kajian perumusan standar dan peraturan keamanan pangan di ... · sumber informasi yang berasal atau...

251
KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI INDONESIA SUMARTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Upload: dangdung

Post on 10-Mar-2019

234 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI INDONESIA

SUMARTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 2: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Perumusan Standar dan

Peraturan Keamanan Pangan di Indonesia adalah karya sendiri dengan arahan

dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2012

Sumarto

NRP F252090075

Page 3: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

ABSTRACT

SUMARTO. Study on Development of Food Safety Standard and Regulation in Indonesia. Under supervision of PURWIYATNO HARIYADI and EKO HARI PURNOMO

Our study found that the incompliance of the principles of good standard and regulation development in Indonesia were the most frequently cited by stakeholders as the main factor hindering standard implementation. Specifically; we indentified factors hindering standard implementation are lack of (i) information regarding regulation preparation, (ii) intensive discussions to consider the interests and active participation of all stakeholders; especially industrial stakeholders, (iii) relevancy of the established standards and regulations with the objective of consumer protection and existing condition of Indonesia food product, (iv) readiness of business and supporting element such as laboratory test. Our survey; coupled with focus discussion group involving standard stakeholders suggest that there is gap of perception between food industry and government regulatory agencies; especially on (i) transparency and (ii) effectivity and relevancy aspect of standard formulation and development.Improvement of transparency of formulation and development of food safety standards and regulations should be done by (i) publishing the standards in the website, (ii) providing access to SMEs and local institution to channel their opinions, and (iii) applying the current consensus standard-setting procedureestablished by National Standardization Agency (BSN). Moreover, improvement of effectivity and relevancy can be done by (i) conducting a base-line study to get the real picture of the existing condition of the products and industrial practices; especially with factors or parameters associated with the proposed standard, (ii) considering the readiness of the infrastructures (laboratories, human resources, etc.) needed to support the implementation of the proposed standard, (iii) considering national development dimensions; especially associated with (a) the readiness of SMEs, (b) the development of local foods, and (c) the competitivenessof Indonesian food products.

Keywords: Standard, Regulation, Principles of good standard and regulation development

Page 4: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

RINGKASAN

SUMARTO. Kajian Perumusan Standar dan Peraturan Keamanan Pangan di Indonesia. Dibimbing oleh PURWIYATNO HARIYADI dan EKO HARI PURNOMO.

Standar sangat diperlukan untuk menjamin produk yang dihasilkan oleh suatu negara memiliki kualitas yang baik dan memiliki daya saing. Di era perdagangan bebas seperti saat ini, fungsi standar menjadi sangat penting sebagai alat untuk mempermudah transaksi perdagangan antar negara. Selain itu, standar juga diperlukan untuk menjamin keamanan produk dan kesehatan konsumen, khususnya standar yang terkait dengan keamanan pangan.

Badan Standardisasi Nasional (BSN) adalah lembaga yang berwenang mengkoordinasi sistem standardisasi nasional dengan menghasilkan Standar Nasional Indonesia (SNI). Khususnya untuk Standar Keamanan Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI adalah lembaga yang bertugas sebagai pengawas pangan; yang antara lain berwenang mewajibkan SNI suatu produk pangan. Selain standar; BPOM juga berwenang untuk menerbitkan pedoman dan peraturan yang berkaitan dengan keamanan pangan. Standar Nasional Indonesia untuk produk pangan sudah banyak dikembangkan dan disahkan. Namun demikian, tingkat penerapan standar pangan di Indonesia saat ini masih sangat rendah, dimana dari keseluruhan SNI di bidang pangan yang telah diterbitkan, hanya 12% yang diterapkan oleh pelaku usaha. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keberterimaan standar yang masih rendah.

Mengingat peran penting standar pangan, maka, perlu dilakukan kajian untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam penerapan standar keamanan pangan di Indonesia; serta memberikan alternatif perbaikannya untuk meningkatkan tingkat keberterimaan, dan tingkat penerapan standar di Indonesia. Kajian ini juga dilakukan studi kasus terhadap beberapa pedoman dan peraturan keamanan pangan yang dikeluarkan oleh BPOM.

Secara umum, tingkat keberterimaan dan penerapan standar (SNI), pedoman dan peraturan yang masih rendah oleh pelaku usaha mengindikasikan adanya permasalahan dalam perumusan standar. Menurut BSN, agar SNI memperoleh keberterimaan yang luas antara para stakeholder, maka SNI perlu dirumuskan dengan memenuhi WTO Code of good practice, yaitu melalui proses yang (i) transparan, (ii) terbuka, (iii) konsensus dan tidak memihak, (iv) efektif dan relevan, (v) koheren, dan (vi) berdimensi pengembangan. Prinsip-prinsip tersebut juga perlu diterapkan dalam merumuskan peraturan keamanan pangan yang dibuat oleh BPOM RI; sehingga tingkat keberterimaannya bisa meningkat. Karena itu, maka kajian ini secara khusus akan menganalisis kesesuaian praktik perumusan standar dan peraturan keamanan dengan mengacu pada prinsip-prinsip tersebut.

Secara khusus, tujuan penelitian yaitu: (i) Menentukan gap penerapan prinsip-prinsip perumusan dan pengembangan standar dan peraturan pangan yang saat ini berlaku di Indonesia terutama berdasarkan pedoman yang dikeluarkan Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan/atau ditetapkan oleh Badan Pengawas

Page 5: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

v

Obat dan Makanan (BPOM) RI dibandingkan dengan prinsip-prinsip perumusan dan pengembangan standar yang ideal secara teoritis dan/atau yang dikembangkan Codex Alimentarius Commission (CAC), (ii) Menentukan gap antara prosedur perumusan yang diberlakukan oleh otoritas pembuat standar (BSN) dan regulator (BPOM RI) dibandingkan pelaksanaan prosedur tersebut berdasarkan prinsip-prinsip perumusan dan pengembangan standar, dan (iii) Memberikan solusi mekanisme perumusan dan pengembangan standar dan peraturan keamanan pangan berdasarkan prinsip transparan, terbuka, konsensus dan tidak memihak, efektif dan relevan, koheren, dan berdimensi pengembangan untuk menutupi kesenjangan berdasarkan hasil analisis gap pada tujuan nomor (i) dan nomor (ii).

Metode penelitian ini dibagi menjadi 7 tahapan, yaitu: (i) studi literatur perumusan standar dan peraturan secara teoritis, (ii) studi atas prosedur perumusan standar dan peraturan pada otoritas pembuat standar/peraturan, (iii) focus group discussion (FGD), (iv) survei, (v) analisis gap 1: antara perumusan secara teoritis dan dokumen prosedur perumusan standar dan peraturan yang berlaku pada otoritas pembuat standar/peraturan, (vi) analisis gap 2: antara dokumen prosedur perumusan standar dan peraturan dengan pelaksanaannya berdasarkan hasil FGD dan survei, dan (vii) penyusunan rekomendasi perumusan standar dan peraturan berdasarkan hasil analisis gap 1 dan gap 2.

Pada tahap pertama penelitian, dilakukan analisis gap (kesenjangan) antara dokumen perumusan standar dan peraturan yang dikeluarkan oleh BSN dan BPOM dibandingkan dengan pelaksanaan prinsip-prinsip perumusan dan pengembangan standar secara ideal (teoritis) yang dilaksanakan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC). Analisis gap pertama ini menghasilkan suatu perbedaan yang tidak terlalu besar antara dokumen perumusan yang berlaku (BSN dan BPOM) dan perumusan secara teoritis oleh CAC.

Selanjutnya, dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang berlaku (BSN dan BPOM) dengan pelaksanaannya berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) dan Survei. FGD dan Survei diikuti oleh perwakilan lembaga yang merepresentasikan kepentingannya masing-masing dalam perumusan dan pengembangan standar dan peraturan, yaitu pemerintah, industri (pelaku usaha), akademisi (pakar), dan (lembaga) konsumen.

Hasil FGD dan survei menunjukkan bahwa secara umum faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat penerapan standar dan peraturan keamanan pangan adalah tidak dipraktikannya prinsip-prinsip pengembangan standar dan peraturan yang baik. Secara khusus, faktor-faktor yang menghambat penerapan standar dan peraturan pangan, yaitu rendahnya: (i) penyebaran informasi perkembangan penyusunan peraturan, terutama dari BPOM RI, (ii) pembahasan yang mempertimbangkan kepentingan dan keterlibatan semua pihak yang berkepentingan, terutama pelaku usaha/industri, (iii) relevansi standar yang ditetapkan dengan tujuan perlindungan kesehatan konsumen dan kondisi produk pangan Indonesia, (iv) pertimbangan akan kesiapan pelaku usaha dan unsur penunjangnya, seperti laboratorium uji.

Faktor-faktor tersebut muncul antara lain karena adanya perbedaan persepsi antara pemerintah dan industri; dimana pemerintah menilai bahwa proses

Page 6: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

vi

perumusan dan pengembangan standar dan peraturan saat ini sudah sesuai dengan prinsip-prinsip perumusan dan pengembangan standar yang baik; namun menurut Industri prinsip-prinsip yang baik itu belum sepenuhnya dilakukan. Perbedaan persepsi ini terutama terjadi pada aspek (i) transparan, dan (ii) efektif dan relevandalam prinsip perumusan dan pengembangan standar.

Prinsip transparan perlu diperkuat dengan (i) memberikan informasi perumusan dan perkembangan standar dan peraturan melalui internet/website dalam situs lembaga pemerintah yang berwenang (BSN dan instansi teknis -BPOM), (ii) memberikan akses seluas-luasnya kepada semua pihak yang berkepentingan untuk berpartisipasi aktif dalam memberikan usulan dan masukan saat pembahasan standar dan peraturan, terutama dari kelompok UMKM dan instansi di daerah melalui wadah asosiasi, (iii) menerapkan prosedur pembahasan dan penetapan standar di dalam rapat panitia teknis yang telah ditetapkan oleh BSN dengan lebih efektif. Saat pembahasan dan penetapan standar perlu dipastikan bahwa aspirasi dan pendapat dari semua kelompok instansi diperhatikan dan keputusan dicapai melalui konsensus.

Prinsip efektif dan relevan perlu diperkuat dengan (i) kajian dasar (base-line) untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi riil produk dan praktik di industri, (ii) pertimbangan kesiapan infrastruktur (laboratorium uji, sumber daya manusia, dan lain-lain), (iii) memperhatikan dimensi pengembangan nasional, khususnya (a) kepentingan UMKM, (b) pengembangan bahan baku lokal, dan (c) peningkatan daya saing produk Indonesia dalam pembahasan standar.

Page 7: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu

masalah;

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

Page 8: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI INDONESIA

SUMARTO

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Profesi pada

Program Studi Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 9: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir: Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc

Page 10: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

Judul Tugas Akhir : Kajian Perumusan Standar dan Peraturan Keamanan

Pangan di Indonesia

Nama : Sumarto

NRP : F252090075

Program Studi : Teknologi Pangan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc Dr. Eko Hari Purnomo, S.TP., M.ScKetua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPBMagister Profesi Teknologi Pangan

Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr

Tanggal Ujian: 26 November 2011 Tanggal Lulus:

Page 11: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2010 ini adalah Kajian Perumusan Standar dan Peraturan Keamanan Pangan di Indonesia.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc dan Dr. Eko Hari Purnomo, S.TP., M.Sc selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahannya dalam penyusunan tugas akhir ini;

2. Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc sebagai penguji dalam memberikan masukan dan sarannya;

3. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan moral dan spiritual hingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dan tugas akhir ini;

4. Seluruh staf SEAFAST Center IPB yang telah membantu dan memberikan dorongan untuk menyelesaikan tugas akhir ini, khususnya kepada Dr. Nuri Andarwulan, Teh Erli, Bu Elly, Mbak Desty, Mbak Lira, Mas Arief, Teh Yuli, Dilla, Pak Udin, dan Teh Evah;

5. Program Studi MPTP, khususnya Dr. Lilis Nuraida selaku ketua program studi dan Fatikhaturohmah, Amd. selaku staf sekretariat MPTP yang telah banyak membantu selama perkuliahan dan penyusunan tugas akhir. Selain itu, kepada rekan-rekan seangkatan MPTP V: Mbak Virna, Pak Hafzialman, Pak Deddy, Bu Lisa, Bu Tuti, Mbak Shinta, Pak Joko, Bu Hilda, Bu Wulan, dan Bu Sumaria atas kebersamaan dan dukungannya dalam penyelesaian tugas akhir;

6. BPOM RI terutama direktorat Standardisasi Produk Pangan yang telah membantu dalam pengambilan data dan pelaksanaan beberapa tahapan di dalam penelitian ini;

7. Seluruh lembaga baik dari pemerintah, industri, akademisi, maupun lembaga konsumen yang telah berpartisipasi di dalam kajian ini; serta

8. Seluruh pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan dalam penyelesaian dan penulisan tugas akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penghargaan diberikan kepada pengurus GAPMMI terutama Bapak Adhi S. Lukman dan Bapak Bobby yang telah membantu dalam penyebaran kuesioner. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberi keberkahan bagi banyak orang.

Bogor, Januari 2012

Sumarto

Page 12: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 3 Januari 1984 di Cirebon, Jawa Barat.

Penulis adalah putra dari pasangan Bapak Rasjan dan Ibu Wartini dan merupakan

anak kelima dari tujuh bersaudara.

Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 3 Gebang

Mekar pada tahun 1991-1997, pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama di

SLTP Negeri 2 Babakan pada tahun 1997-2000, dan pendidikan sekolah lanjutan

tingkat atas di SMU Negeri 2 Cirebon pada tahun 2000-2003. Pada tahun 2003,

penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Jurusan

Teknologi Pangan dan Gizi (Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan), Fakultas

Teknologi Pertanian dan lulus pada tahun 2008. Tahun 2009 penulis menjadi

mahasiswa program Magister Profesi Teknologi Pangan (MPTP) IPB dengan

beasiswa dari SEAFAST Center – LPPM IPB.

Semenjak tahun 2008 hingga saat ini penulis menjadi staf di Southeast

Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center –

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB. Selama

kuliah di MPTP dan bekerja di SEAFAST Center IPB penulis aktif dalam

program penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Selain itu, penulis juga

aktif mengikuti berbagai pelatihan dan seminar baik sebagai pembicara, panitia,

maupun peserta.

Page 13: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

DAFTAR ISI

HalamanDAFTAR ISI.......................................................................................................iDAFTAR TABEL...............................................................................................iiiDAFTAR GAMBAR ..........................................................................................iv

I. PENDAHULUAN .......................................................................................11.1. Latar Belakang ......................................................................................11.2. Tujuan ...................................................................................................21.3. Manfaat .................................................................................................2

II. TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................32.1. Pengertian Standar, Standardisasi, dan Perumusan Standar .................42.2. Standar, SNI, dan Peraturan Keamanan Pangan...................................62.3. Perumusan Standar dan Peraturan Keamanan Pangan dengan

Pendekatan Ilmiah.................................................................................72.4. Potret Standardisasi Keamanan Pangan di Indonesia ...........................9

2.4.1.Sistem Standardisasi Nasional Indonesia ....................................92.4.2.Dasar Hukum dan Otoritas Pembuat Kebijakan

Pengembangan Standar dan Peraturan Keamanan Pangan di Indonesia......................................................................................11

2.4.3.Perbedaan Kelembagaan dan Sifat Standar atau Peraturan yang Ditetapkan BSN, BPOM, dan CAC....................................23

III. METODE PENELITIAN.............................................................................293.1. Tempat dan Waktu................................................................................293.2. Alat dan bahan ......................................................................................293.3. Pelaksanaan Penelitian..........................................................................29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................354.1. Perumusan Kebijakan dan Standar yang Ditetapkan oleh BSN,

BPOM, dan CAC ..................................................................................354.1.1.Perumusan Standar oleh BSN .....................................................354.1.2.Perumusan Peraturan dan Pemberlakuan Wajib Standar oleh

BPOM..........................................................................................364.1.3.Perumusan Standar oleh CAC.....................................................434.1.4.Analisis Gap Perumusan Standar dan Peraturan Secara

Teoritis dan Berdasarkan Dokumen yang Berlaku......................47

4.2. Pelaksanaan Perumusan Standar dan Peraturan....................................474.2.1.Focus Group Discussion .............................................................474.2.2.Survei...........................................................................................504.2.3.Analisis Gap Perumusan Standar dan Peraturan

Berdasarkan Dokumen yang Berlaku dan Pelaksanaan ..............74

4.3. Penerapan Prinsip-Prinsip Perumusan dan pengembangan Standardan Peraturan Keamanan Pangan di Indonesia.....................................804.3.1.Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Perumusan dan pengembangan

Standar dan Peraturan Keamanan Pangan...................................80

Page 14: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

ii

4.3.2.Rekomendasi Prinsip-Prinsip Perumusan dan Pengembangan Standar dan Peraturan Keamanan Pangan .........96

V. SIMPULAN DAN SARAN.........................................................................995.1. Simpulan ...............................................................................................995.2. Saran .....................................................................................................100

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................101

LAMPIRAN........................................................................................................105Lampiran 1. Pengaturan Unsur dalam Standar (BSN, 2007b) ............................106Lampiran 2. Contoh Format Standar Nasional Indonesia (SNI) ........................107Lampiran 3. Contoh Regulasi Teknis yang Memberlakukan Wajib SNI...........117Lampiran 4. Daftar Hadir Peserta Focus Group Discussion ..............................126Lampiran 5. Masukan Industri Terkait Kebijakan yang Dikeluarkan

BPOM RI .......................................................................................128Lampiran 6. Lembar Kuesioner..........................................................................139Lampiran 7. List Responden Survei ...................................................................145Lampiran 8. Peraturan BPOM RI yang Berlaku untuk Luar Instansi ................149

Page 15: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Dasar Hukum Otoritas Pembuat Kebijakan Pengembangan Standar dan Peraturan Keamanan Pangan di Indonesia .......................13

Tabel 2. Pembagian Peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Bidang Standardisasi dan Akreditasi....................................................20

Tabel 3. Pembagian Peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Bidang Keamanan Pangan....................................................................22

Tabel 4. Perbedaan Kelembagaan dan Sifat Standar atau Peraturan yang Ditetapkan BPOM, BSN, dan CAC......................................................24

Tabel 5. Jumlah Kuesioner yang Digunakan untuk Survei ................................33

Tabel 6. Regulasi Teknis Pemberlakuan Wajib SNI Bidang Pangan.................41

Tabel 7. Regulasi Teknis Pemberlakuan Wajib SNI Bidang Pertanian..............42

Tabel 8. Analisis Gap Perumusan Standar BSN, BPOM, dan CAC Berdasarkan Teori dan Naskah Peraturan ............................................45

Tabel 9. Hasil Focus Group Discussion (FGD) tentang Kebijakan Pangan ......48

Tabel 10. Pengetahuan Responden Pemerintah dan Lembaga Konsumen Daerah tentang Tahapan Proses Pembuatan Standar............................54

Tabel 11. Tingkat Kemudahan Responden Memperoleh Informasi Prosedur Perumusan Standar ...............................................................................54

Tabel 12. Partisipasi Responden Pemerintah dan Lembaga Konsumen Daerah dalam Memberikan Masukan terkait Pembuatan Standar Pangan ..................................................................................................58

Tabel 13. Peran Responden Pemerintah dan Lembaga Konsumen Daerahdalam Mengusulkan Pembuatan Standar Pangan.................................59

Tabel 14. Keterlibatan Responden Pemerintah dan Lembaga Konsumen Daerah dalam Pengambilan Keputusan Saat Penetapan Standar .........61

Tabel 15. Pendapat Responden terhadap Pelaksanaan Pengambilan Keputusan Saat Penetapan Standar.......................................................62

Tabel 16. Analisis Gap Perumusan Standar dan Peraturan Berdasarkan Dokumen yang Berlaku di BSN dan BPOM dibandingkan dengan Pelaksanaannya.....................................................................................75

Tabel 17. Standar Penggunaan Pewarna Pangan di Negara-Negara ASEAN (Fardiaz, 2009)......................................................................................92

Tabel 18. Standar Penggunaan Pengawet Pangan di Negara-Negara ASEAN (Fardiaz, 2009)......................................................................................93

Page 16: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Life Cycle Suatu Standar .................................................................3

Gambar 2. Keterkaitan Komponen dalam Analisis Risiko (FAO/WHO, 2005) ................................................................................................9

Gambar 3. Sistem Standardisasi Nasional Berdasarkan PP No. 102 Tahun 2000 .................................................................................................10

Gambar 4. Kerangka Penelitian Kajian Perumusan Standar dan Peraturan Keamanan Pangan............................................................................30

Gambar 5. Mekanisme Perumusan Suatu Standar di Indonesia (BSN, 2007a) ..............................................................................................37

Gambar 6. Mekanisme Perumusan Suatu Peraturan dan Pemberlakuan Wajib Standar di BPOM RI (BPOM, 2010) ....................................38

Gambar 7. Skema Framework Regulasi Teknis (BSN, 2011b).........................39

Gambar 8. Tata Cara Pemberlakuan SNI Secara Wajib (BSN, 2011b)............. 40

Gambar 9. Proses Perumusan Standar Codex (CAC, 2006)..............................44

Gambar 10. Penilaian Umum Kelompok Responden terhadap Penerapan Prinsip-Prinsip Perumusan dan Pengembangan Standar .................51

Gambar 11. Pengetahuan Responden tentang Tahapan Proses Pembuatan Standar .............................................................................................53

Gambar 12. Sumber Informasi Perumusan Standar ............................................56

Gambar 13. Keterlibatan Responden sebagai Panitia Teknis Perumusan Standar .............................................................................................57

Gambar 14. Partisipasi Responden dalam Memberikan Masukan terkait Pembuatan Suatu Standar Pangan....................................................57

Gambar 15. Peran Responden dalam Mengusulkan Pembuatan Standar Pangan..............................................................................................59

Gambar 16. Keterlibatan Responden dalam Pengambilan Keputusan Saat Penetapan Standar............................................................................60

Gambar 17. Pengetahuan Responden terhadap SNI Produknya..........................64

Gambar 18. Pendapat Responden Mengenai Penerapan Standar ........................65

Gambar 19. Pendapat Responden Mengenai Manfaat Penerapan Standar..........65

Gambar 20. Pendapat Responden Mengenai Hambatan dalam Penerapan Standar .............................................................................................66

Gambar 21. Pendapat Responden Mengenai Faktor yang Perlu Dipertimbangkan dalam Perumusan Standar...................................67

Page 17: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

v

Gambar 22. Pendapat Responden Mengenai Penerapan Prinsip Koheren dengan Standar di Dalam Negeri .....................................................68

Gambar 23. Pendapat Responden terhadap Aturan Internasional/Regional yang Sering Menjadi Rujukan dalam Penetapan Standar................69

Gambar 24. Pendapat Responden terhadap Aturan Negara Lain yang Sering Menjadi Rujukan dalam Penetapan Standar ....................................70

Gambar 25. Pendapat Responden Mengenai Pentingnya Faktor-Faktor Tertentu sebagai Penerapan Prinsip Berdimensi Pengembangan di dalam Perumusan Standar............................................................72

Gambar 26. Perankingan Beberapa Faktor yang Perlu Dipertimbangkan dalam Perumusan Standar................................................................73

Gambar 27. Jumlah Penggunaan SNI (diolah dari BSN, 2009) ..........................81

Gambar 28. Hasil Pengujian TPC Susu Segar di Beberapa Daerah di Indonesia (Diolah dari data PT Indolakto dan beberapa karya ilmiah)..............................................................................................83

Gambar 29. Kandungan Gizi MP-ASI Bubuk Instan Lokal................................84

Gambar 30a. Kandungan Vitamin E pada MP-ASI Bubuk Instan Impor .............85

Gambar 30b.Kandungan Vitamin B6 pada MP-ASI Bubuk Instan Impor...........85

Gambar 30c. Kandungan Asam Folat pada MP-ASI Bubuk Instan Impor ...........86

Gambar 30d.Kandungan Iodium pada MP-ASI Bubuk Instan Impor ..................86

Gambar 31. Kandungan Zink MP-ASI Biskuit ...................................................87

Gambar 32a. Kandungan Serat MP-ASI Siap Masak ...........................................87

Gambar 32b.Kandungan Vitamin E MP-ASI Siap Masak ...................................88

Gambar 32c. Kandungan Vitamin B1 MP-ASI Siap Masak.................................88

Gambar 32d.Kandungan Vitamin B2 MP-ASI Siap Masak.................................88

Gambar 32e. Kandungan Niasin MP-ASI Siap Masak .........................................89

Gambar 32f. Kandungan Vitamin B6 MP-ASI Siap Masak.................................89

Gambar 32g.Kandungan Vitamin C MP-ASI Siap Masak...................................89

Gambar 32h.Kandungan Iodium MP-ASI Siap Masak ........................................90

Gambar 33. Hasil Pengujian Kecukupan Panas pada Beberapa Produk Pangan yang Dikalengkan (Hariyadi, 2011a) ..................................91

Gambar 34. Dimensi Pengembangan Standar (Hariyadi, 2011b)........................95

Gambar 35. Umur SNI Pangan Hingga November 2011 (diolah dari BSN, 2011d) ..............................................................................................96

Page 18: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Adanya standar sangat diperlukan untuk menjamin produk yang dihasilkan

oleh suatu negara berkualitas baik dan memiliki daya saing tinggi. Di era

perdagangan bebas seperti saat ini, fungsi standar menjadi sangat penting sebagai

alat untuk mempermudah transaksi perdagangan antar negara. Selain itu, standar

juga diperlukan untuk menjamin keamanan produk dan kesehatan konsumen.

Di Indonesia, lembaga yang berwenang dalam pengembangan standardisasi

nasional adalah Badan Standardisasi Nasional (BSN). Berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, BSN

berwenang mengkoordinasi dalam penyusunan dan penetapan Standar Nasional

Indonesia (SNI). SNI yang ditetapkan oleh BSN bersifat sukarela (voluntary),

sedangkan instansi teknis seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI

dapat memberlakukan wajib (mandatory) SNI tersebut yang ditetapkan dalam

suatu peraturan melalui keputusan kepala BPOM (BSN, 2009).

Jika dilihat dari data penelitian BSN tahun 2006 terlihat bahwa SNI yang

ditetapkan BSN memiliki tingkat penerapan yang sangat rendah oleh pelaku

usaha. Hanya 12% dari standar yang dikeluarkan BSN kemudian diterapkan oleh

industri atau lembaga terkait, untuk produk pertanian dan pangan dari total 952

SNI hanya 118 SNI yang diterapkan (BSN, 2009). Padahal salah satu tujuan

pembuatan standar adalah untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia yang

diharapkan standar tersebut diterapkan secara luas oleh para pengguna.

Tingkat penerapan yang rendah oleh pelaku usaha yang menunjukkan bahwa

tingkat keberterimaan standar yang masih rendah tersebut mengindikasikan ada

permasalahan di dalam perumusan standar yang dilakukan oleh otoritas pembuat

standar. Untuk itu, perlu dilakukan kajian untuk mengidentifikasi faktor-faktor

yang menjadi penghambat dalam penerapan standar di Indonesia serta mencari

alternatif pemecahannya. Menurut BSN (2011e) agar SNI memperoleh

keberterimaan yang luas antara para stakeholder, maka SNI dirumuskan dengan

memenuhi WTO Code of good practice, yaitu transparan, terbuka, konsensus dan

tidak memihak, efektif dan relevan, koheren, dan berdimensi pengembangan.

Page 19: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

2

Prinsip-prinsip perumusan standar tersebut juga perlu diterapkan dalam

perumusan peraturan. Kajian dilakukan pada perumusan standar dan peraturan

berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, sehingga diharapkan dapat menghasilkan

suatu rekomendasi perumusan untuk menghasilkan standar dan peraturan dengan

tingkat keberterimaan yang tinggi dan dapat diaplikasikan oleh semua pihak.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan:

(1) Menentukan gap penerapan prinsip-prinsip perumusan dan pengembangan

standar dan peraturan pangan yang saat ini berlaku di Indonesia terutama

berdasarkan pedoman yang dikeluarkan Badan Standardisasi Nasional (BSN)

dan/atau ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI

dibandingkan dengan prinsip-prinsip perumusan dan pengembangan standar

yang ideal secara teoritis dan/atau yang dikembangkan Codex Alimentarius

Commission (CAC)

(2) Menentukan gap antara prosedur perumusan yang diberlakukan oleh otoritas

pembuat standar (BSN) dan regulator (BPOM RI) dibandingkan pelaksanaan

prosedur tersebut berdasarkan prinsip-prinsip perumusan dan pengembangan

standar

(3) Memberikan solusi mekanisme perumusan dan pengembangan standar dan

peraturan keamanan pangan berdasarkan prinsip transparan, terbuka,

konsensus dan tidak memihak, efektif dan relevan, koheren, dan berdimensi

pengembangan untuk menutupi kesenjangan berdasarkan hasil analisis gap

pada tujuan nomor (1) dan nomor (2).

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan solusi terhadap

permasalahan dalam perumusan dan pengembangan standar dan peraturan dengan

pendekatan ilmiah oleh otoritas pembuat standar dan peraturan keamanan pangan

di Indonesia. Dengan pendekatan ilmiah diharapkan mekanisme perumusan

standar dan peraturan dapat berjalan secara efektif dan dihasilkan standar dan

peraturan yang dapat diterapkan dengan baik oleh semua stakeholder serta

mendorong pertumbuhan ekonomi dan perlindungan konsumen secara bersamaan.

Page 20: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Standar, Standardisasi, dan Perumusan Standar

Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 102 tahun 2000 tentang

Standardisasi Nasional, Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang

dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus

semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan,

keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang

untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Standardisasi adalah proses

merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar yang dilaksanakan

secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak.

Life cycle suatu standar

Menurut PP No. 102/2000 tentang Standardisasi Nasional, perumusan

Standar Nasional Indonesia (SNI) diartikan sebagai rangkaian kegiatan sejak

pengumpulan dan pengolahan data untuk menyusun Rancangan Standar Nasional

Indonesia (RSNI) sampai tercapainya konsensus dari semua pihak yang terkait.

Perumusan standar pada umumnya melalui tahapan yang berbentuk siklus (life

cycle). Life cycle suatu standar dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Life Cycle Suatu Standar (BSN, 2009)

Page 21: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

4

Perumusan suatu standar umumnya melalui tujuh tahap utama (BSN, 2009), yaitu:

1) Identifikasi perlunya suatu standar tertentu oleh para pemangku kepentingan;

2) Penyusunan program kolektif berdasarkan analisis kebutuhan dan penetapan

prioritas oleh semua pihak berkepentingan disusul adopsi dalam program

kerja badan/lembaga standardisasi nasional;

3) Penyiapan rancangan standar oleh semua pihak yang berkepentingan yang

diwakili oleh pakar (termasuk produsen, pemasok, pemakai, konsumen,

administrator, laboratorium, peneliti dan sebagainya) yang dikoordinasikan

oleh panitia teknis;

4) Konsensus mengenai rancangan standar;

5) Validasi melalui public enquiry nasional mencakup semua unsur ekonomi

dan pelaku usaha untuk memastikan keberterimaan secara luas;

6) Penetapan dan penerbitan standar, dan;

7) Peninjauan kembali (revisi), amandemen atau abolisi. Suatu standar dapat

direvisi setelah kurun waktu tertentu (umumnya 5 tahun sekali) agar selalu

sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan baru.

Prinsip dasar perumusan standar

Prinsip yang harus dipenuhi dalam proses perumusan maupun

pengembangan dalam menghasilkan dokumen standar adalah (BSN, 2009):

1. Transparan (Transparent)

2. Keterbukaan (Openness)

3. Konsensus dan tidak memihak (Consensus and impartiality)

4. Efektif dan relevan (Effective and relevant)

5. Koheren (Coherent)

6. Dimensi pengembangan (Development dimension)

Transparan. Transparan berarti prosesnya mengikuti suatu prosedur yang dapat

diikuti oleh berbagai pihak yang berkepentingan dan tahapan dalam proses dapat

dengan mudah diketahui oleh pihak yang berkepentingan.

Keterbukaan. Terbuka bagi semua pihak yang berkepentingan untuk mengikuti

program pengembangan standar melalui kelembagaan yang terkait dengan

Page 22: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

5

pengembangan standar, baik sebagai anggota PT (Panitia Teknis) / SPT (Sub

Panitia Teknis) maupun sebagai anggota masyarakat. Hendaknya pihak yang

berkepentingan dapat terlibat untuk memberikan masukan, menyatakan

persetujuan atau keberatan mereka terhadap suatu rancangan standar.

Konsensus dan tidak memihak. Memberikan kesempatan bagi pihak yang

memiliki kepentingan berbeda untuk mengutarakan pandangan mereka serta

mengakomodasikan pencapaian kesepakatan oleh pihak-pihak tersebut secara

konsensus (mufakat atau suara mayoritas) dan tidak memihak kepada pihak

tertentu. Hal ini dilaksanakan melalui proses konsensus di tingkat Panitia Teknis,

dan juga di rapat konsensus nasional serta di tingkat jajak pendapat dan

pemungutan suara. Untuk menjamin hal ini harus ada prosedur konsensus yang

tidak memihak.

Efektif dan relevan. Untuk memenuhi kepentingan para pelaku usaha dan untuk

mencegah hambatan yang tidak perlu dalam perdagangan, maka standar nasional

tersebut harus relevan dan efektif memenuhi kebutuhan pasar, baik domestik

maupun internasional sehingga bila diadopsi standar akan dipakai oleh dunia

usaha atau pihak pengguna lainnya. Selain itu juga harus memenuhi kebutuhan

regulasi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Sedapat

mungkin standar nasional berlandaskan unjuk kerja daripada berdasarkan desain

atau karakteristik deskriptif dan hasilnya dapat diterapkan secara efektif sesuai

dengan konteks keperluannya.

Koheren. Untuk menghindari ketidakselarasan di antara standar, maka Badan

Standardisasi Nasional (BSN) perlu mencegah adanya duplikasi dan tumpang

tindih dengan kegiatan perumusan standar sejenis lain. Agar harmonis dengan

kegiatan perkembangan dan perumusan standar perlu ada kerjasama dengan badan

standar lain baik regional maupun internasional. Pada tingkat nasional duplikasi

perumusan antara Panitia Teknis dan antara tahun pembuatan harus dihindari.

Dimensi pengembangan. Hambatan yang biasanya dialami oleh usaha

kecil/menengah untuk ikut berpartisipasi dalam perumusan standar nasional harus

menjadi pertimbangan. Dalam memfasilitasi keikut-sertaan Usaha Mikro, Kecil,

Page 23: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

6

dan Menengah (UMKM) serta penyuaraan pendapat mereka ini, diperlukan upaya

yang nyata. Pembinaan peningkatan kemampuan UMKM harus dikedepankan

sehingga UMKM akan mampu memenuhi standar yang dipersyaratkan pasar. Hal

ini dimaksudkan agar UMKM dapat bersaing di pasar regional/internasional dan

dapat menjadi bagian dari global supply chain. Dengan demikian standar yang

dihasilkan akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan

masyarakat dan negara.

Menurut Winarno (2002) perumusan standar yang tergesa-gesa akan

menimbulkan biaya tak terduga yang tidak dapat diprediksi. Dalam beberapa hal

perumusan standar yang tetap harus melalui konsensus yang dapat dilaksanakan

dengan cepat sepanjang ada alasan yang tepat dan hasilnya tetap objektif serta

memberikan manfaat kepada semua pihak yang terkait. Pertanyaan yang perlu

dijawab dalam merumuskan suatu standar adalah (i) Siapa yang memerlukan

standar? (ii) Standar seperti apa yang diinginkan? (iii) Mengapa diperlukan

standar? (iv) Dimana penerapannya? (v) Kapan standar tersebut diterapkan? (vi)

Bagaimana cara perumusannya?.

2.2. Standar, SNI, dan Peraturan Keamanan Pangan

Standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) disebut

sebagai Standar Nasional Indonesia (SNI). Menurut PP No. 102/2000 tentang

Standardisasi Nasional, SNI didefinisikan sebagai standar yang ditetapkan oleh

Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional. SNI yang ditetapkan

oleh BSN bersifat sukarela (voluntary), sedangkan instansi teknis dapat

memberlakukan wajib (mandatory) SNI dalam bentuk peraturan melalui surat

keputusan menteri atau kepala badan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia

peraturan didefiniskan sebagai tataan (petunjuk, kaidah, ketentuan) yang dibuat

untuk mengatur (Kemendiknas, 2011).

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI sebagai salah satu instansi

teknis dapat memberlakukan wajib sebagian atau keseluruhan ketentuan di dalam

SNI yang telah ditetapkan oleh BSN. Pertimbangan utama BPOM RI di dalam

Page 24: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

7

memberlakukan wajib SNI adalah faktor kesehatan masyarakat dan keamanan

pangan. BPOM RI memberlakukan wajib SNI dituangkan dalam bentuk

peraturan melalui surat keputusan (SK) kepala BPOM RI. Selain pemberlakuan

wajib SNI tersebut, di dalam menjalankan fungsi pengawasan pangan, BPOM RI

juga berwenang mengeluarkan peraturan lain dalam bentuk pedoman dan kode

praktis. Untuk itu, pada pembahasan selanjutnya, peraturan yang dikeluarkan

oleh BPOM RI baik berupa pemberlakuan wajib SNI, pedoman, maupun kode

praktis disebut sebagai peraturan.

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan mendefinisikan

Keamanan Pangan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah

pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat

mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. BPOM RI

berwenang menetapkan peraturan dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai

lembaga pengawas pangan untuk menciptakan keamanan pangan pada produk

pangan yang beredar di Indonesia. Peraturan BPOM RI yang memberlakukan

wajib SNI dapat disebut sebagai standar keamanan pangan.

Secara umum di dalam kerangka SNI dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu

(i) awal, (ii) umum, (iii) teknis, dan (iv) tambahan. Bagian Awal dan Tambahan

bersifat informatif, sedangkan bagian Umum dan Teknis bersifat normatif.

Bagian umum umumnya terdiri atas unsur (i) judul, (ii) ruang lingkup, dan (iii)

acuan normatif. Bagian teknis umumnya terdiri atas unsur (i) istilah dan definisi,

(ii) simbol dan singkatan, (iii) klasifikasi, (iv) persyaratan, (v) pengambilan

contoh, (vi) metode uji, (vii) penandaan, dan (viii) lampiran normatif. Secara

lengkap bagian dan unsur yang terdapat di dalam SNI dapat dilihat pada Lampiran

1 (BSN, 2007b).

Jika dilihat dari bagian dan unsur di dalam SNI, dapat dilihat bahwa unsur

persyaratan pada bagian teknis merupakan unsur yang menggambarkan standar

keamanan pangan. Pada unsur persyaratan di dalam SNI pangan terdapat

ketentuan persyaratan mutu baik yang bersifat fisik, kimia, maupun

(mikro)biologi. Persyaratan mutu kimia dan mikrobiologi pada umumnya

dijadikan sebagai standar keamanan pangan yang diwajibkan (mandatory) oleh

Page 25: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

8

BPOM RI. Contoh SNI (SNI 3141.1:2011 tentang Susu Segar – Bagian 1: Sapi)

yang ditetapkan oleh BSN dengan bagian yang lengkap dapat dilihat pada

Lampiran 2 (BSN, 2011a). Contoh peraturan dalam bentuk surat keputusan (SK)

BPOM RI yang memberlakukan wajib SNI (HK.00.05.5.1.4547 tentang

Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan Dalam Produk

Pangan) dapat dilihat pada Lampiran 3 (BPOM, 2004).

Untuk itu, definisi standar dan peraturan keamanan pangan di dalam tulisan

ini mencakup: (i) parameter atau ketentuan di dalam SNI dari BSN yang

memberikan persyaratan kimia dan mikrobiologi dan terkait dengan keamanan

pangan dan (ii) peraturan yang ditetapkan melalui surat keputusan (SK) BPOM RI

berupa pemberlakuan wajib standar (SNI), pedoman, dan kode praktis untuk

menjalankan fungsi BPOM RI sebagai lembaga pengawas pangan guna

menciptakan keamanan pangan produk pangan yang beredar di Indonesia.

Sementara itu. peraturan keamanan pangan dari instansi teknis lain (misal

Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian

Kesehatan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Kehutanan) tidak

dibahas secara lebih mendalam di dalam tulisan ini.

2.3. Perumusan Standar dan Peraturan Keamanan Pangan dengan

Pendekatan Ilmiah

Perumusan dan pengembangan standar dan perturan keamanan pangan

seharusnya mengikuti suatu prosedur yang berbasis ilmiah. Perumusan dan

pengembangan standar dan peraturan keamanan pangan dapat dilakukan melalui

pendekatan analisis risiko (risk analysis). Analisis risiko terdiri dari komponen

kajian risiko, manajemen risiko, dan komunikasi risiko (CAC, 2007). Adapun

keterkaitan antar komponen tersebut di dalam pendekatan analisis risiko dapat

dilihat pada Gambar 2.

Kerangka kerja analisis risiko memberikan sebuah proses secara sistematis

dan transparan untuk mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi

yang berkaitan dengan aspek ilmiah dan non-ilmiah mengenai bahaya kimia,

Page 26: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

9

biologi, dan fisik yang kemungkinan terdapat di dalam pangan agar dapat memilih

pilihan terbaik untuk mengatur berdasarkan risiko di dalam berbagai alternatif

yang teridentifikasi (FAO/WHO, 2005).

Gambar 2. Keterkaitan Komponen dalam Analisis Risiko (FAO/WHO, 2005)

2.4. Potret Standardisasi Keamanan Pangan di Indonesia

2.4.1.Sistem Standardisasi Nasional Indonesia

Sistem standardisasi di Indonesia telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah

(PP) Nomor 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Badan Standardisasi

Nasional (BSN) adalah lembaga pemerintah yang berwenang dalam

mengkoordinasikan sistem standardisasi nasional. Berbagai lembaga terlibat di

dalam proses perumusan dan pengembangan standar. Selain BSN, lembaga yang

terlibat dalam pengembangan standardisasi nasional di antaranya instansi teknis,

pelaku usaha, masyarakat, lembaga perlindungan konsumen, dan pemerintah

daerah. Di dalam menjalankan tugasnya, BSN berkoordinasi dengan Komite

Nasional Standardisasi untuk Satuan ukuran (KSNSU) dan Komite Akreditasi

Nasional (KAN). Secara lengkap lembaga yang terlibat dan fungsinya dalam

pengembangan sistem standardisasi nasional di Indonesia dapat dilihat pada

Gambar 3.

Page 27: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

10

Gambar 3. Sistem Standardisasi Nasional Berdasarkan PP No. 102 Tahun 2000

Page 28: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

11

Instansi teknis adalah Kantor Menteri Negara, Kementerian atau Lembaga

Pemerintah Non Kementerian yang salah satu kegiatannya melakukan kegiatan

standardisasi. Instansi teknis yang dimaksud misalnya Badan Pengawas Obat dan

Makanan (BPOM) RI, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian,

Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian

Kehutanan.

2.4.2. Dasar Hukum dan Lembaga Otoritas Pembuat Kebijakan

Pengembangan Standar dan Peraturan Keamanan Pangan di

Indonesia

A. Dasar Hukum Kebijakan Pengembangan Standar dan Peraturan

Keamanan Pangan di Indonesia

Di Indonesia ada beberapa lembaga pemerintah yang berwenang menyusun

dan menetapkan kebijakan pengembangan standar keamanan pangan, di antaranya

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI dan Badan Standardisasi

Nasional (BSN). Selain itu, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian,

Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian

Kehutanan, dan Pemerintah Daerah juga berperan dalam pengembangan standar

dan peraturan keamanan pangan di Indonesia. Hal ini didasarkan pada sistem

keamanan pangan di Indonesia yang menganut sistem keamanan pangan terpadu.

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 merupakan induk dan dasar hukum di

Indonesia. Pengaturan pangan dan keamanan pangan merupakan amanah dari

UUD 1945 terutama yang tersirat dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33. Pada

peraturan di bawahnya telah ditetapkan undang-undang (UU) yang mewarnai

sistem pengaturan keamanan pangan dan standardisasi di Indonesia, seperti UU

No. 7 tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan WTO (World Trade

Organization), UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan, dan UU No. 8 tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen. Undang-undang tersebut melahirkan Peraturan

Pemerintah (PP) yang terkait, misalnya PP No. 28 tahun 2004 tentang Mutu,

Page 29: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

12

Keamanan dan Gizi Pangan, PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan

Pangan, dan PP No. 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional.

Di dalam PP No. 28/2004 dan PP No. 102/2000 dijelaskan bahwa keamanan

pangan dan standardisasi nasional merupakan tanggung jawab dan tugas berbagai

lembaga pemerintah. Kewenangan berbagai lembaga pemerintah yang berperan

dalam pengembangan standar dan pengaturan keamanan pangan di Indonesia

berdasarkan kedua PP tersebut (PP No. 28/2004 dan PP No. 102/2000) dapat

dilihat pada Tabel 1.

B. Beberapa Lembaga Pemerintah yang Terlibat dalam Perumusan dan

Pengembangan Standar Keamanan Pangan di Indonesia

Pada bagian ini, secara khusus dibahas mengenai beberapa lembaga

pemerintah yang terkait dengan perumusan dan pengembangan standar keamanan

pangan di Indonesia. Lembaga pemerintah yang sangat berpengaruh dalam

perumusan dan pengembangan standar dan peraturan tersebut adalah Badan

Standardisasi Nasional (BSN) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

RI. Meskipun berbagai lembaga pemerintah berperan dalam kebijakan

pengembangan standar dan peraturan keamanan pangan seperti telah dijelaskan

pada Tabel 1, tetapi pada bagian ini akan dibahas mengenai 2 lembaga pemerintah

yang paling dominan yaitu BSN dan BPOM sebagai perwakilan lembaga

pemerintah lainnya.

Di dalam era otonomi daerah sekarang ini, sekiranya perlu juga dikaji

mengenai peran dari pemerintah daerah (Pemda) dalam kebijakan pengembangan

standar dan peraturan keamanan pangan di Indonesia. Untuk itu, peran dari

Pemda akan dikaji sesuai dengan dasar hukum yang berlaku saat ini. Hal ini

dimaksudkan agar rekomendasi dari kajian ini dapat diaplikasikan oleh semua

lembaga terkait, termasuk Pemda.

Page 30: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

13

Tabel 1. Dasar Hukum Otoritas Pembuat Kebijakan Pengembangan Standar dan Peraturan Keamanan Pangan di Indonesia

No Nomor Pasal

Tugas/Uraian Pasal Lembaga Pemerintah yang Berwenang

BSNInstansi Teknis

PEMDABPOM Kemenkes Kementan KKP Kemenperin Kemenhut

PP No. 28/2004 tentang Mutu, Keamanan dan Gizi Pangan1. 21 Berwenang mewajibkan suatu

standar dengan mempertimbangakan perjanjian TBT/SPS WTO

√ √ √ √ √ √

2. 29 Berwenang menetapkan standar mutu pangan yang dinyatakan sebagai SNI

3. 30 Berkoordinasi dengan BSN dalam menetapkan standar wajib

√ √ √ √

4. 31 Dapat menetapkan ketentuan mutu pangan di luar SNI untuk produk pangan berisikokeamanan tinggi

√ √ √

5. 32 Melakukan sertifikasi SNI yang diwajibkan atau persyaratan ketentuan mutu

√ √ √

6. 41 Berkoordinasi dengan BSN untuk mengupayakan saling pengakuan pelaksanaan penilaian kesesuaian dalam memenuhi persyaratan negara tujuan ekspor

√ √ √

Page 31: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

14

No Nomor Pasal

Tugas/Uraian Pasal Lembaga Pemerintah yang Berwenang

BSNInstansi Teknis

PEMDABPOM Kemenkes Kementan KKP Kemenperin Kemenhut

7. 42-45 Pengawasan dan pembinaan mutu, keamanan, dan gizi pangan

√ √

PP No. 102/2004 tentang Standardisasi Nasional1. 4 Penyelenggara pengembangan

dan pembinaan di bidang standardisasi

2. 5 Menyusun dan menetapkan Sistem Standardisasi Nasional dan pedoman di bidang standardisasi nasional

√ √

3. 12 Pemberlakuan SNI secara wajib √4. 22-23 Pembinaan dan Pengawasan

terhadap penerapan SNI secara wajib

√ √

Keterangan:BSN : Badan Standardisasi NasionalBPOM : Badan Pengawas Obat dan MakananKemenkes : Kementerian KesehatanKementan : Kementerian PertanianKKP : Kementerian Kelautan dan PerikananKemenperin : Kementerian PerindustrianKemenhut : Kementerian KehutananPEMDA : Pemerintah Daerah

Page 32: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

15

1. Tentang Badan Standardisasi Nasional

Sejalan dengan perkembangan kemampuan nasional di bidang standardisasi dan

dalam mengantisipasi era globalisasi perdagangan dunia, ASEAN Free Trade Area

- AFTA (2003) dan APEC – Asia Pasific Economic Cooperation (2010/2020),

kegiatan standardisasi yang meliputi standar dan penilaian kesesuaian (conformity

assessment) secara terpadu perlu dikembangkan secara berkelanjutan khususnya

dalam memantapkan dan meningkatkan daya saing produk nasional,

memperlancar arus perdagangan dan melindungi kepentingan umum. Untuk

membina, mengembangkan serta mengkoordinasikan kegiatan di bidang

standardisasi secara nasional menjadi tanggung jawab Badan Standardisasi

Nasional (BSN, 2011c).

Badan Standardisasi Nasional dibentuk dengan Keputusan Presiden No. 13

Tahun 1997 yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 166 Tahun

2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan

Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa

kali diubah dan yang terakhir dengan Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001,

merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen dengan tugas pokok

mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi di Indonesia. Badan ini

menggantikan fungsi dari Dewan Standardisasi Nasional (DSN). Dalam

melaksanakan tugasnya Badan Standardisasi Nasional berpedoman pada

Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional.

Pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Standardisasi Nasional di bidang akreditasi

dilakukan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). KAN mempunyai tugas

menetapkan akreditasi dan memberikan pertimbangan serta saran kepada BSN

dalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi. Pelaksanaan tugas dan fungsi

BSN di bidang Standar Nasional untuk Satuan Ukuran dilakukan oleh Komite

Standar Nasional untuk Satuan Ukuran (KSNSU). KSNSU mempunyai tugas

memberikan pertimbangan dan saran kepada BSN mengenai standar nasional

untuk satuan ukuran.

Sesuai dengan tujuan utama standardisasi adalah melindungi produsen,

konsumen, tenaga kerja dan masyarakat dari aspek keamanan, keselamatan,

Page 33: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

16

kesehatan serta pelestarian fungsi lingkungan, pengaturan standardisasi secara

nasional ini dilakukan dalam rangka membangun sistem nasional yang mampu

mendorong dan meningkatkan, menjamin mutu barang dan/atau jasa serta mampu

memfasilitasi keberterimaan produk nasional dalam transaksi pasar global. Dari

sistem dan kondisi tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk

barang dan/atau jasa Indonesia di pasar global.

Visi Badan Standardisasi Nasional tahun 2010–2014 adalah menjadi

lembaga terpercaya dalam mengembangkan Standar Nasional Indonesia untuk

meningkatkan daya saing perekonomian nasional sesuai dengan perkembangan

iptek (BSN, 2011c). Sejalan dengan visi tersebut, maka misi BSN adalah

memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan ekonomi melalui :

Mengembangkan Standar Nasional Indonesia (SNI)

Mengembangkan sistem penerapan standar dan penilaian kesesuaian

Meningkatkan persepsi masyarakat dan partisipasi pemangku kepentingan dalam

bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian

Mengembangkan kebijakan dan peraturan perundang-undangan standardisasi

dan penilaian kesesuaian

Fungsi Badan Standardisasi Nasional adalah (BSN, 2011c):

a. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang standardisasi

nasional;

b. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BSN;

c. fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan lembaga pemerintah di bidang

standardisasi nasional;

d. penyelenggaraan kegiatan kerjasama dalam negeri dan internasional di bidang

standardisasi;

e. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang

perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian,

keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

Dalam menyelenggarakan fungsi tersebut, Badan Standardisasi Nasional

mempunyai kewenangan :

a. penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya;

Page 34: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

17

b. perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara

makro;

c. penetapan sistem informasi di bidangnya;

d. kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku yaitu :

1) perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang standardisasi

nasional;

2) perumusan dan penetapan kebijakan sistem akreditasi lembaga sertifikasi,

lembaga inspeksi dan laboratorium;

3) penetapan Standar Nasional Indonesia (SNI);

4) pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidangnya;

5) penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di bidangnya.

2. Tentang Direktorat Standardisasi Produk Pangan BPOM RI

Sebelum mengkaji kebijakan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat

dan Makanan RI (Direktorat Standardisasi Produk Pangan) berupa peraturan atau

penetapan wajib standar, terlebih dahulu perlu diketahui mengenai profil lembaga

ini. Hal ini diperlukan agar dalam mengkaji kebijakan yang dikeluarkannya lebih

fokus dan terarah, sehingga dihasilkan suatu kajian yang efektif dan mudah

diaplikasikan pada lembaga tersebut.

Fungsi pengawasan keamanan pangan di Indonesia terutama dilakukan oleh

BPOM RI. Direktorat Standardisasi Produk Pangan, Deputi Bidang Pengawasan

Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya adalah bagian yang berwenang untuk

menyusun kebijakan berupa peraturan atau penetapan wajib standar untuk

mendukung pelaksanaan fungsi pengawasan BPOM RI tersebut.

A. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Standardisasi Produk Pangan BPOM RI

(BPOM, 2008)

Tugas Pokok Direktorat Standardisasi Produk Pangan, Badan Pengawas

Obat dan Makanan RI adalah, sebagai berikut:

menyiapkan perumusan kebijakan,

menyusun pedoman, standar, kriteria prosedur, dan

Page 35: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

18

melaksanakan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang

pengaturan dan standardisasi produk pangan

Fungsi Direktorat Standardisasi Produk Pangan adalah:

1. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis; penyusunan pedoman, standar,

kriteria dan prosedur; pengendalian dan pemantauan; pemberian bimbingan

dan pembinaan, di bidang pengaturan dan standardisasi bahan baku dan bahan

tambahan pangan, pangan khusus dan pangan olahan.

2. Penyusunan rencana dan program standardisasi produk pangan

3. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di standardisasi

produk pangan

4. Evaluasi dan penyusunan laporan standardisasi produk pangan

5. Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Deputi

Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya.

Output yang dihasilkan dari kegiatan Direktorat Standardisasi Produk

Pangan BPOM RI adalah berupa standar. Standar yang dimaksud di sini terdiri

atas Peraturan, Pedoman, Code of Practice, dan peran untuk mendukung posisi

delegasi RI pada sidang Codex.

B. Rencana Strategi BPOM RI (BPOM, 2008)

Visi BPOM RI adalah menjadi institusi pengawas obat dan makanan yang

inovatif, kredibel dan diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat.

Adapun misi BPOM RI adalah:

1. Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional

2. Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten

3. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini

4. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan

makanan yang berisiko terhadap kesehatan

5. Membangun organisasi pembelajar (Learning organization)

Grand strategis BPOM RI dalam kurun waktu lima tahun (2010–2014)

adalah:

Memperkuat sistem regulatory pengawasan obat dan makanan

Page 36: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

19

Memperkuat sistem regulatory pengawasan pangan

C. Sasaran (BPOM, 2008)

Sasaran dari Direktorat Standardisasi Produk Pangan BPOM RI adalah:

Seluruh standar pangan yang berlaku diakui secara nasional dan internasional.

Seluruh pangan harus memenuhi standar tersebut.

Semua kode praktis, pedoman dan standar di-mandatori-kan (diberlakukan

wajib) dalam bentuk peraturan perundang–undangan.

D. Indikator Keberhasilan (BPOM, 2008)

Indikator keberhasilan program Direktorat Standardisasi Produk Pangan

BPOM RI adalah:

100% standar pangan yang berlaku diakui secara nasional dan internasional

100% pangan harus memenuhi standar tersebut

100% kode praktis, pedoman dan standar di-mandatori-kan (diberlakukan

wajib) dalam bentuk perundang–undangan

3. Tentang Peran Pemerintah Daerah dalam Standardisasi Keamanan

Pangan Nasional

Salah satu lembaga yang perlu diperhatikan peranannya dalam

pengembangan standar dan peraturan keamanan pangan adalah pemerintah daerah

(Pemda). Di dalam era otonomi daerah saat ini, partisipasi dan peran daerah

sangat diperlukan untuk mewujudkan keamanan pangan melalui pemberlakuan

peraturan-peraturan dan standar yang diwajibkan di bidang pangan. Pembagian

peran pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan standardisasi di bidang

pangan di Indonesia telah dijelaskan pada Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor

38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,

Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota Bidang

Pertanian dan Ketahanan Pangan, Sub Bidang 5 Penunjang, sub sub bidang 7

Standardisasi dan Akreditasi, menjelaskan pembagian peran pemerintah pusat dan

pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dalam bidang standardisasi dan

akreditasi. Secara lengkap pembagian peran tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 37: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

20

Tabel 2. Pembagian Peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Bidang Standardisasi dan Akreditasi (PP No.38, 2007)

Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah Provinsi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota1. Perumusan kebijakan sektor pertanian

di bidang standardisasi. 1. Rekomendasi usulan kebijakan sektor

pertanian di bidang standardisasi sesuai pengalaman di daerah.

1. Rekomendasi usulan kebijakan sektor pertanian di bidang standardisasi sesuai pengalaman di daerah.

2. Penyusunan rencana dan penetapan program standardisasi sektor pertanian.

2. Rekomendasi aspek teknis, sosial dan ekonomi dalam penyusunan rencana dan program standardisasi sektor pertanian.

2. Rekomendasi aspek teknis, sosial dan ekonomi dalam penyusunan rencana dan program nasional di bidang standardisasidi daerah.

3. Koordinasi standardisasi nasional sektor pertanian.

3. Koordinasi standardisasi sektor pertanian di provinsi.

3. Koordinasi standardisasi sektor pertanian di kabupaten/kota.

4. Perumusan rancangan Standar Nasional Indonesia (SNI) sektor pertanian melalui konsensus untuk ditetapkan sebagai SNI.

4. Koordinasi pengusulan kebutuhan standar yang akan dirumuskan sesuai kebutuhan daerah.

4. Pengusulan kebutuhan standar yang akan dirumuskan.

5. Penetapan pemberlakuan SNI wajib. 5. Rekomendasi aspek teknis, sosial dan bisnis dalam rencana pemberlakuan wajib SNI serta memberikan usulan pemberlakuan wajib SNI.

5. Rekomendasi aspek teknis, sosial dan bisnis dalam rencana pemberlakuan wajib SNI serta mengusulkan usulan pemberlakuan wajib SNI.

6. Fasilitasi kelembagaan sektor pertanian yang akan mengajukan akreditasi.

6. Penerapan sistem manajemen mutu kelembagaan dalam rangka proses akreditasi di provinsi.

6. Penerapan sistem manajemen mutu kelembagaan dalam rangka proses akreditasi di kabupaten/kota.

7. Penilaian kesesuaian terhadap pemohon akreditasi di sektor pertanian.

7. --- 7. ---

8. Penetapan sistem dan pelaksanaan sertifikasi sektor pertanian.

8. Penerapan sistem sertifikasi yang mendukung standardisasi sektor pertanian di provinsi.

8. Penerapan sistem sertifikasi yang mendukung standardisasi sektor pertanian di kabupaten/kota.

Page 38: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

21

Tabel 2. Pembagian Peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Bidang Standardisasi dan Akreditasi (Lanjutan)

Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah Provinsi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota9. Pembinaan dan pengawasan

pelaksanaan sistem sertifikasi sektor pertanian.

9. --- 9. ---

10. Pembinaan laboratorium penguji dan lembaga inspeksi dalam lingkungan pertanian.

10.Dukungan pengembangan laboratorium penguji dan lembaga inspeksi sektor pertanian di provinsi.

10. Pengembangan pembinaan laboratorium penguji dan lembaga inspeksi sektor pertanian di kabupaten/kota.

11. Pembinaan dan pengawasan lembaga sertifikasi dan laboratorium penguji dalam mendukung penerapan standardisasi di sektor pertanian.

11.Kerjasama standardisasi dan penyampaian rekomendasi teknis dalam rangka penerapan standar dan peningkatan daya saing produk pertanian.

11. Kerjasama standardisasi dalam rangka penerapan standar dan peningkatan daya saing produk pertanian.

12. Pengembangan dokumentasi dan informasi standardisasi sektor pertanian.

12.Fasilitasi penyebaran dokumentasi dan informasi standardisasi sektor pertanian di provinsi.

12. Fasilitasi penyebaran dokumentasi dan informasi standardisasi sektor pertanian di kabupaten/kota.

13. Menyusun dan melaksanakan program pemasyarakatan standardisasi sektor pertanian.

13.Fasilitasi pelaksanaan program pemasyarakatan standardisasi di provinsi.

13. Fasilitasi pelaksanaan program pemasyarakatan standardisasi di kabupaten/kota.

14. Penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan standardisasi sektor pertanian.

14.Fasilitasi penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan standardisasi sektor pertanian sesuai kebutuhan di provinsi.

14. Fasilitasi penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan standardisasi sektor pertanian sesuai kebutuhan di kabupaten/kota.

Page 39: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

22

Peran pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan kebijakan

keamanan pangan di Indonesia juga dapat dilihat pada Lampiran PP No. 38 Tahun

2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan

Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota Bidang Pertanian dan

Ketahanan Pangan, Sub Bidang 4. Ketahanan Pangan, sub sub bidang 2.

Keamanan Pangan menjelaskan pembagian peran pemerintah pusat dan

pemerintah daerah di bidang keamanan pangan. Secara lengkap pembagian peran

tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pembagian Peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Bidang Keamanan Pangan (PP No.38, 2007)

Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah Provinsi

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

1. Perumusan standar Batas Minimum Residu (BMR).

1. Pembinaan penerapan standar BMR wilayah provinsi.

1. Penerapan standar BMR wilayah kabupaten/kota.

2. Penyusunan modul pelatihan inspektur, fasilitator, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) keamanan pangan.

1. Pelatihan inspektur, fasilitator, PPNS keamanan pangan wilayah provinsi.

2. Pelatihan inspektur, fasilitator, PPNS keamanan pangan wilayah kabupaten/kota.

3. Pembinaan sistem manajemen laboratorium uji mutu dan keamanan pangan nasional.

2. Pembinaan sistem manajemen laboratorium uji mutu dan keamanan pangan provinsi.

3. Pembinaan sistem manajemen laboratorium uji mutu dan keamanan pangan kabupaten/kota.

4. a. Monitoring otoritas kompeten provinsi.

b. —

3. a. Monitoring otoritas kompeten kabupaten/kota.

b. Pelaksanaan sertifikasi dan pelabelan prima wilayah provinsi.

4.a. —

b. Pelaksanaan sertifikasi dan pelabelan prima wilayah kabupaten/kota.

Page 40: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

23

2.4.3. Perbedaan Kelembagaan dan Sifat Standar atau Peraturan yang

Ditetapkan BSN, BPOM, dan CAC

Lembaga pemerintah di tingkat pusat yang bertanggung jawab untuk

menyusun dan mengatur standar keamanan pangan paling tidak ada Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI dan Badan Standardisasi Nasional

(BSN). Meskipun berbagai lembaga pemerintah berperan dalam kebijakan

pengembangan standar dan peraturan keamanan pangan seperti telah dijelaskan

pada bagian sebelumnya (Bagian 2.4.2.B pada Tabel 1), tetapi pada bagian ini

akan dilihat mengenai 2 lembaga pemerintah yang paling dominan yaitu BSN dan

BPOM sebagai perwakilan lembaga pemerintah lainnya. BPOM RI bertanggung

jawab dalam pengawasan pangan yang beredar di Indonesia, sedangkan BSN

bertanggung jawab dalam mengatur sistem standardisasi nasional. Kedua

lembaga pemerintah tersebut sangat berperan dalam sistem standardisasi

keamanan pangan di Indonesia. Untuk membandingkan peran, bentuk

kelembagaan, dan sifat standar yang dihasilkan atau diberlakukan wajib dalam

bentuk peraturan pada Tabel 4 diperlihatkan perbedaan kedua lembaga pemerintah

tersebut. Sebagai pembanding, disandingkan juga kelembagaan dan sifat standar

yang ditetapkan Codex Alimentarius Committee (CAC). CAC merupakan

lembaga internasional yang menghasilkan standar sebagai acuan dalam

perselisihan perdagangan antar negara anggota WTO (World Trade

Organization).

Page 41: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

24

Tabel 4. Perbedaan Kelembagaan dan Sifat Standar atau Peraturan yang Ditetapkan BPOM, BSN, dan CAC (BSN, 2011c; BPOM, 2011b;CAC, 2006)

No Karakter BSN BPOM CAC1 Mandat/Pendirian Badan Standardisasi Nasional

dibentuk dengan Keputusan Presiden No. 13 Tahun 1997 yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 166 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah dan yang terakhir dengan Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001

Sebelumnya bernama Dewan Standardisasi Nasional

Badan Pengawas Obat dan Makanan dibentuk dengan No. 178 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Lembaga Pemerintah Non Departemen

Sebelumnya adalah Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan di bawah Departemen Kesehatan RI

Didirikan berdasarkan sidang ke-11 Konferensi FAO tahun 1961 dan sidang ke-16 Konferensi WHO tahun 1963

2 Tujuan BSN merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen dengan tugas pokok mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi di Indonesia

Tujuan utama BPOM RI: melakukan pengawasan obat dan makanan yang beredar di Indonesia, salah satunya dengan mengeluarkan kebijakan berupa pemberlakuan wajib standar pangan

Mempersiapkan standar pangan dan mempublikasikannya

Page 42: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

25

Tabel 4. Perbedaan Kelembagaan dan Sifat Standar atau Peraturan yang Ditetapkan BPOM, BSN, dan CAC (Lanjutan)No Karakter BSN BPOM CAC3 Struktur Komite BSN memiliki 3 Deputi: Bidang

Penelitian dan Kerjasama Standardisasi, Bidang Penerapan Standar dan Akreditasi, dan Bidang Informasi dan Pemasyarakatan Standardisasi

Deputi Bidang Penelitian dan Kerjasama Standardisasimemiliki 3 Pusat, yaitu: Pusat Penelitian dan Pengembangan Standardisasi, Pusat Perumusan Standar, dan Pusat Kerjasama Standardisasi

BSN dibantu oleh: Komite Akreditasi Nasional

(KAN): menetapkan akreditasi dan memberikan pertimbangan serta saran kepada BSN dalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi

Komite Standardisasi Nasional Satuan Ukuran (KSNSU): memberikan pertimbangan dan saran kepada BSN mengenai standar nasional untuk satuan ukuran

BPOM memiliki 3 Deputi: Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya memiliki 5 Direktorat, yaitu: Dit. Penilaian Keamanan Pangan, Dit. Standardisasi Produk Pangan, Dit. Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Dit. Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, dan Dit. Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya

Pada bulan Agustus 2006, CAC memiliki 174 negara anggota dan 1 anggota organisasi (UE)

Terdiri atas: Komisi Komite Eksekutif Sekretariat Badan subsidiary: Komite

Subjek Umum (General Subject Committees), Komite Komoditi (Commodity Committees), Komite Ad hoc Satuan Tugas Antar Pemerintah (Ad hoc Intergovernmental Task Forces), dan Komite Koordinasi (Coordinating Committees)

Page 43: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

26

Tabel 4. Perbedaan Kelembagaan dan Sifat Standar atau Peraturan yang Ditetapkan BPOM, BSN, dan CAC (Lanjutan)

No Karakter BSN BPOM CAC4 Sekretariat Perumusan standar dilakukan oleh

Pusat Perumusan Standar, Deputi Bidang Penelitian dan Kerjasama Standardisasi BSN

Perumusan standar pangan di bawah tanggung jawab direktorat Standardisasi Produk Pangan, Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM

Komisi diganti setiap 2 tahun sekali, dan bertempat di kantor pusat FAO di Roma dan Markas WHO di Jenewa

5 Pengaturan Prioritas

Dilakukan terutama oleh Pusat Perumusan Standar

Melalui target yang ditetapkan Direktorat Standardisasi Produk Pangan

Dibuat oleh komite eksekutif

6 Lembaga superordinate

Presiden RI dibawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi

Presiden RI dibawah koordinasi Kementerian Kesehatan

FAO/WHO

7 Luaran Standar Nasional Indonesia (SNI) Peraturan kepala BPOM (misal batas cemaran kimia dan mikroba)

PedomanKode praktis

Codex standardCode of practicesGuidelines

8 Jumlah peraturan atau standar yang telah dikeluarkan

7010 SNI(1970 hingga 1 Mei 2011)

29 Peraturan/Keputusan Ka. BPOM terkait pengawasan keamanan pangan yang diberlakukan untuk keluar organisasi BPOM (dari 2001 hingga Januari 2010) (lihat Lampiran 8)

5342 Codex standards, guidelinesdan codes of practice(1963 hingga Juni 2006) (CAC, 2006)

9 Wilayah pemberlakuan standar/peraturan

Nasional Nasional Internasional

10 Lingkup standar Mutu dan keamanan pangan Keamanan pangan Mutu dan keamanan pangan11 Sifat

standar/peraturanSukarela Wajib Sukarela

Page 44: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

27

Tabel 4. Perbedaan Kelembagaan dan Sifat Standar atau Peraturan yang Ditetapkan BPOM, BSN, dan CAC (Lanjutan)

No Karakter BSN BPOM CAC12 Dasar perumusan

standar/peraturanMeningkatkan mutu dan melindungi kesehatan masyarakat (kesehatan, keamanan, keselamatan, lingkungan, dan pertumbuhan ekonomi nasional)

Melindungi kesehatan masyarakat Melindungi kesehatan masyarakat dan menjamin perdagangan dunia yang fair

13 Manfaat bagi pengguna standar/peraturan

o Jaminan mutu produkoMembantu penyelesaian dalam

masalah yang terkait TBT

Mendapatkan izin edar/mendaftar produk

Penyelesaian perselisihan perdagangan antar negara (WTO) yang terkait dengan Technical Barrier Trade (TBT) dan Sanitary and Phytosanitary (SPS)

14 Tim penyusun Panitia teknis: Pemerintah (instansi teknis), industri, konsumen, akademisi; dan MASTAN

BPOM, industri, konsumen, dan akademisi

Codex committee: Pemerintah negara anggota dan NGO

15 Tim pengkaji risiko

Gugus kerja/Panitia teknis?(tidak eksplisit dijelaskan)

Tim mitra bestari?(tidak eksplisit dijelaskan)

Joint FAO & WHO (misal JECFA - Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives, JEMRA - Joint FAO/WHO Expert Meetings on Microbiological Risk Assessment, -JMPR - Joint FAO/WHO Meetings on Pesticide Residues)

16 Target penyelesaian

19 bulan (berdasarkan PSN 01-2007)

Tidak eksplisit dijelaskan ≤ 5 tahun

17 Waktu kaji ulang 5 tahun Tidak eksplisit dijelaskan Maksimal 6 tahun(CAC, 2010)

Page 45: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Southeast Asian Food and Agricultural Science

and Technology (SEAFAST) Center, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada

Masyarakat (LPPM) IPB. Penelitian dilakukan selama 7 bulan (November 2010-

Mei 2011).

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah beberapa

dokumen yang telah dikeluarkan oleh badan otoritas pembuat kebijakan dalam

pengembangan standardisasi keamanan pangan baik nasional maupun

internasional (dari BSN, BPOM RI, dan Codex Alimentarius Commission).

Selain itu, diperlukan juga beberapa peraturan pangan yang dikeluarkan oleh

pemerintah RI. Data primer diperoleh dari hasil analisis kuesioner yang dilakukan

dengan menjaring pendapat mengenai perumusan dan penerapan standar

(keamanan) pangan melalui survei pada beberapa lembaga terkait (pemerintah,

industri, pakar/akademisi, konsumen/Lembaga Swadaya Masyarakat).

Literatur terkait dengan pengembangan standar di negara lain dan yang

berlaku secara internasional juga dipelajari untuk kemudian dibandingkan dengan

pengembangan standar di Indonesia. Selain itu beberapa data sekunder yang

terkait dengan pengaruh dari penerapan standar di Indonesia juga dikumpulkan,

misalnya kualitas dari produk susu dan makanan kaleng yang memenuhi standar.

3.3. Pelaksanaan Penelitian

Kerangka penelitian kajian perumusan standar dan peraturan keamanan

pangan dilihat pada Gambar 4.

Page 46: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

30

Gambar 4. Kerangka Penelitian Kajian Perumusan Standar dan Peraturan Keamanan Pangan

Tahapan di dalam penelitian ini dibagi menjadi 7 tahap, yaitu: (i) studi

literatur perumusan standar keamanan pangan secara teoritis, (ii) studi atas

prosedur perumusan standar dan peraturan pada otoritas pembuat

standar/peraturan keamanan pangan, (iii) focus group discussion (FGD), (iv)

survei, (v) analisis gap 1: antara perumusan secara teoritis dan dokumen prosedur

perumusan standar dan peraturan yang berlaku pada otoritas pembuat

standar/peraturan keamanan pangan, (vi) analisis gap 2: antara dokumen prosedur

perumusan standar dan peraturan dengan pelaksanaannya berdasarkan hasil FGD

dan survei, dan (vii) penyusunan rekomendasi perumusan standar dan peraturan

berdasarkan hasil analisis gap 1 dan gap 2. Adapun tahap penelitian ini secara

lengkap dijelaskan pada bagian di bawah ini.

3.3.1. Studi Literatur Perumusan Standar secara Teoritis

Studi literatur dilakukan untuk mengetahui perumusan dan pengembangan

standar secara teoritis, termasuk mempelajari prinsip-prinsip perumusan dan

pengembangan dan prosedur perumusan standar yang berlaku secara internasional

(Codex Alimentarius Commission – CAC). Perumusan standar tersebut

dikembangkan berdasarkan prinsip Transparan, Terbuka, Konsensus dan Tidak

Page 47: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

31

Memihak, Efektif dan Relevan, Koheren, dan Berdimensi Pengembangan (BSN,

2011e).

3.3.2. Studi atas Prosedur Perumusan Standar pada Otoritas Pembuat

Standar dan Peraturan

Mempelajari prosedur perumusan, penetapan, dan pemberlakuan standar

keamanan pangan yang saat ini berlaku di Indonesia, khususnya dari Badan

Standardisasi Nasional (BSN) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

RI. BSN merupakan lembaga yang berwenang dalam mengkoordinasi sistem

standardisasi nasional, sehingga kegiatan standardisasi yang ada di Indonesia

harus melalui prosedur yang berlaku dan ditetapkan oleh BSN. Jika BPOM RI

akan melakukan kegiatan standardisasi keamanan pangan, maka prosedurnya

mengikuti ketentuan yang berlaku di BSN.

Selain itu, BPOM RI juga berwenang dalam menyusun pedoman dan kode

praktis yang terkait dengan keamanan pangan tanpa melalui prosedur yang

berlaku di BSN. Pedoman, kode praktis, dan standar yang diberlakukan wajib

oleh BPOM RI kemudian secara umum disebut sebagai “Peraturan” yang

ditetapkan melalui surat keputusan kepala BPOM RI. Untuk itu, prosedur

perumusan standar oleh BSN dan peraturan oleh BPOM RI perlu dipelajari agar

diperoleh gambaran mengenai perumusan standar dan peraturan tersebut secara

lebih komprehensif.

3.3.3. Focus Group Discussion

Focus Group Discussion (FGD) dilakukan untuk menjaring masukan dari

berbagai lembaga terkait (pemerintah, industri, akademisi, dan konsumen)

mengenai perumusan dan pengembangan standar dan peraturan keamanan pangan

di Indonesia secara umum. FGD juga dilakukan untuk mengetahui gambaran

pelaksanaan kebijakan keamanan pangan secara umum di Indonesia, termasuk

penerapan standar dan peraturan yang dikeluarkan BSN dan BPOM RI.

FGD dilakukan dengan menghadirkan beberapa stakeholder yang terkait

dengan perumusan dan pengembangan standar dan peraturan keamanan pangan.

Page 48: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

32

FGD dilakukan pada 6 Desember 2010 di SEAFAST Center IPB Baranangsiang.

FGD tersebut dihadiri oleh BPOM RI (Deputi III, seluruh direktur kedeputian III,

dan staf), BSN, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan,

Kementerian Perindustrian, pihak industri (diwakili oleh Gabungan Pengusaha

Makanan dan Minuman Indonesia – GAPMMI, Pusat Informasi Produk Makanan

dan Minuman Seluruh Indonesia – PIPIMM, dan Asosiasi Industri Minuman

Ringan Indonesia – ASRIM), akademisi dari peneliti SEAFAST Center IPB, dan

konsumen yang diwakili oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Daftar peserta yang mengikuti FGD dapat dilihat pada Lampiran 4.

3.3.4. Survei

Survei dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada lembaga terkait

untuk menjaring pendapat dan penilaian terhadap perumusan dan pengembangan

standar dan peraturan keamanan pangan di Indonesia dengan lebih mendalam.

Pertanyaan pada kuesioner dikembangkan berdasarkan prinsip perumusan dan

pengembangan standar yaitu: Transparan, Terbuka, Konsensus dan tidak

memihak, Efektif dan relevan, Koheran, dan Berdimensi pengembangan. Standar

dan peraturan di dalam kuesioner digunakan istilah yang sama yaitu “Standar”.

A. Metode Sampling dan Responden

Metode sampling yang digunakan pada survei ini adalah purposive

sampling, yaitu sampel/contoh dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan

tertentu sesuai dengan tujuan penelitian (Mantra dan Kasto, 2008). Metode

sampling dilakukan dengan cara mengambil contoh yang sesuai dengan sifat-sifat

populasi. Responden yang akan dijadikan contoh harus diketahui sifat-sifatnya

dan diusahakan memiliki sifat yang sama dengan sifat populasi. Metode sampling

tersebut dilakukan dengan memilih responden yang terlibat dan berperan dalam

pengembangan standar dan peraturan di Indonesia. Responden adalah lembaga

dan perorangan yang memiliki sifat, peran, dan tugas masing-masing yang telah

diketahui sebelumnya dalam pengembangan standar dan peraturan keamanan

pangan.Survei dilakukan kepada 4 kelompok besar responden, yaitu pemerintah,

industri, akademisi, dan lembaga konsumen. Pembagian kelompok responden

Page 49: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

33

tersebut berdasarkan pada rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (World Health

Organization - WHO) yang memberikan gambaran bahwa keamanan pangan

dapat diwujudkan secara simultan oleh 3 pilar, yaitu: pemerintah, industri, dan

konsumen. Selain itu, pada survei ini dibagi 1 kelompok lagi yaitu akademisi.

Hal ini sejalan dengan acuan yang dibuat oleh CAC bahwa pihak yang

berkepentingan dalam perumusan standar (keamanan) pangan terdiri atas

pemerintah, industri, konsumen, dan akademisi.

Pada survei penelitian ini yang menjadi populasi sampling adalah lembaga

pemerintah, industri, akademisi, dan lembaga konsumen. Populasi sasaran pada

survei ini adalah individu yang pernah terlibat atau paham akan sistem

standardisasi produk pangan.

Kuesioner disebarkan melalui pos, faks/telefon, email, dan secara langsung

yang disertai dengan surat pengantar. Jumlah kuesioner yang disebarkan dan diisi

oleh responden dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah Kuesioner yang Digunakan untuk Survei

Kelompok Jumlah Kuesioner Disebar

Jumlah Kuesioner Terisi

% Kuesioner Terisi

Pemerintah 44 23 52%

Industri 39 23 59%

Akademisi 13 7 54%

Lembaga Konsumen/Masyarakat 17 8 47%

Total 113 61 54%

Responden berasal dari berbagai daerah, yaitu dari pulau Sumatera, Jawa,

Bali, Kalimantan, dan Sulawesi. Secara lengkap profil responden yang

berpartisipasi dalam kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 7.

B. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data kuesioner tersebut menggunakan perangkat komputer

dengan program yang digunakan adalah Microsoft Excel. Jenis data yang

Page 50: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

34

digunakan di dalam kuesioner adalah nominal, ordinal, dan interval. Data

nominal digunakan misalnya pada pertanyaan dengan pilihan jawaban “Ya” dan

“Tidak”. Data ordinal digunakan misalnya pada pertanyaan dengan pilihan

jawaban “Sangat Baik”, “Baik”, “Cukup”, dan “Kurang”. Data interval

digunakan pada kuesioner dengan pertanyaan untuk mendapatkan pernyataan dari

responden dengan memberikan penilaian terhadap variabel tertentu (transparan,

keterbukaan, konsensus dan tidak memihak, efektif dan relevan, koheren, dimensi

pengembangan) pada skala garis yang diberikan. Bentuk kuesioner yang

digunakan di dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 6.

3.3.5. Analisis Gap 1

Analisis gap perumusan, penetapan, dan pemberlakuan wajib standar oleh

BSN dan BPOM RI (dokumen tertulis) dibandingkan dengan perumusan standar

berdasarkan teori (ideal) yang menerapkan prinsip-prinsip perumusan dan

pengembangan standar keamanan pangan. Perumusan standar secara teori

mengacu pada pedoman yang telah diberlakukan oleh lembaga internasional

seperti CAC.

3.3.6. Analisis Gap 2

Analisis gap perumusan, penetapan, dan pemberlakuan standar oleh BSN

dan BPOM RI (dokumen tertulis) dibandingkan dengan penerapan dokumen

perumusan standar (pelaksanaan). Kondisi pelaksanaan perumusan standar dilihat

dari hasil focus group discussion (FGD) dan survei.

3.3.7. Penyusunan Rekomendasi Perumusan Standar dan Peraturan

Draf dan rekomendasi perumusan suatu standar dan peraturan keamanan

pangan disusun berdasarkan analisis gap 1 dan gap 2 pada Langkah 5 dan

Langkah 6. Rekomendasi perumusan standar dan peraturan dilakukan dengan

memperhatikan penerapan prinsip perumusan dan pengembangan standar dan

peraturan yaitu transparan, terbuka, konsensus dan tidak memihak, efektif dan

relevan, koheren, dan berdimensi pengembangan.

Page 51: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Perumusan Standar dan Peraturan oleh BSN, BPOM, dan CAC

Setiap lembaga mempunyai cara yang berbeda dalam perumusan suatu

peraturan dan standar. Paling tidak di Indonesia lembaga pemerintah yang

berwenang dalam perumusan dan pemberlakuan suatu standar keamanan pangan

ada 2 yaitu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI dan Badan

Standardisasi Nasional (BSN). Selain dilihat prosedur perumusan dan

pemberlakuan suatu standar pangan pada lembaga di tingkat nasional tersebut, di

dalam pembahasan ini juga akan dilihat perumusan standar di tingkat

internasional oleh Codex Alimentarius Commission (CAC).

4.1.1.Perumusan Standar oleh BSN

Perumusan standar di BSN dimulai dengan penyusunan konsep oleh

konseptor dari perorangan atau gugus kerja yang ditunjuk oleh panitia teknis (PT)

atau subpanitia teknis (SPT). Konseptor dapat berasal dari dalam maupun luar

anggota PT/SPT. Panitia teknis terdiri atas beberapa orang yang merupakan

perwakilan dari lembaga pemerintah, industri (produsen), konsumen, dan

akademisi (pakar). Panitia teknis pada umumnya diketuai oleh seorang dari

perwakilan lembaga pemerintah yang terkait dengan standar yang akan dibahas.

Misalnya untuk standar yang terkait dengan bahan tambahan pangan dan

kontaminan, panitia teknis diketuai oleh pejabat atau staf dari direktorat

standardisasi produk pangan BPOM RI dengan sekretariat bertempat di kantor

BPOM RI.

Hasil dari penyusunan konsep adalah Rancangan Standar Nasional

Indonesia (RSNI) 1. RSNI 1 kemudian dibahas di dalam rapat teknis yang harus

dihadiri oleh semua anggota panitia teknis atau dengan jumlah yang memenuhi

kuorum dan adanya keterwakilan dari masing-masing lembaga pemerintah,

industri, konsumen, dan akademisi. Rapat teknis dihadiri oleh tenaga ahli

standardisasi (TAS) sebagai pengendali mutu yang ditugaskan oleh BSN untuk

memantau pelaksanaannya. TAS harus memastikan bahwa pelaksanaan rapat

Page 52: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

36

teknis dihadiri oleh seluruh perwakilan lembaga dan pengambilan keputusan di

dalam rapat tersebut telah memenuhi prinsip konsensus.

Hasil dari rapat teknis adalah RSNI 2. Jika di dalam rapat teknis telah

terjadi konsensus dari semua perwakilan lembaga yang hadir, maka akan langsung

diperoleh RSNI 3. RSNI 3 kemudian diajukan kepada BSN untuk dilakukan jajak

pendapat. Jajak pendapat dilakukan kepada anggota PT/SPT dan anggota

Masyarakat Standardisasi Indonesia (MASTAN) kelompok minat yang relevan.

Hasil dari jajak pendapat adalah RSNI 4 atau Rancangan Akhir SNI (RASNI).

Jika saat jajak pendapat tidak diperoleh suara yang seluruhnya menyetujui, maka

dihasilkan RSNI 4 yang perlu diperbaiki dan dilakukan jajak pendapat kembali

hingga diperoleh keputusan yang merupakan kesepakatan bersama dengan

minimal 2/3 suara setuju dan maksimal ¼ suara tidak setuju dengan alasan yang

jelas. RASNI kemudian diberikan kepada BSN untuk ditetapkan sebagai SNI.

Mekanisme perumusan suatu standar yang saat ini berlaku di Badan

Standardisasi Nasional (BSN, 2007a) dapat dilihat pada Gambar 5.

4.1.2.Perumusan Peraturan dan Pemberlakuan Wajib Standar oleh BPOM

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI yang merupakan salah

satu instansi teknis menurut PP No. 102/2000 tentang Standardisasi Nasional,

berwenang dalam memberlakukan wajib suatu SNI yang dituangkan dalam suatu

peraturan melalui surat keputusan (SK) kepala BPOM RI. Saat ini, BPOM RI

juga menetapkan suatu peraturan berupa ketentuan, pedoman, dan kode praktis

yang terkait dengan keamanan pangan tanpa melalui prosedur yang ditetapkan

oleh BSN.

Penyusunan suatu peraturan, pedoman, dan kode praktis di BPOM RI

dimulai dengan melakukan pengumpulan materi dan kajian pustaka. Kemudian

dilakukan pemetaan dan kaji banding dengan peraturan yang berlaku baik di

dalam maupun luar negeri. BPOM RI kemudian mengundang narasumber dan

stakeholder untuk memberikan masukan dan dimintai pendapatnya. Pembahasan

draf peraturan, pedoman, dan kode praktis dilakukan sebanyak 3 kali untuk meng-

Page 53: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

37

Penyusunan Standar

PELAKSANA & PESERTAHASILPROSES

Penyusunan konsep

Rapat teknis

RSNI1

RSNI2

Rapat konsensus

Perbaikan RSNI2 RSNI3

Jajak pendapat disetujui

Perbaikan RSNI3

RASNI

RSNI4

Penetapan + penomoran

Pemungutan suara disetujui

RASNI

SNI

Publikasi

Rapat teknis DT

Konseptor dan PT/SPT

PT/SPT dan TAS

QC

QC

PT/SPT dan TAS

PT/SPT

BSN, MASTAN, PT/SPT

BSN

PT/SPT

BSN, MASTAN, PT/SPT

BSN

BSN

BSN

PT

Tidak

Tidak

Tidak

Ya

Ya

Ya

100%

<100%

Keterangan:PT : Panitia TeknisSPT : Sub Panitia TeknisTAS :Tenaga Ahli Standardisasi sebagai pengendali mutu yang ditugaskan oleh BSN untuk

memantau pelaksanaan rapat teknisBSN : Badan Standardisasi NasionalMASTAN : Masyarakat Standardisasi IndonesiaRSNI : Rancangan Standar Nasional IndonesiaDT : Dokumen Teknis

Gambar 5. Mekanisme Perumusan Suatu Standar di Indonesia (BSN, 2007a)

Page 54: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

38

hasilkan rumusan yang baik (BPOM, 2010). Mekanisme perumusan suatu

peraturan dan pemberlakuan wajib standar yang saat ini berlaku di BPOM RI

dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Mekanisme Perumusan Suatu Peraturan dan Pemberlakuan Wajib Standar di BPOM RI (BPOM, 2010)

Instansi teknis (misal BPOM RI, Kemenkes, Kementan, KKP, Kemenperin,

Kemenhut) dapat memberlakukan wajib SNI yang terkait dengan kesehatan

masyarakat, keamanan, keselamatan atau pelestarian lingkungan hidup dan/atau

pertimbangan ekonomi. Intansi teknis dapat memberlakukan wajib keseluruhan

atau sebagian dan/atau sebagian parameter di dalam suatu SNI.

Jika instansi teknis, misalnya BPOM RI ingin memberlakukan wajib SNI,

maka perlu mengajukan usulan kepada BSN terlebih dahulu. Usulan tersebut

diberikan setahun sebelum rencana penetapan regulasi teknis yang akan

Page 55: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

39

memberlakukan wajib SNI. BSN memasukkan usulan pemberlakuan regulasi

teknis di dalam Program Nasional Regulasi Teknis. Kemudian perumusan

regulasi teknis dilakukan oleh instansi teknis dengan memperhatikan berbagai

faktor agar regulasi tersebut efektif dijalankan dan tidak memberikan hambatan

yang berarti bagi perkembangan dunia usaha dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Draf regulasi teknis yang akan diberlakukan terlebih dahulu dilakukan notifikasi

kepada World Trade Organization (WTO) untuk mendapatkan tanggapan dari

anggota WTO. Notifikasi dilakukan melalui BSN. Jika draf regulasi teknis

tersebut dianggap tidak memberatkan bagi negara anggota WTO, instansi teknis

dapat menetapkan regulasi teknis tersebut.

Regulasi teknis kemudian dapat diimplementasi dengan mempertimbangkan

waktu bagi pelaku usaha untuk menyesuaikannya. Waktu implementasi regulasi

tersebut minimal 6 bulan setelah ditetapkan. Setelah diimplementasikan, instansi

teknis melakukan pengawasan pra pasar, pasar, dan didukung dengan pengawasan

oleh masyarakat. Misalkan untuk BPOM RI, melakukan pengawasan pra pasar

pada saat registrasi produk dari pelaku usaha. Pengawasan pasar dilakukan

melalui surveilan. Pengawasan oleh masyarakat dapat dilakukan oleh lembaga

konsumen.

Gambar 7. Skema Framework Regulasi Teknis (BSN, 2011b)

Page 56: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

40

Setelah beberapa waktu pemberlakuan berjalan, regulasi teknis perlu

dievaluasi dan dikaji ulang mengenai efektifitas pelaksanaannya. Evaluasi dan

kaji ulang minimal dilakukan setelah 5 tahun regulasi teknis berjalan. Jika ada hal

yang perlu diperbaiki, maka instansi teknis dapat menyusun kembali draf regulasi

teknis yang baru atau perbaikan regulasi teknis yang lama agar dapat

diimplementasi secara efektif.

Tata cara pemberlakuan SNI secara wajib

WaktuPelaksanaProses

Rencana SNI yg akan diberlakukan secara wajib tahun X+1

Kompilasi rencana SNI yg akan diberlakukan secara wajib tahun X+1

Publikasi rencana SNI yg akan diberlakukan secara wajib tahun X+1

Masukan thd rencana SNI yg akan diberlakukan secara

wajib tahun X+1

Rapat musyawarah penyelesaian duplikasi wewenang

Program Nasional Regulasi Teknis tahun X+1

Penyampaian Program Nasional Regulasi Teknis tahun X+1 kpd Instansi Teknis

Publikasi Program Nasional Regulasi Teknis tahun X+1

Perumusan Rencana Regulasi Teknis dan persiapan infrastruktur pendukungnya

Notifikasi Rancangan Regulasi Teknis ke WTO

Penetapan Regulasi Teknis

Pemberlakuan Regulasi

Pembahasan thd tanggapan Negara

anggota WTO

Masukan terkait duplikasi

kewenangan

Masukan tdk terkait duplikasi kewenangan

Ada tanggapan

Instansi Teknis

BSN c.q. Pusat yang terkait dengan

penerapan standar

BSN

Pejabat Es. I dari instansi terkait

Pihak yang berkepentingan

BSN

BSN

BSN

Instansi Teknis

Notification body

Instansi Teknis

Instansi Teknis

Selambatnya bulan April tahun X

Minggu kedua bulan Mei tahun X

14 hari setelah publikasi

Tergantung kesiapan Instansi Teknis

Peling singkat 60 hari setelah disampaikan

kepada sekretariat WTO

Paling singkat 6 bulan setelah ditetapkan

Tidak ada tanggapan

Tidak ada masukan

Gambar 8. Tata Cara Pemberlakuan SNI Secara Wajib (BSN, 2011b)

Page 57: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

41

Berdasarkan keputusan kepala Badan Standardisasi Nasional dalam

Peraturan Kepala BSN Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pedoman Standardisasi

Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan Standar

Nasional Indonesia Secara Wajib, setiap intansi teknis seperti BPOM yang akan

memberlakukan standar secara wajib harus mengikuti prosedur seperti Gambar 7

dan Gambar 8.

Beberapa contoh standar yang diberlakukan wajib di bidang pangan dan

pertanian oleh instansi teknis dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Di sektor

industri makanan dan minuman terdapat 440 SNI, dan 428 SNI di antaranya

memiliki relevansi dengan CAFTA (China-ASEAN Free Trade Agreement)

sementara 12 SNI lainnya tidak terkorelasi (BSN, 2010). Dari 428 SNI makanan

dan minuman tersebut, 9 SNI di antaranya telah ditetapkan sebagai SNI wajib

melalui regulasi pemerintah, dengan perincian pada Tabel 6.

Tabel 6. Regulasi Teknis Pemberlakuan Wajib SNI Bidang Pangan (BSN, 2010)

No SNI Regulasi Pemerintah

1 SNI 01-3751-2006, Tepung Terigu

Peraturan Menteri Perindustrian No. 49/M-IND/PER/7/2008

2 SNI 01-3747-1995, Kakao Bubuk

Peraturan Menteri Perindustrian No. 45/M-IND/PER/5/2009 diubah menjadi No. 157/M-IND/PER/11/2009

3 SNI 01-3553-2006, Air Minum dalam Kemasan

Peraturan Menteri Perindustrian No. 69/M-IND/PER/7/2009

4 SNI 01-3556-1994, Garam Konsumsi Beryodium

Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 29/M/SK/2/1995

5 SNI 01-3140.22006, Gula Kristal Rafinasi

Peraturan Menteri Perindustrian No. 27/M-IND/PER/2/2010

6 SNI 01-3140.12001, Gula Kristal Mentah (raw sugar)

Keputusan Bersama No. 03/Kpts/KB.410/1/2003

7 SNI 01-6993-2004, Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan - Persyaratan Penggunaan dalam Produk Pangan

Surat Keputusan Kepala BPOM No.00.05.5.1.4547

8 SNI 01-0222-1995, Bahan Tambahan Makanan

Peraturan Menteri Kesehatan No.722/ Menkes/PER/XI/88

9 SNI 01-0219 -1987, Kodeks Makanan Indonesia

Surat Keputusan Kepala BPOM No.HK.00.05.5.00617 dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 43/MENKES/SK/II/1979

Page 58: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

42

Di sektor industri pertanian dan produk pertanian terdapat 121 SNI, dan 117

SNI di antaranya memiliki relevansi dengan CAFTA sementara 4 SNI lainnya

tidak terkorelasi (BSN, 2010). Dari 121 SNI pertanian dan produk pertanian

tersebut, 81 SNI di antaranya telah ditetapkan sebagai SNI wajib melalui 21

regulasi pemerintah seperti pada Tabel 7.

Tabel 7. Regulasi Teknis Pemberlakuan Wajib SNI Bidang Pertanian (BSN, 2010)

No Nomor Regulasi Tentang1 UU No. 12 Tahun 1992 Sistem budidaya tanaman2 UU No. 16 Tahun 1992 Karantina hewan, ikan dan tumbuhan3 UU No. 18 Tahun 2004 Perkebunan4 UU No. 18 Tahun 2009 Peternakan dan kesehatan hewan5 UU No. 22 Tahun 1983 Kesehatan masyarakat veteriner6 UU No. 82 Tahun 2000 Karantina hewan7 UU No. 14 Tahun 2002 Karantina tumbuhan8 Keputusan Bersama No.

881/MENKES/ SKB/VIII/1996 dan Nomor 711/Kpts/ TP.270/8/1996

Batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian

9 Peraturan Menteri No. 58/Permentan/ OT.140/8/2007

Pelaksanaan sistem standardisasi nasional di bidang pertanian

10 Keputusan Menteri No. 469/Kpts/ HK.310/8/2001

Tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina

11 Keputusan Menteri No. 380/Kpts/ OT.130/ 10/2005

Penunjukan direktorat jenderal pengolahan dan pemasaran hasil pertanian sebagai otoritas kompeten (competent authority) pangan organik

12 Keputusan Menteri No. 381/ Kpts/OT.140/ 10/2005

Pedoman sertifikasi kontrol veteriner unit usaha pangan asal hewan

13 Keputusan Menteri No. 37/ Kpts/HK.060/ 1/2006

Persyaratan teknis dan tindakan karantina tumbuhan untuk pemasukan buah-buahan dan sayuran buah segar ke dalam wilayah negara RI

14 Peraturan Menteri No. 18/ Permentan/ OT.140/2/2008

Persyaratan dan tindakan karantina tumbuhan untuk pemasukan hasil tumbuhan hidup berupa sayuran umbi lapis segar

15 Peraturan Menteri No. 22/ Permentan/ OT.140/4/2008

Organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis karantina pertanian

16 Peraturan Menteri No. 35/Permentan/ OT.140/7/2008

Persyaratan dan penerapan cara pengolahan hasil pertanian asal tumbuhan yang baik(good manufacturing practices)

17 Peraturan Menteri No. 51/ Syarat dan tata cara pendaftaran pangan

Page 59: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

43

No Nomor Regulasi TentangPermentan/ OT.140/ 10/2008

segar asal tumbuhan

18 Peraturan Menteri No. 27/ Permentan/ PP.340/5/2009

Pengawasan keamanan pangan terhadap pemasukan dan pengeluaran pangan segar asal tumbuhan

19 Peraturan Menteri No. 38/Permentan/ PP.340/8/2009

Perubahan peraturan menteri pertanian nomor: 27/ Permentan/PP.340/5/2009 tentang pengawasan keamanan pangan terhadap pemasukan dan pengeluaran pangan segar asal tumbuhan

20 Peraturan Menteri No. 20/Permentan/ OT.140/4/2009

Pemasukan dan pengawasan peredaran karkas, daging, dan/atau jeroan dari luar negeri

21 Peraturan Menteri No. 09/Permentan/ OT.140/2/2009

Persyaratan dan tatacara tindakan karantina tumbuhan terhadap pemasukan media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina ke dalam wilayah negara RI

4.1.3.Perumusan Standar oleh CAC

Peran Codex Alimentarius Commission (CAC) penting terutama setelah

penandatanganan tentang perdagangan dan pengukuran sanitary pada General

Agreement on Tariffs and Trade (GATT) (Rees & Watson, 2000). Pada tahun

1994 Indonesia telah meratifikasi persetujuan pembentukan World Trade

Organization (WTO) dan menjadi salah satu negara anggotanya. Untuk itu,

produk Indonesia yang akan diekspor ke luar negeri, terutama ke negara anggota

WTO, harus memenuhi standar Internasional. Standar internasional yang menjadi

acuan adalah standar Codex dari CAC. Jika terjadi perselisihan perdagangan

antar negara anggota WTO, maka standar yang menjadi acuan adalah standar

Codex. Untuk itu, pengetahuan dan keterlibatan Indonesia di dalam perumusan

standar Codex juga sangat diperlukan.

Di dalam penelitian ini akan dibahas mengenai mekanisme penyusunan

standar internasional yang ditetapkan oleh Codex Alimentarius Commission

(CAC). Prinsip-prinsip perumusan standar oleh CAC tersebut akan menjadi

acuan dalam membandingkan dengan perumusan dan pemberlakuan wajib standar

oleh otoritas di Indonesia (BSN dan BPOM). Mekanisme perumusan standar di

Codex Alimentarius Commission (CAC) adalah sebagai berikut (CAC, 2010):

Page 60: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

44

1. CAC memutuskan untuk menyusun suatu standar dan memberikan tugas

kepada suatu komite untuk membahas. Keputusan untuk menyusun suatu

standar dapat berasal dari “codex committee”

2. Sekretariat melakukan persiapan untuk menyusun suatu usulan rancangan

standar menggunakan bahan dari “codex committee”

3. Usulan rancangan standar dikirim ke pemerintah negara serta organisasi

internasional untuk mendapatkan komentar seperlunya

4. Sekretariat menyampaikan usul-usul yang diterima kepada “codex committee”

5. Usulan rancangan standar disampaikan ke CAC, melalui sekretariat untuk

disetujui sebagai rancangan standar yang resmi

6. Rancangan standar disampaikan ke berbagai pemerintah dan organisasi

internasional

7. Sekretariat menyampaikan kembali ke “codex committee”

8. Rancangan standar disampaikan kembali ke CAC untuk diterima dan disahkan

menjadi CODEX STANDARD

Berdasarkan prosedur yang berlaku di CAC, beberapa bagian berperan

dalam perumusan standar. Diagram perumusan standar di CAC dapat dilihat pada

Gambar 9.

Gambar 9. Proses Perumusan Standar Codex (CAC, 2006)

Page 61: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

45

Tabel 8. Analisis Gap Perumusan Standar BSN, BPOM, dan CAC Berdasarkan Teori dan Naskah PeraturanNo Kategori Perumusan Standar Secara Teoritis yang

Diterapkan CAC*Perumusan, Penetapan, dan Pemberlakuan Wajib Standar Berdasarkan Naskah Peraturan

Rekomendasi

BSN** BPOM***

1 Transparan Prosedur perumusan standar dapat diakses di website: http://www.codexalimentarius.net/

Prosedur perumusan standar dapat diakses di website: http://bsn.or.id/dan telah ditetapkan oleh kepala BSN

Prosedur perumusan peraturan (pemberlakuan standar) belum diketahui secara luas oleh pihak yang berkepentingan

Perumusan standar atau peraturan di BPOM perlu diketahui oleh semua pihak misalnya melalui publikasi di website

2 Terbuka Adanya keterlibatan negara anggota, NGO internasional, pakar dari JECFA/JEMRA/JMPR

Setiap delegasi negara anggota dapat mengirim delegasi yang merupakan perwakilan dari industri, organisasi konsumen, dan lembaga akademisi.

Mengakomodir kepentingan produsen, konsumen, pakar, dan regulator; serta MASTAN (Masyarakat Standardisasi Nasional)

Adanya keterlibatan dari BPOM, perwakilanindustri, konsumen, dan akademisi dalam penyusunan peraturan (standar)

-

3 Konsensus dan Tidak Memihak

Persetujuan standar melalui konsensus Setiap tahapan draf standar harus dipastikan telah

mencapai konsensus sebelum diajukan ke tahap selanjutnya

Rapat konsensus hanya dapat dilakukan apabila rapat mencapai kuorum

Belum secara eksplisit dijelaskan

BPOM perlu merumuskan prosedur konsensus dalam penetapan standar/peraturan dan prosedur tersebut didokumentasikan dengan baik dan disahkan melalui keputusan kepala BPOM

4 Efektif dan Relevan

oDukungan Ilmiah

Didukung oleh lembaga bersama FAO/WHO di bidang penelitian, yaitu JMPR (Joint FAO/WHO Meetings on Pesticide Residues), JECFA (Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives), dan JEMRA (Joint FAO/WHO Expert Meetings on Microbiological Risk Assessment)

Lembaga penelitian internasional lain dapat berperan memberikan masukan dan saran dalam penyusunan standar

Dukungan ilmiah berasal dari individu/pakarperorangan, tanpa ada lembaga khusus yang diminta memberikan saran dan dukungan ilmiah dalam penyusunan standar.

Dukungan ilmiah berasal dari individu/pakar perorangan dan tim mitra bestari

Perlu dilakukan optimalisasi peran tim atau lembaga yang khusus mengkaji kriteria dalam standar secara ilmiah, terutama sebagai pengkaji risiko

Page 62: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

46

Tabel 8. Analisis Gap Perumusan Standar BSN, BPOM, dan CAC Berdasarkan Teori dan Naskah Peraturan

Keterangan: *Berdasarkan CAC (2006) dan CAC (2007) **Berdasarkan BSN (2007a) ***Berdasarkan BPOM (2010)

No Kategori Perumusan Standar Secara Teoritis yang Diterapkan CAC*

Perumusan, Penetapan, dan Pemberlakuan Wajib Standar Berdasarkan Naskah Peraturan

Rekomendasi

BSN** BPOM***

o Penggunaan ilmu pengetahuan dan faktor-faktor yang sah lainnya dalam penyusunan standar

Standar pangan, pedoman, dan rekomendasi lain dari CAC harus didasarkan pada prinsip analisis ilmiah yang kuat

Perlu dilakukan pernyataan resmi dalam dokumen BSN dan BPOM bahwa standar yang ditetapkan berdasarkan data ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan

5 Koheren Mempertimbangkan peraturan yang berlaku secara regional, seperti UE (Uni Eropa)

Sedapat mungkin harmonis dengan standar internasional yang telah ada (mengadopsi satu standar internasional yang relevan)

Melalui Pemetaan dan Kaji Banding (Nasional, Regional, Internasional)

-

6 Berdimensi Pengembangan

Mengoptimalkan peran negara berkembang dalam perumusan standar

Mempertimbangkan kepentingan UMKM dan daerah dengan memberikan peluang untuk dapat berpartisipasi dalam proses perumusan SNI.

Secara eksplisit belum dicantumkan mengenai faktor tertentu yang dijadikan sebagai dimensi pengembangan dalam pemberlakuan standar

BPOM perlu menetapkan faktor yang menjadi dimensi pengembangan

Perumusan standar/peraturan di Indonesia perlu memperhatikan kepentingan dan usulan daerah

Perwakilan industri berasal dari asosiasi yang juga merepresentasikan kepentingan UMKM

Page 63: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

47

4.1.4.Analisis Gap Perumusan Standar Secara Teoritis dan Berdasarkan

Dokumen yang Berlaku

Setelah dijelaskan mengenai perumusan standar dan peraturan yang berlaku

di Indonesia oleh BSN dan BPOM RI, kemudian dibandingkan dengan perumusan

standar secara teoritis (ideal) yang diberlakukan oleh CAC. Perbandingan

tersebut dituangkan dalam analisis gap yang dapat dilihat pada Tabel 8.

4.2. Pelaksanaan Perumusan Standar

Sebagai tahap awal, pada penelitian ini dilakukan cara untuk mengetahui

gambaran tentang permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan standar

keamanan pangan di Indonesia yang mengakibatkan rendahnya tingkat

implementasi standar. Cara yang dilakukan adalah melaksanakan focus group

discussion (FGD) dan penyebaran kuesioner.

4.2.1. Focus Group Discussion

Focus Group Discussion (FGD) dilakukan untuk mengetahui gambaran

tentang permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan standar keamanan

pangan di Indonesia. FGD yang telah dilakukan pada tanggal 6 Desember 2010 di

SEAFAST Center IPB Baranangsiang, Bogor dihadiri oleh perwakilan

pemerintah, industri, lembaga konsumen, dan akademisi.

Tujuan FGD adalah menjaring masukan dari pihak industri dan konsumen

terhadap kebijakan pangan yang telah dikeluarkan oleh BPOM RI dan masukan

untuk mekanisme penyusunan peraturan dan regulasi pangan yang mampu

menghasilkan standar dan peraturan dengan tingkat keberterimaan yang tinggi

serta dapat melindungi konsumen dan sekaligus mendorong pertumbuhan industri

pangan. Beberapa masukan dari perwakilan pemerintah (BPOM, BSN,

Kementan, KKP, Kemenperin), Industri (GAPMMI, PIPIMM, ASRIM), Lembaga

Konsumen (YLKI), dan akademisi (SEAFAST Center – LPPM IPB) secara

ringkas dapat dilihat pada Tabel 9.

Page 64: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

48

Tabel 9. Hasil Focus Group Discussion (FGD) tentang Kebijakan Pangan

Kelompok Tanggapan terhadap Kebijakan Pangan

Pengkategorian Berdasarkan Prinsip Perumusan dan

Pengembangan Standar*

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Pemerintah Standar diperlukan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen dan menciptakan perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab

Standar pangan dituntut untuk science & risk based √

Perumusan dan pemberlakuan standar pangan perlu cepat tanggap dan antisipasi terhadap inovasi √ √

Perumusan dan pemberlakuan standar pangan perlu kemitraan atau jejaring dengan pakar √

Standar pangan perlu pertimbangan antara harmonisasi peraturan dan kemampuan produsen √ √

BPOM akan melakukan upaya peningkatan dalam hal tata laksana, sumber daya manusia, sarana prasarana, dan kebutuhan data mengenai keadaan dan masalah kesehatan masyarakat serta studi paparan untuk mendukung perumusan dan pemberlakuan standar dan peraturan pangan

√ √

Industri Pemberlakuan standar dan peraturan yang belum disahkan secara resmi melalui keputusan kepala BPOM √ √

Penyusunan standar dan peraturan pangan kurang melibatkan industri √

Kurangnya sosialisasi standar dan peraturan pangan √

Ada standar dan peraturan pangan yang tidak memperhatikan kondisi Indonesia √

Pemahaman dan koordinasi SDM BPOM terhadap standar dan peraturan pangan masih lemah Tidak terkait perumusan

Tim mitra bestari dan pakar kurang menguasai persoalan saat perumusan standar dan peraturan pangan √

Adanya peraturan pangan yang tidak konsisten, misal antara SNI dan peraturan BPOM RI √

(Tanggapan dan masukan dari Industri secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5)

Page 65: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

49

Tabel 9. Hasil Focus Group Discussion (FGD) tentang Kebijakan Pangan (Lanjutan)

*Keterangan: Prinsip Perumusan dan Pengembangan Standar(1) = Transparan(2) = Terbuka(3) = Konsensus dan Tidak Memihak(4) = Efektif dan Relevan(5) = Koheren(6) = Berdimensi Pengembangan

Kelompok Tanggapan terhadap Kebijakan Pangan

Pengkategorian Berdasarkan Prinsip Perumusan dan Pengembangan

Standar*

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Konsumen Penerapan standar pangan oleh industri masih rendah √

Sosialisasi standar dan peraturan pangan oleh pemerintah kurang maksimal √

Perlu program untuk mempermudah produsen mensertifikasi produk yang comply dengan standar pangan √

Penerapan sanksi bagi yang melanggar peraturan pangan masih lemah (-) Tidak terkait perumusan

Pemerintah lemah dalam pengawasan pangan (-) Tidak terkait perumusan

Akademisi Adanya standar dan peraturan pangan yang terlalu longgar √

Adanya standar dan peraturan pangan yang terlalu ketat √

Standar dan peraturan pangan belum menerapkan prinsip analisis risiko √

Perumusan dan penetapan standar dan peraturan pangan perlu menerapkan prinsip RIA √ √ Total

Jumlah 3 2 1 12 3 3 24

Persentase terhadap Total (%) 12,5 8,3 4,2 50,0 12,5 12,5 100,0

Page 66: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

50

Hasil Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan pada tanggal 6

Desember 2010 memperlihatkan bahwa permasalahan utama yang menjadi

kendala dalam kebijakan pangan adalah pada saat perumusan peraturan dan

standar. Masalah perumusan peraturan dan standar menjadi penyebab munculnya

masalah-masalah lain, seperti rendahnya penerapan oleh pelaku usaha, sulitnya

pengawasan dikarenakan keterbatasan infrastruktur (laboratorium uji), dan

rendahnya tingkat sosialisasi yang hanya mengandalkan satu institusi

(pemerintah). Jika dilihat berdasarkan prinsip perumusan dan pengembangan

standar, hasil FGD dari keempat kelompok (pemerintah, industri, konsumen, dan

akademisi) menunjukkan bahwa penerapan prinsip efektif dan relevan masih

rendah.

Perumusan kebijakan pangan yang menjadi masalah utama adalah mengenai

standar yang diberlakukan wajib dan ditetapkan oleh BPOM RI. Banyak standar

pangan SNI yang diberlakukan wajib dan peraturan yang dituangkan dalam surat

keputusan (SK) kepala BPOM RI menjadi bermasalah dalam penerapannya oleh

industri.

Jika dilihat berdasarkan kategori prinsip dan pengembangan standar pada

Tabel 9, terlihat bahwa penerapan prinsip yang paling bermasalah adalah prinsip

efektif dan relevan (50%). Hal ini perlu menjadi perhatian utama dalam

memperbaiki perumusan dan pengembangan standar dan peraturan pangan, agar

standar dan peraturan yang dihasilkan dapat diterapkan oleh pelaku usaha secara

efektif.

4.2.2. Survei

Berdasarkan informasi dari hasil Focus Group Discussion (FGD), diperoleh

kesimpulan bahwa permasalahan utama yang menjadi kendala kebijakan pangan

adalah mengenai pengembangan standar keamanan pangan, khususnya terkait

dengan perumusan standar dan peraturan. Untuk itu, perlu dilakukan penggalian

informasi yang lebih mendalam mengenai permasalahan perumusan dan

pengembangan standar dan peraturan tersebut. Penggalian informasi tersebut

Page 67: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

51

dilakukan melalui survei. Pada survei yang dilakukan, kata “Standar” termasuk

(standar) SNI dan peraturan keamanan pangan.

Survei dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada 4 kelompok besar

responden, yaitu pemerintah, industri, akademisi, dan lembaga konsumen.

Masing-masing responden diberikan pertanyaan yang sama mengenai penerapan

prinsip-prinsip perumusan dan pengembangan standar keamanan pangan di

Indonesia, yaitu prinsip transparan, terbuka, konsensus dan tidak memihak, efektif

dan relevan, koheren, dan prinsip berdimensi pengembangan. Penilaian umum

masing-masing kelompok responden terhadap penerapan prinsip perumusan dan

pengembangan standar keamanan pangan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Penilaian Umum Kelompok Responden terhadap Penerapan Prinsip-Prinsip Perumusan dan Pengembangan Standar

Pada Gambar 10 terlihat bahwa nilai rata-rata penilaian seluruh responden

untuk setiap prinsip perumusan dan pengembangan standar berada pada nilai

sekitar 0,5 dari nilai minimal 0 (kurang) dan maksimal 1 (sangat baik). Artinya,

rata-rata seluruh responden memberikan penilaian antara baik dan cukup untuk

penerapan prinsip-prinsip perumusan dan pengembangan standar (transparan,

terbuka, konsensus dan tidak memihak, efektif dan relevan, koheren, dan

berdimensi pengembangan). Hal ini menunjukkan bahwa penerapan dari prinsip-

prinsip perumusan dan pengembangan tersebut belum sepenuhnya dinilai baik

Page 68: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

52

oleh rata-rata responden, karena posisi penilaiannya masih berada di tengah-

tengah skala.

Gambar 10 juga memperlihatkan bahwa beberapa kelompok responden

memberikan penilaian yang berbeda terhadap penerapan prinsip-prinsip

perumusan dan pengembangan standar keamanan pangan di Indonesia. Pada

umumnya kelompok responden pemerintah memberikan penilaian yang baik

terhadap penerapan seluruh prinsip perumusan dan pengembangan standar

keamanan pangan (transparan, terbuka, konsensus dan tidak memihak, efektif dan

relevan, koheren, serta berdimensi pengembangan).

Nilai yang berbeda dengan pemerintah terlihat pada penilaian dari

responden industri dan lembaga konsumen. Responden dari kelompok industri

dan lembaga konsumen masing-masing memberikan penilaian yang hampir

separuh lebih rendah dibandingkan dengan penilaian dari responden Pemerintah.

Data-data di atas memberikan gambaran bahwa persepsi responden terhadap

penerapan prinsip-prinsip perumusan dan pengembangan standar saat ini berbeda

antar kelompok responden. Pemerintah memberikan penilaian yang relatif baik

terhadap penerapan prinsip-prinsip perumusan dan pengembangan standar. Akan

tetapi kelompok industri dan konsumen menilai penerapan prinsip-prinsip tersebut

belum diterapkan secara optimal yang terlihat dari penilaiannya yang rendah. Hal

ini menunjukkan bahwa pihak pemerintah sudah merasa benar dan sesuai dalam

menyusun dan mengembangkan standar pangan di Indonesia, sedangkan pihak

industri dan konsumen merasa prinsip-prinsip perumusan dan pengembangan

standar belum dilaksanakan dengan baik.

Jika dilihat perbedaan penilaian antara kelompok responden pemerintah dan

industri, penilaian terhadap prinsip Transparan dan Efektif dan Relevan memiliki

perbedaan yang paling besar. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa penerapan

dari prinsip Transparan dan Efektif dan Relevan belum dijalankan dengan baik

saat perumusan dan pengembangan standar terutama bagi kelompok industri.

Page 69: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

53

A. Prinsip Transparan

Codex Alimentarius Commission memberikan rekomendasi bahwa kajian

risiko harus dilakukan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan oleh

semua pihak termasuk pemerintah, industri dan konsumen. Keseragaman kajian

harus dilakukan dengan proses yang terbuka dan kemudahan untuk diakses oleh

pemerintah dan semua organisasi yang berkepentingan dan tahapannya harus

diketahui oleh masyarakat umum (Randel, 2000).

Gambar 11. Pengetahuan Responden tentang Tahapan Proses Pembuatan Standar

Gambar 11 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden mengetahui

tahapan proses pembuatan standar. Beberapa responden (18,33% dari 60

responden) belum mengetahui tahapan proses pembuatan standar, termasuk

beberapa lembaga pemerintah, industri, dan konsumen. Jika dilihat masing-

masing kelompok responden, maka 13,04% pemerintah, 8,33% industri, 0%

akademisi, dan 37,5% lembaga konsumen menyatakan belum mengetahui proses

pembuatan standar. Kelompok responden pemerintah dan lembaga konsumen

yang menyatakan belum mengetahui proses pembuatan standar adalah responden

dari daerah (Tabel 10). Responden pemerintah dan lembaga konsumen yang

menyatakan tidak mengetahui proses pembuatan standar 100% dari instansi

daerah. Hal ini dapat menjadi perhatian untuk lebih meningkatkan sosialisasi

mengenai proses perumusan standar keamanan pangan di Indonesia kepada semua

stakeholder, termasuk instansi yang berada di daerah.

Page 70: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

54

Tabel 10. Pengetahuan Responden Pemerintah dan Lembaga Konsumen Daerah tentang Tahapan Proses Pembuatan Standar

Pertanyaan: Apakah Anda mengetahuiproses pembuatan standar?

JawabanTotal

% Jawaban "Tidak" terhadap TotalYa Tidak

Responden Pemerintah

Daerah 8 3 11 27,27

Keseluruhan 20 3 23 13,04

% Daerah terhadap Keseluruhan 40,00 100,00 47,83 -

Responden Lembaga Konsumen

Daerah 0 3 3 100,00

Keseluruhan 5 3 8 37,50

% Daerah terhadap Keseluruhan 0,00 100,00 37,50 -

Meskipun sebagian besar responden (81,67% dari 60 responden)

menyatakan bahwa mereka mengetahui tahapan proses pembuatan standar, tetapi

masih banyak responden yang menyatakan sulit untuk mendapatkan informasi

prosedur perumusan standar tersebut. Tingkat kemudahan responden memperoleh

informasi mengenai prosedur perumusan standar dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Tingkat Kemudahan Responden Memperoleh Informasi Prosedur Perumusan Standar

Pertanyaan: Seberapa mudah Anda mendapatkan informasi prosedur penyusunan suatu standar?

Kelompok Responden

Pemerintah Industri Akademisi Lembaga Konsumen

Total

Jawaban Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1= Sangat mudah 5 21,74 0 0 2 28,57 2 25 9 14,75

2= Mudah 14 60,87 9 39,13 2 28,57 4 50 29 47,54

3= Sulit 4 17,39 13 56,52 3 42,86 1 12,5 21 34,42

4= Sangat sulit 0 0 1 4,35 0 0 1 12,5 2 3,279

Total 23 100 23 100 7 100 8 100 61 100

Tabel 11 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (47,54% dari 61

responden) menyatakan bahwa untuk mendapatkan informasi prosedur perumusan

suatu standar mudah. Akan tetapi dengan jumlah yang cukup besar juga (34,43%

dari 61 responden) responden menyatakan bahwa untuk mendapatkan informasi

tersebut sulit. Sebagian besar yang menyatakan bahwa untuk memperoleh

informasi prosedur perumusan standar masih sulit adalah dari responden

kelompok industri. Bahkan jumlah responden industri yang menyatakan bahwa

Page 71: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

55

memperoleh informasi prosedur penyusunan standar masih sulit (56,52% dari 23

responden) lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan yang menyatakan mudah

(39,13% dari 23 responden).

Berbeda dengan kelompok responden industri, kelompok responden

pemerintah yang menyatakan sangat mudah dan mudah memperoleh informasi

prosedur penyusunan standar jumlahnya lebih besar (21,74% dan 60,87% dari 23

responden) dibandingkan dengan responden yang menyakatan sulit dan sangat

sulit (17,39% dan 0% dari 23 responden). Kondisi tersebut dapat dijadikan

indikator bahwa penyampaian informasi mengenai prosedur pembuatan standar

belum berjalan secara optimal, khususnya kepada industri.

Padahal informasi mengenai prosedur penyusunan standar sangat berguna

bagi pelaku usaha (industri) yang akan menerapkan standar. Jika informasi

prosedur penyusunan ini diketahui oleh semua pihak yang berkepentingan,

terutama pelaku usaha, diharapkan keterlibatan mereka di dalam penyusunan

standar menjadi besar. Keterlibatan yang besar dari pelaku usaha dalam

penyusunan dan konsensus standar diharapkan dapat meningkatkan keberterimaan

dan penerapan standar yang dihasilkan.

Dari responden yang menyatakan bahwa mereka mengetahui tahapan proses

pembuatan standar perlu diketahui juga cara dan media yang dimanfaatkan untuk

memperoleh informasi tersebut. Gambar 12 memperlihatkan sumber informasi

yang digunakan oleh responden untuk memperoleh inforasi mengenai prosedur

penyusunan standar.

Gambar 12 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (40,91% dari

66 jawaban responden) menjawab bahwa sumber informasi perumusan standar

diperoleh dari website/internet. Hal ini dapat menjadi pertimbangan untuk

meningkatkan keterbukaan informasi perumusan standar akan lebih efektif jika

dilakukan melalui website/internet.

Page 72: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

56

Gambar 12. Sumber Informasi Perumusan Standar

Urutan kedua responden menjawab bahwa informasi prosedur penyusunan

standar diperoleh dari instansi tempat responden bekerja, dengan jumlah 30,30%

dari 66 jawaban responden. Sebagian besar yang menjawab hal tersebut adalah

responden kelompok pemerintah. Hal ini dapat dipahami karena pemerintah

merupakan lembaga yang berwenang dalam mengkoordinasi perumusan standar

dan sebagai regulator yang memberlakukan standar. Sebagian responden yang

lain menjawab informasi prosedur penyusunan standar diperoleh melalui surat

dari intansi terkait dan perorangan dengan masing-masing jumlah 21,21% dan

1,51% dari total 66 jawaban responden.

B. Prinsip Terbuka

Terbuka adalah salah satu prinsip yang harus dipenuhi di dalam perumusan

dan pengembangan suatu standar. Terbuka dapat diartikan bahwa di dalam

menyusun dan menetapkan suatu standar keamanan pangan, semua stakeholder

harus dilibatkan. Pihak pemerintah, industri, akademisi, dan konsumen harus

terlibat di dalam perumusan dan penetapan standar keamanan pangan. Semua

stakeholder diberi kesempatan yang sama dalam menyampaikan aspirasi dan

suara dalam pengambilan keputusan saat penetapan suatu standar.

Page 73: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

57

Gambar 13. Keterlibatan Responden sebagai Panitia Teknis Perumusan Standar

Gambar 13 di atas memperlihatkan bahwa sebagian besar responden yang

berpartisipasi dalam survei ini pernah dilibatkan sebagai panitia teknis

penyusunan suatu standar (60% dari 60 responden), meskipun masih banyak

responden yang merasa belum dilibatkan sebagai panitia teknis perumusan standar

(40% dari 60 responden). Hal ini dapat dijadikan dasar untuk mengetahui lebih

jauh mengenai pelaksanaan perumusan dan penetapan standar di tingkat panitia

teknis berdasarkan informasi dari responden yang berpartisipasi dalam survei ini.

Gambar 14. Partisipasi Responden dalam Memberikan Masukan terkait Pembuatan Suatu Standar Pangan

Page 74: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

58

Gambar 14 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (81,36% dari

59 responden) pernah dimintai/memberikan masukan terkait dengan pembuatan

suatu standar. Dalam jumlah yang lebih kecil (18,64% dari 59 responden)

menyatakan bahwa mereka tidak pernah dimintai masukan terkait dengan

pembuatan suatu standar. Jika dilihat per kelompok responden, 23,81%

pemerintah, 17,39% industri, 0% akademisi, 25% lembaga konsumen menyatakan

tidak pernah dimintai masukan terkait pembuatan suatu standar.

Sebagian besar kelompok responden pemerintah dan lembaga konsumen

yang menyatakan tidak pernah dimintai masukan terkait pembuatan standar

berasal dari daerah (Tabel 12). Responden pemerintah dan lembaga konsumen

yang menyatakan tidak pernah dimintai masukan terkait pembuatan standar

masing-masing sebesar 80% dan 100% berasal dari instansi di daerah

Tabel 12. Partisipasi Responden Pemerintah dan Lembaga Konsumen Daerah dalam Memberikan Masukan terkait Pembuatan Standar Pangan

Pertanyaan: Apakah Anda/instansi Anda pernah dimintai masukan terkait pembuatan suatu standar pangan yang terkait bidang Anda?

Jawaban

Total

% Jawaban "Tidak" terhadap

TotalYa Tidak

Responden PemerintahDaerah 5 4 9 44,44Keseluruhan 16 5 21 23,81% Daerah terhadap Keseluruhan 31,25 80,00 42,86 -

Responden Lembaga KonsumenDaerah 1 2 3 66,67Keseluruhan 6 2 8 25,00% Daerah terhadap Keseluruhan 16,67 100,00 37,50 -

Gambar 15 memperlihatkan jumlah responden yang pernah dan tidak pernah

mengusulkan pembuatan standar pangan jumlahnya hampir berimbang. Setiap

kelompok responden ada yang pernah mengusulkan pembuatan standar pangan.

Akan tetapi jumlah responden yang pernah mengusulkan pembuatan suatu standar

pangan jumlahnya lebih kecil (45,61% dari 57 responden) dibandingkan dengan

jumlah responden yang tidak pernah mengusulkan pembuatan suatu standar

pangan (54,39% dari 57 responden). Sebagian besar kelompok responden industri

(65,22% dari 23 responden) menyatakan tidak pernah mengusulkan pembuatan

suatu standar pangan.

Page 75: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

59

Gambar 15. Peran Responden dalam Mengusulkan Pembuatan Standar Pangan

Tingkat partisipasi dari semua stakeholder di dalam mengusulkan

pembuatan suatu standar pangan sangat penting, terlebih untuk para pelaku usaha

(industri) di bidang pangan yang nantinya akan menerapkan standar tersebut. Jika

melihat Gambar 15 terlihat bahwa kelompok responden industri sebagian besar

tidak pernah mengusulkan pembuatan suatu standar. Hal ini akan menjadi salah

satu indikator penyebab rendahnya tingkat penerapan suatu standar. Kondisi

tersebut dikhawatirkan membuat para pelaku usaha merasa bahwa standar yang

dibuat adalah tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.

Tabel 13. Peran Responden Pemerintah dan Lembaga Konsumen Daerah dalam Mengusulkan Pembuatan Standar Pangan

Pertanyaan: Apakah Anda/instansi Anda pernah mengusulkan pembuatan suatu standar pangan?

JawabanTotal

% Jawaban "Tidak" terhadap

TotalYa Tidak

Responden PemerintahDaerah 5 4 9 44,44Keseluruhan 12 7 19 36,84% Daerah terhadap Keseluruhan 41,67 57,14 47,37 -

Responden Lembaga KonsumenDaerah 0 3 3 100,00Keseluruhan 3 5 8 62,50% Daerah terhadap Keseluruhan 0,00 60,00 37,50 -

Selain itu, kelompok responden pemerintah juga masih banyak yang tidak

pernah mengusulkan pembuatan suatu standar. Kelompok responden pemerintah

Page 76: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

60

ini pada umumnya berada di daerah yaitu sebesar 57,14% (Tabel 13). Hal ini

menjadi tantangan dalam pengembangan standar keamanan pangan di Indonesia.

Keterlibatan dan usulan dari daerah sangat diperlukan dalam mempertimbangkan

suatu standar, sehingga dapat diaplikasikan dengan mudah oleh semua pihak

termasuk bagi instansi pemerintah yang ada di daerah.

C. Prinsip Konsensus dan Tidak Memihak

Prinsip konsensus dan tidak memihak dapat diartikan bahwa standar yang

ditetapkan merupakan hasil kesepakatan di antara semua stakeholder dan

mempertimbangkan asas keadilan dalam penetapannya. Gambar 16 dan Tabel 14

menunjukkan pendapat responden dari kelompok pemerintah, industri, akademisi,

dan lembaga konsumen tentang pelaksanaan prinsip konsensus dan tidak

memihak di dalam penetapan suatu standar pangan.

Gambar 16. Keterlibatan Responden dalam Pengambilan Keputusan Saat Penetapan Standar

Gambar 16 memperlihatkan bahwa dengan jumlah yang hampir sama

responden yang menyatakan bahwa mereka pernah dan tidak pernah dilibatkan

dalam pengambilan keputusan dalam penetapan suatu standar pangan dengan

jumlah masing-masing 56,67% dan 43,33% dari 60 total responden. Responden

kelompok pemerintah (sebagian besar berada di daerah, Tabel 14) yang merasa

tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan tersebut juga jumlahnya masih

Page 77: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

61

relatif besar. Responden pemerintah dan lembaga konsumen yang merasa belum

dilibatkan dalam pengambilan keputusan suatu standar pangan masing-masing

sebesar 81,82% dan 100% dari instansi di daerah. Ke depan efektifitas peran

semua stakeholder dalam pengambilan keputusan dalam penetapan suatu standar

sangat diperlukan untuk menghasilkan standar yang baik dan dapat diterapkan

dengan efektif.

Tabel 14. Keterlibatan Responden Pemerintah dan Lembaga Konsumen Daerahdalam Pengambilan Keputusan Saat Penetapan Standar

Pertanyaan: Apakah Anda/instansi Anda pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan suatu standar pangan?

JawabanTotal

% Jawaban "Tidak"

terhadap TotalYa Tidak

Responden PemerintahDaerah 1 9 10 90,00Keseluruhan 11 11 22 50,00% Daerah terhadap Keseluruhan 9,09 81,82 45,45 -

Responden Lembaga KonsumenDaerah 0 3 3 100,00Keseluruhan 5 3 8 37,50% Daerah terhadap Keseluruhan 0,00 100,00 37,50 -

Jumlah responden yang dilibatkan dalam pengambilan keputusan suatu

standar dan jumlah responden yang terlibat sebagai panitia teknis perumusan

standar hampir sama. Total responden yang menyatakan pernah terlibat dalam

pengambilan keputusan saat penetapan standar sebanyak 56,67% dari 60

responden (Gambar 16), sedangkan total responden yang menyatakan pernah

terlibat sebagai panitia teknis perumusan standar sebesar 60% dari 60 responden

(Gambar 13). Hal ini menunjukkan konsistensi dari data yang diperoleh, yaitu

responden yang tidak terlibat sebagai panitia teknis juga tidak akan terlibat dalam

pengambilan keputusan saat penetapan standar.

Sekitar 60% responden dari total 60 responden yang menyatakan pernah

terlibat dalam pengambilan keputusan saat penetapan suatu standar pangan,

kemudian diberikan pertanyaan lanjutan. Pertanyaan tersebut terkait dengan

pelaksanaan proses pengambilan keputusan. Tabel 15 menunjukkan pendapat

responden terhadap pelaksanaan pengambilan keputusan saat penetapan suatu

standar.

Page 78: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

62

Tabel 15. Pendapat Responden terhadap Pelaksanaan Pengambilan Keputusan Saat Penetapan Standar

Pertanyaan 1 : Apakah aspirasi Anda diterima/diakomodasi dalam pengambilan keputusan?Kelompok

RespondenPemerintah Industri Akademisi Lembaga

KonsumenTotal

Jawaban Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1= Ya 9 75 1 7,69 3 60 2 33,33 15 41,67

2= Sebagian 3 25 12 92,31 2 40 3 50 20 55,55

3= Tidak 0 0 0 0 0 0 1 16,67 1 2,78

Total 12 100 13 100 5 100 6 100 36 100

Pertanyaan 2 : Seberapa besar pengaruh Anda/Instansi Anda dalam pengambilan keputusan?Kelompok

RespondenPemerintah Industri Akademisi Lembaga

KonsumenTotal

Jawaban Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1= Sangat besar 5 41,67 0 0 0 0 2 33,33 7 19,44

2= Besar 4 33,33 1 7,69 1 20 2 33,33 8 22,22

3= Cukup besar 2 16,67 8 61,54 3 60 1 16,67 14 38,90

4= Kecil 1 8,33 4 30,77 1 20 1 16,67 7 19,44

Total 12 100 13 100 5 100 6 100 36 100

Pertanyaan 3 : Menurut Anda bagaimana proporsi setiap instansi dalam pengambilan keputusan?Kelompok

RespondenPemerintah Industri Akademisi Lembaga

KonsumenTotal

Jawaban Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1= Berimbang 10 90,91 6 46,15 2 40 3 60 21 61,76

2= Tidak berimbang 1 9,09 7 53,85 3 60 2 40 13 38,24

Total 11 100 13 100 5 100 5 100 34 100

Tabel 15 pada Pertanyaan 1 memperlihatkan bahwa sebagian besar

responden (55,56% dari 36 responden) menyatakan bahwa hanya sebagian

aspirasi mereka diterima atau diakomodasi dalam pengambilan keputusan saat

penetapan suatu standar. Responden yang menyatakan hal tersebut sebagian besar

dari kelompok industri (92,31% dari 13 responden kelompok industri). Hal ini

berbeda dengan kelompok pemerintah yang menyatakan bahwa aspirasi mereka

diterima (sepenuhnya) di dalam pengambilan keputusan dalam penetapan suatu

standar (75% dari 12 responden kelompok pemerintah). Perbedaan persepsi ini

akan menjadi penghambat dalam penerapan standar. Kelompok industri

menganggap bahwa standar yang dibuat adalah bukan hasil kesepakatan yang adil

dikarenakan tidak semua aspirasinya diterima di dalam pengambilan keputusan

Page 79: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

63

dalam penetapan standar tersebut. Untuk itu, mekanisme dan pelaksanaan dalam

pengambilan keputusan perlu diperbaiki agar semua stakeholder yang terlibat

tidak ada yang merasa tidak atau kurang diperhatikan dalam menyampaikan

aspirasinya.

Tabel 15 pada Pertanyaan 2 memperlihatkan bahwa sebagian besar

responden (38,89% dari 36 responden) menyatakan bahwa pengaruh mereka di

dalam pengambilan keputusan saat penetapan standar cukup besar. Responden

yang menyatakan bahwa pengaruhnya kecil dan cukup besar dalam pengambilan

keputusan penetapan standar sebagian besar dari responden kelompok industri

(30,77% dan 61,54% dari 13 responden kelompok industri). Sebagian besar

responden kelompok pemerintah menyatakan bahwa pengaruhnya sangat besar

dan besar di dalam pengambilan keputusan saat penetapan suatu standar (41,67%

dan 33,33% dari 12 responden kelompok pemerintah). Perbedaan penilaian

tersebut juga dapat memperlihatkan persepsi ketidakadilan di dalam pengambilan

keputusan saat penetapan suatu standar, terutama bagi kalangan industri/pelaku

usaha.

Tabel 15 pada Pertanyaan 3 memperlihatkan pendapat responden terhadap

proporsi setiap instansi dalam pengambilan keputusan saat penetapan standar.

Meskipun secara total sebagian besar responden (61,76% dari 34 responden)

menyatakan bahwa proporsi setiap instansi sudah seimbang, tetapi jika dilihat per

kelompok responden akan terlihat penilaian yang berbeda. Sebagian besar

kelompok responden industri menyatakan bahwa saat ini proporsi setiap instansi

dalam pengambilan keputusan penetapan suatu standar tidak berimbang. Dari

total 13 responden kelompok industri, 53,85% menyatakan tidak berimbang,

sedangkan 46,15% yang menyatakan berimbang.

Hal sebaliknya dinyatakan oleh responden kelompok pemerintah yang

hampir seluruhnya menyatakan bahwa proporsi pengambilan keputusan sudah

berimbang. Dari total 11 responden, 90,91% kelompok responden pemerintah

menyatakan berimbang, sedangkan hanya 9,09% yang menyatakan tidak

berimbang. Hal tersebut menunjukkan perbedaan persepsi lagi antara responden

kelompok pemerintah dan kelompok industri.

Page 80: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

64

D. Prinsip Efektif dan Relevan

Prinsip efektif dan relevan dapat diartikan bahwa standar yang dibuat harus

dapat digunakan dan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan para pelaku usaha.

Kesiapan pelaku usaha di dalam menerapkan standar yang dibuat harus

diperhatikan agar standar dapat digunakan secara efektif.

Gambar 17. Pengetahuan Responden terhadap SNI produknya

Gambar 17 memperlihatkan bahwa hampir semua responden (92,73% dari

55 responden) mengetahui standar SNI untuk produk yang dihasilkannya.

Sebanyak 100% dari 23 responden kelompok industri mengetahui SNI produknya.

Hal ini menjadi indikator awal kemungkinan semua responden, terutama pelaku

usaha (industri) untuk menerapkan standar pangan yang telah ditetapkan. Akan

tetapi, pengetahuan responden (industri) akan SNI produknya belum tentu akan

berimplikasi pada penerapan SNI tersebut pada produk yang dihasilkan responden

(industri). Tingkat penerapan standar oleh responden (industri) dapat dilihat pada

Gambar 18, Gambar 19, dan Gambar 20.

Page 81: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

65

Gambar 18. Pendapat Responden Mengenai Penerapan Standar

Gambar 18 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (65,38% dari

52 responden), termasuk pelaku usaha (industri) telah menerapkan standar yang

dikeluarkan oleh BSN/BPOM. Akan tetapi jika dilihat per kelompok responden,

terlihat masih banyak pelaku industri (30,43% dari 23 responden) menyatakan

hanya sebagian standar yang dikeluarkan/ditetapkan BPOM dan BSN diterapkan

di instansinya. Hal ini mengindikasikan bahwa penerapan standar yang

dikeluarkan BPOM dan BSN belum sepenuhnya efektif diterapkan oleh pelaku

usaha. Kondisi rendahnya penerapan standar pangan terutama yang telah

dikeluarkan oleh BSN dapat dilihat kajian BSN (2009).

Gambar 19. Pendapat Responden Mengenai Manfaat Penerapan Standar

Page 82: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

66

Gambar 19 memperlihatkan bahwa hampir semua responden (90,38% dari

52 responden) menyatakan bahwa penerapan standar memberikan manfaat bagi

diri atau instansinya. Hanya sebagian kecil (9,62% dari 52 responden) terutama

dari responden kelompok industri dan akademisi yang menyatakan bahwa

penerapan standar memberikan manfaat sebagian (tidak sepenuhnya). Sebanyak

17,39% dari 23 responden kelompok industri menyatakan bahwa penerapan

standar hanya sebagian memberikan manfaat.

Gambar 20. Pendapat Responden Mengenai Hambatan dalam Penerapan Standar

Kajian BSN (2009) menunjukkan bahwa penerapan penerapan standar

pangan SNI yang bersifat sukarela masih rendah, untuk itu perlu dicari faktor-

faktor yang menjadi penghambat di dalam penerapan standar pangan SNI

tersebut. Gambar 20 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (53,33% dari

60 responden) menyatakan bahwa kesiapan lab uji adalah faktor penghambat

utama di dalam penerapan standar (keamanan) pangan. Selain itu, faktor biaya

dan teknologi juga menjadi penghambat dalam penerapan suatu standar

(keamanan) pangan dengan jumlah responden masing-masing 33,33% dan

13,33% dari total 60 responden.

Jika dilihat secara khusus pada jawaban kelompok responden industri

sebagai kelompok yang akan menerapkan standar, terlihat bahwa sebanyak

58,62%, 31,03%, 10,35% dari 29 jawaban responden kelompok industri berturut-

turut memberikan jawaban faktor kesiapan lab uji, biaya, dan teknologi yang

Page 83: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

67

menjadi penghambat di dalam penerapan standar. Untuk itu, di dalam menyusun

dan menetapkan suatu standar (keamanan) pangan faktor tersebut (kesiapan lab

uji, biaya, dan teknologi) dan terutama faktor kesiapan lab uji harus diperhatikan

agar standar yang dibuat efektif diterapkan oleh pelaku usaha.

Menurut Othman (2006) infrastruktur labororatorium yang memadai sangat

dibutuhkan untuk mendukung kegiatan monitoring, surveilan, dan penegakan

peraturan dalam meningkatkan sistem keamanan pangan. Kesiapan laboratorium

meliputi peralatan pada laboratorium pengawasan pangan, analis yang terlatih,

dan implementasi Sistem Jaminan Mutu yang sesuai dengan standar internasional.

Tantangan terbesar bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara dalam

meningkatkan kemampuan laboratorium pengawasan pangan adalah dengan

memperkecil nilai limit of detection (LOD) pada alat laboratorium yang

digunakan untuk mendeteksi keberadaan zat yang dilarang menurut peraturan.

Gambar 21. Pendapat Responden Mengenai Faktor yang Perlu Dipertimbangkan dalam Perumusan Standar

Gambar 21 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden menyatakan

bahwa faktor perdagangan, kesehatan, kesiapan teknologi, gizi, dan lingkungan

Page 84: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

68

sangat penting dan penting diperhatikan dalam perumusan standar. Lebih dari

50% pada setiap faktor, responden menyatakan bahwa faktor-faktor tersebut

sangat penting dipertimbangkan dalam perumusan standar. Responden sepakat

bahwa faktor utama yang perlu diperhatikan adalah kesehatan (98,28% dari 58

responden).

E. Prinsip Koheren

Prinsip koheren dapat diartikan bahwa standar yang disusun harus

memperhatikan standar atau peraturan lain baik yang berlaku di dalam maupun

luar negeri. Hal ini untuk menjamin bahwa tidak terjadi tumpang-tindih (overlap)

standar atau peraturan di dalam negeri. Selain itu, diharapkan adanya harmonisasi

standar yang dibuat dengan standar di luar negeri dan standar yang berlaku secara

internasional seperti standar Codex.

Gambar 22. Pendapat Responden Mengenai Penerapan Prinsip Koheren dengan Standar di Dalam Negeri

Gambar 22 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (41,38% dari

58 responden) menyatakan bahwa otoritas pembuat standar sudah baik di dalam

memperhatikan standar lain di dalam negeri saat perumusan suatu standar. Akan

tetapi, responden yang menyatakan cukup dan kurang juga jumlahnya cukup besar

masing-masing 32,76% dan 18,96% dari 58 responden.

Page 85: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

69

Masih banyak responden kelompok industri yang menyatakan bahwa

otoritas pembuat standar kurang memperhatikan standar lain di dalam negeri

dalam perumusan standar. Sebanyak 50% dan 31,82% dari 22 responden

kelompok industri berturut-turut memberikan jawaban “cukup” dan “kurang”

dalam menilai pertimbangan regulasi atau standar lain yang berlaku di dalam

negeri saat perumusan standar. Penilaian sebaliknya diberikan oleh kelompok

responden pemerintah, sebanyak 13,64% dan 63,64% dari 22 responden

kelompok pemerintah berturut-turut memberikan jawaban “sangat baik” dan

“baik” dalam menilai pertimbangan regulasi atau standar lain yang berlaku di

dalam negeri saat perumusan standar.

Penilaian responden dari kelompok industri pada survei di atas sesuai

dengan hasil FGD yang mengungkapkan bahwa beberapa standar keamanan

pangan di dalam negeri memiliki kesamaan dan tumpang-tindih seperti SK BPOM

tentang Cemaran Kimia dan Mikrobiologi dan SNI produk pangan yang

dikeluarkan BSN. Selain itu, permasalahan standar Peraturan Menteri Kesehatan

(Permenkes) No.722/Menkes/PER/XI/88 tentang Bahan Tambahan Makanan dan

SK BPOM yang akan merevisi Permenkes tersebut juga masih memiliki

ketidakharmonisan standar.

Gambar 23. Pendapat Responden terhadap Aturan Internasional/Regional yang Sering Menjadi Rujukan dalam Penetapan Standar

Page 86: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

70

Gambar 23 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (74,65% dari

71 jawaban responden) menyatakan bahwa Codex merupakan aturan internasional

utama yang menjadi rujukan di dalam pembuatan standar keamanan pangan di

Indonesia. Standar Codex Alimentarius Committee (CAC) adalah standar

internasional yang perlu menjadi acuan dalam menetapkan standar di tingkat

nasional. Jika ada perselisihan perdagangan antar negara, terutama anggota WTO

(World Trade Organization) karena terkait dengan standar keamanan pangan,

maka standar CAC yang akan menjadi acuan dalam penyelesaian perselisihan

tersebut. Hal ini telah menjadi kesepakatan bersama antara negara-negara anggota

WTO (Randel, 2000).

Gambar 24. Pendapat Responden terhadap Aturan Negara Lain yang Sering Menjadi Rujukan dalam Penetapan Standar

Gambar 24 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (52,05% dari

60 responden) menyatakan bahwa peraturan negara Amerika Serikat merupakan

peraturan yang sering menjadi rujukan di dalam pembuatan standar keamanan

pangan. Peraturan atau standar dari Amerika Serikat ini selain merupakan negara

tujuan ekspor produk pangan dari Indonesia, Amerika Serikat juga merupakan

negara yang memiliki andil besar dalam menetapkan standar keamanan pangan di

CAC. Selain itu, peraturan atau standar dari negara tujuan ekspor juga perlu

dipertimbangkan dalam perumusan suatu standar di Indonesia (28,77% dari 60

responden menyatakan demikian).

Page 87: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

71

Menurut Randel (2000) setiap negara memiliki standar yang berbeda, hal ini

tidak dapat dihindari. Untuk itu, diperlukan harmonisasi dan adanya saling

pengakuan oleh setiap negara pada standar yang dibuat negara lain. Masalah

harmonisasi standar ini juga dialami oleh Indonesia. Standar yang ditetapkan di

Indonesia diharapkan dapat memperlancar perdagangan internasional, produk

dalam negeri dapat diekspor ke negara lain, sehingga meningkatkan pertumbuhan

ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat. Standar yang ditetapkan di

Indonesia diharapkan dapat diterima oleh negara lain, terutama di negara tujuan

ekspor produk dari Indonesia dan negara asal impor produk pangan ke Indonesia.

F. Prinsip Berdimensi Pengembangan

Indonesia masih dianggap sebagai negara yang masih berkembang. Di

dalam mengembangkan standar keamanan pangan, kondisi potensi dan

kemampuan negara Indonesia perlu dipertimbangkan. Untuk itu, dimensi

pengembangan dalam perumusan standar di Indonesia perlu diperhatikan dengan

melihat faktor-faktor yang ada di dalam negeri. Menurut Marovatsanga (2000)

beberapa permasalahan yang dihadapi oleh negara berkembang termasuk

Indonesia di dalam pengembangan peraturan atau standar di bidang pangan

adalah:

Ketidakcukupan dan ketidaksesuaian peraturan dengan kebutuhan

Tidak cukupnya sumber daya dan/atau ketidakmampuan memaksimalkan

sumber daya yang tersedia

Kegagalan mengembangkan strategi pengawasan pangan nasional dan

rendahnya penerapan serta manajemen program dan aksi

Ketidakcukupan laboratorium dan lembaga inspeksi

Ketidakcukupan jumlah personal teknis yang terlatih

Rendahnya koordinasi antara badan pengawas, pemerintah, akademisi, industri,

dan konsumen di dalam menyesuaikan dengan standar internasional

Lemahnya kemauan politik dan komitmen terhadap keamanan pangan dan

standar

Page 88: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

72

Kondisi tersebut menjadi perhatian di dalam mengembangkan standar

keamanan pangan di Indonesia. Pada Gambar 25 dan Gambar 26 diperlihatkan

pendapat responden dari pemerintah, industri, akademisi, dan konsumen

mengenai faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan di dalam perumusan standar.

Faktor-faktor tersebut meliputi pengembangan pangan berbasis bahan baku lokal,

pengembangan UMKM, dan peningkatan daya saing produk Indonesia.

Gambar 25. Pendapat Responden Mengenai Pentingnya Faktor-Faktor Tertentu sebagai Penerapan Prinsip Berdimensi Pengembangan di dalam Perumusan Standar

Gambar 25 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden setuju bahwa

pengembangan pangan berbasis bahan baku lokal, pengembangan UMKM, dan

peningkatan daya saing produk Indonesisa adalah hal yang sangat penting untuk

dipertimbangkan dalam perumusan suatu standar keamanan pangan. Sebagian

responden menyatakan bahwa pengembangan pangan berbasis sumber daya lokal

pengembangan UMKM, dan peningkatan daya saing produk Indonesia sangat

penting diperhatikan dengan masing-masing jumlah 85,25% dari 61 responden,

75% dari 60 responden, dan 98,35% dari 61 responden.

Pengembangan pangan berbasis bahan baku lokal perlu diperhatikan dalam

perumusan dan penetapan standar di bidang pangan. Hal ini sejalan dengan

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan

Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal.

Page 89: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

73

Pemberdayaan kelompok Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

perlu diperhatikan dalam pengembangan suatu standar. Mengingat sebagian besar

pelaku usaha yang memproduksi pangan termasuk kelompok UMKM ini.

Berdasarkan data dari BPS (2009) menunjukkan bahwa lebih dari 99% jenis usaha

pangan yang diusahakan masyarakat Indonesia memiliki skala usaha kecil dan

rumah tangga. Kondisi tersebut menjadi tantangan bagi pengambil kebijakan

terutama perumus standar untuk memperhatikan kepentingan UMKM yang

jumlahnya sangat besar. Di sisi lain, hasil kajian Othman (2006) yang meneliti

kondisi keamanan pangan di wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia,

menyatakan bahwa UMKM di Asia Tenggara memiliki tingkat apresiasi yang

rendah terhadap penerapan good hygienic practices (GHP), good agricultural

practices (GAP), dan good manufacturing practices (GMP). Hal ini menjadi

tantangan bagi para perumus kebijakan (standar) pangan di Indonesia untuk lebih

memperhatikan kepentingan UMKM dan terus membina mereka agar dapat

menerapkan standar keamanan pangan.

Gambar 26. Perankingan Beberapa Faktor yang Perlu Dipertimbangkan dalam Perumusan Standar

Page 90: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

74

Berdasarkan Gambar 26 di atas terlihat bahwa urutan total ranking dari yang

paling kecil berturut-turut adalah faktor perlindungan kesehatan

konsumen/masyarakat, perlindungan produk dalam negeri, kesiapan laboratorium

uji, dan kesiapan adopsi teknologi. Hal ini memperlihatkan bahwa setiap

kelompok responden setuju bahwa faktor yang utama dan pertama

dipertimbangakan di dalam perumusan standar adalah perlindungan kesehatan

masyarakat.

4.2.3. Analisis Gap Perumusan Standar dan Peraturan Berdasarkan

Dokumen yang Berlaku dan Pelaksanaannya

Hasil Focus Group Discussion (FGD) dan survei merupakan gambaran dari

pelaksanaan prinsip-prinsip perumusan dan pengembangan standar dan peraturan.

Gambaran dari pelaksanaan perumusan dan pengembangan standar dan perturan

tersebut dibandingan dengan dokumen yang telah ditetapkan oleh BSN dan

BPOM RI. Hasil analisis gap antara perumusan standar dan peraturan

berdasarkan dokumen yang berlaku dan pelaksanaannya dapat dilihat pada Tabel

16.

Page 91: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

75

Tabel 16. Analisis Gap Perumusan Standar dan Peraturan Berdasarkan Dokumen yang Berlaku di BSN dan BPOM dibandingkan dengan Pelaksanaannya

No Kategori Perumusan, Penetapan, dan Pemberlakuan Wajib Standar Berdasarkan Naskah Peraturan

Pelaksanaan Prosedur Perumusan Standar Berdasarkan Hasil FGD dan Survei

Rekomendasi

BSN BPOM

1 Trans-paran

Prosedur perumusan standar dapat diakses di website: http://bsn.or.id/ dan telah ditetapkan oleh kepala BSN

Prosedur perumusan peraturan (pemberlakuan standar) belum diketahui secara luas oleh pihak yang berkepentingan

FGD: pihak industri menyatakan masih banyak kebijakan yang dikeluarkan BPOM tidak melalui prosedur yang baku dan tidak diketahui oleh pengguna (industri)

18,33% total responden (13,04% pemerintah(i), 8,33% industri, 0% akademisi, 37,5% lembaga konsumen(i)) menyatakan tidak mengetahui prosedur perumusan standar

Terjadi perbedaan persepsi antara kelompok responden pemerintah dan industri mengenai kemudahan dalam memperoleh informasi perumusan standar: 3,28% total responden (0% pemerintah, 4,35% industri, 0%

akademisi, 12,5% lembaga konsumen) menyatakan sangat sulit untuk mendapatkan informasi perumusan standar

34,43% total responden (17,39% pemerintah, 56,52% industri, 42,86% akademisi, 12,5% lembaga konsumen) menyatakan sulit untuk mendapatkan informasi perumusan standar

47,54% total responden (60,87% pemerintah, 39,13% industri, 28,57% akademisi, 50% lembaga konsumen) menyatakan mudah untuk mendapatkan informasi perumusan standar

14,75% total responden (21,74% pemerintah, 0% industri, 28,57% akademisi, 25% lembaga konsumen) menyatakan sangat mudah untuk mendapatkan informasi perumusan standar

40,91% total responden (40,74% pemerintah, 36,84% industri, 62,5% akademisi, 33,33% lembaga konsumen) menyatakan bahwa mengetahui prosedur penyusunan standar dari informasi website.

Otoritas pembuat standar dapat memberikan informasi prosedur perumusan standar dan kebijakan lainnya, sehingga semua pihak dapat mengikuti perkembangan dan terlibat di dalamnya

Media yang dapat digunakan untuk penyebaran informasi perumusan standar adalah melalui internet/website

Page 92: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

76

Tabel 16. Analisis Gap Perumusan Standar dan Peraturan Berdasarkan Dokumen yang Berlaku di BSN dan BPOM dibandingkan dengan Pelaksanaannya (Lanjutan)

No Kategori Perumusan, Penetapan, dan Pemberlakuan Wajib Standar Berdasarkan Naskah Peraturan

Pelaksanaan Prosedur Perumusan Standar Berdasarkan Hasil FGD dan Survei

Rekomendasi

BSN BPOM

2 Terbuka Mengakomodir kepentingan Produsen, Konsumen, Pakar, dan Regulator; serta MASTAN (Masyarakat Standardisasi Nasional)

Adanya keterlibatan dari BPOM, perwakilan industri, konsumen, dan akademisi dalam penyusunan peraturan (standar)

FGD: pihak industri menginginkan agar pakar mereka yang berasal dari R&D misalnya dapat berperan aktif dalam membuat konsep standar

Sebagian besar responden dalam survei pernah terlibat sebagai panitia teknis perumusan standar, yaitu sebesar 60% total responden (63,64% pemerintah, 43,48% industri, 85,71% akademisi, 75% lembaga konsumen)

18,64% total responden (23,81% pemerintah(i), 17,39% industri, 0% akademisi, 25% lembaga konsumen(i)) menyatakan tidak pernah dimintakan masukan terkait pembuatan suatu standar

Keaktifan responden, terutama kelompok responden industri, dalam mengusulkan standar masih rendah, yaitu sebesar 54,39% total responden (36,84% pemerintah(i), 65,22% industri, 57,14% akademisi, 62,5% lembaga konsumen(i)) menyatakan belum aktif dalam mengusulkan pembuatan standar.

Perlu diperkuat posisi pakar/ahli yang merumuskan kajian risiko dengan dukungan data yang valid dan ahli yang kredibel, sehingga hasil kajiannya dapat dipercaya oleh semua pihak

Perlu mengoptimalkan peran semua stakeholder melalui penguatan peran asosiasi

3 Konsen-sus dan Tidak Memi-hak

Rapat konsensus hanya dapat dilakukan apabila rapat mencapai kuorum.

Belum secara eksplisit dijelaskan

Jumlah responden yang tidak terlibat sebagai panitia teknis dan tidak terlibat dalam pengambilan keputusan saat penetapan standar jumlahnya hampir sama, yaitu sebesar 43,33% total responden (50% pemerintah(i), 43,48% industri, 28,57% akademisi, 37,5% lembaga konsumen) menyatakan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan saat penetapan suatu standar.

Terjadi perbedaan persepsi antara kelompok responden pemerintah dan industri mengenai pelaksanaan pengambilan keputusan saat penetapan standar: 55,56% dari total responden yang terlibat dalam pengambilan

keputusan saat penetapan standar (25% pemerintah(i), 92,31% industri, 40% akademisi, 50% lembaga konsumen) menyatakan hanya sebagian aspirasinya diterima atau diakomodasi.

Penetapan standar harus memastikan bahwa semua stakeholder terlibat dan berdasarkan keputusan bersama dari semua stakeholder. Masukan dari berbagai pihak harus dipertimbangkan

Pedoman perumusan standar yang telah ditetapkan BSN perlu dilaksanakan dengan lebih efektif dengan menjamin terjadinya konsensus saat penetapan standar

Page 93: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

77

Tabel 16. Analisis Gap Perumusan Standar dan Peraturan Berdasarkan Dokumen yang Berlaku di BSN dan BPOM dibandingkan dengan Pelaksanaannya (Lanjutan)

No Kategori Perumusan, Penetapan, dan Pemberlakuan Wajib Standar Berdasarkan Naskah Peraturan

Pelaksanaan Prosedur Perumusan Standar Berdasarkan Hasil FGD dan Survei

Rekomendasi

BSN BPOM

61,76% dari total responden yang terlibat dalam pengambilan keputusan saat penetapan standar (90,91% pemerintah, 46,15% industri, 40% akademisi, 60% lembaga konsumen) menyatakan bahwa proporsi setiap instansi dalam pengambilan keputusan sudah berimbang.

38,24% dari total responden yang terlibat dalam pengambilan keputusan saat penetapan standar (9,09% pemerintah, 53,85% industri, 60% akademisi, 40% lembaga konsumen) menyatakan bahwa proporsi setiap instansi dalam pengambilan keputusan tidakberimbang

4 Efektif dan Relevan

Ketentuan dalam perumusan SNI: Tidak dimaksudkan atau berpotensi menimbulkan hambatan perdagangan yang berlebihan atau yang tidak diperlukan

Dukungan ilmiah dari individu/pakar perorangan

Dukungan ilmiah dari individu/pakar perorangan dan tim mitra bestari

Selaras dengan kajian BSN (2009) yang menunjukkan rendahnya penerapan SNI oleh pelaku usaha (terutama UMKM), berdasarkan hasil survei penelitian ini juga menunjukkan bahwa responden kelompok industri (hampir semuanya kelompok skala usaha menengah ke atas) menunjukkan masih rendahnya penerapan SNI/standar BPOM di instansinya. Sebesar 30,43% responden kelompok industrimenyatakan hanya sebagian standar yang dikeluarkan/ditetapkan BPOM dan BSN diterapkan di instansinya.

58,62%, 31,03%, dan 10,35% industri responden kelompok industri menyatakan bahwa kendala utama yang dihadapi dalam penerapan standar berturut-turut adalah kesiapan lab uji, biaya dan teknologi

Seluruh kelompok responden sepakat menyatakan bahwa faktor perdagangan, kesehatan, kesiapan teknologi, gizi, dan lingkunganpenting dipertimbangkan dalam penyusunan standar pangan masing-masing berjumlah lebih dari 50%. Seluruh kelompok responden (98,28% dari 58 responden) juga sepakat bahwa kesehatan adalah faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan standar.

Perlu dilakukan analisis risiko, terutama kajian risiko dalam perumusan standar

Sebelum standar diberlakukan, perlu dilakukan analisis kajian dampak dan kesiapan infrastruktur. Kajian yang dapat dilakukan adalah RIA (Regulatory Impact Analysis)

Kesepakatan responden terhadap pentingnya mempertimbangkan faktor perdagangan, kesiapan teknologi, gizi, lingkungan dan terutama kesehatan dapat dijadikan titik tolak untuk mencari kesamaan persepsi saat penetapan kriteria/ketentuan di dalam standar

Page 94: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

78

Tabel 16. Analisis Gap Perumusan Standar dan Peraturan Berdasarkan Dokumen yang Berlaku di BSN dan BPOM dibandingkan dengan Pelaksanaannya (Lanjutan)

No Kategori Perumusan, Penetapan, dan Pemberlakuan Wajib Standar Berdasarkan Naskah Peraturan

Pelaksanaan Prosedur Perumusan Standar Berdasarkan Hasil FGD dan Survei

Rekomendasi

BSN BPOM

5 Koheren Sedapat mungkin harmonis dengan standar internasional yang telah ada (mengadopsi satu standar internasional yang relevan)

Melalui Pemetaan dan Kaji Banding (Nasional, Regional, Internasional)

Terjadi perbedaan persepsi antara kelompok responden pemerintah dan industri dalam menilai kajian terhadap peraturan/standar yang berlaku di dalam negeri dalam perumusan suatu standar, yaitu sebesar 6,90% total responden (13,64% pemerintah, 0% industri, 16,67% akademisi, 0% lembaga konsumen), 41,38% total responden (63,64% pemerintah, 18,18% industri, 50% akademisi, 37,5% lembaga konsumen), 32,76% total responden (13,64% pemerintah, 50% industri, 16,67% akademisi, 50% lembaga konsumen), dan 18,96% total responden (9,09% pemerintah, 31,82% industri, 16,67% akademisi, 12,5% lembaga konsumen) menyatakan bahwa kajian terhadap regulasi/standar lain yang belaku di dalam negeriberturut-turut ”sangat baik”, ”baik”, ”cukup”, dan ”kurang” diperhatikan dalam perumusan standar.

74,65% total responden (76% pemerintah, 84,62% industri, 85,71% akademisi, 46,15% lembaga konsumen) menyatakan bahwa standar Codex adalah rujukan utama dalam penetapan standar

Peraturan/standar negara tujuan ekspor juga perlu menjadipertimbangan dalam perumusan standar, yaitu sebesar 28,77% total responden (33,33% pemerintah, 32% industri, 30% akademisi, 9,09% lembaga konsumen) menyatakan peraturan/standar negara tujuan ekspor perlu dipertimbangkan dalam perumusan standar.

Jika data di Indonesia belum tersedia, rujukan utama yang dapat digunakan adalah standar Codex

Peraturan/standar negara tujuan/target ekspor komoditas pangan perlu dipertimbangakan dalam perumusan suatu standar komoditas pangan tersebut.

Page 95: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

79

Tabel 16. Analisis Gap Perumusan Standar dan Peraturan Berdasarkan Dokumen yang Berlaku di BSN dan BPOM dibandingkan dengan Pelaksanaannya (Lanjutan)

Keterangan:(i)sebagian besar responden pemerintah/lembaga konsumen yang menyatakan hal tersebut berasal dari daerah

No Kategori Perumusan, Penetapan, dan Pemberlakuan Wajib Standar Berdasarkan Naskah Peraturan

Pelaksanaan Prosedur Perumusan Standar Berdasarkan Hasil FGD dan Survei

Rekomendasi

BSN BPOM

6 Berdi-mensi Pengem-bangan

Mempertimbangkan kepentingan UMKM dan daerah dengan memberikan peluang untuk dapat berpartisipasi dalam proses perumusan SNI.

Secara eksplisit belum dicantumkan mengenai faktor sebagai dimensi pengembangan dalam perumusan standar

Seluruh kelompok responden menyatakan bahwa faktorpengembangan bahan baku lokal, pengembangan UMKM, dan peningkatan daya saing produk Indonesia adalah sangat penting diperhatikan sebagai dimensi pengembangan dengan jumlah berturut-turut 85,25%, 75%, dan 98,36%; sisanya menyatakan “agak penting” dan “cukup penting”.

Akumulasi ranking yang diberikan oleh seluruh responden dan masing-masing kelompok responden dari ranking terkecil berurut-turut adalah perlindungan kesehatan konsumen, perlindungan produk dalam negeri, kesiapan lab uji, dan kesiapan adopsi teknologi.

Perlu penetapan di dalam prosedur perumusan standar bahwa faktor-faktor tertentu perlu diperhatikan sebagai dimensi pengembangan dalam perumusan standar agar standar yang ditetapkan dapat berfungsi melindungi kesehatan konsumen dan sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional

Kesepakatan semua kelompok responden dapat menjadi titik tolak untuk mempertimbangkan faktor pengembangan bahan baku lokal, pengembangan UMKM, peningkatan daya saing produk Indonesia, dan terutama perlindungan kesehatan konsumen dalam perumusan suatu standar (keamanan) pangan

Page 96: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

80

4.3. Penerapan Prinsip-Prinsip Perumusan dan Pengembangan Standar dan

Peraturan Keamanan Pangan di Indonesia

Prinsip-prinsip perumusan dan pengembangan standar dan peraturan secara

umum dapat dibagi menjadi 2, yaitu prinsip yang berkaitan dengan proses

perumusan dan prinsip yang terkait dengan tujuan aplikasi atau penerapan.

Prinsip yang terkait dengan proses perumusan adalah prinsip transparan, terbuka,

dan konsensus dan tidak memihak. Prinsip yang terkait dengan tujuan aplikasi

atau penerapan adalah prinsip efektif dan relevan, koheren, dan berdimensi

pengembangan.

4.3.1. Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Perumusan dan Pengembangan Standar

dan Peraturan Keamanan Pangan

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil focus group discussion (Tabel 9)

dan hasil survei (Gambar 10), terlihat bahwa terdapat perbedaan persepsi antara

kelompok pemerintah dan industri. Perbedaan persepsi tersebut terlihat dalam

memberikan penilaian terhadap penerapan prinsip-prinsip perumusan dan

pengembangan standar (transparan, terbuka, konsensus dan tidak memihak,

efektif dan relevan, koheren, dan berdimensi pengembangan). Perbedaan yang

besar terlihat pada penilaian terhadap prinsip transparan dan efektif dan relevan.

Selain dari hasil survei, pelaksanaan prinsip-prinsip perumusan dan

pengembangan standar akan dilihat dari beberapa data sekunder yang

menunjukkan pelaksanaan prinsip-prinsip tersebut. Pelaksanaan prinsip-prinsip

perumusan dan pengembangan standar yang terkait dengan perumusan

(transparan, terbuka, dan konsensus dan tidak memihak) telah dijelaskan secara

rinci pada Bagian 4.1 mengenai perumusan standar dan peraturan di BSN,

BPOM, dan CAC. Untuk itu, pada bagian ini secara khusus hanya akan dibahas

mengenai pelaksanaan prinsip-prinsip perumusan dan pengembangan standar

yang terkait dengan tujuan aplikasi atau penerapan, yaitu prinsip efektif dan

relevan, koheren, dan berdimensi pengembangan.

Page 97: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

81

A. Pelaksanaan Prinsip Efektif dan Relevan

Sejak pertama kali diterbitkan hingga tahun 2006 jumlah SNI yang disusun

sekitar 6633 judul ditambah dengan penyelesaian standar baru berjumlah sekitar

200 judul per tahun. Data hasil survei BSN (2006) terhadap kelompok standar

menunjukkan profil perkembangan standar yang dapat dilihat pada Gambar 27.

Gambar 27. Jumlah Penggunaan SNI (diolah dari BSN, 2009)

Dari total jumlah standar SNI, standar sektor pertanian dan pangan

merupakan sektor dengan jumlah SNI terbanyak, yaitu 952 SNI pada tahun 2006.

Hasil penelitian mengenai penerapan SNI oleh BSN (2006) menunjukkan bahwa

belum seluruh SNI diterapkan dengan baik oleh para pelaku usaha dan pemangku

kepentingan di masyarakat Indonesia. Gambar 27 menunjukkan proporsi

penerapan standar dalam berbagai bidang. Untuk bidang pertanian dan pangan

misalnya hanya 12% SNI yang diterapkan (dari total 952 SNI bidang pertanian

dan pangan hanya 118 SNI yang diterapkan), yang menunjukkan bahwa

penerapan standar belum dilakukan secara optimal. Hal ini dapat disebabkan

karena belum disadari sepenuhnya manfaat penerapan standar oleh masyarakat

Page 98: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

82

(pelaku usaha), khususnya sebagai panduan dalam produksi dan acuan dalam

transaksi perdagangan, terutama oleh industri kecil. Penyebab lain adalah

ketentuan dan persyaratan di dalam standar masih sulit dipenuhi oleh para pelaku

usaha. Untuk itu, keterlibatan pemangku kepentingan dalam perumusan standar

masih perlu ditingkatkan, agar betul-betul dihasilkan SNI yang relevan dengan

kondisi nyata dan sesuai dengan kebutuhan peningkatan daya saing produk.

Berdasarkan pada hasil FGD dan survei yang menunjukkan bahwa tingkat

relevansi yang masih rendah, maka penelitian ini lebih lanjut menggali aspek

relevansi ini, dengan melihat beberapa data hasil kajian dan penelitian yang

terkait. Adapun contoh kasus yang terkait dengan tingkat relevansi standar dan

peraturan yang masih rendah dapat dilihat pada data berikut ini:

1). Standar tentang Susu Segar

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh PT Indolakto dari beberapa

peternak susu di Boyolali, Bandung, Jakarta, Bogor, Sumedang, Garut, dan

Cikajang dari tanggal 20 Juni–3 Juli 2011 diperoleh data bahwa sebagian besar

peternak memproduksi susu dengan nilai Total Plate Count (TPC) atau Angka

Lempeng Total (ALT) di atas standar SNI. Berdasarkan standar SNI 01-3141-

1998 (revisi SNI 3141.1:2011) batas TPC pada susu segar adalah 1 x 106 CFU/ml

(BSN, 1998; BSN, 2011a). Berdasarkan data sebaran, diperoleh angka bahwa

rata-rata susu yang dihasilkan peternak di daerah sampling supplier PT Indolakto

adalah 4,62 x 106 CFU/ml. Bahkan masih banyak susu dari peternak yang

memiliki nilai TPC di atas 107 CFU/ml.

Berdasarkan sumber data lain yang dikumpulkan dari penelitian berbagai

badan/lembaga penelitian dan pengembangan (litbang), dinas peternakan daerah,

dan beberapa perguruan tinggi (Usmiati dan Widaningrum, 2005; Usmiati dan

Nurdjannah, 2007; Budiyanto dan Usmiati, 2009; Disnak Jateng, 2010; Marlina,

et al., 2007; Balia, et al., 2008) diperoleh data bahwa sebagian besar peternak

memproduksi susu dengan nilai TPC/ALT juga di atas standar SNI. Berdasarkan

data tersebut, diperoleh angka bahwa rata-rata susu yang dihasilkan peternak di

daerah penelitian (Bandung, Semarang, dan Bogor) adalah 2,38 x 107 CFU/ml.

Bahkan masih banyak susu dari peternak yang memiliki nilai TPC di atas 107

Page 99: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

83

CFU/ml. Secara kolektif data hasil sampling PT Indolakto dan data kolektif dari

beberapa karya ilmiah dan pemerintah daerah tersebut dapat dilihat pada Gambar

28.

Gambar 28. Hasil Pengujian TPC Susu Segar di Beberapa Daerah di Indonesia (Diolah dari data PT Indolakto dan beberapa karya ilmiah*)

Keterangan: * Usmiati dan Widaningrum (2005), Usmiati dan Nurdjannah (2007), Budiyanto dan Usmiati (2009), Disnak Jateng (2010), Marlina, et al. (2007) Balia, et al.( 2008)

Hal ini menggambarkan bahwa standar yang saat ini diberlakukan masih

terlalu tinggi, dan sangat berat jika diterapkan bagi peternak kecil. Akibatnya

banyak peternak yang tidak dapat memenuhi standar tersebut. Kondisi tersebut

menyalahi prinsip penerapan standar yang seharusnya memiliki dimensi

pengembangan dengan memperhatikan kepentingan usaha mikro, kecil, dan

menengah (UMKM).

2). Standar/Peraturan tentang Sari Buah

Data dari Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) dalam Poeradisastra

(2011) menggambarkan beberapa produk sari buah dari produsen yang ada di

Indonesia menghasilkan kualitas total padatan yang tidak sesuai dengan ketentuan

yang ditetapkan oleh BPOM RI. Menurut Poeradisastra (2011) produk sari buah

sirsak dan lemon yang dihasilkan produsen di Indonesia menghasilkan nilai total

padatan (Brix) 12,0-14,0% dan 4,2%; sedangkan menurut peraturan BPOM

(2006) sari buah sirsak dan lemon berturut-turut harus memiliki nilai padatan

minimal 14,5% dan 6%.

Page 100: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

84

3). Standar/Peraturan tentang Penggunaan Pemanis Siklamat

Data lain dari BPOM RI dalam Suratmono (2009) menyebutkan

ketidaksesuaian penggunaan siklamat pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)

yang beredar di Indonesia dengan standar. Data tersebut menyebutkan bahwa

pada tahun 2006 dan 2007 ditemukan 42,28% dan 42,88% dari seluruh PJAS yang

disampling di seluruh Indonesia tidak memenuhi syarat penggunakan pemanis

siklamat berdasarkan HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan

Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan.

4). Standar tentang Makanan Pendamping Air Susu Ibu

Dari parameter gizi, Herlina (2008) telah melakukan kajian kesesuaian

produk makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) dengan SNI. Hasilnya

menunjukkan bahwa 61% dari 100 produk MP-ASI bubuk lokal yang beredar

memiliki kandungan vitamin B6 di bawah standar yang ditetapkan dalam SNI 01-

7111.1-2005 yaitu minimal 0,7mg/100g. Hasil kajian terhadap produk MP-ASI

bubuk instan lokal dapat dilihat pada Gambar 29.

Gambar 29. Kandungan Gizi MP-ASI Bubuk Instan Lokal (Diolah dari Herlina, 2008)

Selain itu, berturut-turut sebanyak 74%, 74%, 87%, dan 74% dari 23 produk

MP-ASI bubuk instan impor yang beredar di Indonesia memiliki kandungan

vitamin E, vitamin B6, asam folat, dan iodium di bawah standar yang ditetapkan

dalam SNI 01-7111.1-2005 yaitu masing-masing minimal 4mg/100g, 0,7mg/100g,

Page 101: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

85

27mg/100g, dan 45mcg/100g. Hasil kajian terhadap produk MP-ASI bubuk

instan impor dapat dilihat pada Gambar 30a, 30b, 30c, 30d.

Gambar 30a. Kandungan Vitamin E pada MP-ASI Bubuk Instan Impor (Diolah dari Herlina, 2008)

Gambar 30b. Kandungan Vitamin B6 pada MP-ASI Bubuk Instan Impor

Page 102: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

86

Gambar 30c. Kandungan Asam Folat pada MP-ASI Bubuk Instan Impor (Diolah dari Herlina, 2008)

Gambar 30d. Kandungan Iodium pada MP-ASI Bubuk Instan Impor (Diolah dari Herlina, 2008)

Sebanyak 55% dan 50% dari 33 produk MP-ASI biskuit yang beredar

memiliki kandungan Zink (Zn) dan Selenium (Se) di bawah standar yang

ditetapkan dalam SNI 01-7111.2-2005 yaitu masing-masing minimal 2,5mg/100g

dan 10mcg/100g. Hasil kajian terhadap produk MP-ASI biskuit dapat dilihat pada

Gambar 31.

Page 103: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

87

Gambar 31. Kandungan Zink MP-ASI Biskuit (Diolah dari Herlina, 2008)

Sebanyak 75%, 100%, 100%, 100%, 100%, 100%, 100%, 63%, dan 88%

dari 8 produk MP-ASI siap masak yang beredar memiliki kandungan serat

pangan, vitamin E, vitamin B1, vitamin B2, niasin, vitamin B6, vitamin C,

natrium, dan iodium di luar batas standar yang ditetapkan dalam SNI 01-7111.3-

2005 yaitu masing-masing maksimal 5g/100g, minimal 5mg/100g, 0,7mg/100g,

0,7mg/100g, 0,5mg/100g, 1,2mg/100g, dan 80mg/100g, maksimal 100 mg/100

kkal, dan minimal 55 mcg/100 g. Hasil kajian terhadap produk MP-ASI siap

masak dapat dilihat pada Gambar 32a, 32b, 32c, 32d, 32e, 32f. 32g, dan 32h.

Gambar 32a. Kandungan Serat MP-ASI Siap Masak (Diolah dari Herlina, 2008)

Page 104: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

88

Gambar 32b. Kandungan Vitamin E MP-ASI Siap Masak (Diolah dari Herlina, 2008)

Gambar 32c. Kandungan Vitamin B1 MP-ASI Siap Masak (Diolah dari Herlina, 2008)

Gambar 32d. Kandungan Vitamin B2 MP-ASI Siap Masak (Diolah dari Herlina, 2008)

Page 105: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

89

Gambar 32e. Kandungan Niasin MP-ASI Siap Masak (Diolah dari Herlina, 2008)

Gambar 32f. Kandungan Vitamin B6 MP-ASI Siap Masak (Diolah dari Herlina, 2008)

Gambar 32g. Kandungan Vitamin C MP-ASI Siap Masak (Diolah dari Herlina, 2008)

Page 106: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

90

Gambar 32h. Kandungan Iodium MP-ASI Siap Masak (Diolah dari Herlina, 2008)

5). Standar/Peraturan tentang Makanan yang Dikalengkan

Berdasarkan peraturan BPOM RI Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang

Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan,

produk-produk pangan yang dikalengkan memiliki persyaratan batas maksimal

cemaran mikrobiologi. Produk buah, sayuran, corned dan sosis dalam kaleng

memiliki batas maksimal ALT (Angka Lempeng Total)/TPC (Total Plate Count)

sebesar 1 x 102 koloni/g; sedangkan untuk ikan dan produk ikan, serta sup dan

kaldu dalam kaleng memiliki batas maksimal ALT sebesar 1 x 101 koloni/g

(BPOM, 2009). Padahal produk-produk pangan berasam rendah yang

dikalengkan (low acid canned foods) tersebut harus melalui pengolahan dan

pengawetan untuk mencapai kondisi steril komersial.

Kondisi steril komersial dapat diperoleh dari pengolahan pangan dengan

menggunakan suhu tinggi dalam periode waktu yang cukup lama sehingga tidak

ada lagi mikroorganisme patogen dan pembusuk yang hidup. Kondisi steril

komersial umumnya dicapai melalui proses sterilisasi dengan menerapkan konsep

12D. Konsep 12D merupakan konsep yang umum digunakan dalam sterilisasi

komersial untuk menginaktifkan spora mikroorganisme yang berbahaya, yaitu

Clostridium botulinum. Arti 12D di sini adalah bahwa proses termal yang

dilakukan dapat mengurangi jumlah spora C. botulinum sebesar 12 siklus

logaritma atau F=12D, yaitu mengurangi jumlah spora C. botulinum menjadi 10-9

Page 107: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

91

dengan asumsi jumlah spora awal sebesar 103 dalam satu kaleng. Nilai 10-9

diartikan bahwa dari 109 (satu miliar) kaleng, hanya 1 kaleng yang berpeluang

mengandung spora C. botulinum. Bila spora C. botulinum memiliki nilai

D121=0.21 menit, maka dosis sterilisasi (Fo) dengan menerapkan konsep 12D

harus ekuivalen dengan pemanasan pada 121oC selama 2,52 menit. (Hariyadi,

2008).

Berdasarkan hasil penelitian dan kajian yang dilakukan oleh Hariyadi (2008

dan 2011a) terhadap 131 produk pangan yang dikalengkan di Indonesia, diperoleh

angka kecukupan panas (nilai Fo) antara 1,9 hingga 149 menit (Gambar 33).

Pengujian dengan parameter nilai Fo tersebut lebih efektif dilakukan untuk

menjamin keamanan pangan produk yang dikalengkan, dibandingkan dengan

pengujian dengan parameter mikrobiologi dengan menghitung ALT dan menguji

1 miliar kaleng untuk menemukan 1 kaleng yang mengandung spora C.

botulinum. Pengujian yang terdapat di dalam standar/peraturan BPOM RI (2009)

tidak relevan dengan tujuan proses sterilisasi dan tidak dapat mendorong produsen

untuk meningkatkan keamanan pangan produknya.

Gambar 33. Hasil Pengujian Kecukupan Panas pada Beberapa Produk Pangan yang Dikalengkan (Hariyadi, 2011a)

6) Standar Wajib Air Minum dalam Kemasan dan Garam Beryodium

Permasalahan lain yang terjadi adalah rendahnya penegakkan hukum (law

enforcement) pada peraturan yang telah mewajibkan standar. Jika dilihat dari

Page 108: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

92

beberapa data penerapan standar (SNI) wajib terlihat bahwa masih terdapat

produk Air Minum dalam Kemasan (AMDK) dan garam beryodium yang tidak

memenuhi standar. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melakukan

pengujian pada produk Air Minum dalam Kemasan (AMDK) gelas tahun 2010.

Dari 21 merek yang diuji ditemukan 2 merek yang melewati batas maksimum

total koloni bakteri berdasarkan standar SNI 3553-2006, yaitu angka lempeng

total akhir maksimal 1 x 105 koloni/ml. Penelitian lain yang dilakukan Saputra

(2011) terhadap 13 garam yodium bermerek yang beredar di Denpasar, Bali,

dengan jumlah 60 sampel, terdapat 2 merek garam beryodium yang mengandung

iodium kurang dari standar SNI 3556:2010 yaitu minimal 30 ppm.

B. Pelaksanaan Prinsip Koheren

Saat ini masih terjadi kendala harmonisasi dalam penerapan standar dan

peraturan di tingkat internasional. Dapat diambil contoh adalah standar/peraturan

penggunaan bahan tambahan pangan (pewarna dan pengawet) di negara-negara

anggota ASEAN. Perbedaan standar tersebut dapat dilihat pada Tabel 17 dan

Tabel 18.

Tabel 17. Standar Penggunaan Pewarna Pangan di Negara-Negara ASEAN (Fardiaz, 2009)

Page 109: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

93

Tabel 17 menunjukkan contoh kasus ke(tidak)harmonisan standar/peraturan

di beberapa negara-negara ASEAN yang memiliki aturan yang berbeda dalam

mengatur atau melarang penggunaan pewarna sintetis.

Tabel 18 menunjukkan contoh kasus ke(tidak)harmonisan standar di

beberapa negara-negara ASEAN yang memiliki aturan yang berbeda dalam

mengatur atau melarang penggunaan pengawet pangan.

Tabel 18. Standar Penggunaan Pengawet Pangan di Negara-Negara ASEAN (Fardiaz, 2009)

Kasus lain terkait dengan harmonisasi standar/peraturan di tingkat

internasional adalah kasus mi instan. Kasus mi instan dari Indonesia yang

diekspor ke Taiwan akhir-akhir ini mendapatkan perhatian yang cukup serius.

Dimana terjadi perbedaan standar mengenai penggunaan Methyl-p-hydroxy

Benzoate pada produk mi instan dari Indonesia di Taiwan.

C. Pelaksanaan Prinsip Berdimensi Pengembangan

Berdasarkan hasil survei, terlihat bahwa hampir seluruh responden sepakat

bahwa faktor pengembangan bahan baku lokal, pengembangan UMKM, dan

Page 110: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

94

peningkatan daya saing produk Indonesia adalah faktor-faktor yang perlu

diperhatikan dalam perumusan dan pengembangan standar keamanan pangan di

Indonesia. Selain itu, pihak-pihak yang memiliki keterbatasan akses dan

kemampuan untuk terlibat dalam perumusan dan pengembangan standar perlu

mendapatkan perhatian yang lebih. Kelompok yang perlu mendapatkan perhatian

tersebut adalah kelompok industri UMKM dan kelompok instansi yang berada di

daerah. Dengan peningkatan partisipasi, peran serta, dan keterlibatan kelompok

ini dalam usulan, perumusan dan pengembangan standar diharapkan proses

pembahasan standar menjadi efektif dan standar yang dihasilkan relevan untuk

diaplikasikan oleh semua pihak yang berkepentingan.

Untuk meningkatkan partisipasi UMKM dalam penerapan standar

keamanan pangan, sedapat mungkin saat perumusan standar disediakan data yang

valid mengenai kondisi penggunaan suatu bahan pangan yang akan dibuatkan

standarnya, terutama penggunaannya oleh UMKM. Jika jumlah penggunaan

suatu bahan pangan tertentu masih besar oleh UMKM yang juga jumlahnya

banyak, maka perlu dipertimbangkan kesiapan UMKM dalam menyesuaikan

standar yang akan diterapkan dan kesiapan lembaga pengawas yang akan

menegakan peraturan pemberlaku wajib standar.

Sebagai contoh, saat ini kondisi peternak kecil masih banyak yang

menghasilkan susu sapi segar dengan nilai TPC di atas 1 x 106 cfu/g, sehingga

peternak tersebut kesulitan dalam menerapkan standar yang ada. Agar penerapan

standar oleh pelaku usaha (peternak) tersebut efektif dan fungsi pengawasan juga

mudah dilakukan, seharusnya standar dibuat dengan cara bertahap. Standar

seharusnya ditetapkan secara gradual dengan tujuan membina dan meningkatkan

kualitas produk para pelaku usaha agar sesuai dengan standar. Jika, kualitas

produk para pelaku usaha sudah meningkat, kemudian standar dapat digeser lagi

sampai batas yang diinginkan. Ilustrasi penetapan secara bertahap (gradual)

sebagai salah satu penerapan prinsip berdimensi pengembangan dapat dilihat pada

Gambar 34.

Page 111: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

95

Gambar 34. Dimensi Pengembangan Standar (Hariyadi, 2011b)

Setiap lima tahun sekali suatu standar seharusnya dievaluasi

pelaksanaannya. Jika ada hambatan di dalam penerapannya, standar tersebut

perlu direvisi. Evaluasi yang menghasilkan revisi harus berdasarkan pada

pertimbangan tertentu yang memperhatikan dimensi pengembangan agar

penerapan standar tersebut menjadi lebih efektif. Standar seharusnya mampu

mendorong pelaku usaha untuk memperbaiki kualitas produknya.

Jika dilihat dari data BSN (2011c) masih banyak SNI pangan yang berumur

lama (lebih dari 5 tahun) dan belum dilakukan kaji ulang (revisi, amandemen, atau

abolisi). Untuk itu, otoritas pembuat standar (BSN) perlu melakukan kaji ulang

terhadap SNI yang telah ditetapkan terutama untuk SNI yang telah berumur paling

lama. Kaji ulang tersebut juga berfungsi untuk mengevaluasi tingkat penerapan

SNI oleh pelaku usaha. Kaji ulang akan semakin mendesak diperlukan sebagai

upaya persiapan menghadapi perdagangan bebas (misal CAFTA dan APEC)

dimana standar (SNI) berfungsi untuk menjamin produk pangan yang dihasilkan

produsen Indonesia memiliki kualitas dan daya saing dalam menghadapi era

perdagangan bebas tersebut. Kondisi banyaknya umur SNI bidang Pangan yang

sudah lama dapat dilihat pada Gambar 35.

Page 112: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

96

Gambar 35. Umur SNI Pangan Hingga November 2011 (diolah dari BSN, 2011d)

4.3.2. Rekomendasi Prinsip-Prinsip Perumusan dan Pengembangan

Standar dan Peraturan Keamanan Pangan

Berdasarkan hasil analisis gap 1 dan gap 2, maka perumusan dan

pengembangan standar dan peraturan keamanan pangan perlu dilakukan dengan

menerapkan dan memperkuat prinsip-prinsip perumusan dan pengembangan

standar, yaitu:

1. Transparan

Perlu diberikan akses informasi seluas-luasnya mengenai prosedur penyusunan

dan perkembangan perumusan standar pangan kepada pihak yang

berkepentingan. Media informasi yang dapat dimanfaatkan adalah melalui

internet dengan menyampaikan prosedur perumusan standar dan peraturan

pangan pada situs website lembaga pemerintah yang berwenang dalam

pengembangan standardisasi nasional (BSN dan instansi teknis).

2. Terbuka

Prinsip terbuka dalam perumusan dan pengembangan standar pangan dapat

diwujudkan dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua

pihak yang berkepentingan (pemerintah, industri, akademisi, dan konsumen)

untuk berpartisipasi aktif dalam memberikan usulan dan masukan serta

keterlibatan dalam pembahasan standar dan peraturan pangan. Usulan dan

Page 113: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

97

masukan masing-masing pihak dapat disampaikan melalui asosiasi agar

berjalan secara tertib dan efektif.

Keterlibatan semua pihak harus didorong agar tingkat penerimaan standar

pangan dan peraturan yang akan ditetapkan menjadi tinggi, termasuk

mendorong usulan, masukan, dan pertimbangan dari lembaga yang ada di

daerah.

Diperlukan tim atau lembaga independen sebagai pengkaji risiko dengan

anggota terdiri atas para pakar dan ahli yang kredibel dan mempunyai

kapabilitas sesuai dengan bidang pembahasan standar dan peraturan pangan.

3. Konsensus dan tidak memihak

Di dalam penetapan standar dan peraturan pangan harus diterapkan prinsip

konsensus dengan mempertimbangkan semua masukan dari pihak yang terlibat

(pemerintah, industri, akademisi, dan konsumen). Prosedur yang telah

ditetapkan oleh BSN mengenai konsensus dalam pengambilan keputusan saat

penetapan standar perlu diterapkan dengan lebih efektif, sehingga semua

perwakilan yang hadir merasa dihargai pendapatnya dan diperoleh keputusan

standar dan peraturan yang merupakan hasil kesepakatan bersama.

4. Efektif dan relevan

Diperlukan data yang valid mengenai kondisi Indonesia sebagai bahan

pertimbangan dan dasar dalam penetapan suatu standar dan peraturan

pangan, misalkan data tentang paparan (jumlah bahan pangan yang

dikonsumsi setiap individu).

Di dalam perumusan standar pangan perlu diterapkan analisis risiko,

khususnya kajian risiko. Kajian risiko diperlukan dalam penetapan kriteria

di dalam standar dan peraturan pangan.

Di dalam pemberlakuan standar pangan perlu diperhatikan kesiapan pelaku

usaha (industri) yang akan menerapkannya. Salah satu hal yang penting

diperhatikan adalah kesiapan infrastruktur (laboratorium pengujian) yang

mampu menguji parameter yang ditetapkan dalam standar.

Sebelum standar (SNI) pangan diberlakukan secara wajib oleh instansi

teknis dalam bentuk peraturan, diperlukan kajian mengenai dampak regulasi

melalui Regulatory Impact Analysis (RIA).

Page 114: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

98

5. Koheren

Kajian terhadap standar atau peraturan lain di dalam negeri saat

merumuskan suatu standar pangan perlu dilaksanakan dengan lebih efektif.

Di dalam merumuskan suatu standar dan peraturan pangan juga diperlukan

harmonisasi terhadap standar dan peraturan yang berlaku secara

internasional dan berlaku di negara lain terutama negara tujuan ekspor

produk pangan Indonesia.

Standar Codex yang telah ditetapkan oleh CAC dapat dijadikan rujukan

utama dalam menetapkan ketentuan dan kriteria di dalam standar dan

peraturan pangan Indonesia, terlebih jika data tentang profil kualitas produk

pangan di Indonesia belum tersedia atau masih terbatas. Hal ini dilakukan

untuk mengantisipasi jika terjadi perselisihan perdagangan antar negara

anggota WTO yang menjadikan standar Codex sebagai acuan.

6. Berdimensi pengembangan

Kepentingan UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah), pengembangan

bahan baku lokal, dan peningkatan daya saing produk Indonesia perlu

menjadi pertimbangan dalam merumuskan standar pangan, sehingga standar

yang dihasilkan berguna bagi kepentingan nasional dan dapat diterima

secara luas khususnya oleh pelaku usaha pangan di dalam negeri.

Faktor pertama dan utama yang perlu diperhatikan dalam perumusan standar

dan peraturan keamanan pangan adalah faktor kesehatan masyarakat.

Jika prinsip-prinsip perumusan dan pengembangan standar dan peraturan

tersebut diterapkan dengan baik, diharapkan dapat meminimalisir bahkan

menghilangkan perbedaan persepsi antar lembaga (terutama pemerintah dan

industri) dalam perumusan dan pengembangan standar dan peraturan pangan.

Semua pihak akan merasa memiliki, bertanggung jawab, dan beritikad baik untuk

menerapkan standar yang telah ditetapkan sebagai keputusan bersama melalui

konsensus.

Page 115: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Saat ini standar dan peraturan keamanan pangan di Indonesia masih

dirasakan belum efektif diterapkan oleh pelaku usaha. Hasil analisis gap antara

perumusan standar dan peraturan secara teoritis dengan dokumen yang berlaku

oleh otoritas pembuat standar (terutama BSN) tidak terjadi gap yang terlalu lebar.

Akan tetapi jika dilihat gap antara dokumen perumusan yang berlaku dan

pelaksanaannya terdapat gap yang cukup lebar. Hasil FGD dan survei

menunjukkan bahwa secara umum faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat

penerapan standar dan peraturan keamanan pangan adalah tidak dipraktikannya

prinsip-prinsip pengembangan standar dan peraturan yang baik. Secara khusus,

faktor-faktor yang menghambat penerapan standar dan peraturan pangan, yaitu

rendahnya: (i) penyebaran informasi perkembangan penyusunan peraturan,

terutama dari BPOM RI, (ii) pembahasan yang mempertimbangkan kepentingan

dan keterlibatan semua pihak yang berkepentingan, terutama pelaku

usaha/industri, (iii) relevansi standar yang ditetapkan dengan tujuan perlindungan

kesehatan konsumen dan kondisi produk pangan Indonesia, (iv) pertimbangan

akan kesiapan pelaku usaha dan unsur penunjangnya, seperti laboratorium uji.

Faktor-faktor tersebut muncul antara lain karena adanya perbedaan persepsi

antara pemerintah dan industri; dimana pemerintah menilai bahwa proses

perumusan dan pengembangan standar dan peraturan saat ini sudah sesuai dengan

prinsip-prinsip perumusan dan pengembangan standar yang baik; namun menurut

Industri prinsip-prinsip yang baik itu belum sepenuhnya dilakukan. Perbedaan

persepsi ini terutama terjadi pada aspek (i) transparan, dan (ii) efektif dan relevan

dalam prinsip perumusan dan pengembangan standar.

Prinsip transparan perlu diperkuat dengan (i) memberikan informasi

perumusan dan perkembangan standar dan peraturan melalui internet/website

dalam situs lembaga pemerintah yang berwenang (BSN dan instansi teknis -

BPOM), (ii) memberikan akses seluas-luasnya kepada semua pihak yang

berkepentingan untuk berpartisipasi aktif dalam memberikan usulan dan masukan

Page 116: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

100

saat pembahasan standar dan peraturan, terutama dari kelompok UMKM dan

instansi di daerah melalui wadah asosiasi, (iii) menerapkan prosedur pembahasan

dan penetapan standar di dalam rapat panitia teknis yang telah ditetapkan oleh

BSN dengan lebih efektif. Saat pembahasan dan penetapan standar perlu

dipastikan bahwa aspirasi dan pendapat dari semua kelompok instansi

diperhatikan dan keputusan dicapai melalui konsensus.

Prinsip efektif dan relevan perlu diperkuat dengan (i) kajian dasar (base-

line) untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi riil produk dan praktik di

industri, (ii) pertimbangan kesiapan infrastruktur (laboratorium uji, sumber daya

manusia, dan lain-lain), (iii) memperhatikan dimensi pengembangan nasional,

khususnya (a) kepentingan UMKM, (b) pengembangan bahan baku lokal, dan (c)

peningkatan daya saing produk Indonesia dalam pembahasan standar.

5.2. Saran

Prinsip-prinsip perumusan dan pengembangan standar dan peraturan

keamanan pangan perlu diterapkan dengan lebih efektif. Untuk memperkuat

penerapan prinsip efektif dan relevan diperlukan data yang valid mengenai studi

paparan bahan pangan yang akan dibuatkan standarnya. Data tersebut diperlukan

untuk mendukung kajian ilmiah melalui kajian risiko sebagai dasar penetapan

kriteria atau persyaratan di dalam standar. Dengan dukungan data yang valid dan

kajian ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, diharapkan standar dan

peraturan yang dihasilkan memiliki keberterimaan yang tinggi.

Kesiapan dari pelaku usaha terutama kelompok UMKM perlu diperhatikan

dalam menetapkan suatu standar dan peraturan. Selain itu, pengembangan potensi

lokal dan kepentingan nasional juga perlu dipertimbangkan agar standar dan

peraturan yang dihasilkan mampu mendorong peningkatan ekonomi nasional dan

sekaligus memberikan perlindungan kesehatan konsumen.

Page 117: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

DAFTAR PUSTAKA

Balia, R.L., E. Harlia, D. Suryanto. 2008. Jumlah Bakteri Total dan Koliform pada Susu Segar Peternakan Sapi Perah Rakyat dan Susu Pasteurisasi Tanpa Kemasan Di Pedagang Kaki Lima. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2004. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.5.1.4547 TentangPersyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan Dalam Produk Pangan

-------------------------------------------. 2006. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.52.4040 tentang Kategori Pangan.

-------------------------------------------. 2008. Direktorat Standardisasi Produk Pangan. Presentasi Disampaikan pada Lokakarya Kedeputian III BPOM RI, 11 April 2008, Jakarta.

-------------------------------------------. 2009. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan.

-------------------------------------------. 2010. Alur Standar. Direktorat Standardisasi Produk Pangan BPOM RI, Jakarta.

--------------------------------------------. 2011a. Peraturan dan Perundang-undangan. http://www.pom.go.id/public/hukum_perundangan/default.asp. Diakses tanggal 13 Mei 2011.

--------------------------------------------. 2011b. Tentang Badan POM. http://www.pom.go.id/profile/index_ind.asp. Diakses tanggal 13 Mei 2011.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Indonesia. BPS, Jakarta.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1998. Standar Nasional Indonesia Nomor SNI 01-3141-1998 untuk Susu Segar. BSN, Jakarta.

-------------------------------------------. 2007a. Pedoman Standardisasi Nasional PSN 01-2007: Pengembangan Standar Nasional Indonesia. BSN, Jakarta.

-------------------------------------------. 2007b. Pedoman Standardisasi Nasional PSN 08-2007: Penulisan Standar Nasional Indonesia. BSN, Jakarta.

--------------------------------------------. 2009. Pengantar Standardisasi Edisi Pertama. BSN, Jakarta.

Page 118: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

102

-------------------------------------------. 2010. Gerakan Nasional Penerapan SNI. BSN, Jakarta.

-------------------------------------------. 2011a. Standar Nasional Indonesia Nomor SNI 3141.1:2011 untuk Susu Segar – Bagian 1: Sapi. BSN, Jakarta.

--------------------------------------------. 2011b. Peraturan Kepala BSN Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Secara Wajib. BSN, Jakarta.

--------------------------------------------. 2011c. Tentang BSN. http://www.bsn.go.id/bsn/profile.php. Diakses tanggal 13 Mei 2011.

--------------------------------------------. 2011d. Rekapitulasi RSNI dan SNI Berdasarkan ICS. http://www.bsn.go.id/bsn. Diakses tanggal 15 November 2011.

--------------------------------------------. 2011e. Tentang SNI. http://www.bsn.go.id/bsn. Diakses tanggal 29 Desember 2011.

Budiyanto, A. dan Usmiati, S. 2009. Pemerahan susu secara higienis menggunakan alat perah sederhana. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Puslitbang Peternakan 11-12 Nopember 2008. Bogor-Indonesia.

[CAC] Codex Alimentarius Commission. 2006. Understanding The Codex Alimentarius 3rd edition. WHO-FAO UN, Rome.

--------------------------------------------. 2007. Working Principles For Risk Analysis For Food Safety For Application By Governments. CAC/GL 62-2007.

--------------------------------------------. 2010. Codex Alimentarius Commission Procedural Manual 19th edition. WHO-FAO UN, Rome.

Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah. 2010. Prospek Pengembangan Sapi Perah Di Jawa Tengah. http://www.disnak.jawatengah.go.id/

[FAO] Food Agriculture Organization/[WHO] World Health Organization. 2005. Food Safety Risk Analysis Part I : An Overview and Framework Manual(Provisional Edition). FAO, Rome.

Fardiaz, D. 2009. The Importance of Food Safety Standards Harmonization inRegional and Global Food Trade. Paper of Food Safety Standard Workshop. SEAFAST – BPOM – ILSI, Jakarta.

Hariyadi, P. 2008. The Food-Canning Industry in Indonesia: Need for Safety Assurance Regulation and Quality Optimisation. Food Manufacturing Efficiency 2 (1) 1-4.

Page 119: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

103

-------------------. 2011a. Modul Pelatihan Proses Termal. SEAFAST – IPB, Bogor.

-------------------. 2011b. Standardisasi Mutu dan Keamanan Pangan: Data apa yang perlu disiapkan. Presentasi Rapat CODEX di Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Herlina, E. 2008. Kajian Kesesuaian Produk Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dengan Standar Nasional Indonesia dan Kontribusi terhadap Kecukupan Gizi bayi/Anak. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

[Kemendiknas] Kementerian Pendidikan Nasional. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia. http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php

Mantra, I.B. dan Kasto. 2008. Penentuan sampel. Singarimbun, M. dan S. Effendi (Eds.). Metode Penelitian Survai. LP3ES, Jakarta.

Marlina, E.T., Y.A. Hidayati, W. Juanda. 2007. Kualitas Mikroba pada Ruang Penampungan Susu dan Pengaruhnya terhadap Jumlah Bakteri dalam Air Susu. Makalah. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung.

Marovatsanga, L.T. 2000. The need for developing countries to improve national infrastructure to contribute to international standards. Rees, N. dan D. Watson (Eds.). International Standards for Food Safety. Aspen Publishers, Inc., Gaithersburg, Maryland.

Othman, N.M. 2006. Food Safety in Southeast Asia: Challenges facing the Region. Asian Journal of Agriculture and Development, Vol. 4. No.2

Peraturan Pemerintan RI Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal

Poeradisastra, F. 2011. Definisi Produk Sari Buah: Codex dan BPOM RI. Asosiasi Industri Minuman Ringan, Jakarta.

Randel, A.W. 2000. International food standards: The work of Codex. Rees, N. dan D. Watson (Eds.). International Standards for Food Safety. Aspen Publishers, Inc., Gaithersburg, Maryland.

Rees, N. dan D. Watson (Eds.). 2000. International Standards for Food Safety. Aspen Publishers, Inc., Gaithersburg, Maryland.

Page 120: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

104

Saputra, Adi. 2011. Penelitian Kadar Yodium pada Garam Konsumsi yang Beredar di Denpasar. Program Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali.

Suratmono. 2009. Penggunaan Data Hasil Pengujian untuk Meningkatkan Pengaturan Keamanan Pangan: Studi Kasus Siklamat pada Pangan Jajanan Anak Sekolah. Tesis. Sekola Pascasarjana IPB, Bogor.

Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.

Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Usmiati, S dan Widaningrum. 2005. Mutu susu sapi dari peternak anggota koperasi susu sarwamukti pada pemerahan pagi dan sore hari: studi kasus tahun 2004. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, 12-13 September 2005 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor-Indonesia.

Usmiati, S dan Nurdjannah. 2007. Perbandingan kualitas susu sapi peternak anggota KUD Sarwamukti dan KSU Tandangsari: Studi kasus. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Puslitbangnak 21-22 Agustus 2007. Bogor-Indonesia.

Winarno, F.G. 2002. Codex dan SNI dalam Perdagangan Pangan Global. M-Brio Press, Bogor.

[YLKI] Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. 2010. Standardisasi Pangan dari Sisi Konsumen. Makalah disampaikan pada FGD Pengkajian Kebutuhan dan Review atas Kebijakan Pangan BPOM RI – SEAFAST Center IPB, 6 Desember 2010.

Page 121: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

LAMPIRAN

Page 122: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

106

Lampiran 1. Pengaturan Unsur dalam Standar (BSN, 2007b)

Page 123: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

117

Lampiran 3. Contoh Regulasi Teknis yang Memberlakukan Wajib SNI

KEPUTUSAN

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

REPUBLIK INDONESIA

Nomor : HK.00.05.5.1.4547

TENTANG

PERSYARATAN PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN

PANGAN PEMANIS BUATAN DALAM PRODUK PANGAN

Page 124: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

126

Lampiran 4. Daftar Hadir Peserta Focus Group Discussion

Daftar Peserta FGD 6 Desember 2010

No. Daftar Undangan Nama Peserta

Badan POM:1 Deputi Bidang Pengawasan Keamanan

Pangan dan Bahan BerbahayaDR. Roy A. Sparringa, M.App.Sc.

2 Direktur Standardisasi Produk Pangan Ir. Tetty H. Sihombing, MP

3 Direktur Penilaian Keamanan Pangan Elin Herlina4 Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Suratmono7 Kasubdit Standardisasi Pangan Olahan Dra. Deksa Presiana,

M.Kes8 Kasubdit Standardisasi Bahan Baku dan

Bahan Tambahan PanganIr. Gasilan

9 Kasubdit Standardisasi Pangan Khusus Yusra Egayanti, Desy Rastawaty

10 Kasie. Standardisasi Produk Pangan Dra. Lasrida Yuniaty, Apt11 Kasie. Kodeks Pangan Ati Widya Perana, SP12 Kasie TOP Tristya Yunita13 Staf Subdit Standardisasi Pangan Olahan Sofhiani Dewi, Dyah

Setyowati, Ade Maulana, Latifah

Undangan lain:14 Direktur Mutu dan Standardisasi,

Kementerian Pertanian Danny Yudhitia Permana

15 Direktur Industri Minuman dan Tembakau, Kementerian Perindustrian

Agus Sutopo

16 Direktur Pengolahan Hasil, Kementerian Kelautan dan Perikanan

Theresia Istihastuti

17 Kepala Pusat Sistem Penerapan Standar, BSN (Badan Standardisasi Nasional)

Singgih

18 Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI)

Roch Ratri Wandansari, Kartika Adiwilaga, Ning Rahayu

19 Pusat Informasi Produk Industri Makanan dan Minuman (PIPIMM)

Patricia R. Tobing,Rhadeya Setiawan, Farchard P, Ratna Indrayani, Lena Prawira,

20 Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)

Noor jehan

Page 125: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

127

Daftar Peserta FGD 6 Desember 2010 (Lanjutan)

No. Daftar Undangan Nama Peserta

Seafast:21 Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si22 Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc23 Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc24 Dr. Eko Hari Purnomo, S.TP., M.Sc25 Sumarto, S.TP26 Desty Gitapratiwi, S.TP27 Virna Berliani Putri, S.TP28 Elly Haryati, S.AP

Page 126: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

128

Lampiran 5. Masukan Industri Terkait Kebijakan yang Dikeluarkan BPOM RI

No Masalah Deskripsi/Contoh Usulan

1 Kurangnya koordinasi dan perbedaan interpretasi antar direktorat di BPOM mengenai pelaksanaan suatu surat edaran ataupun peraturan

Ketentuan mengenai batasan umur simpan bahan baku yang diimpor ke Indonesia. Bagian direktorat Insert (Inspeksi dan Sertifikasi) mengacu kepada peraturan yang berdasarkan produk jadi (maximal 3/4 dari umur simpan) sedangkan bagian direktorat standar (Standardisasi Produk Pangan) menggunakan peraturan tersebut memang hanya untuk produk jadi.

Sosialisasi internal antar direktorat di BPOM perlu dilakukan agar staf BPOM memiliki persepsi yang sama sehingga pelaksanaannya tidak bervariasi

2 Perbedaan interpretasi inter departmen/direktorat terhadap suatu peraturan

Di PKP (Penilaian Keamanan Pangan), untuk nilai gizi, bagian POT sudah mengerti dan menerapkan adanya toleransi nilai gizi sedangkan di bagian umum, sebagian evaluator masih belum mengerti dan masih mensyaratkan nilai yang harus sama dengan nilai hasil analisis

Sosialisasi internal dalam satu departmen di BPOM perlu dilakukan agar staf BPOM memiliki persepsi yang sama sehingga pelaksanaannya tidak bervariasi

Tambahan data yang berbeda untuk produk yang sama dengan jenis kemasan yang berbeda. Tambahan data yang diminta tidak ada hubungannya dengan perbedaan kemasan. Sehingga brand dengan varian rasa yang sama namun kemasan berbeda, bisa memiliki desain label yang berbeda. contoh terjadi di produk susu dengan kemasan kaleng dan aluminium foil

Diterbitkan "reference book" untuk internal staf BPOM yang dapat menjadi acuan pelaksaaan suatu peraturan

Page 127: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

129

Lampiran 5. Masukan Industri Terkait Kebijakan yang Dikeluarkan BPOM RI (Lanjutan)

No Masalah Deskripsi/Contoh Usulan

Klaim "nutrisi ekspress" diijinkan digunakan untuk produk susu/minuman susu di Subdit bukan POT, sedangkan untuk produk susu di Subdit POT, penamaan nutrisi tidak dimungkinkan.

3 Kurangnya komunikasi antara BPOM di pusat dan Balai POM di daerah

Sweeping yang dilakukan oleh Balai POM daerah terhadap pelaksanaan suatu peraturan yang sebenarnya pelaksanaan tersebut tidak memerlukan "sweeping“/Sidak dari Balai POM daerah terhadap fasilitas produksi

Semua informasi mengenai peraturan baru dikirimkan juga ke Balai POM daerah dengan penjelasan dan sosialisasi yang maksimum dari aparatur Pusat.

4 Tambahan data "berseri" sudah berkurang dengan dilakukannya "pre assessment", namun masih ditemukan adanya tambahan data yang "berseri", beberapa kasus bahkan perubahan diminta oleh checker (pada saat pengambilan nomor)

Pendaftaran untuk produk fruit juices (bulan Juni, Juli 2010)

Page 128: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

130

Lampiran 5. Masukan Industri Terkait Kebijakan yang Dikeluarkan BPOM RI (Lanjutan)

No Masalah Deskripsi/Contoh Usulan

5 Pemahaman evaluator yang kurang dalam terhadap regulasi/peraturan

Untuk produk minuman, natrium phosphat dianggap sebagai bahan tambahan pangan sehingga industri harus melampirkan dokumen yang mendukung penggunaan bahan tersebut sebagai BTP. Padahal industri menggunakannya sebagai mineral, sehingga memang tidak akan ada data yang mendukung.

Sharing internal antar staf BPOM terhadap suatu masalah/pengetahuan baru perlu terus dilakukan jika salah satu staf selesai menghadiri training/seminar.

Penerapan kategori pangan yang berbeda terhadap satu jenis produk. Satu evaluator menetapkan minuman lidah buaya ke dalam kategori pangan "minuman berperisa tidak berkarbonasi" sedangkan evaluator yang lain menetapkan sebagai "minuman sterilisasi dalam kemasan aseptis"

Training terhadap staf BPOM secara terus-menerus.

6 Peraturan yang ditetapkan melalui meeting internal BPOM dan belum disosialisasikan kepada industri

Pemberlakuan serving size 250 ml untuk minuman isotonik. Pada saat pendaftaran aturan ini sudah dilaksanakan, sedangkan industri tidak mengetahui mengenai peraturan ini

Pelaksanaan suatu peraturan dilakukan setelah peraturan ditetapkan dan melalui tahap sosialisasi dan waktu penyesuaian

Page 129: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

131

Lampiran 5. Masukan Industri Terkait Kebijakan yang Dikeluarkan BPOM RI (Lanjutan)

No Masalah Deskripsi/Contoh Usulan

7 Peraturan yang belum disepakati bersama bahkan belum resmi dikeluarkan oleh BPOM sudah dipakai sebagai dasar hukum pada saat registrasi baru atau ulang

Direktorat PKP seringkali bersikukuh untuk menggunakan peraturan yang masih berupa konsep yang belum disetujui Ka BPOM dalam penilaian MD baru atau pun saat registrasi ulang. Hal ini sangat merugikan karena ketidakkonsistenan klaim label.

Direktorat Penilaian Keamanan Pangan seharusnya menggunakan dasar hukum yang jelas termasuk peraturan BPOM sendiri. Jika belum disepakati seluruh stakeholder dan belum dipublikasi terbuka, tidak selayaknya dipakai pada saat penilaian MD/ML.

8 Proses persetujuan penggunaan bahan baku baru yang kurang jelas waktu dan prosesnya.

Proses persetujuan penggunaan bahan baku baru tidak diinformasikan secara umum kepada industri, sehingga industri yang lain yang ingin menggunakan bahan baku yang sama harus mengajukan ijin baru

Dibuat SOP mengenai proses mendapatkan ijin khusus, termasuk waktu yang diperlukan, dan biaya yang diperlukan

Persetujuan penggunaan hanya dilakukan oleh pimpinan (tidak ada delegasi) sehingga jika pimpinan sedang bertugas keluar kota/negeri, persetujuan tertunda

Dibuat review list untuk setiap persetujuan baru

Dalam beberapa kasus, industri tidak mendapat informasi langsung mengenai persetujuan tersebut, sedangkan bagian standar sudah memberikan informasi pada meeting internal ke bagian PKP.

Page 130: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

132

Lampiran 5. Masukan Industri Terkait Kebijakan yang Dikeluarkan BPOM RI (Lanjutan)

No Masalah Deskripsi/Contoh Usulan

Pembuatan Standar

9 Dalam beberapa kasus, pembuatan standar kurang memperhatikan kondisi Indonesia

Peraturan mengenai cemaran benzoapiren dan dioxin di dalam minyak, dimana belum ada laboratorium di Indonesia yang dapat melakukan analisis tersebut

Standar atau peraturan disusun berdasarkan data yang cukup yang mengacu kepada data internasional dan kondisi Indonesia

Cemaran mikroba ALT biasanya menggunakan metode inkubasi 2x24 jam, tetapi BPOM menetapkan penggunakan analisis mikroba dengan ISO dimana inkubasi adalah 3x24 jam (lebih lama, sehingga biaya lebih besar)

10 Mitra Bestari/tenaga ahli Mitra bestari ditentukan oleh BPOM secara perseorangan, bukan wakil dari asosiasi profesi atau institusi sehingga kadang-kadang masalah yang dibahas kurang sesuai dengan keahlian pakar ybs. Satu pakar tidak dapat menguasai semua hal.

Mitra bestari ditentukan oleh asosiasi profesi dan atau institusi. BPOM mengirimkan permintaan kepada asosiasi profesi/institusi

Pembahasan kurang berimbang karena pada produk dan proses tertentu, tidak ada ahli yang menguasai masalah tsb

Industri diperbolehkan untuk mengusulkan pakar/tenaga ahli yang sesuai dengan masalah yang sedang dibahas, sehingga pembahasan lebih berimbang

Page 131: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

133

Lampiran 5. Masukan Industri Terkait Kebijakan yang Dikeluarkan BPOM RI (Lanjutan)

No Masalah Deskripsi/Contoh Usulan

Formulasi minuman Olah Raga harus dibawah 250 miliosmol/L padahal penggunaan gula dan garam yang dicantumkan pada peraturan tersebut dapat dipastikan akan menghasilkan osmolarity lebih besar dari 250 miliosmol/L.

Diusulkan agar BPOM juga mengikutsertakan ahli atau pakar yang mewakili praktisi, dapat diambil dari asosiasi GAPMMI atau PIPIMM yang berasal dari R&D atau Regulatory dan memenuhi persyaratan akademik serta berpengalaman, netral dalam memberikan masukan.

11 Proses pembuatan Standar/peraturan

Industri kurang dilibatkan dari awal pada saat pembuatan standar, sehingga masukan tidak dapat diberikan dari awal proses

Industri dilibatkan dari awal pada saat pembuatan standar, sehingga dapat memberikan masukan dari awal

Dalam beberapa kasus (sebelum Juni 2010), tidak ada diskusi terbuka terhadap suatu peraturan. Jika ada diskusi terbuka, masukan dari industri tidak diperhatikan atau industri tidak mendapatkan informasi mengapa masukan industri tidak diterima

Diskusi terbuka dilakukan dengan industri, masukan industri dipertimbangkan, jika ada pertanyaan dapat dijelaskan

Peraturan mengacu kepada rekomendasi profesi saja. contoh : peraturan mengenai diabetes, mengacu kepada rekomendasi Perkemi

Standar/peraturan tidak dibuat berdasarkan pendapat pribadi atau rekomendasi profesi saja. Harus memperhatikan juga kondisi Indonesia

Page 132: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

134

Lampiran 5. Masukan Industri Terkait Kebijakan yang Dikeluarkan BPOM RI (Lanjutan)

No Masalah Deskripsi/Contoh Usulan

Waktu penyesuaian 1 tahun dinilai sangat singkat untuk melakukan perubahan formula dan perubahan label

Waktu penyesuaian untuk pelaksanaan suatu peraturan , terutama yang berhubungan dengan perubahan formula dan juga perubahan label harus mempertimbangkan keadaan industri. Diperlukan waktu penyesuaian minimal 2 tahun untuk perubahan label dan 3 tahun untuk perubahan formula

Penetapan suatu peraturan yang saling berhubungan, hendaknya dilakukan dalam waktu yang berdekatan, sehingga dalam pelaksanaannya tidak membingungkan

12 Kategori Pangan yang belum mencakup semua kategori pangan yang ada di Indonesia saat ini

Kategori pangan untuk sari buah dan minuman susu berperisa

Revisi Kategori Pangan

Page 133: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

135

Lampiran 5. Masukan Industri Terkait Kebijakan yang Dikeluarkan BPOM RI (Lanjutan)

No Masalah Deskripsi/Contoh Usulan

13 Tidak adanya konsistensi pada label. Selalu berganti pada saat pengajuan ulang MD/ML. Hal ini terkait bukan saja klaim gizi atau klaim kesehatan tetapi juga pada penggolongan kategori pangan dan pernyataan lainnya pada label. Ketidakonsistenan ini selalu terjadi pada saat pendaftaran ulang. Hal ini berdampak pada product positioning marketing.

Mizone be 100 % diijinkan dan dipakai sejak Mizone pertama kali diluncurkan, tetapi saat ini tidak lagi diijinkan tanpa alasan yang jelas.

Klaim yang tidak terkait klaim gizi atau klaim kesehatan dan tidak melanggar ketentuan pelabelan, diusulkan dapat dijinkan dan produsen harus bertanggung jawab.

Dokumen dari suatu perusahaan untuk produk-produk yang sudah terdaftar tidak perlu diminta diajukan secara berulang-ulang

Page 134: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

136

Lampiran 5. Masukan Industri Terkait Kebijakan yang Dikeluarkan BPOM RI (Lanjutan)

No Masalah Deskripsi/Contoh Usulan

14 MD/ML versus SD/SL MD/ML dikeluarkan oleh Deputi 3 BPOM sedangkan SD/SL oleh Deputi 2, BPOM. Saat ini industri yang telah mengantongi ijin produksi obat, dapat memproduksi makanan a.l supplemen . BPOM tidak dapat mengeluarkan ijin edar sehingga mereka mengajukannya melalui jalur Deputi 2. Hal ini menimbulkan pertentangan karena klaim kesehatan & gizi berbeda . Suplemen dapat membuat klaim bebas sedangkan makanan tidak misal fungsi herbal. Padahal di pasar, produk dijual berdampingan.

Suplemen karena digolongkan secara fungsi sebagai makanan bukan obat maka untuk pendaftaran nomor registrasi BPOM diusulkan harus ditangani oleh Deputi 3 sehingga perlakuannya sama dengan produk makanan lainnya.

Bagi masyarakat Konsumen, saat ini pun tidak ada perbedaan persepsi antara produk makanan yang dinyatakan supplemen (SD/SL) dan yang hanya dinyatakan makanan. (MD/ML)

15 Penyederhanaan prosedur dan kecepatan pelayanan dengan tetap menjaga asas Keamanan Pangan

Online PKP segera dilaksanakan

Single MD

16 Guideline yang diterbitkan untuk satu perusahaan sudah menampung aspirasi industri, namun belum ada guideline yang berlaku secara umum

Tidak semua industri mendapatkan informasi yang sama

Guideline yang berlaku secara umum perlu diterbitkan

Page 135: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

137

Lampiran 5. Masukan Industri Terkait Kebijakan yang Dikeluarkan BPOM RI (Lanjutan)

No Masalah Deskripsi/Contoh Usulan

Monitoring Iklan

17 Interpretasi yang berbeda antara BPOM dan industri dalam menerjemahkan arti iklan

Industri melihat itu sebagai bagian dari kreatifitas, sedangkan BPOM melihatnya sebagai "berlebihan"

Pedoman Periklanan Pangan perlu untuk di "update" berdasarkan perkembangan terkini

18 Tidak adanya waktu untuk klarifikasi pada saat BPOM menganggap bahwa suatu iklan melanggar peraturan

BPOM mengirimkan surat peringatan dan meminta industri untuk mencabut iklan dalam waktu 2 minggu, dimana hal ini tidak mudah dilakukan karena berhubungan dengan kontrak dengan pihak agency

Dibuat aturan yang jelas mengenai proses "peringatan" dan tingkatan dari "peringatan"

19 Tingkatan "peringatan" yang diberlakukan secara akumulasi pada satu perusahaan (bukan berdasarkan nama produk, namun berdasarkan perusahaan)

Untuk perusahaan yang mempunyai banyak jenis produk, maka hanya dalam waktu singkat akan medapatkan surat peringatan "keras" karena dugaan "pelanggaran" terjadi pada produk yang berbeda dalam waktu yang bersamaan

Akumulasi "pelanggaran" berdasarkan nama produk

20 Temuan atau hasil analisis yang dilakukan oleh LSM/YLKI yang secara terbuka diumumkan kepada publik tanpa melakukan konsolidasi/informasi kepada BPOM terlebih dahulu

Kasus air minum dalam kemasan yang mengandung mikroba yg tidak memenuhi persyaratan. Sehingga terjadi "dispute' antara industri dengan LSM

BPOM adalah pihak yang berkewajiban melakukan monitoring produk. Jika ada organisasi lain yg melakukan analisis, harus dengan sepengetahuan BPOM agar dapat dipertanggungjawabkan hasilnya

Page 136: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

138

Lampiran 5. Masukan Industri Terkait Kebijakan yang Dikeluarkan BPOM RI (Lanjutan)

No Masalah Deskripsi/Contoh Usulan

21 Pendanaan bagi Aparatur dari POM untuk sosialisasi kasus tertentu atau peraturan tertentu

Sosialisasi dilakukan di daerah dengan melibatkan staf BPOM sebagai pembicara, PIPIMM tetap harus membiayai semua biaya kegiatan dan perjalanan dinasnya.

Kasus Sosialisasi BTP kepada IKM dan Konsumen

Sosialisasi adalah bagian dari BPOM juga sehingga pembiayaan seharusnya juga ditangani oleh BPOM bersama PIPIMM

Page 137: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

139

Lampiran 6. Lembar Kuesioner

KUESIONER PENGEMBANGAN STANDAR (KEAMANAN) PANGAN

I. DATA UMUM

Responden adalah Pemerintah, Industri Pangan, Akademisi, Lembaga Sertifikasi/Laboratorium, atau Konsumen/Masyarakat/LSM.

Jumlah responden adalah 1 orang. Lembar kuesioner terdiri atas 5 halaman dan langsung diisi oleh responden.

1. Nama :

2. Jabatan :

3. Nama Instansi :

4. Alamat Instansi :

5. Jenis Instansi : Pemerintah/Industri/Akademisi/Konsumen/Laboratorium-Lembaga Sertifikasi*

6. Bidang Instansi :

7. Tanggal Wawancara

:

8. Nama Surveyor :

II. KUESIONER

Berisi tentang informasi pengembangan standar (keamanan) pangan pada instansi pemerintah, industri, akademisi, lembaga sertifikasi/laboratorium, atau konsumen

Setelah mengisi kuesioner ini, maka berkas dikembalikan kepada surveyor. Surveyor harus mengecek kembali kuesioner yang telah diisi dan apabila masih ada

pertanyaan yang belum dijawab maka harus ditanyakan kembali kepada responden

Page 138: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

140

Pertanyaan Bagian 1

Responden memilih jawaban yang dianggap paling sesuai dengan cara memberi tanda centang (√) pada angka atau kolom jawaban yang dipilih.

Kategori: Transparan(Transparan: Proses penyusunan standar mengikuti suatu prosedur yang dapat diikuti oleh berbagai pihak yang berkepentingan dan tahapan dalam proses dapat dengan mudah diketahui oleh pihak yang berkepentingan)

1. Apakah Anda mengetahui tahapan proses pembuatan standar?1= Ya 2= Tidak

2. Seberapa mudah Anda mendapatkan informasi prosedur penyusunan suatu standar?1= Sangat mudah 2 = Mudah 3 = Sulit 4= Sangat sulit

3. Dari mana Anda mendapatkan informasi mengenai prosedur penyusunan suatu standar?1=web site/internet 2=instansi tempat Anda bekerja3=surat dari instansi terkait 4=perorangan5=lainnya, sebutkan……………………

Kategori: Keterbukaan(Keterbukaan: Terbuka bagi semua pihak yang berkepentingan untuk mengikuti program pengembangan standar melalui kelembagaan yang terkait dengan pengembangan standar, baik sebagai anggota Panitia Teknis/Sub Panitia Teknis maupun sebagai anggota masyarakat)

Ya Tidak

1 Apakah Anda/instansi Anda pernah dilibatkan sebagai panitia teknis penyusunan suatu standar pangan?

2 Apakah Anda/instansi Anda pernah dimintai masukan terkait pembuatan suatu standar pangan yang terkait bidang Anda?

3 Apakah Anda/instansi Anda pernah mengusulkan pembuatan suatu standar pangan?

Kategori: Konsesus dan tidak memihak(Konsensus dan Tidak Memihak: Memberikan kesempatan bagi pihak yang memiliki kepentingan berbeda untuk mengutarakan pandangan mereka serta mengakomodasikan pencapaian kesepakatan oleh pihak-pihak tersebut secara konsensus (mufakat atau suara mayoritas) dan tidak memihak kepada pihak tertentu)

1. Apakah Anda/instansi Anda pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan suatu standar pangan? (Jika Jawaban Anda: “Tidak”, maka pertanyaan selanjutnya untuk kategori ini tidak perlu dilanjutkan)1= Ya 2= Tidak

2. Apakah aspirasi Anda diterima/diakomodasi dalam pengambilan keputusan?1= Ya 2= Sebagian 3= Tidak

3. Seberapa besar pengaruh Anda/Instansi Anda dalam pengambilan keputusan?1= Sangat besar 2= Besar 3= Cukup besar 4= Kecil

Page 139: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

141

4. Menurut Anda bagaimana proporsi setiap instansi dalam pengambilan keputusan?1= Berimbang 2= Tidak berimbang

Kategori: Efektif dan Relevan(Efektif dan Relevan: Standar mudah diadopsi/dipakai oleh dunia usaha atau pihak pengguna lainnya untuk memenuhi kebutuhan pasar, baik domestik maupun internasional sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan melindungi masyarakat secara bersamaan)

1. Apakah Anda mengetahui standar (SNI) pangan yang sesuai dengan produk Anda?1= Tahu 2= Tidak Tahu

2. Apakah semua standar pangan yang terkait dengan bidang Anda yang dikeluarkan BSN/BPOM diterapkan di instansi Anda?1= Ya 2= Sebagian 3= Tidak

3. Berapa banyak standar pangan dari BSN dan/atau BPOM yang telah diterapkan pada instansi Anda?…………, Sebutkan……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….

4. Apakah penerapan standar pangan bagi Anda/instansi Anda memberikan manfaat?1= Ya 2= Sebagian 3= Tidak

5. Hambatan dalam penerapan standar pangan di instansi Anda?1= Teknologi 2= Biaya 3= Kesiapan lab uji 4= Lainnya, Sebutkan…….

6 Menurut Anda seberapa penting faktor di bawah ini dipertimbangkan dalam penyusunan standar pangan

sangat penting

agak penting

cukup penting

kurang penting

a. Perdagangan

b. Kesehatan

c. Kesiapan teknologi

d. Gizi

e. Lingkungan

Kategori: Koheren(Koheren: Mencegah adanya duplikasi dan tumpang tindih dengan kegiatan perumusan standar sejenis lain dan melakukan harmonisasi dengan standar lain di tingkat regional maupun internasional)

1. Menurut Anda, sejauhmana otoritas pembuat standar sudah mengkaji dan memperhatikan standar lain yang sejenis di tingkat nasional dalam penyusunan standar pangan?1= Sangat baik 2= Baik 3= Cukup 4= Kurang

2. Peraturan internasional/regional yang sering menjadi rujukan?1= Codex 2= UE 3= ASIA 4= ASEAN 5= Lainnya, sebutkan………

3. Peraturan negara mana yang menjadi acuan dalam penyusunan standar pangan?1= US 2= Jepang 3= Cina 4=Thailand 5= Lainnya, sebutkan……………

Page 140: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

142

Kategori: Dimensi Pengembangan(Dimensi Pengembangan: Mendorong perkembangan potensi yang ada di Indonesia)

Menurut Anda seberapa penting aspek di bawah ini dipertimbangkan dalam penyusunan standar pangan

sangat penting

agak penting

cukup penting

kurang penting

1 Pengembangan pangan berbasis bahan baku lokal

2 Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

3 Peningkatan daya saing produk Indonesia

4. Bagaimana faktor-faktor di bawah ini diurutkan berdasarkan prioritas yang dipertimbangkan dalam penyusunan standar pangan?Pilihan UrutanA. Perlindungan produk dalam negeri 1……………B. Kesiapan adopsi teknologi 2.…………...C. Kesiapan laboratorium uji 3.…………...D. Perlindungan kesehatan konsumen/masyarakat 4.…………...E. Lainnya, sebutkan…….. 5.…………...

Page 141: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

143

Pertanyaan Bagian 2

Responden diminta untuk memberikan penilaian secara umum terhadap pertanyaan mengenai penerapan prinsip pembuatan standar (keamanan) pangan dengan cara memberi tanda ( / ) pada garis kontinyu. Pada garis diberikan beberapa titik sebagai patokan skala.Contoh: Jika pilihan Anda berada pada skala antara “Sangat Baik” dan “Baik”, maka nda dapat menandai, sbb.:

Sebelum

Sesudah

Penilaian Umum1. Menurut Anda, bagaimana prinsip Transparan diterapkan di dalam penyusunan standar

(keamanan) pangan di Indonesia saat ini?

2. Menurut Anda, bagaimana prinsip Keterbukaan diterapkan di dalam penyusunan standar (keamanan) pangan di Indonesia saat ini?

3. Menurut Anda, bagaimana prinsip Konsesus dan tidak memihak diterapkan di dalam penyusunan standar (keamanan) pangan di Indonesia saat ini?

4. Menurut Anda, bagaimana prinsip Efektif dan Relevan diterapkan di dalam penyusunan standar (keamanan) pangan di Indonesia saat ini?

5. Menurut Anda, bagaimana prinsip Koheren diterapkan di dalam penyusunan standar (keamanan) pangan di Indonesia saat ini?

6. Menurut Anda, bagaimana prinsip Dimensi Pengembangan diterapkan di dalam penyusunan standar (keamanan) pangan di Indonesia saat ini?

Page 142: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

144

Saran

Apa saran Anda untuk instansi berikut dalam pengembangan standar (keamanan) pangan1 Pemerintah (Badan Standardisasi Nasional - BSN atau Badan Pengawas Obat dan

Makanan – BPOM RI)

2 Industri Pangan

3 Akademisi

4 Konsumen

5 Lembaga sertifikasi/laboratorium

-Terima Kasih-

Page 143: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

145

Lampiran 7. List Responden Survei

List Responden Kelompok Pemerintah

No Nama Jabatan Instansi1 Drs. Sri Wahyughi,

M.KesKasubdit Higiene Sanitasi Pangan

Dit. Penyehatan Lingkungan, Ditjen PP&PL, Kemenkes RI

2 Dra. Mufidah Fitriati, M.S

Kepala seksi Kimia dan Hayati

BBP2HP, Kementerian Kelautan dan Perikanan

3 Ir. Tetty Helfry Sihombing, MP

Direktur Standardisasi Produk Pangan

BPOM RI

4 Pratiwi Yuniarti M Kepala Seksi Standardisasi Bahan Baku

BPOM RI

5 Dyah Staf BPOM RI6 Ir. Sri Kuntarsih, MM Direktur Budidaya dan

Pascapanen BuahDirektorat Budidaya dan Pascapanen Buah

7 Gusmalinda Sari, S.Si, M.S.E

Kasie Kerjasama Standardisasi Regional

Dit. Standardisasi Kemendag RI

8 Dra. Adilah Pababbari

Kepala Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan

Balai Besar POM di Makassar

9 Sumartini Maksum Kepala Pusat Perumusan Standar

Badan Standardisasi Nasional

10 Syamsudin Kepala Balai Besar POM

Balai Besar POM di Banda Aceh

11 drh. Hasan A. Sanyata

Kasubag tata usaha BPMPP (Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan

12 H. Asmanto Baso Lewa, SE

Kepala UPTD Balai Pengujian & Sertifikasi Mutu Barang Disperindag Prov. SulSel

13 Herti Herawati, Ir Kepala UPT UPT - LPPMHP Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. KalBar

14 Muhdar Kepala Seksi Kalibrasi dan standardisasi

BPPMB Dinas Perindag Prov. Sulawesi Selatan

15 Ir. A. Moniharadon Kepala Seksi Standardisasi dan Sertifikasi

Baristand Industri Manado

16 Tri Widayati Manajer teknis laboratorium Kesmavet

Balai Besar Veteriner Wates – Yogyakarta

17 Ir. Sony Sulaksono, MBS

Kepala Baristand Industri Pontianak

Balai Riset dan standardisasi Industri Pontianak

Page 144: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

146

List Responden Kelompok Pemerintah

No Nama Jabatan Instansi18 Ir. Dwiworo

SunaringsihKepala Balai LPPMHP Medan

Balai Lab Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan Medan

19 Rahmaniar Staf Standardisasi dan Sertifikasi

Balai Riset dan Standardisasi Industri dan Perdagangan Palembang

20 Warsiti kasie Pengujian Balai Besar Kimia dan Kemasan

21 Wisnu Broto Peneliti Balai Besar Litbang Pascapanen

22 Dr. Ir. Rizal Alamsyah, M.Sc

Kabid Sarana Riset dan Standardisasi

Balai Besar Industri Agro

23 Sri Rujiati Kepala Seksi Bina Teknis dan Standardisasi

UPT Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang, Disperindag Prov. Riau

List Responden Kelompok Industri

No Nama Jabatan Instansi1 Herni Sutanto PDQC Manajer PT Indofood Sukses

Makmur - Bogasari Flour Mills

2 Maria Fransisca Ellen R&D Manager PT Salim Ivomas Pratama

3 Endang S. Sunaryo VP R&D PT Tirta Investama4 Fransisca Tedjo GM National Quality

ManagementPT Smart Tbk. Agribusiness & Food

5 Robiul Djannah Staf R&D PT Niramas Utama6 Lisa Norisza Sjahwil Regulator Assurance

ManagerPT. Givaudan Indonesia

7 Paula Sinta C Managing Advisor PT Luvin Indonusa8 Yunianto Widi

WinarsoProduct Registration & Regulatory Affairs Manager

PT Heinz ABC Indonesia

9 Deddy Haryady Business Develpoment Manager Sweet and Colours

PT Sensient Technologies Indonesia

10 Birgitta Permana Sari Regulatory Officer PT Kraft Foods Company Indonesia

11 Lisa Adi Cahyadi Lie QA & Support Manager PT Forisa Nusapersada

Page 145: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

147

List Responden Kelompok Industri

No Nama Jabatan Instansi12 Ekky Setiawan QA-QC Manager PT Indofood Fritolay

Makmur13 Nurkholis QA Manager PT Yupi Indo Jelly

Gum14 Lilik Lestyo Budi Plant Manager PT Sukses Abadi

Farmindo15 Fx Hartanti Satochid Technical Advisor PT Unican Surya

Agung16 Meddy Yosinta

SeptianiAssisten R&D Manager PT Hale Internasional

17 Roch Ratri Nandasari Regulatory Affairs Associate Director

PT Mead Johnson Indonesia

18 Anisa Puspitasari Staf QA PT Bosco19 Amelia Dyah Yovita Food Regulation PT Garuda Food Putra

Putri Jaya20 Lisawati Suhanda Quality Assurance

ManagerPT Tetra pak Indonesia

21 Neni Pujiastuti Registration Manager PT Indolakto22 Dwi Gatot Kuncoro PDQA Manager PT Tiga Pilar Sejahtera23 Adis Imam Munandar Marketing Executive PT SGS Indonesia

List Responden Kelompok Akademisi

No Nama Jabatan Instansi1 Nur Wulandari, STP.,

M.SiDosen – Bidang Rekayasa dan Proses Pangan

Dept. ITP, FATETA –IPB

2 Dr. Harsi D. Kusumaningrum

Peneliti/Staf Pengajar –Bidang Mikrobiologi Pangan

Dept. ITP IPB/SEAFAST Center IPB

3 Prof.Dr. Dedi Fardiaz Staf Dept. ITP/ SEAFAST Center –Bidang Kimia Pangan

Dept. ITP IPB/SEAFAST Center IPB

4 Dr. Nurjanah Staf pengajar Dept. THP FPIK IPB5 Prof.Dr. Winiati Puji

Rahayustaf Dept ITP/Kapus Riset BPOM RI –Bidang Mirkobiologi Pangan

Dept. ITP IPB/BPOM RI

6 Prof.Dr. Deddy Muchtadi

Guru Besar – Bidang Biokimia dan Gizi pangan

Dept. ITP, Fateta IPB

7 Dr. Rarah R.A. Kepala Bagian Dept. IPTP-Fakutas

Page 146: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

148

List Responden Kelompok Akademisi

No Nama Jabatan InstansiMaheswari Teknologi Hasil

PeternakanPeternakan-IPB

List Responden Kelompok Lembaga Konsumen/Masyarakat

No Nama Jabatan Instansi1 Noor Jehan Staf Peneliti Yayasan Lembaga

Konsumen Indonesia2 Dra. Indrawati Direktur Eksekutif Masyarakat

Standardisasi Nasional (MASTAN)

3 dr. Marius Widjajarta, SE

Ketua Yayasan Perlindungan Konsumen Kesehatan Indonesia

4 Abu Bakar Siddik, SH

Ketua Lembaga Konsumen Indonesia – Medan

5 I Putu Armaya, SH Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Bali

6 Helfi Rahmawati, S.Pd

Direktur Eksekutif PKBI Daerah Jambi

7 Hendra Utama Kepala Bidang Standar dan Pelatihan

LPPOM MUI

8 Gunarto Koordinator Komisi Penangangan Pengaduan dan Kasus

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)

Page 147: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

149

Lampiran 8. Peraturan BPOM RI yang Berlaku untuk Luar Instansi

No Tanggal Nomor Keputusan Tentang1 28 September

2001HK.00.05.51.02961 Pendaftaran Produk Pangan Impor

Terbatas2 07 Maret

2002HK.00.05.5.00617 Pemberlakuan Kodeks Makanan

Indonesia 20013 25 Maret

2003HK.00.05.5.1142 Acuan Pencantuman % AKG pada

Label Produk Pangan4 30 April 2003 HK.00.05.5.1639 Pedoman Cara Produksi Pangan

yang Baik untuk IRT5 30 April 2003 HK.00.05.5.1640 Pedoman Tata Cara

Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan IRT

6 04 Desember 2003

HK.00.05.52.4321 Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan

7 31 Mei 2004 HK.00.05.1.2569 Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan

8 09 Agustus 2004

HK.00.05.23.3644 Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan

9 21 Oktober 2004

HK.00.05.5.1.4547 Persayaratan Penggunaan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan

10 17 Januari 2005

HK.00.06.51.0475 Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan

11 27 Januari 2005

HK.00.05.52.0685 Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional

12 25 Maret 2007

HK.00.04.23.2292 Mou_Kadin

Kemitraan Sosialisasi Mutu dan Keamanan Obat, Obat Tradisional, Kosmetika, Produk Komplemen dan Produk Pangan di Indonesia

13 20 Agustus 2007

HK.00.05.55.6497 Bahan Kemasan Pangan

14 23 Agustus 2007

HK.00.05.52.6291 Acuan Label Gizi Produk Pangan

15 23 Agustus 2007

HK.00.05.52.6581 Penggunaan Chitosan dalam Produk Pangan

16 27 Agustus 2007

HK.00.06.1.52.6635 Larangan Pencantuman Informasi Bebas BTP pada Label dan Iklan Pangan

17 07 Januari 2008

HK.00.06.52.0100 Pengawasan Pangan Olahan Organik

18 16 Januari 2008

HK.00.06.1.0256 Larangan Penambahan Vitamin K dalam Produk Susu

19 24 Maret 2008

HK.00.05.23.1455 Pengawasan Pemasukan Pangan Olahan

Page 148: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

150

No Tanggal Nomor Keputusan Tentang20 08 Juli 2008 HK.00.05.23.3541 Pedoman Pengkajian Keamanan

Pangan Produk Rekayasa Genetika21 10 Juli 2008 HK.00.05.1.52.3572 Penambahan Zat Gizi dan Non

Gizi dalam Produk Pangan22 25 Agustus

2008HK.00.05.23.4415 Pemberlakuan Sistem Elektronik

dalam Kerangka Indonesia National Single Window di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan

23 25 Agustus 2008

HK.00.05.23.4416 Penetapan Tingkat Layanan (Service Level Arrangement) di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam Kerangka Indonesia National Single Window

24 13 April 2009 HK.00.05.1.55.1621 Pengawasan Pemasukan Bahan Kemasan Pangan

25 31 Agustus 2009

HK.00.05.1.23.3516 Izin Edar Produk Obat, Obat Tradisional, Kosmetik, Suplemen Makanan dan Makanan yang Bersumber, Mengandung, dari Bahan Tertentu dan atau Mengandung Alkohol

26 16 September 2009

HK.00.06.74.3496 Kebijakan Teknologi Informasi dan Komunikasi Terintegrasi di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan

27 20 Oktober 2009

HK.00.05.1.52.3920 Pengawasan Formula Bayi dan Formula Bayi untuk Keperluan Medis Khusus

28 28 Oktober 2009

HK.00.06.1.52.4011 Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan

29 06 Januari 2010

HK.00.05.52.0085 Pengelompokan Produk Formula Bayi dan Formula Lanjutan

Page 149: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

“Hak C

ipta B

adan

Stan

dard

isasi Nasio

nal, C

op

y stand

ar ini d

ibu

at un

tuk p

enayan

gan

di w

ebsite d

an tid

ak un

tuk d

ikom

ersialkan”

ICS 67.100.01 Badan Standardisasi Nasional

Standar Nasional Indonesia

SNI 3141.1:2011

Susu segar-Bagian 1: Sapi

Page 150: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

“Hak C

ipta B

adan

Stan

dard

isasi Nasio

nal, C

op

y stand

ar ini d

ibu

at un

tuk p

enayan

gan

di w

ebsite d

an tid

ak un

tuk d

ikom

ersialkan”

 

 

Copyright notice 

 

Hak cipta dilindungi undangどundang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi dokumen ini dengan cara dan dalam bentuk apapun dan dilarang mendistribusikan dokumen ini baik secara elektronik maupun hardcopy tanpa izin tertulis dari BSN 

                    

BSN Gd. Manggala Wanabakti Blok IV, Lt. 3,4,7,10. 

Telp. +6221ど5747043 Fax. +6221ど5747045 

Email:  [email protected] www.bsn.go.id 

Diterbitkan di Jakarta 

Page 151: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

“Hak C

ipta B

adan

Stan

dard

isasi Nasio

nal, C

op

y stand

ar ini d

ibu

at un

tuk p

enayan

gan

di w

ebsite d

an tid

ak un

tuk d

ikom

ersialkan”

SNI 3141.1:2011

i

Daftar Isi

Daftar Isi .................................................................................................................................... i

Prakata ..................................................................................................................................... ii

Pendahuluan............................................................................................................................ iii

1 Ruang lingkup .................................................................................................................... 1

2 Acuan normatif ................................................................................................................... 1

3 Istilah dan definisi .............................................................................................................. 1

4 Persyaratan mutu .............................................................................................................. 2

5 Pengambilan contoh .......................................................................................................... 2

6 Pengujian ........................................................................................................................... 2

7 Pengemasan...................................................................................................................... 3

8 Pelabelan ........................................................................................................................... 3

9 Rekomendasi ..................................................................................................................... 3

Bibliografi ................................................................................................................................. 4

Tabel 1 - Syarat mutu susu segar ........................................................................................... 2

Page 152: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

“Hak C

ipta B

adan

Stan

dard

isasi Nasio

nal, C

op

y stand

ar ini d

ibu

at un

tuk p

enayan

gan

di w

ebsite d

an tid

ak un

tuk d

ikom

ersialkan”

SNI 3141.1:2011

ii

Prakata Standar ini merupakan revisi SNI 01-3141-1998, Susu segar. Revisi diutamakan pada persyaratan mutu dengan alasan sebagai berikut: a) Meningkatkan posisi tawar peternak sapi perah nasional b) Menyediakan bahan baku berkualitas bagi industri pengolahan susu dalam negeri c) Melindungi konsumen d) Meningkatkan kinerja agribisnis dan agroindustri e) Menunjang ekspor non migas Standar ini terdiri atas beberapa bagian yang secara umum berjudul susu segar. Bagian 1 menjelaskan tentang standar susu sapi segar dan bagian selanjutnya menjelaskan standar susu segar sesuai jenis ternak perah yang akan disusun mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Standar ini disusun oleh Panitia Teknis 67-03:Peternakan dan Produk Peternakan. Standar ini telah dibahas dalam rapat teknis dan terakhir disepakati dalam rapat konsensus di Jakarta pada tanggal 5 April 2010. Hadir dalam konsensus tersebut anggota Panitia Teknis 67-03:Peternakan dan Produk Peternakan serta instansi terkait lainnya. Standar ini juga telah melalui jajak pendapat pada tanggal 27 Juli 2010 sampai dengan 26 September 2010 dan disetujui menjadi Rancangan Akhir Standar Nasional Indonesia (RASNI).

Page 153: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

“Hak C

ipta B

adan

Stan

dard

isasi Nasio

nal, C

op

y stand

ar ini d

ibu

at un

tuk p

enayan

gan

di w

ebsite d

an tid

ak un

tuk d

ikom

ersialkan”

SNI 3141.1:2011

iii

Pendahuluan Susu merupakan sumber protein hewani yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dalam menjaga kesehatan. Susu sapi segar merupakan unsur penting dalam industri pengolahan susu. Sebagai pangan asal hewan, susu bersifat mudah rusak (perishable food). Dalam rangka meningkatkan peran susu segar dalam negeri dan perlindungan terhadap konsumen dan produsen, telah ditetapkan standar nasional SNI 01-3141-1998 mengenai standar susu segar.

Dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, maka SNI 01-3141-1998 Susu segar perlu direvisi sebagai acuan dalam pembinaan kualitas maupun kuantitas produksinya.

Page 154: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

“Hak C

ipta B

adan

Stan

dard

isasi Nasio

nal, C

op

y stand

ar ini d

ibu

at un

tuk p

enayan

gan

di w

ebsite d

an tid

ak un

tuk d

ikom

ersialkan”

Page 155: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

“Hak C

ipta B

adan

Stan

dard

isasi Nasio

nal, C

op

y stand

ar ini d

ibu

at un

tuk p

enayan

gan

di w

ebsite d

an tid

ak un

tuk d

ikom

ersialkan”

SNI 3141.1:2011

1 dari 4

Susu segar - Bagian 1:Sapi

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan persyaratan mutu, pengambilan contoh, pengujian, pengemasan, dan pelabelan susu sapi segar. Standar ini digunakan hanya untuk susu sapi segar sebagai bahan baku pengolahan lanjut. 2 Acuan normatif Untuk acuan bertanggal berlaku edisi yang tertulis dan untuk acuan tidak bertanggal edisi terakhir yang berlaku (termasuk revisi dan amandemennya). SNI 0429, Petunjuk pengambilan contoh cairan dan semi padat.

SNI 2782, Metoda pengujian susu segar.

SNI 2896, Cara uji cemaran logam dalam makanan.

SNI 2897:2008, Metode pengujian cemaran mikroba dalam daging, telur dan susu, serta hasil olahannya.

SNI 7424:2008, Metode uji tapis (screening test) residu antibiotika pada daging, telur dan susu secara bioassay.

Joint IDF/ISO Standard-IDF 148-1-ISO/13366-1, Milk-Enumeration of somatic cell-part 1. Microscopic method (reference method). 3 Istilah dan definisi Untuk tujuan penggunaan standar ini, istilah dan definisi berikut digunakan: 3.1 susu segar (raw milk) cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali pendinginan 3.2 Nomor Kontrol Veteriner (NKV) sertifikat sebagai bukti tertulis yang sah telah dipenuhinya persyaratan higiene-sanitasi sebagai kelayakan dasar jaminan keamanan pangan asal hewan pada unit usaha pangan asal hewan

Page 156: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

“Hak C

ipta B

adan

Stan

dard

isasi Nasio

nal, C

op

y stand

ar ini d

ibu

at un

tuk p

enayan

gan

di w

ebsite d

an tid

ak un

tuk d

ikom

ersialkan”

SNI 3141.1:2011

2 dari 4

4 Persyaratan mutu

Persyaratan mutu susu segar dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :

Tabel 1 - Syarat mutu susu segar

No. Karakteristik Satuan Syarat

a. Berat Jenis (pada suhu 27,5 oC) minimum

g/ml 1,0270

b. Kadar lemak minimum % 3,0

c Kadar bahan kering tanpa lemak minimum

% 7,8

d Kadar protein minimum % 2,8

e Warna, bau, rasa, kekentalan - Tidak ada perubahan

f Derajat asam °SH 6,0 – 7,5

g pH - 6,3 – 6,8

h Uji alkohol (70 %) v/v - Negatif

i Cemaran mikroba, maksimum: 1. Total Plate Count 2. Staphylococcus aureus 3. Enterobacteriaceae

CFU/ml CFU/ml CFU/ml

1x106 1x102 1x103

j Jumlah sel somatis maksimum

sel/ml 4x105

k Residu antibiotika (Golongan penisilin,Tetrasiklin, Aminoglikosida, Makrolida)

- Negatif

l Uji pemalsuan - Negatif

m Titik beku oC -0,520 s.d - 0,560

n Uji peroxidase - Positif

o Cemaran logam berat, maksimum: 1. Timbal (Pb) 2. Merkuri (Hg) 3. Arsen (As)

µg/ml µg/ml µg/ml

0,02 0,03 0,1

5 Pengambilan contoh Cara pengambilan contoh sesuai dengan SNI 0429. 6 Pengujian 6.1 Cara pengujian berat jenis, kadar lemak, kadar bahan kering tanpa lemak, kadar protein, warna, bau, rasa, kekentalan, derajat asam, pH, uji alkohol, uji pemalsuan, titik beku dan uji peroxidase sesuai dengan SNI 2782. 6.2 Cara pengujian cemaran mikroba sesuai dengan SNI 2897-2008. 6.3 Cara pengujian sel somatis sesuai dengan Joint IDF/ISO Standard-IDF 148-1-ISO/13366-1. 6.4 Cara pengujian residu antibiotik sesuai dengan SNI 7424:2008.

Page 157: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

“Hak C

ipta B

adan

Stan

dard

isasi Nasio

nal, C

op

y stand

ar ini d

ibu

at un

tuk p

enayan

gan

di w

ebsite d

an tid

ak un

tuk d

ikom

ersialkan”

SNI 3141.1:2011

3 dari 4

6.5 Cara pengujian cemaran logam berat sesuai dengan SNI 2896. 7 Pengemasan Susu segar dikemas dalam wadah tertutup yang terbuat dari bahan yang tidak toksik dan tidak mengakibatkan penyimpangan/kerusakan susu segar selama penyimpanan dan pengangkutan. 8 Pelabelan Informasi pada label kemasan primer minimal mencantumkan nama produk, nama produsen, berat bersih atau isi bersih, dan NKV. 9 Rekomendasi Karakteristik mutu cemaran logam berat dipersyaratkan jika diperlukan dan pengujiannya sesuai dengan SNI 2896.

Page 158: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

“Hak C

ipta B

adan

Stan

dard

isasi Nasio

nal, C

op

y stand

ar ini d

ibu

at un

tuk p

enayan

gan

di w

ebsite d

an tid

ak un

tuk d

ikom

ersialkan”

SNI 3141.1:2011

4 dari 4

Bibliografi Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan hewan; Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentan Label dan Iklan Pangan; Peraturan Menteri Pertanian Nomor 381/Kpts/OT.140/10/2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Pada Unit Usaha Pangan Asal Hewan; CAC/RCP 57-2004 Code Of Hygienic Practice For Milk And Milk Products; SNI 7387:2009, Batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan; SNI 7388:2009, Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan.

Page 159: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

1

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI

KEPUTUSAN

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Nomor : HK.00.05.5.1.4547

TENTANG

PERSYARATAN PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PEMANIS BUATAN DALAM PRODUK PANGAN

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa transisi epidemiologi dan perubahan

gaya hidup mendorong meningkatnya produksi produk pangan dengan menggunakan bahan tambahan pangan pemanis buatan;

b. bahwa penggunaan pemanis buatan dalam produk pangan secara tidak tepat dan berlebihan dapat membahayakan kesehatan;

c. bahwa peraturan mengenai pemanis buatan sudah tidak memadai lagi dan tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pangan saat ini;

d. bahwa sehubungan dengan butir a, b, dan c perlu ditetapkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996

tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3656);

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Republik

Page 160: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

2

Indonesia Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4424);

4. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 2002;

5. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2002;

Memperhatikan : Keputusan Kepala Badan Standardisasi

Nasional Nomor: 12/Kep/BSN-SNI.03/05/2004 tentang Penetapan 23 (Dua Puluh Tiga) Standar Nasional Indonesia.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

DAN MAKANAN TENTANG PERSYARATAN PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PEMANIS BUATAN DALAM PRODUK PANGAN

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam keputusan ini, yang dimaksud dengan : 1. Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang ditambahkan

ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, baik yang mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi.

2. Pemanis buatan adalah bahan tambahan pangan yang dapat

menyebabkan rasa manis pada produk pangan yang tidak atau sedikit mempunyai nilai gizi atau kalori, hanya boleh ditambahkan ke dalam produk pangan dalam jumlah tertentu.

Page 161: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

3

3. Poliol adalah gula alkohol yang aman dalam penggunaannya,

yang secara alami dijumpai pada buah-buahan antara lain laktitol, maltitol, manitol, silitol dan sorbitol, sedangkan secara komersial diperoleh melalui proses fermentasi monosakarida dengan menggunakan kapang / khamir untuk pangan seperti Moniliella polllinis.

4. Penegas rasa adalah istilah fungsi lain yang dapat digunakan

untuk pemanis buatan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa manis gula, cita rasa buah atau aroma tertentu.

5. ADI (Acceptable Daily Intake) atau Asupan Harian yang Dapat

Diterima adalah jumlah maksimum pemanis buatan dalam milligram per kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi setiap hari selama hidup tanpa menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan.

6. Nilai Kalori adalah kalori atau energi yang dihasilkan dari

pemanis buatan dan dinyatakan sebagai jumlah kilo kalori (kkal) per gram pemanis buatan atau dapat dinyatakan dalam unit Joule dengan kesetaraan 1 kkal = 4,18 kJ.

7. Batas penggunaan maksimum adalah jumlah milligram per

kilogram (mg/kg) pemanis buatan yang diizinkan untuk ditambahkan ke dalam produk pangan atau jumlah pemanis buatan yang cukup untuk menghasilkan rasa manis yang diinginkan sesuai dengan CPPB.

8. CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik) adalah suatu

pedoman yang diterapkan untuk memproduksi pangan yang memenuhi standar mutu atau persyaratan yang diterapkan secara konsisten.

9. Sediaan pemanis buatan adalah pemanis buatan dalam

bentuk tablet, granul, serbuk, kristal atau cairan yang dikemas dalam bentuk siap pakai dan disajikan seperti halnya gula.

10. GRAS (Generally Recognized As Safe) adalah pernyataan aman

bagi bahan tambahan pangan termasuk pemanis buatan untuk ditambahkan ke dalam produk pangan dalam jumlah sesuai dengan CPPB.

Page 162: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

4

11. Kepala Badan adalah Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

BAB II

PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DALAM PRODUK PANGAN

Bagian Pertama

Penggunaan Umum Pemanis Buatan dalam Produk Pangan

Pasal 2

(1) Pemanis buatan yang diizinkan ditambahkan ke dalam produk pangan dalam jumlah tertentu adalah 13 (tiga belas) jenis sesuai dengan ketentuan seperti yang tercantum dalam Lampiran 1 Keputusan ini.

(2) Pemanis buatan dapat digunakan secara tunggal ataupun

kombinasi dalam produk pangan rendah kalori dan pangan tanpa penambahan gula.

(3) Pangan rendah kalori sebagaimana dimaksud ayat (2) adalah

padanan terhadap istilah Weight Reduction Foods, Reduce Calorie, Reduce Joule, atau Low Joule adalah produk pangan yang minimal mengandung kurang atau sama dengan 40 kalori per sajian.

(4) Pangan tanpa penambahan gula sebagaimana dimaksud ayat

(2) adalah padanan terhadap istilah no added sugar foods, without added sugar, dan no sugar added adalah produk pangan yang diolah tanpa penambahan gula (sakarosa/ sukrosa), termasuk ingredient (ramuan) yang mengandung gula (sirup, jus buah, saus apel, dan lain-lain), atau proses pengolahannya tidak menyebabkan peningkatan kadar gula secara nyata.

(5) Pemanis buatan yang diizinkan dapat dikonsumsi secara

umum termasuk penderita diabetes mellitus dan pelaku diet dengan batas maksimum penggunaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 Keputusan ini.

(6) Penetapan batas maksimum pemanis buatan dalam produk

pangan mencakup juga pemanis buatan yang berasal dari

Page 163: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

5

komposisi produk pangan atau sebagai hasil pengolahannya (pemanis buatan bawaan) yang diperbolehkan terdapat dalam komposisi produk pangan.

Bagian Kedua

Penggunaan Pemanis Buatan Golongan Poliol

Pasal 3

(1) Golongan poliol selain berfungsi sebagai pemanis buatan

dapat pula berfungsi sebagai perisa, bahan pengisi, penstabil, pengental, antikempal, humektan, sekuestran dan bahan utama.

(2) Fungsi golongan poliol selain sebagai pemanis buatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur tersendiri oleh Kepala Badan.

(3) Golongan poliol yang berfungsi sebagai bahan utama

sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah sorbitol, dapat digunakan dalam pembuatan produk pangan dengan persyaratan sebagai berikut :

a. Permen dengan maksimum penggunaan 99 persen, b. Permen karet dengan maksimum penggunaan 75 persen, c. Jam dan jelli dengan maksimum penggunaan 30 persen

dan d. Produk pangan yang dipanggang dengan maksimum

penggunaan 30 persen.

Bagian Ketiga

Persetujuan Penggunaan Pemanis Buatan

Pasal 4

Penggunaan pemanis buatan selain yang disebutkan pada Lampiran 1 Keputusan ini harus mendapatkan persetujuan dari Kepala Badan.

Page 164: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

6

Bagian Keempat

Larangan Penggunaan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan

Pasal 5

Pemanis buatan tidak diizinkan penggunaannya pada produk pangan olahan tertentu untuk dikonsumsi oleh kelompok tertentu meliputi bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatannya.

BAB III

KETENTUAN LABEL

Pasal 6

(1) Produk pangan yang menggunakan pemanis buatan harus mencantumkan jenis dan jumlah pemanis buatan dalam komposisi bahan atau daftar bahan pada label.

(2) Pemanis buatan dalam bentuk sediaan, pada label harus

mencantumkan : a. Nama Pemanis Buatan b. Jumlah pemanis buatan dalam bentuk tablet dinyatakan

dengan milligram (mg) dan dalam bentuk granul atau serbuk dinyatakan dengan milligram (mg) dalam kemasan sekali pakai

c. Acceptable Daily Intake kecuali bagi pemanis buatan yang tidak mempunyai ADI

d. Peringatan : tidak digunakan untuk bahan yang akan dimasak atau dipanggang.

(3) Wajib mencantumkan peringatan Fenilketonuria:

mengandung fenilalanin, yang ditulis dan terlihat jelas pada label jika makanan atau minuman atau sediaan menggunakan pemanis buatan aspartam.

(4) Wajib mencantumkan peringatan : Konsumsi berlebihan

dapat mengakibatkan efek laksatif, yang ditulis dan terlihat jelas pada label makanan atau minuman atau sediaan yang menggunakan pemanis buatan laktitol atau manitol atau sorbitol, yang apabila diyakini dikonsumsi lebih dari 20 gram laktitol perhari atau 20 gram manitol perhari atau 50 gram sorbitol perhari.

Page 165: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

7

(5) Klaim yang diperbolehkan dan dapat ditulis pada label

adalah: a. Tidak menyebabkan karies gigi. b. Pangan Rendah Kalori dan Pangan Tanpa Penambahan

Gula apabila produk pangan memenuhi syarat produk pangan rendah kalori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

c. Pangan untuk penderita diabetes atau pernyataan lainnya sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (5)

BAB IV

PENGAWASAN DAN PEMBINAAN

Pasal 7

Pengawasan dan pembinaan terhadap penggunaan pemanis buatan dalam produk pangan dilakukan sepenuhnya oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

BAB V

S A N K S I

Pasal 8

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Keputusan ini dapat dikenai sanksi administratif berupa :

a. Peringatan tertulis b. Pencabutan izin edar dan c. Penarikan dan pemusnahan produk pangan yang

mengandung pemanis buatan yang sudah beredar. (2) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) pelanggaran terhadap ketentuan dalam Keputusan ini dapat pula dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Page 166: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

8

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 9

Dengan ditetapkannya Keputusan ini maka semua produk pangan yang menggunakan pemanis buatan sebelum ditetapkan Keputusan ini wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Keputusan ini selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan sejak ditetapkan Keputusan ini.

BAB VII

P E N U T U P

Pasal 10

(1) Hal-hal yang bersifat teknis yang belum diatur dalam Keputusan ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Badan yang bertanggung jawab di bidang obat dan makanan.

(2) Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di : JAKARTA Pada tanggal : 21 Oktober 2004 KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA ttd H. SAMPURNO

Page 167: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

9

LAMPIRAN 1 KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.05.5.1.4547 TANGGAL : 21 Oktober 2004

PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN BERDASARKAN KATEGORI PANGAN

ALITAM Alitame Nilai Kalori : 1,4 kkal/g atau setara dengan 5,85 kJ/g ADI : 0,34 mg/kg berat badan

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg)

01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma, dan/atau terfermentasi (misalnya: susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

100

01.2 Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim renin (tawar

60

01.4 Krim (tawar) dan sejenisnya 100

01.7 Makanan penutup atau pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya: es susu, puding, buah atau yogurt beraroma)

100

03.0 ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET 100

04.1.2.3 Buah dalam cuka, minyak dan larutan garam

40

04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 100

04.1.2.6 Produk oles berbasis buah-buahan (misalnya: chutney) tidak termasuk produk pada kategori 04.1.2.5

300

04.2.2.3 Sayuran dan rumput laut dalam cuka, minyak, larutan garam atau kecap kedelai adalah produk yang diperoleh dengan menambahkan larutan garam pada sayuran segar

40

05.0 KEMBANG GULA 300

Page 168: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

10

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg)

06.0 SEREAL DAN PRODUK SEREAL TERMASUK TEPUNG DAN PATI DARI AKAR-AKARAN DAN UMBI-UMBIAN, KACANG-KACANGAN DAN POLONG-POLONGAN, SELAIN PRODUK BAKERI KATEGORI 07.0

200

07.0 PRODUK BAKERI 200

11.4 Gula dan sirup lainnya (misalnya : xylose, maple syrup, sugar toppings)

CPPB

11.6 Sediaan pemanis buatan, termasuk yang mengandung pemanis dengan intensitas tinggi

CPPB

12.2 Bumbu-bumbuan (termasuk garam pengganti) dan rempah-rempah (misalnya: campuran bumbu untuk mi instan)

100

12.5 Sup dan kaldu 40

12.6 Saus dan produk sejenisnya 40

13.5 Makanan khusus (misalnya : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4

300

14.1.2 Jus buah-buahan dan jus sayur-sayuran 40

14.1.4 Minuman beraroma berbasis air, termasuk minuman olah raga atau minuman elektrolit dan particulated drinks

40

Page 169: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

11

ASESULFAM – K

Acesulfame potassium Nilai Kalori : 0 kkal/g atau setara dengan 0 kJ/g DI : 15 mg/kg berat badan

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma,

dan/atau terfermentasi (misalnya: susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

500

01.2 Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim rennin (tawar)

500

01.3.1 Susu kental (tawar) 500

01.3.2 Krimer minuman (krimer bukan susu) CPPB

01.4 Krim (tawar) dan sejenisnya CPPB

01.5.1 Susu bubuk dan krim bubuk (tawar) CPPB

01.6.1 Keju tanpa pemeraman (keju mentah) CPPB

01.7 Makanan penutup atau pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya : es susu, pudding, buah atau yogurt beraroma)

1000

02.3 Emulsi lemak selain kategori 02.2, termasuk produk mix (campuran kering) dan/atau produk beraroma berbasis emulsi lemak

CPPB

02.4 Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering)

1000

03.0 ES TERMASUK SHERBET DAN SORBET 800

04.1.2.1 Buah beku 500

04.1.2.2 Buah kering 500

04.1.2.3 Buah dalam cuka, minyak dan larutan garam

200

04.1.2.4 Buah yang dipasteurisasi dalam kaleng atau buah dalam botol

500

04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 1000

04.1.2.6 Produk oles berbasis buah-buahan (misalnya : chutney) tidak termasuk produk pada kategori 04.1.2.5

1000

04.1.2.7 Buah bergula 500

04.1.2.8 Bahan baku berbasis buah-buahan, meliputi bubur buah, puree, toping buah dan santan kelapa

1000

Page 170: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

12

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert)

berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah

1000

04.1.2.10 Produk buah fermentasi CPPB

04.1.2.11 Buah buah untuk isi pastry, termasuk produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree

1000

04.1.2.12 Buah yang dimasak atau digoreng 500

04.2.2.3 Sayuran dan rumput laut dalam cuka, minyak, larutan garam atau kecap kedelai adalah produk yang diperoleh dengan menambahkan larutan garam pada sayuran segar

200

04.2.2.4 Sayuran dalam kaleng, botol atau dalam retort pouch

350

04.2.2.5 Puree dan produk oles sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian

2500

04.2.2.6 Bahan baku dan bubur (pulp) sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian (misalnya : makanan penutup dan saus sayuran, sayuran bergula) selain produk kategori 04.2.2.5

350

04.2.2.7 Produk fermentasi sayuran CPPB

05.1.1 Kakao campuran (bubuk) dan kakao mass/kue

2500

05.1.2 Kakao campuran (sirup) 2500

05.1.3 Produk oles kakao, termasuk bahan pengisi

2500

05.1.4 Kakao dan produk coklat 1000

05.1.5 Coklat imitasi, produk coklat pengganti 2500

05.2 Kembang gula termasuk permen keras dan permen lunak, nougats, dll. Selain dari kategori 05.1, 05.3, 05.4

2000

05.3 Permen karet 5000

05.4 Dekorasi (misalnya : untuk fine bakery wares), toping (non-buah) dan saus-saus manis

500

06.3 Sereal untuk sarapan, termasuk gandum 1200

06.4 Pasta dan mi serta produk sejenisnya (misalnya : beras kertas, beras vermicelli)

200

06.5 Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : pudding beras, pudding tapioka)

350

07.1 Roti dan produk bakeri CPPB

07.2.1 Kue, cookies dan pai (misalnya : yang diisi buah-buahan atau puding)

200

Page 171: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

13

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 07.2.2 Produk fine bakery lainnya (misalnya :

donut, roti gulung manis, scone dan muffin)

2000

07.2.3 Campuran untuk produk fine bakery (misalnya : campuran kue, campuran panekuk)

1000

09.3 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi yang mengalami semi-pengawetan.

600

09.4 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air yang berkulit keras dan cumi-cumi yang diawetkan, dikalengkan atau difermentasi

CPPB

10.4 Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard)

350

11.4 Gula dan sirup lainnya ( misalnya : xylose, maple syrup, sugar toppings)

1000

11.6 Sediaan pemanis buatan, termasuk yang mengandung pemanis dengan intensitas tinggi

CPPB

12.2 Bumbu-bumbuan (termasuk garam pengganti) dan rempah-rempah (misalnya : campuran bumbu untuk mi instan)

CPPB

12.3 Cuka CPPB

12.4 Mustards 350

12.5 Sup dan kaldu 110

12.6.1 Saus emulsi (misalnya : mayonnaise, salad dressing)

1000

12.6.2 Saus non emulsi (misalnya : kecap, saus keju, saus krim, brown gravy)

350

12.6.3 Campuran sup dan kaldu 350

12.6.4 Saus encer (misalnya : kecap kedelai, kecap ikan)

350

12.7 Salad (misalnya : makaroni salad, salad kentang) dan sandwich spread selain produk berbasis kakao dan produk berbasis kacang pada kategori pangan 04.2.2.5 dan 05.1.3

1000

13.3.1 Makanan khusus untuk pengobatan bagi orang dewasa

450

13.4 Formula khusus untuk penurunan berat badan dan pelangsingan

450

Page 172: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

14

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 13.5

Makanan khusus (misalnya : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4

500

13.6 Suplemen makanan 2000

14.1.2.1 Jus buah-buahan yang dikalengkan atau dibotolkan (pasteurisasi)

600

14.1.2.2 Jus sayuran yang dikalengkan atau dibotolkan (pasteurisasi)

600

14.1.3.1 Nektar buah-buahan yang dikalengkan dan dibotolkan (pasteurisasi)

500

14.1.3.2 Nektar sayur-sayuran yang dikalengkan atau dibotolkan (pasteurisasi)

500

14.1.4 Minuman beraroma berbasis air, termasuk minuman olah raga atau minuman elektrolit dan particulated drinks

600

14.1.5 Kopi, kopi pengganti, teh, herbal infusions, sereal panas lainnya dan minuman dari biji/buah selain kakao

500

14.21 Bir dan minuman dari gandum 350

14.2.2 Cider dan perry 350

14.2.3 Minuman anggur 500

14.2.4 Wines (selain dari anggur) CPPB

14.2.5 Mead CPPB

14.2.6 Minuman beralkohol dengan kadar alcohol lebih dari 15%

CPPB

14.2.7 Minuman alkohol beraroma (misalnya : bir, wine dan spirituous cooler-type beverages, low alcoholic refreshers)

350

15.1 Makanan ringan – berbasis kentang, sereal, tepung atau kanji (dari akar-akaran dan umbi-umbian, kacang-kacangan dan polong-polongan)

1000

15.2 Kacang olahan, termasuk kacang yang dilapis dan kacang campur (mis dengan : buah kering)

1000

15.3 Makanan ringan – berbasis ikan 350

Page 173: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

15

ASPARTAM Aspartame Nilai Kalori : 0,4 kkal/g atau setara dengan 1,67 kJ/g ADI : 50 mg/kg berat badan

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma,

dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

600

01.2 Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim renin (tawar)

2000

01.3.2 Krimmer minuman (krimer bukan susu) CPPB

01.4.1 Krim pasteurisasi CPPB

01.4.2 Krim whipping atau whipped atau krim rendah lemak yang disterilkan, di UHT

CPPB

01.4.3 Krim yang digumpalkan CPPB

01.4.4 Krim tiruan 1000

01.5.1 Susu bubuk dan krim bubuk (tawar) CPPB

01.5.2 Susu dan krim bubuk tiruan 2000

01.5.3 Campuran susu dan krim bubuk tawar dan beraroma

CPPB

01.6.1 Keju tanpa pemeraman (keju mentah) CPPB

01.6.5 Keju tiruan 1000

01.7 Makanan penutup atau pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya : es susu, puding, buah atau yogurt beraroma)

3000

02.3 Emulsi lemak selain kategori 02.2, termasuk produk mix (campuran kering) dan/atau produk beraroma berbasis emulsi lemak

CPPB

02.4 Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering)

3000

03.0 ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET 3000

04.1.2.1 Buah beku CPPB

04.1.2.2 Buah kering 3000

04.1.2.3 Buah dalam cuka, minyak dan larutan garam

300

04.1.2.4 Buah yang dipasteurisasi dalam kaleng atau buah dalam botol

1000

Page 174: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

16

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 1000

04.1.2.6 Produk oles berbasis buah-buahan (misalnya: chutney) tidak termasuk produk pada kategori 04.1.2.5

2000

04.1.2.7 Buah bergula 2000

04.1.2.8 Bahan baku berbasis buah-buahan, meliputi bubur buah, puree, toping buah dan santan kelapa

3000

04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah

3000

04.1.2.10 Produk buah fermentasi 2000

04.1.2.11 Buah buah untuk isi pastry, termasuk produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree

3000

04.1.2.12 Buah yang dimasak atau digoreng 2000

04.2.2.1 Sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian beku

1000

04.2.2.2 Sayuran, rumput laut, kacang-kacangan dan biji-bijian kering

1000

04.2.2.3 Sayuran dan rumput laut dalam cuka, minyak, larutan garam atau kecap kedelai adalah produk yang diperoleh dengan menambahkan larutan garam pada sayuran segar

300

04.2.2.4 Sayuran dalam kaleng, botol atau dalam retort pouch

1000

04.2.2.5 Puree dan produk oles sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian

3000

04.2.2.6 Bahan baku dan bubur (pulp) sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian (misalnya : makanan penutup dan saus sayuran, sayuran bergula) selain produk kategori 04.2.2.5

1000

04.2.2.7 Produk fermentasi sayuran 2500

04.2.2.8 Sayuran dan rumput laut yang dimasak atau digoreng

1000

05.1.1 Kakao campuran (bubuk) dan kakao mass/kue

3000

05.1.2 Kakao campuran (sirup) 3000

05.1.3 Produk oles kakao, termasuk bahan pengisi 3000

05.1.4 Kakao dan produk coklat 2500

05.1.5 coklat imitasi, produk coklat pengganti 3000

Page 175: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

17

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 05.2 Kembang gula termasuk permen keras dan

permen lunak, nougats, dll. Selain dari kategori 05.1, 05.3, 05.4

10000

05.3 Permen karet 10000

05.4 Dekorasi (misalnya : untuk fine bakery wares), toping (non-buah) dan saus-saus manis

1000

06.3 Sereal untuk sarapan, termasuk gandum 5000

06.5 Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka)

1000

07.1 Roti dan produk bakeri 4000

07.2 Produk fine bakery (manis, asin, savoury) 5000

08.2 Produk olahan dari daging unggas, dan hewan buruan (utuh atau potongan)

300

08.3 Produk olahan dari daging unggas dan hewan buruan yang dihancurkan

300

09.2 Ikan olahan dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi

300

09.3 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerang, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi yang mengalami semi-pengawetan

300

10.2.3 Produk telur kering dan/atau telur yang dikoagulasi dengan pemanasan

1000

10.4 Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard)

1000

11.4 Gula dan sirup lainnya (misalnya : xylose, maple syrup, sugar toppings)

3000

11.6 Sediaan pemanis buatan, termasuk yang mengandung pemanis dengan intensitas tinggi

CPPB

12.2 Bumbu-bumbuan (termasuk garam pengganti) dan rempah-rempah (misalnya : campuran bumbu untuk mi instan)

2000

12.4 Mustards 350

12.5 Sup dan kaldu 600

12.6.1 Saus emulsi (misalnya : mayonnaise, salad dressing)

2000

12.6.2 Saus non emulasi (misalnya : kecap, saus keju, saus krim, brown gravy)

2000

12.6.3 Campuran sup dan kaldu 350

12.6.4 Saus encer (misalnya : kecap kedelai, kecap ikan)

350

Page 176: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

18

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg)

12.7

Salad (misalnya : makaroni salad, salad kentang) dan sandwich spread selain produk berbasis kakao dan produk berbasis kacang pada kategori pangan 04.2.2.5 dan 05.1.3

1000

13.3 Makanan khusus untuk pengobatan 800

13.4 Formula khusus untuk penurunan berat badan dan pelangsingan

800

13.5 Makanan khusus (misalnya : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4

2000

13.6 Suplemen makanan 5500

14.1.2 Jus buah-buahan dan jus sayur-sayuran 2000

14.1.3 Nektar buah-buahan dan nektar sayur-sayuran

2000

14.1.4.1 Minuman berkarbonasi 600

14.1.4.2 Minuman non-karbonasi, termasuk punches dan ades

600

14.1.4.2 Kopi, kopi pengganti, teh, herbal infusions, sereal panas lainnya dan minuman dari biji/buah selain kakao

CPPB

14.2.1 Bir dan minuan dari gandum 600

14.2.2 Cider dan perry 600

14.2.3 Minuman anggur 600

14.2.4 Wines (selain dari anggur) 700

14.2.5 Mead 700

14.2.6 Minuman beralkohol dengan kadar alkohol lebih dari 15%

700

15.0 MAKANAN RINGAN SIAP MAKAN 500

Page 177: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

19

ISOMALT Isomalt

Nilai Kalori : ≥2kkal/g atau setara dengan ≥8,36 kJ/g ADI : Tidak dinyatakan karena termasuk Generally

Recognized as Safe (GRAS)

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma,

dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

CPPB

01.2 Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim rennin (tawar)

CPPB

01.3 Susu evaporasi atau susu kental dan tiruannya

CPPB

01.4 Krim (tawar) dan sejenisnya CPPB

01.5 Susu bubuk dan krim bubuk dan bubuk tiruan

CPPB

01.6 Keju dan keju tiruan (analog) CPPB

02.4 Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering)

CPPB

03.0 ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET CPPB

04.1.1.2 Buah segar dengan permukaan yang disalut (dilapisi) glasir atau lilin yang dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu mengawetkan kesegaran buah

CPPB

04.1.2.2 Buah kering CPPB

04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad CPPB

04.1.2.7 Buah bergula CPPB

04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah

CPPB

04.1.2.11 Buah-buahan untuk isi pastry, termasuk produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree

CPPB

04.2.1.2 Sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian segar yang permukaannya dilapisi glasir atau lilin yang dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu mengawetkan kesegaran sayuran

CPPB

05.0 KEMBANG GULA CPPB

06.3 Sereal untuk sarapan, termasuk gandum CPPB

Page 178: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

20

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg)

06.4.2 Pasta, mi dan produk sejenisnya (pre-cooked atau kering)

CPPB

06.5 Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka)

CPPB

07.2 Produk fine bakery (manis, asin, savoury) CPPB

08.1.1 Daging unggas dan hewan buruan (segar), utuh atau potongan

CPPB

08.1.2 Daging unggas dan hewan buruan (segar), yang dihancurkan

CPPB

09.1 Ikan segar dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi

CPPB

09.2.1 Ikan beku, ikan pengisi, dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi

CPPB

09.2.2 Ikan, potongan tipis ikan dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi; yang dilumuri adonan lalu dibekukan

CPPB

09.2.3 Produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang dihancurkan, dibubuhi saus krim dan dibekukan

CPPB

09.2.4.1 Ikan dan produk ikan yang dimasak CPPB

09.2.4.2 Kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang dimasak

CPPB

09.2.4.3 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang digoreng

CPPB

09.2.5 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang diasapi, dikeringkan, difermentasi dan/atau digarami

CPPB

10.4 Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard)

CPPB

11.4 Gula dan sirup lainnya (misalnya : xylose, maple syrup, sugar toppings)

CPPB

12.2 Bumbu-bumbuan (termasuk garam pengganti) dan rempah-rempah (misalnya : campuran bumbu untuk mi instan)

CPPB

12.4 Mustards CPPB

12.6 Saus dan produk sejenisnya CPPB

13.4 Formula khusus untuk penurunan berat badan dan pelangsingan

CPPB

Page 179: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

21

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg)

13.5 Makanan khusus (mis : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4

CPPB

Page 180: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

22

LAKTITOL Lactytol Nilai Kalori : 2 kkal/g atau setara dengan 8,36 kJ/g ADI : Tidak dinyatakan karena termasuk Generally

Recognized as Safe (GRAS)

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma,

dan/atau terfermentasi (misalnya: susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

CPPB

01.2 Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim rennin (tawar)

CPPB

01.3 Susu evaporasi atau susu kental dan tiruannya

CPPB

01.4.1 Krim pasteurisasi CPPB

01.5 Susu bubuk dan krim bubuk dan bubuk tiruan

CPPB

01.6 Keju dan keju tiruan (analog) CPPB

02.4 Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering)

CPPB

03.0 ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET CPPB

04.1.2.3 Buah dalam cuka, minyak dan larutan garam

CPPB

04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad CPPB

04.1.2.7 Buah bergula CPPB

04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah

CPPB

04.1.2.11 Buah buah untuk isi pastry, termasuk produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree

CPPB

05.0 KEMBANG GULA CPPB

06.3 Sereal untuk sarapan, termasuk gandum CPPB

06.4.2 Pasta, mi dan produk sejenisnya (pre-cooked atau kering)

CPPB

06.5 Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka)

CPPB

07.2 Produk fine bakery (manis, asin, sovoury) CPPB

Page 181: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

23

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg)

09.2.1

Ikan beku, ikan pengisi, dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi

CPPB

10.4 Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard)

CPPB

12.4 Mustards CPPB

12.6 Saus dan produk sejenisnya CPPB

13.4 Formula khusus untuk penurunan berat badan dan pelangsingan

CPPB

13.5 Makanan khusus (mis : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4

CPPB

Page 182: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

24

MALTITOL Maltitol Nilai Kalori : 2,1 kkal/g atau setara dengan 8,78 kJ/g ADI : Tidak dinyatakan karena termasuk Generally

Recognized as Safe (GRAS)

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma,

dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

CPPB

01.2 Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim rennin (tawar)

CPPB

01.3 Susu evaporasi atau susu kental dan tiruannya

CPPB

01.4.1 Krim pasteurisasi CPPB

01.5 Susu bubuk dan krim bubuk dan bubuk tiruan

CPPB

01.6 Keju dan keju tiruan (analog) CPPB

02.4 Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering)

CPPB

03.0 ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET CPPB

04.1.2.2 Buah kering CPPB

04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad CPPB

04.1.2.7 Buah bergula CPPB

04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah

CPPB

04.1.2.11 Buah buah untuk isi pastry, termasuk produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree

CPPB

05.0 KEMBANG GULA CPPB

06.3 Sereal untuk sarapan, termasuk gandum CPPB

06.4.2 Pasta, mi dan produk sejenisnya (pre-cooked atau kering)

CPPB

06.5 Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka)

CPPB

07.2 Produk fine bakery (manis, asin, sovoury) CPPB

Page 183: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

25

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg)

09.2.1

Ikan beku, ikan pengisi, dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi

CPPB

10.4 Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard)

CPPB

12.4 Mustards CPPB

12.6 Saus dan produk sejenisnya CPPB

13.4 Formula khusus untuk penurunan berat badan dan pelangsingan

CPPB

13.5 Makanan khusus (mis : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4

CPPB

Page 184: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

26

MANITOL Mannitol Nilai Kalori : 1,6 kkal/g atau setara dengan 6,69 kJ/g ADI : Tidak dinyatakan karena termasuk Generally

Recognized as Safe (GRAS)

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma,

dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

CPPB

01.2 Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim rennin (tawar)

CPPB

01.3 Susu evaporasi atau susu kental dan tiruannya

CPPB

01.4.1 Krim pasteurisasi CPPB

01.5 Susu bubuk dan krim bubuk dan bubuk tiruan

CPPB

01.6 Keju dan keju tiruan (analog) CPPB

02.2.1.1 Mentega dan konsentrat mentega CPPB

02.4 Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering)

CPPB

03.0 ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET CPPB

04.1.2.2 Buah kering CPPB

04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad CPPB

04.1.2.7 Buah bergula CPPB

04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah

CPPB

04.1.2.11 Buah buah untuk isi pastry, termasuk produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree

CPPB

05.0 KEMBANG GULA CPPB

06.3 Sereal untuk sarapan, termasuk gandum CPPB

06.4.2 Pasta, mi dan produk sejenisnya (pre-cooked atau kering)

CPPB

06.5 Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka)

CPPB

07.2 Produk fine bakery (manis, asin, sovoury) CPPB

Page 185: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

27

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg)

09.2.1

Ikan beku, ikan pengisi, dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi

CPPB

10.4 Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard)

CPPB

12.4 Mustards CPPB

12.6 Saus dan produk sejenisnya CPPB

13.5 Makanan khusus (mis : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4

CPPB

Page 186: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

28

NEOTAM Neotame Nilai Kalori : 0 kkal/g atau setara dengan 0 kJ/g ADI : 0 – 2 mg/kg berat badan

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma,

dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

15

01.4.2 Krim “whipping” atau “whipped” atau krim rendah lemak yang disterilkan, di UHT

25

01.7 Makanan penutup atau pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya : es susu, puding, buah atau yogurt beraroma)

Yogurt (Strawberry) 15

Pudding dessert 45

Gelatin dessert 19

Ice cream 20

Frozen novelties (ices) 20

02.3 Emulsi lemak selain kategori 02.2, termasuk produk mix (campuran kering) dan/atau produk beraroma berbasis emulsi lemak

25

04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 100

04.1.2.8 Bahan baku berbasis buah-buahan, meliputi bubur buah, puree, toping buah dan santan kelapa

100

04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah

19

04.1.2.11 Buah buah untuk isi pastry, termasuk produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree

30

05.2 Kembang gula termasuk permen keras dan permen lunak, nougats, dll. Selain dari kategori 05.1, 05.3, 05.4

Kembang gula keras 60

Kembang gula lunak (karamel) 28

05.3 Permen karet 250

05.4 Dekorasi (misalnya: untuk fine bakery wares), toping (non-buah) dan saus-saus manis

50

Page 187: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

29

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg)

06.3 Sereal untuk sarapan, termasuk gandum 46

07.2.1 Kue, cookies dan pai (misalnya : yang diisi buah-buahan atau puding)

Cookies 60

Cake kuning 35

11.6 Sediaan pemanis buatan, termasuk yang mengandung pemanis dengan intensitas tinggi

CPPB

14.1.2.1 Jus buah-buahan yang dikalengkan atau dibotolkan (pasteurisasi)

25

14.1.4.1 Minuman berkarbonasi 17

14.1.4.2 Minuman non-karbonasi, termasuk punches dan ades

Minuman elektrolit 15

Campuran minuman ringan (lemonade) 16

Campuran minuman teh es 12

14.1.5 Kopi, kopi pengganti, teh, herbal infusions, sereal panas lainnya dan minuman dari biji/buah selain kakao

8

Page 188: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

30

SAKARIN (dan GARAM NATRIUM, KALIUM, KALSIUM) Saccharin (and Sodium, Potassium, Calcium Salts) Nilai Kalori : 0 kkal/g atau setara dengan 0 kJ/g ADI : 5 mg/kg berat badan

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma,

dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

400

01.2.1 Susu fermentasi (tawar) 200

01.2.2 Susu yang digumpalkan dengan enzim rennin

CPPB

01.6.1 Keju tanpa pemeraman (keju mentah) 100

01.7 Makanan penutup atau pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya : es susu, puding, buah atau yogurt beraroma)

200

02.4 Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering)

100

03.0 ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET 300

04.1.2.3 Buah dalam cuka, minyak dan larutan garam

160

04.1.2.4 Buah yang dipasteurisasi dalam kaleng atau buah dalam botol

200

04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 200

04.1.2.6 Produk oles berbasis buah-buahan (misalnya: chutney) tidak termasuk produk pada kategori 04.1.2.5

200

04.1.2.7 Buah bergula 500

04.1.2.8 Bahan baku berbasis buah-buahan, meliputi bubur buah, puree, toping buah dan santan kelapa

200

04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah

100

04.2.2.1 Sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian beku

500

04.2.2.2 Sayuran, rumput laut, kacang-kacangan dan biji-bijian kering

500

Page 189: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

31

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas

Penggunaan Maksimum

(mg/kg)

04.2.2.3

Sayuran dan rumput laut dalam cuka, minyak, larutan garam atau kecap kedelai adalah produk yang diperoleh dengan menambahkan larutan garam pada sayuran segar

2000

04.2.2.4 Sayuran dalam kaleng, botol atau dalam retort pouch

500

04.2.2.5 Puree dan produk oles sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian

500

04.2.2.6 Bahan baku dan bubur (pulp) sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian (misalnya : makanan penutup dan saus sayuran, sayuran bergula) selain produk kategori 04.2.2.5

500

04.2.2.7 Produk fermentasi sayuran 500

04.2.2.8 Sayuran dan rumput laut yang dimasak atau digoreng

500

05.1.1 Kakao campuran (bubuk) dan kakao mass/ kue

500

05.2 Kembang gula termasuk permen keras dan permen lunak, nougats, dll. Selain dari kategori 05.1, 05.3, 05.4

3000

05.3 Permen karet 3000

05.4 Dekorasi (misalnya : untuk fine bakery wares), toping (non-buah) dan saus-saus manis

500

06.3 Sereal untuk sarapan, termasuk gandum 100

06.5 Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka)

100

07.1.3 Produk bakeri lainnya (misalnya : bagel, pita, english muffins)

15

07.2 Produk fine bakery (manis, asin, savoury) 2000

08.2.1.1 Produk olahan dari daging unggas dan hewan buruan yang telah diasapi dan digarami tanpa pemanasan dalam bentuk utuh ataupun potongan

2000

08.2.2 Produk olahan dari daging unggas dan hewan buruan yang dipanaskan dalam bentuk utuh ataupun potongan

500

08.3.2 Produk olahan dari daging unggas dan hewan buruan yang dihancurkan dan mengalami pemanasan

500

09.2.4.1 Ikan dan produk ikan yang dimasak 500

Page 190: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

32

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas

Penggunaan Maksimum

(mg/kg)

09.2.5 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang diasapi, dikeringkan, difermentasi dan/atau digarami

1200

09.3.1 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang dibumbui dan/atau dalam jeli

160

09.3.2 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang diacar dan/atau dalam air garam

2000

09.3.3 Pengganti telur salmon, caviar, dan produk telur ikan lainnya

160

09.3.4 Ikan dan produk ikan semi-pengawetan, ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi (misalnya : fish paste) kecuali produk-produk pada kategori 09.3.1 – 09.3.3

1200

09.4 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi yang diawetkan, dikalengkan atau difermentasi

200

10.4 Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard)

100

11.4 Gula dan sirup lainnya (misalnya : xylose, maple syrup, sugar toppings)

300

11.6 Sediaan pemanis buatan, termasuk yang mengandung pemanis dengan intensitas tinggi

4545

12.3 Cuka 300

12.4 Mustards 320

12.5 Sup dan kaldu 110

12.6.1 Saus emulsi (misalnya : mayonnaise, salad dressing)

500

12.6.2 Saus non emulsi (misalnya : kecap, saus keju, saus krim, brown gravy)

160

12.6.3 Campuran sup dan kaldu 300

12.6.4 Saus encer (misalnya : kecap kedelai, kecap ikan)

500

12.7 Salad (misalnya : makaroni salad, salad kentang) dan sandwich spread selain produk berbasis kakao dan produk berbasis kacang pada kategori pangan 04.2.2.5 dan 05.1.3

200

Page 191: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

33

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg)

13.3 Makanan khusus untuk pengobatan 300

13.4 Formula khusus untuk penurunan berat badan dan pelangsingan

300

13.5 Makanan khusus (misalnya : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk pada kategori pangan 13.1-13.4

500

13.6 Suplemen makanan 1200

14.1.2.3 Konsentrat (cair atau padat) untuk jus buah-buahan

300

14.1.2.4 Konsentrat (cair atau padat) untuk jus sayur-sayuran

300

14.1.3.1 Nektar buah-buahan yang dikalengkan dan dibotolkan (pasteurisasi)

80

14.1.3.3 Konsentrat nektar buah-buahan (cair atau padat)

300

14.1.3.4 Konsentrat nektar sayur-sayuran (cair atau padat)

300

14.1.4.1 Minuman berkarbonasi 500

14.1.4.2 Minuman non-karbonasi, termasuk punches dan ades

500

14.1.4.3 Konsentrat untuk minuman (cair atau padat) 2000

14.1.5 Kopi, kopi pengganti, teh, herbal infusions, sereal panas lainnya dan minuman dari biji/buah selain kakao

200

14.2.1 Bir dan minuman dari gandum 80

14.2.2 Cider dan perry 80

14.2.3 Minuman anggur 80

14.2.7 Minuman alkohol beraroma (misalnya : bir, wine dan spirituous cooler-type beverages, low alcoholic refreshers)

80

15.0 MAKANAN RINGAN SIAP MAKAN 100

16.0 COMPOSITE FOODS – MAKANAN -MAKANAN YANG TIDAK BISA DITEMPATKAN PADA KATEGORI 01-15

200

Page 192: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

34

SIKLAMAT (ASAM SIKLAMAT DAN GARAM NATRIUM, KALIUM KALSIUM)

Cyclamates (Cyclamic Acid and Sodium, Potassium, and Calcium Salts)

(Dihitung sebagai asam siklamat) Nilai Kalori : 0 kkal/g atau setara dengan 0 kJ/g ADI : 0-11 mg/kg berat badan

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma,

dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

400

01.2 Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim rennin (tawar)

CPPB

01.7 Makanan penutup atau pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya : es susu, puding, buah atau yogurt beraroma)

250

02.4 Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering)

250

03.0 ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET 250

04.1.2.4 Buah yang dipasteurisasi dalam kaleng atau buah dalam botol

1000

04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 1000

04.1.2.6 Produk oles berbasis buah-buahan (misalnya : chutney) tidak termasuk produk pada kategori 04.1.2.5

1000

04.1.2.7 Buah bergula 500

04.1.2.8 Bahan baku berbasis buah-buahan, meliputi bubur buah, puree, toping buah dan santan kelapa

250

04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah

250

04.2.2.4 Sayuran dalam kaleng, botol atau dalam retort pouch

100

04.2.2.6 Bahan baku dan bubur (pulp) sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian (misalnya : makanan penutup dan saus sayuran, sayuran bergula) selain produk kategori 04.2.2.5

250

05.1 Produk kakao dan produk coklat imitasi dan coklat pengganti

500

Page 193: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

35

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas

Penggunaan Maksimum

(mg/kg)

05.2 Kembang gula termasuk permen keras dan permen lunak, nougats, dll. Selain dari kategori 05.1, 05.3, 05.4

500

05.3 Peremen karet 3000

05.4 Dekorasi (misalnya : untuk fine bakery wares), toping (non-buah) dan saus-saus manis

500

06.5 Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka

250

07.2.1 Kue, cookies dan pai (misalnya : yang diisi buah-buahan atau puding)

1600

07.2.2 Produk fine bakery lainnya (misalnya : donut, roti gulung manis, scone, dan muffin)

2000

07.2.3 Campuran untuk produk fine bakery (misalnya : campuran kue, campuran penekuk)

1600

10.4 Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard)

250

11.4 Gula dan sirup lainnya (misalya : xylose, maple syrup, sugar toppings)

500

11.6 Sediaan pemanis buatan, termasuk yang mengandung pemanis dengan intensitas tinggi

CPPB

12.6.1 Saus emulsi (misalnya : mayonnaise, salad dressing)

500

12.7 Salad (misalnya : macaroni salad, salad kentang) dan sandwich spread selain produk berbasis kakao dan produk berbasis kacang pada kategori pangan 04.2.2.5 dan 05.1.3

500

13.3 Makanan khusus untuk pengobatan 1300

13.4 Formula khusus untuk penurunan berat badan dan pelangsingan

1300

13.5 Makanan khusus (misalnya : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4

1300

13.6 Suplemen makanan 1250

14.1.2.1 Jus buah-buahan yang dikalengkan atau dibotolkan (pasteurisasi)

1000

14.1.3.1 Nektar buah-buahan yang dikalengkan dan dibotolkan (pasteurisasi)

1000

14.1.4.1 Minuman berkarbonasi 1000

Page 194: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

36

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg)

14.1.4.2 Minuman non-karbonasi, termasuk punches dan ades

1000

14.2.1 Bir dan minuman dari gandum 250

14.2.2 Cider dan perry 250

14.2.3 Minuman anggur 250

14.2.7 Minuman alkohol beraroma (misalnya : bir, wine dan spirituous cooler-type beverages, low alcoholic refreshers)

250

Page 195: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

37

SILITOL Xylitol Nilai Kalori : 2,4 kkal/g atau setara dengan 10,03 kJ/g ADI : Tidak dinyatakan karena termasuk Generally

Recognized as Safe (GRAS)

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg)

01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma, dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

CPPB

01.2 Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim rennin (tawar)

CPPB

01.3 Susu evaporasi atau susu kental dan tiruannya

CPPB

01.4.1 Krim pasteurisasi CPPB

01.5 Susu bubuk dan krim bubuk dan bubuk tiruan

CPPB

01.6 Keju dan keju tiruan (analog) CPPB

02.4 Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering)

CPPB

03.0 ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET CPPB

04.1.1.2 Buah segar dengan permukaan yang disalut (dilapisi) glasir atau lilin yang dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu mengawetkan kesegaran buah

CPPB

04.1.2.2 Buah kering CPPB

04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad CPPB

04.1.2.7 Buah bergula CPPB

04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah

CPPB

04.1.2.11 Buah buah untuk isi pastry, termasuk produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree

CPPB

04.2.1.12 Sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian segar yang permukaannya dilapisi glasir atau lilin yang dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu mengawetkan kesegaran sayuran

CPPB

05.0 KEMBANG GULA CPPB

06.3 Sereal untuk sarapan, termasuk gandum CPPB

Page 196: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

38

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg)

06.4.2 Pasta, mi dan produk sejenisnya (pre-cooked atau kering)

CPPB

06.5 Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka)

CPPB

07.2 Produk fine bakery (manis, asin, savoury) CPPB

08.1.1 Daging unggas dan hewan buruan (segar), utuh atau potongan

CPPB

08.1.2 Daging unggas dan hewan buruan (segar), yang dihancurkan

CPPB

09.1 Ikan segar dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi

CPPB

09.2.1 Ikan beku, ikan pengisi, dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi

CPPB

09.2.2 Ikan, potongan tipis ikan dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi; yang dilumuri adonan lalu dibekukan

CPPB

09.2.3 Produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang dihancurkan, dibubuhi saus krim dan dibekukan

CPPB

09.2.4.1 Ikan dan produk ikan yang dimasak CPPB

09.2.4.2 Kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang dimasak

CPPB

09.2.4.3 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang digoreng

CPPB

09.2.5 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang diasapi, dikeringkan, difermentasi dan/atau digarami

35000

10.2.2 Produk telur beku CPPB

10.4 Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard)

CPPB

11.4 Gula dan sirup lainnya (misalnya : xylose, maple syrup, sugar toppings)

CPPB

12.2 Bumbu-bumbuan (termasuk garam pengganti) dan rempah-rempah (misalnya : campuran bumbu untuk mi instan)

CPPB

12.4 Mustards CPPB

12.6 Saus dan produk sejenisnya CPPB

Page 197: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

39

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg)

13.4 Formula khusus untuk penurunan berat badan dan pelangsingan

CPPB

13.5 Makanan khusus (misalnya : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4

CPPB

Page 198: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

40

SORBITOL Sorbitol Nilai Kalori : 2,6 kkal/g atau setara dengan 10,87 kJ/g ADI : Tidak dinyatakan karena termasuk Generally

Recognized as Safe (GRAS)

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg)

01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma, dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

CPPB

01.2 Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim rennin (tawar)

CPPB

01.3 Susu evaporasi atau susu kental dan tiruannya

CPPB

01.4.1 Krim pasteurisasi CPPB

01.5 Susu bubuk dan krim bubuk dan bubuk tiruan

CPPB

01.6 Keju dan keju tiruan (analog) CPPB

02.2.1.1 Mentega dan konsentrat mentega CPPB

02.4 Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering)

CPPB

03.0 ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET CPPB

04.1.1.2 Buah segar dengan permukaan yang disalut (dilapisi) glasir atau lilin yang dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu mengawetkan kesegaran buah

CPPB

04.1.2.2 Buah kering CPPB

04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad CPPB

04.1.2.7 Buah bergula CPPB

04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah

CPPB

04.1.2.11 Buah buah untuk isi pastry, termasuk produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree

CPPB

04.2.1.2 Sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian segar yang permukaannya dilapisi glasir atau lilin yang dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu mengawetkan kesegaran sayuran

CPPB

Page 199: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

41

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg)

05.0 KEMBANG GULA CPPB

06.3 Sereal untuk sarapan, termasuk gandum CPPB

06.4.2 Pasta, mi dan produk sejenisnya (pre-cooked atau kering)

CPPB

06.5 Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka)

CPPB

07.2 Produk fine bakery (manis, asin, savoury) CPPB

08.1.1 Daging unggas dan hewan buruan (segar), utuh atau potongan

CPPB

08.1.2 Daging unggas dan hewan buruan (segar), yang dihancurkan

5000

09.1 Ikan segar dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi

CPPB

09.2.1 Ikan beku, ikan pengisi, dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi

CPPB

09.2.2 Ikan, potongan tipis ikan dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air kerkulit keras dan cumi-cumi; yang dilumuri adonan lalu dibekukan.

CPPB

09.2.3 Produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang dihancurkan, dibubuhi saus krim dan dibekukan

CPPB

09.2.4.1 Ikan dan produk ikan yang dimasak CPPB

09.2.4.2 Kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang dimasak

CPPB

09.2.4.3 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang digoreng

CPPB

09.2.5 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang diasapi, dikeringkan, difermentasi dan/atau digarami

35000

10.2.2 Produk telur beku CPPB

10.4 Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard)

CPPB

11.4 Gula dan sirup lainnya (misalnya : xylose, maple syrup, sugar toppings)

CPPB

12.2 Bumbu-bumbuan (termasuk garam pengganti) dan rempah-rempah (misalnya : campuran bumbu untuk mi isntan)

CPPB

12.4 Mustards CPPB

Page 200: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

42

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg)

12.6 Saus dan produk sejenisnya CPPB

13.4 Formula khusus untuk penurunan berat badan dan pelangsingan

CPPB

13.5 Makanan khusus (misalnya : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4

CPPB

Page 201: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

43

SUKRALOSA Sucralose Nilai Kalori : 0 kkal/g atau setara dengan 0 kJ/g ADI : 0-15 mg/kg berat badan

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg)

01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma, dan/atau terfermentasi (misalnya : susu Coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

300

01.2.1.2 Produk susu fermentasi (tawar) yang diberi perlakuan panas setelah proses fermentasi

250

01.7 Makanan penutup atau pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya : es susu, puding, buah atau yogurt beraroma)

400

02.4 Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering)

250

03.0 ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET 400

04.1.2.1 Buah beku 150

04.1.2.2 Buah kering 150

04.1.2.3 Buah dalam cuka, minyak dan larutan garam

150

04.1.2.4 Buah yang dipasteurisasi dalam kaleng atau buah dalam botol

450

04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 450

04.1.2.6 Produk oles berbasis buah-buahan (misalnya : chutney) tidak termasuk produk pada kategori 04.1.2.5

800

04.1.2.7 Buah bergula 800

04.1.2.8 Bahan baku berbasis buah-buahan, meliputi bubur buah, puree, toping buah dan santan kelapa

450

04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah

1250

04.1.2.10 Produk buah fermentasi 150

04.1.2.11 Buah buah untuk isi pastry, termasuk produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree

250

04.1.2.12 Buah yang dimasak atau digoreng 150

04.2.2.1 Sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian beku

150

Page 202: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

44

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg)

04.2.2.2 Sayuran, rumput laut, kacang-kacangan, dan biji-bijian kering

150

04.2.2.3 Sayuran dan rumput laut dalam cuka, minyak, larutan garam atau kecap kedelai adalah produk yang diperoleh dengan menambahkan larutan garam pada sayuran segar

450

04.2.2.4 Sayuran dalam kaleng, botol atau dalam retort pouch

150

04.2.2.5 Puree dan produk oles sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian

1500

04.2.2.6 Bahan baku dan bubur (pulp) sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian (misalnya : makanan penutup dan saus sayuran, sayuran bergula) selain produk kategori 04.2.2.5

500

04.2.2.7 Produk fermentasi sayuran 150

04.2.2.8 Sayuran dan rumput laut yang dimasak atau digoreng

150

05.1 Produk kakao dan produk coklat termasuk coklat imitasi dan coklat pengganti

1500

05.2 Kembang gula termasuk permen keras dan permen lunak, nougats, dll. Selain dari kategori 05.1, 05.3,05.4

1500

05.3 Permen karet 5000

Permen karet rendah kalori

05.4 Dekorasi (misalnya : untuk fine bakery wares), toping (non-buah) dan saus-saus manis

1000

06.1 Biji utuh, patah atau serpihan, termasuk beras 600

06.2 Tepung dan pati 600

06.3 Sereal untuk sarapan, termasuk gandum 1000

06.4.2 Pasta, mi dan produk sejenisnya (pre-cooked atau kering)

600

06.5 Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka)

1250

06.6 Adonan (misalnya : remasan roti atau adonan untuk melumuri ikan atau unggas)

600

06.7 Kue beras (hanya tipe oriental) 600

07.1 Roti dan produk bakeri 750

07.2.1 Kue, cookies dan pai (misalnya : yang diisi buah-buahan atau puding)

750

07.2.2 Produk fine bakery lainnya (misalnya : donut, roti gulung manis, scone, dan muffin)

800

Page 203: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

45

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas

Penggunaan Maksimum

(mg/kg)

07.2.3 Campuran untuk produk fine bakery (misalnya : campuran kue, campuran panekuk)

750

09.3.1 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang dibumbui dan/atau dalam jeli

450

09.3.2 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang diacar dan/atau dalam air garam

450

10.4 Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard)

250

11.1 Gula murni dan gula pasir 1500

11.4 Gula dan sirup lainnya (misalnya : xylose, maple syrup, sugar toppings)

1500

11.6 Sediaan pemanis buatan, termasuk yang mengandung pemanis dengan intensitas tinggi

CPPB

12.2 Bumbu-bumbuan (termasuk garam pengganti) dan rempah-rempah (misalnya : campuran bumbu untuk mi instan)

700

12.4 Mustards 400

12.5 Sup dan kaldu 1250

12.6.1 Saus emulsi (misalnya : mayonnaise, salad dressing)

1250

12.6.2 Saus non emulsi (misalnya : kecap, saus keju, saus krim, brown gravy)

1250

12.6.3 Campuran sup dan kaldu 450

12.6.4 Saus encer (misalnya : kecap kedelai, kecap ikan)

450

12.7 Salad (misalnya : macaroni salad, salad kentang) dan sandwich spread selain produk berbasis kakao dan produk berbasis kacang pada kategori pangan 04.2.2.5 dan 05.1.3

1250

13.3 Makanan khusus untuk pengobatan 400

13.4 Formula khusus untuk penurunan berat badan dan pelangsingan

1250

13.5 Makanan khusus (misalnya : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4

800

14.1.2.1 Jus buah-buahan yang dikalengkan atau dibotolkan (pasteurisasi)

250

Page 204: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

46

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg)

14.1.2.2 Jus sayuran yang dikalengkan atau dibotolkan (pasteurisasi)

250

14.1.2.3 Konsentrat (cair atau padat) untuk jus buah-buahan

1250

14.1.2.4 Konsentrat (cair atau padat) untuk jus sayur-sayuran

1250

14.1.3.1 Nektar buah-buahan yang dikalengkan dan dibotolkan (pasteurisasi)

250

14.1.3.3 Konsentrat nektar buah-buahan (cair atau padat)

1250

14.1.3.4 Konsentrat nektar sayur-sayuran (cair atau padat)

1250

14.1.4.1 Minuman berkarbonasi 600

14.1.4.2 Minuman non-karbonasi, termasuk punches dan ades

600

14.1.4.3 Konsentrat untuk minuman (cair atau padat) 1250

14.1.5 Kopi, kopi pengganti, teh, herbal infusions, sereal panas lainnya dan minuman dari biji/buah selain kakao

250

14.2 Minuman beralkohol dan sejenisnya yang bebas dan rendah alkohol

700

15.0 MAKANAN RINGAN SIAP MAKAN 1000

Page 205: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

1

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI

KEPUTUSAN

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Nomor : HK.00.05.5.1.4547

TENTANG

PERSYARATAN PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PEMANIS BUATAN DALAM PRODUK PANGAN

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa transisi epidemiologi dan perubahan

gaya hidup mendorong meningkatnya produksi produk pangan dengan menggunakan bahan tambahan pangan pemanis buatan;

b. bahwa penggunaan pemanis buatan dalam produk pangan secara tidak tepat dan berlebihan dapat membahayakan kesehatan;

c. bahwa peraturan mengenai pemanis buatan sudah tidak memadai lagi dan tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pangan saat ini;

d. bahwa sehubungan dengan butir a, b, dan c perlu ditetapkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996

tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3656);

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Republik

Page 206: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

2

Indonesia Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4424);

4. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 2002;

5. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2002;

Memperhatikan : Keputusan Kepala Badan Standardisasi

Nasional Nomor: 12/Kep/BSN-SNI.03/05/2004 tentang Penetapan 23 (Dua Puluh Tiga) Standar Nasional Indonesia.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

DAN MAKANAN TENTANG PERSYARATAN PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PEMANIS BUATAN DALAM PRODUK PANGAN

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam keputusan ini, yang dimaksud dengan : 1. Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang ditambahkan

ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, baik yang mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi.

2. Pemanis buatan adalah bahan tambahan pangan yang dapat

menyebabkan rasa manis pada produk pangan yang tidak atau sedikit mempunyai nilai gizi atau kalori, hanya boleh ditambahkan ke dalam produk pangan dalam jumlah tertentu.

Page 207: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

3

3. Poliol adalah gula alkohol yang aman dalam penggunaannya,

yang secara alami dijumpai pada buah-buahan antara lain laktitol, maltitol, manitol, silitol dan sorbitol, sedangkan secara komersial diperoleh melalui proses fermentasi monosakarida dengan menggunakan kapang / khamir untuk pangan seperti Moniliella polllinis.

4. Penegas rasa adalah istilah fungsi lain yang dapat digunakan

untuk pemanis buatan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa manis gula, cita rasa buah atau aroma tertentu.

5. ADI (Acceptable Daily Intake) atau Asupan Harian yang Dapat

Diterima adalah jumlah maksimum pemanis buatan dalam milligram per kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi setiap hari selama hidup tanpa menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan.

6. Nilai Kalori adalah kalori atau energi yang dihasilkan dari

pemanis buatan dan dinyatakan sebagai jumlah kilo kalori (kkal) per gram pemanis buatan atau dapat dinyatakan dalam unit Joule dengan kesetaraan 1 kkal = 4,18 kJ.

7. Batas penggunaan maksimum adalah jumlah milligram per

kilogram (mg/kg) pemanis buatan yang diizinkan untuk ditambahkan ke dalam produk pangan atau jumlah pemanis buatan yang cukup untuk menghasilkan rasa manis yang diinginkan sesuai dengan CPPB.

8. CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik) adalah suatu

pedoman yang diterapkan untuk memproduksi pangan yang memenuhi standar mutu atau persyaratan yang diterapkan secara konsisten.

9. Sediaan pemanis buatan adalah pemanis buatan dalam

bentuk tablet, granul, serbuk, kristal atau cairan yang dikemas dalam bentuk siap pakai dan disajikan seperti halnya gula.

10. GRAS (Generally Recognized As Safe) adalah pernyataan aman

bagi bahan tambahan pangan termasuk pemanis buatan untuk ditambahkan ke dalam produk pangan dalam jumlah sesuai dengan CPPB.

Page 208: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

4

11. Kepala Badan adalah Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

BAB II

PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DALAM PRODUK PANGAN

Bagian Pertama

Penggunaan Umum Pemanis Buatan dalam Produk Pangan

Pasal 2

(1) Pemanis buatan yang diizinkan ditambahkan ke dalam produk pangan dalam jumlah tertentu adalah 13 (tiga belas) jenis sesuai dengan ketentuan seperti yang tercantum dalam Lampiran 1 Keputusan ini.

(2) Pemanis buatan dapat digunakan secara tunggal ataupun

kombinasi dalam produk pangan rendah kalori dan pangan tanpa penambahan gula.

(3) Pangan rendah kalori sebagaimana dimaksud ayat (2) adalah

padanan terhadap istilah Weight Reduction Foods, Reduce Calorie, Reduce Joule, atau Low Joule adalah produk pangan yang minimal mengandung kurang atau sama dengan 40 kalori per sajian.

(4) Pangan tanpa penambahan gula sebagaimana dimaksud ayat

(2) adalah padanan terhadap istilah no added sugar foods, without added sugar, dan no sugar added adalah produk pangan yang diolah tanpa penambahan gula (sakarosa/ sukrosa), termasuk ingredient (ramuan) yang mengandung gula (sirup, jus buah, saus apel, dan lain-lain), atau proses pengolahannya tidak menyebabkan peningkatan kadar gula secara nyata.

(5) Pemanis buatan yang diizinkan dapat dikonsumsi secara

umum termasuk penderita diabetes mellitus dan pelaku diet dengan batas maksimum penggunaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 Keputusan ini.

(6) Penetapan batas maksimum pemanis buatan dalam produk

pangan mencakup juga pemanis buatan yang berasal dari

Page 209: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

5

komposisi produk pangan atau sebagai hasil pengolahannya (pemanis buatan bawaan) yang diperbolehkan terdapat dalam komposisi produk pangan.

Bagian Kedua

Penggunaan Pemanis Buatan Golongan Poliol

Pasal 3

(1) Golongan poliol selain berfungsi sebagai pemanis buatan

dapat pula berfungsi sebagai perisa, bahan pengisi, penstabil, pengental, antikempal, humektan, sekuestran dan bahan utama.

(2) Fungsi golongan poliol selain sebagai pemanis buatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur tersendiri oleh Kepala Badan.

(3) Golongan poliol yang berfungsi sebagai bahan utama

sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah sorbitol, dapat digunakan dalam pembuatan produk pangan dengan persyaratan sebagai berikut :

a. Permen dengan maksimum penggunaan 99 persen, b. Permen karet dengan maksimum penggunaan 75 persen, c. Jam dan jelli dengan maksimum penggunaan 30 persen

dan d. Produk pangan yang dipanggang dengan maksimum

penggunaan 30 persen.

Bagian Ketiga

Persetujuan Penggunaan Pemanis Buatan

Pasal 4

Penggunaan pemanis buatan selain yang disebutkan pada Lampiran 1 Keputusan ini harus mendapatkan persetujuan dari Kepala Badan.

Page 210: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

6

Bagian Keempat

Larangan Penggunaan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan

Pasal 5

Pemanis buatan tidak diizinkan penggunaannya pada produk pangan olahan tertentu untuk dikonsumsi oleh kelompok tertentu meliputi bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatannya.

BAB III

KETENTUAN LABEL

Pasal 6

(1) Produk pangan yang menggunakan pemanis buatan harus mencantumkan jenis dan jumlah pemanis buatan dalam komposisi bahan atau daftar bahan pada label.

(2) Pemanis buatan dalam bentuk sediaan, pada label harus

mencantumkan : a. Nama Pemanis Buatan b. Jumlah pemanis buatan dalam bentuk tablet dinyatakan

dengan milligram (mg) dan dalam bentuk granul atau serbuk dinyatakan dengan milligram (mg) dalam kemasan sekali pakai

c. Acceptable Daily Intake kecuali bagi pemanis buatan yang tidak mempunyai ADI

d. Peringatan : tidak digunakan untuk bahan yang akan dimasak atau dipanggang.

(3) Wajib mencantumkan peringatan Fenilketonuria:

mengandung fenilalanin, yang ditulis dan terlihat jelas pada label jika makanan atau minuman atau sediaan menggunakan pemanis buatan aspartam.

(4) Wajib mencantumkan peringatan : Konsumsi berlebihan

dapat mengakibatkan efek laksatif, yang ditulis dan terlihat jelas pada label makanan atau minuman atau sediaan yang menggunakan pemanis buatan laktitol atau manitol atau sorbitol, yang apabila diyakini dikonsumsi lebih dari 20 gram laktitol perhari atau 20 gram manitol perhari atau 50 gram sorbitol perhari.

Page 211: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

7

(5) Klaim yang diperbolehkan dan dapat ditulis pada label

adalah: a. Tidak menyebabkan karies gigi. b. Pangan Rendah Kalori dan Pangan Tanpa Penambahan

Gula apabila produk pangan memenuhi syarat produk pangan rendah kalori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

c. Pangan untuk penderita diabetes atau pernyataan lainnya sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (5)

BAB IV

PENGAWASAN DAN PEMBINAAN

Pasal 7

Pengawasan dan pembinaan terhadap penggunaan pemanis buatan dalam produk pangan dilakukan sepenuhnya oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

BAB V

S A N K S I

Pasal 8

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Keputusan ini dapat dikenai sanksi administratif berupa :

a. Peringatan tertulis b. Pencabutan izin edar dan c. Penarikan dan pemusnahan produk pangan yang

mengandung pemanis buatan yang sudah beredar. (2) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) pelanggaran terhadap ketentuan dalam Keputusan ini dapat pula dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Page 212: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

8

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 9

Dengan ditetapkannya Keputusan ini maka semua produk pangan yang menggunakan pemanis buatan sebelum ditetapkan Keputusan ini wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Keputusan ini selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan sejak ditetapkan Keputusan ini.

BAB VII

P E N U T U P

Pasal 10

(1) Hal-hal yang bersifat teknis yang belum diatur dalam Keputusan ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Badan yang bertanggung jawab di bidang obat dan makanan.

(2) Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di : JAKARTA Pada tanggal : 21 Oktober 2004 KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA ttd H. SAMPURNO

Page 213: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

9

LAMPIRAN 1 KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.05.5.1.4547 TANGGAL : 21 Oktober 2004

PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN BERDASARKAN KATEGORI PANGAN

ALITAM Alitame Nilai Kalori : 1,4 kkal/g atau setara dengan 5,85 kJ/g ADI : 0,34 mg/kg berat badan

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma,

dan/atau terfermentasi (misalnya: susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

100

01.2 Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim renin (tawar

60

01.4 Krim (tawar) dan sejenisnya 100 01.7 Makanan penutup atau pencuci mulut

berbahan dasar susu (misalnya: es susu, puding, buah atau yogurt beraroma)

100 03.0 ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET 100 04.1.2.3 Buah dalam cuka, minyak dan larutan

garam 40

04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 100 04.1.2.6 Produk oles berbasis buah-buahan

(misalnya: chutney) tidak termasuk produk pada kategori 04.1.2.5

300

04.2.2.3 Sayuran dan rumput laut dalam cuka, minyak, larutan garam atau kecap kedelai adalah produk yang diperoleh dengan menambahkan larutan garam pada sayuran segar

40

05.0 KEMBANG GULA 300

Page 214: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

10

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 06.0 SEREAL DAN PRODUK SEREAL

TERMASUK TEPUNG DAN PATI DARI AKAR-AKARAN DAN UMBI-UMBIAN, KACANG-KACANGAN DAN POLONG-POLONGAN, SELAIN PRODUK BAKERI KATEGORI 07.0

200

07.0 PRODUK BAKERI 200 11.4 Gula dan sirup lainnya (misalnya : xylose,

maple syrup, sugar toppings) CPPB

11.6 Sediaan pemanis buatan, termasuk yang

mengandung pemanis dengan intensitas tinggi

CPPB

12.2 Bumbu-bumbuan (termasuk garam pengganti) dan rempah-rempah (misalnya: campuran bumbu untuk mi instan)

100

12.5 Sup dan kaldu 40 12.6 Saus dan produk sejenisnya 40 13.5 Makanan khusus (misalnya : Suplemen

makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4

300

14.1.2 Jus buah-buahan dan jus sayur-sayuran 40 14.1.4 Minuman beraroma berbasis air, termasuk

minuman olah raga atau minuman elektrolit dan particulated drinks

40

Page 215: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

11

ASESULFAM – K Acesulfame potassium Nilai Kalori : 0 kkal/g atau setara dengan 0 kJ/g DI : 15 mg/kg berat badan

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma,

dan/atau terfermentasi (misalnya: susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

500

01.2 Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim rennin (tawar)

500

01.3.1 Susu kental (tawar) 500 01.3.2 Krimer minuman (krimer bukan susu) CPPB 01.4 Krim (tawar) dan sejenisnya CPPB 01.5.1 Susu bubuk dan krim bubuk (tawar) CPPB 01.6.1 Keju tanpa pemeraman (keju mentah) CPPB 01.7 Makanan penutup atau pencuci mulut

berbahan dasar susu (misalnya : es susu, pudding, buah atau yogurt beraroma)

1000

02.3 Emulsi lemak selain kategori 02.2, termasuk produk mix (campuran kering) dan/atau produk beraroma berbasis emulsi lemak

CPPB

02.4 Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering)

1000

03.0 ES TERMASUK SHERBET DAN SORBET 800 04.1.2.1 Buah beku 500 04.1.2.2 Buah kering 500 04.1.2.3 Buah dalam cuka, minyak dan larutan

garam 200

04.1.2.4 Buah yang dipasteurisasi dalam kaleng atau buah dalam botol

500

04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 1000 04.1.2.6 Produk oles berbasis buah-buahan

(misalnya : chutney) tidak termasuk produk pada kategori 04.1.2.5

1000

04.1.2.7 Buah bergula 500 04.1.2.8 Bahan baku berbasis buah-buahan,

meliputi bubur buah, puree, toping buah dan santan kelapa

1000

Page 216: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

12

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert)

berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah

1000

04.1.2.10 Produk buah fermentasi CPPB 04.1.2.11 Buah buah untuk isi pastry, termasuk

produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree

1000

04.1.2.12 Buah yang dimasak atau digoreng 500 04.2.2.3 Sayuran dan rumput laut dalam cuka,

minyak, larutan garam atau kecap kedelai adalah produk yang diperoleh dengan menambahkan larutan garam pada sayuran segar

200

04.2.2.4 Sayuran dalam kaleng, botol atau dalam retort pouch

350

04.2.2.5 Puree dan produk oles sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian

2500

04.2.2.6 Bahan baku dan bubur (pulp) sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian (misalnya : makanan penutup dan saus sayuran, sayuran bergula) selain produk kategori 04.2.2.5

350

04.2.2.7 Produk fermentasi sayuran CPPB 05.1.1 Kakao campuran (bubuk) dan kakao

mass/kue 2500

05.1.2 Kakao campuran (sirup) 2500 05.1.3 Produk oles kakao, termasuk bahan

pengisi 2500

05.1.4 Kakao dan produk coklat 1000 05.1.5 Coklat imitasi, produk coklat pengganti 2500 05.2 Kembang gula termasuk permen keras dan

permen lunak, nougats, dll. Selain dari kategori 05.1, 05.3, 05.4

2000

05.3 Permen karet 5000 05.4 Dekorasi (misalnya : untuk fine bakery

wares), toping (non-buah) dan saus-saus manis

500

06.3 Sereal untuk sarapan, termasuk gandum 1200 06.4 Pasta dan mi serta produk sejenisnya

(misalnya : beras kertas, beras vermicelli) 200

06.5 Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : pudding beras, pudding tapioka)

350

07.1 Roti dan produk bakeri CPPB 07.2.1 Kue, cookies dan pai (misalnya : yang diisi

buah-buahan atau puding) 200

Page 217: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

13

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 07.2.2 Produk fine bakery lainnya (misalnya :

donut, roti gulung manis, scone dan muffin)

2000

07.2.3 Campuran untuk produk fine bakery (misalnya : campuran kue, campuran panekuk)

1000

09.3 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi yang mengalami semi-pengawetan.

600

09.4 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air yang berkulit keras dan cumi-cumi yang diawetkan, dikalengkan atau difermentasi

CPPB

10.4 Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard)

350

11.4 Gula dan sirup lainnya ( misalnya : xylose, maple syrup, sugar toppings)

1000

11.6 Sediaan pemanis buatan, termasuk yang mengandung pemanis dengan intensitas tinggi

CPPB

12.2 Bumbu-bumbuan (termasuk garam pengganti) dan rempah-rempah (misalnya : campuran bumbu untuk mi instan)

CPPB

12.3 Cuka CPPB 12.4 Mustards 350 12.5 Sup dan kaldu 110 12.6.1 Saus emulsi (misalnya : mayonnaise, salad

dressing) 1000

12.6.2 Saus non emulsi (misalnya : kecap, saus keju, saus krim, brown gravy)

350

12.6.3 Campuran sup dan kaldu 350 12.6.4 Saus encer (misalnya : kecap kedelai, kecap

ikan) 350

12.7 Salad (misalnya : makaroni salad, salad kentang) dan sandwich spread selain produk berbasis kakao dan produk berbasis kacang pada kategori pangan 04.2.2.5 dan 05.1.3

1000

13.3.1 Makanan khusus untuk pengobatan bagi orang dewasa

450

13.4 Formula khusus untuk penurunan berat badan dan pelangsingan

450

Page 218: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

14

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 13.5

Makanan khusus (misalnya : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4

500

13.6 Suplemen makanan 2000 14.1.2.1 Jus buah-buahan yang dikalengkan atau

dibotolkan (pasteurisasi) 600

14.1.2.2 Jus sayuran yang dikalengkan atau dibotolkan (pasteurisasi)

600

14.1.3.1 Nektar buah-buahan yang dikalengkan dan dibotolkan (pasteurisasi)

500

14.1.3.2 Nektar sayur-sayuran yang dikalengkan atau dibotolkan (pasteurisasi)

500

14.1.4 Minuman beraroma berbasis air, termasuk minuman olah raga atau minuman elektrolit dan particulated drinks

600

14.1.5 Kopi, kopi pengganti, teh, herbal infusions, sereal panas lainnya dan minuman dari biji/buah selain kakao

500

14.21 Bir dan minuman dari gandum 350 14.2.2 Cider dan perry 350 14.2.3 Minuman anggur 500 14.2.4 Wines (selain dari anggur) CPPB 14.2.5 Mead CPPB 14.2.6 Minuman beralkohol dengan kadar alcohol

lebih dari 15% CPPB

14.2.7 Minuman alkohol beraroma (misalnya : bir, wine dan spirituous cooler-type beverages, low alcoholic refreshers)

350

15.1 Makanan ringan – berbasis kentang, sereal, tepung atau kanji (dari akar-akaran dan umbi-umbian, kacang-kacangan dan polong-polongan)

1000

15.2 Kacang olahan, termasuk kacang yang dilapis dan kacang campur (mis dengan : buah kering)

1000

15.3 Makanan ringan – berbasis ikan 350

Page 219: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

15

ASPARTAM Aspartame Nilai Kalori : 0,4 kkal/g atau setara dengan 1,67 kJ/g ADI : 50 mg/kg berat badan

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma,

dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

600

01.2 Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim renin (tawar)

2000

01.3.2 Krimmer minuman (krimer bukan susu) CPPB 01.4.1 Krim pasteurisasi CPPB 01.4.2 Krim whipping atau whipped atau krim

rendah lemak yang disterilkan, di UHT CPPB

01.4.3 Krim yang digumpalkan CPPB 01.4.4 Krim tiruan 1000 01.5.1 Susu bubuk dan krim bubuk (tawar) CPPB 01.5.2 Susu dan krim bubuk tiruan 2000 01.5.3 Campuran susu dan krim bubuk tawar

dan beraroma CPPB

01.6.1 Keju tanpa pemeraman (keju mentah) CPPB 01.6.5 Keju tiruan 1000 01.7 Makanan penutup atau pencuci mulut

berbahan dasar susu (misalnya : es susu, puding, buah atau yogurt beraroma)

3000

02.3 Emulsi lemak selain kategori 02.2, termasuk produk mix (campuran kering) dan/atau produk beraroma berbasis emulsi lemak

CPPB

02.4 Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering)

3000

03.0 ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET 3000 04.1.2.1 Buah beku CPPB 04.1.2.2 Buah kering 3000 04.1.2.3 Buah dalam cuka, minyak dan larutan

garam 300

04.1.2.4 Buah yang dipasteurisasi dalam kaleng atau buah dalam botol

1000

Page 220: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

16

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 1000 04.1.2.6 Produk oles berbasis buah-buahan

(misalnya: chutney) tidak termasuk produk pada kategori 04.1.2.5

2000

04.1.2.7 Buah bergula 2000 04.1.2.8 Bahan baku berbasis buah-buahan,

meliputi bubur buah, puree, toping buah dan santan kelapa

3000

04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah

3000

04.1.2.10 Produk buah fermentasi 2000 04.1.2.11 Buah buah untuk isi pastry, termasuk

produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree

3000

04.1.2.12 Buah yang dimasak atau digoreng 2000 04.2.2.1 Sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian

beku 1000

04.2.2.2 Sayuran, rumput laut, kacang-kacangan dan biji-bijian kering

1000

04.2.2.3 Sayuran dan rumput laut dalam cuka, minyak, larutan garam atau kecap kedelai adalah produk yang diperoleh dengan menambahkan larutan garam pada sayuran segar

300

04.2.2.4 Sayuran dalam kaleng, botol atau dalam retort pouch

1000

04.2.2.5 Puree dan produk oles sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian

3000

04.2.2.6 Bahan baku dan bubur (pulp) sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian (misalnya : makanan penutup dan saus sayuran, sayuran bergula) selain produk kategori 04.2.2.5

1000

04.2.2.7 Produk fermentasi sayuran 2500 04.2.2.8 Sayuran dan rumput laut yang dimasak

atau digoreng 1000

05.1.1 Kakao campuran (bubuk) dan kakao mass/kue

3000

05.1.2 Kakao campuran (sirup) 3000 05.1.3 Produk oles kakao, termasuk bahan pengisi 3000 05.1.4 Kakao dan produk coklat 2500 05.1.5 coklat imitasi, produk coklat pengganti 3000

Page 221: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

17

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 05.2 Kembang gula termasuk permen keras dan

permen lunak, nougats, dll. Selain dari kategori 05.1, 05.3, 05.4

10000

05.3 Permen karet 10000 05.4 Dekorasi (misalnya : untuk fine bakery

wares), toping (non-buah) dan saus-saus manis

1000

06.3 Sereal untuk sarapan, termasuk gandum 5000 06.5 Makanan penutup berbasis sereal dan pati

(misalnya : puding beras, puding tapioka)

1000 07.1 Roti dan produk bakeri 4000 07.2 Produk fine bakery (manis, asin, savoury) 5000 08.2 Produk olahan dari daging unggas, dan

hewan buruan (utuh atau potongan) 300

08.3 Produk olahan dari daging unggas dan hewan buruan yang dihancurkan

300

09.2 Ikan olahan dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi

300

09.3 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-

kerang, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi yang mengalami semi-pengawetan

300

10.2.3 Produk telur kering dan/atau telur yang dikoagulasi dengan pemanasan

1000

10.4 Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard)

1000

11.4 Gula dan sirup lainnya (misalnya : xylose, maple syrup, sugar toppings)

3000

11.6 Sediaan pemanis buatan, termasuk yang mengandung pemanis dengan intensitas tinggi

CPPB

12.2 Bumbu-bumbuan (termasuk garam pengganti) dan rempah-rempah (misalnya : campuran bumbu untuk mi instan)

2000

12.4 Mustards 350 12.5 Sup dan kaldu 600 12.6.1 Saus emulsi (misalnya : mayonnaise, salad

dressing) 2000

12.6.2 Saus non emulasi (misalnya : kecap, saus keju, saus krim, brown gravy)

2000

12.6.3 Campuran sup dan kaldu 350 12.6.4 Saus encer (misalnya : kecap kedelai, kecap

ikan) 350

Page 222: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

18

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 12.7

Salad (misalnya : makaroni salad, salad kentang) dan sandwich spread selain produk berbasis kakao dan produk berbasis kacang pada kategori pangan 04.2.2.5 dan 05.1.3

1000

13.3 Makanan khusus untuk pengobatan 800 13.4 Formula khusus untuk penurunan berat

badan dan pelangsingan 800

13.5 Makanan khusus (misalnya : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4

2000

13.6 Suplemen makanan 5500 14.1.2 Jus buah-buahan dan jus sayur-sayuran 2000 14.1.3 Nektar buah-buahan dan nektar sayur-

sayuran 2000

14.1.4.1 Minuman berkarbonasi 600 14.1.4.2 Minuman non-karbonasi, termasuk

punches dan ades 600

14.1.4.2 Kopi, kopi pengganti, teh, herbal infusions, sereal panas lainnya dan minuman dari biji/buah selain kakao

CPPB

14.2.1 Bir dan minuan dari gandum 600 14.2.2 Cider dan perry 600 14.2.3 Minuman anggur 600 14.2.4 Wines (selain dari anggur) 700 14.2.5 Mead 700 14.2.6 Minuman beralkohol dengan kadar alkohol

lebih dari 15% 700

15.0 MAKANAN RINGAN SIAP MAKAN 500

Page 223: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

19

ISOMALT Isomalt

Nilai Kalori : ≥2kkal/g atau setara dengan ≥8,36 kJ/g ADI : Tidak dinyatakan karena termasuk Generally

Recognized as Safe (GRAS)

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma,

dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

CPPB

01.2 Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim rennin (tawar)

CPPB

01.3 Susu evaporasi atau susu kental dan tiruannya

CPPB

01.4 Krim (tawar) dan sejenisnya CPPB 01.5 Susu bubuk dan krim bubuk dan bubuk

tiruan CPPB

01.6 Keju dan keju tiruan (analog) CPPB 02.4 Makanan penutup atau pencuci mulut

berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering)

CPPB

03.0 ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET CPPB 04.1.1.2 Buah segar dengan permukaan yang disalut

(dilapisi) glasir atau lilin yang dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu mengawetkan kesegaran buah

CPPB

04.1.2.2 Buah kering CPPB 04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad CPPB 04.1.2.7 Buah bergula CPPB 04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut

(dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah

CPPB

04.1.2.11 Buah-buahan untuk isi pastry, termasuk produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree

CPPB

04.2.1.2 Sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian segar yang permukaannya dilapisi glasir atau lilin yang dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu mengawetkan kesegaran sayuran

CPPB

05.0 KEMBANG GULA CPPB 06.3 Sereal untuk sarapan, termasuk gandum CPPB

Page 224: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

20

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 06.4.2 Pasta, mi dan produk sejenisnya (pre-cooked

atau kering) CPPB

06.5 Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka)

CPPB

07.2 Produk fine bakery (manis, asin, savoury) CPPB 08.1.1 Daging unggas dan hewan buruan (segar),

utuh atau potongan CPPB

08.1.2 Daging unggas dan hewan buruan (segar), yang dihancurkan

CPPB

09.1 Ikan segar dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi

CPPB

09.2.1 Ikan beku, ikan pengisi, dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi

CPPB

09.2.2 Ikan, potongan tipis ikan dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi; yang dilumuri adonan lalu dibekukan

CPPB

09.2.3 Produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang dihancurkan, dibubuhi saus krim dan dibekukan

CPPB

09.2.4.1 Ikan dan produk ikan yang dimasak CPPB 09.2.4.2 Kerang-kerangan, hewan air berkulit keras,

dan cumi-cumi yang dimasak CPPB

09.2.4.3 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang digoreng

CPPB

09.2.5 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang diasapi, dikeringkan, difermentasi dan/atau digarami

CPPB

10.4 Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard)

CPPB

11.4 Gula dan sirup lainnya (misalnya : xylose, maple syrup, sugar toppings)

CPPB

12.2 Bumbu-bumbuan (termasuk garam pengganti) dan rempah-rempah (misalnya : campuran bumbu untuk mi instan)

CPPB

12.4 Mustards CPPB 12.6 Saus dan produk sejenisnya CPPB 13.4 Formula khusus untuk penurunan berat

badan dan pelangsingan CPPB

Page 225: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

21

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 13.5 Makanan khusus (mis : Suplemen makanan

untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4

CPPB

Page 226: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

22

LAKTITOL Lactytol Nilai Kalori : 2 kkal/g atau setara dengan 8,36 kJ/g ADI : Tidak dinyatakan karena termasuk Generally

Recognized as Safe (GRAS)

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma,

dan/atau terfermentasi (misalnya: susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

CPPB

01.2 Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim rennin (tawar)

CPPB

01.3 Susu evaporasi atau susu kental dan tiruannya

CPPB

01.4.1 Krim pasteurisasi CPPB 01.5 Susu bubuk dan krim bubuk dan bubuk

tiruan CPPB

01.6 Keju dan keju tiruan (analog) CPPB 02.4 Makanan penutup atau pencuci mulut

berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering)

CPPB

03.0 ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET CPPB 04.1.2.3 Buah dalam cuka, minyak dan larutan

garam CPPB

04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad CPPB 04.1.2.7 Buah bergula CPPB 04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut

(dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah

CPPB

04.1.2.11 Buah buah untuk isi pastry, termasuk

produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree

CPPB

05.0 KEMBANG GULA CPPB 06.3 Sereal untuk sarapan, termasuk gandum CPPB 06.4.2 Pasta, mi dan produk sejenisnya (pre-

cooked atau kering) CPPB

06.5 Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka)

CPPB

07.2 Produk fine bakery (manis, asin, sovoury) CPPB

Page 227: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

23

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 09.2.1

Ikan beku, ikan pengisi, dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi

CPPB

10.4 Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard)

CPPB

12.4 Mustards CPPB 12.6 Saus dan produk sejenisnya CPPB 13.4 Formula khusus untuk penurunan berat

badan dan pelangsingan CPPB

13.5 Makanan khusus (mis : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4

CPPB

Page 228: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

24

MALTITOL Maltitol Nilai Kalori : 2,1 kkal/g atau setara dengan 8,78 kJ/g ADI : Tidak dinyatakan karena termasuk Generally

Recognized as Safe (GRAS)

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma,

dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

CPPB

01.2 Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim rennin (tawar)

CPPB

01.3 Susu evaporasi atau susu kental dan tiruannya

CPPB

01.4.1 Krim pasteurisasi CPPB 01.5 Susu bubuk dan krim bubuk dan bubuk

tiruan CPPB

01.6 Keju dan keju tiruan (analog) CPPB 02.4 Makanan penutup atau pencuci mulut

berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering)

CPPB

03.0 ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET CPPB 04.1.2.2 Buah kering CPPB 04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad CPPB 04.1.2.7 Buah bergula CPPB 04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut

(dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah

CPPB

04.1.2.11 Buah buah untuk isi pastry, termasuk

produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree

CPPB

05.0 KEMBANG GULA CPPB 06.3 Sereal untuk sarapan, termasuk gandum CPPB 06.4.2 Pasta, mi dan produk sejenisnya (pre-

cooked atau kering) CPPB

06.5 Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka)

CPPB

07.2 Produk fine bakery (manis, asin, sovoury) CPPB

Page 229: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

25

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 09.2.1

Ikan beku, ikan pengisi, dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi

CPPB

10.4 Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard)

CPPB

12.4 Mustards CPPB 12.6 Saus dan produk sejenisnya CPPB 13.4 Formula khusus untuk penurunan berat

badan dan pelangsingan CPPB

13.5 Makanan khusus (mis : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4

CPPB

Page 230: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

26

MANITOL Mannitol Nilai Kalori : 1,6 kkal/g atau setara dengan 6,69 kJ/g ADI : Tidak dinyatakan karena termasuk Generally

Recognized as Safe (GRAS)

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma,

dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

CPPB

01.2 Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim rennin (tawar)

CPPB

01.3 Susu evaporasi atau susu kental dan tiruannya

CPPB

01.4.1 Krim pasteurisasi CPPB 01.5 Susu bubuk dan krim bubuk dan bubuk

tiruan CPPB

01.6 Keju dan keju tiruan (analog) CPPB 02.2.1.1 Mentega dan konsentrat mentega CPPB 02.4 Makanan penutup atau pencuci mulut

berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering)

CPPB

03.0 ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET CPPB 04.1.2.2 Buah kering CPPB 04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad CPPB 04.1.2.7 Buah bergula CPPB 04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut

(dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah

CPPB

04.1.2.11 Buah buah untuk isi pastry, termasuk

produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree

CPPB

05.0 KEMBANG GULA CPPB 06.3 Sereal untuk sarapan, termasuk gandum CPPB 06.4.2 Pasta, mi dan produk sejenisnya (pre-

cooked atau kering) CPPB

06.5 Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka)

CPPB

07.2 Produk fine bakery (manis, asin, sovoury) CPPB

Page 231: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

27

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 09.2.1

Ikan beku, ikan pengisi, dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi

CPPB

10.4 Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard)

CPPB

12.4 Mustards CPPB 12.6 Saus dan produk sejenisnya CPPB 13.5 Makanan khusus (mis : Suplemen makanan

untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4

CPPB

Page 232: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

28

NEOTAM Neotame Nilai Kalori : 0 kkal/g atau setara dengan 0 kJ/g ADI : 0 – 2 mg/kg berat badan

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma,

dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

15

01.4.2 Krim “whipping” atau “whipped” atau krim rendah lemak yang disterilkan, di UHT

25

01.7 Makanan penutup atau pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya : es susu, puding, buah atau yogurt beraroma)

Yogurt (Strawberry) 15 Pudding dessert 45 Gelatin dessert 19 Ice cream 20 Frozen novelties (ices) 20 02.3 Emulsi lemak selain kategori 02.2, termasuk

produk mix (campuran kering) dan/atau produk beraroma berbasis emulsi lemak

25

04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 100 04.1.2.8 Bahan baku berbasis buah-buahan,

meliputi bubur buah, puree, toping buah dan santan kelapa

100

04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah

19

04.1.2.11 Buah buah untuk isi pastry, termasuk produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree

30

05.2 Kembang gula termasuk permen keras dan permen lunak, nougats, dll. Selain dari kategori 05.1, 05.3, 05.4

Kembang gula keras 60 Kembang gula lunak (karamel) 28 05.3 Permen karet 250 05.4 Dekorasi (misalnya: untuk fine bakery wares),

toping (non-buah) dan saus-saus manis

50

Page 233: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

29

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 06.3 Sereal untuk sarapan, termasuk gandum 46 07.2.1 Kue, cookies dan pai (misalnya : yang diisi

buah-buahan atau puding)

Cookies 60 Cake kuning 35 11.6 Sediaan pemanis buatan, termasuk yang

mengandung pemanis dengan intensitas tinggi

CPPB

14.1.2.1 Jus buah-buahan yang dikalengkan atau dibotolkan (pasteurisasi)

25

14.1.4.1 Minuman berkarbonasi 17 14.1.4.2 Minuman non-karbonasi, termasuk

punches dan ades Minuman elektrolit 15 Campuran minuman ringan (lemonade) 16 Campuran minuman teh es 12 14.1.5 Kopi, kopi pengganti, teh, herbal infusions,

sereal panas lainnya dan minuman dari biji/buah selain kakao

8

Page 234: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

30

SAKARIN (dan GARAM NATRIUM, KALIUM, KALSIUM) Saccharin (and Sodium, Potassium, Calcium Salts) Nilai Kalori : 0 kkal/g atau setara dengan 0 kJ/g ADI : 5 mg/kg berat badan

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma,

dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

400

01.2.1 Susu fermentasi (tawar) 200 01.2.2 Susu yang digumpalkan dengan enzim

rennin CPPB

01.6.1 Keju tanpa pemeraman (keju mentah) 100 01.7 Makanan penutup atau pencuci mulut

berbahan dasar susu (misalnya : es susu, puding, buah atau yogurt beraroma)

200

02.4 Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering)

100

03.0 ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET 300 04.1.2.3 Buah dalam cuka, minyak dan larutan

garam 160

04.1.2.4 Buah yang dipasteurisasi dalam kaleng atau

buah dalam botol 200

04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 200 04.1.2.6 Produk oles berbasis buah-buahan

(misalnya: chutney) tidak termasuk produk pada kategori 04.1.2.5

200

04.1.2.7 Buah bergula 500 04.1.2.8 Bahan baku berbasis buah-buahan,

meliputi bubur buah, puree, toping buah dan santan kelapa

200

04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah

100

04.2.2.1 Sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian beku

500

04.2.2.2 Sayuran, rumput laut, kacang-kacangan dan biji-bijian kering

500

Page 235: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

31

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas

Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 04.2.2.3

Sayuran dan rumput laut dalam cuka, minyak, larutan garam atau kecap kedelai adalah produk yang diperoleh dengan menambahkan larutan garam pada sayuran segar

2000

04.2.2.4 Sayuran dalam kaleng, botol atau dalam retort pouch

500

04.2.2.5 Puree dan produk oles sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian

500

04.2.2.6 Bahan baku dan bubur (pulp) sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian (misalnya : makanan penutup dan saus sayuran, sayuran bergula) selain produk kategori 04.2.2.5

500

04.2.2.7 Produk fermentasi sayuran 500 04.2.2.8 Sayuran dan rumput laut yang dimasak

atau digoreng 500

05.1.1 Kakao campuran (bubuk) dan kakao mass/ kue

500

05.2 Kembang gula termasuk permen keras dan permen lunak, nougats, dll. Selain dari kategori 05.1, 05.3, 05.4

3000

05.3 Permen karet 3000 05.4 Dekorasi (misalnya : untuk fine bakery

wares), toping (non-buah) dan saus-saus manis

500

06.3 Sereal untuk sarapan, termasuk gandum 100 06.5 Makanan penutup berbasis sereal dan pati

(misalnya : puding beras, puding tapioka) 100

07.1.3 Produk bakeri lainnya (misalnya : bagel, pita, english muffins)

15

07.2 Produk fine bakery (manis, asin, savoury) 2000 08.2.1.1 Produk olahan dari daging unggas dan

hewan buruan yang telah diasapi dan digarami tanpa pemanasan dalam bentuk utuh ataupun potongan

2000

08.2.2 Produk olahan dari daging unggas dan hewan buruan yang dipanaskan dalam bentuk utuh ataupun potongan

500

08.3.2 Produk olahan dari daging unggas dan hewan buruan yang dihancurkan dan mengalami pemanasan

500

09.2.4.1 Ikan dan produk ikan yang dimasak 500

Page 236: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

32

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas

Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 09.2.5 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-

kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang diasapi, dikeringkan, difermentasi dan/atau digarami

1200

09.3.1 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang dibumbui dan/atau dalam jeli

160

09.3.2 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang diacar dan/atau dalam air garam

2000

09.3.3 Pengganti telur salmon, caviar, dan produk telur ikan lainnya

160

09.3.4 Ikan dan produk ikan semi-pengawetan, ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi (misalnya : fish paste) kecuali produk-produk pada kategori 09.3.1 – 09.3.3

1200

09.4 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi yang diawetkan, dikalengkan atau difermentasi

200

10.4 Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard)

100

11.4 Gula dan sirup lainnya (misalnya : xylose, maple syrup, sugar toppings)

300

11.6 Sediaan pemanis buatan, termasuk yang mengandung pemanis dengan intensitas tinggi

4545

12.3 Cuka 300 12.4 Mustards 320 12.5 Sup dan kaldu 110 12.6.1 Saus emulsi (misalnya : mayonnaise, salad

dressing) 500

12.6.2 Saus non emulsi (misalnya : kecap, saus keju, saus krim, brown gravy)

160

12.6.3 Campuran sup dan kaldu 300 12.6.4 Saus encer (misalnya : kecap kedelai, kecap

ikan) 500

12.7 Salad (misalnya : makaroni salad, salad kentang) dan sandwich spread selain produk berbasis kakao dan produk berbasis kacang pada kategori pangan 04.2.2.5 dan 05.1.3

200

Page 237: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

33

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 13.3 Makanan khusus untuk pengobatan 300 13.4 Formula khusus untuk penurunan berat

badan dan pelangsingan 300

13.5 Makanan khusus (misalnya : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk pada kategori pangan 13.1-13.4

500

13.6 Suplemen makanan 1200 14.1.2.3 Konsentrat (cair atau padat) untuk jus buah-

buahan 300

14.1.2.4 Konsentrat (cair atau padat) untuk jus sayur-sayuran

300

14.1.3.1 Nektar buah-buahan yang dikalengkan dan dibotolkan (pasteurisasi)

80

14.1.3.3 Konsentrat nektar buah-buahan (cair atau padat)

300

14.1.3.4 Konsentrat nektar sayur-sayuran (cair atau padat)

300

14.1.4.1 Minuman berkarbonasi 500 14.1.4.2 Minuman non-karbonasi, termasuk punches

dan ades 500

14.1.4.3 Konsentrat untuk minuman (cair atau padat) 2000 14.1.5 Kopi, kopi pengganti, teh, herbal infusions, sereal

panas lainnya dan minuman dari biji/buah selain kakao

200

14.2.1 Bir dan minuman dari gandum 80 14.2.2 Cider dan perry 80 14.2.3 Minuman anggur 80 14.2.7 Minuman alkohol beraroma (misalnya : bir,

wine dan spirituous cooler-type beverages, low alcoholic refreshers)

80

15.0 MAKANAN RINGAN SIAP MAKAN 100 16.0 COMPOSITE FOODS – MAKANAN -MAKANAN YANG

TIDAK BISA DITEMPATKAN PADA KATEGORI 01-15

200

Page 238: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

34

SIKLAMAT (ASAM SIKLAMAT DAN GARAM NATRIUM, KALIUM KALSIUM) Cyclamates (Cyclamic Acid and Sodium, Potassium, and Calcium Salts) (Dihitung sebagai asam siklamat) Nilai Kalori : 0 kkal/g atau setara dengan 0 kJ/g ADI : 0-11 mg/kg berat badan

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma,

dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

400

01.2 Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim rennin (tawar)

CPPB

01.7 Makanan penutup atau pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya : es susu, puding, buah atau yogurt beraroma)

250

02.4 Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering)

250

03.0 ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET 250 04.1.2.4 Buah yang dipasteurisasi dalam kaleng atau

buah dalam botol 1000

04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 1000 04.1.2.6 Produk oles berbasis buah-buahan

(misalnya : chutney) tidak termasuk produk pada kategori 04.1.2.5

1000

04.1.2.7 Buah bergula 500 04.1.2.8 Bahan baku berbasis buah-buahan, meliputi

bubur buah, puree, toping buah dan santan kelapa

250

04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah

250

04.2.2.4 Sayuran dalam kaleng, botol atau dalam retort pouch

100

04.2.2.6 Bahan baku dan bubur (pulp) sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian (misalnya : makanan penutup dan saus sayuran, sayuran bergula) selain produk kategori 04.2.2.5

250

05.1 Produk kakao dan produk coklat imitasi dan coklat pengganti

500

Page 239: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

35

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas

Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 05.2 Kembang gula termasuk permen keras dan

permen lunak, nougats, dll. Selain dari kategori 05.1, 05.3, 05.4

500

05.3 Peremen karet 3000 05.4 Dekorasi (misalnya : untuk fine bakery

wares), toping (non-buah) dan saus-saus manis

500

06.5 Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka

250

07.2.1 Kue, cookies dan pai (misalnya : yang diisi buah-buahan atau puding)

1600

07.2.2 Produk fine bakery lainnya (misalnya : donut, roti gulung manis, scone, dan muffin)

2000

07.2.3 Campuran untuk produk fine bakery (misalnya : campuran kue, campuran penekuk)

1600

10.4 Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard)

250

11.4 Gula dan sirup lainnya (misalya : xylose, maple syrup, sugar toppings)

500

11.6 Sediaan pemanis buatan, termasuk yang mengandung pemanis dengan intensitas tinggi

CPPB

12.6.1 Saus emulsi (misalnya : mayonnaise, salad dressing)

500

12.7 Salad (misalnya : macaroni salad, salad kentang) dan sandwich spread selain produk berbasis kakao dan produk berbasis kacang pada kategori pangan 04.2.2.5 dan 05.1.3

500

13.3 Makanan khusus untuk pengobatan 1300 13.4 Formula khusus untuk penurunan berat

badan dan pelangsingan 1300

13.5 Makanan khusus (misalnya : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4

1300

13.6 Suplemen makanan 1250 14.1.2.1 Jus buah-buahan yang dikalengkan atau

dibotolkan (pasteurisasi) 1000

14.1.3.1 Nektar buah-buahan yang dikalengkan dan dibotolkan (pasteurisasi)

1000

14.1.4.1 Minuman berkarbonasi 1000

Page 240: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

36

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 14.1.4.2 Minuman non-karbonasi, termasuk punches

dan ades 1000

14.2.1 Bir dan minuman dari gandum 250 14.2.2 Cider dan perry 250 14.2.3 Minuman anggur 250 14.2.7 Minuman alkohol beraroma (misalnya : bir,

wine dan spirituous cooler-type beverages, low alcoholic refreshers)

250

Page 241: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

37

SILITOL Xylitol Nilai Kalori : 2,4 kkal/g atau setara dengan 10,03 kJ/g ADI : Tidak dinyatakan karena termasuk Generally

Recognized as Safe (GRAS)

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma,

dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

CPPB

01.2 Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim rennin (tawar)

CPPB

01.3 Susu evaporasi atau susu kental dan tiruannya

CPPB

01.4.1 Krim pasteurisasi CPPB 01.5 Susu bubuk dan krim bubuk dan bubuk

tiruan CPPB

01.6 Keju dan keju tiruan (analog) CPPB 02.4 Makanan penutup atau pencuci mulut

berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering)

CPPB

03.0 ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET CPPB 04.1.1.2 Buah segar dengan permukaan yang

disalut (dilapisi) glasir atau lilin yang dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu mengawetkan kesegaran buah

CPPB

04.1.2.2 Buah kering CPPB 04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad CPPB 04.1.2.7 Buah bergula CPPB 04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut

(dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah

CPPB

04.1.2.11 Buah buah untuk isi pastry, termasuk produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree

CPPB

04.2.1.12 Sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian segar yang permukaannya dilapisi glasir atau lilin yang dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu mengawetkan kesegaran sayuran

CPPB

05.0 KEMBANG GULA CPPB 06.3 Sereal untuk sarapan, termasuk gandum CPPB

Page 242: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

38

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 06.4.2 Pasta, mi dan produk sejenisnya (pre-cooked

atau kering) CPPB

06.5 Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka)

CPPB

07.2 Produk fine bakery (manis, asin, savoury) CPPB 08.1.1 Daging unggas dan hewan buruan (segar),

utuh atau potongan CPPB

08.1.2 Daging unggas dan hewan buruan (segar), yang dihancurkan

CPPB

09.1 Ikan segar dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi

CPPB

09.2.1 Ikan beku, ikan pengisi, dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi

CPPB

09.2.2 Ikan, potongan tipis ikan dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi; yang dilumuri adonan lalu dibekukan

CPPB

09.2.3 Produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang dihancurkan, dibubuhi saus krim dan dibekukan

CPPB

09.2.4.1 Ikan dan produk ikan yang dimasak CPPB 09.2.4.2 Kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan

cumi-cumi yang dimasak CPPB

09.2.4.3 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang digoreng

CPPB

09.2.5 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-

kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang diasapi, dikeringkan, difermentasi dan/atau digarami

35000

10.2.2 Produk telur beku CPPB 10.4 Makanan penutup berbahan dasar telur

(misalnya : custard) CPPB

11.4 Gula dan sirup lainnya (misalnya : xylose, maple syrup, sugar toppings)

CPPB

12.2 Bumbu-bumbuan (termasuk garam pengganti) dan rempah-rempah (misalnya : campuran bumbu untuk mi instan)

CPPB

12.4 Mustards CPPB 12.6 Saus dan produk sejenisnya CPPB

Page 243: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

39

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 13.4 Formula khusus untuk penurunan berat

badan dan pelangsingan CPPB

13.5 Makanan khusus (misalnya : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4

CPPB

Page 244: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

40

SORBITOL Sorbitol Nilai Kalori : 2,6 kkal/g atau setara dengan 10,87 kJ/g ADI : Tidak dinyatakan karena termasuk Generally

Recognized as Safe (GRAS)

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma,

dan/atau terfermentasi (misalnya : susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

CPPB

01.2 Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim rennin (tawar)

CPPB

01.3 Susu evaporasi atau susu kental dan tiruannya

CPPB

01.4.1 Krim pasteurisasi CPPB 01.5 Susu bubuk dan krim bubuk dan bubuk

tiruan CPPB

01.6 Keju dan keju tiruan (analog) CPPB 02.2.1.1 Mentega dan konsentrat mentega CPPB 02.4 Makanan penutup atau pencuci mulut

berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering)

CPPB

03.0 ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET CPPB 04.1.1.2 Buah segar dengan permukaan yang disalut

(dilapisi) glasir atau lilin yang dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu mengawetkan kesegaran buah

CPPB

04.1.2.2 Buah kering CPPB 04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad CPPB 04.1.2.7 Buah bergula CPPB 04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut

(dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah

CPPB

04.1.2.11 Buah buah untuk isi pastry, termasuk produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree

CPPB

04.2.1.2 Sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian

segar yang permukaannya dilapisi glasir atau lilin yang dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu mengawetkan kesegaran sayuran

CPPB

Page 245: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

41

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 05.0 KEMBANG GULA CPPB 06.3 Sereal untuk sarapan, termasuk gandum CPPB 06.4.2 Pasta, mi dan produk sejenisnya (pre-cooked

atau kering) CPPB

06.5 Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka)

CPPB

07.2 Produk fine bakery (manis, asin, savoury) CPPB 08.1.1 Daging unggas dan hewan buruan (segar),

utuh atau potongan CPPB

08.1.2 Daging unggas dan hewan buruan (segar), yang dihancurkan

5000

09.1 Ikan segar dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi

CPPB

09.2.1 Ikan beku, ikan pengisi, dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras dan cumi-cumi

CPPB

09.2.2 Ikan, potongan tipis ikan dan produk ikan, termasuk kerang-kerangan, hewan air kerkulit keras dan cumi-cumi; yang dilumuri adonan lalu dibekukan.

CPPB

09.2.3 Produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang dihancurkan, dibubuhi saus krim dan dibekukan

CPPB

09.2.4.1 Ikan dan produk ikan yang dimasak CPPB 09.2.4.2 Kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan

cumi-cumi yang dimasak CPPB

09.2.4.3 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang digoreng

CPPB

09.2.5 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang diasapi, dikeringkan, difermentasi dan/atau digarami

35000

10.2.2 Produk telur beku CPPB 10.4 Makanan penutup berbahan dasar telur

(misalnya : custard) CPPB

11.4 Gula dan sirup lainnya (misalnya : xylose, maple syrup, sugar toppings)

CPPB

12.2 Bumbu-bumbuan (termasuk garam pengganti) dan rempah-rempah (misalnya : campuran bumbu untuk mi isntan)

CPPB

12.4 Mustards CPPB

Page 246: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

42

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 12.6 Saus dan produk sejenisnya CPPB 13.4 Formula khusus untuk penurunan berat

badan dan pelangsingan CPPB

13.5 Makanan khusus (misalnya : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4

CPPB

Page 247: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

43

SUKRALOSA Sucralose Nilai Kalori : 0 kkal/g atau setara dengan 0 kJ/g ADI : 0-15 mg/kg berat badan

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma,

dan/atau terfermentasi (misalnya : susu Coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

300

01.2.1.2 Produk susu fermentasi (tawar) yang diberi perlakuan panas setelah proses fermentasi

250

01.7 Makanan penutup atau pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya : es susu, puding, buah atau yogurt beraroma)

400

02.4 Makanan penutup atau pencuci mulut berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering)

250

03.0 ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET 400 04.1.2.1 Buah beku 150 04.1.2.2 Buah kering 150 04.1.2.3 Buah dalam cuka, minyak dan larutan

garam 150

04.1.2.4 Buah yang dipasteurisasi dalam kaleng atau buah dalam botol

450

04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 450 04.1.2.6 Produk oles berbasis buah-buahan (misalnya :

chutney) tidak termasuk produk pada kategori 04.1.2.5

800

04.1.2.7 Buah bergula 800 04.1.2.8 Bahan baku berbasis buah-buahan,

meliputi bubur buah, puree, toping buah dan santan kelapa

450

04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert) berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah

1250

04.1.2.10 Produk buah fermentasi 150 04.1.2.11 Buah buah untuk isi pastry, termasuk

produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree

250

04.1.2.12 Buah yang dimasak atau digoreng 150 04.2.2.1 Sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian

beku 150

Page 248: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

44

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 04.2.2.2 Sayuran, rumput laut, kacang-kacangan,

dan biji-bijian kering 150

04.2.2.3 Sayuran dan rumput laut dalam cuka, minyak, larutan garam atau kecap kedelai adalah produk yang diperoleh dengan menambahkan larutan garam pada sayuran segar

450

04.2.2.4 Sayuran dalam kaleng, botol atau dalam retort pouch

150

04.2.2.5 Puree dan produk oles sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian

1500

04.2.2.6 Bahan baku dan bubur (pulp) sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian (misalnya : makanan penutup dan saus sayuran, sayuran bergula) selain produk kategori 04.2.2.5

500

04.2.2.7 Produk fermentasi sayuran 150 04.2.2.8 Sayuran dan rumput laut yang dimasak atau

digoreng 150

05.1 Produk kakao dan produk coklat termasuk coklat imitasi dan coklat pengganti

1500

05.2 Kembang gula termasuk permen keras dan permen lunak, nougats, dll. Selain dari kategori 05.1, 05.3,05.4

1500

05.3 Permen karet 5000 Permen karet rendah kalori 05.4 Dekorasi (misalnya : untuk fine bakery wares),

toping (non-buah) dan saus-saus manis

1000 06.1 Biji utuh, patah atau serpihan, termasuk beras 600 06.2 Tepung dan pati 600 06.3 Sereal untuk sarapan, termasuk gandum 1000 06.4.2 Pasta, mi dan produk sejenisnya (pre-

cooked atau kering) 600

06.5 Makanan penutup berbasis sereal dan pati (misalnya : puding beras, puding tapioka)

1250

06.6 Adonan (misalnya : remasan roti atau adonan untuk melumuri ikan atau unggas)

600

06.7 Kue beras (hanya tipe oriental) 600 07.1 Roti dan produk bakeri 750 07.2.1 Kue, cookies dan pai (misalnya : yang diisi

buah-buahan atau puding) 750

07.2.2 Produk fine bakery lainnya (misalnya : donut, roti gulung manis, scone, dan muffin)

800

Page 249: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

45

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas

Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 07.2.3 Campuran untuk produk fine bakery

(misalnya : campuran kue, campuran panekuk)

750

09.3.1 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang dibumbui dan/atau dalam jeli

450

09.3.2 Ikan dan produk ikan termasuk kerang-kerangan, hewan air berkulit keras, dan cumi-cumi yang diacar dan/atau dalam air garam

450

10.4 Makanan penutup berbahan dasar telur (misalnya : custard)

250

11.1 Gula murni dan gula pasir 1500 11.4 Gula dan sirup lainnya (misalnya : xylose,

maple syrup, sugar toppings) 1500

11.6 Sediaan pemanis buatan, termasuk yang mengandung pemanis dengan intensitas tinggi

CPPB

12.2 Bumbu-bumbuan (termasuk garam pengganti) dan rempah-rempah (misalnya : campuran bumbu untuk mi instan)

700

12.4 Mustards 400 12.5 Sup dan kaldu 1250 12.6.1 Saus emulsi (misalnya : mayonnaise, salad

dressing) 1250

12.6.2 Saus non emulsi (misalnya : kecap, saus keju, saus krim, brown gravy)

1250

12.6.3 Campuran sup dan kaldu 450 12.6.4 Saus encer (misalnya : kecap kedelai,

kecap ikan) 450

12.7 Salad (misalnya : macaroni salad, salad kentang) dan sandwich spread selain produk berbasis kakao dan produk berbasis kacang pada kategori pangan 04.2.2.5 dan 05.1.3

1250

13.3 Makanan khusus untuk pengobatan 400 13.4 Formula khusus untuk penurunan berat

badan dan pelangsingan 1250

13.5 Makanan khusus (misalnya : Suplemen makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1-13.4

800

14.1.2.1 Jus buah-buahan yang dikalengkan atau dibotolkan (pasteurisasi)

250

Page 250: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang

46

No. Kat.

Pangan

Kategori Pangan

Batas Penggunaan Maksimum

(mg/kg) 14.1.2.2 Jus sayuran yang dikalengkan atau

dibotolkan (pasteurisasi) 250

14.1.2.3 Konsentrat (cair atau padat) untuk jus buah-buahan

1250

14.1.2.4 Konsentrat (cair atau padat) untuk jus sayur-sayuran

1250

14.1.3.1 Nektar buah-buahan yang dikalengkan dan dibotolkan (pasteurisasi)

250

14.1.3.3 Konsentrat nektar buah-buahan (cair atau padat)

1250

14.1.3.4 Konsentrat nektar sayur-sayuran (cair atau padat)

1250

14.1.4.1 Minuman berkarbonasi 600 14.1.4.2 Minuman non-karbonasi, termasuk punches

dan ades 600

14.1.4.3 Konsentrat untuk minuman (cair atau padat) 1250 14.1.5 Kopi, kopi pengganti, teh, herbal infusions,

sereal panas lainnya dan minuman dari biji/buah selain kakao

250

14.2 Minuman beralkohol dan sejenisnya yang bebas dan rendah alkohol

700

15.0 MAKANAN RINGAN SIAP MAKAN 1000

Page 251: KAJIAN PERUMUSAN STANDAR DAN PERATURAN KEAMANAN PANGAN DI ... · Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari ... dilakukan analisis gap kedua yaitu antara dokumen perumusan yang