kajian potensi lanskap jalur kereta rel listrik … · jalur kereta rel listrik (krl) bogor-jakarta...
TRANSCRIPT
KAJIAN POTENSI LANSKAP JALUR KERETA REL
LISTRIK (KRL) BOGOR-JAKARTA KOTA SEBAGAI
KORIDOR PERGERAKAN BURUNG
RAMANDINI PUSPITA SARI
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Potensi Lanskap
Jalur Kereta Rel Listrik (KRL) Bogor-Jakarta Kota sebagai Koridor Pergerakan
Burung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Ramandini Puspita Sari
NIM A44090082
ABSTRAK
RAMANDINI PUSPITA SARI. Kajian Potensi Lanskap Jalur Kereta Rel Listrik
(KRL) Bogor-Jakarta Kota sebagai Koridor Pergerakan Burung. Dibimbing oleh
SYARTINILIA.
Koridor merupakan kumpulan vegetasi yang berbentuk linear yang berbeda
dengan matrix vegetasi sekelilingnya. Terdapat dua tipe koridor, yaitu linear
corridor dan stepping stone. Salah satu contoh dari koridor pada lanskap adalah
lanskap di sepanjang jalur KRL Bogor-Jakarta Kota. Koridor sangat penting untuk
pergerakan burung. Dewasa ini koridor tersebut mengalami fragmentasi habitat
yang megancam fungsinya. Sehingga lanskap tersebut perlu dikelola untuk
keberlanjutan dari koridor satwa yang terdapat di dalamnya. Penelitian ini
dilaksanakan di koridor sepanjang KRL Bogor-Jakarta Kota yang dibagi menjadi
lima segmen. Tiga analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis
distribusi koridor, analisis vegetasi dan analisis kelimpahan burung. Koridor
berbentuk stepping stone memiliki jumlah kelimpahan burung lebih tinggi
daripada koridor berbentuk linear. Kedua koridor memiliki potensi untuk menjadi
habitat burung yang ditunjukkan oleh kelimpahan jenis burungnya. Kelimpahan
jenis burung tertinggi ditemukan di koridor dengan keanekaragaman vegetasi
(Index Shannon Wienner) tingkat sedang. Beberapa rekomendasi dilakukan untuk
mengelola koridor tersebut, seperti mengelola dan revitalisasi koridor,
meningkatkan keanekaragaman vegetasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat
untuk konservasi habitat burung.
Kata kunci : Burung, GIS, Fragmentasi Habitat, Linear corridor, Stepping Stone.
ABSTRACT
RAMANDINI PUSPITA SARI. Study of KRL Railway Bogor-Jakarta Kota for
Bird Movement Corridors. Supervised by SYARTINILIA.
Corridors are narrow strips of land which differ from the matrix on either side.
There are two types of corridors, namely linear corridor and stepping stone. One
example of corridor is a landscape along the path of KRL Railway Bogor-Jakarta
Kota. Corridor is important for bird movement. Nowadays there is habitat
fragmentation along the corridor which is threatened their corridor function.
Therefore it should be maintained for sustainable corridor. This study was
conducted at corridor along the KRL Railway Bogor-Jakarta Kota which is
divided into five segment. Three analyses were used in this study, i.e. corridor
distribution analysis, vegetation analysis and bird abundance analysis. Stepping
stone corridor has higher number of bird abundance than the linear corridor. Both
of corridors have the potential to become a habitat of birds which is indicated by
abundance species of birds. The highest abundance of a bird was found in corridor
with diversity of plants (Shannon Wienner Index) in the medium level. Several
recommendation have provided for managing the corridor such as managing and
revitalizing the corridor, increasing vegetation diversity and increasing public
awareness for bird habitat conservation.
Keywords : Birds, GIS, Habitat Fragmentation, Linear Corridor, Stepping Stone.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap
RAMANDINI PUSPITA SARI
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
KAJIAN POTENSI LANSKAP JALUR KERETA REL
LISTRIK (KRL) BOGOR-JAKARTA KOTA SEBAGAI
KORIDOR PERGERAKAN BURUNG
.,.. ''= e,
.t~1Knl.1 \>-
Judul Skripsi : Kajian Potensi Lanska~ Ja liT Kereta ReI Listrik (KRL) BogorJakarta Kota sebagai ~ , ridOT Pergerakan Burung
Nama : Ramandini Puspita Sari NIM : A44090082
Disetujui oleh
Dr. Syartinilia, SP., M.Si. Pembimbing
,\~-:-- 1. /'? Drt\li; u 1St antara M.A r.
---=:Kmtra Departemen Arsi tektur Lanskap
Tanggal Lulus: \ 2 DEC 2013
Judul Skripsi : Kajian Potensi Lanskap Jalur Kereta Rel Listrik (KRL) Bogor-
Jakarta Kota sebagai Koridor Pergerakan Burung
Nama : Ramandini Puspita Sari
NIM : A44090082
Disetujui oleh
Dr. Syartinilia, SP., M.Si.
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr.
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah
Ekologi Lanskap, dengan judul Kajian Potensi Lanskap Jalur Kereta Rel Listrik
(KRL) Bogor-Jakarta Kota sebagai Koridor Pergerakan Burung. Penelitian ini
dibiayai dari hibah penelitian dasar dari dana BOPTN (Bantuan Operasional
Perguruan Tinggi Negeri) pendanaan tahun 2013.
Atas semua bimbingan, bantuan, dukungan dan perhatian yang telah
diberikan, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Syartinilia, SP., M.Si selaku pembimbing yang telah banyak
memberi saran,
2. Dr. Ir. Tati Budiarti, MS. Dan Dr. Kaswanto, SP., M.Si. selaku dosen
penguji skripsi yang telah dengan teliti mengoreksi dan memberi
masukan dalam sidang,
3. papa, mama, mba Dina serta Detrhee, atas segala doa dan kasih
sayangnya,
4. seluruh teman-teman klub masak atas segala dukungan semangat, kasih
sayang dan bantuan tenaganya saat survei,
5. Muhammad C. Azis atas bantuannya saat pengamatan burung,
6. teman-teman satu bimbingan Ibu Syartinilia, Dede, Nindy dan Bryan
atas dukungan dan semangatnya selama pengerjaan skripsi,
7. serta seluruh teman-teman Arsitektur Lanskap angkatan 46 atas
dukungan dan telah memberi pengalaman yang berharga.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2013
Ramandini Puspita Sari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
PENDAHULUAN 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Ekologi Lanskap 3
Koridor Satwa 3
Ekologi Burung 4
METODOLOGI 7
Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian 7
Alat dan Data 7
Metode Penelitian 8
Analisis Ditribusi Tipe Koridor 8
Analisis Keanekaragaman Vegetasi 9
Analsis Kelimpahan Jenis Burung 11
HASIL PENELITIAN 12
Gambaran Situasional dari Lokasi Penelitian 12
Distribusi Tipe Koridor berdasarkan Tipe Linear Corridor dan Stepping
Stone 13
Keanekaragaman Vegetasi pada Kedua Tipe Koridor 24
Kelimpahan Jenis Burung pada Kedua Tipe Koridor 38
Uji Beda Nyata dari Kedua Tipe Koridor 44
PEMBAHASAN 45
Segmen I 45
Segmen II 45
Segmen III 46
Segmen IV 47
Segmen V 48
Keseluruhan Segmen 48
Rekomendasi Pengelolaan 52
SIMPULAN DAN SARAN 55
DAFTAR PUSTAKA 56
RIWAYAT HIDUP 70
DAFTAR TABEL
1 Jenis data yang diperlukan 7 2 Distribusi keanekaragaman vegetasi (Indeks Shannon) 24 3 Distribusi dominansi jenis berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP) 24 4 Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen I 25
5 Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen I 26 6 Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen I 26
7 Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen I 27 8 Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen II 28
9 Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen II 28 10 Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen II 29
11 Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen II 29 12 Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen III 30
13 Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen III 31 14 Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen III 31 15 Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen III 32
16 Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen IV 33 17 Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen IV 33
18 Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen IV 34 19 Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen IV 35 20 Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen V 36
21 Jenis vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen V 36 22 Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen V 37
23 Jenis vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen V 37 24 Distribusi kelimpahan jenis burung 38
25 Frekuensi kehadiran jenis spesies tertentu di tiap segmen 39
DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi tapak penelitian 7 2 Bagan alir penelitian 8 3 Desain unit contoh transek vegetasi 10 4 Desain unit contoh transek satwa 11
5 Distribusi koridor pada lanskap jalur KRL Bogor-Jakarta Kota 13
6 Distribusi jumlah koridor berdasarkan tipe linear corridor dan stepping
stone pada tiap segmen 14 7 Distribusi luas total koridor berdasarkan tipe linear corridor dan
stepping stone pada tiap segmen 14 8 Distribusi luas maksimum koridor berdasarkan tipe linear corridor dan
stepping stone pada tiap segmen 15 9 Distribusi luas minimum koridor berdasarkan tipe linear corridor dan
stepping stone pada tiap segmen 15 10 Distribusi luas rata-rata koridor berdasarkan tipe linear corridor dan
stepping stone pada tiap segmen 16 11 Peta distribusi koridor di segmen I 17 12 Peta distribusi koridor di segmen II 19 13 Peta distribusi koridor di segmen III 20 14 Peta distribusi koridor di segmen IV 22
15 Peta distribusi koridor di segmen V 23 16 Keanekaragaman jenis vegetasi pada koridor berukuran besar 50 17 Keuntungan koridor berbentuk stepping stone 51 18 Penampang jalur KRL 53
19 Habitat interior dan edge 53
DAFTAR LAMPIRAN
1 Tabel kelimpahan jenis burung pada lokasi penelitian 57
2 Tabel frekuensi keanekaragaman jenis spesies vegetasi tertentu di tiap
segmen 63
3 Hasil pengujian Independent t-tes tipe koridor dengan kelimpahan jenis
burung dan pengujian Independent t-tes tipe koridor dengan keanekaragaman
vegetasi 68
4 Hasil pengujian Independent t-tes ukuran koridor dengan kelimpahan
jenis burung dan pengujian Independent t-tes ukuran koridor dengan
keanekaragaman vegetasi 69
1
PENDAHULUAN
Menurut Forman dan Godron (1984) ekologi lanskap merupakan ilmu
yang mempelajari hubungan antara proses ekologi dalam lingkungan dan
ekosistem tertentu. Ekologi lanskap terfokus pada tiga karakteristik yang
terdapat pada lanskap, yaitu struktur, fungsi dan dinamika. Struktur merupakan
hubungan spasial antar perbedaan ukuran dan bentuk dari ekosistem yang
mempengaruhi perubahan abiotik dan biotik.
Perubahan struktur secara keseluruhan terjadi pada matrix, patch dan
koridor. Koridor merupakan kumpulan vegetasi yang berbentuk linear yang
berbeda dengan vegetasi sekelilingnya dan menghubungkan paling sedikit dua
patch yang pernah terhubung pada masa lalu. Koridor tersebut dipergunakan
sebagai area pergerakan dari makhluk hidup. Dalam ekologi lanskap, koridor
tersebut dibedakan menjadi dua jenis, yaitu linear corridor dan stepping stone.
Linear corridor merupakan jenis koridor satwa berupa jalur yang tidak terputus
yang biasanya didominasi oleh spesies tepi. Pada linear corridor yang memiliki
luasan lebih besar, memiliki fungsi untuk pergerakan satwa yang lebih baik.
Sedangkan stepping stone merupakan koridor yang berbentuk blok-blok ruang
hijau terpisah namun masih dalam jangkauan pergerakan satwa yang
menggunakan koridor tersebut. Setiap jenis koridor tersebut mendukung spesies
satwa yang berbeda pula (Barnes 2000). Satwa yang dapat menjadi indikator
bagi terjadinya perubahan degradasi lingkungan adalah burung, sebab burung
terdapat hampir di seluruh habitat sehingga selalu berdekatan dan merespon
seluruh kejadian. Selain itu burung juga merupakan salah satu komponen di
dalam ekosistem yang dapat bertindak sebagai kontrol terhadap populasi
(pemangsa serangga dan tikus) dan sebagai agen penyebar vegetasi (Suryowati
2000).
Salah satu contoh koridor dalam ekologi lanskap yaitu lanskap sepanjang
jalur kereta rel listrik (KRL) Bogor–Jakarta Kota. Sebagai koridor satwa,
kawasan jalur kereta rel listrik (KRL) Bogor–Jakarta Kota berpotensi
menghubungkan Kebun Raya Bogor (KRB) sebagai source dan beberapa area
tujuan pergerakan satwa sebagai sink. Setiap satwa melakukan pergerakan yang
mempergunakan koridor. Satwa yang tidak dapat melakukan pergerakan akan
menjadi terisolasi dan akhirnya akan punah. Selain itu koridor jalur kereta rel
listrik (KRL) Bogor–Jakarta Kota memiliki fungsi lain yang tidak boleh
dikesampingkan, yaitu sebagai estetika pemenuh kebutuhan manusia selaku
pengguna jasa trasnportasi KRL Bogor–Jakarta Kota.
Perumusan Masalah
Menurut Suryowati (2000) lanskap kawasan jalur kereta rel listrik
Bogor–Jakarta Kota banyak mengalami fragmentasi habitat. Fragmentasi habitat
merupakan perubahan kondisi lanskap yang mulanya adalah habitat yang
kontinu menjadi terpecah-pecah. Fragmentasi habitat tersebut dapat disebabkan
oleh perubahan tata guna lahan untuk permukiman, perkebunan dan pertanian di
sepanjang tepi rel bahkan menjadi area bisnis dan jalan raya.
Berdasarkan kedua fungsi dan ancaman tersebut, keberadaan lanskap
kawasan jalur kereta listrik Bogor–Jakarta Kota perlu mendapat perhatian
2 khusus. Salah satunya adalah dengan melakukan analisis kawasan jalur rel KRL
tersebut yang pada akhirnya akan menghasilkan rekomendasi pengelolaan jalur
rel KRL Bogor–Jakarta Kota yang ideal sehingga dapat pula menjaga
keberlangsungan ekosistem yang ada.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis distribusi tipe koridor berbentuk linear corridor dan
stepping stone;
2. menganalisis vegetasi pada habitat burung berdasarkan tipe koridor
(linear corridor dan stepping stone) dalam lanskap jalur rel KRL Bogor–
Jakarta Kota;
3. menganalisis kelimpahan jenis burung yang menggunakan koridor
lanskap jalur rel KRL Bogor–Jakarta Kota; dan
4. menyusun rekomendasi pengelolaan lanskap jalur rel KRL Bogor–
Jakarta Kota sebagai koridor burung.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi
pengelolaan lanskap jalur rel KRL Bogor–Jakarta Kota sehingga dapat pula
melestarikan habitat dari burung–burung yang menggunakan jalur tersebut
sebagai koridor pergerakannya.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah menghasilkan sebuah rekomendasi
pengelolaan lanskap jalur kereta rel listrik (KRL) Bogor–Jakarta Kota sebagai
koridor burung pada aspek ekologinya.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Ekologi Lanskap
Ekologi lanskap merupakan sebuah studi mengenai hubungan biofisik
yang mengatur perbedaan unit spasial dari suatu wilayah tertentu (Forman dan
Godron 1984). Sedangkan menurut Fandeli dan Muhammad (2009) ekologi
lanskap merupakan ilmu yang mempelajari tentang hubungan setiap elemen
yang terdapat dalam suatu lanskap. Hubungan timbal balik tersebut terjadi dalam
jangka panjang antara elemen fisik dan hayati termasuk manusia yang
mempengaruhi perubahan dari suatu lanskap.
Secara umum ekologi lanskap terbagi menjadi dua pandangan, yaitu
secara vertikal (hubungan di dalam unit spasial lanskap) dan secara horizontal
(hubungan antar unit spasial lanskap). Sebagai ilmu yang sangat interdisipliner
dalam ekologi sistem, ekologi lanskap mengintegrasikan pendekatan biofisik dan
perspektif yang menyeluruh pada ilmu-ilmu alam dan ilmu sosial. Ekologi
lanskap melihat bagaimana struktur spasial mempengaruhi kelimpahan
organisme pada tingkat lanskap serta perilaku dan fungsi lanskap secara
keseluruhan. Dalam ekologi lanskap terdapat tiga fokus karakteristik, yaitu:
1. struktur, merupakan hubungan spasial antara perbedaan khas yang
terdapat pada suatu ekosistem, khususnya distribusi energi, material dan
spesies pada ekosistem tersebut yang kaitannya dengan ukuran, bentuk,
angka, jenis, dan konfigurasi dari ekosistem;
2. fungsi, merupakan interaksi antara elemen-elemen spasial, yaitu aliran
energi, material dan spesies dari komponen ekosistem; dan
3. dinamika, merupakan perubahan yang terjadi pada struktur dan fungsi
mosaik ekologi dari waktu ke waktu.
Secara keseluruhan struktur ekologi mengalami perubahan yang terjadi
pada patches (sebagai daerah yang relatif homogen yang berbeda dari
lingkungannya yang berubah dan berfluktuasi), matrix (struktur yang dominan
dari suatu lanskap dengan tingkat konektivitas yang tinggi) dan koridor (Forman
dan Godron 1984). Manusia merupakan salah satu dari elemen ekologi lanskap
yang berperan dalam terjadinya perubahan fungsional pada lanskap. Keaslian
dari setiap komponen lanskap akan membantu menjaga ketahanan lanskap
terhadap ancaman eksternal, termasuk ancaman pengembangan dan transformasi
lahan oleh aktivitas manusia.
Koridor Satwa
Menururt Rinaldi (2008), koridor merupakan suatu habitat yang dapat
mendukung kelangsungan hidup dan berkembang biak satwa serta menjadi jalur
lalu lintas pergerakan satwa yang menghubungkan antara habitat-habitat yang
sesuai atau memadai. Koridor merupakan suatu kumpulan vegetasi yang
berbentuk linier yang berbeda dengan vegetasi sekelilingnya dan
menghubungkan paling sedikit dua patch yang pernah terhubung pada masa lalu.
Koridor tersebut dipergunakan sebagai area pergerakan dari makhluk hidup.
Biasanya koridor tersebut memiliki struktur vegetasi yang relatif serupa. Koridor
satwa dapat menghubungkan dua area terbuka ataupun dua area terbangun.
4 Fungsi dari koridor satwa adalah sebagai jalur transportasi pergerakan
satwa, sebagai proteksi (perlindungan dari pemangsa, perlindungan terhadap
longsor dan dapat berperan sebagai pemecah angin) dan sebagai sumber daya
alam (simpanan bahan organik tanah, penghasil kayu serta produsen buah dan
biji-bijian). Keberhasilan pergerakan satwa sangat dipengaruhi oleh keberadaan
koridor yang dapat menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dan
perkembangan populasi satwa. Koridor yang paling efektif biasanya berupa
hutan. Jika koridor satwa terputus, kemungkinan yang akan terjadi adalah
peledakan populasi atau sebagian dari individu lainnya akan mencari jalan
masing-masing yang akan menimbulkan gangguan di sekitarnya (Forman dan
Godron 1984).
Dalam ekologi lanskap, koridor dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
linear corridor dan stepping stone. Linear corridor merupakan jenis koridor
satwa berupa jalur yang tidak terputus yang biasanya didominasi oleh spesies
tepi. Pada linear corridor yang memiliki luasan lebih besar, memiliki fungsi
untuk pergerakan satwa yang lebih baik. Sedangkan stepping stone merupakan
koridor yang berbentuk blok-blok ruang hijau terpisah namun masih dalam
jangkauan pergerakan satwa yang menggunakan koridor tersebut. Koridor
berbentuk stepping stone mungkin tidak mempengaruhi pergerakan burung
namun, pada koridor ini terjadi pemutusan spesies vegetasi terutama dalam hal
gen dan aliran energi dari vegetasi tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka,
konektivitas dari setiap koridor harus dikelola dengan baik sehingga masing-
masing koridor akan tetap terhubung dan tidak terpisahkan (Barnes 2000).
Ekologi Burung
Pulau Jawa dan Bali memiliki kekayaan jenis burung lebih sedikit dari
pada kekayaan jenis burung di pulau Kalimantan atau Sumatera. Namun pulau
Jawa memiliki keunikan tersendiri, yaitu terdapat 24 jenis endemik yang terbatas
di sana dan lebih dari 170 anak jenis endemik yang dikenal. Di seluruh kawasan
Jawa, jumlah total dari jenis burung tercatat 494 jenis dengan 368 jenis penetap
dan 126 jenis pengunjung atau pengembara.
Sebagian burung penetap tidak bereaksi terhadap perubahan musim dan
beberapa jenis berkembang biak dalam bulan-bulan sepanjang tahun. Namun,
pola perkembangbiakan jenis burung tersebut dipengaruhi oleh adanya
perbedaan curah hujan. Menurut penelitian Mackinnon (1993),
perkembangbiakan tertinggi untuk daerah terbuka terjadi pada bulan ke-6.
Sedangkan pada jenis pemakan buah, perkembangbiakan tertinggi terjadi pada
bulan ke-5 dan untuk daerah yang memiliki curah hujan tinggi,
perkembangbiakan jenis burung mencapai titik tertinggi pada bulan pertama.
Burung-burung liar dapat digolongkan menjadi beberapa kategori pokok
yang berkaitan dan berpengaruh terhadap perekonomian setempat, yaitu:
1. sebagai hama pertanian, seperti Pipit, Bondol dan Manyar yang sering
menjadi hama padi, Mandar, Merpati dan Betet sebagai hama padi dan
jagung serta Gagak, Betet, Pundi dan Kutilang sebagai hama pada
tanaman buah;
2. jenis yang menguntungkan, seperti Elang yang berguna sebagai predator
tikus dan Cangak, Mandar, Srigunting, Raja udang, Sikatan, Betet dan
Kapinis sebagai pengendali hama serangga;
5 3. burung sebagai bahan makanan, seperti Mandar, Ayam hutan dan Puyuh
sebagai penghasil telur dan daging serta Walet sebagai penghasil
sarangnya; dan
4. burung sebagai binatang piaraan, seperti Perkutut, Kucita, Beo, Kutilang,
Jalak, Bondol, Pipit, Gelatik dan Serindit.
Menurut Mackinnon et al. (2010), secara ekologi jenis burung
sendiri dapat dikategorikan menjadi:
1. burung perancah dan pemakan organisme tanah, seperti Kaki lebar,
Trulek, Wili-Wili, Trinil dan Blekek;
2. burung darat berukuran besar, seperti Mandar dan Picisan;
3. burung pemakan daging atau pemangsa, seperti Elang, Alap-Alap,
Celepuk, Serak dan Raja udang;
4. burung besar pemakan buah, seperti Punai, Niru, Kakatua, Enggang,
Bultok, Kepodang dan Gagak;
5. burung besar atau sedang pemakan serangga yang bersifat arboreal,
seperti Kedasi, Pelatuk, Madi, Burung daun, Srigunting, Betet, Jalak dan
Beo;
6. burung besar atau sedang pemakan serangga yang bersifat aerial, seperti
Walet, Layang-Layang, Burung buah, Kiri-Kiri dan Tiong laut;
7. burung besar atau sedang pemakan serangga yang bersifat nokturnal,
seperti Cabak dan Paruh katak;
8. burung sedang pemakan serangga yang hidup di tanah, seperti Burung
paok, Apung, Kucica, Meninting dan Kancilan;
9. burung sedang atau kecil pemakan serangga yang bersifat arboreal,
seperti Perenjak, Cenenen, Gelatik batu, Kipasan dan Kacamata; dan
10. burung kecil pemakan nektar, buah dan biji, seperti Kutilang, Burung
cabe, Burung gereja, Manyar, Pipit, Bondol, Kenari dan Burung madu.
Keberadaan jenis burung sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
lapisan tajuk vegetasi, kerapatan vegetasi, komposisi jenis vegetasi, kompetisi
dan kedekatan kekerabatan jenisnya (Wallace dan Mahan 1975; Krebs 1985;
Steadman dan Freifeld 1998 dalam Pradana 2007). Sedangkan keanekaragaman
jenis burung pada suatu tapak dipengaruhi oleh jumlah jenis burung, kemerataan
kelimpahan relatif setiap jenis burungnya, faktor umur evolusi, kondisi
lingkungan, stabilitas iklim, heterogenitas struktur habitat, predasi, kompetisi,
interaksi biotik, keanekaragaman jenis tumbuhan, gangguan dan letak geografis
(Krohne 2001; Brown 1983 dalam Pradana 2007).
Pengelolaan satwa terutama burung dewasa ini telah berkembang bukan
hanya demi kepentingan konservasi saja tetapi juga dimanfaatkan untuk
keperluan penelitian, pendidikan, pariwisata dan rekreasi. Pengelolaan burung
tersebut merupakan pengelolaan habitatnya yang meliputi, vegetasi, makanan,
air dan penyakit. Tujuan dari pengelolaan burung pada umumnya untuk
melakukan pengendalian terhadap kelimpahan dan penyebaran dari spesies-
spesies burung yang ada (Alikodra 1990). Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam pengelolaan burung adalah:
1. spesies burung yang akan dikelola yang meliputi persyaratan untuk hidup
burung dan sifat-sifat ekologis (penyebaran, perilaku dan populasi) dari
setiap spesies burung;
6 2. kondisi habitat termasuk luas dan kualitasnya, seperti padang rumput,
semak belukar, hutan dan sumber air;
3. kondisi musim sangat berpengaruh seperti saat musim kemarau panjang
dapat menimbulkan ketersediaan sumber air berkurang, sehingga jika
tidak dikelola dengan benar kemungkinan yang terjadi pada spesies
burung adalah mati atau pergi ke pusat-pusat permukiman untuk mencari
air;
4. letak tempat perlindungan terhadap pusat-pusat penduduk dan pusat
industri penting untuk diperhatikan sebab, tumbuhnya kawasan pusat-
pusat industri yang pesat mempercepat proses penekanan terhadap
kehidupan dari burung itu sendiri; dan
5. tingkat kesadaran masyarakat dan aparat pemerintah maupun pihak
swasta sangat mempengaruhi keberhasilan dari pengelolaan koridor
satwa tersebut.
7
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lingkup dari kegiatan penelitian ini adalah lanskap jalur KRL Bogor-
Jakarta Kota sebagai koridor pergerakan burung sepanjang 60 km dengan buffer
1 km di kiri-kanan rel KRL (Gambar 1) Kegiatan penelitian tersebut
dilaksanakan mulai bulan Maret sampai September 2013.
Gambar 1. Lokasi tapak penelitian
Alat dan Data
Alat yang digunakan dalam proses penelitian ini adalah alat tulis, kamera,
software ArcGIS 9.3, software SPSS 17.0, Global Positioning System (GPS),
meteran, Klinometer dan alat perekam. Berikut adalah jenis data yang
diperlukan dalam penelitian ini:
Tabel 1. Jenis data yang diperlukan
No Jenis Data Bentuk Sumber Data Kegunaan Analisis
1 Peta Jalur Kereta
Bogor-Jakarta Kota
Vektor PT KAI Commuter
Jabodetabek Analisis Distribusi
Tipe Koridor Peta Penutupan
Lahan Jalur Kereta
Bogor-Jakarta Kota
Vektor Google Earth
2 Vegetasi Deskriptif &
Spasial
Dinas Pertamanan
& Lapang Analisis Vegetasi
Iklim Tabulasi BMKG
Jenis Burung Deskriptif &
Spasial
Dinas Pertamanan
& Lapang
Analisis
Kelimpahan Jenis
Burung
3 UU yang Berlaku Studi Pustaka Pemda Analisis Aspek
Peraturan Daerah Studi Pustaka Pemda Legal
Penelitian ini akan dilakukan dalam tiga tahapan. Adapun tiga tahapan
tersebut terdiri dari tahap inventarisasi data, tahap analisis potensi koridor
(analisis distribusi tipe koridor, analisis vegetasi, analisis keanekaragaman
8 burung) dan tahap sintesis berupa penyusunan rekomendasi rencana
pengelolaan lanskap jalur KRL Bogor-Jakarta Kota untuk koridor ekologi
(Gambar 2).
Gambar 2. Bagan alir penelitian
Metode Penelitian
Analisis Distribusi Tipe Koridor Kegiatan penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode
analisis karakteristik struktur lanskap dengan mendigitasi peta penutupan lahan
kawasan jalur kereta rel listrik (KRL) Bogor – Jakarta Kota yang bersumber dari
data image beresolusi tinggi dari citra IKONOS pada Google Earth. Kemudian
dengan menggunakan software ArcGIS sehingga diperoleh peta distribusi tipe
koridor. Selain itu, proses survei yang dilakukan dengan memilih 20 tapak yang
diperkirakan menjadi stop area pergerakan populasi burung. Setelah didapat
peta distribusi tipe koridor lanskap, maka lanskap jalur kereta tersebut dibagi
menjadi lima segmen untuk memudahkan dalam penyampaian informasi.
Pembagian segmen tersebut dilakukan secara visual menggunakan bantuan
Google Earth dan groundcheck sehingga terbagi menjadi lima segmen dengan
kriteria kesamaan proporsi antar RTH dan ruang terbangun.
Kriteria tipe linear corridor pada studi ini mengacu pada kriteria dari Hilty
et al. (2006) dan (Forman dan Godron 1984) dengan modifikasi adalah:
1. Dimensi untuk koridor yang berbentuk continuous adalah 61 m x 91.5 m
untuk koridor yang baik bagi habitat burung;
2. Lebar dari koridor yang berbentuk continuous minimal 75 m; dan
3. Bentuk koridor tidak terputus.
Sementara itu kriteria untuk penetapan stepping stone adalah:
1. lebar dari koridor dalam bentuk stepping stone minimal 12 m (Forman
dan Godron 1984);
Analisis Keanekaragaman
Jenis Burung
Peta Distribusi
Keanekaragaman
Jenis Burung
Lanskap Koridor Jalur KRL Bogor-Jakarta Kota
Stepping Stone Linear Corridor
Distribusi Tipe Koridor (Linear Corridor dan Stepping Stone)
Analisis
Vegetasi
Rencana pengelolaan Lanskap Jalur Kereta Rel Listrik (KRL) Bogor–Jakarta
Kota sebagai Koridor Pergerakan Bururng
Peta Distribusi Vegetasi yang
Berpotensi sebagai Habitat Burung
berdaarkan Tipe Koridor
Analisis Keanekaragaman
Jenis Burung
Analisis
Vegetasi
Analisis
Sintesis
Inventarisasi
9 2. panjang antar stepping stone tidak boleh lebih dari 5 m yang disesuaikan
dengan jarak maksimal penyebaran tiap spesies burung (Hilty et al.
2006); dan
3. vegetasi dalam stepping stone dapat terdiri dari berbagai jenis tumbuhan,
mulai dari ground cover hingga pohon (Hilty et al. 2006).
Setelah didapat peta distribusi tipe koridor lanskap, maka lanskap jalur
kereta tersebut dibagi menjadi lima segmen dengan kriteria kemiripan karakter
dan proporsi antar RTH dan ruang terbangun dalam tiap segmen. Pembagian
dari kelima segmen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Segmen I (AA’-BB’) diawali dari Stasiun Bogor hingga area RTH
dekat jalan Kemang Raya Baru (Kecamatan Cibinong);
2. Segmen II (BB’-CC’) yang merupakan segmen terpanjang yang
berawal dari jalan Kemang Raya Baru, kecamatan Cibinong hingga
Stasiun Depok;
3. Segmen III (CC’-DD’) dimulai dari Stasiun Depok hingga Stasiun
Tanjung Barat;
4. Segmen IV (DD’-EE’) dimulai dari Stasiun Tanjung Barat hingga
Stasiun Cawang; dan
5. Segmen V (EE’-FF’) dimulai dari Stasiun Cawang dan berakhir
hingga Stasiun Jakarta Kota.
Hasil dari peta distribusi koridor tipe linear dan stepping stone akan
dipilih masing-masing 10 lokasi sampel untuk analisis keanekaragaman vegetasi
dan kelimpahan burung. Dari 10 lokasi sampel tersebut diambil 2 lokasi pada
masing-masing segmen dengan satu lokasi sampel koridor berukuran besar (luas
minimal 0.4 Ha untuk linear dan 0.1 Ha untuk stepping stone) dan satu lokasi
sampel koridor berukuran kecil (luas minimal 144 m2). Sehingga jumlah
keseluruhan dari lokasi sampel untuk analisis vegetasi dan keanekaragaman
burung adalah 20.
Analisis Keanekaragaman Vegetasi
Metode transek yang digunakan pada penelitian ini digunakan untuk
analisis keanekaragaman vegetasi dengan luas pengambilan sampel berbentuk
bujur sangkar dengan ukuran 20x20 m. Pada metode transek untuk analisis
keanekaragaman vegetasi perlu dipersiapkan bahan dan alat sebagai berikut
(Kusmana 1997):
1. menetapkan ekosistem tapak pada berbagai formasi;
2. menyediakan peta lokasi dan peta penutupan lahan;
3. tali plastik sepanjang 60 m;
4. alat ukur tinggi pohon seperti Abney level atau Klinometer;
5. alat ukur diameter pohon seperti pita meter 100 cm;
6. meteran 20 m;
7. patok dengan tinggi 1m;
8. alat tulis;
9. kompas; dan
10. pengenal jenis pohon.
10 Setelah persiapan alat dan bahan untuk melakukan pengambilan sampel,
berikut adalah tahapan dalam kegiatan transek vegetasi:
1. menentukan lokasi jalur yang akan diambil sampelnya (unit contoh) di
atas peta;
2. membuat contoh unit jalur dengan desain seperti gambar 3; dan
3. mengidentifikasi jenis dan jumlah serta mengukur diameter (DBH) dan
tinggi untuk tingkat tiang dan pohon, sedangkan untuk tingkat semai dan
pancang hanya mengidentifikasi jenis dan jumlah saja.
Parameter yang ingin diketahui dari kegiatan analisis vegetasi ini adalah
sebagai berikut (Gambar 3):
1. Petak contoh semai (2m x 2m): komposisi jenis, jumlah individu setiap
jenis;
2. Petak contoh pancang (5m x 5m): komposisi jenis, diameter setinggi
dada (Dbh);
3. Petak contoh tiang (10m x 10m): komposisi jenis, diameter setinggi dada
(Dbh), tinggi tajuk; dan
4. Petak contoh pohon (20m x 20m): komposisi jenis, diameter setinggi
dada (Dbh), tinggi tajuk.
Adapun batasan tingkat pertumbuhan vegetasi yang dibatasi pada jenis
pohon, yaitu:
1. Semai (Seedlings) merupakan tumbuhan yang mempunyai tinggi kurang
dari 1,5m. dalam kelompok ini termasuk semai pohon;
2. Pancang (Saplings) merupakan tumbuhan yang mempunyai diameter
batang kurang dari 10 cm dan tinggi lebih dari 1,5m. dalam kelompok ini
termasuk pula perdu, dan anakan pohon;
3. Tiang (Poles) adalah pohon yang mempunyai diameter batang antara 10-
20 cm. dengan batasan ini tumbuhan memanjat, berkayu, palmae dan
bambu yang mempunyai diameter seperti ketentuan tersebut termasuk
dalam kelompok ini; dan
4. Pohon (Tree) adalah tumbuhan yang mempunyai diameter batang >20
cm.
Gambar 3. Desain unit contoh transek vegetasi Keterangan:
a. petak contoh semai (2x2 m)
b. petak contoh pancang (5x5 m)
c. petak contoh tiang (10x10 m)
d. petak contoh pohon (20x20 m)
Parameter dalam analisis keanekaragaman vegetasi berdasarkan data
transek diatas menggunakan pengukuran kerapatan (individu/ha), frekuensi dan
dominasi (m2/ha) yang selanjutnya akan dihitung Indeks Nilai Penting (INP)
untuk mengetahui jenis dan tingkat tumbuhan yang dominan serta perhitungan
Arah
jalur
a
c
b
d
a
c
b
d
a
c
b
d
11 Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner dari masing-masing jenis vegetasi
yang tercatat sebagai berikut:
1. kerapatan jenis
Kerapatan (K) =∑
K Relatif (KR) =
2. frekuensi
Frekuensi (F) =∑
∑
F Relatif (FR) =
3. dominasi
Dominasi (D) =
D Relatif (DR) =
4. indeks nilai penting
INP = KR+FR+DR
5. indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
H’=-∑ (log e Pi)
Keterangan: H’ =Indeks Shannon-Wienner Ni=jumlah total spesies ke-I
Pi =kelimpahan relatif dari spesies ke-I Pi2=(Ni/Nt)2
Nt =jumlah total untuk semua individu
Berdasarkan hasil dari perhitungan Indeks Keragaman Shannon-Wiener
didapat beberapa kriteria tingkat keragamannya sebagai berikut:
1. 0-1 = tingkat keragaman rendah;
2. 1-3 = tingkat keragaman sedang;dan
3. >3 = tingkat keragaman tinggi.
Analisis Kelimpahan Jenis Burung
Sedangkan pengamatan untuk analisis keanekaragaman jenis burung
dilakukan secara langsung. Pengambilan data menggunakan metode titik hitung
atau IPA (Indices Ponctuel d’Abondance) dengan modifikasi. Pada setiap
segmen penelitian dibuat 4 lokasi pengamatan dengan radius 30 m (Gambar 4).
Pengambilan data dilakukan sebanyak dua kali ulangan dengan batasan waktu,
yaitu pengamatan pada pukul 06.00–10.00 WIB dan pukul 16.00–18.00 WIB
(Pradana 2007). Waktu pengamatan pada setiap titik adalah sepuluh menit.
Seluruh jenis yang ditemukan dicatat berserta aktivitas yang dilakukan burung
tersebut. Berikut adalah desain contoh unit petakan dalam transek satwa yang
digunakan untuk menganalisis habitat burung:
Gambar 4. Desain unit contoh transek satwa
Keterangan: = posisi pencatat
30
m
12
HASIL PENELITIAN
Gambaran Situasional dari Lokasi Penelitian
Lanskap jalur kereta rel listrik (KRL) Bogor–Jakarta Kota sepanjang 60
km dengan lebar 1 km memiliki potensi sebagai koridor pergerakan burung, baik
burung migran maupun burung yang menyebar secara dispersal. Lanskap jalur
KRL tersebut melintasi beberapa kabupaten dan kota. Diantaranya Kota Bogor,
Kabupaten Bogor, Kota Depok dan Kota DKI Jakarta. Masing-masing kota dan
kabupaten memiliki karakteristik yang berbeda. Secara spesifik kondisi umum
dari masing-masing kota dan kabupaten tersebut adalah:
1. Kota Bogor
Kota Bogor terletak di antara 106°43’30”–106°51’00” BT dan
30’30”–6°41’00” LS. Kota Bogor dengan luas 11 850 Ha ini dihuni lebih
dari 820 707 jiwa. Curah hujan rata-rata 4 000 mm/tahun. Bentang alam
Kota Bogor merupakan daerah perbukitan bergelombang dengan
ketinggian yang bervariasi antara 190 s/d 350 m diatas permukaan laut
dengan kemiringan lereng berkisar 0–2 % (datar) seluas 1 763.94 Ha, 2–
15 % (landai) seluas 8 091.27 Ha, 15–25 % (agak curam) seluas 1 109.89
Ha, 25–40 % (curam) seluas 764.96 Ha, dan >40 % (sangat curam) seluas
119.94 Ha. Temperatur rata-rata tahunan kota Bogor berada pada 23 °C–
30 °C dengan kelembaban rata-rata tahunan 84.92 %.
2. Kabupaten Bogor
Kabupaten Bogor memiliki bentang alam yang cukup signifikan,
yaitu ditandai dengan kelas kelerengan yang berada pada kisaran 0 % –
lebih dari 40% dan berada pada ketinggian dominan pada 0–300 m diatas
permukaan laut. Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor secara
keseluruhan didominasi oleh permukiman.
3. Kota Depok
Kota Depok terletak pada koordinat 6°19’00”–6°28’00” LS dan
106°43’00”–106°55’30” BT. Bentang alam kota depok dari selatan ke
utara merupakan daerah dataran rendah dan bergelombang dengan
elevasi antara 50–140 m diatas permukaan laut serta memiliki
kemiringan lereng kurang dari 15 % (relatif datar sampai agak curam).
Temperatur umum kota Depok berkisar antara 24.3 °C–33 °C dengan
kelembaban rata-rata 49.8 %. Curah hujan kota Depok sebesar 2 684
mm/tahun.
4. Kota DKI Jakarta
Kota DKI Jakarta terletak pada koordinat 5°19’12”–6°23’54” LS
dan 106°22’42”–106°58’18” BT. Temperatur rata-rata tahunan kota DKI
Jakarta berada pada 28,6°C dengan kelembaban rata-rata tahunan 74,9 %.
Curah hujan kota DKI Jakarta sebesar 1 614.1 mm/tahun. DKI Jakarta
sebagian besar memiliki topografi yang relatif datar, dengan ketinggian
rata-rata 0–50 m diatas permukaan laut dan sebagian besar wilayahnya
memiliki kemiringan rata-rata sebesar 0–3 % dan beberapa bagian
lainnya memiliki kemiringan diatas 3%.
13 Distribusi Koridor berdasarkan Tipe Linear Corridor dan Stepping Stone
Distribusi koridor berdasarkan tipe linear corridor dan stepping stone
secara spasial disajikan pada Gambar 5. Terdapat 63 koridor linear yang
teridentifikasi dengan total luas 557.536,5 m2 dengan luas maksimum 11.841 m
2,
dan luas minimum 6.152,15 m2 dan luas rata-rata 8.996,6 m
2. Sementara pada
stepping stone yang teridentifikasi berjumlah 888 dengan total luas 853.993,6 m2
dengan luas maksimum 977,5 m2 dan luas minimum adalah 251,9 m
2 dengan
luas rata-rata 614,7 m2. Distribusi jumlah, luas total, luas maksimum, luas
minimum, luas rata-rata dari tipe linear corridor dan stepping stone yang
teridentifikasi disajikan pada Gambar 6 – 10.
Gambar 5. Distribusi koridor pada lanskap jalur KRL Bogor-Jakarta Kota
14
Gambar 6. Distribusi jumlah koridor berdasarkan tipe linear corridor dan
stepping stone pada tiap segmen
Gambar 7. Distribusi luas total koridor berdasarkan tipe linear corridor dan
stepping stone pada tiap segmen
15
Gambar 8. Distribusi luas maksimum koridor berdasarkan tipe linear corridor
dan stepping stone pada tiap segmen
Gambar 9. Distribusi luas minimum koridor berdasarkan tipe linear corridor dan
stepping stone pada tiap segmen
16
Gambar 10. Distribusi luas rata-rata koridor berdasarkan tipe linear corridor dan
stepping stone pada tiap segmen
Setelah didapat peta distribusi tipe koridor lanskap, maka lanskap jalur
kereta tersebut dibagi menjadi lima segmen untuk memudahkan dalam
penyampaian informasi. Pembagian segmen tersebut dilakukan secara visual
menggunakan bantuan Google Earth dan groundcheck dengan kriteria kemiripan
karakter dan proporsi antar RTH dan ruang terbangun dalam tiap segmen.
Secara spesifik pembagian kelima segmen tersebut adalah : 1. Segmen I (AA’-BB’)
Segmen I diawali dari Stasiun Bogor hingga area RTH dekat jalan
Kemang Raya Baru (Kecamatan Cibinong) yang terlihat pada Gambar 11.
Secara keseluruhan kondisi fisik Segmen I masih didominasi oleh ruang terbuka
hijau baik yang berada di tepian jalur jalan, sungai maupun jalur kereta.
Permukiman penduduk tidak banyak ditemukan namun terdapat beberapa
permukiman liar yang berada di tepian sungai Ciliwung yang berada di sekitar
jembatan Merah. Permukiman liar ini dapat menyebabkan aliran air sungai
Ciliwung terhambat terutama saat debit air dari Bendung Katulampa sedang
tinggi yang akan menimbulkan banjir di sekitar permukiman tersebut. Hal ini
disebabkan oleh bahu sungai tempat seharusnya pasang surut air terjadi dipenuhi
oleh bangunan rumah semi permanen bahkan permanen dan diperparah dengan
perilaku masyarakat permukiman tersebut yang membuang sampah rumah
tangganya ke sungai.
Di segmen ini terdapat beberapa jalur jalan yang ternaungi secara
sempurna oleh jajaran pepohonan yang membentuk koridor yang solid seperti di
Jalan Ahmad Yani dan Jalan Sudirman. Tajuk pohon yang saling – silang
merupakan habitat yang sangat cocok untuk pergerakan burung sehingga pada
jalan tersebut terlihat beberapa jenis burung yang melintas. Pada segmen ini area
GOR Padjajaran yang dijadikan sebagai titik sampel untuk linear corridor
berukuran besar yang selanjutnya dilakukan analisis vegetasi dengan metode
transek (Linear B I). Sedangkan untuk titik sampel linear corridor yang
berukuran kecil, dipilih lapangan dekat SMA 5 Bogor (Linear K I).
17
RTH jalur jalan menuju jalan Pemuda dipilih untuk menjadi titik sampel
stepping stone yang berukuran kecil (Stepping stone K I) dan RTH sempadan
sungai dekat jalan Kemang Raya Baru dipilih sebagai titik sampel stepping stone
yang berukuran besar (Stepping stone B I). Area GOR Padjajaran dan lapangan
dekat SMA 5 Bogor dipilih karena pada area tersebut keragaman jenis vegetasi
yang tumbuh cukup tinggi mulai dari rumput, semak, perdu hingga pohon.
Selain itu kondisi lahannya cukup landai dan luas sehingga memudahkan saat
pengamatan. Sedangkan RTH jalur jalan menuju jalan Pemuda dan RTH sungai
Gambar 11. Peta distribusi koridor di segmen I
18 dekat jalan Kemang Raya Baru dipilih karena akses menuju lokasi pengamatan
yang mudah dan kondisi lahannya yang landai memudahkan saat pengamatan.
2. Segmen II (BB’-CC’)
Segmen II merupakan jalur terpanjang yang berawal dari jalan Kemang
Raya Baru, kecamatan Cibinong hingga Stasiun Depok yang terlihat pada
Gambar 12. Karakteristik segmen ini dipenuhi oleh permukiman yang tersebar
dari Stasiun Cilebut hingga Stasiun Bojong Gede di kanan dan kiri jalur kereta
baik yang terencana maupun permukiman liar. Permukiman liar ditemukan di
sepanjang bantaran sungai ciliwung yang memiliki kemiringan lahan cukup
tinggi yaitu lebih dari 40%. Masyarakat tetap membangun permukiman liar
tersebut meskipun telah ada Peraturan Daerah Kota Bogor No 8 tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011–2031 yang melarang
kegiatan permukiman pada lahan dengan kemiringan lebih dari 40% dan tikugan
sungai yang menyebabkan area tersebut rawan longsor. Sedangkan permukiman
yang terencana merupakan hunian alternatif bagi masyarakat yang
kesehariannya bekerja di Jakarta, Depok dan Bogor.
Selain permukiman, di segmen ini juga masih ditemukan pertanian lahan
kering seperti kebun buah dan sayur. Jika dianalisis secara visual melalui peta
Google Earth, kedua penutupan lahan ini merupakan jenis penutupan lahan yang
dominan. Pada segmen ini area kebun jambu dekat Stasiun Bojong Gede
merupakan titik sampel linear corridor yang berukuran kecil (Linear K II). Pada
titik sampel untuk linear corridor berukuran besar dipilih lokasi RTH dekat
Jalan Kemang Raya Baru (Linear B II).
RTH jalur jalan menuju Stasiun Bojong Gede dipilih untuk menjadi titik
sampel stepping stone yang berukuran besar (Stepping stone B II) dan RTH
dekat jalur KRL di jalan Cilebut Raya dipilih sebagai titik sampel stepping stone
yang berukuran kecil (Stepping stone K II). Area Kebun Jambu Biji dan RTH
dekat jalur KRL di jalan Kemang Raya Baru dipilih karena letaknya yang tepat
bersebelahan dengan jalur rel KRL, lahannya yang cukup luas dan lokasinya
mudah untuk diakses.
19
Gambar 12. Peta distribusi koridor di segmen II
20 3. Segmen III (CC’-DD’)
Segmen III dimulai dari Stasiun Depok hingga Stasiun Tanjung Barat yang
terlihat pada Gambar 13. Pada segmen ini terdapat beberapa Universitas yang
masih memiliki ruang terbuka hijau yang cukup luas. Diantaranya adalah
Universitas Indonesia, Universitas Pancasila dan Universitas Gunadarma. Hal ini
turut menyumbang keberadaan koridor habitat burung pada segmen III. Selain
itu di sepanjang tepi jalur kereta masih ditumbuhi oleh berbagai jenis pepohonan
seperti Glodogan bulat (Polyalthia fragrans, Glodogan tiang (Polyalthia
longifolia), Kasia (Cassia surattensis), Mahoni (Swietenia mahogani), Bunga
kupu-kupu (Bauhinia purpurea) dan Tabebuia (Tabebuia chrysotricha) yang
membentuk linear corridor meskipun lebar dari koridor ini tidak terlalu besar.
Gambar 13. Peta distribusi koridor di segmen III
21 Selain untuk meredam angin dan suara dari kereta yang melintas,
keberadaan jajaran pepohonan tersebut juga dapat menambah keteduhan di
sekitar jalur kereta yang berebelahan dengan jalur Jalan Lenteng Agung dan
Jalan Raya Tanjung Barat. Titik sampel stepping stone berukuran besar yang
digunakan pada segmen ini terletak di taman kota Depok dekat Universitas
Indonesia (Stepping stone B III). Sedangkan untuk titik sampel stepping stone
berukuran kecil dipilih parkiran Stasiun Depok Baru (Stepping stone K III).
Hutan UI dipilih sebagai titik sampel untuk linear corridor yang berukuran besar
(Linear B III) dan RTH sekitar Setu Depok dipilih sebagai titik sampel linear
corridor yang berukuran kecil (Linear K III). Lokasi tersebut dipilih karena
aksesnya yang mudah dijangkau, kondisi keragaman vegetasinya cukup tinggi.
4. Segmen IV (DD’-EE’)
Segmen IV merupakan lanjutan dari segmen III yaitu dari Stasiun
Tanjung Barat hingga Stasiun Cawang yang terlihat pada Gambar 14. Perubahan
suasana mulai terasa saat memasuki segmen ini karena area ini didominasi oleh
area perdagangan, permukiman dan perkantoran, namun di beberapa titik masih
ditemukan RTH, seperti RTH Taman Makam Pahlawan dan hutan kota Tebet.
Area perdagangan dan perkantoran tersebut menimbulkan dampak pada
tingginya temperatur udara dan polusi sehingga menimbulkan rasa kurang
nyaman saat melintasi segmen ini. Keberadaan beberapa titik RTH pada segmen
IV turut menyumbang lokasi yang berpotensi sebagai habitat koridor pergerakan
burung.
Lapangan dekat Stasiun Cawang yang dijadikan sebagai titik sampel
untuk stepping stone berukuran besar (Stepping stone B IV). Sedangkan titik
sampel stepping stone berukuran kecil, parkiran Stasiun Tanjung Barat adalah
lokasi yang dipilih (Stepping stone K IV). Taman Kota Pasar Minggu dipilih
sebagai titik sampel untuk linear corridor berukuran kecil (Linear K IV) dan
Taman Tebet dipilih sebagai titik sampel linear corridor berukuran besar
(Linear B IV). Titik sampel tersebut dipilih dengan tujuan mendapatkan
keragaman lokasi titik sampel. Selain itu di lokasi tersebut keragaman vegetasi
yang akan diidentifikasinya cukup tinggi dan kemiringan lahannya pun cukup
landai.
22
5. Segmen V (EE’-FF’)
Segmen V berakhir sampai Stasiun Jakarta Kota yang terlihat pada
Gambar 15. Pada segmen ini karakteristik permukiman dan perkantoran pusat
kota sangat terasa. Namun terdapat beberapa taman kota yang mengidentifikasi
adanya koridor pergerakan burung. Koridor habitat burung yang terbentuk di
segmen ini didominasi oleh koridor dengan lebar yang kecil dan memanjang
karena hanya terdiri dari jajaran pepohonan seperti Glodogan bulat (Polyalthia
Gambar 14. Peta distribusi koridor di segmen IV
23 fragrans), Glodogan tiang (Polyalthia longifolia), Mahoni (Swietenia mahogani),
Ki Hujan (Samanea saman) dan Angsana (Pterocarpus indicus) yang tumbuh di
tepi jalan raya yang berdekatan dengan jalur rel KRL.
Beberapa RTH yang turut membentuk koridor habitat burung tersebut
contohnya Taman Monas, Taman Menteng dan Taman Suropati. Beberapa
taman tersebut memang sengaja dibuat untuk menghadirkan burung di kawasan
pusat kota sehingga dapat pula berfungsi sebagai pelepas penat bagi warga kota
yang dinamis. Pengelolaan taman- taman kota tersebut dapat dikatakan cukup
baik, karena berada di bawah pengawasan Dinas Pertamanan dan Pemakaman
Provinsi DKI Jakarta yang memiliki anggaran cukup tinggi untuk
pengelolaannya.
Gambar 15. Peta distribusi koridor di segmen V
24 Pada segmen ini, area Taman Suropati yang dijadikan sebagai titik
sampel linear corridor berukuran kecil (Linear K V). Sedangkan area Taman
Monas dipilih sebagai titik sampel linear corridor berukuran besar ( Linear B V).
RTH Masjid Istiqlal dipilih sebagai titik sampel stepping stone berukuran kecil
(Stepping stone K V) dan Lapangan Banteng dijadikan sebagai titik sampel
stepping stone berukuran besar (Stepping stone B V). Area tersebut dipilih
karena lokasinya yang strategis dan memiliki beragam jenis vegetasi mulai dari
rumput, semak, perdu hingga pohon tinggi.
Keanekaragaman Vegetasi pada Kedua Tipe Koridor
Keanekaragaman pada lima titik sampel di masing-masing segmen
bervariasi. Mulai dari tingkat keragaman rendah hingga sedang. Nilai Indeks
Shannon tertinggi tercatat pada lokasi pengamatan stepping stone berukuran
kecil Segmen I. Sedangkan keanekaragaman terendah terdapat pada titik
pegamatan linear corridor berukuran kecil Segmen V (Tabel 2). Berdasarkan
Indeks Nilai Pentingnya, linear corridor didominasi oleh Teh-tehan, Lamtoro
Angsana dan Mahoni. Sedangkan stepping stone didominasi oleh Rumput gajah,
Mahoni dan Lamtoro (Tabel 3).
Tabel 2. Distribusi keanekaragaman vegetasi (Indeks Shannon)
Segmen Linear Corridor Stepping stone
Kecil Besar Kecil Besar
Segmen I 1.30 0.98 1.91 0.66
Segmen II 1.14 0.60 0.90 1.20
Segmen III 1.15 1.49 0.98 0.71
Segmen IV 1.28 1.20 0.61 0.92
Segmen V 0.28 1.18 1.30 1.40
Tabel 3. Distribusi dominansi jenis berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP)
Tingkat
Pertumbuhan
Linear Corridor Stepping Stone
spesies (INP) spesies (INP)
Semai Teh-tehan (194) Rumput gajah (230)
Lili paris (130) Ilalang (200)
Seruni rambat (130) Kersen (175.65)
Pancang Lamtoro (228.82) Mahoni (254.19)
Pucuk merah (200) Mangga (206.52)
Meranti (198.04) Pangkas kuning (180.48)
Tiang Talas (300) Mahoni (199.45)
Angsana (300) Jambu biji (199.84)
Lamtoro (241.94) Beringin (195.71)
Pohon Mahoni (201.96) Lamtoro (226)
Tanjung (200) Asam kranji (178)
Lamtoro (161) Dadap merah (143.94)
25 Secara spesifik hasil analisis vegetasi pada kelima lokasi pengamatan
masing-masing segmen adalah :
1. Segmen I (AA’-BB’)
Terdapat 41 jenis tanaman yang tercatat pada lokasi pengamatan di
segmen I yang tersebar dari tingkat pertumbuhan semai hingga pohon. Pada
segmen I terdapat empat lokasi pengamatan, yaitu area GOR Padjajaran (linear
corridor berukuran besar), lapangan dekat SMA 5 Bogor (linear corridor yang
berukuran kecil), RTH jalur jalan menuju jalan Pemuda (stepping stone yang
berukuran kecil) dan RTH sempadan sungai dekat jalan Kemang Raya Baru
(stepping stone yang berukuran besar).
Vegetasi pada lokasi linear corridor berukuran besar didominasi oleh
Lamtoro (Laucaena glauca), Pisang (Musa sp.) dan Mengkudu (Morinda
citrifolia). Secara keseluruhan area linear corridor berukuran besar memiliki
keragaman sebesar 0,98 yang menunjukkan tingkat keragaman rendah (Tabel 4).
Sedangkan untuk vegetasi pada lokasi linear corridor berukuran kecil
didominasi oleh Pisang (Musa sp.) dan Mangga (Mangifera indica). Secara
keseluruhan area linear corridor berukuran kecil memiliki keragaman sebesar
1,30 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang yang terlihat pada Tabel 5.
Sementara itu vegetasi yang teridentifikasi pada lokasi stepping stone
berukuran besar didominasi oleh Lamtoro (Laucaena glauca), Ilalang (Imperata
cylindrica) dan Bungur (Largerstroemia speciosa). Secara keseluruhan area
stepping stone berukuran besar memiliki keragaman sebesar 0,66 yang
menunjukkan tingkat keragaman rendah yang terlihat pada Tabel 6. Lain halnya
dengan vegetasi pada lokasi stepping stone berukuran kecil yang didominasi
oleh Jambu Biji (Psidium guajava), Kersen (Muntingia calabura) dan Mangga
(Mangivera indica). Secara keseluruhan area stepping stone berukuran kecil
memiliki keragaman sebesar 1,91 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang
yang terlihat pada Tabel 7.
Tabel 4. Vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen I
No Tingkat
Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP
Indeks
Shannon
1 Pohon Laucaena glauca 161.00 0.70
Morinda citrifolia 139.00
2 Tiang Musa sp. 142.41 0.52
Samanea saman 30.98
Eugenia caryophyllata 36.96
3 Pancang Musa sp. 183.33 0.64
Carica papaya 116.67
4 Semai Pennisetum purpureum 62.82 2.06
Neprholepis excalta 34.77
Imperata cylindrica 41.61
Caladium sp. 23.77
Cordyline sp. 26.68
Musa sp. 22.50
Piper betle 13.56
Fatsia japonica 28.13
Acalypha macrophylla 28.13
Codieaum variegtum 18.03
Rata-Rata Indeks Shannon 0.98
26 Tabel 5. Vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen I
No Tingkat
Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP
Indeks
Shannon
1 Pohon Swietenia mahogani 117.00 0.90
Canarium commune 108.00
Acacia auriculiformis 75.00
2 Tiang Cerbera mangas 79.29 1.47
Musa sp. 70.54
Swietenia mahogani 65.76
Mangifera indica 32.51
Arthocarpus communis 29.39
Artocarpus heterophyllus 22.51
3 Pancang Musa sp. 156.67 0.64
Mangivera indica 143.33
4 Semai Pennisetum purpureum 47.91 2.16
Imperata cylindrica 41.77
Echinochloa colona 41.77
Manihot utilissima 40.42
Ptychosperma macarthurii 30.56
Caladium sp. 24.32
Cordyline sp. 20.28
Musa sp. 20.14
Fatsia japonica 17.77
Ficus benjamina 15.07
Rata-Rata Indeks Shannon 1.30
Tabel 6. Vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen I
No Tingkat
Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP
Indeks
Shannon
1 Pohon Laucaena glauca 226.00 0.50
Muntingia calabura 74.00
2 Tiang Laucaena glauca 170.53 0.65
Fatsia japonica 129.47
3 Pancang Largerstroemia speciosa 163.73 0.64
Gigantochloa verticillata 136.27
4 Semai Imperata cylindrica 187.64 0.87
Solanum nigrum L. 56.19
Carica papaya 56.17
Rata-Rata Indeks Shannon 0.66
27 Tabel 7. Vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen I
No Tingkat
Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP
Indeks
Shannon
1 Tiang Psidium guajava 73.98 2.12
Manihot utilissima 33.36
Canarium commune 26.00
Artocarpus heterophyllus 26.00
Nephellium lappaceum 26.00
Laucaena glauca 26.00
Muntingia calabura 26.00
Syzygium malaccense 22.64
Ptychosperma macarthurii 20.02
Carica papaya 20.02
2 Pancang Mangivera indica 80.98 1.52
Citrus sp. 74.26
Ptychosperma macarthurii 56.18
Carica papaya 50.49
Cordyline sp. 38.09
3 Semai Muntingia calabura 175.65 2.09
Adiantum capillusveneris 99.02
Pedilanthus pringlei 47.86
Caladium sp. 43.08
Manihot utilissima 36.09
Capsicum ftutescens 36.09
Alpina purpurata 36.09
Cordyline sp. 36.09
Canna sp. 33.52
Rata-Rata Indeks Shannon 1.91
Indeks Shannon pada linear corridor berukuran besar lebih rendah
nilainya jika dibandingkan dengan Indeks Shannon pada linear corridor
berukuran kecil. Hal ini menunjukkan titik sampel pada linear corridor
berukuran kecil memiliki jumlah jenis vegetasi yang lebih beragam meskipun
berbanding terbalik dengan luas areanya. Hal serupa terjadi pula pada stepping
stone berukuran besar yang memiliki Indeks Shannon lebih kecil dari stepping
stone berukuran kecil.
2. Segmen II (BB’-CC’)
Segmen II memiliki empat lokasi pengamatan, yaitu area kebun jambu
dekat Stasiun Cilebut (linear corridor yang berukuran kecil), RTH dekat Jalan
Kemang Raya Baru (linear corridor berukuran besar), RTH dekat jalur KRL jln
Cilebut raya (stepping stone yang berukuran kecil) dan Kebun jambu dekat
stasiun Bojong Gede (stepping stone yang berukuran besar).
Area kebun jambu dekat Stasiun Bojong Gede (linear corridor yang
berukuran kecil) didominasi oleh jenis Jambu Biji (Psidium guajava) dan
Angsana (Pterocarpus indicus). Terdapat 14 jenis tanaman yang tercatat pada
lokasi tersebut. Pada tingkat pertumbuhan pohon jenis vegetasi tidak ditemukan
di lokasi pengamatan. Secara keseluruhan linear corridor Berukuran Kecil
28 memiliki keragaman sebesar 1.14 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang
yang terlihat pada Tabel 8. Sedangkan RTH dekat Jalan Kemang Raya Baru
(linear corridor berukuran besar) didominasi oleh Tanjung (Mimusoph elengi)
dan Lamtoro (Laucaena glauca). Secara keseluruhan area linear corridor
berukuran besar memiliki keragaman sebesar 0.60 yang menunjukkan tingkat
keragaman rendah yang terlihat pada Tabel 9.
Tabel 8. Vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen II
No Tingkat
Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP
Indeks
Shannon
1 Tiang Pterocarpus indicus 300.00 0.00
2 Pancang Psidium guajava 104.35 1.25
Musa sp. 98.73
Cordyline sp. 57.79
Hibiscus sp. 35.58
3 Semai Pennisetum purpureum 43.00 2.17
Imperata cylindrica 39.58
Dissotis rotundifolia 38.00
Echinochloa colona 38.00
Eleusin indica 38.00
Heliconia American dwarf 37.61
Neprholepis excalta 26.60
Mimosa pudica 23.66
Mikania micrantha 17.21
Rata-Rata Indeks Shannon 1.14
Tabel 9. Vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen II
No Tingkat
Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP
Indeks
Shannon
1 Pohon Mimusoph elengi 200.00 0.60
Spatodea champanulata 100.00
2 Tiang Laucaena glauca 241.94 0.53
Musa sp. 58.06
3 Pancang Laucaena glauca 93.10 0.41
Mimusoph elengi 6.90
4 Semai Ruelia malacosperma 99.18 1.32
Imperata cylindrica 59.18
Xanthosoma roseum 55.40
Manihot utilissima 34.43
Codieaum variegtum 26.26
Psidium guajava 25.55
Rata-Rata Indeks Shannon 0.60
Vegetasi pada lokasi stepping stone berukuran besar didominasi oleh
Jambu Biji (Psidium guajava) dan Ilalang (Imperata cylindrica). Secara
keseluruhan area stepping stone berukuran besar memiliki keragaman sebesar
29 1.20 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang (Tabel 10). Sedangkan
vegetasi pada lokasi stepping stone berukuran kecil (RTH dekat jalur KRL jalan
Cilebut raya) didominasi oleh Asam Kranji (Pithecellobium dulce), Jabon
(Arthocephallus indicus). Secara keseluruhan area stepping stone berukuran
kecil memiliki keragaman sebesar 0.90 yang menunjukkan tingkat keragaman
rendah (Tabel 11).
Tabel 10. Vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen II
No Tingkat
Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP
Indeks
Shannon
1 Tiang Psidium guajava 199.84 0.65
Musa sp. 58.45
Carica papaya 41.71
2 Pancang Manihot utilissima 78.14 1.57
Cordyline sp. 62.89
Musa sp. 51.11
Psidium guajava 46.80
Carica papaya 22.02
Laucaena glauca 20.66
Hibiscus sp. 18.38
3 Semai Imperata cylindrica 116.56 1.23
Xanthosoma roseum 83.38
Hibiscus sp. 68.81
Fatsia japonica 35.95
Rata-Rata Indeks Shannon 1.20
Tabel 11. Vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen II
No Tingkat
Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP
Indeks
Shannon
1 Pohon Pithecellobium dulce 178.00 0.90
Bambusa multiplex 74.00
Crescentia cujete 48.00
2 Tiang Arthocephallus indicus 191.59 0,64
Swietenia mahogani 60.72
Carica papaya 47.68
3 Pancang Psidium guajava 153.41 1.29
Musa sp. 43.57
Swietenia mahogani 39.86
Arundinaria pumila 33.04
Cordyline sp. 30.12
4 Semai Xanthosoma roseum 142.94 0.88
Psidium guajava 101.83
Musa sp. 55.23
Rata-Rata Indeks Shannon 0.90
30 Indeks Shannon pada linear corridor berukuran besar lebih rendah
nilainya jika dibandingkan dengan Indeks Shannon pada linear corridor
berukuran kecil. Hal ini menunjukkan lokasi sampel pada linear corridor
berukuran kecil memiliki jumlah jenis vegetasi yang lebih beragam meskipun
berbanding terbalik dengan luas areanya. Lain halnya pada stepping stone
berukuran besar memiliki Indeks Shannon lebih kecil dari stepping stone
berukuran kecil.
3. Segmen III (CC’-DD’)
Titik Pengamatan di Segmen III dilakukan pada empat lokasi pengamatan,
yaitu taman kota Depok dekat Universitas Indonesia (stepping stone berukuran
besar), parkiran Stasiun Depok Baru (stepping stone berukuran kecil), Hutan UI
(linear corridor yang berukuran besar) dan RTH sekitar Setu Depok (linear
corridor yang berukuran kecil). Taman kota Depok dekat Universitas Indonesia
(stepping stone berukuran besar) memiliki 14 jenis tanaman yang tersebar dari
tingkat pertumbuhan semai hingga pohon.
Pada lokasi Taman kota Depok dekat Universitas Indonesia didominasi
oleh Pangkas Kuning (Duranta sp.) dan Mahoni (Swietenia mahogani). Secara
keseluruhan taman kota Depok dekat Universitas Indonesia memiliki keragaman
sebesar 0.71 yang menunjukkan tingkat keragaman rendah yang terlihat pada
Tabel 12. Sedangkan vegetasi pada lokasi parkiran Stasiun Depok Baru
(stepping stone berukuran kecil) didominasi oleh Beringin (Ficus benjamina)
dan Dadap Merah (Erythrina cristagali). Secara keseluruhan area stepping stone
berukuran kecil memiliki keragaman sebesar 0.98 yang menunjukkan tingkat
keragaman rendah yang terlihat pada Tabel 13.
Tabel 12. Vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen III
No Tingkat
Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP
Indeks
Shannon
1 Pohon Polyalthia longifolia 106.40 1.09
Roystonea regia 59.08
Erythrina cristagali 56.18
Swietenia mahogani 56.13
Bauhinia purpurea 35.38
Mimusoph elengi 32.79
Polyalthia fragran 29.04
2 Tiang Swietenia mahogani 199.45 0.68
Polyalthia longifolia 100.55
3 Pancang Duranta sp. 180.48 0.66
Manilkara kauki 119.52
4 Semai Acalypha macrophylla 60.39 0.40
Neprholepis excalta 51.84
Echinochloa colona 37.53
Rata-Rata Indeks Shannon 0.71
Vegetasi yang teramati pada lokasi linear corridor berukuran kecil
didominasi oleh Pucuk Merah (Syzygium oleana). Secara keseluruhan area
linear corridor berukuran kecil memiliki keragaman sebesar 1.15 yang
31 menunjukkan tingkat keragaman sedang yang terlihat pada Tabel 14. Lain
halnya dengan vegetasi yang teramati pada lokasi linear corridor berukuran
besar yang didominasi oleh Meranti (Shorea roxburghii) dan Paku Jejer
(Neprholepis excalta). Secara keseluruhan area linear corridor berukuran besar
memiliki keragaman sebesar 1.49 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang
yang terlihat pada Tabel 15.
Tabel 13. Vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen III
No Tingkat
Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP
Indeks
Shannon
1 Pohon Erythrina cristagali 143.94 0.90
Bauhinia purpurea 106.77
Pithecellobium dulce 49.29
2 Tiang Ficus benjamina 195.71 0.67
Muntingia calabura 104.29
3 Pancang Pithecellobium dulce 103.77 1.25
Bambusa multiplex 90.64
Jatropha pandurifolia 67.46
Muntingia calabura 38.13
4 Semai Widelia biflora 118.41 1.09
Pennisetum purpureum 118.41
Muntingia calabura 63.19
Rata-Rata Indeks Shannon 0.98
Tabel 14. Vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen III
No Tingkat
Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP
Indeks
Shannon
1 Pohon Cocos nucifera 89.68 1.68
Pterocarpus indicus 77.32
Ficus benjamina 38.66
Ceiba pentandra 34.06
Swietenia mahogani 34.06
Syzygium malaccense 26.22
2 Tiang Morinda citrifolia 150.00 0.69
Ptychosperma macarthurii 150.00
3 Pancang Syzygium oleina 170.00 0.67
Cordyline sp. 130.00
4 Semai Sansevieria trifasciata 98.70 1.55
Acalypha macrophylla 70.27
Alpinia purpurata 24.87
Hibiscus sp. 23.86
Nothopanax scutellarium 23.86
Carica papaya 18.83
Syzygium malaccense 15.36
Ocimum citriodorum 15.36
Rata-Rata Indeks Shannon 1.15
32 Tabel 15. Vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen III
No Tingkat
Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP
Indeks
Shannon
1 Pohon Swietenia mahogani 55.90 2.10
Hevea braziliensis 47.80
Laucaena glauca 47.80
Pometia pinnata 38.20
Shorea roxburghii 26.15
Largerstroemia speciosa 24.64
Cassuarina junghuhniana 19.09
Delonix regia 17.36
Samanea saman 12.53
Wodyetia bifurcata 10.54
2 Tiang Swietenia mahogani 91.04 1.85
Terminalia catappa 81.10
Manikara kauki 26.01
Syzygium malaccense 26.01
Pometia pinnata 22.53
Maniltoa grandiflora 18.56
Musa sp. 17.37
Fatsia japinoca 17.37
3 Pancang Shorea roxburghii 198.04 0.55
Swietenia mahogani 62.75
Cordia sebestana 39.22
4 Semai Neprholepis excalta 104.25 1.46
Pennisetum purpureum 60.95
Xanthosoma roseum 44.75
Fatsia japonica 29.80
Heliconia sp. 29.26
Swietenia mahogani 16.16
Monstera sp. 14.82
Rata-Rata Indeks Shannon 1.49
Indeks Shannon pada stepping stone berukuran besar lebih rendah nilainya
jika dibandingkan dengan Indeks Shannon pada stepping stone berukuran kecil.
Hal ini menunjukkan lokasi sampel pada stepping stone berukuran kecil
memiliki jumlah jenis vegetasi yang lebih beragam meskipun berbanding
terbalik dengan luas areanya. Namun hal sebaliknya terjadi pada Indeks Shannon
pada linear corridor berukuran besar yang memiliki nilai lebih tinggi dari Indeks
Shannon pada linear corridor berukuran kecil.
4. Segmen IV (DD’-EE’)
Titik Pengamatan di Segmen III dilakukan pada empat lokasi pengamatan,
yaitu Lapangan dekat Stasiun Cawang (stepping stone berukuran besar),
parkiran Stasiun Tanjung Barat (stepping stone berukuran kecil), Taman Kota
Pasar Minggu (linear corridor berukuran kecil) dan RTH jalan sekitar Stasiun
Cawang (linear corridor berukuran besar).
33 Terdapat 12 jenis tanaman yang tercatat pada lokasi pengamatan Lapangan
dekat Stasiun Cawang (stepping stone berukuran besar) yang tersebar dari
tingkat pertumbuhan semai hingga pohon. Vegetasi pada lokasi ini didominasi
oleh Ilalang (Echinochloa colona) dan Mahoni (Swietenia mahogani). Secara
keseluruhan lapangan dekat Stasiun Cawang memiliki keragaman sebesar 0.92
yang menunjukkan tingkat keragaman rendah yang terlihat pada Tabel 16.
Vegetasi pada lokasi stepping stone berukuran kecil didominasi oleh Mahoni
(Swietenia mahogani) dan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum). Secara
keseluruhan area stepping stone berukuran kecil memiliki keragaman sebesar
0.61 yang menunjukkan tingkat keragaman rendah yang terlihat pada Tabel 17.
Tabel 16. Vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen IV
No Tingkat
Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP
Indeks
Shannon
1 Pohon Leucaena glauca 109.85 1.63
Mimusoph elengi 59.93
Tectona grandis 31.96
Swietenia mahogani 29.98
Artocarpus heterophyllus 29.97
Acacia auriculiformis 19.98
Terminalia catappa 18.32
2 Tiang Morinda citrifolia 180.00 0.69
Musa sp. 120.00
3 Pancang Swietenia mahogani 218.96 0.68
Ptychosperma macarthurii 43.49
Mimusoph elengi 37.56
4 Semai Echinochloa colona 200.00 0.69
Pennisetum purpureum 150.00
Rata-Rata Indeks Shannon 0.92
Tabel 17. Vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen IV
No Tingkat
Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP
Indeks
Shannon
1 Pohon Delonix regia 106.84 1.61
Swietenia mahogani 54.09
Samanea saman 39.21
Manilkara kauki 35.38
Terminalia catappa 32.24
Laucaena glauca 32.24
2 Pancang Swietenia mahogani 254.19 0.35
Terminalia catappa 45.81
3 Semai Pennisetum purpureum 230.00 0.50
Swietenia mahogani 75.00
Rata-Rata Indeks Shannon 0.61
34 Lokasi linear corridor berukuran besar memiliki vegetasi yang
didominasi oleh Pohon Mahoni (Swietenia mahogani). Secara keseluruhan area
linear corridor berukuran kecil memiliki keragaman sebesar 1.20 yang
menunjukkan tingkat keragaman sedang yang terlihat pada Tabel 18. Sedangkan
vegetasi pada lokasi linear corridor berukuran kecil didominasi oleh Mahoni
(Swietenia mahogani) dan Teh-tehan (Acalypha macrophylla). Secara
keseluruhan area linear corridor berukuran kecil memiliki keragaman sebesar
1.28 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang yang terlihat pada Tabel 19.
Tabel 18. Vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen IV
No Tingkat
Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP
Indeks
Shannon
1 Pohon Swietenia mahogani 201.96 0.67
Polyathia longifolia 50.36
Mangifera indica 22.36
Samanea saman 25.32
2 Tiang Areca catechu 97.00 1.04
Mimusoph elengi 91.00
Samanea saman 74.00
Averrhoa bilimbi 38.00
3 Pancang Swietenia mahogani 88.52 1.90
Mimusoph elengi 73.50
Polyalthia longifolia 24.81
Ptychosperma macarthurii 24.81
Butia capitata 18.85
Mangifera indica 20.70
Averrhoa bilimbi 31.40
Cordia sebestana 17.41
4 Semai Pennisetum purpureum 130.00 1.20
Chlorophytum sp. 130.00
Widelia biflora 130.00
Echinochloa colona 89.00
Rata-Rata Indeks Shannon 1.20
Indeks Shannon pada stepping stone berukuran besar lebih tinggi nilainya
jika dibandingkan dengan Indeks Shannon pada stepping stone berukuran kecil.
Hal ini menunjukkan lokasi sampel pada stepping stone berukuran besar
memiliki jumlah jenis vegetasi yang lebih beragam. Sedangkan hal sebaliknya
terjadi pada linear corridor berukuran kecil yang memiliki nilai Indeks Shannon
lebih tinggi dari linear corridor berukuran besar. Meskipun perbedaan nilai
Indeks Shannon keduanya tidak terlampau signifikan.
35 Tabel 19. Vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen IV
No Tingkat
Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP
Indeks
Shannon
1 Pohon Swietenia mahogani 138.39 1.47
Polyalthia longifolia 22.91
Artocarpus heterophyllus 45.66
Ficus benjamina 40.44
Terminalia catappa 27.36
Manikara kauki 25.23
2 Tiang Swietenia mahogani 124.00 1.64
Cordia sebestana 63.00
Psidium guajava 23.00
Ptychosperma macarthurii 23.00
Mimusoph elengi 23.00
Artocarpus heterophyllus 23.00
Cassia surattensis 20.00
3 Pancang Pleomele angustifolia 110.00 1.15
Swietenia mahogani 101.96
Averrhoa bilimbi 46.25
Manikara kauki 41.79
4 Semai Acalypha macrophylla 194.00 0.87
Cordyline sp. 53.00
Nothopanax scutellarium 53.00
Rata-Rata Indeks Shannon 1.28
5. Segmen V (EE’-FF’)
Pada segmen ini terdapat empat lokasi pengamatan, yaitu area Taman
Suropati (linear corridor berukuran kecil), area Taman Monas (linear corridor
berukuran besar), RTH Masjid Istiqlal (stepping stone berukuran kecil) dan
Lapangan Banteng (stepping stone berukuran besar). Tanaman pada Taman
Suropati didominasi oleh jenis Talas (Xanthosoma roseum) dan Palem Hijau
(Ptychosperma macarthurii). Terdapat 12 jenis tanaman yang tercatat pada
lokasi tersebut. Secara keseluruhan Taman Suropati memiliki keragaman sebesar
0.28 yang menunjukkan tingkat keragaman rendah yang terlihat pada Tabel 20.
Vegetasi pada lokasi linear corridor berukuran besar didominasi oleh
Jakaranda (Jacaranda acutifolia H.B.) dan Pucuk Merah (Syzygium oleina).
Secara keseluruhan area linear corridor berukuran besar memiliki keragaman
sebesar 1.18 yang menunjukkan tingkat keragaman sedang (Tabel 21).
Sedangkan vegetasi pada lokasi Lapangan Banteng (stepping stone berukuran
besar) didominasi oleh Pinang (Areca catechu). Secara keseluruhan area
stepping stone berukuran besar memiliki keragaman sebesar 1.40 yang
menunjukkan tingkat keragaman sedang (Tabel 22). Tidak ditemukan jenis
vegetasi pada tingkat pertumbuhan pancang di lokasi pengamatan ini. Lain
halnya dengan vegetasi pada lokasi stepping stone berukuran kecil didominasi
oleh Pohon Mangga (Mangifera indica). Secara keseluruhan area stepping stone
berukuran kecil memiliki keragaman sebesar 1.30 yang menunjukkan tingkat
keragaman sedang (Tabel 23).
36 Tabel 20. Vegetasi pada linear corridor berukuran kecil di segmen V
No Tingkat
Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP
Indeks
Shannon
1 Pohon Pterocarpus indicus 186.00 0.41
Ficus benjamina 114.29
2 Tiang Xanthosoma roseum 300.00 0.00
3 Pancang Ptychosperma macarthurii 300.00 0.00
4 Semai Ptychosperma macarthurii 121.72 0.69
Philodendron sp. 103.78
Costus sp. 30.93
Aglaonema sp. 96.10
Axonopus compressus 24.68
Hymenocallis speciosa 27.35
Philodendron selloum 28.25
Heliconia sp. 20.05
Rata-Rata Indeks Shannon 0.28
Tabel 21. Vegetasi pada linear corridor berukuran besar di segmen V
No Tingkat
Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP
Indeks
Shannon
1 Pohon Bauhinia purpurea 82.11 1.75
Samanea saman 80.09
Mimusoph elengi 39.24
Polyalthia longifolia 27.38
Tectona grandis 22.02
Cerbera mangas 19.59
Largerstroemia speciosa 14.79
Barringtonia asiatica 14.79
2 Tiang Jacaranda acutifolia H.B. 177.00 1.00
Mangifera indica 47.00
Cordia sebestana 'Aurea' 30.00
Averhoa bilimbi 23.00
Samanea saman 23.00
3 Pancang Syzygium oleina 200.00 0.56
Ficus benjamina 100.00
4 Semai Chrysalidocarpus lutescens 85.95 1.40
Pennisetum purpureum 83.17
Osmoxylum lineare 57.71
Cordyline sp. 54.79
Acalypha macrophylla 18.38
Rata-Rata Indeks Shannon 1.18
37 Tabel 22. Vegetasi pada stepping stone berukuran besar di segmen V
No Tingkat
Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP
Indeks
Shannon
1 Pohon Swietenia mahogani 82.41 1.82
Ptychosperma macarthurii 73.01
Spatodea champanulata 70.90
Syzygium oleina 52.12
Tamarindus indica 31.07
Acacia auriculiformis 31.07
Polyalthia fragran 31.07
Polyalthia longifolia 25.94
2 Tiang Areca catechu 100.00 1.00
Bauhinia purpurea 75.00
Mimusophs elengi 75.00
Acacia auriculiformis 50.00
3 Semai Canna sp. 90.29 1.13
Osmoxylum lineare 85.58
Hymenocallis speciosa 43.19
Aechmea sp. 42.83
Acalypha macrophylla 38.12
Rata-Rata Indeks Shannon 1.40
Tabel 23. Vegetasi pada stepping stone berukuran kecil di segmen V
No Tingkat
Pertumbuhan Jenis Vegetasi INP
Indeks
Shannon
1 Pohon Pterocarpus indicus 112.55 1.39
Laucaena glauca 47.82
Ficus sp. 53.35
Khaya senegalensis 43.14
Spatodea champanulata 43.14
2 Tiang Mangifera indica 115.00 2.00
Barringtonia asiatica 42.00
Ptychosperma macarthurii 40.00
Diospyros blancoi 31.00
Khaya senegalensis 14.00
Tectona grandis 14.00
Polyalthia longifolia 14.00
Mimusophs elengi 14.00
Arthocarpus integra 14.00
3 Pancang Mangifera indica 206.52 0.74
Barringtonia asiatica 51.09
Laucaena glauca 42.39
4 Semai Mangifera indica 107.00 1.47
Ptychosperma macarthurii 74.57
Acalypha macrophylla 52.25
Polyalthia longifolia 41.31
Carica papaya 24.88
Rata-Rata Indeks Shannon 1.30
38 Indeks Shannon pada stepping stone berukuran besar lebih tinggi nilainya
jika dibandingkan dengan Indeks Shannon pada stepping stone berukuran kecil.
Hal ini menunjukkan titik sampel pada stepping stone berukuran besar memiliki
jumlah jenis vegetasi yang lebih beragam. Hal serupa terjadi pula pada linear
corridor berukuran besar yang memiliki nilai Indeks Shannon lebih tinggi dari
linear corridor berukuran kecil. Meskipun perbedaan nilai Indeks Shannon
keduanya tidak terlampau signifikan.
Kelimpahan Jenis Burung pada Kedua Tipe Koridor
Kelimpahan jenis burung di lima lokasi pengamatan di masing-masing
segmen bervariasi. Hal ini disebabkan adanya perbedaan vegetasi dan perbedaan
luas dari masing-masing koridor yang tercatat. Selain itu tingkat
keanekaragaman dari vegetasi pembentuk suatu koridor pun turut mempengaruhi
keberadaan jenis burung. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap 20 lokasi
sampel pada kelima segmen ditemukan bahwa tingkat kelimpahan jenis burung
tertinggi terdapat di lokasi pengamatan stepping stone berukuran kecil pada
Segmen 5 (RTH Masjid Istiqlal), yaitu 14 jenis yang tercatat dan tingkat
kelimpahan jenis burung terendah terdapat di lokasi pengamatan stepping stone
berukuran kecil Segmen II (RTH dekat jalur KRL jalan Cilebut Raya) dan
Segmen IV (Parkiran Stasiun Tanjung Barat), yaitu 6 jenis yang tercatat.
Sedangkan pada linear corridor, jumlah kelimpahan tertinggi pada linear
corridor berukuran besar Segmen II sebanyak 12 jenis dan kelimpahan terendah
tercatat pada linear corridor berukuran besar Segmen I dan linear corridor
berukuran kecil Segmen III sebanyak 7 jenis. Distribusi kelimpahan jenis burung
yang ditemukan pada 20 lokasi pengamatan baik pada linear corridor maupun
stepping stone dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Distribusi kelimpahan jenis burung
Segmen Stepping Stone Linear Corridor
Kecil Besar Kecil Besar
Segmen I 9 7 8 7
Segmen II 6 9 8 12
Segmen III 10 9 7 9
Segmen IV 6 7 9 10
Segmen V 14 10 10 11
Berdasarkan status yang dikeluarkan oleh IUCN seluruh jenis burung yang
ditemukan berada pada status resiko rendah sehingga memang banyak dijumpai
di berbagai kondisi habitat. Sedangkan untuk status yang dikeluarkan oleh
pemerintah berdasarkan Undang-Undang No.5 th 1990 dan PP No.7 th 1999,
terdapat beberapa jenis yang termasuk didalamnya seperti yang terlihat pada
Tabel 25.
39 Tabel 25. Frekuensi Kehadiran Jenis Spesies Tertentu di Tiap Segmen
No Nama Lokal
(Nama Ilmiah) Frekuensi Status
LI SI LII SII LIII SIII LIV SIV LV SV IUCN UU
1 Bentet kelabu * (Lanius schach)
√
LC
2
Betet biasa (Psittacula alexandri)
√ √ LC
3
Bondol haji * (Lonchura maja)
√
LC
4
Bondol jawa (L. leucogastroides)
√ √
LC
5
Bondol peking (Lonchura punctulata)
√ √
√ √
LC
6
Burung madu kelapa (A. malacensis)
√ √ √
LC AB
7 Burung madu sriganti
(Nectrinia jugularis) √ √
√ √
√ √ LC AB
8 Cabai jawa (Dicaeum trochileum)
√ √
√ √ √ √ √ √ √ LC
9 Cekakak jawa (Halcyon cyanoventris)
√ √
√
LC AB
10 Cinenen jawa (Orthotomus sepium)
√ √ √
√ √ √
√ LC
11 Cinenen pisang* (Orthotomus sutorius)
√
LC
12
Cucak Kutilang ** (P.aurigaster)
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ LC
13
Gereja erasia ** (Passer montanus)
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ LC
14
Jalak suren (Sturnus contra)
√ √ LC
15
Kacamata biasa (Z. palpebrosus)
√
√ √
LC
16
Kapinis rumah (Appus affinis)
√ √
LC
17
Kekep babi (A. leucorhynchus)
√
√ LC
18
Kepudang kuduk hitam
(Oriolus chinensis) √ √ LC
19
Kipasan belang * ( Rhipidura javanica)
√
LC AB
20 Layang-layang batu
(Hirundo tahitica) √ √ √
√ √
√
√ LC
21
Layang-layang loreng * (Hirundo striolata)
√
LC
22
Manyar jambul * (Ploceus manyar)
√
LC
23
Merbah cerukcuk
(Pycnonotus goiavier) √ √ √
√
LC
24
Merpati batu * (Columba livia )
√
LC
40 Tabel 25. Frekuensi Kehadiran Jenis Spesies Tertentu di Tiap Segmen (Lanjutan)
No Nama Lokal
(Nama Ilmiah) Frekuensi Status
LI SI LII SII LIII SIII LIV SIV LV SV IUCN UU
25 Pecuk padi hitam * (P. sulcirostris)
√
LC
26
Perkutut * (Geopelia striata)
√
LC
27
Punai gading (Treton vernans)
√ √ LC
28
Remetuk laut (Gerygone sulphurea)
√ √ √ √ √ √ LC
29
Sepah kecil * (P. cinnamomeus)
√
LC
30
Takur ungkut-ungkut
(M.haemacephala) √
√ √ LC
31
Tekukur biasa (Streptopela chinensis)
√ √ √ √ √
√ √ √ √ LC
32
Walet linci ** (Collocalia linchi)
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ LC
33
Wiwik kelabu * (C. merulinus)
√
LC
34
Wiwik lurik * (C. sonneratii)
√
LC
Total 10 11 13 9 13 11 14 9 15 15 Ket: * hanya terdapat di satu lokasi
** terdapat di semua lokasi
IUCN = LC : Least Concern (Resiko Rendah)
UU = A :UU no. 5 th 1990
= B :PP no. 7 th 1999
Secara spesifik hasil analisis kelimpahan jenis burung pada kelima titik
pengamatan masing-masing segmen adalah :
1. Segmen I
Pada segmen I terdapat empat lokasi pengamatan, yaitu area GOR
Padjajaran (linear corridor berukuran besar), lapangan dekat SMA 5 Bogor
(linear corridor yang berukuran kecil), RTH jalur jalan menuju jalan Pemuda
(stepping stone yang berukuran kecil) dan RTH sempadan sungai dekat jalan
Kemang Raya Baru (stepping stone yang berukuran besar).
Jenis burung yang teridentifikasi pada lokasi pengamatan linear corridor
berukuran besar berjumlah 7 jenis (Tabel 25). Sebagian besar jenis burung
tersebut teramati saat sedang terbang. Namun terdapat beberapa jenis yang
teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Tekukur Biasa di Kecrutan
(Spatodea champanulata) dan Kelapa (Cocos nucifera) serta Cucak Kutilang di
Mahoni (Swietenia mahogani).
Pada lokasi pengamatan linear corridor berukuran kecil terdapat 8 jenis
burung yang teridentifikasi (Tabel 25). Beberapa jenis burung tersebut teramati
saat sedang terbang, seperti Bondol Jawa, Walet Linci, Cinenen Jawa dan
Layang-Layang Batu. Terdapat beberapa jenis yang teramati saat sedang
bertengger di pepohonan seperti Cabai Jawa di Kersen (Muntingia calabura)dan
Merbah Cerukcuk di Cengkah (Eugenia caryophyllata) serta Cucak Kutilang di
Bunga Kupu-Kupu (Bauhinia purpurea).
Sedangkan pada lokasi pengamatan stepping stone berukuran besar
teridentifikasi 7 jenis burung (Tabel 25). Beberapa jenis burung tersebut teramati
41 saat sedang terbang, seperti Cucak Kutilang, Walet Linci, Cinenen Jawa dan
Layang-Layang Loreng. Terdapat beberapa jenis yang teramati saat sedang
bertengger di pepohonan seperti Cabai Jawa di Alpukat (Persea americana) dan
Bondol Jawa yang teramati saat mencari makan di rerumputan dan semak.
Terdapat pula yang teramati saat bertengger di kabel listrik seperti Burung
Gereja Erasia.
Lain halnya pada lokasi pengamatan stepping stone berukuran kecil,
teridentifikasi 8 jenis burung (Tabel 25). Sebagian besar jenis burung tersebut
teramati saat sedang terbang, seperti Cucak Kutilang, Walet Linci, Cabai Jawa,
Tekukur Biasa dan Layang-Layang Batu. Terdapat beberapa jenis yang teramati
saat sedang bertengger di pepohonan seperti Merbah Cerukcuk di
Alpukat(Persea americana) dan Bondol Haji yang teramati saat mencari makan
di rerumputan dan semak.
2. Segmen II
Pada segmen II dipilih empat lokasi pengamatan, yaitu RTH dekat Jalan
Kemang Raya Baru (linear corridor berukuran besar), area kebun jambu dekat
Stasiun Bojong Gede (linear corridor yang berukuran kecil), RTH jalur jalan
menuju Stasiun Bojong Gede (stepping stone yang berukuran besar) dan RTH
jalur KRL di jalan Cilebut Raya (stepping stone yang berukuran kecil).
Lokasi pengamatan stepping stone berukuran besar memiliki 9 jenis
burung yang teridentifikasi (Tabel 25). Beberapa jenis burung yang teramati saat
sedang terbang yaitu Tekukur Biasa, Walet Linci, Wiwik Lurik dan Cekakak
Jawa. Terdapat beberapa jenis yang teramati saat sedang bertengger di
pepohonan seperti Cucak Kutilang di Akasia (Acacia auriculiformis), Cabai
Jawa di Lamtoro (Laucaena glauca) dan Bondol Peking yang teramati saat
mencari makan di semak-semak serta Burung Gereja Erasia yang teridentifiasi
saat bertengger di kabel listrik.
Pengamatan pada lokasi pengamatan stepping stone berukuran kecil
teridentifikasi 6 jenis burung (Tabel 25). Beberapa jenis burung yang teramati
saat sedang terbang yaitu Walet Linci dan Bondol Peking. Terdapat beberapa
jenis yang teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Cucak Kutilang
dan Burung Madu Sriganti di Jabon (Arthocephallus indicus), Cabai Jawa di
Jambu Biji (Psidium guajava) dan Burung Gereja Erasia yang teridentifiasi saat
bertengger di kabel listrik.
Lokasi pengamatan linear corridor berukuran kecil memiliki kelimpahan
jenis burung sebanyak 12 jenis burung (Tabel 25). Beberapa jenis burung yang
teramati saat sedang terbang yaitu Tekukur Biasa, Walet Linci, Layang-Layang
Batu, Cucak Kutilang, Wiwik Kelabu dan Cekakak Jawa. Terdapat beberapa
jenis yang teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Kekep Babi di
Mahoni (Swietenia mahogani), Merbah Cerukcuk di Lamtoro (Laucaena glauca),
Perkutut Jawa di Bambu (Bambusa multiplex) dan Burung Gereja Erasia yang
teridentifiasi saat bertengger di kabel listrik serta Bondol Peking teramati saat
mencari makan di semak-semak.
Sedangkan pada lokasi pengamatan linear corridor berukuran kecil
memiliki 12 jenis burung yang teridentifikasi (Tabel 25). Beberapa jenis burung
yang teramati saat sedang terbang yaitu Kekep Babi, Walet Linci, Layang-
Layang Batu dan Wiwik Kelabu. Terdapat beberapa jenis yang teramati saat
sedang bertengger di pepohonan seperti Cinenen Jawa di Jambu Biji (Psidium
42 guajava), Tekukur Biasa di Belimbing (Averhoa bilimbi) , Cucak Kutilang di
Bambu (Bambusa multiplex) dan Layang-Layang Batu yang teridentifiasi saat
bertengger di kabel listrik serta bondol peking teramati saat mencari makan di
semak-semak.
3. Segmen III
Pada segmen III dipilih empat lokasi pengamatan, yaitu area Hutan UI
(linear corridor berukuran besar), RTH sekitar Setu Rawa Besar Depok (linear
corridor yang berukuran kecil), taman kota Depok dekat Universitas Indonesia
(stepping stone yang berukuran besar) dan parkiran Stasiun Depok Baru
(stepping stone yang berukuran kecil).
Lokasi pengamatan linear corridor berukuran besar memiliki 9 jenis
burung yang teridentifikasi (Tabel 25). Beberapa jenis burung yang teramati saat
sedang terbang yaitu Kapinis Rumah, Walet Linci, Layang-Layang Batu dan
Tekukur Biasa. Terdapat beberapa jenis yang teramati saat sedang bertengger di
pepohonan seperti Burung Gereja Erasia di Beringin (Ficus benjamina), Cucak
Kutilang di Tanjung (Mimusoph elengi), Burung Madu Kelapa di Sawo
(Manilkara zapota) dan Cinenen Jawa di Mangga (Mangifera indica) serta
Sepah Kecil teramati saat bertengger di Kapuk (Ceiba pentandra).
Lokasi pengamatan linear corridor berukuran kecil teridentifikasi
memiliki kelimpahan jenis burung sebanyak 7 jenis burung (Tabel 25). Beberapa
jenis burung yang teramati saat sedang terbang yaitu Remetuk Laut, Walet Linci
dan Layang-Layang Batu. Terdapat beberapa jenis yang teramati saat sedang
bertengger di pepohonan seperti Burung Gereja Erasia di Beringin (Ficus
benjamina), Cinenen Pisang di Jambu Bol (Syzygium malaccense), Cabai Jawa
di Angsana (Pterocarpus indicus) dan Pecuk Padi Hitam yang teridentifikasi
saat tertangkap oleh masyarakat sekitar di tepi setu.
Sedangkan pada lokasi pengamatan stepping stone berukuran besar
memiliki 9 jenis burung yang teridentifikasi (Tabel 25). Terdapat Beberapa jenis
burung yang teramati saat sedang terbang yaitu Cinenen Jawa, Cabai Jawa dan
Layang-Layang Batu. Terdapat beberapa jenis yang teramati saat sedang
bertengger di pepohonan seperti Burung Gereja Erasia, Cinenen Jawa, Cucak
Kutilang dan Remetuk Laut di Lamtoro (Laucaena glauca), Burung Madu
Sriganti di Bunga Kupu-Kupu (Bahuhinia purpuea) serta Layang-Layang Batu
yang teridentifikasi saat berada di sarangnya (bagian bawah jembatan layang).
Hal serupa terjadi pada kelimpahan jenis burung di lokasi pengamatan
stepping stone berukuran kecil yang memiliki 10 jenis burung (Tabel 25).
Terdapat Beberapa jenis burung yang teramati saat sedang terbang yaitu Walet
Linci dan Remetuk Laut. Terdapat beberapa jenis yang teramati saat sedang
bertengger di pepohonan seperti Burung Cucak Kutilang, Burung Madu Kelapa,
Cucak Kutilang, Kacamata Biasa dan Cabai Jawa di Dadap Merah (Erythrina
cristagali), Burung Madu Sriganti di Bunga Kupu-Kupu (Bauhinia purpurea)
serta Cinenen Jawa dan Remetuk Laut di Asam Kranji (Pithecellobium dulce).
4. Segmen IV
Pada segmen IV dipilih empat lokasi pengamatan, yaitu Taman Tebet
(linear corridor berukuran besar), Taman Kota Pasar Minggu (linear corridor
yang berukuran kecil), Lapangan dekat Stasiun Cawang (stepping stone yang
43 berukuran besar) dan parkiran Stasiun Tanjung Barat (stepping stone yang
berukuran kecil).
Lokasi pengamatan stepping stone berukuran besar memiliki 7 jenis
burung yang teridentifikasi (Tabel 25). Terdapat Beberapa jenis burung yang
teramati saat sedang terbang yaitu Walet Linci, Bondol Peking dan Remetuk
Laut. Terdapat beberapa jenis yang teramati saat sedang bertengger di
pepohonan seperti Tekukur Biasa dan Bentet Kelabu di Bunga Kupu-Kupu
(Bauhinia purpurea) serta Cucak Kutilang yang teridentifikasi saat bertengger di
Lamtoro (Laucaena glauca).
Sedangkan pada lokasi pengamatan stepping stone berukuran kecil
memiliki 6 jenis burung yang teridentifikasi (Tabel 25). Terdapat Beberapa jenis
burung yang teramati saat sedang terbang yaitu Walet Linci dan Cucak Kutilang.
Semantara beberapa jenis lainnya teramati saat sedang bertengger di pepohonan
seperti Cabai Jawa di Pohon Bambu (Bambusa multiplex), Burung Gereja Erasia
di Mahoni (Swietenia mahogani)dan Remetuk Laut di Ki Hujan (Samanea
saman) serta Layang-Layang Batu yang teridentifikasi saat bertengger di tower
signal stasiun.
Kelimpahan jenis burung pada lokasi pengamatan linear corridor
berukuran kecil yaitu terdapat 9 jenis burung (Tabel 25). Terdapat Beberapa
jenis burung yang teramati saat sedang terbang yaitu Walet Linci dan Remetuk
Laut. Sedangkan beberapa jenis lainnya teramati saat sedang bertengger di
pepohonan seperti Cabai Jawa dan Gereja Erasia di Mahoni (Swietenia
mahogani), Cucak Kutilang, Cinenen Jawa dan Burung Madu Sriganti di
Tanjung (Mimusoph elengi) serta Kipasan Belang dan Burung Madu Kelapa di
Asam Kranji (Pithecellobium dulce).
Sementara pada lokasi pengamatan linear corridor berukuran besar
memiliki 10 jenis burung yang teridentifikasi (Tabel 25). Terdapat Beberapa
jenis burung yang teramati saat sedang terbang yaitu Cabai Jawa, Walet Linci
dan Cucak Kutilang. Terdapat beberapa jenis lainnya yang teramati saat sedang
bertengger di pepohonan seperti Merbah Cerukcuk di Tanjung (Mimusoph
elengi), Gereja Erasia dan Tekukur Biasa di Mahoni (Swietenia mahogani),
Kacamata Biasa yang bertengger di Ki Hujan (Samanea saman) dan Takur
Ungkut-Ungkut teramati saat bertengger di Asam Kranji (Pithecellobium
dulce)serta Cinenen Jawa di Eboni (Diospyros celebica).
5. Segmen V
Pada segmen V dipilih empat lokasi pengamatan, yaitu area Taman Monas
(linear corridor berukuran besar), area Taman Suropati (linear corridor yang
berukuran kecil), Lapangan Banteng (stepping stone yang berukuran besar) dan
RTH Masjid Istiqlal (stepping stone yang berukuran kecil).
Lokasi pengamatan linear corridor berukuran besar memiliki 7 jenis
burung yang teridentifikasi (Tabel 25). Terdapat Beberapa jenis burung yang
teramati saat sedang terbang yaitu Walet Linci, Jalak Suren dan Cekakak Sungai.
Sedangkan beberapa jenis lainnya teramati saat sedang bertengger di pepohonan
seperti Gereja Erasia, Cabai Jawa dan Tekukur Biasa yang teramati di Mahoni
(Swietenia mahogani), Burung Takur Ungkut-Ungkut dan Manyar Jambul
teramati di Bungur (Largerstroemia speciosa), Burung Madu Sriganti teramati
di Kecrutan (Spatodea champanulata) dan Merpati Batu yang bertengger di
44 sarangnya serta Cucak Kutilang yang teridentifikasi saat bertengger di Dadap
(Erythrina cristagali).
Sedangkan pada lokasi pengamatan linear corridor berukuran kecil
memiliki 10 jenis burung yang teridentifikasi (Tabel 25). Terdapat Beberapa
jenis burung yang teramati saat sedang terbang yaitu Walet Linci, Betet Biasa
dan Punai Gading. Sedangkan beberapa jenis lainnya teramati saat sedang
bertengger di pepohonan seperti Gereja Erasia dan Cucak Kutilang yang
teramati di Lamtoro (Laucaena glauca), Burung Remetuk Laut teramati di
Kamboja (Plumeria rubra), Burung Takur Ungkut-Ungkut teramati di Beringin
(Ficus benjamina) dan Kepudang Kuduk Hitam yang bertengger di Mahoni
(Swietenia mahogani).
Hal serupa terjadi pada lokasi pengamatan stepping stone berukuran besar
yang memiliki 10 jenis burung (Tabel 25). Beberapa jenis burung teramati saat
sedang terbang yaitu Walet Linci dan Punai Gading. Sedangkan beberapa jenis
lainnya teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Takur Ungkut-
Ungkut, Cinenen Jawa dan Cucak Kutilang yang teramati di Bunga Kupu-Kupu
(Bauhinia purpurea), Burung Cabai Jawa dan Remetuk Laut teramati di Asam
Kranji (Pithecellobium dulce), Burung Gereja Erasia teramati saat bertengger di
pagar dan Tekukur Biasa yang saat mecari makan di rerumputan.
Lain halnya dengan kelimpahan jenis burung pada lokasi pengamatan
stepping stone berukuran kecil yang memiliki 13 jenis burung (Tabel 25).
Beberapa jenis burung teramati saat sedang terbang yaitu Walet Linci, Betet
Biasa, Remetuk Laut dan Kekep Babi. Sedangkan sebagian besar jenis lainnya
teramati saat sedang bertengger di pepohonan seperti Cucak Kutilang, Cabai
Jawa, Jalak Suren, Cinenen Jawa, Punai Gading dan Takur Ungkut-Ungkut yang
teramati di Angsana (Pterocarpus indicus). Sisanya teramati pada Bungur
(Largerstroemia speciosa) yaitu Tekukur Biasa dan Kaya (Khaya senegalensis )
yaitu Kepodang Kunduk Hitam serta teradapat pula jenis burung yang teramati
saat bertengger di kabel listrik (Layang-Layang Batu).
Uji Beda Nyata dari Kedua Tipe Koridor
Berdasarkan hasil uji Independent t-test kedua tipe koridor (linear corridor
dan stepping stone) diketahui bahwa tidak ada perbedaan nyata antara
kelimpahan jenis burung dengan tipe koridor (Lampiran 3). Sedangkan hasil
untuk uji Independent t-test pada data Indeks Keanekaragaman vegetasi
(Shannon Wiener) menunjukkan hasil yang sama, yaitu tidak ada perbedaan
nyata antara keanekaragaman vegetasi dengan kedua tipe koridor (Lampiran 3).
Berdasarkan hasil uji Independent t-test kedua ukuran tipe koridor (besar dan
kecil) diketahui bahwa tidak ada perbedaan nyata antara kelimpahan jenis
burung di koridor berukuran besar dengan kelimpahan jenis burung di koridor
berukuran kecil (Lampiran 4). Hasil serupa terjadi pada data Indeks
Keanekaragaman vegetasi di kedua ukuran koridor, yaitu tidak ada perbedaan
nyata antara keanekaragaman vegetasi di koridor berukuran besar dengan
keanekaragaman vegetasi di koridor berukuran kecil (Lampiran 4).
45
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis karakteristik struktur lanskap pada lokasi
penelitian menggunakan software ArcGIS 9.3 ditemukan bahwa jumlah jumlah
koridor berbentuk stepping stone yang tercatat adalah 888 koridor. Sedangkan
jumlah koridor berbentuk linear corridor yang teridentifikasi adalah 63 koridor
yang tersebar ke dalam lima segmen dengan presentase bervariasi. Berikut
secara spesifik pembahasan pada kelima lokasi pengamatan masing-masing
segmen adalah :
Segmen I
Berdasarkan hasil analisis karakteristik struktur lanskap pada lokasi
penelitian Segmen I ditemukan bahwa jumlah koridor berbentuk stepping stone
yang tercatat adalah 19 koridor dengan luas keseluruhan 2.72 Ha. Sedangkan
jumlah koridor berbentuk linear corridor yang teridentifikasi adalah 5 koridor
dengan luas keseluruhan 3.96 Ha. Kelimpahan jenis burung pada segmen I yang
tertinggi teridentifikasi pada koridor berbentuk stepping stone berukuran kecil
sebanyak 9 jenis. Sedangkan kelimpahan jenis burung terendah terdapat pada
koridor berbentuk stepping stone dan linear corridor berukuran besar sebanyak
7 jenis. Hal ini menunjukkan bahwa luas koridor pada Segmen I tidak terlalu
mempengaruhi kelimpahan jenis burung. Menurut Barnes (2000), koridor yang
berbentuk lebih sempit dapat berfungsi sebagai penjaga pergerakan dari suatu
spesies.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kelimpahan jenis burung tersebut
dapat terlihat pada Indeks Shannon pada koridor berbentuk stepping stone
berukuran kecil merupakan Indeks Shannon tertinggi, yaitu sebesar 1.91. Selain
itu faktor lainnya dapat dilihat pada dominasi Kersen (Muntingia calabura),
Mangga (Mangifera indica) dan Jambu Biji (Psidium guajava) serta Jeruk
(Citrus sp.). Menurut Setiawan et al. (2006) beberapa jenis vegetasi tersebut
dapat menyediakan makanan bagi burung terutama pohon buah dan berbunga
yang sangat disukai oleh burung.
Beberapa jenis burung yang terdapat pada Segmen I tidak ditemukan di
segmen lainnya, seperti Bondol Haji dan Layang-layang Loreng. Kehadiran
Bondol Haji disebabkan oleh adanya dominasi Kersen (Muntingia calabura) dan
Lamtoro (Laucaena glauca) yang sangat disukai oleh jenis burung dari Famili
Ploceidae yang memiliki kebiasaan memakan biji-bijian. Selain itu lokasi
ditemukannya jenis burung ini cukup jauh dari jalan raya yang menghasilkan
kebisingan (Mackinnon et al. 2010).
Segmen II
Jumlah koridor berbentuk stepping stone yang tercatat pada Segmen II
adalah 162 koridor dengan luas keseluruhan 21,55 Ha. Sedangkan jumlah
koridor berbentuk linear corridor yang teridentifikasi adalah 19 koridor dengan
luas keseluruhan 23.26 Ha. Kelimpahan jenis burung pada segmen II yang
tertinggi teridentifikasi pada koridor berbentuk linear corridor berukuran besar
sebanyak 12 jenis. Sedangkan kelimpahan jenis burung terendah terdapat pada
koridor berbentuk stepping stone berukuran kecil sebanyak 6 jenis. Hal ini
senada dengan pendapat dari Dramstad et al. (1996), bahwa koridor dengan luas
lebih besar memiliki tingkat kelimpahan spesies lebih tinggi daripada koridor
46 yang berukuran lebih kecil sebab koridor tersebut menyediakan habitat bagi
suatu spesies lebih besar.
Kelimpahan jenis burung pada koridor berbentuk linear corridor
berukuran besar berbanding terbalik dengan pada Indeks Shannonnya yang
merupakan Indeks Shannon terrendah, yaitu sebesar 0.60. Sedangkan koridor
berbentuk stepping stone berukuran besar yang memiliki Indeks Shannon
tertinggi hanya teridentifikasi 9 jenis burung. Hal ini terjadi karena adanya
dominasi Lamtoro (Laucaena glauca), Tanjung (Mimusoph elengi) dan Kecrutan
(Spatodea champanulata) yang menurut Setiawan dkk. (2006) beberapa jenis
vegetasi tersebut dapat menyediakan makanan bagi burung seperti pohon
bebuahan dan berbunga serta pohon berkayu yang biasa digunakan oleh burung
untuk tempat bersarang dan berkembang biak.
Beberapa jenis burung yang terdapat pada Segmen II tidak ditemukan di
segmen lainnya, seperti Wiwik Kelabu, Wiwik Lurik dan Perkutut Jawa. Burung
Perkutut sendiri sudah jarang ditemukan di alam liar karena perburuan yang
berlebihan untuk dijual atau dijadikan burung peliharaan. Keberadaan Burung
Perkutut Jawa, Wiwik Lurik dan Wiwik Kelabu pada lokasi pengamatan Segmen
II karena pada segmen tersebut terdapat beberapa lahan garapan seperti kebun
Jambu Biji (Psidium guajava) dan Kebun Singkong (Manihot utilissima) serta
terdapat hutan Jabon (Arthocephallus indicus) yang merupakan habitat dari
ketiga jenis burung ini (Mackinnon et al. 2010).
Segmen III
Pada koridor berbentuk stepping stone jumlah koridor yang tercatat pada
Segmen III adalah 126 koridor dengan luas keseluruhan 8.22 Ha. Sedangkan
jumlah koridor berbentuk linear corridor yang teridentifikasi adalah 12 koridor
dengan luas keseluruhan 11.82 Ha. Kelimpahan jenis burung pada segmen III
yang tertinggi teridentifikasi pada koridor berbentuk stepping stone berukuran
kecil sebanyak 10 jenis. Sedangkan kelimpahan jenis burung terendah terdapat
pada koridor berbentuk linear corridor berukuran kecil sebanyak 7 jenis. Hal ini
senada dengan Segmen I yang menunjukkan bahwa luas koridor pada Segmen
III tidak terlalu mempengaruhi kelimpahan jenis burung. Menurut Barnes (2000),
koridor berbentuk stepping stone berfungsi sebagai batu loncatan dalam
pergerakan suatu spesies sehingga kehadirannya sangat diperlukan.
Kelimpahan jenis burung pada koridor berbentuk stepping stone
berukuran kecil berbanding terbalik dengan pada Indeks Shannonnya, yaitu
sebesar 0.98 yang menunjukkan nilai keragaman rendah. Sedangkan koridor
berbentuk linear corridor berukuran besar yang memiliki Indeks Shannon
tertinggi hanya teridentifikasi 9 jenis burung. Hal ini terjadi karena adanya
dominasi Asam Kranji (Pithecellobium dulce), Beringin (Ficus benjamina),
Dadap Merah (Erythrina cristagali) dan Kersen (Muntingia calabura). Menurut
Wibowo (2004) Beringin (Ficus benjamina) merupakan tumbuhan yang
memiliki peranan menonjol bagi burung karena dapat digunakan untuk
berlindung, membangun sarang dan menyediakan berbagai makanan bagi
burung. Sementara itu beberapa jenis pohon lainnya menjadi habitat yang sangat
baik untuk kehidupan burung yaitu Kersen (Muntingia calabura) dan Asem
Kranji (Pithecellobium dulce) yang dapat menyediakan makanan bagi burung
dan digunakan oleh burung untuk tempat bersarang dan berkembang biak.
47 Beberapa jenis burung yang terdapat pada Segmen III tidak ditemukan di
segmen lainnya, seperti Sepah Kecil, Cinenen Pisang dan Pecuk Padi Hitam.
Burung Sepah Kecil ditemukan saat bertengger di Pohon Kapuk pada area Hutan
UI. Menurut Mackinnon et al. (2010) burung jenis ini lebih menyukai habitat
berupa hutan terbuka dan sering terlihat mencari makan di puncak pohon-pohon
tinggi. Sedangkan Burung Cinenen Pisang diidentifikasi pada area Setu Rawa
Besar, Depok yang berdekatan dengan permukiman penduduk. Menurut
Mackinnon et al. (2010) pada pekarangan tersebutlah burung jenis ini mudah
ditemukan. Burung Pecuk Padi Hitam teridentifikasi di area Setu Rawa Besar,
Depok yang memang menurut Mackinnon et al. (2010) burung jenis ini sering
ditemukan di perairan darat seperti danau, muara, tambak dan kolam.
Segmen IV
Pada Segmen IV jumlah koridor berbentuk stepping stone yang tercatat
adalah 176 koridor dengan luas keseluruhan 14.30 Ha. Sedangkan jumlah
koridor berbentuk linear corridor yang teridentifikasi adalah 12 koridor dengan
luas keseluruhan 9.09 Ha. Kelimpahan jenis burung pada segmen IV yang
tertinggi teridentifikasi pada koridor berbentuk linear corridor berukuran besar
sebanyak 10 jenis. Sedangkan kelimpahan jenis burung terendah terdapat pada
koridor berbentuk stepping stone berukuran kecil sebanyak 6 jenis. Hal ini
senada dengan Segmen II yang menunjukkan bahwa luas koridor pada Segmen
IV mempengaruhi kelimpahan jenis burung. Menurut Arthur dan Wilson dalam
Sudaryanto (1997), keanekaragaman spesies burung di suatu wilayah ditentukan
oleh luas wilayah serta keterpencilannya dari habitat lain.
Kelimpahan jenis burung pada koridor berbentuk linear corridor
berukuran besar berbanding lurus dengan pada Indeks Shannonnya, yaitu
sebesar 1.20 yang menunjukkan nilai keragaman sedang. Sementara itu koridor
berbentuk stepping stone berukuran kecil yang memiliki Indeks Shannon
terrendah teridentifikasi 6 jenis burung yang merupakan kelimpahan jenis
burung terrendah pula. Kelimpahan jenis burung tersebut terjadi karena adanya
dominasi Mahoni (Swietenia mahogani), Pinang (Areca catechu), Tanjung
(Mimusoph elengi) dan Ki Hujan (Samanea saman). Menurut Wibowo (2004)
Tanjung (Mimusoph elengi) dan Pinang (Areca catechu) merupakan tumbuhan
yang disukai burung karena menyediakan makanan bagi burung. Sementara itu
beberapa jenis pohon lainnya biasa digunakan oleh burung untuk tempat
bersarang dan berkembang biak.
Beberapa jenis burung yang terdapat pada Segmen IV tidak ditemukan di
segmen lainnya, seperti Kipasan Belang dan Bentet Kelabu. Burung Kipasan
Belang merupakan jenis yang dilindungi berdasarkan Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor: 301/Kpts-II/1991 tentang inventarisasi satwa yang dilindungi
undang-undang dan atau bagian-bagiannya yang dipelihara oleh perorangan.
Menurut Mackinnon et al. (2010) kebiasaan burung ini sering mengikuti
binatang piaraan lainnya seperti Tupai. Sementara itu keberadaan burung Bentet
Kelabu yang hanya ditemukan pada Segmen IV sebab pada segmen ini terdapat
daerah terbuka dan padang rumput yang memang habitat dimana burung jenis ini
sering ditemukan (Mackinnon et al. 2010).
48 Segmen V
Segmen V memiliki jumlah koridor berbentuk stepping stone tertinggi
yang berjumlah 400 koridor dengan luas keseluruhan 27.15 Ha. Sedangkan
jumlah koridor berbentuk linear corridor yang teridentifikasi adalah 10 koridor
dengan luas keseluruhan 7.63 Ha. Kelimpahan jenis burung pada segmen V yang
tertinggi teridentifikasi pada koridor berbentuk stepping stone berukuran kecil
sebanyak 14 jenis. Hal ini senada dengan Segmen I dan Segmen III yang
menunjukkan bahwa luas koridor pada Segmen V tidak terlalu mempengaruhi
kelimpahan jenis burung. Menurut Dramstad et al. (1996), beberapa koridor
berbentuk stepping stone dengan keragaman vegetasi tinggi akan lebih efektif
untuk pergerakan burung jika dibandingkan dengan satu koridor berbentuk
linear corridor namun memiliki keragaman vegetasi rendah.
Kelimpahan jenis burung pada koridor berbentuk stepping stone
berukuran kecil berbanding lurus dengan pada Indeks Shannonnya, yaitu sebesar
1.30 yang menunjukkan nilai keragaman sedang. Sedangkan koridor berbentuk
stepping stone berukuran besar yang memiliki Indeks Shannon tertinggi hanya
teridentifikasi 10 jenis burung. Hal ini terjadi karena adanya dominasi Mangga
(Mangifera indica), Angsana (Pterocarpus indicus) dan Beringin (Ficus
benjamina). Sesuai dengan pendapat Wibowo (2004) yang menyebutkan bahwa
Beringin (Ficus benjamina) merupakan tumbuhan yang memiliki peranan
menonjol bagi burung karena dapat digunakan untuk berlindung, membangun
sarang dan menyediakan berbagai makanan bagi burung. Sementara itu beberapa
jenis pohon lainnya menjadi habitat yang sangat baik untuk kehidupan burung
yaitu Mangga (Mangifera indica) yang dapat menyediakan makanan bagi
burung dan Angsana (Pterocarpus indicus) digunakan oleh burung untuk tempat
bersarang dan berkembang biak.
Beberapa jenis burung yang terdapat pada Segmen V tidak ditemukan di
segmen lainnya, seperti Merpati Batu dan Manyar Jambul. Burung Merpati Batu
sudah jarang ditemukan di alam liar karena banyak diburu untuk dijual atau
dijadikan burung peliharaan. Namun pada Segmen V banyak taman-taman kota
yang dengan sengaja menyediakan sarang untuk tempat berkembang biak dari
burung Merpati Batu tersebut. Sedangkan burung Manyar Jambul hanya
ditemukan pada Segmen V sebab adanya dominasi Bungur (Largerstroemia
speciosa) dan Ki Hujan (Samanea saman) yang sangat disukai oleh jenis burung
dari Famili Ploceidae yang memiliki kebiasaan memakan biji-bijian (Mackinnon
et al. 2010).
Keseluruhan Segmen
Distribusi jumlah dan luas koridor berbentuk linear tertinggi ditemukan di
segmen II (Gambar 6 & 7) yaitu mulai dari Stasiun Cilebut hingga Stasiun
Depok. Hal ini disebabkan oleh masih banyaknya ditemukan lahan pertanian
seperti sawah dan kebun. Sementara itu distribusi jumlah dan luas koridor
berbentuk linear terendah ditemukan di segmen I (Gambar 6 & 7) yaitu mulai
dari stasiun Bogor hingga jalan Baru. Hal ini disebabkan karena luas segmen I
memang paling kecil dibandingkan dengan segmen yang lain. Selain itu juga
daerah ini merupakan kawasan perkotaan.
Sedangkan distribusi jumlah dan luas koridor berbentuk stepping stone
tertinggi di segmen V (Gambar 6 & 7) yaitu mulai dari Stasiun Tanjung Barat
hingga Stasiun Jakarta Kota. Hal ini terjadi karena kawasan tersebut berada di
49 pusat perkotaan dimana fragmentasi lahan dari ruang terbuka menjadi ruang
terbangun sangat tinggi. Sehingga berdampak kepada terbentuknya banyak
koridor berbentuk stepping stone. Bentuk stepping stone yg umum ditemukan
adalah dalam bentuk taman kota. Distribusi jumlah dan luas koridor berbentuk
stepping stone terendah ditemukan di segmen I (Gambar 6 & 7) yaitu mulai dari
Stasiun Bogor hingga Jalan Baru. Hal ini disebabkan oleh luas segmen I yang
paling kecil bila dibandingkan dengan yang lain.
Berdasarkan hasil analisis kelimpahan jenis burung, kelimpahan tertinggi
tercatat pada koridor berbentuk stepping stone berukuran kecil di Segmen V
dengan jumlah 14 jenis. Hal ini disebabkan oleh keanekaragaman jenis vegetasi
yang tinggi pula dengan nilai Indeks Shannon 1,3 yang menunjukkan nilai
keanekaragaman sedang. Meskipun nilai Indeks Shannon tertinggi bukan
merupakan koridor dengan kelimpahan tertinggi yaitu koridor berbentuk
stepping stone berukuran kecil pada Segmen I dengan nilai Indeks Shannon 1,91.
Kelimpahan jenis burung tersebut dipengaruhi oleh dominasi dari Angsana
(Pterocarpus indicus) dengan Indeks Nilai Penting (INP) 112,55; Mangga
(Mangifera indica) dengan INP 206,52; Mahoni (Swietenia mahogani) dengan
INP 82,41; Pinang (Areca catechu) dengan INP 100 dan Kana (Canna sp.) yang
memiliki INP 90,29. Menurut Setiawan dkk. (2006) beberapa jenis vegetasi
tersebut dapat menyediakan makanan bagi burung terutama pohon bebuahan
seperti Mangga (Mangifera indica) dan Pinang (Areca catechu). Sedangkan
pohon berkayu seperti Angsana (Pterocarpus indicus) dan Mahoni (Swietenia
mahogani) biasa digunakan oleh burung untuk tempat bersarang dan
berkembang biak.
Sedangkan kelimpahan jenis burung terendah teridentifikasi pada koridor
berbentuk stepping stone berukuran kecil di Segmen II dan Segmen IV dengan
jumlah 6 jenis. Kelimpahan rendah ini dipengaruhi oleh nilai Indeks Shannon
yang rendah pula yaitu 0,90 dan 0,61 yang menunjukkan nilai keanekaragaman
rendah. Selain itu ukuran dari koridor berbentuk stepping stone berukuran kecil
di Segmen II (0,16 Ha) dan Segmen IV (0,025 Ha) yang kecil juga turut
mempengaruhi kelimpahan jenis burung yang teridentifikasi.
Sementara itu kelimpahan jenis burung tertinggi ditemukan pada koridor
berbentuk linear berukuran besar di Segmen II dengan jumlah 12 jenis.
Meskipun nilai Indeks Shannonnya rendah yaitu 0,6, namun kelimpahan jenis
burung tersebut dipengaruhi oleh dominasi vegetasi seperti Palem Hijau
(Ptychosperma macarthurii) dengan INP 300; Talas (Xanthosoma roseum)
dengan INP 300; Angasana (Pterocarpus indicus) dengan INP 186; Palem
Kuning (Chrysalidocarpus lutescens) dengan INP 85,95; Pucuk Merah
(Syzygium oleina) dengan INP 200; Jakaranda (Jacaranda acutifolia H.B.)
dengan INP 177 dan Bunga Kupu-Kupu (Bauhinia purpurea) dengan INP 82,11.
Menurut Setiawan dkk. (2006) beberapa jenis vegetasi tersebut dapat
menyediakan makanan bagi burung terutama pohon berbunga seperti Jakaranda
(Jacaranda acutifolia H.B.) dan Bunga Kupu-Kupu (Bauhinia purpurea).
Sedangkan pohon berkayu seperti Angsana (Pterocarpus indicus) biasa
digunakan oleh burung untuk tempat bersarang dan berkembang biak.
Koridor berbentuk linear berukuran besar di Segmen I dan berukuran
kecil di Segmen III merupakan lokasi pengamatan dengan kelimpahan terendah
yaitu berjumlah 7 jenis. Hal ini dipengaruhi oleh Indeks Shannon yang
menunjukkan nilai keragaman rendah yaitu 0,98. Namun pada linear corridor
50 berukuran kecil di Segmen III nilai Indeks Shannonnya (1,15) yang tinggi tidak
mempengaruhi kelimpahan jenis burungnya. Luas koridor yang mempengaruhi
kelimpahan jenis burung pada linear corridor berukuran kecil di Segmen III
(0,46 Ha).
Jika diperhatikan per segmen, maka segmen II memiliki total luas koridor
terbesar yaitu 44,81 Ha. Sedangkan segmen I memiliki luas total koridor terkecil
yaitu 6,68 Ha. Namun untuk jumlah koridor tertinggi terdapat pada segmen V,
dengan jumlah 400 koridor berbentuk stepping stone dan 10 koridor berbentuk
linear corridor. Sementara itu, jumlah koridor terendah terdapat pada segmen I
dengan 19 koridor berbentuk stepping stone dan 5 koridor berbentuk linear
corridor.
Gambar 16. Keanekaragaman jenis vegetasi pada koridor berukuran besar
Sumber : Dramstad et al. (1996)
Menurut Dramstad et al. (1996) koridor yang berukuran besar memiliki
keanekaragaman spesies yang lebih tinggi dari koridor yang berukuran kecil
(Gambar 16). Berdasarkan hal tersebut dapat diperkirakan bahwa segmen II
memiliki keanekaragaman vegetasi lebih tinggi sebab pada segmen ini terdapat
koridor berbentuk linear corridor dengan jumlah tertinggi, yaitu 19 koridor dan
luasan teringgi (23,26 Ha). Namun hasil yang terjadi di lapang adalah koridor
berbentuk linear corridor segmen III memiliki keanekaragaman vegetasi
tertinggi dengan Indeks Shannon 1,32.
Hasil sebaliknya terjadi pada koridor berbentuk stepping stone dengan
luasan tertinggi yaitu segmen V dengan luas 27,15 Ha memiliki nilai Indeks
Shannon tertinggi pula yaitu 1,35. Kelimpahan jenis burung tertinggi ditemukan
pada koridor berbentuk stepping stone segmen V sebanyak 15 jenis. Sedangkan
kelimpahan jenis burung pada koridor berbentuk linear corridor segmen II dan
III hanya ditemukan 13 jenis. Kelimpahan jenis burung pada koridor berbentuk
linear corridor tertinggi terdapat pula pada segmen V dengan 15 jenis seperti
yang terlihat pada Tabel 24. Hal ini menunjukkan bahwa luas koridor
mempengaruhi nilai keanekaragaman vegetasi maupun kelimpahan jenis
burungnya (Setiawan et al. 2006). Koridor yang berbentuk linear corridor tidak
selalu memiki keanekaragaman vegetasi dan kelimpahan jenis burung yang lebih
tinggi dari koridor yang berbentuk stepping stone.
Berdasarkan hasil analisis sebaran koridor, keanekaragaman jenis
vegetasi dan kelimpahan jenis burung ditemukan bahwa jenis koridor yang
berbentuk steping stone memiliki kelimpahan jenis burung yang tertinggi (Tabel
24) begitu pula dengan nilai keanekaragaman jenis vegetasinya. Menurut
Dramstad et al. (1996), beberapa koridor berbentuk stepping stone sama dengan
satu koridor berbentuk linear dari segi keragaman habitatnya. Jumlah dari patch
pada suatu habitat harus diperbanyak jika keanekaragaman dalam patch tersebut
51 tidak begitu tinggi. Dalam penelitian ini patch tersebut dapat disamakan dengan
jumlah dari koridor (Gambar 17). Selain itu koridor berbentuk stepping stone
yang berada di antara koridor berbentuk linear dapat berperan sebagai batu
loncatan untuk pergerakan dari burung itu sendiri. Sehingga dalam suatu habitat
burung diperlukan pula koridor berbentuk stepping stone untuk memberikan
manfaat tambahan secara ekologi pada habitat tersebut.
Gambar 17. Keuntungan Koridor Berbentuk Stepping Stone
Sumber : Dramstad et al. (1996)
Berdasarkan hasil pengamatan pada 20 lokasi pengamatan terdapat
beberapa jenis burung yang selalu teridentifikasi di setiap titik pengamatan,
seperti Cinenen Jawa, Burung Gereja Erasia, Walet Linci, Cucak Kutilang,
Tekukur Biasa, Cabai Jawa dan Layang-Layang Batu. Keberadaan jenis-jenis
burung tersebut ditemukan di semua segmen karena daya adaptasi burung-
burung ini sangat tinggi dan lingkungan tempat tinggal yang sesuai serta adanya
sumber makanan yang cukup bagi burung-burung tersebut (Wibowo 2004).
Selain itu menurut Mackinnon et al. (2010) burung-burung tersebut merupakan
burung yang hidup secara berkelompok, suka terhadap habitat yang terbuka, dan
dapat berkembang biak sepanjang tahun, kecuali Cucak Kutilang tidak
berkembang biak pada bulan November. Menurut Trollope (1992), jenis burung
dari famili Ploceidae dan Columbidae memiliki jangkauan habitat yang cukup
luas mulai dari daerah yang banyak pepohonannya, hutan kering, area pertanian,
lapangan rumput, area pedesaan hingga perkotaan. Sedangkan Burung Walet
Linci memiliki tempat mencari pakan yang cukup luas jangkauannya yaitu areal
persawahan, padang rumput, hutan dan danau (Nugroho dan Budiman 2009).
Berdasarkan hasil pengujian Independent t-test menunjukkan baik
keanekaragaman vegetasi di linear corridor maupun di stepping stone tidak
signifikan berbeda. Demikian pula dengan hasil pengujian kelimpahan jenis
burung yang menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antara kelimpahan jenis
burung dengan kedua tipe koridor. Hasil serupa terjadi pula pada pengujian
Independent t-test untuk kedua ukuran tipe koridor yang menunjukkan bahwa
baik keanekaragaman vegetasi di koridor berukuran besar maupun di koridor
berukuran kecil tidak signifikan berbeda. Hasil pengujian kelimpahan jenis
burung di kedua ukuran tipe koridor menunjukkan tidak ada perbedaan nyata
antara kelimpahan jenis burung di koridor berukuran besar dengan kelimpahan
jenis burung di koridor berukuran kecil. Hal ini menunjukkan bahwa baik
koridor berbentuk linear maupun stepping stone dan koridor yang berukuran
besar maupun kecil sama-sama penting untuk pergerakan burung, sehingga
kedua tipe koridor tersebut harus dikelola secara proporsional sesuai dengan
potensinya.
52 Rekomendasi Pengelolaan
Dari hasil tiga analisis yang dilakukan, maka beberapa hal yang dapat
disimpulkan dan menjadi rekomendasi untuk pengelolaan koridor KRL adalah
sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil pengujian Independent t-test menunjukkan Kedua koridor
baik berbentuk linear maupun stepping stone dan berukuran besar maupun
kecil sama-sama penting untuk pergerakan burung. Dari hasil ini maka
direkomendasikan untuk mengelola kedua tipe koridor tersebut dengan baik
yaitu dengan mempertahankan keberadaan ruang terbuka hijau dalam
bentuk taman-taman kota untuk di kawasan perkotaan dan lahan pertanian
untuk di kawasan sub-urban. Secara spesifik rekomendasi pengelolaan yang
dapat dilakukan pada masing-masing segmen adalah:
a) Segmen I
Penertiban permukiman liar yang berada di tepian sungai Ciliwung,
sebab permukiman liar tersebut menjadi salah satu penyebab banjir dan
rawan tanah longsor. Selain itu keberadaan pabrik-pabrik di segmen ini juga
harus memperhatikan penyediaan area terbuka hijau di sekeliling pabrik
yang selain dapat menjadi habitat burung dapat pula berfungsi sebagai
barrier bagi daerah sekitarnya.
b) Segmen II
Mempertahankan keberadaan kebun-kebun dan sawah-sawah yang
berada di segmen ini dengan penetapan RTRW yang jelas bagi peruntukan
lahan pertanian sehingga tidak terjadi perubahan tata guna lahan. Serta harus
adanya pengawasan secara periodik terhadap pelaksanaan dari RTRW
tersebut.
c) Segmen III
Pengelolaan ruang terbuka hijau di segmen ini dikuasai oleh beberapa
dinas terkait seperti Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Badan Lingkungan
Hidup dan Dinas Tata Ruang dan Permukiman. Berdasarkan hal ini perlu
adanya kerja sama antara ketiga Dinas tersebut sehingga tidak ada RTH
yang terbengkalai atau sebaliknya terlalu intensif pengelolaannya.
d) Segmen IV
Pengelolaan taman-taman kota di segmen ini wajib diperhatikan
terutama oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta serta dapat
pula dengan mengembangkan model kerja sama dalam pengelolaan taman
dengan pihak swasta seperti yang sudah terjadi di DKI Jakarta (Taman
Honda dan Taman Gunung Agung). Selain itu perlu adanya peraturan
mengenai larangan perburuan burung liar di taman-taman kota pada segmen
ini.
e) Segmen V
Revitalisasi terhadap taman-taman kota yang sudah terbengkalai perlu
dilakukan pada taman di segmen ini sehingga taman tersebut dapat
berfungsi seperti semula. Selain itu perlu adanya penambahan berbagai
strata vegetasi pada jalur-jalur jalan sehingga tidak ada jalur jalan yang
gundul yang menyebabkan terputusnya suatu koridor.
2. Koridor berbentuk linear dan stepping stone di sepanjang jalur KRL
BOGOR- Jakarta Kota sama-sama memiliki potensi untuk menjadi habitat
53 burung yang ditunjukkan oleh kelimpahan jenis burung yang dijumpai. Dari
hasil ini maka direkomendasikan untuk merevitalisasi koridor RTH
disepanjang jalur KRL Bogor-Jakarta Bogor. Menurut peraturan Menteri
Perhubungan No. 60 tahun 2012 tentang Pesyaratan Teknis Jalur Kereta Api,
telah diatur bahwa lebar daerah bebas di kiri dan kanan rel minimal 2,35 m
seperti yang terlihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Penampang jalur KRL
Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan No.60 th 2012
Sementara itu setelah daerah bebas sebaiknya diberi barrier tanaman
dengan lebar minimum 3 m (Forman dan Godron 1984). Barrier tanaman
ini selain berfungsi sebagai habitat burung, juga dapat sebagai pembatas
untuk keamanan aktifitas manusia sehingga tidak berhubungan langsung
dengan jalur KRL. Sebab menurut Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI
(2011) Jakarta dan didukung Dramstad et al. (1996) agar diperoleh
keanekaragaman burung yang tinggi, dibutuhkan wilayah-wilayah yang
aman dan cukup luas yang memungkinkan keberadaan edge species dan
interior species (Gambar 19).
Gambar 19. Interior dan edge habitat
Sumber : Dramstad et al. (1996)
3. Keanekaragaman tanaman dengan kategori sedang hingga rendah ditemukan
pada kedua tipe koridor. Kelimpahan burung memang mendominasi pada
koridor dengan keragaman tanaman yang sedang. Namun ada juga yang
memiliki kelimpahan burung yang tinggi meskipun keanekaragaman
tanamannya rendah. Dari hasil ini direkomendasikan untuk meningkatkan
keanekaragaman tanaman pada berbagai tipe koridor terutama tanaman yang
dapat mengundang kehadiran burung karena buah, bunga, biji dan pohon
sebagai tempat mencari makan serta berkembang biak. Selain itu beberapa
jenis burung membutuhkan lubang-lubang pohon sebagai tempat untuk
bersarang baik lubang alami ataupun lubang yang dibuat oleh burung. Oleh
54 karenanya, pohon-pohon tua dan pohon mati yang banyak lubangnya sangat
berguna. Pohon tua dan pohon mati ternyata menjadi tempat bersarang bagi
jenis-jenis burung pelatuk dan burung-burung hantu, disamping
menyediakan makanan berupa serangga (Dinas Pertamanan dan Pemakaman
DKI Jakarta 2011). Ditambah pula dengan mencanangkan penanaman
tanaman khas dari daerah masing-masing yang dapat pula mencirikan
daerah penanamannya seperti untuk Jakarta sesuai SK Gubernur DKI
Jakarta Nomor: 2359/1987 dapat ditanam tanaman Bisbol
(Diospyrosphilipensis), Buah Nona (Annona reticulata), Buni (Antidesma
reticulat), Duku Condet (Lansium domesticum var condet), Durian Cipaku
(Durio zibhentinus cipaku), Durian Sitokong (Durio zibhentinus sitokong),
Gandaria (Buoea macrophila), Gowok (Syzigium polychepalum), Jambu
Mawar (Eugenia jambos), Jamblang (Eugina Cuminii), Kawista Batu
(Feronica lucida), Kapulasan (Nephelium mutabile), Kemang (Mangifera
caesia), Kepel/burahol (Stelechocarpus burahol), Kweni (Mangifera
odorata), Lobi-lobi (Floacourtia inermis), Lechi (Leachi chinensis), Malaka
(Phylantus emblica), Mengkudu (Morinda citrifolia), Menteng (Baccuria
rasemosa), Mundu (Garcinta dulcis), Nam-Nam (Cynometro cauliflora),
Rakem (Falcourtia rukam), Salak Condet (Salacca edulis cainato), Sawo
Kecik (Manilkara kauki), Srikaya (Annona squamosa) dan Kota Depok
Belimbing dan Jambu Biji.
4. Sosialisasi tentang pelestarian burung dan pendidikan konservasi
lingkungan juga harus dilakukan pada berbagai pihak terkait seperti
Pemerintah, Pihak Swasta dan Masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar
kesadaran akan pentingnya pelestarian terhadap habitat burung dapat
tertanam di kehidupan masyarakat luas. Sehingga tidak ada lagi masyarakat
yang dengan mudahnya menjual lahan pertaniannya untuk dialih fungsikan
menjadi perumahan terutama di daerah sub-urban.
55
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis distribusi tipe koridor disumpulkan bahwa
segmen II memiliki luasan RTH terbesar dengan luas 44,81 Ha. Sedangkan
segmen I memiliki luasan RTH terkecil yaitu 6,68 Ha. Namun untuk jumlah
koridor tertinggi terdapat pada segmen V, dengan jumlah 400 koridor berbentuk
stepping stone dan 10 koridor berbentuk linear. Sementara itu, jumlah koridor
terendah terdapat pada segmen I dengan 19 koridor berbentuk stepping stone dan
5 koridor berbentuk linear. Berdasarkan hasil analisis kelimpahan jenis burung,
kelimpahan tertinggi tercatat pada koridor berbentuk stepping stone berukuran
kecil di Segmen V dengan jumlah 14 jenis. Hal ini disebabkan oleh keragaman
jenis vegetasi yang tinggi pula dengan nilai Indeks Shannon 1,3 yang
menunjukkan nilai keragaman sedang. Sedangkan kelimpahan jenis burung
terendah teridentifikasi pada koridor berbentuk stepping stone berukuran kecil di
Segmen II dan Segmen IV dengan jumlah 6 jenis. Kelimpahan rendah ini
dipengaruhi oleh nilai Indeks Shannon yang rendah pula yaitu 0,90 dan 0,61
yang menunjukkan nilai keragaman rendah. Selain itu ukuran dari koridor
berbentuk stepping stone berukuran kecil di Segmen II (0,16 Ha) dan Segmen IV
(0,025 Ha) yang kecil juga turut mempengaruhi kelimpahan jenis burung yang
teridentifikasi.
Berdasarkan hasil ketiga analisis tersebut dapat direkomendasikan
pengelolaan pada koridor tersebut adalah 1.) mengelola koridor di sepanjang
jalur KRL Bogor– Jakarta Kota dalam bentuk taman-taman kota di kawasan
perkotaan dan lahan pertanian di kawasan sub-urban, 2.) merevitalisasi koridor
di sepanjang rel KRL Bogor- Jakarta Kota, 3.) meningkatkan keanekaragaman
vegetasi di koridor tersebut terutama dengan tanaman yang dapat mengundang
kehadiran burung melalui buah, bunga, biji dan pohon berkayu sebagai tempat
bersarang dan 4.) melakukan sosialisasi tentang pelestarian burung dan
pendidikan konservasi lingkungan pada berbagai pihak terkait seperti
Pemerintah, Pihak Swasta dan Masyarakat. Pengawasan secara periodik
disarankan untuk dilakukan terhadap pelaksanaan dari RTRW. Selain itu
sosialisasi tentang pelestarian burung dan pendidikan konservasi lingkungan
sebaiknya dilakukan secara intensif.
56
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra HS. 1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. Bogor (ID): Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Barnes TG. 2000. Landscape Ecology and Ecosystems Management.
Cooperative Extension Service of University of Kentucky. 76(1):1-8.
Dramstad W E, James D Olson, Richard T T Forman. 1996. Landscape Ecology
Principles in Landscape Architecture and Land-Use Planning.
Washington: Island press.
Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta. 2011. Rencana Penghijauan
Jalur Koridor Burung di Wilayah DKI Jakarta. Jakarta (Tidak
dipublikasikan).
Fandeli C, Muhammad. 2009. Prinsip-Prinsip Dasar Mengkonservasi Lanskap.
Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Forman RTT, Godron M. 1984. Landscape Ecology. John Wiley and Sons Inc.
Canada.
Hilty J A, William Z, Adina M. 2006. Corridor Ecology: the science and
practice of linking landscapes for boidiversity conservation. Washington:
Island press.
Kusmana C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Bogor (ID): IPB Press.
Mackinnon J, Phillipps K dan Balen B. 2010. Panduan Lapang Pengenalan
Burung-Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Bogor (ID):
Burung Indonesia.
Nugroho H K dan Arief B. 2009. Panduan Lengkap Walet. Bogor (ID): Penebar
Swadaya.
Pradana DH. 2007. Distribusi dan Keanekaan Jenis Burung di Kampus UI
Depok pada Berbagai Subtipe Habitat [skripsi]. Depok (ID): Universitas
Indonesia.
Rinaldi D, Syahrial A H, Dewi M P. 2008. Ekologi Koridor Halimun-Salak
Taman Nasional Gunung Salak. Bogor (ID): Gunung Halimun-Salak
Park Management Project.
Setiawan A, Hadi S. Alikodra, Andi G, Dedy D. 2006. Keanekaragaman Jenis
Pohon dan Burung di Beberapa Areal Hutan Kota Bandar Lampung. Man
Hut Trop.12(1):1-13.
Sudaryanto. 1997. Keanekaragaman Burung di Kampus Udayana Badung Bali.
Jurnal Ilmiah. Berkala Ilmiah.
Suryowati C. 2000. Persebaran Burung di Koridor Hijau Jalan: Studi Kasus di
Koridor Hijau Jalan di Jakarta [Tesis]. Depok (ID): Universitas
Indonesia.
Trollope J.1992. Seed-eating Birds: Their Care and Breeding. London (UK):
Blandford.
Wibowo Y. 2004. Keanekaragaman Burung di Kampus Universitas Negeri
Yogyakarta [Skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Negeri Yogyakarta.
57
Lampiran 1 Tabel Jenis burung pada lokasi penelitian
No Nama Lokal Nama Ilmiah Foto
1 Cinenen jawa Orthotomus sepium
Sumber : Lapang
2 Gereja erasia Passer montanus
Sumber : Lapang
3 Walet linci Collocalia linchi
Sumber : fobi.web.id
4 Cucak Kutilang Pycnonotus aurigaster
Sumber : Lapang
5 Tekukur biasa Streptopela chinensis
Sumber : Lapang
6 Cabai jawa Dicaeum trochileum
Sumber : Lapang
58
7 Layang-layang batu Hirundo tahitica
Sumber : Lapang
8 Kapinis rumah Appus affinis
Sumber : Lapang
9 Jalak suren Sturnus contra
Sumber : Lapang
10 Punai gading Treton vernans
Sumber : Lapang
11 Takur ungkut-
ungkut Megalaima
haemacephala
Sumber : Lapang
12 Merbah cerukcuk Pycnonotus goiavier
Sumber : kaskus.co.id
59
13 Bondol jawa Lonchura
leucogastroides
Sumber : Lapang
14 Bondol haji Lonchura maja
Sumber : fobi.web.id
15 Layang-layang
loreng Hirundo striolata
Sumber : lapang
16 Kekep babi Artamus leucorhynchus
Sumber : ms.wikipedia.org
17 Wiwik kelabu Cacomantis merulinus
Sumber :
hobigurungkicauanmania.bo
gspot.com
60
18 Bondol peking Lonchura punctulata
Sumber :
florafauna1.blogspot.com
19 Wiwik lurik Cacomantis sonneratii
Sumber : ibc.lynxeds.com
20 Cekakak jawa Halcyon cyanoventris
Sumber :
birman777.tumblr.com
21 Perkutut Geopelia striata
Sumber : jenisburung.com
22 Burung Madu
Kelapa Anthreptes malacensis
Sumber : id.wikipedia.org
61
23 Remetuk laut Gerygone sulphurea
Sumber : jenisburung.com
24 Kacamata biasa Zosterops palpebrosus
Sumber : en.wikipedia.org
25 Sepah kecil Pericrocotus
cinnamomeus
Sumber : en.wikipedia.org
26 Pecuk padi hitam Phalacrocorax
sulcirostris
Sumber : Lapang
27 Cinenen pisang Orthotomus sutorius
Sumber : jenisburung.com
28 Bentet kelabu Lanius schach
Sumber : ibc.lynxeds.com
62
29 Kipasan belang Rhipidura javanica
Sumber :
balurannationalpark.web.id
30 Merpati batu Columba livia
Sumber : Lapang
31 Betet biasa Psittacula alexandri
Sumber : kutilang.or.id
32 Kepudang kuduk
hitam Oriolus chinensis
Sumber : Lapang
33 Cekakak sungai Todirhamphus chloris
Sumber :
nationalgeographic.co.id
34 Manyar jambul Ploceus manyar
Sumber : Lapang
63
Lam
pir
an 2
. F
reku
ensi
Kea
nek
arag
aman
Jen
is S
pes
ies
Veg
etas
i T
erte
ntu
di
Tia
p S
egm
en
No
Na
ma L
ok
al
Na
ma I
lmia
h
Lok
asi
L I
S
I
L I
I S
II
L I
II
S I
II
L I
V
S I
V
L V
S
V
1 A
glo
nem
a *
A
gla
onem
a s
p.
- -
- -
- -
- -
√ -
2 A
kas
ia
Aca
cia a
uri
culi
form
is
√
- -
- -
- -
√
- √
3 A
ngsa
na
Pte
roca
rpus
indic
us
- -
√ -
√
- -
- √
√
4 A
rali
a *
O
smoxy
lum
lin
eare
-
- -
- -
- -
- √
-
5 A
rali
a si
ebold
i F
ats
ia j
aponic
a
√
√ -
√ √
-
- -
- √
6 A
sam
kra
nji
P
ithec
ello
biu
m d
ulc
e -
- -
√ -
√
- -
- -
7 A
sem
*
Tam
ari
ndus
indic
a
- -
- -
- -
- -
- √
8 B
ambu *
G
iganto
chlo
a v
erti
cill
ata
-
√ -
- -
- -
- -
-
9 B
ambu *
A
rthoce
phall
us
indic
us
- -
- √
- -
- -
- -
10
Bam
bu *
B
am
busa
mult
iple
x -
- -
- -
√
- -
- -
11
Bam
bu j
epan
g *
A
rundin
ari
a p
um
ila
- -
- √
- -
- -
- -
12
Bel
imbin
g w
ulu
h
Ave
rhoa b
ilim
bi
- -
- -
- -
√ -
√ -
13
Ber
ingin
F
icus
ben
jam
ina
√
-
- -
√
√
√ -
√ √
14
Bin
taro
C
erber
a m
angas
√
- -
- -
- -
- √
-
15
Bis
bul
*
Dio
spyr
os
bla
nco
i -
- -
- -
- -
- -
√
16
Bun
ga
kupu
-kupu
B
auhin
ia p
urp
ure
a
- -
- -
- √
-
- √
√
17
Bun
gur
Larg
erst
roem
ia s
pec
iosa
-
√ -
- √
-
- -
√ -
18
Cab
ai
Capsi
cum
ftu
tesc
ens
- √
- -
- -
- -
- -
19
Cas
sia
*
Cass
ia s
ura
tten
sis
- -
- -
- -
√ -
- -
20
Cem
ara
*
Cass
uari
na j
unghuhnia
na
-
- -
- √
-
- -
- -
21
Cen
gkeh
*
Eugen
ia c
ary
ophyl
lata
√
-
- -
- -
- -
- -
22
Dad
ap m
erah
*
Ery
thri
na c
rist
agali
-
- -
- -
√
- -
- -
63
64
Lam
pir
an 2
. F
reku
ensi
Ker
agam
an J
enis
Spes
ies
Veg
etas
i T
erte
ntu
di
Tia
p S
egm
en (
Lan
juta
n)
No
Na
ma L
ok
al
Na
ma I
lmia
h
Lok
asi
L I
S
I
L I
I S
II
L I
II
S I
II
L I
V
S I
V
LV
S V
23
Dau
n m
angkokan
N
oth
opanax
scute
llari
um
-
- -
- √
-
√ -
- -
24
Dau
n p
ilo *
P
hil
oden
dro
n s
ello
um
-
- -
- -
- -
- √
-
25
Dau
n p
ilo *
P
hil
oden
dro
n s
p.
- -
- -
- -
- -
√ -
26
Em
bun p
agi
*
Dis
soti
s ro
tundif
oli
a
- -
√ -
- -
- -
- -
27
Fla
mbo
yan
D
elon
ix r
egia
-
- -
- √
-
- √
-
-
28
Glo
dogan
bula
t P
oly
alt
hia
fra
gra
n
- -
- -
- √
-
- -
√
29
Glo
dogan
tia
ng
P
oly
alt
hia
longif
oli
a
- -
- -
- √
√
- √
√
30
Han
juan
g
Cord
ylin
e sp
. √
√
√ √
√
- √
- √
-
31
Ilal
ang
Im
per
ata
cyl
indri
ca
√
√ √
√ -
- -
√
- -
32
Jabon *
A
rthoce
phall
us
indic
us
- -
- √
- -
- -
- -
33
Jakar
anda
*
Jaca
randa a
cuti
foli
a H
.B.
- -
- -
- -
- -
√ -
34
Jam
bu b
iji
P
sidiu
m g
uaja
va
- √
√ √
- -
√ -
- -
35
Jam
bu b
ol
Syz
ygiu
m m
ala
ccen
se
- √
- -
√
- -
- -
-
36
Jati
T
ecto
na g
randis
-
- -
- -
- -
√
√ √
37
Jati
mas
C
ord
ia s
ebes
tana
-
- -
- √
-
√ -
√ -
38
Jatr
opa
*
Jatr
op
ha p
anduri
foli
a
- -
- -
- √
-
- -
-
39
Jeru
k *
C
itru
s sp
. -
√ -
- -
- -
- -
-
40
Kan
a C
anna s
p.
- √
- -
- -
- -
- √
41
Kap
uk *
C
eiba
pen
tandra
-
- -
- √
-
- -
- -
42
Kar
et *
H
evea
bra
zili
ensi
s -
- -
- √
-
- -
- -
43
Kaya
*
Khaya
sen
egale
nsi
s -
- -
- -
- -
- -
√
44
Keb
en
Barr
ingto
nia
asi
ati
ca
- -
- -
- -
- -
√ √
64
65
Lam
pir
an 2
. F
reku
ensi
Ker
agam
an J
enis
Spes
ies
Veg
etas
i T
erte
ntu
di
Tia
p S
egm
en (
Lan
juta
n)
No
Na
ma L
ok
al
Na
ma I
lmia
h
Lok
asi
L I
S
I
L I
I S
II
L I
II
S I
II
L I
V
S I
V
LV
S V
45
Kec
ruta
n
Spato
dea
cham
panula
ta
- -
√ -
- -
- -
- √
46
Kel
adi
hia
s C
ala
diu
m s
p.
√
√ -
- -
- -
- -
-
47
Kel
apa
*
Coco
s nuci
fera
-
- -
- √
-
- -
- -
48
Kem
angi
*
Oci
mum
cit
riodo
rum
-
- -
- √
-
- -
- -
49
Kem
ban
g s
epat
u
Hib
iscu
s sp
. -
- √
√ √
-
- -
- -
50
Ken
ari
Canari
um
com
mune
√
√ -
- -
- -
- -
-
51
Ker
sen
M
unti
ngia
cala
bura
-
√ -
- -
√
- -
- -
52
Ket
apan
g
Ter
min
ali
a c
ata
ppa
-
- -
- √
-
√ √
-
-
53
Ki
huja
n
Sam
anea
sam
an
√
-
- -
√
- √
√
√ -
54
Lam
toro
L
auca
ena g
lauca
√
√
√ √
√
- -
√
- √
55
Leu
nca
*
Sola
num
nig
rum
L.
- √
- -
- -
- -
- -
56
Lid
ah m
ertu
a *
Sanse
vier
ia t
rifa
scia
ta
- -
- -
√
- -
- -
-
57
Lil
i par
is *
C
hlo
rophyt
um
sp.
- -
- -
- -
√ -
- -
58
Mah
oni
Sw
iete
nia
mahogani
√
- -
√ √
√
√
√
- √
59
Maj
a C
resc
enti
a c
uje
te
- -
- √
- -
- -
- -
60
Man
gga
Mangif
era i
ndic
a
√
√ -
- -
- √
- √
√
61
Mat
oa
*
Pom
etia
pin
nata
-
- -
- √
-
- -
- -
62
Men
gkudu
M
ori
nd
a c
itri
foli
a
√
- -
- √
-
- √
-
-
63
Mer
anti
*
Shore
a r
oxb
urg
hii
-
- -
- √
-
- -
- -
64
Mik
ania
*
Mik
ania
mic
ranth
a
- -
√ -
- -
- -
- -
65
Monst
era
*
Monst
era s
p.
- -
- -
√
- -
- -
-
66
Nan
as-n
anas
an *
A
echm
ea s
p.
- -
- -
- -
- -
- √
65
66
Lam
pir
an 2
. F
reku
ensi
Ker
agam
an J
enis
Spes
ies
Veg
etas
i T
erte
ntu
di
Tia
p S
egm
en (
Lan
juta
n)
No
Na
ma L
ok
al
Na
ma I
lmia
h
Lok
asi
L I
S
I
L I
I S
II
L I
II
S I
II
L I
V
S I
V
LV
S V
67
Nan
gka
Art
oca
rpus
het
erophyl
lus
√
√ -
- -
- √
√
- √
68
Pac
ing *
C
ost
us
sp.
- -
- -
- -
- -
√ -
69
Pak
u j
ejer
N
eprh
ole
pis
exc
alt
a
√
- √
- √
√
-
- -
-
70
Pal
em *
B
uti
a c
apit
ata
-
- -
- -
- √
- -
-
71
Pal
em e
kor
tupai
*
Wod
yeti
a b
ifurc
ata
-
- -
- √
-
- -
- -
72
Pal
em h
ijau
P
tych
osp
erm
a m
aca
rthu
rii
√
√ -
- √
-
√ √
√
√
73
Pal
em k
unin
g *
C
hry
sali
doca
rpus
lute
scen
s -
- -
- -
- -
- √
-
74
Pal
em r
aja
*
Roys
tonea
reg
ia
- -
- -
- √
-
- -
-
75
Pan
gkas
kunin
g *
D
ura
nta
sp.
- -
- -
- √
-
- -
-
76
Pat
ah t
ula
ng *
P
edil
anth
us
pri
ngle
i -
√ -
- -
- -
- -
-
77
Pep
aya
Cari
ca p
apaya
√
√
- √
√
- -
- -
√
78
Pin
ang
Are
ca c
ate
chu
-
- -
- -
- √
- -
√
79
Pis
ang
Musa
sp.
√
- √
√ √
-
- √
-
-
80
Pis
ang-p
isan
gan
H
elic
onia
Am
eric
an d
wa
rf
- -
√ -
√
- -
- √
-
81
Pucu
k m
erah
Syz
ygiu
m o
lein
a
- -
- -
√
- -
- √
√
82
Puri
ng
C
odie
aum
vari
egtu
m
√
- √
- -
- -
- -
-
83
Putr
i m
alu *
M
imosa
pudic
a
- -
√ -
- -
- -
- -
84
Ram
buta
n *
N
eph
elli
um
lappace
um
-
√ -
- -
- -
- -
-
85
Ruel
ia *
R
uel
ia m
ala
cosp
erm
a
- -
√ -
- -
- -
- -
86
Rum
put
beb
ek
Ech
inoch
loa c
olo
na
√
-
√ -
- √
-
- -
-
87
Rum
put
bel
ula
ng *
E
leusi
n i
ndic
a
- -
√ -
- -
- -
- -
88
Rum
put
gaj
ah
Pen
nis
etum
purp
ure
um
√
-
√ -
√
√
- √
√
√
66
67
Lam
pir
an 2
. F
reku
ensi
Ker
agam
an J
enis
Spes
ies
Veg
etas
i T
erte
ntu
di
Tia
p S
egm
en (
Lan
juta
n)
No
Na
ma L
ok
al
Na
ma I
lmia
h
Lok
asi
L I
S
I
L I
I S
II
L I
II
S I
II
L I
V
S I
V
LV
S V
89
Rum
put
pae
tan *
A
xonopus
com
pre
ssus
- -
- -
- -
- -
√ -
90
Sap
u t
angan
*
Manil
toa g
randif
lora
-
- -
- √
-
- -
- -
91
Saw
o k
ecik
M
anik
ara
kauki
-
- -
- √
√
√
√
- -
92
Ser
eh m
erah
A
lpin
a p
urp
ura
ta
- √
- -
√
- -
- -
-
93
Ser
uni
ram
bat
W
idel
ia b
iflo
ra
- -
- -
- √
√
- -
-
94
Sin
gkong
M
anih
ot
uti
liss
ima
√
√ √
√ -
- -
- -
-
95
Sir
ih *
P
iper
bet
le
√
- -
- -
- -
- -
-
96
Spid
er l
yli
E
chin
och
loa c
olo
na
-
- -
- -
- √
- √
√
97
Suji
*
Ple
om
ele
angust
ifoli
a
- -
- -
- -
√ -
- -
98
Sukun *
A
rthoca
rpus
com
munis
√
-
- -
- -
- -
- -
99
Supli
r *
Adia
ntu
m c
apil
lusv
ener
is
- √
- -
- -
- -
- -
100
T
alas
X
anth
oso
ma r
ose
um
-
- √
√ √
-
- -
√ -
101
T
anju
ng
M
imuso
ph e
lengi
- -
√ -
- √
√
√
- √
102
T
eh-t
ehan
A
caly
pha m
acr
oph
ylla
√
-
- -
√
√
√ -
√ √
Ket
: *
han
ya
terd
apat
di
satu
lokas
i
L I
/ S
I :
L
/S
= t
ipe
kori
dor
(lin
ear
corr
idor
dan
ste
ppin
g s
tone)
I/
II/
.../
V =
seg
men
pad
a ta
pak
L
II
= t
ipe
kori
dor
linea
r pad
a se
gm
en I
I
67
68
Lampiran 3. Hasil pengujian Independent t-tes tipe koridor dengan kelimpahan jenis
burung dan pengujian Independent t-tes tipe koridor dengan keanekaragaman
vegetasi
Hasil pengujian Independent t-tes tipe koridor dengan kelimpahan jenis burung
Group Statistics
Koridor N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Kelimpahan Jenis
Burung
Linear 10 9.10 1.663 .526
Stepping stone 10 8.70 2.406 .761
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std.
Error
Difference Lower
Upper
Kelimpahan
Jenis
Burung
Equal variances assumed .609 .445 .432 18 .671 .400 .925 -1.543 2.343
Equal variances not assumed .432 16.003 .671 .400 .925 -1.561 2.361
Hasil pengujian Independent t-tes tipe koridor dengan keanekaragaman vegetasi
Group Statistics
Koridor N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Indeks Shannon Linear 10 1.0600 .35991 .11381
Stepping stone 10 1.0590 .40165 .12701
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of Variances
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean Differe
nce
Std.
Error Differe
nce Lower
U
pper
Indeks
Shannon
Equal variances assumed .250 .623 .006 18 .995 .00100 .17054 -.35730 .35930
Equal variances not assumed .006 17.788 .995 .00100 .17054 -.35761 .35961
68
69
Lampiran 4. Hasil pengujian Independent t-tes ukuran koridor dengan kelimpahan
jenis burung dan pengujian Independent t-tes ukuran koridor dengan
keanekaragaman vegetasi
Hasil pengujian Independent t-tes ukuran koridor dengan kelimpahan jenis burung
Group Statistics
Ukuran sampel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Kelimpahan Jenis
Burung
Besar 10 9.1000 1.72884 .54671
Kecil 10 8.7000 2.35938 .74610
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances
t-test for
Equality of
Means
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differe
nce
Std. Error
Differe
nce Lower Upper
Kelimpah-
an Jenis
Burung
Equal variances assumed .424 .523 .432 18 .671 .40000 .92496 -1.5432 2.3432
Equal variances not assumed .432 16.502 .671 .40000 .92496 -1.5560 2.3560
Hasil pengujian Independent t-tes ukuran koridor dengan keanekaragaman vegetasi
Group Statistics
Ukuran Sampel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Indeks Shannon Besar 10 1.0340 .31045 .09817
Kecil 10 1.0850 .43935 .13893
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances
t-test for Equality of
Means
t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std.
Error
Difference Lower Upper
Indeks Shannon
Equal variances assumed .278 .604 -.300 18 .768 -.05100 .17012 -.40841 .30641
Equal variances not assumed -.300 16.194 .768 -.05100 .17012 -.41129 .30929
70
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 April 1991 dari ayah Bambang
Priyono dan ibu Sri Soesilowati Ningsih. Penulis adalah putri kedua dari tiga
bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SD Negeri Baru 07 Jakarta dan pada tahun
2006 penulis lulus dari SMP Negeri 102 Jakarta. Selanjutnya pada tahun 2009
penulis lulus dari SMA Negeri 14 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus
seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Arsitektur
Lanskap, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Dasar-Dasar
Arsitektur Lanskap pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis pernah aktif sebagai staf
Departemen Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa BEM Fakultas Pertanian dan
anggota Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap pada tahun ajaran 2010-2012.
Penulis juga pernah aktif sebagai manager tim Basket Fakultas Pertanian tahun 2013.
Selain itu penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Dinas Pertamanan dan
Pemakaman DKI Jakarta sebagai staf Bidang Jalur tahun 2012. Penulis juga sering
mengikuti seminar dan workshop yang berhubungan dengan mayor Arsitektur
Lanskap baik nasional maupun internasional seperti International Seminar of
Ecosystem Restoration in the Tropic: Lessons Learned and Best Practices 2013,
Seminar and Workshop: Landscape and Lighting Create Amazing Environment 2011
dan Landscape Project for Good Environment 2011 .