kajian kebijakan pengembangan diversifikasi pasar dan ... · pdf file... perdagangan...
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR
KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN
DIVERSIFIKASI PASAR DAN PRODUK EKSPOR
JAKARTA – 2011
DITERBITKAN OLEH: PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN
Kementerian Perdagangan
Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Pusat Telp/Fax. (021) 3860371 www.kemendag.go.id
TIM KAJIAN
Tarman
Dewi Kartikawati
Hari Widodo
Umar Fakhrudin
Naufa Muna
Bambang S. W.
i
RINGKASAN EKSEKUTIF
KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI PASAR DAN PRODUK EKSPOR
Indonesia sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, perdagangan
internasional khususnya ekspor merupakan faktor penting dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi. Produk domestik bruto (PDB) Indonesia sekitar 30% berasal dari ekspor (BEI, 2008).
Ekspor juga membuat perekonomian dalam negeri semakin bergairah, karena akan menarik
banyak investasi, penyerapan tenaga kerja, dan pemanfaatan sumber daya alam lokal. Semakin
banyak produk yang diekspor, akan mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri
Perkembangan perekonomian dunia sejak memasuki abad ke 21 semakin membuka hubungan
perdagangan antar negara, yang ditandai dengan semakin tingginya aliran barang dan jasa antar
Negara, meskipun terjadi krisis global pada akhir 2008.
Keterbukaan pasar bisa menjadi ancaman besar bagi ekonomi Indonesia bila pemerintah dan
rakyat Indonesia tidak mempersiapkannya dengan baik. Disamping menjadi ancaman,
keterbukaan pasar juga bisa memberikan peluang yang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan
kinerja perdagangan dengan meningkatkan ekspor ke negara-negara potensial terutama di
kawasan Afrika dan Asia.
Selama kurun waktu 2005 sampai 2009, negara-negara tujuan ekspor non migas Indonesia
cenderung tidak berubah, yaitu didominasi oleh Jepang, Amerika, Singapura, dan Cina. Pada
tahun 2009, ekspor ke lima negara utama (CR5), yaitu Amerika, Jepang, Singapura, Cina dan
Malaysia mencapai 47% dari total ekspor Indonesia.
Ketergantungan yang tinggi terhadap pasar tertentu, sangat beresiko bagi aktivitas ekspor,
terutama jika terjadi goncangan ekonomi dunia. Sebagai contoh, perlambatan ekonomi yang
terjadi pada tahun 2008, menyebabkan penurunan permintaan ekspor impor, terutama dari 5
negara pengekspor tujuan ekspor utama (Amerika, Jepang, China, dan Malaysia). Nilai ekspor
ke 5 pasar utama menurun dari 50,7% di tahun 2004 menjadi 48,0% di 2009 (BPS, 2010).
Disamping ketergantungan yang tinggi terhadap negara tertentu, produk yang diekspor juga
masih terkonsentrasi pada beberapa jenis komoditas. Bila terjadi penurunan permintaan (dari sisi
deman) terhadap komoditas tersebut, atau terjadi penurunan produksi (dari sisi suplai), misalnya
akibat fenomena alam, maka akan terjadi penurunan penerimaan ekspor yang sangat signifikan.
ii
Oleh karena itu untuk mempertahankan performa ekspor, perlu dilakukan diversifikasi pasar dan
diversifikasi produk ekspor melalui perluasan pasar dan komoditas ekspor. Keberhasilan
melakukan diversifikasi produk dan pasar ekspor, antara lain ditentukan oleh tingkat daya saing
dan pertumbuhan pasar di negara tujuan. Seberapa kuat daya saing produk Indonesia
dibandingkan dengan produk yang sejenis dari negara lain di pasar Asia dan Afrika. Penetapan
pasar mana yang mempunyai pertumbuhan yang tinggi dapat dijadikan acuan dalam melakukan
diversifikasi pasar dan produk ekspor
Dalam hal ini pasar yang dikaji adalah: (i) Negara-negara di kawasan Asia dan Afrika; (ii)
Negara-negara selain CR 5 dan ASEAN; (iii) Negara yang bukan negara mitra FTA dan PTA
Indonesia, serta; (iv) Negara yang belum mempunyai rencana Joint Study dengan Indonesia.
Adapun jenis komoditinya antara lain: (i) hasil perkebunan dan produk olahannya; (ii) hasil
perikanan dan produk olahannya; (iii) produk makanan/minuman olahan ; dan (iv) kulit dan
produk kulit.
Hasil Analisis TPI (trade performance index) dalam menentukan negara potensial untuk
diversifikasi pasar ekspor dan kelompok komoditas, diperoleh bahwa pasar potensial di kawasan
Afrika adalah Nigeria, Afrika Selatan, Aljazair, Mauritius dan Maroko; dengan empat kelompok
komoditas unggulan yaitu perkebunan dan produk olahannya, perikanan dan produk olahannya,
makanan dan minuman olahan serta Kulit dan Produk Kulit.
Untuk pasar di kawasan Asia adalah Saudi Arabia, Taiwan, Jordan, Oman dan Sri Lanka; dengan
tiga kelompok komoditas unggulan yaitu perkebunan dan produk olahannya, perikanan dan
produk olahannya, serta makanan dan minuman olahan.
Adapapun produk potensial untuk diversifikasi ekspor untuk pasar Afrika yaitu: olahan dari
tepung, coklat olahan, tembakau, ikan segar dan beku serta produk berbagai makanan olahan.
Untuk pasar Asia, produk potensialnya adalah coklat olahan, ikan segar dan beku, berbagai
makanan olahan, ikan olahan serta produk minuman.
Analisis lebih lanjut dengan EPD (export product dynamic) menunjukkan kinerja perdagangan
Indonesia baik dari sisi pasar maupn produknya tidak seluruhnya memiliki performa yang baik:
iii
• Di Maroko dan Srilanka semua produk berstatus falling star (pertumbuhan pasar
relatif rendah namun pertumbuhan ekspor dari Indonesia relatif tinggi) dan retreat
(pertumbuhan pasar relatif rendah yang diikuti oleh pertumbuhan ekspor dari
Indonesia yang juga relatif rendah), kecuali untuk produk minuman yang statusnya
loss opportunity (pertumbuhan permintaan relatif tinggi namun pertumbuhan ekspor
dari Indonesia masih rendah) di Maroko
• Di pasar Afrika Selatan, Aljazair, Mauritius, Nigeria, Arab Saudi dan Oman serta
Yordania, seluruh produk berstatus rising star (pertumbuhan permintaan tinggi
diimbangi dengan pertumbuhan ekspor dari Indonesia yang juga tinggi)
• Dua produk dominan berstatus loss opportunity. Kedua komoditi tersebut adalah
Tembakau (di pasar Aljazair, Mauritius, Arab Saudi dan Oman serta Yordania) serta
minuman (di pasar Aljazair, dan Oman)
• Di Pasar Arab Saudi disamping tembakau, produk lainnya yang berstatus lost
opportunity adalah makanan olahan dan olahan dari tepung.
Oleh karena itu, dalam mendiversifikasikan pasar tujuan ekspor fokus utama sebaiknya ditujukan
kepada negara mitra dagang berstatus rising star (Afrika Selatan, Aljazair, Mauritius, Arab Saudi
dan Oman) dan loss opportunity (Aljazair, Mauritius, Arab Saudi, Oman dan Yordan untuk
produk tembakau; dan di pasar Aljazair, Maroko, dan Oman untuk produk minuman) disamping
perlunya pengenalan budaya di negara tujuan diversifikasi pasar, terkait dengan konsumsi
produk ekspor.
Produk yang memiliki peningkatan daya saing pada periode 2007-2010 berdasarkan analisis
CMSA (constant market share analysis) adalah: produk coklat olahan di Nigeria dan Srilanka;
produk ikan segar dan beku di Mauritius, Nigeria, Arab Saudi, Oman dan Jordan; Produk olahan
dari tepung dan tembakau di pasar yang sama yaitu Maroko, Nigeria, dan Srilanka; Produk
Minuman di pasar Afrika Selatan dan Jordania; produk ikan olahan di Afrika Selatan, Aljazair,
Arab Saudi, Aljazair, Oman dan Jordan.
Dari hasil analisis, beberapa hambatan ekspor meliputi: kesulitan memperoleh bahan baku atau
bahan baku masih relatif mahal; harga tidak kompetitif akibat mahalnya biaya tenaga kerja,
bahan bakar dan listrik, infrastruktur yang masih kurang memadai; pungutan liar; tarif bea masuk
di negara tujuan; tarif impor bahan baku masih relatif tinggi fluktuasi harga di pasar dunia;
iv
keterbatasan dalam pemanfaatan dan penguasaan teknologi; prosedur di bea cukai terlalu rumit,
kurangnya promosi, serta fluktuasi nilai tukar.
Untuk mengatasi hambatan tesebut perlu adanya kerjasama bilateral dengan negara-negara
potensial mengenai penurunan tarif bea masuk, standar, dan hambatan lainnya untuk lebih
mempermudah akses masuk produk-produk ekspor prioritas. Selain itu perlu juga untuk
menurunkan tarif impor bahan baku khususnya untuk produk makanan olahan. Penyelenggaraan
promosi dan pameran yang intensif di negara-negara potensial juga diperlukan untuk
memperkenalkan produk-produk prioritas ekspor serta pengenalan budaya negara tujuan terkait
dengan konsumsi produk tersebut.
Selain itu, kebijakan stabilitas nilai tukar juga menjadi penting karena peningkatan nilai tukar
meskipun dapat meningkatkan nilai ekspor di beberapa produk, namun nilai ekspor produk
lainnya turun, atau sebaliknya. Selain itu, peningkatan daya saing produk melalui kerjasama
lintas kementrian yang terkait dengan energi, infrastruktur, ketenagakerjaan, industri dan
pertanian.
v
KATA PENGANTAR
Kajian ini merupakan kajian jangka panjang yang telah menjadi salah satu kegiatan
pada Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan. Fokus kajian ini
adalah mengkaji peluang dan kebijakan diversifikasi produk ekspor dan diversifikasi pasar
tujuan ekspor Indonesia. Selama kurun waktu 2005 sampai 2009, negara-negara tujuan
ekspor non migas Indonesia cenderung tidak berubah, yaitu didominasi oleh Jepang,
Amerika, Singapura, Cina. Ketergantungan yang tinggi terhadap pasar tertentu, sangat
beresiko bagi aktivitas ekspor, terutama jika terjadi goncangan ekonomi dunia. Sebagai
contoh, perlambatan ekonomi yang terjadi pada tahun 2008, menyebabkan penurunan
permintaan impor, terutama dari 5 negara tujuan ekspor utama (Amerika, Jepang, China,
dan Malaysia). Disamping ketergantungan yang tinggi terhadap negara tertentu, produk
yang diekspor juga masih terkonsentrasi pada beberapa jenis komoditas. Bila terjadi
penurunan permintaan (dari sisi deman) terhadap komoditas tersebut, atau terjadi
penurunan produksi (dari sisi suplai), misalnya akibat fenomena alam, maka akan terjadi
penurunan penerimaan ekspor yang sangat signifikan.
Atas dasar hal tersebut, Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, Badan
Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan merasa perlu melakukan kajian
Analisis Kebijakan Diversifikasi Pasar dan Produk ekspor. Hasil kajian ini diharapkan
dapat mempertahankan performa ekspor Indonesia, melalui perluasan pasar dan komoditas
ekspor.
Namun, Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan dari semua pihak untuk tahap pengembangan
dan penyempurnaan kajian ini di masa akan datang. Besar harapan penulis bahwa
informasi sekecil apapun yang terdapat dalam kajian ini dapat memberikan manfaat dan
menambah wawasan bagi para pembaca.
Jakarta, Februari 2012
Tim Kajian
vi
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................ 4
1.3 Tujuan Kajian ......................................................................................... 4
1.4 Keluaran Kajian ...................................................................................... 5
1.5 Ruang Lingkup ....................................................................................... 5
1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................. 5
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 7
2.1. Teori Perdagangan Internasional ........................................................... 7
2.2. Teori Revalead Comparatif Advantage (RCA) .................................... 11
2.3. Teori Perdagangan Intra Industri ......................................................... 12
2.4. Model Gravitasi (Gravity Model) ........................................................ 14
2.5. Penelitian Terdahulu ........................................................................... 15
III. METODOLOGI KAJIAN ........................................................................ 17
3.1. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 17
3.2. Jenis dan Sumber data .......................................................................... 18
3.3. Metode Analisis ................................................................................... 19
vii
IV. GAMBARAN UMUM EKSPOR NON MIGAS
KE KAWASAN ASIA DAN AFRIKA .................................................... 28
4.1. Kinerja Ekspor Ke Kawasan Asia dan Afrika ..................................... 28
4.2. Hambatan Ekspor Ke Kawasan Asia dan Afrika ................................. 35
V. POTENSI PASAR DAN PRODUK EKSPOR DI KAWASAN
ASIA DAN AFRIKA ............................................................................... 184
5.1. Pasar dan Produk Pertanian .................................................................. 41
5.2. Perkembangan Daya Saing Produk Potensial di Pasar Potensial ......... 57
5.3. Analisis Export Product Dynamics (EPD) ........................................... 64
5.4. Kajian Empiris Diversifikasi Pasar di Kawasan Asia dan Afrika ........ 71
VI. STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN
DIVERSIFIKASI PASAR DAN PRODUK ............................................ 96
6.1. Model Ekspor Komoditas Unggulan .................................................... 96
6.2. Strategi dan Kebijakan Pengembangan Diversifikasi Pasar dan
Produk................................................................................................... 99
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 103
7.1. Model Ekspor Komoditas Unggulan .................................................. 103
7.2. Saran dan Rekomendasi ..................................................................... 105
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 107
LAMPIRAN …………………………………………… .. ………………. 110
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Ekspor Nonmigas Indonesia dengan Beberapa Negara ................................... 2
2. Klasifikasi dari nilai IIT (Austria, 2004) ....................................................... 14
3. Matriks Posisi Daya Saing ............................................................................. 21
4. Metode Analisis, Data dan Sumber Data ....................................................... 27
5. Kinerja Ekspor Non Migas Indonesia ke Negara Asia .................................. 29
6. Kinerja Ekspor Non Migas Indonesia ke Negara-negara Afrika ................... 31
7. Proyeks Komposisi Pangsa Ekspor ke Kawasan Afrika ................................ 32
8. Perkembangan Nilai Ekspor ke Kawasan Afrika .......................................... 33
9. Komposisi Pangsa Ekspor ke Kawasan Asia ................................................ 34
10. Perkembangan Nilai Ekspor ke Kawasan Asia ............................................. 35
11. Indek Nilai Impor Produk dari Dunia Tahun 2009 di Pasar Asia ................. 42
12. Indek Pertumbuhan Impor dari Dunia tahun 2004-2009 di Pasar Asia ......... 43
13. Indek Nilai Impor dari Indonesia tahun 2009 di Pasar Asia .......................... 44
14. Indek Pertumbuhan Impor dari Indonesia tahun 2004-2009 di Pasar Asia ... 45
15. Indek Tarif Impor Rata-rata per Kelompok Komoditas di Pasar Asia .......... 45
16. Sepuluh Besar Pasar dan Kelompok Komoditas Terpilih Pasar Asia ........... 46
17. Lima Besar Pasar Komoditas Terpilih tahun 2010 Pasar Asia ...................... 47
18. Komoditas Ekspor ke Pasar Potensial 2009-2010 ......................................... 48
19. Komoditas Potensial di Pasar Potensial Asia ................................................ 49
20. Indek Nilai Impor dari Dunia tahun 2009, Pasar Afrika ............................... 50
21. Indek Pertumbuhan Impor dari Dunia tahun 2004-2009 Pasar Afrika .......... 51
22. Indek Nilai Impor dari Indonesia tahun 2009 Pasar Afrika ........................... 51
ix
23. Indek Pertumbuhan Impor dari Indonesia tahun 2004-2009 Pasar Afrika .... 52
24. Indek Tarif Impor Rata-rata Per Kelompok Komoditas Pasar Afrika ........... 53
25. Sepuluh Besar Pasar dan Kelompok Komoditas Terpilih Pasar Afrika ........ 54
26. Lima Besar Pasar Komoditas Terpilih tahun 2010 Pasar Afrika ................... 55
27. Komoditas Ekspor ke Pasar Potensial Afrika 2009-2010 ............................. 56
28. Komoditas potensial di pasar potensial Afrika .............................................. 56
29. CMSA Komoditi Coklat Olahan ................................................................... 58
30. CMSA Komoditi Ikan Segar dan Beku ......................................................... 59
31. CMSA Komoditi Berbagai Makanan Olahan ................................................ 60
32. CMSA Komoditi Tembakau .......................................................................... 61
33. CMSA Komoditi Olahan dari Tepung........................................................... 62
34. CMSA Komoditi Minuman ........................................................................... 63
35. CMSA Komoditi Ikan Olahan ....................................................................... 64
36. Analisis EPD Komoditi Potensial Di Pasar Potensial Tahun 2007-2010 ...... 65
37. Responden di Negara Kajian ......................................................................... 71
38. Status Responden Peserta FGD ..................................................................... 72
39. Responden FGD berstatus pengusaha dan berpengalaman ekspor ............... 81
40. Impor UEA Ikan Segar dan Beku dari Lima Pemasok Utama ...................... 86
41. Impor UEA Makanan Olahan dari Lima Pemasok Utama ............................ 87
42. Variabel penduga ekspor komoditas prioritas di Pasar Asia ......................... 98
43. Variabel Penduga Ekspor Komoditas Prioritas di Pasar Afrika .................... 99
44. Variabel Penduga Ekspor Komoditas Prioritas di Pasar Asia dan Afrika ..... 99
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Rata-rata Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama ............................................... 3
2. Kurva Perdagangan Internasional ..................................................................... 8
3. Kerangka Pemikiran ........................................................................................ 17
4. Pengujian Pemilihan Model Dalam Pengolahan Data Panel .......................... 25
5. Perkembangan Ekspor Non Migas Indonesia ke Asia dan Afrika .................. 28
6. Perkembangan Ekspor Beberapa Produk Indonesia ke Afrika Selatan .......... 67
7. Perkembangan Ekspor Beberapa Produk Indonesia ke Aljazair ..................... 68
8. Perkembangan Ekspor Beberapa Produk Indonesia ke Oman ........................ 69
9. Perkembangan Ekspor Beberapa Produk Indonesia ke Mauritius .................. 70
10. Perkembangan Ekspor Beberapa Produk Indonesia ke Arab Saudi .............. 70
11. Trend Peningkatan Impor Negara UEA ......................................................... 85
12. Kinerja Ekspor Indonesia ke Afrika Selatan .................................................. 91
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. CMSA Efek Perdagangan Dunia .................................................................. 110
2. CMSA Efek Daya Saing ............................................................................... 111
3. Hasil Analisis EPD 2007-2010 ..................................................................... 112
4. Tahapan dan hasil olahan model gravity penduga nilai ekspor komoditas
unggulan Pengujian Pemilihan Model Dalam Pengolahan Data Panel ........ 113
5. Tahapan dan hasil olahan model gravity penduga nilai ekspor komoditas
unggulan Perkembangan Ekspor Non Migas Indonesia ke Asia dan Afrika 130
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,
perdagangan internasional khususnya ekspor merupakan faktor penting dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi. Produk domestik bruto (PDB) Indonesia
sekitar 30% berasal dari ekspor . Ekspor juga membuat perekonomian dalam
negeri semakin bergairah, karena akan menarik banyak investasi, penyerapan
tenaga kerja, dan pemanfaatan sumber daya alam lokal. Semakin banyak produk
yang diekspor, akan mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.
Perkembangan perekonomian dunia sejak memasuki abad ke 21 semakin
membuka hubungan perdagangan antar negara, yang ditandai dengan semakin
tingginya aliran barang dan jasa antar Negara, meskipun terjadi krisis global pada
akhir 2008. Menurut rilis yang dikeluarkan World Trade Organization(WTO)
pada awal Maret 2010, disebutkan bahwa masing – masing pertumbuhan ekspor
barang dan jasa dunia selama 2005-2010 adalah 4% pertahun dan 7% pertahun,
mencapai US$ 12.147 miliar untuk ekspor barang dan US$ 3.310 miliar untuk
jasa pada tahun 2010. Sementara impor barang tumbuh 4% per tahun mencapai
US$ 12.385 miliar dan impor jasa tumbuh 7% per tahun mencapai US$ 3.115
miliar.
Keterbukaan pasar bisa menjadi ancaman besar bagi ekonomi Indonesia
bila pemerintah dan rakyat Indonesia tidak mempersiapkannya dengan baik.
Seperti ditunjukkan pada Tabel 1.1. nilai ekspor Indonesia dengan beberapa
negara mitra semakin meningkat, namun nilai impor meningkat lebih tingi.
Selama kurun waktu 2005-2009 ekspor Indonesia meningkat 46,76 persen,
sementara impor meningkat 93,45 persen. Akibatnya neraca perdagangan
mengalami penurunan -24,98 persen.
2
Tabel 1. Ekspor Nonmigas Indonesia ke 12 Negara Utama
Negara Uraian
Nilai (juta USD) Pertumbuh
an
(%) 2005 2009
SINGAPURA Ekspor 7.068,60 7.947,60 12,44
Impor 2.936,90 9.236,60 214,50
MALAYSIA Ekspor 3.309,00 5.636,40 70,34
Impor 1.385,10 3.184,20 129,89
REP.RAKYAT
CINA
Ekspor 3.959,80 8.920,10 125,27
Impor 4.551,30 13.491,40 196,43
AUSTRALIA Ekspor 1.126,00 1.711,60 52,01
Impor 2.246,40 3.374,10 50,20
JEPANG Ekspor 9.561,80 11.979,00 25,28
Impor 6.892,40 9.810,50 42,34
TAIWAN Ekspor 1.785,90 2.875,50 61,01
Impor 1.208,60 2.008,30 66,17
KOREA
SELATAN Ekspor 2.595,40 5.174,30 99,36
Impor 1.685,00 3.807,80 125,98
AMERIKA Ekspor 9.507,90 10.470,10 10,12
SERIKAT Impor 3.810,60 7.037,60 84,68
INGGRIS Ekspor 1.291,50 1.431,50 10,84
Impor 645,00 844,00 30,85
PERANCIS Ekspor 624,00 870,20 39,46
Impor 703,90 1.622,80 130,54
THAILAND Ekspor 1.917,50 2.598,40 35,51
Impor 3.082,00 4.570,80 48,31
NON MIGAS
Ekspor 66.428,40 97.491,70 46,76
Impor 40.243,20 77.848,50 93,45
Net Ekspor 26.185,20 19.643,20 -24,98
Sumber: BPS, diolah.
3
Disamping menjadi ancaman, keterbukaan pasar juga bisa memberikan
peluang yang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan kinerja perdagangan
dengan meningkatkan ekspor ke negara-negara potensial terutama di kawasan
Afrika dan Asia.
Selama kurun waktu 2005 sampai 2009, negara-negara tujuan ekspor non
migas Indonesia cenderung tidak berubah, yaitu didominasi oleh Jepang,
Amerika, Singapura, Cina dengan pangsa seperti pada Gambar 1.1. Pada tahun
2009, ekspor ke lima negara utama (Amerika, Jepang, Singapura, Cina dan
Malaysia), mencapai 47% dari total ekspor Indonesia.
Jepang22%
Amerika Serikat
13%
Singapura9%
Korea Selatan
7%
Cina6%
Malaysia4%
Taiwan3%
Australia3%
Belanda3%
Hongkong2%
Lainnya28%
Tahun 2000-2005
Jepang20%
Amerika Serikat
10%
Singapura9%
Cina9%
Korea Selatan
7%
Malaysia5%
India5%
Thailand3%
Taiwan2%
Belanda2%
Lainnya28%
Tahun 2005-2009
Gambar 1. Rata-rata Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama
Sumber: BPS, diolah.
Ketergantungan yang tinggi terhadap pasar tertentu, sangat beresiko bagi
aktivitas ekspor, terutama jika terjadi goncangan ekonomi dunia. Sebagai contoh,
perlambatan ekonomi yang terjadi pada tahun 2008, menyebabkan penurunan
permintaan impor, terutama dari 5 negara tujuan ekspor utama (Amerika, Jepang,
China, dan Malaysia). Nilai ekspor ke 5 pasar utama menurun dari 50,7% di
tahun 2004 menjadi 48,0% di 2009 (BPS, 2010).
Disamping ketergantungan yang tinggi terhadap negara tertentu, produk
yang diekspor juga masih terkonsentrasi pada beberapa jenis komoditas. Bila
terjadi penurunan permintaan (dari sisi deman) terhadap komoditas tersebut, atau
terjadi penurunan produksi (dari sisi suplai), misalnya akibat fenomena alam,
maka akan terjadi penurunan penerimaan ekspor yang sangat signifikan.
Sebagian besar produk ekspor Indonesia juga merupakan produk setengah
jadi yang sebenarnya masih bisa diolah lebih lanjut di dalam negeri. Sebagai
4
contoh CPO (crude palm oil), sebelum diekspor masih bisa diolah lebih lanjut
menjadi produk turunan lainnya, seperti minyak goreng, bahan baku kosmetik dan
obat – obatan. Pengolahan lanjutan yang dilakukan di dalam negeri akan
meningkatkan nilai tambah, menyerap tenaga kerja dan meningkatkan penerimaan
pajak pemerintah.
Oleh karena itu untuk mempertahankan performa ekspor, perlu dilakukan
diversifikasi pasar dan diversifikasi produk ekspor melalui perluasan pasar dan
komoditas ekspor. Keberhasilan melakukan diversifikasi produk dan pasar
ekspor, antara lain ditentukan oleh tingkat daya saing dan pertumbuhan pasar di
negara tujuan. Seberapa kuat daya saing produk Indonesia dibandingkan dengan
negara lain serta pasar mana yang mempunyai pertumbuhan yang tinggi di
kawasan Asia dan Afrika, dapat dijadikan acuan dalam melakukan diversifikasi
pasar dan produk ekspor.
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan pada pengembangan pasar dan produk ekspor dirumuskan
sebagai berikut:
1. Negara mana saja di kawasan Asia dan Afrika yang berpotensi sebagai pasar
tujuan ekspor
2. Produk apa saja yang potensial untuk diekspor (non migas) di negara-negara
terpilih pada point 1
3. Permasalahan apa saja yang menghambat penetrasi pasar ekspor ke negara
terpilih (poin 1) untuk produk potensial (poin 2)
4. Bagaimana strategi untuk penetrasi ekspor ke negara terpilih untuk produk-
produk potensial.
1.3. Tujuan Kajian
Berdasarkan permasalahan di atas, pertanyaan yang perlu mendapatkan
jawaban dari kajian ini adalah :
1. Mengidentifikasi pasar ekspor non migas di kawasan Asia dan Afrika
5
2. Mengidentifikasi produk potensial ekspor non migas di kawasan Asia dan
Afrika
3. Menganalisis permasalahan dalam pengembangan pasar dan produk
potensial ekspor non migas di kawasan Asia dan Afrika
4. Menyusun strategi dan rekomendasi kebijakan pengembangan pasar dan
produk ekspor non migas di kawasan Asia dan Afrika
1.4. Keluaran Kajian
Berdasarkan tujuan kajian, maka keluaran dari kajian ini adalah laporan
tentang bahan rekomendasi bagi tersusunnya strategi dan rekomendasi kebijakan
pengembangan pasar dan produk ekspor non migas di kawasan Asia dan Afrika.
1.5. Ruang Lingkup
1. Pasar yang dikaji:
• Negara-negara di kawasan Asia dan Afrika
• Negara-negara selain CR 5, ASEAN
• Negara yang bukan negara mitra FTA dan PTA Indonesia
• Negara yang belum mempunyai rencana Joint Study dengan Indonesia
2. Komoditi yang Dikaji:
• hasil perkebunan dan produk olahan
• hasil perikanan dan produk olahannya
• produk makanan/minuman olahan
• produk dari kulit
1.6. Sistematika Penulisan
Laporan kajian ini terdiri dari 7 (tujuh) bab sebagai berikut :
BAB I : Mendeskripsikan latar belakang, tujuan, ruang lingkup kajian
yang dilakukan dan output.
BAB II : Menjelaskan tinjauan literatur yang digunakan sebagai referensi
dalam kajian yang terdiri dari teori dan kajian terdahulu.
6
BAB III : Menjelaskan metodologi yang digunakan dalam kajian ini
meliputi metode pengambilan data dan alat analisis yang
digunakan.
BAB IV : Gambaran umum ekspor ke kawasan Asia dan Afrika
BAB V : Potensi pasar dan produk ekspor di Kawasan Asia dan Afrika
BAB VI : Strategi dan Kebijakan Pengembangan diversifikasi pasar dan
produk ekspor
BAB VII
: Kesimpulan dan saran
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan merupakan suatu proses pertukaran barang dan jasa yang
dilakukan atas dasar suka sama suka, untuk memperoleh barang yang dibutuhkan.
Dalam masa globalisasi, perdagangan tidak hanya dilakukan dalam satu negara
saja. Bahkan dunia sudah memasuki perdagangan bebas. Hampir tidak ada satu
negarapun yang tidak melakukan hubungan dengan negara lain (Dumairy, 1997).
Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk
memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian
halnya dengan perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan
perdagangan bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain
motif mencari keuntungan, Krugman (1991) mengungkapkan bahwa alasan utama
terjadinya perdagangan internasional:
1. Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain.
2. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai
skala ekonomi (economic of scale)
Menurut Tambunan (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi
perdagangan internasional dapat dilihat dari teori penawaran dan permintaan. Dari
teori penawaran dan permintaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya kelebihan produksi dalam
negeri (penawaran) dengan kelebihan permintaan negara lain.
Secara teoritis, suatu negara (misal negara A) akan mengekspor suatu
komoditi (misal pakaian jadi) ke negara lain (misal negara B) apabila harga
domestik negara A (sebelum terjadinya perdagangan internasional) relatif lebih
rendah bila dibandingkan dengan harga domestik negara B (Gambar 2.3). Stuktur
harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi domestiknya lebih
besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A telah terjadi excess
supply (memiliki kelebihan produksi). Dengan demikian, negara A mempunyai
kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Dilain pihak, di negara
8
O QA O Q* O QB
SB
B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar daripada
produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang terjadi di negara B
lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli pakaian jadi dari
negara lain yang relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara
negara A dengan negara B, maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengah
harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama.
Negara A (ekspor) Perdagangan Internasional Negara B (impor)
Gambar 2. Kurva Perdagangan Internasional
Sumber : Salvatore, 1997
Keterangan:
PA : Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan
internasional
OQA : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A
(pengekspor)
tanpa perdagangan internasional
A : Kelebihan penawaran (excess supply) di negara A (pengekspor) tanpa
perdagangan internasional
X : Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A
PB : Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdangangan
internasional.
PA
X
DA A SA
ES
P*
ED B
M
PB
DB
9
OQB : Jumlah produk domestrik yang diperdagangkan di negara B
(pengimpor) tanpa perdagangan internasional.
B : Kelebihan permintaan (excess demand) di negara B (pengimpor) tanpa
perdagangan internasional.
M : Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B
P* : Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdangangan
internasional
OQ* : Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana
jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M).
Gambar 2.3 memperlihatkan sebelum terjadinya perdangangan
internasional harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB.
Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi
dari PA sedangkan permintaan di pasar internasional akan jika harga internasional
lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan PA maka
negara B akan terjadi excess demand (ED) sebesar B. Jika harga internasional
sama dengan PB maka di negara A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A. Dari
A dan B akan terbentuk kurva ES dan ED akan menentukan harga yang terjadi di
pasar internasional sebesar P*. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara
A akan mengekspor komoditi (pakaian jadi) sebesar X sedangkan negara B akan
mengimpor komoditi (pakaian jadi) sebesar M, dimana di pasar internasional
sebesar X sama dengan M yaitu Q*.
Konsep perdagangan bebas untuk pertama kali diperkenalkan oleh Adam
Smith pada awal abad ke-19 dengan teori keunggulan absolut (absolute
comparative). Teori Adam Smith kemudian disempurnakan oleh David Ricardo
(1817) dengan model keunggulan komparatif (The Theory of Comparative
Advantage). Berbeda dengan konsep keunggulan absolut yang menekankan pada
biaya riil yang lebih rendah, keunggulan komparatif lebih melihat pada perbedaan
harga relatif antara dua input produksi sebagai penentu terjadinya perdagangan.
Menurut David Ricardo (Hady, 2001), perdagangan dapat dilakukan oleh
negara yang tidak memiliki keunggulan absolut pada kedua komoditi yang
diperdagangkan dengan melakukan spesialisasi produk yang kerugian absolutnya
10
lebih kecil atau memiliki keunggulan komparatif. Hal ini dikenal sebagai Hukum
Keunggulan Komparatif (Law of Comparative Advantage). Keunggulan
komparatif dibedakan atas cost comparative advantage (labor efficiency) dan
production comparative advantage (labor productivity). Asumsi yang digunakan
(Salvator, 1997):
a) Hanya terdapat dua negara dan dua komoditi
b) Perdagangan bersifat bebas
c) Terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak
ada mobilitas antara dua negara.
d) Biaya produksi konstan
e) Tidak terdapat biaya transportasi
f) Tidak ada perubahan teknologi
Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu
negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat
berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut
berproduksi relatif kurang atau tidak efisien.
Berdasarkan analisis production comparative advatage (labor
productivity) dapat dikatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari
perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor
barang di mana negara tersebut berproduski “lebih produktif” serta mengimpor
barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak produktif.
Dengan kata lain, cost comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif
akan tercapai jika suatu negara memproduksi suatu barang yang membutuhkan
sedikit jumlah jam tenaga kerja dibandingkan negara lain sehingga terjadi
efisiensi produksi. Production comparative menekankan bahwa keunggulan
komparatif akan tercapai jika seorang tenaga kerja di suatu negara dapat
memproduksi lebih banyak suatu barang/jasa dibandingkan negara lain sehingga
tidak memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak. Dengan demikian keuntungan
perdagangan diperoleh jika negara melakukan spesialisasi pada barang yang
memiliki cost comparative advantage dan production advantage. Atau dengan
11
mengekspor barang yang keunggulan komparatifnya tinggi dan mengimpor
barang yang keunggulan komparatifnya rendah.
Teori klasik Ricardo tersebut selanjutnya dikembangkan oleh Heckscher-
Ohlin (H-O) dengan The Theory of Factor Proportions (1949 – 1977). Model H-
O mengatakan bahwa walaupun tingkat teknologi yang dimiliki sama,
perdagangan internasional akan tetap terjadi bila ada perbedaan kepemilikan
faktor produksi (factor endowment) diantara masing-masing negara. Satu negara
dengan kepemilikan kapital berlebih akan berspesialisasi dan mengekspor
komoditi padat kapital (capital-intensive goods), dan sebaliknya negara dengan
kepemilikan tenaga kerja berlebih akan memproduksi dan mengekspor komoditi
padat tenaga kerja (labor-intensive goods).
Pendekatan tentang perdagangan internasional untuk bisa memahami
manfaat yang dapat diperoleh dari adanya perdagangan bisa dilakukan dengan
menggunakan dua pendekatan. Kedua pendekatan tersebut adalah: pendekatan
keseimbangan parsial dan pendekatan keseimbangan umum.
2.2. Teori Revalead Comparatif Advantage (RCA)
Revalead Comparatif Advantage (RCA) atau keunggulan komparatif yang
terungkap, merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengukur
keunggulan komparatif di suatu wilayah (negara, propinsi dan lain-lain) yang
cukup sering digunakan. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa pada
tahun 1965, yang menganggap bahwa keunggulan komparatif suatu negara
direfleksikan atau terungkap dalam ekspornya (Syahresmita dalam Pramudito,
2004).
Metode RCA didasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antar
wilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh
suatu wilayah. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor suatu produk terhadap
total ekspor suatu wilayah yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai
produk dalam perdagangan dunia.
12
2.3. Teori Perdagangan Intra Industri
Perdagangan internasional yang dikenal luas adalah perdagangan
komoditas dari sektor/industri yang berbeda, atau disebut juga dengan inter-
industry trade. Inter-industry trade terjadi berdasarkan teori keunggulan
komparatif dimana negara yang memiliki keunggulan komparatif pada komoditas
tertentu akan mengekspor komoditas tersebut dan mengimpor komoditas yang
negara tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif. Keunggulan kompartif,
menurut Hecksher Ohlin dapat disebatkan oleh perbedaan endowment yang
dimiliki suatu negara diman negara yang memiliki keberlimpahan tenaga kerja
akan mengekspor komoditas yang intensif menggunakan tenaga kerja sedangkan
negara yang memiliki keberlimpahan barang modal akan mengespor komoditas
yang intensif menggunakan barang modal. Misalkan Cina yang memiliki
kelimpahan barang modal mengekspor barang-barang padat modal seperti
pesawat terbang, sedangkan Indonesia yang keberlimpahan sumber daya alam
mengekspor komoditas yang padat sumber daya alam seperti migas dan mineral.
Sehingga perdagangan antara dua negara ditandai dengan perdagangan komoditas
yang berbeda.
Pada masa kini, perdagangan internasional antara dua negara tidak hanya
diakibatkan oleh perbedaan antara kedua negara tersebut. Perdagangan dua negara
tidak lagi sebatas perdagangan komoditas yang berbeda. Suatu negara dapat
mengekspor barang tertentu dan sekaligus mengimpor barang yang sama. Misal
Cina mengekspor mobil ke Indonesia dan Indonesia mengekspor mobil ke Cina.
Dengan demikian, antara Indonesia dan Cina terjadi perdagangan dalam industri
yang sama (Intra Industry Trade).
Pengertian perdagangan intra industri adalah perdagangan di dalam
industri yang sama. Teori perdagangan intra industri masuk kategori teori
perdangan baru (new trade theory). Paul Krugman adalah salah satu tokoh
ekonomi yang mendalami teori ini (Koo dalam Aprilianda, 2007).
Apabila teori perdagangan neoklasik menyatakan penyebab timbulnya
perdagangan karena adanya spesialisasi yang didasarkan perbedaan ketersediaan
faktor produksi dan teknologi (keunggulan komparatif), maka dalam teori
perdagangan intra industri perdagangan tetap terjadi antarnegara yang memiliki
13
keunggulan komparatif yang relatif sama. Perdagangan intra industri lebih
didasarkan pada differensiasi produk dan economies of scale serta mencakup
perdagangan dua arah dalam industri yang sama.
Perdagangan intra industri menjadi penting ketika tarif dan non tarif
barrier dihapuskan pada arus perdagangan antarnegara. Disamping itu
perdagangan intra industri memberikan keuntungan (gain) yang lebih besar,
sebagai contoh konsumen mempunyai lebih banyak pilihan karena differensiasi
produk dan harga yang lebih murah karena meningkatnya economies of scale.
Intra Industry Trade dimungkinkan karena adanya skala ekonomis yang berarti
biaya produksi rata-rata menjadi lebih murah. Dengan demikian, output dapat
lebih tinggi dibandingkan bila tidak ada intra-industry-trade. Skala ekonomis dan
spesialisasi dalam suatu indstri tertentu akan mendorong inovasi dalam
perusahaan. Inovasi akan membuat biaya produksi menjadi lebih rendah.
Terdapat 2 (dua) alasan terjadi perdagangan intra industri yaitu pertama,
differensiasi produk. Pada perekonomian modern sebagian besar produk yang
dihasilkan adalah produk yang terdifferensiasi. Produk yang terdifferensiasi
adalah produk yang jenisnya sama atau dihasilkan dalam industri yang sama tetapi
berbeda secara kualitas dan atau preferensi. Dalam perdagangan internasional
terjadi perdagangan produk-produk yang terdifferensiasi. Atau dapat dinyatakan
bahwa sebagian besar perdagangan internasional merupakan perdagangan intra
industri. Kedua, economies of scale. Motif perdagangan intra industri adalah
memperoleh keuntungan dari adanya economies of scale. Dalam hal ini
persaingan internasional memaksa setiap perusahaan untuk membatasi model atau
tipe produknya agar dapat berkonsentrasi memanfaatkan sumberdayanya untuk
menekan biaya produksi per unit sehingga dapat menghasilkan beberapa jenis
produk saja tentunya dengan kualitas terbaik dan harga dapat bersaing dari produk
lainnya. Disisi lain kebutuhan konsumen akan produk atau tipe lain dipenuhi
melalui impor dari negara lain.
Intra industry trade (IIT) index yang umum digunakan adalah Grubel-
Lloyd Index. Nilai Grubel Lloyd index berkisar 0 - 100. Jika jumlah yang
diekspor sama dengan jumlah yang diimpor untuk suatu produk, maka indeksnya
14
akan bernilai 100. Sebaliknya apabila perdagangan suatu negara hanya melibatkan
satu pihak saja (ekspor atau impor saja) maka nilai indeksnya adalah 0.
Tabel 2. Klasifikasi dari nilai IIT (Austria, 2004)
Intra Industri Trade Klasifikasi
0.00 No integration (one way trade)
>0.00 – 24.99 Weak integration
25.00 – 49.99 Mild Integration
50.00 – 74.99 Moderately strong integration
75.00 – 99.99 Strong integration
2.4. Model Gravitasi (gravity model)
Gravity model menampilkan analisis empiris dari pola aliran perdagangan
bilateral antara negara-negara yang berada pada daerah-daerah yang berbeda
secara geografis. Gravity model pertama kali digunakan dalam analisis
perdagangan internasional oleh Jan Tinberger pada tahun 1962 untuk
menganalisis aliran perdagangan antara negara-negara Eropa (Head, 2003).
Nama model ini diambil dari bentuk dasarnya yang mampu memprediksi
perdagangan berdasarkan pada jarak antar negara dan interaksi antara besarnya
ukuran perekonomian antar negara. Hal ini mengikuti prinsip dari hukum gravitasi
Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik antara dua obyek.
Pada gravity model aliran perdagangan bilateral ditentukan oleh tiga kelompok
variabel, yaitu :
1. Variabel-variabel yang mewakili total permintaan potensial negara pengimpor.
2. Variabel-variabel indikator total penawaran potensial negara pengekspor.
3. Variabel-variabel pendukung atau penghambat aliran perdagangan antara
negara pengimpor dan negara pengekspor.
Areethamsirikul (2006) dalam penelitiannya mengenai dampak perluasan
ASEAN terhadap perdagangan intra-ASEAN menggunakan gravity model,
memasukkan parameter ekonomi yang mencakup Gross Domestic Product (GDP)
dan GDP per capita. Sedangkan parameter non-ekonomi yang digunakan adalah
jarak, perbatasan bersama, bahasa nasional, dan keanggotaan dalam kelompok
15
perdagangan regional. Parameter non-ekonomi dalam gravity model biasanya
bersifat saling mengisi dan melengkapi, dan pada umumnya mencerminkan
indikator sosial-politik, hal inilah yang membedakan gravity model dari model-
model ekonomi lainnya.
Menurut Bergstand (1985), Koo, Karemera, dan Taylor (1994), dalam
Oktaviani (2000), pada umumnya gravity model dirumuskan sebagai berikut:
Tij = f (Yi, Yj, Fij) ............... (1)
dimana : Tij = Nilai aliran perdagangan dari negara i ke negara j,
Yi = Gross Domestic Product negara i,
Yj = Gross Domestic Product negara j,
Fij = Faktor-faktor lain yang mempengaruhi perdagangan antara
negara i
dengan negara j.
Gravity model perdagangan antar dua negara berbanding lurus dengan
massa perdagangan mitra dagang dan berbanding terbalik dengan jarak antara
mitra dagang. Variabel tambahan seperti area fisik, populasi, keselarasan kultural,
dan perbatasan bersama digunakan untuk memperjelas variabel massa ekonomi
dan jarak.
2.5. Penelitian Terdahulu
Permasalahan mengenai analisis daya saing suatu negara sudah banyak
dilakukan. Beberapa diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani et al
(2008). Penelitian ini berjudul ”Consultancy and Training Services to Develop
Quantitative Analytical Tools and Framework for Assessing Investment and Trade
Competitiveness” dengan metode analisis RCA, Export Produk Dinamik, CMSA
dan CGE. Hasilnya menunjukkan terdapat 194 komoditas Indonesia yang
memiliki nilai RCA lebih dari 1 dan tingkat pertumbuhan ekspor yang positif.
Berdasarkan matriks ekspor produk dinamik kategori komoditas ekspor dalam
kuadran rising star adalah komoditas pertanian dan agroindustri. Berdasarkan
CMSA pertumbuhan ekspor Indonesia dipengaruhi efek pertumbuhan impor dan
efek komposisi komoditas.
16
Rendahnya daya saing investasi Indonesia dipengaruhi oleh infrastruktur
seperti sedikitnya jalan yang sudah diaspal, sambungan telepon dan koneksi
internet yang minim, dan rendahnya konsumsi listrik. Faktor fundamental seperti
share hutang luar negeri terhadap GDP dan tingkat inflasi sangat berpengaruh
terhadap daya saing investasi di Indonesia.
Penelitian lain dilakukan oleh Ito dan Umemoto (2004) tentang pola dan
tren perdagangan intra-regional pada sektor industri otomotif di kawasan ASEAN-
4, menunjukkan bahwa IIT index memiliki tren yang tetap bila dibandingkan
dengan wilayah ASEAN secara keseluruhan, tetapi bernilai lebih rendah bila
dibandingkan dengan wilayah NAFTA dan MERCOSUR. Dalam analisis regresi
yang mereka lakukan terhadap faktor-faktor determinan IIT diketahui bahwa pada
negara-negara yang terlibat AFTA, peningkatan market size, menurunnya
perbedaan dalam market size antar negara, dan perluasan yang terjadi dalam
industri otomotif merupakan faktor-faktor utama yang menentukan tingkat
pertumbuhan IIT. Sedangkan variabel dummy yang berupa free trade agreement
(FTA) di tingkat regional, yaitu AFTA, pada sebagian besar analisis ekonometrika
yang dilakukan menunjukkan insignifikansi dalam menentukan pertumbuhan IIT
di negara-negara yang terlibat AFTA, dalam kasus ini yaitu negara-negara
ASEAN-4.
Penelitian Thorpe (2005) yang bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi IIT pada industri manufaktur di Asia Timur 1970-1996
dengan memisahkan IIT menjadi IIT horizontal dan vertikal. IIT horizontal
timbul sebagai akibat adanya economies of scale dan differensiasi produk
sedangkan vertikal terjadi pada perdagangan komoditi yang sama dengan kualitas
yang berbeda. Selain itu, Thorpe (2005) menggunakan model gravity, yang
hasilnya menunjukkan bahwa faktor yang signifikan mempengaruhi IIT pada
sektor manufaktur di Asia Timur adalah GDP, perbedaan GDP, GDP perkapita,
perbedaan GDP perkapita, jarak, kurs, ketidakseimbangan perdagangan, dan
economies of scale.
17
17
BAB III
METODOLOGI KAJIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Ketergantungan pasar ekspor Indonesia terhadap pasar tradisionil masih
relatif tinggi. Pangsa ekspor ke lima negara utama (concentration ratio/CR 5)
yaitu Amerika, Jepang, China, Singapura, dan Malaysia mencapai 48%.
Ketergantungan yang tinggi terhadap pasar ekspor tertentu, sangat beresiko
apabila terjadi guncangan ekonomi. Seperti krisis moneter tahun 2008 yang
terjadi di Amerika, telah menurunkan nilai ekspor Indonesia dari US$ 13,04
miliar pada tahun 2009 menjadi US$ 10,85 miliar pada tahun 2009 (BPS, 2010).
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
Pangsa 5 negara utama pasar
ekspor masih tinggi 48%
Pangsa 10 produk utama
ekspor masih tinggi 68,5%
• Identifikasi pasar dan produk potensial ekspor di Asia dan
Afrika
Permasalahan pengembangan
pasar dan produk
Ketergantungan yang tinggi pada beberapa produk dan negara
pasar ekspor tertentu Rentan terhadap guncangan
ekternal
Diperlukan Diversifikasi produk dan Pasar ekspor
• Export Potential Assessment
(komoditi dan pasar tujuan)
Kebijakan pengembangan pasar dan produk
18
Salah satu cara untuk menurunkan resiko ekspor adalah dengan
mengurangi ketergantungan terhadap pasar tertentu atau dengan menurunkan nilai
CR5. Dalam rencana strategis Kementrian Perdagangan tahun 2010-2014, nilai
CR5 ditargetkan akan menurun rata – rata 1% per tahun, sehingga pada tahun
2014 dicapai nilai CR5 sebesar 43%. Pengurangan CR5 dilakukan melalui
pengembangan pasar ekspor di negara-negara potensial.
Negara-negara di Asia dan Afrika memiliki potensi yang cukup tinggi
sebagai tujuan ekspor, karena: (1) lokasinya relatif dekat dengan Indonesia
sehingga relatif efisien dalam hal transportasi; (2) penetrasi pasar relatif mudah
dengan rendahnya hambatan terutama hambatan non tarif; dan (3) Kedekatan
budaya sehingga produk Indonesia mudah diterima. Dari sekitar 40 negara di
Asia yang tidak termasuk sebagai anggota Asean dan CR5, serta 60 negara Afrika,
perlu dipilih negara yang memiliki potensi relatif tinggi sebagai pasar ekspor.
Selanjutnya dari negara terpilih ditetapkan komoditas yang potensial untuk
diekspor ke negara tersebut. Berdasarkan informasi negara dan komoditas yang
potensial, bisa dirumuskan strategi kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan daya
saing di negara-negara tujuan ekspor di Asia dan Afrika.
3.2. Jenis dan Sumber data
Data yang diperlukan dalam kajian kebijakan pengembangan pasar dan
produk ekspor ini terdiri dari dari data primer dan data sekunder, baik dalam
bentuk data kualitatif maupun data kuantitatif. Data primer yang diperlukan
berupa kondisi internal dalam negeri yang terkait dengan proses produksi
beberapa komoditas ekspor dan dukungan bagi eksportir. Data primer diperoleh
dari pelaku usaha (produsen dan eksportir), birokrat dan akademisi, melalui
wawancara dan FGD (focus group disscussion).
Data sekunder aliran perdagangan antara negara Indonesia dengan negara-
negara di kawasan Asia dan Afrika berasal dari COMTRADE yang dikeluarkan
oleh United Nations Commodity Trade Statistics Database. Selain itu, digunakan
pula data pendukung lain yang bersumber dari World Bank dan International
19
Monetary Fund (IMF), Kementerian Perdagangan dan BPS serta sumber lain yang
relevan.
3.3. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan
tujuan penelitian.
1. Trade Performance Index (TPI)
Digunakan untuk:
1. Menentukan kelompok negara di kawasan Afrika dan Asia yang memiliki
prioritas tinggi sebagai tujuan ekspor
2. Menentukan komoditas prioritas untuk dikembangkan sesuai dengan potensi
sosial ekonomi yang dimiliki baik dari sisi internal maupun eksternal masing-
masing komoditas.
Analisis data menggunakan Trade Performance Index dari ITC (International
Trade Centre) diukur dengan metode komposit dari empat (4) indeks
performa, yaitu:
1. Indeks performa pangsa ekspor Indonesia
2. Indeks performa impor tahun terakhir dan pertumbuhan impor dari pasar
dunia.
3. Indeks performa suplai domestik
4. Indeks performa dampak sosial ekonomi
Komponen indikator tiap indek performa adalah sebagai berikut :
Performa Ekspor
- Ekspor
- Pertumbuhan
Ekspor
- Neraca
Perdagangan Relatif
- Share Perdagangan
Dunia
Performa
Dampak Sosial
Ekonomi
- Penyerapan
Tenaga Kerja
Performa Pasar
dunia
- Pertumbuhan
Impor Dunia
- Akses Pasar
Performa Suplai
Domestik:
- Nilai tambah
- Efisiensi asset
20
Penentuan komoditi prioritas dilakukan dengan menghitung nilai indek
indikator, nilai indek performa dan indek komposit. Indikator yang memiliki nilai
terendah diberi indek 1, tertinggi diberi indek 5 dan yang nilainya berada diantara
terendah dan tertinggi dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
NrNt
IrItNjNtItIIj
)()(
dimana:
IIj = Indek indikator ke-j (yang dicari indeknya))
It = indek tertinggi (yaitu 5)
Ir = indek terendah (yaitu 1)
Nt = nilai indikator tertinggi
Nr = nilai indikator terendah
Nj = nilai indikator ke-j (yang dicari indeknya)
Nilai indek performa ke-i merupakan rataan dari j indek indikatornya. Rumus
yang digunakan adalah:
j
IIjIP
dimana:
IP = indek performa
IIj = indek indikator ke-j
j = jumlah indikator performa
Indek komposit Ik dihitung dengan menggunakan rumus:
pip
piIPiIPpIk
..1
...11
dimana:
Ik = indek komposit
IPi = indek performa ke-i
pi = pembobot indek performa ke-i
i = jumlah performa yang dipertimbangkan
21
Prioritas tertinggi adalah komoditas yang memiliki indek komposit
tertinggi dan sebaliknya.
2. Export Product Dynamics (EPD)
Salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran yang baik tentang
tingkat daya saing adalah Export Product Dynamics (EPD). Indikator ini
mengukur posisi pasar dari produk suatu negara untuk tujuan pasar tertentu.
Ukuran ini mempunyai kemampuan untuk membandingkan kinerja ekspor
diantara negara-negara di seluruh dunia. Selain itu, dengan menggunakan EPD
dinamis atau tidaknya performa suatu produk dapat diketahui. Sebuah matriks
EPD terdiri dari daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis. Daya tarik pasar
dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan
pasar tertentu, dimana informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan pertumbuhan
dari perolehan pasar (market share) sebuah negara pada tujuan pasar tertentu.
Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini menghasilkan karakter
posisi dari produk yang ingin dianalisis ke dalam empat kategori. Keempat
kategori itu adalah “Rising Star”, “Falling Star”, “Lost Opppotunity”, dan
“Retreat”.
Tabel 3. Matriks Posisi Daya Saing
Share of Country’s Export in World
Trade
Share of Product in World Trade
Rising
(Dynamic)
Falling
(Stagnant)
Rising (Competitive) Rising Star Falling Star
Falling (Non-Competitive) Lost Opportunity Retreat
Sumber: Esterhuizen, 2006
Komoditi yang diestimasi posisi daya saingnya akan menempati salah satu
dari empat kuadran (Tabel 3.1), tergantung dari daya tarik pasar dan kekuatan
bisnis komoditi tersebut. Dengan dimasukkannya komoditi yang diuji ke dalam
matriks EPD akan lebih mudah untuk melihat posisi dayasaing masing-masing
komoditi.
22
Adapun yang dimaksud dengan pangsa pasar ekspor suatu negara (negara i)
dan pangsa pasar produk (produk n) dalam perdagangan dunia adalah sebagai
berikut:
Sumbu x: Pertumbuhan pangsa pasar ekspor i =
T
X
X
X
X t
t tn
in
t
t
t n
in %100%1001 11
Sumbu y: Pertumbuhan pangsa pasar produk n =
T
X
X
X
X t
t t
n
t
t
t
n %100%1001
11
Dengan: X = volume ekspor
T = jumlah tahun
t = tahun ke-t
Posisi pasar yang ideal adalah yang mempunyai pangsa pasar tertinggi pada
ekspornya sebagai “Rising Star” atau “bintang terang”, yang menunjukkan bahwa
negara tersebut memperoleh tambahan pangsa pasar pada produk mereka yang
bertumbuh cepat (fast-growing products). “Lost Opportunity” atau “kesempatan
yang hilang”, terkait dengan penurunan pangsa pasar pada produk-produk yang
dinamis, adalah yang posisi yang paling tidak diinginkan. “Falling Star” atau
“bintang jatuh” juga tidak disukai, meskipun masih lebih baik jika dibandingkan
dengan “Lost Opportunity”, karena pangsa pasarnya tetap meningkat. Sementara
itu, “Retreat” atau “kemunduran” biasanya tidak diinginkan, tetapi pada kasus
tertentu 'mungkin' diinginkan jika pergerakannya menjauhi produk-produk yang
stagnan dan menuju produk-produk yang dinamik (Bappenas, 2009).
3. Constant Market Share Analysis (CMSA)
Pendekatan Constant Market Share Analysis (CMSA) digunakan untuk
mengukur dinamika perdagangan suatu industri dari suatu negara. Penggunaan
pendekatan ini didasarkan pada pemahaman bahwa laju pertumbuhan ekspor suatu
negara bisa lebih kecil, sama, atau lebih tinggi daripada laju pertumbuhan ekspor
rata-rata dunia.
23
Jadi dalam analisis CMSA, lambat atau tingginya laju pertumbuhan ekspor
suatu negara dibandingkan laju pertumbuhan standar (rata-rata dunia) diuraikan
menjadi tiga faktor, yakni pertumbuhan impor, komposisi komoditi, dan daya
saing. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Efek Pertumbuhan impor :
mXijk1
Dimana m = Persentase peningkatan impor umum di negara k
Xijk1
= Ekspor komoditi i dari negara j ke negara k tahun ke-(t-1)
Efek Komposisi komoditi ekspor :
{(mi - m)Xijk1}
Dimana m = Persentase peningkatan impor umum di negara j
mi = Persentase peningkatan impor komoditi i di negara k
Xijk1
= Ekspor komoditi i dari negara j ke negara k tahun ke-(t-1)
Efek Daya saing :
{Xijk2 – Xijk
1 – mi Xijk
1}
Dimana mi = Persentase peningkatan impor komoditi i di negara j
Xijk1
= Ekspor komoditi i dari negara j ke negara k tahun ke-(t-1)
Xijk2 = Ekspor komoditi i dari negara j ke negara k tahun ke-(t)
4. Gravity Model
Aliran dan keterkaitan perdagangan Indonesia ke kawasan Asia dan Afrika
digambarkan dengan besarnya ekspor komoditi unggulan ekspor Indonesia ke
kawasan Asia dan Afrika. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya
dianalisis menggunakan gravity model dengan metode panel. Variabel-variabel
yang digunakan sebagai penjelas dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Ito
dan Umemoto (2004) dengan melakukan beberapa penyesuaian.
ijijijijij uECODISTGDPEXRX XVOL lnlnlnlnln 43210
dimana:
ijX = Nilai ekspor komoditas dari negara i ke negara j (US$)
ijXVOL = Volume ekspor komoditas dari negara i ke negara j (Kg)
24
jEXR = Nilai tukar mata uang negara mitra dagang (Mata Uang
Nasional/US$)
ijGDP = Tingkat perekonomian antar negara (PPP, US$)
ijECODIS = Jarak ekonomi antara kedua negara
iju = error term
Adapun rumus untuk jarak ekonomi adalah
ijECODIS = kawasanj
ij
GDPGDP
DIS
dimana:
ijECODIS = Jarak ekonomi antara kedua negara
ijDIS = Jarak ibu kota negara i dengan ibu kota negara j (km)
jGDP = Tingkat perekonomian negara j (PPP, US$)
kawasanGDP = Jumlah GDP kawasan pasar
Estimasi gravity model yang dilakukan dalam penelitian menggunakan
panel data karena dapat memberikan informasi yang lebih akurat mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan komoditas yang diteliti. Terdapat
dua pendekatan dalam metode data panel, yaitu Fixed Effect Model (FEM) dan
Random Effect Model (REM). Keduanya dibedakan berdasarkan ada atau
tidaknya korelasi antara komponen error dengan peubah bebas.
Misalkan:
it i it ity X
Pada one way, komponen error dispesifikasikan dalam bentuk:
it i itu
Untuk two way, komponen error dispesifikasi dalam bentuk:
it i i itu
Pada pendekatan one way komponen error hanya memasukkan komponen
error yang merupakan efek dari individu (λi). Pada two way telah memasukkan
25
efek dari waktu (μt) ke dalam komponen error. uit diasumsikan tidak berkorelasi
dangan Xit. Jadi perbedaan antara FEM dan REM terletak pada ada atau tidaknya
korelasi antara λi dan μt dengan Xit.
FEM muncul ketika antara efek individu dan periode memiliki korelasi
dengan Xit atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini membuat
komponen error dari efek individu dan waktu menjadi bagian dari intersep, yaitu:
Untuk one way komponen error: yit = αi + λi + Xit β + uit
Untuk two way error component: yit = αi + λi + μi + Xit β + uit
Penduga pada FEM dihitung dengan empat teknik sebagai berikut Pooled Least
Square (PLS), Within Group (WG), Least Square Dummy Variable (LSDV), Two
Way Error Components Fixed Effect Model.
REM muncul ketika antara efek individu dan periode tidak berkorelasi
dengan Xit atau memiliki pola yang sifatnya acak. Asumsi ini membuat komponen
error dari efek individu dan waktu dimasukkan ke dalam error, dimana:
Untuk one way error component: yit = αi + Xit β + uit+ λi
Untuk two way error component: yit = αi + Xit β + uit+ λi + μi
Terdapat dua jenis pendekatan dalam REM, yaitu: Pendekatan Between Estimator,
dan Generalized Least Square (GLS).
Pemilihan model yang digunakan dalam sebuah penelitian perlu dilakukan
berdasarkan pertimbangan statistik.
Gambar 4. Pengujian Pemilihan Model Dalam Pengolahan Data Panel
FIXED
EFFECT
RANDOM
EFFECT
POOLED
LEAST
SQUARE
Hausman
Test
LM Test
Chow
Test
26
Selanjutnya untuk menghasilkan model yang efisien, tidak bias, dan
konsisten, maka perlu dilakukan pendeteksian terhadap pelanggaran atau
gangguan asumsi dasar model ekonometrika, yang antara lain berupa gangguan
antar waktu (time-related disturbance), gangguan antar individu atau dalam kasus
ini pasangan negara (cross sectional disturbance), dan gangguan akibat keduanya.
Pengevaluasian yang dilakukan menyangkut uji Multikolinearitas, Autokorelasi,
dan Heteroskedastisitas.
27
Tabel 4. Metode Analisis, Data dan Sumber Data
No Tujuan kajian Metode analisis Data Sumber Output
1. Mengidentifikasi pasar ekspor non
migas di kawasan Asia dan Afrika
TPI
CMSA
EPD
Data Sekunder BPS,
UNCOMTRADE,
IFS, CEPII
Pasar potensial di
Asia dan Afrika
2. Mengidentifikasi produk potensial
ekspor non migas di kawasan Asia dan
Afrika
TPI
CMSA
EPD
Data Sekunder BPS,
UNCOMTRADE,
IFS, CEPII
Produk Potensial di
Asia dan Afrika
3. Menganalisis permasalahan dalam
pengembangan pasar dan produk
potensial ekspor non migas di kawasan
Asia dan Afrika
Analisis Deskriptif
Kulaitatif
Data Primer FGD, Survey Hambatan dan
Peluang pasar serta
produk potensial
4. Menyusun strategi dan rekomendasi
kebijakan pengembangan pasar dan
produk ekspor non migas di kawasan
Asia dan Afrika
Analisis Deskriptif
Kualitatif dan
Gravity Model
Data Primer
Data Sekunder
FGD, Survey
BPS,
UNCOMTRADE,
IFS, CEPII
Rumusan Kebijakan
28
BAB IV
GAMBARAN UMUM EKSPOR NON MIGAS
KE KAWASAN ASIA DAN AFRIKA
4.1. Kinerja Ekspor Ke Kawasan Asia dan Afrika
Pertumbuhan ekspor non migas Indonesia selama kurun waktu lima tahun
terakhir ke kawasan Asia dan Afrika menunjukkan penguatan yang
berkesinambungan. Pada periode tahun 2006-2010 ekspor non migas ke Asia
tumbuh 12,9 persen per tahun, sementara ke Afrika tumbuh 13,0 persen per tahun.
Produk yang paling banyak diekspor ke kawasan Afrika adalah produk ikan
olahan dengan share 26,4 persen pada tahun 2010.
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
90.0
2006 2007 2008 2009 2010 TW I 2011
49.9
59.0
69.664.9
87.5
25.0
2.0 2.5 3.3 2.8 3.51.1
US
$ M
ilia
r
Perkembangan Ekspor Non Migas ke Asia dan Afrika
ASIA
AFRIKA
Trend ekspor (2006-2010)Asia : 13,0%Afrika : 12,9%
Gambar 5. Perkembangan Ekspor Non Migas Indonesia ke Asia dan Afrika
Sumber: BPS, 2011 (diolah Puska Daglu)
Saat ini dominasi sepuluh komoditas utama ekspor Indonesia mulai
berkurang, dimana sejak tahun 2007 pangsa ekspor komoditas utama sudah
dibawah 50 persen dari ekspor total non migas. Komoditas ekspor mulai
terdiversifikasi seiring makin banyaknya produk potensial. Sepuluh komoditas
ekspor utama Indonesia adalah tekstil dan produk tekstil (TPT), produk hasil
hutan, elektronik, karet dan produk karet, sawit dan produk sawit, otomotif, alas
kaki, udang, kakao, dan kopi. Produk potensial juga semakin kompetitif di pasar
global, seperti makanan olahan, perhiasan, ikan dan produk ikan, kerajinan,
29
rempah-rempah, kulit dan produk kulit, peralatan medis, minyak atsiri, peralatan
kantor, dan tanaman obat.
Tabel 5. Kinerja Ekspor Non Migas Indonesia ke Negara Asia
Perub.(%) Perub(%) Trend (%) Pangsa (%)
2006 2007 2008 2009 2010 TW I 2010 TW I 2011 2011/2010 2010/2009 2006-2010 2010
1 Jepang 12,198.6 13,092.8 13,795.3 11,979.0 16,496.5 3,683.0 4,369.5 18.64 37.71 5.28 12.72
2 R.R Tiongkok 5,466.6 6,664.1 7,787.2 8,920.1 14,080.9 3,088.1 3,632.5 17.63 57.86 24.41 10.85
3 India 3,326.5 4,885.0 7,060.9 7,351.4 9,851.2 2,080.0 2,633.0 26.59 34.01 29.44 7.59
4 Singapura 7,824.2 8,990.4 10,104.6 7,947.6 9,553.6 2,281.1 2,692.0 18.01 20.21 2.80 7.36
5 Malaysia 3,789.6 4,593.1 5,984.5 5,636.4 7,753.6 1,661.3 2,548.4 53.40 37.56 17.78 5.98
6 Korea Selatan 3,414.6 3,746.4 4,660.3 5,174.3 6,869.7 1,658.1 1,960.4 18.24 32.77 18.78 5.29
7 Thailand 2,054.1 2,646.9 3,214.5 2,598.4 4,054.4 893.0 1,829.9 104.91 56.03 14.36 3.13
8 Taiwan 2,284.8 2,337.8 2,901.2 2,875.5 3,252.3 748.5 918.8 22.76 13.10 9.56 2.51
9 Pilipina 1,377.4 1,828.5 2,051.4 2,356.8 3,117.0 728.2 943.3 29.54 32.25 20.77 2.40
10 Hongkong 1,703.2 1,687.5 1,808.8 2,111.8 2,501.4 527.0 703.3 33.44 18.45 10.44 1.93
11 Vietnam 1,021.9 1,355.0 1,672.8 1,453.9 1,945.8 366.1 494.6 35.09 33.84 14.55 1.50
12 Emirat Arab 1,012.7 1,324.8 1,650.7 1,265.1 1,473.9 329.7 397.3 20.50 16.51 7.30 1.14
13 Arab Saudi 672.1 944.2 1,191.9 956.2 1,167.3 260.4 325.0 24.82 22.07 11.82 0.90
14 Turki 724.1 1,045.2 871.6 678.4 1,073.7 219.5 347.2 58.18 58.27 3.62 0.83
15 Bangladesh 427.1 633.0 835.9 780.6 990.6 191.5 239.9 25.28 26.90 20.83 0.76
16 Pakistan 733.8 934.0 924.4 664.1 682.7 139.0 147.2 5.90 2.80 -4.74 0.53
17 Iran 312.9 472.9 697.3 507.0 639.4 112.3 156.6 39.40 26.11 16.17 0.49
18 Sri Lanka 424.4 414.6 353.6 246.3 297.8 69.9 95.1 35.95 20.93 -11.57 0.23
19 Myanmar 137.4 261.8 249.0 174.6 283.7 88.3 66.4 -24.81 62.46 11.02 0.22
20 Kamboja 103.6 121.9 174.0 201.2 217.2 51.8 62.6 20.88 7.95 21.91 0.17
21 Papua Nugini 65.6 69.9 81.0 88.4 153.2 24.2 86.5 257.93 73.28 21.28 0.12
22 Yordania 181.1 119.5 353.0 131.8 137.7 31.2 33.7 8.12 4.49 -4.40 0.11
23 Oman 45.4 98.2 151.9 92.9 115.7 22.0 47.3 114.86 24.63 19.89 0.09
24 Yaman 90.2 123.8 112.8 102.4 114.9 24.3 25.6 5.40 12.30 3.00 0.09
25 Israel 0.0 0.1 94.4 78.0 107.8 25.9 44.8 72.79 38.12 0.00 0.08
26 Kuwait 90.8 129.4 137.0 101.5 97.8 20.7 25.7 24.28 -3.60 -0.93 0.08
27 Qatar 101.7 146.4 83.4 73.8 72.9 15.6 16.5 5.75 -1.25 -12.64 0.06
28 Siria 55.7 79.5 98.8 90.1 68.6 16.9 18.5 9.54 -23.79 5.57 0.05
29 Brunai Darussalam 37.6 43.4 59.7 74.9 61.0 13.5 15.5 14.77 -18.56 16.35 0.05
30 Libanon 22.7 44.3 67.1 67.2 58.4 16.4 14.7 -10.49 -13.11 25.95 0.04
31 Afganistan 6.1 7.3 10.6 22.0 53.9 7.8 10.3 31.89 145.10 72.87 0.04
32 Irak 65.8 11.9 264.4 40.6 51.9 3.8 83.6 2,072.64 27.85 7.80 0.04
33 Bahrain 26.2 35.0 60.5 25.2 40.5 6.7 6.8 0.44 60.89 5.60 0.03
34 Malade 19.8 23.6 28.7 19.5 22.3 5.3 5.0 -5.25 14.37 0.50 0.02
35 Nepal 9.1 12.4 15.4 12.9 15.9 2.8 7.8 181.54 23.23 12.31 0.01
36 Korea Utara 13.4 0.4 7.0 8.0 11.8 6.6 4.6 -29.54 47.23 30.84 0.01
37 Siprus 11.3 12.5 15.6 13.8 10.8 3.4 3.2 -6.84 -21.63 0.09 0.01
38 Mongolia 2.8 5.7 2.9 3.4 7.7 1.4 0.6 -59.86 128.08 15.77 0.01
39 Laos 4.3 3.7 4.0 4.7 5.5 0.6 2.4 296.92 18.04 7.27 0.00
40 Bhutan 0.6 0.0 0.0 1.8 5.0 3.1 0.7 -76.35 172.73 157.58 0.00
41 Macau 13.4 3.9 4.6 4.3 3.9 1.1 1.0 -12.40 -10.71 -21.04 0.00
42 Palestina 1.3 0.0 0.5 0.0 0.1 0.0 0.1 249.02 0.00 0.00 0.00
43 Asia Timur Lainnya 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 - 0.00 0.00 0.00
44 Batam 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 - 0.00 0.00 0.00
45 Asia Sel. & Teng. Lainnya 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 - 0.00 0.00 0.00
46 Aden 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 - 0.00 0.00 0.00
47 Asia Barat Lainnya 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 - 0.00 0.00 0.00
Realisasi Ekspor Non Migas Indonesia ke Asia (US$ Juta)
URAIANNo
0
Sumber: BPS, 2011 (diolah Puska Daglu)
30
Diversifikasi tujuan ekspor juga sudah terjadi dengan berkurangnya
pangsa ekspor ke negara tujuan utama, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Uni
Eropa. Saat ini ekspor lebih banyak ditujukan ke Asia dan negara-negara
berkembang lainnya, pangsanya sekitar 45 persen. Selama lima tahun terakhir
peranan RRT, Korea Selatan, Malaysia dan India semakin besar sebagai negara
tujuan ekspor utama Indonesia. Semakin terdiversifikasinya negara tujuan ekspor
menyebabkan kinerja ekspor Indonesia selama 2008-2009 tidak begitu
terpengaruh akibat krisis ekonomi di negara tujuan ekspor utama. Bahkan pada
tahun 2010 pangsa ekspor ke RRT dan India mencapai sekitar 17 persen.
Berdasarkan tabel 4.1 terlihat bahwa pada triwulan I – 2011, negara tujuan
ekspor Indonesia di Asia yang paling besar pertumbuhannya adalah negara Irak,
namun pangsanya masih sekitar 0,04 persen (tahun 2010). Sementara negara Asia
yang paling tinggi pangsanya selain negara ASEAN dan mitra FTA adalah
India dengan kontribusi sebesar 7,6 persen dan rata-rata peningkatan per tahun
selama periode 2006-2010 sebesar 29,4 persen. Disusul oleh Taiwan dan Emirat
Arab dengan pangsa masing-masing sebesar 2,5 dan 1,1 persen. Sedangkan jika
dilihat dari rata-rata peningkatan per tahun selama periode 2006-2010 yang
terbesar adalah Bhutan, Afghanistan dan Korea Utara masing-masing dengan
157,6 persen, 72,9 persen, dan 30,8 persen.
Sementara di kawasan Afrika, negara yang paling baik pertumbuhannya
pada pada triwulan I – 2011 (tabel 4.2) adalah Mesir dengan kontribusi sebesar
0,66 persen dan rata-rata peningkatan per tahun selama periode 2006-2010 sebesar
15,11 persen. Disusul oleh Afrika Selatan dan Nigeria dengan pangsa masing-
masing sebesar 0,52 dan 0,24 persen. Sedangkan jika dilihat dari rata-rata
peningkatan per tahun selama periode 2006-2010 yang terbesar adalah Ghambia,
Burundi dan Pantai Gading masing-masing dengan 83,55 persen, 80,36 persen,
dan 49,35 persen.
31
Tabel 6. Kinerja Ekspor Non Migas Indonesia ke Negara-negara Afrika
Perub.(%) Perub(%) Trend (%) Pangsa (%)
2006 2007 2008 2009 2010 TW I 2010 TW I 2011 2011/2010 2010/2009 2006-2010 2010
1 Mesir 464.2 589.6 790.7 708.8 855.8 159.8 261.8 63.82 20.73 15.11 0.66
2 Afrika Selatan 381.5 557.4 623.9 484.5 680.7 131.8 231.4 75.55 40.48 10.71 0.52
3 Nigeria 158.4 195.9 289.6 207.4 316.8 63.1 96.6 53.12 52.80 15.53 0.24
4 Aljazair 105.5 146.5 322.7 163.3 158.6 41.6 43.2 3.72 -2.88 9.67 0.12
5 Angola 43.8 42.8 63.2 103.2 149.0 79.3 23.1 -70.82 44.35 39.51 0.11
6 Kenya 35.7 54.3 63.9 65.9 138.0 17.2 65.1 279.44 109.33 33.61 0.11
7 Tanzania 80.4 63.1 55.0 107.8 132.0 5.7 64.1 1,027.35 22.40 16.48 0.10
8 Ghana 89.9 118.9 135.8 96.3 119.4 27.1 31.7 16.85 23.96 3.63 0.09
9 Sudan 85.1 84.5 102.5 80.1 97.0 29.6 22.4 -24.24 21.08 2.10 0.07
10 Pantai Gading 15.8 23.1 58.9 46.2 83.2 5.3 4.5 -14.47 80.33 49.35 0.06
11 Mauritius 53.6 66.6 71.7 73.4 82.2 18.9 18.3 -3.08 11.98 9.97 0.06
12 Benin 53.3 58.4 78.4 68.7 72.4 21.5 24.0 11.65 5.40 8.05 0.06
13 Djibouti 44.9 44.3 58.9 50.7 71.1 16.3 13.1 -19.26 40.25 11.12 0.05
14 Tunisia 13.5 40.6 80.9 42.5 54.2 17.3 17.2 -0.89 27.40 32.60 0.04
15 Togo 34.1 46.7 62.6 56.1 53.7 12.4 16.4 32.22 -4.15 11.53 0.04
16 Libia 34.2 34.5 44.7 56.2 48.5 14.4 9.3 -35.37 -13.70 12.61 0.04
17 Maroko 54.7 47.1 56.8 55.1 47.5 10.2 17.3 69.97 -13.70 -1.25 0.04
18 Kamerun 16.1 17.1 28.8 28.0 29.3 4.7 6.6 38.66 4.34 18.45 0.02
19 Mozambik 33.1 36.1 44.3 27.4 28.8 6.6 18.6 183.03 5.43 -5.39 0.02
20 Guinea 16.8 20.4 30.1 16.8 27.3 15.9 3.2 -79.81 63.05 8.10 0.02
21 Madagascar 17.0 32.7 31.2 26.5 21.7 4.6 11.3 145.69 -18.30 2.74 0.02
22 Gambia 2.1 4.3 7.7 18.3 21.4 5.6 6.0 7.47 16.64 83.55 0.02
23 Kongo 12.9 15.2 13.7 12.2 18.4 3.7 4.4 18.59 51.19 5.11 0.01
24 Sinegal 11.0 11.3 16.2 16.5 18.0 5.4 5.6 4.87 8.95 14.68 0.01
25 Reunion 13.5 16.2 20.8 16.6 15.6 2.9 3.2 8.81 -6.19 3.11 0.01
26 Ethiopia 31.2 14.8 22.8 20.2 14.0 4.8 2.0 -58.75 -30.43 -12.10 0.01
27 Liberia 3.9 10.0 6.0 8.5 13.6 1.4 1.6 15.43 58.96 26.10 0.01
28 Mauritania 10.5 12.3 12.2 16.4 12.7 5.0 2.7 -46.19 -22.29 6.91 0.01
29 Siera Leone 12.1 18.3 9.7 7.6 12.6 2.3 6.1 162.32 65.22 -7.71 0.01
30 Gabon 5.6 25.6 7.0 10.6 9.6 2.4 3.1 30.82 -9.12 1.92 0.01
31 Malawi 4.3 5.9 11.3 9.8 9.1 2.4 2.7 11.76 -7.24 22.17 0.01
32 Uganda 2.9 4.3 7.2 6.6 8.8 1.5 3.1 100.85 34.02 29.78 0.01
33 Zimbabwe 3.3 5.3 3.6 2.8 8.0 1.3 1.3 -1.16 180.43 11.75 0.01
34 Namibia 2.9 4.1 7.5 7.1 7.0 1.8 0.5 -74.08 -1.72 25.61 0.01
35 Seychelles 5.2 3.1 5.8 5.8 6.1 1.3 1.0 -22.25 5.50 9.84 0.00
36 Mali 2.0 3.3 3.3 4.0 5.2 1.7 1.2 -26.71 29.95 23.05 0.00
37 Burkina Faso 2.3 2.1 2.4 2.7 5.1 2.0 0.2 -89.94 88.59 20.80 0.00
38 Somalia 5.9 7.8 3.0 2.6 4.2 1.0 1.7 61.67 60.30 -16.35 0.00
39 Guinea (Equatorial) 3.4 2.4 1.7 3.7 4.0 0.8 0.5 -43.24 10.01 8.45 0.00
40 Eritrea 1.0 2.4 5.5 2.5 3.5 0.7 1.8 154.34 38.99 27.90 0.00
41 Niger 7.7 2.9 1.9 3.7 2.3 0.1 0.8 556.97 -39.05 -19.71 0.00
42 Komoro 0.6 1.5 1.6 1.1 1.5 0.5 0.1 -76.03 37.08 15.77 0.00
43 Guinea-Bissau 1.0 3.5 3.9 1.7 1.4 0.3 0.3 -3.68 -20.27 -0.90 0.00
44 Swaziland 1.0 0.9 0.6 0.6 1.3 0.2 0.2 -3.69 115.69 2.04 0.00
45 Rwanda 0.5 0.6 0.9 0.5 1.0 0.3 0.1 -58.29 94.94 13.50 0.00
46 Lesotho 1.8 4.2 4.4 1.4 1.0 0.3 0.3 -4.21 -27.56 -20.00 0.00
47 Zambia 1.8 4.2 2.2 0.8 1.0 0.2 1.0 340.03 13.73 -25.53 0.00
48 Afrika Tengah 0.3 0.5 0.1 0.3 0.9 0.3 0.0 -100.00 207.00 18.85 0.00
49 Protektorat Inggris 0.2 0.7 0.6 0.7 0.9 0.6 0.1 -84.14 35.36 35.74 0.00
50 Sao Tome & Principe 0.6 0.7 0.9 0.4 0.8 0.2 0.1 -47.88 95.58 2.61 0.00
51 Burundi 0.2 0.1 0.5 2.0 0.8 0.3 0.0 -100.00 -62.30 80.36 0.00
52 Botswana 0.3 0.4 0.1 0.3 0.3 0.1 0.1 11.20 16.52 -1.02 0.00
53 Chad 0.0 0.2 0.5 0.2 0.3 0.0 0.8 - 39.78 67.58 0.00
54 Kep. Virginia U.S. 0.4 1.0 0.4 0.3 0.2 0.0 0.0 71.35 -47.49 -27.11 0.00
55 St.Helena 0.3 0.0 0.4 0.0 0.0 0.0 0.0 - 234.75 -51.84 0.00
56 Sahara Barat 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 - 0.00 0.00 0.00
57 Rep. Dem Kongo (Zaire) 0.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 - 0.00 0.00 0.00
58 Negara Afrika lainnya 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 - 0.00 0.00 0.00
Realisasi Ekspor Non Migas Indonesia ke Afrika (US$ Juta)
URAIANNo
0
Sumber: BPS, 2011 (diolah Puska Daglu)
32
Adapun produk yang termasuk dalam ruang lingkup kajian ini, terdiri atas
kelompok; (i) hasil perkebunan dan olahannya; (ii) hasil perikanan dan olahannya;
(iii) produk makanan dan minuman olahan; serta (iv) kulit dan produk dari kulit.
Selanjutnya, kelompok produk tersebut dirinci menjadi 22 produk (Tabel 4.3).
Tabel 7. Komposisi Pangsa Ekspor ke Kawasan Afrika
Trend (%)
2006 2007 2008 2009 2010 2006-2010
Ikan Olahan 33.33 35.24 32.68 34.27 26.36 (4.85)
Berbagai Makanan olahan 33.14 22.62 25.46 18.45 23.96 (8.17)
Coklat Olahan 4.37 5.70 4.64 5.24 9.18 15.01
Gula dan Kembang Gula 6.40 6.12 5.93 6.18 8.29 5.40
Olahan dari tepung (Sereal, Mie, Roti, Kue, Biskuit) 5.81 7.18 7.37 6.87 7.77 5.52
Tembakau 1.22 1.32 1.97 8.86 7.51 73.98
Ikan Segar & Beku 2.42 7.64 6.05 7.34 6.36 20.88
Rempah-rempah 3.10 4.67 2.78 2.82 3.14 (4.70)
Kelapa & Copra 2.41 2.28 3.22 3.06 2.25 1.61
Hasil Perikanan lainnya 2.09 1.78 1.42 1.63 1.86 (3.11)
Tas dan Kopor 0.62 0.46 0.45 0.82 0.99 16.37
Teh 0.54 2.06 1.72 1.23 0.73 0.75
Buah dan Sayuran Olahan 1.94 0.43 3.00 2.15 0.71 (3.99)
Pakaian dari Kulit 1.24 0.83 0.58 0.44 0.35 (27.32)
Minuman 0.83 0.60 0.63 0.44 0.30 (20.69)
Lada 0.45 0.88 1.66 0.01 0.09 (55.07)
Kulit Samak 0.02 0.01 0.37 0.01 0.06 23.10
Ikan Hidup & Ikan Hias 0.02 0.02 0.04 0.02 0.04 12.58
Tembakau (Cigarettes) 0.04 0.03 0.02 0.12 0.03 8.72
Barang-barang dari kulit 0.00 0.02 0.01 0.04 0.02 47.85
Kulit Mentah - - - - 0.00 -
Mete - 0.09 - - - -
Pangsa Ekspor Sub Produk terhadap Ekspor 4 Kelompok Produk ke Afrika (%) Sub Produk
Sumber: BPS, 2011 (diolah Puska Daglu)
Dari tabel 4.3 terlihat bahwa kelompok produk makanan olahan
mendominasi ekspor Indonesia ke kawasan Afrika. Sementara, Pada tahun 2010
produk ikan olahan masih menempati posisi teratas dengan memberikan
kontribusi sebesar 26,4 persen terhadap total ekspor 4 kelompok produk ke
kawasan Afrika. Jika dilihat dari pertumbuhan rata-rata pangsa per tahun maka
33
produk yang paling baik pertumbuhannya adalah tembakau dengan trend sebesar
74,0 persen. Sementara, barang-barang dari kulit juga mengalami pertumbuhan
pangsa yang baik dimana selama kurun waktu lima tahun terakhir mengalami
pertumbuhan rata-rata pangsa sebesar 47,9 persen per tahun. Sedangkan produk
yang mengalami trend yang paling rendah adalah lada dengan trend negatif 55,1
persen.
Tabel 8. Perkembangan Nilai Ekspor ke Kawasan Afrika
Trend (%)
2006 2007 2008 2009 2010 2006-2010
Ikan Olahan 13.77 17.70 24.95 27.71 25.69 18.48
Berbagai Makanan olahan 13.69 11.36 19.44 14.92 23.35 14.34
Coklat Olahan 1.81 2.86 3.54 4.24 8.95 43.21
Gula dan Kembang Gula 2.64 3.07 4.53 4.99 8.08 31.25
Olahan dari tepung (Sereal, Mie, Roti, Kue, Biskuit) 2.40 3.61 5.63 5.56 7.57 31.40
Tembakau 0.50 0.66 1.51 7.16 7.32 116.64
Ikan Segar & Beku 1.00 3.84 4.62 5.93 6.20 50.52
Rempah-rempah 1.28 2.34 2.12 2.28 3.06 18.66
Kelapa & Copra 0.99 1.15 2.46 2.47 2.19 26.53
Hasil Perikanan lainnya 0.86 0.90 1.09 1.32 1.82 20.64
Tas dan Kopor 0.26 0.23 0.34 0.66 0.97 44.91
Teh 0.22 1.03 1.31 1.00 0.71 25.45
Buah dan Sayuran Olahan 0.80 0.21 2.29 1.74 0.69 19.55
Pakaian dari Kulit 0.51 0.42 0.44 0.35 0.34 (9.50)
Minuman 0.34 0.30 0.48 0.36 0.30 (1.24)
Lada 0.19 0.44 1.26 0.01 0.08 (44.05)
Kulit Samak 0.01 0.01 0.28 0.01 0.06 53.28
Ikan Hidup & Ikan Hias 0.01 0.01 0.03 0.02 0.04 40.18
Tembakau (Cigarettes) 0.02 0.02 0.02 0.10 0.03 35.38
Barang-barang dari kulit 0.00 0.01 0.01 0.03 0.02 84.11
Kulit Mentah - - - - 0.00 -
Mete - 0.04 - - - -
Sub ProdukNilai Ekspor Sub Produk ke Afrika (US$ Juta)
Sumber: BPS, 2011 (diolah Puska Daglu)
34
Tabel 9. Komposisi Pangsa Ekspor ke Kawasan Asia
Trend (%)
2006 2007 2008 2009 2010 2006-2010
Berbagai Makanan olahan 6.84 10.51 10.27 14.17 14.28 19.35
Ikan Olahan 12.14 13.51 13.52 13.01 13.98 2.48
Ikan Segar & Beku 12.20 13.24 11.27 13.01 12.52 0.35
Olahan dari tepung (Sereal, Mie, Roti, Kue, Biskuit dll) 16.00 13.54 12.87 11.61 10.55 (9.41)
Kulit Samak 12.46 12.44 10.73 10.04 9.91 (6.50)
Ikan Hidup & Ikan Hias 4.14 4.39 3.97 4.16 7.44 11.82
Gula dan Kembang Gula 8.45 7.21 8.64 7.29 6.24 (5.77)
Hasil Perikanan lainnya 3.28 3.38 6.16 4.99 4.78 12.13
Teh 4.00 2.65 3.42 3.62 2.90 (3.27)
Buah dan Sayuran Olahan 3.07 2.02 2.85 3.06 2.88 2.91
Coklat Olahan 1.06 1.42 1.60 2.17 2.59 24.73
Tas dan Kopor 1.70 1.80 1.29 2.04 2.46 9.04
Rempah-rempah 2.13 2.98 1.92 1.91 2.11 (4.52)
Tembakau (Cigarettes) 2.78 2.11 1.94 1.64 1.73 (11.28)
Kelapa & Copra 1.10 1.46 1.94 1.22 1.53 4.97
Minuman 3.91 2.96 3.89 2.61 1.43 (19.30)
Tembakau 1.98 1.77 1.90 1.58 1.23 (10.08)
Mete 1.37 1.24 1.04 0.95 0.77 (13.23)
Lada 0.82 1.08 0.64 0.76 0.48 (13.15)
Pakaian dari Kulit 0.20 0.26 0.13 0.14 0.16 (9.92)
Barang-barang dari kulit 0.01 0.01 0.01 0.03 0.04 35.63
Daging Olahan 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 (53.87)
Kulit Mentah 0.36 0.03 0.01 - - -
Sub ProdukPangsa Ekspor Sub Produk terhadap Ekspor 4 Kelompok Produk ke Asia (%)
Sumber: BPS, 2011 (diolah Puska Daglu)
Berdasarkan tabel 4.5 terlihat bahwa produk makanan olahan
mendominasi ekspor Indonesia ke kawasan Asia. Pada tahun 2010 lima sub
produk makanan olahan menempati posisi teratas dengan memberikan kontribusi
sebesar 75,6 persen terhadap total ekspor 4 kelompok produk ke kawasan Asia.
Jika dilihat dari pertumbuhan rata-rata pangsa per tahun maka sub produk yang
paling baik pertumbuhan ekspornya adalah barang-barang dari kulit dengan trend
sebesar 35,6 persen. Sementara, coklat olahan juga mengalami pertumbuhan
pangsa yang baik dimana selama kurun waktu lima tahun terakhir mengalami
pertumbuhan rata-rata pangsa sebesar 24,7 persen per tahun. Sedangkan sub
produk yang mengalami trend yang paling rendah adalah daging olahan dengan
trend negatif 53,9 persen.
35
Tabel 10. Perkembangan Nilai Ekspor ke Kawasan Asia
Trend (%)
2006 2007 2008 2009 2010 2006-2010
Berbagai Makanan olahan 18.28 33.98 39.85 57.37 73.71 39.27
Ikan Olahan 32.42 43.66 52.46 52.68 72.17 19.58
Ikan Segar & Beku 32.58 42.79 43.72 52.71 64.62 17.09
Olahan dari tepung (Sereal, Mie, Roti, Kue, Biskuit dll) 42.74 43.76 49.94 47.02 54.45 5.72
Kulit Samak 33.27 40.21 41.63 40.66 51.14 9.10
Ikan Hidup & Ikan Hias 11.05 14.20 15.42 16.83 38.40 30.48
Gula dan Kembang Gula 22.57 23.29 33.51 29.54 32.22 9.96
Hasil Perikanan lainnya 8.76 10.92 23.91 20.19 24.69 30.85
Teh 10.68 8.57 13.27 14.66 14.96 12.87
Buah dan Sayuran Olahan 8.19 6.52 11.04 12.38 14.85 20.09
Coklat Olahan 2.83 4.58 6.20 8.79 13.35 45.54
Tas dan Kopor 4.55 5.81 5.00 8.27 12.72 27.24
Rempah-rempah 5.68 9.63 7.47 7.74 10.88 11.42
Tembakau (Cigarettes) 7.42 6.81 7.52 6.62 8.95 3.53
Kelapa & Copra 2.94 4.71 7.54 4.93 7.92 22.49
Minuman 10.44 9.57 15.09 10.57 7.36 (5.83)
Tembakau 5.30 5.71 7.37 6.38 6.37 4.92
Mete 3.66 4.01 4.02 3.86 3.97 1.25
Lada 2.18 3.50 2.47 3.08 2.49 1.34
Pakaian dari Kulit 0.55 0.83 0.52 0.57 0.85 5.12
Barang-barang dari kulit 0.03 0.04 0.06 0.11 0.19 58.27
Daging Olahan 0.01 0.02 0.01 0.00 0.00 (46.17)
Kulit Mentah 0.95 0.08 0.02 - - -
Sub ProdukNilai Ekspor Sub Produk ke Asia (US$ Juta)
Sumber: BPS, 2011 (diolah Puska Daglu)
4.2. Hambatan Ekspor Ke Kawasan Asia dan Afrika
Meski sedang dilanda krisis politik, prospek ekspor ke pasar Timur
Tengah dan Afrika masih terbuka lebar. Namun demikian ada beberapa faktor
yang menghambat peningkatan pangsa ekspor ke Afrika.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa perusahaan tersebut secara
umum dapat kami simpulkan bahwa perusahaan yang disurvey jarang bahkan ada
yang belum pernah ekspor ke Afrika sedangkan ke negara non tradisonal Asia
masih sangat sedikit. Faktor umum yang menjadi penyebab kurangnya ekspor ke
kawasan tersebut adalah kurangnya pasokan bahan baku, kurangnya permintaan
dari negara-negara di kawasan tersebut dan jauhnya lokasi tujuan ekspor yang
dimaksud.
36
Hasil turun lapang ke Manado:
1. Perusahaan yang bergerak di bidang ekspor hasil perikanan dan produk olahan
(PT Celebes MinaPratama) di Bitungmerasakan bahan baku ikan olahan masih
kurang karena pada bulan-bulan tertentu terjadi kekurangan bahan baku di
lapangan (sekitar 4-5 bulan dalam 1 tahun). Bahan baku tersebut, antara lain
ikan cakalang, 100% berasal dari domestik yaitu dari perairan Sulawesi dan
Maluku. Produk perusahaan adalah Ikan Kayu dan Serutan Ikan Kayu. Ekspor
produk perusahaan ikan kayu ditujukan terutama ke Jepang (80%) dan sisanya
ke RRT (10%) dan korea (5%), sementara untuk Serutan Ikan Kayu ditujukan
untuk memenuhi pasar domestik yaitu restoran-restoran Jepang yang terutama
berada di Jakarta. Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan dari segi
produksi selain ketersediaan bahan baku adalah biaya bahan baku yang makin
mahal, biaya listrik dan BBM yang makin mahal, dan pungutan yang
dilakukan oleh oknum Pemda.
2. Hal ini menyebabkan responden merasa perbaikan infrastruktur dan utilitas
(gas, listrik dan air) dan ketersediaan transportasi serta meminimumkan pungli
adalah hal-hal prioritas yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan
produktivitas. Negara pesaing utama ekspor ikan kayu adalah Thailand, RRT,
Vietnam dan Philipina. Namun, responden menyatakan yang menjadi faktor
keunggulan dari negara lain dibandingkan ekspor kita hanyalah dari harga
yang bersaing. Responden menyatakan permasalahan lain yang dihadapi oleh
perusahaan untuk pemasarannya adalah menurunnya daya beli dan depresiasi
nilai tukar rupiah. Sampai saat ini perusahaan belum melakukan
pengembangan pasar ke wilayah Afrika dan Asia selain Jepang, RRT dan
Korea karena pengembangan pasar dilakukan oleh perusahaan pusat di
Jepang.
3. Perusaahan yang merupakan eksportir hasil perkebunan dan produk olahan
yang telah disurvei adalah PT. Agro Makmur Raya (penghasil CCNO, RBD
Palm Stearin, RBD Palm Oil dan Copra Expeller), PT Minyak Nabati
Sulawesi (penghasil CCNO, RBD Palm Stearin, RBD Palm Oil dan Copra
Expeller) dan PT Indoprima (pengekspor biji pala dan bunga pala). PT Agro
37
Makmur Raya (group Musi Mas) dan PT Minyak Nabati Sulawesi (group
Wilmar Internasional) tidak mengalami masalah dengan pemasaran dan
selama ini ekspor utama ditujukan sebagian besar ke Rotterdam, Netherland,
sedangkan ekspor copra expeller merupakan permintaan khusus dari India.
Selain itu, group Wilmar Internasional mempunyai cabang perusahaan di
Ghana untuk memasok kebutuhan Afrika namun bahan bakunya diperoleh
dari produk kelapa sawit setempat. Sementara itu, PT Indoprima, sebagai
perusahaan pengekspor biji pala dan bunga pala, hanya melakukan spesialisasi
ekspor ke Jepang. Secara umum ketiga perusahaan tersebut memperoleh
informasi pasar dengan cara searching mandiri melalui internet. Secara umum
permasalahan pemasaran yang dihadapi oleh perusahaan adalah harga jual
produk yang bersaing dan fluktuasi depresiasi nilai tukar rupiah.
4. PT Tropica Cocoprima dan PT Royal Coconut adalah perusahaan yang telah
disurvei yang termasuk dalam lingkup makanan olahan, dalam hal ini kelapa
parut / tepung kelapa. PT Royal Coconut telah melakukan ekspor ke Afrika
Selatan, walaupun pangsanya masih 20%, dari total ekspor namun ekspor ke
Afsel sudah terlaksana dengan rutin. Informasi mengenai buyer di Afrika
Selatan pertama kali diperoleh dari internet. PT Tropica Cocoprima juga
menyatakan banyak memperoleh informasi mengenai buyer di luar negeri dari
internet. Pasokan bahan baku saat ini masih cukup dan semua dipasok dari
Sulawesi Utara. Selama ini kapal ekspor tidak ada yang langsung dari Manado
ke negara tujuan, melainkan harus melalui Tanjung Priok,Jakarta dulu dan itu
memakan waktu antara 5-10 hari. Untuk itu pemerintah perlu mendukung dan
memfasilitasi adanya pelabuhan ekspor di Manado/Bitung sehingga
memudahkan eksportir Sulawesi Utara untuk melakukan ekspor secara
langsung.
Hasil turun lapang ke Makassar:
1. PT Chen Woo Fishery, perusahaan yang bergerak di bidang ekspor hasil
perikanan dan produk olahannya di Makassar, menghasilkan produk daging
ikan tuna dengan bahan baku berupa ikan tuna yang diperoleh langsung dari
nelayan dan berasal dari wilayah perairan Sulawesi, Kalimantan, Ternate, dan
38
Papua. Ketersediaan bahan baku dari dalam negeri tidak terlalu menjadi
hambatan meskipun tergantung pada keadaan cuaca dan angin. Ekspor produk
perusahaan ikan tuna ditujukan terutama ke Amerika (80%) dan sisanya ke
Eropa (20%).
2. Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan dari segi produksi adalah biaya
bahan baku, tenaga kerja, listrik, dan BBM yang makin mahal, peraturan
Pemda yang cukup memberatkan, pungutan oleh oknum Pemda, serta
keterbatasan dalam pemanfaatan dan penguasaan teknologi. Hal ini
menyebabkan responden merasa hal-hal yang diprioritaskan untuk diperbaiki
adalah infrastruktur dan utilitas (gas, listrik dan air), ketersediaan transportasi,
perbaikan kebijakan ketenagakerjaan, serta insentif pajak. Negara pesaing
utama ekspor daging ikan tuna adalah Thailand dan India. Namun, responden
menyatakan yang menjadi faktor keunggulan dari negara lain dibandingkan
ekspor kita hanyalah dari harga dan kualitas yang bersaing.
3. Responden menyatakan permasalahan lain yang dihadapi oleh perusahaan
untuk pemasarannya adalah mitra dagang luar negeri yang sulit dicari,
kontinuitas pengiriman barang, peraturan ekspor-impor, dan kebijakan UMR.
Selain Amerika dan Eropa, perusahan pernah mengekspor produk daging ikan
tuna ke Negara Rusia dan Mauritius. Ekspor ke Negara Rusia dan Mauritius
hanya akan dilakukan bila terjadi permintaan dan surplus produk. Responden
lebih mengutamakan ekspor ke Amerika dan Eropa karena sudah melakukan
kontrak jangka panjang sekaligus untuk memelihara pasar yang sudah ada.
4. Perusaahan yang merupakan eksportir hasil perkebunan dan produk olahan
yang telah disurvei adalah PT Tanah Mas Celebes Indah (biji kakao), PT
Comextra Majora (pengusaha biji kakao dan mete), PT Nedcommodities
Makmur Jaya (pengusaha biji kakao), CV Sari Hasil Utama (pengusaha biji
kopi), PT. Unicom Kakao Makmur Sulawesi (pengusaha Cocoa Liquor).
Bahan baku yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan tersebut 100 persen
berasal dari dalam negeri. Faktor penghambat utama perusahaan-perusahaan
tersebut dalam proses produksi adalah masih kurangnya pasokan bahan baku,
ditambah lagi faktor cuaca saat ini yang kurang mendukung.
39
5. PT Tanah Mas Celebes Indah mengekspor biji kakao ke Malaysia (80%),
Amerika (10%), dan RRT (10%). Negara pesaing utama perusahaan tersebut
adalah Nigeria dan Pantai Gading dimana kualitas biji kakao dari negara
tersebut lebih baik. Faktor penghambat lain dalam rangka ekspor adalah
kebijakan ekspor dari pemerintah yang membuat harga kakao dari Indonesia
sulit bersaing dengan negara lain serta persaingan dengan eksportir lokal. PT
Tanah Mas Celebes Indah belum berminat melakukan perluasan pasar karena
masih kewalahan dalam memenuhi permintaan pasar yang sudah ada selain itu
resiko pengiriman barang dan pengembalian modal lebih kecil.
6. PT Comextra Majora mengekspor biji kakao ke Amerika, Malaysia, dan
Singapura serta mengekspor mete ke Jepang, Korea, dan Taiwan. Menurut PT
Comextra Majora, keterbatasan bahan baku dalam negeri menghambat proses
produksi mereka karena mete gelondongan banyak dibeli secara langsung oleh
eksportir India sehingga kebijakan bea keluar dapat menguntungkan industri
pengolahan kakao. Saat ini, PT Comextra Majora hanya beroperasi 30%
karena kekurangan pasokan bahan baku. Jika pabrik dapat beroperasi lebih
dari 60 persen, PT Comextra Majora merencanakan akan melakukan
pengembangan pasar. PT Comextra Majora sudah mengikuti audit HACCP,
ISO 22000, dan ketahanan pangan sehingga kualitas produknya sudah diakui
oleh pasar. Perbaikan infrastruktur jalan adalah hal yang perlu diprioritasakan
untuk mengatasi permasalahan ekspor.
7. PT Nedcommodities Makmur Jaya menghasilkan biji kakao yang dimiliki
Belanda. Faktor penghambat PT Nedcommodities Makmur Jaya dalam proses
produksi adalah kurangnya pasokan bahan baku karena faktor cuaca dan
banyak kebun kakao yang berubah fungsi menjadi kebun kelapa sawit. PT
Nedcommodities Makmur Jaya mengekspor biji kakao ke Malaysia (100%).
PT Nedcommodities Makmur Jaya mengimpor karung goni dari Bangladesh
untuk pengiriman produk. Permasalahan PT Nedcommodities Makmur Jaya
dalam mengekspor biji kakao adalah daya saing kualitas dengan negara
pesaing, infrastruktur jalan yang kurang baik, dan pemberian fasilitas
penurunan tarif untuk impor.
40
8. CV. Sari Hasil Utama mengekspor biji kopi ke Belgia. Faktor penghambat CV
Sari Hasil Utama dalam proses produksi dan pemasaran antara lain kurangnya
pasokan bahan baku, daya saing kualitas, dan fluktuasi nilai tukar rupiah.
9. PT. Unicom Kakao Makmur Sulawesi adalah perusahaan pengusaha cocoa
liquor dengan kepemilikan 50 persen dimiliki dalam negeri dan 50 persen
dimiliki asing. PT. Unicom Kakao Makmur Sulawesi mengekspor cocoa
liquor ke Jerman. Kenaikan harga BBM, infrastruktur jalan, dan persaingan
harga merupakan faktor penghambat PT. Unicom Kakao Makmur Sulawesi
dalam proses produksi dan pemasaran. responden merasa hal-hal yang
diprioritaskan untuk diperbaiki adalah infrastruktur dan utilitas (gas, listrik
dan air), ketersediaan transportasi, meminimumkan pungli, perbaikan
kebijakan ketenagakerjaan, serta insentif pajak.
Hasil turun lapang ke Samarinda:
Secara umum dari beberapa stakeholders yang di survei didapat beberapa
informasi sebagai berikut: a). Ketersediaan bahan baku sebagian besar berasal dari
pasar domestik; b). Tenaga kerja cukup tersedia; c). Hasil produksi sebagian besar
lebih dari 75% untuk ekspor; d).Produk belum terdiversifikasi dimana produk
masih dalam bentuk bahan baku atau barang setengah jadi; e). Negara tujuan
ekspor juga belum terdiversifikasi dan masih tergantung permintaan dari beberapa
negara seperti Jepang, USA, Eropa, RR Tiongkok, Malaysia, Thailand dan negara
tradisional lainnya; f). Infrastruktur seperti jalan dan pelabuhan yang masih
terbatas, saat ini sebagian besar masih mengandalkan lalu lintas sungai; g). BBM
masih dibatasi sehingga seringkali menjadi kendala dalam produksi dan
transportasi; h) Energi Listrik terbatas dan masih sering terjadi pemadaman; i).
Penguasaan teknologi masih terbatas; j). Promosi dan pengembangan pasar
dilakukan dengan pameran, internet, dan media elektronik lainnya ; k). Perizinan
ekspor impor yang sering berubah-ubah menjadi kendala saat proses ekspor
impor.
41
BAB V
POTENSI PASAR DAN PRODUK EKSPOR
DI KAWASAN ASIA DAN AFRIKA
5.1 Pasar dan Produk Potensial
Penetapan pasar (negara tujuan) ekspor serta produk potensial ekspor
menggunakan metode analisis indek performa perdagangan (trade performance
index atau TPI). Negara tujuan dibagi dua kawasan yaitu kawasan Asia dan
kawasan Afrika. Analisis TPI dilakukan dalam beberapa tahap, seperti diuraikan
berikut ini.
Tahap pertama menentukan negara yang potensial untuk tujuan ekspor.
Indikator TPI yang digunakan adalah nilai impor negara bersangkutan untuk
kelompok komoditas yang dianalisis yaitu: (1) Perkebunan dan Produk
Olahannya, (2) Perikanan dan Produk Olahannya, (3) Makanan dan Minuman
Olahan serta (4) Kulit dan Produk Kulit. Indikator nilai impor yang digunakan
yaitu: (1) nilai impor dari dunia tahun 2009; (2) nilai impor dari Indonesia tahun
2009, (3) pertumbuhan rata-rata nilai impor tahun 2004-2009 dari dunia, (4)
pertumbuhan rata-rata nilai impor tahun 2004-2009 dari Indonesia, dan (5) rata-
rata tarif impor masing-masing kelompok komoditi di negara tujuan.
Nilai impor dari dunia tahun 2009 dan pertumbuhan rata-rata impor dari
dunia tahun 2004-2009, menunjukkan potensi pasar negara tujuan untuk
kelompok komoditas yang dianalisis. Nilai impor dari Indonesia tahun 2009 dan
pertumbuhan rata-rata pada periode yang sama, serta tarif impor menunjukkan
akses (kemudahan) bagi Indonesia untuk masuk ke dalam pasar negara tujuan.
Makin besar nilai impor tahun 2009, serta makin tinggi rata-rata pertumbuhan
nilai impor tahun 2004-2009 baik dari dunia maupun dari Indonesia, nilai
indeknya makin tinggi. Sebaliknya untuk tarif, makin kecil tarif impor, maka
nilai indek makin besar.
Pasar tujuan dan kelompok komoditas terpilih ditetapkan berdasarkan nilai
indek komposit kelima indikator. Nilai impor tahun 2009 baik dari dunia maupun
dari Indonesia memiliki prioritas lebih tinggi dibandingkan indikator lainnya,
karena menunjukkan potensi pasar terkini di negara tujuan. Oleh karena itu kedua
indikator tersebut diberi bobot 2. Sedangkan indikator pertumbuhan nilai impor
42
tahun 2004-2009 baik dari dunia maupun dari Indonesia serta tarif impor, diberi
bobot 1.
Kelompok komoditas yang dianalisis, merupakan agregasi dari komoditas
yang menggunakan bahan baku utama yang sama. Selanjutnya untuk menentukan
komoditas yang lebih spesifik untuk masing-masing kelompok komoditas,
digunakan analisis TPI tahap kedua. Hasil analisis tahap kedua, menentukan
komoditas potensial di pasar potensial.
Indikator yang digunakan pada analisis tahap kedua adalah nilai impor dari
Indonesia oleh negara tujuan ekspor potensial yang terpilih pada tahap pertama.
Indikator nilai impor yang digunakan adalah: (1) nilai impor tahun 2010, dan (2)
pertumbuhan nilai impor tahun 2009-2010. Data yang digunakan untuk analisis
tahap kedua berasal dari BPS, karena data tahun 2010 dari UN-Comtrade belum
tersedia, pada saat penelitian berlangsung.
5.1.1. Pasar dan Kelompok Komoditas Potensial di Asia
Analisis untuk menetapkan diversifikasi pasar di kawasan Asia, terlebih
dahulu mengeluarkan pasar tradisional, yaitu negara-negara anggota Asean,
ditambah China, Jepang, India, Macao, Hongkong, Israel, dan Cyprus. Negara
diluar pasar tradisional yang memiliki peluang menjadi pasar baru adalah Saudi
Arabia, Oman, Taiwan, Jordan, Srilanka, Yaman dan Lebanon, seperti
ditampilkan pada Tabel 11.
Tabel 11. Indek Nilai Impor Produk dari Dunia tahun 2009 di Pasar Asia
No Negara
Perkebunan Ikan Makol Kulit
US$000 indek US$000 indek US$000 indek US$000 indek
1
Taiwan,
China 130,942 1.21
369,814 1.61 2,395,833 5.00 699,810 2.16
2
Saudi
Arabia 257,558 1.42
184,188 1.30 2,332,838 4.89 24,686 1.03
3 Oman 43,361 1.06
24,000 1.03 577,728 1.96 23,093 1.03
4 Jordan 57,828 1.09
67,785 1.10 601,938 2.00 17,892 1.02
5 Sri Lanka 130,166 1.21
116,449 1.19 317,709 1.52 16,849 1.02
6
Yemen,
Rep. 69,998 1.11
8,605 1.01 583,732 1.97 5,606 1.00
7 Lebanon 42,396 1.06
65,319 1.10 847,152 2.41 66,194 1.10
Rata-rata 104,607 1.17 119451 1.19 1093,847 2.82 122019 1.20
43
Indek Nilai Impor Asia dari Pasar Dunia
Indek nilai impor pasar Asia dari pasar dunia ditampilkan pada Tabel 11.
Taiwan dan Saudi Arabia, menjadi dua negara yang memiliki indek impor dari
pasar dunia tertinggi, untuk semua komoditas. Nilai tertinggi oleh Taiwan untuk
kelompok komoditas makanan dan minuman olahan, perikanan dan produk
olahan, serta kulit (dan barang-barang dari kulit). Bahkan untuk kelompok
komoditas makanan dan minuman olahan, impor Taiwan memiliki nilai indek
tertinggi dari keseluruhan komoditas. Pasar Saudi Arabia untuk kelompok
komoditas makanan dan minuman olahan, terbesar kedua, dan untuk kelompok
komoditas perkebunan (dan produk olahannya) terbesar pertama.
Secara keseluruhan kelompok makanan olahan memiliki nilai rata-rata
impor dari dunia terbesar dengan indek 2.82 kemudian diikuti oleh kelompok kulit
dan barang-barang dari kulit (indek rata-rata 1.20) serta kelompok ikan dan hasil
olahan. Nilai indek rata-rata terkecil (1.17) pada komoditas perkebunan (dan
produk olahannya).
Tabel 12. Indek Pertumbuhan Impor dari Dunia tahun 2004-2009 di Pasar
Asia
N
o Negara
Perkebunan Ikan Makol Kulit
% indek % indek % indek %
inde
k
1
Taiwan,
China 14.96 3.49
12.8
0 3.21 3.81 2.04 -3.16 1.13
2 Saudi Arabia 5.77 2.29 3.98 2.06 8.31 2.63 -4.19 1.00
3 Oman 10.94 2.97
23.9
0 4.66
11.8
0 3.08 17.77 3.86
4 Jordan 13.80 3.34
16.2
0 3.65
16.7
3 3.72 20.81 4.25
5 Sri Lanka 11.97 3.10
16.1
0 3.64
11.9
1 3.09 6.36 2.37
6 Yemen, Rep. 8.27 2.62 0.68 1.63
21.4
7 4.34 26.57 5.00
7 Lebanon 11.37 3.02 9.29 2.75
13.9
3 3.36 11.16 3.00
Rata-rata 11.01 2.98
11.9
0 3.09
12.5
7 3.18 10.76 2.94
44
Indek Nilai Pertumbuhan Impor dari Pasar Dunia
Nilai pertumbuhan impor dari pasar dunia tertinggi oleh Yaman baik untuk
komoditas kulit dan barang-barang dari kulit (nilai indek 5.0), maupun komoditas
makanan dan minuman olahan (nilai indek 4.34). Oman terbesar untuk nilai indek
impor dari dunia komoditas ikan dan hasil olahan. Sedangkan untuk kelompok
komoditas perkebunan (dan produk olahannya) terbesar dicapai oleh pasar Taiwan
(Tabel 12).
Secara keseluruhan kelompok makanan dan minuman olahan memiliki nilai
rata-rata pertumbuhan impor dari dunia terbesar dengan indek 3.18, kemudian
diikuti oleh, kelompok ikan dan hasil olahan (nilai indek 3.09), dan kelompok
komoditas perkebunan serta produk olahannya (nilai indek 2.98). Kelompok kulit
dan barang-barang dari kulit, merupakan komoditas dengan nilai indek rata-rata
pertumbuhan impor dari dunia terkecil yaitu 2.98.
Tabel 13. Indek Nilai Impor dari Indonesia tahun 2009 di Pasar Asia
No Negara
Perkebunan Ikan Makol Kulit
US$000 indek US$000 indek US$000 indek US$000 indek
1 Taiwan, China 5958.11 1.47 33561.54 3.63 37261.11 3.92 2969.95 1.23
2 Saudi Arabia 14013.73 2.10 20272.66 2.59 51084.49 5 450.93 1.04
3 Oman 0.36 1 54.25 1.00 662.52 1.05 0.00 1
4 Jordan 501.52 1.04 9360.13 1.73 6062.65 1.48 23.04 1.00
5 Sri Lanka 11306.60 1.89 7180.19 1.56 545.91 1.04 271.15 1.02
6 Yemen, Rep. 175.52 1.01 1450.84 1.11 1306.35 0.38 0.38 1
7 Lebanon 1647.01 1.13 315.99 1.03 3359.23 1.26 323.16 1.03
Rata-rata 4800.41 1.38 10313.67 1.81 14326.04 2.02 576.95 1.05
Indek Nilai Impor dari Indonesia
Nilai impor dari Indonesia tertinggi di pasar Saudi Arabia untuk produk
perkebunan dan hasil olahannya serta kelompok makanan olahan. Sedangkan
untuk komoditas perikanan dan produk olahannya, serta komoditas kulit dan
produk olahannya nilai indek tertinggi di pasar Taiwan (Tabel 13).
Secara keseluruhan nilai impor dari Indonesia ke kawasan Asia, tertinggi
adalah kelompok makanan dan minuman olahan (nilai indek 2.82). Tertinggi
kedua dan ketiga masing-masing untuk kelompok kulit dan produk olahannya
45
serta kelompok ikan dan hasil olahanya. Nilai impor dari Indonesia terkecil
dimiliki oleh produk perkebunan dan hasil olahannya dengan indek 1.17.
Tabel 14. Indek Pertumbuhan Impor dari Indonesia tahun 2004-2009 di
Pasar Asia
No Negara
Perkebunan Ikan Makol Kulit
% indek % indek % indek % indek
1 Taiwan, China 2.77 1.94 13.6 2.75 5.492 2.14 -7.967 1.12
2 Saudi Arabia 0 1.73 28.7 3.90 0 1.73 0 1.73
3 Oman 0 1.73 0 1.73 -5.1 1.34 0 1.73
4 Jordan 32.56 4.19 8.83 2.39 43.29 5.00 17.54 3.05
5 Sri Lanka -1.35 1.62 26.5 3.73 -4.16 1.41 0.947 1.80
6 Yemen, Rep. 0 1.73 0 1.73 0 1.73 0 1.73
7 Lebanon 24.61 3.59 -9.6 1.00 29.21 3.94 -8.648 1.07
Rata-rata 8.369 2.36 9.72 2.46 9.819 2.47 0.268 1.75
Indek Nilai Pertumbuhan Impor dari Indonesia
Nilai pertumbuhan impor dari Indonesia tertinggi oleh pasar Jordan untuk
kelompok makanan dan minuman olahan, komoditas perkebunan dan produk
olahannya, serta kelompok komoditas kulit dan barang-barang dari kulit. Untuk
komoditas ikan dan hasil olahan tertinggi di pasar Saudi Arabia (Tabel 14).
Secara keseluruhan kelompok komoditas makanan dan minuman olahan,
memiliki nilai rata-rata pertumbuhan impor dari Indonesia terbesar dengan indek
2.47, kemudian diikuti oleh kelompok ikan dan hasil olahannya, serta kelompok
perkebunan dan produk olahannya. Nilai indek rata-rata pertumbuhan impor dari
Indonesia terkecil dimiliki oleh kelompok kulit dan barang-barang dari kulit
dengan indek 1.75.
Tabel 15. Indek Tarif Impor Rata-rata per Kelompok Komoditas di Pasar
Asia
No Negara
Perkebunan Ikan Makol Kulit
% indek % indek % indek % indek
1 Taiwan, China 12.49 3.84 11.2 4.00 21.55 2.67 12.96 3.78
2 Saudi Arabia 4.167 4.92 3.53 5 14.66 3.56 5 4.81
3 Oman 5.488 4.75 3.53 5 17.86 3.14 5 4.81
4 Jordan 26 2.09 14.1 3.63 35.06 0.91 34.14 1.03
5 Sri Lanka 29.38 1.65 14.6 3.57 27.75 1.86 20.09 2.85
6 Yemen, Rep. 4.167 4.92 3.53 5 24.44 2.29 5 4.81
7 Lebanon 6.912 4.56 10.5 4.10 34.4 1 9.767 4.19
Rata-rata 12.66 3.82 8.7 4.33 25.1 2.20 13.14 3.76
46
Indek Tarif Impor
Penilaian indek tarif, berbeda dengan indikator sebelumnya, dimana
semakin kecil tarif, nilai indek semakin besar karena menunjukkan kemudahan
masuknya produk ke negara tersebut, indek tarif pasar Asia ditampilkan pada
Tabel 15 Indek tarif tertinggi di pasar Yaman, Saudi Arabia dan Oman untuk
kelompok ikan dan hasil olahannya serta komoditas kulit dan barang-barang dari
kulit dengan nilai indek seluruhnya 5,0 (Tarif sama rendahnya).
Secara keseluruhan kelompok ikan dan hasil memiliki indek rata-rata tarif
impor terbesar dengan indek 4.33, kemudian diikuti oleh komoditas perkebunan
dan produk olahannya serta komoditas kulit dan barang-barang dari kulit. Indek
rata-rata tarif di pasar Asia sama dengan di pasar Afrika yaitu kelompok makanan
dan minuman olahan dengan nilai 2.20.
Indek Komposit untuk Pasar dan Komoditas Potensial di Asia
Analisis pasar dan produk potensial, ditujukan untuk memilih sepuluh
kombinasi pasar dan kelompok komoditas yang memiliki nilai indek komposit
terbesar. Dari Tabel 16, ada lima negara yang memiliki indek komposit terbesar
yaitu Saudi Arabia, Taiwan, Jordan, Oman dan Sri Lanka.
Tabel 16. Sepuluh Besar Pasar dan Kelompok Komoditas Terpilih Pasar
Asia
No
Negara Kelompok Komoditas
Indek
komposit
1 Saudi Arabia Makanan Minuman Olahan 3.91
2 Taiwan, China Makanan Minuman Olahan 3.42
3 Taiwan, China Perikanan dan Produk Olahannya 3.06
4 Saudi Arabia Perikanan dan Produk Olahannya 2.97
5 Jordan Makanan Minuman Olahan 2,62
6 Saudi Arabia Perkebunan dan Produk Olahannya 2.61
7 Oman Perikanan dan Produk Olahannya 2.56
8 Sri Lanka Perikanan dan Produk Olahannya 2.50
9 Jordan Perikanan dan Produk Olahannya 2.37
10 Taiwan, China Perkebunan dan Produk Olahannya 2.31
Dari sisi produk, empat kelompok komoditas yang dianalisis, hanya 3 (tiga)
kelompok komoditas yang potensial untuk dikembangkan, yaitu kelompok
47
makanan dan minuman olahan, kelompok perikanan dan produk olahannya serta
kelompok perkebunan dan produk olahannya. Kelompok kulit dan barang-barang
dari kulit di pasar Asia tidak termasuk dalam sepuluh kelompok komoditas
potensial.
Meskipun kelompok makanan dan minuman olahan paling potensial (indek
komposit tertinggi), namun hanya potensial di 3 (tiga) pasar Asia. Saudi Arabia
dan Taiwan merupakan pasar paling potensial untuk tiga kelompok komoditas
terpilih. Berdasarkan data BPS, dari kelima negara tujuan ekspor terpilih, empat
diantaranya termasuk kedalam lima negara dengan nilai total ekspor tahun 2010
terbesar untuk komoditi terpilih (Tabel 17), dan termasuk kedalam sepuluh negara
dengan nilai ekspor total terbesar ke kawasan Asia. Bahkan Taiwan, Saudi
Arabia, Sri Lanka, Jordan dan Oman berturut-turut berada di urutan pertama,
keempat, ketujuh, kesembilan dan kesepuluh.
Tabel 17. Lima Besar Pasar Komoditas Terpilih tahun 2010 Pasar Asia
Perkebunan Ikan Makol
Negara
Nilai
ekspor
(US$) Negara
Nilai
ekspor
(US$) Negara
Nilai
ekspor
(US$)
Saudi
Arabia 65,544,177 Taiwan 39,703,845 Arab Emirates 13,061,468
Taiwan 40,881,806
Saudi
Arabia 27,487,961 Taiwan 7,153,707
Arab
Emirates 21,449,815 Sri Lanka 9,725,088 Sri Lanka 6,563,107
Jordan 6,478,872 Jordan 11,193,376 Bangladesh 7,248,136
Kuwait 2,896,606 Yaman 9,015,820 Saudi Arabia 4,534,067
Focus group discussion (FGD) yang dilakukan di Surabaya dan Semarang
mengungkapkan adanya pasar rintisan ke Saudi Arabia. Sebagai contoh,
masyarakat Arab yang semula tidak menyukai ikan karena bau Amis, namun
dengan pengolahan yang sedemikian rupa, surimi (daging lumat ikan yang
mengalami mencucian berulang-ulang) mampu menembus pasar saudi Arabia.
48
5.1.2. Komoditas Potensial di Pasar Potensial Asia
Di pasar potensial Asia terpilih (Saudi Arabia, Taiwan, Jordan, Oman dan
Sri Lanka), komoditas terpilih (makanan dan minuman olahan, perikanan dan
produk olahannya serta perkebunan dan produk olahannya) yang telah diekspor
dari Indonesia seperti ditampilkan pada Tabel 18. Nilai ekspor dan
pertumbuhannya sangat bervariasi. Pada tahun 2010 nilai ekspor terbesar berasal
dari berbagai makanan olahan (US$ 58,093,941), kemudian ikan olahan (US$
47,604,987) dan terkecil ikan hidup dan ikan hias. Sedangkan pertumbuhan
ekspor tebesar terjadi pada komoditas minuman (56.3%), kemudian coklat olahan
(53.7%) dan pertumbuhan negatif terbesar pada lada (-57.5 persen).
Tabel 18. Komoditas Ekspor ke Pasar Potensial 2009-2010
Komoditas
Nilai US$ Pertumbuhan
(%) 2009 2010
Kelapa & Copra 1,308,833 1,116,374 (17.2)
Mete 1,460,214 2,084,707 30.0
Lada 2,358,543 1,497,734 (57.5)
Teh 4,687,205 4,625,151 (1.3)
Rempah-rempah 1,920,423 3,580,942 46.4
Tembakau 6,380,050 5,914,196 (7.9)
Ikan Hidup & Ikan Hias 999,523 1,110,894 10.0
Ikan Segar & Beku 22,005,082 27,429,356 19.8
Ikan Olahan 33,822,778 47,604,987 29.0
Hasil Perikanan lainnya 10,467,447 12,226,486 14.4
Gula dan Kembang Gula 16,531,414 17,796,216 7.1
Coklat Olahan 1,246,057 2,689,112 53.7
Olahan dari tepung (Sereal, Mie, Roti, dll) 20,308,089 21,774,640 6.7
Buah dan Sayuran Olahan 6,246,275 7,474,814 16.4
Berbagai Makanan olahan 44,354,948 58,093,941 23.6
Minuman 1,074,094 2,459,458 56.3
Tembakau (Cigarettes) 3,640,887 4,644,545 21.6
Berdasarkan nilai indek komposit rata-rata (Tabel 19), lima komoditas
paling potensial adalah coklat olahan, minuman, ikan segar dan beku, ikan olahan
serta berbagai makanan olahan. Kelima komoditas tersebut menjadi merupakan
komoditas ekspor yang potensial untuk dipromosikan di negara Saudi Arabia,
Taiwan, Jordan, Oman dan Sri Lanka.
49
Tabel 19. Komoditas Potensial di Pasar Potensial Asia
Komoditas Indek nilai
ekspor 2010
Indek
pertumbuhan
2009-2010
Indek
komposit
Coklat Olahan 1.11 4.91 3.01
Minuman 1.09 5.00 3.05
Ikan Segar & Beku 2.85 3.72 3.28
Ikan Olahan 4.26 4.04 4.15
Berbagai Makanan olahan 5.00 3.85 4.43
5.1.3. Pasar dan Kelompok Komoditas Potensial di Afrika
Negara di kawasan Afrika yang datanya memenuhi lima indikator TPI tahap
pertama (data dari UN-Comtrade), sebagai negara tujuan pasar ekspor, seluruhnya
ada 14 negara. Deskripsi indek indikator TPI di pasar Afrika, ditampilkan pada
Tabel 20 sampai Tabel 24. Sedangkan nilai indek komposit untuk menentukan
kelompok komoditas ekspor unggulan dan negara tujuan ekspor unggulan,
ditampilkan pada Tabel 25.
Indek Nilai Impor Afrika dari Pasar Dunia
Indek nilai impor pasar Afrika dari pasar dunia sebagai indikator peluang
pasar, ditampilkan pada Tabel 20. Nilai impor dari pasar dunia tertinggi oleh
Aljazair (Aljazair) untuk kelompok komoditas makanan dan minuman olahan.
Nilai terbesar kedua dan ketiga masing-masing oleh South Afrika (Afrika Selatan)
dan Nigeria, dan dicapai oleh kelompok komoditas yang sama, yaitu makanan dan
minuman olahan. Kelompok komoditas perikanan dan produk olahan, indek
terbesar dimiliki pasar Nigeria, sedangkan untuk kelompok komoditas perkebunan
(dan produk olahannya) serta kulit (dan barang-barang dari kulit) indek terbesar
keduanya dicapai oleh pasar Afrika Selatan.
Secara keseluruhan kelompok makanan olahan memiliki nilai rata-rata
impor dari dunia terbesar dengan indek 2.31 kemudian diikuti oleh kelompok ikan
dan hasil olahan, serta kelompok perkebunan dan hasil olahan. Nilai indek rata-
rata impor terkecil dimiliki oleh kelompok kulit dan barang-barang dari kulit
dengan indek 1.12.
50
Tabel 20. Indek Nilai Impor dari Dunia tahun 2009, Pasar Afrika
Negara
Perkebunan Ikan Makol Kulit
No US$.000 indek US$.000 indek US$.000 indek US$.000 indek
1 Afsel 275,794 1.93 193,060 1.65 1,111,774 4.75 226,610 1.76
2 Aljazair 86,211 1.29 26,675 1.09 1,185,671 5.00 23,398 1.08
3 Nigeria 95,406 1.32 722,841 3.44 1,061,882 4.58 53,424 1.18
4 Maroko 191,705 1.64 48,809 1.16 779,228 3.63 139,071 1.47
5 Ethiopia 12,970 1.04 1,196 1.00 153,221 1.51 11,106 1.03
6 Pantai Gading 82,693 1.28 355,438 2.20 178,656 1.60 5,139 1.01
7 Tanzania 14,946 1.05 3,854 1.01 132,590 1.44 9,422 1.03
8 Senegal 59,207 1.20 1,072 1.00 223,938 1.75 5,506 1.01
9 Mauritius 3,897 1.01 161,683 1.54 144,199 1.48 11,584 1.04
10 Mozambique 5,729 1.02 39,363 1.13 87,545 1.29 3,747 1.01
11 Zambia 3,868 1.01 5,703 1.02 70,179 1.23 3,251 1.01
12 Zimbabwe 35,027 1.11 4,473 1.01 194,035 1.65 1,401 1.00
13 Madagascar 4,423 1.01 17,820 1.06 94,984 1.32 5,689 1.02
14 Malawi 55,212 1.18 1,653 1.00 43,183 1.14 4,463 1.01
Rata-rata
1.22
1.38
2.31
1.12
Indek Nilai Pertumbuhan Impor dari Pasar Dunia
Nilai pertumbuhan impor dari pasar dunia (Tabel 21) tertinggi oleh Nigeria
untuk kelompok komoditas kulit dan barang-barang dari kulit. Nilai terbesar
kedua dan ketiga masing-masing oleh Tanzania dan Zimbabwe, dan dicapai oleh
kelompok komoditas yang sama, yaitu kelompok komoditas perikanan dan produk
olahan. Indek pertumbuhan impor makanan dan minuman olahan tertinggi terjadi
di Mozambique, sedangkan untuk kelompok komoditas perkebunan (dan produk
olahannya) terbesar dicapai oleh pasar Ethiopia.
Secara keseluruhan kelompok ikan dan hasil olahan memiliki nilai rata-rata
pertumbuhan impor dari dunia terbesar dengan indek 2.01, kemudian diikuti oleh
kelompok makanan dan minuman olahan, serta kelompok kulit dan barang-barang
dari kulit. Nilai indek rata-rata pertumbuhan impor dari dunia terkecil dimiliki
oleh kelompok komoditas perkebunan dan produk olahannya dengan indek 1.76.
51
Tabel 21. Indek Pertumbuhan Impor dari Dunia tahun 2004-2009 Pasar
Afrika
No Negara
Perkebunan Ikan Makol Kulit
% indek % indek % indek % indek
1 Afsel 12.69 1.59 23.64 1.90 17.19 1.72 1.31 1.26
2 Aljazair 15.82 1.68 11.35 1.55 22.82 1.88 13.39 1.61
3 Nigeria 17.04 1.71 15.04 1.65 35.36 2.24 131.14 5.00
4 Maroko 14.86 1.65 14.07 1.63 20.64 1.82 7.50 1.44
5 Ethiopia 50.21 2.67 46.12 2.55 27.81 2.02 21.01 1.83
6 Pantai Gading 9.18 1.49 15.14 1.66 11.65 1.56 15.92 1.68
7 Tanzania 45.63 2.54 65.74 3.12 16.90 1.71 9.70 1.50
8 Senegal 14.13 1.63 9.73 1.50 9.12 1.48 16.05 1.68
9 Mauritius 3.21 1.31 14.32 1.63 8.53 1.47 5.46 1.38
10 Mozambique 23.87 1.91 9.64 1.50 49.58 2.65 17.85 1.74
11 Zambia 6.05 1.40 22.07 1.86 28.77 2.05 6.02 1.39
12 Zimbabwe -7.67 1.00 72.71 3.32 42.40 2.44 11.93 1.56
13 Madagascar 41.11 2.41 15.76 1.67 16.02 1.68 9.62 1.50
14 Malawi 16.44 1.69 46.15 2.55 21.64 1.84 31.11 2.12
Rata-rata 19 1.76 27 2.01 23 1.90 21 1.83
Tabel 22. Indek Nilai Impor dari Indonesia tahun 2009 Pasar Afrika
N
o Negara
Perkebunan Ikan Makol Kulit
US$.00
0
Inde
k
US$.00
0
inde
k
US$.00
0
inde
k
US$.00
0 indek
1 Afsel 7,517 5.00 3,885 3.07 5,043 3.68 1,614 1.86
2 Aljazair 365 1.19 80 1.04 240 1.13 8 1.00
3 Nigeria 0 1.00 0 1.00 0 1.00 0 1.00
4 Maroko 1,722 1.92 294 1.16 247 1.13 446 1.24
5 Ethiopia 125 1.07 0 1.00 210 1.11 1 1.00
6 Pantai Gading 519 1.28 290 1.15 9 1.01 3 1.00
7 Tanzania 0 1.00 0 1.00 64 1.03 1 1.00
8 Senegal 330 1.18 1 1.00 0 1.00 3 1.00
9 Mauritius 158 1.08 5,345 3.84 1,392 1.74 28 1.01
10 Mozambique 0 1.00 203 1.11 66 1.04 1 1.00
11 Zambia 0 1.00 0 1.00 0 1.00 0 1.00
12 Zimbabwe 0 1.00 0 1.00 24 1.01 0 1.00
13 Madagascar 1 1.00 71 1.04 397 1.21 2 1.00
14 Malawi 0 1.00 262 1.14 0 1.00 0 1.00
Rata-rata 767 1.41 745 1.40 549 1.29 151 1.08
52
Indek Nilai Impor dari Indonesia
Nilai impor dari Indonesia tertinggi di Afrika Selatan untuk semua
kelompok produk, kecuali kelompok komoditas perikanan dan produk olahan
(Tabel 22). Nilai impor tertinggi dari Indonesia untuk kelompok komoditas
perikanan dan produk olahan tertinggi di Mauritius.
Secara keseluruhan nilai impor dari Indonesia ke kawasan Afrika, tertinggi
adalah produk perkebunan dan hasil olahannya dengan nilai rata-rata indek 1.41,
kemudian diikuti oleh kelompok ikan dan hasil olahanya serta kelompok makanan
dan minuman olahan. Nilai impor dari Indonesia terkecil dimiliki oleh kelompok
kulit dan produk olahannya dengan indek 1.08.
Tabel 23. Indek Pertumbuhan Impor dari Indonesia tahun 2004-2009 Pasar
Afrika
No Negara
Perkebunan Ikan Makol Kulit
% Indek % indek % indek % indek
1 Afsel 0.37 2.44 0.46 2.45 0.07 2.43 0.14 2.44
2 Aljazair 0.07 2.43 5.73 2.62 0.15 2.44 1.02 2.47
3 Nigeria 0 2.43 0 2.43 0 2.43 0 2.43
4 Maroko 0.19 2.44 0.57 2.45 0.25 2.44 2.39 2.51
5 Ethiopia 0 2.43 0 2.43 2.03 2.50 (43.94) 1.00
6 Pantai Gading 40.38 3.75 0 2.43 (10.51) 2.09 (37.14) 1.22
7 Tanzania 0 2.43 0 2.43 (14.62) 1.96 (35.04) 1.29
8 Senegal 78.75 5.00 0 2.43 0 2.43 (18.47) 1.83
9 Mauritius 16.06 2.96 51.02 4.10 32.45 3.49 (3.28) 2.33
10 Mozambique 0 2.43 0 2.43 (22.17) 1.71 (22.41) 1.70
11 Zambia 0 2.43 nn nn 0 2.43 0 2.43
12 Zimbabwe 0 2.43 nn nn 0 2.43 0 2.43
13 Madagascar 72.62 4.80 0 2.43 43.70 3.86 (21.91) 1.72
14 Malawi 0 2.43 0 2.43 0 2.43 0 2.43
Rata-rata 15 2.92 5 2.59 2 2.51 (13) 2.02
Indek Nilai Pertumbuhan Impor dari Indonesia
Nilai pertumbuhan impor dari Indonesia tertinggi oleh pasar Senegal untuk
kelompok komoditas perkebunan dan produk olahannya (Tabel 23). Nilai
terbesar kedua dan ketiga oleh Mauritius dan Mandagascar, masing-masing untuk
kelompok ikan dan hasil olahan serta kelompok makanan dan minuman olahan.
53
Kelompok komoditas kulit dan barang-barang dari kulit, pertumbuhan impor dari
Indonesia, tertinggi di pasar Maroko.
Secara keseluruhan kelompok komoditas perkebunan dan produk olahannya
memiliki nilai rata-rata pertumbuhan impor dari Indonesia terbesar dengan indek
2.92, kemudian diikuti oleh kelompok ikan dan hasil olahannya, serta kelompok
makanan dan minuman olahan. Nilai indek rata-rata pertumbuhan impor dari
Indonesia terkecil dimiliki oleh kelompok kulit dan barang-barang dari kulit
dengan indek 1.02.
Tabel 24. Indek Tarif Impor Rata-rata Per Kelompok Komoditas Pasar
Afrika
N
o Negara
Perkebunan Ikan Makol Kulit
%
Inde
k %
inde
k %
inde
k % indek
1 Afsel 1.38 4.89 4.72 4.61 15.53 3.73 11.25 4.08
2 Aljazair 0.07 4.99 5.73 4.53 0.15 4.99 1.02 4.92
3 Nigeria 27.94 2.72 19.85 3.38 43.33 1.46 16.03 3.69
4 Maroko 35.93 2.07 48.97 1.00 22.54 3.16 38.85 1.83
5 Ethiopia nn nn nn nn nn nn nn nn
6 Pantai Gading 17.06 3.61 14.08 3.85 18.11 3.52 11.91 4.03
7 Tanzania 23.59 3.07 24.51 3.00 23.74 3.06 14.31 3.83
8 Senegal 17.06 3.61 14.08 3.85 18.11 3.52 11.91 4.03
9 Mauritius 5.93 4.52 0 5.00 2.43 4.80 3.31 4.73
10 Mozambique 18.06 3.53 19.54 3.40 17.86 3.54 10.63 4.13
11 Zambia 23.82 3.05 23.30 3.10 23.43 3.09
19.56 3.40
12 Zimbabwe
20.11 3.36 11.03 4.10 37.75 1.92
21.47 3.25
13 Madagascar
18.56 3.48 19.69 3.39 18.57 3.48
13.85 3.87
14 Malawi
21.93 3.21
14.54 3.81 23.44 3.09
21.49 3.24
Rata-rata 18 3.55 17 3.62 20 3.34 15 3.77
Indek Tarif Impor
Dengan cara penilaian yang sama dengan tarif impor di pasar Asia, yaitu
semakin kecil tarif, nilai indek semakin besar. Indek tarif tertinggi adalah pasar
Mauritius untuk kelompok ikan dan hasil olahannya (Tabel 24). Indek terbesar
kedua, ketiga dan keempat seluruhnya ada di pasar Aljazair, yaitu untuk
kelompok makanan dan minuman olahan serta komoditas perkebunan dan produk
54
olahannya, (keduanya memiliki indek yang sama 4.99), sedangkan untuk
komoditas kulit dan barang-barang dari kulit indeknya 4.92.
Secara keseluruhan kelompok komoditas kulit dan barang-barang dari kulit
memiliki indek rata-rata tarif impor terbesar 3.77, kemudian diikuti oleh
kelompok ikan dan hasil olahan, serta perkebunan dan produk olahannya. Indek
rata-rata tarif kelompok makanan dan minuman olahan nilainya terkecil yaitu
3.34.
Indek Komposit untuk Pasar dan Komoditas Potensial di Afrika
Sepuluh pasar dan kelompok komoditas yang memiliki nilai indek komposit
terbesar ditampilkan pada Tabel 25. Di pasar Afrika Selatan kelompok makanan
dan minuman olahan memiliki indek komposit yang sama dengan kelompok kulit
dan barang-barang dari kulit, yaitu dengan 2.36. Oleh karena itu kedua kelompok
komoditas tersebut dimasukkan sebagai kelompok komoditas potensial.
Tabel 25. Sepuluh Besar Pasar dan Kelompok Komoditas Terpilih Pasar
Afrika
No
Negara Kelompok Komoditas
Indek
komposit
1 Nigeria Perikanan dan Produk Olahannya 4.38
2 Afsel Perikanan dan Produk Olahannya 3.53
3 Aljazair Perikanan dan Produk Olahannya 3.29
4 Mauritius Perkebunan dan Produk Olahannya 3.26
5 Afsel Perkebunan dan Produk Olahannya 2.85
6 Nigeria Perkebunan dan Produk Olahannya 2.82
7 Nigeria Makanan Minuman Olahan 2.72
8 Mauritius Perikanan dan Produk Olahannya 2.58
9 Maroko Perikanan dan Produk Olahannya 2.49
10
Afsel
Makanan Minuman Olahan/ Kulit dan Produk
Kulit 2.36
Dari Tabel 25, ada lima pasar potensial yaitu Nigeria, Afrika Selatan,
Aljazair, Mauritius dan Maroko. Dari sisi produk, empat kelompok komoditas
yang dianalisis, seluruhnya masuk sebagai komoditas potensial di pasar Afrika.
Kelompok komoditas perikanan dan hasil olahannya paling potensial (indek
komposit tertinggi), dan juga masuk ke seluruh lima pasar potensial. Sedangkan
55
pasar yang paling potensial adalah Afrika Selatan, dimana dari empat kelompok
komoditas, seluruhnya potensial di pasar tersebut.
Berdasarkan data BPS, dari kelima pasar terpilih, seluruhnya termasuk
kedalam sepuluh negara dengan nilai total ekspor tahun 2010 terbesar ke kawasan
Afrika, kecuali Maroko (Maroko di urutan ke-15) (Tabel 26). Bahkan Afrika
Selatan, Nigeria dan Aljazair, berturut-turut berada di urutan pertama, kedua dan
ketiga. Mauritius dan Maroko, meskipun masing-masing di urutan ke-10 dan ke-
15 untuk nilai total ekspor, namun khusus untuk nilai ekpor tahun 2010 empat
kelompok komoditas yang dianalisis termasuk kedalam lima besar.
Tabel 26. Lima Besar Pasar Komoditas Terpilih tahun 2010 Pasar Afrika
Perkebunan Ikan Makol kulit
Negara
Impor
(US$) Negara
Impor
(US$) Negara
Impor
(US$) Negara
Impor
(US$)
Afsel 7,035,369 Libya 6,825,145 Nigeria 20,956,229 Afsel 562,233
Aljazair 1,604,036 Ghana 5,741,317 Afsel 8,901,102 Nigeria 420,049
Maroko 1,103,925 Mauritius 2,946,639 Mauritius 2,869,171 Maroko 213,659
Nigeria 1,060,802 Afsel 2,672,619 Kenya 2,750,098 Ethiopia 60,826
Sudan 780,440 Angola 1,905,450 Madagascar 1,893,331 Mauritius 32,711
Berdasarkan hasil FGD (focus group discussion) juga terungkap bahwa
Afrika Selatan, merupakan pasar potensial, namun promosi ke wilayah tersebut
belum dilakukan. Beberapa produsen makanan dan minuman olahan, melalui
broker dari Afrika, juga telah memiliki akses untuk melakukan ekspor ke Nigeria.
5.1.4. Komoditas Potensial di Pasar Potensial Afrika
Di pasar potensial Afrika terpilih (Nigeria, Afrika Selatan, Aljazair,
Mauritius dan Maroko), komoditas yang telah diekspor dari Indonesia seperti
ditampilkan pada Tabel 27. Nilai ekspor dan pertumbuhannya sangat bervariasi.
Pada tahun 2010 nilai ekspor terbesar berasal dari berbagai makanan olahan (US$
19,999,220), kemudian tembakau (US$ 6,964,434) dan terkecil barang-barang
dari kulit. Sedangkan pertumbuhan ekspor terbesar terjadi pada komoditas lada
(1182.9%), kemudian ikan segar dan beku (753.0%) dan pertumbuhan negatif
terbesar pada komoditas buah dan sayuran olahan (-67.1 persen).
56
Tabel 27. Komoditas Ekspor ke Pasar Potensial Afrika 2009-2010
Komoditas
Nilai US$ Pertumbuhan
(%) 2009 2010
Tembakau 6,581,783 6,964,434 5.8
Rempah-rempah 1,975,260 2,554,406 29.3
Kelapa & Copra 2,223,753 1,642,176 -26.2
Teh 585,176 339,539 -42.0
Lada 6,549 84,017 1182.9
Ikan Olahan 5,711,084 3,619,812 -36.6
Ikan Segar & Beku 122,354 1,043,720 753.0
Hasil Perikanan lainnya 710,085 1,008,370 42.0
Ikan Hidup & Ikan Hias 13,337 37,460 180.9
Berbagai Makanan olahan 13,465,126 19,999,220 48.5
Coklat Olahan
2,251,982 4,953,315 120.0
Olahan dari tepung (sereal, mie, roti,
dll) 2,308,228 3,144,844 36.2
Gula dan Kembang Gula 1,564,289 2,657,420 69.9
Minuman 52,130 111,872 114.6
Buah dan Sayuran Olahan 208,904 68,792 -67.1
Tembakau (Cigarettes) 19,093 10,269 -46.2
Tas dan Kopor 572,997 865,435 51.0
Pakaian dari Kulit 338,137 324,643 -4.0
Barang-barang dari kulit 6,917 3,545 -48.7
Dalam kajian ini komoditas potensial yang dipilih sebanyak 5 (lima), dari
komoditas ekspor ke pasar potensial. Berdasarkan nilai indek komposit rata-rata
(Tabel 28), lima komoditas paling potensial adalah olahan dari tepung, coklat
olahan, tembakau, ikan segar dan beku serta berbagai makanan olahan. Tiga
komoditas terpilih di kawasan Afrika (coklat olahan, ikan olahan serta berbagai
makanan olahan) juga menjadi komoditas terpitih di kawasan Asia.
Tabel 28. Komoditas potensial di pasar potensial Afrika
Komoditas Indek nilai
ekspor 2010
Indek
pertumbuhan
2009-2010
Indek
komposit
Olahan dari tepung 1.63 1.33 1.53
Coklat Olahan 1.99 1.60 1.86
Tembakau 2.39 1.23 2.01
Ikan Segar & Beku 1.21 3.62 2.01
Berbagai Makanan olahan 5.00 1.37 3.79
57
5.2. Perkembangan Daya Saing Produk Potensial di Pasar Potensial
Constant Market Share Analysis (CMSA) menghitung kontribusi
komposisi komoditi ekspor, pertumbuhan impor, dan daya saing terhadap
pertumbuhan ekspor (dalam hal ini ekspor Indonesia ke Afrika dan Asia khusus
komoditi terpilih). Dari sisi permintaan dihitung efek pangsa makro
(pertumbuhan impor) dan pangsa mikro (efek komposisi komoditi), sedangkan
dari sisi suplai ditunjukkan efek daya saing. Pada bagian berikut akan dibahas
hasil dari analisis CMSA 7 (tujuh) komoditi potensial di 9 (sembilan) pasar
potensial (Taiwan meskipun merupakan negara potensial, namun data tidak
tersedia sehingga tidak bisa dianalisis).
Periode análisis dibagi menjadi dua periode, yaitu periode tahun 2004-
2007 dan periode 2007-2010. Pembagian dua periode ini untuk melihat
perkembangan daya saing dari satu periode ke periode selanjutnya. Tahun 2007
dipilih menjadi tahun transisi, dengan harapan dapat menangkap perubahan yang
terjadi pada saat crisis ekonomi dunia tahun 2008. Dugaan sementara krisis dunia
berpengaruh pada perkembangan ekspor, karena adanya krisis akan menurunkan
permintaan negara importir, dan selanjutnya akan menurunkan ekspor Indonesia.
Secara keseluruhan, ekspor komoditi prioritas di semua pasar terpilih,
memiliki total perubahan ekspor yang positif, baik pada periode analisis 2004-
2007 maupun periode 2007-2010. Namun perubahan ekspor yang positif ini lebih
dominan disebabkan oleh efek perdagangan dunia yang seluruhnya juga bernilai
positif (Lampiran 1). Jika dirinci berdasarkan indikator CMSA, tiap komoditi di
masing-masing pasar memiliki efek pertumbuhan impor, efek komposisi komoditi
dan efek daya saing yang berbeda-beda. Untuk lebih jelas, berikut diuraikan nilai
dari setiap indikator tersebut berdasarkan komoditi.
5.2.1. CMSA Coklat Olahan
Pada periode 2004-2007, ekspor coklat olahan ke semua pasar potensial
mempunyai nilai efek komposisi komoditi yang negatif, sedangkan pada periode
2007-2010 nilainya positif (dan sebagian bernilai nol). Nilai tersebut
menunjukkan pada periode 2004-2007 permintaan impor coklat olahan relatif
rendah dibandingkan komoditas lain, kemudian pada periode 2007-2010
permintaannya relatif meningkat (Tabel 29).
58
Daya saing ekspor coklat olahan di kedua periode analisis (2004-2007
maupun 2007-2010), di hampir semua pasar relatif menurun, kecuali di pasar
Nigeria dan Sri Lanka yang mengalami peningkatan pada periode 2007-2010.
Bahkan di pasar Yordania, daya saing yang semula membaik di periode 2004-
2007, di periode 2007-2010 daya saingnya menurun.
Tabel 29. CMSA Komoditi Coklat Olahan
Komponen Afrika Selatan Aljazair Maroko Mauritius Nigeria Arab Saudi Oman Sri Lanka Yordania
Efek
Perdagangan
Dunia
2,533,942,817 2,533,942,817 2,533,942,817 2,533,942,817 2,533,942,817 2,533,942,817 2,533,942,817 2,533,942,817 2,533,942,817
Efek Komposisi
Komoditi-1,890,646 -462,588 -10,698 -39,684 -10,616 -140,248 -110,004 -589,614 -8,122,851
Efek Distribusi
Pasar23,998,332 42,984,467 964,177 3,413,011 6,523,688 1,816,190 6,811,640 64,461,363 807,898,522
Efek Daya
Saing-80,635,680 -57,124,186 -1,291,561 -3,753,311 -6,848,563 -5,873,079 -10,157,196 -82,300,712 -1,048,118,494
Total Perubahan 2,475,414,823 2,519,340,509 2,533,604,735 2,533,562,832 2,533,607,326 2,529,745,680 2,530,487,257 2,515,513,854 2,285,599,993
Efek
Perdagangan
Dunia
763,847,132 763,847,132 763,847,132 763,847,132 763,847,132 763,847,132 763,847,132 763,847,132 763,847,132
Efek Komposisi
Komoditi13,953,092 194,183 0 9,975,072 0 2,683,455 238,846 2,337,288 95,471,607
Efek Distribusi
Pasar-6,590,551 475,392 0 54,721,527 0 16,753,268 -361,741 -10,420,545 146,562,269
Efek Daya
Saing-21,170,006 -436,307 0 -76,527,930 35,400 -21,331,993 -155,792 5,569,086 -355,648,737
Total Perubahan 750,039,667 764,080,399 763,847,132 752,015,801 763,882,532 761,951,861 763,568,445 761,332,960 650,232,271
2004-2007
2007-2010
5.2.2. CMSA Ikan Segar dan Beku
Pada periode 2004-2007 dan periode 2007-2010 peningkatan ekspor ikan
segar dan beku ke semua pasar yang dianalisis lebih dominan disebabkan oleh
efek perdagangan dunia, efek distribusi pasar, serta efek komposisi komoditi.
Nilai seluruh indikator tersebut dominan positif selama periode pengamatan
(Tabel 30).
Dari sisi daya saing (efek daya saing), hanya di pasar Oman yang
konsisten selalu meningkat. Di pasar Mauritius, Arab, Srilanka dan Yordania,
mengalami peningkatan daya saing, yang semula negatif di periode 2004-2007,
kemudian menjadi positif di periode 2007-2010. Sebaliknya di pasar Afrika
Selatan, Aljazair dan Maroko, daya saing ekspor ikan segar dan beku mengalami
59
penurunan, dari yang semula positif (periode 2004-2007) menjadi negatif (periode
2007-2010).
Tabel 30. CMSA Komoditi Ikan Segar dan Beku
Komponen Afrika Selatan Aljazair Maroko Mauritius Nigeria Arab Saudi Oman Sri Lanka Yordania
Efek
Perdagangan
Dunia
13,386,940,710 13,386,940,710 13,386,940,710 13,386,940,710 13,386,940,710 13,386,940,710 13,386,940,710 13,386,940,710 13,386,940,710
Efek Komposisi
Komoditi1,347,841 0 0 302,475 0 34,342 0 1,014,809 66,599
Efek Distribusi
Pasar-30,195,973 0 0 101,919,519 0 3,818,884 0 41,717,588 8,158,370
Efek Daya
Saing10,221,734 41,723 201 -105,662,617 0 -4,219,013 171,180 -52,672,139 -9,116,226
Total Perubahan 13,368,314,313 13,386,982,433 13,386,940,911 13,383,500,087 13,386,940,710 13,386,574,924 13,387,111,890 13,377,000,967 13,386,049,453
Efek
Perdagangan
Dunia
5,274,165,301 5,274,165,301 5,274,165,301 5,274,165,301 5,274,165,301 5,274,165,301 5,274,165,301 5,274,165,301 5,274,165,301
Efek Komposisi
Komoditi4,517,428 280,228 1,350 5,979,936 0 845,870 1,149,713 30,833,228 418,720
Efek Distribusi
Pasar25,840,743 35,157,170 3,379 -60,970,919 0 -10,058,040 -6,292,323 -482,807,571 -3,345,333
Efek Daya
Saing-39,884,297 -35,479,172 -7,712 43,372,330 28,224 9,004,391 2,787,801 386,413,517 2,597,265
Total Perubahan 5,264,639,175 5,274,123,528 5,274,162,318 5,262,546,649 5,274,193,525 5,273,957,522 5,271,810,492 5,208,604,475 5,273,835,953
2007-2010
2004-2007
5.2.3. CMSA Berbagai Makanan Olahan
Ekspor berbagai makanan olahan yang memiliki total perubahan positif,
ternyata lebih banyak disumbangkan oleh efek perdagangan dunia, efek komposisi
komoditi, dan sebagian oleh efek ditribusi pasar. Sedangkan efek daya saing
semuanya negatif di dua periode analisis, kecuali di pasar Oman. Itupun terjadi
pada periode 2004-2007, sedangkan di periode 2007-2010, di semua negara daya
saing ekspor makanan olahan dari Indonesia menurun (nilainya negatif).
Nilai distribusi pasar yang positif menunjukan bahwa pasar-pasar yang
menjadi tujuan ekspor merupakan pasar-pasar yang memiliki pertumbuhan relatif
cepat. Adapun pada Pasar Mauritius, Oman dan Srilanka tahun 2004-2007, efek
distribusi pasar bernilai negatif yang artinya ekspor terkonsentrasi di pasar yang
pertumbuhannya relatif lambat (stagnan). Untuk Aljazair mempunyai nilai 0 (nol)
karena Indonesia tidak melakukan ekspor produk ikan ke Negara tersebut pada
periode analisis.
60
Tabel 31. CMSA Komoditi Berbagai Makanan Olahan
Komponen Afrika Selatan Aljazair Maroko Mauritius Nigeria Arab Saudi Oman Sri Lanka Yordania
Efek
Perdagangan
Dunia
2,321,699,686 2,321,699,686 2,321,699,686 2,321,699,686 2,321,699,686 2,321,699,686 2,321,699,686 2,321,699,686 2,321,699,686
Efek Komposisi
Komoditi1,270 0 47 31,495 3,575,875 6,593,106 997 260,898 7,963
Efek Distribusi
Pasar61,289 0 672 -257,395 83,191,333 20,118,772 -56,424 -8,068,764 536,634
Efek Daya
Saing-103,702 0 -2,794 -1,174,284 -237,326,864 -303,484,295 50,535 -3,788,955 -310,318
Total Perubahan 2,321,658,543 2,321,699,686 2,321,697,610 2,320,299,503 2,171,140,030 2,044,927,270 2,321,694,795 2,310,102,866 2,321,933,966
Efek
Perdagangan
Dunia
2,209,738,006 2,209,738,006 2,209,738,006 2,209,738,006 2,209,738,006 2,209,738,006 2,209,738,006 2,209,738,006 2,209,738,006
Efek Komposisi
Komoditi109,542 0 35 59,355 65,517,521 126,567,948 277,377 504,929 4,125,485
Efek Distribusi
Pasar76,536 0 59 2,978,243 152,050,653 187,576,890 1,125,135 1,672,726 12,605,735
Efek Daya
Saing-200,064 0 -168 -3,081,141 -336,981,396 -539,035,793 -1,991,763 -3,218,166 -25,037,034
Total Perubahan 2,209,724,020 2,209,738,006 2,209,737,932 2,209,694,462 2,090,324,785 1,984,847,052 2,209,148,755 2,208,697,495 2,201,432,192
2007-2010
2004-2007
5.2.4. CMSA Tembakau
Untuk produk tembakau, terjadi penurunan pertumbuhan konsumsi
tembakau di dunia pada periode 2007-2010 dibandingkan periode 2004-2007
(total perubahan tahun 2007-2010 lebih kecil dari tahun 2004-2007). Namun
demikian, produk tembakau Indonesia mengalami peningkatan daya saing
Maroko, Nigeria dan Sri Lanka pada periode 2007-2010, sehingga mendorong
tingkat permintaan produk tembakau Indonesia.
Berdasarkan Tabel 32 diketahui bahwa semua pasar tujuan yang
dianalisis mempunyai nilai efek komposisi komoditi yang negatif, kecuali di tiga
negara yaitu Afrika Selatan, Aljazair dan Sri Lanka. Sementara itu untuk efek
distribusi pasar sebagian pasar mencapai nilai positif, sebagian mencapai nilai
negatif. Umumnya memiliki efek distribusi pasar nol selama periode analisis.
Efek distribusi pasar positif terjadi di Pasar Afrika Selatan dan Aljazair.
Sedangkan Pasar Sri Lanka mempunyai nilai negatif yang artinya bahwa pasar
tersebut merupakan pasar yang relatif stagnan.
61
Tabel 32. CMSA Komoditi Tembakau
Komponen Afrika Selatan Aljazair Maroko Mauritius Nigeria Arab Saudi Oman Sri Lanka Yordania
Efek
Perdagangan
Dunia
6,909,359,797 6,909,359,797 6,909,359,797 6,909,359,797 6,909,359,797 6,909,359,797 6,909,359,797 6,909,359,797 6,909,359,797
Efek Komposisi
Komoditi-26,431,187 -4,379,576 -6,668,077 0 0 0 0 -72,153,649 0
Efek Distribusi
Pasar-34,711,809 58,049,489 14,537,856 0 0 0 0 -70,332,603 0
Efek Daya
Saing-16,995,987 -66,299,423 -27,655,108 0 0 0 0 -65,944,220 0
Total Perubahan 6,831,220,815 6,896,730,287 6,889,574,469 6,909,359,797 6,909,359,797 6,909,359,797 6,909,359,797 6,700,929,325 6,909,359,797
Efek
Perdagangan
Dunia
4,214,497,329 4,214,497,329 4,214,497,329 4,214,497,329 4,214,497,329 4,214,497,329 4,214,497,329 4,214,497,329 4,214,497,329
Efek Komposisi
Komoditi357,244 455,067 0 0 0 0 0 7,050,308 0
Efek Distribusi
Pasar1,714,155 27,429,659 0 0 0 0 0 -446,641,589 0
Efek Daya
Saing-1,202,451 -32,950,619 242,194 0 480,654 0 0 361,462,954 0
Total Perubahan 4,215,366,277 4,209,431,436 4,214,739,523 4,214,497,329 4,214,977,983 4,214,497,329 4,214,497,329 4,136,369,001 4,214,497,329
2007-2010
2004-2007
5.2.5. CMSA Olahan dari Tepung
Pada periode 2004-2007, ekspor olahan dari tepung yang memiliki total
perubahan positif banyak disumbang dari efek perdagangan dunia dan efek
distribusi pasar. Sedangkan pada periode 2007-2010 banyak disumbang dari efek
perdagangan dunia dan efek komposisi komoditi.
Pada periode 2004-2007 di seluruh pasar tujuan memiliki efek komposisi
komoditi negatif kecuali Aljazair (Tabel 33). Efek komposisi komoditi di Aljazair
bernilai nol), dimana pada periode tersebut Indonesia tidak melakukan ekspor
olahan dari tepung. Namun pada periode 2007-2010 efek komposisi komoditi
berubah menjadi positif, kecuali Nigeria (nilainya nol). Untuk efek distribusi
pasar pada periode 2004-2007, seluruh negara mengalami pertumbuhan positif.
Tetapi pada periode 2007-2010, efek distribusi pasar Maroko, Mauritius, Sri
Lanka, dan Yordania berubah menjadi negatif. Sedangkan untuk efek daya saing,
produk olahan dari tepung Indonesia memiliki daya saing cukup tinggi di pasar
Maroko, Nigeria, dan Sri Lanka pada periode 2007-2010.
62
Tabel 33. CMSA Komoditi Olahan dari Tepung
Komponen Afrika Selatan Aljazair Maroko Mauritius Nigeria Arab Saudi Oman Sri Lanka Yordania
Efek
Perdagangan
Dunia
6,607,916,964 6,607,916,964 6,607,916,964 6,607,916,964 6,607,916,964 6,607,916,964 6,607,916,964 6,607,916,964 6,607,916,964
Efek Komposisi
Komoditi-450,693 0 -2,850 -241,329 -93,888 -981,594 -48,774 -129,724 -511,591
Efek Distribusi
Pasar13,201,758 0 160,642 18,373,590 6,443,069 45,762,635 2,509,749 2,283,148 132,955,555
Efek Daya
Saing-43,437,650 6,005 -332,426 -34,746,746 -13,080,483 -111,957,341 -5,855,021 -11,089,647 -167,281,374
Total Perubahan 6,577,230,379 6,607,922,969 6,607,742,330 6,591,302,479 6,601,185,662 6,540,740,663 6,604,522,918 6,598,980,740 6,573,079,553
Efek
Perdagangan
Dunia
3,121,721,095 3,121,721,095 3,121,721,095 3,121,721,095 3,121,721,095 3,121,721,095 3,121,721,095 3,121,721,095 3,121,721,095
Efek Komposisi
Komoditi13,189,843 48,718 241,098 5,578,206 0 25,953,225 833,888 2,955,855 14,936,614
Efek Distribusi
Pasar10,414,198 116,154 -1,164,744 -2,057,557 0 45,095,103 1,380,507 -14,413,094 -18,938,504
Efek Daya
Saing-45,123,470 -236,854 482,542 -12,714,862 234,640 -114,027,927 -3,417,858 6,392,165 -19,338,848
Total Perubahan 3,100,201,666 3,121,649,113 3,121,279,992 3,112,526,882 3,121,955,735 3,078,741,496 3,120,517,632 3,116,656,021 3,098,380,357
2007-2010
2004-2007
5.2.6. CMSA Minuman
Peningkatan ekspor minuman periode 2004-2007 didominasi oleh efek
perdagangan dunia dan efek komposisi komoditi dan efek distribusi pasar.
Sementara peningkatan ekspor pada 2007-2010 banyak disumbang oleh efek
perdagangan dunia dan efek distribusi pasar (Tabel 34).
Pada periode 2007-2010, Indonesia tidak melakukan ekspor minuman ke
negara Aljazair, Maroko, dan Mauritius, tetapi mengekspor minuman ke pasar
tujuan lain, yaitu Nigeria, Arab, Oman, Sri Lanka, dan Yordania yang memiliki
pertumbuhan pasar yang cepat. Dari segi daya saing, produk minuman Indonesia
memiliki daya saing yang cukup tinggi di negara Afrika Selatan dan Yordania.
Sedangkan efek komposisi komoditi untuk produk minuman Indonesia di pasar
tujuan ekspor periode 2007-2010 menjadi negatif setelah mengalami positif pada
periode 2004-2007.
63
Tabel 34. CMSA Komoditi Minuman
Komponen Afrika Selatan Aljazair Maroko Mauritius Nigeria Arab Saudi Oman Sri Lanka Yordania
Efek
Perdagangan
Dunia
1,325,264,301 1,325,264,301 1,325,264,301 1,325,264,301 1,325,264,301 1,325,264,301 1,325,264,301 1,325,264,301 1,325,264,301
Efek Komposisi
Komoditi458,102 0 0 128 374,616 575,522 1,491,264 980,649 0
Efek Distribusi
Pasar7,648,115 0 0 -300 8,360,555 -4,212,827 17,553,926 2,125,394 0
Efek Daya
Saing-11,842,046 0 0 -877 -11,778,308 -941,777 -30,627,508 -11,090,552 33,890
Total Perubahan 1,321,528,472 1,325,264,301 1,325,264,301 1,325,263,252 1,322,221,164 1,320,685,219 1,313,681,984 1,317,279,792 1,325,298,191
Efek
Perdagangan
Dunia
560,660,088 560,660,088 560,660,088 560,660,088 560,660,088 560,660,088 560,660,088 560,660,088 560,660,088
Efek Komposisi
Komoditi-71,348 0 0 0 -146,830 -942,478 -4,551,818 -247,447 -252,849
Efek Distribusi
Pasar-188,880 0 0 0 917,769 4,099,866 28,160,018 25,362 -578,451
Efek Daya
Saing121,030 0 0 0 -953,922 -4,725,152 -32,323,016 -185,077 424,338
Total Perubahan 560,520,890 560,660,088 560,660,088 560,660,088 560,477,106 559,092,324 551,945,273 560,252,926 560,253,126
2004-2007
2007-2010
5.2.7. CMSA Ikan Olahan
Pada periode 2004-2007 komoditi ikan olahan memiliki daya saing yang
cukup tinggi di pasar Aljazair dan Moroko (Tabel 35). Sedangkan pada periode
2007-2010, daya saing produk ikan olahan Indonesia meningkat di pasar Afrika
Selatan, Aljazair, Arab, Oman, Sri Lanka, dan Yordnia. Dari segi efek komposisi
komoditi, telah terjadi perubahan pada periode 2007-2010 dimana pada seluruh
negara yang dianalisis efek komposisi komoditinya negatif sedangkan pada
periode sebelumnya (2004-2007) positif. Pada periode 2004-2007, pertumbuhan
pasar Maroko, Mauritius, Nigeria, dan Sri Lanka tergolong cepat dengan nilai
efek distribusi pasar yang positif. Ekspor ikan olahan yang memiliki total
perubahan positif banyak disumbang oleh efek perdagangan dunia, efek distribusi
pasar, dan efek daya saing.
Secara keseluruhan daya saing pada periode 2007-2010 relatif lebih baik
dibandingkan periode 2004-2007. Komoditi yang paling baik daya saingnya
(daya saing relatif meningkat) adalah yang berbahan baku ikan baik ikan segar
dan beku maupun ikan olahan. Peningkatan daya saing terutama terjadi di negara
Sri Lanka dan Nigeri. Sebaliknya untuk komoditi makanan olahan di semua
64
negara terpilih daya saingnya menurun pada periode sejak 2004 sampai akhir
periode analisis 2010 (Lampiran 2)
Tabel 35. CMSA Komoditi Ikan Olahan
Komponen Afrika Selatan Aljazair Maroko Mauritius Nigeria Arab Saudi Oman Sri Lanka Yordania
Efek
Perdagangan
Dunia
13,933,786,935 13,933,786,935 13,933,786,935 13,933,786,935 13,933,786,935 13,933,786,935 13,933,786,935 13,933,786,935 13,933,786,935
Efek Komposisi
Komoditi103,116 0 47,194 92,769 142,047 3,469,714 31,156 1,422,607 14,730
Efek Distribusi
Pasar10,108,087 0 -5,868,869 22,699,573 -3,380,054 439,112,130 28,324,850 1,067,962 2,390,306
Efek Daya
Saing-15,851,485 188,174 3,032,292 -28,168,895 -5,033,270 -640,660,075 -30,248,090 -89,028,356 -3,300,516
Total Perubahan 13,928,146,653 13,933,975,109 13,930,997,553 13,928,410,383 13,925,515,658 13,735,708,705 13,931,894,851 13,847,249,149 13,932,891,455
Efek
Perdagangan
Dunia
6,460,679,835 6,460,679,835 6,460,679,835 6,460,679,835 6,460,679,835 6,460,679,835 6,460,679,835 6,460,679,835 6,460,679,835
Efek Komposisi
Komoditi-8,078,255 -2,403,181 -1,041,710 -3,407,637 -4,722,928 -165,944,683 -41,199 -41,114 -7,369
Efek Distribusi
Pasar-37,901,978 -7,330,347 7,182,895 2,760,865 9,818,876 -114,345,749 -104,161 75,279 -28,437
Efek Daya
Saing37,798,821 8,118,529 -7,226,886 -2,564,096 -9,475,782 108,305,640 172,920 7,057,005 30,231
Total Perubahan 6,452,498,423 6,459,064,836 6,459,594,135 6,457,468,967 6,456,300,001 6,288,695,044 6,460,707,395 6,467,771,005 6,460,674,261
2007-2010
2004-2007
5.3. Analisis Export Product Dynamics (EPD)
Disamping CMSA, indikator lain yang dapat memberikan gambaran
tentang tingkat daya saing suatu produk adalah Export Product Dynamics (EPD).
Rekapitulasi EPD mampu menangkap dinamika dayasaing (market positioning)
suatu negara dalam periode tertentu. Melalui EPD market attractiveness dalam
basis sektoral/komoditas dihitung berdasarkan pertumbuhan dari pangsa pasar
(market share) dari Indonesia ke pasar potensial terpilih. Benchmark
pengkategorian Rising Star, Falling Star, Lost Opportunity, dan Retreat dapat
secara eksplisit dan sederhana menginformasikan daya saing dinamik dari
komoditas unggulan Indonesia di pasar-pasar potensial.
Data dasar analisis EPD disesuaikan dengan analisis CMSA periode
terakhir yaitu 2007-2010 menurut basis perdagangan bilateral Indonesia dengan
pasar negara tujuan terpilih di Asia dan Afrika dengan penekanan pada komoditas
prioritas hasil analisis TPI (trade performance index) sebelumnya. Hasil
perhitungan EPD dapat dilihat pada Tabel 36 (Lampiran 3).
65
Tabel 36. Analisis EPD Komoditi Potensial Di Pasar Potensial Tahun 2007-
2010
Negara
Cokla
t
Olaha
n
Ikan
segar
&beku
Makana
n
Olahan
Olahan
dari
tepung
Temb
akau
Minu
man
Ikan
Olaha
n
Afsel RS RS RS RS RS RS RS
Aljazair RS RS RS RS LO LO RS
Maroko RT FS RT RT RT LO FS
Mauritius RS RS RS RS LO RS RS
Nigeria LO LO RS RS RS RS RS
Arab
Saudi RS RS LO LO LO RS RS
Oman RS RS RS FS LO LO RS
Sri Lanka FS FS RT FS FS FS FS
Yordania RS RS RS RS LO RS RS
Keterangan: RS: rising star; RT: retreat; LO: lost opportunity; FS: falling star
Hasil perhitungan EPD terhadap produk prioritas di pasar Asia dan Afrika
terpilih menunjukkan bahwa selama periode 2007-2010 di pasar Maroko dan Sri
Lanka, terjadi penurunan permintaan. Di pasar Maroko hanya permintaan
minuman saja yang masih meningkat. Penurunan permintaan di Maroko juga
sudah diikuti oleh berkurangnya ekspor Indonesia ke negara tersebut (retreat),
kecuali untuk ekspor komoditi berbahan baku ikan yang nilainya masih tinggi.
Sedangkan di pasar Sri Lanka, semua komoditi terpilih permintaannya sudah
menurun meskipun ekspor Indonesia masih tinggi (falling star).
Potensi pasar di kedua negara tersebut sudah berkurang, sehingga perlu
lebih berkonsentrasi pada 7 (tujuh) pasar tujuan lainnya, di pasar yang statusnya
rising star dan lost opportunity. Bahkan di pasar Arab Saudi komoditi berbagai
makanan olahan, olahan dari tepung dan tembakau, permintaan meningkat,
namun ekspor dari Indonesia justru menurun (loss opportunity).
Dari sisi produk, seluruhnya komoditi dominan pada kondisi rising star
dan loss opportunity. Lost Opportunity merupakan hasil yang paling tidak
diinginkan karena terjadinya penurunan pangsa pasar impor dari Indonesia,
sementara impor dari dunia meningkat. Lost opportunity terutama terjadi pada
komoditi tembakau dan minuman. Hal tersebut menunjukkan bahwa produk
tembakau dan minuman belum memiliki daya saing di beberapa pasar yang
66
dianalisis. Produk cokelat olahan, ikan segar dan beku, berbagai makanan olahan,
olahan dari tepung serta ikan olahan dominan pada kondisi Rising Star terutama di
pasar Afrika Selatan, Aljazair, Mauritius, Nigeria, Arab Saudi, Oman dan
Yordania. Selama empat tahun terakhir, di pasar Afrika Selatan, Aljazair,
Mauritius, Nigeria, Arab Saudi, Oman dan Yordania, produk-produk tersebut dari
Indonesia merupakan komoditi yang “kompetitif” dan memiliki “dinamika
positif”, seperti ditunjukkan oleh posisi “Rising Star”. Peningkatan market share
produk cokelat olahan, ikan segar dan beku, berbagai makanan olahan, olahan dari
tepung serta ikan olahan Indonesia lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan
rata-rata market share dari seluruh komoditas yang diperdagangkan di negara
terpilih.
Selama periode 2007-2010, produk cokelat olahan, ikan segar dan beku,
berbagai makanan olahan, olahan dari tepung, tembakau, minuman dan ikan
olahan Indonesia di pasar Afrika Selatan berada di posisi “Rising Star”. Kinerja
ekspor produk tersebut ke Afrika Selatan menunjukkan pertumbuhan dengan
peningkatan rata-rata pangsa ekspor yang positif.
Pangsa ekspor ikan segar dan beku selama empat tahun terakhir
mengalami pertumbuhan rata-rata tertinggi yaitu sebesar 332,34 persen, walaupun
cukup berfluktuasi. Meskipun demikian, besarnya masih jauh lebih tinggi dari
pertumbuhan rata-rata total ekspor Indonesia ke Afrika Selatan yang hanya
sebesar 11,24 persen. Pertumbuhan rata-rata pangsa ekspor tertinggi setelah
produk ikan segar dan beku adalah ikan olahan, tembakau, minuman, olahan dari
tepung, cokelat olahan dan berbagai makanan olahan yang masing-masing sebesar
255,2 persen, 158,61 persen (Lampiran 3).
67
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
3000000
3500000
4000000
4500000
5000000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$ R
ibu
Cokelat Olahan
0
100000
200000
300000
400000
500000
600000
700000
800000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$ R
ibu
Ikan segar dan beku
-50000
0
50000
100000
150000
200000
250000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$ R
ibu
Berbagai Makanan Olahan
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
3000000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$ R
ibu
Olahan Tepung
-1000000
0
1000000
2000000
3000000
4000000
5000000
6000000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$R
ibu
Tembakau
-20000
0
20000
40000
60000
80000
100000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$ R
ibu
Minuman
-500000
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
3000000
3500000
4000000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$ R
ibu
Ikan Olahan
Gambar 6. Perkembangan Ekspor Beberapa Produk Indonesia ke Afrika Selatan
Produk cokelat olahan, ikan segar dan beku, berbagai makanan olahan,
olahan dari tepung dan ikan olahan Indonesia memiliki potensi besar di pasar
Aljazair. Peningkatan rata-rata market share produk-produk tersebut selama
2007-2010 masing-masing sebesar 135,64 persen, 266,51 persen, 33,01 persen,
23,29 persen, dan 150,59 persen. Sementara produk tembakau dan minuman
masuk ke dalam kelompok “Lost Opportunity” dimana peningkatan rata-rata
market share produk tersebut negatif sedangkan peningkatan rata-rata market
share dari total ekspor ke Aljazair positif. Peningkatan rata-rata pangsa ekspor
produk tembakau dan minuman ke Aljazair selama 2007-2010 sebesar -38,17
persen dan -25 persen jauh di bawah peningkatan rata-rata pangsa ekspor totalnya
yang mencapai 3,15 persen. Meskipun belum menjadi produk yang kompetitif di
Aljazair, produk tembakau dan minuman memiliki potensi sebagai produk
68
unggulan ekspor dan masuk kategori “Rising Star” bila Indonesia terus melakukan
penetrasi kedua produk tersebut ke pasar Aljazair dan meningkatkan ekspornya.
-100000
0
100000
200000
300000
400000
500000
600000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$
Rib
u
Cokelat Olahan
-200000
-100000
0
100000
200000
300000
400000
500000
600000
700000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$
Rib
u
Ikan segar dan beku
-50000
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$
Rib
u
Berbagai Makanan Olahan
-5000
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$
Rib
u
Olahan Tepung
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
450000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$
Ribu
Tembakau
-5000
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$
Rib
u
Minuman
-400000
-200000
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
1400000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$
Rib
u
Ikan Olahan
Gambar 7. Perkembangan Ekspor Beberapa Produk Indonesia ke Aljazair
Karakteristik di pasar Aljazair sama seperti karakteristik di pasar Oman
dimana produk cokelat olahan, ikan segar dan beku, berbagai makanan olahan,
olahan dari tepung dan ikan olahan Indonesia termasuk dalam kategori “Rising
Star” sedangkan produk tembakau dan minuman termasuk dalam kategori “Lost
Opportunity”. Trend pertumbuhan pangsa ekspor produk cokelat olahan, ikan
segar dan beku, berbagai makanan olahan, olahan dari tepung dan ikan olahan
Indonesia selama enam tahun terakhir masing-masing sebesar 116,05 persen,
265,92 persen20,06 persen, 1,32 persen, dan 48,66 persen dengan trend
pertumbuhan pangsa total ekspor Indonesia ke Oman sebesar 13,53 persen.
69
Sementara trend pertumbuhan pangsa ekspor produk tembakau dan minuman
sebesar 0,00 persen dan -49,77 persen. Selama periode 2007-2010, Indonesia
tidak mengekspor tembakau ke pasar Oman.
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US
$ R
ibu
Cokelat Olahan
-50000
0
50000
100000
150000
200000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US
$ R
ibu
Ikan segar dan beku
-10000
0
10000
20000
30000
40000
50000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US
$ R
ibu
Berbagai Makanan Olahan
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US
$ R
ibu
Olahan Tepung
-100000
0
100000
200000
300000
400000
500000
600000
700000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US
$ R
ibu
Minuman
0
50000
100000
150000
200000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US
$ R
ibu
Ikan Olahan
Gambar 8. Perkembangan Ekspor Beberapa Produk Indonesia ke Oman
Di pasar Mauritius nilai ekspor Indonesia untuk seluruh komoditi, (kecuali
tembakau) seluruh memiliki pertumbuhan pangsa ekspor yang positif selama
empat tahun terakhir selain pertumbuhan rata-rata total ekspor yang juga positif.
Sementara pasar untuk produk tembakau di Mauritius mengalami peningkatan,
namun daya saing Indonesia di negara tersebut mengalami penurunan dengan
trend pangsa ekspor tembakau sebesar 0,00 persen. Trend pertumbuhan pangsa
ekspor tembakau tersebut kecil dikarenakan Indonesia belum mengekspor
tembakau ke Mauritius selama periode 2007-2010
70
-500000
0
500000
1000000
1500000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$
Rib
u
Cokelat Olahan
0
500000
1000000
1500000
2000000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$
Rib
u
Ikan segar dan beku
-20000
0
20000
40000
60000
80000
100000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$
Rib
u
Berbagai Makanan Olahan
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$
Rib
u
Olahan Tepung
-10000
0
10000
20000
30000
40000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$
Rib
u
Minuman
0
200000
400000
600000
800000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$
Rib
u
Ikan Olahan
Gambar 9. Perkembangan Ekspor Beberapa Produk Indonesia ke Mauritius
-400000-200000
0200000400000600000800000
10000001200000140000016000001800000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$ R
ibu
Cokelat Olahan
-400000-200000
0200000400000600000800000
10000001200000140000016000001800000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$ R
ibu
Ikan segar dan beku
0
5000000
10000000
15000000
20000000
25000000
30000000
35000000
40000000
45000000
50000000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$ R
ibu
Berbagai Makanan Olahan
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
3000000
3500000
4000000
4500000
5000000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$ R
ibu
Olahan Tepung
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$R
ibu
Tembakau
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$ R
ibu
Minuman
0
5000000
10000000
15000000
20000000
25000000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
US$ R
ibu
Ikan Olahan
Gambar 10. Perkembangan Ekspor Beberapa Produk Indonesia ke Arab Saudi
71
Di pasar Arab Saudi nilai pasar untuk seluruh komoditi, mengalami
peningkatan. Namun peningkatan potensi pasar untuk komoditi berbagai
makanan olahan, olahan dari tepung dan tembakau belum dimanfaatkan oleh
eksportir Indonesia. Daya saing Indonesia untuk komoditi berbagai makanan
olahan, olahan dari tepung dan tembakau di pasar Arab Saudi mengalami
penurunan dengan tren masing-masing sebesar -6,13 perse, -8,5 dan -25 persen.
5.4. Kajian Empiris Diversifikasi Pasar di Kawasan Asia dan Afrika
Untuk menggali potensi dan permasalahan yang terkait dengan diversifikasi
pasar di kawasan Asia dan Afrika, dilakukan wawancara mendalam (indept
interview) dan FGD (focus group discussion). Wawancara mendalam dilakukan
terhadap responden kunci yang terkait ekspor impor di negara-negara di kawasan
Asia dan Afrika. Negara di kawasan Asia diwakili oleh Uni Emirat Arab,
sedangkan negara di kawasan Afrika diwakili oleh Afrika Selatan. Responden di
kedua negara kajian seperti ditampilkan pada Tabel 37.
Tabel 37. Responden di Negara Kajian
No Uni Emirat Arab Afrika Selatan
1 Konjen RI untuk Dubai Kepala ITPC Johannesburg
2 Kepala ITPC Dubai Kepala Department of Trade and Industry
Afrika Selatan (DTI)
3 Dubai Chamber Kepala Chamber of Commerce and
Industry Johannesburg (JCCI)
Lebih dari 80% kegiatan perdagangan UEA berpusat di Dubai (Dubai
External Statistic) dengan demikian kondisi pasar Dubai cukup mewakili
perkembangan perdagangan UEA secara keseluruhan.
Informasi dari responden di dalam negeri digali melalui wawancara
mendalam terhadap responden kunci dan FGD, di lima kota yang memiliki
pelabuhan ekspor yaitu Manado, Makasar, Samarinda, Surabaya dan Semarang.
Responden kunci dan peserta FGD adalah pengusaha komoditi ekspor, eksportir,
akademisi, birokrat dan Asosiasi. Status responden seperti ditampilkan pada Tabel
38.
72
Tabel 38. Status responden peserta FGD
Lokasi
kajian
Pengusaha Akademisi Birokrat Asosiasi
Orang Persen Orang Persen Orang Persen Orang Persen
Manado 5 16,67 0 0 0 0 0 0
Makasar 8 6,25 0 0 0 0 0 0
Samarinda 3 10,42 0 0 0 0 0 0
Surabaya 18 37,50 3 50 4 57,14 2 50
Semarang 14 29,17 3 50 3 42,86 2 50
Total 48 100 6 100 7 100 4 100
5.4.1. Deskripsi Responden
5.4.1.1. Responden Dalam Negeri
Perusahaan eksportir yang menjadi responden kajian dan peserta FGD
seperti diuraikan berikut ini.
1. Eksportir produk ikan olahan di Manado. PT Celebes Mina Pratama,
Bitung-Manado, yang mengekspor hasil perikanan dan produk olahan
terutama Ikan Kayu dan Serutan Ikan Kayu. Ekspor produk perusahaan
ikan kayu ditujukan ke Jepang (80%), RRT (China) (10%) dan Korea (5%),
sementara untuk Serutan Ikan Kayu ditujukan untuk memnuhi permintaan
pasar domestik yaitu restoran-restoran Jepang yang terutama berada di
Jakarta. Bahan baku ikan cakalang diperoleh dari nelayan yang beroperasi
di perairan Sulawesi dan Maluku.
2. Eksportir hasil perkebunan dan produk olahan di Manado. Ekportir
hasil perkebunan dan produk olahannya (CCNO, RBD Palm Stearin, RBD
Palm Oil dan Copra Expeller) yang dijadikan responden sample yaitu: PT.
Agro Makmur Raya (group Musi Mas) dan PT Minyak Nabati Sulawesi
(group Wilmar Internasional). Ekspor utama ditujukan ke Rotterdam,
Netherland, sedangkan ekspor copra expeller merupakan permintaan khusus
dari India. Group Musi Mas juga mempunyai cabang perusahaan di Ghana
untuk memasok kebutuhan Afrika namun bahan bakunya diperoleh dari
produk kelapa sawit setempat.
73
3. Eksportir biji pala dan bunga pala di Manado. Sebagai responden
ekportir biji pala dan bunga pala adalah PT Indoprima yang mengekspor
khusus ke Jepang.
4. Eksportir makanan olahan di Manado. Responden eksportir makanan
olahan (dalam hal ini kelapa parut/tepung kelapa) yang diwawancara adalah
PT Tropica Cocoprima dan PT Royal Coconut. PT Royal Coconut telah
melakukan ekspor ke Afrika Selatan secara rutin, walaupun pangsanya
masih 20 persen, dari total ekspor. Pasokan bahan baku saat ini masih
cukup dan semua dipasok dari Sulawesi Utara
5. Eksportir hasil perikanan dan produk olahannya di Makasar. PT Chen
Woo Fishery, merupakan responden perusahaan eksportir hasil perikanan
dan produk olahannya di Makassar. Produk yang dihasilkan adalah daging
ikan tuna dengan bahan baku ikan tuna yang diperoleh langsung dari
nelayan wilayah perairan Sulawesi, Kalimantan, Ternate, dan Papua.
Ekspor produk perusahaan ikan tuna ditujukan terutama ke Amerika (80%)
dan sisanya ke Eropa (20%). Negara pesaing utama ekspor daging ikan tuna
adalah Thailand dan India yang memiliki harga dan kualitas yang bersaing.
Selain Amerika dan Eropa, perusahan pernah mengekspor produk daging
ikan tuna ke Negara Rusia dan Mauritius. Ekspor ke Negara Rusia dan
Mauritius hanya dilakukan bila terjadi permintaan dan surplus produk.
Responden lebih mengutamakan ekspor ke Amerika dan Eropa karena
sudah melakukan kontrak jangka panjang sekaligus untuk memelihara pasar
yang sudah ada.
6. Eksportir hasil perkebunan dan produk olahan di Makasar.
PT Tanah Mas Celebes Indah mengekspor biji kakao dan mete. Biji kakao
diekspor ke Malaysia (80%), Amerika (10%), dan RRT (10%). Negara
pesaing utama perusahaan tersebut adalah Nigeria dan Pantai Gading
dimana kualitas biji kakao dari negara tersebut lebih baik.
PT Comextra Majora mengekspor biji kakao ke Amerika, Malaysia, dan
Singapura serta mengekspor mete ke Jepang, Korea, dan Taiwan. PT
74
Comextra Majora sudah mengikuti audit HACCP, ISO 22000, dan
ketahanan pangan sehingga kualitas produknya sudah diakui oleh pasar.
PT Nedcommodities Makmur Jaya yang dimiliki Belanda, mengekspor
biji kakao ke Malaysia (100%) dan mengimpor karung goni dari
Bangladesh untuk pengiriman produk.
CV. Sari Hasil Utama mengekspor biji kopi ke Belgia.
PT. Unicom Kakao Makmur Sulawesi adalah perusahaan pengusaha cocoa
liquor dengan kepemilikan 50 persen dimiliki dalam negeri dan 50 persen
dimiliki asing. PT. Unicom Kakao Makmur Sulawesi mengekspor cocoa
liquor ke Jerman.
7. Eksportir peserta FGD di Surabaya.
Ekportir Sepatu ke Jerman, menggunakan komponen bahan baku impor
(narrow woven tape) dari China dan Taiwan.
Eksportir produk pinus (gondorukem, tertempin, serlak, plak) ke Asia,
Amerika dan Eropa. Bulan Juni sampai Agustus (2011) China booming,
sehingga harga ekspor anjlok dan tidak bisa membayar ke petani.
Ekportir Kakao. Kakao Jawa Timur berkualitas tinggi, saat ini diekspor
ke Eropa. Permintaan tinggi, namun produksi terbatas, sehingga belum
bisa memperluas pasar
Eksportir ikan teri (PT Multimina mandiri). Seluruh produknya di
ekspor ke Jepang, 5 sampai 10 container per bulan.
Eksportir furniture. Furniture yang diproduksi untuk outdoor berbahan
kayu mahoni dan mangga, untuk di ekspor ke Jepang. Setelah gempa
permintaan furniture pinus oleh Jepang meningkat.
8. Eksportir peserta FGD di Semarang
Eksportir surimi (daging lumat ikan). Ekportir sudah mulai ekspor ke
Timur Tengah. Orang Timur Tengah yang semula tidak menyukai ikan
(karena bau amis), namun dengan pencucian berkali-kali, bau amis
75
surimi hilang (tidak ada aroma). Di Taiwan surimi dimasukan dalam
roti.
Eksportir teh hitam. PTPN IX Semarang mengekspor teh hitam ke
Rusia, USA, switserland, belanda, UEA, Mesir, Pakistan, Inggris dan
India. Kopi bubuk belum bisa di ekspor, tapi masih dalam bentuk biji.
Eksportir rajungan. Rajungan kalengan “can pasteurize crab meat” 90%
ke Amerika dan 10 persen ke Jepang.
Eksportir minuman. Perusahaan Marimas 5 persen produknya di ekspor
ke Afrika Selatan. Ketika melalui broker lokal, produknya tidak laku.
Kemudian pindah ke broker asal Afrika. Broker Afrika minta kemasan
marimas untuk membuat minuman 2 liter (sebelumnya kemasan untuk 1
liter minuman). Kemasan 2 liter untuk memenuhi kebiasaan konsumen
Afrika yang bia minum secara beramai-ramai.
Seluruh perusahaan eksportir tersebut memperoleh informasi pasar dari searching
internet (contoh: www.macmap.org). Bahan baku yang digunakan, 100 persen
dari dalam negeri.
5.4.1.2. Responden Luar Negeri
Responden di negara kajian diuraikan berikut ini.
1. Konjen RI untuk Dubai
Menurut Konsul Jenderal RI di Dubai, peluang produk Indonesia di
pasar UEA masih cukup besar. Pemerintah Indonesia belum berperan
secara optimal dalam memanfaatkan peluang pasar tersebut. Secara
umum, hampir tidak dijumpai kasus yang menjadi hambatan dalam
ekspor Indonesia ke UEA. Pesaing produk Indonesia khususnya produk
tekstil di pasar UEA adalah produk asal China. kemudian diikuti India
yang merupakan mitra dagang tradisionil bagi Dubai. Sedangkan Korea
termasuk pemain baru dalam pasar tekstil Dubai namun telah berhasil
mendapatkan pangsa pasar yang besar.
Secara umum UEA berupaya menciptakan kondisi yang sangat kondusif
bagi dunia usaha khususnya investor asing, sehingga UEA khususnya
76
Dubai menjadi wilayah yang paling liberal dan atraktif di kawasan
dalam memberikan pelayanan kepada dunia usaha. Pengusaha di
kawasan lebih suka mempunyai hubungan bisnis dengan pihak yang
mereka kenal dengan baik, dan pendekatan pribadi adalah unsur yang
sangat penting dalam melakukan bisnis di dunia Arab. Pola perdagangan
Dubai sebagai hub di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara sangat
dinamis, oleh karena itu diperlukan market intelligence dan informasi
yang akurat sebelum membuka usaha di Dubai. Persyaratan utama untuk
semua jenis kegiatan bisnis di Dubai adalah lisensi usaha yang terdiri
dari : Commercial licenses, untuk semua jenis kegiatan perdagangan;
Professional licenses, untuk kegiatan profesi, jasa, tenaga ahli dan artis;
Industrial licenses, untuk kegiatan industri dan manufaktur
2. Kepala ITPC Dubai
Dalam pertemuan dengan Kepala ITPC, diperoleh data dan informasi
tentang perkembangan perdagangan Indonesia dan UEA. Total
perdagangan antara Indonesia dengan UEA selama periode Januari-Juni
2011 mencapai US$ milliar 1,3 mengalami peningkatan sebesar 32,6
persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Total perdagangan periode bulan Januari-Juni 2011 pada sektor Migas
mencapai US$ milliar 0,3 dan sektor non migas mancapai US$ milliar
1,0 masing-masing mengalami peningkatan sebesar 102,7 persen dan
18,51 persen dibandingkan periode Januari-Juni 2010.
Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan dengan UEA.
Surplus neraca perdagangan non migas tersebut didorong oleh kinerja
ekspor non migas Indonesia ke UEA pada periode Januari-Juni 2011
yang mencapai US$ miliar 0,7 atau meningkat sebesar 0,62 persen jika
dibandingkan periode yang sama tahun 2010. Ekspor non migas pada
periode tersebut mencapai US$ milliar 0,8 atau meningkat sebesar
10,46 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2010.
Meningkatnya ekspor non migas Indonesia ke UEA tersebut
77
didominasi oleh barang-barang dari sektor industri yang mengalami
peningkatan sebesar 10,23 persen.
Produk-produk utama sektor industri Indonesia yang di impor oleh
UEA antara lain TPT (22%), Kertas/Karton (20%), Mesin/peralatan
listrik (12%), Kayu/Barang dari Kayu (5%), Karet dan Barang dari
Karet (4,6%), Produk Sawit/Olein (3,9%), Kendaraan/Bagiannya
(3,6%), Mesin-mesin (3,4%), Makanan Olahan (2,9%), Minyak
atsiri/Kosmetik wangi-wangian (2,4%), Perhiasan/Permata (2,2%),
Perabot/Penerangan rumah (2%). Total produk-produk tersebut
mencapai nilai US$ miliar 1,25 dengan pangsa sebesar 85 persen dari
total produk non migas Indonesia yang diimpor UEA.
Untuk produk makanan olahan Indonesia mempunyai prospek yang
baik untuk memasuki pasar UEA. Pada periode Januari-Juni 2011
ekspor produk makanan olahan mengalami sedikit penurunan sebesar
0.65 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Akan tetapi produk makanan olahan mempunyai prospek
yang baik hal ini terlihat dari kinerja produk makanan olahan selama
lima tahun terakhir (2006-2010) menunjukkan pertumbuhan trend
positif sebesar 21,25 persen dengan nilai mencapai US$ Juta 42,8.
Beberapa produk makanan olahan yang potensial untuk di pasar UEA
antara lain makanan berbahan baku coklat, gula/kembang gula, olahan
tepung (mie instan, biskuit wafers, kue kering, krupuk udang),
minuman non-alkohol dari jus buah/sayuran, rokok (Cigarettes),
berbagai makanan olahan (kopi instan, saus, kecap), ikan olahan (ikan
tuna dan kepiting), mushrooms (jamur olahan) .
3. Dubai Chamber
Pertemuan dengan pihak Dubai Chamber dilakukan untuk mendapatkan
gambaran terkait permasalahan perdagangan yang terjadi di lapangan
antara lain:
78
- Kurangnya minat sebagian pengusaha Indonesia memanfaatkan
peluang pasar UEA, karena mempunyai pengalaman yang kurang baik
pada mitra dagang di UEA.
- Semakin menurunnya daya saing produk Indonesia disebabkan harga
yang masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara pesaing.
- Kemasan produknya kurang menarik.
- Lambatnya respon terhadap permintaan pasar, suplai yang tidak
kontinyu.
- Persyaratan teknis yang sangat ketat dan biasanya kegagalan produk
Indonesia dalam pengujian laboratorium disebabkan oleh penggunaan
bahan makanan dan kadaluarsa.
Selain itu adanya persyaratan pada setiap importasi barang yang
memasuki wilayah pabean UEA harus disertai dokumen antara lain:
- Bill of Lading atau Airway Bill (B/L)
- Packing List / Invoice
- Sertifikat Kesehatan.
- Serifikat Halal (untuk produk daging dan hasil ternak unggas).
- COO (Certificate Of Origin)
- Semua dokumen diatas harus di dilegalisir (endorsed) di Kedutaan
Besar UEA di negara asal.
Dalam kasus tertentu, suatu produk yang termasuk dalam katagori
makanan dan minuman mungkin memerlukan sertifikasi tambahan di
samping dokumen-dokumen yang disebutkan diatas.
4. ITPC Johannesburg
ITPC Johannesburg bekerjasama dengan KBRI Pretoria pada bulan Juni
2011 akan menyelenggarakan road show komoditi karet dan CPO
dengan melakukan pameran dan pertemuan dengan pelaku usaha di
Johannesburg, Afrika Selatan. ITPC Johannesburg mengusulkan pula
untuk memasukkan beberapa produk lainnya dalam kegiatan road
show. Tujuan dilakukannya kegiatan ini adalah dalam rangka
memperkenalkan produk ekspor andalan Indonesia dengan
79
mempertemukan langsung para produsen dengan pembeli potensial di
Afrika Selatan.
Produk minyak goreng yang di ekspor ke Afrika Selatan mengalami
penurunan kualitas akibat perbedaan suhu sehingga menyebabkan
produk tersebut mengalami pembekuan dan terdapat endapan di dalam
kemasan minyak goreng tersebut. Disarankan agar pengusaha
mendisain produk dan kemasan yang sesuai dengan kondisi cuaca di
negara tujuan ekspor.
Produk impor asal Indonesia selama ini tidak dapat bersaing dengan
produk impor asal China di pasar Afrika Selatan. Selain itu, produk
hasil pertanian seperti sayuran dan buah-buahan juga tidak dapat
bersaing karena Afrika Selatan merupakan produsen dan eksportir
potensial untuk komoditi hasil pertanian.
Produk yang dapat bersaing di pasar Afrika Selatan antara lain CPO,
karet, kopi, produk lampu swabalas dan kendaraan bermotor. Produk-
produk tersebut selama ini dapat masuk ke pasar Afrika Selatan
setelah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh instansi
berwenang dalam bidang impor di Afrika Selatan.
Pihak ITPC Johannesburg menerima laporan tindak penipuan oleh
masyarakat Indonesia terhadap pengusaha di Afrika Selatan yang
menjanjikan pengiriman barang dari Indonesia dengan mekanisme
perdagangan melalui internet. Tindakan yang dilakukan oleh beberapa
orang Indonesia tersebut dikhawatirkan dapat merusak citra Indonesia
di Afrika Selatan. Dampak lainnya adalah dikhawatirkan akan
menurunkan tingkat kepercayaan pembeli di Afrika Selatan dalam
menjalin kerjasama perdagangan dengan pelaku usaha Indonesia.
5. Department of Trade and Industry Afrika Selatan (DTI)
Tarif impor yang dikenakan Afrika Selatan umumnya berkisar 0-45%
dengan beberapa pengecualian. Afrika Selatan mematuhi Harmonised
System yang berlaku secara internasional. Tarif dan biaya tambahan
untuk barang impor ditetapkan atas dasar nilai FOB.
80
Pihak DTI menjelaskan beberapa kebijakan non tarif yang
diberlakukan antara lain:
(1) Port Health Services bertanggung jawab dalam memonitor dan
mengevaluasi semua produk makanan, kosmetik, desinfektan, dan
zat berbahaya ke Cape Barat melalui pelabuhan dan pengontrolan
obat dan memantau kemungkinan masuknya semua penyakit yang
serius di Afrika Selatan. Penyakit-penyakit menular tersebut
termasuk demam kuning, kolera, wabah, dan sindrom pernafasan
akut parah (SARS).
(2) Impor makanan diperiksa secara acak untuk mengantisipasi
kemungkinan masuknya bahan beracun atau berbahaya pada
semua pelabuhan pintu masuk. Saat barang dibongkar biasanya
dikeluarkan dari pelabuhan setelah mendapatkan pengesahan dari
otoritas pelabuhan sesuai ketentuam Disinfectants Act, 54 of
1972.
(3) Setiap produk makanan dan minuman yang diimpor wajib
mencantumkan label dalam Bahasa Inggris dan mencantumkan
kandungan nilai gizi pada kemasan makanan dan minuman yang
diekspor ke Afrika Selatan.
6. Chamber of Commerce and Industry Johannesburg (JCCI)
Pemerintah Afrika Selatan memberikan insentif kepada eksportir dalam
bentuk penyediaan fasilitas pameran, marketing, konsultasi dan
mengadakan kunjungan delegasi dagang ke beberapa negara.
Afrika Selatan menerima beberapa kunjungan delegasi dagang dari
negara-negara Asean seperti Malaysia, Singapura, Thailand dan
Vietnam. Negara-negara tersebut merupakan kompetitor Indonesia
dalam memasuki pasar Afrika Selatan.
Pihak JCCI Afrika Selatan menyatakan bahwa jarak bukan merupakan
rintangan dalam melakukan kerjasama perdagangan dengan Indonesia.
Hal terpenting yang menjadi perhatian adalah produk yang kompetitif
dan jasa logistik yang representatif.
81
JCCI Afrika Selatan membutuhkan informasi produk unggulan
Indonesia yang akan ditawarkan kepada pasar Afrika Selatan dan
menawarkan kerjasama perdagangan yang lebih luas dimasa yang akan
datang.
Afrika Selatan telah melakukan kerjasama perdagangan bebas dengan
Turkey, Rusia, Switzerland, EFTA, Kanada, India dan China. Khusus
dengan China, pihak JCCI merasa khawatir atas kerjasama perdagangan
bebas akan membawa dampak terhadap industri domestik di Afrika
Selatan. Namun, JCCI tetap berkomitmen dan mendukung sepenuhnya
kerjasama yang telah ditandatangani tersebut.
5.4.2. Hambatan Ekspor yang Dihadapi Responden Dalam Negeri
Berdasarkan hasil kajian terungkap bahwa sebagian besar pelaku usaha
belum banyak yang melakukan ekspor ke kawasan Afrika. Sementara ekspor ke
kawasan Asia meskipun jumlahnya relatif lebih banyak dibandingkan ke Afrika,
namun secara nominal jumlahnya masih sedikit (Tabel 39). Pengusaha yang
melakukan ekspor ke kawasan Afrika, seluruhnya juga melakukan ekspor ke Asia.
Tabel 39. Responden FGD berstatus pengusaha dan berpengalaman ekspor
Lokasi
kajian
Pengusaha
(orang)
Tidak ekspor Ekspor ke Afrika Ekspor ke Asia
Orang Persen Orang Persen Orang Persen
Manado 5 1 20,00 1 20,00 3 60,00
Makasar 8 4 50,00 0 0,00 4 50,00
Samarinda 3 2 66,67 0 0,00 1 33,33
Surabaya 18 11 61,11 1 5,56 7 38,89
Semarang 14 9 64,29 2 14,29 5 35,71
Total 27 52,94 4 7,84 20 39,22
Sedikitnya pelaku usaha yang melakukan ekspor ke negara di kawasan
Afrika dan Asia, karena menghadapi hambatan baik yang berasal dari dalam
negeri maupun dari negara tujuan ekspor. Hasil wawancara dengan responden
dan diskusi dengan peserta FGD diperoleh hambatan dan permasalahan ekspor ke
kawasan Afrika dan Asia, sekaligus harapan responden untuk meningkatkan
ekspor.
82
1. Permasalahan pasokan bahan baku
Kesulitan bahan baku yang dihadapi eksportir ikan olahan (ikan
cakalang dan ikan tuna), terjadi pada saat tidak musim melaut (4
sampai 5 bulan dalam satu tahun). Pasokan ikan cakalang tidak bisa
kontinyu, karena dalam satu tahun musim penangkapan ikan hanya 7-
8 bulan.
Bahan baku mete gelondongan banyak dibeli secara langsung oleh
eksportir India, PT Comextra Majora hanya beroperasi 30 persen
karena kekurangan pasokan bahan baku. Jika pabrik dapat beroperasi
lebih dari 60 persen, PT Comextra Majora merencanakan akan
melakukan pengembangan pasar.
Bahan baku kakao semakin langka karena banyak kebun kakao yang
berubah fungsi menjadi kebun kelapa sawit
Bahan baku berkompetisis dengan kebutuhan dalam negeri.
Contohnya: kelapa (dengan industry makanan olahan), rotan (untuk
kerajinan), Gula rafinasi (seharusnya hanya untuk industry, namun
banyak beredar untuk rumah tangga).
2. Fluktuasi nilai tukar rupiah
3. Harga tidak kompetitif. Harga produksi Indonesia lebih tinggi dibanding
negara pesaing seperti China. Harga produksi yang tinggi tersebut
bersumber dari:
Biaya transportasi karena pelabuhan ekspor hanya di Pulau Jawa. PT
Tropica Cocoprima dan PT Royal Coconut di Menado harus melalui
Tanjung Priok, Jakarta, karena tidak ada kapal ekspor dari Manado
yang langsung ke negara tujuan. Perjalanan ke Jakarta memakan
waktu antara 5-10 hari.
Biaya transpor karena infrastruktur jalan yang kurang. Eksportir di
Samarinda sebagian besar masih mengandalkan lalu lintas sungai.
83
Biaya tenaga kerja. Kebijakan UMR (upah minimum regional) atau
UMP (upah minimum provinsi) semakin meningkat
Biaya listrik dan BBM makin mahal. Listrik dan bahan bakar minyak
diperlukan untuk pengolahan dan pengadaan bahan baku (seperti
melaut untuk pengadaan bahan baku ikan cakalang dan tuna). Di
Samarinda BBM masih di batasi, dan sering terjadi pemadaman
listrik.
4. Pungutan liar.
Oknum pemerintah daerah
Oknum pelabuhan
5. Kontinuitas pengiriman barang
6. Tarif impor di negara tujuan tinggi. Tarif di Brazil tinggi untuk untuk
produk kulit dan alas kaki 10 persen. Bila melalui Paraguay tarif hanya 5%.
7. Fluktuasi harga di pasar dunia.
Produk pinus (gondorukem, tertempin, serlak, plak) turun jika China
sedang booming.
Jepang sebagai importir utama ikan teri punya spionase perdagangan.
Pada saat musim ikan, harga turun hingga mendekati biaya
operasional nelayan.
8. Keterbatasan dalam pemanfaatan dan penguasaan teknologi
9. Kebijakan ekspor dari pemerintah yang membuat harga kakao dari
Indonesia sulit bersaing dengan negara lain serta persaingan dengan
eksportir local
10. Perizinan ekspor impor yang sering berubah-ubah.
Tarif impor tinggi. Tarif impor karung goni dari Bangladesh (untuk
mengemas coklat yang akan diekspor), masih 15 persen.
Prosedur di bea cukai terlalu rumit, seperti narrow woven tape dari
China dan Taiwan untuk industri sepatu.
84
11. Kurangnya promosi. Promosi ke pasar Afrika (terutaman Afrika Selatan)
terbatas. Pasar Afrika Barat dikuasai China dan India. Kedua negara
tersebut melakukan investasi pabrik (dan infrastruktur) di Afrika Barat dan
sebagai kompensasinya diberi kesempatan untuk ekspor.
5.4.3. Harapan Eksportir untuk Meningkatkan Ekspor
Kekurangmampuan produk Indonesia memasuki pasar potensial serta
penurunan daya saing produk, memerlukan upaya perbaikan terkait dengan
produk yang akan ditawarkan. Beberapa masukan yang diinginkan oleh para
eksportir antara lain
1. Kebijakan bea keluar. Contohnya bahan baku mete gelondongan banyak
dibeli secara langsung oleh eksportir India. Kebijakan bea keluar dapat
menguntungkan industri pengolahan kakao, untuk meningkatkan nilai
tambah.
2. Perbaikan infrastruktur (gas, listrik dan air) dan transportasi serta
meminimumkan pungutan liar oleh oknum.
3. Kebijakan ketenagakerjaan yang meringankan pelaku ekspor, serta insentif
pajak.
4. Dukungan dan fasilitas pelabuhan ekspor di luar Jawa (contoh di Manado
untuk ekspor komoditas perkebunan).
5. Peningkatan kualitas produk sesuai standar yang ditetapkan negara tujuan,
melalui pengembangan sumberdaya manusia serta melalui penelitian dan
pengembangan (R&D).
6. Mempelajari budaya di negara tujuan untuk menyesuaikan produk yang
akan diekspor dengan permintaan negara tujuan ekspor. Contohnya,
kebiasaan orang Jepang makanan ditata rapi. Ikan teri ditata kepala
menghadap ke kiri semua, sehingga penangkapan dan pengolahan ikan teri
harus hati-hati supaya kepala tidak putus.
85
5.4.4. Peluang dan Hambatan Ekspor ke Negara Asia dan Afrika
5.4.4.1. Peluang Pasar Uni Emirate Arab (UEA)
Berdasarkan data makro ekonomi sementara dari Dubai Chamber dan
Emirate Industrial Bank, secara umum indikator makro ekonomi UEA 2010
tumbuh positif setelah setahun sebelumnya (2009) mengalami kontraksi. Bahkan
impor UEA cenderung meningkat selama periode 2006-2010 (Gambar 11).
Membaiknya perekonomian makro serta impor UEA yang meningkat merupakan
peluang bagi Indonesia untuk masuk menjadi bagian dari ekportir ke negara
tersebut. Kosul Jenderal RI di Dubai, juga menyatakan bahwa peluang produk
Indonesia di pasar UEA masih cukup besar. Namun pemerintah Indonesia belum
berperan secara optimal dalam memanfaatkan peluang pasar tersebut.
Gambar 11. Trend Peningkatan Impor Negara UEA
Sumber: Dubai Chamber of Commerce, Emiraters Industrial Bank (diolah ITPC
Dubai)
Hasil wawancara dengan Kepala ITPC Dubai, diperoleh informasi tentang
perkembangan perdagangan Indonesia dengan UEA. Total perdagangan antara
Indonesia dengan UEA selama periode Januari-Juni 2011 mencapai US$ milliar
1,3 mengalami peningkatan sebesar 32,6 persen jika dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut sektor non migas
menyumbang US$ milliar 1,0, meningkat 18,51 persen dibandingkan periode
yang sama tahun 2010. Dari seluruh produk potensial ekspor yang dikaji,
Makanan Olahan menyumbang 2,9 persen dari total impor non migas oleh UEA.
Meskipun pada periode Januari-Juni 2011 ekspor produk makanan olahan
mengalami sedikit penurunan (turun 0,65 persen dari periode yang sama tahun
86
sebelumnya), akan tetapi produk makanan olahan mempunyai prospek yang baik.
Hal ini terlihat dari kinerja ekspor produk makanan olahan selama lima tahun
terakhir (2006-2010) yang menunjukkan pertumbuhan 21,25 persen dengan nilai
mencapai US$ Juta 42,8. Beberapa produk makanan olahan yang potensial untuk
di pasar UEA antara lain makanan berbahan baku coklat, gula/kembang gula,
olahan tepung (mie instan, biskuit wafers, kue kering, krupuk udang), minuman
non-alkohol dari jus buah/sayuran, rokok (Cigarettes), berbagai makanan olahan
(kopi instan, saus, kecap), ikan olahan (ikan tuna dan kepiting), mushrooms
(jamur olahan). Tabel 40 dan Tabel 41, menampilkan impor produk ikan segar &
beku serta makanan olahan oleh UEA dari lima negara pemasok utama, Asean,
China dan India.
Tabel 40. Impor UEA Ikan Segar dan Beku dari Lima Pemasok Utama
COUNTRY
Periode Januari-Juni (US.$) Growth
2010-2009
(%)
Market
share
2010 (%) 2008 2009 2010
03 FISH, CRUSTACEANS, MOLLUSCS, OTHER AQUATIC INVERTEBRATES
OMAN 4,522,328 12,666,330 14,847,334 17.22 16.94
INDIA 8,816,137 11,772,898 8,275,256 -29.71 9.44
NORWAY 3,963,513 4,577,447 7,596,634 65.96 8.67
PAKISTAN 5,243,026 5,563,858 6,565,332 18.00 7.49
JEBEL ALI F.Z. 7,485,326 4,952,582 6,317,488 27.56 7.21
TOTAL TOP 5 30,030,330 39,533,115 43,602,044 10.29 49.73
INDONESIA 456,537 480,271 735,332 53.11 0.84
MALAYSIA 570,074 693,008 932,271 34.53 1.06
MYANMAR (BURMA) 3,377,909 4,420,486 3,314,215 -25.03 3.78
PHILIPPINES 1,326,293 906,590 1,205,923 33.02 1.38
SINGAPORE 282,993 140,921 306,882 117.77 0.35
THAILAND 2,428,029 2,278,106 3,245,405 42.46 3.70
VIETNAM 6,140,142 6,722,804 6,248,947 -7.05 7.13
CHINA 1,841,451 1,559,590 2,145,935 37.60 2.45
TOTAL (ASEAN +
EMERGING
MARKETS)
16,423,429 17,201,776 18,134,911 5.42 20.69
OTHERS 23,905,980 22,954,437 25,932,821 12.98 29.58
TOTAL 70,359,739 79,689,328 87,669,775 10.01 100.00
Sumber : Dubai External Statistic (diolah ITPC Dubai)
87
Merujuk Tabel 40, impor Dubai atas produk perikanan (segar dan beku)
pada semester I 2010 dari Indonesia mengalami lonjakan permintaan yang tajam
mencapai 53,11 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya (meskipun pangsanya hanya sebesar 0,84 persen). Sementara
permintaan impor Dubai untuk kedua kelompok produk tersebut dari Dunia
meningkat sebesar 10,01 persen. Hal ini dapat dijadikan sebagai indikator bahwa
produk ikan Indonesia mampu bersaing dan berpeluang untuk ditingkatkan
perdagangannya. Pesaing Indonesia untuk produk sejenis adalah Oman, India,
Norway, Pakistan, Negara ASEAN, dan China.
Tabel 41. Impor UEA Makanan Olahan dari Lima Pemasok Utama
COUNTRY
Periode Januari-Juni (US.$) Growth
2010-2009
(%)
Market
share
2010 (%) 2008 2009 2010
16 PREPARATIONS OF MEAT, OF FISH, OF CRUSTACEANS.MOLLUSCS.OTHER
THAILAND 14,164,875 7,385,876 10,689,018 44.72 19.44
USA 27,939,419 16,000,707 9,286,728 -41.96 16.89
PHILIPPINES 3,606,771 5,109,971 7,014,974 37.28 12.76
BRAZIL 6,191,885 5,093,874 6,984,667 37.12 12.70
MALAYSIA 4,106,846 4,393,851 5,375,539 22.34 9.78
TOTAL TOP 5 56,009,795 37,984,278 39,350,925 3.60 71.56
INDONESIA 115,085 93,430 862,763 823.44 1.57
MYANMAR (BURMA) 80 -100.00 0.00
SINGAPORE 10,929 50,692 48,784 -3.77 0.09
VIETNAM 556,863 879,171 764,775 -13.01 1.39
CHINA 665,786 822,801 498,378 -39.43 0.91
INDIA 303,023 330,055 479,936 45.41 0.87
TOTAL (ASEAN +
EMERGING
MARKETS)
1,651,687 2,176,229 2,654,635 21.98 4.83
OTHERS 11,576,125 11,444,410 12,984,342 13.46 23.61
TOTAL 69,237,607 51,604,917 54,989,902 6.56 100.00
Sumber : Dubai External Statistic (diolah ITPC Dubai)
Impor Dubai atas produk makanan olahan berbahan baku daging dan ikan
(Tabel 41) pada semester I tahun 2010 dari Indonesia juga melonjak tajam
(823,44 persen), jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya,
sementara permintaan impor Dubai untuk kelompok produk tersebut dari Dunia
88
meningkat sebesar 6.56 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa daya saing
produk makanan olahan Indonesia di pasar UEA meningkat.
Release resmi World Trade Organization (WTO), mempertegas peluang
tersebut. Menurut WTO negara–negara teluk dengan total penduduk 36 juta
merupakan negara importir terbesar dunia untuk semua jenis makanan olahan.
Lebih dari 90 persen makanan di wilayah tersebut merupakan produk impor dari
seluruh dunia. Kajian ITPC Dubai selama bulan Desember 2010 – Februari 2011
terhadap pasar makanan olahan (makanan beku), serta kajian Datamonitor (salah
satu lembaga riset di Dubai) tahun 2008, menyimpulkan bahwa khusus untuk
makanan, GCC (termasuk UEA) merupakan pasar produk makanan halal terbesar
di dunia.
Membaiknya kinerja ekspor produk Indonesia ke UEA, tidak terlepas dari
upaya Pemerintah UEA untuk menciptakan kondisi yang sangat kondusif bagi
investor asing, sehingga UEA khususnya Dubai menjadi wilayah yang paling
liberal dan atraktif di kawasan Asia dalam memberikan pelayanan kepada dunia
usaha. Pengusaha di kawasan lebih suka mempunyai hubungan bisnis dengan
pihak yang mereka kenal dengan baik, dan pendekatan pribadi adalah unsur yang
sangat penting dalam melakukan bisnis di dunia Arab.
Posisi Dubai sebagai penghubung antara kawasan Timur Tengah dan Afrika
Utara dapat dijadikan sebagai pintu masuk untuk penetrasi ke pasar kawasan
Afrika Utara maupun GCC dan wilayah Asia Selatan. Oleh karena itu diperlukan
market intelligence dan informasi yang akurat sebelum membuka usaha di Dubai.
5.4.4.2. Hambatan Pasar Uni Emirate Arab (UEA)
Menurut Kosul Jenderal RI di Dubai, secara umum, hampir tidak dijumpai
kasus yang menjadi hambatan dalam ekspor Indonesia ke UEA. Pesaing produk
Indonesia khususnya produk tekstil di pasar UEA adalah produk asal China,
kemudian diikuti India yang merupakan mitra dagang tradisionil bagi Dubai.
Sedangkan Korea termasuk pemain baru dalam pasar tekstil Dubai namun telah
berhasil mendapatkan pangsa pasar yang besar.
Menurut analisa Dubai Chamber, permasalahan perdagangan yang terjadi
di lapangan antara lain:
89
1. Kurangnya minat sebagian pengusaha Indonesia memanfaatkan peluang
pasar UEA, karena mempunyai pengalaman kurang baik pada mitra dagang
di UEA.
2. Semakin menurunnya daya saing produk Indonesia disebabkan harga yang
masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara pesaing.
3. Kemasan produknya kurang menarik.
4. Lambatnya respon terhadap permintaan pasar, suplai yang tidak kontinyu.
5. Persyaratan teknis yang sangat ketat dan biasanya kegagalan produk
Indonesia dalam pengujian laboratorium disebabkan oleh penggunaan bahan
makanan dan kadaluarsa.
Permasalahan lainnya adalah adanya persyaratan (dokumen) yang harus
dipenuhi pada setiap importasi barang yang memasuki wilayah pabean UEA,
yaitu
1. Bill of Lading atau Airway Bill (B/L)
2. Packing List / Invoice
3. Sertifikat Kesehatan.
4. Serifikat Halal (untuk produk daging dan hasil ternak unggas).
5. COO (Certificate Of Origin)
6. Semua dokumen diatas harus di dilegalisir (endorsed) di Kedutaan Besar
UEA di negara asal.
Dalam kasus tertentu, suatu produk yang termasuk dalam katagori makanan
dan minuman memerlukan sertifikasi tambahan disamping dokumen yang
disebutkan diatas. Semua jenis kegiatan bisnis di Dubai juga memerlukan
persyaratan utama yaitu lisensi usaha yang terdiri dari: Commercial licenses,
untuk semua jenis kegiatan perdagangan; Professional licenses, untuk kegiatan
profesi, jasa, tenaga ahli dan artis; Industrial licenses, untuk kegiatan industri dan
manufaktur.
Kebijakan Pemerintah UEA terkait perdagangan dan imvestasi, yang
seringkali menjadi hambatan bagi para ekportir, seperti diuraikan berikut ini.
1. Kebijakan Impor Produk di UEA, Pemerintah UEA menetapkan biaya
sebesar 5% terhadap barang impor. Namun demikian, apabila barang impor
90
tersebut diproduksi di daerah kawasan ekonomi bebas (free zone) dan
berorientasi ekspor, maka produk tersebut dibebaskan dari pajak (0%).
2. Persyaratan Mutu, Label dan Kemasan Produk Impor di UEA. UEA
menetapkan definisi terhadap spesifikasi standar suatu produk dalam
peraturan federal UEA No 28 Tahun 2001. Label produk yang akan
diimpor ke UEA harus memiliki informasi yang jelas mengenai nama
produk, negara, quantity, suhu penyimpanan serta tanggal produksi dan
tanggal kadaluarsa. Informasi pada label dicetak dalam dua bahasa yaitu
Bahasa Inggris dan Bahasa Arab. Selain itu Produk-produk yang akan
dipasarkan di UEA harus mempunyai prosedur pemasaran tertentu dan
teknik penjualan yang harus diketahui terlebih dahulu untuk
mengembangkan dan membina hubungan bisnis dalam jangka waktu yang
panjang. Pasar UEA harus dikaji secara periodik untuk mengantisipasi
perubahan dan penyesuaian permintaan pasar. Eksportir harus dapat
menjamin kontinuitas pasokan (sustainability supply) pada periode tertentu
dan tempat tertentu yang telah disetujui dan harga yang telah ditentukan.
Informasi produk secara lengkap seharusnya dijelaskan untuk memasuki
pasar UEA, untuk merangsang permintaan yang lebih besar dan
mengurangi biaya pemasaran.
3. Kebijakan Investasi, dimana UEA juga mempertahankan kebijakan
perdagangan yang relatif liberal. Namun, ada beberapa hambatan non-tarif
untuk perdagangan dan investasi. Mendirikan usaha bersama (joint venture)
untuk kondisi saat ini sebaiknya dihindari, mengingat peraturan pemerintah
yang mewajibkan kepemilikan saham lokal minimal 51 persen dan asing 49
persen sementara pada sisi lain penduduk warga Negara UEA relatif
sedikitnya. Kondisi demikian mengakibatkan tingginya posisi tawar warga
negara UEA dalam proses pendirian usaha. Dengan posisi tawar yang
tinggi, mitra lokal umumnya lebih memilih untuk berperan sebagai mitra
pasif, tidak jarang mitra asing terpaksa menanggung seluruh biaya pendirian
dan operasional perusahaan, sementara mitra lokal tidak melakukan apapun.
91
5.4.4.3. Peluang Pasar Afrika Selatan
Ekspor Indonesia ke Afrika Selatan mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Pada tahun 2010, ekspor Indonesia ke Afrika Selatan mencapai USD
680,7 juta, meningkat 40,50 persen dibandingkan tahun 2009 yang berjumlah
USD 484,5 juta. Trends rata-rata pertumbuhan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan
dalam periode tahun 2005–2009 sebesar 14,57 persen. Produk yang paling besar
diekspor ke Afrika Selatan, berdasarkan klasifikasi HS 2 digit adalah kelompok
karet dan produk karet dengan jumlah sebesar USD 99,6 juta atau memenuhi
pangsa sebesar 21,49 persen. Pangsa ekspor terbesar selanjutnya adalah kelompok
produk Fats Oil and Waxes, Paper, Man Made Filaments dan Ceramics Products
dengan pangsa masing-masing sebesar 18,35 persen, 9,17 persen, 5,67 persen dan
4,34 persen.
Gambar 12. Kinerja Ekspor Indonesia ke Afrika Selatan
Sumber: BPS
Dalam kegiatan ekspor, Afrika Selatan merupakan partner dagang nomor 29
dengan pangsa pasar produk ekspor Indonesia sebesar 0,58 persen. Sementara itu,
bagi Afrika Selatan, Indonesia merupakan partner dagang nomor 28 dengan
pangsa pasar di Afrika Selatan sebesar 0,8 persen.
Ekpor produk Indonesia bisa lebih dikembangkan di Pasar Afrika Selatan.
Hasil wawancara dengan ITPC Johannesburg, diperoleh informasi dukungan
Pemerintah Afrika Selatan bagi masuknya produk Indonesia ke Kawasan tersebut.
92
1. ITPC Johannesburg bekerjasama dengan KBRI Pretoria pada bulan Juni
2011, menyelenggarakan road show komoditi karet dan CPO serta
melakukan pameran dan pertemuan dengan pelaku usaha di Johannesburg,
Afrika Selatan. ITPC Johannesburg mengusulkan pula untuk memasukkan
beberapa produk lainnya dalam kegiatan road show. Tujuan dilakukannya
kegiatan ini adalah dalam rangka memperkenalkan produk ekspor andalan
Indonesia dengan mempertemukan langsung para produsen dengan pembeli
potensial di Afrika Selatan.
2. Saran agar pengusaha mendisain produk dan kemasan minyak goreng yang
diekspor sesuai dengan kondisi cuaca negara tujuan. Karena produk minyak
goreng yang di ekspor ke Afrika Selatan mengalami penurunan kualitas
akibat perbedaan suhu sehingga menyebabkan produk tersebut mengalami
pembekuan dan terdapat endapan di dalam kemasan minyak goreng
tersebut.
3. Produk yang dapat bersaing di pasar Afrika Selatan antara lain CPO, karet,
kopi, produk lampu swabalas dan kendaraan bermotor. Produk-produk
tersebut selama ini dapat masuk ke pasar Afrika Selatan setelah memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan oleh instansi berwenang dalam bidang
impor di Afrika Selatan.
Hasil wawancara dengan pihak Chamber of Commerce and Industry
Johannesburg (JCCI) juga mengungkapkan peluang perdagangan Indonesia Ke
Afrika Selatan. Peluang tersebut dalam bentuk:
4. Pemerintah Afrika Selatan memberikan insentif kepada eksportir dalam
bentuk penyediaan fasilitas pameran, marketing, konsultasi dan mengadakan
kunjungan delegasi dagang ke beberapa negara.
5. Jarak bukan merupakan rintangan dalam melakukan kerjasama perdagangan
dengan Indonesia. Hal terpenting yang menjadi perhatian adalah produk
yang kompetitif dan jasa logistik yang representatif.
6. JCCI Afrika Selatan membutuhkan informasi produk unggulan Indonesia
yang akan ditawarkan kepada pasar Afrika Selatan dan menawarkan
kerjasama perdagangan yang lebih luas dimasa yang akan datang.
93
5.4.4.4. Hambatan Pasar Afrika Selatan
Hambatan pasar terkait dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh para
eksportir. Berdasarkan The International Trade Administration Act (UU No 71
tahun 2002) semua perdagangan ke Afrika Selatan dikontrol dalam hal izin
(Lisensi impor), sistem impor dan barang yang diimpor. Kontrol terhadap impor
dibuat dengan tujuan untuk: (1) memastikan kepatuhan terhadap persyaratan
keselamatan dan kesehatan, lingkungan serta sesuai dengan ketentuan perjanjian
internasional, (2) membatasi kompetisi di pasar dalam negeri dengan impor
barang bekas, dan (3) memastikan barang-barang yang masuk ke pasar Afrika
Selatan tidak mengikis industri manufaktur dalam negeri.
Menteri bidang perdagangan dan industri memiliki kekuasaan mengatur
impor dan ekspor. Larangan dan kontrol diterapkan terhadap asal barang,
penggunaan akhir, rute transportasi, bagaimana mereka yang diimpor atau
diekspor, tujuan penggunakan serta metode atau proses produksi.
Izin impor melalui permintaan tertulis disertai dengan informasi tambahan
yang diperlukan. Permohonan impor selanjutnya dipelajari oleh International
Trade and Administration Commission (ITAC), untuk pemberian rekomendasi
pengeluaran. Dalam keadaan luar biasa (misalnya rawan pangan) dan dengan
memperhatikan perjanjian internasional Afrika Selatan, Menteri Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan dapat melarang impor produk pertanian, atau
melakukan ekspor barang-barang pertanian. Secara umum, Afrika Selatan tidak
memberlakukan kuota impor, kecuali untuk barang-barang yang dikendalikan
oleh Protokol Montreal, dan Konvensi 1998 tentang bahan kimia yang digunakan
dalam pembuatan obat-obatan terlarang.
Quota impor untuk produk pertanian, tekstil dan pakaian dikeluarkan oleh
Departemen Pertanian setiap tiga bulan atau dua-tahunan. Importir pelamar harus
terdaftar di SARS dan Department Trade and Industry (DTI). Kuota Sebagian
besar (70 persen) dialokasikan secara historis, 20 persen dialokasikan untuk UKM
dan importir baru, dan 10 persen untuk BEE importir (perusahaan yang memenuhi
syarat di bawah Broad-Berbasis Pemberdayaan Ekonomi Black Act) (Undang-
undang Nomor 53 Tahun 2003).
94
Informasi dari kunjungan ke ITPC Johannesburg, tentang hambatan lain
terkait dengan produk ekspor Indonesia adalah:
1. Produk impor asal Indonesia tidak dapat bersaing dengan produk impor asal
China di pasar Afrika Selatan. Sedangkan produk hasil pertanian seperti
sayuran dan buah-buahan tidak dapat bersaing karena Afrika Selatan
merupakan produsen dan eksportir potensial untuk komoditi hasil pertanian.
2. Tindak penipuan oleh masyarakat Indonesia terhadap pengusaha di Afrika
Selatan (yang menjanjikan pengiriman barang dari Indonesia dengan
mekanisme perdagangan melalui internet), dapat merusak citra Indonesia di
Afrika Selatan dan menurunkan tingkat kepercayaan pembeli di Afrika
Selatan dalam menjalin kerjasama perdagangan dengan pelaku usaha
Indonesia.
Wawancara dengan Department of Trade and Industry Afrika Selatan
(DTI) diperoleh informasi tentang hambatan ekspor ke Afrika Selatan,
diantaranya:
1. Tarif impor di Afrika Selatan berkisar 0-45% dengan beberapa
pengecualian, meskipun Afrika Selatan mematuhi Harmonised System yang
berlaku secara internasional. Tarif dan biaya tambahan untuk barang impor
ditetapkan atas dasar nilai FOB.
2. Adanya kebijakan non tarif seperti:
Port Health Services bertanggung jawab dalam memonitor dan
mengevaluasi semua produk makanan, kosmetik, desinfektan, dan zat
berbahaya ke Cape Barat melalui pelabuhan dan pengontrolan obat dan
memantau kemungkinan masuknya semua penyakit yang serius di
Afrika Selatan. Penyakit-penyakit menular tersebut termasuk demam
kuning, kolera, wabah, dan sindrom pernafasan akut parah (SARS).
Impor makanan diperiksa secara acak untuk mengantisipasi
kemungkinan masuknya bahan beracun atau berbahaya pada semua
pelabuhan pintu masuk. Saat barang dibongkar biasanya dikeluarkan
dari pelabuhan setelah mendapatkan pengesahan dari otoritas pelabuhan
sesuai ketentuam Disinfectants Act, 54 of 1972.
95
Setiap produk makanan dan minuman yang diimpor wajib
mencantumkan label dalam Bahasa Inggris dan mencantumkan
kandungan nilai gizi pada kemasan makanan dan minuman yang
diekspor ke Afrika Selatan.
Informasi hambatan ekspor lain diperoleh dari Chamber of Commerce
and Industry Johannesburg (JCCI). Afrika Selatan menerima beberapa
kunjungan delegasi dagang dari negara-negara Asean seperti Malaysia,
Singapura, Thailand dan Vietnam yang bisa menjadi kompetitor
Indonesia dalam memasuki pasar Afrika Selatan. Afrika Selatan juga
telah melakukan kerjasama perdagangan bebas dengan Turkey, Rusia,
Switzerland, EFTA, Kanada, India dan China. Meskipun dengan China,
pihak JCCI khawatir kerjasama perdagangan bebas akan membawa
dampak terhadap industri domestik di Afrika Selatan, namun, JCCI
tetap berkomitmen dan mendukung sepenuhnya kerjasama yang telah
ditandatangani tersebut.
96
BAB VI
STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN
DIVERSIFIKASI PASAR DAN PRODUK
Setelah diketahui produk dan pasar potensial menggunakan metode TPI
(trade performance indicator), serta status daya saing masing-masing produk di
setiap pasar potensial, maka tahap selanjutnya dicari strategi untuk
mengembangkan ekspor produk unggulan ke pasar potensial di Afrika dan Asia.
Metode analisis regresi menggunakan data panel, dipilih untuk mengetahui
variabel-variabel yang berpengaruh terhadap nilai ekspor produk unggulan.
Melalui variabel-variabel berpengaruh tersebut, bisa dirumuskan strategi dan
kebijakan untuk meningkatkan ekspor. Strategi dan kebijakan untuk
mengembangkan ekspor juga dirumuskan berdasarkan pengalaman empiris
ekportir, akademisi, birokrat dan asosiasi yang diperoleh melalui wawancara
mendalam (indept interview) dan FGD (focus group discussion).
6.1. Model Ekspor Komoditas Unggulan
Nilai ekspor komoditas unggulan diduga menggunakan model gravity.
Pada model gravity, jarak menjadi variabel utama, disamping variabel penduga
lainnya seperti volume ekspor, GDP dan nilai tukar. Dalam kajian ini variabel
jarak dimodifikasi menjadi jarak ekonomi (economic distance) dengan rumus
seperti yang terdapat didalam metode kajian, yaitu menggabungkan antara jarak
geografis dengan GDP. Secara logika GDP dan jarak bisa memberikan pengaruh
bersama. Jarak mencerminkan biaya transportasi, sedangkan GDP mencerminkan
kemampuan membayar. Sehingga negara yang saling berjauhan, intensitas
perdagangannya bisa tinggi, apabila mampu membayar biaya transpor.
Kelompok negara yang dianalisis menggunakan grafity, sesuai dengan
pasar potensial masing-masing komoditas yaitu: (1) olahan dari tepung (khusus
pasar Afrika), (2) tembakau (khusus pasar Afrika), (3) minuman (khusus pasar
Asia), (4) ikan olahan (khusus pasar Asia), (5) coklat olahan (gabungan pasar
Afrika dan Asia), (6) ikan segar dan beku (gabungan pasar Afrika dan Asia), serta
(7) berbagai makanan olahan (pasar Afrika dan Asia). Pasar di Afrika meliputi
97
Nigeria, Afrika Selatan, Aljazair, Mauritius serta Maroko. Pasar di Asia yaitu
negara Saudi Arabia, Taiwan, Jordan, Oman dan Sri Lanka.
Model akhir grafity diperoleh melalui beberapa tahap analisis, seperti yang
disebutkan dalam metode kajian. Dalam pembahasan ini hanya disampaikan
model akhir yang terbaik, dengan nilai ekspor sebagai variabel endogen. Taraf
nyata variabel eksogen menggunakan angka 20 persen artinya variabel eksogen
dianggap berpengaruh nyata bila memiliki nilai probabilitas kurang dari 0,2
(tingkat kesalahan 20%).
Dari hasil analisis (Lampiran 4), ditunjukkan bahwa nilai Adjusted R-
squared (R-square tertimbang), seluruh model diatas 0,80, artinya variabel
penduga yang digunakan bisa menjelaskan terjadinya fluktuasi nilai ekspor
komoditas prioritas. Namun apabila dilihat per individu, ada beberapa komoditas
yang semua variabel penjelasnya memiliki probabilitas lebih besar dari 0,2
(P>0,2), artinya tidak ada variabel yang berpengaruh nyata. Sehingga secara
individu tidak bisa dibuat satu kebijakan. Komoditas yang tidak memiliki
variabel eksogen (variabel penduga) yang berpengaruh adalah nilai ekspor olahan
dari tepung (di pasar Afrika) (Tabel 42).
Tabel 42 sampai Tabel 44 menampilkan koefisien variabel penduga nilai
ekspor komoditas prioritas di pasar Asia, Afrika maupun di kedua wilayah Asia
dan Afrika. Model yang digunakan merupakan model ekponensial, sehingga
koefisien variabel penduga sekaligus menunjukkan elastisitas dari nilai ekspor
komoditas terhadap variabel tersebut.
Di Pasar Asia semua variabel penduga berpengaruh terhadap nilai ekspor
komoditas minuman dan ikan olahan, kecuali variabel penduga GDP (Tabel 42).
Nilai GDP tidak berpengaruh terhadap ekspor ikan olahan. Nilai tukar dan jarak
ekonomi keduanya berpengaruh nyata terhadap nilai ekspor minuman dan ikan
olahan, dengan arah yang positif. Variabel nilai tukar yang dipakai adalah nilai
tukar tiap negara terhadap US$. Semakin tinggi nilai tukar menunjukkan nilai
tukar mata uang negara tujuan makin lemah (yang sekaligus mencerminkan nilai
tukar rupiah terhadap US$ yang juga semakin lemah).
Hubungan yang positif menunjukkan bahwa bila terjadi penurunan nilai
tukar rupiah (depresiasi), maka nilai ekspor akan meningkat. Fenomena ini sesuai
98
dengan teori kuantitas ekspor. Depresiasi nilai tukar menyebabkan harga di luar
negeri menjadi relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pasar dalam negeri,
sehingga ekspor akan naik. Bila terjadi depresiasi nilai tukar rupiah sebesar 1
(satu) persen, maka nilai ekspor minuman naik 2475,45 persen, dan nilai ekspor
ikan olahan naik 10682,46 persen.
Jarak ekonomi memiliki hubungan negatif dengan nilai ekspor minuman,
namun berhubungan positif dengan nilai ekspor ikan olahan. Jika jarak ekonomi
naik sebesar 1 persen, nilai ekspor minuman akan turun 0,62 persen dan nilai
ekspor ikan olahan naik 2,47 persen. akan naik masing-masing sebesar 0,056
persen untuk nilai ekspor minuman dan 0,041persen untuk nilai ekspor ikan
olahan.
Tabel 42. Variabel penduga ekspor komoditas prioritas di Pasar Asia
Variabel
penduga
Minuman Ikan olahan
Koefisien Probabilitas Koefisien Probabilitas
EVOL 0,603614 0,0000 1,580536 0,0001
GDP 182,2654 0,0129 -543,7951 0,3456
XRATE 2475,454 0,0120 10682,46 0,0278
ECODIS -0,618425 0,0564 2,464512 0,0406
C -39443,44 0,2255 -2742186, 0,0033
R-squared 0,979258
0,909926
Adjusted R-
squared 0,976492
0,882211
Pada model penduga ekspor olahan tepung ke pasar Afrika, tidak ada
variabel penduga yang berpengaruh terhadap nilai ekspor. Sebaliknya pada model
penduga ekspor tembakau, hanya ada satu variabel yang tidak berpengaruh
terhadap nilai ekspor, yaitu variabel ECODIS (ecodistance - jarak ekonomi)
(Tabel 43). GDP dan nilai tukar memiliki hubungan yang positif terhadap nilai
ekspor tembakau.
99
Tabel 43. Variabel Penduga Ekspor Komoditas Prioritas di Pasar Afrika
Variabel
penduga
Olahan dari tepung Tembakau
Koefisien Probabilitas Koefisien Probabilitas
EVOL 1,724891 0,0000 2,064428 0,0000
GDP -1381,257 0,3463 5681,150 0,0031
XRATE 1859,688 0,2132 -20593,76 0,0033
ECODIS -0,736299 0,4872 8,984911 0,2079
C 216201,3 0,4530 -1413107, 0,1907
R-squared 0,958515 0,909926
Adjusted R-
squared 0,941230 0,882211
Tabel 44. Variabel Penduga Ekspor Komoditas Prioritas di Pasar Asia dan
Afrika
Variabel
penduga
Coklat olahan Ikan segar dan beku Makanan olahan
Koefisie
n
Probabilita
s
Koefisie
n
Probabilita
s
Koefisie
n
Proba
bilitas
EVOL 2,471239 0,0000 0,626954 0,0000 2,585165
0,000
0
GDP -
6,897382 0,0013 4068,158 0,0247 274,1439
0,016
9
XRATE -
299,3115 0,1412 2819,979 0,0033
-
14869,37
0,011
3
ECODIS -
1087,448 0,1027 1,492336 0,0155 0,835421
0,012
0
C 1852461, 0,0016
-
1048721, 0,0372 100019,3
0,479
6
R-
squared 0,965019 0,933134 0,867189
Adjusted
R-
squared 0,956899 0,929020 0,820705
6.2. Strategi dan Kebijakan Pengembangan Diversifikasi Pasar dan
Produk
Hasil dari analisis TPI, CMSA, EPD, kajian empiris dan pemodelan
gravity, digunakan untuk menyusun strategi dan kebijakan yang berkaitan dengan
pengembangan diversifikasi pasar dan produk.
100
Hasil analisis EPD (ekspor product dynamic) ekspor komoditas unggulan
di pasar terpilih, masih banyak yang berada dalam status loss opportunity.
Kondisi loss opportunity sangat tidak diinginkan karena eksportir Indonesia
kehilangan kesempatan untuk ikut menjadi suplyer ke negara-negara yang
pertumbuhan pasarnya tinggi. Demikian juga, hasil CMSA (constant market
share anlysis), sebagian pasar daya saing produk semakin menurun. Hambatan
ekspor, terutama ke wilayah Afrika dan Asia, yang terungkap dari wawancara dan
FGD (focus group discussion) dengan eksportir responden, umumnya bersumber
dari daya saing harga. Kondisi infrastruktur, biaya energi yang semakin
meningkat, serta pungutan yang tidak transparan, menyebabkan biaya produksi
menjadi mahal. Sedangkan dari model gravity diperoleh variabel-variabel yang
dapat meningkatkan ekspor ke wilayah pasar Afrika da Asia. Berdasarkan
keseluruhan hasil analisis, maka strategi dan kebijakan yang bisa diusulkan untuk
melakukan pengembangan pasar seperti diuraikan berikut ini.
1. Pengembangan pasar difokuskan pada 7 (tujuh) negara yang memiliki
potensi perkembangan pasar tinggi yaitu Afrika Selatan, Aljazair,
Mauritius, Nigeria, Arab, Oman dan Yordania. Pasar di negara Maroko
dan Srilanka meskipun terpilih sebagai pasar potensial pada analisis tahap
I (yaitu analisis berdasarkan trade performans index), namun pada analisis
EPD (export produk dynamic), status pertumbuhan pasar di kedua negara
tersebut sudah menurun.
2. Peningkatan status pasar ekspor produk dari loss opportunity menjadi
rising star. Di tujuh pasar terpilih, seluruh (tujuh) komoditas prioritas
berstatus rising star dan loss opportunity, kecuali komoditi olahan dari
tepung di negara Oman (berstatus falling star atau sudah menurun).
Strategi perdagangan terutama ditekankan pada upaya peningkatan status
dari loss opportunity menjadi rising star yaitu: (1) di Aljazair untuk
komoditas tembakau dan minuman, (2) di Mauritius untuk komoditas
tembakau, (3) di Nigeria untuk komoditas coklat olahan dan ikan segar &
beku, (4) di Arab Saudi untuk komoditas makanan olahan, olahan dari
tepung dan tembakau, (5) di Oman untuk komoditas tembakau dan
minuman, serta (6) di Yordania untuk komoditas tembakau.
101
3. Kebijakan yang mendorong petani untuk menanam kakao, dan kebijakan
untuk menghambat alih fungsi lahan dari tanaman kakao ke tanaman
kelapa sawit. Permintaan pasar kakao dunia relatif tinggi, sementara
semakin banyak kebun kakao yang dialih fungsikan ke kebun kelapa
sawit. Kebijakan moratorium pembukaan kebun kelapa sawit perlu
diperkuat dengan kemudahaan penggunaan lahan untuk perkebunan kakao.
4. Stabilitas nilai tukar. Hasil FGD mengungkapkan bahwa fluktuasi nilai
tukar rupiah (baik naik atau turun), tidak memberikan keamanan bagi
pengusaha. Hasil analisis grafity, juga menunjukkan bahwa variabel nilai
tukar berpengaruh nyata terhadap nilai ekspor, kecuali pada produk olahan
dari tepung. Pengaruh nilai tukar positif pada produk coklat olahan, ikan
segar dan beku, ikan olahan, serta minuman. Sedangkan pada produk
Makanan olahan dan tembakau, pengaruhnya negatif. Artinya
peningkatan nilai tukar (apresiasi) rupiah terhadap US dollar, akan
meningkatkan nilai ekspor produk coklat olahan, ikan segar dan beku, ikan
olahan, serta minuman; sebaliknya akan menurunkan nilai ekspor
makanan olahan dan tembakau. Perbedaan respon nilai tukar terhadap
nilai ekspor beberapa komoditas prioritas, mengisyaratkan bahwa apresiasi
maupun depresiasi nilai rupiah akan ada dampak negatifnya. Sehingga
yang paling aman adalah menjaga agar nilai tukar tidak fluktuatif.
5. Kebijakan energi murah. Energi merupakan input produksi yang
menentukan daya saing. Seperti pemerintah China yang melarang ekspor
batubara, agar ketersediaan energi dalam negeri terjamin, dengan harga
yang relatif murah. Meskipun penerimaan pemerintah China dari ekspor
batubara berkurang, namun penerimaan ekspor dari produk olahan
meningkat, karena daya saingnya tinggi. Ekpor produk olahan juga
memberikan nilai tambah dan menyerap tenaga kerja yang lebih besar
dibandingkan dengan ekspor bahan mentah.
6. Pembangunan infrastruktur, terutama untuk mengurangi biaya transportasi.
Ekportir dari Manado, harus melalui pelabuhan Jakarta, sebelum di ekspor
ke negara tujuan. Rute ini menyebabkan jarak yang ditempuh menjadi
semakin panjang dan waktu di perjalanan semakin lama. Pembangunan
102
pelabuhan ekspor lebih diperluas mendekati daerah penghasil produk-
produk ekspor, seperti Manado.
7. Mengurangi pungutan liar. Reformasi birokrasi yang terkait dengan
ekpor, perlu dilakukan seperti yang dilakukan oleh Kementrian Keuangan,
bisa menjadi contoh untuk mengurangi pungutan liar di lembaga
pemerintah lainnya yang terkait dengan ekspor.
8. Peningkatan kemampuan sumberdaya manusia, teknologi dan informasi
terkait dengan produk yang diperlukan oleh negara tujuan ekspor.
Beberapa negara mensyaratkan komoditas yang diekspor dengan
kualifikasi tertentu, yang hanya bisa dikerjakan oleh SDM dengan
kemampuan kualifikasi tersebut.
9. Komoditas coklat olahan dan minuman berhubungan negatif dengan
variabel ecodistance, sehingga lebih diutamakan ke negara-negara yang
relatif dekat dengan Indonesia. Sebaliknya komoditas Ikan olahan, ikan
segar dan beku serta makanan olahan yang berhubungan positif dengan
variabel ecodistance, bisa diekspor ke negara-negara yang relatif jauh dari
Indonesia, namun memiliki tingkat GDP tinggi.
103
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
1. Analisis TPI (trade performance index) tahap pertama berdasarkan
indikator nilai impor dari dunia dan dari Indonesia tahun 2009,
pertumbuhan rata-rata nilai impor tahun 2004-2009 dari dunia dan dari
Indonesia, serta rata-rata tarif impor di negara tujuan diperoleh hasil
negara potensial untuk diversifikasi pasar ekspor dan kelompok komoditas
sebagai berikut:
di kawasan Afrika adalah Nigeria, Afrika Selatan, Aljazair, Mauritius
dan Maroko; dengan empat kelompok komoditas unggulan yaitu
perkebunan dan produk olahannya, perikanan dan produk olahannya,
makanan dan minuman olahan serta Kulit dan Produk Kulit;
di kawasan Asia adalah Saudi Arabia, Taiwan, Jordan, Oman dan Sri
Lanka; dengan tiga kelompok komoditas unggulan yaitu perkebunan
dan produk olahannya, perikanan dan produk olahannya, serta
kelompok makanan dan minuman olahan.
2. Analisis TPI tahap kedua berdasarkan indikator nilai impor dari Indonesia
tahun 2010, dan pertumbuhan nilai impor tahun 2009-2010 di pasar tujuan
(hasil tahap pertama) diperoleh hasil produk yang potensial untuk
diversifikasi ekspor yaitu:
produk prioritas di Afrika adalah olahan dari tepung, coklat olahan,
tembakau, ikan segar dan beku serta produk berbagai makanan olahan;
produk prioritas di Asia adalah coklat olahan, ikan segar dan beku,
berbagai makanan olahan, ikan olahan serta produk minuman.
3. Analisis EPD (export product dynamic) menunjukkan kinerja perdagangan
Indonesia di pasar potensial (poin 1) untuk produk prioritas (poin 2),
menunjukkan tidak seluruhnya memiliki performa yang baik:
Di Maroko dan Srilanka semua produk berstatus falling star
(pertumbuhan pasar relatif rendah namun pertumbuhan ekspor dari
104
Indonesia relatif tinggi) dan retreat (pertumbuhan pasar relatif rendah
yang diikuti oleh pertumbuhan ekspor dari Indonesia yang juga relatif
rendah), kecuali untuk produk minuman yang statusnya loss
opportunity (pertumbuhan permintaan relatif tinggi namun
pertumbuhan ekspor dari Indonesia masih rendah) di Maroko
Di pasar Afrika Selatan, Aljazair, Mauritius, Nigeria, Arab Saudi dan
Oman serta Yordania, seluruh produk berstatus rising star
(pertumbuhan permintaan tinggi diimbangi dengan pertumbuhan
ekspor dari Indonesia yang juga tinggi)
Dua produk dominan berstatus loss opportunity. Kedua komoditi
tersebut adalah Tembakau (di pasar Aljazair, Mauritius, Arab Saudi
dan Oman serta Yordania) serta minuman (di pasar Aljazair, dan
Oman)
Di Pasar Arab Saudi disamping tembakau, produk lainnya yang
berstatus lost opportunity adalah makanan olahan dan olahan dari
tepung.
4. Produk yang memiliki peningkatan daya saing pada periode 2007-2010
(tandanya positif) hasil analisis CMSA (constant market share analysis)
adalah: produk coklat olahan di Nigeria dan Srilanka; produk ikan segar
dan beku di Mauritius, Nigeria, Arab Saudi, Oman dan Jordan; Produk
olahan dari tepung dan tembakau di pasar yang sama yaitu Maroko,
Nigeria, dan Srilanka; Produk Minuman di pasar Afrika Selatan dan
Jordania; produk ikan olahan di Afrika Selatan, Aljazair, Arab Saudi,
Aljazair, Oman dan Jordan.
5. Berdasarkan hasil wawancara dan FGD, hambatan ekspor meliputi:
kesulitan memperoleh bahan baku atau bahan baku mahal; fluktuasi nilai
tukar; harga tidak kompetitif akibat mahalnya biaya tenaga kerja, biaya
bahan bakar dan listrik, serta infrastruktur jalan yang masih kurang;
pungutan liar; Tarif bea masuk di negara tujuan; Fluktuasi harga di pasar
dunia; keterbatasan dalam pemanfaatan dan penguasaan teknologi; Tarif
105
impor bahan baku tinggi, Prosedur di bea cukai terlalu rumit, serta
kurangnya promosi.
6. Pertumbuhan makroekonomi di UEA, menjadi indikator daya beli yang
semakin meningkat dan potensi impor dari Indonesia yang semakin tinggi.
Ekspor produk perikanan segar dan beku yang melonjak tajam,
menunjukkan daya saing yang semakin baik. GCC (termasuk UEA)
merupakan pasar produk makanan halal terbesar di dunia. Persyaratan
teknis yang sangat ketat dan biasanya menjadi kegagalan produk Indonesia
dalam pengujian laboratorium adalah penggunaan bahan makanan dan
kadaluarsa.
7. Di pasar Afrika Selatan, jarak yang jauh bukan merupakan rintangan
dalam melakukan kerjasama perdagangan dengan Indonesia. Hal
terpenting yang menjadi perhatian adalah produk yang kompetitif dan jasa
logistik yang representatif.
8. Analisis model gravity, variabel volume ekspor, GDP, nilai tukar dan
ecodistance berpengaruh nyata terhadap nilai ekspor produk, kecuali
olahan dari tepung.
Di kawasan Afrika semua variabel penduga berpengaruh terhadap
nilai ekspor komoditas tembakau, coklat olahan, ikan segar (dan beku)
serta makanan olahan, kecuali variabel ECODIS (ecodistance-jarak
ekonomi) terhadap nilai ekspor tembakau.
Di Kawasan Asia, semua variabel penduga berpenyaruh nyata terhadap
nilai ekspor komoditas minuman, ikan olahan, coklat olahan, ikan
segar (dan beku) serta makanan olahan, kecuali variabel GDP (gross
domestic product) terhadap nilai ekspor ikan olahan
7.2. Saran dan Rekomendasi
1. Produk prioritas di Afrika adalah olahan dari tepung, coklat olahan,
tembakau, ikan segar dan beku serta produk berbagai makanan olahan;
106
2. Produk prioritas di Asia adalah coklat olahan, ikan segar dan beku,
berbagai makanan olahan, ikan olahan serta produk minuman.
3. Agar lebih fokus, diversifikasi pasar terutama ditujukan ke negara mitra
dagang berstatus rising star (negara Afrika Selatan, Aljazair, Mauritius,
Arab Saudi dan Oman) dan loss opportunity (di pasar Aljazair, Mauritius,
Arab Saudi, Oman dan Yordan untuk produk tembakau; dan di pasar
Aljazair, Maroko, dan Oman untuk produk minuman)
4. Perlu adanya kerjasama bilateral dengan negara-negara potensial mengenai
penurunan tarif bea masuk, standar, dan hambatan lainnya untuk lebih
mempermudah akses masuk produk-produk ekspor prioritas. Selain itu
perlu juga untuk menurunkan tarif impor bahan baku khususnya untuk
produk makanan olahan.
5. Perlu diselenggarakan promosi dan pameran yang intensif di negara-
negara potensial untuk memperkenalkan produk-produk prioritas ekspor
serta pengenalan budaya negara tujuan terkait dengan konsumsi produk
tersebut.
6. Diperlukan stabilitas nilai tukar, karena peningkatan nilai tukar meskipun
dapat meningkatkan nilai ekspor di beberapa produk, namun nilai ekspor
produk lainnya turun, atau sebaliknya.
7. Peningkatan daya saing produk melalui kerjasama lintas kementerian yang
terkait dengan energi, infrastruktur, ketenagakerjaan, industri, dan
pertanian.
107
DAFTAR PUSTAKA
Areethamsirikul, S. 2006. The Impact of ASEAN Enlargement Intra-ASEAN
Trade: Gravity Mode Approach. The Indonesian Quarterly, 34(2):176-
192.
Armington, P.A. 1969. A Theory of Demand for Products Distinguished by
Place of Production. International Monetary Fund Staff Papers, 16 (5):
159-78.
Aprilianda, W.D. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intra Industry
Trade (IIT) Pada Sektor Elektronik Intra ASEAN-5 [Skripsi]. Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Aswicahyono, H. dan M.E. Pangestu. 2000. Indonesia's Recovery: Exports and
Regaining Competitiveness. Volume 38 Thn 2000 No 4
Austria, M.S. 2004. The Pattern of Intra-ASEAN Trade in the Priority Goods
Sectors. Final Main Report, 3/006e: 1-176. ASEAN Secretariat. Jakarta
Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Industri Besar dan Menegah. Badan Pusat
Statistik, Jakarta.
Balassa, B. 1965, Trade Liberalization and ‘Revealed’ Comparative Advantage,
Manchester School. Vol.33.
Baltagi, B. H. 2005. Econometric Analysis of Panel Data. John Wiley & Sons,
LTD, The Atrium, Southerm Gate, Chichester West Sussex PO198SQ.
Departemen Keuangan. 2009. Mengatasi Dampak Krisis Global Melalui Program
Stimulus Fiskal 2009. www.fiskal.depkeu.go.id. [diakses 24 Februari
2009]
Departemen Perdagangan. Neraca Perdagangan Indonesia. www.depdag.go.id
Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta.
Estherhuizen, D. 2006. Measuring and Analyzing Competitiveness in the
Agribusiness Sector: Methodological and Analytical Framework.
University of Pretoria.
Firdaus, A.H. 2011. ASEAN Plus Three: Kinerja Perdagangan dan Dampak Free
Trade Area (FTA) terhadap Perekonomian Indonesia. Tesis. Sekolah
Pascasarjana IPB. Bogor.
Gujarati, D.N. 2003. Basic Econometrics. McGraw-Hill, Boston.
Hsiao, C. 2003. Analysis of Panel Data. Cambridge Univ. Press.
108
Hady, H. 2001. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Perdagangan
Internasional. Buku Kesatu. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Head, K. 2003. Gravity for Beginners. University of British Columbia. Canada.
Hertel. 1997. Global Trade Analysis, Modeling and Applications. Cambridge
University Press, New York.
Hertel dan Tsigas. 1997. Structure of GTAP. Global Trade Analysis, Modeling
and Applications. Cambridge University Press, New York.
International Monetary Fund. 2008. World Economic Outlook: Financial Stress,
Downturns, and Recoveries. International Monetary Fund, Washington DC
Ito, K., dan M. Umemoto. 2004. Intra-Industry Trade in the ASEAN Region:The
Case of the Automotive Industry. ASEAN Auto Project, 04-8: 1-38.
Kotabe, M dan Kristian, H. 2001. Global Marketing Management. Second
Edition. John Wiley and Sons, Inc, New York
Kurniawan, K. 2007. Posisi Bersaing Komoditi Agribisnis Utama Indonesia
Dibandingkan dengan Cina dan ASEAN di Pasar Internasional. Skripsi
(Tidak Dipublikasikan). Program Studi Ekonomi Pertanian dan
Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Krugman, P. 1991. Increasing Returns and Economic Geography, Journal of
Political Economy, University of Chicago Press, vol. 99(3), pages 483-99,
June.
Krugman dan Obstfeld. 2000. International Economics Theory and Policy. An
imprint of Addison Wesley Longman, Inc. Massachosetts.
Mankiw, Gregory N. 2000. Teori Makro Ekonomi. Edisi Keempat. Penerbit
Erlangga, Jakarta
Menon, J. 1996. How Realible are Intra Industry Trade Measures as Indicators of
Adjusment Cost. Centre of Policy Studies/IMPACT Centre, Monash
University, Melbourne.
Oktaviani, R. .2008. Pola dan Dinamika Perdagangan Indonesia-Timur Tengah
dan Indonesia-Meksiko; Kajian Awal Analisis Dampak FTA. Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Haris Munandar [Penerjemah].
Erlangga, Jakarta.
Sibarani, M.H.M. 2002. Kontribusi Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Universitas
Indonesia, Jakarta.
109
Stephenson, S. M. 1994. The Uruguay Round and Its Benefit to Indonesia.
Ministry of Trade, Republic of Indonesia, Jakarta.
Tambunan, Tulus. 2001. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran-
Teori dan Temuan Empiris. Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia.
Todaro, M.P. and S.C. Smith. 1993. Economic Development. Pearson Addison
Wesley, New York.
Wild, J.J, K.L. Wild, dan J.C.Y., Han. 2000. International Business an Integration
Approach. Prentice Hal, New Jersey
WEF/IMD. 2010. The World Competitiveness Report, World Economic Forum
and Institute for Management Development, Geneva and Lausanne.
World Integrated Trade Solution. 2010. Commodity Trade.
https://wits.worldbank.org/wits/ [12 Desember 2010].
110
Lampiran 1. CMSA Efek Perdagangan Dunia
Komponen Afsel Aljazair Maroko Mauritius Nigeria Arab Saudi Oman Sri Lanka Yordania
2004-2007
Coklat Olahan 2,533,942,817 2,533,942,817 2,533,942,817 2,533,942,817 2,533,942,817 2,533,942,817 2,533,942,817 2,533,942,817 2,533,942,817
Ikan Segar &
Beku 13,386,940,710 13,386,940,710 13,386,940,710 13,386,940,710 13,386,940,710 13,386,940,710 13,386,940,710 13,386,940,710 13,386,940,710
Makanan
olahan 2,321,699,686 2,321,699,686 2,321,699,686 2,321,699,686 2,321,699,686 2,321,699,686 2,321,699,686 2,321,699,686 2,321,699,686
Olahan dari
tepung 6,607,916,964 6,607,916,964 6,607,916,964 6,607,916,964 6,607,916,964 6,607,916,964 6,607,916,964 6,607,916,964 6,607,916,964
Tembakau 6,909,359,797 6,909,359,797 6,909,359,797 6,909,359,797 6,909,359,797 6,909,359,797 6,909,359,797 6,909,359,797 6,909,359,797
Minuman 1,325,264,301 1,325,264,301 1,325,264,301 1,325,264,301 1,325,264,301 1,325,264,301 1,325,264,301 1,325,264,301 1,325,264,301
Ikan Olahan 13,933,786,935 13,933,786,935 13,933,786,935 13,933,786,935 13,933,786,935 13,933,786,935 13,933,786,935 13,933,786,935 13,933,786,935
2007-2010
Coklat Olahan 763,847,132 763,847,132 763,847,132 763,847,132 763,847,132 763,847,132 763,847,132 763,847,132 763,847,132
Ikan Segar &
Beku 5,274,165,301 5,274,165,301 5,274,165,301 5,274,165,301 5,274,165,301 5,274,165,301 5,274,165,301 5,274,165,301 5,274,165,301
Makanan
olahan 2,209,738,006 2,209,738,006 2,209,738,006 2,209,738,006 2,209,738,006 2,209,738,006 2,209,738,006 2,209,738,006 2,209,738,006
Olahan dari
tepung 3,121,721,095 3,121,721,095 3,121,721,095 3,121,721,095 3,121,721,095 3,121,721,095 3,121,721,095 3,121,721,095 3,121,721,095
Tembakau 4,214,497,329 4,214,497,329 4,214,497,329 4,214,497,329 4,214,497,329 4,214,497,329 4,214,497,329 4,214,497,329 4,214,497,329
Minuman 560,660,088 560,660,088 560,660,088 560,660,088 560,660,088 560,660,088 560,660,088 560,660,088 560,660,088
Ikan Olahan 6,460,679,835 6,460,679,835 6,460,679,835 6,460,679,835 6,460,679,835 6,460,679,835 6,460,679,835 6,460,679,835 6,460,679,835
111
Lampiran 2. CMSA Efek Daya Saing
Produk Afrika Selatan Aljazair Maroko Mauritius Nigeria Arab Saudi Oman Sri Lanka Yordania
2004-2007
Coklat Olahan -80,635,680 -57,124,186 -1,291,561 -3,753,311 -6,848,563 -5,873,079 -10,157,196 -82,300,712 -1,048,118,494
Ikan Segar & Beku 10,221,734 41,723 201 -105,662,617 0 -4,219,013 171,180 -52,672,139 -9,116,226
Makanan olahan -103,702 0 -2,794 -1,174,284 -237,326,864 -303,484,295 50,535 -3,788,955 -310,318
Olahan tepung -43,437,650 6,005 -332,426 -34,746,746 -13,080,483 -111,957,341 -5,855,021 -11,089,647 -167,281,374
Tembakau -16,995,987 -66,299,423 -27,655,108 0 0 0 0 -65,944,220 0
Minuman -11,842,046 0 0 -877 -11,778,308 -941,777 -30,627,508 -11,090,552 33,890
Ikan Olahan -15,851,485 188,174 3,032,292 -28,168,895 -5,033,270 -640,660,075 -30,248,090 -89,028,356 -3,300,516
2007-2010
Coklat Olahan -21,170,006 -436,307 0 -76,527,930 35,400 -21,331,993 -155,792 5,569,086 -355,648,737
Ikan segar dan beku -39,884,297 -35,479,172 -7,712 43,372,330 28,224 9,004,391 2,787,801 386,413,517 2,597,265
Makanan Olahan -200,064 0 -168 -3,081,141 -336,981,396 -539,035,793 -1,991,763 -3,218,166 -25,037,034
Olahan dari Tepung -45,123,470 -236,854 482,542 -12,714,862 234,640 -114,027,927 -3,417,858 6,392,165 -19,338,848
Tembakau -1,202,451 -32,950,619 242,194 0 480,654 0 0 361,462,954 0
Minuman 121,030 0 0 0 -953,922 -4,725,152 -32,323,016 -185,077 424,338
Ikan Olahan 37,798,821 8,118,529 -7,226,886 -2,564,096 -9,475,782 108,305,640 172,920 7,057,005 30,231
112
Lampiran 3. Hasil Analisis EPD 2007-2010
Negara
Coklat Olahan Ikan segar dan beku Makanan Olahan Olahan dari tepung
Growth
(X)
Growth
(Y)
Posisi
Pasar
Growth
(X)
Growth
(Y)
Posisi
Pasar
Growth
(X)
Growth
(Y)
Posisi
Pasar
Growth
(X)
Growth
(Y)
Posisi
Pasar
Afsel 32.37 11.24 RS 332.34 11.24 RS 21.545 11.243 RS 27.95 11.24 RS
Aljazair 135.64 3.15 RS 266.51 3.15 RS 33.01 3.15 RS 23.29 3.15 RS
Maroko -25.00 -8.11 RT 99.22 -8.11 FS -44.23 -8.11 RT -44.80 -8.11 RT
Mauritius 202.01 8.94 RS 105.82 8.94 RS 15.09 8.94 RS 7.50 8.94 RS
Nigeria 0.00 6.61 LO -50.00 6.61 LO 167.10 6.61 RS 152.08 6.61 RS
Arab Saudi 71.45 3.64 RS 424.40 3.64 RS -6.13 3.64 LO -8.50 3.64 LO
Oman 116.05 13.53 RS 265.92 13.53 RS 20.06 13.53 RS 1.32 -14.26 FS
Sri Lanka 57.12 -14.26 FS 181.64 -14.26 FS -8.91 -14.26 RT 11.31 -4.73 FS
Yordania 32.37 11.24 RS 497.23 9.52 RS 27.05 9.52 RS 29.55 9.52 RS
Negara
Tembakau Minuman Ikan Olahan
Growth
(X)
Growth
(Y)
Posisi
Pasar
Growth
(X)
Growth
(Y)
Posisi
Pasar
Growth
(X)
Growt
h (Y)
Posisi
Pasar
Afsel 158.61 11.24 RS 58.25 11.24 RS 255.20 11.24 RS
Aljazair -38.17 3.15 LO -25.00 3.15 LO 150.59 3.15 RS
Maroko -6.07 -8.11 RT 0.00 -8.11 LO 55.99 -8.11 FS
Mauritius 0.00 8.94 LO 444.20 8.94 RS 100.11 8.94 RS
Nigeria 261.41 6.61 RS 37451.52 6.61 RS 18.40 6.61 RS
Arab Saudi -25.00 3.64 LO 62.87 3.64 RS 72.17 3.64 RS
Oman 0.00 13.53 LO -49.77 13.53 LO 48.66 13.53 RS
Sri Lanka 31.61 -14.26 FS 237569.63 -14.26 FS 11.04 -14.26 FS
Yordania 0.00 9.52 LO 339.81 9.52 RS 224.66 9.52 RS X: nilai impor dari Indonesia/nilai impor dari dunia untuk tiap komoditi
Y: nilai impor dari Indonesia/nilai impor dari dunia untuk seluruh komodit
RS: risng star, RT: retreat; FS: falling star; LO: lost opportunity
113
Lampiran 4. Tahapan dan hasil olahan model gravity penduga nilai ekspor
komoditas unggulan
1. Komoditas Olahan dari tepung di pasar Afrika
Correlated Random Effects - Hausman Test
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 10.671478 4 0.0305
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. EXPORTVOLUME 1.709865 1.293243 0.016522 0.0012
GDP 2258.001703 775.765864 247516.857995 0.0029
XRATE -
2342.855286 184.178513 34580922.2033
17 0.6674
ECODISTANCE 1.204547 0.890420 119.199025 0.9770
Dependent Variable: EXPORTVALUE
Method: Panel Least Squares
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 5 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -633758.5 1487125. -0.426164 0.6735
EXPORTVOLUME 1.709865 0.246172 6.945800 0.0000
GDP 2258.002 1054.228 2.141853 0.0417
XRATE -2342.855 5981.595 -0.391677 0.6985
ECODISTANCE 1.204547 10.94201 0.110085 0.9132 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.954975 Mean dependent var 494693.9
Adjusted R-squared 0.941122 S.D. dependent var 723781.0
S.E. of regression 175624.2 Akaike info criterion 27.20712
114
Hasil Akhir Komoditas Olahan dari tepung di pasar Afrika
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Swamy and Arora estimator of component variances Cross-section weights (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 1.724891 0.323511 5.331790 0.0000
GDP -1381.257 1437.815 -0.960664 0.3463
XRATE 1859.688 1454.261 1.278786 0.2132
ECODISTANCE -0.736299 1.043365 -0.705696 0.4872
C 216201.3 283406.7 0.762866 0.4530 Effects Specification
S.D. Rho Cross-section random 0.054423 0.0000
Period fixed (dummy variables)
Idiosyncratic random 178884.0 1.0000 Weighted Statistics R-squared 0.958515 Mean dependent var 494693.9
Adjusted R-squared 0.941230 S.D. dependent var 723781.0
S.E. of regression 175463.0 Sum squared resid 7.39E+11
F-statistic 55.45250 Durbin-Watson stat 1.608259
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.958515 Mean dependent var 494693.9
Sum squared resid 7.39E+11 Durbin-Watson stat 1.608259
115
2. Komoditas tembakau di pasar Afrika Redundant Fixed Effects Tests
Equation: EQ01
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 1.290594 (4,26) 0.2994
Cross-section Chi-square 6.339025 4 0.1752
Hasil Akhir Komoditas tembakau di pasar Afrika
Dependent Variable: EXPORTVALUE
Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 5
Linear estimation after one-step weighting matrix
Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 2.064428 0.239053 8.635847 0.0000
GDP 5681.150 1741.459 3.262292 0.0031
XRATE -20593.76 6362.356 -3.236813 0.0033
ECODISTANCE 8.984911 6.957025 1.291487 0.2079
C -1413107. 1051825. -1.343482 0.1907 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.909926 Mean dependent var -0.534712
Adjusted R-squared 0.882211 S.D. dependent var 3.271417
S.E. of regression 1.101756 Sum squared resid 31.56050
F-statistic 32.83141 Durbin-Watson stat 2.213770
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.826463 Mean dependent var 526104.8
Sum squared resid 8.14E+12 Durbin-Watson stat 1.433953
116
3. Komoditas minuman di pasar Asia
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 13.509241 (4,26) 0.0000
Cross-section Chi-square 39.353721 4 0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: EXPORTVALUE
Method: Panel Least Squares
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 5 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 0.603614 0.022588 26.72259 0.0000
GDP 182.2654 112.6120 1.618526 0.1160
XRATE 2475.454 1511.825 1.637394 0.1120
ECODISTANCE -0.618425 0.508981 -1.215026 0.2338
C -39443.44 52057.03 -0.757697 0.4545 R-squared 0.979258 Mean dependent var 495833.9
Adjusted R-squared 0.976492 S.D. dependent var 831365.8
S.E. of regression 127466.7 Akaike info criterion 26.48066
Sum squared resid 4.87E+11 Schwarz criterion 26.70285
Log likelihood -458.4116 Hannan-Quinn criter. 26.55736
F-statistic 354.0846 Durbin-Watson stat 0.729938
Prob(F-statistic) 0.000000
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 54.036964 4 0.0000
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. EXPORTVOLUME 0.522287 0.603614 0.000305 0.0000
GDP -161.217049 182.265395 126914.94963
7 0.3350
XRATE -
1378.656373 2475.453656 5572316.1214
02 0.1025
ECODISTANCE -0.844464 -0.618425 1.656993 0.8606
117
Cross-section random effects test equation:
Method: Panel Least Squares
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 5 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 340185.1 265765.9 1.280018 0.2118
EXPORTVOLUME 0.522287 0.022283 23.43867 0.0000
GDP -161.2170 362.8613 -0.444294 0.6605
XRATE -1378.656 2535.552 -0.543730 0.5913
ECODISTANCE -0.844464 1.324423 -0.637609 0.5293 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.993262 Mean dependent var 495833.9
Adjusted R-squared 0.991189 S.D. dependent var 831365.8
S.E. of regression 78039.05 Akaike info criterion 25.58484
Sum squared resid 1.58E+11 Schwarz criterion 25.98479
Log likelihood -438.7347 Hannan-Quinn criter. 25.72290
F-statistic 479.0856 Durbin-Watson stat 2.270710
Prob(F-statistic) 0.000000
118
Hasil Akhir Komoditas minuman di pasar Asia
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 5
Swamy and Arora estimator of component variances Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 0.603614 0.013829 43.64789 0.0000
GDP 182.2654 68.94456 2.643652 0.0129
XRATE 2475.454 925.5864 2.674471 0.0120
ECODISTANCE -0.618425 0.311614 -1.984587 0.0564
C -39443.44 31870.93 -1.237599 0.2255 Effects Specification S.D. Rho Cross-section random 0.006574 0.0000
Idiosyncratic random 78039.05 1.0000 Weighted Statistics R-squared 0.979258 Mean dependent var 495833.9
Adjusted R-squared 0.976492 S.D. dependent var 831365.8
S.E. of regression 127466.7 Sum squared resid 4.87E+11
F-statistic 354.0846 Durbin-Watson stat 0.729938
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.979258 Mean dependent var 495833.9
Sum squared resid 4.87E+11 Durbin-Watson stat 0.729938
119
4. Komoditas Ikan olahan di pasar Asia
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 23.314317 (4,26) 0.0000
Cross-section Chi-square 53.311528 4 0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: EXPORTVALUE
Method: Panel Least Squares
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 5 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 0.626814 0.472373 1.326947 0.1945
XRATE -116411.7 53167.02 -2.189546 0.0365
GDP 11618.31 3176.203 3.657923 0.0010
ECODISTANCE 34.53795 15.24669 2.265276 0.0309
C 922091.4 2392798. 0.385361 0.7027 R-squared 0.617536 Mean dependent var 4359797.
Adjusted R-squared 0.566540 S.D. dependent var 5765036.
S.E. of regression 3795564. Akaike info criterion 33.26813
Sum squared resid 4.32E+14 Schwarz criterion 33.49032
Log likelihood -577.1922 Hannan-Quinn criter. 33.34483
F-statistic 12.10967 Durbin-Watson stat 0.200794
Prob(F-statistic) 0.000006
120
Hasil Akhir Komoditas minuman di pasar Asia
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 5
Linear estimation after one-step weighting matrix
Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 1.580536 0.350071 4.514901 0.0001
XRATE -543.7951 566.0417 -0.960698 0.3456
GDP 10682.46 4583.440 2.330664 0.0278
ECODISTANCE 2.464512 1.143474 2.155284 0.0406
C -2742186. 849003.1 -3.229889 0.0033 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.948026 Mean dependent var 4143153.
Adjusted R-squared 0.932034 S.D. dependent var 4386511.
S.E. of regression 1558903. Sum squared resid 6.32E+13
F-statistic 59.28153 Durbin-Watson stat 0.919496
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.911372 Mean dependent var 4359797.
Sum squared resid 1.00E+14 Durbin-Watson stat 0.533987
121
5. Komoditas Coklat di pasar Afrika dan pasar Asia Dependent Variable: EXPORTVALUE
Method: Panel Least Squares
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 10 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 2.560792 0.257108 9.959999 0.0000
ECODISTANCE -16.33705 4.101324 -3.983359 0.0002
GDP -850.8232 1389.238 -0.612439 0.5427
XRATE -3941.639 13447.49 -0.293113 0.7705
C 4527332. 1266323. 3.575180 0.0007 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.963487 Mean dependent var 1114535.
Adjusted R-squared 0.955011 S.D. dependent var 2149145.
S.E. of regression 455845.8 Akaike info criterion 29.07455
Sum squared resid 1.16E+13 Schwarz criterion 29.52425
Log likelihood -1003.609 Hannan-Quinn criter. 29.25318
F-statistic 113.6704 Durbin-Watson stat 1.287277
Prob(F-statistic) 0.000000
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 12.836515 (9,56) 0.0000
Cross-section Chi-square 78.357898 9 0.0000 Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: EXPORTVALUE
Method: Panel Least Squares Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 2.475965 0.132411 18.69903 0.0000
ECODISTANCE 0.846217 0.464694 1.821022 0.0732
GDP -105.7271 575.5637 -0.183693 0.8548
XRATE 626.3155 2179.832 0.287323 0.7748
C -290515.3 300331.6 -0.967315 0.3370 R-squared 0.888161 Mean dependent var 1114535.
Adjusted R-squared 0.881279 S.D. dependent var 2149145.
S.E. of regression 740507.7 Akaike info criterion 29.93681
Sum squared resid 3.56E+13 Schwarz criterion 30.09742
Log likelihood -1042.788 Hannan-Quinn criter. 30.00060
F-statistic 129.0486 Durbin-Watson stat 0.398174
Prob(F-statistic) 0.000000
122
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Linear estimation after one-step weighting matrix Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 2.471239 0.200802 12.30687 0.0000
ECODISTANCE -6.897382 2.604524 -2.648231 0.0105
GDP -299.3115 307.0314 -0.974857 0.3338
XRATE -1087.448 1240.938 -0.876312 0.3846
C 1852461. 742107.0 2.496219 0.0155 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.965019 Mean dependent var 1082630.
Adjusted R-squared 0.956899 S.D. dependent var 1660355.
S.E. of regression 405413.8 Sum squared resid 9.20E+12
F-statistic 118.8378 Durbin-Watson stat 1.186796
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.959947 Mean dependent var 1114535.
Sum squared resid 1.28E+13 Durbin-Watson stat 1.099208
123
Hasil Akhir Komoditas Coklat olahan di pasar Afrika dan pasar Asia Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Linear estimation after one-step weighting matrix
Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 2.471239 0.283111 8.728880 0.0000
ECODISTANCE -6.897382 2.042195 -3.377435 0.0013
GDP -299.3115 200.5421 -1.492512 0.1412
XRATE -1087.448 655.4909 -1.658983 0.1027
C 1852461. 556683.2 3.327677 0.0016 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.965019 Mean dependent var 1082630.
Adjusted R-squared 0.956899 S.D. dependent var 1660355.
S.E. of regression 405413.8 Sum squared resid 9.20E+12
F-statistic 118.8378 Durbin-Watson stat 1.186796
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.959947 Mean dependent var 1114535.
Sum squared resid 1.28E+13 Durbin-Watson stat 1.099208
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 23.314317 (4,26) 0.0000
Cross-section Chi-square 53.311528 4 0.0000
124
6. Komoditas Ikan segar dan beku di pasar Afrika dan pasar Asia Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 12.919870 (9,56) 0.0000
Cross-section Chi-square 78.663381 9 0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: EXPORTVALUE
Method: Panel Least Squares
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 10 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 0.626954 0.028098 22.31304 0.0000
GDP 4068.158 1336.494 3.043903 0.0034
XRATE 2819.979 4300.817 0.655684 0.5143
ECODISTANCE 1.492336 0.895815 1.665898 0.1005
C -1048721. 619518.1 -1.692801 0.0953 R-squared 0.933134 Mean dependent var 2180459.
Adjusted R-squared 0.929020 S.D. dependent var 5611101.
S.E. of regression 1494917. Akaike info criterion 31.34179
Sum squared resid 1.45E+14 Schwarz criterion 31.50240
Log likelihood -1091.963 Hannan-Quinn criter. 31.40558
F-statistic 226.7750 Durbin-Watson stat 1.314876
Prob(F-statistic) 0.000000
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 113.661544 4 0.0000 ** WARNING: estimated cross-section random effects variance is zero.
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. EXPORTVOLUME 0.287592 0.626954 0.001552 0.0000
GDP 6744.577809 4068.158304 8487429.980240 0.3583
125
XRATE 4727.552954 2819.978695 742323775.583075 0.9442
ECODISTANCE -2.291404 1.492336 68.047129 0.6465
Cross-section random effects test equation:
Method: Panel Least Squares
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 10 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 115361.4 2574947. 0.044801 0.9644
EXPORTVOLUME 0.287592 0.043014 6.685939 0.0000
GDP 6744.578 3026.774 2.228306 0.0299
XRATE 4727.553 27373.39 0.172706 0.8635
ECODISTANCE -2.291404 8.267400 -0.277161 0.7827 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.978265 Mean dependent var 2180459.
Adjusted R-squared 0.973219 S.D. dependent var 5611101.
S.E. of regression 918243.6 Akaike info criterion 30.47517
Sum squared resid 4.72E+13 Schwarz criterion 30.92487
Log likelihood -1052.631 Hannan-Quinn criter. 30.65380
F-statistic 193.8843 Durbin-Watson stat 1.039496
Prob(F-statistic) 0.000000
126
Hasil Akhir Komoditas ikan segar dan beku di pasar Afrika dan pasar Asia Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 10
Swamy and Arora estimator of component variances
Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 0.626954 0.072351 8.665414 0.0000
GDP 4068.158 1769.302 2.299301 0.0247
XRATE 2819.979 924.0364 3.051805 0.0033
ECODISTANCE 1.492336 0.600013 2.487171 0.0155
C -1048721. 492921.1 -2.127563 0.0372 Effects Specification S.D. Rho Cross-section random 0.000000 0.0000
Idiosyncratic random 918243.6 1.0000 Weighted Statistics R-squared 0.933134 Mean dependent var 2180459.
Adjusted R-squared 0.929020 S.D. dependent var 5611101.
S.E. of regression 1494917. Sum squared resid 1.45E+14
F-statistic 226.7750 Durbin-Watson stat 1.314876
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.933134 Mean dependent var 2180459.
Sum squared resid 1.45E+14 Durbin-Watson stat 1.314876
127
7. Komoditas Makanan olahan di pasar Afrika dan pasar Asia
Dependent Variable: EXPORTVALUE
Method: Panel Least Squares
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 9 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 2.725069 0.663601 4.106488 0.0005
GDP 344.9023 300.5013 1.147756 0.2646
XRATE -21827.94 4518.216 -4.831097 0.0001
DISTANCE 1.412698 0.987658 1.430351 0.1681
C 92870.30 351612.1 0.264127 0.7944 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.726845 Mean dependent var 30325.29
Adjusted R-squared 0.631241 S.D. dependent var 73114.42
S.E. of regression 44399.09 Akaike info criterion 24.47478
Sum squared resid 3.94E+10 Schwarz criterion 24.85541
Log likelihood -334.6469 Hannan-Quinn criter. 24.59114
F-statistic 7.602662 Durbin-Watson stat 2.538102
Prob(F-statistic) 0.000161
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 9.328169 (3,20) 0.0005
Cross-section Chi-square 24.504085 3 0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Method: Panel Least Squares
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 9 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 2.537652 0.852226 2.977674 0.0067
GDP -46.11751 150.0715 -0.307304 0.7614
XRATE 628.3293 493.9379 1.272082 0.2161
DISTANCE -0.051346 0.070827 -0.724944 0.4758
C 11843.76 55359.93 0.213941 0.8325 R-squared 0.344641 Mean dependent var 30325.29
128
Adjusted R-squared 0.230665 S.D. dependent var 73114.42
S.E. of regression 64129.92 Akaike info criterion 25.13564
Sum squared resid 9.46E+10 Schwarz criterion 25.37354
Log likelihood -346.8990 Hannan-Quinn criter. 25.20837
F-statistic 3.023814 Durbin-Watson stat 2.538259
Prob(F-statistic) 0.038485
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 9
Linear estimation after one-step weighting matrix Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 2.571158 0.379461 6.775818 0.0000
GDP 194.8799 157.5422 1.237002 0.2304
XRATE -12473.79 4703.567 -2.651985 0.0153
DISTANCE 1.024827 0.679817 1.507503 0.1473
C -17768.67 253892.8 -0.069985 0.9449 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.821329 Mean dependent var 32376.65
Adjusted R-squared 0.758795 S.D. dependent var 76419.54
S.E. of regression 39450.56 Sum squared resid 3.11E+10
F-statistic 13.13398 Durbin-Watson stat 2.413384
Prob(F-statistic) 0.000003 Unweighted Statistics R-squared 0.663317 Mean dependent var 30325.29
Sum squared resid 4.86E+10 Durbin-Watson stat 2.819556
129
Hasil Akhir Komoditas Makanan olahan di pasar Afrika dan pasar Asia Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)
Linear estimation after one-step weighting matrix
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 2.585165 0.215264 12.00929 0.0000
GDP 274.1439 105.2426 2.604877 0.0169
XRATE -14869.37 5327.097 -2.791271 0.0113
DISTANCE 0.835421 0.302348 2.763112 0.0120
C 100019.3 138829.6 0.720446 0.4796 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.867189 Mean dependent var 0.866107
Adjusted R-squared 0.820705 S.D. dependent var 2.453272
S.E. of regression 1.045055 Sum squared resid 21.84281
F-statistic 18.65573 Durbin-Watson stat 2.437109
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.689913 Mean dependent var 30325.29
Sum squared resid 4.48E+10 Durbin-Watson stat 2.811772
130
Lampiran 5. Tahapan dan hasil olahan model gravity penduga nilai ekspor
komoditas unggulan
1. Komoditas Olahan dari tepung di pasar Afrika Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: EQ01
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 10.671478 4 0.0305
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. EXPORTVOLUME 1.709865 1.293243 0.016522 0.0012
GDP 2258.001703 775.765864 247516.85799
5 0.0029
XRATE -
2342.855286 184.178513 34580922.203
317 0.6674
ECODISTANCE 1.204547 0.890420 119.199025 0.9770
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: EXPORTVALUE
Method: Panel Least Squares
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 5 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -633758.5 1487125. -0.426164 0.6735
EXPORTVOLUME 1.709865 0.246172 6.945800 0.0000
GDP 2258.002 1054.228 2.141853 0.0417
XRATE -2342.855 5981.595 -0.391677 0.6985
ECODISTANCE 1.204547 10.94201 0.110085 0.9132 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.954975 Mean dependent var 494693.9
Adjusted R-squared 0.941122 S.D. dependent var 723781.0
S.E. of regression 175624.2 Akaike info criterion 27.20712
Sum squared resid 8.02E+11 Schwarz criterion 27.60706
Log likelihood -467.1245 Hannan-Quinn criter. 27.34518
F-statistic 68.93290 Durbin-Watson stat 1.939880
Prob(F-statistic) 0.000000
131
Hasil Akhir Komoditas Olahan dari tepung di pasar Afrika
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 5
Swamy and Arora estimator of component variances Cross-section weights (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 1.724891 0.323511 5.331790 0.0000
GDP -1381.257 1437.815 -0.960664 0.3463
XRATE 1859.688 1454.261 1.278786 0.2132
ECODISTANCE -0.736299 1.043365 -0.705696 0.4872
C 216201.3 283406.7 0.762866 0.4530 Effects Specification
S.D. Rho Cross-section random 0.054423 0.0000
Period fixed (dummy variables)
Idiosyncratic random 178884.0 1.0000 Weighted Statistics R-squared 0.958515 Mean dependent var 494693.9
Adjusted R-squared 0.941230 S.D. dependent var 723781.0
S.E. of regression 175463.0 Sum squared resid 7.39E+11
F-statistic 55.45250 Durbin-Watson stat 1.608259
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.958515 Mean dependent var 494693.9
Sum squared resid 7.39E+11 Durbin-Watson stat 1.608259
132
2. Komoditas tembakau di pasar Afrika Redundant Fixed Effects Tests
Equation: EQ01
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 1.290594 (4,26) 0.2994
Cross-section Chi-square 6.339025 4 0.1752
Hasil Akhir Komoditas tembakau di pasar Afrika
Dependent Variable: EXPORTVALUE
Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 5
Linear estimation after one-step weighting matrix
Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 2.064428 0.239053 8.635847 0.0000
GDP 5681.150 1741.459 3.262292 0.0031
XRATE -20593.76 6362.356 -3.236813 0.0033
ECODISTANCE 8.984911 6.957025 1.291487 0.2079
C -1413107. 1051825. -1.343482 0.1907 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.909926 Mean dependent var -0.534712
Adjusted R-squared 0.882211 S.D. dependent var 3.271417
S.E. of regression 1.101756 Sum squared resid 31.56050
F-statistic 32.83141 Durbin-Watson stat 2.213770
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.826463 Mean dependent var 526104.8
Sum squared resid 8.14E+12 Durbin-Watson stat 1.433953
133
3. Komoditas minuman di pasar Asia
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 13.509241 (4,26) 0.0000
Cross-section Chi-square 39.353721 4 0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: EXPORTVALUE
Method: Panel Least Squares
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 5 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 0.603614 0.022588 26.72259 0.0000
GDP 182.2654 112.6120 1.618526 0.1160
XRATE 2475.454 1511.825 1.637394 0.1120
ECODISTANCE -0.618425 0.508981 -1.215026 0.2338
C -39443.44 52057.03 -0.757697 0.4545 R-squared 0.979258 Mean dependent var 495833.9
Adjusted R-squared 0.976492 S.D. dependent var 831365.8
S.E. of regression 127466.7 Akaike info criterion 26.48066
Sum squared resid 4.87E+11 Schwarz criterion 26.70285
Log likelihood -458.4116 Hannan-Quinn criter. 26.55736
F-statistic 354.0846 Durbin-Watson stat 0.729938
Prob(F-statistic) 0.000000
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 54.036964 4 0.0000
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. EXPORTVOLUME 0.522287 0.603614 0.000305 0.0000
GDP -161.217049 182.265395 126914.94963
7 0.3350
XRATE -
1378.656373 2475.453656 5572316.1214
02 0.1025
ECODISTANCE -0.844464 -0.618425 1.656993 0.8606
134
Cross-section random effects test equation:
Method: Panel Least Squares
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 5 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 340185.1 265765.9 1.280018 0.2118
EXPORTVOLUME 0.522287 0.022283 23.43867 0.0000
GDP -161.2170 362.8613 -0.444294 0.6605
XRATE -1378.656 2535.552 -0.543730 0.5913
ECODISTANCE -0.844464 1.324423 -0.637609 0.5293 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.993262 Mean dependent var 495833.9
Adjusted R-squared 0.991189 S.D. dependent var 831365.8
S.E. of regression 78039.05 Akaike info criterion 25.58484
Sum squared resid 1.58E+11 Schwarz criterion 25.98479
Log likelihood -438.7347 Hannan-Quinn criter. 25.72290
F-statistic 479.0856 Durbin-Watson stat 2.270710
Prob(F-statistic) 0.000000
135
Hasil Akhir Komoditas minuman di pasar Asia
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 5
Swamy and Arora estimator of component variances Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 0.603614 0.013829 43.64789 0.0000
GDP 182.2654 68.94456 2.643652 0.0129
XRATE 2475.454 925.5864 2.674471 0.0120
ECODISTANCE -0.618425 0.311614 -1.984587 0.0564
C -39443.44 31870.93 -1.237599 0.2255 Effects Specification S.D. Rho Cross-section random 0.006574 0.0000
Idiosyncratic random 78039.05 1.0000 Weighted Statistics R-squared 0.979258 Mean dependent var 495833.9
Adjusted R-squared 0.976492 S.D. dependent var 831365.8
S.E. of regression 127466.7 Sum squared resid 4.87E+11
F-statistic 354.0846 Durbin-Watson stat 0.729938
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.979258 Mean dependent var 495833.9
Sum squared resid 4.87E+11 Durbin-Watson stat 0.729938
136
4. Komoditas Ikan olahan di pasar Asia
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 23.314317 (4,26) 0.0000
Cross-section Chi-square 53.311528 4 0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: EXPORTVALUE
Method: Panel Least Squares
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 5 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 0.626814 0.472373 1.326947 0.1945
XRATE -116411.7 53167.02 -2.189546 0.0365
GDP 11618.31 3176.203 3.657923 0.0010
ECODISTANCE 34.53795 15.24669 2.265276 0.0309
C 922091.4 2392798. 0.385361 0.7027 R-squared 0.617536 Mean dependent var 4359797.
Adjusted R-squared 0.566540 S.D. dependent var 5765036.
S.E. of regression 3795564. Akaike info criterion 33.26813
Sum squared resid 4.32E+14 Schwarz criterion 33.49032
Log likelihood -577.1922 Hannan-Quinn criter. 33.34483
F-statistic 12.10967 Durbin-Watson stat 0.200794
Prob(F-statistic) 0.000006
137
Hasil Akhir Komoditas minuman di pasar Asia
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 5
Linear estimation after one-step weighting matrix
Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 1.580536 0.350071 4.514901 0.0001
XRATE -543.7951 566.0417 -0.960698 0.3456
GDP 10682.46 4583.440 2.330664 0.0278
ECODISTANCE 2.464512 1.143474 2.155284 0.0406
C -2742186. 849003.1 -3.229889 0.0033 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.948026 Mean dependent var 4143153.
Adjusted R-squared 0.932034 S.D. dependent var 4386511.
S.E. of regression 1558903. Sum squared resid 6.32E+13
F-statistic 59.28153 Durbin-Watson stat 0.919496
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.911372 Mean dependent var 4359797.
Sum squared resid 1.00E+14 Durbin-Watson stat 0.533987
138
5. Komoditas Coklat di pasar Afrika dan pasar Asia
Dependent Variable: EXPORTVALUE
Method: Panel Least Squares
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 10 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 2.560792 0.257108 9.959999 0.0000
ECODISTANCE -16.33705 4.101324 -3.983359 0.0002
GDP -850.8232 1389.238 -0.612439 0.5427
XRATE -3941.639 13447.49 -0.293113 0.7705
C 4527332. 1266323. 3.575180 0.0007 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.963487 Mean dependent var 1114535.
Adjusted R-squared 0.955011 S.D. dependent var 2149145.
S.E. of regression 455845.8 Akaike info criterion 29.07455
Sum squared resid 1.16E+13 Schwarz criterion 29.52425
Log likelihood -1003.609 Hannan-Quinn criter. 29.25318
F-statistic 113.6704 Durbin-Watson stat 1.287277
Prob(F-statistic) 0.000000
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 12.836515 (9,56) 0.0000
Cross-section Chi-square 78.357898 9 0.0000 Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: EXPORTVALUE
Method: Panel Least Squares Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 2.475965 0.132411 18.69903 0.0000
ECODISTANCE 0.846217 0.464694 1.821022 0.0732
GDP -105.7271 575.5637 -0.183693 0.8548
XRATE 626.3155 2179.832 0.287323 0.7748
C -290515.3 300331.6 -0.967315 0.3370 R-squared 0.888161 Mean dependent var 1114535.
Adjusted R-squared 0.881279 S.D. dependent var 2149145.
S.E. of regression 740507.7 Akaike info criterion 29.93681
Sum squared resid 3.56E+13 Schwarz criterion 30.09742
Log likelihood -1042.788 Hannan-Quinn criter. 30.00060
F-statistic 129.0486 Durbin-Watson stat 0.398174
Prob(F-statistic) 0.000000
139
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Linear estimation after one-step weighting matrix Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 2.471239 0.200802 12.30687 0.0000
ECODISTANCE -6.897382 2.604524 -2.648231 0.0105
GDP -299.3115 307.0314 -0.974857 0.3338
XRATE -1087.448 1240.938 -0.876312 0.3846
C 1852461. 742107.0 2.496219 0.0155 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.965019 Mean dependent var 1082630.
Adjusted R-squared 0.956899 S.D. dependent var 1660355.
S.E. of regression 405413.8 Sum squared resid 9.20E+12
F-statistic 118.8378 Durbin-Watson stat 1.186796
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.959947 Mean dependent var 1114535.
Sum squared resid 1.28E+13 Durbin-Watson stat 1.099208
140
Hasil Akhir Komoditas Coklat olahan di pasar Afrika dan pasar Asia Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Linear estimation after one-step weighting matrix
Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 2.471239 0.283111 8.728880 0.0000
ECODISTANCE -6.897382 2.042195 -3.377435 0.0013
GDP -299.3115 200.5421 -1.492512 0.1412
XRATE -1087.448 655.4909 -1.658983 0.1027
C 1852461. 556683.2 3.327677 0.0016 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.965019 Mean dependent var 1082630.
Adjusted R-squared 0.956899 S.D. dependent var 1660355.
S.E. of regression 405413.8 Sum squared resid 9.20E+12
F-statistic 118.8378 Durbin-Watson stat 1.186796
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.959947 Mean dependent var 1114535.
Sum squared resid 1.28E+13 Durbin-Watson stat 1.099208
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 23.314317 (4,26) 0.0000
Cross-section Chi-square 53.311528 4 0.0000
141
6. Komoditas Ikan segar dan beku di pasar Afrika dan pasar Asia
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 12.919870 (9,56) 0.0000
Cross-section Chi-square 78.663381 9 0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: EXPORTVALUE
Method: Panel Least Squares
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 10 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 0.626954 0.028098 22.31304 0.0000
GDP 4068.158 1336.494 3.043903 0.0034
XRATE 2819.979 4300.817 0.655684 0.5143
ECODISTANCE 1.492336 0.895815 1.665898 0.1005
C -1048721. 619518.1 -1.692801 0.0953 R-squared 0.933134 Mean dependent var 2180459.
Adjusted R-squared 0.929020 S.D. dependent var 5611101.
S.E. of regression 1494917. Akaike info criterion 31.34179
Sum squared resid 1.45E+14 Schwarz criterion 31.50240
Log likelihood -1091.963 Hannan-Quinn criter. 31.40558
F-statistic 226.7750 Durbin-Watson stat 1.314876
Prob(F-statistic) 0.000000
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 113.661544 4 0.0000 ** WARNING: estimated cross-section random effects variance is zero.
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. EXPORTVOLUME 0.287592 0.626954 0.001552 0.0000
GDP 6744.577809 4068.158304 8487429.980240 0.3583
XRATE 4727.552954 2819.978695 742323775.583075 0.9442
ECODISTANCE -2.291404 1.492336 68.047129 0.6465 Cross-section random effects test equation:
142
Method: Panel Least Squares
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 10 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 115361.4 2574947. 0.044801 0.9644
EXPORTVOLUME 0.287592 0.043014 6.685939 0.0000
GDP 6744.578 3026.774 2.228306 0.0299
XRATE 4727.553 27373.39 0.172706 0.8635
ECODISTANCE -2.291404 8.267400 -0.277161 0.7827 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.978265 Mean dependent var 2180459.
Adjusted R-squared 0.973219 S.D. dependent var 5611101.
S.E. of regression 918243.6 Akaike info criterion 30.47517
Sum squared resid 4.72E+13 Schwarz criterion 30.92487
Log likelihood -1052.631 Hannan-Quinn criter. 30.65380
F-statistic 193.8843 Durbin-Watson stat 1.039496
Prob(F-statistic) 0.000000
143
Hasil Akhir Komoditas ikan segar dan beku di pasar Afrika dan pasar Asia Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 10
Swamy and Arora estimator of component variances
Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 0.626954 0.072351 8.665414 0.0000
GDP 4068.158 1769.302 2.299301 0.0247
XRATE 2819.979 924.0364 3.051805 0.0033
ECODISTANCE 1.492336 0.600013 2.487171 0.0155
C -1048721. 492921.1 -2.127563 0.0372 Effects Specification S.D. Rho Cross-section random 0.000000 0.0000
Idiosyncratic random 918243.6 1.0000 Weighted Statistics R-squared 0.933134 Mean dependent var 2180459.
Adjusted R-squared 0.929020 S.D. dependent var 5611101.
S.E. of regression 1494917. Sum squared resid 1.45E+14
F-statistic 226.7750 Durbin-Watson stat 1.314876
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.933134 Mean dependent var 2180459.
Sum squared resid 1.45E+14 Durbin-Watson stat 1.314876
144
7. Komoditas Makanan olahan di pasar Afrika dan pasar Asia
Dependent Variable: EXPORTVALUE
Method: Panel Least Squares
Date: 11/29/11 Time: 19:30
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 9 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 2.725069 0.663601 4.106488 0.0005
GDP 344.9023 300.5013 1.147756 0.2646
XRATE -21827.94 4518.216 -4.831097 0.0001
DISTANCE 1.412698 0.987658 1.430351 0.1681
C 92870.30 351612.1 0.264127 0.7944 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.726845 Mean dependent var 30325.29
Adjusted R-squared 0.631241 S.D. dependent var 73114.42
S.E. of regression 44399.09 Akaike info criterion 24.47478
Sum squared resid 3.94E+10 Schwarz criterion 24.85541
Log likelihood -334.6469 Hannan-Quinn criter. 24.59114
F-statistic 7.602662 Durbin-Watson stat 2.538102
Prob(F-statistic) 0.000161
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 9.328169 (3,20) 0.0005
Cross-section Chi-square 24.504085 3 0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Method: Panel Least Squares
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 9 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 2.537652 0.852226 2.977674 0.0067
GDP -46.11751 150.0715 -0.307304 0.7614
XRATE 628.3293 493.9379 1.272082 0.2161
DISTANCE -0.051346 0.070827 -0.724944 0.4758
C 11843.76 55359.93 0.213941 0.8325 R-squared 0.344641 Mean dependent var 30325.29
Adjusted R-squared 0.230665 S.D. dependent var 73114.42
S.E. of regression 64129.92 Akaike info criterion 25.13564
Sum squared resid 9.46E+10 Schwarz criterion 25.37354
Log likelihood -346.8990 Hannan-Quinn criter. 25.20837
F-statistic 3.023814 Durbin-Watson stat 2.538259
145
Prob(F-statistic) 0.038485
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 9
Linear estimation after one-step weighting matrix Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 2.571158 0.379461 6.775818 0.0000
GDP 194.8799 157.5422 1.237002 0.2304
XRATE -12473.79 4703.567 -2.651985 0.0153
DISTANCE 1.024827 0.679817 1.507503 0.1473
C -17768.67 253892.8 -0.069985 0.9449 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.821329 Mean dependent var 32376.65
Adjusted R-squared 0.758795 S.D. dependent var 76419.54
S.E. of regression 39450.56 Sum squared resid 3.11E+10
F-statistic 13.13398 Durbin-Watson stat 2.413384
Prob(F-statistic) 0.000003 Unweighted Statistics R-squared 0.663317 Mean dependent var 30325.29
Sum squared resid 4.86E+10 Durbin-Watson stat 2.819556
146
Hasil Akhir Komoditas Makanan olahan di pasar Afrika dan pasar Asia Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)
Linear estimation after one-step weighting matrix
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EXPORTVOLUME 2.585165 0.215264 12.00929 0.0000
GDP 274.1439 105.2426 2.604877 0.0169
XRATE -14869.37 5327.097 -2.791271 0.0113
DISTANCE 0.835421 0.302348 2.763112 0.0120
C 100019.3 138829.6 0.720446 0.4796 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.867189 Mean dependent var 0.866107
Adjusted R-squared 0.820705 S.D. dependent var 2.453272
S.E. of regression 1.045055 Sum squared resid 21.84281
F-statistic 18.65573 Durbin-Watson stat 2.437109
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.689913 Mean dependent var 30325.29
Sum squared resid 4.48E+10 Durbin-Watson stat 2.811772