kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

97
TESIS KADAR GLUTATHIONE PEROXIDASE PLASMA YANG RENDAH MENINGKATKAN RISIKO ABORTUS INKOMPLIT TRIMESTER PERTAMA ENDANG SRI WIDIYANTI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

Upload: hoangcong

Post on 08-Dec-2016

242 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

TESIS

KADAR GLUTATHIONE PEROXIDASE PLASMA YANG

RENDAH MENINGKATKAN RISIKO ABORTUS

INKOMPLIT TRIMESTER PERTAMA

ENDANG SRI WIDIYANTI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 2: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

i

TESIS

KADAR GLUTATHIONE PEROXIDASE PLASMA YANG

RENDAH MENINGKATKAN RISIKO ABORTUS

INKOMPLIT TRIMESTER PERTAMA

ENDANG SRI WIDIYANTI

NIM 0914038109

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 3: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

ii

KADAR GLUTATHIONE PEROXIDASE PLASMA YANG

RENDAH MENINGKATKAN RISIKO ABORTUS

INKOMPLIT TRIMESTER PERTAMA

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

ENDANG SRI WIDIYANTI

NIM 0914038109

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 4: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

iii

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 25 FEBRUARI 2014

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof.Dr.dr. IGP Surya, SpOG(K) dr. Putu Doster Mahayasa, SpOG(K)

NIP.19431015 197008 1 001 NIP. 19621013 198911 1 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur Program Pascasarjana

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Universitas Udayana

Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,Sp.And.,FAACS Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi,SpS(K)

NIP. 19461213 197107 1 001 NIP. 19590215 1985102 001

Page 5: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

iv

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal 24 Februari 2014

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,

Nomor : 0382a/ UN.14.4/HK/2014, Tanggal 17 Februari 2014

Ketua : Prof. Dr. dr. I Gede Putu Surya, SpOG (K)

Sekretaris : dr. Putu Doster Mahayasa, SpOG(K)

Anggota :

1. Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,Sp.And.,FAACS

2. Prof.dr.Nyoman Agus Bagiada,SpBIOK

3. Prof.Dr.dr.N.Adiputra, MOH

Page 6: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

v

Surat Pernyataan Bebas Plagiat

Page 7: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. I Gede Putu Surya, SpOG(K) selaku

pembimbing I, dr. Putu Doster Mahayasa, SpOG(K) selaku pembimbing II dan

Drs. Ketut Tunas, Msi selaku pembimbing statistik, yang telah memberikan

dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penulis mengikuti Program

Pendidikan Dokter Spesialis I (PPDS I) dan Program Magister Program Studi

Ilmu Biomedik Kekhususan Kedokteran Klinik (Combined Degree). Terima kasih

juga kepada Prof.Dr.dr.AAG Sudewa Djelantik,SpPK(K), dr Kadek Mulyantari,

SpPK dan dr I Nyoman Wande, SpPK, atas segala bantuan dan bimbingan dalam

proses pemeriksaan sampel penelitian ini.

Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada Rektor Universitas

Udayana, Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, SpPD (KEMD), Direktur Program

Pascasarjana yang dijabat oleh Prof. Dr. A.A. Raka Sudewi, SpS(K), Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Putu Astawa, MKes,

SpOT(K), Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas

Udayana, Prof. Dr.dr Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS, Direktur Rumah Sakit

Umum Pusat Sanglah, dr. I Wayan Sutarga, MPHM, serta Kepala Bagian Obstetri

dan Ginekologi Universitas Udayana/RSUP Sanglah Prof.Dr.dr Ketut

Suwiyoga,SpOG(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk

mengikuti dan menyelesaikan PPDS I dan Program Magister Program Studi Ilmu

Biomedik Kekhususan Kedokteran Klinik (Combined Degree) di Universitas

Udayana. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada Ketua Program Studi Ilmu

Kebidanan dan Penyakit Kandungan PPDS I FK UNUD/RSUP Sanglah, dr.

A.A.N.Anantasika, SpOG(K) dan seluruh dosen/Staf Bagian Obstetri dan

Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah atas segala

bimbingan dan dorongan yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan

spesialis. Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan kepada seluruh guru

yang telah mendidik dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, pasien yang telah

menjadi guru dan banyak memberikan pengetahuan dan pengalaman, rekan-rekan

residen Obstetri dan Ginekologi dan paramedis RSUP Sanglah. Penulis juga

mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada Pemerintah Republik

Indonesia, Menteri Pendidikan Nasional yang telah memberikan bantuan finansial

sehingga meringankan beban penulis dalam menyelesaikan studi ini.

Tidak lupa penulis haturkan ucapan terima kasih yang dalam kepada kedua

orang tua, AC Edy Widjaya dan Linda Yuliarti, kakak kandung Heru Purnomo,

atas segala doa dan dukungan terhadap penulis, baik berupa dukungan moral

maupun material selama penulis menjalani pendidikan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya pada semua

pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.

Penulis

Page 8: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

vii

ABSTRAK

KADAR GLUTATHIONE PEROXIDASE PLASMA YANG RENDAH

MENINGKATKAN RISIKO ABORTUS INKOMPLIT TRIMESTER

PERTAMA

Abortus merupakan komplikasi kehamilan yang paling sering terjadi, dimana

lebih dari 80% terjadi pada trimester pertama. Mekanisme penyebab abortus tidak

selalu dapat ditentukan dengan jelas, karena pada umumnya lebih dari satu faktor

yang berperan. Abortus merupakan akibat dari gangguan plasentasi sehingga

timbul onset prematur dari sirkulasi maternal pada seluruh permukaan plasenta,

yang menyebabkan terjadinya stress oksidatif pada jaringan plasenta. Glutathione

peroxidase (Gpx) merupakan suatu antioksidan enzimatik yang bekerja secara

langsung mengkatalisis hidrogen peroksida dan hidroperoksida organik sehingga

mencegah terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel. Pada manusia, saat ini

telah ditemukan 8 macam Gpx, dimana salah satunya adalah glutathione

peroxidase plasma yang diproduksi di tubulus proximal ginjal dan dapat dideteksi

pada plasma dan cairan amnion. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

peran glutathione peroxidase plasma terhadap terjadinya abortus inkomplit

trimester pertama, sehingga pada akhirnya dapat ditemukan suatu cara

pencegahan kejadian abortus.

Penelitian ini merupakan studi kasus-kontrol yang melibatkan 60 orang wanita

dengan usia kehamilan kurang dari 14 minggu, yang dikelompokkan menjadi 30

orang kasus abortus inkomplit dan 30 orang hamil muda sebagai kontrol, yang

memenuhi kriteria inklusi, yang datang ke Rumah Sakit Sanglah Denpasar.

Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar Gpx plasma pada kedua

kelompok dengan metode Elisa.

Berdasarkan uji T tidak berpasangan untuk variabel umur dan uji Mann-

Whitney untuk variabel paritas dan umur kehamilan, didapatkan data homogen

dan berdistribusi normal (p>0.05). Rerata kadar glutathione peroxidase plasma

pada abortus inkomplit trimester pertama lebih rendah dibandingkan kehamilan

normal secara bermakna (247,74 + 152,5 μIU/ml vs 348,00 + 183,16 μIU/ml ;

p=0,041). Dengan nilai cutoff point kadar glutathione peroxidase plasma sebesar

170,83 μIU/ml dengan nilai sensitivitas 86,7% dan nilai spesifisitas sebesar

46,7%, didapatkan peningkatan kejadian abortus inkomplit sebesar 5,6 kali pada

kelompok dengan kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah.

Kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan risiko

abortus inkomplit trimester pertama. Penelitian lanjutan masih diperlukan dengan

memanfaatkan hasil penelitian ini dalam upaya menemukan bahan yang dapat

meningkatkan kadar glutathione peroxidase plasma, sehingga dapat mencegah

terjadinya abortus inkomplit trimester pertama

Kata Kunci : Abortus inkomplit, glutathione peroxidase plasma, hamil muda,

trimester pertama

Page 9: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

viii

ABSTRACT

LOW GLUTATHIONE PEROXIDASE PLASMA LEVELS INCREASED

RISK OF FIRST TRIMESTER INCOMPLETE ABORTION

Abortion is the most frequent complication of pregnancy, more than 80%

occur in the first trimester. Mechanism that causes abortion are not always could

be clearly defined, because it is generally more than one contributing factor.

Spontaneous abortion is the result of impaired placentation causing premature

onset of the maternal circulation to the entire surface of the placenta, resulting in

oxidative stress in placental tissue. Glutathione peroxidase (Gpx) is an enzymatic

antioxidant that works directly catalyze hydrogen peroxide and organic

hydroperoxide thus preventing the occurrence of lipid peroxidation in the cell

membrane. In humans, there has been found eight kinds of Gpx, one of which is

plasma glutathione peroxidase, that produced in the kidney proximal tubule and

could be detected in plasma and amniotic fluid. The purpose of this study was to

determine the role of plasma glutathione peroxidase against incomplete first

trimester abortion, which in turn expected to be found a way to prevent

spontaneous abortion.

This research was a case-control study involving 60 women less than 14

weeks gestation, who came to Sanglah Hospital and classified into 30 cases of

incomplete abortion and 30 cases of early pregnancy as controls, that meet the

inclusion criteria. On both groups we do blood tests to determine levels of plasma

Gpx by Elisa method.

Based on the T-independent test for variable of age and Mann-Whitney test

for variables of parity and gestational age, there were homogeneous and normal

distribution data (P> 0.05). The mean plasma glutathione peroxidase levels in the

first trimester incomplete abortion was significantly lower than normal early

pregnancies ( 247.74 + 152.5 μIU / ml vs. 348.00 + 183.16 μIU / ml , p = 0.041 ) .

By using the cutoff point value of plasma glutathione peroxidase at 170.83 μIU /

ml with a sensitivity of 86.7 % and a specificity of 46.7 %, it was associated with

an incereased of incomplete abortion 5.6 times on the low level plasma

glutathione peroxidase group.

Low plasma level of glutathione peroxidase increased risk of first trimester

incomplete abortion. However, further research is still needed to utilize the results

of this study in an effort to find a material that can increase the plasma levels of

glutathione peroxidase, which can prevent the occurrence of first trimester

incomplete abortion

Keywords : incomplete abortion, plasma glutathione peroxidase, early pregnancy,

first trimester

Page 10: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

ix

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM i

PRASYARAT GELAR ii

LEMBAR PERSETUJUAN iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT v

UCAPAN TERIMA KASIH vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG xiv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.3.1 Tujuan umum 5

1.3.2 Tujuan khusus 5

1.4 Manfaat Penelitian 5

1.4.1 Manfaat bagi pengetahuan 5

1.4.2 Manfaat bagi pelayanan 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7

2.1 Definisi Abortus dan Abortus Inkomplit 7

2.2 Insiden Abortus 8

2.3 Penyebab Abortus Inkomplit 8

Page 11: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

x

2.4 Stress Oksidatif 9

2.5 Mekanisme Pertahanan terhadap Stress Oksidatif 15

2.5.1 Superoksid dismutase 17

2.5.2 Katalase 17

2.5.3 Glutathione peroxidase 18

2.6 Peranan ROS dan Antioksidan Pada Kehamilan Normal 22

2.7 Penyebab Lain Terjadinya Keadaan Stress Oksidatif 29

2.8 Glutathione Peroxidase (Gpx) Pada Abortus 33

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITIAN 35

3.1 Kerangka Berpikir 35

3.2 Konsep Penelitian 37

3.3 Hipotesis Penelitian 37

BAB IV METODE PENELITIAN 38

4.1 Rancangan Penelitian 38

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 38

4.2.1 Lokasi penelitian 38

4.2.2 Waktu penelitian 38

4.3 Ruang Lingkup Penelitian 38

4.4 Penentuan Sumber Data 38

4.4.1 Populasi penelitian 38

4.4.2 Sampel penelitian 39

4.5 Variabel Penelitian 40

4.5.1 Variabel bebas 40

4.5.2 Variabel tergantung 40

4.5.3 Variabel terkontrol 41

4.5.4 Definisi operasional variabel 41

4.6 Bahan Penelitian 44

4.7 Instrumen Penelitian 44

Page 12: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

xi

4.8 Prosedur Penelitian 44

4.9 Analisis Data 46

4.9.1 Analisis deskriptif 46

4.9.2 Uji normalitas 47

4.9.3 Uji hipothesis 47

4.9.4 Perhitungan rasio odd 47

BAB V HASIL PENELITIAN 48

5.1 Karakteristik Sampel Penelitian 48

5.2 Perbedaan Kadar Glutathione Peroxidase Plasma Antara Kelompok

Kasus Dengan Kelompok Kontrol 49

5.3 Kadar Glutathione Peroxidase Plasma Yang Rendah Meningkatkan

Risiko Abortus Inkomplit Trimester Pertama 50

BAB VI PEMBAHASAN 51

6.1 Karakteristik Sampel Penelitian 51

6.2 Perbedaan Kadar Glutathione Peroxidase Plasma Antara Kelompok

Kasus Dengan Kelompok Kontrol 51

6.3 Analisis Risiko Sampel Penelitian 54

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 56

7.1 Simpulan 56

7.2 Saran 56

DAFTAR PUSTAKA 57

LAMPIRAN-LAMPIRAN 66

Page 13: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Kerusakan Akibat Reaktif Oksigen Spesies 10

2.2 Pengaruh Keseimbangan Oksidan Dan Reduktan 12

2.3 Klasifikasi Mekanisme Pertahanan Antioksidan Seluler 15

2.4 Jalur Pembentukan ROS, Proses Peroxidasi Lipid Dan Peran Glutathione

( GSH ) Dan Antioksidan Lain ( Vitamin E , C , asam lipoat ) Dalam

Mengatasi Stress Oksidatif 16

2.5 Penangkapan Endogen Peroksida Seluler 18

2.6 Struktur Kristal Glutathione Peroxidase 19

2.7 Diagram Sistem Penyaluran Oksigen Pada Orang Dewasa Dan Jaringan

Embrionik 26

2.8 Diagram Gestasional Sacc (GS) Pada Akhir Bulan Kedua 29

2.9 Diagram Yang Menggambarkan Proses Plasentasi Pada Kehamilan

Normal Trimester Pertama (A) Dan Abortus Spontan(B) 30

2.10 Diagram Asal Mula Stress Oksidatif Dan Kemungkinan Efek Stress

Oksidatif Sinsisiotropoblas 31

3.1 Konsep Penelitian 37

4.1 Alur Penelitian 45

Page 14: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Metabolit Radikal Dan Nonradikal Oksigen 11

2.2 Peran Fisiologis ROS Dan Enzim Antioksidan Dalam Proses Reproduksi

Wanita Dan Hasil Konsepsi Pada Berbagai Spesies Mammalia 25

4.1 Tabel Analisis Desktiptif 46

4.2 Rasio Odd 47

5.1 Analisis Normalitas dan Homogenitas Kelompok Kasus Dan Kontrol 48

5.2 Perbedaan Kadar Glutathione Peroxidase Plasma Antara Kelompok

Kasus Dengan Kelompok Kontrol 49

5.3 Nilai RO , IK , dan p Kadar Glutathione Peroxidase Plasma Antara

Kelompok Kasus Dan Kelompok Kontrol 50

Page 15: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

xiv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN

Apr : April

β-HCG : β-Human Chorionic Gonadotropin

CYP-19 : Sitokrom P-450 Aromatase

DNA : Deoxyribonucleic Acid

E.C. : Enzyme Code

dkk : Dan Kawan Kawan

Gpx : Glutathione Peroxidase

GSH : Glutathione Tereduksi atau Glutathione

GSSG : Glutathione Teroksidasi atau Glutathione Disulfida

G6PD : Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase

HCG : Human Chorionic Gonadotropin

HClO : Asam Hipoklorit

H2O : Air

H2O2 : Hidrogen Peroksida

I/R : Ischemia Reperfusion

Jan : Januari

LMWA : Low Molecular Weight Antioxidant

NO : Nitric Oxide

O2•‾ : Radikal Superoksid

OH• : Hidroksil

PC-OOH : Phosphatidylcholine Hydroperoxida

pH : Derajat Keasaman

PRX : Peroksiredoksin

RNS : Reactive Nitrogen Species

ROH : Hidroksi Organik

ROOH : Hidroperoksida Organik

ROS : Reactive Oxygen Species

Page 16: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

xv

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

RT-PCR : Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction

-SH : Gugus Sulfidril

SOD : Superoksid Dismutase

TNF- α : Tumor Necrosis Factor-α

TRX : Thioredoksin

LAMBANG

α : Alpha

Page 17: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance) 66

Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian 67

Lampiran 3 Informed Consent 68

Lampiran 4 Formulir Pengumpulan Data . 71

Lampiran 5 Hasil Penelitian 72

Lampiran 6 Statistik Hasil Penelitian 75

Page 18: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Abortus didefinisikan sebagai berakhirnya kehamilan baik secara spontan

maupun disengaja sebelum umur kehamilan 20 minggu atau kurang dari 500 gram

(Cunningham dkk, 2010). Diperkirakan abortus spontan (miscarriages) terjadi

pada 75% wanita sejak saat konsepsi namun sebagian besar kejadian tersebut

tanpa disadari karena terjadi sebelum atau bersamaan dengan saat haid berikutnya.

Dari sejumlah kasus yang disadari, 15-20% berakhir dengan abortus spontan atau

kehamilan ektopik (Petrozza dan Berlin, 2010). Kemungkinan untuk mengalami

abortus spontan berulang akan meningkat sejalan frekuensi seseorang mengalami

abortus. Bahkan setelah mengalami abortus spontan tiga kali dan empat kali,

kemungkinan untuk terjadi abortus berikutnya berturut-turut sebesar 45% dan

54,3% (Turrentine, 2008). Lebih dari 80% abortus terjadi pada trimester pertama

(Bernirschke dan Kaufmann, 2000), yaitu hingga umur kehamilan 14 minggu

(Cunningham dkk, 2010).

Secara klinis, abortus yang paling sering dijumpai di rumah sakit adalah

abortus inkomplit. Pasien pada umumnya datang dalam keadaan perdarahan dan

nyeri perut yang hebat, dari pemeriksaan fisik ditemukan pembukaan serviks dan

tampak keluarnya sebagian dari produk konsepsi (Puscheck dan Pradhan, 2006).

Penyebab abortus tidak selalu dapat ditentukan dengan jelas, karena pada

umumnya lebih dari satu faktor yang berperan. Secara umum penyebab abortus

Page 19: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

2

dapat dibagi menjadi faktor fetus dan faktor maternal. Faktor fetus seperti

kelainan kromosom menjadi penyebab sekitar 50% kejadian abortus spontan, di

mana kelainan yang paling sering ditemukan berupa autosomal trisomi (Eiben

dkk, 1990). Faktor maternal yang turut berperan seperti : usia ibu, kelainan

anatomis, faktor imunologis, infeksi, penyakit kronis, kelainan endokrin, nutrisi,

penggunaan obat-obatan dan pengaruh lingkungan (Speroff dan Fritz, 2005).

Dengan perkembangan penelitian terhadap plasenta, muncul teori yang

menghubungkan stress oksidatif yang terjadi pada saat proses plasentasi dengan

patofisiologi terjadinya abortus. Hingga akhir trimester pertama, fetus

berkembang dalam suasana hipoksia fisiologis untuk melindungi dirinya dari efek

buruk dan efek teratogenik dari radikal bebas oksigen (Jauniaux dkk, 2000), serta

menjaga stem sel agar tetap dalam keadaan pluripotent (Ezashi dkk, 2005).

Hingga minimal minggu ke-10, nutrisi embrio juga diperoleh dari sekresi kelenjar

endometrium ke dalam intervillous space (Burton dkk, 2002)

Menurut Jauniaux dan Burton (2005), abortus spontan merupakan gangguan

plasentasi dan perubahan-perubahan villi yang tampak bukanlah penyebab namun

merupakan konsekuensi dari gangguan plasentasi tersebut. Pada sekitar dua per

tiga abortus pada trimester pertama, dapat ditemukan kelainan anatomis akibat

gangguan plasentasi yang terutama berupa pelindung tropoblast yang lebih tipis

atau terfragmentasi, invasi sitotropoblast ke dalam endometrium yang lebih

sedikit, dan penutupan lumen pada ujung arteri spiralis yang tidak lengkap. Hal ini

menyebabkan hilangnya perubahan fisiologis plasenta yang seharusnya terjadi,

sehingga timbul onset prematur dari sirkulasi maternal pada seluruh permukaan

Page 20: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

3

plasenta. Terlepas dari penyebab terjadinya abortus, peningkatan aliran darah

maternal ke ruang intervillus menyebabkan 2 perubahan, yaitu : 1. efek mekanis

langsung terhadap jaringan villi sehingga menjadi rusak secara progresif, 2.

perluasan kerusakan tropoblast yang secara tidak langsung dimediasi oleh radikal

superoksid dan peningkatan apoptosis (Hempstock dkk, 2003 dan Jauniaux dkk,

2003b). Akibat dari proses tersebut, terjadi degenerasi plasenta dengan hilangnya

seluruh fungsi sinsisiotrophoblas dan pelepasan plasenta dari dinding uterus

(Jauniaux dkk, 2006).

Di dalam sel, Reaktif Oksigen Spesies (ROS) diproduksi secara terus-menerus

sebagai akibat reaksi biokimia maupun akibat dari faktor eksternal. Apabila

produksi ROS dan radikal bebas yang lain melebihi kapasitas penangkapan oleh

antioksidan, maka timbullah suatu keadaan yang disebut stress oksidatif.

Antioksidan sebagai pelindung terhadap stress oksidatif dapat digolongkan

menjadi golongan enzimatik dan non enzimatik, atau low molecular weight

antioxidant (LMWA). Di antara antioksidan enzimatik yang ada, superoksid

dismutase (SOD), glutathione peroxidase (Gpx) dan katalase merupakan

antioksidan yang bekerja secara langsung (Kohen dan Nyska, 2002), sedangkan

yang termasuk LMWA seperti asam askorbat, -tokoferol, vitamin A, asam urat,

kelompok sulfidril, dan sebagainya (Biri dkk, 2006).

Glutathione peroxidase adalah suatu enzim yang berfungsi untuk

mengkatalisis hidrogen peroksida (H2O2) dan hidroperoksida organik sehingga

mencegah terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel dan bekerja sebagai

pengikat radikal bebas (Kohen dan Nyska, 2002). Dengan adanya Gpx,

Page 21: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

4

glutathione tereduksi (GSH) bereaksi dengan H2O2 atau hidroperoksida organik

(ROOH), membentuk glutathione disulfida (GSSG) dan H2O. Glutathione

peroxidase dapat ditemukan di dalam mitokondria, sitosol maupun ekstraseluler.

Pada manusia, saat ini telah ditemukan 8 macam Gpx (Toppo dkk, 2009). Namun,

fungsi dari masing-masing enzim ini belum dapat dijelaskan sepenuhnya.

Glutathione peroxidase plasma atau ekstraseluler, terutama diproduksi di

tubulus proximal ginjal (Avissar dkk, 1994). Dalam bentuk enzim, Gpx plasma

dapat dideteksi pada cairan ekstraseluler seperti plasma, bola mata, lumen koloid

kelenjar thyroid dan cairan amnion. Dalam bentuk transkripsi, Gpx plasma dapat

terdeteksi di dalam sel epitel tuba fallopii (Flohe dan Kipp, 2009). Kadarnya

berhubungan dengan kadar selenium plasma (Jacobson dkk, 2006).

Dari penelitian sebelumnya, beberapa peneliti menemukan penurunan kadar

Gpx plasma (Zachara dkk, 2001; Mishra dan Chaudhurl, 2003) pada abortus

spontan dibandingkan dengan kehamilan normal. Namun peneliti tersebut

mengambil sampel abortus dan kehamilan normal trimester pertama dan kedua

dalam penelitian mereka.

Atas pertimbangan bahwa pada trimester pertama, plasenta memfiltrasi darah

maternal, hanya memperbolehkan rembesan plasma, bukan aliran darah murni ke

dalam ruang intervillus (Burton dkk, 2002), kadar Gpx plasma pada abortus

trimester pertama dan kedua lebih rendah dari kehamilan normal (Zachara dkk,

2001; Mishra dan Chaudhurl, 2003) dan penelitian mengenai peran Gpx plasma

terhadap kejadian abortus inkomplit trimester pertama belum pernah dilakukan di

Page 22: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

5

Rumah Sakit Sanglah Denpasar, maka peneliti ingin melakukan penelitian

mengenai hal ini.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

risiko terjadinya abortus inkomplit trimester pertama?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui peran glutathione peroxidase plasma terhadap

terjadinya abortus inkomplit trimester pertama.

1.3.2 Tujuan khusus

Untuk mengetahui apakah kadar glutathione peroxidase plasma yang

rendah meningkatkan risiko terjadinya abortus inkomplit trimester pertama.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat bagi pengetahuan

1.4.1.1 Untuk memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan mengenai

pengaruh Glutathione peroxidase plasma terhadap kejadian abortus

inkomplit trimester pertama.

1.4.1.2 Sebagai data dasar untuk dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai

bahan yang dapat meningkatkan kadar Glutathione peroxidase plasma,

sehingga dapat mencegah terjadinya abortus inkomplit trimester

pertama.

Page 23: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

6

1.4.2 Manfaat bagi pelayanan

Sebagai bagian dari suatu rangkaian penelitian mengenai pengaruh antioksidan

terhadap abortus. Jika hipotesis penelitian ini terbukti, maka dapat dilakukan

penelitian lanjutan untuk meningkatkan kadar Glutathione peroxidase plasma

pada ibu hamil sebagai usaha pencegahan terjadinya abortus, yang pada beberapa

pasien terjadi berulang-ulang.

Page 24: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Abortus dan Abortus Inkomplit

Menurut Kamus Oxford 2002, abortus didefinisikan sebagai berakhirnya

kehamilan sebelum janin viabel. Umur kehamilan juga digunakan untuk

membatasi dan mengklasifikasikan abortus untuk tujuan statistik dan hukum.

Misalnya National Center for Health Statistics, Centers for Disease Control and

Prevention dan World Health Organization mendefinisikan abortus sebagai

berakhirnya kehamilan sebelum umur kehamilan 20 minggu atau dengan berat

fetus kurang dari 500 gram. Namun, definisi abortus ini dapat bervariasi

tergantung hukum yang berlaku di suatu daerah (Cunningham dkk, 2010).

Secara klinis, klasifikasi abortus spontan dapat dengan berbagai cara.

Pembagian yang paling sering digunakan adalah abortus iminen, insipien,

inkomplit, dan missed abortus. Abortus septik adalah kondisi di mana hasil

konsepsi dan uterus mengalami infeksi. Abortus berulang adalah abortus yang

berulang 3 kali atau lebih (Speroff dan Fritz, 2005 ).

Abortus inkomplit adalah abortus yang tandai dengan perdarahan akibat

terlepasnya sebagian atau seluruh bagian plasenta dari uterus, kanalis servikalis

terbuka. Jaringan fetus dan plasenta dapat tertinggal seluruhnya di dalam uterus

atau dapat juga tampak sebagian di kanalis servikalis. Sebelum umur kehamilan

10 minggu, fetus dan plasenta biasanya ke luar bersamaan. Namun pada umur

kehamilan yang lebih tua, pengeluaran fetus dan plasenta pada umumnya terpisah.

(Cunningham dkk, 2010).

Page 25: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

8

2.2 Insiden Abortus

Insiden abortus spontan bervariasi tergantung ketelitian metode yang

digunakan. Wilcox dan koleganya (1988) yang meneliti 221 wanita sehat selama

707 siklus menstruasi, menemukan bahwa 31 persen kehamilan mengalami

abortus setelah implantasi. Dengan menggunakan metode yang sangat spesifik,

yang mampu mendeteksi - human chorionic gonadotropin (-HCG) pada serum

ibu dalam konsentrasi yang masih sangat rendah, dua per tiga dari abortus ini

digolongkan sebagai silent abortus secara klinis (Cunningham dkk, 2010). Sekitar

80 persen abortus terjadi pada trimester pertama yaitu hingga umur kehamilan 14

minggu (Cunningham dkk, 2010). Frekuensi abortus berkurang dengan semakin

meningkatnya umur kehamilan (Puscheck dan Pradhan, 2006).

Kemungkinan untuk mengalami abortus berulang akan meningkat sejalan

frekuensi seseorang mengalami abortus. Setelah mengalami abortus satu kali,

kemungkinan untuk terjadinya abortus berulang sebesar 15%, sedangkan bila

mengalami dua kali abortus spontan, kemungkinan terjadinya abortus yang ketiga

kalinya sebesar 30% (Petrozza dan Berlin, 2010). Bahkan setelah mengalami

abortus spontan tiga kali dan empat kali, kemungkinan untuk terjadi abortus

berikutnya berturut-turut sebesar 45% dan 54,3% (Turrentine, 2008).

2.3 Penyebab Abortus Inkomplit

Penyebab abortus dapat dibedakan menjadi faktor fetus dan faktor maternal.

Faktor fetus seperti kelainan kromosom menjadi penyebab sekitar 50 persen

kejadian abortus spontan, di mana sekitar 95 persen disebabkan oleh kesalahan

Page 26: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

9

gametogenesis dari pihak ibu. Kelainan kromosom yang paling sering ditemukan

berupa autosomal trisomi dari kromosom 13, 16, 18, 21 dan 22 (Eiben dkk, 1990).

Dari penelitian terhadap 47.000 wanita, Bianco dan koleganya (2006) menemukan

bahwa risiko aneuploid pada fetus meningkat sesuai dengan semakin seringnya

abortus. Bila tidak pernah abortus risikonya 1,39%, satu kali abortus risikonya

menjadi 1,67%, dua kali abortus 1,84% dan tiga kali abortus menjadi 2,18%.

Faktor maternal sebagai penyebab abortus dapat dikelompokkan menjadi

faktor usia ibu, kelainan anatomis, faktor imunologis, infeksi, penyakit kronis,

kelainan endokrin, nutrisi, penggunaan obat-obatan dan pengaruh lingkungan

(Speroff dan Fritz, 2005).

2.4 Stress Oksidatif

Teori mengenai radikal bebas pertama kali dikemukakan oleh Rebecca

Gersham dan Daniel Gilbert dalam Teori Radikal Bebas Gershman pada tahun

1954, yang menyatakan bahwa toksisitas oksigen terjadi akibat bentuk oksigen

yang tereduksi sebagian (Gerschman dkk, 1954). Radikal bebas oksigen atau yang

dikenal dengan Reaktif Oksigen Spesies (ROS) dan Reaktif Nitrogen Spesies

(RNS) adalah produk normal dari metabolisme seluler. ROS dan RNS memiliki

efek menguntungkan dan efek merugikan. Efek menguntungkan ROS terjadi pada

konsentrasi rendah hingga sedang, merupakan proses fisiologis dalam respon

seluler terhadap bahan bahan yang merugikan, seperti dalam pertahanan diri

terhadap infeksi, dalam sejumlah fungsi sistem sinyal seluler dan induksi respon

mitogenik (Valko dkk, 2006). Efek merugikan dari radikal bebas yang

menyebabkan kerusakan biologis dikenal dengan nama stress oksidatif dan stress

Page 27: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

10

nitrosatif (Kovacic dan Jacintho, 2001). Hal ini terjadi dalam sistem biologis

akibat produksi ROS atau RNS yang berlebihan maupun akibat defisiensi

antioksidan enzimatik dan non-enzimatik. Dengan kata lain, stress oksidatif terjadi

akibat reaksi metabolik yang menggunakan oksigen dan menunjukkan gangguan

keseimbangan status reaksi oksidan dan antioksidan pada mahluk hidup. ROS

yang berlebihan akan merusak lipid seluler, protein maupun DNA dan

menghambat fungsi normal sel (Gambar 2.1).

Gambar 2.1

Kerusakan Akibat Reaktif Oksigen Spesies

Sumber : Kohen dan Nyska (2002)

Radikal yang berasal dari oksigen merupakan kelompok radikal terpenting

yang dihasilkan dalam tubuh mahluk hidup. Secara umum ROS dapat

diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu radikal dan nonradikal, seperti yang

ditunjukkan pada Tabel 2.1. Kelompok radikal yang sering dikenal dengan radikal

bebas mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbit atomik

atau molekulernya. Elektron yang tidak berpasangan ini menunjukkan tingkat

Page 28: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

11

reaktivitas tertentu. Kelompok nonradikal terdiri dari berbagai bahan yang

beberapa di antaranya sangat reaktif walaupun secara definisi bukan radikal

(Kohen dan Nyska, 2002).

Tabel 2.1

Metabolit Radikal Dan Nonradikal Oksigen

Sumber : Kohen dan Nyska (2002)

Nama Simbol

RADIKAL OKSIGEN

Oksigen (Bi-radikal) O2••

Ion Superoksida O2•¯

Hidroksil OH•

Peroksil ROO•

Alkoksil RO•

Nitrit Oksida NO•

NONRADIKAL OKSIGEN

Hidrogen Peroksida H2O2

Peroksida organik ROOH

Asam Hipoklorit HOCL

Ozon O3

Aldehid HCOR

Singlet Oksigen 1O2

Peroksinitrit ONOOH

Molekul oksigen memiliki kofigurasi elektron yang unik dan molekul ini

sendiri merupakan bi-radikal karena memiliki dua elektron tidak berpasangan

pada dua orbit yang berbeda. (Kohen dan Nyska, 2002). Penambahan satu

elektron pada di-oksigen akan membentuk radikal superoksid (O2•¯

). Peningkatan

anion superoksida terjadi melalui proses metabolik atau setelah aktivasi oksigen

oleh radiasi (ROS primer) dan dapat bereaksi dengan molekul lain untuk

membentuk ROS sekunder baik secara langsung maupun melalui proses

enzimatik atau katalisis metal (Valko dkk, 2005).

Organisme harus menghadapi dan mengontrol adanya prooksidan dan

antioksidan secara terus menerus. Keseimbangan kedua faktor ini yang dikenal

dengan nama redoks potensial, bersifat spesifik untuk tiap organel dan lokasi

Page 29: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

12

biologis. Hal-hal yang mempengaruhi kesimbangan ke arah manapun

menimbulkan efek buruk terhadap sel dan organisme. Perubahan keseimbangan

ke arah peningkatan pro-oksidan yang disebut stress oksidatif akan menyebabkan

kerusakan oksidatif. Perubahan keseimbangan ke arah peningkatan kekuatan

reduksi atau antioksidan juga akan menimbulkan kerusakan yang disebut stress

reduktif (Gambar 2.2) (Kohen dan Nyska, 2002)

Gambar 2.2

Pengaruh Keseimbangan Oksidan Dan Reduktan

Sumber : Kohen dan Nyska (2002)

Radikal bebas memiliki waktu paruh yang sangat singkat, karena setelah

terbentuk, komponen ini segera bereaksi dengan molekul lain. Waktu paruh ROS

dipengaruhi oleh lingkungan fisiologisnya, seperti pH dan adanya spesies lain.

Toksisitasnya tidak selalu sejalan dengan reaktivitas ROS. Pada umumnya, waktu

paruh yang panjang dapat mengakibatkan toksisitas yang lebih besar karena

memiliki waktu yang cukup untuk berdifusi dan mencapai lokasi yang sensitif,

kemudian ROS yang terbentuk akan berinteraksi dan menyebabkan kerusakan di

tempat yang jauh dari tempat produksinya. Sebaliknya, ROS yang sangat reaktif

Page 30: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

13

dengan waktu paruh yang pendek, misalnya OH•, menyebabkan kerusakan

langsung di tempat produksinya. Jika tidak ada target biologis penting di sekitar

tempat produksinya, radikal tidak akan menyebabkan kerusakan oksidatif. Untuk

mencegah interaksi antara radikal dan target biologisnya, antioksidan harus ada di

lokasi produksi untuk bersaing dengan radikal dan berikatan dengan bahan

biologis. (Kohen dan Nyska, 2002)

Pada pH fisiologis, superoksid ditemukan dalam bentuk ion superoksid (O2•¯

)

sedangkan pada pH rendah ditemukan sebagai hidroperoksil (HO2). Hidroperoksil

lebih mudah berpenetrasi ke dalam membran biologis. Dalam keadaan hidrofilik,

kedua substrat tersebut dapat berperan sebagai bahan pereduksi, namun

kemampuan reduksi HO2 lebih tinggi. Dalam larutan organik, kelarutan O2•¯

lebih

tinggi dan kemampuannya sebagai pereduksi meningkat. Reaksi terpenting dari

radikal superoksid adalah dismutasi, di mana 2 radikal superoksid akan

membentuk Hidrogen peroksida (H2O2) dan O2 dengan bantuan enzim superoksid

dismutase maupun secara spontan (Kohen dan Nyska, 2002).

Hidrogen peroksida dapat menyebabkan kerusakan sel pada konsentrasi yang

rendah (10µM), karena mudah larut dalam air dan mudah melakukan penetrasi ke

dalam membran biologis. Efek buruk kimiawinya dapat dibedakan menjadi 2,

yaitu efek langsung dari kemampuan oksidasinya dan efek tidak langsung, akibat

bahan lain yang dihasilkan dari H2O2, seperti OH• dan HClO. Efek langsung H2O2

seperti degradasi protein Haem, pelepasan besi, inaktivasi enzim, oksidasi DNA,

lipid, kelompok -SH dan asam keto (Kohen dan Nyska, 2002).

Page 31: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

14

Radikal hidroksil memiliki reaktivitas yang sangat tinggi (107-10

9 m

-1s

-1),

waktu paruh yang singkat dan daya ikat yang sangat besar terhadap molekul

organik maupun anorganik, termasuk DNA, protein, lipid, asam amino, gula, dan

logam (Kohen dan Nyska, 2002).

Di dalam tubuh, tembaga dan besi merupakan metal transisi yang terbanyak

dan ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi. Kedua logam ini berperan penting

dalam Reaksi Fenton dan Haber-Weiss. Sebenarnya semua ion logam yang terikat

pada permukaan protein, DNA atau makromolekul lain dapat berpartisipasi dalam

reaksi ini. Logam yang tersembunyi di dalam protein, seperti dalam catalytic sites

dan sitokrom atau kompleks simpanan tidak terpapar oksigen atau tetap berada

dalam keadaan oksidasi sehingga tidak berperan dalam reaksi ini. Dalam reaksi

Fenton, Ion Ferro (Fe+2

) bereaksi dengan hidrogen peroksida (H2O2) membentuk

ion ferri (Fe+3

) dan radikal hidroksil (OH•). Reaksi Haber-Weiss merupakan reaksi

antara radikal superoksid (O2•¯

) dengan hidrogen peroksida (H2O2) yang

kemudian menghasilkan oksigen (O2) dan radikal hidroksil(OH•). Adanya logam

transisi inilah yang dapat menerangkan mekanisme kerusakan in vivo yang

ditimbulkan oleh radikal hidroksil (Kohen dan Nyska, 2002).

Sel terpapar reaktif oksigen spesies dari sumber eksogen dan endogen. Radiasi

sinar gamma, ultraviolet, makanan, obat-obatan, polutan, xenobiotik dan toxin

merupakan contoh sumber eksogen. Sedangkan yang lebih penting, adalah sumber

endogen seperti sel netrofil pada proses infeksi, enzim yang memproduksi ROS

secara langsung (seperti NO synthase) maupun tidak langsung (seperti xanthin

Page 32: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

15

oxidase), metabolisme sel (mitokondria) dan penyakit tertentu (misalnya proses

iskemik) (Kohen dan Nyska, 2002).

2.5 Mekanisme Pertahanan terhadap Stress Oksidatif

Sel yang terpapar stress oksidatif secara terus menerus, juga memiliki berbagai

mekanisme pertahanan agar dapat bertahan hidup (Gambar 2.3)

Gambar 2.3

Klasifikasi Mekanisme Pertahanan Antioksidan Seluler

Sumber : Kohen dan Nyska (2002)

Page 33: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

16

Gambar 2.4

Jalur Pembentukan ROS, Proses Peroxidasi Lipid Dan Peran Glutathione

(GSH) Dan Antioksidan Lain (Vitamin E, C, asam lipoat) Dalam Mengatasi

Stress Oksidatif

Sumber : Valko (2007)

Mekanisme pertahanan terpenting adalah dari antioksidan enzimatik dan low

molecular weight antioxidant (LMWA). Antioksidan enzimatik ada yang bekerja

secara langsung, misalnya superoksid dismutase (SOD), glutathione peroxidase

(Gpx) dan Katalase (CAT) dan ada yang berupa enzim tambahan, seperti Glucose-

Page 34: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

17

6-Phosphate Dehydrogenase (G6PD) dan xanthin oxidase. Sedangkan yang

termasuk kelompok LMWA misalnya glutathione, asam urat, -tokoferol, asam

askorbat, karotenoid dan masih banyak lagi bahan-bahan lainnya (Biri dkk, 2006).

Beberapa jalur pembentukan ROS dan peran antioksidan digambarkan dalam

Gambar 2.4 (Kohen dan Nyska, 2002)

2.5.1 Superoksid dismutase

Superoksid dismutase (SOD) (E.C.1.15.1.1) merupakan enzim yang

mengkatalisis radikal superoksid menjadi hidrogen peroksida dan oksigen.

Terdapat beberapa jenis SOD, seperti Copper-Zinc-SOD (Cu-Zn-SOD) yang

terdapat di dalam sitosol terutama di lisosom dan nukleus, manganese-SOD (Mn-

SOD) yang terdapat di dalam mitokondria, ekstraseluler SOD (EC-SOD) dan

besi-SOD (Fe-SOD) yang hanya ditemukan pada tumbuhan (Cemelli dkk, 2009).

Radikal superoksid dapat mengalami dismutasi secara spontan maupun dengan

bantuan SOD membentuk H2O2. Dengan adanya SOD, kecepatan dismutasi

meningkat lebih dari 1000 kali lipat dibandingkan dismutasi spontan (Miwa dkk,

2008)

2.5.2 Katalase

Katalase (E.C.1.11.1.6) ditemukan pada hampir seluruh organ tubuh, namun

terutama terkonsentrasi di hati. Di dalam sel, katalase ditemukan di dalam

peroksisom. Fungsinya untuk mengkatalisis H2O2 menjadi H2O dan O2. Kapasitas

reduksi katalase tinggi pada suasana H2O2 konsentrasi tinggi, sedangkan pada

konsentrasi rendah kapasitasnya menurun (Cemeli dkk, 2009; Miwa dkk, 2008).

Hal ini disebabkan karena katalase memerlukan reaksi dua molekul H2O2 dalam

Page 35: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

18

proses reduksinya, sehingga hal ini lebih jarang ditemukan pada konsentrasi

substrat rendah (Cemeli dkk, 2009). Pada konsentrasi H2O2 rendah seperti yang

dihasilkan dari proses metabolisme normal, peroxiredoksin (PRX) (E.C.1.11.1.15)

yang berfungsi untuk mengikat H2O2 dan mengubahnya menjadi oksigen dan air

(Miwa dkk, 2008). Reaksi pemecahan hidrogen peroksida dan hidroperoksida

organik secara enzimatik digambarkan dalam Gambar 2.5 (Day, 2009).

Gambar 2.5

Penangkapan Endogen Peroksida Seluler

Sumber : Day (2009)

2.5.3 Glutathione peroxidase

Glutathione peroxidase merupakan seleno-enzim yang pertama kali ditemukan

pada mamalia (Toppo dkk, 2009). Kadarnya tinggi pada ginjal, liver, dan darah,

sedang pada lensa dan eritrosit, dan rendah pada alveoli dan plasma darah (Cemeli

dkk, 2009). Enzim ini memerlukan glutathione sebagai donor substrat untuk

mengikat H2O2 maupun hidroperoksida organik (ROOH) untuk menghasilkan

glutathione disulphide (GSSG), air dan bentuk hidroksi dari bahan organik

tersebut (ROH) (Gambar 2.5). Namun, kini ditemukan bahwa, substrat lain,

Page 36: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

19

seperti thioredoxin, glutaredoxin dan protein lain dengan motif CXXC juga dapat

dipergunakan oleh Gpx untuk mengikat hidrogen peroksida (Toppo dkk, 2009).

Pada manusia, saat ini telah dikenal 8 macam Gpx, mulai dari Gpx1 hingga Gpx8.

Sebagian besar merupakan selenoprotein (Gpx1, Gpx2, Gpx3, Gpx4, dan Gpx6),

sedangkan pada Gpx5, Gpx7 dan Gpx8, tempat aktif residu selenocysteine diganti

dengan cysteine. Fungsi dari masing-masing Gpx ini belum sepenuhnya diketahui

(Toppo dkk, 2009). Gambar Struktur kristal Gpx disajikan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6

Struktur Kristal Glutathione Peroxidase

Sumber : NCBI (2010a,b,c,d

)

Glutathione peroxidase 1 (E.C.1.11.1.9) yang pada mulanya dikenal sebagai

enzim eritrosit yang secara spesifik mereduksi H2O2 oleh glutathione (Mills,

1957), belakangan diketahui bahwa enzim ini dapat mereduksi berbagai macam

Gpx5

Gpx 3

Gpx 7 Gpx 8

Gpx 5

Page 37: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

20

hidroperoksida organik termasuk hidroperoksida lipid. Namun, sebelum bereaksi

dengan Gpx1, hidroperoksida lipid harus terlarut terlebih dahulu, dengan cara

bereaksi dengan phospholipase A2. Kompleks hidroperoksida lipid yang lain,

seperti phosphatidylcholine hydroperoxida (PC-OOH) yang cenderung

membentuk vesikel dalam larutan, bukan merupakan substrat Gpx1. Thioredoxin

secara terpisah, juga dilaporkan sebagai substrat donor Gpx1 (Toppo dkk, 2009).

Enzim ini terdiri dari 201 asam amino, strukturnya berupa homotetramer, dan

terdapat dalam sitoplasma. Kromosom yang mengatur ekspresinya adalah

kromosom 3 (3p.21.3) (Muzny dkk, 2006).

Glutathione peroxidase 2 (E.C.1.11.1.9), dikenal sebagai glutathione

peroxidase gastrointestinal, diekspresikan pada seluruh saluran pencernaan,

termasuk pada epitel squamous esofagus, juga terdeteksi di hati (Flohe dan Kipp,

2009), tidak ditemukan di jantung dan ginjal (Chu dkk, 1993). Ekspresinya tinggi

pada pada dasar kripta usus kecil dan kolon di mana terdapat proliferasi stem sel,

semakin ke permukaan villi konsentrasinya menurun. Perbedaan konsentrasi ini

diperkirakan untuk mengatur apoptosis fisiologis yang dipicu oleh H2O2 (Toppo

dkk, 2009). Strukturnya berupa homotetramer, terdiri dari 190 asam amino.

Kromosom 14 (14q24.1) terlibat dalam pengaturan ekspresi Gpx2 (Heilig dkk,

2003).

Glutathione peroxidase 3 (E.C.1.11.1.9), merupakan enzim ekstraseluler yang

terutama disintesis oleh tubulus proksimal ginjal (Avissar dkk, 1994). Enzim ini

dapat ditemukan pada cairan ekstraseluler, seperti plasma darah, cairan bola mata,

lumen koloid tiroid, maupun cairan amnion. Dalam bentuk transkripsi, juga

Page 38: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

21

terdeteksi pada sel epitel tuba fallopii (Flohe dan Kipp, 2009). Glutathione

peroxidase 3 mampu mereduksi phosphatidylcholine hydroperoxida (PC-OOH)

dengan kecepatan konstan, namun dua kali lebih lambat daripada kemampuan

Gpx4. Sebagai substrat donor, Gpx3 terutama mengunakan glutathione, namun

glutaredoxine dan thioredoxine juga dapat bereaksi dengan Gpx3, namun dengan

kecepatan yang rendah (Toppo dkk, 2009). Strukturnya berupa homotetramer dan

terdiri dari 226 asam amino (Esworthy dkk,1991). Pengaturan ekspresinya oleh

kromosom 5 (5q32) (Yoshimura dkk, 1994). Hubungan antara penurunan aktivitas

Gpx3 dengan trombosis arteri, gambaran klinis stroke iskemik, dan penyakit arteri

koroner membuktikan bahwa enzim ini penting untuk menjaga homeostasis

vaskuler (Bierl dkk, 2004). Kadar Gpx plasma berhubungan dengan kadar

selenium plasma (Jacobson dkk, 2006).

Glutathione peroxidase 4 (E.C.1.11.1.12) merupakan satu-satunya enzim

antioksidan yang secara langsung mereduksi fosfolipid hidroperoksida di antara

membran dan lipoprotein. Jika glutathione peroxidase 1, 2, 3 berupa

homotetramer, Gpx4 ini berupa monomer, sehingga mempermudah reaksinya

dengan lipid (Flohe dan Kipp, 2009). Pada tikus, inaktivasi gen yang

mengekspresikan Gpx4 menyebabkan kematian (Imai dkk, 2003; Toppo dkk,

2009). Glutathione peroxidase 4 dapat ditemukan pada sitosol, nukleus dan

mitokondria. Messanger RNA dari ketiga bentuk ini ditranskripsikan dari gen

yang sama (Flohe dan Kipp, 2009), yang terletak pada kromosom 19 (19p13.3)

(Kelner dan Montoya, 1998). Dengan analisis RT-PCR semikuantitatif pada tikus,

Schneider (2006) menemukan bentuk sitosolik pada jaringan embrionik dan

Page 39: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

22

somatik, sedangkan bentuk mitokondria dan nukleus hanya terdeteksi pada

jaringan testis. Glutathione peroxidase 4 kurang terlibat dalam metabolisme H2O2

(Toppo dkk, 2009).

Glutathione peroxidase 5 (E.C.1.11.1.9) dikenal dengan nama epididimal

secretory glutathione peroxidase, ditemukan pada jaringan epididimis. Fungsinya

untuk melindungi sel dan enzim dari kerusakan oksidatif pada membran lipid

sperma. Enzim ini terdiri dari 221 asam amino dan kromosom pengaturannya

pada kromosom 6 (6p22.1) (Mungall dkk, 2003).

Fungsi dari Gpx6, Gpx7, Gpx8 (E.C.1.11.1.9) masih belum diketahui.

Ekspresi Gpx6 atau yang dikenal dengan olfactory glutathione peroxidase dapat

ditemukan pada epitel olfaktorius dewasa dan jaringan embrio. Glutathione

peroxidase 7 (non-selenocysteine containing phospolipid glutahione peroxidase)

dapat ditemukan pada beberapa jaringan (Pappas dkk, 2008).

2.6 Peranan ROS dan Antioksidan pada Kehamilan Normal

Reaktif oksigen spesies merupakan promotor penting dalam proses ovulasi.

Perkembangan proses Miosis I diinduksi oleh peningkatan ROS dan dihambat

oleh antioksidan (Kodaman dan Behrman, 2001). Sel granulosa dan luteal

berespon negatif terhadap ROS dan adanya ROS akan menghambat

perkembangan miosis II, menyebabkan berkurangnya aktivitas gonadotropin dan

steroidogenik, kerusakan DNA dan hambatan produksi ATP (Berhman dkk,

2001).

Adanya peningkatan produksi hormon steroid pada folikel yang sedang

berkembang, terjadi melalui peningkatan aktivitas sitokrom p450 yang kemudian

Page 40: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

23

akan menghasilkan ROS seperti H2O2. Behl dan Padey (2002) meneliti perubahan

aktivitas katalase dan estradiol pada sel granulosa folikel ovarium kambing

setelah pemberian FSH dengan dosis yang sama (200ng/ml). Hasil penelitian

tersebut menunjukkan aktivitas katalase dan estrogen yang lebih tinggi pada sel

granulosa yang berukuran besar (lebih dari 6mm) dibandingkan dengan ukuran

sedang (3-6 mm), maupun yang kecil (kurang dari 3mm). Karena folikel dominan

adalah folikel dengan konsentrasi estrogen tertinggi, maka peningkatan katalase

dan estradiol sebagai respon terhadap FSH menunjukkan peran katalase dalam

seleksi folikel dan pencegahan apoptosis (Behl dan Pandey, 2002)

Transferin sebagai antioksidan dapat diproduksi di luar hepar, termasuk

kemungkinan oleh ovarium dan dapat menghambat pembentukan radikal hidroksil

melalui reaksi Fenton (Ruder dkk, 2008). Briggs dkk (1999), melaporkan bahwa

transferin dan reseptornya terdistribusi secara heterogen pada sel granulosa

manusia, dengan ekspresi yang lebih besar pada folikel matur. Konsentrasi

transferin pada cairan folikel hampir sama dengan pada serum (Ruder dkk, 2008).

Hipoksia pada sel granulosa merupakan proses normal dalam pertumbuhan

folikel ovarium (Tropea dkk, 2006). Suasana yang rendah oksigen ini

menstimulasi angiogenesis folikel, yang sangat penting untuk pertumbuhan dan

perkembangan folikel. Gangguan angiogenesis pada folikel ovarium akan

menyebabkan atresi folikel. Reaktif oksigen spesies bekerja sebagai sinyal

transduser (Schroedl dkk, 2002) atau messanger intraseluler (Pearlstein dkk,

2002) dari respon angionenik.

Page 41: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

24

Glutathione pada oosit matur tampaknya merupakan penanda biokimia

terhadap viabilitas oosit mamalia (Zuelke dkk, 2003 dan Luberda 2005). Sampel

in vitro maturation dari hamster menunjukkan oosit terovulasi yang berhenti pada

metaphase Miosis II mengandung kadar glutathione 2 kali lipat dari oosit imatur

(Zuelke dkk, 2003).

Zuelke dkk (1997) dalam eksperimen terhadap oosit Miosis II hamster yang

diberi paparan terhadap diamide, suatu oksidan yang relatif spesifik terhadap

glutathione, membuktikan bahwa oosit yang terpapar 50 mm (bukan 25mm)

diamide sebelum IVF menunjukkan pronukleus yang abnormal. Sehingga,

paparan oksidatif stress sebelum fertilisasi dapat mengganggu meiotic spindle dan

meningkatkan risiko terbentuknya zygot yang abnormal. Aktivitas ROS yang

dihasilkan selama fusi gamet dihambat oleh peningkatan produksi antioksidan,

terutama SOD. Dalam Tabel 2.2. Disajikan beberapa penelitian pada hewan dan

manusia mengenai peran ROS dan enzim antioksidan terhadap proses reproduksi

(Al-Gubory dkk, 2010).

Pada percobaan in vitro terhadap kultur embrio babi dari oosit yang diaktifkan

secara parthenogenesis kemudian diberi paparan oksigen 5% dan 20%, Takahashi

(2006) menyimpulkan bahwa pengaruh stress oksidatif terhadap perkembangan

embryo akibat oksigen konsentrasi tinggi tergantung dari tingkat perkembangan

embrio tersebut. Pada stadium awal embrio lebih sensitif dan peningkatan

konsentrasi oksigen ini berhubungan dengan peningkatan pembentukan radikal

bebas oksigen intraseluler dan kerusakan DNA.

Page 42: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

25

Tabel 2.2

Peran Fisiologis ROS Dan Enzim Antioksidan Dalam Proses Reproduksi

Wanita Dan Hasil Konsepsi Pada Berbagai Spesies Mammalia

Sumber : Al-Gubory dkk (2010)

Penelitian Jauniaux dkk (2003)a membuktikan suatu pemahaman baru

mengenai hubungan materno-fetal pada trimester pertama, menunjukkan bahwa

plasenta berfungsi sebagai pembatas suplai oksigen selama organogenesis

(Gambar 2.7). Walaupun fetus telah mulai berimplantasi ke dalam endometrium

sejak 6-7 hari setelah fertilisasi dan berimplantasi lengkap pada hari ke-10

(Cunningham dkk, 2010), namun aliran darah yang cukup tidak terjadi hingga

akhir trimester pertama, sekitar minggu ke-10 (John dkk, 2006). Tekanan parsial

Page 43: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

26

oksigen (PO2) intraplasenta 2-3 kali lebih rendah pada minggu ke 8-10

dibandingkan dengan setelah minggu ke-12. Jadi, hingga akhir trimester pertama,

fetus berkembang dalam suasana hipoksia fisiologis untuk melindungi dirinya dari

efek buruk dan efek teratogenik dari radikal bebas oksigen (Jauniaux dkk, 2000),

serta untuk menjaga stem sel agar tetap dalam keadaan pluripotent (Ezashi dkk,

2005). Pada kadar fisiologis, radikal bebas berfungsi dalam regulasi berbagai

fungsi sel, terutama sebagai faktor transkripsi (Burton dkk, 2003).

Gambar 2.7

Diagram Sistem Penyaluran Oksigen Pada Orang Dewasa Dan Jaringan

Embrionik. Sistem penyaluran oksigen pada tubuh orang dewasa menjaga

agar sel tidak terpapar oksigen konsentrasi penuh dan stress oksidatif yang

berlebihan (kiri); sumbatan arteri spiralis maternal dan adanya exocoelomic

cavity (kanan) mengurangi karier oksigen, dan berperan sebagai mekanisme

perlindungan yang sama pada jaringan embrionik selama trimester pertama.

Sumber : Jauniaux dkk (2006)

Pembentukan sistem vaskular uteroplasenta dimulai dari invasi desidua

maternal oleh extravillous cytotrophoblast. Hal ini terdiri dari 2 proses berurutan

dan keberhasilan dari kedua proses ini akan mempengaruhi luaran kehamilan.

Proses yang terjadi pertama kali adalah extravillous cytotrophoblast menutupi

dinding luar kapiler tropoblast dan arteri spiralis cabang intra-endometrium,

Page 44: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

27

sehingga membentuk tudung pada pembuluh darah tersebut. Sumbatan ini

berfungsi sebagai filter yang memperbolehkan plasma untuk berdifusi ke arah

intervillous space, bukan aliran darah sejati. Invasi ini terjadi sekitar pada minggu

ke 5 hingga 8. Aliran ini ditambah dengan sekresi kelenjar uteri yang dilepaskan

ke dalam intervillous space hingga sekitar usia kehamilan 10 minggu (Burton

dkk, 2002). Pada minggu ke 8 hingga ke 13, sumbatan ini akan terlepas perlahan-

lahan (Gambar 2.8). Kemudian terjadi proses invasi tropoblast yang kedua

terhadap arteri spiralis intramiometrial (pada minggu ke 13 hingga 18) (Merviel

dkk, 2009).

Dalam kehamilan, terdapat dua fenomena stress oksidatif fisiologis. Pertama,

pada akhir trimester pertama, terjadi stress oksidatif pada bagian perifer plasenta

(Jauniaux dkk, 2000). Sirkulasi utero-plasenta di bawah area ini tidak pernah

tertutup oleh tudung trophoblastik, memperbolehkan aliran darah maternal secara

terbatas memasuki plasenta dari usia kehamilan 8 hingga 9 minggu. Hal ini

menyebabkan peningkatan konsentrasi oksigen lokal pada suatu tahap kehamilan

di mana tropoblast memiliki konsentrasi dan aktivitas antioksidan utama seperti

SOD, katalase dan glutathione peroxidase yang rendah. Kerusakan oksidatif

tropoblastik utama dan degenerasi villi secara progresif memicu terbentuknya

membran fetus (Jauniaux dkk, 2003b) yang merupakan langkah perkembangan

penting untuk terjadinya kelahiran per vaginam. Stress oksidatif dan peningkatan

oksigenasi juga memicu sintesis berbagai protein tropoblastik seperti -HCG dan

estrogen. Konsentrasi -HCG serum maternal memuncak pada akhir trimester

pertama dan keadaan oksidasi memicu pembentukan sub unit -HCG dalam

Page 45: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

28

percobaan in vitro ( Xing dkk, 2001). Konsentrasi hCG meningkat lebih tinggi

pada kasus Trisomi 21, di mana terbukti terjadi stress oksidatif tropoblastik akibat

ketidakseimbangan ekspresi enzim antioksidan (Pidoux dkk, 2004). Kini terbukti

bahwa enzim sitokrom P-450 aromatase (CYP-19) yang terlibat dalam sintesis

estrogen, secara transkripsi diatur oleh oksigen (Mendelson dkk, 2005) dan hal ini

dapat menyebabkan peningkatan signifikan produksi estrogen pada awal trimester

kedua.

Contoh kedua melibatkan fenomena ischemia-reperfusion (I/R). Studi

angiografi terhadap pembuluh darah uterus dari kera rhesus menunjukkan bahwa

pada kehamilan normal, aliran dari arteri spiralis ke intervillous space sering

intermitten, akibat vasokonstriksi spontan. Influks plasenta juga dapat menurun

akibat kompresi eksternal arteri selama kontraksi uterus pada rhesus dan manusia,

dan bahkan akibat perubahan postural. Sehingga stimulus I/R derajat tertentu

merupakan gambaran normal pada kehamilan, terutama setelah mendekati aterm,

di mana fetus dan plasenta mengeluarkan oksigen dalam jumlah banyak dari

intervillous space (Hung dkk, 2001). Stimulus kronis ini menyebabkan

peningkatan perlindungan radikal bebas pada plasenta, sehingga menurunkan

stress oksidatif. Seperti pada kehamilan muda, stress oksidatif yang terkontrol

baik akan berperan dalam remodelling plasenta secara terus menerus dan penting

untuk fungsi plasenta seperti transpor dan sintesis hormon. Dalam konteks ini,

abortus dan pre eklampsia dapat merupakan akibat maladaptasi sementara

terhadap perubahan kadar oksigen (Jauniaux dkk, 2006).

Page 46: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

29

Gambar 2.8

Diagram Gestasional Sacc (GS) Pada Akhir Bulan Kedua.

M:miometrium ; D:desidua ; P:plasenta ; ECC:exo-coelomic cavity ;

AC:amniotic cavity ; SYS:secondary yolk sacc

Sumber : Jauniaux dkk (2006)

2.7 Penyebab Lain Terjadinya Keadaan Stress Oksidatif

Dengan perkembangan penelitian terhadap plasenta, muncul teori yang

menghubungkan stress oksidatif yang terjadi pada saat proses plasentasi dengan

patofisiologi terjadinya abortus. Menurut Jauniaux dan Burton (2005), abortus

spontan merupakan gangguan plasentasi dan perubahan-perubahan villi yang

tampak bukanlah penyebab namun merupakan konsekuensi dari gangguan

plasentasi tersebut. Pada sekitar dua per tiga abortus pada trimester pertama, dapat

ditemukan kelainan anatomis dari gangguan plasentasi yang terutama berupa

Page 47: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

30

pelindung tropoblast yang lebih tipis atau terfragmentasi, invasi sitotropoblast ke

dalam endometrium yang lebih sedikit, dan penutupan lumen pada ujung arteri

spiralis yang tidak lengkap. Hal ini menyebabkan hilangnya perubahan fisiologis

plasenta yang seharusnya terjadi, sehingga timbul onset prematur dari sirkulasi

maternal pada seluruh permukaan plasenta (Jauniaux dan Burton 2005).

Gambar 2.9

Diagram Yang Menggambarkan Proses Plasentasi Pada Kehamilan Normal

Trimester Pertama (A) Dan Abortus Spontan(B)

Sumber : John dkk (2006)

Terlepas dari penyebab terjadinya abortus, peningkatan aliran darah maternal

ke ruang intervillus menyebabkan dua perubahan, yaitu : 1. efek mekanis

langsung terhadap jaringan villi yang menjadi terjebak secara progresif di dalam

trombus darah besar intervillous, 2. penyebaran dan kerusakan tropoblast yang

secara tidak langsung dimediasi oleh oksigen dan peningkatan apoptosis

(Hempstock dkk, 2003 dan Jauniaux dkk, 2003b). Konsentrasi peroksida lipid juga

meningkat di dalam villi dan jaringan desidua wanita yang mengalami abortus

(Nicol dkk, 2000; Sugino dkk, 2000). Akibat dari proses tersebut, terjadi

degenerasi plasenta dengan hilangnya seluruh fungsi sinsisiotrophoblast dan

pelepasan plasenta dari dinding uterus. Mekanisme ini secara umum terjadi pada

Page 48: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

31

berbagai abortus yang terjadi pada trimester pertama tergantung penyebabnya

(Jauniaux dkk, 2006).

Gambar 2.10

Diagram Asal Mula Stress Oksidatif Dan Kemungkinan Efek

Stress Oksidatif Sinsisiotropoblas

Sumber : Jauniaux dkk (2000)

Maladaptation of mitochondria

Poor placental perfusion

Chronic Oxidative Stress

Pre-eclampsia

Differentiation trigger Induction of

antioxidant enzymes

Fetal genotype Maternal immune system Endometrial environment

Extravillous trophoblast

invasion of endometrium

Unplugging of arteries and

onset of maternal circulation

Rise in intraplacental

oxygen tension

Metabolic disorder Mitochondrial dysfunction

Drugs

Maternal diet Parental

genotype

SYNCYTIO- TROPHOBLASTIC

OXIDATIVE STRESS

Degeneration of

syncytiotrophoblast

Early pregnancy failure

Antioxidant

defences

Resolution and continuing pregnancy

Page 49: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

32

Berbagai faktor yang menyebabkan fluktuasi konsentrasi oksigen secara besar

dan cepat akan memiliki efek membahayakan dan langsung terhadap jaringan

villous muda. Jauniaux dkk (2006) mencoba memisahkan etiologi abortus

trimester pertama menjadi penyebab stress oksidatif primer dan sekunder

(Hempstock dkk, 2003). Penyebab primer dapat didefinisikan dan melibatkan

terutama abnormalitas kromosom yang ditemukan pada minimal 50% abortus

spontan dan sering berhubungan dengan invasi tropoblas pada desidua uterus yang

abnormal (Jauniaux dan Burton, 2005). Juga terdapat berbagai bukti yang

menyatakan ada hubungan antara abortus spontan dengan anomali salah satu

enzim yang terlibat dalam metabolisme ROS (Nicol dkk, 2000; Sugino dkk, 2000;

Tempfer dkk, 2001; Sata dkk, 2003). Data ini mendukung konsep bahwa abortus

spontan dapat sebagai akibat primer defek plasentasi, oleh karena kelainan enzim

atau kofaktor yang terlibat dalam metabolisme oksigen. Penyebab sekunder lebih

kompleks dan sering multifaktorial. Sebagai contoh, peran leukosit maternal dan

faktor imunitas lainnya seperti sitokin pada infeksi tropoblas-desidua. Terdapat

bukti bahwa kadar sitokin dalam sirkulasi dan profil sitokin dalam desidua

berbeda pada wanita yang mengalami abortus berulang (Jenkins dkk, 2000; Von

Wolff dkk, 2000; Baxter dkk, 2001), namun mekanisme interaksi pasti dari

berbagai sitokin ini dengan invasi tropoblas belum dapat dijelaskan sepenuhnya.

Beberapa penyakit seperti diabetes mellitus dapat meningkatkan produksi ROS

dalam jumlah lebih banyak dari yang dapat ditangkap oleh sistem pertahanan

antioksidan, sehingga terjadi kerusakan DNA dan oksidasi protein dan lipid,

sehingga mengakibatkan disfungsi tropoblas sekunder. Walaupun telah dibuktikan

Page 50: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

33

bahwa wanita yang secara alamiah memiliki kadar enzim antioksidan yang lebih

tinggi lebih jarang mengalami abortus spontan (Baxter dkk, 2001), peran

suplementasi antioksidan peri-konsepsional pada abortus spontan trimester

pertama masih perlu diteliti (Jauniaux dkk, 2006). Hal ini menekankan pentingnya

faktor genetik yang berhubungan dengan kemampuan antioksidan endogen untuk

melawan efek negatif dari stress oksidatif (Ornoy, 2007).

Secara teori, abnormalitas utama yang menyebabkan kematian fetus dalam

dua bulan pertama, juga dapat sebagai akibat disfungsi plasenta sekunder, karena

pertumbuhan plasenta akan makin tergantung pada pembentukan fetus hingga

akhir trimester pertama. Hal ini mungkin dimodulasi oleh TNF-, suatu sitokin

multifungsional yang telah ditemukan pada saluran respoduksi wanita, plasenta

dan jaringan fetus (Toder dkk, 2003).

2.8 Glutathione Peroxidase (Gpx) Pada Abortus

Mekanisme pengaruh glutathione peroxidase terhadap terjadinya abortus

secara spesifik belum dapat diterangkan dengan pasti. Namun penelitian terhadap

tikus, inaktivasi gen yang mengekspresikan Gpx4 menyebabkan kematian (Imai

dan Nakagawa, 2003 dan Toppo dkk, 2009)

Zachara dkk (2001) dan Mishra dan Chaudhurl (2003) menemukan penurunan

kadar glutathione peroxidase eritrosit dan plasma pada abortus spontan.

Sedangkan Ozkaya dkk (2008) menemukan bahwa kadar Gpx eritrosit pada

abortus dengan perdarahan tidak berbeda dibandingkan dengan kehamilan normal.

Pada abortus habitualis, Simsek dkk (1998) menemukan bahwa kadar Gpx plasma

tidak berbeda bermakna dengan hamil normal. Pada kehamilan normal, Jauniaux

Page 51: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

34

dkk (2000) menemukan kadar glutathione peroxidase jaringan plasenta pada

trimester pertama berkorelasi positif terhadap umur kehamilan, sedangkan Hung

dkk (2010) menemukan penurunan kadar Gpx eritrosit pada umur kehamilan 15-

20 minggu dibandingkan 6-8 minggu, kemudian meningkat secara signifikan pada

26-30 minggu dan mencapai puncak pada saat aterm.

Page 52: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

35

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Lebih dari 50 % kejadian abortus disebabkan oleh kelainan kromosom. Teori

lain yang akhir-akhir ini sedang berkembang, mencoba menghubungkan

peningkatan radikal bebas akibat peningkatan aliran oksigen pada aliran darah

fetoplasetal yang terjadi secara mendadak yang dapat mengakibatkan reperfusion

injury. Apabila sistem pertahanan antioksidan yang ada di dalam tubuh ibu dapat

mengikat radikal bebas tersebut, maka proses plasentasi akan berjalan dengan baik

dan kehamilan akan berjalan dengan normal. Sedangkan apabila antioksidan

enzimatik dalam tubuh ibu tidak dapat mengikat radikal bebas tersebut, maka

akan terjadi kegagalan plasentasi sehingga, pada tingkat yang sangat berat,

kehamilan tersebut akan berakhir dengan abortus.

Glutathione peroxidase merupakan suatu direct acting enzymatic antioxidant

yang terdapat di dalam tubuh. Enzim ini dapat mengikat radikal bebas melalui 2

cara, yaitu dengan mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen dan

cara kedua melalui reaksi reduksi hidroperoksida organik di dalam tubuh sehingga

mencegah terjadinya peroksidasi lipid. Dengan adanya enzim ini di dalam tubuh,

maka efek langsung hidrogen peroksida seperti degradasi haem, pelepasan Fe,

inaktivasi enzim, oksidasi DNA dan lipid, maupun efek tidak langsung seperti

sebagai sumber radikal bebas hidroksil (OH¯) yang dapat menyebabkan

Page 53: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

36

kerusakan DNA dan asam hipoklorit (HClO) yang lebih membahayakan dapat

dicegah.

Glutathione peroxidase ekstraseluler dapat ditemukan pada cairan

ekstraseluler seperti plasma dan cairan amnion. Selama kehamilan trimester

pertama, plasenta memfiltrasi darah maternal, hanya memperbolehkan rembesan

plasma, bukan aliran darah murni ke dalam ruang intervillus. Apabila kadar

glutathione peroxidase ini menurun, maka radikal bebas yang diproduksi oleh

embrio tidak dapat diikat dengan sempurna, sehingga H2O2 yang terbentuk

semakin banyak dan diubah menjadi radikal hidroksil yang dapat merusak DNA.

Bila kerusakan DNA yang terjadi tidak dapat diperbaiki oleh mekanisme

perbaikan DNA, maka sel akan masuk ke jalur apoptosis dan terjadilah kematian

sel. Akibat dari proses tersebut, terjadi degenerasi plasenta dan hilangnya seluruh

fungsi sinsisiotrophoblast dan pelepasan plasenta dari dinding uterus, sehingga

terjadilah abortus

Page 54: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

37

3.2 Konsep Penelitian

Gambar 3.1

Konsep Penelitian

3.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah kadar glutathione peroxidase plasma yang

rendah meningkatkan risiko terjadinya abortus inkomplit trimester pertama.

ABORTUS INKOMPLIT

ANTIOKSIDAN

GPx

FETUS

RADIKAL

BEBAS

O2¯

OH¯

H2O2

ANTIOKSIDAN SOD

Katalase

Page 55: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

38

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan rancangan Observasional Analitik Kasus Kontrol

(Case-Control Study)

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Bersalin IRD dan Poliklinik Kebidanan

dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar. Pemeriksaan darah dilakukan

di Laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar.

4.2.2 Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Mei 2013.

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian meliputi bidang Ilmu Kebidanan dan Kandungan

dan Patologi Klinik.

4.4 Penentuan Sumber Data

4.4.1 Populasi penelitian

4.4.1.1 Populasi target

Populasi target penelitian ini adalah semua ibu hamil trimester pertama.

Page 56: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

39

4.4.1.2 Populasi terjangkau

Populasi terjangkau penelitian ini adalah semua ibu hamil trimester

pertama yang datang ke Ruang Bersalin IRD dan Poliklinik Kebidanan dan

Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar.

4.4.2 Sampel penelitian

Sampel penelitian adalah semua ibu hamil trimester pertama yang datang ke

Ruang Bersalin IRD dan Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP

Sanglah Denpasar yang memenuhi kriteria inklusi.

4.4.2.1 Kriteria inklusi

a. Ibu hamil dengan abortus inkomplit trimester pertama, tanpa penyakit sistemik

lain yang diderita 1 minggu sebelum datang ke IRD & Poliklinik Obstetri dan

Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar.

b. Ibu hamil normal trimester pertama yang datang ke Poliklinik Obstetri dan

Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar.

c. Bersedia mengikuti penelitian.

4.4.2.2 Kriteria eksklusi

a. Kehamilan mola hidatidosa

b. Abortus inkomplit dengan syok hipovolemik

c. Anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda abortus provocatus.

4.4.2.3 Kriteria sampel

Ibu hamil muda yang memenuhi kriteria inklusi abortus inkomplit dan

tidak memenuhi kriteria eksklusi dimasukkan ke dalam kelompok Kasus,

Page 57: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

40

sedangkan ibu hamil muda normal yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak

memenuhi kriteria eksklusi tersebut dimasukkan sebagai kelompok Kontrol.

4.4.2.4 Perhitungan besar sampel

Jumlah sampel minimal ditentukan berdasarkan asumsi :

Tingkat kesalahan tipe I (α) sebesar 0,05 (Zα = 1,960)

Power penelitian 90% dengan tingkat kesalahan tipe II (β) 10% (Zβ= 1,282)

Simpang baku (S) dari penelitian Zachara (2001) sebesar 30,7.

Selisih rerata 2 kelompok yang bermakna (x1-x2) sebesar 26

Sampel dihitung dengan rumus Levy & Lemeshow, 2008 sebagai berikut :

Berdasarkan perhitungan rumus sampel di atas, didapatkan jumlah sampel

minimal sebesar 30 untuk masing-masing kelompok kasus dan kontrol.

4.4.2.5 Cara pemilihan sampel

Sampel diambil dengan cara consecutive sampling hingga jumlah sampel

terpenuhi.

4.5 Variabel Penelitian

4.5.1 Variabel bebas

Variabel bebas penelitian ini adalah kadar glutathione peroxidase plasma.

4.5.2 Variabel tergantung

Variabel tergantung penelitian ini adalah abortus inkomplit.

n1 = n2= 2 (Zα + Zβ ) S 2

(x1-x2)

Page 58: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

41

4.5.3 Variabel terkontrol

Variabel terkontrol penelitian ini adalah umur ibu, umur kehamilan dan

paritas.

4.5.4 Definisi operasional variabel

4.5.4.1 Kadar glutathione peroxidase plasma

Kadar glutathione peroxidase plasma adalah kadar glutathione

peroxidase yang diambil dari bahan plasma sampel penelitian yang

diambil dari vena mediana cubiti sebanyak 3cc dan dicampur dengan

antikoagulan heparin. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan metode

ELISA dengan Cusabio Human Glutathione peroxidase 3 ELISA Kit

(CSB-E09496h) yang diperiksa oleh Spesialis Pathologi Klinik di

Laboratorium Pathologi Klinik Rumah Sakit Sanglah Denpasar dengan

bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia Cabang Rumah Sakit

Sanglah Denpasar, sebagai penyedia alat ELISA.

4.5.4.2 Abortus inkomplit trimester pertama

Abortus inkomplit trimester pertama adalah keluarnya hasil konsepsi

sebelum umur kehamilan 14 minggu di mana saat pemeriksaan

ginekologi tampak canalis serviks terbuka dan masih terdapat sisa hasil

konseptus pada vagina.

Page 59: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

42

4.5.4.3 Kehamilan trimester pertama normal

Kehamilan trimester pertama normal adalah kehamilan dengan umur

kehamilan kurang dari 14 minggu dengan tanpa disertai penyakit

sistemik pada ibu selama kehamilan kali ini dan dari pemeriksaan USG

dijumpai kantong gestasi di dalam uterus pada umur kehamilan lima

minggu, dengan fetal pole setelah kehamilan 6 minggu, fetal movement

dan fetal heart beat setelah 7 minggu.

4.5.4.4 Abortus provocatus

Abortus provocatus adalah abortus yang sengaja dilakukan oleh ibu, baik

dengan menggunakan obat-obatan maupun secara mekanis dengan

memasukkan lidi, batang sirih maupun alat lain.

4.5.4.5 Umur ibu

Umur ibu adalah umur ibu hamil dihitung dari tanggal lahir atau yang

tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk.

4.5.4.6 Umur kehamilan

Umur kehamilan adalah umur kehamilan dihitung dari Hari Pertama

Haid Terakhir (HPHT) atau apabila ibu hamil tidak dapat mengingat

HPHTnya, umur kehamilan dihitung berdasarkan hasil pemeriksaan

USG.

4.5.4.7 Paritas

Paritas adalah jumlah anak lahir hidup yang dialami oleh ibu hamil

sebelum kehamilan sekarang.

Page 60: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

43

4.5.4.8 Kehamilan mola hidatidosa

Kehamilan molahidatidosa adalah tumor jinak sel tropoblas yang oleh

karena kegagalan plasentasi yang mengakibatkan vili menggelembung

menyerupai buah anggur yang ditandai dengan adanya gejala klinis umur

kehamilan kurang dari 20 minggu berupa : riwayat amenore, perdarahan

pervaginam atau tidak, disertai ke luarnya gelembung mola atau tidak

dengan besar uterus lebih dari umur kehamilan, tidak ditemukan

ballotemen dan detak jantung dengan pemeriksaan USG

4.5.4.9 Abortus inkomplit dengan syok

Abortus inkomplit dengan syok adalah abortus inkomplit yang disertai

dengan tekanan darah kurang dari 90/60 mmHg, denyut nadi arteri

radialis lebih dari 100x/menit, dengan atau tanpa tanda-tanda perdarahan

eksternal.

4.5.4.10 Tekanan darah

Tekanan darah adalah tekanan darah yang diukur pada posisi duduk atau

berbaring, pada 1/3 bagian tengah lengan atas, dengan stetoskop Riester

dan Sfigmomanometer Riester. Tekanan dinaikkan hingga tidak

terdengar denyut nadi, kemudian diturunkan secara perlahan, hingga

terdengar bunyi Korotkof I, hasil bacaan dianggap sebagai tekanan

sistolik. Kemudian tekanan terus diturunkan perlahan-lahan hingga tidak

terdengar lagi (bunyi Korotkof V), dan hasil yang terbaca dianggap

sebagai tekanan diastolik.

Page 61: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

44

4.6 Bahan Penelitian

Bahan penelitian berupa Cusabio Human Glutathione peroxidase 3 ELISA Kit

(CSB-E09496h) yang dipesan dari distributor di Surabaya setelah sampel

terkumpul sebagian. Setelah kit tersebut tiba di laboratorium Patologi Klinik

Rumah Sakit Sanglah Denpasar, kit disimpan pada suhu -20OC dan tidak boleh

terkena cahaya langsung. Kit tersebut baru dibuka, sesaat sebelum pelaksanaan

pengukuran sampel penelitian.

4.7 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa : formulir informed

consent, formulir pengumpulan data, tensimeter merk Riester, multi-sample

needle, needle holder, heparinized vacuum tube, dan Cusabio Human Glutathione

peroxidase 3 ELISA Kit (CSB-E09496h).

4.8 Prosedur Penelitian

Ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria

eksklusi seperti yang disebutkan sebelumnya dimasukkan dalam Kelompok

abortus inkomplit dan Kelompok kehamilan normal kemudian diminta untuk

menandatangani formulir informed consent yang telah disediakan. Selanjutnya

semua sampel penelitian dikelola sesuai dengan Pedoman Terapi Lab/SMF Ilmu

Kebidanan dan Penyakit Kandungan FK UNUD / RSUP Sanglah Denpasar.

Page 62: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

45

Gambar 4.1

Alur Penelitian

Langkah-langkah yang akan dilakukan pada sampel penelitian adalah : pertama

anamnesis meliputi nama, umur, paritas, hari pertama haid terakhir dan riwayat

penyakit sebelumnya. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik meliputi kesadaran,

tekanan darah, denyut nadi arteri radialis, pemeriksaan ginekologi, tes kehamilan,

darah lengkap, dan pemeriksaan ultrasonografi. Selanjutnya, ibu hamil yang

memenuhi kriteria sebagai abortus inkomplit dan hamil normal trimester pertama

diambil darah sebanyak 6cc untuk pemeriksaan darah lengkap dan kadar

glutathione peroxidase plasma. Sampel darah kemudian diberi label identitas

sesuai nomor urut kelompok sampel, tanpa menulis diagnosis pasien. Selanjutnya,

sampel pemeriksaan darah lengkap akan langsung dikerjakan di Laboratorium

ANALISIS DATA

Screening Ibu Hamil Muda Normal dan Abortus Inkomplit dengan umur kehamilan <14 minggu yang

datang ke Poliklinik dan IRD Kebidanan dan

Kandungan RSUP Sanglah Denpasar

Kriteria Inklusi / Eksklusi

Abortus Inkomplit Hamil Normal

Pengambilan darah Pengambilan darah

Kadar glutathione

peroxidase plasma

Kadar glutathione

peroxidase plasma

Page 63: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

46

Rumah Sakit Sanglah Denpasar, sedangkan sampel darah untuk pemeriksaan

kadar glutathione peroxidase plasma akan dipisahkan plasma dari komponen

darah yang lain, kemudian disimpan pada suhu -80OC hingga terkumpul seluruh

sampel penelitian. Pengerjaan seluruh sampel dilakukan secara bersamaan setelah

jumlah sampel terpenuhi.

4.9 Analisis Data

Hipotesis Statistik :

Ho : K = P

Ha : K P

Keterangan:

K : Rerata kadar glutathione peroxidase plasma pada kehamilan

normal dengan umur kehamilan < 14 minggu.

P : Rerata kadar glutathione peroxidase plasma pada abortus

inkomplit dengan umur kehamilan < 14 minggu.

Data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan Program Statistical

Package for The Social Sciences (SPSS) for Windows 16.0.

4.9.1 Analisis deskriptif

Analisis deskriptif membandingkan antara umur ibu, umur kehamilan, paritas

antara Kelompok Kasus dan Kontrol, kemudian disajikan dalam Tabel 4.1.

Tabel 4.1

Tabel Analisis Desktiptif

No Parameter Mean (SD)

1 Umur ibu (tahun)

2 Umur kehamilan (minggu)

3 Paritas

Page 64: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

47

4.9.2 Uji normalitas

Uji normalitas data dilakukan dengan Uji Saphiro-Wilk.

4.9.3 Uji hipothesis

Uji hipotesis penelitian ini dilakukan dengan Uji T tidak berpasangan apabila

data berdistribusi normal, sedangkan terhadap data yang berdistribusi tidak

normal digunakan Uji Mann-Whitney.

4.9.4 Perhitungan rasio odd

Dengan menggunakan Kurva ROC, ditentukan cutoff point kadar glutathione

peroxidase plasma. Kemudian data dikelompokkan sesuai dengan format tabel

2x2 sebagai berikut :

Tabel 4.2

Rasio Odd

Rasio Odd = AD/BC

Kemudian dilakukan uji tingkat kemaknaan dg Uji Chi-Square bila memenuhi

syarat, bila tidak memenuhi syarat akan digunakan Uji Fisher.

Penurunan

Kadar

Gpx

Abortus Inkomplit

Ya Tidak Jumlah

Ya A B A+B

Tidak C D C+D

Page 65: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

48

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan rancangan Observasional Analitik Kasus

Kontrol (Case-Control Study) dengan melibatkan 60 orang sampel yang diambil

dari Poliklinik dan IRD Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah Denpasar,

pada bulan Januari hingga Mei 2013.

5.1. Karakteristik Sampel Penelitian

Sampel penelitian terdiri atas 30 orang kasus (abortus inkomplit) dan 30 orang

kontrol (kehamilan normal dengan umur kehamilan kurang dari 14 minggu). Data

karakteristik sampel penelitian disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1

Analisis Normalitas dan Homogenitas Kelompok Kasus dan Kontrol

Variabel Kelompok

p Kasus Kontrol

Umur (tahun) 27,43±5,82 27,53±5,17 0,944

Paritas 1,03±1,16 1,07±1,08 0,785

Umur Kehamilan

(minggu ) 10,85±1,94 10,84±2,04 0,965

Tabel 5.1 di atas, menunjukkan bahwa dengan Uji T tidak berpasangan untuk

variabel umur dan uji Mann-Whitney untuk variabel paritas dan umur kehamilan,

Page 66: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

49

didapatkan nilai p > 0,05 pada ketiga variabel. Hal ini berarti bahwa data

homogen dan berdistribusi normal.

5.2 Perbedaan Kadar Glutathione Peroxidase Plasma antara Kelompok

Kasus dengan Kelompok Kontrol

Perbedaan kadar glutathione peroxidase plasma antara Kelompok Kasus

dengan Kelompok Kontrol diuji dengan uji Mann-Whitney. Hasil analisis

disajikan pada Tabel 5.2 berikut.

Tabel 5.2

Perbedaan Kadar Glutathione Peroxidase Plasma Antara Kelompok Kasus

Dengan Kelompok Kontrol

N

Rerata

kadar Gpx

( μIU/ml)

SD p

Kasus 30 247,74 152,50 0.041

Kontrol 30 348,00 183,16

Tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa rerata kadar glutathione peroxidase

plasma pada Kelompok Kasus secara bermakna lebih rendah daripada Kelompok

Kontrol (p < 0,05).

Page 67: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

50

5.3 Kadar Glutathione Peroxidase Plasma Yang Rendah Meningkatkan

Risiko Abortus Inkomplit Trimester Pertama

Untuk mengetahui peranan kadar glutathione peroxidase plasma terhadap

terjadinya abortus inkomplit Trimester pertama dipakai uji Chi-Square. Nilai

cutoff point kadar glutathione peroxidase plasma berdasarkan kurva ROC adalah

170,83 μIU/ml dengan nilai sensitivitas 86,7% dan nilai spesifisitas sebesar

46,7%. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3

Nilai RO, IK,dan p Kadar Glutathione Peroxidase Plasma Antara Kelompok

Kasus Dan Kelompok Kontrol

Kelompok

RO IK 95% p

Kasus Kontrol

Kadar

Gpx

(μIU/ml)

Rendah

(≤ 170,83) 14 4

5,688 1,591-

20,330 0,005

Tinggi

(>170,83) 16 26

Tabel 5.3 di atas menunjukkan bahwa kadar glutathione peroxidase plasma

yang rendah berhubungan dengan peningkatan kejadian abortus inkomplit sebesar

5,6 kali (RO = 5,688, IK 95% = 1,591-20,330, p=0,005).

Page 68: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

51

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Pada Studi Kasus Kontrol ini melibatkan 60 orang pasien terdiri atas 30 orang

sampel abortus inkomplit kurang dari umur kehamilan 14 minggu yang dipakai

sebagai Kelompok Kasus dan 30 orang sampel hamil normal kurang dari 14

minggu sebagai kontrol. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa rerata umur

ibu Kelompok Kasus sebesar 27,43±5,82 tahun, sedangkan Kelompok Kontrol

sebesar 27,53±5,17 tahun, tidak berbeda secara statistik (p>0,05). Rerata paritas

Kelompok Kasus adalah 1,03±1,16 dan Kelompok Kontrol adalah 1,07±1,08,

tidak berbeda secara statistik (p>0,05). Rerata umur kehamilan Kelompok Kasus

adalah 10,85±1,94 minggu dan rerata Kelompok Kontrol adalah 10,84±2,04

minggu, dan tidak berbeda secara statistik (p>0,05). Sehingga dari data tersebut di

atas pengaruh dari variabel pengganggu berupa perbedaan umur ibu, paritas dan

umur kehamilan terhadap Kelompok Kasus dan Kontrol tidak bermakna.

6.2 Perbedaan Kadar Glutathione Peroxidase Plasma Antara Kelompok

Kasus Dengan Kelompok Kontrol

Berdasarkan hasil analisis dengan uji Man-Whitney didapatkan bahwa rerata

kadar glutathione peroxidase plasma pada Kelompok Kasus sebesar 247,74 +

152,5 μIU/ml sedangkan pada Kelompok Kontrol sebesar 348,00 + 183,16 μIU/ml

dan berbeda secara bermakna (p=0,041). Jadi didapatkan bahwa rerata kadar

glutathione peroxidase plasma Kelompok Kasus lebih rendah dibandingkan rerata

Page 69: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

52

glutathione peroxidase plasma pada Kelompok Kontrol. Hal ini seperti hasil

penelitian Zachara dkk (2001) dan Mishra dan Chaudhurl (2003) yang

menemukan penurunan aktivitas glutathione peroxidase eritrosit dan plasma pada

abortus spontan trimester pertama dan kedua.

Rerata kadar glutathione peroxidase plasma pada Kelompok Kasus yang lebih

rendah secara bermakna dibandingkan Kelompok Kontrol menunjang hipotesis

penelitian ini, bahwa penurunan kadar glutathione peroxidase plasma

menyebabkan radikal bebas yang terbentuk tidak dapat ditangkap sepenuhnya,

sehingga H2O2 yang terbentuk semakin banyak dan diubah menjadi radikal

hidroksil yang dapat menyebabkan kerusakan DNA. Bila kerusakan DNA yang

terjadi tidak dapat diperbaiki oleh mekanisme perbaikan DNA, maka sel akan

masuk ke jalur apoptosis dan terjadilah kematian sel. Akibat dari proses tersebut,

terjadi degenerasi plasenta dan hilangnya seluruh fungsi sinsisiotrophoblast dan

pelepasan plasenta dari dinding uterus, sehingga terjadilah abortus. Pada

Kelompok Kontrol, kadar glutathione peroxidase plasma yang ada mampu

menangkap radikal bebas yang terbentuk, sehingga tidak terjadi stress oksidatif

yang berlebihan dan kehamilan berjalan dengan normal.

Glutathione peroxidase plasma merupakan seleno-protein. Penelitian oleh

Jacobson dkk, 2006 menemukan bahwa kadarnya berhubungan dengan kadar

selenium. Sebagai substrat donor, glutathione peroxidase plasma terutama

menggunakan glutathione untuk mengubah H2O2 menjadi H2O atau ROOH

menjadi ROH. Sehingga, selenium dan glutathione kemungkinan dapat digunakan

untuk meningkatkan kadar glutathione peroxidase plasma, namun masih

Page 70: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

53

diperlukan penlitian lebih lanjut untuk membuktikan hubungan tersebut dan untuk

penggunaan glutathione belum ada rekomendasi keamanan untuk digunakan pada

kehamilan.

Beberapa antioksidan yang bekerja seperti glutathione peroxidase antara lain :

ebselen (2-phenyl-1,2-benzisoselenazol-3(2H) atau PZ51), BXT-51072 (Ebselen

analog), diphenyl diselenide (DPDS), cyclodextrin (CD), seleno-substilisin.

Semua antioksidan tersebut masih dalam taraf penelitian di laboratorium dan

belum dilakukan uji keamanan untuk digunakan pada manusia.

Dalam penelitian ini, didapatkan kadar glutathione peroxidase plasma

tertinggi pada Kelompok Kasus sebesar 463,41 μIU/ml, sedangkan pada

Kelompok Kontrol kadar terendah sebesar 110,29 μIU/ml. Stress oksidatif

merupakan suatu keadaan dimana produksi radikal bebas melebihi kapasitas

penangkapan oleh antioksidan. Hal ini dapat menjelaskan mengapa dengan kadar

glutathione peroxidase plasma yang tinggi tetap terjadi abortus, sedangkan pada

kasus yang lain, dengan kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah,

kehamilan dapat berjalan dengan normal. Peneliti tidak menilai kadar radikal

bebas pada sampel penelitian dan ini merupakan kelemahan penelitian ini.

Penelitian ini mengambil kasus abortus inkomplit trimester pertama yang

datang ke UGD RSUP Sanglah Denpasar untuk dimasukkan ke dalam Kelompok

Kasus. Pada Kelompok ini, peneliti tidak membedakan apakah kehamilan tersebut

merupakan kehamilan embionik maupun kehamilan anembrionik yang menjadi

abortus inkomplit. Sedangkan Kelompok Kontrol merupakan kehamilan normal

Page 71: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

54

trimester pertama dengan adanya fetus. Secara tidak langsung terdapat bias antara

kedua Kelompok.

Penelitian ini tidak membedakan abortus berdasarkan penyebabnya baik dari

faktor stress oksidatif primer yang melibatkan kemalinan kromosom maupun

faktor stress oksidatif sekunder yang lebih kompleks dan multifaktorial seperti

peran infeksi dan imunitas, penyakit ibu seperti diabetes mellitus. Hal ini

merupakan kelemahan penelitian.

6.3 Analisis Risiko Sampel Penelitian

Untuk mengetahui peranan glutathione peroxidase plasma terhadap terjadinya

abortus inkomplit trimester pertama, digunakan nilai cutoff point kadar

glutathione peroxidase plasma berdasarkan kurva ROC sebesar 170,83 μIU/ml

dengan nilai sensitivitas 86,7% dan nilai spesifisitas sebesar 46,7%. Dengan

analisis berdasarkan tabel silang 2 x 2 yaitu dengan uji Chi-Square (X2)

didapatkan bahwa pada Kelompok Kasus dengan kadar Gpx plasma ≤ 170,83

μIU/ml adalah 14 orang dan terdapat 16 orang dengan kadar Gpx plasma > 170,83

μIU/ml, sedangkan pada Kelompok Kontrol kadar Gpx plasma ≤ 170,83 μIU/ml

adalah 1 orang dan terdapat 26 orang dengan kadar Gpx plasma > 170,83 μIU/ml.

Berdasarkan hasil analisis dengan uji Chi-Square (X2) didapatkan bahwa nilai

Rasio Odd = 5,688 (IK 95% = 1,591-20,330) dan nilai p=0,005. Hal ini berarti

penurunan kadar Gpx plasma yang lebih kecil atau sama dengan 170,83 μIU/ml

dapat meningkatkan kejadian abortus inkomplit sebesar 5,6 kali. Penelitian

Page 72: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

55

Zachara, dkk (2001) dan Mishra dan Chaudhurl (2003) tidak melakukan analisis

risiko terhadap sampel penelitian mereka.

Hasil penelitian ini, dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian

berikutnya dalam upaya menemukan bahan yang dapat meningkatkan kadar

glutathione peroxidase plasma, sehingga dapat mencegah terjadinya abortus

inkomplit trimester pertama..

Page 73: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

56

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Rerata kadar glutathione peroxidase plasma pada abortus inkomplit trimester

pertama lebih rendah dibandingkan kehamilan normal secara bermakna. Pada

penelitian ini dengan nilai cutoff point kadar glutathione peroxidase plasma

sebesar 170,83 μIU/ml dengan nilai sensitivitas 86,7% dan nilai spesifisitas

sebesar 46,7% didapatkan peningkatan kejadian abortus inkomplit sebesar 5,6

kali pada kelompok dengan kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah.

7.2 Saran

Penelitian lanjutan masih diperlukan dengan memanfaatkan hasil penelitian

ini dalam upaya menemukan bahan yang dapat meningkatkan kadar glutathione

peroxidase plasma, sehingga dapat mencegah terjadinya abortus inkomplit

trimester pertama dengan pemberian suplementasi selama kehamilan.

Page 74: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

57

DAFTAR PUSTAKA

Al-Gubory, K.H., Fowler, P.A., Garrel, C. 2010. "The Roles Of Cellular Reactive

Oxygen Species, Oxidative Stress and Antioxidants in Pregnancy Outcomes". The

International Journal Of Biochemistry And Cell Biology, 42(10):1634-1650.

Avissar, N., Ornt, D.B., Yagil, Y., Horowitz, S., Watkins, R.H., Kerl, E.A.,

Takahashi, K., Palmer, I.S., Cohen, H.J. 1994. "Human Kidney Proximal Tubules

are The Main Source of Plasma Glutathione Peroxidase". American Journal of

Physiology - Cell Physiology, 266:C367–375.

Baxter, N., Sumiya, M., Cheng, S., Erlich, H., Regan, L., Simons, A.,

Summerfield, J.A. 2001. "Recurrent miscarriage and variant alleles of mannose

binding lectin, tumour necrosis factor and lymphotoxin α genes". Clinical

Experimental Immunollogy, 126:529–534.

Behl, R., Pandey, R.S. 2002. "FSH Induced Stimulation of Catalase Activity in

Goat Granulosa Cells In Vitro". Animal Reproduction Science, 70:215–221.

Behrman, H.R., Kodaman, P.H., Preston, S.L., Gao, S. 2001. "Oxidative Stress

and The Ovary". Journal Of the Society for Gynecology Investigation, 8 :S40–

S42.

Benirschke, K., Kaufmann, P. 2000. Pathology of the Human Placenta. Forth

edition. Springer-Verlag.

Bianco, K., Caughey, A.B., Shaffer, B.L., et al. 2006. "History of Miscarriage and

Increased Incidence of Fetal Aneuploidy In Subsequent Pregnancy". Obstetrics &

Gynecology, 107:1098-1102.

Bierl, C., Voetsch, B., Jin, R.C., Handy, D.E.,Loscalzo, J. 2004. "Determinants of

Human Plasma Glutathione Peroxidase (GPx-3) Expression". The Journal Of

Biological Chemistry, 279:26839-26845.

Biri, A., Kuvutcu, M., Bozkurt, N., Devrim, E., Nurlu, N., Durak, I. 2006.

"Investigation of Free Radical Scavenging Enzyme Activities and Lipid

Peroxidation in Human Placental Tissue with Miscarriage". Journal of the Society

for Gynecologic Investigation, 13:384-388.

Briggs DA, Sharp DJ, Miller D, Gosden RG. 1999. "Transferrin in The

Developing Ovarian Follicle: Evidence For De-Novo Expression By Granulosa

Cells". Molecular Human Reproduction, 5:1107–1114.

Page 75: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

58

Burton, G.J., Watson, A.L., Hempstock, J., Skepper, J.N., Jauniaux, E.. 2002.

"Uterine Glands Provide Histiotrophic Nutrition for The Human Fetus During The

First Trimester of Pregnancy". The Journal of Clinical Endocrinology and

Metabolism, 87:2954–2959.

Burton, G.J., Hempstock, J., Jauniaux, E. 2003. "Oxygen, early embryonic

metabolism and free radical-mediated embryopathies". Reproductive BioMedicine

Online, 6:84–96.

Cemelli, E., Baumgartner, A., Anderson, D. 2009, "Antioxidant and The Commet

Assay". Mutation Research, 681:51-67.

Chu F.F., Doroshow J.H., Esworthy R.S. 1993. "Expression, characterization, and

tissue distribution of a new cellular selenium-dependent glutathione peroxidase,

GSHPx-GI". The Journal of Biological Chemistry, 268:2571-2576.

Cunningham, F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L., Hauth, J.C., Rouse, D.J., Spong,

C.Y. 2010. Williams Obstetrics. Twenty third edition. The McGraw-Hill

Companies.

Day, B.J., 2009. "Catalase and Glutathione Peroxidase Mimics". Biochemical

Pharmacology, 77:285-296.

Eiben, B., Bartels, I., Bahr-Prosch, S.,Borgmann, S.. Gatz, G., Gellert, G., Goebel,

R., et al. 1990. "Cytogenetic Analysis of 750 Spontaneous Abortions With The

Direct-Preparation Method Of Chorionic Villi and Its Implications for Studying

Genetic Causes of Pregnancy Wastage". The American Journal of Human

Genetics, 47:656-663.

Esworthy R.S., Chu F.F., Paxton R.J., Akman S., Doroshow J.H. 1991.

"Characterization and partial amino acid sequence of human plasma glutathione

peroxidase". Archives of Biochemistry and Biophysics, 286:330-336.

Ezashi, T., Das, P., Roberts, R.M. 2005. "Low O2 Tensions and The Prevention of

hES Cells". The Proceedings of the National Academy of Sciences of the United

States of America, 102:4783–4788.

Flohe R.B., Kipp, A. 2009. "Glutathione Peroxidase in Different Stage of

Carcinogenesis". Biochimica et Biophysica Acta, 1790:1555-1568.

Gerschman, R., Gilbert, D. L., Nye, S. W., Dwyer, P., & Fenn, W. O. 1954.

"Oxygen Poisoning and X-Irradiation—A Mechanism In Common". Science,

119:623–626

Page 76: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

59

Hempstock, J., Jauniaux, E., Greenwold, N., Burton, G.J. 2003. "The Contribution

of Placental Oxidative Stress to Early Pregnancy Failure". Human Pathology,

34:1265–1275.

Heilig, R., Eckenberg, R., Petit, J.L., Fonknechten, N., Da-Silva, C., Cattolico, L.,

Levy, M., Barbe V., Berardinis, V. Ureta-Vidal, A., Pelletier, E., Vico, V.,

Anthouard, V., Rowen, L., Madan, A., Qin, S., Sun, H., Du, H., Pepin, K.,

Artiguenave, F., Robert, C., Cruaud, C., Brüls, T., Jaillon, O., Friedlander, L.,

Samson, G., Brottier, P., Cure, S., Ségurens, B., Anière, F., Samain, S., Crespeau,

H., Abbasi, N., Aiach, N., Boscus, D., Dickhoff, R., Dors, M., Dubois, I.,

Friedman, C., Gouyvenoux, M., James, R., Madan, A., Estrada, B.M., Mangenot,

S., Martins, N., Ménard, M., Oztas, S., Ratcliffe, A., Shaffer, T., Trask, B.,

Vacherie, B., Bellemere, C., Belser, C., Gonnet, M.B., Mavel, D.B., Boutard, M.,

Silla, S.B., Combette, S., Laurent, V.D., Ferron, C., Lechaplais, C., Louesse, C.,

Muselet, D., Magdelenat, G., Pateau, E., Petit, E., Trukniewicz, P.S., Trybou, A.,

Czarny, N.V., Bataille, E., Bluet, E., Bordelais, I., Dubois, M., Dumont, C.,

Guérin, T., Haffray, S., Hammadi, R., Muanga, J., Pellouin, V., Robert, D.,

Wunderle, E., Gauguet, G., Roy, A., Marthe, L.S., Verdier, J., Discala, C.V.,

Hillier, L.D, Fulton, L., McPherson, J., Matsuda, F., Wilson, R., Scarpelli, C.,

Gyapay, G., Wincker, P., Saurin, W., Quétier, F., Waterston, R., Hood, L.,

Weissenbach, J. 2003. "The DNA sequence and analysis of human chromosome

14". Nature, 421(6923):601-607.

Hung, T.H., Lo, L.M., Chiu, T.H., Li, M.J., Yeh, Y.L., Chen, S.F., Hsieh, T.T.

2010. "A Longitudinal Study of Oxidative Stress and Antioxidant Status in

Women With Uncomplicated Pregnancies Throughout Gestation". Reproductive

Sciences,17:401-409.

Hung, T.H., Skepper, J.N., Burton, G. 2001. "In vitro ischemia-reperfusion injury

in term human placenta as a model for oxidative stress in pathological

pregnancies". The American Journal of Pathology, 159:1031–1043.

Imai, H., Nakagawa, Y., 2003. "Biological Significance of Phospholipid

Hydroperoxide Glutathione Peroxidase (Phgpx, Gpx4) in Mammalian Cells". Free

Radical Biology and Medicine, 34:145–169.

Imai, H., Hirao, F. Sakamoto, T., Sekine, K., Mizukura, Y., Saito, M., Kitamoto,

T., Hayasaka, M., Hanaoka, K., Nakagawa, Y. 2003. "Early Embrionic Lethality

Caused by Targeted Disruption of The Mouse Phgpx Gene". Biochemical and

Biophysical Research Communications, 305: 278-286.

Jacobson, G.A., Narkowicz, C., Tong, Y.C., Peterson, G.M. 2006. "Plasma

Glutathione Peroxidase by ELISA and Relationship to Selenium Level". Clinica

Chimica Acta, 369:100-103.

Page 77: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

60

Jauniaux, E., Burton, G.J. 2005. "Pathophysiology of Histological Changes in

Early Pregnancy Loss". 2005. Placenta, 26:114-123.

Jauniaux, E., Gulbis, B., Burton, G.J. 2003ª. "The Human First Trimester

Gestational Sac Limits Rather Than Facilities Oxygen Transfer to The Foetus: A

Review". Placenta-Trophoblast Research, 24:S86–S93.

Jauniaux, E., Hempstock, J., Greenwold, N., Burton, G.J. 2003b. "Trophoblastic

Oxidative Stress in Relation to Temporal and Regional Differences in Maternal

Placental Blood Flow in Normal and Abnormal Early Pregnancies". The American

Journal of Pathology, 162:115–125.

Jauniaux, E., Poston, L., Burton, G.J. 2006. "Placental-Related Diseases of

Pregnancy : Involvement of Oxidative Stress and Implications in Human

Evolution". Human Reproduction Update, 12(6):747-55.

Jauniaux, E., Watson, A.L., Hempstock, J., Bao, Y.P., Skepper, J.N., Burton, G.J.

2000. "Onset of Maternal Arterial Blood Flow and Placental Oxidative Stress- A

Possible Factor in Human Early Pregnancy Failure". American Journal Of

Pathology, 157:2111-2122.

Jenkins, C., Wilson, R., Roberts, J., Miller, H., McKillop, J.H., Walker, J.J. 2000.

"Antioxidants: their role in pregnancy and miscarriage". Antioxidants & Redox

Signaling, 2:623–628.

John, J., Jauniaux, E., Burton, G. 2006. "Factors Affecting The Early Embryonic

Environment". Reviews in Gynaecological and Perinatal Practice, 6:199–210.

Kelner M.J., Montoya M.A. 1998. "Structural organization of the human

selenium-dependent phospholipid hydroperoxide glutathione peroxidase gene

(GPX4): chromosomal localization to 19p13.3". Biochemical and Biophysical

Research Communications, 249:53-55.

Kodaman, P.H., Behrman, H.R. 2001. "Endocrine-Regulated and Protein Kinase

C-Dependent Generation of Superoxide by Rat Preovulatory Follicles".

Endocrinology, 142:687–693.

Kohen, R., Nyska, A. 2002. "Oxidation of Biological System : Oxidative Stress

Phenomena, Antioxidant, Redox Reaction and Methods for Their Quantification".

Toxicologic Pathology, 30:620-650.

Kovacic, P., Jacintho, J. D. 2001. "Mechanisms of Carcinogenesis: Focus On

Oxidative Stress and Electron Transfer". Current Medicinal Chemistry, 8, 773–

796.

Page 78: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

61

Levy, P.S., Lemeshow, S. 2008. Sampling of Population: Methods and

Application. Fourth Edition. A Willey interscience Publication. John Willey &

Sons inc.

Luberda, Z. 2005. "The Role of Glutathione in Mammalian Gametes". Biology of

Reproduction, 5:5–17.

Mendelson, C.R., Jiang, B., Shelton, J.M., Richardson, J.A., Hinshelwood, M.M..

2005. "Transcriptional regulation of aromatase in placenta and ovary". The

Journal of Steroid Biochemistry and Molecular Biology, 95:25–33.

Merviel, P., Lourdel, E., Cabry, R., Boulard, V., Brzakowski, M., Demailly, P.,

Brasseur, F., Copin, H., Devaux, A. 2009. "Physiology of Human Embryonic

Implantation : Clinical Incidences". Folia Histochemica Et Cytobiologica,

47:S25-S34.

Michels, T. C., and Tiu, A.Y. 2007. "Second Trimester Pregnancy Loss" .

American Family Physician, 76; 1341-8.

Mills, G.C. 1957. "Hemoglobin Catabolism I. Glutathione Peroxidase, An

Erythrocyte Enzyme Which Protects Hemoglobin from Oxidative Breakdown".

The Journal of Biological Chemistry, 229:189–197.

Mishra, P.K., Chaudhurl, J. 2003. "Blood Glutathione Peroxidase and Selenium in

Abortion". Indian Journal of Clinical Biochemistry, 18(1) 96-98.

Miwa, S., Muller, F.L., and Beckman, K.B. 2008. The Basics of Oxidative

Biochemistry, Oxidative Stress in Aging From Model Systems to Human Diseases.

Humana Press.

Mungall, A.J., Palmer, S.A., Sims, S.K., Edward, C.A., Ashurst, J.L., Wilming,

L., Jones, M.C., et all. 2003. "The DNA Sequence and Analysis of Human

Chromosome 6". Nature, 425:805-811.

Muzny, D.M., Scherer, S.E., Kaul, R., Wang,J., Yu, J. Sudbrak, R., Buhay, C.J. et

all. 2006. "The DNA sequence, annotation and analysis of human chromosome 3".

Nature, 440: 1194-1198.

NCBI. 2010a. Crystal Structure Of Human Glutathione Peroxidase 3. [Cited 2010

Jun 4] Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Structure/mmdb/mmdbsrv.

cgi?uid=59620

NCBI. 2010 b

. Crystal Structure Of Human Glutathione Peroxidase 5. [Cited 2010

Jun 4] Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Structure/mmdb/mmdbsrv.

cgi?uid= 41734

Page 79: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

62

NCBI. 2010 c. Crystal Structure Of Human Glutathione Peroxidase 7. [Cited 2010

Jun 4] Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Structure/mmdb/mmdbsrv.

cgi?uid= 45353

NCBI. 2010d. Crystal Structure Of Human Glutathione Peroxidase 8. [Cited 2010

Jun 4] Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Structure/mmdb/mmdbsrv.

cgi?uid= 66027

Nicol, C.J., Zielenski, J., Tsui, L.C., Wells, P.G. 2000. "An embryoprotective role

for glucose-6-phosphate dehydrogenase in developmental oxidative stress and

clinical teratogenesis". Federation of American Societies for Experimental

Biology journal, 14:111–127.

Ornoy, A. 2007. "Embryonic Oxidative Stress As A Mechanism of Teratogenesis

With Special Emphasis on Diabetic Embryopathy". Reproductive Toxicology,

25:31-41.

Ozkaya, O., Sezik, M., Kaya, H. 2008. "Serum Malondialdehyde, Erythrocyte

Glutathione Peroxidase, and Erythrocyte Superoxide Dismutase Levels in Women

with Early Spontaneous Abortion Accompanied by Vaginal Bleeding". Medical

Science Monitor, 14(1): CR47-51.

Pappas, A.C., Zoidis, E., Surai, P.F., Zervas, G. 2008. "Selenoproteins and

Maternal Nutrition". Comparative Biochemistry and Physiology Part B,151:361-

372.

Pearlstein, D.P., Ali, M.H., Mungai, P.T., Hynes, K.L., Gewertz, B.L.,

Schumacker, P.T. 2002. "Role of Mitochondrial Oxidant Generation in

Endothelial Cell Responses to Hypoxia". Arteriosclerosis, Thrombosis, and

Vascular Biology, 22:566–573.

Petrozza, J.C., Berlin, I. 2010. Recurrent Early Pregnancy Loss. Emedicine.

medscape, [cited 2010 Jan. 22]. Available from: http://emedicine.medscape.com

/article/260495-overview.

Pidoux, G., Guibourdenche, J., Frendo, J.L., Gerbaud, P., Conti, M., Luton, D.,

Muller, F., Evain-Brion, D. 2004. "Impact of trisomy 21 on human trophoblast

behaviour and hormonal function". Placenta, 25:S79–S84.

Puscheck, E.E., Pradhan, A. 2006. First Trimester Pregnancy Loss. Emedicine.

medscape, [cited 2010 Jan. 22]. Available from: http://emedicine.medscape.com

/article/266317-overview.

Ruder, E.H., Hartman, T.J., Blumberg, J., Goldman, M.B. 2008. "Oxidative Stress

and Antioxidants: Exposure and Impact on Female Fertility". Human

Reproduction Update, 14(4): 345–357.

Page 80: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

63

Sata, F., Yamada, H., Kondo, T., Gong, Y., Tozaki, S., Kobashi, G., Kato, E.H.,

Fujimoto, S., Kishi, R. 2003. "Glutathione S-transferase M1 and T1

polymorphism and the risk of recurrent pregnancy loss". Molecular Human

Reproduction, 9:165–169.

Schneider, M., Weisenhorn, D.M.V., Seiler, A., Bornkamm, G.W., Brielmeier,

M., Conrad, M. 2006. "Embryonic Expression Profile of Phospholipid

Hydroperoxide Glutathione Peroxidase". Gene Expression Patterns, 6:489-494.

Schroedl, C., McClintock, D.S., Budinger, G.R., Chandel, N.S. 2002. "Hypoxic

but Not Anoxic Stabilization of Hif-1alpha Requires Mitochondrial Reactive

Oxygen Species". American Journal Of Physiology Lung Cellular And Molecular

Physiology, 283:L922–L931.

Simsek, M., Naziroglu, M., Simsek, H., Cay, M., Aksakai, M., Kumru, S. 1998.

"Blood Plasma Level of Lipoperoxides, Glutathione Peroxidase, Beta Carotene,

Vitamin A and E in Women With Habitual Abortion". Cell Biochemistry and

Function, 16:227-231.

Speroff, L., Fritz, M.A. 2005. Clinical Gynecologic Endocrinology And

Infertlility. Seventh Edition. Lippincott Williams & Wilkins.

Sugino, N., Kakata, M., Kashida, S., Karube, A., Takigushi, S., Kato, H. 2000.

"Decreased superoxide dismutase expression and increased concentrations of lipid

peroxide and prostaglandin F (2alpha) in the decidua of failed pregnancy".

Molecular Human Reproduction, 6:642–647.

Takahashi, M., Sakatani, M., Kobayashi, S., Kobayashi, S., Nagashima, H. 2006.

"Stage Specific Effect of Oxidative Stress on Developmental Competence, ROS

Generation and DNA Damage of Porcine Parthenogenetic Embryos".

Reproduction, Fertility and Development, 18(2): 180-181

Tempfer, C., Unfried, G., Zeillinger, R., Hefler, L., Nagele, F., Huber, J.C. 2001.

"Endothelial nitric oxide synthase gene polymorphism in women with idiopathic

recurrent miscarriage". Human Reproduction, 16:1644–1647.

Toder, V., Fein, A., Carp, H., Torchinsky, A. 2003. "TNF-α in pregnancy loss and

embryo maldevelopment: a mediator of detrimental stimuli or a protector of the

fetoplacental unit". The Journal of Assisted Reproduction and Genetics, 20:73–81.

Toppo, S., Flohe, L., Ursini, F., Vanin, S., Maiorino, M. 2009. "Catalytic

Mechanism and Spesificities Of Glutathione Peroxidases : Variation of A Basic

Scheme". Biochimica et Bioplysica Acta, 1790:1486-1500.

Page 81: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

64

Tropea, A., Miceli, F., Minici, F., Tiberi, F., Orlando, M., Gangale, M.F., Romani,

F., et al. 2006. "Regulation of Vascular Endothelial Growth Factor Synthesis and

Release by Human Luteal Cells In Vitro". The Journal of Clinical Endocrinology

and Metabolism, 91:2303–2309.

Turrentine, J.E. 2008. Clinical Protocols in Obstetrics and Gynecology. Third

Edition. Informa Health Care.

Valko, M. 2007. Free radicals and antioxidants in normal physiological functions

and human disease. Elsevier.

Valko, M., Rhodes, C. J., Moncol, J., Izakovic, M., and Mazur, M. 2006. "Free

Radicals, Metals and Antioxidants in Oxidative Stress-Induced Cancer". Chemico-

Biological Interactions, 160:1–40.

Valko, M., Morris, H., and Cronin, M. T. D. 2005. "Metals, Toxicity and

Oxidative Stress". Current Medicinal Chemistry., 12:1161–1208.

Von-Wolff, M., Thaler, C.J., Strowitzki, T., Broome, J., Stolz, W., Tabibzadeh, S.

2000. "Regulated expression of cytokines in human endometrium throughout the

menstrual cycle: dysregulation in habitual abortion". Molecular Human

Reproduction,6:627–634.

Wilcox, A.J., Weinberg, C.R., O'Connor, J.F., Baird, D.D., Schlatterer, J.P.,

Canfield, R.E., Armstrong, E.G., Nisula, B.C. 1988. "Incidence of Early Loss of

Pregnancy". The New England Journal of Medicine, 319:189- 194.

Xing, Y., Williams, C., Campbell, R.K., Cook, S., Knoppers, M., Addona, T.,

Altarocca, V., Moyle, W.R. 2001. "Threading of a glycosylated protein loop

through a protein hole: implications for combination of human chorionic

gonadotropin subunits". Protein Science, 10:226–235.

Yoshimura, S., Suemizu, H., Taniguchi, Y., Arimori, K., Kawabe, N., Moriuchi,

T. 1994. "The Human Plasma Glutathione Peroxidase-Encoding Gene:

Organization, Sequence and Localization to Chromosome 5q32". Gene, 145:293-

297.

Zachara, B.A., Dobrzynsksi, W., Trafikowska, U., Szymanski, W. 2001. "Blood

Selenium and Glutathione Peroxidase In Miscarriage". British Journal of

Obstetrics and Gynaecology, 108:244-247.

Zuelke, K.A., Jones, D.P., Perreault, S.D. 1997. "Glutathione Oxidation is

Associated with Altered Microtubule Function and Disrupted Fertilization in

Mature Hamster Oocytes". Biology of Reproduction, 57:1413–1419.

Page 82: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

65

Zuelke, K.A., Jeffay, S.C., Zucker, R.M., Perreault, S.D. 2003. "Glutathione

(GSH) Concentrations Vary with The Cell Cycle In Maturing Hamster Oocytes,

Zygotes, and Pre-Implantation Stage Embryos". Molecular Reproduction and

Development, 64:106–112.

Page 83: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

66

Lampiran 1

Page 84: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

67

Lampiran 2

Page 85: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

68

Lampiran 3 Informed Consent

INFORMED CONSENT

KADAR GLUTATHIONE PEROXIDASE PLASMA YANG

RENDAH SEBAGAI FAKTOR RISIKO ABORTUS

INKOMPLIT TRIMESTER PERTAMA

Ibu-Ibu Yang Terhormat,

Abortus merupakan berhentinya kehamilan sebelum usia 20 minggu

dengan atau tanpa disertai pengeluaran hasil konsepsi. Lima belas hingga

duapuluh persen kehamilan akan berakhir dengan abortus. Penyebab dari abortus

ini bermacam-macam diantaranya: kelainan kromosom, infeksi, penyakit kronis

yang melemahkan, faktor imunologis, trauma fisik, kelainan uterus dan faktor

radikal bebas. Kemungkinan seseorang untuk mengalami abortus berulang akan

meningkat sejalan semakin seringnya mengalami abortus. Secara klinis, abortus

bisa dibagi menjadi beberapa tingkatan. Salah satu tingkatan dimana kehamilan

tersebut sudah tidak dapat dipertahankan, dan sebagian dari bagian janin masih

tertinggal di dalam rahim, dikenal dengan sebutan abortus inkomplit.

Peran radikal bebas (stress oksidatif) dalam proses terjadinya abortus

inkomplit belum banyak diteliti. Namun penelitian terbaru menunjukkan

peningkatan insiden kegagalan plasentasi berhubungan dengan

ketidakseimbangan radikal bebas (oksidan) dengan antioksidan. Ada beberapa

jenis antioksidan yang diperlukan oleh tubuh, seperti Superoksid Dismutase

(SOD), Glutathione Peroxidase (Gpx), Katalase yang memang diproduksi oleh

tubuh dalam jumlah yang relatif konstan dan beberapa antioksidan lain yang dapat

diperoleh dari asupan makanan, seperti vitamin A, C, E, asam folat, dan

sebagainya. Dalam keadaan tertentu seperti pada penyakit-penyakit kronis, kadar

antioksidan akan menurun dan mengakibatkan suatu keadaan stress oksidatif yang

merugikan bagi tubuh. Dalam penelitian ini, antioksidan yang diteliti adalah

glutathione peroxidase.

Page 86: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

69

Glutathione peroxidase berfungsi untuk memecah hidrogen peroksida

menjadi oksigen dan air dengan bantuan suatu antioksidan lain yang disebut

glutathione. Pemecahan hidrogen peroksida ini bertujuan agar tidak terbentuk

radikal hidroksil yang sangat berpotensi untuk menyebabkan kerusakan DNA.

Dalam kehamilan normal, kadarnya seharusnya meningkat, namun pada penyakit-

penyakit tertentu, kadar Gpx dapat menurun, sehingga menyebabkan terbentuknya

radikal hidroksil dalam jumlah yang banyak. Hal ini menyebabkan peningkatan

kerusakan DNA pada sel janin yang kemudian akan menyebabkan suatu

kehamilan berakhir dengan abortus. Dengan mengetahui kadar Gpx pada wanita

dengan abortus inkomplit, diharapkan nantinya bisa dipergunakan obat-obatan

yang mengandung Gpx untuk mencegah terjadinya abortus. Kadar Gpx di dalam

darah dapat diukur dengan sampel darah sebanyak 3cc di Laboratorium Patologi

Klinik RSUP Sanglah Denpasar. Biaya untuk pemeriksaan dalam penelitian ini

akan ditanggung oleh Peneliti. Hasil pemeriksaan akan dianalisis sesuai dengan

tujuan penelitian ini. Dengan ikut sebagai sampel dalam penelitian ini, berarti Ibu

ikut berperan serta dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam

mengungkapkan proses terjadinya abortus dan cara pencegahannya.

Demikian keterangan yang dapat kami berikan kepada Bapak/Ibu. Atas

kesediaan Ibu untuk ikut serta dalam penelitian ini, kami mengucapkan terima

kasih.

Bila ada hal-hal yang belum jelas, Ibu-Ibu dapat menghubungi kami di Nomor

HP: (0361) 3176793 atau 081236745839

Hormat kami,

dr. Endang Sri Widiyanti

Peneliti

Page 87: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

70

PERNYATAAN PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

( Informed Consent )

Yang bertanda tangan dibawah ini :

1. Nama Responden :

Umur :

Alamat :

2. Nama Suami/Wali :

Umur :

Alamat :

Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap mengenai maksud, tujuan

dan manfaat penelitian dengan judul KADAR GLUTATHIONE PEROXIDASE

PLASMA YANG RENDAH SEBAGAI FAKTOR RISIKO ABORTUS

INKOMPLIT TRIMESTER PERTAMA, menyatakan bersedia bersedia ikut

serta sebagai responden dalam penelitian ini dan mengikuti perosedur penelitian

seperti yang telah disampaikan.

Denpasar , _________________

Saksi Ibu hamil Suami

( _____________) ( _____________) ( _____________)

Peneliti,

( dr. Endang Sri Widiyanti)

Page 88: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

71

Lampiran 4 Formulir Pengumpulan Data

FORMULIR PENGUMPULAN DATA

No. Sampel :

No CM :

Tgl pemeriksaan :

1. Nama Pasien : ______________________________________________

2. Umur : th

3. Nomor Telepon : _______________

4. Gravida :

5. Paritas :

6. Umur Kehamilan : Minggu Hari

7. Laboratorium : HB : ______ g/dL WBC : _______ 103/µL

Hct : ______ % Ne : _______ 103/µL

Plt : ______ 103/µL Ly : _______ 10

3/µL

MCV : ______ fL Mo : _______ 103/µL

MCH : ______ pg Eo : _______ 103/µL

MCHC : ______ g/dL Ba : _______ 103/µL

8. Diagnosis : 1. Abortus Inkomplit Trimester Pertama

2. Kehamilan Normal Trimester Pertama

9. Kadar Glutathione Peroxidase Plasma : ____________ μIU/ml

Page 89: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

72

Lampiran 5 Hasil Penelitian

No Umur

(Tahun)

Pari

tas

Diagnosis UK

(Minggu)

WBC

(103/μL)

HB

(g/dL)

PLT

(103/μL)

GPX

(μIU/ml)

1 25.0 1 Abortus

Inkomplit

10.0 8.7 10.9 290.0 62.5

2 27.0 0 Abortus

Inkomplit

9.57 10.1 9.8 287.0 71.69

3 20.0 0 Abortus

Inkomplit

12.0 10.2 10.0 205.0 412.12

4 31.0 2 Abortus

Inkomplit

7.71 7.3 12.1 341.0 378.05

5 36.0 2 Abortus

Inkomplit

8.42 8.1 11.7 275.0 445.12

6 32.0 1 Abortus

Inkomplit

9.57 7.6 12.3 341.0 250.0

7 31.0 4 Abortus

Inkomplit

13.14 12.2 10.2 241.0 365.85

8 27.0 2 Abortus

Inkomplit

12.42 9.8 12.7 293.0 108.46

9 35.0 2 Abortus

Inkomplit

12.85 12.5 12.8 320.0 268.29

10 24.0 0 Abortus

Inkomplit

8.0 7.2 11.8 278.0 292.68

11 26.0 0 Abortus

Inkomplit

9.0 8.2 12.7 345.0 121.32

12 25.0 2 Abortus

Inkomplit

8.14 7.2 11.5 302.0 99.26

13 22.0 0 Abortus

Inkomplit

13.42 11.2 10.8 320.0 370.05

14 20.0 0 Abortus

Inkomplit

12.85 11.0 11.5 341.0 426.83

15 24.0 0 Abortus

Inkomplit

8.14 10.5 10.3 253.0 420.73

16 23.0 0 Abortus

Inkomplit

10.14 10.2 11.1 198.0 463.41

17 29.0 0 Abortus

Inkomplit

10.0 12.6 11.6 227.0 426.83

18 19.0 0 Abortus

Inkomplit

13.14 9.8 9.9 201.0 445.12

19 24.0 0 Abortus

Inkomplit

13.42 9.1 11.1 274.0 117.65

20 36.0 2 Abortus

Inkomplit

12.71 12.1 9.9 256.0 158.33

21 34.0 1 Abortus

Inkomplit

13.14 9.0 10.1 221.0 97.43

22 29.0 2 Abortus

Inkomplit

12.14 7.1 10.5 301.0 68.01

23 19.0 0 Abortus

Inkomplit

9.0 8.06 11.27 231.0 97.43

24 18.0 0 Abortus

Inkomplit

9.14 7.8 10.2 289.0 310.98

Page 90: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

73

No Umur

(Tahun)

Pari

tas

Diagnosis UK

(Minggu)

WBC

(103/μL)

HB

(g/dL)

PLT

(103/μL)

GPX

(μIU/ml)

25 29.0 1 Abortus

Inkomplit

9.71 10.1 11.0 289.0 99.26

26 23.0 0 Abortus

Inkomplit

11.42 8.1 10.8 241.0 150.0

27 31.0 3 Abortus

Inkomplit

12.71 8.0 12.85 291.0 88.24

28 36.0 1 Abortus

Inkomplit

10.0 9.2 11.0 318.0 457.32

29 29.0 2 Abortus

Inkomplit

12.71 8.2 11.1 236.0 36.13

30 39.0 3 Abortus

Inkomplit

11.0 6.41 13.2 265.0 323.17

31 19.0 0 Hamil

Normal

9.85 6.7 12.7 347.0 233.33

32 33.0 0 Hamil

Normal

12.71 8.2 11.7 289.0 183.33

33 33.0 3 Hamil

Normal

13.14 9.1 11.7 278.0 408.54

34 32.0 1 Hamil

Normal

12.71 9.2 12.4 341.0 292.68

35 22.0 1 Hamil

Normal

7.0 6.7 12.2 387.0 274.39

36 35.0 3 Hamil

Normal

11.14 7.8 12.0 245.0 110.29

37 27.0 1 Hamil

Normal

12.28 9.8 11.8 387.0 119.49

38 18.0 0 Hamil

Normal

9.14 7.2 10.0 302.0 117.65

39 32.0 3 Hamil

Normal

8.71 8.8 12.0 279.0 280.48

40 28.0 2 Hamil

Normal

10.42 8.6 12.7 304.0 183.33

41 26.0 0 Hamil

Normal

9.14 7.1 12.7 378.0 274.39

42 20.0 0 Hamil

Normal

12.71 8.8 12.6 308.0 125.98

43 21.0 1 Hamil

Normal

13.71 8.9 11.7 324.0 591.74

44 25.0 0 Hamil

Normal

9.71 7.7 11.0 190.0 241.67

45 28.0 1 Hamil

Normal

9.14 6.7 12.4 342.0 215.59

46 29.0 2 Hamil

Normal

13.42 9.16 12.9 371.0 439.02

47 35.0 1 Hamil

Normal

7.0 6.2 11.9 199.0 200.0

48 21.0 1 Hamil

Normal

8.0 7.5 13.6 345.0 493.9

49 34.0 3 Hamil

Normal

11.71 8.9 12.4 312.0 286.59

Page 91: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

74

No Umur

(Tahun)

Pari

tas

Diagnosis UK

(Minggu)

WBC

(103/μL)

HB

(g/dL)

PLT

(103/μL)

GPX

(μIU/ml)

50 31.0 1 Hamil

Normal

10.14 7.2 10.2 289.0 683.47

51 35.0 0 Hamil

Normal

13.42 9.3 11.7 263.0 304.88

52 23.0 0 Hamil

Normal

13.42 10.1 12.6 329.0 582.57

53 30.0 3 Hamil

Normal

12.42 11.4 12.8 342.0 371.95

54 29.0 1 Hamil

Normal

10.71 7.4 10.7 205.0 310.98

55 32.0 1 Hamil

Normal

9.42 6.5 12.7 198.0 509.17

56 27.0 0 Hamil

Normal

10.14 9.6 11.8 282.0 414.63

57 26.0 0 Hamil

Normal

12.42 10.1 12.8 287.0 724.77

58 20.0 0 Hamil

Normal

7.71 6.8 12.5 350.0 564.22

59 28.0 2 Hamil

Normal

11.42 7.4 11.5 267.0 692.66

60 27.0 1 Hamil

Normal

12.42 11.6 12.0 278.0 208.33

Page 92: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

75

Lampiran 6 Statistik Hasil Penelitian

Tests of Normality

Diagnosis

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Umur Abortus Inkomplit .095 30 .200* .964 30 .379

Hamil Normal .106 30 .200* .945 30 .124

Paritas Abortus Inkomplit .280 30 .000 .813 30 .000

Hamil Normal .258 30 .000 .811 30 .000

UK Abortus Inkomplit .164 30 .037 .898 30 .007

Hamil Normal .159 30 .050 .936 30 .072

Kadar Gpx Abortus Inkomplit .196 30 .005 .866 30 .001

Hamil Normal .180 30 .014 .920 30 .027

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Group Statistics

Diagnosis N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Umur Abortus Inkomplit 30 27.43 5.823 1.063

Hamil Normal 30 27.53 5.178 .945

Independent Samples Test

Levene's

Test for

Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

t df Sig. (2-

tailed)

Mean

Differen

ce

Std.

Error

Differen

ce

95%

Confidence

Interval of the

Difference F Sig.

Lower Upper

Umur Equal variances

assumed .673 .415 -.070 58 .944 -.100 1.423

-

2.948 2.748

Equal variances

not assumed

-.070 57.218 .944 -.100 1.423

-

2.949 2.749

Page 93: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

76

Group Statistics

Diagnosis N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Paritas Abortus Inkomplit 30 1.03 1.159 .212

Hamil Normal 30 1.07 1.081 .197

UK Abortus Inkomplit 30 10.8537 1.93615 .35349

Hamil Normal 30 10.8427 2.04045 .37253

Kadar Gpx Abortus Inkomplit 30 2.4774E2 152.50031 27.84262

Hamil Normal 30 3.4800E2 183.15820 33.43996

Mann-Whitney Test

Ranks

Diagnosis N Mean Rank Sum of Ranks

Paritas Abortus Inkomplit 30 29.92 897.50

Hamil Normal 30 31.08 932.50

Total 60

UK Abortus Inkomplit 30 30.40 912.00

Hamil Normal 30 30.60 918.00

Total 60

Kadar Gpx Abortus Inkomplit 30 25.88 776.50

Hamil Normal 30 35.12 1053.50

Total 60

Test Statisticsa

Paritas UK Kadar Gpx

Mann-Whitney U 432.500 447.000 311.500

Wilcoxon W 897.500 912.000 776.500

Z -.273 -.044 -2.048

Asymp. Sig. (2-tailed) .785 .965 .041

a. Grouping Variable: Diagnosis

Page 94: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

77

Area Under the Curve

Test Result Variable(s):Kadar Gpx

Area Std. Errora Asymptotic Sig.

b

Asymptotic 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

.654 .072 .041 .513 .795

The test result variable(s): Kadar Gpx has at least one tie between the positive actual state

group and the negative actual state group. Statistics may be biased.

a. Under the nonparametric assumption

b. Null hypothesis: true area = 0.5

Page 95: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

78

Coordinates of the Curve

Test Result Variable(s):Kadar Gpx

Positive if Greater Than or

Equal Toa Sensitivity 1 - Specificity

35.1300 1.000 1.000

49.3150 1.000 .967

65.2550 1.000 .933

69.8500 1.000 .900

79.9650 1.000 .867

92.8350 1.000 .833

98.3450 1.000 .767

103.8600 1.000 .700

109.3750 1.000 .667

113.9700 .967 .667

118.5700 .933 .633

120.4050 .900 .633

123.6500 .900 .600

137.9900 .867 .600

154.1650 .867 .567

170.8300 .867 .533

191.6650 .800 .533

204.1650 .767 .533

211.9600 .733 .533

224.4600 .700 .533

237.5000 .667 .533

245.8350 .633 .533

259.1450 .633 .500

271.3400 .633 .467

277.4350 .567 .467

283.5350 .533 .467

289.6350 .500 .467

298.7800 .467 .433

307.9300 .433 .433

Page 96: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

79

317.0750 .400 .400

344.5100 .400 .367

367.9500 .400 .333

371.0000 .400 .300

375.0000 .367 .300

393.2950 .367 .267

410.3300 .333 .267

413.3750 .333 .233

417.6800 .300 .233

423.7800 .300 .200

432.9250 .300 .133

442.0700 .267 .133

451.2200 .267 .067

460.3650 .267 .033

478.6550 .267 .000

501.5350 .233 .000

536.6950 .200 .000

573.3950 .167 .000

587.1550 .133 .000

637.6050 .100 .000

688.0650 .067 .000

708.7150 .033 .000

725.7700 .000 .000

The test result variable(s): Kadar Gpx has at least one tie between the positive actual

state group and the negative actual state group.

a. The smallest cutoff value is the minimum observed test value minus 1, and the

largest cutoff value is the maximum observed test value plus 1. All the other cutoff

values are the averages of two consecutive ordered observed test values.

Page 97: kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan

80

Gpx * Diagnosis Crosstabulation

Count

Diagnosis

Total Abortus Inkomplit Hamil Normal

Gpx Rendah 14 4 18

Tinggi 16 26 42

Total 30 30 60

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Pearson Chi-Square 7.937a 1 .005

Continuity Correctionb 6.429 1 .011

Likelihood Ratio 8.288 1 .004

Fisher's Exact Test .010 .005

Linear-by-Linear Association 7.804 1 .005

N of Valid Casesb 60

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,00.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Gpx17083 (rendah / tinggi) 5.688 1.591 20.330

For cohort Diagnosis = Abortus Inkomplit 2.042 1.292 3.227

For cohort Diagnosis = Hamil Normal .359 .146 .880

N of Valid Cases 60