kadar interleukin-1 alfa pada berbagai gradasi …
TRANSCRIPT
KADAR INTERLEUKIN-1 ALFA PADA BERBAGAI GRADASI LESI AKNE VULGARIS
LEVELS OF INTERLEUKIN-1 ALFA IN
VARIOUS GRADING OF ACNE VULGARIS LESIONS
Wiwin Mulianingsih Nomor Stambuk : P1507209175
KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU
PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
KADAR INTERLEUKIN-1 ALFA PADA BERBAGAI GRADASI LESI AKNE VULGARIS
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Derajat Magister
Program Studi Biomedik
Disusun dan diajukan oleh
Wiwin Mulianingsih
Kepada
KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU
PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
KADAR INTERLEUKIN-1 ALFA PADA BERBAGAI GRADASI LESI AKNE VULGARIS
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Derajat Magister
Program Studi Biomedik
Disusun dan diajukan oleh
Wiwin Mulianingsih
Kepada
KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU
PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
TESIS
KADAR INTERLEUKIN-1 ALFA PADA BERBAGAI GRADASI LESI AKNE VULGARIS
Disusun dan diajukan oleh
Wiwin Mulianingsih
Nomor Pokok P1507209175
Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis
pada tanggal 19 Agustus 2013
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Menyetujui,
Komisi Penasehat
Dr. dr. Anis Irawan Anwar, Sp.KK (K) Dr. dr. Farida Tabri, Sp.KK(K)
Mengetahui Direktur Program Pascasarjana
Ketua Konsentrasi, Universitas Hasanuddin, PPDS Terpadu ( Combined Degree)FK UNHAS
Dr.dr. Habibah S. Muhiddin, Sp.M(K) Prof. Dr. Ir. Mursalim
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Wiwin Mulianingsih
Nomor Mahasiswa : P 1507209175
Program Studi : Biomedik / PPDS Terpadu (
Combined Degree)
FK. UNHAS
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan
tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.
Makassar, Juli 2013
Yang menyatakan
Wiwin Mulianingsih
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT,
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Shalawat dan Salam tak lupa kami
haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah,
dalam lindungan dan limpahan anugerah-Nya, akhirnya kami dapat
menyelesaikan laporan penelitian ini sebagai karya tulis akhir pada
Program Studi Biomedik, Konsentrasi Program Dokter Spesialis Terpadu
(Combined degree) Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar.
Kepada Direktur Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, Dekan
Fakultas Kedoktersan Unversitas Hasanuddin dan Ketua Program
Pendidikan Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makasar, saya mengucapkan banyak terima kasih atas kesempatan yang
diberikan kepada saya mengikuti dan menyelesaikan pendidikan dokter
spesialis di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin.
Kami menyadari bahwa semua keberhasilan ini tidak dapat dicapai
tanpa bantuan dari para pada guru, rekan-rekan residen, serta pihak lain.
Untuk itu, pada kesempatan ini kami menghaturkan ucapan terima kasih
yang tak terhingga untuk mereka yang tidak bosan-bosannya
membimbing dan mendampingi hingga kami dapat menyelesaikan studi
ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang tak terhingga kepada dr. Alwi A. Mappiase, PhD, Sp.KK, FINSDV,
selaku Ketua Bagian Ilmu kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin. Kepada Dr. dr. Anis Irawan Anwar,
Sp.KK (K) selaku pembimbing I tesis, kepada Dr. dr. Farida Tabri, Sp.KK
(K), MARS sebagai pembimbing II, terimakasih tak terhingga atas
perhatian, didikan, bimbingan, dorongan, nasehat dan petunjuk selama
pendidikan hingga tersusunnya karya tulis akhir ini. Terimakasih juga
kepada seluruh staf pengajar Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Terimakasih yang teramat sangat pula saya ucapkan kepada para
penguji, kepada Dr. dr. Farida Ilyas, Sp.KK, Kepada Prof. dr. Muh.
Nasrum Massi, Ph.D dan Kepada Prof. Dr. dr. R. Satriono, M.Sc., SpA(K),
SpGK, atas perhatian, didikan, bimbingan, dorongan, nasehat dan
petunjuk selama pendidikan hingga tersusunnya karya tulis akhir ini.
Kepada saudara, kakak, dan dosen dr. Wiwiek Dwiyanti, Sp.KK,
M.Kes, yang senantiasa memberikan segala perhatian, didikan,
bimbingan, dukungan, semangat, nasehat dan bantuannya dalam
menyelesaikan hasil karya akhir ini.
Kepada Teman-teman peserta Program Pendidikan Dokter
Spesialis Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNHAS/ RS dr.
Wahidin Sudirohusodo.lainnya yang tidak dapat disebut satu persatu, dan
temen-temen angkatan juli 2009: dr. A. Anwar Arsyad, dr. Maria
Magdalena, dr. A. Meity Hidayani, dr. Hartati, dr. Halida Nuraini dan dr.
Zakiani Sakka, terimakasih atas kerjasama, bantuan dan dukungan
morilnya selama pendidikan, semoga Allah SWT membalas semua
kebaikan rekan-rekan sekalian.
Kepada Handayani Halik, M.Kes analisis medik Laboratorium
Mikrobiologi FK UNHAS dan seluruh tenaga medis dan non medis bagian
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNHAS/RS dr. Wahidin
Sudirohusodo dan RS Jejaring Pendidikan, terima kasih atas kerjasama
dan bantuannya.
Terimakasih juga penulis sampaikan kepada seluruh pasien yang
menjadi sampel penelitian ini, karena tanpa mereka penelitian ini tidak
mungkin berjalan dan dari mereka penulis dapat belajar banyak hal.
Kepada suami tercinta Roni Yusron, MT dan anakku tersayang
Muh. Daffa Fauzan, atas keikhlasan, kasih sayang, kesabaran,
ketabahan, dukungan moril dan bantuannya serta doa sepenuh hati yang
telah diberikan.
Kepada Seluruh keluarga, ayahanda tercinta Drs. H. Muhir
Burhanuddin dan ibunda H. Rusminingsih beserta almarhum bapak
mertua H. Abdul Gani dan Hj. Yayah Khaeriyah. Juga ucapan terimakasih
kepada kakak saya dr. Nur Ismawati, dr Mahsun Hermawan, dr Wiwik
Nurlaela, dr. Yuyun Hiryaningsih dan sahabat tersayang mbak Isnaini, dr.
Nur Cholifah. Terima kasih atas segala dukungan moril dan bantuannya
serta doa yang tak kenal lelah.
Akhir kata Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak dan segala kritik serta saran yang
membangun akan diterima dengan tangan terbuka. Semoga Allah SWT
membalas semua amal kebaikan mereka, Amin.
Makassar, Juli 2013
Wiwin Mulianingsih
ABSTRAK
WIWIN MULIANINGSIH. Kadar Interleukin-1 Alfa (IL-1α) pada Berbagai Gradasi Lesi Akne Vulgaris (dibimbing oleh Anis Irawan Anwar dan Farida Tabri)
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kadar IL-1 alfa (IL-1α) pada berbagai gradasi lesi akne vulgaris.
Penelitian dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit dr. Wahidin Sudirohusodo, Rumah Sakit jejaring dan pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi RS Pendidikan Universitas Hasanuddin Makasar. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectiononal study. Sampel penelitian sebanyak 28 orang yang terdiri atas 10 orang lesi komedonal, 10 orang lesi papulopustular dan 8 orang lesi nodular. Sekret tiap tipe lesi akne vulgaris diperiksa dengan ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) untuk mengukur kadar IL-1α.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar IL-1α antara lesi komedonal dan lesi nodular serta antara lesi komedonal dan lesi non komedonal (lesi papulopustular dan lesi nodular) terdapat perbedaan bermakna dimana kadar IL-1α pada lesi komedonal lebih tinggi.
Kata kunci: interleukin-1 alfa, lesi akne vulgaris, ELISA
ABSTRCT
WIWIN MULIANINGSIH. Level of Interleukin-1 Alfa (IL-1α) in Various Grading of Acne Vulgaris Lesions (supervised by Anis Irawan Anwar and Farida Tabri)
The aim of the research is to analyze the content of IL-1α in various
gradations of acne vulgaris lesions. The research was conducted in the Dermatology Clinic Hospital dr.
Wahidin in Sudirohusodo Hospital and Networking Hopital. The examination was conducted in Microbiology Laboratory of Education Hospital of Hasanuddin University, Makassar. The research used cross-sectional study design. The samples were 28 people consisting of 10 people comedonal lesions, 10 people of papulopustular lesions and 8 people of nodular lesions. The Secret of each type of acne vulgaris lesions was examined by ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) to measure the content of IL-1α.
The results of the research indicate that there is significant difference in the content of IL-1α between comedonal lesions and nodular lesions and between the comedonal lesion and non comedonal lesion (papulopustular lesions and nodular lesions) in which the content of IL-1α in comedonal lesion is higher than in the others.
Kata kunci: interleukin-1 alfa, acne vulgaris lesions, ELISA
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA v
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL Xiii
DAFTAR GAMBAR Xiv
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN Xv
DAFTAR LAMPIRAN Xvi
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penelitian 3
D. Manfaat Penelitian 4
E. Hipotesis Penelitian 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 5
A. Akne Vulgaris 5
B. Interleukin 1 Alfa 14
C. Interleukin 1 Alfa pada akne vulgaris 15
D. Landasan Teori 18
E. Kerangka Teori 19
F. Kerangka Konsep 20
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 21
A. Rancangan Penelitian 21
B. Tempat Dan Waktu Penelitian 21
C. Populasi Penelitian 21
D. Alat dan Bahan Penelitian 23
E. Langkah Kerja 23
F. Alur Penelitian 26
G. Identifikasi Variabel 26
H. Definisi Operasional 27
I. Rencana Analisis Data 28
J. Ijin Penelitian dan Ethical Clearence 29
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 30
B. Pembahasan 37
BAB V. PENUTUP 50
A. Kesimpulan 50
B. Saran 50
DAFTAR PUSTAKA 51
LAMPIRAN 52
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Distribusi penderita AV pada berbagai tipe AV berdasarkan jenis kelamin, umur, tipe AV, pencet akne, merokok, makan pedas, riwayat keluarga, makanan dan riwayat akne
32
2 Perbandingan kadar IL-1α menurut jenis kelamin, umur, pencet akne, merokok, makan pedas, makanan, riwayat keluarga, dan riwayat akne
34
3 Perbandingan kadar IL-1α pada lesi komedonal dan lesi papulopustular
35
4 Perbandingan kadar IL-1α pada lesi komedonal dan lesi nodular
36
5 Perbandingan kadar IL-1α pada lesi lesi papulopustular dan lesi nodular
36
6 Perbandingan kadar IL-1α pada lesi komedonal, lesi papulopustualr dan lesi nodular
37
7 Perbandingan kadar IL-1α pada lesi komedonal dan non komedonal (lesi papulopustular dan lesi nodular)
37
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kerangka Teori 19
2. Kerangka konsep penelitian 20
3. Alur penelitian 26
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang/Singkatan Arti dan Keterangan
AV Akne Vulgaris
AP-1 Aktivator Protein 1
BAF B-Cell Activating Factor
et al dan kawan-kawan
ELISA Enzyme-Linked Immunosorbent Assay
GM-CSF Granulocyte-Macrophage Colony-Stmulating
Factor
IL-1 Interleukin-1
IL-1 α Interleukin-1 Alfa
IL-β Interleukin-1 Beta
LAF Leucocyte Activating Factor
LEM Leucocyte Endogenus Mediator
MCF Mononuclear Cell Factor
P.acnes Propionibacterium acnes
PMN Polymononuclear
PSUs Pilosebasea Unit
TNF-α Tumor Necrosis Factor-α
TLR-2 Toll-like Reseptor
VEGH Vascular Endothelial Growth Factor
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Informed Consent 55
2. Formulir Penelitian 57
3. Data sampel kadar IL-1 α pada lesi komedonal 59
4. Data sampel kadar IL-1 α pada lesi papulopustular 60
5. Data sampel kadar IL-1 α pada lesi nodular 61
7. Rekomendasi Persetujuan Etik 62
8. Hasil Pengolahan Data Statistik Menggunakan SPSS 63
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Akne vulgaris (AV) merupakan penyakit inflamasi kronik pada folikel
pilosebasea yang umum dijumpai dewasa dan remaja serta ditandai
dengan komedo, papul, pustul dan nodul. Akne terutama mengenai wajah,
leher, badan bagian atas dan lengan atas (Zaenglein et al., 2008).
Penyakit ini banyak dijumpai di Indonesia, hal ini terlihat dari data
beberapa rumah sakit di Indonesia. Angka kunjungan penderita AV tahun
2011 sebanyak 87 penderita (0,0012%) dari 4.124.000 kunjungan di
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Akne vulgaris bisa terjadi dalam beberapa bentuk/gradasi yang
tidak selalu sama pada setiap penderita. Kasus AV sering dijumpai oleh
dermatologis terutama pada usia remaja dan biasanya berlanjut hingga
usia dewasa dengan rentang umur antara 11-30 tahun, puncak kejadian
pada usia 18 tahun (Zaenglein et al., 2008, Ballanger et al., 2006).
Menurut Liao DC, AV dibagi menjadi 3 tipe akne, yaitu: 1)
komedonal, 2) papulopustular, dan 3) nodular. Lesi AV dapat bersifat
inflamasi maupun non-inflamasi (Koreck et al., 2003). Lesi non-inflamasi
berupa komedo terbuka (blackhead) dan komedo tertutup (whitehead).
Komedo merupakan tanda awal dari lesi pada akne (Zaenglein et al.,
2008). Komedo terbuka mengandung IL-1 alfa (IL-1α) dengan konsentrasi
yang cukup tinggi (Ingham et al., 1992). Lesi inflamasi bervariasi mulai
dari bentuk papul kecil dengan batas merah, pustul, nodul hingga kista
(Liao, 2003, Zaenglein et al., 2008).
Hipotesis utama pada patofisiologi akne meliputi perubahan
keratinisasi folikular pada unit pilosebasea, kolonisasi dan aktivasi folikular
P. acnes, pengaruh hormonal, produksi sebum, serta pelepasan mediator
inflamasi (Thiboutot et al., 2009).
Sitokin pro-inflamasi IL-1α diproduksi oleh duktus keratinosit
menyebabkan hiperkornifikasi dan diferensiasi abnormal pada unit
pilosebasea (PSUs) dari infundibulum seperti yang terlihat pada
pembentukan komedo. Produksi sitokin oleh keratinosit dan makrofag
serta neutrofil rekurent pada tempat tersebut (Burkhart, 2003).
Keseimbangan konsentrasi IL-1α, IL-1rα dan reseptor IL-1 dapat
memediasi pembentukan komedo in vivo (Jeremy et al., 2003). Komedo
atau mikrokomedo kemudian dapat berkembang menjadi lesi inflamasi
sebagai akibat dari aktivasi dan migrasi sel T CD4+ (Kim, 2005). IL-1α
berpengaruh pada respon inflamasi dengan menginduksi produksi
vascular endotelial growth factor (VEGH) pada sel papila dermis dan
keratinosit folikuler pada unit pilosebasea (Kealey dan Guy, 1997).
Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian untuk melihat
apakah kadar IL-1α pada lesi akne vulgaris meningkat seiring dengan
meningkatnya gradasi pada akne vulgaris dan sepanjang penelusuran
kami belum didapatkan penelitian tentang hal ini di Makassar.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan kadar IL-1α antara tipe lesi komedonal, tipe lesi
papulopustular dan tipe lesi nodular.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
untuk menganalisis kadar IL-1α pada berbagai gradasi lesi akne
vulgaris.
2. Tujuan khusus
a. Mengukur kadar IL-1α pada lesi komedonal.
b. Mengukur kadar IL-1α pada lesi papulo-pustular.
c. Mengukur kadar IL-1α pada lesi nodular.
d. Membandingkan kadar IL-1α antara lesi komedonal dan
lesi papulo-pustular
e. Membandingkan kadar IL-1α antara lesi komedonal dan
lesi nodular
f. Membandingkan kadar IL-1α antara lesi papulo-pustular dan lesi
nodular
g. Membandingkan kadar IL-1α antara lesi komedonal dan lesi non
komedonal (lesi papulo-pustular dan lesi nodular)
h. Membandingkan kadar IL-1α antara lesi komedonal, papulo-
pustular dan nodular.
D. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi ilmiah mengenai kadar IL-1α pada berbagai
gradasi lesi akne penderita akne vulgaris.
2. Menjadi acuan dalam memberikan terapi dan pencegahan terjadinya
akne berat.
3. Memberi sumbangan ilmiah sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya
dari aspek klinis yang akan memberikan kontribusi di bidang
dermatologi khususnya preventif akne.
E. Hipotesis Penelitian
Ada perbedaan kadar IL-1α antara tipe lesi komedonal, tipe lesi
papulopustular dan tipe lesi nodular.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Akne Vulgaris
1. Definisi
Akne vulgaris (AV) adalah suatu keadaan inflamasi kronik pada
folikel pilosebasea, yang ditandai oleh terdapatnya komedo, papul, pustul,
nodul dan juga sampai skar (Simpson dan Cunliffe, 2007). Komedo
merupakan tanda awal dari lesi pada akne. Papul dan pustul terjadi akibat
inflamasi sehingga memberikan gambaran eritem dan edema yang
kemudian dapat membesar membentuk nodul (Zaenglein et al., 2008).
2. Epidemiologi
Akne vulgaris (AV) menyerang 40-50 juta penduduk Amerika
dengan insiden tertinggi pada dewasa muda. Sekitar 85% orang berusia
12 -24 tahun terkena akne dan 12% perempuan serta 3% laki-laki akan
mengalami sampai usia 40 tahun (Do et al., 2008).
Akne pada remaja berusia 16-17 tahun berkisar 95% sampai 100%
terjadi pada laki-laki dan 83% sampai 85% pada wanita. Pada usia 40
tahun, 1% laki-laki dan 5% wanita masih memiliki lesi akne (Collier et al.,
2008).
Akne memiliki potensi tekanan psikologis dan psikososial yang
yang bermakna. Antara 30% dan 50% remaja mengalami psikologis
terkait dengan akne, termasuk rasa malu, kecemasan, frustasi, depresi
dan rendah diri. Selain itu dampak negatif psikososial telah dilaporkan
seperti keinginan bunuh diri dan mencoba bunuh diri (Baldwin, 2002,
Cotterill dan Cunliffe, 1997).
3. Etiopatogenesis
Patogenesis akne vulgaris (AV) multifaktorial yang melibatkan unit
pilosebaseus, ada lima faktor utama : (1) perubahan keratinisasi folikular
pada unit pilosebasea, (2) kolonisasi dan aktivasi folikular P. acnes, (3)
pengaruh hormonal, (4) produksi sebum, serta (5) pelepasan mediator
inflamasi hiperproliferasi epitel folikular (Thiboutot et al., 2009, Zaenglein
et al., 2008, Koreck et al., 2003).
a. Perubahan keratinisasi folikular pada unit pilosebasea
Epitel folikel rambut bagian atas, infundibulum, mengalami
hiperkeratosis dengan peningkatan kohesi keratinosit. Sel-sel
keratinosit yang berlebihan dan sifatnya yang tidak mudah lepas
membentuk sumbatan dalam ostium folikel, sehingga menyebabkan
aliran keratin, sebum, dan bakteri bertumpuk dalam folikel. Kumpulan
bahan-bahan ini menyebabkan pelebaran folikel rambut, membentuk
mikrokomedo. Mikrokomedo dan komedo memperlihatkan
hiperkeratinisasi duktus dan selanjutnya obstruksi pada folikel
sebasea. Hiperproliferasi duktus keratinosit dapat dikonfirmasi melalui
pewarnaan immunohistokimia dengan antibodi monoklonal Ki-67,
dengan peningkatan 3H-thymidine merupakan suatu penanda komedo
dan adanya keratin 6 dan 16. Salah satu faktor penting dalam
menginduksi hiperproliferasi pada keratinosit duktus mungkin karena
modifikasi komposisi lipid pada sebum (Koreck et al., 2003). Ada
beberapa faktor penentu dalam hiperproliferasi keratinosit adalah
stimulasi androgen,penurunan asam linoleat, dan peningkatan aktivitas
IL-1α. Komedogenesis terjadi jika korneosit deskuamasi terakumulasi
dalam folikel rambut (Zaenglein et al., 2008, Gollnick dan Cunliffe,
2003).
Mekanisme hiperkeratinisasi folikular masih belum jelas (Koreck et
al., 2003), diduga bahwa ada beberapa faktor yang bertanggung
jawab, termasuk perubahan komposisi lipid sebum, respon abnormal
androgen, produksi sitokin lokal, dan adanya P. acnes serta efeknya
(Heughebaert dan Shalita, 2011).
b. Kolonisasi dan aktivasi folikular P. acnes
Propionibacterium acnes (P. acnes) merupakan bakteri gram
positif, anaerobik dan mikroaerobik yang ditemukan di dalam folikel
sebasea. Peran P. acnes pada proses komedogenesis belum
sepenuhnya dipahami, namun diduga P. acnes dapat mensekresi
lipase yang menghidrolisis trigliserida dari sebum menjadi asam lemak
bebas dan gliserol. Asam lemak bebas cenderung bersifat
komedogenik P. acnes sering terdapat dalam konsentrasi tinggi pada
mikrokomedo, dan memiliki peran dalam menginduksi sitokin, integrin,
dan inflamasi. P. acnes tidak hanya penting dalam perkembangan
inflamasi lesi akne tetapi juga dalam pembentukan mikrokomedo
Biofilm yang dihasilkan oleh bakteri tersebut memiliki peran dalam
hiperkeratinisasi folikuler (Leyden et al., 1998, Leeming et al., 1985).
Dinding sel P. acnes mengandung antigen karbohidrat yang
merangsang perkembangan antibodi. Penderita dengan akne berat
memiliki titer antibodi yang paling tinggi. Antibodi antipropionibakterium
memperberat respon peradangan dengan mengaktifkan komplemen,
kemudian terjadi proses pro-inflamasi. P. acnes mempunyai beberapa
aktivitas enzimatik. Enzim lipase yang dihasilkan dapat memecah
diacyglyserol dan triacyglycerol sebum menjadi glycerol dan free fatty
acid yang dapat memicu hiperkeratosis proliferatif pada duktus folikular
sehingga memicu terjadinya komedo. Efek iritasi (penurunan pH)
memicu ruptur pada komedo. Enzim protease P. acnes memungkinkan
perembesan isi dari folikel melewati dinding folikel dan hyaluronidase
membantu isi folikel tersebut menyebar dalam dermis, sehingga terjadi
manifestasi klinik berupa papul, pustul, indurasi dan abses (Loveckova
dan Havlikovab, 2002).
P. acnes memfasilitasi inflamasi dengan menimbulkan respon
hipersensitivitas tipe lambat dengan memproduksi lipase, protease
hialuronidase dan faktor-faktor kemotaktik. P. acnes juga merangsang
regulasi sitokin dengan berikatan dengan Toll-like receptor 2 (TLR-2)
pada monosit dan sel-sel polimorfonuklear disekitar folikel sebasea
(Zaenglein et al., 2008).
c. Pengaruh hormonal
Androgen mempengaruhi berbagai fungsi kulit, termasuk
pertumbuhan dan diferensiasi kelenjar sebasea, pertumbuhan rambut,
epidermal barrier function, dan penyembuhan luka. Androgen memiliki
peran sentral dalam stimulasi produksi sebum dan proliferasi
keratinosit, serta mempengaruhi sebosit dan keratinosit infundibular
secara kompleks, berpengaruh pada diferensiasi dan proliferasi sebosit,
lipogenesis, dan komedogenesis (Thiboutot et al., 1998).
Peran androgen dalam hiperkeratinisasi folikel, dan kemungkinan
androgen lokal berkontribusi langsung terhadap pembentukan komedo,
telah diteliti dalam studi in vitro dari kultur keratinosit dari epidermis dan
infrainfundibulum folikuler. Penelitian ini menunjukkan aktivitas tipe 1
5α- reduktase yang lebih tinggi di daerah infrainfundibular, daerah yang
dipengaruhi oleh hiperkornifikasi dibandingkan dengan keratinosit
epidermal. Pasien dengan akne memiliki tingkat enzim ini yang sedikit
lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa akne, menunjukkan
peningkatan kapasitas produksi androgen. Stimulasi androgenik
menyebabkan hiperkeratinisasi duktal dan infundibular yang berlebihan.
Efek ini diperkuat oleh adanya sinergis growth factors, neuropeptida
dan IL-1α, hiperproliferasi dan hiperkornifikasi pada dinding folikular
bisa diblok dengan penambahan antagonis reseptor IL-1α (Thiboutot et
al., 1998, Guy et al., 1996).
d. Peningkatan produksi sebum
Sebum, diproduksi oleh kelenjar sebasea, merupakan campuran
kompleks dari trigliserida, lilin ester, squalene, dan sejumlah kecil
kolesterol dan fosfolipid. Abnormalitas dalam kandungan sebum
dianggap beberapa di antara faktor utama yang terlibat dalam
patogenesis akne, berperan baik pada komedogenesis maupun pada
perkembangan reaksi inflamasi yang menyebabkan lesi akne secara
klinis. Produksi dan sekresi sebum merupakan kondisi penting pada
akne vulgaris, meskipun hipersekresi tidak cukup untuk menginisiasi
perkembangan lesi. Akan tetapi, sebum pada pasien akne berbeda
secara kuantitatif dan kualitatif dari kulit orang normal (Heughebaert
dan Shalita, 2011).
Salah satu komponen sebum, trigliserida, berperan dalam
patogenesis akne. Trigliserid dipecah menjadi asam lemak bebas oleh
P. acnes, flora normal pada unit pilosebasea. Asam lemak bebas ini
selajutnya menyebabkan gumpalan bakteri dan kolonisasi P. acnes,
menimbulkan inflamasi dan menjadi komedogenik. Ketidakseimbangan
antara produksi sebum dan kemampuan sekresinya ini akan
mengakibatkan tertimbunnya sebum di folikel rambut sehingga
terbentuknya mikrokomedo yang selanjutnya akan diikuti oleh proses
inflamasi dan menjadi lesi inflamasi. Sebum secara terus menerus
akan disintesis oleh kelenjar sebasea dan disekresikan ke permukaan
kulit melalui pori-pori folikel rambut. Hormon androgen juga
mempengaruhi produksi sebum, kerjanya sama pada keratinosit
infundibulum folikuler, dan mempengaruhi aktivitas sebosit (Zaenglein
et al., 2008, Gollnick dan Cunliffe, 2003).
Abnormalitas lipid sebasea dapat memicu hiperkornifikasi dengan
peningkatan asam lemak, squalene oksida dan penurunan asam
linoleat. zat-zat yang bersifat komedogenik ini mempunyai kemampuan
merangsang komedo (Heughebaert dan Shalita, 2011, Motoyoshi,
1983).
Komedogenesis diduga dipicu oleh adanya asam lemak bebas
follikular yang berlebihan, di mana produksinya dimetabolisme oleh
lipase bakteri, terutama oleh P. acnes dan Staphylococcus
epidermidis. Sehingga, baik antibiotika topikal maupun oral telah
terbukti mengurangi komedo. Apakah penurunan ini disebabkan oleh
efek antibakteri dari antibiotik atau oleh inhibibisi langsung dari
produksi lipase tidak jelas (Cunliffe dan Gollnick, 2001, Heughebaert
dan Shalita, 2011).
Lipid pada permukaan kulit pasien akne, serta lipid pada komedo
terbuka dan tertutup, memiliki kandungan lipid polar meningkat
dibandingkan dengan lipid pada permukaan kulit yang normal. Lipid
polar ini berasal dari oksidasi squalene, suatu lipid sebum spesifik
terhadap squalene peroksida. Akumulasi berlebihan dari peroksida ini
dapat menyebabkan perubahan inflamasi pada komedo, dan
akumulasinya dalam komedo bisa menyebabkan peningkatan ekspresi
IL-1α melalui NF-kB dan eksaserbasi komedogenesis dengan memicu
keratinisasi folikuler (Tochio et al., 2009).
Hubungan antara level asam linoleat sebum yang rendah, asam
lemak esensial, dan komedogenesis sudah ada sejak pada tahun
1986. Kandungan asam linoleat yang berkurang pada sphingolipids
intrafollicular dapat terlibat dalam hiperkeratosis folikular, sehingga
menyebabkan berkurang fungsi barier epidermis, peningkatan
kehilangan air transepidermal, dan scale dermatosis. Bukti lebih lanjut
pentingnya asam linoleat bahwa asam linoleat topikal mengurangi
ukuran mikrokomedo (Letawe et al., 1998, Smith et al., 2008).
e. Pelepasan mediator inflamasi
Inflamasi terjadi oleh karena terdapatnya sitokin proinflamasi yang
dihasilkan oleh P. acnes dan oleh karena terdapatnya free fatty acid
yang terbentuk dari hidrolisis trigliserida sebum oleh enzim lipase yang
dibentuk oleh P. acnes (Baran et al., 2005).
IL-1α ditemukan pada sitokin inflamasi pada komedo, IL-1α
diproduksi oleh duktus keratinosit yang berperan dalam stimulasi
androgen pada proses komedogenesis (Heughebaert dan Shalita,
2011).
P.acnes secara langsung menstimulasi sel mononuklear darah
perifer (PMN) dan monosit menghasilkan sitokin proinflamasi seperti
TNF-α, IL-1α, IL-8 dan IL-12 melalui TLR-2. Oleh karena itu derajat
inflamasi pada AV tergantung dari respon imun individu terhadap
P.acnes. Inflamasi tidak hanya hasil dari pecahnya komedo, tetapi
terlibat dalam awal komedogenesis. Hal ini dicapai melalui penjabaran
IL-1α, ekspresi dan produksinya disebabkan oleh P. acnes. Respon
innate imun P. acnes juga menginduksi inlamasi (Krishna et al., 2011).
Penambahan IL-1α ke medium in vitro pada PSUs yang normal
menyebabkan hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal pada folikel
pilosebasea yang terisolasi. Dengan demikian, IL-1α menyebabkan
gambaran komedonal tanpa ada mediator lainnya (Cunliffe et al., 2003,
Guy et al., 1996, Guy dan Kealey, 1998b).
4. Manifestasi Klinik
Akne vulgaris (AV) adalah suatu keadaan inflamasi kronik pada
folikel pilosebasea, yang ditandai oleh terdapatnya komedo, papul, pustul,
nodul dan juga sampai skar (Thiboutot et al., 2009). Lesi AV dapat berupa
lesi inflamasi maupun noniflamasi. Lesi non-inflamasi berupa komedo
terbuka (blackhead) dan komedo tertutup (whitehead). Lesi inflamasi
bervariasi mulai dari bentuk papul kecil dengan batas merah, pustul, nodul
hingga kista .(Zaenglein et al., 2008, Liao, 2003) Akne vulgaris dibagi
menjadi 3 tipe akne, yaitu: 1) komedonal, 2) papulopustular, dan 3)
nodular (Koreck et al., 2003).
B. Interleukin-1 alfa (IL -1α)
Interleukin-1 (IL-1) merupakan sitokin, atau regulator polipeptida,
yang dihasilkan oleh monosit, makrofag, limfosit, sel-sel endotel,
hepatosit, sel epitel, keratinosit, dan fibroblas, dan sel bernukleus lainnya.
IL derivat dari fagosit mononuklear yang meningkatkan respons dari
timosit terhadap aktivator poliklonal khususnya sebagai kostimulasi dari
aktifasi sel T. Dalam perkembangan selanjutnya dinamakan sebagai
leucocyte activating factor (LAF), mononuclear cell factor (MCF), B cell
activating factor (BAF), leucocyte endogenus mediator (LEM) (Kresno,
1996, Bratawidjaja, 2000, Abbas et al., 2000).
IL-1 terdiri dari dua protein yang terpisah, yaitu interleukin-1 alfa (IL-
1α) dan interleukin-1beta (IL-1β). IL-1α dan IL-1β merupakan sitokin pro-
inflamatori yang terlibat dalam pertahanan imun melawan infeksi. IL-1α
dan IL-1β keduanya dihasilkan oleh makrofag, monosit, dan sel-sel
dendrite (Bratawidjaja, 2000, Kresno, 1996).
IL-1α merupakan sitokin regulasi yang dapat menginduksi aktivasi
faktor transkripsi, seperti faktor nuclear-KB (NF- KB) dan aktivator protein
(AP-1), dan membutuhkan ekspresi gen yang terlibat dalam kelangsungan
hidup sel, proliferasi, dan angiogenesis (Guy et al., 1996).
Kedua jenis interleukin agonis (IL-1α dan IL-1β) memegang peranan
penting dalam menginduksi respon inflamasi. Pelepasan keratinosit IL-1α
disiapkan untuk merekrut limposit T ke dalam epidermis dalam bentuk
antigen independent manner dan kostimulasi ekspresi pada vacular
endothelial adhesion molecules (VEAM) (Walters et al., April 1995).
C. Interleukin-1 Alfa (IL -1α) Pada Akne Vulgaris
Akne terdapat pada unit pilosebasea, awal terjadinya akne belum
sepenuhnya dimengerti, namun salah satu peristiwa yang diyakini akibat
obstruksi folikel pilosebasea. Hal ini terjadi ketika folikular infundibulum
tersumbat baik oleh hiperkeratinisasi atau hiperproliferasi keratinosit atau
keduanya. Ini akan menghasilkan pembentukan mikrokomedo, yang
merupakan awal subklinis lesi akne (Kim, 2005, Heughebaert dan Shalita,
2011).
Selain P. acnes abnormal lipid dapat mempengaruhi aktivitas
keratinosit dan sebosit. Lipid dapat secara langsung mempengaruhi
proliferasi dan diferensiasi sel-sel dan pelepasan berbagai sitokin.
Keratinosit dan sebosit dapat berfungsi sebagai non-professional antigen-
presenting cells. CD1d dinyatakan oleh kedua jenis sel adanya abnormal
lipid pada unit pilosebasea dan stimulasi sel NKT. Setelah aktivasi sel-sel
ini mampu mensekresi sitokin, yang selanjutnya mengaktifkan sel T dan
system innate immune. Sitokin bisa juga menstimulasi keratinosit dan
sebosit berkontribusi terhadap abnormal proliferasi dan diferensiasi
(Koreck et al., 2003).
Suatu hipotesis, sitokin yang diproduksi dalam folikel bertanggung
jawab dalam mengaktifkan sel endotel lokal, menyebabkan upregulasi dari
penanda peradangan vaskuler pada pembuluh darah sekitar folikel
pilosebasea pada kulit yang tidak terlibat. Namun, terdapat kontroversi
ada tentang faktor-faktor yang mungkin bertanggung jawab atas
peningkatan ekspresi dan release IL-1α (Jeremy et al., 2003).
Pada akne, IL-1α (1ng/ml) diproduksi oleh duktus keratinosit
menyebabkan hiperkornifikasi dari infundibulum seperti yang terlihat pada
pembentukan komedo. Mekanisme terjadinya hiperkornifikasi duktus
masih belum jelas, meskipun terjadi peningkatan proliferasi pada dinding
folikel yang dianggap memberikan kontribusi utama. Komedo hasil dari
abnormalisasi proliferasi dan diferensiasi pada duktus keratinosit. Pada
proses komedogenesis, terjadi dua perubahan pada pola normal
keratinisasi: 1) hiperproliferasi dari keratinosit yang melapisi dinding folikel,
seperti yang ditunjukkan dengan peningkatan penanda proliferasi sel Ki-
67, dan 2) penurunan deskuamasi karena kohesi meningkat diantara
keratinosit. Perubahan ini menyebabkan akumulasi keratinosit cornified
dalam folikel (Heughebaert dan Shalita, 2011).
Komedogenesis adalah hasil perubahan dalam tingkat seksresi dan
komposisi sebum, terutama penurunan konsentrasi asam linoleat. Kadar
yang tinggi dari interleukin biologis aktif (IL-1α) telah terbukti berperan
dalam komedogenesis. Sitokin pro-inflamasi terbukti menginduksi
hiperkeratinisasi pada bagian yang terisolasi dari dinding folikel sebaseus
(infra infundibulum) dari manusia secara in vitro. Peran P. acnes pada
komedogenesis tidak diketahui. Penelitian terkini menunjukkan bahwa P.
acnes yang aktif mampu untuk memicu keratinosit manusia untuk
memproduksi IL-1α, tumor necrosis factor (TNF)-α dan granulocyte-
macrophage colony-stmulating factor (GM-CSF). Jika proses ini secara
invivo, maka P. acnes dalam folikel sebasea dapat berperan pada proses
komedogenesis melalui IL-1α dengan menginduksi hiperkeratinisasi
(Farrar dan Ingham, 2004, Pierard et al., 1995).
Komedo ditemukan mengandung cukup aktivitas IL-1α pada awal
inflamasi ketika dilepaskan ke dermis. IL-1α mengarah kebentuk komedo
tanpa ada mediator lainnya (Heughebaert dan Shalita, 2011). Faktor-
faktor yang menginduksi hiperproliferasi duktus keratinosit antara lain
komposisi lipid sebasea, androgen, produksi lokal sitokin dan bakteri
(Cunlife et al., 2004). IL-1α berpengaruh pada respon inflamasi dengan
menginduksi produksi vascular endothelial growth factor (VEGH) pada sel
papilla dermis dan keratinosit folikular pada unit pilosebasea (Kealey dan
Guy, 1997).
Inflamasi umumnya dianggap sebagai peristiwa sekunder dalam
patogenesis akne sampai ditunjukkan bahwa kejadian inflamasi pada
kenyataannya terjadi ditahap paling awal perkembangan lesi akne.
Penanda inflamasi dapat dideteksi bahkan sebelum hiperproliferasi dan
diferensiasi abnormal keratinosit. Peran IL-1α pada inflamasi kulit dan
proliferasi keratinosit sejak itu telah erat dipelajari. IL-1α terdapat dalam
epidermis perifollikular dari kulit tidak terlibat pada pasien akne sebelum
hiperproliferasi atau diferensiasi abnormal dari epitel folikular terjadi. IL-1α
telah dilaporkan untuk menginduksi hiperkeratinisasi in vitro dan in vivo
dalam infundibulum folikuler. IL-1α bersifat komedogenik dalam unit
pilosebasea (PSUs) yang telah diisolasi secara in vitro. Penambahan IL-
1α ke infundibulum pilosebasea yang terisolasi in vitro menghasilkan
hiperkornifikasi mirip komedo. IL-1α antagonis dapat menghambat reaksi
ini. Ketika dilepaskan ke dermis, IL-1α memulai respon inflamasi.
Selanjutnya, sejumlah IL-1α telah terbukti ada dalam komedo. Respon
inflamasi yang diamati sekitar folikel yang tidak terlibat terdiri dari infiltrat
limfosit CD4 + dan makrofag (Jeremy et al., 2003, Guy dan Kealey, 1998a,
Guy et al., 1996, Ingham et al., 1992).
D. Landasan Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut di atas, pokok-pokok pikiran
yang dijadikan landasan untuk melihat kadar IL-1α pada lesi AV adalah
sebagai berikut:
1. Salah satu patogenesis AV yang diduga sangat berperan proses
hiperkeratinisasi folikullar dan inflamasi melalui aktivasi IL-1α oleh P.
acnes.
2. Komedo mengandung aktivitas IL-1α pada awal inflamasi.
3. Komedo merupakan hasil dari abnormalisasi proliferasi dan
diferensiasi duktus keratinosit.
E. Kerangka Teori
Papulo-pustular
Nodular
P. acnes
Inflamasi
Hiperkeratinisasi
Sitokin Proinflamasi
IL-12
IL-8
TNF-α
IL-1α
Komedogenesis
TLR-2
PMN dan Monosit
Hormon
Sebosit
Genetik
Faktor Lain
UV Trauma Stress
Makanan Merokok
Komedonal
F. Kerangka Konsep
Keterangan gambar:
: Variabel dependen : Variabel antara
: Variabel bebas : Variabel moderator
: Variabel perancu : variable kendali
Perubahan komposisi lipid sebum
Respon abnormal androgen
Produksi sitokin lokal
Peran P.acnes
Kadar
IL-1 α
Hiperkeratinisasi
folikel
Komedonal
Papulo-pustular
Nodular
Faktor lain: Stress Sinar UV Diet Trauma Merokok
Jenis Kelamin
Usia P. acnes
Pengobatan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan rancangan penelitian cross sectional.
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran UNHAS, RSWS, RS jejaring dan
laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UNHAS, yang
dilaksanakan pada bulan Januari – Februari 2013.
C. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian
Sampel: Kelompok penderita akne dengan lesi akne vulgaris tipe
komedonal, papulo-pustular dan nodular yang datang ke Poliklinik Kulit
dan Kelamin RSUP Wahidin Sudirohusodo dan jejaringnya.
Populasi dibagi atas 2 kriteria:
a. Kriteria inklusi sampel:
1. Umur antara 14-45 tahun
2. Penderita menyetujui dan menandatangani informed consent.
3. Sampel penderita akne pada lesi akne vulgaris berdasarkan tipe
akne yang dinilai oleh dokter spesialis kulit dan kelamin.
b. Kriteria eksklusi sampel:
1. Penderita akne pada lesi akne vulgaris yang mendapat
pengobatan topikal dan sistemik selama 1 bulan terakhir.
2. Penderita akne pada lesi akne vulgaris yang menggunakan
kontrasepsi hormonal.
3. Penderita akne pada lesi akne vulgaris yang hamil dan
menyusui.
Besar sampel
Perkiraan besar sampel berdasarkan rumus proporsi finit:
Zα2 x P x Q
n = -------------------------
d2
keterangan:
n : Besar sampel
Zα : 1,96 untuk alfa = 0,05
P : proporsi kategorik variabel yang diteliti
Q : 0,80 (1-P)
d : tingkat kepercayaan yang diambil (0,05)
Berdasarkan rumus tersebut didapatkan perhitungan besar sampel
minimal (n) sebanyak 28 sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah
biospesimen penderita akne tipe komedonal, papulo-pustular dan nodular
sebanyak 28 penderita AV.
D. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat Penelitian
Tabung eppendorf, ekstraksi komedo, jarum no 30, pipet kapiler,micro
pipet, sarung tangan steril, ELISA Reader dan ELISA Kit IL-1α/IL-1F.
2. Bahan Penelitian
Spesimen yang digunakan pada penelitian ini yaitu lesi
komedonal, lesi papulo-pustular dan lesi nodular.
E. Langkah Kerja
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara:
1. Wawancara/anamnesis
Wawancara/anamnesis langsung pada penderita dilakukan
dengan menggunakan kuisioner yang telah disiapkan dan
dimaksudkan untuk mengumpulkan data tentang identitas,
karakteristik dan riwayat penyakit dari sampel. Penderita diberi
penjelasan dan diminta kesediaannya secara sukarela untuk terlibat
dalam penelitian setelah menandatangani informed consent.
2. Pemeriksaan fisis dan pengambilan foto
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menegakkan diagnosis AV.
Pemeriksaan ini mencakup keadaan umum pasien dan status
dermatologis (morfologi lesi sesuai kriteria lesi AV yang digunakan).
Pada saat ini juga dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi
dengan menggunakan kamera digital Sony 16 megapixel. Foto dari
posisi depan, samping kiri dan kanan dengan jarak pemotretan
sejauh 20 cm, dengan latar belakang biru.
3. Pengambilan biospesimen
a. Akne lesi komedonal
Tindakan aseptik dengan alkohol 70% pada lokasi yang
akan di ambil spesimen. Spesimen diambil dari lesi komedo dengan
alat ekstraksi komedo pada tiga tempat di wajah yang masing-
masing dimasukkan pada tabung eppendorf yang telah terisi PBS
dan BSA 1%, kemudian dilanjutkan dengan proses ELISA.
b. Apusan lesi papulo-pustular dan apusan lesi nodular
Tindakan aseptik dengan alkohol 70% pada lokasi yang
akan di ambil spesimen. Spesimen diambil dari lesi papul-pustular
dan lesi nodular pada tiga tempat di wajah menggunakan jarum no
30 dengan cara pipet kapiler diletakkan pada lesi kemudian pipet
kapiler yang berisi spesimen yang masing-masing dimasukkan
kedalam tabung eppendorf yang telah berisi NaCl, kemudian
dilanjutkan dengan proses ELISA.
4. Langkah kerja ELISA
a. Kadar IL-1α menggunakan metode ELISA (Enzyme-Linked
Immunosorbent Assay) dengan kit Quantikine Human IL-1α/IL-
1F1 Immunoassay.
b. Siapkan reagen.
c. Siapkan microplate strips yang tersedia pada kit ELISA
d. Tambahkan 50 µL diluents RD1-83 pada setiap well.
e. Tambahkan 200 µL standart, sampel dan kontrol pada setiap
well, kemudian ditutup adhesive strip.
f. Inkubasi selama 2 jam pada suhu ruangan
g. Aspirasi dan bilas sebanyak dua kali menggunakan washing
buffer 400 µL . Setelah pencucian terakhir buang semua sisa
washing buffer dengan cara aspirasi menggunakan kertas tisu.
h. Tambahkan 200 µL konjugat IL-1 α pada setiap well. Ditutup
dengan adhesive strip. Pada sampel supernatant sel kultur di
inkubasi selama satu jam pada suhu ruangan.
i. Ulangi kembali prosedur no G
j. Tambahkan substrat solution 200 µL pada setiap well lalu
inkubasi selama 20 menit pada suhu ruangan.
k. Tambahkan 50 µL stop solution pada setiap well, warna pada
well harus berubah dari warna biru menjadi kuning.
l. Baca pada ELISA reader dengan panjang gelombang 450 nm
selama 30 menit menggunakan microplate reader, dilanjutkan
dengan pembacaan pada panjang gelombang 540 nm atau 570
nm.
F. Alur Penelitian
G. Identifikasi Variabel
Variabel bebas : akne vulgaris tipe komedonal,papulo-
pustular dan nodular
Variabel tergantung : IL-1α
Variabel antara : proses inflamasi, keratinisasi
Variabel moderator : P. acnes
Penderita akne pada lesi akne vulgaris 50 penderita
Kriteria inklusi dan eksklusi Inklusi :28 penderita Eksklusi: 22 penderita
Akne lesi komedonal, apusan lesi akne
papulo-pustular dan apusan lesi nodular
IL-1α
ELISA
Analisis Data
Hasil Penelitian
Variabel kendali : usia, topikal, sistemik
Variabel perancu : faktor lain (stress, sinar UV, diet,
trauma, merokok)
H. Definisi Operasional
1. Akne vulgaris (AV) merupakan penyakit inflamasi kronik pada folikel
pilosebasea yang umum dijumpai dewasa dan remaja serta
ditandai dengan komedo, papul, pustul dan nodul.
2. Sitokin inflamasi IL-1α terlibat dalam pembentukan komedo yang
melibatkan hiperkeratinisasi dari folikel sekunder sehingga
menginduksi hiperkeratinisasi secara in vitro.
3. Akne vulgaris dibagi menjadi 3 tipe akne, yaitu: 1) komedonal, 2)
papulopustular, dan 3) nodular.
4. Umur penderita adalah pengakuan yang bersangkutan tentang
umurnya berdasarkan ulang tahun terakhir.
5. Komedonal adalah lesi kulit yang terjadi akibat penyumbatan folikel
pilosebasea oleh sebum yang rata atau agak menonjol tanpa
inflamasi.
6. Papul adalah benjolan kecil diameter kurang dari 5mm
7. Pustul adalah benjolan lebih kecil dengan bagian tengah yang
tampak berisi materi purulen.
8. Nodular adalah benjolan dengan diameter lebih besar dari 5mm.
9. Non komedonal adalah lesi papulopustular dan nodular
10. Lesi inflamasi adalah lesi pada kulit dengan tanda kemerahan.
11. Fotografi medik : hasil foto dari posisi depan, samping kiri dan
kanan dengan jarak pemotretan sejauh 20 cm, dengan latar
belakang biru menggunakan kamera digital sony 16 megapixels.
12. Sampel diambil dari akne lesi komedo dengan alat ekstraksi
komedo pada tiga tempat di wajah yang masing-masing
dimasukkan pada tabung eppendorf yang didalamnya telah berisi
PBS dan BSA 1%, kemudian dilanjutkan dengan proses ELISA.
13. Sampel diambil dari apusan lesi akne vulgaris yang berupa papul-
pustular dan nodul pada tiga tempat di wajah menggunakan jarum
no 30 dengan cara pipet kapiler diletakkan pada lesi kemudian
pipet kapiler yang berisi spesimen yang masing-masing
dimasukkan kedalam tabung Eppendorf yang telah berisi NaCl,
kemudian dilanjutkan dengan proses ELISA.
I. Rencana Analisis Data
Data dalam penelitian ini akan diolah dengan bantuan komputer.
Semua hasil analisis data akan disajikan dalam bentuk tabel atau
grafik disertai dengan penjelasan. Untuk uji hipotesis, analisis
menggunakan uji T test dengan α sebesar 5%.
J. Izin Penelitian dan Ethical Clearance
Permintaan izin dari pasien dan orang tua/kerabat pasien untuk
dijadikan sampel penelitian, serta persetujuan dari Komisi Etik
Penelitian Biomedik pada manusia Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan di Makasar, Sulawesi Selatan dengan mengambil
sampel penderita AV pada berbagai tipe AV. Sampel penelitian yang
memenuhi kriteria diperoleh dari RS Dr. Wahidin Sudirohusido dan RS
Jejaring pendidikan Unhas di Makasar. Spesimen berupa lesi komedonal,
lesi papulopustular dan lesi nodular dan dilakukan pemeriksaan ELISA .
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kadar IL-1α pada berbagai
gradasi lesi AV dengan menggunakan metode ELISA. Dua puluh delapan
penderita AV yang terdaftar dalam rekam medis RS Wahidin
Sudirohusodo dan RS jejaring pendidikan Unhas diikutkan dalam
penelitian ini.
A. 1 Deskriptif Sampel
Pada penelitian ini, didapatkan perempuan lebih banyak menderita
akne dibandingkan laki-laki. Umur pasien bervariasi lebih banyak
ditemukan pada usia antara 12-17 tahun. Penderita yang mempunyai
riwayat sering pencet akne lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak
pencet akne. Pada penelitian ini penderita lebih banyak pada usia sekolah
sehingga yang mempunyai kebiasaan merokok lebih sedikit dibandingkan
yang merokok. Sedangkan yang mempunyai kebiasaan makan makanan
pedas lebih banyak didapatkan dibandingkan yang tidak suka makan
pedas. Riwayat kebiasaan makan makanan berminyak dan kacang tidak
memperlihatkan perbedaan. Riwayat keluarga yang menderita akne lebih
banyak didapatkan pada saudara penderita dan lamanya menderita akne
1-2 tahun.
Tabel 1. Distribusi penderita AV pada berbagai tipe AV berdasarkan jenis kelamin, umur, tipe AV, pencet akne, merokok, makan pedas, riwayat keluarga, makanan dan riwayat akne.
n % Jenis kelamin Laki-laki 11 39.3 Perempuan 17 60.7
Umur 12-17 thn 16 57.1
18-33 thn 12 42.9
Tipe AV Komedo 10 35.7
Papulopustular 10 35.7 Nodular 8 28.6
Pencet akne Ya 21 75.0
Tidak 7 25.0
Merokok Ya 4 14.3
Tidak 24 85.7
Makan pedas Ya 26 92.9
Tidak 2 7.1
Makanan Kacang 12 42.9
Berminyak 13 46.4 Coklat 3 10.7
Riwayat Keluarga Ayah 7 25.0
Ibu 4 14.3 Saudara 10 35.7 Tidak ada 7 25.0
Riwayat Akne <1 thn 1 3.6 1-2 thn 15 53.6 3-4 thn 10 35.7 5-7 thn 2 7.1
Pada tabel 1, dari 28 sampel dengan 3 tipe AV ditemukan distribusi
penderita AV berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki sebanyak 11 orang
(39.3%) dan perempuan 17 orang (60.7%). Distribusi penderita AV
berdasarkan umur yaitu 12-17 tahun sebanyak 16 orang (57.1%) dan 18-
33 tahun sebanyak 12 orang (42.9%). Distribusi penderita AV
berdasarkan tipe AV yaitu pada lesi komedonal sebanyak 10 orang
(35.7%), lesi papulopustular 10 orang (35.7%) dan lesi nodular 8 orang
(28.6 %). Penderita yang mempunyai riwayat sering pencet akne
sebanyak 21 orang (75%) dan yang tidak pencet akne 7 orang (25%).
Penderita yang mempunyai riwayat sering merokok sebanyak 4 orang
(14.3%) dan tidak merokok 24 orang (85.7%). Penderita yang mempunyai
riwayat sering makan makanan pedas sebanyak 26 orang (92.9%) dan
tidak makan pedas 2 orang (7.1%). Penderita yang mempunyai riwayat
sering makan makanan yang biasa dikonsumsi yaitu kacang sebanyak 12
orang (42.9 %), berminyak 13 orang (46.4%) dan coklat 3 orang (10.7%).
Penderita yang mempunyai riwayat keluarga yang sering menderita AV
yaitu ayah sebanyak 7 orang (25%), ibu 4 orang (14.3%), saudara 10
orang (35.7%) dan yang tidak menderita AV sebanyak 7 orang (25%)
serta yang tidak ada riwayat dalam keluarga yang menderita akne
sebanyak 7 orang (25%). Penderita yang mempunyai riwayat lamanya
menderita akne yaitu kurang dari 1 tahun sebanyak 1 orang (3.6%), 1-2
tahun 15 orang (53.6%), 3-4 tahun 10 orang (35.7%) dan 5-7 tahun 2
orang (17.9%).
A. 2 Analisis antar variabel
Pada tabel 2, tidak ada perbedaan yang bermakna kadar IL-1α
berdasarkan jenis kelamin, umur, pencet akne, merokok, makan pedas,
makanan, riwayat keluarga dan riwayat akne (p>0,05).
Tabel 2. Perbandingan kadar IL-1α menurut jenis kelamin, umur,
pencet akne, merokok, makan pedas, makanan, riwayat keluarga, dan riwayat akne.
n Mean (pg/mg)
Std. Deviation
p
Jenis kelamin
L
11
3.4466
2.3040
0.967
P 17 3.4839 2.3207
Umur 12-17 tahun
16
4.0640
2.6626
0.111
18-33 tahun
12 2.6762 1.3389
Pencet akne
Ya
21
3.7641
2.4166
0.241
Tidak 7 2.5845 1.5896
Merokok Ya 4
2.5814
1.1517
0.409
Tidak 24 3.6172 2.3921
Makan pedas
Ya
26
3.5278
2.3426
0.631
Tidak 2 2.7072 9.0463
Riwayat keluarga
Ya
21
3.2564
2.1868
0.401
Tidak 7 4.1078 2.5760
Makanan Kacang 12 4.0022 2.6280 0.381** Berminyak 13 2.6584 1.2365 Coklat 3 4.8508 3.6925
Riwayat akne
<1 thn 1 6.1815 0 0.274**
1-2 thn 15 3.9983 2.7305 3-4 thn 10 2.6575 1.2038 5-7 thn 2 2.2032 7.0308
T test, nilai p >0.05 ** Kruskal-Wallis Test, nilai p>0.05
Pada penelitian ini, didapatkan kadar IL-1α lebih tinggi pada
perempuan dibandingkan laki-laki dan paling tinggi pada umur antara 12-
17 tahun. Kadar IL-1α juga didapatkan lebih tinggi pada penderita yang
mempunyai riwayat sering pencet akne dan makan makanan pedas.
Sedangkan kadar IL-1α didapatkan lebih tinggi pada penderita AV yang
mempunyai kebiasaan makan kacang dan coklat dibandingkan dengan
penderita AV yang mempunyai kebiasaan makan makanan berminyak.
Kadar IL-1α didapatkan lebih tinggi pada penderita dengan riwayat
menderita akne kurang dari 1 tahun.
Pada tabel 3, terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna
kadar IL-1α antara lesi komedonal dan lesi papulopustular (p>0.05).
Namun terlihat kecenderungan bahwa kadar IL-1α lebih tinggi pada lesi
komedonal.
Tabel.3 Perbandingan kadar IL-1α pada lesi komedonal dan lesi papulopustular
Tipe Lesi AV n Mean (pg/mg)
Std. Deviation
p (T Tests)
Komedonal Papulopustular
10 10
4.5869 3.2366
2.4694 2.4103
0.232*
*nilai p>0.05
Pada tabel 4, terlihat bahwa kadar IL-1α pada lesi komedonal dan
lesi nodular berbeda secara yang bermakna (p<0.05).
Tabel.4 Perbandingan kadar IL-1α pada lesi komedonal dan lesi nodular.
Tipe Lesi AV n Mean (pg/mg)
Std. Deviation
p (T Tests)
Komedonal Nodular
10 8
4.5869 2.3629
2.4694 1.1512
0.032*
* nilai p<0.05
Pada tabel 5, terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna
kadar IL-1 α antara lesi papulopustular dan lesi nodular (p>0.05). Namun
terlihat kecenderungan bahwa kadar IL-1α lebih tinggi pada lesi
papulopustular.
Tabel.5 Perbandingan kadar IL-1α pada lesi lesi papulopustular dan lesi nodular
Tipe Lesi AV n Mean (pg/mg)
Std. Deviation
p ( T Tests)
Papulopustular Nodular
10 8
3.2366 2.3629
2.4103 1.1512
0.362*
* nilai p >0.05
Pada tabel 6, terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna
kadar IL-1α antara lesi komedonal, lesi papulopustular dan lesi nodular
(p>0.05). Namun terlihat kadar IL-1α lebih tinggi pada lesi komedonal
dibandingkan lesi papulopustular dan lesi nodular.
Tabel.6 Perbandingan kadar IL-1α pada lesi komedonal, lesi papulopustualr dan lesi nodular
IL-1α Sum of Squares df Mean Square (pg/mg)
F p (ANOVA )
Between groups 947.448 2 473.724 0.026 0.974*
Within group 182550.063 10 18255.006
Total 183497.512 12 *nilai p >0.05
Pada tabel 7, terlihat bahwa ada perbedaan yang bermakna kadar
IL-1α antara lesi komedonal dan non komedonal (lesi papulopustular dan
lesi nodular) (p<0.05).
Tabel.7 Perbandingan kadar IL-1α pada lesi komedonal dan non komedonal (lesi papulopustular dan lesi nodular)
Tipe AV n Mean (pg/mg)
Std. Deviation
p (T Tests)
Komedonal Non
komedonal
10 18
4.5869 2.8483
2.4694 1.9547
0.050*
*Nilai p≤0.05
B. Pembahasan
Distribusi penderita AV berdasarkan jenis kelamin menunjukkan
bahwa perempuan (60.7%) lebih banyak daripada laki-laki (39.3%).
Sedangkan distribusi berdasarkan umur menunjukkan bahwa umur antara
12-17 tahun (57.1%) lebih banyak daripada umur 18-33 tahun (42.9%).
Analisis statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna kadar
IL-1α berdasarkan jenis kelamin dan umur dengan nilai kemaknaan
(p>0.05). Pada penelitian ini kemungkinan tidak didapatkan hubungan
bermakna karena disribusi jenis kelamin dan umur penderita bervariasi
pada berbagai gradasi lesi AV, kemudian pada lesi komedonal penderita
yang di dapat usianya baru menginjak remaja atau premenarke,
disamping tingkat kesadaran dan kebersihan pada perempuan lebih tinggi
dari pada laki-laki. Prevalensi akne pada perempuan dewasa sekitar 12%
dan laki-laki dewasa sekitar 3% (Goulden et al., 1999b). Penelitian lain
didapatkan bahwa akne masih menjadi masalah kulit sampai melewati
usia remaja dengan prevalensi perempuan lebih tinggi daripada laki-laki
pada rentang usia 20 tahun atau lebih (Collier et al., 2008). Lesi awal akne
mulai terlihat pada usia 8-9 tahun dan kurang lebih 50-60% terdapat ada
usia remaja. Akne mengenai remaja berkisar 95% sampai 100% terjadi
pada laki-laki dan 83% sampai 85% pada wanita tetapi sering berlanjut
sampai dewasa (Collier et al., 2008). Sedangkan pada dewasa AV lebih
sering pada wanita dari pada laki-laki. Akne tidak hanya terbatas pada
kalangan remaja saja, 12% pada wanita dan 5% pada laki-laki diusia 25
tahun memiliki akne. Bahkan pada usia 45 tahun, 5% pria dan wanita
memiliki akne. Puncak insiden pada usia 14-17 tahun dijumpai pada
wanita sedangkan usia 16-19 tahun pada pria (Cunliffe et al., 2007).
Berdasarkan tipe AV, terlihat bahwa lesi komedonal sebanyak 10
orang (35.7%), lesi papulopustular sebanyak 10 orang (35.7%) dan lesi
nodular sebanyak 8 orang (28.6%). Menurut Liao DC, akne vulgaris dibagi
menjadi 3 tipe akne, yaitu: tipe komedonal, tipe papulopustular, dan tipe
nodular (Koreck et al., 2003). Menurut Kligman dan Plewig (1975) AV,
dibagi menjadi: 1) akne komedonal, 2) akne papulopustulosa dan 3) akne
konglobata (Pochi dan Strauss, 1994). Menurut pendapat Wolf dkk,
karakteristik lesi pada AV sebagian besar berupa papul, komedo dan
pustul (Wolff et al, 2007).
Distribusi penderita yang mempunyai riwayat sering pencet akne
sebanyak 21 orang (75%) dan yang tidak pencet akne 7 orang (25%).
Tidak terdapat adanya perbedaan yang bermakna kadar IL-1α
berdasarkan riwayat pencet akne (p>0.05) meskipun terlihat
kecenderungan nilai IL-1α lebih tinggi pada yang sering pencet akne.
Kemungkinan pada penelitian ini dengan melihat status penderita yang
rata-rata berusia remaja, kurangnya pengetahuan mereka tentang AV,
sehingga mereka tidak mengetahui efek dari seringnya memencet jerawat
yang dapat menimbulkan luka bahkan meninggalkan luka yang lebih
dalam (skar/sikatrik) yang dapat menyebabkan isi folikel pecah ke dalam
jaringan dan kadang menyebabkan kehitaman atau hiperpigmentasi
diwajah. Sikatriks terjadi secara normal melalui fase spesifik proses
penyembuhan luka, yaitu inflamasi, proliferasi dan remodeling (Holland et
al., 2004, Nouri et al., 2005, Rivera dan Spencer, 2007). Sikatriks paska
akne diawali dengan perubahan lesi bentuk komedo menjadi lesi inflamasi
yang kemudian pecah pada daerah infrainfundibulum struktur
pilosebaseus, menyebabkan abses perifolikular. Abses yang kecil
mengeluarkan pus melalui saluran ke arah permukaan kulit. Keadaan ini
akan membaik tanpa sikatriks dalam waktu 7-10 hari. Jika inflamasi berat,
maka terjadi nekrosis folikel sehingga pada fase penyembuhan struktur
kulit permanen berubah menjadi jaringan fibrosis atau yang biasa disebut
sikatriks pasca akne (Goodman, 2001, Goodman, 2000). Layton dkk.
melaporkan terdapat risiko yang sama besar untuk terjadinya sikatriks
pasca akne di wajah, yaitu sebesar 95%, pada kelompok laki-laki dan
perempuan. Lesi akne berupa papul superfisial dengan inflamasi memiliki
peluang yang sama dengan lesi nodular untuk terjadinya sikatriks. Pada
kelompok laki-laki maupun kelompok perempuan, pengobatan akne yang
terlambat sampai dengan 3 tahun sejak awitan akne serta pengobatan
adekuat berhubungan dengan derajat sikatriks yang terjadi (Layton et al.,
1994). Penelitian lain menunjukkan bahwa luasnya sikatriks berhubungan
langsung dengan kedalaman inflamasi, intensitas inflamasi, dan lamanya
inflamasi akne (Hirsch dan Lewis, 2001).
Dari distribusi penderita AV berdasarkan kebiasaan merokok,
terlihat bahwa penderita yang mempunyai riwayat sering merokok
sebanyak 4 orang (14.3%) dan tidak merokok 24 orang (85.7%). Tidak
terdapat adanya perbedaan yang bermakna kadar IL-1α (p>0.05)
berdasarkan riwayat merokok meskipun terlihat kecenderungan nilai IL-1α
lebih tinggi pada yang tidak merokok. Kemungkinan pada penelitian ini
banyak ditemukan pada yang tidak merokok, karena status penderita yang
berusia remaja, kurangnya pengetahuan akan efek samping dari merokok
atau tingginya angka kesadaran akan bahaya merokok. Rokok
mengandung asam arakidonat yang tinggi dan hidrokarbon polisiklik
aromatik , yang menginduksi jalur inflamsi phospholipase A2-dependent.
Efek anti inflamasi ini lebih lanjut dapat merangsang sintesis asam
arakidonat. Nikotin meningkatkan adhesi dan diferensiasi keratinosit,
menginhibisi apoptosis dan migrasi keratinosit. Nikotin juga menghambat
inflamasi melalui efek pada sistem saraf pusat dan perifer. Nikotin
merubah sistem imun melalui intervensi langsung respon sel T. Secara
umum, efek imunomodulator pada rokok akan melepaskan zat reaktif
oksigen dari asap tembakau, yang diyakini memiliki efek berbahaya pada
sel inflamasi yang normal. Selain itu, sintesis dan presipitasi kolagen
matur dalam matriks ekstraseluler berkurang oleh merokok (Nahidi et al.,
2012). Nahidi et al, dari 133 orang penderita AV dan 133 orang kontrol
yang sehat. Terdapat 29 orang menderita AV (21,8%) dan 12 orang dalam
kelompok kontrol (9,1%) adalah perokok, dan perbedaannya yang
bermakna (p = 0,04). Jumlah rokok yang dihisap per hari berbeda secara
yang bermakna pada dua kelompok (4,75 pada kelompok kasus
dibandingkan 1,88 dalam kelompok kontrol). Tidak ada korelasi yang
ditemukan antara merokok dengan lokasi akne, beratnya akne, dan tipe
akne. Pada kelompok kasus, pada perokok kecendrungan untuk
berkembangan menjadi akne lebih tinggi pada usia lebih tua dibandingkan
dengan yang tidak merokok (Burns et al., 2010, Nahidi et al., 2012).
Distribusi penderita yang mempunyai riwayat sering makan
makanan pedas sebanyak 26 orang (92.9%) dan tidak makan pedas 2
orang (7.1%). Penderita yang mempunyai riwayat sering makan makanan
yang biasa dikonsumsi yaitu kacang sebanyak 12 orang (42.9 %),
berminyak 13 orang (46.4%) dan coklat 3 orang (10.7%). Tidak terdapat
adanya perbedaan yang bermakna kadar IL-1α (p>0.05) berdasarkan
riwayat makan pedas dan makan makanan yang biasa di konsumsi
meskipun terlihat kecenderungan nilai IL-1α lebih tinggi pada yang suka
makan pedas dan makan yang berminyak. Kebiasaan penderita makan
makanan pedas dan berminyak diperlukan parameter yang lain seperti
gemar makan pedas, harus dihitung berapa banyak makan cabe dalam
satu sehari, kemudian jenis makanan selain makanan berminyak yang
dikonsumsi seperti sereal, wafer, donat, roti, gula, kentang panggang,
pisang, produk susu termasuk es krim dan yoghurt yang merupakan
makanan dengan indeks glikemik yang tinggi (Cordain, 2005), hal ini
berhubungan dengan terjadinya AV serta diperlukan sampel penderita
yang besar pada masing-masing tipe akne. Penelitian sebelumnya
menemukan bahwa makanan dengan indeks glikemik tinggi dapat
mempengaruhi perkembangan dan keparahan akne vulgaris (Smith et al.,
2007). Suatu studi observasional, melaporkan bahwa diet yang tinggi akan
produk-produk susu berhubungan dengan peningkatan risiko menderita
akne dan beratnya akne. Para peneliti telah menemukan hubungan yang
bermakna antara semua jenis susu sapi dengan akne. Hubungan antara
susu dengan beratnya akne dapat dijelaskan oleh adanya hormon steroid
reproduksi yang normal dalam susu atau peningkatan produksi hormon
polipeptida seperti IGF-1, yang dapat meningkatkan paparan terhadap
androgen dan resiko akne. Penemuan terbaru juga menggambarkan
hubungan antara diet tinggi glikemik dan durasi akne yang lebih lama.
Sebagai tambahan, percobaan klinis secara acak menunjukkan bahwa
diet rendah kandungan glikemik dapat mempengaruhi kadar hormon dan
memperbaiki sensitivitas insulin dan akne. Belum ada studi yang
menemukan hubungan positif antara akne dengan coklat, lemak jenuh,
atau asupan garam (Ferdowsian dan Levin, 2010).
Distribusi riwayat keluarga terhadap kejadian AV, didapatkan
penderita yang mempunyai riwayat keluarga sebanyak 21 orang (75%)
dan tidak memiliki riwayat keluarga 7 orang (25%). Tidak terdapat adanya
perbedaan yang bermakna kadar IL-1α (p>0.05) berdasarkan riwayat
keluarga meskipun terlihat kecenderungan nilai IL-1α lebih tinggi pada
yang memiliki riwayat keluarga. Kemungkinan karena sampel kurang
banyak pada masing-masing tipe AV sehingga sulit menentukan korelasi
angka kejadian AV terhadap riwayat keluarga atau kemungkinan
ketidaktahuan penderita tentang riwayat keluargnya yang menderita AV.
Faktor riwayat keluarga berpengaruh terhadap terjadinya akne vulgaris
terhadap aktivitas kelenjar sebasea. Apabila kedua orang tua memiliki
riwayat menderita akne vulgaris, maka kemungkinan anaknya akan
menderita akne vulgaris (Cunliffe et al., 2007). Salah satu penelitian
menunjukan 82% penderita akne ditemukan pada saudara-saudaranya
paling sedikit ada seorang yang menderita akne. Dan pada 60% orang
dengan riwayat akne, didapatkan pada salah satu atau kedua orang
tuanya (Siregar, 2003). Penelitian yang lain, jika kedua orang tua
mengalami masalah akne, 3 dari 4 anak akan mengalami masalah akne.
Jika satu dari orang tua mempunyai akne, maka 1 dari 4 anak akan
mempunyai akne. Dengan demikian tidak semua keluarga akan
mengalami pola yang sama. Yang diwariskan adalah kencendrungan
untuk hiperproliferasi folikel epidermal dengan sumbatan folikel. Faktor
yang memperburuk yang lain termasuk sebum yang berlebihan, terdapat
aktivitas P.acnes dan inflamasi (Goulden et al., 1999a).
Awal terjadinya akne belum sepenuhnya di mengerti, umumnya
diyakini sebagai suatu peristiwa obstruksi folikel sebasea. Hal ini terjadi
akibat tersumbatnya infundibulum folikular oleh hiperkeratinisasi atau
hiperproliferasi atau oleh keduanya. Sehingga terbentuk mikrokomedo,
yang merupakan awal lesi akne sublkinis, di tandai dengan hiperproliferasi
epitel folikular. Bukti terbaru menyatakan bahwa proses inflamasi bukan
hanya mendahului hiperkeratinisasi tetapi juga menginisiasi dan
mempromosi hiperkeratinisasi (Kim, 2005, Heughebaert dan Shalita,
2011).
Jeremy et al. menjelaskan bahwa lesi awal akne inflamasi
memperlihatkan peningkatan ekspresi sitokin IL-1 (Jeremy et al., 2003).
Upregulasi IL-1 dapat diawali dengan gangguan fungsi barier pada folikel
individual karena produksi sebum meningkat dan defisiensi asam linoleat,
yang normalnya bekerja menjaga intergritas folikel (Perisho et al., 1988,
Downing et al., 1986). Kerusakan fungsi barier ini memicu respon imun
innate yang mengakibatkan pelepasan IL-1, suatu sitokin proinflamasi,
yang merangsang rangkaian inflamasi termasuk aktivasi lokal sel endotel
dan upregulasi penanda inflamasi vaskuler seperti E-selectin, vascular cell
adhesion molecule-1 (VCAM-1), intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-
1), dan human leukocyte antigen-DR (HLA-DR) dalam pembuluh darah di
sekitar folikel pilosebasea (Jeremy et al., 2003).
Perubahan keratinisasi menyebabkan peristiwa inflamasi melalui IL-
1. Demikian pula peran P.acnes mengaktivasi sel imun innate termasuk
keratinosit monosit / makrofag, dan sebosit menyebabkan inflamasi,
termasuk ekspresi sitokin, kemokin, dan MMPs. Penelitian lebih lanjut
telah memberikan bukti bahwa ekspresi keratin mengupregulasi sitokin
inflamasi, seperti IL-1, IFN-α, dan growth factor, termasuk TGF-α dan
EGF. Ini memberikan bukti keterlibatan respon inflamasi pada tahap awal
dari perkembangan lesi akne (Jiang et al., 1993, Blumenberg et al., 1998,
Jiang et al., 1994, Krishna et al., 2011).
Lesi non-inflamasi berupa komedo terbuka (blackhead) dan komedo
tertutup (whitehead). Komedo merupakan tanda awal dari lesi pada akne
(Zaenglein et al., 2008). Komedo atau mikrokomedo kemudian dapat
berkembang menjadi lesi inflamasi sebagai akibat dari aktivasi dan migrasi
sel T CD4+ (Kim, 2005). IL-1α berpengaruh pada respon inflamasi dengan
menginduksi produksi vascular endotelial growth factor pada sel papila
dermis dan keratinosit folikuler pada unit pilosebasea (Kealey dan Guy,
1997).
Dalam penelitian ini dilakukan pemeriksaan ELISA untuk melihat
kadar IL-1α pada berbagai gradasi lesi AV. Tidak ada perbedaan yang
bermakna antara kadar IL-1α pada lesi komedonal dan lesi
papulopustular, demikian juga pada lesi papulopustular dan lesi nodular
tidak bermakna (p>0.05). Perbandingan kadar IL-1α yang bermakna
antara lesi komedonal dan lesi nodular, demikian juga pada lesi
komedonal dan lesi non komedonal (lesi papulopustular dan lesi nodular)
di dapatkan hasil yang bermakna (p<0.05). Perbandingan kadar IL-1α
ketiga tipe lesi AV yaitu lesi komedonal, lesi papulopustular dan lesi
nodular didapatkan hasil tidak yang bermakna (p>0.05). Kemungkinan
hasil pada penelitian ini dipengaruhi oleh karena sampel yang terlalu kecil
dan diperlukan seleksi penderita pada berbagai lesi AV. Diketahui lesi
komedonal mengandung IL-1α dengan konsentrasi yang cukup tinggi
(Ingham et al., 1992).
Kealey dan Guy meneliti efek sitokin interleukin-1 pada keratinisasi
folikel dan perkembangan komedo. IL-1α diproduksi oleh limfosit dan
keratinosit serta menyebabkan inflamasi. Identifikasi IL-1α dalam komedo
dan infrainfundibulum folikular, yang merupakan bagian dari
hiperkeratinisasi. Ketika IL-1 ditambahkan ke kultur yang mengandung
segmen infrainfundibulum, sel dalam folikel menjadi hiperkeratinisasi dan
kornifikasi. Para peneliti menyimpulkan bahwa IL-1α, reseptor IL-1 dan IL-
1 antagonis reseptor dapat memediasi bentuk komedo (Thiboutot, 2000).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Yenni et al dengan
perbandingan efektivitas adapalene 0.1% gel dan isotretinoin 0.05% gel
yang dinilai dengan gambaran klinis serta profil IL-1α pada akne vulgaris
ditemukan kelompok isotretinoin 0.05% gel memperlihatkan perbaikan
yang bermakna (p<0.05) pada papul dan pustul tetapi tidak bermakna
pada nodul (p>0.05), sedangkan kelompok adapalene 0.1% gel tidak
memperlihatkan perbaikan bermakna (p>0.05) pada papul, pustul dan
nodul.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Guy et al, tentang modeling
acne in vitro, dilakukan isolasi infundibulum pilosebasea glandula sebasea
manusia dengan mikrodiseksi dan dipertahankan selama 7 hari pada
medium bebas serum keratinosit yang disuplementasi dengan ekstrak
hipofisis sapi 50 µg/ml, penisilin dan streptomisin 100 unit/ml, amfoterisin
B dan CaCl2(10 OH2O) untuk menghasilkan konsentrasi akhir Ca2+
sebanyak 2 mM. Struktur infundibular dipertahankan selama lebih dari 7
hari dalam medium ini, pola pembelahan sel ini serupa dengan yang
terjadi secara in vivo. Kecepatan pembelahan sel lebih tinggi secara
bermakna daripada yang sebelumnya diperlihatkan pada infundibulum
yang dipertahankan pada medium suplementasi William’s E dan terlebih
lagi tidak melebihi 7 hari. Penambahan IL-1α 1ng/ml menyebabkan
hiperkornifikasi pada infundibulum sama dengan yang terlihat dalam
komedo, kejadian ini dapat dihalangi dengan penambahan antagonis
reseptor interleukin-1 sebanyak 1000 ng/ml (IL-1 ra). Sekitar 20% subyek,
hiperkornifikasi spontan infundibulum dapat dihalangi dengan pemberian
IL-1 ra 1000ng/ml, mengesankan bahwa infundibulum mempunyai
kemampuan mensintesis IL-1α. Penambahan 5 ng/ml epidermal growth
factor atau 5 ng/ml transforming growth factor-α ke medium menyebabkan
disorganisasi keratinosit pada infundibulum yang menghasilkan ruptur
seperti yang terlihat pada derajat akne yang purulen dan lebih berat.
Penambahan 13-cis asam retinoat 1µM menyebabkan penurunan pada
jumlah sintesis DNA dan parakeratosis (Guy et al., 1996).
Penelitian lain mengenai kadar pro-inflamasi yang menyerupai
bioaktivitas IL-1α yang ditemukan pada mayoritas komedo terbuka akne
vulgaris pernah dilaporkan oleh Ingham, et al yang meneliti 108 komedo
terbuka dikumpulkan dari 18 pasien akne yang tidak diobati ( 10 laki-laki
dan 8 wanita). Setiap komedo dihomogenisasi dan disentrifugasi,
dilakukan analisis supernatan untuk bioaktif dan dapat mendeteksi secara
imunokimia IL-1α, IL-1β dan TNF-α. Bahan menyerupai bioaktif IL-1α telah
di demonstrasikan pada 76% komedo terbuka (dengan rentang dari 23-
4765 pg IL-1α like bioactivity/mg pada bahan komedo). Pada 58%
komedo, kadarnya melebihi 100 pg/mg. Tidak ada korelasi secara
imunokimia antara bahan yang menyerupai bioaktivitas IL-1α dengan IL-
1α. (Ingham et al., 1992)
Suh Dae Hun ddk meneliti tentang perubahan sitokin komedonal
dan sekresi sebum setelah radiasi UV pada pasien akne. Dalam
penelitian, IL-1α dideteksi dengan ELISA dan kandungannya dalam
komedo meningkat pada hari ke 5 setelah radiasi UVA dan UVB. Jika
sumber sitokin dalam komedo adalah keratinosit folikular, peningkatan ini
dapat diharapkan karena IL-1α ditingkatkan oleh radiasi UV. IL-1α hampir
normal pada hari ke 9, meskipun dilakukan radiasi UV terus menerus.
Derivat TH-2 sitokin IL-4, IL-10 dan IL-13 diketahui dapat menekan
ekspresi IL-1. Dalam penelitian ini, kadar IL-10 di komedo tinggi dan pola
peningkatannya sangat mirip dengan IL-1α. Oleh karena itu, ada
kemungkinan bahwa radiasi UV merangsang derivat sitokin TH-2
termasuk IL-10, sehingga menurunkan produksi IL-1α. (Suh et al., 2002)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Terdapat perbedaan kadar IL-1α yang bermakna antara lesi
komedonal dan lesi non komedonal (lesi papulo-pustular dan lesi
nodular), terlihat bahwa kadar IL-1α pada lesi komedonal lebih
tinggi dari pada lesi lesi non komedonal
2. Terdapat perbedaan kadar IL-1α yang bermakna antara lesi
komedonal dan lesi nodular, terlihat bahwa kadar IL-1α pada lesi
komedonal lebih tinggi dari pada lesi nodular
3. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna kadar IL-1α antara lesi
komedonal dan lesi papulopustular.
4. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna kadar IL-1α antara lesi
papulopustular dan lesi nodular.
5. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna kadar IL-1α pada lesi
komedonal, lesi papulopustular dan lesi nodular.
B. Saran
1. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar.
2. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang
berperan dalam peningkatan kadar IL-1α pada berbagai gradasi lesi
Akne Vulgaris.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A. K., Lichtman, A. H. & Pober, J. S. 2000 Celluler and molecular immunolgy. Fourth Edition. Philadelphia, WB Saunders Company.
Baldwin, H. E. 2002 The Interaction Between Acne Vulgaris and the
psyche. Cutis. 70: 133-9. Ballanger, F., Baudry, P., Guyen, J. M., Khammari, A. & Dreno, B. 2006
Heredity: A Prognostic Factor for Acne. Dermatology. 212: 145-9. Baran, R., Chivot, M., Shalita, A., Lewis, A. & Wechsler, A. 2005 Acne. IN
Baran, R. & Maibach, H. (Eds.) Textbook of Cosmetic Dermatology. London, Taylor & Francis.
Blumenberg, M., Komine, M., Rao, L. 1998 Blueprint to footprint to toeprint
to culprit: regulation of K6 keratin gene promoter by extracellular signals and nuclear transcription factors. J Inest Dermatol 110: 495.
Bratawidjaja, K. G. 2000 Imunologi dasar. Jakarta Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Burkhart, C. N. 2003 Clinical Assessment of Acne Pathogenesis with
Treatment Implications. International Pediatrics. 18: 14-9. Burns, T., Stephen, B. & 2010 Disorders of Sebaceous Glands. Rookos
Textbook of Dermatology. Edisi 8. Oxford, Wiley-Blackwell. Collier, C. N., Harper, J. C., Cafardi, J. A. 2008 The Prevalence of Acne in
Adults 20 years and older J Am Acad Dermatol. 58: 56-9. Cordain, L. 2005 Implications for the role of diet in acne. Semin Cutan Med
Surg. 24: 84-91. Cotterill, J. A. & Cunliffe, W. J. 1997 Suicide in dermatological patients. Br
J Dermatol. 137: 246-50. Cunlife, W. J., Holland, D. B. & Jeremy, A. 2004 Comedone Formation:
Etiology, Clinical Presentation, and Treatment. Clinics in Dermatology. 2004: 367-74.
Cunliffe, W. J. & Gollnick, H., (BOEK) 2001 Acne: Diagnosis and
Management. London: Martin Dunitz Ltd. 15.
Cunliffe, W. J., Holland, D. B., Clark, S. M. & Stables, G. I. 2003 Comedogenesis: Some aetiological, Clinical and Therapeutic Strategies. Dermatology 206: 11-6.
Cunliffe, W. J., Perera, D. H., Thackeray, P., Williams, M., Froster, R. A. &
Williams, S. M. 2007 Pilo Sebaceuous duct physiology, observation on the number and size of pilo sebaceuous ducts in acne vulgaris. J Dermatol. 95.
Do, T., Zarkhin, S., Orringer, J. S. & Nemeth, S. 2008 Computer-assisted
Alignment and Tracking of Acne Lesion Indicate That Most Inflammatory Lesions Arise from Comedones and de novo. J Am Acad Dermatol. 603-8.
Downing, D. T., Stewart, M. E., Wertz, P. W. 1986 Essential fatty acids
and acne. J Am Acad Dermatol 14: 221-5. Farrar, M. D. & Ingham, E. 2004 Ance: Inflammation. Clinics in
Dermatology. 22: 380-4. Ferdowsian, H. R. & Levin, S. 2010 Does Diet Really Affect Acne? Skin
Therapy Letter. 15: 4-5. Gollnick, H. & Cunliffe, W. 2003 Management of Acne a report from a
global alliance to improve outcomes in acne. J Am Acad Dermatol. 49: S1-38.
Goodman, G. J. 2000 Postacne scarring: a review of its pathophysiology
and treatment. Dermatol Surg. 26: 857-71. Goodman, G. J. 2001 Post-acne scarring: a short review of its
pathophysiology. Australas J Dermatol. 42: 84-90. Goulden, V., Glass, D. & Cunliffe, W. J. 1999a Safety of long term high
dose minocycline in the treatment of acne. Br J Dermatol. 134: 693–5.
Goulden, V., Stables, G. I. & Cunliffe, W. J. 1999b Prevalence of facial
acne in adults. J Am Acad Dermatol. 41: 577-80. Guy, R., Green, M. R. & Kealey, T. 1996 Modeling Acne in Vitro. J Invest
Dermatol. 106: 176-182. Guy, R. & Kealey, T. 1998a The effects of inflammatory cytokines on the
isolated human sebaceous infundibulum. J Invest Dermatol 110: 410-5.
Guy, R. & Kealey, T. 1998b Modeling the infundibulum in acne. Dermatology. 196: 32-7.
Heughebaert, C. & Shalita, A. 2011 Comedogenesis. dalam Shalita, A.,
Rosso, J. & Webster, G. F. (Eds.) Acne Vulgaris. New York, Informa Healthcare.
Hirsch, R. J. & Lewis, A. B. 2001 Treatment of acne scarring. Semin Cutan
Med Surg. 20: 190-8. Holland, D. B., Jeremy, A. H. T., Roberts, S. G., Seukeran, D. C., Layton,
A. M. & Cunliffe, W. J. 2004 Inflammation in acne scarring: a comparison of the responses in lesions from patients prone and not prone to scar. Br J Dermatol. 150: 72-81.
Ingham, E., Eady, E. A., Goodwin, C. E. 1992 Pro inflammatory levels of
interleukin 1 alpha like bioactivity are present in the majority of open comedones in acne vulgaris. J Invest Dermatol. 98: 895 - 901.
Jeremy, A., Holland, D. B., Roberts, S. G., Thomson, K. F. & Cunlife, W. J.
2003 Inflammatory Events Are Involved in Acne Lesion Initiation. J Invest Dermatol. 121: 20-7.
Jiang, C. K., Flanagan, S., Ohtsuki, M. 1994 Disease activated
transcription factor: allergic reactions in human skin cause nuclear translocation of STAT 91 and induce synthesis of keratin 17. Mol Cell Biol. 14: 4759-69.
Jiang, C. K., Magnaldo, T., Ohtsuki, M. 1993 Epidermal growth factor and
transforming growth factor a specifically induce the activation and hyperproliferation associated keratins 6 and 16. Proc Natl Acad Sci U S A 90: 6786-90.
Kealey, T. & Guy, R. 1997 Modeling the infundibulum in acne. J Am Acad
Dermatol. 108: 376. 108: 376. Kim, J. 2005 Review of the innate immune response in acne vulgaris:
activation of Toll like receptor 2 in acne triggers inflammatory cytokine responses. Dermatology. 211: 193-8.
Koreck, A., Pivarcsi, A., Dobozy, A. & Kemeny, L. 2003 The Role of Innate
Immunity in the Pathogenesis of Acne. Dermatology. 206: 96 -105. Kresno, S. M. 1996 Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium.
Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Krishna, S., Kim, C. & kim, J. 2011 Innate Immunity in The Pathogenesis of Acne Vulgaris. IN Shalita, A., Rosso, J. & Webster, G. F. (Eds.) New York, Informa Healthcare.
Layton, A. M., Henderson, C. A. & Cunliffe, W. J. 1994 A clinical
evaluation of acne scarring and its incidence. Cin Exp Dermatol. 19: 303-8.
Leeming, J. P., Holland, K. T. & Cunliffe, W. J. 1985 The pathological and
exological significance of microorganisms colonizing acne vulgaris comedones. J Med Microbiol. 20: 11-6.
Letawe, C., Boone, M. & Pierard, G. E. 1998 Digital image analysis of the
effect of topically applied linoleic acid on acne microcomedones. Clin Exp Dermatol. 23.
Leyden, J. J., McGinley, K. J. & Vowels, B. 1998 Propionibacterium acnes
colonization in acne and nonacne. Dermatology. 1998: 55-8. Liao, D. J. 2003 Management of acne. The Journal of Family Practice. 52:
43-51. Loveckova, Y. & Havlikovab, I. 2002 A Microbiological approach to Acne
vulgaris. Biomed Papers. 146: 29-32. Motoyoshi, K. 1983 Enhanced comedo formation in rabbit ear skin by
squalene and oleic acid peroxides. Br J Dermatol. 109: 191-8. Nahidi, Y., Javidi, Z., Shakeri, M. T. & Farrokhnezhad, S. 2012 Does
cigarette smoking influence acne? Iran J Dermatol. 15: 80-4. Nouri, K., Lanigan, S. W. & Rivas, M. P. 2005 Laser treatment for scars.
dalam Goldberg, D. J. (Ed.) Laser and lights. Philadelphia, Elsevier Saunders.
Perisho, K., Wertz, P. W., Madison, K. C. 1988 Fatty acids of
acylceramides from comedones and from the skin surface of acne patients and control subjects. J Invest Dermatol. 90: 350-3.
Pierard, G. E., Pierard-Franchimont, C., Goffin, V. 1995 Digital image
analysis of microcomedones. Dermatology 190. Pochi, P. E. & Strauss, J. S. 1994 Endocrinologic control of the
development and activity of the human sebaceous gland. J Invest Dermatol. 62: 191-201.
Rivera, A. E. & Spencer, J. M. 2007 Clinical aspects of full thickness wound healing. Clin Dermatol. 25: 39-48.
Simpson, N. & Cunliffe, W. 2007 Disorders of the sebaceous glands IN
Bums, T., Breathnach, S., Cox, N. & Griffiths, C. (Eds.) Rook's textbook of dermatology. . Massachusetts, Blackwell Science.
Siregar, R. S. 2003 Akne Vulgaris. dalam Carolin, w. & Peter, A. (Eds.)
Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Cetakan III,. Jakarta, EGC. Smith, R., Mann, N., Braue, A., Makelainen, H. & Varigos, G. 2007 A low-
glycemic-load diet improves symptoms in acne vulgaris patients: a randomized controlled trial. American Journal of Clinical Nutrition. 86: 107-115.
Smith, R. N., Braue, A., Varigos, G. A. 2008 The effect of a low glycemic
load diet on acne vulgaris and the fatty acid composition of skin surface triglycerides. J Dermatol Sci. 50: 41 52.
Suh, D. H., Kwon, T. H. & Youn, J. I. 2002 Changes of comedonal
cytokines and sebum secretion after UV irradiation in acne patients. European Journal of Dermatology. 12: 139-44.
Thiboutot, D., Gollnick, H., Bettoli, V. 2009 New insights into the
management of acne: an update from the Global Alliance to Improve Outcomes in Acne group. J Am Acad Dermatol. 60: S1 S50.
Thiboutot, D., Knaggs, H., Gilliland, K. 1998 Activity of 5 alpha reductase
and 17 betahydroxysteroid dehydrogenase in the infrainfundibulum of subjects with and without acne vulgaris. Dermatology. 196: 38 42.
Thiboutot, D. M. 2000 The role of follicular hyperkeratinization in acne.
Journal of Dermatological Treatment. 11: S5-S8. Tochio, T., Tanaka, H., Nakata, S. 2009 Accumulation of lipid peroxide in
the content of comedones may be involved in the progression of comedogenesis and inflammatory changes in comedones. J Cosmet Dermatol. 8: 152-8.
Walters, C. E., Ingham, E., Eady, E. A., Cove, J. H., Kearney, J. N. &
Cunliffe, W. J. April 1995 In Vitro Modulation of Keratinocyte-Derived Interleukin-1a (IL-1a) and Peripheral Blood Mononuclear Cell-Derived IL-1b Release in Response to Cutaneous Commensal Microorganisms. Infection and Immunity. 63: 1223-8.
Zaenglein, A., Graber, E., Thiboutot, D. & Strauss, J. 2008 Acne vulgaris and acneiform eruptions. IN Wolff, K., Goldsmith, L., Katz, S., Gilchrest, B., Palley, A. & Leffell, D. (Eds.) Fitzpatrick's dermatology in general medicine. New York, Mc Graw Hill Medical.
Lampiran 1
FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN SETELAH MENDAPAT PENJELASAN
Setelah membaca informasi penelitian serta mendengar penjelasan dan menyadari pentingnya penelitian: Kadar interleukin 1 alpha pada berbagai gradasi lesi akne vulgaris
Saya, yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : __________________________ Umur : __________________________ Alamat : __________________________ Telepon : __________________________ setelah mendengar/ membaca dan mengerti penjelasan yang diberikan mengenai tujuan, manfaat apa yang akan dilakukan dalam penelitian ini, bersama ini menyatakan kesediaan saya secara sukarela tanpa paksaan mengikuti penelitian ini dan mentaati semua prosedur yang akan dilakukan dalam penelitian ini.
Saya mengerti bahwa prosedur dengan cara pengambilan lesi akne vulgaris di wajah, kemungkinan bisa menimbulkan akibat yang tidak diinginkan seperti ketidaknyamanan atau infeksi namun saya yakin tindakan pemeriksaan akan dilakukan secara bebas hama dan dengan penuh kehati-hatian oleh petugas yang terlatih untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
Saya tahu bahwa keikutsertaan saya ini bersifat sukarela tanpa paksaan, sehingga saya bisa menolak ikut atau mengundurkan diri dari penelitian ini tanpa kehilangan hak saya untuk mendapat pelayanan kesehatan. Saya juga berhak bertanya atau meminta penjelasan kepada peneliti bila masih ada hal yang belum jelas atau masih ada hal yang ingin saya ketahui tentang penelitian ini.
Saya mengerti bahwa semua biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan penelitian ini ditanggung oleh peneliti. Demikian juga biaya perawatan dan pengobatan bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan akibat penelitian ini, akan dibiayai oleh peneliti. Saya percaya bahwa keamanan dan kerahasiaan data penelitian akan terjamin dan saya dengan ini menyetujui semua data yang dihasilkan pada penelitian ini untuk disajikan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Bila terjadi perbedaan pendapat di kemudian hari, kami akan menyelesaikannya secara kekeluargaan.
Makassar........................2013
NAMA TANDA TANGAN TGL/BLN/THN Klien ............................................ ........................................ Saksi 1 ............................................ ........................................ Saksi 2 ............................................. ........................................ Penanggungjawab Medis Nama : Dr. dr. Anis Irawan Anwar, SpKK (K) Alamat : Jl Sungai Saddang Baru A11/7A, Makassar Telpon : 04115012566 / 0811412678 Penanggungjawab Peneliti Nama : dr. Wiwin Mulianingsih Alamat : Rusunawa Unhas Cempaka 311, Makassar Telpon : 04115760093 / 081353456772
DISETUJUI Komisi Etik Penelitian Kesehatan
FK Unhas Tgl ……………………
Lampiran.2 KUESIONER PENELITIAN
KADAR INTERLEUKIN-1 ALPHA PADA BERBAGAI GRADASI LESI AKNE VULGARIS
__________________________________________________________ No. Urut : Makassar, ................. 2013
Nama : Alamat : Umur : Tahun Nomor Telp : Jenis Kelamin : : Pria Wanita Pendidikan : SD SMP SMA/Sederajat Akademi / Sarjana Tidak sekolah Pekerjaan : Ibu rumah tangga Profesional
ABRI/Polisi Pegawai negeri Wiraswasta Karyawan swasta Lainnya
Aktivitas rutin : Dalam ruangan Luar ruangan Suku : Makassar Bugis Mandar Toraja Enrekang Jawa Palopo Lainnya Lingkungan kerja: Stres ringan Stres sedang
1 2
1 2
4
5
3
2 1
3 4
6 5
7
2 1
1 2
4 3
5 6
7 8
1 2
Stres berat Tidak ada
Sering tidaknya memencet jerawat : Ya Tidak Suka mengkonsumsi makanan pedas : Ya Tidak Merokok : Ya Tidak Alkohol: Ya Tidak Riwayat Keluarga Ayah Ibu yang sedang menderita Akne : Kakak/adik Makanan (kebiasaan makan): Kacang Cokelat Makanan Lainnya
Berminyak Riwayat Akne: …………..tahun ............. bulan Tipe Akne :
Komedonal Papulo-pustular
Nodul
3 4
2 1
1 2
1
1
2
2
3
2 1
4
1
3
2
3
2
1
Lampiran 3
Data sampel kadar IL-1α pada lesi komedonal
Kode Sampel
Hasil
A B C
Rata-rata (pg/ml)
01 751,9504 570,8326 964,7313 762,5047548
02 413,8622 149,3925 511,6157 358,2901235
03 610,4887 559,8612 227,1606 465,8368178
04 934,4067 908,8827 963,635 935,6414571
05 721,7599 169,7609 112,5521 334,6909699
06 55,37104 302,0253 90,62427 149,3401924
07 437,3912 73,15811 109,7204 206,7565734
08 884,3097 134,8649 276,8777 432,0174377
09 270,4489 776,0497 807,9546 618,1510716
10 461,3184 61,78721 448,0059 323,7038246
Lampiran 4
Data sampel kadar IL-1α pada lesi papulopustular
Kode Sampel
Hasil
A B C Rata-rata (pg/ml)
11 36,63447 39,18206 35,99794 37,27148931
12 926,2452 831,8394 824,1288 860,7377948
13 645,4562 156,4616 461,5609 421,1595744
14 85,65393 167,7623 42,58249 98,66623817
15 396,913 272,2844 152,4832 273,8935157
16 801,8717 522,448 91,48955 471,9364265
17 309,2125 103,848 480,5258 297,8621143
18 215,8662 62,00134 253,7478 177,2051172
19 160,8882 200,7953 87,81389 149,832465
20 535,5377 532,8172 275,9585 448,1044574
Lampiran 5
Data sampel kadar IL-1α pada lesi nodular
Kode Sampel
Hasil
A B C Rata-rata (pg/ml)
21 165,765 170,8718 31,12269 122,5865065
22 157,3464 103,848 548,9211 270,0385234
23 294,8536 130,6958 125,2191 183,5894954
24 232,823 32,1818 506,7023 257,2356842
25 88,67833 208,4341 60,07481 119,0624177
26 582,0858 782,3591 37,69568 467,3802045
27 65,00077 350,7828 96,03655 170,6067013
28 61,35901 395,2463 442,9359 299,8470701
Lampiran 6
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Komedonal 8 80.0% 2 20.0% 10 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
Komedonal Mean 528.8549 79.08727
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 341.8432
Upper Bound 715.8666
5% Trimmed Mean 517.6529
Median 448.9284
Variance 50038.368
Std. Deviation 223.69258
Minimum 323.70
Maximum 935.64
Range 611.94
Interquartile Range 385.83
Skewness .999 .752
Kurtosis -.166 1.481
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Komedonal .236 8 .200* .873 8 .161
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Lampiran 7
EXAMINE VARIABLES=pustular /PLOT BOXPLOT HISTOGRAM NPPLOT
/COMPARE GROUP /STATISTICS DESCRIPTIVES /CINTERVAL 95
/MISSING LISTWISE /NOTOTAL.
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pustular 8 80.0% 2 20.0% 10 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
Pustular Mean 292.3325 50.80717
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 172.1926
Upper Bound 412.4724
5% Trimmed Mean 293.1137
Median 285.8778
Variance 20650.951
Std. Deviation 143.70439
Minimum 98.67
Maximum 471.94
Range 373.27
Interquartile Range 284.69
Skewness .001 .752
Kurtosis -1.765 1.481
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pustular .190 8 .200* .918 8 .413
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
EXAMINE VARIABLES=nodular /PLOT BOXPLOT HISTOGRAM NPPLOT
/COMPARE GROUP /STATISTICS DESCRIPTIVES /CINTERVAL 95
/MISSING LISTWISE /NOTOTAL.
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Nodular 8 80.0% 2 20.0% 10 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
Nodular Mean 236.2933 40.70414
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 140.0433
Upper Bound 332.5433
5% Trimmed Mean 229.9680
Median 220.4126
Variance 13254.614
Std. Deviation 115.12868
Minimum 119.06
Maximum 467.38
Range 348.32
Interquartile Range 157.80
Skewness 1.140 .752
Kurtosis 1.446 1.481
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Nodular .176 8 .200* .896 8 .268
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Nodular
Frequency Table
JK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid L 11 39.3 39.3 39.3
P 17 60.7 60.7 100.0
Total 28 100.0 100.0
umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 12-17 tahun 16 57.1 57.1 57.1
18-33 tahun 12 42.9 42.9 100.0
Total 28 100.0 100.0
tipe AV
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid komedo 10 35.7 35.7 35.7
pappust 10 35.7 35.7 71.4
nodul 8 28.6 28.6 100.0
Total 28 100.0 100.0
pncetjrwt
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ya 21 75.0 75.0 75.0
tdk 7 25.0 25.0 100.0
Total 28 100.0 100.0
rokok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ya 4 14.3 14.3 14.3
tdk 24 85.7 85.7 100.0
Total 28 100.0 100.0
pedas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ya 26 92.9 92.9 92.9
tdk 2 7.1 7.1 100.0
Total 28 100.0 100.0
mkn
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kcng 12 42.9 42.9 42.9
mnyk 13 46.4 46.4 89.3
cklt 3 10.7 10.7 100.0
Total 28 100.0 100.0
riwklg
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ayah 7 25.0 25.0 25.0
ibu 4 14.3 14.3 39.3
saudara 10 35.7 35.7 75.0
tdk 7 25.0 25.0 100.0
Total 28 100.0 100.0
riw akne
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid < 1thn 1 3.6 3.6 3.6
1-2 thn 15 53.6 53.6 57.1
3-4 thn 10 35.7 35.7 92.9
5-7 thn 2 7.1 7.1 100.0
Total 28 100.0 100.0
T-Test
Group Statistics
JK N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
IL-1 a L 11 3.446630862
00145E2
2.3040614655794
09E2
6.94700670476660
2E1
P 17 3.483914747
33821E2
2.3207833859508
67E2
5.62872649085530
8E1
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the Difference
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differenc
e
Std. Error
Differenc
e Lower Upper
IL-1 a Equal
varia
nces
assu
med
.083 .775 -.042 26 .967 -
3.728388
5336762
20E0
8.955509
2344089
32E1
-1.878115172273178E2 1.803547401599
654E2
Equal
varia
nces
not
assu
med
-.042 21.61
7
.967 -
3.728388
5336762
20E0
8.941110
8965792
62E1
-1.893464574741598E2 1.818896804068
073E2
Group Statistics
umur N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
IL-1 a Equal
variances
assumed
4.111 .053 1.650 26 .111 1.387853205143
126E2
8.408897907966
810E1
-
3.406205144935
576E1
3.116326924779
810E2
Equal
variances
not assumed
1.803 23.221 .084 1.387853205143
126E2
7.697419018265
964E1
-
2.036420052104
871E1
2.979348415496
740E2
GET FILE='C:\Documents and Settings\HP MINI\Desktop\spss 10-4-
13\data 100413.sav'. T-TEST GROUPS=umur(1 2) /MISSING=ANALYSIS
/VARIABLES=IL1a /CRITERIA=CI(.95).
Group Statistics
pncetjr
wt N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
IL-1 a ya 21 3.7641575
2968136E2
2.416680906229
835E2
5.273630087310
807E1
tdk 7 2.5845974
3763672E2
1.589615360150
062E2
6.008181318864
909E1
IL-1 a 12-17 tahun 16 4.064061737
44583E2
2.6626277384542
95E2
6.65656934613573
7E1
18-33 tahun 12 2.676208532
30270E2
1.3389702348976
36E2
3.86527412777523
4E1
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
IL-1 a Equal
variances
assumed
.902 .351 1.200 26 .241 1.179560092044
645E2
9.832598619478
516E1
-
8.415595000249
272E1
3.200679684114
216E2
Equal
variances not
assumed
1.475 15.964 .160 1.179560092044
645E2
7.994336561475
697E1
-
5.154753283315
108E1
2.874595512420
800E2
Group Statistics
rokok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
IL-1 a ya 4 2.581478638
40740E2
1.1517530884913
98E2
5.75876544245699
0E1
tdk 24 3.617232318
04733E2
2.3921530840913
68E2
4.88296203554079
3E1
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
IL-1 a Equal variances
assumed
1.805 .191 -.840 26 .409 -
1.035753679639
928E2
1.233326655946
942E2
-
3.570892928401
631E2
1.499385569121
775E2
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
IL-1 a Equal variances
assumed
1.805 .191 -.840 26 .409 -
1.035753679639
928E2
1.233326655946
942E2
-
3.570892928401
631E2
1.499385569121
775E2
Equal variances not
assumed
-1.372 8.305 .206 -
1.035753679639
928E2
7.550277985728
044E1
-
2.765797387577
626E2
6.942900282977
702E1
Group Statistics
alkohol N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
IL-1 a ya 2 1.448345594
94399E2
3.6447312475382
83E1
2.57721418073682
5E1
tdk 26 3.624723038
34145E2
2.2833609104187
63E2
4.47803916876933
1E1
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
IL-1 a Equal
variances
assumed
2.039 .165 -1.324 26 .197 -
2.176377443397
460E2
1.643828216917
047E2
-
5.555314735341
998E2
1.202559848547
078E2
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
IL-1 a Equal
variances
assumed
2.039 .165 -1.324 26 .197 -
2.176377443397
460E2
1.643828216917
047E2
-
5.555314735341
998E2
1.202559848547
078E2
Equal
variances not
assumed
-4.212 11.837 .001 -
2.176377443397
460E2
5.166707629663
527E1
-
3.303825565265
875E2
-
1.048929321529
045E2
NPar Tests
[DataSet1] G:\DATA BARU\data 100413.sav
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
IL-1 a 28 3.4692675
0667020E2
2.271178879450
503E2
3.72714893
1244E1
9.35641457
1435E2
mkn 28 1.68 .670 1 3
Kruskal-Wallis Test
Ranks
mkn N Mean Rank
IL-1 a kcng 12 15.92
mnyk 13 12.31
cklt 3 18.33
Total 28
Test Statisticsa,b
IL-1 a
Chi-Square 1.931
df 2
Asymp. Sig. .381
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: mkn
T-Test
[DataSet4] C:\Documents and Settings\HP MINI\Desktop\DATA
BARU\data 100413.sav
Group Statistics
tipe AV N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
IL-1 a komedo 10 4.586933222
76416E2
2.4694159243930
94E2
7.80897881137232
9E1
pappust 10 3.236669192
76507E2
2.4103455174178
62E2
7.62218178301750
0E1
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
IL-1 a Equal
variances
assumed
.015 .904 1.237 18 .232 1.350264029999
095E2
1.091227772785
434E2
-
9.423204487688
977E1
3.642848508767
088E2
Equal
variances
not assumed
1.237 17.989 .232 1.350264029999
095E2
1.091227772785
434E2
-
9.424167457913
009E1
3.642944805789
491E2
T-Test
[DataSet4] C:\Documents and Settings\HP MINI\Desktop\DATA
BARU\data 100413.sav
Group Statistics
tipe AV N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
IL-1 a komedo 10 4.586933222
76416E2
2.4694159243930
94E2
7.80897881137232
9E1
nodul 8 2.362933253
93415E2
1.1512868428590
32E2
4.07041366838236
1E1
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
IL-1 a Equal
variances
assumed
3.348 .086 2.341 16 .032 2.223999968830
011E2
9.498711125359
506E1
2.103631637878
928E1
4.237636773872
130E2
Equal
variances not
assumed
2.526 13.293 .025 2.223999968830
011E2
8.806157931142
045E1
3.258030449270
103E1
4.122196892733
012E2
T-Test
Group Statistics
tipe AV N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
IL-1 a pappust 10 3.236669192
76507E2
2.4103455174178
62E2
7.62218178301750
0E1
nodul 8 2.362933253
93415E2
1.1512868428590
32E2
4.07041366838236
1E1
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
IL-1 a Equal variances
assumed
2.795 .114 .939 16 .362 8.737359388309
159E1
9.304695340561
658E1
-
1.098771357178
650E2
2.846243234840
482E2
Equal variances not
assumed
1.011 13.458 .330 8.737359388309
159E1
8.640944541259
236E1
-
9.865896944560
768E1
2.734061572117
909E2
T-TEST PAIRS=IL1a WITH tipeAV (PAIRED) /CRITERIA=CI(.9500)
/MISSING=ANALYSIS.
NPar Tests
[DataSet1]
Kruskal-Wallis Test
Ranks
riw akne N Mean Rank
IL-1 a < 1thn 1 25.00
1-2 thn 15 16.13
3-4 thn 10 12.00
5-7 thn 2 9.50
Total 28
Test Statisticsa,b
IL-1 a
Chi-Square 3.883
df 3
Asymp. Sig. .274
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: riw
akne
NPAR TESTS /K-W=IL1a BY riwklg(1 2) /MISSING ANALYSIS.
Oneway
ANOVA
IL-1 a
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 947.448 2 473.724 .026 .974
Within Groups 182550.063 10 18255.006
Total 183497.512 12
Lampiran 7 Rekomendasi persetujuan etik