kajian ekonomi dan keuangan regional provinsi sulawesi selatan · konsumsi pemerintah penopang laju...
TRANSCRIPT
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI SELATAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Sulawesi Selatan
TRIWULAN IV 2015
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan Daerah
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan
Jl. Jenderal Sudirman No. 3
Makassar 90113, Indonesia
Telepon: 0411 – 3615188/3615189
Faksimili: 0411 – 3615170
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 iii
KATA PENGANTAR
Kata Pengantar
Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap
triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi,
keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan
uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah
disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan
moneter, makroprudensial, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang rupiah juga diharapkan
dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Dengan demikian,
keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulsel diharapkan dapat semakin berperan sebagai
advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.
Perekonomian Sulsel 2015, tumbuh membanggakan 7,15% (yoy) lebih tinggi dari pencapaian pertumbuhan ekonomi
nasional (4,79%; yoy). Kondisi eksternal yang belum sepenuhnya membaik, telah berdampak pada pencapaian
pertumbuhan ekonomi Sulsel yang lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dalam hal ini, pelemahan
ekonomi negara-negara mitra dagang dan penurunan harga komoditas andalan Sulsel di pasar internasional, terutama
nikel telah berimbas pada melemahnya ekspor Sulsel. Sementara itu, musim kemarau yang lebih panjang akibat
fenomena El Nino telah berdampak pada mundurnya musim tanam dan masa panen. Diperkirakan musim panen akan
terjadi di awal 2016, sehingga akan berimbas positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sulsel di 2016. Di sisi lain, berkat
upaya pengendalian inflasi yang gigih dan terus dilakukan, inflasi Sulsel pada 2015 telah dapat diturunkan ke tingkat yang
lebih rendah (4,48%;yoy). Hal demikian tentu berdampak positif terhadap daya beli masyarakat, sehingga konsumsi
sektor rumah tangga telah turut menopang perekonomian Sulsel di 2015. Demikian pula, realisasi penyerapan anggaran
belanja pemerintah yang tergolong tinggi, baik yang melalui APBD maupun APBN di Sulsel, tampaknya juga turut
menahan perlambatan ekonomi Sulsel sehingga tidak turun lebih dalam. Selanjutnya, agar kedepan pencapaian
pertumbuhan ekonomi Sulsel lebih baik, kami berharap, pada 2016 akan terjadi koordinasi yang lebih baik antara
pemerintah pusat dan daerah, terutama dalam kaitannya dengan upaya percepatan pembangunan infrastruktur. Selain
itu, koordinasi dalam pengendalian inflasi yang dilakukan melalui forum TPID kita harapkan juga semakin baik, sehingga
kontinuitas pasokan barang tetap terjaga, proses distribusi berjalan lancar dan harga barang yang tersedia terjangkau
oleh masyarakat.
Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data dan informasi yang sudah tersedia dari berbagai
institusi, serta dari hasil survei dan liaison. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang tinggi kepada semua pihak, terutama bagi Bapak/Ibu yang telah berkontribusi dalam sharing pemikiran
dan penyediaan data serta informasi yang akurat dan terkini. Saran serta masukan dari para stakeholder sangat kami
harapkan agar kedepan laporan yang kami susun menjadi semakin lebih baik.
Makassar, Februari 2016
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI SELATAN
ttd
Mokhammad Dadi Aryadi Direktur Eksekutif
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 iv
VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional
melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian
inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi
kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan
efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan
eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan
dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian
nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang
berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan
stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan
akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia
yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta
melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam
rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen,
dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri
atas:Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest –
Coordination and Teamwork.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 v
DAFTAR ISI
Daftar Isi
KATA PENGANTAR III
DAFTAR ISI V
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
TABEL INDIKATOR EKONOMI 5
1. PERTUMBUHAN EKONOMI 9
1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 10
1.2. SISI PENGELUARAN 10
1.3. SISI LAPANGAN USAHA 18
2. KEUANGAN PEMERINTAH 31
2.1. STRUKTUR ANGGARAN 32
2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 32
2.3. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBN DI SULSEL 35
2.4. PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB 36
3. INFLASI DAERAH 37
3.1. INFLASI UMUM 38
3.2. INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA 38
3.3. INFLASI MENURUT KOTA IHK 43
3.4. DISAGREGASI INFLASI 44
3.5. KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI 45
4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 53
4.1. KONDISI UMUM PERBANKAN 54
4.2. STABILITAS SISTEM KEUANGAN 58
4.3. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 61
5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG 63
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 64
5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI 65
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 69
6.1. TENAGA KERJA 70
6.2. PENDUDUK MISKIN 71
6.3. RASIO GINI 73
6.4. NILAI TUKAR PETANI 73
DAFTAR ISI
vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 75
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 76
7.2. PROSPEK INFLASI 80
7.3. REKOMENDASI KEBIJAKAN 83
LAMPIRAN 84
DAFTAR BOKS
BOKS 1.A.
PEMETAAN DAYA SAING EKONOMI & KEMUDAHAN BERUSAHA 2015 29
BOKS 3.A.
BERAS, KOMODITI PENYUMBANG INFLASI TERBESAR DI SULSEL 48
BOKS 3.B.
UPAYA MEMBANTU PENANGANAN EL NINO DENGAN MEMBANGUN POMPA AIR TENAGA SURYA MELALUI PROGRAM SOSIAL
BANK INDONESIA 49
BOKS 3.C.
UPAYA MENDUKUNG PROGRAM KETAHANAN PANGAN DAN PENGENDALIAN INFLASI MELALUI PENGEMBANGAN KLASTER 50
BOKS 5.A.
PEMBUKAAN LAYANAN KAS TITIPAN PAREPARE 67
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan Eksekutif
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Gambaran Umum
Perekonomian Sulsel triwulan
IV 2015 dan 2015 melambat,
namun ada peluang rebound di
2016
Perekonomian Sulsel triwulan IV 2015 dan 2015 tumbuh 7,24% dan 7,15% (yoy),
melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan dan tahun sebelumnya. Secara
sektoral, perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh menurunnya kinerja di sektor
primer, yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan. Sementara itu, penguatan
sektor konstruksi dan sektor administasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial
mampu menahan perlambatan. Dari sisi pengeluaran, perlambatan disebabkan oleh
menurunnya kinerja ekspor. Sementara itu, melambatnya inflasi di akhir 2015
diperkirakan meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga konsumsi rumah tangga
masih bertahan kuat. Di akhir 2015 juga ditutup dengan kinerja perbankan dan sistem
pembayaran yang meningkat di atas perkiraan. Peluang ekonomi Sulsel rebound di
2016 akan terjadi apabila ekonomi global membaik dan terjadi koordinasi yang baik
antara pemerintah pusat dan daerah.
Laju inflasi Sulsel pada 2015 tercatat 4,48% (yoy), dalam rentang sasaran inflasi
nasional 4±1%. Penurunan inflasi terjadi akibat terkendalinya harga semua kelompok
komoditas, meskipun tekanan terhadap harga kelompok bahan makanan cukup tinggi.
Kondisi tersebut juga diiringi dengan berlalunya base effect kenaikan harga BBM di
akhir 2014 yang lalu. Namun demikian, inflasi Sulsel tercatat lebih tinggi dari inflasi
nasional yang tercatat 3,35% (yoy), yang antara lain dikarenakan harga sejumlah
komoditas bahan pangan ikut terdorong naik, akibat dari tingginya permintaan
pedagang dari wilayah di luar Sulsel. Peran serta, komunikasi, dan koordinasi yang
berjalan baik diantara anggota TPID, menjadi kunci keberhasilan dalam mengendalikan
inflasi, terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan dan kelancaran
arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel dan sekitarnya.
Pertumbuhan Ekonomi
Kinerja ekspor dan sektor
primer yang menurun telah
memperlambat ekonomi Sulsel
di triwulan IV 2015 dan
keseluruhan 2015
Perlambatan pertumbuhan perekonomian disebabkan oleh penurunan kinerja
terutama di ekspor dan di sektor primer. Pada triwulan IV 2015 dan 2015, ekspor
tercatat tumbuh negatif -28,49% (yoy), lebih rendah dibandingkan kontraksi di triwulan
dan tahun sebelumnya. Volume maupun nilai ekspor menurun signifikan, terutama
ekspor barang pertanian dan pertambangan. Di sisi lain, konsumsi pemerintah dan
investasi (PMTB) menjadi faktor penahan perlambatan di triwulan IV 2015 dan 2015.
Sedangkan secara sektoral, perlambatan disebabkan oleh penurunan kinerja sektor
pertanian, pertambangan dan penggalian, dan transportasi dan pergudangan. Sektor-
sektor tersebut mengalami penurunan produksi karena pergeseran panen dan tren
harga komoditas internasional yang terus rendah. Penopang pertumbuhan berasal dari
sektor sekunder dan tersier, terutama penguatan sektor konstruksi, perdagangan, dan
RINGKASAN EKSEKUTIF
2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
administasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial, yang mencerminkan
gencarnya belanja pemerintah di Sulsel.
Keuangan Pemerintah
Nominal realisasi pendapatan
dan belanja daerah
menunjukkan peningkatan
Nominal realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel 2015 lebih tinggi dibandingkan
pencapaian 2014, namun secara persentase tercatat lebih rendah. Realisasi
pendapatan daerah pada 2015 sebesar Rp6,17 triliun, sedikit lebih besar Rp0,67 triliun
dibandingkan capaian tahun lalu sebesar Rp5,5 triliun. Peningkatan pendapatan
bersumber dari peningkatan realisasi PAD, yang terdiri dari pendapatan pajak sebesar
Rp2,81 triliun (91,73%), pendapatan retribusi sebesar Rp94,2 miliar (101,16%), hasil
pengelolaan kekayaan daerah sebesar Rp88,98 miliar (99,96%), dan lain-lain PAD yang
sah sebesar Rp252,93miliar (138,17%).
Nominal realisasi penyerapan APBD Provinsi Sulsel 2015 juga mengalami
peningkatan, namun secara persentase juga tercatat lebih rendah dibandingkan
2014. Sebagian besar penyerapan APBD untuk belanja operasional, sementara
sebagian lainnya untuk belanja modal, yang diantaranya untuk pembangunan jalan,
jaringan irigasi, dan pembangunan gedung. Penyerapan belanja modal pada 2015
tercatat lebih besar dibandingkan 2014. Sementara itu, realisasi belanja APBN di Sulsel
meningkat 34,3% dari tahun sebelumnya. Dengan kondisi demikian, maka realisasi
penyerapan anggaran APBD dan APBN di Sulsel mampu menahan perlambatan
ekonomi Sulsel 2015.
Inflasi
Tekanan harga terkendali,
inflasi Sulsel tahun 2015 berada
dalam sasaran inflasi Nasional,
Laju inflasi Sulsel pada tahun 2015 relatif terkendali dan berada dalam rentang
sasaran inflasi nasional 4±1%. Inflasi Sulsel di akhir 2015 tercatat 4,48% (yoy), jauh
lebih rendah dibandingkan triwulan III 2015 yang tercatat 8,36% (yoy). Secara umum,
penurunan inflasi terjadi akibat terkendalinya harga semua kelompok komoditas,
meskipun tekanan terhadap harga kelompok bahan makanan cukup tinggi. Kondisi
tersebut juga diiringi dengan berlalunya base effect kenaikan harga BBM di akhir 2014
yang lalu. Namun demikian, inflasi Sulsel tercatat masih lebih tinggi dari inflasi nasional
yang tercatat 3,35% (yoy).
Terkendalinya harga di 2015 juga atas peran serta komunikasi dan koordinasi yang
berjalan baik diantara anggota TPID. Pelaksanaan koordinasi di sepanjang periode
laporan dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dan
instansi lainnya melalui pelaksanaan rapat koordinasi TPID Provinsi Sulsel.
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan
Intermediasi perbankan
berjalan dengan baik, dengan
kualitas kredit terjaga pada
level aman
Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan IV 2015 mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset, dana pihak ketiga (DPK), dan
kredit/pembiayaan mengalami peningkatan, baik itu di bank umum, syariah, maupun
bank perkreditan rakyat (BPR). Di sisi lain, risiko kredit terpantau relatif aman, dengan
kegiatan intermediasi tetap berjalan baik. Secara kelembagaan, jumlah bank di Sulsel
tidak berubah, namun terdapat penambahan kantor.
Dari sisi stabilitas sistem keuangan, ketahanan sektor korporasi maupun rumah
tangga di Sulsel tetap kuat. Kualitas kredit di sektor korporasi semakin membaik
dibandingkan triwulan sebelumnya, tercermin dari NPL yang menurun menjadi 3,19%
pada triwulan IV 2015. Penyaluran kredit ke sektor UMKM juga terus tumbuh, sehingga
pangsa kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 30%.
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 3
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
Sesuai siklus ekonomi, kinerja
sistem pembayaran melambat
di triwulan IV 2015
Perkembangan kinerja sistem pembayaran melambat pada triwulan IV 2015.
Transaksi keuangan non-tunai melalui Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) masih
menunjukkan tren pertumbuhan yang menurun. Namun transaksi keuangan melalui
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) justru mengalami peningkatan. Hal ini
sejalan dengan diimplementasikannya ketentuan batas minimal transaksi melalui BI-
RTGS sebesar Rp500 juta dan diberlakukannya kebijakan penambahan waktu
pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari. Sementara di sisi layanan uang tunai
terjadi net inflow yang mengindikasikan adanya penurunan kebutuhan uang kartal,
seiring dengan penurunan aktivitas ekonomi Sulsel di triwulan IV.
Bank Indonesia meningkatkan pelayanan sistem pembayaran yang efektif dan
handal. Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia
senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan pengelolaan uang
tunai dengan melakukan pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise,
pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang rupiah
Tenaga Kerja dan Kesejahteraan
Tingkat pengangguran dan
kemiskinan Sulsel meningkat
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan kemiskinan di Sulsel mengalami kenaikan.
TPT di Sulsel mencapai 5,95% (Agustus 2015) lebih tinggi dibandingkan periode yang
sama di tahun 2014 (5,10%). Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga
September 2015 meningkat dibanding September 2014 baik di kota maupun di desa.
Persentase penduduk miskin di Sulsel (10,12%), tergolong cukup rendah jika
dibandingkan Provinsi lain di Sulampua maupun Nasional (11,13%). Di sisi lain, tingkat
kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan IV 2015
secara tahunan terpantau membaik dibandingkan triwulan III 2015.
Prospek Perekonomian
Perekonomian Sulsel pada
triwulan I dan keseluruhan
2016 diprakirakan masih lebih
tinggi dari pertumbuhan
Nasional
Perekonomian Sulsel pada triwulan I 2016 diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,9% -
7,9% (yoy). Sementara untuk keseluruhan 2016 diperkirakan tumbuh pada kisaran
7,5% - 8,5% (yoy), membaik dibandingkan 2015. Jika dibandingkan dengan ekonomi
nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2016 diperkirakan tetap lebih tinggi.
Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan ditopang terutama
oleh konsumsi dan investasi, serta perbaikan ekspor. Di sisi lapangan usaha,
peningkatan pertumbuhan terutama didukung oleh sektor primer dan tersier. Faktor
risiko yang perlu diwaspadai ke depan adalah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi
global, rebound-nya harga minyak dunia, pergerakan nilai tukar rupiah, dan
permasalahan hormonisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah.
Tekanan harga triwulan I 2016 dan sampai dengan akhir 2016 diperkirakan
melemah, sebagai implikasi lanjutan tren penurunan harga minyak dunia, sehingga
terjadi penyesuaian harga administered price. Oleh karena itu, inflasi 2016
diprakirakan tetap terkendali dan berada dalam rentang target inflasi nasional. Namun
demikian, koordinasi tetap menjadi kata kunci keberhasilan dalam mengendalikan
inflasi, terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan dan kelancaran
arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel.
RINGKASAN EKSEKUTIF
4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Rekomendasi Kebijakan
Rekomendasi kebijakan:
apabila realisasi belanja
Pemerintah berjalan secara
optimal di 2016, maka ekonomi
Sulsel 2016 akan tetap mampu
tumbuh tinggi
Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul
Jejaring Akselerasi Kesejahteraan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat
disarankan kepada pemerintah daerah (i) Peningkatan harmonisasi kebijakan antara
pemerintah pusat dan daerah, terutama dalam pelaksanaan pembangunan
infrastruktur.; (ii) mengoptimalkan penggunaan dana transfer dari pemerintah pusat,
serta menghindari adanya pengendapan dana di perbankan; (iii) Penerapan UU No.2
Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 30 tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum secara lebih konsisten, untuk mengatasi
kendala penyediaan lahan untuk infrastruktur; (iv) Dengan adanya dana desa, maka
seluruh desa/daerah akan melaksanakan pembangunan pada waktu yang bersamaan,
sehingga ketersediaan material dan sumber daya manusia (SDM) tukang, berpotensi
menjadi sebuah masalah. Oleh karena itu, perusahaan rekanan proyek-proyek
pemerintah perlu mengantisipasi dengan baik agar material dan SDM tersedia secara
berkelanjutan; (v) Potensi laut yang dimiliki Provinsi Sulsel sangat besar, namun hingga
saat ini belum terdapat industri pengolahan hasil perikanan yang memadai, sehingga
pembangunan industri pengolahan tersebut perlu segera diupayakan; (vi) Koordinasi
pembangunan infrastruktur antar instasi terkait di daerah masih lemah, sehingga perlu
ada instansi atau badan khusus yang diberi wewenang dalam menjembatani koordinasi
antar instansi tersebut; (vii) Sinkronisasi perencanaan dan penganggaran antara
Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) serta
antar SKPD, dalam penyusunan program pengendalian harga;(viii) Meningkatkan
kerjasama antara pusat dengan daerah (baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota)
dalam hal produksi dan stabilisasi harga, serta pemenuhan bahan pokok; (ix) Perlunya
dilakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke gudang-gudang pedagang besar guna
memastikan tidak adanya penimbunan barang secara berlebihan, yang mengarah pada
upaya praktek pembentukan harga barang (khususnya beras) secara tidak wajar
dengan tujuan untuk mengendalikan harga di pasar; (x) Perlunya dibuatkan ketentuan
guna mengatur arus keluar barang, yang mewajibkan kepada pedagang besar (antar
provinsi) agar mengalokasikan minimal sekian persen dari barang/komoditas tertentu
yang dikuasai (khususnya beras) untuk dijual di pasar, guna mencukupi kebutuhan
masyarakat Sulsel.
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 5
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Tabel Indikator Ekonomi
A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III* IV**
MAKRO
- Sulawesi Selatan 132.89 133.44 135.69 136.14 139.01 139.26 145.51 144.60 109.16 109.71 111.72 116.89 116.95 118.55 121.06 122.13
- Sulawesi Utara 128.11 129.75 131.57 133.73 136.86 136.16 141.73 144.59 109.39 110.28 110.90 118.61 118.13 119.91 121.26 125.20
- Gorontalo 134.65 136.07 137.85 139.32 141.62 140.95 142.53 147.46 108.24 109.32 109.62 115.26 113.96 115.98 117.72 120.22
- Papua 126.38 127.28 129.07 132.71 133.82 135.00 140.14 143.68 113.54 112.66 114.05 121.17 121.30 121.90 121.71 125.51
- Papua Barat 144.28 149.65 152.64 152.79 155.28 158.31 167.44 163.87 108.41 109.26 113.93 115.18 116.00 118.27 120.89 121.33
- Maluku 137.57 142.05 142.03 140.74 141.12 144.46 156.03 153.14 110.38 111.97 112.31 115.86 120.40 121.88 120.41 122.98
- Sulawesi Tengah 135.20 137.53 141.14 142.34 143.27 142.88 151.42 153.12 111.45 113.64 115.12 120.21 117.34 120.46 121.29 125.22
- Sulawesi Tenggara 137.27 138.93 141.02 141.15 141.41 144.15 151.32 149.50 108.00 109.77 111.72 117.67 116.43 117.84 118.00 120.34
- Sulawesi Barat 134.57 134.98 137.56 138.24 140.21 140.78 145.61 146.41 108.92 110.28 112.54 116.85 116.20 118.65 119.84 122.78
- Maluku Utara 133.20 134.73 135.68 136.87 138.49 138.68 148.77 150.25 112.16 114.28 117.01 122.30 121.04 123.67 124.73 127.83
- Sulawesi Selatan 4.06 3.84 4.48 4.41 4.61 4.36 7.24 6.21 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.06 8.36 4.48
- Sulawesi Utara 0.95 3.73 5.23 6.04 6.83 4.94 7.72 8.12 5.67 6.26 4.00 9.67 7.99 8.73 9.34 5.56
- Gorontalo 5.91 5.95 5.40 5.31 5.18 3.59 3.39 5.84 5.10 5.82 3.59 6.14 5.28 6.09 7.39 4.30
- Papua 1.94 1.80 2.94 4.52 5.89 6.07 8.58 8.27 9.57 7.40 4.51 9.11 6.83 8.20 7.63 3.59
- Papua Barat 2.07 4.11 5.52 5.07 7.62 5.79 9.70 7.25 5.77 5.27 5.32 6.56 7.00 8.25 6.11 5.34
- Maluku 8.65 6.25 7.07 6.73 2.58 1.70 9.86 8.81 8.95 8.85 2.79 7.19 9.08 8.85 7.64 6.15
- Sulawesi Tengah 2.50 4.99 6.78 5.87 5.97 3.89 7.28 7.57 8.42 10.37 5.46 8.84 5.28 6.00 5.36 4.17
- Sulawesi Tenggara 5.10 4.65 2.03 5.25 3.02 3.76 7.30 5.92 5.60 4.84 1.83 8.45 7.81 7.35 6.86 2.27
- Sulawesi Barat 3.81 3.24 3.71 3.28 4.19 4.30 5.85 5.91 6.24 6.65 4.46 7.89 6.68 7.59 6.49 5.07
- Maluku Utara 4.54 4.30 3.87 3.29 3.97 2.93 9.65 9.78 8.80 9.75 5.40 9.35 7.92 8.22 6.6 4.52
48,358 50,842 52,812 50,172 51,268 54,406 57,699 54,217 55,565 57,882 62,159 58,393 58,742 62,488 66,878 62,621
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 10,794 11,700 12,802 8,967 10,729 11,880 14,029 9,809 12,293 13,015 15,191 10,582 12,722 14,526 15,982 10,727
Pertambangan dan Penggalian 2,937 3,287 3,083 3,224 3,016 3,292 3,496 3,436 3,450 3,498 3,793 3,971 3,533 3,780 4,251 4,304
Industri Pengolahan 6,708 6,923 7,101 7,234 7,322 7,769 7,696 7,758 7,648 8,162 8,577 8,890 8,091 8,773 8,951 9,692
Pengadaan Listrik, Gas 43 45 47 48 49 49 50 51 51 55 56 60 51 51 53 58
Pengadaan Air 70 69 71 70 71 75 75 74 75 77 77 73 75 77 75 76
Konstruksi 5,526 5,730 5,971 6,314 6,019 6,343 6,720 6,948 6,494 6,789 7,044 7,340 6,961 7,188 7,689 8,129
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 6,659 6,940 7,312 7,243 7,114 7,645 7,806 7,624 7,775 8,088 8,619 7,881 8,212 8,623 9,405 8,675
Transportasi dan Pergudangan 1,954 1,965 2,002 2,027 2,020 2,103 2,166 2,164 2,061 2,094 2,181 2,260 2,150 2,243 2,407 2,389
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 674 693 692 708 710 730 742 771 765 797 806 815 804 829 855 877
Informasi dan Komunikasi 2,820 2,912 3,050 3,287 3,332 3,440 3,485 3,511 3,492 3,592 3,733 3,743 3,749 3,860 4,036 4,069
Jasa Keuangan 1,657 1,730 1,784 1,833 1,884 1,944 1,902 1,896 1,950 2,017 2,008 2,090 2,144 2,077 2,194 2,248
Real Estate 1,755 1,798 1,841 1,885 1,919 1,969 2,019 2,026 2,068 2,124 2,164 2,209 2,252 2,284 2,320 2,341
Jasa Perusahaan 213 218 220 225 230 233 238 237 245 249 252 254 256 261 270 273
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,426 2,535 2,488 2,538 2,471 2,510 2,644 2,667 2,510 2,575 2,698 2,772 2,648 2,758 2,949 3,027
Jasa Pendidikan 2,603 2,743 2,757 2,961 2,789 2,781 2,932 3,416 2,916 2,929 3,105 3,523 3,176 3,195 3,402 3,606
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 888 921 947 959 927 959 1,004 1,131 1,065 1,093 1,107 1,169 1,144 1,177 1,232 1,292
Jasa lainnya 630 632 643 648 665 682 693 696 707 728 747 761 773 788 808 839
48,358 50,842 52,812 50,172 51,268 54,406 57,699 54,217
1. Konsumsi 31,561 34,304 34,784 37,957 32,784 36,021 36,851 40,586 35,255 37,835 38,891 42,129 37,158 39,735 41,045 44,894
2. Investasi 19,124 21,553 20,988 18,444 21,526 24,330 21,015 20,074 20,668 23,151 23,343 22,160 23,068 25,335 26,744 27,333
3. Ekspor 12,570 11,931 13,127 13,590 13,148 12,827 15,256 11,132 14,947 14,401 15,995 14,405 13,861 13,733 14,663 10,301
4. Impor 14,898 16,946 16,087 19,818 16,191 18,772 15,423 17,575 15,306 17,505 16,069 20,301 15,344 16,315 15,574 19,907
48,358 50,842 52,812 50,172 51,268 54,406 57,699 54,217 55,565 57,882 62,159 58,393 58,742 62,488 66,878 62,621
6.02 7.01 9.25 8.06 8.38 6.39 7.73 7.70 5.72 7.96 7.59 7.24
269.15 334.64 425.37 526.60 403.02 389.29 417.56 386.19 360.34 452.96 490.63 444.80 344.16 382.89 381.25 333.28
223.29 193.78 152.34 245.36 171.92 198.44 499.94 230.41 167.44 182.55 193.36 209.93 163.96 194.52 216.82 172.10
155.07 186.72 254.70 219.18 300.72 404.71 218.81 126.06 139.10 181.87 149.05 129.39 163.90 172.50 271.92 149.65
280.95 500.79 246.48 215.54 160.04 472.75 216.67 271.29 221.11 258.82 266.39 217.60 326.31 317.63 264.12 273.69
114.08 147.92 170.67 307.42 102.30 (15.43) 198.76 260.13 221.25 271.09 341.58 315.40 180.26 210.39 109.33 183.62
*) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007**) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012
Catatan:
Total PDRB (Rp Miliar)
Pertumbuhan PDRB (%, yoy)
Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)
Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton)
Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)
Sumber : BPS & Ditjen Bea Cukai
Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton)
Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta)
PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) ***
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008
Indeks Harga Konsumen
2012* 2013* 2015**INDIKATOR
2014
TABEL INDIKATOR EKONOMI
6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Total Aset (Rp Miliar) 67,573 72,554 74,754 79,307 80,876 86,366 90,288 90,932 90,909 97,572 99,571 101,351 104,945 108,309 113,101 117,572 - -
45,734 48,024 49,917 53,717 52,302 53,457 57,359 60,444 58,162 61,402 64,339 66,112 66,420 68,867 72,433 78,467
Giro 7,471 7,282 7,257 7,345 7,770 8,092 9,221 7,845 7,990 9,730 9,693 7,995 10,154 11,820 12,471 13,165
Tabungan 25,004 27,206 28,545 31,466 29,321 30,068 32,076 35,007 32,446 33,168 34,828 37,428 34,147 34,881 37,491 42,221
Deposito 13,259 13,536 14,115 14,907 15,211 15,297 16,062 17,592 17,726 18,504 19,819 20,690 22,118 22,166 22,472 23,091 - - -
54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560 85,304 87,563 89,911 94,981
- Modal Kerja 20,516 22,850 22,385 25,506 25,980 26,659 26,160 27,231 27,257 29,062 29,847 31,442 32,776 34,627 34,876 36,730
- Investasi 10,025 10,588 10,997 11,380 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467 15,457 16,241 16,482 16,500 17,476 20,538
- Konsumsi 24,044 25,597 27,707 29,335 30,158 31,793 33,085 33,663 33,974 34,807 35,159 35,877 36,045 36,436 37,558 37,713
119.35% 122.93% 122.38% 123.28% 130.72% 136.44% 130.78% 124.72% 130.45% 129.21% 125.06% 126.39% 128.43% 127.15% 124.13% 121.05%- -
54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560 85,304 87,563 89,911 94,981
- Pertanian 906 1,128 1,171 1,215 1,403 1,396 1,385 1,400 1,405 1,499 1,435 1,506 1,630 1,788 2,303 2,461
- Pertambangan 312 363 375 399 447 449 444 397 377 560 537 509 427 390 383 410
- Industri pengolahan 3,468 3,904 4,008 5,250 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,210 4,283 4,747 5,035 5,109 5,304 7,487
- Listrik, Gas, dan Air 137 124 135 141 133 116 121 191 218 245 232 350 382 413 398 379
- Konstruksi 2,065 2,448 2,582 2,674 2,565 2,780 2,966 3,034 3,043 3,666 4,173 4,366 4,746 4,902 5,417 5,491
- Perdagangan 15,459 17,631 17,741 19,027 19,933 22,957 23,360 24,132 24,334 25,587 25,748 27,033 27,920 29,003 29,373 31,424
- Pengangkutan 1,744 1,730 1,794 2,321 2,631 2,763 2,864 2,923 2,960 2,950 2,951 2,820 2,782 2,693 2,672 2,781
- Jasa Dunia Usaha 2,917 3,178 3,131 3,105 3,240 3,433 3,414 3,550 3,747 3,598 3,581 3,662 3,733 4,037 4,024 4,221
- Jasa Sosial Masyarakat 1,570 1,485 1,372 1,404 1,619 1,650 1,733 1,780 1,828 1,968 2,115 2,340 2,473 2,681 2,388 2,549
- Lain-lain 26,007 27,045 28,781 30,684 31,065 31,814 33,096 33,794 34,043 35,053 35,408 36,226 36,174 36,547 37,648 37,777 - - -
18,349 19,582 18,240 20,270 21,818 24,162 24,221 24,684 24,823 26,489 26,768 27,675 27,428 28,301 28,501 30,641 - - -
3,533 3,939 3,628 3,672 3,994 4,211 4,412 4,499 4,648 5,114 5,297 5,883 6,221 6,679 6,880 7,892
- Modal Kerja 3,151 3,489 3,159 3,206 3,484 3,558 3,648 3,768 3,827 4,088 4,249 4,479 4,674 5,038 5,144 5,542
- Investasi 382 449 469 467 510 653 764 731 821 1,027 1,048 1,404 1,548 1,642 1,735 2,351
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
8,932 8,933 8,433 8,938 9,290 9,819 9,877 10,037 10,123 10,329 10,885 11,035 10,893 11,161 11,580 12,412
- Modal Kerja 5,564 5,848 5,455 5,760 5,678 6,492 5,624 5,750 5,862 6,076 6,408 6,683 6,596 6,860 7,039 7,188
- Investasi 3,369 3,085 2,978 3,178 3,612 3,328 4,253 4,287 4,261 4,253 4,478 4,353 4,296 4,300 4,541 5,224
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5,884 6,710 6,180 7,660 8,534 10,132 9,932 10,148 10,052 11,046 10,586 10,757 10,313 10,461 10,042 10,337
- Modal Kerja 4,759 5,478 4,833 5,644 6,186 7,205 6,872 7,278 7,079 7,822 7,680 7,802 7,488 7,698 7,272 7,577
- Investasi 1,125 1,232 1,347 2,016 2,349 2,927 3,060 2,870 2,972 3,224 2,906 2,954 2,825 2,763 2,770 2,760
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
3.05% 3.08% 2.87% 2.74% 2.94% 2.83% 2.91% 2.85% 3.14% 3.54% 3.57% 3.13% 3.36% 3.16% 3.85% 3.19%- - -
4.12% 4.23% 4.18% 3.96% 4.25% 3.95% 4.57% 4.38% 4.87% 4.98% 5.42% 4.81% 5.21% 5.14% 5.40% 4.26%- - -
- BANK UMUM SYARIAH 0
3,377 3,689 3,977 4,524 4,802 5,085 5,420 5,576 5,586 5,580 5,619 5,906 6,000 6,184 6,489 6,975 - - -
1,578 1,635 1,817 2,063 2,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795 2,878 2,991 3,187 3,287 3,382 3,853
Giro 196 199 200 296 253 232 243 338 221 262 346 380 547 554 355 598
Tabungan 756 803 844 984 969 974 1,162 1,307 1,261 1,261 1,337 1,479 1,488 1,570 1,667 1,765
Deposito 626 633 773 783 916 932 1,188 1,239 1,260 1,272 1,195 1,132 1,153 1,162 1,360 1,490 - - -
2,759 2,953 3,076 3,502 3,870 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869 4,926 5,141 5,239 5,582 5,750 5,684
- Modal Kerja 647 645 656 674 673 688 651 631 684 776 985 1,135 1,292 1,535 1,572 1,526
- Investasi 224 212 228 284 329 362 359 438 488 670 670 825 865 1,015 1,170 1,152
- Konsumsi 1,887 2,096 2,192 2,544 2,868 3,107 3,255 3,304 3,282 3,423 3,270 3,181 3,081 3,033 3,008 3,006
174.80% 180.63% 169.33% 169.77% 181.04% 194.41% 164.44% 151.65% 162.40% 174.20% 171.16% 171.91% 164.36% 169.84% 170.02% 147.53%
Catatan:* (<Rp50 juta)** (Rp50 < X < Rp500 juta)*** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)**** Angka sementara
2012
Kredit Menengah *** (Rp Miliar)
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)
INDIKATOR
BANK UMUM :
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)
LDR
NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%)
Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar)
FDR
Total Aset (Rp Miliar)
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)
Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar)
2015****
NPL Total gross - Lokasi Bank (%)
Kredit Mikro* (Rp Miliar)
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)
Kredit Kecil ** (Rp Miliar)
20142013
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 7
C. SISTEM PEMBAYARAN
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
KAS
Inflow (Rp Miliar) 3,872 2,754 3,925 3,200 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,562 4,304 6,184 3,777 4,815 3,791
Uang Kertas 3,871 2,754 3,925 3,200 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,561 4,304 6,184 3,777 4,815 3,791
Uang Logam 0.15 0.13 0.02 0.05 0.03 0.08 0.08 0.10 0.14 0.04 0.23 0.01 0.004 0.001 0.034 0.003
Outflow (Rp Miliar) 1,860 3,174 3,575 3,214 1,715 2,885 5,313 4,162 2,346 3,829 5,641 4,098 2,248 3,703 4,930 3,208
Uang Kertas 1,859 3,171 3,574 3,214 1,715 2,885 5,310 4,159 2,343 3,826 5,637 4,096 2,247 3,699 4,927 3,202
Uang Logam 1.80 2.53 0.86 0.34 0.28 0.78 2.51 2.63 2.20 3.22 3.93 2.07 1.74 4.03 3.59 5.84
Pemusnahan Uang (Rp Miliar) 893 158 51 272 350 502 989 708 748 620 269 403 925 943 719 790
TRANSAKSI RTGS
From / Outgoing (Rp Miliar) 11,504 15,473 15,421 19,880 14,448 17,402 18,770 20,540 15,660 21,374 22,719 25,647 19,951 26,709 19,338 14,217
To / Incoming (Rp Miliar) 29,147 37,788 34,631 40,648 32,767 36,120 37,614 41,480 27,887 33,669 38,096 41,348 21,897 31,935 40,378
From - To (Rp Miliar) 4,578 4,355 4,424 5,049 4,245 4,921 6,755 7,299 4,748 9,765 10,970 11,845 3,778 4,272 3,478
TRANSAKSI KLIRING
Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9,296 9,439 9,466 10,139 9,737 9,976 10,239 10,670 9,483 9,616 9,716 11,198 9,757 10,492 11,363 13,952
Volume Kliring* (Lembar) 281,461 283,706 285,156 294,745 284,030 285,559 280,922 290,332 260,069 266,025 260,914 280,987 262,477 279,265 296,973 314,492
Kliring Kredit
Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 558 569 579 605 557 576 874 1,050 675 637 675 805 887 1,027 1,617 4,280
Volume Kliring Kredit (Lembar) 37,461 38,646 39,105 40,567 36,457 34,774 37,895 41,130 29,191 28,625 30,355 32,940 34,547 32,940 53,395 86,793
RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 9 9 9 10 9 10 15 17 11 11 11 13 15 17 27 68
RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) 595 613 621 644 608 580 632 663 487 477 490 515 566 540 875 1,378
Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 8,737 8,870 8,887 9,534 9,180 9,400 9,365 9,620 8,809 8,978 9,041 10,393 8,870 9,465 9,746 9,673
Volume Kliring Debet (Lembar) 244,000 245,060 246,051 254,178 247,573 250,785 243,027 249,202 230,878 237,400 230,559 248,047 227,930 246,325 243,578 227,699
RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 139 141 141 151 153 157 156 155 147 150 146 162 145 155 160 154
RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 3,873 3,890 3,906 4,035 4,126 4,180 4,050 4,019 3,848 3,957 3,719 3,876 3,737 4,038 3,993 3,614
Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 294 305 296 292 322 352 402 325 317 387 287 343 320 312 300 311
Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 7,013 7,732 7,412 7,623 7,549 7,531 7,092 6,659 7,114 7,119 6,765 6,008 6,048 6,621 6,274 6,003
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 5 5 5 5 5 6 7 5 5 6 5 5 5 5 5 5
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) 111 123 118 121 126 126 118 107 119 119 109 94 99 109 103 95
Cek/BG Kosong
Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 208 234 208 206 221 259 307 251 230 328 231 270 229 212 218 242
Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 5,563 6,349 6,033 6,020 5,904 6,187 5,674 5,411 5,695 5,832 5,313 4,552 4,787 5,301 5,012 4,702
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 3 4 3 3 4 4 5 4 4 5 4 4 4 3 4 4
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 88 101 96 96 98 103 95 87 95 97 86 71 78 87 82 75
*) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan**) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari***) Angka sementara
2015***INDIKATOR
2012 2013 2014
Kliring Debet Penyerahan
Kliring Debet Pengembalian
TABEL INDIKATOR EKONOMI
8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
D. GRAFIK INDIKATOR
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 2010
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 2010
Pangsa Perekonomian (PDRB ADHB) Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah Inflasi dan BI Rate Perbankan Sulsel
*) Data Agustus 2015 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
*) Data September 2015 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pengangguran Terbuka Persentase Penduduk Miskin
2.88%
11.56%
-1%
1%
3%
5%
7%
9%
11%
13%
15%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Rasio PDRB KTI terhadap PDB Nasional
Rasio PDRB Sulsel terhadap PDB Nasional5.48%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
11%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014 2015
Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy)
Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (yoy)
7.24%
02468101214161820
-40
-20
0
20
40
60
80
100
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Konsumsi Rumah Tangga Konsumi LNPRTKonsumsi Pemerintah PMTBPerubahan Stok Net EksporPDRB
%yoy%yoy
-505
1015202530354045
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian Industri Pengolahan Konstruksi
Perdagangan Sektor Lainnya PDRB
%yoy
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014 2015
Inflasi Nasional (yoy)
Inflasi Sulsel (yoy)
BI Rate
100%110%120%130%140%150%160%170%180%190%200%
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014 2015
(Rp Triliun)Aset
DPK Lokasi Bank Pelapor
Kredit Lokasi Bank
LDR - Skala Kanan
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
7400
7600
7800
8000
8200
8400
8600
8800
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015*
(Ribu Orang)
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan
JumlahPenduduk
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
700
750
800
850
900
950
1000
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015*
(Ribu Orang) % Penduduk Miskin - Skala Kanan
Jumlah Penduduk Miskin
% Penduduk Miskin - Skala Kanan
Jumlah Penduduk Miskin
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 9
1. PERTUMBUHAN EKONOMI
Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 2015 bila diukur berdasarkan PDRB nilainya
mencapai Rp86.426 milyar (ADHB) atau Rp62.621 milyar (ADHK), tumbuh 7,24%
(yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan III 2015 (7,59%; yoy). Perlambatan
pertumbuhan perekonomian terutama disebabkan oleh penurunan kinerja di
sektor eksternal (ekspor) dan di sektor primer.
Pada triwulan IV 2015 ekspor tercatat tumbuh negatif -28,49% (yoy), lebih rendah
dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya. Volume maupun nilai ekspor
menurun signifikan, terutama ekspor barang pertanian dan pertambangan. Di sisi
lain, konsumsi pemerintah dan investasi (PMTB) menjadi faktor penahan
perlambatan di triwulan IV 2015.
Sedangkan secara sektoral, perlambatan disebabkan oleh penurunan kinerja sektor
pertanian, pertambangan dan penggalian, dan transportasi dan pergudangan.
Sektor-sektor tersebut mengalami penurunan produksi karena pergeseran panen
dan tren harga komoditas internasional khususnya nikel yang terus rendah.
Penopang pertumbuhan berasal dari sektor sekunder dan tersier, terutama
penguatan sektor konstruksi, perdagangan, dan administasi pemerintahan,
pertahanan dan jaminan sosial, yang mencerminkan gencarnya belanja pemerintah
di Sulsel.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
10 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
1.1. Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) mengalami perlambatan pertumbuhan di triwulan IV 2015. Pada triwulan
laporan, ekonomi Sulsel tumbuh sebesar 7,24% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan III 2015 yang tumbuh 7,59%
(yoy). Perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh menurunnya kinerja di beberapa sektor termasuk diantaranya dua
sektor unggulan, yaitu sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian. Di sisi lain, penguatan sektor industri
pengolahan, sektor konstruksi dan sektor perdagangan mampu menahan perlambatan sehingga tidak jatuh lebih dalam.
Dari sisi pengeluaran, perlambatan disebabkan oleh menurunnya kinerja ekspor, serta peningkatan impor di periode
laporan. Namun, meningkatnya konsumsi rumah tangga, pengeluaran lembaga non profit rumah tangga, pengeluaran
konsumsi pemerintah dan investasi (PMTB) menjadi faktor penahan perlambatan pertumbuhan di triwulan IV 2015. Hal
ini karena seiring tetap berlangsung dan bertambahnya realisasi proyek pembangunan oleh pemerintah, serta inflasi yang
terjaga sehingga mendorong daya beli masyarakat.
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan
1.2. Sisi Pengeluaran Perlambatan pertumbuhan ekonomi di triwulan IV 2015 terutama disebabkan oleh menurunnya kinerja ekspor. Pada
triwulan IV 2015 ekspor tercatat tumbuh negatif -28,49% (yoy), lebih rendah dibandingkan kontraksi di triwulan
sebelumnya -8,33% (yoy). Sementara itu, impor masih mengalami pertumbuhan negatif, namun mengalami perbaikan
dari -3,08% (yoy) menjadi -1,94% (yoy) di triwulan laporan. Kelompok pengeluaran lain yang mengalami kontraksi adalah
perubahan inventori 201,48% (yoy) pada Tw III 2015 menjadi -132,85% (yoy) pada Tw IV 2015.
Konsumsi pemerintah dan investasi (PMTB) menjadi faktor penahan perlambatan di triwulan IV 2015. Sesuai dengan
perkiraan, konsumsi pemerintah dan investasi tumbuh lebih tinggi di triwulan IV 2015. Konsumsi pemerintah tumbuh
11,09% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan III 2015 yang mencapai 8,69% (yoy). Sementara investasi (PMTB)
tumbuh dari 10,34% (yoy) di triwulan III 2015 menjadi 11,10% (yoy) ditriwulan IV 2015. Kelompok pengeluaran lain yang
mengalami percepatan pertumbuhan adalah Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 5,36% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya yang mencapai 5,03% (yoy) dan kelompok konsumsi LNPRT 2,90% (yoy)
pada Tw III 2015 menjadi 6,28% (yoy) pada Tw IV 2015.
Dengan perkembangan tersebut, perekonomian Sulsel keseluruhan tahun 2015 melambat, terutama didorong oleh
melemahnya kinerja ekspor dan peningkatan impor. Ekspor tahun 2015 tercatat terkontraksi -12,04% (yoy) dari tahun
sebelumnya tumbuh 11,85% (yoy). Peningkatan juga terjadi di tahun 2015 dari -1,64% (yoy) menjadi -2,95 (yoy).
Komponen lain yang mengalami perlambatan yaitu investasi tercatat tumbuh 8,34% (yoy) dari tahun sebelumnya 9,4%
(yoy), dan konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh dari 5,49% (yoy) menjadi 5,31% (yoy). Motor pendorong
pertumbuhan di tahun 2015 yang sekaligus menjadi faktor penahan ekonomi tidak terdeselerasi lebih lanjut adalah
komponen pengeluaran pemerintah. Di tahun 2015, komponen pengeluaran pemerintah tercatat mengalami
pertumbuhan tertinggi dibandingkan komponen sisi permintaan lainnya yang tumbuh 8,34% (yoy).
6.3 6.4 6.2 6.1 6.0 5.8 5.6 5.7 5.2 5.12 5.01 5.01 4.73 4.66 4.74 5.04
7.90 8.068.70 8.88
8.21
6.23
8.26 7.90 8.017.36
8.237.71
5.72
7.96 7.59 7.24
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014* 2015**%
yoy Nasional yoy Sulsel
TD 2000 TD 2010
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 11
Tabel 1.1. Pertumbuhan (yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)*
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka Sangat Sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.2. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Pengeluaran (ADHB)
Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB,
komponen konsumsi RT dan PMTB masih
menjadi penyumbang terbesar di triwulan IV
2015 dan keseluruhan tahun 2015. Pangsa
konsumsi RT mencapai di atas 50% dari total
PDRB, sementara porsi PMTB di atas 35% pada
triwulan IV 2015 dan keseluruhan 2015.
Kelompok pengeluaran lain yang memiliki share
lebih dari 10% adalah konsumsi pemerintah (di
atas 10%), ekspor (di atas 10%) dan impor (di
atas 25%). Sementara kelompok dengan
pengeluaran yang memiliki pangsa di bawah
10% adalah konsumsi LNPRT (1%) dan
perubahan persediaan (1%).
1.2.1 Konsumsi
Secara agregat, pengeluaran konsumsi masih tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, diantaranya
didorong oleh pertumbuhan konsumsi pemerintah. Total konsumsi triwulan IV 2015 tumbuh 6,56% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan III 2015 sebesar 5,54% (yoy). Konsumsi pemerintah berperan besar dalam pertumbuhan konsumsi
di triwulan ini yaitu tumbuh 11,09% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 8,69% (yoy). Sementara itu,
konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 5,36% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan III 2015 yang
mencapai 5,03% (yoy).
Percepatan konsumsi pemerintah searah dengan peningkatan realisasi pendapatan dan belanja daerah. Pada 2015,
realisasi anggaran pendapatan daerah mencapai 95,77%, lebih rendah dibandingkan 2014 yang terealisasi 97,39%. Secara
nominal, realisasi anggaran pendapatan daerah pada 2015 mencapai Rp6,17 triliun dari total target pendapatan tahunan
sebesar Rp6,45 triliun. Dari sisi belanja, pada tahun 2015 tercatat terealisasi 91,65% atau sebesar Rp6,06 triliun (target
realisasi Rp6,62 triliun). Hal ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan nominal realisasi belanja pada 2014, yang tercatat
sebesar Rp5,6 triliun (92,04% dari target Rp6,08 triliun).
Secara keseluruhan tahun 2015, konsumsi rumah tangga tumbuh menguat dibandingkan tahun 2014, meskipun secara
triwulanan tumbuh melambat. Terjaganya inflasi di sepanjang tahun 2015 diperkirakan menjadi salah satu penyebab
peningkatan konsumsi RT. Laju inflasi Sulsel pada tahun 2015 tercatat 4,48% (yoy) lebih rendah dari 2014 (8,61%; yoy).
Sementara itu, kebijakan pemerintah melalui paket kebijakan 1 hingga 9 diperkirakan baru akan terasa paling cepat di
periode yang akan datang. Sebagai contoh, paket kebijakan pemerintah ke-9 yang salah satu poinnya pengembangan
logistik dan distribusi, perbaikan tata niaga dan penguatan kelembagaan peternak dalam rangka stabilisasi pasokan dan
harga daging sapi, maka dampaknya terhadap konsumsi masyarakat diperkirakan baru akan terasa di tahun 2016. Selain
itu, harga BBM yang stabil di sepanjang tahun 2015 juga mendorong konsumsi rumah tangga.
I II III IV TOTAL I II* III* IV** TOTAL
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tanggaa 6.63 6.36 6.2 5.49 5.92 5.32 5.51 5.03 5.36 5.31
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 14.66 15.04 15.41 4.93 11.26 -2.49 -2.13 2.90 6.28 1.13
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 4.66 4.55 3.89 -2.92 1.88 7.83 3.17 8.69 11.09 8.15
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 11.48 8.39 5.32 9.03 9.4 5.26 6.23 10.34 11.10 8.34
5. Perubahan Inventori -126.34 -47.60 -608.99 -18.99 -125.22 -193.14 76.37 201.48 -132.85 -579.81
6. Ekspor 14.6 11.56 7.62 14.73 11.85 -7.27 -4.64 -8.33 -28.49 -12.04
7. Impor -9.32 -1.06 6.73 9.35 -1.64 0.25 -6.80 -3.08 -1.94 -2.95
PDRB 8.03 7.34 8.23 7.71 7.57 5.72 7.96 7.59 7.24 7.15
Komponen
Tahun Dasar 2000
2014
Tahun Dasar 2010
2015
Konsumsi RT 56,32%
Konsumsi LNPRT 1,33%
Konsumsi Pemerintah
16,70%
PMTB 42,12%
Perubahan Persediaan
1,04%
Ekspor 14,76%
Impor 32,27%
SHARE
PDRB
TW IV 2015
Konsumsi RT 54,58%
Konsumsi LNPRT 1,25%
Konsumsi Pemerintah
10.67%
PMTB 38,14%
Perubahan Persediaan
1,65%
Ekspor 20,51%
Impor 26,80%
SHARE
PDRB
2015
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.4. Indeks Penjualan Eceran
Terjaganya konsumsi rumah tangga selama tahun 2015 terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran yang
menunjukkan peningkatan. Hasil Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia menunjukkan bahwa perkembangan indeks
semakin membaik meskipun masih kontraksi -2,81% (yoy) di sepanjang 2015. Penguatan tercermin dari subsektor barang
budaya dan rekreasi, serta barang lainnya (pakaian, kosmetik, LPG) yang menunjukkan terjadi pertumbuhan angka
penjualan masing-masing 17,54% (yoy) dan 8,66% (yoy) pada tahun 2015. Jika dilihat secara triwulanan, perlambatan
konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2015 terkonfirmasi melalui Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia. Nilai rata-
rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di Makassar mengalami kontraksi -21,11% (yoy) berada di angka 108,37. Meski
masih dalam level optimis (>100), namun angka indeks ini merupakan yang terendah sejak triwulan II tahun 2011.
Konsumsi yang melambat tidak mempengaruhi
penyaluran kredit konsumsi. Kredit konsumsi di triwulan IV
2015 tercatat tumbuh 7,36% (yoy) sedikit meningkat
dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang
mencapai 7,16% (yoy). Peningkatan terjadi pada
pertumbuhan kredit untuk pembelian
peralatan/perlengkapan rumah tangga dan rumah tangga
lainnya. Kredit perlengkapan rumah tangga tercatat
tumbuh 36,06% (yoy) lebih tinggi dari triwulan III 2015 yang
terkontraksi -8,20% (yoy). Sementara kredit rumah tangga
lainnya tumbuh membaik menjadi 4,41% (yoy),
dibandingkan periode sebelumnya yang mengalami
kontraksi -31,11% (yoy).
Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.6. Penyaluran Kredit Peralatan/Perlengkapan RT Grafik 1.7. Penyaluran Kredit RT Lainnya
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
80
90
100
110
120
130
140
150
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Growth yoy (%) - Skala Kanan
Indeks
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Alat Tulis gIndeks - Skala Kanan
Indeks YOY
0
5
10
15
20
25
30
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Triliun
Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi - Skala Kanan
-100
-50
0
50
100
150
200
250
300
-
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
% (
yoy)
Kredit Peralatan/Perlengkapan Rumah Tangga Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan
Rp Miliar
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
-
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
% (
yoy)
Rp
Tri
liun
Kredit Rumah Tangga Lainnya Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 13
1.2.2 Investasi
Investasi meningkat di triwulan IV 2015. Investasi yang tercermin dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh
11,10% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2015 (10,34%; yoy). Percepatan pertumbuhan investasi diperkirakan
disebabkan oleh meningkatnya penyerapan anggaran pemerintah khususnya di kelompok belanja modal. Realisasi belanja
modal APBD maupun APBN di Sulsel tercatat mengalami peningkatan cukup signifikan di periode laporan. Hingga akhir
periode realisasi belanja APBD mencapai Rp843,27 milyar dengan angka realisasi sebesar 83,86%. Angka ini lebih tinggi
dibandingkan realisasi di periode yang sama tahun 2014 yang mencapai 70,80%. Di sisi lain, angka realisasi belanja APBN
di Sulsel mencapai Rp6,14 triliun di periode triwulan IV 2015 lebih tinggi dari Rp3,77 triliun di periode yang sama tahun
sebelumnya.
Peningkatan investasi juga terkonfirmasi dari kinerja impor barang modal dan kredit investasi. Impor barang modal
tercatat tumbuh 33,42% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 13,34% (yoy). Adanya impor
besi/baja, peralatan sipil dan konstruksi, dan mesin lainnya untuk industri tertentu menjadi salah satu pendorong
peningkatan impor barang modal di periode laporan. Sementara dari sisi pembiayaan, peningkatan investasi juga
tercermin dari masih tingginya penyaluran kredit investasi di periode laporan yang tumbuh 22,23% (yoy).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.8. Impor Barang Modal Grafik 1.9. Penyaluran Kredit Investasi
Selain dari sektor pemerintah, investasi juga didorong oleh pihak swasta. Tingginya investasi swasta di triwulan IV 2015
terlihat dari peningkatan rencana proyek baru. Berdasarkan data BCI Asia, jumlah proyek infrastruktur yang dimulai di
triwulan IV 2015 sebagian besar berupa pembangunan jalan. Setidaknya ada tiga proyek infrastruktur swasta yang di
mulai pada triwulan laporan yaitu fase 1 jalan tol maminasata di Makassar-Maros-Sungguminasa-Takalar, Makassar
middle ring road yang menghubungkan jalan tol dengan jalan dalam kota, dan fase 1 underpass simpang Mandai –
Makassar.
Pada komponen perubahan inventori, peningkatan pertumbuhan didorong oleh meningkatnya inventori hasil olahan
industri nikel. Komponen perubahan inventori di periode pelaporan tercatat mengalami kenaikan, disebabkan oleh
perusahaan utama nikel di Sulsel menahan pengiriman barang akibat harga komoditas nikel yang memburuk sepanjang
tahun 2015.
Sumber: BCI Asia, diolah Sumber: Produsen, diolah
Grafik 1.10. Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulsel Grafik 1.11. Perubahan Inventori Produsen Nikel
(150)
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoyUS$ Juta
Impor Barang Modal gImpor Barang Modal
(10)
0
10
20
30
40
50
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Triliun
Kredit Investasi gKredit Investasi - Skala Kanan
-500
0
500
1000
1500
2000
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IVP
2012 2013 2014 2015
Nilai Proyek Infrastruktur BaruPertumbuhan Nilai Proyek - Skala Kanan
Rp Milyar
(500)
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IVP
2012 2013 2014 2015
%, yoyUS$ Juta
Posisi Stok gPerubahan Stok - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Proyek-proyek multiyears masih akan menjadi motor investasi di Sulsel. Banyaknya proyek infrastruktur berskala besar
di Sulsel diperkirakan masih akan menjadi motor pertumbuhan investasi di Sulsel. Proyek yang telah direalisasikan selama
tahun 2015 dalam mendukung bidang ketahanan pangan perlu mendapat perhatian khusus, karena sektor utama Sulsel
sebagian besar dari sektor pertanian. Beberapa proyek ketahanan pangan tersebut adalah:
Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
Proyek ketahanan pangan merupakan proyek multiyear yang diperkirakan akan mendorong ekonomi Sulsel ke depan,
antara lain Bendung Baliase, Bendungan Karalloe, Bendungan Paselloreng, dan Waduk Tunggu Nipa Nipa. Selain itu,
terdapat proyek ketahanan pangan yang bersumber dari APBD, yaitu untuk proyek pembangunan jaringan irigasi,
rehabilitasi bendung dan pengerukan kolam dengan total anggaran selama tahun 2015 sebesar Rp73,32 miliar.
Tabel 1.2. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir
1 Bendung Baliase Lokasi : Kabupaten Luwu Utara
Target : Desember 2015 – Desember 2019
APBN : ±200 Miliar
Ags 2015: Penandatanganan MOU
Sept 2015 : Pembebasan Lahan
Des 2015: Persiapan pembangunan (tenaga kerja, peralatan, dan material)
2 Bendungan Karalloe Lokasi : Kabupaten Gowa
Target : Desember 2013 – Desember 2017 APBN : ±500 Miliar
Groundbreaking pada bulan Maret 2014
2015: Pengadaan lahan (109,32 ha dari 215 ha)
3 Bendungan Paselloreng Lokasi : Kabupaten Wajo
Target : Juni 2015 – Desember 2019
APBN : ±800 Miliar
Progress terakhir : Pembebasan Lahan
Estimasi Pembangunan: 2016
4 Waduk Tunggu Nipa Nipa Lokasi : Kabupaten Maros dan Gowa
Target : Desember 2015 – Desember 2017
APBN : ±400 Miliar
Progress terakhir : Pembebasan Lahan
Estimasi Pembangunan: 2016
Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
1.2.3 Ekspor dan Impor
Ekspor Sulsel di triwulan IV 2015 kembali tumbuh menurun. Nilai ekspor terkontraksi -28,49% (yoy), lebih dalam
dibandingkan dari kontraksi di triwulan III 2015 yang tercatat mencapai -8,33% (yoy). Kontraksi ekspor terjadi pada ekspor
dengan tujuan luar negeri (LN). Ekspor LN yang sebagian besar ditopang oleh ekspor non migas, mengalami kontraksi
-17,20% (yoy) lebih dalam dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya yang mencapai -9,97% (yoy). Tidak berbeda
dengan eskpor luar negeri, ekspor dalam negeri (DN) juga mengalami kontraksi. Di periode laporan, ekspor DN
terkontraksi -45,38% (yoy), jauh lebih dalam dibandingkan kondisi di triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh negatif
-2,85% (yoy). Ekspor DN sepanjang triwulan IV 2015 sebagian besar diperkirakan terjadi antar wilayah di pulau Sulawesi
melalui jalur darat, mengingat volume muat barang dalam negeri di Pelabuhan Makassar justru mengalami penurunan
pertumbuhan. Volume barang yang dimuat di pelabuhan mengalami kontraksi -22,54% (yoy) lebih dalam dibandingkan
kontraksi di periode sebelumnya yang mencapai -20,51% (yoy).
Ketahanan Pangan
•2015
•Irigasi : 9.026 Ha
•Rehab Iriasi: 6.130 Ha
•Tambak: 2.466 Ha
•Rehab Tambak: 450 Ha
•APBN: Rp349,3 M
Ketahanan Air
•2015
•Embung: 5 bh
•Danau: 1 bh
•Waduk: 2 bh
•APBN: Rp362,3M
Keberlanjutan (Operasi dan Pemeliharaan)
•2015
•Irigasi: 245.088 Ha
•Banjir: 71 Km
•Lahar: 22 bh
•Pantai: 0,26 Km
•Waduk: 6 bh
•Embung: 45 bh
•APBN: Rp853M
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 15
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan
Grafik 1.12. Volume Ekspor Nonmigas Grafik 1.13. Volume Barang yang Dimuat
Penurunan kinerja ekspor secara keseluruhan tidak lepas dari penurunan kinerja ekspor Nikel. Ekspor Nikel sebagai
komoditas yang menyumbang 52,99% dari total ekspor LN Sulsel di triwulan IV 2015 mengalami perlambatan. Nilai ekspor
nikel tercatat mengalami kontraksi -33,67% (yoy) lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi di periode sebelumnya yang
mencapai -29,79% (yoy). Hal ini tidak terlepas dari masih melemahnya harga komoditas nikel di pasar internasional.
Sepanjang triwulan IV 2015, harga nikel mengalami kontraksi -40,59% (yoy), meskipun menguat dibanding triwulan
sebelumnya yang mencapai -43,08% (yoy).
*) Data Sementara
Sumber: Bea Cukai, diolah
Sumber: World Bank
Grafik 1.14. Nilai Ekspor Nikel Matte Grafik 1.15. Perkembangan Harga Nikel
Selain nikel, beberapa komoditas unggulan Sulsel juga mengalami penurunan di periode laporan. Beberapa komoditas
seperti rumput laut, olahan kakao, dan udang tercatat mengalami penurunan nilai ekspor. Secara berurut nilai ekspor
ketiga komoditas ini terkontraksi -32,12% (yoy), -16,76% (yoy), dan -36% (yoy) lebih rendah dibandingkan kontraksi di
periode sebelumnya yang secara berurut terkontraksi -9,39% (yoy), -4,77% (yoy), dan -18,33% (yoy). Menurunnya
permintaan dari mitra dagang menjadi penyebab penurunan kinerja ekspor komoditas tersebut.
Menurunnya permintaan ekspor terkait dengan kondisi ekonomi mitra dagang utama yang masih lemah. Bila mengacu
pada Purchasing Manager Index (PMI) yang dirilis oleh Markit Survey, diketahui bahwa beberapa negara mitra dagang
utama Sulsel seperti Jepang, Tiongkok, Amerika Serikat, dan Zona Eropa menunjukkan penurunan kinerja ekonomi.
Tercatat hanya Korea Selatan yang menunjukkan peningkatan di triwulan III 2015.
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%; yoyRibu Ton
Volume Ekspor gVolume Ekspor - Skala Kanan
gNilai Ekspor - Skala Kanan
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%; yoyRibu Ton
Volume Muat Barang Dalam Negeri gVolume Muat - Skala Kanan
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
-
50
100
150
200
250
300
350
400
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012 2013 2014 2015
Ekspor Nikel Pertumbuhan Ekspor - Skala Kanan
Juta USD YOY
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0.0
5,000.0
10,000.0
15,000.0
20,000.0
25,000.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoy$/mtNikel
gHarga - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bloomberg
Grafik 1.16. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Unggulan Grafik 1.17. Purchasing Managers Index
Di sisi lain, impor Sulsel di triwulan IV 2015 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, dan masih
dalam fase kontraksi. Impor di periode laporan tercatat mengalami kontraksi -1,94% (yoy) lebih baik dibandingkan
kondisi di triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi -3,08% (yoy). Penurunan impor terkonfirmasi dari
penurunan impor luar negeri (LN) yang di dominasi oleh komponen non migas. Nilai impor LN tercatat tumbuh 15,66%
(yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 82,43% (yoy). Di sisi lain, impor dalam negeri
tercatat tumbuh 2,91% (yoy) lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang terkontraksi -13,33%. Impor dalam negeri
sebagian besar diperkirakan berasal dari wilayah Sulawesi melalui jalur darat, mengingat volume kegiatan bongkar
barang dalam negeri di pelabuhan Makassar menurun. Volume bongkar di periode laporan mencapai 1,5 juta ton tumbuh
1,93% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan yang tumbuh 1,93% (yoy).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan
Grafik 1.18. Volume Impor Nonmigas Grafik 1.19. Volume Barang yang Dibongkar
Struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel di triwulan IV 2015 relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan
periode sebelumnya. Produk industri masih menjadi komoditas yang dominan dalam komposisi barang dari Sulsel yang
dijual ke luar negeri, yang kemudian diikuti komoditas pertanian. Total impor produk industri mencapai USD117,6 juta
atau 35,30% dari total ekspor di triwulan IV 2015. Sementara itu, impor bahan baku mencatat pangsa terbesar dari total
nilai impor Sulsel di triwulan laporan, yang kemudian diikuti oleh impor barang modal dan barang konsumsi. Total impor
bahan baku mencapai USD114,07 juta atau 76,22% dari total impor. Sedangkan impor barang modal dan barang konsumsi
memiliki pangsa masing-masing sebesar 23,59% dan 0,19%.
-150%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Rumput Laut Olahan Kakao Biji Kakao Udang
YOY
46
48
50
52
54
56
58
I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015
Indeks
Jepang Tiongkok AS Zona Eropa Korea Selatan
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoyRibu Ton
Total Volume Impor
gVolume Impor (yoy) - Skala Kanan
gNilai Impor (yoy) - Skala Kanan
(20)
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
30
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
2,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%; yoyRibu Ton
Volume Bongkar Barang Dalam Negeri gVolume Bongkar - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 17
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.20. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas Grafik 1.21. Pangsa Impor Menurut Kategori
Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor,
sedangkan gandum menjadi penyumbang terbesar dalam impor di triwulan IV 2015. Pada triwulan IV 2015, komoditas
nikel matte mengambil pangsa 52,99% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel diikuti oleh coklat olahan dan ganggang
laut dengan pangsa terbesar yaitu masing-masing 9,01% dan 5,63%. Untuk impor luar negeri, impor gandum sebagai
komoditas impor terbesar di triwulan IV 2015. Pangsa gandum mencapai 20,61% dari total impor di triwulan IV 2015,
disusul besi/baja (16,50%), dan maanan ternak lainnya (14,49%).
Tabel 1.3. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Tabel 1.4. Peringkat Impor Menurut Komoditas
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Berdasarkan negara tujuan, mayoritas ekspor Sulsel masih ditujukan ke Jepang, sedangkan untuk impor didominasi
oleh komoditas yang berasal dari Tiongkok. Di triwulan IV 2015, nilai ekspor Sulsel ke Jepang mencapai 56,97% dari total
ekspor Sulsel diikuti oleh Amerika Serikat (9,38%), dan Malaysia (8,95%). Dari sisi impor, sebagian besar barang yang
masuk ke Sulsel berasal dari Tiongkok yang mencapai 23,93% dari total impor Sulsel diikuti oleh Rusia (19,73%) dan
Canada (15,22%).
Tabel 1.5. Negara Tujuan Utama Ekspor Tabel 1.6. Negara Asal Utama Impor
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Defisit neraca perdagangan Sulsel meningkat di triwulan IV 2015. Defisit neraca perdagangan Sulsel pada periode
pelaporan mencapai Rp15,1 triliun, lebih tinggi dari periode sebelumnya yang mencapai Rp1,36 triliun. Defisit neraca
perdagangan pada triwulan berjalan dikarenakan tingginya impor barang-barang untuk mendukung proyek pembangunan
infrastruktur Sulsel di tahun 2016 seperti besi/baja, peralatan sipil dan konstruksi.
20.77%
78.64%
0.59% Pangsa Triwulan IV 2015
Komoditas Pertanian:US$69,2 Juta
Komoditas Industri:US$262,1 Juta
Komoditas Pertambangan:US$2,0 Juta
23.59%
76.22%
0.19%Pangsa Triwulan IV 2015
Barang Modal:US$35,31 juta
Bahan Baku:US$114,07 juta
Barang Konsumsi:US$0,28 juta
Komoditas (HS)
Nilai Ekspor
Triwulan IV 2015
(USD)
Pangsa
Nikel 176,609,541 52.99%
Coklat Olahan 30,020,793 9.01%
Ganggang Laut 18,756,549 5.63%
Udang Segar/Beku 16,531,697 4.96%
Biji Coklat 15,354,705 4.61%
Ikan Olahan 14,155,407 4.25%
Kayu Lapis 13,288,512 3.99%
Buah/Sayuran Olahan 11,640,182 3.49%
Industri Lainnya 7,161,105 2.15%
Ikan Lainnya 5,839,625 1.75%
Komoditas (HS)
Nilai Impor
Triwulan IV
(USD)
Pangsa
Gandum 30,837,328 20.61%
Besi/Baja 24,692,054 16.50%
Makanan Ternak Lainnya 21,684,902 14.49%
Alat Listrik 9,338,575 6.24%
Pupuk 6,218,280 4.16%
Peralatan sipil dan konstruksi 6,065,441 4.05%
Peralatan (mesin) pemanas dan pendingin 4,034,119 2.70%
Bahan Makanan anorganik 3,697,086 2.47%
Mesin Lainnya Untuk Industri Tertentu 3,243,597 2.17%
Produk Keramik 2,703,907 1.81%
No Negara TujuanTotal Ekspor FOB
(USD)Pangsa
1 JAPAN 189,871,543.45 56.97%
2 AMERIKA SERIKAT 31,258,963.16 9.38%
3 MALAYSIA 29,830,606.53 8.95%
4 R.R.C 26,195,991.67 7.86%
5 VIETNAM 8,398,699.89 2.52%
6 KOREA SELATAN 5,970,661.12 1.79%
7 SINGAPORE 4,619,731.51 1.39%
8 AUSTRALIA 4,151,205.29 1.25%
9 HONGKONG 3,765,455.40 1.13%
10 BELANDA 3,634,612.66 1.09%
TOTAL EKSPOR 333,278,191.68 100.00%
No Negara AsalTotal Impor CIF
(USD)Pangsa
1 R.R.C 65,494,096.79 23.93%
2 RUSSIA 54,000,000.00 19.73%
3 CANADA 41,644,105.11 15.22%
4 AUSTRALIA 33,160,188.59 12.12%
5 BRAZIL 32,889,696.50 12.02%
6 JAPAN 14,229,965.49 5.20%
7 ARGENTINA 13,840,000.00 5.06%
8 AMERIKA SERIKAT 11,032,323.18 4.03%
9 THAILAND 4,218,097.26 1.54%
10 SINGAPORE 834,297.71 0.30%
TOTAL IMPOR 273,692,874.85 100.00%
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Sumber: BPS Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.22. Neraca Perdagangan Bersih Grafik 1.23. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri
1.3. Sisi Lapangan Usaha
Melambatnya kinerja sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, dan transportasi dan pergudangan menjadi
penyebab perlambatan pertumbuhan ekonomi di triwulan IV 2015. Sektor pertanian tercatat tumbuh 1,37% (yoy), jauh
lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh mencapai 5,21% (yoy). Searah
dengan sektor pertanian, sektor transportasi dan pergudangan juga menunjukkan perlambatan dari 10,38% (yoy) di
triwulan III 2015 menjadi 5,70% (yoy). Sektor lain yang tercatat tumbuh melambat adalah sektor pertambangan dan
penggalian dari 12,07% (yoy) menjadi 8,38% (yoy), sektor jasa keuangan dari 9,24% (yoy) menjadi 7,56% (yoy), sektor real
estate dari 7,21% (yoy) menjadi 6,01% (yoy), jasa pendidikan dari 9,56% (yoy) menjadi 2,35% (yoy), jasa kesehatan dan
kegiatan sosial dari 11,35% (yoy) menjadi 10,55% (yoy) dan sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan
sosial wajib dari 9,29% (yoy) menjadi 9,21% (yoy).
Di sisi lain, penguatan sektor konstruksi dan sektor perdagangan mampu menahan perlambatan pertumbuhan. Sektor
konstruksi tercatat tumbuh 10,75% (yoy) di triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2015 sebesar 9,16%
(yoy). Sektor perdagangan mengalami peningkatan pertumbuhan dari 9,12% (yoy) di triwulan III 2015 menjadi 10,08%
(yoy) di triwulan IV 2015. Sektor lain yang mengalami percepatan pertumbuhan adalah sektor pengolahan dari 4,35%
(yoy) menjadi 9,02% (yoy), sektor penyediaan akomodasi dan makan minum dari 5,99% (yoy) menjadi 7,66% (yoy), sektor
informasi dan komunikasi dari 8,11% (yoy) menjadi 8,69% (yoy), sektor jasa perusahaan dari 6,79% (yoy) menjadi 7,40%
(yoy), sektor pengadaan listrik, gas dari -5,59% (yoy) menjadi -3,34% (yoy), sektor jasa lainnya dari 8,16% (yoy) menjadi
10,20% (yoy).
Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi Sulsel di tahun 2015 di topang oleh akselerasi kinerja sektor sekunder dan
tersier. Sektor yang mengalami pertumbuhan paling tinggi adalah sektor administasi pemerintahan, pertahanan dan
jaminan sosial, dimana pada tahun 2015 tercatat tumbuh 7,83% (yoy) disusul oleh sektor transportasi dan pergudangan
6,91% (yoy), dan sektor konstruksi 8,32% (yoy). Sementara itu, sektor yang mengalami penurunan adalah sektor
pengadaan listrik dan gas turun -4,0% (yoy).
(16,000)
(14,000)
(12,000)
(10,000)
(8,000)
(6,000)
(4,000)
(2,000)
0
(25,000)
(20,000)
(15,000)
(10,000)
(5,000)
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Rp MiliarRp Miliar
Ekspor ADHK Impor ADHK Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan
(100)
0
100
200
300
400
500
600
700
(600)
(400)
(200)
0
200
400
600
800
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
US$ JutaUS$ Juta
Ekspor Luar Negeri NonmigasImpor Luar Negeri NonmigasNeraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Nonmigas - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 19
Tabel 1.7. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.24. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Lapangan Usaha (ADHB)
Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, sektor
Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar baik
di triwulan IV 2015 maupun keseluruhan tahun 2015.
Pangsa Sektor Pertanian terhadap total PDRB di
periode pelaporan mencapai di atas 15%. Sektor
lainnya yang menjadi tumpuan perekomian Sulsel
adalah sektor Perdagangan, Industri Pengolahan, dan
Konstruksi, yang masing-masing memiliki pangsa
terhadap total PDRB di atas 10%. Sementara untuk
sektor non utama merupakan gabungan dari sektor
lainnya.
1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutananan, dan Perikanan.
Musim kemarau yang lebih panjang dan dampak fenomena El Nino mengakibatkan perlambatan di sektor pertanian,
kehutanan dan perikanan. Dari hasil FGD dengan instansi terkait diperoleh informasi bahwa dampak El Nino di Sulsel
menyebabkan mundurnya musim tanam menjadi bulan November – Desember 2015 sehingga menyebabkan musim
panen mundur. Mundurnya musim panen tersebut mempengaruhi produksi beras di wilayah Sulawesi Selatan.
Sumber: Kementerian Pertanian Grafik 1.25. Perkiraan Produksi Beras
Total luas wilayah kekeringan akibat El Nino mencapai
116.000 ha dengan rincian :
Rendah yaitu masih terdapat 75% lahan yang dapat
panen dengan total kekeringan sebesar 30.000 ha.
Sedang yaitu masih terdapat 50% lahan yang dapat
panen dengan total kekeringan sebesar 20.000 ha.
Tinggi yaitu masih terdapat 25% lahan yang dapat
panen dengan total kekeringan sebesar 50.000 ha.
Puso yaitu masih terdapat 0% lahan yang dapat
panen dengantotal kekeringan sebesar 16.000 ha.
Penurunan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan lebih disebabkan oleh perlambatan kinerja di subsekor
perkebunan. Volume ekspor komoditas kakao sebagai salah satu indikator subsektor perkebunan masih mengalami
penurunan dari -6,64% (yoy) di triwulan III 2015 menjadi -10,06% (yoy) di periode laporan. Secara nilai, total ekspor kakao
juga masih menunjukkan kontraksi -20,78% (yoy) atau sebesar USD45,38 juta.
I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II III* IV** TOTAL
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan -0.60 1.53 9.59 9.39 4.93 14.58 9.55 8.29 7.88 9.98 3.49 11.61 5.21 1.37 5.63
B Pertambangan dan Penggalian 2.70 0.16 13.42 6.59 5.68 14.40 6.23 8.49 15.56 11.11 2.40 8.06 12.07 8.38 7.85
C Industri Pengolahan 9.16 12.21 8.39 7.24 9.22 4.45 5.06 11.44 14.59 8.94 5.79 7.49 4.35 9.02 6.70
D Pengadaan Listrik, Gas 12.52 8.26 5.73 6.09 8.04 5.12 12.20 11.59 17.54 11.69 0.01 -6.86 -5.59 -3.34 -4.00
E Pengadaan Air 1.60 8.86 5.95 5.61 5.50 5.54 2.38 1.99 -1.25 2.13 0.58 -0.26 -2.54 3.74 0.34
F Konstruksi 8.92 10.69 12.54 10.04 10.57 7.88 7.04 4.83 5.64 6.29 7.20 5.88 9.16 10.75 8.32
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 6.83 10.16 6.75 5.27 7.23 9.28 5.79 10.42 3.36 7.20 5.62 6.61 9.12 10.08 7.89
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 3.38 7.06 8.15 6.79 6.36 1.99 -0.44 0.70 4.42 1.68 5.10 4.03 5.99 7.66 5.71
H Transportasi dan Pergudangan 5.39 5.32 7.22 9.01 6.76 7.78 9.13 8.66 5.61 7.77 4.36 7.09 10.38 5.70 6.91
J Informasi dan Komunikasi 18.16 18.12 14.26 6.81 14.07 4.81 4.42 7.10 6.61 5.75 7.34 7.46 8.11 8.69 7.92
K Jasa Keuangan 13.73 12.38 6.61 3.41 8.88 3.51 3.75 5.58 10.22 5.76 9.96 2.95 9.24 7.56 7.41
L Real Estate 9.34 9.52 9.65 7.48 8.98 7.79 7.84 7.18 9.03 7.97 8.88 7.55 7.21 6.01 7.39
M,N Jasa Perusahaan 7.99 6.88 7.92 5.14 6.97 6.20 7.22 6.19 7.41 6.76 4.77 4.48 6.79 7.40 5.87
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 1.85 -0.96 6.29 5.09 3.07 1.56 2.58 2.05 3.94 2.55 5.50 7.08 9.29 9.21 7.83
P Jasa Pendidikan 7.15 1.39 6.36 15.36 7.72 4.57 5.31 5.88 3.13 4.65 8.90 9.07 9.56 2.35 7.25
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4.37 4.19 6.07 17.88 8.25 14.91 13.88 10.21 3.32 10.23 7.41 7.75 11.35 10.55 9.31
R,S,T,U Jasa lainnya 5.53 7.88 7.81 7.34 7.14 6.25 6.79 7.74 9.44 7.57 9.42 8.16 8.16 10.20 8.99
6.02 7.01 9.25 8.06 7.62 8.38 6.39 7.73 7.70 7.54 5.72 7.96 7.59 7.24 7.15PRDB
20142013 2015Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010
Pertanian 18,56%
Industri Pengolahan
15,07%
Konstruksi, 13,69%Perdagangan
12,98%
Non Sektor Utama39,70%
SHARE PDRB
Tw IV 2015
Pertanian 22,99%
Industri Pengolahan
13,81%
Konstruksi 12,34%
Perdagangan 12,81%
Non Sektor Utama38,05%
SHARE PDRB
2015
-7.0
2.8
-0.7
5.9
2.9
10.9
0.7
7.7
3.6
-15.0
-10.0
-5.0
0.0
5.0
10.0
15.0
-
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Produksi (Juta Ton) gProduksi (%) - rhs
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank
Grafik 1.26. Volume Ekspor Biji Kakao Grafik 1.27. Harga Internasional Kakao
Di sisi lain, perbaikan kinerja sub sektor perikanan menjadi faktor penahan perlambatan di sektor pertanian. Salah satu
indikator yang menunjukkan perbaikan kinerja di subsektor perikanan adalah peningkatan ekspor komoditas perikanan.
Peningkatan ekspor perikanan tercatat baik dari sisi volume maupun nilai. Secara volume, ekspor meningkat cukup
signifikan 20,95% (yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi dari periode sebelumnya (-16,74% yoy). Secara nilai, ekspor
perikanan tercatat tumbuh 11,17% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2015 yang terkontraksi -33,04% (yoy).
Peningkatan ekspor diperkirakan terjadi akibat pengaruh cuaca yang membaik sehingga tangkapan ikan meningkat.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.28. Volume Ekspor Komoditas Ikan Grafik 1.29. Nilai Ekspor Komoditas Ikan
Meskipun sektor pertanian mengalami perlambatan, hal ini tidak mempengaruhi kinerja penyaluran dana ke sektor
pertanian. Di triwulan IV 2015, kredit yang disalurkan ke sektor pertanian mencapai Rp2,17 triliun tumbuh 42,04% (yoy).
Angka ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di periode yang sama tahun 2014 yang tumbuh 11,30% (yoy).
Grafik 1.30. Perkembangan Kredit di Sektor Pertanian
-150%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Pertumbuhan - Skala Kanan
Juta Ton YOYJuta Ton YOY
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015
Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Pertumbuhan - Skala Kanan
Juta USD YOY
-120%
-100%
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
0
1
1
2
2
3
3
4
4
5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan
JutaTon YOY
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan
Juta USD YOY
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Triliun
Pertanian gKredit Pertanian
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 21
1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian
Lapangan usaha pertambangan dan penggalian melambat di triwulan IV 2015. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh
8,38% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya 8,38% (yoy). Hal ini searah dengan pertumbuhan
ekspor pertambangan yang menunjukkan penurunan di periode laporan, baik secara nilai maupun volume. Secara
volume, total ekspor pertambangan mencapai 13,86 juta ton tumbuh negatif -52,97% (yoy). Kondisi pertumbuhan ekspor
tambang menurun bila dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi -30,48% (yoy). Namun
secara nilai impor pertambangan meningkat di periode laporan mencapai USD17,8 ribu atau tumbuh 58,78% (yoy), lebih
tinggi dari impor pada periode yang sama tahun 2014 yang mencapai USD11,26 ribu.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.31. Volume Ekspor Pertambangan Grafik 1.32. Nilai Ekspor Pertambangan
Secara keseluruhan volume produksi hasil tambang sepanjang 2015 lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
Dampak pelarangan ekspor bahan tambang mentah, yang dibarengi dengan pelemahan harga komoditas masih menjadi
penyebab utama penurunan kinerja lapangan usaha pertambangan. Hampir seluruh komoditas tambang termasuk nikel
terus mengalami penurunan harga sejak pertengahan tahun 2014. Rata-rata harga komoditas Nikel di triwulan IV 2015
berada pada level USD9.422 per metrik ton turun -40,59% dibandingkan rata-rata harga di periode yang sama di tahun
2014.
Meskipun masih mengalami kontraksi, namun kredit di sektor pertambangan menunjukkan perbaikan di triwulan IV
2015. Sepanjang tahun 2015 kredit ke sektor pertambangan tercatat tumbuh negatif. Di periode triwulan IV 2015, kredit
sektor tambang mengalami kontraksi sebesar -14,82% (yoy), menurun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya -
30,79% (yoy).
Sumber: World Bank Sumber: LBU, diolah
Grafik 1.33. Harga Komoditas Tambang Grafik 1.34. Kredit Sektor Pertambangan
1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh meningkat di triwulan IV 2015. Sektor industri pengolahan tumbuh 9,02%
(yoy), lebih tinggi dari triwulan III 2015 yang mencapai 4,35% (yoy). Peningkatan diperkirakan didorong oleh penguatan
ekspor komoditas hasil industri di triwulan IV 2015, yang nilainya mencapai USD 262,10 juta, atau mengalami kontraksi
-25,78% (yoy), lebih baik dibandingkan kondisi di periode sebelumnya yang terkontraksi -27,52% (yoy).
(150)
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
10
20
30
40
50
60
70
80
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoyJuta Ton
Ekspor Pertambangan gEkspor - Skala Kanan
(100)
(50)
0
50
100
150
200
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoyJuta USD
Ekspor Pertambangan gEkspor - Skala Kanan
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Nikel Timah Seng Timah Hitam
gYOY
(40)
(20)
0
20
40
60
80
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Triliun
Pertambangan gKredit Pertambangan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.35. Pertumbuhan Industri Grafik 1.36. Nilai Ekspor Hasil Industri
Penguatan sektor industri pengolahan berjalan searah
dengan peningkatan kredit di sektor ini. Kredit industri
pengolahan tercatat mencapai Rp8,46 triliun atau tumbuh
53,80% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan di
triwulan sebelumnya 20,83% (yoy).
Sumber: LBU
Grafik 1.37. Kredit Industri Pengolahan
Industri Besar dan Sedang (IBS) serta Industri Mikro dan Kecil (IMK) ditengarai menjadi penahan pertumbuhan. Hal ini
terindikasi dari penurunan Indeks Industri Besar dan Sedang (IBS) yang semula tumbuh 6,91% (yoy) di triwulan III 2015
turun menjadi 1,87% (yoy) di periode laporan. Perlambatan pertumbuhan diperkirakan berasal dari penurunan kinerja
industri pengolahan Nikel, dimana salah satu industri pengolahan Nikel terbesar di Sulsel memiliki hasil produksi dan
penjualan yang sedikit menurun di tahun 2015. Total produksi Nikel dalam Matte mencapai sekitar 21.126 metrik ton
atau tumbuh 2,62% (yoy), lebih rendah dari peningkatan di periode sebelumnya yang mencapai 14,67% (yoy). Sejalan
dengan hasil produksi yang menurun, hasil penjualan Nikel dalam matte terkontraksi -1,97% (yoy) dari sebelumnya
tumbuh 14,73% (yoy).
P : Perkiraan Sementara
Sumber: Industri Pengolahan Nikel
P : Perkiraan Sementara
Sumber: Industri Pengolahan Nikel
Grafik 1.38. Produksi Nikel dalam Matte Grafik 1.39. Penjualan Nikel dalam Matte
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoy
IMK IBS
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
80
050
100150200250300350400450500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoyJuta USD
Ekspor Industri gEkspor - Skala Kanan
(40)
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
60
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Triliun
Industri Pengolahan gKredit Industri Pengolahan
-30-20-10010203040506070
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IVP
2012 2013 2014 2015
Rib
u
Produksi Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IVP
2012 2013 2014 2015
Rib
u
Penjualan Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 23
1.3.4 Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas
Lapangan usaha pengadaan listrik dan gas kinerjanya terlihat semakin membaik meskipun masih terjadi kontraksi.
Melanjutkan tren di triwulan sebelumnya, lapangan usaha ini tercatat mengalami kontraksi -3,34% (yoy). Angka ini lebih
baik dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi -5,59% (yoy). Masih terbatasnya daya beli
masyarakat diperkirakan menjadi faktor penyebab penguatan pertumbuhan yang masih terbatas. Namun hasil survei
konsumen memperlihatkan ekspektasi pengeluaran untuk kebutuhan Listrik, Gas, dan Bahan Bakar dibandingkan 3 bulan
sebelumnya terjaga pada tingkat optimis (>100) sebesar 184,93. Pertumbuhan negatif pada sektor ini terkonfirmasi dari
data penurunan pertumbuhan penyaluran kredit ke sektor Listrik, Gas dan Air (LGA). Pada triwulan IV 2015, kredit LGA
tercatat tumbuh 27,19% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya 29,15% (yoy). Selain itu,
sesuai dengan hasil FGD terkontraksinya sektor ini diindikasikan dari tidak berjalannya pembangkit listrik tenaga air milik
PLN, akibat sumber air yang tidak mencukupi, sehingga lebih diprioritaskan untuk mencukupi kebutuhan air minum,
irigasi di sektor pertanian dan sektor pariwisata.
Sumber: Survei Konsumen Sumber: LBU
Grafik 1.40. Ekspektasi Pengeluaran Dibanding 3 bulan Sebelumnya
Untuk Komoditas Listrik, Gas, & Bahan Bakar
Grafik 1.41. Kredit Sektor Listrik, Gas, dan Air
1.3.5 Lapangan Usaha Pengadaan Air
Lapangan usaha pengadaan air tercatat mengalami pertumbuhan. Lapangan usaha ini tumbuh 3,74% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi -2,54% (yoy). Peningkatan ini diperkirakan
terkait dengan telah masuknya musim hujan pada bulan November – Desember 2015 sehingga sumber air tersedia dalam
jumlah yang cukup.
1.3.6 Lapangan Usaha Konstruksi
Pada triwulan IV 2015, Lapangan Usaha Konstruksi tumbuh
lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, seiring
penyaluran belanja modal yang relatif meningkat. Di triwulan
laporan, sektor ini tumbuh 10,75% (yoy) lebih tinggi dari
pertumbuhan di periode sebelumnya yang mencapai 9,16%
(yoy). Meningkatnya sektor konstruksi dan indikator
pendukung lainnya didorong oleh peningkatan realisasi belanja
modal pemerintah. Realisasi belanja modal APBD maupun
APBN di Sulsel mengalami peningkatan cukup signifikan di
periode laporan. Hingga akhir periode triwulan IV 2015,
realisasi belanja APBD mencapai Rp843 milyar atau 83,86% dari
pagu anggaran. Angka ini lebih tinggi dibandingkan realisasi di
periode yang sama tahun 2014 yang mencapai 70,80%.
Peningkatan angka realisasi belanja juga terjadi pada APBN di
Sulsel yang mencapai Rp6,14 triliun, lebih tinggi dari triwulan IV
2014 sebesar Rp3,77 triliun.
Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.42. Penjualan Eceran Semen
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
165
170
175
180
185
190
195
200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Perumahan, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Pertumbuhan - Skala Kanan
Indeks % YOY
(50)
0
50
100
150
200
250
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Triliun
Listrik, Gas, dan Air gKredit Listrik, Gas, dan Air
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
% YOY
Semen
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Penguatan sektor konstruksi searah dengan realisasi pengadaan semen dan hasil Survei Penjualan Eceran. Realisasi
pengadaan semen di triwulan IV 2015 mencapai 797 ribu ton, tumbuh 16,19% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode
triwulan III 2015 (3,53%; yoy). Sementara penyaluran kredit ke sektor konstruksi tumbuh stabil di angka 6,35% (yoy), dari
triwulan III 2015 yang tercatat 6,26% (yoy). Selain itu, peningkatan juga terkonfirmasi dari hasil penjualan eceran
komoditas semen yang menunjukkan peningkatan di triwulan laporan. Indeks penjualan eceran semen tumbuh 55,95%
(yoy), sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan periode sebelumnya 54,03% (yoy).
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.43. Pengadaan Semen Grafik 1.44. Kredit kepada Sektor Konstruksi
1.3.7 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran tercatat tumbuh lebih tinggi di triwulan IV 2015. Di triwulan laporan,
lapangan usaha ini tumbuh 10,08% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya yang tercatat
9,12% (yoy). Hal ini searah dengan penyaluran pembiayaan ke sektor perdagangan yang menunjukkan peningkatan
pertumbuhan. Kredit ke sektor perdagangan tercatat mencapai Rp31,99 triliun atau tumbuh 13,58% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan di triwulan IV 2014 sebesar 12,60% (yoy). Adanya rangkaian hari besar keagamaan (tahun
baru Islam dan natal) diperkirakan menjadi pendorong peningkatan pertumbuhan di sektor ini. Pertumbuhan sektor
perdagangan juga terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, terutama untuk penjualan produk di kelompok bahan
bakar kendaraan bermotor, kelompok barang lainnya seperti alas kaki, tas, dan farmasi, dan kelompok barang budaya dan
rekreasi seperti kertas karton dan alat tulis.
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.45. Perkembangan Kredit Perdagangan Grafik 1.46. Penjualan Barang Eceran Riil
1.3.8 Lapangan Usaha Transportasi dan Penggudangan
Lapangan transportasi dan penggudangan tumbuh melambat di triwulan laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh
5,70% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 10,38% (yoy). Hal ini diantaranya dikarenakan
mobilitas masyarakat kembali normal pasca event mudik Idul Fitri dan Idul Adha, meski di periode laporan terdapat
perayaan tahun baru Islam dan Natal, serta liburan sekolah. Namun demaikian penyaluran kredit ke sektor pengangkutan
tercatat tumbuh positif 0,90% (yoy), setelah pada periode sebelumnya tumbuh negatif -5,38% (yoy).
(5)
0
5
10
15
20
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoyRibu Ton
Realisasi Pengadaan Semen Sulsel (Ton)gRealisasi - Skala Kanan
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Triliun
Konstruksi gKredit Konstruksi
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Triliun
Perdagangan gKredit Perdagangan
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%YOYBahan Bakar Kendaraan Bermotor
Barang Lainnya
Barang Budaya & Rekreasi
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 25
Moda transportasi udara mengalami penurunan yang cukup tinggi. Sepanjang triwulan IV 2015, angkasa pura dan
otoritas pelabuhan Makassar menunjukkan perbedaan pola pertumbuhan penumpang. Lalulintas penumpang pesawat
udara cenderung menunjukkan perlambatan, berkebalikan arah dengan pertumbuhan penumpang angkutan laut yang
justru mengalami perbaikan meskipun masih terjadi kontraksi. Di sisi lain, aktifitas penggudangan diperkirakan menurun
seiring dengan penurunan volume bongkar muat barang di pelabuhan Makassar.
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: PT Angkasa Pura I
Grafik 1.47. Perkembangan Kredit Pengangkutan Grafik 1.48. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara
Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar
Grafik 1.49. Lalu Lintas Barangdi Pelabuhan Makassar Grafik 1.50. Lalu Lintas Penumpang di Pelabuhan Makassar
1.3.9 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh lebih tinggi pada triwulan IV 2015. Di triwulan
laporan lapangan usaha ini tumbuh 7,66% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 5,99%
(yoy). Berlangsungnya perayaan hari besar keagamaan (tahun baru Islam dan Natal), serta libur sekolah menjadi faktor
pendorong pertumbuhan sektor ini.
Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah
Grafik 1.51. Perkembangan Pengeluaran Masyarakat Pada Komoditas
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Triliun
Pengangkutan gKredit Pengangkutan
-20
-10
0
10
20
30
40
0100200300400500600700800900
1,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Penumpang Penerbangan Domestik (Orang) yoy (%) - Axis Kanan
Ribu
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoyRibu Ton
Volume Bongkar Barang Dalam Negeri Volume Muat Barang Dalam Negeri
gTotal Bongkar & Muat
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
050
100150200250300350400450
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoyRibu Orang
Kedatangan Dalam Negeri
Keberangkatan Dalam Negeri
gPenumpang - Skala Kanan
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
182184186188190192194196198200202
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Pertumbuhan - Skala Kanan
Indeks % YOY
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
1.3.10 Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi
Lapangan usaha informasi dan komunikasi menguat di triwulan laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,69%
(yoy) di periode laporan, sedikit lebih rendah dari triwulan III 2015 yang tumbuh 8,11% (yoy). Penguatan sektor ini
diindikasi pengaruh dari traffic layanan SMS dan suara pada kegiatan natal dan tahun baru. Hal ini dikonfirmasi dari hasil
Survei Kegiatan Dunia Usaha, pada sektor pengangkutan dan komunikasi yang menunjukkan kenaikan SBT menjadi 3,3%
pada triwulan laporan, dibanding triwulan III 2015 (2,10%).
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, diolah
Grafik 1.52. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha Pada Sektor
Pengangkutan dan Komunikasi
1.3.11 Lapangan Usaha Jasa Keuangan
Lapangan usaha jasa keuangan tumbuh 7,56% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya (9,24%; yoy). Hal
ini sejalan dengan hasil survei konsumen pada kelompok transport, komunikasi, dan jasa keuangan yang juga
menunjukkan penurunan pertumbuhan pada triwulan laporan. Terjaganya kinerja sektor jasa keuangan lebih
dipengaruhi oleh kinerja positif perbankan di Sulsel pada triwulan IV 2015 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Indikator utama yang menguat yaitu aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan.
Dana yang dihimpun mencapai Rp78,47 triliun atau tumbuh 18,69% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan
pada triwulan sebelumnya 12,58% (yoy). Sementara kredit tercatat tumbuh 13,67% (yoy) menjadi Rp94,98 triliun lebih
tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh 11,74% (yoy). Selain itu hasil survei konsumen pada
kelompok transport, komunikasi, dan jasa keuangan juga menunjukkan penurunan pertumbuhan pada triwulan laporan.
Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah
Grafik 1.53. Perkembangan Pengeluaran Masyarakat Pada Kelompok Transport,
Komunikasi, dan Jasa Keuangan
1.3.12 Lapangan Usaha Real Estate
Lapangan usaha real estate tercatat melemah. Di periode laporan, lapangan usaha ini tumbuh 6,01% (yoy) lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 7,215% (yoy). Perlambatan di sektor ini sejalan
dengan pelemahan ekonomi yang berimplikasi terhadap permintaan rumah atau properti residensial. Hasil Survei Harga
-2
-1
0
1
2
3
4
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2011 2012 2013 2014 2015
% SBT
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
0
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pertumbuhan - Skala Kanan
Indeks % YOY
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 27
Properti Residensial (SHPR) menunjukkan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) sedikit melambat menjadi 13,12%
(yoy) pada triwulan IV 2015 dibandingkan triwulan sebelumnya (14,5%; yoy). Perlambatan terutama terjadi pada rumah
tipe menengah, yaitu dengan luas 22m2
- 70m2 dan tipe besar, yaitu dengan luas di atas 70 m
2.
Sumber: Survei Harga Properti Residensial, diolah
Grafik 1.54. Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial
1.3.13 Lapangan Usaha Jasa Perusahaan
Lapangan usaha jasa perusahaan tumbuh lebih tinggi di periode laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 7,40%
(yoy) di triwulan IV 2015, lebih tinggi dari periode sebelumnya tahun 2015 yang tecatat 6,79% (yoy). Hal ini searah dengan
pertumbuhan kredit jasa dunia usaha yang menunjukkan peniningkatan pertumbuhan menjadi 10,89% (yoy), setelah di
periode sebelumnya hanya tumbuh 3,57% (yoy).
Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.55. Perkembangan Kredit Jasa Dunia Usaha
1.3.14 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Sosial Wajib
Lapangan usaha administrasi pemerintahan tumbuh stabil di periode laporan. Searah dengan kinerja keuangan daerah
yang stabil pada triwulan laporan, lapangan usaha administrasi pemerintahan tumbuh 9,21% (yoy), tumbuh stabil
dibandingkan pertumbuhan sebelumnya 9,29% (yoy). Keuangan pemerintah sendiri tercatat tumbuh lebih baik di triwulan
IV 2015, baik dari sisi realisasi pendapatan maupun belanja. Hingga triwulan IV 2015, realisasi anggaran pendapatan
daerah telah mencapai 95,77%, menurun jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2014 yang mencapai
97,39%. Secara nominal, realisasi anggaran pendapatan daerah hingga triwulan IV 2015 telah mencapai Rp6,17 triliun dari
total target pendapatan tahunan sebesar Rp6,45 triliun. Dari sisi belanja, hingga triwulan IV 2015, tercatat realisasi telah
mencapai 91,65% atau sebesar Rp6,06 triliun. Secara persentase hal ini lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi
belanja pada triwulan IV 2014 yang tercatat 92,04% (Rp5,6 triliun dari target Rp6,08 triliun).
1.3.15 Lapangan Usaha Jasa Pendidikan
Lapangan usaha jasa pendidikan tumbuh lebih lambat di periode laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 2,35%
(yoy) di triwulan IV 2015, turun cukup dalam dibandingkan periode triwulan III 2015 yang tumbuh 9,56% (yoy). Penurunan
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2011 2012 2013 2014 2015
%, yoy
Umum Kecil Menengah Besar
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
60
70
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Triliun
Jasa Dunia Usaha gKredit Jasa Dunia Usaha
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
pertumbuhan sektor jasa pendidikan terjadi seiring dengan masa libur semester dan akhir tahun baik di tingkat sekolah
dasar, sekolah menengah, maupun universitas. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, yang menunjukkan
perlambatan penjualan kertas, karton dan cetakan.
Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah
Grafik 1.56. Perkembangan Penjualan Kertas, Karton dan Cetakan
1.3.16 Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 10,55%
(yoy) di triwulan IV 2015, lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 11,35% (yoy). Perlambatan
diperkirakan berasal dari penurunan kebutuhan masyarakat terhadap jasa kesehatan. Sementara kegiatan sosial juga
mengalami penurunan, yang dikonfirmasi menurunnya kredit yang disalurkan ke sektor jasa sosial masyarakat.
Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.57. Perkembangan Kredit Jasa Sosial Masyarakat
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Kertas, Karton, Cetakan Pertumbuhan - Skala Kanan
Indeks YOY
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Triliun
Jasa Sosial Masyarakat gKredit Jasa Sosial Masyarakat
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 29
Boks 1.A. Pemetaan Daya Saing Ekonomi & Kemudahan Berusaha 2015
Bank Indonesia melaksanakan survei kemudahan berusaha ke sejumlah kota. Survei ini mengadopsi survei Doing
Business yang dilakukan oleh World Bank, dengan maksud untuk mengukur seberapa mudah atau sulitnya pengusaha
dalam membuka, mengembangkan, dan mengoperasikan usaha skala kecil, menengah, maupun besar, bila dikaitkan
dengan berbagai regulasi terkait1. Survei kemudahan berusaha yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia ini dimaksudkan
untuk mengetahui level kemudahan berusaha per area dalam rangka pemetaan daya saing ekonomi.
Grafik 1.A.1 Index Total kemudahan Berusaha per Kota Grafik 1.A.2 Mapping Index per Kota Dengan Jumlah Perusahaan Perdagangan
Menurut hasil Survei Kemudahan Berusaha yang dilaksanakan Bank Indonesia tersebut, Kota Makassar menempati
urutan ke 9 dengan capaian index kemudahan berusaha 76,69 (sangat mudah), yang berarti di atas rata-rata index
kemudahan berusaha 72,43. Untuk kawasan timur Indonesia, Kota Makassar berada pada urutan kedua di bawah Kota
Ambon. Survei Kemudahan Berusaha dilaksanakan pada 29 Kota/Kabupaten di 21 Provinsi, dengan target populasi
perusahaan perdagangan (retail). Jumlah sampel pada Survei Kemudahan Berusaha sebanyak 580 responden atau 20
responden per Kota/Kabupaten. Index yang digunakan adalah mean konversi skala 1-4, dimana 1=0 dan 4=100.
Kemudahan berusaha di Kota Makassar terutama
disumbang oleh kemudahan akses kredit (93,33),
kualitas layanan port (91,67), pembayaran pajak (88,75),
dan prosedur memulai usaha (65,67). Berdasarkan hasil
survei, kemudahan akses kredit di Kota Makassar
memiliki nilai tertinggi dibanding kota lainnya, baik dari
prosedur, kecepatan, maupun biaya resmi yang
dikeluarkan. Namun beberapa parameter kemudahan
berusaha di Kota Makassar masih berada di bawah total
rata-rata di Indonesia, yaitu prosedur mendirikan
bangunan (62,50), kualitas listrik (75,00), dan regulasi
tenaga kerja (68,33).
Grafik 1.A.3 Parameter Index Kemudahan Berusaha Kota Makassar
Secara umum masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi terkait kemudahan berusaha di Indonesia, diantaranya
adalah adanya oknum dari pejabat terkait yang ikut bermain pada prosedur memulai usaha, biaya yang besar/mahal pada
prosedur mendirikan bangunan, listrik sering mati, akses online yang sering bermasalah terkait ekspor impor pada
kualitas layanan port, proses pembayaran pajak yang memakan waktu lama, prosedur pengajuan kredit yang sulit
sehingga menghambat akses kredit, dan regulasi tenaga kerja yang kurang memperhatikan kondisi pasar.
1 Berdasarkan survei World Bank (2015), Indonesia menempati peringkat ke 114 dalam kemudahan berusaha, dari 189 negara yang di survei.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
30 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 31
2. KEUANGAN PEMERINTAH
Bab 2 Keuangan Pemerintah
Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel 2015 lebih
rendah dibandingkan pencapaian 2014, namun secara nominal
tercatat lebih tinggi. Sumber pendapatan sebagian besar berasal
dari transfer pemerintah pusat (dana perimbangan dan transfer
lainnya) dengan nilai yang lebih besar dibandingkan tahun
sebelumnya.
Persentase realisasi penyerapan APBD Provinsi Sulsel 2015 juga
mengalami penurunan, namun secara nominal juga tercatat lebih
besar dibandingkan 2014. Sebagian besar penyerapan APBD untuk
belanja operasional, sementara sebagian lainnya untuk belanja
modal, yang diantaranya untuk pembangunan jalan, jaringan irigasi,
dan pembangunan gedung. Penyerapan belanja modal pada 2015
tercatat lebih besar dibandingkan 2014.
Sementara itu, realisasi belanja APBN di Sulsel meningkat 34,3%
dari tahun sebelumnya.
Dengan kondisi demikian, maka realisasi penyerapan anggaran
APBD dan APBN di Sulsel mampu menahan perlambatan ekonomi
Sulsel 2015.
BAB 2 Keuangan Daerah
32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
2.1. Struktur Anggaran
Keuangan Pemerintah di Sulsel terdiri atas keuangan pemerintah daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah/APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota) dan keuangan pemerintah pusat di daerah (APBN di Sulsel), dengan porsi
terbesar adalah APBD Kabupaten/Kota. Pada tahun anggaran 2015, pagu anggaran belanja keuangan pemerintah daerah
dan pemerintah pusat di Sulsel mencapai Rp55,3 triliun yang terbagi atas APBD Provinsi 11,2%, APBD Kabupaten/Kota
46,9%, dan APBN di Sulsel 42,0% (Grafik 2.1).
Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel
Tahun 2015 Grafik 2.2. Struktur Realisasi Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel 2015
(* angka perkiraan)
Sampai dengan akhir tahun 2015, realisasi belanja APBD Kab/Kota memiliki porsi paling besar dibandingkan kelompok
belanja pemerintah lainnya. Realisasi APBD Kab/Kota pada 2015 mencapai Rp23,29 triliun atau 47,8% dari total realisasi
belanja pemerintah di Sulsel, sementara realisasi APBN di Sulsel mencapai Rp19,76 triliun atau 40,6% dari total realisasi
belanja. Sedangkan APBD Provinsi mencapai Rp5,67 triliun atau 11,6% dari total realisasi belanja (Grafik 2.2).
2.2. Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi
2.2.1 Pendapatan 2.2.1.1. Struktur Realisasi Pendapatan
Nilai realisasi pendapatan asli daerah (PAD) Provinsi Sulsel pada 2015 sedikit mengalami peningkatan. Secara nominal
mencapai Rp3,25 triliun atau 45,9% dari total pendapatan, yang berarti lebih tinggi dari pencapaian tahun lalu sebesar
Rp3,03 triliun. Nilai PAD yang masih meningkat mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi 2015 masih berdampak
positif terhadap penambahan PAD Sulsel. Sementara di sisi lain, nilai realisasi transfer dana perimbangan dari pemerintah
pusat mencapai Rp2,92 triliun meningkat lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya Rp1,53 triliun. Transfer dana dari
pemerintah pusat kepada APBD dan alokasi dana dekonsentrasi telah turut menopang ekonomi Sulsel di 2015.
Sumber:Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel, diolah
Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel
APBD Provinsi11,2%
APBD Kabupaten/
Kota46,9%
Anggaran APBN di Sulsel42,0%
Rp6,17
triliun
Rp23,20 triliun
Rp25,93
triliun
APBD Provinsi11,6%
APBD Kabupaten
/ Kota47,8%
Anggaran APBN di
Sulsel40,6%
Rp5,67 triliun
Rp19,76 triliun
Rp23,29*)
triliun
Rp884M Rp875M Rp933M Rp913M
Rp1.104M
Rp2.234M Rp2.298MRp1.531M Rp2.915M
Rp1.973M
Rp2.199M Rp2.560MRp3.029M
Rp3.250M
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2011 2012 2013 2014 2015Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan
Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya
(63%)
(41%) (45%)(55%)
(46%)
(36%)
(42%) (40%)(28%) (41%)
BAB 2 Keuangan Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 33
2.2.1.2. Perkembangan Realisasi Pendapatan
Persentase2realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel pada 2015 mencapai 95,77% dari target yang dianggarkan.
Persentase realisasi pendapatan ini lebih rendah dari pencapaian tahun lalu 97,39%. Secara nominal, realisasi pendapatan
daerah pada 2015 sebesar Rp6,17 triliun, sedikit lebih rendah dari total target pendapatan tahunan sebesar Rp6,45
triliun. Realisasi pendapatan tersebut lebih besar Rp0,67 triliun dibandingkan capaian tahun lalu sebesar Rp5,5 triliun.
Peningkatan pendapatan bersumber dari peningkatan realisasi PAD, yang terdiri dari pendapatan pajak sebesar Rp2,81
triliun (91,73%), pendapatan retribusi sebesar Rp94,2 miliar (101,16%), hasil pengelolaan kekayaan daerah sebesar
Rp88,98 miliar (99,96%), dan lain-lain PAD yang sah sebesar Rp252,93miliar (138,17%).
Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Realisasi dana perimbangan pada 2015 mengalami peningkatan baik secara nominal maupun persentase dibandingkan
dengan tahun lalu. Persentase realisasi dana perimbangan tahun lalu 97,20% dengan nominal Rp1,53 triliun, sementara
realisasi tahun ini 97,54% dengan nominal Rp2,91 triliun. Dari tiga komponen dana perimbangan, yakni dana bagi hasil
(DBH) pajak dan bukan pajak, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK), hanya DAK yang mengalami
peningkatan yang signifikan baik secara persentase maupun nominal. DAK 2015 telah mencapai Rp616,48 miliar
(221,47%), sementara tahun lalu hanya sebesar Rp72,98 miliar (100,0%). DBH telah mencapai Rp204,82 miliar (72,69%),
sementara tahun lalu sebesar Rp248,81 miliar (84,92%); DAU telah mencapai Rp1,18 miliar (100,0%), sementara tahun
lalu sebesar Rp1,21 triliun (100,0%); dan transfer pemerintah pusat lainnya telah mencapai Rp913,45miliar (73,18%),
sementara tahun lalu sebesar Rp932,76 miliar (100,02%). Namun demikian terjadi penurunan pada pos lain-lain
pendapatan yang sah, di tahun 2014 senilai Rp9,89 miliar (73,17%), sedangkan di tahun 2015 senilai Rp8,59 miliar
(34,83%).
2.2.2 Belanja
2.2.2.1. Struktur Realisasi Belanja
Nilai dan porsi realisasi belanja modal menunjukkan peningkatan. Pada 2015, porsi belanja modal naik menjadi 13,9%,
atau senilai Rp 843,27 miliar, lebih tinggi dari porsi realisasi tahun sebelumnya 12,1% atau sebesar Rp 676,24 miliar.
Sementara itu nilai belanja operasional dan transfer menunjukkan peningkatan menjadi Rp1,18 triliun, lebih tinggi dari
realisasi 2014 sebesar Rp 1,1 triliun. Sedangkan belanja operasional meningkat menjadi Rp4,05 triliun di 2015, dari tahun
sebelumnya sebesar Rp3,82 triliun.
2Persentase realisasi menunjukkan kinerja (performance) realisasi dibandingkan dengan anggaran (perencanaan).
NOMINAL % REALISASI NOMINAL % REALISASI
PENDAPATAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH 3.128,86 3.029,11 96,81% 3.432,70 3.250,00 94,68%
- Pendapatan Pajak Daerah 2.807,47 2.667,27 95,01% 3.067,50 2.813,88 91,73%
- Pendapatan Retribusi Daerah 84,30 94,60 112,22% 93,12 94,20 101,16%
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan 74,60 74,60 100,00% 89,01 88,98 99,96%
- Lain-lain PAD yang Sah 162,50 192,65 118,56% 183,06 252,93 138,17%
DANA PERIMBANGAN 1.575,57 1.531,39 97,20% 2.988,42 2.914,76 97,54%
- Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 293,00 248,81 84,92% 281,79 204,82 72,69%
- DAU 1.209,60 1.209,60 100,00% 1.180,01 1.180,01 100,00%
- DAK 72,98 72,98 100,00% 278,36 616,48 221,47%
Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 932,62 932,76 100,02% 1.248,26 913,45 73,18%
Lain-lain Pendapatan yang Sah 13,52 9,89 73,17% 24,66 8,59 34,83%
JUMLAH PENDAPATAN 5.650,58 5.503,15 97,39% 6.445,78 6.173,35 95,77%
U R A I A N
ANGGARAN
PERUBAHAN
2014
REALISASI 2014 ANGGARA
N 2015
REALISASI 2015
BAB 2 Keuangan Daerah
34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Grafik 2.4. Proporsi Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel
2.2.2.2. Perkembangan Realisasi Belanja
Nilai realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel pada 2015 lebih tinggi dibandingkan dengan 2014, namun dengan tingkat
persentase yang sedikit menurun. Realisasi belanja pada 2015 tercatat sebesar Rp6,07 triliun atau 91,65% dari yang
ditargetkan. Dengan demikian realisasi ini lebih besar jika dibandingkan dengan realisasi belanja 2014 sebesar Rp5,6
triliun atau secara persentase 92,04% dari target sebesar Rp6,08 triliun.
Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi BelanjaAPBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Realisasi belanja operasional 2015 yang bersifat rutin, secara persentase tercatat sedikit lebih rendah dari tahun 2014.
Total pos belanja operasional hingga akhir tahun 2015 terealisasi sebesar Rp4,05 triliun (93,26%), sedikit lebih rendah
dibandingkan 2014 sebesar Rp3,82 triliun (95,06%). Persentase realisasi belanja operasional yang lebih tinggi terjadi pada
belanja bantuan keuangan (95,95%) dan belanja bunga (73,42%). Sementara untuk belanja operasional yang cenderung
menurun antara lain belanja hibah (96,28%), belanja pegawai (92,44%), dan belanja barang (90,21%).
Rp2.078MRp3.549M Rp3.587M Rp3.822M Rp4.048M
Rp468MRp377M Rp490M
Rp676M Rp843M
Rp630M Rp677M Rp843M Rp1.101M Rp1.176M
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2011 2012 2013 2014 2015
Belanja Transfer Belanja Modal Belanja Operasional
(65%)(77%) (73%)
(68%) (67%)
NOMINAL % REALISASI NOMINAL % REALISASI
BELANJA
BELANJA OPERASIONAL 4.020,51 3.821,79 95,06% 4.340,27 4.047,64 93,26%
- Belanja Pegawai 1.055,92 1.020,47 96,64% 1.158,45 1.070,87 92,44%
- Belanja Barang 1.379,90 1.308,99 94,86% 1.405,43 1.267,85 90,21%
- Belanja Bunga 22,00 16,15 73,42% 29,10 28,16 96,77%
- Belanja Hibah 969,43 950,68 98,07% 1.269,06 1.221,91 96,28%
- Belanja Bantuan Sosial 0,00%
- Belanja Bantuan Keuangan 593,25 525,49 88,58% 478,23 458,85 95,95%
BELANJA MODAL 955,10 676,24 70,80% 1.005,56 843,27 83,86%
- Belanja Tanah 53,60 1,06 1,99% 112,03 88,42 78,92%
- Belanja Peralatan & Mesin 103,81 98,66 95,04% 158,60 140,44 88,55%
- Belanja Gedung dan Bangunan 105,07 71,65 68,19% 154,41 145,23 94,06%
- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 690,57 502,93 72,83% 561,82 460,82 82,02%
- Belanja Aset Tetap Lainnya 1,31 1,22 92,78% 1,19 1,14 95,43%
- Aset Lainnya 0,74 0,72 96,80% 17,51 7,24 41,33%
BELANJA TIDAK TERDUGA 5,50 0,96 17,51% 4,50
JUMLAH BELANJA 4.981,10 4.498,99 90,32% 5.350,33 4.890,91 91,41%0,00%
TRANSFER 1.103,82 1.101,35 99,78% 1.269,19 1.175,95 92,65%0,00%
TOTAL BELANJA 6.084,92 5.600,34 92,04% 6.619,51 6.066,86 91,65%
SURPLUS / (DEFISIT) (434,34) (97,19) 22,38% (173,73) 106,49 -61,29%0,00%
PEMBIAYAAN
PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 485,34 339,68 69,99% 309,73 309,74 100,00%
PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 51,00 51,00 100,00% 136,00 136,00 100,00%
JUMLAH PEMBIAYAAN 434,34 288,68 66,46% 173,73 173,74 100,01%
U R A I A N
ANGGARAN
PERUBAHAN
2014
REALISASI 2014 ANGGARA
N 2015
REALISASI 2015
BAB 2 Keuangan Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 35
Pembangunan infrastruktur yang bersumber dari realisasi belanja modal pada 2015 lebih besar dibandingkan realisasi
pada 2014. Pada tahun ini realisasi belanja modal telah mencapai 83,36% (Rp843,27 miliar) lebih tinggi dibandingkan
tahun lalu 70,80% (Rp676,24 miliar). Belanja jalan, irigasi, dan jaringan masih merupakan pos dengan porsi terbesar,
dimana pada 2015 terealisasi 82,02%, meningkat signifikan dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 72,83%.
Realisasi belanja tanah dan peralatan/mesin juga cukup baik yaitu masing-masing sebesar 78,92% dan 88,55%, lebih tinggi
dari periode yang sama tahun sebelumnya 1,99% dan 95,04%. Hal ini tentu akan berdampak positif bagi perekonomian
Sulsel ke depan, karena percepatan pembangunan infrastruktur akan memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan
investasi dan ekonomi.
Pada 2015, realisasi transfer berupa bagi hasil pajak, retribusi, dan pendapatan ke Kabupaten/Kota, mengalami
penurunan secara persentase, namun terjadi peningkatan secara nominal. Realisasi transfer pada 2015 tercatat 92,65%,
lebih rendah dari tahun sebelumnya 99,78%. Namun secara nominal mengalami peningkatan menjadi Rp1,18 triliun pada
2015 dari tahun sebelumnya tercatat sebesar Rp1,1 triliun.
Secara tahunan APBD Provinsi Sulsel terdapat surplus Rp106,49 miliar. Hal ini berbeda dengan 2014 yang justru defisit
Rp97,19 miliar. Dengan kondisi demikian, maka pembiayaan 2015 juga tercatat lebih rendah sebesar Rp173,74 miliar, dari
tahun sebelumnya sebesar Rp288,68 miliar.
2.3. Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulsel
2.3.1 Struktur Realisasi Belanja
Realisasi belanja modal pada APBN di Sulsel 2015 mengalami peningkatan dibandingkan dengan 2014. Pada 2015,
porsi belanja modal mengalami peningkatan menjadi 31,10% (Rp6,14 triliun), dari tahun lalu 25,66% (Rp3,77 triliun).
Sementara porsi belanja pegawai mencapai 32,84% dari total keseluruhan realisasi belanja APBN di Sulsel sebesar Rp6,49
triliun. Porsi belanja pegawai ini relatif turun dibandingkan 2014 yang mencapai 36,35% (Rp5,35 triliun). Sementara, porsi
belanja barang tercatat 29,06%, relatif sama dibandingkan periode 2014. Sementara itu, porsi belanja untuk bantuan
sosial pada 2015 relatif tidak berubah di kisaran 7% (Rp1,38 triliun pada 2015, sedangkan pada 2014 sebesar Rp1,28
triliun).
Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah
Grafik 2.5. Proporsi Belanja APBN di Sulsel
2.3.2 Perkembangan Realisasi Belanja Persentase realisasi belanja APBN Sulsel pada 2015 lebih rendah jika dibandingkan dengan 2014, dikarenakan adanya
peningkatan pagu yang signifikan, namun secara nominal meningkat. Pada 2015, realisasi belanja APBN di Sulsel hanya
mencapai 87,68%, lebih rendah dari pencapaian 2014 (91,14%). Namun, jika dilihat dari segi nominal, realisasi belanja
APBN di Sulsel tercatat sebesar Rp19,76 triliun, lebih besar dari realisasi tahun lalu sebesar Rp14,71 triliun. Peningkatan
nominal penyerapan anggaran belanja APBN di Sulsel ini dikarenakan berbagai kendala yang bersifat teknis administratif
telah berhasil diselesaikan.
Nominal realisasi anggaran per jenis belanja APBN di Sulsel masih didominasi oleh belanja pegawai. Pada 2015,
nominal realisasi belanja pegawai APBN di Sulsel mencapai Rp6,49 triliun atau 97,35% dari pagu anggaran. Realisasi
belanja pegawai ini lebih tinggi dibanding pencapaian tahun lalu, baik secara persentase (95,64%) maupun secara nominal
Rp3.845M Rp4.308M Rp4.778M Rp5.346M Rp6.489M
Rp2.950M Rp3.247M Rp4.037MRp4.308M
Rp5.741M
Rp3.962M Rp4.467MRp4.930M
Rp3.774M Rp6.144M
Rp1.718M Rp1.727M Rp1.425M Rp1.279M Rp1.384M
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2011 2012 2013 2014 2015
Belanja Bantuan Sosial Belanja Modal Belanja Barang Belanja Pegawai
BAB 2 Keuangan Daerah
36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
(Rp5,35 triliun). Sementara itu, realisasi persentase belanja barang, belanja modal, dan belanja bantuan sosial masing-
masing 87,49%; 79,57%; dan 87,35%, menurun dibandingkan tahun lalu masing-masing 90,33%; 84,14%; dan 98,98%.
Namun secara nominal, belanja barang, belanja modal, dan belanja bantuan sosial mengalami peningkatan masing-
masing menjadi sebesar Rp5,74 triliun, Rp6,14 triliun dan Rp1,38 triliun dari realisasi tahun lalu masing-masing sebesar
Rp4,31 triliun, Rp3,77 triliun dan Rp1,28 triliun.
Tabel 2.3. Realisasi Belanja APBN Provinsi Sulsel 2015 Per Jenis Belanja
Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah
Realisasi transfer untuk Dana Desa telah terealisasi sesuai tahapan3. Total penyerapan anggaran mencapai Rp635,36
milyar atau 100,0% dari total anggaran. Angka ini sesuai dengan target tahap III (Oktober 2015). Dari total 2.253 desa di
21 Kabupaten se-Sulsel, alokasi tertinggi terdapat di Kabupaten Bone (Rp89,57 milyar), diikuti Kabupaten Luwu (Rp56,82
miliar), Kabupaten Luwu Utara (Rp46,31 miliar), dan Kabupaten Wajo (Rp38,8 miliar).
2.4. Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB
Peran realisasi komponen pendapatan terhadap ekonomi daerah4 pada 2015 cenderung meningkat dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya, terutama peran transfer pemerintah pusat untuk pembangunan infrastruktur
(belanja modal). Rasio dana perimbangan terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) pada 2015 tercatat 0,85%,
lebih tinggi dari 2014 yang tercatat 0,51%. Sementara itu, rasio PAD terhadap PDRB ADHB memperlihatkan sedikit
penurunan pada 2015 (0,95%) dibandingkan 2014 (1,01%) (Grafik 2.6). Hal ini dapat sebagai indikator bahwa peran
transfer dari pemerintah pusat (dana perimbangan) mampu menahan perlambatan ekonomi Sulsel di 2015.
Grafik 2.6. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Grafik 2.7. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB
Peran realisasi komponen belanja APBD dan APBN di Sulsel pada 2015, untuk stimulus ekonomi daerah5 cenderung
meningkat. Rasio belanja operasional terhadap PDRB ADHB pada 2015 sebesar 5,17%, lebih tinggi dari 2014 yang tercatat
4,5%. Naiknya rasio belanja operasional searah dengan peningkatan konsumsi pemerintah pada 2015. Demikian pula,
rasio belanja modal terhadap PDRB ADHB pada 2015 meningkat menjadi 2,04% dari sebelumnya 1,49% pada 2014.
Realisasi pembangunan jaringan irigasi, jalan nasional, bendungan, dan gedung/bangunan yang dilakukan pada 2015 telah
mendorong peran belanja modal meningkat relatif signifikan.
3Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan
Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap I pada bulan April sebesar 40% (empat puluh per seratus); tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus); dan tahap III pada bulan Oktober sebesar 20% (dua puluh per seratus). 4 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif. 5 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif.
NOMINAL % REALISASI NOMINAL % REALISASI
Belanja Pegawai 5.589,88 5.346,13 95,64% 6.666,25 6.489,32 97,35%
Belanja Barang 4.769,18 4.308,16 90,33% 6.562,07 5.741,41 87,49%
Belanja Modal 4.485,40 3.773,88 84,14% 7.722,19 6.144,31 79,57%
Belanja Bantuan Sosial 1.291,77 1.278,55 98,98% 1.584,60 1.384,12 87,35%
JUMLAH BELANJA 16.136,24 14.706,71 91,14% 22.535,11 19.759,17 87,68%
REALISASI 2015U R A I A N
ANGGARAN
2014
REALISASI 2014 ANGGARAN
2015
1,00 0,96
0,99 1,01
0,95
0,56
0,98
0,89
0,51
0,85
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
1,10
2011 2012 2013 2014 2015
%
Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan
4,47
4,86 4,79
4,50
5,17
2,23 2,12 2,09
1,49
2,04
0,50
0,70
0,90
1,10
1,30
1,50
1,70
1,90
2,10
2,30
2,50
3,90
4,10
4,30
4,50
4,70
4,90
5,10
5,30
2011 2012 2013 2014 2015
%%
Belanja Operasi Belanja Modal
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 37
3. INFLASI DAERAH
Bab 3 Inflasi Daerah
Laju inflasi Sulsel pada triwulan IV 2015 tercatat 4,48% (yoy) lebih rendah
dari triwulan III 2015 (8,36%, yoy), yang secara umum disebabkan oleh
berlalunya base effect kenaikan BBM di akhir 2014 yang lalu. Penurunan
tekanan inflasi terjadi di seluruh kelompok komoditas, dengan penurunan
terbesar terjadi di kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan.
Selain hilangnya base effect kenaikan BBM, penurunan tekanan inflasi juga
disebabkan oleh kembali normalnya permintaan paska meningkat tinggi di
triwulan sebelumnya seiring dengan berlangsungnya perayaan Hari Besar
Keagamaan Nasional (Idul Fitri dan Idul Adha) yang jatuh pada bulan Juli
dan September 2015.
Terkendalinya harga di 2015 juga tidak terlepas dari komunikasi dan
koordinasi yang berjalan baik diantara anggota TPID. Pelaksanaan
koordinasi di sepanjang periode laporan dilakukan dengan melibatkan
Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dan instansi lainnya melalui
pelaksanaan rapat koordinasi TPID Provinsi Sulsel.
BAB 3INFLASI
38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
3.1. Inflasi Umum
Laju inflasi Sulsel pada 2015 relatif terkendali dan berada dalam rentang sasaran inflasi nasional 4±1%. Inflasi Sulsel di
akhir 2015 tercatat 4,48% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan triwulan III 2015 yang tercatat 8,36% (yoy). Secara
umum, penurunan inflasi terjadi akibat terkendalinya harga semua kelompok komoditas, meskipun tekanan terhadap
harga kelompok bahan makanan cukup tinggi. Kondisi tersebut juga diiringi dengan berlalunya base effect kenaikan harga
BBM di akhir 2014 yang lalu. Namun demikian, inflasi Sulsel tercatat lebih tinggi dari inflasi nasional yang tercatat 3,35%
(yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan
3.2. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa6
Berdasarkan kelompok komoditas, penurunan tekanan inflasi terjadi di seluruh kelompok komoditas yang terjadi di
akhir 2015. Penurunan tekanan inflasi terbesar terjadi di kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan dari
7,20% (yoy) pada triwulan III 2015 menjadi -0,99% (yoy) pada triwulan laporan (Tabel 3.1.). Deflasi di kelompok ini
didorong oleh penurunan tekanan inflasi pada subkelompok transpor akibat penyesuaian tarif angkutan pasca penurunan
harga BBM bersubsidi di triwulan IV 2015.
Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa
Sumber: Badan Pusat Statistik
6Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi
Bahan
Makanan
Makanan
JadiPerumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM
I 4.04 4.49 4.18 9.57 7.53 2.94 0.57 4.06
II 4.94 4.29 3.98 6.99 4.53 2.12 0.47 3.85
III 7.81 4.97 3.41 6.51 3.18 1.37 0.63 4.48
IV 6.56 5.03 3.35 7.08 2.83 3.41 1.16 4.40
I 8.01 4.57 3.43 6.03 2.28 3.54 0.89 4.61
II 6.22 4.63 3.60 2.61 1.99 3.33 3.96 4.36
III 10.76 4.70 4.76 2.77 3.23 3.66 12.01 7.24
IV 6.97 4.47 6.06 2.36 3.71 1.39 11.58 6.22
I 4.76 5.39 6.25 3.73 3.79 1.33 10.31 5.88
II 6.15 5.38 5.96 5.65 5.22 1.38 7.91 5.92
III 1.97 5.80 6.32 4.12 5.28 1.97 0.87 3.72
IV 16.02 6.21 6.87 3.24 5.08 1.85 10.15 8.61
I 12.87 6.34 7.33 4.51 5.75 2.18 4.35 7.13
II 15.01 6.54 7.84 4.86 5.52 2.35 6.00 8.06
III 16.11 6.23 6.48 6.95 5.28 2.63 7.20 8.36
IV 8.78 5.48 4.13 6.01 5.02 2.57 (0.99) 4.48
TAHUN
2014
2012
2013
2015
BAB 3 INFLASI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 39
3.2.1 Kelompok Bahan Makanan
Pada akhir 2015, inflasi kelompok bahan makanan
mengalami penurunan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Tekanan inflasi menurun dari 16,11% (yoy)
pada triwulan III 2015 menjadi 8,78% (yoy) di triwulan IV
2015. Penurunan tekanan inflasi terjadi pada 9
subkelompok yaitu subkelompok bumbu-bumbuan,
subkelompok kacang-kacangan, subkelompok padi-
padian, subkelompok lemak dan minyak, subkelompok
ikan segar, subkelompok sayur-sayuran, subkelompok
daging dan hasil-hasilnya, subkelompok ikan diawetkan,
dan subkelompok bahan makanan lainnya. Sementara itu,
subkelompok telur, susu dan hasil-hasil lainnya, serta
subkelompok buah-buahan mengalami peningkatan
tekanan inflasi di akhir 2015.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Lebih rinci di tingkat komoditas, cabai menjadi komoditas utama pendorong penurunan tekanan inflasi di akhir 2015.
Cabai rawit tercatat deflasi -54,26% (yoy) dan memberikan andil -0,51% dari total inflasi Sulsel di akhir tahun 2015.
Komoditas cabai merah juga tercatat deflasi -60,43% (yoy) dengan andil inflasi -0,18% dari total inflasi tahunan Sulsel.
Selain kedua komoditas ini, minyak goreng juga mengalami deflasi -2,02% (yoy) dengan andil -0,02% dari total inflasi
Sulsel.
Selain itu, terjaganya pasokan hasil laut dan berakhirnya base effect kenaikan harga BBM bersubsidi di akhir tahun
2014 juga menjadi penyebab penurunan inflasi kelompok ini. Sebagaimana diketahui, peningkatan inflasi pada akhir
tahun 2014 lalu terjadi hampir di seluruh komoditas, tidak terkecuali komoditas yang masuk dalam bahan makanan.
Sebagai contoh, Cabai Rawit dan Cabai Merah mengalami inflasi pada Desember 2014 131% (yoy) dan 89,76% (yoy).
Kondisi ini kemudian berangsur stabil hingga Desember 2015.
Sementara itu, komoditas beras masih menjadi salah satu permasalahan penyebab inflasi Sulsel yang belum
terpecahkan di 2015. Komoditas beras tercatat mengalami inflasi 18,32% (yoy) dengan sumbangan inflasi 0,80% terhadap
inflasi tahunan Sulsel, terbesar di antara seluruh komoditas yang masuk dalam sampel perhitungan inflasi di Sulsel.
Dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2014, beras mengalami peningkatan inflasi dari 8,46% (yoy) di 2014
menjadi 18,32% (yoy) di tahun 2015. Hal ini menjadi indikasi permasalahan beras yang semakin besar dan dibutuhkan
komitmen yang tinggi dari seluruh pemangku kebijakan agar permasalahan beras bisa cepat diatasi (lihat Boks 3.A).
3.2.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Tekanan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok,
dan tembakau pada akhir triwulan IV 2015 tercatat
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok
ini mencatat laju inflasi tahunan 5,48% (yoy) pada triwulan
laporan, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tercatat 6,23% (yoy) (Grafik 3.3). Penurunan tekanan
inflasi terjadi pada subkelompok makanan jadi dari 7,66%
(yoy) pada triwulan III 2015 menjadi 6,34% yoy) pada
triwulan IV 2015, serta subkelompok tembakau dan
minuman beralkohol turun dari 1,63% (yoy) menjadi 1,39%
(yoy). Sementara itu, subkelompok minuman tidak
beralkohol tercatat mengalami kenaikan inflasi dari 7,17%
(yoy) di triwulan III 2015 menjadi 7,37% (yoy) di triwulan
laporan.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
BAB 3INFLASI
40 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Lebih rinci ke tingkat komoditas, 20 dari 49 komoditas di kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok mengalami
penurunan tekanan inflasi. Komoditas kue basah, ikan bakar, rokok kretek, bubur, dan sari jeruk tercatat sebagai lima
komoditas utama penyumbang inflasi di periode laporan. Khusus komoditas kue basah dan ikan bakar, meskipun
mengalami penurunan tekanan inflasi, kedua komoditas menjadi penyumbang inflasi terbesar di kelompok komoditas ini.
Penurunan tekanan inflasi di kelompok makanan jadi antara lain juga disebabkan oleh telah berakhirnya base effect
kenaikan harga BBM di akhir tahun 2014. Dibandingkan periode yang sama tahun 2014, inflasi kelompok makanan jadi,
minuman rokok, dan tembakau mengalami penurunan dari 5,80% (yoy) menjadi 5,48% (yoy) di akhir tahun 2015. Selain
itu, relatif stabilnya harga BBM juga turut membantu penurunan inflasi di kelompok komoditas ini.
3.2.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Pada triwulan IV 2015, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar juga menurun dibandingkan
triwulan III 2015. Laju inflasi pada kelompok tersebut tercatat 4,13% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya 6,48%
(yoy). Penurunan tekanan inflasi terjadi di subkelompok biaya tempat tinggal, subkelompok bahan bakar, penerangan dan
air, serta subkelompok perlengkapan rumah tangga. Di periode laporan, inflasi ketiga subkelompok ini secara berurutan
masing-masing 3,87% (yoy), 3,86% (yoy), dan 4,80% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi di triwulan sebelumnya yang
secara berurutan mengalami inflasi masing-masing 4,69% (yoy), 12,02% (yoy), dan 5,05% (yoy). Sementara itu,
subkelompok penyelenggaraan rumah tangga tercatat mengalami sedikit peningkatan inflasi dari 4,95% (yoy) di triwulan
III 2015 menjadi 5,05% (yoy) di triwulan laporan.
Lebih rinci per komoditas, 37 dari 65 komoditas pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar
mengalami penurunan tekanan inflasi di periode laporan. Lima komoditas penyumbang inflasi tertinggi di kelompok ini
adalah sabun detergen, kusen, pasir, jasa pembuangan sampah, dan piring. Di periode laporan, kelima komoditas
tersebut secara berurutan mengalami inflasi 12,57% (yoy), 7,80% (yoy), 3,49% (yoy), 2,75% (yoy) dan 11,12% (yoy), yang
secara masing-masing memberikan andil inflasi 0,20%, 0,12%, 0,12%, 0,08%, dan 0,05% terhadap total inflasi Sulsel.
Selain berlalunya base effect kenaikan harga BBM di akhir 2014, penurunan tekanan inflasi juga disebabkan oleh
penurunan harga minyak dunia sepanjang triwulan IV 2015 yang berpengaruh terhadap penurunan harga BBM, TDL,
dan LPG. Di luar harga pertamax yang mengikuti pergerakan harga minyak dunia, penurunan harga minyak ini juga
mengakibatkan penurunan harga BBM bersubsidi khususnya Solar. Di triwulan IV 2015, harga Solar mengalami penurunan
sebesar Rp200 per liter. Selain itu, penyesuaian harga juga terjadi pada harga LPG 12 kg di bulan Oktober 2015 sebesar
Rp10.000 per tabung dan tarif listrik khususnya golongan 1.300VA-2.200VA, yang mengalami tariff adjustment di bulan
Desember 2015 sesuai dengan harga keekonomiannya.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Survei Harga Properti Residensial Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar Grafik 3.5.Indeks Harga Properti Residensial
Penurunan tekanan inflasi di kelompok ini terkonfirmasi juga dari hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang
dilaksanakan Bank Indonesia. Hasil SHPR triwulan IV 2015 menunjukkan terjadinya perlambatan Indeks Harga Properti
Residensial (IHPR) dibandingkan periode sebelumnya. IHPR di triwulan laporan tercatat sebesar 204,26 dengan
pertumbuhan 13,22% (yoy), lebih lambat dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 14,50% (yoy).
BAB 3 INFLASI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 41
3.2.4 Kelompok Sandang
Inflasi kelompok sandang mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV 2015,
inflasi kelompok ini tercatat 6,01% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 6,95% (yoy). Penurunan
tekanan inflasi terjadi di subkelompok sandang laki-laki, subkelompok sandang anak-anak, serta subkelompok barang
pribadi dan sandang lainnya. Inflasi di periode laporan ketiga subkelompok ini secara berurutan mencapai 6,24% (yoy),
8,82% (yoy), dan 3,61% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi pada triwulan III 2015 yang secara berurutan mencapai
6,40% (yoy), 9,38% (yoy), dan 7,62% (yoy). Sementara itu, subkelompok sandang wanita mengalami peningkatan inflasi
dari 5,19% (yoy) di triwulan III 2015 menjadi 6,54% (yoy) di periode laporan.
Lebih rinci per komoditas, 36 dari 69 komoditas pada kelompok sandang mengalami penurunan tekanan inflasi di
periode laporan. Di antara komoditas yang mengalami inflasi, lima komoditas dengan andil inflasi tertinggi adalah baju
kaos berkerah pria, kaos berkerah wanita, kaos berkerah anak-anak, pembalut wanita, dan tas tangan wanita. Di periode
laporan, secara berurutan kelima komoditas ini mengalami inflasi 13,25% (yoy), 13,25% (yoy), 13,25% (yoy), 18,37% (yoy),
dan 14,59% (yoy) dan secara berurutan memberikan andil inflasi 0,07%, 0,07%, 0,07%, 0,03%, dan 0,03% terhadap total
inflasi Sulsel.
Selain itu, penurunan harga emas juga mempengaruhi turunnya tekanan inflasi di kelompok sandang. Penurunan harga
emas disebabkan oleh trend harga emas global yang masih dalam fase kontraksi. Meskipun relatif membaik dibandingkan
periode triwulan III 2015, pertumbuhan harga emas dunia masih mengalami kontraksi -7,91% (yoy) di angka USD
1.104/troy oz.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank
Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Grafik 3.7.Perubahan Harga Emas Internasional
3.2.5 Kelompok Kesehatan
Tekanan inflasi kelompok kesehatan mengalami penurunan pada triwulan IV 2015. Pada triwulan laporan, kelompok ini
mencatat inflasi 5,02% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan III 2015 yang mencapai 5,28% (yoy). Penurunan tekanan
inflasi didorong oleh penurunan inflasi subkelompok perawatan jasmani dan kosmetika dari 4,28% (yoy) pada triwulan III
2015 menjadi 3,96% (yoy), subkelompok jasa perawatan jasmani menurun dari 2,07% (yoy) menjadi 1,68% yoy), dan
subkelompok obat-obatan menurun dari 4,79% (yoy) menjadi 4,52% (yoy). Sementara itu, subkelompok jasa kesehatan
tercatat mengalami peningkatan dari 14,80% (yoy) di triwulan III 2015 menjadi 15,08% (yoy) di triwulan IV 2015.
Lebih rinci per komoditas, 18 dari 40 komoditas pada kelompok kesehatan mengalami penurunan tekanan inflasi di
periode laporan. Di antara komoditas yang mengalami inflasi, lima komoditas dengan andil inflasi tertinggi adalah
kacamata plus minus, tarif gunting rambut wanita, obat dengan resep, deodorant, dan tarif puskesmas. Di periode
laporan, secara berurutan kelima komoditas ini mengalami inflasi 18,19% (yoy), 27,21% (yoy), 48,32% (yoy), 7,93% (yoy),
dan 29,05% (yoy), dan secara berurutan memberikan andil inflasi 0,04%, 0,04%, 0,03%, 0,01% dan 0,01% terhadap total
inflasi tahunan Sulsel.
BAB 3INFLASI
42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
3.2.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga juga mengalami penurunan tekanan inflasi pada akhir triwulam IV 2015.
Pada triwulan laporan, inflasi kelompok ini tercatat 2,57% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya 2,63% (yoy).
Penurunan ini disebabkan oleh penurunan inflasi pada subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan dari 1,16% (yoy)
pada triwulan III 2015 menjadi 0,94% (yoy), subkelompok rekreasi menurun dari 1,67% (yoy) menjadi 1,62% (yoy), dan
subkelompok olahraga menurun dari 4,01% (yoy) menjadi 3,88% (yoy). Inflasi di subkelompok kursus-kursus/pelatihan
juga relatif rendah, meskipun meningkat dari 2,64% (yoy) menjadi 2,82% (yoy) di triwulan laporan. Adapun inflasi
subkelompok pendidikan tercatat stabil di angka yang relatif terkendali yaitu 3,83% (yoy).
Lebih rinci per komoditas, 14 dari 44 komoditas pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami
penurunan tekanan inflasi pada periode laporan. Di antara komoditas yang mengalami inflasi, lima komoditas dengan
andil inflasi tertinggi adalah biaya Akademi/Perguruan Tinggi, Rekreasi, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah
Pertama, dan Sekolah Dasar. Di periode laporan, secara berurutan kelima komoditas ini mengalami inflasi 4,93% (yoy),
1,62% (yoy), 3,16% (yoy), 2,87% (yoy), dan 2,18%, yang masing-masing memberikan andil 0,07%, 0,03%, 0,02%, 0,01%,
dan 0,01% terhadap total inflasi tahunan Sulsel.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
3.2.7 Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Pada triwulan IV 2015, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami penurunan
signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini tercatat mengalami deflasi -0,99% (yoy) di triwulan IV 2015,
setelah di triwulan sebelumnya mengalami inflasi 7,20% (yoy). Deflasi di kelompok ini didorong oleh penurunan tekanan
inflasi pada subkelompok transpor dari 9,50% (yoy) pada triwulan III 2015 menjadi -2,26% (yoy), yang disebabkan oleh
penyesuaian tarif angkutan pasca penurunan harga BBM bersubsidi. Deflasi juga didorong oleh penurunan tekanan inflasi
di subkelompok sarana dan penunjang transpor dari 9,65% (yoy) menjadi 9,38% (yoy), dan subkelompok jasa keuangan
yang menurun dari 8,92% (yoy) menjadi 0,01% (yoy). Subkelompok komunikasi dan pengiriman juga tercatat deflasi -
0,01% (yoy) di triwulan laporan, sedikit naik dari triwulan III 2015 yang mencapai -0,04% (yoy).
Lebih rinci per komoditas, 18 dari 38 komoditas pada kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan mengalami
penurunan tekanan inflasi di periode laporan. Di antara komoditas yang mengalami inflasi, lima komoditas dengan andil
inflasi tertinggi adalah Angkutan Udara, Mobil, Kendaraan Carter/Rental, Cuci Kendaraan, dan Tarif Sewa Motor. Di
periode laporan, secara berurutan kelima komoditas ini mengalami inflasi 31,38% (yoy), 5,66% (yoy), 25,40% (yoy),
29,50% (yoy), dan 15,57% (yoy), yang secara berurutan memberikan andil inflasi 0,23%, 0,15%, 0,08%, 0,05%, dan 0,03%
terhadap total inflasi tahunan Sulsel. Meningkatnya kegiatan masyarakat saat momen Hari Besar Keagamaan Nasional
(HBKN) pada periode ini telah mendorong peningkatan permintaan sarana transportasi, sehingga harga sewa /tarifnya
naik. Sementara itu, penetapan penurunan harga bensin oleh pemerintah telah menahan laju inflasi kelompok ini,
sehingga bensin menyumbang deflasi pada periode akhir pelaporan.
BAB 3 INFLASI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 43
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank
Grafik 3.10. Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Grafik 3.11. Perubahan Harga Karet Internasional
3.3. Inflasi Menurut Kota IHK7
Secara spasial, penurunan tekanan inflasi Sulsel triwulan IV 2015 disebabkan oleh penurunan tekanan inflasi di seluruh
kota/kabupaten IHK di Sulsel. Di akhir triwulan IV 2015, Kota Makassar, Palopo, Parepare, Watampone, dan Bulukumba
masing-masing tercatat mengalami inflasi 5,18% (yoy), 3,38% (yoy), 1,58% (yoy), 0,97% (yoy), dan 2,17% (yoy), lebih
rendah dibandingkan inflasi triwulan sebelumya yang masing-masing tercatat 8,95% (yoy), 7,19% (yoy), 7,02% (yoy), 4,33
% (yoy), dan 6,63% (yoy). Tekanan inflasi yang tinggi di daerah perkotaan (Makassar, Palopo, dan Parepare)
mencerminkan karakteristik daerah perkotaan yang memiliki permintaan tinggi, namun produksi relatif rendah,
khususnya untuk komoditas pangan. Kondisi ini menyebabkan daerah perkotaan harus dipasok dari daerah lain, dengan
jalur distribusi yang relatif panjang.
Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.12. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
7Mulai Januari 2014, inflasi Sulawesi Selatan dihitung dari agregasi lima kota/kabupaten, yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba.
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Makassar 4.10 3.91 4.61 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 7.34 8.61 8.95 5.18
Palopo 4.27 3.99 4.15 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 6.95 6.89 7.19 3.38
Parepare 2.00 2.54 3.78 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 6.53 6.98 7.02 1.58
Watampone 5.69 4.42 3.94 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 5.66 4.27 4.33 0.97
Bulukumba 13.94 14.10 7.30 9.45 6.21 6.12 6.63 2.17
Sulawasi Selatan 4.06 3.85 4.48 4.40 4.61 4.36 7.24 6.22 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.06 8.36 4.48
20152014Kota
2012 2013
BAB 3INFLASI
44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Dilihat dari kinerja per kota, Bulukumba tercatat sebagai daerah yang konsisten melakukan perbaikan pengendalian
inflasi. Semenjak dimasukkan sebagai salah satu kota inflasi di awal tahun 2014, Bulukumba secara konsisten berhasil
menurunkan tingkat inflasinya. Inflasi Bulukumba berhasil diturunkan dari 14,10% (yoy) di awal 2014 menjadi 2,17% (yoy)
di akhir 2015. Namun secara level, inflasi Bulukumba di akhir 2015 masih berada di bawah pencapaian inflasi Watampone
dan Parepare yang mampu menekan tingkat inflasi hingga di bawah 2%. Sementara itu, Kota Makassar yang merupakan
kota dengan bobot inflasi terbesar di Sulsel (78,12%) masih memiliki inflasi tertinggi di Sulsel pada tahun 2015 yaitu 5,18%
(yoy). Manajemen pasokan khususnya pada komoditas pangan utama seperti Beras, Cabai, dan Bawang Merah menjadi
permasalahan utama pengendalian inflasi di Kota Makassar.
Penurunan tekanan inflasi juga disebabkan oleh penurunan harga minyak dunia sepanjang triwulan IV 2015 yang
berpengaruh terhadap harga BBM, TDL, dan LPG. Di luar harga pertamax yang mengikuti pergerakan harga minyak
dunia, penurunan harga minyak ini juga mengakibatkan penurunan harga BBM bersubsidi khususnya Solar. Di triwulan IV
2015, harga Solar mengalami penurunan sebesar Rp200 per liter. Selain itu, penyesuaian harga juga terjadi pada harga
LPG 12 kg di bulan Oktober 2015 sebesar Rp10.000 per tabung. Tarif listrik khususnya golongan 1.300VA-2.200VA juga
mengalami tariff adjustment di bulan Desember 2015 sesuai dengan harga keekonomianya.
Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
3.4. Disagregasi Inflasi8
Penurunan inflasi Sulsel di akhir triwulan IV 2015
terutama bersumber dari penurunan tekanan inflasi di
kelompok adminstered price dan volatile food. Kelompok
administered price tercatat deflasi -1,74% (yoy), volatile
food mengalami inflasi 9,29% (yoy), sementara inflasi inti
(core) tercatat stabil di angka 4,78% (yoy). Ketiga kelompok
ini tercatat mengalami penurunan tekanan inflasi
dibandingkan triwulan III 2015. Penurunan paling signifikan
terjadi di kelompok administered price yaitu dari 9,30%
(yoy) di triwulan III 2015 menjadi -1,74% (yoy) di triwulan
IV 2015. Sementara kelompok volatile food turun dari
16,30% (yoy) menjadi 9,29% (yoy), dan kelompok core
turun dari 5,43% (yoy) menjadi 4,78% (yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.13. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi
Penurunan inflasi kelompok administered price didorong oleh penurunan harga minyak dunia yang direspon dengan
penurunan harga BBM di Indonesia. Meskipun harga minyak dunia menunjukkan peningkatan, namun masih dalam fase
kontraksi. Di penutup tahun 2015, harga minyak dunia menyentuh harga terendah dalam 5 tahun terakhir, yaitu
USD37,23 per barel, terkontraksi -37,18% dibandingkan periode yang sama tahun 2014. Meski tidak elastis, penurunan
harga minyak dunia ini direspon dengan penurunan harga BBM bersubsidi khususnya solar. Selain itu, penurunan di
kelompok ini juga didorong oleh penurunan harga LPG 12 kg pada bulan Oktober 2015. Meskipun terdapat time lag,
penurunan dua komoditas ini mendorong penurunan harga di beberapa komoditas lainnya.
8Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Makassar 3.42% 3.24% 3.77% 3.71% 3.88% 3.68% 6.10% 5.25% 4.27% 4.20% 2.79% 6.65% 5.73% 6.73% 6.99% 4.05%
Palopo 0.22% 0.21% 0.25% 0.24% 0.25% 0.24% 0.40% 0.34% 0.40% 0.47% 0.26% 0.57% 0.44% 0.44% 0.46% 0.22%
Parepare 0.22% 0.21% 0.24% 0.24% 0.24% 0.23% 0.39% 0.33% 0.39% 0.39% 0.21% 0.66% 0.46% 0.49% 0.46% 0.11%
Watampone 0.20% 0.19% 0.22% 0.22% 0.23% 0.22% 0.36% 0.31% 0.45% 0.47% 0.26% 0.47% 0.33% 0.25% 0.25% 0.06%
Bulukumba 0.38% 0.39% 0.20% 0.26% 0.17% 0.17% 0.23% 0.06%
Sulawasi Selatan 4.06% 3.85% 4.48% 4.40% 4.61% 4.36% 7.24% 6.22% 5.88% 5.92% 3.72% 8.61% 7.13% 8.07% 8.39% 4.48%
20152014Kota
2012 2013
BAB 3 INFLASI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 45
Sumber: Pertamina Sumber: World Bank
Grafik 3.14 Perkembangan Harga BBM Jenis Premium dan Solar Grafik 3.15. Harga Minyak Mentah Global
Meskipun secara umum turun, namun inflasi kelompok volatile food masih menghadapi persoalan tingginya harga
beras. Komoditas beras tercatat mengalami inflasi 18,32% (yoy) dengan sumbangan inflasi 0,80% terhadap inflasi tahunan
Sulsel, terbesar di antara seluruh komoditas yang masuk dalam sampel perhitungan inflasi di Sulsel. Dibandingkan dengan
periode yang sama di tahun 2014, beras mengalami peningkatan inflasi dari 8,46% (yoy) di 2014 menjadi 18,32% (yoy) di
tahun 2015. Kondisi ini perlu diatasi dengan tepat agar harga beras lebih stabil, antara lain melalui peningkatan
koordinasi dan komitmen yang tinggi dari seluruh pemangku kebijakan, karena Sulsel merupakan daerah produsen beras.
Pada inflasi inti (core), tekanan inflasi relatif stabil pada rentang 4-5% (yoy). Secara umum, inflasi di kelompok ini masih
berasal dari subkelompok makanan jadi, perumahan, dan sandang akibat tingginya permintaan di akhir tahun. Selain itu,
masih tingginya biaya bahan baku impor juga menjadi salah satu sumber tekanan inflasi di kelompok inti, khususnya
komoditas berbahan baku kedelai yang sebagian besar merupakan hasil impor.
3.5. Koordinasi Pengendalian Inflasi
Koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel terus dilakukan secara intensif melalui melalui TPID Provinsi maupun TPID
Kabupaten/Kota. Selama triwulan IV 2015, terdapat beberapa kegiatan yang mencakup penguatan kerjasama dan
koordinasi di TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan (Tabel 3.4).
Tabel 3.4.Kegiatan TPID Triwulan III 2015
NO TPID KEGIATAN
KET TEMPAT TANGGAL
1 Provinsi Sulawesi Selatan Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan
7 Oktober 2015 Rapat Teknis
2 Provinsi Sulawesi Selatan Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan
22 Oktober 2015 Rapat Koordinasi
3 Provinsi Sulawesi Selatan Hotel M Regency, Makassar 9-10 November 2015 Rapat Koordinasi
4 Zona Bulukumba Ruang Pertemuan Bupati
Jeneponto 21 Desember 2015 High Level Meeting (HLM)
5 Kabupaten Bone Hotel Novena, Watampone,
Bone 29 Desember 2015 High Level Meeting (HLM)
Pada tanggal 7 Oktober 2015, telah dilaksanakan Rapat Teknis TPID Prov. Sulsel di Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan. Rapat tersebut bertujuan untuk membahas persiapan kegiatan Rakorpusda Pokjanas TPID
2015 untuk Kawasan Timur Indonesia dan membahas mekanisme kerjasama antar daerah, roadmap pengendalian inflasi
dan rencana pengembangan PIHPS. Beberapa rekomendasi yang dihasilkan,antara lain:
1. Pengaturan perdagangan antar pulau seperti pada komoditas gula pasir, dimana dapat diperdagangkan melalui
persetujuan dan rekomendasi kepala daerah pemasok yang memuat keterangan kelebihan persediaan gula dan
kepala daerah penerima yang memuat keterangan kekurangan gula.
BAB 3INFLASI
46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
2. Meningkatkan koordinasi dan intensitas komunikasi yang efektif antara kabupaten/kota dan provinsi dalam sistem
data kebutuhan bahan pokok agar dapat saling membantu pasokan kebutuhan bahan pokok.
3. Menyatukan tiga pihak yaitu Pemerintah (Gubernur), Pengusaha (KADIN), dan pekerja melalui konsep Tripartit.
4. Penggunaan data perdagangan komoditas pangan sehingga dapat menjadi acuan bagi perusahaan jasa pengiriman
dalam mengetahui dan mengkonfirmasi komoditas yang akan diperdagangkan.
5. Berdasarkan pemantauan harga di lapangan, agar dilakukan pengawasan lebih intensif terhadap beberapa
komoditas yang berpeluang menjadi penyumbang inflasi, antara lain cabai rawit, cabai merah, daging ayam ras,
minyak goreng, dan beras.
Pada tanggal 22 Oktober 2015, telah dilaksanakan Rapat Koordinasi TPID Provinsi Sulsel dengan BAPPENAS di Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan. Beberapa rekomendasi yang dihasilkan,antara lain:
1. Peningkatan koordinasi pemerintah (pusat/daerah/BI/TPID/SKPD) serta terus menerus memantau perkembangan
harga, terutama bahan kebutuhan pokok.
2. Penyusunan mekanisme perdagangan komoditas pangan strategis antar daerah, yang dituangkan dalam MoU antar
kepala daerah, untuk menjamin kontinyuitas ketersediaan pangan bagi daerah defisit dari daerah surplus.
3. Penyusunan roadmap pengendalian inflasi daerah sebagai acuan untuk pengambilan kebijakan guna menjamin
kontinyuitas ketersediaan pangan dan harga yang wajar.
4. Pengawasan harga dengan melibatkan aparat penegak hukum untuk mencegah adanya kegiatan penimbunan
barang dan tindakan spekulatif lainnya.
5. Penguatan infrastruktur pangan dan sistem informasi yang dapat menggambarkan kondisi neraca pangan secara
terkini di masing-masing daerah untuk memantau ketersediaan pasokan serta sebagai salah satu indikator dalam
pengambilan kebijakan.
6. Penguatan kelembagaan Bulog dari sisi finansial dan regulasi, serta peninjauan HPP Bulog secara berkala disesuaikan
dengan perkembangan harga pasar.
7. Diperlukan sentra-sentra pasar komoditas pangan strategis termasuk komoditas hortikultura dan revitalisasi pasar-
pasar tradisional.
8. Diperlukan pengawasan lebih terhadap beberapa komoditas yang berpeluang menjadi salah satu penyumbang
inflasi di bulan Oktober seperti wortel, sawi hijau, tomat buah, cakalang dan cabai rawit.
Pada tanggal 9-10 November 2015, telah dilaksanakan Rapat Koordinasi Pusat Daerah TPID se-KTI di Makassar. Rapat
tersebut bertujuan untuk mendiskusikan permasalahan dan solusi terkait isu pengendalian inflasi di daerah. Beberapa
rekomendasi yang dihasilkan,antara lain:
1. Perlunya kerjasama antara pusat-daerah (baik tingkat provinsi/kabupaten/kota) dalam hal produksi dan stabilisasi
harga, pemenuhan bahan pokok yang kredibel serta dapat diakses.
2. Meningkatkan alokasi anggaran APBD dalam upaya peningkatan produksi pangan. Pada saat penyusunan rencana
kegiatan dan anggaran, pemerintah daerah dapat bersama-sama dengan TPID membahas anggaran mengenai
program/kegiatan dalam upaya stabilitas harga pangan.
3. Mendorong awareness dan komitmen seluruh Bupati dan Walikota akan pentingnya stabilisasi harga di daerah.
4. Melakukan penyusunan peta surplus dan defisit pangan yang terupdate secara rutin.
5. Mempercepat penyusunan roadmap pengendalian inflasi yang sinergis antara TPI dan TPID sebagai salah satu acuan
pengendalian inflasi.
6. Berdasarkan pemantauan harga komoditas di lapangan diperlukan pengawasan lebih dari pemerintah terhadap
beberapa komoditas yang berpeluang menjadi salah satu penyumbang inflasi di bulan November seperti ikan layang,
cabai rawit, kontrak rumah, bawang merah dan kangkung.
Pada tanggal 21 Desember 2015, telah dilaksanakan HLM Zona Bulukumba di Ruang Pertemuan Bupati Jeneponto.
Rapat tersebut bertujuan untuk Persiapan antisipasi inflasi akhir tahun 2015. Beberapa rekomendasi yang dihasilkan,
antara lain:
1. Peningkatan pengawasan ketersediaan pangan di seluruh daerah dengan bekerjasama dengan TNI/POLRI guna
melakukan tindakan terhadap kegiatan penimbunan.
2. Kegiatan koordinasi akan dilakukan bergilir di tiap daerah guna meningkatkan antusias dan kesadaran daerah dalam
pengendalian inflasi.
3. Mendorong inovasi pengendalian harga di tiap daerah.
BAB 3 INFLASI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 47
4. Meningkatkan pemantauan harga komoditas di lapangan, khususnya komoditas yang berpeluang menjadi salah satu
penyumbang inflasi di bulan Januari seperti cabai rawit, angkatan udara, beras, tarif listrik dan ikan merah.
Pada tanggal 21 Desember 2015, telah dilaksanakan HLM Kab. Watampone di Bone. Rapat tersebut bertujuan untuk
program kerja yang akan dilakukan untuk mengatasi tekanan harga. Beberapa rekomendasi yang dihasilkan, antara lain:
1. Melakukan pemantauan perkembangan harga dan sumber-sumber atau kondisi yang dapat berpotensi
menyebabkan tekanan inflasi melalui kepala daerah dan seluruh TPID di Kab/Kota serta mengusulkan/mengambil
kebijakan yang antisipatif maupun responsif dalam pengendalian inflasi.
2. Meningkatkan peran aktif TPID sebagai strategic partner pemerintah daerah, sehingga dapat turut serta dalam
mengevaluasi kebijakan yang dilakukan Pemda terkait pengendalian inflasi daerah, sehingga lebih efektif dalam
mengatasi tekanan harga.
3. Cabai menjadi salah satu komoditas utama yang sering muncul dan memberikan andil inflasi terbesar di Kabupaten
Bone dan beberapa daerah lain di Sulawesi Selatan. Gerakan tanam cabai pekarangan yang dilakukan kab Bone
hendaknya bisa di adopsi menjadi gerakan Gerakan Tanam Cabai di Pekarangan se Sulsel, sehingga ke depan
permasalahan cabai bisa teratasi di seluruh daerah Sulawesi Selatan.
4. Berdasarkan pemantauan harga komoditas di lapangan, kami menyarankan agar dilakukan pengawasan lebih dari
pemerintah terhadap beberapa komoditas yang berpeluang menjadi salah satu penyumbang inflasi di bulan tersebut
seperti cabai rawit, angkatan udara, beras, tarif listrik dan ikan merah.
Dalam tataran impementasi, banyak langkah yang telah di tempuh terkait pengendalian inflasi, baik oleh pemerintah
daerah maupun stakeholder terakit lainnya termasuk Bank Indonesia. Dalam rangka mendukung pengendalian inflasi di
Sulawesi selatan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan Melalui Program Sosial Bank Indonesia
(PSBI) memberikan bantuan pompa air tenaga surya kepada para petani di salah satu wilayah Bone. Selain meningkatkan
produktifitas kegiatan pertanian, pompa tenaga surya ini juga menjadi salah satu solusi permasalahan El Nino yang rutin
melanda Sulsel di akhir tahun (lihat Boks 3.B). Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan pengembangan klaster cabai
merah di Maros, klaster padi di Soppeng, klaster Sapi di Barru, klaster bawang merah di Enrekang dan klaster cabai
merah/cabai rawit di Sinjai sebagai upaya mendukung program ketahanan pangan dan pengendalian inflasi di Sulsel (lihat
Boks 3.C).
BAB 3INFLASI
48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Boks 3.A. Beras, Komoditi Penyumbang Inflasi Terbesar di Sulsel
Dari release terakhir BPS terlihat bahwa Provinsi Sulsel merupakan salah satu Provinsi yang berhasil mencatatkan
pertumbuhan ekonomi relatif tinggi, di tengah pelemahan kondisi ekonomi global dan nasional. Pada 2015 ekonomi
Sulsel tumbuh 7,15% (yoy), melampaui capaian pertumbuhan ekonomi Nasional 4,79% (yoy). Tidak hanya mencatat
pertumbuhan yang baik, Sulsel juga mampu menekan tingkat inflasi ke 4,48% dari pencapaian tahun sebelumnya 8,61%.
Meski demikian, inflasi Sulsel tersebut masih di atas inflasi Nasional yang tercatat 3,35% (yoy).
Menurut hasil identifikasi, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan inflasi Sulsel masih tergolong tinggi. Dari
sekian banyak faktor yang menjadi penyebab, faktor utama muncul dari sisi penawaran, yang dalam hal ini bisa terkait
dengan ketersediaan barang maupun aspek distribusinya. Selain itu, struktur pasar yang tidak bekerja dengan sempurna
ditengarai juga menjadi salah satu faktor penyebab kenaikan harga beberapa komoditi penyumbang inflasi.
Secara umum, 10 (sepuluh) kelompok komoditas yang selama 2015 sering memberikan andil penyumbang inflasi yang
relatif tinggi di Sulsel adalah sebagai berikut:
Tabel 3.A.1. 10 Komoditas Penyumbang Inflasi Tertinggi per Kelompok Sepanjang Tahun 2015
Berdasarkan pemantauan di sepanjang 2015, diketahui bahwa Beras merupakan komoditi penyumbang inflasi terbesar
di Sulsel, dengan andil inflasi mencapai 0,78% dan muncul sebagai penyumbang inflasi di 10 bulan dari sepanjang
tahun 2015. Hal ini tentu terlihat ironis, dikarenakan Sulsel merupakan salah satu Provinsi yang terkenal sebagai lumbung
beras Nasional. Melihat kondisi demikian, maka perlu upaya tertentu terutama dari Pemerintah agar kedepan
permasalahan kenaikan harga beras di Sulsel dapat dikendalikan dengan baik, agar tidak menggerogoti daya beli
masyarakat Sulsel. Dalam hal ini, sudah saatnya pemerintah Pusat dan Daerah perlu bersinergi dalam menangani
permasalahan kenaikan harga komoditas pangan terutama beras. Dalam kaitannya dengan hal ini, Pemerintah Daerah
perlu menyusun kerangka kerjasama perdagangan komo ditas beras antar daerah, mengupayakan manajemen stok yang
baik di setiap daerah, serta perlu membentuk badan/lembaga daerah yang ditugaskan untuk menyangga ketersediaan
stok pangan khususnya beras.
Selain beras, komoditas makanan lain yang perlu mendapatkan perhatian lebih adalah ikan bandeng. Sepanjang 2015,
ikan bandeng muncul sebanyak 8 kali (bulan) sebagai komoditi penyumbang inflasi dengan total andil inflasi mencapai
0,17%. Secara frekuensi, kemunculan komoditi ikan bandeng sebagai penyumbang inflasi Sulsel tersebut mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya muncul 6 kali. Hal ini sudah barang tentu perlu segera dicarikan jalan
keluarnya.
Kelompok Bahan MakananTotal
AndilFrekuensi
Beras 0.79% 10
Bandeng/Bolu 0.17% 8
Telur Ayam Ras 0.12% 8
Layang/Benggol 0.11% 9
Daging Ayam Ras 0.11% 9
Wortel 0.10% 9
Bawang Merah 0.10% 8
Daging Sapi 0.09% 10
Cakalang/Sisik 0.09% 8
Pisang 0.07% 9
Kelompok Makanan JadiTotal
AndilFrekuensi
Nasi dengan Lauk 0.10% 9
Martabak 0.10% 11
Mie 0.08% 9
Es 0.06% 8
Gula Pasir 0.05% 10
Ayam Goreng 0.03% 8
Kue Kering 0.03% 6
Donat 0.03% 3
Teh Manis 0.03% 6
Sop 0.03% 6
Kelompok PerumahanTotal
AndilFrekuensi
Tukang Bukan Mandor 0.20% 8
Bahan Bakar Rumah Tangga 0.12% 9
Kontrak Rumah 0.12% 9
Tarip Listrik 0.08% 7
Kain Gorden 0.05% 6
Kayu Balokan 0.04% 9
Cat Tembok 0.03% 9
Tempat Tidur 0.03% 8
Lemari Pakaian 0.03% 6
Pasir 0.03% 7
Kelompok SandangTotal
AndilFrekuensi
Baju Kaos Berkerah Pria 0.07% 6
Baju Kaos Berkerah Wanita 0.07% 6
Baju Kaos Berkerah Anak 0.07% 6
Pembalut Wanita 0.03% 6
Tas Tangan Wanita 0.03% 4
Ongkos Jahit 0.02% 8
Baju Anak Stelan 0.02% 2
Celana Dalam Wanita 0.01% 9
Blus wanita 0.01% 8
Blus anak 0.01% 8
Kelompok KesehatanTotal
AndilFrekuensi
Dokter Spesialis 0.04% 5
Bedak 0.04% 8
Tarip Gunting Rambut Wnt 0.03% 9
Tarip Gunting Rambut Pria 0.01% 6
Facial 0.01% 5
Hand Body Lotion 0.01% 8
Creambath 0.01% 9
Parfum 0.00% 11
Pasta Gigi 0.00% 9
Shampo 0.00% 9
Kelompok PendidikanTotal
AndilFrekuensi
Akademi/Perguruan Tinggi 0.07% 3
Rekreasi 0.03% 7
Sekolah Menengah Atas 0.02% 1
Sekolah Menengah Pertama 0.01% 1
Sekolah Dasar 0.01% 1
Televisi Berwarna 0.01% 4
Kursus Bahasa Asing 0.01% 3
Taman Kanak-Kanak 0.01% 2
Biaya Foto Copy 0.01% 3
VCD / DVD Player 0.01% 2
Kelompok TransportTotal
AndilFrekuensi
Angkutan Udara 0.23% 2
Mobil 0.15% 7
Kendaraan Carter/Rental 0.08% 3
Cuci Kendaraan 0.05% 7
Tarip Sewa Motor 0.03% 3
Tarip Parkir 0.02% 1
Tarip Sewa Becak 0.02% 4
Pemeliharaan/Service 0.02% 3
Tarip Taksi 0.01% 1
Sepeda Motor 0.01% 5
BAB 3 INFLASI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 49
Boks 3.B. Upaya Membantu Penanganan El Nino Dengan Membangun Pompa Air
Tenaga Surya Melalui Program Sosial Bank Indonesia
El Nino merupakan suatu gejala penyimpangan kondisi laut yang disebabkan oleh meningkatnya suhu permukaan laut
di Samudra Pasifik khususnya di sekitar equator bagian tengah dan timur. Dampak El-Nino terhadap iklim di Indonesia
akan terasa kuat jika terjadi bersamaan dengan musim kemarau, dan akan berkurang (atau bahkan tidak terasa) jika
terjadi bersamaan dengan musim penghujan. El Nino pada tahun 2015 perlu mendapat perhatian karena terjadi pada
musim kemarau, yang apabila tidak ditangani dengan baik dikhawatirkan akan berpengaruh pada hasil panen sejumlah
komoditas khususnya padi/beras. Beras merupakan komoditi andalan Provinsi Sulawesi Selatan, namun secara ironis juga
sebagai salah satu komoditi penyumbang inflasi di wilayah ini terutama pada beberapa tahun terakhir.
KPw BI Provinsi Sulsel turut membantu penanganan El Nino di Kabupaten Bone. Melalui Program Sosial Bank Indonesia
(PSBI), Bank Indonesia pada 2015 telah berupaya membantu petani dalam meningkatkan produktivitas hasil panennya,
yang sekaligus sebagai upaya mendukung Sulsel menjadi lumbung pangan, sebagaimana yang telah dicanangkan oleh
Menteri Pertanian. Bantuan yang diberikan oleh KPw BI Provinsi Sulsel tersebut berupa pompa air tenaga surya untuk
irigasi sawah tadah hujan. Dengan penggunaan secara optimal, pompa air tenaga surya sepanjang 10 km yang mengambil
sumber air dari aliran sungai terdekat, akan mampu mengairi lebih dari 1.500 ha sawah yang sebelumnya merupakan
sawah tadah hujan. Melalui bantuan ini, petani diharapkan dapat menanam padi hingga 3 – 4 kali dalam 1 tahun,
sehingga produksi padi dapat ditingkatkan dan dengan demikian kesejahteraan petani khususnya di Bone juga akan
semakin meningkat.
Gambar 3.B.1. Kepala Perwakilan BI Provinsi Sulsel Melakukan Pemeriksaan Debit Pompa Air Tenaga Surya
Gambar 3.B.1. Survei Lokasi Sumber Air
BAB 3INFLASI
50 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Boks 3.C. Upaya Mendukung Program Ketahanan Pangan dan Pengendalian Inflasi
Melalui Pengembangan Klaster
Beberapa komoditas volatile food (pangan) berpengaruh besar terhadap perkembangan inflasi Sulsel. Beberapa
komoditas penyumbang inflasi yang termasuk dalam kelompok volatile food selama 4 tahun terakhir (2011-2015) yaitu
beras, ikan bandeng, daging sapi, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, daging ayam ras, ikan cakalang, ikan layang,
telur ayam ras dan wortel. Bobot inflasi volatile food relatif besar, mencapai 23,58% pada Desember 2015. Di sisi lain,
fluktuasi harganya juga besar, dengan standard deviasi mencapai 0,41% dari rata-rata 0,37%.
Untuk mendorong upaya peningkatan produksi dan produktivitas pangan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sulawesi Selatan (KPwBI Sulsel) mengembangkan klaster ketahanan pangan. Beberapa Klaster yang telah dibentuk
sebagian telah memasuki masa passing out diantaranya klaster cabai merah di Maros, klaster padi di Soppeng, dan klaster
Sapi di Barru. Sementara pada 2015, KPwBI mengembangkan klaster baru untuk komoditas bawang merah di Kabupaten
Enrekang dan cabai merah/cabai rawit di Kabupaten Sinjai. Dalam pengembangan Klaster tersebut KPw BI Provinsi Sulsel
bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat.
Penandatangan Nota Kesepahaman Pengembangan Klaster Bawang
Merah di Kab. Enrekang antara Kepala Perwakilan BI Sulsel dan Bupati Enrekang
Monitoring Penggunaan MA 11 oleh Dr. Nugroho Widiasmadi
Gambar 3.C.1. Foto Kegiatan Kerjasama KPw BI Sulsel dan Pemerintah Kabupaten Enrekang
Pengembangan klaster bawang merah di Kabupaten Enrekang, difokuskan pada upaya peningkatan kualitas produksi
benih, agar kedepan daerah ini mampu menyediakan benih secara mandiri. Kabupaten Enrekang dipilih karena
merupakan sentra produksi bawang merah, yang selama ini telah berperan turut menyokong pasokan bawang merah
untuk Kawasan Timur Indonesia. Setelah melakukan diskusi guna mengidentifikasi permasalahan melalui Focus Group
Discussion (FGD), KPw BI Sulsel dan Pemerintah Kabupaten Enrekang membuat kesepakatan yang dituangkan dalam
bentuk Memorandum of Understanding (MOU). Dalam hal ini, Pemerintah Kabupaten Enrekang berkomitmen
menyediakan lahan demplot dan menyiapkan kelompok-kelompok tani, sementara KPw BI Sulsel memfasilitasi
pelaksanaan kegiatan Sekolah Lapang – Good Agriculture Practice (SL GAP) dan memfasilitasi pelaksanaan studi banding
ke Brebes Jawa Tengah. Kegiatan ini dimaksudkan agar petani memiliki wawasan dan pemahaman bertani yang baik,
sehingga semakin terampil dalam menghasilkan benih yang berkualitas baik, serta mampu bertani dengan sistem organik.
Selain itu, KPwBI juga memberikan bantuan alat produksi berupa shading net (jaring plastik) yang bertujuan untuk
mengurangi serangan hama.
Selain mengembangkan Klaster bawang merah, KPwBI Sulsel juga mengembangkan Klaster cabai di Kabupaten Sinjai.
Komoditas cabai merupakan salah satu komoditas unggulan daerah tersebut. Hasil produksi cabai di Sinjai merupakan
penyangga supply untuk daerah Makassar dan Gowa, serta provinsi lainnya (Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Timur).
Daerah Sinjai Barat dan Sinjai Borong dipilih untuk pengembangan Klaster dikarenakan memiliki luas lahan yang paling
potensial. Berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Sinjai, pada 2015 potensi lahan
yang tersedia untuk seluruh Kabupaten mencapai 1.250 ha.
Produktivitas cabai di Sulawesi Selatan pada 2014 mencapai 7,86 Ton/Ha atau meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya 7,58 Ton/ha. Produktivitas tersebut masih tergolong rendah, sehingga dibutuhkan inovasi teknologi dan
perencanaan yang tepat. Adapun target produktivitas cabai dapat mencapai 18-20 Ton/Ha. Saat ini Sulawesi hanya
memiliki andil 5,5% dari total share nasional, dimana sentra produksi cabai masih didominasi oleh Pulau Jawa dan Bali
BAB 3 INFLASI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 51
(55%), serta wilayah Sumatera (34%).
Gambar 3.C.1. Survei Awal Pengembangan Klaster Cabai dan GTCK di
Kabupaten Sinjai Gambar 3.C.1. Penyemaian benih cabai di Kelurahan Pasir Putih,
Kabupaten Sinjai
Gambar 3.C.1. Pelatihan Edukasi Keuangan dan Akses Perbankan
KPwBI Provinsi Sulsel dan Pemkab Sinjai mengembangkan Klaster cabai melalui beberapa tahapan. Tahap pertama
berupa pilot project yang dilengkapi dengan fasilitas sarana irigasi perpipaan di area dengan luas lahan percontohan
mencapai 10,5 ha, yang terbagi di 2 (dua) lokasi yaitu Kelurahan Pasir Putih dan Desa Batu Belerang, Kecamatan Sinjai
Borong. Pada tahap pertama ini kegiatan dikaitkan dengan program Gerakan Tanam Cabai di Musim Kemarau (GTCK).
Selanjutnya, pada tahap kedua pelaksanaan kegiatan lebih diarahkan pada aspek pendampingan dan kegiatan Sekolah
Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT). Sedangkan, pada tahap akhir, KPw BI Provinsi Sulsel bekerjasama dengan
Perbankan untuk mendorong peningkatan akses keuangan dan pemahaman tentang pengelolaan keuangan yang lebih
baik bagi petani cabai.
BAB 3INFLASI
52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 53
4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Bab 4 Sistem Keuangan dan
Pengembangan Akses Keuangan
Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan IV 2015 mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya, terpantau dari indikator utama yaitu
aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan,
dengan Makassar menjadi motor pertumbuhan industri perbankan. Risiko
kredit terpantau relatif aman. Secara kelembagaan, jumlah bank di Sulsel
tidak berubah, namun terdapat penambahan kantor.
Pada triwulan IV 2015, dinamika aktivitas perbankan diwarnai dengan
meningkatnya penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) yang lebih tinggi
dibandingkan penyaluran kredit. Kondisi demikian mendorong intermediasi
perbankan lebih seimbang dengan rasio LDR 121,05% sedikit menurun
dibandingkan triwulan lalu (124,13%). Searah dengan pertumbuhan
perbankan umum, kinerja perbankan syariah dan BPR juga menunjukkan
peningkatan.
Dari sisi stabilitas sistem keuangan, ketahanan sektor korporasi maupun
rumah tangga di Sulsel masih kuat, yang tercermin dari perkembangan
penyaluran kredit dan penghimpunan DPK. Kualitas kredit di sektor
korporasi semakin membaik dibandingkan triwulan sebelumnya, tercermin
dari NPL yang menurun menjadi 3,19% pada triwulan IV 2015.
Penyaluran kredit ke sektor UMKM juga terus tumbuh, sehingga pangsa
kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 30%.
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
4.1. Kondisi Umum Perbankan9
4.1.1 Perkembangan Kelembagaan
Dari sisi kelembagaan, pada triwulan IV 2015, jumlah bank umum di Sulsel tidak berubah dibandingkan triwulan
sebelumnya. Jumlah bank umum pada triwulan IV 2015 tercatat sebanyak 51 bank, sedangkan jumlah BPR masih tetap
sebanyak 29 bank. Jumlah kantor mengalami penambahan pada triwulan IV 2015. Jumlah kantor keseluruhan mencapai
985 kantor, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 978 kantor. Penambahan tersebut terdiri dari 1 (satu) Kantor
Wilayah, 2 (dua) Kantor Cabang, dan 4 (empat) Kantor Fungsional (Tabel 4.1).
Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR
4.1.2 Aset Perbankan
Pertumbuhan total aset bank umum pada triwulan IV 2015 mengalami percepatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Aset perbankan tercatat sebesar Rp117,57 triliun, tumbuh 16,01% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan
sebelumnya 13,59% (yoy) (Tabel 4.2). Percepatan pertumbuhan didorong oleh peningkatan aset di kelompok bank
pemerintah yang tumbuh 21,85% (yoy). Sementara itu, total aset kelompok bank swasta nasional tercatat tumbuh
melambat 8,71% (yoy) di triwulan laporan. Sedangkan total aset bank asing dan bank campuran justru mengalami
kontraksi -25,86% (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya -21,91% (yoy).
Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank
4.1.3 Intermediasi Perbankan
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh bank umum pada triwulan IV 2015 mengalami percepatan pertumbuhan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Dana yang dihimpun mencapai Rp78,47 triliun atau tumbuh 18,69% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya 12,58% (yoy) (Tabel 4.3). Percepatan terjadi di
seluruh komponen DPK, baik Giro, Tabungan, maupun Deposito. Namun, di antara ketiga kategori DPK tersebut Giro
menunjukkan pertumbuhan tertinggi yaitu 64,69% (yoy). Sementara tabungan dan deposito masing-masing tumbuh
12,81% (yoy) dan 11,61% (yoy). Meningkatnya DPK merupakan efek dari penurunan daya beli masyarakat searah dengan
perlambatan perekonomian Sulsel, yang menyebabkan masyarakat cenderung memilih untuk melakukan saving.
Kredit yang disalurkan perbankan juga tercatat mengalami percepatan pertumbuhan pada triwulan IV 2015. Kredit
tercatat tumbuh 13,67% (yoy) menjadi Rp94,98 triliun lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh
11,74% (yoy). Secara penggunaan, percepatan pertumbuhan didorong oleh percepatan penyaluran kredit di kelompok
investasi. Kelompok kredit tersebut tumbuh 26,47% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang
tercatat 13,07% (yoy). Sementara itu, kredit modal kerja tumbuh relatif stabil di kisaran 16,82%, sedangkan kredit
konsumsi hanya tumbuh 5,12% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya 6,82%. Secara sektoral, percepatan
9 Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 2014, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang disalurkan serta menggunakan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Bank Umum (Konv. + Syariah) 41 41 41 41 42 44 45 46 46 47 47 48 48 51 51 51
Konvensional 35 35 35 35 36 38 39 40 40 41 41 41 41 43 43 43
UUS 5 5 5 5 5 5 5 5 5 7 7 7 7 7 7 7
Syariah 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7
Jumlah Kantor 848 895 925 936 940 950 959 971 974 979 980 972 973 978 978 985
BPR 27 27 28 28 28 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29
RINCIAN2012 2013 2014 2015
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Total Aset 12.41 12.97 10.28 12.25 15.41 11.00 13.59 16.01 90,909 97,572 99,571 101,350 104,944 108,309 113,101 117,572
Bank Pemerintah 8.97 11.72 9.76 9.13 16.46 10.70 15.34 21.85 52,670 57,579 58,500 58,165 61,182 63,739 67,472 70,874
Bank Swasta Nasional 17.82 14.87 11.16 16.84 14.41 11.73 11.65 8.71 37,606 39,391 40,398 42,462 43,112 44,012 45,104 46,161
Bank Asing dan Bank Campuran 2.01 12.12 3.98 11.76 (9.54) (7.19) (21.91) (25.86) 633 602 673 723 649 558 525 536
Nominal (Rp Miliar)
201520142014Aset Menurut Kelompok Bank 2015
Pertumbuhan (%, yoy)
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 55
pertumbuhan kredit didorong oleh percepatan penyaluran kredit disektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan,
dan jasa dunia usaha. Kredit di empat sektor ini secara berurutan, tumbuh masing-masing 63,36% (yoy), 57,71% (yoy),
16,25% (yoy), dan 15,25% (yoy). Di sisi lain, kredit sektor pertambangan dan pengangkutan melanjutkan tren kontraksi,
masing-masing -19,45% (yoy) dan -1,38% (yoy).
Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum
Dengan pertumbuhan kredit yang rendah dibandingkan pertumbuhan DPK, indikator intermediasi perbankan (LDR)
semakin seimbang, sedangkan risiko perbankan (NPL) terlihat semakin membaik. Kedua indikator tersebut tercatat
masing-masing 121,05% dan 3,19% pada triwulan IV 2015, lebih rendah dibandingkan triwulan III 2015 yang tercatat
masing-masing 124,13% dan 3,85% (Tabel 4.3).
Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi
4.1.4 Bank Syariah
Aset perbankan syariah mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan periode sebelumnya. Aset perbankan
syariah pada triwulan IV 2015 tercatat tumbuh 18,10% menjadi Rp6,98 triliun, lebih tinggi dari triwulan III 2015 yang
tumbuh 15,49% (Tabel 4.5). Peningkatan pertumbuhan aset perbankan syariah pada periode triwulan laporan didorong
oleh meningkatnya pertumbuhan aset baik pada kelompok bank swasta nasional maupun bank pemerintah. Pangsa aset
perbankan syariah terhadap total aset perbankan sedikit mengalami peningkatan menjadi 5,93% dari triwulan
sebelumnya 5,74%.
Kinerja indikator perbankan syariah Sulsel pada triwulan IV 2015 menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Penghimpunan DPK menunjukkan peningkatan pertumbuhan di periode pelaporan. DPK mengalami
akselerasi 28,83% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 18,55% (yoy). Peningkatan pertumbuhan DPK
didorong oleh peningkatan kinerja Giro dan Deposito yang tumbuh masing-masing 57,57% (yoy) dan 31,58% (yoy), lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya masing-masing 22,23% (yoy) dan 11,68% (yoy). Sementara Tabungan menunjukkan
perlambatan pertumbuhan dari 23,74% (yoy) pada triwulan III 2015 menjadi 19,34% (yoy) pada triwulan IV 2015. Di sisi
lain, pembiayaan mengalami perlambatan dari 16,73% (yoy) pada triwulan III 2015 menjadi 10,56% (yoy) pada triwulan IV
2015. Dengan pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pembiayaan, mengakibatkan
Financing to Deposit Ratio (FDR) mengalami penurunan. Di triwulan III 2015, FDR mencapai 147,53% lebih rendah dari
triwulan sebelumnya 168,54%. Sementara itu, kualitas pembiayaan terlihat semakin membaik yang tercermin dari
penurunan rasio non performing financing (NPF) dari 4,17% di triwulan III 2015 menjadi 3,97% pada triwulan pelaporan.
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
DPK 11.20 14.86 12.17 9.38 14.20 12.16 12.58 18.69 58,162 61,402 64,339 66,112 66,419 68,867 72,433 78,467
a. Giro 2.83 20.24 5.11 1.89 27.09 21.48 28.66 64.69 7,990 9,730 9,693 7,994 10,154 11,820 12,471 13,165
b. Tabungan 10.66 10.31 8.58 6.92 5.24 5.16 7.65 12.81 32,446 33,168 34,828 37,428 34,147 34,881 37,491 42,221
c. Deposito 16.53 20.97 23.39 17.61 24.78 19.79 13.39 11.61 17,726 18,504 19,819 20,689 22,118 22,166 22,472 23,091
Kredit 10.97 8.77 7.26 10.84 12.43 10.37 11.74 13.67 75,874 79,336 80,463 83,560 85,303 87,563 89,911 94,981
a. Modal Kerja 4.92 9.01 14.09 15.46 20.25 19.15 16.85 16.82 27,257 29,062 29,847 31,442 32,776 34,627 34,876 36,730
b. Investasi 19.70 6.77 (1.98) 12.04 12.57 6.68 13.07 26.47 14,642 15,467 15,457 16,240 16,482 16,500 17,476 20,538
c. Konsumsi 12.65 9.48 6.27 6.58 6.10 4.68 6.82 5.12 33,974 34,807 35,159 35,877 36,045 36,436 37,558 37,713
LDR (%) 130.45 129.21 125.06 126.39 128.43 127.15 124.13 121.05
NPLs Gross (%) 3.14 3.54 3.57 3.13 3.36 3.16 3.85 3.19
2015
Pertumbuhan (%, yoy)
2014Komponen 2014 2015
Nominal (Rp Miliar)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Kredit 10.97 8.77 7.26 10.84 12.43 10.37 11.74 13.67 75,874 79,336 80,463 83,560 85,303 87,563 89,911 94,981
Pertanian 0.18 7.37 3.59 7.60 16.01 19.25 60.46 63.36 1,405 1,499 1,435 1,506 1,630 1,788 2,303 2,461
Pertambangan (15.62) 24.84 21.10 28.39 13.16 (30.41) (28.74) (19.45) 377 560 537 509 427 390 383 410
Industri Pengolahan (26.55) (24.54) (23.94) 13.41 28.49 21.37 23.85 57.71 3,918 4,210 4,283 4,747 5,035 5,109 5,304 7,487
Listrik, Gas, Air 63.77 111.80 91.49 83.27 75.06 68.62 71.61 8.24 218 245 232 350 382 413 398 379
Konstruksi 18.62 31.89 40.69 43.92 55.97 33.70 29.82 25.78 3,043 3,666 4,173 4,366 4,746 4,902 5,417 5,491
Perdagangan 22.08 11.45 10.23 12.02 14.73 13.35 14.08 16.25 24,334 25,587 25,748 27,033 27,920 29,003 29,373 31,424
Pengangkutan 12.48 6.76 3.02 (3.52) (6.00) (8.71) (9.45) (1.38) 2,960 2,950 2,951 2,820 2,782 2,693 2,672 2,781
Jasa Dunia Usaha 15.65 4.79 4.88 3.17 (0.37) 12.20 12.40 15.25 3,747 3,598 3,581 3,662 3,733 4,037 4,024 4,221
Jasa Sosial Masyarakat 12.94 19.27 22.03 31.42 35.29 36.25 12.91 8.96 1,828 1,968 2,115 2,340 2,473 2,681 2,388 2,549
Lain-lain 9.58 10.18 6.99 7.19 6.26 4.26 6.33 4.28 34,043 35,053 35,408 36,226 36,173 36,547 37,648 37,777
2015
Pertumbuhan (%, yoy)
2015
Nominal (Rp Miliar)
20142014Komponen
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Tabel 4.5. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah
4.1.5 Bank Perkreditan Rakyat
Kinerja BPR (termasuk BPR Syariah) juga cenderung meningkat di periode pelaporan. Dari indikator aset, aset BPR di
triwulan IV 2015 tumbuh 21,06% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 19,82 (yoy). DPK tumbuh 37,91%
(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 41,86%% (yoy), sementara Kredit tercatat tumbuh 19,31% (yoy)
lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 12,83% (yoy) (Grafik 4.1 dan Grafik 4.2). Dengan peningkatan kredit
tersebut, loan to deposit ratio (LDR) sedikit mengalami peningkatan. Pada periode pelaporan LDR BPR tercatat 130,43%,
sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 129,74%.
Grafik 4.1. Perkembangan Aset BPR Grafik 4.2. Perkembangan Intermediasi BPR
4.1.6 Perbankan per Kabupaten/Kota
Perbankan di Kabupaten Sinjai mencatat pertumbuhan aset tertinggi di triwulan IV 2015. Namun demikian, perbankan
di Kota Makassar dengan kepemilikan aset yang paling besar tetap menjadi pendorong utama perekonomian di Sulsel.
Total aset perbankan di Makassar pada triwulan IV 2015 mencapai Rp84,04 triliun atau porsinya 71,48% dari total aset
perbankan di Sulsel. Sementara pangsa aset perbankan di 23 kab/kota lainnya terhitung relatif masih sangat kecil, rata-
rata kurang dari 5% dari total aset perbankan di Sulsel. Pertumbuhan aset perbankan di Kota Makassar tercatat 18,15%
(yoy). Pertumbuhan aset 5 daerah tertinggi lainnya terjadi di Kabupaten Sinjai (28,26%; yoy), Luwu Utara (27,77%; yoy),
Soppeng (26,53%; yoy), Gowa (24,16%; yoy), dan Maros (22,05%; yoy).
Kabupaten Sinjai merupakan daerah dengan pertumbuhan kredit tertinggi di triwulan IV 2015. Kredit di Kab. Sinjai
tumbuh 27,37% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 24,26% (yoy). Daerah lain yang
memiliki pertumbuhan kredit di atas 20% adalah Kabupaten Luwu Utara (26,79%; yoy), Soppeng (21,75%; yoy), dan
Maros (21,27%; yoy). Namun, bila dilihat dari sisi pangsa kredit, keempat daerah ini hanya menyumbang 5,04% dari total
kredit Sulsel. Kredit terbesar masih berada di Kota Makassar dengan total portfolio sebesar Rp65,94 triliun atau 69,42%
dari total kredit di Sulsel. Di triwulan IV 2015 ini kredit di Makassar tumbuh 15,27% (yoy) lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan triwulan sebelumnya 11,84% (yoy). Hal ini menunjukkan, konsentrasi pertumbuhan ekonomi masih
terpusat di Kota Makassar.
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Aset 16.31 9.72 3.68 5.92 7.42 10.84 15.49 18.10 5,586 5,580 5,619 5,906 6,000 6,184 6,489 6,975
Bank Pemerintah 15.27 9.78 6.81 9.93 4.65 7.70 11.90 41.36 1,052 1,051 1,103 1,149 1,101 1,132 1,235 1,624
Bank Swasta Nasional 16.55 9.71 2.94 4.99 8.06 11.57 16.37 12.50 4,534 4,529 4,516 4,758 4,899 5,052 5,255 5,352
DPK 28.28 30.73 10.96 3.70 16.22 17.59 18.55 28.83 2,742 2,795 2,878 2,991 3,187 3,287 3,411 3,853
a. Giro (12.64) 12.69 42.14 12.31 147.17 111.60 22.23 57.57 221 262 346 380 547 554 423 598
b. Tabungan 30.17 29.51 15.06 13.13 18.01 24.53 23.74 19.34 1,261 1,261 1,337 1,479 1,488 1,570 1,654 1,765
c. Deposito 37.60 36.51 0.56 (8.60) (8.54) (8.63) 11.68 31.58 1,260 1,272 1,195 1,132 1,153 1,162 1,335 1,490
Pembiayaan 15.07 17.14 15.49 17.55 17.63 14.65 16.73 10.56 4,453 4,869 4,926 5,141 5,239 5,582 5,750 5,684
FDR (%) 162.40 174.20 171.16 171.91 164.36 169.84 168.54 147.53
NPF Gross (%) 1.65 2.97 3.27 2.74 3.80 2.81 4.17 3.97
Nominal (Rp Miliar)
Komponen 2014 20142015
Pertumbuhan (%, yoy)
2015
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 57
Tabel 4.6. Perkembangan Aset Perbankan per Kabupaten/Kota
Tabel 4.7. Perkembangan Kredit Perbankan per Kabupaten/Kota
Kabupaten Luwu merupakan daerah dengan pertumbuhan DPK tertinggi di triwulan IV 2015. Kabupaten Luwu
mencatatkan diri sebagai wilayah dengan pertumbuhan DPK tertinggi yaitu 83,79% (yoy) diikuti oleh Sinjai (70,36%; yoy),
Soppeng (38,90%; yoy), Maros (36,24%; yoy), dan Jeneponto (29,69%; yoy). Sementara itu, DPK perbankan di Kota
Makassar tumbuh 19,39% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 8,19% (yoy). Total DPK di Kota
Makassar mencapai Rp52,97 triliun atau 67,50% dari total DPK Sulsel sebesar Rp78,47 triliun. Sementara itu, pangsa DPK
di 23 kabupaten/kota lainnya masih relatif kecil. Tercatat hanya terdapat 2 kabupaten/kota yang memiliki pangsa DPK di
atas 3%, yaitu Parepare (3,53%) dan Palopo (3,51%). Melihat potensi perekonomian yang dimiliki beberapa Kabupaten di
Sulsel yang relatif besar, perbankan dapat meningkatkan upaya penghimpunan DPK di luar Kota Makassar, melalui inovasi
produk yang semakin menarik atau pengembangan branchless banking.
Tabel 4.8. Perkembangan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Makassar 63,193,234 68,456,575 69,403,511 71,132,434 73,848,748 75,845,382 78,466,554 84,043,381 11.21% 12.22% 9.35% 12.12% 16.86% 10.79% 13.06% 18.15%
Pinrang 1,378,048 1,408,966 1,443,501 1,298,572 1,404,261 1,349,728 1,508,561 1,401,600 13.89% 11.11% 9.53% 2.09% 1.90% -4.20% 4.51% 7.93%
Gowa 1,333,884 1,469,332 1,457,978 1,371,424 1,456,946 1,602,648 1,735,899 1,702,710 10.66% 13.02% 10.29% 11.77% 9.23% 9.07% 19.06% 24.16%
Wajo 1,872,823 1,957,611 2,014,949 1,913,810 1,925,314 1,991,624 2,215,356 2,171,439 14.41% 13.79% 7.44% 2.51% 2.80% 1.74% 9.95% 13.46%
Bone 2,355,814 2,478,921 2,580,276 2,743,499 2,572,693 2,692,550 2,809,802 2,517,841 18.08% 19.34% 13.62% 14.06% 9.21% 8.62% 8.90% -8.23%
Tana Toraja 1,045,636 1,111,721 1,200,044 1,180,292 1,137,758 1,218,190 1,328,488 1,405,397 17.08% 16.78% 14.17% 12.88% 8.81% 9.58% 10.70% 19.07%
Maros 1,012,129 1,038,080 1,075,916 1,100,454 1,225,641 1,213,205 1,268,432 1,343,087 11.16% 7.49% 8.37% 9.21% 21.10% 16.87% 17.89% 22.05%
Luwu 243,671 256,836 248,006 241,218 278,749 343,429 393,380 291,958 -0.61% 13.32% 11.14% 11.54% 14.40% 33.72% 58.62% 21.03%
Sinjai 864,552 931,303 952,001 920,800 1,120,833 1,149,123 1,265,144 1,181,006 9.34% 13.78% 12.24% 7.97% 29.64% 23.39% 32.89% 28.26%
Bulukumba 1,419,979 1,485,698 1,521,701 1,614,990 1,494,683 1,589,904 1,648,019 1,762,233 21.39% 15.84% 15.05% 9.74% 5.26% 7.01% 8.30% 9.12%
Bantaeng 519,713 554,626 565,444 565,995 580,437 606,633 646,758 674,923 17.36% 16.32% 14.34% 10.31% 11.68% 9.38% 14.38% 19.25%
Jeneponto 789,638 813,536 835,308 863,357 878,584 919,596 961,742 1,021,145 13.68% 11.33% 9.91% 11.81% 11.26% 13.04% 15.14% 18.28%
Selayar 476,574 522,988 530,241 489,733 541,127 552,018 580,130 548,753 22.78% 24.56% 16.02% 20.61% 13.55% 5.55% 9.41% 12.05%
Takalar 1,032,922 1,081,355 1,123,347 1,124,058 1,159,579 1,230,935 1,338,075 1,310,387 17.09% 15.47% 15.64% 11.12% 12.26% 13.83% 19.12% 16.58%
Barru 631,415 637,442 694,797 706,553 720,682 740,815 876,392 850,054 16.54% 11.98% 13.25% 17.64% 14.14% 16.22% 26.14% 20.31%
Sidrap 992,577 1,039,742 1,134,360 1,206,153 1,198,835 1,243,009 1,400,104 1,275,917 14.37% 12.74% 16.49% 20.73% 20.78% 19.55% 23.43% 5.78%
Pangkep 1,015,646 985,815 1,062,605 1,011,552 1,111,143 1,061,717 1,143,839 1,105,549 13.01% 10.92% 10.81% -3.68% 9.40% 7.70% 7.64% 9.29%
Soppeng 741,441 812,491 909,068 902,299 944,645 1,063,938 1,189,063 1,141,686 8.21% 12.63% 13.29% 17.84% 27.41% 30.95% 30.80% 26.53%
Enrekkang 759,154 855,338 861,189 876,152 886,831 964,605 1,112,177 1,008,206 15.09% 18.06% 12.90% 15.12% 16.82% 12.77% 29.14% 15.07%
Luwu Timur 771,774 782,208 877,836 760,727 895,955 986,298 890,271 721,345 9.19% 4.60% 8.74% 7.81% 16.09% 26.09% 1.42% -5.18%
Luwu Utara 1,100,220 1,150,183 1,199,810 1,274,398 1,283,859 1,424,624 1,512,535 1,628,286 22.13% 17.57% 16.53% 18.85% 16.69% 23.86% 26.06% 27.77%
Parepare 4,269,413 4,456,449 4,494,344 4,609,794 4,697,122 4,938,228 5,114,166 4,949,089 17.78% 17.77% 12.02% 5.65% 10.02% 10.81% 13.79% 7.36%
Palopo 3,088,860 3,284,835 3,384,907 3,442,604 3,580,207 3,580,883 3,696,556 3,516,382 14.25% 15.19% 14.70% 10.93% 15.91% 9.01% 9.21% 2.14%
Kabupaten/Kota 2014 20142015
ASET - Rp Juta gASET - % (YOY)
2015
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Makassar 51,339,005 54,053,483 54,605,953 57,202,225 58,449,372 59,770,786 61,070,966 65,937,699 9.47% 7.48% 6.04% 11.77% 13.85% 10.58% 11.84% 15.27%
Pinrang 1,249,856 1,264,142 1,286,816 1,263,434 1,210,324 1,257,828 1,307,321 1,356,638 12.18% 6.60% 4.75% 1.30% -3.16% -0.50% 1.59% 7.38%
Gowa 1,185,818 1,257,610 1,295,780 1,292,792 1,290,086 1,356,996 1,422,694 1,497,291 9.85% 10.33% 9.96% 10.08% 8.79% 7.90% 9.79% 15.82%
Wajo 1,654,611 1,707,624 1,704,340 1,709,338 1,710,673 1,758,469 1,761,154 1,724,665 11.29% 8.52% 5.47% 3.09% 3.39% 2.98% 3.33% 0.90%
Bone 1,995,211 2,019,433 2,042,789 2,074,673 2,126,680 2,205,792 2,258,128 2,083,175 17.41% 10.71% 8.22% 7.50% 6.59% 9.23% 10.54% 0.41%
Tana Toraja 865,246 894,250 904,520 911,839 903,610 928,282 949,726 1,000,293 16.38% 13.45% 9.41% 7.08% 4.43% 3.81% 5.00% 9.70%
Maros 987,885 1,009,614 1,041,948 1,062,776 1,082,675 1,137,342 1,215,002 1,288,852 11.41% 8.27% 8.57% 9.36% 9.60% 12.65% 16.61% 21.27%
Luwu 208,448 215,509 223,192 229,738 234,922 248,318 263,663 270,589 9.43% 9.00% 12.32% 12.60% 12.70% 15.22% 18.13% 17.78%
Sinjai 852,924 872,262 883,476 900,419 1,036,999 1,066,222 1,097,804 1,146,907 8.10% 6.76% 5.44% 6.66% 21.58% 22.24% 24.26% 27.37%
Bulukumba 1,100,470 1,142,943 1,146,980 1,166,858 1,172,101 1,222,741 1,291,757 1,361,630 8.37% 6.67% 7.25% 7.93% 6.51% 6.98% 12.62% 16.69%
Bantaeng 499,116 521,060 532,122 543,466 559,107 582,687 616,715 647,900 19.74% 16.04% 13.32% 11.71% 12.02% 11.83% 15.90% 19.22%
Jeneponto 782,364 796,730 821,830 846,776 859,893 893,649 926,728 985,320 13.70% 9.38% 9.54% 9.95% 9.91% 12.16% 12.76% 16.36%
Selayar 258,359 261,319 273,267 284,956 291,130 305,451 317,218 325,054 10.80% 5.77% 6.39% 13.89% 12.68% 16.89% 16.08% 14.07%
Takalar 1,015,635 1,052,448 1,075,470 1,100,046 1,114,386 1,148,274 1,203,601 1,283,220 18.34% 14.49% 13.85% 10.91% 9.72% 9.11% 11.91% 16.65%
Barru 593,920 611,381 632,991 649,976 657,486 676,217 703,814 744,219 16.09% 11.61% 9.78% 11.50% 10.70% 10.60% 11.19% 14.50%
Sidrap 980,989 1,009,458 1,051,507 1,104,850 1,135,338 1,198,286 1,248,932 1,148,314 17.64% 12.96% 13.05% 15.12% 15.73% 18.71% 18.78% 3.93%
Pangkep 874,350 889,789 967,513 973,139 969,151 983,688 1,010,101 1,014,397 11.17% 10.63% 13.36% 12.02% 10.84% 10.55% 4.40% 4.24%
Soppeng 634,870 647,342 660,062 678,512 707,957 738,096 775,593 826,100 4.88% 4.22% 4.79% 8.11% 11.51% 14.02% 17.50% 21.75%
Enrekkang 576,703 593,161 610,207 625,347 632,834 647,567 671,580 721,700 14.56% 14.27% 12.74% 10.24% 9.73% 9.17% 10.06% 15.41%
Luwu Timur 424,468 443,882 465,520 494,431 520,079 551,973 564,929 581,815 11.91% 11.57% 13.62% 17.57% 22.52% 24.35% 21.35% 17.67%
Luwu Utara 1,088,647 1,121,187 1,170,893 1,206,009 1,239,634 1,360,437 1,456,400 1,529,152 23.84% 17.44% 15.65% 16.75% 13.87% 21.34% 24.38% 26.79%
Parepare 4,044,773 4,196,144 4,244,009 4,318,282 4,420,933 4,556,238 4,695,131 4,607,896 18.47% 17.84% 11.81% 6.81% 9.30% 8.58% 10.63% 6.71%
Palopo 2,659,891 2,755,306 2,821,428 2,920,360 2,978,330 2,967,569 3,081,776 2,898,975 12.88% 11.42% 10.94% 10.30% 11.97% 7.70% 9.23% -0.73%
KREDIT - Rp Juta
2015Kabupaten/Kota 2014 2014 2015
gKREDIT - % (YOY)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Makassar 38,444,057 40,202,526 42,418,354 44,363,230 42,932,358 43,906,451 45,891,183 52,965,328 10.07% 13.44% 11.27% 8.01% 11.67% 9.21% 8.19% 19.39%
Pinrang 760,396 801,186 870,317 869,725 811,798 852,610 942,380 1,007,942 15.71% 12.70% 17.47% 6.47% 6.76% 6.42% 8.28% 15.89%
Gowa 1,053,497 1,184,727 1,209,472 1,172,086 1,177,269 1,297,704 1,372,836 1,509,299 2.52% 14.60% 19.05% 20.97% 11.75% 9.54% 13.51% 28.77%
Wajo 1,624,206 1,713,045 1,767,127 1,739,434 1,747,744 1,879,970 2,066,062 2,033,112 15.45% 19.59% 10.47% 8.80% 7.61% 9.74% 16.92% 16.88%
Bone 1,982,879 2,061,530 2,165,411 2,183,934 2,152,597 2,282,034 2,357,929 2,111,519 15.50% 17.37% 10.73% 12.37% 8.56% 10.70% 8.89% -3.32%
Tana Toraja 977,207 1,019,270 859,224 1,036,690 1,075,740 1,146,823 1,213,516 1,259,943 16.80% 14.77% -9.26% 12.88% 10.08% 12.51% 41.23% 21.54%
Maros 724,848 770,000 764,615 733,908 1,083,324 1,003,166 1,068,595 999,843 3.26% 16.32% 8.77% 11.08% 49.46% 30.28% 39.76% 36.24%
Luwu 206,096 238,657 222,801 125,839 241,214 324,626 252,387 231,280 -1.68% 16.70% 14.38% 43.39% 17.04% 36.02% 13.28% 83.79%
Sinjai 429,279 443,310 492,960 570,987 655,968 913,535 1,041,542 972,721 -14.79% -11.12% 16.75% 8.61% 52.81% 106.07% 111.28% 70.36%
Bulukumba 1,165,322 1,260,349 1,298,810 1,258,031 1,355,908 1,379,750 1,399,517 1,386,440 20.04% 21.66% 13.52% 10.57% 16.35% 9.47% 7.75% 10.21%
Bantaeng 338,046 393,348 373,800 355,712 409,647 431,000 505,393 421,760 0.03% 11.40% 1.57% 14.38% 21.18% 9.57% 35.20% 18.57%
Jeneponto 395,043 486,577 508,578 414,258 504,163 604,097 670,170 537,269 14.46% 30.22% 37.32% 23.87% 27.62% 24.15% 31.77% 29.69%
Selayar 444,986 484,146 484,954 434,831 495,356 512,310 530,937 464,125 24.21% 25.38% 16.81% 16.75% 11.32% 5.82% 9.48% 6.74%
Takalar 341,318 356,206 376,936 438,929 386,664 398,499 440,658 682,926 14.99% 15.69% 13.34% 0.04% 13.29% 11.87% 16.91% 55.59%
Barru 570,160 589,408 636,242 601,846 670,709 696,718 810,731 751,260 18.62% 17.97% 15.18% 15.51% 17.64% 18.21% 27.42% 24.83%
Sidrap 698,228 771,196 823,683 819,416 917,739 926,559 1,113,253 952,149 13.17% 22.98% 17.96% 26.06% 31.44% 20.15% 35.16% 16.20%
Pangkep 746,226 716,789 738,304 843,764 1,001,816 946,210 1,009,420 930,694 6.19% -0.30% -1.10% -4.50% 34.25% 32.01% 36.72% 10.30%
Soppeng 685,880 756,247 828,286 749,967 890,907 1,004,401 1,107,310 1,041,695 8.34% 14.91% 13.72% 18.39% 29.89% 32.81% 33.69% 38.90%
Enrekkang 685,666 808,593 801,073 761,391 840,342 835,730 1,048,176 921,389 26.95% 28.33% 19.05% 20.48% 22.56% 3.36% 30.85% 21.01%
Luwu Timur 737,025 753,966 802,329 666,715 855,220 954,231 839,837 585,057 10.02% 5.43% 5.28% -1.29% 16.04% 26.56% 4.67% -12.25%
Luwu Utara 801,562 886,464 909,699 918,436 1,017,692 1,160,131 1,162,034 1,179,794 22.03% 31.46% 29.35% 28.66% 26.96% 30.87% 27.74% 28.46%
Parepare 2,222,365 2,400,925 2,534,938 2,579,445 2,613,764 2,813,141 2,909,004 2,766,350 16.40% 20.09% 18.14% 9.36% 17.61% 17.17% 14.76% 7.25%
Palopo 2,127,461 2,303,426 2,451,413 2,473,589 2,582,006 2,597,787 2,680,471 2,755,086 18.51% 24.44% 21.44% 13.00% 21.37% 12.78% 9.34% 11.38%
Kabupaten/Kota 2014 20142015
DPK - Rp Juta gDPK - % (YOY)
2015
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Kualitas kredit relatif terjaga di seluruh kab/kota, dengan sebagian besar kabupaten/kota merupakan daerah lending
(LDR > 100%). Kualitas kredit yang tercermin dari tingkat NPL di seluruh kabupaten/kota masih dalam level aman. Seluruh
kab/kota memiliki tingkat NPL di bawah angka psikologis (5%). Sementara dari sisi intermediasi perbankan, lebih dari
separuh daerah merupakan daerah lending, yang tercermin dari LDR lebih dari 100%. Terdapat 13 Kabupaten/Kota yang
memiliki LDR di atas 100% yaitu Makassar, Pinrang, Maros, Luwu, Sinjai, Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Sidrap, Pangkep,
Luwu Utara, Parepare, dan Palopo. Untuk perbankan yang berlokasi di 13 kabupaten/kota tersebut, masih memiliki
potensi untuk penghimpunan DPK, terutama yang berupa dana murah (tabungan). Sementara daerah funding, dengan
LDR kurang dari 100%, masih memiliki potensi yang besar untuk mendorong kredit/pembiayaan.
Tabel 4.9. Perkembangan NPL dan Intermediasi Perbankan per Kabupaten/Kota
4.2. Stabilitas Sistem Keuangan
4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi10 Daerah
Pada triwulan IV 2015, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh sektor perdagangan. Kredit korporasi pada
triwulan IV 2015 tercatat sebesar Rp21,08 triliun, dengan pangsa terbesar adalah sektor perdagangan (49,7%). Adapun
untuk porsi kredit yang ditujukan pada sektor penyumbang utama PDRB yaitu sektor pertanian masih relatif kecil tercatat
1,65%. Rendahnya porsi sektor pertanian menunjukkan bahwa peran perbankan bagi sektor utama masih berada di
bawah kapasitas potensialnya (Grafik 4.5).
Kredit korporasi tercatat tumbuh 16,81% (yoy), mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwulan III 2015
17,26% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit tersebut, disebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi di lima sektor
yaitu Industri Pengolahan (13,35%; yoy), LGA (6,11%; yoy), Konstruksi (24,85%; yoy), Jasa Dunia Usaha (12,82%, yoy), dan
Jasa Sosial Masyarakat (73,25%; yoy). Sementara itu, pangsa kredit korporasi di sektor pertanian hanya 1,65% dari total
kredit korporasi telah mengalami percepatan pertumbuhan dari -22,59% (yoy) ditriwulan III 2015 menjadi 75,01% (yoy) di
periode pelaporan. Sedangkan, tiga sektor yang mengalami pertumbuhan negatif di triwulan laporan adalah sektor
Pertambangan (-22,18%; yoy), Pengangkutan (-20,12%; yoy), dan Lain-lain (-49,40%; yoy).
Grafik 4.3. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi Grafik 4.4. Pertumbuhan Kredit Korporasi
10Bukan lembaga keuangan dan sektor swasta lainnya.
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Makassar 3.31% 3.81% 3.79% 3.38% 3.62% 3.41% 4.55% 3.93% 133.54% 134.45% 128.73% 128.94% 136.14% 136.13% 133.08% 124%
Pinrang 2.24% 2.30% 2.09% 1.33% 1.79% 1.49% 1.20% 0.86% 164.37% 157.78% 147.86% 145.27% 149.09% 147.53% 138.73% 135%
Gowa 2.46% 2.53% 2.86% 2.80% 3.54% 2.89% 1.78% 0.84% 112.56% 106.15% 107.14% 110.30% 109.58% 104.57% 103.63% 99%
Wajo 2.06% 2.45% 4.02% 3.77% 4.35% 5.63% 5.80% 2.32% 101.87% 99.68% 96.45% 98.27% 97.88% 93.54% 85.24% 85%
Bone 3.93% 3.89% 3.94% 2.66% 3.06% 3.12% 3.14% 3.79% 100.62% 97.96% 94.34% 95.00% 98.80% 96.66% 95.77% 99%
Tana Toraja 0.69% 1.02% 0.95% 0.62% 0.93% 1.06% 0.73% 0.48% 88.54% 87.73% 105.27% 87.96% 84.00% 80.94% 78.26% 79%
Maros 0.73% 1.04% 1.01% 0.78% 0.81% 0.70% 0.56% 0.46% 136.29% 131.12% 136.27% 144.81% 99.94% 113.38% 113.70% 129%
Luwu 0.56% 0.55% 0.60% 0.42% 0.22% 0.26% 0.30% 0.33% 101.14% 90.30% 100.18% 182.57% 97.39% 76.49% 104.47% 117%
Sinjai 2.50% 2.46% 2.21% 1.65% 2.17% 2.08% 1.72% 1.16% 198.69% 196.76% 179.22% 157.70% 158.09% 116.71% 105.40% 118%
Bulukumba 2.67% 2.89% 3.18% 2.00% 1.96% 2.15% 2.07% 1.61% 94.43% 90.68% 88.31% 92.75% 86.44% 88.62% 92.30% 98%
Bantaeng 1.19% 1.07% 1.21% 0.92% 1.26% 0.94% 0.70% 0.57% 147.65% 132.47% 142.35% 152.78% 136.49% 135.19% 122.03% 154%
Jeneponto 3.38% 3.27% 2.95% 2.19% 2.70% 2.37% 1.64% 1.32% 198.05% 163.74% 161.59% 204.41% 170.56% 147.93% 138.28% 183%
Selayar 0.39% 0.47% 0.71% 0.51% 0.53% 0.39% 0.26% 0.17% 58.06% 53.98% 56.35% 65.53% 58.77% 59.62% 59.75% 70%
Takalar 2.65% 2.61% 2.19% 2.44% 3.42% 2.99% 2.22% 1.30% 297.56% 295.46% 285.32% 250.62% 288.21% 288.15% 273.14% 188%
Barru 2.32% 2.40% 1.97% 1.45% 1.41% 1.32% 0.96% 0.61% 104.17% 103.73% 99.49% 108.00% 98.03% 97.06% 86.81% 99%
Sidrap 2.04% 2.01% 2.07% 1.64% 1.84% 2.13% 2.22% 0.76% 140.50% 130.90% 127.66% 134.83% 123.71% 129.33% 112.19% 121%
Pangkep 2.27% 2.08% 1.73% 1.44% 1.67% 1.50% 1.23% 0.86% 117.17% 124.14% 131.05% 115.33% 96.74% 103.96% 100.07% 109%
Soppeng 1.20% 1.05% 1.02% 0.74% 0.86% 1.00% 0.71% 0.51% 92.56% 85.60% 79.69% 90.47% 79.46% 73.49% 70.04% 79%
Enrekkang 0.83% 1.16% 1.02% 0.74% 1.10% 1.25% 1.12% 0.72% 84.11% 73.36% 76.17% 82.13% 75.31% 77.49% 64.07% 78%
Luwu Timur 1.97% 1.83% 1.66% 1.64% 1.58% 1.08% 1.09% 0.91% 57.59% 58.87% 58.02% 74.16% 60.81% 57.84% 67.27% 99%
Luwu Utara 1.21% 1.35% 1.23% 0.85% 1.19% 1.00% 0.89% 0.68% 135.82% 126.48% 128.71% 131.31% 121.81% 117.27% 125.33% 130%
Parepare 4.76% 5.02% 5.65% 5.24% 4.64% 4.30% 4.01% 2.64% 182.00% 174.77% 167.42% 167.41% 169.14% 161.96% 161.40% 167%
Palopo 4.13% 4.64% 4.57% 3.96% 4.06% 3.10% 3.01% 1.70% 125.03% 119.62% 115.09% 118.06% 115.35% 114.23% 114.97% 105%
2015
NPL - %
Kabupaten/Kota 2014 2014
LDR - %
2015
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 59
Dari sisi kualitas, penyaluran kredit korporasi menunjukkan peningkatan kinerja dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur dari NPL tercatat 6,29%, lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya 7,81% (Grafik 4.7). Peningkatan kualitas kredit disebabkan oleh menurunnya kredit bermasalah di
sektor industri pengolahan. NPL di sektor ini menurun dari 36,29% di triwulan III 2015 menjadi 30,32% di periode
pelaporan. Selain itu, rasio NPL di sektor pertambangan dan konstruksi juga mengalami penurunan dari 20,30% dan
6,26% pada triwulan III 2015 menjadi 7,40% dan 5,25% pada triwulan pelaporan. Penurunan rasio NPL di sektor
perdagangan (3,36%) yang merupakan sektor dengan pangsa kredit korporasi terbesar, turut memberi andil dalam
menahan tekanan kredit bermasalah di kelompok kredit korporasi.
Grafik 4.5. NPL Kredit Korporasi
Sementara itu, penghimpunan dana pihak ketiga dari sektor korporasi juga mengalami percepatan pertumbuhan pada
triwulan IV 2015. DPK sektor korporasi tercatat sebesar Rp9,12 triliun atau tumbuh 65,79% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 24,12% (yoy). Percepatan pertumbuhan tersebut terutama didorong
oleh percepatan pertumbuhan Giro. Komponen Giro mengalami peningkatan pertumbuhan dari 44,78% (yoy) di triwulan
III 2015 menjadi 82,19% (yoy) di triwulan pelaporan. Sementara itu Tabungan dan Deposito juga mengalami peningkatan
dari semula -15,63% (yoy) dan 10,76% (yoy) di triwulan III 2015 menjadi 56,77% (yoy) dan 33,58% (yoy) di triwulan
laporan.
Grafik 4.6. Pertumbuhan DPK Korporasi Grafik 4.7. Komposisi DPK Korporasi
4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah
Kredit multiguna dan kredit pemilikan rumah (KPR) masih menjadi pangsa yang terbesar dalam struktur kredit rumah
tangga. Dari total kedit yang disalurkan kepada rumah tangga yang pada triwulan IV 2015 tercatat sebesar Rp37,78
triliun, kredit multiguna dan KPR memiliki pangsa paling tinggi mencapai 75%, disusul kredit kendaraan bermotor (KKB)
dan terakhir kredit rumah tangga lainnya, termasuk di dalamnya adalah kredit untuk perlengkapan/peralatan rumah
tangga maupun kebutuhan rumah tangga lainnya (Grafik 4.11). Adapun kredit lain-lain merupakan kredit bukan lapangan
usaha, serta kredit yang belum diklasifikasikan secara jelas.
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
60 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Grafik 4.8. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga
Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Di
triwulan IV 2015, kredit sektor rumah tangga tumbuh 4,95% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya tumbuh 6,34%
(yoy). Perlambatan terjadi di jenis Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Multiguna. Penurunan KPR disebabkan oleh
penurunan pertumbuhan kredit kepemilikan rumah tipe 21, rumah tipe di atas 70, dan kredit rumah apartemen tipe 21.
Sementara Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) masih menunjukkan pertumbuhan negatif di periode pelaporan. Di sisi lain,
kredit rumah tangga lainnya mengalami pertumbuhan dari -32,56% (yoy) di triwulan III 2015 menjadi 20,16% (yoy) di
triwulan pelaporan (Grafik 4.12).
Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga pada tingkat yang aman. Seluruh jenis kredit rumah tangga
memiliki rasio NPL di bawah batas aman 5%. Secara umum, rasio NPL semakin membaik yaitu tercatat menurun dari
2,09% menjadi 1,80% pada triwulan pelaporan. Berdasarkan kondisi ini, dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah
tangga Sulsel masih cukup baik hingga triwulan IV 2015 (Grafik 4.13).
Grafik 4.9. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.10. NPL Kredit Rumah Tangga
Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dari sektor rumah tangga tumbuh stabil dibandingkan triwulan sebelumnya.
DPK sektor rumah tangga tercatat tumbuh 11,84% (yoy) pada triwulan IV 2015, relatif stabil dibandingkan triwulan III
2015 yang tumbuh 11,83% (yoy). Dilihat perkomponennya, pertumbuhan DPK rumah tangga terutama didorong oleh
pertumbuhan komponen tabungan sementara komponen giro dan deposito tumbuh melambat. Tabungan rumah tangga
tumbuh 12,16% (yoy) pada triwulan IV 2015, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 9,12% (yoy).
Sementara komponen giro dan deposito mengalami perlambatan masing-masing dari 10,13% (yoy) dan 18,04% (yoy)
pada triwulan III 2015 menjadi 3,84% (yoy) dan 12,48% (yoy) pada triwulan laporan. Secara komposisi, DPK rumah tangga
masih didominasi oleh tabungan (65,66%) diikuti oleh deposito (29,65%) dan giro (4,69%). Hal ini berarti sebagian besar
sumber pendanaan perbankan didominasi oleh dana jangka pendek.
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 61
Grafik 4.11. Pertumbuhan DPK Rumah Tangga Grafik 4.12. Komposisi DPK Rumah Tangga
Pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan Survei
Konsumen Bank Indonesia pada Desember 2015, mayoritas pengeluaran rumah tangga pada triwulan IV 2015 masih
digunakan untuk konsumsi (62,08%), meskipun sedikit terjadi penurunan porsi konsumsi dibandingkan triwulan
sebelumnya 63,00%. Sementara itu, porsi untuk tabungan relatif stabil di kisaran 21,59%. Di sisi lain, porsi pengeluaran
rumah tangga untuk pembayaran cicilan utang/kredit mengalami peningkatan dari 15,11% di triwulan III 2015 menjadi
16,33% pada periode pelaporan.
Grafik 4.13. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw III - 2015 Grafik 4.14 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw IV - 2015
4.3. Pengembangan Akses Keuangan
Penyaluran kredit bagi UMKM pada triwulan IV 2015 mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Kredit UMKM di triwulan IV 2015 tercatat sebesar Rp30,64 triliun, tumbuh 10,72% (yoy) dibandingkan
periode sebelumnya 6,47% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 32,26%. Dari nilai
tersebut, sekitar 66,27% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk
investasi (Grafik 4.10). Angka rasio NPL kredit UMKM masih berada di bawah batas aman (5,0%) pada triwulan IV 2015
sebesar 4,26%, menurun dibandingkan rasio NPL pada triwulan lalu 5,41% (Grafik 4.17). Secara sektor ekonomi, UMKM
pada sektor pertambangan, konstruksi, dan jasa dunia usaha perlu mendapatkan perhatian khusus dikarenakan memiliki
rasio NPL di atas batas aman.
Grafik 4.15. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM Grafik 4.16. Pangsa Kredit UMKM
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Indikator akses keuangan di Sulsel terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan. Rasio jumlah
rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel menunjukkan tren peningkatan, dimana pada triwulan laporan
rasio tersebut tercatat 157,07%. Rasio yang lebih besar dari 100% menunjukkan bahwa terdapat penduduk angkatan
kerja di Sulsel yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu. Meskipun memiliki rasio yang tinggi, namun akses
keuangan di Sulsel belum merata terlihat dari adanya ketimpangan. Terdapat kabupaten/kota yang memiliki rasio yang
tinggi seperti Kota Makassar, Parepare dan Palopo, sementara Luwu, Luwu Timur, Gowa dan Jeneponto merupakan
kabupaten yang memiliki rasio yang cukup rendah.
Indikator akses keuangan di Sulsel dari sisi kredit cenderung stagnan. Rasio jumlah rekening kredit terhadap penduduk
angkatan kerja di Sulsel cenderung tidak mengalami perubahan dan masih rendah di hampir semua Kabupaten/kota
terkecuali Parepare, Makassar,dan Palopo. Kondisi tersebut antara lain mengindikasikan masih kurangnya kegiatan
usaha/wirausaha baru yang didukung sektor perbankan atau dengan kata lain ekspansi kredit masih terkonsentrasi pada
debitur yang sudah ada.
Grafik 4.17. Perkembangan Akses Keuangan Sulsel Grafik 4.18. Akses Keuangan di Kab/Kota di Sulsel
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 63
5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Bab 5 Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang
Perkembangan kinerja sistem pembayaran melambat pada triwulan IV
2015, mengikuti siklus perekonomian Sulsel. Transaksi keuangan non-tunai
melalui Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) masih menunjukkan tren
pertumbuhan yang menurun. Namun transaksi keuangan melalui Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) justru mengalami peningkatan. Hal
ini sejalan dengan diimplementasikannya ketentuan batas minimal transaksi
melalui BI-RTGS sebesar Rp500 juta dan disisi diberlakukannya kebijakan
penambahan waktu pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari.
Sementara di sisi layanan uang tunai terjadi net inflow yang
mengindikasikan adanya penurunan kebutuhan uang kartal, seiring dengan
penurunan aktivitas ekonomi Sulsel di triwulan IV.
Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia
senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan
pengelolaan uang tunai dengan melakukan pembukaan layanan penukaran
uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi
ciri-ciri keaslian mata uang rupiah.
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran
5.1.1 Perkembangan Transaksi Kliring
Transaksi non-tunai melalui sarana kliring mengalami peningkatan pada triwulan IV 2015 (Tabel 5.1). Jumlah warkat
yang dikliringkan pada periode laporan tercatat sebanyak 314 ribu lembar dengan nominal sebesar Rp13,95 triliun. Nilai
kliring pada triwulan laporan mengalami peningkatan pertumbuhan mencapai 24,6% (yoy) lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat 16,9% (yoy). Peningkatan ini juga terindikasi dari pertumbuhan
nominal rata-rata perputaran harian transaksi kliring dari 18,9% (yoy) menjadi 22,6% (yoy) di angka Rp0,22 triliun.
Sementara itu, rasio Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) menunjukkan sedikit peningkatan
pada triwulan IV 2015 menjadi 2,50% dari triwulan sebelumnya 2,24%.
Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong
5.1.2 Perkembangan Transaksi RTGS11
Pada triwulan III 2015, transaksi non tunai melalui sistem RTGS masih tumbuh negatif dibandingkan pertumbuhan
triwulan sebelumnya. Secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel pada Triwulan III 2015 sebesar Rp63,19 triliun tumbuh -
13,96% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya tercatat -1,80% (yoy). Transaksi BI-RTGS
pada periode laporan masih didominasi aliran transaksi yang masuk (to/incoming) ke perbankan Sulsel dengan nilai
Rp40,38 triliun, lebih tinggi dari aliran transaksi yang keluar (from/outgoing) dari perbankan Sulsel yang tercatat sebesar
Rp19,34 triliun, serta dari aliran transaksi antarbank yang ada di Sulsel (from-to) sebesar Rp3,48 triliun.
Pada triwulan III 2015, aliran dana masuk (RTGS-To) mengalami percepatan sementara aliran dana keluar (RTGS-From)
dan aliran dana antar wilayah (RTGS-From/To) mengalami perlambatan pertumbuhan. Transaksi RTGS-To tercatat
tumbuh 3,5% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat -2,95% (yoy). Sementara transaksi
RTGS-From dan RTGS-From/To tercatat mengalami perlambatan, secara berurut dari 24,93% (yoy) dan -55%,27% (yoy) di
triwulan III 2015 menjadi -16,92% (yoy) dan -69,29% (yoy) pada triwulan II 2015.
Grafik 5.1. Transaksi RTGS From/Outgoing (dari Bank di Sulsel) Grafik 5.2. Transaksi RTGS From-To (antarbank di Sulsel)
11 Sejak implementasi RTGS Gen II (16 November 2016), data regional RTGS hanya bisa dipilah untuk data from per propinsi. Data To dan data From-To
tidak dapat lagi disediakan.
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring
Debet Penyerahan
- Nominal (triliun rupiah) 9.30 9.44 9.47 10.14 9.74 9.98 10.24 10.67 9.48 9.62 9.72 11.20 9.76 10.49 11.36 13.95
- Lembar (ribuan) 281 284 285 295 284 286 281 290 260 266 261 281 262 285 297 314
Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring
Kredit dan Debet Penyerahan
- Nominal (triliun rupiah) 0.15 0.15 0.15 0.16 0.16 0.17 0.17 0.17 0.16 0.16 0.16 0.18 0.16 0.17 0.19 0.22
- Lembar (ribuan) 4.47 4.50 4.53 4.68 4.73 4.76 4.68 4.68 4.33 4.43 4.21 4.53 4.30 4.67 4.87 4.99
Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong
(terhadap Kliring Debet Penyerahan)
- Nominal (%) 2.38 2.63 2.34 2.16 2.41 2.75 3.28 2.60 2.61 3.66 2.56 2.60 2.58 2.24 2.24 2.50
- Lembar (%) 2.28 2.59 2.45 2.37 2.38 2.47 2.33 2.17 2.47 2.46 2.30 1.84 2.10 2.15 2.06 2.07
2013URAIAN
2012 2014 2015
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 65
Grafik 5.3. Transaksi RTGS To/Incoming (ke Bank di Sulsel) Grafik 5.4. Aliran Uang Kartal Inflow
5.2. Pengelolaan Uang Tunai
5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal
Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan IV 2015 menunjukkan net inflow. Aliran uang masuk (inflow)
tercatat sebesar Rp3,79 triliun menurun dari triwulan sebelumnya sebesar Rp4,82 triliun atau secara triwulanan menurun
hingga -21,27% (Grafik 5.6). Meskipun demikian, aliran uang yang keluar (outflow) dari Bank Indonesia juga mengalami
penurunan dari Rp4,93 triliun pada triwulan III 2015 menjadi Rp3,20 triliun pada triwulan laporan (Grafik 5.5) sehingga
tercatat net inflow sebesar Rp0,59 triliun. Untuk meningkatkan kualitas layanan distribusi uang kartal, Bank Indonesia
mambuka kantor layanan kas titipan di Kota Parepare. Dengan adanya kas titipan tersebut, diharapkan kebutuhan uang
kartal di wilayah Kota Parepare dan sekitarnya dapat terpenuhi (Lihat Boks 5.A).
Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Outflow Grafik 5.6. Aliran Uang Kartal Inflow
Grafik 5.7. Selisih Inflow dan Outflow
5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar
Bank Indonesia senantiasa menyelenggarakan layanan penukaran uang demi menjaga ketersediaan uang layak edar
(ULE) di masyarakat. Dalam rangka persiapan menjelang pembangunan gedung Kantor Perwakilan Bank Indonesia
(40)
(20)
0
20
40
60
80
100
0
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Triliun Outflow gOutflow - Skala Kanan
(30)
(10)
10
30
50
70
90
110
0
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Triliun Inflow gInflow - Skala Kanan
(1.0)
(0.5)
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Rp Triliun
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Provinsi Sulawesi Selatan, sejak tanggal 28 April 2015, Bank Indonesia membuka pelayanan penukaran uang di luar
kantor. Pelayanan tersebut telah dilakukan secara rutin setiap hari Selasa-Rabu-Kamis dengan jam operasi 09.00 s.d.
13.00 WITA di Wisma Bank Indonesia, Jalan Pasar Ikan No. 8, Makassar. Selain itu, kegiatan kas keliling keluar Kota
Makassar juga telah dilakukan di Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Bantaeng.
Dalam rangka penerapan clean money policy, kegiatan remise ke luar dari Sulsel juga ditempuh Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan. Selama periode triwulan IV 2015, telah dilakukan sebanyak 13 (tiga belas) kali
kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitu ke Provinsi Maluku sebanyak 4 (empat) kali,
Sulawesi Tenggara sebanyak 3 (tiga) kali, Nusa Tenggara Timur sebanyak 2 (dua) kali, Sulawesi Barat sebanyak 2 (dua) kali,
Sulawesi Utara dan Papua masing-masing 1 (satu) kali. Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak
layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan IV 2015 tercatat sebesar Rp0,79 triliun, meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp0,72 triliun (Grafik 5.7).
5.2.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu
Pecahan besar yang mendominasi peredaran uang palsu ditemukan sebanyak 435 lembar pada triwulan IV 2015.
Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan laporan adalah pecahan Rp50.000 (60%), diikuti
Rp100.000 (34%) dan pecahan lainnya sebesar 6% (Grafik 5.8). Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran uang palsu
sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan senantiasa telah melakukan kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah.
Grafik 5.8. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Grafik 5.9. Temuan Uang Palsu
Grafik 5.10. Temuan Uang Palsu Per Nominal
(500)
0
500
1,000
1,500
2,000
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Triliun Nominal UTLE gUTLE - Skala Kanan
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
TEMUAN UANG PALSU Y.O.Y.
34%
60%
6%Pecahan100.000
Pecahan50.000
PecahanLainnya
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 67
Boks 5.A. Pembukaan Layanan Kas Titipan Parepare
Sesuai dengan Undang-undang No. 23 pasal 20 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diamandemen
dengan UU No. 3 Tahun 2004, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan
dan mengedarkan uang Rupiah. Terkait dengan kewenangan tersebut Bank Indonesia mempunyai kewajiban untuk
senantiasa menyediakan uang kartal dalam jumlah yang cukup, dalam pecahan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, pada waktu yang tepat, dan dalam kondisi yang layak edar. Guna mewujudkan hal tersebut, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan telah berencana untuk membuka pelayanan Kas Titipan di Kota
Parepare, bekerjasama dengan PT Bank Sulselbar.
Rencana pembukaan Kas Titipan diawali dengan melakukan kajian dan survei, guna memetakan kondisi dan
karakteristik wilayah. Kondisi yang diamati antara lain transportasi, komunikasi, dan kelayakan sarana perbankan daerah
setempat yang dapat mendukung diselenggarakannya Layanan Kas Titipan. Selain itu, Bank Indonesia mengamati data
sekunder seperti data perbankan, pertumbuhan dan perekonomian daerah, kondisi geografis dan demografis, serta
informasi terkait lainnya.
Gambar 5.A.1. Pertumbuhan PDRB Parepare dan Sulsel Gambar 5.A.1. Komposisi PDRB Parepare 2014
Gambar 5.A.1. Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota di Sulsel 2014 Gambar 5.A.1. Kontribusi Parepare terhadap PDRB Sulsel
Sumber: BPS
Dari hasil kajian, kota Parepare merupakan 10 daerah dengan pertumbuhan ekonomi terbesar pada periode 2010-2013
di Sulawesi Selatan. Bahkan pada 2011 dan 2013, pertumbuhan ekonomi Kota Parepare lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi Sulsel. Pertumbuhan ekonomi Kota Parepare yang relatif cukup pesat terutama ditopang dari
sektor jasa, kontruksi dan perdagangan. Dengan kondisi ekonomi yang sangat dinamis, tidak mengherankan jika tingkat
kebutuhan uang kartal yang layak edar sebagai alat pembayaran di kota ini terus menunjukkan peningkatan. Sementara
dari sisi jarak tempuh untuk dijangkau dengan kegiatan kas keliling dari Kota Makassar lumayan jauh, sehingga inisiasi
untuk membuka Kas Titipan di Kota Parepare menjadi pilihan yang tepat.
Selain itu, kota Parepare merupakan salah satu pusat pertumbuhan (growth pole) di Sulsel, selain kota Makassar. Kota
Parepare merupakan kutub pertumbuhan ekonomi untuk zona Parepare, yang antara lain mencakup wilayah Kabupaten
Sidrap, Pinrang, Enrekang, dan Barru, dengan pangsa mencapai 10,90% terhadap perekonomian Sulsel. Infrastruktur
perhubungan di kota Parepare relatif lengkap dan baik, yang diantaranya ditunjang oleh Pelabuhan Ajattapareng,
Pelabuhan KH Ambo Dalle, dan Pelabuhan Rakyat Lontangnge. Dengan adanya Kas Titipan di Paparepare, kedepan
diharapkan pemenuhan kebutuhan uang tunai akan dapat lebih cepat terpenuhi, sehingga perputaran arus kas di Kota
Parepare dan beberapa wilayah Kabupaten di sekitarnya menjadi lancar.
7.99
8.428.80
7.97
6.09
8.63
8.13
8.87
7.63
7.57
6
6.5
7
7.5
8
8.5
9
2010 2011 2012 2013 2014
Pare Pare Sulsel
%yoy
6.6%
16.7%
14.9%
6.1%
9.2%
11.2%
22.0%
13.3%
Pertanian
Konstruksi
Perdagangan
Akomodasi, Makan dan Minum
Real Estate
Adm. Pemerintah, Pertahanan &Jaminan Sosial Wajib
Jasa
Lain-lain
10.16
7.39
6.09
7.57
0
2
4
6
8
10
12
Ke
pu
lau
an
Se
laya
r
Bu
luku
mb
a
Ba
nta
en
g
Jen
ep
on
to
Ta
kala
r
Go
wa
Sin
jai
Ma
ros
Pa
ng
kep
Ba
rru
Bo
ne
Sop
pe
ng
Wa
jo
Sid
rap
Pin
ran
g
En
reka
ng
Luw
u
Ta
na
To
raja
Luw
u U
tara
Luw
u T
imu
r
To
raja
Uta
ra
Ma
kass
ar
Pa
re P
are
Pa
lop
o
Suls
el
%yoy
1.15
2.77
1.64
2.04
1.93
3.98
2.15
4.90
5.29
1.46
6.55
2.05
4.51
2.67
3.77
1.53
2.99
1.42
2.51
6.76
1.68
1.47
1.58
0 5 10 15 20 25 30
Kepulauan Selayar
Bulukumba
Bantaeng
Jeneponto
Takalar
Gowa
Sinjai
Maros
Pangkep
Barru
Bone
Soppeng
Wajo
Sidrap
Pinrang
Enrekang
Luwu
Tana Toraja
Luwu Utara
Luwu Timur
Toraja Utara
Makassar
Pare Pare
Palopo
33.21
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Gambar 5.A.1. Walikota Parepare, Taufan Pawe (kiri) dan Kepala Perwakilan BI Sulsel, M. Dadi Aryadi (kanan) dalam
penandatanganan perjanjian kerjasama kas titipan
Gambar 5.A.1. Foto Bersama Penandatanganan Perjanjian Kerjasama Kas Titipan di Bank Sulselbar Cabang Parepare
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 69
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel mencapai 5,95% (Agustus
2015) lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun 2014
(5,10%). Kemudian, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai
Tukar Petani (NTP) hingga triwulan IV 2015 secara tahunan terpantau
membaik dibandingkan triwulan IV 2014.
Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2015
meningkat dibanding September 2014 baik di kota maupun di desa.
Persentase penduduk miskin di Sulsel (10,12%), tergolong cukup rendah jika
dibandingkan Provinsi lain di Sulampua maupun Nasional.
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
70 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
6.1. Tenaga Kerja
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel
mencapai 5,95% (Agustus 2015) lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama 2014. Secara nominal
jumlah pengangguran terbuka Sulsel naik dari 188,77
ribu orang per Agustus 2014 menjadi 220,64 ribu orang
per Agustus 2015. Persentase pengangguran kelihatan
lebih tinggi, karena juga terjadi penurunan jumlah
angkatan kerja sebanyak 9.673 orang atau turun -0,26%
dibandingkan periode yang sama di tahun 2014.
Tabel6.1. PendudukUsia 15 TahunKeAtasMenurutKegiatanUtama
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sektor pertanian masih menjadi sektor penyerap tenaga kerja terbanyak. Pada periode Agustus 2015, sektor pertanian
menyerap 41,73% dari total tenaga kerja atau 1,45 juta orang. Angka ini turun -1,36% dibandingkan periode yang sama
2014. Selain sektor pertanian, penurunan jumlah tenaga kerja juga terjadi di sektor Jasa dari 703,9 ribu pada Agustus
2014 menjadi 616,3 ribu di Agustus 2015. Di sisi lain, tenaga kerja di sektor Industri, Perdagangan, dan lainnya mengalami
peningkatan masing-masing sebesar 14,10% (yoy), 2,17% (yoy) dan 4,85% (yoy).
Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat menurun karena kenaikan jumlah angkatan kerja yang bekerja
lebih rendah dari kenaikan jumlah penduduk usia kerja. TPAK turun dari 62,0% pada Agustus 2014 menjadi 60,9% pada
Agustus 2015. Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2015 mencapai 3,70 juta orang, lebih rendah dari periode yang sama
di tahun 2014 sejumlah 3,72 juta orang. Secara sektoral, penurunan TPAK diperkirakan terjadi karena penurunan
angkatan kerja di sektor pertanian dan sektor jasa. Kondisi demikian, dikonfirmasi oleh hasil Survei Konsumen Bank
Indonesia untuk ketersediaan lapangan kerja yang menunjukkan hasil serupa. Rata-rata pertumbuhan Indeks
Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) meningkat sebesar -29,24% (yoy) dibanding triwulan sebelumnya (26,24%).
Sementara itu, Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga mengalami penurunan dibandingkan
periode sebelumnya sebesar -32,25% (yoy).
Sumber: Survei Konsumen, diolah Sumber: Survei Konsumen, diolah
Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini
KEGIATAN UTAMA Agustus Agustus
2014 2015
Angkatan Kerja 3,715,801 3,706,128
a. Bekerja 3,527,036 3,485,492
b. Pengangguran 188,765 220,636
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 62.0% 60.9%
Tingkat Pengangguran Terbuka 5.10% 5.95%
Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan
Pertanian 1,474,491 41.81% -3.14% 1,454,451 41.73% -1.36%
Industri 202,003 5.73% -2.81% 230,495 6.61% 14.10%
Perdagangan 673,726 19.10% -10.38% 688,331 19.75% 2.17%
Jasa 703,903 19.96% -14.91% 616,355 17.68% -12.44%
Lainnya 472,913 13.41% -1.89% 495,860 14.23% 4.85%
Total 3,527,036 100.00% -6.68% 3,485,492 100.00% 1.19%
KEGIATAN UTAMAAgustus 2014 Agustus 2015
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
80
90
100
110
120
130
140
150
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Ketersediaan lapangan kerja
Growth yoy (%) - Skala Kanan
Indeks
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
80
90
100
110
120
130
140
150
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Penghasilan saat ini
Growth yoy (%) - Skala Kanan
Indeks
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 71
6.2. Penduduk Miskin12
Berdasarkan data September 2015, jumlah dan persentase penduduk miskin di Sulsel hingga September 2015 menjadi
864 ribu orang atau 10,12% dari total penduduk, meningkat dibanding periode yang sama .di tahun 2014. Jumlah
penduduk miskin di Sulsel mengalami peningkatan dari 806 ribu orang di September 2014 menjadi 864 ribu orang di
September 2015, atau naik 7,21% (yoy). Persentase tersebut naik seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk miskin
di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin kota mengalami peningkatan 1,80% (yoy) menjadi 157 ribu orang
(Grafik 6.3). Hal yang sama juga dialami oleh penduduk pedesaan yang mengalami peningkatan 8,50% (yoy), menjadi 707
ribu orang (Grafik 6.3). Penduduk miskin di pedesaan menyumbang 81,82% dari total penduduk miskin yang ada,
sedangkan sisanya 18,18% disumbang oleh penduduk kota.
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua Menurut Provinsi September 2015
Peningkatan kemiskinan terjadi baik di kota maupun di desa. Peningkatan tersebut sejalan dengan angka inflasi yang
cukup tinggi pada periode Juni sd. September 2015 di atas 8,00% (yoy). Tingginya inflasi didorong oleh tekanan harga di
seluruh kelompok barang dan jasa. Peningkatan harga tersebut selain diakibatkan oleh excess demand juga disebabkan
oleh faktor pelemahan nilai tukar rupiah, sehinggag mendorong peningkatan harga beberapa produk pangan (tahu dan
tempe), yang sebagian besar bahan bakunya berupa kedele masih diimpor. Sementara disisi lain, peningkatan upah
minimum regional (UMR) 11,11% menjadi Rp2.000.000/bulan, lebih banyak dinikmati oleh penduduk di perkotaan/kaum
urban, sehingga laju pertumbuhan penduduk miskin di pedesan relatif tinggi, yang pada akhirnya secara keseluruhan
rasio penduduk miskin cenderung meningkat dibandingkan tahun 2014.
Tingkat kemiskinan dan andil inflasi beras memiliki
korelasi positif. Korelasi antara tingkat kemiskinan
dan andil inflasi beras mencapai 70,05%. Korelasi
positif tersebut menunjukkan bahwa jika terjadi
kenaikan harga beras, maka akan berdampak
meningkatkan kemiskinan di Sulsel. Sementara itu,
korelasi kemiskinan dengan inflasi memiliki
kecenderungan yang sama. Inflasi yang semakin
meningkat akan menurunkan daya beli masyarakat,
sehingga kesejahteraan menurun. Dengan demikian,
upaya pengendalian inflasi perlu ditingkatkan, agar
tingkat kemiskinan dapat ditekan menurun. Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.5. Grafik Kemiskinan dan Andil Inflasi Beras
12BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
152.8 150.8 129.2 133.6 148.0 160.5 162.49154.40146.42157.18
930.3
880.9
696.6672.3
639.7
696.9701.81
651.95 651.3
707.34
10.3% 10.3%
10.1%
9.8%
9.5%
10.3%10.3%
9.5%
9.39%
10.12%
8.8%
9.0%
9.2%
9.4%
9.6%
9.8%
10.0%
10.2%
10.4%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15
ribu orang
Desa Kota % Total Penduduk Miskin - kanan
8.98
14.07
10.12
13.74
18.16
11.9
19.36
6.22
25.73
28.4
0
5
10
15
20
25
30
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Sulut Sulteng Sulsel SultraGorontaloSulbar Maluku Malut Irjabar Papua
Desa Kota % Total Penddk Miskin - kanan
-0.05
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
2011 2012 Mar2013
Sept2013
Mar2014
Sept2014
Mar2015
Sept2015
Kemiskinan Inflasi Andil_Beras - Skala Kanan
R2Kemiskinan - Andil Beras: 70,05%
%yoy %yoy
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
72 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Sulsel
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Secara spasial, persentase jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan
provinsi lain se-Sulampua. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan ketiga terendah (10,12%)
setelah Provinsi Maluku Utara (6,22%) dan Sulawesi Utara (8,98%) (Grafik 6.4). Sedangkan persentase jumlah penduduk
miskin tertinggi di Sulampua tercatat 28,4% dan masih terdapat di Provinsi Papua.
Tabel 6.4. Perkembangan Kemiskinan di KawasanTimur Indonesia
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Secara per wilayah, tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di Kab. Pangkep. Berdasarkan data BPS tahun 2014, tingkat
kemiskinan di Kab. Pangkep mencapai 16,38% di ikuti oleh Jeneponto (15,31%), dan Toraja Utara (15,10%). Sementara itu,
daerah dengan tingkat kemiskinan terendah berada di wilayah Makassar dengan persentase kemiskinan mencapai 4,48%
di ikuti oleh Sidrap (5,82%), dan Parepare (5,88%). Secara keseluruhan, hampir di seluruh wilayah terjadi peningkatan
kemiskinan.
Tabel 6.5. Tingkat Kemiskinan Per Kab/Kota se Sulawesi Selatan
Sumber: BPS, diolah
Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15
Kota 235,488 240,276 246,416 264,163 274,140 9.13% 8.29% 4.64% 9.94% 11.25% 7.24% 5.88% 3.72% 8.61% 8.36%
Desa 207,023 211,271 219,109 240,175 254,524 12.54% 9.94% 5.84% 13.68% 16.16%
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY
Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total
Sulut 60.08 137.48 197.56 5.57 10.47 8.3 60.71 147.83 208.54 5.52 11.27 8.65 58.00 159.14 217.14 5.26 12.1 8.98
Sulteng 71.65 315.41 387.06 10.35 14.66 13.6 77.97 343.66 421.63 10.93 15.9 14.66 79.25 327.09 406.34 11.06 15.07 14.07
Sulsel 154.40 651.95 806.35 4.93 12.25 9.5 146.42 651.3 797.72 4.61 12.23 9.39 157.18 707.34 864.52 4.93 13.22 10.12
Sultra 45.79 268.30 314.09 6.62 15.17 12.8 52.06 269.82 321.88 7.24 15.19 12.9 56.77 288.25 345.02 7.84 16.12 13.74
Gorontalo 23.88 171.22 195.10 6.24 23.21 17.4 25.37 181.48 206.85 6.48 24.62 18.32 27.01 179.51 206.52 6.84 24.17 18.16
Sulbar 29.87 124.82 154.69 9.99 12.67 12.1 27.39 133.09 160.48 10.52 12.87 12.4 22.51 130.7 153.21 8.69 12.7 11.9
Maluku 47.58 259.44 307.02 7.35 25.49 18.4 51.77 276.64 328.41 7.91 26.9 19.51 51.6 276.17 327.77 7.83 26.7 19.36
Malut 11.17 73.62 84.79 3.58 8.85 7.4 12.25 67.65 79.9 3.85 7.95 6.84 8.29 64.35 72.64 2.61 7.57 6.22
Irjabar 14.06 211.40 225.46 5.52 35.01 26.3 19.34 206.03 225.37 5.86 37.97 25.82 18.82 206.72 225.54 5.68 37.94 25.73
Papua 35.61 828.50 864.11 4.46 35.87 27.8 37.27 821.88 859.15 4.61 36.66 28.17 30.28 867.93 898.21 3.61 37.34 28.4
Sep-15
Jumlah PersentaseProvinsi
Mar-15Sep-14
Persentase JumlahJumlah Persentase
No Tingkat Kemiskinan (%) 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 18.49 16.41 15.00 13.49 12.87 14.23 13.13
2 Bulukumba 12.26 10.50 9.02 8.12 7.82 9.04 8.37
3 Bantaeng 10.94 9.96 10.25 9.21 8.89 10.45 9.68
4 Jeneponto 22.48 20.58 19.10 17.16 16.58 16.52 15.31
5 Takalar 12.68 11.06 11.16 10.04 9.59 10.42 9.62
6 Gowa 12.79 10.93 9.49 8.55 8.05 8.73 8.00
7 Sinjai 12.73 11.37 10.68 9.63 9.28 10.32 9.56
8 Maros 18.55 16.35 14.62 13.14 12.55 12.94 11.93
9 Pangkep 21.36 19.35 19.26 17.36 16.62 17.75 16.38
10 Barru 13.49 11.43 10.69 9.59 9.28 10.32 9.74
11 Bone 17.35 15.19 14.08 12.67 12.25 11.92 10.88
12 Soppeng 11.22 9.95 10.42 9.36 9.12 9.43 8.76
13 Wajo 10.16 8.93 8.96 8.06 7.83 8.17 7.74
14 Sidrap 7.64 6.73 7.00 6.29 6.00 6.30 5.82
15 Pinrang 9.65 8.70 9.01 8.12 7.82 8.86 8.20
16 Enrekang 20.51 18.10 16.86 15.18 14.44 15.11 13.90
17 Luwu 19.44 16.96 15.44 13.93 13.33 15.10 13.95
18 Tana Toraja 18.57 16.14 14.62 13.22 12.72 13.81 12.77
19 Luwu Utara 18.38 16.40 16.25 14.64 14.02 15.52 14.31
20 Luwu Timur 10.98 8.91 9.18 8.29 7.71 8.38 7.67
21 Toraja Utara - - 19.08 17.06 16.27 16.53 15.10
22 Makassar 5.36 5.52 5.86 5.29 5.02 4.70 4.48
23 Pare-pare 7.10 6.52 6.53 5.91 5.58 6.38 5.88
23 Palopo 12.83 11.85 11.28 10.22 9.46 9.57 8.80
Sulawesi Selatan 13.41 11.93 11.40 10.27 9.82 10.32 9.54
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 73
6.3. Rasio Gini13
Gini ratio Provinsi Sulawesi Selatan menurun di 2015. Nilai gini ratio Sulsel tahun 2015 sebesar 0,42 menurun
dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 0,45. Namun secara tren dari 2012, angka ini cenderung mengalami
peningkatan. Pada 2012, gini ratio Sulsel masih sama dengan nasional yakni 0,41. Dibandingkan provinsi lain di Sulampua,
nilai gini ratio Sulawesi Selatan termasuk tinggi. Angka gini ratio tertinggi terjadi di Papua Barat (0,44). Sulsel, Gorontalo,
dan Papua tercatat sebagai provinsi dengan gini ratio kedua terbesar se Sulampua. Sementara itu, nilai gini ratio terendah
(0,28) terjadi di Provinsi Maluku Utara.
Tabel 6.6. Nilai Gini Ratio
Sumber: BookletData Sosial Ekonomi, BPS
6.4. Nilai Tukar Petani14
Indikator kesejahteraan sektor unggulan (pertanian) relatif baik, tercermin dari stabilnya Nilai Tukar Petani (NTP) pada
triwulan IV 2015 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NTP pada triwulan IV 2015 (106,39) stabil dibandingkan
triwulan III 2015 (106,43). NTP relatif stabil dengan kenaikan yang pararel antara indeks harga barang dan jasa yang
dikonsumsi oleh rumah tangga maupun indeks harga keperluan produksi pertanian (Grafik 6.5). NTP tetap tumbuh
meningkat 2,13% (yoy) pada triwulan IV 2015. Pertumbuhan tersebut didorong oleh kenaikan indeks harga produksi
pertanian yang lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah
tangga maupun keperluan produksi pertanian. Lebih lanjut, rata-rata indeks yang dibayar petani tumbuh 5,81% (yoy). Hal
ini menjadi penting untuk diperhatikan karena jenis barang/jasa dalam keranjang inflasi merupakan komponen dalam
indeks yang dibayar petani (subkelompok konsumsi rumah tangga).
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani
Peningkatan harga komoditas dalam inflasi tidak selalu diikuti perbaikan nilai tukar petani, karena petani juga
merupakan net consumer. Keterkaitan (korelasi) antara inflasi dan nilai tukar petani justru negatif (bertolak belakang)
(Grafik 6.8). Pada periode tahun 2009 – 2011 negatif dari korelasi tersebut mencapai -0,38 dan periode tahun 2012
hingga 2015 mencapai -0,69. Gap antara kenaikan inflasi dan perbaikan NTP semakin meningkat, pada saat terjadi
peningkatan harga pangan seperti terjadi pada Januari 2009 (kenaikan harga cabe merah, daging ayam ras, dan bawang
13Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 14NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).
Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Gorontalo 0.43 0.46 0.44 0.44 0.45 0.42
Papua 0.41 0.42 0.44 0.44 0.46 0.42
Sulawesi Selatan 0.40 0.41 0.41 0.43 0.45 0.42
Sulawesi Tenggara 0.42 0.41 0.40 0.43 0.40 0.40
Papua Barat 0.38 0.40 0.43 0.43 0.41 0.44
Sulawesi Utara 0.37 0.39 0.43 0.42 0.44 0.37
Sulawesi Tengah 0.37 0.38 0.40 0.41 0.35 0.37
Maluku 0.33 0.41 0.38 0.37 0.33 0.34
Sulawesi Barat 0.36 0.34 0.31 0.35 0.38 0.36
Maluku Utara 0.34 0.33 0.34 0.32 0.32 0.28
Indonesia 0.38 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41
-4
-2
0
2
4
6
8
85
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014 2015
%, yoyIndeks Nilai Tukar Petani
gIndeks - Skala Kanan
-4-2024681012
90 95
100 105 110 115 120 125 130
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014 2015
%, yoyIndeks
Indeks yang Dibayar Petani
gIndeks - Skala Kanan
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
74 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
merah) dan Juni 2010 (kenaikan harga beras dan cabe merah). Demikian pula saat kenaikan harga bahan bakar minyak
bersubsidi di Juli 2013 dan November 2014, gap antara inflasi dan perkembangan NTP semakin besar.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani Grafik 6.9. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
Namun demikian, secara spasial NTP Sulsel di triwulan IV 2015 menduduki peringkat ke-3 terbesar dibanding provinsi
lainnya, di bawah Jawa Barat dan Banten. Posisi ini lebih tinggi dibandingkan dengan posisi Sulsel di triwulan sebelumnya
yang mampu menempati urutan keempat secara Nasional. Posisi rata-rata nilai NTP Sulsel (104,72) mengalami penurunan
-0,64% (yoy) di tahun 2014 (105,39). Penurunan NTP tersebut didorong oleh peningkatan Indeks yang Dibayar Petani
4,26% (yoy) dari 117,34 pada triwulan IV 2014 menjadi 122,34 pada triwulan IV 2015, meskipun Indeks yang Diterima
Petani juga meningkat 6,48% (yoy) dari 122,24 pada triwulan III 2015 menjadi 130,16 pada triwulan IV 2015.
Tabel6.6. Perkembangan NTP per Provinsi se Indonesia
Sumber: BPS, diolah
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
123456789101112123456789101112123456789101112123456789101112123456789101112123456789101112123456789101112
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
yoy
Inflasi Nilai Tukar Petani
r 2012-2015 = -0,69r 2009-2011 = -0,38
Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015-Tw1 2015-Tw2 2015-Tw3 2015-Tw4
Jawa Barat 96.13 97.21 99.28 104.90 108.93 108.81 104.43 105.70 102.78 104.74 107.08
Banten 97.30 97.75 101.83 104.80 108.44 109.62 104.75 105.23 102.77 104.02 107.02
Sulawesi Selatan 100.19 100.64 101.66 107.09 108.05 107.02 105.39 104.23 103.35 105.09 106.21
Nusa Tenggara Barat 98.83 96.45 95.32 96.14 95.36 95.00 99.82 101.86 102.28 104.26 106.21
Sulawesi Barat 102.12 105.50 105.49 104.31 104.40 103.95 102.96 102.23 103.81 105.22 106.16
Jawa Timur 100.49 98.19 98.74 101.65 102.16 102.91 104.75 105.24 102.79 105.14 106.15
Bali 100.69 103.06 103.81 106.52 108.27 107.02 104.86 103.83 103.34 104.46 105.15
Gorontalo 102.43 99.47 101.66 104.08 102.33 100.78 101.32 101.50 100.91 102.49 104.21
Lampung 104.18 107.94 115.04 121.48 125.41 122.80 104.17 102.90 102.00 103.77 103.99
Kepulauan Bangka Belitung 99.08 94.41 95.77 99.16 99.17 100.33 101.55 103.48 105.17 106.30 103.86
Nusa Tenggara Timur 96.05 101.39 101.99 102.20 101.81 99.28 100.27 101.21 101.05 102.21 103.19
DI Yogyakarta 105.27 107.83 112.64 115.11 116.45 115.62 102.20 100.22 99.44 101.80 103.06
Maluku Utara 97.30 99.99 98.79 101.06 100.66 100.48 103.26 102.62 101.78 101.15 102.81
Maluku 103.06 106.64 103.54 104.81 104.70 105.22 100.51 100.75 100.11 100.30 102.02
Jawa Tengah 99.78 98.66 101.62 104.83 105.35 105.73 100.65 100.86 98.09 100.11 101.87
Sulawesi Tenggara 103.52 107.28 108.64 107.62 106.45 105.91 101.32 98.83 98.35 100.21 100.76
Papua Barat 104.55 106.12 103.55 102.95 101.63 99.72 100.17 99.36 101.04 100.97 100.10
Sumatera Utara 101.78 100.63 102.36 103.42 101.71 99.52 100.10 98.52 98.60 97.67 99.64
Sulawesi Tengah 101.13 98.58 97.17 98.86 97.79 97.12 102.18 97.99 96.95 98.14 99.37
Kalimantan Selatan 97.53 100.40 106.50 108.40 107.85 105.25 99.83 100.54 100.11 99.99 99.32
Kepulauan Riau 102.80 100.82 99.94 103.08 104.66 104.67 100.93 100.14 98.92 99.95 98.78
DKI Jakarta - - - - - - 100.49 98.84 98.34 97.34 98.19
Kalimantan Tengah 98.73 98.37 102.88 101.10 99.25 97.80 101.29 98.99 98.47 99.03 98.14
Kalimantan Timur 101.39 101.06 99.84 98.75 98.04 95.53 99.92 99.95 98.33 98.33 97.86
Aceh 98.64 99.17 104.12 104.30 104.14 102.70 98.17 96.82 95.95 96.02 97.75
Sumatera Barat 105.18 103.70 105.48 106.25 105.03 103.82 100.61 98.72 97.36 97.14 97.73
Sulawesi Utara 101.49 101.40 101.04 103.22 101.47 100.40 99.37 98.01 95.68 95.47 96.74
Papua 102.84 101.52 102.59 101.31 102.70 100.73 97.34 97.12 96.95 96.75 96.58
Kalimantan Barat 103.47 100.82 101.19 102.63 100.92 98.00 96.63 97.26 96.67 96.70 96.30
Sumatera Selatan 101.49 99.68 104.89 109.63 110.13 109.20 100.92 97.84 97.52 95.94 96.19
Jambi 97.92 94.14 96.14 96.25 92.16 89.66 97.04 95.95 95.21 95.13 95.45
Riau 101.75 99.06 104.11 105.07 104.27 101.06 96.95 96.84 95.97 93.55 94.61
Bengkulu 105.50 103.57 104.68 102.98 102.42 99.51 96.35 95.47 94.12 92.71 93.36
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 75
7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Bab 7 Prospek Perekonomian dan
Rekomendasi Kebijakan
Perekonomian Sulsel pada triwulan I 2016 diperkirakan tumbuh pada
kisaran 6,9% - 7,9% (yoy). Sementara untuk keseluruhan 2016 diperkirakan
tumbuh pada kisaran 7,5% - 8,5% (yoy), membaik dibandingkan 2015.
Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel
triwulan I 2016 diperkirakan tetap lebih tinggi. Di sisi permintaan,
pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan ditopang terutama oleh
konsumsi dan investasi, serta perbaikan ekspor. Di sisi lapangan usaha,
peningkatan pertumbuhan terutama didukung oleh sektor primer dan tersier.
Faktor risiko yang perlu diwaspadai ke depan adalah berlanjutnya
ketidakpastian ekonomi global, rebound-nya harga minyak dunia,
pergerakan nilai tukar rupiah, dan permasalahan hormonisasi kebijakan
ekonomi pemerintah pusat dan daerah.
Tekanan harga triwulan I 2016 dan sampai dengan akhir 2016
diperkirakan melemah, sebagai implikasi lanjutan tren penurunan harga
minyak dunia, sehingga terjadi penyesuaian harga administered price. Oleh
karena itu, inflasi 2016 diprakirakan tetap terkendali dan berada dalam
rentang target inflasi nasional.
Namun demikian, koordinasi tetap menjadi kata kunci keberhasilan dalam
mengendalikan inflasi, terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga
ketersediaan dan kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai
daerah di Sulsel.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
76 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulsel di triwulan I 2016 diperkirakan tetap tumbuh kuat, yang diperkirakan masih ditopang oleh
konsumsi dan investasi serta perbaikan aktivitas ekspor. Perekonomian Sulsel pada triwulan I 2016 diperkirakan tetap
tumbuh kuat dalam kisaran 6,9% - 7,9% (yoy). Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga masih cukup kuat dan relatif
stabil, sebagaimana tercermin dari optimisme konsumen (hasil survei BPS dan BI), dengan indeks keyakinan konsumen
stabil di atas angka 100. Investasi diperkirakan tetap berjalan, meskipun di awal tahun cenderung melambat. Sementara
aktivitas ekspor diperkirakan akan sedikit membaik, disertai risiko permintaan negara mitra dagang yang masih lemah,
dengan disinsentif harga internasional. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan di triwulan I 2016
diperkirakan akan terjadi pada sektor pertanian, penyediaan akomodasi, real estate, dan jasa-jasa.
Dengan mempertimbangkan kondisi terkini indikator ekonomi domestik dan global, perekonomian Sulsel pada 2016
diperkirakan tumbuh sedikit membaik dibandingkan pertumbuhan 2015 (7,15%, yoy). Pertumbuhan ekonomi pada
2016, diperkirakan mengalami perbaikan, dengan asumsi terjadi perbaikan harga komoditas internasional dan ekonomi
negara mitra dagang, khususnya dari negara maju (Amerika Serikat, Kawasan Eropa, dan ASEAN). Dari sisi domestik,
pendorong berasal dari realisasi penyaluran belanja pemerintah pusat dan pembangunan infrastruktur. Faktor risiko yang
perlu diwaspadai ke depan adalah ketidakpastian ekonomi global yang masih akan berlanjut, kembali rebound-nya harga
minyak dunia, pergerakan nilai tukar rupiah, dan permasalahan hormonisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan
daerah.
Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya
7.1.1 Prospek Sisi Pengeluaran
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2016 yang berkisar 6,9%-7,9% (yoy) masih akan ditopang
oleh permintaan domestik. Permintaan domestik yang masih tumbuh meningkat terutama konsumsi rumah tangga dan
pemerintah, dengan perkiraan masing-masing akan tumbuh pada kisaran 4,9%-5,9% dan 9,1%-10,1%. Sementara itu,
kegiatan investasi diperkirakan tetap baik, dengan berlanjutnya proyek infrastruktur multiyears dan percepatan
pelaksanaan lelang proyek. Sedangkan, ekspor luar negeri Sulsel diperkirakan masih rendah, di tengah pelemahan
ekonomi negara-negara mitra dagang dan harga komoditas yang trennya terus turun.
Konsumsi pada triwulan I 2016 diperkirakan tetap kuat dibandingkan triwulan sebelumnya. Komponen konsumsi rumah
tangga meningkat tercermin dari indeks tendensi konsumen yang berada di level 104,4, terutama untuk ekspektasi
pendapatan mencapai 104,9, sedangkan indeks keyakinan konsumen berada pada level 103,42. Di sisi lain, konsumsi
pemerintah diperkirakan cenderung masih lemah di awal tahun dikarenakan masih dalam masa konsolidasi anggaran.
Dana desa juga belum dapat disalurkan secara optimal di triwulan ini, dan diperkirakan baru akan banyak terealisasi mulai
triwulan II 201615
.
15 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan
Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap I pada bulan April sebesar 40% (empat puluh per seratus); tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus); dan tahap III pada bulan Oktober sebesar 20% (dua puluh per seratus).
4
5
6
7
8
9
10
20
13
Q1
20
13
Q2
20
13
Q3
20
13
Q4
20
14
Q1
20
14
Q2
20
14
Q3
20
14
Q4
20
15
Q1
20
15
Q2
20
15
Q3
20
15
Q4
20
16
Q1
20
16
Q2
20
16
Q3
20
16
Q4
%, yoy
2015:7,15%
2016:7,5% - 8,5%
2013:7,63%
2014:7,57%
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 77
Sumber: Badan Pusat Statistik p) Perkiraan BPS Sumber: Survei Konsumen – BI
Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen BPS Grafik 7.3. Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia
Sumber: Kanwil Perbendaharaan Negara Sulsel dan
Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Sulsel
Grafik 7.4. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah
Komponen investasi Sulsel pada triwulan I 2016 tetap tumbuh tinggi dan diperkirakan dalam tren meningkat sampai
dengan keseluruhan 2016. Beberapa proyek unggulan yang masih terus berlangsung selama 2016 antara lain:
1. Pelabuhan Makassar (Makassar New Port) dengan kapasitas 3 juta teus, yang berlangsung 2015 – 2018, yang
membutuhkan biaya sebesar Rp1,8 Triliun. Kemajuan pekerjaan mencapai 10 %, antara lain jalan menuju proyek,
dan struktur dermaga yang ada pada pinggir pantai.
2. Tiga Proyek Jalan Yakni Bypass Mamminasata, Middle Ring Road Dan Elevated Poros Maros-Bone, yang berlangsung
2015 – 2018 yang membutuhkan biaya Rp251,25 Miliar. Kemajuan pekerjaan penandatanganan kontrak untuk
pengerjaan tahap pertama.
3. Proyek kereta api Trans Sulawesi trace Makassar - Parepare, yang berlangsung 2015 – 2018, pada tahun 2016
membutuhkan biaya Rp1,3 triliun (APBN). Kemajuan pekerjaan konstruksi telah mencapai 10 Km dan pembebasan
lahan tahap I sepanjang 30 Km telah selesai 90%.
4. Pembangkit Listrik (Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity), yang
berlangsung 2015-2016 membutuhkan biaya Rp 3 triliun. Kemajuan pekerjaan berupa groundbreaking yang telah
dilakukan pada Maret 2015.
5. Bendung Baliase yang berlangsung 2015 – 2019, membutuhkan biaya Rp200 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa
mobilisasi, tenaga, alat, material on site.
6. Bendungan Karalloe yang berlangsung 2013 – 2017, membutuhkan biaya Rp500 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa
pembebasan lahan.
7. Bendungan Paselloreng yang berlangsung 2015 – 2019, membutuhkan biaya Rp800 miliar. Kemajuan
pekerjaan berupa pembebasan lahan.
8. Waduk Tunggu Nipa Nipa yang berlangsung 2015 – 2017, membutuhkan biaya Rp400 miliar. Kemajuan
pekerjaan berupa pembebasan lahan.
9. Bendung Baliase yang berlangsung 2015 - 2019, membutuhkan biaya Rp200 miliar. Kemajuan pekerjaan tahap
negosiasi dengan masyarakat.
90
100
110
120
130
140
150
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Ip
2012 2013 2014 2015 2016
Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Indeks Ekspektasi Konsumen
10,8%
30,9%
52,1%
89,8%
10,0%
29,5%
49,6%
90,1%
11,7%
32,4%
52,8%
91,4%
9,64%
24,37%
47,23%
88,60%
10,52%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV IP
2012 2013 2014 2015 2016
p : perkiraan realisasi triwulan I (data historis)
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
78 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
10. Perbaikan Irigasi (Sekunder) yang berlangsung 2016, membutuhkan biaya Rp31,6 miliar. Kemajuan pekerjaan sampai
pada tahap kontrak kerja.
11. Perbaikan Irigasi (Tersier) yang berlangsung 2016, membutuhkan biaya Rp5,8 miliar. Kemajuan pekerjaan sampai
pada tahap kontrak kerja.
Kinerja ekspor dan impor diprakirakan semakin membaik, termasuk untuk perdagangan antar pulau. Rendahnya harga
komoditas andalan ekspor disikapi Pemda dengan melaksanakan kebijakan akselerasi ekspor melalui diversifikasi produk
dan Negara tujuan ekspor. Untuk mendukung kebijakan tersebut, Gubernur Sulsel telah mencanangkan kenaikan nilai
ekspor non-migas menjadi 3 kali lipat dari kondisi sekarang, dan kepada setiap Kabupaten diminta agar mempunyai
komoditi andalan ekspor, dan kebijakan ini telah dimulai sejak Agustus 201516
. Sebagai indikator dampak positif dari
kebijakan ini, volume ekspor Sulsel 2015 mengalami peningkatan 36,20% (yoy) atau sebesar 274,96 ribu ton untuk produk
pertanian.
Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara
Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy)
WEO (IMF) WEO (IMF) Jan-16 Okt-15
2014 2015p 2016p 2014 2015p 2016p
Amerika Serikat 2,4 2,6 2,8 2,4→ 2,5↓ 2,6↓
Kawasan Eropa 0,9 1,5 1,6 0,9→ 1,5→ 1,7↑
Kawasan Asia 6,8 6,5 6,4 6,8→ 6,6↑ 6,3↓
Tiongkok 7,3 6,8 6,3 7,3→ 6,9↑ 6,3→
Jepang –0,1 0,6 1,0 0,0↑ 0,6→ 1,0→
Kawasan ASEAN* 4,6 4,6 4,9 4,6→ 4,7↑ 4,8↓
Output Dunia 3,4 3,1 3,6 3,4→ 2,6↓ 3,4↓ *) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: ↑ Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya → Sama dengan perkiraan sebelumnya ↓ Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya
Sementara itu, harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan diperkirakan semakin membaik dengan
tingkat yang rendah. Namun tren harga internasional tersebut diperkirakan baru mulai membaik pada akhir tahun 201617
dan secara langsung akan berimbas positif pada peningkatan ekspor. Harga komoditas ekspor utama, yaitu nikel trennya
akan membaik di akhir 2016, atau akan tumbuh 6,12% (yoy), dimana pada akhir 2015 harga nikel berada pada kisaran
10.000 USD/metrik ton. Saat ini, harga nikel tercatat 8.507,29 USD/metrik ton. Masih rendahnya harga nikel, dikarenakan
berkurangnya permintaan dari industri besi/baja, destocking sektor stainless steel, dan tetap rendahnya output China,
sehingga berkontribusi terhadap penurunan harga nikel.
Sumber: World Bank
Sumber: World Bank
Grafik 7.5. Perkembangan Harga Internasional Nikel Grafik 7.6. Perkembangan Harga Internasional Coklat
16
Program ini dibuka secara simbolis oleh presiden Jokowi,yang melepas ekspor ke 24 negara tujuan dengan 27 komoditas berbeda dengan nilai Rp62
triliun. Dalam program ini Sulsel membidik 24 negara tujuan ekspor, diantaranya Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Italia, Puerto Rico, Jerman, Australia, Malaysia, Singapore Hongkong, Philipina , Inggris, Taiwan, Tiongkok , Israel, Polandia, Denmark, Dubai (Uni Emirat Arab), Kuwait, Saudi Arabia, Ukraina, Spanyol, Vietnam, Timor leste. Sedangkan komoditi yang di ekspor adalah udang beku, ikan tuna beku, kepiting, gurita beku, ikan segar, kakao liquer, kakao powder, kopi, kakao, buah markisa, jagung, budsudan (dupa), kayu olahan, rumput laut, karet, minyak mete, kulit mete, mete kupas, tepung terigu, dedak gandum, reptile skin, semen, nikel, marmer, ikan hidup, telur ikan terbang, daging kepiting, dan marmer.
17 Commodity Market Outlook, Januari 2016.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 79
Perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan lebih tinggiseiring masuknya musim panen di Sulsel, serta
membaiknya fasilitas infrastruktur dan pelayanan antar pulau. Infrastruktur yang semakin membaik akan mendukung
perhubungan antar pulau18
dan memudahkan lalu lintas pengiriman barang antar pulau yang saat ini menggunakan truk19
dan fasilitas kapal ro-ro. Selain itu, produksi pangan daerah lain yang relatif menurun, akan dipasok oleh Sulsel. Dalam hal
ini Sulsel telah mencatat pengiriman beras kepada 22 provinsi lainnya melalui mekanisme move Bulog dan memasok
bahan pangan lainnya (makanan jadi, hortikultura, dll) untuk kawasan timur Indonesia serta Kalimantan.
7.1.2 Prospek Sisi Lapangan usaha
Pada triwulan I 2016, sektor primer dan tersier diperkirakan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel.
Perkembangan sektor primer (pertanian) meningkat seiring dengan pembangunan beberapa sarana terkait dan telah
masuknya musim panen. Sementara beberapa sektor tersier diperkirakan meningkat seiring adanya pelonggaran
kebijakan dan perbaikan ekspektasi pelaku usaha keuangan. Sementara itu, perkembangan sektor sekunder (industri dan
konstruksi) diharapkan akan terdapat perbaikan.
Lapangan usaha pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diprakirakan akan meningkat pada triwulan I 2016.
Curah hujan yang cenderung menengah pada triwulan I 2016, diperkirakan optimal untuk penanaman tabama maupun
penangkapan ikan. Namun demikian, peningkatan produksi diperkirakan hanya terjadi pada produksi padi, sementara
produksi jagung dan kedelai diperkirakan turun. Produksi padi 2016 diperkirakan meningkat 8,4% (yoy), sementara
produksi jagung dan kedelai 2016 masing-masing akan turun 3,13% dan 18,43% (yoy). Dari sisi subsektor perkebunan,
tren harga internasional untuk kopi dan coklat diperkirakan masih lemah, sehingga ekspor komoditas tersebut juga
diperkirakan masih tertahan.
Lapangan usaha pertambangan diprakirakan tumbuh melambat, seiring dengan perkiraan harga internasional nikel
yang terus turun dan mencapai terendah dalam kurun 10 tahun terakhir. Perusahaan tambang masih untung dengan
harga nikel yang rendah, selama harga minyak bumi juga tetap rendah. Perkembangan harga internasional nikel, sampai
dengan Januari 2016 telah mengalami penurunan -42,7% (yoy) hingga level harga 8.507,29 USD /metrik ton. Harga bahan
bakar minyak dimanfaatkan perusahaan dengan meningkatkan produksi nikel perusahaan20
, dan dengan demikian
pendapatan perusahaan meningkat. Sebagai indikator, volume ekspor nikel pada 2014 tercatat 99,42 ribu ton sementara
2015 tercatat meningkat 3,13% (yoy) menjadi 102,53 ribu ton. Dalam menyiasati penurunan permintaan pasar dunia,
perusahaan tambang di Sulsel pada 2016, akan menunda belanja modal, yang berarti tidak ada ekspansi usaha pada 2016.
Lapangan usaha industri pengolahan diprakirakan terkoreksi ke atas pada triwulan I 2016. Industri semen yang sempat
terbakar pada triwulan III 2015 sudah kembali beroperasi normal, sehingga sektor ini diperkirakan sudah mulai terkoreksi
ke atas produksinya. Di sisi lain, industri bahan makanan diperkirakan belum menggenjot produksinya karena permintaan
yang masih rendah.
Lapangan usaha konstruksi diperkirakan masih tertahan pada triwulan I 2016. Beberapa proyek pembangunan skala
besar telah mulai berjalan pada 2015, dan masih berlanjut di 2016. Sementara itu, realisasi pembangunan infrastruktur
baru diperkirakan masih minim di awal tahun. Kenaikan NJOP hingga 300% di Kota Makassar yang merupakan pusat
pertumbuhan sektor konstruksi di Sulsel diperkirakan berpengaruh signifikan21
terhadap penyediaan lahan di Makassar.
Lapangan usaha perdagangan besar/eceran diprakirakan masih rendah pada triwulan I 2016. Kegiatan perdagangan
diperkirakan belum meningkat signifikan. Hasil survei penjualan eceran yang dilakukan Bank Indonesia memperlihatkan
indeks penjualan eceran pada triwulan I 2016 meningkat tipis (0,89%; yoy). Perbaikan penjualan triwulan I 2016
diperkirakan terjadi pada suku cadang; makanan, minuman dan tembakau; serta bahan bakar kendaraan bermotor
masing-masing 1,28%; -0,35%; dan 8,62% (yoy) dari triwulan sebelumnya masing-masing -3,52%; -3,43%; dan 6,72% (yoy).
18 Penambahan dermaga peti kemas, serta mulai beroperasinya lintas penyeberangan Pelabuhan Paciran, Jawa Timur dengan Pelabuhan Garongkong di
Kabupaten Barru. 19 Pengiriman barang untuk pengiriman dalam partai kecil,dengan metode tersebut mengurangi biaya bongkar muat barang. 20
produksi nikel yang dilakukan perusahaan pengolahan nikel meningkat menjadi 58.875 mt pada 2015 dari sebelumnya hanya 58.141
mt pada 2014. 21
Dari hasil FGD dengan REI Sulsel, diperoleh informasi bahwa kebijakan kenaikan NJOP mengakibatkan beberapa kontraktor urung melanjutkan proyek
pembangunan infrastruktur karena biaya pembebasan lahan yang meningkat signifikan.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
80 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Grafik 7.7. Perkembangan Survei Penjualan Eceran
Lapangan usaha penyedia jasa akomodasi diperkirakan belum meningkat signifikan di awal 2016. Kegiatan MICE di awal
tahun 2016 relatif belum banyak terselenggara, karena masih dalam tahap konsolidasi internal institusi. Sementara itu,
tren pertumbuhan lapangan usaha ini akan meningkat pada 2016, seiring penambahan unit dan kamar hotel22
baru.
Sementara itu, lapangan usaha jasa keuangan diperkirakan juga meningkat, sebagaimana yang diekspektasikan
kalangan banker. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan IV 2015, memperkirakan pertumbuhan kredit pada
2016 akan menguat, seiring optimisme perkiraan kondisi ekonomi tahun 2016 yang lebih baik dari tahun sebelumnya,
menurunnya risiko penyaluran kredit, dan rencana penurunan suku bunga kredit. Hasil dari survei tersebut
memperkirakan untuk keseluruhan 2016, secara nasional kredit akan tumbuh 12,0% (yoy) lebih tinggi dari hasil survei
sebelumnya (9,8%; yoy)23
.
7.2. Prospek Inflasi
Laju inflasi triwulan I 2016 secara umum diperkirakan stabil dengan rentang 4,0%±1,0% (yoy). Tekanan inflasi khususnya
dari kelompok volatile food diperkirakan melemah, seiring masuknya musim panen sehingga pasokan bahan pangan
mengalami penambahan. Tren penurunan harga minyak dunia diikuti penyesuaian harga/tarif administered price, akan
menjadi faktor penahan laju inflasi. Selain itu, Bank Indonesia bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sulsel
akan meningkatkan koordinasi untuk menjaga ketersediaan stok pangan guna meminimalisir gejolak harga.
Inflasi di akhir 2016 diperkirakan masih dalam rentang target inflasi Nasional. Melihat pola historis inflasi pada lima
tahun terakhir, akan terjadi koreksi inflasi pada awal tahun, seiring masuknya musim panen bahan makanan. Selain itu,
harga komoditas minyak dunia dalam level terendah dalam sepuluh tahun terakhir. Target inflasi Sulsel pada 2016 di
kisaran 4%±1% optimis akan dapat tercapai, dengan catatan ketersediaan/distribusi pangan berjalan optimal,
berlanjutnya tren penurunan harga minyak dunia, diikuti dengan tiadanya kebijakan dari pemerintah yang dapat
meningkatkan tekanan inflasi secara simultan, serta telah berjalannya fungsi TPID di seluruh Kab/kota secara optimal.
Grafik 7.8. Perkembangan dan Proyeksi Inflasi Sulsel
22 Jumlah kamar tersedia di Makassar 2015 mencapai 11.550 unit kamar. Pada 2016, akan bertambah 1.800 kamar, sehingga mencapai 13.350 kamar
dengan rencana pengoperasian 11 hotel baru sepanjang 2016. 23 Statistik Perbankan Indonesia Triwulan IV 2015.
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV IP
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoy
Indeks Total Suku cadang
Makanan, Minuman & Tembakau Bahan bakar kendaraan bermotor
Peralatan dan komunikasi di toko Perlengkapan rumah tangga lainnya
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 .12
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Infl
asi T
ahu
nan
Nasional
Sulsel
Sasaran Inflasi 2013: 4,5%+1Sulsel 2013: 6,22%Nasional 2013: 8,38%
Sasaran Inflasi 2011: 5%+1Sulsel 2011: 2,87%Nasional 2011: 3,79%
Sasaran Inflasi 2012: 4,5%+1Sulsel 2012: 4,41%Nasional 2012: 4,30%
Sasaran Inflasi 2015:4% + 1
Sasaran Inflasi 2014: 4,5%+1Sulsel 2014: 8,61%Nasional 2014: 8,36%
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 81
Kegiatan untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi terus dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi
Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota. Pada triwulan I 2016, TPID akan lebih
meningkatkan koordinasi di tingkat Provinsi maupun kabupaten/kota untuk menjaga ketersediaan pasokan dan
kelancaran distribusi. Pemerintah Provinsi Sulsel berkomitmen untuk mencapai tingkat inflasi 2016 sekitar 4%. Koordinasi
menjadi krusial seiring peningkatan tekanan inflasi karena aliran distribusi pasokan bahan pangan ke daerah lain yang ikut
mengerek harga di Sulsel. Kondisi tersebut mendorong realisasi inflasi pada Januari 2016, yang naik menjadi 5,94% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan akhir 2015 (4,48%; yoy).
Tekanan inflasi volatile food diperkirakan melemah. Pergeseran jadwal tanam di beberapa wilayah di Sulsel yang semula
direncanakan pertengahan November 2015 menjadi pertengahan Desember 2015, sehingga pasokan pangan diperkirakan
akan tinggi pada triwulan I 2016, dengan berlangsungnya musim panen. Intensitas El Nino yang kuat, telah diantisipasi
dengan menyiapkan dukungan penyediaan saprodi (a.l. benih, pupuk, pompa, pengering gabah), mengoptimalkan
Sekolah Lapang Iklim (SLI) termasuk melakukan sosialisasi terutama pada daerah-daerah yang berpotensi mengalami
kekeringan, dan memperkuat kerjasama dengan daerah lain yang mengalami surplus pangan. Selain itu, pada triwulan I
2016, faktor cuaca relatif kondusif dengan curah hujan menengah yang menjamin ketersediaan air bagi lahan pertanian.
Tekanan inflasi administered prices triwulan I tahun 2016 diperkirakan relatif rendah. Inflasi administered price
kemungkinan dapat terkoreksi ke bawah, seiring tren turunnya harga minyak dunia, yang berimplikasi terhadap
penurunan harga bahan bakar minyak24
dan tarif listrik25
. Dengan kondisi ini, hasil liaison menyatakan harga jual untuk
produk makanan jadi, tetap dipertahankan sama dengan harga pada tahun 2015.
Januari 2016 Februari 2016 Maret 2016
Keterangan:
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Grafik 7.9. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan
Tekanan inflasi komponen core inflation diperkirakan melemah, didorong oleh ekspektasi konsumen terhadap harga
yang cenderung turun dan stabilnya harga komoditas emas. Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan
datang melemah, yang tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) (Grafik 7.9), demikian pula indeks survei pedagang
eceran (SPE) (Grafik 7.10). Survei Konsumen indeksnya turun menjadi 182,0 pada triwulan I 2016 dari indeks triwulan
sebelumnya 188,67. Sementara indeks ekspektasi pedagang terhadap harga 3 (tiga) bulan yang akan datang sedikit
melambat menjadi 100,07 pada triwulan I 2016 dari indeks triwulan sebelumnya 100,13. Sementara itu, tren harga emas
diperkirakan stabil sampai dengan triwulan I 2016.
24
Harga bensin Premium turun menjadi Rp 7.150 per liter dari harga semula Rp 7.300 per liter. Sedangkan harga Solar turun menjadi Rp 5.950 per
liter dari harga sebelumnya Rp 6.700 per liter. Perubahan harga ini berlaku mulai 5 Januari 2016. 25
Tarif Rumah Tangga daya 1.300 Volt Ampere (VA) ke atas turun dari Rp 1.509,38 per kilo Watt hour (kWh) pada bulan Desember 2015, menjadi Rp
1.409,16 pada Januari 2016. Tarif bisnis daya 6.000 VA ke atas dan kantor pemerintah daya 6.600 VA ke atas juga turun hingga Rp 100,00. Kemudian tarif industri juga mengalami penurunan tipis.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
82 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 7.10. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Grafik 7.11. Indeks Ekspektasi Pedagang terhadap Harga
Sumber: World Bank
Grafik 7.12. Perkembangan Harga Internasional Emas
Tabel 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 2010)
99,95
100,00
100,05
100,10
100,15
100,20
100,25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV IP
2012 2013 2014 2015 2016
Ekspektasi Harga Umum 3 bln yad
IV Total I II III IV Total IP TotalP
Pertumbuhan Ekonomi 7,70 7,54 5,72 7,96 7,59 7,24 7,15 6,9-7,9 7,5-8,5
Sisi PengeluaranKonsumsi Rumah Tangga 5,5 5,9 5,3 5,5 5,0 5,4 5,3 4,9-5,9 4,7-5,7
Konsumsi LNPRT 4,9 11,3 (2,5) (2,1) 2,9 6,3 1,1 4,1-5,1 5,2-6,2
Konsumsi Pemerintah (2,1) 1,9 7,8 3,2 8,7 11,1 8,2 9,1-10,1 8,9-9,9
Pembentukan Modal Tetap Bruto 8,3 8,8 5,3 6,2 10,3 11,1 8,3 7,1-8,1 15,0-16,0
Ekspor Luar Negeri 7,8 9,8 (0,5) (8,0) (14,5) (15,5) (10,1) 0,8-1,8 4,9-5,9
Impor Luar Negeri 7,6 (35,8) 0,0 (3,8) 72,1 12,3 19,2 0,5-1,5 5,2-6,2
Net Ekspor Antardaerah 3,8 (0,5) (45,5) 14,9 41,7 (31,4) 9,1 (2,8)-(1,8) 6,9-7,9
Sisi Lapangan UsahaPertanian, Kehutanan, dan Perikanan 7,9 10,0 3,5 11,6 5,2 1,4 5,6 5,5-6,5 5,7-6,7
Pertambangan dan Penggalian 15,6 11,1 2,4 8,1 12,1 8,4 7,9 2,7-3,7 5,3-6,3
Industri Pengolahan 14,6 8,9 5,8 7,5 4,4 9,0 6,7 7,4-8,4 7,8-8,8
Pengadaan Listrik, Gas 17,5 11,7 0,0 (6,9) (5,6) (3,3) (4,0) 5,5-6,5 3,8-4,8
Pengadaan Air (1,2) 2,1 0,6 (0,3) (2,5) 3,7 0,3 4,2-5,2 2,8-3,8
Konstruksi 5,6 6,3 7,2 5,9 9,2 10,7 8,3 8,4-9,4 8,2-9,2
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3,4 7,2 5,6 6,6 9,1 10,1 7,9 5,9-6,9 7,1-8,1
Transportasi dan Pergudangan 4,4 1,7 4,4 7,1 10,4 5,7 6,9 5,0-6,0 6,8-7,8
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,6 7,8 5,1 4,0 6,0 7,7 5,7 6,7-7,7 7,0-8,0
Informasi dan Komunikasi 6,6 5,8 7,3 7,5 8,1 8,7 7,9 6,6-7,6 7,4-8,4
Jasa Keuangan 10,2 5,8 10,0 3,0 9,2 7,6 7,4 10,7-11,7 9,7-10,7
Real Estate 9,0 8,0 8,9 7,6 7,2 6,0 7,4 11,2-12,2 8,7-9,7
Jasa Perusahaan 7,4 6,8 4,8 4,5 6,8 7,4 5,9 7,0-8,0 6,4-7,4
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3,9 2,6 5,5 7,1 9,3 9,2 7,8 8,0-9,0 8,0-9,0
Jasa Pendidikan 3,1 4,7 8,9 9,1 9,6 2,3 7,3 10,0-11,0 7,3-8,3
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,3 10,2 7,4 7,8 11,3 10,5 9,3 8,8-9,8 9,2-10,2
Jasa lainnya 9,4 7,6 9,4 8,2 8,2 10,2 9,0 8,0-9,0 7,5-8,5
Inflasi Sulsel 8,6 8,6 7,1 8,1 8,4 4,5 4,5 4,0±1,0 4,0±1,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
p proyeksi Bank Indonesia
201620152014Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
Provinsi Sulsel
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 83
7.3. Rekomendasi Kebijakan
Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan
kawasan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah daerah di Provinsi Sulsel:
a. Peningkatan harmonisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah, terutama dalam pelaksanaan
pembangunan infrastruktur.
b. Mengoptimalkan penggunaan dana transfer dari pemerintah pusat, serta menghindari adanya pengendapan
dana di perbankan.
c. Penerapan UU No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 30 tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi
Kepentingan Umum secara lebih konsisten, untuk mengatasi kendala penyediaan lahan untuk infrastruktur.
d. Dengan adanya dana desa, maka seluruh desa/daerah akan melaksanakan pembangunan pada waktu yang
bersamaan, sehingga ketersediaan material dan sumber daya manusia (SDM) tukang, berpotensi menjadi sebuah
masalah. Oleh karena itu, perusahaan rekanan proyek-proyek pemerintah perlu diantisipasi dengan baik agar
material dan SDM tersedia secara berkelanjutan, yang tertuang dengan jelas dalam perjanjian kerja.
e. Potensi laut yang dimiliki Provinsi Sulsel sangat besar, namun hingga saat ini belum terdapat industri pengolahan
hasil perikanan yang memadai. Potensi hasil laut Sulsel yang cukup besar diantaranya berupa komoditi udang,
cakalang, rumput laut, dan bandeng.
f. Koordinasi pembangunan infrastruktur antar instasi terkait di daerah masih lemah, sehingga perlu ada instansi
atau badan khusus yang diberi wewenang untuk dapat menjembatani koordinasi antar instansi tersebut.
g. Sementara dari sisi inflasi rekomendasi yang dapat kami tawarkan adalah:
i. Meningkatkan kerjasama antara pusat dengan daerah (baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota) dalam
hal produksi dan stabilisasi harga, serta pemenuhan bahan pokok.
ii. Menyusun sistem informasi yang dapat menggambarkan kondisi neraca pangan secara terkini (stok pangan,
surplus/defisit pangan daerah, harga, musim panen/ tanam, dan perdagangan antar daerah) di masing-
masing daerah sebagai acuan pengambilan kebijakan.
iii. Sinkronisasi perencanaan dan penganggaran antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah (Provinsi
dan Kabupaten/Kota) serta antar SKPD, dalam penyusunan program pengendalian harga.
iv. Anomali harga beras (produksi mengalami surplus, namun menjadi penyumbang utama inflasi) yang terjadi di
Sulsel perlu dikaji lebih mendalam untuk mengetahui akar penyebabnya, sehingga pemecahannya lebih
komprehensif, konkrit dan aplikatif.
v. Perlunya dilakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke gudang-gudang pedagang besar guna memastikan tidak
adanya penimbunan barang secara berlebihan, yang mengarah pada upaya praktek pembentukan harga
barang (khususnya beras) secara tidak wajar dengan tujuan untuk mengendalikan harga di pasar.
vi. Perlunya dibuatkan ketentuan guna mengatur arus keluar barang, yang mewajibkan kepada pedagang besar
(antar provinsi) agar mengalokasikan minimal sekian persen dari barang/komoditas tertentu yang dikuasai
(khususnya beras) untuk dijual di pasar, guna mencukupi kebutuhan masyarakat Sulsel.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 84
LAMPIRAN
Lampiran
A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Tabel A.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010(Rp Triliun)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
I II III IV I II III* IV**
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 42.33 44.26 46.45 12.29 13.01 15.19 10.58 12.72 14.53 15.98 10.73
B Pertambangan dan Penggalian 11.90 12.53 13.24 3.45 3.50 3.79 3.97 3.53 3.78 4.25 4.30
C Industri Pengolahan 25.74 27.97 30.55 7.65 8.16 8.58 8.89 8.09 8.77 8.95 9.69
D Pengadaan Listrik, Gas 0.16 0.18 0.20 0.05 0.06 0.06 0.06 0.05 0.05 0.05 0.06
E Pengadaan Air 0.27 0.28 0.30 0.07 0.08 0.08 0.07 0.08 0.08 0.07 0.08
F Konstruksi 21.43 23.54 26.03 6.49 6.79 7.04 7.34 6.96 7.19 7.69 8.13
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 25.17 28.15 30.19 7.77 8.09 8.62 7.88 8.21 8.62 9.41 8.68
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.01 7.95 8.45 2.06 2.09 2.18 2.26 2.15 2.24 2.41 2.39
H Transportasi dan Pergudangan 2.48 2.77 2.95 0.77 0.80 0.81 0.81 0.80 0.83 0.85 0.88
J Informasi dan Komunikasi 10.01 12.07 13.77 3.49 3.59 3.73 3.74 3.75 3.86 4.04 4.07
K Jasa Keuangan 6.04 7.00 7.63 1.95 2.02 2.01 2.09 2.14 2.08 2.19 2.25
L Real Estate 6.59 7.28 7.93 2.07 2.12 2.16 2.21 2.25 2.28 2.32 2.34
M,N Jasa Perusahaan 0.81 0.88 0.94 0.24 0.25 0.25 0.25 0.26 0.26 0.27 0.27
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 9.77 9.99 10.29 2.51 2.58 2.70 2.77 2.65 2.76 2.95 3.03
P Jasa Pendidikan 10.29 11.06 11.92 2.92 2.93 3.10 3.52 3.18 3.19 3.40 3.61
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.36 3.71 4.02 1.06 1.09 1.11 1.17 1.14 1.18 1.23 1.29
R,S,T,U Jasa lainnya 2.36 2.55 2.74 0.71 0.73 0.75 0.76 0.77 0.79 0.81 0.84
185.71 202.18 217.59 55.56 57.88 62.16 58.39 58.74 62.49 66.88 62.62
Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010
PRDB
2011 2012 20132014 2015
I II III IV I II III* IV**
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 44.97 51.41 57.37 15.94 17.19 20.39 14.91 18.19 20.84 23.49 16.04
B Pertambangan dan Penggalian 14.65 16.18 17.88 5.14 5.48 5.62 6.41 5.64 5.87 6.03 5.81
C Industri Pengolahan 26.94 30.80 35.49 9.42 10.08 10.77 11.36 10.61 11.60 11.95 13.02
D Pengadaan Listrik, Gas 0.16 0.18 0.18 0.05 0.05 0.05 0.04 0.04 0.04 0.04 0.05
E Pengadaan Air 0.29 0.31 0.35 0.09 0.09 0.09 0.09 0.09 0.09 0.09 0.09
F Konstruksi 22.89 26.58 31.52 8.23 8.68 9.25 9.87 9.47 9.86 11.01 11.84
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 26.49 30.65 33.63 8.89 9.29 9.98 9.45 9.94 10.65 11.98 11.22
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.32 8.96 10.43 2.65 2.80 3.08 3.47 3.20 3.38 3.72 3.75
H Transportasi dan Pergudangan 2.65 3.15 3.56 0.96 1.01 1.05 1.08 1.08 1.12 1.16 1.19
J Informasi dan Komunikasi 10.05 12.13 13.79 3.55 3.61 3.75 3.69 3.70 3.81 4.07 4.14
K Jasa Keuangan 6.42 8.24 9.60 2.57 2.68 2.70 2.88 2.99 2.93 3.12 3.22
L Real Estate 7.02 8.32 9.90 2.72 2.77 2.83 3.20 3.22 3.37 3.45 3.55
M,N Jasa Perusahaan 0.86 1.00 1.15 0.31 0.32 0.33 0.34 0.35 0.36 0.38 0.39
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 10.70 11.45 12.24 2.97 3.24 3.57 3.89 3.71 3.92 4.27 4.43
P Jasa Pendidikan 10.89 12.10 13.89 3.38 3.57 4.13 4.42 4.00 4.07 4.48 4.76
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.55 4.08 4.68 1.24 1.30 1.45 1.52 1.51 1.56 1.68 1.77
R,S,T,U Jasa lainnya 2.45 2.75 3.18 0.86 0.91 0.95 1.01 1.03 1.06 1.11 1.16
198.29 228.29 258.84 68.97 73.05 79.98 77.62 78.75 84.54 92.03 86.43
2014 20152013Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010
PRDB
2011 2012
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 85
Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Miliar)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.5. Pendapatan Per Kapita Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Juta)
Sumber : Badan Pusat Statistik
I II III IV I II III IV I II III* IV**
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 106.35 113.78 29.25 29.70 30.67 30.94 120.56 31.16 31.54 32.36 32.64 127.70 32.82 33.28 33.99 34.39 134.47
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2.22 2.38 0.62 0.64 0.67 0.70 2.62 0.73 0.74 0.72 0.73 2.92 0.71 0.72 0.74 0.78 2.95
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 21.55 22.45 2.91 5.68 5.51 8.95 23.06 3.36 5.56 5.81 8.76 23.49 3.63 5.74 6.32 9.73 25.41
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 64.56 74.68 18.97 20.26 21.55 22.19 82.98 21.33 22.09 22.83 24.04 90.29 22.45 23.47 25.19 26.71 97.82
5 Perubahan Inventori 2.16 5.43 2.55 4.07 -0.54 -2.12 3.97 -0.66 1.06 0.52 -1.88 -0.97 0.62 1.87 1.56 0.62 4.66
6 Ekspor 52.86 51.22 13.15 12.83 15.26 11.13 52.36 14.95 14.40 16.00 14.40 59.75 13.86 13.73 14.66 10.30 52.56
7 Impor 63.99 67.75 16.19 18.77 15.42 17.57 67.96 15.31 17.51 16.07 20.30 69.18 15.34 16.31 15.57 19.91 67.14
PDRB 185.71 202.18 51.27 54.41 57.70 54.22 217.59 55.56 57.88 62.16 58.39 234.00 58.74 62.49 66.88 62.62 250.73
20132014
20142015
2015No Komponen 2011 20122013
I II III IV I II III IV I II III* IV**
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 113.55 129.69 34.61 35.35 38.26 38.42 146.64 39.40 40.15 42.04 43.60 165.19 44.64 45.72 47.48 48.68 186.52
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2.31 2.60 0.72 0.73 0.80 0.83 3.08 0.91 0.95 0.99 1.01 3.86 1.00 1.03 1.09 1.15 4.27
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 23.49 26.12 3.42 6.93 7.33 11.04 28.72 4.25 7.46 8.35 11.64 31.70 4.86 7.99 9.19 14.43 36.48
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 66.70 82.68 20.78 22.79 25.09 26.22 94.88 25.98 27.48 28.76 30.94 113.16 29.14 31.00 33.80 36.41 130.34
5 Perubahan Inventori 2.50 5.66 3.13 4.78 -0.86 -2.62 4.42 -1.02 2.00 0.85 -3.39 -1.55 0.90 2.01 1.84 0.90 5.64
6 Ekspor 57.26 58.19 13.84 14.71 16.61 14.76 59.93 18.36 18.40 20.76 20.49 78.01 18.91 18.67 19.75 12.76 70.08
7 Impor 67.52 76.66 17.19 21.15 17.62 22.87 78.84 18.90 23.38 21.76 26.68 90.73 20.69 21.88 21.11 27.89 91.57
PDRB 198.29 228.29 59.30 64.14 69.60 65.80 258.84 68.97 73.05 79.98 77.62 299.63 78.75 84.54 92.03 86.43 341.75
20132014
20142015
2015No Komponen 2011 20122013
Penduduk (Jiwa) 8,060,401 8,156,129 8,250,018 8,342,047 8,432,163 8,520,300
PDRB per Kapita (Juta Rp) 21.31 24.31 27.67 31.01 35.59 39.90
2015P2014Kategori 2010 2011 2012 2013
LAMPIRAN
86 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
B. Indeks Harga Konsumen (IHK)
Tabel B.1. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran
Sumber: BPS, diolah
Tabel B.2. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK
Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK
Umum Bahan
Makanan
Makanan
Jadi,
Minuman,
Rokok, dan
Tembakau
Perumahan,
Air, Listrik,
Gas, dan
Bahan Bakar
Sandang Kesehatan
Pendidikan,
Rekreasi, dan
Olahraga
Transpor
dan
Komunikasi
126.75 148.73 131.96 122.00 135.79 119.24 116.86 104.73
130.39 149.06 137.77 126.48 147.55 128.36 120.24 105.50
Triwulan I 132.89 156.33 139.19 128.22 149.63 129.86 120.33 105.61
Triwulan II 133.44 156.50 140.33 129.03 150.10 130.61 120.60 105.92
Triwulan III 135.69 161.48 143.21 129.73 154.94 130.98 121.38 106.22
Triwulan IV 136.14 158.86 144.70 130.72 158.05 132.02 124.35 106.72
Triwulan I 139.01 168.84 145.55 132.61 158.64 132.82 124.59 106.55
Triwulan II 139.26 166.24 146.83 133.67 154.02 133.21 124.61 110.11
Triwulan III 145.51 178.85 149.93 135.89 159.22 135.20 125.82 118.97
Triwulan IV 144.60 169.92 151.18 138.64 161.74 136.89 126.08 119.08
Triwulan I 109.16 111.25 108.80 109.10 108.00 105.49 103.66 110.65
Triwulan II 109.71 111.33 109.77 109.58 108.46 107.25 103.72 111.33
Triwulan III 111.72 114.94 112.34 111.74 110.06 108.51 105.35 111.29
Triwulan IV 116.89 125.03 114.11 114.88 110.82 109.25 105.45 121.49
Triwulan I 116.94 125.83 115.15 117.40 114.32 112.29 105.70 115.08
Triwulan II 118.55 128.30 116.95 118.18 113.74 113.18 106.16 118.01
Triwulan III 121.06 133.46 119.33 118.99 117.71 114.24 108.12 119.30
Triwulan IV 122.13 136.01 120.36 119.63 117.48 114.73 108.16 120.29
2015
2014
IHK
(Akhir Periode)
2010
2011
2012
2013
I II III IV I II III IV I II III IV
Makassar 134.91 137.86 138.15 144.29 143.33 143.33 108.94 109.26 111.45 116.50 116.94 118.67 121.42 122.54
Palopo 142.22 144.84 144.26 150.25 149.68 149.68 108.84 110.28 111.34 116.54 116.40 117.88 119.35 120.48
Parepare 134.76 137.33 137.57 144.44 143.26 143.26 108.29 109.33 110.89 117.71 115.36 116.96 118.67 119.57
Bone (Watampone) 148.83 151.29 151.92 159.23 159.04 159.04 109.81 111.58 112.81 117.35 116.02 116.35 117.70 118.49
Bulukumba** 117.21 118.31 119.99 125.61 124.49 125.55 127.95 128.34
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014
Kota Inflasi2015*
201320122013 2014*
I II III IV I II III IV I II III IV
Makassar 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 7.34 8.61 8.95 5.18
Palopo 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 6.95 6.89 7.19 3.38
Parepare 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 6.53 6.98 7.02 1.58
Bone (Watampone) 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 5.66 4.27 4.33 0.97
Bulukumba** 13.94 14.10 7.30 9.45 6.21 6.12 6.63 2.17
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014
20122013
Kota Inflasi2015*2014*
2013
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 87
C. Perbankan
Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar)
Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah
6,275 26,446 13,085 45,807 20,074 9,626 23,198 52,898 115.48%
Triwulan I 7,471 25,004 13,259 45,734 20,516 10,025 24,044 54,585 119.35%
Triwulan II 7,282 27,206 13,536 48,024 22,850 10,588 25,597 59,035 122.93%
Triwulan III 7,257 28,545 14,115 49,917 22,385 10,997 27,707 61,090 122.38%
Triwulan IV 7,345 31,466 14,907 53,717 25,506 11,380 29,335 66,221 123.28%
Triwulan I 7,770 29,321 15,211 52,302 25,980 12,232 30,158 68,371 130.72%
Triwulan II 8,092 30,068 15,297 53,457 26,659 14,486 31,793 72,937 136.44%
Triwulan III 9,221 32,076 16,062 57,359 26,160 15,769 33,085 75,014 130.78%
Triwulan IV 7,845 35,007 17,592 60,444 27,231 14,494 33,663 75,388 124.72%
Triwulan I 7,990 32,446 17,726 58,162 27,257 14,642 33,974 75,874 130.45%
Triwulan II 9,730 33,168 18,504 61,402 29,062 15,467 34,807 79,336 129.21%
Triwulan III 9,693 34,828 19,819 64,339 29,847 15,457 35,159 80,463 125.06%
Triwulan IV 7,995 37,428 20,690 66,112 31,442 16,241 35,877 83,560 126.39%
Triwulan I 10,154 34,147 22,118 66,420 32,776 16,482 36,045 85,304 128.43%
Triwulan II 11,820 34,881 22,166 68,867 34,627 16,500 36,436 87,563 127.15%
Triwulan III 12,471 37,491 22,472 72,433 34,876 17,476 37,558 89,911 124.13%
Triwulan IV 13,165 42,221 23,091 78,477 36,730 20,538 37,713 94,982 12105.00%
2015
LDRDPK KREDIT
Periode
2014
2013
2011
2012
LAMPIRAN
88 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Tabel C.2. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)
Tabel C.3. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank
Pertanian TambangIndustri
Pengolahan
Listrik, Gas,
dan AirKonstruksi Perdagangan Angkutan
Jasa Dunia
Usaha
Jasa Sosial
MasyarakatLain-lain
869 309 3,460 144 2,155 15,072 1,629 2,770 1,555 24,935 52,898
Triwulan I 906 312 3,468 137 2,065 15,459 1,744 2,917 1,570 26,007 54,585
Triwulan II 1,128 363 3,904 124 2,448 17,631 1,730 3,178 1,485 27,045 59,035
Triwulan III 1,171 375 4,008 135 2,582 17,741 1,794 3,131 1,372 28,781 61,090
Triwulan IV 1,215 399 5,250 141 2,674 19,027 2,321 3,105 1,404 30,684 66,221
Triwulan I 1,403 447 5,335 133 2,565 19,933 2,631 3,240 1,619 31,065 68,371
Triwulan II 1,396 449 5,579 116 2,780 22,957 2,763 3,433 1,650 31,814 72,937
Triwulan III 1,385 444 5,631 121 2,966 23,360 2,864 3,414 1,733 33,096 75,014
Triwulan IV 1,400 397 4,186 191 3,034 24,132 2,923 3,550 1,780 33,794 75,388
Triwulan I 1,405 377 3,918 218 3,043 24,334 2,960 3,747 1,828 34,043 75,874
Triwulan II 1,499 560 4,210 245 3,666 25,587 2,950 3,598 1,968 35,053 79,336
Triwulan III 1,435 537 4,283 232 4,173 25,748 2,951 3,581 2,115 35,408 80,463
Triwulan IV 1,506 509 4,747 350 4,366 27,033 2,820 3,662 2,340 36,226 83,560
Triwulan I 1,630 427 5,035 382 4,746 27,920 2,782 3,733 2,473 36,174 85,304
Triwulan II 1,788 390 5,109 413 4,902 29,003 2,693 4,037 2,681 36,547 87,563
Triwulan III 2,303 383 5,304 398 5,417 29,373 2,672 4,024 2,388 37,648 89,911
Triwulan IV 2,461 410 7,487 379 5,491 31,424 2,781 4,221 2,549 37,777 89,911
2015
2014
Kredit (Lokasi Bank)
Periode Total
2011
2012
2013
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
13.55 11.83 12.83 13.34 13.61 14.09 10.62 6.81 28.61 13.45 12.84 13.32
Triwulan I 13.49 11.69 12.79 13.16 13.60 14.56 8.50 7.29 27.35 13.30 12.77 13.46
Triwulan II 13.24 11.34 12.70 12.74 13.62 14.36 9.32 7.91 27.67 13.00 12.60 13.35
Triwulan III 13.21 11.11 12.54 12.55 13.36 14.31 9.53 8.36 26.16 12.90 12.39 13.19
Triwulan IV 12.63 10.92 12.23 12.28 13.09 14.01 8.85 8.07 23.83 12.47 12.19 12.88
Triwulan I 12.56 10.74 12.20 12.31 12.89 14.04 7.21 8.21 23.67 12.40 12.05 12.85
Triwulan II 12.77 10.57 12.12 12.01 12.71 13.89 8.12 8.37 20.92 12.38 11.65 12.74
Triwulan III 12.94 10.79 12.11 12.72 12.99 13.83 9.14 9.16 21.14 12.80 12.02 12.72
Triwulan IV 13.00 11.08 12.18 13.04 13.53 13.91 10.20 10.06 20.92 12.99 12.57 12.78
Triwulan I 13.10 11.15 12.24 13.23 13.67 14.06 10.49 10.68 22.14 13.13 12.71 12.86
Triwulan II 13.26 11.44 12.41 13.51 13.53 14.05 10.08 10.72 22.94 13.33 12.75 12.97
Triwulan III 13.48 11.61 12.44 13.62 13.53 14.10 10.26 10.81 23.49 13.50 12.81 13.00
Triwulan IV 13.46 11.57 12.61 13.48 13.78 14.17 10.77 11.14 23.13 13.44 12.93 13.13
Triwulan I 13.81 12.12 11.45 14.04 15.29 14.74 10.03 11.38 23.11 13.25 13.13 13.59
Triwulan II 13.42 10.40 13.00 12.91 13.75 14.61 6.83 9.64 28.49 12.98 12.14 13.61
Triwulan III 13.28 10.26 13.22 13.01 13.69 14.62 8.84 11.46 28.73 13.09 12.00 13.76
Triwulan IV 12.95 9.53 13.31 12.86 13.34 14.72 9.52 11.89 28.40 12.86 11.30 13.82
Bank Umum
Periode
2011
2012
2015
2013
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran
2014
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 89
D. Sistem Pembayaran
Tabel D.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Triliun)
Tabel D.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 3.87 1.86 2.01 66.21% 48.64% 86.63%
II 2.75 3.17 (0.42) 31.17% 66.32% 319.19%
III 3.93 3.57 0.35 5.71% 9.83% -23.54%
IV 3.20 3.21 (0.01) 30.61% 25.77% 87.00%
13.75 11.82 1.93 29.82% 31.80% 18.87%
I 4.41 1.71 2.69 13.90% -7.82% 33.98%
II 3.24 2.89 0.35 17.50% -9.08% 183.53%
III 4.87 5.31 (0.44) 24.12% 48.62% 225.76%
IV 4.07 4.16 (0.09) 27.33% 29.50% -536.97%
16.59 14.08 2.52 20.66% 19.05% 30.54%
I 5.30 2.35 2.95 20.17% 36.78% 9.61%
II 4.07 3.83 0.24 25.76% 32.70% -31.38%
III 5.56 5.64 (0.08) 14.16% 6.18% 81.98%
IV 4.30 4.10 0.21 5.64% -1.52% 336.57%
19.24 15.91 3.32 15.93% 13.07% 31.92%
I 6.18 2.25 3.94 16.70% -4.14% 33.26%
II 3.78 3.70 0.07 -7.20% -3.29% -69.42%
III 4.82 4.93 (0.11) -13.42% -12.67% -40.51%
IV 3.79 3.21 0.58 -11.93% -21.73% 182.83%
18.57 14.09 4.48 -3.47% -11.49% 34.93%
2015
2015
2014
2014
PeriodeJumlah yoy
2013
2012
2012
2013
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 0.15 1.80 (1.65) -69.71% 714.38% 720.99%
II 0.13 2.53 (2.40) 0.09% 60.57% -65.80%
III 0.02 0.86 (0.84) 200.52% -75.69% 76.17%
IV 0.05 0.34 (0.29) -72.94% -86.00% 87.11%
0.34 5.53 (5.19) -57.62% -28.79% 25.43%
I 0.03 0.28 (0.25) -80.04% -84.46% 84.86%
II 0.08 0.78 (0.70) -39.81% -69.23% 70.77%
III 0.08 2.51 (2.43) 335.68% 192.39% -189.28%
IV 0.10 2.63 (2.53) 95.78% 670.88% -772.95%
0.29 6.20 (5.91) -16.80% 12.07% -13.98%
I 0.14 2.20 (2.05) 388.70% 685.69% -720.65%
II 0.04 3.22 (3.18) -47.69% 314.31% -353.25%
III 0.23 3.93 (3.70) 186.11% 56.42% -52.18%
IV 0.13 2.07 (1.94) 29.30% -21.19% 23.20%
0.54 11.42 (10.88) 89.84% 84.31% -84.05%
I 0.00 1.74 (1.73) -97.54% -20.95% 15.58%
II 0.00 5.66 (5.66) -100.00% 75.61% -77.79%
III 0.03 3.59 (3.56) -84.91% -8.54% 3.84%
IV 0.00 5.84 (5.84) -97.69% 182.13% -200.88%
0.04 16.83 (16.79) -92.44% 47.38% -54.34%
2014
2014
2015
2015
2012
2012
2013
2013
PeriodeJumlah yoy
LAMPIRAN
90 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Tabel D.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun)
E. Ekspor dan Impor
Tabel E.1. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Ribu)
Sumber: Bea Cukai, diolah
Tabel E.2. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta)
Ket: 10 besar negara tujuan ekspor sepanjang 2015
Sumber: Bea Cukai, diolah
From To From-To From To From-To
I 11.50 29.15 4.58 3.26% 24.82% -1.96%II 15.47 37.79 4.35 27.09% 45.01% -18.06%III 15.42 34.63 4.42 17.91% 1.86% -17.49%IV 19.88 40.65 5.05 25.54% 18.28% -17.24%
62.28 142.21 18.41 19.24% 20.75% -14.18%I 14.45 32.77 4.25 25.59% 12.42% -7.28%II 17.40 36.12 4.92 12.46% -4.41% 13.00%III 18.77 37.61 6.75 21.72% 8.61% 52.66%IV 20.54 41.48 7.30 3.32% 2.05% 44.57%
71.16 147.98 23.22 14.26% 4.06% 26.15%I 15.66 27.89 4.75 8.39% -14.89% 11.85%II 21.37 33.67 9.76 22.83% -6.79% 98.44%III 22.72 38.10 10.97 21.04% 1.28% 62.41%
III 25.66 41.37 11.87 24.93% -0.27% 62.68%
85.41 141.02 37.36 20.03% -4.70% 60.89%
I 14.45 32.77 4.29 -7.73% 17.51% -9.65%
II 26.71 31.93 4.27 24.96% -5.15% -56.25%
III 19.34 40.38 3.48 -14.88% 5.99% -68.29%
2012
PeriodeJumlah yoy
2015
2014
2013
2012
2013
2014
I II III IV I II III IV I II III IV
1 Nikel 258,413 247,288 215,371 200,767 921,839 213,110 269,360 289,821 266,267 1,038,558 211,882 197,775 172,672 176,610 758,939
2 Cokelat Olahan 4,696 14,722 17,225 28,377 65,019 29,325 34,256 47,805 37,194 148,581 21,144 40,898 31,884 30,021 123,947
3 Ganggang Laut 15,882 21,039 27,430 26,942 91,292 33,321 35,918 38,832 39,176 147,247 28,146 32,547 26,357 18,757 105,807
4 Biji Cokelat 50,603 28,346 59,061 39,017 177,026 19,952 35,040 27,076 20,085 102,154 9,422 23,052 27,395 15,355 75,224
5 Udang Segar 11,805 13,911 16,464 19,577 61,757 14,593 18,007 23,090 12,773 68,463 11,834 14,979 14,107 16,532 57,452
6 Ikan Olahan 11,111 10,330 15,233 14,376 51,050 8,803 12,162 17,765 15,593 54,322 9,900 13,105 11,894 14,155 49,053
7 Buah/Sayur Olahan 6,848 6,214 6,677 5,646 25,385 5,926 7,916 6,292 5,543 25,677 8,386 10,161 10,570 11,640 40,757
8 Kayu Lapis 9,267 8,843 7,771 9,927 35,809 10,534 9,175 8,248 8,581 36,538 6,236 10,994 9,932 13,289 40,450
9 Sayur-Sayuran 65 199 295 165 723 175 139 105 5,242 5,661 30 8,427 9,797 260 18,514
10 Dedak/Bekatul 5,974 4,844 4,624 3,934 19,375 4,603 5,231 4,317 3,871 18,022 6,125 4,893 2,841 3,385 17,243
403,019 389,288 417,565 386,338 1,596,210 460,017 499,048 452,629 344,161 1,755,855 344,161 382,893 350,441 333,278 1,410,774
2015**2015**
KOMODITAS EKSPOR UTAMA 2014*2014*
2013*2013
I II III IV I II III IV I II III IV
1 Jepang 276,916 265,502 236,096 222,268 1,000,782 229,808 285,800 311,425 282,417 1,109,450 225,143 213,089 188,475 189,872 816,578
2 Malaysia 15,544 21,970 30,383 35,098 102,995 28,276 38,252 40,895 44,010 151,433 28,197 35,894 35,508 29,831 129,429
3 Amerika Serikat 37,186 20,355 49,647 46,967 154,155 31,358 43,734 37,866 22,781 135,739 22,395 32,804 41,494 31,259 127,952
4 Philipina 15,896 23,792 26,969 24,962 91,618 26,414 32,148 39,092 35,247 132,900 16,135 40,494 23,936 3,499 84,063
5 Singpura 3,759 4,103 4,511 3,529 15,902 4,784 4,348 5,126 9,554 23,811 2,212 11,210 12,884 4,620 30,926
6 Belanda 10,747 6,511 13,668 4,892 35,819 5,235 8,685 12,434 5,537 31,890 7,958 5,793 6,022 3,635 23,408
7 Korea Selatan 2,041 2,727 3,249 2,982 10,999 3,121 4,085 3,269 5,640 16,115 7,360 7,035 4,995 5,971 25,361
8 Jerman 2,714 4,225 5,959 5,027 17,925 5,462 5,994 10,525 7,103 29,084 6,972 4,541 7,410 2,760 21,683
9 Australia 3,061 4,265 3,095 5,854 16,274 6,494 9,624 7,580 6,191 29,890 4,414 4,530 3,952 4,151 17,047
10 Hongkong 4,514 4,803 3,702 4,110 17,129 4,296 3,314 5,116 3,646 16,373 4,460 3,346 3,888 3,765 15,459
366,672 338,889 362,336 335,808 1,403,705 318,197 400,004 428,820 389,604 1,536,625 344,161 382,891 350,441 333,278 1,410,772
2015**2015**
2014*2014*
2013
NILAI EKSPOR SULSEL
NEGARA TUJUAN EKSPOR2013
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 91
Tabel E.3. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ ribu)
Ket: 10 komoditas impor sepanjang 2015 Sumber: Bea Cukai, diolah
Tabel E.4. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Ribu)
Ket: 10 besar negara importir sepanjang 2015
Sumber: Bea Cukai, diolah
F. Inklusi Keuangan
Tabel F.1. Perkembangan Rasio Jumlah Rekening terhadap Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan
Sumber: BPS, diolah
I II III IV I II III IV I II III IV
1 Kapal Terbang dan Bagiannya - - - - - - - - - - - - 124,230 - 124,230
2 Bahan Kimia Anorganik 37,228 56,624 29,661 62,323 185,835 55,107 48,136 59,146 30,292 192,681 43,748 66,857 273 369,709 480,587
3 Karpet dan Alas Lantai 56,173 47,354 15,453 18,483 137,463 34,678 52,658 32,731 26,309 146,375 23,114 47,433 - - 70,547
4 Gandum-Ganduman - - - - - - - - - - - - 44,440 3,083,733 3,128,172
5 Aluminium 14,065 16,677 19,661 20,156 70,559 11,103 40,995 16,902 27,845 96,845 21,885 12,475 28 59,578 93,965
6 Mesin/Mesin/Pesawat Mekanik - - - - - - 41 43 202 287 32 47 31,330 3,778,722 3,810,131
7 Ampas/Sisa Industri Makanan - - - - - - - - - - - - 18,588 2,168,490 2,187,079
8 Kain Khusus 13,822 6,086 1,859 3,382 25,150 4,827 3,723 4,913 1,977 15,440 5,075 13,305 - - 18,380
9 Bulu dan Bunga Buatan - 3,070 2,277 210 5,557 1,570 - 2,581 1,436 5,588 13,900 538 - - 14,438
10 Sereal,Tepung, dan Susu 101 - 7,183 6,250 13,534 1,657 2,508 7,449 5,079 16,692 11,185 2,890 132 84 14,291
300,716 404,717 218,820 126,061 1,050,313 139,097 181,875 149,053 129,393 599,417 163,902 180,739 270,064 149,655 764,360 NILAI IMPOR SULSEL
KOMODITAS IMPOR UTAMA2013 2014* 2015**
2015*2014*2013*
I II III IV I II III IV I II III IV
1 Rusia 151,252 248,147 121,335 11,978 532,711 586 557 6,325 2,069 9,536 946 - 132,603 13,334 146,883
2 Tiongkok 28,368 2,948 11,288 15,463 58,066 24,588 36,507 29,472 20,987 111,554 29,420 34,987 59,722 60,503 184,632
3 Australia 29,359 41,531 29,849 29,355 130,093 40,047 36,627 40,027 18,364 135,066 59,175 47,954 16,828 9,655 133,612
4 Kanada 12,049 25,176 3,905 12,160 53,291 2,799 15,376 10,268 15,521 43,963 5,293 18,487 22,930 10,637 57,347
5 Singapura 13,586 11,955 9,626 3,094 38,262 7,901 4,377 8,400 10,861 31,538 26,556 11,061 3,437 9,330 50,383
6 Argentina 12,569 15,635 13,186 17,778 59,168 10,141 34,030 13,582 19,518 77,272 19,975 10,541 9,303 5,364 45,182
7 Jerman 14,314 9,187 393 749 24,643 424 10,070 10,238 2,471 23,203 978 21,430 170 1,839 24,417
8 Amerika Serikat 9,774 2,429 7,879 12,155 32,238 25,350 13,445 6,130 8,696 53,620 1,771 9,845 2,412 4,976 19,005
9 Thailand 11,310 5,838 3,313 3,155 23,616 9,381 3,380 2,539 7,106 22,406 2,477 4,540 4,573 2,444 14,035
10 Malaysia 1,470 3,137 2,006 4,153 10,766 5,031 10,675 3,832 1,811 21,350 300 2,722 5,723 1,153 9,898
300,716 404,717 218,820 126,061 1,050,313 139,097 181,875 149,053 129,393 599,417 163,067 180,739 270,064 149,655 763,524 NILAI IMPOR SULSEL
NEGARA ASAL IMPOR2013
2014*2015**
2015**2014*
2013*
2012 2013 2014** 2015** 2012 2013 2014** 2015** 2012 2013 2014** 2015**
4,079 4,806 5,182 5,540 8,207 8,309 8,408 8,520 49.70 57.84 61.64 65.02
2012 2013 2014** 2014** 2012 2013 2014** 2015** 2012 2013 2014** 2015**
894 872 870 916 8,207 8,309 8,408 8,520 10.89 10.49 10.34 10.75
*) Jumlah penduduk merupakan proyeksi dari proporsi jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
**) Data terkini perbankan dan jumlah penduduk miskin
Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Jumlah
Penduduk (%)
Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Jumlah
Penduduk (%)Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*
Jumlah Rekening Kredit Lokasi Proyek (Ribu
Rekening)
Jumlah Rekening DPK Lokasi KC/KCP (Ribu
Rekening)Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*
LAMPIRAN
92 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
G. Indikator Makro Per Kabupaten/Kota
Tabel G.1.PDRB menurut kabupaten/kota atas dasar harga berlaku dan konstan (Rp Milyar)
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
2012 2013 2014 2012 2013 2014
1 Kep Selayar 2,464.94 2,879.79 346,352.00 212,281.00 231,779.00 253,065.00
2 Bulukumba 6,243.26 7,170.12 834,526.00 548,324.00 591,022.00 639,565.00
3 Bantaeng 3,825.42 4,337.70 49,368.00 323,446.00 352,595.00 380,522.00
4 Jeneponto 4,720.38 5,258.35 613,998.00 414,746.00 442,331.00 476,431.00
5 Takalar 4,366.04 4,962.95 580,996.00 380,914.00 414,447.00 451,763.00
6 Gowa 9,380.48 10,702.76 1,200,182.00 828,911.00 907,149.00 970,144.00
7 Sinjai 4,926.59 5,600.99 64,828.00 436,671.00 470,726.00 503,579.00
8 Maros 10,428.66 11,885.15 1,475,054.00 904,451.00 961,278.00 101,155.00
9 Pangkep 11,766.21 13,508.09 1,592,163.00 1,028,864.00 1,124,899.00 1,239,177.00
10 Barru 3,363.62 3,816.79 439,691.00 300,072.00 323,815.00 345,322.00
11 Bone 14,833.10 16,656.17 1,973,912.00 1,273,012.00 135,336.00 1,474,106.00
12 Soppeng 4,761.84 5,401.13 617,604.00 425,955.00 456,799.00 487,675.00
13 Wajo 10,166.67 11,620.59 1,356,844.00 881,911.00 942,444.00 102,866.00
14 Sidrap 6,108.34 6,937.94 803,628.00 529,754.00 56,652.00 610,475.00
15 Pinrang 8,738.25 9,847.32 1,135,826.00 77,089.00 827,031.00 894,122.00
16 Enrekang 8,738.25 4,121.14 461,789.00 30,212.00 319,779.00 338,582.00
17 Luwu 6,698.54 7,679.83 900,639.00 59,151.00 637,302.00 692,957.00
18 Tana Toraja 3,232.30 3,701.18 426,752.00 279,372.00 299,715.00 319,381.00
19 Luwu Utara 5,560.28 6,339.52 755,898.00 4,911.00 527,463.00 57,213.00
20 Luwu Timur 15,266.46 16,623.15 2,036,359.00 1,196,326.00 1,271,759.00 1,379,439.00
21 Toraja Utara 3,546.30 4,248.57 504,516.00 297,171.00 326,143.00 35,074.00
22 Makassar 78,013.04 88,169.95 1,000,265.00 7,085,104.00 7,690,741.00 82,592.00
23 Pare-pare 3,501.13 3,938.49 442,805.00 315,026.00 340,132.00 360,858.00
23 Palopo 3,690.92 4,180.46 474,386.00 336,325.00 363,487.00 387,703.00
NO KABUPATEN/KOTA ATAS DASAR HARGA BERLAKU ATAS DASAR HARGA KONSTAN
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 93
Tabel G.2.Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Harga Konstan (Rp Milyar)
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
Tabel G.3.PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Berlaku (Rp juta rupiah)
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 8.88 7.88 9.18 9.18
2 Bulukumba 5.49 9.65 7.79 8.21
3 Bantaeng 9.38 9.67 9.01 7.92
4 Jeneponto 8.44 7.55 6.65 7.71
5 Takalar 7.59 6.58 8.80 9.00
6 Gowa 7.46 8.15 9.44 6.94
7 Sinjai 7.60 7.32 7.80 6.98
8 Maros 11.24 11.14 6.28 5.23
9 Pangkep 9.84 8.26 9.33 10.16
10 Barru 8.13 8.39 7.91 6.64
11 Bone 6.40 8.21 6.31 8.92
12 Soppeng 7.17 6.93 7.24 6.76
13 Wajo 10.11 6.50 6.86 9.15
14 Sidrap 9.63 8.93 6.94 7.76
15 Pinrang 7.71 8.51 7.28 8.11
16 Enrekang 8.08 7.30 5.84 5.88
17 Luwu 7.89 7.00 7.74 8.73
18 Tana Toraja 7.78 8.58 7.28 6.56
19 Luwu Utara 8.04 6.81 7.40 8.47
20 Luwu Timur -4.29 5.62 6.31 8.47
21 Toraja Utara 8.36 9.45 9.75 7.54
22 Makassar 10.36 9.64 8.55 7.39
23 Pare-pare 8.42 8.80 7.97 6.09
24 Palopo 7.90 7.00 8.08 6.66
NO KABUPATEN/KOTA PERTUMBUHAN PERTAHUN
2010 2011 2012 2013
1 Kep. Selayar 9.25 11.17 13.61 15.85
2 Bulukumba 9.51 10.74 12.55 14.40
3 Bantaeng 10.33 12.21 14.11 16.30
4 Jeneponto 6.61 7.73 8.88 10.12
5 Takalar 7.60 8.65 9.92 11.16
6 Gowa 7.76 8.87 9.95 11.25
7 Sinjai 12.26 13.98 15.94 18.24
8 Maros 8.12 9.38 10.66 12.11
9 Pangkep 17.54 20.67 24.27 28.06
10 Barru 10.00 11.37 13.00 14.78
11 Bone 10.46 12.19 14.22 16.06
12 Soppeng 12.15 14.28 16.39 18.87
13 Wajo 14.00 17.16 19.87 22.89
14 Sidrap 12.34 15.26 17.63 19.92
15 Pinrang 15.02 17.50 20.20 22.87
16 Enrekang 10.06 11.89 13.78 16.89
17 Luwu 11.15 12.91 14.77 16.83
18 Tana Toraja 6.64 8.04 9.74 11.35
19 Luwu Utara 10.64 12.25 14.12 16.32
20 Luwu Timur 34.02 38.65 40.77 48.63
21 Toraja Utara 6.89 8.31 9.98 11.74
22 Makassar 27.56 31.82 36.55 41.76
23 Pare-pare 13.85 15.77 17.82 20.50
24 Palopo 13.12 14.98 16.84 19.16
No Kabupaten/Kota PDRB perkapita
LAMPIRAN
94 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Tabel G.4.Jumlah Penduduk Sulawesi Selatan Menurut Kabupaten/Kota
Sumber: BPS, diolah
Tabel G.5.Tingkat Partisipasi Angkatan Lerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Sulawesi Selatan Menurut
Kabupaten/Kota (%)
Sumber: BPS, diolah
No Kabupaten/Kota 2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 124,104 125,603 127,220 128,744
2 Bulukumba 399,000 401,897 404,896 407,775
3 Bantaeng 178,596 179,800 181,006 182,283
4 Jeneponto 346,308 348,680 351,111 353,287
5 Takalar 273,891 277,218 280,590 283,762
6 Gowa 668,875 682,597 696,096 709,386
7 Sinjai 231,425 233,200 234,886 236,497
8 Maros 324,097 327,998 331,796 335,596
9 Pangkep 310,288 313,722 317,110 320,293
10 Barru 167,511 168,397 169,302 170,316
11 Bone 724,923 729,516 734,119 738,515
12 Soppeng 224,804 225,180 225,512 225,709
13 Wajo 387,815 389,284 390,603 391,980
14 Sidrap 276,327 279,810 283,307 286,610
15 Pinrang 355,312 358,312 361,293 364,087
16 Enrekang 192,822 194,606 196,394 198,194
17 Luwu 336,989 340,491 343,793 347,096
18 Tana Toraja 223,297 224,812 226,212 227,588
19 Luwu Utara 291,414 294,402 297,313 299,989
20 Luwu Timur 250,223 256,699 263,012 269,405
21 Toraja Utara 219,084 220,777 222,393 224,003
22 Makassar 1,364,955 1,387,033 1,408,072 1,429,242
23 Pare-pare 131,514 133,381 135,192 136,903
24 Palopo 152,573 156,603 160,819 164,903
Sulawesi Selatan 8,156,129 8,250,018 8,342,047 8,432,163
2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 65.1 62.7 61.11 60.6 4.68 3.25 4.62 2.1
2 Bulukumba 64.2 68.4 62.25 65 5.46 2.71 4.16 2.8
3 Bantaeng 65.5 72.2 68.74 71.9 5.54 7.02 6.44 2.4
4 Jeneponto 64.5 67.0 61.96 61.7 5.06 4.35 2.77 2.7
5 Takalar 64.5 62.3 57.69 62.9 5.54 6.21 2.73 2.7
6 Gowa 65.6 62.1 64.17 66.3 7.05 4.01 2.63 2.3
7 Sinjai 65.1 73.1 70.34 68.8 5.59 2.84 0.43 0.9
8 Maros 64.9 64.3 60.98 63.0 6.94 6.43 5.71 4.6
9 Pangkep 65.0 57.6 54.41 57.6 6.09 8.03 5.7 9.9
10 Barru 64.2 56.8 53.43 50.4 5.75 4.78 4.51 2.3
11 Bone 64.0 64.8 63.3 63.9 5.98 3.51 3.8 5
12 Soppeng 63.4 62.1 57.22 57.6 5.16 6.15 6.65 2.4
13 Wajo 67.0 59.9 58.16 55.6 7.45 3.13 3.72 4.9
14 Sidrap 64.6 57.2 52.25 54.0 4.78 6.99 7.62 6.2
15 Pinrang 64.5 55.0 52.07 60.1 6.55 5.35 1.96 2.8
16 Enrekang 66.6 74.5 70.27 68.2 6.66 3.05 1.61 1.4
17 Luwu 65.3 59.7 58.69 62.5 7.41 10.55 7.14 5.1
18 Tana Toraja 67.1 76.3 70.55 80.3 5.56 4.63 3.26 3.3
19 Luwu Utara 65.9 65.6 62.02 66.7 4.47 5.03 4.48 1.8
20 Luwu Timur 68.3 67.3 65.01 67.2 7.16 8.12 6.28 8.1
21 Toraja Utara 63.5 68.3 65.25 69.8 6.05 5.08 2.82 3.7
22 Makassar 61.0 57.9 57.8 56.9 8.41 9.97 9.53 10.9
23 Pare-pare 62.0 60.4 57.72 60.6 7.97 4.21 4.86 7.1
24 Palopo 63.1 59.6 58.13 58.0 9.47 8.43 9.03 8.1
Sulawesi Selatan 64.3 62.8 60.49 62.0 6.56 5.87 5.1 5.1
Kabupaten / KotaTPAK TPT
No
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 95
Tabel G.6.Indikator Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan
Sumber: BPS, diolah
Jumlah
(ribu) % P1 P2
Jumlah
(ribu) % P1 P2
1 Kep. Selayar 16.2 12.87 2.34 0.61 18.2 14.23 2.32 0.54
2 Bulukumba 31.5 7.83 0.93 0.18 36.7 9.04 1.01 0.17
3 Bantaeng 16.00 8.90 1.64 0.45 18.9 10.45 1.68 0.49
4 Jeneponto 58.0 16.59 2.64 0.68 58.1 16.52 2.42 0.61
5 Takalar 26.7 9.60 1.57 0.48 29.3 10.42 1.48 0.35
6 Gowa 55.3 8.06 1.66 0.64 61.0 8.73 1.19 0.25
7 Sinjai 21.7 9.29 1.26 0.26 24.3 10.32 1.41 0.33
8 Maros 41.3 12.56 2.36 0.60 43.1 12.94 2.24 0.63
9 Pangkep 52.3 16.63 2.76 0.77 56.4 17.75 3.15 0.85
10 Barru 15.7 9.28 1.50 0.37 17.5 10.32 1.33 0.26
11 Bone 89.5 12.25 1.90 0.51 87.7 11.92 1.75 0.47
12 Soppeng 20.6 9.12 1.08 0.21 21.3 9.43 0.93 0.15
13 Wajo 30.5 7.83 0.87 0.16 31.9 8.17 1.27 0.35
14 Sidrap 16.9 6.00 0.77 0.14 17.9 6.3 1.00 0.23
15 Pinrang 28.1 7.83 1.37 0.40 32.1 8.86 1.16 0.22
16 Enrekang 28.2 14.45 1.79 0.38 29.7 15.11 2.02 0.44
17 Luwu 45.5 13.34 1.97 0.47 52.0 15.10 2.25 0.52
18 Tana Toraja 28.7 12.73 1.98 0.46 31.3 13.81 1.81 0.38
19 Luwu Utara 41.4 14.03 2.68 0.75 46.2 15.52 2.06 0.43
20 Luwu Timur 19.9 7.72 1.13 0.29 2.2 8.38 1.37 0.32
21 Toraja Utara 36.0 16.28 2.44 0.52 36.8 16.53 3.03 0.86
22 Makassar 69.9 5.02 0.76 0.17 66.4 4.7 0.84 0.24
23 Pare-pare 7.5 5.58 0.88 0.21 8.6 6.38 0.83 0.18
23 Palopo 14.9 9.47 1.61 0.44 15.5 9.57 1.42 0.3
Sulawesi Selatan 812.3 9.82 1.68 0.42 863.2 10.32 1.65 0.40
Kabupaten/Kota
2012 2013
NO
LAMPIRAN
96 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
H. Daftar Istilah
Istilah Keterangan
Administered prices Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari
resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk
meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor
Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah
Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas
Balance sheet Neraca
Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan
Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan
risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 2013-
2018
BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat
Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat
menggunakan metodologi yang berbeda
Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa,
maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit Batas kredit
Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis management
protocol
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung
jawab anggota tim itu
Debt ceiling Pagu hutang
Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara
Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi
Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan
Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan
nasabah
Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan,
atau non-penting, atau diselamatkan
Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 97
Istilah Keterangan
Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda,
dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah
Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar
keuangan dan industrialisasi
E-money Uang elektronik
Exchange rate pass
through
Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negara-
negara pengekspor dan pengimpor
External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan
Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Financial sophistication Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau
untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat
Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiskal
Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap
sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman
Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa
risiko gagal bayar
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah
pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate
governance
Tata kelola yang baik
Growth-supporting
funding facility
Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan
Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan
Idle money Uang yang tidak terpakai
Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman
kemiskinan
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Indeks keparahan
kemiskinan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Industrial upgrading Peningkatan industri produk nonkomoditas
Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan
dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional,
inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi
Intra-regional trade Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan
Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan
Investment grade Peringkat layak investasi
Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama
Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Long-term financing Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas
LAMPIRAN
98 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015
Istilah Keterangan
operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun
M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Margin Selisih
Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan
usahanya
Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang
Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau
bulan) terhadap satu bulan sebelumnya
Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet
Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara
simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang
Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka
pengendalian moneter
Pagu hutang / debt
ceiling
Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu
Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi
Pendapatan disposibel Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
Price taker Pengambil harga
Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)
Push factor Faktor pendorong
Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan
pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Qtq Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu,
bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya
Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Second round effect Dampak lanjutan
Short-term liquidity Likuiditas jangka pendek
Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya
Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan
pokoknya)
Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang
selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi
syariah
Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya
Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank
ritel
Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2015
Konsumsi Pemerintah Penopang Laju Ekonomi Sulsel 2015 99
Istilah Keterangan
Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam,
atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan
internasional
Yield Imbal hasil
Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur
pertumbuhan secara akumulatif.
Yuan Mata uang Tiongkok