kajian ekonomi dan keuangan regional · 2016-05-24 · rencana anggaran pendapatan dan belanja 22...
TRANSCRIPT
![Page 1: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/1.jpg)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I – 2016
![Page 2: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/2.jpg)
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi
Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan
KPW BI Provinsi NTT
Jl. Tom Pello No. 2 Kupang – NTT
[0380] 832-047 ; fax : [0380] 822-103 www.bi.go.id
![Page 3: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/3.jpg)
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I–2016|
iii
Kata Pengantar
Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting
dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter.
Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap
perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank
Indonesia dalam kaitan perumusan kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis
ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi
eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta
stakeholder lainnya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini
mencakup Ekonomi Makro Regional, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan
dan Sistem Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta Prospek
Perekonomian Daerah pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan
data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini
dinas/instansi terkait.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan,
oleh karena itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan
kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun
dalam bentuk saran, kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami
mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat terus
berlanjut di masa yang akan datang.
Kupang, Mei 2016
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor Sinaga Deputi Direktur
![Page 4: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/4.jpg)
![Page 5: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/5.jpg)
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I–2016|
iv
Daftar Isi
Halaman Judul ------------------------------------------------------------------------------------------- i Kata Pengantar ------------------------------------------------------------------------------------------ iii Daftar Isi -------------------------------------------------------------------------------------------------- iv Daftar Grafik -------------------------------------------------------------------------------------------- vi Daftar Tabel --------------------------------------------------------------------------------------------- ix Daftar Gambar ------------------------------------------------------------------------------------------ ix Ringkasan Umum --------------------------------------------------------------------------------------- x Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur ----------------------------- xiii
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1 Kondisi Umum----------------------------------------------------------------------------- 1 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan ------------------------------------------ 3 1.2.1. Konsumsi --------------------------------------------------------------------------- 3 1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi --------------------------------- 6 1.2.3. Ekspor dan Impor ---------------------------------------------------------------- 7 1.2.3.1Ekspor dan Impor Antar Daerah --------------------------------------------- 7 1.2.3.2 Ekspor dan Impor Luar Negeri ----------------------------------------------- 8 1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral ------------------------------------------------ 8
1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan ------------------------------- 9 1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial 11 1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor -- 12 1.3.4. Sektor-Sektor Lainnya ---------------------------------------------------------- 14
BOKS 1. Pembangunan Infrastruktur Utama di NTT -------------------------------- 16
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI 2.1. Kondisi Umum ------------------------------------------------------------------------- 20 2.1.1. Inflasi Tahunan ---------------------------------------------------------------- 21 2.1.2. Inflasi Triwulanan ------------------------------------------------------------- 22 2.1.3. Inflasi Bulanan ----------------------------------------------------------------- 23 2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas ---------------------------------------- 25 2.2.1. Bahan Makanan --------------------------------------------------------------- 25 2.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan -------------------------- 26 2.2.3. Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau ------------------------------- 27 2.2.4. Komoditas Lainnya ------------------------------------------------------------ 28 2.3. Disagregasi Inflasi NTT ---------------------------------------------------------------- 28 2.3.1 Kelompok Volatile Foods ----------------------------------------------------- 29 2.3.2 Kelompok Administered Prices ---------------------------------------------- 30 2.3.3 Kelompok Inti (Core) ---------------------------------------------------------- 30 2.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota -------------------------------------------------------- 31 2.4.1 Inflasi Kota Kupang ------------------------------------------------------------ 31 2.4.2 Inflasi Kota Maumere -------------------------------------------------------- 32 2.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID ------------------------------------------ 34 BOKS 2. Perkembangan Potensi Rawan Pangan di Provinsi NTT ----------------- 35
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 3.1. Kondisi Umum ------------------------------------------------------------------------- 37
![Page 6: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/6.jpg)
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I–2016|
v
3.2. Perkembangan Kinerja Bank Umum ---------------------------------------------- 39 3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif ---------------------------------------------------- 39 3.2.2. Dana Pihak Ketiga ------------------------------------------------------------- 40 3.2.3. Penyaluran Kredit/ Pembiayaan --------------------------------------------- 42 3.2.4. Suku Bunga --------------------------------------------------------------------- 43 3.2.5. Kredit Usaha Kecil Menengah ----------------------------------------------- 44 3.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)---------------------------------- 45 3.4. Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau --------------------------------- 46 3.4.1. Pulau Flores ---------------------------------------------------------------------- 47 3.4.2. Pulau Sumba -------------------------------------------------------------------- 48 3.4.3. Pulau Timor ---------------------------------------------------------------------- 48 3.5. Sistem Pembayaran ------------------------------------------------------------------- 49 3.5.1 Transaksi Non Tunai ------------------------------------------------------------ 49 3.5.1.1. Transaksi Kliring (SKNBI) ------------------------------------------- 49 3.5.1.2. Transaksi RTGS ------------------------------------------------------ 50 3.5.2 Transaksi Tunai ------------------------------------------------------------------ 51 3.5.2.1 Aliran Uang Masuk dan Uang Keluar ---------------------------- 51 3.5.2.2 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) ----------------- 52 3.5.2.3 Temuan Uang Palsu (Upal) ------------------------------------------ 52 BOKS 3. Perkembangan Potensi Rawan Pangan di Provinsi NTT ----------------- 54
BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH 4.1 Kondisi Umum -------------------------------------------------------------------------- 57 4.2 Pendapatan Daerah -------------------------------------------------------------------- 58 4.3 Belanja Daerah ------------------------------------------------------------------------- 59
BOKS 4. Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ------------ 64
BAB V KESEJAHTERAAN DAN KETENAGAKERJAAN 5.1 Kondisi Umum -------------------------------------------------------------------------- 67 5.2 Perkembangan Ketenagakerjaan --------------------------------------------------- 67 5.2.1 Kondisi Ketenagakerjaan Umum -------------------------------------------- 67 5.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama 68 5.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan ------------ 69 5.2.4 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan-------------------- 70 5.2.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur ----------------------- 71 5.2.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) -------------------------------- 71 5.3 Perkembangan Kesejahteraan ------------------------------------------------------- 72 5.3.1 Perkembangan Nilai Tukar Petani ------------------------------------------- 72 5.3.2 Perkembangan Survei Konsumen ------------------------------------------- 72
BAB VI OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH 6.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT ----------------------------------------------- 74 6.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016 --------------------------------- 74 6.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan I-2016 ---------------------------- 75
6.1.2.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan ------------------------------------ 75 6.1.2.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral ------------------------------------------ 76 6.2 Inflasi -------------------------------------------------------------------------------------- 78
![Page 7: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/7.jpg)
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I–2016|
vi
DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional------ ----------------------------------------- 2 Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT,Bali, NTB & Nasional----- 2 Grafik 1.3 Survei Konsumen ------------------------------------------------------------ 4 Grafik 1.4 Indeks Tendensi Konsumen ------------------------------------------------ 5 Grafik 1.5 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga ---------------------- 5 Grafik 1.6 Indeks Kegiatan Dunia Usaha --------------------------------------------- 5 Grafik 1.7 Penyaluran Kredit Konsumsi ----------------------------------------------- 5 Grafik 1.8 Realisasi Investasi PMA& PMDN ------------------------------------------ 6 Grafik 1.9 Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT --------------------------------- 6 Grafik 1.10 Perkembangan Kliring ------------------------------------------------------ 7 Grafik 1.11 Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi---- -------- 7 Grafik 1.12 Perkembangan Peti Kemas------------------------------------------------- 8 Grafik 1.13 Aktivitas Bongkar Muat ----------------------------------------------------- 8 Grafik 1.14 Perkembangan Ekspor dan Impor ---------------------------------------- 8 Grafik 1.15 Negara Tujuan Ekspor ------------------------------------------------------- 8 Grafik 1.16 Data Pengiriman Ternak ---------------------------------------------------- 10 Grafik 1.17 Perkembangan Nilai Tukar Petani ---------------------------------------- 10 Grafik 1.18 Perkembangan SKDU Pertanian ------------------------------------------ 11 Grafik 1.19 Perkembangan Kredit Pertanian ------------------------------------------ 11 Grafik 1.20 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah --------------------------------- 12 Grafik 1.21 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan ----------------- 12 Grafik 1.22 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan ---------------------------- 13 Grafik 1.23 Perkembangan Survei Konsumen ---------------------------------------- 13 Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan ---------------------------- 13 Grafik 1.25 Perkembangan Tamu Hotel ------------------------------------------------ 14 Grafik 1.26 Perkembangan Penumpang Bandara ------------------------------------ 14 Grafik Boks 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Penggunaan--------------------- 16 Grafik Boks 1.2 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektoral -------------------------- 16 Grafik Boks 1.3 Potensi dan Realisasi Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Penggunaan --------------------------------------------- 16 Grafik 2.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional ------------------------------ 21 Grafik 2.2 Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional --------------------------- 21 Grafik 2.3 Perbandingan Inflasi 5 regional di Indonesia ---------------------------- 24 Grafik 2.4 Perbandingan Inflasi di wilayah Balidan Nusa Tenggara ------------- 24 Grafik 2.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan ---------------------------------------- 26 Grafik 2.6 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas -------------------------------------------------------- 26 Grafik 2.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan ------ 26 Grafik 2.8 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas -------------------- 26 Grafik 2.9 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan ----------------- 27 Grafik 2.10 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau per Sub Kelompok Komoditas ----------------------------- 27
![Page 8: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/8.jpg)
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I–2016|
vii
Grafik 2.11 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur --------------------------------------------- 29 Grafik 2.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur --------------------------------------------- 29 Grafik 2.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan ke Depan -------------- 31 Grafik 2.14 Inflasi Tahunan Kota Kupang --------------------------------------------- 31 Grafik 2.15 Inflasi Triwulanan Kota Kupang ------------------------------------------ 31 Grafik 2.16 Inflasi Bulanan Kota Kupang ---------------------------------------------- 31 Grafik 2.17 Inflasi Tahunan Kota Maumere ------------------------------------------ 32 Grafik 2.18 Inflasi Triwulanan Kota Maumere --------------------------------------- 32 Grafik 2.19 Inflasi Bulanan Kota Maumere -------------------------------------------- 32 Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan Produktivitas Padi ------------------------------------------------------- 36 Grafik Boks 2.2 Prakiraan Curah Hujan Bulan Mei 2016 --------------------------- 36 Grafik Boks 2.3 Prakiraan Curah Hujan Bulan Juni 2016 --------------------------- 36 Grafik Boks 2.4 Prakiraan Curah Hujan Bulan Juli 2016 ---------------------------- 36 Grafik 3.1 Perkembangan Kinerja Perbankan ---------------------------------------- 37 Grafik 3.2 Perkembangan LDR & NPL -------------------------------------------------- 37 Grafik 3.3 Perkembangan SKNBI -------------------------------------------------------- 39 Grafik 3.4 Komposisi Aset Berdasarkan Kelompok Bank -------------------------- 40 Grafik 3.5 Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu ----------------------------- 40 Grafik 3.6 DPK Berdasarkan Golongan Nasabah ------------------------------------- 40 Grafik 3.7 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) ----------------------------------- 41 Grafik 3.8 Komposisi DPK ----------------------------------------------------------------- 41 Grafik 3.9 Suku Bunga Simpanan ------------------------------------------------------- 42 Grafik 3.10 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan --------------- 42 Grafik 3.11 Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan --------------------- 42 Grafik 3.12 Komposisi Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi ----------------------- 43 Grafik 3.13 Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate --------------------------------- 44 Grafik 3.14 Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga ---------------------- 44 Grafik 3.15 Komposisi Kredit UMKM --------------------------------------------------- 44 Grafik 3.16 Share Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi ------------------- 44 Grafik 3.17 Perkembangan UMKM ----------------------------------------------------- 45 Grafik 3.18 Perkembangan UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan ------------- 45 Grafik 3.19 Komposisi DPK BPR ---------------------------------------------------------- 46 Grafik 3.20 Pertumbuhan DPK BPR ----------------------------------------------------- 46 Grafik 3.21 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi ------------------------------- 46 Grafik 3.22 Share Kredit dan NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi ------------------ 46 Grafik 3.23 Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau ------------- 47 Grafik 3.24 Komposisi DPK di Pulau Flores -------------------------------------------- 47 Grafik 3.25 Komposisi Kredit di Pulau Flores ------------------------------------------ 47 Grafik 3.26 Komposisi DPK di Pulau Sumba ------------------------------------------- 48 Grafik 3.27 Komposisi Kredit di Pulau Sumba ---------------------------------------- 48 Grafik 3.28 Komposisi DPK di Pulau Timor -------------------------------------------- 49 Grafik 3.29 Komposisi Kredit di Pulau Timor ------------------------------------------ 49 Grafik 3.30 Perkembangan SKNBI NTT ------------------------------------------------- 50 Grafik 3.31 Perkembangan SKNBI Nasional ------------------------------------------- 50 Grafik 3.32 Share SKNBI Berdasarkan Kelompok Bank ----------------------------- 50 Grafik 3.33 Perkembangan BI-RTGS ---------------------------------------------------- 51 Grafik 3.34 Perkembangan Transaksi Tunai ------------------------------------------- 52 Grafik 3.35 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow) ------------------- 52 Grafik 3.36 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di NTT --------------- 53
![Page 9: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/9.jpg)
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I–2016|
viii
Grafik 3.37 Perkembangan Uang Palsu (UPAL) di NTT ------------------------------ 53 Grafik Boks 3.1 Pangsa DPK Perbankan NTT ------------------------------------------ 54 Grafik Boks 3.2 NPL Berdasarkan Penggunaan --------------------------------------- 54 Grafik Boks 3.3 Pangsa DPK Perbankan NTT ------------------------------------------ 56 Grafik Boks 3.4 Pangsa Kredit Perbankan NTT ---------------------------------------- 56 Grafik 4.1 Perbandingan Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Tahun 2015 dan 2016 --------- 57 Grafik 4.2 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur --------------------- 58 Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di NTT ---------- 59 Grafik 4.4 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi
dan Kabupaten/Kota di NTT ------------------------------------------------ 59 Grafik 4.5 Perkembangan Realisasi Belanja -------------------------------------------- 60 Grafik 4.6 Perkembangan Realisasi Belanja Modal----------------------------------- 60 Grafik 4.7 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT ----------------------------------------------------------------- 61 Grafik 4.8 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT ---------------------- 62 Grafik 4.9 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT ---------------------- 62 Grafik 4.9 Realisasi Belanja dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kotadi Provinsi Nusa Tenggara Timur ---------------- 62 Grafik 4.10 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur ------------------ 63 Grafik Boks 4.1 Perkembangan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Total Kabupaten/Kota di NTT ------------------------------ 64 Grafik Boks 4.2 Postur Rencana Belanja Per Masing-Masing Kabupaten/Kota di Provinsi NTT ----------------------------------------------------------- 65 Grafik Boks 4.3 Realisasi Belanja Per Masing-Masing Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Triwulan I 2016 ----------------------------------------- 65 Grafik 5.1 Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka ------------------------ 68 Grafik 5.2 Perkembangan Pengangguran Sesuai Tingkat Pendidikan ----------- 68 Grafik 5.3 Struktur Tenaga Kerja di NTT Bulan Februari 2016 -------------------- 69 Grafik 5.4 Perkembangan Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha ------------- 69 Grafik 5.5 Perkembangan Pengangguran Sesuai Tingkat Pendidikan ----------- 70 Grafik 5.6 Perkembangan Angkatan Kerja (AK) dan Pekerja Sesuai Tingkat Pendidikan ----------------------------------------------------------------------- 70 Grafik 5.7 Perkembangan Struktur Tenaga Kerja Sesuai Status Pekerjaan ----- 70 Grafik 5.8 Perkembangan Status Pekerjaan Masyarakat --------------------------- 70 Grafik 5.9 Presentase Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Sedang dan Besar -------------------------------------------------------------- 71 Grafik 5.10 Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang ---------------- 71 Grafik 5.11 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU ---------------------------- 72 Grafik 5.12 Perkembangan Nilai Tukar Petani ---------------------------------------- 72 Grafik 5.13 Perkembangan NTP Per Sektor -------------------------------------------- 72 Grafik 5.14 Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu ----------------- 73 Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tw I-2016 ------------------------ 75 Grafik 6.2 Indeks Tendensi Konsumen ------------------------------------------------- 76 Grafik 6.3 Survei Konsumen -------------------------------------------------------------- 76 Grafik 6.4 Perkembangan Survei Kegiatan Dunia Usaha --------------------------- 78 Grafik 6.5 Hasil Survei Konsumen ------------------------------------------------------- 79 Grafik 6.6 Prediksi Inflasi Triwulan II-2016 --------------------------------------------- 79
![Page 10: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/10.jpg)
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I–2016|
ix
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Tw-I 2016 ------------ 3 Tabel 1.2 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Tw-I 2016 --------- 9 Tabel 2.1 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT ---------------------------------------------------------------- 22 Tabel 2.2 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Triwulanan di Provinsi NTT --------------------------------------------------------------- 22 Tabel 2.3 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT ------------- 23 Tabel 2.4 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT ------------ 24 Tabel 2.5 Inflasi di Provinsi NTT Berdasarkan Kelompok Komoditas------------ 25 Tabel 2.6 Inflasi di Kota Kupang Berdasarkan Kelompok Komoditas ---------- 32 Tabel 2.7 Inflasi di Kota Maumere Berdasarkan Kelompok Komoditas ------- 33 Tabel 3.1 Perkembangan Kinerja BPR ------------------------------------------------- 45 Tabel Boks 3.1 Kondisi Kredit Berdasarkan Sektor ----------------------------------- 55 Tabel 4.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten /Kota di Provinsi NTT ----------------------------------------------------------------- 61 Tabel 4.2 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Provinsi NTT ---------------------------------------------------------- 63 Tabel 4.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT ------------------ 63
DAFTAR GAMBAR
Gambar Boks 1.1 Neraca Perdagangan Antar Daerah/Negara di NTT ----------- 17 Gambar Boks 1.2 Peta Komoditas Unggulan di NTT -------------------------------- 18 Gambar Boks 1.3 Alur Pelayaran dan Distribusi Barang di NTT ------------------- 20 Gambar Boks 1.4 Pembangunan Sumber Daya Air (Waduk) di NTT ------------- 20 Gambar 2.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan I 2016 dan Sebaran Pembentukan TPID --------------------------------------- 34 Gambar Boks 2.1 Peta Daerah dengan Potensi Kerusakan Tanam Posisi 29 April 2016 --------------------------------------------------------- 35 Gambar Boks 2.2 Total Luas Tanam dan Gagal Tanam Pada Tanaman Pangan di NTT ------------------------------------------------------- 36 Gambar Boks 4.1 Perubahan Postur Transfer ke Daerah dan Dana Desa------- 64 Gambar Boks 4.2 Postur Rencana Pendapatan Total Kabupaten/Kota di Provinsi NTT -------------------------------------------------------- 64 Gambar Boks 4.3 Postur Rencana Belanja Total Kabupaten/Kota di Provinsi NTT -------------------------------------------------------- 64 Gambar 6.1 Ramalan Curah Hujan di Provinsi NTT pada Bulan Mei 2016-- ---------------------------------------------------- 77 Gambar 6.2 Ramalan Sifat Hujan di Provinsi NTT pada Bulan Mei 2016 ------------------------------------------------------ 77
![Page 11: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/11.jpg)
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I–2016|
x
Ringkasan Umum KER Provinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I-2016
EKONOMI MAKRO REGIONAL
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) NTT pada triwulan I-2016 mencapai Rp
19,69 triliun dengan pertumbuhan tahunan sebesar 5,06% (yoy) cenderung melambat
dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 5,13% (yoy), namun masih lebih tinggi
apabila dibandingkan nasional yang sebesar 4,92% (yoy). Pertumbuhan terutama
ditopang oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
serta Sektor Konstruksi. Peningkatan pada sektor Administrasi pemerintahan diperkirakan
didorong oleh realisasi belanja pemerintah yang meningkat cukup tinggi dan ditopang
dengan adanya relaksasi terhadap larangan rapat di hotel yang ditetapkan pada periode
yang sama tahun sebelumnya. Sementara pertumbuhan sektor konstruksi didorong oleh
adanya proyek multiyear (bendungan, sarana publik dan gedung pemerintahan), investasi
swasta serta penyelesaian proyek pemerintah yang diperpanjang 50 – 90 hari.
INFLASI REGIONAL
Inflasi Provinsi NTT pada triwulan I 2016 mengalami penurunan cukup besar yang
disebabkan oleh kembali normalnya harga komoditas setelah mengalami kenaikan tinggi
di akhir tahun 2015.Penurunan harga BBM dan listrik serta adanya impor beras dan
membaiknya cuaca mampu memberikan sentimen positif terhadap pengendalian
inflasi.Kembali normalnya permintaan juga membuat tekanan harga berkurang. Kembali
normalnya harga terlihat dari inflasi triwulan I 2016 yang mengalami deflasi 0,36% (qtq).
Namun demikian, harga belum sepenuhnya pulih yang terlihat dari inflasi tahunan yang
mencapai 5,04% (yoy). Adanya El Nino, cuaca buruk dan gelombang tinggi, kenaikan
cukai rokok, perpanjangan penyelesaian proyek infrastruktur, hari raya paskah dan Libur
Imlek serta event nasional rakor pusat dan daerah menjadi faktor penekan inflasi di
triwulan I 2016.
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Secara tahunan, kinerja perbankan di Provinsi NTT pada triwulan I 2016
mengalami perlambatan apabila dibandingkan triwulan-IV 2015.Pertumbuhan aset
tercatat hanya 3,80% (yoy), Dana Pihak Ketiga (DPK) cenderung melambat dari 16.90%
(yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi 12,09% (yoy) di triwulan I 2016, sementara
pertumbuhan kredit melambat dari 14,06% (yoy) menjadi 13,43% (yoy). Di sisi lain, rasio
![Page 12: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/12.jpg)
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I–2016|
xi
kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) Gross perbankan tercatat sebesar 1,90%
dan Loan to Deposit Ratio (LDR) pada triwulan I 2016 sebesar 88,35%.
Kondisi yang lebih beragam terjadi pada kinerja sistem pembayaran di provinsi NTT
pada triwulan I 2016.Dari Sistem Pembayaran Non Tunai, fasilitas Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI) mengalami peningkatan sebesar 213,76% (yoy) atau dengan nilai
transaksi Rp 3,11 triliun. Sementara itu, transaksi BI-RTGS mengalami penurunan dengan
nilai transaksi sebesar Rp 8,69 triliun yang kemungkinan disebabkan oleh adanya
peningkatan batas minimal RTGS yang sebesar 500 juta rupiah. Perubahan ketentuan
setelmen dan batasan maksimal penggunaan SKNBI diperkirakan menjadi penyebab
peningkatan penggunaan kliring dan perlambatan pada RTGS. Di sisi lain, sistem
pembayaran tunai mengalami net-inflow sebesar Rp.1,50 triliun atau tumbuh 3,50%
(yoy) dan jumlah uang palsu yang dilaporkan sebanyak 25 lembar.
Dalam bab ini dilengkapi pula boks mengenai stabilitas sistem keuangan yang
menjelaskan mengenai kondisi intermediasi perbankan di Provinsi NTT serta kerentanan
sektoral yang dilihat dari rasio Non Performing Loan (NPL).
KEUANGAN PEMERINTAH
Pada tahun 2016 terjadi peningkatan pagu pendapatan pemerintah di Provinsi NTT
(APBN,APBD Kab/Kota dan APBD Provinsi) sebesar 18,3% dari Rp 20,88 triliun (2015)
menjadi Rp 24,70 triliun (2016). Di sisi lain, pagu belanja mengalami peningkatan 1,2%
dari Rp 34,51 triliun (2015) menjadi Rp 34,93 triliun (2016). Pagu belanja tersebut
diperkirakan masih akan meningkat terutama berasal dari revisi belanja APBN seiring
adanya kemungkinan tambahan alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur
bendungan (Raknamo dan Rotiklot) ataupun pelabuhan Tenau, Ippi dan Lauren Say yang
belum dialokasikan.
Dari sisi realisasi, total realisasi pendapatan Pemerintah pada Triwulan-I 2016
mencapai Rp 4,93 triliun atau 19,97% dari rencana pendapatan tahun 2016. Sementara,
realisasi anggaran belanja Pemerintah hingga triwulan-I tahun 2016 mencapai Rp 3,09
triliun atau 8,85% dari total pagu belanja tahun 2016. Apabila dilihat secara historis,
pencapaian realisasi belanja ini cenderung lebih tinggi apabila dibandingkan periode
yang sama tahun 2015 yang hanya 7,3% atau Rp 2,52 triliun dari pagu 2015.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Perkembangan sektor ketenagakerjaan dan kesejahteraan menunjukkan kondisi
perlambatan pada awal tahun 2016.Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan
![Page 13: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/13.jpg)
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I–2016|
xii
Februari 2016 mencatat angka 3,59% atau 87,69 ribu Jiwa dari total angkatan kerja,
meningkat dibandingkan Februari 2016 yang sebesar 3,12% atau 75,1 ribu jiwa. Dari sisi
sektoral, terjadi trend penurunan jumlah tenaga kerja sektor pertanian di bulan Februari
yang terutama disebabkan pergeseran masa panen.Sementara itu, indikator
kesejahteraan masyarakat pedesaan melalui Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan-I 2016
menunjukkan adanya penurunan apabila dibandingkan triwulan-IV 2015.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan II-2016 diperkirakan akan meningkat dan
berada pada rentang 5-5.4% (yoy) dan prediksi sepanjang tahun 2016 diperkirakan
masih berada pada proyeksi sebelumnya sebesar 5,1-5,5% (yoy). Peningkatan investasi
dan realisasi anggaran pemerintah diperkirakan masih menjadi pendorong pertumbuhan
ekonomi pada triwulan II dan sepanjang tahun 2016. Khusus untuk triwulan II,
pertumbuhan ekonomi juga ditopang oleh pencairan dana desa tahap pertama dan
kemungkinan realisasi gaji ke-13.
Di sisi lain, inflasi triwulan II diperkirakan berada pada kisaran 4,7-5,2% (yoy)
dengan prediksi akhir tahun sebesar 4-4,5% (yoy). Tekanan inflasi pada triwulan II
diperkirakan terjadi seiring peningkatan konsumsi masyarakat menjelang libur sekolah
pada bulan Juni dan adanya peningkatan harga menjelang perayaan Idul Fitri.Sementara
itu, tekanan inflasi sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berasal dari komoditas
volatile food dan tarif angkutan udara.
![Page 14: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/14.jpg)
![Page 15: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/15.jpg)
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I–2016|
xiii
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
2015%yoy*) I IV I % qtq**) %yoy***)
Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 68,598.5 76,432.5 5.02 17,470.8 20,371.2 19,693.1 -4.88 5.06Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 20,447.4 22,665.7 2.93 5,364.3 5,545.2 5,836.5 2.60 1.81Pertambangan dan Penggalian 1,070.3 1,307.6 6.42 273.8 358.9 314.9 -13.60 7.03Industri Pengolahan 843.7 940.9 5.23 215.7 259.3 239.1 -8.86 4.98Pengadaan Listrik dan Gas 31.8 40.0 10.19 9.0 12.5 12.6 0.12 12.29Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 45.5 47.2 2.07 11.0 12.3 11.4 -8.07 0.47Konstruksi 7,096.0 7,908.2 5.22 1,712.8 2,244.0 2,048.2 -9.43 8.69Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,296.7 8,274.0 6.09 1,883.3 2,219.1 2,098.4 -7.25 4.14Transportasi dan Pergudangan 3,566.9 3,976.0 5.49 904.2 1,101.5 1,056.3 -5.48 8.55Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 422.4 487.1 6.17 105.7 137.0 121.6 -12.91 6.75Informasi dan Komunikasi 5,134.4 5,477.4 7.14 1,276.4 1,462.3 1,383.6 -5.31 7.28Jasa Keuangan dan Asuransi 2,698.9 2,995.5 5.76 711.7 799.2 781.8 -2.88 5.17Real Estate 1,860.9 2,054.3 3.85 464.3 550.9 514.9 -8.55 2.85Jasa Perusahaan 210.9 235.5 4.61 54.4 62.3 59.8 -5.73 2.66Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 8,392.7 9,399.6 7.09 2,091.0 2,653.4 2,469.5 -8.87 7.42Jasa Pendidikan 6,568.2 7,367.7 4.85 1,645.9 2,079.8 1,897.2 -8.79 5.01Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,414.6 1,616.4 5.52 359.9 444.9 425.5 -5.07 9.05Jasa lainnya 1,497.0 1,639.5 3.72 387.5 428.6 421.8 -2.72 3.34Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 68,598.5 76,432.5 5.02 17,470.8 20,371.2 19,693.1 -4.88 5.061. Konsumsi Rumah Tangga 50,952.8 56,027.9 6.33 12,967.7 15,532.8 14,712.8 -4.25 5.602. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT) 2,323.8 2,539.4 4.49 536.5 727.6 583.5 -21.07 3.923. Konsumsi Pemerintah 20,592.3 23,705.4 7.97 2,805.8 8,049.6 3,151.2 -60.59 5.444. Pembentukan Modal Tetap Bruto 26,693.0 32,505.8 17.19 6,850.6 9,043.3 8,187.8 -14.03 9.335. Perubahan Inventori 1,024.3 967.6 -15.22 48.3 352.4 23.5 -93.55 -56.726. Ekspor Luar Negeri 1,382.3 1,608.8 19.99 363.0 359.9 305.2 -15.21 -21.097. Impor Luar Negeri 527.2 261.5 -54.99 38.7 72.6 47.8 -33.88 27.528. Net Ekspor Antar Daerah (Impor) -33,842.9 -40,660.9 18.66 -6,062.5 -13,621.8 -7,223.2 -42.41 8.55Data Ekspor Impor di Provinsi NTTEksporNilai Ekspor Nonmigas (ribu USD) 18,410 24,018 30.46 4,453 6,616 5,516 -16.63 23.89Volume Ekspor Nonmigas (ton) 61,410 83,016 35.18 11,490 26,423 20,530 -22.30 78.67ImporNilai Impor Nonmigas (ribu USD) 26,013 5,352 -79.43 167 1,439 8,289 476.11 4861.83Volume Impor Nonmigas (ton) 76,708 3,042 -96.03 267 760 20,199 2556.88 7456.48Ket: Dalam Rp Miliar (ADHB)*) Total Pertumbuhan 2015 dibandingkan 2014**) Pertumbuhan Q1 2016 dibandingkan Q4 2015***) Pertumbuhan Q1 2015 dibandingkan Q1 2016****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan
INDIKATOR 2014 2015 2015 2016
II. INFLASI
2016I II III IV I II III IV I II III IV I
Indeks Harga KonsumenNTT 104.41 104.78 108.66 110.58 112.52 113.27 113.15 119.15 118.59 120.07 120.78 125.02 124.56- Kota Kupang 104.56 104.91 108.85 110.84 112.91 113.63 113.50 120.06 119.47 121.09 121.54 126.15 125.64- Maumere 103.39 103.96 107.42 108.85 110.00 110.93 110.85 113.20 112.81 113.42 115.77 117.60 117.50Laju Inflasi Tahunan (yoy %)NTT 7.11 5.26 8.29 8.41 7.78 8.10 4.13 7.76 5.39 6.01 6.74 4.92 5.04- Kota Kupang 7.06 5.56 8.88 8.84 7.99 8.31 4.27 8.32 5.81 6.57 7.08 5.07 5.16- Maumere 7.38 3.73 5.32 6.24 6.39 6.70 3.19 4.00 2.55 2.24 4.44 3.89 4.16
2014 2015INDIKATOR 2013
![Page 16: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/16.jpg)
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN I–2016|
xiv
II. PERBANKAN
2016I II III IV I II III IV I
A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)1. Total Aset 25,600 28,602 23,316 26,398 27,114 25,600 29,877 32,778 32,750 28,602 30,9312. DPK 18,571 21,478 17,078 18,791 19,092 18,571 19,798 21,764 22,341 21,478 21,945 - Giro 3,717 4,372 4,137 5,516 5,091 3,717 5,474 6,379 6,537 4,372 5,604 - Tabungan 10,385 11,933 8,577 8,568 9,041 10,385 9,092 9,149 9,644 11,933 10,449 - Deposito 4,469 5,173 4,363 4,707 4,960 4,469 5,232 6,236 6,159 5,173 5,8933. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek 17,759 20,284 15,756 16,652 17,220 17,759 16,907 17,845 18,552 20,284 20,525 - Modal Kerja 5,316 6,110 4,439 4,881 5,122 5,316 5,011 5,392 5,618 6,110 6,127 - Investasi 1,537 1,650 1,344 1,444 1,444 1,537 1,260 1,303 1,286 1,650 1,567 - Konsumsi 10,905 12,524 9,972 10,326 10,654 10,905 10,636 11,150 11,648 12,524 12,8304. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 17,094 19,483 15,071 15,947 16,532 17,094 17,226 18,198 18,897 19,492 19,546 - Modal Kerja 5,252 5,917 4,322 4,742 5,008 5,252 5,218 5,626 5,848 5,922 5,742 - Investasi 1,309 1,381 1,115 1,201 1,235 1,309 1,318 1,359 1,338 1,381 1,317 - Konsumsi 10,534 12,185 9,634 10,004 10,289 10,534 10,690 11,212 11,710 12,189 12,487LDR (%) 92.0% 90.7% 88.3% 84.9% 86.6% 92.0% 87.0% 83.6% 83.7% 89.9% 88.3%Kredit UMKM 5,162 6,075 4,185 4,753 5,000 5,162 5,234 5,611 5,996 6,080 6,188B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)Total Aset 415 510 343 355 374 415 437 454 482 513 535Dana Pihak Ketiga 309 381 250 257 275 309 311 331 353 382 403Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 319 366 270 294 306 319 330 349 354 369 368LDR (%) 79.4% 76.7% 82.6% 85.6% 84.1% 79.4% 80.5% 82.4% 80.5% 76.70% 77.6%
C. Grand Total (A+B) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)1. Total Aset 26,016 29,112 23,660 26,753 27,487 26,016 30,314 33,232 33,232 29,115 31,4662. Dana Pihak Ketiga 18,880 21,859 17,328 19,048 19,367 18,880 20,109 22,095 22,694 21,860 22,3483. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 17,413 19,849 15,341 16,241 16,838 17,413 17,556 18,547 19,250 19,861 19,914
D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total1. Total Aset (%) 1.6% 1.8% 1.5% 1.3% 1.4% 1.6% 1.4% 1.4% 1.4% 1.8% 1.7%2. Dana Pihak Ketiga (%) 1.6% 1.7% 1.4% 1.4% 1.4% 1.6% 1.5% 1.5% 1.6% 1.7% 1.8%3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%) 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.9% 1.9% 1.8% 1.9% 1.8%
III. SISTEM PEMBAYARAN
2016I II III IV I II III IV I
Transaksi Tunai Inflow (Rp. Triliun) 3.4 3.7 1.4 0.7 0.8 0.5 1.8 0.5 0.8 0.5 1.8Outflow (Rp. Triliun) 4.6 5.6 0.3 0.8 1.3 2.1 0.4 0.9 1.7 2.6 0.3Uang Palsu (lembar) 72 1098 14 11 39 8 27 966 52 53 25Transaksi Non Tunai
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) 92.71 136 14.18 13.05 29.84 35.63 34.61 43.75 41.55 15.84 8.69Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) 33,747 21,758 7,809 7,868 8,776 9,294 5,984 6,086 5,877 3,811 323KliringNominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun) 3.79 6.32 0.84 0.85 0.91 1.19 0.99 0.93 1.38 3.01 3.11Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat) 152,284 201,975 34,677 36,188 37,809 43,610 39,971 40,708 48,453 72,843 67,315Cek/BG Kosong 897 1,203 179 175 276 267 300 254 342 307 229
20142014 2015
BI-RTGSTo NTT
2015
INDIKATOR 2014 20152015 2014
INDIKATOR
![Page 17: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/17.jpg)
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 1
EKONOMI MAKRO REGIONAL
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-I 2016 mengalami
pertumbuhan yang sedikit melambat apabila dibandingkan triwulan-IV 2015.
Namun mengalami kenaikan apabila dibandingkan triwulan I-2015.
Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan I-2016 mencapai 5,06% (yoy)
cenderung melambat dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 5,13% (yoy), namun
meningkat cukup signifikan dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya
tumbuh sebesar 4,64% (yoy). Pertumbuhan ekonomi NTT tersebut juga tercatat lebih tinggi
apabila dibandingkan nasional yang sebesar 4,92% (yoy).
Pertumbuhan ekonomi NTT triwulan I terutama didorong oleh sektor Administrasi
Pemerintahan dan sektor konstruksi.
1.1 Kondisi Umum
Nilai Nominal Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT
pada triwulan I-2016 mencapai Rp 19,69 triliun dengan pertumbuhan
tahunan sebesar 5,06% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi
terutama didorong oleh PMTB/Investasi serta pertumbuhan konsumsi rumah tangga
yang tumbuh sebesar 5,6% (yoy). Sementara itu, dari sisi sektoral pertumbuhan
terutama ditopang oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib serta Sektor Konstruksi. Peningkatan pada sektor Administrasi
pemerintahan diperkirakan didorong oleh realisasi belanja pemerintah (pegawai,
barang dan jasa, hibah serta bantuan keuangan) yang meningkat cukup tinggi
dibandingkan dengan adanya larangan rapat di hotel pada periode yang sama tahun
sebelumnya . Sementara pertumbuhan sektor konstruksi didorong oleh adanya
proyek multiyear (bendungan, sarana publik dan gedung pemerintahan), investasi
swasta maupun penyelesaian proyek pemerintah yang diperpanjang 50 90 hari.
Di sisi lain secara triwulanan (qtq) pertumbuhan ekonomi NTT mengalami
penurunan sebesar -4,88% (qtq). Dari sisi penggunaan, seluruh komponen
(konsumsi, investasi dan ekspor-impor) mengalami penurunan, sementara secara
sektoral hanya sektor pertanian serta sektor pengadaan listrik dan gas yang
mengalami pertumbuhan. Hal ini merupakan siklus tahunan yang selalu terjadi di
NTT, dimana pertumbuhan akan tumbuh tinggi di akhir tahun seiring realisasi
belanja dan kegiatan belanja pemerintah serta momen keagamaan dan liburan
sekolah yang mendorong peningkatan konsumsi masyarakat secara umum.
![Page 18: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/18.jpg)
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 2
Apabila dibandingkan dengan nasional, pertumbuhan ekonomi NTT
triwulan-I sebesar 5,06% (yoy) masih lebih tinggi dibandingkan nasional
yang sebesar 4,92% (yoy). Rendahnya pertumbuhan ekonomi secara nasional
terutama disebabkan oleh pertumbuhan konsumsi pemerintah dan investasi yang
masih terbatas, harga komoditas dunia yang masih tergolong rendah serta adanya
pergeseran masa panen. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi NTT masih lebih rendah
apabila dibandingkan Provinsi NTB yang sebesar 9,97% (yoy) dan Provinsi Bali
sebesar 6,04% (yoy). Pertumbuhan ekonomi NTB secara tahunan masih didorong
oleh komoditas tambang seiring produksi PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT)
sementara perekonomian bali ditopang oleh positifnya pertumbuhan sektor
akomodasi dan makan minum serta sektor pedagangan besar seiring adanya
perayaan libur imlek yang mendorong peningkatan kunjungan Wisatawan asal
Tiongkok serta perayaan keagamaan seperti paskah, nyepi dan galungan.
Grafik 1.1. PDRB (ADHB) dan Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibanding
Nasional
Grafik 1.2. PDRB dan Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT, Bali, NTB dan Nasional
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung
berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali. Pertumbuhan ekonomi triwulanan
Provinsi NTT mengalami penurunan sebesar -4,88% (qtq) pada triwulan I 2016.
Kondisi penurunan juga terjadi pada Provinsi Bali sebesar -1,48% (qtq) dan Nasional
sebesar -0,34% (qtq) yang secara umum disebabkan oleh perlambatan realisasi
belanja dan proyek-proyek pemerintah di awal tahun. Sementara itu, provinsi NTB
mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 2,24% (qtq) yang terutama didorong
oleh peningkatan produksi tambang dan mulai adanya panen padi di beberapa
daerah.
![Page 19: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/19.jpg)
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 3
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
Pada triwulan I 2016 pertumbuhan investasi/PMTB menjadi pendorong
utama yang juga ditopang konsumsi rumah tangga dan konsumsi
pemerintah yang tumbuh positif dibandingkan periode yang sama tahun
2015. Pertumbuhan investasi/PMTB tercatat sebesar 9,3% (yoy) atau meningkat Rp
1,34 triliun dibandingkan tw-I 2015. Peningkatan terutama terjadi dari
pembangunan proyek-proyek multiyears dan didorong pula adanya dispensasi
selama 50 dan 90 hari untuk keterlambatan penyelesaian proyek pada tahun 2015
serta Proyek-proyek swasta seperti hotel, restoran, sarana kelistrikan dan komunikasi.
Dari sisi konsumsi rumah tangga, terjadi pertumbuhan sebesar 5,6% (yoy) yang
diperkirakan ditunjang oleh konsumsi masyarakat seiring perayaan paskah. Di sisi
lain, net impor antar daerah yang tumbuh sebesar 8,55% (yoy) masih menjadi salah
satu penghambat dalam mendorong perekonomian NTT tumbuh lebih tinggi.
Secara triwulanan, seluruh komponen pada sisi penggunaan
mengalami penurunan dan mendorong kinerja ekonomi menurun sebesar -
4,88% (qtq). Penurunan tertinggi terjadi pada komponen konsumsi pemerintah
yang turun hingga -60,29% (qtq) pada triwulan-I 2016 seiring melambatnya
kegiatan pemerintah di awal tahun dan tingginya realisasi anggaran di akhir tahun
2015. Penurunan juga terjadi pada komponen PMTB/Investasi yang didorong oleh
perlambatan kegiatan proyek-proyek swasta dan pemerintah serta konsumsi rumah
tangga seiring telah lewatnya akhir tahun anggaran.
Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan I-2016
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
1.2.1 Konsumsi
Secara umum, pengeluaran konsumsi pada triwulan I menunjukkan
pertumbuhan sebesar 5,52% (yoy) cenderung melambat apabila
dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 11,17% (yoy). Perlambatan
terutama terjadi pada komponen konsumsi pemerintah. Sementara itu,
2016
2014 2015 TW I TW IV TW I1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 50,952,750 56,027,892 12,967,693 15,532,810 14,712,817 74.7 -4.25 5.60
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,323,762 2,539,408 536,536 727,600 583,485 3.0 -21.07 3.92
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 20,592,320 23,705,393 2,805,822 8,049,633 3,151,219 16.0 -60.59 5.44
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 26,693,029 32,505,797 6,850,598 9,043,274 8,187,777 41.6 -14.03 9.33
5. Perubahan Inventori 1,024,332 967,562 48,347 352,370 23,514 0.1 -93.55 -56.72
6. Ekspor Luar Negeri 1,382,328 1,608,842 362,988 359,881 305,214 1.5 -15.21 -21.09
7. Impor Luar Negeri 527,152 261,549 38,655 72,579 47,777 0.2 -33.88 27.52
8. Net Ekspor Antar Daerah (33,842,869) (40,660,869) (6,062,539) (13,621,813) (7,223,156) -36.7 -42.41 8.55
P D R B 68,598,500 76,432,477 18,055,203 20,371,177 19,693,094 100.0 -4.88 5.06
UraianYOY
Bobot2015
yoyqtq
![Page 20: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/20.jpg)
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 4
pertumbuhan PMTB/Investasi dan konsumsi rumah tangga cenderung meningkat
yang diperkirakan terjadi sebagai dampak base effect rendahnya pencapaian PDRB
NTT pada triwulan-I 2015.
Konsumsi rumah tangga pada triwulan-I juga menunjukkan
pertumbuhan positif secara tahunan sebesar 5,60% (yoy) walaupun secara
triwulanan cenderung mengalami penurunan sebesar -4,25% (qtq). Apabila
dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan IV-2015 yang sebesar 4,77%
(yoy) pertumbuhan sisi konsumsi rumah tangga sebesar 5,60% (yoy) ditahun 2016
cenderung lebih tinggi. Hal ini lebih disebabkan pula oleh rendahnya PDRB NTT pada
triwulan-I 2015 yang mendorong pertumbuhan triwulan-I 2016 lebih meningkat .
Peningkatan secara tahunan diperkirakan terjadi karena adanya konsumsi
masyarakat seiring perayaan paskah. Di sisi lain, secara triwulanan (qtq) terjadi
perlambatan sebesar -4,25% (qtq) yang terutama terjadi akibat perlambatan
konsumsi masyarakat paska natal dan tahun baru. Perlambatan terkonfirmasi dari
hasil Survei Konsumen Bank Indonesia yang menunjukkan adanya penurunan
indeks kondisi ekonomi saat ini, penghasilan saat ini dibandingkan 6 bulan,
ketepatan pembelian barang tahan lama dan ketersediaan lapangan kerja saat ini
dibandingkan 6 bulan yang lalu.
Grafik 1.3. Survei Konsumen
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Perlambatan secara triwulanan juga ditunjukkan dari angka Indeks
Tendensi Konsumen (ITK) yang menurun. Penurunan ITK juga ditunjukkan
dengan komponen pendapatan rumah tangga yang menurun. Hal ini
mengindikasikan bahwa pendapatan rumah tangga masyarakat di triwulan I 2016
cenderung melambat apabila dibandingkan triwulan IV 2015. Perlambatan juga
terlihat dari konsumsi listrik yang sedikit menurun secara triwulanan sebesar -0,02%
(qtq) walaupun apabila dilihat secara tahunan terjadi pertumbuhan sebesar
10,67%(yoy). Perlambatan secara triwulanan juga terlihat dari Survei Kegiatan Dunia
![Page 21: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/21.jpg)
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 5
Usaha yang menunjukkan penurunan indikator kegiatan usaha, harga jual dan
tenaga kerja. Sementara itu indikator penyaluran kredit konsumsi pada triwulan I
mencapai Rp 12,61 triliun atau tumbuh sebesar 2,5% (qtq) melambat dibandingkan
triwulan IV 2015 yang sebesar 4,1% (qtq) dan secara tahunan tumbuh sebesar
16,7% (yoy).
Grafik 1.4. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.5. Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Sumber : BPS, diolah Sumber : PT PLN, diolah
Grafik 1.6. Indeks Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.7. Penyaluran Kredit Konsumsi
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah
Tangga (LNPRT) tumbuh 3,92% (yoy) melambat dibandingkan triwulan IV
2015 yang sebesar 20,92% (yoy). Perlambatan terjadi seiring telah lewatnya masa
Pilkada serentak 9 Kabupaten/Kota di Provinsi NTT pada tahun 2015.
Komponen Konsumsi Pemerintah pada triwulan I-2016 tumbuh
sebesar 5,44% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan I-2015 sebesar 3,97%
(yoy). Peningkatan konsumsi pemerintah terlihat dari data realisasi konsumsi
pemerintah (Pusat, Kabupaten/Kota, Provinsi) di NTT yang mengalami kenaikan
sebesar 17,81% dari Rp 2,42 triliun (Tw-I 2015) menjadi Rp 2,85 triliun (Tw-I 2016).
Peningkatan didorong oleh belanja konsumsi pegawai sebagai komponen utama
yang tumbuh cukup tinggi sebesar 11,98%. Adanya upaya percepatan realisasi
anggaran melalui penetapan target realisasi nasional sebesar minimal 90% di akhir
tahun dan pengiriman surat edaran dari Sekretaris Daerah kepada instansi terkait
diperkirakan turut menjadi pendorong kenaikan realisasi secara tahunan.
![Page 22: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/22.jpg)
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 6
Sementara itu, secara triwulanan konsumsi pemerintah cenderung turun
sebesar -60,59% (qtq). Hal tersebut lebih disebabkan oleh adanya penumpukan
realisasi anggaran di tahun 2015. Adanya masalah numenklatur, penerapan e-
catalogue dan peraturan baru penganggaran menyebabkan realisasi 2015
cenderung sedikit lebih lambat dan menumpuk di akhir tahun 2015.
1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi
Pertumbuhan investasi/PMTB di NTT pada triwulan I-2016 mengalami
pertumbuhan sebesar 9,33% (yoy). Pertumbuhan diperkirakan turut dipengaruhi
oleh adanya proyek mutiyears pemerintah, seperti bendungan raknamo, bendungan
rotiklot, gedung Pemerintahan dan sarana publik lainnya. Hal ini terlihat dari realisasi
belanja modal pemerintah di Provinsi NTT hingga akhir Maret 2016 yang mengalami
kenaikan sebesar 140,48% (yoy) dibandingkan triwulan I-2015 atau dari Rp 100,34
miliar (tw-I 2015) menjadi Rp 241,29 miliar (tw I-2016). Peningkatan juga
diperkirakan berasal dari investasi swasta melalui pembangunan jaringan listrik,
sarana komunikasi, serta restoran dan hotel.
Data realisasi investasi BKPM dan Penjualan Semen menunjukkan
adanya indikasi peningkatan investasi di NTT. Berdasarkan data BKPM, pada
triwulan-I 2016 telah terealisasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar US$ 24,77
juta atau meningkat 79,5% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2015. Dari
indikator penjualan semen, terlihat pula peningkatan penjualan semen secara
tahunan sebesar 37,9% (yoy) yang mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan
proyek pada triwulan-I 2016 dibandingkan periode yang sama tahun 2015.
Grafik 1.8. Realisasi Investasi Modal Asing & Penanaman Modal Dalam Negeri
Grafik 1.9. Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT
Sumber : BKPM, diolah Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Dari data sistem pembayaran non tunai terlihat adanya pertumbuhan
perputaran uang. Data kliring menunjukkan adanya perputaran uang mencapai Rp
Sumber : KBI Kupang
![Page 23: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/23.jpg)
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 7
3,1 triliun pada triwulan I 2016 atau meningkat 170% (yoy) dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu dari indikator perbankan, pertumbuhan
kredit modal kerja masih tumbuh sebesar 10,4% (yoy) walaupun untuk kredit
investasi terjadi penurunan sebesar -0,05% (yoy). Penurunan kredit investasi
mengkonfirmasi bahwa dorongan PMTB/Investasi terutama berasal dari investasi
pemerintah maupun swasta dari luar NTT.
Grafik 1.10. Perkembangan Kliring Grafik 1.11. Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi
Sumber : Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah
1.2.3 Ekspor Impor
1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah
Pertumbuhan net impor antar daerah pada triwulan I-2016 mencapai
8,55% (yoy) yang terindikasi pula pada aktivitas bongkar muat di pelabuhan.
Di Di sisi lain, secara triwulanan net impor mengalami perlambatan penurunan
sebesar -42,41% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini juga terkonfirmasi
dari peningkatan kegiatan peti kemas yang mencapai 25.192 teus atau tumbuh
sebesar 32,5% (yoy) walaupun secara triwulanan turun sebesar -6,7% (qtq). Alur
pertumbuhan secara tahunan dan perlambatan secara triwulanan juga searah
dengan kondisi konsumsi dan investasi yang meningkat secara tahunan namun
menurun secara triwulanan seiring dampak musiman penurunan kegiatan proyek
pemerintah dan konsumsi di awal tahun. Sementara itu, aktivitas bongkar muat
menunjukkan pertumbuhan net bongkar (net impor) yang mencapai 97,8% (yoy).
Terbatasnya industri dan tingginya kebutuhan sumber daya pangan di NTT masih
menjadi penyebab ketergantungan NTT dengan daerah lain.
![Page 24: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/24.jpg)
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 8
Grafik 1.12. Perkembangan Peti Kemas Grafik 1.13. Aktivitas Bongkar Muat
Sumber : Pelindo III, diolah Sumber : Pelindo III, diolah
1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri
Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan I 2016 cenderung
mengalami penurunan secara tahunan maupun triwulanan. Penurunan net
ekspor secara tahunan mencapai -26,3% (yoy) dan secara triwulan mencapai
-10,5% (qtq). Berdasarkan data ekspor-impor Bank Indonesia, pada triwulan-I 2016
Provinsi NTT cenderung mengalami net impor sebesar US$ 2,7 juta. Impor terbesar
NTT terutama beras yang berasal dari Thailand. Sementara itu ekspor NTT terutama
semen dan kendaraan serta suku cadangnya ke negara Timor Leste.
Grafik 1.14.Perkembangan Ekspor dan Impor
Grafik 1.15. Negara Tujuan Ekspor
Sumber : Pelindo III, diolah Sumber : Pelindo III, diolah
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2016 didorong oleh
sektor Administrasi Pemerintahan dan sektor Konstruksi. Peningkatan sektor
administrasi pemerintah diperkirakan terjadi seiring percepatan upaya penyerapan
anggaran oleh pemerintah. Sementara itu, peningkatan sektor konstruksi
diperkirakan didorong oleh adanya proyek-proyek multiyear pemerintah dan
pengerjaan lanjutan kegiatan proyek yang belum selesai di tahun 2015. Secara
triwulanan, dari 17 sektor dalam komponen PDRB hanya sektor Pertanian serta
sektor pengadaan listrik dan gas yang memiliki pertumbuhan positi. Sektor pertanian
![Page 25: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/25.jpg)
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 9
diperkirakan turut dipengaruhi oleh adanya pengiriman sapi melalui kapal ternak,
sementara sektor pengadaan listrik terbantu oleh penambahan kapasitas jaringan
melalui mesin sewa dan pembangunan Pembangkit Listrik Mikro Hidro.
Tabel 1.2. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan I 2016
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Secara tahunan, pertumbuhan sektor pertanian mengalami
perlambatan apabila dibandingkan triwulan IV-2015 maupun triwulan I-
2015. Secara tahunan pertumbuhan sektor pertanian hanya sebesar 1,81% (yoy)
atau melambat dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 2,59% (yoy) dan
triwulan I-2015 yang sebesar 3,10% (yoy). Perlambatan diperkirakan dipengaruhi
oleh dampak penurunan harga beberapa komoditas seperti jambu mete, kakao dan
rumput laut di tingkat global. Terjadinya penurunan produksi komoditas seperti
kakao dan padi akibat serangan hama dan pohon yang sudah menua dan adanya
pergeseran kembali musim panen menjadi permasalahan lain yang mendorong
perlambatan. Namun demikian, perlambatan produksi pertanian tersebut dapat
tertahan oleh adanya peningkatan produksi beberapa komoditas seperti garam di
Sabu Raijua dan pengiriman sapi melalui kapal ternak.
Sementara itu, secara triwulanan sektor pertanian justru mengalami
peningkatan sebesar 2,6% (yoy). Peningkatan diperkirakan terjadi seiring adanya
pengiriman ternak melalui kapal ternak dan produksi garam di triwulan-I.
Berdasarkan data Pelindo III, pada triwulan-I pengiriman ternak dari pelabuhan
Tenau mencapai 5.361 ekor sedikit meningkat dibandingkan triwulan IV yang hanya
sebesar 5.324 ekor. Sementara itu, pengiriman komoditas pertanian dan perkebunan
2016
2014 2015 TW I TW IV TW IA Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 20,447,428 22,665,673 5,364,288 5,545,220 5,836,477 29.6 2.60 1.81
B Pertambangan dan Penggalian 1,070,349 1,307,566 273,773 358,925 314,905 1.6 -13.60 7.03
C Industri Pengolahan 843,708 940,862 215,685 259,276 239,111 1.2 -8.86 4.98
D Pengadaan Listrik dan Gas 31,840 40,001 9,001 12,466 12,616 0.1 0.12 12.29
EPengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang45,529 47,150 11,004 12,305 11,405 0.1 -8.07 0.47
F Konstruksi 7,095,979 7,908,227 1,712,765 2,243,992 2,048,240 10.4 -9.43 8.69
GPerdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor7,296,703 8,273,959 1,883,337 2,219,097 2,098,437 10.7 -7.25 4.14
H Transportasi dan Pergudangan 3,566,950 3,975,985 904,222 1,101,475 1,056,322 5.4 -5.48 8.55
I Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum422,443 487,091 105,664 137,030 121,583 0.6 -12.91 6.75
J Informasi dan Komunikasi 5,134,426 5,477,449 1,276,364 1,462,281 1,383,555 7.0 -5.31 7.28
K Jasa Keuangan dan Asuransi 2,698,906 2,995,475 711,720 799,178 781,762 4.0 -2.88 5.17
L Real Estate 1,860,878 2,054,341 464,335 550,863 514,861 2.6 -8.55 2.85
M,N Jasa Perusahaan 210,879 235,528 54,403 62,344 59,801 0.3 -5.73 2.66
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib8,392,732 9,399,572 2,091,003 2,653,426 2,469,479 12.5 -8.87 7.42
P Jasa Pendidikan 6,568,193 7,367,666 1,645,854 2,079,834 1,897,221 9.6 -8.79 5.01
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,414,584 1,616,418 359,872 444,901 425,545 2.2 -5.07 9.05
R,S,T,U Jasa lainnya 1,496,973 1,639,515 387,499 428,566 421,774 2.1 -2.72 3.34
PDRB 68,598,500 76,432,477 17,470,789 20,371,177 19,693,094 100 -4.88 5.06
qtq yoyYOY
UraianKategori Bobot2015
![Page 26: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/26.jpg)
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 10
juga diperkirakan turut terbantu oleh adanya beberapa kapal penghubung tol laut
seperti KM. Caraka Niaga dan beberapa kapal perintis.
Di sisi lain, indikasi perlambatan juga terlihat pada indeks nilai tukar petani
(NTP) yang menurun dari 103,19 (Tw-IV 2015) menjadi 101,18 (Tw-I 2016).
Penurunan terjadi akibat adanya peningkatan pada indeks yang dibayar, sementara
indeks diterima cenderung tetap. Hal ini mengindikasikan bahwa biaya hidup dan
keperluan produksi pertanian di pedesaan cenderung meningkat, sementara
produksi tidak mengalami perkembangan signifikan. Dari sisi sektoral penurunan
indeks terutama terjadi pada sektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebagai akibat
turunnya indeks yang diterima (IT) sementara indeks yang dibayar (IB) tertinggi pada
sektor tanaman padi-palawija yaitu kenaikan harga obat-obatan dan pupuk.
Grafik 1.16. Data Pengiriman Ternak Grafik 1.17. Perkembangan Nilai Tukar Petani
Sumber : Pelindo III, diolah Sumber : BPS, diolah
Di sisi lain, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di sektor
pertanian, perkebunan dan kehutanan menunjukkan adanya perlambatan
kegiatan usaha pada triwulan-I 2016. Hal ini terlihat dari adanya penurunan nilai
indeks kegiatan usaha dan harga jual. Sementara itu penurunan indeks harga jual
diperkirakan disebabkan pula oleh adanya penurunan harga komoditas, terutama
perkebunan (jambu mete dan kakao) di tingkat global. Dari data perbankan,
indikator kredit pertanian menunjukkan adanya pertumbuhan sebesar 10,1% (qtq)
yang diperkirakan terjadi sebagai dampak pinjaman petani untuk persiapan masa
tanam dan panen. Namun, pertumbuhan kredit tahunan yang rendah, hanya sebesar
1,4% (yoy) menimbulkan pula opini adanya kendala produksi (baik pergeseran masa
tanam, curah hujan ataupun rendahnya harga komoditas) yang menyebabkan petani
cenderung tidak mau berspekulasi untuk meminjam uang di Bank.
![Page 27: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/27.jpg)
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 11
Grafik 1.18. Perkembangan SKDU Pertanian
Grafik 1.19. Perkembangan Kredit Pertanian
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
Beberapa permasalahan sektor pertanian yang teridentifikasi pada
tahun 2016 terutama adanya kemungkinan kerawanan pangan dan La Nina.
Rendahnya curah hujan akibat el nino dan serangan hama di beberapa daerah
penghasil padi dan jagung menyebabkan beberapa areal persawahan menjadi gagal
tanam yang berpotensi menurunkan angka produksi padi. Sementara itu, adanya
potensi La Nina pada triwulan III dapat menjadi peluang untuk melakukan
penanaman padi kembali, walaupun di sisi lain berpotensi menurunkan produksi
perikanan karena curah hujan yang meningkat. Dalam rangka peningkatan produksi
pertanian di tahun 2016, Pemerintah bekerja sama dengan TNI telah melakukan
program kerjasama untuk melakukan percetakan sawah baru.
1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Secara tahunan, pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib pada triwulan I 2016 tumbuh lebih
tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015, namun sedikit lebih
rendah dibandingkan triwulan-IV 2015. Pertumbuhan sektor Administrasi
Pemerintahan pada triwulan-I 2016 mencapai 7,42% (yoy) atau meningkat
dibandingkan triwulan-I 2015 yang sebesar 5,97% (yoy). Untuk periode tahunan,
peningkatan turut didorong oleh tumbuhnya belanja konsumsi pemerintah secara
nominal sebesar Rp 430,8 miliar atau 17,81% (yoy). Peningkatan tersebut didorong
pula oleh realisasi belanja hibah yang meningkat sebesar 37,7% (yoy) serta belanja
barang dan jasa sebesar 37,2% (yoy). Peningkatan belanja hibah diperkirakan
dipergunakan untuk program pemberdayaan masyarakat seperti Desa Mandiri
Anggur Merah maupun dana Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (PEM) di Kota
Kupang. Serta bantuan sarana dan prasarana produksi pertanian dan perikanan,
seperti alat tangkap, kapal, traktor dan bibit. Kegiatan Rapat-rapat koordinasi dan
![Page 28: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/28.jpg)
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 12
percepatan proses lelang diawal tahun oleh pemerintah turut pula mendorong
pertumbuhan sektor ini.
Di sisi lain, secara triwulanan pertumbuhan tercatat menurun -8,87% (qtq).
Hal ini didorong oleh dampak menumpuknya realisasi anggaran di akhir tahun 2015
sehingga terkesan terjadi penurunan realisasi belanja yang cukup besar di triwulan I
2016. Secara historis, realisasi penyerapan anggaran pemerintah juga cenderung
rendah diawal tahun seiring proses konsolidasi yang baru dilakukan dan baru akan
meningkat pada triwulan III dan triwulan IV 2015.
Sementara itu, indikator simpanan pemerintah di perbankan mengalami
kenaikan hingga mencapai 113,5 % (qtq) pada triwulan I-2016 atau sebesar Rp 5,64
triliun dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar Rp 2,64 triliun. Peningkatan ini
disebabkan oleh realisasi penyaluran dana transfer oleh pemerintah pusat yang
belum digunakan secara maksimal di awal tahun.
Grafik 1.20. Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah
Grafik 1.21. Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil
dan sepeda motor pada triwulan-I 2016 cenderung mengalami perlambatan.
Pertumbuhan tercatat 4,14% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan IV-2015
yang sebesar 7,59% (yoy) ataupun triwulan I-2015 yang sebesar 5,27% (yoy).
Pergeseran musim panen dan penurunan kegiatan proyek diperkirakan menjadi
beberapa faktor penyebab perlambatan dibandingkan triwulan IV-2015. Namun
melambatnya pertumbuhan pada triwulan-I 2016 dibandingkan triwulan-I 2015
tidak diprediksi sebelumnya karena indikator ekonomi yang cenderung menunjukan
perbaikan seperti kenaikan penyerapan tenaga kerja, daya beli masyarakat serta
perpanjangan kegiatan beberapa proyek. Selain itu, sentimen terhadap
permasalahan pajak pada tahun lalu yang mulai berkurang di 2016 juga menjadi
![Page 29: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/29.jpg)
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 13
indikasi pertumbuhan. Di sisi lain, secara triwulanan pertumbuhan ekonomi NTT
cenderung menurun sebesar 7,25% (qtq) yang didorong oleh penurunan belanja
masyarakat paska perayaan hari natal, tahun baru dan masa liburan sekolah di akhir
tahun 2015.
Perlambatan secara triwulanan juga terlihat dari Indikator Survei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan Survei Konsumen (SK). Indikator SKDU
berupa indeks kegiatan usaha, harga jual dan tenaga kerja menunjukkan penurunan
yang mengindikasikan perlambatan kegiatan perdagangan di awal tahun. Indikasi
yang sama juga terlihat pada Survei Konsumen-Bank Indonesia yang menunjukkan
penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) walaupun dengan angka masih diatas 100
yang menunjukkan masih adanya optimisme konsumen. Dari sisi kredit, kredit
perdagangan hingga akhir triwulan I-2016 mencapai Rp 5,09 triliun atau tumbuh
sebesar 12,1% (yoy). Sementara secara triwulanan, kredit perdagangan hanya
tumbuh sebesar 0,1% (qtq) dibandingkan triwulan IV 2015 yang mengindikasikan
pula perlambatan kegiatan perdagangan.
Grafik 1.22. Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
Grafik 1.23. Perkembangan Survei Konsumen
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : SK-Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.24. Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
![Page 30: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/30.jpg)
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 14
1.3.4 Sektor-sektor Lainnya
Sektor konstruksi memiliki pertumbuhan sebesar 8,69% (yoy) dan
menjadi salah satu sektor tumbuh cukup tinggi pada triwulan I 2016. Adanya
penambahan frekuensi kegiatan proyek pemerintah, melalui proyek multiyears
sepanjang 2016 seperti proyek bendungan raknamo dan rotiklot, serta
pembangunan gedung pemerintahan dan sarana publik (rumah sakit) menjadi
pendorong peningkatan pertumbuhan sektor ini pada awal tahun 2016. Selain itu,
adanya dispensasi penyelesaian proyek tahun 2015 selama 50 hingga 90 hari di
tahun 2016 juga menjadi pendorong lainnya. Pertumbuhan konstruksi juga berasal
dari pihak swasta melalui pembangunan jaringan listrik, hotel, sarana belanja dan
sarana pendidikan.
Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan-I 2016
mengalami pertumbuhan sebesar 6,75% (yoy) meningkat dibandingkan
periode yang sama tahun 2015 yang hanya tumbuh 3,07% (yoy). Peningkatan
sektor ini terlihat dari perkembangan tamu hotel yang meningkat hingga 70,8%
(yoy) adanya beberapa kegiatan di awal tahun, seperti Rapat Koordinasi Pusat dan
Daerah di Kora Kupang, serta penyelenggaraan rapat-rapat koordinasi pemerintah di
berbagai daerah seperti Kota Kupang dan Labuan Bajo menjadi pendorong
meningkatnya okupansi hotel pada awal tahun 2016. Hal ini juga terlihat dari
peningkatan jumlah penumpang bandara yang mencapai 44,2% (yoy).
Grafik 1.25 Perkembangan Tamu Hotel Grafik 1.26. Perkembangan Penumpang Bandara
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Sektor transportasi dan pergudangan tercatat mengalami pertumbuhan
sebesar 8,55% (yoy). Peningkatan terlihat dari adanya penambahan rute pesawat
Lion Air dan Sriwijaya Air, serta adanya pelayanan kapal perintis yang melayani
penyeberangan ke beberapa pulau, serta kapal pengangkut komoditas ke Sabu
Raijua-Waingapu-Surabaya. Dari angkutan darat, mulai beroperasinya taksi argo di
Kota Kupang dan bantuan 16 unit bus dari Kementerian Perhubungan untuk
![Page 31: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/31.jpg)
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 15
Pemerintah Daerah di NTT menjadi faktor pendorong lainnya bagi sektor ini. Dari
sektor industri pengolahan, teridentifikasi beberapa kegiatan pendorong industri
pada triwulan-I, diantaranya pendirian industri pengolahan tepung ikan di Lembata
dengan mengekspor hasil olahannya ke Thailand dan Jepang. Dari sektor pengadaan
listrik dan gas terjadi pertumbuhan sebesar 12,29% (yoy) yang ditunjang pula oleh
penambahan kapasitas daya listrik melalui mesin sewa sebanyak 13 MW dari total
pengadaan mesin sewa sebanyak 17 MW di jaringan Kupang. Selain itu, telah pula
dilakukan penambahan daya di berbagai wilayah di NTT melalui Pembangkit Listrik
Tenaga Mikrohidro dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya.
![Page 32: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/32.jpg)
Boks 1. | Permasalahan Utama Struktur Ekonomi NTT 16
Permasalahan Utama Struktur Ekonomi di NTT dan Pengembangan Potensi Ekonomi
Karakter struktur ekonomi NTT cukup unik bila dibandingkan dengan provinsi
lainnya di Indonesia. Walaupun terdapat 18 provinsi yang memiliki neraca perdagangan
negatif dengan daerah/ negara lain, namun tidak ada provinsi yang memiliki rasio neraca
perdagangan negatif sebesar NTT. Saat ini, net impor NTT terhadap total PDRB mencapai
51,44% PDRB. Dari total 115,7 triliun konsumsi dan investasi yang dilakukan di NTT, senilai
39,3 triliun kebutuhan barangnya dipenuhi dari luar NTT, sehingga net PDRB yang
dihasilkan hanya sebesar 76,4 triliun rupiah. Provinsi lain yang juga memiliki net impor besar
antara lain Provinsi Maluku (45,99%), Bengkulu (28,18%), Aceh (22,39%), dan Sulawesi
Tengah (17,85%). Berdasarkan pendekatan PDRB sektoral dapat dikatakan bahwa terdapat
terdapat 39,3 triliun rupiah yang nilai tambah/ manfaatnya tidak dirasakan oleh masyarakat
di NTT dikarenakan pemenuhan barang langsung dilakukan oleh pelaku usaha di luar NTT.
Namun demikian, apabila terdapat bagian yang bisa dipenuhi oleh masyarakat NTT, maka
manfaat ekonomi atas konsumsi dan investasi yang dilakukan dapat lebih dirasakan oleh
masyarakat.
Grafik Boks 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan
Penggunaan Grafik Boks 1.2. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan
Sektoral
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Kegiatan ekspor-impor antar daerah/ Negara memang tidak dapat dihindari dalam
suatu wilayah. Suatu daerah tidak mungkin dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Hal ini
lebih disebabkan oleh faktor daya saing produksi yang tiap daerah cenderung berbeda.
Untuk menjaga kondisi neraca perdagangan daerah, dibutuhkan kejelian pemerintah dan
seluruh stake holder dalam mengenali potensi maupun kekurangan suatu daerah. Dengan
memanfaatkan potensi daerah yang ada, maka defisit perdagangan dapat dikurangi
dengan ekspor komoditas unggulan yang dapat dihasilkan di daerah atau NTT pada
khususnya.
Berdasarkan data pertumbuhan ekonomi NTT terlihat bahwa total konsumsi dan
investasi di Provinsi NTT sebenarnya cukup tinggi. pada tahun 2014, total pertumbuhan
konsumsi dan investasi mencapai 15,08% (yoy) dan di tahun 2015 juga mampu mencapai
14,38% (yoy). Namun demikian, dikarenakan tidak adanya bahan baku investasi maupun
bahan siap konsumsi pada beberapa komoditas menyebabkan pemenuhan investasi dan
konsumsi diambil dari daerah lain yang terlihat dari peningkatan net impor pada periode
![Page 33: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/33.jpg)
Boks 1. | Permasalahan Utama Struktur Ekonomi NTT 17
tersebut. Akibatnya adalah net pertumbuhan ekonomi cenderung tetap di angka 5% dan
cenderung melambat. Apabila terdapat beberapa komoditas bahan baku investasi atau
konsumsi yang bisa kita penuhi sendiri, ataupun terdapat peningkatan ekspor komoditas
unggulan NTT, maka perlambatan ekonomi tidak akan terjadi.
Berdasarkan komoditas impor utama, terlihat bahwa banyak dari komoditas tersebut
tidak dapat dipenuhi oleh Provinsi NTT baik karena tidak terdapat industri terkait ataupun
menjadi tidak berdaya saing apabila diproduksi di NTT dikarenakan skala ekonomi yang
relatif kecil. Beberapa komoditas utama impor antara lain BBM, aspal, beras, semen, bahan
bangunan, mobil, makanan jadi, minuman dan tembakau, elektronik, mesin, pupuk dan
penunjang pertanian, sandang maupun kebutuhan perumahan. Selain itu, jasa-jasa yang
juga masih diimpor antara lain jasa tenaga ahli dalam bidang pendidikan, kesehatan dan
konstruksi, jasa angkutan, transportasi dan komunikasi serta jasa keuangan. Sebagian besar
komoditas tersebut memang tidak dapat kita produksi atau relatif kurang berdaya saing
apabila kita produksi sendiri. Namun demikian, beberapa komoditas terlihat masih bisa kita
produksi sendiri seperti produksi beras, semen dan turunannya, serta penyediaan tenaga
kerja. Selain mengurangi neraca impor antar daerah, maka dalam menyeimbangkan neraca
perdagangan juga dapat dilakukan dengan meningkatkan ekspor komoditas unggulan ke
daerah lain. Untuk itu, pemahaman akan keunggulan komparatif daerah perlu dimiliki.
Grafik Boks 1.3. Potensi dan Realisasi
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Berdasarkan
Penggunaan
Gambar Boks 1.1. Neraca Perdagangan Antar
Daerah/Negara di NTT
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah
Untuk meningkatkan daya saing produksi, diperlukan peningkatan infrastruktur dasar
agar biaya usaha dapat diminimalisir. Berdasarkan data investasi 2015, arah investasi sudah
menunjukkan jalur yang tepat yang ditandai oleh tingginya investasi infrastruktur dan usaha
meliputi investasi kelistrikan, pariwisata dan pembangunan infrastruktur sumber daya air
dan perhubungan baik darat, laut dan udara. Investasi kelistrikan dan perhubungan dapat
meningkatkan daya saing daerah, sedangkan investasi sumber daya air dapat membantu
meningkatkan produksi pangan yang berdampak pada penurunan impor pangan NTT.
Investasi Pariwisata dapat membantu meningkatkan ekspor jasa pariwisata, baik dalam
negeri maupun luar negeri.
Pembangunan infrastruktur tidak akan bernilai tambah apabila tidak diikuti dengan
kegiatan ekonomi yang dilakukan. Dalam rangka percepatan ekonomi NTT, diusulkan untuk
melakukan perluasan kegiatan ekonomi yang berpusat pada keunggulan komparatif
daerah. Berdasarkan hasil analisa, beberapa komoditas utama yang dapat segera
dikembangkan antara lain beras, semen, garam, ikan, rumput laut, babi, sapi, pariwisata,
![Page 34: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/34.jpg)
Boks 1. | Permasalahan Utama Struktur Ekonomi NTT 18
maupun pembangunan pabrik gula. Beberapa produk unggulan daerah lainnya antara lain
produksi jagung, perkebunan mete, kelapa, kopi dan kakao, ketela pohon dan tanaman
tahan kering lainnya seperti sorgum dan kacang-kacangan sebagaimana gambar di bawah.
Gambar Boks 1.2. Peta Komoditas Unggulan di NTT
Sumber : BPS, Kementrian Pertanian, Kementrian Kelautan, diolah
Percepatan pembangunan Pabrik Semen Kupang Tiga tidak hanya mengurangi impor
semen yang mencapai lebih dari 600 ribu ton per tahun, namun berpotensi untuk
meningkatkan ekspor semen hingga lebih dari 600 ribu ton di tahun 2018. Peningkatan
produksi beras juga mampu mengurangi impor beras yang saat ini mencapai lebih dari 100
ribu ton per tahun atau setara satu triliun rupiah. NTT juga berpotensi menjadi sentra
produksi garam nasional seiring dengan keunggulan cuaca kering yang mencapai 8 bulan
setahun. Kondisi cuaca yang ekstrim tersebut bisa disiasati dengan strategi dalam bertani
yang lebih memprioritaskan tanaman tahan kering seperti ketela pohon yang saat ini juga
ada yang dipenuhi dari impor, maupun kedelai yang pemenuhannya sebagian besar diimpor
dari Amerika. Tingginya intensitas sinar matahari juga bagus untuk pengembangan rumput
laut. Bahkan dari sisi kualitas, rumput laut NTT dikenal memiliki kualitas terbaik di Indonesia
seiring dengan tingginya rendeman rumput laut asal NTT.
Pengembangan sapi perlu tetap dilakukan sebagaimana inisiatif ILO yang telah
menyusun grand design pengembangan peternakan sapi di Kabupaten Kupang. Namun
demikian, komoditas ternak lainnya yang secara potensi bisa jauh lebih menghasilkan
seperti babi juga perlu lebih dikembangkan. Wacana pengembangan gula di Sumba dan
Malaka patut untuk didukung penuh karena berpotensi menyerap tenaga kerja dalam
jumlah besar. Namun demikian, yang patut diperhatikan adalah jangan sampai
pengembangan lahan tebu justru mengurangi lahan produktif yang digunakan untuk
penanaman padi. Untuk itu, pemerintah perlu berperan aktif dalam pengaturan lahan
pertanian agar tidak menggganggu produktifitas pertanian lainnya.
Salah satu harapan pengembangan ekonomi utama NTT ke depan adalah Pariwisata.
Pemerintah dan swasta saat ini relatif gencar dalam melakukan pembangunan infrastruktur
dan investasi perhotelan yang terlihat dari realisasi investasi PMA dan PMDN yang berfokus
pada investasi perhotelan. Adanya investasi tersebut akan berpotensi meningkatkan
kunjungan wisata ke depan. Yang menjadi tugas pemerintah adalah memastikan tidak
terjadi bottleneck dalam pelayanan pariwisata seperti peningkatan rute angkutan udara,
penyediaan sarana akomodasi wisata maupun jasa-jasa penunjang.
Semua rencana pembangunan ataupun penambahan nilai tambah komoditas tidak
akan dapat berjalan apabila kekurangan pasokan listrik masih terjadi di NTT. Dengan tingkat
elektrifikasi yang hanya menempati urutan kedua terbawah di Indonesia, hanya sedikit di
![Page 35: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/35.jpg)
Boks 1. | Permasalahan Utama Struktur Ekonomi NTT 19
atas Papua dan rata-rata konsumsi listrik per kapita terendah di Indonesia, membuat
kebutuhan peningkatan pasokan listrik menjadi hal utama yang harus diperhatikan.
Pembangunan jaringan listrik terintegrasi trans Timor dan trans Flores patut diapresiasi.
Namun demikian, peningkatan kapasitas daya listrik menjadi hal mutlak yang perlu
disegerakan pemenuhannya.
![Page 36: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/36.jpg)
![Page 37: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/37.jpg)
| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 20
20
Inflasi Provinsi NTT pada triwulan I 2016 mengalami penurunan cukup besar yang disebabkan oleh kembali normalnya harga komoditas setelah mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015. Penurunan harga BBM dan listrik serta adanya impor beras dan membaiknya cuaca mampu memberikan sentimen positif terhadap pengendalian inflasi. Kembali normalnya permintaan juga membuat tekanan harga berkurang. Penurunan harga terlihat dari inflasi triwulan I 2016 yang mengalami deflasi 0,36% (qtq). Namun demikian, harga belum sepenuhnya pulih yang terlihat dari inflasi tahunan yang mencapai 5,04% (yoy). Adanya El Nino, cuaca buruk dan gelombang tinggi, kenaikan cukai rokok, perpanjangan penyelesaian proyek infrastruktur, hari raya paskah dan Libur Imlek serta even nasional rakor pusat dan daerah menjadi faktor penekan inflasi di triwulan I 2016.
Kelompok komoditas transportasi dan bahan makanan menjadi
penyumbang utama deflasi di triwulan I 2016 seiring dengan kembali
normalnya harga beberapa komoditas bahan makanan dan angkutan udara
Kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi
penekan inflasi utama di NTT terutama dikarenakan oleh meningkatnya
tarif cukai rokok dan tembakau.
Baik Kota Kupang maupun Kota Maumere pada triwulan I 2016 mengalami
deflasi.
2.1. Kondisi Umum
Pada triwulan I 2016, Provinsi NTT mengalami deflasi hingga sebesar 0,36%
(qtq). Penurunan inflasi tersebut lebih disebabkan oleh kembali normalnya
harga komoditas seiring dengan kembali normalnya permintaan masyarakat.
Penurunan tarif angkutan udara menjadi penyumbang utama deflasi, diikuti
oleh kembali normalnya harga bahan makanan. Namun demikian secara
tahunan, inflasi masih menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu sebesar
5,04% (yoy), lebih tinggi dibanding inflasi nasional yang sebesar 4,45% (yoy).
Masih relatif tingginya inflasi lebih disebabkan oleh tingginya kenaikan harga di bulan
Desember 2015, sehingga walaupun sudah mulai menunjukkan normalisasi harga,
namun harga tetap belum kembali seperti semula. Normalisasi harga terlihat dari
besaran inflasi triwulan I 2016 yang mengalami deflasi sebesar 0,36% (qtq). Deflasi ini
menjadikan NTT sebagai provinsi dengan deflasi terbesar ke-4 setelah Sulawesi Utara,
Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat. Nilai deflasi tersebut jauh lebih rendah dibanding
capaian nasional di triwulan I 2016 yang mengalami inflasi sebesar 0,62% (qtq). Deflasi
![Page 38: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/38.jpg)
| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 21
21
NTT terjadi karena harga kembali menurun setelah mengalami kenaikan tinggi di akhir
tahun 2015.
Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan
Nasional Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan
Nasional
2.1.1 Inflasi Tahunan Secara tahunan, Inflasi di Provinsi NTT mencapai 5,04%, lebih tinggi
dibanding inflasi nasional yang sebesar 4,45%. Tingginya inflasi bahan
makanan serta makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi penyebab
utama tingginya inflasi secara tahunan di NTT. Di saat harga komoditas lainnya
cenderung mengalami penurunan, harga beberapa komoditas makanan jadi, minuman
dan tembakau justru mengalami kenaikan di triwulan I 2016 dengan penyumbang
utama kenaikan harga adalah inflasi pada komoditas nasi dengan lauk dan rokok kretek
filter. Adanya kenaikan tarif cukai rokok dan bahan baku tembakau membuat harga
harus dinaikkan secara bertahap di tiap bulannya. Nasi dengan lauk juga mengalami
kenaikan hingga 8,23% (yoy) selama 1 tahun walaupun di sisi lain terjadi penurunan
harga listrik dan BBM. Tingginya inflasi daging ayam ras, kembung, sawi putih, beras,
bawang merah dan telur ayam ras membuat harga makanan jadi juga berangsur
mengalami kenaikan. Dari total 10 komoditas penyumbang inflasi utama tahunan, 6
komoditas bahan makanan di atas menjadi penyumbang utama inflasi sepanjang
tahun. Hanya ikan kembung dan bawang merah yang naik pada triwulan ini,
sedangkan 4 komoditas lainnya sudah mengalami kenaikan terlebih di akhir tahun
2015. Kenaikan harga semen lebih disebabkan oleh adanya gangguan produksi semen
di akhir tahun yang bersamaan dengan tingginya permintaan proyek yang masih
dilakukan hingga bulan Februari 2016.
Adapun komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain besi beton,
seng dan batako yang kemungkinan disebabkan oleh peningkatan pasokan karena
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
![Page 39: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/39.jpg)
| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 22
22
peningkatan persaingan dan turunnya harga komoditas. Komoditas minyak goreng dan
solar turun lebih dikarenakan penurunan harga komoditas. Penurunan harga cabai
rawit dan cabai merah disebabkan oleh berjalannya program gerakan tanam cabai di
musim kemarau, sehingga pada musim hujan pasokan cabe tetap terjaga.
Tabel 2.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT
Sumber : BPS, diolah
2.1.2 Inflasi Triwulanan Secara triwulanan, Provinsi NTT justru mengalami deflasi -0,36% (qtq)
yang lebih disebabkan oleh normalisasi harga setelah mengalami kenaikan
signifikan di akhir tahun 2015. Komoditas angkutan udara menjadi komoditas
dengan sumbangan deflasi terbesar yang disebabkan oleh penurunan tarif
penerbangan hingga 14,55% (qtq). Kembali normalnya permintaan menjadi penyebab
utama kembali normalnya harga-harga komoditas bahan makanan. Adanya penurunan
harga minyak dunia juga berdampak terhadap penurunan harga bensin dan tarif listrik.
Secara triwulanan, harga semen juga mengalami penurunan setelah mengalami
kenaikan tinggi di akhir tahun 2015.
Tabel 2.2. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Triwulanan di Provinsi NTT
Sumber : BPS, diolah
komoditas Inflasi yoysum
yoykomoditas Deflasi yoy
sum
yoy
Sawi Putih 52.79 0.39 Besi Beton (12.61) (0.10)
Daging Ayam Ras 30.64 0.38 Seng (10.39) (0.10)
Kembung 19.96 0.34 Bayam (25.04) (0.07)
Beras 4.02 0.28 Cabai Rawit (34.45) (0.06)
Rokok Kretek Filter 16.41 0.28 Cabai Merah (26.23) (0.06)
Semen 9.31 0.24 Batako (12.00) (0.05)
Bawang Merah 57.52 0.22 Laptop/Notebook (9.27) (0.04)
Nasi dengan Lauk 8.23 0.18 Daun Singkong (23.21) (0.04)
Telur Ayam Ras 14.96 0.12 Minyak Goreng (3.40) (0.04)
Kontrak Rumah 4.94 0.12 Solar (12.61) (0.03)
komoditas Inflasi qtqsum
qtqkomoditas Deflasi qtq
sum
qtq
Bawang Merah 55.91 0.21 Angkutan Udara (14.55) (0.40)
Tongkol 21.63 0.13 Daging Ayam Ras (16.51) (0.21)
Rokok Kretek Filter 6.69 0.11 Bensin (4.85) (0.14)
Nasi dengan Lauk 4.88 0.11 Tarip Listrik (2.81) (0.08)
Cabai Rawit 42.53 0.08 Semen (2.83) (0.07)
Tomat Sayur 14.43 0.06 Daun Singkong (37.33) (0.06)
Tahu Mentah 15.60 0.06 Bunga Pepaya (43.56) (0.05)
Bawang Putih 18.18 0.05 Beras (0.64) (0.04)
Upah Pembantu RT 3.64 0.04 Kangkung (7.19) (0.04)
Kembung 2.15 0.04 Wortel (23.12) (0.04)
![Page 40: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/40.jpg)
| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 23
23
Adapun kenaikan harga komoditas yang terjadi seperti bawang merah, tomat
sayur, dan bawang putih lebih disebabkan oleh terbatasnya pasokan. Kenaikan harga
cabe rawit lebih disebabkan oleh kembali ke harga normal setelah mengalami
penurunan harga yang cukup besar di tahun sebelumnya. Kenaikan harga tongkol dan
ikan-ikanan lebih disebabkan oleh kondisi cuaca yang buruk dan gelombang tinggi.
2.1.3 Inflasi Bulanan Secara bulanan, Provinsi NTT masih mengalami inflasi pada bulan
Januari 2016 yang disebabkan oleh kondisi cuaca yang buruk, sehingga
pasokan bahan pangan relatif berkurang. Pada bulan Februari dan Maret 2016
terjadi penurunan harga yang lebih disebabkan oleh kembali normalnya
pasokan dan penurunan permintaan. Pada bulan Januari 2016, NTT masih
mengalami inflasi 0,74% (mtm) terutama disebabkan oleh masih tingginya harga
daging ayam ras karena berkurangnya pasokan ayam imbas dari kematian lebih dari
tiga puluh persen ayam akibat dari adanya pergantian cuaca. Harga ikan juga
cenderung naik karena adanya gelombang tinggi sehingga banyak nelayan tidak
melaut. Harga cabai mengalami kenaikan tinggi yang lebih disebabkan oleh turunnya
harga di bulan sebelumnya. Angkutan udara dan bensin menjadi penahan inflasi utama
bulan Januari yang disebabkan oleh turunnya aktivitas masyarakat dan penurunan
harga BBM.
Tabel 2.3. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT
Sumber : BPS, diolah
Adanya musim angin masih membuat hasil tangkapan ikan berkurang di bulan
Februari 2016. Produsen rokok juga mulai kembali menaikkan harga jual seiring dengan
adanya kenaikan cukai rokok. Kembali normalnya pasokan daging ayam ras mampu
menahan laju inflasi di Provinsi NTT. Batas akhir penyelesaian proyek pemerintah yang
selesai di tanggal 20 Februari mampu menurunkan harga semen, besi beton dan seng.
Penurunan 12 tarif listrik juga berkontribusi positif dalam menahan laju inflasi. Harga
KomoditasInflasi
(%)
Andil
(%)Komoditas
Inflasi
(%)
Andil
(%)Komoditas Inflasi (%) Andil (%)
Daging Ayam Ras 11.50 0.15 Tongkol/Ambu-ambu 23.07 0.11 Kangkung 11.49 0.06
Cabai Rawit 131.29 0.15 Rokok Kretek Filter 2.80 0.05 Sawi Putih 8.63 0.06
Kembung 8.59 0.13 Sawi Hijau 27.66 0.04 Rokok Kretek Filter 1.98 0.03
Cabai Merah 90.15 0.12 Nasi dengan Lauk 1.59 0.03 Tempe 7.13 0.03
Bawang Merah 45.72 0.11 Bayam 14.37 0.03 Bawang Putih 7.89 0.02
Semen 4.02 0.11 Tomat Sayur 7.49 0.03 Pisang 6.63 0.02
Nasi dengan Lauk 3.24 0.07 Buah Pinang 44.25 0.03 Lengkuas 8.69 0.02
Tomat Sayur 18.57 0.06 Kentang 8.94 0.02 Mie 1.13 0.01
Sawi Putih 7.58 0.06 Celana Panjang Jeans 10.72 0.02 Minuman Ringan 3.05 0.01
Kentang 29.42 0.06 Rokok Putih 2.89 0.02 Ikan Bakar 4.35 0.01
Januari Februari Maret
![Page 41: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/41.jpg)
| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 24
24
cabai juga kembali menurun setelah mengalami kenaikan signifikan di bulan Januari
2016. secara keseluruhan, pada bulan Februari 2016, NTT mengalami deflasi hingga -
0,34% (mtm) dibanding bulan sebelumnya.
Tabel 2.4. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT
Sumber : BPS, diolah
Provinsi NTT justru mengalami deflasi yang lebih tinggi hingga sebesar -0,76%
(mtm) di saat secara nasional justru mengalami inflasi sebesar 0,19% (mtm) pada bulan
Maret 2016. Kembali stabilnya pasokan ayam, penurunan tarif angkutan udara,
maupun membaiknya cuaca membuat pemenuhan pasokan pangan membaik dan
harga-harga dapat kembali normal. Adanya kenaikan harga kangkung lebih
dikarenakan kembali ke harga normal. Kenaikan harga rokok karena kenaikan cukai
rokok dan inflasi temped an bawang putih lebih disebabkan oleh kenaikan harga
komoditas kedelai dan bawang putih dunia.
Grafik 2.3. Perbandingan Inflasi 5 regional di
Indonesia Grafik 2.4. Perbandingan Inflasi di Wilayah
Balinusra
Berdasarkan wilayah, inflasi di wilayah Balinusra masih cenderung stabil baik
secara tahunan maupun triwulanan. Di wilayah Balinusra, inflasi tahunan NTT masih
menjadi yang tertinggi dibanding Bali yang mengalami inflasi sebesar 3,66% (yoy) dan
NTB yang mengalami inflasi sebesar 4,34% (yoy). Namun demikian, perbedaan inflasi
KomoditasDeflasi
(%)
Andil
(%)Komoditas
Deflasi
(%)
Andil
(%)Komoditas Deflasi (%) Andil (%)
Angkutan Udara (11.27) (0.34) Daging Ayam Ras (14.89) (0.22) Daging Ayam Ras (12.02) (0.15)
Bensin (4.15) (0.13) Semen (6.13) (0.17) Angkutan Udara (4.36) (0.12)
Kangkung (14.87) (0.10) Sawi Putih (17.08) (0.15) Kembung (6.61) (0.11)
Bunga Pepaya (27.95) (0.05) Tarip Listrik (3.63) (0.10) Kentang (34.16) (0.10)
Bayam (17.02) (0.05) Cabai Rawit (30.21) (0.08) Cabai Merah (37.88) (0.08)
Daun Singkong (18.11) (0.04) Cabai Merah (15.26) (0.04) Telur Ayam Ras (5.75) (0.05)
Solar (13.64) (0.04) Besi Beton (3.52) (0.03) Pepaya Muda (34.08) (0.05)
Batako (7.37) (0.03) Seng (3.12) (0.03) Tomat Sayur (10.22) (0.04)
Buncis (24.75) (0.03) Daun Singkong (13.92) (0.03) Tarip Listrik (1.31) (0.04)
Layang/Benggol (15.42) (0.02) Beras (0.36) (0.02) Labu Siam/Jipang (34.20) (0.03)
MaretJanuari Februari
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
![Page 42: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/42.jpg)
| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 25
25
dapat dikurangi seiring dengan deflasi yang terjadi di NTT pada triwulan I 2016,
sedangkan Bali dan NTB justru mengalami inflasi.
2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas
Secara tahunan, Komoditas bahan makanan masih menjadi
penyumbang utama inflasi di NTT. Tingginya kenaikan harga bahan makanan
berpengaruh terhadap tingginya inflasi makanan jadi. Secara triwulanan,
inflasi makanan jadi bahkan menjadi penyumbang utama inflasi di Provinsi
NTT. Kembali lancarnya pasokan barang dan normalnya permintaan membuat
secara triwulanan, NTT mengalami deflasi yang didorong oleh penurunan
harga bahan makanan dan transportasi. Tiga kelompok komoditas mengalami
deflasi dan empat lainnya mengalami inflasi. Penurunan harga dan tarif rata-rata terjadi
pada kelompok komoditas bahan makanan, pendidikan dan transportasi. Kelompok
komoditas yang mengalami inflasi antara lain makanan jadi, minuman dan tembakau,
perumahan, sandang dan kesehatan. Hanya kelompok komoditas makanan jadi,
minuman dan tembakau yang mengalami kenaikan cukup tinggi yang disebabkan oleh
kenaikan makanan jadi karena kenaikan harga bahan makanan dan ongkos pegawai,
serta kenaikan cukai rokok dan tembakau.
Tabel 2.5. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
Sumber : BPS, diolah
2.2.1 Bahan Makanan
Inflasi komoditas bahan makanan secara tahunan masih mengalami kenaikan
tinggi sebesar 8,14% (yoy). Tingginya inflasi tahunan bahan makanan lebih disebabkan
oleh tingginya inflasi daging dan hasil-hasilnya, sayur-sayuran, beras dan ikan yang
mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015 dan masih berdampak hingga
sekarang. Secara triwulanan, harga-harga komoditas bahan makanan sudah berangsur
Jan Feb Mar Jan Feb Mar
INFLASI UMUM 125.9 125.5 124.6 5.04 (0.36) 0.74 (0.34) (0.76)
Bahan Makanan 125.7 124.3 120.7 8.14 (1.09) 2.99 (1.13) (2.86)
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau134.7 136.4 137.0 9.61 3.21 1.50 1.23 0.45
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar124.3 122.9 122.8 2.91 0.12 1.27 (1.10) (0.04)
Sandang 120.0 120.9 121.4 5.95 0.81 (0.38) 0.81 0.38
Kesehatan 112.6 112.9 113.3 4.08 0.61 (0.09) 0.32 0.38
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga123.6 123.6 123.3 3.49 (0.15) 0.11 (0.06) (0.21)
Transportasi, Komunikasi dan Jasa129.8 129.9 129.2 1.28 (3.24) (2.74) 0.06 (0.57)
MTMQTQYOY
IHK 2016Komoditi
![Page 43: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/43.jpg)
| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 26
26
pulih yang terlihat dari adanya deflasi sebesar 1,09% (qtq). Penurunan harga daging
ayam ras dan 19 komoditas sayur-sayuran menjadi pendorong utama deflasi di triwulan
I 2016. Namun demikian, tingginya kenaikan harga bumbu-bumbuan terutama bawang
merah dan bawang putih menghambat tercapainya penurunan harga yang lebih tinggi.
Grafik 2. 5. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan
Makanan secara Triwulanan,
Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.6. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan
Makanan per Sub Kelompok Komoditas
Secara bulanan, penurunan harga kelompok komoditas bahan makanan terjadi
pada bulan Februari dan Maret setelah pada bulan Desember 2015 dan Januari 2016
mengalami kenaikan yang sangat tinggi.
2.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di triwulan I 2016
menjadi penyumbang deflasi utama di Provinsi NTT. Adanya penurunan harga BBM,
dan turunnya kebutuhan angkutan udara menjadi penyebab utama deflasi di triwulan I
2016.
Grafik 2. 7. Inflasi Kelompok Komoditas
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.8. Inflasi Kelompok Komoditas
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per
Sub Kelompok Komoditas
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
![Page 44: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/44.jpg)
| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 27
27
Secara tahunan, kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa
keuangan masih mengalami inflasi walaupun cukup rendah. Kenaikan tarif angkutan
udara sebesar 4,08% menjadi penyebab utama inflasi, sedangkan penurunan harga
solar terutama di triwulan I 2016 menjadi penahan utama laju inflasi komoditas.
Secara bulanan, laju inflasi kelompok komoditas transportasi mengalami
penurunan seiring dengan penurunan kebutuhan transportasi pada bulan Januari 2016
dan penurunan harga BBM bersubsidi. Permintaan transportasi kembali meningkat di
bulan Februari seiring dengan adanya rapat koordinasi nasional antara pusat dan
daerah. Pada bulan Maret 2016, kembali terjadi deflasi seiring dengan kembali
menurunnya kebutuhan angkutan udara.
2.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
Kelompok komoditas Makanan jadi, Minuman dan Tembakau pada triwulan I
2016 mengalami inflasi tinggi baik secara triwulanan maupun tahunan. Inflasi tahunan
kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau mencapai 9,61% (yoy)
dan inflasi triwulanan mencapai 3,21% (qtq), menjadi penyumbang utama inflasi
triwulan I 2016. Sejak akhir 2014 hingga triwulan I 2016, komoditas ini selalu
mengalami inflasi terutama disebabkan oleh adanya kenaikan cukai rokok yang
berdampak pada kenaikan harga rokok dan tembakau secara bertahap. Harga
makanan jadi juga menunjukkan kenaikan yang cukup tinggi yang disebabkan oleh
kenaikan harga bahan makanan.
Grafik 2. 9. Inflasi Kelompok Komoditas
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau secara
Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.10. Inflasi Kelompok Komoditas Makanan
Jadi, Minuman dan Tembakau per Sub Kelompok
Komoditas
Harga minuman juga menunjukkan adanya kenaikan harga yang konstan. Kenaikan
harga minuman lebih disebabkan oleh kenaikan dari pabrikan yang sebagian besar berasal dari
Jawa. Kenaikan harga makanan jadi secara struktural lebih disebabkan oleh keterbatasan bahan
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
![Page 45: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/45.jpg)
| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 28
28
baku, kenaikan harga bahan makanan maupun terbatasnya pelaku usaha makanan jadi,
sehingga persaingan harga relatif rendah di NTT.
2.2.4 Komoditas Lainnya
Inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar relatif rendah
baik secara tahunan maupun triwulanan. Biaya bahan bakar dan tempat tinggal relatif
stabil. Inflasi terutama terjadi pada komoditas penyelenggaraan rumah tangga dan
perlengkapan rumah tangga yang disebabkan oleh kenaikan upah pembantu rumah
tangga maupun kenaikan harga gelas, kasur dan barang elektronik seperti kulkas,
mesin cuci dan dispenser.
Inflasi pada kelompok komoditas sandang pada triwulan I 2016 sebesar 5,95
(yoy) meningkat dibanding inflasi di triwulan IV 2015 yang sebesar 5,71% (yoy).
Peningkatan inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan harga sandang anak-anak yang
mengalami kenaikan sebesar 11,38% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.
Inflasi komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga secara triwulanan
mengalami deflasi sebesar -0,15% (qtq). Secara triwulanan, komoditas ini mengalami
inflasi 3,49% dengan pendorong utama inflasi adalah kenaikan biaya pendidikan yang
mengalami inflasi 4,18% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.
Inflasi komoditas jasa kesehatan cenderung melambat dibanding akhir tahun
2015. Secara triwulanan, pergerakan harga juga cenderung stabil dengan kenaikan
pada jasa kesehatan dan obat-obatan, sedangkan komoditas perawatan jasmani dan
kosmetika justru mengalami deflasi dibanding triwulan sebelumnya.
![Page 46: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/46.jpg)
| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 29
29
2.3. Disagregasi Inflasi
Berdasarkan disagregasi inflasi, administered price dan volatile food
mampu menjadi penyebab utama terjadinya deflasi di triwulan I 2016.
Komoditas inflasi inti masih mengalami inflasi dengan pendorong utama
kenaikan harga pada komoditas makanan jadi, kenaikan gaji asisten rumah
tangga, minuman, perlengkapan rumah tangga dan sandang anak. Penurunan
inflasi administered price dan volatile food terutama disebabkan oleh kembali
normalnya aktivitas ekonomi, sehingga permintaan produk mengalami penurunan. Hal
ini terlihat dari penurunan tarif angkutan udara dan sebagian besar bahan makanan.
Membaiknya cuaca dan kembali normalnya pasokan juga menjadi penyebab turunnya
harga komoditas.
Grafik 2. 11. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan
Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur Grafik 2.12. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan
Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur
2.3.1 Kelompok Volatile Foods
Inflasi komoditas yang bergejolak (volatile foods) pada triwulan I 2016
masih menjadi penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT. Namun demikian,
laju inflasi mengalami penurunan dibanding triwulan IV 2015. Secara bulanan,
volatile food mengalami deflasi di bulan Februari dan Maret 2016. Sepanjang triwulan I
2016, inflasi triwulanan kelompok volatile food mengalami deflasi -0,74% (qtq)
dibanding triwulan sebelumnya.
Tingginya inflasi tahunan volatile food disebabkan oleh masih tingginya
kenaikan harga daging ayam ras yang sempat mengalami kekurangan pasokan di akhir
tahun 2015. Walaupun pasokan sudah berangsur normal, harga belum bisa kembali ke
posisi harga sebelumnya dikarenakan adanya kenaikan harga pakan. Tingginya harga
sayur-sayuran di akhir tahun 2015 juga belum kembali ke posisi semula yang masih
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
![Page 47: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/47.jpg)
| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 30
30
menunjukkan adanya inflasi sebesar 15,39% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.
Komoditas lain yang juga menjadi penyumbang utama inflasi antara lain kenaikan
harga beras, bawang merah dan bawang putih, ikan segar, telur dan kacang kedelai.
Penurunan harga sebenarnya sudah terjadi yang terlihat dari deflasi kelompok
volatile food di triwulan I sebesar -0,74% (qtq). Komoditas sayur-sayuran, daging dan
hasil-hasilnya serta padi-padian telah menunjukkan adanya penurunan. Namun
demikian, dikarenakan besar penurunan yang tidak sebesar kenaikan yang terjadi,
inflasi volatile food secara tahunan tetap tinggi. Kurangnya pasokan bawang merah
dan bawang putih serta kenaikan harga kacang kedelai dunia dan kurangnya pasokan
ikan membuat deflasi yang terjadi tidak sebesar yang diharapkan.
2.3.2 Kelompok Administered Prices
Secara triwulanan, Inflasi administered price menjadi penyumbang
terbesar deflasi pada triwulan I 2016. Kembali normalnya tarif angkutan udara
dan penurunan harga BBM dan tarif listrik menjadi penyebab utama deflasi
administered price. Di sisi lain, kenaikan cukai rokok masih menjadi
penghambat utama deflasi di triwulan I 2016. Secara tahunan, inflasi administered
price masih relatif stabil. Kenaikan inflasi hanya terjadi pada komoditas tembakau dan
minuman beralkohol yang mengalami inflasi sebesar 14,87%, sedangkan komoditas
bahan bakar dan transportasi cenderung tetap. Secara bulanan, inflasi administered
price hanya terjadi pada bulan Februari 2016 yang disebabkan oleh kenaikan cukai
rokok dan naiknya tarif angkutan udara seiring dengan adanya acara rapat koordinasi
pusat dan daerah. Minimnya frekuensi angkutan udara membuat setiap adanya
kegiatan bertaraf nasional atau yang mendatangkan banyak orang membuat tarif
angkutan juga mengalami kenaikan. Pada bulan Januari dan Maret 2016, kelompok
administered price mengalami deflasi yang disebabkan oleh kembali normalnya
permintaan angkutan udara dan penurunan subsidi BBM dan listrik.
2.3.3 Kelompok Inti (core)
Di saat kelompok administered price dan volatile food mengalami
deflasi, kelompok inti justru mengalami inflasi di triwulan I 2016 sebesar 0,90%
(qtq). Kenaikan harga makanan jadi, gaji asisten rumah tangga dan minuman
yang tidak beralkohol menjadi penyebab utama inflasi pada kelompok inti.
Secara tahunan, inflasi core inflation sebesar 4,63% (yoy) dengan kenaikan harga
![Page 48: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/48.jpg)
| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 31
31
makanan jadi, biaya tempat tinggal, minuman yang tidak beralkohol dan biaya
pendidikan menjadi penyumbang utama inflasi. Secara bulanan, Inflasi inti mengalami
inflasi pada bulan Januari seiring dengan kenaikan harga makanan jadi dan biaya
asisten rumah tangga, mengalami deflasi di bulan Februari seiring dengan turunnya
biaya tempat tinggal dan kembali mengalami inflasi di bulan Maret 2016 terutama
disebabkan oleh meningkatnya harga makanan jadi, minuman tak beralkohol, sandang
anak dan biaya perawatan jasmani dan kosmetika.
Grafik 2.13. Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6
bulan ke Depan
Sumber : Bank Indonesia, diolah
2.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota
2.4.1 Inflasi Kota Kupang
Inflasi Kota Kupang pada triwulan I 2016 mengalami penurunan
sebesar 0,40% (qtq) lebih besar dibanding inflasi NTT yang sebesar 0,36% (qtq).
Besarnya penurunan inflasi Kota Kupang lebih disebabkan oleh tingginya
inflasi di tahun 2015, sehingga harga kembali melakukan normalisasi dengan
penurunan yang lebih besar. Besarnya inflasi Kota Kupang terlihat dari nilai inflasi
tahunan yang mencapai 5,16% (yoy) lebih besar dibanding inflasi Provinsi NTT yang
sebesar 5,04% (yoy). Pergerakan inflasi bulanan cenderung identik dengan inflasi
bulanan Provinsi NTT lebih disebabkan oleh besarnya bobot Kota Kupang yang
mencapai 87% dari total bobot inflasi di NTT.
![Page 49: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/49.jpg)
| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 32
32
Grafik 2.14. Inflasi Tahunan
Kota Kupang Grafik 2.15. Inflasi Triwulanan
Kota Kupang Grafik 2.16. Inflasi Bulanan
Kota Kupang
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Inflasi komoditas bahan makanan masih menjadi penyumbang utama inflasi di
Kota Kupang terutama disebabkan oleh tingginya inflasi sayur-sayuran, daging dan
hasil-hasilnya, ikan segar dan padi-padian. Komoditas makanan jadi menjadi
penyumbang inflasi terbesar kedua yang disebabkan oleh inflasi semua unsur
pembentuknya.
Deflasi yang terjadi pada triwulan I 2016 lebih disebabkan oleh kembali
turunnya tarif angkutan udara setelah di akhir tahun 2015 mengalami kenaikan tinggi
seiring dengan adanya even HKSN dan natal bersama yang dipusatkan di Kupang.
Kenaikan harga terjadi pada komoditas makanan jadi seiring dengan kenaikan cukai
rokok dan harga makanan jadi dan minuman. Adapun harga komoditas lainnya tidak
mengalami perubahan yang berarti.
Secara bulanan, inflasi masih terjadi di bulan Januari 2016. pada bulan Februari
dan Maret 2016, Kota Kupang mengalami deflasi dengan deflasi bahan makanan dan
transportasi sebagai penyebab utama penurunan harga.
Tabel 2.6. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
Sumber : BPS, diolah
Jan Feb Mar Jan Feb Mar
INFLASI UMUM 127.1 126.6 125.6 5.16 (0.40) 0.78 (0.42) (0.76)
Bahan Makanan 128.4 126.7 123.0 8.70 (0.72) 3.61 (1.32) (2.89)
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau134.1 135.8 136.3 10.00 3.12 1.41 1.31 0.38
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar125.3 123.7 123.6 2.66 (0.35) 1.00 (1.27) (0.07)
Sandang 121.5 122.5 123.1 6.44 0.73 (0.52) 0.84 0.42
Kesehatan 112.7 113.1 113.6 4.16 0.65 (0.16) 0.36 0.44
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga121.1 121.0 120.7 3.02 (0.18) 0.13 (0.07) (0.25)
Transportasi, Komunikasi dan Jasa132.0 132.1 131.5 1.61 (3.24) (2.85) 0.08 (0.48)
KomoditiIHK 2016
YOY QTQMTM
![Page 50: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/50.jpg)
| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 33
33
2.4.2 Inflasi Kota Maumere
Inflasi Kota Maumere secara tahunan sebesar 4,16% (yoy), masih lebih
rendah dibanding inflasi NTT yang sebesar 5,04% (yoy). Namun demikian, gap
inflasi mengalami penurunan seiring dengan deflasi triwulan I 2016 yang hanya
sebesar 0,09% (qtq), lebih rendah dibanding deflasi NTT. Rendahnya deflasi
terutama disebabkan oleh kondisi inflasi di bulan Februari yang masih mengalami
inflasi, dan di saat yang sama Kota Kupang justru mengalami deflasi.
Grafik 2.17. Inflasi Tahunan
Kota Maumere Grafik 2.18. Inflasi Triwulanan
Kota Maumere Grafik 2.19. Inflasi Bulanan
Kota Maumere
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Cukup rendahnya inflasi di Kota Maumere membuat penurunan harga juga
tidak terjadi secara signifikan. Secara tahunan, inflasi Kota Maumere lebih disebabkan
oleh kenaikan harga bahan makanan, makanan jadi, minuman dan tembakau serta
kenaikan biaya tempat tinggal. Berdasarkan bahan makanan, kenaikan terbesar justru
terjadi pada kenaikan harga ayam kampung hidup yang naik hingga 72,23% (yoy) dan
menyumbang inflasi hingga 2,16% (sum-yoy). Adanya pembatasan supplier pembelian
DOC di awal tahun 2015 masih menjadi penyebab utama melambungnya harga ayam
hidup. Ikan selar diawetkan juga mengalami kenaikan signifikan hingga 213,49% (yoy)
dibanding tahun sebelumnya yang menyumbang inflasi bahan makanan hingga 0,33%
(sum-yoy). Di sisi lain, turunnya harga sayur-sayuran dan ikan segar mampu menahan
laju inflasi bahan makanan.
Kenaikan harga makanan jadi, minuman dan tembakau lebih disebabkan oleh
kenaikan cukai rokok yang cukup besar, sehingga harga jual meningkat hingga 7,06%
(qtq) dan berkontribusi terhadap inflasi hingga 0,36% (sum-qtq). Adapun kenaikan
harga makanan jadi lebih disebabkan oleh kenaikan harga yang telah terjadi di bulan
Juli-Agustus 2015. Biaya tempat tinggal pada komoditas perumahan menjadi
komoditas penyumbang inflasi terbesar lainnya, sedangkan komoditas lainnya
cenderung stabil.
![Page 51: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/51.jpg)
| Bab II Perkembangan Inflasi Daerah 34
34
Secara triwulanan, hanya komoditas bahan makanan dan transportasi yang
mengalami deflasi. Namun demikian, dikarenakan sumbangan terhadap total konsumsi
yang cukup besar, kedua kelompok komoditas tersebut mampu menurunkan inflasi di
Kota Maumere. Kembali normalnya permintaan dan penurunan penumpang
diperkirakan menjadi penyebab utama deflasi pada kedua kelompok komoditas
tersebut.
Tabel 2.7. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
Sumber : BPS, diolah
2.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID
Selama triwulan I 2016, TPID tidak melakukan rapat baik teknis
maupun HLM. Hal ini lebih disebabkan oleh karakter inflasi di NTT yang memang
cenderung mengalami penurunan di awal tahun, sehingga langkah-langkah aksi dan
mitigasi dinilai belum terlalu diperlukan. Dalam rangka mengantisipasi adanya potensi
kerawanan pangan, TPID baru melakukan perencanaan yang diadakan pada bulan April
2016 melalui rapat teknis.
Gambar 2.1. Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan I 2016 dan
Sebaran Pembentukan TPID
Sumber : Sekretariat TPID, diolah
Jan Feb Mar Jan Feb Mar
INFLASI UMUM 118.1 118.4 117.5 4.16 (0.09) 0.42 0.27 (0.77)
Bahan Makanan 107.9 108.3 105.5 4.05 (3.84) (1.57) 0.34 (2.64)
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau139.1 140.2 141.4 7.21 3.77 2.10 0.74 0.89
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar117.5 117.6 117.8 4.66 3.49 3.23 0.10 0.15
Sandang 109.7 110.4 110.5 2.48 1.40 0.67 0.58 0.14
Kesehatan 111.6 111.6 111.6 3.56 0.35 0.35 - -
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga140.4 140.5 140.4 6.21 - - 0.01 (0.01)
Transportasi, Komunikasi dan Jasa115.6 115.5 114.0 (1.14) (3.24) (1.89) (0.08) (1.30)
IHK 2016YOY QTQ
MTMKomoditi
![Page 52: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/52.jpg)
Boks 2. | El Nino dan Potensi Rawan Pangan di NTT 35
Perkembangan kondisi potensi rawan pangan di NTT menunjukkan kondisi yang
membaik. Walaupun total gagal tanam meningkat menjadi 59,7 ribu ha dibanding posisi
Januari 2016 yang sebesar 34,8 ribu ha, namun dibanding total luas lahan tanam, prosentase
gagal tanam mengalami penurunan menjadi hanya 11,71% dibanding bulan Januari yang
mencapai 30,5%. Total luas tanam tanaman pangan hingga posisi bulan April 2016 mencapai
509,72 ribu ha, dengan penanaman terbesar pada komoditas padi dengan total luas tanam
sebesar 247 ribu ha, disusul oleh tanaman jagung yang seluas 232 ribu ha, ubi kayu seluas 26
ribu ha dan ubi jalar dengan total tanam seluas 5 ribu ha.
Kabupaten Sikka menjadi Kabupaten yang paling berpotensi mengalami rawan pangan
yang disebabkan oleh kegagalan tanam 66,0% total tanaman pangan yang ditanam. Dari total
13 ribu ha lahan tanaman pangan, seluas 8,6 ribu ha mengalami gagal tanam. Kabupaten
Timor Tengah Utara, Alor, dan Lembata juga menjadi daerah dengan prosentase gagal tanam
yang lebih dari 30% dari total luas tanam. Daerah dengan kegagalan tanam cukup tinggi
lainnya adalah Flores Timur dan Ende.
Dari total 22 kabupaten/kota, terdapat 11 Kabupaten/kota yang relatif rendah
prosentase gagal tanam yang dialami. Untungnya, sebagian besar daerah yang relatif aman dari
gagal tanam merupakan kantong produksi, sehingga secara total, gangguan produksi relatif
terjaga. Permasalahan yang timbul saat ini lebih dikarenakan adanya penyakit tanaman yang
membuat produktifitas mengalami penurunan.
Gambar Boks 2.1. Peta Daerah dengan Potensi kerusakan tanam Posisi 29 April 2016
Sumber : Badan Ketahanan Pangan Provinsi NTT, diolah
Berdasarkan komoditas, potensi gagal tanam tertinggi dialami oleh tanaman jagung
yang mencapai 15,93% dari total luas tanam atau sebesar 37 ribu ha. Tanaman padi
mengalami gagal tanam yang cukup besar hingga 20 ribu ha atau setara dengan 8,23% dari
total luas tanam. Ubi kayu dan Ubi jalar juga mengalami gagal tanam namun tidak terlalu besar
dikarenakan luas tanam yang juga relatif kecil. Dari total lahan yang gagal tanam tersebut,
petani berpotensi mengalami kerugian lebih kurang setara dengan 700 miliar rupiah.
![Page 53: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/53.jpg)
Boks 2. | El Nino dan Potensi Rawan Pangan di NTT 36
Gambar Boks 2.2. Total Luas Tanam dan Gagal
Tanam pada Tanaman Pangan di NTT Grafik Boks 2.1. Hubungan Alokasi Pupuk
Bersubsidi dengan Produktivitas Padi
Sumber : Badan Ketahanan Pangan Provinsi NTT, diolah Sumber : Dinas Pertanian dan BPS, diolah
Untuk meminimalisir potensi kerugian yang ada, maka peningkatan produktifitas pada
lahan yang tidak terdampak gagal tanam diharapkan dapat menjadi fokus utama. Berdasarkan
data perbandingan penyaluran alokasi pupuk subsidi per ha lahan dengan produktifitas
menunjukkan adanya korelasi positif antara keduanya. Semakin banyak pemupukan lahan per
ha, maka produktifitas juga cenderung meningkat. Berdasarkan data tersebut juga terlihat ada
permasalahan terkait rendahnya produktifitas padi di NTT yang salah satunya juga disebabkan
oleh alokasi pupuk subsidi per ha lahan yang relatif minim.
Grafik Boks 2.2. Prakiraan
Curah Hujan Bulan Mei 2016 Grafik Boks 2.3. Prakiraan
Curah Hujan Bulan Juni 2016 Grafik Boks 2.4. Prakiraan
Curah Hujan Bulan Juli 2016
Sumber : BMKG Sumber : BMKG Sumber : BMKG
Estimasi cuaca 3 bulan ke depan menunjukkan adanya potensi kemarau terutama mulai
bulan Juni 2016 di NTT. Adanya hujan beberapa hari di bulan Mei 2016 lebih disebabkan oleh
adanya anomali cuaca dan akan segera berakhir. Berdasarkan prakiraan cuaca BMKG, terlihat
bahwa potensi kering atau curah hujan rendah terjadi di Bulan Juli 2016, bahkan terendah
dibanding provinsi lain. Dengan kondisi kering tersebut, maka potensi gagal tanam/panen
untuk tanaman pangan yang masih ada juga akan cukup besar. Walaupun menteri pertanian
telah menyampaikan bahwa pada bulan Juli September berpotensi terjadi La Nina, namun
BMKG belum menyampaikan rilis resmi terkait hal tersebut. Walaupun 90% total luas tanaman
pangan sudah ditanam, namun potensi kerawanan pangan harus tetap diperhatikan hingga
musim hujan kembali tiba. Untuk meminimalisir potensi rawan pangan tersebut, maka
pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan bantuan pangan dari cadangan beras
kabupaten/kota sebanyak 100 ton, pemerintah provinsi memiliki cadangan beras sebanyak 200
ton dan BULOG masih memiliki cadangan beras lebih dari 30 ribu ton. Bahkan saat ini terdapat
rencana untuk kembali mendatangkan beras dari Jawa.
![Page 54: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/54.jpg)
![Page 55: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/55.jpg)
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 37
Kinerja perbankan dan sistem pembayaran mengalami perlambatan yang
terlihat dari perlambatan aset perbankan, DPK dan net inflow sistem
pembayaran
Indikator kinerja perbankan secara year-on-year (yoy) mengalami
perlambatan, sementara itu secara triwulanan (qtq) tumbuh lebih baik dari
periode sebelumnya.
Seiring dengan melambatnya kinerja perbankan, indikator peredaran uang
tunai juga menunjukkan adanya perlambatan. Sementara itu, transaksi kliring
mengalami peningkatan lebih dikarenakan kenaikan plafon penggunaan
kliring hingga 500 juta rupiah.
Kesehatan perbankan masih menunjukkan kondisi perbankan yang sehat
yang terlihat dari nilai NPL sebesar 1,8% di bawah 5%.
3.1. KONDISI UMUM
Kinerja perbankan di Provinsi NTT secara year-on-year pada triwulan I
2016 masih mengalami perlambatan. Hal ini tercermin dari beberapa indikator
kinerja perbankan, seperti Aset pada triwulan ini hanya mampu tumbuh sebesar 3,80%
(yoy) atau mencapai Rp.31,47 triliun. Dana Pihak Ketiga (DPK) juga melambat 12,09%
(yoy) atau dengan nominal mencapai Rp.22,54 triliun. Namun demikian, pertumbuhan
penyaluran kredit perbankan di NTT secara umum menunjukkan peningkatan. Selain
itu, angka rasio likuiditas atau Loan to Deposit Ratio (LDR) pada triwulan I 2016 sebesar
88,35% lebih rendah dari triwulan IV 2015 yang mencapai 89,98%. Kondisi NPL juga
masih menunjukkan kondisi perbankan yang sehat walaupun terjadi kenaikan
dibanding triwulan sebelumnya.
Grafik 3.1. Perkembangan Kinerja Perbankan Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
Aset (miliar) Kredit (miliar) DPK (miliar)
y-o-y aset y-o-y kredit y-o-y DPK
0,0%
0,5%
1,0%
1,5%
2,0%
2,5%
78%
80%
82%
84%
86%
88%
90%
92%
94%
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
LDR NPL
Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah
![Page 56: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/56.jpg)
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 38
Secara umum perkembangan sistem pembayaran di provinsi NTT pada triwulan I
2016 menunjukkan perlambatan. Hal ini didorong oleh melambatnya sistem
pembayaran tunai, dan non tunai dalam hal ini BI-RTGS. Sementara itu, SKNBI hingga
triwulan I 2016 mengalami perkembangan yang signifkan.
Sistem Pembayaran Tunai mengalami net-inflow atau jumlah uang masuk di
Bank Indonesia lebih besar daripada uang yang beredar. Net-inflow Sistem Pembayaran
Tunai di NTT pada triwulan ini sebesar Rp.1,50 triliun atau 3,50% (yoy) lebih rendah
dibandingkan dengan tahun lalu pada periode yang sama. Besarnya Net inflow pada
periode ini merupakan pola pergerakan sistem pembayaran tunai setiap awal tahun.
Selain itu, terjadi faktor siklikal di awal tahun karena adanya arus balik dana perbankan
dan masyarakat ke Bank Indonesia pasca tingginya kebutuhan uang kartal pada periode
Natal dan Liburan akhir tahun 2015.
Pada triwulan I 2016 uang palsu yang ditemukan atau dilaporkan di Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT menurun dibanding triwulan sebelumnya. Pada
triwulan ini uang palsu yang dilaporkan sebanyak 25 lembar. Adanya laporan uang
palsu di Bank Indonesia, mencerminkan semakin bertambahnya pengetahuan dan
kesadaran masyarakat serta perbankan tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah.
Sistem Pembayaran Non Tunai fasilitas Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI) di NTT pada triwulan I 2016 dari sisi volume maupun nominal mengalami
peningkatan. Selain itu, pertumbuhan transaksi SKNBI di NTT juga masih tetap berada
di atas pertumbuhan Nasional. Peningkatan volume dan nominal transaksi pembayaran
melalui SKNBI merupakan dampak diimplementasikannya sistem BI-RTGS Gen II pada
tanggal 16 November 2015 dimana batasan transaksi pembayaran dengan
menggunakan sistem BI-RTGS yaitu minimal Rp.100 juta, sementara sampai dengan 30
Juni 2016 tidak terdapat batasan transfer dana dengan menggunakan SKNBI.
Sementara itu, transaksi BI-RTGS pada triwulan I 2016 mencapai Rp.8,69 triliun,
masih terus mengalami penurunan bila dibandingkan pertumbuhan triwulan
sebelumnya. Untuk diketahui bahwa penurunan transaksi pembayaran melalui BI-RTGS
disebabkan oleh perubahan ketentuan tentang BI-RTGS dan SKNBI. Hal ini sejalan
dengan arah pengembangan sistem BI-RTGS untuk transaksi yang bersifat high value.
![Page 57: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/57.jpg)
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 39
Grafik 3.3. Perkembangan SKNBI
3.2. PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM
Pada Triwulan I 2016 perkembangan kinerja (year-on-year) bank umum
secara Nasional maupun di Provinsi NTT mengalami perlambatan. Perlambatan
kinerja perbankan di NTT didorong oleh melambatnya komponen Aset sebesar 3,53%
(yoy) dan penghimpunan DPK sebesar 11,84% (yoy). Sementara itu, penyaluran Kredit
bank umum di NTT berdasarkan lokasi proyek mengalami peningkatan sebesar 15,03%
(yoy), lebih tinggi dari triwulan IV 2015 sebesar 14,61% (yoy).
3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif
Perkembangan Aset Bank Umum di NTT maupun secara Nasional pada
triwulan I 2016 mengalami perlambatan. Aset Bank Umum di NTT pada triwulan I
2016 mencapai Rp.30,93 triliun, masih menunjukkan perlambatan bila dibandingkan
dengan periode sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan Aset
Bank Pemerintah dan Bank Swasta. Aset Bank Pemerintah pada triwulan ini mengalami
perlambatan paling besar yakni dari 12,18% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi
3,11% (yoy). Sementara itu, Aset Bank Swasta juga melambat sebesar 6,94% (yoy)
pada triwulan I 2016, atau lebih rendah dari triwulan IV 2015 yang sebesar 8,69%
(yoy). Selain itu, perlambatan Aset perbankan di NTT juga disebabkan oleh menurunnya
aset antar kantor dan penempatan pada bank lain.
-100,00%
0,00%
100,00%
200,00%
300,00%
400,00%
500,00%
-30,00%
-20,00%
-10,00%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
Y-o-Y
Volume Kliring Nominal Kliring Volume Cek/BG Kosong Nominal Cek/BG Kosong
Sumber: Bank Indonesia Diolah
![Page 58: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/58.jpg)
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 40
Grafik 3.4. Komposisi Aset Berdasarkan Kelompok Bank
3.2.2. Dana Pihak Ketiga
Pada triwulan I 2016 penghimpunan DPK di NTT mencapai Rp.22,14 triliun
atau tumbuh melambat. Walaupun melambat, pertumbuhan DPK di NTT masih
berada di atas pertumbuhan DPK Nasional. Pertumbuhan DPK Bank Umum pada
periode ini mengalami perlambatan sebesar 11,84% (yoy), lebih rendah bila
dibandingkan triwulan IV 2015 yang mencapai 16,84% (yoy). Perlambatan tersebut
didorong oleh melambatnya komponen Giro sebesar 4,42% (yoy) dan Deposito sebesar
13,41% (yoy), lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan IV 2015. Sementara itu,
komponen Tabungan pada periode ini hanya mengalami sedikit perlambatan.
Berdasarkan golongan pemilik, golongan Perorangan memiliki bagian terbesar
dalam DPK, diikuti oleh golongan Pemerintah, Swasta dan Lainnya. Berdasarkan
pertumbuhannya, golongan Swasta mengalami pertumbuhan paling melambat
dibandingkan golongan Lainnya.
Grafik 3.5. Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu Grafik 3.6. Komposisi DPK Berdasarkan Golongan
Nasabah
88,61%
11,39%
BANK PEMERINTAH
BANK SWASTA NASIONAL
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
<=1 BULAN <=3 BULAN <=6 BULAN <=12 BULAN >12 BULAN
PEMERINTAH SWASTA PERORANGAN LAINNYA
4.697
467539
13
2.089
279
3.525
41150
1.016
9.320
7
P E M E R I N TA H S W A S T A P E R O R A N GA N L A I N N Y A
( RP M I L IA R)Giro Deposito Tabungan
Sumber: Bank Indonesia Diolah
Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah
![Page 59: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/59.jpg)
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 41
Kelompok Tabungan masih memiliki porsi yang paling besar yakni sebesar
47,39%, diikuti oleh Deposito sebesar 26,80% dan Giro 25,81%. Komponen
Tabungan masih didominasi oleh golongan Perorangan sebesar 88,82%, Swasta
9,68%, Pemerintah 1,43%, dan Lainnya 0,07%.
Berdasarkan komposisi Deposito pada triwulan I 2016, golongan Perorangan
mendapat share terbesar dibandingkan golongan Pemerintah, Swasta, dan Lainnya.
Pertumbuhan golongan Pemerintah pada triwulan ini mengalami perlambatan yang
paling tinggi yaitu sebesar 12,30% (yoy), kemudian Lainnya 5,31% (yoy). Sementara
itu, golongan Swasta meningkat menjadi 8,56% (yoy) dan Perorangan 13,72% (yoy)
lebih tinggi dari triwulan IV 2015.
Pada triwulan I 2016, andil terbesar pada komponen Giro adalah golongan
Pemerintah, selanjutnya Perorangan, Swasta dan Lainnya. Namun demikian, golongan
Swasta dan Perorangan menjadi pendorong melambatnya Giro pada triwulan ini.
Sementara itu, pertumbuhan Giro golongan Lainnya dan Pemerintah masing-masing
tumbuh sebesar 13,51% (yoy) dan 0,59% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya.
Grafik 3.7. Pertumbuhan DPK Grafik 3.8. Komposisi DPK
Ditinjau dari suku bunga, pada triwulan I 2016 rata-rata suku bunga simpanan
mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan IV 2015. Rata-rata suku bunga
simpanan pada triwulan I 2016 sebesar 3,40%, sedikit lebih rendah dibandingkan
triwulan IV 2015 yang mencapai 3,42%. Penurunan suku bunga tidak terlalu
berdampak terhadap jumlah nasabah yang melakukan simpanan pada triwulan ini yang
meningkat 13,02% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang hanya
mencapai 8,66% (yoy).
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
IV-2013 I-2014 II-2014 III-2014 IV-2014 I-2015 II-2015 III-2015 IV-2015 I-2016
Giro (yoy) Deposito (yoy) Tabungan (yoy)
24,2% 29,4% 26,7%20,0%
27,6% 29,3% 29,4%20,7% 25,8%
25,5%25,0% 26,0%
24,1%
26,4% 28,7% 27,6%
24,1%26,8%
50,2% 45,6% 47,4%55,9%
45,9% 42,0% 43,0%55,3%
47,4%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I-2014 II-2014 III-2014 IV-2014 I-2015 II-2015 III-2015 IV-2015 I-2016
Share
Giro Deposito Tabungan DPK (yoy)
Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah
![Page 60: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/60.jpg)
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 42
Grafik 3.9. Suku Bunga Simpanan
3.2.3. Penyaluran Kredit / Pembiayaan
Pada triwulan I 2016 penyaluran kredit perbankan berdasarkan lokasi
proyek di NTT mencapai Rp.20,52 triliun atau mengalami peningkatan,
sementara secara Nasional mengalami perlambatan. Pertumbuhan kredit yang
meningkat pada triwulan I 2016 didorong oleh pertumbuhan kredit Modal Kerja dan
Konsumsi. Namun demikian, kredit Investasi mengalami perlambatan. Peningkatan
kredit Modal Kerja dan Konsumsi menggambarkan adanya gairah pengembangan
usaha dan semakin tingginya daya beli masyarakat di NTT.
Grafik 3.10. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan
Jenis Penggunaan
Grafik 3.11. Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis
Penggunaan
Berdasarkan Sektor Ekonomi, pada triwulan I 2016 terdapat beberapa sektor
yang mendorong meningkatnya penyaluran Kredit, diantaranya Kredit Sektor Industri
Pengolahan yang meningkat sebesar 144,34% (yoy), sektor Penyediaan Akomodasi dan
Penyediaan Makan Minum juga mengalami peningkatan sebesar 61,27% (yoy).
0,00%
1,00%
2,00%
3,00%
4,00%
5,00%
6,00%
7,00%
8,00%
9,00%
IV-2013 I-2014 II-2014 III-2014 IV-2014 I-2015 II-2015 III-2015 IV-2015 I-2016
Suku Bunga Giro Suku Bunga Deposito Suku Bunga Tabungan
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
y-o-y kredit y-o-y modal kerja y-o-y investasi y-o-y konsumsi
Modal Kerja; 29,85%
Investasi; 7,64%
Konsumsi; 62,51%
Sumber: Bank Indonesia Diolah
Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah
![Page 61: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/61.jpg)
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 43
Kemudian Sektor Perikanan meningkat sebesar 58,61% (yoy) lebih tinggi dari triwulan
IV 2015.
Berdasarkan sektor usaha, pangsa penyaluran kredit terbesar pada triwulan I
2016 di Provinsi NTT adalah sektor penerima kredit bukan lapangan usaha (konsumsi),
kemudian sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor konstruksi.
Secara spasial, Kota Kupang mendapat penyaluran kredit terbesar dengan pangsa
23,41%, diikuti oleh Kabupaten Kupang 9,82%, Kabupaten Belu 8,09%, Kabupaten
Sikka 6,52%, dan Kabupaten Ende 5,62%. Sementara itu, berdasarkan pertumbuhan
kredit, Kabupaten/Kota yang menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit di NTT
adalah Kabupaten Ngada, Timor Tengah Utara dan Manggarai.
3.2.4. Suku Bunga
Pada triwulan I 2016 rata-rata suku bunga kredit Bank Umum di NTT
mengalami penurunan. Berdasarkan jenis penggunaan, suku bunga Kredit Investasi
mengalami penurunan yang terbesar, kemudian diikuti oleh suku bunga Kredit Modal
Kerja. Namun demkian, pada triwulan ini suku bunga Kredit Konsumsi mengalami
sedikit peningkatan dibandingkan dengan Triwulan IV 2015. Berdasarkan nilai suku
bunga, kredit Konsumsi juga memiliki suku bunga tertinggi dibandingkan suku bunga
kredit yang lain. Dengan adanya penurunan suku bunga Kredit Investasi dan Modal
Kerja ini, diharapkan dapat mendorong laju pertumbuhan kredit terutama dalam
penggunaan Modal Kerja dan Investasi, sehingga masyarakat semakin tertarik untuk
berinvestasi serta dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT.
Grafik 3.12. Komposisi Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi
63,89%
25,63%
2,66%
2,19%
1,01%
Penerima Kredit Bukan LapanganUsaha
Perdagangan Besar Dan Eceran
Konstruksi
Penyediaan Akomodasi DanPenyediaan Makan Minum
Pertanian, Perburuan DanKehutanan
Sumber: Bank Indonesia Diolah
![Page 62: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/62.jpg)
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 44
Grafik 3.13. Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate
Grafik 3.14. Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku
Bunga
3.2.5. Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah
Penyaluran kredit UMKM di NTT pada triwulan I 2016 mengalami
peningkatan 18,22% (yoy) atau dengan nominal sebesar Rp.6,19 triliun. Selain
itu, pertumbuhan kredit UMKM di NTT pada triwulan ini juga masih berada di atas
pertumbuhan Nasional. Rasio kredit UMKM dibandingkan dengan total kredit yang
disalurkan Bank Umum di NTT pada triwulan I 2016 mencapai 31,64%, sedikit lebih
tinggi dibanding triwulan IV 2015.
Peningkatan pertumbuhan Kredit UMKM pada triwulan I 2016 didorong oleh
meningkatnya penyaluran Kredit Kecil sebesar 12,19% (yoy) dan Kredit Mikro sebesar
17,15% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015. Sementara itu, Kredit Menengah pada
triwulan ini mengalami perlambatan sebesar 28,60% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan IV 2015 yang mencapai 40,71% (yoy).
Grafik 3.15. Komposisi Kredit UMKM Grafik 3.16. Share Kredit UMKM Berdasarkan
Sektor Ekonomi
Berdasarkan penggunaan, Kredit UMKM untuk Modal Kerja dan Investasi pada
periode ini sama-sama mengalami peningkatan lebih tinggi dari triwulan sebelumnya.
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
Kredit (yoy) Ratio NPL BI Rate
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
0,00%
2,00%
4,00%
6,00%
8,00%
10,00%
12,00%
14,00%
16,00%
18,00%
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
Modal Kerja Investasi Konsumsi Rata-rata BI Rate
MIKRO26,08%
MENENGAH31,35%
KECIL42,57%
Perdagangan Besar Dan Eceran; 73,41%
Konstruksi; 7,09%
Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum; 3,10%
Pertanian, Perburuan Dan Kehutanan; 2,74%
Real Estate, Usaha Persewaan,
Dan Jasa Perusahaan; 2,70%
Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah
Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah
![Page 63: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/63.jpg)
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 45
Sementara itu, dilihat dari sisi sektor ekonomi pertumbuhan Kredit UMKM didorong
oleh sektor Listrik, Gas dan Air, sektor Perikanan, dan Konstruksi.
Grafik 3.17. Perkembangan UMKM Grafik 3.18. Perkembangan UMKM Berdasarkan
Jenis Penggunaan
Berdasarkan komposisi kredit UMKM, Kredit Modal Kerja (KMK) mendominasi
penyaluran kredit ini dengan porsi sebesar 83,84% dari total kredit UMKM. Sementara
itu, kredit Investasi hanya sebesar 16,16% dari total kredit UMKM.
3.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Pada triwulan I 2016 pertumbuhan kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
juga mengalami perlambatan. Perlambatan tersebut didorong oleh melambatnya
Aset dan Kredit BPR, sementara itu DPK BPR mengalami peningkatan. Sementara itu,
penyaluran Kredit BPR juga mengalami perlambatan terutama disebabkan oleh
melambatnya kredit Modal Kerja dan Investasi.
Tabel 3.1.Perkembangan Kinerja BPR
Walaupun beberapa indikator kinerja BPR mengalami perlambatan,
penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) oleh BPR pada triwulan ini mengalami
peningkatan. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya kelompok Deposito dan
Tabungan yang masing-masing sebesar 39,76% (yoy) dan 8,20% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2015.
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
-
1.000,00
2.000,00
3.000,00
4.000,00
5.000,00
6.000,00
7.000,00
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016KREDIT UMKM NPL Kredit UMKM Kredit UMKM (yoy) Ratio NPL UMKM
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
MODAL KERJA INVESTASI MODAL KERJA (YOY) INVESTASI (YOY)
Indikator 2016
Utama I II III IV I
Aset (miliar) 336,87 415,26 436,99 454,41 481,56 509,90 534,58
y-o-y aset 34,35% 23,27% 27,30% 26,50% 28,90% 22,79% 22,33%
Kredit (miliar) 255,73 318,54 330,21 348,80 353,59 365,85 368,21
y-o-y kredit 45,80% 24,56% 22,27% 18,59% 15,45% 14,85% 11,51%
DPK (miliar) 247,60 308,97 311,39 330,86 352,91 381,16 402,54
y-o-y DPK 33,00% 24,79% 24,45% 28,69% 28,43% 23,36% 29,27%
LDR 84,26% 79,40% 80,46% 82,38% 80,52% 76,70% 77,55%
NPL 4,45% 4,76% 5,46% 5,71% 6,05% 5,40% 6,16%
201420132015
Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah
![Page 64: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/64.jpg)
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 46
Grafik 3.19. Komposisi DPK BPR Grafik 3.20. Pertumbuhan DPK BPR
Berdasarkan pangsa kredit, Penyaluran Kredit Modal Kerja mengambil porsi
terbesar dari total Kredit BPR yakni sebesar 51,29% (yoy), kemudian Kredit Konsumsi
sebesar 32,94% dan Kredit Investasi 15,77%.
Grafik 3.21. Kredit BPR Berdasarkan Sektor
Ekonomi
Grafik 3.22. Share Kredit dan NPL Berdasarkan
Sektor Ekonomi
3.4. Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau Perkembangan perbankan berdasarkan sebaran pulau dibagi menjadi tiga pulau,
yaitu pulau Flores, Sumba dan Timor. Pada triwulan I 2016 pertumbuhan Aset di pulau
Flores mencatat pertumbuhan yang terbaik diantara pulau Sumba dan Timor.
Sementara itu, berdasarkan penghimpunan DPK, pertumbuhan pulau Timor yang
terbaik dibandingkan pulau Flores dan Sumba. Kemudian apabila dilihat berdasarkan
penyaluran Kredit, pulau Flores sedikit lebih baik dibandingkan Sumba dan Timor.
Deposito69,36%
Tabungan30,64%
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
40,00%
45,00%
-
50,00
100,00
150,00
200,00
250,00
300,00
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
Deposito Tabungan y-o-y deposito y-o-y tabungan
0,09%
0,10%
0,24%
0,53%
0,77%
0,93%
0,98%
1,09%
1,10%
1,21%
1,25%
2,57%
3,81%
4,92%
7,87%
9,48%
9,98%
21,21%
31,86%
0,00% 5,00% 10,00% 15,00% 20,00% 25,00% 30,00% 35,00%
Listrik, Gas dan Air
Pertambangan dan Penggalian
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Industri Pengolahan
Real Estate
Perikanan
Jasa Pendidikan
Bukan Lapangan Usaha - Rumah Tangga
Pertanian, Perburuan dan Kehutanan
Administrasi Pemerintahan, Pertanahan & Jaminan…
Perantara Keuangan
Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan-minum
Jasa Perorangan yang melayani Rumah Tangga
Kegiatan Usaha yang Belum Jelas Batasannya
Jasa Kemasyarakatan, SosBud, Hiburan & Perseorangan…
Konstruksi
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi
Perdagangan Besar dan Eceran
Bukan Lapangan Usaha - Lainnya
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%50%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
Pe
rta
nia
n,
Pe
rbu
rua
n…
Per
ikan
an
Per
tam
ban
gan
dan
…
Ind
ust
ri P
engo
lah
an
List
rik, G
as d
an A
ir
Kons
truk
si
Perd
agan
gan
Besa
r…
Peny
edia
an…
Tran
spo
rtas
i,…
Pe
ran
tara
Ke
ua
ng
an
Rea
l Est
ate
Ad
min
istr
asi…
Jasa
Pen
did
ikan
Jasa
Ke
seh
ata
n d
an…
Jasa
Kem
asya
raka
tan,
…
Jasa
Per
ora
nga
n y
ang…
Kegi
atan
Usa
ha
Yang
…
Ru
ma
h T
an
gga
Buk
an L
apan
gan…
Share thd NPL Share thd Kredit
Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah
Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah
![Page 65: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/65.jpg)
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 47
Grafik 3.23. Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
3.4.1. Pulau Flores
Kinerja perbankan di pulau Flores pada triwulan I 2016 relatif melambat.
Hal ini tercermin dari pertumbuhan Aset perbankan di pulau Flores yang tumbuh
melambat sebesar 7,09% (yoy) atau sebesar Rp.9,12 triliun lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan pada triwulan IV 2015. Penghimpunan DPK pada triwulan I 2016 juga
melambat 5,19% (yoy) atau dengan nominal sebesar Rp.7,84 triliun. Sementara itu,
penyaluran kredit di Pulau Flores pada triwulan I 2016 sedikit meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Angka rasio kredit macet (NPL) di Pulau Flores pada triwulan I
2016 mengalami peningkatan, dari 1,39% pada triwulan IV 2015 menjadi 1,90% pada
triwulan I 2016. Selain itu, rasio likuiditas di Pulau Flores pada triwulan I 2016 juga
meningkat sebesar 93,33% lebih tinggi dari triwulan IV 2015 yang hanya sebesar
92,15%.
Grafik 3.24. Komposisi DPK di Pulau Flores Grafik 3.25. Komposisi Kredit di Pulau Flores
1,45%
1,50%
1,55%
1,60%
1,65%
1,70%
1,75%
1,80%
1,85%
1,90%
1,95%
0,00%
2,00%
4,00%
6,00%
8,00%
10,00%
12,00%
14,00%
16,00%
18,00%
Timor Flores Sumba
Asset DPK Kredit NPL
79,94%
6,45%
12,95%
0,66%
20,03%
4,27%
74,58%
1,12%
2,06%
10,67% 87,17%
0,09%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA
GIRO DEPOSITO TABUNGAN
1 MODAL KERJA; 32,15%
2 INVESTASI; 4,24%
3 KONSUMSI; 63,60%
Sumber: Bank Indonesia Diolah
Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah
![Page 66: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/66.jpg)
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 48
3.4.2. Pulau Sumba
Kinerja perbankan di Pulau Sumba pada triwulan I 2016 juga ikut
melambat. Pertumbuhan Aset pada triwulan I 2016 melambat sebesar 5,61% (yoy)
atau mencapai Rp.2,37 triliun lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya.
Sementara itu, penghimpunan DPK di Pulau Sumba tercatat sebesar Rp.1,91 triliun, ikut
mengalami perlambatan sebesar 0,67% (yoy) lebih rendah dari triwulan IV 2015.
Penyaluran kredit juga melambat 12,92% (yoy) atau sebesar Rp.2,00 triliun pada
triwulan I 2016. Adapun angka rasio likuiditas meningkat dari 101,47% menjadi
104,72%. Hal ini disebabkan oleh tingginya penyaluran kredit yang tidak sebanding
atau lebih besar dari penghimpunan DPK di Pulau Sumba.
Grafik 3.26. Komposisi DPK di Pulau Sumba Grafik 3.27. Komposisi Kredit di Pulau Sumba
3.4.3. Pulau Timor
Pada triwulan I 2016 kinerja perbankan di pulau Timor melambat. Aset
perbankan di pulau Timor pada triwulan I 2016 mencapai Rp.19,44 triliun atau
melambat sebesar 1,70% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2015. Seiring
dengan perlambatan Aset perbankan pada triwulan I 2016, pertumbuhan DPK dan
penyaluran Kredit juga ikut melambat. Penghimpunan DPK perbankan dipulau Timor
pada triwulan I 2016 mencapai Rp.12,20 triliun atau mencapai 16,73% (yoy),
sementara itu penyaluran Kredit mencapai Rp.10,01 triliun atau tumbuh sebesar
12,60% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya.
Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah
![Page 67: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/67.jpg)
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 49
Grafik 3.28. Komposisi DPK di Pulau Timor Grafik 3.29. Komposisi Kredit di Pulau Timor
3.5. Sistem Pembayaran
3.5.1. Transaksi Non Tunai
3.5.1.1. Transaksi Kliring (SKNBI)
Sistem Kliring Nasional Bank Indonsia (SKNBI) di provinsi NTT pada
triwulan I 2016 masih mengalami peningkatan dan jauh di atas Nasional.
Penggunaan fasilitas Kliring di NTT sampai dengan triwulan I 2016 berdasarkan nominal
mencapai Rp.3,11 triliun atau tumbuh 213,76% (yoy) dan volume mencapai 67.315
lembar warkat atau meningkat 68,41% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015.
Peningkatan transaksi yang signifikan ini disebabkan oleh adanya perubahan
ketentuan dan kegiatan SKNBI serta perlindungan nasabah. Saat ini, settlement layanan
Transfer Dana ditambah menjadi 5 (lima) kali, yaitu pada pukul 09.00, 11.00, 13.00,
15.00, dan 16.45 WIB sedangkan Layanan Kliring Warkat Debit saat ini dibagi menjadi
4 zona.
Dibandingkan transfer melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-
RTGS), terdapat beberapa perbedaan transfer melalui SKNBI, yaitu pertama, proses
setelmen SKNBI dilakukan secara periodik (netting) sedangkan RTGS, proses setelmen
dilakukan secara individual (gross). Kedua, dari segi batasan nominal, transaksi transfer
dana nasabah yang dapat diproses melalui SKNBI sampai dengan 30 Juni 2016 tidak
terdapat batasan maksimal, sedangkan transaksi nasabah melalui BI-RTGS minimal
sebesar Rp.500.000.000,00 per transaksi. Ketiga, biaya yang dikenakan Bank Indonesia
kepada Peserta untuk SKNBI lebih murah, yaitu sebesar Rp.750,00 per transaksi dan
maksimal biaya transfer dana yang dapat dikenakan peserta kepada nasabahnya adalah
Rp.5.000,00, sedangkan biaya transaksi BI-RTGS yang dikenakan Bank Indonesia
kepada peserta adalah sebesar Rp.15.000,00 dan maksimal biaya transfer dana yang
dapat dikenakan peserta kepada nasabahnya adalah sebesar Rp.35.000,00.
Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah
![Page 68: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/68.jpg)
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 50
Grafik 3.30. Perkembangan SKNBI NTT Grafik 3.31 Perkembangan SKNBI Nasional
Berdasarkan komposisi peserta pengirim, transaksi kliring Provinsi NTT pada
triwulan I 2016 paling besar adalah Bank Swasta Nasional dengan porsi sebesar
59,83%, kemudian Bank Pemerintah 36,76%, Bank Pembangunan Daerah sebesar
1,59%, Bank Syariah 1,51%, dan Bank Campuran 0,30%.
Grafik 3.32. Share SKNBI Berdasarkan Kelompok Bank
3.5.1.2. Transaksi RTGS
Transaksi BI-RTGS pada triwulan I 2016 dari sisi nominal maupun volume
mengalami penurunan. Penurunan tersebut disebabkan oleh pengalihan transaksi
besar (high value) ke Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000 NTT
Nilai (Rp.Miliar) Volume (lbr)
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
0
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
1.200.000
1.400.000
Rib
u l
em
bar
Nasional
Nilai (Rp.Miliar) Volume (lbr)
Bank Swasta Nasional59,83%
Bank Pemerintah36,76%
Bank Syariah1,51%
Bank Campuran0,30%
Bank Pembangunan Daerah1,59%
Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah
Sumber: Bank Indonesia Diolah
![Page 69: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/69.jpg)
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 51
Grafik 3.33. Perkembangan BI-RTGS
3.5.2. Transaksi Tunai
Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan,
diantaranya jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow),
jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan kegiatan
pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).
3.5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)
Pada triwulan I 2016 aliran uang yang masuk ke Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi NTT mengalami peningkatan dibandingkan uang yang
beredar di masyarakat atau perbankan. Aliran outflow atau uang yang beredar
pada triwulan I 2016 mencapai Rp.0,33 triliun, tumbuh -6,14% (yoy) lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan IV 2015 yang mencapai 25,31% (yoy). Selain itu, inflow
atau uang yang disetor di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga
mengalami perlambatan 1,60% (yoy) atau sebesar Rp.1,83 triliun, lebih rendah dari
triwulan IV 2015 yang tumbuh 3,67% (yoy).
Hal ini merupakan pola setiap awal tahun pasca tingginya kebutuhan uang
realisasi proyek dan konsumsi masyarakat di akhir tahun. Selain itu, hal ini juga sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi Penggunaan Pengeluaran Konsumsi yang juga
melambat pada triwulan I 2016.
-1500,00%
-1000,00%
-500,00%
0,00%
500,00%
1000,00%
1500,00%
-10.000,00
-8.000,00
-6.000,00
-4.000,00
-2.000,00
0,00
2.000,00
4.000,00
6.000,00
8.000,00
10.000,00
Volume Nominal (In/Out) Volume (yoy) Nominal (yoy)
Sumber: Bank Indonesia Diolah
![Page 70: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/70.jpg)
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 52
Grafik 3.34. Perkembangan Transaksi Tunai Grafik 3.35. Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-
Outflow)
3.5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang telah dimusnahkan di NTT hingga
triwulan I 2016 mencapai Rp.509,70 miliar atau meningkat 56,72% (yoy). Hal ini
dapat digambarkan oleh jumlah setoran UTLE di Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi NTT pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp.716,63 miliar, atau meningkat
sebesar 50,22% (yoy) bila dibandingkan dengan triwulan IV 2015. Sementara itu, rasio
pemusnahan UTLE di Provinsi NTT dibandingkan Nasional pada triwulan I 2016 yaitu
sebesar 0,89% sedikit meningkat bila dibandingkan triwulan IV 2015. Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT terus mengupayakan untuk menekan laju
pertumbuhan UTLE di NTT dengan cara melakukan sosialisasi bagaimana
memperlakukan uang rupiah dengan baik ke pasar-pasar, perbankan, serta akademisi
dan pelajar.
3.5.2.3. Temuan Uang Palsu
Temuan uang palsu yang tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi NTT pada triwulan I 2016 mengalami penurunan. Jumlah lembar uang
palsu menurun dari 53 lembar menjadi 25 lembar pada triwulan laporan. Uang palsu
yang ditemukan pada triwulan ini umumnya uang kertas pecahan Rp.100.000,-,
pecahan Rp.10.000,- dan Rp.50.000,-. Jumlah uang palsu yang ditemukan berkurang,
hal ini menggambarkan bahwa kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah
berdampak positif dan terus diperlukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat.
Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap temuan uang palsu juga menjadi alasan
yang tinggi uang palsu tersebut dilaporkan.
-300%
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
-2500,00
-2000,00
-1500,00
-1000,00
-500,00
0,00
500,00
1000,00
1500,00
2000,00
Tw
1-1
1
Tw
2-1
1
Tw
3-1
1
Tw
4-1
1
Tw
1-1
2
Tw
2-1
2
Tw
3-1
2
Tw
4-1
2
Tw
1-1
3
Tw
2-1
3
Tw
3-1
3
Tw
4-1
3
Tw
1-1
4
Tw
2-1
4
Tw
3-1
4
Tw
4-1
4
Tw
1-1
5
Tw
2-1
5
Tw
3-1
5
Tw
4-1
5
Tw
1-1
6
Net In/Out (Rp. Miliar) qtq yoy
-80,00%
0,00%
80,00%
0,00
500,00
1.000,00
1.500,00
2.000,00
2.500,00
3.000,00
Inflow (Rp. Miliar) Outflow (Rp. Miliar) yoy inflow yoy outflow
Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah
![Page 71: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/71.jpg)
| Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 53
Grafik 3.36. Perkembangan UTLE di Provinsi NTT Grafik 3.37. Perkembangan UPAL di Provinsi NTT
Upaya penanggulangan uang palsu secara represif telah dilaksanakan oleh
Kepolisian dengan menangkap dan menuntut pembuat maupun pengedar uang palsu
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
-200,00%
0,00%
200,00%
400,00%
600,00%
800,00%
1000,00%
1200,00%
1400,00%
1600,00%
0,00
500,00
1.000,00
1.500,00
2.000,00
2.500,00
3.000,00Tw
1-1
2
Tw2
-12
Tw3
-12
Tw4
-12
Tw1
-13
Tw
2-1
3
Tw
3-1
3
Tw
4-1
3
Tw
1-1
4
Tw
2-1
4
Tw3
-14
Tw4
-14
Tw1
-15
Tw2
-15
Tw3
-15
Tw4
-15
Tw1
-16
Inflow (Rp. Miliar) Outflow (Rp. Miliar) UTLE QtQ UTLE YoY UTLE
0
200
400
600
800
1000
1200
Tw1-
12
Tw2-
12
Tw3-
12
Tw4-
12
Tw1-
13
Tw2-
13
Tw3-
13
Tw4-
13
Tw1-
14
Tw2-
14
Tw3-
14
Tw4-
14
Tw1-
15
Tw2-
15
Tw3-
15
Tw4-
16
Tw1-
16
Lbr UPAL
Sumber: Bank Indonesia Diolah Sumber: Bank Indonesia Diolah
![Page 72: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/72.jpg)
54
Stabilitas Sistem Keuangan di Provinsi NTT
Kondisi Intermediasi dan Resiko Perbankan
Kelompok Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) memiliki porsi pendanaan dari
induk perusahaan cukup besar dibandingkan dengan Bank Pemerintah Daerah (BPD)
dan Bank Persero (BUMN). Kendati BUSN melakukan pengumpulan DPK dari
masyarakat, porsi dana dari induk bank dapat dikategorikan relatif besar. Tercatat
bahwa dalam kurun waktu 2015 s.d. triwulan I 2016, porsi pendanaan dari induk
perusahaan konsisten berada pada angka 35% - 40% dari total keseluruhan dana.
Sementara itu, perolehan dana BPD dan Bank Persero didominasi oleh DPK dengan
porsi pada triwulan I sebesar 79,16%.
Kondisi tersebut secara tidak langsung juga mempengaruhi kondisi Loan to
Deposit Ratio (LDR). Pada triwulan I 2016 BPD dan Bank Persero tercatat memiliki LDR
sebesar 86,01% sedangkan BUSN tercatat lebih tinggi yakni sebesar 107,74%. Hal ini
menunjukkan bahwa DPK BUSN tidak dapat mengakomodasi seluruh penyaluran kredit
yang ada sehingga pendanaan dari sumber lain/ induk perusahaan sangat diperlukan.
Grafik Boks 3.1. Pangsa DPK Perbankan NTT Grafik Boks 3.2. NPL Berdasarkan Penggunaan
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Dari sisi kredit, pertumbuhan kredit konsumsi menahan perlambatan
pertumbuhan kredit secara keseluruhan. Walaupun tumbuh sebesar 13,63% (yoy) di
triwulan I 2016, keseluruhan kredit mengalami perlambatan dibandingkan periode
yang sama di tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 14,37% (yoy). Hal ini
disebabkan karena terjadinya penurunan kredit investasi dan perlambatan pada kredit
modal kerja. Namun demikian, pertumbuhan kredit konsumsi sebesar 16,85% (yoy)
dengan pangsa terbesar yakni 63,89% dapat menahan laju perlambatan pertumbuhan
kredit secara keseluruhan. Pertumbuhan kredit konsumsi didukung pula dengan rasio
NPL yang senantiasa terjaga di bawah level 1%. Secara umum, kondisi kesehatan
perbankan relatif aman yang terlihat dari NPL perbankan yang sebesar 1,82%, jauh dari
batas nilai NPL maksimal yang sebesar 5%.
![Page 73: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/73.jpg)
55
Berbeda halnya dengan kredit konsumsi, kredit modal kerja dan investasi
memiliki rasio NPL hampir mendekati 5%. Apabila dibandingkan dengan triwulan IV
2015, rasio NPL kredit modal kerja dan investasi triwulan I 2016 tercatat lebih tinggi.
Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan I 2016,
dimana hanya sebesar 33,80% dari seluruh responden menyatakan bahwa kondisi
likuiditas berada pada kategori baik atau lebih rendah dibandingkan dengan hasil SKDU
triwulan IV 2015 dimana sebanyak 40,30% responden menyatakan memiliki kondisi
likuiditas yang baik. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi kemampuan
membayar hutang pelaku usaha di triwulan I 2016 yang menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya.
Tabel Boks 3.1. Kondisi Kredit Berdasarkan Sektor
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Di lihat dari sisi sektoral untuk kredit modal kerja dan investasi, terdapat
beberapa sektor yang perlu mendapatkan perhatian khusus salah satunya adalah sektor
konstruksi. Pada triwulan I 2016 kredit pada sektor konstruksi mengalami kenaikan
kredit yang cukup signifikan yakni sebesar 12,13% (yoy) lebih tinggi dibandingkan
tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,13% (yoy). Namun, kenaikan tersebut tidak
didukung dengan kondisi rasio NPL yang baik yakni sebesar 16,02% sehingga
dikhawatirkan akan mengganggu kondisi stabilitas sistem keuangan secara
keseluruhan.
Kemudian, rasio NPL kredit pada sektor listrik, gas, dan air serta sektor perantara
keuangan terpantau perlu juga mendapatkan perhatian khusus meski kedua sektor
tersebut tidak memiliki andil yang besar untuk keseluruhan kredit di Provinsi NTT. Di
samping itu, perlu dilakukan pemantauan untuk NPL di sektor pertambangan dan
penggalian, perikanan, real estate, dan transportasi. Untuk dua sektor dengan pangsa
terbesar yaitu: sektor penerima kredit bukan lapangan usaha/ konsumsi dan
perdagangan besar dan eceran terpantau masih dalam kondisi aman karena rasio NPL
kedua sektor tersebut jauh di bawah 5%.
Sektor PANGSA NPLPertumbuhan
tw I (yoy)
Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha/ Konsumsi 63.89% 0.8% 16.85%
Perdagangan Besar Dan Eceran 25.63% 2.5% 12.16%
Konstruksi 2.66% 16.02% 12.13%
Penyediaan Akomodasi, Makan, & Minum 2.19% 1.5% 58.34%
Pertanian, Perburuan Dan Kehutanan 1.01% 2.0% 2.14%
Real Estate Dan Jasa Perusahaan 0.89% 3.7% 17.95%
Transportasi, Pergudangan Dan Komunikasi 0.88% 3.9% -14.00%
Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan 0.87% 2.6% -47.99%
Industri Pengolahan 0.81% 2.6% -35.40%
Perikanan 0.30% 3.4% 59.01%
Listrik, Gas Dan Air 0.29% 20.76% 28.20%
Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial 0.16% 0.2% 4.93%
Perantara Keuangan 0.14% 21.77% -20.08%
Jasa Pendidikan 0.14% 2.3% 11.59%
Jasa Perorangan Yang Melayani Rt 0.08% 3.0% -19.95%
Pertambangan Dan Penggalian 0.06% 5.5% 0.38%
Administrasi Pemerintahan 0.00% 0.0% -40.64%
Kegiatan Yang Belum Jelas Batasannya 0.00% 1.9% -65.79%
Badan Internasional 0.00% 0.0% -82.06%
![Page 74: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/74.jpg)
56
Pangsa DPK dan Kredit
Secara industri BPD dan Bank Persero mendominasi pangsa pengumpulan DPK.
Dari keseluruhan DPK yang ada di Provinsi NTT, BPD dan Bank Persero menguasai
98,24% dari total giro di triwulan I 2016. Sedangkan untuk tabungan dan deposito,
BPD dan Bank Persero menguasai masing-masing sebesar 88,18% dan 83,41%. Selain
itu, penguasaan pangsa DPK tersebut didukung dengan aset BPD dan Bank Persero
yang juga mendominasi industri sebesar 88,31% pada triwulan I 2016.
Grafik Boks 3.3. Pangsa DPK Perbankan NTT Grafik Boks 3.4. Pangsa Kredit Perbankan NTT
Sumber : Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah
Sementara itu dari sisi kredit, BPD dan Bank Persero menguasai pangsa kredit
baik modal kerja, investasi, dan konsumsi. Terdapat hal yang menarik untuk porsi kredit
investasi dimana BUSN memiliki persentase lebih tinggi dibandingkan kredit modal
kerja dan kredit konsumsinya.
![Page 75: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/75.jpg)
Bab IV |Keuangan Daerah 57
KEUANGAN DAERAH Realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan I-2016 mencapai Rp 4,93
triliun (20,46%) dari pagu rencana pendapatan sebesar Rp 24,7 triliun.
Sementara itu, realisasi belanja pemerintah tercatat masih cukup rendah
yaitu Rp 3,09 triliun (8,85%) dibandingkan pagu belanja sebesar Rp 34,93
triliun. Namun masih lebih tinggi apabila dibandingkan realisasi pada
periode yang sama tahun 2015.
4.1 Kondisi Umum
Pada tahun 2016 terjadi peningkatan pagu pendapatan pemerintah daerah
di Provinsi NTT sebesar 18,3% (yoy) dari Rp 20,88 triliun pada tahun 2015 menjadi
Rp 24,70 triliun (2016). Target kenaikan pendapatan untuk Pemerintah Provinsi
mencapai 18,1% sementara untuk Pemerintah Kab/Kota sebesar 19,3%. Dari sisi
belanja, peningkatan pagu hanya sebesar 1,2% dari Rp 34,51 triliun pada tahun
2015 menjadi Rp 34,93 triliun pada tahun 2016. Perlambatan peningkatan belanja
terutama disebabkan oleh menurunnya rencana belanja APBN seiring dengan telah
selesainya beberapa proyek infrastruktur strategis di tahun sebelumnya. Berdasarkan
struktur pagu belanja 2016, terdapat penurunan pada belanja APBN, namun
demikian, pagu belanja diperkirakan masih akan meningkat terutama berasal dari
revisi belanja APBN seiring adanya kemungkinan tambahan alokasi anggaran untuk
pembangunan infrastruktur bendungan (Raknamo dan Rotiklot) ataupun pelabuhan
Tenau, Ippi dan Lauren Say yang belum dialokasikan.
Grafik 4.1. Perbandingan Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2015 dan 2016
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Dari sisi realisasi pendapatan dan belanja hingga triwulan-I 2016, realisasi
pendapatan pemerintah di Provinsi NTT telah mencapai Rp 4,93 triliun atau
19,97% dari total rencana pendapatan 2016 sebesar Rp 24,7 triliun. Pendapatan
![Page 76: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/76.jpg)
Bab IV |Keuangan Daerah 58
APBN Pemerintah Pusat mencapai 184,6% dari target. Tingginya realisasi
pendapatan lebih disebabkan oleh tingginya pencapaian realisasi Pajak Penghasilan
(PPh) yang tidak termasuk dalam rencana pendapatan namun merupakan
pendapatan utama dalam struktur APBN di daerah. Sementara itu, realisasi belanja
pemerintah baru mencapai 8,85% atau Rp 3,09 triliun dari total pagu belanja
sebesar Rp 34,9 triliun. Namun, realisasi belanja tersebut tercatat lebih tinggi
apabila dibandingkan triwulan-I 2015 yang sebesar Rp 2,5 triliun atau 7,30% dari
total pagu belanja 2015. Persentase realisasi belanja tertinggi untuk triwulan I-
2016 dimiliki oleh Pemerintah Provinsi sebesar 13,78%.
Grafik 4.2. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
4.2 Pendapatan Daerah
Total Pendapatan Pemerintah di Provinsi NTT pada Triwulan-I 2016
mencapai Rp 4,93 triliun atau 19,97% dari rencana pendapatan tahun 2016.
Apabila dibagi berdasarkan level pemerintahan, pendapatan APBN di Provinsi NTT
tercatat sebesar Rp 465,52 miliar atau 184,61% dari total rencana pendapatan
sebesar Rp 252,17 miliar. Porsi pendapatan terbesar APBN terutama berasal dari
Pajak Penghasilan sebesar Rp 182,86 miliar (39,28%) dan Penerimaan Negara
Bukan Pajak (Pendidikan, jasa, iuran denda, lainnya) sebesar Rp 155,89 miliar
(33,49%). Sementara itu di tingkat Pemerintah Provinsi realisasi pendapatan telah
mencapai Rp 975,51 miliar atau 25,17% dari total rencana pendapatan sebesar
Rp 3,88 triliun. Pendapatan tertinggi Pemerintah Provinsi berasal dari Dana Alokasi
Umum (DAU) sebesar Rp 445,70 miliar (45,7%) dan Dana Alokasi Khusus (DAK)
Rp 367,77 miliar (37,7%). Selanjutnya, pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota
yang telah mencapai Rp 3,49 triliun (16,97%) didominasi oleh Dana Alokasi
Umum sebesar Rp 3,07 triliun atau 88%. Tingginya porsi pendapatan dari Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) menunjukkan masih
tingginya ketergantungan pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota pada dana
![Page 77: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/77.jpg)
Bab IV |Keuangan Daerah 59
subsidi dari Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan sumber
Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui upaya pembenahan fasilitas pendukung
bagi sektor potensial seperti pariwisata dan industri sehingga dapat meningkatkan
investasi swasta di Provinsi NTT.
Dari sisi spasial, kota Kupang memperoleh pencapaian target pendapatan
tertinggi pada triwulan I-2016 yaitu sebesar 25,10% atau Rp 295,28 miliar dari
target sebesar Rp 1,18 triliun. Pendapatan tertinggi yang didapat juga berasal dari
Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 220,38 miliar atau 74,64% dari total
realisasi pendapatan. Realisasi pendapatan yang cukup tinggi (>20%) juga
terdapat di Kab. Timor Tengah Utara (23,46%), Kab. Rote Ndao (22,99%), Kab.
Timor Tengah Selatan (22,83%), Kab. Manggarai Barat (22,72%), Kab. Sumba
Barat (22,57%), Kab. Sumba Timur (22,05%), Kab. Sabu Raijua (21,56%), Kab.
Malaka (21,53%) dan Kab. Ende (20,09%).
4.3 Belanja Daerah
Realisasi anggaran belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT
hingga triwulan-I tahun 2016 mencapai Rp 3,09 triliun atau 8,85% dari total pagu
belanja tahun 2016 sebesar Rp 34,93 triliun. Apabila dilihat secara historis,
pencapaian realisasi belanja ini cenderung lebih tinggi apabila dibandingkan
periode yang sama tahun 2015 yang hanya 7,3% atau Rp 2,52 triliun dari pagu
2015 yang sebesar Rp 34,51 triliun. Sementara, berdasarkan kewenangan
pemerintahan, realisasi belanja Pemerintah Provinsi menjadi yang tertinggi sebesar
13,8%. Namun, apabila dilihat dari belanja modal, realisasi belanja APBN menjadi
yang tertinggi sebesar 4,8% lebih baik dibandingkan pencapaian tahun 2015 yang
Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan
APBN
Grafik 4.4 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/ Kab-Kota
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT
![Page 78: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/78.jpg)
Bab IV |Keuangan Daerah 60
hanya 0,9%. Perbaikan realisasi belanja modal pada APBN diperkirakan turut
didorong oleh adanya proyek multiyear seperti bendungan (Raknamo dan
Rotiklot), adanya dispensasi kegiatan proyek yang belum selesai pada tahun 2015
selama 90 hari di tahun 2016, serta berkurangnya permasalahan numenklatur
yang menjadi kendala di tahun 2015. Untuk mempercepat realisasi anggaran,
pemerintah telah melakukan beberapa upaya kebijakan, diantaranya: 1) Adanya
surat dari Sekretaris Daerah kepada SKPD untuk mempercepat realisasi anggaran,
2) Adanya sanksi bagi Kepala Deaerah yang penyerapannya rendah, serta 3)
Adanya target realisasi belanja di tingkat nasional, yaitu 15% (Tw-I), 40% (Tw-II),
60% (TW-III) dan 90% (TW-IV).
Dari sisi hambatan terdapat beberapa hal yang berpotensi menghambat
penyerapan anggaran secara maksimal, yaitu: 1) Revisi anggaran dari SKPD yang
memerlukan waktu cukup lama, 2) Blokir terhadap beberapa mata anggaran, 3)
Uang muka yang tidak diambil oleh pihak ketiga, 4) UPT di daerah yang belum
memiliki akses online untuk pengurusan ijin dan tata usaha, serta masalah RTRW
dan pembebasan lahan bagi upaya pembangunan 7 (tujuh) waduk di Provinsi NTT.
Secara umum pada triwulan I-2016 realisasi tertinggi berada pada belanja
konsumsi yang mencapai 11,3%, sementara belanja modal baru mencapai 2,5%.
Porsi belanja konsumsi tertinggi berada pada belanja pegawai sebesar 65,25%
atau Rp 2,01 triliun. Dari tingkat kewenangan, realisasi belanja konsumsi tertinggi
berada pada Pemerintah Provinsi sebesar 16,2% yang terutama dipergunakan
bagi belanja hibah sebesar Rp 319,8 miliar. Belanja hibah tersebut digunakan bagi
program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Desa Mandiri Anggur Merah serta
pengadaan bantuan alat-alat untuk kegiatan produksi masyarakat, seperti kapal,
alat tangkap, mesin kapal, serta alat produksi pertanian. Di sisi lain, belanja modal
Grafik 4.5 Perkembangan Realisasi Belanja Grafik 4.6 Perkembangan Realisasi Belanja Modal
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
![Page 79: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/79.jpg)
Bab IV |Keuangan Daerah 61
di tingkat kabupaten masih tergolong sangat rendah sebesar 0,92%. Proses
koordinasi dan konsolidasi seiring pergantian Kepala Daerah paska pemilu
serentak 9 Kab/Kota pada tahun 2015 diperkirakan menjadi salah satu penyebab
rendahnya penyerapan belanja modal.
Grafik 4.7 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Tabel 4.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Rp mi l iar
Nominal %
BELANJA DAERAH 34,931.8 3,091.3 8.85 100
Belanja Modal 9,622.7 241.3 2.51 7.81
Belanja Konsumsi 25,175.3 2,850.0 11.32 92.19
Belanja Pegawai 12,299.8 2,017.2 16.40 65.25
Belanja Barang dan Jasa 7,701.4 461.2 5.99 14.92
Belanja Hibah 1,606.6 328.9 20.47 10.64
Belanja Bantuan Sosial 84.9 6.1 7.18 0.20
Belanja Bagi Hasil 666.9 0.4 0.06 0.01
Bantuan Keuangan 2,615.3 34.0 1.30 1.10
Konsumsi Lainnya 200.3 2.3 1.14 0.07
Belanja Lainnya 133.7 - -
URAIAN RENCANAREALISASI PANGSA
(%)
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Selanjutnya, apabila dibagi berdasarkan porsi realisasi belanja, realisasi belanja
APBN mayoritas dipergunakan untuk belanja konsumsi sebesar Rp 468,58 miliar atau
54,19% dari total realisasi belanja triwulan-I. Hal yang sama juga terjadi pada belanja
kabupaten/kota yang mayoritas dipergunakan bagi belanja pegawai sebesar Rp 1,43
triliun atau 84,92% dari total realisasi belanja kabupaten/kota pada triwulan I. Hal yang
berbeda justru terjadi pada Pemerintah Provinsi yang mayoritas melakukan kegiatan
belanja hibah (59,52%). Dari sisi besaran persentase realisasi belanja terhadap pagu
belanja 2016, realisasi belanja APBN terbesar berada pada belanja pegawai (19,3%).
Belanja pegawai Kabupaten/Kota yang sebesar 15,6% juga menjadi yang tertinggi.
Sementara itu, realisasi belanja tertinggi Pemerintah Provinsi adalah bantuan keuangan
sebesar 42,4%. Secara umum, komponen belanja pemerintah di NTT yang memiliki
realisasi terbesar adalah belanja hibah sebesar 20,5%.
![Page 80: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/80.jpg)
Bab IV |Keuangan Daerah 62
Grafik 4.8 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota
Grafik 4.9 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kab/Kota di NTT
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Secara spasial, presentase realisasi belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota
pada periode triwulan-I 2016 mencapai rata-rata 7,62%, sementara untuk belanja
modal hanya sebesar 1,06%. Presentase realisasi tertinggi berada di Kabupaten Flores
Timur dengan realisasi belanja 13,4% dan belanja modal 10,1%. Sementara presentase
belanja terendah ada di Kab. Sabu Raijua sebesar 4,7% dan realisasi belanja modal
terendah ada di Kab. Malaka sebesar 0%. Masuknya Kab. Sabu Raijua dan Kab. Malaka
sebagai Kabupaten dengan realisasi belanja terendah di NTT menguatkan pula hipotesa
sebelumnya bahwa masih diperlukan waktu untuk koordinasi dan konsolidasi bagi
kegiatan belanja pemerintah mengingat kabupaten-kabupaten tersebut baru saja
melakukan pilkada pada tahun 2015.
Grafik 4.10. Realisasi Belanja dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
Berdasarkan data perbankan pada bulan Triwulan I-2016, tercatat Dana Pihak
Ketiga (DPK) Pemerintah dalam bentuk simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp
5,56 triliun. DPK tersebut meningkat 103,3% (qtq) apabila dibandingkan triwulan IV-
2015 yang sebesar Rp 2,74 triliun. Peningkatan tersebut selaras dengan masih
![Page 81: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/81.jpg)
Bab IV |Keuangan Daerah 63
minimnya realisasi anggaran pemerintah di awal tahun. Total DPK pemerintah sendiri
paling banyak berada pada komponen Giro sebesar Rp 4,62 triliun.
Grafik 4.11 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan
di Wilayah Nusa Tenggara Timur
Tabel 4.2 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di
Provinsi NTT
Rp miliar
PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK
PUSAT 85.11 0.96 - 86.07
PROVINSI 361.94 2.15 184.64 548.73
KOTA 347.82 28.05 118.44 494.31
KABUPATEN 3,829.26 81.78 605.51 4,516.55
TOTAL 4,624.14 112.93 908.59 5,645.65 Sumber : Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah
Lampiran:
Tabel 4.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Rp jutaan
APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL
PENDAPATAN DAERAH 252,169 20,571,686 3,876,020 24,699,874 465,525 3,490,299 975,514 4,931,337
BELANJA DAERAH 9,184,434 21,848,733 3,898,591 34,931,757 864,645 1,689,306 537,331 3,091,282
Belanja Modal 3,564,306 5,496,260 562,136 9,622,702 172,739 50,796 17,759 241,294
Belanja Konsumsi 5,620,128 16,352,473 3,202,708 25,175,309 691,906 1,638,510 519,572 2,849,988
Belanja Pegawai 2,423,251 9,202,774 673,780 12,299,805 468,578 1,434,642 113,953 2,017,172
Belanja Barang dan Jasa 3,175,721 3,869,885 655,806 7,701,411 223,329 162,880 75,040 461,249
Belanja Hibah - 147,693 1,458,914 1,606,606 - 9,053 319,808 328,861
Belanja Bantuan Sosial 21,156 41,932 21,830 84,918 (1) 5,786 313 6,098
Belanja Bagi Hasil - 309,245 357,699 666,944 - 377 - 377
Bantuan Keuangan - 2,590,659 24,679 2,615,338 - 23,499 10,458 33,957
Konsumsi Lainnya - 190,286 10,000 200,286 - 2,274 - 2,274
Belanja Lainnya - - 133,746 133,746 - - - -
SURPLUS/DEFISIT (8,932,265) (1,277,047) (22,570) (10,231,883) (399,121) 1,800,993 438,183 1,840,055
PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan 1,242,474 82,570 1,325,044 557,358 158,855 716,213
SILPA Tahun Lalu 1,224,789 75,000 1,299,789 557,227 157,298 714,525
Lainnya 17,684 7,570 25,255 131 1,557 1,688
Pengeluaran 102,285 - 102,285 20,000 - 20,000
Penyertaan Modal 96,200 - 96,200 20,000 - 20,000
Lainnya 6,085 - 6,085 - - -
PEMBIAYAAN NETTO 1,140,189 82,570 1,222,759 537,358 158,855 696,213
SILPA SEKARANG (136,859) 60,000 (76,859) 2,338,351 597,038 2,935,389
APBN/APBD REALISASI
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
![Page 82: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/82.jpg)
Boks IV |Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kabupaten/Kota 64
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Total rencana anggaran pendapatan dan belanja 22 Kabupaten/ Kota pada tahun 2016
telah mencapai lebih dari 20 triliun rupiah. Rencana pendapatan daerah mencapai 20,57 triliun,
meningkat 19,04% (yoy) dibanding total rencana pendapatan daerah tahun 2015 yang sebesar
17,24 triliun. Demikian pula, rencana belanja daerah tahun 2016 mencapai 21,72 triliun
meningkat 10,61% (yoy) dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 19,64 triliun. Walaupun
pertumbuhan belanja terkesan melambat di tahun 2016, rencana belanja diperkirakan
mengalami kenaikan lebih besar pada APBD-P.
Grafik Boks 4.1. Perkembangan Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Total
Kabupaten/Kota di NTT
Gambar Boks 4.1. Perubahan Postur Transfer ke
Daerah dan Dana Desa
Sumber : DJPK Kemenkeu RI, Biro Keuangan NTT, diolah Sumber : DJPK Kemenkeu RI, diolah
Peningkatan pendapatan daerah lebih didorong oleh peningkatan dana desa yang
mengalami kenaikan dari 3% APBN tahun 2015 menjadi sebesar 6% dari APBN atau
bertambah lebih dari 1 triliun rupiah. Beberapa perubahan lainnya antara lain terkait pemberian
dana insentif bagi daerah yang berprestasi dalam manajemen anggaran, reformulasi alokasi
DAU dan DAK dalam upaya meningkatkan pemerataan dan pencapaian prioritas nasional.
Gambar Boks 4.2. Postur Rencana Pendapatan
Total Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Gambar Boks 4.3. Postur Rencana Belanja Total
Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah
![Page 83: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/83.jpg)
Boks IV |Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kabupaten/Kota 65
Berdasarkan pangsa pendapatan, 79,7% pendapatan daerah diperoleh dari dana
perimbangan terutama berasal dari dana alokasi umum (56,7%) dan dana alokasi khusus
(21,6%). Selain itu terdapat pula dana transfer dalam pendapatan lain-lain berupa dana
penyesuaian dan otonomi khusus sebesar 2,32 triliun atau setara 11,28% dari total APBD.
Adapun total pendapatan asli daerah yang dapat diperoleh hanya sebesar 6,1% dari total
pendapatan daerah. Hal ini menunjukkan tingginya ketergantungan daerah terhadap dana
transfer dari pusat/APBN.
Belanja tidak langsung masih mendominasi belanja kabupaten/kota terutama digunakan
untuk belanja pegawai yang secara rata-rata mencapai 37,5% dari total biaya. Peningkatan
cukup besar terjadi pada alokasi belanja bantuan keuangan yang terutama disebabkan oleh
peningkatan dana desa dari 813 miliar di tahun 2015 menjadi 1.849 miliar di tahun 2016.
Alokasi belanja modal meningkat 10,28% dibanding tahun sebelumnya. Adapun pangsa
belanja modal terhadap total belanja daerah mencapai 25,30% yang berarti 5,5 triliun dari total
21,7 triliun belanja di daerah digunakan untuk pembangunan.
Grafik Boks 4.2. Postur Rencana Belanja per
Masing-Masing Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Grafik Boks 4.3. Realisasi Belanja per Masing-
Masing Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Triwulan I
2016
Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah
Berdasarkan rincian kabupaten kota, Kota Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara
tercatat sebagai daerah dengan alokasi belanja pegawai terbesar hingga lebih dari 50%, diikuti
oleh Kabupaten Belu (47,25%), Timor Tengah Selatan (46,14%), Sikka (45,12%) dan Flores
Timur (44,87%). Adapun Kabupaten dengan belanja pegawai terendah antara lain Kabupaten
Sumba Tengah (34,08%), Nagekeo (34,63%), Mabar (35,44%), Sabu Raijua (35,51%) dan
Sumba Barat Daya (35,63%). Berdasarkan pola data dapat diketahui bahwa semakin tinggi
belanja pegawai, maka belanja modal akan cenderung semakin kecil karena anggaran banyak
terserap untuk belanja pegawai. Akibatnya adalah anggaran untuk pembangunan infrastruktur
![Page 84: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/84.jpg)
Boks IV |Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kabupaten/Kota 66
relatif berkurang yang berdampak pada kurang terpenuhinya kebutuhan fasilitas umum yang
layak bagi masyarakat.
Berdasarkan pencapaian realisasi belanja, terlihat bahwa kabupaten dengan pangsa
belanja pegawai yang besar cenderung memiliki realisasi belanja yang lebih besar. Hal ini
dikarenakan oleh adanya gaji pegawai yang harus dibayarkan di tiap bulannya. Kabupaten Sabu
Raijua menjadi Kabupaten dengan realisasi anggaran terendah dibanding kabupaten lainnya.
Hal ini lebih disebabkan oleh struktur belanja yang didominasi oleh belanja modal, sehingga
adanya kegiatan investasi belum bisa langsung dijadikan laporan realisasi penyerapan anggaran
yang seakan-akan membuat penyerapan anggaran relatif rendah. Adapun Kabupaten yang
perlu diapresiasi adalah Kabupaten Rote Ndao yang telah melakukan realisasi belanja modal
sebesar 5,74% dan belanja barang sebesar 10,74% dari rencana belanja daerah. Walaupun
relatif kecil dari target penyerapan anggaran yang sebesar 15% di triwulan I 2016, namun nilai
tersebut merupakan realisasi penyerapan anggaran terbesar dibanding kabupaten lainnya.
Adanya moratorium pengangkatan PNS di NTT dinilai sebagai langkah maju dalam memperbaiki
kualitas belanja pemerintah ke arah yang lebih produktif.
![Page 85: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/85.jpg)
| Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 67
67
KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN
Perkembangan sektor ketenagakerjaan dan kesejahteraan menunjukkan kondisi perlambatan pada awal tahun 2016.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Februari 2016 mencatat angka 3,59% atau 87,69 ribu Jiwa dari total angkatan kerja, meningkat dibandingkan Februari 2016 yang sebesar 3,12% atau 75,1 ribu jiwa. Dari sisi sektoral, terjadi trend penurunan jumlah tenaga kerja sektor pertanian di bulan Februari yang terutama disebabkan pergeseran masa panen.
Sementara itu, indikator kesejahteraan masyarakat pedesaan melalui Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan-I 2016 menunjukkan adanya penurunan apabila dibandingkan triwulan-IV 2015.
55..11.. KKoonnddiissii UUmmuumm
Pada bulan Februari, kondisi kesejahteraan masyarakat NTT yang
ditunjukkan pada kondisi ketenagakerjaan menunjukkan kondisi
perlambatan1. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT pada bulan Februari
2016 adalah 3,59% (87.699 jiwa) atau meningkat dibandingkan periode yang sama
tahun 2015 yang mencatat TPT 3,12% (75.110 jiwa). Peningkatan ini terutama
disebabkan oleh adanya perlambatan penyerapan tenaga kerja sektor Pertanian
sebagai sektor utama di Provinsi NTT sebesar -5% (yoy) yang disinyalir terjadi akibat
adanya pergeseran masa tanam. Hasil tersebut sesuai dengan Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU) Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan-I 2016 yang menunjukkan
penurunan indeks ketenagakerjaan2 (SBT -4.99). Sektor yang mengalami penurunan di
SKDU terutama adalah sektor bangunan dan pertanian. Sementara itu, tingkat
kesejahteraan masyarakat pedesaan yang ditunjukkan oleh Nilai Tukar Petani (NTP)
juga menurun dari 102,69 (Triwulan IV-2015) menjadi 100,73 (Triwulan I-2016).
55..22 PPeerrkkeemmbbaannggaann KKeetteennaaggaakkeerrjjaaaann
55..22..11 KKoonnddiissii KKeetteennaaggaakkeerrjjaaaann UUmmuumm
Jumlah angkatan kerja yang tercatat pada bulan Februari 2016 di Provinsi NTT
sebanyak 2,44 juta jiwa atau meningkat 1,6% (yoy) apabila dibandingkan periode
1 Analisa kesejahteraan pada bab ini akan selalu berbeda penekanan tergantung ketersediaan data terbaru yang ada waktu dilakukan analisa.
2 angka indeks dihitung dengan metode SBT (Saldo Bersih Tertimbang) yang merupakan selisih dari prosentase
disesuaikan dengan bobot masing-masing sektor.
![Page 86: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/86.jpg)
| Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 68
68
yang sama tahun 2015 sebesar 2,4 juta jiwa. Namun di sisi lain, terjadi Peningkatan
jumlah pengangguran dari 75.110 jiwa pada bulan Februari 2015 menjadi 87.669
pada Februari 2016. Peningkatan ini juga berdampak pada Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) yang menunjukkan penurunan dari 72,95% (Februari 2015)
menjadi 72,63% (Februari 2016). Angka ini menunjukkan bahwa penyerapan tenaga
kerja cenderung mengalami penuruan pada awal tahun 2016. Hal ini juga
terkonfirmasi dari hasil analisa data historis tenaga kerja di NTT. Pada periode Februari
2015 dan 2016 pertumbuhan angkatan kerja cenderung berbalik lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan jumlah orang yang bekerja yang berdampak tingkat
pengangguran yang meningkat cukup tinggi. Pada Februari 2016 tercatat
pertumbuhan angkatan kerja sebesar 1,65% (yoy) sementara jumlah orang yang
bekerja hanya sebesar 1,16% (yoy). Adanya fenomena el nino menyebabkan
pergeseran masa tanam yang berakibat pada rendahnya pertumbuhan jumlah pekerja
pada tahun 2015 dan 2016 terutama di sektor pertanian yang merupakan sektor
unggulan di Provinsi NTT.
55..22..22 KKoonnddiissii KKeetteennaaggaakkeerrjjaaaann BBeerrddaassaarrkkaann LLaappaannggaann PPeekkeerrjjaaaann UUttaammaa
Pada periode Februari 2016, mayoritas tenaga kerja di Provinsi NTT berada di
sektor pertanian dengan jumlah 1,4 juta jiwa atau 59,4% dari total tenaga kerja dan
diikuti oleh sektor Jasa Kemasyarakatan sebanyak 338.004 jiwa (14,3%) dan sektor
perdagangan sebanyak 247.785 jiwa (10,5%). Namun, dari data historis yang ada
terlihat bahwa pergerakan tenaga kerja sektor pertanian cenderung mengalami
penurunan sejak bulan Februari 2014. Penurunan diperkirakan turut disebabkan oleh
adanya pergeseran musim tanam di Provinsi NTT dalam beberapa tahun terakhir.
Selain itu, penggunaan teknologi pertanian juga menurunkan penggunaan tenaga
kerja seiring dengan efisiensi produksi yang terjadi. Penurunan juga terjadi pada
Grafik 5.1. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka
Grafik 5.2. Perkembangan Pengangguran Sesuai Tingkat Pendidikan
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Ribu Jiwa %
![Page 87: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/87.jpg)
| Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 69
69
sektor tambang yang diperkirakan disebabkan oleh masih rendahnya harga
komoditas tambang (mangan) sehingga banyak perusahaan yang tidak beroperasi.
Di sisi lain, sektor jasa kemasyarakatan menunjukkan trend peningkatan yang
mengindikasikan tingginya pekerjaan proyek pemberdayaan pemerintah sehingga
kebutuhan tenaga kerja juga mengalami peningkatan. Peningkatan juga terjadi pada
sektor perdagangan yang mengindikasikan masih tumbuhnya perekonomian di NTT.
55..22..33 KKoonnddiissii KKeetteennaaggaakkeerrjjaaaann BBeerrddaassaarrkkaann TTiinnggkkaatt PPeennddiiddiikkaann
Berdasarkan jenis pendidikan tertinggi yang ditamatkan, pengangguran
terbanyak Februari 2016 berada pada tingkat pendidikan SMA/SMK sebanyak 38.280
jiwa tetapi apabila dilihat dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)3, presentasi TPT
terbesar ada pada tingkat universitas (10,15%) dan diikuti oleh Diploma I/II/III (9,97%).
Berdasarkan perkembangan Angkatan Kerja dan jumlah orang yang bekerja,
terdapat hal yang menarik yaitu berkurangnya pertumbuhan angkatan kerja Diploma
I/II/III sebesar -26,9% (yoy) yang ditengarai terjadi akibat tingginya minat untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Universitas). Sementara itu,
berdasarkan perbandingan pertumbuhan angkatan kerja dan pendidikan, terlihat
bahwa mayoritas tingkat pendidikan memiliki pertumbuhan penyerapan tenaga kerja
yang lebih rendah dibandingkan angkatan kerja yang tersedia. Satu-satunya tingkat
pendidikan yang memiliki penyerapan tenaga kerja lebih tinggi adalah SMP (-0,2%-
yoy) dibandingkan pertumbuhan yang -1,2% (yoy). Tingginya penyerapan pada tenaga
kerja SMP sesuai dengan sektor utama pendorong ekonomi di Provinsi NTT yaitu sektor
pertanian yang tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja berpendidikan tinggi. Di
samping itu, tingginya pertumbuhan tenaga kerja terdidik, seperti tingkat Universitas
3 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT): Jumlah Pengangguran dibagi Jumlah Angkatan Kerja
Grafik 5.3. Struktur Tenaga Kerja di NTT Bulan Februari 2016
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.4. Perkembangan Tenaga Kerja menurut Lapangan Usaha
Sumber : BPS, diolah
![Page 88: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/88.jpg)
| Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 70
70
sebesar 17,7% (yoy) memerlukan adanya usaha bersama dalam perluasan lapangan
kerja, baik melalui pendidikan dan kemudahan dalam kegiatan wirausaha serta usaha
untuk dapat menarik investor terutama di sektor industri yang dapat menyerap tenaga
kerja dalam jumlah cukup banyak.
55..22..44 KKoonnddiissii KKeetteennaaggaakkeerrjjaaaann MMeennuurruutt SSttaattuuss PPeekkeerrjjaaaann
Struktur tenaga kerja di Provinsi NTT pada rentang Februari 2015 dan Februari
2016 cenderung tidak berubah secara signifikan dan masih didominasi oleh pekerja di
sektor informal dengan kisaran angka 77%. Sementara itu, status pekerjaan
masyarakat pada Februari 2016 didominasi oleh pekerja yang berusaha dibantu buruh
tidak tetap sebanyak 704.457 jiwa (29,8%). Struktur tenaga kerja berdasarkan status
pekerjaan mengalami perubahan dibandingkan Februari 2015 yang didominasi oleh
Pekerja Tak Dibayar/Pekerja Keluarga. Hal ini juga mengkonfirmasi dampak dari
pergeseran masa tanam, sehingga banyak petani dan keluarganya yang tidak bisa
menggarap lahan persawahan miliknya. Sementara itu kenaikan jumlah pekerja yang
berusaha dibantu buruh tidak tetap diperkirakan terjadi seiring adanya keterlambatan
kegiatan proyek pemerintah dan proyek multiyear yang menyebabkan masih
berjalannya kegiatan proyek di awal tahun.
Grafik 5.5. Perkembangan Pengangguran Sesuai Tingkat Pendidikan
Grafik 5.6. Perkembangan Angkatan kerja (AK) dan Pekerja sesuai Tingkat Pendidikan
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 5.7. Perkembangan Struktur Tenaga Kerja Sesuai Status Pekerjaan
Grafik 5.8. Perkembangan Status Pekerjaan Masyarakat
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
![Page 89: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/89.jpg)
| Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 71
71
55..22..55 KKoonnddiissii TTeennaaggaa KKeerrjjaa SSeekkttoorr IInndduussttrrii MMaannuuffaakkttuurr BBeessaarr ddaann SSeeddaanngg
Dari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT
Triwulan I-2016, diketahui bahwa penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh
industri barang galian bukan logam (35,48%) dan diikuti oleh industri minuman
(26,3%). Sementara itu, tingginya porsi tenaga kerja industriindustri barang galian
bukan logam juga diikuti oleh tingkat produktivitas yang tertinggi sebesar Rp 31,29
juta/tenaga kerja, walaupun mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV-2015
yang sebesar Rp 47,4 juta/tenaga kerja. Secara umum, pada triwulan I-2016 terjadi
penurunan pada industri barang galian bukan logam dan industri minuman,
sementara industri makanan dan furnitur mengalami peningkatan.
55..22..66 HHaassiill SSuurrvveeii KKeeggiiaattaann DDuunniiaa UUssaahhaa ((SSKKDDUU))
Dari hasil SKDU di wilayah NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan
menunjukkan penurunan pada triwulan I-2016. Hal ini menunjukkan adanya
penurunan dalam penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor ekonomi di Provinsi
NTT. Berdasarkan hasil survei, sektor utama yang mengalami penurunan adalah sektor
bangunan, sektor perdagangan hotel dan restoran serta sektor pertanian. Untuk
periode triwulan II 2016, penyerapan tenaga kerja diperkirakan meningkat yang
terlihat dari peningkatan indeks proyeksi penggunaan tenaga kerja.
Grafik 5.9. Persentase Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Sedang dan Besar
Grafik 5.10. Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
![Page 90: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/90.jpg)
| Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 72
72
55..33 PPeerrkkeemmbbaannggaann KKeesseejjaahhtteerraaaann
55..33..11 PPeerrkkeemmbbaannggaann NNiillaaii TTuukkaarr PPeettaannii
Tingkat kesejahteraan Pedesaan Provinsi NTT yang digambarkan oleh
Nilai Tukar Petani (NTP) menunjukkan adanya penurunan dari 102,69 (Triwulan
IV-2015) menjadi 100,73 (Triwulan I-2016). Penurunan disebabkan oleh
turunnya indeks yang diterima (IT) dan terjadi kenaikan pada indeks yang dibayar
(IB). Dari sisi sektoral, penurunan indeks terutama terjadi pada sektor Tanaman
Perkebunan Rakyat sebagai akibat turunnya indeks yang diterima (IT) dan
disinyalir terjadi karena berkurangnya produksi komoditas perkebunan
masyarakat seperti kakao dan jambu mete, serta diikuti oleh anjloknya harga
komoditas tersebut di tingkat global. Sementara itu, untuk indeks yang dibayar
(IB) tertinggi ada pada sektor tanaman padi-palawija yang didorong kenaikan
harga obat-obatan dan pupuk.
55..33..22 PPeerrkkeemmbbaannggaann SSuurrvveeii KKoonnssuummeenn
Sementara itu, berdasarkan hasil survei konsumen (SK) yang dilakukan
oleh Bank Indonesia, ditemukan pula adanya indikasi penurunan pada
pendapatan mayarakat di NTT. Berdasarkan hasil SK, Indeks Penghasilan Saat Ini
Grafik 5.11. Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU
Sumber : SKDU-BI, diolah
Grafik 5.12. Perkembangan Nilai Tukar Petani Grafik 5.13. Perkembangan NTP Per-Sektor
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
![Page 91: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/91.jpg)
| Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 73
73
Masyarakat NTT dibandingkan 6 bulan yang lalu menunjukkan penurunan dari
146 (triwulan IV-2015) menjadi 123,50 (triwulan I-2016). Perlambatan produksi
komoditas pertanian dan menurunnya kegiatan proyek dibandingkan periode
sebelumnya disinyalir menjadi penyebab utama.
Grafik 5.14. Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu
Sumber : SK-BI, Diolah
![Page 92: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/92.jpg)
![Page 93: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/93.jpg)
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 74
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan II-2016 diperkirakan akan meningkat
dan berada pada rentang 5-5.4% (yoy) dan prediksi sepanjang tahun 2016
diperkirakan masih berada pada proyeksi sebelumnya sebesar 5,1-5,5% (yoy).
Di sisi lain, inflasi triwulan II diperkirakan berada pada kisaran 4,7-5,2% (yoy)
dengan prediksi akhir tahun sebesar 4-4,5% (yoy).
Peningkatan investasi dan realisasi anggaran pemerintah diperkirakan masih menjadi
pendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan II dan sepanjang tahun 2016. Khusus
untuk triwulan II, pertumbuhan ekonomi juga ditopang oleh pencairan dana desa tahap
pertama dan kemungkinan realisasi gaji ke-13.
Sementara itu, tekanan inflasi pada triwulan II diperkirakan terjadi seiring peningkatan
konsumsi masyarakat menjelang libur sekolah pada bulan Juni dan adanya peningkatan
harga menjelang perayaan Idul Fitri. Sementara itu, tekanan inflasi sepanjang tahun
2016 diperkirakan masih berasal dari komoditas volatile food dan tarif angkutan udara.
6.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT
6.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016
Berdasarkan perkembangan pada triwulan I-2016, Perekonomian NTT
sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berada pada rentang 5,1 5,5% (yoy).
Tingginya realisasi pertumbuhan ekonomi di triwulan I yang mencapai 5,06%
(yoy) menjadi salah satu dasar optimisme. Pertumbuhan ekonomi 2016 sendiri
diperkirakan didorong oleh investasi dan konsumsi pemerintah. Dari sisi investasi,
pembangunan Waduk Raknamo yang telah memasuki tahap konstruksi (progress
mencapai 45% di bulan Mei), Waduk Rotiklot, embung, serta proyek lainnya
seperti jalur sabuk perbatasan dan pos lintas batas negara diharapkan menjadi
faktor pendorong. Sementara dari sisi konsumsi pemerintah, optimisme muncul
dari adanya peningkatan dana desa sebesar 128% dari Rp 812 miliar (2015)
menjadi Rp 1,849 triliun (2016) yang akan disalurkan kepada 2995 desa di 21
kabupaten dengan besaran Rp 565 juta/desa serta adanya gaji ke-13 Pegawai
Negeri Sipil. Dari sisi konsumsi rumah tangga, optimisme muncul dari peningkatan
Upah Minimum Provinsi (UMP) sebanyak 16% dari Rp 1.250.000,- (2015) menjadi
Rp 1.425.000,- (2016). Namun, terdapat pula potensi penghambat pertumbuhan
ekonomi tahun 2016, diantaranya adalah potensi penurunan produksi pertanian
seiring el nino dan serangan hama pada awal tahun 2016, serta kemungkinan
![Page 94: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/94.jpg)
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 75
penurunan produksi perikanan seiring La Nina yang diperkirakan terjadi mulai
triwulan III-2016.
6.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan II-2016
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2016 diperkirakan
berada pada rentang 5-5,4% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I yang
sebesar 5,06% (yoy). Peningkatan terutama didorong oleh sektor konsumsi
pemerintah dan produksi pertanian masyarakat seiring masa panen.
Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan I - 2016
Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah) 6.1.2.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan
Dari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga
diperkirakan meningkat yang tercermin pada angka Indeks Tendensi
Konsumen (ITK) dan Survei Konsumen. Peningkatan juga terlihat dari indeks
proyeksi pendapatan rumah tangga dan rencana pembelian barang tahan lama.
Sementara dari Survei Konsumen, terlihat peningkatan indeks keyakinan
konsumen, indeks ekspektasi konsumen, ekspektasi penghasilan 6 bulan yang
akan datang dan kondisi ekonomi 6 bulan yang akan datang. Hal ini
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan optimisme masyarakat terhadap
pendapatan yang akan datang dan hal tersebut terkait dengan adanya panen dan
rencana gaji ke-13 pada triwulan yang akan datang.
![Page 95: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/95.jpg)
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 76
6.2. Indeks Tendensi Konsumen 6.3. Survei Konsumen
Sumber : BPS (diolah) Sumber :Bank Indonesia diolah)
Kinerja investasi diperkirakan tumbuh sedikit melambat pada
triwulan-II. Pertumbuhan investasi secara tahunan di triwulan-II diperkirakan
akan sedikit melambat dibandingkan periode triwulan-I 2016. Hal ini lebih
disebabkan dampak base effect tingginya pertumbuhan investasi pada triwulan II-
2015. Pertumbuhan investasi sendiri diperkirakan masih berasal dari investasi
pemerintah, terutama kelanjutan pembangunan bendungan, gedung
pemerintahan, sarana publik (rumah sakit dan sarana pendidikan) serta fasilitas
perhubungan (jalan, dermaga dan bandara). Di sisi swasta, terdapat sinyalemen
rencana investasi swasta melalui pembangunan pabrik es balok dan garam.
Kinerja net ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada
triwulan II juga diperkirakan akan tetap melambat. Provinsi NTT diperkirakan
masih akan mengalami net impor pada triwulan II-2016, hal ini terjadi karena
masih terbatasnya produk asli daerah dan diiringi trend penurunan harga
komoditas (kakao, jambu mete dan rumput laut) serta masih tingginya kebutuhan
impor bahan modal (kendaraan dan bahan bangunan) serta pangan (beras). Di sisi
lain, peningkatan pengiriman kapal ternak untuk memenuhi kebutuhan daging
sapi menjelang hari raya Idul Fitri di pulau Jawa diharapkan dapat menghambat
angka net impor.
6.1.2.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral
Dari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-II
2016 diperkirakan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan-I.
Perlambatan diperkirakan terjadi seiring adanya gagal tanam dan gagal panen
untuk komoditas padi di beberapa daerah NTT, seperti Kab. Manggarai, Kab.
Manggarai Barat, Kab. Kupang dan Rote. Penyebab hal tersebut diantaranya
adalah curah hujan yang rendah akibat el nino dan serangan hama. Selain itu,
![Page 96: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/96.jpg)
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 77
produksi perikanan juga diperkirakan tidak setinggi tahun sebelumnya sebagai
akibat dari adanya pola migrasi dan gelombang bawah laut yang menyebabkan
tangkapan nelayan menjadi berkurang. Di sisi lain, sektor pertanian diperkirakan
masih dapat tumbuh seiring pengiriman sapi melalui kapal ternak dan usaha
indusri garam yang berkembang, terutama di Kab. Sabu Raijua. Namun, patut
diwaspadai potensi terhambatnya pengiriman akibat angin kencang dan
gelombang tinggi yang mulai muncul di perairan NTT. Berdasarkan data BMKG,
curah hujan dan sifat hujan untuk mayoritas daerah Provinsi NTT pada bulan Mei
2016 berada pada kisaran rendah atau dibawah normal. Curah hujan menengah
atau kondisi sifat hujan cukup normal hanya terdapat di daerah sebagian Flores
(Manggarai Barat, Manggarai dan Sikka), serta sebagian Kab. Kupang. Namun,
adanya potensi anomali cuaca juga dapat terjadi mengingat seringkalinya Kota
Kupang diguyur hujan pada bulan Mei.
Gambar 6.1. Ramalan Curah Hujan di Provinsi NTT pada Bulan Mei 2016
Gambar 6.2. Ramalan Sifat Hujan di Provinsi NTT pada Bulan Mei 2016
Sumber: BMKG Stakum Lasiana Sumber: BMKG Stakum Lasiana
Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib diperkirakan mengalami peningkatan. Peningkatan disebabkan oleh
adanya potensi penyaluran gaji ke-13 PNS, 60% anggaran dana desa ke daerah
(sekitar Rp 1,1 triliun) serta adanya upaya percepatan penyerapan anggaran oleh
pemerintah dengan target realisasi triwulan II mencapai 40% dari total anggaran.
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor diperkirakan mengalami peningkatan pada Triwulan-II. Peningkatan
terutama didorong oleh adanya peningkatan pendapatan masyarakat seiring gaji
ke-13 dan pendapatan paska panen. Selain itu, adanya liburan sekolah dan
menjelang hari raya Idul Fitri diperkirakan dapat pula mendorong hasrat
masyarakat untuk melakukan belanja. Hal ini terindikasi pula pada hasil Suvei
![Page 97: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/97.jpg)
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 78
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)-Bank Indonesia yang menunjukkan adanya
kecenderungan peningkatan yang terlihat dari indeks harga jual dan kegiatan
usaha yang meningkat.
Grafik 6.4. Survei Kegiatan Dunia Usaha
Sumber : Bank Indonesia (diolah)
Sektor konstruksi diperkirakan mengalami perlambatan di
triwulan-II. Perlambatan lebih disebabkan oleh dampak base effect tingginya
pertumbuhan ekonomi sektor konstruksi pada triwulan II-2015. Pertumbuhan
sektor konstruksi pada triwulan-II diperkirakan masih ditopang oleh proyek-proyek
pemerintah, termasuk proyek multiyear seperti bendungan dan gedung
pemerintahan.
6.2 Inflasi
Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2016
diperkirakan berada pada kisaran 4-4,5% (yoy) sementara untuk triwulan-II
2016 inflasi berada pada kisaran 4,7-5,2% (yoy). Pendorong inflasi pada tahun
2016 diperkirakan berasal dari komoditas volatile food. Adanya potensi penurunan
produksi beras seiring kekeringan dan serangan hama pada musim tanam-I 2016
serta fluktuasi harga komoditas ikan, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang
disebabkan oleh kondisi anomali cuaca yang seringkali terjadi menjadi potensi
penyebab lainnya. Potensi inflasi juga berasal dari momen-momen libur keagamaan
dan libur sekolah yang dapat mendorong peningkatan tarif angkutan udara.
Sementara itu, potensi penahan inflasi pada tahun 2016 diperkirakan berasal dari
stabilnya harga bahan bakar minyak (BBM) seiring harga minyak dunia yang
cenderung rendah.
Di sisi lain, inflasi tahunan pada triwulan II 2016 tercatat lebih rendah
apabila dibandingkan triwulan-I, namun secara triwulanan inflasi cenderung
lebih tinggi. Turunnya inflasi secara tahunan (yoy) lebih disebabkan oleh dampak
![Page 98: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · 2016-05-24 · Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kab/ Kota ----- 64 BAB V ... Grafik Boks 2.1 Hubungan Alokasi Pupuk Bersubsidi dengan](https://reader031.vdocuments.site/reader031/viewer/2022022805/5ca9d2cb88c9938c0b8d0dcb/html5/thumbnails/98.jpg)
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 79
base effect tingginya inflasi pada periode yang sama tahun 2015 sehingga
mendorong pencapaian inflasi secara tahunan yang tinggi di awal tahun. Apabila
dilihat secara triwulanan (qtq) inflasi diprediksi tercatat cukup tinggi sebesar 0,8 -
1,1% (qtq) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I yang sebesar -0,4% (qtq).
Sumbangan inflasi triwulan II diperkirakan terjadi karena dorongan konsumsi
masyarakat seiring peningkatan pendapatan paska panen dan momen liburan
sekolah. Selain itu, momen idul fitri juga dapat menyebabkan harga komoditas dari
daerah lain menjadi naik. Di sisi lain, penurunan produksi beras akibat kekeringan
dan serangan hama dapat menjadi faktor pendorong inflasi lainnya. Indikasi
kenaikan harga juga terlihat dari hasil survei konsumen Bank Indonesia yang
menunjukkan adanya ekspektasi kenaikan harga dan penghasilan pada rentang
triwulan II 2016.
Grafik 6.5. Hasil Survei Konsumen Grafik 6.6. Prediksi Inflasi Triwulan-II 2016
Sumber: Survei Konsumen-Bank Indonesia Sumber: BPS & BI (diolah)