kajian awal penerapan haccp pada unit usaha...
TRANSCRIPT
KAJIAN AWAL PENERAPAN HACCP PADA UNIT USAHA
PENGOLAHAN KEFIR PERTAPAAN BUNDA
PEMERSATU GEDONO DI SALATIGA
SKRIPSI
MIRA HOTRI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
2
RINGKASAN
MIRA HOTRI. D14204085. 2008. Kajian Awal Penerapan Hazards Analitical
Critical Control Point (HACCP) pada Unit Usaha Pengolahan Kefir Pertapaan
Bunda Pemersatu Gedono di Salatiga. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil
Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA
Pembimbing Anggota : Ir. Afton Atabany, M. Si
Susu merupakan produk hasil ternak yang bersifat perishable atau mudah
rusak sehingga perlu penanganan secara khusus untuk mencegah proses kerusakan
dan adanya bahaya. Pengolahan secara fermentasi merupakan suatu cara untuk
meningkatkan nilai gizi dan nilai fungsi dari susu serta mengontrol bahaya fisik,
kimia dan biologi. Kefir adalah salah satu produk susu fermentasi yang mempunyai
potensiuntuk dikembangkan karena mempunyai manfaat teurapetik. Tata cara
pengolahan yang baik dan benar serat aplikasi sanitasi pada setiap tahap proses
pengolahan merupakan kunci utama dalam menghasilkan produk olahan yang
terjamin keamanannya.
Tuntutan konsumen pada industri pangan produk susu adalah agar
menghasilkan produk dengan tingkat keamanan pangan yang tinggi. Aspek-aspek
keamanan pangan dalam unit pengolahan perlu dikaji sebagai kajian awal penerapan
HACCP. HACCP dilakukan untuk mencegah dan mengurangi bahaya yang timbul
berdasarkan kesadaran bahwa bahaya dapat timbul pada setiap titik atau tahapan
produksi. Sistem HACCP dibangun atas landasan yang kokoh untuk melaksanakan
dan tertibnya Good Manufacturing Practices (GMP) dan penerapan Standard
Sanitation Operating Procedure (SSOP), merupakan program pre-requisite dalam
sistem keamanan pangan.
Kegiatan magang penelitian dilaksanakan selama dua bulan pada unit usaha
pengolahan kefir Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono di Salatiga, Jawa Tengah,
selama bulan Juli sampai Agustus 2007. Pengujian sampel produk kefir dilakukan di
Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB. Pengujian sampel dilaksanakan
pada bulan September sampai Oktober 2007. Magang penelitian bertujuan untuk
memperoleh pengalaman bekerja pada suatu unit pengolahan pangan hasil ternak,
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh untuk observasi, analisis dan pencarian
alternatif solusi masalah yang ditemui dalam unit pengolahan kefir. Tujuan kegiatan
magang ini adalah mempelajari proses produksi, penerapan GMP dan SSOP serta
mengkaji kesiapan penerapan HACCP pada unit usaha pengolahan kefir Gedono.
Aplikasi dan data kajian, digunakan untuk perolehan Makanan Dalam (MD) dari
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) .
Kajian terhadap aspek GMP antara lain lokasi dan lingkungan pabrik,
bangunan dan ruangan pengolahan, fasilitas sanitasi, peralatan produksi, produk
akhir dan pemeriksaan, kesehatan dan kebersihan karyawan, wadah kemasan,
penyimpanan, dan transportasi. Kajian terhadap aspek SSOP meliputi delapan kunci
persyaratan sanitasi yaitu keamanan air; kondisi dan kebersihan permukaan yang
kontak dengan bahan pangan; pencegahan kontaminasi silang; menjaga fasilitas
pencuci tangan, sanitasi dan toilet; proteksi dari bahan-bahan kontaminan; pelabelan,
3
penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin yang benar; pengawasan kondisi
kesehatan personil; menghilangkan pest dari unit pengolahan.
Hasil analisis GMP pada unit usaha pengolahan kefir Gedono secara umum
telah sesuai dengan standar GMP untuk skala unit usaha. Tetapi perlu perbaikan pada
bangunan dan sistem produksi satu alur produksi belum tersedia, sehingga terjadi
penumpukan aktivitas pada ruang produksi. Penerapan SSOP sudah terjaga tetapi
kelengkapan personel kurang pada pengunaan masker dan foot bath. Secara umum
unit usaha pengolahan kefir Gedono telah siap untuk menerapkan sistem HACCP,
dengan syarat harus dilakukan perbaikan dan peningkatan dalam penerapan pre-
requisite program yaitu GMP dan SSOP. Beberapa CCP yang ditemukan dalam
proses produksi yaitu pada penerimaan bahan baku, pengujian, separasi, inokulasi,
pengemasan dan distribusi. Pengujian produk kefir Gedono secara organoleptik, uji
mikrobiologi dan kuisioner preferensi konsumen dilakukan untuk melihat efektivitas
penerapan sanitasi terhadap mutu produk yang dihasilkan. Berdasarkan hasil
pengujian, kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi produk kefir Gedono tetap baik
pada minggu ketiga penyimpanan.
Kata kunci: keamanan pangan, GMP, SSOP, kefir, CCP
4
ABSTRACT
Preliminasy Study of Hazard Analysis Critical Control Point in Kefir
Manufacture at Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono, Salatiga
Hotri, M., R.R. A. Maheswari, A. Atabany
Food safety assurance is an assurance that quarantee the food, so will not harm the
consumers health. Food safety related with the presence of hazards in food. Food
hazards may contamine at many stages of food processing chain, so controlling
system is very necessary to maintain the food quality. The aim of this study was to
observe process and the implementation of HACCP (Hazards Analisys Critical
Control Point) in kefir manufacture at Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono, Salatiga.
HACCP pre- requisite programs was divided into Good Manufacturing Practices
(GMP) and Sanitation Standard Operational Procedure (SSOP) based on official
guidelines issued by the Indonesian Government and Food and Drugs Association
(FDA). The standard was compared with the implementation of GMP and SSOP in
Gedono as a new producer. Kefir is a fermented milk product that should seriously
handled in whole processing. The effective sanitation assurance requires monitoring
system which include verification at every step production. In fact, several Critical
Control Points (CPP) have been identified in kefir production there are milk
receiving, milk analysed, filtration, pre-heat treatment, starter inoculation, and
product distribution.
Key words : Food Safety, GMP, SSOP, Kefir, CCP
5
KAJIAN AWAL PENERAPAN HACCP PADA UNIT USAHA
PENGOLAHAN KEFIR PERTAPAAN BUNDA
PEMERSATU GEDONO DI SALATIGA
SKRIPSI
MIRA HOTRI
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
6
KAJIAN AWAL PENERAPAN HACCP PADA UNIT USAHA
PENGOLAHAN KEFIR PERTAPAAN BUNDA
PEMERSATU GEDONO DI SALATIGA
Oleh
MIRA HOTRI
D14204067
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan
Komisi Ujian Lisan pada tanggal 22 Agustus 2008
Pembimbing Utama
Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA
NIP. 131 671 595
Pembimbing Anggota
Ir. Afton Atabany, M.Si
NIP. 131 133 961
Dekan Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr
NIP. 131 955 531
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 07 Mei 1986 di Wonosari, Yogyakarta.
Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, Abrena Hotri dan Atlas Gilbertnan
Hotri, dari pasangan bapak Ngadiran dan Ibu Khodijah.
Penulis menyeleselaikan pendidikan tingkat dasar pada tahun 1998 di SDN
060 Tenggarong. Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan tahun 2001 di
SLTP Negeri 3 Tenggarong dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan
tahun 2004 di SMU Negeri 1 Tenggarong.
Tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswa pada program studi
Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
seleksi Bea Siswa Utusan Daerah (BUD) dari Kabupaten Kutai Kartanegara. Selama
mengikuti pendidikan, penulis aktif di HIMPRO (Himpunan Profesi Mahasiswa Ilmu
Produksi Ternak), menjabat ketua Teater Kandang Periode 2005-2006 serta aktif di
beberapa kepanitiaan. Penulis juga pernah menjadi koordinator asisten praktikum
mata kuliah Ilmu dan Teknologi Pengolahan Susu di Bagian IPT Perah tahun ajaran
2007 – 2008.
8
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus, atas segala kasih dan berkat-Nya yang
diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan. Syukur kepada ALLAH
atas hikmat-Nya yang diberikan kepada penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Magang penelitian di salah satu unit usaha pengolahan kefir di Salatiga ini
penulis lakukan untuk mempelajari proses pengolahan kefir serta mempelajari
penerapan cara pengolahan makan yang baik dan standar sanitasi di unit pengolahan
tersebut. Skripsi yang berjudul “Kajian Awal Penerapan HACCP pada Unit Usaha
Pengolahan Kefir di Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono di Salatiga” ini disusun
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat banyak kekurangan dalam
memyampaikan materi dan informasi. Penulis berharap semoga tulisan sederhana ini
dapat bermanfaat bagi praktisi, akademisi serta pihak-pihak yang berkepentingan
dalam pembangunan peternakan dan civitas akademika IPB.
Bogor, September 2008
Penulis
9
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .............................................................................................. i
ABSTRACT ................................................................................................. iii
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
Latar Belakang........................................... ........................................ 1
Tujuan .............................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 3
Susu .................................................................................................. 3
Susu Fermentasi Kefir............................. ........................................... 3
Mikroflora Kefir ............................................................................... 4
Hazard Analitical Critical Control Point (HACCP) .......................... 7
Good Manufacturing Practices (GMP)................ .............................. 9
Sanitation Standard Operational Procedures (SSOP) ....................... 11
Verifikasi .......................................................................................... 14
Good Handling Practices (GHP)................ ...................................... 14
Good Transporting Paractices (GTP) .............................................. 15
Preferensi Konsumen ........................................................................ 16
METODE ..................................................................................................... 18
Lokasi dan Waktu ............................................................................. 18
Materi ............................................................................................... 18
Prosedur ........................................................................................... 18
Pengujian Produk .................................................................. 19
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN .............................................. 23
Keadaan Umum Lokasi ..................................................................... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 25
Sarana Produksi............................. .................................................... 25
Bahan Baku Pembuatan Kefir ............................. .................. 25
Bahan Baku Utama................................................................ 25
Bahan Baku Penunjang.......................................................... 26
Bahan Pengemas ................................................................... 25
Peralatan Produksi ......................... ........................................ 26
10
Proses Pengolahan Susu .................................................................... 26
Proses Penerimaan Susu ........................................................ 26
Proses Separasi Susu ............................................................. 27
Penambahan Skim Milk ........................................................ 27
Pemanasan Susu .................................................................... 28
Pendinginan .......................................................................... 29
Inkulasi Starter........................... ............................................ 29
Inkubasi Kefir ....................................................................... 30
Penyimpanan Dingin ........................... ................................. 30
Penambahan Rasa.................................................................. 31
Pembotolan ........................................................................... 31
Penyimpanan ......................................................................... 32
Distribusi Poduk Akhir ........................... ............................... 32
Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)............................. 33
Lokasi dan Lingkungan Pabrik............................. .................. 33
Bangunan dan Ruangan Pengolahan ...................................... 41
Fasilitas Sanitasi .................................................................... 42
Peralatan Produksi ................................................................. 42
Kesehatan dan Kebersihan Karyawan............................. ........ 43
Penyimpanan ......................................................................... 44
Mutu Produk akhir ................................................................ 44
Laboratorium dan Pemeriksaan ............................................. 44
Kemasan............................. ................................................... 44
Keterangan Produk (Labeling) ............................................... 45
Alat Transportasi ................................................................... 46
Manajemen dan Pengawasan ................................................. 46
Penerapan Sanitation Standard Operational Procedures (SSOP) ...... 48
Keamanan Air............................. ........................................... 48
Pencegahan Kontaminasi Silang ............................................ 48
Permukaan yang Kontak Pangan ........................................... 51
Pemeliharaan Fasilitas Sanitasi ........................................... 51
Proteksi dari Bahan-bahan Kontaminan............................. ..... 51
Sistem Pelabelan dan Penyimpanan Produk ........................... 52
Kontrol Kesehatan Pegawai ................................................... 52
Pencegahan Hama Pabrik ...................................................... 52
Deskripsi Produk .............................................................................. 52
Diagram Alir..................................................................................... 53
Proses Pembuatan Kefir .................................................................... 54
Proses Pembuatan Starter .................................................................. 55
Proses Pembuatan Selai Buah ........................................................... 56
Analisis Bahaya ................................................................................ 56
Penetapan Critical Control Point ...................................................... 61
Batas Kritis ....................................................................................... 62
Good Handling Practices .................................................................. 63
Good Transporting Practices ............................................................ 64
Verifikasi GMP dan SSOP ................................................................ 65
Analisis Sanitasi Pekerja ................................................................... 66
Analisis Ruang Pengolahan ............................................................... 66
11
Analis Peralatan ................................................................................ 67
Pengujian Produk Kefir ..................................................................... 67
Uji Organoleptik ............................................................................... 72
Preferensi Konsumen............................. ............................................ 74
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 77
Kesimpulan....................................................................................... 77
Saran ................................................................................................ 77
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................ 78
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 79
LAMPIRAN ................................................................................................. 82
12
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Standar Susu Segar (SNI 01-3141-1992) ...................................... 3
2. Empat Genus Berbagai Mikroflora dalam Kefir Grain................... 6
3. Hasil Analisis terhadap GMP ........................................................ 34
4. Penilaian Aspek GMP ................................................................... 47
5. Hasil Analisis terhadap Aspek SSOP ............................................. 50
6. Deskripsi Produk Kefir .................................................................. 54
7. Analisis Critical Control Point ...................................................... 58
8. Penilaian Terhadap Aspek SSOP ....................................................... 66
9. Hasil Uji Laboratorium Kefir selama Penyimpanan ....................... 69
10. Penilaian Aspek GMP ................................................................... 70
11. Komposisi Susu Fermentasi .......................................................... 71
12. Jumlah Bakteri Kefir selama Penyimpanan ................................... 72
13. Hasil Rataan Preferensi Konsumen terhadap Kefir Gedono ........... 76
14. Kefir Gedono yang Paling Disukai ................................................ 76
15. Kekecewaan Pelanggan terhadap Produk Gedono ......................... 77
13
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Pemanasan Susu hingga Suhu 35°C dan Proses Separasi Susu ................... 27
2. Batch Pasteurizer dan Kontrol Panel Suhu ................................................. 28
3. Proses Inokulasi Kultur Starter Kefir kedalam Susu Skim .......................... 29
4. Plastik dan Tempat Penyimpanan Berupa Show Case ................................. 30
5. Kemasan Kefir Botol PETE dan Pembotolan dalam Ruang Steril ................ 32
6. Pintu dan Bangunan .................................................................................... 42
7. Kemasan Kefir Botol bersih dan Pembotolan dalam Ruang Steril .... 45
8. Alat Transportasi Berupa Kendaraan Roda Empat dan Cool Box ..... 46
9. Diagram Alir Pembuatan Kefir ......................................................... 54
10. Diagram Alir Pembuatan Biji Kefir.................................................. 55
11. Diagram Alir Pembuatan Selai ......................................................... 56
14
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Standar Kualitas Air Minum (DepKes RI)..................................... 83
2. Kuisioner Kepuasan Konsumen ..................................................... 84
3. Kuisioner Uji Hedonik ................................................................... 85
4. Peta Lokasi Gedono ....................................................................... 86
5. Decision Tree Bahan Mentah ......................................................... 87
6. Decision Tree Proses Pengolahan................................................... 88
7. Penentuan CCP .............................................................................. 89
8. Analisis Uji Kruskall Wallis Organoleptik terhadap Warna
Produk Kefir .................................................................................. 91
9. Analisis Uji Kruskall Wallis Organoleptik terhadap Bau
Produk Kefir ................................................................................ 91
10. Analisis Uji Kruskall Wallis Organoleptik terhadap Rasa
Produk Kefir .................................................................................. 91
11. Analisis Uji Kruskall Wallis Organoleptik terhadap Tekstur
Produk Kefir .................................................................................. 91
12. Analisis Uji Kruskall Wallis Organoleptik terhadap Kekentalan
Produk Kefir .................................................................................. 92
13. Checklist SSOP Harian Personel.................................................... 93
14. Checklist SSOP Harian Pemerikasaan Ruang Produksi .................. 94
15. Checklist SSOP Harian Pemeriksaan Peralatan .............................. 95
15. Contoh Checklist Kesesuaian GMP ............................................... 97
15
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Konsumsi susu yang masih rendah di Indonesia, dibanding dengan negara
lain di Asia seperti Malaysia, memacu pemerintah dan swasta berusaha untuk
meningkatkan ketersediaan susu dalam negeri diantaranya melalui import sapi perah.
Tidak semua penduduk Indonesia dapat mentolerir untuk mengkonsumsi dalam
bentuk susu cair misalnya susu pasteurisasi atau susu cair. Diversifikasi produk
olahan susu menjadi susu fermentasi, khususnya yogurt mulai banyak dikenal.
Potensi ini banyak dimanfaatkan oleh unit pengolahan susu terkait dengan fungsinya
untuk kesehatan, khususnya untuk skala rumah tangga atau Usaha Kecil Menengah
(UKM) untuk memproduksi susu fermentasi.
Produk susu fermentasi yang sudah umum atau sudah mulai banyak dikenal
adalah yogurt dan kefir. Kefir merupakan produk susu fermentasi yang dikenalkan
di Indonesia oleh orang-orang Belanda, khususnya di wilayah Jawa Barat dan Jawa
Tengah. Salah satu biara di Yogyakarta terbukti masih menyimpan „biang‟ untuk
pembuatan kefir yaitu berupa „biji‟ kefir yang kemudian dikembangkan produksinya
oleh para biarawati unit pengolahan kefir Gedono dan produknya sangat diminati
oleh konsumen di wilayah Salatiga, Semarang, Solo hingga Jakarta.
Kesadaran atau tuntutan konsumen untuk memperoleh produk pangan asal
susu dengan keamanan tinggi perlu mendapatkan perhatian khusus dari unit-unit
pengolahan susu skala kecil. Unit-unit pengolahan susu skala kecil masih banyak
yang belum menerapkan tata cara pengolahan yang baik dan benar sesuai dengan
pedoman Good Manufacturing Practices (GMP) dan Standard Sanitation
Operational Procedures (SSOP). Unit pengolahan kefir Gedono berusaha untuk
memenuhi dan memberikan jaminan keamanan produknya melalui perolehan
Makanan Dalam (MD) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Unit pengolahan kefir Gedono masih tergolong UKM, namun sangat berkeinginan
untuk berkembang dan memperoleh sertifikasi, sehingga produknya dapat diterima
oleh konsumen secara lebih luas.
FDA (1995) menyatakan, GMP merupakan pedoman cara memproduksi
makanan yang baik pada seluruh rantai makanan, dimulai dari produksi primer
hingga ke konsumen akhir dengan menekankan higiene pada setiap proses. Secara
16
umum perbedaan GMP dan SSOP yaitu GMP berakibat pada banyak aspek, baik
aspek operasi pelaksanaan tugas yang terjadi di dalam pabrik maupun operasi
personel. SSOP merupakan prosedur atau data yang digunakan oleh unit pengolahan
untuk membantu mencapai tujuan atau sasaran keseluruhan yang diharapkan GMP
dalam memproduksi makanan yang bermutu tinggi, aman dan tertib.
Sistem yang telah dikenal dan telah diterapkan oleh beberapa perusahaan di
Indonesia untuk mengontrol bahaya pangan adalah Hazard Analitical Critical Contol
Point (HACCP). HACCP dilakukan untuk mencegah dan mengurangi bahaya yang
timbul berdasarkan kesadaran bahwa bahaya dapat timbul pada setiap titik atauau
tahapan produksi. Winarno dan Surono (2002) menyatakan, sistem HACCP harus
dibangun atas landasan yang kokoh yaitu tertibnya pelaksanaan GMP dan penerapan
SSOP. Penanganan dari awal penerimaan bahan baku hingga distribusi produk harus
diawasi untuk mendapatkan mutu kefir sesuai dengan standar yang berlaku. Kajian
awal HACCP melalui penerapan GMP dan SSOP diperlukan untuk meningkatkan
dan mempertahankan kualitas kefir yang dihasilkan.
Tujuan
Umum
Magang penelitian secara umum bertujuan untuk memperoleh pengalaman
bekerja pada suatu industri pengolahan pangan hasil ternak, menerapkan ilmu
pengetahuan yang didapatkan melalui praktek secara nyata sebagai bekal dalam
menghadapi dunia kerja, memperoleh pengalaman kerja sesuai dengan bidang
profesi yang ditekuni, meningkatkan wawasan dan keterampilan. Aplikasi ilmu yang
diperoleh untuk melakukan observasi, analisis dan pemecahan masalah yang terjadi
dalam industri.
Khusus
Tujuan secara khusus magang penelitian ini adalah mempelajari proses
produksi, penerapan GMP dan SSOP serta mengkaji kesiapan penerapan HACCP
pada unit usaha pengolahan kefir Gedono. Aplikasi kajian tersebut akan digunakan
untuk mendapatkan Makanan Dalam (MD) dari Badan POM serta meningkatkan
kemajuan perusahaan.
17
TINJAUAN PUSTAKA
Susu
Definisi susu segar seperti yang tercantum dalam SNI-01-3141-1998, adalah
cairan yang berasal dari ambing sapi sehat yang diperah dengan cara pemerahan yang
benar, tidak mengalami penambahan atau pengurangan komponen apapun dan tidak
mengalami pemanasan (Badan Standarisasi Nasional, 1998). Komposisi dari susu
yang terbesar adalah air dan sisanya terdiri atas lemak, dan bahan kering tanpa
lemak. Komponen lemak terdiri atas trigliserida dan komponen yang terlarut dalam
lemak. Bahan kering tanpa lemak terdiri atas substansi nitrogen, laktosa dan mineral
serta vitamin B dan C. Protein susu dibedakan atas kasein, protein whey dan nitrogen
non protein (Tamime dan Robinson, 1999). Kasein tersusun dari empat protein yaitu
alpha (α), betha (β), gamma (γ) dan kappa kasein (ķ) (Brown, 1998). Standar susu
segar menurut SNI 01-3141-1992 dapat dilihat pada Tabel. 1.
Tabel 1. Standar Susu Segar (SNI 01-3141-1992)
Sifat susu Nilai
Berat jenis 1.026-1.028 g/cm3
Kadar lemak minimum 3.0%
Kadar bahan kering tanpa lemak minimum 8.0%
Kadar protein minimum 2.7%
Warna, bau, rasa dan konsistensi normal
Tingkat keasaman 4.5-7oSH
Uji alkohol (70%) Negatif
E.coli maksimum 10 APM/ml
Salmonella Negatif
Kotoran dan benda asing Negatif
Titik beku -0.520oC s.d -0.560
oC
Uji pemalsuan Negatif
TPC maksimum 1x106 CFU
Sumber : Badan Standarisasi Nasional, SNI 01-3141-1992
Susu Fermentasi Kefir
Kefir berasal dari pegunungan Kaukasus sebelah Utara atau Timur Laut
Mongolia, telah diproduksi ratusan tahun dalam skala rumah tangga secara
18
tradisional dalam kantung kulit, atau dalam tembikar, terbuat dari bahan baku susu
sapi atau susu kambing. Susu fermentasi ini diproduksi di negara-negara Rusia, dan
hanya sedikit di negara Eropa (Irigoyen et al., 2006).
Kefir adalah minuman susu fermentasi berkarbonasi dan beralkohol,
konsistensi seperti krim asam dengan citarasa yang enak. Flavor kefir adalah asam
dengan kombinasi CO2 dan alkohol, menghasilkan buih yang membentuk karakter
mendesis. Minuman fermentasi yang berbuih dan mengandung gas ini sangat
terkenal di Eropa Timur, namun sangat terbatas distribusinya karena harus disimpan
pada suhu rendah agar khamir tidak menghasilkan alkohol dan gas CO2 yang
berlebihan selama penyimpanan (Surono, 2004).
Mikroflora Kefir
Komposisi kimia mikroflora kefir dipengaruhi oleh asal dan komposisi „biji‟
kefir sebagai kultur starter serta bahan-bahan tanbahan yang digunakan. Tiga
komponen berpengaruh terhadap mikroflora kefir yaitu lemak, asam laktat dan
alkohol. Beberapa hal lain yang juga mempengaruhi komposisi kimia kefir adalah
jenis mikroflora kultur starter, lama fermentasi, suhu inkubasi, zat-zat nutrisi dalam
media tumbuh mikroflora starter kefir. Hal-hal tersebut juga berpengaruh terhadap
aktivitas starter dan kualitas dari starter (Koroleva, 1991).
Menurut Standar Identitas no. 149 A: (1997) dari International Dairy
Federation (IDF), mikroflora butir-butir kefir (kefir grains) berisi berbagai spesies
bakteri asam laktat dan khamir. Bakteri asam laktat dan khamir bekerjasama secara
mutualisme. Asam laktat berlebih yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat dapat
menghambat pertumbuhannya, sehingga selanjutnya asam laktat tersebut akan
digunakan oleh khamir, sedikit H2O2 yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat akan
disingkirkan oleh katalase yang dihasilkan oleh khamir. Khamir selanjutnya akan
menghasilkan senyawa yang menstimulir pertumbuhan bakteri asam laktat (Surono,
1989).
Kefir mengandung 0,5-1% alkohol dan 0,9-1,1% asam laktat yang dihasilkan
oleh mikroflora dalam biji kefir. Komposisi kadar nutrisi biji kefir adalah air
sebanyak 89,5%, lemak 1,5%, protein 3,5%, abu 0,6%, laktosa 4,5%, dengan nilai
pH 4,6 (Rahman et al., 1992). Biji kefir berwarna putih kekuningan, konsistensinya
elastis serta berdiameter 1-6 mm, namun demikian saat dipanen dari susu dan dicuci
19
dengan air, diameter biji kefir menjadi 0,5-3,5cm, bentuknya tidak beraturan dan
berlekuk-lekuk, menyerupai kembang kol (cauli flower), elastis berwarna krem atau
kuning gading. Biji kefir yang telah dicuci dan dikeringkan dalam larutan garam
dapat disimpan selama satu bulan pada suhu dingin.
Biji kefir mempunyai kadar air 80-90%, berat kering karbohidrat 57%,
protein 33%, lemak 4% dan abu 6%, merupakan sejumlah 30 spesies bakteri dan
khamir, yang didominasi bakteri asam laktat homofermentatif. Kandungan utamanya
biji kefir adalah kefiran yaitu suatu polisakarida kapsular yang dihasilkan oleh
Lactobacillus kefiranofaciens, merupakan suatu polisakarida bercabang yang terdiri
atas glukosa dan galaktosa dalam jumlah yang sama. Kefiran dalam larutan hanya
sedikit meningkatkan kekentalan larutan (Surono, 1989).
Suhu inkubasi selama proses fermentasi kefir adalah 18-220C dan setelah 20
jam akan dihasilkan kefir yang mengandung 0,8% etanol dan 1,0% CO2. Setelah
proses fermentasi kefir selesai produk kefir didiamkan selama beberapa jam agar
konsistensi dan stabilitas koagulan meningkat. Kefir menghasilkan senyawa
eksopolisakarida yang disebut sebagi kefiran yang terdiri atas glukosa dan galaktosa
dengan perbandingan yaitu 1 : 1 dengan ukuran molekul 1000-4000 kDa. Kefiran
berfungsi sebagai pengental atau emulsifier makanan, sebagai pelembab untuk
kosmetik, dan dapat menstimulir sistem imun dan anti tumor (Surono, 1989).
Biji kefir mengandung 45% kefiran, yang diproduksi di pusat biji oleh
bakteri homofermentatif. Kefiran mengandung komponen utama berupa protein yang
tidak larut dalam air dan mukhopolisakarida netral. Biji kefir dalam bentuk kering
dan beku (freeze dried) dengan kadar air 3,5%, terdiri atas 4,4% lemak, 12,1% abu,
45,7% mukopolisakarida, total protein 34,4% yang berupa protein tidak larut dalam
air, protein larut dalam air sebesar 1,6% dan asam amino bebas 5,65, serta sejumlah
kecil senyawa yang tidak diketahui (Surono, 1989). Biji kefir apabila dikeringkan
dan diangin-anginkan, tahan disimpan selama 12 sampai 18 bulan.
Berbagai spesies mikroba telah diisolasi dan diidentifikasi dalam biji kefir,
yang merupakan empat kelompok genus BAL yaitu Lactobacillus, Streptoccocus,
Lactococcus, Acetobacter dan khamir (Tabel 2). Mikroba dan khamir dapat hidup
secara simbiosis, yaitu bertahan dan memperbanyak diri dengan memanfaatkan
produk sampingan atau senyawa metabolitnya sebagai sumber energi yang
20
digunakan untuk pertumbuhannya (Macrae et al., 1993). Mikroflora dalam kefir
grain terdiri atas Bacilli baik berupa sel tunggal, berpasangan maupun rantai, 16%
(62-69%) dan khamir sel tunggal 18% (16-20%) (Molska et al., 1980).
Table 2. Empat Genus Berbagai Mikroflora dalam Kefir Grain
Sumber : Macrae, R., Robinson. R. K., and Sadler. M. J (1993)
*International Journal of Systematic Bacteriologi (1994). 44 (3) 435 – 439 **Loretana, T., mosterta. J. F, and, B. C. (2003)
Berdasarkan tipe fermentasi asam laktat, BAL (bakteri asam laktat)
dikelompokkan menjadi homofermentatif dan heterofermentatif. Homofermentatif
memfermentasi glukosa menjadi asam laktat sebagai produk utama. Spesies yang
termasuk homofermentatif yaitu Streptococcus, Pediococcus, dan beberapa
Lactobacillus (Schlegel dan Schmidt, 1994). Bakteri heterofermentatif akan
Lactobacilli Streptococci/ Lactococci
Acetobacter Khamir
Lb. acidophilus
Lb. brevis
Lb. casei
Lb.casei subp.
rhamnosus
Lb.casei subsp. pseudoplantarum
Lb.paracasei subsp.
paracasei
Lb. cellobiosus
Lb.delbrueckii subsp.
bulgaricus
Lb.delbruckii subsp. lactis
Lb. hillgardii
Lb. kefiri
Lb. kefiranofaciens
Lb. kefirgranum
subsp. nov*
Lb. parakefir subsp. nov
*
Lb. lactis
Lb. plantarum
Lactococci lactis
subsp. Lactis
Lc.lactis var. diacetylactis
Lc. Lactis subsp.
cremoris
Streptococci
thermophilus
S. lactis
Enterococcus durans
Leuconostoc
cremoris
Leu.mesenteroides
Acetobacter aceti
A.rasens
Candida kefir
C.pseudotropicalis
C. rasens
C. tenuis
Kluyveromyces
lactis
Kluyveromyces
marxianus var
marxianus
K. bulgaricus
K. ragilus
/marxianus
Saccharomyces subsp.tlopsis holmii
Saccharomyces
lactis
S. carlsbergenesis
S.unisporus
Debaryomyces
hansenii**
Zygosaccharomyces
rouxii**
21
memecah glukosa menjadi asam laktat menjadi senyawa lain, seperti asam asetat,
CO2 dan etanol. Bakteri yang termasuk heterofermentatif adalah Leuconostoc dan
beberapa Lactobacillus. BAL didefinisikan sebagai bakteri Gram positif, berbentuk
batang atau bulat (Rahman et al., 1992). Menurut Wood dan Holzapvel (1995), BAL
terdiri atas dua famili yaitu Lactobacillaceae dan Streptococaeae dengan 8 genus
yaitu Lactobacillus, Streptococcus, Leuconostoc, Pediococcus, Bifidobacterium,
Lactococcus, Cornybacterium dan Enterococcus. BAL di dalam saluran pencernaan
memproduksi asam laktat, hidrogen peroksida dan bakteriosin yang bersifat
antimikroba (Jenie dan Rini, 1995), serta berbagai enzim seperti laktase yang mampu
membantu lactose intolerance dan bile salt hidrolase yang mampu membantu
menurunkan kolesterol (Waspodo, 2001).
Hazard Analitical Critical Control Point (HACCP)
Sistem Hazard Analitical Critical Control Point (HACCP) didasarkan pada
ilmu pengetahuan dan sistematika, mengidentifikasi bahaya dan tindakan
pengendaliannya bahaya untuk menjamin keamanan pangan. HACCP adalah suatu
piranti untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang
memfokuskan pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar pada
pengujian produk akhir (SNI, 1998). Jaminan keamanan pangan dikaji dalam kajian
awal penerapan HACCP. Sistem HACCP telah diakui oleh dunia international
sebagai salah satu tindakan sistematis yang mampu memastikan keamanan produk
pangan yang dihasilkan oleh industri pangan secara global. Seluruh kegiatan HACCP
dilakukan untuk mencegah dan mengurangi bahaya yang timbul berdasarkan
kesadaran bahwa bahaya dapat timbul pada setiap titik atau tahapan produksi.
Winarno dan Surono (2002) menyatakan, agar sistem HACCP dapat berfungsi
dengan baik dan efektif, perlu diawali dengan program pre-requisite, yang berfungsi
melandasi kondisi lingkungan dan pelaksanaan tugas dan kegiatan lain dalam suatu
pabrik atau industri.
Sistem HACCP harus dibangun atas landasan yang kokoh untuk
melaksanakan dan tertibnya Good Manufacturing Practices (GMP) dan penerapan
Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP). GMP dan SSOP merupakan pre-
requisite program dalam sistem keamanan pangan berdasarkan HACCP.
22
Prinsip Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang merupakan
hasil adopsi dari SNI 01-4852-1998 dan telah disesuaikan dengan Codex terdiri atas
tujuh tahapan:
1. analisis bahaya dan penetapan kategori bahaya;
Kegiatan yang dilakukan yaitu mendata semua bahaya potensial yang terkait
dengan setiap tahap, mulai dari penerimaan bahan baku, selama proses,
hingga didistribusi ke tangan konsumen. Menganalisis bahaya untuk
mengidentifikasikan jenis bahaya yang memerlukan penghilangan atau
pengurangan, setelah itu tim menetapkan jenis tindakan untuk menghilangkan
atau mengurangi bahaya.
2. penetapan titik kendali kritis (CCP);
Pada proses pengolahan suatu produk pangan, produk tersebut mengalami
banyak perlakuan hingga terkirim ke konsumen. Pada beberapa perlakuan
tersebut terdapat titik-titik yang sering disebut sebagai Critical Control Point
(Titik Kendali Kritis). Penentuan titik kritis tersebut menggunakan pohon
pengambilan keputusan (decision tree) yang menyatakan pendekatan dan
pemikiran yang logis.
3. penetapan batas kritis yang harus dipenuhi bagi setiap CCP yang ditentukan;
Batas kritis merupakan satu atau lebih toleransi menjamin bahwa CCP secara
efektif telah mengendalikan bahaya (kimia, fisik, mikrobiologi).
4. dokumentasi prosedur untuk memantau batas kritis CCP;
Kegiatan ini bertujuan untuk membantu mengendalikan proses, menentukan
bila terjadi hilang kendali dan penyimpangan CCP serta menyediakan
dokumentasi tertulis yang dapat digunakan untuk klarifikasi lima aspek
penting dalam menetapkan prosedur pemantauan titik kendali kritis (CCP).
5. penetapan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi penyimpangan
selama pemantauan CCP. Kegiatan ini dilakukan jika ketika monitoring
ditemukan adanya penyimpangan. Tindakan koreksi didasarkan pada data
hasil monitoring, disesuaikan dengan karakteristik proses yang ada.
6. penetapan prosedur verifikasi untuk membuktikan bahwa sistem HACCP
telah berhasil; dan
23
7. penetapan dokumentasi mengenai seluruh prosedur catatan yang sesuai
dengan prinsip-prinsip dan penerapannya.
Good Manufacturing Practices (GMP)
Good Manufacturing Practices (GMP) adalah persyaratan minimum sanitasi
dan pengolahannya yang diperlukan untuk memastikan diproduksinya pangan yang
aman dan sehat. GMP juga menjadi salah satu pre-requisite program atau program
persyaratan dasar dalam penerapan sistem HACCP, yang menjamin praktek
pencegahan terhadap kontaminasi yang menyebabkan produk menjadi tidak aman.
Di Indonesia GMP bukanlah sistem mutu yang baru dikenal, karena Departemen
Kesehatan RI sejak tahun 1978 telah memperkenalkan GMP melalui Surat
Keputusan Menteri RI No. 23/MenKes/SK/1978 tanggal 24 Januari 1978 tentang
Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan.
Pedoman penerapan Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) seperti yang
dikeluarkan badan POM RI pada tahun 1996, yang berisi bahwa industri pangan
harus memperhatikan syarat-syarat berproduksi yang baik seperti dalam hal produksi
primer dan pengadaan bahan baku, desain dan fasilitas pabrik, proses pengolahan,
bahan pengemas, mutu produk akhir, keterangan produk, higien dan kesehatan
karyawan, pemeliharaan dan program sanitasi, penyimpanan, laboratorium dan
pemeriksaan, manajemen dan pengawasan, dokumentasi dan transportasi, penarikan
produk, serta pelatihan dan pembinaan. GMP mencakup seluruh prinsip dasar dan
persyaratan-persyaratan penting yang harus dipenuhi dalam memproduksi suatu
pangan.
Pedoman GMP menurut Peraturan Pemerintah RI No. 23/MEN. Kes/1978 sebagai
berikut:
1. Higiene dan Kesehatan Karyawan
Higien dan kesehatan karyawan yang baik dapat memberikan jaminan bahwa
pekerja yang mengalami kontak secara langsung maupun tidak langsung
dengan makanan tidak akan mencemari produk yang diolah. Karyawan yang
bekerja dalam proses produksi harus dalam keadaan sehat serta diperiksa dan
diamati kesehatan secara berkala.
24
2. Pelatihan dan Pembinaan
Program pelatihan dan pembinaan yang diberikan meliputi pelatihan dasar
tentang higien pribadi dan makanan, prinsip dasar faktor-faktor penyebab
penurunan mutu, pelatihan cara produksi pangan yang baik, teknik
penggunaan bahan kimia berbahaya bagi petugas pembersih, serta prinsip
dasar pembersihan dan sanitasi perusahaan dan fasilitas.
3. Lokasi dan Lingkungan Pabrik
Pabrik makanan berada di lokasi yang bebas dari pencemaran dan jauh dari
daerah yang membahayakan kesehatan, memiliki kemudahan akses jalan dan
prasarana jalan yang memadai. Lingkungan pabrik harus bersih dan tidak
menimbulkan cemaran pada makanan yang diproduksi.
4. Bangunan dan Ruangan
Bangunan dan ruangan dibuat berdasarkan perancangan yang memenuhi
persyaratan teknis dan higien sesuai dengan jenis makan yang diproduksi
serta urutan proses produksi pangan sehingga mudah dibersihkan. Bahan
baku berasal dari bahan yang mudah dibersihkan, dipelihara dan disanitasi
serta tidak bersifat toksik.
5. Pemeliharan dan Program Sanitasi
Pabrik, fasilitas dan peralatan selalu dijaga dalam keadaan terawat dengan
baik. Peralatan yang berhubungan langsung dengan makanan dibersihkan dan
dikenakan tindakan sanitasi secara teratur, sedangkan peralatan yang tidak
berhubungan dengan makanan harus selalu dalam keadaan bersih.
6. Fasilitas dan Kegiatan Sanitasi
Bangunan pabrik dilengkapi dengan fasilitas sanitasi yang dibuat berdasarkan
perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higien. Fasilitas sanitasi
yang perlu ada antara lain sarana penyediaan air, sarana pembuangan air dan
limbah, sarana pembersihan dan pencucian, sarana toilet dan sarana higien
karyawan.
7. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam proses produksi harus sesuai dengan proses
produksi, terbuat dari bahan yang tahan lama, tidak beracun, mudah
dipindahkan, permukaan yang kontak dengan makanan halus, tidak berlubang
25
atau bercelah, tidak mengelupas, tidak menyerap air, dan tidak berkarat, tidak
mencemari, mudah dibersihkan, didesinfeksi, serta dipelihara.
8. Bahan
Bahan baku yang digunakan harus memiliki mutu yang baik untuk menjamin
produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan
dan diizinkan oleh perundangan. Penggunaan dari gudang penyimpanan harus
mengikuti sistem First In First Out (FIFO).
9. Proses Pengolahan
Pengawasan proses pengolahan dilakukan dengan cara menetapkan
persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan mengenai bahan yang
digunakan, komposisi, pengolahan, ditribusi penyimpanan, dan penggunaan
oleh konsumen. Tiap jenis makan yang diproduksi harus ada petunjuk
mengenai jenis dan jumlah bahan, tahap proses pengolahan yang terperinci,
dan faktor yang penting (suhu, waktu, kelembapan, tekanan dan lain-lain).
10. Bahan Pengemas
Bahan pengemas yang digunakan tidak boleh beracun, serta tidak
menimbulkan reaksi terhadap produk didalamnya. Bahan harus tahan
terhadap perlakuan dan jenis produk, pengangkutan dan peredaran.
11. Mutu Produk Akhir
Produk akhir yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan
diantaranya mutu mikribiologi, kimia dan fisik, serta tidak boleh
membahayakan konsumen.
12. Keterangan Produk
Keterangan produk dapat berupa label dan lot atau batch produksi yang
mencantumkan informasi mengenai isi produk sehingga konsumen dapat
menangani, menyimpan, mengkonsumsi, atau mengolah produk dengan cara
yang benar.
13. Transportasi
Transportasi produk makanan harus menjaga makanan agar terhindar dari
sumber pencemaran, kerusakan, mencegah pertumbuhan patogen, perusak
dan penghasil racun. Wadah dan alat transportasi didesain agar tidak
26
mencemari makanan, mudah dibersihkan dan didesinfeksi, melindungi dari
kontaminasi, serta mempertahankan dan mempermudah pengecekan.
14. Dokumentasi dan Pencatatan
Dokumen yang diperlukan mencakup tahapan proses pengolahan, jumlah dan
tanggal produksi, serta distribusi yang meliputi tujuan, jumlah dan lain-lain.
15. Penarikan Produk
Tindakan yang diperlukan dalam penarikan produk diantaranya yaitu
menyiapkan prosedur penarikan produk, semua produk dengan kondisi sama
harus ditarik dari pasaran, memberikan peringatan pada masyarakat dan
melakukan pengawasan.
16. Laboratorium dan Pemeriksaan
Setiap pemeriksaan harus disediakan pedoman pemeriksaan, tanggal
produksi, jumlah contoh yang diambil, kode produksi, jenis pemeriksaan
yang dilakukan, kesimpulan, nama pemeriksa, dan hal lain yang dianggap
perlu.
17. Manajemen dan Pengawasan
Beberapa persyaratan yang diperlukan yaitu pimpinan dan pengawas harus
mempunyai pengetahuan yang baik tentang prinsip dan praktek pengolahan
makanan yang higienis. Industri makanan harus mempunyai catatan atau
dokumentasi yang lengkap tentang hal-hal yang berkaitan dengan proses
pengolahan termasuk tanggal dan jumlah produksi, distribusi dan penarikan
produk karena sudah kadaluarsa.
Sanitation Operationing Procedure (SSOP)
Sanitation Operationing Procedure (SSOP), adalah prosedur baku sanitasi
tertulis atau dokumen serupa yang spesifik untuk setiap lokasi tempat makanan
diproduksi sehingga harus dimiliki setiap perusahaan (Lukman, 2002). SSOP atau
SOP sanitasi mengandung uraian prosedur yang akan dilakukan dalam unit
pengolahan berkaitan dengan kegiatan pre-operasi dan operasi sanitasi untuk
mencegah kontaminasi produk secara langsung. SSOP dapat menunjang keberhasilan
dan efektifitas HACCP, menggambarkan prosedur pabrik yang terkait dengan
pengamanan makanan secara saniter dan keberhasilan lingkungan pabrik serta
kegiatan yang dilakukan agar tercapai. SSOP setiap pabrik akan berbeda, dan SSOP
27
harus disusun secara tertulis dan setidaknya mengandung prosedur untuk mencegah
terjadinya kontaminasi sebelum dan selama proses.
Menurut Winarno dan Surono (2004), berdasarkan asal usul, SSOP dibagi
menjadi dua yaitu (1) berasal dari US FDA dan (2) berasal dari US Departement of
Agriculture Food Safety and Inspection Service (FIS). SSOP yang berasal dari FDA
meliputi beberapa hal berikut:
1) Pemeliharaan umum berupa bangunan atau fasilitas fisik harus dijaga dengan
cara-cara perbaikan, pembersihan dan sanitasi yang memadai;
2) Bahan yang digunakan untuk pembersihan/sanitasi, penyimpanan dan
penyimpanan bahan berbahaya dan toksik secara tertib. Komponen pembersih
atau bahan sanitasi yang digunakan dalam pembersihan dan prosedur sanitasi
harus bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan, harus aman dan
cukup dalam kondisi penyimpanannya;
3) Pest Control (pengendalian hama) merupakan cara pengendalian hama yang
efektif. Penggunaan insektisida dan rodentisida yang diijinkan dilakukan
dengan cara yang sangat hati-hati agar tidak mengkontaminasi makanan,
permukaan yang kontak dan bahan pengemas;
4) Sanitasi permukaan dan peralatan yang berkontak langsung dengan makanan
harus dalam keadaan bersih dan secara regular dibersihkan, disanitasi dan
dikeringkan sesudahnya. Barang-barang untuk sekali pakai (cup atau gelas
kertas, tisu toilet) harus disimpan di tempat yang sesuai dan ditangani,
disimpan, digunakan dan dibuang dengan cara yang baik;
5) Bahan sanitasi harus cukup dan aman dibawah kondisi penggunaannya.
Beberapa fasilitas atau prosedur yang cocok untuk pembersihan dan sanitasi
peralatan dan perlengkapan jika sudah ditentukan harus rutin dilakukan untuk
pembersihan; dan
6) Penyimpanan dan penanganan peralatan harus disimpan dalam lokasi dan
bebas dari rekontaminasi ulang atau kontaminasi silang. Setiap pabrik harus
dilengkapi dengan peralatan sanitasi meliputi:
Sumber air
Air merupakan komoditi yang esensial dalam persiapan dan pengolahan
pangan. Air digunakan langsung menjadi bagian produk cair, maupun
28
yang digunakan untuk membersihkan peralatan, baik sebelum atau
sesudah persiapan dan pengolahan (Winarno dan Surono, 2004). Air
mempunyai sifat pelarut yang baik, umumnya mengandung berbagai
unsur kimia, seperti zat besi, zat kapur, garam mineral, dan kuman.
Secara garis besar untuk menilai air terdapat tiga kriteria utama yang
harus diperhatikan. Ketiga kriteria itu adalah kriteria fisik, kimia dan
mikrobiologi. Kriteria fisik meliputi bau, rasa, warna, adanya endapan,
adanya kekeruhan dan lainnya yang dapat diamati secara organoleptik.
Kriteria secara kimia yaitu tingkat kesadahan air, kandungan zat besi,
kandungan zat mangan dan adanya zat organik, amoniak dan nitrit dalam
jumlah yang cukup. Kriteria secara mikrobilogis yaitu adanya cemaran
bakteri yang dapat berbahaya. Bakteri yang mungkin terdapat dalam air
yaitu Pseudomonas, Chromobacterium, Proteus, Achromobacter,
Micrococcus, Bacillus, Seratia, Streptococcus, Clostridium, Enterobacter
dan Eschrichia. Setiap bakteri akan memberikan efek bagi kesehatan
yang berbeda. Secara umum standar air minum terdapat dalam peraturan
No. 1/BIRHUKMAS/1/1975 pada Lampiran 1. Saluran air harus memiliki
ukuran dan desain yang cukup dan terpasang untuk membawa sejumlah
air untuk industri, membawa kotoran dan limbah, menghindari masuknya
sumber pencemar dan menghindari adanya aliran silang atau aliran balik.
Pembuangan sampah harus terbuat dari sistem pembuangan yang cukup
untuk membuang kotoran melalui alat-alat lain yang cukup.
Fasilitas toilet dan fasilitas pencuci tangan yang disediakan industri harus
cukup untuk pekerja dengan pemenuhan kebutuhan memelihara fasilitas
saniter dan menyediakan pintu otomatis. Penyediaan bahan pembersih
dan alat sanitasi yang efektif, penyediaan alat pengering, dan memasang
tanda yang dapat dimengerti pekerja.
Tempat pembuangan harus dilakukan secara tertutup agar tidak
menghasilkan bau yang busuk, yang mengkontaminasi udara dan kamar
kerja. Sampah dan kotoran/limbah harus dialirkan, disimpan, dan dibuang
untuk mengurangi bau, potensi menjadi bahan pencemar dan tempat
berkembang biaknya hama (FDA, 1995).
29
Verifikasi
Jaminan bahwa sanitasi berjalan efektif memerlukan sistem monitoring
meliputi langkah-langkah termasuk verifikasi dan validasi. Proses verifikasi dan
validasi sanitasi sangat berbeda, dalam verifikasi digunakan penentuan secara
langsung bahwa sanitasi telah efektif pada proses utama. Pada validasi efektifitas
ditentukan pada proses periode tertentu (Cramer, 2006). Tidak ada sistem verifikasi
yang lengkap sehingga harus menyertakan validasi terhadap efektivitas. Verifikasi
dikerjakan dalam beberapa cara, mulai dari cara yang sederhana, relatif mahal hingga
yang lebih kompleks.
Implementasi cara yang mahal dan lebih mudah adalah penilaian atau uji
organoleptik dari post sanitasi dan pre-operasi. Inspeksi pre-operasi organoleptik
membutuhkan bagian SSOP industri. Verifikasi organoleptik dilakukan terhadap
aspek sanitasi seperti sanitasi karyawan, peralatan, pengolahan dan ruang
pengolahan. Pengukuran ATP/biolumenesen sangat efektif, cara yang relatif mahal
pada banyak indutri makanan untuk timbal balik yang cepat dari sanitasi. Prinsip
kerja biolumenesen berdasarkan adanya ATP yang merupakan hasil metabolisme
sel. Uji mikrobiologi telah digunakan oleh banyak perusahaan seperti verifikasi dan
validasi. Uji secara mikrobiologi dilakukan untuk memperoleh nilai sesungguhnya
dari monitoring yang telah dilakukan terhadap kondisi alat dan lingkungan yang telah
bersih (Cramer, 2006).
Good Handling Practices (GHP)
Menurut Murdhiati, (2006) titik awal rantai penyediaan pangan asal ternak
adalah kandang atau peternakan. Manajemen atau tatalaksana peternakan akan
menentukan kualitas produk ternak yang dihasilkan seperti susu, telur, dan daging.
Lingkungan di sekitar peternakan seperti air, tanah, tanaman serta keberadaan dan
keadaan hewan lain di sekitar peternakan akan mempengaruhi kualitas dan keamanan
produk ternak yang dihasilkan. Tujuan dari penanganan susu adalah memperbaiki
cara penangan dan transpotasi susu dari peternakan dan memastikan kualitas dan
higien dari produk (ASEAN Food Handling Bureau, 1990). Penanganan dilakukan
sebelum pemerahan dan setelah pemerahan secara higienis.
Cemaran bahan kimia atau cemaran biologi dari lingkungan, kelembaban
yang cukup tinggi di Indonesia yang menyebabkan jamur dan kapang dapat tumbuh
30
di peternakan akan terbawa dalam produk ternak yang dihasilkan. Keamanan pangan
asal ternak juga berkaitan dengan kualitas pakan yang diberikan pada ternak. Residu
pestisida, residu obat hewan terutama antibiotik merupakan masalah dalam
keamanan produk ternak. Selain itu perlu diwaspadai pula penyakit zoonosis yang
dapat menular dari hewan ke manusia melalui pangan asal ternak, baik zoonosis
bakteri, virus, parasit maupun zoonosis (Direktorat Bina Kesehatan Hewan, 2002).
Good Transporting Practices (GTP)
Transportasi merupakan salah satu titik penting dalam rantai penyediaan
bahan pangan asal ternak, baik transportasi dari peternakan ke tempat pemotongan,
dari peternakan ke koperasi, dari rumah pemotongan ke distributor dan industri,
maupun dari distributor ke pengecer atau konsumen (Murdhiati, 2006). Menurut
BPOM RI (1996), transportasi produk makanan harus menjaga makanan agar
terhindar dari sumber pencemaran, kerusakan, mencegah pertumbuhan bakteri atau
mikroorganisme patogen, perusak dan penghasil racun. Wadah dan alat transportasi
didesain agar tidak mencemari makanan, mudah dibersihkan dan didesinfeksi,
melindungi dari kontaminasi, serta mempertahankan dan mempermudah pengecekan.
Preferensi Konsumen
Preferensi konsumen didefinisikan sebagai pilihan suka atau tidak suka oleh
seseorang terhadap suatu produk barang atau jasa yang dikonsumsi. Preferensi
konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk yang ada
(Kotler, 2000). Ada tiga komponen preferensi yang mempengaruhi konsumen
pangan dimana semua komponen tersebut saling mempengaruhi dan berkaitan satu
sama lain yaitu :
1. Karakteristik individu meliputi : usia, jenis kelamin, pendidikan,
pendapatan dan pengetahuan gizi.
2. Karakterisktik produk meliputi rasa, warna, aroma, kemasan, tekstur
dan harga.
3. Karakteristik lingkungan meliputi jumlah keluarga, tinggkat sosial,
musim dan mobilitas.
Kotler (2000) menyatakan bahwa preferensi terhadap pangan bersifat
sementara pada orang yang berusia muda dan besifat permanen bagi mereka yang
31
sudah berumur dan akhirnya dapat menjadi gaya hidup. Pilihan jenis makanan dan
minuman dalam jumlah yang beragam dapat mempengaruhi preferensi setiap
individu. Karakteristik tersebut dapat pula dilihat dari sifat organoleptik makanan
dan minuman serta daya terima dan ketersediaannya. Selain dari jumlah pilihan
preferensi juga dapat ditimbulkan dari kombinasi dan variasi rasa, warna, aroma dan
bentuk makanan yang akan mempengaruhi nafsu makan dan minum seseorang.
32
METODE
Lokasi dan Waktu
Kegiatan magang dilaksanakan selama dua bulan di Unit Pengolahan Kefir
Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono, Salatiga dari bulan Juli sampai Agustus 2007.
Pelaksanaan magang dilaksanakan lima hari kerja dari hari Senin hingga Jumat.
Pengujian sampel produk kefir dilakukan di Laboratorium Ilmu Produksi Ternak
Perah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan
IPB. Pengujian sampel dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2007.
Materi
Bahan
Bahan yang digunakan dalam pengujian produk antara lain kefir rasa
strowberi, melon, dan leci. Bahan uji kualitas kimia kefir yaitu Phenolptalien 1%,
kalium oksalat jenuh, formalin 40%, aquades, air hangat, larutan buffer pH 7, larutan
buffer pH 4, H2SO4 91-92%, sedangkan media yang digunakan untuk uji
mikrobiologi kefir yaitu Plate Count Agar (PCA), Buffer Peptone Water (BPW),
Potato Dextrose Agar (PDA), deMan Rogose Sharp Agar (MRSA) dan Violet Red
Bile gar (VRBA).
Alat
Alat yang digunakan adalah labu Erlenmeyer, alat titrasi buret, centrifuge,
waterbath, pH meter, gelas piala, rotational viscometer, pipet, tabung Babcock,
cawan Petri, inkubator, autoklave, oven, pemanas bunsen, tabung reaksi dan gelas
ukur.
Prosedur
Prosedur pengkajian penerapan HACCP dilakukan dengan berpartisipasi
aktif dan langsung dalam proses produksi, observasi kegiatan lapang, wawancara.
Pengumpulan data primer yang terkait dengan uji kesukaan yang dilakukan selama
magang berlangsung pada bulan Juli-Agustus 2007. Analisis data dan sampel
disertai dengan studi literatur untuk kemudahan dalam interpretasi data. Data yang
digunakan adalah data utama dan data pendukung. Data utama berupa hasil analisis
33
terhadap GMP dan SSOP, sedangkan data pendukung berupa uji kualitas kimia,
fisika, mikrobiologi, uji organoleptik serta preferensi konsumen.
Pedoman tahapan penerapan HACCP (BSN, 1998) yang diamati adalah
kajian pelaksanaan pre-requisites yaitu SSOP dan GMP dengan cara melakukan
inspeksi langsung saat proses produksi berlangsung. Standar yang digunakan untuk
GMP adalah FDA (1995) dan SK MENKES No. 23/MEN KES/I/1978 tentang cara
produksi makanan yang baik (CPMB). Analisis yang dilakukan dengan
membandingkan kedua standar tersebut dengan kondisi di lapangan. Analisis
terhadap penerapan GMP antara lain lokasi dan lingkungan pabrik, bangunan dan
ruangan pengolahan, fasilitas sanitasi, peralatan produksi, produk akhir dan
pemeriksaan, kesehatan dan kebersihan karyawan, wadah kemasan, penyimpanan,
dan transportasi. Penilaian kelayakan terhadap GMP melalui scoring pada setiap
aspek. Standar penilaian yang digunakan adalah: diberikan nilai 3 bila sesuai dengan
standar; diberikan nilai 2 bila masih sesuai dengan standar tetapi memerlukan sedikit
perbaikan; diberikan nilai 1 bila tidak dilakukan sesuai standar tetapi dapat langsung
diperbaiki; diberikan nilai 0 bila tidak dilakukan sesuai standard dan harus
diperbaiki.
Sanitation Standard Operational Procedures (SSOP) dari FDA (1995)
digunakan untuk membandingkan proses sanitasi yang diterapkan oleh perusahaan
meliputi delapan kunci persyaratan sanitasi yaitu keamanan air; kondisi dan
kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan; pencegahan kontaminasi
silang; menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet; proteksi dari bahan-
bahan kontaminan; pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin yang
benar; pengawasan kondisi kesehatan personil; menghilangkan pest dari unit
pengolahan. Penilaian kelayakan SSOP juga melalui scoring terhadap semua aspek.
Standar penilaian yang digunakan dibedakan menjadi empat kelompok yaitu :
1) Kelayakan SSOP adalah 0 – 25% berarti sangat buruk;
2) Kelayakan SSOP adalah 25 – 50% berarti cukup baik;
3) Kelayakan SSOP adalah 50 – 75% berarti baik;
4) Kelayakan SSOP adalah 75 – 100% berarti sangat baik.
Pengujian mutu kefir dilakukan setiap tujuh hari untuk masing–masing
parameter pengujian, selama 28 hari penyimpanan. Kefir berasal dari tiga batch
34
produksi, disimpan pada suhu refrigerator (4-7oC), pengujian terhadap sifat fisik
meliputi viskositas (AOAC, 1984), sifat kimia meliputi TAT, kadar protein, kadar
lemak dan pH (AOAC, 1984) dan kualitas mikrobiologis berdasarkan SNI tentang
(1992) diantaranya Total Plate Count (TPC), jumlah Bakteri Asam Laktat (BAL),
kapang/khamir dan kolliform. Hasil pengujian terhadap sampel kefir dibahas secara
deskriptif mengacu pada ketentuan mutu yogurt berdasarkan standar SNI 01-2981-
1992 tentang yogurt sebagai acuan produk fermentasi dan literatur internasional.
Metode pengujian produk untuk mengetahui sifat kimia, nilai viskositas dan
mikrobiologi produk selama penyimpanan sebagai berikut:
Pengujian Kadar Protein dengan Titrasi Formol (AOAC, 1984). Sebanyak 10 ml
(kefir) dimasukkan ke labu Erlenmeyer. Phenolptalien 1% sebanyak 2-3 tetes dan 0,4
ml kalium oksalat jenuh ditambahkan kedalamnya, kemudian dititrasi dengan larutan
NaOH 0,1 N hingga timbul warna merah muda. Banyaknya NaOH yang digunakan
pada titrasi pertama tidak perlu dicatat. Sebanyak 2ml formalin 40% ditambahkan,
kemudian dihomogenkan hingga warna merah muda hilang. Sampel dititrasi kembali
dengan NaOH 0,1 N, dan dicatat banyaknya NaOH yang terpakai (p ml). Titrasi
blanko dibuat dengan cara mencampur 10 ml aquades, 0,4 ml kalium oksalat jenuh,
2ml formalin 40%, serta 2-3 tetes phenolptalien 1%. Campuran tersebut kemudian
dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga warna merah muda terbentuk dan dicatat
banyaknya NaOH 0,1 N yang terpakai (q ml).
Kadar protein kefir dapat dihitung dengan rumus:
% kadar protein = (p-q) ml x 1,7
Keterangan: 1,7 sebagai faktor formol susu sapi.
Uji Kadar Lemak Metode Babcock. Sebanyak 17,6 ml kefir dimasukkan dalam
tabung Babcock dan ditambahkan H2SO4 91-92% sebanyak 17,5 ml. Tabung
Babcock dimasukkan kedalam sentrifuge selama 1 menit (1200 rpm) dengan suhu
60-70oC, kemudian disentrifuge kembali selama 3 menit (1200 rpm). Setelah
waktunya tercapai, air hangat ditambahkan pada tabung hingga angka 6, lalu
sentrifuge dilanjutkan selama 1 menit. Setelah disentrifuge, tabung dimasukkan ke
dalam waterbath selama 5 menit dengan suhu 60-70oC. Nilai kadar lemak kefir
sudah dapat dibaca pada skala yang terdapat ditabung Babcock.
35
Pengukuran pH (Dewan Standardisasi Nasional, 1992). Nilai pH ditentukan
dengan menggunakan pH meter. Sebelum digunakan pada sampel, alat pH meter
yang telah dinyalakan dan distabilkan distandardisasikan terlebih dahulu dengan
larutan buffer pH 4 dan 7 (karena pH kefir berada pada kisaran 3,0-4,0). Elektroda
yang telah dibersihkan dengan aquadestilata dicelupkan kedalam sampel. Angka pH
pada skala meter menunjukkan nilai pH sampel.
Total Asam Tertitrasi (AOAC, 1984). Sebanyak 10 ml sampel dimasukkan
kedalam labu Erlenmeyer, indikator phenolpthalien 1% sebanyak 2-3 tetes
ditambahkan kedalamnya. Sampel kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Titrasi
dihentikan jika terjadi perubahan warna merah muda pertama tidak hilang saat
sampel dihomogenkan. Banyaknya NaOH yang digunakan dicatat.
% Asam Laktat = ml NaOH x 0,009 x N NaOH x 100
bobot sampel
Pengukuran Viskositas (Dewan Standardisasi Nasional, 1992). Pengukuran
viskositas menggunakan rotational viscometer (Rion Viscotester VT-04F) dengan
cara memasukkan tangki pemutar dari viskometer kedalam sejumlah sampel yaitu
sebanyak 100 ml. Tangki dibiarkan berputar beberapa saat sampai jarum skala
penunjuk berhenti pada skala tertentu. Skala yang terbaca menunjukkan viskositas
dari sampel yang diperiksa dengan satuan desi Pascal Second (dPa.S).
Penghitungan ALTB (Dewan Standardisasi Nasional, 1992). Uji total
mikroorganisme dilakukan dengan metode hitungan cawan atau Total Plate Count
(TPC). Setiap pengenceran yang dikehendaki (P-4
-P-6
) dipipet secara duplo sebanyak
1ml ke dalam cawan Petri steril. Sebanyak 12-15ml media Plate Count Agar (PCA)
dituang kedalam cawan Petri steril tersebut, lalu dihomogenkan dengan cara
digerakkan membentuk angka delapan. Cawan diinkubasi dengan posisi terbalik
pada suhu 38oC selama 24 jam setelah media agar memadat. Koloni yang tumbuh
dihitung sesuai dengan ketentuan Standard Plate Count (SPC).
Penghitungan Jumlah Bakteri Asam Laktat (Dewan Standardisasi Nasional,
1992). Sebanyak satu ml dari setiap pengenceran yang dikehendaki. Pipet secara
duplo ke dalam cawan Petri steril. Sebanyak 12-15 ml MRSA dituang kedalam
cawan Petri steril tersebut, lalu dihomogenkan dengan cara menggerakkan
membentuk angka delapan. Cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 38oC
36
selama 24 jam setelah media agar memadat. Jumlah mikroorganisme ditentukan
dengan metode hitungan cawan dan koloni yang tumbuh dihitung sesuai dengan
ketentuan Standard Plate Count (SPC).
Penghitungan Koloni Kapang dan Khamir (Dewan Standardisasi Nasional,
1992). Pemupukan dilakukan dengan menggunakan media Potato Dextrose Agar
(PDA). Sapel sebanyak 1ml dari setiap pengenceran dipipet secara duplo ke dalam
cawan Petri steril. Sebanyak 12-15 ml PDA dituang kedalam cawan Petri steril,
cawan dihomogenkan dengan cara digerakkan membentuk angka delapan. Cawan
diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 25oC selama 24-48 jam setelah media
agar memadat. Koloni yang tumbuh dihitung sesuai dengan ketentuan Standard Plate
Count (SPC).
Penghitungan Jumlah Koliform (Fardiaz, 1992). Uji total koliform dilakukan
dengan metode hitungan cawan TPC dengan metode tuang. Sampel sebanyak satu ml
dari setiap pengenceran yang dikehendaki (P-1
-P-3
) dipupukkan secara duplo ke
dalam cawan Petri steril. Sebanyak 10 ml VRBA cair dituang ke dalamnya, lalu
dihomogenkan dengan cara menggerakkan cawan membentuk angka delapan. Media
agar dibiarkan hingga memadat. Setelah media agar memadat sebanyak 5 ml VRBA
cair dituang kembali ke atas permukaan agar yang telah memadat dan diratakan ke
seluruh permukaannya untuk membentuk double layer. Cawan diinkubasi dengan
posisi terbalik pada suhu 38oC selama 24 jam. Koloni yang tumbuh dihitung sesuai
dengan ketentuan SPC. Koloni koliform yang tumbuh pada media VRBA memiliki
karakteristik, berwarna merah tua dengan diameter 0,5 mm atau lebih dikelilingi
areal yang menunjukkan pengendapan garam bile.
Uji Organoleptik. Uji organoleptik berupa uji preferensi terhadap produk dengan
reponden konsumen kefir Gedono 86 orang. Data yang diperoleh dari kuisioner
dianalisis dengan metode non parametrik Kruskall Walis. Form uji preferensi
terdapat pada Lampiran 13. Parameter yang duji yaitu rasa, bau, warna, tekstur dan
kekentalan. Preferensi konsumen didefinisikan sebagai pilihan suka atau tidak suka
oleh seseorang terhadap suatu produk barang atau jasa yang dikonsumsi.
37
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Keadaan Umum Lokasi
Unit usaha pengolahan susu Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono di Salatiga
menghasilkan produk berupa kefir yang diberi nama Gedono. Unit pengolahan ini
didirikan pada tahun 2004, dikelola oleh lembaga keagamaan Katholik yaitu biara
wanita Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono. Lokasi unit pengolahan terletak di kaki
gunung Merbabu pada ketinggian 1300m di atas permukaan laut dengan topografi
wilayah pegunungan, ± 12 km dari pusat kota Salatiga. Lokasi wilayah unit
pengolahan Gedono dapat dilihat pada Lampiran 2.
Usaha pengolahan tergolong dalam usaha berskala kecil. Wilayah pemasaran
masih terbatas yaitu Salatiga, Solo, Semarang dan sekitarnya. Produk yang
dihasilkan telah cukup dikenal khususnya oleh masyarakat Salatiga. Berdasarkan
jumlah pekerja yang digunakan, BPS (2000) mengelompokkan industri menjadi
empat kelompok yaitu industri besar, menengah, kecil dan rumah tangga. Industri
besar memiliki tenaga kerja lebih dari 100 orang, industri menengah memilki pekerja
20-99 orang, industri yang mempunyai 5-19 orang merupakan industri kecil dan
indutri yang memiliki pekerja kurang dari lima orang maka disebut industri rumah
tangga. Menurut Departemen Koperasi dan PKK (1995), usaha kecil adalah kegiatan
ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria sebagai berikut :
1) memiliki kekayaan bersih paling banyak 200 juta, tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha;
2) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak satu miliar rupiah;
3) milik warga Indonesia;
4) berdiri sendiri, bukan merupakan cabang atau anak periusahaan; dan
5) berbentuk usaha perseorangan, badan usaha tidak berbadan hukum atau usaha
berbadan hokum termasuk koperasi.
Unit usaha pengolahan kefir Gedono termasuk dalam kriteria industri kecil
yaitu memilki pekerja enam orang, kekayaan bersih lebih dari 200 juta berupa sarana
produksi tidak termasuk tanah dan bangunan, hasil penjualan di bawah 500 juta
rupiah dalam satu tahun, milik warga negara Indonesia dan tidak berbadan hukum.
Pekerja utama dalam proses pengolahan kefir adalah para biarawati sendiri
berjumlah enam orang dan akan ditambah jika pesanan meningkat. Unit pengolahan
38
kefir Gedono merupakan satu-satunya unit pengolahan susu di Salatiga yang
bergerak di bidang pengolahan susu fermentasi kefir. Pengelolaan unit usaha di
bawah lembaga keagamaan tidak menjadikan kendala bagi Unit pengolahan kefir
Gedono untuk berkembang. Pengembangan menuntut adanya perbaikan sarana dan
prasarana yang digunakan dalam rangka peningkatan kualitas produk.
Unit usaha pengolahan kefir Gedono berkeinginan untuk mengembangkan
pemasaran produk lebih luas. Pada saat ini dilakukan usaha untuk memperoleh
sertifikasi dari Departemen Perindustrian agar produk yang dihasilkan dapat diterima
oleh konsumen umum. Proses untuk memperoleh sertifikasi memerlukan perbaikan
dari semua aspek pengolahan meliputi pekerja, sistem sanitasi, proses produksi,
peralatan, ruang pengolahan dan sarana yang dimiliki. Kajian awal HACCP melalui
penerapan GMP dan SSOP sangat diperlukan untuk tujuan memperoleh perolehan
sertifikasi berupa nomor Makanan Dalam (MD) bagi kefir.
39
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sarana Produksi
Bahan Baku Pembuatan Kefir
Bahan baku pembuatan kefir mencakup bahan utama, bahan penunjang dan
bahan pengemas. Bahan utama yang diperlukan adalah susu segar dan kultur starter
berupa kefir grain, yang merupakan koleksi unit pengolahan kefir Gedono,
sedangkan bahan penunjang berupa gula, selai buah, pewarna makanan dan essens
buah. Botol plastik berukuran 600 ml dan 1000 ml digunakan sebagai bahan
pengemas dan terbuat dari bahan Polyethylene Terephthalate (PETE).
Bahan Baku Utama. Bahan utama yang digunakan adalah susu segar dan starter
kefir. Kebutuhan susu segar sebagian besar dipenuhi dari KUD Andini, 5 peternak
binaan di sekitar Gedono dan dari pertapaan Gedono. Penerimaan susu dilakukan
pada pukul 07.30. Susu yang berasal dari KUD merupakan chilled milk (susu dingin)
yang bersuhu 5°C.
Susu yang berasal dari peternak dan Gedono bersuhu 25°C. Suhu susu
diturunkan hingga mencapai sekitar 4°C. Pengujian sebelum proses produksi
meliputi pengujian secara organoleptik, uji berat jenis, pH dan uji alkohol. Jika
memenuhi standar yang ditetapkan Gedono maka susu digunakan sebagai bahan
baku utama pembuatan kefir. Kultur starter merupakan bahan baku utama kedua
yang diperbanyak oleh pihak Gedono, yang berupa biji kefir.
Bahan Baku Penunjang. Gula, fruit jam dan essens buah merupakan jenis bahan
baku penunjang yang digunakan. Fruit jam atau selai buah diolah sendiri oleh pihak
Gedono dan sudah mendapatkan nomor MD untuk industri rumah tangga yaitu PIRT
108332201014. Gula, pewarna dan essens buah yang digunakan telah tersertifikasi
food grade dan sesuai dengan standar SNI.
Bahan Pengemas. Kemasan berfungsi untuk mengemas makanan dengan tujuan
untuk melindungi produk, membantu mencegah atau mengurangi kerusakan,
melindungi bahan yang ada di dalamnya dari pencemaran serta gangguan fisik
seperti gesekan, benturan dan getaran. Bahan pengemas botol yang digunakan
merupakan kemasan primer terbuat dari bahan Polyethylene Terephthalate (PETE)
bersifat semi fleksibel, tahan uap atau gas, ringan, tidah mudah sobek atau pecah saat
40
distribusi dan food grade. Kemasan disterilisasi terlebih dahulu sebelum digunakan
dengan alkohol. Bahan pengemas steril disimpan dalam ruang pembotolan sedang
bahan yang belum steril ditempatkan pada ruang penyimpanan.
Peralatan Produksi. Peralatan pengolahan yang dimiliki unit pengolahan Gedono
tergolong masih sederhana dan 50% dari proses produksi dilakukan secara manual,
diantaranya adalah cara pengemasan produk. Peralatan produksi yang dimiliki yaitu
milk can, pasteurizer, freezer, refrigerator, dan panci pengolahan. Sarana sanitasi
yang di milki yaitu sumber air yang telah teruji dan air panas. Milk can terbuat dari
logam aluminium berkapasitas 40 liter sebanyak tiga buah. Pasteurizer terbuat dari
bahan stainless steel, berkapasitas 150 liter, berbentuk silinder dengan diameter 98
cm dan tinggi 150 cm (LUNAR, NEW ZEALAND).
Proses Pengolahan Kefir
Proses Penerimaan Susu
Unit pengolahan kefir Gedono mensyaratkan susu sapi sebagai bahan baku
pembuatan kefir bila memenuhi kriteria uji alkohol negatif dan pH 6-7 dan lolos uji
BJ (1,024-1,030). Susu yang tidak sesuai atau tidak lolos uji tersebut akan ditolak,
dengan konsekuensi pihak unit pengolahan kefir Gedono tidak membayar susu
tersebut. Hal ini telah menjadi kesepakatan awal antara pihak unit pengolahan kefir
Gedono dan supplier yaitu, koperasi Andini di Salatiga dan peternak yang bertujuan
untuk menjaga kualitas bahan baku utama.
Koperasi Andini melakukan pengujian terhadap kualitas susu asal peternak
meliputi uji alkohol, uji berat jenis, dan analisis komposisi susu yaitu kadar air,
lemak, protein, SNF, laktosa, titik beku menggunakan Lactoscan. Susu yang telah
diterima koperasi langsung didinginkan dalam cooling pada suhu 4°C atau sesuai
dengan SOP yang berlaku. Susu segar dari koperasi diterima unit pengolahan kefir
Gedono pada suhu 5-9°C dalam milk can dengan harga Rp 3.600 per liter. Unit
pengolahan kefir Gedono melakukan pengujian kualitas susu yang berasal dari
peternak dan milik sendiri meliputi uji sensori, penyaringan, uji alkohol, uji BJ dan
dilakukan pendinginan pada suhu 4-5°C. Unit pengolahan kefir Gedono membeli
susu dari peternak dengan harga Rp 2.300-Rp 2.700 per liter atau sesuai dengan
kualitas susu tersebut. Apabila susu yang diterima telah lolos uji dan sesuai dengan
41
standar yang diinginkan, maka peternak akan mendapatkan harga susu sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati.
Meskipun usaha yang dijalankan masih tergolong skala usaha kecil dan
sarana uji kualitas susu masih sederhana, tetapi pihak unit pengolahan kefir Gedono
mempunyai komitmen untuk menggunakan bahan-bahan yang berkualitas.
Kebutuhan susu segar unit pengolahan setiap hari yaitu 80-100 liter susu dari
koperasi Andini, 30-50 liter susu dari peternak dan milik Gedono.
Proses Separasi
Tujuan separasi adalah untuk memisahkan lemak dan skim susu. Susu yang
telah lolos uji dipanaskan dalam panci berkapasitas 10-15 liter hingga suhu mencapai
40-45°C sebelum dilakukan proses separasi. Tujuan pemanasan awal sebelum
separasi lemak adalah inaktivasi enzim lipase penyebab ketengikan. Separator yang
digunakan terbuat dari stainless steel, kapasitas separator adalah 10 liter per separasi
dengan kepekaan lemak 0,6%. Susu skim yang dihasilkan masih memenuhi
ketentuan sesuai Codex Alimentarius Comition (2003) yaitu dengan kandungan
lemak dibawah 10% . Sterilisasi alat separator dilakukan sebelum dan sesudah
proses separasi untuk menjaga kebersihan dan mengurangi kontaminasi ke dalam
susu. Proses separasi untuk memeperoleh susu skim dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar. 1. Pemanasan Susu hingga Suhu 35°C (A) dan Proses
Separasi Susu (B)
Penambahan Skim Milk
Penambahan skim milk bubuk dilakukan sebelum pemanasan dengan
persentase 2,5% dari volume susu. Penambahan skim milk ini dimaksudkan untuk
peningkatan jumlah padatan dalam susu. Skim milk merupakan produk susu baik cair
maupun padat yang telah dihilangkan lemaknya atau mengandung lemak maksimal
A B
42
0,1% (Buckle et al., 1987). Skim milk powder yang digunakan berasal dari New
Zealand yang telah mengalami pengemasan ulang di Semarang dengan merk
Indoprima skim milk.
Pemanasan
Pemanasan susu skim pada suhu 85-90°C selama 30 menit menggunakan alat
pasteurizer yang terbuat dari bahan stainless steel dilengkapi dengan agitator. Proses
pemanasan mengacu pada Buckle et al (1987) yaitu pada suhu 90°C selama 15-30
menit. Alat pasteurizer ini menggunakan sistem double wall, dengan cara kerja air
yang berada di antara dua bejana stainless steel dipanaskan oleh kumparan yang
berada di bagian bawah alat. Pemanasan terhadap susu skim dilakukan secara tidak
langsung oleh panas air yang dihasilkan. Kontrol panel diatur pada suhu 85°C selama
30 menit. Bila suhu dan waktu untuk pemanasan yang ditentukan telah tercapai maka
susu skim segera didinginkan. Selama pemanasan atau pendinginan berlangsung,
agitator atau pengaduk tetap digerakkan agar suhu susu lebih homogen dan panas
lebih cepat merata, sebaliknya pada saat pendinginan dan penurunan suhu cepat
tercapai.
Pemanasan susu dengan metode pasteurisasi bertujuan mematikan bakteri
patogen maupun bakteri perusak sehingga akan mencegah penularan penyakit dan
kerusakan produk secara biologis. Kondisi pasteurisasi berguna untuk memberikan
perlindungan kepada konsumen terhadap penyakit yang dibawa melalui susu, dengan
mengurangi seminimum mungkin kehilangan zat gizi serta mempertahankan
semaksimal mungkin rupa dan citarasa susu mentah segar (Buckle et al., 1987). Alat
pasteurizer dan kontrol panel suhu di ruang produksi unit pengolahan kefir Gedono
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Batch Pasteurizer (A) dan Kontrol Panel Suhu (B)
A B
43
Pendinginan Susu
Penurunan suhu susu skim dilakukan selama satu jam yaitu hingga mencapai
26°C atau sama dengan suhu ruangan. Pendinginan dilakukan dengan cara
mengeluarkan air panas diantara bejana dan menggantikannya dengan air dingin
yang terus dialirkan hingga tercapai suhu 26°C. Kran yang terhubung dengan air
panas pada alat pasteurizer ditutup dan diganti dengan pembukaan kran air dingin
untuk mempercepat proses pendinginan. Proses ini menggunakan aliran air kran
tertutup dengan vacum pump (pompa vakum) agar terjadi pergantian air diantara
kedua bagian stainless steel pasteurizer. Selama proses penurunan suhu susu, agitator
atau pengaduk tetap digerakkan dengan kondisi shock thermique pada susu segera
dicapai. Air panas yang diganti ditampung pada drum yang diletakkan di luar
ruangan produksi untuk digunakan kemudian dalam pencucian alat pasteurizer.
Inokulasi Kultur Starter Kefir
Penambahan starter dilakukan setelah suhu susu dalam pasteurizer mencapai
26±1°C. Jumlah kultur starter kefir yang digunakan adalah 5% dari volume susu atau
sebanyak 7,5 liter untuk volume produksi sebesar 150 liter. Menurut Irigoyen et al.
(2004), jumlah pemberian kultur starter akan mempengaruhi khamir dan asam laktat
yang dihasilkan, pH dan viskositas. Jumlah penggunaan kultur starter yang
disarankan adalah 1% dan 5% (Irigoyen et al. 2004) atau sebanyak 3-5% (Surono,
1989). Penambahan kultur starter ini dilakukan pada ruang produksi dengan cara
membuka penutup alat pasteurizer (Gambar 3), sehingga kontaminasi melalui udara
dapat masuk ke dalam susu atau kultur starter. Kultur starter kefir yang digunakan
berupa kultur kerja. Kultur kerja diperoleh dengan cara penumbuhan biji kefir
sebanyak 5% dalam susu skim steril. Kultur kerja yang siap digunakan diperoleh
dengan cara menyaring biji kefir yang telah ditumbuhkan dalam susu skim steril.
Gambar 3. Proses Inokulasi Kultur Starter Kefir dalam Susu Skim (A dan B)
A B
B
44
Inkubasi Kefir
Inkubasi dilakukan pada suhu ruang yaitu sekitar 22±1°C selama 18-24 jam.
Berbeda dengan yogurt yang memerlukan suhu inkubasi 37°C, kefir memerlukan
suhu ruang karena karakteristik bakteri penyusun biji kefir optimum tumbuh pada
suhu tersebut. Menurut Surono (1989) suhu inkubasi selama proses fermentasi kefir
adalah 18-22°C, dan setelah 20 jam akan dihasilkan kefir yang mengandung 0,8%
etanol dan 1,0% CO2. Tujuan dari proses inkubasi adalah menyediakan suhu
optimum untuk pertumbuhan mikroorganisme dalam kultur starter kefir yang akan
memfermentasi laktosa. Proses inkubasi dilakukan dalam pasteurizer, sehingga tidak
terjadi perpindahan massa susu skim selama proses pasteurisasi, pendinginan,
pemberian starter dan inkubasi.
Penyimpanan Dingin
Segera setelah proses fermentasi selesai, kefir dituang ke dalam wadah
plastik dengan kapasitas 15-25 liter dan dilakukan penyimpanan dingin selama satu
hari (24 jam) agar konsistensi dan stabilitas koagulannya meningkat. Selain itu
penyimpanan dingin akan menghentikan proses fermentasi dan mengendalikan
proses pembentukan alkohol dan gas CO2 selama penyimpanan (Surono, 1989).
Sebelum kefir ditempatkan pada wadah plastik terlebih dahulu alat-alat yang
digunakan disterilkan dengan air panas dan alkohol. Proses ini dilakukan dalam
ruang produksi. Suhu penyimpanan yang terukur adalah 4°C dengan menggunakan
alat pendingin atau refrigerator dalam bentuk show case, sehingga cahaya akan dapat
mengenai langsung pada produk. Penyimpanan produk dan kultur dilakukan pada
tempat yang sama yaitu alat pendingin show case (Gambar 4).
Gambar 4. Plastik (A) dan Tempat Penyimpanan Berupa Show Case (B)
Proses Penambahan Rasa
A B
45
Setelah pendinginan dianggap cukup, kefir dikeluarkan dari pendingin
menuju ruang pembotolan steril untuk diproses lanjut berupa penambahan rasa untuk
diversifikasi rasa kefir. Produk kefir dibedakan menjadi empat macam rasa yaitu
kefir plain, rasa leci, strowberi dan melon. Penambahan rasa dilakukan melalui
tahapan sebagai berikut :
1) Pengurangan lemak dilakukan terhadap lemak yang terdapat diatas
permukaan kefir. Lemak ini dapat mudah dikenali karena warnanya lebih
kuning berada pada permukaan kefir karena BJ lebih rendah, ketebalan
bervariasi antara 1-2,5 cm.
2) Penyaringan bertujuan untuk menghaluskan tekstur kefir yang awalnya
mempunyai koagulan berupa gumpalan-gumpalan besar, sehingga
memudahkan proses homogenisasi dengan bahan yang lain yang
ditambahkan. Penyaringan dilakukan secara manual menggunakan penyaring
diameter 0,05 mm yang telah disterilkan dan terbuat dari bahan plastik.
3) Penambahan gula sebanyak 30%, pewarna sebanyak 0,06%, flavor dan sirup
gula (sukrosa : air = 2:1). Penambahan gula dilakukan dengan perbandingan
600 ml gula untuk 5 liter kefir. Perisa yang digunakan adalah selai stowberi,
melon dan leci yang diolah sendiri oleh unit pengolahan kefir Gedono.
Pembotolan
Proses pengemasan kefir menggunakan botol plastik Polyetilen Tereptalat
(PETE) yang bersifat tahan gas dan uap air, sensitif terhadap UV dan transparan.
Proses pengemasan bertujuan memperlambat proses penyimpangan suatu produk
dari mutu awalnya, yaitu dengan mempertahankan stabilitas, kesegaran dan
penerimaan konsumen dari produk atau untuk memperpanjang umur simpan. Proses
pembotolan kefir dapat dilihat pada Gambar 6.
Pengemasan di unit pengolahan Gedono masih dilakukan secara manual
dengan distribusi produk kedalam botol kemasan menggunakan gelas ukur. Volume
kemasan botol produk yang digunakan yaitu 600 ml dan 1000 ml. Pekerja di bagian
pengemasan harus memakai apron atau celemek dan masker serta tangan harus
menggunakan sanitizer alkohol 70% untuk mencuci tangan. Selama pengemasan,
suhu dan kebersihan harus tetap dijaga. Ruang pengemasan yang terpisah dan dapat
disterilkan juga digunakan sebagai tempat untuk penyaringan kultur starter.
46
Gambar 6. Pengemasan Kefir Botol PETE dalam Ruang Steril
Penyimpanan Suhu Rendah
Produk segera disimpan setelah pengemasan dalam botol pada suhu 5°C atau
dalam refrigerator. Lama penyimpanan produk tidak lebih dari 24 jam sebelum
dijual. Para pelanggan dengan wilayah domisili di sekitar Salatiga
mentransportasikan produk dalam kondisi dingin, sedangkan pelanggan yang berasal
dari atau lokasi domisili jauh, maka produk akan ditransportasikan dalam bentuk
beku. Pengujian produk akhir secara laboratorium tidak dilakukan, karena
keterbatasan sarana laboratorium. Penanganan mutu produk akhir dilakukan secara
visual yaitu melalui pengamatan terhadap pembentukan gas dan whey.
Distribusi Produk Akhir
Distribusi merupakan sebagian dari proses pemasaran dengan beberapa
ketentuan yang harus dipenuhi dalam menjaga keamanan pangan. Penggunaan
kendaraan berpendingin berfungsi untuk mempertahankan suhu produk dan
menghindari kerusakan produk. Wadah dan alat transportasi didesain agar tidak
terjadi pencemaran makanan, memudahkan pembersihan dan melakukan desinfeksi,
melindungi dari kontaminasi, serta mempertahankan dan mempermudah pengecekan
(MenKes, 1978).
Proses distribusi produk kefir Gedono menggunakan kendaraan roda empat
berupa mobil ber-AC tetapi tidak memiliki box dengan suhu yang dapat diatur.
Sarana transportasi produk ini tidak memenuhi syarat Menkes (1978) tentang
kendaraan transportasi karena tidak dilengkapi dengan pendingin atau blower.
Produk hanya disimpan dalam kotak pendingin yang didalamnya diletakkan ice
block untuk mempertahankan suhu awal produk. Sistem penjualan kefir Gedono
dilakukan secara retail atau melalui pemesanan langsung. Produksi yang masih
47
terbatas menyebabkan tidak semua pelanggan mendapatkan produk dalam waktu
yang sama tetapi melalui pengaturan yang disepakati dengan pihak Gedono.
Good Manufacturing Practices (GMP)
GMP atau Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) merupakan pedoman
yang menjelaskan cara memproduksi makanan agar bermutu, aman dan layak untuk
dikonsumsi. Data yang diperoleh terhadap GMP Unit Usaha Pengolahan Kefir
Gedono dikaji berdasarkan standar RI No. 23/MEN. KES/SK/1978 dan FDA (1995),
sebagai dasar atau pre-requisite program dari HACCP. Hasil yang diperoleh pada
kegiatan magang untuk selanjutnya akan digunakan sebagai data awal untuk
mendapatkan nomor ijin Makanan Dalam (MD) dari Badan POM. Penerapan yang
benar dari pihak pengolahan akan mempermudah proses perolehan MD tersebut.
Analisis terhadap penerapan GMP meliputi lokasi dan lingkungan pabrik, bangunan
dan ruangan pengolahan, fasilitas sanitasi, peralatan produksi, produk akhir dan
pemeriksaan, kesehatan dan kebersihan karyawan, wadah kemasan, penyimpanan,
dan transportasi.
Penerapan GMP oleh unit pengolahan kefir Gedono secara umum telah sesuai
dengan standar. Keseriusan pihak unit pengolahan menuju arah perbaikan dan
peningkatan mutu layak untuk dihargai. Pihak unit pengolahan kefir Gedono telah
menjalin kerjasama dengan kalangan akademisi IPB untuk pendampingan aktivitas,
mengikuti pelatihan tentang pengolahan kefir dan pengadaan peralatan produksi
untuk pemenuhan terhadap persyaratan yang berlaku. Hasil kajian GMP dapat
dilihat pada Tabel 3.
Lokasi dan Lingkungan Industri
Pemilihan lokasi dan lingkungan yang tepat akan mengurangi resiko
pencemaran terhadap pangan. Unit pengolahan terletak di daerah pegunungan
dengan ketinggian sekitar 1300 m di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata
harian 24°C. Lokasi unit pengolahan pengolahan kefir jauh dari pemukiman padat
dan terpolusi, bebas daerah banjir serta bukan daerah pembuangan limbah, terdapat
48
Table 3. Hasil Analisis Terhadap GMP
Aspek GMP Pedoman GMP menurut Peraturan
(Pemerintah RI No. 23/MEN. KES/SK/1978 dan US FDA)
Kondisi Unit Pengolahan
Higien dan Kesehatan
karyawan
Karyawan dalam keadaan sehat serta diawasi dan diperiksa
kesehatannya secara berkala
Menjaga kebersihan badan, mengenakan pakaian kerja,
perlengkapan yang benar dan hanya ditempat kerja serta
menutup luka kecil
Tidak boleh melakukan kebiasaan buruk selama bekerja
seperti mengunyah makanan, minum, merokok, meludah, bersin, batuk, mengenakan perhiasan dan lain-lain.
Pemeriksaan dilakukan secara berkala oleh
dokter
Mempunyai pakaian khusus untuk beberja dan
aktivitas lainnya
Tidak ditemukan kegiatan mengunyah
makanan, makan, minum, merokok, meludah, bersin, batuk dan mengenakan perhiasan
Lokasi dan
lingkungan
industri
Jauh dari daerah industri yang berpolusi, tidak ada
genangan air (daerah banjir), bebas dari sarang hama, jauh
dari tempat pembuangan sampah/limbah, jauh dari
pemukiman penduduk yang padat/kumuh, jauh dari daerah penumpukan barang bekas, terpisah dari rumah/tempat
tinggal,
Sarana jalan yang telah diaspal/disemen (dikeraskan),
dibuat saluran pembuangan air
Lokasi industri pengolahan kefir jauh dari
pemukiman padat dan terpolusi, bebas daerah
banjir serta bukan daerah pembuangan limbah
Bangunan terdapat dalam kompleks biarawati
tetapi terpisah dari bangunan lain
Sarana jalan yang telah diaspal dan terdapat
saluran pembuangan air
Bangunan dan
ruangan
pengolahan
Bangunan harus dibuat berdasarkan perencanaan yang
memenuhi persyaratan teknik dan higien sesuai dengan
jenis makanan yang diproduksi
Ruangan pokok dan ruangan pelengkap, ruangan pokok
luas sesuai peralatan, jenis kapasitas produksi dan jumlah
karyawan serta tata letak sesuai urutan proses
Konstruksi lantai, rapat/kedap air, tahan terhadap air,
garam, basa, asam dan bahan kimia lainnya, halus, tidak
licin dan mudah dibersihkan, memudahkam pengaliran air,
ada lubang pembuangan, penahan bau, pertemuan lantai dan dinding tidak membentuk sudut siku-siku dan tidak
Bangunan unit produksi Gedono terdiri atas
ruangan pokok dan ruangan pelengkap
Ruang pokok yaitu ruangan produksi dan
pengemasan, ruangan pelengkap yaitu ruangan
penyimpanan bahan dan alat
Tata letak ruangan belum sesuai dengan urutan
proses, sehingga dapat menyebabkan kontaminasi silang produk.
Lantai yang digunakan pada ruang produksi
Gedono adalah keramik yang bersifat tahan
terhadap air, garam, basa ataupun bahan kimia
49
menyerap air
Konstruksi dinding/pemisah ruangan terbuat dari bahan
tidak beracun, bukan kayu, tidak menyerap air minimal 2 m dari lantai tidak bereaksi, permukaan bagian dalam
halus, rata, tahan lama, tidak mudah mengelupas & mudah
dibersihkan, pertemuan dinding dengan dinding tidak siku-
siku, tidak menyerap air, mudah dibersihkan
Konstruksi atap, dari bahan yang tahan lama, tahan air,
tidak bocor, tidak larut air dan tidak mudah pecah
Konstruksi langit-langit, tidak mudah terkelupas, tidak
berlubang, tidak retak, tahan lama, mudah dibersihkan,
tinggi minimal 3 m, permukaan halus, warna terang, diatas pasteurizer tidak menyerap air, dilapis cat tahan panas
Konstruksi pintu, dari bahan yang tahan lama, kuat, dan
tidak mudah pecah, permukaan halus, rata, warna, terang,
mudah dibersihkan, untuk toilet tidak mudah menyerap air, untuk ruang pengolahan pintu membuka keluar
Konstruksi jendela, bahan tahan lama, kuat dan tidak
mudah pecah, permukaan halus, warna terang, tinggi
minimal 1 m, mudah dibuka/tutup, tidak terlalu rendah,
tidak terlalu banyak & tidak terlalu lebar, mudah dibersihkan, dilengkapi kasa pencegah serangga yang
mudah dilepas & dibersihkan
Penerangan, dari lampu berpenutup atau cahaya matahari
cukup menerangi seluruh ruangan, tidak remang-remang
Ventilasi dan pengatur suhu, menjamin peredaran udara
dengan baik dan dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau,
lainnya
Sudut antara dinding dengan dinding dan
dinding dengan lantai serta pertemuan keduanya masih berbentuk siku-siku dan tidak
melengkung
Terdapat pengelupasan pada permukaan dinding
di atas pasteurizer dan di atas kompor listrik
Konstruksi atap dan langait-langit tidak mudah
mengelupas, tahan lama, tidak mudah bocor dan tidak larut air.
Pintu dan jendela tidak halus atau rata, tidak
terang dan membuka keluar
Lubang ventilasi tidak dilengkapi dengan alat
yang dapat mencegah masuknya kotoran ke dalam ruangan
Penerangan berupa cahaya lampu tidak
berpenutup pada ruang pengemasan dan
produksi dan cahaya matahari pada ruang pelengkap dan produksi
Permukaan kerja pada ruang pokok dan
pelengkap terang sesuai dengan syarat
kesehatan.
Aspek GMP Pedoman GMP menurut Peraturan
(Pemerintah RI No. 23/MEN. KES/SK/1978 dan US FDA) Kondisi Unit Pengolahan
50
debu, dan panas yang dapat merugikan kesehatan, dapat
mengatur suhu yang diperlukan, tidak mudah mencemari hasil produksi melalui udara yang dialirkan, lubang
ventilasi harus dilengkapi dengan alat yang dapat
mencegah masuknya kotoran ke dalam ruangan serta mudah dibersihkan
Permukaan kerja dalam ruangan pokok dan pelengkap
harus terang sesuai dengan keperluan dan persyaratan
kesehatan
Fasilitas sanitasi
Sarana penyediaan air, sumber air, pipa pengaliran,
penampungan, water treatment dalam kondisi baik, air
untuk pengolahan memenuhi kualitas air bersih, air tidak
untuk konsumsi dan tidak kontak dengan makanan
mempunyai sistem terpisah dengan air minum
Sarana pembuangan air dan limbah, saluran dan tempat,
pembuangan bahan buangan cair, tempat buangan padat,
konstruksi harus mencegah kontaminasi silang
Sarana toilet, letaknya tidak terbuka langsung ke ruang
proses pengolahan, dilengkapi dengan bak cuci tangan, diberi tanda pemberitahuan, bahwa setiap karyawan harus
mencuci tangan dengan sabun atau detergen sesudah
menggunakan toilet, disediakan dalam jumlah yang cukup
sesuai jumlah karyawan
Sarana higiene karyawan, sarana cuci tangan, ditempatkan
di tempat-tempat yang diperlukan, misalnya di tempat
pintu masuk ruangan pokok, dilengkapi dengan air
mengalir, sabun atau detergen, handuk atau alat lain untuk
Sumber air yang digunakan adalah mata air
pegunungan yang telah dilakukan pengujian
setiap enam bulan sekali oleh badan swasta
yang terakreditasi (Sucofindo)
Kualitas air sama dengan kualitas air minum
Terdapat suplai air panas dan air dingin
Sarana pembuangan limbah cair atau pada
terpisah
Sarana toilet terpisah dari bangunan produksi
atau pelengkap dan mencukupi untuk jumlah
pekerja
Sarana pencuci tangan terdapat di dalam
ruangan pengemasan dan produksi
Tidak terdapat sarana pembilas sepatu
Aspek GMP Pedoman GMP menurut Peraturan
(Pemerintah RI No. 23/MEN. KES/SK/1978 dan US FDA) Kondisi Unit Pengolahan
51
mengeringkan tangan dan tempat sampah tertutup,
disediakan dalam jumlah yang cukup,
Sarana pembilas sepatu di depan ruang pengolahan,
fasilitas ganti pakaian, jumlah disesuaikan
Peralatan
produksi Alat dan perlengkapan yang digunakan untuk proses
produksi harus memenuhi persyaratan higienis dan teknik
Peralatan sesuai dengan jenis produksi, permukaan yang
kontak harus halus, tidak berlubang atau bercelah, tidak
mengelupas, tidak tidak menyerap air dan tidak berkarat
Tidak mencemari hasil produksi dan mudah dibersihkan
tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan/dilepaskan,
tata letak peralatan, mudah dalam perawatan, pembersihan,
diletakkan sesuai urutan proses
Wadah untuk sampah dan bahan berbahaya, diberi tanda
(untuk sampah dan bahan berbahaya), ditutup dan terpisah
Peralatan yang digunakan umumnya tergolong
aman dan memenuhi syarat higienis
permukaan yang kontak dengan produk terbuat
dari stainless steel sehingga mudah dibersihkan
permukaan yang kontak dengan makanan halus,
tidak berlubang atau bercelah, tidak mengelupas dan tidak berkarat
pengaduk saat pemanasan terbuat dari kayu
sehingga mudah menyerap air.
Penyimpanan Penyimpanan bahan baku, bahan tambahan dan produk
akhir disimpan terpisah dalam ruang yang bersih, bebas
hama, cukup penerangan, terjamin aliran udara dan suhu
yang sesuai
Bahan tambahan disimpan sesuai label, penyimpanan
bahan mentah sebaiknya tidak langsung menyentuh lantai,
tidak menempel pada dinding, jauh dari langit – langit
untuk mencegah sarang hama, bahan baku, bahan
tambahan dan produk akhir diberi tanda dan ditempatkan
Penyimpanan bahan pangan dan non pangan
terpisah
Penyimpanan bahan baku, bahan tambahan dan
alat terpisah, ruang bersih, cukup penerangan
dan liran udara terjamin
Tata letak peralatan dibuat sesuai dengan
golongannya dalam lemari tertutup
Sistem penyimpanan yaitu first in first Out
( FIFO)
Aspek GMP Pedoman GMP menurut Peraturan
(Pemerintah RI No. 23/MEN. KES/SK/1978 dan US FDA) Kondisi Unit Pengolahan
52
Sistem FIFO baik untuk bahan mentah maupun produk
akhir
Bahan-bahan produksi dan produk akhir sebaiknya
disimpan dengan sistem kartu, dengan isi nama bahan,
tanggal terima, asal bahan, jumlah penerimaan di gudang, tanggal keluar dari gudang, sisa akhir, dalam kemasan,
tanggal pemeriksaan, hasil pemeriksaan
Penyimpanan bahan berbahaya, disimpan terpisah dan
diawasi agar tidak mencemari bahan produksi, produk akhir serta tidak membahyakan karyawan
Penyimpanan peralatan produksi, peralatan yang sudah
dibersihkan dan disanitasi disimpan sedemikian rupa agar
terlindungi dari debu, kotoran, atau pencemaran lainnya
Pencatatan secara teratur sudah dilakukan untuk
bahan baku, bahan tambahan, bahan kimia dan
peralatan serta sanitizer
Penyimpanan label sesuai dengan FIFO
Mutu produk
akhir Produk akhir harus memenuhi standar mutu atau
persyaratan yang ditetapkan menteri dan tidak boleh
merugikan atau membahyakan kesehatan
Produk akhir sebelum diedarkan harus dilakukan
pemeriksaan secara organoleptik, fisika, kimia,
mikrobiologi dan atau biologi
Pemeriksaan produk akhir hanya secara visual
dengan melihat ada tidaknya whey dan sensori
Belum ada keluhan dari konsumen mengenai
mutu produk kahir
Laboratorium
dan pemeriksaan Untuk setiap pemeriksaan bahan baku, bahan tambahan,
bahan penolong dan produk akhir seharusnya disediakan
pedoman pemeriksaan yang menyebutkan :nama makanan,
tanggal pembuatan, tanggal pengambilan contoh, jumlah, contoh yang diambil, kode produksi, jenis pemeriksaan
yang dilakukan, kesimpulan pemeriksaan, nama pemeriksa,
hal lain yang dianggap perlu
Bagi perusahaan yang belum memiliki laboratorium
Industri ini belum memiliki laboratorium
pengujian produk akhir
Secara berkala enam bulan sekali pihak Gedono
memerikasakan produk akhir melalui lembaga
swasta (Sucofindo)
Aspek GMP Pedoman GMP menurut Peraturan
(Pemerintah RI No. 23/MEN. KES/SK/1978 dan US FDA)
Kondisi Unit Pengolahan
53
dianjurkan untuk memeriksakan produknya di laboratorium
lain di luar perusahaan
Kemasan Wadah dan pembungkus makanan harus memenuhi syarat
dapat melindungi dan mempertahankan mutu dan isinya
terhadap pengaruh dari luar, tidak berpengaruh terhadap isi,
dibuat dari bahan yang tidak melepaskan bagian atau unsur
yang dapat mengganggu kesehatan atau mempengaruhi mutu makanan, tahan terhadap perlakuan selama
pengolahan, pengangkutan, dan peredaran, tidak boleh
merugikan atau membahayakan konsumen
Sebelum digunakan wadah harus, dibersihkan dan
dikenakan tindak sanitasi, steril bagi jenis produk yang
akan diisi secara aseptic
Jenis pengemas yang digunakan adalah plastik
polietilen
Kemasan steril pada saat digunakan dan tidak
berbahaya bagi kesehatan
Keterangan produk/lebeling
Memenuhi ketentuan Permenkes RI No. 79/Menkes
/Per/III/1978 tentang label dan periklanan makanan
Dibuat dengan ukuran, kombinasi warna dan bentuk yang
berbeda untuk setiap jenis makanan (memudahkan
pembedaan), identifikasi lot, setiap wadah diberi tanda
nama produsen dan nomor lot
Produk belum memiliki izin atau Makanan
Dalam (MD) dari Deparartemen Perindustrian
Instruksi pelabelan sudah sesuai dengan
ketentuan Keterangan label memuat nama
produk, komposisi, tanggal kadaluarsa, berat
bersih dan nama dan alamat industry
Alat transportasi Produk selalu dalam keadaan terlindungi selama transportasi
jenis wadah dan alat transportasi yang digunakan tergantung
dari jenis makanan dan kondisi yang dikehendaki selama
transportasi
Persyaratan wadah dan alat transport di desain agar :
Tidak mencemari makanan, mudah dibersihkan jika perlu
didesinfeksi, memisahkan makanan dari bahan-bahan non
pangan, melindungi makanan dari kontaminasi seperti debu dan kotoran, dapat mempertahankan suhu, RH & kondisi
lainnya sehingga dapat melindungi makanan
Transportasi menggunakan mobil dan wadah
cool box tanpa alat pengatur suhu.
Cool box selalu dalam keadaan bersih sebelum
digunakan dan dilakukan desinfeksi dengan
alkohol
Aspek GMP Pedoman GMP menurut Peraturan
(Pemerintah RI No. 23/MEN. KES/SK/1978 dan US FDA)
Kondisi Unit Pengolahan
54
dari pertumbuhan mikroorganisme pathogen dan perusak,
memudahkan pengecekan suhu, RH dan kondisi lainnya
Wadah dan alat transport untuk makanan selalu dijaga dalam
keadaan bersih, baik dan terawat, jika digunakan untuk bahan
makanan dan non pangan maka diantara penggunaannya perlu dibersihkan/didesinfeksi, jika menggunakan wadah dan
alat pengangkutan jumlahnya besar didesain agar tidak
bercampur antara bahan makanan dan non pangan serta pemeliharaan peralatan
Manajemen dan pengawasan
Pengawasan terhadap industri dan proses produksi
hendaknya dilakukan secara berkala
Industri harus memiliki penanggung jawab produksi dan
pengawasan mutu yang terpisah dan memiliki kualifikasi
yang spesifik
Pengawasan sudah dilakukan secara berkala
terutama jika terjadi penyimpangan
Penanggung jawab belum memiliki kualifikasi
bidang dairy food
Aspek GMP Pedoman GMP menurut Peraturan
(Pemerintah RI No. 23/MEN. KES/SK/1978 dan US FDA) Kondisi Unit Pengolahan
55
dalam komplek biarawati yang terpisah dari tempat tinggal. Sarana jalan telah
diaspal dan terdapat saluran pembuangan air.
Bangunan dan Ruang Pengolahan
Bangunan pada unit pengolahan belum memiliki kelayakan dan ukuran
bangunan yang tidak besar. Bangunan dengan luas 9x28 meter memiliki konstruksi
memanjang dengan empat ruangan. Lantai yang digunakan pada ruang produksi
terbuat keramik yang bersifat tahan terhadap air, garam, basa atau bahan kimia
lainnya yang mudah dibersihkan. Sudut antara dinding dengan dinding dan dinding
dengan lantai serta pertemuan keduanya masih berbentuk siku-siku dan tidak
melengkung. Terdapat pengelupasan cat pada permukaan dinding diatas tank
pasteurizer, di atas kompor listrik dan di bawah Air Conditioning (AC). Konstruksi
atap dan langit-langit tidak mudah mengelupas, tahan lama, tidak mudah bocor dan
tidak larut air.
Pintu dan jendela tidak halus atau rata, tidak terang dan membuka keluar
tetapi tidak menyulitkan dalam pembersihan. Lubang ventilasi tidak dilengkapi
dengan alat yang dapat mencegah masuknya kotoran ke dalam ruangan. Penerangan
berupa cahaya lampu tidak berpenutup pada ruang pengemasan dan produksi serta
cahaya matahari pada ruang pelengkap dan produksi. Permukaan kerja pada ruang
pokok dan pelengkap terang sesuai dengan syarat kesehatan.
Secara umum urutan ruang belum sesuai dengan alur proses dan masih
simpang siur. Ruang pengolahan digunakan untuk proses pasteurisasi, inokulasi,
inkubasi, pencucian peralatan dan sterilisasi, sedangkan ruang pengemasan hanya
khusus untuk pengemasan dan penyimpanan produk sementara. Adanya berbagai
proses dalam satu ruang akan meningkatkan resiko pencemaran terhadap produk.
Pencemaran menyebabkan kegagalan produk kefir misalnya sineresis kefir yang
berlebihan atau bau tengik setelah proses fermentasi. Desain ruangan yang sesuai
untuk jumlah pekerja dan alur produksi akan mempermudah pekerja dalam
beroperasi dan sanitasi ruangan. Tata ruang yang tidak mendukung higienis proses
produksi ini telah disiasati oleh unit pengolahan kefir Gedono dengan pembersihan
secara berkala. Bentuk pintu dan bangunan dapat dilihat pada Gambar 7.
56
Gambar 7. Pintu dan Bangunan
Fasilitas Sanitasi
Sumber air yang digunakan adalah mata air pegunungan yang telah dilakukan
pengujian secara berkala oleh badan swasta yang terakreditasi (Sucofindo). Kualitas
air pengolahan dan pembersihan atau sanitasi sama dengan kualitas air minum.
Ruangan pengolahan dilengkapi dengan suplai air panas dan air dingin. Es batu yang
digunakan juga berasal dari sumber yang sama.
Sarana pembuangan limbah cair atau padat terpisah. Limbah cair akan
langsung dialirkan menuju bak penampungan untuk diendapkan dan dialirkan
kembali kedalam tanah. Daerah di sekitar unit pengolahan kefir Gedono tidak
terdapat sungai, sehingga dibuat sarana penyerapan limbah cair. Limbah cair berasal
dari limbah proses pencucian peralatan dan sanitasi ruangan, produk gagal dan susu
sisa pengujian. Limbah padat organik akan dibuat menjadi kompos dan limbah padat
non organik akan dibuang ke pembuangan atau didaur ulang (kertas, tisu). Sarana
toilet terpisah dari bangunan produksi atau pelengkap dan mencukupi untuk jumlah
pekerja, sehingga dapat mengurangi kontaminasi. Sarana pencuci tangan terdapat di
dalam ruangan pengemasan dan ruang produksi tetapi pada saat masuk ruang
produksi tidak terdapat sarana pembilas sepatu atau foot bath.
Peralatan Produksi
Peralatan yang digunakan umumnya tergolong aman dan memenuhi syarat
higienis. Pada ruang produksi terdapat kompor listrik, pasteurizer berkapasitas 150
liter, bak pendingin, keran air panas dan air dingin serta separator dengan kapasitas
10 liter. Ruangan pengemasan hanya berisi box untuk menyimpan botol steril, freezer
dan refrigerator. Ruang penyimpanan alat digunakan untuk penyimpanan peralatan
yang digunakan dalam ruang produksi atau pengemasan diantaranya milk can, wadah
57
plastik untuk kefir, botol, pengaduk, panci stainless steel, cool box, gelas liter dan
lain-lain.
Peralatan produksi selalu dibersihkan, dicuci, didesinfeksi dan ditata setiap
hari. Pencucian peralatan plastik atau logam, dibilas dengan air panas dari keran air
panas dan dikeringkan. Sebelum digunakan, peralatan disterilisasi kembali dengan
cara merebus dalam air mendidih. Aktivitas ini bertujuan untuk menjamin terjaganya
sanitasi pada peralatan sehingga tidak akan mengkontaminasi produk. Menurut
Winarno dan Surono (2004) beberapa tahap sanitasi peralatan yaitu pre-rinse atau
langkah awal, pembersihan, pembilasan, pengecekan visual, penggunaan
desinfektan, pembersihan akhir dan drain dry atau pembilasan kering yang
merupakan final rinse.
Kebersihan dan Kesehatan Pekerja
Para pekerja pada proses produksi adalah para biarawati dari pertapaan
Bunda Pemersatu Gedono yang berjumlah tujuh orang dan akan ditambah saat
pesanan pelanggan meningkat. Para biarawati ini tidak memiliki disiplin ilmu
pengolahan susu sehingga mengikuti pelatihan-pelatihan yang terkait dengan
penentuan kualitas, cara pembuatan, penanganan produk dan proses pembuatan kefir.
Selama proses produksi pekerja menggunakan seragam atau pakai khusus
dilengkapi dengan hairnet, apron anti air atau kain, sandal dan masker yang
berfungsi untuk mencegah kontaminasi terhadap produk. Apron digunakan saat
pengemasan atau pencucian peralatan. Alas kaki berupa sandal digunakan pekerja
pada semua proses, sehingga tidak ada alas kaki khusus untuk masing-masing
pengolahan. Loker pakaian terletak terpisah dari bangunan utama. Pemeriksaan
kesehatan pekerja dilakukan secara berkala, sehingga penularan penyakit melalui
produk yang dihasilkan dapat dihindari. Hal ini untuk menjamin kualitas sanitasi dan
kerja selama proses produksi. Pekerja yang sakit tidak diperbolehkan untuk bekerja,
kecuali luka kecil yang ditutup dengan plaster. Masih ditemukan pekerja yang
kurang disiplin tidak menggunakan masker atau apron dengan alasan waktu bekerja
sangat pendek. Kegiatan makan tidak diperbolehkan selama bekerja, sedangkan
minum diperbolehkan. Jam kerja efektif unit pengolahan kefir Gedono dimulai pukul
8.30-12.00 dan dilanjutkan pukul 13.30-15.45. Waktu yang tersedia untuk
58
melakukan aktivitas pengolahan sangat terbatas karena kewajiban biarawati untuk
beribadah pada jam tersebut.
Penyimpanan
Penyimpanan bahan baku, bahan penunjang dan produk akhir kadang-kadang
tidak dipisahkan, karena kekurangan tempat penyimpanan produk akhir. Bahan kimia
dan toksik ditempatkan di bangunan lain untuk menghindari kontaminasi bahaya
kimiawi. Bahan baku berupa susu disimpan dalam ruang pengolahan, sedangkan
bahan penunjang seperti gula, essen, alkohol, pewarna disimpan di ruang berbeda.
Bahan pengemas berupa botol diletakkan pada ruang akhir bersama peralatan yang
lain. Kebersihan ruangan penyimpanan terjaga karena dilakukan pembersihan setiap
hari. Masih ditemukan penempatan bahan dalam ruang yang sama walaupun berbeda
tempat penyimpanan misalnya label dan berkas pembukuan terdapat dalam ruang
yang sama dengan essens, pewarna dan alkohol walaupun berbeda lemari. Ruang
pengolahan tidak menjadi tempat penyimpanan bahan berbahaya. Bahan masuk dan
keluar dicatat secara rinci. Sistem penyimpanan dan penggunaan bahan baku, bahan
penunjang dan produk akhir dilakukan secara First In First Out (FIFO).
Mutu Produk Akhir
Kualitas mutu produk ditentukan dari awal proses pembuatan dan aspek
penunjang sanitasi. Pemeriksaan mutu produk akhir tidak dilakukan uji laboratorium,
tetapi hanya dilakukan uji secara organoleptik dan secara visual dengan melihat
adanya pembentukan whey pada produk. Mutu produk secara berkala telah diuji pada
laboratorium yang terakreditasi.
Laboratorium dan Pemeriksaan
Unit pengolahan kefir Gedono belum memiliki laboratorium internal untuk
melakukan pengujian baik produk akhir atau uji kualitas susu. Uji laboratorium
dilakukan melalui Sucofindo oleh unit pengolahan secara berkala untuk mengetahui
kualitas kefir secara mikrobiologi dan kimia.
Kemasan
Kefir Gedono dikemas dalam dua macam botol yaitu 600 ml dan 1000 ml.
Botol yang digunakan berbahan plastik Polietilen Tereptalat yang tahan terhadap
59
asam, uap air dan gas, berwarna transparan, sensitif terhadap sinar UV. Plastik ini
dibuat dari proses kondensasi monomer dari Etilen Glikol dan asam Tereptalat.
Penggunaan botol plastik PETE sebenarnya kurang baik sebagai bahan pengemas
untuk produk asam karena warnanya cenderung transparan, sedangkan produk asam
perlu dilindungi dari cahaya. Sinar akan mengakibatkan oksidasi asam lemak
sehingga akan menimbulkan ketengikan pada produk. Pengemas yang disarankan
yaitu PP (Polypropilene) yang tahan terhadap asam dan tidak transparan.
Kemasan yang digunakan telah diberi label atau etiket dan disterilisasi. Tahap
sterilisasi botol menggunakan alkohol 70% dengan cara membersihkan permukaan
dalam botol yang kontak dengan produk. Botol diisi alkohol sebanyak ¼ volume
botol lalu dikocok atau diguncang agar kotoran dan debu hilang dari permukaan
dalam. Kemasan yang telah steril ditempatkan pada wadah berupa keranjang lalu
ditutup menggunakan kain agar kering serta debu dan serangga tidak masuk ke
dalam botol. Botol yang telah kering dan bersih kemudian diletakkan di ruang steril.
Masa kadaluarsa botol steril adalah tiga hari. Perlakuan ini juga sama dengan tutup
botol yang digunakan. Proses sterilisasi botol dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Pengemasan Kefir Botol Bersih (A) dan Pembotolan dalam
Ruang Steril (B)
Keterangan Produk
Label yang digunakan telah sesuai dengan ketentuan yaitu mencantumkan
nama produk, bahan baku, suhu penyimpanan, tanggal berlaku produk, rasa yang
dibuat yaitu melon, leci dan strowberi, dan alamat. Label belum mencantumkan
nomor MD dan label halal dari LPPOM-MUI. Warna label yang digunakan mewakili
rasa kefir buah, misalnya warna hijau mewakili rasa melon dan merah muda atau
pink mewakili rasa strowberi.
A B
60
Alat Transportasi
Alat transportasi yang digunakan adalah kendaraan roda empat yang tidak
dilengkapi pengatur suhu. Wadah yang digunakan adalah cool box dan sterofoam.
Sering terjadi selama distribusi produk yaitu guncangan dan es batu atau ice block
yang cepat mencair. Hal ini tidak menjamin produk tetap dalam keadaan dingin atau
pada suhu 4-7OC
saat sampai pada konsumen. Cool box yang telah digunakan akan
dicuci dan dikeringkan untuk digunakan kembali, sedangkan mobil segera
dibersihkan setelah digunakan. Penggunaan mobil seringkali bercampur dengan
bahan lain selain produk kefir. Alat transportasi dan jenis wadah yang digunakan
untuk kefir selama perjalanan dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Alat Transportasi Kendaraan Roda Empat (A) dan Cool Box (B)
Manajemen dan Pengawasan
Pengawasan, pemeliharaan dan sanitasi dilakukan setiap hari, khususnya
sanitasi. Pembersihan seluruh ruangan dilakukan tiga hari sekali, sedangkan
pencucian peralatan dilakukan setiap hari setelah digunakan. Penanggung jawab
pengolahan belum memiliki kualifikasi dalam bidang dairy food tetapi kegiatan
pengawasan terus dilakukan secara berkala.
Penentuan kesesuaian penerapan GMP pada unit pengolahan kefir Gedono
dinilai semua aspek GMP, tetapi lebih dipersempit lingkup pembahasannya. Tabel 4
menyajikan nilai rata-rata aspek GMP yang dibandingkan dengan standar penilaian.
Data check list penilaian GMP dapat dilihat pada Lampiran 13.
A B
61
Tabel 4. Penilaian Aspek GMP
No
Aspek Penilaian
GMP
Hasil
Penilaian
Rata-Rata
Keterangan
1 Higien Personal 2,2 Higien personal dikategorikan masih sesuai dengan
standar tetapi perlu dilakukan perbaikan khususnya
penggunaan masker dan foot bath sebelum melakukan
pekerjaan
2 Ruang Produksi 2 Ruang produksi memerlukan perbaikan pada sistem
penataan ruang, pengadaan foot bath, produk yang berceceran dilantai segera dibersihkan dan tidak ada
lagi aktivitas lain pada ruang produksi.
3 Fasiltas Sanitasi 2,18 Fasilitas santasi sudah memenuhi standar untuk skala unit pengolahan tetapi memerlukan perbaikan pada
fasilitas mesin pengering tangan dan foot bath
4 Bangunan dan
Ruangan
1,81 Bangunan dan ruangan unit pengolahan cukup
memenuhi standar untuk GMP tetapi harus dilakukan
banyak perbaikan pada penanganan dinding dan lantai yang masih memebentuk siku-siku, cat mangelupas
dibeberapa tempat, ventilasi tidak dibuat di atas
jendela tetapi ditempat lain, lampu harus berpenutup serta alur proses yang harus diperbaiki
5 Wadah dan
Transportasi
2 Transportasi pengangkutan belum memenuhi standar
untuk pengawasan suhu sehingga perlu perbaikan sarana pengontrol suhu, wadah yang digunakan
didesain untuk mempertahankan suhu dan dalam
keadaan terawatt
6 Ruang Penyimpanan
3 Prinsip penyimpanan sesuai dengan sistem FIFO yaitu sudah ada pemisahan bahan berbahaya, bahan
baku dan bahan penunjang
7 Pemeliharaan dan
Pengawasan
2,71 Pengawasan masih kurang pada distribusi produk akhir ke konsumen sehingga perlu peningkatan
kewaspadaan terhadap kenaikan suhu dengan
pengawasan secara efektif
Total keseluruhan 15,9
Rata – rata 2,27 Nilai rata-rata kesesuaian GMP pada unit usaha
pengolahan kefir telah memenuhi standar GMP untuk skala pengolahan industri kecil tetapi harus dilakukan
perbaikan beberapa aspek khususnya ruangan dan
banguan, sarana transportasi dan perbaikan ruang
produksi dari pihak Gedono
Standar Penilaian
3 : Sesuai dengan standar
2 : Masih sesuai dengan standar tetapi memerlukan sedikit perbaikan.
1 : Tidak dilakukan sesuai standar tetapi dapat langsung diperbaiki
0 : Tidak dilakukan sesuai standard an harus diperbaiki
62
Standard Sanitation Operational Procedures
Standard Sanitation Operational Procedures (SSOP) dari FDA digunakan untuk
membandingkan proses sanitasi yang diterapkan oleh unit pengolahan kefir Gedono
meliputi delapan kunci persyaratan sanitasi yaitu keamanan air; kondisi dan
kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan; pencegahan kontaminasi
silang; menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet; proteksi dari bahan-
bahan kontaminan; pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toxin yang
benar; pengawasan kondisi kesehatan personil; menghilangkan pest dari unit
pengolahan. Analisis SSOP dapat dilihat pada Tabel 5.
SSOP merupakan pedoman secara manual mengenai prosedur yang dilakukan
untuk menjaga setiap proses produksi tetap higienis. Hasil kajian terhadap penerapan
SSOP secara umum sudah berjalan dengan baik karena pihak unit pengolahan kefir
Gedono sangat disiplin pada tata tertib yang berlaku, kebersihan dan keseriusan
kerja. Berikut hasil analisis terhadap delapan aspek SSOP yang dibandingkan dengan
standar menurut FDA.
Keamanan Air
Sumber air yang digunakan adalah mata air pegunungan yang telah diuji
laboratorium secara berkala oleh lembaga swasta, sehingga kualitas air yang
digunakan untuk pengolahan adalah kualitas air minum.
Pencegahan Kontaminasi Silang
Pekerja unit pengolahan kefir Gedono menjaga kebersihan badan,
mengenakan pakaian kerja dan perlengkapan yang benar ditempat kerja (hairnet, ikat
kepala, topi, penutup janggut, dan penahan rambut) dan apron digunakan saat
pengemasan agar mengurangi jumlah cemaran didalam ruang steril. Bahan baku,
bahan penunjang dan bahan toksik diempatkan terpisah. Bahan-bahan yang
berbahaya tidak terdapat dalam ruang produksi atau keempat ruang yang ada tetapi
terpisah dari bangunan utama. Desain ruangan belum berfungsi untuk mengurangi
kontaminasi silang bahan, karena masih terdapat kegiatan yang dilakukan pada
ruangan yang sama. Pihak unit pengolahan kefir Gedono harus lebih memperhatikan
hal ini karena akan menyebabkan timbulnya kontaminasi silang antara bahan baku
dan produk akhir atau bahan berbahaya.
63
Tabel 5. Hasil Analisis Terhadap Aspek SSOP
Aspek SSOP Pedoman SSOP menurut (FDA)
Kondisi Industri
Keamanan air Sarana penyediaan air dan sumber air dalam kondisi baik
air untuk pengolahan memenuhi kualitas air bersih, air tidak
untuk konsumsi dan tidak kontak dengan makanan mempunyai sistem terpisah dengan air minum
Air yang digunakan adalah mata iar pegunungan
yang telah lolos uji laboratorium yang secara berkala diuji setiap enam bulan sekali
Kualitas air untuk pengolahan sama dengan
kualitas air minum
Kebersihan
permukaan yang
kontak dengan
produk
Permukaan yang kontak dengan makanan yang digunakan
untuk produksi dan menahan produk pangan dengan
kelembaban rendah harus dalam keadaan kering, kondisi
sanitizer saat digunakan, saat permukaan dibersihkan dalam
kondisi basah harus disanitasi dan dikeringkan
Semua peralatan dan perlengkapan terbuat dari bahan yang
mudah dibersihkan, tidak toksik dan tidak mudah karat, inert
(tidak bereaksi) dan tidak menyerap
Barang sekali pakai harus disimpan ditempat yang sesuai
Bahan sanitasi harus aman dan cukup dibawah kondisi
penggunaannya
Secara umum peralatan yang digunakan terbuat
dari stainless steel
Peralatan telah disterilisasi saat digunakan
Belum ada standar baku penggunaan sanitizer pada
permukaan yang kontak dengan produk
Pencegahan
kontaminasi silang Penyimpanan bahan baku, bahan penunjang dan bahan
berbahaya hendaknya terpisah
Perancangan tata letak pabrik harus mencegah kontaminasi
silang
Menjaga kebersihan badan, mengenakan pakaian kerja,
perlengkapan yang benar dan hanya ditempat kerja (hairnet, ikat kepala, topi, penutup janggut, dan penahan rambut
Penggunaan pakaian khusus saat bekerja, apron
digunakan saat pengemasan agar mengurangi
jumlah cemaran dalam ruang steril
Penempatan bahan baku, bahan penunjang dan
bahan tokdik sudah terpisah
64
Fasilitas sanitasi
Penyediaan air harus cukup untuk operasi yang diharapkan dan
diperoleh dari sumber yang cukup
Pembuangan kotoran harus terbuat dari system pembuangan
yang cukup untuk membuang kotoran melalui alat lain
Menyediakan toilet yang cukup untuk pekerja
Penyediaan fasilitas pencuci tangan, alat pengering, bahan
pembersih dan sanitasi yang efektif
Lokasi toilet tidak terdapat pada bangunan pokok
dan pelengkap.
Wastafel terdapat pada ruang produksi dan
pengemasan
Sumber air dianggap berlebih
Perlindungan dari Kontaminan
Ventilasi yang cukup atau peralatan lain (kipas angin, blower)
untuk mengurangi uap air dan bau yang dapat mencemari produk atau bahan
Terdapat kasa penyaring untuk mencegah masuknya hama
Penyimpanan bahan dan alat menggunakan system
palet, sehingga tidak bersinggungan dengan lantai
Setiap bahan dan alat diletakkan terpisah dan
tertutup
Pelabelan dan
Penyimpanan Komponen toksik, bahan sanitasi, dan bahan kimia pertisida
harus dapat dikenali, dikendalikan dan disimpan dengan cara
diberi label agar dapat terlindung dari kontaminasi terhadap
produk, permukaan yang kontak dengan produk dan bahan pengemas dan diberi petunjuk pemakaian
Proses pengisian, perakitan, pengemasan dan operasi lainnya
harus berjalan sedemikian rupa sehingga melindungi produk
dari kontaminasi
Penyimpanan bahan sudah dilakukan dengan
pendaftaran bahan dan label sesuai dengan suplier
Sedikit terdapat bahan berbahaya sebagai
kontaminan
Kontrol Kesehatan
pekerja Setiap pekerja harus menjalani tes kesehatan atau pemerikasaan
yang menunjukkan adanya penyakit, luka yang terbuka, infeksi,
dan bentuk abnormal lain yang dapat menyebabkan
kontaminasi mokrobiologi
Tes kesehatan dilakukan secara berkala setiap tiga
bulan sekali
Jika ada pekerja yang sakit (kecuali flu) atau
terluka maka pekerja akan diliburkan
Pencegahan Hama Tidak diperbolahkan ada hama disemua area industri mencakup
prosedur pencegahan, pemusnahan, serta penggunaan bahan kimia untuk mengendalikan hama
Memasang insect dan mouse trap
Memasang kawat kasa pada ventilasi
Aspek SSOP Pedoman SSOP menurut (FDA) Kondisi Industri
65
Permukaan yang Kontak dengan Pangan
Secara umum peralatan yang digunakan terbuat dari stainless steel dan plastik
yang food grade sehingga lebih aman dan mudah dalam pembersihan. Sebelum
digunakan, peralatan disterilisasi sehingga aman dan higienis saat digunakan.
Penggunaan sanitizer dan air panas pada permukaan yang kontak akan memberikan
shock thermal terhadap bakteri patogen.
Belum ada standar baku penggunaan sanitizer pada permukaan yang kontak
dengan produk, hal ini akan berbahaya mengingat sifat dari produk susu mudah rusak
dan mudah menyerap bau. Bahan pengemas yang digunakan terlebih dahulu
disterilisasi dengan alkohol 70% lalu dikeringkan dalam ruang steril, hal yang sama
berlaku untuk tutup botol. Masa berlaku botol dan tutup botol adalah tiga hari setelah
sterilisasi, jika lewat dari masa yang ditentukan akan dilakukan sterilisasi ulang.
Botol disimpan dalam kotak plastik yang telah diberi alkohol (steril).
Fasilitas Sanitasi
Sanitasi yang berkaitan dengan toilet terjaga, karena terpisah dari area produk
yang terletak di area tempat tinggal para pekerja. Lokasi toilet tidak terdapat pada
bangunan pokok dan pelengkap sehingga dapat mengurangi sumber kontaminan.
Wastafel yang terdapat dalam ruang produksi dan pengemasan dilengkapi dengan
bahan sanitizer, lap pengering dan tempat sampah yang terletak di luar ruangan
produksi atau pengemasan. Sumber air untuk sanitasi dianggap cukup dengan adanya
water treatment pada unit pengolahan.
Proteksi dari Bahan Kontaminan
Sumber kontaminasi dapat berupa kontaminan fisik, kimia dan mikrobiologi.
Secara fisik misalnya kayu, serpihan plastik, daun, tanah dan batu. Ventilasi yang
cukup atau peralatan lain (kipas angin, blower) dapat mengurangi uap air dan bau
yang dapat mencemari produk atau bahan. Harus terdapat kasa penyaring untuk
mencegah hama masuk ke dalam ruang produksi. Setelah proses produksi, ruangan
akan dibersihkan dan dilap hingga kering agar tidak terjadi genangan air yang dapat
menjadi sumber kontaminan. Pencemaran tersebut akan mengurangi keamanan
pangan produk akhir jika tidak dicegah terlebih dahulu.
66
Pelabelan dan Penyimpanan
Bahan baku, bahan penunjang, bahan pengemas, dan peralatan yang masuk
dan keluar dilakukan pendataan dengan sistem pelabelan sehingga lebih mudah
dikontrol. Penyimpanan bahan baku dan peralatan menggunakan sistem palet,
sehingga tidak bersinggungan dengan lantai. Setiap bahan dan alat diletakkan
terpisah dan tertutup.
Menurut Peleg (1995) sistem palet yang digunakan pada unit usaha ini adalah
palet dua arah dengan satu tumpukan kayu dan satu balok. Palet akan efektif jika
digunakan untuk bahan yang tidak terlalu berat dan penyimpanan yang tidak lama.
Kesehatan Pegawai
Secara berkala dilakukan pemeriksaan kesehatan pekerja oleh unit
pengolahan. Kegiatan ini merupakan kebutuhan untuk menjamin proses produksi
berlangsung higienis dan menghasilkan waktu kerja yang efektif. Pekerja yang sakit
tidak diperbolehkan untuk melakukan aktivitas produksi karena dianggap akan
mengganggu dan mengkontaminasi produk. Jika terjadi luka yang tidak berbahaya
akan ditutup dengan plester anti bakteri.
Pencegahan Hama atau Pest Control
Pencegahan hama yang dilakukan unit pengolahan kefir Gedono adalah
memasang insect dan mouse trap serta memasang kawat kasa pada ventilasi untuk
menghalangi serangga masuk ke dalam ruangan. Unit pengolahan kefir Gedono
merupakan daerah pegunungan yang masih terdapat hutan budidaya sehingga
amcaman hama merupakan faktor penting yang harus diperhatikan.
Deskripsi Produk
Pemenuhan persyaratan HACCP adalah deskripsi produk. Informasi ini
mencakup perincian informasi lengkap mengenai produk: komposisi, sifat fisik
kimia, pengemasan, penyimpanan, daya tahan, cara distribusi, produsen, batch
produksi, tanggal produksi dan tanggal kadaluarsa. Deskripsi produk Kefir Gedono
dapat dilihat pada Tabel 6.
67
Table 6. Deskripsi Produk Kefir
Berdasarkan deskripsi produk, kefir Gedono telah memenuhi syarat untuk
dipasarkan. Produk telah lolos uji oleh instansi swasta dan sesuai dengan standar
yang ditentukan untuk produk fermentasi berdasarkan CAC (2003). Kelemahan label
pada produk adalah belum terdaftar dalam instansi resmi pemerintah yang
menangani masalah registrasi produk makanan. Hal ini perlu upaya dan syarat-
syarat tertentu untuk mendapatkan Makanan Dalam (MD). Kefir Gedono merupakan
produk asal susu yang memerlukan penangan serius dalam pengolahan untuk
mendapatkan ijin resmi. Standar resmi pemerintah, dalam hal ini adalah SNI untuk
kefir belum diterbitkan, oleh karena itu standar yang digunakan mengacu pada
standar Codex Alimentarius Commite (CAC 2003).
Diagram Alir
Kegiatan pengolahan harus terstruktur atau terdapat manual Standard
Operational Procedure (SOP) dengan kegiatan pengawasan yang yang berkala.
Tahap ini adalah tahap penyusunan diagram alir proses produksi. Proses pengolahan
di unit usaha pengolahan kefir Gedono dapat dilihat dalam diagram alir pada Gambar
9-11.
Terdapat tiga diagram alir dalam unit pengolahan kefir Gedono yaitu diagram
alir pembuatan kefir, diagram alir pembuatan biji kefir dan diagram alir pembuatan
selai. Ketiga diagram alir ini ditemukan pada saat proses produksi dengan waktu
Keterangan Spesifikasi
Nama dagang/produk Kefir Gedono
Alamat Weru RT. 19 / 08 Jetak Getasan – Kab.Semarang
Komposisi Susu sapi, gula, essens, starter kefir, selai buah asli, pewarna
makanan
Instruksi pelabelan Sesuai badan POM
Tipe pengemasan Botol
Tgl kadaluarsa (suhu penyimpanan)
4 minggu setelah produksi (suhu penyimpanan di refrigerator (4-7 °C)
Model penjualan Retail dan pemesanan
Cara distribusi Disimpan dalam Cool box dan diberi es batu agar suhu tetap di
bawah 7°C
Standar SNI SNI yoghurt 01-2981-1992 dan literatur
Persyaratan pelanggan Umum (kecuali balita)
68
yang berbeda untuk setiap proses. Setiap tahap dalam diagram alir dilakukan pada
ruangan yang sama kecuali pada tahap pengemasan. Proses yang memerlukan
inspeksi dan membuat keputusan adalah tahap yang harus diperhatikan dengan serius
oleh unit pengolahan karena akan mempengaruhi kualitas produk yang akan
dihasilkan. Berikut proses pembuatan kefir dapat dilihat pada Gambar 10.
Proses Pembuatan Kefir
Gambar 10. Diagram Alir Pembuatan Kefir
Penerimaan Susu segar
Uji Kualitas
Pasteurisasi suhu 90°C (30 menit)
Penambahan Skim milk 2,5%
Penurunan suhu ( ±26°C)
Inokulasi starter 5%
Inkubasi suhu ruang ±26°C (18 - 24 jam)
Pengemasan aseptis
Penyimpanan dingin 5°C
Distribusi
Pemanasan awal 35°C dan separasi
Penambahan flavour
Penyimpanan dingin 5°C
Inspeksi
Memerlukan
keputusan
Proses
Proses
Proses
Proses,inspeksi
Proses,inspeksi
Bahan masuk
Proses,inspeksi
Penyimpanan
Penyimpanan
Transpotasi
69
Proses pengolahan kefir pada diagram alir sesuai dengan acuan pengolahan
menurut Rahman et al. (1992). Penambahan susu skim dilakukan pada awal proses
pasteurisasi, hal ini sesuai menurut Buckle et al. (1985), dimana penambahan susu
pasteurisasi pada produk fermentasi dapat dilakukan diawal atau diakhir pasteurisasi
sebanyak 3-5%. Menurut Irigoyen et al. (2006) persentase penggunaan starter untuk
fermentasi kefir adalah 1-5%. Jumlah starter yang digunakan akan mempengaruhi
viskositas, jumlah kapang dan khamir serta pH.
Proses Pembuatan Starter
Gambar 11. Diagram Alir Pembuatan Biji Kefir
Starter kefir yang telah dibiakkan dalam media susu steril kemudian dituang
di atas saringan plastik. Aquades yang telah disiapkan kemudian dituang sedikit demi
sedikit untuk menghilangkan larutan susu dan memisahkan biji kefir. Bila sudah
terbentuk bulir-bulir, maka dapat dibalik menggunakan sendok plastik steril.
Susu segar
Separasi
Pasteurisasi vakum ±5 menit pada suhu 100°C
Pendinginan hingga suhu±26°C
Penambahan biji kefir
Inkubasi pada suhu ruang ±26°C
Penyimpanan dingin 4°C
Penyaringan dan pemisahan biji kefir
Penyimpanan dingin 4°C
Inspeksi
Memerlukan
keputusan Proses
Proses
Penyimpanan
Inspeksi, proses
Inspeksi,
Mengambil
keputusan
Penyimpanan
Proses
Penyimpanan
70
Aquades tetap disiramkan agar larutan susu dan biji kefir memisah sempurna. Biji
kefir yang tersaring dapat disimpan dalam botol selai steril didalam refrigerator.
Proses pengolahan biji kefir ini sesuai menurut Surono (2004). Proses pengolahan
biji kefir dapar dilihat pada Gambar 11.
Proses Pembuatan Selai Buah
Gambar 12. Diagram Alir Pembuatan Selai
Menurut SNI (1995) selai buah adalah produk makanan semi basah, dibuat
dari pengolahan bubur buah-buahan, gula dengan atau tanpa penambahan bahan
tambahan makanan yang diizinkan. Proses pengolahan selai buah telah mengacu
pada SNI yaitu telah mendapat nomor MD dari Departemen Kesehatan yaitu PIRT
108332201014, untuk industri rumah tangga. Proses pembuatan selai dapat dilihat
pada Gambar 12.
Analisis Bahaya
Kegiatan analisis bahaya yang dilakukan yaitu mendata semua bahaya
potensial yang terkait dengan setiap tahap tahapan proses, mulai dari penerimaan
bahan baku, selama proses, hingga distribusi ke tangan konsumen. Kemungkinan
bahaya yang ditimbulkan yaitu bahaya kimia, fisik dan mikrobiologi. Menganalisis
bahaya untuk mengidentifikasikan jenis bahaya yang memerlukan penghilangan atau
pengurangan dan menetapkan jenis tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi
bahaya. Analisis bahaya proses pengolahan kefir dapat dilihat pada Lampiran 1.
Buah segar
Dihaluskan dengan Food Processor
Penambahan gula 1 : 2 (buah : gula)
Pemasakan pada suhu 80°C hingga tidak
berbuih dan meluap
Pendinginan dan penyimpanan
Proses, inspeksi
Proses
Bahan masuk
Penyimpanan
Proses, inspeksi
71
Tabel 7. Analisis Critical Control Point
TAHAPAN
PROSES
BAHAYA SUMBER BAHAYA PENILAIAN RESIKO PENCEGAHAN
Kaparahan Peluang Faktor
Resiko
1. Penerimaan
bahan baku utama, bahan
penunjang dan
bahan
pengemas kefir
Susu segar
Biologi (mikroorganisme : E.
colli, S. aureus,
B. cereus, Salmonella sp,
Enteropathoge-nic
Fisik : kotoran sapi, bulu,
kayu, debu, tanah, logam, batu
Kimia : antibiotik, aflatoxin dan
pestisida.
Kontaminasi pada saat pemerahan, penanganan susu
pasca pemerahan, pekerja,
udara, saat pengujian sampel dan alat
Kontaminasi pada saat
pemerahan
Pemberian antibiotik, hormon
pertumbuhan obat-obatan
dan pakan
T
R
S
S
S
T
T
R
T
Penyimpanan pada suhu
rendah, mempercepat proses pengujian sampel
Penyaringan,
mempercepat pengujian
sampel
Melakukan pengujian
kimia
Gula Biologi berupa:
mikroorganisme pembentuk
spora (Bacillus cereus,
Clostridium perfringens), serangga
Fisik : benang, rambut, bangkai
serangga, logam (timbal, timah,
tembaga )
Kontaminasi dari supplier,
handling pekerja dan
penyimpanan
Kontaminasi dari supplier, handling pekerja dan
S
R
R
T
R
S
Jaminan supplier dan
pemilihan supplier
Jaminan supplier dan
pemilihan supplier dan
pengujian kandungan
72
Penyimpanan
logam
Selai buah Biologi berupa mikroorganisme
(kapang, khamir dan koliform)
Fisik berupa: tangkai buah,
kayu, logam dan kerak
Kimia berupa cemaran logam
(timbal, tembaga, seng dan timah),pewarna, pengawet dan
pemanis buatan
Kontaminasi saat pengolahan
selai
Kontaminasi saat pengolahan selai
Kontaminasi saat pengolahan
R
R
R
R
R
R
R
S
R
Pengolahan yang sesuai
dan memperhatikan
aspek sanitasi serta
alternatif supplier lain dan pengujian
mikroorganisme
Flavor Biologi berupa mikroorganisme
Fisik berupa logam
Kontaminasi dari supplier
R
T S Adanya jaminan dari
supplier serta alternatif
supplier lain, pengujian kandungan logam
Bahan
pengemasan
Biologi berupa
mikroorganisme berspora
(Bacillus, Clostridium, kapang dan khamir)
Kontaminasi dari supplier,
tempat penyimpanan dan pekerja
S R R Menjaga kondisi
penyimpanan tetap kering, menerima kemasan yang
masih tersegel.
2. Separasi Biologi berupa mikroorganisme
(thermodurik, kapang dan
khamir)
Fisik berupa debu, serangga,
daun dan kayu
Suhu saat pemanasan awal,
waktu, kondisi ruangan
S
S
S
S
T
T
Pengawasan terhadap suhu,
waktu, sterilisasi ruangan
dan peralatan serta menggunakan penutup saat
pemanasan awal atau
separasi 3. Penambahan
susu skim
Biologi : mikroorganisme
pembentuk spora (Bacillus
cereus, Clostridium perfringens,
koliform, kapang dan khamir)
Fisik : rambut, guntingan
plastik
Kontaminasi dari supplier,
alat dan pekerja
Kontaminasi dari
penyimpanan, pekerja saat
pengolahan
S
S
R
S
S
T
Penerapan SSOP dengan
benar, jaminan supplier dan
pemilihan supplier
Pengawasan saat bekerja
dan pakaian kerja yang
benar
TAHAPAN
PROSES
BAHAYA SUMBER BAHAYA PENILAIAN RESIKO PENCEGAHAN
Kaparahan Peluang Faktor
Resiko
73
4. Pasteurisasi
85oC,
30 menit
Biologi : mikroorganisme
patogen (Salmonella,
Enteropathoge-nic E. coli)
Suhu dan waktu pemanasan
yang tidak tepat.
R
T
S
Pengawasan kecukupan
waktu dan suhu, kalibrasi alat pengukur suhu,
pengawasan kinerja alat
pemanas.
5. Penurunan suhu 26
OC
Biologi berupa:bakteri
pembentuk spora, kapang dan khamir, mikroorganisme
thermodurik
Waktu penurunan suhu yang terlalu lama dan spora bakteri
yang telah bergerminasi
T R S Mempercepat proses pendinginan
6. Inokulasi
starter Biologi berupa:
mikroorganisme kapang dan
khamir, Bacillus sp, Clostridium sp. Staphylococcus
aureus, koliform, dan
salmonella sp
Kondisi ruangan yang
terbuka, kontaminasi alat dan pekerja
T T T Menerapkan SSOP dengan
benar, pengawasan pekerja, tidak menutup pintu dan
jendela
7. Inkubasi pada
suhu ruang
±26°C (18 - 24 jam)
Biologis : mikroorganisme
kapang dan khamir, Bacillus sp,
Clostridium sp. Staphylococcus
aureus, koliform, dan salmonella sp
Suhu dan waktu yang kurang
tepat
R T S Mengontrol suhu dan waktu
8. Penyimpanan
dingin Biologi berupa:
mikroorganisme kapang dan
khamir, Staphylococcus aureus
Fisika berupa: debu, rambut,
kayu
Kontaminasi saat
mengeluarkan kefir, alat dan
pekerja dan lingkungan
Kontaminasi dari alat dan
pekerja
S
S
R
T
R
S
Menerapkan SSOP dengan
benar khususnya sanitasi
pekerja
Menerapkan SSOP dengan
benar memperbaiki cara pemindahan
9. Penambahan
flavor Biologi berupa:
mikroorganisme kapang dan
khamir, Staphylococcus aureus
Fisika berupa: debu, rambut, logam
Kontaminasi dari alat dan
pekerja.
Kontaminasi dari alat dan
pekerja
S
S
R
R
R
R
Menerapkan SSOP dengan
benar
Menerapkan SSOP dengan
benar
Kelengkapan seragam
TAHAPAN
PROSES
BAHAYA SUMBER BAHAYA PENILAIAN RESIKO PENCEGAHAN
Kaparahan Peluang Faktor
Resiko
74
pekerja 10. Pengemasan Biologis : mikroorganisme
kapang dan khamir,
Staphylococcus aureus,
Clostridium sp dan Bacillus sp
Fisika : debu, rambut.
Kimia :
Alkohol
Kontaminasi dari kemasan
yang kurang steril, alat,
pekerja dan lingkungan.
Kontaminasi dari kemasan yang kurang steril, alat,
pekerja dan lingkungan serta
kemungkinan residu dari alcohol
T
S
T
R
R
S
S
R
S
Menerapkan SSOP dengan
benar
Menerapkan SSOP dengan benar
Khususnya kelengkapan
seragam Menggunakan cara
sterilisasi yang lain
11. Penyimpanan
dingin Biologi berupa:
mikroorganisme
kapang,khamir, Staphylococcus aureus, Clostridium sp dan
Bacillus sp
Fluktuasi suhu refrigerator R R R Pengawasan suhu
refrigerator, serta kestabilan aliran listrik.
12. Distribusi dingin dan
retail
Biologi : microorganisme
kapang dan khamir, Staphylococcus aureus,
Clostridium sp dan Bacillus sp
Kondisi kendaraan yang digunakan, fluktuasi suhu,
kontaminasi dari wadah
S R R Pengawasan terhadap suhu kendaraan, kemasan
tertutup rapat dan SSOP
untuk wadah dan alat
transportasi
TAHAPAN
PROSES
BAHAYA SUMBER BAHAYA PENILAIAN RESIKO PENCEGAHAN
Kaparahan Peluang Faktor
Resiko
82
Penetapan Critical Control Point
Diagram alir pembuatan kefir dapat dianalisa untuk mengetahui Critical
Control Point (CCP) sebagai data untuk mengetahui penerapan GMP dan SSOP.
Titik kendali kritis atau CCP adalah suatu langkah pengendalian suatu titik, tahapan
atau prosedur dari suatu proses yang dapat dilakukan dan perlu sekali diterapkan
untuk mencegah atau meniadakan bahaya keamanan pangan atau mengurainya
sampai pada tingkat yang dapat diterima (SNI, 1998). Penetapan CCP dapat dilihat
pada Lampiran 3. Analisis CCP bertujuan untuk mengetahui proses yang potensial
yang menimbulkan bahaya fisik, kimia dan biologi berdasarkan peluang timbulnya
bahaya tersebut serta tingkat keparahan yang ditimbulkan dari bahaya tersebut.
Beberapa CCP dan ditemukan pada proses pengolahan kefir yaitu pada
penerimaan bahan baku, penyaringan, inokulasi dan distribusi. Penentuan CCP
tersebut menggunakan Decision Tree terdapat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6.
1. Uji kualitas dinyatakan sebagai CCP karena pada tahap ini tidak dilakukan uji
residu dan mikrobiologi, hanya dilakukan uji BJ, pH, organoleptik dan alkohol,
karena belum tersedia sarana laboratorium untuk pengujian. Kualitas yang
kurang baik karena mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan.
Penerimaan bahan baku harus sesuai dengan standar yang berlaku untuk
menjamin keamanan dan mutu produk.
2. Pemanasan awal dikategorikan sebagai CCP karena dilakukan diruangan
terbuka menggunakan panci yang tidak ditutup. Kontaminasi mikroorganisme
yang mungkin terjadi adalah dari udara dan perlakuan pemanasan yang terus
menerus tanpa mengganti panci. Kontaminasi silang dapat terjadi antara susu
dan peralatan sanitasi yang terletak tidak jauh dari tempat pemanasan.
3. Separasi dilakukan diruangan produksi secara terbuka dan tidak ada perlakukan
untuk mengurangi bahaya. Hal ini akan mengakibatkan kualitas produk
menurun dan terjadi kerusakan produk setelah pasteurisasi. Separasi
digolongkan sebagai CCP. Tujuan dari separasi adalah untuk mengurangi
kandungan lemak, tetapi membahayakan komponen lain seperti protein dan
asam lemak yang diinginkan. Kontaminasi utama yang terjadi pencemaran
udara karena ruangan terbuka sehingga terjadi kontaminasi.
83
4. Inokulasi teridentifikasi sebagai CCP karena kegiatan dilakukan didalam ruang
produksi terbuka tanpa ada perlakukan pencegahan kontaminasi. Kontaminasi
yang terjadi adalah mikrobiologi dari udara karena pintu dalam keadaan
terbuka. Setelah penurunan suhu, susu tidak dipindahkan ketempat lain tetapi
tetap di dalam perteurizer.
5. Pengemasan termasuk didalamnya adalah penambahan flavor dinyatakan
sebagai CCP karena masih dilakukan secara manual walaupun ruangan yang
digunakan dalam kondisi steril tetapi terdapat kegiatan pekerja yang keluar
masuk ruangan yang tidak terkontrol serta kontaminasi silang antara produk
dan penyaringan biji kefir secara bersamaan. Saat pengemasan tutup botol yang
digunakan merupakan CCP karena tutup tersebut mempunyai ruang-ruang kecil
yang sulit dijangkau oleh tangan sehingga tidak tersanitasi dengan sempurna.
6. Proses distribusi dikategorikan sebagai CCP karena selama perjalanan produk
hanya menggunakan cooler box dengan penambahan ice block agar kefir tetap
dingin. Pengelola tidak melakukan pengecekan suhu dalam cool box. CCP yang
teridentifikasi merupakan akibat dari kurangnya sarana yang memadai untuk
proses produksi dan poses pengolahan.
Batas Kritis
Batas kritis merupakan batas toleransi yang harus dipenuhi atau dicapai untuk
menjamin bahwa CCP yang ditetapkan dapat mengendalikan bahaya yang mungkin
terjadi secara efektif. Batas kritis untuk susu segar adalah TPC 106 cfu/ml,
Salmonella negatif, E. coli negatif, colifom 20/ml, Streptococcus negatif,
Staphylococcus aureus 102
cfu/ml, warna, bau, rasa dan kekentalan tidak berubah.
Batas kritis kimia susu segar adalah BJ pada suhu 27,5°C minimal 1,028, kadar
lemak minimal 3%, kadar SNF minimal 8%, kadar protein minimal 2,7%, derajat
asam 6-70 SH, uji alkohol 70% negatif, uji katalase maksimal 3 cc, angka refraksi 36-
38, angka reduktase 2-5 (jam) dan tidak ada residu (SNI, 1992). Tahap penyaringan
dan inokulasi harus ditempat steril dan tidak boleh kontak terlalu lama dengan udara.
Proses distribusi harus mempertahankan suhu 4-7 °C dengan keadaan kemasan
tersegel. Toleransi yang diijinkan adalah SOP yang digunakan harus sesuai keadaan
lapangan sehingga kontaminasi dapat di kurangi.
84
Monitoring batas kritis bertujuan membantu dan mengendalikan proses,
menentukan apakah terjadi hilang kendali dan penyimpangan CCP serta
menyediakan dokumentasi tertulis yang dapat digunakan untuk klarifikasi dalam
menetapkan prosedur pemantauan CCP. Monitoring dilakukan secara visual dengan
pencacatan berkala. Proses monitoring pada penerimaan susu segar yaitu pengecekan
suhu dan uji alkohol, pemeriksaan BJ dan lemak. Tahap inokulasi dilakukan
monitoring pada pengecekan persentase starter yang digunakan dengan tujuan
pengendalian fermentasi. Tindakan koreksi dilakukan jika pada tahap monitoring
ditemukan adanya penyimpangan. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah menolak
susu segar yang rusak, sterilisasi ruang pengemasan atau menghentikan proses
produksi. Pihak Gedono akan menolak susu segar yang rusak, melakukan sterilisasi
pada ruang pengemasan dan menghentikan proses produksi jika ditemui
penyimpangan.
Good Handling Practices (GHP)
Penanganan bahan mentah, bahan penunjang, bahan pengemas dan produk
kefir dilakukan secara teratur di bawah pengawasan penanggungjawab produksi.
Proses penerimaan bahan mentah merupakan tahap handling yang harus diperhatikan
karena seringkali suhu susu yang diterima mencapai 9°C, sehingga diperlukan proses
penanganan secara cepat. Susu yang diterima langsung disimpan dalam refrigerator
agar suhu bahan mentah kembali rendah. Sanitasi alat pendingin dan milk can
dilakukan setiap hari dengan menggunakan desinfektan atau alkohol.
Bahan penunjang yang diterima diidentifikasi tanggal kadaluarsa. Tanggal
masuk dan penyimpanan sesuai sistem FIFO. Bahan penunjang disimpan dalam
ruang bahan makanan dan label. Identifikasi juga dilakukan pada bahan pengemas
dan disimpan dalam ruang penyimpanan perlatan plastik. Ruang penyimpanan
dilengkapi dengan ventilasi dan penerangan. Frekuensi pembersihan dan penataan
ulang dilakukan pada saat bahan masuk. Pengawasan dilakukan setiap hari untuk
mengetahui kerusakan atau masuknya hama serangga.
Produk akhir disimpan dalam refrigerator sebelum distribusi. Penanganan
yang dilakukan adalah kontrol suhu (4°C) dan penyimpangan kefir (terbentuknya
whey). Pembersihan alat pendingin dilakukan setelah produk dikeluarkan untuk
didistribusi.
85
Good Transporting Practices (GTP)
Good Transporting Practices pada unit pengolahan kefir Gedono tidak
mencakup transportasi bahan mentah karena para pemasok langsung mengantar susu
ke unit pengolahan. Transportasi yang dimaksud adalah transportasi untuk distribusi
produk kefir ke tangan pelanggan. Proses distribusi ini perlu dikaji ulang karena
belum memenuhi syarat-syarat pendistribusian produk yang benar. Syarat wadah dan
alat transportasi untuk produk pangan sesuai dengan FDA (1997) yaitu:
1. Kondisi wadah dan alat transportasi
Kendaraan tidak mencemari produk, mudah dibersihkan, dan melindungi
produk dari kontaminasi. Kendaraan tidak dilengkapi AC, peralatan
pengecekan suhu dan kelembaban.
Cool box yang digunakan harus dalam keadaan baik yaitu dapat tertutup
dengan rapat, tidak berbau, bersih, mudah dalam pengangkutan dan
dilengkapi ice block yang berfungsi mempertahankan suhu yang
diinginkan hingga produk sampai ke tujuan.
2. Pemeliharaan wadah dan alat transportsi
Pemeriksaan dilakukan secara berkala oleh penanggung jawab
Pembersihan kendaraan dilakukan secara rutin setiap hari pada bagian
dalam kendaraan bebas dari debu, sampah dan kotoran lain. Kegiatan
pembersihan yang dilakukan yaitu pencucian bagian dalam kendaraan
dengan deterjen meliputi bagian alas, dinding dan kaca kendaraan, bagian
dalam kendaraan harus dipastikan kering tidak ada genangan air setelah
pencucian serta frekuensi pembersihan kendaraan dilakukan setiap hari
setelah melakukan kegiatan distribusi
Pembersihan cool box sebagai wadah transportasi dilakukan secara rutin
setiap hari setelah digunakan terutama bagian dalam cool box yang harus
bebas dari debu, kotoran, mikroorganisme dan bau
Kegiatan pembersihan yang dilakukan pencucian bagian dalam dan luar
cool box dengan kain basah dan deterjen, air panas, alkohol dan lap
kering. Penyimpanan cool box bersama peralatan yang lain
Frekuensi pembersihan cool box dilakukan setiap hari setelah cool box
digunakan. Perawatan kendaraan tansportasi dilakukan oleh karyawan
86
distribusi dan perbaikannya dilakukan oleh bagian perbengkelan.
Perawatan yang dilakukan meliputi perawatan mesin, perawatan bagian
kendaraan seperti pintu, kaca jendela dan alas kendaraan agar tidak
terdapat lubang.
Verifikasi SSOP dan GMP
Verifikasi merupakan cara untuk mengetahui efektivitas penerapan GMP dan
SSOP pada suatu pengolahan industri makanan. Pelaksanaan sanitasi dapat diinpeksi
secara langsung pada saat proses pengolahan berlangsung maupun setelah proses
produksi. Verifikasi sanitasi meliputi sanitasi pekerja, ruang pengolahan dan
peralatan. Pengujian secara organoleptik, ATP Bioluminesen, dan uji mikrobiologi
dilakukan untuk melihat efektivitas penerapan sanitasi terhadap mutu produk yang
dihasilkan. Persentase penilaian terhadap aspek SSOP yang didata setiap hari pada
unit usaha dapat dilihat pada Table 8, sedangkan check list harian sanitasi SSOP
dapat dilihat pada Lampiran 5.
Table 8. Penilaian terhadap Aspek SSOP
No Aspek SSOP Persentase Keterangan
1 Higien personel atau karyawan
72,17% Sanitasi untuk higien personel yang dilakukan sebesar 72,17%, maka
dikatergorikan dalam keadaan baik dalam
penerapannya. Perbaikan kualitas sanitasi terutama pada penggunaan masker, foot
bath, tidak menggunakan jam tangan serta
tidak melakukan aktivitas minum.
2 Sanitasi ruang produksi
61,17% Sanitasi ruang prduksi yang tidak terjaga karena selama kegiatan magang ditemukan
produk akhir atau bahan baku yang sering
berceceran dilantai, adanya aktvitas selain produksi, pintu dalam keadaan terbuka
selama proses produksi, pernah ditemukan
lalat serta tempat sampah yang tidak berpenutup. Sanitasi ruang produksi
dikategorikan baik dengan persentase
61,1%
3 Sanitasi peralatan 100% Sanitasi perlatan dikategorikan sangat baik karena pihak unit usaha mengusahakan
kondisi peralatan tetap steril.
Keterangan : 0 – 25% : sangat buruk, : 25 – 50% : cukup baik,
: 50 – 75% : baik,
: 75 – 100% : sangat baik
87
Analisis Sanitasi Pekerja
Pekerja yang menangani produk dalam unit usaha pangan merupakan sumber
kontaminan penting, karena kandungan mikroba pathogen pada manusia dapat
menimbulkan penyakit yang ditularkan lewat produk (Jenie, 1987). Selama proses
produksi pekerja mempunyai seragam atau pakai khusus dilangkap dengan hairnet,
apron anti air atau kain, sandal dan masker yang berfungsi untuk mencegah
kontaminasi terhadap produk. Pekerja mempunyai dua jenis seragam kerja yang
digunakan secara bergantian. Apron digunakan saat pengemasan atau pencucian
perlatan sedangakan alas kaki berupa sandal digunakan untuk semua proses,
sehingga tidak ada alas kaki khusus untuk pengolahan. Loker pakaian terletak
terpisah dari bangunan utama. Pemeriksaan kesehatan pekerja dilakukan berkala. Hal
ini untuk menjamin kualitas sanitasi selama proses produksi. Pekerja yang sakit tidak
diperbolehkan untuk bekerja, kecuali luka kecil yang ditutup dengan plaster.
Masih ditemukan pekerja yang tidak menggunakan masker atau apron jika
pekerjaan yang dilakukan mempunyai sedikit waktu. Kegiatan makan tidak
diperbolehkan selama bekerja, sedangkan minum diperbolehkan. Ketidakdisiplinan
penggunaan masker dan apron karena pekerja tidak mengetahui cara pengolahan
makanan yang baik. Unit pengolahan kefir Gedono berupaya untuk meningkatkan
keterampilan dan pengetahuan tentang cara mengolah makanan yang baik melalui
konsultasi dengan pihak luar atau mengikuti pelatihan-pelatihan.
Analisis Ruang Pengolahan
Ruang pengolahan merupakan ruang utama yang digunakan hanya untuk
aktivitas penting yaitu pengolahan, namun banyak kegiatan yang dilakukan pada
ruang pengolahan. Terdapat satu bangunan utama dan empat ruangan utama yang
digunakan dalam memproduksi kefir. Secara umum urutan ruangan belum sesuai
dengan alur proses dan masih simpang siur. Ruang pengolahan digunakan untuk
proses pasteurisasi, inokulasi, inkubasi, pencucian peralatan dan sterilisasi,
sedangkan ruang pengemasan hanya khusus untuk pengemasan dan penyimpanan
produk sementara. Adanya berbagai proses dalam satu ruang akan meningkatkan
resiko pencemaran dan kontaminasi silang terhadap produk. Sering terjadi adanya
kegagalan produk kefir misalnya sineresis kefir yang berlebihan atau bau tengik
setelah proses fermentasi. Desain ruangan belum sesuai untuk jumlah pekerja.
88
Analisis Peralatan
Peralatan yang digunakan selama proses produksi dilakukan pembersihan,
pencucian, sanitasi dan penataan peralatan setiap hari. Pencucian peralatan bahan
plastik atau logam dibilas dengan air panas dari keran air panas dan dikeringkan.
Sebelum digunakan alat-alat tersebut disterilisasi dengan cara merebus peralatan
didalam air mendidih. Penyimpanan perlatan juga dibedakan berdasarkan sifat dang
penggunaannya. Ruang penyimpanan alat digunakan untuk menyimpan peralatan
yang digunakan selama proses produksi, untuk menjamin terjaganya sanitasi pada
peralatan sehingga tidak mengkontaminasi produk. Peralatan yang digunakan
tergolong aman dan memenuhi syarat higienis yaitu bahan plastik tahan panas dan
asam dan stainless steel.
Pengujian Produk Kefir
Pengujian sampel dilakukan untuk mengetahui keefektifan pelaksanaan SSOP
melalui pengujian kualitas berdasarkan batas kadaluarsa yang diklaim oleh unit
pengolahan. Hal ini akan memberikan hasil berupa kualitas produk yang sesuai
dengan sistem pengolahan yang sederhana dan penerapan SSOP di unit pengolahan.
Hasil pengujian akan dibandingkan dengan standar, sehingga dapat dinilai mutu
produk kefir tersebut.
Pengujian sampel kefir selama empat minggu atau 28 hari penyimpanan
dengan tiga varian rasa dari produk kefir. Pengujian kualitas kefir yang dilakukan
adalah untuk melihat persentase Total Asam Tertitrasi (TAT), protein, lemak, nilai
viskositas dan pH. Kualitas mikrobiologi yang diuji yaitu TPC, khamir, koliform dan
BAL. Uji organoleptik untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis yaitu konsumen.
Hasil pengujian dianalisis secara deskriftif untuk melihat perubahan yang terjadi dan
dibandingan dengan standar yang berlaku. Hasil uji fisik dan kimia kefir dapat dilihat
pada Tabel 9. Menurut CAC faktor komposisi dan kualitas kefir dipengaruhi oleh
bahan mentah berupa susu dan starter yang digunakan, penambahan bahan yang
diijinkan, komposisi yang digunakan dan proses pengolahan yang higienis dan
aseptik.
89
Tabel 9. Hasil Uji Laboratorium Kefir Selama Penyimpanan
Rasa Minggu % TAT % Protein % Lemak Viskositas pH
Melon 1 1,01 3,59 2,00 4,0 4,4
2 1,98 3,40 2,04 3,8 4,4
3 1,12 3,10 2,60 3,8 4,6
4 1,06 2,89 3,00 3,5 4,3
Leci 1 0,86 2,90 2,25 3,58 4,4
2 1,06 2,60 2,30 3,5 4,5
3 1,06 2,10 2,30 3,3 4,5
4 0,89 1,98 2,80 3,1 4,3
Strowberi 1 1,00 3,91 1,36 4,0 4,3
2 1,00 3,06 1,87 3,8 4,5
3 1,02 3,10 2,90 3,5 4,6
4 0,98 2,89 2,70 3,5 4,4
Menurut Codex Alementarius Comission, kefir mempunyai komposisi protein
minimal 2,8%, lemak minimal kurang dari 10%, total asam tertitrasi minimal 0,6%,
mikroorganisme starter kultur minimal 107 cfu/ml dan khamir minimal 10
4 cfu/ml
(Codex., 2003). Pengukuran TAT berdasarkan jumlah hidrogen total dalam bentuk
terdisosiasi atau tidak terdisosiasi sehingga semua asam yang dihasilkan dalam
produk akan terukur. Metode ini dilakukan secara titrasi dengan menggunakan basa
standar. Nilai TAT yang terukur selama penyimpanan berkisar 0,86-1,98 yang
meningkat pada penyimpanan minggu kedua dan terus menurun hingga minggu
keempat. Ketentuan nilai berdasarkan CAC (2003) adalah minimal 0,6% sehingga
produk ini sesuai standar susu fermentasi.
Kandungan awal susu yang digunakan akan mempengaruhi kadar lemak yang
dihasilkan dalam produk. Susu yang digunakan dapat berupa susu penuh, susu skim
dan susu low fat. Semakin baik kadar protein yang digunakan atau ditambahkan
maka nilai kadar ptotein juga akan semakin baik sehingga mempengaruhi nilai gizi
kefir. Kadar lemak kefir yang terukur yaitu 1,36 % - 3,00% dan produk yang baru
memiliki kadar lemak 1,4% - 2,3%. Standar kadar lemak dari CAC (2003) yang
berlaku untuk kefir yaitu dibawah 10% sehingga produk telah sesuai dalam standar.
Kefir dengan kadar lemak 1,36 % - 3,00% lebih disukai oleh konsumen dan
unit pengolahan tetap mempertahankan komposisi tersebut. Selama penyimpanan,
lemak mengalami peningkatan kadar lemak karena adanya aktivitas enzim lipolitik
yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat. Lemak susu dapat dipecah oleh berbagai
bakteri, khamir dan kapang. Perubahan yang mungkin terjadi pada lemak susu
90
misalnya oksidasi asam lemak, diikuti dengan dekomposisi selanjutnya
menghasilkan aldehida, asam dan keton, sehingga menghasilkan perubahan rasa dan
bau. Reaksi ini juga dirangsang oleh adanya logam, sinar dan mikroba (Rahman et
al, 1992).
Nilai kadar protein yang terukur yaitu 2,00-4,00% menurun selama
penyimpanan. Produk kefir baru memiliki kadar protein yang tinggi berkisar 3,0-
4,0% . Susu yang digunakan memiliki kadar protein yang baik serta adanya
penambahan susu skim sebanyak 3%. Standar yang berlaku yaitu minimal kefir
mengandung 2,8% protein sehingga jika dibandingkan produk kefir memiliki kadar
protein yang cukup tinggi.
Nilai pH merupakan salah satu faktor penting dalam produk pangan
fermentasi yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et al, 1985).
Nilai pH menunjukkan konsentrasi nyata H+
atau sama dengan negatif nilai
logaritmik dari konsentrasi H+ dan tidak selalu berbanding terbalik dengan TAT.
Berdasarkan standar CAC (2003) nilai pH untuk kefir yaitu 2,3 - 4,6. Produk kefir ini
mempunyai nilai pH 4,4-4,6 selama penyimpanan mengalami peningkatan pada
minggu ketiga dan rendah pada minggu pertama yaitu 4,3-4,4. Jika dibandingkan
dengan standar CAC maka produk kefir mendekati nilai standar.
Nilai viskositas selama penyimpanan yaitu 3,1-4 dPa.S dengan rata-rata nilai
tertinggi pada awal fermentasi dan terus menurun selama penyimpanan. Nilai
viskositas pada kefir dipengaruhi oleh pemanasan dan persentase starter yang
digunakan. Pengggunaan biji kefir sebanyak 5% akan berpengaruh pada tingginya
jumlah yeast, bakteri asam asetat dan viskositas. Berbeda dengan yogurt yang
viskositasnya makin meningkat selama penyimpanan, viskositas kefir justru
menurun selama penyimpanan.
Viskositas merupakan daya aliran molekul dalam sistem larutan. Pengukuran
dengan viskometer berdasarkan ketahanan terhadap rotasi pengaduk atau silinder
yang dicelupkan dalam bahan. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi viskositas
diantaranya pemanasan susu yang menyebabkan denaturasi protein hingga nantinya
akan meningkatkan viskositas produk, jumlah laktosa susu dan protein dalam susu
yang akan diubah menjadi asam laktat oleh bakteri (Rahman, 1985, Tamime dan
91
Robinson, 1989). Berikut komposisi susu fermentasi berdasarkan CAC (2003) pada
Tabel 10.
Tabel 10. Komposisi Susu Fermentasi
Pengujian produk secara mikrobiologi dilakukan untuk mengetahui jumlah
bakteri secara keseluruhan, bakteri asam laktat, kapang/khamir dan koliform yang
terdapat dalam produk. Metode yang digunakan yaitu hitungan cawan, karena
menurut Fardiaz (1992) metode ini paling sensitif untuk menentukan jumlah jasad
renik dengan alasan:
1) hanya sel yang masih hidup yang dapat dihitung.
2) beberapa jasad renik yang dapat dihitung
3) dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi jasad renik karena koloni
yang terbentuk mungkin berasal dari suatu jasad renik yang mempunyai
penampakan pertumbuhan yang spesifik.
Prinsip dari metode hitungan cawan adalah jika sel jasad renik yang masih
hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka sel tersebut dapat berkembang biak dan
membentuk koloni. Bahan pangan yang diperkirakan mengandung lebih dari 300 sel
mikroorganisme per ml , dilakukan perlakuan pengenceran sebelum ditumbuhkan
dalam media agar cawan petri. Setelah inkubasi akan terbentuk koloni pada cawan
dengan jumlah yang dapat dihitung dimana jumlah terbaik adalah 30-300 sel koloni
(Fardiaz, 1992).
Cara pemupukan yang digunakan adalah metode pour plate atau metode
tuang. Fermentasi susu secara umum melibatkan metabolisme laktosa, disakarida
Komponen Jumlah
Bahan kering
Protein
Lemak
Laktosa Asam laktat
Karbohidrat
Nilai pH Derajat Keasaman (
OSH)
Kandungan Alkohol
dalam Kefir
dalam Koumiss
(dalam kedua produk terkandung CO2)
14-18%
4- 6%
0,1-10%
2-3% 0,6-1,3%
5-25%
3,8-4,6 40-70
0,5-2% 2-3%
92
dalam susu menjadi asam laktat, oleh bakteri asam laktat terutama Lactococci dan
Lactobacilli menjasi asam laktat. Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk
menghasilkan susu fermentasi yang baik, yaitu susu segar bermutu tinggi, rendah
kandungan bakterinya, dipasteurisasi secara tepat, menggunakan kultur starter yang
aktif dan tepat, pendinginan yang cepat dan sanitasi proses yang baik. Penanganan
kultur starter yang tepat dan ditambahkan kedalam susu yang bermutu, dibarengi
dengan teknologi produksi yang tepat akan menghasilkan produk susu fermentasi
yang stabil (Rahman, 1985).
Menurut CAC (2003) jumlah TPC pada kefir minimal 107 cfu/ml sedangkan
hasil uji pada produk yaitu 107-10
9 cfu/ml maka kualitas mikrobiologi produk cukup
tinggi. Penggunaan biji kefir sebesar 5% akan mempengaruhi jumlah mikroba dalam
produk karena konsentrasi awal yang tinggi akan membentuk koloni pertumbuhan
bakteri yang tinggi pula. Jumlah bakteri yang diuji selama 28 hari dapat dilihat pada
Tabel 12.
Tabel 12. Jumlah Bakteri Kefir Selama Penyimpanan
Rasa Minggu
TPC BAL Kapang/Yeast Coliform
(--------------------------------log cfu/ml--------------------------------)
Melon m1 7,38 7,71 4,33 <1
m2 6,74 6,67 6,21 0,048
m3 6,84 6,64 4,15 0,48
m4 5,46 6,34 4,32 <1
Leci m1 8,27 7,73 5,13 <1
m2 7,00 6,43 6,44 <1
m3 6,33 6,65 4,12 <1
m4 6,54 6,44 4,25 <1
Strowberi m1 9,36 8,46 4,28 <1
m2 8,16 7,20 6,05 <1
m3 6,74 6,12 6,79 <1
m4 5,22 6,03 4,12 <1
Bakteri dalam produk kefir bersifat heterofermentatif yang akan
menghasilkan alkohol dan CO2 . Kapang merupakan salah satu mikroflora alami
yang terdapat dalam biji kefir dan produk kefir yang dihasilkan. Kapang hidup pada
pH rendah dengan aktivitas air tinggi dan kontaminan pada semua produk
fermentasi. Jumlah kapang berdasarkan CAC minimal 104 cfu/ml. Hasil pengujian
menunjukkan jumlah kapang dan khamir berkisar 104-10
7 cfu/ml. Tingginya jumlah
khamir karena adanya tambahan khamir dari selai buah yang ditambahkan dalam
93
produk yaitu 103 cfu/gram (SNI, 1995). Pertambahan jumlah khamir ini akan
mempercepat proses pembentukan alkohol dan CO2. Produk yang baru terbentuk
belum menghasilkan alkohol dan CO2 tetapi setelah penyimpanan. Bakteri asam
laktat dan khamir bekerjasama secara mutualisme, dimana asam laktat yang
dihasilkan oleh bakteri asam laktat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
asam laktat lebih lanjut, akan dimanfaatkan oleh khamir . H2O2 yang dihasilkan oleh
bakteri asam laktat akan disingkirkan oleh khamir. Selanjutnya khamir akan
menghasilkan senyawa yang menstimulir pertumbuhan bakteri asam laktat. Khamir
yang dihasilkan dari kultur yang dibiakkan dalam susu sapi lebih tinggi dua log
dibanding dari sumber lain (Farnworth, 2005).
Bakteri asam laktat yang terhitung dalam produk ini yaitu 106-10
8 cfu/ml dan
tetap tinggi pada minggu keempat pengujian. Jumlah ini dipengaruhi oleh
konsentrasi biji kefir yang ditambahkan dan ketersediaan laktosa pada produk. Kultur
campuran dari bakteri asam laktat tidak hanya sebagai penghasil asam laktat tetapi
juga pembentuk citarasa. Sumber komponen tersebut terutama diasetil dan asam
volatil yang berasal dari asam sitrat dalam susu.
Pengujian koliform juga dilakukan untuk melihat keefektifan sanitasi unit
pengolahan yang telah dijalankan. Koliform merupakan bakteri yang menjadi
indikator sanitasi. Kontaminasi silang dari bahan atau alat lain dan cara pengolahan
yang tidak higienis akan meningkatkan jumlah bakteri koliform dalam produk.
Bakteri ini tidak tahan pada pH dan aktivitas air rendah serta dapat menggunakan
sitrat sebagai sumber karbon. Koliform yang memproduksi gas lebih banyak akan
menyebabkan kerusakan pada susu dengan memfermentasi gula menjadi asam laktat,
etanol, asam asetat dan suksinat, CO2 dan H2.
Uji Organoleptik
Sifat organoleptik pada penelitian ini menggunakan uji afektif atau uji
konsumen dianalisa menggunakan uji nonparametrik Kruskal Wallis karena
digunakan sebagai data pendukung untuk melihat tingkat kesukaan konsumen.
Manfaat dari Consummen Sensory Testing (CST) ini adalah untuk memuaskan
kebutuhan konsumen dengan menilai respon personal terhadap produk. Pendekatan
CST adalah untuk mengukur acceptance atau preferensi baik secara keseluruhan atau
salah satu atribut sensori. Jumlah panelis konsumen yang menjadi responden
94
sebanyak 86 panelis yang dilakukan pada ruang terbuka dengan pencahayaan yang
cukup. Atribut organoleptik yang digunakan yaitu warna, bau, rasa, tekstur dan
kekentalan.
Hasil uji organoleptik dengan analisis non parametrik Kruskal Wallis dapat
dilihat pada Lampiran 5-9. Nilai p pada atribut warna hasil uji yaitu 0,003 atau lebih
kecil dari 0,01, maka parameter warna sangat berpengaruh terhadap tingkat kesukaan
panelis. Warna yang disajikan tidak terlalu terang atau terlalu kuat yaitu merah
muda, putih krem dan hijau muda. Warna yang paling disukai yaitu merah muda dan
putih krem.
Atribut bau atau aroma tidak berpengaruh pada tingkat kesukaan panelis
dimana nilai p 0,225 atau lebih besar dari 0,05. Konsumen umumnya menyukai
ketiga formula bau yang disajikan oleh kefir Gedono, karena penambahan esens
tidak terlalu berlebihan. Bau ditimbulkan oleh senyawa diasetil yang dihasilkan oleh
semua genus bakteri asam laktat yang melakukan fermentasi sitrat dan senyawa
diasetil memberi aroma butter atau mentega. Senyawa ini menghambat pertumbuhan
bakteri gram negatif seperti spesies Bacillus dan strain dari Lactobacillus,
Leuconostoc, Pediococcus dan Streptococcus menghasilkan diasetil, suatu senyawa
komponen citarasa, memberikan rasa manis dan cita rasa mentega dan juga
mempunyai daya antimikroba.
Rasa merupakan atribut yang menentukan penerimaan konsumen terhadap
produk sehingga rasa akan mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen. Nilai p dari
hasil uji Kruskall Wallis 0,00 atau lebih kecil dari 0,001 maka diartikan rasa sangat
berpengaruh terhadap tingkat kesukaan konsumen. Rasa khas kefir disebabkan
karena asam laktat dan sisa-sisa asetildehida, diasetil, asam asetat dan bahan yang
mudah menguap yang dihasilkan oleh fermentasi bakteri asam laktat strai
Lactobacillus. Rasa yang paling disukai yaitu rasa strowberi dan leci.
Atribut tekstur tidak berpengaruh pada tingkat kesukaan konsumen terhadap
produk. Hal ini dikarenakan tekstur yang disajikan tidak dipengaruhi oleh
penambahan selai atau yang lainnya. Hasil uji Kruskal Wallis nilai p untuk tekstur
adalah 0,290 atau lebih besar dari 0,05, maka tekstur tidak mempengaruhi tingkat
kesukaan konsumen terhadap kertiga produk kefir rasa. Kekentalan juga tidak
berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan konsumen terhadap produk. Nilai p 0,997
95
dapat diartikan bahwa tingkat kesukaan produk tidak dipengaruhi oleh tingkat
kekentalan produk kefir yang dihasilkan.
Preferensi Konsumen
Preferensi konsumen didefinisikan sebagai pilihan suka atau tidak suka oleh
seseorang terhadap suatu produk barang atau jasa yang dikonsumsi. Preferensi
konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk yang ada
(Kotler, 2000). Ada tiga komponen preferensi yang mempengaruhi konsumen
pangan dimana semua komponen tersebut saling mempengaruhi dan berkaitan satu
sama lain yaitu :
1. Karakteristik individu meliputi : usia, jenis kelamin, pendidikan,
pendapatan dan pengetahuan gizi.
2. Karakterisktik produk meliputi rasa, warna, aroma, kemasan, tekstur
dan harga.
3. Karakteristik lingkungan meliputi jumlah keluarga, tinggkat sosial,
musim dan mobilitas.
Kotler (2000) menyatakan pilihan jenis makanan dan minuman dalam jumlah
yang beragam dapat mempengaruhi preferensi setiap individu. Karakteristik tersebut
dapat pula dilihat dari sifat organoleptik makanan dan minuman serta daya terima
dan ketersediaannya. Selain dari jumlah pilihan preferensi juga dapat ditimbulkan
dari kombinasi dan variasi rasa, warna, aroma dan bentuk makanan yang akan
mempengaruhi nafsu makan dan minum seseorang.
Responden berjumlah 76 orang, berasal dari berbagai daerah di Salatiga,
Solo, Semarang dan sekitarnya. Responden yang digunakan untuk kepuasan
pelanggan adalah konsumen yang benar-benar berlangganan atau mengkonsumsi
kefir Gedono secara rutin, agar data yang diperoleh dapat mewakili kepuasan
pelanggan secara umum. Nilai terhadap kepuasan pelanggan didapat dari hasil rata-
rata nilai yang diberikan panelis. Atribut yang digunakan adalah rasa, warna,
kemasan, dan harga. Rataan kepuasan pelanggan dapat dilihat pada Tabel 13.
Hasil kuisioner konsumen terhadap atribut rasa sangat memuaskan yaitu 1,
973684 mendekati nilai dua maka dapat dinyatakan konsumen sangat puas terhadap
rasa yang disajikan oleh unit pengolahan. Konsumen biasanya menyukai rasa yang
96
tidak terlalu manis atau terlalu asam serta adanya penambahan potongan buah segar
dari selai sangat disukai oleh konsumen.
Tabel 13. Rataan Preferensi Konsumen terhadap Kefir Gedono
Jenis Produk Peubah
Rasa Warna Kemasan Harga
Kefir Rasa 1,973684 2,065789 2,986842 2,355263
Keterangan : 1. Sangat puas, 2. Puas, 3. Agak Puas, 4. Tidak puas, 5. Sangat tidak puas
Atribut warna oleh pelanggan termasuk kategori yang disukai karena tidak
terlalu kuat atau menyala. Nilai rata-rata untuk peubah warna yaitu 2,065789, dapat
diartikan konsumen menyukai komposisi warna kefir Gedono.
Kemasan yang digunakan berbahan PETE yang berwarna terang atau
transparan sehingga warna produk dapat terlihat jelas. Hal ini akan berbahaya bagi
produk karena akan mengakibatkan oksidasi. Nilai rata-rata untuk kemasan yaitu
2.986842 dapat diartikan bahwa konsumen kurang menyukai bentuk kemasan seperti
kemasan air mineral. Saran yang diberikan umumnya adalah perbaikan kemasan.
Harga yang ditetapkan oleh Gendono tidak berpengaruh untuk sebagian besar
pelanggan. Nilai rata-rata untuk peubah harga yaitu 2,355263 maka dapat diartikan
bahwa pelanggan agak menyukai harga yang ditawarkan. Harga masing-masing rasa
kefir berbeda karena penggunaan bahan tambahan berupa selai dari buah segar.
Harga untuk satu liter kefir rasa stowberi Rp 25.000, kefir rasa leci Rp 21.000 dan
kefir rasa melon Rp 19.000.
Tabel 14. Kefir Gedono yang Paling Disukai
Tabel 14 menyajikan kesukaan konsumen terhadap rasa kefir Gedono. Kefir
rasa yang banyak disukai oleh konsumen adalah rasa stroberi dan leci, sedangkan
melon sedikit yang menyukai. Rasa strowberi dan leci yang ditimbulkan tidak terlalu
manis atau terlalu asam sehingga sesuai dengan keinginan konsumen. Rasa khas ini
karena adanya penambahan selai dari buah asli. Rasa melon sedikit lebih asam
Kefir Rasa Jumlah pelanggan
Stroberi 38
Melon
Leci
5
33
97
dibanding rasa leci atau strowberi, sehingga hanya sebagian kecil konsumen yang
menyukai rasa ini.
Sedikit konsumen yang kecewa terhadap produk kefir Gedono. Tabel 15
menyajikan jumlah responden yang kecewa terhadap produk atau pelayan yang
diberikan. Responden sebanyak 76 pelanggan, 74 pelanggan tidak kecewa dan dua
pelanggan yang kecewa terhadap produk kefir Gedono. Kekecewaan konsumen
berupa pengaduan terhadap kerusakan produk pada saat pertama mengkonsumsi
kefir. Konsumen kurang memperhatikan informasi tentang cara penyimpanan yang
baik. Saat produk kefir sampai dirumah konsumen, tidak dalam keadaan dingin
karena perjalanan yang jauh dan tidak dilengkapi tempat pendingin atau cool box.
Tabel 15. Kekecewaan Pelanggan Produk Gedono
Kecewa Jumlah pelanggan
Ya 2
Tidak 74
Pengaduan kekecewaan dari pelanggan akan diteliti lebih dulu oleh pihak unit
pengolahan. Jika terjadi kerusakan produk pada saat diterima, maka pihak unit
pengolahan akan segera mengganti barang yang telah rusak tersebut dan konsumen
tidak perlu membayar lagi. Kerusakan produk telah diantisipasi dengan cara
pengecekan secara visual oleh unit pengolahan sebelum dipasarkan.
98
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Proses pengolahan susu di unit usaha pengolahan kefir Gedono secara umum
telah sesuai dengan GMP dan SSOP. Verifikasi GMP dan SSOP harus diawasi dan
dilakukan oleh penanggung jawab. Sistem produksi satu alur belum tersedia,
sehingga terjadi penumpukan aktivitas pada ruang produksi. Efektivitas penerapan
sanitasi belum maksimal karena masih ditemukannya beberapa CCP dalam proses
produksi yaitu pada penerimaan bahan baku, pengujian, separasi, inokulasi,
pengemasan dan distribusi. Secara umum unit usaha pengolahan kefir Gedono telah
siap untuk menerapkan sistem HACCP, dengan syarat harus dilakukan perbaikan dan
peningkatan dalam penerapan pre-requisite program yaitu GMP dan SSOP.
Saran
Unit Pengolahan Kefir Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono, Salatiga, diharapkan
dapat menerapkan GMP dan SSOP secara maksimal yang merupakan syarat
pemenuhan untuk untuk mendapatkan sertifikasi.
Pemahaman mengenai sanitasi dan higien produksi harus diberikan kepada
pekerja untuk menjamin keamanan pangan yang dihasilkan.
Tim HACCP yang akan dibentuk harus mempunyai disiplin ilmu yang sesuai.
Monitoring yang berkala terhadap CCP yang teridentifikasi dan mengurangi
penyebab potensial dan adanya recording yang terstruktur.
Pembenahan bangunan dan sistem satu alur.
Keamanan produk ditinjau dari kemasan yang digunakan harus diperbaharui dari
segi bahan dan desain yang sesuai dengan peruntukan produk fermentasi.
Pengujian produk menunjukkan hasil yang baik, jika untuk arah pengembangan
akan sangat baik.
Gedono perlu memberikan pengarahan terhadap konsumen tentang cara
penyimpanan yang baik untuk kefir
99
UCAPAN TERIMAKASIH
Segala puji dan syukur hanya untuk Allah Bapa yang telah memberikan Putra
dan Roh Kudus-Nya sebagai penyelamat dan penghibur manusia. Kasih, berkat serta
pertolongan-Nya tak pernah berkurang bagi penulis sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Terimkasih untuk kesetiaan Mu pada manusia lemah ini.
Terimakasih kepada Dr. Ir. Rarah Ratih A. M., DEA. dan Ir. Afton Atabany
M. Si., selaku pembimbing utama dan pembimbing anggota skripsi, yang telah rela
meluangkan waktu, pikiran dan kesabaran untuk membimbing penulis
menyelesaikan skripsi ini. Termikasih kepada Dr. Ir. Cece Sumantri selaku
pembimbing akademik yang telah membantu penulis selama mengikuti perkuliahan
di Fakultas Peternakan IPB. Terimakasi kepada Ir. Lucia Cyrilla, E.N.S.D., MSi dan
Dr.Ir. Yuli Retnani, MSc sebagai penguji ujian sidang penulis.
Terimakasih yang tak terhingga untuk bapak dan ibu, untuk segala kesabaran,
doa, pengertian serta dukungan yang tulus untuk mengatasi segala kekerasan hati
penulis. Adik-adik terkasih (Abrena Hotri dan Atlas. G. Hotri) untuk keceriaan yang
selalu dinanti.
Penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada pihak unit
pengolahan Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono yang telah mengijinkan penulis
untuk melakukan magang penelitian. Kepada Suster Kepala, Suster. Chatrin, para
Suster Gedono dan Bapak Mulyanto serta keluarga, terimakasih untuk cinta,
keramahan dan kesediaan untuk menerima penulis selama melakukan magang.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ita, Fanny, Rindu, Etik, Anti, Dip
dan Pebe atas persahabatan dan dukungannya. Terimakasih untuk sahabat-sahabat
dari Program Studi THT angkatan 41, SPMB, C8, WBB, BUD, POPK dan Diaspora
atas persahabatan, kesedihan, perjuangan, dukungan, doa, keberanian, ketulusan,
kekompakan, keceriaan serta kenangan yang tidak akan hilang yang diberikan pada
penulis selama menjalani perkuliahan. Terimakasih untuk Fakultas Peternakan dan
IPB, bapak dan ibu dosen, staf Laboratorium bagian Ilmu Ternak Perah, pegawai
AJMP serta civitas akademika IPB. Terimakasih kepada semua pihak yang terlibat
dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Bogor, September 2008
Penulis
100
DAFTAR PUSTAKA
Arpah. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk Pangan. Program
Studi Ilmu Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Association of Official Analytical Chemist. 1984. Official Methode of Analysis. 16th
Edition. AOAC. Inc., Virginia.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2003. SK Menkes Nomor 23/Men-
kes/SK/I/1978 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan.
BPOM, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2000. Statistik Industri. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01-4852-1998. Sistem Analisis Bahaya dan
Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control Point-HACCP)
serta Pedoman Penerapannya. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1995. Selai Buah. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta
Bottazzi, V. 1983. Other fermented dairy product. In: Red, G. (Editor).
Biotechnology: A Comprehensive Trestise In 8 Volumes, volume 5. Verlag
Chemi. Weinheim.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan.
Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Ui Press, Jakarta.
Codex Alimentarius Comitte. 2003. Codex Standard For Fermented Milk. Codex
STAN 243-2003.
Cramer, M. M. 2006. Food Plant Sanitation: design, maintance, and good
manufacturing practices. CRC Press, Boca Raton.
Dewan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-3141. Susu Segar. Dewan Standardisasi
Nasional, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1998. Higiene dan Sanitasi Sarana
Pengolahan Pangan. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan,
Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1998. Peraturan Perundang-undangan
diBidang Keamanan Pangan. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan, Jakarta.
DepKop dan PKK. 1995. Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 1995, tentang Usaha
Kecil dan Pembinaan Usaka Kecil, Jakarta.
Direktorat Bina Kesehatan Hewan. 2002. SK Menteri Pertanian No 45/Kpts/TN.540/
7/2002, 15 Juli 2002 tentang pelarangan pemasukan ternak ruminansia dan
produknya dari negara tertular penyakit Bovine Spongioform Encephalopathy
(BSE). Manual Kesmavet No. 52.
Fardiaz, S. 1996. Prinsip HACCP dalam Industri Pangan. PAU Pangan dan Gisi.
IPB, Bogor.
Farnmorth, E. R. 2005. Kefir a Complex Probiotik. Food Sci and Technol. Bulletin:
functional food. IFIS Publishing. (1): 1 – 17.
101
FDA. 1995. Sanitation, sanitary regulation and voluntary programs. In: G Mariot,
Norman (Editors). Principles of Food Sanitation, Hal 7, 3rd
Edition. Chapman
and Hall, New York.
Hirota, T. 1987. Microbiological studies on kefir grain. Report of Research
Laboratory, Snow Brand Milk Product. 84: (67-128).
Irigoyen A., Arana. I., Castiella M., Torre P. dan Ibanez F. C. 2004. Microbiological,
phisicocheical, and sensory characterisctics of kefir during storage. J. Food
Chemist., 90: ( 613 – 620).
Jenie, B. S. L dan Rini S. E. 1995. Aktifitas antimikroba dari beberapa mikroba
patogen dan perusak makanan. Bul teknol Industri Pangan 6: (2).
Jenie, B. S. L. 1987. Sanitasi dalam Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Kadarisman, D., dan Tjahja M. 2006. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. IPB
Press, Bogor.
Kanbe, M. 1992. Traditional fermented milk of the world. In: Nakazawa, Y., N. A.
Hosono (Editors). Function Of Fermented Milk: Chalanges of The Health
Science. Elsevier Science Publisher, England.
Kon, S. K. 1992. Milk and Milk Product In Human Nutrition. Food of Agriculture
Organization of United Nations, Rome.
Koroleva, N. S. 1991. Product prepared with lactic acid bacteria and yeast. In: R. K
Robinson (Editor). Theraupeutic Properties of Fermented Milk. Elsevier
Science Piblisher, England.
Kotler, P. 2000. Manajemen Pemasaran Edisi Milenium Jilid 1 & 2. Pt Prenhallindo,
Jakarta
Lukman, D.W. 2001. Good Manufacturing Practicess (GMP). Pelatihan untuk
Pelatih (Training of Trainers/TQT). Penerapan Hazard Analysis Critical
Control Point. Kerjasama Fakultas Kedokteran Hewan IPB dengan Dirjen Bina
Produksi Peternakan Departemen Pertanian. Bogor [27-31 Agustus 2001].
Marriot dan G. Norman. 1985. Principles of Food Sanitation. Van Nostrand
Reinhold, New York.
Marriot dan G. Norman. 1992. Principles of Food Sanitation. Third Edition.
Chapman and Hall, New York.
Mitsuoka, T. 1989. Microbes in The Intestine: Our Life Long Partners. Yakult Honza
Co. Ltd, Jepang.
Murdhiati, T. B. 2006. Jaminan Pangan Asal Ternak : dari kandang hingga piring
konsumen. J. Litbang Pertanian 9: (172 – 180)
Nakazawa, Y. dan A. Hosono. 1992. Function of Fermented Milk for Chalanges The
Health Science. Elsevier Science Publisher, London, New York.
Peleg, K. 1985. Produce Handling Packaging and Distribution. The AVI Publishing
Company, INC. Connecticut.
102
Rahman, A., S. Fardiaz, W. P. Rahayu, Suliantari dan C. C. Nurwitri. 1992. Bahan
Pengajaran : Teknologi Fermentasi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rose, A. H. 1982. Economic Microbiolgy Fermented Foods. Academic Press Inc;
London.
Scglegel, H. G dan K. Schmidt. 1994. Mikrobiologi Umum. Terjemahan. Gajah
Mada University Press, Yogyakarta.
Surono, I. S. 2004. Probiotik: susu fermentasi dan kesehatan. PT Tri Cipta Karya,
Jakarta
Tamime, A. Y. dan R. K. Robinson. 1989. Yoghurt Science and Technology.
Pergamon Press, Oxford.
Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Bumi Aksara, Jakarta.
Tjiptono, F., dan Diana. A. 1997. Prinsip dan Dinamika Pemasaran. J dan J Laerning,
Yogyakarta
Walstra, P., T.J. Geurts, A, Noomen, A. Jellema, and M. A. J. S. Van Boekel. 1999.
Dairy Technology. Marcel Decker, Inc, New York.
Winarno, F. G. dan Surono. 2004. GMP. Cara Pengolahan Pangan yang Baik. M-
Brio, Bogor.
Wood, B. J. B. dan H. Holzapvel. 1995. The Genera of Lactic Acid Bacteria. Blakie
Academic Professional. Chapman and Hall, London.
Yuguchi, H., T. Goto. N. and S. Okonogi. 1992. Fermented milks, lactic drinks and
intestinal microfloral. In: Y. Nakazawa and A, Hosono (Editors). Function of
Fermented Milk: Chalenges For Health Science. Elsevier Science Publisher,
London.
103
LAMPIRAN
104
Lampiran1. Standar Kualitas Air Minum (DepKes RI)
Kriteria
STANDAR
Minimum
yang
dibolehkan
Maksimum
yang
dianjurkan
Maksimum
yang
diperbolehkan
Satuan
Kriteria Fisik
1. Suhu
2. Warna
3. Kekeruhan
4. Bau
5. Rasa
Kriteria Kimia
6. pH
7. Zat padat
8. Zat Organik
9. Karbon
dioksida bebas
10. Alkalinitas
11. Total kesadahan
12. kesadahan
kalsium
13. kesadahan
magnesium
14. Besi
15. Mangan
16. Sulfat
17. Pospat
18. Amonium
19. Nitrit
20. Klorida
Radioaktivitas
21. Sinar Alfa
22. Sinar Beta
Mikrobiologik
23. Kuman
penyakit
24. Kuman
pathogen
25. Perkiraan
terdekat
Jumlah bakteri
golongan coli dalam
100 ml contoh air
-
-
-
-
-
6.5
-
-
-
-
5
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
5
5
-
-
500
-
-
-
-
-
75
30
-
0.1
0.05
200
-
-
-
200
-
-
-
-
-
Suhu udara
50
25
Tak berbau
Tak berasa
9.2
1500
10
0.0
10
-
-
-
1.0
0.5
400
-
0.0
0.0
600
109
108
0.0
0.0
0.0
0C
ppm Pt- Co
Skala silica
ppm
ppm
KMN04
ppm CO2
ppm CaCO3
ppm Ca
ppm Mg
ppm Fe
ppm Mn
ppm S04
ppm PO4
ppm NH4
ppm NH4
ppm Cl
uc/ml
uc/ml
105
Lampiran 2. Kuisioner Kepuasan Konsumen
KUISIONER
Pengantar
Sehubungan dengan penelitian penulis tentang “ Kajian Awal Penerapan HACCP
pada Unit Usaha Pengolahan Kefir Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono di Salatiga”
penulis memohon kesediaan konsumen untuk menjawab pertanyaan dibawah ini
dengan sesunguhnya. Hal ini terkait dengan kepuasan konsumen yang digunakan
sebagai data pendukung dalam penulisan tugas akhir. Data atau jawaban dari
konsumen hanya untuk kepentingan ilmiah.
Nama :
Jenis kelamian :
Umur :
Jenis produk :
Petunjuk Pengisian
Bacalah setiap pertanyaan dengan baik, kemudian silakan jawab sesuai
dengan pendapat anda
1. Apakah anda pelanggan tetap pada produk tersebut?
Ya Tidak
2. Nyatakan penilaian anda dengan memberikan nomor sesuai dengan penilaian
anda
Jenis produk Parameter
Kefir rasa
buah
Rasa Warna Bau Harga Kemasan
Keterangan :
1. Sangat suka
2. Suka
3. Agak tidak suka
4. Tidak suka
5. Sangat tidak suka
3. Pernahkah anda kecewa dengan produk tersebut?
Ya Tidak
Jika ya
sebutkan………………………………………………………………………..
4. Berikan saran anda pada produk tersebut
Saran
saya…………………………………………………………………………….
Atas segala kesediaannya saya ucapkan terimakasih
106
Lampiran 3. Kuisioner Uji Hedonik
Kuisioner
Nama :
Tanggal :
Produk :
Instruksi : Berilah nilai pada kotak berdasarkan penilaian anda
Parameter
Kode
Produk
Penilaian
Sangat
suka
Suka Agak
suka
Agak tidak
suka
Tidak
suka
Warna
777
123
789
Rasa
777
123
789
Bau
777
123
789
Kekentalan
777
123
789
Tekstur
777
123
789
Keterangan :
1. Sangat suka
2. Suka
3. Agak tidak suka
4. Tidak suka
5. Sangat tidak suka
82
Lampiran 4. Peta Lokasi Gedono
82
Lampiran 5. CCP Decision Tree untuk Bahan Mentah
P2
P2
P3
* Lanjutkan pada bahan mentah selanjutnya
** Bahan mentah harus ditetapakn sebagai CCP (bahan mentah peka diperlukan
pengendalian ketat)
Adakah bahaya yang terkait dengan bahan mentah ini?
Apakah anda atau konsumen akan mengilangkan bahaya dari produk
Apakah ada resiko kontaminasi silang terhadap fasilitas atau produk alin yang tidak dapat dikendalikan
Ya
Tidak
Ya
Tidak Lanjutan *
Tidak
Ya
CCP **
CCP **
Lanjutkan
83
Lampiran 6. CCP Decision Tree untuk Proses Pengolahan
P1
P2
P3
P4
Adakah tindakan pencegahan
Tidak
Berhenti
Akankah ada tahapan berikutnya yang dapat menghilangkan bahaya atau mengurangi tingkat kemungkinn terjadinya sampai pada tingkatan yang dapat diterima
Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang diidentifikasi terjadi melebihi tingkatan yang dapat diterima atau dapat melebihi sampai tingkatan yang dapat diterima
Apakah ada tahapan untuk menghilangkan / mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai tingkatan yang dapat diterima
Adakah pengendalian pada tahap ini perlu pengamanan?
Lakukan modifikasi dalam proses atau produk
Ya
Ya
Ya
Tidak
Tidak Bukan TKK
Berhenti Bukan TKK Tidak
Bukan TKK
TITIK KENDALI KRITIS (CCP)
Tidak Ya
Berhenti
Ya
84
Lampiran 7. Penentuan CCP
Tahap Proses Bahaya Tindakan Pencegahan P1 P2 P3 P4 CCP
Penerimaan bahan baku
Kontaminasi
mikroorganisme,
Penerapan SOP yang tepat dan sterilisasi
alat harus dilakukan setiap saat
Ya Ya - - CCP
Pemeriksaan kualitas
Kontaminasi
mikroorganisme
Pekerja harus menerapkan SOP yang telah
ditentukan
Ya Ya - - CCP
Penyaringan Kontaminasi dari
mikroorganisme
Pekerja harus menerapkan SSOP yang
telah ditentukan, sterilisais alat saat
digunakan, pengkondisian ruangan
Pemanasan awal Kontaminasi dari
mikroorganisme
Sterilisasi alat sebelum dan sesudah
penggunaan, pengecakan suhu sevara
berkala
Ya Ya - - CCP
Separasi Kontaminasi dari
mikroorganisme
Sterilisasi alat sebelum dan sesudah
penggunaan, kelengkapan seragam pekerja
Tidak - - - -
Penambahan Skim Milk Kontaminasi dari
mikroorganisme
Penggunaan alat yang telah disterilisasi dan
rungan yang bersih
Tidak - - - -
Pasteurisasi 85 oC selama
30 menit
Kontaminasi
mikroorganisme
akibat suhu yang
kurang sesuai
Pengecekan suhu secara berkala Ya Tidak Tidak - CCP
Penurunan suhu
Rekontaminasi
mikroorganisme
Pengecekan suhu secara berkala dan
mempercepar proses pendingianan
Ya Tidak Tidak - -
Inokulasi starter Kontaminasi dari
mikroorganisme
Sterilisasi peralatan saat digunakan,
pengkondisian ruangan, pengawasan
terhadap pekerja
Ya Ya - - CCP
Inkubasi pada suhu ruang
±26°C (18 - 24 jam) Kontaminasi
mikroorganisme
Pengecekan suhu secara berkala Ya Tidak Tidak
85
karena suhu yang
tidak tepat Penyimpanan dingin Kontaminasi
mikroornagisme
karena fluktuasi suhu
Pengecekan suhu secara berkala Ya Ya - - -
Penambahan flavor Kontaminasi
mikroorganisme,
rambut
Proses standar operasi dilakukan dengan
penerapan konsep 85ygiene karyawan
Ya Ya - - CCP
Pengemasan Kontaminasi
mikroorganisme
Proses standar operasi dilakukan dengan
penerapan konsep higiene karyawan
Ya Ya - - CCP
Penyimpanan dingin Mikroorganisme
karena fluktuasi suhu
Pengecekan suhu secara berkala Ya Tidak Tidak - -
Distribusi dingin dan retail Produk rusak atau
pecah karena adanya
goncangan dalam
perjalanan dan terjadi
fluktuasi suhu selama
perjalanan
Penggunaan alat transportasi yang baik
untuk menghindari goncangan dan
penggunaan mobil boks pendingin yang
dilengkapi thermometer
Ya Ya - - CCP
86
Lampiran 8. Analisis Uji Kruskall Wallis Organoleptik terhadap Warna
Produk Kefir
H = 11,89 DF = 2 P = 0,003
Lampiran 9. Analisis Uji Kruskall Wallis Organoleptik terhadap Bau
Produk Kefir
H = 2,98 DF = 2 P = 0,225
Lampiran 10. Analisis Uji Kruskall Wallis Organoleptik terhadap Rasa
Produk Kefir
H = 23,71 DF = 2 P = 0,000
Lampiran 11. Analisis Uji Kruskall Wallis Organoleptik terhadap Tekstur
Produk Kefir
H = 2,48 DF = 2 P = 0,290
Kode Sampel N Median Ave Rank Z
123 86 2,000 150,9 3,26
777 86 3,000 118,3 -1,71
789 86 2,000 119,3 -1,55
Total 86 129,5
Kode Sampel N Median Ave Rank Z
123 86 3,000 125,6 -0,59
777 86 3,000 140,1 1,61
789 86 3,000 122,8 -1,02
Total 86 1295
Kode Sampel N Median Ave Rank Z
123 86 2,000 135,9 0,97
777 86 3,000 151,2 3,30
789 86 2,000 101,4 -4,27
Total 86 129,5
Kode Sampel N Median Ave Rank Z
123 86 2,000 136,4 1,05
777 86 2,000 129,7 0,04
789 86 2,000 122,4 -1,08
Total 86 129,5
87
Lampiran 12. Analisis Uji Kruskall Wallis Organoleptik terhadap
Kekentalan Produk Kefir
H = 0.01 DF = 2 P = 0.997
Kode Sampel N Median Ave Rank Z
123 86 3,000 129,4 -0.02
777 86 3,000 129,1 -0.06
789 86 3,000 130,0 0.07
Total 86 129,5
88
Lampiran 13. Ckeck List SSOP Harian Personel
No. Pemeriksaan Tanggal Persentase
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 23 24 25 26
1. Kesehatan karyawan baik. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 92%
2. Memakai seragam bersih dan
lengkap.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100%
3. Memakai hairnet (pelindung
rambut.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100%
4. Memakai masker 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13% 5. Memakai alas kaki 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100%
6. Menggunakan sarung tangan
lengkap dan bersih.
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0%
7. Tidak ada yang memakai jam tangan/perhiasaan (kalung,
gelang, antng-anting dan
tindik)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 54%
8. Menggunakan apron saat
pengemasan atau proses
produksi
9 Kuku pendek dan tidak memakai cat kuku.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100%
10 Apabila terdapat luka harus
ditutup.
0 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 0%
11. Tidak terdapat barang pribadi
disekitar areal produk.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100%
12. Bersin dan batuk disekitar areal produk.
1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13%
13. Kegiatan makan dan minum
di areal produksi.
1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 58%
14. Tidak ditemukan yang menyentuh muka dan hidung.
1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 42%
15. Tidak ada yang meludah di 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0%
89
area produksi.
16. Setiap karyawan yang masuk
diwajibkan cuci tangan
dengan benar.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 85%
17. Karyawan mecuci tangan
setelah melakukan produksi.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100%
18. Menggunakan alkohol sebelum proses produksi.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100%
Total 1057
Rata - rata 62.17
Lampiran 14. Ckeck List SSOP Harian Pemerikasaan Ruang Produksi
No. Pemeriksaan Tanggal Persentase
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
1. Ruang dibersihkan
dengan desinfektan setelah proses
produksi.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100%
2. Pembersihan ruang produksi secara
keseluruhan
0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 35%
3. Lantai bersih dan
kering.
1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 54%
4. Tidak ada serangga
dan hama.
1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 73%
5. Fasilitas pencuci tangan berfungsi
baik.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100%
6. Penerangan baik. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100% 7. Fasilitas cuci tangan
lengkap berfungsi
baik dan lancar.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100%
90
8. Tempat sampah
tersedia dan tertutup.
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9. Pintu dan jendela
tertutup dengan baik.
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10. Tidak terdapat finish
produk dan raw
material di lantai.
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11. Tidak terdapat benda
asing, tidak terdapat
peralatan asing,
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12. Permukaan peralatan
bersih dari bahan
komtaminan.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100%
13. Sarana penyedia air panas berfungsi
dengan baik.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100%
14. Penemuan penyimpangan.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100%
Total 864
Rata - rata 61.57
Lampiran 15. Ckeck List SSOP Harian Pemeriksaan Peralatan No. Pemeriksaan Tanggal Persentase 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
1. Sterilisasi peralatan
sebelum pemakaian.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100%
2. Sterilisasi peralatan setelah pemakaian.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100%
3. Penggunaan
sanitaiser secara benar.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100%
4. Kerusakan
pearlatan,misalnya
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
91
patah, melengkung,
meleleh.
5. Permukaan yang
kontak dengan bahan panagan halus, tidak
menyerap air, tidak
berbahan kayu, dan tidak beracun.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100%
6. Penggunaan
desinfektan sesuai dengan aturan.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 100%
Total 500
Rata - rata 100%
92
Lampiran 16. Contoh Checklist Kesesuaian GMP
Pengecekan Harian Pelaksanaan GMP
Ruang Produksi Unit Pengolahan Kefir Gedono
Tanggal: Produk :
Personal Skor Komentar/Tindakan Perbaikan
Waktu Inspeksi
1. Kesehatan karyawan baik. 3 2. Memakai seragam bersih dan
lengkap.
3
3. Memakai hairnet (pelindung rambut. 3 4. Memakai masker 1
5. Memakai sepatu boot putih dan
bersih.
0
6. Menggunakan sarung tangan lengkap dan bersih.
0
7. Tidak ada yang memakai jam
tangan/perhiasaan (kalung, gelang, antng-anting dan tindik)
3
8. Kuku pendek dan tidak memakai cat
kuku.
3
9. Apabila terdapat luka harus ditutup. 3 10. Tidak terdapat barang pribadi
disekitar areal produk.
3
11. Tidak ditemukan bersin dan batuk disekitar areal produk.
2
12. Tidak ada kegiatan makan dan
minum di areal produksi.
1
13. Tidak ditemukan yang menyentuh
muka dan hidung.
2
14. Tidak ada yang meludah di area
produksi.
3
15. Setiap karyawan yang masuk
diwajibkan cuci tangan dengan
benar.
3
Total 33
Rata - rata 2.2
Ruang Produksi Skor Komentar/ Tindakan Perbaikan
Waktu Inspeksi
1. Lantai bersih dan kering. 2
2. Pintu dan jendela tertutup dengan
baik.
1
Standar Penilaian
3 : Sesuai dengan standar
2 : masih sesuia dengan standar tetapi memerlukan sedikit perbaikan.
1 : tidak dilakukan sesuai standar tetapi dapat langsung diperbaiki
0 : Tidak dilakukan sesuai standar
93
3. Fasilitas cuci tangan tersedia
dengan lengkap.
3
4. Air pada foot bath diganti secara
teratur.
0
5. Permukaan peralatan bersih dari
bahan selain komponen produk.
2
6. Permukaan meja dan conveyor
bersih.
2
7. Tidak terdapat benda asing. 3 8. Sampah dibuang pada tempatnya. 2
9. Tidak terdapat serangga dan tikus. 2
10. Tempat sampah tersedia dan tertutup.
2
11. Produk edible dan inedible
ditempatkan dipisah.
3
12. Tidak terdapat finish produk di lantai.
1
13. Hanya krat merah, hijau atau pallet
yang langsung menyentuh lantai.
3
14. Saluran air lancar, baik, tidak
berbau dan terdapat saringan
sampah.
2
15. Tidak terdapat tempat yang berbau tidak sedap.
3
16. Kemasan disimpan di area yang
bersih dan kering.
2
Total 33
Rata - rata 2.06
Fasiltas Sanitasi Skor Komentar/ Tindakan
Perbaikan Waktu Inspeksi I
1. Sumber air, pipa penagiran,
penampungan, water treatment dalam kondisi baik.
3
2. Air untuk pengolahan memenuhi
kualitas air bersih.
3
3. Air tidak untuk dikonsumsi dan tidak kontak dengan makanan mempunyai
sistem terpisah dengan air minum.
2
4. Saluran dan tempat pembuangan bahan pembuangan bahan buangan
cair.
2
5. Tempat buangan padat. 2 6. Konstruksi harus mencegah
kontaminasi silang.
2
7. Toilet letaknya tidak terbuka
langsung ke ruang produksi.
3
8. Toilet dilengkapi dengan bak pencuci
tangan, sanitizer dan alat pengering
denga jumlah yang mencukupi.
3
9. Sarana cuci tangan ditempatkan
ditempat-tempat yang diperlukan.
2
94
10. Sarana pencuci tangan jumlahnya
cukup untuk jumlah pekerja.
2
11. Sarana pembilas sepatu di depan
ruang pengolahan.
0
Total 24
Rata - rata 2.18
Bangunan dan Ruangan Skor Komentar/Tindakan Perbaikan
Waktu Inspeksi I
1. Ruang pokok dan ruang pelengkap
terpisah.
2
2. Ruang pokok memiliki tata letak sesuai urutan proses,sesuai jenis
peralatan, jenis kapasitas produksi
dan jumlah karyawan.
1
3. Ruang pelengkap memiliki tata letak sesuai dengan tata letak
kegiatan dan cukup untuk
karyawan.
2
4. Lantai kedap air,tahan terhadap air,
belerang, garam, basa, dan asam
serta bahan kimia lainnya.
3
5. Lantai halus tidak licin, dan mudah
dibersihakan.
3
6. Lantai memudahkan pengaliran air. 2
7. Ada lubang pembuangan dan penahan bau.
2
8. Pertemuan lantai dan dinding,
dinding dan langit-langit dan sudut antar dinding tidak membentuk
siku-siku.
0
9. Dinding terbuat dari bahan tidak
beracun dan bukan kayu.
3
10. Lantai tidak menyerap air, minimal
2 meter dari lantai, dan tidak
bereaksi terhadap zat-zat tertentu.
3
11. Permukaan dinding bagian dalam
halus, rata, tahan lama dan tidak
mudah mengelupas.
2
12. Langit-langit tidak mudah
terkelupas tidak berlubang, tidak
retak.
2
13. Langit-langit harus tahan lama, mudah dibersihkan, tinggi minimal
3 meter, halus dan terang.
2
14. Langit-kangit di atas pasteurizer tidak menyerap air.
0
15. Pintu dan jendela terbuat dari bahan
yang tahan lama, kuat dan tidak mudah pecah.
3
16. Permukaan pintu dan jendela halus, 2
95
rata, terang, mudah dibersihkan.
17. Jendela dilengkapi dengan kasa pencegah serangga dan mudah
dibersihkan.
0
18. Lampu berpenutup. 0
19. Penerangan lampu atau cahaya matahari cukup untuk menerangi
ruangan.
3
20. Ventulasi dapat mengatur suhu yang diperlukan.
2
21. Ventilasi mudah mencemari hasil
produksi melalui udara yang dialirkan.
2
22. Menjamin peredaran udara dengan
baik, dan dapat menghilangkan uap,
asap, debu dan panas.
2
Total 40
Rata - rata 1.81
Wadah dan Transportasi Skor Komentar/ Tindakan Perbaikan
Waktu Inspeksi I
1. Tidak mencemari makanan, tidak
berpengaruh terhadap isi, terbuat dari bahan yang tidak mengganggu
kesehatan.
2
2. Memudahkan pengecekan suhu
dan kondisi lainnya.
2
3. Selalu dijaga dalam keadaan bersih
dan terawatt.
2
Total 6 Rata- rata 2
Ruang Penyimpanan Skor Komentar/T indakan
Perbaikan
Waktu Inspeksi I
1. Penyimpanan bahan berbahaya,
bahan baku, bahan penunjang,
peralatan produksi, dan wadah harus terpisah.
3
2. Penyimpanan bahan baku dan
bahan penunjang di tempat yang
bersih dan terlindung dari pencemaran.
3
3. Penyimpanaan bahan dan peralatan
secara FIFO (first n first out).
3
Total 9
Rata - rata 3
Pemeliharaan dan Pengawasan Skor Komentar/ Tindakan
Perbaikan Waktu Inspeksi I
1. Bangunan dan bagian-bagiannya
harus dipelihara dan dilakukan tindakan sanitasi secara teratur dan
3
96
berkala.
2. Dilakukan pencegahan hama. 3 3. Buangan padat harus dikumpulkan
untuk dikubur, dibakar, atau diolah
sehingga aman.
3
4. Buangan air harus diolah terkebih dahulu.
3
5. Alat dan perlengakapan yang
berhubungan langsung dengan makanan harus dibersihkan dan
dikenakan tindakan sanitasi secara
teratur.
3
6. Alat pengangkut dan pemindah
barang harus bersih, tidak merusak
barang.
2
7. Alat pengangkut untuk mengedarkan produk akhir harus
bersih, dapat melindungi produk
sampai tempat tujuan.
2
Total 19
Rata - rata 2.71