kajian singkat ekofeminisme

Upload: syarifah-amelia-shahab

Post on 02-Jun-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 Kajian Singkat Ekofeminisme

    1/8

    Page 0of 7

    2013

    Ekofeminisme sebagai konsep

    dalam Menjawab Isu Krisis Ekologi

    Syarifah Amelia [24012302]

  • 8/10/2019 Kajian Singkat Ekofeminisme

    2/8

    Page 1of 7

    Ekofeminisme sebagai konsep dalam

    Menjawab Isu Krisis Ekologi

    1. Pendahuluan: Urgensi penyelamatan dunia dari krisis ekologi

    Selama beberapa dekade terakhir isu-isu lingkungan hidup menempati spot khusus dalam

    bahasan keilmuan baik sains maupun sosial. Kepentingan akan lingkungan hidup sebagai

    salah satu esensi kehidupan yang akhir-akhir ini mulai terancam dengan aktivitas-aktivitas

    pembangunan yang melulu berorientasi pertumbuhan ekonomi. Kegiatan produksi yang

    dianggap sebagai jantung roda perekonomian, dilakukakan dengan mengeruk sumber daya

    alam tanpa memperhatikan aspek kepentingan lingkungan hidup.

    Telah banyak pembahasan yang dilakukan untuk menyikapi dan menemukan solusi

    permasalahan lingkungan tersebut. Secara global, upaya yang dilakukan untuk tanggap

    terhadap degradasi lingkungan yang mengarah kepada krisis ekologi ini telah sejak lama

    digagas. Dapat dilihat melalui diadakannya UN Conference on the Human

    Environment/UNHCE di Stockholm dan sekaligus didirikan United Nations Environment

    Programme/UNEP) tahun 1972, Konferensi tentang Lingkungan dan Pembangunan

    (UNCED/ United Nations Conference on Environment and Development) di Rio de Janeirotahun 1992, disepakatinya Protokol Kyoto tahun 1997, diadakannya World Summit on

    Sustainable Development (WSSD) di Johannesburg tahun 2002, UNFCCC di Bali tahun

    2007, serta terakhir United Nations Climate Change Conference di Kopenhagen tahun 2009.

    Namun konferensi-konferensi internasional tersebut selalu terlambat diadakan setelah

    fenomena krisis ekologis sudah sedemikian parah, sedangkan aksi dari setiap negara (baik

    negara maju dan negara sedang berkembang) masih sangat minim. Berbagai bencana akibat

    ulah manusia yang berskala telah beberapakali terjadi: racun merkuri di perairan Minamata

    Jepang pada tahun 1959, tumpahnya minyak dari tanker Torrey Canyon ke laut di tahun

    1967, kebocoran gas beracun pestisida dari Union Carbide di Bhopal India tahun 1984,bencana nuklir Chernobyl tahun 1986, dan saat ini: menipisnya lapisan ozon, kenaikan suhu

    serta pergeseran iklim yang drastis akibat efek Gas Rumah Kaca (GRK).

    Tanpa adanya langkah mitigasi bencana yang berarti, telah pasti krisis ekologi ini mampu

    menghancurkan peradaban. Tak perlu menunggu nanti ketika semua permasalahan

    lingkungan ini terakumulasi menjadi armagedon laiknya yang sering diangkat pada cerita-

    cerita fiksi ilmiah, saat ini saja, permasalah lingkungan telah banyak melumpuhkan

    komunitas-komunitas masyarakat terutama komunitas perempuan.

  • 8/10/2019 Kajian Singkat Ekofeminisme

    3/8

    Page 2of 7

    2. Permasalahan Lingkungan yang tidak netral gender

    Lingkungan dan pemasalahannya tidak netral gender. Ketika terjadi kerusakan lingkungan,

    perempuan menjadi pihak yang paling beresiko. Bukan hanya karena perempuan dekat

    dengan alam, tetapi karena alam itu sendiri memiliki dimensi gender (gendered nature).

    Peranan gender perempuan (sebagai pengatur dari ekonomi domestik) bertindihan (overlap)

    dengan permasalahan kerusakan alam dan lingkungan. Vandana Shiva dalam bukunya

    yang berjudul Staying Al ive: Women, Ecology, and Developmentmenyatakan bahwa

    berdasarkan pengalamannya di India Pembangunan ekses dari globalisasi membuat

    perempuan india tereksklusi dari alam sebagai sumber pendapatan. Dia mengatakan dalam

    pembangunan di india hanya melibatkan laki-laki dan serta merta menghancurkan alam yang

    menjadi sumber pendapatan perempuan, hal ini membuat negara dan pasar memperlakukan

    perempuan secara tidak adil dengan cara memiskinkan perempuan.

    Lebih rincinya, dituturkan oleh Vandana, Hutan tradisional menjadi begitu penting bagi

    masyarakat india karena dari dalamnya mengandung tanah, air dan oksigen yang sangat

    diperlukan bagi keberlangsungan hidup seluruh makhluk hidup terutama sangat berkaitan erat

    dengan keberlangsungan hidup perempuan. Alasannya:

    - Pertama karena sebagian besar perempuan timur dalam kehidupannya sangat

    bergantung pada pohon-pohonan dan hasil hutan. Tingkat ketergantunganmereka

    terhadap alam sangat tinggi yaitu tercatat 60 % di 32 negara di Afrika,80% di 18

    negara di Asia dan 40% di Amerika Latin dan kepulauan Karibia. Ketika para laki-

    laki menghabiskan waktunya di ladang atau berburu, para perempuan tinggal bersamaanak-anaknya di hutan, mereka mengandalkan pohon-pohonan serta hasil hutan untuk

    keberlangsungan hidup mereka. Pohon-pohonan dan hasil hutan tidak hanya berguna

    untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka tetapi dapat memenuhi hampirsemua

    kebutuhan di ranah domestik.

    - Kedua, terdapat sejumlah kebiasaan, yang menghalangi akses perempuan untuk

    mengolah, alih-alih memiliki properti-properti pribadi sehingga satu-satunya sumber

    daya yang dapat dimanfaatkan oleh perempuan adalah hutan. Di Tanzania, perempuan

    tidak memiliki hak sama sekali untuk mendiami sebidang tanah, mereka harus

    meminta izin kepada suami mereka atau laki-laki lain untuk mengolah sebidang tanah.

    Hal ini bukan menjadi kasus di Tanzania saja; statistik yang tersedia di PBB yang

    dikutip Konferensi Internasional ke 21, Pan Pacific Southeast Asia Womens

    Association pada Mei 2001 menyatakan, "... in the world as a whole, women comprise

    51 % dari populasi, do 66 % of the work, receive 10 % of the income and own less

    than 1 % of the property ". Perempuan di sebagian besar negara berkembang tidak

    memiliki dukungan hukum untuk berpartisipasi dan ikut mengelola lingkungan lokal

    mereka. Di daerah rural, perempuan sebagai buruh upah yang sangat miskin-

    menyiangi, mengangkut air dan kayu, dan melakukan pekerjaan rumah tangganya.

    - Ketiga, alasan lain yang mengancam kehidupan perempuan adalah hal trivial: bencana

    alam seperti kekeringan atau kebanjiran. Bencana ini dapat terjadi secara alami

    ataupun merupakan dampak atas kerusakan alam oleh manusia. Dampak dari dua

  • 8/10/2019 Kajian Singkat Ekofeminisme

    4/8

    Page 3of 7

    jenis bencana ini sangat fatal yaitu dapat merusak ekosistem dan dapat memusnahkan

    seluruh makhluk hidup, tak terkecuali manusia terutama masyarakat miskin.

    Sedangkan golongan mayoritas pada masyarakat miskin adalah perempuan dan anak-

    anak. 80-90% keluarga miskin di dunia merupakan keluarga yang dikepalai oleh

    perempuan. Hal ini disebabkan salah satunya oleh minimnya akses ekonomiperempuan. Jika alam saja yang akrab oleh keseharian perempuan di kelola dan diatur

    oleh laki-laki hingga menimbulkan berbagai bencana alam, apalagi ranah publik yang

    semuanya di dominasi oleh laki-laki. Perempuan tidak hanya mendapat dampak dari

    bencana alam, kerusakan hutan atau polusi air saja, tetapi penderitaan perempuan

    khususnya perempuan di dunia ketiga terus berlangsung terutama para perempuan

    yang mempunyai mata pencaharian sebagai petani baik petani ladang maupun petani

    di sawah.

    Kasus terpinggirkannya perempuan dalam pembangunan tidak hanya terjadi di India. Hal

    yang serupa terjadi di Indonesia. Revolusi Agraria membuat banyak perempuan pekerja dibidang pertanian kehilangan pekerjaannya. Ketika jenis padi unggul ditebar diseluruh pulau

    Jawa, padi yang tumbuh lebih rendah ini tidak menyulitkan perempuan untuk memanennya;

    peralihan peralatan dari semula menggunakan ani-ani menjadi sabit juga meminggirkan para

    pekerja sawah yang mayoritas perempuan dari golongan miskin. Ditambah penggunaan rice

    huller-mesin pengupas padi, membuat banyak sekali perempuan penumbuk padi kehilangan

    pekerjaan mereka tanpa ada alternatif pekerjaan lain.

    Secara global, pemiskinan terhadap perempuan melalui pembangunan yang tidak selaras

    dengan alam ini lebih banyak terjadi di negara-negara dunia ketiga. spesifiknya, perempuan-

    perempuan yang berada di pedesaan dan berhubungan langsung dengan kerja-kerja di alamseperti pertanian, perkebunan, kehutanan, dll. Satu dari produk pembangunan adalah

    Revolusi Hijau dan Bioteknologi yang diperkenalkan melalui globalisasi lalu dicanangkan

    dan diadopsi oleh negara-negara berkembang pada tahun 1990an sampai sekarang. Tujuan

    awal dari program-program ini adalah untuk mensejahterakan masyarakat dunia dan

    memperkecil kemiskinan untuk membentuk tata Dunia yang Baru pasca Perang Dingin usai.

    Namun ternyata program pembangunan ini membawa permasalahan baru: ketimpangan sosial

    terutama dari aspek gender. Diperparah dengan semakin meluasnya pengadopsian paradigma

    neoliberalisme tersebut. Liberalisme oleh kaum kapitalis.

    3. Konsep Ekofeminisme: Salah Satu Cara Menyikapi Krisis Ekologi

    Ekofeminisme adalah salah satu cabang feminis gelombang ketiga. Konsep ini mencoba

    menjelaskan keterkaitan alam dan perempuan, terutama mengenai kerusakan alam yang

    mempunyai keterkaitan langsung dengan penindasan perempuan. Sedikit berbeda denganfeminisme gelombang pertama (first wave) di tahun 1960 yang menuntut kesetaraan secara

  • 8/10/2019 Kajian Singkat Ekofeminisme

    5/8

    Page 4of 7

    politik, ekonomi dan sosial bagi perempuan dengan menekankan isu tentang dominasi,

    marginalisasi dan sub - ordinasi terhadap perempuan terutama diranah industri.

    Pergerakan ekofeminis yang pertama dimulai sekitar tahun 1974 oleh sekelompok perempuan

    di utara India, mereka menamakan dirinya chipko Movement. Mereka memprotes

    penebangan hutan yang dilakukan oleh kolonial Inggris. Gerakan Chipko merupakan

    manivestasi dari filsafat Gandhian Satyagrahas yang mencoba menyelamatkan dan

    melestarikan hutan tradisional atau forest culture.

    Konsep ekofeminisme (ecofeminism)berusaha menjelaskan hubungan antara feminisme dan

    ekologi. Paham ini menggabungkan elemen feminisme dan gerakan hijau (green movement).

    Ekofeminisme melihat semua manusia dan segala aktivitasnya merupakan bagian yang tak

    terpisahkan dalam ekosistem lokal dan global, sedangkan gerakan hijau didasari pada prisip

    dasar ekologi yang melihat semua organisme dalam kaitannya dengan lingkungan alam.

    Dalam kerangka pemikiran demikian, menurut Mc Kibben (1990) kegagalan manusia untuk

    menghormati keterbatasan ekologis telah menyebabkan terjadinya krisis ekologi pada masa

    sekarang ini. Ekofeminisme ingin menjelaskan bagaimana ketidakadilan yang ada dalam

    komunitas manusia direfleksikan dalam hubungan yang destruktif antara kemanusiaan dan

    dunia alamiah yang bukan manusia.

    Lebih lanjut, konsep ini menaruh perhatian pada kerusakan ekologis yang disebabkan oleh

    sistem sosial-ekonomi dan militer kontemporer serta menganalisa beban, biaya, tanggung

    jawab dan peran yang harus dijalankan perempuan akibat kerusakan ekologis. Dr. Wangari

    Muta Maathai seorang wanita asal Nairobi Kenya dijuluki sebagai Ibu Pohon berkat

    perjuangannya di bidang lingkungan, pembangunan budaya, dan ekonomi di Kenya danAfrika Di tahun 90-an, dimana ia berhasil menggerakan Ibu-ibu Kenya untuk mengangkat

    martabat mereka dan membuktikan bahwa mampu berkontribusi bagi dunia. Dia menerapkan

    pendekatan holistik yang sekaligus dapat merangkul demokrasi, hak-hak asasi manusia,

    khususnya hak-hak perempuan. Tahun 2004 ia memperoleh penghargaan Nobel Perdamaian

    atas keterlibatannya dalam pembangunan, perdamaian dan demokrasi. "Maathai berdiri di

    barisan depan untuk Ia berpikir lokal, tetapi bertindak global. Ia hidup ditengah rezim

    penguasa represif yang melihat sumber daya alam hanya sebatas komoditas untuk meraup

    keuntungan tanpa memperhatikan adanya keterkaitan yang erat antara lingkungan hidup,

    demokrasi dan perdamaian.

    4. Peran Ekofeminisme dalam menjawab tantangan Krisis Ekologi

    Ada dua agenda utama dari ekofeminisme:

  • 8/10/2019 Kajian Singkat Ekofeminisme

    6/8

    Page 5of 7

    1. Pada tataran konseptual dan filosofis, ekofeminisme ingin mendobrak cara pandang

    serta kerangka konseptual yang opresif, menindas, yaitu kerangka konseptual yang

    berlaku umum dalam era modern dengan didukung oleh politik dan ekonomi

    liberalisme dan ilmu pengetahuan modern yang cartesian, dualistik, mekanistik, dan

    reduksionistis. Sebagai gantinya, ekofeminisme menawarkan cara pandang dankerangka konseptual yang integratif, holistik, dan intersubyektif.

    2. Pada tataran strategis dan teknis, ekofeminisme juga dimaksudkan dan dikembangkan

    sebagai sebuah gerakan, sebagai aksi nyata di lapangan untuk mendobrak setiap

    institusi dan sistem sosial, politik, maupun ekonomi yang menindas pihak lain,

    khususnya penindasan gender dan spesies/alam.

    Seperti yang dinyatakan tokoh ekofeminis terkenal India Vandana Shiva, bahwa menurut

    beliau, visi baru tentang masyarakat non-eksploitatif, masyarakat non-patriarkhi yang

    menghormati dan bukan menghancurkan alam, adalah berasal dari gerakan akar rumput. Di

    dalam gerakan semacam ini, Shiva menuturkan bahwa perempuanlah yang lebih banyakmemahami bahwa perspektif subsistence merupakan satu-satunya jaminan akan

    keberlangsungan hidup, dan bukan integrasi ke dalam sistem pembangunan industri (Shiva &

    Mies, 2005 : 353).

    Perspektifsubsistenceberasal dari bahasa Latin subsistereberarti: "bertahan, menghentikan,

    tetap melakukan, melawan, mundur ke belakang, mempertahankan keterbelakangan ". Saat

    ini, kata tersebut memiliki makna

    "memungkinkan untuk bertahan (dengan) kebutuhan dasar (minimal) dalam

    kehidupan"

    atau

    "untuk eksis dan mempertahankan diri sendiri dengan kekuatan sendiri ".

    Dengan semakin meningkatnya kerusakan lingkungan, menjadi hal yang penting bahwa

    konsep subsistence ini dapat menunjukan jalan keluar dari berbagai kebuntuan terhadap

    sistem destruktif dari masyarakat industri, ekonomi pasar atau kapitalis-patriarkhi.

    Karakteristik mendasar dari perspektif subsistensi ini adalah; bahwa tujuan dari kegiatan

    ekonomi bukanlah untuk sekedar menghasilkan timbunan komoditas dan uang (upah atau

    keuntungan) melainkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Kegiatan ekonomi

    seharusnya didasarkan pada relasi yang non-eksploitatif terhadap alam dan tanpa diskriminasi

    terhadap perempuan atau masyarakat lemah, serta adanya partisipasi akar rumput. Kegiatan

    ekonomi seyogyanya memberikan sebuah pendekatan terhadap pemecahan persoalan yang

    multidimensional secara sinergis, menuntut paradigma baru dari ilmu teknologi dan

    pengetahuan, menuntut terciptanya kembali integrasi budaya dan kerja, menolak privatisasi

    dan komersialisasi milik publik (ibid: 327).

    Menggalakkan program swasembada di tataran domestik serta menjaga keanekaragaman

    hayati adalah juga jawaban ekofeminisme menuju lingkungan yang lestari. Sebab

    keanekaragaman hayati adalah kategori relasional bukan reduksionis. Pelestarian

  • 8/10/2019 Kajian Singkat Ekofeminisme

    7/8

    Page 6of 7

    keanekaragaman hayati oleh karenanya menunjukkan pelestarian relasi yang memunculkan

    keseimbangan dan keserasian. Sedangkan ilmu pengetahuan yang sifatnya lokal dari

    masyarakat setempat adalah keanekaragaman yang patut dihormati. Oleh karenanya, dalam

    setiap pengambilan kebijakan, masyarakat lokal terutama perempuan perlu difasilitasi untuk

    berpartisipasi sebagai subjek dalam proses pembuatan kebijakan terhadap lingkungan.

    Sebagaimana yang diyakini para ekofeminis, bahwa masyarakat akar rumput adalah

    stakeholder utama yang harus dirangkul dalam upaya menjawab persoalan ekologis dan

    ketidaksetaraan gender, maka penyadaran masyarakat akan perspektif ekofeminis ini perlu

    digalakkan. Dikarenakan sulitnya meminta peran negara yang hampir sepenuhnya telah

    dikuasai kaum kapitalis liberal, maka LSM sebagai aktor bukan negara diharapkan untuk ikut

    serta aktif dalam isu global ini dan dengan jaringan lintas sektor maupun lintas negara, serta

    aksesnya yang bahkan lebih dalam atau lebih dekat dengan penduduk lokal dibanding

    pemerintah negara tersebut, sangat penting perannya untuk menjamin keberlangsungan dan

    keberlanjutan program - program yang digagas oleh perspektif ekofeminisme.

    5. Kesimpulan dan Penutup

    Alam sangat erat kaitannya terhadap kehidupan perempuan. Rusaknya alam menyebabkan

    peluang terhadap perempuan untuk melanjutkan kehidupannya semakin berkurang.

    Ekofeminisme, selain mampu menjelaskan latar belakang subordinasi perempuan, juga

    mampu menjelaskan latar belakang kerusakan lingkungan hidup global.

    Ekofeminisme mampu menemukan titik tolak bersama atau solusi yang tepat

    menggambarkan dan menjawab bahwa energi feminitas dan bukan maskulinitas, berpotensi

    untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. Intisari dari gerakan ekofeminisme adalah

    menuntut terciptanya hak yang sama dalam mendapatkan akses terhadap sumber daya alam,

    dengan melihat keberlanjutan ekologi baik perempuan maupun laki-laki, melindungi hak-hak

    mereka yang lemah, menjaga harmoni dalam semua komunitas, menolak segala kekerasan

    dan dominasi yang mengancam perempuan, anak-anak, masyarakat lokal dan terhadap alam,

    serta menghargai keberagaman hayati dan kearifan lokal.

    Oleh karena itu, perspektif ekofeminisme ini harus dibawa dan diformulasikan ke dalam

    kebijakan politik lingkungan di negara kita. Diperlukan usaha dan upaya terus menerus untuk

    mentransformasikan pandangan-pandangan baru dengan bantuan semua pihak. Peranan

    utama tentu harus dilakoni oleh kelompok perempuan itu sendiri (terlebih kelompok

    perempuan yang terpapar langsung oleh kerusakan lingkungan dan terpinggirkan oleh

    pembangunan) karena merekalah yang paling mengetahui apa yang terbaik bagi diri mereka.

    Namun disamping itu, dukungan dan pendampingan dari LSM juga sangat dibutuhkan

    melihat kelompok ini adalah kelompok rentan. Tak lupa, peranan negara juga teramat penting

    dalam menciptakan kebijakan-kebijakan untuk mendorong aktivitas penyelamatan alam danlingkungan.

  • 8/10/2019 Kajian Singkat Ekofeminisme

    8/8

    Page 7of 7

    Daftar Pustaka

    Shiva, Vandhana. 1989. Staying Alive : Women, Ecology and Development. London : Zed

    Books.

    Amstrong, Susan J. dan Richard G. Botzler. 1993. Environmental Ethics : Divergens and

    Convergens. New York : McGraw - Hill.

    Boserup, E. 1984.Peranan Wanita dalam Perkembangan Ekonomi. Yogyakarta. Gama Press.

    Fakih, Mansour. 2001. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta :

    Pustaka Pelajar dan INSIST.

    Keraf, A. Sonny. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.

    Mosse, Julia Cleves. 2002. Gender dan Pembangunan. Jogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.

    Plumwood, Val. 1993. The Mastery of Nature. London : Routledge.

    Rahayu, Lies, W F. Gender dalam Program Pembangunan Hutan. Jurnal Hutan Rakyat

    Volume III Nomor 1 ( Mei 2001 ).

    http://zainabzilullah.wordpress.com/2013/01/20/ekofeminisme-angin-segar-bagi-

    penyelamatan-lingkungan-oleh-wa-ode-zainab-zilullah-toresano/,diakses desember 2013

    https://www.academia.edu/3694251/Ekofeminisme_Aktualisasi_Perjuangan_Perempuan_dal

    am_Ranah_Demokrasi,diakses desember 2013

    http://ayusiasabhita.blogspot.com/2011/08/ekofeminisme-sebagai-perspektif.html, diakses

    desember 2013

    Theory and practice of ecofeminism in India ananalysis.pdf,

    http://www.4shared.com/file/py_npE8O/, diakses desember 2013.

    http://zainabzilullah.wordpress.com/2013/01/20/ekofeminisme-angin-segar-bagi-penyelamatan-lingkungan-oleh-wa-ode-zainab-zilullah-toresano/http://zainabzilullah.wordpress.com/2013/01/20/ekofeminisme-angin-segar-bagi-penyelamatan-lingkungan-oleh-wa-ode-zainab-zilullah-toresano/http://zainabzilullah.wordpress.com/2013/01/20/ekofeminisme-angin-segar-bagi-penyelamatan-lingkungan-oleh-wa-ode-zainab-zilullah-toresano/https://www.academia.edu/3694251/Ekofeminisme_Aktualisasi_Perjuangan_Perempuan_dalam_Ranah_Demokrasihttps://www.academia.edu/3694251/Ekofeminisme_Aktualisasi_Perjuangan_Perempuan_dalam_Ranah_Demokrasihttps://www.academia.edu/3694251/Ekofeminisme_Aktualisasi_Perjuangan_Perempuan_dalam_Ranah_Demokrasihttp://ayusiasabhita.blogspot.com/2011/08/ekofeminisme-sebagai-perspektif.htmlhttp://ayusiasabhita.blogspot.com/2011/08/ekofeminisme-sebagai-perspektif.htmlhttp://www.4shared.com/file/py_npE8O/http://www.4shared.com/file/py_npE8O/http://www.4shared.com/file/py_npE8O/http://ayusiasabhita.blogspot.com/2011/08/ekofeminisme-sebagai-perspektif.htmlhttps://www.academia.edu/3694251/Ekofeminisme_Aktualisasi_Perjuangan_Perempuan_dalam_Ranah_Demokrasihttps://www.academia.edu/3694251/Ekofeminisme_Aktualisasi_Perjuangan_Perempuan_dalam_Ranah_Demokrasihttp://zainabzilullah.wordpress.com/2013/01/20/ekofeminisme-angin-segar-bagi-penyelamatan-lingkungan-oleh-wa-ode-zainab-zilullah-toresano/http://zainabzilullah.wordpress.com/2013/01/20/ekofeminisme-angin-segar-bagi-penyelamatan-lingkungan-oleh-wa-ode-zainab-zilullah-toresano/