k3 rsia kendangsari
DESCRIPTION
makalah k3TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu faktor yang penting dalam
terlaksananya kegiatan perusahaan. Setiap karyawan akan bekerja secara maksimal apabila
terdapat jaminan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Adapun pengertian
dari keselamatan dan kesehatan kerja itu sendiri menurut para ahli adalah sebagai berikut :
Menurut Bennett N.B. Silalahi dan Rumondang (1991:22 dan 139) menyatakan :
”Keselamatan merupakan suatu usaha untuk mencegah setiap perbuatan atau kondisi tidak
selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Sedangkan kesehatan kerja yaitu
terhindarnya daru penyakit yang mungkin akan timbul setelah memulai pekerjaannya”.
Setiap aktivitas yang melibatkan faktor manusia, mesin dan bahan serta melalui tahap-
tahap proses memiliki risiko bahaya dengan tingkat risiko yang berbeda-beda yang
memungkinkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Risiko kecelakaan dan
penyakit akibat kerja tersebut disebabkan karena adanya sumber-sumber bahaya akibat dari
aktivitas kerja di tempat kerja. Tenaga kerja merupakan aset perusahaan yang sangat
penting dalam proses produksi, sehingga perlu diupayakan agar tingkat kesehatan tenaga
kerja selalu dalam keadaan optimal. Kecelakaan kerja dapat terjadi sewaktu-waktu dan
tidak terduga. Setiap tempat kerja terdapat berbagai macam kondisi yang tidak pernah
luput dari risiko bahaya.
Rumah sakit merupakan tempat kerja yang unik dan kompleks untuk menyediakan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi rumah
sakit tersebut, maka akan semakin komplek peralatan dan fasilitas yang dibutuhkan.
Kerumitan tersebut menyebabkan rumah sakit mempunyai potensi bahaya yang sangat
besar, tidak hanya bagi pasien dan tenaga medis, tetapi juga pengunjung rumah sakit.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya
lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan,
kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber
cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan
psikososial dan ergonomi.
RSIA Kendangsari Surabaya menerapkan upaya-upaya K3, agar penyelenggaraan K3
lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik
bagi pengelola maupun karyawan RS. Penyelangaraan K3 dapat menciptakan lingkungan
kerja di RSIA Kendangsari Surabaya dengan nyaman dan aman bagi seluruh dokter, staf
dan karyawan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bahaya keselamatan kerja apa saja yang mungkin ditemui di RSIA Kendangsari
Surabaya?
2. Bagaimana bentuk manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di RSIA
Kendangsari Surabaya?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui bahaya keselamatan kerja yang mungkin ditemui di RSIA
Kendangsari Surabaya.
2. Mengetahui bentuk manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di RSIA
Kendangsari Surabaya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23
dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di
semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan,
mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Maka
Rumah Sakit (RS) juga termasuk dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman
bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku
langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah
suatu kondisi kerja yang terbebas dari ancaman bahaya yang mengganggu proses aktivitas
dan mengakibatkan terjadinya cedera, penyakit, kerusakan harta benda, serta gangguan
lingkungan. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan peralatan
pada tempat kerja pada lingkungan, serta cara-cara melakukan pekerjaan. Tujuan adanya
keselamatan kerja adalah :
a. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melaksanakan pekerjaan.
b. Menjamin keselamatan setiap orang yang ditempat kerja.
c. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisiensi.
Pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam
usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik
jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka
menimbulkan konsekuensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula
meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Segala hal yang menyangkut penyelenggaraan K3 di rumah sakit diatur di dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 432 tentang Pedoman Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) di Rumah Sakit termasuk pengertian dan ruang lingkup kesehatan dan
keselamatan kerja di Rumah Sakit.
a. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
1. Kesehatan Kerja Menurut WHO / ILO (1995)
Kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan
fisik, mental, dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan,
pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan;
perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan
kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang
disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya. Secara ringkas merupakan
penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau
jabatannya.
2. Kesehatan dan keselamatan kerja
Upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan
para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.
3. Konsep Dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit adalah upaya
terpadu seluruh pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit untuk
menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja rumah sakit yang sehat, aman dan nyaman
baik bagi pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit, maupun bagi
masyarakat dan lingkungan sekitar rumah sakit.
b. Ruang Lingkup
1. Prinsip, Kebijakan Pelaksanaan dan Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Rumah Sakit (K3RS)
a) Prinsip K3RS
Agar Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) dapat dipahami secara
utuh, perlu diketahui pengertian 3 komponen yang saling berinteraksi, yaitu :
(1) Kapasitas kerja adalah status kesehtan kerja dan gizi kerja yang baik serta
kemampuan fisik yang prima setiap pekerja agar dapat melakukan pekerjaannya dengan
baik.
(2) Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus ditanggung oleh pekerja
dalam melaksankan tugasnya.
(3) Lingkungan kerja adalah lingkungan terdekat dari seorang pekerja
b) Program K3RS
Program K3 di rumah sakit bertujuan untuk melindungi keselamatan dan kesehatan
serta meningkatkan produktifitas pekerja, melindungi keselamatan pasien, pengunjung, dan
masyarakat serta lingkungan sekitar Rumah Sakit. Kinerja setiap petugas petugas
kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen yaitu kapasitas
kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja. Program K3RS yang harus diterapkan adalah :
(1) Pengembangan kebijakan K3RS
(2) Pembudayaan perilaku K3RS
(3) Pengembangan Sumber Daya Manusia K3RS
(4) Pengembangan Pedoman dan Standard Operational Procedure (SOP) K3RS
(5) Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja
(6) Pelayanan kesehatan kerja
(7) Pelayanan keselamatan kerja
(8) Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah padat, cair, gas
(9) Pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya
(10) Pengembangan manajemen tanggap darurat
(11) Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan kegiatan K3
(12) Review program tahunan
c) Kebijakan pelaksanaan K3
Rumah sakit merupakan tempat kerja yang padat karya, pakar, modal, dan teknologi,
namun keberadaan rumah sakit juga memiliki dampak negatif terhadap timbulnya penyakit
dan kecelakaan akibat kerja, bila rumah sakit tersebut tidak melaksanakan prosedur K3.
Oleh sebab itu perlu dilaksanakan kebijakan sebagai berikut :
(1) Membuat kebijakan tertulis dari pimpinan rumah sakit
(2) Menyediakan Organisasi K3 di Rumah Sakit sesuai dengan Kepmenkes Nomor
432/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit
(3) Melakukan sosialisasi K3 di rumah sakit pada seluruh jajaran rumah sakit
(4) Membudayakan perilaku k3 di rumah sakit
(5) Meningkatkan SDM yang professional dalam bidang K3 di masing-masing unit
kerja di rumah sakit
(6) Meningkatkan Sistem Informasi K3 di rumah sakit
2. Standar Pelayanan K3 di Rumah Sakit
Pelayanan K3RS harus dilaksanakan secara terpadu melibatkan berbagai komponen
yang ada di rumah sakit. Pelayanan K3 di rumah sakit sampai saat ini dirasakan belum
maksimal. Hal ini dikarenakan masih banyak rumah sakit yang belum menerapkan Sistem
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan kerja (SMK3).
a. Standar Pelayanan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit
Setiap Rumah Sakit wajib melaksanakan pelayanan kesehatan kerja seperti tercantum
pada pasal 23 UU kesehatan no.36 tahun 2009 dan peraturan Menteri tenaga kerja dan
Transmigrasi RI No.03/men/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja. Adapun bentuk
pelayanan kesehatan kerja yang perlu dilakukan, sebagai berikut:
(1) Melakukan pemeriksaan kesehatan sebekum kerja bagi pekerja
(2) Melakukan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang kesehatan kerja dan
memberikan bantuan kepada pekerja di rumah sakit dalam penyesuaian diri baik fisik
maupun mental terhadap pekerjanya.
(3) Melakukan pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus sesuai dengan pajanan
di rumah sakit
(4) Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik
pekerja
(5) Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi pekerja yang
menderita sakit
(6) Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja rumah sakit yang akan
pension atau pindah kerja
(7) Melakukan koordinasi dengan tim Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
mengenai penularan infeksi terhadap pekerja dan pasien
(8) Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja
(9) Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan dengan
kesehatan kerja (Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, psikososial,
dan ergonomi)
(10) Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan kesehatan kerja yang
disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit dan Unit teknis terkait di wilayah kerja Rumah
Sakit
b. Standar pelayanan Keselamatan kerja di Rumah Sakit
Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat dengan sarana, prasarana,
dan peralatan kerja. Bentuk pelayanan keselamatan kerja yang dilakukan :
(1) Pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana, prasarana, dan
peralatan kesehatan
(2) Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap pekerja
(3) Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
(4) Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitair
(5) Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja
(6) Pelatihan/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua pekerja
(7) Member rekomendasi/masukan mengenai perencanaan, pembuatan tempat kerja
dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait keselamatan/keamanan
(8) Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya
(9) Pembinaan dan pengawasan Manajemen Sistem Penanggulangan Kebakaran
(MSPK)
(10) Membuat evaluasi, pencatatan, dan pelaporan kegiatan pelayanan keselamatan
kerja yang disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit dan Unit teknis terkait di wilayah
kerja kerja Rumah Sakit
3. Standar K3 Sarana, Prasarana, dan Peralatan di Rumah Sakit
Sarana didefinisikan sebagai segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi oleh
mata maupun teraba panca indera dan dengan mudah dapat dikenali oleh pasien dan
umumnya merupakan bagian dari suatu bangunan gedung (pintu, lantai, dinding, tiang,
kolong gedung, jendela) ataupun bangunan itu sendiri. Sedangakan prasarana adalah
seluruh jaringan/instansi yang membuat suatu sarana bisa berfungsi sesuai dengan tujuan
yang diharapkan, antara lain: instalasi air bersih dan air kotor, instalasi listrik, gas medis,
komunikasi, dan pengkondisian udara, dan lain-lain.
4. Pengelolaan Jasa dan Barang Berbahaya
Barang Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan atau
konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
a) Kategori B3
Memancarkan radiasi, Mudah meledak, Mudah menyala atau terbakar, Oksidator,
Racun, Korosif, Karsinogenik, Iritasi, Teratogenik, Mutagenic, Arus listrik.
b) Prinsip dasar pencegahan dan pengendalian B3
(1) Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk mengenal ciri-ciri
dan karakteristiknya.
(2) Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan
sesuai sifat dan karakteristik dari bahan atau instalasi yang ditangani sekaligus
memprediksi risiko yang mungkin terjadi apabila kecelakaan terjadi
(3) Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan evaluasi yang
dilakukan meliputi pengendalian operasional, pengendalian organisasi administrasi,
inspeksi dan pemeliharaan sarana prosedur dan proses kerja yang aman, pembatasan
keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah ambang.
(4) Untuk mengurangi resiko karena penanganan bahan berbahaya
c) Pengadaan Jasa dan Bahan Berbahaya
Rumah sakit harus melakukan seleksi rekanan berdasarkan barang yang diperlukan.
Rekanan yang akan diseleksi diminta memberikan proposal berikut company profile.
Informasi yang diperlukan menyangkut spesifikasi lengkap dari material atau produk,
kapabilitas rekanan, harga, pelayanan, persyaratan K3 dan lingkungan serta informasi lain
yang dibutuhkan oleh rumah sakit.
Setiap unit kerja/instalasi/satker yang menggunakan, menyimpan, mengelola B3 harus
menginformasikan kepada instalasi logistic sebagai unit pengadaan barang setiap kali
mengajukan permintaan bahwa barang yang diminta termasuk jenis B3. Untuk
memudahkan melakukan proses seleksi, dibuat form seleksi yang memuat kriteria wajib
yang harus dipenuhi oleh rekanan serta sistem penilaian untuk masing-masing criteria yang
ditentukan.
5. Standar SDM K3 di Rumah Sakit
Kriteria tenaga K3:
a) Rumah Sakit Kelas A
(1) S3/S2 K3 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3 RS
(2) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3 RS
(3) Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi (SpOk) dan S2 Kedokteran Okupasi
minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(4) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 2 orang yang mendapat
pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(5) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan
sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(6) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal) yang mendapat
pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(7) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai
K3 RS minimal 2 orang
(8) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat pelatihan
khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(9) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS
minimal 2 orang
b) Rumah Sakit Kelas B
(1) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus terakreditasi
mengenai K3 RS
(2) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang yang mendapat
pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(3) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan
sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(4) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal) yang mendapat
pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(5) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai
K3 RS minimal 1 orang
(6) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat pelatihan
khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(7) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS
minimal 1 orang
c) Rumah Sakit kelas C
(1) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang yang mendapat
pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(2) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan
sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(3) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai
K3 RS minimal 1 orang
(4) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS
minimal 1 orang
6. Pembinaan, Pengawasan, Pencatatan, dan Pelaporan
a) Pembinaan dan pengawasan
Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui sistem berjenjang. Pembinaan dan
pengawasan tertinggi dilakukan oleh Departemen Kesehatan. Pembinaan dapat
dilaksanakan antara lain dengan melalui pelatihan, penyuluhan, bimbingan teknis, dan
temu konsultasi.
Pengawasan pelaksanaan Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di rumah sakit
dibedakan dalam dua macam, yakni pengawasan internal, yang dilakukan oleh pimpinan
langsung rumah sakit yang bersangkutan, dan pengawasan eksternal, yang dilakukan oleh
Menteri kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat, sesuai dengan fungsi dan tugasnya
masing-masing.
b) Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan adalah pendokumentasian kegiatan K3 secara tertulis dari
masing-masing unit kerja rumah sakit dan kegiatan K3RS secara keseluruhan yang
dilakukan oleh organisasi K3RS, yang dikumpulkan dan dilaporkan /diinformasikan oleh
organisasi K3RS, ke Direktur Rumah Sakit dan unit teknis terkait di wilayah Rumah Sakit.
Tujuan kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan k3 adalah menghimpun dan
menyediakan data dan informasi kegiatan K3, mendokumentasikan hasil-hasil pelaksanaan
kegiatan K3; mencatat dan melaporkan setiap kejadian/kasus K3, dan menyusun dan
melaksanakan pelaporan kegiatan K3.
Pelaporan terdiri dari; pelaporan berkala (bulanan, semester, dan tahunan) dilakukan
sesuai dengan jadual yang telah ditetapkan dan pelaporan sesaat/insidentil, yaitu pelaporan
yang dilakukan sewaktu-waktu pada saat kejadian atau terjadi kasus yang berkaitan dengan
K3. Sasaran kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan k3 adalah mencatat dan
melaporkan pelaksanaan seluruh kegiatan K3, yang tercakup di dalam :
(1) Program K3, termasuk penanggulangan kebakaran dan kesehatan lingkungan
rumah sakit.
(2) Kejadian/kasus yang berkaitan dengan K3 serta upaya penanggulangan dan tindak
lanjutnya.
2.2. Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit
a. Menurut Pengertian Manajemen K3 RS
Manajemen K3 RS merupakan upaya terpadu dari seluruh SDM RS, pasien, serta
pengunjung atau pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja RS yang sehat,
aman dan nyaman termasuk pemukiman masyarakat sekitarnya.
b. Sistem Manajemen K3 RS
SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen yang meliputi: struktur organisasi,
perencanaan, pelaksanaan, prosedur, sumber daya, dan tanggungjawab organisasi. Tujuan
dari SMK3 RS adalah menciptakan tempat kerja yang aman dan sehat supaya tenaga kerja
produktif disamping dalam rangka akreditasi rumah sakit itu sendiri. Prinsip yang
digunakan dalam SMK3 adalah AREC (Anticipation, Recognition, Evaluation dan
Control) dari metode kerja, pekerjaan dan lingkungan kerja.
c. Langkah manajemen:
1. Komitmen dan Kebijakan
Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah
dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan RS. Manajemen RS mengidentifikasi dan
menyediakan semua sumber daya esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk
terlaksananya program K3 di RS.
Kebijakan K3 di RS diwujudkan dalam bentuk wadah K3 RS dalam struktur
organisasi RS. Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 RS, perlu disusun strategi
antara lain :
a) Advokasi sosialisasi program K3 RS.
b) Menetapkan tujuan yang jelas.
c) Organisasi dan penugasan yang jelas.
d) Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 RS pada setiap unit kerja di
lingkungan RS.
e) Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak
f) Kajian risiko (risk assessment) secara kualitatif dan kuantitatif
g) Membuat program kerja K3 RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan
pencegahan.
h) Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.
2. Perencanaan
RS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan penerapan
sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan meliputi:
a) Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko.
Identifikasi sumber bahaya yang ada di RS berguna untuk menentukan tingkat risiko
yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan PAK (penyakit akibat
kerja). Sedangkan penilaian faktor risiko merupakan proses untuk menentukan ada
tidaknya risiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan
risiko kesehatan dan keselamatan.
Pengendalian faktor risiko di RS dilaksanakan melalui 4 tingkatan yakni
menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana atau peralatan lain
yang tingkat risikonya lebih rendah bahkan tidak ada risiko sama sekali, administrasi, dan
alat pelindung pribadi (APP).
b) Membuat peraturan. Peraturan yang dibuat tersebut merupakan Standar
Operasional Prosedur yang harus dilaksanakan, dievaluasi, diperbaharui, serta harus
dikomunikasikan dan disosialisasikan kepada karyawan dan pihak yang terkait.
c) Menentukan tujuan (sasaran dan jangka waktu pencapaian)
d) Indikator kinerja yang harus diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 dan
sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 RS.
e) Program K3 ditetapkan, dilaksanakan, dimonitoring, dievaluasi dan dicatat serta
dilaporkan.
3. Pengorganisasian
Pelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan
petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan
K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola
pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan
serta penegakkan disiplin.
a) Tugas pokok unit pelaksana K3 RS
1) Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur RS mengenai masalah-
masalah yang berkaitan dengan K3.
2) Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan prosedur.
3) Membuat program K3 RS
b) Fungsi unit pelaksana K3 RS
1) Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan
yang berhubungan dengan K3.
2) Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3,
pelatihan dan penelitian K3 di RS.
3) Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3.
4) Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif.
5) Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.
6) Memberi nasehat tentang manajemen k3 di tempat kerja, kontrol bahaya,
mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan.
7) Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai
kegiatannya.
8) Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru, pembangunan
gedung dan proses.
2.3 Struktur Organisasi K3 di RS
Berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 432 tahun 2007 bahwa
Organisasi K3 berada 1 tingkat di bawah direktur, bukan kerja rangkap dan merupakan unit
organisasi yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur RS. Hal ini dikarenakan
organisasi K3 RS berkaitan langsung dengan regulasi, kebijakan, biaya, logistik dan SDM
di rumah sakit. Nama organisasinya adalah unit pelaksana K3 RS, yang dibantu oleh unit
K3 yang beranggotakan seluruh unit kerja di RS. Keanggotaan:
a. Unit pelaksana K3 RS beranggotakan unsur-unsur dari petugas dan jajaran direksi
RS. Akan sangat efektif bila ada yang berlatarbelakang pendidikan K3.
b. Unit pelaksana K3 RS terdiri dari sekurang-kurangnya ketua, sekretaris dan
anggota. Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris serta anggota.
c. Ketua unit pelaksana K3 RS sebaiknya adalah salah satu manajemen tertinggi di
RS atau sekurang-kurangnya manajemen dibawah langsung direktur RS.
Sedang sekretaris unit pelaksana K3 RS adalah seorang tenaga profesional K3 RS,
yaitu manajer K3 RS atau ahli K3 (berlatarbelakang pendidikan K3).
2.4 Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan
Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya
tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik, peralatan listrik maupun
peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit atau
instansi kesehatan dapat digolongkan dalam:
1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak
(obat– obatan).
2. Bahan beracun, korosif dan kaustik.
3. Bahaya radiasi.
4. Luka bakar.
5. Syok akibat aliran listrik.
6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam.
7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.
Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha pengamanan,
antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin kerja. Pada kesempatan
ini akan dikemukakan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit /
instansi kesehatan.
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008 menunjukkan bahwa
terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang
sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar,
dan penyakit infeksi dan lain-lain. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi
pada pekerja RS, yaitusprains, strains: 52%; contussion, crushing, bruising: 11%; cuts,
laceration, punctures: 10.8%; fractures: 5.6%; multiple injuries: 2.1%; thermal burns:
2%; scratches, abrasions: 1.9%; infections: 1.3%; dermatitis: 1.2%; dan lain-lain: 12.4%
(US Department of Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics, 1983).
Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung tertinggi pada
perawat (16.8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di Australia, diantara 813
perawat, 87% pernah low back pain, prevalensi 42% dan di AS, insiden
cedera musculoskeletal 4.62/100 perawat per tahun. Cedera punggung menghabiskan biaya
kompensasi terbesar, yaitu lebih dari 1 milliar $ per tahun. Khusus di Indonesia, data
penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di RS belum tergambar dengan jelas, namun
diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari para petugas di RS, sehubungan dengan
bahaya-bahaya yang ada di RS.
Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang diderita
petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan
saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang
belakang dan pergeseran diskus intervertebrae.
Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang diderita petugas
RS lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit,
saluran pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit kepala,
gangguan saluran kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit
kulit dan sistem otot dan tulang rangka. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu
upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh
karena itu K3 RS perlu dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif,
efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola
maupun karyawan RS.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Bahaya keselamatan kerja di RSIA Kendangsari Surabaya
3.2. Penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit
Ibu dan Anak Kendangsari
a) Pemeliharaan Kesehatan Petugas Rumah Sakit
Pemeliharaan kesehatan petugas Rumah Sakit adalah upaya untuk menjaga petugas
agar tetap dalam kondisi yang terkontrol kesehatannya. Tujuan dari pelaksanaan
pemeliharaan kesehatan ini agar petugas dapat bekerja dengan baik. Setiap petugas
mendapatkan pemeliharaan sebagaimana telah diungkapkan responden sebagai berikut:
“Adanya jaminan kesehatan dari rumah sakit, jaminan kesehatan berupa asuransi
kesehatan dari rumah sakit seperti asuransi taqaful keluarga yang diberikan oleh pihak
rumah sakit. Asuransi taqaful keluarga mencakup karyawan dan keluarganya, screening
kesehatan tiap tahun yang diberikan oleh pihak rumah sakit kepada petugas instalasi gawat
darurat meliputi ronsen paru, rekam jantung sama tes darah lengkap, pemberian vaksin
hepatitis B dilakukan dalam jangka wangku 5 tahun sekali, jamsostek pada petugas
instalasi gawat darurat yang diberikan yaitu asuransi tenaga kerja, semua karyawan
didaftarkan diasuransi jamsostek”
“Pemeriksaan berkala tiap tahun, setahun sekali rutin, bias juga akhir-akhir ini pada
petugas yang sering sakit, vaksin hepatitis B seperti suntik”
“Screening kesehatan, hepatitis B”
“Taqaful, screening tiap tahun, vaksin hepatitis B, jamsostek disini sudah disediakan
oleh pihak rumah sakit termasuk petugas yang magang atau hanya dikontrak didaftarkan
juga menjadi peserta jamsostek”
b) Pemakaian Alat Pelindung Diri
Pemakaian alat pelindung diri adalah ketentuan yang harus digunakan sebagai
pelindung saat bekerja. Setiap petugas diwajibkan mengenakan alat pelindung diri saat
melakukan pekerjaan. Tujuan pemakaian alat pelindung diri adalah untuk melindungi
petugas dari bahaya penularan penyakit dan kontak langsung atau terpapar dengan pasien
yang sedang diperiksa. Penggunaan alat pelindung diri sudah cukup baik. Hal itu terungkap
dari hasil wawancara dengan responden, diantaranya sebagai berikut:
“Di OK (Operation Kammer) pemakaian Alat Pelindung Diri sudah di terapkan
dengan cukup baik” Alat Pelindung Diri yang tersedia di Instalasi Kamar Operasi: masker,
kacamata dan baju kerja”
Pernyataan di atas, menunjukan bahwa faktor kebiasaanlah yang menyebabkan para
petugas lalai menggunakan alat pelindung diri. Keterbatasan alat pelindung diri merupakan
penyebab ketidakdisiplinan petugas dalam mengenakan alat pelindung diri pada waktu
melakukan pekerjaan seperti dijelaskan oleh responden sebagai berikut:
“APD Sudah dilakukan tapi belum maksimal, alasannya karena kesadaran dari
masing-masing petugas kurang”
Berdasarkan penjelasan di atas menunjukkan bahwa penggunaan alat pelindung diri
yang merupakan kewajiban bagi setiap petugas terutama di Instalasi Gawat Darurat belum
digunakan secara baik dikarenakan kesadaran petugas masing-masing belum cukup baik
untuk digunakan pada waktu pekerjaan kecuali pada waktu-waktu tertentu saja atau dalam
keadaan darurat saja.
c) Pencegahan Bahaya atau Kecelakaan Kerja
Pencegahan bahaya atau kecelakaan kerja adalah upaya perlindungan diri dari bahaya
infeksi dan kecelakaan kerja akibat dari pekerjaan itu sendiri. Setiap petugas pasti pernah
mengalami kecelakaan kerja baik kecelakaan yang ringan ataupun yang besar. Untuk
menghindari kecelakkan kerja tersebut petugas harus mengikuti prosedur yang ada,
sebagaimana yang di ungkapkan oleh responden sbagai berikut :
“Untuk menghindari kecelakan kerja pada karyawan hal yang harus dilakukan yaitu
kerja sesuai dengan prosedur maka tidak akan terjadi kecelakaan kerja”
Pencegahan bahaya atau kecelakaan kerja juga dilakukan di Instalasi gawat Darurat
agar petugas terhindar dari kecelakaan yang terjadi pada saat memeriksa pasien. Upaya
yang dilakukan sudah semaksimal mungkin, agar terhindar dari kecelakaan yang mungkin
terjadi pada saat melakukan pekerjaan sebagaimana yang di jelaskan oleh responden
sebagai berikut :
“Sudah ada, sesuai protap”
“Upaya pencegahan bahaya atau kecelakaan kerja di IGD : penggunaan APD,
pelaksanaan SOP, pemeliharaan dan kaliburasi alat-alat secara berkala,pemeriksaan
kesehatan secara berkala, pelatihan penanggulangan bahaya kebakaran”
“Secara garis besar apa yang dilakukan harus sesuai SOP”
“alat harus diperiksa secara rutin dan di cek kondisi masing-masing, dan juga sudah
dilaksanakan program pengecekan suhu, kelembaban, sterilisasi biasanya dilaksanakan
pada waktu malam hari, alat-alatnya dikeluarkan terlebih dahulu dekat poliklinik biasanya
program tersebut dalam waktu 1 sampai 2 jam dengan menggunakan ozon”
d) Pemeriksaan Kesehatan Berkala
Pemeriksaan Kesehatan Berkala adalah pemeriksaan kesehatan rutin yang
dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh dokter.
Pemeriksaan kesehatan dilakukan setahun sekali oleh TIM K3 dari Rumah Sakit. Hal
tersebut dinyatakan oleh responden, diantaranya sebagai berikut :
“ Ada, dilaksanakan setahun sekali”
“ Sudah punya K3, bagian TIM K3”
“Pemeriksaan kesehatan secara berkala berkoordinasi dengan TIM K3,
e) Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Program pelatihan K3 dilaksanakan oleh bagian pemeliharaan dan bagian diklat.
Program ini merupakan upaya untuk mengantisipasi setiap kecelakaan kerja dan bahaya
yang sering terjadi di RSIA, materi yang disampaikan juga sangat bervariasi.
Pencegahan bahaya atau kecelakaan kerja adalah keamanan petugas terhadap bahaya
kecelakaan fisik yang terjadi selama pemeriksaan dan selama melakukan pekerjaan. Semua
petugas wajib mengikuti prosedur atau pedoman yang telah ditetapkan.
Berdasarkan hasil penelitian, upaya pencegahan bahaya atau kecelakaan kerja yang
terjadi di RSIA Kendangsari antara lain :
a) Tersedianya alat pemadam kebakaran
b) Pelatihan penaggulangan bahaya kebakaran
c) Bed-bed pasien dilengkapi dengan pengaman
d) Pemeriksaan kesehatan secara berkala
e) Pemantauan aspek-aspek lingungan kerja seperti pengecekan suhu, kelembaban,
pencahayaan ruangan, kebersihan ruangan-ruangan (toilet, tempat cuci alat-alat)
Berdasarkan Buku Pedoman Penyelenggaraan Keselamatan Kerja, Kebakaran, dan
Kewaspadaan Bencana di Rumah Sakit Ibu dan Anak Kendangsari Tahun 2005 lebih
menjelaskan tentang upaya pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran tetapi di
RSIA Kendangsari sudah melaksanakan dengan baik mengenai pencegahan bahaya atau
kecelakaan kerja seperti pembersihan alat secara rutin sudah baik.
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka proses penerapan manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja (MK3) di RSIA Kendangsari Surabaya dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1) Pemeliharaan kesehatan petugas sudah baik dilaksanakan sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan RSIA Kendangsari Surabaya.
2) Pemakaian alat pelindung diri sudah dilaksanakan dengan baik oleh petugas darurat
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan RSIA Kendangsari Surabaya.
3) Pencegahan bahaya dan kecelakaan kerja sudah dilaksanakan dengan baik oleh
petugas instalalasi gawat darurat RSIA Kendangsari Surabaya.
4) Pemeriksaan kesehatan berkala sudah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan
RSIA Kendangsari Surabaya.
5) Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja tidak dijelaskan didalam buku pedoman
penyelenggaraan keselamatan kerja, kebakaran, dan kewaspadaan bencana tetapi pihak
rumah sakit khususnya instalasi gawat darurat sudah melaksanakan dengan baik pelatihan
keselamatan dan kesehatan kerja tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Susilo, Agus, 2010. IMPLEMENTASI IDENTIFIKASI BAHAYA DAN
PENILAIAN RISIKO PADA PROSES PENGOPERASIAN MESIN CUT OFF DI
DEPARTEMEN COUPLING PT. SEAMLESS PIPE INDONESIA JAYA
CILEGON-BANTEN. Surakarta:hiperkes UNS
Sahab Syukri, 1997. Tehnik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Jakarta: PT. Bina Sumber Daya Manusia.
Suardi Rudi, 2005. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:
PT. Bina Sumber Daya Manusia.
Suma’mur P.K., 1999, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: CV Haji
Mas Agung.
Suma’mur P.K., 1989, Keselamatan dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV Haji
Mas Agung.
Tarwaka, 2008. Manajemen dan Implementasi K3 Di Tempat Kerja. Surakarta:
Harapan Press.
Tarwaka, Solichul Bakri, Lilik Sudiajeng. 2004. Ergonomi untuk K3 dan
Produktivitas. Cetakan pertama. Surakarta: UNIBA Press.
Undang-Undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. 2007. Himpunan
Peraturan Perundang-Undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:
Depnakertrans RI
http://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com/2013/09/
pengendalianresikobahaya.html
http://wahedlabstechnologies.blogspot.com/2012/06/prinsip-pengendalian-potensi-
bahaya.html
http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-NonDegree-22832-BAB%20II_fero.pdf
TUGAS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
MAKALAH RESIKO DAN FAKTOR TERJADINYA
KECELAKAAN SERTA PENGENDALIAN RESIKO KECELAKAAN
KERJA DI PT. SEAMLESS PIPE INDONESIA JAYA
Disusun oleh :
Mohammad Yusuf Rakhmatullah
081017046
S-1 Teknobiomedik
Departemen Fisika
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Airlangga
2014