kajian distribusi spasial dan temporal turbulen ... · diajukan dalam bentuk apa pun kepada...
TRANSCRIPT
KAJIAN DISTRIBUSI SPASIAL DAN TEMPORAL TURBULEN
MENGGUNAKAN DATA DI 15 LOKASI
DI INDONESIA
JEANNETTE VICTORIA TONGGAL
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Distribusi
Spasial dan Temporal Turbulen Menggunakan Data di 15 Lokasi di Indonesia
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Jeannette Victoria Tonggal
NIM G2410005
ABSTRAK
JEANNETTE VICTORIA TONGGAL. Kajian Distribusi Spasial dan Temporal
Turbulen Menggunakan Data di 15 Lokasi di Indonesia. Dibimbing oleh AHMAD
BEY.
Turbulensi adalah aliran fluida yang berbentuk acak, tidak beraturan dan
menjadi salah satu fenomena cuaca penting antara lain untuk penerbangan dan
polusi udara. Pola distribusi turbulensi dapat dilihat berdasarkan pola harian dan
musiman serta dapat dibuat klasifikasi untuk memahami seberapa kuat kejadian
turbulensi. Parameter turbulensi yang dikaji yakni ketinggian lapisan pencampur,
bilangan Richardson yang menunjukkan kriteria ada atau tidaknya turbulen, besar
energi kinetik dan intensitas turbulensi. Kajian turbulensi menunjukkan bahwa
perbedaan nilai beberapa parameter lebih terlihat pada pola harian (pagi dan
siang) dibandingkan pola musiman. Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa turbulensi di lima belas lokasi kajian dominan pada kategori
turbulensi lemah ditinjau dari intensitas turbulensi konvektif, dan berdasarkan
kekuatan energi kinetik setiap lokasi tergolong kategori turbulensi lemah hingga
kuat.
Kata kunci: lapisan pencampur, Richardson, energi kinetik, intensitas, kategori
turbulensi
ABSTRACT
JEANNETTE VICTORIA TONGGAL. Study of Spatial and Temporal Turbulent
Distribution Using Data on 15 Location in Indonesia. Supervised by AHMAD
BEY.
Turbulence is a type of chaotic and irregular fluid flow which is one of
significant weather phenomenon for aviation and air pollution. The distribution
pattern of turbulence can be observed by the daily and seasonal patterns and can
be classified to understand how strong turbulence events. Turbulence parameters
studied were mixed layer height, Richardson number indicating the presence or
absence of turbulent, kinetic energy, and turbulence intensity. The study showed
that the daily pattern has more significant differences of turbulence parameters
than seasonal pattern. Based on the result, turbulence in the fifteen locations are
classified as weak turbulence based on convective turbulence intensity and weak
to strong turbulence category by the kinetic energy approache.
Key words: mixed layer, Richardson, kinetic energy, intensity, turbulence
category
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi
KAJIAN DISTRIBUSI SPASIAL DAN TEMPORAL TURBULEN
MENGGUNAKAN DATA DI 15 LOKASI
DI INDONESIA
JEANNETTE VICTORIA TONGGAL
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Kajian Distribusi Spasial dan Temporal Turbulen Menggunakan
Data di 15 Lokasi di Indonesia
Nama : Jeannette Victoria Tonggal
NIM : G24100057
Disetujui oleh
Prof Dr Ahmad Bey
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Tania June, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 sampai Juni 2014
ini ialah turbulensi, dengan judul Kajian Distribusi Spasial dan Temporal
Turbulen Menggunakan Data di 15 Lokasi di Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ahmad Bey selaku
pembimbing tugas akhir yang telah banyak memberikan ide, kritik, saran dan
bimbingannya sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Terimakasih pula
penulis ucapkan kepada Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi Ibu Dr Ir
Tania June, MSc yang telah memberi saran dan masukan bagi kelancaran
penulisan tugas akhir ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan bagi segenap staf pengajar dan
pegawai Departemen GFM, Pak Azis, Pak Nandang, Pak Pono yang telah banyak
membantu selama penulis menjalani perkuliahan di IPB. Terima kasih pula tak
lupa diucapkan kepada Zevy Augrind Limin yang dengan setia memberi semangat
dan dukungan bagi penulis, Em, Himma, Enggar, Uni, Givo, Alan, Mani, Aret,
Thaisir, Ernat, Arisal dan seluruh teman-teman GFM 47, 48, dan 49 atas semangat
serta doanya selama ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas
segala doa, motivasi, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2014
Jeannette Victoria Tonggal
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
TINJAUAN PUSTAKA 2
Turbulensi 2
Pendekatan Statistik untuk Perhitungan Turbulensi 3
Peran Kajian Turbulen di Berbagai Aspek 4
METODE 4
Waktu dan Tempat Penelitian 4
Bahan 4
Alat 5
Prosedur Penelitian 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Deskripsi Wilayah Kajian 10
Analisis Ketinggian Lapisan Pencampur 11
Identifikasi Keberadaan Turbulensi Berdasarkan Bilangan Richardson 14
Analisis Kekuatan Turbulensi Berdasarkan Besar Energi Kinetik Turbulensi 16
Intensitas Turbulensi dan Klasifikasi bagi Turbulensi Konvektif 19
SIMPULAN DAN SARAN 21
Simpulan 21
Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 22
LAMPIRAN 23
DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi intensitas turbulensi di penerbangan 4 2 Kriteria turbulensi dan kestabilan atmosfer berdasar nilai Ri 8 3 Klasifikasi intensitas turbulensi berdasarkan nilai ΔT dengan
metode tephigram 10 4 Persentase bilangan Richardson berdasarkan jumlah data pada
satu hari di lima belas lokasi untuk bulan Juni dan Desember 14 5 Nilai kuartil turbulensi berdasarkan distribusi data energi
kinetik di lima belas lokasi pengamatan 17
6 Kaitan antara besarnya intensitas turbulensi dengan
klasifikasinya pada daerah kajian Manado dan Kupang 20
DAFTAR GAMBAR
1 Profil vertikal suhu potensial dengan panas kumulatif sebagai
area di bawah kurva (modifikasi dari Stull 2000). 3 2 Peta sebaran lima belas lokasi pengamatan kajian turbulensi 5 3 Tabel klasifikasi panjang kekasapan (z0) dengan pendekatan
koefisien gesekan Cd (Modifikasi dari Stull 2000) 9 4 Diagram tahapan metode tephigram 10 5 Ketinggian lapisan pencampur (km) di lima belas lokasi
pengamatan pada pagi hari (00 UTC) di musim kemarau
(bulan Juni) 11 6 Ketinggian lapisan pencampur (km) di lima belas lokasi
pengamatan pada siang hari (06 UTC) di musim kemarau
(bulan Juni) 12
7 Ketinggian lapisan pencampur (km) di lima belas lokasi
pengamatan pada pagi hari (00 UTC) di musim hujan (bulan
Desember) 12 8 Ketinggian lapisan pencampur (km) di lima belas lokasi
pengamatan pada siang hari (06 UTC) di musim hujan (bulan
Desember) 13 9 Profil vertikal bilangan Richardson antara ketinggian
permukaan dan 20 Km pada jam pengamatan siang (13.00
WIB atau 14.00 WITA) dan malam (22.00 WIB atau 23.00
WITA) di lokasi Medan (a) (b) dan Bali (c) (d) 15 10 Simulasi energi kinetik turbulensi (m
2/s
2) selama dua hari di
Medan pada bulan Juni (a), dan bulan Desember (b) 16
11 Sebaran pengelompokkan turbulensi berdasarkan nilai energi
kinetik pada (a) Juni, (b) Desember 19
12 Profil udara atas lokasi Manado pada tanggal 1 Juni 2012
pukul 13.00 WIB, cara pengeplotan suhu untuk metode
Tephigram 19 13 Jumlah kejadian intensitas turbulensi selama pengamatan di
lima belas lokasi pada bulan Juni (a) dan Desember (b) 20
DAFTAR LAMPIRAN
1 Ketingian lapisan pencampur pada pagi dan siang hari serta
dibedakan pada pola musim di 15 lokasi pengamatan 23 2 Nilai Richardson terhadap ketinggian pada siang dan malam
hari di lokasi Medan dan Bali 23 3 Nilai energi kinetik turbulensi (m
2/s
2) di lokasi Medan pada
satu hari di bulan Juni dan satu hari di bulan Desember 24 4 Jumlah kejadian turbulensi berdasarkan kategori energi kinetik
turbulen 25 5 Nilai selisih suhu pada metode Termodinamik untuk lokasi
Manado pada bulan Juni 2012 26 6 Nilai selisih suhu pada metode Termodinamik untuk lokasi
Manado pada bulan Desember 2012 26 7 Nilai selisih suhu pada metode Termodinamik untuk lokasi
Kupang pada bulan Juni 2012 26 8 Nilai selisih suhu pada metode Termodinamik untuk lokasi
Kupang pada bulan Desember 2012 27
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berbagai aktivitas yang dilakukan di luar ruangan sering kali harus
memperhatikan faktor cuaca demi kelancaran aktivitas tersebut. Salah satu
fenomena cuaca tersebut yaitu turbulensi. Turbulensi di atmosfer memberikan
pengaruh bagi penyebaran polutan serta pencampuran panas, uap air dan
momentum secara efektif di udara. Turbulensi menjadi penting bagi penerbangan
terkait dengan potensinya dalam menimbulkan gangguan kenyamanan dan
keselamatan pesawat (Sasmito 2011).
Turbulensi merupakan pergerakan udara yang acak, kacau dan dihasilkan
oleh beberapa faktor penyebab seperti perpindahan panas dari permukaan dan
gesekan angin vertikal. Terdapat beberapa jenis turbulensi yang dikelompokkan
berdasarkan faktor penyebabnya (Golding 2000). CAT merupakan salah satu jenis
turbulensi yang terjadi pada kondisi langit cerah tanpa awan yang terjadi pada
ketinggian antara 6 km sampai 15 km, sehingga sangat berpengaruh pada
penerbangan baik komersil maupun militer (Widseth 1999).
Pendekatan yang banyak dilakukan untuk menghitung turbulensi adalah
dengan menduga besar energi kinetiknya (McCann 1999, Savli 2012). Persamaan
energi kinetik turbulensi atau Turbulence Kinetic Energy (TKE) didasari pada
hubungan antara pola pengamatan atmosfer yaitu geser angin dan bouyancy
dengan kejadian turbulensi (McCann 1999). Hasil penelitian Mccan (1999)
menunjukkan adanya hubungan antara intensitas turbulensi dengan besar energi
kinetik, lebih lanjut Savli (2012) menyimpulkan bahwa energi kinetik turbulensi
sangat berguna bagi ahli meteorologi untuk mengetahui kekuatan turbulensi.
Ada pula perhitungan turbulensi dengan menggunakan bilangan Richardson
sebagai kriteria ada atau tidaknya turbulensi (Widseth 1999). (McCann 2001).
Selain itu, ketinggian lapisan pencampur juga penting dipahami untuk mengetahui
ketinggian terjadinya pencampuran massa udara akibat turbulensi (Stull 2000).
Klasifikasi turbulensi pada bidang penerbangan dibagi berdasarkan
intensitas turbulensi yaitu: ekstrim, kuat, sedang, dan lemah. Namun hingga saat
ini laporan turbulensi dalam penerbangan masih dilakukan secara subjektif
(Overeem 2002).
Distribusi turbulensi di Indonesia akan dikaji melalui perhitungan berbagai
karakteristik yaitu ada atau tidaknya terjadi turbulensi, besar energi kinetiknya,
ketinggian potensial turbulensi, serta intensitas turbulensi untuk dapat
diklasifikasikan menurut klasifikasi turbulensi pada beberapa titik sebaran di
Indonesia.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan distribusi turbulensi yang
diwakili oleh beberapa titik sebaran di Indonesia berdasarkan pola harian dan
musiman.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Turbulensi
Turbulensi adalah jenis aliran fluida yang memiliki perputaran kuat dan
menampakkan suatu kekacauan secara jelas (Overeem 2002). Umumnya, fluida
ini memiliki kecepatan yang tidak beraturan dan bentuknya berfluktuatif secara
acak (Panofsky, Dutton 1983). Di atmosfer, turbulensi tampak sebagai putaran
angin tak beraturan (swirl) yang disebut eddies (Savli 2012).
Angin merupakan udara yang bergerak dan dapat sangat bervariasi.
Besarnya angin sesaat dapat dinyatakan sebagai jumlah dari nilai rata-rata
kecepatan angin dengan parameter turbulensinya (Stull 2000).
(1)
dengan U(t) merupakan komponen angin zonal pada waktu (t), Ū adalah rata-rata
pengukuran angin sesaat pada periode waktu tertentu dan u’(t) yaitu simpangan
dari nilai rata-rata pada waktu (t) atau disebut sebagai turbulen.
Rata-rata dari persamaan (1) dihitung pada waktu dan jarak tertentu, yang
dituliskan sebagai:
(2)
dengan k adalah indeks data dan N adalah jumlah data.
Sedangkan nilai simpangan atau standar deviasi, u’(t) dari persamaan (1)
didefinisikan sebagai akar dari keragaman dan diinterpretasikan juga sebagai
turbulensi. Secara statistik, untuk menentukan keragaman dapat dituliskan sebagai
berikut:
(3)
dan standar deviasi yaitu,
(4)
Berdasarkan penyebab terbentuknya, turbulensi dibagi menjadi beberapa
jenis (Golding 2000), yaitu:
Turbulensi konvektif
Turbulensi ini disebabkan adanya kenaikan udara hangat dari permukaan
serta turunnya udara yang lebih dingin dari atmosfer (Stull 2000).
Turbulensi mekanik
Turbulensi mekanik terjadi karena adanya geser angin (wind shear) yaitu
perubahan kecepatan dan arah angin terhadap ketinggian (Golding 2000).
Mountain – wave
Overeem (2002) menyatakan bahwa turbulensi ini disebabkan oleh
perubahan aliran udara karena adanya gerakan pengangkatan udara
menjadi gerakan udara menurun pada sisi kaki di balik gunung.
Wake turbulence
3
Wake turbulence terjadi pada penerbangan pesawat udara yaitu ketika
pesawat mengalami pengangkatan yang memicu terbentuknya sepasang
rotasi silinder massa udara (Golding 2000).
Clear- air turbulence (CAT)
CAT adalah turbulensi non konvektif dan berada di luar planetary
boundary layer (PBL) yaitu pada atmosfer bebas. CAT terjadi tiba-tiba
tanpa terjadinya pembentukan awan. Beberapa kondisi yang memicu
terbentuknya CAT antara lain adalah KHI (Kelvin-Helmholtz instability),
salah satu gelombang gravity yang terbentuk karena geser angin (McCann
2001). Area terjadi CAT berkisar antara ketinggian 6-15 km (Savli 2012).
Pendekatan Statistik untuk Perhitungan Turbulensi
Beberapa ahli meteorologi umumnya menggunakan pendekatan statistik
untuk mengukur turbulensi seperti mengidentifikasi keberadaan turbulen dengan
bilangan Richardson, menghitung intensitas turbulensi, mengukur besar energi
kinetik serta ketinggian terjadinya turbulensi.
Richardson number (Ri) merupakan kriteria yang dapat menunjukkan ada
atau tidaknya turbulensi pada tingkat stabilitas lingkungan (Arya 2001).
Hubungan antara turbulensi dan Ri yaitu, jika Ri < 0.0 maka terjadi turbulensi
konvektif kuat, ketika 0.0< Ri < 0.25 maka yang terbentuk adalah turbulensi
dengan konvektif lemah, dan ketika Ri > 0.25 menandakan tidak ada turbulensi
yang terjadi (McCann 2001).
Intensitas turbulensi diartikan sebagai rasio standar deviasi dengan nilai
kecepatan angin rata-rata (Arya 1999). Lebih lanjut, Arya (2001) menyatakan
teori bahwa intensitas turbulensi umumnya lebih besar di dekat permukaan.
Stull (2000) dan Han et al. (2000) mendefinisikan energi kinetik turbulensi
sebagai gambaran besarnya kekuatan turbulensi yang biasanya dihasilkan pada
skala ketinggian lapisan perbatas (ABL), energi ini dihasilkan secara mekanik
oleh geser angin (wind shear) dan gaya apung (bouyancy) oleh pemanasan.
Ketinggian lapisan pencampur (mixed layer) berkaitan dengan ketinggian
terjadinya turbulensi karena sifat turbulensi yang mengakibatkan pencampuran
dan perubahan massa, momentum, serta panas secara efektif. Ketinggian lapisan
pencampur dapat diperoleh melalui pendekatan antara suhu potensial terhadap
ketinggian dengan besarnya panas kumulatif sebagai area di bawah kurva.
Gambar 1 Profil vertikal suhu potensial dengan panas kumulatif sebagai area di
bawah kurva (modifikasi dari Stull 2000).
4
Peran Kajian Turbulen di Berbagai Aspek
Angin dan turbulensi merupakan parameter cuaca yang vital dalam
penyebaran polutan di udara. Keduanya akan menyebabkan dispersi polutan yang
bercampur dengan udara sekitar sehingga berpengaruh pada besarnya konsentrasi
polutan setempat (Oke 2002).
Kajian turbulensi di atmosfer juga menjadi hal utama yang diwaspadai
dalam dunia penerbangan. Menurut Golding (2002), pemahaman turbulensi bagi
penumpang pesawat adalah salah satu kemungkinan terjadinya goncangan ketika
berada dalam penerbangan yang mengganggu kenyamanan. Turbulensi tidak
diharapkan bagi pilot karena menuntut pilot untuk mengendalikan pesawat dengan
ketelitian dan kewaspadaan lebih dibanding saat kondisi normal, lebih lagi
turbulensi menyebabkan peningkatan kerja mesin sehingga diperlukan bahan
bakar tambahan bagi pesawat (Overeem 2002).
Kelas turbulensi yang dikenal di dunia penerbangan digolongkan berdasar
intensitas dan pengaruhnya bagi pesawat terbang, yaitu:
Tabel 1 Klasifikasi intensitas turbulensi di penerbangan
(COMET 2013)
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari - Juni 2014 di Laboratorium
Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer, Departemen Geofisika dan Meteorologi,
Institut Pertanian Bogor (IPB).
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian berupa data yang mencakup:
Intensitas Keterangan
Lemah Tubrukan ringan, lebih kecil daripada gangguan akibat
kesalahan saat mengendalikan pesawat.
Sedang Frekuensi tubrukan pesawat mendadak namun kecil atau tidak
terjadi perbedaan ketinggian atau letak pesawat.
Kuat Perubahan besar mendadak pada ketinggian, kecepatan, dan
posisi pesawat. Ada kalanya menyebabkan kehilangan kendali
sementara. Turbulensi kuat dapat juga terjadi di dekat badai
guntur dan pada gesekan kuat dari angin horizontal-vertikal.
Ekstrim Tubrukan hebat pada pesawat, ada kalanya menghasilkan
kerusakan struktural dan hilang kendali. Kejadian yang jarang
terjadi, dan biasanya berhubungan dengan badai guntur besar.
5
1. Data koordinat lintang dan bujur setiap lokasi pengamatan yang diperoleh dari
http://www.maps.google.com/.
2. Data radiosonde mencakup parameter tekanan, ketinggian, suhu, suhu titik
embun, arah angin, kecepatan angin, dan kelembaban relatif pada bulan Juni dan
Desember 2012 di 15 lokasi pada tiap 3 jam pengamatan (00, 03, 06, 09, 12, 15,
18, 21 UTC). (sumber: http://ready.arl.noaa.gov/READYamet.php)
Gambar 2 Peta sebaran lima belas lokasi pengamatan kajian turbulensi
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa seperangkat komputer
yang dilengkapi software RAOB 5.7 (The RAwinsonde Observation Program)
untuk memperoleh ketinggian convective condensation level (CCL) dan nilai
suhu, software Surfer 9, serta software Microsoft Office 2007 (Word dan Excel).
Prosedur Penelitian
Lapisan yang diteliti mulai dari permukaan bumi sampai ketinggian 20 km
dari permukaan. Setiap lokasi memiliki ketinggian awal (permukaan) yang
berbeda. Diukur selama 1 minggu setiap harinya, yang terdiri dari 8 kali
pengamatan dalam satu hari.
1. Ketinggian turbulensi dengan metode termodinamik
Metode termodinamik merupakan metode untuk menentukan pertumbuhan
lapisan pencampuran berdasarkan profil suhu potensial dengan besarnya panas
kumulatif sebagai area di bawah kurva (Stull 2000). Beberapa tahapan yang
dilakukan dalam metode ini adalah:
Menentukan solar declination angle
solar declination angle didefinisikan sebagai sudut antara orbit dengan
ekuator bumi (Stull 2000).
(5)
Keterangan:
δs : solar declination angle
Φr : kemiringan sumbu bumi relatif (23.450)
C : 2π radians = 3600
d : julian date
dr : summer solstice
dy : total hari dalam setahun
6
Menghitung Sudut elevasi (Ψ)
Sudut elevasi merupakan sudut matahari ketika berada di atas permukaan
bumi (Stull 2000).
(6)
Keterangan:
Ψ : sudut elevasi (0)
: latitude
λe : longitude
C : 2 π radians = 3600
tUTC : coordinated universal time (jam)
td : panjang hari (jam)
Heat flux (ƷH)
Heat flux yaitu jumlah perpindahan kuantitas panas per unit area per unit
waktu (Stull 2000)
(7)
Keterangan:
ƷH : heat flux (W/m2)
E : solar constant (1368 W/m2)
Ψ : sudut elevasi (0)
Menghitung heat flux kinematic (FH)
Heat flux kinematic merupakan nilai fluks panas dibagi dengan massa jenis
udara dan panas spesifik yang menghasilkan nilai persamaan untuk satuan
suhu dan kecepatan angin (Stull 2000).
(8)
Keterangan:
FH : heat flux kinematic (K m s-1
)
ρair : massa jenis udara (kg/ m3)
Cp : spesific heat for air (J K-1
kg-1
)
ρair.Cp : 1231 W m-2
/ K m s-1
Menentukan cumulative daytime heating (QAK)
Cumulative daytime heating (QAK) menggambarkan akumulasi panas
harian per unit area dalam bentuk kinematik (Stull 2000).
(9)
Keterangan:
QAK : cumulative daytime heating (K. km)
FHmax : heat flux kinematic maximum (K m s-1
)
D : total durasi heat flux positif (s)
T : waktu pengamatan (s), pada siang hari t=D; malam hari t=24-D
Π : 3.14
7
Menentukan suhu potensial terhadap ketinggian
Suhu potensial adalah suhu parsel udara kering yang dibawa secara
adiabatik dari posisi awal menuju tekanan standar 1000 mb (Oke 2002).
Persamaannya sebagai berikut:
θ = T. (P0/P)Rd/Cp
(10)
Keterangan:
θ : suhu potensial (K)
T : suhu udara (K)
P0 : tekanan referensi (1000 mb)
P : tekanan pada ketinggian tertentu (mb)
Rd/Cp : 0.286
Menentukan ketinggian lapisan pencampur, zi
Lapisan pencampur adalah bagian dari atmospheric boundary layer yang
merupakan lapisan terjadinya pergerakan konvektif akibat pemanasan dari
permukaan dan juga turbulensi yang melakukan pencampuran secara
efektif (Savli 2012). Persamaannya sebagai berikut:
(11)
Keterangan:
zi : ketinggian lapisan pencampur (km)
QAK : cumulative daytime heating (K. km)
Δθ/Δz : perubahan suhu potensial terhadap ketinggian (K/km)
(Stull 2000).
2. Kriteria kekuatan turbulensi dengan bilangan Richardson
Bilangan Richardson (Ri) merupakan pengukuran intensitas pencampuran
(turbulensi) dan menyediakan kriteria yang menunjukkan ada atau tidaknya
turbulensi pada tingkat stabilitas lingkungan (Arya 2001).
(12)
Keterangan:
T : suhu udara (K)
g : kecepatan gravitasi, 9.8 m/s2
γd : dry adiabatic lapse rate, 9.8°C/km
z : ketingggian lapisan
u :kecepatan angin (m/s) (Panofsky, Dutton 1983).
8
Tabel 2 Kriteria turbulensi dan kestabilan atmosfer berdasar nilai Ri
Nilai Ri Turbulensi Stabil/ tidak stabil
Ri < 0 Ada, konvektif kuat Tidak stabil termal
0.0 < Ri < 0.25 Ada, konvektif lemah
Ri > 0.25 Tidak ada
(Stull 2000), (McCann 2001).
3. Energi kinetik turbulensi (TKE)
Energi kinetik turbulensi secara langsung menggambarkan kekuatan
turbulensi di dalam aliran (Han J et al. 2000), dan memiliki persamaan secara
statitistik sebagai berikut:
(13)
Keterangan:
TKE : Turbulence Kinetic Energy (m2s
-2)
δu; δv; δw : standar deviasi kecepatan angin (m/s) (Stull 2000)
Persamaan untuk menentukan standar deviasi kecepatan angin berbeda
pada kondisi tidak stabil, stabil, dan netral.
Standar deviasi pada kondisi tidak stabil (Stull 2000)
(14)
Keterangan:
wB : Bouyancy velocity (m/s)
z : ketinggian (m)
zi : ketinggian lapisan pencampur (m)
Bouyancy velocity menyatakan keefektifan panas yang dihasilkan oleh
perpindahan panas vertikal, dapat dihitung melalui persamaan:
(15)
Keterangan:
g : 9.8 m/s2
Tv : suhu virtual (K)
zi : ketinggian mixed layer (km)
ML : mixed layer
sfc : surface (Stull 2000).
Standar deviasi pada kondisi stabil (Stull 2000)
9
(16)
Standar deviasi pada kondisi netral (Stull 2000)
(17)
Keterangan:
h : ketinggian lapisan pencampur (m)
z : ketinggian (m)
u* : friction velocity (m/s)
Nilai friction velocity yaitu tegangan kinematik yang berlawanan dengan
permukaan bumi (Stull 2000) dapat dihitung melalui pendekatan (Arya 2001):
U(z) = (U*/k) ln {(z)/z0} (18)
Keterangan:
U : kecepatan angin (m.s)
U* : friction velocity (m/s)
k : konstanta Von Karman = 0.4
z0 : panjang kekasapan (m)
z : ketinggian (m)
Gambar 3 Tabel klasifikasi panjang kekasapan (z0) dengan pendekatan
koefisien gesekan Cd (Modifikasi dari Stull 2000)
4. Intensitas Turbulensi
Intensitas turbulensi merupakan rasio standar deviasi dari fluktuasi
kecepatan angin. Secara matematis, nilai intensitas dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
(19)
Keterangan:
iu; iv; iw : intensitas turbulensi longitudinal; lateral; vertikal dengan
x sebagai sumbu orientasi.
δu; δv; δw : standar deviasi kecepatan angin (m/s)
|v| : kecepatan angin rata – rata (m/s) (Arya 2001).
10
5. Klasifikasi turbulensi konvektif dengan metode Tephigram
Metode tephigram merupakan metode yang digunakan ahli meteorologi di
Amerika untuk memprediksi turbulensi bagi penerbangan. Asumsi pada metode
ini yaitu tanpa melihat pengaruh dinamik sehingga hanya turbulensi pada awan
konvektif yang akan diamati (COMET 2013). Prosedurnya adalah sebagai berikut:
Gambar 4 Diagram tahapan metode tephigram
Tabel 3 Klasifikasi intensitas turbulensi berdasarkan nilai ΔT dengan metode
tephigram
ΔT (oC) Intensitas turbulensi
0 - 3 Lemah
4 - 6 Sedang
7 - 9 Kuat
> 9 Ekstrim
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Wilayah Kajian
Turbulensi merupakan fenomena cuaca yang besar pengaruhnya oleh faktor
lokal sehingga kejadiannya akan berbeda antar lokasi dan antar waktu
pengamatan. Kajian turbulensi dilakukan pada lima belas lokasi yakni Medan
(3.580 LU, 98.66
0 BT), Palembang (2.98
0 LS, 104.73
0 BT), Jakarta (6.21
0 LS,
106.850 BT), Surabaya (7.26
0 LS, 112.73
0 BT), Pontianak (0.02
0 LS, 109.33
0 BT),
Bali (8.270 LS, 115.14
0 BT), Samarinda (0.49
0 LS, 117.15
0 BT), Manado (1.49
0
LU, 124.840 BT), Makassar (5.13
0 LS, 119.42
0 BT), Kupang (10.18
0 LS, 123.58
0
BT), Ambon (3.610 LS, 128.10
0 BT), Sofifi (0.73
0 LU, 127.56
0 BT), Jayapura
Data Sounding
Ketinggian CCL
Suhu di 400hpa dari titik
CCL mengikuti garis
adiabatik jenuh (T’)
Suhu di 400hpa (T400)
ΔT = T’ – T400
Analisis intensitas
turbulensi berdasarkan ΔT
11
(2.520 LS, 140.72
0 BT), Manokwari (0.85
0 LS, 134.06
0 BT), dan Seram (2.86
0 LS,
129.470 BT).
Karakteristik rata-rata permukaan pada kelima belas titik adalah lokasi
perumahan atau perkotaan yang terdiri atas bangunan dan wilayah padat
penduduk, serta pada beberapa lokasi seperti Makassar, Manado, Ambon dan
Jayapura merupakan titik lokasi perkotaan yang berdekatan jaraknya dengan laut.
Laporan analisis musim kemarau dan musim hujan tahun 2012 oleh BMKG
(2012) menyatakan bahwa sebagian besar wilayah Jakarta, Bali, Sumatra,
Kalimantan, Jawa, Maluku dan Papua mengalami awal musim hujan pada kisaran
bulan Oktober - Desember 2012, dan untuk Jawa Timur dan Nusa Tenggara
berkisar bulan November 2012. Sedangkan rata-rata awal musim kemarau
dilaporkan terjadi pada kisaran bulan April – Mei 2012 untuk wilayah Jakarta,
Jawa, Bali dan Sumatra dan untuk wilayah Kalimantan diawali pada bulan Mei-
Juli 2012. Berdasarkan laporan awal musim kemarau dan hujan di Indonesia pada
tahun 2012 tersebut maka untuk melihat distribusi turbulensi berdasarkan pola
musimnya digunakanlah data bulan Juni dan Desember untuk mewakili kondisi
pada musim kemarau dan hujan.
Analisis Ketinggian Lapisan Pencampur
Stull (2010) menyatakan bahwa ketinggian turbulensi dapat diukur melalui
ketinggian lapisan pencampur karena sifat turbulensi yang menyebabkan
pencampuran di atmosfer. Berikut adalah grafik yang menunjukkan ketinggian
lapisan pencampur pada pagi dan siang hari di semua lokasi pengamatan dilihat
pula pada kondisi musim yang berbeda yaitu musim kemarau (Juni) dan musim
hujan (Desember).
Gambar 5 Ketinggian lapisan pencampur (km) di lima belas lokasi pengamatan
pada pagi hari (00 UTC) di musim kemarau (bulan Juni)
12
Gambar 6 Ketinggian lapisan pencampur (km) di lima belas lokasi pengamatan
pada siang hari (06 UTC) di musim kemarau (bulan Juni)
Gambar 7 Ketinggian lapisan pencampur (km) di lima belas lokasi pengamatan
pada pagi hari (00 UTC) di musim hujan (bulan Desember)
13
Gambar 8 Ketinggian lapisan pencampur (km) di lima belas lokasi pengamatan
pada siang hari (06 UTC) di musim hujan (bulan Desember)
Rata-rata antar lokasi menunjukkan ketinggian lapisan pencampur lebih
rendah pada pagi hari dibandingkan pada siang hari, yaitu berkisar antara 2.4 km
hingga 3.2 km untuk siang hari di bulan Juni dan Desember, dan pada pagi hari
pada kedua bulan yang sama berkisar antara 2.1 km hingga 3.1 km. Oke (2012)
menyatakan bahwa ketika siang hari, permukaan bumi akan lebih panas daripada
lapisan di atasnya sehingga terjadi kenaikan panas dari permukaan ke lapisan atas
yang menimbulkan pencampuran kuat dan memungkinkan ketinggian lapisan
pencampur bertambah. Pagi hari, permukaan bumi pada kondisi lebih dingin
dibanding lapisan di atasnya karena masih mendapatkan pengaruh dari kondisi
malam yaitu suhu permukaan lebih rendah dan juga pada pagi hari sumber panas
dari matahari belum mencapai maksimum untuk bisa menimbulkan pencampuran
besar.
Ketinggian lapisan pencampur yang ditentukan menggunakan metode
termodinamik dipengaruhi tingginya oleh perbandingan pemanasan kumulatif
pada siang hari dan gradien suhu potensial (Stull 2000). Sehingga, pada lokasi
Palembang yaitu lokasi dengan ketinggian lapisan pencampur siang hari paling
tinggi di bulan Juni dan Desember bisa dikatakan memiliki rasio panas kumulatif
dengan gradien suhu potensial yang paling besar dibandingkan lokasi lainnya.
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Gambar 5 sampai Gambar 8 yaitu
ketinggian lapisan pencampur berdasarkan nilai lintang setiap lokasi maka ditemui
bahwa sebagian besar lokasi seperti Palembang, Jakarta, Surabaya, Bali,
Makassar, Kupang, Ambon, Jayapura, dan Seram memiliki nilai ketinggian
lapisan pencampur yang lebih besar pada bulan Desember dibandingkan pada
bulan Juni. Hal ini berarti bahwa rasio antara besarnya panas kumulatif dan
gradien suhu potensial pada bulan Desember lebih besar daripada bulan Juni di
setiap lokasi tersebut. Nilai lintang setiap lokasi ini mempengaruhi besarnya panas
kumulatif yang diterima oleh permukaan (Stull 2000).
14
Identifikasi Keberadaan Turbulensi Berdasarkan Bilangan
Richardson
Ada atau tidaknya turbulensi di atmosfer dapat disimpulkan melalui
perhitungan bilangan Richardson. Menurut Mccann (2001) pengamatan
lingkungan dan keluaran model prediksi numerik cukup untuk mengkuantifikasi
geser angin dan bilangan Richardson, yang merupakan pemicu terjadinya
gelombang graviti. Gelombang graviti adalah salah satu penyebab terjadinya
turbulensi.
Bilangan Richardson diperoleh melalui rasio antara bouyancy dengan geser
angin vertikal. Karena nilai penyebut selalu positif maka hubungan antara
bilangan Richardson dengan turbulensi yakni Jika Ri < 0.0 menandakan terjadinya
turbulensi konvektif, ketika 0.0< Ri < 0.25 maka kemungkinan turbulensi masih
dapat terjadi namun dengan konvektif lemah dan ketika Ri > 0.25 menandakan
tidak cukup kuat untuk membentuk terjadinya turbulensi (Panofsky 1983).
Dibawah ini adalah persentase nilai bilangan Richardson pada lima belas lokasi
pengamatan.
Tabel 4 Persentase bilangan Richardson berdasarkan jumlah data pada satu hari
di lima belas lokasi untuk bulan Juni dan Desember
Lat, lon Lokasi
Juni Desember
Ri<0 (%)
0<Ri<0.25 (%)
Ri>0.25 (%)
Ri<0 (%)
0<Ri<0.25 (%)
Ri>0.25 (%)
3.58 N, 98.6 E Medan 1.8 73.1 25.1 1.7 70.5 27.7 2.98 S, 104.7 E Palembang 2.2 76.4 21.4 1.7 65.9 32.4 6.21 S, 106.8 E Jakarta 1.8 70.6 27.6 2.3 63.2 34.5 8.27 S, 112.7 E Surabaya 1.8 79.5 18.7 2.4 47.3 50.3 0.02 S, 109.3 E Pontianak 1.7 79.4 18.9 1.1 72.8 26.1 8.27 S, 115.1 E Bali 3.9 74.6 21.5 4.7 45.6 49.7 0.49 S, 117.1 E Samarinda 2.2 79.9 17.9 2.9 65.3 31.8 1.49 N, 124.8 E Manado 3.3 81.7 15.0 1.1 57.1 41.8 5.13 N, 119.2 E Makassar 4.8 79.0 16.2 1.1 57.1 41.8
10.18 S, 123.5 E Kupang 1.7 82.7 15.6 1.7 70.9 27.3 3.61 S, 128.1 E Ambon 3.8 78.8 17.4 2.3 63.6 34.1 0.73 N, 127.5 E Sofifi 2.3 79.8 17.9 1.2 52.1 46.6 2.52 S, 140.7 E Jayapura 1.2 57.9 40.9 1.7 66.5 31.8 0.85 S, 134.0 E Manokwari 1.9 61.4 36.7 1.9 55.6 42.5 2.86 S, 129.4 E Seram 2.3 72.3 25.4 1.8 66.3 31.9
Kondisi atmosfer kelima belas lokasi dalam satu hari pengamatan
menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya turbulensi mekanik akibat geser
angin vertikal sangat besar, yang ditandai dengan jumlah bilangan Richardson
bernilai antara 0 sampai 0.25 rata-rata melebihi lima puluh persen dari total
pengamatan. Hasil ini diperkuat oleh pernyataan McCann (2001) bahwa bilangan
Richardson kurang dari 0.25 umum terjadi di lapisan perbatas karena besarnya
pengaruh stabilitas dan geser angin yang merupakan standar pengukuran
rawinsonde. Kondisi ini terjadi di semua lokasi pengamatan pada bulan Juni
15
namun tidak demikian pada bulan Desember, meskipun mayoritas lokasi
menunjukkan kondisi yang sama namun ada beberapa lokasi seperti Surabaya dan
Bali yang memiliki persentase dominan untuk bilangan Richardson lebih besar
dari 0.25. Kondisi ini berarti tidak ada turbulensi yang terbentuk. Musim kemarau
juga menunjukkan bahwa geser angin lebih kuat membentuk turbulensi dibanding
oleh konveksi.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 9 Profil vertikal bilangan Richardson antara ketinggian permukaan dan
20 Km pada jam pengamatan siang (13.00 WIB atau 14.00 WITA)
dan malam (22.00 WIB atau 23.00 WITA) di lokasi Medan (a) (b)
dan Bali (c) (d)
16
Bilangan Richardson yang diplotkan secara vertikal terhadap ketinggian
diwakilkan dengan lokasi Medan dan Bali menunjukkan nilai yang dominan pada
kisaran antara 0 sampai 0.25 pada ketinggian di dekat permukaan sekitar di bawah
5 km. Ini berarti adanya turbulensi mekanik terjadi yaitu turbulensi akibat geser
angin karena besarnya pengaruh permukaan seperti akibat kekasapan permukaan
(Oke 2012).
Secara umum pada waktu siang ataupun malam hari di kedua lokasi yakni
Medan dan Bali, efek geser angin lebih kuat daripada konvektif untuk membentuk
terjadinya turbulensi disebut pula sebagai turbulensi mekanik. Hal ini ditandai
dengan nilai Richardson dominan pada kisaran 0 hingga 0.25. Namun persentase
kejadian nilai Richardson lebih besar daripada 0.25 yang menandakan tidak
terjadinya turbulensi pada waktu tersebut lebih banyak ditemui pada malam hari
di kedua lokasi bila dibandingkan dengan kejadian di siang hari.
Analisis Kekuatan Turbulensi Berdasarkan Besar Energi Kinetik
Turbulensi
Energi kinetik turbulensi merupakan salah satu parameter penting yang
digunakan oleh ahli meteorologi dalam menganalisis kondisi turbulensi di
atmosfer. Besarnya energi kinetik secara langsung menggambarkan kekuatan
turbulensi dalam aliran (McCann 1999). Bila bilangan Richardson dapat
digunakan untuk menentukan keberadaan turbulensi, maka energi kinetik
turbulensi digunakan untuk menentukan seberapa besar kekuatan turbulensi
tersebut.
(a)
(b)
Gambar 10 Simulasi energi kinetik turbulensi (m2/s
2) selama dua hari di Medan
pada bulan Juni (a), dan bulan Desember (b)
17
Energi kinetik turbulensi di lokasi Medan pada siang hari digambarkan
memiliki kontur gradien yang lebih rapat ketika waktu menunjukkan tengah hari
yaitu bernilai sekitar 0.1 m2/s
2. Semakin rapat gradien energi kinetik maka
semakin banyak energi turbulensi yang terbentuk pada saat itu. Kontur juga
menunjukkan bahwa nilai energi kinetik turbulensi berbeda pada tiap ketinggian.
Hari pertama di bulan Juni menunjukkan adanya energi kinetik maksimum pada
ketinggian kurang dari 2 km sedangkan pada hari pertama bulan Desember
ditemui energi kinetik maksimum pada ketinggian kurang dari 1 km di kisaran
jam 7 hingga 13 WIB.
Ketika waktu menunjukkan pagi hari, gradien energi tidak terlalu rapat dan
ketinggian turbulensi rendah, namun saat mencapai tengah hari kerapatan energi
kinetik meningkat serta ketinggian turbulensi bertambah dikarenakan besarnya
geser angin yang terjadi pada siang hari menurut perhitungan Richardson yang
memicu pertumbuhan turbulensi yaitu turbulensi mekanik. Pagi hari berikutnya,
kerapatan gradien energi kinetik kembali berkurang akibat pengaruh efek
bouyancy lebih besar daripada geser angin menurut nilai Richardson yang
diperoleh (> 0.25) sehingga besarnya energi bouyancy ini tidak cukup kuat untuk
mmbentuk terjadinya turbulensi ditandai dengan energi turbulensi yang teredam
pada pagi hari, namun terlihat adanya pertumbuhan turbulensi ketika waktu
menunjukkan siang hari yang dinyatakan dengan kerapatan energi turbulensi yang
meningkat. Besar energi kinetik turbulensi dalam tampilan kontur menyatakan
bahwa pola temporal yakni kondisi pagi dan siang hari memberi pengaruh berbeda
bagi terbentuknya turbulensi (Savli 2012).
Berdasarkan perhitungan di lima belas lokasi pada beberapa jam
pengamatan, maka nilai energi kinetik turbulensi di tiap lokasi dibagi menurut
distribusi data menjadi empat bagian atau kategori berdasarkan nilai kuartilnya:
Tabel 5 Nilai kuartil turbulensi berdasarkan distribusi data energi kinetik di lima
belas lokasi pengamatan
Lat, lon Lokasi
Energi kinetik turbulensi (m2/s2) x10^(-2)
Juni Desember
q1 q2 q3 q1 q2 q3
3.58 N, 98.6 E Medan 2.6 8.3 16.6 0.7 2.3 5.1 2.98 S, 104.7 E Palembang 3.1 6.4 16.9 1.9 7.6 17.0 6.21 S, 106.8 E Jakarta 1.3 3.5 14.2 0.5 11.1 37.6 8.27 S, 112.7 E Surabaya 1.7 13.7 30.1 0.9 3.6 13.8 0.02 S, 109.3 E Pontianak 9.1 22.8 46.7 2.1 8.3 25.5 8.27 S, 115.1 E Bali 1.1 14.8 42.0 1.3 4.2 12.0 0.49 S, 117.1 E Samarinda 6.7 26.1 61.0 1.1 9.0 21.7 1.49 N, 124.8 E Manado 6.7 21.6 42.5 1.5 6.6 13.7 5.13 N, 119.2 E Makassar 0.4 6.8 17.8 1.0 3.9 7.8 10.1 S, 123.5 E Kupang 0.7 21.3 60.6 3.4 9.2 28.3 3.61 S, 128.1 E Ambon 10.0 56.8 116.1 1.4 4.4 10.2 0.73 N, 127.5 E Sofifi 6.1 18.2 38.6 1.3 4.4 10.4 2.52 S, 140.7 E Jayapura 0.5 2.0 9.1 3.6 23.3 47.0 0.85 S, 134.0 E Manokwari 1.1 5.4 9.5 0.8 4.3 6.9 2.86 S, 129.4 E Seram 11.4 26.3 53.4 0.5 1.7 4.1
18
Kategori turbulensi pada tabel 6 dibuat berdasarkan nilai sebaran distribusi
data sehingga nilai kategori untuk setiap lokasi menjadi berbeda. Nilai pada baris
q1 merupakan nilai yang membatasi data menjadi 25% frekuensi di bagian bawah
dan 75% frekuensi di bagian atas. Nilai q2 berarti nilai yang membagi kelompok
data menjadi 50% di atas nilai q2 dan 50% di bawah nilai q2. Dan nilai q3
merupakan nilai yang menjadi batas dari 75% frekuensi di bagian bawah dan 25%
frekuensi di bagian atas. Berdasarkan nilai q1, q2, dan q3 yang membatasi data
maka dapat diperoleh empat kelas pengelompokkan turbulensi, yaitu nilai di
bawah q1 menandakan energi kinetik sangat kecil sehingga bisa dikatakan
turbulensi sangat lemah, nilai di antara q1 dan q2 dinyatakan sebagai turbulensi
lemah, nilai antara q2 dan q3 sebagai kategori turbulensi sedang, dan nilai di atas
q3 yang berarti energi kinetiknya bernilai sangat besar dikelompokkan sebagai
turbulensi kuat.
(a)
(b)
19
Gambar 11 Sebaran pengelompokkan turbulensi berdasarkan nilai energi kinetik
pada (a) Juni, (b) Desember
Berdasarkan besarnya energi kinetik turbulensi pada pengukuran Juni dan
Desember maka dapat ditentukan kategori turbulensi di setiap lokasi berbeda dari
klasifikasi kuartil. Hasil kajian bulan Juni terlihat bahwa persentase kejadian
turbulensi dari seluruh pengamatan merata untuk empat kategori yaitu antara 20
sampai 30% menunjukkan masing-masing kondisi turbulensi sangat lemah,
lemah, sedang, dan kuat dari semua lokasi pengamatan, namun ada dua lokasi
yaitu Manokwari dan Jayapura memiliki lebih dari 40% kejadian turbulensi sangat
lemah pada bulan Juni yang bisa disebabkan pengaruh kecilnya nilai geser angin
vertikal atau konveksi pada lokasi tersebut sebagai pembentuk terjadinya
turbulensi. Hasil perhitungan bulan Desember menunjukkan kondisi yang hampir
sama dengan bulan Juni yaitu 20 hingga 30% turbulensi yang terjadi
menggambarkan tiap kategori. Namun untuk lokasi Jakarta, 40% dari total
kejadian memiliki nilai energi kinetik yang lebih besar dibanding nilai q3
sehingga dikategorikan sebagai lokasi dengan turbulensi kuat pada bulan
Desember.
Intensitas Turbulensi dan Klasifikasi bagi Turbulensi Konvektif
Klasifikasi turbulensi konvektif menggunakan metode tephigram
merupakan pengelompokkan turbulensi ke dalam empat kategori yaitu lemah,
sedang, kuat, dan ekstrim berdasarkan nilai intensitas dengan asumsi tidak ada
pengaruh dinamik.
Gambar 12 Profil udara atas lokasi Manado pada tanggal 1 Juni 2012 pukul 13.00
WIB, cara pengeplotan suhu untuk metode Tephigram
20
Profil udara pada gambar 12 merupakan prosedur yang dilakukan untuk
menentukan klasifikasi turbulensi konvektif dengan metode Tephigram. Selisih
antara suhu pada tekanan 400 hPa dengan suhu 400 hPa yang ditarik dari titik
CCL kemudian disesuaikan dengan kategori turbulensi yang tersedia pada metode
Tephigram. Hasil klasifikasi turbulen pada lima belas lokasi selama bulan Juni
dan Desember adalah sebagai berikut:
(a) (b)
Gambar 13 Jumlah kejadian intensitas turbulensi selama pengamatan di lima
belas lokasi pada bulan Juni (a) dan Desember (b)
Klasifikasi turbulensi yang dilakukan menggunakan metode Tephigram
pada bulan Juni dan Desember menyatakan bahwa lebih dari sembilan puluh
persen total kejadian di atmosfer merupakan turbulensi dengan kategori lemah,
sedangkan sisanya adalah kejadian turbulensi sedang.
Nilai intensitas turbulensi dapat pula dihitung melalui persamaan statistik
yang merupakan rasio standar deviasi dari fluktuasi kecepatan angin. Apabila nilai
intensitas turbulensi ini dikaitkan dengan besar intensitas turbulensi berdasarkan
klasifikasi metode Tephigram maka akan diperoleh:
Tabel 6 Kaitan antara besarnya intensitas turbulensi dengan klasifikasinya pada
daerah kajian Manado dan Kupang
Jam Intensitas
Turbulensi
klasifikasi
turbulensi
konvektif
(WITA)
Manado 8 0.09 Lemah
4 Juni 11 0.09 Sedang
14 0.08 Lemah
17 0.10 Lemah
20 0.09 Lemah
23 0.09 Lemah
2 0.10 Sedang
5 0.08 Lemah
21
Nilai intensitas turbulensi yang diperoleh melalui pendekatan statistik tidak
memiliki hubungan berbanding lurus dengan klasifikasi yang digunakan untuk
turbulensi konvektif. Hal ini disimpulkan karena nilai intensitas secara statistik
tidak menunjukkan perubahan berarti pada klasifikasi intensitas metode
Tephigram. Ini bisa jadi disebabkan pada perhitungan statistik, nilai intensitas
yang dihitung tidak hanya dilihat dari proses konvektif namun juga dari pengaruh
geser angin vertikal yang merupakan parameter turbulensi mekanik (Arya 2001).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil kajian distribusi turbulensi berdasarkan beberapa parameter yaitu
parameter ketinggian lapisan pencampur, bilangan Richardson, energi kinetik dan
intensitas menunjukkan adanya pola harian dan pola musiman turbulensi.
Ketinggian lapisan pencampur yang dihitung pada siang hari berkisar antara 2.2
km hingga 3.2 km, sedangkan pada pagi hari berkisar antara 2.2 km hingga 3.1
km pada semua lokasi pengamatan di bulan Juni dan Desember. Setiap lokasi
menunjukkan bahwa ketinggian lapisan pencampur pada pagi hari lebih rendah
daripada siang hari. Berdasarkan pengamatan di dua bulan pengamatan yaitu Juni
dan Desember, hampir semua lokasi memiliki nilai ketinggian lapisan pencampur
yang lebih tinggi pada bulan Desember dibandingkan bulan Juni.
Persentase adanya turbulensi yang ditinjau dari nilai Richardson
menunjukkan bahwa lebih dari 50% total pengamatan memiliki nilai Richardson
antara 0 hingga 0.25 yang berarti kemungkinan besar terjadi turbulensi dengan
konvektif lemah pada tiap lokasi. Berdasarkan energi kinetiknya, maka kekuatan
turbulensi maksimum terjadi pada siang hari (lebih dari 0.1 m2/s
2 di lokasi
Medan), yang diindikasikan dengan rapatnya gradien energi kinetik pada tampilan
kontur dibandingkan dengan energi kinetik pada pagi hari. Pola musiman
menunjukkan energi kinetik turbulensi lebih besar ditemui pada musim kemarau
(bulan Juni) dibanding pada musim hujan (bulan Desember) di setiap lokasi
kajian.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa turbulensi di lima
belas lokasi kajian dominan pada kategori turbulensi lemah ditinjau dari intensitas
turbulensi konvektif, dan berdasarkan kekuatan energi kinetik setiap lokasi
tergolong kategori turbulensi lemah hingga kuat.
Kupang
3 Des 8 0.43 Lemah
11 0.24 Sedang
14 0.34 Lemah
17 0.21 Lemah
20 0.83 Lemah
23 0.19 Sedang
2 0.97 Lemah
5 0.38 Sedang
22
Saran
Metode Tephigram merupakan metode klasifikasi intensitas turbulensi
namun hanya melihat pengaruh konvektif sehingga tidak berkaitan dengan
perhitungan nilai intensitas secara statistik yang ditinjau dari faktor angin. Perlu
dikembangkan lebih lanjut kajian mengenai klasifikasi turbulensi secara
kuantitatif yang dapat menggambarkan kondisi turbulensi di suatu lokasi.
DAFTAR PUSTAKA
Arya SP. 1999. Air Pollution Meteorology and Dispersion. New York: Oxford
University Press.
Arya SP. 2001. Introduction to Micrometeorology Second Edition. San Diego,
California: Academic Press.
BMKG. 2012. Analisis Musim Kemarau 2012 dan Prakiraan Musim Hujan
2012/2013. Jakarta: Badan Meteorologi dan Geofisika
COMET. 2013. Tephygram mastery. New York: University Corporation for
Atmospheric Research.
Golding WL. 2000. Turbulence and its impact on commercial aviation. The
Journal of Aviation/Aerospace Education & Reseach. 11(2): 19-30
Han J, Arya SP, Shen S, Lin Y. 2000. An Estimation of Turbulent Kinetic Energy
and Energy Dissipation Rate Based on Atmospheric Boundary Layer
Similarity Theory [NASA Report]. Virginia: Langley Research
Center.
McCann DW. 1999. A simple turbulent kinetic energy equation and aircraft
boundary layer turbulence. National Weather Digest. 23(1-2): 13-19.
McCann DW. 2001. Gravity waves, unbalanced flow, and aircraft clear air.
National Weather Digest. 25(1-2): 3-14.
Oke TR. 2002. Boundary Layer Climates Second Edition. British: Taylor &
Francis e-Library
Overeem A. 2002. Verification of clear-air turbulence forecasts [Technisch
rapport]. Netherlands: KNMI (Royal Netherlands Meteorological
Institute)
Panofsky H, Dutton JA. 1983. Atmospheric Turbulence Models and Methods for
Engineering Applications. Pennsylvania: The Pennsylvania State
University
Sasmito A. 2011. Peringatan dini dan diagnosis munculnya turbulensi cuaca cerah
dan dampaknya pada pesawat. Jurnal Meteorologi dan Geofisika. 12(3):
291-302
Stull R. 2000. Meteorology for Scientist and Engineers Second Edition. United
States of America: Brooks/Cole Thomson Learning
Savli M. 2012. Turbulence kinetic energi – TKE [skripsi]. Ljubljana: University
of Ljubljana
Widseth C, Morss D. 1999. Airborne verification of atmospheric turbulence using
the richardson number. National Weather Digest. 23:4
23
LAMPIRAN
Lampiran 1 Ketingian lapisan pencampur pada pagi dan siang hari serta
dibedakan pada pola musim di 15 lokasi pengamatan
Lokasi
Ketinggian lapisan pencampur (Km)
Juni Desember
Pagi Siang Pagi Siang
(07.00 WIB*) (13.00
WIB) (07.00 WIB)
(13.00 WIB)
Medan 2.92 3.20 2.95 3.10
Palembang 2.85 3.26 3.01 3.29
Jakarta 2.86 2.96 3.15 3.27
Surabaya 2.46 2.58 2.86 3.01
Pontianak 2.81 3.01 2.82 3.01
(08.00 WITA*) (14.00
WITA) (08.00 WITA)
(14.00 WITA)
Bali 2.37 2.42 2.74 2.77
Samarinda 2.58 2.75 2.58 2.73
Manado 2.52 2.53 2.51 2.52
Makassar 2.45 2.49 2.76 2.78
Kupang 2.21 2.27 2.73 2.79
(09.00 WIT*) (15.00 WIT)
(09.00 WIT) (15.00 WIT)
Ambon 2.40 2.43 2.59 2.59
Sofifi 2.50 2.49 2.44 2.45
Jayapura 2.23 2.23 2.35 2.32
Manokwari 2.32 2.27 2.38 2.35
Seram 2.31 2.46 2.60 2.62
*WIB: Waktu Indonesia Barat; *WITA: Waktu Indonesia Tengah; *WIT : Waktu
Indonesia Timur
Lampiran 2 Nilai Richardson terhadap ketinggian pada siang dan malam hari di
lokasi Medan dan Bali
Waktu Medan Bali
Ketinggian
(Km) Ri number
Ketinggian
(Km)
Ri
number
Siang (13.00 WIB atau
14.00 WITA) 0.0 0.028 0.0 0.028
0.1 0.036 0.1 0.036
0.3 0.007 0.3 0.007
0.5 0.025 0.5 0.025
1.0 0.041 1.0 0.041
1.5 0.051 1.5 0.051
2.0 0.016 2.0 0.016
2.5 0.019 2.5 0.019
24
3.1 0.234 3.1 0.234
3.7 0.025 3.7 0.025
4.4 0.007 4.4 0.007
5.1 0.005 5.1 0.005
5.9 0.020 5.9 0.020
6.7 0.081 6.7 0.081
7.6 0.022 7.6 0.022
8.6 0.022 8.6 0.022
9.7 0.085 9.7 0.085
11.0 0.545 11.0 0.545
14.3 0.020 14.3 0.020
16.6 0.046 16.6 0.046
20.6 0.006 20.6 0.006
Malam (22.00 WIB
atau 23.00 WITA) 0.0 -0.030 0.0 -0.051
0.1 0.067 0.1 0.391
0.3 0.011 0.3 0.169
0.5 0.318 0.8 0.163
0.7 0.113 1.0 0.028
0.9 0.023 1.5 0.176
1.5 0.163 2.0 0.010
1.9 0.014 2.5 0.014
2.5 0.051 3.1 0.077
3.1 0.461 3.7 0.003
3.7 0.007 4.4 0.017
4.4 0.007 5.1 0.016
5.9 0.020 6.7 0.139
6.7 1.339 7.6 0.072
7.6 0.042 8.6 0.029
8.6 0.058 9.7 0.276
9.7 0.509 11.0 0.101
10.9 1.236 12.5 0.026
14.2 0.025 14.3 0.023
16.6 0.034 16.6 0.083
20.6 0.005 20.6 0.004
Lampiran 3 Nilai energi kinetik turbulensi (m2/s
2) di lokasi Medan pada satu hari
di bulan Juni dan satu hari di bulan Desember
Waktu
(WIB)
ketinggian
(km)
TKE
(m2/s
2)
1 Juni
TKE
(m2/s
2)
1 Des
7 0.24 0.072 0.018
0.30 0.116 0.016
0.53 0.110 0.015
25
0.76 0.069 0.034
1.00 0.019 0.039
1.50 0.038 0.041
2.01 0.065 0.036
2.56 0.036 0.016
10 0.24 0.005 0.004
0.30 0.083 0.032
0.53 0.075 0.051
0.76 0.103 0.070
1.00 0.153 0.072
1.50 0.240 0.082
2.02 0.172 0.060
2.56 0.048 0.035
3.14 0.001 -
13 0.24 0.062 0.005
0.29 0.056 0.158
0.52 0.006 0.195
0.76 0.009 0.171
1.00 0.024 0.133
1.50 0.038 0.056
2.01 0.045 0.074
2.56 0.019 0.044
3.14 0.001 0.001
16 0.24 0.005 0.004
0.28 0.058 0.210
0.51 0.004 0.185
0.74 0.015 0.184
0.98 0.051 0.162
1.48 0.118 0.133
2.00 0.097 0.116
2.55 0.032 0.050
3.13 0.001 -
Lampiran 4 Jumlah kejadian turbulensi berdasarkan kategori energi kinetik
turbulen
Lokasi
Jumlah kejadian (%)
Juni Desember
sangat
lemah lemah sedang kuat
sangat
lemah lemah sedang kuat
Medan 25.1 28.0 22.2 24.7 27 22.3 22.7 27.9
Palembang 27.1 18.8 26.3 27.8 24.2 24.5 22.7 28.6
Jakarta 26.8 21.9 25.0 26.3 17.1 30.5 4.8 47.6
Surabaya 30.0 28.8 19.4 21.8 26.8 21.9 25.4 25.9
Pontianak 33.0 24.6 21.2 21.2 32.0 16.5 23.5 28.0
Bali 25.0 25.0 24.6 25.4 28.3 21.9 25.1 24.7
26
Samarinda 27.4 23.9 25.5 23.2 38.1 20.4 18.4 23.1
Manado 20.0 27.8 24.9 27.3 26.0 23.3 25.1 25.6
Makassar 27.2 22.8 20.3 29.7 26.3 29.5 23.7 20.5
Kupang 21.9 23.5 22.4 32.1 29.0 24.1 22.3 24.6
Ambon 24.1 24.6 25.4 25.9 46.0 1.3 23.7 29.0
Sofifi 28.6 22.7 26.4 22.3 26.8 25.0 23.1 25.4
Jayapura 47.3 14.7 20.1 17.9 24.5 28.1 25.0 22.4
Manokwari 48.6 19.0 17.8 14.6 30.3 23.0 18.2 28.5
Seram 27.9 20.3 27.4 24.4 44.9 17.3 17.7 20.2
Lampiran 5 Nilai selisih suhu pada metode Termodinamik untuk lokasi Manado
pada bulan Juni 2012
Jam 0 UTC 3 UTC 6 UTC 9 UTC 12 UTC 15 UTC 18 UTC 21 UTC
Tanggal ΔT
1 juni 3.8 3.1 2.7 3.2 3.7 4 4.3 3.9
2 juni 3.6 3.5 2.9 2.9 3.9 2.9 2.2 2.9
3 juni 3.7 2.3 2.7 2.6 3.3 3.9 3.4 3.4
4 juni 3.5 4.3 3.9 3.9 3.3 3.6 4.1 3.5
5 juni 3.6 2.9 2.8 2.6 3.8 4.1 3.8 3.6
6 juni 3.4 4.8 3.8 3.9 3.5 3.9 3.9 3.5
7 juni 3.7 3.3 2.6 3.6 3.6 3.8 4.6 4.3
Lampiran 6 Nilai selisih suhu pada metode Termodinamik untuk lokasi Manado
pada bulan Desember 2012
Jam 0 UTC 3 UTC 6 UTC 9 UTC 12 UTC 15 UTC 18 UTC 21 UTC
Tanggal ΔT
1 des 3.4 3.1 2.9 2.3 2.1 2.1 2.3 1.8
2 des 2.5 2.3 2.9 2.6 3.3 3 2.9 2.6
3 des 2.8 2.7 3 3.1 2.5 2.2 3 3.1
4 des 3 3 3.5 3.1 2.8 3.1 2.9 2.8
5 des 2.5 2.3 2.8 2.8 3.6 3.9 3.2 2.9
6 des 3 2.9 2.9 2.1 2.4 3.5 3.3 3
7 des 2.7 2.2 3.2 3 3.4 3 3.4 2.9
Lampiran 7 Nilai selisih suhu pada metode Termodinamik untuk lokasi Kupang
pada bulan Juni 2012
Jam 0 UTC 3 UTC 6 UTC 9 UTC 12 UTC 15 UTC 18 UTC 21 UTC
Tanggal ΔT
1 juni 0 0 0.1 0 1.6 1.2 0.8 1 2 juni 0.6 1.1 1 0.9 1.3 0.6 0.6 0.3 3 juni 0.1 1.2 0.1 0 0.8 0.2 0.2 0.2 4 juni 0.2 0.8 1.6 3.1 2.2 0.5 0.8 1 5 juni 1.6 2.9 3.6 1.2 0.5 0.9 0.7 0.8 6 juni 0.5 1 0.8 0.3 0.5 0.8 2.2 1.9 7 juni 1.8 1 0.2 0 3.6 2 1.3 1.2
27
Lampiran 8 Nilai selisih suhu pada metode Termodinamik untuk lokasi Kupang
pada bulan Desember 2012
Jam 0 UTC 3 UTC 6 UTC 9 UTC 12 UTC 15 UTC 18 UTC 21 UTC
Tanggal ΔT
1 des 4.5 3 3 1.8 3.1 2 3.1 2.3
2 des 3.2 3.2 3.1 2 3.9 3.5 4.5 5
3 des 3.5 4.1 1.1 3.8 3.6 4.4 2.6 4.1
4 des 3 3.5 2.4 3.8 3.2 4 1.9 2.9
5 des 3.1 4.3 1 4.9 2.8 3.7 4.2 2.9
6 des 4.8 2.8 3.6 2.2 3.4 2.8 5.8 2.6
7 des 5.8 1.5 3.4 2.6 3.2 4 4.5 4.1
28
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Januari 1993 dari ayah Butek
Tonggal dan ibu Andryani. Penulis adalah putri kedua dari dua bersaudara. Tahun
2010 penulis lulus dari SMA Negeri 14 Bandung dan pada tahun yang sama
penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Geofisika dan Meteorologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum
Meteorologi Fisik pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga pernah aktif sebagai
staf Departemen Sains dan Aplikasi HIMAGRETO IPB pada tahun 2011/2012.
Pada bulan Juni – Juli 2012 penulis melaksankan kegiatan magang di badan
penelitian klimatologi (BALITKLIMAT), Cimanggu, Bogor pada bagian
Agrometeorologi. Selanjutnya pada bulan Juli – Agustus 2013 penulis
melaksankan kegiatan magang di Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) Tjilik Riwut, Palangkaraya. Bulan Juni – Juli 2013 penulis juga
mengikuti kegiatan IPB Goes to Field (IGTF) di kabupaten Pekalongan dengan
tema Budidaya dan Teknologi Hasil Perikanan di Kabupaten Pekalongan.