kajian farmakognostik dan aktivitas antimalaria …eprints.ulm.ac.id/3332/1/7. a.2.c.2.c. artikel...
TRANSCRIPT
1
KAJIAN FARMAKOGNOSTIK DAN AKTIVITAS ANTIMALARIA EKSTRAK METANOL BATANG TANTARAN
GAYUNG (Bruceae javanica (L.)Merr ) ASAL KALIMANTAN
Arnida1, Rahmat Yunus1, Wahyono2
1Program Studi Farmasi Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat 2Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada
Korespondensi: Arnida,M.Si.,Apt
Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru Kalimantan Selatan
ABSTRACT Tantaran gayung (Bruceae javanica (L.) Merr) have been used by the public Kotabaru, South Kalimantan as an antimalarial. This research include farmakognostic’s studies and antimalarial’s activity of extract methanol tantaran gayung stem. The aims of Farmakognostic study is providing scientific base of the farmakognostic’s describe in qualitative and quantitative value. Chemical’s identification showed positive result for 1.8 dioksiantrakuinon and alkaloids. Characteristic farmakognostic quantitative value are containing 2.72% of ash, 1.71% of ash insoluble acid levels, 0.92% of ash soluble water levels, 2.93% of extract soluble water levels, 2.09% of extract soluble ethanol levels, 11.17% of drying shrinkage and 0.52% of unknowing organic material. Antimalarial invitro activities of extract methanol has been done at 0.001; 0.01; 0.1; 1.0; 10; 100 mcg/ml. Plasmodium Falcifarum inhibition has analyzed. Percentage data of extract methanol Tantaran Gayung’s stem is IC50 0.00529 mcg / ml for inhibition of Plasmodium Falcifarum. . Keywords: Tantaran gayung (Bruceae javenica (L.) Merr), antimalarial, Farmakognostic
ABSTRAK
Tantaran gayung (Bruceae javanica (L.)Merr) sudah sejak lama digunakan oleh masyarakat Kotabaru Kalimantan Selatan sebagai antimalaria. Penelitian ini meliputi kajian farmakognostik dan aktivitas antimalaria ekstrak metanol batang tantaran gayung. Kajian farmakognostik bertujuan memberikan dasar ilmiah mengenai gambaran farmakognostik secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian secara kualitatif dan kuantitatif telah dideskripsikan. Identifikasi kimia menunjukkan hasil positif terhadap 1,8 dioksiantrakuinon dan alkaloid. Karakteristik farmakognostik secara kuantitatif yaitu kadar abu sebesar 2,72%, untuk kadar abu tidak larut asam 1,71%, kadar abu larut air 0,92%, kadar sari larut air 2,93%, kadar sari larut etanol 2,09%, susut pengeringan 11,17% dan bahan organik asing 0,52%. Aktivitas antimalaria ekstrak metanol secara invitro dilakukan pada konsentrasi 0,001;0,01; 0,1; 1; 10; 100 µg/ml. Data persentase penghambatan Plasmodium falcifarium dianalisis probit diperoleh IC50 0,00529 µg/ml. Kata kunci: Tantaran gayung (Bruceae javenica (L.) Merr), Antimalaria, Farmakognostik
2
PENDAHULUAN
Wilayah Kalimantan Selatan
merupakan daerah sungai dan rawa
serta terdapat banyak pertambangan
sehingga keadaan ini memungkinkan
tempat berkembangbiaknya spesies
nyamuk vektor Anopheles sundaicus
dan Anopheles subpictus (8).
Diinterpretasikan bahwa wilayah
tersebut merupakan daerah yang
rawan terhadap terjadinya penularan
malaria. Kondisi penyakit malaria di
Kalimantan Selatan pada tahun 2003
tercatat 18.315 orang yang terinfeksi
malaria (3). Menurut Kepala Dinas
Kesehatan Kalimantan Selatan
Rosehan Adhani (11), kondisi malaria
ini terus berlangsung tiap tahunnya.
Sejak tahun 2006 serangan malaria
mencapai 8.766 kasus, dengan jumlah
penderita meninggal dunia sebanyak
10 orang. Sedangkan pada tahun
2007, jumlah kasus malaria mencapai
9.289 kasus dan 31 orang penderita
meninggal dunia. Pada awal tahun
2008 jumlah penderita malaria klinis di
Kalimantan Selatan tercatat sebanyak
3.500 kasus dan 12 orang penderita
diantaranya meninggal.
Di Indonesia resistensi
Plasmodium falciparum terhadap
klorokuin ditemukan pertama kali di
Kalimantan Timur tahun 1974,
kemudian resistensi ini terus meluas
dan pada tahun 1996 kasus malaria
yang resisten klorokuin sudah
ditemukan di seluruh Indonesia (3).
Salah satu tanaman yang
digunakan oleh masyarakat
Kalimantan Selatan sebagai obat
malaria adalah tantaran gayung
terutama di kabupaten Kotabaru.
Tanaman ini merupakan perdu dengan
rasa yang pahit. Penggunaan tantaran
gayung sebagai antimalaria dengan
cara perebusan dengan air kemudian
diminum. Berdasarkan hal tersebut
3
dilakukan kajian farmakognostik dan
pengujian antimalaria tantaran gayung
untuk mendapatkan data yang dapat
digunakan sebagai landasan untuk
penelitian lebih lanjut.
Topik yang diangkat pada
penelitian ini didasarkan pada
pengalaman penggunaan tantaran
gayung oleh masyarakat sebagai
antimalaria. Rumusan masalah pada
penelitian ini adalah bagaimana
gambaran farmakognostik simplisia
tantaran gayung sesuai parameter
farmakognostik untuk menjamin
kemurnian simplisia serta aktivitasnya
sebagai antimalaria.
Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan karakteristik simplisia
tantaran gayung secara mikroskopik,
menentukan gambaran senyawa pada
kromatogram dari ekstrak etanol
batang tantaran gayung, mengetahui
golongan kimia yang terdapat pada
simplisia batang tantaran gayung, dan
memberikan data parameter-
parameter farmakognostik spesifik
simplisia serta mengetahui aktivitas
antimalaria ekstrak metanol batang
tantaran gayung.
METODE PENELITIAN
Alat Penelitian : Alat yang digunakan
pada penelitian ini adalah alat-alat
gelas (Pirex Iwaki Glass), seperangkat
alat maserasi, papan KLT, kapas,
bejana kromatografi, cawan porselen,
lampu spiritus, box lampu UV, kertas
saring, gegep, mikroskop, neraca
analitik (Ohaus), pisau silet, sendok
tanduk, tissue, oven (Thermologic) dan
rotary evaporator (Ika Laboratory),
furnace (Naber), rotary evaporator,
seperangkat mikropipet, Laminar Air
Flow (LAF), sumuran wall, inkubator,
cawan petri, objek gelas, mikroskop,
Bunsen, batang pengaduk, corong
gelas, beaker glass, gelas ukur, labu
ukur, neraca analitik, pipet tetes,
sendok tanduk, dan penangas.
Bahan Penelitian : Bahan-bahan
yang digunakan dalam penelitian ini
4
adalah asam sulfat 2 N (Brataco),
etanol (Brataco), akuades, metanol
(teknis), kloroform (Merck), asam
klorida (Brataco), iodium 0,1 N
(Merck), etil asetat (Brataco), n-
heksana, n-butanol, silika gel GF254,
besi (III) amonium sulfat 8% (Merck),
Benedict, Dragendorff, Meyer,
Wagner, vanilin 10% (TCI),
Lieberman-Burchard, amonium
hidroksida 27% (teknis), kalium
hidroksida 11,2%, kertas saring
Whatman 42 (Whatman 1442-125),
kapas, alumunium foil, kertas label,
simplisia dan serbuk batang tantaran
gayung. Plasmodium palcifarum strain
3D7, eritrosit manusia golongan darah
O, DMSO, etanol 96%, pewarna
Giemsa, minyak immersionsol, media
RPMI 1640, 50 mg/L hypoxanthine,
25mM HEPES, 10 mg/L gentamicin,
0,225% NaHCO3.
Prosedur Kerja:
Pemeriksaan farmakognostik
tantaran gayung : Meliputi
pemeriksaan morfologi (wujud bagian-
bagian tumbuhan), pemeriksaan
anatomi (mengamati irisan membujur
dan melintang bagian tumbuhan) dan
organoleptik (pemeriksaan warna, bau,
dan rasa).
Identifikasi senyawa kimia batang
tantaran gayung :
a. Identifikasi pati dan aleuron :
Sampel serbuk diperiksa di atas kaca
objek, ditambahkan iodium 0,1 N, pati
berwarna biru, aleuron berwarna
kuning coklat sampai coklat (Depkes
RI, 1979).
b. Identifikasi samak/tanin : Sampel
serbuk ditambahkan larutan besi (III)
amonium sulfat 8%. Zat samak akan
berwarna hijau atau biru sampai hitam
(Depkes RI, 1979).
c. Identifikasi katekol : Sampel
serbuk di atas kaca objek, tambahkan
larutanv anilin 10% b/v dalam etanol
90%, kemudian ditambahkan asam
klorida, bagian yang mengandung
5
turunan katekol berwarna merah
intensif (Depkes RI, 1979).
d. Identifikasi 1,8-dioksiantrakuinon
bebas : Pada sampel serbuk,
tambahkan kalium hidroksida 11,2%
dalam etanol 90%, akan terjadi warna
merah (Depkes RI, 1979).
e. Identifikasi karbohidrat : Sampel
serbuk ditambahkan dengan pereaksi
fehling dan benedict, kemudian
dipanaskan. Endapan merah bata
yang terbentuk menunjukkan
karbohidrat positif (Depkes RI, 1979).
f. Identifikasi alkaloid : Identifikasi
senyawa alkaloid dilakukan dengan
metode Culvenor dan Fitzgerald yaitu
sampel diekstraksi dengan campuran
kloroform-amonia, campuran ini dibuat
dari 1 mL amonia pekat 28% dan
dengan 250 mL kloroform ditambah
2,5 gram natrium sulfat anhidrat. Hasil
ekstraksi disaring, Filtrat dari hasil
ekstraksi dimasukkan ke dalam corong
pisah dan ditambah 1 mL asam sulfat
2 N dan dikocok hingga terbentuk dua
lapisan, bagian atas dipipet dan
dimasukkan dalam tiga tabung. Tiap
tabung diberi pereaksi yang berbeda
yaitu Dragendorff, Wagner dan Mayer
dimana adanya alkaloid ditunjukkan
dengan terbentuknya endapan jingga
setelah penambahan Dragendorff,
endapan coklat kemerahan setelah
penambahan Wagner dan endapan
kekuning-kuningan setelah
penambahan Mayer ().
g. Identifikasi saponin : Sebanyak
0,5 g serbuk dimasukkan dalam
tabung reaksi, ditambahkan 10 mL air
panas, didinginkan dan dikocok
selama 10 detik, menunjukkan hasil
positif jika terbentuk buih yang mantap
selama 10 menit setinggi 1 cm hingga
10 cm (Depkes RI, 1995a).
Analisis kuantitatif batang tantaran
gayung
a. Penetapan kadar abu : Sampel
serbuk ditimbang sebanyak 3 gram,
dimasukkan ke dalam cawan porselen.
Sampel dipijarkan di dalam furnace
6
pada suhu 450oC selama 15 menit
sampai arang habis, didinginkan
kemudian ditimbang. Kadar abu
dihitung terhadap perbandingan bobot
sampel setelah penetapan dan bobot
sampel awal (2).
b. Penetapan kadar abu yang tidak
larut dalam asam : Abu yang
diperoleh pada penetapan kadar abu,
dididihkan dengan 25 mL asam klorida
encer 10% selama 5 menit, bagian
yang tidak larut dalam asam disaring
melalui kertas saring bebas abu, dicuci
dengan air panas, dipijarkan sampai
bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut
dalam asam dihitung terhadap
perbandingan bobot sampel setelah
penetapan dan bobot sampel awal (1).
c. Penetapan kadar abu yang larut
dalam air : Abu yang diperoleh dari
penetapan kadar abu, dididihkan
dengan 25 mL air selama 5 menit,
bagian yang tidak larut disaring melalui
kertas saring bebas abu, dicuci
dengan air panas dan dipijarkan
selama 15 menit pada suhu 450oC,
sampai bobot tetap.Perbedaan bobot
sesuai dengan jumlah abu yang larut
dalam air. Kadar abu yang larut dalam
air dihitung terhadap perbandingan
bobot sampel setelah penetapan dan
bobot sampel awal (1).
d. Penetapan susut pengeringan :
Sampel serbuk sebanyak 1,5 g
ditimbang seksama dalam cawan
porselen yang sebelumnya telah
dipanaskan pada suhu penetapan
(105oC) selama 30 menit. Cawan
porselen beserta sampel dimasukkan
ke dalam oven, dan dikeringkan pada
suhu penetapan (1050C) sampai bobot
tetap. Sebelum setiap penimbangan,
cawan dibiarkan dalam keadaan
mendingin dalam eksikator sampai
suhu kamar. Susut pengeringan
dihitung terhadap perbandingan bobot
sampel setelah penetapan dan bobot
sampel awal (2).
e. Penetapan kadar sari yang larut
dalam air : Sampel serbuk sebanyak
7
5 g dimaserasi selama 24 jam dengan
100 mL campuran air-kloroform
dengan perbandingan 40:1. Ekstraksi
dilakukan dalam corong pisah 250 mL,
dikocok tiap 1 jam selama 6 jam
pertama dan kemudian dibiarkan
selama 18 jam. Hasil ekstraksi disaring
dan diambil sebanyak 20 mL,
diuapkan sampai kering dalam cawan
porselen, hasil penguapan dipanaskan
dalam oven pada suhu 105oC selama
1 jam sampai bobot tetap. Kadar sari
larut dalam air (dalam persen) dihitung
terhadap perbandingan bobot sampel
setelah penetapan dan bobot sampel
awal (1).
f. Penetapan kadar sari yang larut
dalam etanol : Sampel serbuk
sebanyak 5g dimaserasi dengan 100
mL etanol 95%. Ekstraksi dilakukan
dalam corong pisah 250 mL, berkali-
kali dikocok tiap 1 jam selama 6 jam
pertama dan kemudian dibiarkan
selama 18 jam. Hasil ekstraksi disaring
dan diambil sebanyak 20 mL,
diuapkan sampai kering dalam cawan
porselen, hasil penguapan dipanaskan
dalam oven pada suhu 105oC selama
1 jam sampai bobot tetap. Kadar sari
larut dalam etanol 95% dihitung
terhadap perbandingan bobot sampel
setelah penetapan dan bobot sampel
awal (1).
g. Penetapan bahan organik asing :
Sampel ditimbang 25 g. Bahan organik
asing dipisahkan, ditimbang dan
ditetapkan jumlahnya dalam persen
terhadap simplisia yang digunakan.
Jumlah bahan organik asing dalam
simplisia nabati tidak boleh lebih dari
2% (2).
Pemeriksaan profil KLT batang
tantaran gayung : KLT menggunakan
3 sistem eluen yaitu kloroform :
metanol : n-butanol, n-heksana : etil
asetat, dan kloroform : etil asetat
dibuat dalam berbagai perbandingan.
Pembuatan pelat menggunakan silika
gel GF254. Pelat KLT diamati dengan
sinar UV pada panjang gelombang
8
254 nm dan 366 nm. Untuk penampak
bercak digunakan asam sulfat.
Ekstraksi
Lima ratus gram haksel
ditimbang dan dimasukkan ke dalam
alat maserator, kemudian cairan
penyari (etanol 96%) di tuangkan ke
dalam maserator sambil di aduk
hingga cairan penyari merata. Cairan
penyari ditambahkan hingga 1 cm
diatas permukaan sampel.
Selanjutnya, ekstraksi dilakukan
selama 3 x 24 jam, tiap 24 jam cairan
penyari diganti sambil sekali-kali
diaduk. Kemudian, filtrat hasil
penyarian diuapkan pada rotary
evaporator sehingga menghasilkan
ekstrak kental.
Pembuatan Larutan Uji
Ekstrak yang didapat ditimbang
sebanyak 1 mg, kemudian dilarutkan
dalam DMSO sampai 1000 µL.
Uji in vitro Aktivitas Antimalaria
Wheel terdiri dari 12 sumur.
Beri tanda kontrol negatip dan dosis 1
pada sumur yang dikehendaki , serta
nama sampel yang akan diuji pada
tutup wheel. Selanjutnya, sumur diisi
dengan media komplit 1000 µl pada
baris 1 dan 3. Kemudian, Tambahkan
80 µl media komplit kecuali K(-). Zat uji
ditambahkan sebanyak 120 µl pada
sumur D1, dilalukan pengenceran
bertingkat sampai dengan dosis ke 5
(sumur D5). Tiap sumuran dari dosis
D1-D5 dibuang masing-masing
sebanyak 80 µl. Kemudian, diambil
500 µl dari tiap sumur untuk
dimasukkan pada baris 2 dan baris 4.
Selanjutnya, ditambahkan 500 µl
parasit pada tiap sumuran. Sumuran
wheel dimasukkan ke dalam inkubator,
diinkubasi selama 48 jam. Setelah 48
jam, hapusan darah tipis diambil dari
tiap sumur, tiap hapusan difiksasi
menggunakan etanol, hapusan
diwarnai dengan pewarnaan giemsa
10% dalam air, kemudian dibiarkan
selama 30 menit, selanjutnya
persentase parasetamia diamati.
9
Persentase penghambatan dari
Plasmodium falciparum dengan
menghitung jumlah eritrosit yang
terinfeksi terhadap 5000 eritrosit oleh
tiga orang secara independen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Masyarakat Kalimantan Selatan
menggunakan tantaran gayung sebagai
obat malaria terutama di kabupaten
Kotabaru. Tanaman ini merupakan
perdu dengan rasa yang pahit. Uji
organoleptis dan reaksi kimia yang
telah dilakukan menghasilkan positif
terhadap senyawa alkaloid (tabel 1).
Determinasi Tumbuhan
Determinasi dilakukan di LIPI, tantaran
gayung memiliki spesies (Bruceae
javanica Merril).
Pemeriksaan Farmakognostik Hasil Pemeriksaan morfologi tumbuhan/ karakteristik makroskopis
Hasil pemeriksaan morfologi
tumbuhan tantaran gayung
menunjukkan bahwa tumbuhan
tersebut merupakan pohon dengan
tinggi dapat mencapai 3 meter. Daun
berupa daun majemuk menyirip ganjil,
jumlah anak daun 5-13, bertangkai,
letak berhadapan. Helaian anak daun
berbentuk lanset memanjang, ujung
meruncing, pangkal berbentuk baji, tepi
bergerigi kasar, permukaan atas
berwarna hijau, permukaan bawah
berwarna hijau muda, panjang 5-10 cm,
lebar 2-4 cm. Batang tumbuhan ini
berwarna kuning pucat dengan
diameter antara 0,5-2 cm, terdiri atas
dua lapisan, lapisan bagian dalam
berwarna putih dan lebih rapuh dari
bagian luar. Akar tumbuhan ini berupa
akar serabut, berwarna kuning pucat.
Buahnya berupa buah batu berbentuk
bulat telur, panjang sekitar 8 mm, jika
sudah masak berwarna hitam. Bijinya
bulat dan berwarna putih.
Hasil Pemeriksaan Anatomi Tumbuhan/ karakteristik mikroskopik
Hasil pemeriksaan anatomi
tanaman dapat dilihat dari penampang
melintang dan membujur tiap organ
tanaman. Perbesaran yang digunakan
adalah perbesaran 40X. Pada
10
penampang melintang daun terlihat
karakteristik daun yaitu berupa trikoma
di bagian epidermis atas daun yang
sangat banyak, sedangkan di bagian
epidermis bawah tidak terdapat
trikoma. Berkas pembuluh pada
penampang melintang batang terletak
menyebar di bagian silinder pusat dari
batang. Parenkim korteks pada batang
tersusun atas sel yang rapat. Trikoma
pada batang juga tampak pada
penampang melintang batang.
Penampang melintang akar dapat
diamati dengan jelas berkas pembuluh
menyebar di bagian pusat dan
sebagian terdapat di endodermis pada
korteks.
Hasil Pemeriksaan organoleptik
tumbuhan
Pemeriksaan organoleptik
tumbuhan dilakukan terhadap warna,
bau dan rasa tiap organ tumbuhan dan
dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil pemeriksaan organoleptik tumbuhan tantaran gayung
No Bagian tumbuhan
Warna Bau Rasa
1 Daun Hijau Khas Pahit
2 Batang Kuning kecoklatan
Khas Pahit
3 Akar Kuning kecoklatan
Khas Pahit
4 Bunga ungu Khas Pahit
5 Buah Hijau Khas Pahit
Hasil Identifikasi senyawa kimia dan penetapan kadar batang tantaran gayung Tabel 2. Hasil uji identifikasi senyawa kimia batang tantaran gayung
Tabel 3. Hasil penetapan kadar batang tantaran gayung
No Komponen Hasil
1 Aleuron Negatif 2 Pati Negatif 3 Samak/tannin Negatif 4 Katekol Negatif
5 1,8 dioksiantrakinon Positif 6 Karbohidrat Negatif
7 Alkaloid Positif 8 Saponin Negatif
No Parameter Hasil %
1 Kadar abu total 2,718 2 Kadar abu tidak larut
dalam asam 1,712
3 Kadar abu larut air 0,92 4 Susut pengeringan 11,17 5 Kadar sari larut air 3,01 6 Kadar sari larut etanol 2,09 7 Bahan organik asing 0,52
11
Hasil KLT
Kromatografi lapis tipis dari
ekstrak etanol batang tantaran gayung
telah dilakukan dengan menggunakan n-
heksana:etilasetat(6:4),
kloroform:metanol:butanol (20: 2: 1) dan
kloroform : etil asetat (15:1) sebagai fase
gerak dan nilai Rf dapat dilihat pada
tabel 4.
Tabel 4. Hasil KLT ekstrak etanol batang tantaran gayung
No Fase gerak Banyak noda dan nilai Rf
= 254 nm = 366 nm H2SO4*
1 n-heksana : etil asetat (6 : 4)
Tiga noda Nilai Rf – 0.38, 0.62 dan 0.94.
Enam noda Nilai Rf – 0.19, 0.38, 0.62, 0.77, 0.86 dan 0.94.
Tiga noda Nilai Rf – 0.19, 0.38 dan 0.94.
2 kloroform : metanol : butanol (20: 2: 1)
Tiga noda Nilai Rf – 0.61, 0.78 dan 0.88.
Enam noda Nilai Rf – 0.21, 0.25, 0.34, 0.61, 0.78 dan 0.88.
Dua noda Nilai Rf – 0.86 dan 0.94.
3 Kloroform : etil asetat (15:1)
Tiga noda Nilai Rf – 0.24, 0.62 dan 0.92.
Sembilan noda Nilai Rf – 0.13, 0.24, 0.29, 0.35, 0.55, 0.62, 0.70, 0.76 dan 0.92.
Enam noda Nilai Rf – 0.13, 0.29, 0.38, 0.55, 0.78 dan 0.92.
Keterangan : *) Noda disemprot menggunakan H2SO4 10 % dengan pembakaran di atas lampu spiritus selama 3 menit.
Pemeriksaan mikroskopik
sampel menunjukkan karakteristik
sampel secara mikroskopik terhadap
organ batang, daun, dan akar. Pada
penampang melintang terdapat
karakteristik daun yaitu berupa trikoma
di bagian epidermis atas daun yang
sangat banyak, sedangkan di bagian
epidermis bawah tidak terdapat
trikoma. Berkas pembuluh pada
penampang melintang batang terletak
menyebar di bagian silinder pusat dari
batang. Parenkim korteks pada batang
tersusun atas sel yang rapat. Trikoma
pada batang juga tampak pada
penampang melintang batang.
Penampang melintang akar dapat
diamati dengan jelas berkas pembuluh
menyebar di bagian pusat dan
sebagian terdapat di endodermis pada
12
korteks. Pemeriksaan anatomi tanaman
dapat dapat dilihat pada.
Karakteristik organoleptis (tabel
1) erat kaitannya dengan karakteristik
morfologi dan uji reaksi kimia yang
dilakukan yakni positif terhadap 1,8
dioksiantrakinon serta alkaloid.
Deskripsi morfologi biasanya dilengkapi
dengan deskripsi organoleptis yang
meliputi ciri warna, bau dan rasa. Hal
ini cukup penting sebab umumnya
spesies dari familia yang sama
biasanya memiliki beberapa kemiripan
secara morfologi sehingga dapat
memberikan peluang kesalahan
identifikasi tumbuhan.
Analisis kuantitatif batang
tantaran gayung (Tabel 3)
menggunakan metode analisis yang
mengacu pada MMI (Materia Medika
Indonesia). Menurut Sapna et. al
(2008) salah satu hal yang cukup
penting dalam evaluasi bahan baku
obat adalah penetapan kadar abu total
dan kadar abu tidak larut asam. Kadar
abu total sangat penting dan dapat
digunakan untuk mengevaluasi
kemurnian sampel untuk mengetahui
tingkat pengotor bahan inorganik asing
seperti logam-logam dan silikat sebagai
karakteristik senyawa tersebut (7).
Kandungan bahan organik asing
diperoleh 0,52% (tabel 3), terdapat
standar atau batas tertentu yang
sangat mempengaruhi mutu simplisia
sebagai bahan baku obat yaitu tidak
boleh lebih dari 2%. Sampel dinyatakan
memenuhi persyaratan kadar bahan
organik asing karena hasil
penetapannya tidak lebih dari 2%.
Uji Aktivitas Antimalaria
Hasil penghambatan parasitemia
menunjukkan bahwa setiap konsentrasi
ekstrak etanol batang tantaran gayung
memiliki efek antimalaria.
13
100 97,2 89,39
69,87
56,26
38,04
0
20
40
60
80
100
120
-10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100110
% H
amb
atan
rat
a-r
ata
Konsentrasi (µg/mL)
% hambatan rata-rata
Tabel 5. Persen hambatan rata-rata parasitemia tiap konsentrasi
Konsentrasi uji
(μg/ml)
% Parasetemia % Pertumbuhan
% Hambatan % Hambatan rata-rata
0 jam 48 jam
Kontrol (-) 0,98 5,96 4,98 - -
0,98 5,98 5,00 -
100 0,98 0,92 0 100 100
0,98 0,96 0 100
10 0,98 1,06 0,08 98,39 97,39
0,98 1,16 0,18 96,39
1 0,98 1,56 0,58 88,38 89,38
0,98 1,46 0,48 90,38
0,1 0,98 2,54 1,56 68,74 69,94
0,98 2,42 1,44 71,14
0,01 0,98 3,22 2,24 55,11 56,31
0,98 3,10 2,12 57,51
0,001 0,98 4,04 3,06 38,68 37,87
0,98 4,12 3,14 37,07
Gambar 1. Persentase penghambatan ekstrak etanol batang tantaran gayung
terhadap P. falciparum strain Persen penghambatan
parasitemia rata-rata setiap konsentrasi
ekstrak etanol batang tantaran gayung
memiliki daya hambat yang baik pada
setiap konsentrasi, jika dibandingkan
dengan kontrol negatif yang tidak
memiliki daya hambat (tabel 1).
Persentase penghambatan Plasmodium
falciparum pada dosis terkecil (0,001
µg/ml) untuk ekstrak etanol adalah
38,04%, dan pada dosis tinggi (100
µg/ml) adalah 100%. Ekstrak dikatakan
mempunyai sifat antiplasmodial apabila
dapat menurunkan tingkat parasitemia
lebih dari 30%(9). Tiap bahan atau obat
antimalaria mempunyai mekanisme
14
penghambatan yang spesifik, begitu pula
senyawa-senyawa yang berasal dari
tumbuhan (6).
Nilai IC50 menunjukkan besarnya
konsentrasi dari ekstrak etanol batang
Tantaran Gayung yang dapat
menghambat 50% pertumbuhan parasit.
Semakin kecil nilai IC50, maka semakin
besar efektivitas penghambatan ekstrak
terhadap pertumbuhan parasit.
Nilai IC50 dilakukan dengan
analisis probit. Berdasarkan analisis
probit didapatkan nilai IC50 0,00529
µg/ml. Artinya pemberian ekstrak
tantaran gayung dengan konsentrasi
0,00529 µg/ml dapat menurunkan tingkat
parasit sebesar 50%. Bila dilihat nilai
IC50 ini, tampak bahwa ekstrak Tantaran
Gayung memiliki aktivitas
antiplasmodium yang sangat baik.
Ekstrak dan fraksi dari tanaman obat
dinyatakan tidak mempunyai aktivitas
antiplasmodium bila IC50> 50 µg/ml,
sedangkan Munoz et al (2000)
menyatakan bahwa IC50 suatu ektrak
kurang dari 5 µg/ml, berarti aktivitas
antiplasmodiumnya sangat baik, IC50 5-
10 µg/ml aktivitasnya baik, dan IC50>10
µg/ml adalah tidak aktif (5). Peneliti lain
(7) menggolongkan suatu ekstrak
tanaman berefek antiplasmodium yaitu
aktivitas antiplasmodium sangat baik bila
nilai IC50 kurang dari 0,1 µg/ml, baik
(aktif) bila IC50 0,1-1 µg/ml, cukup
sampai baik bila IC50 1,1-10 µg/ml,
lemah bila nilai IC50 11-25 µg/ml, sangat
lemah bila IC50 26-50 µg/ml, dan tidak
aktif bila nilai IC50>100 µg/ml. Dari
berbagai pernyataan peneliti tersebut
maka dapat dikategorikan bahwa ekstrak
tersebut mempunyai aktivtas
antiplasmodium yang sangat baik.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Batang tantaran gayung mengandung
1,8 dioksiantrakuinon dan alkaloid.
2. Karakteristik simplisia batang tantaran
gayung secara mikroskopik adalah
trikoma pada epidermis bawah daun
dan berkas pembuluh yang menyebar
pada parenkim silinder pusat.
15
3. Kadar abu total sebesar 2,7180 %,
untuk kadar abu tidak larut asam dan
kadar abu larut air masing- masing
1,7120 % dan 0,9200 %. Kadar sari
larut air lebih besar yaitu 3,0100%
dibanding kadar sari larut etanol
sebesar 2,0900%. Penetapan susut
pengeringan 11,1700% dan kadar
bahan organik asing sebesar
0,5200%.
4. Pemberian Ekstrak Tantaran Gayung
pada konsentrasi 10 µg/ml dapat
menurunkan tingkat parasitemia lebih
dari 30% yang berarti ekstrak tersebut
mempunya sifat antiplasmodial.
5. Nilai IC50 ekstrak etanol batang
Tantaran Gayung sebesar 0,00529
µg/ml.
UCAPAN TERIMA KASIH
1. Kepada Dirjen Dikti melalui DP2M
Hibah PEKERTI telah memberikan
biaya pada penelitian ini.
2. Kepada Khairullah Ashar,S.Farm dan
Riskan Noor, S.Farm yang telah
dengan sabar dan telaten melakukan
penelitian di laboratorium.
3. Kepada semua pihak yang telah
mendukung penelitian ini
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. 1979. Farmakope
Indonesia Edisi III. Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
2. Depkes RI. 1995a. Materia Medika
Indonesia Jilid VI.Departemen
Kesehatan RI. Jakarta.
3. Departemen Kesehatan RI. 2005.
Jumlah Kasus dan Angka Kesakitan
Penyakit Malari Menurut Provinsi
Tahun 2003. http://www.menlh.go.id
diakses pada tanggal 20 Desember
2008
4. Ervan. 2008. Hutan Kalimantan
Selatan.http://misteri-
hijau.blog.com/sumber%20BPost%20
kalsel/ diakses tanggal 1 Desember
2008.
5. Jennet-Siems, K., Mockenhaupt, F.P.,
Bienzle, U., Gupta, M.P., and Eich, E.
1999. In Vitro Antiplasmodial Acivity of
16
Central Americans Medicinal Plants.
Trop. Med. Intlh. Health., 4(9): 611-
615
6. Kayser, O., A.F. Kiderlen, and S.L.
Croft. 2000. Natural Products as
Potential Antiparasitic Drugs.
www.fuberlin.de/akkyscr/antiparasitics
fromnature.
7. Kristanti, A.N., Aminah, N.S., Tanjung,
M & Kurniadi B. 2008. Buku Ajar
Fitokimia. Laboratorium Kimia Organik
Fakultas Matematika dan Ilmu
pengetahuan Alam Universitas
Airlangga. Airlangga University Press.
Surabaya
8. Munoz, Sauvain. 2000. A search for
Natural Bioactive Compounds in
Bolivia Through a Multidiciplinary
Approach. Part I. Evaluation of The
Antimalarial Activity of Plants Used by
The Chacobo Indians. J.
Etnopharmacol. 69(2):12-37
9. Pouplin, J.N., T.H. Tran, T.A. Phan, C.
Dolecek, J. Farrar, P. Caron, B. Bodo,
and P. Grellier. 2007. Antimalarial and
cytotoxic activities of
ethnopharmacologically selected
medicinal plants from South Vietnam.
Journal of Ethnopharmacology 109:
417-427.
10.Rain, N., A Khozirah, S. 2007.
Antiplasmodial Properties of some
Malaysian Medicinal Plants. Tropical
Biomedicine 24(1): 29-35
11.Sapna, Soni., K. Avinash, T. Mukul,
Pathak A.K. Pharmacognostic and
Phytochemical Investigation of Stevia
rebaudiana. 2008.
12.Pharmacognosy magazine Vol 4.
Truba Institute of Pharmacy, Bhopal,
India.
13.Susanto, D. 2008. Malaria Serang
260 Warga Pedalaman Kalsel. Media
Indonesia 26 Juni
2008.http://www.mediaindonesia.com
diakses pada tanggal 20 Desember
2008.