kajian ekonomi dan keuangan regional · 2016-05-24 · rencana anggaran pendapatan dan belanja 22...

98
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan I – 2016

Upload: duongnguyet

Post on 07-Apr-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I – 2016

Page 2: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan

KPW BI Provinsi NTT

Jl. Tom Pello No. 2 Kupang – NTT

[0380] 832-047 ; fax : [0380] 822-103 www.bi.go.id

Page 3: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I–2016|

iii

Kata Pengantar

Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting

dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter.

Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap

perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank

Indonesia dalam kaitan perumusan kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis

ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi

eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta

stakeholder lainnya.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini

mencakup Ekonomi Makro Regional, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan

dan Sistem Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta Prospek

Perekonomian Daerah pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan

data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini

dinas/instansi terkait.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan,

oleh karena itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan

kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun

dalam bentuk saran, kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami

mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat terus

berlanjut di masa yang akan datang.

Kupang, Mei 2016

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur

Naek Tigor Sinaga Deputi Direktur

Page 4: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan
Page 5: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I–2016|

iv

Daftar Isi

Halaman Judul ------------------------------------------------------------------------------------------- i Kata Pengantar ------------------------------------------------------------------------------------------ iii Daftar Isi -------------------------------------------------------------------------------------------------- iv Daftar Grafik -------------------------------------------------------------------------------------------- vi Daftar Tabel --------------------------------------------------------------------------------------------- ix Daftar Gambar ------------------------------------------------------------------------------------------ ix Ringkasan Umum --------------------------------------------------------------------------------------- x Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur ----------------------------- xiii

BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1 Kondisi Umum----------------------------------------------------------------------------- 1 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan ------------------------------------------ 3 1.2.1. Konsumsi --------------------------------------------------------------------------- 3 1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi --------------------------------- 6 1.2.3. Ekspor dan Impor ---------------------------------------------------------------- 7 1.2.3.1Ekspor dan Impor Antar Daerah --------------------------------------------- 7 1.2.3.2 Ekspor dan Impor Luar Negeri ----------------------------------------------- 8 1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral ------------------------------------------------ 8

1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan ------------------------------- 9 1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial 11 1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor -- 12 1.3.4. Sektor-Sektor Lainnya ---------------------------------------------------------- 14

BOKS 1. Pembangunan Infrastruktur Utama di NTT -------------------------------- 16

BAB II PERKEMBANGAN INFLASI 2.1. Kondisi Umum ------------------------------------------------------------------------- 20 2.1.1. Inflasi Tahunan ---------------------------------------------------------------- 21 2.1.2. Inflasi Triwulanan ------------------------------------------------------------- 22 2.1.3. Inflasi Bulanan ----------------------------------------------------------------- 23 2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas ---------------------------------------- 25 2.2.1. Bahan Makanan --------------------------------------------------------------- 25 2.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan -------------------------- 26 2.2.3. Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau ------------------------------- 27 2.2.4. Komoditas Lainnya ------------------------------------------------------------ 28 2.3. Disagregasi Inflasi NTT ---------------------------------------------------------------- 28 2.3.1 Kelompok Volatile Foods ----------------------------------------------------- 29 2.3.2 Kelompok Administered Prices ---------------------------------------------- 30 2.3.3 Kelompok Inti (Core) ---------------------------------------------------------- 30 2.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota -------------------------------------------------------- 31 2.4.1 Inflasi Kota Kupang ------------------------------------------------------------ 31 2.4.2 Inflasi Kota Maumere -------------------------------------------------------- 32 2.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID ------------------------------------------ 34 BOKS 2. Perkembangan Potensi Rawan Pangan di Provinsi NTT ----------------- 35

BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 3.1. Kondisi Umum ------------------------------------------------------------------------- 37

Page 6: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I–2016|

v

3.2. Perkembangan Kinerja Bank Umum ---------------------------------------------- 39 3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif ---------------------------------------------------- 39 3.2.2. Dana Pihak Ketiga ------------------------------------------------------------- 40 3.2.3. Penyaluran Kredit/ Pembiayaan --------------------------------------------- 42 3.2.4. Suku Bunga --------------------------------------------------------------------- 43 3.2.5. Kredit Usaha Kecil Menengah ----------------------------------------------- 44 3.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)---------------------------------- 45 3.4. Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau --------------------------------- 46 3.4.1. Pulau Flores ---------------------------------------------------------------------- 47 3.4.2. Pulau Sumba -------------------------------------------------------------------- 48 3.4.3. Pulau Timor ---------------------------------------------------------------------- 48 3.5. Sistem Pembayaran ------------------------------------------------------------------- 49 3.5.1 Transaksi Non Tunai ------------------------------------------------------------ 49 3.5.1.1. Transaksi Kliring (SKNBI) ------------------------------------------- 49 3.5.1.2. Transaksi RTGS ------------------------------------------------------ 50 3.5.2 Transaksi Tunai ------------------------------------------------------------------ 51 3.5.2.1 Aliran Uang Masuk dan Uang Keluar ---------------------------- 51 3.5.2.2 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) ----------------- 52 3.5.2.3 Temuan Uang Palsu (Upal) ------------------------------------------ 52 BOKS 3. Perkembangan Potensi Rawan Pangan di Provinsi NTT ----------------- 54

BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH 4.1 Kondisi Umum -------------------------------------------------------------------------- 57 4.2 Pendapatan Daerah -------------------------------------------------------------------- 58 4.3 Belanja Daerah ------------------------------------------------------------------------- 59

BOKS 4. Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ------------ 64

BAB V KESEJAHTERAAN DAN KETENAGAKERJAAN 5.1 Kondisi Umum -------------------------------------------------------------------------- 67 5.2 Perkembangan Ketenagakerjaan --------------------------------------------------- 67 5.2.1 Kondisi Ketenagakerjaan Umum -------------------------------------------- 67 5.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama 68 5.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan ------------ 69 5.2.4 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan-------------------- 70 5.2.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur ----------------------- 71 5.2.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) -------------------------------- 71 5.3 Perkembangan Kesejahteraan ------------------------------------------------------- 72 5.3.1 Perkembangan Nilai Tukar Petani ------------------------------------------- 72 5.3.2 Perkembangan Survei Konsumen ------------------------------------------- 72

BAB VI OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH 6.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT ----------------------------------------------- 74 6.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016 --------------------------------- 74 6.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan I-2016 ---------------------------- 75

6.1.2.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan ------------------------------------ 75 6.1.2.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral ------------------------------------------ 76 6.2 Inflasi -------------------------------------------------------------------------------------- 78

Page 7: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I–2016|

vi

DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional------ ----------------------------------------- 2 Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT,Bali, NTB & Nasional----- 2 Grafik 1.3 Survei Konsumen ------------------------------------------------------------ 4 Grafik 1.4 Indeks Tendensi Konsumen ------------------------------------------------ 5 Grafik 1.5 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga ---------------------- 5 Grafik 1.6 Indeks Kegiatan Dunia Usaha --------------------------------------------- 5 Grafik 1.7 Penyaluran Kredit Konsumsi ----------------------------------------------- 5 Grafik 1.8 Realisasi Investasi PMA& PMDN ------------------------------------------ 6 Grafik 1.9 Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT --------------------------------- 6 Grafik 1.10 Perkembangan Kliring ------------------------------------------------------ 7 Grafik 1.11 Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi---- -------- 7 Grafik 1.12 Perkembangan Peti Kemas------------------------------------------------- 8 Grafik 1.13 Aktivitas Bongkar Muat ----------------------------------------------------- 8 Grafik 1.14 Perkembangan Ekspor dan Impor ---------------------------------------- 8 Grafik 1.15 Negara Tujuan Ekspor ------------------------------------------------------- 8 Grafik 1.16 Data Pengiriman Ternak ---------------------------------------------------- 10 Grafik 1.17 Perkembangan Nilai Tukar Petani ---------------------------------------- 10 Grafik 1.18 Perkembangan SKDU Pertanian ------------------------------------------ 11 Grafik 1.19 Perkembangan Kredit Pertanian ------------------------------------------ 11 Grafik 1.20 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah --------------------------------- 12 Grafik 1.21 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan ----------------- 12 Grafik 1.22 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan ---------------------------- 13 Grafik 1.23 Perkembangan Survei Konsumen ---------------------------------------- 13 Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan ---------------------------- 13 Grafik 1.25 Perkembangan Tamu Hotel ------------------------------------------------ 14 Grafik 1.26 Perkembangan Penumpang Bandara ------------------------------------ 14 Grafik Boks 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Penggunaan--------------------- 16 Grafik Boks 1.2 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektoral -------------------------- 16 Grafik Boks 1.3 Potensi dan Realisasi Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Penggunaan --------------------------------------------- 16 Grafik 2.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional ------------------------------ 21 Grafik 2.2 Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional --------------------------- 21 Grafik 2.3 Perbandingan Inflasi 5 regional di Indonesia ---------------------------- 24 Grafik 2.4 Perbandingan Inflasi di wilayah Balidan Nusa Tenggara ------------- 24 Grafik 2.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan ---------------------------------------- 26 Grafik 2.6 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas -------------------------------------------------------- 26 Grafik 2.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan ------ 26 Grafik 2.8 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas -------------------- 26 Grafik 2.9 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan ----------------- 27 Grafik 2.10 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau per Sub Kelompok Komoditas ----------------------------- 27

Page 8: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I–2016|

vii

Grafik 2.11 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur --------------------------------------------- 29 Grafik 2.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur --------------------------------------------- 29 Grafik 2.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan ke Depan -------------- 31 Grafik 2.14 Inflasi Tahunan Kota Kupang --------------------------------------------- 31 Grafik 2.15 Inflasi Triwulanan Kota Kupang ------------------------------------------ 31 Grafik 2.16 Inflasi Bulanan Kota Kupang ---------------------------------------------- 31 Grafik 2.17 Inflasi Tahunan Kota Maumere ------------------------------------------ 32 Grafik 2.18 Inflasi Triwulanan Kota Maumere --------------------------------------- 32 Grafik 2.19 Inflasi Bulanan Kota Maumere -------------------------------------------- 32 Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan Produktivitas Padi ------------------------------------------------------- 36 Grafik Boks 2.2 Prakiraan Curah Hujan Bulan Mei 2016 --------------------------- 36 Grafik Boks 2.3 Prakiraan Curah Hujan Bulan Juni 2016 --------------------------- 36 Grafik Boks 2.4 Prakiraan Curah Hujan Bulan Juli 2016 ---------------------------- 36 Grafik 3.1 Perkembangan Kinerja Perbankan ---------------------------------------- 37 Grafik 3.2 Perkembangan LDR & NPL -------------------------------------------------- 37 Grafik 3.3 Perkembangan SKNBI -------------------------------------------------------- 39 Grafik 3.4 Komposisi Aset Berdasarkan Kelompok Bank -------------------------- 40 Grafik 3.5 Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu ----------------------------- 40 Grafik 3.6 DPK Berdasarkan Golongan Nasabah ------------------------------------- 40 Grafik 3.7 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) ----------------------------------- 41 Grafik 3.8 Komposisi DPK ----------------------------------------------------------------- 41 Grafik 3.9 Suku Bunga Simpanan ------------------------------------------------------- 42 Grafik 3.10 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan --------------- 42 Grafik 3.11 Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan --------------------- 42 Grafik 3.12 Komposisi Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi ----------------------- 43 Grafik 3.13 Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate --------------------------------- 44 Grafik 3.14 Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga ---------------------- 44 Grafik 3.15 Komposisi Kredit UMKM --------------------------------------------------- 44 Grafik 3.16 Share Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi ------------------- 44 Grafik 3.17 Perkembangan UMKM ----------------------------------------------------- 45 Grafik 3.18 Perkembangan UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan ------------- 45 Grafik 3.19 Komposisi DPK BPR ---------------------------------------------------------- 46 Grafik 3.20 Pertumbuhan DPK BPR ----------------------------------------------------- 46 Grafik 3.21 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi ------------------------------- 46 Grafik 3.22 Share Kredit dan NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi ------------------ 46 Grafik 3.23 Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau ------------- 47 Grafik 3.24 Komposisi DPK di Pulau Flores -------------------------------------------- 47 Grafik 3.25 Komposisi Kredit di Pulau Flores ------------------------------------------ 47 Grafik 3.26 Komposisi DPK di Pulau Sumba ------------------------------------------- 48 Grafik 3.27 Komposisi Kredit di Pulau Sumba ---------------------------------------- 48 Grafik 3.28 Komposisi DPK di Pulau Timor -------------------------------------------- 49 Grafik 3.29 Komposisi Kredit di Pulau Timor ------------------------------------------ 49 Grafik 3.30 Perkembangan SKNBI NTT ------------------------------------------------- 50 Grafik 3.31 Perkembangan SKNBI Nasional ------------------------------------------- 50 Grafik 3.32 Share SKNBI Berdasarkan Kelompok Bank ----------------------------- 50 Grafik 3.33 Perkembangan BI-RTGS ---------------------------------------------------- 51 Grafik 3.34 Perkembangan Transaksi Tunai ------------------------------------------- 52 Grafik 3.35 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow) ------------------- 52 Grafik 3.36 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di NTT --------------- 53

Page 9: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I–2016|

viii

Grafik 3.37 Perkembangan Uang Palsu (UPAL) di NTT ------------------------------ 53 Grafik Boks 3.1 Pangsa DPK Perbankan NTT ------------------------------------------ 54 Grafik Boks 3.2 NPL Berdasarkan Penggunaan --------------------------------------- 54 Grafik Boks 3.3 Pangsa DPK Perbankan NTT ------------------------------------------ 56 Grafik Boks 3.4 Pangsa Kredit Perbankan NTT ---------------------------------------- 56 Grafik 4.1 Perbandingan Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Tahun 2015 dan 2016 --------- 57 Grafik 4.2 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur --------------------- 58 Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di NTT ---------- 59 Grafik 4.4 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi

dan Kabupaten/Kota di NTT ------------------------------------------------ 59 Grafik 4.5 Perkembangan Realisasi Belanja -------------------------------------------- 60 Grafik 4.6 Perkembangan Realisasi Belanja Modal----------------------------------- 60 Grafik 4.7 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT ----------------------------------------------------------------- 61 Grafik 4.8 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT ---------------------- 62 Grafik 4.9 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT ---------------------- 62 Grafik 4.9 Realisasi Belanja dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kotadi Provinsi Nusa Tenggara Timur ---------------- 62 Grafik 4.10 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur ------------------ 63 Grafik Boks 4.1 Perkembangan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Total Kabupaten/Kota di NTT ------------------------------ 64 Grafik Boks 4.2 Postur Rencana Belanja Per Masing-Masing Kabupaten/Kota di Provinsi NTT ----------------------------------------------------------- 65 Grafik Boks 4.3 Realisasi Belanja Per Masing-Masing Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Triwulan I 2016 ----------------------------------------- 65 Grafik 5.1 Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka ------------------------ 68 Grafik 5.2 Perkembangan Pengangguran Sesuai Tingkat Pendidikan ----------- 68 Grafik 5.3 Struktur Tenaga Kerja di NTT Bulan Februari 2016 -------------------- 69 Grafik 5.4 Perkembangan Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha ------------- 69 Grafik 5.5 Perkembangan Pengangguran Sesuai Tingkat Pendidikan ----------- 70 Grafik 5.6 Perkembangan Angkatan Kerja (AK) dan Pekerja Sesuai Tingkat Pendidikan ----------------------------------------------------------------------- 70 Grafik 5.7 Perkembangan Struktur Tenaga Kerja Sesuai Status Pekerjaan ----- 70 Grafik 5.8 Perkembangan Status Pekerjaan Masyarakat --------------------------- 70 Grafik 5.9 Presentase Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Sedang dan Besar -------------------------------------------------------------- 71 Grafik 5.10 Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang ---------------- 71 Grafik 5.11 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU ---------------------------- 72 Grafik 5.12 Perkembangan Nilai Tukar Petani ---------------------------------------- 72 Grafik 5.13 Perkembangan NTP Per Sektor -------------------------------------------- 72 Grafik 5.14 Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu ----------------- 73 Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tw I-2016 ------------------------ 75 Grafik 6.2 Indeks Tendensi Konsumen ------------------------------------------------- 76 Grafik 6.3 Survei Konsumen -------------------------------------------------------------- 76 Grafik 6.4 Perkembangan Survei Kegiatan Dunia Usaha --------------------------- 78 Grafik 6.5 Hasil Survei Konsumen ------------------------------------------------------- 79 Grafik 6.6 Prediksi Inflasi Triwulan II-2016 --------------------------------------------- 79

Page 10: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I–2016|

ix

DAFTAR TABEL Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Tw-I 2016 ------------ 3 Tabel 1.2 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Tw-I 2016 --------- 9 Tabel 2.1 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT ---------------------------------------------------------------- 22 Tabel 2.2 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Triwulanan di Provinsi NTT --------------------------------------------------------------- 22 Tabel 2.3 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT ------------- 23 Tabel 2.4 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT ------------ 24 Tabel 2.5 Inflasi di Provinsi NTT Berdasarkan Kelompok Komoditas------------ 25 Tabel 2.6 Inflasi di Kota Kupang Berdasarkan Kelompok Komoditas ---------- 32 Tabel 2.7 Inflasi di Kota Maumere Berdasarkan Kelompok Komoditas ------- 33 Tabel 3.1 Perkembangan Kinerja BPR ------------------------------------------------- 45 Tabel Boks 3.1 Kondisi Kredit Berdasarkan Sektor ----------------------------------- 55 Tabel 4.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten /Kota di Provinsi NTT ----------------------------------------------------------------- 61 Tabel 4.2 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Provinsi NTT ---------------------------------------------------------- 63 Tabel 4.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT ------------------ 63

DAFTAR GAMBAR

Gambar Boks 1.1 Neraca Perdagangan Antar Daerah/Negara di NTT ----------- 17 Gambar Boks 1.2 Peta Komoditas Unggulan di NTT -------------------------------- 18 Gambar Boks 1.3 Alur Pelayaran dan Distribusi Barang di NTT ------------------- 20 Gambar Boks 1.4 Pembangunan Sumber Daya Air (Waduk) di NTT ------------- 20 Gambar 2.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan I 2016 dan Sebaran Pembentukan TPID --------------------------------------- 34 Gambar Boks 2.1 Peta Daerah dengan Potensi Kerusakan Tanam Posisi 29 April 2016 --------------------------------------------------------- 35 Gambar Boks 2.2 Total Luas Tanam dan Gagal Tanam Pada Tanaman Pangan di NTT ------------------------------------------------------- 36 Gambar Boks 4.1 Perubahan Postur Transfer ke Daerah dan Dana Desa------- 64 Gambar Boks 4.2 Postur Rencana Pendapatan Total Kabupaten/Kota di Provinsi NTT -------------------------------------------------------- 64 Gambar Boks 4.3 Postur Rencana Belanja Total Kabupaten/Kota di Provinsi NTT -------------------------------------------------------- 64 Gambar 6.1 Ramalan Curah Hujan di Provinsi NTT pada Bulan Mei 2016-- ---------------------------------------------------- 77 Gambar 6.2 Ramalan Sifat Hujan di Provinsi NTT pada Bulan Mei 2016 ------------------------------------------------------ 77

Page 11: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I–2016|

x

Ringkasan Umum KER Provinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I-2016

EKONOMI MAKRO REGIONAL

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) NTT pada triwulan I-2016 mencapai Rp

19,69 triliun dengan pertumbuhan tahunan sebesar 5,06% (yoy) cenderung melambat

dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 5,13% (yoy), namun masih lebih tinggi

apabila dibandingkan nasional yang sebesar 4,92% (yoy). Pertumbuhan terutama

ditopang oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

serta Sektor Konstruksi. Peningkatan pada sektor Administrasi pemerintahan diperkirakan

didorong oleh realisasi belanja pemerintah yang meningkat cukup tinggi dan ditopang

dengan adanya relaksasi terhadap larangan rapat di hotel yang ditetapkan pada periode

yang sama tahun sebelumnya. Sementara pertumbuhan sektor konstruksi didorong oleh

adanya proyek multiyear (bendungan, sarana publik dan gedung pemerintahan), investasi

swasta serta penyelesaian proyek pemerintah yang diperpanjang 50 – 90 hari.

INFLASI REGIONAL

Inflasi Provinsi NTT pada triwulan I 2016 mengalami penurunan cukup besar yang

disebabkan oleh kembali normalnya harga komoditas setelah mengalami kenaikan tinggi

di akhir tahun 2015.Penurunan harga BBM dan listrik serta adanya impor beras dan

membaiknya cuaca mampu memberikan sentimen positif terhadap pengendalian

inflasi.Kembali normalnya permintaan juga membuat tekanan harga berkurang. Kembali

normalnya harga terlihat dari inflasi triwulan I 2016 yang mengalami deflasi 0,36% (qtq).

Namun demikian, harga belum sepenuhnya pulih yang terlihat dari inflasi tahunan yang

mencapai 5,04% (yoy). Adanya El Nino, cuaca buruk dan gelombang tinggi, kenaikan

cukai rokok, perpanjangan penyelesaian proyek infrastruktur, hari raya paskah dan Libur

Imlek serta event nasional rakor pusat dan daerah menjadi faktor penekan inflasi di

triwulan I 2016.

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

Secara tahunan, kinerja perbankan di Provinsi NTT pada triwulan I 2016

mengalami perlambatan apabila dibandingkan triwulan-IV 2015.Pertumbuhan aset

tercatat hanya 3,80% (yoy), Dana Pihak Ketiga (DPK) cenderung melambat dari 16.90%

(yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi 12,09% (yoy) di triwulan I 2016, sementara

pertumbuhan kredit melambat dari 14,06% (yoy) menjadi 13,43% (yoy). Di sisi lain, rasio

Page 12: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I–2016|

xi

kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) Gross perbankan tercatat sebesar 1,90%

dan Loan to Deposit Ratio (LDR) pada triwulan I 2016 sebesar 88,35%.

Kondisi yang lebih beragam terjadi pada kinerja sistem pembayaran di provinsi NTT

pada triwulan I 2016.Dari Sistem Pembayaran Non Tunai, fasilitas Sistem Kliring Nasional

Bank Indonesia (SKNBI) mengalami peningkatan sebesar 213,76% (yoy) atau dengan nilai

transaksi Rp 3,11 triliun. Sementara itu, transaksi BI-RTGS mengalami penurunan dengan

nilai transaksi sebesar Rp 8,69 triliun yang kemungkinan disebabkan oleh adanya

peningkatan batas minimal RTGS yang sebesar 500 juta rupiah. Perubahan ketentuan

setelmen dan batasan maksimal penggunaan SKNBI diperkirakan menjadi penyebab

peningkatan penggunaan kliring dan perlambatan pada RTGS. Di sisi lain, sistem

pembayaran tunai mengalami net-inflow sebesar Rp.1,50 triliun atau tumbuh 3,50%

(yoy) dan jumlah uang palsu yang dilaporkan sebanyak 25 lembar.

Dalam bab ini dilengkapi pula boks mengenai stabilitas sistem keuangan yang

menjelaskan mengenai kondisi intermediasi perbankan di Provinsi NTT serta kerentanan

sektoral yang dilihat dari rasio Non Performing Loan (NPL).

KEUANGAN PEMERINTAH

Pada tahun 2016 terjadi peningkatan pagu pendapatan pemerintah di Provinsi NTT

(APBN,APBD Kab/Kota dan APBD Provinsi) sebesar 18,3% dari Rp 20,88 triliun (2015)

menjadi Rp 24,70 triliun (2016). Di sisi lain, pagu belanja mengalami peningkatan 1,2%

dari Rp 34,51 triliun (2015) menjadi Rp 34,93 triliun (2016). Pagu belanja tersebut

diperkirakan masih akan meningkat terutama berasal dari revisi belanja APBN seiring

adanya kemungkinan tambahan alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur

bendungan (Raknamo dan Rotiklot) ataupun pelabuhan Tenau, Ippi dan Lauren Say yang

belum dialokasikan.

Dari sisi realisasi, total realisasi pendapatan Pemerintah pada Triwulan-I 2016

mencapai Rp 4,93 triliun atau 19,97% dari rencana pendapatan tahun 2016. Sementara,

realisasi anggaran belanja Pemerintah hingga triwulan-I tahun 2016 mencapai Rp 3,09

triliun atau 8,85% dari total pagu belanja tahun 2016. Apabila dilihat secara historis,

pencapaian realisasi belanja ini cenderung lebih tinggi apabila dibandingkan periode

yang sama tahun 2015 yang hanya 7,3% atau Rp 2,52 triliun dari pagu 2015.

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Perkembangan sektor ketenagakerjaan dan kesejahteraan menunjukkan kondisi

perlambatan pada awal tahun 2016.Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan

Page 13: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I–2016|

xii

Februari 2016 mencatat angka 3,59% atau 87,69 ribu Jiwa dari total angkatan kerja,

meningkat dibandingkan Februari 2016 yang sebesar 3,12% atau 75,1 ribu jiwa. Dari sisi

sektoral, terjadi trend penurunan jumlah tenaga kerja sektor pertanian di bulan Februari

yang terutama disebabkan pergeseran masa panen.Sementara itu, indikator

kesejahteraan masyarakat pedesaan melalui Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan-I 2016

menunjukkan adanya penurunan apabila dibandingkan triwulan-IV 2015.

PROSPEK PEREKONOMIAN

Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan II-2016 diperkirakan akan meningkat dan

berada pada rentang 5-5.4% (yoy) dan prediksi sepanjang tahun 2016 diperkirakan

masih berada pada proyeksi sebelumnya sebesar 5,1-5,5% (yoy). Peningkatan investasi

dan realisasi anggaran pemerintah diperkirakan masih menjadi pendorong pertumbuhan

ekonomi pada triwulan II dan sepanjang tahun 2016. Khusus untuk triwulan II,

pertumbuhan ekonomi juga ditopang oleh pencairan dana desa tahap pertama dan

kemungkinan realisasi gaji ke-13.

Di sisi lain, inflasi triwulan II diperkirakan berada pada kisaran 4,7-5,2% (yoy)

dengan prediksi akhir tahun sebesar 4-4,5% (yoy). Tekanan inflasi pada triwulan II

diperkirakan terjadi seiring peningkatan konsumsi masyarakat menjelang libur sekolah

pada bulan Juni dan adanya peningkatan harga menjelang perayaan Idul Fitri.Sementara

itu, tekanan inflasi sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berasal dari komoditas

volatile food dan tarif angkutan udara.

Page 14: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan
Page 15: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I–2016|

xiii

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur

I. EKONOMI MAKRO REGIONAL

2015%yoy*) I IV I % qtq**) %yoy***)

Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 68,598.5 76,432.5 5.02 17,470.8 20,371.2 19,693.1 -4.88 5.06Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 20,447.4 22,665.7 2.93 5,364.3 5,545.2 5,836.5 2.60 1.81Pertambangan dan Penggalian 1,070.3 1,307.6 6.42 273.8 358.9 314.9 -13.60 7.03Industri Pengolahan 843.7 940.9 5.23 215.7 259.3 239.1 -8.86 4.98Pengadaan Listrik dan Gas 31.8 40.0 10.19 9.0 12.5 12.6 0.12 12.29Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 45.5 47.2 2.07 11.0 12.3 11.4 -8.07 0.47Konstruksi 7,096.0 7,908.2 5.22 1,712.8 2,244.0 2,048.2 -9.43 8.69Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,296.7 8,274.0 6.09 1,883.3 2,219.1 2,098.4 -7.25 4.14Transportasi dan Pergudangan 3,566.9 3,976.0 5.49 904.2 1,101.5 1,056.3 -5.48 8.55Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 422.4 487.1 6.17 105.7 137.0 121.6 -12.91 6.75Informasi dan Komunikasi 5,134.4 5,477.4 7.14 1,276.4 1,462.3 1,383.6 -5.31 7.28Jasa Keuangan dan Asuransi 2,698.9 2,995.5 5.76 711.7 799.2 781.8 -2.88 5.17Real Estate 1,860.9 2,054.3 3.85 464.3 550.9 514.9 -8.55 2.85Jasa Perusahaan 210.9 235.5 4.61 54.4 62.3 59.8 -5.73 2.66Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 8,392.7 9,399.6 7.09 2,091.0 2,653.4 2,469.5 -8.87 7.42Jasa Pendidikan 6,568.2 7,367.7 4.85 1,645.9 2,079.8 1,897.2 -8.79 5.01Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,414.6 1,616.4 5.52 359.9 444.9 425.5 -5.07 9.05Jasa lainnya 1,497.0 1,639.5 3.72 387.5 428.6 421.8 -2.72 3.34Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 68,598.5 76,432.5 5.02 17,470.8 20,371.2 19,693.1 -4.88 5.061. Konsumsi Rumah Tangga 50,952.8 56,027.9 6.33 12,967.7 15,532.8 14,712.8 -4.25 5.602. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT) 2,323.8 2,539.4 4.49 536.5 727.6 583.5 -21.07 3.923. Konsumsi Pemerintah 20,592.3 23,705.4 7.97 2,805.8 8,049.6 3,151.2 -60.59 5.444. Pembentukan Modal Tetap Bruto 26,693.0 32,505.8 17.19 6,850.6 9,043.3 8,187.8 -14.03 9.335. Perubahan Inventori 1,024.3 967.6 -15.22 48.3 352.4 23.5 -93.55 -56.726. Ekspor Luar Negeri 1,382.3 1,608.8 19.99 363.0 359.9 305.2 -15.21 -21.097. Impor Luar Negeri 527.2 261.5 -54.99 38.7 72.6 47.8 -33.88 27.528. Net Ekspor Antar Daerah (Impor) -33,842.9 -40,660.9 18.66 -6,062.5 -13,621.8 -7,223.2 -42.41 8.55Data Ekspor Impor di Provinsi NTTEksporNilai Ekspor Nonmigas (ribu USD) 18,410 24,018 30.46 4,453 6,616 5,516 -16.63 23.89Volume Ekspor Nonmigas (ton) 61,410 83,016 35.18 11,490 26,423 20,530 -22.30 78.67ImporNilai Impor Nonmigas (ribu USD) 26,013 5,352 -79.43 167 1,439 8,289 476.11 4861.83Volume Impor Nonmigas (ton) 76,708 3,042 -96.03 267 760 20,199 2556.88 7456.48Ket: Dalam Rp Miliar (ADHB)*) Total Pertumbuhan 2015 dibandingkan 2014**) Pertumbuhan Q1 2016 dibandingkan Q4 2015***) Pertumbuhan Q1 2015 dibandingkan Q1 2016****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan

INDIKATOR 2014 2015 2015 2016

II. INFLASI

2016I II III IV I II III IV I II III IV I

Indeks Harga KonsumenNTT 104.41 104.78 108.66 110.58 112.52 113.27 113.15 119.15 118.59 120.07 120.78 125.02 124.56- Kota Kupang 104.56 104.91 108.85 110.84 112.91 113.63 113.50 120.06 119.47 121.09 121.54 126.15 125.64- Maumere 103.39 103.96 107.42 108.85 110.00 110.93 110.85 113.20 112.81 113.42 115.77 117.60 117.50Laju Inflasi Tahunan (yoy %)NTT 7.11 5.26 8.29 8.41 7.78 8.10 4.13 7.76 5.39 6.01 6.74 4.92 5.04- Kota Kupang 7.06 5.56 8.88 8.84 7.99 8.31 4.27 8.32 5.81 6.57 7.08 5.07 5.16- Maumere 7.38 3.73 5.32 6.24 6.39 6.70 3.19 4.00 2.55 2.24 4.44 3.89 4.16

2014 2015INDIKATOR 2013

Page 16: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I–2016|

xiv

II. PERBANKAN

2016I II III IV I II III IV I

A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)1. Total Aset 25,600 28,602 23,316 26,398 27,114 25,600 29,877 32,778 32,750 28,602 30,9312. DPK 18,571 21,478 17,078 18,791 19,092 18,571 19,798 21,764 22,341 21,478 21,945 - Giro 3,717 4,372 4,137 5,516 5,091 3,717 5,474 6,379 6,537 4,372 5,604 - Tabungan 10,385 11,933 8,577 8,568 9,041 10,385 9,092 9,149 9,644 11,933 10,449 - Deposito 4,469 5,173 4,363 4,707 4,960 4,469 5,232 6,236 6,159 5,173 5,8933. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek 17,759 20,284 15,756 16,652 17,220 17,759 16,907 17,845 18,552 20,284 20,525 - Modal Kerja 5,316 6,110 4,439 4,881 5,122 5,316 5,011 5,392 5,618 6,110 6,127 - Investasi 1,537 1,650 1,344 1,444 1,444 1,537 1,260 1,303 1,286 1,650 1,567 - Konsumsi 10,905 12,524 9,972 10,326 10,654 10,905 10,636 11,150 11,648 12,524 12,8304. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 17,094 19,483 15,071 15,947 16,532 17,094 17,226 18,198 18,897 19,492 19,546 - Modal Kerja 5,252 5,917 4,322 4,742 5,008 5,252 5,218 5,626 5,848 5,922 5,742 - Investasi 1,309 1,381 1,115 1,201 1,235 1,309 1,318 1,359 1,338 1,381 1,317 - Konsumsi 10,534 12,185 9,634 10,004 10,289 10,534 10,690 11,212 11,710 12,189 12,487LDR (%) 92.0% 90.7% 88.3% 84.9% 86.6% 92.0% 87.0% 83.6% 83.7% 89.9% 88.3%Kredit UMKM 5,162 6,075 4,185 4,753 5,000 5,162 5,234 5,611 5,996 6,080 6,188B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)Total Aset 415 510 343 355 374 415 437 454 482 513 535Dana Pihak Ketiga 309 381 250 257 275 309 311 331 353 382 403Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 319 366 270 294 306 319 330 349 354 369 368LDR (%) 79.4% 76.7% 82.6% 85.6% 84.1% 79.4% 80.5% 82.4% 80.5% 76.70% 77.6%

C. Grand Total (A+B) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)1. Total Aset 26,016 29,112 23,660 26,753 27,487 26,016 30,314 33,232 33,232 29,115 31,4662. Dana Pihak Ketiga 18,880 21,859 17,328 19,048 19,367 18,880 20,109 22,095 22,694 21,860 22,3483. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 17,413 19,849 15,341 16,241 16,838 17,413 17,556 18,547 19,250 19,861 19,914

D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total1. Total Aset (%) 1.6% 1.8% 1.5% 1.3% 1.4% 1.6% 1.4% 1.4% 1.4% 1.8% 1.7%2. Dana Pihak Ketiga (%) 1.6% 1.7% 1.4% 1.4% 1.4% 1.6% 1.5% 1.5% 1.6% 1.7% 1.8%3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%) 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.9% 1.9% 1.8% 1.9% 1.8%

III. SISTEM PEMBAYARAN

2016I II III IV I II III IV I

Transaksi Tunai Inflow (Rp. Triliun) 3.4 3.7 1.4 0.7 0.8 0.5 1.8 0.5 0.8 0.5 1.8Outflow (Rp. Triliun) 4.6 5.6 0.3 0.8 1.3 2.1 0.4 0.9 1.7 2.6 0.3Uang Palsu (lembar) 72 1098 14 11 39 8 27 966 52 53 25Transaksi Non Tunai

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) 92.71 136 14.18 13.05 29.84 35.63 34.61 43.75 41.55 15.84 8.69Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) 33,747 21,758 7,809 7,868 8,776 9,294 5,984 6,086 5,877 3,811 323KliringNominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun) 3.79 6.32 0.84 0.85 0.91 1.19 0.99 0.93 1.38 3.01 3.11Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat) 152,284 201,975 34,677 36,188 37,809 43,610 39,971 40,708 48,453 72,843 67,315Cek/BG Kosong 897 1,203 179 175 276 267 300 254 342 307 229

20142014 2015

BI-RTGSTo NTT

2015

INDIKATOR 2014 20152015 2014

INDIKATOR

Page 17: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 1

EKONOMI MAKRO REGIONAL

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-I 2016 mengalami

pertumbuhan yang sedikit melambat apabila dibandingkan triwulan-IV 2015.

Namun mengalami kenaikan apabila dibandingkan triwulan I-2015.

Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan I-2016 mencapai 5,06% (yoy)

cenderung melambat dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 5,13% (yoy), namun

meningkat cukup signifikan dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya

tumbuh sebesar 4,64% (yoy). Pertumbuhan ekonomi NTT tersebut juga tercatat lebih tinggi

apabila dibandingkan nasional yang sebesar 4,92% (yoy).

Pertumbuhan ekonomi NTT triwulan I terutama didorong oleh sektor Administrasi

Pemerintahan dan sektor konstruksi.

1.1 Kondisi Umum

Nilai Nominal Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT

pada triwulan I-2016 mencapai Rp 19,69 triliun dengan pertumbuhan

tahunan sebesar 5,06% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi

terutama didorong oleh PMTB/Investasi serta pertumbuhan konsumsi rumah tangga

yang tumbuh sebesar 5,6% (yoy). Sementara itu, dari sisi sektoral pertumbuhan

terutama ditopang oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan

Sosial Wajib serta Sektor Konstruksi. Peningkatan pada sektor Administrasi

pemerintahan diperkirakan didorong oleh realisasi belanja pemerintah (pegawai,

barang dan jasa, hibah serta bantuan keuangan) yang meningkat cukup tinggi

dibandingkan dengan adanya larangan rapat di hotel pada periode yang sama tahun

sebelumnya . Sementara pertumbuhan sektor konstruksi didorong oleh adanya

proyek multiyear (bendungan, sarana publik dan gedung pemerintahan), investasi

swasta maupun penyelesaian proyek pemerintah yang diperpanjang 50 90 hari.

Di sisi lain secara triwulanan (qtq) pertumbuhan ekonomi NTT mengalami

penurunan sebesar -4,88% (qtq). Dari sisi penggunaan, seluruh komponen

(konsumsi, investasi dan ekspor-impor) mengalami penurunan, sementara secara

sektoral hanya sektor pertanian serta sektor pengadaan listrik dan gas yang

mengalami pertumbuhan. Hal ini merupakan siklus tahunan yang selalu terjadi di

NTT, dimana pertumbuhan akan tumbuh tinggi di akhir tahun seiring realisasi

belanja dan kegiatan belanja pemerintah serta momen keagamaan dan liburan

sekolah yang mendorong peningkatan konsumsi masyarakat secara umum.

Page 18: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 2

Apabila dibandingkan dengan nasional, pertumbuhan ekonomi NTT

triwulan-I sebesar 5,06% (yoy) masih lebih tinggi dibandingkan nasional

yang sebesar 4,92% (yoy). Rendahnya pertumbuhan ekonomi secara nasional

terutama disebabkan oleh pertumbuhan konsumsi pemerintah dan investasi yang

masih terbatas, harga komoditas dunia yang masih tergolong rendah serta adanya

pergeseran masa panen. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi NTT masih lebih rendah

apabila dibandingkan Provinsi NTB yang sebesar 9,97% (yoy) dan Provinsi Bali

sebesar 6,04% (yoy). Pertumbuhan ekonomi NTB secara tahunan masih didorong

oleh komoditas tambang seiring produksi PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT)

sementara perekonomian bali ditopang oleh positifnya pertumbuhan sektor

akomodasi dan makan minum serta sektor pedagangan besar seiring adanya

perayaan libur imlek yang mendorong peningkatan kunjungan Wisatawan asal

Tiongkok serta perayaan keagamaan seperti paskah, nyepi dan galungan.

Grafik 1.1. PDRB (ADHB) dan Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibanding

Nasional

Grafik 1.2. PDRB dan Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT, Bali, NTB dan Nasional

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung

berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali. Pertumbuhan ekonomi triwulanan

Provinsi NTT mengalami penurunan sebesar -4,88% (qtq) pada triwulan I 2016.

Kondisi penurunan juga terjadi pada Provinsi Bali sebesar -1,48% (qtq) dan Nasional

sebesar -0,34% (qtq) yang secara umum disebabkan oleh perlambatan realisasi

belanja dan proyek-proyek pemerintah di awal tahun. Sementara itu, provinsi NTB

mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 2,24% (qtq) yang terutama didorong

oleh peningkatan produksi tambang dan mulai adanya panen padi di beberapa

daerah.

Page 19: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 3

1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan

Pada triwulan I 2016 pertumbuhan investasi/PMTB menjadi pendorong

utama yang juga ditopang konsumsi rumah tangga dan konsumsi

pemerintah yang tumbuh positif dibandingkan periode yang sama tahun

2015. Pertumbuhan investasi/PMTB tercatat sebesar 9,3% (yoy) atau meningkat Rp

1,34 triliun dibandingkan tw-I 2015. Peningkatan terutama terjadi dari

pembangunan proyek-proyek multiyears dan didorong pula adanya dispensasi

selama 50 dan 90 hari untuk keterlambatan penyelesaian proyek pada tahun 2015

serta Proyek-proyek swasta seperti hotel, restoran, sarana kelistrikan dan komunikasi.

Dari sisi konsumsi rumah tangga, terjadi pertumbuhan sebesar 5,6% (yoy) yang

diperkirakan ditunjang oleh konsumsi masyarakat seiring perayaan paskah. Di sisi

lain, net impor antar daerah yang tumbuh sebesar 8,55% (yoy) masih menjadi salah

satu penghambat dalam mendorong perekonomian NTT tumbuh lebih tinggi.

Secara triwulanan, seluruh komponen pada sisi penggunaan

mengalami penurunan dan mendorong kinerja ekonomi menurun sebesar -

4,88% (qtq). Penurunan tertinggi terjadi pada komponen konsumsi pemerintah

yang turun hingga -60,29% (qtq) pada triwulan-I 2016 seiring melambatnya

kegiatan pemerintah di awal tahun dan tingginya realisasi anggaran di akhir tahun

2015. Penurunan juga terjadi pada komponen PMTB/Investasi yang didorong oleh

perlambatan kegiatan proyek-proyek swasta dan pemerintah serta konsumsi rumah

tangga seiring telah lewatnya akhir tahun anggaran.

Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan I-2016

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

1.2.1 Konsumsi

Secara umum, pengeluaran konsumsi pada triwulan I menunjukkan

pertumbuhan sebesar 5,52% (yoy) cenderung melambat apabila

dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 11,17% (yoy). Perlambatan

terutama terjadi pada komponen konsumsi pemerintah. Sementara itu,

2016

2014 2015 TW I TW IV TW I1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 50,952,750 56,027,892 12,967,693 15,532,810 14,712,817 74.7 -4.25 5.60

2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,323,762 2,539,408 536,536 727,600 583,485 3.0 -21.07 3.92

3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 20,592,320 23,705,393 2,805,822 8,049,633 3,151,219 16.0 -60.59 5.44

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 26,693,029 32,505,797 6,850,598 9,043,274 8,187,777 41.6 -14.03 9.33

5. Perubahan Inventori 1,024,332 967,562 48,347 352,370 23,514 0.1 -93.55 -56.72

6. Ekspor Luar Negeri 1,382,328 1,608,842 362,988 359,881 305,214 1.5 -15.21 -21.09

7. Impor Luar Negeri 527,152 261,549 38,655 72,579 47,777 0.2 -33.88 27.52

8. Net Ekspor Antar Daerah (33,842,869) (40,660,869) (6,062,539) (13,621,813) (7,223,156) -36.7 -42.41 8.55

P D R B 68,598,500 76,432,477 18,055,203 20,371,177 19,693,094 100.0 -4.88 5.06

UraianYOY

Bobot2015

yoyqtq

Page 20: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 4

pertumbuhan PMTB/Investasi dan konsumsi rumah tangga cenderung meningkat

yang diperkirakan terjadi sebagai dampak base effect rendahnya pencapaian PDRB

NTT pada triwulan-I 2015.

Konsumsi rumah tangga pada triwulan-I juga menunjukkan

pertumbuhan positif secara tahunan sebesar 5,60% (yoy) walaupun secara

triwulanan cenderung mengalami penurunan sebesar -4,25% (qtq). Apabila

dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan IV-2015 yang sebesar 4,77%

(yoy) pertumbuhan sisi konsumsi rumah tangga sebesar 5,60% (yoy) ditahun 2016

cenderung lebih tinggi. Hal ini lebih disebabkan pula oleh rendahnya PDRB NTT pada

triwulan-I 2015 yang mendorong pertumbuhan triwulan-I 2016 lebih meningkat .

Peningkatan secara tahunan diperkirakan terjadi karena adanya konsumsi

masyarakat seiring perayaan paskah. Di sisi lain, secara triwulanan (qtq) terjadi

perlambatan sebesar -4,25% (qtq) yang terutama terjadi akibat perlambatan

konsumsi masyarakat paska natal dan tahun baru. Perlambatan terkonfirmasi dari

hasil Survei Konsumen Bank Indonesia yang menunjukkan adanya penurunan

indeks kondisi ekonomi saat ini, penghasilan saat ini dibandingkan 6 bulan,

ketepatan pembelian barang tahan lama dan ketersediaan lapangan kerja saat ini

dibandingkan 6 bulan yang lalu.

Grafik 1.3. Survei Konsumen

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Perlambatan secara triwulanan juga ditunjukkan dari angka Indeks

Tendensi Konsumen (ITK) yang menurun. Penurunan ITK juga ditunjukkan

dengan komponen pendapatan rumah tangga yang menurun. Hal ini

mengindikasikan bahwa pendapatan rumah tangga masyarakat di triwulan I 2016

cenderung melambat apabila dibandingkan triwulan IV 2015. Perlambatan juga

terlihat dari konsumsi listrik yang sedikit menurun secara triwulanan sebesar -0,02%

(qtq) walaupun apabila dilihat secara tahunan terjadi pertumbuhan sebesar

10,67%(yoy). Perlambatan secara triwulanan juga terlihat dari Survei Kegiatan Dunia

Page 21: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 5

Usaha yang menunjukkan penurunan indikator kegiatan usaha, harga jual dan

tenaga kerja. Sementara itu indikator penyaluran kredit konsumsi pada triwulan I

mencapai Rp 12,61 triliun atau tumbuh sebesar 2,5% (qtq) melambat dibandingkan

triwulan IV 2015 yang sebesar 4,1% (qtq) dan secara tahunan tumbuh sebesar

16,7% (yoy).

Grafik 1.4. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.5. Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga

Sumber : BPS, diolah Sumber : PT PLN, diolah

Grafik 1.6. Indeks Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.7. Penyaluran Kredit Konsumsi

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah

Tangga (LNPRT) tumbuh 3,92% (yoy) melambat dibandingkan triwulan IV

2015 yang sebesar 20,92% (yoy). Perlambatan terjadi seiring telah lewatnya masa

Pilkada serentak 9 Kabupaten/Kota di Provinsi NTT pada tahun 2015.

Komponen Konsumsi Pemerintah pada triwulan I-2016 tumbuh

sebesar 5,44% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan I-2015 sebesar 3,97%

(yoy). Peningkatan konsumsi pemerintah terlihat dari data realisasi konsumsi

pemerintah (Pusat, Kabupaten/Kota, Provinsi) di NTT yang mengalami kenaikan

sebesar 17,81% dari Rp 2,42 triliun (Tw-I 2015) menjadi Rp 2,85 triliun (Tw-I 2016).

Peningkatan didorong oleh belanja konsumsi pegawai sebagai komponen utama

yang tumbuh cukup tinggi sebesar 11,98%. Adanya upaya percepatan realisasi

anggaran melalui penetapan target realisasi nasional sebesar minimal 90% di akhir

tahun dan pengiriman surat edaran dari Sekretaris Daerah kepada instansi terkait

diperkirakan turut menjadi pendorong kenaikan realisasi secara tahunan.

Page 22: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 6

Sementara itu, secara triwulanan konsumsi pemerintah cenderung turun

sebesar -60,59% (qtq). Hal tersebut lebih disebabkan oleh adanya penumpukan

realisasi anggaran di tahun 2015. Adanya masalah numenklatur, penerapan e-

catalogue dan peraturan baru penganggaran menyebabkan realisasi 2015

cenderung sedikit lebih lambat dan menumpuk di akhir tahun 2015.

1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi

Pertumbuhan investasi/PMTB di NTT pada triwulan I-2016 mengalami

pertumbuhan sebesar 9,33% (yoy). Pertumbuhan diperkirakan turut dipengaruhi

oleh adanya proyek mutiyears pemerintah, seperti bendungan raknamo, bendungan

rotiklot, gedung Pemerintahan dan sarana publik lainnya. Hal ini terlihat dari realisasi

belanja modal pemerintah di Provinsi NTT hingga akhir Maret 2016 yang mengalami

kenaikan sebesar 140,48% (yoy) dibandingkan triwulan I-2015 atau dari Rp 100,34

miliar (tw-I 2015) menjadi Rp 241,29 miliar (tw I-2016). Peningkatan juga

diperkirakan berasal dari investasi swasta melalui pembangunan jaringan listrik,

sarana komunikasi, serta restoran dan hotel.

Data realisasi investasi BKPM dan Penjualan Semen menunjukkan

adanya indikasi peningkatan investasi di NTT. Berdasarkan data BKPM, pada

triwulan-I 2016 telah terealisasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar US$ 24,77

juta atau meningkat 79,5% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2015. Dari

indikator penjualan semen, terlihat pula peningkatan penjualan semen secara

tahunan sebesar 37,9% (yoy) yang mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan

proyek pada triwulan-I 2016 dibandingkan periode yang sama tahun 2015.

Grafik 1.8. Realisasi Investasi Modal Asing & Penanaman Modal Dalam Negeri

Grafik 1.9. Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT

Sumber : BKPM, diolah Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah

Dari data sistem pembayaran non tunai terlihat adanya pertumbuhan

perputaran uang. Data kliring menunjukkan adanya perputaran uang mencapai Rp

Sumber : KBI Kupang

Page 23: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 7

3,1 triliun pada triwulan I 2016 atau meningkat 170% (yoy) dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu dari indikator perbankan, pertumbuhan

kredit modal kerja masih tumbuh sebesar 10,4% (yoy) walaupun untuk kredit

investasi terjadi penurunan sebesar -0,05% (yoy). Penurunan kredit investasi

mengkonfirmasi bahwa dorongan PMTB/Investasi terutama berasal dari investasi

pemerintah maupun swasta dari luar NTT.

Grafik 1.10. Perkembangan Kliring Grafik 1.11. Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi

Sumber : Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah

1.2.3 Ekspor Impor

1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah

Pertumbuhan net impor antar daerah pada triwulan I-2016 mencapai

8,55% (yoy) yang terindikasi pula pada aktivitas bongkar muat di pelabuhan.

Di Di sisi lain, secara triwulanan net impor mengalami perlambatan penurunan

sebesar -42,41% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini juga terkonfirmasi

dari peningkatan kegiatan peti kemas yang mencapai 25.192 teus atau tumbuh

sebesar 32,5% (yoy) walaupun secara triwulanan turun sebesar -6,7% (qtq). Alur

pertumbuhan secara tahunan dan perlambatan secara triwulanan juga searah

dengan kondisi konsumsi dan investasi yang meningkat secara tahunan namun

menurun secara triwulanan seiring dampak musiman penurunan kegiatan proyek

pemerintah dan konsumsi di awal tahun. Sementara itu, aktivitas bongkar muat

menunjukkan pertumbuhan net bongkar (net impor) yang mencapai 97,8% (yoy).

Terbatasnya industri dan tingginya kebutuhan sumber daya pangan di NTT masih

menjadi penyebab ketergantungan NTT dengan daerah lain.

Page 24: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 8

Grafik 1.12. Perkembangan Peti Kemas Grafik 1.13. Aktivitas Bongkar Muat

Sumber : Pelindo III, diolah Sumber : Pelindo III, diolah

1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri

Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan I 2016 cenderung

mengalami penurunan secara tahunan maupun triwulanan. Penurunan net

ekspor secara tahunan mencapai -26,3% (yoy) dan secara triwulan mencapai

-10,5% (qtq). Berdasarkan data ekspor-impor Bank Indonesia, pada triwulan-I 2016

Provinsi NTT cenderung mengalami net impor sebesar US$ 2,7 juta. Impor terbesar

NTT terutama beras yang berasal dari Thailand. Sementara itu ekspor NTT terutama

semen dan kendaraan serta suku cadangnya ke negara Timor Leste.

Grafik 1.14.Perkembangan Ekspor dan Impor

Grafik 1.15. Negara Tujuan Ekspor

Sumber : Pelindo III, diolah Sumber : Pelindo III, diolah

1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2016 didorong oleh

sektor Administrasi Pemerintahan dan sektor Konstruksi. Peningkatan sektor

administrasi pemerintah diperkirakan terjadi seiring percepatan upaya penyerapan

anggaran oleh pemerintah. Sementara itu, peningkatan sektor konstruksi

diperkirakan didorong oleh adanya proyek-proyek multiyear pemerintah dan

pengerjaan lanjutan kegiatan proyek yang belum selesai di tahun 2015. Secara

triwulanan, dari 17 sektor dalam komponen PDRB hanya sektor Pertanian serta

sektor pengadaan listrik dan gas yang memiliki pertumbuhan positi. Sektor pertanian

Page 25: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 9

diperkirakan turut dipengaruhi oleh adanya pengiriman sapi melalui kapal ternak,

sementara sektor pengadaan listrik terbantu oleh penambahan kapasitas jaringan

melalui mesin sewa dan pembangunan Pembangkit Listrik Mikro Hidro.

Tabel 1.2. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan I 2016

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp

1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

Secara tahunan, pertumbuhan sektor pertanian mengalami

perlambatan apabila dibandingkan triwulan IV-2015 maupun triwulan I-

2015. Secara tahunan pertumbuhan sektor pertanian hanya sebesar 1,81% (yoy)

atau melambat dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 2,59% (yoy) dan

triwulan I-2015 yang sebesar 3,10% (yoy). Perlambatan diperkirakan dipengaruhi

oleh dampak penurunan harga beberapa komoditas seperti jambu mete, kakao dan

rumput laut di tingkat global. Terjadinya penurunan produksi komoditas seperti

kakao dan padi akibat serangan hama dan pohon yang sudah menua dan adanya

pergeseran kembali musim panen menjadi permasalahan lain yang mendorong

perlambatan. Namun demikian, perlambatan produksi pertanian tersebut dapat

tertahan oleh adanya peningkatan produksi beberapa komoditas seperti garam di

Sabu Raijua dan pengiriman sapi melalui kapal ternak.

Sementara itu, secara triwulanan sektor pertanian justru mengalami

peningkatan sebesar 2,6% (yoy). Peningkatan diperkirakan terjadi seiring adanya

pengiriman ternak melalui kapal ternak dan produksi garam di triwulan-I.

Berdasarkan data Pelindo III, pada triwulan-I pengiriman ternak dari pelabuhan

Tenau mencapai 5.361 ekor sedikit meningkat dibandingkan triwulan IV yang hanya

sebesar 5.324 ekor. Sementara itu, pengiriman komoditas pertanian dan perkebunan

2016

2014 2015 TW I TW IV TW IA Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 20,447,428 22,665,673 5,364,288 5,545,220 5,836,477 29.6 2.60 1.81

B Pertambangan dan Penggalian 1,070,349 1,307,566 273,773 358,925 314,905 1.6 -13.60 7.03

C Industri Pengolahan 843,708 940,862 215,685 259,276 239,111 1.2 -8.86 4.98

D Pengadaan Listrik dan Gas 31,840 40,001 9,001 12,466 12,616 0.1 0.12 12.29

EPengadaan Air, Pengelolaan Sampah,

Limbah dan Daur Ulang45,529 47,150 11,004 12,305 11,405 0.1 -8.07 0.47

F Konstruksi 7,095,979 7,908,227 1,712,765 2,243,992 2,048,240 10.4 -9.43 8.69

GPerdagangan Besar dan Eceran; Reparasi

Mobil dan Sepeda Motor7,296,703 8,273,959 1,883,337 2,219,097 2,098,437 10.7 -7.25 4.14

H Transportasi dan Pergudangan 3,566,950 3,975,985 904,222 1,101,475 1,056,322 5.4 -5.48 8.55

I Penyediaan Akomodasi dan Makan

Minum422,443 487,091 105,664 137,030 121,583 0.6 -12.91 6.75

J Informasi dan Komunikasi 5,134,426 5,477,449 1,276,364 1,462,281 1,383,555 7.0 -5.31 7.28

K Jasa Keuangan dan Asuransi 2,698,906 2,995,475 711,720 799,178 781,762 4.0 -2.88 5.17

L Real Estate 1,860,878 2,054,341 464,335 550,863 514,861 2.6 -8.55 2.85

M,N Jasa Perusahaan 210,879 235,528 54,403 62,344 59,801 0.3 -5.73 2.66

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan

dan Jaminan Sosial Wajib8,392,732 9,399,572 2,091,003 2,653,426 2,469,479 12.5 -8.87 7.42

P Jasa Pendidikan 6,568,193 7,367,666 1,645,854 2,079,834 1,897,221 9.6 -8.79 5.01

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,414,584 1,616,418 359,872 444,901 425,545 2.2 -5.07 9.05

R,S,T,U Jasa lainnya 1,496,973 1,639,515 387,499 428,566 421,774 2.1 -2.72 3.34

PDRB 68,598,500 76,432,477 17,470,789 20,371,177 19,693,094 100 -4.88 5.06

qtq yoyYOY

UraianKategori Bobot2015

Page 26: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 10

juga diperkirakan turut terbantu oleh adanya beberapa kapal penghubung tol laut

seperti KM. Caraka Niaga dan beberapa kapal perintis.

Di sisi lain, indikasi perlambatan juga terlihat pada indeks nilai tukar petani

(NTP) yang menurun dari 103,19 (Tw-IV 2015) menjadi 101,18 (Tw-I 2016).

Penurunan terjadi akibat adanya peningkatan pada indeks yang dibayar, sementara

indeks diterima cenderung tetap. Hal ini mengindikasikan bahwa biaya hidup dan

keperluan produksi pertanian di pedesaan cenderung meningkat, sementara

produksi tidak mengalami perkembangan signifikan. Dari sisi sektoral penurunan

indeks terutama terjadi pada sektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebagai akibat

turunnya indeks yang diterima (IT) sementara indeks yang dibayar (IB) tertinggi pada

sektor tanaman padi-palawija yaitu kenaikan harga obat-obatan dan pupuk.

Grafik 1.16. Data Pengiriman Ternak Grafik 1.17. Perkembangan Nilai Tukar Petani

Sumber : Pelindo III, diolah Sumber : BPS, diolah

Di sisi lain, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di sektor

pertanian, perkebunan dan kehutanan menunjukkan adanya perlambatan

kegiatan usaha pada triwulan-I 2016. Hal ini terlihat dari adanya penurunan nilai

indeks kegiatan usaha dan harga jual. Sementara itu penurunan indeks harga jual

diperkirakan disebabkan pula oleh adanya penurunan harga komoditas, terutama

perkebunan (jambu mete dan kakao) di tingkat global. Dari data perbankan,

indikator kredit pertanian menunjukkan adanya pertumbuhan sebesar 10,1% (qtq)

yang diperkirakan terjadi sebagai dampak pinjaman petani untuk persiapan masa

tanam dan panen. Namun, pertumbuhan kredit tahunan yang rendah, hanya sebesar

1,4% (yoy) menimbulkan pula opini adanya kendala produksi (baik pergeseran masa

tanam, curah hujan ataupun rendahnya harga komoditas) yang menyebabkan petani

cenderung tidak mau berspekulasi untuk meminjam uang di Bank.

Page 27: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 11

Grafik 1.18. Perkembangan SKDU Pertanian

Grafik 1.19. Perkembangan Kredit Pertanian

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Beberapa permasalahan sektor pertanian yang teridentifikasi pada

tahun 2016 terutama adanya kemungkinan kerawanan pangan dan La Nina.

Rendahnya curah hujan akibat el nino dan serangan hama di beberapa daerah

penghasil padi dan jagung menyebabkan beberapa areal persawahan menjadi gagal

tanam yang berpotensi menurunkan angka produksi padi. Sementara itu, adanya

potensi La Nina pada triwulan III dapat menjadi peluang untuk melakukan

penanaman padi kembali, walaupun di sisi lain berpotensi menurunkan produksi

perikanan karena curah hujan yang meningkat. Dalam rangka peningkatan produksi

pertanian di tahun 2016, Pemerintah bekerja sama dengan TNI telah melakukan

program kerjasama untuk melakukan percetakan sawah baru.

1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Secara tahunan, pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan,

Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib pada triwulan I 2016 tumbuh lebih

tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015, namun sedikit lebih

rendah dibandingkan triwulan-IV 2015. Pertumbuhan sektor Administrasi

Pemerintahan pada triwulan-I 2016 mencapai 7,42% (yoy) atau meningkat

dibandingkan triwulan-I 2015 yang sebesar 5,97% (yoy). Untuk periode tahunan,

peningkatan turut didorong oleh tumbuhnya belanja konsumsi pemerintah secara

nominal sebesar Rp 430,8 miliar atau 17,81% (yoy). Peningkatan tersebut didorong

pula oleh realisasi belanja hibah yang meningkat sebesar 37,7% (yoy) serta belanja

barang dan jasa sebesar 37,2% (yoy). Peningkatan belanja hibah diperkirakan

dipergunakan untuk program pemberdayaan masyarakat seperti Desa Mandiri

Anggur Merah maupun dana Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (PEM) di Kota

Kupang. Serta bantuan sarana dan prasarana produksi pertanian dan perikanan,

seperti alat tangkap, kapal, traktor dan bibit. Kegiatan Rapat-rapat koordinasi dan

Page 28: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 12

percepatan proses lelang diawal tahun oleh pemerintah turut pula mendorong

pertumbuhan sektor ini.

Di sisi lain, secara triwulanan pertumbuhan tercatat menurun -8,87% (qtq).

Hal ini didorong oleh dampak menumpuknya realisasi anggaran di akhir tahun 2015

sehingga terkesan terjadi penurunan realisasi belanja yang cukup besar di triwulan I

2016. Secara historis, realisasi penyerapan anggaran pemerintah juga cenderung

rendah diawal tahun seiring proses konsolidasi yang baru dilakukan dan baru akan

meningkat pada triwulan III dan triwulan IV 2015.

Sementara itu, indikator simpanan pemerintah di perbankan mengalami

kenaikan hingga mencapai 113,5 % (qtq) pada triwulan I-2016 atau sebesar Rp 5,64

triliun dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar Rp 2,64 triliun. Peningkatan ini

disebabkan oleh realisasi penyaluran dana transfer oleh pemerintah pusat yang

belum digunakan secara maksimal di awal tahun.

Grafik 1.20. Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah

Grafik 1.21. Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil

dan sepeda motor pada triwulan-I 2016 cenderung mengalami perlambatan.

Pertumbuhan tercatat 4,14% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan IV-2015

yang sebesar 7,59% (yoy) ataupun triwulan I-2015 yang sebesar 5,27% (yoy).

Pergeseran musim panen dan penurunan kegiatan proyek diperkirakan menjadi

beberapa faktor penyebab perlambatan dibandingkan triwulan IV-2015. Namun

melambatnya pertumbuhan pada triwulan-I 2016 dibandingkan triwulan-I 2015

tidak diprediksi sebelumnya karena indikator ekonomi yang cenderung menunjukan

perbaikan seperti kenaikan penyerapan tenaga kerja, daya beli masyarakat serta

perpanjangan kegiatan beberapa proyek. Selain itu, sentimen terhadap

permasalahan pajak pada tahun lalu yang mulai berkurang di 2016 juga menjadi

Page 29: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 13

indikasi pertumbuhan. Di sisi lain, secara triwulanan pertumbuhan ekonomi NTT

cenderung menurun sebesar 7,25% (qtq) yang didorong oleh penurunan belanja

masyarakat paska perayaan hari natal, tahun baru dan masa liburan sekolah di akhir

tahun 2015.

Perlambatan secara triwulanan juga terlihat dari Indikator Survei

Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan Survei Konsumen (SK). Indikator SKDU

berupa indeks kegiatan usaha, harga jual dan tenaga kerja menunjukkan penurunan

yang mengindikasikan perlambatan kegiatan perdagangan di awal tahun. Indikasi

yang sama juga terlihat pada Survei Konsumen-Bank Indonesia yang menunjukkan

penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)

dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) walaupun dengan angka masih diatas 100

yang menunjukkan masih adanya optimisme konsumen. Dari sisi kredit, kredit

perdagangan hingga akhir triwulan I-2016 mencapai Rp 5,09 triliun atau tumbuh

sebesar 12,1% (yoy). Sementara secara triwulanan, kredit perdagangan hanya

tumbuh sebesar 0,1% (qtq) dibandingkan triwulan IV 2015 yang mengindikasikan

pula perlambatan kegiatan perdagangan.

Grafik 1.22. Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan

Grafik 1.23. Perkembangan Survei Konsumen

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : SK-Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.24. Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Page 30: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 14

1.3.4 Sektor-sektor Lainnya

Sektor konstruksi memiliki pertumbuhan sebesar 8,69% (yoy) dan

menjadi salah satu sektor tumbuh cukup tinggi pada triwulan I 2016. Adanya

penambahan frekuensi kegiatan proyek pemerintah, melalui proyek multiyears

sepanjang 2016 seperti proyek bendungan raknamo dan rotiklot, serta

pembangunan gedung pemerintahan dan sarana publik (rumah sakit) menjadi

pendorong peningkatan pertumbuhan sektor ini pada awal tahun 2016. Selain itu,

adanya dispensasi penyelesaian proyek tahun 2015 selama 50 hingga 90 hari di

tahun 2016 juga menjadi pendorong lainnya. Pertumbuhan konstruksi juga berasal

dari pihak swasta melalui pembangunan jaringan listrik, hotel, sarana belanja dan

sarana pendidikan.

Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan-I 2016

mengalami pertumbuhan sebesar 6,75% (yoy) meningkat dibandingkan

periode yang sama tahun 2015 yang hanya tumbuh 3,07% (yoy). Peningkatan

sektor ini terlihat dari perkembangan tamu hotel yang meningkat hingga 70,8%

(yoy) adanya beberapa kegiatan di awal tahun, seperti Rapat Koordinasi Pusat dan

Daerah di Kora Kupang, serta penyelenggaraan rapat-rapat koordinasi pemerintah di

berbagai daerah seperti Kota Kupang dan Labuan Bajo menjadi pendorong

meningkatnya okupansi hotel pada awal tahun 2016. Hal ini juga terlihat dari

peningkatan jumlah penumpang bandara yang mencapai 44,2% (yoy).

Grafik 1.25 Perkembangan Tamu Hotel Grafik 1.26. Perkembangan Penumpang Bandara

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Sektor transportasi dan pergudangan tercatat mengalami pertumbuhan

sebesar 8,55% (yoy). Peningkatan terlihat dari adanya penambahan rute pesawat

Lion Air dan Sriwijaya Air, serta adanya pelayanan kapal perintis yang melayani

penyeberangan ke beberapa pulau, serta kapal pengangkut komoditas ke Sabu

Raijua-Waingapu-Surabaya. Dari angkutan darat, mulai beroperasinya taksi argo di

Kota Kupang dan bantuan 16 unit bus dari Kementerian Perhubungan untuk

Page 31: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab I - Ekonomi Makro Regional 15

Pemerintah Daerah di NTT menjadi faktor pendorong lainnya bagi sektor ini. Dari

sektor industri pengolahan, teridentifikasi beberapa kegiatan pendorong industri

pada triwulan-I, diantaranya pendirian industri pengolahan tepung ikan di Lembata

dengan mengekspor hasil olahannya ke Thailand dan Jepang. Dari sektor pengadaan

listrik dan gas terjadi pertumbuhan sebesar 12,29% (yoy) yang ditunjang pula oleh

penambahan kapasitas daya listrik melalui mesin sewa sebanyak 13 MW dari total

pengadaan mesin sewa sebanyak 17 MW di jaringan Kupang. Selain itu, telah pula

dilakukan penambahan daya di berbagai wilayah di NTT melalui Pembangkit Listrik

Tenaga Mikrohidro dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya.

Page 32: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

Boks 1. | Permasalahan Utama Struktur Ekonomi NTT 16

Permasalahan Utama Struktur Ekonomi di NTT dan Pengembangan Potensi Ekonomi

Karakter struktur ekonomi NTT cukup unik bila dibandingkan dengan provinsi

lainnya di Indonesia. Walaupun terdapat 18 provinsi yang memiliki neraca perdagangan

negatif dengan daerah/ negara lain, namun tidak ada provinsi yang memiliki rasio neraca

perdagangan negatif sebesar NTT. Saat ini, net impor NTT terhadap total PDRB mencapai

51,44% PDRB. Dari total 115,7 triliun konsumsi dan investasi yang dilakukan di NTT, senilai

39,3 triliun kebutuhan barangnya dipenuhi dari luar NTT, sehingga net PDRB yang

dihasilkan hanya sebesar 76,4 triliun rupiah. Provinsi lain yang juga memiliki net impor besar

antara lain Provinsi Maluku (45,99%), Bengkulu (28,18%), Aceh (22,39%), dan Sulawesi

Tengah (17,85%). Berdasarkan pendekatan PDRB sektoral dapat dikatakan bahwa terdapat

terdapat 39,3 triliun rupiah yang nilai tambah/ manfaatnya tidak dirasakan oleh masyarakat

di NTT dikarenakan pemenuhan barang langsung dilakukan oleh pelaku usaha di luar NTT.

Namun demikian, apabila terdapat bagian yang bisa dipenuhi oleh masyarakat NTT, maka

manfaat ekonomi atas konsumsi dan investasi yang dilakukan dapat lebih dirasakan oleh

masyarakat.

Grafik Boks 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan

Penggunaan Grafik Boks 1.2. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan

Sektoral

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Kegiatan ekspor-impor antar daerah/ Negara memang tidak dapat dihindari dalam

suatu wilayah. Suatu daerah tidak mungkin dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Hal ini

lebih disebabkan oleh faktor daya saing produksi yang tiap daerah cenderung berbeda.

Untuk menjaga kondisi neraca perdagangan daerah, dibutuhkan kejelian pemerintah dan

seluruh stake holder dalam mengenali potensi maupun kekurangan suatu daerah. Dengan

memanfaatkan potensi daerah yang ada, maka defisit perdagangan dapat dikurangi

dengan ekspor komoditas unggulan yang dapat dihasilkan di daerah atau NTT pada

khususnya.

Berdasarkan data pertumbuhan ekonomi NTT terlihat bahwa total konsumsi dan

investasi di Provinsi NTT sebenarnya cukup tinggi. pada tahun 2014, total pertumbuhan

konsumsi dan investasi mencapai 15,08% (yoy) dan di tahun 2015 juga mampu mencapai

14,38% (yoy). Namun demikian, dikarenakan tidak adanya bahan baku investasi maupun

bahan siap konsumsi pada beberapa komoditas menyebabkan pemenuhan investasi dan

konsumsi diambil dari daerah lain yang terlihat dari peningkatan net impor pada periode

Page 33: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

Boks 1. | Permasalahan Utama Struktur Ekonomi NTT 17

tersebut. Akibatnya adalah net pertumbuhan ekonomi cenderung tetap di angka 5% dan

cenderung melambat. Apabila terdapat beberapa komoditas bahan baku investasi atau

konsumsi yang bisa kita penuhi sendiri, ataupun terdapat peningkatan ekspor komoditas

unggulan NTT, maka perlambatan ekonomi tidak akan terjadi.

Berdasarkan komoditas impor utama, terlihat bahwa banyak dari komoditas tersebut

tidak dapat dipenuhi oleh Provinsi NTT baik karena tidak terdapat industri terkait ataupun

menjadi tidak berdaya saing apabila diproduksi di NTT dikarenakan skala ekonomi yang

relatif kecil. Beberapa komoditas utama impor antara lain BBM, aspal, beras, semen, bahan

bangunan, mobil, makanan jadi, minuman dan tembakau, elektronik, mesin, pupuk dan

penunjang pertanian, sandang maupun kebutuhan perumahan. Selain itu, jasa-jasa yang

juga masih diimpor antara lain jasa tenaga ahli dalam bidang pendidikan, kesehatan dan

konstruksi, jasa angkutan, transportasi dan komunikasi serta jasa keuangan. Sebagian besar

komoditas tersebut memang tidak dapat kita produksi atau relatif kurang berdaya saing

apabila kita produksi sendiri. Namun demikian, beberapa komoditas terlihat masih bisa kita

produksi sendiri seperti produksi beras, semen dan turunannya, serta penyediaan tenaga

kerja. Selain mengurangi neraca impor antar daerah, maka dalam menyeimbangkan neraca

perdagangan juga dapat dilakukan dengan meningkatkan ekspor komoditas unggulan ke

daerah lain. Untuk itu, pemahaman akan keunggulan komparatif daerah perlu dimiliki.

Grafik Boks 1.3. Potensi dan Realisasi

Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Berdasarkan

Penggunaan

Gambar Boks 1.1. Neraca Perdagangan Antar

Daerah/Negara di NTT

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah

Untuk meningkatkan daya saing produksi, diperlukan peningkatan infrastruktur dasar

agar biaya usaha dapat diminimalisir. Berdasarkan data investasi 2015, arah investasi sudah

menunjukkan jalur yang tepat yang ditandai oleh tingginya investasi infrastruktur dan usaha

meliputi investasi kelistrikan, pariwisata dan pembangunan infrastruktur sumber daya air

dan perhubungan baik darat, laut dan udara. Investasi kelistrikan dan perhubungan dapat

meningkatkan daya saing daerah, sedangkan investasi sumber daya air dapat membantu

meningkatkan produksi pangan yang berdampak pada penurunan impor pangan NTT.

Investasi Pariwisata dapat membantu meningkatkan ekspor jasa pariwisata, baik dalam

negeri maupun luar negeri.

Pembangunan infrastruktur tidak akan bernilai tambah apabila tidak diikuti dengan

kegiatan ekonomi yang dilakukan. Dalam rangka percepatan ekonomi NTT, diusulkan untuk

melakukan perluasan kegiatan ekonomi yang berpusat pada keunggulan komparatif

daerah. Berdasarkan hasil analisa, beberapa komoditas utama yang dapat segera

dikembangkan antara lain beras, semen, garam, ikan, rumput laut, babi, sapi, pariwisata,

Page 34: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

Boks 1. | Permasalahan Utama Struktur Ekonomi NTT 18

maupun pembangunan pabrik gula. Beberapa produk unggulan daerah lainnya antara lain

produksi jagung, perkebunan mete, kelapa, kopi dan kakao, ketela pohon dan tanaman

tahan kering lainnya seperti sorgum dan kacang-kacangan sebagaimana gambar di bawah.

Gambar Boks 1.2. Peta Komoditas Unggulan di NTT

Sumber : BPS, Kementrian Pertanian, Kementrian Kelautan, diolah

Percepatan pembangunan Pabrik Semen Kupang Tiga tidak hanya mengurangi impor

semen yang mencapai lebih dari 600 ribu ton per tahun, namun berpotensi untuk

meningkatkan ekspor semen hingga lebih dari 600 ribu ton di tahun 2018. Peningkatan

produksi beras juga mampu mengurangi impor beras yang saat ini mencapai lebih dari 100

ribu ton per tahun atau setara satu triliun rupiah. NTT juga berpotensi menjadi sentra

produksi garam nasional seiring dengan keunggulan cuaca kering yang mencapai 8 bulan

setahun. Kondisi cuaca yang ekstrim tersebut bisa disiasati dengan strategi dalam bertani

yang lebih memprioritaskan tanaman tahan kering seperti ketela pohon yang saat ini juga

ada yang dipenuhi dari impor, maupun kedelai yang pemenuhannya sebagian besar diimpor

dari Amerika. Tingginya intensitas sinar matahari juga bagus untuk pengembangan rumput

laut. Bahkan dari sisi kualitas, rumput laut NTT dikenal memiliki kualitas terbaik di Indonesia

seiring dengan tingginya rendeman rumput laut asal NTT.

Pengembangan sapi perlu tetap dilakukan sebagaimana inisiatif ILO yang telah

menyusun grand design pengembangan peternakan sapi di Kabupaten Kupang. Namun

demikian, komoditas ternak lainnya yang secara potensi bisa jauh lebih menghasilkan

seperti babi juga perlu lebih dikembangkan. Wacana pengembangan gula di Sumba dan

Malaka patut untuk didukung penuh karena berpotensi menyerap tenaga kerja dalam

jumlah besar. Namun demikian, yang patut diperhatikan adalah jangan sampai

pengembangan lahan tebu justru mengurangi lahan produktif yang digunakan untuk

penanaman padi. Untuk itu, pemerintah perlu berperan aktif dalam pengaturan lahan

pertanian agar tidak menggganggu produktifitas pertanian lainnya.

Salah satu harapan pengembangan ekonomi utama NTT ke depan adalah Pariwisata.

Pemerintah dan swasta saat ini relatif gencar dalam melakukan pembangunan infrastruktur

dan investasi perhotelan yang terlihat dari realisasi investasi PMA dan PMDN yang berfokus

pada investasi perhotelan. Adanya investasi tersebut akan berpotensi meningkatkan

kunjungan wisata ke depan. Yang menjadi tugas pemerintah adalah memastikan tidak

terjadi bottleneck dalam pelayanan pariwisata seperti peningkatan rute angkutan udara,

penyediaan sarana akomodasi wisata maupun jasa-jasa penunjang.

Semua rencana pembangunan ataupun penambahan nilai tambah komoditas tidak

akan dapat berjalan apabila kekurangan pasokan listrik masih terjadi di NTT. Dengan tingkat

elektrifikasi yang hanya menempati urutan kedua terbawah di Indonesia, hanya sedikit di

Page 35: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

Boks 1. | Permasalahan Utama Struktur Ekonomi NTT 19

atas Papua dan rata-rata konsumsi listrik per kapita terendah di Indonesia, membuat

kebutuhan peningkatan pasokan listrik menjadi hal utama yang harus diperhatikan.

Pembangunan jaringan listrik terintegrasi trans Timor dan trans Flores patut diapresiasi.

Namun demikian, peningkatan kapasitas daya listrik menjadi hal mutlak yang perlu

disegerakan pemenuhannya.

Page 36: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan
Page 37: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 20

20

Inflasi Provinsi NTT pada triwulan I 2016 mengalami penurunan cukup besar yang disebabkan oleh kembali normalnya harga komoditas setelah mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015. Penurunan harga BBM dan listrik serta adanya impor beras dan membaiknya cuaca mampu memberikan sentimen positif terhadap pengendalian inflasi. Kembali normalnya permintaan juga membuat tekanan harga berkurang. Penurunan harga terlihat dari inflasi triwulan I 2016 yang mengalami deflasi 0,36% (qtq). Namun demikian, harga belum sepenuhnya pulih yang terlihat dari inflasi tahunan yang mencapai 5,04% (yoy). Adanya El Nino, cuaca buruk dan gelombang tinggi, kenaikan cukai rokok, perpanjangan penyelesaian proyek infrastruktur, hari raya paskah dan Libur Imlek serta even nasional rakor pusat dan daerah menjadi faktor penekan inflasi di triwulan I 2016.

Kelompok komoditas transportasi dan bahan makanan menjadi

penyumbang utama deflasi di triwulan I 2016 seiring dengan kembali

normalnya harga beberapa komoditas bahan makanan dan angkutan udara

Kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi

penekan inflasi utama di NTT terutama dikarenakan oleh meningkatnya

tarif cukai rokok dan tembakau.

Baik Kota Kupang maupun Kota Maumere pada triwulan I 2016 mengalami

deflasi.

2.1. Kondisi Umum

Pada triwulan I 2016, Provinsi NTT mengalami deflasi hingga sebesar 0,36%

(qtq). Penurunan inflasi tersebut lebih disebabkan oleh kembali normalnya

harga komoditas seiring dengan kembali normalnya permintaan masyarakat.

Penurunan tarif angkutan udara menjadi penyumbang utama deflasi, diikuti

oleh kembali normalnya harga bahan makanan. Namun demikian secara

tahunan, inflasi masih menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu sebesar

5,04% (yoy), lebih tinggi dibanding inflasi nasional yang sebesar 4,45% (yoy).

Masih relatif tingginya inflasi lebih disebabkan oleh tingginya kenaikan harga di bulan

Desember 2015, sehingga walaupun sudah mulai menunjukkan normalisasi harga,

namun harga tetap belum kembali seperti semula. Normalisasi harga terlihat dari

besaran inflasi triwulan I 2016 yang mengalami deflasi sebesar 0,36% (qtq). Deflasi ini

menjadikan NTT sebagai provinsi dengan deflasi terbesar ke-4 setelah Sulawesi Utara,

Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat. Nilai deflasi tersebut jauh lebih rendah dibanding

capaian nasional di triwulan I 2016 yang mengalami inflasi sebesar 0,62% (qtq). Deflasi

Page 38: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 21

21

NTT terjadi karena harga kembali menurun setelah mengalami kenaikan tinggi di akhir

tahun 2015.

Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan

Nasional Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan

Nasional

2.1.1 Inflasi Tahunan Secara tahunan, Inflasi di Provinsi NTT mencapai 5,04%, lebih tinggi

dibanding inflasi nasional yang sebesar 4,45%. Tingginya inflasi bahan

makanan serta makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi penyebab

utama tingginya inflasi secara tahunan di NTT. Di saat harga komoditas lainnya

cenderung mengalami penurunan, harga beberapa komoditas makanan jadi, minuman

dan tembakau justru mengalami kenaikan di triwulan I 2016 dengan penyumbang

utama kenaikan harga adalah inflasi pada komoditas nasi dengan lauk dan rokok kretek

filter. Adanya kenaikan tarif cukai rokok dan bahan baku tembakau membuat harga

harus dinaikkan secara bertahap di tiap bulannya. Nasi dengan lauk juga mengalami

kenaikan hingga 8,23% (yoy) selama 1 tahun walaupun di sisi lain terjadi penurunan

harga listrik dan BBM. Tingginya inflasi daging ayam ras, kembung, sawi putih, beras,

bawang merah dan telur ayam ras membuat harga makanan jadi juga berangsur

mengalami kenaikan. Dari total 10 komoditas penyumbang inflasi utama tahunan, 6

komoditas bahan makanan di atas menjadi penyumbang utama inflasi sepanjang

tahun. Hanya ikan kembung dan bawang merah yang naik pada triwulan ini,

sedangkan 4 komoditas lainnya sudah mengalami kenaikan terlebih di akhir tahun

2015. Kenaikan harga semen lebih disebabkan oleh adanya gangguan produksi semen

di akhir tahun yang bersamaan dengan tingginya permintaan proyek yang masih

dilakukan hingga bulan Februari 2016.

Adapun komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain besi beton,

seng dan batako yang kemungkinan disebabkan oleh peningkatan pasokan karena

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Page 39: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 22

22

peningkatan persaingan dan turunnya harga komoditas. Komoditas minyak goreng dan

solar turun lebih dikarenakan penurunan harga komoditas. Penurunan harga cabai

rawit dan cabai merah disebabkan oleh berjalannya program gerakan tanam cabai di

musim kemarau, sehingga pada musim hujan pasokan cabe tetap terjaga.

Tabel 2.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT

Sumber : BPS, diolah

2.1.2 Inflasi Triwulanan Secara triwulanan, Provinsi NTT justru mengalami deflasi -0,36% (qtq)

yang lebih disebabkan oleh normalisasi harga setelah mengalami kenaikan

signifikan di akhir tahun 2015. Komoditas angkutan udara menjadi komoditas

dengan sumbangan deflasi terbesar yang disebabkan oleh penurunan tarif

penerbangan hingga 14,55% (qtq). Kembali normalnya permintaan menjadi penyebab

utama kembali normalnya harga-harga komoditas bahan makanan. Adanya penurunan

harga minyak dunia juga berdampak terhadap penurunan harga bensin dan tarif listrik.

Secara triwulanan, harga semen juga mengalami penurunan setelah mengalami

kenaikan tinggi di akhir tahun 2015.

Tabel 2.2. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Triwulanan di Provinsi NTT

Sumber : BPS, diolah

komoditas Inflasi yoysum

yoykomoditas Deflasi yoy

sum

yoy

Sawi Putih 52.79 0.39 Besi Beton (12.61) (0.10)

Daging Ayam Ras 30.64 0.38 Seng (10.39) (0.10)

Kembung 19.96 0.34 Bayam (25.04) (0.07)

Beras 4.02 0.28 Cabai Rawit (34.45) (0.06)

Rokok Kretek Filter 16.41 0.28 Cabai Merah (26.23) (0.06)

Semen 9.31 0.24 Batako (12.00) (0.05)

Bawang Merah 57.52 0.22 Laptop/Notebook (9.27) (0.04)

Nasi dengan Lauk 8.23 0.18 Daun Singkong (23.21) (0.04)

Telur Ayam Ras 14.96 0.12 Minyak Goreng (3.40) (0.04)

Kontrak Rumah 4.94 0.12 Solar (12.61) (0.03)

komoditas Inflasi qtqsum

qtqkomoditas Deflasi qtq

sum

qtq

Bawang Merah 55.91 0.21 Angkutan Udara (14.55) (0.40)

Tongkol 21.63 0.13 Daging Ayam Ras (16.51) (0.21)

Rokok Kretek Filter 6.69 0.11 Bensin (4.85) (0.14)

Nasi dengan Lauk 4.88 0.11 Tarip Listrik (2.81) (0.08)

Cabai Rawit 42.53 0.08 Semen (2.83) (0.07)

Tomat Sayur 14.43 0.06 Daun Singkong (37.33) (0.06)

Tahu Mentah 15.60 0.06 Bunga Pepaya (43.56) (0.05)

Bawang Putih 18.18 0.05 Beras (0.64) (0.04)

Upah Pembantu RT 3.64 0.04 Kangkung (7.19) (0.04)

Kembung 2.15 0.04 Wortel (23.12) (0.04)

Page 40: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 23

23

Adapun kenaikan harga komoditas yang terjadi seperti bawang merah, tomat

sayur, dan bawang putih lebih disebabkan oleh terbatasnya pasokan. Kenaikan harga

cabe rawit lebih disebabkan oleh kembali ke harga normal setelah mengalami

penurunan harga yang cukup besar di tahun sebelumnya. Kenaikan harga tongkol dan

ikan-ikanan lebih disebabkan oleh kondisi cuaca yang buruk dan gelombang tinggi.

2.1.3 Inflasi Bulanan Secara bulanan, Provinsi NTT masih mengalami inflasi pada bulan

Januari 2016 yang disebabkan oleh kondisi cuaca yang buruk, sehingga

pasokan bahan pangan relatif berkurang. Pada bulan Februari dan Maret 2016

terjadi penurunan harga yang lebih disebabkan oleh kembali normalnya

pasokan dan penurunan permintaan. Pada bulan Januari 2016, NTT masih

mengalami inflasi 0,74% (mtm) terutama disebabkan oleh masih tingginya harga

daging ayam ras karena berkurangnya pasokan ayam imbas dari kematian lebih dari

tiga puluh persen ayam akibat dari adanya pergantian cuaca. Harga ikan juga

cenderung naik karena adanya gelombang tinggi sehingga banyak nelayan tidak

melaut. Harga cabai mengalami kenaikan tinggi yang lebih disebabkan oleh turunnya

harga di bulan sebelumnya. Angkutan udara dan bensin menjadi penahan inflasi utama

bulan Januari yang disebabkan oleh turunnya aktivitas masyarakat dan penurunan

harga BBM.

Tabel 2.3. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT

Sumber : BPS, diolah

Adanya musim angin masih membuat hasil tangkapan ikan berkurang di bulan

Februari 2016. Produsen rokok juga mulai kembali menaikkan harga jual seiring dengan

adanya kenaikan cukai rokok. Kembali normalnya pasokan daging ayam ras mampu

menahan laju inflasi di Provinsi NTT. Batas akhir penyelesaian proyek pemerintah yang

selesai di tanggal 20 Februari mampu menurunkan harga semen, besi beton dan seng.

Penurunan 12 tarif listrik juga berkontribusi positif dalam menahan laju inflasi. Harga

KomoditasInflasi

(%)

Andil

(%)Komoditas

Inflasi

(%)

Andil

(%)Komoditas Inflasi (%) Andil (%)

Daging Ayam Ras 11.50 0.15 Tongkol/Ambu-ambu 23.07 0.11 Kangkung 11.49 0.06

Cabai Rawit 131.29 0.15 Rokok Kretek Filter 2.80 0.05 Sawi Putih 8.63 0.06

Kembung 8.59 0.13 Sawi Hijau 27.66 0.04 Rokok Kretek Filter 1.98 0.03

Cabai Merah 90.15 0.12 Nasi dengan Lauk 1.59 0.03 Tempe 7.13 0.03

Bawang Merah 45.72 0.11 Bayam 14.37 0.03 Bawang Putih 7.89 0.02

Semen 4.02 0.11 Tomat Sayur 7.49 0.03 Pisang 6.63 0.02

Nasi dengan Lauk 3.24 0.07 Buah Pinang 44.25 0.03 Lengkuas 8.69 0.02

Tomat Sayur 18.57 0.06 Kentang 8.94 0.02 Mie 1.13 0.01

Sawi Putih 7.58 0.06 Celana Panjang Jeans 10.72 0.02 Minuman Ringan 3.05 0.01

Kentang 29.42 0.06 Rokok Putih 2.89 0.02 Ikan Bakar 4.35 0.01

Januari Februari Maret

Page 41: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 24

24

cabai juga kembali menurun setelah mengalami kenaikan signifikan di bulan Januari

2016. secara keseluruhan, pada bulan Februari 2016, NTT mengalami deflasi hingga -

0,34% (mtm) dibanding bulan sebelumnya.

Tabel 2.4. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT

Sumber : BPS, diolah

Provinsi NTT justru mengalami deflasi yang lebih tinggi hingga sebesar -0,76%

(mtm) di saat secara nasional justru mengalami inflasi sebesar 0,19% (mtm) pada bulan

Maret 2016. Kembali stabilnya pasokan ayam, penurunan tarif angkutan udara,

maupun membaiknya cuaca membuat pemenuhan pasokan pangan membaik dan

harga-harga dapat kembali normal. Adanya kenaikan harga kangkung lebih

dikarenakan kembali ke harga normal. Kenaikan harga rokok karena kenaikan cukai

rokok dan inflasi temped an bawang putih lebih disebabkan oleh kenaikan harga

komoditas kedelai dan bawang putih dunia.

Grafik 2.3. Perbandingan Inflasi 5 regional di

Indonesia Grafik 2.4. Perbandingan Inflasi di Wilayah

Balinusra

Berdasarkan wilayah, inflasi di wilayah Balinusra masih cenderung stabil baik

secara tahunan maupun triwulanan. Di wilayah Balinusra, inflasi tahunan NTT masih

menjadi yang tertinggi dibanding Bali yang mengalami inflasi sebesar 3,66% (yoy) dan

NTB yang mengalami inflasi sebesar 4,34% (yoy). Namun demikian, perbedaan inflasi

KomoditasDeflasi

(%)

Andil

(%)Komoditas

Deflasi

(%)

Andil

(%)Komoditas Deflasi (%) Andil (%)

Angkutan Udara (11.27) (0.34) Daging Ayam Ras (14.89) (0.22) Daging Ayam Ras (12.02) (0.15)

Bensin (4.15) (0.13) Semen (6.13) (0.17) Angkutan Udara (4.36) (0.12)

Kangkung (14.87) (0.10) Sawi Putih (17.08) (0.15) Kembung (6.61) (0.11)

Bunga Pepaya (27.95) (0.05) Tarip Listrik (3.63) (0.10) Kentang (34.16) (0.10)

Bayam (17.02) (0.05) Cabai Rawit (30.21) (0.08) Cabai Merah (37.88) (0.08)

Daun Singkong (18.11) (0.04) Cabai Merah (15.26) (0.04) Telur Ayam Ras (5.75) (0.05)

Solar (13.64) (0.04) Besi Beton (3.52) (0.03) Pepaya Muda (34.08) (0.05)

Batako (7.37) (0.03) Seng (3.12) (0.03) Tomat Sayur (10.22) (0.04)

Buncis (24.75) (0.03) Daun Singkong (13.92) (0.03) Tarip Listrik (1.31) (0.04)

Layang/Benggol (15.42) (0.02) Beras (0.36) (0.02) Labu Siam/Jipang (34.20) (0.03)

MaretJanuari Februari

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Page 42: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 25

25

dapat dikurangi seiring dengan deflasi yang terjadi di NTT pada triwulan I 2016,

sedangkan Bali dan NTB justru mengalami inflasi.

2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas

Secara tahunan, Komoditas bahan makanan masih menjadi

penyumbang utama inflasi di NTT. Tingginya kenaikan harga bahan makanan

berpengaruh terhadap tingginya inflasi makanan jadi. Secara triwulanan,

inflasi makanan jadi bahkan menjadi penyumbang utama inflasi di Provinsi

NTT. Kembali lancarnya pasokan barang dan normalnya permintaan membuat

secara triwulanan, NTT mengalami deflasi yang didorong oleh penurunan

harga bahan makanan dan transportasi. Tiga kelompok komoditas mengalami

deflasi dan empat lainnya mengalami inflasi. Penurunan harga dan tarif rata-rata terjadi

pada kelompok komoditas bahan makanan, pendidikan dan transportasi. Kelompok

komoditas yang mengalami inflasi antara lain makanan jadi, minuman dan tembakau,

perumahan, sandang dan kesehatan. Hanya kelompok komoditas makanan jadi,

minuman dan tembakau yang mengalami kenaikan cukup tinggi yang disebabkan oleh

kenaikan makanan jadi karena kenaikan harga bahan makanan dan ongkos pegawai,

serta kenaikan cukai rokok dan tembakau.

Tabel 2.5. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas

Sumber : BPS, diolah

2.2.1 Bahan Makanan

Inflasi komoditas bahan makanan secara tahunan masih mengalami kenaikan

tinggi sebesar 8,14% (yoy). Tingginya inflasi tahunan bahan makanan lebih disebabkan

oleh tingginya inflasi daging dan hasil-hasilnya, sayur-sayuran, beras dan ikan yang

mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015 dan masih berdampak hingga

sekarang. Secara triwulanan, harga-harga komoditas bahan makanan sudah berangsur

Jan Feb Mar Jan Feb Mar

INFLASI UMUM 125.9 125.5 124.6 5.04 (0.36) 0.74 (0.34) (0.76)

Bahan Makanan 125.7 124.3 120.7 8.14 (1.09) 2.99 (1.13) (2.86)

Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau134.7 136.4 137.0 9.61 3.21 1.50 1.23 0.45

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar124.3 122.9 122.8 2.91 0.12 1.27 (1.10) (0.04)

Sandang 120.0 120.9 121.4 5.95 0.81 (0.38) 0.81 0.38

Kesehatan 112.6 112.9 113.3 4.08 0.61 (0.09) 0.32 0.38

Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga123.6 123.6 123.3 3.49 (0.15) 0.11 (0.06) (0.21)

Transportasi, Komunikasi dan Jasa129.8 129.9 129.2 1.28 (3.24) (2.74) 0.06 (0.57)

MTMQTQYOY

IHK 2016Komoditi

Page 43: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 26

26

pulih yang terlihat dari adanya deflasi sebesar 1,09% (qtq). Penurunan harga daging

ayam ras dan 19 komoditas sayur-sayuran menjadi pendorong utama deflasi di triwulan

I 2016. Namun demikian, tingginya kenaikan harga bumbu-bumbuan terutama bawang

merah dan bawang putih menghambat tercapainya penurunan harga yang lebih tinggi.

Grafik 2. 5. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan

Makanan secara Triwulanan,

Tahunan dan Bulanan

Grafik 2.6. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan

Makanan per Sub Kelompok Komoditas

Secara bulanan, penurunan harga kelompok komoditas bahan makanan terjadi

pada bulan Februari dan Maret setelah pada bulan Desember 2015 dan Januari 2016

mengalami kenaikan yang sangat tinggi.

2.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di triwulan I 2016

menjadi penyumbang deflasi utama di Provinsi NTT. Adanya penurunan harga BBM,

dan turunnya kebutuhan angkutan udara menjadi penyebab utama deflasi di triwulan I

2016.

Grafik 2. 7. Inflasi Kelompok Komoditas

Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan

Grafik 2.8. Inflasi Kelompok Komoditas

Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per

Sub Kelompok Komoditas

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Page 44: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 27

27

Secara tahunan, kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa

keuangan masih mengalami inflasi walaupun cukup rendah. Kenaikan tarif angkutan

udara sebesar 4,08% menjadi penyebab utama inflasi, sedangkan penurunan harga

solar terutama di triwulan I 2016 menjadi penahan utama laju inflasi komoditas.

Secara bulanan, laju inflasi kelompok komoditas transportasi mengalami

penurunan seiring dengan penurunan kebutuhan transportasi pada bulan Januari 2016

dan penurunan harga BBM bersubsidi. Permintaan transportasi kembali meningkat di

bulan Februari seiring dengan adanya rapat koordinasi nasional antara pusat dan

daerah. Pada bulan Maret 2016, kembali terjadi deflasi seiring dengan kembali

menurunnya kebutuhan angkutan udara.

2.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau

Kelompok komoditas Makanan jadi, Minuman dan Tembakau pada triwulan I

2016 mengalami inflasi tinggi baik secara triwulanan maupun tahunan. Inflasi tahunan

kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau mencapai 9,61% (yoy)

dan inflasi triwulanan mencapai 3,21% (qtq), menjadi penyumbang utama inflasi

triwulan I 2016. Sejak akhir 2014 hingga triwulan I 2016, komoditas ini selalu

mengalami inflasi terutama disebabkan oleh adanya kenaikan cukai rokok yang

berdampak pada kenaikan harga rokok dan tembakau secara bertahap. Harga

makanan jadi juga menunjukkan kenaikan yang cukup tinggi yang disebabkan oleh

kenaikan harga bahan makanan.

Grafik 2. 9. Inflasi Kelompok Komoditas

Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau secara

Triwulanan, Tahunan dan Bulanan

Grafik 2.10. Inflasi Kelompok Komoditas Makanan

Jadi, Minuman dan Tembakau per Sub Kelompok

Komoditas

Harga minuman juga menunjukkan adanya kenaikan harga yang konstan. Kenaikan

harga minuman lebih disebabkan oleh kenaikan dari pabrikan yang sebagian besar berasal dari

Jawa. Kenaikan harga makanan jadi secara struktural lebih disebabkan oleh keterbatasan bahan

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Page 45: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 28

28

baku, kenaikan harga bahan makanan maupun terbatasnya pelaku usaha makanan jadi,

sehingga persaingan harga relatif rendah di NTT.

2.2.4 Komoditas Lainnya

Inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar relatif rendah

baik secara tahunan maupun triwulanan. Biaya bahan bakar dan tempat tinggal relatif

stabil. Inflasi terutama terjadi pada komoditas penyelenggaraan rumah tangga dan

perlengkapan rumah tangga yang disebabkan oleh kenaikan upah pembantu rumah

tangga maupun kenaikan harga gelas, kasur dan barang elektronik seperti kulkas,

mesin cuci dan dispenser.

Inflasi pada kelompok komoditas sandang pada triwulan I 2016 sebesar 5,95

(yoy) meningkat dibanding inflasi di triwulan IV 2015 yang sebesar 5,71% (yoy).

Peningkatan inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan harga sandang anak-anak yang

mengalami kenaikan sebesar 11,38% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.

Inflasi komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga secara triwulanan

mengalami deflasi sebesar -0,15% (qtq). Secara triwulanan, komoditas ini mengalami

inflasi 3,49% dengan pendorong utama inflasi adalah kenaikan biaya pendidikan yang

mengalami inflasi 4,18% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.

Inflasi komoditas jasa kesehatan cenderung melambat dibanding akhir tahun

2015. Secara triwulanan, pergerakan harga juga cenderung stabil dengan kenaikan

pada jasa kesehatan dan obat-obatan, sedangkan komoditas perawatan jasmani dan

kosmetika justru mengalami deflasi dibanding triwulan sebelumnya.

Page 46: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 29

29

2.3. Disagregasi Inflasi

Berdasarkan disagregasi inflasi, administered price dan volatile food

mampu menjadi penyebab utama terjadinya deflasi di triwulan I 2016.

Komoditas inflasi inti masih mengalami inflasi dengan pendorong utama

kenaikan harga pada komoditas makanan jadi, kenaikan gaji asisten rumah

tangga, minuman, perlengkapan rumah tangga dan sandang anak. Penurunan

inflasi administered price dan volatile food terutama disebabkan oleh kembali

normalnya aktivitas ekonomi, sehingga permintaan produk mengalami penurunan. Hal

ini terlihat dari penurunan tarif angkutan udara dan sebagian besar bahan makanan.

Membaiknya cuaca dan kembali normalnya pasokan juga menjadi penyebab turunnya

harga komoditas.

Grafik 2. 11. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan

Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur Grafik 2.12. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan

Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur

2.3.1 Kelompok Volatile Foods

Inflasi komoditas yang bergejolak (volatile foods) pada triwulan I 2016

masih menjadi penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT. Namun demikian,

laju inflasi mengalami penurunan dibanding triwulan IV 2015. Secara bulanan,

volatile food mengalami deflasi di bulan Februari dan Maret 2016. Sepanjang triwulan I

2016, inflasi triwulanan kelompok volatile food mengalami deflasi -0,74% (qtq)

dibanding triwulan sebelumnya.

Tingginya inflasi tahunan volatile food disebabkan oleh masih tingginya

kenaikan harga daging ayam ras yang sempat mengalami kekurangan pasokan di akhir

tahun 2015. Walaupun pasokan sudah berangsur normal, harga belum bisa kembali ke

posisi harga sebelumnya dikarenakan adanya kenaikan harga pakan. Tingginya harga

sayur-sayuran di akhir tahun 2015 juga belum kembali ke posisi semula yang masih

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Page 47: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 30

30

menunjukkan adanya inflasi sebesar 15,39% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.

Komoditas lain yang juga menjadi penyumbang utama inflasi antara lain kenaikan

harga beras, bawang merah dan bawang putih, ikan segar, telur dan kacang kedelai.

Penurunan harga sebenarnya sudah terjadi yang terlihat dari deflasi kelompok

volatile food di triwulan I sebesar -0,74% (qtq). Komoditas sayur-sayuran, daging dan

hasil-hasilnya serta padi-padian telah menunjukkan adanya penurunan. Namun

demikian, dikarenakan besar penurunan yang tidak sebesar kenaikan yang terjadi,

inflasi volatile food secara tahunan tetap tinggi. Kurangnya pasokan bawang merah

dan bawang putih serta kenaikan harga kacang kedelai dunia dan kurangnya pasokan

ikan membuat deflasi yang terjadi tidak sebesar yang diharapkan.

2.3.2 Kelompok Administered Prices

Secara triwulanan, Inflasi administered price menjadi penyumbang

terbesar deflasi pada triwulan I 2016. Kembali normalnya tarif angkutan udara

dan penurunan harga BBM dan tarif listrik menjadi penyebab utama deflasi

administered price. Di sisi lain, kenaikan cukai rokok masih menjadi

penghambat utama deflasi di triwulan I 2016. Secara tahunan, inflasi administered

price masih relatif stabil. Kenaikan inflasi hanya terjadi pada komoditas tembakau dan

minuman beralkohol yang mengalami inflasi sebesar 14,87%, sedangkan komoditas

bahan bakar dan transportasi cenderung tetap. Secara bulanan, inflasi administered

price hanya terjadi pada bulan Februari 2016 yang disebabkan oleh kenaikan cukai

rokok dan naiknya tarif angkutan udara seiring dengan adanya acara rapat koordinasi

pusat dan daerah. Minimnya frekuensi angkutan udara membuat setiap adanya

kegiatan bertaraf nasional atau yang mendatangkan banyak orang membuat tarif

angkutan juga mengalami kenaikan. Pada bulan Januari dan Maret 2016, kelompok

administered price mengalami deflasi yang disebabkan oleh kembali normalnya

permintaan angkutan udara dan penurunan subsidi BBM dan listrik.

2.3.3 Kelompok Inti (core)

Di saat kelompok administered price dan volatile food mengalami

deflasi, kelompok inti justru mengalami inflasi di triwulan I 2016 sebesar 0,90%

(qtq). Kenaikan harga makanan jadi, gaji asisten rumah tangga dan minuman

yang tidak beralkohol menjadi penyebab utama inflasi pada kelompok inti.

Secara tahunan, inflasi core inflation sebesar 4,63% (yoy) dengan kenaikan harga

Page 48: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 31

31

makanan jadi, biaya tempat tinggal, minuman yang tidak beralkohol dan biaya

pendidikan menjadi penyumbang utama inflasi. Secara bulanan, Inflasi inti mengalami

inflasi pada bulan Januari seiring dengan kenaikan harga makanan jadi dan biaya

asisten rumah tangga, mengalami deflasi di bulan Februari seiring dengan turunnya

biaya tempat tinggal dan kembali mengalami inflasi di bulan Maret 2016 terutama

disebabkan oleh meningkatnya harga makanan jadi, minuman tak beralkohol, sandang

anak dan biaya perawatan jasmani dan kosmetika.

Grafik 2.13. Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6

bulan ke Depan

Sumber : Bank Indonesia, diolah

2.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota

2.4.1 Inflasi Kota Kupang

Inflasi Kota Kupang pada triwulan I 2016 mengalami penurunan

sebesar 0,40% (qtq) lebih besar dibanding inflasi NTT yang sebesar 0,36% (qtq).

Besarnya penurunan inflasi Kota Kupang lebih disebabkan oleh tingginya

inflasi di tahun 2015, sehingga harga kembali melakukan normalisasi dengan

penurunan yang lebih besar. Besarnya inflasi Kota Kupang terlihat dari nilai inflasi

tahunan yang mencapai 5,16% (yoy) lebih besar dibanding inflasi Provinsi NTT yang

sebesar 5,04% (yoy). Pergerakan inflasi bulanan cenderung identik dengan inflasi

bulanan Provinsi NTT lebih disebabkan oleh besarnya bobot Kota Kupang yang

mencapai 87% dari total bobot inflasi di NTT.

Page 49: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 32

32

Grafik 2.14. Inflasi Tahunan

Kota Kupang Grafik 2.15. Inflasi Triwulanan

Kota Kupang Grafik 2.16. Inflasi Bulanan

Kota Kupang

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Inflasi komoditas bahan makanan masih menjadi penyumbang utama inflasi di

Kota Kupang terutama disebabkan oleh tingginya inflasi sayur-sayuran, daging dan

hasil-hasilnya, ikan segar dan padi-padian. Komoditas makanan jadi menjadi

penyumbang inflasi terbesar kedua yang disebabkan oleh inflasi semua unsur

pembentuknya.

Deflasi yang terjadi pada triwulan I 2016 lebih disebabkan oleh kembali

turunnya tarif angkutan udara setelah di akhir tahun 2015 mengalami kenaikan tinggi

seiring dengan adanya even HKSN dan natal bersama yang dipusatkan di Kupang.

Kenaikan harga terjadi pada komoditas makanan jadi seiring dengan kenaikan cukai

rokok dan harga makanan jadi dan minuman. Adapun harga komoditas lainnya tidak

mengalami perubahan yang berarti.

Secara bulanan, inflasi masih terjadi di bulan Januari 2016. pada bulan Februari

dan Maret 2016, Kota Kupang mengalami deflasi dengan deflasi bahan makanan dan

transportasi sebagai penyebab utama penurunan harga.

Tabel 2.6. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas

Sumber : BPS, diolah

Jan Feb Mar Jan Feb Mar

INFLASI UMUM 127.1 126.6 125.6 5.16 (0.40) 0.78 (0.42) (0.76)

Bahan Makanan 128.4 126.7 123.0 8.70 (0.72) 3.61 (1.32) (2.89)

Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau134.1 135.8 136.3 10.00 3.12 1.41 1.31 0.38

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar125.3 123.7 123.6 2.66 (0.35) 1.00 (1.27) (0.07)

Sandang 121.5 122.5 123.1 6.44 0.73 (0.52) 0.84 0.42

Kesehatan 112.7 113.1 113.6 4.16 0.65 (0.16) 0.36 0.44

Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga121.1 121.0 120.7 3.02 (0.18) 0.13 (0.07) (0.25)

Transportasi, Komunikasi dan Jasa132.0 132.1 131.5 1.61 (3.24) (2.85) 0.08 (0.48)

KomoditiIHK 2016

YOY QTQMTM

Page 50: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 33

33

2.4.2 Inflasi Kota Maumere

Inflasi Kota Maumere secara tahunan sebesar 4,16% (yoy), masih lebih

rendah dibanding inflasi NTT yang sebesar 5,04% (yoy). Namun demikian, gap

inflasi mengalami penurunan seiring dengan deflasi triwulan I 2016 yang hanya

sebesar 0,09% (qtq), lebih rendah dibanding deflasi NTT. Rendahnya deflasi

terutama disebabkan oleh kondisi inflasi di bulan Februari yang masih mengalami

inflasi, dan di saat yang sama Kota Kupang justru mengalami deflasi.

Grafik 2.17. Inflasi Tahunan

Kota Maumere Grafik 2.18. Inflasi Triwulanan

Kota Maumere Grafik 2.19. Inflasi Bulanan

Kota Maumere

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Cukup rendahnya inflasi di Kota Maumere membuat penurunan harga juga

tidak terjadi secara signifikan. Secara tahunan, inflasi Kota Maumere lebih disebabkan

oleh kenaikan harga bahan makanan, makanan jadi, minuman dan tembakau serta

kenaikan biaya tempat tinggal. Berdasarkan bahan makanan, kenaikan terbesar justru

terjadi pada kenaikan harga ayam kampung hidup yang naik hingga 72,23% (yoy) dan

menyumbang inflasi hingga 2,16% (sum-yoy). Adanya pembatasan supplier pembelian

DOC di awal tahun 2015 masih menjadi penyebab utama melambungnya harga ayam

hidup. Ikan selar diawetkan juga mengalami kenaikan signifikan hingga 213,49% (yoy)

dibanding tahun sebelumnya yang menyumbang inflasi bahan makanan hingga 0,33%

(sum-yoy). Di sisi lain, turunnya harga sayur-sayuran dan ikan segar mampu menahan

laju inflasi bahan makanan.

Kenaikan harga makanan jadi, minuman dan tembakau lebih disebabkan oleh

kenaikan cukai rokok yang cukup besar, sehingga harga jual meningkat hingga 7,06%

(qtq) dan berkontribusi terhadap inflasi hingga 0,36% (sum-qtq). Adapun kenaikan

harga makanan jadi lebih disebabkan oleh kenaikan harga yang telah terjadi di bulan

Juli-Agustus 2015. Biaya tempat tinggal pada komoditas perumahan menjadi

komoditas penyumbang inflasi terbesar lainnya, sedangkan komoditas lainnya

cenderung stabil.

Page 51: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 34

34

Secara triwulanan, hanya komoditas bahan makanan dan transportasi yang

mengalami deflasi. Namun demikian, dikarenakan sumbangan terhadap total konsumsi

yang cukup besar, kedua kelompok komoditas tersebut mampu menurunkan inflasi di

Kota Maumere. Kembali normalnya permintaan dan penurunan penumpang

diperkirakan menjadi penyebab utama deflasi pada kedua kelompok komoditas

tersebut.

Tabel 2.7. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas

Sumber : BPS, diolah

2.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID

Selama triwulan I 2016, TPID tidak melakukan rapat baik teknis

maupun HLM. Hal ini lebih disebabkan oleh karakter inflasi di NTT yang memang

cenderung mengalami penurunan di awal tahun, sehingga langkah-langkah aksi dan

mitigasi dinilai belum terlalu diperlukan. Dalam rangka mengantisipasi adanya potensi

kerawanan pangan, TPID baru melakukan perencanaan yang diadakan pada bulan April

2016 melalui rapat teknis.

Gambar 2.1. Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan I 2016 dan

Sebaran Pembentukan TPID

Sumber : Sekretariat TPID, diolah

Jan Feb Mar Jan Feb Mar

INFLASI UMUM 118.1 118.4 117.5 4.16 (0.09) 0.42 0.27 (0.77)

Bahan Makanan 107.9 108.3 105.5 4.05 (3.84) (1.57) 0.34 (2.64)

Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau139.1 140.2 141.4 7.21 3.77 2.10 0.74 0.89

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar117.5 117.6 117.8 4.66 3.49 3.23 0.10 0.15

Sandang 109.7 110.4 110.5 2.48 1.40 0.67 0.58 0.14

Kesehatan 111.6 111.6 111.6 3.56 0.35 0.35 - -

Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga140.4 140.5 140.4 6.21 - - 0.01 (0.01)

Transportasi, Komunikasi dan Jasa115.6 115.5 114.0 (1.14) (3.24) (1.89) (0.08) (1.30)

IHK 2016YOY QTQ

MTMKomoditi

Page 52: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

Boks 2. | El Nino dan Potensi Rawan Pangan di NTT 35

Perkembangan kondisi potensi rawan pangan di NTT menunjukkan kondisi yang

membaik. Walaupun total gagal tanam meningkat menjadi 59,7 ribu ha dibanding posisi

Januari 2016 yang sebesar 34,8 ribu ha, namun dibanding total luas lahan tanam, prosentase

gagal tanam mengalami penurunan menjadi hanya 11,71% dibanding bulan Januari yang

mencapai 30,5%. Total luas tanam tanaman pangan hingga posisi bulan April 2016 mencapai

509,72 ribu ha, dengan penanaman terbesar pada komoditas padi dengan total luas tanam

sebesar 247 ribu ha, disusul oleh tanaman jagung yang seluas 232 ribu ha, ubi kayu seluas 26

ribu ha dan ubi jalar dengan total tanam seluas 5 ribu ha.

Kabupaten Sikka menjadi Kabupaten yang paling berpotensi mengalami rawan pangan

yang disebabkan oleh kegagalan tanam 66,0% total tanaman pangan yang ditanam. Dari total

13 ribu ha lahan tanaman pangan, seluas 8,6 ribu ha mengalami gagal tanam. Kabupaten

Timor Tengah Utara, Alor, dan Lembata juga menjadi daerah dengan prosentase gagal tanam

yang lebih dari 30% dari total luas tanam. Daerah dengan kegagalan tanam cukup tinggi

lainnya adalah Flores Timur dan Ende.

Dari total 22 kabupaten/kota, terdapat 11 Kabupaten/kota yang relatif rendah

prosentase gagal tanam yang dialami. Untungnya, sebagian besar daerah yang relatif aman dari

gagal tanam merupakan kantong produksi, sehingga secara total, gangguan produksi relatif

terjaga. Permasalahan yang timbul saat ini lebih dikarenakan adanya penyakit tanaman yang

membuat produktifitas mengalami penurunan.

Gambar Boks 2.1. Peta Daerah dengan Potensi kerusakan tanam Posisi 29 April 2016

Sumber : Badan Ketahanan Pangan Provinsi NTT, diolah

Berdasarkan komoditas, potensi gagal tanam tertinggi dialami oleh tanaman jagung

yang mencapai 15,93% dari total luas tanam atau sebesar 37 ribu ha. Tanaman padi

mengalami gagal tanam yang cukup besar hingga 20 ribu ha atau setara dengan 8,23% dari

total luas tanam. Ubi kayu dan Ubi jalar juga mengalami gagal tanam namun tidak terlalu besar

dikarenakan luas tanam yang juga relatif kecil. Dari total lahan yang gagal tanam tersebut,

petani berpotensi mengalami kerugian lebih kurang setara dengan 700 miliar rupiah.

Page 53: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

Boks 2. | El Nino dan Potensi Rawan Pangan di NTT 36

Gambar Boks 2.2. Total Luas Tanam dan Gagal

Tanam pada Tanaman Pangan di NTT Grafik Boks 2.1. Hubungan Alokasi Pupuk

Bersubsidi dengan Produktivitas Padi

Sumber : Badan Ketahanan Pangan Provinsi NTT, diolah Sumber : Dinas Pertanian dan BPS, diolah

Untuk meminimalisir potensi kerugian yang ada, maka peningkatan produktifitas pada

lahan yang tidak terdampak gagal tanam diharapkan dapat menjadi fokus utama. Berdasarkan

data perbandingan penyaluran alokasi pupuk subsidi per ha lahan dengan produktifitas

menunjukkan adanya korelasi positif antara keduanya. Semakin banyak pemupukan lahan per

ha, maka produktifitas juga cenderung meningkat. Berdasarkan data tersebut juga terlihat ada

permasalahan terkait rendahnya produktifitas padi di NTT yang salah satunya juga disebabkan

oleh alokasi pupuk subsidi per ha lahan yang relatif minim.

Grafik Boks 2.2. Prakiraan

Curah Hujan Bulan Mei 2016 Grafik Boks 2.3. Prakiraan

Curah Hujan Bulan Juni 2016 Grafik Boks 2.4. Prakiraan

Curah Hujan Bulan Juli 2016

Sumber : BMKG Sumber : BMKG Sumber : BMKG

Estimasi cuaca 3 bulan ke depan menunjukkan adanya potensi kemarau terutama mulai

bulan Juni 2016 di NTT. Adanya hujan beberapa hari di bulan Mei 2016 lebih disebabkan oleh

adanya anomali cuaca dan akan segera berakhir. Berdasarkan prakiraan cuaca BMKG, terlihat

bahwa potensi kering atau curah hujan rendah terjadi di Bulan Juli 2016, bahkan terendah

dibanding provinsi lain. Dengan kondisi kering tersebut, maka potensi gagal tanam/panen

untuk tanaman pangan yang masih ada juga akan cukup besar. Walaupun menteri pertanian

telah menyampaikan bahwa pada bulan Juli September berpotensi terjadi La Nina, namun

BMKG belum menyampaikan rilis resmi terkait hal tersebut. Walaupun 90% total luas tanaman

pangan sudah ditanam, namun potensi kerawanan pangan harus tetap diperhatikan hingga

musim hujan kembali tiba. Untuk meminimalisir potensi rawan pangan tersebut, maka

pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan bantuan pangan dari cadangan beras

kabupaten/kota sebanyak 100 ton, pemerintah provinsi memiliki cadangan beras sebanyak 200

ton dan BULOG masih memiliki cadangan beras lebih dari 30 ribu ton. Bahkan saat ini terdapat

rencana untuk kembali mendatangkan beras dari Jawa.

Page 54: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan
Page 55: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 37

Kinerja perbankan dan sistem pembayaran mengalami perlambatan yang

terlihat dari perlambatan aset perbankan, DPK dan net inflow sistem

pembayaran

Indikator kinerja perbankan secara year-on-year (yoy) mengalami

perlambatan, sementara itu secara triwulanan (qtq) tumbuh lebih baik dari

periode sebelumnya.

Seiring dengan melambatnya kinerja perbankan, indikator peredaran uang

tunai juga menunjukkan adanya perlambatan. Sementara itu, transaksi kliring

mengalami peningkatan lebih dikarenakan kenaikan plafon penggunaan

kliring hingga 500 juta rupiah.

Kesehatan perbankan masih menunjukkan kondisi perbankan yang sehat

yang terlihat dari nilai NPL sebesar 1,8% di bawah 5%.

3.1. KONDISI UMUM

Kinerja perbankan di Provinsi NTT secara year-on-year pada triwulan I

2016 masih mengalami perlambatan. Hal ini tercermin dari beberapa indikator

kinerja perbankan, seperti Aset pada triwulan ini hanya mampu tumbuh sebesar 3,80%

(yoy) atau mencapai Rp.31,47 triliun. Dana Pihak Ketiga (DPK) juga melambat 12,09%

(yoy) atau dengan nominal mencapai Rp.22,54 triliun. Namun demikian, pertumbuhan

penyaluran kredit perbankan di NTT secara umum menunjukkan peningkatan. Selain

itu, angka rasio likuiditas atau Loan to Deposit Ratio (LDR) pada triwulan I 2016 sebesar

88,35% lebih rendah dari triwulan IV 2015 yang mencapai 89,98%. Kondisi NPL juga

masih menunjukkan kondisi perbankan yang sehat walaupun terjadi kenaikan

dibanding triwulan sebelumnya.

Grafik 3.1. Perkembangan Kinerja Perbankan Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

30,00%

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Aset (miliar) Kredit (miliar) DPK (miliar)

y-o-y aset y-o-y kredit y-o-y DPK

0,0%

0,5%

1,0%

1,5%

2,0%

2,5%

78%

80%

82%

84%

86%

88%

90%

92%

94%

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

LDR NPL

Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah

Page 56: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 38

Secara umum perkembangan sistem pembayaran di provinsi NTT pada triwulan I

2016 menunjukkan perlambatan. Hal ini didorong oleh melambatnya sistem

pembayaran tunai, dan non tunai dalam hal ini BI-RTGS. Sementara itu, SKNBI hingga

triwulan I 2016 mengalami perkembangan yang signifkan.

Sistem Pembayaran Tunai mengalami net-inflow atau jumlah uang masuk di

Bank Indonesia lebih besar daripada uang yang beredar. Net-inflow Sistem Pembayaran

Tunai di NTT pada triwulan ini sebesar Rp.1,50 triliun atau 3,50% (yoy) lebih rendah

dibandingkan dengan tahun lalu pada periode yang sama. Besarnya Net inflow pada

periode ini merupakan pola pergerakan sistem pembayaran tunai setiap awal tahun.

Selain itu, terjadi faktor siklikal di awal tahun karena adanya arus balik dana perbankan

dan masyarakat ke Bank Indonesia pasca tingginya kebutuhan uang kartal pada periode

Natal dan Liburan akhir tahun 2015.

Pada triwulan I 2016 uang palsu yang ditemukan atau dilaporkan di Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT menurun dibanding triwulan sebelumnya. Pada

triwulan ini uang palsu yang dilaporkan sebanyak 25 lembar. Adanya laporan uang

palsu di Bank Indonesia, mencerminkan semakin bertambahnya pengetahuan dan

kesadaran masyarakat serta perbankan tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah.

Sistem Pembayaran Non Tunai fasilitas Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

(SKNBI) di NTT pada triwulan I 2016 dari sisi volume maupun nominal mengalami

peningkatan. Selain itu, pertumbuhan transaksi SKNBI di NTT juga masih tetap berada

di atas pertumbuhan Nasional. Peningkatan volume dan nominal transaksi pembayaran

melalui SKNBI merupakan dampak diimplementasikannya sistem BI-RTGS Gen II pada

tanggal 16 November 2015 dimana batasan transaksi pembayaran dengan

menggunakan sistem BI-RTGS yaitu minimal Rp.100 juta, sementara sampai dengan 30

Juni 2016 tidak terdapat batasan transfer dana dengan menggunakan SKNBI.

Sementara itu, transaksi BI-RTGS pada triwulan I 2016 mencapai Rp.8,69 triliun,

masih terus mengalami penurunan bila dibandingkan pertumbuhan triwulan

sebelumnya. Untuk diketahui bahwa penurunan transaksi pembayaran melalui BI-RTGS

disebabkan oleh perubahan ketentuan tentang BI-RTGS dan SKNBI. Hal ini sejalan

dengan arah pengembangan sistem BI-RTGS untuk transaksi yang bersifat high value.

Page 57: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 39

Grafik 3.3. Perkembangan SKNBI

3.2. PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM

Pada Triwulan I 2016 perkembangan kinerja (year-on-year) bank umum

secara Nasional maupun di Provinsi NTT mengalami perlambatan. Perlambatan

kinerja perbankan di NTT didorong oleh melambatnya komponen Aset sebesar 3,53%

(yoy) dan penghimpunan DPK sebesar 11,84% (yoy). Sementara itu, penyaluran Kredit

bank umum di NTT berdasarkan lokasi proyek mengalami peningkatan sebesar 15,03%

(yoy), lebih tinggi dari triwulan IV 2015 sebesar 14,61% (yoy).

3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif

Perkembangan Aset Bank Umum di NTT maupun secara Nasional pada

triwulan I 2016 mengalami perlambatan. Aset Bank Umum di NTT pada triwulan I

2016 mencapai Rp.30,93 triliun, masih menunjukkan perlambatan bila dibandingkan

dengan periode sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan Aset

Bank Pemerintah dan Bank Swasta. Aset Bank Pemerintah pada triwulan ini mengalami

perlambatan paling besar yakni dari 12,18% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi

3,11% (yoy). Sementara itu, Aset Bank Swasta juga melambat sebesar 6,94% (yoy)

pada triwulan I 2016, atau lebih rendah dari triwulan IV 2015 yang sebesar 8,69%

(yoy). Selain itu, perlambatan Aset perbankan di NTT juga disebabkan oleh menurunnya

aset antar kantor dan penempatan pada bank lain.

-100,00%

0,00%

100,00%

200,00%

300,00%

400,00%

500,00%

-30,00%

-20,00%

-10,00%

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

Y-o-Y

Volume Kliring Nominal Kliring Volume Cek/BG Kosong Nominal Cek/BG Kosong

Sumber: Bank Indonesia Diolah

Page 58: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 40

Grafik 3.4. Komposisi Aset Berdasarkan Kelompok Bank

3.2.2. Dana Pihak Ketiga

Pada triwulan I 2016 penghimpunan DPK di NTT mencapai Rp.22,14 triliun

atau tumbuh melambat. Walaupun melambat, pertumbuhan DPK di NTT masih

berada di atas pertumbuhan DPK Nasional. Pertumbuhan DPK Bank Umum pada

periode ini mengalami perlambatan sebesar 11,84% (yoy), lebih rendah bila

dibandingkan triwulan IV 2015 yang mencapai 16,84% (yoy). Perlambatan tersebut

didorong oleh melambatnya komponen Giro sebesar 4,42% (yoy) dan Deposito sebesar

13,41% (yoy), lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan IV 2015. Sementara itu,

komponen Tabungan pada periode ini hanya mengalami sedikit perlambatan.

Berdasarkan golongan pemilik, golongan Perorangan memiliki bagian terbesar

dalam DPK, diikuti oleh golongan Pemerintah, Swasta dan Lainnya. Berdasarkan

pertumbuhannya, golongan Swasta mengalami pertumbuhan paling melambat

dibandingkan golongan Lainnya.

Grafik 3.5. Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu Grafik 3.6. Komposisi DPK Berdasarkan Golongan

Nasabah

88,61%

11,39%

BANK PEMERINTAH

BANK SWASTA NASIONAL

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

60,00%

70,00%

<=1 BULAN <=3 BULAN <=6 BULAN <=12 BULAN >12 BULAN

PEMERINTAH SWASTA PERORANGAN LAINNYA

4.697

467539

13

2.089

279

3.525

41150

1.016

9.320

7

P E M E R I N TA H S W A S T A P E R O R A N GA N L A I N N Y A

( RP M I L IA R)Giro Deposito Tabungan

Sumber: Bank Indonesia Diolah

Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah

Page 59: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 41

Kelompok Tabungan masih memiliki porsi yang paling besar yakni sebesar

47,39%, diikuti oleh Deposito sebesar 26,80% dan Giro 25,81%. Komponen

Tabungan masih didominasi oleh golongan Perorangan sebesar 88,82%, Swasta

9,68%, Pemerintah 1,43%, dan Lainnya 0,07%.

Berdasarkan komposisi Deposito pada triwulan I 2016, golongan Perorangan

mendapat share terbesar dibandingkan golongan Pemerintah, Swasta, dan Lainnya.

Pertumbuhan golongan Pemerintah pada triwulan ini mengalami perlambatan yang

paling tinggi yaitu sebesar 12,30% (yoy), kemudian Lainnya 5,31% (yoy). Sementara

itu, golongan Swasta meningkat menjadi 8,56% (yoy) dan Perorangan 13,72% (yoy)

lebih tinggi dari triwulan IV 2015.

Pada triwulan I 2016, andil terbesar pada komponen Giro adalah golongan

Pemerintah, selanjutnya Perorangan, Swasta dan Lainnya. Namun demikian, golongan

Swasta dan Perorangan menjadi pendorong melambatnya Giro pada triwulan ini.

Sementara itu, pertumbuhan Giro golongan Lainnya dan Pemerintah masing-masing

tumbuh sebesar 13,51% (yoy) dan 0,59% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya.

Grafik 3.7. Pertumbuhan DPK Grafik 3.8. Komposisi DPK

Ditinjau dari suku bunga, pada triwulan I 2016 rata-rata suku bunga simpanan

mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan IV 2015. Rata-rata suku bunga

simpanan pada triwulan I 2016 sebesar 3,40%, sedikit lebih rendah dibandingkan

triwulan IV 2015 yang mencapai 3,42%. Penurunan suku bunga tidak terlalu

berdampak terhadap jumlah nasabah yang melakukan simpanan pada triwulan ini yang

meningkat 13,02% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang hanya

mencapai 8,66% (yoy).

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

IV-2013 I-2014 II-2014 III-2014 IV-2014 I-2015 II-2015 III-2015 IV-2015 I-2016

Giro (yoy) Deposito (yoy) Tabungan (yoy)

24,2% 29,4% 26,7%20,0%

27,6% 29,3% 29,4%20,7% 25,8%

25,5%25,0% 26,0%

24,1%

26,4% 28,7% 27,6%

24,1%26,8%

50,2% 45,6% 47,4%55,9%

45,9% 42,0% 43,0%55,3%

47,4%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I-2014 II-2014 III-2014 IV-2014 I-2015 II-2015 III-2015 IV-2015 I-2016

Share

Giro Deposito Tabungan DPK (yoy)

Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah

Page 60: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 42

Grafik 3.9. Suku Bunga Simpanan

3.2.3. Penyaluran Kredit / Pembiayaan

Pada triwulan I 2016 penyaluran kredit perbankan berdasarkan lokasi

proyek di NTT mencapai Rp.20,52 triliun atau mengalami peningkatan,

sementara secara Nasional mengalami perlambatan. Pertumbuhan kredit yang

meningkat pada triwulan I 2016 didorong oleh pertumbuhan kredit Modal Kerja dan

Konsumsi. Namun demikian, kredit Investasi mengalami perlambatan. Peningkatan

kredit Modal Kerja dan Konsumsi menggambarkan adanya gairah pengembangan

usaha dan semakin tingginya daya beli masyarakat di NTT.

Grafik 3.10. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan

Jenis Penggunaan

Grafik 3.11. Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis

Penggunaan

Berdasarkan Sektor Ekonomi, pada triwulan I 2016 terdapat beberapa sektor

yang mendorong meningkatnya penyaluran Kredit, diantaranya Kredit Sektor Industri

Pengolahan yang meningkat sebesar 144,34% (yoy), sektor Penyediaan Akomodasi dan

Penyediaan Makan Minum juga mengalami peningkatan sebesar 61,27% (yoy).

0,00%

1,00%

2,00%

3,00%

4,00%

5,00%

6,00%

7,00%

8,00%

9,00%

IV-2013 I-2014 II-2014 III-2014 IV-2014 I-2015 II-2015 III-2015 IV-2015 I-2016

Suku Bunga Giro Suku Bunga Deposito Suku Bunga Tabungan

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

60,00%

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

y-o-y kredit y-o-y modal kerja y-o-y investasi y-o-y konsumsi

Modal Kerja; 29,85%

Investasi; 7,64%

Konsumsi; 62,51%

Sumber: Bank Indonesia Diolah

Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah

Page 61: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 43

Kemudian Sektor Perikanan meningkat sebesar 58,61% (yoy) lebih tinggi dari triwulan

IV 2015.

Berdasarkan sektor usaha, pangsa penyaluran kredit terbesar pada triwulan I

2016 di Provinsi NTT adalah sektor penerima kredit bukan lapangan usaha (konsumsi),

kemudian sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor konstruksi.

Secara spasial, Kota Kupang mendapat penyaluran kredit terbesar dengan pangsa

23,41%, diikuti oleh Kabupaten Kupang 9,82%, Kabupaten Belu 8,09%, Kabupaten

Sikka 6,52%, dan Kabupaten Ende 5,62%. Sementara itu, berdasarkan pertumbuhan

kredit, Kabupaten/Kota yang menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit di NTT

adalah Kabupaten Ngada, Timor Tengah Utara dan Manggarai.

3.2.4. Suku Bunga

Pada triwulan I 2016 rata-rata suku bunga kredit Bank Umum di NTT

mengalami penurunan. Berdasarkan jenis penggunaan, suku bunga Kredit Investasi

mengalami penurunan yang terbesar, kemudian diikuti oleh suku bunga Kredit Modal

Kerja. Namun demkian, pada triwulan ini suku bunga Kredit Konsumsi mengalami

sedikit peningkatan dibandingkan dengan Triwulan IV 2015. Berdasarkan nilai suku

bunga, kredit Konsumsi juga memiliki suku bunga tertinggi dibandingkan suku bunga

kredit yang lain. Dengan adanya penurunan suku bunga Kredit Investasi dan Modal

Kerja ini, diharapkan dapat mendorong laju pertumbuhan kredit terutama dalam

penggunaan Modal Kerja dan Investasi, sehingga masyarakat semakin tertarik untuk

berinvestasi serta dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT.

Grafik 3.12. Komposisi Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi

63,89%

25,63%

2,66%

2,19%

1,01%

Penerima Kredit Bukan LapanganUsaha

Perdagangan Besar Dan Eceran

Konstruksi

Penyediaan Akomodasi DanPenyediaan Makan Minum

Pertanian, Perburuan DanKehutanan

Sumber: Bank Indonesia Diolah

Page 62: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 44

Grafik 3.13. Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate

Grafik 3.14. Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku

Bunga

3.2.5. Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah

Penyaluran kredit UMKM di NTT pada triwulan I 2016 mengalami

peningkatan 18,22% (yoy) atau dengan nominal sebesar Rp.6,19 triliun. Selain

itu, pertumbuhan kredit UMKM di NTT pada triwulan ini juga masih berada di atas

pertumbuhan Nasional. Rasio kredit UMKM dibandingkan dengan total kredit yang

disalurkan Bank Umum di NTT pada triwulan I 2016 mencapai 31,64%, sedikit lebih

tinggi dibanding triwulan IV 2015.

Peningkatan pertumbuhan Kredit UMKM pada triwulan I 2016 didorong oleh

meningkatnya penyaluran Kredit Kecil sebesar 12,19% (yoy) dan Kredit Mikro sebesar

17,15% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015. Sementara itu, Kredit Menengah pada

triwulan ini mengalami perlambatan sebesar 28,60% (yoy), lebih rendah dibandingkan

triwulan IV 2015 yang mencapai 40,71% (yoy).

Grafik 3.15. Komposisi Kredit UMKM Grafik 3.16. Share Kredit UMKM Berdasarkan

Sektor Ekonomi

Berdasarkan penggunaan, Kredit UMKM untuk Modal Kerja dan Investasi pada

periode ini sama-sama mengalami peningkatan lebih tinggi dari triwulan sebelumnya.

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Kredit (yoy) Ratio NPL BI Rate

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

16%

0,00%

2,00%

4,00%

6,00%

8,00%

10,00%

12,00%

14,00%

16,00%

18,00%

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Modal Kerja Investasi Konsumsi Rata-rata BI Rate

MIKRO26,08%

MENENGAH31,35%

KECIL42,57%

Perdagangan Besar Dan Eceran; 73,41%

Konstruksi; 7,09%

Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum; 3,10%

Pertanian, Perburuan Dan Kehutanan; 2,74%

Real Estate, Usaha Persewaan,

Dan Jasa Perusahaan; 2,70%

Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah

Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah

Page 63: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 45

Sementara itu, dilihat dari sisi sektor ekonomi pertumbuhan Kredit UMKM didorong

oleh sektor Listrik, Gas dan Air, sektor Perikanan, dan Konstruksi.

Grafik 3.17. Perkembangan UMKM Grafik 3.18. Perkembangan UMKM Berdasarkan

Jenis Penggunaan

Berdasarkan komposisi kredit UMKM, Kredit Modal Kerja (KMK) mendominasi

penyaluran kredit ini dengan porsi sebesar 83,84% dari total kredit UMKM. Sementara

itu, kredit Investasi hanya sebesar 16,16% dari total kredit UMKM.

3.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Pada triwulan I 2016 pertumbuhan kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

juga mengalami perlambatan. Perlambatan tersebut didorong oleh melambatnya

Aset dan Kredit BPR, sementara itu DPK BPR mengalami peningkatan. Sementara itu,

penyaluran Kredit BPR juga mengalami perlambatan terutama disebabkan oleh

melambatnya kredit Modal Kerja dan Investasi.

Tabel 3.1.Perkembangan Kinerja BPR

Walaupun beberapa indikator kinerja BPR mengalami perlambatan,

penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) oleh BPR pada triwulan ini mengalami

peningkatan. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya kelompok Deposito dan

Tabungan yang masing-masing sebesar 39,76% (yoy) dan 8,20% (yoy) lebih tinggi

dibandingkan triwulan IV 2015.

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

30,00%

35,00%

-

1.000,00

2.000,00

3.000,00

4.000,00

5.000,00

6.000,00

7.000,00

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016KREDIT UMKM NPL Kredit UMKM Kredit UMKM (yoy) Ratio NPL UMKM

-

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

60,00%

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

MODAL KERJA INVESTASI MODAL KERJA (YOY) INVESTASI (YOY)

Indikator 2016

Utama I II III IV I

Aset (miliar) 336,87 415,26 436,99 454,41 481,56 509,90 534,58

y-o-y aset 34,35% 23,27% 27,30% 26,50% 28,90% 22,79% 22,33%

Kredit (miliar) 255,73 318,54 330,21 348,80 353,59 365,85 368,21

y-o-y kredit 45,80% 24,56% 22,27% 18,59% 15,45% 14,85% 11,51%

DPK (miliar) 247,60 308,97 311,39 330,86 352,91 381,16 402,54

y-o-y DPK 33,00% 24,79% 24,45% 28,69% 28,43% 23,36% 29,27%

LDR 84,26% 79,40% 80,46% 82,38% 80,52% 76,70% 77,55%

NPL 4,45% 4,76% 5,46% 5,71% 6,05% 5,40% 6,16%

201420132015

Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah

Page 64: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 46

Grafik 3.19. Komposisi DPK BPR Grafik 3.20. Pertumbuhan DPK BPR

Berdasarkan pangsa kredit, Penyaluran Kredit Modal Kerja mengambil porsi

terbesar dari total Kredit BPR yakni sebesar 51,29% (yoy), kemudian Kredit Konsumsi

sebesar 32,94% dan Kredit Investasi 15,77%.

Grafik 3.21. Kredit BPR Berdasarkan Sektor

Ekonomi

Grafik 3.22. Share Kredit dan NPL Berdasarkan

Sektor Ekonomi

3.4. Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau Perkembangan perbankan berdasarkan sebaran pulau dibagi menjadi tiga pulau,

yaitu pulau Flores, Sumba dan Timor. Pada triwulan I 2016 pertumbuhan Aset di pulau

Flores mencatat pertumbuhan yang terbaik diantara pulau Sumba dan Timor.

Sementara itu, berdasarkan penghimpunan DPK, pertumbuhan pulau Timor yang

terbaik dibandingkan pulau Flores dan Sumba. Kemudian apabila dilihat berdasarkan

penyaluran Kredit, pulau Flores sedikit lebih baik dibandingkan Sumba dan Timor.

Deposito69,36%

Tabungan30,64%

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

30,00%

35,00%

40,00%

45,00%

-

50,00

100,00

150,00

200,00

250,00

300,00

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

Deposito Tabungan y-o-y deposito y-o-y tabungan

0,09%

0,10%

0,24%

0,53%

0,77%

0,93%

0,98%

1,09%

1,10%

1,21%

1,25%

2,57%

3,81%

4,92%

7,87%

9,48%

9,98%

21,21%

31,86%

0,00% 5,00% 10,00% 15,00% 20,00% 25,00% 30,00% 35,00%

Listrik, Gas dan Air

Pertambangan dan Penggalian

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Industri Pengolahan

Real Estate

Perikanan

Jasa Pendidikan

Bukan Lapangan Usaha - Rumah Tangga

Pertanian, Perburuan dan Kehutanan

Administrasi Pemerintahan, Pertanahan & Jaminan…

Perantara Keuangan

Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan-minum

Jasa Perorangan yang melayani Rumah Tangga

Kegiatan Usaha yang Belum Jelas Batasannya

Jasa Kemasyarakatan, SosBud, Hiburan & Perseorangan…

Konstruksi

Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi

Perdagangan Besar dan Eceran

Bukan Lapangan Usaha - Lainnya

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%50%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

Pe

rta

nia

n,

Pe

rbu

rua

n…

Per

ikan

an

Per

tam

ban

gan

dan

Ind

ust

ri P

engo

lah

an

List

rik, G

as d

an A

ir

Kons

truk

si

Perd

agan

gan

Besa

r…

Peny

edia

an…

Tran

spo

rtas

i,…

Pe

ran

tara

Ke

ua

ng

an

Rea

l Est

ate

Ad

min

istr

asi…

Jasa

Pen

did

ikan

Jasa

Ke

seh

ata

n d

an…

Jasa

Kem

asya

raka

tan,

Jasa

Per

ora

nga

n y

ang…

Kegi

atan

Usa

ha

Yang

Ru

ma

h T

an

gga

Buk

an L

apan

gan…

Share thd NPL Share thd Kredit

Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah

Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah

Page 65: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 47

Grafik 3.23. Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau

3.4.1. Pulau Flores

Kinerja perbankan di pulau Flores pada triwulan I 2016 relatif melambat.

Hal ini tercermin dari pertumbuhan Aset perbankan di pulau Flores yang tumbuh

melambat sebesar 7,09% (yoy) atau sebesar Rp.9,12 triliun lebih rendah dibandingkan

pertumbuhan pada triwulan IV 2015. Penghimpunan DPK pada triwulan I 2016 juga

melambat 5,19% (yoy) atau dengan nominal sebesar Rp.7,84 triliun. Sementara itu,

penyaluran kredit di Pulau Flores pada triwulan I 2016 sedikit meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya. Angka rasio kredit macet (NPL) di Pulau Flores pada triwulan I

2016 mengalami peningkatan, dari 1,39% pada triwulan IV 2015 menjadi 1,90% pada

triwulan I 2016. Selain itu, rasio likuiditas di Pulau Flores pada triwulan I 2016 juga

meningkat sebesar 93,33% lebih tinggi dari triwulan IV 2015 yang hanya sebesar

92,15%.

Grafik 3.24. Komposisi DPK di Pulau Flores Grafik 3.25. Komposisi Kredit di Pulau Flores

1,45%

1,50%

1,55%

1,60%

1,65%

1,70%

1,75%

1,80%

1,85%

1,90%

1,95%

0,00%

2,00%

4,00%

6,00%

8,00%

10,00%

12,00%

14,00%

16,00%

18,00%

Timor Flores Sumba

Asset DPK Kredit NPL

79,94%

6,45%

12,95%

0,66%

20,03%

4,27%

74,58%

1,12%

2,06%

10,67% 87,17%

0,09%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA

GIRO DEPOSITO TABUNGAN

1 MODAL KERJA; 32,15%

2 INVESTASI; 4,24%

3 KONSUMSI; 63,60%

Sumber: Bank Indonesia Diolah

Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah

Page 66: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 48

3.4.2. Pulau Sumba

Kinerja perbankan di Pulau Sumba pada triwulan I 2016 juga ikut

melambat. Pertumbuhan Aset pada triwulan I 2016 melambat sebesar 5,61% (yoy)

atau mencapai Rp.2,37 triliun lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya.

Sementara itu, penghimpunan DPK di Pulau Sumba tercatat sebesar Rp.1,91 triliun, ikut

mengalami perlambatan sebesar 0,67% (yoy) lebih rendah dari triwulan IV 2015.

Penyaluran kredit juga melambat 12,92% (yoy) atau sebesar Rp.2,00 triliun pada

triwulan I 2016. Adapun angka rasio likuiditas meningkat dari 101,47% menjadi

104,72%. Hal ini disebabkan oleh tingginya penyaluran kredit yang tidak sebanding

atau lebih besar dari penghimpunan DPK di Pulau Sumba.

Grafik 3.26. Komposisi DPK di Pulau Sumba Grafik 3.27. Komposisi Kredit di Pulau Sumba

3.4.3. Pulau Timor

Pada triwulan I 2016 kinerja perbankan di pulau Timor melambat. Aset

perbankan di pulau Timor pada triwulan I 2016 mencapai Rp.19,44 triliun atau

melambat sebesar 1,70% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2015. Seiring

dengan perlambatan Aset perbankan pada triwulan I 2016, pertumbuhan DPK dan

penyaluran Kredit juga ikut melambat. Penghimpunan DPK perbankan dipulau Timor

pada triwulan I 2016 mencapai Rp.12,20 triliun atau mencapai 16,73% (yoy),

sementara itu penyaluran Kredit mencapai Rp.10,01 triliun atau tumbuh sebesar

12,60% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya.

Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah

Page 67: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 49

Grafik 3.28. Komposisi DPK di Pulau Timor Grafik 3.29. Komposisi Kredit di Pulau Timor

3.5. Sistem Pembayaran

3.5.1. Transaksi Non Tunai

3.5.1.1. Transaksi Kliring (SKNBI)

Sistem Kliring Nasional Bank Indonsia (SKNBI) di provinsi NTT pada

triwulan I 2016 masih mengalami peningkatan dan jauh di atas Nasional.

Penggunaan fasilitas Kliring di NTT sampai dengan triwulan I 2016 berdasarkan nominal

mencapai Rp.3,11 triliun atau tumbuh 213,76% (yoy) dan volume mencapai 67.315

lembar warkat atau meningkat 68,41% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015.

Peningkatan transaksi yang signifikan ini disebabkan oleh adanya perubahan

ketentuan dan kegiatan SKNBI serta perlindungan nasabah. Saat ini, settlement layanan

Transfer Dana ditambah menjadi 5 (lima) kali, yaitu pada pukul 09.00, 11.00, 13.00,

15.00, dan 16.45 WIB sedangkan Layanan Kliring Warkat Debit saat ini dibagi menjadi

4 zona.

Dibandingkan transfer melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-

RTGS), terdapat beberapa perbedaan transfer melalui SKNBI, yaitu pertama, proses

setelmen SKNBI dilakukan secara periodik (netting) sedangkan RTGS, proses setelmen

dilakukan secara individual (gross). Kedua, dari segi batasan nominal, transaksi transfer

dana nasabah yang dapat diproses melalui SKNBI sampai dengan 30 Juni 2016 tidak

terdapat batasan maksimal, sedangkan transaksi nasabah melalui BI-RTGS minimal

sebesar Rp.500.000.000,00 per transaksi. Ketiga, biaya yang dikenakan Bank Indonesia

kepada Peserta untuk SKNBI lebih murah, yaitu sebesar Rp.750,00 per transaksi dan

maksimal biaya transfer dana yang dapat dikenakan peserta kepada nasabahnya adalah

Rp.5.000,00, sedangkan biaya transaksi BI-RTGS yang dikenakan Bank Indonesia

kepada peserta adalah sebesar Rp.15.000,00 dan maksimal biaya transfer dana yang

dapat dikenakan peserta kepada nasabahnya adalah sebesar Rp.35.000,00.

Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah

Page 68: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 50

Grafik 3.30. Perkembangan SKNBI NTT Grafik 3.31 Perkembangan SKNBI Nasional

Berdasarkan komposisi peserta pengirim, transaksi kliring Provinsi NTT pada

triwulan I 2016 paling besar adalah Bank Swasta Nasional dengan porsi sebesar

59,83%, kemudian Bank Pemerintah 36,76%, Bank Pembangunan Daerah sebesar

1,59%, Bank Syariah 1,51%, dan Bank Campuran 0,30%.

Grafik 3.32. Share SKNBI Berdasarkan Kelompok Bank

3.5.1.2. Transaksi RTGS

Transaksi BI-RTGS pada triwulan I 2016 dari sisi nominal maupun volume

mengalami penurunan. Penurunan tersebut disebabkan oleh pengalihan transaksi

besar (high value) ke Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

0

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

80.000 NTT

Nilai (Rp.Miliar) Volume (lbr)

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

0

200.000

400.000

600.000

800.000

1.000.000

1.200.000

1.400.000

Rib

u l

em

bar

Nasional

Nilai (Rp.Miliar) Volume (lbr)

Bank Swasta Nasional59,83%

Bank Pemerintah36,76%

Bank Syariah1,51%

Bank Campuran0,30%

Bank Pembangunan Daerah1,59%

Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah

Sumber: Bank Indonesia Diolah

Page 69: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 51

Grafik 3.33. Perkembangan BI-RTGS

3.5.2. Transaksi Tunai

Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan,

diantaranya jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow),

jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan kegiatan

pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).

3.5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)

Pada triwulan I 2016 aliran uang yang masuk ke Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi NTT mengalami peningkatan dibandingkan uang yang

beredar di masyarakat atau perbankan. Aliran outflow atau uang yang beredar

pada triwulan I 2016 mencapai Rp.0,33 triliun, tumbuh -6,14% (yoy) lebih rendah

dibandingkan dengan triwulan IV 2015 yang mencapai 25,31% (yoy). Selain itu, inflow

atau uang yang disetor di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga

mengalami perlambatan 1,60% (yoy) atau sebesar Rp.1,83 triliun, lebih rendah dari

triwulan IV 2015 yang tumbuh 3,67% (yoy).

Hal ini merupakan pola setiap awal tahun pasca tingginya kebutuhan uang

realisasi proyek dan konsumsi masyarakat di akhir tahun. Selain itu, hal ini juga sejalan

dengan pertumbuhan ekonomi Penggunaan Pengeluaran Konsumsi yang juga

melambat pada triwulan I 2016.

-1500,00%

-1000,00%

-500,00%

0,00%

500,00%

1000,00%

1500,00%

-10.000,00

-8.000,00

-6.000,00

-4.000,00

-2.000,00

0,00

2.000,00

4.000,00

6.000,00

8.000,00

10.000,00

Volume Nominal (In/Out) Volume (yoy) Nominal (yoy)

Sumber: Bank Indonesia Diolah

Page 70: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 52

Grafik 3.34. Perkembangan Transaksi Tunai Grafik 3.35. Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-

Outflow)

3.5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)

Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang telah dimusnahkan di NTT hingga

triwulan I 2016 mencapai Rp.509,70 miliar atau meningkat 56,72% (yoy). Hal ini

dapat digambarkan oleh jumlah setoran UTLE di Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi NTT pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp.716,63 miliar, atau meningkat

sebesar 50,22% (yoy) bila dibandingkan dengan triwulan IV 2015. Sementara itu, rasio

pemusnahan UTLE di Provinsi NTT dibandingkan Nasional pada triwulan I 2016 yaitu

sebesar 0,89% sedikit meningkat bila dibandingkan triwulan IV 2015. Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT terus mengupayakan untuk menekan laju

pertumbuhan UTLE di NTT dengan cara melakukan sosialisasi bagaimana

memperlakukan uang rupiah dengan baik ke pasar-pasar, perbankan, serta akademisi

dan pelajar.

3.5.2.3. Temuan Uang Palsu

Temuan uang palsu yang tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi NTT pada triwulan I 2016 mengalami penurunan. Jumlah lembar uang

palsu menurun dari 53 lembar menjadi 25 lembar pada triwulan laporan. Uang palsu

yang ditemukan pada triwulan ini umumnya uang kertas pecahan Rp.100.000,-,

pecahan Rp.10.000,- dan Rp.50.000,-. Jumlah uang palsu yang ditemukan berkurang,

hal ini menggambarkan bahwa kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah

berdampak positif dan terus diperlukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat.

Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap temuan uang palsu juga menjadi alasan

yang tinggi uang palsu tersebut dilaporkan.

-300%

-200%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

700%

-2500,00

-2000,00

-1500,00

-1000,00

-500,00

0,00

500,00

1000,00

1500,00

2000,00

Tw

1-1

1

Tw

2-1

1

Tw

3-1

1

Tw

4-1

1

Tw

1-1

2

Tw

2-1

2

Tw

3-1

2

Tw

4-1

2

Tw

1-1

3

Tw

2-1

3

Tw

3-1

3

Tw

4-1

3

Tw

1-1

4

Tw

2-1

4

Tw

3-1

4

Tw

4-1

4

Tw

1-1

5

Tw

2-1

5

Tw

3-1

5

Tw

4-1

5

Tw

1-1

6

Net In/Out (Rp. Miliar) qtq yoy

-80,00%

0,00%

80,00%

0,00

500,00

1.000,00

1.500,00

2.000,00

2.500,00

3.000,00

Inflow (Rp. Miliar) Outflow (Rp. Miliar) yoy inflow yoy outflow

Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah

Page 71: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 53

Grafik 3.36. Perkembangan UTLE di Provinsi NTT Grafik 3.37. Perkembangan UPAL di Provinsi NTT

Upaya penanggulangan uang palsu secara represif telah dilaksanakan oleh

Kepolisian dengan menangkap dan menuntut pembuat maupun pengedar uang palsu

sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

-200,00%

0,00%

200,00%

400,00%

600,00%

800,00%

1000,00%

1200,00%

1400,00%

1600,00%

0,00

500,00

1.000,00

1.500,00

2.000,00

2.500,00

3.000,00Tw

1-1

2

Tw2

-12

Tw3

-12

Tw4

-12

Tw1

-13

Tw

2-1

3

Tw

3-1

3

Tw

4-1

3

Tw

1-1

4

Tw

2-1

4

Tw3

-14

Tw4

-14

Tw1

-15

Tw2

-15

Tw3

-15

Tw4

-15

Tw1

-16

Inflow (Rp. Miliar) Outflow (Rp. Miliar) UTLE QtQ UTLE YoY UTLE

0

200

400

600

800

1000

1200

Tw1-

12

Tw2-

12

Tw3-

12

Tw4-

12

Tw1-

13

Tw2-

13

Tw3-

13

Tw4-

13

Tw1-

14

Tw2-

14

Tw3-

14

Tw4-

14

Tw1-

15

Tw2-

15

Tw3-

15

Tw4-

16

Tw1-

16

Lbr UPAL

Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah

Page 72: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

54

Stabilitas Sistem Keuangan di Provinsi NTT

Kondisi Intermediasi dan Resiko Perbankan

Kelompok Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) memiliki porsi pendanaan dari

induk perusahaan cukup besar dibandingkan dengan Bank Pemerintah Daerah (BPD)

dan Bank Persero (BUMN). Kendati BUSN melakukan pengumpulan DPK dari

masyarakat, porsi dana dari induk bank dapat dikategorikan relatif besar. Tercatat

bahwa dalam kurun waktu 2015 s.d. triwulan I 2016, porsi pendanaan dari induk

perusahaan konsisten berada pada angka 35% - 40% dari total keseluruhan dana.

Sementara itu, perolehan dana BPD dan Bank Persero didominasi oleh DPK dengan

porsi pada triwulan I sebesar 79,16%.

Kondisi tersebut secara tidak langsung juga mempengaruhi kondisi Loan to

Deposit Ratio (LDR). Pada triwulan I 2016 BPD dan Bank Persero tercatat memiliki LDR

sebesar 86,01% sedangkan BUSN tercatat lebih tinggi yakni sebesar 107,74%. Hal ini

menunjukkan bahwa DPK BUSN tidak dapat mengakomodasi seluruh penyaluran kredit

yang ada sehingga pendanaan dari sumber lain/ induk perusahaan sangat diperlukan.

Grafik Boks 3.1. Pangsa DPK Perbankan NTT Grafik Boks 3.2. NPL Berdasarkan Penggunaan

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Dari sisi kredit, pertumbuhan kredit konsumsi menahan perlambatan

pertumbuhan kredit secara keseluruhan. Walaupun tumbuh sebesar 13,63% (yoy) di

triwulan I 2016, keseluruhan kredit mengalami perlambatan dibandingkan periode

yang sama di tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 14,37% (yoy). Hal ini

disebabkan karena terjadinya penurunan kredit investasi dan perlambatan pada kredit

modal kerja. Namun demikian, pertumbuhan kredit konsumsi sebesar 16,85% (yoy)

dengan pangsa terbesar yakni 63,89% dapat menahan laju perlambatan pertumbuhan

kredit secara keseluruhan. Pertumbuhan kredit konsumsi didukung pula dengan rasio

NPL yang senantiasa terjaga di bawah level 1%. Secara umum, kondisi kesehatan

perbankan relatif aman yang terlihat dari NPL perbankan yang sebesar 1,82%, jauh dari

batas nilai NPL maksimal yang sebesar 5%.

Page 73: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

55

Berbeda halnya dengan kredit konsumsi, kredit modal kerja dan investasi

memiliki rasio NPL hampir mendekati 5%. Apabila dibandingkan dengan triwulan IV

2015, rasio NPL kredit modal kerja dan investasi triwulan I 2016 tercatat lebih tinggi.

Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan I 2016,

dimana hanya sebesar 33,80% dari seluruh responden menyatakan bahwa kondisi

likuiditas berada pada kategori baik atau lebih rendah dibandingkan dengan hasil SKDU

triwulan IV 2015 dimana sebanyak 40,30% responden menyatakan memiliki kondisi

likuiditas yang baik. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi kemampuan

membayar hutang pelaku usaha di triwulan I 2016 yang menurun dibandingkan

triwulan sebelumnya.

Tabel Boks 3.1. Kondisi Kredit Berdasarkan Sektor

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Di lihat dari sisi sektoral untuk kredit modal kerja dan investasi, terdapat

beberapa sektor yang perlu mendapatkan perhatian khusus salah satunya adalah sektor

konstruksi. Pada triwulan I 2016 kredit pada sektor konstruksi mengalami kenaikan

kredit yang cukup signifikan yakni sebesar 12,13% (yoy) lebih tinggi dibandingkan

tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,13% (yoy). Namun, kenaikan tersebut tidak

didukung dengan kondisi rasio NPL yang baik yakni sebesar 16,02% sehingga

dikhawatirkan akan mengganggu kondisi stabilitas sistem keuangan secara

keseluruhan.

Kemudian, rasio NPL kredit pada sektor listrik, gas, dan air serta sektor perantara

keuangan terpantau perlu juga mendapatkan perhatian khusus meski kedua sektor

tersebut tidak memiliki andil yang besar untuk keseluruhan kredit di Provinsi NTT. Di

samping itu, perlu dilakukan pemantauan untuk NPL di sektor pertambangan dan

penggalian, perikanan, real estate, dan transportasi. Untuk dua sektor dengan pangsa

terbesar yaitu: sektor penerima kredit bukan lapangan usaha/ konsumsi dan

perdagangan besar dan eceran terpantau masih dalam kondisi aman karena rasio NPL

kedua sektor tersebut jauh di bawah 5%.

Sektor PANGSA NPLPertumbuhan

tw I (yoy)

Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha/ Konsumsi 63.89% 0.8% 16.85%

Perdagangan Besar Dan Eceran 25.63% 2.5% 12.16%

Konstruksi 2.66% 16.02% 12.13%

Penyediaan Akomodasi, Makan, & Minum 2.19% 1.5% 58.34%

Pertanian, Perburuan Dan Kehutanan 1.01% 2.0% 2.14%

Real Estate Dan Jasa Perusahaan 0.89% 3.7% 17.95%

Transportasi, Pergudangan Dan Komunikasi 0.88% 3.9% -14.00%

Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan 0.87% 2.6% -47.99%

Industri Pengolahan 0.81% 2.6% -35.40%

Perikanan 0.30% 3.4% 59.01%

Listrik, Gas Dan Air 0.29% 20.76% 28.20%

Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial 0.16% 0.2% 4.93%

Perantara Keuangan 0.14% 21.77% -20.08%

Jasa Pendidikan 0.14% 2.3% 11.59%

Jasa Perorangan Yang Melayani Rt 0.08% 3.0% -19.95%

Pertambangan Dan Penggalian 0.06% 5.5% 0.38%

Administrasi Pemerintahan 0.00% 0.0% -40.64%

Kegiatan Yang Belum Jelas Batasannya 0.00% 1.9% -65.79%

Badan Internasional 0.00% 0.0% -82.06%

Page 74: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

56

Pangsa DPK dan Kredit

Secara industri BPD dan Bank Persero mendominasi pangsa pengumpulan DPK.

Dari keseluruhan DPK yang ada di Provinsi NTT, BPD dan Bank Persero menguasai

98,24% dari total giro di triwulan I 2016. Sedangkan untuk tabungan dan deposito,

BPD dan Bank Persero menguasai masing-masing sebesar 88,18% dan 83,41%. Selain

itu, penguasaan pangsa DPK tersebut didukung dengan aset BPD dan Bank Persero

yang juga mendominasi industri sebesar 88,31% pada triwulan I 2016.

Grafik Boks 3.3. Pangsa DPK Perbankan NTT Grafik Boks 3.4. Pangsa Kredit Perbankan NTT

Sumber : Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah

Sementara itu dari sisi kredit, BPD dan Bank Persero menguasai pangsa kredit

baik modal kerja, investasi, dan konsumsi. Terdapat hal yang menarik untuk porsi kredit

investasi dimana BUSN memiliki persentase lebih tinggi dibandingkan kredit modal

kerja dan kredit konsumsinya.

Page 75: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

Bab IV |Keuangan Daerah 57

KEUANGAN DAERAH Realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan I-2016 mencapai Rp 4,93

triliun (20,46%) dari pagu rencana pendapatan sebesar Rp 24,7 triliun.

Sementara itu, realisasi belanja pemerintah tercatat masih cukup rendah

yaitu Rp 3,09 triliun (8,85%) dibandingkan pagu belanja sebesar Rp 34,93

triliun. Namun masih lebih tinggi apabila dibandingkan realisasi pada

periode yang sama tahun 2015.

4.1 Kondisi Umum

Pada tahun 2016 terjadi peningkatan pagu pendapatan pemerintah daerah

di Provinsi NTT sebesar 18,3% (yoy) dari Rp 20,88 triliun pada tahun 2015 menjadi

Rp 24,70 triliun (2016). Target kenaikan pendapatan untuk Pemerintah Provinsi

mencapai 18,1% sementara untuk Pemerintah Kab/Kota sebesar 19,3%. Dari sisi

belanja, peningkatan pagu hanya sebesar 1,2% dari Rp 34,51 triliun pada tahun

2015 menjadi Rp 34,93 triliun pada tahun 2016. Perlambatan peningkatan belanja

terutama disebabkan oleh menurunnya rencana belanja APBN seiring dengan telah

selesainya beberapa proyek infrastruktur strategis di tahun sebelumnya. Berdasarkan

struktur pagu belanja 2016, terdapat penurunan pada belanja APBN, namun

demikian, pagu belanja diperkirakan masih akan meningkat terutama berasal dari

revisi belanja APBN seiring adanya kemungkinan tambahan alokasi anggaran untuk

pembangunan infrastruktur bendungan (Raknamo dan Rotiklot) ataupun pelabuhan

Tenau, Ippi dan Lauren Say yang belum dialokasikan.

Grafik 4.1. Perbandingan Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2015 dan 2016

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Dari sisi realisasi pendapatan dan belanja hingga triwulan-I 2016, realisasi

pendapatan pemerintah di Provinsi NTT telah mencapai Rp 4,93 triliun atau

19,97% dari total rencana pendapatan 2016 sebesar Rp 24,7 triliun. Pendapatan

Page 76: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

Bab IV |Keuangan Daerah 58

APBN Pemerintah Pusat mencapai 184,6% dari target. Tingginya realisasi

pendapatan lebih disebabkan oleh tingginya pencapaian realisasi Pajak Penghasilan

(PPh) yang tidak termasuk dalam rencana pendapatan namun merupakan

pendapatan utama dalam struktur APBN di daerah. Sementara itu, realisasi belanja

pemerintah baru mencapai 8,85% atau Rp 3,09 triliun dari total pagu belanja

sebesar Rp 34,9 triliun. Namun, realisasi belanja tersebut tercatat lebih tinggi

apabila dibandingkan triwulan-I 2015 yang sebesar Rp 2,5 triliun atau 7,30% dari

total pagu belanja 2015. Persentase realisasi belanja tertinggi untuk triwulan I-

2016 dimiliki oleh Pemerintah Provinsi sebesar 13,78%.

Grafik 4.2. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

4.2 Pendapatan Daerah

Total Pendapatan Pemerintah di Provinsi NTT pada Triwulan-I 2016

mencapai Rp 4,93 triliun atau 19,97% dari rencana pendapatan tahun 2016.

Apabila dibagi berdasarkan level pemerintahan, pendapatan APBN di Provinsi NTT

tercatat sebesar Rp 465,52 miliar atau 184,61% dari total rencana pendapatan

sebesar Rp 252,17 miliar. Porsi pendapatan terbesar APBN terutama berasal dari

Pajak Penghasilan sebesar Rp 182,86 miliar (39,28%) dan Penerimaan Negara

Bukan Pajak (Pendidikan, jasa, iuran denda, lainnya) sebesar Rp 155,89 miliar

(33,49%). Sementara itu di tingkat Pemerintah Provinsi realisasi pendapatan telah

mencapai Rp 975,51 miliar atau 25,17% dari total rencana pendapatan sebesar

Rp 3,88 triliun. Pendapatan tertinggi Pemerintah Provinsi berasal dari Dana Alokasi

Umum (DAU) sebesar Rp 445,70 miliar (45,7%) dan Dana Alokasi Khusus (DAK)

Rp 367,77 miliar (37,7%). Selanjutnya, pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota

yang telah mencapai Rp 3,49 triliun (16,97%) didominasi oleh Dana Alokasi

Umum sebesar Rp 3,07 triliun atau 88%. Tingginya porsi pendapatan dari Dana

Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) menunjukkan masih

tingginya ketergantungan pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota pada dana

Page 77: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

Bab IV |Keuangan Daerah 59

subsidi dari Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan sumber

Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui upaya pembenahan fasilitas pendukung

bagi sektor potensial seperti pariwisata dan industri sehingga dapat meningkatkan

investasi swasta di Provinsi NTT.

Dari sisi spasial, kota Kupang memperoleh pencapaian target pendapatan

tertinggi pada triwulan I-2016 yaitu sebesar 25,10% atau Rp 295,28 miliar dari

target sebesar Rp 1,18 triliun. Pendapatan tertinggi yang didapat juga berasal dari

Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 220,38 miliar atau 74,64% dari total

realisasi pendapatan. Realisasi pendapatan yang cukup tinggi (>20%) juga

terdapat di Kab. Timor Tengah Utara (23,46%), Kab. Rote Ndao (22,99%), Kab.

Timor Tengah Selatan (22,83%), Kab. Manggarai Barat (22,72%), Kab. Sumba

Barat (22,57%), Kab. Sumba Timur (22,05%), Kab. Sabu Raijua (21,56%), Kab.

Malaka (21,53%) dan Kab. Ende (20,09%).

4.3 Belanja Daerah

Realisasi anggaran belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT

hingga triwulan-I tahun 2016 mencapai Rp 3,09 triliun atau 8,85% dari total pagu

belanja tahun 2016 sebesar Rp 34,93 triliun. Apabila dilihat secara historis,

pencapaian realisasi belanja ini cenderung lebih tinggi apabila dibandingkan

periode yang sama tahun 2015 yang hanya 7,3% atau Rp 2,52 triliun dari pagu

2015 yang sebesar Rp 34,51 triliun. Sementara, berdasarkan kewenangan

pemerintahan, realisasi belanja Pemerintah Provinsi menjadi yang tertinggi sebesar

13,8%. Namun, apabila dilihat dari belanja modal, realisasi belanja APBN menjadi

yang tertinggi sebesar 4,8% lebih baik dibandingkan pencapaian tahun 2015 yang

Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan

APBN

Grafik 4.4 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/ Kab-Kota

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT

Page 78: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

Bab IV |Keuangan Daerah 60

hanya 0,9%. Perbaikan realisasi belanja modal pada APBN diperkirakan turut

didorong oleh adanya proyek multiyear seperti bendungan (Raknamo dan

Rotiklot), adanya dispensasi kegiatan proyek yang belum selesai pada tahun 2015

selama 90 hari di tahun 2016, serta berkurangnya permasalahan numenklatur

yang menjadi kendala di tahun 2015. Untuk mempercepat realisasi anggaran,

pemerintah telah melakukan beberapa upaya kebijakan, diantaranya: 1) Adanya

surat dari Sekretaris Daerah kepada SKPD untuk mempercepat realisasi anggaran,

2) Adanya sanksi bagi Kepala Deaerah yang penyerapannya rendah, serta 3)

Adanya target realisasi belanja di tingkat nasional, yaitu 15% (Tw-I), 40% (Tw-II),

60% (TW-III) dan 90% (TW-IV).

Dari sisi hambatan terdapat beberapa hal yang berpotensi menghambat

penyerapan anggaran secara maksimal, yaitu: 1) Revisi anggaran dari SKPD yang

memerlukan waktu cukup lama, 2) Blokir terhadap beberapa mata anggaran, 3)

Uang muka yang tidak diambil oleh pihak ketiga, 4) UPT di daerah yang belum

memiliki akses online untuk pengurusan ijin dan tata usaha, serta masalah RTRW

dan pembebasan lahan bagi upaya pembangunan 7 (tujuh) waduk di Provinsi NTT.

Secara umum pada triwulan I-2016 realisasi tertinggi berada pada belanja

konsumsi yang mencapai 11,3%, sementara belanja modal baru mencapai 2,5%.

Porsi belanja konsumsi tertinggi berada pada belanja pegawai sebesar 65,25%

atau Rp 2,01 triliun. Dari tingkat kewenangan, realisasi belanja konsumsi tertinggi

berada pada Pemerintah Provinsi sebesar 16,2% yang terutama dipergunakan

bagi belanja hibah sebesar Rp 319,8 miliar. Belanja hibah tersebut digunakan bagi

program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Desa Mandiri Anggur Merah serta

pengadaan bantuan alat-alat untuk kegiatan produksi masyarakat, seperti kapal,

alat tangkap, mesin kapal, serta alat produksi pertanian. Di sisi lain, belanja modal

Grafik 4.5 Perkembangan Realisasi Belanja Grafik 4.6 Perkembangan Realisasi Belanja Modal

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan

Page 79: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

Bab IV |Keuangan Daerah 61

di tingkat kabupaten masih tergolong sangat rendah sebesar 0,92%. Proses

koordinasi dan konsolidasi seiring pergantian Kepala Daerah paska pemilu

serentak 9 Kab/Kota pada tahun 2015 diperkirakan menjadi salah satu penyebab

rendahnya penyerapan belanja modal.

Grafik 4.7 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Tabel 4.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Rp mi l iar

Nominal %

BELANJA DAERAH 34,931.8 3,091.3 8.85 100

Belanja Modal 9,622.7 241.3 2.51 7.81

Belanja Konsumsi 25,175.3 2,850.0 11.32 92.19

Belanja Pegawai 12,299.8 2,017.2 16.40 65.25

Belanja Barang dan Jasa 7,701.4 461.2 5.99 14.92

Belanja Hibah 1,606.6 328.9 20.47 10.64

Belanja Bantuan Sosial 84.9 6.1 7.18 0.20

Belanja Bagi Hasil 666.9 0.4 0.06 0.01

Bantuan Keuangan 2,615.3 34.0 1.30 1.10

Konsumsi Lainnya 200.3 2.3 1.14 0.07

Belanja Lainnya 133.7 - -

URAIAN RENCANAREALISASI PANGSA

(%)

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Selanjutnya, apabila dibagi berdasarkan porsi realisasi belanja, realisasi belanja

APBN mayoritas dipergunakan untuk belanja konsumsi sebesar Rp 468,58 miliar atau

54,19% dari total realisasi belanja triwulan-I. Hal yang sama juga terjadi pada belanja

kabupaten/kota yang mayoritas dipergunakan bagi belanja pegawai sebesar Rp 1,43

triliun atau 84,92% dari total realisasi belanja kabupaten/kota pada triwulan I. Hal yang

berbeda justru terjadi pada Pemerintah Provinsi yang mayoritas melakukan kegiatan

belanja hibah (59,52%). Dari sisi besaran persentase realisasi belanja terhadap pagu

belanja 2016, realisasi belanja APBN terbesar berada pada belanja pegawai (19,3%).

Belanja pegawai Kabupaten/Kota yang sebesar 15,6% juga menjadi yang tertinggi.

Sementara itu, realisasi belanja tertinggi Pemerintah Provinsi adalah bantuan keuangan

sebesar 42,4%. Secara umum, komponen belanja pemerintah di NTT yang memiliki

realisasi terbesar adalah belanja hibah sebesar 20,5%.

Page 80: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

Bab IV |Keuangan Daerah 62

Grafik 4.8 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota

Grafik 4.9 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kab/Kota di NTT

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Secara spasial, presentase realisasi belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota

pada periode triwulan-I 2016 mencapai rata-rata 7,62%, sementara untuk belanja

modal hanya sebesar 1,06%. Presentase realisasi tertinggi berada di Kabupaten Flores

Timur dengan realisasi belanja 13,4% dan belanja modal 10,1%. Sementara presentase

belanja terendah ada di Kab. Sabu Raijua sebesar 4,7% dan realisasi belanja modal

terendah ada di Kab. Malaka sebesar 0%. Masuknya Kab. Sabu Raijua dan Kab. Malaka

sebagai Kabupaten dengan realisasi belanja terendah di NTT menguatkan pula hipotesa

sebelumnya bahwa masih diperlukan waktu untuk koordinasi dan konsolidasi bagi

kegiatan belanja pemerintah mengingat kabupaten-kabupaten tersebut baru saja

melakukan pilkada pada tahun 2015.

Grafik 4.10. Realisasi Belanja dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

Berdasarkan data perbankan pada bulan Triwulan I-2016, tercatat Dana Pihak

Ketiga (DPK) Pemerintah dalam bentuk simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp

5,56 triliun. DPK tersebut meningkat 103,3% (qtq) apabila dibandingkan triwulan IV-

2015 yang sebesar Rp 2,74 triliun. Peningkatan tersebut selaras dengan masih

Page 81: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

Bab IV |Keuangan Daerah 63

minimnya realisasi anggaran pemerintah di awal tahun. Total DPK pemerintah sendiri

paling banyak berada pada komponen Giro sebesar Rp 4,62 triliun.

Grafik 4.11 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan

di Wilayah Nusa Tenggara Timur

Tabel 4.2 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di

Provinsi NTT

Rp miliar

PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK

PUSAT 85.11 0.96 - 86.07

PROVINSI 361.94 2.15 184.64 548.73

KOTA 347.82 28.05 118.44 494.31

KABUPATEN 3,829.26 81.78 605.51 4,516.55

TOTAL 4,624.14 112.93 908.59 5,645.65 Sumber : Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah

Lampiran:

Tabel 4.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Rp jutaan

APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL

PENDAPATAN DAERAH 252,169 20,571,686 3,876,020 24,699,874 465,525 3,490,299 975,514 4,931,337

BELANJA DAERAH 9,184,434 21,848,733 3,898,591 34,931,757 864,645 1,689,306 537,331 3,091,282

Belanja Modal 3,564,306 5,496,260 562,136 9,622,702 172,739 50,796 17,759 241,294

Belanja Konsumsi 5,620,128 16,352,473 3,202,708 25,175,309 691,906 1,638,510 519,572 2,849,988

Belanja Pegawai 2,423,251 9,202,774 673,780 12,299,805 468,578 1,434,642 113,953 2,017,172

Belanja Barang dan Jasa 3,175,721 3,869,885 655,806 7,701,411 223,329 162,880 75,040 461,249

Belanja Hibah - 147,693 1,458,914 1,606,606 - 9,053 319,808 328,861

Belanja Bantuan Sosial 21,156 41,932 21,830 84,918 (1) 5,786 313 6,098

Belanja Bagi Hasil - 309,245 357,699 666,944 - 377 - 377

Bantuan Keuangan - 2,590,659 24,679 2,615,338 - 23,499 10,458 33,957

Konsumsi Lainnya - 190,286 10,000 200,286 - 2,274 - 2,274

Belanja Lainnya - - 133,746 133,746 - - - -

SURPLUS/DEFISIT (8,932,265) (1,277,047) (22,570) (10,231,883) (399,121) 1,800,993 438,183 1,840,055

PEMBIAYAAN DAERAH

Penerimaan 1,242,474 82,570 1,325,044 557,358 158,855 716,213

SILPA Tahun Lalu 1,224,789 75,000 1,299,789 557,227 157,298 714,525

Lainnya 17,684 7,570 25,255 131 1,557 1,688

Pengeluaran 102,285 - 102,285 20,000 - 20,000

Penyertaan Modal 96,200 - 96,200 20,000 - 20,000

Lainnya 6,085 - 6,085 - - -

PEMBIAYAAN NETTO 1,140,189 82,570 1,222,759 537,358 158,855 696,213

SILPA SEKARANG (136,859) 60,000 (76,859) 2,338,351 597,038 2,935,389

APBN/APBD REALISASI

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Page 82: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

Boks IV |Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kabupaten/Kota 64

Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Total rencana anggaran pendapatan dan belanja 22 Kabupaten/ Kota pada tahun 2016

telah mencapai lebih dari 20 triliun rupiah. Rencana pendapatan daerah mencapai 20,57 triliun,

meningkat 19,04% (yoy) dibanding total rencana pendapatan daerah tahun 2015 yang sebesar

17,24 triliun. Demikian pula, rencana belanja daerah tahun 2016 mencapai 21,72 triliun

meningkat 10,61% (yoy) dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 19,64 triliun. Walaupun

pertumbuhan belanja terkesan melambat di tahun 2016, rencana belanja diperkirakan

mengalami kenaikan lebih besar pada APBD-P.

Grafik Boks 4.1. Perkembangan Rencana

Anggaran Pendapatan dan Belanja Total

Kabupaten/Kota di NTT

Gambar Boks 4.1. Perubahan Postur Transfer ke

Daerah dan Dana Desa

Sumber : DJPK Kemenkeu RI, Biro Keuangan NTT, diolah Sumber : DJPK Kemenkeu RI, diolah

Peningkatan pendapatan daerah lebih didorong oleh peningkatan dana desa yang

mengalami kenaikan dari 3% APBN tahun 2015 menjadi sebesar 6% dari APBN atau

bertambah lebih dari 1 triliun rupiah. Beberapa perubahan lainnya antara lain terkait pemberian

dana insentif bagi daerah yang berprestasi dalam manajemen anggaran, reformulasi alokasi

DAU dan DAK dalam upaya meningkatkan pemerataan dan pencapaian prioritas nasional.

Gambar Boks 4.2. Postur Rencana Pendapatan

Total Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Gambar Boks 4.3. Postur Rencana Belanja Total

Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah

Page 83: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

Boks IV |Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kabupaten/Kota 65

Berdasarkan pangsa pendapatan, 79,7% pendapatan daerah diperoleh dari dana

perimbangan terutama berasal dari dana alokasi umum (56,7%) dan dana alokasi khusus

(21,6%). Selain itu terdapat pula dana transfer dalam pendapatan lain-lain berupa dana

penyesuaian dan otonomi khusus sebesar 2,32 triliun atau setara 11,28% dari total APBD.

Adapun total pendapatan asli daerah yang dapat diperoleh hanya sebesar 6,1% dari total

pendapatan daerah. Hal ini menunjukkan tingginya ketergantungan daerah terhadap dana

transfer dari pusat/APBN.

Belanja tidak langsung masih mendominasi belanja kabupaten/kota terutama digunakan

untuk belanja pegawai yang secara rata-rata mencapai 37,5% dari total biaya. Peningkatan

cukup besar terjadi pada alokasi belanja bantuan keuangan yang terutama disebabkan oleh

peningkatan dana desa dari 813 miliar di tahun 2015 menjadi 1.849 miliar di tahun 2016.

Alokasi belanja modal meningkat 10,28% dibanding tahun sebelumnya. Adapun pangsa

belanja modal terhadap total belanja daerah mencapai 25,30% yang berarti 5,5 triliun dari total

21,7 triliun belanja di daerah digunakan untuk pembangunan.

Grafik Boks 4.2. Postur Rencana Belanja per

Masing-Masing Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Grafik Boks 4.3. Realisasi Belanja per Masing-

Masing Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Triwulan I

2016

Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah

Berdasarkan rincian kabupaten kota, Kota Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara

tercatat sebagai daerah dengan alokasi belanja pegawai terbesar hingga lebih dari 50%, diikuti

oleh Kabupaten Belu (47,25%), Timor Tengah Selatan (46,14%), Sikka (45,12%) dan Flores

Timur (44,87%). Adapun Kabupaten dengan belanja pegawai terendah antara lain Kabupaten

Sumba Tengah (34,08%), Nagekeo (34,63%), Mabar (35,44%), Sabu Raijua (35,51%) dan

Sumba Barat Daya (35,63%). Berdasarkan pola data dapat diketahui bahwa semakin tinggi

belanja pegawai, maka belanja modal akan cenderung semakin kecil karena anggaran banyak

terserap untuk belanja pegawai. Akibatnya adalah anggaran untuk pembangunan infrastruktur

Page 84: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

Boks IV |Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kabupaten/Kota 66

relatif berkurang yang berdampak pada kurang terpenuhinya kebutuhan fasilitas umum yang

layak bagi masyarakat.

Berdasarkan pencapaian realisasi belanja, terlihat bahwa kabupaten dengan pangsa

belanja pegawai yang besar cenderung memiliki realisasi belanja yang lebih besar. Hal ini

dikarenakan oleh adanya gaji pegawai yang harus dibayarkan di tiap bulannya. Kabupaten Sabu

Raijua menjadi Kabupaten dengan realisasi anggaran terendah dibanding kabupaten lainnya.

Hal ini lebih disebabkan oleh struktur belanja yang didominasi oleh belanja modal, sehingga

adanya kegiatan investasi belum bisa langsung dijadikan laporan realisasi penyerapan anggaran

yang seakan-akan membuat penyerapan anggaran relatif rendah. Adapun Kabupaten yang

perlu diapresiasi adalah Kabupaten Rote Ndao yang telah melakukan realisasi belanja modal

sebesar 5,74% dan belanja barang sebesar 10,74% dari rencana belanja daerah. Walaupun

relatif kecil dari target penyerapan anggaran yang sebesar 15% di triwulan I 2016, namun nilai

tersebut merupakan realisasi penyerapan anggaran terbesar dibanding kabupaten lainnya.

Adanya moratorium pengangkatan PNS di NTT dinilai sebagai langkah maju dalam memperbaiki

kualitas belanja pemerintah ke arah yang lebih produktif.

Page 85: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 67

67

KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN

Perkembangan sektor ketenagakerjaan dan kesejahteraan menunjukkan kondisi perlambatan pada awal tahun 2016.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Februari 2016 mencatat angka 3,59% atau 87,69 ribu Jiwa dari total angkatan kerja, meningkat dibandingkan Februari 2016 yang sebesar 3,12% atau 75,1 ribu jiwa. Dari sisi sektoral, terjadi trend penurunan jumlah tenaga kerja sektor pertanian di bulan Februari yang terutama disebabkan pergeseran masa panen.

Sementara itu, indikator kesejahteraan masyarakat pedesaan melalui Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan-I 2016 menunjukkan adanya penurunan apabila dibandingkan triwulan-IV 2015.

55..11.. KKoonnddiissii UUmmuumm

Pada bulan Februari, kondisi kesejahteraan masyarakat NTT yang

ditunjukkan pada kondisi ketenagakerjaan menunjukkan kondisi

perlambatan1. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT pada bulan Februari

2016 adalah 3,59% (87.699 jiwa) atau meningkat dibandingkan periode yang sama

tahun 2015 yang mencatat TPT 3,12% (75.110 jiwa). Peningkatan ini terutama

disebabkan oleh adanya perlambatan penyerapan tenaga kerja sektor Pertanian

sebagai sektor utama di Provinsi NTT sebesar -5% (yoy) yang disinyalir terjadi akibat

adanya pergeseran masa tanam. Hasil tersebut sesuai dengan Survei Kegiatan Dunia

Usaha (SKDU) Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan-I 2016 yang menunjukkan

penurunan indeks ketenagakerjaan2 (SBT -4.99). Sektor yang mengalami penurunan di

SKDU terutama adalah sektor bangunan dan pertanian. Sementara itu, tingkat

kesejahteraan masyarakat pedesaan yang ditunjukkan oleh Nilai Tukar Petani (NTP)

juga menurun dari 102,69 (Triwulan IV-2015) menjadi 100,73 (Triwulan I-2016).

55..22 PPeerrkkeemmbbaannggaann KKeetteennaaggaakkeerrjjaaaann

55..22..11 KKoonnddiissii KKeetteennaaggaakkeerrjjaaaann UUmmuumm

Jumlah angkatan kerja yang tercatat pada bulan Februari 2016 di Provinsi NTT

sebanyak 2,44 juta jiwa atau meningkat 1,6% (yoy) apabila dibandingkan periode

1 Analisa kesejahteraan pada bab ini akan selalu berbeda penekanan tergantung ketersediaan data terbaru yang ada waktu dilakukan analisa.

2 angka indeks dihitung dengan metode SBT (Saldo Bersih Tertimbang) yang merupakan selisih dari prosentase

disesuaikan dengan bobot masing-masing sektor.

Page 86: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 68

68

yang sama tahun 2015 sebesar 2,4 juta jiwa. Namun di sisi lain, terjadi Peningkatan

jumlah pengangguran dari 75.110 jiwa pada bulan Februari 2015 menjadi 87.669

pada Februari 2016. Peningkatan ini juga berdampak pada Tingkat Partisipasi

Angkatan Kerja (TPAK) yang menunjukkan penurunan dari 72,95% (Februari 2015)

menjadi 72,63% (Februari 2016). Angka ini menunjukkan bahwa penyerapan tenaga

kerja cenderung mengalami penuruan pada awal tahun 2016. Hal ini juga

terkonfirmasi dari hasil analisa data historis tenaga kerja di NTT. Pada periode Februari

2015 dan 2016 pertumbuhan angkatan kerja cenderung berbalik lebih rendah

dibandingkan pertumbuhan jumlah orang yang bekerja yang berdampak tingkat

pengangguran yang meningkat cukup tinggi. Pada Februari 2016 tercatat

pertumbuhan angkatan kerja sebesar 1,65% (yoy) sementara jumlah orang yang

bekerja hanya sebesar 1,16% (yoy). Adanya fenomena el nino menyebabkan

pergeseran masa tanam yang berakibat pada rendahnya pertumbuhan jumlah pekerja

pada tahun 2015 dan 2016 terutama di sektor pertanian yang merupakan sektor

unggulan di Provinsi NTT.

55..22..22 KKoonnddiissii KKeetteennaaggaakkeerrjjaaaann BBeerrddaassaarrkkaann LLaappaannggaann PPeekkeerrjjaaaann UUttaammaa

Pada periode Februari 2016, mayoritas tenaga kerja di Provinsi NTT berada di

sektor pertanian dengan jumlah 1,4 juta jiwa atau 59,4% dari total tenaga kerja dan

diikuti oleh sektor Jasa Kemasyarakatan sebanyak 338.004 jiwa (14,3%) dan sektor

perdagangan sebanyak 247.785 jiwa (10,5%). Namun, dari data historis yang ada

terlihat bahwa pergerakan tenaga kerja sektor pertanian cenderung mengalami

penurunan sejak bulan Februari 2014. Penurunan diperkirakan turut disebabkan oleh

adanya pergeseran musim tanam di Provinsi NTT dalam beberapa tahun terakhir.

Selain itu, penggunaan teknologi pertanian juga menurunkan penggunaan tenaga

kerja seiring dengan efisiensi produksi yang terjadi. Penurunan juga terjadi pada

Grafik 5.1. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka

Grafik 5.2. Perkembangan Pengangguran Sesuai Tingkat Pendidikan

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Ribu Jiwa %

Page 87: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 69

69

sektor tambang yang diperkirakan disebabkan oleh masih rendahnya harga

komoditas tambang (mangan) sehingga banyak perusahaan yang tidak beroperasi.

Di sisi lain, sektor jasa kemasyarakatan menunjukkan trend peningkatan yang

mengindikasikan tingginya pekerjaan proyek pemberdayaan pemerintah sehingga

kebutuhan tenaga kerja juga mengalami peningkatan. Peningkatan juga terjadi pada

sektor perdagangan yang mengindikasikan masih tumbuhnya perekonomian di NTT.

55..22..33 KKoonnddiissii KKeetteennaaggaakkeerrjjaaaann BBeerrddaassaarrkkaann TTiinnggkkaatt PPeennddiiddiikkaann

Berdasarkan jenis pendidikan tertinggi yang ditamatkan, pengangguran

terbanyak Februari 2016 berada pada tingkat pendidikan SMA/SMK sebanyak 38.280

jiwa tetapi apabila dilihat dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)3, presentasi TPT

terbesar ada pada tingkat universitas (10,15%) dan diikuti oleh Diploma I/II/III (9,97%).

Berdasarkan perkembangan Angkatan Kerja dan jumlah orang yang bekerja,

terdapat hal yang menarik yaitu berkurangnya pertumbuhan angkatan kerja Diploma

I/II/III sebesar -26,9% (yoy) yang ditengarai terjadi akibat tingginya minat untuk

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Universitas). Sementara itu,

berdasarkan perbandingan pertumbuhan angkatan kerja dan pendidikan, terlihat

bahwa mayoritas tingkat pendidikan memiliki pertumbuhan penyerapan tenaga kerja

yang lebih rendah dibandingkan angkatan kerja yang tersedia. Satu-satunya tingkat

pendidikan yang memiliki penyerapan tenaga kerja lebih tinggi adalah SMP (-0,2%-

yoy) dibandingkan pertumbuhan yang -1,2% (yoy). Tingginya penyerapan pada tenaga

kerja SMP sesuai dengan sektor utama pendorong ekonomi di Provinsi NTT yaitu sektor

pertanian yang tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja berpendidikan tinggi. Di

samping itu, tingginya pertumbuhan tenaga kerja terdidik, seperti tingkat Universitas

3 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT): Jumlah Pengangguran dibagi Jumlah Angkatan Kerja

Grafik 5.3. Struktur Tenaga Kerja di NTT Bulan Februari 2016

Sumber : BPS, diolah

Grafik 5.4. Perkembangan Tenaga Kerja menurut Lapangan Usaha

Sumber : BPS, diolah

Page 88: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 70

70

sebesar 17,7% (yoy) memerlukan adanya usaha bersama dalam perluasan lapangan

kerja, baik melalui pendidikan dan kemudahan dalam kegiatan wirausaha serta usaha

untuk dapat menarik investor terutama di sektor industri yang dapat menyerap tenaga

kerja dalam jumlah cukup banyak.

55..22..44 KKoonnddiissii KKeetteennaaggaakkeerrjjaaaann MMeennuurruutt SSttaattuuss PPeekkeerrjjaaaann

Struktur tenaga kerja di Provinsi NTT pada rentang Februari 2015 dan Februari

2016 cenderung tidak berubah secara signifikan dan masih didominasi oleh pekerja di

sektor informal dengan kisaran angka 77%. Sementara itu, status pekerjaan

masyarakat pada Februari 2016 didominasi oleh pekerja yang berusaha dibantu buruh

tidak tetap sebanyak 704.457 jiwa (29,8%). Struktur tenaga kerja berdasarkan status

pekerjaan mengalami perubahan dibandingkan Februari 2015 yang didominasi oleh

Pekerja Tak Dibayar/Pekerja Keluarga. Hal ini juga mengkonfirmasi dampak dari

pergeseran masa tanam, sehingga banyak petani dan keluarganya yang tidak bisa

menggarap lahan persawahan miliknya. Sementara itu kenaikan jumlah pekerja yang

berusaha dibantu buruh tidak tetap diperkirakan terjadi seiring adanya keterlambatan

kegiatan proyek pemerintah dan proyek multiyear yang menyebabkan masih

berjalannya kegiatan proyek di awal tahun.

Grafik 5.5. Perkembangan Pengangguran Sesuai Tingkat Pendidikan

Grafik 5.6. Perkembangan Angkatan kerja (AK) dan Pekerja sesuai Tingkat Pendidikan

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah

Grafik 5.7. Perkembangan Struktur Tenaga Kerja Sesuai Status Pekerjaan

Grafik 5.8. Perkembangan Status Pekerjaan Masyarakat

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Page 89: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 71

71

55..22..55 KKoonnddiissii TTeennaaggaa KKeerrjjaa SSeekkttoorr IInndduussttrrii MMaannuuffaakkttuurr BBeessaarr ddaann SSeeddaanngg

Dari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT

Triwulan I-2016, diketahui bahwa penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh

industri barang galian bukan logam (35,48%) dan diikuti oleh industri minuman

(26,3%). Sementara itu, tingginya porsi tenaga kerja industriindustri barang galian

bukan logam juga diikuti oleh tingkat produktivitas yang tertinggi sebesar Rp 31,29

juta/tenaga kerja, walaupun mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV-2015

yang sebesar Rp 47,4 juta/tenaga kerja. Secara umum, pada triwulan I-2016 terjadi

penurunan pada industri barang galian bukan logam dan industri minuman,

sementara industri makanan dan furnitur mengalami peningkatan.

55..22..66 HHaassiill SSuurrvveeii KKeeggiiaattaann DDuunniiaa UUssaahhaa ((SSKKDDUU))

Dari hasil SKDU di wilayah NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan

menunjukkan penurunan pada triwulan I-2016. Hal ini menunjukkan adanya

penurunan dalam penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor ekonomi di Provinsi

NTT. Berdasarkan hasil survei, sektor utama yang mengalami penurunan adalah sektor

bangunan, sektor perdagangan hotel dan restoran serta sektor pertanian. Untuk

periode triwulan II 2016, penyerapan tenaga kerja diperkirakan meningkat yang

terlihat dari peningkatan indeks proyeksi penggunaan tenaga kerja.

Grafik 5.9. Persentase Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Sedang dan Besar

Grafik 5.10. Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Page 90: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 72

72

55..33 PPeerrkkeemmbbaannggaann KKeesseejjaahhtteerraaaann

55..33..11 PPeerrkkeemmbbaannggaann NNiillaaii TTuukkaarr PPeettaannii

Tingkat kesejahteraan Pedesaan Provinsi NTT yang digambarkan oleh

Nilai Tukar Petani (NTP) menunjukkan adanya penurunan dari 102,69 (Triwulan

IV-2015) menjadi 100,73 (Triwulan I-2016). Penurunan disebabkan oleh

turunnya indeks yang diterima (IT) dan terjadi kenaikan pada indeks yang dibayar

(IB). Dari sisi sektoral, penurunan indeks terutama terjadi pada sektor Tanaman

Perkebunan Rakyat sebagai akibat turunnya indeks yang diterima (IT) dan

disinyalir terjadi karena berkurangnya produksi komoditas perkebunan

masyarakat seperti kakao dan jambu mete, serta diikuti oleh anjloknya harga

komoditas tersebut di tingkat global. Sementara itu, untuk indeks yang dibayar

(IB) tertinggi ada pada sektor tanaman padi-palawija yang didorong kenaikan

harga obat-obatan dan pupuk.

55..33..22 PPeerrkkeemmbbaannggaann SSuurrvveeii KKoonnssuummeenn

Sementara itu, berdasarkan hasil survei konsumen (SK) yang dilakukan

oleh Bank Indonesia, ditemukan pula adanya indikasi penurunan pada

pendapatan mayarakat di NTT. Berdasarkan hasil SK, Indeks Penghasilan Saat Ini

Grafik 5.11. Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU

Sumber : SKDU-BI, diolah

Grafik 5.12. Perkembangan Nilai Tukar Petani Grafik 5.13. Perkembangan NTP Per-Sektor

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Page 91: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 73

73

Masyarakat NTT dibandingkan 6 bulan yang lalu menunjukkan penurunan dari

146 (triwulan IV-2015) menjadi 123,50 (triwulan I-2016). Perlambatan produksi

komoditas pertanian dan menurunnya kegiatan proyek dibandingkan periode

sebelumnya disinyalir menjadi penyebab utama.

Grafik 5.14. Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu

Sumber : SK-BI, Diolah

Page 92: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan
Page 93: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 74

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH

Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan II-2016 diperkirakan akan meningkat

dan berada pada rentang 5-5.4% (yoy) dan prediksi sepanjang tahun 2016

diperkirakan masih berada pada proyeksi sebelumnya sebesar 5,1-5,5% (yoy).

Di sisi lain, inflasi triwulan II diperkirakan berada pada kisaran 4,7-5,2% (yoy)

dengan prediksi akhir tahun sebesar 4-4,5% (yoy).

Peningkatan investasi dan realisasi anggaran pemerintah diperkirakan masih menjadi

pendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan II dan sepanjang tahun 2016. Khusus

untuk triwulan II, pertumbuhan ekonomi juga ditopang oleh pencairan dana desa tahap

pertama dan kemungkinan realisasi gaji ke-13.

Sementara itu, tekanan inflasi pada triwulan II diperkirakan terjadi seiring peningkatan

konsumsi masyarakat menjelang libur sekolah pada bulan Juni dan adanya peningkatan

harga menjelang perayaan Idul Fitri. Sementara itu, tekanan inflasi sepanjang tahun

2016 diperkirakan masih berasal dari komoditas volatile food dan tarif angkutan udara.

6.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT

6.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016

Berdasarkan perkembangan pada triwulan I-2016, Perekonomian NTT

sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berada pada rentang 5,1 5,5% (yoy).

Tingginya realisasi pertumbuhan ekonomi di triwulan I yang mencapai 5,06%

(yoy) menjadi salah satu dasar optimisme. Pertumbuhan ekonomi 2016 sendiri

diperkirakan didorong oleh investasi dan konsumsi pemerintah. Dari sisi investasi,

pembangunan Waduk Raknamo yang telah memasuki tahap konstruksi (progress

mencapai 45% di bulan Mei), Waduk Rotiklot, embung, serta proyek lainnya

seperti jalur sabuk perbatasan dan pos lintas batas negara diharapkan menjadi

faktor pendorong. Sementara dari sisi konsumsi pemerintah, optimisme muncul

dari adanya peningkatan dana desa sebesar 128% dari Rp 812 miliar (2015)

menjadi Rp 1,849 triliun (2016) yang akan disalurkan kepada 2995 desa di 21

kabupaten dengan besaran Rp 565 juta/desa serta adanya gaji ke-13 Pegawai

Negeri Sipil. Dari sisi konsumsi rumah tangga, optimisme muncul dari peningkatan

Upah Minimum Provinsi (UMP) sebanyak 16% dari Rp 1.250.000,- (2015) menjadi

Rp 1.425.000,- (2016). Namun, terdapat pula potensi penghambat pertumbuhan

ekonomi tahun 2016, diantaranya adalah potensi penurunan produksi pertanian

seiring el nino dan serangan hama pada awal tahun 2016, serta kemungkinan

Page 94: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 75

penurunan produksi perikanan seiring La Nina yang diperkirakan terjadi mulai

triwulan III-2016.

6.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan II-2016

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2016 diperkirakan

berada pada rentang 5-5,4% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I yang

sebesar 5,06% (yoy). Peningkatan terutama didorong oleh sektor konsumsi

pemerintah dan produksi pertanian masyarakat seiring masa panen.

Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan I - 2016

Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah) 6.1.2.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan

Dari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga

diperkirakan meningkat yang tercermin pada angka Indeks Tendensi

Konsumen (ITK) dan Survei Konsumen. Peningkatan juga terlihat dari indeks

proyeksi pendapatan rumah tangga dan rencana pembelian barang tahan lama.

Sementara dari Survei Konsumen, terlihat peningkatan indeks keyakinan

konsumen, indeks ekspektasi konsumen, ekspektasi penghasilan 6 bulan yang

akan datang dan kondisi ekonomi 6 bulan yang akan datang. Hal ini

menunjukkan bahwa terjadi peningkatan optimisme masyarakat terhadap

pendapatan yang akan datang dan hal tersebut terkait dengan adanya panen dan

rencana gaji ke-13 pada triwulan yang akan datang.

Page 95: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 76

6.2. Indeks Tendensi Konsumen 6.3. Survei Konsumen

Sumber : BPS (diolah) Sumber :Bank Indonesia diolah)

Kinerja investasi diperkirakan tumbuh sedikit melambat pada

triwulan-II. Pertumbuhan investasi secara tahunan di triwulan-II diperkirakan

akan sedikit melambat dibandingkan periode triwulan-I 2016. Hal ini lebih

disebabkan dampak base effect tingginya pertumbuhan investasi pada triwulan II-

2015. Pertumbuhan investasi sendiri diperkirakan masih berasal dari investasi

pemerintah, terutama kelanjutan pembangunan bendungan, gedung

pemerintahan, sarana publik (rumah sakit dan sarana pendidikan) serta fasilitas

perhubungan (jalan, dermaga dan bandara). Di sisi swasta, terdapat sinyalemen

rencana investasi swasta melalui pembangunan pabrik es balok dan garam.

Kinerja net ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada

triwulan II juga diperkirakan akan tetap melambat. Provinsi NTT diperkirakan

masih akan mengalami net impor pada triwulan II-2016, hal ini terjadi karena

masih terbatasnya produk asli daerah dan diiringi trend penurunan harga

komoditas (kakao, jambu mete dan rumput laut) serta masih tingginya kebutuhan

impor bahan modal (kendaraan dan bahan bangunan) serta pangan (beras). Di sisi

lain, peningkatan pengiriman kapal ternak untuk memenuhi kebutuhan daging

sapi menjelang hari raya Idul Fitri di pulau Jawa diharapkan dapat menghambat

angka net impor.

6.1.2.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral

Dari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-II

2016 diperkirakan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan-I.

Perlambatan diperkirakan terjadi seiring adanya gagal tanam dan gagal panen

untuk komoditas padi di beberapa daerah NTT, seperti Kab. Manggarai, Kab.

Manggarai Barat, Kab. Kupang dan Rote. Penyebab hal tersebut diantaranya

adalah curah hujan yang rendah akibat el nino dan serangan hama. Selain itu,

Page 96: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 77

produksi perikanan juga diperkirakan tidak setinggi tahun sebelumnya sebagai

akibat dari adanya pola migrasi dan gelombang bawah laut yang menyebabkan

tangkapan nelayan menjadi berkurang. Di sisi lain, sektor pertanian diperkirakan

masih dapat tumbuh seiring pengiriman sapi melalui kapal ternak dan usaha

indusri garam yang berkembang, terutama di Kab. Sabu Raijua. Namun, patut

diwaspadai potensi terhambatnya pengiriman akibat angin kencang dan

gelombang tinggi yang mulai muncul di perairan NTT. Berdasarkan data BMKG,

curah hujan dan sifat hujan untuk mayoritas daerah Provinsi NTT pada bulan Mei

2016 berada pada kisaran rendah atau dibawah normal. Curah hujan menengah

atau kondisi sifat hujan cukup normal hanya terdapat di daerah sebagian Flores

(Manggarai Barat, Manggarai dan Sikka), serta sebagian Kab. Kupang. Namun,

adanya potensi anomali cuaca juga dapat terjadi mengingat seringkalinya Kota

Kupang diguyur hujan pada bulan Mei.

Gambar 6.1. Ramalan Curah Hujan di Provinsi NTT pada Bulan Mei 2016

Gambar 6.2. Ramalan Sifat Hujan di Provinsi NTT pada Bulan Mei 2016

Sumber: BMKG Stakum Lasiana Sumber: BMKG Stakum Lasiana

Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial

Wajib diperkirakan mengalami peningkatan. Peningkatan disebabkan oleh

adanya potensi penyaluran gaji ke-13 PNS, 60% anggaran dana desa ke daerah

(sekitar Rp 1,1 triliun) serta adanya upaya percepatan penyerapan anggaran oleh

pemerintah dengan target realisasi triwulan II mencapai 40% dari total anggaran.

Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda

Motor diperkirakan mengalami peningkatan pada Triwulan-II. Peningkatan

terutama didorong oleh adanya peningkatan pendapatan masyarakat seiring gaji

ke-13 dan pendapatan paska panen. Selain itu, adanya liburan sekolah dan

menjelang hari raya Idul Fitri diperkirakan dapat pula mendorong hasrat

masyarakat untuk melakukan belanja. Hal ini terindikasi pula pada hasil Suvei

Page 97: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 78

Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)-Bank Indonesia yang menunjukkan adanya

kecenderungan peningkatan yang terlihat dari indeks harga jual dan kegiatan

usaha yang meningkat.

Grafik 6.4. Survei Kegiatan Dunia Usaha

Sumber : Bank Indonesia (diolah)

Sektor konstruksi diperkirakan mengalami perlambatan di

triwulan-II. Perlambatan lebih disebabkan oleh dampak base effect tingginya

pertumbuhan ekonomi sektor konstruksi pada triwulan II-2015. Pertumbuhan

sektor konstruksi pada triwulan-II diperkirakan masih ditopang oleh proyek-proyek

pemerintah, termasuk proyek multiyear seperti bendungan dan gedung

pemerintahan.

6.2 Inflasi

Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2016

diperkirakan berada pada kisaran 4-4,5% (yoy) sementara untuk triwulan-II

2016 inflasi berada pada kisaran 4,7-5,2% (yoy). Pendorong inflasi pada tahun

2016 diperkirakan berasal dari komoditas volatile food. Adanya potensi penurunan

produksi beras seiring kekeringan dan serangan hama pada musim tanam-I 2016

serta fluktuasi harga komoditas ikan, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang

disebabkan oleh kondisi anomali cuaca yang seringkali terjadi menjadi potensi

penyebab lainnya. Potensi inflasi juga berasal dari momen-momen libur keagamaan

dan libur sekolah yang dapat mendorong peningkatan tarif angkutan udara.

Sementara itu, potensi penahan inflasi pada tahun 2016 diperkirakan berasal dari

stabilnya harga bahan bakar minyak (BBM) seiring harga minyak dunia yang

cenderung rendah.

Di sisi lain, inflasi tahunan pada triwulan II 2016 tercatat lebih rendah

apabila dibandingkan triwulan-I, namun secara triwulanan inflasi cenderung

lebih tinggi. Turunnya inflasi secara tahunan (yoy) lebih disebabkan oleh dampak

Page 98: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan

| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 79

base effect tingginya inflasi pada periode yang sama tahun 2015 sehingga

mendorong pencapaian inflasi secara tahunan yang tinggi di awal tahun. Apabila

dilihat secara triwulanan (qtq) inflasi diprediksi tercatat cukup tinggi sebesar 0,8 -

1,1% (qtq) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I yang sebesar -0,4% (qtq).

Sumbangan inflasi triwulan II diperkirakan terjadi karena dorongan konsumsi

masyarakat seiring peningkatan pendapatan paska panen dan momen liburan

sekolah. Selain itu, momen idul fitri juga dapat menyebabkan harga komoditas dari

daerah lain menjadi naik. Di sisi lain, penurunan produksi beras akibat kekeringan

dan serangan hama dapat menjadi faktor pendorong inflasi lainnya. Indikasi

kenaikan harga juga terlihat dari hasil survei konsumen Bank Indonesia yang

menunjukkan adanya ekspektasi kenaikan harga dan penghasilan pada rentang

triwulan II 2016.

Grafik 6.5. Hasil Survei Konsumen Grafik 6.6. Prediksi Inflasi Triwulan-II 2016

Sumber: Survei Konsumen-Bank Indonesia Sumber: BPS & BI (diolah)