kajian singkat ekofeminisme
TRANSCRIPT
-
8/10/2019 Kajian Singkat Ekofeminisme
1/8
Page 0of 7
2013
Ekofeminisme sebagai konsep
dalam Menjawab Isu Krisis Ekologi
Syarifah Amelia [24012302]
-
8/10/2019 Kajian Singkat Ekofeminisme
2/8
Page 1of 7
Ekofeminisme sebagai konsep dalam
Menjawab Isu Krisis Ekologi
1. Pendahuluan: Urgensi penyelamatan dunia dari krisis ekologi
Selama beberapa dekade terakhir isu-isu lingkungan hidup menempati spot khusus dalam
bahasan keilmuan baik sains maupun sosial. Kepentingan akan lingkungan hidup sebagai
salah satu esensi kehidupan yang akhir-akhir ini mulai terancam dengan aktivitas-aktivitas
pembangunan yang melulu berorientasi pertumbuhan ekonomi. Kegiatan produksi yang
dianggap sebagai jantung roda perekonomian, dilakukakan dengan mengeruk sumber daya
alam tanpa memperhatikan aspek kepentingan lingkungan hidup.
Telah banyak pembahasan yang dilakukan untuk menyikapi dan menemukan solusi
permasalahan lingkungan tersebut. Secara global, upaya yang dilakukan untuk tanggap
terhadap degradasi lingkungan yang mengarah kepada krisis ekologi ini telah sejak lama
digagas. Dapat dilihat melalui diadakannya UN Conference on the Human
Environment/UNHCE di Stockholm dan sekaligus didirikan United Nations Environment
Programme/UNEP) tahun 1972, Konferensi tentang Lingkungan dan Pembangunan
(UNCED/ United Nations Conference on Environment and Development) di Rio de Janeirotahun 1992, disepakatinya Protokol Kyoto tahun 1997, diadakannya World Summit on
Sustainable Development (WSSD) di Johannesburg tahun 2002, UNFCCC di Bali tahun
2007, serta terakhir United Nations Climate Change Conference di Kopenhagen tahun 2009.
Namun konferensi-konferensi internasional tersebut selalu terlambat diadakan setelah
fenomena krisis ekologis sudah sedemikian parah, sedangkan aksi dari setiap negara (baik
negara maju dan negara sedang berkembang) masih sangat minim. Berbagai bencana akibat
ulah manusia yang berskala telah beberapakali terjadi: racun merkuri di perairan Minamata
Jepang pada tahun 1959, tumpahnya minyak dari tanker Torrey Canyon ke laut di tahun
1967, kebocoran gas beracun pestisida dari Union Carbide di Bhopal India tahun 1984,bencana nuklir Chernobyl tahun 1986, dan saat ini: menipisnya lapisan ozon, kenaikan suhu
serta pergeseran iklim yang drastis akibat efek Gas Rumah Kaca (GRK).
Tanpa adanya langkah mitigasi bencana yang berarti, telah pasti krisis ekologi ini mampu
menghancurkan peradaban. Tak perlu menunggu nanti ketika semua permasalahan
lingkungan ini terakumulasi menjadi armagedon laiknya yang sering diangkat pada cerita-
cerita fiksi ilmiah, saat ini saja, permasalah lingkungan telah banyak melumpuhkan
komunitas-komunitas masyarakat terutama komunitas perempuan.
-
8/10/2019 Kajian Singkat Ekofeminisme
3/8
Page 2of 7
2. Permasalahan Lingkungan yang tidak netral gender
Lingkungan dan pemasalahannya tidak netral gender. Ketika terjadi kerusakan lingkungan,
perempuan menjadi pihak yang paling beresiko. Bukan hanya karena perempuan dekat
dengan alam, tetapi karena alam itu sendiri memiliki dimensi gender (gendered nature).
Peranan gender perempuan (sebagai pengatur dari ekonomi domestik) bertindihan (overlap)
dengan permasalahan kerusakan alam dan lingkungan. Vandana Shiva dalam bukunya
yang berjudul Staying Al ive: Women, Ecology, and Developmentmenyatakan bahwa
berdasarkan pengalamannya di India Pembangunan ekses dari globalisasi membuat
perempuan india tereksklusi dari alam sebagai sumber pendapatan. Dia mengatakan dalam
pembangunan di india hanya melibatkan laki-laki dan serta merta menghancurkan alam yang
menjadi sumber pendapatan perempuan, hal ini membuat negara dan pasar memperlakukan
perempuan secara tidak adil dengan cara memiskinkan perempuan.
Lebih rincinya, dituturkan oleh Vandana, Hutan tradisional menjadi begitu penting bagi
masyarakat india karena dari dalamnya mengandung tanah, air dan oksigen yang sangat
diperlukan bagi keberlangsungan hidup seluruh makhluk hidup terutama sangat berkaitan erat
dengan keberlangsungan hidup perempuan. Alasannya:
- Pertama karena sebagian besar perempuan timur dalam kehidupannya sangat
bergantung pada pohon-pohonan dan hasil hutan. Tingkat ketergantunganmereka
terhadap alam sangat tinggi yaitu tercatat 60 % di 32 negara di Afrika,80% di 18
negara di Asia dan 40% di Amerika Latin dan kepulauan Karibia. Ketika para laki-
laki menghabiskan waktunya di ladang atau berburu, para perempuan tinggal bersamaanak-anaknya di hutan, mereka mengandalkan pohon-pohonan serta hasil hutan untuk
keberlangsungan hidup mereka. Pohon-pohonan dan hasil hutan tidak hanya berguna
untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka tetapi dapat memenuhi hampirsemua
kebutuhan di ranah domestik.
- Kedua, terdapat sejumlah kebiasaan, yang menghalangi akses perempuan untuk
mengolah, alih-alih memiliki properti-properti pribadi sehingga satu-satunya sumber
daya yang dapat dimanfaatkan oleh perempuan adalah hutan. Di Tanzania, perempuan
tidak memiliki hak sama sekali untuk mendiami sebidang tanah, mereka harus
meminta izin kepada suami mereka atau laki-laki lain untuk mengolah sebidang tanah.
Hal ini bukan menjadi kasus di Tanzania saja; statistik yang tersedia di PBB yang
dikutip Konferensi Internasional ke 21, Pan Pacific Southeast Asia Womens
Association pada Mei 2001 menyatakan, "... in the world as a whole, women comprise
51 % dari populasi, do 66 % of the work, receive 10 % of the income and own less
than 1 % of the property ". Perempuan di sebagian besar negara berkembang tidak
memiliki dukungan hukum untuk berpartisipasi dan ikut mengelola lingkungan lokal
mereka. Di daerah rural, perempuan sebagai buruh upah yang sangat miskin-
menyiangi, mengangkut air dan kayu, dan melakukan pekerjaan rumah tangganya.
- Ketiga, alasan lain yang mengancam kehidupan perempuan adalah hal trivial: bencana
alam seperti kekeringan atau kebanjiran. Bencana ini dapat terjadi secara alami
ataupun merupakan dampak atas kerusakan alam oleh manusia. Dampak dari dua
-
8/10/2019 Kajian Singkat Ekofeminisme
4/8
Page 3of 7
jenis bencana ini sangat fatal yaitu dapat merusak ekosistem dan dapat memusnahkan
seluruh makhluk hidup, tak terkecuali manusia terutama masyarakat miskin.
Sedangkan golongan mayoritas pada masyarakat miskin adalah perempuan dan anak-
anak. 80-90% keluarga miskin di dunia merupakan keluarga yang dikepalai oleh
perempuan. Hal ini disebabkan salah satunya oleh minimnya akses ekonomiperempuan. Jika alam saja yang akrab oleh keseharian perempuan di kelola dan diatur
oleh laki-laki hingga menimbulkan berbagai bencana alam, apalagi ranah publik yang
semuanya di dominasi oleh laki-laki. Perempuan tidak hanya mendapat dampak dari
bencana alam, kerusakan hutan atau polusi air saja, tetapi penderitaan perempuan
khususnya perempuan di dunia ketiga terus berlangsung terutama para perempuan
yang mempunyai mata pencaharian sebagai petani baik petani ladang maupun petani
di sawah.
Kasus terpinggirkannya perempuan dalam pembangunan tidak hanya terjadi di India. Hal
yang serupa terjadi di Indonesia. Revolusi Agraria membuat banyak perempuan pekerja dibidang pertanian kehilangan pekerjaannya. Ketika jenis padi unggul ditebar diseluruh pulau
Jawa, padi yang tumbuh lebih rendah ini tidak menyulitkan perempuan untuk memanennya;
peralihan peralatan dari semula menggunakan ani-ani menjadi sabit juga meminggirkan para
pekerja sawah yang mayoritas perempuan dari golongan miskin. Ditambah penggunaan rice
huller-mesin pengupas padi, membuat banyak sekali perempuan penumbuk padi kehilangan
pekerjaan mereka tanpa ada alternatif pekerjaan lain.
Secara global, pemiskinan terhadap perempuan melalui pembangunan yang tidak selaras
dengan alam ini lebih banyak terjadi di negara-negara dunia ketiga. spesifiknya, perempuan-
perempuan yang berada di pedesaan dan berhubungan langsung dengan kerja-kerja di alamseperti pertanian, perkebunan, kehutanan, dll. Satu dari produk pembangunan adalah
Revolusi Hijau dan Bioteknologi yang diperkenalkan melalui globalisasi lalu dicanangkan
dan diadopsi oleh negara-negara berkembang pada tahun 1990an sampai sekarang. Tujuan
awal dari program-program ini adalah untuk mensejahterakan masyarakat dunia dan
memperkecil kemiskinan untuk membentuk tata Dunia yang Baru pasca Perang Dingin usai.
Namun ternyata program pembangunan ini membawa permasalahan baru: ketimpangan sosial
terutama dari aspek gender. Diperparah dengan semakin meluasnya pengadopsian paradigma
neoliberalisme tersebut. Liberalisme oleh kaum kapitalis.
3. Konsep Ekofeminisme: Salah Satu Cara Menyikapi Krisis Ekologi
Ekofeminisme adalah salah satu cabang feminis gelombang ketiga. Konsep ini mencoba
menjelaskan keterkaitan alam dan perempuan, terutama mengenai kerusakan alam yang
mempunyai keterkaitan langsung dengan penindasan perempuan. Sedikit berbeda denganfeminisme gelombang pertama (first wave) di tahun 1960 yang menuntut kesetaraan secara
-
8/10/2019 Kajian Singkat Ekofeminisme
5/8
Page 4of 7
politik, ekonomi dan sosial bagi perempuan dengan menekankan isu tentang dominasi,
marginalisasi dan sub - ordinasi terhadap perempuan terutama diranah industri.
Pergerakan ekofeminis yang pertama dimulai sekitar tahun 1974 oleh sekelompok perempuan
di utara India, mereka menamakan dirinya chipko Movement. Mereka memprotes
penebangan hutan yang dilakukan oleh kolonial Inggris. Gerakan Chipko merupakan
manivestasi dari filsafat Gandhian Satyagrahas yang mencoba menyelamatkan dan
melestarikan hutan tradisional atau forest culture.
Konsep ekofeminisme (ecofeminism)berusaha menjelaskan hubungan antara feminisme dan
ekologi. Paham ini menggabungkan elemen feminisme dan gerakan hijau (green movement).
Ekofeminisme melihat semua manusia dan segala aktivitasnya merupakan bagian yang tak
terpisahkan dalam ekosistem lokal dan global, sedangkan gerakan hijau didasari pada prisip
dasar ekologi yang melihat semua organisme dalam kaitannya dengan lingkungan alam.
Dalam kerangka pemikiran demikian, menurut Mc Kibben (1990) kegagalan manusia untuk
menghormati keterbatasan ekologis telah menyebabkan terjadinya krisis ekologi pada masa
sekarang ini. Ekofeminisme ingin menjelaskan bagaimana ketidakadilan yang ada dalam
komunitas manusia direfleksikan dalam hubungan yang destruktif antara kemanusiaan dan
dunia alamiah yang bukan manusia.
Lebih lanjut, konsep ini menaruh perhatian pada kerusakan ekologis yang disebabkan oleh
sistem sosial-ekonomi dan militer kontemporer serta menganalisa beban, biaya, tanggung
jawab dan peran yang harus dijalankan perempuan akibat kerusakan ekologis. Dr. Wangari
Muta Maathai seorang wanita asal Nairobi Kenya dijuluki sebagai Ibu Pohon berkat
perjuangannya di bidang lingkungan, pembangunan budaya, dan ekonomi di Kenya danAfrika Di tahun 90-an, dimana ia berhasil menggerakan Ibu-ibu Kenya untuk mengangkat
martabat mereka dan membuktikan bahwa mampu berkontribusi bagi dunia. Dia menerapkan
pendekatan holistik yang sekaligus dapat merangkul demokrasi, hak-hak asasi manusia,
khususnya hak-hak perempuan. Tahun 2004 ia memperoleh penghargaan Nobel Perdamaian
atas keterlibatannya dalam pembangunan, perdamaian dan demokrasi. "Maathai berdiri di
barisan depan untuk Ia berpikir lokal, tetapi bertindak global. Ia hidup ditengah rezim
penguasa represif yang melihat sumber daya alam hanya sebatas komoditas untuk meraup
keuntungan tanpa memperhatikan adanya keterkaitan yang erat antara lingkungan hidup,
demokrasi dan perdamaian.
4. Peran Ekofeminisme dalam menjawab tantangan Krisis Ekologi
Ada dua agenda utama dari ekofeminisme:
-
8/10/2019 Kajian Singkat Ekofeminisme
6/8
Page 5of 7
1. Pada tataran konseptual dan filosofis, ekofeminisme ingin mendobrak cara pandang
serta kerangka konseptual yang opresif, menindas, yaitu kerangka konseptual yang
berlaku umum dalam era modern dengan didukung oleh politik dan ekonomi
liberalisme dan ilmu pengetahuan modern yang cartesian, dualistik, mekanistik, dan
reduksionistis. Sebagai gantinya, ekofeminisme menawarkan cara pandang dankerangka konseptual yang integratif, holistik, dan intersubyektif.
2. Pada tataran strategis dan teknis, ekofeminisme juga dimaksudkan dan dikembangkan
sebagai sebuah gerakan, sebagai aksi nyata di lapangan untuk mendobrak setiap
institusi dan sistem sosial, politik, maupun ekonomi yang menindas pihak lain,
khususnya penindasan gender dan spesies/alam.
Seperti yang dinyatakan tokoh ekofeminis terkenal India Vandana Shiva, bahwa menurut
beliau, visi baru tentang masyarakat non-eksploitatif, masyarakat non-patriarkhi yang
menghormati dan bukan menghancurkan alam, adalah berasal dari gerakan akar rumput. Di
dalam gerakan semacam ini, Shiva menuturkan bahwa perempuanlah yang lebih banyakmemahami bahwa perspektif subsistence merupakan satu-satunya jaminan akan
keberlangsungan hidup, dan bukan integrasi ke dalam sistem pembangunan industri (Shiva &
Mies, 2005 : 353).
Perspektifsubsistenceberasal dari bahasa Latin subsistereberarti: "bertahan, menghentikan,
tetap melakukan, melawan, mundur ke belakang, mempertahankan keterbelakangan ". Saat
ini, kata tersebut memiliki makna
"memungkinkan untuk bertahan (dengan) kebutuhan dasar (minimal) dalam
kehidupan"
atau
"untuk eksis dan mempertahankan diri sendiri dengan kekuatan sendiri ".
Dengan semakin meningkatnya kerusakan lingkungan, menjadi hal yang penting bahwa
konsep subsistence ini dapat menunjukan jalan keluar dari berbagai kebuntuan terhadap
sistem destruktif dari masyarakat industri, ekonomi pasar atau kapitalis-patriarkhi.
Karakteristik mendasar dari perspektif subsistensi ini adalah; bahwa tujuan dari kegiatan
ekonomi bukanlah untuk sekedar menghasilkan timbunan komoditas dan uang (upah atau
keuntungan) melainkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Kegiatan ekonomi
seharusnya didasarkan pada relasi yang non-eksploitatif terhadap alam dan tanpa diskriminasi
terhadap perempuan atau masyarakat lemah, serta adanya partisipasi akar rumput. Kegiatan
ekonomi seyogyanya memberikan sebuah pendekatan terhadap pemecahan persoalan yang
multidimensional secara sinergis, menuntut paradigma baru dari ilmu teknologi dan
pengetahuan, menuntut terciptanya kembali integrasi budaya dan kerja, menolak privatisasi
dan komersialisasi milik publik (ibid: 327).
Menggalakkan program swasembada di tataran domestik serta menjaga keanekaragaman
hayati adalah juga jawaban ekofeminisme menuju lingkungan yang lestari. Sebab
keanekaragaman hayati adalah kategori relasional bukan reduksionis. Pelestarian
-
8/10/2019 Kajian Singkat Ekofeminisme
7/8
Page 6of 7
keanekaragaman hayati oleh karenanya menunjukkan pelestarian relasi yang memunculkan
keseimbangan dan keserasian. Sedangkan ilmu pengetahuan yang sifatnya lokal dari
masyarakat setempat adalah keanekaragaman yang patut dihormati. Oleh karenanya, dalam
setiap pengambilan kebijakan, masyarakat lokal terutama perempuan perlu difasilitasi untuk
berpartisipasi sebagai subjek dalam proses pembuatan kebijakan terhadap lingkungan.
Sebagaimana yang diyakini para ekofeminis, bahwa masyarakat akar rumput adalah
stakeholder utama yang harus dirangkul dalam upaya menjawab persoalan ekologis dan
ketidaksetaraan gender, maka penyadaran masyarakat akan perspektif ekofeminis ini perlu
digalakkan. Dikarenakan sulitnya meminta peran negara yang hampir sepenuhnya telah
dikuasai kaum kapitalis liberal, maka LSM sebagai aktor bukan negara diharapkan untuk ikut
serta aktif dalam isu global ini dan dengan jaringan lintas sektor maupun lintas negara, serta
aksesnya yang bahkan lebih dalam atau lebih dekat dengan penduduk lokal dibanding
pemerintah negara tersebut, sangat penting perannya untuk menjamin keberlangsungan dan
keberlanjutan program - program yang digagas oleh perspektif ekofeminisme.
5. Kesimpulan dan Penutup
Alam sangat erat kaitannya terhadap kehidupan perempuan. Rusaknya alam menyebabkan
peluang terhadap perempuan untuk melanjutkan kehidupannya semakin berkurang.
Ekofeminisme, selain mampu menjelaskan latar belakang subordinasi perempuan, juga
mampu menjelaskan latar belakang kerusakan lingkungan hidup global.
Ekofeminisme mampu menemukan titik tolak bersama atau solusi yang tepat
menggambarkan dan menjawab bahwa energi feminitas dan bukan maskulinitas, berpotensi
untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. Intisari dari gerakan ekofeminisme adalah
menuntut terciptanya hak yang sama dalam mendapatkan akses terhadap sumber daya alam,
dengan melihat keberlanjutan ekologi baik perempuan maupun laki-laki, melindungi hak-hak
mereka yang lemah, menjaga harmoni dalam semua komunitas, menolak segala kekerasan
dan dominasi yang mengancam perempuan, anak-anak, masyarakat lokal dan terhadap alam,
serta menghargai keberagaman hayati dan kearifan lokal.
Oleh karena itu, perspektif ekofeminisme ini harus dibawa dan diformulasikan ke dalam
kebijakan politik lingkungan di negara kita. Diperlukan usaha dan upaya terus menerus untuk
mentransformasikan pandangan-pandangan baru dengan bantuan semua pihak. Peranan
utama tentu harus dilakoni oleh kelompok perempuan itu sendiri (terlebih kelompok
perempuan yang terpapar langsung oleh kerusakan lingkungan dan terpinggirkan oleh
pembangunan) karena merekalah yang paling mengetahui apa yang terbaik bagi diri mereka.
Namun disamping itu, dukungan dan pendampingan dari LSM juga sangat dibutuhkan
melihat kelompok ini adalah kelompok rentan. Tak lupa, peranan negara juga teramat penting
dalam menciptakan kebijakan-kebijakan untuk mendorong aktivitas penyelamatan alam danlingkungan.
-
8/10/2019 Kajian Singkat Ekofeminisme
8/8
Page 7of 7
Daftar Pustaka
Shiva, Vandhana. 1989. Staying Alive : Women, Ecology and Development. London : Zed
Books.
Amstrong, Susan J. dan Richard G. Botzler. 1993. Environmental Ethics : Divergens and
Convergens. New York : McGraw - Hill.
Boserup, E. 1984.Peranan Wanita dalam Perkembangan Ekonomi. Yogyakarta. Gama Press.
Fakih, Mansour. 2001. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar dan INSIST.
Keraf, A. Sonny. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.
Mosse, Julia Cleves. 2002. Gender dan Pembangunan. Jogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.
Plumwood, Val. 1993. The Mastery of Nature. London : Routledge.
Rahayu, Lies, W F. Gender dalam Program Pembangunan Hutan. Jurnal Hutan Rakyat
Volume III Nomor 1 ( Mei 2001 ).
http://zainabzilullah.wordpress.com/2013/01/20/ekofeminisme-angin-segar-bagi-
penyelamatan-lingkungan-oleh-wa-ode-zainab-zilullah-toresano/,diakses desember 2013
https://www.academia.edu/3694251/Ekofeminisme_Aktualisasi_Perjuangan_Perempuan_dal
am_Ranah_Demokrasi,diakses desember 2013
http://ayusiasabhita.blogspot.com/2011/08/ekofeminisme-sebagai-perspektif.html, diakses
desember 2013
Theory and practice of ecofeminism in India ananalysis.pdf,
http://www.4shared.com/file/py_npE8O/, diakses desember 2013.
http://zainabzilullah.wordpress.com/2013/01/20/ekofeminisme-angin-segar-bagi-penyelamatan-lingkungan-oleh-wa-ode-zainab-zilullah-toresano/http://zainabzilullah.wordpress.com/2013/01/20/ekofeminisme-angin-segar-bagi-penyelamatan-lingkungan-oleh-wa-ode-zainab-zilullah-toresano/http://zainabzilullah.wordpress.com/2013/01/20/ekofeminisme-angin-segar-bagi-penyelamatan-lingkungan-oleh-wa-ode-zainab-zilullah-toresano/https://www.academia.edu/3694251/Ekofeminisme_Aktualisasi_Perjuangan_Perempuan_dalam_Ranah_Demokrasihttps://www.academia.edu/3694251/Ekofeminisme_Aktualisasi_Perjuangan_Perempuan_dalam_Ranah_Demokrasihttps://www.academia.edu/3694251/Ekofeminisme_Aktualisasi_Perjuangan_Perempuan_dalam_Ranah_Demokrasihttp://ayusiasabhita.blogspot.com/2011/08/ekofeminisme-sebagai-perspektif.htmlhttp://ayusiasabhita.blogspot.com/2011/08/ekofeminisme-sebagai-perspektif.htmlhttp://www.4shared.com/file/py_npE8O/http://www.4shared.com/file/py_npE8O/http://www.4shared.com/file/py_npE8O/http://ayusiasabhita.blogspot.com/2011/08/ekofeminisme-sebagai-perspektif.htmlhttps://www.academia.edu/3694251/Ekofeminisme_Aktualisasi_Perjuangan_Perempuan_dalam_Ranah_Demokrasihttps://www.academia.edu/3694251/Ekofeminisme_Aktualisasi_Perjuangan_Perempuan_dalam_Ranah_Demokrasihttp://zainabzilullah.wordpress.com/2013/01/20/ekofeminisme-angin-segar-bagi-penyelamatan-lingkungan-oleh-wa-ode-zainab-zilullah-toresano/http://zainabzilullah.wordpress.com/2013/01/20/ekofeminisme-angin-segar-bagi-penyelamatan-lingkungan-oleh-wa-ode-zainab-zilullah-toresano/