Madang, K. 1999. Morfologi, habitat dan keragaman genetik kerabat ikan belida(Malacopterygii: Notopteridae) di perairan Sumatera Selatan. Tesis.Institut Pertanian Bogor.
Maharani NR. 2006. Biologi Reproduksi Ikan Kresek (Thryssa mystax) PadaPeriode I (Juli-Desember 2005) di Perairan Ujung Pangkah, Gresik, JawaTimur [tesis]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FakultasPerikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 37 hlm.
Manly, B. F. 1989. Multivariate statistical methods : a primer. Chapman & Hall, NewYork. 423p.
McGlade, J.M. and E, Boulding. 1985. The Truss: A Geometric and Statisticalapproach to the analysis of form in Fish. Can.Tech.Rep. Fish.Aquacult.Sci(147).p. 34-55.
Mno. 2005. Makanan untuk perlindungan mata. http://www.promosikesehatan.com/tips?nid=74.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
92
Moyle, P.B & Cech, J.J. 1996. Fishes an Introduction to Ichthiology. Prentice Hall,New Jersey.
Mustafa, S. (1977). Influence of maturation on concentration of RNA and DNA inthe flesh of the catfish, Clarias batrachus. Transaction of American Fisheriessociety, 106 : p. 449-451.
Mustafa, S. 1999. Genetic In Sustainable Fisheries Management. Fishing Newbooks.London, 223 p.
Mustafa, S., Lagendre, J.D & Pastoureaud, A. 1991. Condition indices and RNA :DNA ratio in overwthering European sea bass, Dicentrarchus labrax, Insalt mashes along the coast of France. Aquaculture, 96 : p. 367-374.
Mustakim M. 2008. Kajian Kebiasaan Makan dan Kaitannya Dengan AspekReproduksi Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch) Pada Habitat YangBerbeda di Lingkungan Danau Melintang Kutai Kartanegara KalimantanTimur [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 73hlm.
Nei, M and F. Tajima. 1981. DNA polymorphism detectable by restrictionendonucleases. Genetics 97: p. 145-163.
Nelson, J.S. 1976. Fishes of The World. Willey. New YorkNelson, J.S. 1994. Fishes of the world. John Wiley and sons, New YorkNikolsky GV. 1963. The Ecology of Fishes. Hal. 225-289. Academic Press.
London.Norse, E.A. 1993. Global marine biological diversity, a strategy for building
conservation in to decision making. Island press, Washington.Nybakken, J.W. 1982. Marine ecology : an ecological approach. Harper & Row. New
York.Ondara dan E. Dharyati. 1995. Kerabat Ikan Belida (Suku Notopteridae) di
Indonesia Terutama Kasus di Sumatera Selatan. Prosiding SimposiumPerikanan Indonesia (39).
Pääbo, S. 1989. Ancient DNA: extraction, characterization, molecular cloning,and enzymatic amplification. Proceedings of theNational Academy ofSciences, USA, 86, p. 1939–1943.
Palmer A.R and Strobeck C. 1986. Fluctuating asymmetry: Measurement,analysis, patterns. Annu Rev Ecol Syst, 17:p.75-86.
Polnac, R.B. and S.P. Malvestuto. 1992. Biological and Socioeconomic Conditionsfor The Development and Management of Riverine Fisheries Resourcesin The Kapuas and Musi Rivers. In: R.B. Polnac, C. Baeiley and A.Purnomo. 1992. Contribution to Fishery Development Policy in Indonesia. TheCentral Research Institute for Fisheriaes. Agency for AgriculturalResearch and Development, Ministry of Agriculture. Jakarta.
Poulet. N, Y. Reyjol, H. Collier, and S. Lek. 2005. ,“Does fish scale morphologyallow the identification of populatio leuciscus burdigalensis in river Viaur(SW France),”. Aquat. Sci. 67 : p. 122-127.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
93
Primack, R.B.J.Supriatna, M. Indrawan dan P. Kramadibrata. 1998. BiologiKonservasi. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta 345 hal.
Rainboth W. J. (1996). Fishes of the Cambodian Mekong. FAO Species IdentificationField Guide for Fishery Purposes. FAO, Rome, 265 p.
Roberts, T.R. 1992. Systematic revision of the old world freshwater fish familyNoopteridae. Ichthyological Exploration of freshwaters, 2 : p. 361-383.
Roni, P & Quinn, T. P. 1995. Geographic variation in size and age of NorthAmerica chinook salmon. North America Journal of Fisheries Management15, 325-345.
Royce WF. 1973. Introduction to The Fishery Science. Academic Press. New Yorkand London.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta. Bandung.Safina, C. 1995. The world’s imperiled fish. Scientific american. November 30-37 p.Saitou N. & M. Nei. 1987. The neighbor-joining method: a new method for
reconstructing phylogenetic trees. Mol. Biol. Evol., 4, 406-525.Saraswati, P. K and S.V. Sabnis. 2006. Comparison of CART and Discriminant
Analysis of Morphometric Data in Foraminiferal Taxonomy. Anuário doInstituto de Geociências – UFRJ. 29 : p. 153-162.
Sarkar UK, Negi RS, Deepak PK, Lakra WS, & Paul SK. 2007. BiologicalParameters of The Endangered Fish Chitala chitala (Osteoglossiformes:Notopteridae) Fom Some Indian Rivers. Fisheries Research. 90(2008):170-177.
Sarver, S.K., J.D. Silberman and P.J. Walsh. 1998. Mitochondrial DNA sequenceevidence supporting the recognition of two subspecies or species of theFlorida spiny lobster Panulirus argus. J. Crust. Biol. 18(1): p. 177-186.
Satria, H. dan E.S.Kartamihardja. 2002. Distribusi Panjang Total dan KebiasaanMakanan Yuwana Ikan Payangka (Ophiocara porosecphala). JurnalPenelitian Perikanan Indonesia, Edisi Sumberdaya dan Penangkapan, 8(1):41-50.
Schaeffer, K. M. 1991. Geografic variation in morphometric characters and gill-raker counts in yellow fin tuna (Tunnus albacares) from pacific ocean. FishBuletin, 89: p. 289-297.
Schluter, D., and P. R. Grant. 1984. Determinants of morphological patterns incommunities of Darwin’s finches. Am. Nat. 123:175-196.
Schneider, S., J.M. Kueffer, D. Roessli and L. Excoffier. 1996. Arlequin: a softwarepackage for population Genetic. Univ. Of Geneva, Geneva, Switzerland.
Setijanto, A. Chaeri dan M. Nursid. 2003. Kelimpahan larva ikan Engraulidaedan hubungannya dengan parameter lingkungan di estuari segaraanakan Cilacap, Jawa Tengah, Indonesia. JPPI 9 (7) : 59 – 66.
Seymour A. 1959. Effects of temperature upon the formation of vertebrae and finrays in young chinook salmon. Trans. Amer. Fish. Soc., 88: p. 58-69.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
94
Seymour A. 1959. Effects of temperature upon the formation of vertebrae and finrays in young chinook salmon. Trans. Amer. Fish. Soc., 88: p. 58-69.
Shaklee, J.B., C.S. Tamura and R.S. Waples. 1982. Speciation and evolution ofmarine fishes studied by the electrophoretic analysis of protein. PasificScience, 36: 141-157.
Siregar RPA. 2004. Aspek Biologi Reproduksi Induk Ikan Patin Kunyit (Pangasiuskunyit) di Perairan Sungai Kampar Propinsi Riau [tesis]. SekolahPascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 15 hlm.
Siregar S. 1989. Kemungkinan Pembudidayaan Ikan Kapiek (Puntius schwanefeldiBlkr.) dari Sungai Kampar, Riau [tesis]. Fakultas Pascasarjana, InstitutPertanian Bogor. Bogor. 19 hlm.
Smith H. M. 1945. The freshwater fishes of Siam, or Thailand. U. S. Nat. Mus.Bull., 188, 622 pp.
Sokal, R. R and F. J. Rohlf. 1995. Biometry : The principles and practice statisticbiology research. 3rd edition, W. H. Freeman, New York, 397p.
Sprent, P. 1972. The Mathematics of size and shape. Biometrics, 28 :p. 23-37.Stearns, S.C. 1983. A Natural Experiment in Life-history Evolution: Field data on
the introduction of Mosquitofish (Gambusia affinis) to Hawaii. Evolution,37: 601-617.
Subardja, S., M.F. Rahardjo., R. Affandi dan M. Brodjo. 1989. Sistematika Ikan.Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor.
Sudarto, 2003. Systematic revision and phylogenetic relationships amongpopulation of clariid species in Southeast Asia. Doctor DissertationUniversity of Indonesia. 371 p.
Sunarno MTD, Wibowo A, Subagdja, & Kumari K. 2006. Ikan Belida (Notopteruschitala). http://www.dkp.go.id/content.php?c=2601 [20 Feb 2009].
Sunarno, M.T.D. 2002. Selamatkan plasma nutfah ikan belida. Warta PenelitianPerikanan Indonesia, 8(4): 2-6.
Sunarno, M.T.D., D. Prasetyo dan Asyari. 2002. Strategi penyediaan pakan danlingkungan untuk pembenihan ikan belida (Notopterus chitala) di kolamrawa pasang surut Patratani, Ds. Gedung Buruk, Kec. Gelumbang, Kab.Muara Enim. Laporan Proyek. Balai Riset Perikanan Perairan Umum.
Taning A.W. 1952: Experimental study of meristic characters in fishes. Biol. Rev.Cambridge Phil. Soc., 27: 169-193.
Thorpe, J., G. Gall., J. Lannan and Colin Nash. 1995. Conservation of fish andshellfish resource. Managing diversity. Academic Press. 229p.
Tschibwabwa, S. M. 1997. Systematic of African species of genera Labeo (Telestei,Cyprinidae) in the ichthyological region of lower Guinea and Congo.PhD Dissertation. Namur.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
95
Turan, C., Deniz E., F. Turan and M. Ergüden, 2004. Genetic and MorphologicStructure of Liza abu(Heckel, 1843) Populations from the Rivers Orontes,Euphrates and Tigris. Turk J Vet Anim Sci. 28 (2004) 729-734.
Utomo AD dan Krismono. 2006. Aspek Biologi Beberapa Jenis Ikan Langka diSungai Musi Sumatra Selatan. In M. F. Rahardjo, Djaja Subardja Sjafei,Ike Rachmatika, Charles, P. H. Simanjuntak, Ahmad Zahid (Penyunting).Prosiding Seminar Nasional Ikan IV. Jatiluhur, 29-30 Agustus 2006. 318-319 hlm.
Utomo, A.D dan Asyari. 1999. Peranan Ekosistem Hutan Rawa Air Tawar BagiKelestarian Sumber Daya Perikanan di Sungai Kapuas Kalimantan Barat.Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia (JPPI) 5 (3) 1-13. Jakarta.
Utomo, A.D. S. Adjie dan Asyari. 1991. Aspek Biologi Ikan Lais di PerairanLubuk Lampam Sumatera Selatan. Bulletin Penelitian Perikanan Darat 9(2). Bogor, hal: 1-7.
Utomo, A.D., S. Adjie and Asyari. 1990. Aspek biologi ikan lais di perairan lubuklampam Sumatera Selatan. Bull Penel Perik Darat, 2: 105-111.
Van Valen L. 1962. A study of fluctuating asymmetry. Evolution, 16:p.125-142Wallace C.R., 1973: Effects of temperature on developing meristic structures.
Trans. Amer. Fish. Soc., 102: 142-145.Walpole RE. 1992. Pengantar Statistika Edisi Ke-3. [Terjemahan dari Introduction
to statistic 3rd edition]. Sumantri B (penerjemaah). Gramedia PustakaUtama. Jakarta. 331 hlm.
Waltner, C.M. 1988. Electhrporetic, Morphometric, And Meristic Comparison OfWalleye Broadstock In South Dakota. Thesis. South Dakota StateUniversity, 86 p.
Watson, D.J. (1978). Sarawak In Land Fisheries Preference and Training Manualon Lake and Riverine Survey Techniques. Beram lake and RiverineDevelopment Project. Sarawak Departement of Agriculture. In LandFisheries Branch, Sarawak Malaysia, 74 p.
Weber, M. and L.F. DeBeaufort. 1913. The Fishes of Indo-Australia Archipelago III.Brill. Leiden.
Welcomme, R. L. 2001. Inland fisheries ecology and management. BalckwellScience, USA. 36-43 p
Welcomme, R.L. 1979. Fisheries Ecology of Floodplain River. Longman. London.317 p.
Wetzel, R.G. (2001). Limnology Lake and River Ecosystems. Third Edition.Academic press, New York. USA, 1006 p.
Wibowo A dan Sunarno MTD. 2006. Karakteristik Habitat Ikan Belida (Notopterachitala). In Bawal. Widya Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset PusatRiset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan.Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta Utara. 19-23 hlm.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
96
Wibowo A, Sunarno MTD, Makmur S, & Subagja. 2008. Identifikasi Struktur StokIkan Belida (Chitala spp.) dan Implikasinya Untuk Manajemen PopulasiAlami in Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Jakarta Utara. 14(1): 32.
Widyastuti YE. 1993. Flora Fauna Maskot Nasional dan Provinsi. PenebarSwadaya. Jakarta. 67 hlm.
Woynarovich, E and L. Horvath. 1980. The artificial propagation of warm waterfinish a a manual for extention. FAO. Fisheries Technical Paper No. 20FIR/.20.
www. Fishbase.org. tanggal download 24 Desember 2007www.NCBI.Com. Tanggal pencarian 7 September 2009.
LAPTEK T.A. 2009
Kajian Stok Sumber Daya Ikan Langka di Perairan Umum Daratan Paparan Sunda(Kajian Stok Ikan Belida (Chitala Lopis) di Perairan Sungai Kampar, Prov. Riau dan Sungai Cisadane, Prov. Banten)
97
Ikan Belida merupakan anggota famili Notopteridae (Kottelat et al., 1993; 1997)
yang memiliki nilai ekonomis dan budaya. Penyebaran ikan belida di Indonesia berada di
Sumatera, Jawa dan kalimantan (Paparan Sunda) (Kottelat et al., 1993; 1997). Di duga
akan terjadi overfishing dan selanjutnya akan terjadi kepunahan. Untuk menghindari hal
ini, maka perlu dilakukan penelitian aspek bioekologi dan genetik. Kajian bioekologi
mengambil kasus di Sungai Kampar, karena tiga alasan; 1). Ekosistem yang kompleks
dan lengkap, semua tipe habitat ikan belida ada di Sungai Kampar, 2). Ikan Belida di
Sungai kampar teridentifikasi memiliki beberapa variasi bentuk dan spesifik, dan 3).
Status terkini penelitian ikan belida, terkait dengan bioekologi dan genetik. Makanan
utama Ikan Belida adalah ikan kecil (78.94%), udang (3.61%) dan serangga (0.09%)
(Adjie dkk, 1999), ikan kecil (50.02%) dan udang (21.87%) (Adjie & Utomo, 1994).
Tetapi belum diketahui apakah perbandingan komposisi perbandingan makanan sama
antara musim, sepanjang tahun dan pada tipe habitat yang berbeda.. Sampai saat ini
belum ada penelitian genetik khususnya sampai pada DNA yang terkait dengan ikan
belida Indonesia, pada Gene Bank (NCBI, 2009) tidak ada data sekuense ikan belida yang
berasal dari Indonesia. Madang (1999) mengungkap keragaman genetik ikan belida di
Sungai Musi tergolong rendah, namun masih pada level protein.