kajian ekonomi dan keuangan regional - … dengan pembangunan infrastruktur strategis yang masih...
TRANSCRIPT
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI SUMATERA UTARA
"Menjaga Momentum Perbaikan Ekonomi Melalui Perbaikan Iklim Investasi”
November 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
VISI DAN MISI
i
VISI DAN MISI
Visi Bank Indonesia:
“Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan
nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang
stabil”
Misi Bank Indonesia:
1. Mencapai stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan
moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu
bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber
pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas
perekonomian nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien dan lancar yang berkontribusi
terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan
memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung
tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola
(governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan
UU.
Nilai-nilai Strategis:
Trust and Integrity- Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and
Teamwork
Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera
Utara:
“Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan
kontribusi bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional”
Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera
Utara:
Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah,
stabilitas sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem
pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka
panjang yang inklusif dan berkesinambungan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
VISI DAN MISI
ii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
KATA PENGANTAR
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sumatera Utara November 2017. Laporan ini disusun untuk memenuhi kebutuhan stakeholders internal maupun eksternal Bank Indonesia mengenai informasi perkembangan ekonomi, moneter, perbankan, keuangan dan sistem pembayaran di Provinsi Sumatera Utara.
Pada triwulan III 2017, pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara mengalami peningkatan dari 5,1% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,2% (yoy) dan berada di atas perekonomian nasional yang tumbuh sebesar 5,1% (yoy). Peningkatan tersebut didukung oleh kegiatan investasi khususnya investasi bangunan yang menunjukkan peningkatan sejalan dengan pembangunan infrastruktur strategis yang masih on-track. Selain itu, ekspor juga mengalami peningkatan ditopang oleh ekspor luar negeri yang meningkat signifikan. Masih baiknya permintaan global akan produk ekspor utama Sumatera Utara khususnya CPO di tengah penurunan harga mampu mendongkrak nilai ekspor pada triwulan III 2017.
Mencermati perkembangan indikator terkini, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2017 diperkirakan stabil atau berada pada rentang 5,1-5,5% (yoy). Hal ini terutama didorong oleh meningkatnya performa konsumsi khususnya pemerintah di akhir tahun. Sementara itu, kinerja sektor swasta diperkirakan masih positif seiring dengan masih kondusifnya sektor eksternal serta perbaikan harga komoditas perkebunan di awal tahun 2017 yang ikut menopang akselerasi perekonomian.
Potensi perbaikan ekonomi masih terbuka lebar. Perkembangan harga komoditas yang diperkirakan masih stabil dan perbaikan ekonomi dunia yang terus berlanjut diperkirakan menjadi penopang kinerja sektor eksternal. Dampak dari kondisi eksternal yang positif tersebut diharapkan dapat mendorong permintaan domestik yang semakin kuat. Dengan dukungan Pemerintah untuk terus menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui percepatan reformasi struktural, dapat tercipta perbaikan ekonomi domestik yang berkelanjutan.
Pada kesempatan ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyediaan data dan informasi yang kami perlukan antara lain Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara, Badan Pusat Statistik (BPS), perbankan, akademisi, dan instansi pemerintah lainnya. Kami menyadari bahwa cakupan dan analisis dalam KEKR masih belum sepenuhnya sempurna sehingga saran, kritik dan dukungan informasi/data dari pembaca sekalian sangat diharapkan guna peningkatan kualitas dari kajian tersebut. Akhir kata, kami berharap semoga Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara ini bermanfaat bagi para pembaca.
.
Medan, Agustus 2017 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA UTARA Arief Budi Santoso Direktur Eksekutif
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR ISI
VISI DAN MISI ................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iv
DAFTAR GRAFIK .......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................ xi
TABEL INDIKATOR ....................................................................................................... xii
RINGKASAN UMUM ................................................................................................... xiv
BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH .................................................. 1
1.1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL SECARA UMUM ................................ 2
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN .......................................................... 3
1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI LAPANGAN USAHA ..................................................11
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH .............................................................................. 18
2.1 GAMBARAN UMUM ....................................................................................................19
2.2 APBD PROVINSI SUMATERA UTARA ............................................................................19
2.2.1 REALISASI PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III 2017 .............. 20
2.2.2 ANGGARAN BELANJA PROVINSI SUMATERA UTARA .................................................. 22
2.3 APBN PROVINSI SUMATERA UTARA ............................................................................23
2.4 REALISASI APBD KABUPATEN KOTA ............................................................................24
BAB 3 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH ................................................................ 26
3.1 KONDISI UMUM ..........................................................................................................27
3.2 PERKEMBANGAN INFLASI NON FUNDAMENTAL.........................................................30
3.3 PERKEMBANGAN INFLASI FUNDAMENTAL .................................................................31
3.4 INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA ....................................................32
3.4.1 KELOMPOK BAHAN MAKANAN .................................................................................. 32
3.4.2 KELOMPOK MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK DAN TEMBAKAU ....................... 33
3.4.3 KELOMPOK PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR .......................... 34
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
DAFTAR ISI
v
3.4.4 KELOMPOK SANDANG ............................................................................................ 34
3.4.5 KELOMPOK KESEHATAN .......................................................................................... 34
3.4.6 KELOMPOK PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA ........................................... 35
3.5 PERBANDINGAN INFLASI ANTAR PROVINSI/KOTA DI SUMATERA ...............................35
3.6 UPAYA PENGENDALIAN INFLASI..................................................................................36
POLA INFLASI KOMODITAS CABAI MERAH ...........................................................................37
POLA INFLASI SUBKELOMPOK PENDIDIKAN .........................................................................39
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN
UMKM ..................................................................................................................... 43
4.1 PERKEMBANGAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN PROVINSI SUMATERA UTARA ......45
4.1.1 KETAHANAN SEKTOR KORPORASI PROVINSI SUMATERA UTARA ............................... 45
4.1.2 KETAHANAN SEKTOR RUMAH TANGGA PROVINSI SUMATERA UTARA ...................... 48
4.2 PERKEMBANGAN PERBANKAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA ................................51
4.2.1 PERKEMBANGAN BANK UMUM ................................................................................. 51
4.2.2 PERKEMBANGAN BANK SYARIAH ............................................................................... 53
4.3 PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM .....................................................54
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
RUPIAH ..................................................................................................................... 57
5.1 GAMBARAN UMUM SISTEM PEMBAYARAN ...............................................................58
5.2 SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI .............................................................................58
5.2.1 PERKEMBANGAN TRANSAKSI RTGS ........................................................................ 58
5.2.2 PERKEMBANGAN TRANSAKSI SKNBI ....................................................................... 58
5.3 SISTEM PEMBAYARAN TUNAI .....................................................................................59
5.4 PENGELOLAAN KELANCARAN SISTEM PEMBAYARAN .................................................60
5.3.1 PENANGANAN UANG TIDAK ASLI ............................................................................ 60
5.3.2 PENYEDIAAN UANG RUPIAH ................................................................................... 60
5.5 PEMERIKSAAN KEGIATAN PENUKARAN VALUTA ASING .............................................61
5.6 PENGAWASAN KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING (KUPVA) ..................62
5.7 PENGAWASAN PENYELENGGARAAN TRANSFER DANA (PTD) .....................................62
5.8 PROGRAM ELEKTRONIFIKASI ......................................................................................63
5.9 LAYANAN KEUANGAN DIGITAL (LKD) ..........................................................................64
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
DAFTAR ISI
vi
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN .................................................... 66
6.1 KETENAGAKERJAAN ....................................................................................................67
6.2 KESEJAHTERAAN .........................................................................................................71
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH .............................................................. 74
7.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI ..........................................................................75
7.2 PROSPEK INFLASI .........................................................................................................78
7.3 REKOMENDASI KEPADA PEMERINTAH DAERAH .........................................................79
PROSPEK 2018: DAMPAK PILKADA SERENTAK TERHADAP EKONOMI SUMATERA UTARA ..81
LAMPIRAN ................................................................................................................. 84
DAFTAR ISTILAH ......................................................................................................... 85
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
DAFTAR GRAFIK
vii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Survei Kegiatan Dunia Usaha................................................................................ 3
Grafik 1.2 Andil Perekonomian Domestik dan Eksternal ...................................................... 3
Grafik 1.3 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan .......................................................... 4
Grafik 1.4 Survei Konsumen ................................................................................................. 4
Grafik 1.8 Impor Barang Konsumsi ....................................................................................... 4
Grafik 1.6 Perkembangan Kredit Konsumsi .......................................................................... 5
Grafik 1.7 Indeks Penjualan Eceran ...................................................................................... 5
Grafik 1.5 Perkembangan Nilai Tukar .................................................................................. 5
Grafik 1.10 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan Lapangan Kerja (Survei Konsumen) .. 5
Grafik 1.11 Persentase Realisasi APBN Triwulan II 2016 dan 2017 di Sumatera Utara ........ 6
Grafik 1.12 Perkembangan Rekening Pemda ....................................................................... 6
Grafik 1.14 Penjualan Semen ................................................................................................ 6
Grafik 1.15 Penjualan Alat Berat ........................................................................................... 7
Grafik 1.13 Kredit Investasi ................................................................................................... 7
Grafik 1.17 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara ......................................... 8
Grafik 1.18 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara ......................................... 8
Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama ................................................................ 9
Grafik 1.20 Perkembangan Harga CPO dan Karet ................................................................. 9
Grafik 1.21 Ekspor Karet ....................................................................................................... 9
Grafik 1.22 Ekspor CPO ......................................................................................................... 9
Grafik 1.23 PMI Negara Mitra Dagang Utama ...................................................................... 9
Grafik 1.24 IPI Produk Makanan Indonesia ......................................................................... 10
Grafik 1.25 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut ................................................ 10
Grafik 1.26 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut ...................................................... 10
Grafik 1.27 Pertumbuhan Sektor Pertanian dan Pengolahan ............................................. 12
Grafik 1.28 Perkiraan Sifat Curah Hujan Juli 2017 .............................................................. 12
Grafik 1.29 Perkiraan Sifat Curah Hujan Agustus 2017 ....................................................... 12
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
DAFTAR GRAFIK
viii
Grafik 1.30 Distribusi Sifat Curah Hujan September 2017 .................................................. 12
Grafik 1.33 Penyaluran Kredit Pertanian ............................................................................ 13
Grafik 1.32 Realisasi NTP Sumatera Utara .......................................................................... 13
Grafik 1.34 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera Utara .............................................. 13
Grafik 1.35 Penyaluran Kredit Perkebunan ........................................................................ 13
Grafik 1.36 Perkiraan Sifat Curah Hujan 2017 .................................................................... 13
Grafik 1.36 Perubahan Inventori ......................................................................................... 14
Grafik 1.39 Penyaluran Kredit Kategori Industri Pengolahan ............................................. 14
Grafik 1.40 Perkembangan Ekspor Manufaktur ................................................................. 14
Grafik 1.41 Pertumbuhan Sektor Konstruksi dan PBE ........................................................ 15
Grafik 1.42 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi ............................................................. 15
Grafik 1.43 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Occupancy Rate ................ 15
Grafik 1.44 Penyaluran Kredit Kategori PBE ....................................................................... 16
Grafik 1.45 Perkembangan Bongkar Muat Sumatera Utara ............................................... 16
Grafik 1.46 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara ................................................... 17
Grafik 1.47 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan Pergudangan ............................ 17
Grafik 3.1 Inflasi Sumut dan Nasional ................................................................................. 27
Grafik 3.2 Kontribusi Inflasi Sumatera Utara ...................................................................... 28
Grafik 3.3 Disagregasi Inflasi Sumut Tahunan .................................................................... 30
Grafik 3.4 Harga Bawang Merah dan Cabai Merah ............................................................ 31
Grafik 3.5 Ekspektasi Inflasi ................................................................................................ 32
Grafik 3.6 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika ....................................................... 32
Grafik 4.1 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan Resiko Sektor Pertanian ................... 46
Grafik 4.2 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan Resiko Sektor Industri Pengolahan .. 46
Grafik 4.3. Indeks Realisasi dan Pelaku Usaha terhadap Kegiatan Usaha .......................... 47
Grafik 4.4. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen ................................................... 47
Grafik 4.5. Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan Resiko Sektor PBE ............................ 47
Grafik 4.6. Perkembangan DPK Provinsi Sumatera Utara ................................................... 48
Grafik 4.7. Perkembangan Jenis Simpanan dan Suku Bunga .............................................. 48
Grafik 4.8. Perkembangan Suku Bunga Tertimbang DPK.................................................... 48
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
DAFTAR GRAFIK
ix
Grafik 4.9. Perkembangan Pertumbuhan dan Resiko Kredit Rumah Tangga ..................... 49
Grafik 4.10. Perkembangan Kredit Pemilikan Rumah ......................................................... 49
Grafik 4.11. Perkembangan Suku Bunga Kredit Rumah Tangga ......................................... 49
Grafik 4.12. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor ................................................... 50
Grafik 4.13. Perkembangan Kredit Per Jenis Penggunaan .................................................. 52
Grafik 4.14. Perkembangan Kredit Perbankan berdasarkan Lapangan Usaha ................... 52
Grafik 4.15. Perkembangan SBT Kredit Per Jenis Penggunaa ............................................. 52
Grafik 4.16. Perkembangan Komponen Aset Perbankan Syariah ....................................... 53
Grafik 4.17. Perkembangan Penyaluran Pembiayaan Syariah per Jenis Penggunaan ........ 53
Grafik 4.18. Perkembangan Pebiayaan Berdasarkan Lapangan Usaha .............................. 54
Grafik 4.19. Perkembangan Risiko Pembiayaan Syariah per Jenis Penggunaan ................. 54
Grafik 4.20. Perkembangan Kredit UMKM ............................. Error! Bookmark not defined.
Grafik 4.21. Perkembangan Kredit UMKM berdasarkan Lapangan UsahaError! Bookmark
not defined.
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi RTGS .......................................................................... 58
Grafik 5.2 Transaksi Outgoing ............................................................................................. 58
Grafik 5.3 Perkembangan Outflow Inflow Uang Kartal....................................................... 59
Grafik 5.4 Inflow/Outflow Sumatera Utara ........................................................................ 59
Grafik 5.5 Rekapitulasi Transaksi Uang Rupiah ................................................................... 59
Grafik 5.6 Laporan Klarifikasi Upal ...................................................................................... 60
Grafik 6.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan TPT ..................................................... 67
Grafik 6.2 Proporsi Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor .................................. 67
Grafik 6.3 Proporsi Tenaga Kerja Berrdasarkan Pendidikan ............................................. 68
Grafik 6.4 TPT Sumut dan Nasional Periode Agustus 2011-2017 ..................................... 69
Grafik 6.5 TPT Menurut Kabupaten/Kota Agustus 2017 ................................................... 70
Grafik 6.6 Indeks Kondisi & Ekspektasi Penghasilan ........................................................ 70
Grafik 6.7 Indeks Kondisi dan Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja .......................... 70
Grafik 6.8 Indeks Ekspektasi & Keyakinan Konsumen serta Kondisi Ekonomi .................. 71
Grafik 6.9 NTP Sumatera Utara ......................................................................................... 71
Grafik 6.10 NTP Sumatera Utara ....................................................................................... 72
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
DAFTAR GRAFIK
x
Grafik 7.1 Survei Konsumen ................................................................................................ 76
Grafik 7.2 Purchasing Manager Index ................................................................................. 77
Grafik 7.3 Stok Beras BULOG .............................................................................................. 78
Grafik 7.4 Nilai Tukar Rupiah Terdahap Dollar Amerika Serikat ........................................ 78
Grafik 7.5 Komponen Indeks Ekspektasi Konsumen ........................................................... 79
Grafik 7.6 Proyeksi harga minyak dunia.............................................................................. 79
Grafik 7.7 Proyeksi harga komoditas .................................................................................. 79
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan .................................................. 3
Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara ........................................................... 7
Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama .......................................................................... 8
Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran ................................................. 11
Tabel 3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan I 2017 ..... 30
Tabel 3.2 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa ........................................................ 32
Tabel 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan ....................................................................... 32
Tabel 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau .................... 33
Tabel 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar ........................ 34
Tabel 3.6 Inflasi Kelompok Sandang ................................................................................... 34
Tabel 3.7 Inflasi Kelompok Kesehatan ................................................................................ 34
Tabel 3.8 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga ......................................... 35
Tabel 3.9 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan ......................... 35
Tabel 4.1 Indikator Kinerja Keuangan Korporasi Sektoral .................................................. 45
Tabel 4.2 Pengelompokan Tabungan Perseorangan Berdasarkan Nilai ............................. 48
Tabel 4.3 Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga per Kategori .................................... 50
Tabel 4.4 Perkembangan Indikator Utama Perbankan Sumatera Utara ............................ 51
Tabel 4.5. Pangsa Kredit Air Bersih berdasarkan Nilai ........................................................ 52
Tabel 4.6 Perkembangan Indikator Utama Perbankan Syariah .......................................... 53
Tabel 6.1 5 Kabupaten/Kota dengan Proporsi Serapan Tenaga Kerja Terbesar Periode
Agustus 2017 ....................................................................................................................... 68
Tabel 6.2 Lapangan Pekerjaan Utama ................................................................................ 68
Tabel 6.3 NTP Subsektor Provinsi Sumatera Utara ............................................................. 72
Tabel 6.4 Nilai Tukar Nelayan Perikanan Berdasarkan Kelompok ...................................... 72
Tabel 7.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan ................................................................ 76
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
TABEL INDIKATOR
xii
TABEL INDIKATOR
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
TABEL INDIKATOR
xiii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
RINGKASAN UMUM
xiv
RINGKASAN UMUM
ASESMEN MAKRO EKONOMI REGIONAL Ekonomi Sumatera Utara masih tumbuh cukup kuat dimana pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 5,21% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,11% (yoy). Kondisi tersebut terutama didukung oleh perbaikan di sisi eksternal dan masih kuatnya permintaan domestik. Dari sisi eksternal, ekspor mengalami peningkatan ditopang oleh ekspor luar negeri yang meningkat signifikan. Membaiknya permintaan global akan produk ekspor utama Sumatera Utara khususnya CPO di tengah penurunan harga mampu mendongkrak nilai ekspor pada triwulan III 2017. Di sisi lain, impor juga meningkat sejalan dengan meningkatnya kegiatan investasi. Di sisi domestik, peningkatan terutama terjadi pada kegiatan investasi khususnya investasi bangunan sejalan dengan pembangunan infrastruktur strategis yang on-track. Namun demikian, konsumsi rumah tangga melambat, selain akibat pergeseran perayaan idul fitri, juga disebabkan oleh penurunan harga komoditas. Secara sektoral, kondisi yang menggembirakan terjadi pada peningkatan sektor utama khususnya sektor konstruksi. Sektor Pertanian dan sektor Perdagangan juga menunjukkan perbaikan kinerja pada triwulan III 2017. Peningkatan pertumbuhan ekonomi sektor Pertanian terutama didukung oleh produksi tanaman perkebunan yang cukup baik sejalan dengan kondisi cuaca yang mendukung. Sementara itu, sektor Industri Pengolahan meski melambat masih tumbuh cukup tinggi. Selain itu, sektor jasa-jasa juga meningkat yang memberikan dukungan terhadap kinerja sektor utama ekonomi Sumatera Utara tersebut.
ASESMEN KEUANGAN DAERAH Peningkatan konsumsi Pemerintah tersebut tercermin pada realisasi belanja APBD Provinsi Sumatera Utara yang pada triwulan III 2017 mencapai 56,8%, meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang masih sebesar ..% terhadap pagu APBD. Namun demikian, realisasi tersebut lebih rendah dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya (602,2%). Realisasi tertinggi terjadi pada pos transfer ke Kabupaten/Kota, diikuti oleh Belanja Pegawai. Realisasi yang cukup tinggi juga terjadi pada pos belanja bantuan sosial dan hibah. Sementara belanja modal masih relatif rendah (20,7%). Di tingkat Kabupaten/Kota, realisasi belanja APBD juga masih relatif rendah yang sebesar 49,9%. Di sisi pendapatan, hingga triwulan III 2017, realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sumatera Utara dan APBN di Sumatera Utara relatif terjaga dan lebih tinggi dari realisasi triwulan yang sama tahun 2016. Bahkan, realisasi pendapatan tertinggi terjadi pada pos lainnya pendapatan daerah yang sah yang terealisasi melebihi pagu dan mencapai 131,6%. Sejalan dengan realisasi APBD Provinsi, Realisasi Pendapatan APBD Kabupaten/Kota juga telah terealisasi 66,0%. Kondisi ini sejalan dengan komitmen pemerintah daerah untuk mengutamakan pengembalian hasil pendapatan daerah baik dari hasil pajak maupun retribusi kepada kabupaten/kota. ASESMEN INFLASI Peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara pada triwulan III 2017 diikuti oleh peningkatan laju inflasi dalam level yang masih terkendali dalam kisaran sasaran inflasi. Laju inflasi pada triwulan III 2017 tercatat 3,86% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II 2017 yang tercatat 3,75% (yoy). Level tersebut diatas inflasi nasional yang sebesar 3,73% (yoy). Tingginya inflasi triwulan III 2017 menyebabkan inflasi Provinsi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
RINGKASAN UMUM
xv
Sumatera Utara mencapai 1,82% (ytd). Peningkatan tekanan inflasi didorong oleh terbatasnya pasokan bahan makanan, terutama komoditas cabai merah. Harga cabai merah yang relatif rendah mendorong petani untuk tidak melakukan panen. Dapat ditambahkan bahwa memasuki triwulan IV 2017, kenaikan harga cabai merah sudah mereda, menurun dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Rendahnya inflasi didukung oleh stabilnya inflasi inti dan menurunnya tekanan inflasi administered prices. Terjaganya ekspektasi inflasi dan stabilitas nilai tukar mendorong terjaganya stabilitas inflasi inti. Sementara itu, penurunan inflasi administered prices dipengaruhi oleh tidak adanya kebijakan administered prices yang bersifat strategis. ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Perbaikan ekonomi dan masih terjaganya inflasi didukung oleh stabilitas sistem keuangan Provinsi Sumatera Utara pada Triwulan III Tahun 2017 yang masih cukup baik. Kinerja perbankan masih cukup kuat, yang diiindikasikan oleh pertumbuhan aset dan dana pihak ketiga. Sementara itu, kredit perbankan melambat, tumbuh 6,6% (yoy) pada triwulan III 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 9,2%. Kondisi tersebut didukung oleh kinerja korporasi yang membaik dan ketahanan rumah tangga yang terjaga. Ketahanan sektor rumah tangga yang membaik tercermin pada kredit konsumsi yang tumbuh 9% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Sementara itu, risiko kredit perbankan Sumatera Utara juga masih terjaga baik. Meskipun risiko meningkat, tetapi masih dalam batas level indikatifnya. Disamping itu, risiko kredit perbankan syariah juga membaik. Kondisi ini juga pada akhirnya berpengaruh pada tingkat intermediasi perbankan yang berada pada level aman tergambar pada Loan To Funding Ratio sebesar 90%.
ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Kondisi perekonomian Sumatera Utara yang mengalami perbaikan pertumbuhan didukung oleh penyelenggaraan sistem pembayaran yang aman dan lancar. Penyediaan uang kartal berjalan sesuai dengan kebutuhan dengan kualitas yang terjaga. Transaksi uang kartal di Sumatera Utara pada triwulan III 2017 menunjukkan net inflow ke Bank Indonesia sebesar Rp6,98 triliun, dibandingkan net outflow sebesar Rp0,36triliun pada triwulan sebelumnya. Pola aliran uang masuk dan keluar tersebut masih sesuai dengan pola historisnya. Perbaikan geliat ekonomi juga didukung oleh kelancaran sistem pembayaran non tunai. Transaksi non tunai Sumatera Utara relatif meningkat baik dari sisi nominal maupun volume. Secara nominal, transaksi RTGS meningkat sebesar 0,24% pada triwulan berjalan, sementara volumenya terkontraksi 53,71%, namun meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sejalan dengan hal tersebut, nominal transaksi menggunakan SKNBI juga tumbuh 5,5% (yoy).
ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Kondisi ketenagakerjaan Sumatera Utara membaik seiring dengan perbaikan ekonomi pada periode laporan. Perbaikan tersebut tercermin dari peningkatan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) periode Agustus sebesar 6.0% (yoy) dan penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka. Perbaikan kondisi ketenagakerjaan tersebut belum diikuti oleh membaiknya tingkat kesejahteraan khususnya petani yang tercermin dari penurunan NTP Sumatera Utara. Sementara itu, NTP subsektor perikanan yang masih berada di atas 100 yang menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan nelayan yang cukup baik.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
RINGKASAN UMUM
xvi
PROSPEK PEREKONOMIAN Pada tahun 2017 perekonomian Sumatera Utara diperkirakan melambat dibandingkan tahun 2016. Melambatnya perekonomian Sumatera Utara ini disebabkan oleh rendahnya realisasi PDRB di triwulan I 2017 akibat belum optimalnya kinerja sektor pertanian. Namun demikian, permintaan domestik diperkirakan masih cukup kuat ditopang oleh kinerja investasi pembangunan proyek infrastruktur strategis serta terjaganya daya beli masyarakat seiring dengan rendahnya risiko tekanan inflasi. Memasuki tahun 2018, perekonomian Sumatera Utara diperkirakan akan mengalami perbaikan dan berada pada kisaran 5,0%-5,4%. Peningkatan pertumbuhan ini akan didorong oleh konsumsi pemerintah dan LNPRT seiring dengan pelaksaan PILKADA serentak 2018. Dari sisi Inflasi, secara keseluruhan tahun, inflasi Sumatera Utara di tahun 2017 diperkirakan masih berada pada kisaran sasaran inflasi nasional yaitu 4±1%. Penurunan tekanan inflasi terutama didorong oleh penurunan tekanan inflasi volatile food seiring membaiknya pasokan pangan terutama di awal tahun 2017. Kondisi tersebut didukung oleh rendahnya tekanan inflasi ini sejalan dengan terjaganya ekspektasi inflasi dan stabilitas nilai tukar. Sementara itu, inflasi kelompok administerd prices mengalami peningkatan yang didorong oleh kenaikan biaya pengurusan STNK dan kenaikan tarif listrik. Optimisme tingkat inflasi yang rendah dan stabil diperkirakan akan berlanjut di tahun 2018. Inflasi tahun 2018 diperkirakan masih berada dalam sasaran inflasi nasional 3,5±1%. Pencapaian ini diperkirakan didukung oleh rendahnya tekanan inflasi inti dan inflasi administered prices. Pemerintah diperkirakan tidak akan mengambil kebijakan administered prices yang bersifat strategis. Sementara itu, inflasi volatile food diperkirakan akan meningkat terkait dengan terbatasnya produksi.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
1
BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI
MAKRO DAERAH
Ekonomi Sumatera Utara masih tumbuh cukup kuat dimana pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 5,21% (yoy)
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,11% (yoy). Kondisi tersebut terutama didukung
oleh perbaikan di sisi eksternal dan masih kuatnya permintaan domestik. Dari sisi eksternal, ekspor mengalami
peningkatan ditopang oleh ekspor luar negeri yang meningkat signifikan. Membaiknya permintaan global akan
produk ekspor utama Sumatera Utara khususnya CPO di tengah penurunan harga mampu mendongkrak nilai
ekspor pada triwulan III 2017. Di sisi lain, impor juga meningkat sejalan dengan meningkatnya kegiatan
investasi. Di sisi domestik, peningkatan terutama terjadi pada kegiatan investasi khususnya investasi bangunan
sejalan dengan pembangunan infrastruktur strategis yang on-track. Namun demikian, konsumsi rumah tangga
melambat, selain akibat pergeseran perayaan idul fitri, juga disebabkan oleh penurunan harga komoditas.
Secara sektoral, kondisi yang menggembirakan terjadi pada peningkatan sektor utama khususnya sektor
konstruksi. Sektor Pertanian dan sektor Perdagangan juga menunjukkan perbaikan kinerja pada triwulan III
2017. Peningkatan pertumbuhan ekonomi sektor Pertanian terutama didukung oleh produksi tanaman
perkebunan yang cukup baik sejalan dengan kondisi cuaca yang mendukung. Sementara itu, sektor Industri
Pengolahan meski melambat masih tumbuh cukup tinggi. Selain itu, sektor jasa-jasa juga meningkat yang
memberikan dukungan terhadap kinerja sektor utama ekonomi Sumatera Utara tersebut.
ULOS MANGIRING
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
2
1.1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum
Di triwulan III 2017 Pertumbuhan ekonomi
Sumatera Utara mengalami peningkatan dari
5,11% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,21%
(yoy). Pertumbuhan tersebut di atas
perekonomian Nasional yang tumbuh sebesar
5,09%. Peningkatan pertumbuhan ekonomi
Sumatera Utara terutama didorong oleh kegiatan
investasi khususnya investasi bangunan yang
menunjukkan peningkatan sejalan dengan
pembangunan infrastruktur strategis yang on-
track. Namun demikian, sesuai dengan pola
seasonalnya konsumsi rumah tangga melambat
pasca puncak konsumsi pada perayaan idul fitri di
triwulan II 2017.
Dari sisi eksternal, ekspor mengalami
peningkatan khususnya ekspor luar negeri yang
meningkat signifikan. Membaiknya permintaan
global akan produk ekspor utama Sumatera
Utara khususnya CPO di tengah penurunan harga
mampu mendongkrak nilai ekspor pada triwulan
III 2017. Ekonomi beberapa mitra dagang seperti
Tiongkok dan Amerika Serikat pada triwulan III
2017 pada umumnya membaik dari perkiraan
semula. Pada triwulan III 2017 perekonomian
Tiongkok dan Amerika Serikat menguat masing-
masing menjadi 6,8% (yoy) dan 3,1% (yoy) dari
6,7% (yoy) dan 2,1% (yoy) pada triwulan II 2017.
Sementara itu, kinerja ekspor antar daerah masih
terkontraksi. Hal ini terjadi seiring dengan
menurunnya pertumbuhan ekonomi beberapa
daerah mitra dagang utama seperti Aceh,
Sumatera Selatan dan Bengkulu. Sementara itu,
permintaan domestik akan produk makanan dan
minuman juga belum kuat yang tercermin dari
hasil liaison kepada pelaku usaha industri
pengolahan yang menyatakan bahwa
permintaan domestik cenderung menurun yang
disertai dengan menurunnya aktivitas
manufaktur domestik.
Secara sektoral, kinerja 4 sektor utama (sektor
pertanian, industri pengolahan, perdagangan,
dan konstruksi) pada triwulan III 2017 masih
relatif baik. Peningkatan terutama terjadi di
sektor pertanian khususnya subsektor pertanian
pangan dan subsektor perkebunan. Puncak
panen padi dan kelapa sawit yang jatuh pada
triwulan III 2017 telah menopang peningkatan
kinerja kedua subsektor tersebut. Selain itu,
sektor konstruksi juga mengalami peningkatan
didorong oleh masih berlangsungnya proyek-
proyek infrastruktur strategis. Namun demikian,
kinerja industri pengolahan sedikit menurun
merespon harga komoditas CPO dan karet yang
lebih rendah dari triwulan sebelumnya.
Pada awal Triwulan IV 2017, harga komoditas
perkebunan terutama CPO dan karet
diperkirakan menurun dibandingkan bulan
sebelumnya. Harga CPO bulan Oktober
terkontraksi 1,5% (mtm) atau turun sekitar -
12,3% dibandingkan dengan puncak harga CPO
yang terjadi di awal tahun 2017 atau -3,87%
(yoy). Sementara, harga karet juga mengalami
penurunan sebesar -3,75% (mtm) dibandingkan
bulan September 2017. Namun demikian, harga
karet tersebut masih relatif tinggi dibandingkan
tahun sebelumnya dimana pada bulan Oktober
2017 masih mengalami kenaikan sebesar 14,35%
(yoy).
Dari sisi permintaan domestik, konsumsi dan
investasi diperkirakan masih akan tumbuh positif
terutama didorong oleh peningkatan realisasi
belanja pemerintah yang terkonsentrasi di
triwulan IV. Sementara itu, permintaan rumah
tangga juga diharapkan akan meningkat seiring
dengan perayaan natal dan tahun baru. Dari sisi
sektoral, produksi komoditas perkebunan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
3
diperkirakan cukup baik sejalan dengan
masuknya periode panen raya (trek) sawit di
tengah kondisi cuaca yang relatif kondusif.
Dengan demikian, perekonomian Sumatera
Utara pada triwulan IV 2017 diperkirakan berada
pada kisaran 5,1-5,5% (yoy).
Mecermati perkembangan tersebut, secara
keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera
Utara di tahun 2017 diperkirakan melambat
dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut
disebabkan oleh rendahnya realisasi PDRB di
triwulan I 2017 akibat belum optimalnya kinerja
sektor pertanian. Sementara itu, permintaan
domestik diperkirakan masih cukup kuat
ditopang oleh kinerja investasi pembangunan
proyek infrastruktur strategis serta terjaganya
daya beli masyarakat seiring dengan rendahnya
risiko tekanan inflasi.
Grafik 1.1 Survei Kegiatan Dunia Usaha
Ke depan beberapa faktor risiko penghambat
perbaikan ekonomi yang perlu diwaspadai
diantaranya adalah berlanjutnya penurunan
harga komoditas. Penurunan harga tersebut
merupakan disinsentif bagi perbaikan kinerja
ekspor yang selanjutnya akan berdampak pada
konsumsi dan investasi. Hal tersebut tercermin
dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha yang
menunjukkan bahwa terdapat sedikit penurunan
perkiraan kegiatan dunia usaha ke depan.
Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi
Penggunaan
Dari sisi penggunaan, perbaikan ekonomi
Sumatera Utara pada Triwulan III 2017 didorong
oleh meningkatnya kinerja sektor eksternal.
Ekspor mengalami peningkatan khususnya
ekspor luar negeri yang meningkat signifikan.
Mambaiknya permintaan global akan produk
ekspor utama Sumatera Utara khususnya CPO di
tengah penurunan harga mampu mendongkrak
nilai ekspor pada triwulan III 2017. Ekonomi
beberapa mitra dagang seperti Tiongkok dan
Amerika Serikat pada triwulan III 2017 pada
umumnya membaik dari perkiraan semula.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.2 Andil Perekonomian Domestik dan Eksternal
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
4
Sementara itu, permintaan domestik melambat
terutama didorong oleh perlambatan konsumsi
rumah tangga. Namun demikian, investasi
khususnya investasi bangunan menunjukkan
peningkatan sejalan dengan pembangunan
infrastruktur strategis yang on-track.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.3 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan
Di sisi permintaan
domestik, konsumsi
rumah tangga
melambat dari 5,2% (yoy) di triwulan sebelumnya
menjadi 4,1% (yoy). Pertumbuhan konsumsi
rumah tangga tersebut lebih rendah dari rata-
ratanya dalam 5 tahun terakhir yang hanya
mencapai 4,9% (yoy). Penurunan tersebut
disebabkan oleh meredanya kegiatan konsumsi
masyarakat pasca puncak konsumsi pada
perayaan idul fitri di triwulan sebelumnya. Selain
itu, di tengah kondisi ekonomi yang belum
sepenuhnya pulih, konsumen rumah tangga
cenderung mengalokasikan peningkatan
pendapatannya untuk kegiatan investasi. Sumber
pendapatan tersebut terindikasi dialokasikan
dalam bentuk tabungan dan deposito, yang
tercermin dari jumlah DPK yang meningkat.
Pertumbuhan DPK pada triwulan III 2017
meningkat menjadi 10,2% (yoy) dari triwulan
sebelumnya sebesar 8,7% (yoy).
Perilaku rumah tangga tersebut juga terlihat
pada hasil Survei Konsumen Bank Indonesia
dimana pada triwulan III 2017 menunjukkan
kecenderungan pengeluaran untuk konsumsi
menurun sedangkan kecenderungan untuk
menabung meningkat.
Grafik 1.4 Survei Konsumen
Penurunan kinerja konsumi rumah tangga terjadi
diseluruh subsektornya. Penurunan paling tinggi
terjadi pada subsektor makanan dan minuman
dimana pada triwulan III 2017 melambat dari
5,27% (yoy) ditriwulan sebelumnya menjadi
3,81% (yoy). Selain itu, penurunan juga terbesar
juga terjadi pada subsektor konsumsi
transportasi dan komunikasi yang turun menjadi
4,31% (yoy) dari sebelumnya sebesar 5,49%
(yoy). Menurunnya frekuensi terbang beberapa
maskapai penerbangan pasca perayaan Idul Fitri
turut menyumbang penurunan konsumsi
penggunaan jasa transportasi dan komunikasi.
Hal tersebut juga terkonfirmasi dari jumlah
penumpang pesawat terbang yang lebih rendah
dari triwulan sebelumnya.
Penurunan kinerja konsumi tersebut juga
tercermin dari impor barang konsumsi yang
menurun. Pada triwulan III 2017 impor barang
konsumsi menurun dari triwulan sebelumnya
sebesar 40,0% (yoy) menjadi -23,07% (yoy).
Grafik 1.5 Impor Barang Konsumsi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
5
Grafik 1.6 Perkembangan Kredit Konsumsi
Namun demikian, masih optimisnya tingkat
konsumsi tercermin dari pertumbuhan kredit
konsumsi yang meningkat dari triwulan
sebelumnya. Kredit konsumsi pada triwulan III
2017 tercatat meningkat menjadi 11,0% dari
sebelumnya sebesar 9,9% (yoy). Selain itu,
optimisme kegiatan konsumsi juga terindikasi
dari Indeks Penjualan Eceran pada triwulan III
yang menunjukkan kenaikan.
Grafik 1.7 Indeks Penjualan Eceran
Grafik 1.8 Perkembangan Nilai Tukar
Selain itu, nilai tukar Rupiah secara konsisten
mengalami penguatan sejak awal tahun 2016 dan
terus berlanjut memasuki triwulan III 2017.
Stabilitas nilai tukar yang terus diupayakan oleh
Bank Indonesia diperkirakan dapat menjaga level
psikologis masyarakat dalam melakukan aktivitas
konsumsinya.
Memasuki awal triwulan IV 2017, potensi
perbaikan tingkat konsumsi rumah tangga mulai
terlihat. Hal tersebut tercermin dari Survei
Konsumen terhadap penghasilan dan kondisi
ekonomi pada triwulan IV 2017 yang cenderung
meningkat. Namun demikian, penurunan harga
komoditas ke depan dapat menghambat
optimisme tingkat pendapatan masyarakat
maupun ketersediaan lapangan pekerjaan ke
depan.
Grafik 1.9 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan
Lapangan Kerja (Survei Konsumen)
Secara keseluruhan tahun, konsumsi rumah
tangga di tahun 2017 diperkirakan meningkat
dibandingkan tahun 2016. Peningkatan daya beli
masyarakat ini ditopang oleh oleh perbaikan
harga komoditas di 2017 yang mendorong
perbaikan penerimaan ekspor. Selain itu,
perbaikan kinerja sektor utama seperti industri
pengolahan dan konstruksi juga menopang
tingkat penerimaan masyarakat dari sisi sektoral.
Di Triwulan III 2017 konsumsi pemerintah
meningkat signifikan menjadi 7,4% (yoy) dari
triwulan sebelumnya 4,6% (yoy). Peningkatan
konsumsi pemerintah tersebut didorong oleh
realisasi belanja APBD Realisasi belanja APBD
Provinsi Sumatera Utara yang sudah mencapai
mencapai 56,8% dari pagu atau Rp7,4 triliun dari
Rp13,0 triliun. Selain itu, peningkatan konsumsi
pemerintah juga tercermin dari meningkatnya
pertumbuhan rekening pemerintah daerah
dimana pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
6
12,7% (yoy) meningkat dibanding triwulan
sebelumnya sebesar 8,4% (yoy).
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sumatera Utara,
diolah
Grafik 1.10 Persentase Realisasi APBN Triwulan III 2016
dan 2017 di Sumatera Utara
Grafik 1.11 Perkembangan Rekening Pemda
Memasuki triwulan IV 2017, kinerja konsumsi
pemerintah diperkirakan akan meningkat.
Akselerasi belanja pemerintah tersebut didorong
oleh penyaluran DAU dan DAK oleh pemerintah
pusat, pengeluaran belanja barang dan modal
serta pembangunan proyek-proyek infrastruktur
strategis.
Untuk keseluruhan tahun 2017, konsumsi
pemerintah diperkiakan akan lebih baik
dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan
belanja APBD 2017 sebesar 31% dibandingkan
2016 dan tidak adanya hambatan dalam
penyaluran DAU dan DAK oleh pemerintah pusat
menjadi pendorong perbaikan tersebut.
Pada triwulan III 2017 kinerja investasi
mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Investasi pada triwulan III 2017
tumbuh sebesar 6,2% (yoy) meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,5%
(yoy). Perbaikan kinerja investasi tersebut
didukung oleh kinerja investasi bangunan dan
non bangunan yang meningkat masing-masing
menjadi 6,9% (yoy) dan 2,9% (yoy) dari 5,4% (yoy)
dan 2,0% (yoy) di triwulan II 2017. Peningkatan
investasi bangunan didorong oleh mulai
menggeliatnya investasi swasta disamping
belanja modal pemerintah. Sementara itu,
peningkatan investasi non bangunan ditopang
oleh penjualan mesin dan perlengkapan, serta
parts kendaraan untuk angkutan perkebunan
yang meningkat merespon peningkatan produksi
perkebunan.
Peningkatan kinerja investasi bangunan
tercermin dari peningkatan penjualan semen di
Triwulan III 2017. Penjualan semen mengalami
pertumbuhan yang signifikan sebesar 69,4%
(yoy) dari sebelumnya kontraksi sebesar -11,9%
(yoy). Mulai terealisasinya belanja modal
pemerintah mendorong kinerja investasi
bangunan meningkat di triwulan III 2017.
Grafik 1.12 Penjualan Semen
Sementara itu, salah satu faktor yang mendorong
perbaikan kinerja investasi non bangunan adalah
perbaikan sektor eksternal. Perbaikan kinerja
perekonomian negara mitra dagang utama
menjadi pendorong investasi yang tercermin
pada indikator investasi non-bangunan dari
penjualan alat berat (UT) pada Agustus
meningkat, terutama sektor agrikultur. Hal
tersebut juga terkonfirmasi dari hasil liaison
kepada pelaku usaha di sektor industri
pengolahan yang menyatakan adanya aktivitas
investasi terkait dengan peningkatan kapasitas
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
7
produksi seperti pembangunan galangan kapal,
pembangunan pabrik pengolahan biodiesel, oleo
chemical maupun kernell pressing plant serta
pemeliharaan mesin.
Grafik 1.13 Penjualan Alat Berat
Grafik 1.15 Penjualan Alat Berat
Nilai investasi PMA pada triwulan III 2017
menurun dari USD397,3 juta di triwulan
sebelumnya menjadi USD332,3 juta. Penurunan
PMA tersebut didominasi oleh sektor Industri
Listrik, Gas dan Air seiring dengan tidak adanya
rencana pembangunan listrik oleh PLN di akhir
tahun 2017. Sementara itu, nilai investasi PMDN
pada triwulan III 2017 meningkat signifikan
Rp1.440,3 miliar pada triwulan sebelumnya
menjadi Rp2.573,8 miliar. Peningkatan PMDN
terutama terjadi pada kategori industri
pengolahan (97% terhadap total PMDN). Hal
tersebut berkenaan dengan peningkatan kinerja
sektor pengolahan seiring dengan kinerja sektor
eksternal yang meningkat.
Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara
Periode
PMA PMDN
Proyek I (juta USD) Proyek I (Rp miliar)
2014 I 65 122,4 15 559,5
II 117 156,3 49 2.985,8
III 74 200,3 20 428,5
IV 180 71,8 73 250,1
2015 I 123 308,1 53 905,1
II 107 323,6 59 2.110,1
III 101 308,2 24 82,8
IV 107 306,1 33 1.189,5
2016 I 39 18,1 12 161,3
II 223 320,0 87 888,2
III 179 283,1 39 1.129,5
IV 254 393,5 91 2.685,2
2017 I 61 195,3 26 4311,5
II 211 397,3 98 1440,3
III 151 332,3 73 2573,7
P: jumlah proyek; I: Nilai Investasi
Sumber: BKPM, diolah
Namun, pertumbuhan kredit investasi cenderung
melambat. Pada triwulan III 2017 pertumbuhan
kredit tercatat 6,7% (yoy), melambat dari
triwulan sebelumnya yang mencapai 15,7% (yoy).
Melambatnya pertumbuhan kredit tersebut
seiring dengan melambatnya kinerja industri
pengolahan merespons penurunan harga
komoditas. Hal ini mencerminkan masih
tingginya risiko yang dapat mengganggu kinerja
investasi.
Grafik 1.14 Kredit Investasi
Ke depan, dengan dukungan Pemerintah untuk
terus menciptakan iklim investasi yang kondusif
melalui percepatan reformasi struktural, dapat
tercipta perbaikan ekonomi domestik yang
berkelanjutan. Optimisme perbaikan ekonomi
dan berlanjutnya perbaikan iklim investasi
mendorong pulihnya tingkat kepercayaan
investor untuk terus berinvestasi di wilayah
Sumatera Utara. Sehingga, pada triwulan IV 2017
diperkirakan investasi akan kembali meningkat.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
8
Peningkatan belanja pemerintah seiring dengan
selesainya proses pengadaan diharapkan juga
mampu mendorong perbaikan iklim investasi di
Sumatera Utara. Namun demikian, penurunan
harga komoditas dapat menjadi risiko
penghambat investasi di akhir 2017.
Secara keseluruhan tahun, investasi di 2017
diperkirakan lebih baik dibandingkan tahun
sebelumnya. Peningkatan tersebut terutama
disebabkan oleh membaiknya sektor eksternal
yang berdampak pada perbaikan kinerja industri
pengolahan dan lebih baiknya realisasi belanja
investasi pemerintah. Hal ini tercermin dari
peningkatan di kedua jenis investasi yakni
bangunan dan non-bangunan.
Ekspor pada triwulan III 2017 meningkat dari 0,9%
(yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 13,2% (yoy). Hal
tersebut terutama ditopang oleh ekspor luar negeri
yang meningkat signifikan dari 2,04% (yoy) pada
triwulan lalu menjadi 31,5% (yoy). Sementara
ekspor antar daerah cenderung terkontraksi
menjadi -1,51% (yoy) dari 0,02% (yoy) pada
triwulan sebelumnya. Dapat ditambahkan bahwa
dalam struktur ekspor Provinsi Sumatera Utara,
55% adalah ekspor antar daerah.
Grafik 1.15 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera
Utara
Data Cognos Bank Indonesia
Ekspor luar negeri Sumatera Utara masih
didominasi oleh ekspor kelapa sawit dengan
pangsa sebesar 36,6% dari total nilai ekspor,
disusul oleh komoditas karet dengan pangsa
9,0% dan kopi 3,8%. Pangsa komoditas kelapa
sawit cenderung menurun sedangkan karet dan
kopi meningkat dibandingkan dengan triwulan II
2017. Tingginya dominasi produk ekstraktif
dalam komoditas ekspor menyebabkan kinerja
ekspor Sumatera Utara relatif sangat sensitif
terhadap perubahan harga komoditas.
Grafik 1.16 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera
Utara1
Perbaikan perekonomian negara mitra dagang
utama di triwulan III 2017 mendorong
melonjaknya kinerja ekspor luar negeri Sumatera
Utara terutama CPO. Perbaikan harga komoditas
tersebut juga disertai dengan perkembangan
industri otomotif di Amerika dan Tiongkok.
Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama
Komoditas Pangsa
Kelapa Sawit 36,6% Karet 9,0% Kopi 3,8% Lainnya 41,6%
Kinerja ekspor Sumatera Utara masih bergantung
pada kinerja perekonomian beberapa mitra
dagang utama seperti Amerika Serikat, Tiongkok,
India dan Euro Area. Namun ekspor Sumatera
Utara sudah relatif terdiversifikasi yang
tercermin dari menurunnya pangsa ekspor ke
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
9
empat negara tersebut dari 43,1% di triwulan I
2017 menjadi 37,9% di triwulan II 2017. Terdapat
peningkatan ekspor ke negara-negara seperti
Pakistan, Jepang, Spanyol dan Mesir.
Grafik 1.17 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama
Dari sisi harga, di triwulan III 2017 harga CPO dan
karet cenderung melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Bahkan harga CPO kembali
turun menjadi 631 USD/metric ton atau
terkontraksi sebesar -2,7% (yoy). Sementara
harga karet cenderung turun menjadi 197 USD
cents/kg atau melambat menjadi 13,9% (yoy) dari
25,2% (yoy) di triwulan sebelumnya.
Sumber: Bloomberg, diolah
Grafik 1.18 Perkembangan Harga CPO dan Karet
Grafik 1.19 Ekspor Karet
Namun demikian, kinerja ekspor CPO dan karet di
triwulan III 2017 masih positif. Ekspor CPO baik
secara nilai maupun volume mengalami
peningkatan masing-masing menjadi 15,6% (yoy)
dan 15,3% (yoy) dari sebelumnya sebesar 10,1%
(yoy) dan 5,2% (yoy). Peningkatan kinerja ekspor
sawit ke luar negeri terjadi seiring dengan
tingginya tingkat konsumsi yang tercermin dari
tingginya aktivitas manufaktur makanan di
negara partner dagang utama. Sejalan dengan hal
tersebut, perbaikan ekspor luar negeri karet
sejalan dengan meningkatnya permintaan
kendaraan bermotor di Amerika dan Tiongkok.
Sebagian besar (97%) karet di Sumatera Utara
masih berbentuk crump rubber (SIR 20) yang
mayoritas digunakan sebagai bahan baku ban
kendaraan.
Grafik 1.20 Ekspor CPO
Sumber: ieconomics.com dan tradingeconomics.com, diolah
Grafik 1.21 PMI Negara Mitra Dagang Utama
Memasuki awal triwulan IV 2017, terdapat
beberapa downside risks yang perlu mendapat
perhatian terutama tingkat harga komoditas
yang terus menurun. Selain itu, black campaing
produk CPO Indonesia yang tidak ramah
lingkungan dan kebijakan proteksionisme negara
partner utama seperti India dan Eropa
0.5
0.4
0.4
0.4
0.3
0.2
0.2
0.2
0.2
0.2
0.2
0.2
0.1
0.2
0.2
0.2
0.3
0.2
0.2
0.2
0.1
0.2
0.2
0.2
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
31.4%
14.4%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
-
0.1
0.1
0.2
0.2
0.3
0.3
0.4
0.4
0.5
0.5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016 2017
Milyar Nilai (USD) Volume (ton) G Nilai G Volume
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
10
diperkirakan juga masih akan menjadi downside
risk dari sisi permintaan ekspor CPO. Namun
demikian, tujuan ekspor Sumatera Utara yang
sudah mulai terdiversifikasi dan peningkatan
permintaan komoditas karet khususnya dari AS
dan Tiongkok akan menjadi pendorong untuk
menggerakkan sektor eksternal dan sektor
industri. Sehingga ke depan kinerja ekspor
Sumatera Utara diperkirakan akan membaik
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sementara itu, kinerja ekspor antar daerah masih
terkontraksi. Hal ini terjadi seiring dengan
menurunnya pertumbuhan ekonomi beberapa
daerah mitra dagang utama seperti Aceh,
Sumatera Selatan dan Bengkulu. Sementara itu,
permintaan domestik akan produk makanan dan
minuman juga belum kuat yang tercermin dari
hasil liaison kepada pelaku usaha industri
pengolahan yang menyatakan bahwa
permintaan domestik cenderung menurun yang
disertai dengan menurunnya aktivitas
manufaktur domestik. Selain itu, kinerja sektor
manufaktur khususnya industri makanan
domestik yang tercermin dari Industrial
Production Index (IPI) yang menurun di triwulan
III 2017.
Grafik 1.22 IPI Produk Makanan Indonesia
Di triwulan III 2017, impor tumbuh sebesar 12,6%
(yoy) jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan II
2017 sebesar -0,5% (yoy). Peningkatan tersebut
terjadi baik pada impor luar negeri maupun
impor antar daerah. Impor luar negeri meningkat
dari 1,6% (yoy) pada triwulan sebelumnya
menjadi 23,1% (yoy), sedangkan impor antar
daerah dari -3,1% (yoy) menjadi 7,6% (yoy).
Grafik 1.23 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut
Impor luar negeri Sumatera Utara dari sisi volume
pada triwulan III 2017 cenderung meningkat
mencapai 22,5% (yoy) meningkat dari triwulan
sebelumnya sebesar 8,5% (yoy). Peningkatan
tersebut terutama didorong oleh peningkatan
impor barang modal dan bahan baku yang
meningkat signifikan mencapai masing-masing
24,0% (yoy) dan 24,6% (yoy) dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya masing-masing
sebesar -1,4% (yoy) dan 8,5% (yoy). Namun,
impor barang konsumsi cenderung menurun dari
kontraksi 28,3% (yoy) di triwulan sebelumnya
menjadi 3,6% (yoy).
Grafik 1.24 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut
Tingginya pertumbuhan impor bahan baku dan
barang modal terjadi seiring dengan
melimpahnya produksi kelapa sawit sehingga
membutuhkan barang intermediate untuk bisa
menghasilkan produk lanjutannya. Selain itu,
volume impor barang modal ini juga
mengindikasikan masih adanya kepercayaan
pelaku usaha terhadap iklim usaha di Sumatera
Utara.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
11
Memasuki awal triwulan IV tahun 2017, kinerja
impor diperkirakan akan melambat seiring
dengan mulai menurunnya kinerja industri
pengolahan sebagai dampak melambatnya
ekspor merespon penurunan harga komoditas.
Selain itu, mulai terealisasinya belanja
pemerintah khususnya belanja modal dan
infrastruktur akan menambah perlambatan
impor lebih lanjut khususnya impor barang
modal.
Secara keseluruhan tahun, kinerja impor di 2017
diperkirakan akan lebih tinggi dari tahun 2016.
Lebih tingginya kondisi perekonomian negara
partner dagang utama dan mulai
terdiversifikasinya tujuan ekspor Sumatera Utara
diperkirakan meningkatkan aktivitas industri
pada 2017 sehingga kebutuhan akan barang
modal dan bahan baku pendukung juga
meningkat. Selain itu, realisasi belanja
pemerintah yang lebih baik juga menopang
peningkatan impor di 2017.
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi
Lapangan Usaha
Dari sisi Lapangan Usaha, kinerja empat sektor
utama pada triwulan III 2017 cenderung
mengalami peningkatan, kecuali sektor industri
pengolahan yang sedikit menurun. Peningkatan
tersebut terutama didorong oleh tingginya sektor
konstruksi yang mencapai 6,7% (yoy) pada
triwulan ini. Banyaknya realisasi proyek
pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah
dan swasta meningkatkan pencapaian sektor
konstruksi. Walaupun peningkatan dari keempat
sektor utama pada triwulan laporan kurang
signifikan, keempat kategori tersebut masih
menyumbang 74% PDRB Sumatera Utara.
Sementara itu, sektor lainnya terutama sektor
tersier tumbuh signifikan. Sektor administrasi
pemerintahan, jasa perusahaan, serta jasa
kesehatan dan kegiatan sosial pada triwulan III
2017 tercatat lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya, sehingga mendukung
perkembangan ekonomi sisi produksi.
Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Total I II III IV Total I II III
Sisi Produksi
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5.5 3.4 8.0 5.6 2.6 4.9 2.0 2.4 3.1 #
Pertambangan dan Penggalian 6.1 1.7 6.7 8.2 6.1 5.7 4.8 4.9 4.8 #
Industri Pengolahan 3.6 9.3 2.3 1.9 4.9 4.5 5.6 6.5 6.2 #
Pengadaan Listrik, Gas 2.3 1.6 10.0 6.0 -1.7 3.8 12.2 9.5 9.0 #
Pengadaan Air 6.4 3.1 4.9 9.7 9.1 6.7 8.2 6.9 4.9 #
Konstruksi 5.5 3.5 6.0 5.5 7.4 5.6 5.2 5.2 6.7 #
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor4.4 2.5 5.2 7.5 7.7 5.8 4.8 5.8 5.9 #
Transportasi dan Pergudangan 5.7 3.3 6.2 7.4 7.2 6.1 7.4 7.8 6.8 #
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.0 4.3 5.7 7.7 8.5 6.5 6.7 7.0 7.7 #
Informasi dan Komunikasi 7.1 5.8 6.9 8.6 9.6 7.8 9.3 9.3 8.4 #
Jasa Keuangan 7.2 7.5 6.2 3.7 -0.6 4.1 -0.5 2.5 -1.1 #
Real Estate 5.8 4.6 5.2 6.8 6.9 5.9 9.9 9.3 7.4 #
Jasa Perusahaan 5.9 5.7 5.9 6.0 6.2 6.0 8.0 8.0 9.0 #
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib5.8 1.2 1.9 2.1 2.6 2.0 1.0 1.5 3.1 #
Jasa Pendidikan 5.0 7.4 7.0 2.9 2.7 4.9 2.2 2.2 1.5 #
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7.2 7.9 5.2 8.5 7.7 7.4 6.9 7.4 8.3 #
Jasa lainnya 6.7 7.0 6.3 6.4 6.4 6.5 8.5 8.5 8.8 #
Indikator Makro2015 2016 2017
Arah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
12
Kinerja sektor pertanian meningkat dari 2,4%
(yoy) pada pada triwulan II 2017 menjadi 3,1%
(yoy) pada triwulan III 2017. Peningkatan
tersebut terutama didorong oleh subsektor
perkebunan bersamaan dengan masuknya
musim panen tanaman perkebunan semusim
yang didukung oleh cuaca yang kondusif. Selain
itu, cuaca pada triwulan III 2017 juga mendukung
nelayan untuk menangkap ikan, sehingga dapat
mendorong peningkatan sektor pertanian lebih
jauh lagi.
Grafik 1.25 Pertumbuhan Sektor Pertanian dan
Pengolahan
Namun demikian, kinerja subsektor tanaman
pangan dan hortikultura masih kurang optimal.
Hal ini tercermin dari penurunan Nilai Tukar
Petani Palawija (NTPP) serta Nilai Tukar Petani
Hortikultura (NTPH) pada triwulan III 2017. NTPP
menurun dari 95,0 pada triwulan II 2017 menjadi
93,8 pada triwulan ini, sedangkan NTPH menurun
dari 93,9 menjadi 91,9 pada triwulan III 2017.
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Grafik 1.26 Perkiraan Sifat Curah Hujan Juli 2017
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Grafik 1.27 Perkiraan Sifat Curah Hujan Agustus 2017
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Grafik 1.28 Distribusi Sifat Curah Hujan September 2017
Di sisi pembiayaan, pertumbuhan kredit
pertanian juga sedikit melambat dari 16,9% (yoy)
menjadi 15,5% (yoy). Namun, Non Performing
Loan (NPL) sektor pertanian mengalami
penurunan dari 1,5% menjadi 1,59% pada
triwulan ini. Penurunan tersebut mencerminkan
membaiknya risiko di sektor ini seiring dengan
peningkatan ekspor CPO. Di akhir tahun,
peningkatan kinerja sektor pertanian diharapkan
akan terus mengalami peningkatan seiring
dengan masuknya musim panen bagi tanaman
hortikultura.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
13
Grafik 1.29 Penyaluran Kredit Pertanian
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.30 Realisasi NTP Sumatera Utara
Grafik 1.31 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera
Utara
Membaiknya kinerja kategori perkebunan
ditopang oleh peningkatan ekspor komoditas
utama Sumatera Utara yaitu kelapa sawit, karet,
dan kopi. Perbaikan kinerja ekspor komoditas
tersebut ditunjang oleh meningkatnya
permintaan mitra dagang utama. Hal ini
ditunjukkan dengan Purchasing Manager Index
(PMI) Tiongkok dan Amerika Serikat yang
mengalami peningkatan.
Permintaan komoditas tetap solid ditengah
penurunan harga CPO dan karet yang
diperkirakan akan terus menurun. Hal ini
tercermin dari penurunan harga CPO dan karet
pada bulan Oktober 2017 di pasar internasional.
Pada bulan Oktober 2017, harga CPO turun 3,12%
dari bulan sebelumnya, sedangkan harga karet
turun 3,76% dari bulan sebelumnya.
Dari sisi pembiayaan, pertumbuhan subsektor
perkebunan belum mengalami perbaikan yang
signifikan. Pertumbuhan kredit perkebunan karet
cenderung membaik walaupun masih
berkontraksi dari -17,3% (yoy) menjadi -14,9%
(yoy). Sementara itu, kredit kelapa sawit
melambat dari 18,7% (yoy) menjadi 17% (yoy).
Meskipun demikian, risiko kredit subsektor
perkebunan mengalami penurunan. Hal ini
tercermin dari NPL perkebunan karet yang
mengalami penurunan dari 5,8% menjadi 5,48%.
Grafik 1.32 Penyaluran Kredit Perkebunan
Memasuki awal triwulan IV 2017, pertumbuhan
ekonomi sektor pertanian diperkirakan akan
terus membaik seiring dengan masuknya musim
panen pertanian khususnya subsector
perkebunan (trak) serta cuaca yang mendukung.
Sementara itu, permintaan mitra dagang
diperkirakan akan tetap terjaga ditengah
penurunan harga komoditas.
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Grafik 1.33 Perkiraan Sifat Curah Hujan 2017
Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan sektor
pertanian pada tahun 2017 mengalami
perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya.
Tidak optimalnya kinerja pertanian pangan
terutama pada triwulan I 2017 disebabkan oleh
terganggunya masa tanam di tahun 2016 akibat
gangguan cuaca dan bencana alam. Namun,
kondisi tersebut berangsur pulih di sisa tahun
2017 seiring dengan komitmen pemerintah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
14
daerah yang senantiasa memberikan berbagai
bantuan termasuk pupuk dan peralatan
pertanian, serta pembangunan berbagai
infrastruktur sarana dan prasarana pendukung
sektor pertanian.
Pada triwulan III 2017, pertumbuhan industri
pengolahan melambat menjadi sebesar 6,2%
(yoy) dari 6,5% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Penurunan ini diperkirakan seiring dengan
penurunan harga komoditas dan permintaan dari
mitra dagang internasional. Selain itu, tingginya
harga gas industri di Provinsi Sumatera Utara juga
masih menjadi kendala dalam pertumbuhan
kinerja industri pengolahan.
Selain itu, perusahaan disinyalir lebih memilih
menggunakan stok yang tersedia dibandingkan
dengan harus memproduksi barang sehingga
menurunkan laju pertumbuhan industri
pengolahan. Hal tersebut tercermin dari
pertumbuhan inventori yang mengalami
kontraksi sebesar -46,2% (yoy) dari 8,3% (yoy) di
triwulan sebelumnya.
Grafik 1.34 Perubahan Inventori
Turunnya kinerja industri pengolahan juga
disertai dengan melambatnya penyaluran kredit,
yakni dari 20,8% (yoy) menjadi 16,3% (yoy).
Namun, risiko kredit industri pengolahan
mengalami perbaikan ditunjukkan dengan
penurunan NPL dari 1,62% menjadi 1,48% pada
triwulan III 2017.
Grafik 1.35 Penyaluran Kredit Kategori Industri
Pengolahan
Penurunan kinerja industri pengolahan tidak
lepas dari penurunan minat ekspor khususnya
dari Amerika dan Eropa. Pada triwulan III 2017,
volume ekspor ke Amerika Serikat menurun
tajam, melambat dari 81,4% (yoy) menjadi 42,3%
(yoy). Sementara itu, volume ekspor ke Eropa
mengalami kontraksi hingga -12,5% (yoy) dari
9,3% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Namun,
peningkatan ekspor manufaktur menjaga
penurunan kinerja industri pengolahan lebih jauh
lagi.
Grafik 1.36 Perkembangan Ekspor Manufaktur
Memasuki triwulan IV 2017, kinerja industri
pengolahan diperkirakan akan melambat seiring
dengan turunnya harga komoditas di pasar
internasional. Namun, terdapat beberapa upside
risk dari beberapa faktor pendukung, diantaranya
pembebasan Bea Keluar untuk CPO, peningkatan
kinerja ekonomi negara partner dagang, dan
peluang diversifikasi ekspor ke negara lainnya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
15
Sektor konstruksi di triwulan III 2017 meningkat
tajam dari 5,2% (yoy) menjadi 6,7% (yoy).
Tingginya ini diperkirakan disebabkan oleh
peningkatan yang signifikan serapan belanja
modal Pemerintah Daerah. Peningkatan ini
terjadi setelah tertundanya proses pengadaan
akibat keterlambatan pengesahan APBD 2017.
Grafik 1.37 Pertumbuhan Sektor Konstruksi dan PBE
Grafik 1.38 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi
Peningkatan kinerja sektor konstruksi tercermin
oleh penyaluran kredit yang naik dari 19,1% (yoy)
menjadi 21,2% (yoy) pada triwulan III 2017.
Namun, seiring dengan peningkatan kinerja,
risiko kredit sektor konstruksi juga meningkat.
Hal ini terlihat dari naiknya NPL sektor konstruksi
dari 6,49% menjadi 7,21%
Peningkatan sektor konstruksi lebih ke arah
pembangunan infrasktruktur. Sementara itu,
sektor pembangunan properti (real estate)
mengalami penurunan dari 9,3% (yoy) menjadi
7,4% (yoy).
Memsuki triwulan IV 2017, kinerja sektor
konstruksi diperkirakan akan terus mengalami
perbaikan. Hal ini sejalan dengan fokus
Pemerintah terhadap percepatan pembangunan
infrastruktur strategis, seperti revitasliasi
Pelabuhan Belawan, pembangunan terminal
multipurpose Kuala Tanjung, dan Tol Trans
Sumatera.
Sektor perdagangan mengalami sedikit
peningkatan dari 5,8% (yoy) menjadi 5,9% (yoy)
pada triwulan III 2017. Peningkatan sektor
perdagangan diperkirakan disebabkan oleh
peningkatan belanja operasional Pemerintah
Daerah seiring dengan telah selesainya proses
pengadaan yang sebelumnya tertunda.
Di sisi lain, kinerja sektor perdagangan tertahan
seiring dengan menurunnya aktivitas konsumsi
masyarakat pasca bulan Ramadhan. Selain itu,
penurunan aktivitas perdagangan atar daerah
menahan pertumbuhan sektor perdagangan
lebih lanjut.
Tertahannya pertumbuhan sektor perdagangn
juga tercermin dari turunnya kinerja sektor
pariwisata. Hal ini ditunjukkan oleh penurunan
kunjungan wisatawan mancanegara dan
occupancy rate hotel/penginapan dari triwulan
sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh
telah terlewatinya hari raya Idul Fitri.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.39 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara
dan Occupancy Rate
Sementara itu, dari sisi pemerintah, masih
rendahnya realisasi belanja khususnya belanja
barang juga telah menahan laju pertumbuhan
sektor perdagangan. Realisasi belanja barang
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
16
APBD Sumatera Utara pada triwulan II 2017
hanya mencapai 33,6% dari pagu belanja APBD
2017 dibandingkan pada tahun sebelumnya yang
mencapai 36,1%. Terlambatnya penetapan APBD
2017 di beberapa kabupaten/kota disinyalir
menyebabkan proses pengadaan berjalan lambat
sehingga realisasi belanja barang pada triwulan III
2017 tidak maksimal dan menghambat kinerja
sektor perdagangan.
Meskipun kinerja sektor perdagangan relatif
stabil, pertumbuhan kredit yang relatif
mengalami kontraksi dari -5,2% (yoy) menjadi -
9,8% (yoy). Selai itu, risiko kredit sektor
perdagangan juga mengalami peningkatan dari
4,44% menjadi 5,69%. Hal-hal tersebut
menunjukkan bahwa kinerja sektor perdagangan
masih belum optimal.
Grafik 1.40 Penyaluran Kredit Kategori PBE
Memasuki triwulan IV 2017, aktivias
perdagangan diperkirakan akan mengalam
peningkatan sesuai dengan pola musiman
menjelang natal dan tahun baru. Perbaikan
sektor pertanian dan industri pengolahan
diharapkan juga dapat mendorong aktivitas
perdagangan antar daerah sehingga dapat
meningkatkan kinerja sektor perdagangan.
Kinerja sektor transportasi dan pergudangan
tercatat menurun dari 7,8% menjadi 6,8% pada
triwulan III 2017. Penurunan kinerja sektor
transportasi seiring dengan penurunan kinerja
industri pengolahan. Penurunan aktivitas ekspor
antar daerah menurunkan arus transportasi dan
pergudangan di Sumatera Utara. Aktivitas
bongkar muat di Sumatera Utara pada triwulan III
2017 mengalami penurunan. Aktivitas bongkar
mencapai 1,2 juta ton sedangkan pada triwulan II
2017 mencapai 1,5 juta ton. Sementara itu,
aktivitas muat mencapi 45 ribu ton, sedangkan
pada triwulan II 2017 aktivitasnya mencapai 60
ribu ton.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.41 Perkembangan Bongkar Muat Sumatera Utara
Penurunan sektor transportasi dan pergudangan
juga sejalan dengan penurunan jumlah
penumpang pada triwulan III 2017. Penumpang
angkatan laut mengalami kontraksi dari 41,4%
(yoy) menjadi -1,9% (yoy). Selain itu,
pengumpang angkatan udara menurun dari
38,9% (yoy) menjadi 6,0% (yoy) pada triwulan III
2017. Penurunan ini disebabkan oleh telah
terlewatinya perayaan hari Raya Idul Fitri dan
libur sekolah.
Walaupun kinerja transportasi dan pergudangan
mengalami penurunan, penyaluran kredit untuk
sektor ini mengalami peningkatan. Penyaluran
kredit meningkat dari – 5,7% (yoy) menjadi 3,5%
(yoy). Hal ini diperkirakan mengindikasikan
perbaikan kinerja transportasi dan pergudangan
ke depannya. Namun, risiko kredit sektor
transprotasi dan pergudangan masih perlu
diwaspadai seiring dengan naiknya NPL di sektor
ini dari 1,38% menjadi 1,73%.
Memasuki triwulan IV 2017, kinerja transportasi
dan pergudangan diperkirakan akan membaik
seiring dengan peningkatan produksi sektor
pertanian dan perbaikan aktivitas perdagangan
antarderah.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
17
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.42 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara
Grafik 1.43 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan
Pergudangan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
18
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Penurunan konsumsi Pemerintah tersebut tercermin pada realisasi belanja APBD Provinsi Sumatera Utara yang pada triwulan III 2017 mencapai 56,8%, menurun dibanding triwulan sebelumnya yang masih sebesar 60,2% terhadap pagu APBD. Namun demikian, realisasi tersebut lebih rendah dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya (602,2%). Realisasi tertinggi terjadi pada pos transfer ke Kabupaten/Kota, diikuti oleh Belanja Pegawai. Realisasi yang cukup tinggi juga terjadi pada pos belanja bantuan sosial dan hibah. Sementara belanja modal masih relatif rendah (20,7%). Di tingkat Kabupaten/Kota, realisasi belanja APBD juga masih relatif rendah yang sebesar 49,9%.
Di sisi pendapatan, hingga triwulan III 2017, realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sumatera Utara dan
APBN di Sumatera Utara relatif terjaga dan lebih tinggi dari realisasi triwulan yang sama tahun 2016.
Bahkan, realisasi pendapatan tertinggi terjadi pada pos lainnya pendapatan daerah yang sah yang
terealisasi melebihi pagu dan mencapai 131,6%. Sejalan dengan realisasi APBD Provinsi, Realisasi
Pendapatan APBD Kabupaten/Kota juga telah terealisasi 66,0%. Kondisi ini sejalan dengan komitmen
pemerintah daerah untuk mengutamakan pengembalian hasil pendapatan daerah baik dari hasil pajak
maupun retribusi kepada kabupaten/kota.
ULOS RAGI HIDUP (PUCA)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
19
2.1 Gambaran Umum
Kontribusi belanja fiskal di Sumatera Utara
sangat ditopang oleh APBD Kabupaten/Kota.
Secara target tahunannya, anggaran belanja
fiskal di Sumatera Utara tahun 2017 sebesar
Rp.74.5 Triliun dengan pangsa terbesar pada
belanja APBD Kabupaten/Kota yang mencapai
Rp.41 Triliun diikuti oleh APBD Provinsi sebesar
Rp.13 Triliun dan APBN yang didistribusikan di
Provinis Sumatera Utara sebesar Rp.20.5 Triliun.
Dari sisi kontribusi pendapatan fiskal, sumbangan
Kabupaten/Kota yang juga cukup tinggi mencapai
Rp.42 Triliun dari total anggaran pendapatan
fiskal di Sumatera Utara yang mencapai Rp.54.1
Triliun.
Hingga triwulan III 2017, realisasi belanja APBD
Provinsi di Sumatera Utara terpantau lebih
lambat dibandingkan dengan realisasi periode
sama tahun lalu. Realisasi belanja APBD Provinsi
Sumatera Utara baru mencapai 56,8% dari
targetnya, lebih rendah dibandingkan realisasi
periode sama tahun lalu sebesar 60,2%.
Sementara realisasi belanja APBD
Kabupaten/Kota mencapai 49.9% dari targetnya,
Dari sisi Pemerintah Pusat, belanja APBN
terealisasi sebesar 23.8% dari pagunya, lebih
tinggi dibandingkan dengan realisasi triwulan III
2016 sebesar 19.2%
Sementara kinerja pendapatan APBD Provinsi di
Sumatera Utara terpantau meningkat
dibandingkan dengan realisasi periode sama
tahun lalu. Realisasi pendapatan APBD Provinsi
Sumatera Utara mencapai 75,5% dari targetnya,
lebih tinggi dibandingkan realisasi periode sama
tahun lalu sebesar 72,1%. Sementara realisasi
belanja APBD Kabupaten/Kota mencapai 66.6%
dari targetnya.
Tabel 2.2 Ringkasan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sumatera Utara Triwulan III 2017
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara
2.2 APBD Provinsi Sumatera Utara
Meningkatnya aliran Dana Perimbangan dari
Pemerintah Pusat dan alokasi Belanja Modal
mendorong kenaikan anggaran pendapatan dan
belanja Provinsi Sumatera Utara di tahun 2017.
Anggaran pendapatan Provinsi Sumatera Utara
tahun 2017 mencapai Rp12,2 triliun, meningkat
21,0% (yoy) dibandingkan dengan tahun 2016
(Tabel 2.1). Sementara itu anggaran belanja
mencapai Rp13,0 triliun, meningkat 28,1% (yoy)
dibandingkan dengan tahun lalu.
Peningkatan anggaran pendapatan Provinsi
Sumatera Utara terutama bersumber dari
pendapatan Dana Perimbangan yang naik 40,7%
(yoy), atau Rp2,1 triliun dari alokasi tahun 2016.
Peningkatan tertinggi berasal dari Dana Alokasi
Umum (DAU) yang meningkat 90,3%.
Peningkatan DAU berasal dari perhitungan
alokasi dasar dengan proporsi 40% Provinsi dan
45% untuk Kabupaten/Kota dengan rincian gaji
dan formasi PNSD Tahun 2016 sebesar Rp.992
Miliar dan celah fiskal dengan proporsi 60%
Provinsi dan 55% Kabupaten/Kota. Pendapatan
transfer merupakan semua pengeluaran negara
Milyar Rp % Milyar Rp % Milyar Rp %
I Pendapatan 10,055.0 7,253.0 72.1% 12,170 6,250 51.4% 9,193 75.5% 21.0%
1 Pendapatan Asli Daerah 4,691.0 3,415.0 72.8% 4,925 2,347 47.7% 3,723 75.6% 5.0%
2 Dana Perimbangan 5,142.0 2,191.0 42.6% 7,235 3,891 53.8% 5,458 75.4% 40.7%
3 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah 222.2 18.1 8.1% 9.5 10.4 109.5% 13 131.6% -95.7%
II Belanja 10,180.7 6,130.0 60.2% 13,038 4,395 33.7% 7,401 56.8% 28.1%
1 Belanja Operasional 6,228.0 3,690.0 59.2% 8,777 3,180 36.2% 5,154 58.7% 40.9%
2 Belanja Modal 1,165.7 246.5 21.1% 2,258 23 1.0% 462 20.5% 93.7%
3 Belanja Tidak Terduga 10.8 1.8 16.7% 18.0 0.6 3.3% 8 46.1% 66.7%
4 Belanja Transfer 2,775.0 2,191.7 79.0% 1,982 1,190 60.0% 1,776 89.6% -28.6%
III Penerimaan Daerah 536.0 523.9 97.7% 945 1,154 122.1% 1,154 122.1% 76.3%
IV Pengeluaran Daerah 411.0 - 0.0% 78 0 0.0% 0 0.0% -81.0%
Komponen InvestasiNoRealisasi Tw II 2017 Realisasi Tw III 2017 Growth
(yoy)
APBD 2017
(Rp Milyar)
Realisasi Tw III 2016APBD 2016
(Rp Milyar)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
20
yang dialokasikan kepada daerah untuk
membiayai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Pendapatan transfer
ini akan digunakan di tingkat provinsi dan
sebagian diteruskan kepada pemerintah
kabupaten/kota. Sementara itu, Pendapatan Asli
Daerah (PAD) hanya mampu tumbuh 5,0% (yoy),
atau Rp234 miliar. Pajak daerah menjadi
komponen terbesar PAD dengan pangsa
mencapai 91,1%. Pertumbuhan penerimaan PAD
tertahan dengan menurunnya pendapatan dari
retribusi daerah.
Grafik 2.1. Perbandingan realisasi pendapatan dan belanja APBD Provinsi Sumatera Utara
Tabel 2.2 Rincian Realisasi Pendapatan pada APBD Provinsi Sumatera Triwulan III 2017
2.2.1 Realisasi Pendapatan Provinsi Sumatera
Utara Triwulan III 2017
Kinerja pendapatan APBD Provinsi Sumatera
Utara mencatat perbaikan dibandingkan
dengan periode sama tahun lalu. Realisasi
pendapatan APBD Provinsi Sumatera Utara
mencapai Rp9,2 triliun atau 75,5% dari target
pendapatan tahun 2017 sebesar Rp12,2 triliun.
Pencapaian ini lebih baik dibandingkan dengan
periode sama tahun 2016 yang baru mencapai
Rp7,3 triliun atau 72,1% dari target pendapatan
tahun 2016 sebesar Rp10,1 triliun. Hampir
seluruh komponen pendapatan mencatat
perbaikan. Sementara itu realisasi Lain-lain
Pendapatan yang sudah melebihi pagu
anggarannya disebabkan oleh adanya
pengembalian dana BOS sebesar Rp.8,5 triliun
yang tidak dianggarkan sebelumnya.
Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Perbaikan kinerja pendapatan APBD Provinsi
Sumatera Utara ditopang oleh realisasi PAD
yang mencapai 75,6% dari targetnya, atau lebih
tinggi dari realisasi periode sama tahun
sebelumnya sebesar 72,8%. Pencapaian tersebut
ditopang oleh realisasi Pajak Daerah yang
mencapai 74,4% dari targetnya, meningkat dari
periode sama tahun 2016 sebesar 72,5%.
Meningkatnya pajak daerah ditopang oleh Pajak
Air Permukaan mencatat pencapaian tertinggi
sebesar 80,8% dari target. Sedangkan Pajak
Rokok mencatat pencapaian terendah sebesar
58,7%. Rendahnya realisasi pajak rokok
diindikasikan rendahnya permintaan akan rokok
pada Triwulan III Tahun 2017.
Miliar Rp % Realisasi Miliar Rp % Realisasi
I PAD 4,691.4 3,415 72.8% 4,925.6 3,723.1 75.6% 5.0%
a Pajak Daerah 4,131.9 2,995 72.5% 4,486.8 3,337.2 74.4% 8.6%
b Retribusi Daerah 34.4 24.2 70.3% 33.9 23.8 70.2% -1.5%
c Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 338.2 243.0 71.9% 227.5 182.0 80.0% -32.7%
d Lain-lain PAD 186.8 110.0 58.9% 127.3 180.1 141.5% -31.9%
II Dana Perimbangan 5,142.1 3,819 74.3% 7,235.4 5,458.2 75.4% 40.7%
a Bagi Hasil Pajak 515.9 348 67.5% 567.8 426.2 75.1% 10.1%
b Dana Alokasi Umum 1,386.6 1,191 85.9% 2,638.7 2,123.1 80.5% 90.3%
c Dana Alokasi Khusus 3,188.5 45.6 1.4% 4,028.7 2,908.8 72.2% 26.4%
III Lain-lain Pendapatan 222.2 18.1 8.1% 9.5 12.5 131.6% -95.7%
a Bantuan Keuangan (Hibah) 222.2 10 4.5% 9.5 4.7 49.5% -95.7%
b Lain-lain Penerimaan - 8.1 - - 8.4 - -
10,055.8 7,253.1 72.1% 12,170.5 9,193.8 75.5% 21.0%
Realisasi Tw. III Realisasi Tw. IIIUraian Pagu 2016 Pagu 2017
% Growth
(yoy)No
Total Pendapatan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
21
Grafik 2.2. Perbandingan Pagu dan Realisasi Triwulan III
Pajak Daerah
Sementara itu, di tengah pagu yang menurun,
retribusi daerah justru mengalami penurunan.
Penurunan pagu dimaksud juga terkait dengan
beberapa ketentuan retribusi daerah yang
dihapus atau beralih kewenangannya menjadi
kewenangan kabupaten/kota. Realisasi tertinggi
berasal dari retribusi izin trayek yang mencapai
110.6%.
Grafik 2.2a. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor
Sejalan dengan peningkatan jumlah kredit
kendaraan bermotor roda empat yang tumbuh
10.1% (yoy) pada triwulan III tahun 2017 (Grafik
2.2a). Peningkatan kredit kendaraan bermotor
didominasi untuk pelayanan angkutan umum.
Realisasi Dana Perimbangan
Realisasi Dana Perimbangan juga tercatat lebih
baik dengan mencapai 75,4% dari periode sama
tahun 2016 sebesar 74,3%. Pencapaian tersebut
ditopang oleh realisasi Dana Alokasi Khusus
(DAK) yang mencapai 72,2% dari targetnya,
meningkat signifikan dari periode sama tahun
2016 sebesar 1,4% serta Dana Bagi Hasil (DBH)
yang mencapai 75,1% dari targetnya, meningkat
dari periode sama tahun 2016 sebesar 67,5%.
Realisasi tertinggi terdapat pada DAK Non Fisik
khususnya di bidang Pendidikan yang mencapai
73,8% dari pagunya. Realisasi DAK Non Fisik
bidang Pendidikan tertinggi adalah Dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) dengan realisasi
mencapai 77,5% dari alokasinya.
Grafik 2.3 realisasi Dana Bagi Hasil Bukan Pajak
Realisasi Dana Bagi Hasil Triwulan III Tahun 2017
Provinsi Sumatera Utara mencapai 75.1% lebih
tinggi dari realisasi triwulan yang sama tahun
sebelumnya. Realisasi tertinggi berasal dari Bagi
Hasil Pajak yang mencapai Rp.308 Miliar yang
berasal dari Bagi Hasil Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri dengan realisasi mencapai 61,4%
dari pagu. Untuk Bagi Hasil Bukan Pajak yang
berasal Sumber Daya Alam mencapai 36.3%
dengan realisasi tertinggi berasal dari Dana Bagi
Hasil SDA Panas Bumi sebesar 69.9% (Grafik 2.3),
sedangkan realisasi terendah adalah Dana Bagi
Hasil SDA Minyak bumi yang hanya terealisasi
25% dari pagu atau sebesar Rp.218 Juta.
Realisasi Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
Yang Dipisahkan
Sampai dengan triwulan III tahun 2017, realisasi
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
dipisahkan mencapai 65,2% dari pagu anggaran.
Sumber pendapatan tersebut berasal dari 6
BUMD yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara, yaitu : PT. Perkebunan Sumatera
Utara, PT. Bank Sumut, PT. Dhirga Surya
Sumatera Utara, PT. Kawasan Industri Medan,
dan PT. Asuransi Bangun Askrida. Realisasi
pendapatan tertinggi berasal dari PT. Kawasan
Industri Medan mencapai 100.5% atau sebesar
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
22
Rp1,1 miliar. Sementara itu realisasi terendah
berasal dari PT. Perkebunan Sumatera Utara yang
baru mencapai 27,8% dari targetnya atau sebesar
Rp5 miliar.
Tabel 2.3 Rincian Realisasi Belanja pada APBD Provinsi Sumatera Triwulan III 2017
2.2.2 Anggaran Belanja Provinsi Sumatera
Utara
Kinerja realisasi belanja APBD Provinsi
Sumatera Utara mencatat penurunan
dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
Realisasi belanja APBD Provinsi Sumatera Utara
mencapai 56,8% dari pagu atau Rp7,4 triliun dari
Rp13,0 triliun. Pencapaian ini lebih rendah
dibandingkan dengan periode sama tahun 2016
yang mencapai 60,2% atau Rp6,1 triliun dari pagu
tahun 2016 sebesar Rp10,1 triliun. Penurunan
tersebut terutama disebabkan oleh realisasi
belanja barang, modal dan bantuan social yang le
lebih rendah dianding tahun 2016.
Realisasi Komponen Belanja
Realisasi belanja APBD Provinsi pada triwulan III
2017 ditopang oleh realisasi Belanja Pegawai
dan Transfer. Belanja Pegawai tercatat mencapai
71,4% dari targetnya, meningkat dari realisasi
periode sama tahun 2016 sebesar 64,2%.
Peningkatan belanja tersebut sebagai dampak
dari pengalihan fungsi dan kewenangan
berdasarkan Undang-undang Perangkat Daerah
dan digunakan untuk membayar gaji pegawai.
Selain itu, realisasi transfer mencapai 89,6% dari
targetnya, atau lebih tinggi dari realisasi periode
sama tahun sebelumnya sebesar 79,0%. Hal ini
seiring dengan kebijakan Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara untuk menyelesaikan
pembayaran Bagi Hasil Pajak ke Kabupaten/Kota
sisa lebih perhitungan tahun sebelumnya.
Sementara itu, penyerapan belanja modal masih
sangat rendah, yakni hanya mencapai 20,7%
lebih rendah dibandingkan dengan periode yang
sama tahun 2016 yang mencapai 21,1%. Secara
rinci, realisasi komponen Belanja Modal
digunakan untuk Belanja Tanah (28.4%), Belanja
Peralatan dan Mesin (28.2%), Belanja Bangunan
(14.6%), Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan
(18.3%) dan Belanja Aset tetap lainnya (47,4%).
Rendahnya realisasi belanja modal merupakan
salah satu dampak proses re-organisasi yang
terjadi awal tahun dan menyebabkan awal proses
pengadaan dilakukan pada pertengahan tahun.
Progres pengadaan sampai dengan saat ini untuk
pengadaan dengan nilai Rp200 juta sampai
dengan Rp2,5 miliar telah berada pada tahap
penandatanganan kontrak sebesar 28,5% dan
tahap telah serah terima 2,4%. Sedangkan
pengadaan dengan nilai Rp2,5 miliar sampai
dengan Rp5 miliar yang telah mencapai proses
tanda tangan kontrak sebesar 74,3% dan yang
telah serah terima sebesar 5,8%.
Grafik 2.4. Perkembangan Jumlah Rekening Pemerintah
Nominal % Realisasi Nominal % Realisasi
10,180 6,130 60.2% 13,038 7,401.5 56.8% 28.1%
1 Belanja Pegawai 1,469.7 943.0 64.2% 3,159.5 2,257.2 71.4% 115.0%
2 Belanja Barang dan Jasa 1,504.3 543.2 36.1% 2,506.1 842.9 33.6% 66.6%
3 Belanja Modal 1,165.7 246.5 21.1% 2,236.9 462.1 20.7% 91.9%
4 Belanja Bansos dan Hibah 3,254.0 2,204 67.7% 3,133.9 2,054.2 65.5% -3.7%
5 Transfer 2,775.3 2,191.7 79.0% 1,982.4 1,776.7 89.6% -28.6%
6 Belanja Lainnya 10.8 1.8 16.7% 18.7 8.3 44.4% 73.1%
% Growth
(yoy)No Uraian Pagu 2016
Realisasi Tw. IIIPagu 2017
Realisasi Tw. III
Belanja
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
23
Masih rendahnya realisasi belanja pemerintah
terindikasi dari perkembangan jumlah rekening
pemerintah yang masih cukup tinggi pada
triwulan III tahun 2017. Rekening pemerintah
daerah mencapai Rp.13 Triliun lebih tinggi
dibandingkan triwulan yang sama pada tahun
2016 sebesar Rp.11.6 Triliun.
2.3 APBN Provinsi Sumatera Utara
Tabel 2.4 Realisasi APBN Triwulan III 2017
Pagu APBN Provinsi Sumatera Utara berdasarkan
Jenis Belanja tahun 2017 meningkat 6.4% (yoy)
atau mencapai Rp.20.5 Miliar dan telah
terealisasi sebesar 23.8% dari keseluruhan pagu.
Untuk realisasi APBN Sumut berdasarkan fungsi
meningkat 3.9% (yoy) atau mencapai Rp.6.1
Triliun dan telah terealisasi 30.5% dari total pagu.
Sedangkan berdasarkan wewenang terdapat
penambahan pagu untuk sub belanja
desentralisasi sebesar Rp.8 Miliar dan telah
teralokasi sebesar Rp.1.2 Miliar.
Realisasi APBN Provinsi Sumatera Utara
Berdasarkan Jenis Belanja
APBN Provinsi Sumatera Utara Pada Triwulan III
Tahun 2017 berdasarkan fungsi telah terealisasi
sebesar 23.8% atau sebesar Rp.4.8 Miliar lebih
tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun
sebelumnya yang hanya terealisasi 19.2%.
Keseluruhan akun anggaran mengalami kenaikan
dibandingkan Triwulan yang sama tahun 2016.
Realisasi tertinggi berasal dari akun belanja
pegawai yang telah terealisasi 26.6% lebih tinggi
dari triwulan yang sama tahun sebelumnya yang
terealisasi 23%. Peningkatan pagu dan realisasi
pada belanja pegawai disebabkan oleh
reorganisasi dan pemenuhan beberapa fungsi
jabatan pada struktur kementerian di daerah
Pagu Pagu
Miliar Rp Miliar Rp %Pagu Miliar Rp Miliar Rp % Pagu
Belanja Pegawai 7,522 1,733 23.0% 7,852 2,086 26.6% 4.4%
Belanja Barang 6,008 1,164 19.4% 6,436 1,436 22.3% 7.1%
Belanja Modal 5,734 804 14.0% 6,202 1,366 22.0% 8.2%
Belanja Bantuan Sosial 64 6 9.4% 68 7 10.3% 6.3%
Total 19,328 3,707 19.2% 20,558 4,895 23.8% 6.4%
Agama 343 71.0 20.7% 443 103 23.3% 29.2%
Ekonomi 6,420 905.0 14.1% 7,138 1,660 23.3% 11.2%
Kesehatan 1,225 204.0 16.7% 1,049 107 10.2% -14.4%
Ketertiban dan Keamanan 3,195 681.0 21.3% 2,926 865 29.6% -8.4%
Lingkungan Hidup 343 62.0 18.1% 449 78 17.4% 30.9%
Pariwisata dan Budaya 3 1.0 32.4% 12 2 16.7% 300.0%
Pelayanan Umum 1,074 224.0 20.9% 857 1,463 170.7% -20.2%
Pendidikan 3,817 858.0 22.5% 4,171 1,011 24.2% 9.3%
Perlindungan Sosial 46 8.0 17.4% 45 8 17.8% -2.2%
Pertahanan 2,254 502.0 22.3% 2,414 655 27.1% 7.1%
Perumahan dan Fasilitas Umum 604 189.0 31.3% 569 180 31.6% -5.8%
Total 19,324 3,705.0 19.2% 20,073 6,132 30.5% 3.9%
Kantor Pusat 7,659 1,331.0 17.4% 6,322 1,515 24.0% -17.5%
Kantor Daerah 10,589 2,198.0 20.8% 13,389 3,174 23.7% 26.4%
Dekonsentrasi 433 91.0 21.0% 355 73 20.6% -18.0%
Tugas Pembantuan 647 88.0 13.6% 492 134 0 -24.0%
Desentralisasi 8,022 1,240 0
Total 19,328 3,708.0 19.2% 28,580 6,136 21.5% 47.9%
Berdasarkan Wewenang
Berdasarkan Fungsi
Realisasi Tw III Realisasi Tw III% Growth
(yoy)Uraian
2016 2017
Berdasarkan Jenis Belanja
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
24
dikarenakan penerimaan CPNS daerah pada
tahun 2016.
Realisasi terendah terdapat pada Belanja
Bantuan Sosial sebesar 10.3%. Rendahnya
realisasi Bantuan sosial disebabkan masuknya
dana Desentralisasi dalam bentuk Dana Desa
yang akan disalurkan kepada daerah yang
sebelumnya belum dianggarkan.
Realisasi APBN Provinsi Sumatera Utara
Berdasarkan Fungsi
Realisasi APBN Provinsi Sumatera Utara
berdasarkan fungsi juga lebih tinggi dari
triwulan yang sama tahun sebelumnya. Realisasi
APBN berdasarkan fungsi terealisasi 30.5% lebih
tinggi dari triwulan yang sama tahun sebelumnya
yang hanya terealisasi 19.2%. Peningkatan
terutama disebabkan oleh adanya dana
desentralisasi sebesar Rp.8 Triliun dan tersebar
di beberapa fungsi. Sebagian besar akun APBN
terealisasi lebih tinggi dari triwulan sebelumnya
dengan realisasi tertinggi terdapat pada fungsi
pelayanan umum yang mencapai 170.7%
meskipun dari sisi pagu anggaran turun 20.2%
(yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini
menunjukan efektivitas penyerapan anggaran
pada fungsi ini. Sedangkan fungsi pariwisata dan
budaya terealisasi lebih rendah mencapai 16.7%
dibandingkan triwulan yang sama tahun
sebelumnya yang mencapai 32.4%. Secara pagu,
fungsi pariwisata meningkat sampai 300% (yoy).
Peningkatan ini sebagian besar disumbang oleh
dana kelola pariwisata untuk kawasan pariwisata
nasional Danau Toba yang dikelola melalui Badan
Otoritas Danau Toba (BODT). Selain fungsi
priwisata, fungsi kesehatan menjadi fungsi
dengan tingkat realisasi terendah mencapai
10.2%.
2.4 Realisasi APBD Kabupaten
Kota
Realisasi Pendapatan
Realisasi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara mencapai 66.6% dari pagu
sebesar Rp.42 Triliun. Realisasi terbesar terdapat
pada pendapatan transfer yang mencapai 67.9%,
pendapatan lain sebesar 63.4% dan Pendapatan
Asli Daerah yang mencapai 59%. Pendapatran
transfer terutama didorong oleh transfer
pemerintah pusat sebesar 71.4%. Sedangkan dari
sisi pendapatan asli daerah, pendapatan melalui
Pengelolaan Hasil Kekayaan Daerah telah
terealisasi mencapai 78.4%. Hal ini sejalan
dengan komitmen pemerintah daerah untuk
mengutamakan belanja transfer kepada
kabupaten/kota.
Grafik 2.5 Realisasi Pendapatan Gabungan
Kabupaten/Kota
Realisasi Belanja
Grafik 2.6 Realisasi Pendapatan Gabungan
Kabupaten/Kota
Realisasi belanja kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara mencapai 49.9% dari pagu
sebesar Rp.41 Triliun. Realisasi terbesar terdapat
pada belanja operasi, mencapai 55%, diikuti oleh
belanja modal terealisasi 32.6% dan belanja tidak
terduga yang hanya terealisasi 17.4%. Realisasi
belanja operasi tertinggi adalah di sub akun
belanja subsidi yang mencapai 69.4% dari pagu.
Sedangkan untuk belanja modal, belanja tertinggi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
25
terdapat pada sub akun belanja modal peralatan
dan mesin yang mencapai 36%.
Realisasi Transfer
Grafik 2.7 Realisasi Pendapatan Gabungan
Kabupaten/Kota
Total pagu dana transfer kepada kecamatan dan
desa di Provinsi Sumatera Utara mencapai Rp.2
Triliun. Dari keseluruhan pagu, telah terealisasi
sebesar 55.3%. Realisasi transfer bagi hasil
pendapatan telah mencapai 56.7% didorong oleh
realisasi transfer bagi hasil pajak daerah sebesar
57.8%. Sedangkan transfer bantuan keuangan
telah terealisasi 54.9% dan didorong oleh
transfer bantuan keuangan ke pemerintah
daerah yang telah terealisasi 73.1%. Transfer
bantuan keuangan ke Pemerintah Daerah ini
meliputi sebagian dana berasal dari
kabupaten/kota yang berasal dari akun
pendapatan hasil daerah.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
26
BAB 3 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara pada triwulan III 2017 diikuti oleh
peningkatan laju inflasi dalam level yang masih terkendali dalam kisaran sasaran inflasi. Laju inflasi
pada triwulan III 2017 tercatat 3,86% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II 2017 yang tercatat
3,75% (yoy). Level tersebut diatas inflasi nasional yang sebesar 3,73% (yoy). Tingginya inflasi triwulan
III 2017 menyebabkan inflasi Provinsi Sumatera Utara mencapai 1,82% (ytd). Peningkatan tekanan
inflasi didorong oleh terbatasnya pasokan bahan makanan, terutama komoditas cabai merah. Harga
cabai merah yang relatif rendah mendorong petani untuk tidak melakukan panen. Dapat
ditambahkan bahwa memasuki triwulan IV 2017, kenaikan harga cabai merah sudah mereda,
menurun dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Rendahnya inflasi didukung oleh stabilnya inflasi
inti dan menurunnya tekanan inflasi administered prices. Terjaganya ekspektasi inflasi dan stabilitas
nilai tukar mendorong terjaganya stabilitas inflasi inti. Sementara itu, penurunan inflasi administered
prices dipengaruhi oleh tidak adanya kebijakan administered prices yang bersifat strategis..
ULOS BADAN PUCA
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
27
3.1 Kondisi Umum
Peningkatan tekanan inflasi pada triwulan III
2017 masih pada level yang terkendali. Inflasi
tahunan IHK pada triwulan III 2017 mengalami
peningkatan dari 3,75% (yoy) pada triwulan II
2017 menjadi 3,86% (yoy). Laju inflasi Provinsi
Sumatera Utara ini berada diatas laju inflasi
nasional yang tercatat sebesar 3,73% (yoy).
Secara spasial, inflasi tahunan Provinsi Sumatera
Utara merupakan inflasi kedua tertinggi di
antara seluruh provinsi se-Sumatera.
Peningkatan tekanan inflasi pada triwulan III
disebabkan oleh terbatasnya pasokan komoditas
pangan, terutama cabai merah. Tingginya
tekanan inflasi pada triwulan III 2017
menyebabkan inflasi tahun kalender Provinsi
Sumatera Utara mencapai 1,82% (ytd). Namun,
dengan menjaga pasokan pangan seiring dengan
masuknya musim panen pada triwulan IV 2017,
inflasi 2017 diperkirakan tetap berada pada
kisaran sasaran inflasi 4±1%.
Peningkatan inflasi yang didorong faktor
fundamental ditengah peningkatan
pertumbuhan ekonomi.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.1 Inflasi Sumut dan Nasional
Berdasarkan disagregasinya, peningkatan
tekanan inflasi pada triwulan III 2017 didorong
oleh peningkatan tekanan inflasi volatile foods.
Andil Inflasi volatile food mengalami
peningkatan hingga 1,13%, yaitu dari -0,22%
pada triwulan sebelumnya menjadi 0,91%.
Sementara itu, tekanan inflasi inti dan
administered prices mengalami penurunan yang
tercermin dari andil inflasi inti dan administered
priced yang menurun masing-masing dari 1,90%
dan 1,61% menjadi 1,29% dan 1,99% (yoy).
Tingginya tekanan inflasi volatile food
disebabkan oleh terbatasnya pasokan
komoditas bumbu-bumbuan. Komoditas cabai
merah dan garam mendorong tekanan inflasi
volatile food meningkat tajam. Pasokan
komoditas cabai merah di Provinsi Sumatera
Utara menurun karena keengganan petani untuk
menanan akibat tingkat harga yang terlampu
rendah. Sementara itu, pasokan komoditas
garam menurun seiring dengan turunnya
produksi garam di daerah Jawa dan Madura
akibat faktor cuaca.
Terjaganya tekanan inflasi inti di level yang
rendah dan stabil disebabkan oleh ekspektasi
inflasi yang masih terjaga dan nilai tukar rupiah
yang stabil. Selain itu, terbatasnya permintaan
masyarakat terhadap barang dan jasa pasca
puncak aktivitas konsumsi di bulan Ramadhan
dan tahun ajaran baru turut mendorong
rendahnya inflasi inti.
Inflasi administered prices cenderung menurun
sejalan dengan tidak adanya kebijakan yang
strategis. Selain itu, tarif seluruh jenis angkutan
kembali normal dengan terlewatinya bulan
Ramadhan dan hari Raya Idul Fitri. Kebijakan
penyesuaian harga yang masih terkendali turut
menjaga kestabilan inflasi administered prices.
Masih tingginya inflasi disebabkan oleh dampak
penyesuaian tarif listrik dan tarif air minum PAM
pada periode sebelumnya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
28
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.2 Kontribusi Inflasi Sumatera Utara
Secara spasial, tekanan inflasi meningkat pada
dua kota Survei Biaya Hidup (SBH) di Provinsi
Sumatera Utara. Kota Pematangsiantar
mengalami kenaikan inflasi tertinggi di antara
empat kota SBH di Provinsi Sumatera Utara.
Inflasi kota Pematangsiantar diatas Provinsi
Sumatera Utara, yaitu tercatat 4,16% (yoy). Kota
Medan yang memiliki andil terbesar terhadap
inflasi Provinsi Sumatera Utara juga mengalami
peningkatan tekanan inflasi dari 3,61% (yoy)
menjadi 3,85% (yoy). Sementara itu, penurunan
tekanan inflasi terjadi di Kota Sibolga dari 5,65%
(yoy) menjadi 3,91% (yoy) dan Kota
Padangsidempuan dari 5,18% (yoy) menjadi
3,44% (yoy).
Tingginya laju inflasi kota Pematangsiantar
didorong oleh peningkatan inflasi kelompok
bahan makanan. Kelompok bahan makanan
memiliki andil 43% terhadap inflasi tahunan kota
Pematangsiantar. Kelompok bahan makanan
juga mendorong peningkatan laju inflasi di kota
Medan. Di kota Medan, laju inflasi bahan
makanan naik dari -0,68% (yoy) menajdi 4,77%
(yoy).
Sementara itu, di kota Sibolga dan kota
Padangsidempuan, tekanan inflasi kelompok
bahan makanan relatif menurun sehingga
berdampak pada turunnya tekanan inflasi di
kedua kota tersebut. Tekanan inflasi bahan
makanan di Sibolga turun dari 4,70% (yoy)
menjadi 1,13% (yoy). Tekanan inflasi bahan
makanan di kota Padangsidempuan pun
menurun dari 2,80% (yoy) menjadi 0,14% (yoy).
Dapat disimpulkan bahwa kelompok bahan
makanan memiliki andil yang besar terhadap
pergerakan infasi di keempat kota SBH. Namun,
masih terlihat ada perbedaan arah inflasi
kelompok bahan makanan diantara kota-kota
tersebut. Hal ini dapat mencerminkan masih
terbatasnya proses distribusi komoditas pangan
antardaerah.
INFLASI BULANAN (% mtm) Juni
2017
Juli
2017
Agustus 2017
September 2017
0,26 0,25% 1,01% 0,99%
INFLASI TAHUNAN (% yoy)
Juni
2017
Juli
2017
Agustus 2017
September 2017
3,75 3,82% 4,01% 1,82%
Secara umum, tekanan inflasi bulanan di
sepanjang triwulan III 2017 tercatat lebih tinggi
dibandingkan triwulan III tahun 2016. Secara
tahunan, inflasi Sumatera Utara pada triwulan III
2017 cenderung meningkat. Peningkatan
tersebut terutama terlihat pada akhir triwulan
sejalan dengan inflasi bulanan yang lebih tinggi
dibandingkan historisnya.
Laju inflasi bulanan pada bulan Juli 2017
tercatat relatif rendah yaitu 0,25% (mtm).
Kestabilan inflasi Provinsi Sumatera Utara
didorong oleh menurunnya tekanan inflasi
administered prices dan tekanan inflasi inti
ditengah peningkatan inflasi volatile food.
Tidak adanya kebijakan pemerintah dalam
penyesuaian harga menahan tekanan inflasi
administered prices dari 2,05% (mtm) menjadi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
29
0,40% (mtm). Efek penyesuaian tarif air minum
PAM dan penyesuaian tahap akhir tarif listrik
pada bulan Juni 2017 terhadap tekanan inflasi
juga mulai mereda. Inflasi komoditas air minum
PAM dan komoditas tarif listrik kembali normal
dari sebelumnya tercatat masing-masing
sebesar 23,43 (mtm) dan 5,64% (mtm) pada
bulan Juni 2017.
Di sisi lain, tekanan inflasi inti menurun dari
bulan sebelumnya. Rendahnya inflasi inti
disbebakan olhe stabilitas bilai tukar dan
penurunan permintaan pasca Bulan Ramadhan.
Tekanan inflasi inti tercatat 0,07% (mtm) dari
0,30% (mtm). Berkurangnya permintaan ini
tercermin dari meredanya tekanan inflasi
makanan jadi dari 0,93% (mtm) menjadi 0,10%
(mtm). Selain itu, kecenderungan masyarakat
untuk menjual emas perhiasan setelah Hari Raya
Idul Fitri juga mendorong penurunan tekanan
inflasi inti.
Sementara itu, pasokan pangan juga mulai
berkurang sehingga mendorong kenaikan
tekanan inflasi volatile food. Tekanan inflasi
volatile food tercatat 0,37% (mtm) dari deflasi
1,09% (mtm). Peningkatan ini disebabkan oleh
berkurangnya pasokan pangan seperti cabai
merah dan bawang merah karena telah
berakhirnya periode panen dan keengganan
petani untuk menanan akibat tingkat harga yang
terlampu rendah.
Penurunan pasokan pangan kembali
menyebabkan laju inflasi bulan Agustus
meningkat tajam. Laju inflasi bulanan pada
bulan Agustus 2017 tercatat 1,01% (mtm)
didorong oleh kenaikan signifikan inflasi volatile
food sementara inflasi inti dan administered
prices cenderung stabil.
Kurangnya suplai bumbu-bumbuan terutama
cabai merah kembali menggerakan inflasi
volatile food hingga tercatat sebesar 4,15%
(mtm). Penurunan harga cabai yang mencapai
Rp18.000,- per Kg di bulan Juni 2017 merupakan
disinsentif bagi petani untuk menanam cabai
merah. Sehingga lambat laun petani mulai
meninggalkan ladang cabai dan mengakibatkan
kelangkaan cabai merah sehingga harga rata-
rata komoditas cabai merah pada bulan Agustus
2017 naik 49% dari bulan Juni 2017.
Sementara itu, inflasi inti terjaga rendah yang
tercatat sebesar 0,08% (mtm). Memasuki tahun
ajaran baru, terjadi kenaikan tekanan inflasi di
subkelompok pendidikan terutama Sekolah
Dasar dan Sekolah Menengah Pertama yang
masing-masing tercatat 0,36% (mtm) dan 4,59%
(mtm).
Penurunan tarif transportasi angkutan udara
pasca libur lebaran dan libur sekolah mendorong
deflasi administered prices sebesar 0,47%. Tarif
komoditas angkutan udara tercatat menurun
hingga menjadi -16,23% (mtm) dari 17,94%
(mtm) pada bulan sebelumnya.
Di akhir triwulan III, laju inflasi bulanan tercatat
0,99% (mtm), menurun dibandingkan dengan
bulan sebelumnya. Penurunan ini disebabkan
oleh penurunan tekanan inflasi volatile food
ditengah pengingkatan tekanan inflasi inti dan
kestabilan administered prices.
Masih terbatasnya pasokan bumbu-bumbuan
mengakibatkan inflasi volatile food tercatat
3,68%% (mtm). Meskipun tergolong tinggi,
inflasi volatile food mengalami penurunan dari
bulan sebelumnya. Komoditas bumbu-bumbuan
seperti bawang merah dan bawang putih
mengalami deflasi karena telah memasuki
periode panen. Selain itu, inflasi cabai merah
juga mengalami penurunan dari 83,26% (mtm)
menjadi 29,49% (mtm).
Sementara itu, inflasi inti pada bulan September
2017 tercatat 0,24% (mtm) dari 0,08% (mtm)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
30
pada bulan sebelumnya. Peningkatan harga
komoditas emas di pasar global disinyalir
meningkatkan tekanan inflasi emas perhiasan
yang memiliki andil besar terhadap tekanan
inflasi.
Di sisi lain, inflasi administered prices cenderung
meningkat meskipun masih dalam level yang
rendah yakni 0,04% (mtm) setelah mengalami
deflasi pada bulan sebelumnya. Kenaikan inflasi
disebabkan oleh peningkatan tarif angkutan
udara bersamaan dengan libur Hari Raya Idul
Adha. Namun, kenaikannya masih terkendali.
Selain itu, LPG 3 kg yang mulai langka di Provinsi
Sumatera Utara menyebabkan inflasi bahan
bakar rumah tangga meningkat hingga 0,72%
(mtm).
Tabel 3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan
sepanjang Triwulan I 2017
Sumber BPS
3.2 Perkembangan Inflasi Non
Fundamental
Secara umum, tekanan inflasi non fundamental
meningkat. Peningkatan ini didorong oleh
tingginya tekanan inflasi volatile food ditengah
tekanan inflasi administered price yang mereda.
Peningkatan tekanan inflasi volatile food
disebabkan oleh terbatasnya pasokan beberapa
komoditas bahan makanan, terutama komoditas
bumbu-bumbuan.
Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan subkelompok)
Grafik 3.3 Disagregasi Inflasi Sumut Tahunan
Inflasi volatile food masih menjadi penggerak
utama peningkatan inflasi pada triwulan III
2017. Inflasi volatile food mengalami
peningkatan tajam dari -0,20% (yoy) menjadi
3,89% (yoy). Peningkatan ini terutama terjadi
pada subkelompok bumbu-bumbuan,
subkelompok daging dan hasil-hasilnya, dan
subkelompok buah-buahan.
Setelah mengalami deflasi pada triwulan II 2017,
tekanan inflasi subkelompok bumbu-bumbuan
kembali meningkat. Laju inflasi bumbu-bumbuan
tercatat 2,21% (yoy) dari -23,21% (yoy). Seperti
triwulan sebelumnya, komoditas yang
berkontribusi terhadap pergerakan inflasi ini
utamanya adalah cabai merah.
Harga cabai merah merangkak naik seiring
dengan terbatasnya pasokan. Keterbatasan ini
disebabkan oleh keenganan petani untuk
menanam setelah harga cabai merah turun
drastis di masa panen pada triwulan
sebelumnya.
Memasuki triwulan IV 2017, tekanan inflasi
kelompok volatile food menurun seiring dengan
membaiknya pasokan tanaman pangan di
pasaran jika dibandingkan dengan tahun 2016.
Namun, kondisi pasokan diperkirakan relatif
terbatas sejalan dengan masuknya musim tanam
ditengah peningkatan permintaan menjelang
natal dan tahun baru masih perlu diwaspadai.
No. Komoditas(%,
mtm)
Kontribusi
(%, mtm)
(%,
yoy)
Kontribusi
(%, yoy)No. Komoditas
(%,
mtm)
Kontribusi
(%, mtm)
(%,
yoy)
Kontribusi
(%, yoy)
1 Angkutan Udara 17.94 0.15 4.94 0.05 1 Jeruk -1.72 -0.01 0.99 0.00
2 Cabai Merah 7.85 0.09 -15.48 -0.25 2 Semangka -6.78 -0.01 -5.20 -0.01
3 Bawang Merah 6.06 0.04 -25.71 -0.23 3 Pisang -1.50 -0.01 2.25 0.01
No. Komoditas(%,
mtm)
Kontribusi
(%, mtm)
(%,
yoy)
Kontribusi
(%, yoy)No. Komoditas
(%,
mtm)
Kontribusi
(%, mtm)
(%,
yoy)
Kontribusi
(%, yoy)
1 Cabai Merah 82.26 1.06 33.72 0.61 1 Cat Tembok -1.88 -0.01 3.28 0.01
2 Dencis 5.25 0.05 32.95 0.27 2 Sawi Putih -7.08 -0.01 -10.33 -0.01
3Sekolah Menengah
Pertama4.59 0.05 7.86 0.08 3 Terong Panjang -9.67 -0.01 6.59 0.01
No. Komoditas(%,
mtm)
Kontribusi
(%, mtm)
(%,
yoy)
Kontribusi
(%, yoy)No. Komoditas
(%,
mtm)
Kontribusi
(%, mtm)
(%,
yoy)
Kontribusi
(%, yoy)
1 Cabai Merah 29.49 0.68 11.79 0.33 1 Wortel -4.33 0.00 42.36 0.03
2Tongkol/Ambu-
ambu9.40 0.05 15.18 0.08 2 Telur Ayam Ras -0.93 -0.01 -1.01 -0.01
3 Dencis 3.92 0.04 26.29 0.23 3Angkutan Antar
Kota-1.89 -0.01 0.99 0.00
Jul-17
Aug-17
Sep-17
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
31
Sumber: Survei Pemantauan Harga Bank Indonesia, diolah
Grafik 3.4 Harga Bawang Merah dan Cabai Merah
Sementara itu, laju inflasi administered prices
relatif melambat dari 8,51% (yoy) pada
triwulan II 2017 menjadi 6,96% (yoy).
Penurunan tekanan inflasi terutama disebabkan
oleh menurunnya tekanan subkelompok
perumahan, subkelompok air, listrik, gas, dan
bahan bakar serta subkelompok trasportasi
komunikasi, dan subkelompok jasa keuangan.
Tekanan inflasi subkelompok perumahan, air,
listrik, gas, dan bahan bakar perlahan menurun
seiring dengan penurunan dampak penyesuaian
tarif air minum PAM yang dilakukan Pemerintah
pada triwulan II 2017. Inflasi tarif minum air PAM
tercatat 23,43% (yoy) dari 26,26% (yoy).
Selain itu, tekanan inflasi subkelompok
transportasi, komunikasi dan jasa keuangan juga
mulai menurun. Normalisasi tarif seluruh moda
transportasi pasca bulan Ramadhan
menyebabkan penurunan tekanan inflasi
transportasi. Inflasi angkutan antar kota tercatat
0,99% (yoy) dari 10,84% (yoy), sedangkan
angkutan udara tercatat sebesar -4,03% (yoy)
dari 1,65% (yoy).
Memasuki triwulan IV 2017, tekanan inflasi
administered prices meningkat seiring dengan
kelangkaan pasokan gas elpiji 3 kg yang terjadi di
beberapa daerah di Provinsi Sumatera Utara.
Potensi tekanan diperkirakan berasal dari
kenaikan harga rokok akibat penyesuaian tarif
cukai 2018 yang diumumkan pada akhir Oktober
2017. Penyesuaian tarif transportasi menjelang
natal dan tahun baru juga diperkirakan menjadi
sumber inflasi di triwulan IV 2017.
3.3 Perkembangan Inflasi
Fundamental
Laju inflasi terus menurun dari 3,63% (yoy)
menjadi 2,35% (yoy), tercermin dengan
melambatnya pertumbuhan ekonomi dari sisi
konsumsi. Penurunan tekanan inflasi inti
utamanya terjadi pada subkelompok makanan
jadi dan sandang seiring penurunan permintaan
pasca bulan Ramadhan.
Penurunan permintaan setelah bulan Ramadhan
terjadi pada makanan jadi, sehingga laju inflasi
makanan jadi tercatat 4,00% (yoy) dari 5,55%
(yoy). Selain itu, tekanan inflasi sandang tercatat
mengalami penurunan dari -1,11% (yoy) hingga -
2,02% (yoy). Turunnya permintaan masyarakat
tercermin oleh penurunan Indeks Keyakinan
Konsumen walaupun masih berada pada level
optimis.
Tekanan inflasi emas perhiasan pun menurun
dari 1,36% (yoy) menjadi deflasi 2,32% (yoy). Hal
ini didorong oleh kecenderungan masyarakat
menjual emas perhiasan setelah hari Raya Idul
Fitri ditengah peningkatan harga emas di pasar
internasional. Inflasi inti yang rendah dan stabil
juga ditopang oleh stabilitas nilai tukar dan
ekspektasi inflasi yang terjaga.
Memasuki triwulan IV 2017, inflasi inti
diperkirakan akan naik seiring dengan
peningkatan permintaan menjelang natal dan
tahun baru. Sementara itu, ekspektasi inflasi di
tingkat pedagang relatif menurun bersamaan
dengan nilai tukar rupiah yang terdepresiasi
terhadap dollar Amerika.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
32
Sumber: Survei Pedagang Eceran Bank Indonesia, diolah
Grafik 3.5 Ekspektasi Inflasi
Grafik 3.6 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika
3.4 Inflasi Menurut Kelompok
Barang dan Jasa
Berdasarkan kelompok barang dan jasa,
peningkatan tekanan inflasi pada triwulan III
2017 didorong oleh peningkatan tekanan inflasi
yang sangat signifikan pada kelompok bahan
makanan. Kelompok bahan makanan
berkontribusi 30% pada inflasi umum Provinsi
Sumatera Utara. Sementara itu, kelompok
barang dan jasa lainnya cenderung menurun.
Tabel 3.2 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa
Sumber: BPS, diolah
3.4.1 Kelompok Bahan Makanan
Tekanan inflasi Kelompok Bahan Makanan
meningkat sangat tajam pada triwulan III 2017,
yaitu dari 0,18% (yoy) menjadi 4,59% (yoy).
Peningkatan tekanan inflasi terbesar terjadi
pada subkelompok bumbu-bumbuan yang
meningkat hingga 25,4%, dari -23,2% (yoy)
menjadi 2,2% (yoy). Selain itu, kenaikan tekanan
inflasi juga meningkat pada subkelompok daging
dan hasil-hasilnya dari -3,4% (yoy) menjadi 8,0%
(yoy).
Tabel 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Sumber: BPS, diolah
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
peningkatan tekanan inflasi bumbu-bumbuan,
terutama komoditas cabai merah mendorong
tekanan inflasi kelompok ini. Menurunnya
antusiasme petani untuk menanam cabai merah
pasca turunnya harga saat panen raya membuat
tekanan inflasi komoditas cabai merah
meningkat. Komoditas cabai merah merupakan
salah satu komoditas yang memiliki andil
terbesar terhadap inflasi Provinsi Sumatera
Utara. Dengan demikian, perubahan harga cabai
merah akan banyak memengaruhi inflasi secara
keseluruhan. Secara rata-rata, kenaikan harga
cabai merah mencapai 0,68 per bulan, dengan
kenaikan tertinggi mencapai …% (Grafik ..).
Tekanan inflasi subkelompok daging dan hasil-
hasilnya juga meningkat seiring dengan
peningkatan permintaan pada saat hari Raya Idul
Adha. Inflasi daging sapi dan daging ayam ras
tercatat masing-masing meningkat hingga 4,75%
(yoy) dan 11,61% (yoy). Pada bulan sebelumnya
kedua komoditas tersebut tercatat masing-
masing 1,83% (yoy) dan -8,56% (yoy).
Selain itu, komoditas buah-buahan juga
mengalami peningkatan inflasi yang cukup
signifikan. Peningkatan inflasi terutama terjadi
I II III IV I II III
BAHAN MAKANAN 14.8 5.4 12.5 14.9 3.5 0.2 4.6
MAKANAN JADI 10.7 11.9 13.5 11.9 6.9 5.5 3.6
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BB 3.0 1.6 1.9 2.5 4.4 7.6 6.8
SANDANG 4.8 6.3 7.2 2.8 1.2 -1.1 -2.0
KESEHATAN 4.9 4.7 4.5 4.8 5.0 3.8 3.0
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA 6.0 6.5 4.5 4.1 4.1 3.6 0.3
TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN 1.8 -1.1 -2.0 -1.8 1.9 3.8 3.1
UMUM 7.2 4.3 6.0 6.3 3.9 3.8 3.9
Kelompok2016
Arah 2017
I II III IV I II III
BAHAN MAKANAN 14.8 5.4 12.5 14.9 3.5 0.2 4.6
Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 7.7 6.3 1.7 -1.5 -0.1 0.6 0.5
Daging dan Hasil-hasilnya 12.4 9.8 -0.5 4.6 4.6 -3.4 8.0
Ikan Segar 0.3 -0.9 3.0 4.3 12.8 11.8 10.7
Ikan Diawetkan 2.5 0.6 0.7 10.1 24.6 29.1 27.3
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 7.9 4.6 3.1 3.7 2.6 1.3 1.0
Sayur-sayuran 10.6 15.0 17.6 16.0 5.6 -2.1 -3.9
Kacang-kacangan 8.3 11.2 8.9 8.2 2.2 0.7 0.7
Buah-buahan 4.9 1.8 -0.8 -1.1 1.8 4.0 6.9
Bumbu-bumbuan 101.2 8.8 83.5 88.5 -8.0 -23.2 2.2
Lemak dan Minyak -2.3 -1.5 5.0 6.2 6.4 7.0 4.9
Bahan Makanan Lainnya 6.5 9.5 9.9 10.1 11.2 5.8 5.9
Kelompok2016
Arah 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
33
pada komoditas melon dan semangka. Inflasi
melon tercatat 12,66% (yoy) dari 0,08% (yoy),
sementara inflasi semangka tercatat 11,38%
(yoy) dari 2,60% (yoy). Peningkatan inflasi
disebabkan oleh keterbatasan pasokan buah-
buahan.
Disisi lain, komoditas ikan segar yang memiliki
andil 0,47% terhadap inflasi tahunan Provinsi
Sumatera Utara mengalami penurunan tekanan
inflasi. Inflasi komoditas ikan kembung turun
dari 21,11% (yoy) menjadi 9,55% (yoy)
sedangkan ikan teter mengalami deflasi hingga
6,38% (yoy). Penurunan inflasi ini disebabkan
oleh tingginya pasokan ikan segar seiring dengan
peningkatan aktivitas nelayan dalam cuaca yang
mendukung.
Meningkatnya aktivitas nelayan pada musim
kemarau ini juga mendorong penurunan inflasi
ikan yang diawetkan. Penurunan inflasi ikan yang
diawetkan dari 29,04% (yoy) menjadi 27,40%
(yoy). Inflasi ikan dencis menurun dari 21,15%
(yoy) menjadi 16,26% (yoy) sementara inflasi
ikan teri menurun dari 41,00% (yoy) menjadi
33,18% (yoy).
Disamping itu, subkelompok sayur-sayuran
kembali mengalami deflasi dari 2,07% (yoy)
menjadi -3,85% (yoy). Inflasi terong panjang
menurun dari 39,41% (yoy) menjadi 4,62% (yoy),
sedangkan komoditas buncis dan kentang
mengalami deflasi hingga 28,12% (yoy) dan
15,71% (yoy). Deflasi ini disebabkan oleh
pasokan sayur-sayuran yang melimpah. Aktivitas
Gunung Sinabung relatif tidak memberikan
dampak yang signifikan pada tanaman pertanian
di daerah sekitar. Adanya hujan dan penyiraman
berkala mengurangi debu yang menempel di
tanaman, sehingga tanaman tidak rusak.
Memasuki triwulan IV 2017, tekanan inflasi
bahan makanan menurun menjadi 0,97% (yoy)
dari 4,59% (yoy). Hal ini disebabkan oleh
masuknya masa panen beberapa komoditas
seperti bawang merah dan bawang putih. Selain
itu, kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET)
komoditas beras mampu menahan tekanan
inflasi kelompok bahan makanan.
3.4.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman,
Rokok dan Tembakau
Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan
tembakau kembali mengalami penurunan
tekanan inflasi dari 5,55% (yoy) menjadi 3,64%
(yoy). Penurunan terjadi pada seluruh
subkelompok dengan subkelompok makanan
jadi yang memiliki andil terbesar terhadap inflasi
kelompok ini.
Tabel 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman,
Rokok, dan Tembakau
Sumber: BPS, diolah
Tekanan inflasi subkelompok makanan jadi
menurun dari 5,57% (yoy) menjadi 4,00% (yoy).
Penurunan ini terutama didorong oleh
komoditas nasi dengan lauk yang tercatat 8,79%
(yoy) dari 14,72% (yoy). Selain itu, tekanan inflasi
komoditas gula melemah dari 4,59% (yoy)
menjadi 3,23% (yoy). Rendahnya tekanan inflasi
subkelompok makanan jadi didorong oleh
menurunnya permintaan pasca bulan
Ramadhan.
Pasca bulan Ramadhan, tekanan inflasi
tembakau dan minuman beralkohol turun
menjadi 5,25% (yoy) dari 8,60% (yoy) dengan
andil 0,27% terhadap inflasi tahunan Provinsi
Sumatera Utara.
Memasuki triwulan IV 2017, tekanan inflasi
kelompok ini tercatat kembali menurun dari
3,64% (yoy) menjadi 3,45% (yoy). Penurunan ini
didorong oleh deflasi minuman tidak beralkohol
I II III IV I II III
MAKANAN JADI 10.7 11.9 13.5 11.9 6.9 5.5 3.6
Makanan Jadi 7.1 7.9 9.4 9.5 5.0 5.6 4.0
Minuman yang Tidak Beralkohol 8.8 12.8 12.1 12.2 9.3 -0.7 -0.9
Tembakau dan Minuman Beralkohol 18.7 18.6 21.5 15.3 8.4 8.5 5.2
Kelompok2016
Arah 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
34
yang terus berlanjut. Sampai dengan akhir
tahun, inflasi dari kelompok ini diperkirakan
meningkat sejalan dengan pola musiman Natal
dan Tahun Baru.
3.4.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas
dan Bahan Bakar
Tekanan inflasi kelompok perumahan, air,
listrik, gas, dan bahan bakar menurun dari
7,57% (yoy) menjadi 6,77% (yoy). Penurunan
terjadi pada hampir seluruh subkelompok dan
utamanya terjadi pada subkelompok bahan
bakar, penerangan, dan air.
Tabel 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas
dan Bahan Bakar
Sumber: BPS, diolah
Subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air
mengalami penurunan tekanan inflasi dari
22,15% (yoy) menjadi 20,22% (yoy). Hal ini
didorong oleh tidak adanya kebijakan
administered prices yang strategis.
Pada awal triwulan IV 2017, inflasi kelompok
perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar
sedikit meningkat. Hal ini disebabkan oleh
kelangkaan bahan bakar rumah tangga atau gas
LPG 3Kg terutama di Medan, Provinsi Sumatera
Utara.
3.4.4 Kelompok Sandang
Kelompok sandang terus mengalami deflasi
dari -1,11% (yoy) menjadi -2,02% (yoy).
Penurunan tekanan inflasi terjadi pada
subkelompok sandang laki-laki, sandang anak-
anak, dan barang pribadi serta sandang lain.
Subkelompok sandang laki-laki memilki andil
terbesar dalam penurunan tekanan inflasi
kelompok ini.
Tabel 3.6 Inflasi Kelompok Sandang
Sumber: BPS, diolah
Sandang laki-laki mengalami deflasi dari 4,21%
(yoy) menjadi -5,03% (yoy), sementara sandang
anak-anak mengalami deflasi dari 0,52% (yoy)
menjadi -1,27% (yoy). Penurunan tekanan pada
kelompok sandang diperkirakan terjadi akibat
menurunnya permintaan masyarakat pasca
bulan Ramadhan dan tahun ajaran baru. Hal ini
ditunjukkan dengan komoditas seragam sekolah
pria yang mengalami deflasi 1,09% (yoy) dari
sebelumnya mengalami inflasi 4,15% (yoy).
Sementara itu, komoditas baju muslim wanita
mengalami deflasi 3,46% (yoy) dari 0,04% (yoy).
Disisi lain, tekanan inflasi komoditas emas
perhiasan juga turun dari 1,36% (yoy) menjadi -
2,32% (yoy) seiring dengan kebiasaan
masyarakat menjual emas setelah lebaran.
Memasuki awal triwulan IV 2017, tekanan inflasi
kelompok sandang relatif meningkat.
Peningkatan ini didorong oleh meningkatnya
tekanan inflasi pada subkelompok pribadi dan
sandang lain, terutama pada komoditas emas
perhiasan.
3.4.5 Kelompok Kesehatan
Kelompok kesehatan mengalami penurunan
tekanan inflasi dari 3,75% (yoy) menjadi 3,03%
(yoy). Penurunan terbesar dialami oleh
subkelompok jasa kesehatan dan subkelompok
jasa perawatan jasmani.
Tabel 3.7 Inflasi Kelompok Kesehatan
Sumber: BPS, diolah
I II III IV I II III
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BB 3.0 1.6 1.9 2.5 4.4 7.6 6.8
Biaya Tempat Tinggal 4.3 3.5 3.2 3.0 2.6 2.4 1.6
Bahan Bakar, Penerangan dan Air -0.6 -3.7 -2.1 -0.6 8.3 22.2 20.2
Perlengkapan Rumah Tangga 6.3 8.4 8.7 7.0 4.9 3.0 2.7
Penyelenggaraan Rumah Tangga 3.9 2.3 2.4 3.8 4.0 3.5 3.7
Kelompok2016
Arah 2017
I II III IV I II III
SANDANG 4.8 6.3 7.2 2.8 1.2 -1.1 -2.0
Sandang Laki-Laki 2.7 2.4 4.3 -2.0 -1.3 -4.2 -5.0
Sandang Wanita 10.1 11.0 8.8 5.1 -0.1 -1.4 -0.6
Sandang Anak-Anak 3.5 5.1 5.5 1.9 2.1 -0.5 -1.3
Barang Pribadi dan Sandang Lain 3.4 7.3 10.4 6.5 5.0 1.9 -0.9
Kelompok2016
Arah 2017
I II III IV I II III
KESEHATAN 4.9 4.7 4.5 4.8 5.0 3.8 3.0
Jasa Kesehatan 0.9 3.1 5.4 5.3 5.2 4.6 2.1
Obat-obatan 2.1 2.8 2.6 3.1 2.7 2.4 2.7
Jasa Perawatan Jasmani 2.4 6.0 6.2 6.3 8.9 6.8 5.6
Perawatan Jasmani dan Kosmetika 9.4 6.1 4.1 4.7 5.0 3.1 3.3
Kelompok2016
Arah 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
35
Tekanan inflasi subkelompok jasa kesehatan
menurun dari 4,46% (yoy) menjadi 2,09% (yoy).
Penurunan inflasi terjadi pada jasa dokter umum
dan jasa dokter gigi. Selain itu, subkelompok jasa
perawatan jasmani turun dari 6,83% (yoy)
menjadi 5,62% (yoy). Pasca lebaran, permintaan
masyarakat untuk menggunakan jasa gunting
rambut dan keriting/meluruskan rambut sedikit
menurun.
3.4.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan
Olah Raga
Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga
mengalami penurunan tekanan inflasi dari 3,60%
(yoy) menjadi 0,32% (yoy). Melemahnya tekanan
inflasi didorong oleh turunnya tekanan inflasi
subkelompok pendidikan dan kursus-
kursus/pelatihan.
Tabel 3.8 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan
Olahraga
Sumber: BPS, diolah
Inflasi subkelompok pendidikan menurun
signifikan dari 6,09% (yoy) menjadi 0,21% (yoy)
sementara subkelompok kursus-
kursus/pelatihan sedikit menurun dari 0,72%
(yoy) menjadi 0,40% (yoy). Penurunan inflasi
subkelompok pendidikan terjadi pada seluruh
jenjang pendidikan dari Sekolah Dasar hingga
Perguruan Tinggi sejalan dengan masuknya
tahun ajaran baru.
Memasuki triwulan IV 2017, inflasi kelompok
pendidikan, rekreasi, dan olah raga cenderung
stabil seiring dengan peningkatan inflasi
subkelompok rekreasi ditengah penurunan
inflasi sub kelompok peralatan pendidikan
3.4.7 Kelompok Transportasi, Komunikasi dan
Jasa Keuangan
Tekanan inflasi kelompok transportasi,
komunikasi dan jasa keuangan sedikit menurun
dari 3,77% (yoy) menajdi 3,07% (yoy).
Menurunnya inflasi kelompok ini terjadi pada
seluruh subkelompok kecuali jasa keuangan
yang cenderung stabil.
Tabel 3.9 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan
Jasa Keuangan
Sumber: BPS, diolah
Tekanan inflasi subkelompok transportasi turun
dari 2,41% (yoy) menjadi 1,65% (yoy) sementara
subkelompok sarana dan penunjang transpor
juga turun dari 15,32% (yoy) 1,60% (yoy). Kedua
subkelompok ini memiliki andil 0,45% (yoy)
terhadap inflasi Provinsi Sumatera Utara pada
triwulan III 2017. Penurunan dipengaruhi oleh
turunnya biaya seluruh moda angkutan pasca
lebaran. Selain itu, setelah masa liburan
permintaaan barang dan jasa untuk menunjang
transportasi seperti helm, tambal ban, dan cuci
kendaraan juga cenderung menurun.
Memasuki triwulan IV 2017, tekanan inflasi
kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa
keuangan relatif stabil. Kestabilan ini terutama
didorong oleh tekanan inflasi subkelompok
transpor dan jasa keuangan yang masih terjaga.
3.5 Perbandingan Inflasi Antar
Provinsi/Kota di Sumatera
Secara agregat, laju inflasi tahunan Pulau
Sumatera pada triwulan III 2017 tercatat sebesar
3,63% (yoy), menurun signifikan dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat 4,65% (yoy).
Pencapaian ini di bawah laju inflasi nasional
sebesar 4,73% (yoy). Penurunan tekanan inflasi
disebabkan oleh turunnya harga komoditas
I II III IV I II III
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA 6.0 6.5 4.5 4.1 4.1 3.6 0.3
Pendidikan 9.2 10.1 7.0 6.9 6.9 6.1 0.2
Kursus-Kursus / Pelatihan 0.6 0.7 0.4 0.3 0.4 0.7 0.4
Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 4.3 4.2 1.6 1.2 0.0 0.2 1.2
Rekreasi 1.6 2.1 1.4 -0.1 0.5 0.0 0.1
Olahraga 0.7 0.8 0.9 0.5 0.3 1.0 0.7
Kelompok2016
Arah 2017
I II III IV I II III
TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN 1.8 -1.1 -2.0 -1.8 1.9 3.8 3.1
Transpor 2.0 -2.0 -3.4 -3.3 -0.3 2.4 1.7
Komunikasi dan Pengiriman 0.1 0.1 0.6 2.1 4.2 4.0 3.8
Sarana dan Penunjang Transpor 3.5 3.8 4.1 3.4 18.7 17.6 15.3
Jasa Keuangan 1.5 1.6 1.6 1.6 0.0 0.0 0.1
Kelompok2016
Arah 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
36
bahan makanan pada sebagian daerah di
Sumatera.
Sementara itu, Provinsi Sumatera Utara menjadi
provinsi dengan inflasi kedua tertinggi setelah
Provinsi Riau yang mencapai 5,08% (yoy).
Tingginya tekanan inflasi di Provinsi Riau
disebabkan oleh kenaikan tarif listrik dan
perpanjangan STNK. Sementara itu, inflasi
Sumatera Barat tercatat yang terendah yakni
2,33% (yoy), seiring dengan koreksi harga bahan
makanan seperti cabai merah, bawang merah,
dan gula pasir.
Grafik 3.7 Inflasi Spasial Sumatera
3.6 Upaya Pengendalian Inflasi
Tingginya tekanan inflasi volatile food pada
triwulan III 2017 menjadi perhatian Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi
Sumatera Utara. Menyikapi hal teresbut, TPID
Provinsi Sumatera Utara menyusun beberapa
program untuk ditindaklanjuti, diantaranya:
1. Percepatan proses pembentukan BUMD
Pangan untuk memastikan kestabilan harga
dan ketersediaan pangan. Pembentukan
dikawal oleh Biro Bina Perekonomian. Saat
ini, proses pembentukan masih dalam
tahapan kajian akademis.
2. Penguatan database di masing-masing TPID
dari setiap pihak terkait konsumsi, produksi,
dan distribusi sehingga dapat diketahui
kondisi surplus/defisit komoditas pangan
strategis di daerah.
3. Kooordinasi dengan distributor swasta,
terutama distributor hortikultura untuk
memperkuat perdagangan antar daerah.
4. Pembentukan cold storage dan revitalisasi
gudang-gudang di daerah untuk
penyimpanan komoditas pangan yang lebih
baik.
5. Melakukan hilirisasi produk komoditas
pangan, terutama cabai merah untuk
mengatasi volatilitas harga cabai merah di
Provinsi Sumatera Utara.
Komoditas yang memiliki andil terbesar dalam
tingginya tekanan inflasi volatile food pada
triwulan III 2017 adalah komoditas cabai merah.
Untuk itu, TPID Provinsi Sumatera Utara
melakukan rapat koordinasi dengan distributor
cabai merah. Rapat ini membahas faktor
fluktuasi harga cabai merah, rantai produksi
cabai merah serta proses penetapan harga di
pasar induk. Sebagai tindak lanjut, TPID
menyepakati hal-hal sebagai berikut:
1. Melakukan rapat koordinasi dengan
tengkulak/pedagang besar dan perusahaan
hilir cabai merah di kota Medan.
2. Melakukan monitoring terhadap
perkembangan produksi cabai merah oleh
Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
37
Pola Inflasi Komoditas Cabai Merah
Cabai merah kembali mendominasi inflasi Provinsi Sumatera Utara pada triwulan III tahun 2017. Di awal triwulan
III tahun 2017, laju inflasi cabai merah perlahan meningkat 7,85% (mtm) dari bulan sebelumnya yang mengalami
deflasi (–29,22% mtm). Pada bulan Agustus 2017, laju inflasi cabai merah meningkat tajam hingga 82,26% (mtm)
dengan kontribusi 1,06% (mtm) terhadap inflasi bulanan Provinsi Sumatera Utara yang tercatat 1,1% (mtm).
Sementara di akhir triwulan III tahun 2017, laju inflasi menurun dengan kontribusi 0,33% terhadap total inflasi
Provinsi Sumatera Utara secara tahunan.
Secara spasial, komoditas cabai merah juga menjadi komoditas penyumbang inflasi di seluruh kota SBH Provinsi
Sumatera Utara. Memasuki bulan Juli 2017, cabai merah menjadi salah satu dari sepuluh komoditas utama
penyumbang inflasi di kota Medan, kota Sibolga, dan kota Pematangsiantar. Sementara itu, di kota
Padangsidempuan cabai merah menjadi salah satu komponen penyumbang deflasi pada bulan Juli 2017. Pada
bulan Agustus dan September 2017, cabai merah menjadi komoditas dengan sumbagan inflasi terbesar di
seluruh kota SBH.
Tidak hanya pada triwulan III tahun 2017, perubahan harga komoditas cabai merah mempengaruhi inflasi
Sumatera Utara, melalui inflasi volatile food hampir di setiap periode (Grafik 3.8). Secara statistik, korelasi inflasi
cabai merah dan inflasi IHK sejak periode Februari 2014 hingga Oktober 2017 sebesar 0,67. Mengapa hal ini
dapat terjadi? Meskipun lebih rendah dibandingkan beberapa komoditas lainnya, bobot komoditas cabai merah
cukup tinggi dan lebih fluktuatif (Grafik 3.9). Komoditas beras, kontrak rumah, dan tarif listrik memiliki bobot
yang lebih besar, namun cenderung stabil dari waktu ke waktu. Bobot komoditas tersebut menggambarkan
jumlah nilai konsumsi yang dikeluarkan oleh rumahtangga untuk memperoleh komoditi tersebut1. Secara
konseptual, perubahan nilai konsumsi dipengaruhi oleh perubahan harga komoditas dan/atau kuantitas yang
dikonsumsi. Namun, dengan sistem Laspeyres, perubahan kuantitas hanya terjadi ketika ada perubahan tahun
dasar dimana BPS akan melakukan Survei Biaya Hidup dalam rangka updating pola konsumsi masyarakat.
Sumber : BPS diolah
Grafik 3.8 Perbandingan growth harga cabai merah dengan inflasi volatile food Sumatera Utara (mtm)
Sumber : BPS diolah
Grafik 3.9 Perbandingan nilai konsumsi komoditas
Suplemen 1
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
38
Sumber : SPH Diolah
Grafik 3.10 Harga Cabai Merah dan kontribusi komoditas cabai merah terhadap inflasi
total bulanan Provinsi Sumatera Utara
Berdasarkan data Survei Pemantauan Harian, harga cabai merah sangat berfluktuatif. Komoditas ini pernah
mencapai Rp84,990,00/kg pada bulan November 2016, namun juga pernah mencapai harga terendah hingga
Rp18.413,00/kg pada bulan Juni 2017. Harga cabai merah akan berubah seiring dengan fluktuasi pasokan di
pasaran. Yang menyebabkan naik turunnya jumlah pasokan, diantaranya: 1) Faktor iklim; 2) Disparitas informasi
pedagang yang sulit mendatangkan cabai merah dari luar daerah masing-masing sehingga pedagang memiliki
akses untuk mendatangkan cabai merah dari luar daerah akan mendominasi pembentukan harga; 3) kebutuhan
cabai merah dari daerah lain yang menawarkan harga jual yang lebih mahal; 4) kendala distribusi; dan 5)
Kebiasaan para petani. Keengganan petani menanam cabai merah ketika harga sedang turun akan menurunkan
produksi cabai merah. Penurunan produksi cabai merah akan menyebabkan harga cabai merah naik. Ketika
harga cabai merah sedang tinggi, petani yang bukan termasuk petani komoditas cabai merah akan ikut menanam
cabai merah, sehingga suplai cabai merah melebihi kebutuhan yang menyebabkan penurunan harga cabai
merah.
Dalam rangka menjaga kestabilan harga cabai merah di Provinsi Sumatera Utara, Tim Pengendalian Inflasi
Daerah (TPID) telah menyusun beberapa program yang struktural untuk, diantaranya penguatan database TPID,
hilirisasi produk cabai merah, pembangunan pergudangan (cold storage), dan penguatan perdagangan antara
daerah. Selain itu TPID Provinsi Sumatera Utara juga mengusulkan pembentukan BUMD Pangan dan koordinasi
yang lebih intensif dengan asosiasi distributor cabai merah di Provinsi Sumatera Utara. Langkah-langkah
tersebut diharapkan dapat mengendalikan penyebab fluktuasi harga cabai merah sehingga inflasi Provinsi
Sumatera Utara dapat terjaga.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
39
Pola Inflasi Subkelompok Pendidikan
Masyarakat sangat menyadari peran penting pendidikan dalam kehidupan. Bahkan, semakin banyak
orang tua mulai memasukkan anak-anaknya mulai dari jenjang Kelompok Bermain hingga Perguruan
Tinggi untuk mendapatkan generasi penerus bangsa yang lebih baik. Konsumsi masyarakat terhadap
pendidikan yang tercermin pada biaya pendidikan berpengaruh terhadap penghitungan inflasi. Secara
historis, subkelompok pendidikan biasanya memberikan sumbangan inflasi yang cukup signifikan pada
triwulan II dan III serta menunjukkan pola yang mirip dari tahun 2012-2016, dengan sedikit fluktuasi
di tahun 2013 (Grafik 3.11). Di tahun 2017, sumbangan inflasi dari biaya pendidikan relatif minimal.
Pola peningkatan tekanan inflasi sesuai dengan pola tahun ajaran baru untuk setiap jenjang, dari mulai
Kelompok Bermain hingga Perguruan Tinggi. Jenjang pendidikan tersebut masuk sebagai komoditas di
dalam keranjang inflasi IHK.
Berdasarkan komoditasnya, inflasi pada jenjang Kelompok Bermain relatif rendah. Hal ini diperkirakan
karena jenjang pendidikan Kelompok Bermain belum secara umum diikuti oleh masyarakat, yang
tercermin pada bobot komoditas tersebut di keranjang IHK yang relatif kecil. Sementara untuk tingkat
Taman Kanak-Kanak, inflasi terjadi pada awal tahun dan pertengahan tahun (Grafik 3.12). Tekanan ini
diperkirakan karena anak-anak dapat mulai mengikuti jenjang pendidikan TK pada awal tahun atau
pertengahan tahun. Sejak tahun 2014, kenaikan tertinggi terjadi pada bulan Februari 2014 sebesar
0,84% (mtm). Walaupun terjadi pada dua periode, andil terhadap inflasi bulanan Sumatera Utara
kurang dari 0,05%.
Tekanan inflasi komoditas Sekolah Dasar mulai bergerak naik pada akhir triwulan II dan baru mulai
mereda pada akhir triwulan III (Grafik 3.13). Hal ini diperkirakan sesuai dengan pola awal tahun ajaran
baru untuk jenjang pendidikan Sekolah Dasar yang berkisar pada bulan-bulan di triwulan III. Pada
tahun 2017, inflasi komoditas ini relatif rendah bahkan yang tertinggi terjadi pada bulan Agustus 2017
hanya sebesar 0,37% (mtm).
Sumber : BPS diolah
Grafik 3.11 Pola inflasi subkelompok Pendidikan
Sumber : BPS diolah
Grafik 3.12 Pola inflasi Pendidikan Taman Kanak Kanak
Suplemen 2
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
40
Sumber : BPS diolah
Grafik 3.13 Pola inflasi komoditas Sekolah Dasar
Sumber : BPS diolah
Grafik 3.14 Pola inflasi komoditas Sekolah Menengah Pertama
Sementara itu, tekanan inflasi jenjang SMP dan SMA memuncak pada bulan Agustus, sesuai dengan
pola mulainya tahun ajaran baru untuk jenjang-jenjang tersebut. Laju inflasi tingkat SMA naik pada
bulan Agustus dengan rata-rata 2,18% per tahun, sedangkan untuk tingkat SMP tercatat 8,49% per
tahun. Pada tahun 2017, inflasi SMP menurun dan tercatat 4,59% (mtm) dengan andil inflasi bulanan
0,05% (Grafik 3.14). Bahkan untuk SMA mengalami deflasi yang cukup dalam di Agustus 2017 (Grafik
3.15).
Inflasi pendidikan jenjang Perguruan Tinggi juga meningkat pada triwulan III. Inflasi tertinggi terjadi
pada bulan Juli 2015 yang tercatat 0,06% (mtm) (Grafik 3.16). Namun, pada tahun 2017, tekanan inflasi
Perguruan Tinggi cenderung stabil. Sebagai informasi bahwa Angka Partisipasi Sekolah (APS) Provinsi
Sumatera Utara1 untuk kelompok umur 19 – 24 tahun cenderung stagnan. Untuk kelompok umur 19
– 24 tahun, APS Provinsi Sumatera Utara tahun 2017 tercatat 26,80, sedangkan pada tahun 2016
tercatat 26,62 (Grafik 3.17).
Sumber : BPS diolah
Grafik 3.16 Pola inflasi komoditas Sekolah Menengah Atas
Sumber : BPS diolah
Grafik 3.16 Pola inflasi komoditas Perguruan Tinggi
Sumber : BPS diolah
Grafik 3.17 Angka Partisipasi Sekolah kelompok umur 19 – 24 tahun
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
41
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
43
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN
DAERAH, PENGEMBANGAN
AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Perbaikan ekonomi dan masih terjaganya inflasi didukung oleh stabilitas sistem keuangan Provinsi Sumatera Utara pada Triwulan III Tahun 2017 yang masih cukup baik. Kinerja perbankan masih cukup kuat, yang diiindikasikan oleh pertumbuhan aset dan dana pihak ketiga. Sementara itu, kredit perbankan melambat, tumbuh 6,6% (yoy) pada triwulan III 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 9,2%. Kondisi tersebut didukung oleh kinerja korporasi yang membaik dan ketahanan rumah tangga yang terjaga. Ketahanan sektor rumah tangga yang membaik tercermin pada kredit konsumsi yang tumbuh 9% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Sementara itu, risiko kredit perbankan Sumatera Utara juga masih terjaga baik. Meskipun risiko meningkat, tetapi masih dalam batas level indikatifnya. Disamping itu, risiko kredit perbankan syariah juga membaik. Kondisi ini juga pada akhirnya berpengaruh pada tingkat intermediasi perbankan yang berada pada level aman tergambar pada Loan To Funding Ratio sebesar 90%.
ULOS RAGIHOTANG
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
45
4.1 Perkembangan Stabilitas Sistem Keuangan Provinsi Sumatera Utara
Stabilitas sistem keuangan Provinsi Sumatera Utara triwulan III tahun 2017 mulai menunjukkan
perbaikan. Ketahanan sektor korporasi yang tergambar dari indikator keuangan korporasi yang terjaga
dengan kinerja yang meningkat. Meskipun begitu, pertumbuhan kredit tertahan pada angka 6,6%
lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 7,8% (yoy) diikuti oleh meningkatnya resiko kredit yang
tercermin dari NPL yang meningkat 2,9% dari (yoy). Melambatnya pertumbuhan kredit ini terutama
terjadi pada kredit modal kerja dan kredit investasi sedangkan kredit konsumsi yang tumbuh positif
9,9% (yoy).
Tabel 4.1 Indikator Kinerja Keuangan Korporasi Sektoral
Sumber : Bloomberg, diolah dari 80 korporasi di Sumatera Utara.
Sumber : Bloomberg, diolah dari 80 korporasi di Sumatera Utara.
Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi triwulan
III yang membaik, sejumlah Indikator kinerja
keuangan korporasi (Tabel 4.1) di Sumatera Utara
juga membaik. Profitabilitas yang tercermin pada
rasio Return on Asset (RoA) dan Return on Equity
(RoE) mulai menunjukkan peningkatan masing-
masing tercatat 4,9% dan 11,8% pada triwulan II
tahun 2017. Perbaikan terutama terjadi pada
sektor Trade (Perdagangan, Service dan
Investasi), Infrastructure (Infrastruktur, Utilitas
dan Transportasi) dan Property (Konstruksi,
Properti dan Real Estate). Sedangkan untuk
sektor Aneka Industri, meskipun ROA dan ROE
mengalami penurunan, tetapi profit margin masih
tumbuh positif. Membaiknya sektor Trade,
Infrastructure dan Property disebabkan oleh
percepatan pembangunan beberapa proyek
infrastruktur vital di Sumatera Utara seperti
pembukaan jalan tol Kualanamu-Tebing Tinggi
dan Medan-Binjai.
Meningkatnya profitabilitas berdampak pada
ketahanan korporasi dan kemampuan memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. Hal ini terlihat dari
current ratio tercatat meningkat 1,5% dan
solvability ratio terjaga pada 1.7%. Proporsi
Hutang terhadap Jumlah Ekuitas yang tergambar
dari Debt to Equity Ratio (DER) juga membaik dan
turun menjadi 1.4%.
Tw II 2016 Tw II 2017 Tw II 2016 Tw II 2017 Tw II 2016 Tw II 2017
Perkebunan 1.3 1.6 1.8 1.6 0.8 0.7
Industri Dasar dan Kimia 1.0 1.0 2.0 2.0 1.7 1.8
Industri Barang Konsumsi 0.9 1.0 2.1 2.0 1.9 1.4
Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi 0.8 0.8 2.2 2.3 1.2 1.1
Aneka Industri 0.7 0.8 2.4 2.2 2.0 2.0
Konstruksi, Properti dan Real Estate 1.8 1.7 1.6 1.6 1.6 1.7
Perdagangan, Service dan Investasi 1.0 0.9 2.0 2.1 1.4 1.5
Sumatera Utara 1.5 1.4 1.7 1.7 1.1 1.5
SektorDER Solvability Ratio Current Ratio
Tw II 2016 Tw II 2017 Tw II 2016 Tw II 2017 Tw II 2016 Tw II 2017
Perkebunan 1.2 (2.3) 2.9 (5.4) 10.2 10.7
Industri Dasar dan Kimia 9.6 6.9 20.9 13.2 0.1 0.1
Industri Barang Konsumsi 8.9 6.7 17.0 13.5 1.4 1.4
Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi 9.9 10.8 17.9 18.7 0.0 0.0
Aneka Industri 14.9 13.2 24.3 22.6 0.0 0.0
Konstruksi, Properti dan Real Estate 3.2 3.3 8.7 9.0 0.0 0.0
Perdagangan, Service dan Investasi 2.3 4.0 4.7 7.8 0.1 0.2
Sumatera Utara 1.7 4.9 4.2 11.8 0.1 0.05
SektorROA ROE Inventory Turnover
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
46
Sedikit berbeda dengan Trade dan Infrastructure,
sektor Perkebunan dan Industri Kimia Dasar
masih lesu. Sektor Perkebunan dan Industri Dasar
dan Kimia Kebakaran hutan pada masa El Nino
2016 dan mayoritas perkebunan sawit rakyat
yang sudah memasuki masa replanting,
berdampak pada rendahnya produktifitas
perkebunan kelapa sawit ditengah mulai
membaiknya harga komoditas kelapa. Kondisi ini
turut berpengaruh pada industri turunannya.
Kinerja Pembiayaan Lapangan Usaha Utama.
Struktur perekonomian Sumatera Utara
didominasi oleh 3 lapangan usaha utama, yaitu
Pertanian dengan share 20.7%, Industri
Pengolahan sebesar 20.5% dan Perdagangan
Besar dan Eceran (PBE) sebesar 18.1%. Begitu
juga penyaluran kredit korporasi di Sumatera
Utara juga terkonsentrasi pada ketiga lapangan
usaha tersebut dengan porsi masing-masing
Pertanian (25.3%; yoy), Industri pengolahan
(30.7%; yoy) dan PBE (28.6%; yoy).
Kinerja lapangan usaha tidak selalu sejalan
dengan perkembangan penyaluran kredit
perbankan. Suku bunga, opsi pembiayaan lain dan
persepsi pelaku usaha terkait dengan
perekonomian ke depan, berpengaruh terhadap
inkonsistensi pembiayaan kredit dengan kinerja
lapangan usaha dari sisi permintaan. Sedangkan
dari sisi perbankan, kualitas kredit, prospek
ekonomi domestik maupun internasional dapat
mempengaruhi risk appetite lembaga keuangan
dalam menyalurkan kreditnya.
Pertanian
Grafik 4.1 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan Resiko
Sektor Pertanian
Kinerja lapangan usaha pertanian pada triwulan
III tahun 2017 meningkat 3,1% (yoy), (Grafik.4.1).
Akan tetapi, dari sisi penyaluran kredit pada
sektor ini tumbuh 15,5%(yoy), lebih rendah dari
triwulan sebelumnya yang tumbuh 16,9% (yoy).
Sejalan dengan rasio korporasi Triwulan II Tahun
2017 sektor pertanian yang masih belum
membaik.
Perbaikan permintaan serta harga komoditas CPO
yang mulai membaik turut mendukung
meningkatnya kinerja lapangan usaha pertanian.
Meskipun kenaikan tersebut masih didorong oleh
kecukupan persediaan ditengah produksi TBS
yang meningkat. Kondisi ini tergambar dari
inventory turnover ratio yang membaik dari 10.2%
menjadi 10.7%.
Sejalan dengan peryumbuhan kredit yang
melambat, resiko kredit sektor ini masih terjaga
pada 1.5% (yoy). Perbankan lebih berhati-hati
dalam menyalurkan kredit pada sektor ini. Selain
isu status kepemilikan tanah yang masih
menunggu keputusan Peraturan Daerah Rencana
Tata Ruang dan Wilayah Sumatera Utara,
permintaan dan harga komoditas karet yang
belum membaik juga menjadi faktor risiko
penyaluran kredit pada sektor ini. Salah satu
instrumen pengendalian risiko bank adalah
melalui Suku Bunga Tertimbang (SBT). Perbankan
menerapkan SBT untuk sektor pertanian
mencapai 8.5% (yoy), perkebunan kelapa sawit
8.2% (yoy) dan perkebunan karet10.8% (yoy).
Industri Pengolahan
Grafik 4.2 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan Resiko
Sektor Industri Pengolahan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
47
Berbeda dengan pertanian, pertumbuhan
ekonomi lapangan usaha industri pengolahan
sejalan dengan perlambatan penyaluran kredit
pada sektor dimaksud. Kinerja lapangan usaha
sektor industri pengolahan mencapai 6.2% (yoy)
dengan pertumbuhan kredit mencapai 16.3%
(yoy) (Grafik 4.2). Berdasarkan klasifikasi industri
pada indikator kinerja keuangan korporasi, rasio
sektor Industri Barang Konsumsi mengalami
penurunan dari sisi profitabilitas dan ketahanan.
Meskipun kemampuan korporasi untuk
memenuhi kewajiban jangka pendeknya masih
cukup baik.
Penurunan konsumsi masyarakat pada triwulan
sebelumnya berdampak pada produksi dari
industri dimaksud yang menurun. Kondisi ini
berpengaruh kepada permintaan kredit sektor ini
yang juga menurun meskipun SBT sektor ini
adalah 7.6% (yoy), lebih rendah dari triwulan
sebelumnya 7.7% (yoy). Keyakinan pelaku usaha
yang menurun juga tergambar dari indeks
keyakinan pelaku usaha berdasarkan Survei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh
Bank Indonesia. Indeks keyakinan mencapai 7%
lebih rendah dari realisasi yang mencapai 10%
(Grafik.4.3).
Grafik 4.3. Indeks Realisasi dan Pelaku Usaha terhadap
Kegiatan Usaha
Meskipun beberapa indikator menunjukkan
penurunan, risiko kredit lapangan usaha industri
pengolahan membaik pada angka 1.4% (yoy) dari
sebelumnya mencapai 1.6% (yoy). Industri
Pengolahan masih akan membaik pada Triwulan
IV seiring dengan masuknya PHBK Natal dan
Tahun Baru. Selain itu, Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK) Triwulan III Tahun 2017
meningkat 123.3% (Grafik 4.4). Kondisi
permintaan akan membaik.
Grafik 4.4. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen
Perdagangan Besar dan Eceran
Kinerja lapangan usaha PBE meningkat tipis 5.9%
(yoy) pada triwulan dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencapai 5.8% (yoy) (Grafik
4.5). Berbeda dengan penyaluran kredit sektor
PBE yang terkontraksi -9.8% (yoy). Penyaluran
kredit yang rendah pada sektor ini salah satunya
disebabkan oleh risiko kredit yang tinggi.
mencapai 5.7% (yoy) di atas batas risiko kredit
rata-rata perbankan yaitu 5%. Lembaga keuangan
menjadi lebih berhati-hati menyalurkan kredit
pada sektor ini. Kondisi ini juga direfleksikan oleh
SBT sektor PBE yang mencapai 11.3% (yoy).
Grafik 4.5. Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan Resiko
Sektor PBE
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
48
Pada Triwulan III Tahun 2017, ketahanan sektor
rumah tangga Sumatera Utara membaik. Begitu
juga kredit konsumsi yang juga meningkat
menjadi 9.9% (yoy). Meskipun begitu,
peningkatan kredit cenderung dilakukan untuk
barang konsumsi produktif seperti kendaraan
bermotor maupun investasi berupa aset. Pola ini
juga terlihat dari Dana pihak ketiga yang
meningkat, terutama untuk jenis deposito yang
tumbuh 11% (yoy).
Perkembangan Dana Pihak Ketiga
Grafik 4.6. Perkembangan DPK Provinsi Sumatera Utara
Dana Pihak Ketiga provinsi Sumatera Utara
meningkat signifikan mencapai 10.2% (yoy)
dibandingkan triwulan sebelumnya 8.7% (yoy)
(Grafik 4.6). Dari komponen DPK, pertumbuhan
tertinggi terdapat pada Deposito mencapai 11%
(yoy) diikuti oleh Giro sebesar 10,1%(yoy) dan
tabungan sebesar 9.4% (yoy). Sejalan dengan pola
historisnya preferensi masyarakat dalam
menyimpan uangnya masih didominasi oleh
tabungan dan deposito. Berdasarkan share jenis
simpanan terhadap DPK, Deposito menjadi
pilihan teratas dengan andil sebesar 44.4% (yoy),
Tabungan dengan andil 37.9% dan Giro dengan
andil 10.1%.
Sampai dengan Triwulan IV Tahun 2013,
Tabungan masih memiliki andil lebih besar dari
pada Deposito. Akan tetapi, pada Triwulan I 2014
sampai dengan sekarang, Deposito mulai menjadi
opsi menarik bagi masyarakat untuk menyimpan
kelebihan dana dalam waktu yang jauh lebih
panjang (Grafik 4.6).
Grafik 4.7. Perkembangan Jenis Simpanan dan Suku Bunga
Suku bunga yang lebih tinggi dan kondisi
pertumbuhan ekonomi yang melambat pada 3
tahun terakhir turut mengubah pola pengelolaan
keuangan masyakat di Sumatera Utara. Suku
bunga deposito yang mencapai 5.7% (yoy) lebih
tinggi dari dua opsi simpanan lainnya yang hanya
menawarkan 2.1% (yoy) untuk giro dan 1.6% (yoy)
untuk tabungan (Grafik 4.6).
Grafik 4.8. Perkembangan Suku Bunga Tertimbang DPK
Ditinjau berdasarkan kelompok nilainya, terlihat
ketergantungan perbankan Sumatera Utara
terhadap deposan perseorangan tertentu dengan
nilai besar masih tinggi pada triwulan III Tahun
2017. Hal tersebut tercermin dari 0.2% deposan
perseorangan dengan nilai tabungan di atas Rp.1
Miliar menguasai hingga 52% tabungan
perseorangan di Sumatera Utara (Tabel 4.2).
Tabel 4.2 Pengelompokan Tabungan Perseorangan
Berdasarkan Nilai Pengelompokan
Nominal Pangsa
Nominal Pangsa
Deposan
0 – 100 Juta 17.2 % 97.8 %
100 – 500 Juta 22.3 % 1.8 %
500 Juta – 1 Miliar 8.5 % 0.2 %
>1 Miliar 52 % 0.2 %
Kredit Rumah Tangga
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
49
Grafik 4.9. Perkembangan Pertumbuhan dan Resiko Kredit
Rumah Tangga
Kredit Rumah Tangga (RT) Provinsi Sumatera
Utara tumbuh 9.9%(yoy) pada Triwulan III Tahun
2017 lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh 9.4%(yoy) (Grafik 4.8). Pangsa kredit RT
memiliki pangsa mencapai 25.2% dari total kredit
yang disalurkan. Berdasarkan jenis kredit yang
disalurkan, kredit multiguna memiliki share
terbesar mencapai 46.4% diikuti oleh Kredit
Pemilikan Rumah sebesar 31.4%, Kredit
Kendaraan Bermotor 9.9% dan Perlengkapan
Rumah Tangga 1.8%. Pangsa kredit Kendaraan
bermotor mengalami penurunan dari triwulan
sebelumnya sebesar 14%.
Kredit Pemilikan Rumah
Grafik 4.10. Perkembangan Kredit Pemilikan Rumah
Dari keseluruhan jenis Kredit Pemilikan Rumah
(KPR) yang disalurkan, Kredit untuk Rumah
Tinggal Tipe 22 s/d 70 tumbuh paling tinggi
sebesar 15.7% (yoy) pada Triwulan III Tahun 2017
(Grafik 4.9) dan Kredit Rumah Tingga Tipe 70 juga
tumbuh 5.7% (yoy). meskipun kredit Rumah
Tingga Tipe 21 masih terkontraksi -3.8% (yoy).
Sedangkan untuk Rumah Toko tumbuh melambat
dan tercatat 4.2% (yoy). Mulai tumbuhnya Kredit
Pemilikan Rumah terkait dengan turunnya suku
bunga pinjaman bank seiring dengan kebijakan
pelonggaran ketentuan Loan To Value (LTV)
Peraturan Bank Indonesia No.18/16/PBI/2016
tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit
Properti, Rasio Financing to Value untuk
Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk
Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor
tanggal 29 Agustus 2016 (Grafik 4.10). Suku bunga
pinjaman Kredit Pemilikan Rumah mencapai
10.2% (yoy) lebih rendah dibandingkan kedua
jenis kredit lainnya yaitu Kredit Kendaraan
Bermotor sebesar 10.6% (yoy) dan Kredit
Multiguna sebesar 12.8% (yoy).
Ketentuan LTV yang baru memberikan
pelonggaran 5% untuk pembelian rumah melalui
pengajuan kredit melalui perbankan.
Sebelumnya, berdasarkan ketentuan LTV
pertama tanggal 18 Juni 2015, untuk Kredit
Pemilikan Rumah Tipe >70, Bank hanya
diperbolehkan memberikan pembiayaan sebesar
80% untuk kepemilikan rumah pertama, 70%
untuk pemilikan rumah kedua dan 60% untuk
pemilikan rumah ketiga dan seterusnya.
Berdasarkan ketentuan yang baru tanggal 29
Agustus 2016, Bank diperbolehkan melakukan
pembiayaan kepada pemilikan rumah dengan
porsi 75% untuk rumah pertama, 80% untuk
kepemilikan kedua dan 75% untuk kepemilikan
rumah ketiga dan seterusnya. Transmisi kebijakan
LTV baru berpengaruh pada Triwulan III
disebabkan lesu nya perekonomian sepanjang
tahun 2016 sampai dengan pertengahan 2017.
Grafik 4.11. Perkembangan Suku Bunga Kredit Rumah
Tangga
Kredit Pemilikan Kendaraan Bermotor
15.75%
4.16%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
RT Tipe 21 RT Tipe 22 s/d 70 RT Tipe > 70 Ruko atau Rumah Kantor
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
50
Grafik 4.12. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor
Kredit Kendaraan Bermotor terkontraksi cukup
dalam mencapai 26.2% (yoy) pada Triwulan III
Tahun 2017 (Grafik 4.11). Kondisi ini dipicu oleh
turunya penyaluran kredit untuk jenis kendaraan
Truk dan Kendaraan Roda 6 yang terkontraksi -
48.7% (yoy). Pertumbuhan kredit yang cukup
tinggi pada Tahun 2015 dan 2016, berdampak
penurunan yang cukup dalam pada Tahun 2017.
Pertumbuhan yang cukup tinggi ini disebabkan
oleh pembangunan beberapa proyek strategis
nasional di Provinsi Sumatera Utara seperti
pembangunan Jalan Tol, Kawasan Ekonomi
Khusus Sei Mangke dan Pembangunan Pelabuhan
Kuala Tanjung. Beberapa proyek tersebut telah
dijadwalkan selesai pada Tahun 2017 dan 2018.
Selain Truk dan Kendaraan Roda 6, penyaluran
kredit untuk sepeda motor juga menunjukan tren
melambat dan terkontraksi 11.6% (yoy) pada
Triwulan III Tahun 2017. Meskipun
pertumbuhannya cukup tinggi pada awal tahun
2015, kebijakan LTV yang juga berlaku untuk
pembelian kendaraan bermotor, termasuk
sepeda motor dan kendaraan roda empat,
berdampak pada penyaluran kredit sektor ini.
Berbeda dengan dua jenis kredit lainnya, Kredit
untuk Kendaraan Roda empat tumbuh 10.1%
(yoy) Pada Triwulan III Tahun 2017. Peningkatan
ini mulai terlihat sejak Triwulan IV Tahun 2016.
Pertumbuhan kredit untuk jenis ini didorong oleh
naiknya permintaan seiring dengan semangkin
tingginya jumlah kendaraan berbasis online yang
beroperasi di Sumatera Utara, terutama Medan.
Risiko Kredit
Riesiko Kredit untuk kredit Rumah Tangga relatif
stabil dengan tren menurun mencapai 2.5% (yoy)
pada Triwulan III Tahun 2017 dari 2.6% (yoy) pada
triwulan sebelumnya. Dari sisi jenis kredit, Kredit
Pemilikan Rumah memiliki risiko yang cukup
tinggi mencapai batas 5%, meskipun pada
Triwulan berjalan menurun menjadi 5.3% (yoy)
dari sebelumnya 5.6% (yoy). Sejalan dengan
risiko kredit kendaraan bermotor yang juga
membaik dan tercatat 1.4% (yoy) menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencapai 2.4% (yoy).
Berdasarkan subkategori jenis kredit pemilikan
rumah, risiko kredit untuk Rumah Tinggal Tipe
>70, Flat dan Apartemen meningkat (Tabel 4.3).
Sedangkan untuk subkategori kredit kendaraan
bermotor risiko disumbang oleh Truk dan
Kendaraan bermotor Roda Enam dan kendaraan
bermotor Lainnya.
Tabel 4.3 Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga per Kategori
I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I
Rumah Tinggal s.d. Tipe 21 5.20% 5.27% 5.21% 3.81% 4.53% 4.08% 4.63% 3.56% 4.19% 4.87% 5.38% 5.14% 5.77% 6.23% 4.67%
Rumah Tinggal Tipe 22 s.d. 70 4.21% 4.90% 5.74% 5.54% 6.36% 6.88% 7.11% 6.42% 6.92% 7.24% 6.97% 6.02% 6.20% 6.11% 5.65%
Rumah Tinggal Tipe Diatas 70 2.90% 2.99% 3.42% 3.45% 3.78% 4.14% 4.57% 3.60% 3.78% 4.38% 4.49% 4.39% 4.53% 4.90% 5.24%
Flat atau Apartemen s.d. Tipe 21 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 2.66% 2.79% 2.84% 2.87% 1.02% 7.25% 5.77% 7.15% 3.54% 0.52% 3.37%
Flat atau Apartemen Tipe 22 s.d. 70 2.64% 3.85% 3.40% 2.83% 3.32% 4.37% 4.22% 1.30% 1.26% 2.07% 2.20% 2.35% 2.41% 2.91% 3.27%
Flat atau Apartemen Tipe Diatas 70 1.96% 1.37% 1.60% 2.31% 2.72% 3.90% 4.38% 2.20% 2.55% 2.45% 2.51% 1.25% 1.42% 5.98% 5.77%
Rumah Toko (Ruko) atau Rumah Kantor 2.13% 3.06% 2.80% 2.82% 3.01% 3.70% 4.28% 3.49% 4.16% 3.93% 4.41% 3.74% 4.12% 4.46% 4.71%
Mobil Roda Empat 0.74% 0.95% 0.71% 0.65% 0.86% 0.96% 1.20% 1.41% 1.39% 1.36% 1.27% 1.29% 1.04% 1.06% 0.89%
Sepeda Bermotor 2.54% 3.22% 2.94% 2.72% 3.04% 3.05% 3.38% 2.96% 3.20% 4.08% 3.43% 3.02% 2.88% 2.67% 2.62%
Truk dan Kendaraan Bermotor Roda Enam 0.68% 3.44% 3.83% 3.19% 3.42% 3.41% 1.61% 2.23% 2.39% 1.28% 2.29% 3.02% 3.97% 3.85% 4.23%
Kendaraan Bermotor Lainnya 2.06% 2.09% 1.94% 1.62% 0.76% 1.72% 1.71% 1.03% 1.66% 2.31% 2.51% 0.89% 0.93% 1.89% 2.37%
Furnitur dan Peralatan Rumah Tangga 1.56% 1.63% 1.97% 3.71% 4.51% 2.79% 1.34% 0.93% 0.91% 1.33% 1.46% 0.99% 0.52% 0.92% 0.80%
Televisi, Radio, dan Alat Elektronik 0.89% 0.75% 0.92% 1.11% 1.58% 0.89% 0.64% 0.71% 0.60% 0.38% 0.50% 0.75% 0.85% 0.80% 0.79%
Komputer dan Alat Komunikasi 8.59% 4.42% 8.31% 10.09% 13.28% 13.16% 10.08% 3.00% 1.86% 1.62% 1.22% 1.73% 0.80% 1.69% 2.37%
Peralatan Lainnya 3.12% 3.21% 1.47% 0.39% 0.83% 1.16% 0.98% 0.87% 1.08% 0.66% 0.75% 1.43% 1.42% 1.80% 2.03%
Keperluan yang Tidak Diklasifikasikan di Tempat 2.19% 4.53% 2.05% 2.25% 2.24% 1.22% 1.20% 1.43% 1.10% 0.88% 0.80% 0.79% 1.19% 1.15% 1.06%
Bukan Lapangan Usaha Lainnya 1.88% 1.66% 1.37% 2.35% 2.80% 3.23% 3.32% 3.03% 3.42% 3.09% 2.81% 2.86% 2.86% 2.65% 2.86%
2014 2015 2016 2017Kategori
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
51
4.2 Perkembangan Perbankan di Provinsi Sumatera Utara Tabel 4.4 Perkembangan Indikator Utama Perbankan Sumatera Utara
Membaiknya perekonomian Sumatera Utara
pada triwulan III 2017 ditopang oleh stabilitas
keuangan Sumatera Utara yang relatif terjaga.
Kinerja perbankan di Sumatera Utara
menunjukkan intermediasi perbankan yang
cukup baik yang tercermin dari Loan to Funding
Ratio (LFR) sebesar 90% disertai dengan risiko
kredit yang masih di bawah level indikatif (3%).
Meskipun demikian, kinerja perbankan masih
belum optimal terkait dengan perkembangan
kredit yang cenderung melambat.
Aset Perbankan Konvensional
Pada triwulan III 2017 aset perbankan di
Sumatera Utara tercatat sebesar Rp291,1 triliun,
tumbuh meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya, sebesar 10,9%. Meningkatnya aset
pada triwulan laporan didorong oleh peningkatan
DPK yang tumbuh 10,2%, lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya yang mencapai 8,7%. Namun
demikian, perkembangan tersebut belum diikuti
dengan peningkatan penyaluran kredit, sehingga
LFR Sumatera Utara tercatat 90,2%, menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
92%.
Berdasarkan kegiatannya, peningkatan aset
terutama didorong oleh meningkatnya aset bank
konvensional dan syariah. Aset bank
konvensional sedikit meningkat dari 10,5% pada
triwulan sebelumnya menjadi 10,9%. Sejalan
dengan hal tersebut, aset bank syariah juga
meningkat dari 10,4% menjadi 10,8%.
Intermediasi Perbankan Konvensional
Peran intermediasi perbankan di Sumatera Utara
pada triwulan III tahun 2017 masih cukup baik,
meski dalam tren melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Melambatnya LFR di
Provinsi Sumatera Utara terutama disebabkan
oleh perlambatan penyaluran kredit ditengah
peningkatan DPK. Hal ini diperkirakan didorong
oleh belum cukup kuatnya permintaan atas
pembiayaan sejalan denga melambatnya
permintaan domestik. Di sisi lain, berakhirnya
periode lebaran dan liburan anak sekolah
mendorong peningkatan DPK pada triwulan
laporan. Perlambatan penyaluran kredit ini juga
diiringi dengan meningkatknya non performing
loan dari 2,8% menjadi 3%. Meskipun demikian,
kualitas kredit tersebut masih dibawah level
indikatifnya, yaitu 5%.
Berdasarkan tujuan penggunaannya, kredit
Sumatera Utara didominasi oleh kredit produktif
(kredit modal kerja dan investasi) yang mencapai
75% dari total kredit yang disalurkan di Sumatera
Utara. Hal ini diharapkan dapat memberikan
multiplier effect yang positif bagi perekonomian
Sumatera Utara.
Melambatnya penyaluran kredit terutama
didorong oleh perlambatan Kredit Modal Kerja
yang cukup dalam, yaitu hanya tumbuh 0.6%
(yoy) pada triwulan berjalan dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar 6.1% (yoy).
Melambatnya kredit modal kerja terjadi seiring
dengan menurunnya permintaan domestik yang
tercermin dari menurunnya aktivitas konsumsi
masyarakat pada periode laporan.
2015
I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I
Loan To Funding Ratio 99 95 91 93 94 94 94 97 93 93 93 93 93 92 90
Aset 213,452 221,678 228,521 232,038 233,130 239,942 254,331 245,167 242,350 256,941 262,606 266,165 279,298 283,951 291,184
Kredit 148,246 154,910 157,086 162,854 163,634 168,380 172,346 173,597 169,063 177,448 182,397 184,928 189,980 193,685 193,265
g Kredit 15.4% 14.4% 11.5% 9.6% 10.4% 8.7% 9.7% 6.6% 3.3% 5.4% 5.8% 6.5% 12.4% 9.2% 6.0%
DPK 157,551 166,642 173,924 178,716 177,742 182,639 190,144 184,499 186,041 194,557 197,340 201,072 207,516 211,528 217,491
g DPK 14.7% 19.7% 17.5% 15.1% 12.8% 9.6% 9.3% 3.2% 4.7% 6.5% 3.8% 9.0% 11.5% 8.7% 10.2%
Non Performing Loan 2.5% 2.7% 2.9% 2.5% 2.8% 3.1% 3.3% 2.9% 3.2% 3.2% 3.1% 2.5% 2.7% 2.8% 3.0%
Indikator2014 2016 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
52
Tertahannya kebutuhan akan pembiayaan juga
terjadi pada kebutuhan pembiayaan jangka
panjang. Kredit Investasi juga tumbuh melambat,
13.1% (yoy), dari sebelumnya 15.2% (yoy).
Melambatnya kinerja kredit investasi
diperkirakan akibat dari menurunnya optimisme
pelaku usaha seiring dengan tren penurunan
harga komoditas. Hal ini juga terkonfirmasi dari
hasil liaison kepada pelaku usaha yang
menunjukkan rencana maupun realisasi investasi
yang cenderung melambat. Berbeda dengan
kredit konsumsi yang justru mengalami sedikit
peningkatan menjadi 10% dari sebelumnya
tercatat 9,4%. Hal ini sesuai dengan kondisi kredit
rumah tangga sebagaimana dijelaskan pada
bagian ketahanan sektor rumah tangga (Lihat
4.1.2. Ketahanan Sektor Rumah Tangga)
Grafik 4.13. Perkembangan Kredit Per Jenis Penggunaan
Berdasarkan sektor ekonominya, perlambatan
penyaluran kredit di Sumatera Utara terutama
didorong oleh melambatnya penyaluran
pertumbuhan kredit sektor pertanian dan industri
pengolahan masing-masing tercatat 15.5% (yoy)
dan 16.3% (yoy), sementara itu kredit sektor
konstruksi meningkat dari 19,1% menjadi 21,2%.
Peningkatan realisasi kredit sektor kontruksi
diperkirakan sejalan dengan mulai agresifnya
proyek pembangunan pemerintah menjelang
akhir tahun.
Selain lapangan usaha utama dimaksud, lapangan
usaha yang tumbuh cukup tinggi adalah dan
Pengadaan Air mencapai 115.6% (yoy).
Grafik 4.14. Perkembangan Kredit Perbankan berdasarkan
Lapangan Usaha
Berdasarkan jumlah nilai kreditnya, kredit bernilai
1 s/d 5 miliar memiliki pangsa terbesar mencapai
40.5%, diikuti dengan kredit bernilai 10 s/d 500
juta dengan pangsa 28,8%, sementara yang
terkecil adalah kredit bernilai 500 Juta s/d 1 Miliar
dengan pangsa 6.5%. Hal ini mengindikasikan
proyek pengadaan air di Sumatera Utara cukup
tinggi, terutama yang dilakukan oleh pemerintah.
Tabel 4.5. Pangsa Kredit Air Bersih berdasarkan Nilai Pengelompokan Nilai Pangsa Kredit
10 s/d 500 Juta 28.8 %
500 Juta s/d 1 Miliar 6.5 %
1 s/d 5 Miliar 40.5 %
>5 Miliar 24.2 %
Tingkat intermediasi Bank sesuai dengan PBI
No.17/11/PBI/2015 dihitung menggunakan Loan
To Funding Ratio. Batas bawah LFR yang
diperbolehkan adalah 78% dengan batas atas
92%. Bank dapat melewati batas atas sampai
dengan 94% dengan syarat bank dapat memenuhi
rasio kredit UMKM lebih cepat dari target serta
rasio NPL keseluruhan kredit dan kredit UMKM
<5%.
Grafik 4.15. Perkembangan SBT Kredit Per Jenis Penggunaa
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
53
Suku bunga kredit modal kerja dan kredit
investasi juga turun dan masing-masing tercatat,
9.6% (yoy) dan 9.4% (yoy). Penurunan suku bunga
kredit diharapkan dapat meningkatkan kredit
masyarakat terus mengalami perlambatan pada
tiga tahun terakhir.
Tabel 4.6 Perkembangan Indikator Utama Perbankan Syariah
Aset Perbankan Syariah
Sejalan dengan perkembangan aset perbankan
konvensional, nominal aset perbankan syariah
pada triwulan berjalan tumbuh lebih tinggi 12.7%
(yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
12.6% (yoy). Peningkatan aset tersebut menjadi
dampak membaiknya risiko dan pertumbuhan
pembiayaan yang disalurkan.
Grafik 4.16. Perkembangan Komponen Aset Perbankan
Syariah
Penurunan risiko kredit pada akhirnya
mengurangi jumlah pencadangan risiko
penyaluran kridit bermasalah yang tercermin
dalam CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
Aset) yang pada akhirnya meningkatkan jumlah
aset. Selain itu, perbankan syariah cenderung
meningkatkan alat likuidnya pada Bank Indonesia
melalui SBIS dan SDBIS (Grafik 4.13a).
Intermediasi Perbankan Syariah
Meski melambat, tingkat intermediasi perbankan
syariah juga tercatat masih cukup baik, mencapai
91%, sedikit dibawah batas yang ditetapkan Bank
Indonesia, 92%. Pembiayaan perbankan syariah
triwulan III 2017 tumbuh melambat, mencapai
13,2% (yoy) dari sebelumnya 19,3% (yoy). Sejalan
dengan pembiayaan, Dana Pihak Ketiga
perbankan syariah juga melambat menjadi 14.1%
(yoy) dari sebelumnya 14.3% (yoy). Perlambatan
tersebut diperkirakan seiring dengan upaya
menjaga kualitas kredit agar tetap dibawah level
indikatifnya 5%. Risiko kredit perbankan syariah
tercatat mencapai 6.5% (yoy) pada periode
laporan, jauh menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya 7.2% (yoy).
Perlambatan penyaluran pembiayaan utamanya
didorong oleh melambatnya pembiayaan modal
kerja dan pembiayaan investasi perbankan
syariah. Masing-masing jenis pembiayaan
tersebut tumbuh 1% (yoy) dan 5.9% (yoy)
dibandingkan triwulan sebelumnya mencapai
10.7% dan 19.8% (yoy)
Grafik 4.17. Perkembangan Penyaluran Pembiayaan
Syariah per Jenis Penggunaan
I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I
Funding To Deposit Ratio 121 120 113 105 106 111 107 101 105 101 96 95 95 96 91
Aset 9,462 9,119 9,095 9,718 9,251 9,395 10,119 10,958 10,574 11,123 11,547 12,398 11,841 12,530 13,012
Pembiayaan 8,746 9,064 9,017 8,506 8,092 7,998 7,461 7,700 7,613 7,914 8,398 8,906 9,034 9,441 9,507
g Pembiayaan -1.5% 3.1% 1.2% -7.9% -7.5% -11.8% -17.3% -9.5% -5.9% -1.0% 12.6% 15.7% 18.7% 19.3% 13.2%
DPK 6,136 6,315 6,580 7,219 6,884 6,684 7,319 8,127 7,938 8,589 9,238 9,768 9,560 9,815 10,539
g DPK 13.4% 15.2% 15.7% 18.8% 12.2% 5.8% 11.2% 12.6% 15.3% 28.5% 26.2% 20.2% 20.4% 14.3% 14.1%
Non Performing Fund 7.7% 10.0% 10.2% 8.6% 9.3% 9.8% 11.4% 9.8% 10.0% 9.9% 8.6% 7.3% 7.5% 7.2% 6.5%
Indikator2014 2015 2016 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
54
Berdasarkan lapangan usaha utama, sebagian
besar lapangan usaha mengalami penurunan
dibandingkan Triwulan II Tahun 2017 (Grafik
4.15). Lapangan usaha Konstruksi dan
Perkebunan Karet terkontraksi masing-masing
mencapai -24.8% (yoy) dan -35.5% (yoy). Industri
pengolahan tumbuh 22.4% (yoy). Meskipun
tumbuh lebih lambat dibandingkan triwulan
sebelumnya, tetapi masih berada di atas rata-rata
pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah
sebesar 13.2% (yoy). Industri yang tumbuh lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya adalah
perkebunan kelapa sawit sebesar 22.1% (yoy).
Grafik 4.18. Perkembangan Pebiayaan Berdasarkan
Lapangan Usaha
Selain lapangan usaha utama dimaksud,
pembiayaan pengadaan air bersih menjadi
lapangan usaha dengan pertumbuhan
pembiayaan tertinggi sebesar 126.5% (yoy).
Risiko pembiayaan perbankan syariah Triwulan III
Tahun 2017 membaik dibandingkan triwulan
sebelumnya. Penurunan risiko kredit terlihat di
keseluruhan jenis pembiayaan berdasarkan jenis
penggunaan (Grafik 4.16) Risiko tertinggi terdapat
di pembiayaan modal kerja yang mencapai 10.5%
(yoy) diikuti dengan pembiayaan konsumsi
sebesar 5.4% (yoy). Sedangkan risiko pembiayaan
investasi terjaga dibawah batasan 5% dan
tercatat turun menjadi 4.2% (yoy) pada triwulan
berjalan dari sebelumnya 5.2% (yoy).
Grafik 4.19. Perkembangan Risiko Pembiayaan Syariah per
Jenis Penggunaan
Tabel 4.6 Perkembangan Indikator Utama Kredit UMKM
4.3 Pengembangan Akses
Keuangan dan UMKM
Pengembangan sektor UMKM (Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah) perlu dilakukan agar dapat
dijadikan sumber pertumbuhan ekonomi,
mengingat sektor tersebut relatif kuat dalam
menghadapi ancaman krisis. UMKM terbukti
sebagai sektor penyelamat ekonomi dari krisis
dan dapat meningkatkan ketahanan ekonomi
rumah tangga, sekaligus menciptakan lapangan
kerja di Indonesia mengingat sektor tersebut
menyerap tenaga kerja. Untuk itu Bank Indonesia
telah mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan
perbankan menyalurkan kredit kepada UMKM
I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV I I I I I I
g Kredit Mikro 28% 45% 29% 32% 34% 16% 26% 20% 21% 21% 20% 12% 4% 3% 7%
g Kredit Kecil 25% 18% 18% 8% 3% 6% 4% 4% 7% 6% 2% 3% 1% -2% 0%
g Kredit Menengah 10% 16% 16% 15% 18% 7% 7% 9% -3% -3% -4% -3% 39% 3% 3%
NPL Kredit Mikro 3.2% 6.5% 3.6% 4.4% 4.4% 4.1% 3.8% 3.3% 4.2% 4.1% 3.8% 2.8% 3.6% 3.4% 3.1%
NPL Kredit Kecil 6.5% 6.7% 7.3% 6.1% 6.7% 7.3% 8.1% 6.5% 7.6% 7.5% 7.5% 6.1% 7.4% 7.2% 6.9%
NPL Kredit Menengah 3.9% 4.7% 5.0% 4.8% 5.3% 5.8% 6.5% 5.7% 7.0% 7.3% 6.8% 5.4% 4.9% 5.6% 5.6%
SBT Kredit Mikro 14.9 15.3 15.2 15.1 15.0 14.8 14.5 13.9 13.2 12.8 12.5 12.2 12.1 12.1 12.1
SBT Kredit Kecil 15.1 14.5 14.3 14.6 14.6 14.5 14.4 13.9 14.0 13.1 12.8 12.5 12.2 12.5 12.3
SBT Kredit Menengah 12.9 13.3 13.3 13.5 13.4 13.3 13.0 13.1 13.2 12.8 12.6 12.4 10.6 12.0 11.7
Indikator2014 2015 2016 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
55
minimal 20%. Pemberlakuan ketentuan tersebut
dilakukan secara bertahap, yaitu tahun 2015
sebesar 5%, 2016 sebesar 10%, tahun 2017
sebesar 15% dan tahun 2018 sebesar 20%.2
Kebijakan ini diperkuat pula dengan kebijakan
pelonggaran LFR (Loan to Funding Ratio) menjadi
94% per 1 Agustus 2015 bagi bank tertentu yang
telah memenuhi pencapaian tertentu kredit
UMKM dengan kualitas yang baik.3
Penyaluran kredit UMKM di Sumatera Utara pada
triwulan III 2017 mencapai Rp51,4 triliun, atau
mencapai 26,6% dari total kredit yang disalurkan
di Provinsi Sumatera Utara. Namun demikian,
baiknya penyaluran kredit pada sektor ini masih
dibayangi dengan kualitas kredit yang telah
melampaui level indikatifnya, yaitu 5,3%.
Seiring dengan perbaikan ekonomi pada periode
laporan, kinerja kredit UMKM juga meningkat,
tumbuh 3,4% (yoy), lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya yang mencapai 1,5% (yoy).
Berdasarkan golongan kredit yang disalurkan,
peningkatan tersebut disebabkan oleh
peningkatan pembiayaan pada kredit skala mikro,
dari 3,2%(yoy) menjadi 7,1% (yoy). Sejalan
dengan hal tersebut, kredit skala kecil dan
menengah juga tumbuh meningkat, masing-
masing sebesar 0,3%(yoy) dan 3,5% (yoy).
Pertumbuhan kredit ini diperkirakan sejalan
dengan membaiknya risiko kredit UMKM yang
tergambar dari NPL menurun mencapai 5.3%
(yoy) dari sebelumnya mencapai 5.5% (yoy)
(Grafik 4.16). Selain itu, suku bunga tertimbang
kredit mikro yang relatif rendah, yaitu mencapai
Peraturan Bank Indonesia No. 17/12/PBI/2015 tentang
Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No.
14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan
oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka
Pengembangan UMKM
12.1%, mendorong perbaikan kinerja usaha
mikro.
Grafik 4.16. Perkembangan Kredit UMKM
Berdasarkan jenis penggunaannya, 70.5% pangsa
kredit merupakan kredit modal kerja dan 29.5%
kredit investasi. Berbeda dengan kredit modal
kerja secara umum dan pembiayaan syariah yang
sedang terkontraksi, kredit modal kerja sektor
UMKM tumbuh 4,5% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencapai 3,6% (yoy).
Dilihat berdasarkan lapangan usahanya, proporsi
penyaluran kredit UMKM terbesar terkonsentrasi
pada 3 subsektor utama, yaitu PBE sebesar 51.2%,
Pertanian 19.3% dan Industri Pengolahan sebesar
8.9%.Membaiknya penyaluran kredit UMKM
didorong oleh meningkatnya penyaluran kredit
sektor pertanian, kredit konstruksi dan kredit
subsektor akomodasi dan makan minum
transportasi. Penyaluran kredit sektor pertanian
tumbuh 5%, meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh 1%. Selain itu,
penyaluran kredit sektor konstruksi meningkat
5% (yoy) Sementara itu, kredit subsektor industry
pengolahan cenderung tumbuh melambat 11%
3 Peraturan Bank Indonesia No.17/11/2015 tentang Giro
Wajib Minimum Bank Umum Dalam Rupiah Dan valuta Asing
yang telah disempurnakan dengan PBI No.18/14/PBI/2016
tgl. 18 Agustus 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
56
(yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh 23% (yoy)
Grafik 4.17. Perkembangan Kredit UMKM berdasarkan
Lapangan Usaha
Dari sisi risiko kredit, NPL keseluruhan kredit
UMKM menurun (Tabel 4.16). Penurunan risiko
kredit ditengah suku bunga yang stabil dan kredit
yang meningkat mengindikasikan penyaluran
sektor UMKM membaik dibandingkan kredit ritel
dan korporasi secara umum.
Selanjutnya, dalam rangka mengenjot perbaikan
penyaluran kredit kepada UMKM, Bank Indonesia
melakukan berbagai upaya pengembangan
UMKM, dalam bentuk technical assistance dan
pengembangan klaster. Berkaitan dengan tujuan
utama Bank Indonesia, yaitu memelihara
kestabilan harga dan nilai tukar, maka
pengembangan klaster diarahkan pada upaya
ketahanan pangan dan pengendalian inflasi. Sejak
tahun 2014, Bank Indonesia di Sumatera Utara
telah mengembangkan 14 klaster yang tersebar di
wilayah kerja Bank Indonesia se-provinsi
Sumatera Utara dengan rincian komoditi
pengembangan sebagai berikut:
Selain itu Bank Indonesia juga melakukan
peningkatan akses keuangan UMKM dalam
bentuk technical assistance, berupa fasilitasi
pameran, seminar, serta studi banding. Di sisi lain,
untuk mendorong pengembangan potensi
ekonomi lokal, Bank Indonesia juga melakukan
pengembangan yang terkonsentrasi di satu
daerah dengan focus pada komoditi tertentu.
Pada periode 2017, Bank Indonesia
mengembangkan produk turunan sapu lidi
berbasis ekspor di daerah Besitang, Kabupaten
Langkat.
No Wilayah Kerja Klaster Lokasi
1 Bawang Merah Dairi dan Karo
2 Padi Organik Serdang Bedagai
3 Padi Pulau Kampai
4 Desa Pesisir Serdang Bedagai
5 Kopi Karo
6 Integrasi Padi Sapi Langkat
7 Sapi Potong Labuhan Batu
8
Bawang Merah
Simalungun,
Baru Bara dan
Asahan
9 Cabai Merah Pematangsiantar
10 LED Songket Batu Bara
11 Cabai Merah Tapanuli Utara
12
Pertanian
TerintegrasiMandailing Natal
13 Padi Tapanuli Selatan
14 Bawang Merah Samosir
Kantor Perwakilan
Bank Indonesia
Provinsi Sumatera
Utara
Kantor Perwakilan
Bank Indonesia
Pematangsiantar
Kantor Perwakilan
Bank Indonesia
Sibolga
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
57
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM
PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN
UANG RUPIAH
Kondisi perekonomian Sumatera Utara yang mengalami perbaikan pertumbuhan didukung oleh
penyelenggaraan sistem pembayaran yang aman dan lancar. Penyediaan uang kartal berjalan sesuai
dengan kebutuhan dengan kualitas yang terjaga. Transaksi uang kartal di Sumatera Utara pada triwulan
III 2017 menunjukkan net inflow ke Bank Indonesia sebesar Rp6,98 triliun, dibandingkan net outflow
sebesar Rp0,36triliun pada triwulan sebelumnya. Pola aliran uang masuk dan keluar tersebut masih sesuai
dengan pola historisnya.
Perbaikan geliat ekonomi juga didukung oleh kelancaran sistem pembayaran non tunai. Transaksi non
tunai Sumatera Utara relatif meningkat baik dari sisi nominal maupun volume. Secara nominal, transaksi
RTGS meningkat sebesar 0,24% pada triwulan berjalan, sementara volumenya terkontraksi 53,71%,
namun meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sejalan dengan hal tersebut, nominal transaksi
menggunakan SKNBI juga tumbuh 5,5% (yoy).
ULOS RONDANG-RONDANG
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
58
5.1 Gambaran Umum Sistem
Pembayaran
Provinsi Sumatera Utara mencatatkan net inflow4
(pemasukan) pada triwulan III 2017. Volume
penyetoran uang kartal ke perbankan meningkat
61,5% jika dibandingkan triwulan sebelumnya.
Peningkatan tersebut merupakan dampak
normalisasi aktivitas perekonomian pasca
Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Angka ini
sejalan dengan terjadinya peningkatan dana
pihak ketiga pada perbankan di wilayah Sumatera
Utara pada Triwulan III 2017. Volume penarikan
triwulan III 2017 mencapai 46,7% menunjukkan
aktivitas perekonomian Sumatera Utara yang
masih melambat sejak triwulan I 2017.
Berbeda dengan transaksi tunai, transaksi non
tunai Sumatera Utara meningkat baik dari sisi
nominal maupun volume. Secara nominal,
transaksi RTGS meningkat 43,78% (yoy) pada
triwulan berjalan sementara volumenya tumbuh
29,64% dibandingkan triwulan sebelumnya.
Namun berbeda dengan SKNBI, nominal transaksi
terkontraksi -20,01% (yoy) pada triwulan III 2017,
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar -39,78% (yoy).
5.2 Sistem Pembayaran Non
Tunai
5.2.1 Perkembangan Transaksi RTGS
BI-RTGS merupakan sistem yang digunakan untuk
transaksi, penatausahaan surat berharga dan
setelmen dana yang dilakukan secara seketika per
transaksi secara individual. BI-RTGS merupakan
muara dari keseluruhan transaksi keuangan yang
dilakukan di Indonesia.
Sumber: KPw BI Prov. Sumut
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi RTGS
Transaksi RTGS-BI Sumatera Utara meliputi
keseluruhan transaksi dana masuk (incoming) dan
dana keluar (outgoing) di wilayah Sumatera
Utara. Secara nilai, transaksi RTGS Sumatera
Utara pada triwulan III 2017 mencapai Rp92,37
triliun atau tumbuh 43,78% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh
74,63% (yoy). Sejalan dengan hal tersebut, jumlah
warkat yang ditransaksikan juga meningkat meski
lebih rendah dari triwulan yang sama tahun
sebelumnya. Dari keseluruhan transaksi yang
dilakukan, 98,8% transaksi outgoing dilakukan di
Kota Medan dan hanya 0,01% transaksi yang
berasal dari Tebing Tinggi dan 0,002% dari Karo.
Dominasi transaksi di kota Medan diperkirakan
berkaitan dengan masih terpusatnya aktivitas
ekonomi Sumatera Utara di kota tersebut.
Sumber: KPw BI Prov. Sumut
Grafik 5.2 Transaksi Outgoing
5.2.2 Perkembangan Transaksi SKNBI
Selain BI-RTGS, transaksi non tunai yang
diselenggarakan Kantor Perwakilan Bank
Kabupaten/Kota Volume Nilai
6 1,242,648,397.00
14 6,211,358,809.00
8,819 30,446,573,364,658.20
85 90,680,800,210.00
8,924 30,544,708,172,074.20
DELI SERDANG
KARO
MEDAN
TEBING TINGGI
SUMATERA UTARA
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
59
Indonesia Provinsi Sumatera Utara adalah Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia. Transaksi kliring
mencakup kliring kredit dan kliring debet di Kota
Medan, Tebing Tinggi dan Kabanjahe. Transaksi
yang diproses oleh SKNBI meliputi kumulasi data
keuangan elektronik transaksi card based melalui
mesin EDC (kartu kredit dan kartu debet) dan
transaksi paper based (cek, bilyet giro dan nota
debet).
Sumber: KPw BI Prov. Sumut
Grafik 5.3 Perkembangan Outflow Inflow Uang Kartal
Rata-rata jumlah warkat kliring pada
triwulan III tahun 2017 mencapai 13.482 lembar
warkat per hari. Rata-rata jumlah warkat terus
mengalami penurunan dari rata-rata transaksi
Triwulanan I tahun 2017 yang mencapai 17.466
lembar warkat per hari dan triwulan II 2017 yang
mencapai 15.451 lembar warkat per hari.
Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,
transaksi menggunakan kliring mencatatkan
penurunan volume warkat. (Grafik 5.2).
Secara spasial, mayoritas transaksi kliring di
Sumatera Utara dilakukan di Kota Medan dengan
share mencapai 92,97% dari total transaksi
Sumatera Utara. Sedangkan transaksi kliring di
Tebing Tinggi dan Kabanjahe masing-masing
hanya mencapai 5,6% dan 1,4%. Namun secara
rata-rata nominal, Kaban Jahe menjadi wilayah
dengan nominal transaksi rata-rata tertinggi yang
mencapai Rp45.990.143,-/warkat, diikuti oleh
Tebing Tinggi sebesar Rp44.935.508,-/warkat dan
Medan sebesar Rp43.608.825,-/warkat.
5.3 Sistem Pembayaran Tunai
Pengelolaan sistem pembayaran tunai
meliputi rencana pencetakan, distribusi sampai
dengan pemusnahan. Tujuan akhirnya adalah
memenuhi kebutuhan uang Rupiah dalam
nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai
dan kondisi yang layak edar.
Transaksi uang kartal triwulan III 2017 di
Sumatera Utara mencatat net inflow sebesar
Rp6,98 triliun dibandingkan net outflow sebesar
Rp0,36 triliun pada triwulan sebelumnya. Pola
aliran uang masuk dan keluar system perbankan
pada umumnya mengikuti kebutuhan
masyarakat. Penarikan rupiah pada triwulan III
tahun 2017 menurun menjadi Rp3,04 triliun dari
Rp6,53 triliun, sedangkan, nominal penyetoran
meningkat dari Rp6,17 triliun di triwulan
sebelumnya menjadi Rp10,03 triliun pada
triwulan laporan. Kondisi tersebut terutama
disebabkan oleh pola seasonalnya karena
berakhirnya puncak konsumsi masyarakat pada
saat Ramadhan dan Lebaran.
Sumber: KPw BI Prov. Sumut
Grafik 5.4 Inflow/Outflow Sumatera Utara
Grafik 5.5 Rekapitulasi Transaksi Uang Rupiah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
60
5.4 Pengelolaan Kelancaran Sistem
Pembayaran
5.3.1 Penanganan Uang Tidak Asli
Uang Rupiah yang beredar di masyarakat terus-
menerus dijaga kualitasnya oleh Bank Indonesia.
Uang Rupiah perlu dijaga kualitasnya agar uang
yang beredar dalam kondisi baik dan layak
sehingga masyarakat nyaman dalam
menggunakan uang Rupiah sehari-hari. Uang
Rupiah memiliki ciri-ciri berupa tanda-tanda
tertentu yang bertujuan mengamankan uang
Rupiah dari upaya pemalsuan. Secara umum,
ciri—ciri keaslian uang Rupiah dapat dikenali dari
unsur pengaman yang tertanam pada bahan uang
dan teknik cetak yang digunakan.
Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga
yang memiliki kewenangan untuk mengklarifikasi
keaslian rupiah. Sampai dengan triwulan laporan,
terdapat 3.647 lembar rupiah yang diragukan
keasliannya. Temuan tersebut didapat dari
masyarakat maupun setoran Bank. (Grafik 5.7).
Jumlah temuan didominasi oleh Uang Pecahan
Besar (UPB) yang mencapai 97,4%.
Grafik 5.6 Laporan Klarifikasi Upal
Masyarakat memliki peran besar dalam memutus
mata rantai kejahatan pemalsuan uang Rupiah,
diantaranya dengan melaporkan dugaan tindak
pidana pemalsuan yang dialami atau diketahui
kepada Polisi. Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sumatera Utara bekerja sama dengan
Kepolisian Daerah Sumatera Utara senantiasa
melakukan koordinasi terkait penanganan uang
palsu seperti Dugaan Pelanggaran Kewajiban
Penggunaan Uang Rupiah di Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan Dugaan Tindak
Pidana terhadap Uang Rupiah. Kegiatan edukasi
kepada masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian
uang rupiah terus dilakukan dalam meningkatkan
pemahaman masyarakat akan keaslian uang
Rupiah
5.3.2 Penyediaan Uang Rupiah
Sebagaimana amanat Undang-Undang Mata
Uang Nomor 11 Tahun 2011 bahwa Bank
Indonesia merupakan satu-satunya lembaga di
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
diberikan wewenang untuk mengedarkan uang
Rupiah kepada masyarakat. Sehubungan dengan
kewenangan Bank Indonesia dalam mengedarkan
uang Rupiah kepada masyarakat, Bank Indonesia
selalu berupaya untuk dapat memenuhi
kebutuhan uang kartal di masyarakat, baik dalam
jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang
sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak
edar (clean money policy).
Kegiatan pengedaran uang kepada masyarakat
dilakukan melalui layanan kas kepada bank umum
maupun masyarakat. Layanan kas kepada bank
umum dilakukan melalui penerimaan setoran dan
pemenuhan kebutuhan uang Rupiah. Sedangkan
kepada masyarakat dilakukan melalui penukaran
uang secara langsung melalui loket-loket
penukaran uang di seluruh Kantor Perwakilan
Bank Indonesia atau melalui kegiatan kas keliling,
baik kas keliling dalam kota maupun luar kota.
Bank Indonesia selalu berupaya melakukan
layanan kas dan distribusi uang Rupiah baik di
dalam kota maupun di daerah perbatasan
dan/atau terpencil dari kedudukan Bank
Indonesia.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sumatera Utara selalu berupaya meningkatkan
layanan kas guna memenuhi kebutuhan uang
Rupiah layak edar kepada masyarakt Provinsi
Sumatera Utara. Pemenuhan uang Rupiah selama
ini telah dilakukan yaitu melalui kegiatan
penarikan bank, setoran bank, penukaran, dan
kas keliling. Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sumatera Utara melakukan kegiatan kas
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
61
keliling sebanyak 14 kali pada triwulan III 2017
yang meliputi Besitang, Perbaungan, Sei Rampah,
Teluk Mengkudu, Sidikalang, Stabat, P. Brandan,
P. Susu, Pulau Kampai, Bahorok, Sei Bingei,
Sumbul, Pakpak Bharat, Galang, Dolok Masihul,
Indra Pura, Pasar Sukarami, Pasar Petisah,
Berastagi, Laubalang, Kutacane. Namun dari
keseluruhan layanan kas yang telah dilakukan
belum sepenuhnya mampu memenuhi
kebutuhan uang Rupiah kepada masyarakat.
Selain itu Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sumatera Utara juga memenuhi
kebutuhan uang masyarakat di daerah melalui kas
titipan di Kabanjahe (BRI, BNI, Bank Sumut, Bank
Mandiri, BSM) dan Tebing Tinggi (BRI, BNI, Bank
Sumut, Bank Mandiri, BCA, Bank Mestika, Bank
Mega, Bank Maybank, Bank Panin, Bank
Sinarmas, Bank CIMB Niaga).
Kas titipan adalah kegiatan penyediaan uang
Rupiah milik Bank Indonesia yang dititipkan
kepada salah satu bank untuk mencukupi
persediaan kas bank-bank dalam rangka
memenuhi kebutuhan masyarakat di suatu
wilayah/daerah tertentu. Pada kegiatan kas
titipan terdapat 2 (dua) pihak yang bekerjasama
dengan Bank Indonesia yaitu Bank Pengelola dan
Bank Peserta. Bank Pengelola adalah kantor bank
yang disetujui oleh Bank Indonesia sebagai
pengelola kas titipan di suatu wilayah dan yang
menggunakan kas titipan. Bank Peserta adalah
bank yang menggunakan kas titipan. Bank
Pengelola melakukan pengelolaan kas titipan
untuk dan atas nama Bank Indonesia dengan
memenuhi persyaratan layanan antara lain
memenuhi kebutuhan jumlah nominal penarikan
uang dari Bank Peserta, melakukan penukaran
uang kepada masyarakat, dan melakukan kas
keliling. Kas titipan Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sumatera Utara terdapat di 2
kabupaten/kota yaitu Tebing Tinggi dan Kaban
Jahe dengan 1 (satu) kabupaten masih dalam
proses perizinan.
5.5 Pemeriksaan Kegiatan
Penukaran Valuta Asing
Dalam rangka mencapai dan memelihara
kestabilan nilai Rupiah serta menjaga
kelangsungan eknomi nasional, dibutuhkan
dukungan pasar keuangan termasuk pasar valuta
asing domestik yang sehat. Untuk mewujudkan
pasar valuta asing domestik yang sehat, perlu
dilakukan penyelarasan pengaturan transaksi
valuta asing terhadap Rupiah antara
penyelenggara kegiatan usaha penukaran valuta
asing bukan bank (KUPVA BB) dengan pihak lain
dengan ketentuan Bank Indonesia. Bank
Indonesia mengatur mengenai transaksi valuta
asing terhadap Rupiah antara Bank dengan pihak
domestik dan transkasi valuta asing terhadap
Rupiah antara Bank dengan pihak asing. Hal ini
dilakukan untuk mencegah KUPVA BB
dimanfaatkan untuk pencucian uang, pendanaan
terorisme, atau kejahatan lainnya dan
meningkatkan profesionalisme penyelenggara
KUPVA BB dalam memberikan pelayanan
terhadap masyarakat.
Berdasarkan Pasal 24 Peraturan Bank Indonesia
(PBI) Nomor 16/15/PBI/2014 tentang Kegiatan
Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank,
pengawasan terhadap KUPVA BB atau dapat
disebut juga Penyelenggara dilakukan oleh Bank
Indonesia. Objek pengawasan Bank Indonesia
adalah perusahaan berbadan hukum perseroan
terbatas bukan bank yang melakukan KUPVA
(money changer) dan telah memperoleh izin
sebagai Penyelenggara dari Bank Indonesia.
Pengawasan terhadap Penyelenggara mencakup
pengawasan langsung dan pengawasan tidak
langsung. Pengawasan langsung antara lain
dilakukan melalui pemeriksaan secara umum
dan/atau khusus terhadap Penyelenggara.
Pengawasan tidak langsung antara lain dilakukan
melaui kegiatan analisis terhadap laporan,
keterangan, dan penjelasan yang disampaikan
oleh Penyelenggara dan/atau sumber atau pihak
lain.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
62
Jumlah KUPVA BB yang telah mendapatkan izin
dari Bank Indonesia di wilayah Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara pada
triwulan III 2017 sebanyak 55 KUPVA. Sementara
itu, masih terdapat 1 (satu) KUPVA yang masih
dalam proses perizinan Bank Indonesia. Nominal
transaksi beli pada triwulan III 2017 tercatat
meningkat dari Rp 306,61 miliar menjadi Rp
307,12 miliar atau sebesar 0,17% (qtq). Untuk
transaksi jual terjadi kenaikan dari Rp 308,60
miliar menjadi Rp 309,81 miliar atau sebesar
0,39% (qtq).
5.6 Pengawasan Kegiatan Usaha
Penukaran Valuta Asing
(KUPVA)
Dalam rangka mencapai dan memelihara
kestabilan nilai Rupiah serta menjaga
kelangsungan ekonomi nasional, dibutuhkan
dukungan pasar keuangan termasuk pasar valuta
asing domestik yang sehat. Untuk mewujudkan
pasar valuta asing domestik yang sehat, selain
mengatur transaksi valuta asing terhadap rupiah
antara perbankan dengan pihak domestik
maupun asing, perlu dilakukan pengaturan
transaksi valuta asing terhadap Rupiah antara
penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta
Asing Bukan Bank (KUPVA BB) dengan pihak lain
dalam ketentuan Bank Indonesia. Hal ini
dilakukan untuk mencegah KUPVA BB
dimanfaatkan untuk pencucian uang, pendanaan
terorisme, atau kejahatan lainnya. Selain itu
pengaturan juga ditujukan untuk meningkatkan
profesionalisme penyelenggara KUPVA BB dalam
memberikan pelayanan terhadap masyarakat.
Berdasarkan Pasal 24 Peraturan Bank Indonesia
(PBI) Nomor 16/15/PBI/2014 tentang Kegiatan
Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank,
pengawasan terhadap KUPVA BB atau dapat
disebut juga Penyelenggara dilakukan oleh Bank
Indonesia. Objek pengawasan Bank Indonesia
adalah perusahaan berbadan hukum perseroan
terbatas bukan bank yang melakukan KUPVA
(money changer) dan telah memperoleh izin
sebagai Penyelenggara dari Bank Indonesia.
Pengawasan terhadap Penyelenggara mencakup
pengawasan langsung dan pengawasan tidak
langsung. Pengawasan langsung antara lain
dilakukan melalui pemeriksaan secara umum
dan/atau khusus terhadap Penyelenggara.
Pengawasan tidak langsung antara lain dilakukan
melalui kegiatan analisis terhadap laporan,
keterangan, dan penjelasan yang disampaikan
oleh Penyelenggara dan/atau sumber/pihak lain.
Jumlah KUPVA BB yang telah mendapatkan izin
dari Bank Indonesia di wilayah Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara pada
triwulan III 2017 sebanyak 55 KUPVA. Nominal
transaksi beli pada triwulan III 2017 tercatat
meningkat dari Rp 306,61 miliar pada triwulan
sebelumnya menjadi Rp 307,12 miliar atau
sebesar 0,17% (qtq). Untuk transaksi jual terjadi
kenaikan dari Rp 308,60 miliar pada triwulan
sebelumnya menjadi Rp 309,81 miliar atau
sebesar 0,39% (qtq).
5.7 Pengawasan Penyelenggaraan
Transfer Dana (PTD)
Transfer Dana merupakan rangkaian kegiatan
yang dimulai dengan perintah dari pengirim asal
yang bertujuan memindahkan sejumlah dana
kepada penerima yang disebutkan dalam
perintah transfer dana sampai dengan
diterimanya dana oleh penerima. Dalam rangka
mendukung keamanan dan kelancaran transaksi
transfer dana serta memberikan kejelasan
pengaturan hak dan kewajiban bagi pihak yang
terkait dalam penyelenggaraan kegiatan transfer
dana, Bank Indonesia mengatur lebih lanjut
dalam peraturan pelaksanaan antara lain meliputi
ketentuan mengenai tata cara dan proses
perizinan, penyelenggaraan transfer dana, dan
penyampaian laporan oleh penyelenggara. Badan
usaha yang berbadan hukum Indonesia bukan
bank yang melakukan penyelenggaraan kegiatan
transfer dana wajib memperoleh izin dari Bank
Indonesia.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
63
Pada triwulan III 2017, dana yang masuk ke
wilayah Sumatera Utara melalui PTD lebih besar
dibanding dana yang keluar sehingga terjadi
kondisi net inflow, sebagaimana yang terjadi pada
triwulan sebelumnya. Dana masuk terbesar
berasal dari Malaysia (98,92%) diikuti oleh
Singapura (1,08%).Hal ini menunjukkan kondisi
transfer dana dari pekerja TKI yang berada di luar
masih cukup tinggi dan lebih besar dibandingkan
dengan pengiriman uang keluar dari Sumatera
Utara melalui PTD. Namun demikian, net inflow
triwulan III 2017 Sumatera Utara tercatat turun
sebesar -15,84% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya. Hal ini sejalan dengan kondisi net
inflow uang kartal sebagaimana disebutkan
sebelumnya.
5.8 Program Elektronifikasi
Penggunaan transaksi pembayaran berbasis
elektronik yang dilakukan masyarakat Indonesia
relatif masih rendah. Jika dibandingkan dengan
kondisi geografi dan jumlah populasi yang cukup
besar, masih terdapat potensi yang cukup besar
untuk perluasan penggunaan instrumen non
tunai. Untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat, pelaku bisnis dan juga lembaga-
lembaga pemerintah untuk menggunakan sarana
pembayaran non tunai dalam melakukan
transaksi keuangan yang mudah, aman dan
efisien, maka dicanangkan Gerakan Nasional Non
Tunai (GNNT). Kegiatan ini ditandai dengan
penandatanganan Nota Kesempahaman antara
Bank Indonesia dengan Kementerian Bidang
Perekonomian, Kementerian Keuangan,
Pemerintah Daerah serta Asosiasi Pemerintah
Provinsi Seluruh Indonesia pada tanggal 14
Agustus 2014.
GNNT memberikan manfaat kepada masyarakat
antara lain praktis untuk digunakan sehingga
tidak perlu membawa uang tunai dalam jumlah
besar, meningkatkan akses masyarakat ke sistem
pembayaran, membantu usaha pencegahan dan
identifikasi kejahatan kriminal, menekan biaya
pengelolaan uang Rupiah dan cash handling, dan
transaksi tercatat secara lebih lengkap sehingga
perencanaan lebih akurat. GNNT sebagai bagian
dari Strategi Nasional Keuangan Inklusif, memiliki
3 (tiga) program prioritas yaitu elektronifikasi
penyaluran bantuan sosial, perluasan
elektronifikasi transaksi penerimaan dan
pembayaran, serta pengembangan ekosistem
GNNT melalui LKD dan UE.
Program elektronifikasi penyaluran bantuan
sosial yang dilaksanakan oleh Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara meliputi
monitoring penyaluran bantuan sosial non tunai
Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan
Pangan Non Tunai (BPNT). Sesuai dengan arahan
Presiden RI mengenai transformasi penyaluran
bantuan sosial (bansos) secara non tunai dalam
Rapat Kabinet Terbatas tanggal 26 April 2016
menegaskan bahwa setiap penyaluran bansos
akan dilakukan dalam bentuk non tunai melalui
sistem perbankan dan diintergrasikan dalam satu
kartu (Kartu Kombo/Kartu Keluarga Sejahtera).
Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu
lokasi penyaluran bansos non tunai Kemensos
sehingga Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sumatera Utara ikut melaksanakan
monitoring penyaluran bansos non tunai.
Program yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara dalam
rangka pengembangan dan perluasan
elektronifikasi melibatkan pondok pesantren dan
berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah
(Pemda). Program elektronifikasi di lingkungan
pondok pesantren sebagai bentuk implementasi
transaksi non tunai dilakukan dengan pembukaan
agen LKD di Pesantren Hidayatullah. Koordinasi
dengan Pemda setempat merupakan bentuk
sosialisasi dan evaluasi perluasan elektronifikasi.
Kegiatan tersebut sesuai dengan Roadmap
Elektronifikasi yang disepakati dengan Pemda
yang akan dilaksanakan hingga 2019. Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera
Utara memfasilitasi Pemda dan pelaku industri
dalam menyusun layanan pembayaran tunai yang
dapat dimigrasikan menjadi non tunai.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
64
5.9 Layanan Keuangan Digital
(LKD)
Layanan Keuangan Digita5l merupakan layanan
keuangan berbasis uang elektronik dimana
masyarakat dapat menikmati layanan seperti
tarik tunai, transfer, menabung dan sejumlah
layanan pembayaran tanpa harus datang ke
kantor bank. Program LKD dilaksanakan Bank
Indonesia bekerjasama dengan perbankan agar
masyarakat yang bermukim jauh dari kantor bank
tetap dapat menikmati layanan keuangan tanpa
harus mendatangi kantor bank yang menyita
waktu, tenaga dan biaya.
Layanan Keuangan Digital dapat dilakukan oleh
Agen LKD Individu dan Bank dengan Agen LKD
Berbadan Hukum. Agen LKD Individu adalah
peseorangan atau badan usaha yang tidak
berbadan hukum yang bekerjasama dengan
Penerbit dan bertindak untuk dan atas nama
Penerbit dalam memberikan LKD dalam lingkup
terbatas. Khusus untuk implementasi LKD
menggunakan agen LKD individu, saat ini hanya
diperuntukkan bagi bank BUKU 4. Saat ini 2 (dua)
bank di Sumatera Utara yang memperoleh izin
untuk melaksanakan LKD antara lain Bank Rakyat
Indonesia dan Bank Mandiri. Kedua bank tersebut
telah memiliki izin dari Bank Indonesia sejak
tahun 2014.
Jumlah LKD di Sumatera Utara terus mengalami
kenaikan. Saat ini, agen LKD Sumatera Utara
mencapai angka 8.954 agen pada September
2017 atau tumbuh 49,06% (yoy) dan 29,37% (ytd).
Jika dibandingkan triwulan sebelumnya jumlah
agen LKD tercatat mengalami kenaikan sebesar
48,55% (qtq). Kenaikan agen LKD terjadi di hampir
33 kabupaten/kota Sumatera Utara, khususnya
Kabupaten Nias Selatan (dari 125 agen menjadi
202 agen, 80% mtm) diikuti Kabupaten Nias dari
(25 agen menjadi 45 agen, 61,60% mtm).
Sementara penurunan jumlah LKD terjadi di 4
(empat) kabupaten/kota terutama di Kota
Pematangsiantar (dari 122 agen menjadi 114
agen, -6,56% mtm) dan Kota Sibolga (dari 48 agen
menjadi 46 agen, -4,17% mtm).
Secara tahunan (yoy), seluruh kabupaten/kota
mengalami peningkatan jumlah agen dimana
Kabupaten Madiun mengalami pertumbuhan
jumlah agen tertinggi (2000%, yoy) yakni dari 1
menjadi 21 agen. Daerah dengan jumlah agen
terbanyak berada di Kota Medan sebanyak 1.695
agen, meningkat sebesar 11,76% (yoy).
Sementara daerah dengan jumlah agen terendah
berada di Kabupaten Nias Utara sebanyak 1 agen,
tidak mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya.
Pertumbuhan jumlah agen ini diiringi peningkatan
jumlah pemegang uang elektronik (U-Nik) yang
telah mencapai 34.985 pengguna pada
September 2017, tumbuh 0,77% (yoy). Sementara
itu, jumlah U-Nik lebih banyak dibanding jumlah
pemegang U-Nik mencapai 35.048 kartu, dengan
nilai nominal mencapai Rp75,85 juta. Dibanding
periode yang sama tahun sebelumnya,
peningkatan jumlah pemegang U-Nik maupun
jumlah U-Nik tertinggi terjadi di Kota Binjai, yakni
dari 3 menjadi 11 pemegang U-Nik dan 11 jumlah
U-Nik. Sementara penurunan terjadi di beberapa
kabupaten/kota Sumatera Utara, khususnya
Kabupaten Nias Selatan dengan jumlah
pemegang U-Nik dan jumlah U-Nik turun dari 1
menjadi 0.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
65
Kabupaten Karo yang memiliki jumlah pemegang
U-Nik dan jumlah U-Nik terbesar mencapai
21.109 pemegang, meningkat 0,33% (yoy).
Sedangkan jumlah terendah dimiliki oleh
Kabupaten Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan,
dan Nias sebanyak 1 pemegang U-Nik. Hingga
triwulan III 2017 terdapat 18 kabupaten/kota di
wilayah Sumatera Utara yang tidak memiliki
pemegang U-Nik
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
66
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
Kondisi ketenagakerjaan Sumatera Utara membaik seiring dengan perbaikan ekonomi pada
periode laporan. Perbaikan tersebut tercermin dari peningkatan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) periode Agustus sebesar 6.0% (yoy) dan penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka.
Perbaikan kondisi ketenagakerjaan tersebut belum diikuti oleh membaiknya tingkat kesejahteraan
khususnya petani yang tercermin dari penurunan NTP Sumatera Utara. Sementara itu, NTP
subsektor perikanan yang masih berada di atas 100 yang menunjukkan bahwa tingkat
kesejahteraan nelayan yang cukup baik.
ULOS SADUM TARUTUNG
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 67
6.1 Ketenagakerjaan
Kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera
Utara membaik seiring dengan perbaikan
perekonomian Sumut di triwulan III. Hal ini
ditandai dengan meningkatnya jumlah
penduduk bekerja, menurunnya tingkat
pengangguran terbuka, dan meningkatnya
penduduk yang bekerja diatas jam kerja
normal. Pada Agustus 2017 jumlah angkatan
kerja meningkat 6.0% atau bertambah 375 ribu
orang dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Perbaikan tersebut juga diikuti
dengan menurunnya Tingkat Pengangguran
Terbuka dari sebelumnya 5,8% menjadi 5,6%
(grafik 6.1) serta meningkatnya penduduk yang
bekerja diatas jam kerja normal (full time
worker), mencapai 69,92% lebih besar
dibandingkan Agustus 2016 sebesar 68,76%.
5.1.1 Partisipasi Kerja
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
meningkat dibandingkan tahun sebelumnya,
bahkan lebih tinggi dari rata-rata TPAK selama 4
tahun terakhir, yaitu sebesar 68,8%. Peningkatan
tersebut disinyalir akibat adanya perubahan
preferensi penduduk usia kerja dari sebelumnya
mengurus rumah tangga menjadi bekerja. Selain
perubahan preferensi, bertambahnya penduduk
yang bekerja juga mengindikasikan kesempatan
kerja yang mulai meningkat..
Sumber : BPS
Grafik 6.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan TPT
Sesuai dengan karakteristik daerah, sektor
pertanian masih menjadi sektor yang paling
dominan dalam penyerapan tenaga kerja
(37,75%), meski dalam porsi yang terus menurun
selama 4 tahun terakhir. Diikuti dengan sektor
perdagangan (22,2%) dan Jasa Kemasyarakatan
(17,3%). Berbeda dengan sektor pertanian,
proporsi tenaga kerja di serapan tenaga kerja
sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan
perorangan serta sektor industri justru secara
konsisten menunjukkan peningkatan sejak tahun
2014. Hal ini mengindikasikan semakin
menggeliatnya sektor sekunder dan tersier yang
memberi dampak terhadap perluasan
kesempatan kerja pada sektor tersebut.
Sumber : BPS
Grafik 6.2 Proporsi Penyerapan Tenaga Kerja
Berdasarkan Sektor
Sumber : BPS, diolah
Grafik 6.1 Pertumbuhan Ekonomi Sumut Sektoral
Triwulan III 2014-2017
Secara spasial serapan tenaga kerja sektor
pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan &
perikanan paling banyak berada di daerah
Kepulauan Nias, Humbang Hasundutan, Pakpak
Barat, Dairi, dan Karo. Sementara serapan
tenaga kerja di sektor industri paling banyak di
Medan, Tebing Tinggi, Binjai , Batubara, Asahan,
Serdang Bedagai dan Pematang Siantar. Sesuai
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
68
karakteristik wilayahnya, tenaga kerja di sektor
perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi
paling banyak terserap di wilayah Sibolga,
Pematang Siantar, Tebing Tinggi dan Medan.
Sumber : BPS (diolah)
Tabel 6.1 5 Kabupaten/Kota dengan Proporsi Serapan
Tenaga Kerja Terbesar Periode Agustus 2017
Peran sektor informal6 masih mendominasi
dalam struktur ketenagakerjaan Sumut.
Proporsi tenaga kerja informal di Sumut
mencapai 58% atau sebanyak 3,6 juta orang
terdiri dari tenaga kerja yang berusaha sendiri
(34,2%), berusaha dibantu buruh tidak tetap
(26,1%), pekerja bebas (14,4%) dan pekerja
keluarga (25,3%). Banyaknya tenaga kerja di
sektor informal Banyaknya serapan tenaga kerja
pada sektor informal diperkirakan karena
dampak dari rendahnya tingkat pendidikan
tenaga kerja di Sumut. Selain itu, sektor informal
juga menyediakan lapangan kerja yang lebih
banyak dan relatif tidak memerlukan
keterampilan yang tinggi (non skill) sehingga
mudah diakses oleh seluruh kalangan
masyarakat.
Namun demikian dalam satu tahun terakhir
(2016-2017), proporsi tenaga kerja di sektor
formal menunjukkan peningkatan, tumbuh lebih
tinggi dibandingkan sektor informal. Jumlah
tenaga kerja formal di Sumut pada periode
Agustus mencapai 2,6 juta orang, bertambah
216 ribu orang. Pekerja formal terdiri dari tenaga
kerja berusaha dibantu buruh tetap (8,3%) dan
buruh/karyawan/pegawai(91,7%).
Meningkatnya jumlah tenaga kerja di sektor
formal secara absolut disebabkan oleh kenaikan
pada komponen buruh/karyawan/pegawai
sebanyak 278 ribu orang atau meningkat 12,8%
(yoy). Adanya pergeseran serapan tenaga kerja
dari sektor informal ke sektor formal terindikasi
sejalan dengan berkurangnya serapan tenaga
kerja di sektor pertanian yang beralih ke sektor
perdagangan, sektor industri dan sektor jasa.
Sumber : BPS (diolah)
Tabel 6.2 Lapangan Pekerjaan Utama
Sumber : BPS, diolah
Grafik 6.3 Proporsi Tenaga Kerja Berrdasarkan
Pendidikan
Berdasarkan tingkat pendidikannya, tenaga kerja
di Sumut masih didominasi oleh tenaga kerja
berpendidikan rendah (SMP kebawah) dengan
porsi 51%, meski dengan porsi yang relatif
menurun. Rendahnya pendidikan penduduk usia
kerja tersebut menyebabkan serapan tenaga
% 2016 - 2017
Sektor Formal 2,475 2,398 2,674 11.5%
Berusaha dibantu buruh tetap 165 225 223 -0.9%
Buruh/Karyawan/Pegawai 2,310 2,173 2451 12.8%
Sektor Informal 3,697 3,593 3,692 2.8%
Berusaha sendiri 1,124 946 1261 33.3%
Berusaha dibantu buruh tidak tetap 982 995 965 -3.0%
Pekerja bebas 534 429 533 24.2%
Pekerja keluarga 1,057 1,223 933 -23.7%
JUMLAH 6,172 5,991 6,366 6.3%
Proporsi Formal 40.1% 40.0% 42.0% -
Proporsi Informal 59.9% 60.0% 58.0% -
Aug-17Aug-16LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA Aug-15
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
69
kerja masih terkonsentrasi pada lapangan kerja
unskilled seperti sektor pertanian dan sektor
informal. Namun demikian, proporsi tenaga
kerja jenjang diploma dan universitas yang
mengalami kenaikan pada satu tahun terakhir
diharapkan dapat menjadi faktor pendorong
perbaikan ekonomi Sumut ke depan. Secara
rinci, jumlah tenaga kerja yang berpendidikan
SMP kebawah tercatat sebanyak 3,2 juta orang
(51%), SMA sebanyak 1,5 juta orang (24,8%),
SMK sebanyak 790 ribu orang (11,8%), dan
Diploma-Universitas sebanyak 791 ribu orang
(12,4%).
5.1.2 Pengangguran
Seiring dengan membaiknya perekonomian
pada triwulan III, Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) Sumatera Utara periode Agustus
2017 menurun. Meski jumlah pengangguran di
Sumatera Utara secara absolut bertambah 5000
orang dari semula 372 ribu orang pada Agustus
2016 menjadi 377 ribu orang pada Agustus 2017,
namun Tingkat Pengangguran Terbuka Sumatera
Utara sedikit menurun dari 5,8% menjadi 5,6%.
Membaiknya TPT di Sumut didorong oleh
penambahan ketersediaan lapangan kerja,
seperti berkembangnya perdagangan ritel mini
market, terutama di kota Medan, Kabupaten
Deli Serdang, Serdang Bedagai dan Kota Binjai. Di
sisi lain, pembangunan beberapa ruas jalan tol
yang ditargetkan selesai pada 2017, seperti Jalan
Tol Medan – Binjai – Medan – Deli Serdang -
Serdang Bedagai - Tebing Tinggi, mendorong
serapan buruh/tenaga kerja di sektor konstruksi
dan jasa yang cukup agresif.
Sumber : BPS, diolah
Grafik 6.4 TPT Sumut dan Nasional Periode Agustus
2011-2017
Secara spasial, Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) yang relatif tinggi justru terjadi di wilayah
kabupaten/kota yang memiliki pertumbuhan
ekonomi relatif baik di Sumatera Utara. Kota
Tebing Tinggi, Medan, Sibolga dan Pematang
Siantar memiliki rasio TPT tertinggi dibandingkan
kabupaten/kota lainnya di Sumatera Utara.
Tingginya tingkat pengangguran didaerah
tersebut disinyalir karena pertumbuhan
ekonomi yang belum optimal dalam mendorong
kesempatan kerja. Dalam hal ini umumnya
tenaga kerja di kota besar dengan tingkat
pendidikan yang cukup tinggi tumbuh lebih
cepat dibandingkan pertumbuhan lapangan
pekerjaan. Sehingga ketidaksesuaian antara
ketersediaan tenaga kerja dan lapangan kerja
mendorong rasio pengangguran yang lebih
tinggi.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
terkait Kesempatan dan Pertumbuhan Ekonomi
Kota Medan, yang menghasilkan bahwa tingkat
kesempatan kerja kota Medan bersifat inelastis
terhadap pertumbuhan ekonomi. Peningkatan
pertumbuhan ekonomi di Kota Medan sebesar
1% hanya membuka kesempatan kerja 0,207%.7
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 70
Grafik 6.5 TPT Menurut Kabupaten/Kota Agustus 2017
Sejalan dengan penurunan TPT, ekspektasi
penghasilan meningkat. Hal ini tercermin dari
indeks penghasilan saat ini yang memandang
optimis, meski tidak sebaik periode
sebelumnya. Berdasarkan Survei Konsumen
yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Sumatera Utara, indeks penghasilan
saat ini tercatat optimis meski dalam level yang
menurun, dari 119 menjadi menjadi 116,2
Penurunan optimisme tersebut diperkirakan
karena adanya kenaikan harga bahan makanan
seperti cabai merah, bawang merah dan ikan-
ikanan, yang menjadi komoditas utama
mayoritas masyarakat di Sumatera Utara.
Pada periode mendatang, responden
memandang optimis adanya peningkatan
penghasilan, yang tercermin dari peningkatan
indeks ekspektasi penghasilan. Hal ini
mengindikasikan adanya optimisme perbaikan
ekonomi yang berdampak pada peningkatan
ketersediaan lapangan kerja.
Grafik 6.6 Indeks Kondisi & Ekspektasi Penghasilan
Menurunnya TPT juga sejalan dengan indeks
ketersediaan lapangan kerja saat ini yang
tercata meningkat pada periode laporan. Indeks
Ketersediaan lapangan Kerja Saat Ini
menunjukkan tren peningkatan dari 97,3
menjadi 104,9 sejalan dengan perbaikan
ekonomi pada triwulan laporan. Ke depan,
optimisme akan ketersediaan lapangan
pekerjaan diperkirakan tetap dalam tren yang
meningkat. Meski demikian, responden
memandang akan adanya penurunan
ketersediaan lapangan pekerjaan pada periode
Oktober yang kemudian diperkirakan membaik
hingga akhir tahun. Penurunan optimisme pada
bulan oktober diperkirakan karena (1) Mulai
menurunnya harga komoditas CPO, (2) Masih
belum optimalnya penyerapan CPO domestik
terkait mandatori biodiesel; dan (3) Perbaikan
perekonomian belum kuat.
Sumber : Survei Konsumen KPw BI Sumut
Grafik 6.7 Indeks Kondisi dan Ekspektasi Ketersediaan
Lapangan Kerja
Sejalan dengan indeks ekspektasi penghasilan
dan ketersediaan tenaga yang meningkat, Indeks
Ekspektasi Ekspektasi Konsumen (IEK), Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK), maupun Indeks
Kondisi Ekonomi (IKE) juga menunjukan tren
yang meningkat. Peningkatan optimisme
konsumen yang telah terjadi sejak triwulan II
2016 mengindikasikan ekspektasi perbaikan
ekonomi Sumatera Utara.
Sumut
5,6
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
71
Grafik 6.8 Indeks Ekspektasi & Keyakinan Konsumen
serta Kondisi Ekonomi
6.2 Kesejahteraan
6.2.1. Kesejahteraan Petani
Tingkat kesejahteraan petani pada triwulan III
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya,
tercermin dari penurunan Nilai Tukar Petani
(NTP) Sumatera Utara. NTP Sumatera Utara
menurun 0,69 persen dari triwulan sebelumnya,
yaitu dari 99,5 menjadi 98,9. Penurunan tersebut
disebabkan oleh kenaikan indeks harga yang
diterima (It)8 lebih rendah dibandingkan dengan
kenaikan indeks harga yang dibayar (Ib). Indeks
diterima tercatat (It) naik 1,2% sementara indeks
yang dibayar (Ib) naik 2,1%.
Sumber: BPS Sumatera Utara
Grafik 6.9 NTP Sumatera Utara
Indeks harga yang diterima (It) petani
menggambarkan fluktuasi harga komoditas
pertanian yang dihasilkan oleh petani. Nilai It
petani di Sumatera Utara pada triwulan ini
sebesar 128,66, lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya yang mencapai 127,46,
atau meningkat 2,1%. Kenaikan Indeks harga
yang diterima diperkirakan didukung oleh
kenaikan harga Harga Gabah Kering Giling (GKG)
baik di level petani maupun penggilingan. Selain
itu masih baiknya komoditas utama mendorong
kenaikan It pada periode laporan.
Sementara itu, Indeks Harga yang
dibayar (It) petani menggambarkan fluktuasi
harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh
masyarakat pedesaan, serta fluktuasi harga
barang dan jasa yang diperlukan untuk
memproduksi hasil pertanian. Pada triwulan III
2017, Ib petani meningkat menjadi 130,15 dari
triwulan sebelumnya 128,05, atau meningkat
2,1%. Kenaikan tersebut salah satunya didorong
oleh tingginya inflasi pedesaan Sumatera Utara
seiring dengan peningkatan harga hampir di
seluruh kelompok yaitu bahan makanan,
makanan jadi, sandang, kesehatan dan
transportasi. Secara spasial, inflasi pedesaan
Sumatera Utara tercatat paling tinggi
dibandingkan 9 provinsi lainnya di Sumatera.
Dengan demikian, kanaikan Ib yang lebih tinggi
dibandingkan kenaikan It, mendorong nilai NTP
Sumatera Utara lebih rendah dibandingkan
periode sebelumnya.
Berdasarkan sektor ekonomi, rendahnya
NTP Sumatera Utara disebabkan rendahnya NTP
beberapa sektor, diantaranya subsektor
Tanaman Pangan (NTPP), NTP subsektor
Hortikultura (NTPH), NTP subsektor Perkebunan
Rakyat (NTPR), dan NTP Pembudidaya Ikan
(NTPi) yang tercatat dibawah 100.
Penurunan NTP pada periode laporan
disebabkan oleh turunnya NTP pada subsektor
Tanaman Pangan (NTPP) sebesar 2,2%,
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 72
subsektor Hortikultura (NTPH) sebesar 1,9%,
subsektor Perikanan (NTPN) sebesar 0,6%. Hal
ini sejalan dengan belum optimalnya kinerja
subsektor tanaman pangan dan hortikultura
pada periode berjalan. Penurunan Harga Gabah
Kering Panen (GKP) menjadi salah satu penyebab
menurunnya NTP, ditengah kenaikan beberapa
harga bahan makanan dan faktor input produksi.
Sementara itu, NTP subsektor perkebunan
(NTPR) dan peternakan (NTPT) tercatat
meningkat seiring dengan masih baiknya harga
komoditas, sehingga dapat menahan penurunan
NTP yang lebih dalam.
Tabel 6.3 NTP Subsektor Provinsi Sumatera Utara
Sumber : BPS Sumatera Utara
Secara spasial, NTP beberapa provinsi di
kawasan Pulau Sumatera tercatat menurun
dibandingkan triwulan II 2017, kecuali Sumatera
Selatan. Penurunan terbesar terjadi di provinsi
Riau dan Sumatera Utara masing-masing sebesar
-0,9% dan -0,7%. Sementara itu, Provinsi di Pulau
Sumatera dengan NTP di atas 100 adalah
Provinsi Riau (101,7) dan Lampung (106). Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan
petani di Sumatera masih relatif rendah.
Sementara itu, secara Nasional NTP berada di
atas angka 100 yaitu 102,2 dan kecenderungan
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
Sumber: BPS
Grafik 6.10 NTP Sumatera Utara
5.1.4 Kesejahteraan Nelayan
Nilai tukar nelayan perikanan (NTNP) merupakan
salah satu alat ukur untuk mengukur indeks
kesejahteraan nelayan. Pada triwulan III 2017
tercatat indeks NTNP Sumatera Utara sebesar
102,7 atau menurun sebesar -0,6 dibandingkan
dengan posisi triwulan II 2017. Penurunan
tersebut didorong oleh kenaikan indeks harga
yang dibayar (1,6) lebih tinggi dibandingkan
dengan kenaikan indeks yang diterima (0,8).
Penurunan NTNP juga didukung oleh penurunan
pada Nilai Tukar kelompok Penangkapan Ikan
(NTNPi) sebesar -0,9 dari 98,5 pada triwulan II
2017 menjadi 97,7 pada triwulan laporan. Di sisi
lain, indeks Nilai Tukar Nelayan kelompok
Perikanan Tangkap (NTN) juga mencatatkan
penurunan sebesar -0,4, yaitu dari 108,2 menjadi
107,8. Mayoritas peningkatan indeks harga yang
dibayar disebabkan oleh peningkatan indeks
Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) seiring dengan
tingginya inflasi pedesaan Provinsi Sumatera
Utara, bahkan tertinggi secara nasional, tercatat
inflasi 0,51.
Tabel 6.4 Nilai Tukar Nelayan Perikanan Berdasarkan
Kelompok
Sumber: BPS Sumatera Utara
I II III IV I II III
Tanaman Pangan/Padi & Palawija (NTPP) 96.8 98.2 98.2 98.3 94.6 95.4 93.2 -2.18
Hortikultura (NTPH) 98.3 97.1 98.9 98.9 94.9 93.2 91.4 -1.86
Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) 95.9 96.2 96.4 99.5 99.7 98.2 98.7 0.53
Peternakan (NTPT) 109.4 111.2 114.3 112.2 111.0 112.6 112.8 0.19
Perikanan (NTNP) 98.8 99.5 101.0 102.3 102.6 103.4 102.7 -0.64
2016 2017NTP Subsektor Perubahan %
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
73
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
74
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
DAERAH
Pada tahun 2017 perekonomian Sumatera Utara diperkirakan melambat dibandingkan tahun 2016. Melambatnya
perekonomian Sumatera Utara ini disebabkan oleh rendahnya realisasi PDRB di triwulan I 2017 akibat belum
optimalnya kinerja sektor pertanian. Namun demikian, permintaan domestik diperkirakan masih cukup kuat
ditopang oleh kinerja investasi pembangunan proyek infrastruktur strategis serta terjaganya daya beli masyarakat
seiring dengan rendahnya risiko tekanan inflasi. Memasuki tahun 2018, perekonomian Sumatera Utara
diperkirakan akan mengalami perbaikan dan berada pada kisaran 5,0%-5,4%. Peningkatan pertumbuhan ini akan
didorong oleh konsumsi pemerintah dan LNPRT seiring dengan pelaksaan PILKADA serentak 2018.
Dari sisi Inflasi, secara keseluruhan tahun, inflasi Sumatera Utara di tahun 2017 diperkirakan masih berada pada
kisaran sasaran inflasi nasional yaitu 4±1%. Penurunan tekanan inflasi terutama didorong oleh penurunan
tekanan inflasi volatile food seiring membaiknya pasokan pangan terutama di awal tahun 2017. Kondisi tersebut
didukung oleh rendahnya tekanan inflasi ini sejalan dengan terjaganya ekspektasi inflasi dan stabilitas nilai tukar.
Sementara itu, inflasi kelompok administerd prices mengalami peningkatan yang didorong oleh kenaikan biaya
pengurusan STNK dan kenaikan tarif listrik. Optimisme tingkat inflasi yang rendah dan stabil diperkirakan akan
berlanjut di tahun 2018. Inflasi tahun 2018 diperkirakan masih berada dalam sasaran inflasi nasional 3,5±1%.
Pencapaian ini diperkirakan didukung oleh rendahnya tekanan inflasi inti dan inflasi administered prices.
Pemerintah diperkirakan tidak akan mengambil kebijakan administered prices yang bersifat strategis. Sementara
itu, inflasi volatile food diperkirakan akan meningkat terkait dengan terbatasnya produksi.
ULOS SIBOLANG
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
75
7.1 Prospek Pertumbuhan
Ekonomi
Perekonomian Sumatera
Utara di keseluruhan 2017
diperkirakan melambat
dibandingkan tahun
sebelumnya, yaitu berada
dalam rentang 4,8-5,2%
(yoy). Melambatnya
perekonomian Sumatera
Utara ini disebabkan oleh rendahnya realisasi
PDRB di triwulan I 2017 akibat belum optimalnya
kinerja sektor pertanian. Namun demikian,
permintaan domestik diperkirakan masih cukup
kuat ditopang oleh kinerja investasi
pembangunan proyek infrastruktur strategis
serta terjaganya daya beli masyarakat seiring
dengan rendahnya risiko tekanan inflasi.
Konsumsi rumah tangga di tahun 2017
diperkirakan meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya. Peningkatan daya beli masyarakat
ini ditopang oleh relatif lebih tingginya harga
komoditas di 2017 dibandingkan tahun
sebelumnya yang mendorong perbaikan
penerimaan ekspor. Selain itu, perbaikan kinerja
sektor utama seperti industri pengolahan dan
konstruksi juga menopang tingkat penerimaan
masyarakat dari sisi sektoral. Optimisme
konsumen juga diperkirakan akan meningkat di
sisa tahun 2017 seiring dengan perayaan Natal
dan tahun baru.
Dari sisi pemerintah, konsumsi pemerintah juga
diperkirakan akan meningkat dari tahun
sebelumnya seiring dengan optimalisasi belanja
pemerintah khususnya penyelesaian
pembangunan infrastruktur strategis. Selain itu,
proses transfer DAU/DAK dari Pemerintah Pusat
yang tidak menghadapi kendala juga
diperkirakan akan meningkatkan realisasi
belanja di sisa akhir tahun 2017.
Seiring dengan peningkatan
belanja pemerintah, kinerja
investasi di tahun 2017 juga
diperkirakan akan lebih tinggi
dari tahun sebelumnya.
Pertumbuhan investasi
terutama akan didorong oleh
investasi bangunan seiring
dengan gencarnya realisasi proyek infrastruktur
strategis nasional seperti pembangunan Jalan
Tol Trans Sumatera dan Pelabuhan Kuala
Tanjung. Sementara itu, di sisi swasta, investasi
non-bangunan juga diperkirakan akan
meningkat. Realisasi proyek infrastruktur yang
tepat waktu dan membaiknya kinerja sektor
eksternal telah menciptakan persepsi positif
akan iklim investasi di Sumatera Utara. Hal
tersebut juga diakomodasi oleh reformasi
birokrasi yang terus diupayakan oleh
pemerintah. Pembiayaan yang memadai juga
menunjang realisasi investasi pada periode
mendatang.
Dari sisi eksternal, kinerja ekspor di tahun 2017
diperkirakan membaik seiring dengan perbaikan
harga komoditas perkebunan yang mencapai
kinerja tertingginya di awal tahun 2017 yang
disertai dengan mulai menggeliatnya industri
manufaktur negara tujuan ekspor utama
Sumatera Utara.
Memasuki tahun 2018, perekonomian pada
triwulan I 2018 diperkirakan masih cukup baik
di kisaran 4,8-5,2% (yoy). Sumber utama
pertumbuhan perekonomian pada triwulan
mendatang diperkirakan masih bersumber dari
kuatnya permintaan domestik sementara
perbaikan dari sisi eksternal relatif terbatas.
Relaksasi perekonomian Sumatera Utara pada
triwulan I 2017 diperkirakan masih terjadi sesuai
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
76
dengan historisnya. Puncak periode panen CPO
yang terjadi pada triwulan IV disertai dengan
harga komoditas perkebunan yang diperkirakan
akan kembali menurun memasuki awal tahun
2018 akan menekan kinerja perekonomian
Sumatera Utara.
Dari sisi konsumsi, daya beli masyarakat
diperkirakan masih solid dan cenderung akan
meningkat seiring dengan mulai meningkatnya
konsumsi LNPRT karena persiapan pilkada pada
triwulan ke II 2018. Selain itu kenaikan UMP di
2018 juga mendorong tingkat optimisme
konsumsi masyarakat. Hal tersebut ditandai
dengan hasil survei konsumen Bank Indonesia
yang menunjukan bahwa konsumen masih tetap
optimis dalam memandang kondisi ekonomi,
penghasilan, dan lapangan pekerjaan di awal
tahun 2018.
Grafik 7.1 Survei Konsumen
Sejalan dengan polanya, kinerja konsumsi
pemerintah diperkirakan menurun. Pada awal
tahun, seiring dengan realisasi anggaran
pemerintah yang belum optimal, maka konsumsi
pemerintah juga relatif terhambat. Meskipun
demikian, monitoring realisasi anggaran yang
terus dilaksanakan secara intensif diperkirakan
dapat menjaga realisasi konsumsi pemerintah.
Belum optimalnya realisasi belanja pemerintah
juga turut menekan kinerja investasi
pemerintah. Proses pengadaan yang pada
umumnya tidak terjadi di awal tahun
menyebabkan tidak optimalnya capaian
investasi pemerintah pada periode mendatang.
Kendati demikian, realisasi belanja infrastruktur
strategis yang terus dilakukan seiring dengan
komitmen pemerintah untuk terus
menyempurnakan kualitas infrastruktur yang
ada diperkirakan mampu menahan penurunan
kinerja investasi lebih lanjut.
Ekspektasi peningkatan investasi dari sisi swasta
juga masih cukup kuat, tercermin dari beberapa
kontak liaison yang menyatakan rencananya
untuk merealisasikan investasi berupa barang
modal pada periode mendatang, antara lain
upaya peningkatan luas lahan serta pengadaan
mesin. Optimisme tersebut dibarengi perbaikan
harga yang tidak seoptimis perkiraan.
Tabel 7.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan
Komoditas Harga Tw IV 2017 (%, yoy, proyeksi)
Harga Tw I 2018 (%, yoy, proyeksi)
Kelapa Sawit -11,6 -12,9
Karet -10,8 -31,6
Kopi -12,7 -4,4
Sumber: IMF Edisi Agustus 2017, diolah
Selesainya periode puncak panen yang terjadi
pada triwulan IV lalu menyebabkan kinerja
ekspor diperkirakan tertahan. Hal ini juga
didorong oleh prakiraan akan kembali
menurunnya harga komoditas perkebunan
unggulan Sumatera Utara seiring dengan akan
kembali membaiknya pasokan di pasar global.
Perbaikan pasokan CPO di pasar global terjadi
seiring dengan normalisasi produksi CPO dunia
pasca gangguan produksi tahun 2015-2016 yang
memukul produksi negara eksportir utama.
Kondisi cuaca di awal tahun yang cenderung
basah juga memengaruhi kualitas produksi karet
dan kopi yang merupakan komoditas unggulan
Sumatera Utara.
Meski dari sisi harga diperkirakan akan kembali
menurun, namun pada dasarnya permintaan
akan komoditas unggulan Sumatera Utara masih
cukup tinggi. Perayaan Imlek yang terjadi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
77
serentak di seluruh dunia akan meningkatkan
kebutuhan CPO sebagai bahan baku maupun
komplemen dari produk makanan, baik dari sisi
domestik maupun internasional.
Grafik 7.2 Purchasing Manager Index
Momentum mulai membaiknya aktivitas industri
manufaktur negara mitra dagang utama
khususnya AS dan Tiongkok juga diperkirakan
memberikan dampak yang baik bagi
perekonomian. Perkembangan Purchasing
Manager Index pada triwulan IV menunjukkan
pergerakan yang cukup menggembirakan.
Dari sisi penawaran, perekonomian pada
triwulan mendatang diperkirakan didukung oleh
kinerja kategori pertanian dan industri
pengolahan yang masih baik. Sementara itu,
kinerja kategori konstruksi dan perdagangan
diperkirakan melambat.
Masuknya periode puncak panen raya tanaman
pangan dan hortikultura ditengah selesainya
periode puncak panen kelapa sawit mendorong
kinerja kategori pertanian. Ekspektasi akan
meningkatnya permintaan, terutama dari sisi
domestik meningkatkan kinerja kategori industri
pengolahan. Meningkatnya kapabilitas industri
pendukung seperti listrik dan gas mampu
menunjang aktivitas industri. Peningkatan
aktivitas industri juga dilakukan untuk
meningkatkan stok dalam rangka menyambut
Ramadhan dan hari raya Idul Fitri yang jatuh
pada triwulan II 2018.
Belum optimalnya realisasi belanja infrastruktur
pemerintah juga turut menekan kinerja kategori
konstruksi. Proses pengadaan proyek
infrastruktur yang biasanya membutuhkan
waktu menyebabkan realisasi investasi
bangunan sulit untuk dilaksanakan. Meskipun
demikian, masih berlanjutnya proyek
infrastruktur strategis diharapkan mampu
menahan semakin dalamnya penurunan kinerja
konstruksi.
Sementara itu, selesainya puncak aktivitas
konsumsi seiring dengan perayaan Natal dan
tahun baru juga turut menekan kinerja kategori
Perdagangan Besar dan Eceran (PBE). Meskipun
demikian, nilai tukar yang diperkirakan masih
dapat menguat diharapkan mampu menahan
penurunan kinerja PBE lebih lanjut.
Secara keseluruhan tahun, perekonomian
Sumatera Utara pada tahun 2018 diperkirakan
akan meningkat dibandingkan 2017 dan berada
pada kisaran 5,0%-5,4%. Peningkatan
pertumbuhan ini didorong oleh konsumsi
pemerintah dan LNPRT seiring dengan pelaksaan
PILKADA 2018.
Di tahun politik, belanja pemerintah khususnya
investasi dan belanja bansos diperkirakan akan
meningkat. Secara historis, pelaksanaan pilkada
akan meningkatkan PDRB sebesar 0.37-0.50 ppt
(percentage point). Namun demikian, sektor
eksternal khususnya ekspor ke luar negeri
diperkirakan akan melambat seiring penurunan
harga CPO dan karet, sedangkan perdagangan
antarpulau diperkirakan membaik seiring
dengan perbaikan kinerja sektor pertanian
khususnya tanaman pangan dan holtikultura.
Perekonomian Sumatera Utara masih dibayangi
beberapa risiko yang harus diwaspadai. Rasio
belanja modal yang terus menurun dan
realisasinya yang juga rendah dapat menahan
perbaikan kinerja investasi pemerintah, begitu
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
78
pula pemanfaatan dana desa yang belum
maksimal. Peningkatan investasi swasta pun
masih dibayangi oleh iklim investasi yang masih
gloomy. Selain itu, perbaikan kinerja eksternal
dapat terpuruk terkait risiko penurunan
permintaan CPO dari India dan Eropa serta
peningkatan harga komoditas yang tidak
sustainable.
Namun, terdapat beberapa hal yang diharapkan
dapat menahan perlambatan perekonomian
Sumatera Utara. Anggaran belanja dalam APBD
Sumatera Utara secara akumulasi di 2018
meningkat 30% serta adanya penyelenggaran
PILKADA 2018 diharapkan mampu
meningkatkan kinerja permintaan domestik.
Selain itu, membaiknya kondisi perekonomian di
negara tujuan ekspor yaitu AS dan Tiongkok
masih memberikan harapan bagi kinerja sektor
eksternal Sumatera Utara. Kesempatan untuk
diversifikasi tujuan ekspor pun masih terbuka
lebar.
7.2 Prospek Inflasi
Secara keseluruhan 2017, inflasi Sumatera
Utara diperkirakan masih berada pada sasaran
nasional yaitu 4±1%. Penurunan tekanan inflasi
terutama didorong oleh penurunan tekanan
inflasi volatile food. Rendahnya tekanan inflasi
volatile food didukung oleh membaiknya
pasokan pangan sehingga terjadi penurunan
harga pangan secara tajam dibandingkan dengan
tahun 2016.
Pada tahun 2017, inflasi volatile food
mengalami penurunan. Penurunan inflasi ini
merupakan hasil koordinasi dan upaya seluruh
pihak dalam menjaga pasokan pangan.
Menjelang lebaran, Tim Pengendalian Inflasi
Daerah melakukan operasi pasar di 140 titik di
Medan. Selain itu, BULOG juga memastikan
ketersediaan beras sepanjang bulan Ramadhan.
Selain itu, TPID juga langsung melakukan
koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam
mengendalikan tekanan inflasi volatile food yang
sempat naik di triwulan III 2017. Terkendalinya
pasokan pangan diperkirakan akan terus
berlangsung hingga akhir 2017.
Sumber: BULOG, diolah
Grafik 7.3 Stok Beras BULOG
Inflasi administered prices pada tahun 2017
masih terkendali. Penyesuaian harga komoditas
seperti biaya perpanjangan STNK, tarif PDAM,
dan tarif listrik yang terjadi di semester I 2017
meningkatkan tekanan inflasi administered
prices. Namun, peningkatan tekanan inflasi ini
masih dalam perkiraan. Peningkatan tekanan
inflasi akan berlangsung hingga akhir tahun
dimana diperkirakan akan ada penyesuaian tarif
transportasi menjelang natal dan tahun baru.
Namun, peningkatan tekanan inflasi
administered prices masih dalam perkiraan.
Sumber: CEIC, diolah
Grafik 7.4 Nilai Tukar Rupiah Terdahap Dollar Amerika Serikat
Inflasi inti pada tahun 2017 diperkirakan akan
rendah. Pencapaian ini didukung oleh nilai tukar
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
79
yang stabil dan ekspektasi inflasi yang terjaga.
Pencapaian ini didukung oleh nilai tukar yang
stabil dan ekspektasi inflasi yang terjaga di
sepanjang tahun. Kenaikan permintaan
menjelang natal dan tahun baru masih dapat
terkendali.
Sumber: Survei Konsumen, diolah
Grafik 7.5 Komponen Indeks Ekspektasi Konsumen
Memasuki triwulan I 2018, laju inflasi
diperkirakan akan meningkat seiring dengan
peningkatan inflasi volatile food. Meningkatnya
tekanan inflasi volatile food pada triwulan I 2018
diperikakan disebabkan oleh terbatasnya
pasokan pangan dimana masa panen baru
selesai di akhir 2017. Di sisi lain, tekanan inflasi
administered prices mengalami penurunan.
Setelah adanya penyesuaian tarif transportasi
pada masa liburan akhir tahun, diperkirakan
tidak ada penyesuaian kenaikan harga pada
triwulan I 2018. Hal ini berkaitan dengan akan
diadakannya pemilihan umum. Sementara itu,
tekanan inflasi inti triwulan I 2018 cenderung
menurun seiring dengan kestabilan nilai tukar
dan ekspektasi inflasi yang terjaga.
Sumber: IMF
Grafik 7.6 Proyeksi harga minyak dunia
Sumber: IMF
Grafik 7.7 Proyeksi harga komoditas
Secara keseluruhan, inflasi tahun 2018
diperkirakan masih berada dalam sasaran
nasional 3,5±1%. Namun, terdapat beberapa
risiko yang masih harus diwaspadai. Dari sisi
administered prices, terdapat risiko kenaikan
harga bbm non subsidi akibat tren harga minyak
dunia yang cenderung meningkat. Dari sisi inflasi
inti, terdapat risiko passthrough kenaikan harga
komoditas, khususnya terhadap bahan pangan.
Selain itu, terdapat risiko memburuk ekspektasi
inflasi apabila pilkada berjalan kurang lancar.
Dari sisi volatile food, terganggunya pasokan
pangan menjadi faktor risiko yang perlu
diperhatikan. Hal ini disebabkan oleh
keengganan petani menanam tanaman pangan
seiring dengan rendahnya harga pangan di tahun
2017.
7.3 Rekomendasi kepada
Pemerintah Daerah
Pertumbuhan Ekonomi
Indikasi perbaikan perekonomian yang terus
berlanjut masih dibayangi oleh beberapa faktor
risiko terutama dari sisi eksternal yang belum
menunjukkan perbaikan secara fundamental.
Dengan demikian, diperlukan penguatan
perekonomian dari sisi domestik yang dapat
didorong oleh Pemerintah Daerah. Beberapa
langkah dan rekomendasi di antaranya adalah:
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
80
1. Mendorong optimalisasi realisasi APBD dan
APBN Provinsi dan seluruh Kabupatan/Kota
di Sumatera Utara khususnya untuk belanja
modal terkait dengan percepatan
penyelesaian proyek-proyek infrastruktur
strategis.
2. Mendorong berbagai kegiatan MICE dalam
rangka penguatan permintaan domestik
melalui aktivitas konsumsi seperti event
pariwisata melalui media pemasaran yang
massive dan terpusat serta penciptaan
budaya masyarakat pariwisata.
3. Menciptakan persepsi positif terhadap iklim
investasi di Sumatera Utara kepada investor
dan masyarakat luas melalui publikasi
perkembangan kemajuan pembangunan
infrastruktur melalui media komunikasi yang
lebih luas dan terpusat dengan kredibilitas
informasi yang lebih tinggi (Regional Investor
Relation Unit/RIRU).
4. Mempercepat penyediaan infrastruktur
pendukung yang memadai seperti listrik dan
gas sehingga proses industrialisasi dan daya
tarik investasi di Sumatera Utara dapat
meningkat.
5. Melakukan penyempurnaan infrastruktur
perhubungan untuk mendukung aktivitas
perekonomian ke depan.
Pengendalian Inflasi
Melihat pola inflasi Sumatera Utara, komoditas
pangan merupakan salah satu komoditas yang
memiliki kontribusi besar dalam fluktuasi inflasi.
Untuk mencapai mecapai inflasi yang rendah
dan stabil, Pemerintah Daerah perlu bekerja
sama dengan stakeholder terkait dalam
pengendalian komoditas pangan, dengan cara:
1. Mengatur pola tanam komoditas pangan
sehingga pasokan tetap terjaga di sepanjang
tahun.
2. Melakukan kerjasama antardaerah dalam
memenuhi kebutuhan pangan ketika pasokan
dalam daerah berkurang.
3. Pengawasan secara intensif perkembangan
komoditas yang memiliki andil besar terhadap
inflasi di setiap tingkat distribusi pangan.
Pengawasan produksi di tingkat petani dapat
menjaga harga komoditas lebih terkendali.
Selain itu, Pemerintah Daerah dapat mengawasi
harga dan distribusi pangan sehingga
pendistribusian lebih merata dan dengan harga
yang wajar.
4. Mempercepat realisasi pembentukan BUMD
Pangan. Pembentukan BUMD Pangan ini
menjadi penting sehingga pasokan pangan di
Provinsi Sumatera Utara selalu terkendali.
5. Memperkuat database komoditas pangan.
Database dapat mencakup hal terkait produksi
dan harga komoditas pangan. Database tersebut
kemudian disampaikan kepada kepada seluruh
pihak terkait untuk mempermudah
pengendalian inflasi.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
81
Prospek 2018: Dampak Pilkada Serentak Terhadap
Ekonomi Sumatera Utara
Tahun 2018 dapat dikatakan sebagai pesta demokrasi yang akan dirayakan oleh masyarakat
Sumatera Utara. Bagaimana tidak, di tahun depan akan dilaksanakan 9 Pilkada serentak di
Sumatera Utara. Pemilihan tersebut terdiri dari Pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara
dan 8 Pemilihan Bupati/Walikota yakni Kab. Deli Serdang, Kab. Langkat, Kab. Batubara, Kab.
Padang Lawas, Kab. Padang Lawas Utara, Kab. Tapanuli Utara, Kab. Dairi dan Kota Padang
Sidimpuan.
Pilkada adalah sebuah perwujudan kebebasan berpendapat atau kebebasan dalam memilih
pemimpin untuk daerahnya. Pada Pilkada-pilkada sebelumnya di berbagai daerah, dampak
yang diberikan oleh Pilkada adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia
khususnya daerah.
Dalam pelaksanaannya Pilkada diyakini akan mendorong konsumsi masyarakat, seperti
belanja untuk kampanye. Sektor perdagangan, jasa, komunikasi, dan transportasi juga akan
tumbuh positif seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat saat kampanye Kepala
Daerah. Pada sektor itu pula penyaluran kredit perbankan akan tinggi pada sektor-sektor
tersebut. Berbagai penelitian sebelumnya juga menemukan dampak demokrasi terhadap
pertumbuhan ekonomi (Barro, 1996; Tavares dan Wacziarg, 2001; Acemoglu et al., 2008).
Studi yang dilakukan Barro (1996) menemukan bahwa demokrasi pada level menengah
mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Grafik 1. Dampak Pelaksanaan Pilkada
Grafik 2. Pertumbuhan PDRB Permintaan
Suplemen 3
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
82
Grafik 3. Andil Permintaan Domestik & Eksternal
Grafik 4. Andil Permintaan Domestik
Peristiwa politik besar tersebut tentu akan sangat mempengaruhi prospek ekonomi Sumatera
Utara di tahun 2018. Di tengah harga komoditas yang diperkirakan akan kembali menurun di
tahun depan, Sumatera Utara membutuhkan stimulus untuk kembali mendongkrak kinerja
perekonomiannya. Pelaksanaan hajatan politik dengan dana yang besar dapat menjadi
kegiatan yang memberikan dampak countercyclical untuk menstimulus perekonomian.
Seberapa besar dampak pengungkit Pilkada terhadap perekonomian Sumatera Utara sangat
bergantung pada seberapa besar uang yang beredar dalam perekonomian sebagai akibat dari
kegiatan Pilkada tersebut. Perkiraan dampak tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
pengalaman Pilkada Sumatera Utara 2012. Hasil perhitungan margin antara ouput potensial9
dengan realisasi PDRB ditemukan bahwa pelaksanaan pilkada memberikan dampak
sebesar 0,3 ppt – 0,5 ppt terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Efek Pilkada
tersebut diperkirakan akan mulai dirasakan pada triwulan II sampai dengan triwulan IV.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi tersebut juga tentu diharapkan akan mendorong
terciptanya lapangan pekerjaan. Kesempatan kerja tersebut diperkirakan akan tercipta di
sektor-sektor yang berkaitkan langsung dengan pelaksaan Pilkada seperti industri tekstil dan
pakaian jadi, sektor transportasi dan telekonomikasi, dan industri kertas dan percetakan.
Walaupun kesempatan kerja yang tercipta sebagian besar bukan kesempatan kerja tetap, hal
ini sudah cukup memberi manfaat yang besar dalam membantu mengurangi angka
pengangguran.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
83
Namun demikian, pelaksanaan Pilkada serentak tersebut bukan tanpa risiko. Pelaksanaan
Pilkada akan berdampak buruk terhadap perekonomian apabila tidak berlangsung dengan
aman dan damai. Kondisi tersebut akan menghambat aktivitas ekonomi masyarakat dan
menimbulkan sentimen negatif terhadap investor sehingga pada akhirnya akan menghambat
kinerja perekonomian. Oleh karena itu marilah kita menjaga situasi dan suasana kondusif
dalam pelaksanaan pesta demokrasi Sumatera Utara di tahun 2018.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
LAMPIRAN
84
LAMPIRAN
INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA (dalam Triliun Rupiah)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
DAFTAR ISTILAH
85
DAFTAR ISTILAH
Administered Price Harga barang/jasa yang diatur oleh pemerintah, misalnya bahan bakar, penerangan, dan air serta transportasi ataupun harga barang/jasa yang dipengaruhi oleh ketentuan pemerintah misalnya tembakau dan minuman beralkohol. Base Effect Efek kenaikan/penurunannilai pertumbuhan yang cukup tinggi sebagai akibat dari nilai level variabel yang dijadikan dasar perhitungan/perbandingan mempunyai nilai yang cukup rendah/tinggi. BEC Pengklasifikasian kode barang dengan 3 digit angka yang dikelompokkan berdasarkan kegunaan utama barang berdasarkan daya angkut komoditi tersebut. Barang Modal (Capital Goods) Barang-barang yang digunakan untuk keperluan investasi, biasanya bernilai guna lebih dari 1 tahun. Bahan Baku (Raw Material) Barang-barang mentah atau setengah jadi yang akan diproses kembali oleh sektor industri. BI Rate Suku bunga referensi yang mencerminkan sikap atau arah kebijakan moneter yang ditetapkan dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap bulannya dan diumumkan kepada publik. BI-RTGS Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, merupakan proses penyelesaian akhir transaksi (settlement)
pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed / gross settlement) dan bersifat real time
(electronically processed), di mana rekening peserta dapat didebit/ dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai
dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Ceteris paribus Semua variabel di luar sistem/model dianggap konstan. CPO (Crude Palm Oil) Minyak nabati yang dihasilkan oleh buah-buahan dari kelapa sawit. Dana Pihak Ketiga (DPK) Simpanan pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari giro, tabungan, dan simpanan berjangka (deposito). Disposable income Sejumlah uang yang dapat dapat dibelanjakan dan ditabung setelah dikurangi dengan pajak penghasilan. Ekspor dan Impor Dalam konteks PDRB adalah mencakup perdagangan barang dan jasa antar negara dan antar daerah. Financing to Deposit Ratio (FDR) atau Loan to Deposit Ratio (LDR) Rasio pembiayaan atau kredit terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank, baik dalam rupiah maupun valas. Terminologi FDR untuk bank syariah sementara LDR untuk bank konvensional.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
DAFTAR ISTILAH
86
Harga Minyak WTI Harga minyak mentah dunia yang mengacu pada sebuah ukuran kualitas bernama West Texas Intermediate atau Texas light sweet. Indeks Penjualan Barang Konstruksi Indeks yang merepresentasikan nilai penjualan dari barang-barang konstruksi. Indeks Keyakinan Konsumen Indeks yang dihasilkan oleh Survei Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, baik saat ini maupun masa mendatang. Indeks Kondisi Ekonomi Salah satu indeks pembentuk Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan persepsi konsumen akan kondisi perekonomian pada saat ini. Inflasi IHK Kenaikan harga barang dan jasa dalam satu periode, yang diukur dengan perubahan indeks harga konsumen (IHK), yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat luas. Inflasi Inti Inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices. Inflow Aliran masuk uang kartal ke Kantor Bank Indonesia. Kredit Penyediaan uang atau tagihan yang sejenis berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit Investasi Kredit jangka menengah dan panjang untuk investasi barang modal seperti pembangunan pabrik dan pembelian mesin. Kredit Modal Kerja Kredit jangka pendek atau menengah yang diberikan untuk pembiayaan/pembelian bahan baku produksi. Kredit Konsumsi Kredit bagi perorangan untuk pembiayaan barang-barang pribadi seperti rumah (KPR-Kredit Pemilikan Rumah), kendaraan (KKB-Kredit Kendaraan Bermotor), dan lain-lain seperti Kredit tanpa agunan. Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kredit yang diberikan oleh perbankan kepada UMKM memiliki prospek bisnis yang baik (feasible) tapi belum memiliki kemampuan mengembalikan (bankable). Dana KUR berasal dari bank pelaksana, namun dijamin sebagian besarnya oleh Pemerintah. Leading Indicators Indikator yang digunakan untuk memprediksi pergerakan atau titik balik dari suatu siklus bisnis.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
DAFTAR ISTILAH
87
Liaison Suatu kegiatan pengumpulan data statistik dan informasi yang dilaksanakan secara periodik melalui wawancara langsung kepada pelaku usaha mengenai perkembangan dan arah kegiatan usaha. Loan to Value (LTV) Sebuah dasar atau metode yang digunakan untuk menentukan seberapa besar pinjaman yang dapat diberikan kepada debitur berdasarkan aset yang dijadikan jaminan. Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF) Persentase kredit/pembiayaan yang masuk dalam kategori kurang lancar, diragukan, dan macet terhadap total kredit. Terminologi NPL untuk bank konvensional sementara NPF untuk bank syariah NTP (Nilai Tukar Petani) Rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase. Outflow Aliran keluar uang kartal dari Kantor Bank Indonesia. Passthrough effect Efek dari perubahan kondisi ekonomi terhadap ongkos produksi yang pada akhirnya akan berdampak pada harga retail suatu produk. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja (yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan) dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. Quarter on Quarter (qtq) Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi triwulan tertentu terhadap posisi triwulan sebelumnya. PDRB Riil Produk Domestik Bruto Regional yang nilainya menggunakan harga konstan. Hal ini untuk menghilangkan pengaruh inflasi dalam mengukur pertumbuhan antar waktu. Seasonal event Kejadian yang terjadi secara musiman yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi dan cenderung terjadi berulang antar tahun. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) SKNBI adalah sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Sejak dioperasikan oleh Bank Indonesia pada tahun 2005, SKNBI berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk Retail Value Payment System (RVPS) atau transaksi bernilai kecil (retail) yaitu transaksi di bawah Rp100 juta. SurveI Konsumen Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang dilakukan secara bulanan untuk mengetahui persepsi atau tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
DAFTAR ISTILAH
88
Survei Penjualan Eceran Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk merefleksikan pergerakan dari penjualan eceran dan dilakukan secara bulanan. Uang Kartal Alat pembayaran yang sah yang dikeluarkan dan dijamin oleh Bank Indonesia, baik berupa kertas maupun logam. Volatile Foods Komoditas yang termasuk kelompok bahan makanan, kecuali subkelompok ikan diawetkan dan bahan makanan lainnya, yang pergerakan naik turunnya harga cukup besar (volatile). Year on year (yoy) Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi satu titik waktu (misal bulan atau triwulan) terhadap posisi satu titik waktu yang sama tahun sebelumnya. Pembandingan ini dilakukan untuk menghilangkan efek seasonal yang biasanya terjadi di titik waktu tertentu (misal bulan Ramadhan, tahun ajaran baru, dsb).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2017
DAFTAR ISTILAH
89
Editor
Departemen Regional 1
Divisi Asesmen dan Advisory: Budi Trisnanto
Kontributor
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara
Tim Asesmen dan Advisory:
Citra Agustina
Rangga Pratama
Fika Habbina
Tim Data dan SEKDA: Fadli Putra
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara
Tim Asesmen dan Advisory
Telp. 061-4150500
Fax. 061-4534760