kajian ekonomi dan keuangan regional provinsi sulawesi selatan · visi, misi, dan nilai-nilai...
TRANSCRIPT
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I
SULAWESI MALUKU PAPUA
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Sulawesi Selatan
Triwulan I
2014
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
Divisi Asesmen Ekonomi & Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I
Sulawesi Maluku Papua (Sulampua)
Jl. Jenderal Sudirman No. 3
Makassar 90113, Indonesia
(Telepon) 0411 3615188/3615189
(Faksimili) 0411 3615170
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian iii
Kata Pengantar
Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan
disajikan setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I Sulawesi Maluku Papua
(Sulampua), mencakup aspek makroekonomi, inflasi, perbankan, sistem pembayaran, keuangan
daerah, indikator ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prakiraan ekonomi ke depan.
Kajian ekonomi daerah disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank
Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi
bagi para stakeholder di daerah seperti pemerintah daerah, DPRD, lembaga pendidikan, dunia usaha,
dan kalangan masyarakat Iainnya dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank
Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai trusted advisor bagi
stakeholder di wilayah kerjanya.
Pada triwulan I 2014, ekonomi Sulsel berhasil tumbuh 8,03% (yoy), meningkat di atas triwulan IV
2013 (7,90%, yoy). Sektor penggerak pertumbuhan adalah sektor pertambangan dan sektor industri
pengolahan, sedangkan dari sisi pengeluaran adalah ekspor. Hasil dari pertumbuhan ekonomi tersebut
berimplikasi kepada penyerapan tenaga kerja sektor sekunder dan tersier yang lebih banyak, walaupun
berimplikasi kepada ketimpangan pendapatan serta kurang berkontribusi pada indikator jumlah
penduduk miskin. Di sisi lain, laju inflasi Sulsel triwulan I 2014, meski masih pada level tinggi namun
dalam tren menurun dan di bawah angka nasional seiring ketersediaan pasokan yang lebih baik.
Terkait hal ini, peran TPID dalam mengendalikan potensi tekanan inflasi patut diapresiasi.
Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia banyak memanfaatkan data dari berbagai institusi serta
informasi langsung yang diperoleh melalui survei maupun liaison. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini kami sampaikan penghargaan dan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyediaan data dan informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Saran dan masukan dari
semua pihak sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan.
Makassar, 16 Mei 2014
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Wilayah I - Sulampua
Suhaedi
Direktur Eksekutif
iv Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
Visi, Misi, dan Nilai-Nilai Strategis Bank Indonesia
V i s i Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di
regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki
serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil
M i s i 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas
transmisi kebijakan moneter untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif
dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal
dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber
pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada
pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan
lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas
moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan
memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan
nasional
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank
Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan
berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola
(governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan
tugas yang diamanatkan UU
N i l a i - N i l a i
S t r a t e g i s
Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia dalam
menjalankan tugasnya yang terdiri atas: Trust and Integrity
Professionalism Excellence Public Interest Coordination
and Teamwork
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian v
Daftar Isi
Kata Pengantar .................................................................................................................................... iii
Daftar Isi ............................................................................................................................................... v
Ringkasan Eksekutif ..............................................................................................................................1
Tabel Indikator Ekonomi .......................................................................................................................5
1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah .......................................................................................... 7
1.1. Sisi Permintaan .....................................................................................................................7
1.2. Sisi Penawaran ................................................................................................................... 13
2. Keuangan Pemerintah ..................................................................................................... 21
2.1. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ........................................................... 21
2.2. Perkembangan Realisasi Anggaran Provinsi Sulawesi Selatan ............................................. 22
3. Inflasi Daerah ................................................................................................................. 25
3.1. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa .................................................................. 25
3.2. Inflasi Berdasarkan Kota ..................................................................................................... 32
3.3. Disagregasi Inflasi .............................................................................................................. 33
3.4. Koordinasi Pengendalian Inflasi .......................................................................................... 34
4. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan ................................................... 35
4.1. Kondisi Umum Perbankan .................................................................................................. 35
4.2. Stabilitas Sistem Keuangan ................................................................................................ 38
4.3. Pengembangan Akses Keuangan ....................................................................................... 40
5. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang ...................................................................... 41
5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran .................................................................................... 41
5.2. Pengelolaan Uang Tunai .................................................................................................... 42
6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan ................................................................................ 45
6.1. Ketenagakerjaan ................................................................................................................ 45
vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
6.2. Jumlah Penduduk Miskin.................................................................................................... 46
6.3. Rasio Gini ........................................................................................................................... 48
6.4. Nilai Tukar Petani ............................................................................................................... 48
7. Prospek Perekonomian .................................................................................................... 51
7.1. Outlook Kondisi Makroekonomi Regional .......................................................................... 51
7.2. Outlook Inflasi .................................................................................................................... 55
Lampiran ............................................................................................................................................ 57
Ringkasan Eksekutif
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 1
Ringkasan Eksekutif
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
Gambaran Umum
Perekonomian Sulawesi
Selatan pada triwulan I 2014
mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Pada triwulan I 2014, ekonomi Sulsel tumbuh sebesar 8,03% (yoy),
di atas triwulan IV 2013 (7,90%, yoy). Dengan angka tersebut,
pertumbuhan ekonomi Sulsel tetap lebih tinggi daripada pertumbuhan
nasional triwulan I 2014 sebesar 5,21% (yoy). Tekanan inflasi tercatat
mengalami penurunan di triwulan laporan dari 6,22% (yoy) di triwulan
IV 2013 menjadi 5,88% (yoy). Menurunnya inflasi didorong oleh
ketersediaan pangan yang lebih baik dibandingkan akhir tahun 2013.
Indikator perbankan masih dalam tendensi yang melambat seiring
respons perbankan terhadap target pertumbuhan penyaluran kredit.
Tendensi ini juga searah dengan indikator sistem pembayaran Sulsel
yang relatif melambat dari triwulan sebelumnya. Ke depan, tantangan
dalam peningkatan produktivitas sektor utama harus diatasi untuk
menjaga tingkat pertumbuhan yang tinggi. Beberapa faktor risiko
tekanan inflasi harus diwaspadai terutama terkait ekspektasi
masyarakat dalam menghadapi hari besar keagamaan.
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Kegiatan ekspor luar negeri
tumbuh cukup baik,
ditopang produksi sektor
pertambangan dan industri
pengolahan.
Perekonomian Sulsel pada triwulan I 2014 mengalami akselerasi
pertumbuhan didorong kinerja sektor tradable yang mendukung
kegiatan ekspor. Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan laporan
tercatat sebesar 8,03% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar 7,90% (yoy). Dari sisi permintaan, akselerasi
pertumbuhan dimotori oleh kinerja ekspor komoditas pertambangan
serta industri pengolahan. Dari sisi sektoral, sektor perdagangan, hotel,
dan restoran (PHR) mencatat perbaikan kinerja yang ditopang oleh
kegiatan perdagangan dan pariwisata.
Keuangan Pemerintah
Pendapatan dan belanja
daerah realisasinya masih
relatif rendah.
Realisasi pos pendapatan maupun belanja relatif masih rendah.
Dari sisi pendapatan, target pendapatan daerah masih cukup rendah,
meski secara nominal, capaiannya lebih tinggi dari periode yang sama
tahun 2013. Sementara dari sisi belanja, realisasi belanja daerah juga
masih cukup rendah, dimana realisasinya masih di bawah 13%. Meski
demikian, secara nominal, realisasi belanja triwulan I 2014 tersebut jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya masih lebih tinggi.
Ringkasan Eksekutif
2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
Inflasi Daerah
Inflasi Sulsel triwulan I 2014
menurun didukung pasokan
dan distribusi yang memadai.
Pada triwulan I 2014, inflasi Sulsel tercatat sebesar 5,88% (yoy),
lebih rendah dari triwulan IV 2013 (6,22%; yoy), seiring pasokan
pangan yang lebih baik. Inflasi yang menurun didukung oleh semakin
kondusifnya cuaca untuk produksi ikan, terbatasnya banjir di lahan
pertanian, serta minimalnya kendala distribusi terkait cuaca. Meski
demikian, tekanan tetap datang dari kuatnya permintaan akibat faktor
musiman, dampak lanjutan atas biaya impor bahan baku obat, serta
kenaikan harga komoditas yang diatur oleh pemerintah seperti LPG 12
kg dan tarif angkutan udara. Pencapaian inflasi yang lebih rendah
didukung oleh semakin berkembangnya koordinasi pengendalian
inflasi di daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan
Kinerja sistem keuangan
melambat dengan risiko
yang tetap baik. Kegiatan
pengembangan akses
keuangan menunjukkan
peningkatan pangsa UMKM.
Kinerja sistem keuangan Sulsel pada triwulan I 2014, melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan teramati pada
indikator perbankan pertumbuhan aset, dana pihak ketiga, dan kredit.
Perlambatan pertumbuhan aset bank umum terjadi pada bank
pemerintah maupun bank asing dan bank campuran. Sementara itu,
kegiatan intermediasi yang tercermin dari LDR meningkat menjadi
130,45%. Perlambatan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) terjadi
pada semua jenis simpanan (giro, tabungan, dan deposito). Sedangkan
perlambatan kredit juga terjadi pada semua jenis penggunaan (kredit
konsumsi, kredit investasi, dan kredit modal kerja). Secara sektoral,
perlambatan penyaluran kredit tercatat pada sektor utama (pertanian,
pertambangan, industri pengolahan, perdagangan, pengangkutan,
dan jasa sosial masyarakat). Di sisi lain, risiko kredit perbankan masih
terjaga dengan baik, rasio NPLs bank umum masih berada pada level
aman (3,14%). Pada triwulan I 2014, share kredit UMKM terhadap
total kredit di Sulawesi Selatan sebesar 32,72% atau berada diatas
kewajiban yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 20%.
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
Pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Selatan yang tetap
tinggi didukung oleh
aktivitas di sistem
pembayaran.
Perkembangan sistem pembayaran cenderung mengikuti arah
pertumbuhan indikator perbankan yang mengalami perlambatan
pada triwulan I 2014. Baik transaksi nontunai menggunakan Real
Time Gross Settlement (BI-RTGS) maupun Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI) tidak tumbuh setinggi periode lalu. Perlambatan
tersebut dinilai merupakan dampak musiman seiring masih belum
optimalnya kegiatan transaksi pelaku usaha maupun pemerintah di
awal tahun. Faktor musiman juga mempengaruhi pergerakan aliran
uang kartal yang pada triwulan I 2014 mengalami net inflow. Hal ini
Ringkasan Eksekutif
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 3
terjadi seiring masih minimalnya kegiatan penarikan uang dan lebih
dominannya penyetoran di periode awal tahun.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat pengangguran dan
kesejahteraan relatif tidak
berubah signifikan.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Selatan mencapai
5,80% (Februari 2014) atau relatif tidak berubah dari tahun
sebelumnya 5,83% (Februari 2013). Sementara itu, tingkat
kesejahteraan yang diukur dari indikator Nilai Tukar Petani (NTP)
memperlihatkan perbaikan. Kegiatan ekonomi daerah yang masih
tergolong tinggi (8,03%, yoy) mendorong terjadinya perubahan
struktur penyerapan tenaga kerja yaitu adanya peningkatan pada
sektor sekunder (sektor industri pengolahan) dan sektor tersier (sektor
perdagangan dan sektor jasa), dan sebaliknya penurunan penyerapan
tenaga kerja pada sektor pertanian. Kondisi tersebut turut
berkontribusi pada meningkatnya jumlah penduduk kategori miskin
yang juga dipengaruhi oleh naiknya garis kemiskinan (dari Rp221,89
ribu menjadi Rp235,29 ribu) akibat masih cukup kuatnya tekanan
inflasi. Perubahan struktur tenaga kerja, pada akhirnya juga
memperbesar ketimpangan pendapatan antarpenduduk. Namun
demikian, kenaikan harga pertanian pada skala tertentu telah berhasil
meningkatkan kesejahteraan petani yang diukur dari membaiknya
indikator Nilai Tukar Petani (NTP).
Prospek Perekonomian
Pada triwulan II 2014
pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Selatan
diperkirakan akan meningkat
diikuti kenaikan tekanan
inflasi.
Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2014 dan untuk keseluruhan
tahun 2014 ke depan, masing-masing diperkirakan akan tumbuh
pada kisaran 7,5% - 8,5% (yoy) dan 7,0% - 8,0% (yoy).
Pertumbuhan ekonomi yang meningkat tersebut tidak terlepas dari
relatif menguatnya faktor-faktor pendukung pertumbuhan. Jika
dibandingkan dengan ekonomi nasional, angka pertumbuhan ekonomi
Sulsel 2014 tetap lebih baik. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi
ditopang oleh permintaan domestik (lokal) yang tetap kuat. Sementara
di sisi penawaran, sektor pertanian mengalami peningkatan seiring
masuknya musim panen dan kondisi cuaca yang kondusif. Demikian
pula sektor industri, diperkirakan akan meningkatkan produksinya
untuk merespons kenaikan permintaan. Di sisi lain, laju inflasi triwulan
II 2014 diprakirakan akan menghadapi tekanan, didorong kenaikan
permintaan dan penyesuaian tarif.
Ringkasan Eksekutif
4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
Halaman ini sengaja dikosongkan
Tabel Indikator Ekonomi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 5
Tabel Indikator Ekonomi
A. INFLASI DAN PDRB
2014*
I II III IV I II III IV I
MAKRO
- Sulawesi Selatan 132.89 133.44 135.69 136.14 139.01 139.26 145.51 144.60 109.16
- Sulawesi Utara 128.11 129.75 131.57 133.73 136.86 136.16 141.73 144.59 109.39
- Gorontalo 134.65 136.07 137.85 139.32 141.62 140.95 142.53 147.46 108.24
- Papua 126.38 127.28 129.07 132.71 133.82 135.00 140.14 143.68 113.54
- Papua Barat 144.28 149.65 152.64 152.79 155.28 158.31 167.44 163.87 108.41
- Maluku 137.57 142.05 142.03 140.74 141.12 144.46 156.03 153.14 110.38
- Sulawesi Tengah 135.20 137.53 141.14 142.34 143.27 142.88 151.42 153.12 111.45
- Sulawesi Tenggara 137.27 138.93 141.02 141.15 141.41 144.15 151.32 149.50 108.00
- Sulawesi Barat 134.57 134.98 137.56 138.24 140.21 140.78 145.61 146.41 108.92
- Maluku Utara 133.20 134.73 135.68 136.87 138.49 138.68 148.77 150.25 112.16
- Sulawesi Selatan 4.06 3.84 4.48 4.41 4.61 4.36 7.24 6.21 5.88
- Sulawesi Utara 0.95 3.73 5.23 6.04 6.83 4.94 7.72 8.12 5.67
- Gorontalo 5.91 5.95 5.40 5.31 5.18 3.59 3.39 5.84 5.10
- Papua 1.94 1.80 2.94 4.52 5.89 6.07 8.58 8.27 9.57
- Papua Barat 2.07 4.11 5.52 5.07 7.62 5.79 9.70 7.25 5.77
- Maluku 8.65 6.25 7.07 6.73 2.58 1.70 9.86 8.81 8.95
- Sulawesi Tengah 2.50 4.99 6.78 5.87 5.97 3.89 7.28 7.57 8.42
- Sulawesi Tenggara 5.10 4.65 2.03 5.25 3.02 3.76 7.30 5.92 5.60
- Sulawesi Barat 3.81 3.24 3.71 3.28 4.19 4.30 5.85 5.91 6.24
- Maluku Utara 4.54 4.30 3.87 3.29 3.97 2.93 9.65 9.78 8.80
14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 6,936 16,532
1. Pertanian 3,787 4,095 4,321 3,329 3,831 4,059 4,491 3,765 4,252
2. Pertambangan dan Penggalian 875 1,116 1,091 1,209 1,123 1,181 1,230 1,153 1,141
3. Industri Pengolahan 1,948 1,990 2,033 2,079 2,108 2,187 2,210 2,199 2,233
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 157 159 164 168 169 173 178 181 184
5. Konstruksi/Bangunan 841 868 903 955 913 964 1,022 1,058 986
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 2,509 2,616 2,738 2,798 2,797 2,876 2,966 3,022 3,029
7. Angkutan dan Komunikasi 1,436 1,459 1,502 1,553 1,544 1,613 1,660 1,663 1,642
8. Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 1,129 1,240 1,272 1,338 1,323 1,414 1,468 1,480 1,472
9. Jasa-jasa 1,460 1,514 1,522 1,544 1,494 1,529 1,604 1,636 1,594
14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 16,157 16,532
1. Konsumsi 9,586 9,767 9,984 10,142 10,136 10,336 10,675 10,852 10,777
2. Investasi 4,070 4,797 4,557 3,387 4,666 5,153 4,323 4,052 4,028
3. Ekspor 4,755 5,323 5,659 6,158 5,322 5,634 6,169 6,176 6,098
4. Impor 4,269 4,830 4,655 4,713 4,820 5,128 4,339 4,923 4,371
7.90 8.06 8.70 8.88 8.21 6.23 8.26 7.90 8.03
269.15 334.64 425.37 526.60 403.02 389.29 417.56 386.19 366.39
223.29 193.78 152.34 245.36 171.92 198.44 499.94 230.41 167.44
155.07 186.72 254.70 219.18 300.72 404.72 218.82 123.23 131.04
280.95 500.79 246.48 215.54 160.04 472.75 216.69 271.11 219.60
Catatan :
- per Triwulan II 2008, penghitungan inflasi menggunakan tahun dasar 2007
- per Triwulan I 2014, penghitungan inflasi menggunakan tahun dasar 2012
2013*2012
INDIKATOR
*) Sementara
Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)
Nilai Impor Non Migas (USD Juta)
Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)
Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar)
Pertumbuhan PDRB (%; yoy)
Indeks Harga Konsumen
Laju Inflasi Tahunan (%; yoy)
PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar)
Tabel Indikator Ekonomi
6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI PROYEK, DPK LOKASI KC/KCP)
2014****
I II III IV I II III IV I
Total Aset (Rp Miliar) 67,573 72,554 74,754 79,307 80,876 86,366 90,288 90,932 92,253
46,091 48,468 50,928 54,278 53,721 53,299 57,204 60,239 58,003
Giro 7,893 7,764 8,287 7,948 9,252 8,086 9,211 7,836 7,984
Tabungan 24,970 27,186 28,523 31,428 29,262 29,942 31,943 34,840 32,314
Deposito 13,228 13,518 14,117 14,902 15,207 15,271 16,050 17,563 17,705
- - -
58,755 63,265 65,412 69,956 72,019 77,083 79,613 80,509 80,836
- Modal Kerja 22,500 25,045 24,656 28,250 28,671 27,484 27,822 29,217 28,996
- Investasi 11,728 12,256 12,635 11,911 12,725 17,402 18,289 17,089 17,088
- Konsumsi 24,527 25,965 28,121 29,794 30,622 32,197 33,503 34,203 34,752
127.47% 130.53% 128.44% 128.88% 134.06% 144.62% 139.17% 133.65% 139.37%
58,755 63,265 65,412 69,956 72,019 77,083 79,613 80,509 80,836
- Pertanian 883 1,101 1,146 1,187 1,373 1,356 1,354 1,374 1,388
- Pertambangan 568 608 626 564 590 584 599 611 586
- Industri pengolahan 4,842 5,216 5,381 6,013 6,116 5,570 5,720 4,314 4,063
- Listrik,Gas dan Air 379 420 663 782 996 1,357 1,484 1,579 1,554
- Konstruksi 3,148 3,503 3,708 3,848 3,835 4,043 4,405 4,231 4,175
- Perdagangan 15,854 18,288 18,100 19,531 20,344 23,549 24,050 25,010 25,246
- Pengangkutan 1,828 1,809 1,737 2,138 2,317 2,379 2,459 2,600 2,522
- Jasa Dunia Usaha 3,171 3,438 3,474 3,371 3,446 4,511 4,289 4,656 4,613
- Jasa Sosial Masyarakat 1,583 1,465 1,376 1,386 1,479 1,515 1,740 1,800 1,867
- Lain-lain 26,497 27,417 29,202 31,135 31,523 32,219 33,513 34,334 34,821
18,011 19,189 17,890 19,538 20,925 23,185 23,206 23,627 23,839
3,540 3,937 3,637 3,625 3,947 4,177 4,346 4,438 4,560
- Modal Kerja 3,132 3,492 3,173 3,163 3,440 3,528 3,635 3,757 3,811
- Investasi 407 445 464 462 507 649 711 681 750
- Konsumsi - - - - - - - - -
8,718 8,698 8,193 8,469 8,635 9,116 9,180 9,330 9,489
- Modal Kerja 5,506 5,771 5,445 5,668 5,599 6,013 5,564 5,672 5,789
- Investasi 3,212 2,926 2,749 2,802 3,037 3,103 3,616 3,658 3,700
- Konsumsi - - - - - - - - -
5,754 6,554 6,059 7,443 8,343 9,892 9,681 9,858 9,790
- Modal Kerja 4,638 5,292 4,693 5,509 6,011 6,950 6,633 7,048 6,831
- Investasi 1,115 1,262 1,366 1,935 2,332 2,942 3,047 2,810 2,959
- Konsumsi - - - - - - - - -
2.82% 2.88% 2.65% 2.64% 2.84% 2.68% 2.77% 3.13% 2.97%
4.20% 4.24% 4.21% 4.08% 4.37% 4.03% 4.71% 4.52% 4.97%
BANK UMUM SYARIAH
3,377 3,689 3,977 4,524 4,802 5,085 5,420 5,576 6,929
1,581 1,639 1,821 2,068 2,142 2,138 2,594 2,884 2,750
Giro 197 201 202 299 256 232 243 338 221
Tabungan 758 805 846 986 970 974 1,162 1,307 1,268
Deposito 626 633 773 784 916 932 1,188 1,239 1,261
3,268 3,491 3,859 4,348 4,735 5,158 5,273 5,669 5,631
- Modal Kerja 892 930 1,117 1,137 1,126 1,141 1,253 1,567 1,522
- Investasi 428 440 527 605 729 1,004 985 987 1,027
- Konsumsi 1,948 2,121 2,215 2,606 2,880 3,012 3,035 3,115 3,082
206.70% 213.05% 211.91% 210.20% 221.03% 241.23% 203.31% 196.55% 204.73%
Catatan:
* (<Rp. 50 Juta)
** (Rp. 50 < X < Rp. 500 Juta)
*** (Rp. 500 Juta < X < Rp. 5 M)
**** Data Sementara
2013****
Kredit - dsr. Lokasi Proyek (Rp Miliar)
INDIKATOR
BANK UMUM :
D P K (Rp Miliar)
2012
FDR
Total Aset (Rp Miliar)
D P K (Rp. Miliar)
Pembiayaan - dsr. Lokasi Proyek (Rp. Miliar)
Kredit Menengah *** (Rp Miliar)
L D R
NPL UMKM gross (%)
Kredit UMKM (Rp Miliar)
NPL Total gross (%)
Kredit Mikro* (Rp Miliar)
Kredit - dsr. Lokasi Proyek (Rp Miliar)
Kredit Kecil ** (Rp Miliar)
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 7
1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) pada triwulan I 2014 mengalami akselerasi pertumbuhan
seiring lebih baiknya kinerja sektor tradable yang mendukung kegiatan ekspor. Pertumbuhan ekonomi
Sulsel pada triwulan laporan tercatat sebesar 8,03% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 7,90% (yoy). Dari sisi permintaan, akselerasi pertumbuhan dimotori oleh kinerja
ekspor yang tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kegiatan ekspor yang mengalami
akselerasi didukung oleh ekspor komoditas pertambangan serta industri pengolahan yang secara
sektoral juga mengalami percepatan pertumbuhan. Masih kuatnya permintaan dari mitra dagang serta
minimalnya gangguan dalam kegiatan produksi menjadi faktor yang mendorong penguatan pada
komponen ekspor dan sektor utama Sulsel tersebut. Di samping itu, sektor perdagangan, hotel, dan
restoran (PHR) juga mencatat angka pertumbuhan yang lebih baik dari triwulan sebelumnya.
Membaiknya kinerja sektor PHR ditopang oleh kegiatan perdagangan dan pariwisata yang berhasil
tumbuh meningkat setelah mengalami perlambatan di triwulan sebelumnya.
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan
1.1. Sisi Permintaan
Dari sisi permintaan atau pengeluaran, menguatnya perekonomian Sulsel pada triwulan I 2014
terutama didorong oleh akselerasi komponen ekspor. Menguatnya ekspor didukung oleh
penguatan baik pada ekspor luar negeri maupun ekspor antardaerah. Tetap terjaganya produksi
barang mentah maupun olahan yang dijual untuk memenuhi permintaan dari mitra dagang menjadi
faktor pendorong penguatan ekspor. Hal ini tercermin dari sumbangan bagi pertumbuhan dari ekspor
yang naik dari 0,12% pada triwulan sebelumnya menjadi 5,08% pada triwulan laporan.
Di sisi lain, kegiatan konsumsi dan investasi menjadi penahan laju pertumbuhan ekonomi Sulsel
pada triwulan I 2014 sehingga tidak terakselerasi lebih lanjut. Sumbangan yang diberikan kedua
komponen tersebut bagi pertumbuhan tercatat lebih rendah pada triwulan laporan. Komponen
konsumsi menyumbang sebesar 4,19% sedangkan investasi mengurangi laju pertumbuhan ekonomi
sebesar -4,17%. Pada triwulan IV 2013, sumbangan komponen konsumsi dan investasi masing-masing
adalah sebesar 4,74% dan 4,44% (Tabel 1.1 dan Grafik 1.2).
(6)
(4)
(2)
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011* 2012* 2013** 2014
%
yoy Nasional qtq Sulsel yoy Sulsel
8.03
5.21
2.32
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Sisi Permintaan
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Grafik 1.2. Sumbangan Pertumbuhan Menurut Komponen Pengeluaran
1.1.1 Konsumsi
Kegiatan konsumsi mengalami deselerasi pertumbuhan di triwulan I 2014 dibandingkan dengan
triwulan IV 2013. Komponen konsumsi tercatat tumbuh sebesar 6,32% (yoy), lebih tinggi dari
pertumbuhan di triwulan sebelumnya (7,00%; yoy). Apabila dilihat menurut pelaku konsumsi,
konsumsi rumah tangga masih tumbuh cukup kuat, namun sedikit melambat pada triwulan laporan.
Sementara itu, konsumsi pemerintah menjadi faktor utama perlambatan kinerja konsumsi.
Pada triwulan I 2014, konsumsi rumah tangga tumbuh cukup stabil dengan tendensi yang sedikit
melambat. Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh sebesar 6,74% (yoy) setelah tumbuh 6,79%
(yoy) pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga yang stabil pada
triwulan laporan dinilai merupakan dampak dari realisasi kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang
berhasil menjaga daya beli masyarakat. Adanya beberapa stimulus pengeluaran selama triwulan I 2014
juga menopang kegiatan konsumsi antara lain perayaan tahun baru, hari besar keagamaan, Imlek,
serta penyelenggaraan beberapa event lokal maupun aktivitas terkait pemilu.
2014**
I II III IV I II III IV I II III IV I
PDRB 7.39 8.56 8.36 6.09 7.61 7.90 8.06 8.70 8.88 8.39 8.21 6.23 8.26 7.90 7.65 8.03
Konsumsi 4.76 4.39 4.93 5.92 5.01 7.14 7.21 6.95 5.88 6.79 5.74 5.82 6.92 7.00 6.38 6.32
Konsumsi Rumah Tangga 5.57 5.52 5.67 6.19 5.74 6.24 6.47 7.15 6.78 6.67 6.57 6.71 6.83 6.79 6.73 6.74
Konsumsi Pemerintah 1.62 0.19 2.21 4.95 2.29 10.75 10.11 6.20 2.60 7.24 2.53 2.46 7.28 7.80 5.06 4.69
Investasi 0.08 17.21 59.98 28.36 25.55 39.42 42.14 8.64 -7.88 18.68 14.63 7.42 -5.12 19.63 8.23 -13.68
PMTB 4.74 7.27 11.30 16.69 10.20 22.41 23.43 19.97 15.22 20.00 12.81 13.84 16.05 13.48 14.07 11.48
Ekspor 6.88 9.38 -4.55 -22.45 -3.76 -19.09 -11.88 3.14 17.35 -3.34 11.92 5.86 9.01 0.29 6.42 14.60
Impor -2.43 6.94 15.90 -16.83 -0.70 -7.93 5.18 -1.28 -0.78 -1.21 12.90 6.17 -6.79 4.45 4.02 -9.32
Keterangan:
- Konsumsi nirlaba/lembaga nonprofit rumah tangga termasuk ke dalam konsumsi rumah tangga
- PMTB = Pembentukan Modal Tetap Bruto
- Investasi merupakan penggabungan antara PMTB dan perubahan stok/persediaan/inventori
Pertumbuhan Komponen
Penggunaan (%; yoy)
2012*2011* 2012* 2013**
2013**2011*
(25)
(20)
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011* 2012* 2013** 2014**
%
Investasi Konsumsi Ekspor Impor Pertumbuhan PDRB
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 9
Masih kuatnya konsumsi juga tercermin dari beberapa indikator seperti keyakinan konsumen da n
penjualan eceran. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di Makassar pada Januari 2014 memang
mengalami penurunan dibandingkan akhir triwulan sebelumnya (Grafik 1.3). Akan tetapi, pada
Februari dan Maret 2014, IKK menunjukkan peningkatan yang cukup besar. Pola yang hampir sama
terlihat pada pergerakan Indeks Penjualan Eceran di Makassar. Meski turun pada Januari 2014,
pertumbuhan penjualan eceran meningkat pada Februari 2014 dan bergerak cukup stabil jika
dibandingkan dengan pertumbuhan penjualan eceran selama triwulan IV 2013 (Grafik 1.4) Sementara
itu, penyaluran kredit konsumsi tumbuh sedikit melambat (Grafik 1.5).
Dari sisi komponen konsumsi pemerintah, terjadi perlambatan pertumbuhan pada triwulan I
2014 dibandingkan triwulan IV 2013. Konsumsi pemerintah mencatat pertumbuhan sebesar 4,69%
(yoy) setelah sebelumnya tumbuh hingga mencapai 7,80% (yoy). Sesuai pola musimannya, realisasi
belanja daerah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) belum optimal. Apalagi, adanya
mutasi maupun rotasi para pelaksana tugas dan pengguna anggaran dinilai memberikan dampak pada
perlambatan kinerja konsumsi pemerintah. Indikasi ini terlihat dari rekening giro milik Pemerintah
Daerah (Pemda) yang bertambah pada triwulan I 2014 (Grafik 1.6).
Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.4. Indeks Penjualn Eceran
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi Grafik 1.6. Giro Pemerintah Daerah
1.1.2 Investasi
Pada triwulan I 2014, investasi yang dihitung dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tetap
tumbuh tinggi namun lebih rendah dari triwulan IV 2013. PMTB tercatat tumbuh tidak sebaik
capaian sebelumnya dari 13,48% (yoy) menjadi 11,48% (yoy). Hal ini sejalan dengan semakin
dalamnya kontraksi realisasi penanaman modal asing (PMA) yang ada di Sulsel (Grafik 1.7). Adapun
110
120
130
140
150
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
Indeks
IKK Makassar (Rata-rata 3 Bulan) IKK Makassar
(40)
(30)
(20)
(10)
0
10
20
80
85
90
95
100
105
110
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
%, yoyIndeks
Indeks Penjualan Eceran gIndeks - Skala Kanan
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0
5
10
15
20
25
30
35
40
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi - Skala Kanan
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
Rp Triliun
Giro Pemerintah Daerah
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
10 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
kinerja penanaman modal yang berasal dari dalam negeri (PMDN) menjadi penopang pertumbuhan
seiring pertumbuhan nilai realisasi proyek yang kembali positif setelah terkontraksi pada triwulan
sebelumnya. Nilai proyek PMDN pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp356,70 miliar.
Masih maraknya proyek pembangunan di Sulsel, terutama dari swasta maupun gabungan,
menjadi penopang pertumbuhan investasi. Pembangunan properti (perumahan, ruko, apartemen)
tetap berlangsung, terutama proyek lanjutan dari periode sebelumnya. Beberapa proyek lain di sektor
riil juga direalisasikan pada triwulan berjalan, antara lain di sektor pertambangan, industri makanan,
serta fasilitas pemurnian hasil tambang di beberapa daerah. Selain itu, masih ada proyek
pembangunan pabrik semen di Maros yang akan dirampungkan pada tahun 2014 serta konstruksi
industri pengolahan gas alam di Sengkang. Poyek pemerintah diperkirakan belum terealisasi dengan
optimal karena masih berada dalam tahap pelelangan proyek1
.
Perlambatan PMTB pada triwulan I 2014 sejalan dengan melemahnya kinerja beberapa indikator
kegiatan investasi. Penyaluran kredit yang digunakan untuk investasi masih menunjukkan arah
pertumbuhan yang melambat meski angka pertumbuhannya tetap tinggi. Tren perlambatan
penyaluran kredit investasi telah terjadi sejak triwulan III 2013 (Grafik 1.8). Perlambatan kinerja
investasi juga dikonfirmasi oleh realisasi pengadaan semen. Pada triwulan laporan, pertumbuhan
realisasi pengadaan semen tidak setinggi triwulan sebelumnya (Grafik 1.9).
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.7. Realisasi Penanaman Modal Asing Grafik 1.8. Penyaluran Kredit Investasi
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Sumber: Produsen, diolah
Grafik 1.9. Realisasi Pengadaan Semen Grafik 1.10. Perubahan Stok Produsen Nikel
Kinerja investasi yang dihitung sebagai jumlah PMTB dengan perubahan stok mengalami
kontraksi pada triwulan I 2014. Angka pertumbuhan untuk triwulan IV 2013 sebesar 19,63% yang
kemudian turun cukup drastis dan tercatat sebesar -13,68% (yoy). Penurunan ini disebabkan oleh
1
Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, Mei 2014
(2,000)
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyUS$ Juta
Total PMA gTotal PMA - Skala Kanan
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
Kredit Investasi gKredit Investasi - Skala Kanan
(5)
0
5
10
15
20
25
30
35
0
100
200
300
400
500
600
700
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Realisasi Pengadaan gRealisasi - Skala Kanan
(2,500)
(2,000)
(1,500)
(1,000)
(500)
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
(50)
0
50
100
150
200
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyUS$ Juta
Posisi Stok Perubahan Stok gPerubahan Stok - Skala Kanan
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 11
komponen perubahan stok yang memberikan kontribusi negatif bagi pertumbuhan ekonomi Sulsel di
triwulan laporan. Indikasi ini terlihat juga dari pertumbuhan perubahan stok salah satu perusahaan
terbuka di Sulsel yang mengalami kontraksi di triwulan laporan (Grafik 1.10).
1.1.3 Ekspor dan Impor
Neraca perdagangan bersih Sulsel pada triwulan I 2014 tumbuh signifikan seiring kinerja ekspor
yang tumbuh meningkat. Penguatan pada ekspor diikuti oleh melambatnya pertumbuhan impor di
triwulan laporan sehingga neraca perdagangan atas dasar harga konstan (ADHK) mencatat surplus
yang lebih besar dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini berlawanan dengan kondisi pada
triwulan yang sama tahun 2013 ketika terjadi defisit neraca perdagangan (Grafik 1.11). Hal yang sama
terjadi pada neraca perdagangan luar negeri Sulsel untuk barang nonmigas (Grafik 1.12). Di triwulan
laporan, pertumbuhan ekspor luar negeri nonmigas Sulsel lebih tinggi dari triwulan sebelumnya
sedangkan impor luar negeri nonmigas mengalami kontraksi yang lebih besar.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.11. Neraca Perdagangan Bersih PDRB Grafik 1.12. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri
Pada triwulan I 2014, ekspor mengalami peningkatan pertumbuhan seiring kinerja ekspor luar
negeri yang tumbuh menguat. Ekspor tercatat tumbuh sebesar 14,60% (yoy), jauh lebih tinggi dari
pertumbuhan di triwulan IV 2013 (0,29%, yoy). Akselerasi kinerja ekspor didorong oleh membaiknya
pertumbuhan ekspor barang nonmigas ke luar negeri (Grafik 1.13). Di samping itu, ekspor
antardaerah (pangsa: 38%, ADHK) juga menunjukkan penguatan yang tercermin oleh menguatnya
kinerja volume barang dalam negeri yang dimuat di pelabuhan Makassar (Grafik 1.14).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan
Grafik 1.13. Volume Ekspor Nonmigas Grafik 1.14. Volume Barang yang Dimuat
Komoditas ekspor utama dengan orientasi penjualan luar negeri mencatat akaselerasi
pertumbuhan di triwulan I 2014. Ekspor rumput laut, nikel matte, komoditas pertambangan,
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
(6,000)
(4,000)
(2,000)
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
Rp MiliarRp Miliar
Ekspor ADHK Impor ADHK Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan
(100)
0
100
200
300
400
500
600
700
(600)
(400)
(200)
0
200
400
600
800
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
US$ Juta
Mill
ion
sUS$ Juta
Ekspor Luar Negeri Nonmigas
Impor Luar Negeri Nonmigas
Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Nonmigas - Skala Kanan
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Volume Ekspor Luar Negeri gVolume Ekspor gNilai Ekspor
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%; yoyRibu Ton
Volume Muat Barang Dalam Negeri gVolume Muat - Skala Kanan
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
makanan olahan, serta hasil alam olahan (karet dan kayu) tumbuh lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya (Grafik 1.15). Hal ini dipengaruhi juga oleh kinerja industri manufaktur para negara mitra
dagang Sulsel yang masih berekspansi (Grafik 1.16). Sementara itu, ekspor biji coklat dan komoditas
perikanan tumbuh melemah pada triwulan laporan. Terkait perikanan, sesuai dengan hasil liaison
periode sebelumnya, kebijakan pemerintah Filipina untuk memberi keringanan pajak kepada
eksportirnya dinilai telah menekan pagsa ekspor perikanan Indonesia.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bloomberg
Grafik 1.15. Pertumbuhan Ekspor Komoditas Grafik 1.16. Purchasing Managers Index
Impor mengalami kontraksi pertumbuhan pada triwulan I 2014 karena turunnya kinerja impor
antardaerah. Di triwulan laporan, impor turun hingga -9,32% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di
triwulan sebelumnya (4,45%, yoy). Turunnya kinerja impor dikonfirmasi oleh indikator impor
antardaerah (pangsa: 78%, ADHK) yaitu volume barang yang dibongkar di pelabuhan Makassar yang
mengalami kontraksi lebih besar pada triwulan I 2014 (Grafik 1.17). Sementara itu, volume barang
yang diimpor dari luar negeri tercatat tumbuh menguat (Grafik 1.18). Namun demikian, hal ini tidak
mengakselerasi impor karena nilai barang yang diimpor tidak tumbuh lebih tinggi dari triwulan IV
2013, khususnya untuk kategori impor bahan baku dan barang konsumsi.
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Sumber: Bea Cukai Diolah
Grafik 1.17. Volume Barang yang Dibongkar Grafik 1.18. Volume Impor Nonmigas
Pada triwulan I 2014, struktur ekspor maupun impor Sulsel relatif tidak mengalami perubahan
dibandingkan periode sebelumnya. Produk industri masih menjadi komoditas yang dominan bagi
barang dari Sulsel yang dijual ke luar negeri Sulsel (Grafik 1.19). Sementara itu, impor bahan baku
mencatat pangsa terbesar dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan yang kemudian diikuti oleh
impor barang modal dan barang konsumsi (Grafik 1.20).
(200)
(100)
0
100
200
300
400
500
(60)(40)(20)
0 20 40 60 80
100 120 140
I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
%, yoy%, yoy
Rumput Laut Nikel Matte
Pertambangan - Skala Kanan Makanan Olahan - Skala Kanan
46
48
50
52
54
56
58
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2013 2014
Indeks
Jepang Tiongkok AS Zona Eropa Korea Selatan
(40)
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
0200400600800
1,0001,2001,4001,6001,8002,000
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%; yoyRibu Ton
Volume Bongkar Barang Dalam Negeri gVolume Bongkar - Skala Kanan
(80)(60)(40)(20)0 20 40 60 80 100 120 140
0
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Volume Impor Luar Negeri gVolume Impor gNilai Impor
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 13
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.19. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas Grafik 1.20. Pangsa Impor Menurut Kategori
Dilihat dari total nilainya, nikel matte merupakan komoditas dominan dalam struktur ekspor
sedangkan gandum mengambil pangsa terbesar dalam struktur impor. Pada triwulan I 2014,
komoditas nikel matte mengambil pangsa sebesar 58,16% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel
(Tabel 1.2). Selanjutnya, ganggang laut (rumput laut) dan coklat olahan menjadi komoditas dengan
pangsa terbesar yaitu masing-masing sebesar 9,09% dan 8,00%. Untuk impor luar negeri, gandum
yang menjadi bahan baku terigu mengambil pangsa terbesar yaitu 42,05% pada triwulan I 2014.
Selanjutnya, impor gandum diikuti oleh impor hasil industri lainnya serta makanan ternak yang
masing-masing memiliki pangsa sebesar 32,22% dan 8,47% (Tabel 1.3).
Tabel 1.2. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Tabel 1.3. Peringkat Impor Menurut Komoditas
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
1.2. Sisi Penawaran
Dilihat dari sisi penawaran, sektor utama menunjukkan penguatan kinerja, terutama sektor
industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) . Selain itu, beberapa
sektor yang lain juga mengalami akselerasi seperti sektor listrik, gas, dan air (LGA), sektor keuangan,
persewaan, dan jasa perusahaan (keuangan), serta sektor jasa-jasa (Tabel 1.4). Sektor pertambangan
bahkan memberikan sumbangan yang positif sebesar 0,11% pada triwulan laporan setelah
sebelumnya mengurangi pertumbuhan sebesar -0,37% (Grafik 1.21). Adapun sektor pertanian
tercatat tumbuh di atas 10% namun tetap melambat dibandingkan triwulan IV 2013.
21%
78%
1% Pangsa Triwulan I 2014
Komoditas Pertanian: US$77 Juta
Komoditas Industri: US$287 Juta
Komoditas Pertambangan: US$3 Juta
29%
70%
1% Pangsa Triwulan I 2014
Barang Modal: US$39 Juta
Bahan Baku: US$92 Juta
Barang Konsumsi: US$1 Juta
KomoditasNilai Ekspor
Triwulan I 2014
(US$ Juta)
Nikel matte 213.11
Ganggang laut 33.32
Coklat olahan 29.33
Biji coklat 19.95
Udang segar/beku 14.59
Kayu olahan 12.51
Ikan olahan 8.80
Buah/sayur olahan 5.93
Hasil industri lainnya 5.12
Ikan segar dan lainnya 4.96
KomoditasNilai Impor
Triwulan I 2014
(US$ Juta)
Gandum 55.11
Hasil industri lainnya 42.23
Makanan ternak 11.10
Besi/baja 5.99
Alat listrik/ukur/fotografi/dll 4.28
Pesawat udara dan bagiannya 3.50
Bahan kimia 3.35
Kertas dan barnag dari kertas 2.98
Kendaraan roda 4 atau lebih 2.59
Produk keramik 2.29
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Sisi Penawaran
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Grafik 1.21. Sumbangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Sisi Penawaran
1.2.1 Sektor Pertanian
Pada triwulan I 2014, sektor pertanian mengalami deselerasi pertumbuhan karena masih belum
optimalnya kinerja subsektor perkebunan. Angka pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan
laporan tercatat sebesar 10,98% (yoy), lebih rendah dari triwulan IV 2013 yang tercatat sebesar
13,10% (yoy). Subsektor perkebunan, dalam hal ini komoditas kakao, menjadi salah satu faktor
penyebab terjadinya perlambatan. Produksi biji kakao, di Sulawesi pada umumnya dan di Sulsel pada
khususnya, masih terbatas karena belum datangnya masa panen, pengaruh cuaca, program
pemerintah yang kurang optimal, serta umur tanaman yang tua akibat belum adanya peremajaan2
. Hal
ini tercermin dari volume ekspor kakao yang menurun dan patut disayangkan karena harga kakao di
pasar global sedang berada pada tren meningkat (Grafik 1.22 dan Grafik 1.23).
Perlambatan pertumbuhan juga dialami oleh subsektor perikanan seiring belum optima lnya
produksi pada triwulan I 2014. Melemahnya kinerja subsektor ini terlihat dari perkembangan volume
2
Hasil liaison kepada eksportir coklat olahan, triwulan I 2014
2014**
I II III IV I II III IV I II III IV I
PDRB 7.39 8.56 8.36 6.09 7.61 7.90 8.06 8.70 8.88 8.39 8.21 6.23 8.26 7.90 7.65 8.03
Pertanian 12.54 8.59 4.92 -0.17 6.45 5.30 4.31 8.31 3.22 5.40 1.15 -0.89 3.93 13.10 3.95 10.98
Pertambangan & Penggalian -15.49 -0.96 -0.91 -13.66 -7.89 -10.64 2.23 1.16 26.04 4.44 28.41 5.85 12.78 -4.62 9.26 1.54
Industri Pengolahan 3.10 4.47 10.69 12.12 7.64 14.58 8.94 5.64 6.99 8.86 8.24 9.88 8.71 5.76 8.12 5.89
Listrik, Gas & Air Bersih 3.99 2.05 6.34 22.27 8.61 22.02 13.95 10.73 5.31 12.53 7.81 9.18 8.39 8.06 8.36 8.86
Bangunan 8.48 13.46 13.59 12.65 12.09 11.61 7.91 8.38 11.11 9.73 8.62 11.00 13.20 10.73 10.92 7.99
Perdagangan, Hotel & Restoran 11.52 14.02 11.70 6.70 10.88 10.10 9.12 10.41 12.44 10.54 11.48 9.96 8.33 7.98 9.38 8.29
Angkutan & Komunikasi 13.25 10.27 10.81 14.01 12.11 19.42 17.75 14.73 8.68 14.87 7.53 10.55 10.54 7.09 8.92 6.33
Keuangan 10.56 11.94 17.52 19.18 14.84 9.88 19.03 19.81 14.72 15.87 17.21 14.00 15.40 10.62 14.18 11.24
Jasa-jasa 6.80 7.42 6.21 6.40 6.70 1.41 3.19 3.03 1.47 2.27 2.31 0.97 5.38 5.92 3.67 6.72
Keterangan:
- Real estate, persewaan, dan jasa perusahaan termasuk ke dalam Sektor Keuangan
2013**2011*
2011*2012*
2012*2013**Pertumbuhan Sektor Ekonomi
(%; yoy)
(2)
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011* 2012* 2013** 2014**
%
Pertanian Industri PHR Sektor Lainnya PDRB
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 15
ekspor udang segar dan aneka ikan yang terkontraksi (Grafik 1.24 dan Grafik 1.25). Hal ini dinilai
merupakan dampak dari kondisi cuaca yang tidak menguntungkan bagi para nelayan, terutama di
Januari 2014. Meski curah hujan dan gelombang laut mulai membaik pada Februari dan Maret 2014,
produksi perikanan tidak sampai mengalami akselerasi. Adapun kenaikan produksi komoditas padi
palawija3
dinilai berhasil menopang pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan (tabama)
sehingga sektor pertanian secara keseluruhan masih tumbuh cukup tinggi.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank
Grafik 1.22. Volume Ekspor Biji Coklat Grafik 1.23. Harga Internasional Kakao
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.24. Volume Ekspor Udang Grafik 1.25. Volume Ekspor Aneka Ikan
1.2.2 Sektor Pertambangan dan Penggalian
Sektor pertambangan dan penggalian tumbuh positif di triwulan I 2014 setelah mengalami
kontraksi pertumbuhan pada triwulan IV 2013. Pada triwulan laporan, kinerja sektor ini membaik
dan tumbuh sebesar 1,54% (yoy) setelah turun sebesar -4,62% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Hal
ini sejalan dengan arah pertumbuhan ekspor komoditas pertambangan yang kontraksinya semakin
tipis di triwulan I 2014 (Grafik 1.26). Mulai pulihnya harga internasional beberapa komoditas tambang
seperti nikel, logam mulia (emas), dan seng diduga memacu kegiatan produksi sektor pertambangan
dan penggalian di Sulsel (Grafik 1.27). Implementasi UU Minerba sejak Januari 2014 memberikan
dampak yang minimal bagi sektor pertambangan karena mineral utama Sulsel, yaitu bijih nikel, telah
diolah menjadi nikel matte sebelum dijual ke luar negeri oleh eksportir.
3
Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, Mei 2014
(80)
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
80
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Ekspor Biji Coklat gEkspor - Skala Kanan
(40)
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2012 2013 2014
%, yoyUSD/kg Harga Internasional Kakao
gHarga - Skala Kanan
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Ekspor Udang Segar/Beku gEkspor - Skala Kanan
(30)(25)(20)(15)(10)(5)0 5 10 15 20 25
0.00.20.40.60.81.01.21.41.61.82.0
I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Ekspor Aneka Ikan gEkspor - Skala Kanan
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank
Grafik 1.26. Volume Ekspor Pertambangan Grafik 1.27. Harga Komoditas Tambang
1.2.3 Sektor Industri Pengolahan
Sektor industri pengolahan tumbuh menguat pada triwulan I 2014 seiring penguatan pada
industri mikro dan kecil. Sektor ini tercatat tumbuh sebesar 5,89% (yoy) pada triwulan laporan
setelah sebelumnya tumbuh 5,76% (yoy). Akselerasi pada sektor industri pengolahan didorong oleh
membaiknya kinerja industri mikro dan kecil (IMK) di triwulan laporan. Adapun industri besar dan
sedang (IBS) mtumbuh sedikit melambat pada triwulan laporan sehingga sektor menahan percepatan
pertumbuhan sektor industry pengolahan (Grafik 1.28).
Menguatnya kinerja pertumbuhan sektor industri pengolahan searah dengan perkembangan
beberapa subsektor industri pengolahan. Pada triwulan laporan, kinerja subsektor industri hasil
tambang mengalami akselerasi seiring tidak adanya gangguan operasional dan minimalnya dampak
implementasi UU Minerba (Grafik 1.29). Hasil industri makanan olahan serta kayu olahan juga dinilai
tumbuh meningkat seperti terlihat pada kinerja ekspornya (Grafik 1.30). Untuk kayu olahan, masih
kuatnya pertumbuhan didukung oleh permintaan dari luar negeri seperti Jordan, Singapura, Korea
Selatan, dan Filipina4
.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Produsen, diolah
Grafik 1.28. Pertumbuhan Industri Grafik 1.29. Produksi Nikel Matte
Penyelenggaraan pemilu legislatif memberikan dampak positif pada beberapa subsektor industri
pengolahan namun tidak signifikan. Persiapan pemilu legislatif meningkatkan permintaan pada
4
Hasil liaison kepada produsen dan eksportir kayu olahan, triwulan I 2014
(150)
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
10
20
30
40
50
60
70
80
I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Ekspor Pertambangan gEkspor - Skala Kanan
13,000
15,000
17,000
19,000
21,000
23,000
25,000
1,600
1,700
1,800
1,900
2,000
2,100
2,200
2,300
2,400
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2012 2013 2014
US$/metrik tonUS$/metrik ton
Seng Timah Hitam Nikel - Skala Kanan Timah - Skala Kanan
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
%, yoy
IMK IBS
(40)(30)(20)(10)0 10 20 30 40 50 60 70
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton Metrik
Produksi Nikel gProduksi
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 17
beberapa subsektor industri selama masa kampanye, khususnya kertas dan barang cetakan5
. Namun
demikian, industri tepung terigu, gula rafinasi, maupun kayu olahan disinyalir tidak terkena dampak
penyelenggaraan pemilu6
. Meningkatnya pertumbuhan produksi industri terigu pada triwulan I 2014
dinilai lebih didorong oleh faktor musiman dan persiapan Lebaran (Grafik 1.31).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Produsen, diolah
Grafik 1.30. Volume Ekspor Hasil Industri Grafik 1.31. Produksi Tepung Terigu
1.2.4 Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih
Sektor LGA mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan I 2014 dibandingkan triwulan
sebelumnya. Sektor LGA tercatat tumbuh sebesar 8,86% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh sebesar
8,06% (yoy). Menguatnya kinerja sektor LGA terkonfirmasi dari pertumbuhan penjualan eceran gas
yang digunakan oleh rumah tangga (Grafik 1.32). Sementara itu, meski tumbuh relatif melambat pada
triwulan laporan, kredit menurut lokasi proyek yang disalurkan kepada sektor ini tetap tumbuh di atas
50% secara tahunan. Hal ini memberi indikasi masih kuatnya kegiatan penciptaan nilai tambah di
sektor ini seiring aliran dana dari perbankan yang pertumbuhannya masih cukup tinggi.
Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.32. Penjualan Eceran Gas Grafik 1.33. Kredit Sektor LGA
1.2.5 Sektor Bangunan
Pada triwulan I 2014, sektor bangunan kembali tumbuh melemah karena belum optimalnya
seluruh kegiatan pembangunan. Di triwulan IV 2013, sektor ini mampu tumbuh hingga 10,73%
(yoy). Pada triwulan laporan, sektor ini mengalami perlambatan dan tumbuh sebesar 7,99% (yoy).
5
Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, Mei 2014
6
Hasil liaison kepada produsen tepung terigu, gula rafinasi, dan kayu olahan, triwulan I 2014
(200)
(100)
0
100
200
300
400
500
(30)(25)(20)(15)(10)
(5)0 5
10 15 20 25
I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
%, yoy%, yoy
Kayu Olahan Makanan Olahan - Skala Kanan
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
020406080
100120140160180200
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton Metrik
Produksi Terigu gProduksi Terigu - Skala Kanan
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
%, yoyIndeks
Penjualan Gas untuk Rumah Tangga gIndeks
(50)
0
50
100
150
200
250
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
Kredit Sektor LGA gKredit - Skala Kanan
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
Perlambatan di sektor ini sejalan dengan deselarasi pada komponen PMTB yang juga mengalami
perlambatan di triwulan laporan. Hal ini terkonfirmasi oleh melambatnya pertumbuhan penjualan
eceran bahan bangunan (semen dan logam) dan perlengkapan konstruksi (Grafik 1.34). Penyaluran
kredit ke sektor bangunan berdasarkan lokasi proyek juga tercatat mengalami perlambatan
pertumbuhan pada triwulan I 2014 (Grafik 1.35).
Sumber: Survei Penjualan Eceran Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.34. Penjualan Eceran Barang Konstruksi Grafik 1.35. Kredit Sektor Bangunan
1.2.6 Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Sektor PHR tumbuh menguat pada triwulan I 2014 yang didorong oleh membaiknya kegiatan
perdagangan dan terjaganya kinerja pariwisata. Pertumbuhan sektor ini tercatat meningkat dari
7,98% (yoy) pada triwulan IV 2013 menjadi sebesar 8,29% (yoy). Akselerasi kinerja sektor PHR salah
satunya didorong oleh menguatnya kegiatan perdagangan baik yang berorientasi ke luar negeri
maupun dalam negeri. Hal ini terkonfirmasi dari indikator total volume barang yang dibongkar dan
dimuat di pelabuhan Makassar yang tumbuh menguat pada triwulan I 2014 (Grafik 1.36).
Perkembangan sektor PHR juga masih didukung oleh penjualan otomotif yang diprakirakan akan
tumbuh secara konservatif di kisaran 10% (yoy)7
.
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.36. Volume Bongkar & Muat Barang Grafik 1.37. Tingkat Penghunian Kamar Hotel
Subsektor hotel juga menopang pertumbuhan sektor PHR pada triwulan laporan seiring hunian
kamar dan kunjungan wisatawan yang terjaga. Secara musiman, tingkat penghunian kamar hotel
serta jumlah wisatawan mancanegara memang berkurang di triwulan I 2014 karena merupakan masa
low season akibat berakhirnya musim liburan. Namun demikian, penurunan yang terjadi tidak sedalam
7
Hasil liaison kepada penjual/pedagang otomotif skala besar, triwulan I 2014
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
%, yoy
Semen Bahan Konstruksi dari Logam Perlengkapan Konstruksi
0
5
10
15
20
25
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
Kredit Sektor Konstruksi gKredit - Skala Kanan
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Volume Muat Volume Bongkar gTotal Volume - Skala Kanan
30
35
40
45
50
55
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
%
Sulawesi Selatan
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 19
seperti pada triwulan I di tahun 2013. Hal ini menyebabkan indikator pariwisata memiliki kinerja yang
lebih baik dari capaian di triwulan sebelumnya (Grafik 1.37 dan Grafik 1.38). Sementara itu, realisasi
kegiatan usaha sektor PHR tercatat lebih tinggi dari perkiraannya maupun dari triwulan sebelumnya
sehingga mendukung penguatan pertumbuhan sektor PHR (Grafik 1.39).
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.38. Jumlah Wisatawan Mancanegara Grafik 1.39. Kegiatan Usaha Sektor PHR
1.2.7 Sektor Angkutan dan Komunikasi
Pertumbuhan sektor angkutan dan komunikasi mengalami perlambatan pada triwulan I 2014
karena melambatnya kinerja subsektor transportasi. Sektor ini tercatat tumbuh dari 7,09% (yoy)
menjadi 6,33% (yoy) di triwulan I 2014. Perlambatan yang terjadi terutama disebabkan oleh
melambatnya kinerja moda angkutan udara. Hal ini terkonfirmasi dari pelemahan pertumbuhan lalu
lintas penumpang penerbangan domestik maupun internasional (Grafik 1.40). Belum tibanya musim
liburan menjadi faktor penyebab melambatnya kinerja transportasi udara. Di sisi lain, moda angkutan
laut menopang pertumbuhan sektor angkutan dan komunikasi seiring kontraksi yang tidak sedalam
triwulan sebelumnya (Grafik 1.41).
Sumber: Angkasa Pura Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan
Grafik 1.40. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara Grafik 1.41. Lalu Lintas Penumpang Kapal Laut
1.2.8 Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
Pada triwulan I 2014, sektor keuangan mampu tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya. Sektor keuangan tercatat tumbuh 11,24% (yoy) di triwulan laporan, lebih tinggi dari
pertumbuhan di triwulan IV 2013 (10,62%; yoy). Faktor pendorong dinilai datang dari subsektor usaha
pegadaian dan pembiayaan multiguna. Di tahun 2014, usaha pegadaian diperkirakan meningkatkan
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
80
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyOrang
Jumlah Kedatangan Wisman gWisman - Skala Kanan
(10)
(5)
0
5
10
15
20
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, Saldo Bersih Tertimbang
Realisasi Kegiatan Usaha Sektor PHR Perkiraan Kegiatan Usaha Sektor PHR
(5)
0
5
10
15
20
25
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyJuta Orang
Keberangkatan Kedatangan gPenumpang - Skala Kanan
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
0
50
100
150
200
250
300
350
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyRibu Orang
Kedatangan Dalam Negeri Keberangkatan Dalam Negeri
gPenumpang - Skala Kanan
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
target penjualan hingga 30%-40%, yang terutama bersumber dari pegadaian emas dan pembiayaan
bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Sementara itu, usaha pembiayaan multiguna diduga
ditopang oleh pembiayaan untuk kendaraan bermotor roda dua yang tingkat permintaannya masih
kuat. Target pembiayaan multiguna diperkirakan akan tumbuh sebesar 8%-10% secara tahunan pada
2014, lebih besar dari capaian tahun 2013 yang tumbuh di kisaran 4%.
Pertumbuhan subsektor perbankan masih berada pada tren yang melambat dan tercermin dari
perkembangan penyaluran kredit secara total. Hal ini menjadi faktor risiko bagi perkembangan
sektor keuangan ke depan sehingga perbankan diperkirakan akan mengoptimalkan pendapatan dari
sisi fee-based income karena melemahnya pendapatan dari interest-based income. Kinerja subsektor
properti pada triwulan laporan juga tidak sebaik triwulan sebelumnya meskipun masih mencatat
pertumbuhan penjualan yang cukup tinggi hingga di atas 20% (Grafik 1.42 dan Grafik 1.43).
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Perusahaan Properti
Grafik 1.42. Penyaluran Kredit Perbankan Grafik 1.43. Penjualan Properti
1.2.9 Sektor Jasa-jasa
Sektor jasa-jasa kembali tumbuh membaik
pada triwulan I 2014 yang terutama didorong
kinerja usaha swasta. Sektor ini tercatat tumbuh
sebesar 6,72% (yoy) setelah tumbuh sebesar
5,92% (yoy) di triwulan IV 2013. Penguatan
tersebut diduga adalah dampak dari stabilnya
kinerja konsumsi rumah tangga dan menguatnya
pertumbuhan sektor PHR yang kemudian turut
meningkatkan kinerja di subsektor jasa hiburan,
rekreasi, dan jasa perorangan atau rumah
tangga. Adapun indikator penyaluran kredit ke
sektor jasa sosial masyarakat tercatat masih
cukup tinggi namun dengan tendensi yang
melambat pada triwulan I 2014 (Grafik 1.44).
Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.44. Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
Total Kredit gKredit - Skala Kanan
(20)
0
20
40
60
80
100
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Miliar
Penjualan Properti gPenjualan - Skala Kanan
(20)
(10)
0
10
20
30
40
0.00.20.40.60.81.01.21.41.61.82.0
I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
%; yoyRp Triliun
Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat gKredit - Skala Kanan
Keuangan Pemerintah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 21
2. Keuangan Pemerintah
Realisasi pendapatan maupun belanja fiskal daerah relatif belum optimal. Realisasi pos pendapatan
maupun belanja awal tahun 2014 cenderung lebih rendah dari periode yang sama tahun 2013. Dari
sisi pendapatan, persentase realisasi pendapatan daerah masih cukup rendah, meski secara nominal,
capaiannya lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2013. Realisasi pendapatan daerah tersebut
terutama berasal dari pendapatan pajak daerah (pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama),
seiring penjualan otomotif yang masih relatif besar.
Sementara dari sisi belanja, realisasi belanja daerah juga masih cukup rendah, dimana realisasinya
sebesar 12,29%, walaupun nominal realisasi belanja triwulan I 2014 tersebut jika dibandingkan
dengan tahun sebelumnya masih lebih tinggi. Penyerapan belanja infrastruktur (belanja modal) mulai
membaik dibandingkan tahun 2013, yang akan menjadi stimulan bagi investasi. Sementara realisasi
belanja pegawai yang lebih tinggi, turut mendorong konsumsi swasta yang meningkat.
2.1. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Dalam kurun 5 (lima) tahun terakhir, besarnya nilai APBD Provinsi Sulsel terus meningkat, diikuti
dengan perubahan struktur baik pada bagian pendapatan maupun belanja. Dari sisi pendapatan,
selama lima tahun terakhir, porsi dana perimbangan mengalami penurunan, yang menunjukkan
tingkat ketergantungan daerah kepada anggaran pusat semakin menurun. Namun demikian, pada pos
Lain-Lain PAD Yang Sah, porsinya mengalami peningkatan dalam kurun dua tahun terakhir, salah
satunya didorong oleh Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) APBD tahun sebelumnya yang cukup
besar. Dari sisi belanja, pada tahun 2014 porsi belanja modal masih relatif sama dengan tahun
sebelumnya yaitu sekitar 19%. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 Tentang RPJMN Tahun 2010-
20148
mengharapkan porsi belanja modal adalah 30%. Kenaikan porsi belanja modal tersebut
mencerminkan perhatian Pemerintah Provinsi Sulsel yang terus menguat dalam pembangunan
infrastruktur daerah.
Grafik 2.1. Proporsi Pendapatan APBD Grafik 2.2. Proporsi Belanja APBD
8
Permendagri Nomor 27 tahun 2013 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah
Tahun Anggaran 2014
Rp1.430,08 Rp1.782,15Rp2.348,70 Rp2.587,85 Rp3.107,04
Rp954,63Rp1.090,32
Rp1.323,87 Rp1.457,68
Rp2.473,37
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tw I-2010 Tw I-2011 Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014
Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah
Rp2,199.15Rp1,847.67
Rp2,998.92Rp3,212.25
Rp3,971.42
Rp230.12Rp367.95
Rp367.75Rp923.79
Rp754.20
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tw I-2010 Tw I-2011 Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014
Belanja Modal Belanja Operasi
Keuangan Pemerintah
22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
2.2. Perkembangan Realisasi Anggaran
Tabel 2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Sampai Dengan Triwulan I 2014
2.2.1 Pendapatan
Realisasi pendapatan daerah pada awal tahun 2014 masih belum optimal. Persentase realisasi
pendapatan mengalami penurunan pada triwulan I 2014 meskipun secara nominal, realisasi lebih
besar dibandingkan realisasi tahun sebelumnya. Nilai realisasi anggaran pendapatan daerah pada
triwulan I 2014 mencapai Rp1,23 triliun atau 22,01% dari total target pendapatan sebesar Rp 5,59
triliun. Peningkatan terutama didorong oleh realisasi Pendapatan Pajak Daerah sebesar Rp0,56 triliun
(naik 12,9%), Dana Alokasi Umum Rp0,40 triliun (naik 10,9%) dan Transfer Pemerintah Pusat Lainnya
Rp230,6 miliar (naik 100%).
Peran realisasi komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap ekonomi daerah9
pada
triwulan I 2014 sedikit meningkat dibanding tahun sebelumnya. Dari sisi Dana Perimbangan per
PDRB ADHB, rasio hingga triwulan I 2014 sebesar 1,28%, lebih tinggi daripada triwulan I 2013 yang
sebesar 0,91%. Sementara rasio PAD terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB), terlihat stabil
pada triwulan I 2014. Rasio PAD per PDRB ADHB pada triwulan I 2014 sebesar 1,21%, sementara
triwulan I 2013 sebesar 1,29%. Perkembangan ekonomi yang tinggi di Sulsel, diharapkan juga dapat
9
Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif, masing-
masing hingga triwulan I
Nominal % REALISASI Nominal % REALISASI
1. PENDAPATAN
1.1. PENDAPATAN ASLI DAERAH 2,587.85 551.11 21.30% 3,107.04 597.25 19.22%
- Pendapatan Pajak Daerah 2,333.13 493.21 21.14% 2,822.47 556.91 19.73%
- Pendapatan Retribusi Daerah 65.41 13.80 21.10% 74.28 12.51 16.84%
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 66.79 - 71.85 - 0.00%
- Lain-lain PAD yang Sah 122.52 44.10 36.00% 138.44 27.83 20.11%
1.2. DANA PERIMBANGAN 1,457.68 389.27 26.70% 2,473.37 633.80 25.62%
- Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 303.64 26.01 8.57% 292.49 - 0.00%
- DAU 1,089.77 363.26 33.33% 1,209.60 403.20 33.33%
- DAK 64.26 - - 72.98 - 0.00%
Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya - - - 898.31 230.60 25.67%
1.3. Lain-lain Pendapatan yang Sah 977.04 215.63 22.07% 13.52 0.11 0.82%
JUMLAH PENDAPATAN 5,022.57 1,156.01 23.02% 5,593.93 1,231.16 22.01%
2. BELANJA
2.1. BELANJA OPERASI 3,212.25 526.66 16.40% 3,971.42 573.64 14.44%
- Belanja Pegawai 969.07 143.22 14.78% 1,058.29 173.22 16.37%
- Belanja Barang 969.95 47.27 4.87% 1,301.75 81.82 6.29%
- Belanja Bunga 46.25 7.50 16.22% 39.50 2.11 5.34%
- Belanja Hibah 1,224.98 328.68 26.83% 930.60 233.38 25.08%
- Belanja Bantuan Keuangan 641.28 83.11 12.96%
2.2. BELANJA MODAL 923.79 0.04 0.0042% 754.20 8.81 1.17%
2.3. BELANJA TIDAK TERDUGA 15.00 1.15 7.67% 15.00 - 0.00%
JUMLAH BELANJA 4,151.04 527.85 12.72% 4,740.61 582.44 12.29%
TRANSFER 843.05 31.48 3.73% 1,098.76 201.06 18.30%
TOTAL BELANJA 4,994.09 559.33 11.20% 5,839.38 783.50 13.42%
SURPLUS / (DEFISIT) 28.47 596.68 2095.73% (245.44) 447.67 -182.39%
3. PEMBIAYAAN
3.1. PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 623.46 42.26 6.78% 296.44 98.40 33.19%
3.2. PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 1.63 - - 51.00 - 0.00%
JUMLAH PEMBIAYAAN 621.83 42.26 6.80% 245.44 98.40 40.09%
Sumber : Badan Pengelola Keuangan Sulsel (Data Belanja) & Dinas Pendapatan Daerah (Data Pendapatan)
Ket : Angka Sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited )
NO. U R A I A NANGGARAN
2013
Realisasi s/d TRIWULAN I-2013
(Milyar Rupiah)
ANGGARAN
PERUBAHAN
Realisasi s/d TRIWULAN I-2014
Keuangan Pemerintah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 23
dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai tambah bagi pendapatan APBD, antara lain melalui perluasan
basis penerimaan pajak, meningkatkan efisiensi dan penekanan biaya pemungutan, ataupun
pemberdayaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Grafik 2.3. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB
Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencetak persentase realisasi per anggaran, sedikit lebih rendah
dibanding periode yang sama tahun 2013. Realisasi komponen PAD sebesar Rp0,60 triliun atau
19,22% dari anggaran yang ditetapkan, meningkat dibandingkan realisasi triwulan I 2013 (Rp0,55
triliun). Peningkatan tersebut terutama didorong oleh pendapatan pajak daerah yang persentase
realisasinya sebesar 19,79% (Rp556,91miliar). Hal ini disebabkan masih cukup kuatnya konsumsi
rumah tangga di Sulsel dan upaya Pemprov Sulsel untuk terus mengoptimalkan pungutan pajak di
daerah dalam rangka meningkatkan tax ratio. Sementara itu, pencapaian dan target retribusi daerah
masih belum mencapai yang diharapkan. Pengesahan dua peraturan daerah tentang retribusi jasa
umum10
serta tentang retribusi jasa tertentu11
, yang mulai efektif berlaku sejak Januari 2012, belum
berhasil mendorong kenaikan retribusi daerah. Pada triwulan I 2014, realisasi retribusi baru mencapai
Rp12,51 miliar (16,84%).
Persentase realisasi Dana Perimbangan (DAU dan DAK) masih belum optimal seperti yang telah
dianggarkan. Persentase realisasi sub komponen Dana Alokasi Umum (DAU) yang sebesar Rp403,20
miliar (33,33%) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang masih belum ada realisasi, sesuai dengan
anggaran yang disampaikan oleh pemerintah pusat. Komponen yang berada di bawah realisasi tahun
sebelumnya adalah Lain-lain PAD yang Sah, dimana sampai dengan triwulan I 2014 baru mencapai
Rp0,11 miliar (0,82%), lebih rendah dibanding tahun sebelumnya (Rp215,63 miliar atau 22,07%).
Sementara komponen yang realisasinya berada di atas realisasi tahun sebelumnya adalah komponen
transfer pemerintah pusat lainnya yang mencapai Rp230,60 miliar (25,67%).
2.2.2 Belanja
Persentase penyerapan belanja APBD pada triwulan I 2014 belum mencapai titik optimal, dan
sedikit lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2013. Realisasi anggaran belanja daerah
sampai dengan akhir triwulan I 2014 sebesar 12,29%, atau relatif lebih rendah jika dibandingkan
dengan capaian pada triwulan I 2013 yang hanya sebesar 12,72%. Secara nominal, realisasi anggaran
belanja APBD pada periode laporan sebesar Rp582,44 miliar sedikit diatas realisasi tahun 2013 sebesar
Rp527,85 miliar atau naik Rp54,59 miliar.
10
PP No. 9 Tahun 2011 Tanggal 30 Desember 2011
11
PP No. 10 Tahun 2011 Tanggal 30 Desember 2011
1.20
2.73
1.30 1.29 1.21
0.96
1.68 1.74
0.91
1.28
0.70
1.20
1.70
2.20
2.70
3.20
Tw I-2010 Tw I-2011 Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014
%
Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan
Keuangan Pemerintah
24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
Pada triwulan I 2014, peran realisasi komponen belanja APBD untuk stimulus ekonomi daerah12
sedikit menurun. Rasio belanja modal terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB), terlihat
semakin turun hingga triwulan I 2014, yang menunjukkan belum optimalnya peran stimulus fiskal
terhadap investasi. Rasio belanja modal per PDRB ADHB periode laporan sebesar 0,02%, sementara
tahun 2012 sebesar 0,20%. Demikian pula, peran belanja operasional per PDRB ADHB ditengarai
menurun sesuai dengan peningkatan komponen konsumsi pemerintah dalam PDRB. Rasio belanja
operasional triwulan I 2014 hanya sebesar 1,16% lebih rendah dari 2013 yang sebesar 1,49%.
Grafik 2.4. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB
Realisasi Belanja Operasional yang bersifat rutin, baik secara nominal maupun persentase
capaiannya sedikit lebih rendah dari periode yang sama tahun 2012. Realisasi terbesar berasal dari
Belanja Hibah. Total pos Belanja Operasional terealisasi Rp582,44 miliar (12,29%) dengan penyerapan
terbesar pada Belanja Hibah yaitu sebesar 25,08% dan terkecil adalah Belanja Bunga (5,34%).
Sementara untuk Belanja Rutin yang terdiri dari belanja pegawai dan belanja barang, persentasenya
masih belum optimal, yaitu sebesar 16,37% atau lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2013.
Sedangkan Belanja Barang terserap 6,29%, namun masih sedikit lebih tinggi dari tahun 2013 (4,87%)
atau secara nilai sebesar Rp81,82 miliar.
Sementara belanja modal yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur, penyerapannya
mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi pos Belanja Modal pada
triwulan I 2014 baru mencapai Rp8,81 miliar (1,17%), terutama untuk belanja peralatan dan mesin,
belanja jalan, irigasi, dan jaringan. Pemeinrtah perlu melakukan upaya percepatan pada periode yang
akan datang sehingga realisasinya dapat optimal. Dengan penyerapan yang optimal tentunya
memberikan dampak yang lebih baik, karena investasi pemerintah untuk pembangunan infrastruktur
dapat berperan sebagai multiplier effect dalam pertumbuhan investasi dan ekonomi Sulsel.
Pada triwulan I 2014, transfer yang merupakan bentuk hubungan vertikal dengan kabupaten/
kota, terealisasi lebih tinggi dibanding triwulan I 2013. Transfer pada periode laporan terrealisasi
sebesar 18,30% atau sebesar Rp201,06 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang
hanya mencapai Rp31,48 miliar (3,73%). Kemudian, anggaran 2013 yang diperkirakan defisit,
tertutupi dengan penerimaan pembiayaan. Berdasarkan perbandingan antara realisasi belanja dan
pendapatan daerah pada triwulan I-2014, masih terjadi defisit (selisih kurang) anggaran sebesar
Rp98,40miliar. Namun dengan karena belum ada pengeluran pembiayaan daerah maka pada triwulan
I 2014, APBD Sulsel masih mencatatkan sisa lebih anggaran (SILPA) sebesar Rp98,40 miliar.
12
Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif, masing-masing
hingga triwulan III 2013
1.07
1.99
1.75
1.49
1.16
0.00
1.14
0.24 0.20
0.02 -
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.00
1.10
1.20
1.30
1.40
1.50
1.60
1.70
1.80
1.90
2.00
Tw I-2010 Tw I-2011 Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014
%
Belanja Operasi Belanja Modal
Inflasi Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 25
3. Inflasi Daerah
Pada triwulan I 2014, inflasi Sulsel tercatat sebesar 5,88% (yoy), lebih rendah dari triwulan IV 2013
(6,22%; yoy), seiring pasokan pangan yang lebih baik. Sesuai perkiraan sebelumnya, tekanan inflasi
akan berada di jalur yang menurun pada triwulan laporan. Hal ini didukung oleh semakin kondusifnya
cuaca untuk produksi ikan, terbatasnya banjir di lahan pertanian, serta minimalnya kendala distribusi
terkait cuaca. Kenaikan harga komoditas yang diatur oleh pemerintah seperti LPG 12 kg dan tarif
angkutan udara menahan penurunan yang terjadi. Tekanan inflasi juga tetap datang dari kuatnya
permintaan akibat faktor musiman dan dampak lanjutan atas biaya impor yang meningkat. Adapun
pencapaian inflasi yang lebih rendah dari triwulan sebelumnya didukung oleh semakin berkembangnya
koordinasi pengendalian inflasi di daerah melalui kehadiran TPID.
3.1. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa13
Pada triwulan I 2014, tekanan inflasi di Sulsel tercatat lebih rendah dari triwulan sebelumnya.
Inflasi tercatat sebesar 5,88% (yoy), menurun dari inflasi pada akhir tahun 2013 sebesar 6,22% (yoy).
Turunnya inflasi didorong oleh pelemahan tekanan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok
transpor, serta kelompok pendidikan (Tabel 3.1). Sementara itu, kelompok lainnya tercatat mengalami
peningkatan inflasi tahunan. Secara berurutan, inflasi tertinggi terjadi pada kelompok transpor
(10,31%, yoy), kelompok perumahan (6,25%, yoy), kelompok makanan jadi (5,39%, yoy), kelompok
bahan makanan (4,76%, yoy), kelompok kesehatan (3,79%, yoy), kelompok sandang (3,73%, yoy),
dan kelompok pendidikan (1,33%, yoy). Inflasi tahunan Sulsel juga masih lebih rendah dari laju inflasi
tahunan nasional yang pada triwulan I 2014 tercatat sebesar 7,32% (yoy) (Grafik 3.1).
Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang & Jasa
Sumber: Badan Pusat Statistik
Mulai Januari 2014, terjadi perubahan dalam metode perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK)
yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Aspek yang mengalami perubahan antara lain
adalah jumlah kabupaten/kota yang disurvei, jumlah komoditas dalam keranjang perhitungan inflasi,
serta tahun dasar nilai konsumsi (NK) yang digunakan. Jumlah kabupaten/kota survei perhitungan
inflasi di Sulsel bertambah sebanyak 1 (satu) kota menjadi 5 (lima) kota, yaitu Makassar, Palopo, Bone,
Parepare, dan kemudian ditambah Bulukumba. Komoditas yang dihitung tercatat sekitar 444 dari
13
Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi
Bahan
Makanan
Makanan
JadiPerumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM
I 13.96 4.47 4.16 8.30 3.08 1.48 1.84 6.32 II 12.10 5.27 4.57 8.83 6.41 2.43 2.08 6.37 III 1.43 4.40 3.70 10.96 7.60 3.00 0.77 3.37 IV 0.24 4.40 3.67 8.69 7.67 2.90 0.73 2.88 I 4.04 4.49 4.18 9.57 7.53 2.94 0.57 4.06 II 4.94 4.29 3.98 6.99 4.53 2.12 0.47 3.85 III 7.81 4.97 3.41 6.51 3.18 1.37 0.63 4.48 IV 6.56 5.03 3.35 7.08 2.83 3.41 1.16 4.40 I 8.01 4.57 3.43 6.03 2.28 3.54 0.89 4.61 II 6.22 4.63 3.60 2.61 1.99 3.33 3.96 4.36 III 10.76 4.70 4.76 2.77 3.23 3.66 12.01 7.24 IV 6.97 4.47 6.06 2.36 3.71 1.39 11.58 6.22
2014 I 4.76 5.39 6.25 3.73 3.79 1.33 10.31 5.88
TAHUN
2012
2013
2011
Inflasi Daerah
26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
sekitar 423 komoditas pada periode sebelumnya. Selanjutnya, NK yang digunakan adalah NK tahun
dasar 2012, berubah dari periode sebelumnya yang menggunakan NK tahun dasar 2007.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan
3.1.1 Kelompok Bahan Makanan
Pada triwulan I 2014, inflasi kelompok bahan makanan kembali turun karena pasokan pangan
yang masih cukup memadai. Penurunan inflasi terjadi dari 6,97% (yoy) pada triwulan IV 2013
menjadi 4,76% (yoy) pada triwulan I 2014 (Grafik 3.2). Turunnya harga terutama terjadi pada aneka
bumbu dan daging serta hasilnya di awal triwulan yang diikuti penurunan harga aneka ikan, baik segar
maupun budidaya, di akhir triwulan. Dibukanya keran impor untuk komoditas bumbu dan daging
serta aktivitas penangkapan ikan yang meningkat mendukung penurunan inflasi bahan makanan yang
terjadi. Di samping itu, daerah sentra bawang merah masih memiliki pasokan yang melimpah. Kendala
distribusi terkait cuaca juga berkurang dengan intensitas curah hujan yang semakin rendah.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Berdasarkan hasil Survei Pemantauan Harga (SPH), harga komoditas aneka bumbu, sayur, serta
daging memang mengalami penurunan. Penurunan laju inflasi tahunan beberapa komoditas terjadi
dengan cukup drastis antara lain daging ayam ras, ikan kembung, dan bawang merah (Grafik 3.3).
Sementara itu, beberapa komoditas aneka ikan masih mencatat kenaikan inflasi. Hal ini dinilai
merupakan dampak masih belum optimalnya hasil tangkapan ikan di awal triwulan I 2014 sehingga
harga beberapa ikan naik di pasar seiring pasokan yang berkurang.
(2)
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2010 2011 2012 2013 2014
Nasional (yoy)
Sulawesi Selatan (yoy)
Sulawesi Selatan (qtq)
%
5.88
7.32
1.43
(10)
(5)
0
5
10
15
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014%
yoy qtq
Inflasi Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 27
Daging Sapi
Daging dan Telur Ayam Ras
Aneka Ikan
Tomat Sayur
Cabe Rawit
Bawang Merah & Putih
Sumber: Survei Pemantauan Harga
Grafik 3.3. Perubahan Harga Komoditas Kelompok Bahan Makanan
3.1.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau pada triwulan I 2014 tercatat
lebih tinggi dari triwulan IV 2013 . Kelompok ini mencatat laju inflasi tahunan sebesar 5,39% (yoy)
pada triwulan laporan (Grafik 3.4). Pada triwulan sebelumnya, laju inflasi yang tercatat adalah sebesar
4,47% (yoy). Naiknya tekanan inflasi dipengaruhi oleh inflasi pada kelompok makanan jadi selama
periode triwulan I 2014. Di sisi lain, inflasi kelompok minuman yang tidak beralkohol serta kelompok
tembakau dan minuman beralkohol terpantau cukup stabil.
(5)
0
5
10
15
20
25
30
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Ribu
Harga Daging Sapi gHarga - Skala Kanan
(25)(20)(15)(10)
(5)0 5
10 15 20 25 30
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoy
Daging Ayam Ras Telur Ayam Ras
(20)(15)(10)
(5)0 5
10 15 20
25 30
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoy
Bandeng Teri Layang Kembung
(50)
(40)
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Ribu
Harga Tomat Sayur gHarga - Skala Kanan
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Ribu
Harga Cabe Rawit gHarga - Skala Kanan
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
300
350
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoy
Bawang Merah Bawang Putih
Inflasi Daerah
28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
Kenaikan harga beberapa komoditas yang menjadi kebutuhan pokok menjadi pendorong
meningkatnya inflasi. Hal ini terlihat dari hasil SPH yang menunjukkan kenaikan harga minyak
goreng, air kemasan, dan nasi. Harga makanan jadi yang diolah dengan minyak goreng dinilai turut
mengalami peningkatan. Permintaan yang juga kuat seiring perayaan tahun baru di awal tahun dan
beberapa hari besar keagamaan maupun kebudayaan turut mempengaruhi inflasi kelompok ini. Harga
rokok juga mengalami peningkatan yang diduga sebagai dampak penyesuaian pajak daerah untuk
tembakau meski tidak secara signifikan mempengaruhi inflasi (Grafik 3.5).
Makanan & Minuman
Rokok
Sumber: Survei Pemantauan Harga
Grafik 3.5. Perubahan Harga Komoditas Kelompok Makanan Jadi
3.1.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Pada triwulan I 2014, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar
meningkat dibandingkan triwulan IV 2013 karena tekanan dari seluruh subkelompok. Laju inflasi
tercatat sebesar 6,25% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (6,06%, yoy) (Grafik 3.6). Naiknya
laju inflasi tahunan didorong oleh kenaikan harga bahan bakar yang digunakan oleh rumah tangga.
Selain itu, biaya tempat tinggal juga masih mengalami tekanan inflasi selama periode triwulan I 2014
yang dinilai mempengaruhi naiknya harga bahan bangunan.
Menguatnya laju kelompok perumahan dipengaruhi oleh naiknya harga LPG dan permintaan
yang masih kuat. Harga LPG (liquefied petroleum gas) 12 kg mengalami penyesuaian pada Januari
2014 seiring upaya produsen untuk meminimasi kerugian akibat harga subsidi LPG 12 kg yang terlalu
rendah dibandingkan dengan harga perolehan pokok. Sementara itu, permintaan yang masih tinggi
terhadap bahan bangunan ditandai dengan masih maraknya proyek-proyek pembangunan di Sulawesi
0
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%
yoy qtq
(20)
(10)
0
10
20
30
40
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoy
Minyak Goreng Air Kemasan Nasi Gula Pasir
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoy
Rokok Kretek Rokok Kretek Filter
Inflasi Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 29
Selatan. Naiknya inflasi pada komoditas tersebut juga dikonfirmasi oleh hasil SPH untuk harga bahan
bakar rumah tangga, besi beton, dan batu bata (Grafik 3.7).
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Survei Pemantauan Harga
Grafik 3.6. Inflasi Kelompok Perumahan Grafik 3.7. Perubahan Harga Bahan Bangunan
3.1.4 Kelompok Sandang
Inflasi kelompok sandang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang didorong oleh
pulihnya harga emas di pertengahan triwulan I 2014. Pada triwulan IV 2013, inflasi tercatat sebesar
2,36% (yoy) yang kemudian naik menjadi 3,73% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 3.8). Naiknya
harga komoditas dari subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya, khususnya komoditas emas
perhiasan, juga diikuti oleh inflasi yang terjadi pada subkelompok yang lain. Meski tekanan berkurang
di akhir periode namun laju inflasi tetap tercatat lebih tinggi dari triwulan sebelumnya.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Sandang
Naiknya harga emas perhiasan dipengaruhi pergerakan harga emas di pasar global yang
menunjukkan tren pemulihan. Setelah berada pada tren yang menurun sejak awal tahun 2013,
pergerakan harga emas internasional menunjukkan pemulihan di tahun 2014 karena investor mulai
kembali melirik investasi pada logam mulia (Grafik 3.9 dan Grafik 3.10). Hal ini dipengaruhi oleh
ketidakpastian perbaikan kondisi perekonomian global. Sementara itu, harga sandang pada
subkelompok yang lain juga menambah tekanan inflasi karena adanya berbagai perayaan yang diiringi
peningkatan daya beli karena naiknya Upah Minimum Provinsi (UMP).
0
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%
yoy qtq
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoy
Besi Beton Batu Bata/Batu Tela
(4)
(2)
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%
yoy qtq
Inflasi Daerah
30 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
Sumber: Survei Pemantauan Harga Sumber: World Bank
Grafik 3.9. Perubahan Harga Emas Perhiasan Grafik 3.10. Perubahan Harga Emas Internasional
3.1.5 Kelompok Kesehatan
Inflasi kelompok kesehatan mengalami peningkatan pada triwulan I 2014 yang didorong oleh
inflasi yang terjadi pada seluruh subkelompok. Pada triwulan laporan, kelompok ini mencatat inflasi
tahunan sebesar 3,79% (yoy) setelah sebelumnya tercatat sebesar 3,71% (yoy) pada triwulan IV 2013
(Grafik 3.11). Subkelompok jasa kesehatan dan obat-obatan mengalami inflasi yang cukup tinggi
hingga pertengahan triwulan I 2014. Hal ini kemudian diikuti oleh inflasi subkelompok jasa perawatan
jasmani serta subkelompok perawatan jasmani dan kosmetika di akhir periode.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.11. Inflasi Kelompok Kesehatan
Meningkatnya kebutuhan akan layanan kesehatan serta faktor barang impor mempengaruhi
inflasi pada kelompok ini. Berkembangnya beberapa fasilitas kesehatan di Sulsel dinilai mendorong
penyesuaian pada tarif yang ada karena kualitas dari layanan yang diberikan. Penyesuaian harga obat,
produk kosmetika, produk perawatan jasmani yang diimpor juga terlihat masih berlanjut hingga
periode laporan sehingga inflasi yang terjadi banyak disumbangkan dari faktor imported inflation.
3.1.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami penurunan tekanan inflasi pada
triwulan I 2014. Pada triwulan laporan, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 1,33% (yoy), lebih
rendah dari triwulan sebelumnya (1,39%; yoy) (Grafik 3.12). Turunnya laju inflasi tersebut didorong
oleh cukup stabilnya inflasi dari seluruh subkelompok selama triwulan I 2014. Adapun laju inflasi dari
(15)(10)(5)0 5 10 15 20 25 30 35
050
100150200250300350400450500
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Ribu
Harga Emas Perhiasan gHarga - Skala Kanan
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
2,000
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyUSD/troy oz
Harga Emas gHarga - Skala Kanan
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%
yoy qtq
Inflasi Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 31
subkelompok rekreasi mengalami penurunan pada pertengahan triwulan laporan sehingga mampu
mendukung penurunan inflasi secara keseluruhan.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.12. Inflasi Kelompok Pendidikan
Dampak kenaikan biaya pendidikan yang terjadi sejak triwulan IV 2012 terus mereda hingga
triwulan laporan. Meredanya tekanan inflasi kelompok ini telah terjadi sejak triwulan IV 2013. Pada
triwulan laporan, tekanan inflasi memang masih datang dari subkelompok kursus-kursus/pelatihan,
khususnya di awal tahun. Akan tetapi, hal tersebut tidak mengakselerasi inflasi secara tahunan
sehingga inflasi kelompok ini tetap terjaga di tingkat yang cukup rendah. Adanya masa liburan sekolah
di awal tahun dan hari raya keagamaan diduga mendorong pemotongan harga barang maupun tarif
jasa (diskon), terutama pada komoditas subkelompok rekreasi.
3.1.7 Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Pada triwulan I 2014, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa kembali menurun
dari triwulan sebelumnya. Laju inflasi tercatat sebesar 10,31% (yoy) setelah tercatat sebesar 11,58%
(yoy) pada triwulan IV 2013 (Grafik 3.13). Adanya kenaikan harga tiket pesawat tujuan domestik
akibat kenaikan harga avtur (fuel surcharge) meningkatkan inflasi pada subkelompok transpor di akhir
periode triwulan I 2014. Meski demikian, terjaganya inflasi subkelompok yang lain mampu meredam
dampak naiknya tarif angkutan udara tersebut dan menahan laju inflasi secara umum.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank
Grafik 3.13. Inflasi Kelompok Transpor Grafik 3.14. Perubahan Harga Karet Internasional
Belum adanya kebijakan dari pemerintah terkait penyesuaian harga komoditas strategis yang
dapat mempengaruhi inflasi mendukung arah penurunan yang terjadi. Tarif angkutan di dalam
kota maupun antarkota mengalami peningkatan namun tidak signifikan. Sementara itu, subkelompok
komunikasi dan jasa keuangan terpantau stabil sepanjang triwulan I 2014. Penurunan inflasi diduga
(2)
0
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%
yoy qtq
(2)
0
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%
yoy qtq
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
80
100
0
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyUSD/troy oz
Harga Karet gHarga - Skala Kanan
Inflasi Daerah
32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
salah satunya merupakan dampak dari turunnya harga komoditas ban kendaraan bermotor. Hal ini
dipengaruhi oleh harga karet yang masih berada dalam tren menurun (Grafik 3.14).
3.2. Inflasi Berdasarkan Kota14
Pada triwulan I 2014, tekanan inflasi yang menurun didorong oleh penurunan inflasi yang terjadi
di Makassar dan Parepare. Inflasi di Makassar pada triwulan I 2014 tercatat sebesar 5,46% (yoy)
setelah tercatat lebih tinggi pada triwulan sebelumnya (6,24; yoy) (Grafik 3.15). Di Parepare, inflasi
tercatat sebesar 5,58% (yoy) pada triwulan laporan, lebih rendah dari inflasi triwulan IV 2013 (6,31%,
yoy). Selanjutnya, inflasi di Palopo dan Watampone mengalami peningkatan di triwulan laporan. Inflasi
di kedua daerah tersebut masing-masing tercatat sebesar 6,22% (yoy) dan 7,86% (yoy) setelah
sebelumnya tercatat sebesar 5,25% (yoy) dan 6,96% (yoy). Sementara itu, pada triwulan I 2014, inflasi
di Bulukumba tercatat cukup tinggi yaitu 13,94% (yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.15. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Tabel 3.2. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Masih adanya kendala distribusi dari daerah sentra pangan terkait cuaca dan infrastruktur dinilai
menjadi salah satu penyebab masih tingginya inflasi di beberapa daerah. Inflasi bahan makanan di
beberapa daerah tersebut masih mengalami kenaikan karena pasokan yang terhambat, khususnya
pasokan aneka bumbu yang sentranya berada di daerah lain. Inflasi dinilai disumbangkan juga oleh
14
Mulai Januari 2014, inflasi Sulawesi Selatan dihitung dari agregasi lima kabupaten/kota yaitu Makassar, Palopo,
Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba
0
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2010 2011 2012 2013 2014
Sulawasi Selatan Makassar
Palopo Parepare
Watampone Bulukumba
%, yoy
I II III IV I II III IV I II III IV I
Watampone 0.30% 0.32% 0.17% 0.14% 0.20% 0.19% 0.22% 0.22% 0.23% 0.22% 0.36% 0.31% 0.45%
Makassar 5.32% 5.35% 2.87% 2.42% 3.42% 3.24% 3.77% 3.71% 3.88% 3.68% 6.10% 5.25% 4.27%
Palopo 0.35% 0.35% 0.19% 0.16% 0.22% 0.21% 0.25% 0.24% 0.25% 0.24% 0.40% 0.34% 0.40%
Parepare 0.34% 0.35% 0.18% 0.16% 0.22% 0.21% 0.24% 0.24% 0.24% 0.23% 0.39% 0.33% 0.39%
Bulukumba 0.38%
Sulawasi Selatan 6.32% 6.37% 3.37% 2.88% 4.06% 3.85% 4.48% 4.40% 4.61% 4.36% 7.24% 6.22% 5.88%
2014Kota
2011 2012 2013
Inflasi Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 33
kelompok makanan jadi dan sandang seiring masih kuatnya permintaan. Kondisi ini menyebabkan
sumbangan inflasi dari setiap daerah secara umum meningkat. Hanya Makassar yang sumbangannya
turun cukup dalam pada triwulan I 2014 dibandingkan triwulan IV 2013 (Tabel 3.2).
3.3. Disagregasi Inflasi15
Melemahnya tekanan inflasi Sulsel pada triwulan I 2014 terutama didorong oleh turunnya inflasi
komponen volatile food. Komponen ini mencatat inflasi 4,62% (yoy), setelah tercatat sebesar 7,39%
(yoy) pada triwulan IV 2013 (Grafik 3.16). Curah hujan dan gelombang laut yang tidak setinggi akhir
triwulan sebelumnya dan terus berangsur membaik hingga akhir triwulan I 2014 mendukung kegiatan
penangkapan ikan laut. Komoditas aneka ikan tangkap bahkan mengalami deflasi yang cukup dalam
pada akhir triwulan I 2014. Meski kendala distribusi terkait infrastruktur masih menghambat pasokan
ke beberapa daerah, pasokan bahan pangan secara umum masih mencukupi kebutuhan yang
didukung tidak adanya banjir serta dibukanya keran impor.
Inflasi administered price meningkat pada triwulan I 2014 seiring peningkatan pada harga bahan
bakar dan tarif angkutan udara. Di triwulan IV 2013, inflasi komponen ini tercatat sebesar 14,67%
(yoy) dan kemudian meningkat menjadi 15,31% (yoy). Naiknya inflasi administered price dipengaruhi
oleh penyesuaian harga LPG 12 kg pada awal triwulan laporan. Meski persentase kenaikan harga LPG
12 kg diturunkan, dampaknya tetap tertangkap pada inflasi komoditas bahan bakar rumah tangga. Di
samping itu, naiknya harga tiket pesawat untuk penerbangan dalam negeri akibat naiknya harga avtur
juga menambah tekanan inflasi komponen administered price.
Survei: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.16. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi
Selanjutnya, inflasi inti (core inflation) sedikit meningkat karena tekanan inflasi dari komoditas
emas perhiasan dan bahan bangunan. Pulihnya harga emas internasional mempengaruhi harga
acuan emas yang ikut tergerek naik. Sementara itu, harga bahan bangunan dan makanan jadi juga
meningkat karena permintaan yang masih kuat, didukung oleh terjaganya tingkat pendapatan dan
ekspektasi konsumen. Inflasi makanan jadi yang berbahan dasar terigu juga menguat seiring indikasi
naiknya biaya impor gandum sebagai bahan baku tepung terigu. Faktor imported inflation juga
memberi tekanan kenaikan harga melalui impor obat-obatan dan produk kosmetika.
15
Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan
administered price). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh
dari faktor yang bersifat fundamental.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
I II III IV I
2013 2014
%; yoy
Inflasi IHK Administered Price Core Volatile Food
15.31
5.88
4.62
3.93
Inflasi Daerah
34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
3.4. Koordinasi Pengendalian Inflasi
Perkembangan koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel terus menunjukkan perkembangan yang
positif. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan secara aktif terus mendorong pembentukan TPID di
Daerah Tingkat II (DATI II) agar koordinasi dan harmonisasi program pengendalian harga di Sulsel
berjalan semakin baik. Tercatat hingga triwulan laporan, telah terbentuk 18 (enam belas) TPID di
tingkat kabupaten/kota Sulawesi Selatan. Dari 18 TPID tersebut, 5 (lima) kabupaten/kota yang menjadi
tempat survei perhitungan inflasi seluruhnya telah memiliki TPID.
Selama triwulan I 2014, TPID Sulsel telah melakukan koordinasi ke tingkat kabupatn/kota
dengan program peningkatan kesadaran dan kompetensi anggota TPID. Workshop mengenai
metode perhitungan inflasi dan pentingnya koordinasi pengendalian inflasi telah dilakukan di
Makassar (Januari 2014), Parepare (Februari 2014), dan Bone (Maret 2014). Melalui workshop
tersebut, TPID Sulsel berupaya untuk memperkuat koordinasi serta pemahaman akan pentingnya
pengendalian inflasi bagi para anggota TPID di tingkat kabupaten/kota. Untuk mendukung efisiensi
dan efektivitas, TPID Sulsel telah membagi wilayah koordinasi ke dalam 5 (lima) zona TPID seperti yang
ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
No Nama Zona Kabupaten/Kota
1 Zona Palopo Palopo, Luwu, Luwu Timur, Luwu Utara,
Toraja Utara, Tana Toraja
2 Zona Parepare Parepare, Enrekang, Pinrang, Sidrap, Barru
3 Zona Bone Bone, Soppeng, Wajo, Sinjai
4 Zona Bulukumba Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto, Selayar
5 Zona Makassar Makassar, Pangkep, Maros, Gowa, Takalar
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 35
4. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan
Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan I 2014, dari indikator utama yaitu aset, dana pihak ketiga
(DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan, memperlihatkan pertumbuhan yang melambat jika
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan aset bank umum terjadi pada
bank pemerintah maupun bank asing dan bank campuran. Kenaikan nominal aset perbankan pada
umumnya karena bertambahnya jumlah kantor bank umum konvensional. Sementara itu, kegiatan
intermediasi meningkat pada triwulan I 2014 menjadi sebesar 130,45% seiring menurunnya nilai DPK
yang dihimpun oleh perbankan sedangkan kredit mengalami peningkatan. Perlambatan kenaikan DPK
terjadi pada semua jenis simpanan dan demikian pula untuk semua jenis penggunaan kredit. Di sisi
lain, risiko kredit perbankan masih terjaga dengan baik. Rasio Non Performing Loans (NPLs) bank
umum masih berada pada level aman. Masih amannya rasio NPL juga mendukung ketahanan baik
pada sektor korporasi, rumah tangga, maupun UMKM.
4.1. Kondisi Umum Perbankan16
4.1.1 Perkembangan Kelembagaan
Dari sisi kelembagaan, pada triwulan I 2014, jumlah bank di Sulsel re latif tidak berubah yaitu 51
bank. Kemudian, untuk jumlah BPR juga masih tetap sama seperti periode sebelumnya yaitu sebanyak
29 BPR. Meski demikian, jumlah kantor bank di Sulsel masih terus bertambah pada triwulan laporan
yaitu menjadi sebanyak 974 kantor (Tabel 4.1).
Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR
4.1.2 Aset Perbankan
Total aset bank umum pada triwulan I 2014 tumbuh melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Aset perbankan tercatat tumbuh sebesar 14,07% (yoy) atau menjadi Rp92,25 triliun,
lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2013 yang tumbuh sebesar 14,66% (yoy) (Tabel 4.2).
Perlambatan pertumbuhan aset perbankan pada periode laporan disebabkan oleh menurunnya
pertumbuhan aset bank pemerintah serta bank asing dan bank campuran, masing-masing dari
11,54% (yoy) dan 21,38% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar 9,30% (yoy) dan 2,01%
(yoy) pada triwulan laporan. Sementara itu, bank swasta nasional justru menunjukkan peningkatan
pada pertumbuhan aset yaitu dari 19,18% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 21,52% (yoy)
pada triwulan laporan.
16
Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 2014, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan
data lokasi bank untuk kredit yang disalurkan serta menggunakan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang
dihimpun
2014
I II III IV I II III IV I II III IV I
Bank Umum 41 42 43 45 46 46 46 46 47 49 50 51 51
Konvensional 31 32 32 34 35 35 35 35 36 38 39 40 40
Syariah 5 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
UUS 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
BPR 27 27 27 27 27 27 28 28 28 29 29 29 29
Jumlah Kantor 689 724 812 844 848 895 925 936 940 950 959 971 974
RINCIAN20122011 2013
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan
36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank
4.1.3 Intermediasi Perbankan
Sejalan dengan turunnya nilai DPK dibandingkan triwulan sebelumnya, indikator intermediasi
perbankan juga meningkat yang tercermin dari angka Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR menjadi
130,45% pada triwulan I 2014, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2013 yang tercatat sebesar
124,72% (Tabel 4.3). Sesuai pola historisnya, perkembangan intermediasi perbankan selalu tinggi,
lebih dari 100%. Penyaluran kredit yang tinggi terutama untuk penyaluran kepada sektor
perdagangan, sektor jasa dunia usaha, konstruksi dan sektor industri pengolahan.
DPK yang dihimpun oleh Bank Umum pada triwulan I 2014 tumbuh melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Dana yang dihimpun mencapai Rp58,16 triliun atau tumbuh sebesar 11,20%
(yoy), sedikit melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar
12,52% (yoy) (Tabel 4.3). Perlambatan pertumbuhan DPK terutama disebabkan oleh melambatnya
seluruh jenis simpanan. Giro tumbuh melambat dari 6,82% (yoy) pada triwulan IV 2013 menjadi
2,83% (yoy), tabungan tumbuh melambat dari 11,25% (yoy) menjadi 10,66% (yoy) pada triwulan
laporan, sedangkan deposito tumbuh melambat dari 18,01% (yoy) menjadi 16,52% (yoy).
Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum
Kredit yang disalurkan perbankan mencatat perlambatan pertumbuhan pada triwulan I 2014.
Kredit tercatat tumbuh sebesar 10,97% (yoy) menjadi Rp75,87 triliun setelah tumbuh 13,84% (yoy)
pada triwulan I 2014. Perlambatan pada pertumbuhan kredit didorong oleh melambatnya penyaluran
kredit untuk semua jenis penggunaan, yaitu modal kerja, investasi, dan konsumsi (Tabel 4.3). Secara
sektoral, penyaluran kredit juga tumbuh melambat di semua sektor ekonomi, kecuali sektor konstruksi,
LGA, dan jasa dunia usaha (Tabel 4.4). Melambatnya pertumbuhan kredit dinilai merupakan dampak
dari penyesuaian yang dilakukan oleh perbankan dalam merespons target pertumbuhan kredit yang
ditetapkan Bank Indonesia berada pada kisaran 15% - 17% (yoy).
2014 2014
I II III IV I I II III IV I
Total Aset 19.69 19.04 20.78 14.66 14.07 80,876 86,366 90,288 90,932 92,253
Bank Pemerintah 17.84 17.14 19.37 11.54 9.30 48,337 51,537 53,300 52,533 52,831
Bank Swasta Nasional 22.81 22.38 23.30 19.18 21.52 31,919 34,293 36,341 37,682 38,788
Bank Asing dan Bank Campuran 9.85 (0.02) 2.89 21.38 2.01 621 537 647 717 633
Aset Menurut Kelompok Bank
Nominal (Rp Miliar)
2013 2013
Pertumbuhan (%, yoy)
2014 2014
I II III IV I I II III IV I
1. DPK 14.36 11.31 14.91 12.52 11.20 52,302 53,457 57,359 60,444 58,162
a. Giro 4.00 11.13 27.07 6.82 2.83 7,770 8,092 9,221 7,845 7,990
b. Tabungan 17.27 10.52 12.37 11.25 10.66 29,321 30,068 32,076 35,007 32,446
c. Deposito 14.72 13.01 13.79 18.01 16.53 15,211 15,297 16,062 17,592 17,726
2. Kredit 25.25 23.55 22.79 13.84 10.97 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874
a. Modal Kerja 26.63 16.67 16.86 6.76 4.92 25,980 26,659 26,160 27,231 27,257
b. Investasi 22.01 36.81 43.39 27.36 19.70 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642
c. Konsumsi 25.43 24.21 19.41 14.76 12.65 30,158 31,793 33,085 33,663 33,974
3. LDR (%) 130.72 136.44 130.78 124.72 130.45
4. NPLs Gross (%) 2.94 2.83 2.91 2.85 3.14
Komponen 2013 2013
Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 37
Melemahnya kinerja penyaluran kredit diikuti dengan risiko kredit yang tetap terkendali. Ditinjau
dari aspek pengelolaan manajemen risiko, kondisi perbankan Sulsel pada triwulan I 2014 masih
menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini tercermin dari rasio Non Performing Loans (NPLs) Bank Umum
yang masih terjaga pada level aman (di bawah 5%), yaitu sebesar 3,14%. Angka ini tercatat
mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 2,85% (Tabel 4.3).
Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi
4.1.4 Bank Syariah
Total aset perbankan syariah pada triwulan I 2014 tumbuh meningkat dari capaian di triwulan
sebelumnya. Aset perbankan syariah tercatat tumbuh sebesar 44,29% menjadi Rp6,93 triliun, lebih
tinggi dari pertumbuhan di triwulan IV 2013 yang tumbuh sebesar 23,26% (Tabel 4.5). Peningkatan
pertumbuhan aset perbankan syariah pada periode laporan terutama didorong oleh meningkatnya
pertumbuhan aset bank pemerintah yaitu sebesar 20,35% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi
32,94% (yoy) pada triwulan laporan.
Tabel 4.5. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah
Kinerja perbankan syariah Sulsel pada triwulan I 2014 menunjukkan sedikit penurunan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini terutama dilihat dari indikator pertumbuhan DPK
dan pembiayaan. Meski demikian, pertumbuhan penghimpunan dana dan pembiayaan masih cukup
tinggi yaitu masing-masing sebesar 28,28% (yoy) dan 15,07% (yoy) pada triwulan laporan. Financing
to Deposit Ratio (FDR) tercatat masih tinggi sebesar 162,40%, menunjukkan masih belum
2014 2014
I II III IV I I II III IV I
Kredit 25.25 23.55 22.79 13.84 10.97 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874
Pertanian 54.83 23.84 18.27 15.20 0.18 1,403 1,396 1,385 1,400 1,405
Pertambangan 43.43 23.79 18.29 (0.70) (15.62) 447 449 444 397 377
Industri Pengolahan 53.82 42.92 40.51 (20.26) (26.55) 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918
Listrik, Gas, Air (2.83) (6.75) (10.02) 35.05 63.77 133 116 121 191 218
Konstruksi 24.20 13.54 14.85 13.44 18.62 2,565 2,780 2,966 3,034 3,043
Perdagangan 28.94 30.21 31.67 26.83 22.08 19,933 22,957 23,360 24,132 24,334
Pengangkutan 50.88 59.70 59.68 25.96 12.48 2,631 2,763 2,864 2,923 2,960
Jasa Dunia Usaha 11.07 8.05 9.04 14.32 15.65 3,240 3,433 3,414 3,550 3,747
Jasa Sosial Masyarakat 3.11 11.08 26.31 26.84 12.94 1,619 1,650 1,733 1,780 1,828
Lain-lain 19.45 17.63 14.99 10.14 9.58 31,065 31,814 33,096 33,794 34,043
Komponen 2013 2013
Nominal (Rp Miliar)Pertumbuhan (%, yoy)
2014 2014
I II III IV I I II III IV I
Asset 42.22 37.86 36.26 23.26 44.29 4,802 5,085 5,420 5,576 6,929
DPK 35.46 30.77 42.76 39.80 28.28 2,138 2,138 2,594 2,884 2,742
a. Giro 29.19 16.82 21.33 14.22 (12.64) 253 232 243 338 221
b. Tabungan 28.09 21.23 37.71 32.91 30.17 969 974 1,162 1,307 1,261
c. Deposito 46.32 47.26 53.83 58.10 37.60 916 932 1,188 1,239 1,260
Pembiayaan 40.30 40.75 38.64 24.87 15.07 3,870 4,157 4,265 4,374 4,453
FDR (%) 181.04 194.41 164.44 151.65 162.40
NPF Gross (%) 1.73 1.81 1.56 1.42 1.65
Komponen
Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)
2013 2013
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan
38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
berimbangnya penghimpunan DPK dibandingkan pembiayaan seiring minat masyarakat untuk
mengambil pembiayaan dari perbankan syariah yang masih tumbuh tinggi. Sementara itu, kualitas
pembiayaan tetap terjaga pada level aman, tercermin dari Non Performing Financing (NPF) sebesar
1,65% pada triwulan laporan yang sedikit meningkat dibandigkan triwulan sebelumnya (1,42%).
4.1.5 Bank Perkreditan Rakyat
Di triwulan I 2014, kinerja BPR (termasuk BPR Syariah) tetap tumbuh dengan cukup baik. Fungsi
intermediasi BPR masih sangat tinggi meskipun sedikit lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya,
tercermin dari penurunan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) dari triwulan IV 2013 sebesar 193,02%
menjadi 177,98%. Di sisi total aset, BPR mengalami peningkatan pertumbuhan menjadi 12,46% (yoy),
dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh melambat sebesar 9,88% (yoy). Di sisi penghimpunan
dana pihak ketiga, BPR mengalami peningkatan pertumbuhan dari 13,35% (yoy) pada triwulan IV
2013 menjadi 29,15% (yoy). Sementara itu, kredit yang disalurkan tumbuh melambat dari 27,40%
(yoy) menjadi sebesar 25,62% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 4.1 dan Grafik 4.2).
Grafik 4.1. Perkembangan Aset BPR Grafik 4.2. Perkembangan Intermediasi BPR
4.2. Stabilitas Sistem Keuangan
4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi Daerah
Di triwulan I 2014, penyaluran kredit korporasi
masih didominasi oleh sektor perdagangan.
Sektor perdagangan memiliki pangsa terbesar
dalam struktur kredit kepada korporasi yang
tercatat sebesar Rp17,02 triliun (kredit produktif
non-UMKM). Rendahnya porsi sektor pertanian
dan sektor pertambangan menunjukkan bahwa
peran perbankan bagi sektor utama, khususnya
sektor primer, masih memiliki ruang untuk
ditingkatkan (Grafik 4.3).
Grafik 4.3. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi
Dari sisi pertumbuhan, penyaluran kredit kepada sektor korporasi tumbuh lebih baik di triwulan I
2014. Menguatnya pertumbuhan kredit korporasi ditopang oleh penguatan pertumbuhan kredit bagi
sektor perdagangan. Kredit korporasi kepada sektor pertanian, pertambangan, dan industri
pengolahan mengalami kontraksi yang cukup dalam pada triwulan I 2014 sehingga menahan
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2010 2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Miliar Aset
gAset - Skala Kanan
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
0
200
400
600
800
1,000
1,200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2010 2011 2012 2013 2014
%Rp Miliar
DPK Kredit LDR - Skala Kanan
Pangsa Triwulan I 2014
Pertanian (1.0%)
Pertambangan (1.3%)
Industri (14.5%)
Perdagangan (54.3%)
Lainnya (28.9%)
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 39
akselerasi lebih lanjut (Grafik 4.4). Meski menguat, pertumbuhan kredit korporasi diperkirakan masih
berada pada tren yang melambat. Tren ini telah terjadi sejak awal tahun 2012.
Dari sisi kualitas, penyaluran kredit korporasi secara keseluruhan masih memiliki kualitas yang
cukup baik hingga triwulan I 2014. Pada triwulan laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur
dari NPLs tercatat menjadi 3,34% setelah sebelumnya tercatat sebesar 3,14% (Grafik 4.5). Naiknya
NPLs sektor perdagangan dan pertanian menjadi pendorong sedikit melemahnya kualitas penyaluran
kredit. Adapun NPLs di sektor pertanian tercatat melebihi batas aman sebesar 5%. Meski demikian,
pangsanya yang kecil membuat dampaknya tidak signifikan sehingga ketahanan sektor korporasi
daerah dapat dikatakan masih cukup baik.
Grafik 4.4. Pertumbuhan Kredit Korporasi Grafik 4.5. NPLs Kredit Korporasi
4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah
Kredit pemilikan rumah (KPR) mengambil
pangsa terbesar dalam struktur kredit rumah
tangga pada triwulan I 2014. Dari total kedit
yang disalurkan kepada rumah tangga sebesar
Rp33,97 triliun, KPR memiliki pangsa mencapai
lebih dari 30%, disusul kredit multiguna, kredit
rumah tangga lainnya (termasuk perlengkapan
dan kredit bukan lapangan usaha lainnya), dan
terakhir kredit kendaraan bermotor (Grafik 4.6).
Grafik 4.6. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga
Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mencatat kinerja yang melambat di triwulan I
2014. Perlambatan tersebut didorong oleh pertumbuhan KPR pada triwulan I 2014 yang tidak sebaik
triwulan sebelumnya. Kredit rumah tangga lainnya juga tercatat tumbuh melambat sedangkan kredit
multiguna mengalami kontraksi yang lebih dalam. Adapun KKB mampu menunjukkan kinerja yang
akseleratif di tengah perlambatan jenis kredit rumah tangga yang lain (Grafik 4.7).
Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga pada level yang aman. Seluruh jenis kredit
rumah tangga memiliki NPLs di bawah batas aman 5%. KPR yang mencatat angka NPLs tertinggi juga
tetap memiliki rasio yang masih aman. Berdasarkan kondisi ini, dapat dikatakan bahwa ketahanan
sektor rumah tangga Sulsel masih cukup baik hingga triwulan I 2014 (Grafik 4.8). Adanya peningkatan
NPLs total dari 1,59% menjadi 1,78% dinilai merupakan dampak penyesuaian suku bunga yang
dilakukan perbankan sehingga kewajiban nasabah bertambah yang berujung pada ketidakmampuan
nasabah untuk membayar kewajibannya.
0
10
20
30
40
50
60
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
300
I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
%, yoy%, yoyTotal - Skala Kanan Pertanian
Pertambangan Industri
Perdagangan
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0
1
2
3
4
5
6
7
8
I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
%%
Total Pertambangan
Industri Perdagangan
Pertanian - Skala Kanan
Pangsa Triwulan I 2014
Kredit Pemilikan
Rumah, KPR (33.9%)
Kredit Kendaraan
Bermotor, KKB (8.6%)
Kredit Multiguna (30.9%)
Kredit Rumah Tangga
Lainnya (26.6%)
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan
40 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
Grafik 4.7. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.8. NPLs Kredit Rumah Tangga
4.3. Pengembangan Akses Keuangan
Penyaluran kredit UMKM masih menunjukkan perlambatan pertumbuhan hingga triwulan I
2014. Melambatnya pertumbuhan kredit di UMKM menggambarkan masih belum optimalnya
pengembangan akses keuangan di daerah sehingga masih dapat ditingkatkan lagi (Grafik 4.9). Pangsa
kredit UMKM terhadap total kredit adalah 32,72% atau sebesar Rp24,82 triliun. Dari nilai tersebut,
sekitar 68% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya
digunakan untuk investasi (Grafik 4.10). Angka NPLs kredit UMKM bergerak naik pada triwulan I 2014
namun tercatat masih berada sedikit di bawah batas aman yaitu sebesar 4,87% (Grafik 4.9).
Katalisator pertumbuhan ekonomi dari sisi UMKM adalah bagaimana menghubungkan
perusahaan pembiayaan kepada para pelaku UMKM. Namun demikian, hal ini tidak mudah untuk
diwujudkan mengingat tidak semua masyarakat sudah memahami mengenai produk dan jasa
keuangan. Oleh karena itu, KPw BI Wilayah I Sulampua mencoba melakukan beberapa program yang
dimulai dari usia dini hingga dewasa melalui Gerakan Indonesia Menabung (GIM) bagi pelajar, edukasi
keuangan kepada Petugas Penyuluh Lapangan (PPL), dan beberapa kajian dalam upaya penetrasi akses
keuangan bagi masyarakat. Salah satu wujud fasilitasi KPw BI Wilayah I Sulampua dalam upaya
menghubungkan pelaku UMKM kepada lembaga keuangan formal tercermin dari pembiayaan yang
dilakukan perbankan di Sulawesi Barat (Sulbar) kepada kelompok petani kakao. Bersama dengan
pemda setempat, pada setiap kegiatan bantuan teknis kepada petani kakao tersebut, pihak perbankan
selalu dilibatkan sehingga komunikasi dengan pelaku UMKM akan terjalin dengan baik.
Grafik 4.9. Pertumbuhan dan NPLs Kredit UMKM Grafik 4.10. Pangsa Kredit UMKM
(50)
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
%, yoy%, yoyTotal KPRKKB LainnyaMultiguna - Skala Kanan
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
%
Total KPR KKB Lainnya Multiguna
0
1
2
3
4
5
6
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
%%, yoy
Pertumbuhan Kredit UMKM NPLs UMKM - Skala Kanan
Total Kredit Non-UMKM
67%
Total Kredit UMKM
33%
68%
32%
Pangsa Kredit UMKM
Modal Kerja Investasi
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 41
5. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
Perkembangan sistem pembayaran cenderung mengikuti arah pertumbuhan indikator perbankan yang
mengalami perlambatan pada triwulan I 2014. Baik transaksi nontunai menggunakan Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS) maupun Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) menunjukkan
perlambatan pertumbuhan. Perlambatan tersebut dinilai merupakan dampak musiman seiring masih
belum optimalnya kegiatan transaksi pelaku usaha di awal tahun. Faktor musiman juga mempengaruhi
pergerakan aliran uang kartal yang pada triwulan I 2014 mengalami net inflow. Hal ini terjadi seiring
masih minimalnya kegiatan penarikan uang dan lebih dominannya penyetoran di periode awal tahun.
Pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia dilakukan dengan melakukan layanan penukaran uang,
kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang.
5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran
5.1.1 Perkembangan Transaksi RTGS
Pada triwulan I 2014, transaksi nontunai melalui sarana RTGS mengalami kontraksi. Hal tersebut
disebabkan oleh penurunan aliran dana masuk ke Sulsel yang lebih besar daripada peningkatan aliran
dana keluar dari Sulsel. Secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel di triwulan I 2014 sebesar Rp43,54
triliun atau kontraksi menjadi -7,78% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp62,02 triliun
yang tumbuh 2,46% (Grafik 5.1). Transaksi BI-RTGS pada periode laporan masih didominasi aliran
dana yang masuk (incoming) ke perbankan Sulsel dengan nilai Rp27,88 triliun, lebih tinggi dari aliran
yang keluar (outgoing) dari perbankan Sulsel yang tercatat sebesar Rp15,66 triliun. Pertumbuhan aliran
dana yang masuk (incoming) melambat dari triwulan sebelumnya yaitu 2,05% (yoy) menjadi kontraksi
sebesar -14,91% (yoy) (Grafik 5.2). Kondisi berbeda terjadi pada pertumbuhan aliran dana yang keluar
melalui RTGS (outgoing) pada triwulan laporan yang mengalami peningkatan yaitu dari 3,32% (yoy)
pada triwulan IV 2013 menjadi tumbuh sebesar 8,39% (yoy) (Grafik 5.3).
5.1.2 Perkembangan Transaksi Kliring
Transaksi nontunai melalui sarana kliring mengalami penurunan pada triwulan I 2014.
Pertumbuhan nilai kliring pada triwulan laporan masih menunjukkan kondisi belum membaik. Nilai
klriing pada triwulan laporan turun sebesar -34,70% (yoy) dimana sebelumnya juga turun sebesar -
30,22% (yoy). Demikian pula, jumlah pengiriman melalui sarana ini mengalami penurunan. Rata-rata
harian nilai nominal perputaran kliring pada triwulan I 2014 tercatat sebesar Rp100 miliar, mengalami
penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp110 miliar. Sementara itu, dari
jumlah lembar, rasio rata-rata harian warkat juga mengalami penurunan dari 2,93 ribu lembar menjadi
2,61 ribu lembar (Tabel 5.1). Bank Indonesia selalu mewaspadai terkait rasio rata-rata harian
penolakan warkat (Cek/BG), yang secara nominal sedikit mengalami penurunan dari 2,75% pada
triwulan sebelumnya menjadi 2,38% pada triwulan laporan.
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
Grafik 5.1. Transaksi RTGS Total Grafik 5.2. Transaksi RTGS Incoming
Grafik 5.3. Transaksi RTGS Outgoing Grafik 5.4. Aliran Uang Kartal Inflow
Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong
5.2. Pengelolaan Uang Tunai
5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal
Pada triwulan I 2014, perkembangan aliran uang kartal di Sulsel menunjukkan net inflow sebesar
Rp1,26 triliun. Pada triwulan I 2014, aliran uang masuk tercatat sebesar Rp2,76 triliun, lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp4,08 triliun (Grafik 5.4). Di samping itu,
aliran uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia juga mengalami penurunan dari Rp4,16 triliun pada
triwulan IV 2013 menjadi Rp1,50 triliun pada triwulan laporan (Grafik 5.5). Terjadinya net inflow pada
triwulan laporan disebabkan oleh siklus triwulan I yang cenderung belum terjadi penarikan uang kartal
yang besar (Grafik 5.6).
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
0
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
Total gTotal Incoming & Outgoing - Skala Kanan
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
Incoming
gIncoming - Skala Kanan
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
30
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp TriliunOutgoing
gOutgoing - Skala Kanan
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
300
0
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp TriliunInflow
gInflow - Skala Kanan
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 43
Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Outflow Grafik 5.6. Selisih Inflow dan Outflow
5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar
Bank Indonesia terus berupaya untuk menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat
agar semakin membaik. Dalam rangka penerapan clean money policy, Bank Indonesia secara berkala
melakukan kegiatan penukaran uang dan kas keliling yang menjangkau seluruh wilayah di Sulsel.
Selama periode triwulan I 2014, kegiatan kas keliling telah dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dan
semuanya di luar kota, yaitu pada Januari di Jeneponto, Bantaeng dan Bulukumba, kemudian pada
Februari di Bone dan Soppeng. Di samping itu, kegiatan remise ke luar dari Sulsel juga ditempuh
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I (Sulampua) dalam melakukan distribusi uang ke daerah
lain. Selama periode triwulan I 2014, telah dilakukan sebanyak 2 (dua) kali kegiatan remise ke luar
yaitu pada bulan Januari ke Kendari (Rp217,53 miliar) dan ke Kupang pada bulan Februari (Rp63,74
miliar). Bank Indonesia juga secara berkala melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar
(UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan I 2014 tercatat sebesar Rp0,69 triliun, menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp0,71 triliun (Grafik 5.7).
5.2.3 Perkembangan dan Penanggulangan Uang Palsu
Pecahan besar mendominasi peredaran uang palsu yang ditemukan sebanyak 570 lembar pada
triwulan I 2014. Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan laporan adalah
pecahan Rp100.000 (29,30%), diikuti Rp50.000 (69,12%), Rp20.000 (0,88%), Rp10.000 (0,18%),
dan Rp5.000 (0,53%) (Grafik 5.8). Dalam rangka mengantisipasi peredaran uang palsu, secara berkala
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I (Sulampua) melakukan kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian
uang rupiah hingga ke pelosok daerah, salah satunya telah diselenggarakan pada bulan Maret 2014,
di Kabupaten Majene dan Pasang Kayu, Sulawesi Barat.
Grafik 5.7. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Grafik 5.8. Temuan Uang Palsu
(50)
0
50
100
150
200
250
300
350
400
0
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
Outflow
gOutflow - Skala Kanan
(1.0)
(0.5)
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
Rp Triliun Net Inflow
Net Outflow
(500)
0
500
1,000
1,500
2,000
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
2.0
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
Nominal UTLE
gUTLE - Skala Kanan
29.30%
69.12%
1.58%
Pecahan 100.000
Pecahan 50.000
Pecahan Lainnya
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
Halaman ini sengaja dikosongkan
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 45
6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Selatan mencapai 5,80% (Sakernas Februari 2014) atau
relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya 5,83% (Februari 2013). Sedangkan tingkat kesejahteraan
yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) memperlihatkan perbaikan. Kegiatan ekonomi daerah yang
masih tergolong tinggi (8,03% yoy) mendorong terjadinya perubahan struktur penyerapan tenaga
kerja yaitu adanya peningkatan pada sektor sekunder (sektor industri pengolahan) dan sektor tersier
(sektor perdagangan dan sektor jasa), dan sebaliknya penurunan penyerapan tenaga kerja pada sektor
Pertanian. Kondisi tersebut turut berkontribusi pada meningkatnya jumlah penduduk kategori miskin
yang juga dipengaruhi oleh naiknya garis kemiskinan (dari Rp221,89 ribu menjadi Rp235,29 ribu)
akibat kuatnya tekanan inflasi. Perubahan struktur tenaga kerja, pada akhirnya juga memperbesar
ketimpangan pendapatan antar penduduk. Namun demikian kenaikan harga pertanian pada skala
tertentu telah berhasil meningkatkan kesejahteraan petani yang diukur dari membaiknya indikator
Nilai Tukar Petani (NTP).
6.1. Ketenagakerjaan
TPT Sulsel mencapai 5,80% (Sakernas Februari 2014) atau menurun tipis (0,03%) dibandingkan
tahun sebelumnya sebesar 5,83% (Februari 2013). Secara nominal jumlah pengangguran terbuka
Sulsel naik dari 211,06 ribu orang per Februari 2013 menjadi 212,57 ribu orang per Februari 2014
(Tabel 6.1). Namun karena jumlah angkatan kerja juga meningkat pada Februari 2014 yang mencapai
3.677,57 ribu orang dari 3.619,99 ribu orang pada Februari 2013 atau naik 57 ribu orang, sehingga
tingkat pengangguran menjadi cenderung sama. Pertumbuhan ekonomi Sulsel yang masih tergolong
tinggi yaitu 8,03% (yoy) telah mengakibatkan terjadinya perubahan pola penyerapan tenaga kerja.
Sektor industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa berhasil menyerap tenaga kerj a yang lebih
besar. Secara sektoral penyerapan tenaga kerja pada sektor primer (sektor pertanian) lebih rendah
hampir 2 ribu pekerja dibandingkan tahun 2013, yang disebabkan oleh makin menurunya aktivitas
sektor pertanian. Namun demikian, secara pangsa, sektor pertanian masih memegang peranan
penting karena menyerap 40,7% dari tenaga kerja produktif di Sulsel pada Februari 2014 (BRS-BPS 5
Mei 2014). Sebaliknya sektor industri mengalami kenaikan penyerapan 5 ribu pekerja atau sebesar
2,23% (yoy) menjadi 231,97 ribu orang di bulan Februari 2014. Kenaikan tertingi dicatat oleh sektor
perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 42 ribu pekerja atau sebesar 6,22% (yoy) menjadi
sekitar 729,35 ribu orang (Tabel 6.2). Sementara sektor jasa meningkat 2,82% (yoy) atau menjadi
644,25 ribu orang. Berdasarkan pekerjaan utama hingga Februari 2014, terjadi peningkatan pada
jumlah pekerja formal (buruh/karyawan) yang tumbuh 7,19% (yoy) menjadi 1,13 juta orang, demikian
pula untuk pekerja yang berusaha sendiri yang tumbuh 12,24% (yoy) menjadi 638,26 ribu orang.
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama
Sumber: Badan Pusat Statistik
Feb-13 Feb-14
1. Angkatan Kerja 3.619.993 3.677.576
– Bekerja 3.408.929 3.464.719
– Tidak Bekerja (Pengangguran Terbuka) 211.064 212.570
2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 63,60% 62,00%
3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 5,83% 5,80%
Kegiatan Utama
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel sedikit menurun. TPAK turun dari 63,6% pada
Februari 2013 menjadi 62,0% pada Februari 2014. Penurunan TPAK disebabkan oleh kenaikan jumlah
angkatan kerja yang bekerja lebih rendah dari kenaikan jumlah penduduk usia kerja. Jumlah angkatan
kerja pada Februari 2014 mencapai 3,46 juta orang, lebih tinggi daripada periode setahun sebelumnya
sejumlah 3,41 juta orang (Tabel 6.1). Secara sektoral, ditengarai penurunan TPAK terjadi karena
pengurangan angkatan kerja di sektor pertanian dan sektor lainnya. Hasil Survei Konsumen Bank
Indonesia untuk ketersediaan lapangan kerja, juga menunjukkan rata-rata pertumbuhan Indeks
Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) pada triwulan laporan menurun sebesar -9,98% (yoy),
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya (14,71%, yoy), lebih dikarenakan naiknya jumlah
angkatan kerja di Sulawesi Selatan pada Februari 2014 (Grafik 6.1). Indeks Penghasilan Saat Ini
Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga turun dibandingkan periode sebelumnya (Grafik 6.2). Pertumbuhan
IPD6 semakin turun sebesar -7,44% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya (-1,59%, yoy).
Sumber: Survei Konsumen, diolah Sumber: Survei Konsumen, diolah
Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan
Lapangan Kerja Saat Ini
Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini
Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
6.2. Jumlah Penduduk Miskin17
Jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan pada September 2013 meningkat dibanding Maret
2013. Jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami kenaikan menjadi 857,44 ribu pada September
2013, dari 787,66 ribu per Maret 2013, atau naik sebesar 6,40% (yoy). Persentase tersebut meningkat
seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin akibat dari naiknya garis batas kemiskinan.
Peningkatan jumlah penduduk miskin terjadi di daerah kota dan pedesaan. Di kota, peningkatannya
relatif besar, mencapai 20,14% (yoy) menjadi 696,91 ribu orang. Sementara di pedesaan,
17
BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan
pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk
yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
yoy
Indeks ketersediaan lapangan kerja saat ini Pertumbuhan - kanan
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
yoy
Penghasilan saat ini Pertumbuhan - kanan
Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan
Pertanian 1.410.845 41,39% -3,98% 1.408.447 40,65% -0,17%
Industri 226.919 6,66% -4,48% 231.974 6,70% 2,23%
Perdagangan 686.653 20,14% 4,17% 729.346 21,05% 6,22%
Jasa 626.566 18,38% 7,53% 644.253 18,59% 2,82%
Lainnya 457.946 13,43% -0,10% 450.699 13,01% -1,58%
Jumlah 3.408.929 100,00% 0,05% 3.464.719 100,00% 1,64%
Februari 2014Kategori
Februari 2013
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 47
peningkatannya 3,66%, menjadi 160,53 ribu orang (Grafik 6.3). Porsi penduduk miskin di pedesaan
mencapai 81,28% yang jauh lebih besar dari daerah perkotaan (18,72%). Diperlukan upaya terpadu
melalui pengembangan kewirausahaan di pedesaan dengan pengembangan komoditas unggulan
daerah untuk memperluas lapangan kerja di pedesaan. Hal tersebut selain dapat mengurangi
pengangguran, juga dapat mengurangi kemiskinan di pedesaan. Selain itu, juga diharapkan dapat
meningkatkan minat masyarakat untuk tetap bekerja di desa dan dapat mengurangi tingkat
urbanisasi.
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulsel Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin
Sulampua Menurut Provinsi September 2013
Peningkatan garis kemiskinan sejalan dengan naiknya inflasi. Kenaikan harga BBM bersubsidi
mendorong inflasi menjadi 7,24% (yoy), sehingga garis kemiskinan naik 9,13% (yoy) menjadi
Rp235,49 ribu/kapita/bulan. Komoditi makanan yang memberi pengaruh besar pada kenaikan garis
kemiskinan (September 2013) adalah beras, rokok kretek filter, bandeng, gula pasir, mie instan, telur
ayam ras, tongkol/tuna/cakalang, teri, kopi, dan bawang merah. Kenaikan garis kemiskinan akan
mendorong masyarakat yang masih dalam kategori hampir miskin terperosok menjadi kategori miskin
(Tabel 6.3). Namun, apabila inflasi kembali terkoreksi ke bawah, secara langsung garis kemiskinan
akan kembali turun, dan menjadikan masyarakat kategori miskin terangkat kembali.
Tabel 6.3. Perkembangan Garis Batas Kemiskinan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Persentase jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan relatif cukup rendah, jika dibandingkan
dengan provinsi lain se-Sulampua. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan
ketiga terendah (10,32%) setelah Provinsi Sulawesi Utara (8,50%) dan Maluku Utara (7,64%) (Grafik
5.4). Urutan Provinsi Sulawesi Utara dan Maluku Utara tersebut juga tidak mengalami perubahan
dibandingkan kondisi pada Maret 2013. Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di
Sulampua tercatat sebesar 31,53% masih terdapat di Provinsi Papua.
152.8 150.8 129.2 133.6 148.0 160.5
930.3
880.9
696.6672.3
639.7
696.9
10.310.3
10.1
9.8
9.5
10.3
9.0
9.2
9.4
9.6
9.8
10.0
10.2
10.4
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1,000
Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13
%Ribu Orang
Kota Desa % Total Penduduk Miskin - Skala Kanan
8.5
14.3
10.3
13.7
18.0
12.2
19.3
7.6
27.1
31.5
0
5
10
15
20
25
30
35
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gto Sulbar Maluku Malut Pabar Papua
%%
Kota Desa % Total Penduduk Miskin - Skala Kanan
Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-13 Sep-13 Mar-13 Sep-13
Kota 206,201 215,790 221,892 235,488 7.61% 9.13% 4.61% 7.24%
Desa 191,195 183,959 192,161 207,023 0.51% 12.54%
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Inflasi YoYPertumbuhan YoY
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
6.3. Rasio Gini18
Gini Ratio Provinsi Sulawesi Selatan cenderung meningkat. Nilai Gini Ratio selama empat tahun
terakhir (2010-2013) cenderung terus membesar yang menunjukkan ketimpangan pendapatan
penduduk yang semakin besar (Tabel 6.4). Pada 2012, Gini Ratio Sulsel masih sama dengan nasional
yakni 0,41, namun pada 2013 justru meningkat menjadi 0,43 atau lebih tinggi daripada nasional
(0,41).
Tabel 6.4. Nilai Gini Ratio
Provinsi 2010 2011 2012 2013
Gorontalo 0,43 0,46 0,44 0,44
Papua 0,41 0,42 0,44 0,44
Sulawesi Selatan 0,40 0,41 0,41 0,43
Sulawesi Tenggara 0,42 0,41 0,40 0,43
Papua Barat 0,38 0,40 0,43 0,43
Sulawesi Utara 0,37 0,39 0,43 0,42
Sulawesi Tengah 0,37 0,38 0,40 0,41
Maluku 0,33 0,41 0,38 0,37
Sulawesi Barat 0,36 0,34 0,31 0,35
Maluku Utara 0,34 0,33 0,34 0,32
Indonesia 0,38 0,41 0,41 0,41
Sumber : Booklet Indikator Kersejahteraan Rakyat, BPS, Agustus 2013
Dibandingkan provinsi lain di Sulampua, nilai gini ratio Sulawesi Selatan termasuk tinggi. Angka
gini rasio tertinggi (0,44) terjadi di Gorontalo dan Papua yang terjadi selama 2 (dua) tahun berturut-
turut. Setelah dua provinsi tersebut, berlanjut nilai gini ratio terbesar kedua (0,43) adalah Provinsi
Sulawesi Selatan dan Papua Barat. Sementara itu, nilai gini ratio terendah (0,32) terjadi di Provinsi
Maluku Utara dan nilainya lebih baik daripada tahun 2012.
6.4. Nilai Tukar Petani19
Indikator kesejahteraan sektor unggulan (pertanian) relatif membaik, tercermin dari naiknya
pertumbuhan Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan I 2014. Beban petani sedikit terkurangi
dengan membaiknya sisi pendapatan yang diterima dibandingkan sisi biaya pengeluaran. NTP Sulsel
pada triwulan I 2014 membaik menjadi sebesar 105,56 lebih tinggi dibandingkan NTP pada triwulan
sebelumnya (104,95) (Grafik 6.5). Perkembangan NTP tersebut didorong oleh peningkatan penerimaan
petani yang lebih tinggi dibandingkan harga yang harus dibayar oleh petani, atau terlihat dari
pertumbuhan Indeks yang Diterima Petani lebih tinggi dibandingkan Indeks yang Dibayar Petani.
Perkembangan harga yang diterima petani meningkat lebih tinggi, terutama untuk komoditas
tanaman pangan, hortikultura, dan tanaman perkebunan rakyat. Dengan perkembangan tersebut,
pertumbuhan Indeks yang Diterima Petani sebesar 8,62% (yoy), dari masih menunjukan kenaikan dari
sebesar 105,70 pada triwulan I-2013 menjadi sebesar 114,81 pada triwulan I-2014 (Grafik 6.7).
Sementara Indeks Dibayar Petani pada triwulan I 2014 tumbuh sebesar 7,55% (yoy) dari 101,13 di
triwulan I 2013 menjadi 108,76 pada triwulan I-2014 (Grafik 6.6).
18
Angka Koefisien Gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan.
Angka Koefisien Gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu
menggambarkan ketidakmeraaan sempurna.
19
NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 49
Grafik 6.5. Perkembangan Rata-rata
Nilai Tukar Petani
Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata
Indeks yang Dibayar Petani
Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
85
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
Nilai Tukar Petani Growth YoY - sisi kanan
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
85
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
Indeks yang Dibayar Petani Growth YoY - sisi kanan
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
85
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
Indeks yang Diterima Petani
Growth YoY - sisi kanan
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
50 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
Halaman ini sengaja dikosongkan
Prospek Perekonomian
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 51
7. Prospek Perekonomian
Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2014 dan untuk keseluruhan tahun 2014, masing-masing
diperkirakan akan tumbuh pada level 7,5% - 8,5% (yoy) dan 7,0% - 8,0% (yoy). Jika dibandingkan
dengan ekonomi nasional, angka pertumbuhan ekonomi Sulsel 2014 tetap lebih baik. Di sisi
permintaan, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh permintaan domestik (lokal) yang tetap kuat.
Sementara kegiatan ekspor diperkirakan tertekan didorong pelemahan permintaan luar negeri.
Mendukung peningkatan, di sisi penawaran, sektor pertanian mengalami peningkatan seiring
masuknya musim panen dan kondisi cuaca yang mulai kondusif. Demikian pula sektor industri,
diperkirakan akan meningkatkan produksinya merespons kenaikan permintaan. Sementara sektor
keuangan, khususnya kinerja perbankan, diperkirakan melambat pada tahun 2014, merespons dari
kebijakan Bank Indonesia.
Laju inflasi triwulan II 2014 diprakirakan akan menghadapi tekanan, didorong kenaikan permintaan
dan penyesuaian tarif. Dari sisi permintaan, ekspektasi konsumen mengenai tingkat harga ke depan
diperkirakan meningkat, sementara ekspektasi pedagang relatif stabil. Sepanjang tahun 2014
direncanakan akan terjadi penyesuaian tarif, antara lain tarif energi dan angkutan. Untuk itu, peran
TPID untuk mendorong Pemerintah Daerah dalam memastikan pasokan dan distribusi akan mampu
mendukung pencapaian target inflasi nasional tahun 2014.
Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya
7.1. Outlook Kondisi Makroekonomi Regional
Perekonomian Sulsel di kuartal kedua 2014 masih didukung kuatnya permintaan lokal,
sementara permintaan dari luar daerah/negeri diperkirakan melemah. Sulsel pada triwulan II 2014
diperkirakan masih meningkat dalam kisaran 7,5% - 8,5% (yoy). Dari sisi permintaan, permintaan
konsumsi swasta yang masih baik perlu dijaga melalui kondisi politik yang kondusif. Demikian pula
realisasi investasi dan konsumsi pemerintah dioptimalkan ketepatan waktu penyaluran/penyelesaian
sesuai dengan target. Dari sisi produksi/sektoral, sektor pertanian dan sektor industri akan meningkat
seiring peningkatan produksi untuk merespon kenaikan permintaan domestik.
Kondisi mitra dagang Sulsel dalam tren melambat. Perekonomian Jepang diperkirakan tumbuh
melambat, yang diindikasikan dengan defisit neraca perdagangan, turunnya produksi industri, dan
pelemahan permintaan domestik. Demikian pula, pertumbuhan ekonomi Tiongkok diperkirakan masih
belum seperti semula dan masih dalam proses transisi menuju pertumbuhan yang lebih seimbang dan
berkelanjutan. Dengan demikian, untuk tahun 2014, ekonomi Sulsel diperkirakan akan tumbuh pada
level 7,0% - 8,0% (yoy), atau relatif stabil dari tahun 2013 (7,65%, yoy).
5
6
7
8
9
10
20
11
Q1
20
11
Q2
20
11
Q3
20
11
Q4
20
12
Q1
20
12
Q2
20
12
Q3
20
12
Q4
20
13
Q1
20
13
Q2
20
13
Q3
20
13
Q4
20
14
Q1
20
14
Q2
20
14
Q3
20
14
Q4
%, yoyTahun 2013:
7,65%Tahun 2011:
7,61%
Tahun 2012:8,39%
Tahun 2014:7,00% - 8,00%
Laju Pertumbuhan Sulsel
Laju Pertumbuhan NasionalTahun 2014:5,1% - 5,5%
Prospek Perekonomian
52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
7.1.1 Sisi Permintaan
Pada triwulan II 2014, komponen sisi permintaan diproyeksikan meningkat dibandingkan
triwulan I 2014. Peningkatan terjadi pada komponen konsumsi, baik konsumsi rumah tangga
maupun konsumsi pemerintah, serta komponen investasi, seiring peningkatan pertumbuhan yang
didukung oleh aktivitas pemilihan eksekutif.
Kinerja komponen konsumsi diprakirakan meningkat pada triwulan II -2014 (6,7% - 7,7%),
didorong oleh ekspektasi konsumen yang membaik. Konsumsi rumah tangga triwulan II-2014
diprakirakan meningkat, seiring dengan optimisme/tendensikonsumen yang lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya. Tendensi tersebut mencerminkan rencana masyarakat untuk melakukan pembelian
barang tahan lama. Konsumsi pemerintah diperkirakan juga akan cenderung meningkat sehubungan
dengan penyerapan anggaran APBD, yang tercermin dari giro Pemda di BPD yang cenderung
melambat.
Sumber: Badan Pusat Statistik, p) Proyeksi Sumber: Survei Konsumen
Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 7.3. Indeks Ekspektasi Konsumen
Tendensi ekspektasi konsumen pada triwulan mendatang cenderung lebih optimis. Tendensi
konsumen hasil Indeks Tendensi Konsumen (BPS) maupun Survei Konsumen (BI) menunjukkan arah
yang identik. Indeks Tendensi Konsumen pada triwulan II 2014 sebesar 117,2 sementara triwulan
sebelumnya 111,10. Indeks Perkiraan Pendapatan Rumah Tangga sebesar 118,28, lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya (110,77). Demikian pula rencana pembelian barang durable good mencatat
indeks 115,29, lebih rendah dari triwulan sebelumnya (103,78). Demikian pula hasil Survei Konsumen,
menunjukkan Indeks Ekspektasi Konsumen20
(IEK) untuk 6 (enam) bulan mendatang cenderung lebih
tinggi. Konsumen memprakirakan bahwa kondisi ekonomi enam bulan yang akan datang dan
ketersediaan lapangan kerja enam bulan yang akan datang lebih baik daripada kondisi saat ini.
Komponen investasi Sulsel diprakirakan masih akan meningkat tinggi pada triwulan II 2014.
Keberlanjutan proyek-proyek yang bersifat multiyears masih menjadi penopang pertumbuhan investasi
Sulsel. Beberapa proyek besar yang akan berlangsung antara lain pembangunan tahap pertama
pelabuhan peti kemas New Port Makassar dengan telah terbitnya rekomendasi izin dari Kementerian
Perhubungan, proyek pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Jeneponto (PLTU; 2x100 MW),
pembangunan LNG di Kabupaten Wajo, kelanjutan proyek pembangunan 23 hotel dengan kapasitas
mencapai 6.000 kamar di Makassar, dan pembangunan pusat belanja terintegrasi. Sementara untuk
20
Angka indeks tersebut merupakan gabungan dari ekspektasi masyarakat akan kondisi perekonomian,
ekspektasi penghasilan, dan ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yang akan datang
112,3
114,6113,5
111,2
107,0
109,7
112,8
109,0
105,5
108,1
111,8
110,1111,1
117,2
100
102
104
106
108
110
112
114
116
118
120
I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2011 2012 2013 2014
Indeks Tendensi Konsumen Sulsel
Sum
be
r : B
PS
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014
Indeks Ekspektasi Konsumen Pertumbuhan - kanan
Sumber : Survei Konsumen BI
Prospek Perekonomian
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 53
menindaklanjuti UU No.4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Peraturan
Menteri ESDM 1/2014, di Sulsel setidaknya ada 8 (delapan) smelter yang sudah menunjukkan progress
pembangunan, sementara 2 (dua) smelter lainnya belum menunjukkan progress yang signifikan. Dari 8
smelter tersebut, 6 (enam) diantaranya diperkirakan memulai operasi pada tahun 2015 yang
seluruhnya berlokasi di Bantaeng.
Kinerja perdagangan eksternal (ekspor-impor) diprakirakan masih akan tertahan sehubungan
dengan masih stabil/lambatnya perekonomian negara mitra dagang. Pertumbuhan net ekspor-
impor cenderung masih belum kuat pada tahun 2014, sebagaimana proyeksi World Economic Outlook
(IMF) (Tabel 7.1). Adapun negara-negara tujuan ekspor utama Sulsel antara lain adalah Jepang,
Malaysia, Amerika Serikat, Tiongkok, Singapura, dan Vietnam. Perkembangan negara Tiongkok
diperkirakan stabil, sementara negara Jepang dan kawasan ASEAN cenderung turun.
Pada tahun 2014, indeks harga internasional komoditas utama (nikel dan kakao) diperkirakan
sedikit membaik. Harga nikel hanya membaik pada triwulan I 2014 dengan tumbuh sebesar -15,23%
dari akhir 2013 (-18,11%). Masih turunnya harga nikel karena berlimpahnya pasokan. Pemulihan
harga akan tergantung perkembangan ekonomi Tiongkok yang mencerminkan 45% permintaan
dunia. Sementara harga kakao diperkirakan meningkat, sejalan dengan kekhawatiran atas pasokan
komoditi tersebut yang diperkirakan turun 2,9% pada 2014. Berdasarkan perkiraan produksi yang
dipantau dari perdagangan berjangka, stok kakao akan mencapai 105.000 metrik ton lebih kecil dari
permintaan tahun 2013.
Grafik 7.4. Perkembangan dan Proyeksi Harga Internasional Nikel
Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara
Pertumbuhan Ekonomi (%; yoy)
WEO (IMF) Januari 2014
WEO (IMF) April 2014
2013p 2014p 2015p 2013 2014p 2015p
Amerika Serikat 1,9 2,8 3,0 1,9→ 2,8→ 3,0→
Kawasan Eropa -0,4 1,0 1,4 -0,5↓ 1,2↑ 1,5↑
Kawasan Asia
Cina 7,7 7,5 7,3 7,7→ 7,5→ 7,3→
Jepang 1,7 1,7 1,0 1,5↓ 1,4↓ 1,0→
Kawasan ASEAN* 5,0 5,1 5,6 5,2↑ 4,9↓ 5,4↓ *) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi
Keterangan: ↑Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya
→Sama dengan perkiraan sebelumnya
↓Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
yoy$/mtNickel g.Nikel - sisi kanan
Prospek Perekonomian
54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
Sementara itu, perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan juga akan menjadi
pendorong pertumbuhan ekspor dan impor Sulsel. Prospek perdagangan antarpulau Sulsel
diprakirakan semakin membaik ke depan dengan penambahan dermaga peti kemas di Pelabuhan
sebelu
Timur) - Pelabuhan Garongkong di Kabupaten Barru21
.Selain itu, Pelabuhan Garongkong juga akan
difungsikan sebagai second line Makassar, terutama untuk bongkar muat kapal dengan ukuran 22
ribu GT ke atas.
7.1.2 Sisi Penawaran
Pada triwulan II 2014, beberapa sektor utama ekonomi Sulsel masih menghadapi tantangan
produksi dan pola musiman. Sektor-sektor utama daerah yang diperkirakan melambat adalah sektor
pertanian, sektor keuangan, dan sektor jasa-jasa. Selain karena faktor pola historis, khusus untuk
sektor keuangan diperkirakan target kredit nasional Bank Indonesia22
(15% - 17%), telah diterapkan
perbankan dalam menjalankan rencana bisnis bank. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi Sulsel
tersebut masih akan tetap berada di atas level pertumbuhan ekonomi nasional, dan dapat mendukung
target perkiraan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2014 (5,1% - 5,5%, yoy).
Sektor pertanian, terutama subsektor tabama, diprakirakan akan meningkat pada triwulan II 2014.
Setelah padi melewati musim tanam ketiga (Januari s.d. April), diperkirakan akan mulai terjadi panen
dan mendorong peningkatan sektor pertanian. Namun demikian, curah hujan yang masih tinggi di
sebagian besar wilayah Sulsel pada Triwulan II-2014, tetap perlu diwaspadai (Grafik 6.9).
Sektor pertambangan diprakirakan akan tumbuh meningkat, seiring kapasitas pabrik yang mampu
menyerap produksi lebih besar dan lancarnya pasokan dari daerah lain yang diolah ke Sulsel. Sektor
pertambangan di Sulsel terutama berupa produk nikel. Kebijakan Kementerian ESDM dan Kementerian
Keuangan tidak berpengaruh besar terhadap kegiatan eksplorasi/eksploitasi tambang mineral di Sulsel,
karena hampir semua ekspor tambang Sulsel sudah dalam bentuk olahan (matte dan ferronikel).
Faktor yang memengaruhi besarnya produksi diperkirakan akan berasal dari harga internasional nikel,
yang pada tahun 2014 diperkirakan sedikit membaik.
Sektor industri pengolahan diprakirakan akan tetap tumbuh dengan meningkat pada triwulan II
2014. Industri tepung terigu akan meningkatkan produksinya untuk menghadapi kenaikan permintaan
saat Ramadhan dan Idul Fitri. Sementara keseluruhan 2014, industri tepung masih optimis dengan
meningkatkan target penambahan produksi sampai dengan 25% per bulan sebagai upaya antisipasi
kenaikan permintaan tahun 2014 sekitar lima persen. Sementara itu, industri pengolahan biji nikel
tidak terpengaruh oleh UU Minerba, karena produksi sudah mencapai 78% dalam bentuk nikel matte.
Bahkan biji nikel (ore) dari provinsi lain masih potensial dapat menjadi tambahan produksi industri
pengolahan biji nikel di Sulsel, karena di Pulau Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua) baru terdapat
3 (tiga) industri pemurnian logam. Potensi biji nikel Sulampua yang masih dapat diolah sekitar 64 juta
ton. Sementara itu, dua industri semen di Sulsel meningkatkan kapasitas produksinya, sehingga
masing-masing akan meningkatkan penjualannya sebesar 33,3% dan 42,6%.
21
Diresmikan tanggal 29 April 2013
22
Sambutan Akhir Tahun Gubernur Bank Indonesia Pertemuan Tahunan Perbankan, 14 November 2013
Prospek Perekonomian
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 55
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) diprakirakan masih akan tumbuh meningkat cukup
tinggi pada triwulan II-2014. Kapasitas infrastruktur perhubungan semakin tinggi, yaitu Pelabuhan
Makassar dan Pelabuhan Garongkong. Sehubungan dengan implikasi UU Mineral dan Batubara23
dengan diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM24
dan Menteri Keuangan25
, diperkirakan dampaknya
minimal di Sulsel, sehingga kegiatan perdagangan relatif masih kuat. Selain itu, dimulainya proses
pelaksanaan kampanye26
pemilu eksekutif akan meningkatkan kegiatan di sektor PHR.
Kemudian, sektor keuangan diperkirakan masih akan melambat yang diindikasikan oleh pertumbuhan
aset, kredit, dan DPK perbankan Sulsel hingga triwulan I-2014 yang melambat masing-masing tumbuh
14,1%(yoy); 11,0%(yoy); dan 11,2%(yoy). Pertumbuhan tersebut masih searah dengan perkiraan Bank
Indonesia terhadap pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga tahun 2014 akan melambat dalam
kisaran 15% - 17%. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan I-2014 menghasilkan perkiraan
pertumbuhan kredit 2014 akan sebesar 18,0% lebih rendah dari hasil survei sebelumnya (19,1%),
maupun realisasi tahun 2013. Hasil survei menyatakan bahwa faktor pendorong berupa kenaikan suku
bunga kredit dan meningkatnya potensi kenaikan NPL.
7.2. Outlook Inflasi
Laju inflasi triwulan II 2014 secara umum berpotensi menghadapi tekanan, seiring kenaikan
permintaan menjelang bulan Ramadhan. Tekanan inflasi berasal dari semua komponen disagregasi
inflasi (volatile food, administered price, dan inflasi inti). Dari sisi permintaan, tekanan berasal dari
ekspektasi konsumen yang meningkat27
. Sementara dari harga yang ditentukan pemerintah, kenaikan
tarif energi akan ditetapkan selama tahun 2014. Namun demikian, Pemerintah Daerah menjamin
pasokan dan distribusi, melalui efektivitas Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi maupun
Kabupaten/Kota, sehingga inflasi Sulsel akan mampu mendukung pencapaian target nasional
(4,5%±1%), dalam rentang 4,30% - 5,30% (yoy).
Grafik 7.5. Perkembangan Laju Inflasi Sulsel dan Proyeksinya
23
UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
24
Peraturan Menteri ESDM 1/2014: Pemerintah masih mengizinkan ekspor enam komoditas mineral yang sudah
diolah atau berbentuk konsentrat hingga 2017
25
PMK Nomor 6/PMK.011/2014: Tarif BK ditetapkan naik mulai dari 20% atau 25% sampai dengan 60% secara
bertahap setiap semester
26
11 Januari 05 April 2014: Periode Pelaksanaan Kampanye
27
Hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) maupun Survei Konsumen (SK)
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 ... 12
2011 2012 2013 2014
Infl
asi T
ahu
nan
Nasional yoy Sulsel yoy
Sasaran Inflasi 2013: 4,5% + 1Sulsel 2013: 6,22%
Nasional 2011: 8,38%
Sasaran Inflasi 2011: 5% + 1Sulsel 2011: 2,87%
Nasional 2011: 3,79%
Sasaran Inflasi 2012: 4,5% + 1
Sulsel 2012: 4,41%Nasional 2012: 4,30%
Sasaran
Inflasi 2014:4,5% + 1
Prospek Perekonomian
56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
Inflasi volatile food diperkirakan dalam level moderat, seiring dengan pasokan yang memadai.
Curah hujan Sulsel masih akan berada pada level menengah (Grafik 7.6), sehingga ketinggian
gelombang diharapkan kembali normal (1 meter hingga 1,5 meter). Selain itu, pasokan tanaman
bahan makanan berpotensi meningkat seiring mulai masuknya masa panen tanaman bahan makanan.
Namun terdapat faktor risiko yang berasal dari permintaan bahan makanan (antara lain pesta
pernikahan) menjelang Ramadhan yang diperkirakan akan meningkat.
Inflasi administered price tahun 2014 diperkirakan meningkat seiring penyesuaian tarif
sepanjang 2014. Meskipun efek kenaikan harga BBM bersubsidi relatif telah mereda pada akhir tahun
2013, namun terdapat potensi faktor risiko yang dapat mengakselerasi inflasi administered price. Pada
awal 2014, harga rokok meningkat seiring dengan naiknya pajak tembakau dan harga elpiji.
Sementara itu, hingga pertengahan tahun 2014, potensi kenaikan inflasi berasal dari rencana kenaikan
tarif listrik industri yang akan direalisasikan pada Mei 2014. Peningkatan tarif berkisar antara 40%-
65% dan akan diterapkan secara bertahap setiap dua bulan dari Mei sampai November 2014. Selain
itu, juga terjadi kenaikan airport tax di Bandara Sultan Hasanuddin, Sulsel, baik untuk penumpang
domestik (25%) maupun internasional (50%) yang mulai berlaku per 1 April 2014.
April 2014 Mei 2014 Juni 2014
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
Grafik 7.6. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan
Komponen core inflation diperkirakan meningkat, didorong oleh peningkatan ekspektasi
konsumen. Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang meningkat, yang
tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK). Demikian pula, harga emas internasional yang
menunjukkan tren meningkat kembali, mulai triwulan I-2014. Sementara indeks ekspektasi pedagang
terhadap harga 3 bulan yang akan datang relatif stabil.
Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 7.7. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap
Harga-harga dalam 3 Bulan yang Akan Datang
Grafik 7.8. Indeks Ekspektasi Pedagang terhadap
Harga-harga dalam 3 Bulan yang Akan Datang
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
I II III IV I II III IV I II*
2012 2013 2014
Indeks perubahan harga umum 3 bulan yad
99,80
99,85
99,90
99,95
100,00
100,05
100,10
100,15
100,20
100,25
100,30
I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014
Ekspektasi Harga Umum 3 bln yad
Lampiran
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 57
Lampiran
A. Data Ekonomi Makro
Tabel A.1. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan
Atas Dasar Harga Konstan (Rp Miliar)
Tabel A.2. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas
Dasar Harga Konstan (Rp Miliar)
B. Data Inflasi
Tabel B. Laju Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran
2014***
I II III IV I II III IV I
1. Pertanian 3,787 4,095 4,321 3,329 15,533 3,831 4,059 4,491 3,765 16,145 4,252
2. Pertambangan & Penggalian 875 1,116 1,091 1,209 4,290 1,123 1,181 1,230 1,153 4,688 1,141
3. Industri Pengolahan 1,948 1,990 2,033 2,079 8,050 2,108 2,187 2,210 2,199 8,704 2,233
4. Listrik,Gas & Air Bersih 157 159 164 168 648 169 173 178 181 702 184
5. Bangunan 841 868 903 955 3,567 913 964 1,022 1,058 3,957 986
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 2,509 2,616 2,738 2,798 10,661 2,797 2,876 2,966 3,022 11,661 3,029
7. Angkutan & Komunikasi 1,436 1,459 1,502 1,553 5,950 1,544 1,613 1,660 1,663 6,480 1,642
8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 1,129 1,240 1,272 1,338 4,979 1,323 1,414 1,468 1,480 5,685 1,472
9. Jasa - jasa 1,460 1,514 1,522 1,544 6,041 1,494 1,529 1,604 1,636 6,262 1,594
PDRB 14,142 15,057 15,545 14,974 59,718 15,304 15,995 16,828 16,157 64,284 16,532
Sumber : BPS
* Angka Sementara, ** Angka Sangat Sementara, *** Angka Sangat Sangat Sementara
Total2012* 2013**
TotalSEKTORAL
2014***
I II III IV I II III IV I
Konsumsi 9,586 9,767 9,984 10,142 39,480 10,136 10,336 10,675 10,852 41,999 10,777
Investasi 4,070 4,797 4,557 3,387 16,811 4,666 5,153 4,323 4,052 18,194 4,028
Ekspor 4,755 5,323 5,659 6,158 21,895 5,322 5,634 6,169 6,176 23,301 6,098
Dikurangi Impor 4,269 4,830 4,655 4,713 18,467 4,820 5,128 4,339 4,923 19,209 4,371
PDRB 14,142 15,057 15,545 14,974 59,718 15,304 15,995 16,828 16,157 64,284 16,532
Sumber : BPS
* Angka Sementara, ** Angka Sangat Sementara, *** Angka Sangat Sangat Sementara
Total2012* 2013**
TotalPENGGUNAAN
KELOMPOKPENGELUARAN Jan Feb Mar Jan Feb Mar mtm ytd yoy
Umum 102.24 102.86 103.10 108.81 109.14 109.16 0.02% 1.44% 5.88%
Bahan Makanan 103.50 105.48 106.20 112.16 112.04 111.25 -0.71% 3.23% 4.76%
Makanan Jadi, Mnman, Rkk & Tembakau 102.71 102.90 103.24 107.86 108.46 108.80 0.31% 1.27% 5.39%
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 101.87 102.56 102.68 108.33 108.87 109.10 0.21% 1.49% 6.25%
Sandang 104.13 104.09 104.12 106.92 107.97 108.00 0.03% 0.61% 3.73%
Kesehatan 101.50 101.62 101.64 104.36 105.10 105.49 0.37% 1.46% 3.79%
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 102.09 102.21 102.30 103.67 103.66 103.66 0.00% 0.12% 1.33%
Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 100.30 100.29 100.31 110.34 110.36 110.65 0.26% 0.32% 10.31%
Sumber : BPS
Menggunakan tahun dasar 2012
IHK (2013) IHK (2014) Growth
Lampiran
58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
C. Data Perbankan
Tabel C.1. Penghimpunan Dana Bank Umum (Rp Miliar), Lokasi KC/KCP
Tabel C.2. Penyaluran Kredit Bank Umum Menurut Jenis Penggunaan (Rp Miliar), Lokasi Proyek
2014
I II III IV I II III IV I II III IV I
Giro 6,516 6,715 6,835 6,607 7,893 7,764 8,287 7,948 7,759 8,086 9,211 7,836 7,984
Tabungan 19,648 20,907 21,923 26,430 24,970 27,186 28,523 31,428 29,206 29,942 31,943 34,840 32,314
Deposito 11,298 11,537 12,319 12,685 13,228 13,518 14,117 14,902 15,182 15,271 16,050 17,563 17,705
TOTAL 37,461 39,159 41,077 45,722 46,090 48,468 50,928 54,278 52,147 53,299 57,204 60,239 58,003
GROWTH 24.14% 19.56% 20.96% 22.62% 23.04% 23.77% 23.98% 18.71% 13.14% 9.97% 12.32% 10.98% 11.23%
Sumber : Laporan Bank
JENIS SIMPANAN2011 2012 2013
2014
I II III IV I II III IV I II III IV I
Modal Kerja 17,247 18,799 20,120 22,032 22,500 25,045 24,656 28,250 28,671 27,484 27,822 29,217 28,996
Investasi 9,148 10,027 10,683 11,324 11,728 12,256 12,635 11,911 12,725 17,402 18,289 17,089 17,088
Konsumsi 20,125 21,258 22,598 23,623 24,527 25,965 28,121 29,794 30,622 32,197 33,503 34,203 34,752
TOTAL 46,520 50,085 53,401 56,979 58,755 63,265 65,412 69,956 72,019 77,083 79,613 80,509 80,836
GROWTH 25.59% 25.58% 29.86% 39.42% 26.30% 26.32% 22.49% 22.77% 22.58% 21.84% 21.71% 15.09% 12.24%
Sumber : Laporan Bank
JENIS
PENGGUNAAN
2011 2012 2013
Lampiran
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 59
D. Data Sistem Pembayaran
Tabel D.1. Aliran Uang Kartal di Depo KPw BI Wilayah I (Sulampua) (Rp Triliun)
Tabel D.2. Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun)
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 2.23 0.24 2.00 -4.35% -59.95% 14.75% 2.16% -84.21% 196.72%
II 0.87 0.86 0.01 -20.65% -52.71% 100.83% -61.24% 259.65% -99.70%
III 0.91 0.78 0.13 -36.76% -58.48% 129.01% 4.52% -9.61% 2028.91%
IV 1.65 0.70 0.95 -24.78% -53.81% 40.61% 81.77% -9.99% 639.77%
I 1.84 0.28 1.56 -17.45% 17.52% -21.64% 12.12% -59.84% 65.36%
II 0.61 1.26 (0.65) -29.99% 45.92% 10904.55% -67.13% 346.58% -141.49%
III 1.29 1.53 (0.24) 42.37% 96.23% 285.16% 112.57% 21.55% -63.52%
IV 1.20 1.35 (0.15) -26.92% 92.97% 115.63% -6.69% -11.49% -37.57%
I 2.33 1.25 1.08 26.29% 344.76% -30.94% 93.75% -7.43% -830.89%
II 2.10 1.91 0.19 246.34% 52.18% 129.29% -9.87% 52.80% -82.41%
III 3.71 3.25 0.46 187.85% 113.03% 294.34% 76.67% 70.16% 142.11%
IV 2.45 2.56 (0.11) 103.73% 89.58% 25.56% -33.96% -21.23% -123.91%
I 3.87 1.86 2.01 66.09% 48.80% 86.11% 57.96% -27.34% -1927.27%
II 2.75 3.17 (0.42) 30.95% 65.97% 321.05% -28.94% 70.43% -120.90%
III 3.93 3.57 0.36 5.93% 9.85% -21.74% 42.91% 12.62% -185.71%
IV 3.20 3.21 (0.01) 30.61% 25.39% 90.91% -18.58% -10.08% -102.78%
I 4.41 1.72 2.70 13.95% -7.53% 34.08% 37.81% -46.42% -27050.00%
II 3.24 2.89 0.35 17.67% -8.99% 183.57% -26.62% 67.73% -86.98%
III 4.87 5.31 (0.44) 23.97% 48.82% 222.44% 50.56% 84.15% -225.58%
IV 4.08 4.16 (0.09) 27.36% 29.67% -767.46% -16.35% -21.66% -80.32%
2014 I 2.76 1.50 2.70 -37.39% -12.67% 0.00% -32.25% -63.91% -3206.77%
2009
2012
2013
2011
2010
Thn TrwY.O.YJUMLAH Q.T.Q
Incoming Outgoing Netto Incoming Outgoing Netto Incoming Outgoing Netto
I 22.00 10.88 11.12 23.47% -8.76% 88.70% -22.73% -20.54% -24.76%
II 26.05 12.17 13.88 16.09% -3.37% 40.98% 18.41% 11.86% 24.82%
III 33.90 13.10 20.80 38.64% 11.77% 63.38% 30.13% 7.64% 49.86%
IV 34.60 16.10 18.50 21.52% 17.58% 25.17% 2.06% 22.90% -11.06%
I 30.50 12.40 18.10 38.64% 13.97% 62.77% -11.85% -22.98% -2.16%
II 38.60 16.00 22.60 48.18% 31.47% 62.82% 26.56% 29.03% 24.86%
III 35.60 15.90 19.70 5.01% 21.37% -5.29% -7.77% -0.62% -12.83%
IV 41.50 20.70 20.80 19.94% 28.57% 12.43% 16.57% 30.19% 5.58%
I 32.77 14.45 18.32 7.43% 16.52% 1.21% -21.04% -30.20% -11.93%
II 36.12 17.40 18.72 -6.42% 8.76% -17.17% 10.23% 20.44% 2.18%
III 37.61 18.77 18.84 5.66% 18.05% -4.35% 4.13% 7.87% 0.67%
IV 41.48 20.54 20.94 -0.05% -0.77% 0.67% 10.28% 9.43% 11.12%
2014 I 27.88 15.66 12.22 -14.91% 8.39% -33.29% -32.79% -23.76% -41.64%
20
13
20
12
Q.T.QThn Trw
JUMLAH Y.O.Y
20
11
Lampiran
60 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
E. Data Ekspor dan Impor
Tabel E.1. Perkembangan Ekspor dan Impor Antar Provinsi Sulawesi Selatan
EKSPOR NONMIGAS LUAR NEGERI
SULAWESI SELATAN
IMPOR NONMIGAS LUAR NEGERI
SULAWESI SELATAN
Grafik E.1. Nilai Ekspor Komoditas Unggulan Sulsel Grafik E.2. Nilai Impor Terbesar Sulsel
Grafik E.3. Pangsa Komoditas Ekspor Sulsel (2014) Grafik E.4. Pangsa Komoditas Impor Sulsel (2014)
Grafik E.5. Pangsa Komoditas Ekspor Sulsel (2013) Grafik E.5. Pangsa Komoditas Impor Sulsel (2013)
Indikator Ekspor-Impor 2014
Sulawesi Selatan I II III IV I II III IV I II III IV I
Ekspor Antar Provinsi (Rp miliar) 4.050 2.838 2.872 3.118 3.669 3.696 3.813 4.205 4.289 4.787 5.029 5.504 5.609
Kontribusi Thd Seluruh Ekspor 49,56% 35,86% 40,43% 44,49% 54,69% 47,09% 45,93% 46,97% 52,10% 53,08% 50,76% 52,91% 54,69%
Impor Antar Provinsi (Rp miliar) 5.160 4.755 4.855 7.578 7.179 8.301 8.176 8.968 8.724 9.834 9.681 12.020 11.709
Kontribusi Thd Seluruh Impor 63,08% 58,46% 58,21% 70,78% 72,83% 70,60% 67,35% 70,41% 63,53% 62,62% 69,90% 74,39% 75,81%
Sumber: PDRB - BPS
2011 2012 2013
-
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
NILAI EKSPOR SULSEL NIKELBIJI COKLAT RUMPUT LAUTCOKLAT OLAHAN UDANG SEGAR/BEKUIKAN OLAHAN KAYU LAPISBIJI METE SEMENMAKANAN TERNAK
USD Juta
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
NILAI IMPOR SULSEL GANDUMMESIN KHUSUS INDUSTRI MAKANAN TERNAKPESAWAT DAN KOMPONEN MESIN INDUSTRI UMUMBESI DAN BAJA PUPUKBAHAN KIMIA MESIN LISTRIKMESIN PEMBANGKIT LISTRIK
USD
57%
11%
9%
4%
4%
3%
2%2%
1%0%
7%Nikel
Rumput Laut
Coklat Olahan
Biji CoklatUdang Segar/Beku
Kayu Lapis
Ikan OlahanMakanan Ternak
Biji Mete
SemenLainnya
31%
20%12%
11%
10%
7%
0%
0%
0% 0%
9%
Gandum
Mesin Khusus Industri
Makanan Ternak
Pesawat Dan Komponen
Mesin Industri Umum
Besi Dan Baja
Mesin Listrik
Mesin Pembangkit Listrik
Bahan Kimia
Pupuk
Lainnya
51%
11%
9%
6%
5%
3%
2%
1% 1%1%
10%Nikel
Biji CoklatCoklat Olahan
Rumput Laut
Udang Segar/BekuIkan OlahanBiji Mete
Kayu LapisMakanan Ternak
Semen
Lainnya
38%
18%
12%
11%
7%
3% 2%
1% 1%0%
7%Makanan Ternak
Gandum
Mesin Industri Umum
Pupuk
Mesin Khusus Industri
Besi Dan Baja
Mesin Listrik
Mesin Pembangkit Listrik
Bahan Kimia
Pesawat Dan Komponen
Lainnya
Lampiran
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 61
Tabel E.2. Perkembangan Ekspor Komoditas Unggulan (USD Juta)
Tabel E.3. Perkembangan Negara Tujuan Ekspor (USD Juta)
Tabel E.4. Perkembangan Negara Asal Impor (USD Juta)
Tabel E.5. Perkembangan Komoditas Impor (USD Juta)
2014
I II III IV I II III IV I II III IV I
1 Nikel 114,69 168,73 44,88 60,43 36,30 94,31 89,57 95,46 81,57 78,19 81,45 65,55 71,01
2 Biji Coklat 15,00 18,76 12,52 10,20 6,01 9,48 21,09 13,91 20,31 8,34 28,85 14,63 4,93
3 Rumput Laut 7,90 6,86 6,42 6,32 6,98 5,39 7,11 4,76 6,96 5,77 12,23 7,46 14,00
4 Coklat Olahan 4,48 8,33 4,73 3,71 3,19 3,41 3,64 2,44 2,55 5,23 6,23 11,97 10,56
5 Udang Segar/Beku 4,11 5,62 3,99 3,40 3,39 4,52 4,98 2,46 4,71 3,71 7,49 6,07 4,72
6 Ikan Olahan 1,48 2,57 2,17 4,57 4,94 5,97 7,98 5,64 3,85 3,48 4,82 4,26 2,85
7 Kayu Lapis 3,96 3,68 4,35 2,82 2,74 3,23 3,06 2,47 3,68 3,36 2,07 1,76 3,49
8 Biji Mete 1,40 1,76 0,90 1,62 2,09 1,54 1,15 1,67 1,74 1,14 2,40 2,45 1,90
9 Semen 1,38 0,65 1,18 0,38 1,04 0,67 0,84 0,37 0,76 0,00 5,45 1,24 0,00
10 Makanan Ternak 1,62 1,29 1,82 0,00 3,86 2,55 1,46 2,91 2,31 1,50 2,97 1,33 2,18
168,72 233,07 98,94 112,63 81,52 142,04 154,72 146,73 137,15 120,08 166,69 129,77 123,73
Sumber: Bea Cukai
2013KOMODITAS UNGGULAN
NILAI EKSPOR SULSEL
2011 2012
2014
I II III IV I II III IV I II III IV I
1 Jepang 120,64 173,36 51,84 67,83 40,83 101,22 98,22 101,69 89,39 83,62 89,13 71,17 76,79
2 Malaysia 10,83 14,17 11,66 7,46 4,72 9,15 9,69 9,06 13,27 4,18 24,15 19,65 10,75
3 RRC 7,58 7,79 7,21 9,90 6,54 4,33 7,76 7,61 6,56 6,41 13,75 13,65 10,55
4 Amerika Serikat 8,00 11,05 5,98 7,28 8,11 11,23 9,20 6,29 5,16 9,22 10,22 8,79 9,26
5 Singapura 2,15 3,05 2,67 2,42 1,80 1,54 4,01 5,95 6,40 1,86 5,48 0,79 0,61
6 Korea Selatan 0,86 1,27 4,72 1,52 1,77 2,18 4,14 1,39 0,53 1,67 3,25 1,43 1,71
7 Vietnam 2,17 1,63 2,10 0,11 4,20 1,42 0,21 3,51 2,50 1,59 1,54 2,61 2,91
8 Taiwan 0,76 0,65 0,97 0,80 0,57 0,33 1,12 0,61 0,44 0,83 1,34 0,63 0,21
9 Jerman 3,13 4,81 2,47 1,60 1,56 1,43 1,45 1,71 1,08 1,54 1,33 1,58 2,07
10 Belanda 0,67 0,64 1,01 1,77 0,70 0,50 1,09 0,65 0,53 1,53 1,10 0,90 1,12
168,72 233,07 98,94 112,63 81,52 142,04 154,72 146,73 137,15 120,08 166,69 129,77 123,73
Sumber: Bea Cukai
10 NEGARA TUJUAN EKSPOR
TERBESAR SULSEL
2011 2012 2013
NILAI EKSPOR
2014
I II III IV I II III IV I II III IV I
1 Australia 26,23 8,22 0,47 3,77 16,70 10,77 9,81 2,97 9,35 21,90 0,08 0,73 7,67
2 RRC 5,20 29,89 17,22 2,56 2,66 1,59 6,26 52,86 1,92 0,87 1,80 6,84 4,70
3 Thailand 0,31 2,20 3,30 4,94 4,28 0,34 0,13 0,04 4,98 5,27 0,50 0,04 4,53
4 Malaysia 0,76 - 0,07 0,40 0,18 0,14 0,09 0,99 0,20 2,67 0,48 0,79 4,27
5 Argentina - - - 9,18 - - - 15,75 12,57 - 9,26 13,80 3,29
6 Amerika Serikat 7,38 3,04 1,27 1,31 0,49 6,48 2,89 14,00 1,09 0,71 4,46 1,89 2,22
7 Jerman 6,62 7,35 1,08 0,97 0,26 1,35 0,21 11,01 0,10 5,32 0,11 0,40 0,00
8 Singapura 3,01 2,52 5,62 8,08 2,06 2,60 3,02 2,22 3,86 1,47 1,91 0,92 0,00
9 Rusia 10,31 1,44 - 1,28 - - 0,57 - 0,55 1,08 120,79 6,94 -
10 Kanada 0,61 0,05 0,33 0,62 0,13 5,07 9,78 0,32 0,60 10,52 3,44 0,48 -
67,12 58,99 34,67 50,76 37,46 48,39 39,21 112,53 40,63 53,52 145,27 38,22 30,81
Sumber: Bea Cukai
10 NEGARA ASAL IMPOR
TERBESAR SULSEL
2011 2012 2013
NILAI IMPOR
2014
I II III IV I II III IV I II III IV I
1 Gandum 33,01 10,22 - 14,48 16,43 15,22 16,20 16,73 8,87 22,46 0,35 6,94 9,37
2 Mesin Khusus Industri 9,29 11,35 4,58 5,98 4,41 1,18 0,85 4,65 10,10 7,08 1,01 2,72 5,97
3 Makanan Ternak 0,29 0,80 0,27 9,32 0,15 0,42 1,59 16,56 13,29 0,16 9,58 14,53 3,79
4 Pesawat dan Komponen 7,00 0,00 - - - - - - - 0,01 121,34 - 3,50
5 Mesin Industri Umum 4,04 10,35 6,76 1,81 2,57 2,04 3,08 12,66 2,25 7,78 5,05 4,56 3,06
6 Besi dan Baja 0,99 1,60 1,68 3,97 0,57 0,78 0,43 1,42 0,18 0,24 0,18 1,30 2,04
7 Pupuk 3,31 - - - 6,25 7,41 - - - - - 4,03 -
8 Bahan Kimia 0,01 0,01 0,06 0,05 0,29 0,22 0,26 - 0,01 0,20 0,25 0,21 0,08
9 Mesin Listrik 0,57 1,78 4,52 2,27 1,02 0,40 1,41 1,91 0,98 0,34 0,30 0,80 0,10
10 Mesin Pembangkit Listrik 0,81 15,46 7,95 0,52 1,11 1,27 5,44 8,40 0,65 0,33 0,50 0,32 0,09
67,12 58,99 34,67 50,76 37,46 48,39 39,21 112,53 40,63 53,52 145,27 38,22 30,81
Sumber: Bea Cukai
10 KOMODITAS IMPOR
TERBESAR SULSEL
2011 2012 2013
NILAI IMPOR
Lampiran
62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
F. Daftar Istilah
Istilah Keterangan
Administered prices
Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur
Pemerintah
Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang
untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari resesi
berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter,
kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk meningkatkan konsumsi
dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor
Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau
belanja Pemerintah
Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan
dana/likuiditas
Balance Sheet Neraca
Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga
stabilitas perbankan
Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan
minyak internasional
Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang
didasarkan pada kecukupan modal bank, stress
testing , dan risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel
Committee on Banking Super vision dan akan diimplementasikan 2013-
2018
BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan
moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa
bergantung pada keberadaan kantor cabang
Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat
Clean money policy Kebijakan peng gantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan meng gabungkan bersama
beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat
menggunakan metodologi yang berbeda
Lampiran
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 63
Istilah Keterangan
Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman
bank
Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh
dana baik hutang , saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan
untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit Batas kredit
Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis Management
Protocol
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim
manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung jawab anggota tim
itu
Debt ceiling Pagu hutang
Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu
negara
Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh
dua entitas ekonomi
Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia non produktif terhadap penduduk
yang produktif
Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan
Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu
penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah
Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran
internasional
Disposable Income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya
pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan, atau non-penting ,
atau diselamatkan
Lampiran
64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
Istilah Keterangan
Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik
dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang
sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda, dimana terhadap
setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan
perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran
pemerintah
Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat
yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan
industrialisasi
E-money Uang elektronik
Exchange rate pass
through
Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat
perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negara-negara
pengekspor dan pengimpor
External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu
positif atau negatif berlebihan
Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari
selisih bunga
Financial sophistication Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan Financial exclusion
pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian
segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat
Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiskal
Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan,
dimana investor menjual apa yang mereka ang gap sebagai investasi
beresiko dan membeli investasi yang lebih aman
Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak,
dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa risiko gagal bayar
Lampiran
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 65
Istilah Keterangan
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat
dengan meng gunakan cek atau surat perintah pembayaran lain atau
dengan pemindah bukuan
Good corporate
governance
Tata kelola yang baik
Growth-supporting
funding facility
Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan
ekonomi
Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau
probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan
Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan
Idle money Uang yang tidak terpakai
Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman
kemiskinan
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk
miskin terhadap batas miskin
Indeks keparahan
kemiskinan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Industrial upgrading Peningkatan industri produk non komoditas
Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten ( persistent
component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor
fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga
komoditi internasional, inflasi mitra dagang dan Ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen
lain dalam satu struktur organisasi
Intra-regional trade Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan
Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di
pasar keuangan
Investment grade Peringkat layak investasi
Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lampiran
66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
Istilah Keterangan
Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan
dana kepada dealer utama
Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran non tunai
Long-term financing
Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan
eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas
operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun
M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito
Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem
keuangan secara keseluruhan
Margin Selisih
Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan
secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan usahanya
Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang
Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi
internet
Operation twist Kebijakan the Fed pada akhir 2011, dimana the Fed mengambil inisiatif
membeli surat berharga jangka panjang dan secara simultan menjual
yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka
panjang
Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia
dengan bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter
Pagu hutang / debt
ceiling
Jumlah total utang Pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan
dalam periode tertentu
Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi
Pendapatan disposibel Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
Lampiran
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian 67
Istilah Keterangan
Price taker Pengambil harga
Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-
waktu)
Push factor Faktor pendorong
Quantitative easing Kebijakan dimana the Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya
pada bank untuk memberikan dukungan pembiayaan/pendanaan
usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat
ketimpangan pendapatan
Second round effect Dampak lanjutan
Short term liquidity Likuiditas jangka pendek
Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu
pihak ke pihak lain
Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya
Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat
berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga & pokoknya)
Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi
permintaan agregat (ag gregate demand) yang selanjutnya (diharapkan)
akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk
Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang
dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi Syariah
Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya
Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan
keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank ritel
Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar
Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok
bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor
perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun
perkembangan harga komoditas pangan internasional
Lampiran
68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Akselerasi Sektor Tradable Menopang Perekonomian
Istilah Keterangan
Yield Imbal hasil
Yuan Mata uang China