kajian pengaruh tipe kemasan dan penggunaan … · penanganan pasca panen produk hortikultura...
TRANSCRIPT
KAJIAN PENGARUH TIPE KEMASAN DAN PENGGUNAAN
VENTILASI TERHADAP KEKUATAN DAN BIAYA KEMASAN
PETI KAYU UNTUK DISTRIBUSI HORTIKULTURA
SKRIPSI
Oleh :
DIANA DWI PUSPA
F01499007
2006
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Diana Dwi Puspa. F01499007. Kajian Pengaruh Tipe Kemasan dan Penggunaan Ventilasi Terhadap Kekuatan dan Biaya Kemasan Peti Kayu Untuk Distribusi Hortikultura. Di bawah bimbingan : Emmy Darmawati. 2006.
RINGKASAN
Penanganan pasca panen produk hortikultura meliputi kegiatan pemanenan sampai penanganan sebelum diterima konsumen. Berbagai upaya dilakukan untuk menghindari terjadinya kerusakan produk. Salah satunya dengan pengemasan yang baik. Bahan kemasan distribusi hortikultura diantaranya adalah karung goni, keranjang bambu, peti kayu, dan peti karton bergelombang. Salah satu jenis kemasan yang banyak dipakai adalah peti kayu, karena bahan kemasan kayu masih banyak dijual di pasaran dengan harga yang relatif terjangkau. Bila dibandingkan dengan kemasan peti karton bergelombang, keuntungan pemakaian peti kayu dalam mengemas produk yaitu kemampuannya untuk melindungi produk yang dikemas dari berbagai kerusakan akibat adanya tekanan dari segala arah, dan mampu disusun dengan ketinggian tertentu tanpa menyebabkan kerusakan akibat tekanan yang timbul pada penumpukan tersebut . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tipe kemasan, cara penyambungan dan ventilasi terhadap kekuatan kemasan peti kayu, serta menganalisa biaya kemasan. Data hasil penelitian ini dapat digunakan untuk melengkapi pengembangan program yang diberi nama PDS 2 yang dilakukan oleh Afriansyah (2005).
Penelitian dilaksanakan selama bulan Oktober – Desember 2005. Pengambilan data dilakukan di Laboratorium Keteknikan Kayu di Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Gunung Batu, Bogor. Bahan yang digunakan Kayu Jeungjing (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) untuk membuat kemasan peti kayu, dan paku sebagai alat sambung pada kemasan peti kayu. Sedangkan alat- alat yang digunakan yaitu (1) Universal Tester Machine (UTM) untuk uji kekuatan tekan kayu, (2) timbangan, dan (3) meteran.
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian meliputi : (1) pembuatan kemasan peti kayu, (2) uji kekuatan kemasan dengan perlakuan ketebalan kayu, (3) uji kekuatan kemasan dengan perlakuan tiga tipe kemasan yaitu Tipe I “end vertical batten wooden box”, Tipe II “end horizontal batten wooden box” dan Tipe III “butt-joint full cleat wooden box”, (4) uji kekuatan kemasan dengan perlakuan ventilasi, (5) uji kekuatan kemasan dengan perlakuan cara penyambungan, (6) uji kekuatan kemasan dengan perlakuan tipe kemasan, cara penyambungan, dan penggunaan ventilasi. Peti kayu dibuat dengan ukuran dimensi dalam 430X350X260 mm, ukuran ini merupakan hasil output program komputer PDS 2.
Berdasarkan hasil pengujian untuk melihat pengaruh tipe kemasan terhadap kekuatan, kemasan Tipe III mempunyai nilai compression strength sebesar 2327.5 kg. Kekuatan ini lebih besar dibandingkan dengan Tipe I dan Tipe II. Hal ini dapat terjadi karena desain Tipe III dengan batang pengikat lebih banyak sehingga lebih kokoh dan mampu menahan beban maksimum lebih besar.
Ada perbedaan nilai kekuatan (compression strength) hasil perhitungan teoritis dengan pengujian. Perbandingan antara hasil teoritis dengan pengujian untuk masing-masing tipe adalah 1 : 0.4298, 1 : 0.4396, 1 : 0.5967. Nilai perbandingan tersebut dinyatakan sebagai faktor koreksi, pada perhitungan teoritis compression strength.
Sedangkan pengaruh cara penyambungan terhadap kekuatan, penyambungan tiga paku menghasilkan beban maksimum terbesar dibandingkan dengan cara penyambungan dua paku. Perbedaan kekuatan ini dipengaruhi oleh daya cengkeram paku, semakin banyak paku yang digunakan daya cengkeramnya semakin kuat. Diperoleh nilai koreksi sebesar 0.4662, 0.4695 untuk cara penyambungan menggunakan dua paku, dan tiga paku.
Ventilasi kemasan bertujuan untuk melindungi produk dari pengaruh suhu dalam lingkungan kemasan itu sendiri. Pengaruh ventilasi terhadap kekuatan menunjukkan bahwa semakin besar ventilasi kekuatannya semakin berkurang. Dari pengujian diperoleh persamaan y = -159.4x + 2274 dengan R2 = 0.9908 untuk menghitung nilai kekuatan apabila ventilasi yang akan diberikan diketahui.
Perhitungan biaya kemasan bertujuan untuk menentukan tipe kemasan yang paling murah. Dengan menggunakan ketiga faktor yang mempengaruhi kekuatan kemasan yaitu tipe kemasan, cara penyambungan dan penggunaan ventilasi, biaya yang harus dikeluarkan untuk masing-masing kemasan dapat diketahui. Dari hasil perhitungan, kemasan Tipe I, dengan ventilasi 8% dan cara penyambungan dengan dua paku mempunyai biaya kemasan yang paling murah.
Nilai yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program PDS 2 yang telah dibangun oleh Afriansyah (2005). Dengan tambahan data-data tersebut maka pemilihan kemasan dapat dilakukan berdasarkan faktor ketebalan kayu, cara sambungan, tipe kemasan, luas ventilasi, dan biaya kemasan.
KAJIAN PENGARUH TIPE KEMASAN DAN PENGGUNAAN
VENTILASI TERHADAP KEKUATAN DAN BIAYA KEMASAN
PETI KAYU UNTUK DISTRIBUSI HORTIKULTURA
Oleh :
Diana Dwi Puspa
F01499007
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
2006
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN PENGARUH TIPE KEMASAN DAN PENGGUNAAN
VENTILASI TERHADAP KEKUATAN DAN BIAYA KEMASAN
PETI KAYU UNTUK DISTRIBUSI HORTIKULTURA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Diana Dwi Puspa
F01499007
Dilahirkan pada tanggal 03 Januari 1982 di Sukabumi
Tanggal lulus :
Menyetujui,
Bogor, September 2006
Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr.Ir. Wawan Hermawan, M.S Ketua Departemen Teknik Pertanian
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 03 Januari 1982,
merupakan anak kedua dari dua bersaudara keluarga Bpk Mas’ud dan Ibu
Rasmini.
Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1993 di SDN. IR. H.Juanda
Pelabuhanratu. Tahun 1996 penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah
di SMPN 1 Pelabuhanratu, dan tahun 1999 lulus dari Sekolah Menengah Umum
di SMUN 1 Pelabuhanratu.
Pada tahun 1999 penulis berhasil masuk Institut Pertanian Bogor melalui
jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan diterima sebagai mahasiswa
Fakultas Teknologi Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, IPB.
Selama kuliah, penulis aktif pada berbagai kepanitiaan kegiatan dan
menjadi pengurus di Himpunan Profesi Mahasiswa Teknik Pertanian. Pada tahun
2003 penulis melakukan praktek lapangan di PD.Pasar Jaya, Jakarta dengan judul
“Sistem Informasi Manajemen di PD. Pasar Jaya”. Pada Tahun 2005 penulis
melakukan penelitian dengan judul “Kajian Pengaruh Tipe Kemasan Dan
Penggunaan Ventilasi Terhadap Kekuatan Dan Biaya Kemasan Peti Kayu
Untuk Distribusi Hortikultura”.
KATA PENGANTAR
“Alhamdulillah Hirobbil “Aalamiin..” Puji dan Syukur penulis panjatkan
ke hadirat Illahi Robbi atas segala rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul : “KAJIAN PENGARUH TIPE
KEMASAN DAN PENGGUNAAN VENTILASI TERHADAP KEKUATAN
DAN BIAYA KEMASAN PETI KAYU UNTUK DISTRIBUSI
HORTIKULTURA”. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi
bagi pengguna kemasan peti kayu, menjadi data pelengkap bagi program
Packaging Design System 2 (PDS 2) sehingga membantu dalam melakukan
perencanaan, pemilihan dan perancangan kemasan peti kayu untuk distribusi
hortikultura.
Segala sesuatu yang penulis lakukan ditujukan sebagai bentuk ibadah
kepada-Nya. Hanya atas izin dan petunjuk-Nya, penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana teknologi
Pertanian pada Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sebagai manusia biasa, penulis menyadari tidak dapat menyerap semua
ilmu yang ada, begitu juga dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan-
kekurangan baik dalam analisisnya maupun tata bahasanya. Menyadari hal itu,
penulis sangat menghargai akan segala kritikan maupun masukan semua terhadap
skripsi, sehingga karya ini dapat menjadi lebih baik. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu :
1. Ibu Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktunya dengan ikhlas dan penuh kesabaran dalam
memberikan bimbingan dan saran-saran yang sangat bermanfaat serta
dorongannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Suroso, M.Agr.,
selaku Dosen Penguji pada Ujian Skripsi yang telah memberikan arahan dan
koreksi yang sangat berguna bagi penulis.
3. Bapak Endang selaku staf di Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
yang telah membantu penulis melakukan pengambilan data sebagai bahan
penelitian
4. Bapak Kadiman selaku laboran di Fakultas Kehutanan yang telah membantu
penulis menyiapkan bahan penelitian.
Akhirnya penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang tiada
tara kepada Ibunda Rasmini dan Ayahanda Mas’ud atas kasih sayang, dorongan,
do’a, dan segala pengorbanan baik moril maupun materiil yang telah diberikan
selama ini. Teh ima, Kel. Besar Miming, semua adik sepupu dan sahabat, serta
Manja Priana, S.E. Kesabaran dan dorongan mereka sangat besar artinya dalam
proses penyelesaian skripsi ini.
Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak
yang memerlukannya. Akhir kata penulis ucapkan semoga semua kebaikan dan
ketulusan serta bantuan yang diberikan kepada penulis menjadi pahala di
kemudian hari. Amin Yaa Robbal Aalamiin...
Bogor, September 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI......................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ ii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................... iii
DAFTAR TABEL................................................................................. iv
I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG .......................................................... 1
B. TUJUAN .............................................................................. 3
C. KEGUNAAN PENELITIAN................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 4
A. KEMASAN........................................................................... 4
B. BAHAN KEMASAN............................................................ 5
1. Keranjang.......................................................................... 5
2. Karung/Kantong................................................................ 5
3. Peti Karton ....................................................................... 6
4. Peti Kayu.......................................................................... 7
C. KEMASAN PETI KAYU..................................................... 7
1. TIPE KEMASAN ............................................................ 8
2. CARA PENYAMBUNGAN KEMASAN PETI KAYU 10
3. VENTILASI PADA KEMASAN PETI KAYU .............. 11
4. KEKUATAN KEMASAN PETI KAYU......................... 12
D. STUDI KEMASAN YANG PERNAH DILAKUKAN ....... 13
III. METODOLOGI PENELITIAN.................................................... 15
A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN .............................. 15
B. BAHAN DAN ALAT ........................................................... 15
1. Bahan .............................................................................. 15
2. Alat.................................................................................... 15
C. METODE PENELITIAN...................................................... 15
1. Penelitian Pendahuluan ................................................... 15
a. Ketebalan Kayu.......................................................... 16
b. Cara Sambungan ........................................................ 16
2. Penelitian Utama............................................................... 17
3. Menentukan Tinggi Tumpukan Peti dan Jumlah Peti....... 19
4. Menentukan compression strength ................................... 19
5. Rancangan Percobaan ....................................................... 20
6. Analisis Biaya .................................................................. 21
7. Asumsi-asumsi .................................................................. 21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................... 23
A. Pengaruh Perlakuan Ketebalan Kayu dan Cara Sambungan
terhadap Kekuatan ................................................................ 23
1. Ketebalan Kayu................................................................. 24
2. Cara Sambungan ............................................................... 26
B. Pengaruh Perlakuan Tipe Kemasan dan Penggunaan
Ventilasi Terhadap Kekuatan Kemasan................................ 28
1. Ventilasi Kemasan ............................................................ 28
2. Tipe Kemasan ................................................................... 30
C. Pengaruh Hubungan antara Ketebalan Kayu, Cara
sambungan, Tipe Kemasan dan penggunaan Ventilasi
Terhadap Kekuatan ............................................................... 32
D. Biaya Kemasan .................................................................... 34
V. KESIMPULAN DAN SARAN..................................................... 38
A. KESIMPULAN..................................................................... 38
B. SARAN ................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 40
LAMPIRAN.......................................................................................... 42
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Tipe-tipe peti kayu normal ................................................. 9
Gambar 2. Alat Uji Tekan Universal Testing Machine ....................... 17
Gambar 3. Grafik Hubungan antara ketebalan kayu terhadap
kekuatan kemasan ............................................................. 25
Gambar 4. Grafik Hubungan antara ventilasi terhadap kekuatan
kemasan............................................................................. 29
Gambar 5. Beberapa bentuk deformasi setelah terjadinya
pembebanan pada peti kayu .............................................. 34
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Gambar tiga tipe peti kayu penelitian.............................. 41
Lampiran 2. Gambar perlakuan ketebalan papan kayu pada kemasan
peti................................................................................... 42
Lampiran 3. Gambar perlakuan perbedaan ventilasi pada kemasan
peti................................................................................... 43
Lampiran 4. Gambar perbedaan perlakuan cara penyambungan pada
kemasan........................................................................... 44
Lampiran 5. Data hasil penelitian ........................................................ 45
Lampiran 6. Hasil perhitungan uji statistik F....................................... 46
Lampiran 7. Gambar perlakuan tipe kemasan, cara penyambungan,
ventilasi pada kemasan peti............................................. 47
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Ukuran paku untuk pelekatan dinding samping, dasar, dan
tutup peti ke dinding ujung menurut standar JSA (1984) .... 11
Tabel 2. Kombinasi antara tipe kemasan dan cara penyambungan ..... 18
Tabel 3. Nilai Koefisien K .................................................................. 27
Tabel 4. Faktor koreksi terhadap kekuatan kemasan dengan
perlakuan cara sambungan ................................................... 27
Tabel 5. Faktor koreksi terhadap kekuatan kemasan dengan
perlakuan tipe kemasan ........................................................ 31
Tabel 6. Hasil perhitungan biaya kemasan peti kayu tanpa ventilasi .. 36
Tabel 7. Hasil perhitungan biaya kemasan peti kayu tanpa ventilasi .. 36
Tabel 8. Hasil perhitungan biaya kemasan peti kayu berventilasi ....... 36
Tabel 9. Hasil perhitungan biaya kemasan peti kayu berventilasi ....... 37
Tabel 10. Nilai rata-rata hasil uji kekuatan kemasan terhadap tiga
perlakuan ketebalan kayu...................................................... 46
Tabel 11. Nilai rata-rata hasil uji kekuatan kemasan terhadap
ventilasi ................................................................................. 46
Tabel 12. Hasil uji kekuatan kekuatan kemasan (kg) terhadap
kemasan berventilasi dengan perlakuan tipe kemasan dan
cara penyambungan .............................................................. 46
Tabel 13. Sidik ragam pengaruh tipe kemasan dan cara
penyambungan terhadap kekuatan kemasan peti kayu ......... 47
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagai negara agraris, sektor pertanian mempunyai peluang cukup
besar untuk berkontribusi pada perekonomian Indonesia terutama dengan
komoditas hortikultura. Beragamnya komoditas buah tropis andalan di
Indonesia seperti mangga, jeruk, salak, dan apel telah mempunyai pasar yang
baik, menjadikan salah satu sektor agribisnis ini memerlukan penanganan
yang lebih optimal sebagai usaha menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi.
Dalam dekade terakhir (1995-2005) sebagian besar jumlah produksi buah di
Indonesia menurut BPS (2005) menunjukkan adanya kenaikan, sebagai contoh
produksi buah jeruk dari 143.059 ton dalam tahun 1995 menjadi 2.071.084 ton
dalam tahun 2005. Untuk mendukung tujuan diatas, berbagai upaya dilakukan
dari pemilihan bibit, peningkatan hasil produksi panen sampai pada
penanganan pasca panen.
Penanganan pasca panen produk hortikultura dimulai dari pemanenan
sampai penanganan sebelum diterima konsumen, termasuk didalamnya
pengemasan, penyimpanan, bongkar muat dan transportasi/distribusi yang
dapat mempengaruhi mutu produk hortikultura. Berbagai kerusakan terjadi
pada saat penanganan pasca panen tidak dapat dihindari. Dalam Afriansyah
(2005) kerusakan selama pengangkutan dan distribusi diperkirakan berkisar
antara 30% - 50% bahkan untuk sayuran tertentu mencapai 60%. Salah satu
cara mengurangi kerusakan yang terjadi yaitu memberikan perlindungan yang
baik pada komoditas dengan memberikan kemasan yang tepat. Bahan
kemasan distribusi untuk produk hortikultura yang biasa digunakan di
Indonesia diantaranya adalah karung goni, keranjang bambu, peti kayu, dan
peti karton bergelombang.
Peti kayu merupakan salah satu alternatif kemasan yang masih banyak
digunakan untuk pengangkutan komoditas hortikultura, misalnya untuk
mengemas buah jeruk, salak, tomat, dan lain sebagainya. Bahan baku dan
tenaga kerja untuk membuatnya juga tersedia dan relatif murah, disamping itu
kebutuhan akan peralatan khusus tidak terlalu banyak. Bila dibandingkan
dengan kemasan peti karton bergelombang, keuntungan pemakaian peti kayu
dalam mengemas produk yaitu kemampuannya untuk melindungi produk yang
dikemas dari berbagai kerusakan akibat adanya tekanan dari segala arah, dan
mampu disusun dengan ketinggian tertentu tanpa menyebabkan kerusakan
akibat tekanan yang timbul pada penumpukan tersebut. Peti kayu dapat pula
mempertahankan bentuknya bila ditempatkan dalam ruangan yang lembab
atau bila terkena air. Sedangkan untuk kemasan peti karton gelombang
walaupun dapat memberikan perlindungan lebih baik daripada jenis kemasan
lain seperti karung, tetapi kekuatannya tidak sebaik peti kayu, harganya masih
dianggap tinggi dan kurang tahan terhadap perlakuan kasar yang biasa
dijumpai seperti jatuh atau terbanting.
Beberapa masalah yang dijumpai di lapangan dalam pemakaian peti
kayu sebagai kemasan transportasi/distribusi diantaranya adalah bentuk dan
ukuran peti belum seragam, jenis kayu yang digunakan masih beragam, papan
yang digunakan pada umumnya tidak dihaluskan dan lebar papannya tidak
seragam serta pemasangan papan yang tidak teratur sehingga lubang ventilasi
menjadi kurang teratur pula. Selain itu, belum adanya informasi tentang
Jenis kayu yang digunakan, tipe dan ventilasi kemasan akan
berpengaruh terhadap kekuatan kemasan dan biaya kemasan. Banyak tipe
kemasan peti kayu yang digunakan untuk kemasan transportasi/distribusi, tipe
dan ukuran kemasan pada umumnya disesuaikan dengan komoditas dan
jumlah yang akan dikemas. Penggunaan ventilasi diperlukan untuk menjaga
mutu komoditas dari kerusakan biologis karena produk hortikultura masih
mengalami proses metabolisme pada saat dikemas. Biaya kemasan menjadi
faktor pertimbangan dalam pembuatan kemasan, sehingga tidak jarang
penggunaan bahan dan semua aspek yang dapat mempengaruhi kekuatan
kemasan dan mutu komoditas yang dikemas terabaikan. Oleh karena itu,
perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh tipe dan penggunaan
ventilasi terhadap kekuatan dan biaya. Dengan demikian diharapkan dapat
diketahui kemasan dengan tipe dan ventilasi tertentu yang konstruksinya kuat,
bersifat aman dan melindungi produk hortikultura dengan biaya yang
terjangkau.
Selain untuk menganalisa pengaruh tipe kemasan, dan penggunaan
ventilasi, data hasil penelitian ini sangat diperlukan untuk pengembangan
desain kemasan menggunakan alat bantu komputer yang diberi nama PDS 2
yang telah dilakukan penelitian sebelumnya oleh Afriansyah (2005).
B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tipe dan ventilasi
kemasan terhadap kekuatan kemasan peti kayu, serta menganalisa biaya yang
dibutuhkan dalam pembuatan kemasan untuk distribusi hortikultura.
C. KEGUNAAN PENELITIAN
Hasil penelitian dapat menjadi sumber informasi atau bahan referensi
bagi para pengguna kemasan peti kayu untuk menentukan kemasan yang tepat
dan sesuai dalam menunjang usaha peningkatan penanganan pasca panen
yaitu mempertahankan mutu produk sehingga bernilai jual tinggi.
Secara khusus, penelitian ini dapat berguna untuk pengembangan
program desain kemasan menggunakan alat bantu komputer yang diberi nama
PDS 2, sehinga dapat membantu dalam melakukan perencanaan, pemilihan
dan perancangan kemasan distribusi produk pertanian dengan menggunakan
kemasan kayu.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. KEMASAN
Dalam pengertian umum kemasan adalah suatu benda yang digunakan
untuk wadah atau tempat yang dikemas dan dapat memberikan perlindungan
sesuai dengan tujuannya. Dalam pengertian khusus, kemasan adalah wadah
atau tempat yang digunakan untuk mengemas suatu komoditas, dan telah
dilengkapi dengan tulisan atau label yang menjelaskan tentang isi, kegunaan,
dan lain-lainnya yang perlu. Tulisan atau label tersebut merupakan informasi
yang perlu disampaikan kepada orang yang menanganinya atau konsumen
(Wiraatmadja, 1991).
Menurut Soedibyo (1985), pengemasan tidak memperbaiki mutu
komoditas yang dikemas, oleh karena itu hanya komoditas yang bermutu baik
yang harus dikemas. Terdapatnya komoditi yang busuk atau rusak akan
menjadi sumber kontaminasi atau infeksi bagi komoditas lain yang masih
segar atau sehat.
Tujuan dari pengemasan menurut Sacharow dan Griffin (1980) adalah
untuk :
1. Mempermudah dan meningkatkan keamanan produk selama pengangkutan
2. Melindungi produk dari pencemaran dan kehilangan
3. Memberikan kemudahan dalam menggunakan produk yang dikemas
Berdasarkan fungsinya kemasan dibagi menjadi dua yaitu kemasan
untuk transportasi/distribusi dengan fungsi utama melindungi dan kemasan
untuk perdagangan eceran atau supermarket (retail package) dengan fungsi
utama untuk menarik konsumen.
Kemasan transportasi/distribusi adalah kemasan yang terutama
ditujukan untuk melindungi produk yang dikemas selama pengangkutan dari
produsen sampai ke konsumen (Paine dan Paine, 1983).
Proses distribusi meliputi kegiatan pengemasan, penanganan,
penyimpanan dan pengangkutan. Selama proses tersebut, kemasan dan
produk yang dikemas menghadapi berbagai resiko diantaranya resiko
lingkungan akibat suhu dan kelembaban, resiko fisik karena gesekan, dampak
tekanan, distorsi, dan resiko lain seperti masuknya organisma, kontaminasi
dan pencurian (Wiraatmadja, 1991).
Berdasarkan hasil survey baik yang dilakukan oleh Lembaga
Penelitian Hortikultura maupun lembaga lain, pengemasan dalam distribusi
produk hortikultura pada umumnya masih jauh dari sempurna, padahal
pengemasan dapat digunakan untuk mengatasi salah satu masalah yang ada
pada kegiatan penanganan pasca panen yaitu untuk mempertahankan mutu
komoditas hortikultura ( Widjandi, 1989).
B. BAHAN KEMASAN
Bahan kemasan distribusi untuk komoditas buah-buahan dan sayuran segar
yang sering digunakan di Indonesia adalah, keranjang bambu, karung, peti
karton bergelombang, dan peti kayu (Poernomo, 1978).
1. Keranjang
Keranjang merupakan alat pengemas yang banyak dipakai untuk
komoditas segar. Kemasan berbentuk keranjang dapat terbuat dari bambu,
daun kelapa, daun pandan dan rotan. Bentuk keranjang bambu umumnya
persegi atau bulat. Kapasitas keranjang antara 40-100 kg.
Kelemahan dari keranjang bambu adalah kurang kuat, tidak mampu
melindungi komoditas dari kerusakan mekanis. Tetapi kemasan keranjang
bambu mempunyai harga yang lebih murah daripada kemasan lainnya. Selain
itu kelebihan keranjang bambu yaitu dapat diperbaiki dengan memberikan
unsur bahan penguat pada sisi-sisinya sehingga dalam proses penyusunan,
pemuatan dan pembongkaran komoditas tidak banyak mengalami kerusakan,
dengan mempertimbangkan kapasitas muatnya (Widjandi, 1989).
2. Karung/Kantong
Kemasan karung yang umum digunakan untuk mengemas komoditas
segar hortikultura adalah karung goni, kantong kertas, karung kain, karung
plastik dan karung rajut/jala. Sifat kemasan jenis ini hanya membantu sedikit
dalam melindungi komoditas dari tekanan/pergeseran antara komoditas yang
satu dengan lainnya. Kemasan karung sering dipakai untuk pengangkutan
jarak dekat dan komoditas yang dikemas biasanya mempunyai tekstur yang
tebal.
Ventilasi atau lubang-lubang pada udara pada kebanyakan karung
kurang sempurna sehingga panas hasil respirasi sukar keluar dan terkumpul di
dalamnya, hal ini dapat menyebabkan kerusakan mutu komoditas yang
dikemas.
Kantong-kantong jala dari plastik pada umumnya dibuat dari polietilen
yang mempunyai kepadatan rendah, kuat, kedap air, tahan terhadap zat-zat
kimia dan relatif murah (Hall, 1975).
3. Peti Karton
Kemasan peti karton pada umumnya digunakan sebagai kemasan
ekspor, karena harganya relatif masih mahal. Selain itu kekuatan peti karton
tidak sebaik peti kayu tetapi lebih kuat dari pada karung. Kelemahan peti
karton yang lain adalah ventilasi kurang dan pada kondisi lembab kekuatannya
berkurang. Kekurangan tersebut dapat diatasi dengan pemberian lubang-
lubang pada dinding kemasan yang ditempatkan sedemikian rupa sehingga
kekuatan kemasan tidak berkurang. Kekuatan bahan pada kondisi lembab
dapat ditambah dengan pemberian lapisan lilin (Peleg, 1985).
Peti karton mempunyai bobot yang ringan sehingga akan
mempermudah pembongkaran dan dinding petinya yang halus dibandingkan
peti kayu menyebabkan gesekan antara komoditas dengan dinding peti tidak
berakibat buruk (Widjandi, 1989).
Kemasan peti karton (corrugated box) dibuat dari karton
bergelombang. Terdapat tiga daya tahan yang dimiliki oleh peti karton
sebagai pelindung komoditas didalamnya yaitu antara lain ketahanan jebol,
daya tahan susun dan daya tahan air (basah). Ketahanan jebol dan daya tahan
susun dari peti karton sangat tergantung pada kualitas bahan yang digunakan.
Sedangkan daya tahan air (basah) bisa dilakukan dengan menambah lapisan
lilin pada permukaan peti karton, baik di bagian dalam maupun di bagian luar
sesuai kebutuhan (Federasi Pengemasan Indonesia, 1983).
4. Peti Kayu
Kemasan kayu merupakan kemasan distribusi yang paling kuat dan kokoh.
Peti kayu dapat melindungi kerusakan komoditas dari segala arah dan dapat
disusun sampai ketinggian tertentu tanpa menjadi rusak sehingga dapat
menghemat ruang penyimpanan. Syarat-syarat kayu yang biasa digunakan
untuk bahan kemasan diantaranya adalah densitas kayu, kemudahan
pemakuan, ketersediaan, dan tersedianya bagian-bagian serta panjang yang
memadai. Adapun jenis kayu yang baik digunakan untuk bahan kemasan
adalah jenis kayu yang berwarna putih dan bersifat lentur seperti kayu pinus,
dan jeungjing (sengon).
Kayu Jeungjing atau sengon laut (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen
syn.), termasuk dalam famili Mimosaceae. Kayu jeungjing banyak digunakan
untuk bahan perumahan, peti, venir, pulp, papan semen wol kayu, papan serat,
dan sebagainya. Pohon ini memiliki panjang bebas cabang 10-80 cm.
Ciri umum kayu jeungjing adalah sebagai berikut :
a. Kayu teras berwarna hampir putih atau coklat muda
b. Tekstur kayu agak kasar dan merata
c. Arah serat lurus, bergelombang lebar, atau berpadu
d. Permukaan kayu agak licin atau licin serta mengkilap
e. Kayu yang masih segar berbau petai, yang lambat laun hilang jika kayunya
menjadi kering.
Kayu jeungjing mempunyai berat jenis rata-rata 0.33 dengan kisaran 0.24
– 0.49, kelas kuat IV-V dan kelas awet IV/V. Penyusutan kayu sampai kering
tanur sebesar 2.5 persen dalam arah radial dan 5.2 persen dalam arah
tangensial. Keterawetan kayu jeungjing termasuk dalam kelas sedang.
Mempunyai nilai kekerasan sebesar 12 – 122 kg/cm3 (Martawijaya, 1989).
C. KEMASAN PETI KAYU
Harvey (1986) menyatakan bahwa pada prinsipnya tidak ada spesifikasi
khusus untuk menentukan jenis kayu yang bagaimana yang harus digunakan
untuk jenis kemasan tertentu. Pilihan jenis kayu ditentukan berdasarkan
jumlah yang tersedia dan harganya. Faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan dalam menentukan spesies kayu yang cocok untuk kemasan
antara lain : densitas kayu, kemudahan pemakuan, ketersediaan, dan
tersedianya bagian-bagian serta panjang yang memadai.
1. TIPE KEMASAN
Peti kayu memiliki beberapa tipe desain yang berbeda. Perbedaan
tipe-tipe ini terutama terletak pada desain konstruksi ujungnya. Klasifikasi
tipe desain peti kayu normal menurut Japanesse Standard Association atau
JSA (1984), terdiri dari :
a. Tipe 1 (“batten-free wooden box”)
b. Tipe 2 (“end vertical batten wooden box”)
c. Tipe 3 (“end horizontal batten wooden box”)
d. Tipe 4 (“inside batten wooden box”)
e. Tipe 5 (“butt-joint full cleat wooden box”)
Desain masing-masing tipe dapat dilihat pada Gambar 1.
Pengklasifikasian tersebut didasarkan pada bentuk desain konstruksi
dinding ujung dan batang pengikat untuk dinding ujung tersebut (end batten).
Kemudian berdasarkan papan yang digunakan dan ada tidaknya celah antar
papan, JSA (1984) mengklasifikasikan peti kayu menjadi tiga tipe, yaitu :
a. Tipe A, peti yang dibuat dari kayu gergajian dan antar papan tidak diberi
jarak
b. Tipe B, peti yang dibuat dari papan kayu gergajian dan antar papan diberi
jarak
c. Tipe C, peti yang dibuat dari kayu lapis.
Hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan peti kayu adalah papan
yang dipakai harus dihaluskan, lebar papan harus disesuaikan dengan ukuran
peti dan jenis komoditas yang dikemas, serta memiliki ventilasi. Kemasan
peti kayu sering digunakan untuk kemasan ekspor dengan memperhatikan
persyaratan yang diminta oleh negara pengimpor (Widjandi, 1989).
5. Tipe 5 : “butt joint full cleat wooden box”
Gambar 1. Tipe-tipe peti kayu normal (JSA, 1984)
2. CARA PENYAMBUNGAN KEMASAN PETI KAYU
Sambungan merupakan titik terlemah dalam suatu konstruksi. Jika
kekuatan kayu tanpa sambungan dianggap sama dengan 100% maka
penggunaan alat sambung berikut ini dalam suatu sambungan kayu
mengakibatkan terjadinya kekurangan kekuatan sebesar (Yap, 1984) :
a. 30% apabila menggunakan alat sambung baut
b. 50% apabila menggunakan alat sambung paku
c. 60% apabila menggunakan alat sambung pasak
d. 100% apabila menggunakan alat sambung berupa perekat
Dalam Wirjomartono (1977), alat sambung yang digunakan dalam
konstruksi kayu dapat dibagi menjadi empat golongan yaitu :
a. Paku, baut, dam sekrup
b. Pasak-pasak kayu keras
c. Alat-alat sambung modern (kokot, bulldog, cincin belah, dan lain-lain)
d. Perekat
Fungsi alat sambung adalah penyambung dan penghantar gaya
yang bekerja pada satu bagian ke bagian lain dari sambungan. Satu bagian ke
bagian lain tersebut masing-masing merupakan satu kesatuan
Paku adalah alat sambung mekanik yang paling umum dan familiar
digunakan masyarakat. Paku sering digunakan untuk alat sambung pada
konstruksi bangunan kuda-kuda. Walaupun daya dukungnya kecil ternyata
sambungan dengan paku adalah kaku, karena sasarannya sangat kecil terutama
jika dibandingkan dengan sambungan yang menggunakan baut.
Metode yang digunakan untuk menggabungkan bagian-bagian peti
membentuk peti utuh adalah dinding samping digabungkan kedinding ujung
terlebih dahulu, kemudian dasar dan tutup peti digabungkan ke dinding ujung.
Ukuran nominal paku yang digunakan untuk menggabungkan
dinding samping, dasar, dan tutup peti ke dinding ujung menurut standar JSA
seperti yang tercantum pada Tabel 1. Jika paku tidak dapat dipancangkan di
tempat yang telah ditentukan disebabkan adanya hambatan seperti mata kayu
(knot), sambungan papan, dan lain sebagainya, maka paku dapat
dipancangkan pada jarak lebih kurang 50 persen dari jarak yang telah
ditentukan.
Jarak antar paku untuk pemakuan dasar dan tutup peti ke dinding
ujung tidak lebih dari 24 cm dimulai pada posisi 6-9 cm dari ujung. Jika tebal
papan untuk dinding samping sama atau kurang daripada 1.2 cm, pemakuan
dapat dihilangkan dan sebagai gantinya dapat digunakan baja strip (strip
steel).
Tabel 1. Ukuran paku untuk pelekatan dinding samping, dasar, dan tutup peti ke dinding ujung menurut standar JSA (1984)
Tebal Papan (cm) Panjang Paku (mm) Kode (designation) Paku
0.9 32 N 32
1.2 45 N 45
1.5 50 N 50
1.8 65 N 65
2.1 75 N 75
2.4 75 N 75
2.7 90 N 90
3. VENTILASI PADA KEMASAN PETI KAYU
Poernomo (1978) menyatakan bahwa desain kemasan untuk komoditas
hortikultura segar harus memiliki cukup lubang udara (ventilasi) untuk
memungkinkan udara dapat bergerak keluar masuk kemasan, kemasan harus
mudah dan dapat diangkat oleh satu orang. Kemasan yang terlalu besar akan
terlalu berat untuk diangkat oleh satu orang sehingga dalam penanganan
selanjutnya perlakuan kasar yang tak dapat dihindarkan akan menyebabkan
peningkatan persentase kerusakan komoditas di dalamnya.
Ventilasi pada peti karton biasanya bulat atau celah panjang dengan
sudut-sudutnya dibulatkan, sedangkan pada peti kayu berupa celah yang
dibuat antara lembaran papan penyusunnya (New, 1978).
Luas ventilasi pada kotak karton biasanya berkisar antara 0 sampai 6.1
persen dari total luas permukaan kemasan bagian luar umumnya 2.4 persen.
Luas lubang pada kemasan peti berikat kawat sekitar 6 persen, dan krat ringan
memiliki luas lubang sekitar 32 persen dari total luas permukaan luarnya.
Lubang udara pada peti karton biasanya bulat atau celah panjang dengan
sudut-sudutnya dibulatkan, sedangkan pada peti kayu berupa celah yang
dibuat antara lembaran papan penyusunnya.
Pemberian lubang pada tutup dan dasar kemasan disebut ventilasi
vertikal. Ventilasi ini akan memberikan efek lebih baik dibanding dengan
ventilasi samping atau ujung kemasan yang disebut ventilasi horizontal.
Ventilasi vertikal menyebabkan aliran udara vertikal sesuai dengan laju
gerakan udara panas, selain itu ventilasi vertikal pengaruhnya terhadap
kekuatan kemasan sangat kecil (Peleg, 1985).
Dalam kemasan yang tidak diberi ventilasi, hasil-hasil pertanian sering
tampak tetap baik lebih lama daripada yang berada dalam kemasan yamg
berventilasi. Namun bau dan rasa yang tidak diinginkan dapat timbul dalam
kemasan yang tertutup rapat, meskipun produknya terlihat baik (Widjandi,
1989).
4. KEKUATAN KEMASAN PETI KAYU
Menurut Peleg (1985), kekuatan suatu kemasan terdiri dari kekuatan
statik dan kekuatan dinamik. Yang dimaksud dengan kekuatan statik
misalnya bebas penumpukan di ruang penyimpanan. Sedangkan yang
dimaksud dengan kekuatan dinamik adalah kemampuan kemasan menahan
beban dinamik, misalnya getaran atau benturan selama pengangkutan atau
penanganan kemasan.
Pengujian kekuatan kemasan secara garis besar dapat dikelompokkan
dalam tiga kategori, yaitu uji tekan, uji getar, dan uji kejut. Uji tekan untuk
melihat kemampuan kemasan dalam menanggung beban selama penumpukan.
Uji getar digunakan untuk melihat kemampuan kemasan dalam melindungi
produk yang dikemas terhadap getaran yang terjadi selama pengangkutan. Uji
kejut dilakukan untuk melihat kemampuan kemasan dalam menanggung
benturan impak yang terjadi selama pengangkutan dan atau penanganan
kemasan (Wiraatmadja, 1991).
Teknik yang digunakan dalam penggabungan atau penutupan kemasan
merupakan salah satu faktor yang paling mempengaruhi kekuatan kemasan
kayu. Jika penggabungan dan penutupan menggunakan paku, maka jenis
ukuran paku, jarak antar paku dan lokasi paku dalam hubungannya dengan
posisi tepi papan, ketebalan papan dan arah seratnya sangat mempengaruhi
daya tahan kemasan. Jumlah paku yang terlalu sedikit atau ukuran paku
terlalu kecil tidak akan memberikan kekuatan kemasan yang memadai.
Sebaliknya paku yang terlalu besar dapat menyebabkan papan pecah dan
memperlemah konstruksi kemasan (Harvey, 1986).
Tekanan akan menimbulkan “stress” sedangkan getaran dan benturan
akan menimbulkan kejut (shock) terhadap kemasan dan produk yang dikemas.
Kejut getaran (vibration shock) dapat terjadi pada saat pengangkutan yang
diakibatkan oleh getaran yang ditimbulkan oleh alat angkut. Pada tingkat
intensitas tertentu, kejut dan stress yang timbul dapat merusak kemasan dan
isinya. Bentuk kerusakan yang terjadi misalnya lecet, terkikis, longgarnya
konstruksi kemasan atau susunan bahan yang dikemas, patah, hancur, pecah,
retak, pelengkungan, penekukan, dan defleksi. (Friedman dan Kipness, 1977).
D. STUDI KEMASAN YANG PERNAH DILAKUKAN
Susanto, Edi (1989) melakukan penelitian dengan mempelajari
keragaan berbagai kemasan bunga anggrek yang digunakan pada transportai
udara. Aspek yang dikaji adalah pemilihan dimensi dan desain kemasan. Dari
data-data yang diperoleh dapat digunakan untuk menghitung harga kemasan
dan biaya pengangkutan.
Wiraatmadja (1991) melakukan penelitian untuk memperoleh data
yang dapat digunakan sebagai dasar dalam penentuan standar kemasan
khususnya bagi komoditas hortikultura. Penelitian ini dilakukan dengan cara
pengujian terhadap rancangan kemasan peti kayu dengan dua jenis bahan yang
berbeda, yaitu kayu lapis dan kayu jeungjing yang diberi tambahan pengikat.
Ada tidaknya perbedaan kekuatan kemasan antara kedua jenis kayu tersebut
dianalisa berdasarkan pengujian kekuatan kemasan yaitu uji tekan, uji jatuh,
dan uji getar. Untuk mengevaluasi kekuatan dan tingkat perlindungan peti
kemasan yang telah dirancang pada penelitian serta tingkat perlindungan
bantalan yang diberikan terhadap buah yang dikemas sehingga dapat dijadikan
standarisasi, maka dalam pemakaiannya di lapangan perlu dilakukan
percobaan pemakaian secara langsung oleh pengguna kemasan.
Afriansyah (2005) melakukan pengembangan sistem bantu
perancangan kemasan kayu untuk distribusi produk pertanian (studi kasus
produk buah berbentuk bulat). Dari penelitian ini dihasilkan sebuah program
simulasi yang dapat mendesain peti kayu sesuai dengan dimensi kemasan dan
jenis kayu terpilih. Namun terdapat kekurangan data yaitu data kekuatan tipe
kemasan, cara penyambungan dan penambahan ventilasi terhadap kekuatan
kemasan.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Oktober – Desember 2005.
Pengambilan data dilakukan di Laboratorium Keteknikan Kayu di Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Gunung Batu, Bogor.
B. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan Penelitian
Kemasan peti yang diperlukan pada penelitian ini menggunakan
bahan kemasan kayu jeungjing (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen)
dengan dimensi dalam berukuran 430 x 350 x 260 mm. Dimensi yang
dipilih merupakan desain kemasan hasil rekomendasi program simulasi
PDS 2. Kemasan dengan dimensi tersebut, dapat diisi buah berbentuk
bulat berkapasitas 16 kg dengan diameter dan berat buah tertentu
(Afriansyah, 2005). Bahan lain yang digunakan adalah paku dengan
panjang 30 mm sebagai alat sambung kemasan.
2. Alat-alat yang digunakan
a. Universal Tester Machine (UTM) untuk uji kekuatan tekan kayu
b. Timbangan
c. Meteran
C. METODE PENELITIAN
1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama
dilakukan penelitian pendahuluan yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruh ketebalan kayu dan cara penyambungan terhadap kekuatan
kemasan (compression strength) sehingga dapat ditentukan kemasan
dengan ketebalan kayu dan cara penyambungan yang aman, tepat, dan
memiliki compression strength yang sesuai kebutuhan.
a. Ketebalan kayu
Kemasan yang dipilih pada penelitian ini adalah Tipe I “end
vertical batten wooden box”. Data program PDS 2 menggunakan
ketebalan kayu 10 mm, maka untuk melengkapi data program, pada
penelitian ini menggunakan kemasan uji dengan ketebalan kayu 5 mm
dan 7.5 mm. Gambar kemasan peti kayu dengan perlakuan ketebalan
kayu terdapat dalam Lampiran 2. Hasil uji ini juga akan digunakan
untuk mengetahui tinggi tumpukan dan jumlah peti yang dapat ditahan
oleh suatu peti kayu dalam ruang simpan dan pada saat transportasi.
Sehingga ketebalan kayu terpilih sesuai dan aman untuk kebutuhan
transportasi/distribusi.
b. Cara Sambungan
Kemasan yang dipilih pada penelitian ini adalah Tipe I “end
vertical batten wooden box”. Cara sambungan menggunakan paku
dengan perlakuan cara penyambungan 2 paku dan penyambungan 3
paku. Kedua cara penyambungan ini dipilih untuk melengkapi data
program PDS 2 yang menggunakan cara sambungan paku dan kawat.
Dari ketiga cara penyambungan tersebut, hasil dari nilai compression
strengthnya dibandingkan untuk dicari nilai faktor koreksi sebagai
faktor yang mempengaruhi kekuatan kemasan. Gambar kemasan peti
kayu dengan perlakuan cara penyambungan terdapat pada Lampiran 3.
Nilai compression strength diketahui dengan cara menguji masing-
masing kemasan yang telah diberi perlakuan yang berbeda dengan alat uji
UTM. Pengujian dilakukan terhadap peti kosong. Setelah ditimbang, peti
diletakkan ditengah-tengah meja tekan, dibawah alat penekan. Kemudian
peti ditekan dengan arah penekanan atas ke bawah. Penekanan dihentikan
sampai timbul deformasi pertama pada peti, yaitu ditandai dengan retak
atau pecahnya kemasan peti, beban ini dianggap sebagai beban penekanan
maksimum yang dapat ditanggung kemasan peti (compression strength).
Kemudian dicatat besar defleksi yang dialami peti. Gambar alat uji tekan
Universal Testing Machine (UTM) terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Alat uji tekan Universal Testing Machine
2. Penelitian Utama
Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui pengaruh tipe dan
penggunaan ventilasi pada kekuatan kemasan, mencari tipe kemasan dan
ukuran ventilasi yang tepat untuk melindungi sekaligus mempertahankan
mutu komoditas yang dikemasnya dengan menggunakan ketebalan kayu
dan cara penyambungan yang telah ditentukan dari hasil penelitian
pendahuluan.
Setelah didapatkan tebal kayu dan cara penyambungan yang
optimum pada penelitian pendahuluan, kemudian dilakukan perlakuan
ventilasi yaitu 5%, 10%, dan 15%. Kemasan peti kayu yang diuji adalah
Tipe II “end horizontal batten wooden box”. Hasil dari ketiga perlakuan
ini akan dibandingkan dengan data yang telah ada yaitu 0% ventilasi
(tanpa ventilasi) sehingga akan terlihat adanya perubahan kekuatan
berdasarkan persentase ventilasi yang diberikan. Data yang diperoleh
digunakan untuk mendapatkan persamaan regresi sehingga dapat dilihat
kecenderungan kenaikan atau penurunan kekuatan kemasan. Setelah tahap
ini selesai kemudian kemasan peti kayu diberi perlakuan selanjutnya yaitu
tipe kemasan.
Kemasan yang dipilih untuk melihat pengaruh tipe terhadap
compression strength, berdasarkan tipe yang sering digunakan di lapangan
yaitu Tipe I “end vertical batten wooden box”, Tipe II “end horizontal
batten wooden box”, dan Tipe III “butt joint full cleat wooden box”.
Sebagai data masukan nilai kekuatan kemasan untuk program PDS 2 tiap
kemasan masing-masing diuji dengan kombinasi perlakuan yang berbeda.
Perlakuan yang diberikan pada kemasan uji seperti terlihat pada Tabel 2.
Dari kombinasi tersebut, hasil dari nilai compression strengthnya
dibandingkan untuk dicari nilai faktor koreksi sebagai faktor yang
mempengaruhi kekuatan kemasan. Ventilasi yang diberikan adalah 8
persen dari luas permukaan peti, ukuran ventilasi yang sama dari kemasan
peti berikat kawat (wirebound wooden box) yang digunakan oleh
Afriansyah (2005).
Metode yang digunakan dengan cara menguji peti kayu pada
beberapa perlakuan menggunakan alat uji UTM untuk mengetahui nilai
compression strength kemasan tersebut. Untuk selanjutnya, data hasil uji
dianalisis menggunakan uji statistik.
Tabel 2. Kombinasi antara tipe kemasan dan cara penyambungan
Cara Penyambungan Kemasan
2 paku 3 Paku
Tipe I Ia Ib
Tipe II IIa IIb
Tipe III IIIa IIIb
Keterangan :
Tipe I : tipe “end vertical batten wooden box”
Tipe II : tipe “end horizontal batten wooden box”
Tipe III : tipe “butt joint full wooden box”
Sambungan a : menggunakan 2 paku
Sambungan b : menggunakan 3 paku
3. Menentukan Tinggi Tumpukan Peti dan Jumlah Peti
Rumus perhitungan yang digunakan sebagai berikut :
H = ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
WKhF
** + h .................................... (1)
Dimana :
H : Tinggi maksimum tumpukan (cm)
F : Beban tekanan yang ditanggung peti (kg)
K : Koefisien yang besarnya tergantung pada panjang waktu
distribusi (diberikan pada Tabel 3)
W : bobot kemasan dan isinya (kg)
h : Tinggi kemasan (cm)
Tabel 3. Nilai Koefisien K
Waktu Distribusi Nilai Koefisien
0 – 1 bulan 2.0
1 – 3 bulan 2.2
3 – 6 bulan 2.5
Minimum 6 bulan 3.0
(JSA, 1987)
4. Menentukan compression strength
Compression strength peti kayu dipengaruhi oleh jenis bahan kayu
yang digunakan. Setiap kayu memiliki beban penekanan maksimum yang
berbeda-beda.
Rumus perhitungan yang digunakan adalah persamaan Mc Kee’s,
yaitu sebagai berikut :
Ρ = 1,82 Pm √h √Z ................................................. (2)
Dimana :
P : Compression strength kemasan (kg)
Pm : Beban tekanan maksimum jenis kayu (kg/cm2)
h : Ketebalan kayu (mm)
Z : Keliling (cm)
5. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor dan dua kali ulangan.
Faktor pertama adalah perlakuan tipe kemasan dengan 3 taraf yaitu dengan
Tipe I, Tipe II, dan Tipe III. Sedangkan faktor kedua adalah ventilasi
dengan 3 taraf yaitu 5%, 10%, dan 15%. Model matematika yang
digunakan dalam rancangan ini adalah sebagai berikut :
Yij = µ + αi + βj + (αβ)ij + ε ij .........................(3)
Dimana :
Yij : hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ : nilai tengah (rata-rata yang sesungguhnya)
αi : pengaruh faktor pertama pada taraf ke-i βj : pengaruh faktor kedua pada taraf ke-j (αβ)ij : interaksi antara pengaruh faktor pertama pada taraf ke-i dengan
pengaruh faktor kedua pada taraf ke-j
ε ij : pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut :
Pengaruh utama faktor tipe kemasan (A) :
H0 : α1= ... = αa = 0, yaitu faktor A tidak berpengaruh
H1 : paling sedikit ada satu i dimana αi ≠ 0
Pengaruh utama faktor cara penyambungan (B):
H0 : β1= ... = βb = 0, yaitu faktor B tidak berpengaruh
H1 : paling sedikit ada satu j dimana βj ≠ 0
Pengaruh sederhana (interaksi) faktor A dengan faktor B:
H0 : (αβ) 11= (αβ) 12 = ... = (βα) ab = 0, yaitu interaksi faktor A
dengan faktor B tidak berpengaruh
H1 : paling sedikit ada sepasang (i,j) dimana (αβ) ij ≠ 0
5. Analisa Biaya
Analisa biaya yang digunakan dalam penelitian ini hanya mengkaji
dari aspek bahan baku dan pembuatan. Analisa biaya ini dapat digunakan
sebagai informasi awal untuk mengetahui berapa jumlah rupiah yang harus
dikeluarkan oleh pengguna untuk membuat satu kemasan peti dengan
pemilihan tipe kemasan, ketebalan kayu, cara penyambungan dan ventilasi
tertentu.
Tujuan menganalisa biaya kemasan adalah untuk menentukan
kemasan yang ekonomis namun mempunyai kemampuan melindungi
sesuai yang diharapkan. Dengan membandingkan antara jumlah
kebutuhan bahan baku, harga bahan baku, dan nilai compression strength
dari berbagai desain kemasan.
Untuk menganalisa biaya kemasan terlebih dahulu dilakukan
perhitungan dari beberapa aspek yang akan dikaji yaitu jenis bahan baku,
jumlah bahan baku, harga bahan baku, dan upah pekerja. Maka, untuk
memudahkan perhitungan dibuat persamaan sebagai berikut :
Bk = BHn + Up .................................................. (4)
BHn = [A x Pb] + [N x Pn].................................. (5)
Dimana :
Bk : Total Biaya Kemasan (Rupiah)
BHn : Biaya Bahan (Rupiah)
Up : Upah pembuatan (Rupiah)
A : Jumlah bahan yang diperlukan (cm3)
Pb : Harga bahan kemasan (Rupiah/cm3)
N : Jumlah paku yang diperlukan (kg)
Pn : Harga paku (Rupiah/kg)
6. Asumsi-asumsi
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian kemasan peti ini
adalah :
a. Bahan kemasan yang digunakan dianggap cukup mewakili bahan
kemasan yang ada di lapangan
b. Ketebalan kayu yang semakin besar dapat meningkatkan kekuatan
kemasan
c. Cara sambungan dengan paku membuat kemasan menjadi lebih kokoh
tetapi dapat mengurangi kekuatannya.
d. Tipe kemasan yang semakin kompleks mempunyai kekuatan yang
lebih besar dibandingkan dengan tipe sederhana akan tetapi
memerlukan biaya lebih besar.
e. Kemasan peti kayu yang menggunakan ventilasi dapat mengurangi
kekuatan namun dapat menekan biaya menjadi lebih murah.
f. Biaya kemasan hanya didasarkan pada jenis bahan baku kemasan,
jumlah bahan baku yang digunakan, harga bahan baku, serta upah
pembuatan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengemasan merupakan suatu usaha menempatkan komoditas yang
dikemasnya ke dalam suatu wadah yang memenuhi syarat, dengan maksud
agar mutunya tetap terjaga atau hanya mengalami sedikit penurunan, dan pada
saat diterima oleh konsumen akhir nilai pasarnya tetap tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk mendukung perbaikan program
komputer Packaging Design System 2 (PDS 2) yang telah dikembangkan oleh
Afriansyah (2005). Pada program tersebut terdapat kekurangan data dalam
hal : (a) ketebalan kemasan, pada simulasi program hanya digunakan kayu
dengan ketebalan 10 mm sehingga memberikan nilai compression strength
yang sangat besar, (b) tipe peti yang digunakan pada simulasi hanya satu tipe
peti yaitu Tipe I “end vertical batten wooden box”, (c) peti kayu yang
digunakan tidak memiliki ventilasi, sehingga perlu adanya data kekuatan
mengenai peti kayu berventilasi dan pengaruh sambungan yang digunakan, (d)
belum adanya perhitungan biaya kemasan berdasarkan pengaruh ketebalan
kayu, cara sambungan, tipe kemasan, dan pemberian ventilasi.
Berdasarkan kekurangan yang ada pada program tersebut, dilakukan
penelitian yaitu dengan membuat kemasan peti kayu terbuat dari kayu
jeungjing dengan dimensi dalam 430x350x260 mm berkapasitas 16 kg jika
diisi buah berbentuk bulat dengan diameter tiap buah berkisar antara 60-65
mm dan berat buah antara 98-103 gram yang disusun dengan pola FCC.
Pemilihan jenis kayu dan dimensi merupakan hasil output program komputer
PDS 2 untuk rancangan kemasan.
A. PENGARUH PERLAKUAN KETEBALAN KAYU DAN CARA
SAMBUNGAN TERHADAP KEKUATAN KEMASAN
Ketebalan kayu dan cara sambungan yang digunakan penting diketahui
karena dua faktor ini diduga dapat mempengaruhi kekuatan kemasan. Dari
hasil simulasi pada program PDS 2, nilai compression strength kemasan jauh
lebih tinggi dari compression force yang terjadi pada proses transportasi. Hal
ini dikarenakan pada program hanya menggunakan satu data ketebalan kayu
yaitu 10 mm dan cara sambungan menggunakan paku dan kawat. Untuk
mencari nilai compression strength yang mendekati nilai compression force
maka dilakukan pengujian dengan menggunakan ketebalan kayu dan cara
sambungan yang berbeda, yaitu dilakukan pengujian terhadap kemasan peti
Tipe I “end vertical batten wooden box” dengan perlakuan ketebalan kayu
sebesar 7.5 mm dan 5 mm. Perlakuan cara sambungan dua paku dan tiga
paku.
Harvey (1986) menyebutkan bahwa pengabungan yang biasa
digunakan adalah paku, perekat, kawat, dan logam. Jika alat penggabungan
yang digunakan paku maka akan dihasilkan peti dengan konstruksi tubuh yang
kaku. Sambungan antar kayu merupakan titik terlemah dari suatu konstruksi,
sehingga banyak sedikitnya sambungan pada suatu konstruksi akan
mempengaruhi kekuatan suatu konstruksi.
1. Ketebalan Kayu
Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan data kekuatan kemasan
(compression strength) dengan beberapa perlakuan sebagai berikut, pada
perlakuan dengan ketebalan kayu paling tipis yaitu 5 mm, menghasilkan rata-
rata nilai compression strength terkecil sebesar 1662 kg dengan defleksi yang
terjadi 7 mm. Ketebalan kayu 7.5 mm menghasilkan rata-rata nilai
compression strength 2075 kg defleksi yang terjadi 12 mm, dan ketebalan
kayu 10 mm menghasilkan rata-rata nilai compression strength 2591.3 kg
defleksi yang terjadi 13 mm. Data hasil uji tekan kemasan dengan perlakuan
ketebalan kayu dapat dilihat pada Lampiran 5, sedangkan perubahan nilai
compression strength terhadap kekuatan kayu yang menunjukkan adanya
trend digambarkan pada Gambar 3.
Berdasarkan data-data tersebut diperoleh persamaan y = 464.65x –
1180.1 yang menyatakan hubungan ketebalan kayu dengan besarnya
compression strength. Nilai R2 = 0.9959 menyatakan bahwa ada hubungan
yang baik sehingga persamaan tersebut dapat digunakan untuk menentukan
besarnya kekuatan kemasan bila diketahui ketebalan kayu.
Dengan perlakuan ketebalan kayu 5 mm nilai compression strength
1662 kg ternyata mendekati nilai compression force simulasi program yaitu
1247.55 kg. Namun, nilai compression strength yang diperoleh belum dapat
dijadikan acuan apakah kekuatannya lebih baik daripada perlakuan ketebalan
7.5 mm dan 10 mm. Akan tetapi dapat dikatakan dengan ketebalan kayu 5mm
compression strength kemasan 1662 kg masih aman untuk dijadikan kemasan
distribusi dan mendekati nilai compression force sesuai hasil simulasi
program PDS 2 yaitu 1247.55 kg. Beban maksimum (compression strength)
yang dimiliki peti kayu harus lebih besar dari compression force yang terjadi
akibat transportasi (Afriansyah, 2005).
2591.32075
1662y = 185.86x + 715.48
R2 = 0.9959
0500
10001500200025003000
0 5 10 15Ketebalan Kayu (mm)
Kek
uata
n K
emas
an (k
g)
Gambar 3. Grafik hubungan antara ketebalan kayu
terhadap kekuatan kemasan
Dari hasil perhitungan tinggi maksimum kemasan dan jumlah
maksimum peti kayu untuk disimpan di ruang simpan (gudang) sebagai
berikut : untuk peti kayu dengan ketebalan kayu 5 mm tanpa ventilasi adalah
14.29 m dan 53 peti, peti kayu dengan tebaln 7.5 mm adalah 17.78 m dan 65
peti, dan peti kayu dengan tebal 10 mm adalah 37.08 m dan 142 peti.
Dari beberapa ketebalan kayu yang diujikan pada penelitian
pendahuluan, tebal kayu 7.5 mm dipilih untuk digunakan pada penelitian
utama yaitu untuk mengetahui pengaruh tipe kemasan dan penggunaan
ventilasi terhadap kekuatan, berdasarkan keuntungan-keuntungan yang
dimilikinya seperti dengan tebal 7.5 mm nilai compression strength yang
diberikan masih relatif aman.
Hasil penelitian membuktikan bahwa kekuatan kemasan dipengaruhi
oleh ketebalan kayu, semakin tebal kayu yang digunakan dapat menambah
kekuatan kayu, namun ketebalan ini harus disesuaikan dengan faktor-faktor
sebagai berikut : media pengangkutan, kemudahan mengangkat kemasan oleh
satu orang, jalur transportasi yang akan dilalui dan biaya kemasan. Sebab
tebal kayu yang tidak sesuai menyebabkan terjadinya resiko kerusakan pada
saat distribusi. Lebih lanjut Harvey (1986) mengemukakan bahwa ketebalan
papan dan arah seratnya sangat mempengaruhi daya tahan kemasan.
Persamaan yang diperoleh dapat digunakan pada program PDS 2
untuk melengkapi data kekuatan berdasarkan kriteria pemilihan ketebalan
kayu. Tersedianya data dalam bentuk persamaan tersebut, mendukung
pengembangan PDS 2 dalam melakukan pemilihan tebal kemasan kayu agar
sesuai dengan kebutuhan kondisi pengangkutan yang akan dijalani oleh suatu
komoditas.
2. Cara Sambungan
Data yang terdapat pada program PDS 2 menggunakan cara
sambungan paku dan kawat. Untuk mencari faktor koreksi adanya
pengurangan kekuatan dengan pengaruh cara penyambungan, maka dilakukan
pengujian dengan perlakuan cara sambungan dua paku dan tiga paku.
Sehingga dapat diketahui cara sambungan yang paling aman dan memiliki
kekuatan yang sesuai dengan kebutuhan untuk kemasan distribusi. Gambar
perlakuan cara penyambungan terhadap kemasan terdapat pada Lampiran 4.
Untuk peti kayu jeungjing, pengikat vertikal pada dinding ujung dapat
memperkuat konstruksi peti, sebab dengan adanya pengikat tersebut
pemakuan dinding samping ke ujung serat papan pada dinding ujung dapat
dikurangi, digantikan oleh pemakuan dinding samping ke pengikat vertikal,
yang mana merupakan pemakuan pada arah samping serat (side grain)
(Wiraatmadja, 1991).
Hasil pengujian menunjukkan terjadinya kenaikan kekuatan, perlakuan
cara sambungan tiga paku nilai compression strength menjadi lebih besar
dibandingkan cara sambungan dua paku. Cara sambungan dua paku rata-rata
compression strength 1837 kg defleksi yang terjadi 8.5 mm . Cara sambungan
tiga paku rata-rata compression strength 1850 kg dengan defleksi 10.5 mm.
Penurunan terhadap defleksi menunjukkan semakin banyak paku yang
digunakan daya cengkeramnya menjadi semakin kuat, sehingga berpengaruh
terhadap perubahan yang terjadi. Dari hasil simulasi program yang dilakukan
oleh Afriansyah (2005) menggunakan kemasan tipe yang sama, dengan
sambungan paku dan kawat menunjukkan nilai kekuatan yang lebih besar
yaitu 6177 kg dengan defleksi sebesar 13.67 mm. Hal ini berarti penambahan
perlakuan terhadap cara penyambungan mempengaruhi nilai compression
strength. Nilai rata-rata hasil uji kekuatan kemasan dengan perlakuan cara
sambungan dapat dilihat pada Lampiran 5.
Adanya perbedaan kekuatan menghasilkan faktor koreksi. Faktor
koreksi yang mempengaruhi kemasan dalam hal ini adalah cara
penyambungan. Nilai faktor koreksi merupakan perbandingan antara hasil
pengujian dari satu tipe terhadap nilai teoritisnya. Pengurangan nilai
compression strength kemasan yang diuji berdasarkan cara penyambungan
sebesar 53.38%, 53.05% dan faktor koreksinya adalah 0.4662, 0.4695 masing-
masing untuk cara penyambungan menggunakan dua paku, dan tiga paku.
Nilai faktor koreksi pada tabel 4 dapat digunakan sebagai data masukan untuk
memperbaiki program PDS 2. Kekuatan kayu tanpa sambungan akan
dianggap sama dengan 100% dan dengan penggunaan paku akan mengurangi
kekuatan sebesar 50% (Yap, 1964). Hasil pengujian membuktikan bahwa
terjadi pengurangan kekuatan sekitar 53 % dengan menggunakan sambungan
paku.
Tabel 4. Faktor koreksi terhadap kekuatan kemasan dengan perlakuan cara sambungan
Keterangan Hasil Teoritis Sambungan 2 Paku Sambungan 3 Paku
Compression Strength (kg) 3940.247 1837 1850
Faktor Koreksi - 0.4662 0.4695
Dari perlakuan cara sambungan yang diujikan pada penelitian
pendahuluan, cara sambungan tiga paku dipilih untuk digunakan pada
penelitian utama yaitu mengetahui pengaruh tipe kemasan dan penggunaan
ventilasi terhadap kekuatan, berdasarkan pertimbangan nilai compression
strength nya.
B. PENGARUH PERLAKUAN TIPE KEMASAN DAN PENGGUNAAN
VENTILASI TERHADAP KEKUATAN KEMASAN
Pemberian batang pengikat vertikal dan horizontal pada dinding ujung
peti dapat berfungsi untuk menambah kekuatan peti. Wiraatmadja,et.al (1991)
menyebutkan bahwa pada peti kayu jeungjing compression strength yang
diberikan ditanggung terutama oleh pengikat vertikal pada dinding ujung, jika
beban tekanan yang diberikan melampaui kemampuan pengikat vertikal
tersebut, maka pengikat vertikal tersebut akan pecah, retak, atau patah. Hal
yang sama dikemukakan Harvey (1986) bahwa pemberian pengikat vertikal
dan horizontal adalah untuk menambah kekuatan peti dan mencegah papan
yang membentuk dinding ujung pecah.
1. Ventilasi Kemasan
Pengujian dengan perlakuan perbedaan ventilasi pada kemasan
bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh ventilasi terhadap kekuatan dan
memilih luas ventilasi yang sesuai kebutuhan sekaligus aman untuk menjaga
metabolisme produk. Hasil pengujian dapat digunakan sebagai data pada PDS
2 untuk melengkapi data kekuatan berdasarkan perbedaan ventilasi. Data
yang telah tersedia pada program yaitu kemasan tanpa ventilasi, sehingga
untuk melengkapinya diberikan perlakuan ventilasi sebesar 5%, 10%, dan
15%. Tipe peti kayu yang dipilih adalah Tipe II “end horizontal batten
wooden box” berdasarkan tipe kemasan yang banyak digunakan di pasaran,
ketebalan kayu 7.5 mm dan cara sambungan tiga paku. Gambar kemasan peti
dengan perlakuan ventilasi terlihat pada Lampiran 3.
Perubahan nilai compression strength terhadap kekuatan kayu
menunjukkan adanya trend penurunan yang digambarkan pada Gambar 3.
Berdasarkan data-data tersebut diperoleh persamaan y = -159.4x + 2274
menyatakan hubungan luas ventilasi dengan besarnya compression strength
(kekuatan). Nilai R2 = 0.9908 menyatakan bahwa ada hubungan yang baik
sehingga persamaan tersebut dapat digunakan untuk menentukan besarnya
kekuatan kemasan bila diketahui luas ventilasi yang ingin digunakan. Data
hasil pengujian peti kayu dengan perlakuan ventilasi terlihat pada Lampiran 5.
Dari hasil pengujian didapatkan data-data sebagai berikut, kemasan
dengan ventilasi 0% menghasilkan rata-rata compression strength terkecil
sebesar 2124 kg defleksi yang terjadi 15 mm, kemasan dengan ventilasi 15%
menghasilkan rata-rata compression strength terkecil sebesar 1630.5 kg
defleksi yang terjadi 15 mm.
1630.518172124 1930.5
y = -31.88x + 2114.6R2 = 0.9908
0
500
1000
1500
2000
2500
0 5 10 15 20Luas Ventilasi (%)
Kek
uata
n (k
g)
Gambar 4. Grafik hubungan antara ventilasi terhadap
kekuatan kemasan
Dari data hasil uji yang diperoleh menunjukkan adanya kecenderungan
penurunan kekuatan kemasan terhadap besarnya ventilasi, artinya semakin
besar ventilasi kemasan maka kekuatan kemasan semakin kecil.
Kecenderungan penurunan kekuatan tersebut disebabkan karena luas ventilasi
berpengaruh terhadap luas permukaan kemasan, semakin besar ventilasi yang
diberikan, luas permukaan yang dimiliki oleh peti kayu tersebut semakin kecil.
Berdasarkan hasil pengujian adanya pengaruh ventilasi terhadap
kekuatan kemasan sesuai yang dikemukakan Peleg (1985) yaitu lubang
ventilasi yang diletakkan di dasar dan tutup kemasan tidak atau sedikit sekali
mengurangi kekuatan kemasan dibanding lubang ventilasi yang diletakkan di
dinding samping atau dinding ujung kemasan. New dkk. (1978)
mengemukakan luas lubang ventilasi pada peti berikat kawat (wirebound
wooden box) sekitar 8% dari luas permukaan peti. Besar kecilnya ventilasi
yang diletakkan dapat memberikan hasil yang baik dalam menyegarkan udara
di dalam kemasan, karena aliran udara yang terjadi sesuai dengan pergerakan
udara panas, hal ini dapat mengurangi jumlah buah yang dikemas busuk atau
rusak.
2. Tipe Kemasan
Penambahan perlakuan tipe kemasan yang dilakukan pada pengujian
ini bertujuan untuk melengkapi kekurangan data pada program PDS 2, dimana
hanya menggunakan satu tipe kemasan yaitu Tipe I “end vertical batten
wooden box” . Dari kelima tipe berdasarkan Japanese Standards Association
atau JSA (1984), dipilih tiga tipe kemasan yang umum digunakan di pasaran,
yaitu Tipe I “end vertical batten wooden box”, Tipe II “end horizontal batten
wooden box”, dan Tipe III “butt-joint full cleat wooden box”. Ventilasi
kemasan yang digunakan pada pengujian ini adalah 8% dari luas permukaan
peti. Berdasarkan New dkk. (1978), luas lubang ventilasi pada peti berikat
kawat (wirebound wooden box) sekitar 8% dari luas permukaan peti.
Pemberian ventilasi ini dimaksudkan agar kemasan yang diuji dapat mewakili
tipe kemasan berventilasi yang terdapat dipasaran. Dari ketiga tipe kemasan
diuji nilai compression strengthnya dengan beberapa kali ulangan untuk
melihat pengaruh dari tipe kemasan terhadap kekuatan. Gambar ketiga tipe
yang digunakan pada pengujian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.
Perbandingan nilai compression strength dari hasil perhitungan teoritis dengan
hasil pengujian terdapat pada Tabel 5.
Dari data-data tersebut, terlihat adanya perbedaan nilai compression
strength secara teoritis dengan hasil pengujian. Berdasarkan perhitungan
teoritis compression strength kemasan sebesar 3940.247 kg, sedangkan nilai
compression strength hasil pengujian pada ketiga tipe kemasan masing-
masing lebih kecil dari hasil teoritis. Perbedaan disebabkan karena faktor
perhitungan teoritis hanya dipengaruhi oleh ketebalan kayu dan keliling peti,
sedangkan kemasan peti kayu yang diuji dipengaruhi oleh cara penyambungan
dan ventilasi. Berdasarkan hasil uji tersebut diperlukan faktor koreksi bila
compression strength dihitung berdasarkan persamaan 2.
Tabel 5. Faktor koreksi terhadap kekuatan kemasan dengan perlakuan tipe kemasan
Tipe Kemasan Keterangan Hasil Teoritis Tipe I Tipe II Tipe III
Compression Strength (kg) 3940.247 1693.5 1732 2327.5
Faktor Koreksi - 0.4298 0.4396 0.5967
Nilai faktor koreksi merupakan perbandingan antara hasil pengujian
dari satu tipe terhadap nilai teoritisnya. Pengurangan nilai compression
strength yang terjadi pada ketiga kemasan yang diuji berdasarkan tipe
kemasan sebesar 57.02%, 56.04%, 40.13% dan faktor koreksinya adalah
0.4298, 0.4396, 0.5967 masing-masing untuk Tipe I, Tipe II, dan Tipe III.
Nilai faktor koreksi pada tabel 4 dapat digunakan sebagai data masukan untuk
memperbaiki program PDS 2.
Adapun faktor koreksi yang mempengaruhi kekuatan kemasan pada
pengujian ini, diantaranya adalah :
a) Tipe Kemasan
Peti kayu dibuat dengan menggunakan tiga tipe kemasan yang
berbeda, yaitu tipe “end vertical batten wooden box” (Tipe I), tipe
“end horizontal batten wooden box” (Tipe II), dan tipe “butt-joint full
cleat wooden box” (Tipe III).
b) Pengaruh penambahan ventilasi
Pemberian lubang ventilasi pada kemasan peti kayu, akan
mengurangi luas permukaan peti. Jika semakin besar ventilasi pada
suatu kemasan, maka akan semakin besar pula pengurangan kekuatan
untuk menahan beban tekan (New dkk, 1978). Dari hasil pengujian
Andreas (2005), pengurangan nilai compression strength terhadap nilai
teoritisnya pada kemasan tak berventilasi (0%) sebesar 46.10%.
Sedangkan pada saat pengujian dengan diberi perlakuan penggunaan
ventilasi 8 % pengurangan kekuatan terjadi sebesar 57.02 %.
Pada peti kayu berventilasi kekuatan kemasan perlu diperhatikan,
karena compression strength memiliki nilai yang mendekati compression
force hasil simulasi. Dari ketiga tipe kemasan yang diuji, masing-masing
memiliki nilai compression strength yang lebih besar dari nilai compression
force hasil simulasi program PDS 2. Ini berarti ketiga tipe kemasan yang
diujikan sesuai untuk digunakan sebagai kemasan distribusi.
Berdasarkan hasil pengujian maka dapat disimpulkan tipe kemasan
yang mempunyai pengaruh besar terhadap kekuatan adalah Tipe III dengan
nilai compression strength 2327.5 kg dan defleksi 14 mm, batang pengikat
vertikal dan horizontal yang dimiliki tipe ini membuat konstruksi kemasan
menjadi kokoh dan kuat.
C. PENGARUH HUBUNGAN ANTARA KETEBALAN KAYU, CARA
SAMBUNGAN, TIPE KEMASAN DAN PENGGUNAAN VENTILASI
TERHADAP KEKUATAN
Beberapa faktor yang telah dikaji sebelumnya diatas seperti : ketebalan
kayu, cara sambungan, tipe kemasan dan penggunaan ventilasi, ternyata
menentukan tinggi-rendahnya kekuatan kemasan. Adanya perbedaan nilai
compression strength pada tiap faktor mendorong untuk mengetahui lebih
lanjut pengaruh hubungan antara ketebalan kayu, cara sambungan, tipe
kemasan dan penggunaan ventilasi, dengan melakukan pengujian kekuatan
terhadap keseluruhan faktor tersebut. Gambar perlakuan keempat faktor
tersebut terlihat pada Lampiran 7.
Data hasil pengujian dapat digunakan untuk melengkapi data kekuatan
pada program PDS 2 sehingga pengguna menentukan pemilihan kemasan
dengan bermacam kriteria yang tersedia yaitu ketebalan kayu, cara
sambungan, tipe kemasan dan ventilasi yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Dari Tabel 12 (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa semua perlakuan
mempunyai rata-rata nilai compression strength lebih kecil dari compression
strength teoritisnya yaitu 3940.247 kg. Hal ini disebabkan karena secara
teoritis kemasan hanya dihitung berdasarkan luas permukaannya saja.
Berbeda dengan hasil pengujian dimana faktor-faktor yang disebutkan diatas
berpengaruh terhadap nilai kekuatan kemasan sehingga mengakibatkan
terjadinya penurunan kekuatan. Dari data tersebut perlakuan yang mendekati
compression strength teortitis adalah kemasan peti Tipe III dan cara
sambungan tiga paku dengan ketebalan kayu 7.5 mm yang diberi ventilasi 8%.
Berdasarkan hasil analisis ragam untuk mengetahui pengaruh
perlakuan pada kekuatan kemasan yang diberikan seperti yang ditunjukkan
pada Lampiran 6 diperoleh bahwa perlakuan tipe kemasan dan cara
sambungan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kekuatan.
Interaksi antara perlakuan ketebalan kayu, cara sambungan, tipe kemasan dan
penggunaan ventilasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
kekuatan. Hal ini disebabkan karena pengaruh perlakuan belum terlihat hanya
dengan dua kali ulangan. Dari data nilai kekuatan (Tabel 12, Lampiran 5),
adanya peningkatan kekuatan terjadi pada kemasan Tipe III dengan cara
sambungan tiga paku. Jadi dapat disimpulkan bahwa perlakuan terbaik adalah
Tipe III dengan cara sambungan tiga paku sehingga diharapkan dapat
melindungi kemasan dari kerusakan mekanis.
Pengikat (batten) berperan sebagai kolom yaitu suatu batang panjang
yang mendapat beban penekanan dengan kemungkinan terjadi patahan,
retakan atau tekukan (bucking). Hasil dari pengujian bentuk deformasi yang
terjadi pada ketiga tipe peti kayu adalah patah atau pecahnya pengikat. Letak
patahan atau pecah pengikat bervariasi di bagian ujung atau tengah pengikat.
Terkadang paku yang digunakan sebagai sambungan dapat mencuat keluar.
Hal tersebut sesuai dengan pernyatan Harvey (1986) yang menyebutkan
bahwa pemberian pengikat dimaksudkan untuk menambah kekuatan peti dan
mencagah papan pembentuk dinding ujung pecah. Retak atau sampai
patahnya dinding ujung atau pengikat setelah diberi penekanaan menunjukkan
beban tekanan melampaui kemampuan pengikat pada dinding ujung.
Mencuatnya paku yang di dinding samping keluar sedikit setelah peti
kayu diberi penekanan disebabkan oleh pemancangan paku ke ujung serat,
yaitu pemakuan dinding samping ke papan dinding ujung, sedangkan paku
yang dipancangkan ke tepi serat, yaitu pemakuan dinding samping ke pengikat
di dinding ujung, tidak mencuat keluar. Dengan demikian pemancangan paku
ke tepi serat memiliki daya cengkeram paku yang lebih besar dibanding
pemancangan paku ke ujung serat. Gambar 5 menunjukkan beberapa
deformasi yang terjadi pada peti kayu setelah diberi penekanan beban.
Gambar 5. Beberapa bentuk deformasi setelah terjadinya pembebanan pada peti kayu
D. BIAYA KEMASAN
Perhitungan biaya pembuatan kemasan bertujuan untuk menentukan
tipe kemasan yang murah, dengan mempertimbangkan nilai compression
strength kemasan yang aman dan sesuai untuk transportasi/distribusi
hortikutura.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa masalah tingginya biaya
kemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis bahan kemasan yang
digunakan, kebutuhan bahan kemasan, cara penyambungan dalam proses
pembuatan suatu kemasan, dan upah pekerja dalam pembuatan kemasan.
Untuk melihat adanya pengaruh ventilasi terhadap biaya kemasan maka
perhitungan dibedakan atas dua hal, yaitu perhitungan biaya tanpa ventilasi
dan biaya kemasan berventilasi. Ventilasi yang digunakan adalah 8%, sesuai
dengan yang dilakukan pada pengujian compression strength. Demikian
halnya dengan cara penyambungan, perhitungan juga dibedakan atas cara
penyambungan dengan menggunakan dua paku dan cara penyambungan
dengan menggunakan tiga paku. Untuk memudahkan perhitungan dibuat suatu
persamaan terhadap faktor yang berpengaruh.
Dari hasil perhitungan harga masing-masing komponen biaya kemasan
yang diuji dapat dihitung berdasarkan Persamaan 4. Komponen harga bahan
kemasan secara langsung berhubungan dengan kebutuhan bahan kemasan
yang diperlukan untuk pembuatannya. Jadi, apabila untuk membuat satu
kemasan peti kayu diperlukan kayu sebanyak A cm3 dan harga kayu B rupiah
per cm3, maka besarnya biaya yang dikeluarkan untuk komponen kemasan ini
adalah hasil perkalian A dengan C. Biaya tersebut ditambah dengan biaya
bahan baku penyambungan dan upah pembuatan kemasan. Dalam hal ini
diasumsikan bahwa total biaya pembuatan kemasan dipengaruhi oleh jumlah
bahan kemasan yang diperlukan, cara penyambungan dan upah pembuatan.
Desain kemasan yang dipilih adalah yang bernilai Bk (Biaya kemasan) paling
kecil atau paling murah.
Tabel 6, Tabel 7, Tabel 8, dan Tabel 9 menunjukkan hasil perhitungan
total biaya pembuatan kemasan (Rupiah). Dari tabel dapat diketahui bahwa
kemasan yang paling murah adalah kemasan peti Tipe I berventilasi 8%,
menggunakan bahan kemasan 3193.98 cm3 dan cara penyambungan dua paku.
Dari hasil perhitungan ada pengaruh tipe kemasan, cara penyambungan dan
ventilasi terhadap biaya kemasan peti. Semakin sederhana tipe kemasan yang
digunakan biaya kemasan menjadi lebih murah, hal ini berkaitan dengan
jumlah bahan yang digunakan. Semakin banyak paku yang digunakan pada
penyambungan, dapat menaikkan biaya kemasan. Dan penggunaan ventilasi
pada kemasan ternyata berpengaruh terhadap jumlah bahan kemasan yang
digunakan, sehingga biaya menjadi lebih murah.
Tabel 6. Hasil perhitungan total biaya pembuatan kemasan peti kayu tanpa ventilasi (Rupiah)
Kebutuhan Bahan Kemasan Biaya (Rupiah)
Kemasan Kayu (cm3)
Paku (Kg) Kayu Paku Upah
Pembuatan
Total Biaya (Rupiah)
Tipe I 3410.67 0.04 3249 400 1000 4650 Tipe II 3443.67 0.04 3280 400 1000 4700 Tipe III 3665.67 0.06 3492 600 1000 5100
Ket : Cara penyambungan menggunakan dua paku Harga Kayu Jeungjing Rp Rp 6000/lembar (280x15x1.5 cm) Harga Paku Rp 10000/kg Tabel 7. Hasil perhitungan total biaya pembuatan kemasan peti kayu tanpa
ventilasi (Rupiah) Kebutuhan
Bahan Kemasan Biaya (Rupiah) Kemasan Kayu
(cm3) Paku (Kg) Kayu Paku Upah
Pembuatan
Total Biaya (Rupiah)
Tipe I 3410.67 0.08 3249 800 1000 5050 Tipe II 3443.67 0.08 3280 800 1000 5100 Tipe III 3665.67 0.10 3492 1000 1000 5500
Ket : Cara penyambungan menggunakan tiga paku Harga Kayu Jeungjing Rp 6000/lembar (280x15x1.5 cm) Harga Paku Rp 10000/kg Tabel 8. Hasil perhitungan total biaya pembuatan kemasan peti kayu
berventilasi (Rupiah) Kebutuhan
Bahan Kemasan Biaya (Rupiah) Kemasan Kayu
(cm3) Paku (Kg) Kayu Paku Upah
Pembuatan
Total Biaya (Rupiah)
Tipe I 3193.98 0.04 3042 400 1000 4450 Tipe II 3226.98 0.04 3074 400 1000 4475 Tipe III 3448.98 0.06 3285 600 1000 4900
Ket : Cara penyambungan menggunakan dua paku Harga Kayu Jeungjing Rp 6000/lembar (280x15x1.5 cm) Harga Paku Rp 10000/kg Ventilasi kemasan 8%
Tabel 9. Hasil perhitungan total biaya pembuatan kemasan peti kayu berventilasi (Rupiah)
Kebutuhan Bahan Kemasan Biaya (Rupiah)
Kemasan Kayu (cm3)
Paku (Kg) Kayu Paku Upah
Pembuatan
Total Biaya (Rupiah)
Tipe I 3193.98 0.08 3042 800 1000 4850 Tipe II 3226.98 0.08 3074 800 1000 4875 Tipe III 3448.98 0.10 3285 1000 1000 5300
Ket : Cara penyambungan menggunakan tiga paku Harga Kayu Jeungjing Rp 6000/lembar (280x15x1.5 cm) Harga Paku Rp 10000/kg Ventilasi kemasan 8%
Berdasarkan tabel perhitungan diatas harga kemasan peti mencapai
4450-5500 rupiah per satu peti kayu, sementara itu hasil survey di lapangan
harga kemasan peti kayu berkisar antara 4000 – 5000 rupiah per satu peti. Hal
ini menunjukkan biaya dapat ditekan dengan mempertimbangkan jenis bahan
baku yang digunakan, jumlah dan harga bahan baku serta upah pembuatan.
Dari hasil pengujian kekuatan dan biaya perhitungan, kemasan Tipe III
dan cara sambungan tiga paku dengan ketebalan 7.5 mm serta pemberian
ventilasi 8% memberikan pengaruh kekuatan yang besar namun biaya
kemasan masih tinggi yaitu Rp 5300,-. Untuk menekan biaya, dapat
dijadikan alternatif yaitu kemasan berventilasi Tipe I dan II, dengan cara
sambungan tiga paku yang menghasilkan kekuatan yang cukup besar namun
biaya yang diperlukan relatif lebih murah.
Dengan demikian, data dan informasi hasil perhitungan biaya dan
pengujian kekuatan kemasan ini dapat digunakan sebagai kriteria untuk
memilih kemasan dengan jenis bahan baku yang digunakan, tipe kemasan,
cara sambungan, penggunaan ventilasi, serta biaya kemasan yang sesuai
dengan kebutuhan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Berdasarkan data yang diperoleh perlakuan ketebalan kayu pada tebal 7.5
mm berpengaruh menaikan kekuatan yaitu sebesar 2075 kg dengan
defleksi yang terjadi 12 mm. Ketebalan ini juga mempengaruhi tinggi
tumpukan dan jumlah peti, dengan tebal 7.5 mm tinggi tumpukan dan
jumlah peti maksimum dalam satu tumpukan adalah 17.78 m dan 65 peti.
2. Dari pengambilan data kekuatan kemasan selama perlakuan cara
sambungan, didapatkan hasil penambahan jumlah paku dapat
meningkatkan kekuatan kemasan. Namun adanya cara sambungan
dengan menggunakan paku mengakibatkan terjadi penurunan kekuatan.
Nilai koreksi sebesar 0.4662, dan 0.4695 diberikan untuk cara
penyambungan menggunakan dua paku, dan tiga paku. Nilai ini
menunjukkan perbandingan antara hasil pengujian tehadap teoritisnya.
3. Hasil pengujian menunjukkan kemasan Tipe III“butt-joint full wooden
box” meningkatkan kekuatan yaitu sebesar 2327.5 kg. Adanya
peningkatan nilai compression strength dengan perlakuan tipe kemasan
menunjukkan adanya pengaruh tipe kemasan terhadap kekuatan. Batang
pengikat yang membedakan tipe kemasan ini tidak hanya berfungsi untuk
membuat konstruksi menjadi kokoh tapi juga dapat menambah kekuatan
kemasan.
4. Persamaan y = -159.4x + 2274 dengan R2 = 0.9908 yang diperoleh dari
perlakuan pemberian ventilasi pada kemasan menunjukkan adanya
pengaruh penggunaan ventilasi terhadap kekuatan. Semakin besar
ventilasi yang diberikan dapat mengurangi kekuatan kemasan.
5. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa biaya kemasan dipengaruhi oleh
harga jenis bahan baku, tipe kemasan, cara sambungan, dan upah
pembuatan. Dari ketiga tipe kemasan yang dipilih kemasan Tipe I dengan
cara penyambungan dua paku, dan ventilasi 8% menghasilkan biaya yang
termurah. Namun, biaya tersebut perlu disesuaikan berkaitan dengan
kekuatan kemasan.
6. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa kemasan peti kayu Tipe III dan
penggunaan ventilasi 8%, dengan ketebalan kayu 7.5 mm dan cara
sambungan tiga paku dapat menjadi kemasan yang terbaik karena
memiliki kekuatan paling besar, dan biaya kemasan yang relatif terjangkau
walaupun cukup besar bila dibandingkan dengan biaya kemasan yang
diberi perlakuan berbeda.
B. SARAN
Untuk melengkapi data sebagai penunjang kebutuhan sistem program PDS
2 , maka perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan ukuran
kemasan dan jenis kayu yang berbeda, untuk melihat adanya kecenderungan
perubahan kekuatan kemasan dengan tipe yang sama, cara penyambungan dan
ventilasi yang sama. Sehingga persamaan dan nilai koreksi yang dihasilkan
dari penelitian ini menjadi lebih akurat dengan data yang lebih lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
Afriansyah, Andreas Ari. 2005. Pengembangan Sistem Perancangan Kemasan
Kayu Untuk Distribusi Produk Pertanian (Studi Kasus Produk Pertanian Berbentuk Bulat). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Darmawati, Emmy. 1994. Simulasi Komputer Untuk Perancangan Kemasan
Karton Gelombang Dalam Pengangkutan Buah-Buahan. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Friedman, W. F. dan J. J Kipness. 1977. Distribution Packaging. Robert E.
Krieger Publishing Company, Malabar, Florida.Griffin, R. C. dan S. Sacharow. 1980. Principles of Food Packaging. The AVI Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut.
Harvey, J.D. 1986. Manual on Wooden Packaging : Special Programme for
Export Packaging. International Trade Centre UNCTAD/GATT, Geneva. Japanese Standards Association. 1984. Japanese Industrial Standards : Wooden
Box for Export Packaging. JIS z 1402-1984 Martawijaya, Abdurahim. 1989. Atlas Kayu Indonesia. Departemen Kehutanan.
Bogor. New, J. H., F. J. Proctor dan V. J. Hewitt. 1978. Packaging of Horticultural
Produce for Export. Di Dalam Jarman, S. M. (ed.). Tropical Science, 20 (1) : 21-34.
Paine, F. A. dan H. Y. Paine. 1983. A Handbook of Food Packaging. Leonard
Hill, London. Peleg, K. 1985. Produce Handling, Packaging and Distribution. AVI
Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut. Poernomo. 1978. Masalah Pengepakan Dalam Pemasaran Hasil Hortikultura.
Hortikultura, No.5 5 : 107-111. Sacharow, S. and R. C. Griffin. 1980. Principles of Food Packaging. The Avi
Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. Soedibyo. 1985. Penanganan Pasca Panen Buah-Buahan dan Sayur-Sayuran
(Khusus Pengepakan, Pengangkutan, dan Penyimpanan). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Sub Balai Penelitian Tanaman Pangan, Jakarta.
Susanto, Edi. 1989. Mempelajari Keragaan Berbagai Kemasan Bunga Anggrek Yang Digunakan Pada Transportasi Udara. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Widjandi, S. dkk. 1989. Studi Kemasan Komoditi Buah-Buahan, Sayur-Sayuran
Dan Bunga-Bungaan Segar Yang Bernilai Ekonomis Tinggi Dalam Rangka Meningkatkan Ekspor Non Migas. Laporan Penelitian. Fakultas teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Wiraatmadja, Sutedja. , Agus Herindajanto, Lien Herlina. 1991. Standarisasi
Kemasan Komoditas Hortikultura Ekonomi Tinggi Dalam Rangka Meningkatkan Efisiensi Penanganan Pasca Panen Dan Ekspor Non Migas. Laporan Penelitian. Fakultas teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Lampiran 1. Gambar tiga tipe kemasan peti kayu penelitian
(1)
(2)
(3)
(1) Tipe peti kayu “end vertical batten wooden box”
(2) Tipe peti kayu “end horizontal batten wooden box”
(3) Tipe peti kayu “butt-joint full cleat wooden box”
Lampiran 2. Gambar perlakuan ketebalan papan kayu pada kemasan peti
(1)
(2)
(1) Perlakuan ketebalan papan kayu 5 mm
(2) Perlakuan ketebalan papan kayu 7.5 mm
Lampiran 3. Gambar perlakuan perbedaan ventilasi pada kemasan peti
(1) (2)
(3)
(1) Kemasan dengan ventilasi 5%
(2) Kemasan dengan ventilasi 10%
(3) Kemasan dengan ventilasi 15%
Lampiran 4. Gambar perbedaan perlakuan cara penyambungan pada kemasan
(1)
(2)
(1) Cara penyambungan menggunakan dua paku
(2) Cara penyambungan menggunakan tiga paku
Lampiran 5. Data Hasil Penelitian
Tabel 10. Nilai rata-rata hasil uji kekuatan kemasan terhadap tiga
perlakuan ketebalan kayu Ketebalan Kayu
(mm) Kekuatan Kemasan (kg) Defleksi (mm)
5 1662 7 7.5 2075 12 10 2591.3 13
Tabel 11. Nilai rata-rata hasil uji kekuatan kemasan terhadap ventilasi
Ventilasi (%) Kekuatan Kemasan (kg) 0 2124 5 1930.5 10 1817 15 1630.5
Tabel 12. Hasil uji kekuatan kemasan (kg) terhadap kemasan berventilasi dengan perlakuan tipe kemasan dan cara penyambungan
Kekuatan Kemasan (kg) Kemasan Ulangan ke- Cara Sambung
2 Paku Cara Sambung
3 Paku 1 1705 1835 Tipe I 2 1682 2132 1 1736 2872 Tipe II 2 1728 2293 1 2260 2792 Tipe III 2 2395 3757
Lampiran 6. Hasil perhitungan uji statistik F Hasil perhitungan uji statistik F
Cara Penyambungan Tipe Kemasan Ulangan 2 paku 3 paku Rata-rata
1 1705 1835 2 1682 2132 Peti Kayu I
Rata-rata 1693.5 1983.5 1838.5 1 1736 2872 2 1728 2293 Peti Kayu II
Rata-rata 1732 2582.5 2157.25 1 2260 2792 2 2395 3757 Peti Kayu III
Rata-rata 2327.5 3274.5 2801 Rata-rata 1917.67 2613.5 2265.58
Tabel 13. Sidik Ragam Pengaruh Tipe Kemasan dan Cara Penyambungan terhadap Kekuatan Kemasan Peti Kayu
Sumber Keragaman Db JK KT F-hitung F-Tabel Perlakuan 5 3627669.66 72553.932 1.071 5.988 Tipe Kemasan 1 4314416.16 4314416.16 63.713 8.813 Cara Penyambungan 2 1923410.41 961705.205 14.202 7.260 Interaksi 2 251449.22 125724.61 1.857 7.260 Galat 6 4062966.94 67716.15 Total 11 1209222.25
Lampiran 7. Gambar perlakuan tipe kemasan, cara penyambungan, ventilasi pada kemasan peti
(1.a) (1.b) (2.a) (2.b) (3.a) (3.b)
(1.a) : Kemasan peti kayu tipe “end vertical batten wooden box” dengan cara penyambungan dua paku
(1.b) : Kemasan peti kayu tipe “end vertical batten wooden box” dengan cara penyambungan tiga paku
(2.a) : Kemasan peti kayu tipe “end horizontal batten wooden box” dengan cara penyambungan dua paku
(2.b) : Kemasan peti kayu tipe “end horizontal batten wooden box” dengan cara penyambungan tiga paku
(3.a) : Kemasan peti kayu tipe “butt-joint full cleat wooden box” dengan cara penyambungan dua paku
(3.b) : Kemasan peti kayu tipe “butt-joint full cleat wooden box” dengan cara penyambungan tiga paku