kajian pengembangan produk syariah (islamic private equity fund)
DESCRIPTION
Islamic_Private_Equity_FundTRANSCRIPT
KAJIAN
PENGEMBANGAN PRODUK SYARIAH DI PASAR MODAL
(ISLAMIC PRIVATE EQUITY FUND)
Oleh:
Tim Kajian
Pengembangan Produk Syariah di Pasar Modal
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN
BIRO STANDAR AKUNTANSI DAN KETERBUKAAN
TAHUN 2008
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT, atas rahmat-Nya kita diberikan nikmat dan hidayah
serta petunjuk-Nya. Puji syukur juga kita panjatkan kehadirat-Nya, karena dengan
petunjuk-Nya akhirnya Tim Kajian Pengembangan Produk Syariah di Pasar Modal
berhasil menyelesaikan laporan hasil kajian sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
Kajian pengembangan produk syariah di pasar modal dipilih sebagai program
kajian Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan tahun 2008 dengan pemikiran awal
bahwa masyarakat pemodal atau investor khususnya investor syariah masih mengalami
keterbatasan alternatif investasi yang berbasis syariah. Sehingga dengan kajian ini
diharapkan dapat memberikan pencerahan, pengetahuan, dan pemahaman atas
kemungkinan penerapan produk syariah di pasar modal Indonesia. Berdasarkan data
statistik yang ada dapat kita lihat bahwa di dalam pasar modal Indonesia, produk
syariah masih terbatas hanya pada reksa dana syariah, obligasi syariah (sukuk), dan
juga saham syariah yang terdapat dalam Daftar Efek Syariah. Di samping itu proporsi
dari produk syariah di pasar modal Indonesia dibandingkan dengan produk serupa yang
konvensional masih terlalu kecil.
Kajian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui kemungkinan penerbitan
Islamic Private Equity Fund sehingga hasil kajian ini dapat memberikan gambaran
dalam rangka pengembangan Private Equity Fund sebagai alternatif pembiayaan dan
investasi syariah bagi masyarakat. Selanjutnya, hasil kajian ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai referensi bagi pimpinan Bapepam dan LK dalam rangka pengaturan
pengembangan produk syariah khususnya Private Equity Fund di pasar modal
Indonesia.
Tim menyadari bahwa laporan kajian ini masih banyak terdapat kekurangan,
mengingat terbatasnya literatur yang digunakan sebagai referensi, khususnya literatur
yang membahas mengenai praktik Islamic Private Equity Fund baik yang ada di luar
negeri maupun di Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, masukan dan kritik yang
iii
konstruktif dari para pakar, praktisi maupun akademisi sangat diharapkan guna
penyempurnaan kajian ini.
Jakarta, Desember 2008
Tim Kajian Pengembangan Produk Syariah di Pasar Modal
iv
ABSTRAKSI
Produk syariah di pasar modal Indonesia sampai dengan saat ini dapat dikatakan
masih sangat terbatas baik dilihat dari jenis produk yang ada maupun dari jumlah dan
proporsi produk syariah dibandingkan dengan produk sejenis yang konvensional. Produk
syariah yang telah ada tersebut meliputi Reksa Dana Syariah, Obligasi Syariah (Sukuk),
Sukuk Negara dan saham syariah yang termuat dalam Daftar Efek Syariah. Terbatasnya
produk syariah tersebut mengakibatkan alternatif investasi dan pembiayaan yang berbasis
syariah menjadi sangat minim.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, perlu kiranya dikaji alternatif produk syariah
di pasar modal yang diharapkan dapat memberikan alternatif pembiayaan maupun alternatif
investasi. Dalam kajian ini, kami memilih Private Equity Funds (PEF) sebagai obyek
kajian. Alasan yang mendasari pemilihan PEF adalah bahwa PEF khususnya Islamic PEF
telah berkembang di beberapa negara dan di Pasar Modal Indonesia telah ada produk reksa
dana berbentuk kontrak investasi kolektif penyertaan terbatas yang hampir serupa dengan
PEF yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Bapepam dan LK Nomor IV.C.5 tentang
Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif Penyertaan Terbatas.
Dalam kajian ini kami mencoba untuk melakukan penelaahan berbagai literatur
mengenai pengertian, bentuk, karakteristik, dan struktur dari PEF yang ada, ketentuan-
ketentuan yang mengatur PEF, serta akad-akad syariah yang kemungkinan dapat diterapkan
dalam produk Islamic PEF. Selanjutnya, kajian ini menemukan beberapa hal yang menarik
antara lain bahwa secara umum Islamic PEF tidak berbeda dari PEF yang konvensional.
Namun terdapat perbedaan yang mendasar yaitu dalam Islamic PEF kegiatan usaha dari
perusahaan target tidak bertentangan dengan prinsip syariah, dan struktur kontrak
pembentukan kegiatan PEF harus sesuai dengan prinsip syariah.
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................. ii
ABSTRAKSI .............................................................................................................................. iv
DAFTAR ISI................................................................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................ 1
A.Latar Belakang ............................................................................................................. 1B.Permasalahan Kajian.................................................................................................... 2C.Tujuan Kajian............................................................................................................... 3D.Metode Kajian.............................................................................................................. 3
BAB II LANDASAN TEORI...................................................................................................... 4
A.Definisi dan Karakteristik PEF .................................................................................... 4B.Struktur PEF................................................................................................................. 8C.Tata Kelola PEF......................................................................................................... 13
1. Keterbukaan Informasi....................................................................................... 132. Perpajakan.......................................................................................................... 14
D.Aspek Syariah PEF .................................................................................................... 161. Prinsip-prinsip Syariah pengelolaan PEF .......................................................... 162. Akad-akad yang relevan dengan PEF ................................................................ 18
BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN............................................................................. 30
A.Praktik Islamic PEF di Luar Negeri........................................................................... 301. Al Tawfeek Gulf Equity Fund, Bahrain .............................................................. 302. Corecap Islamic PEF I ....................................................................................... 35
B.PEF di Indonesia ........................................................................................................ 36C. Penerapan Prinsip Syariah dalam PEF..................................................................... 37
1. Akad-akad syariah dalam Islamic PEF .............................................................. 382. Struktur Islamic PEF.......................................................................................... 41
D. Kemungkinan Penerapan Islamic PEF di Indonesia ................................................ 431. Reksa Dana Syariah Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif Penyertaan
Terbatas.............................................................................................................. 452. Perangkat Yang Diperlukan Untuk Pengembangan Islamic PEF di Indonesia . 483. Tata Kelola Islamic PEF ...................................................................................... 51
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI.................................................................... 54
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 54B. Rekomendasi ............................................................................................................. 55
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 57
Lampiran-lampiran .................................................................................................................... 58
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam master plan pasar modal Indonesia tahun 2005-2009 telah ditetapkan 5
(lima) sasaran, salah satunya adalah mengembangkan pasar modal berbasis syariah. Dalam
rangka mengembangkan pasar modal syariah terdapat 2 (dua) strategi, yaitu pengembangan
kerangka hukum untuk memfasilitasi pengembangan pasar modal syariah dan pengembangan
produk berbasis syariah.
Dalam rangka pengembangan produk berbasis syariah, Bapepam dan LK
menggunakan dua pendekatan. Pertama, mengembangkan produk syariah yang telah ada,
sedangkan kedua, menciptakan produk-produk syariah yang baru di pasar modal. Untuk
mendukung terlaksananya pengembangan produk syariah dimaksud, Bapepam dan LK
melakukan kerja sama bekerja sama dengan Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama
Indonesia, pelaku pasar dan regulator lain negara lain.
Berdasarkan data statistik pasar modal, dapat dikatakan bahwa jumlah dan proporsi
nilai produk syariah terhadap total produk pasar modal masih sangat kecil. Hal ini dapat
dilihat dari data produk syariah per 31 Oktober 2008 bahwa jumlah obligasi syariah (sukuk)
yang beredar mencapai 22 obligasi syariah (sukuk) atau 12,35% dari jumlah obligasi yang
beredar dengan total nilai emisi obligasi syariah korporasi (Sukuk) mencapai Rp4,48 Triliun
atau 6,08% dari total nilai obligasi korporasi di Indonesia. Sedangkan jumlah dan proporsi
Reksa Dana Syariah terhadap total reksa dana menunjukkan hal yang sama yaitu sampai
dengan 31 Oktober 2008 baru terdapat 34 Reksa Dana Syariah atau 6,36% dari jumlah reksa
dana dengan total nilai aktiva bersih reksa dana syariah mencapai Rp1,83 Triliun atau 2,73%
dari total nilai aktiva bersih reksa dana.
Kecilnya jumlah dan proporsi produk syariah di pasar modal dan kondisi
perekonomian dunia saat ini yang ditandai dengan surplus likuiditas di negara-negara Timur
Tengah sebagai penghasil minyak, dan ketatnya likuiditas di negara-negara yang terkena
2
dampak krisis keuangan Amerika Serikat memaksa kita untuk secara cerdas menciptakan
alternatif produk syariah yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mengalirkan dana dari
pihak yang kelebihan likuiditas ke pihak lain yang kekurangan likuiditas sehingga
menguntungkan baik pemodal (investor) maupun pengguna dana (investee).
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, perlu kiranya kita mengkaji alternatif produk
syariah di pasar modal yang diharapkan dapat memberikan alternatif pembiayaan maupun
alternatif investasi. Salah satu produk yang saat ini telah berkembang di beberapa negara
adalah Islamic Private Equity Fund (PEF). Di samping itu, pada Pasar Modal Indonesia telah
terdapat produk reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif penyertaan terbatas yang
hampir serupa dengan PEF yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Bapepam dan LK Nomor
IV.C.5 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif Penyertaan Terbatas.
Berkenaan dengan hal tersebut, tim memilih PEF sebagai bahan kajian dalam pengembangan
produk syariah di pasar modal.
B. Permasalahan Kajian
Berkenaan dengan produk investasi PEF, Bapepam dan LK telah mengeluarkan
Peraturan Bapepam dan LK Nomor IV.C.5 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi
Kolektif Penyertaan Terbatas. Peraturan tersebut dikeluarkan sebagai tanggapan dan jawaban
atas keinginan para pelaku pasar atas produk investasi baru khususnya produk PEF. Dalam
peraturan tersebut antara lain diatur para pihak yang terlibat dalam penerbitan PEF, tujuan dari
investasi dan pedoman penilaian unit penyertaan.
Dengan adanya peraturan tersebut, tentu saja memberikan pengaruh yang baik
terhadap para investor dimana mereka mempunyai basis produk investasi yang lebih luas
untuk menginventasikan kelebihan likuiditasnya. Namun demikian, mengingat bahwa pada
kenyataannya para investor tidak hanya terdiri dari investor konvensional namun ada pula
investor yang sangat memperhatikan aspek kesyariahan atas produk-produk di pasar modal,
perlu rasanya untuk dikaji apakah peraturan Bapepam dan LK Nomor IV.C.5 tersebut telah
mengakomodasi penerapan prinsip syariah di pasar modal dan memberikan kenyamanan bagi
para pemodal yang menginginkan produk yang berbasis syariah?
3
C. Tujuan Kajian
Kajian ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan penerapan aspek syariah dalam
penerbitan PEF sehingga hasil kajian ini dapat memberikan gambaran dalam rangka
pengembangan PEF sebagai alternatif pembiayaan dan investasi syariah bagi masyarakat.
Selanjutnya, hasil kajian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi bagi pimpinan
Bapepam dan LK dalam rangka pengaturan pengembangan produk syariah khususnya PEF di
pasar modal Indonesia.
D. Metode Kajian
Metodologi yang digunakan dalam kajian ini adalah studi pustaka. Studi pustaka
tersebut dilakukan dengan studi literatur mengenai PEF baik melalui pencarian data dan
informasi di internet maupun penelaahan literatur-literatur yang ada. Selain itu, kajian juga
dilaksanakan dengan melaksanakan diskusi dengan nara sumber mengenai alternatif investasi
melalui PEF.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi dan Karakteristik PEF
Bapepam dan LK telah mengeluarkan aturan baru yang memungkinkan manajer
investasi membuat produk-produk yang inovatif, salah satunya Peraturan Nomor IV.C.5
tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif Penyertaan Terbatas. Produk ini
hampir serupa dengan PEF yaitu produk reksa dana yang diinvestasikan langsung ke
sektor riil.
Melalui PEF, manajer Investasi dapat menghimpun dana dari investor untuk
mendanai proyek di sektor riil antara lain infrastruktur. Di beberapa negara, antara lain di
Cina produk PEF telah diterapkan dan mampu menyumbang pembiayaan sejumlah proyek
infrastruktur, di Vietnam dan Thailand PEF telah diterapkan untuk pembiayaan real estate.
Dalam pengertian umum PEF merujuk kepada setiap bentuk kepemilikan Efek yang
tidak tercatat di Bursa. PEF berinvestasi pada portofolio Efek perusahaan non public yang
memiliki nilai perusahaan relatif rendah dan mempunyai potensi untuk tumbuh melalui
proses peningkatan nilai tambah. Pada saatnya perusahaan itu akan dijual kepada publik,
masuk dalam bursa saham atau kepada investor strategis lainnya.
Berdasarkan beberapa referensi, PEF dapat dipahami sebagai suatu produk reksa
dana, dengan manajer investasi sebagai pengelola, dan dana yang dikelola berbentuk
investasi yang antara lain diinvestasikan pada proyek infrastruktur.
B. Leke Van Den dan R. Paul Nyrup (2007) mendefinisikan PEF sebagai suatu
wadah yang digunakan untuk mengumpulkan dana dari sejumlah pemodal yang akan
diinvestasikan baik dalam ekuitas maupun efek terkait dengan ekuitas suatu perusahaan
5
yang pada umumnya tidak tercatat di Bursa Efek. PEF dapat berbentuk perusahaan atau
limited partnership1.
Sementara itu, Investorwords menyatakan bahwa PEF adalah kumpulan dana yang
diinvestasikan dalam ekuitas perusahaan non publik, umumnya dimaksudkan untuk
mengendalikan suatu perusahaan dalam rangka restrukturisasi perusahaan. Setelah
pengendalian diperoleh, akan dilakukan proses go private dalam hal perusahaan target
merupakan perusahaan publik, selanjutnya dilakukan proses restrukturisasi selama
beberapa tahun, dan menjadikan perusahaan tersebut sebagai perusahaan tercatat di bursa2.
Menurut Wikipedia (Free Encyclopedia), PEF didefinisikan sebagai suatu kumpulan
dana yang digunakan untuk melakukan investasi dalam berbagai efek ekuitas (dan
sebagian kecil dalam efek utang) sebagai salah satu strategi investasi yang berhubungan
dengan penyertaan dalam perusahaan non publik. Pada umumnya PEF berbentuk rekanan
terbatas (limited partnership) dengan jangka waktu 10 tahun (sering dengan perpanjangan
tiap tahunnya). Pada awalnya, investor institusi membuat komitmen tanpa penyerahan
dana kepada rekanan terbatas, yang kemudian dana tersebut dapat direalisasikan selama
jangka waktu yang disepakati. 3
Sedangkan, menurut P. Eko P (Direktur Utama PT Fortis Investment) PEF dapat
didefinisikan sebagai modal ventura yang mendanai proyek infrastruktur melalui
penyertaan saham secara langsung. Reksa dana PEF bisa berinvestasi ke beberapa proyek
infrastruktur atau perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur. Jenis reksa dananya
biasanya reksa dana tertutup dan bisa diperdagangkan di bursa seperti exchange trader
fund4.
1 Burg, Leke Van Den dan Paul Nyrup Rasmussen. “Hedge Funds and Private Equity, A Critical Analysis.”
April 2007. hal. 247
2 www.investorwords.com/6892/private_equity_fund.
3 www.wikipedia.org/wiki/private equity
4 Eko P Pratomo( Direktur Utama PT Fortis Investment), disampaikan dalam acara Outlook Reksa Dana tahun
2007.
6
Menurut European Private Equity and Venture Capital Associatioan (EVCA) (2007)
private equity didefinisikan sebagai investasi dari modal ekuitas yang dilakukan oleh
investor keuangan selama jangka waktu menengah atau panjang terhadap perusahaan yang
tidak tercatat dengan potensi pertumbuhan tinggi. Di samping itu, EVCA (2007)
mendefinisikan venture capital sebagai suatu bagian dari private equity dan berhubungan
dengan investasi ekuitas yang dilakukan untuk kegiatan usaha yang baru diperkenalkan,
kegiatan usaha pada tahap perkembangan awal, dan tahap ekspansi. Private equity tidak
hanya mencakup pembiayaan yang dilakukan pada tahap pembuatan suatu kegiatan usaha
dari suatu siklus hidup perusahaan tetapi mencakup pula pembiayaan pada tahap
pengembangan dari kegiatan usaha tersebut. 5
Selanjutnya, Leke Van Den Burg dan Paul Nyrup Rasmussen (2007) telah
mengidentifikasikan beberapa karakteristik PEF. Berdasarkan pendapat mereka
karakteristik dari PEF adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan private equity mencakup proses pengumpulan modal terutama dari investor
yang berpengalaman (sophisticated investor).
2. Tahapan-tahapan dari aktivitas Private Equity meliputi tahap pengumpulan dana,
investasi, dan juga divestasi, karena tujuan dari private equity untuk memperoleh
capital gain pada saat nilai dari perusahaan target telah meningkat.
3. Tidak ada pasar publik yang terorganisasi untuk PEF
4. Terdapat dua periode masa pengelolaan PEF (rata-rata selama 10-12 tahun):
o Periode pertama (3-4 tahun)
Manajer Investasi secara bertahap menghubungi para investor untuk menyediakan
dana kelolaan yang telah mereka sepakati.
o Periode Kedua (tahun selanjutnya)
5 EVCA (European Private Equity and Venture Capital Association).” Guide on Private Equity and Venture
Capital for Enterpreneurs”. EVCA special paper, November 2007
7
Para manajer investasi menitikberatkan pada peningkatan nilai investasi dengan
secara aktif mengawasi investasi tersebut sebelum dilakukan penjualan atas
investasi tersebut.
Dalam periode sepuluh tahun tersebut, manajer investasi diperbolehkan untuk
melakukan investasi pada perusahaan baru hanya dalam lima tahun pertama (periode
investasi). Lima tahun terakhir hanya untuk investasi follow-on dan keluarnya dana yang
diinvestasikan perusahaan portfolio.
Di samping definisi dan karakteristik sebagaimana telah dijelaskan di atas, beberapa
hal yang perlu dibahas dalam sub bab ini adalah terkait dengan istilah-istilah yang sering
digunakan dalam PEF, dan jenis biaya pengelolaan.
Istilah-istilah yang sering digunakan pada terminologi PEF6 meliputi lifetime fees
(biaya yang harus dibayarkan kepada manajer investasi sebagai komisi, invested capital
(nilai investasi dalam portofolio), net invested capital (invested capital dikurangi harga
perolehan investasi yang dijual), contributed capital (invested capital ditambah porsi
lifetime fees yang telah dibayar kepada fund), dan net contributed capital (contributed
capital dikurangi biaya dari investasi yang keluar).
Pada umumnya jenis biaya pengelolaan PEF dikelompokkan pada dua jenis yaitu
biaya pengelolaan tetap (fixed) dan biaya pengelolaan tidak tetap (variable). Biaya
pengelolaan tetap atau sering disebut sebagai management fees merupakan biaya tetap
yang dikeluarkan oleh LPs dalam rangka pengelolaan PEF selama umur PEF tersebut:
Berdasarkan M. Andrew dan Y. Ayako (2007), ada beberapa cara untuk menghitung
besarnya managemet fees tersebut yaitu dengan persentase tetap dari committed capital,
penurunan biaya terjadwal dengan persentase tertentu yang menurun setelah periode
investasi, persentase tetap tetapi berubah basis persentasenya dari commited capital pada
lima tahun pertama kepada basis net invested capital pada lima tahun berikutnya, dan
6M, Andrew and Y, Ayako, 2007. “The Economics of Private Equity Funds”. University of Pennsylvania, TheWharton School, Department of Finance, September , 2007, hal. 8
8
gabungan metode Penurunan biaya terjadwal dan perubahan basis persentase dari
committed capital kepada net invested capital.
Sedangkan Biaya Pengelolaan variable terdiri dari carried interest yang merupakan
bagi hasil dan terdiri dari carry level, carry basis, carry hurdle, dan carry timing, biaya
transaksi (transaction fees), dan biaya pemantauan (monitoring fees).
B. Struktur PEF
Berdasarkan pendapat M. Andrew dan Y. Ayako (2007) dinyatakan bahwa pada
umumnya PEF dirancang sebagai limited liability partnership dimana satu pihak bertindak
sebagai General Partner (GP) dan pihak lain sebagai Limited Partner (LP).
Berdasarkan bagan tersebut, terdapat beberapa ketentuan yang berlaku dalam suatu
PEF dengan bentuk limited partnership yaitu:
1. PEF wajib memiliki dua jenis partner yaitu LP dan GP. Seperti halnya pemegang
saham pada suatu perseroan, LP memiliki tanggung jawab terbatas dimana dia hanya
bertanggung jawab sampai sebatas penyertaan/utang dan tidak memiliki otoritas
bidang manajemen. GP membayar kepada LP suatu return sesuai dengan hasil
investasi (seperti dividen) yang diperjanjikan dalam perjanjian7;
7 www.wikipedia.org/wiki/limited_partnership
PEFLimited Partnership
Investor(limited partner)
ManagementGeneralpartners
Portfoliocompany
Portfoliocompany
Investor(limited partner)
Investor(limited partner)
Portfoliocompany
9
2. GP wajib memiliki kemampuan manajerial dan keuangan;
3. Tanggung jawab terhadap day to day operasi suatu LP dapat didelegasikan kepada
perusahaan manajemen yang dikendalikan oleh tim manajemen yang juga
mengendalikan GP.
PEF berbentuk limited partnership memiliki karakteristik atau pola organisasi,
modal, jangka waktu, pembatasan bagi managemen tersendiri yang berbeda dengan jenis
PEF lainnya. Beberapa karakteristik tersebut dijelaskan oleh A. Thomas Krueger (2007)
sebagai berikut:
1. Organisasi
Dari sisi organisasi, limited partnership biasanya memiliki suatu badan usaha yang
mesti ada dan memiliki badan usaha yang optional. Badan usaha yang diwajibkan
yaitu Limited Partnership (The Fund), General Partner, dan Manajer Investasi.
Sedangkan badan usaha tambahan/pilihan yaitu Dewan Penasehat (Advisory Board),
Komite Investasi (Investment Committee), dan Dewan Investor (Investor Council).
2. Permodalan
Permodalan suatu PEF berbentuk limited partnership berasal dari komitmen investor,
penambahan modal (capital calls), dan hasil investasi.
3. Jangka Waktu Penerbitan
Jangka waktu penerbitan suatu PEF berkisar antara 10 sampai dengan 12 tahun dengan
kemungkinan perpanjangan 1-5 tahun. Periode investasi biasanya berkisar antara 4
sampai dengan 6 tahun. Dalam PEF perlu ditentukan batas waktu komitmen
pengumpulan dana dari investor.
4. Penunjukan Pengelola
Penunjukan dan pergantian GP dan manajer investasi dilakukan oleh sponsor atau
manajemen. Pergantian GP dan manajer investasi dapat dilakukan baik dengan atau
tanpa alasan.
5. Hak dan Pembatasan
Pihak yang menjadi GP atau manajer investasi memiliki kewenangan untuk
menjalankan kegiatan partnership. Namun demikian GP atau manajer investasi
10
memiliki batasan dalam kegiatan/perilakunya, antara lain penentuan besarnya investasi
dalam suatu perusahaan dan penggunaan utang.
B. Leke Van Den dan R. Paul Nyrup (2007) menyebutkan juga beberapa bentuk dan
jenis investasi PEF yaitu:
1. Modal Ventura (Venture Capital)
Tahapan operasional dalam PEF berbentuk modal ventura meliputi fase
persiapan (seed), permulaan usaha (start-up companies), dan pengembangan usaha
(early stage companies). Dalam fase persiapan, pembiayaan digunakan untuk
penelitian dan pengembangan konsep awal sebelum usaha mulai dijalankan.
Sedangkan dalam fase permulaan usaha, pembiayaan digunakan untuk mendanai
kegiatan pengembangan produk dan pemasaran. Pada fase pengembangan usaha,
pembiayaan digunakan oleh perusahaan untuk melengkapi pengembangan produk
serta untuk memulai produksi dan melakukan penjualan.
2. Expansion Capital Finance
Bentuk ini biasanya digunakan untuk membeli perusahaan induk yang sudah ada,
umumnya adalah perusahaan yang menguntungkan (profitable), dengan cara
menambah modal baru (sebagai ekuitas atau kuasi-ekuitas). Perusahaan yang dibeli
tersebut diharapkan mempunyai tingkat pertumbuhan yang cukup bagus sehingga
mengharuskan dilakukannya konsolidasi atas struktur keuangan antara lain
pengembangan produk atau layanan baru, pembentukan anak perusahaan asing, serta
peningkatan kapasitas. Expansion capital finance meliputi pembiayaan ekspansi usaha,
pembiayaan transisi, dan pembiayaan penyelamatan. Dalam ekspansi usaha
pembiayaan PEF digunakan untuk pertumbuhan dan peningkatan operasional
perusahaan. Pembiayaan transisi digunakan oleh perusahaan dalam periode transisi
dalam rangka menjadi perusahaan publik, dan pembiayaan penyelamatan digunakan
untuk perusahaan untuk menghadapi kesulitan usaha.
11
3. Leveraged buy-out funds (LBO)
B. Leke Van den & R. Paul Nyrup (2007) mengatakan bahwa karena sifatnya
yang menggunakan utang dengan proporsi yang sangat besar maka LBO umumnya
akan memilih sebuah perusahaan target dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) memiliki
arus kas yang stabil untuk digunakan untuk mengamankan pembayaran pinjaman
LBO), (2) memiliki modal sendiri yang besar sehingga sebagai pemegang saham
mayoritas LBO mereka dapat menentukan pembayaran dividen ekstra, (3) mempunyai
harga pasar di bawah harga riil yang mengindikasikan potensi imbal hasil yang akan
diperoleh, (4) peraturan bursa memungkinkan perusahaan target untuk delisting dari
bursa secara cepat untuk menghindari ketatnya persyaratan keterbukaan informasi, (5)
memiliki kewenangan kepada pihak manajemen untuk menentukan bonus tambahan
dan stock options kepada mereka sendiri, dan (6) memiliki posisi yang kuat atas
segmen pasar tertentu.
Akibat dari pemilihan perusahaan target seperti itu, B. Leke Van den & R. Paul
Nyrup (2007) lebih lanjut menjelaskan bahwa LBO secara umum berdampak buruk
terhadap perekonomian jangka panjang. Hal tersebut dikarenakan setidaknya oleh tiga
hal berikut. Pertama, kurangnya penciptaan lapangan kerja, tidak adanya investasi
melalui pendidikan, dan minimnya latihan tenaga kerja serta timbulnya inovasi-inovasi
baru di perusahaan target. Hal ini dikarenakan LBO hanya melihat suatu perusahaan
tersebut sebagai kumpulan aset dan kewajiban yang akan diperjualbelikan dan tidak
terlalu memperhatikan masalah karyawan, lapangan pekerjaan dan potensi ekonomi
perusahaan tersebut untuk berkembang lebih lanjut di masa depan, dan hanya fokus
pada investasi dengan strategi jangka pendek (3-5 tahun).
Kedua, tata kelola perusahaan tidak terlaksana dengan baik sehingga merusak
perkembangan pasar modal dan struktur pasar secara umum. Hampir semua LBO
menjadi pemegang saham mayoritas dengan tujuan mengendalikan perusahaan secara
langsung, sehingga dengan wewenangnya tersebut ada kecenderungan LBO untuk
selalu melakukan go private. Hal ini dilakukan untuk menghindari tanggungjawab
12
publik yang selalu dituntut dari perusahaan terbuka, termasuk perlindungan terhadap
pemegang saham minoritas (khususnya dana pensiun dan asuransi) serta kebijakan
manajemen yang berpihak kepada pemegang saham secara umum, bukan hanya
menguntungkan pihak LBO sendiri. Selain itu, setiap tahun LBO pada umumnya
mendapatkan komisi manajeman (fee) dan carried interest yang sangat besar. Hal ini
menyebabkan rekayasa keuangan dilakukan banyak dilakukan hanya untuk
kepentingan pemilik modal minoritas yang menyediakan modal ekuitas dan bukan
pemilik modal mayoritas yang menyediakan utang murah.
Yang terakhir atau yang ketiga, rendahnya tingkat pajak LBO. Hal ini
dikarenakan adanya pemisahan lokasi antara lokasi fund dan perusahaan pengelolaa
(MI)-nya. Biasanya LBO akan menempatkan fund-nya di luar Eropa karena peraturan
dan pengawasannya yang lebih longggar. Selain itu, ringannya persyaratan
pendaftaraan pendirian funds terutama mengenai rancangan produk dan persyaratan
kontrak akan membuat proses persetujuan menjadi lebih cepat. Perusahaan pengelola
LBO biasanya akan memilih lokasi di dekat perusahaan dimana mereka berinvestasi
guna memudahkan pengawasan terhadap perusahaan tersebut. Tingkat pajak yang
rendah akan berdampak kepada rendahnya penerimaan untuk sektor publik yang
akhirnya akan berakibat buruk terhadap perekonomian.
Dengan mempertimbangkan dampak buruk LBO terhadap perekonomian, serta
didukung beberapa studi menunjukkan bahwa LBO tidak menghasilkan imbal hasil
yang lebih baik dari public equity, B. Leke Van den & R. Paul Nyrup (2007)
merekomendasikan beberapa hal yang dapat mengantisipasi dampak buruk dimaksud
terutama juga untuk menjembatani perbedaan peraturan yang berlaku diantara negara-
negara Eropa saat ini, yaitu (1) peningkatan perlindungan kepada dana pensiun sebagai
pemodal LBO, (2) pemberian insentif dan peraturan yang menjamin kemampuan
perusahaan untuk berkompetisi dalam ekonomi global melalui investasi jangka
panjang, (3) peraturan yang lebih ketat tentang peningkatan kualifikasi pekerja, (4)
peningkatan peran partner sosial, serta (5) peningkatan kontribusi pajak oleh LBO
untuk pembiayaan kesejahteraan masyarakat.
13
C. Tata Kelola PEF
1. Keterbukaan Informasi
Dalam industri pasar modal, permasalahan keterbukaan PEF sering menjadi
pembahasan terutama mengenai tingkatan keterbukaan informasi. Banyak pihak tidak
memperoleh informasi yang transparan mengenai keuntungan yang didapatkan oleh
sebuah PEF dari bisnis yang mereka jalankan, siapa pemilik utamanya, dan bagaimana
nilai-nilai valuasi ditentukan.
Para pengelola PEF mengakui adanya ketidakcukupan transparansi tersebut. Hal ini
dikarenakan bahwa bahwa informasi keuangan, keuntungan dan lainnya hanya ditujukan
kepada para investor PEF. Selain investor, tidak dibenarkan untuk memperoleh informasi
tersebut. Chris Higson, seorang profesor pada London Business School mengatakan
bahwa keterbukaan yang selama ini dilakukan tidaklah memadai. Dalam hal tertentu,
keterbukaan dilakukan secara menyeluruh namun tidak dilakukan secara lebih rinci. Hal
tersebut berarti menghilangkan kejelasan pada saat stakeholders merugi dan pada saat
shareholders mengalami keuntungan besar
Dengan adanya kritik terhadap bagaimana PEF menjalankan kegiatan usahanya,
industri keuangan memberikan tanggapan yang beragam. Sebagai contoh industri
keuangan di Inggris menanggapi kritik tersebut dengan melakukan pengaturan
keterbukaan yang bersifat sukarela. Sementara itu, EVCA (2007) menyatakan bahwa
seperti anggota dewan direksi maupun komisaris yang dipersyaratkan harus mempunyai
kode etik profesi dalam pengelolaan perusahaan, di dalam PEF juga dipersyaratkan
standar yang sama atas tata kelola perusahaan untuk semua perusahaan yang tidak tercatat.
Selanjutnya dalam ketentuan dalam standar akuntansi Amerika Serikat yang
tercantum dalam US GAAP dan IAS ditekankan bahwa keterbukaan informasi khususnya
atas laporan keuangan juga diperuntukan bagi pihak-pihak yang tidak memiliki akses
terhadap kegiatan usaha sebagaimana partner dalam PEF. Lebih lanjut lagi, sudah menjadi
hak untuk setiap orang dalam mendapatkan laporan keuangan sebagaimana telah diatur
dalam hukum Inggris. Baik perusahaan tersebut sebagai perusahaan publik atau bukan.
14
Tuntutan atas keterbukaan informasi yang dilakukan oleh para investor dengan
mempertimbangkan bahwa pihak lain mempunyai hak untuk mengetahui nilai dari
perusahaan dimana mereka berinvestasi dengan harapan nilai jualnya di kemudian hari
akan mendatangkan keuntungan bagi mereka. Sementara tuntutan keterbukaan informasi
dari pihak luar datang dari para manajer maupun pegawai perusahaan yang dikelola oleh
PEF tersebut. Walau dengan banyaknya tuntutan tersebut, keterbukaan informasi hanya
dilakukan di kalangan manajemen.
Sejauh ini, sangat sedikit penelitian yang secara jelas meneliti proses PEF
sehubungan dengan kebijakan keterbukaan yang terkait dengan portofolio perusahaan.
Lebih lanjut, hanya sedikit penelitian yang membahas perilaku pelaporan keuangan dari
perusahaan yang tidak terdaftar di bursa, terlepas arti pentingnya perusahaan ini di seluruh
dunia. Sebagai contoh penelitian Christof Beuselinck (2007) yang menjelaskan bagaimana
kebiasaan keterbukaan dari perusahaan yang tidak terdaftar di bursa berubah pada saat
mereka meningkatkan Private Equity untuk pertama kalinya dalam sejarah mereka.
Tingkat keterbukaan yang mereka berikan pada saat itu menjadi lebih baik dibandingkan
dengan sebelumnya dan juga sesudahnya.
2. Perpajakan
Pengenaan pajak atas carried interest dalam PEF masih menjadi perdebatan. Carried
interest, yang juga sering disebut profit interest, mewakili bagian dari keuntungan dalam
sebuah partnership yang terpisah dari bunga dalam nilai likuidasi atau modal dalam
sebuah partnership. Citizen for Tax Justice (CTJ) (2007) menyatakan bahwa dalam hukum
yang berlaku di Amerika Serikat, pemegang carried interest dikenai pajak sebagai partner
berdasarkan bagian yang dibagikan dari pendapatan partnership. Jika partnership memiliki
capital gain dalam jangka panjang, pemilik carried interest dikenai pajak berdasarkan
bagian mereka dari capital gain jangka panjangnya. Sementara itu, Michael Kolikias
(2007) menyatakan bahwa beberapa manajer investasi PEF menggunakan struktur PDF
(Pooled Development Fund) untuk menghindari perpajakan. Struktur ini mempunyai
keunggulan bahwa dalam setiap capital gain atau pendapatan yang diperoleh (dalam
bentuk dividen) tidak dikenakan pajak.
15
Argumen yang dilontarkan oleh beberapa pihak mengatakan bahwa perlakuan “pass
through” terhadap pendapatan peningkatan modal yang datang dari carried interest
menciptakan sebuah anomaly dikarenakan pihak yang mengelola PEF menyediakan
pelayanan untuk partnership, dan kebanyakan pendapatan pelayanan dikenakan pajak
sebagai pendapatan biasa.
Pendapat ini tidaklah konsisten dengan prinsip dasar dari hukum pajak, termasuk
bagaimana penambahan modal didefinisikan dan bagaimana partnership dikenakan pajak.
Argumen tersebut salah digunakan dikarenakan dua alasan. Pertama, pekerjaan yang
dilakukan dalam sebuah PEF sama dengan pekerjaan yang menjadi bagian dari tiap
kegiatan investasi.
Pihak pengelola memilih investasi, mengatur pembiayaan, menggunakan hak kendali
yang inheren dalam kepemilikan dari perusahaan portofolio, dan pada akhirnya
memutuskan kapan untuk melepaskan aset tersebut. Jika pelaksanaan dari hal-hal tersebut
membuat pihak pengelola tidak mendapatkan keuntungan dari modal dasar, maka
keuntungan tersebut juga tidak akan tersedia untuk para investor. Sebagai contohnya,
pembelian saham melalui akun margin melibatkan modal, sebagian dari pembiayaan
hutang pihak ketiga, dan juga usaha untuk melakukan sebuah investasi. Hal tersebut
terlepas dari keuntungan yang dapat dihasilkan oleh usaha dari investor untuk
mengidentifikasikan saham bagus atau investasi lainnya.
Kegiatan pengelola dana investasi PEF juga serupa. Perbedaan hanya terjadi dimana
pengelola dana PEF mencari dana dengan menciptakan limited partnership dan bukan
dengan pembiayaan hutang. Tidak terdapat alasan yang cukup tepat untuk merubah
perlakuan pajak terhadap pengelola dana PEF berdasarkan bagaimana mereka mendanai
kegiatan mereka atau karena mereka menggunakan sebuah partnership.
Kedua, bahkan jika memang terdapat alasan yang cukup baik untuk merubah
perlakuan pajak dari carried interest, perubahan tersebut akan rumit dan dapat dihindari,
mengenakan biaya terhadap semua pihak yang terlibat tanpa menambah penerimaan pajak
secara signifikan. Peraturan apapun mengenai pembayaran terhadap carried interest
sebagai pendapatan jasa akan mensyaratkan pembayar pajak dan pemerintah untuk secara
16
akurat memisahkan pendapatan pekerjaan dan pendapatan modal, sebuah pekerjaan yang
terbukti sulit. Lebih lanjut, dikarenakan perubahan apapun dalam perlakuan struktur PEF
kini akan didasarkan pada peraturan perpajakan partnership, menggunakan struktur non
partnership, seperti pembiayaan hutang, akan menghindari peraturan tersebut. Hasilnya
struktur ekonomi yang kurang efisien dan sedikit atau tidak ada perubahan dalam
pendapatan pajak.
D. Aspek Syariah PEF
1. Prinsip-prinsip Syariah pengelolaan PEF
Konsep dasar PEF adalah suatu kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari kumpulan
investor yang kemudian dana tersebut digunakan untuk melakukan investasi (penyertaan
modal) pada perusahaan-perusahaan target dengan tujuan peningkatan nilai perusahaan
tersebut. Menurut R. Saqib (2007) bahwa mengingat bahwa PEF secara fundamental
adalah konsisten dengan prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam mengenai persekutuan aktif
dan pengambilan risiko, maka ekonomi Islamic PEF dapat distruktur dengan mereplikasi
PEF yang konvensional. Selanjutnya, Y.Hamid (2006) mengatakan bahwa kegiatan PEF
tidak bertentangan dengan prinsip syariah sepanjang memenuhi dua prinsip. Pertama,
target investasi dari PEF bukan merupakan perusahaan yang melakukan kegiatan yang
bertentangan dengan prinsip syariah. Kedua, struktur kontrak pembentukan kegiatan PEF
harus sesuai dengan prinsip syariah.
Untuk memenuhi prinsip pertama, diperlukan suatu acuan atau kriteria yang dapat
digunakan dalam proses seleksi target perusahaan. Para ahli syariah (sharia scholars)
memiliki pendapat yang beragam dalam menentukan bahwa suatu perusahaan dianggap
memenuhi syariah atau tidak. Hal ini mengakibatkan perbedaan dalam menentukan
kriteria yang digunakan dalam proses penyeleksian untuk menentukan bahwa suatu
kegiatan usaha dianggap tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Sebagian besar ulama sepakat bahwa secara prinsip untuk menentukan bahwa suatu
perusahaan tidak bertentangan dengan prinsip syariah adalah perusahaan tersebut tidak
17
melakukan kegiatan usaha yang terkait dengan produksi dan atau distribusi barang haram
yaitu, minuman beralkohol, babi atau makanan mengandung babi, transaksi riba, perjudian
(maisir), dan transaksi yang mengandung ketidakjelasan (gharar).
Namun demikian, beberapa ahli syariah berpendapat bahwa selain dari seleksi kegiatan
usaha tersebut, juga perlu dilakukan seleksi dengan menggunakan rasio-rasio keuangan
tertentu. Rasio keuangan ini bertujuan untuk mengukur tingkat kesehatan perusahaan dan
atau mengetahui ada tidaknya unsur ribawi dalam pengelolaan keuangan perusahaan. Di
samping itu, rasio keuangan juga bertujuan untuk mengukur unsur kontribusi pendapatan
non-halal di perusahaan tersebut dibandingkan dengan pendapatan perusahaan.
Lebih jauh dari itu, beragam pendapat juga timbul pada komponen rasio yang harus
dihitung serta batasan rasio yang dianggap memenuhi kriteria syariah. Di Indonesia,
Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menerapkan komponen
rasio hutang ribawi berbanding total ekuitas dengan batasan maksimal 82%. DSN-MUI
juga menerapkan komponen rasio pendapatan non-halal dibandingkan Total Pendapatan
dengan batasan toleransi sebesar maksimal 10%.
Ahli syariah lain, yang memberikan pendapatnya pada institusi keuangan syariah yang
tersebar di beberapa negara juga menerapkan standar yang beragam sebagaimana
diuraikan dalam lampiran I. Sementara itu ahli syariah lainnya berpendapat bahwa untuk
menentukan perusahaan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip syariah, selain
kegiatan usaha utamanya tidak bertentangan dengan prinsip syariah, semua utang ribawi
maupun semua unsur pendapatan non-halal harus juga dibersihkan.
Perbedaan pendapat ini disebabkan masing-masing ahli syariah memiliki interpretasi
masing-masing dengan melakukan penafsiran (ijtihad) terhadap hukum-hukum fikih yang
ada. Walaupun perbedaan pendapat merupakan hal yang wajar di kalangan ahli syariah
namun hal tersebut memiliki dampak menjadikan level proses seleksi menjadi tidak setara.
Seleksi tersebut hanya setara pada level kegiatan usaha (core business) saja.
Sedangkan untuk prinsip kedua bahwa struktur PEF harus sesuai dengan syariah
mengandung pengertian bahwa hubungan hak dan kewajiban para pihak yang terlibat
18
dalam kontrak PEF tersebut harus dibenarkan atau dibolehkan secara syariah (sesuai
dengan akad-akad dalam syariah).
Struktur PEF yang ada saat ini sesungguhnya juga dapat dipandang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah. Konsep dasar PEF adalah hubungan Manajer Investasi yang
bertindak sebagai pengelola dana dengan para investor sebagai pemilik dana. Dalam hal
ini Manajer Investasi dapat dikatakan sebagai wakil atau kuasa dari investor dalam
mengelola investasi. Di samping itu, Manajer Investasi juga dapat bertindak sekaligus
sebagai partner investor dalam melakukan investasi, karena Manajer Investasi juga
menyertakan dananya dalam investasi kolektif tersebut. Selanjutnya, PEF melakukan
investasi kepada perusahaan target berupa penyertaan modal.
Struktur tersebut dapat disesuaikan dengan akad-akad yang lazim diterapkan dalam
transaksi syariah. Beberapa akad yang lazim digunakan dalam bentuk penyertaan modal
antara lain adalah musyarakah dan mudaharabah. Sedangkan dalam hal hubungan wakil
atau kuasa menggunakan akad wakalah.
2. Akad-akad yang relevan dengan PEF
Beberapa akad yang paling relevan dalam kegiatan atau pembentukan PEF syariah
adalah antara lain mudharabah, musyarakah, dan wakalah. Karakter PEF yang
menggunakan perusahaan investasi atau Manajer Investasi yang berperan sebagai pihak
yang bertindak mewakili investor dalam berinvestasi sangat cocok dengan prinsip wakil
dalam akad wakalah. Manajer Investasi mendapatkan fee (ujrah) atas perannya sebagai
wakil.
Karakter PEF lainnya memungkinkan Manajer Investasi juga mendapatkan bagi hasil
tertentu atas hasil investasi dari kegiatan pengelolaan dana investor. Kondisi ini
menunjukkan bahwa terdapat kesepakatan berbagi hasil antara investor sebagai pemilik
dana dan Manajer Investasi sebagai pengelola dana, konsep ini sangat dekat dengan
prinsip bagi hasil dalam mudharabah. Selanjutnya, adanya klausul yang mewajibkan
manajer investasi untuk juga menyertakan dananya dalam PEF juga menunjukkan adanya
19
karakteristik mudharabah yang lain, yaitu mudharabah musytarakah dimana pengelola
dana juga turut menyertakan modalnya dalam bermudharabah.
Investasi PEF kepada perusahaan target juga merupakan pola penyertaan modal.
Tujuan penyertaan modal PEF pada perusahaan target adalah untuk dapat mengendalikan
perusahaan tersebut guna meningkatkan nilai dari perusahaan tersebut. Konsep penyertaan
yang memberikan kewenangan pada pemilik dana untuk turut serta dalam pengendalian
usaha merupakan konsep bagi hasil yang ada pada akad musyarakah.
PEF dapat dilakukan dengan menggunakan konsep syariah muamalah sepanjang syarat
dan ketentuan pada akad yang digunakan terpenuhi. Syarat dan ketentuan untuk masing-
masing akad akan berbeda satu dengan yang lainnya sesuai dengan karakteristik dari akad
tersebut.
a. Konsep bagi hasil dengan akad Mudharabah
Dalam Al-Bunuk Al-Islamiyah Baina An-Nadzariyat wa Tathbiq dinyatakan bahwa
para ulama mendefinisikan mudharabah sebagai akad (transaksi) antara dua pihak. Salah
satu pihak menyerahkan harta (modal) kepada yang lain agar diperdagangkan, dengan
pembagian keuntungan di antara keduanya sesuai dengan kesepakatan. Dengan demikian
mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih. Dalam hal ini, pemilik
modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib)
dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk kerja sama ini juga ditegaskan
adanya kontribusi 100% modal dari shahibul maal dan keahlian (pengelola) dari mudharib.
(Al-Fiqhu Al-Muyassar halaman 185 dan Pusat Komunikasi Ekonomi Syari’ah Indonesia
dalam buku saku Perbankan Syari’ah, hal.37)
Mudharabah memiliki syarat dan ketentuan yang mengikat masing-masing pihak.
Pihak pemilik dana atau investor (shahibul maal) merupakan pihak yang menyediakan
modal berupa uang. Pihak pengelola dana (mudharib) merupakan pihak yang
menyediakan modal berupa tenaga dan kemampuannya untuk mengelola dana. Sebagian
besar ulama sependapat tentang beberapa hal yang menjadi syarat dalam konsep
20
mudharabah. DSN-MUI telah mengatur konsep bagi hasil dalam akad mudharabah
sebagaimana diatur dalam Fatwa DSN-MUI NO: 07/DSN-MUI/IV/2000.
Modal mudharabah yang disalurkan oleh satu pihak sebagai shahibul maal (pemilik
dana) kepada pihak lain sebagai mudharib (pengelola) harus untuk suatu usaha yang
produktif.
shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha),
sedangkan pengusaha bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.
Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan
ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah.
Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan
sesuai dengan syari’ah; dan shahibul maal tidak ikut serta dalam manajemen
perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan.
Jumlah dana modal harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan
piutang.
Shahibul maal (pemilik dana) menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah
kecuali jika mudharib (pengelola) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau
menyalahi perjanjian.
Pada prinsipnya, dalam mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak
melakukan penyimpangan, shahibul maal dapat meminta jaminan dari mudharib atau
pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan
pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya. Modal dapat berbentuk uang atau barang
yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai
pada waktu akad.
21
Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik
secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal
dan harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk
satu pihak
Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan
pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari
keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
Pemilik dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola
tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja,
kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan pemilik dana,
tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
Pemilik dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang
dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang
berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam
aktifitas itu.
Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu, Kontrak tidak boleh dikaitkan
(mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.
Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini
bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian,
atau pelanggaran kesepakatan.
Menurut pendapat beberapa ulama dan Sharia Standard yang diterbitkan oleh AAOIFI
ketentuan mudharabah dapat disarikan antara lain sebagai berikut:
22
Pemilik dana sebagai investor tidak diperbolehkan turut dalam pengelolaan kegiatan
mudharabah;
Modal yang diberikan oleh pemilik dana harus diberikan secara tunai (menurut
pendapat Imam Hanafi). Namun demikian, Imam Maliki berpendapat bahwa modal
yang diberikan oleh pemodal tidak harus berupa cash sepanjang modal tersebut dapat
dinilai dengan cash dan dapat dijadikan cash dengan segera pada saat diperlukan
dalam kegiatan mudharabah.
Pembagian dan proporsi bagi hasil antara mudharib (pengelola) dan rabul maal
(pemodal) harus disepakati diawal perjanjian atau kontrak;
Kepemilikan (ownership) dari aset hasil investasi menjadi hak pemodal.
Jika terjadi kerugian maka kerugian finansial ditanggung oleh pemilik dana dan
apabila pemilik dana lebih dari satu pihak maka kerugian tersebut dibagi menurut
proporsi kontribusi setoran dana yang diberikan masing-masing pihak, sedangkan
pengelola (mudharib) tidak menanggung kerugian finansial.
Pengelola (mudharib) juga dapat menyertakan modal dana dalam mudharabah atas ijin
dari pemilik dana (rabul-maal). Konsep ini dikenal dengan konsep Mudharabah
Musytarakah;
Mudharib tidak diperbolehkan mengambil dana sebagai upah/gaji (remunerasi) selain
dari hak bagi hasil yang telah ditetapkan, dengan konsep ini tidak ada jaminan
penghasilan bagi mudharib sehingga untuk dapat penghasilan maka kegiatan
mudharabah harus menghasilkan.
Mudharabah dapat dilakukan langsung antara pihak pemilik dana (rabul maal) dengan
pengelola usaha (mudharib) – one-tier mudharabah – atau kumpulan pemilik dana
(rabul maal) menggunakan pihak intermediary yang berhubungan dengan pengelola
usaha (mudharib) – two-tier mudharabah-;
Pengelola usaha (mudharib) dapat dibatasi usahanya oleh pemilik dana (rabul maal),
konsep ini disebut mudharabah muqayaddah. Disisi lain, Pengelola usaha (mudharib)
23
juga dapat diberi kebebasan oleh pemilik dana (rabul maal) untuk melakukan usaha
apapun, konsep ini dinamakan mudharabah mutlaqah.
Imam Hambali dan Iman Hanafi berrpendapat bahwa jangka waktu mudharabah dapat
dibatasi, sementara Imam Syafi’i dan Imam Maliki berpendapat sebaliknya.
b. Konsep bagi hasil dengan akad Musyarakah
Secara bahasa syirkah atau musyarakah berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur
satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Ikhwan Abidin Basri mendefinisikan istilah fiqih syirkah sebagai suatu akad antara dua
orang atau lebih untuk berkongsi modal dan bersekutu dalam keuntungan. Konsep
musyarakah berasal dari konsep syirkah yang pada prinsipnya terdiri dari 2 (dua) model,
yaitu Syirkah Amlak (terjadi karena kepemilikan) dan Syirkah Uqud (terjadi karena
perjanjian/kontrak). Salah satu model syirkah yang memiliki kesamaan konsep dengan
“modern partnership structures and holding of voting stock in a limited company” adalah
syirkah Uqud (syirkah al-aqd). Syirkah al-aqd ini yang kemudian kita kenal sekarang
dengan nama Musyarakah.
Konsep ini merupakan penyertaan modal (dana) dari masing-masing pihak untuk
melakukan suatu usaha. Masing-masing pihak yang menyertakan dananya memiliki hak
untuk melakukan pengelolaan usaha tersebut, namun hak tersebut bukan merupakan
keharusan/kewajiban untuk dilaksanakan.
Fatwa DSN-MUI NO: 08/DSN-MUI/IV/2000 mengatur tentang ketentuan musyarakah,
yang dapat dirangkum dalam butir-butir sebagai berikut:
Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan
kerja sebagai wakil.
Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis
normal.
Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan
masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas
24
musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian
dan kesalahan yang disengaja.
Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk
kepentingannya sendiri.
Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama.
Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan
sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan
disepakati oleh para mitra.
Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau
menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah;
akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh
melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh
menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari
mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam
kontrak.
Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan
sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.
Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh
keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi
seorang mitra.
Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu,
kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya.
Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
25
Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-
masing dalam modal.
Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
Kalangan Ulama dan Sharia Standard AAOIFI juga memberikan beberapa ketentuan
musyarakah yang pada intinya antara lain sebagai berikut:
Semua pihak wajib menyertakan modalnya (dana) ke dalam usaha yang akan
dilakukan (partnership);
Modal yang diberikan oleh harus diberikan secara tunai (menurut pendapat Imam
Hanafi). Namun demikian, Imam Maliki berpendapat bahwa modal yang diberikan
tidak harus tunai sepanjang modal tersebut dapat dinilai dengan kas dan dapat
dijadikan kas dengan segera pada saat diperlukan dalam kegiatan usaha;
Pembagian hasil (bagi hasil) terkait dengan besarnya kontribusi modal yang diberikan
dalam penyertaan (proporsional). Tidak diperkenankan menetapkan besarnya bagi
hasil yang akan diterima di awal perjanjian. Imam Syafi’i dan Imam Maliki
merekomendasikan bahwa pembagian keuntungan disesuaikan dengan proporsi
setoran modal. Sementara Imam Hanafi berpendapat bahwa apabila terdapat salah satu
pihak yang tidak aktif turut mengelola usaha (sleeping partner) sementara pihak
lainnya melakukan pengelolaan maka pihak tersebut tidak diperbolehkan menuntut
pembagian keuntungan yang dikaitkan dengan proporsi penyertaan modalnya
melainkan diperhitungkan dahulu berdasarkan kesepakatan para pihak. Sebagian
ulama lainnya berpendapat tidak ada pembatasan (diberikan kebebasan kepada para
pihak) dalam penentuan rasio pembagian keuntungan sepanjang disepakati oleh para
pihak.
Kerugian ditanggung oleh para pihak sesuai dengan proporsi kontribusi penyertaan
modalnya dan dapat tidak terbatas pada modal yang disetorkan.
26
Musyarakah dapat dilakukan dengan batas waktu atau tanpa batas waktu. Dapat pula
dengan menggunakan pola penyertaan modal yang menurun dari salah satu pihak
(musyarakah mutanaqisah).
Penghentian musyarakah hanya dapat dilakukan atas dasar kesepakatan para pihak dan
tidak merugikan salah satu pihak atau pihak tertentu.
c. Konsep pemberian kuasa dengan akad Wakalah
Secara bahasa, wakalah dapat diartikan ke dalam beberapa maksud, yaitu antara lain
perlindungan (al-hifzh), pencukupan (al-kifayah), tanggungan (al-dhamah), atau
pendelegasian (al-tafwidh), yang diartikan juga dengan memberikan kuasa atau
mewakilkan. Adapula pengertian-pengertian lain dari wakalah atau wikalah yaitu
penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Di samping itu ada beberapa pendapat
ulama mengenai pengertian wakalah, antara lain:
Menurut Hashbi Ash Shiddieqy, wakalah adalah akad penyerahan kekuasaan, yang
pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai penggantinya dalam bertindak
(bertasharruf). Menurut Sayyid Sabiq, wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh
seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.
Menurut Ulama Malikiyah, wakalah adalah tindakan seseorang mewakilkan dirinya
kepada orang lain untuk melakukan tindakan-tindakan yang merupakan haknya yang
tindakan itu tidak dikaitkan dengan pemberian kuasa setelah mati, sebab jika dikaitkan
dengan tindakan setelah mati berarti sudah berbentuk wasiat.
Sedangkan menurut Ulama Syafi’iah mengatakan bahwa wakalah adalah suatu
ungkapan yang mengandung suatu pendelegasian sesuatu oleh seseorang kepada orang
lain supaya orang lain itu melaksanakan apa yang boleh dikuasakan atas nama pemberi
kuasa.
Berdasarkan beberapa pendapat atau rumusan diatas maka secara umum dapat
disarikan pengertian tentang wakalah dengan kedalam beberapa intisari penting, yaitu :
1). Adanya perjanjian antara satu pihak sebagai pemberi kuasa dengan pihak lain sebagai
penerima kuasa;
27
2). Isi perjanjian berupa pendelegasian dari satu pihak sebagai pemberi kuasa dengan
pihak lain sebagai penerima kuasa;
3). Tugas oleh pemberi kuasa kepada yang menerima kuasa untuk dan atas pemberi kuasa
melakukan sesuatu tindakan tertentu;
4) Obyek yang dikuasakan berupa sesuatu yang boleh dikuasakan atau diwakilkan.
5). Obyek yang dikuasakan berupa sesuatu yang dibolehkan secara syariah.
DSN-MUI melalui Fatwa DSN-MUI NO: 10/DSN-MUI/IV/2000 menjelaskan
wakalah sebagai berikut:
Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad);
Wakalah dapat dilakukan dengan imbalan dan wakalah dengan imbalan bersifat
mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak;
Pemberi kuasa (muwakkil) adalah pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu
yang diwakilkan;
Orang mukallaf atau anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni dalam hal-hal
yang bermanfaat baginya seperti mewakilkan untuk menerima hibah, menerima
sedekah dan sebagainya;
Penerima kuasa (wakil) harus cakap hukum dan dapat mengerjakan tugas yang
diwakilkan kepadanya;
Wakil adalah pihak yang diberi amanat;
Hal-hal yang diwakilkan harus diketahui dengan jelas oleh pihak yang mewakili
(penerima kuasa/wakil);
Hal-hal yang diwakilkan harus hal yang tidak bertentangan dengan syari’ah Islam;
Beberapa pendapat ulama tentang wakalah dan ketentuan wakalah dalam Sharia
Standard AAOIFI, dapat disarikan sebagai berikut:
28
Seseorang boleh mendelegasikan suatu tindakan tertentu kepada orang lain dimana
orang lain itu bertindak atas nama pemberi kuasa atau yang mewakilkan sepanjang
hal-hal yang dikuasakan itu boleh didelegasikan oleh agama;
Rukun wakalah itu hanya ijab qabul. Ijab merupakan pernyataan mewakilkan sesuatu
dari pihak yang memberi kuasa dan qabul adalah penerimaan pendelegasian itu dari
pihak yang diberi kuasa tanpa harus terkait dengan menggunakan sesuatu lafaz tertentu
(pendapat ulama Hanafiah);
Jumhur Ulama (Ulama pada umumnya) memilki pendapat bahwa rukun wakalah
adalah: pertama, Orang yang mewakilkan, kedua Orang yang diwakilkan, ketiga
Obyek yang diwakilkan, dan keempat Shighat (pernyataan);
Seseoarang yang mewakilkan, pemberi kuasa, disyaratkan memiliki hak untuk
bertasharruf (bertindak) pada bidang-bidang yang didelegasikannya;
Selain itu pemberi kuasa mempunyai hak atas sesuatu yang dikuasakannya, karena itu
seseorang tidak akan sah jika mewakilkan sesuatu yang bukan haknya;
pemberi kuasa itu sudah cakap bertindak atau mukallaf;
Tidak boleh seorang pemberi kuasa itu masih belum dewasa yang cukup akal serta
pula tidak boleh seorang yang gila;
Menurut pandangan Imam Syafi’I anak-anak yang sudah mumayyiz tidak berhak
memberikan kuasa atau mewakilkan sesuatu kepada orang lain secara mutlak;
madzhab Hambali membolehkan pemberian kuasa dari seorang anak yang sudah
mumayyiz pada bidang-bidang yang akan dapat mendatangkan manfaat baginya;
obyek yang dikuasakan disyaratkan mestilah sesuatu yang bisa diwakilkan kepada
orang lain, seperti jual beli, pemberian upah, dan sejenisnya yang memang berada
dalam kekuasaan pihak yang memberikan kuasa;
wakil itu sebagai orang yang diberi amanat untuk bertindak atas nama pemberi kuasa
tentang hal-hal yang diwakilkan kepadanya. Karena ia hanya berfungsi sebagai
29
penerima amanat, ini berarti bahwa ia tidak diwajibkan menjamin sesuatu yang diluar
batasnya;
yang menyebabkan wakalah menjadi batal atau berakhir adalah: pertama Bila salah
satu pihak yang berakad wakalah itu wakaf atau gila, kedua bila maksud yang
terkandung dalam akad wakalah sudah selesai pelaksanaannya atau dihentikan maksud
dari pekerjaan tersebut, ketiga diputuskannya wakalah tersebut oleh salah satu pihak
yang berwakalah baik pihak pemberi kuasa ataupun pihak yang menerima kuasa dan
terakhir hilangnya kekuasaan atau hak pemberi kuasa atau sesuatu obyek yang
dikuasakan.
30
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Praktik Islamic PEF di Luar Negeri
Setelah diuraikan pada bab sebelumnya mengenai aspek syariah PEF, berikut ini akan
diuraikan 2 (dua) contoh PEF yang telah menerapkan prinsip syariah yaitu Al Tawfeek Gulf
Equity Fund dan Corecap Islamic PEF I (CIPEF I).
1. Al Tawfeek Gulf Equity Fund, Bahrain
a. Deskripsi Ringkas
Al Tawfeek Gulf Equity Fund adalah PEF yang didirikan berdasarkan hukum Bahrain
untuk jangka waktu maksimum 25 tahun dengan skema open-ended. Dalam prospektus
yang disetujui oleh Badan Moneter Bahrain (Bahrain Monetary Agency/BMA) pada
tanggal 1 Juni 2005, yang dipublikasikan melalui website www.altawfeek.com, kontrak
investasi ini menawarkan sebanyak-banyak 1.000.000 unit penyertaan masing-masing
dengan nilai US$ 100.
Fund akan membeli dan menjual saham, baik yang tercatat maupun yang tidak tercatat
di bursa, dan surat berharga yang terkait dengan saham dalam negara-negara yang
tergabung dalam Gulf Cooperation Council (Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Saudi Arabia
dan Uni Emirat Arab) berdasarkan prinsip syariah. Perusahaan di luar Gulf Cooperation
Council (GCC) dimungkinkan untuk dimasukkan dalam portofolio Fund jika investasi
yang mereka tawarkan menarik.
Fund merupakan kontrak investasi kolektif dengan skema open-ended yang didirikan
oleh perusahaan Sponsor (Al Tawfeek Company For Investment Funds Ltd.) pada tanggal
14 Juni 2005, dan dibentuk sebagai kesepakatan kontraktual antara Sponsor dengan
Investor, tercatat dan tunduk berdasarkan ketentuan Bahrain Monetary Agency (BMA).
Fund ditujukan untuk menjadi badan terpisah dari perusahaan sponsor dan dari fund lain
yang dikelola oleh perusahaan sponsor, jika ada.
31
Skema investasi kolektif yang bersifat open-ended dirancang untuk investor yang
mencari keuntungan berinvestasi dari selisih antara tingkat pengembalian Fund dengan
tingkat pengembalian simpanan bank jangka pendek. Dengan berinvestasi pada fund ini
Investor dihadapkan pada tingkat risiko menengah sampai tinggi. Investor harus
mengantisipasi risiko ekonomi dari keputusannya berinvestasi dalam Fund, termasuk
seluruh maupun sebagian, dan tidak tergantung pada tingkat pengembalian dari investasi
sejenis untuk kebutuhan keuangan apa pun.
Fund tidak melakukan pembayaran dividen. Namun sebagai gantinya, Fund akan
menginvestasikan kembali pendapatan dan laba dari transaksi menjual efek (capital gain)
yang akan tercermin dalam Nilai Aset Bersih per Unit (Net Asset Value per Unit). Selain
pada saat Fund dilikuidasi, kontrak investasi ini tidak dirancang untuk membagikan nilai
aset bersih tersebut. Fund juga menjaga likuiditas yang cukup jika sewaktu-waktu terjadi
penarikan dana oleh investor, pembayaran beban operasional, dan memudahkan Fund
memanfaatkan peluang di pasar.
Sehubungan dengan aspek perpajakan, investor harus membaca prospektus dan
kontrak pemesanan dengan hati-hati dan mendiskusikan dengan penasihat perpajakan
mengenai aspek perpajakan dan konsekuensi lain sebagai akibat dari berinvestasi dalam
Fund serta dengan bantuan Manajer investasi, akan mengambil langkah yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk meminimalisasi kewajiban pajak Fund.
b. Prinsip-Prinsip Syariah
Jenis usaha yang diinvestasikan harus senantiasa mematuhi prinsip-prinsip Syariah,
terutama: Fund dilarang membayar atau menerima bunga, walaupun menerima dividen
dan laba dari penjualan surat berharga (capital gain) dari investasi ekuitas dapat diterima
secara prinsip syariah. Selanjutnya, sesuai dengan prinsip syariah, Fund tidak akan
berinvestasi dalam :
1). investasi yang mengandung bunga;
2). derivatif, termasuk namun tidak terbatas pada, opsi, future, dan kontrak yang berbeda
(contracts for differences)
32
3). transaksi forward mata uang;
4). ekuitas atau surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan yang pendapatannya
dihasilkan dari atau terkait dengan sektor berikut ini :
- perbankan atau asuransi konvensional, atau aktivitas lain terkait dengan bunga.
- Pembuatan atau pendistribusian produk-produk alkohol;
- Pembuatan atau pendistribusian senjata;
- Permainan atau perjudian;
- Produksi, pengepakan, proses atau aktivitas lain terkait dengan babi dan daging
yang tidak halal alinnya; atau
- Perusahaan yang menjalankan aktivitas lain yang tidak diperkenankan oleh
syariah yang ditentukan oleh Badan Standardisasi Syariah.
5). Ekuitas atau surat berharga lain yang dikeluarkan oleh perusahaan yang aktivitasnya
terkait dengan produksi dan distribusi hal-hal yang terkait pornografi;
6). Perusahaan investasi, unit investasi dan skema investasi kolektif lain yang tidak sesuai
dengan prinsip syariah; atau
7). Perusahaan, tercatat maupun tidak tercatat di bursa, dengan rasio keuangan berikut :
- Jumlah kewajiban dibagi dengan rata-rata 12 bulan kapitalisasi pasar sama dengan
atau lebih besar dari 30 %;
- Piutang usaha dibagi total aset sama dengan atau lebih dari 70 %; atau
- Jumlah kas dan surat berharga berbunga dibagi dengan rata-rata 12 bulan
kapitalisasi pasar sama dengan atau lebih besar dari 30 %.
c. Pemurnian (Purification)
Pendapatan yang dihasilkan dari investasi Fund mungkin mencakup pendapatan yang
tidak sesuai dengan ketentuan syariah. Dalam hal ini, jumlah tersebut akan dihitung sesuai
dengan pedoman syariah yang disetujui oleh Dewan Syariah dan jumlah tersebut akan
disumbangkan secara berkala kepada pihak yang disetujui oleh Dewan Syariah tanpa ada
kepentingan baik langsung maupun tidak langsung dari Fund maupun Investornya.
33
d. Pembatasan-Pembatasan Investasi dan Alokasi Aset
1). Manajer investasi tidak diperkenanakan melakukan investasi yang akan
mengakibatkan Fund atau Sponsor terlibat dalam kewajiban yang tidak terbatas.
2). Manajer investasi tidak diperkenankan melakukan pinjaman kecuali pinjaman
tersebut berdasarkan prinsip syariah dan hanya untuk penarikan unit. Pinjaman
dimaksud tidak boleh melebihi 10 % dari Nilai Aset Bersih dari Fund.
3). Manajer investasi diperkenankan mengalokasikan maksimal 15 % dari NAB Fund
untuk surat berharga yang dikeluarkan oleh satu perusahaan tunggal (a single
company).
4). Manajer investasi tidak diperkenankan berinvestasi pada instrumen jika lebih dari
30 % NAB Fund diinvestasikan pada surat berharga yang tidak diperdagangkan di
bursa (termasuk penawaran umum saham perdana).
5). Manajer Investasi tidak diperkenankan membeli surat berharga jika lebih dari 20 %
NAB Fund diinvestasikan pada reksadana, unit trust, atau sarana investasi kolektif
lain atau skema yang dikelola oleh pihak ketiga.
6). Manajer investasi tidak diperkenankan melakukan investasi jika lebih dari 40 %
NAB Fund diinvestasikan pada perusahaan-perusahaan yang didirikan dalam satu
negara.
7). Manajer investasi akan menginvestasikan sedikitnya 70 % NAB Fund dalam surat
berharga ekuitas yang dikeluarkan perusahaan dalam GCC.
e. Zakat
Pembayaran zakat menjadi tanggung jawab masing-masing investor. Sponsor maupun
Fund tidak menghitung atau membayar atau bertanggung jawab atas pembayaran zakat
atas investasi Investor dalam Fund atau dari nilai tambah berbentuk apa pun yang
dihasilkan Fund.
f. Pembayaran Komisi dan Beban Operasional
Fund akan membayar komisi manajemen tahunan (annual management fee) kepada
Perusahaan Fund, Manajer Investasi. Fund juga akan membayar komisi kinerja
(performance fee) kepada manajer investasi jika Fund memeroleh imbal hasil di atas
34
persentase tertentu. Fund juga harus membayar biaya administrasi dan kustodian, serta
beban operasional. Selain itu, investor wajib membayar biaya penempatan pada awal
penempatan.
g. Manajemen
Manajemen Fund ini terdiri dari :
1). Sponsor : Al Tawfeek Company For Investment Funds Ltd.
2). Selaku sponsor, Al Tawfeek bertanggung jawab menggkoordinasikan Direksi,
Manajer Investasi, Kustodian, Administrator, Agen Penempatan, Auditor, dan
Konsultan Hukum untuk memudahkan operasional Fund sesuai dengan Anggaran
Dasar, Prospektus Fund, dan ketentuan lain yang terkait.
3). Manajer Investasi : SHUAA Capital PSC
4). Kustodian : Gulf Clearing Company BSC (C)
5). Adminstrator : Gulf Clearing Company BSC (C)
6). Selaku Adminstrator, GCC bertanggung jawab untuk menghitung NAB Fund
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh dan dengan menggunakan sumber
harga dan metode yang disahkan oleh Sponsor.
Administrator juga bertanggung jawab untuk mengadminstrasikan unit yang
ditransfer atau ditarik, melakukan pembukuan. Adminstrator juga bertindak
sebagai wakil dari Fund dan Sponsor dalam hubungannya dengan BMA.
7). Dewan Syariah
8). Agen Penempatan : Al Tawfeek Company For Investment Ltd.
Bertugas memproses pemesanan dari Investor. Dapat menunjuk subagen yang
bertindak atas namanya.
9). Auditor : Deloitte & Touche
h. Hal-Hal Lain Yang Diatur Dalam Prospektus
1). Teknis pemesanan dan penempatan dana oleh Investor.
2). Syarat dan kondisi penarikan kembali dana nasabah.
3). Penghitungan Nilai Aset Bersih dan faktor risiko
35
4). Hak suara dan kepemilikan : Unit penyertaan tidak memberikan hak suara dan
kepemilikan dalam perusahaan sponsor melainkan hanya mencerminkan hak
kepemilikan dari aset Fund berdasarkan kontrak.
5). Minimum jumlah dana yang dikelola, syarat dan kondisi likuidasi kontrak,
termasuk jika terjadi penurunan jumlah dana yang dikelola hingga di bawah
batas minimum.
6). Syarat pemesanan dan penarikan unit investasi.
7). Profil perusahaan sponsor, manajer investasi, bank kustodian, administrator, dan
Dewan Pengawas Syariah (DPS).
2. Corecap Islamic PEF I
CORECAP merupakan perusahaan investasi independen yang berpusat di Dubai dan
didirikan pada bulan Desember 2006. Perusahaan ini dipimpin oleh H.E. Sheikh Mohamed
bin Ahmed bin Jassem Al Thani, mantan Menteri Ekonomi dan Perdagangan Qatar.
Sebelumnya perusahaan ini menjadi penasihat keuangan untuk CERT Capital, bagian dari
Centre of Excellence for Applied Research and Training yang merupakan divisi komersial
dari kementrian Uni Emirat Arab.
Sebagai perusahaan investasi dan penasihat keuangan yang bergerak pada segmen
industri asset alternatif, operasional mereka akan berfokus pada private equity,
management-led buy out dan buy-in, konsolidasi, pertumbuhan modal, rekapitalisasi,
instrument ekuitas dan mezzanine fields.
Sebagaimana press release Corecap yang dimuat dalam www.zawya.com, pada
tanggal 22 May 2007 Corecap meluncurkan produk Corecap Islamic PEF I (CIPEF I)
senilai USD 150 juta8. CIPEF I berjangka waktu 6 tahun dengan skema investasi close –
ended dan memiliki target minimum internal rate of return (IRR) sebesar 25 % per tahun.
Fund akan dikelola oleh badan syariah independen yang terdiri dari ahli syariah yang
memiliki reputasi di wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara (Middle East and North
Africa / MENA).
8 www.zawya.com/Story.cfm?id=ZAWYA20070521125923&pagename=PEMonitor&l=125900070521
36
Fund ini akan mendanai investasi dalam perusahaan-perusahaan yang bergerak di
berbagai industri yang berdasarkan prinsip syariah di wilayah MENA melalui partisipasi
permodalan dan struktur pendanaan syariah moderat yang unik (unique shari’ah
mezzanine structure) sehingga CIPEF I menawarkan dua kelompok asset dalam satu Fund.
Kedua kelompok aset Fund dimaksud terdiri dari komponen ekuitas dan komponen
mezzanine. Mezzanine structure dimaksud adalah instrumen hybrid yang terdiri dari
instrumen hutang subordinasi hingga hutang senior dan hutang senior hingga instrumen
ekuitas. Fund akan mengakuisisi mayoritas kepemilikan saham dalam perusahaan yang
stabil dan matang melalui mekanisme pendanaan pertumbuhan modal, MBOs, MBIs,
LBOs, dan rekapitalisasi.
Strategi CIPEF I adalah menempatkan 60 % investasinya untuk memperoleh mayoritas
kepemilikan saham berdasarkan prinsip syariah dalam wilayah MENA untuk kemudian
menciptakan value dalam perusahaan-perusahaan ini melalui strategi ‘invest and grow’,
mengembangkan perusahaan target melalui pertumbuhan yang wajar dan unggul,
perbaikan operasional dan pembentukan minat manajemen melalui skema insentif
berdasarkan pencapaian atas usaha yang mereka tunjukkan9.
B. PEF di Indonesia
Beberapa PEF berbentuk kontrak investasi kolektif telah hadir di Indonesia, salah satu
diantaranya dalah Bahana BUMN Funds yang dikelola oleh Bahana TCW Investment
Management dengan Citibank sebagai bank kustodiannya. Funds ini mempunyai dua target
dana kelolaan, yaitu kurang dari Rp 1 triliun dan Rp 1 sampai dengan 5 triliun. Jenis
instrumen investasinya adalah efek saham dan atau utang bersifat non public yang diterbitkan
oleh BUMN serta efek lainnya sesuai dengan undang-undang nomor 8 tahun 1995 tentang
Pasar Modal. Target minimum IRRnya sebesar 17% untuk dana kelolaan dalam mata uang
rupiah dan 12% untuk dana kelolaan dalam mata uang USD. Terdapat 3 jangka waktu untuk
funds ini, yaitu 3 plus 2 tahun, 5 plus 2 tahun, dan 10 plus 2 tahun. Informasi lainnya terkait
funds ini sebagai berikut:
9 www.islamica-me.com, October 2007, page 44 – 45, Head Start : Corecap is Moving Fast in MENA
37
Fase bisnis atau tahap
investasi
Restrukturisasi
Turnaround
Pra penawaran umum (pre-IPO)
Sektor industri Infrastruktur : jalan tol, pembangkit listrik,
pelabuhan dan bandar udara
Energi alternatif: kelapa sawit, gula
Energi: minya, gas dan batubara
Logam : timah, tembaga, alumunium, emas dll
Industri penopang sektor di atas
Mekanisme exit Penawaran umum (IPO)/penjualan strategis/pembelian
kembali (buyback)
Biaya investasi Biaya manajemen, imbal hasil (carried interest) dan
biaya lainnya
Penerbitan PEF di Indonesia tersebut wajib memenuhi ketentuan yang diatur dalam
Peraturan Bapepam dan LK Nomor IV.C.5 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi
Kolektif Penyertaan Terbatas.
C. Penerapan Prinsip Syariah dalam PEF
Sebagaimana telah diuraikan dalam bab sebelumnya, PEF biasanya dirancang sebagai
limited liability partnership dimana satu pihak bertindak sebagai General Partner (GP) dan
pihak lain sebagai Limited Partner (LP). GP mempunyai keahlian khusus dalam mengelola
investasi. GP akan memilih target investasi mana yang cocok, mengembangkannya dan
kemudian menentukan waktu yang tepat untuk melepasnya. Hal tersebut dilakukan secara
profesional dalam rangka meningkatkan nilai investasi yang dikelola baik untuk investasi
selanjutnya maupun untuk dikembalikan kepada investor. Di lain pihak, LP tidak ikut serta
dalam pengelolaan investasi. LP hanya menyerahkan dana untuk dikelola dan menanggung
kerugian hanya terbatas pada modal yang disetorkannya.
38
1. Akad-akad syariah dalam Islamic PEF
Bentuk kerjasama antara GP dan LP seperti dijelaskan di atas tidak bertentangan dengan
aspek syariah. Pembentukan PEF tersebut dapat dilakukan dengan akad mudharabah. Dalam
akad mudharabah, LP akan menyetorkan sejumlah dana untuk dikelola (shahibul maal) dan
GP akan mengelola dana tersebut (mudharib) dengan ketentuan bahwa keuntungan usaha
dibagi menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan kerugian keuangan yang terjadi
merupakan tanggungan penyedia dana (shahibul maal), kecuali jika kerugian tersebut terjadi
karena kelalaian atau pelanggaran atas kontrak yang dilakukan oleh pengelola dana
(mudharib). Selain itu, GP sebagai pengelola dana (mudharib) dapat juga memberikan
kontribusi dana terhadap PEF yaitu dengan menggunakan akad mudharabah musytarakah.
Akad mudharabah ini harus dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis yang
dimengerti baik oleh GP maupun oleh LP. Unsur- unsur penting harus diungkapkan secara
jelas antara lain seperti setoran penyedia dana, fee (ujrah), nisbah, jangka waktu. Hal ini
dimaksudkan agar perjanjian tersebut mengikat secara hukum dan tidak ada unsur penipuan
didalamnya.
Tingkat imbal hasil PEF akan sangat ditentukan oleh kemampuan GP dalam memilih
dan mengembangkan perusahaan sasaran serta menentukan waktu yang tepat untuk
melepasnya. Imbal hasil PEF akan dibagi sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak yang
tercantum dalam akad. Namun sesuai dengan prinsip syariah, PEF tidak boleh menjanjikan
suatu imbal hasil tertentu kepada penyedia dana.
Pada dasarnya, terdapat 2 (dua) jenis akad mudharabah, yaitu mudharabah mutlaqah
dan mudharabah muqayyadah. Dalam mudharabah muthlaqah, penyedia dana memberikan
kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya. Sedangkan dalam
mudharabah muqayyadah, penyedia dana memberikan batasan kepada pengelola dana dalam
pengelolaan investasinya antara lain mengenai tempat, cara dan atau obyek investasi.
Pada parktiknya, contoh PEF yang ada, yaitu Al Tawfeek Gulf Equity Fund, CIPEF dan
Bahana BUMN Funds merupakan PEF yang menggunakan akad mudharabah muqayyadah.
Untuk Al Tawfeek Gulf Equity Fund batasannya adalah sebagai berikut :
39
1. Manajer Investasi tidak diperkenanakan melakukan investasi yang akan mengakibatkan
Fund atau Sponsor terlibat dalam kewajiban yang tidak terbatas.
2. Manajer investasi tidak diperkenankan melakukan pinjaman kecuali pinjaman tersebut
berdasarkan prinsip syariah dan hanya untuk penarikan unit. Pinjaman dimaksud tidak
boleh melebihi 10 % dari Nilai Aset Bersih dari Fund.
3. Manajer investasi diperkenankan mengalokasikan maksimal 15 % dari NAB Fund untuk
surat berharga yang dikeluarkan oleh satu perusahaan tunggal (a single company).
4. Manajer investasi tidak diperkenankan berinvestasi pada instrumen jika lebih dari 30 %
NAB Fund diinvestasikan pada surat berharga yang tidak diperdagangkan di bursa
(termasuk penawaran umum saham perdana).
5. Manajer Investasi tidak diperkenankan membeli surat berharga jika lebih dari 20 % NAB
Fund diinvestasikan pada reksadana, unit trust, atau sarana investasi kolektif lain atau
skema yang dikelola oleh pihak ketiga.
6. Manajer investasi tidak diperkenankan melakukan investasi jika lebih dari 40 % NAB
Fund diinvestasikan pada perusahaan-perusahaan yang didirikan dalam satu negara.
7. Manajer investasi akan menginvestasikan sedikitnya 70 % NAB Fund dalam surat
berharga ekuitas yang dikeluarkan perusahaan dalam GCC.
Untuk CIPEF batasannya adalah Fund akan menempatkan 60 % investasinya untuk
memperoleh mayoritas kepemilikan saham berdasarkan prinsip syariah dalam wilayah Timur
Tengah dan Afrika Utara melalui partisipasi permodalan dan struktur pendanaan syariah
moderat yang unik (unique shari’ah mezzanine structure), sedangkan Bahana BUMN Funds
batasannya adalah investasinya hanya untuk sektor infrastruktur, energi dan energi alternatif,
logam serta industri penopang sektor-sektor tersebut.
Sampai saat ini Tim belum menemukan adanya PEF yang menggunakan akad
mudharabah mutlaqah. Oleh karena itu, apakah akad ini bisa diterapkan dalam PEF atau tidak
masih memerlukan kajian lebih lanjut.
Bentuk investasi PEF yang umum dipakai adalah melalui Modal Ventura (MV) atau
leverage buyout (LBO). Melalui MV, PEF akan melakukan investasi pada perusahaan yang
belum mencapai tahap mature atau perusahaan yang masih pada tahap permulaan (start-up).
40
Sedangkan melalui LBO, PEF akan melakukan investasi pada suatu perusahaan dengan
memberikan pinjaman kepada perusahaan sasaran sehingga financial leverage perusahaan
sasaran akan meningkat. PEF melakukan LBO tersebut dengan asumsi bahwa arus kas yang
diperoleh dari hasil usaha perusahaan sasaran dapat digunakan untuk membayar bunga dan
pokok pinjaman. Pada tingkatan tertentu pinjaman tersebut akan dikonversi menjadi efek
ekuitas.
Berbeda dengan MV, investasi PEF melalui LBO akan menimbulkan isu terkait dengan
pemberian pinjaman kepada perusahaan sasaran. Selain sumber pinjaman tersebut harus
berasal dari institusi yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah, skema perolehan
pinjaman tersebut juga harus berdasarkan prinsip syariah. Di samping itu, juga timbul
pertanyaan mengenai sejauh mana pinjaman tersebut dapat digunakan sebagai sumber
pembiayaan investasi. Sebagai acuan, pakar keuangan Islam berpendapat bahwa rasio utang
terhadap ekuitas sekurang-kurangnya harus dibawah 33 persen. (Saqib Rashid 2007)
Sedangkan sesuai Peraturan Bapepam dan LK serta berdasarkan fatwa DSN-MUI rasio
tersebut tidak boleh melebihi 82%.
Investasi yang dilakukan PEF umumnya adalah untuk jangka panjang antara 10 – 12
tahun. GP akan melepas investasinya pada saat yang tepat sehingga dapat memberikan imbal
hasil yang cukup signifikan. Mekanisme exit ini dapat dilakukan dengan menjadikan
perusahaan sasaran sebagai perusahaan publik melalui Penawaran Umum Perdana (Initial
Public Offering/IPO), menjual sebagian aset atau divisi, atau menjual perusahaan sasaran
secara keseluruhan. Hasil dari investasi tersebut dapat dikembalikan kepada penyedia dana
(pokok dan imbal hasil) maupun diinvestasikan kembali pada perusahaan sasaran lain.
Penginvestasian kembali dapat dilakukan sepanjang tidak bertentang akad yang dipergunakan
sebelumnya terutama jika menggunakan akad mudharabah muqayyadah. Untuk akad
mudharabah muqayyadah, dalam hal penyedia dana memberikan batasan untuk
penginvestasikan kembali, maka harus dibuat akad yang baru jika GP bermaksud untuk
menginvestasikan kembali hasil dari exit perusahaan sasaran sebelumnya tersebut.
41
2. Struktur Islamic PEF
Struktur dalam Islamic PEF dapat dijelaskan melalui karakteristik dan bentuk Islamic
PEF tersebut.
a. Karakteristik
Karakteristik dari Islamic PEF dibanding dengan PEF yang konvensional dapat dilihat
dari risiko dan kepemilikannya.
1). Risiko
Semakin berkembangnya PEF harus diikuti dengan manajemen risiko yang
memadai. Penempatan modal melalui modal ventura maupun buy out menuntut
adanya mekanisme perhitungan dan penanganan risiko. Baik pemodal maupun
manajer investasi harus mengenal dengan baik risiko baik itu systematic risk maupun
unsystematic risk dalam investasi langsung tersebut. Sebagai suatu fund, manajer
investasi sebagai pengelola PEF dapat melakukan antara lain diversifikasi investasi
untuk menurunkan unsystematic risk di atas.
Nilai-nilai syariah mengenal bagaimana membagi risiko investasi diantara pemilik
modal dan pengelola modal (manajer investasi) dalam PEF. Sebagai wakil/mudharib,
manajer investasi bertanggung jawab untuk mengelola dana dengan kemampuan yang
dimiliki, sementara pemodal (shahibul maal) menanggung risiko kerugian atas dana
yang diinvestasikan. Hubungan kedua pihak di atas perlu diatur mekanismenya
mengingat potensi untuk timbulnya konflik (principal-agent conflict) sangat besar.
Hal ini dikarenakan adanya perbedaan orientasi antara shahibul maal dan mudharib.
Shahibul maal sebagai pemilik modal tentu akan sangat memperhatikan keuntungan
atau kerugian terkait risiko yang diambil oleh manajer investasi. Adapun manajer
investasi (mudharib) sebagai pemegang diskresi bukan pemilik modal akan memiliki
perilaku yang berbeda dalam mensikapi keuntungan/kerugian terkait risiko yang
diambil.
Dalam mengatasi potensi konflik di atas, syariah mensyaratkan dipenuhinya semua
rukun termasuk ijab qabul yang jelas antara dua pihak.
42
2). kepemilikan
Pembahasan masalah kepemilikan akan lebih terfokus pada status penyertaan dana
pada perusahaan target. Di Indonesia, pada umumnya perusahaan target mendapatkan
penyertaan modal dalam 3 (tiga) macam, yaitu:
- Partisipasi Modal (equity participation). Perusahaan pemodal menjadi
pemegang saham dan menyetorkan modal. Setelah kurun waktu tertentu,
perusahaan yang diakusisi harus membeli kembali saham yang dimiliki
perusahaan pemodal.
- Obligasi Konversi (convertible bond). Perusahaan pemodal memberikan
pinjaman yang suatu saat bisa ditukarkan menjadi kepemilikan di perusahaan
target.
- Bagi Hasil (profit sharing). Bentuk pembiayaan ini banyak digunakan oleh
usaha kecil menengah. Bentuk pembagian keuntungan berdasarkan persentase
keuntungan yang sudah disepakati di awal.
b. Bentuk Islamic PEF
Seperti dijelaskan di bab sebelumnya, antara GP (mudharib) dan LP (shahibul maal)
dapat melakukan akad dengan bentuk hukum persekutuan terbatas (limited partnership)
atau melakukan kontrak investasi kolektih (KIK) dalam pembetukan PEF. Di Indonesia,
persekutuan terbatas biasanya dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT). Dalam hal
pembentukan PEF, bentuk KIK relatif lebih efisien dari segi waktu dan biaya
dibandingkan bentuk PT. Jika dalam bentuk KIK maka prosesnya melalui Bapepam dan
LK sedangkan jika dalam bentuk PT prosesnya melalui Departemen Hukum dan
Perundang-undangan.
Hukum PT di Indonesia menganut prinsip dual board system, yaitu pengelola
perusahaan terdiri dari dewan komisaris (Aufsichtsrat) dan dewan direksi (Vorstand).
Investasi langsung PEF yang dilakukan melalui akuisisi ataupun buy out memungkinkan
PEF menempatkan perwakilan baik di dewan komisaris maupun dewan direksi untuk
mengontrol perusahaan.
43
Terkait dengan kontrol investasi di atas, prinsip syariah mengenal istilah mudharabah
muthlaqah dan mudharabah muqayyadah. Dalam mudharabah muthlaqah, pemilik modal
(PEF) menyerahkan seluruh kewenangan perusahaan kepada manajemen lama (mudharib).
Kewenangan ini antara lain mencakup kewenangan manajemen menentukan jenis usaha
dan operasional perusahaan. Dengan prinsip bahwa risiko kerugian atas modal yang
ditempatkan ditanggung oleh shahibul maal, maka PEF akan menanggung risiko yang
besar. Hal ini akan berbeda dalam mudharabah muqayyadah, yaitu PEF akan menentukan
kebijakan perusahaan dengan menempatkan wakilnya baik di dewan komisaris maupun
dewan direksi sebagai perwakilan pemegang saham. Dengan keikutsertaan pemegang
saham dalam manajemen, risiko kesalahan manajemen yang dihadapi oleh PEF akan lebih
kecil.
Mazhab Imam Hanafi dan Imam Ahmad berpendapat bahwa untuk kemaslahatan
kedua pihak, mudharabah dapat dilakukan dengan beberapa syarat yang disepakati
(muqayyadah) oleh kedua pihak. Akan tetapi di sisi lain, mazhab Imam Maliki dan
mazhab Imam Syafii mengatakan bahwa mudharabah harus bersifat mutlak tanpa syarat.
Hal ini mempertimbangkan bahwa adanya pembatasan atau syarat tertentu akan
menjauhkan tujuan akad mudharabah yang sebenarnya yaitu bagi hasil keuntungan.
D. Kemungkinan Penerapan Islamic PEF di Indonesia
Esensi mekanisme PEF di Indonesia telah diterjemahkan dalam Peraturan Bapepam dan
LK Nomor IV.C.5 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK)
Penyertaan Terbatas. Dalam peraturan tersebut Pihak-Pihak yang telibat dalam penerbitan
PEF sebagaimana Reksa Dana adalah Manajer Investasi yang melakukan Kontrak Investasi
Kolektif dengan Bank Kustodian yang mengikat para investor.
Tugas dan fungsi Manajer Investasi dan Bank Kustodian dalam Reksa Dana Berbentuk
Kontrak Investasi Kolektif Penyertaan Terbatas adalah serupa dengan Reksa Dana biasa yang
telah dikenal luas oleh investor di Indonesia. Manajer Investasi bertugas mengelola portofolio
44
para investor sesuai dengan kebijakan investasi, sedang Bank Kustodian bertugas memberikan
jasa penitipan kolektif dan Kustodian sehubungan dengan kekayaan Reksa Dana.
Secara umum pedoman pengelolaan dan Kontrak Investasi Kolektif Reksa Dana
Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif Penyertaan Terbatas tetap mengikuti Peraturan Nomor.
IV.B.1 tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif dan
Nomor IV.B.2 tentang Pedoman Kontrak Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif
dan Peraturan. Namun terdapat perbedaan mendasar antara Reksa Dana biasa dengan Reksa
Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif Penyertaan Terbatas. Perbedaan tersebut
diantaranya terdapat pada kebijakan investasi, permodalan dan penilaian unit penyertaan.
Pada Reksa Dana biasa Unit Penyertaan dapat ditawarkan kepada semua Pihak baik
investor kecil, menengah ataupun besar, sedang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi
Kolektif Penyertaan Terbatas hanya ditujukan kepada Pemodal Profesional dan tidak
ditawarkan melalui Penawaran Umum. Tujuan dari pembatasan ini adalah untuk mengurangi
kemungkinan timbulnya risiko mengingat bahwa aset yang menjadi tujuan investasi Reksa
Dana ini adalah efek perusahaan tertutup ataupun efek yang tidak ditransaksikan di bursa.
Perbedaan lainnya dibanding Reksa Dana biasa adalah Manajer Investasi pengelola
Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif Penyertaan Terbatas wajib mempunyai
modal disetor Rp 25.000.000.000 (dua puluh lima milyar rupiah) dan unit penyertaan yang
dikelolanya paling kurang 1 (satu) unit penyertaan yang mempunyai nilai Rp 5.000.000.000
(lima milyar rupiah). Kewajiban kepemilikan unit penyertaan oleh Manajer Investasi tersebut
juga merupakan salah satu bentuk manajemen risiko yang harus diterapkan terutama dari sisi
permodalan serta kesungguhan pengelola investasi.
Begitu pula dalam penilaian unit penyertaan. Pada Reksa Dana biasa formula penilaian
unit penyertaan harus berpedoman kepada Peraturan Bapepam dan LK Nomor IV.C.2 tentang
Nilai Pasar Wajar dari Efek dalam Portofolio Reksa Dana, sedang dalam Reksa Dana
Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif Penyertaan Terbatas tidak mengikuti pedoman
peraturan di atas melainkan dapat menetapkan metode penghitungan Nilai Pasar Wajar sendiri
secara konsisten.
45
Dalam rangka melihat kemungkinan penerapan Islamic PEF di Indonesia, berikut ini
diuraikan mengenai bentuk PEF yang telah ada di Indonesia yaitu Reksa Dana Syariah
berbentuk kontrak investasi kolektif penyertaan terbatas dan perangkat yang diperlukan dalam
pengembangan Islamic PEF di Indonesia
1. Reksa Dana Syariah Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif Penyertaan Terbatas
Sebagaimana diketahui bahwa per 31 Oktober 2008 telah terdapat 34 Reksa Dana
Syariah yang tercatat di Bapepam dan LK. Dasar penerbitan Reksa Dana Syariah ini tetap
berpedoman kepada Peraturan-Peraturan reksa dana biasa, namun perlu mencantumkan
ketentuan dalam KIK dan informasi tambahan dalam prospektus sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bapepam Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah, hal sebagai berikut:
a. Dalam Anggaran Dasar memuat ketentuan bahwa kegiatan usaha serta pengelolaan
usahanya berdasarkan prinsip syariah atau tidak bertentangan dengan prinsip syariah
b. Kebijakan investasi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal
c. Wakil Manajer Investasi dan Bank Kustodian mengerti kegiatan yang bertentangan
dengan Prinsip Syariah
d. Tambahan kata ”Syariah” pada nama Reksa Dana yang diterbitkan
e. Mekanisme pembersihan kekayaan Reksa Dana dari unsur-unsur yang bertentangan
dengan prinsip Syariah
f. Dana kelolaan hanya dapat diinvestasikan pada efek yang tercantum dalam Daftar Efek
Syariah yang ditetapkan oleh Bapepam dan LK atau Pihak lain yang diakui Bapepam
dan LK.
Menganalogikan dengan mekanisme pengelolaan Reksa Dana Syariah di atas, maka
proses pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif Penyertaan Terbatas
Syariah setidaknya juga dapat berpedoman pada Reksa Dana biasa dan Reksa Dana Berbentuk
Kontrak Investasi Kolektif Penyertaan Terbatas, namun perlu mengikuti ketentuan tambahan
baik dalam KIK maupun prospektus yang mengatur pemenuhan atas prinsip-prinsip syariah
sebagaimana.
Dimulai pada waktu pembentukan kontrak investasi kolektif pada saat pembentukan
Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif Penyertaan Terbatas Syariah antara
46
Manajer Investasi dan Bank Kustodian. Akad yang digunakan pada saat pengumpulan dana
adalah dengan Al Musyarakah, suatu akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha/proyek tertentu dan masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Sementara itu bentuk pengelolaan investasi dapat menggunakan akad Al Mudharabah,
salah satu bentuk spesifik dari Al Musyarakah dimana salah satu pihak berfungsi sebagai
Shahibul Maal (pemilik modal) dan pihak yang lain berperan sebagai Mudharib (pengelola).
Keuntungan dan risiko usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
Struktur organisasi Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif Penyertaan
Terbatas Syariah dapat meniru Reksa Dana Syariah. Selain terdapat Tim Pengelola Investasi
ataupun Komite Investasi juga menyertakan DPS. DPS ini bertugas mengawasi aktifitas
transaksi yang dijalankan oleh Tim Pengelola Investasi ataupun Komite Investasi apakah
transaksi telah sesuai atau tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Adapun DPS ini
biasanya berasal dari DSN-MUI.
Pendekatan investasi. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa aset yang menjadi
tujuan investasi Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif Penyertaan Terbatas ini
adalah efek perusahaan tertutup ataupun efek yang tidak ditransaksikan di bursa. Untuk Reksa
Dana Berbentuk KIK Penyertaan Terbatas Syariah tentu saja Efek yang dapat menjadi
portofolionya adalah Efek tersebut di atas yang sesuai atau tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip syariah, yang setidaknya dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 tentang
Penerbitan Efek Syariah disebutkan bahwa Efek tersebut tidak berbasis kepada:
Perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
Menyelenggarakan jasa keuangan dengan konsep ribawi, jual beli risiko yang
mengandung gharar dan atau maysir.
Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan, menyediakan:
o Barang/jasa yang haram karena zatnya (haram lidzatihi)
o Barang/jasa yang haram bukan karena zatnya (haram lighairihi) yang
ditetapkan DSN-MUI
o Barang/jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat
47
Melakukan investasi pada perusahaan yang tingkat (nisbah) utang perusahaan kepada
lembaga keuangan ribawi lebih dominan dari modalnya, kecuali investasi tersebut
dinyatakan kesyariahannya oleh DSN-MUI
Jadi sekiranya Efek yang menjadi kebijakan tujuan investasi Reksa Dana Berbentuk KIK
Penyertaan Terbatas Syariah tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip di atas, maka dapat
menjadi portofolio Reksa Dana tersebut. Sedangkan sebagai panduan tambahan apabila ingin
berinvestasi kepada Efek yang tercatat di bursa namun tidak ditransaksikan maka setidaknya
dapat berpedoman kepada Peraturan Bapepam dan LK Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan
penerbitan Daftar Efek Syariah. Dalam peraturan tersebut diatur hal-hal antara lain sebagai
berikut:
Jenis Efek yang dimuat dalam Daftar Efek Syariah
Kriteria Emiten yang sahamnya dinyatakan tidak bertentangan dengan prinsip syariah
Ketentuan Pihak yang dapat menerbitkan Daftar Efek Syariah
Efek yang diterbitkan oleh Perusahaan yang menyatakan bahwa pengelolaan
perusahaan dilakukan berdasar prinsip Syariah.
Sukuk (obligasi Syariah)
Kriteria Emiten yang sahamnya dinyatakan tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah
o Kegiatan utama perusahaan tidak bertentangan dengan prinsip syariah
o Rasio utang berbasis bunga terhadap modal tidak melebihi 82%
o Rasio pendapatan non halal terhadap total pendapatan tidak melebihi 10%
Memang pada dasarnya PEF merupakan suatu wadah yang melakukan investasi kepada
suatu perusahaan atau unit bisnis tertentu dengan tujuan untuk mengontrol kepentingan
perusahaan. Biasanya PEF menjadi pemegang saham mayoritas, sehingga dapat
merestrukturisasi modal juga manajemen. Sementara target PEF adalah perusahaan yang
belum tercatat di bursa, direstrukturisasi dalam jangka waktu tertentu biasanya 3-7 tahun
kemudian dicatatkan di bursa melalui penawaran umum.
Namun dalam perkembangannya terdapat beberapa variasi dalam kebijakan investasinya.
Bisa saja membentuk portofolio dengan melakukan diversifikasi investasi, sehingga tidak lagi
harus menjadi pemegang saham utama. Hal tersebut dapat dilakukan dengan berinvestasi
48
dalam beberapa industri komoditas dalam waktu bersamaan misalnya batubara, kelapa sawit,
tambang, minyak dan gas dan sebagainya. Sementara itu bentuk instrumen dapat berbentuk
surat utang (debt), ekuitas (equity) ataupun campuran (hybrid) ( Bahana 2008). Khusus yang
menganut PEF syariah tentu saja tujuan investasi juga bentuk instrumen investasi harus
menyesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah.
Pembentukan suatu Reksa Dana Berbentuk KIK Penyertaan Terbatas Syariah tentunya
tidak sesederhana sebagaimana tersebut di atas. Dalam kontrak yang dibuat tentunya harus
dimuat beberapa ketentuan kunci sehingga setiap hak dan kewajiban masing-masing yang
terlibat termasukinvestor dapat terpenuhi. Dalam kontrak antara lain dimuat tentang hal-hal
sebagai berikut:
Tata Kelola Manajer Investasi dan Bank Kustodian
Tujuan dan Kebijakan Investasi
Target Dana kelolaan
Jangka Waktu Investasi
Biaya-biaya
Prosedur Pembelian
Prosedur Penjualan
Laporan Keuangan
Mekanisme Exit
Perpajakan
Berkenaan dengan hal-hal di atas dapat dikemukakan bahwa Reksa Dana Berbentuk
KIK Penyertaan Terbatas Syariah dapat diterapkan di Indonesia. Perangkat regulasi yang
terdapat di Pasar Modal Indonesia yang diterbitkan oleh Bapepam dan LK yaitu Peraturan
Nomor IX.A.1, IV.B.1, IV.B.2, IV.C.5, IX.A.13, IX.A.14 dan II.K.1 telah cukup untuk untuk
operasinya Reksa Dana Berbentuk KIK Penyertaan Terbatas Syariah.
2. Perangkat Yang Diperlukan Untuk Pengembangan Islamic PEF di Indonesia
49
Saat ini di Indonesia belum ada Islamic PEF. Hal ini bukan berarti Islamic PEF tidak
bisa dibentuk di Indonesia. Beberapa ketentuan yang ada dapat digunakan sebagai payung
hukum dalam pembentukannya, antara lain: Peraturan Bapepam dan LK dan fatwa DSN-MUI.
Jika Islamic PEF berbentuk KIK (KIK) maka pembentukannya dapat mengacu pada
peraturan Bapepam dan LK yang berkaitan dengan reksa dana, yaitu: peraturan Nomor IV.C.5
tentang Reksa Dana berbentuk KIK Penyertaan Terbatas, perturan Nomor IV.B.1 tentang
Pedoman Pengelolaan Reksa Dana berbentuk KIK, peraturan Nomor IV.B.2 tentang
Pedoman Kontrak Reksa Dana berbentuk KIK, dan peraturan Nomor IX.A.13 tentang
Penerbitan Efek Syariah.
Meskipun belum ada fatwa khusus dari DSN-MUI tentang Islamic PEF, untuk
memenuhi aspek kesyariahannya, maka beberapa fatwa DSN-MUI juga bisa digunakan,
antara lain: fatwa DSN-MUI Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan
Investasi untuk Reksa Dana Syariah, Nomor 40/DSN- MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan
Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, Nomor 07/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh), Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000
tentang Pembiayaan Musyarakah, Nomor 50/DSN-MUI/III/2006 tentang Mudharabah
Musytarakah, Nomor 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah, Nomor 32/DSN-MUI/IX/2002
tentang Obligasi Syariah, Nomor 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah
Mudharabah, Nomor 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah dan Nomor
59/DSN-MUI/IV/2007 tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi.
Dalam fatwa DSN-MUI Nomor 40/DSN- MUI/X/2003 disebutkan bahwa beberapa
jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah, antara lain:
a. perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang;
b. lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional;
c. produsen, distributor, serta pedagang makanan dan minuman yang haram; dan
d. produsen, distributor, dan/atau penyedia barang-barang ataupun jasa yang merusak moral
dan bersifat mudarat.
e. melakukan investasi pada Emiten (perusahaan) yang pada saat transaksi tingkat (nisbah)
hutang perusahaan kepada lembaga keuangan ribawi lebih dominan dari modalnya;
50
Fatwa tersebut telah diadopsi dalam peraturan Bapepam dan LK, yaitu dalam
peraturan Nomor IX.A.13. Berdasarkan fatwa DSN-MUI dan peraturan Bapepam dan LK
tersebut maka kegiatan usaha perusahaan yang menjadi target investasi dari Islamic PEF tidak
boleh termasuk dari jenis kegiatan tersebut di atas. Namun demikian, khusus untuk
perusahaan yang pada saat transaksi tingkat (nisbah) hutang perusahaan kepada lembaga
keuangan ribawi lebih dominan dari modalnya perlu dikaji lebih lanjut apakah ketentuan ini
tetap harus menjadi pedoman atau diberikan toleransi. Jika toleransi diberikan maka Islamic
PEF boleh melakukan investasi atau mengambil alih perusahaan yang pada saat transaksi
tingkat hutangnya lebih dominan dibandingkan modalnya, dengan syarat masuknya dana
tersebut akan menjadikan perusahaan sasaran memiliki rasio utang yang sesuai dengan
Peraturan Nomor II.K.1. Kemungkinan lain, perusahaan sasaran diberikan jangka waktu
tertentu untuk memenuhi persyaratan dimaksud. Hal ini berlandaskan pada konsep hijrah,
yaitu melakukan perpindahan atau perubahan kondisi dari yang tidak syariah menjadi syariah
dengan cara yang diperkenankan dalam syariah.
Fatwa DSN-MUI Nomor 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah telah diadopsi
dalam peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.14 tentang akad-akad yang digunakan dalam
penerbitan efek syariah di pasar modal. Dalam peraturan tersebut diatur antara lain tentang
persyaratan obyek wakalah. Salah satu syarat obyek wakalah adalah perbuatan hukum yang
dikuasakan tidak bertentangan dengan syariah Islam. Selain itu dalam peraturan tersebut juga
diatur tentang diperbolehkannya adanya imbalan (fee) atas pelaksanaan perbuatan hukum
yang dikuasakan. Dengan demikian, dalam setiap perjanjian yang ditandatangani antara
manajer investasi dan investor harus secara jelas menyebutkan imbalan yang disepakati untuk
menghindari adanya unsur gharar dan penipuan.
Praktik yang umum dalam PEF maupun ketentuan Bapepam dan LK yang
mengharuskan manajer investasi juga harus memiliki unit penyertaan atas reksa dana yang
dikelolanya ini sejalan dengan fatwa DSN-MUI Nomor 50/DSN-MUI/III/2006 tentang
Mudharabah Musytarakah. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa lembaga keuangan
syariah sebagai mudharib (dalam PEF adalah manajer investasi) menyertakan modal atau
dananya dalam investasi bersama nasabah (investor). Sedangkan Lembaga Keuangan Syariah
51
sebagai pihak yang menyertakan dananya (musytarik) memperoleh bagian keuntungan
berdasarkan porsi modal yang disertakan.
Meskipun fatwa-fatwa DSN-MUI yang ada sudah dapat digunakan sebagai landasan
pengembangan Islamic PEF di Indonesia, namun masih perlu adanya fatwa khusus tentang
Islamic PEF. Hal ini mengingat PEF mempunyai karakteristik khusus, antara lain:
a) PEF dapat langsung menginvestasikan dananya di sektor riil.
b) Tujuan investasi untuk mengambil alih perusahaan dan melepaskan kembali pada saat
tercapainya target tertentu.
c) Manajer investasi mempunyai peran ganda yaitu sebagai wakil dan mudharib bagi investor
PEF dan sebagai shahibul maal sekaligus mudharib bagi perusahaan target.
d) Perusahaan target dimungkinkan mempunyai rasio utang berbasis ribawi lebih dominan
dari modalnya pada saat mau diambil alih.
3. Tata Kelola Islamic PEF
Dalam menjalankan Islamic PEF tidak akan terlepas dari aspek keterbukaan dan
perpajakan. Sebagai salah satu bentuk investasi kolektif, PEF memiliki jumlah investor yang
terbatas yang masing-masing memiliki preferensi investasi yang berbeda-beda. Disinilah
manajer investasi harus mengakomodasi kepentingan masing-masing pemodal/pemiliki dana
secara profesional. Berkaitan dengan kepentingan investor tersebut, PEF harus memahami
tujuan investasi para investor tersebut. Hal ini menjadi sangat penting dan sensitif karena
investor merupakan klien strategis dengan dana penyertaan yang sangat besar dan keinginan
yang juga startegis.
Dikaitkan dengan tujuan penempatan dana oleh PEF dalam mengambil alih atau
mengendalikan suatu perusahaan, maka hal ini harus sejalan dengan keinginan atau tujuan
investor. Dalam syariah telah ditegaskan bahwa secara umum, strategi investasi PEF harus
mengarah pada sesuatu yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Dengan skema investasi PEF, maka terdapat 2 (dua) area investasi yang harus
diungkapkan kepada investor dengan jelas. Pertama adalah keterbukaan informasi terkait
52
dengan penilaian unit penyertaan, kinerja nilai unit penyertaan, dan alokasi dana pada
perusahaan. Pihak manajer investasi sebagai mudharib/wakil dan pemilik dana (shahibul
maal) harus mengetahui dengan jelas kesepakatan yang disetujui bersama mengenai aspek
keterbukaan informasi. Manajer investasi mempunyai kewajiban untuk mengungkapkan
semua informasi terkait dengan penilaian unit penyertaan, kinerja nilai unit penyertaan, dan
alokasi dana pada perusahaan. Keterbukaan informasi dapat berupa laporan keuangan
termasuk portofolio dana dan laporan penilaian termasuk metode penilaiannya. Di samping itu
terdapat keterbukaan yang harus diungkapkan oleh manajer investasi, yaitu penghitungan
kompensasi (ujrah) yang menjadi hak pengelola dana (wakil).
Kedua adalah keterbukaan informasi terkait dengan bidang usaha perusahaan target,
kondisi dan status aset perusahaan target, manajemen dan kompensasi yang diberikan, serta
tata kelola operasional dan keuangan perusahaan target kepada investor.
Aspek perpajakan dalam PEF. Sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya bahwa
PEF merupakan bentuk unit penyertaan yang akan mengalokasikan dana ke perusahaan target
melalui mekanisme modal ventura maupun akuisisi/leverage buy out. Berkenaan dengan
aspek perpajakannya, praktik di Indonesia menyebutkan bahwa konstruksi hukum perpajakan
untuk modal ventura disatu sisi mempertimbangkan adanya risiko modal (capital risk) yang
cukup tinggi bagi pihak yang bergabung namun disisi lain memberikan insentif bagi
tumbuhnya usaha modal ventura. Hal ini dapat dilihat pada PP No. 62 Tahun 1992 tentang
Sektor-sektor Usaha Perusahaan Pasangan Usaha dari Perusahaan Modal Ventura. Dalam
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 dan Kepmenkeu No.
250/KMK.04/1995 tentang Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tentang
Perusahaan Kecil dan Menengah Pasangan Usaha dari Perusahaan Modal Ventura dan
Perlakuan Perpajakan atas Penyertaan Modal Perusahaan Modal Ventura, yang kemudian
dijabarkan dalam SE Dirjen Pajak No. SE-33/PJ.4/1995 tanggal 21 Juni 1995 tentang
Perusahaan Kecil dan Menengah Pasangan Usaha Modal Ventura dan Perlakuan Perpajakan
atas Penyertaan Modal Perusahaan Modal Ventura, yang menyebutkan bahwa Pemerintah
memotivasi Perusahaan Modal Ventura (PMV) dalam bentuk insentif yang berupa fasilitas
53
pembebasan objek pajak penghasilan atas bagian laba yang diterima PMV dari penyertaan
modal pada Perusahaan Pasangan Usaha (PPU). Sedangkan untuk pengambilalihan bukan
perusahaan kecil dan menengah harus mengikuti ketentuan PP nomor 43 tahun 2005 tentang
Penggabungan Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan bentuk Badan Hukuk Badan
Usaha Milik Negara dan PP Nomor 27 tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan
Pengambilalihan Perseroan Terbatas.
54
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam bab sebelumnya, dapat disimpulkan hal-
hal sebagai berikut :
1. PEF merupakan bentuk persekutuan terbatas (limited partnerships) di mana salah satu
pihak menjadi limited partners (pemilik dana) dan general partner (pengelola dana).
Dalam praktik yang ada saat ini, PEF mempunyai 3 (tiga) bentuk dan jenis investasi yaitu
venture capital, expansion capital finance dan leverage buy-out.
2. Pada pasar modal Indonesia telah dikenal PEF dalam bentuk KIK antara LP (investor) dan
GP (Manajer investasi) dengan penyertaan terbatas sebagaimana diatur dalam Peraturan
Bapepam dan LK Nomor IV.C.5 tentang Reksa Dana Berbentuk KIK Penyertaan Terbatas.
3. Secara umum konsep PEF tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Namun, terdapat
perbedaan mendasar antara Islamic PEF dan PEF konvensional. Perbedaan tersebut dapat
dilihat dari batasan-batasan investasi yang harus dilakukan oleh Islamic PEF, yaitu
kegiatan usaha dari perusahaan target tidak bertentangan dengan prinsip syariah, dan
struktur kontrak pembentukan kegiatan PEF harus sesuai dengan prinsip syariah.
4. Dalam pembentukan Islamic PEF yang ada saat ini, akad mudharabah yang digunakan
adalah akad mudharabah muqayyadah. Hal ini karena ada pembatasan-pembatasan
Islamic PEF, khususnya dalam hal investasi.
5. Sebagaimana ketentuan Reksa Dana syariah yang diatur dalam Peraturan Bapepam dan
LK nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah, PEF dapat dikatakan memenuhi
prinsip-prinsip syariah jika kegiatan usaha investee tidak bertentangan dengan prinsip
syariah dan akad-akad yang digunakan dalam kontrak investasi baik pada tahap
pembentukan dana maupun pada tahap pengelolaan dan pelepasan merupakan akad-akad
syariah.
55
6. Dalam pengelolaan Islamic PEF, beberapa aspek yang perlu diperhatikan adalah aspek
keterbukaan, risiko, perpajakan, dan kepemilikan perusahaan target oleh investor baik
melalui penyertaan langsung, pembelian obligasi konversi ataupun dalam bentuk bagi
hasil.
7. Beberapa peraturan Bapepam dan LK dan fatwa DSN-MUI dapat digunakan sebagai
landasan penerbitan Islamic PEF di Indonesia, seperti Peraturan Bapepam dan LK Nomor
No IX.A.1, IV.B.1, IV.B.2, IV.C.5, IX.A.13, IX.A.14 dan II.K.1 serta fatwa DSN-MUI
Nomor 07/DSN-MUI/IV/2000, 08/DSN-MUI/IV/2000, 10/DSN-MUI/IV/2000, 20/DSN-
MUI/IV/2001, 32/DSN-MUI/IX/2002, 33/DSN-MUI/IX/2002, 40/DSN-MUI/X/2003, dan
41/DSN-MUI/III/2004.
8. Dalam pengelolaan Islamic PEF masih diperlukan fatwa khusus dari DSN-MUI, hal ini
dikarenakan beberapa fatwa DSN-MUI ditujukan untuk produk reksa dana syariah.
Sementara itu, Islamic PEF mempunyai karakteristik khusus yang berbeda dengan reksa
dana syariah, antara lain PEF dapat langsung menginvestasikan dananya di sektor riil,
tujuan investasi untuk mengambil alih perusahaan dan melepaskan kembali pada saat
tercapainya target tertentu, dan manajer investasi mempunyai peran ganda yaitu sebagai
wakil dan mudharib bagi investor PEF dan sebagai shahibul maal sekaligus mudharib
bagi perusahaan target, serta perusahaan target dimungkinkan mempunyai rasio utang
ribawi lebih dominan dari modalnya pada saat mau diambil alih.
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat direkomendasikan hal-hal sebagai berikut:
1. Mengingat bahwa Islamic PEF merupakan produk baru di pasar modal Indonesia dan
salah satu bentuk muamalah, perlu kiranya Bapepam dan LK mengajukan permintaan
fatwa ke DSN-MUI tentang Islamic PEF, sehingga kegiatan Islamic PEF di Indonesia
sesuai dengan prinsip syariah di pasar modal.
2. Dalam rangka penerapan prinsip-prinsip syariah di pasar modal, Peraturan Bapepam dan
LK yang ada saat ini baru mengatur mengenai efek syariah yang meliputi Saham Syariah,
Obligasi Syariah (Sukuk), Reksa Dana Syariah, dan Efek Beragun Aset Syariah.
56
Berkenaan dengan hal tersebut, perlu kiranya Bapepam dan LK menyusun suatu ketentuan
yang mengatur pelaksanaan Islamic PEF di Indonesia.
3. Perlunya sosialisasi yang lebih luas tentang Islamic PEF. Sosialisasi dilakukan kepada
calon investor potensial ataupun pihak-pihak yang berkeinginan menerbitkan Islamic PEF
atau produk serupa yang telah ada yaitu Reksa Dana KIK Penyertaan Terbatas berbasis
Syariah. Hal-hal yang perlu disosialisasikan antara lain terkait dengan keuntungan Islamic
PEF bagi pemodal dan pengembangan sektor riil.
57
DAFTAR PUSTAKA
1. A,Thomas Kruger, (2007). “Private Equity and Hedge Funds.”
2. Asian Development Bank (ADB), (2008). “Private Equity Fund Operations”. SpecialEvaluation Study
3. Burg, Leke Van Den dan Paul Nyrup Rasmussen, (2007). “Hedge Funds and PrivateEquity, A Critical Analysis.” April 2007
4. Dewan Syariah Nasional MUI, (2006). “Himpunan Fatwa”. Jakarta, Dewan SyariahNasional MUI dan Bank Indonesia, Edisi Revisi 2006
5. European Private Equity and Venture Capital Association(EVCA), (2007) .” Guide onPrivate Equity and Venture Capital for Enterpreneurs”. EVCA special paper,November 2007
6. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI nomor 59/DSN-MUI/V/2007 tanggal 30 Mei2007 tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi
7. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Nomor 65/DSN-MUI/III/2008 tanggal 6 Maret2008 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD
8. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Nomor 66/DSN-MUI/III/2008 tanggal 6 Maret2008 tentang Waran Syariah
9. Y, Hamid, (2006). “Islamic Finance News Guide 2006”
10. M, Andrew and Y, Ayako, (2007). “The Economics of Private Equity Funds”.University of Pennsylvania, The Wharton School, Department of Finance, September ,2007
11. K, Michael, (2005) .”Spice Up Your Portfolio With Private Equity”. ASX Australia
12. Peraturan Bapepam dan LK di http://www.bapepam.go.id
13. R, Syaiful Azhar (2007).” Islamic Banking and Financial Markets: Islamic Economics,Banking and Finance, Investments, Takaful and Financial Planning”.
14. R, Saqib, ( 2007). “Controlling of The Chasm”. The Islamic Business and Finance,January 2007
15. http://www.islamica-me.com, October 2007. “Head Start : Corecap is Moving Fast inMENA”. page 44 – 45
16. http://www.wikipedia.org/wiki/limited_partnership17. http://www.investorwords.com/6892/private_equity_fund18. http://www.zawya.com
58
Lampiran-lampiran
Lampiran 1 : Kriteria Efek Syariah di Berbagai Negara
Lampiran 2 : Tim Kajian Pengembangan Produk Syariah di Pasar Modal
57
Lampiran 1
KRITERIA EFEK SYARIAH DI BERBAGAI NEGARA
MALAYSIA PAKISTANSAUDI
ARABIADUBAI DOW JONES
Standard &Poor’s
THEINTERNATIO
NALINVESTOR –FINANCIAL
TIMES
Controler Shariah Advisory Council (SAC) of theSecurities and Exchange Commission(SEC)
Meezan Islamic Fund Norms of NationalCommercial Bank
Dubai Islamic Bank
BUSINESS SCREENING
ProhibitedCoreActivities
Financial services based on riba; gambling; manufacture / sale of non-halal
products or related products; conventional insurance; entertainment activities that are
non-permissible according toshariah;
manufacture / sale of tobacco-based products or related products;
stock-broking / share trading inshariah non-approved securities;
other activities deemed non-permissible according to shariah.
conventional banks, insurance companies, leasing companies, companies dealing in
alcohol, tobacco,pornography, etc.
alcohol,
pork relatedproducts,
conventionalfinancial services(banking,insurance, etc.),
hotels,
entertainment(casinos/gambling,cinema,pornography,music, etc.),
tobacco,
weapons anddefense industries.
Pork
Alcohol
Gambling
Financials
Advertising andMedia(newspapersare allowed,sub-industriesare analyzedindividually)
Pornography
Tobacco
Trading of goldand silver ascash ondeferred basis
MixedActivities(permissible +nonpermissible)shouldcomply:
good perception or image of public Core activities: important and
masalahah and non-permissibleelement: very small, umum balwa(common plight and difficult toavoid), uruf (custom) and the rightsof the non- Muslim communitywhich are accepted by Islam.
NA NA NA NA NA NA
Benchmarksof Tolerance(mixedactivities)
Non permissible contribution toEBIT ≤ 5%
Umul balwa contribution to EBIT ≤10%
Uruf contribution to EBIT ≤ 25%
NA NA NA NA NA NA
58
MALAYSIA PAKISTANSAUDI
ARABIADUBAI DOW JONES
Standard &Poor’s
THEINTERNATIO
NALINVESTOR –FINANCIAL
TIMES
FINANCIAL SCREENING
Debt(interest)
NA Debt (interest bearingdebt) to Total Asset ≤45%
Total interestbearing debtto totalmarket cap ≤33%
Interestincome tototal income≤ 5 %
Debt andliquid fund tomarket valueof company ≤50%
Interest bearingdebts to totalasset or currentmarket cap ≤30%
Interest bearinglending to totalasset or currentmarket cap ≤30%
Total Debt toMarket Capaverage ≤ 33%
Debt to MarketValue of Equity(12 Monthaverage) <33 %
Interestbearing debtto total asset≤ 33%
Asset NA Net liquid (liquidasset) to Total Asset≤ 10%
NA (Cash + tradereceivables +investments +other debtor)to total asset orcurrent marketcap ≤ 70%
Liquid Asset (cash+ interest bearingsecurities) toMarket Capaverage ≤ 33%
Total Accountreceivables toMarket Capaverage ≤ 33%
AccountsReceivables toMarket value ofEquity (12Monthaverage) <49 %
(Cash +InterestBearingSecurities) toMarket value ofEquity (12Monthaverage)<33%;
NA
Investment NA Investment on noncompliant shariahavtivities ≤ 33% ofTotal Asset
NA NA NA NA
Shariah NonCompliantIncome
NA Income from noncompliant shariahinvestement ≤ 5% ofgross revenue
NA Total interestincome andnon shariahcomplianceactivities tooperatingincome ≤ 5%
NA Non-PermissibleIncome otherthan InterestIncome toRevenue < 5%
NA
59
Liquid Assetvs Shareprice
NA Net Liquid Asset vs.Share price: netliquid asset (currentasset – currentliabilities) per share <market price of share
NA NA NA NA NA
Purification NA NA NA NA NA DividendPurificationRatio:
Dividend x(NonPermissibleRevenue /TotalRevenue)
DividendCleansing :
"Tainteddividend" orreceiptsattributable toactivities thatareinconsistencewith Islamicprinciples aredonated incharity.
Lampiran 2
Tim Kajian Pengembangan Produk Syariah di Pasar Modal
(Islamic Private Equity Fund)
Fadilah Kartikasasi
Muhammad Touriq
Arif Machfoed
Ridwan
M. Arif Budiman
Halim Haryono
Andriansyah
Bimahyunaidi Umayah
Royani
Dien Sukmarini
Puji Astuti
Chairul Adi
Biger Adzaana Maghribi
Yunaldi Boer
Nanang Rohim