jurnal tadib

169
PENGEMBANGAN METODOLOGI PEMBELAJARAN PAI: IMPLEMENTASI QUANTUM TEACHING DI SMPN KOTA BENGKULU Alfauzan Amin Fakultas Tarbiyah STAIN Bengkulu Jl. Raden Fatah Raya Kelurahan Pagar Dewa Bengkulu Abstract This study aims to describe: 1) The perception of teachers in the development of Islamic learning methodology by implementing Quantum Teaching in junior high school in Bengkulu 2) Development of Islamic learning methodologies by implementing Quantum Teaching in junior high school in Bengkulu. 3) factors supporting or inhibiting the implementation of religious teachers in the development of Islamic learning methodology by implementing Quantum Teaching in junior high school in Bengkulu. In line with the nature of the research, the research method used is qualitative method. Bogdan and Taylor (in Moeleong, 1996) defines "qualitative method" as a research procedure that produces descriptive data in the form of words; written or spoken by people and the observed behavior. According to him, this research is directed at the background of the individual in a holistic (whole). Application of Quantum Teaching in the development of PAI learning methodologies is an interesting learning model conducted among teachers, students and schools in together to reach peak performance. Perception is what has been owned by religious teachers in most of the city of Bengkulu on the SMP. Therefore, a religious teacher in junior high trying to apply Quantum Teaching is a must. Being a Quantum teacher that will make the grade "Passionate and Joyful" needs to support all elements. This is evident from the Adabiyah teachers who do not understand the

Upload: jurnal-tadib

Post on 04-Apr-2016

250 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Jurnal Tadib Edisi November 2011

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Tadib

PENGEMBANGAN METODOLOGI PEMBELAJARAN PAI: IMPLEMENTASI

QUANTUM TEACHING DI SMPN KOTA BENGKULU

Alfauzan Amin Fakultas Tarbiyah STAIN Bengkulu

Jl. Raden Fatah Raya Kelurahan Pagar Dewa Bengkulu

Abstract This study aims to describe: 1) The perception of teachers in the development of Islamic learning methodology by implementing Quantum Teaching in junior high school in Bengkulu 2) Development of Islamic learning methodologies by implementing Quantum Teaching in junior high school in Bengkulu. 3) factors supporting or inhibiting the implementation of religious teachers in the development of Islamic learning methodology by implementing Quantum Teaching in junior high school in Bengkulu. In line with the nature of the research, the research method used is qualitative method. Bogdan and Taylor (in Moeleong, 1996) defines "qualitative method" as a research procedure that produces descriptive data in the form of words; written or spoken by people and the observed behavior. According to him, this research is directed at the background of the individual in a holistic (whole). Application of Quantum Teaching in the development of PAI learning methodologies is an interesting learning model conducted among teachers, students and schools in together to reach peak performance. Perception is what has been owned by religious teachers in most of the city of Bengkulu on the SMP. Therefore, a religious teacher in junior high trying to apply Quantum Teaching is a must. Being a Quantum teacher that will make the grade "Passionate and Joyful" needs to support all elements. This is evident from the Adabiyah teachers who do not understand the

Page 2: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

160

concept of Quantum Teaching in depth. The existence of several techniques for applying the principles of Quantum Teaching is incompatibilities with the culture, habits and the potential of the environment with the power of creativity; teachers can make use of existing facilities. Keyword: learning, Quantum Teaching A. Pendahuluan

Sejalan dengan perkembangan dunia pendidikan, ditemukan sebuah pendekatan pengajaran yang disebut dengan Quantum Teaching. Quantum Teaching sendiri berawal dari sebuah upaya Georgi Lozanov, pendidik asal Bulgaria, yang bereksperimen dengan suggestology. Prinsipnya, sugesti dapat mempengaruhi hasil belajar.

Pada perkembangan selanjutnya, Bobbi DePorter (penulis buku best seller Quantum Learning dan Quantum Teaching), murid Lozanov, dan Mike Hernacki, mantan guru dan penulis, mengembangkan konsep Lozanov menjadi Quantum Learning. Metode belajar ini diadopsi dari beberapa teori. Antara lain sugesti, teori otak kanan dan kiri, teori otak triune, pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik) dan pendidikan holistik.

Konsep itu sukses diterapkan di Super Camp, lembaga kursus yang dibangun de Porter, dilakukan sebuah penelitian untuk disertasi doktroral pada 1991. Meskipun demikian di Indonesia khususnya untuk wilayah Kota Bengkulu hal ini relatif masih baru. Guru banyak belum mengenalnya apalagi menerapkanya. Bagi sekolah tertentu dari 24 SLTP Negeri yang ada di Kota Bengkulu sebagai obyek penelitiana ini - tentu ada guru agama yang sudah menerapkan. Dari beberapa sekolah

Page 3: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

161

inilah yang akan dilakukan kajian mendalam tentang sudah seberapa maksimalnya upaya yang dilakukan guru agama tersebut telah melaksanakan pengembangan metodologi pembelajaran dengan menerapkan quantum teaching dalam pembelajarannya.

B. Tujuan Penelitian

Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan; 1. Persepsi guru dalam pengembangan metodolgi

pembelajaran Agama Islam dengan mengimplementasikan Quantum Teaching di SMP Kota Bengkulu.

2. Pengembangan metodologi pembelajaran Agama Islam dengan mengimplementasikan Quantum Teaching di SMP Kota Bengkulu.

3. Faktor pendukung maupun penghambat implementasi guru Agama dalam pengembangan metodolgi pembelajaran Agama Islam dengan mengimplementasikan Quantum Teaching di SMP Kota Bengkulu.

C. Teori Quantum Teaching Kata Quantum sendiri berarti interaksi yang mengubah

energi menjadi cahaya. Jadi Quantum Teaching menciptakan lingkungan belajar yang efektif, dengan cara menggunakan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi di dalam kelas. Dalam Quantum Teaching bersandar pada konsep ‘Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka’. Hal ini menunjukkan, betapa pengajaran dengan Quantum Teaching tidak hanya menawarkan materi yang mesti dipelajari siswa. Tetapi jauh

Page 4: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

162

dari itu, siswa juga diajarkan bagaimana menciptakan hubungan emosional yang baik dalam dan ketika belajar.

Dengan Quantum Teaching kita dapat mengajar dengan memfungsikan kedua belahan otak kiri dan otak kanan pada fungsinya masing-masing. Penelitian di Universitas California mengungkapkan bahwa masing-masing otak tersebut mengendalikan aktivitas intelektual yang berbeda.

Otak kiri menangani angka, susunan, logika, organisasi, dan hal lain yang memerlukan pemikiran rasional, beralasan dengan pertimbangan yang deduktif dan analitis. Bgian otak ini yang digunakan berpikir mengenai hal-hal yang bersifat matematis dan ilmiah. Kita dapat memfokuskan diri pada garis dan rumus, dengan mengabaikan kepelikan tentang warna dan irama.

Otak kanan mengurusi masalah pemikiran yang abstrak dengan penuh imajinasi. Misalnya warna, ritme, musik, dan proses pemikiran lain yang memerlukan kreativitas, orisinalitas, daya cipta dan bakat artistik. Pemikiran otak kanan lebih santai, kurang terikat oleh parameter ilmiah dan matematis. Kita dapat melibatkan diri dengan segala rupa dan bentuk, warna-warni dan kelembutan, dan mengabaikan segala ukuran dan dimensi yang mengikat.

Prinsip dari Quantum Teaching, yaitu: 1. Segalanya berbicara, lingkungan kelas, bahasa tubuh, dan

bahan pelajaran semuanya menyampaikan pesan tentang belajar.

2. Segalanya bertujuan, siswa diberi tahu apa tujuan mereka mempelajari materi yang kita ajarkan.

3. Pengalaman sebelum konsep, dari pengalaman guru dan siswa diperoleh banyak konsep.

4. Akui setiap usaha, menghargai usaha siswa sekecil apa pun.

Page 5: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

163

5. Jika layak dipelajari, layak pula dirayakan, kita harus memberi pujian pada siswa yang terlibat aktif pada pelajaran kita. Misalnya saja dengan memberi tepuk tangan, berkata: bagus!, baik!, dll. Kerangka rancangan Belajar Quantum Teaching yang dikenal

sebagai TANDUR; a. TUMBUHKAN. Tumbuh kan minat dengan memuaskan

“Apakah Manfaat BAgiKU” (AMBAK), dan manfaatkan kehidupan pelajar

b. ALAMI. Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar

c. NAMAI. Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi sebuah “masukan”

d. DEMONSTRASIKAN. Sediakan kesempatan bagi pelajar untuk ‘menunjukkan bahwa mereka tahu”

e. ULANGI. Tunjukkan pelajar cara-cara mengulang materi dan menegaskan, “Aku tahu dan memang tahu ini”.

f. RAYAKAN. Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan.

D. Metodologi Penelitian Seiiring dengan sifat penelitian, metode penelitian yang

digunakan adalah dengan metode kualaitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moeleong, 1996) mendefinisikan “metode kulaitaif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati. Menurutnya, penelitian ini diarahkan pada latar belakang individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh megisolasikan individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu

Page 6: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

164

memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan (Moleong, 1996: 13).

Lokasi Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) yang ada di kota Bengkulu sebagai lokasi penelitian adalah sebanyak 23 SMPN dan 1 SMPN satu atap dengan SDN 76 Kota Bengkulu (http://diknaskotabengkulu.blogspot.com/). Namun tidak semua SMPN menjadi sasaran penelitian melainkan dipilih Lima sekolah yang setelah dipertimbangkan dapat mewakili lokasi lokasi SMPN lainnya. Dalam hal ini SMPN 12, SMPN 13, SMPN 5, SMPN 6 dan dan SMPN 14 Kota Begkulu. Pelaksanaan penelitian lapangan, analisis data serta penulisan laporan dilaksanakan selama kurang lebih empat bulan mulai bulan Juni sampai dengan September 2011.

Peneliti berusaha menggali informasi dan data dari para informan yang mengetahui seluk beluk Sekolah dan proses interaksi hubungan guru dan murid kaitannya dengan penerapan metode dengan pendekatan Quantum Teaching. Informan pertama adalah Guru Agama, yaitu Ainazur, S.Ag. (SMP 12), Busimar, S.Ag. (SMPN 13), Zuraidah, A.Md. (SMPN 6), Tinty Ariani, S.Ag. (SMPN 5), dan Herna Z., S.Ag. (SMPN 24). Informan selanjutnya adalah orang yang ditunjuk oleh kepala sekolah setelah yang bersangkutan mengetahui kreteria yang hendak diwawancarai. Proses pemilihan informan berikutnya didasarkan kepada penunjukkan informan sebelumnya, begitu seterusnya. Cara pertama disebut purposeful sampling, sedangkan yang kedua disebut snowbal sampling (Lincoln dan Guba, 1985:42). Dalam proses penjajagan ini peneliti memperoleh berbagai jenis data dan informasi sehingga sulit untuk memfokuskan penelitian. Untuk mengatasi hal tersebut

Page 7: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

165

dilakukan diskusi dan kemudian peneliti melakukan analisis terhadap temuan-temuan yang diperoleh dari lapangan. E. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diuraikan bahwa; 1. Persepsi

Pada umumnya guru agama meskipun belum mengenal secara detil tentang istilah quantum teaching, namun telah menerapkan beberapa prinsip atau teknik quantum teaching dalam pembelajaran. Mereka mengenal prinsip-prinsip quantum teaching dengan cara membaca buku, melalui diskusi dengan guru lainya, dan pelatihan-pelatian yang diselenggarakan. Seperti menerapkan pembelajaran menyenangkan, menggairahkan, menantang, sebagaimana teknik pembelajaran dalam model PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan). Guru meyakini dengan pendekatan demikian dapat meningkatkan hasil belajar lebih baik dan lebih cepat. Para guru menyadari bahwa untuk mencapai hasil tersebut diperlukan skill yang perlu peningkatan terus menerus sehingga mampu mengembangkan kreatifitas metodologi pembelajaran yang memadai. Berbagai upaya pengembanganpun dilakukan.

2. Implementasi a. Guru telah memberi keteladanan sehingga layak

menjadi panutan bagi peserta didik, berbicara jujur, jadi pendengar yang baik dan selalu gembira (tersenyum).

b. Guru telah membuat suasana belajar yang menyenangkan/kegembiraan. “learning is most effective when it’s fun. ‘Kegembiraan’ disini berarti bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh, serta terciptanya

Page 8: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

166

makna, pemahaman (penguasaan atas materi yang dipelajari), dan nilai yang membahagiakan pada diri peserta didik.

c. Lingkungan Belajar yang aman, nyaman dan bisa membawa kegembiraan: 1) Pengaturan meja dan kursi diubah dengan berbagai

bentuk seperti bentuk U, lingkaran 2) Beri tanaman, hiasan lain di luar maupun di dalam

kelas 3) Pengecatan warna ruangan, meja, dan kursi yang

yang menjadi keinginan dan kebanggaan kelas 4) Ruangan kelas dihiasi dengan poster yang isinya

slogan, kata mutiara pemacu semangat, misalnya kata: “Apapun yang dapat Anda lakukan, atau ingin Anda lakukan, mulalilah. Keberanian memiliki kecerdasan, kekuatan, dan keajaiban di dalamnya” (Goethe), man jadda wa jadda (barang siapa bersungguh-sungguh maka akan sukses).

d. Guru elah berusaha memahami bahwa perasaan dan sikap siswa akan terlibat dan berpengaruh yang kuat pada proses belajarnya. Guru dapat mempengaruhi suasana emosi siswa dengan cara: 1) kegiatan-kegiatan pelepas stres seperti menyanyi

bersama, mengadakan permainan, outbond dan sebagainya.

2) aktivitas-aktivitas yang menambah kekompakan seperti melakukan tour, makan bersama dan sebagainya.

3) menyediakan forum bagi emosi untuk dikenali dan diungkapkan yaitu melalui bimbingan konseling baik oleh petugas BP/BK maupun guru itu sendiri (pada

Page 9: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

167

salah satu sekolah ada guru yang melaksanakan fungsi sebagai guru BK yaitu di SMPN 13 misalnya).

e. Memutar musik klasik ketika proses belajar mengajar berlangsung. Namun sekali-kali akan diputarkan instrumental dan bisa diselingi jenis musik lain untuk bersenang-senang dan jeda dalam pembelajaran namun kurang berjalan secara efektif.

f. Sikap guru kepada peserta didik: 1) Pengarahan “Apa manfaat materi pelajaran ini bagi

peserta didik” dan tujuan 2) Perlakukan peserta didik sebagai manusia sederajat 3) Menghargai setiap usaha dan merayakan hasil kerja

peserta didik 4) Memberikan stimulus yang mendorong peserta didik 5) Mendukung peserta 100% dan ajak semua anggota

kelas untuk saling mendukung 6) Memberi peluang peserta didik untuk mengamati

dan merekam data hasil pengamatan, menjawab pertanyaan dan mempertanyakan jawaban, menjelaskan sambil memberikan argumentasi, dan sejumlah penalaran.

g. Menerapkan 8 kunci keunggulan kedalam rencana pelajaran setiap hari. Kaitkan kunci-kunci ini dengan kurikulum. 1) Integritas: Bersikaplah jujur, tulus, dan menyeluruh.

Selaraskan nilai-nilai dengan perilaku Anda 2) Kegagalan Awal Kesuksesan: memahami bahwa

kegagalan hanyalah memberikan informasi yang Anda butuhkan untuk sukses

Page 10: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

168

3) Bicara dengan Niat Baik: guru bebicara dengan pengertian positif, dan bertanggung jawab untuk berkomunikasi yang jujur dan lurus. Hindari gosip.

4) Hidup di Saat Ini: Pusatkan perhatian pada saat ini dan kerjakan dengan sebaik-baiknya

5) Komitmen: Penuhi janji dan kewajiban, laksanakan visi dan lakukan apa yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan

6) Tanggung Jawab: Bertanggungjawab atas tindakan. 7) Sikap Luwes dan Fleksibel: Bersikap terbuka

terhadap perubahan atau pendekatan baru yang dapat membantu Anda memperoleh hasil yang diinginkan.

8) Keseimbangan: Jaga keselarasan pikiran, tubuh, dan jiwa. meluangkan waktu untuk membangun dan memelihara tiga bidang ini.

h. Guru yang seorang Quantum Teacher mempunyai ciri-ciri dalam berkomunikasi yaitu: 1) Antusias: menampilkan semangat untuk hidup 2) Berwibawa: menggerakkan orang 3) Positif: melihat peluang dalam setiap saat 4) Supel: mudah menjalin hubungan dengan beragam

peserta didik 5) Humoris: berhati lapang untuk menerima kesalahan 6) Luwes: menemukan lebih dari satu untuk mencapai

hasil 7) Menerima: mencari di balik tindakan dan

penampilan luar untuk menemukan nilai-nilai inti 8) Fasih: berkomunikasi dengan jelas, ringkas, dan jujur 9) Tulus: memiliki niat dan motivasi positif

Page 11: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

169

10) Spontan: dapat mengikuti irama dan tetap menjaga hasil

11) Menarik dan tertarik: mengaitkan setiap informasi dengan pengalaman hidup peserta didik dan peduli akan diri peserta didik

12) Menganggap peserta didik “mampu”: percaya akan keberhasilan peserta didik

13) Menetapkan dan memelihara harapan tinggi: membuat pedoman kualitas hubungan dan kualitas kerja yang memacu setiap peserta didik untuk berusaha sebaik mungkin

i. Semua peserta didik diusahakan untuk memiliki modul/buku sumber belajar lainnya, dan buku yang bisa dipinjam dari Perpustakaan. Tidak diperkenankan guru mencatat/menyuruh peserta didik untuk mencatat pelajaran di papan tulis

j. Dalam melakukan penilaian guru harus berorientasi pada: 1) Acuan/patokan. Semua kompetensi perlu dinilai

sesuai dengan acuan kriteria berdasarkan indikator hasil belajar.

2) Ketuntasan Belajar. Ketuntasan belajar ditetapkan dengan ukuran atau tingkat pencapaian kompetensi yang memadai dan dapat dipertanggungjawakan sebagai prasyarat penguasaan kompetensi berikutnya.

3) Metoda penilaian dengan menggunakan variasi, antara lain; Tes Tertulis: pertanyaan-pertanyaan tertulis Observasi: pengamatan kegiatan praktik Wawancara: pertanyaan-pertanyaan langsung tatap muka

Page 12: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

170

Portfolio: Pengamatan melalui bukti-bukti hasil belajar Demonstrasi: Pengamatan langsung kegiatan praktik/pekerjaan yang sebenarnya.

k. Kebijakan sekolah dalam KBM yang patut diperhatikan oleh guru: 1) Guru wajib mengabsensi peserta didik setiap

masuk kelas 2) Masuk kelas dan keluar kelas tepat waktu. Jam

pertama misalnya 07.30 dan jam terakhir harus pulang sama-sama setelah bel berbunyi. Pada jam istirahat tidak diperkenankan ada kegiatan belajar mengajar.

3) Guru wajib membawa buku absen & daftar nilai, Silabus, RPP, program semester, modul/bahan ajar sejenisnya ketika sedang mengajar

4) Selama KBM tidak boleh ada gangguan yang dapat mengganggu konsentrasi peserta didik. Misalnya guru/peserta berkomitmen bersama untuk tidak mengaktifkan HP ketika PBM berlangsung

5) Guru harus mendukung kebijakan sekolah baik yang berlaku baik untuk dirinya sendiri maupun untuk peserta didik dan berlaku proaktif.

6) Untuk pelanggaran oleh peserta didik maka hukuman dapat ditentukan secara musyawarah bersama peserta didik, namun untuk pelanggaran kategori berat sekolah berhak menentukan kebijakan sendiri.

Page 13: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

171

l. Pengalaman belajar menggunakan sebanyak mungkin indera untuk berinteraksi dengan isi pembelajaran.

m. Terdapat kegiatan membaca, menjelaskan, demonstrasi, praktek, diskusi, kerja kelompok, pengulangan kembali dalam menjelaskan dan cara lain yang bisa ditemukan oleh guru.

n. Menggunakan spidol warna-warni dalam membantu menjelaskan di papan tulis.

o. Disarankan menggunakan media pendidikan seperti projector, bagan, dan sebagainya.

p. Guru membolehkan belajar di luar kelas seperti di bawah pohon, dipinggir jalan. Siswa belajar: 10% dari apa yang dibaca, 20% dari apa yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang di lihat dan dengar, 70% dari apa yang dikatakan, dan 90% dari apa yang dikatakan dan lakukan (Vernon A. Magnessen, 1983). Ini menunjukkan guru mengajar dengan ceramah, maka siswa akan mengingat dan menguasai hanya 20% karena siswa hanya mendengarkan. Sebaliknya jika guru meminta siswa untuk melakukan sesuatu dan melaporkanknya maka akan mengingat dan menguasai sebanyak 90%.

q. Guru telah menghargai setiap usaha dan hasil kerja siswa serta memberikan stimulus yang mendorong siswa untuk berbuat dan berpikir sambil menghasilkan kara dan pikiran kreatif. Ini memungkinkan siswa menjadi pembelajar seumur hidup. Untuk itu guru bisa menggunakan berbagai metoda dan pengalaman belajar melalui contoh yang

Page 14: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

172

konstekstual. Setiap kesuksesan dalam belajar siswa layak untuk dirayakan.

r. Suasana belajar siswa, guru dapat mengarahkan kearah ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Suasana belajar juga melibatkan mental-fisik-emosi –sosial siswa secara aktif supaya memberi peluang siswa untuk mengamati dan merekam data hasil pengamatan, menjawab pertanyaan dan mempertanyakan jawaban, menjelaskan sambil memberikan argumentasi, dan sejumlah penalaran. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai pembiasaan kearah penciptaan anak yang aktif dan kreatif agar menjadi anak mandiri.

3. Faktor Pengganggu Implementasi Melaksanakan pembelajaran dengan quantum ini,

ternyata tidak semudah harapan dan teori yang disarankan, guru mengalami hambatan antara lain:

a. Masih terdapat guru yang merasa asing dengan istilah quantum teaching, meskipun sudah akrap dengan model pendekatan pembelajaran PAKEM itupun dikenal dari pelatihan dan otodidak. Hal ini disebabkan selain istilah tersebut relatif baru tentu belum dikenalkan sejak mereka di bangku kuliah (mereka guru-guru senior yang kuliah pada tahun 1980/1990-an).

b. Ketika ada musik dalam pembelajaran, para guru merasa keberatan dan merasa aneh. Mereka menganggap musik justru mengganggu konsentrasi

c. Guru dan Siswa SMP tidak terbiasa mendengar musik klasik, instrument yang lembut. Sehingga ketika musik dipaksakan di dengarkan di kelas, siswa malah mengantuk dan guru merasa terganggu

Page 15: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

173

d. Tidak bisa selamanya guru berlaku manis, baik dan perhatian kepada siswa. Justru sikap ini bisa diremehkan siswa. Jadi guru dalam hal ini harus lengkap perangainya bisa marah namun juga bisa ramah.

E. Penutup Penerapan Quantum Teaching dalam pengembangan

metodologi pembelajaran PAI merupakan model pembelajaran yang menarik dilakukan antara guru, siswa, dan sekolah dalam bersama-sama meraih puncak prestasi. Persepsi inilah yang telah dimiliki guru agama di sebagian besar di SMPN kota Bengkulu. Oleh karena itu menjadi guru agama di SMP mencoba menerapkan Quantum Teaching adalah keharusan. Menjadi guru Quantum yang akan menjadikan kelas “Bergairah dan Menyenangkan” perlu dukungan semua elemen. Hal ini tampak dari masih adaya guru yang belum paham terhadap konsep Quantum Teaching secara mendalam. Adanya beberapa teknik penerapan prinsip Quantum Teaching karena ketidak sesuaian dengan kultur, kebiasaan dan potensi lingkungan maka dengan daya kreatifitas, guru dapat memanfaatkan fasilitas yang ada. Kepala sekolah perlu mengupayakan pembekalan dengan latihan, bahan bacaan untuk pengembangan dalam meningkatkan sumber daya manusia (SDM) guru baik guru agama maupun guru bidang lainnya. Daftar Pustaka Buzan, Tony. 1993. The Min Map Book. New York: Dutton. DePorter, Bobbi and Mike Hernacki. 2001. Quantum Learning.

New York: Dell Publishing.

Page 16: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

174

________. et. al. 2001. Quantum Teaching. New York: dell Publishing.

Lozanov, George. Suggestology and Suggestopedia, Paris: makalah yang disajikan kepada United Nations Educational Scientific and Cultural Organization, 1087.

Megensen, Vernon. 1993. Innovative Abstracks 5, 25 National Institute for Staff and Organizational Development, University of Texas, Austin, Texas.

Nasikh, Ahmad Munzin. 2009. Metode dan Teknik Pembelajaran PAI. Bandung: Aditama.

Trainers Club Indonesia http://trainersclub.or.id Powered by Joomla! Generated: 19 December 2010. 20:23

Tafsir, Ahmad. 1996. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: Rosda Karya.

Quantum Teaching - Menjadikan Kelas Menggairahkan, Contributed by Hendry Risjawan Friday, 16 January 2009.

Page 17: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

175

PEMBELAJARAN TATA BAHASA INGGRIS SECARA KOMUNIKATIF DENGAN PENYAJIAN

INDUKTIF DAN PENGINTEGRASIAN KETERAMPILAN BERBAHASA: STUDI KASUS DI

KELAS BAHASA INGGRIS I DI IAIN RADEN FATAH PALEMBANG

Annisa Astrid

Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang

Jl. K.H. Zainal Abidin Fikri No. 1, Km. 3,5 Palembang

Abstract Teaching grammar has been regarded as prominence in teaching a language where there are some different views of how to teach it. Recently, with the introduction of Communicative Language Teaching, teaching grammar is emphasized on experiential learning and communicative goals. For these reasons the writer tried to implement inductive approach in Bahasa Inggris class, where all the students are from Non English Department. In inductive approach, the learners study examples and from these examples derives an understanding of the rule. the writer also presented the grammar integrated with four language skills (speaking, listening, reading, and writing), where the writer paid more attention to enabling students to work with the target language during the lesson and communicate in it by the end of it.. In totally 14 meetings, the teacher applied inductive approach in presenting the materials and gave all exercises integratedly to four language skills (speaking, writing, reading and listening). The data were collected by means of T-Test. From the results of the T-test, it can be seen that the T value is 5,193, with the significance value 0,001. T value is more than T table ,2,042 . It can

Page 18: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

176

be interpreted that there is a significant difference between the students’ achievement in grammar before the treatment and after the treatment by using inductive approach and applying the activities that integrates grammar into four language skills. It was also found that the students were enthusiastic along the teaching and learning processes by implementing inductive approach. Keywords: inductive, communicative language teaching A. Pendahuluan

Bahasa Inggris adalah Bahasa Internasional. Menurut Harmer (2001:2-3), Bahasa Inggris merupakan bahasa mendunia yang dipakai di seluruh bagian dalam kehidupan seperti di bidang seni, ilmu pengetahuan, ilmu kemanusiaan, perjalanan dan ilmu-ilmu sosial. Perdagangan internasional, dan hubungan diplomasi juga memakai bahasa Inggris sebagai alat komunikasi. Sebagai salah satu negara yang sedang berkembang, Bangsa Indonesia perlu memiliki kompetensi dalam berkomunikasi dalam Bahasa Inggris sebagai tujuan untuk memperkaya pengetahuan dalam menyerap berbagai informasi yang sebagian besar tertulis dalam Bahasa tersebut. Sehingga dapat disadari bahwa apabila pembelajaran Bahasa Inggris diabaikan begitu saja,akan ada penurunan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Aisha Bibi (2002:1) menyatakan bahwa permasalahan utama dalam pembelajaran bahasa Inggris yaitu para siswa kurang memiliki penguasaan terhadap tata bahasa Inggris, khususnya tentang bagaimana menyusun kalimat, bagaimana menggunakan kata hubung dan kata kerja yang tepat sesuai dengan perubahan waktu. Siswa mungkin saja mampu untuk mengingat semua peraturan tata bahasa Inggris dimana ketika

Page 19: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

177

mereka diminta untuk menyebutkan aturan-aturan tata bahasa mereka akan mampu menjawabnya dengan baik. Namun, kebanyakan siswa akan merasakan kesulitan dalam mengekspresikan fikiran mereka dalam bentuk bahasa ujaran dan bahasa tertulis dengan baik.

Ada banyak kemungkinan terhadap lemahnya kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris, tetapi Aisha Bibi (2002:2) menyatakan bahwa salah satu alas an utamanya bahwa pembelajaran tata Bahasa Inggris tidak terlalu dianggap penting. Bahkan jika tetap dianggap penting, tata bahasa Inggris masih diajarkan secara terisolasi dan latihan yang cukup tidaklah diberikan secara terintegrasi dengan keempat keterampilan berbahasa (keterampilan berbicara, mendengar, menulis, dan menyimak). Tran Hien lan (2005:1) mununjukkan fakta bahwa kebanyakan guru-guru Bahasa inggris mengajarkan tata bahasa Inggris dengan cara menuliskan satu fokus aturan tata bahasa Inggris, menjelaskan aturan tersebut, memberikan contoh kalimat, meminta siswa untuk membuat kalimat sesuai dengan aturan tata bahasa yang telah dikenalkan, dan menterjemahkan kalimat tersebut kedalam bahasa Indonesia. Terakhir biasanya guru memberikan tugas untuk menghapal aturan-aturan tata bahasa yang lain dirumah dan memberikan tugas untuk membuat beberapa kalimat sesuai dengan aturan tata bahasa tersebut.

Untuk mengatasi permasalahan yang telah disebutkan sebelumnya, perlu kiranya bagi para guru untuk menentukan metode ataupun teknik pembelajaran yang sesuai, dimana sebaiknya apabila kita ingin mengajarkan suatu aturan tata bahasa inggris, sebaiknya kita paling tidak memberikan konteks yang sesuai dan menghubungkannya dengan situasi yang bersifat komunikatif (Sung Hee Nho, 2005:186). Hal yang

Page 20: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

178

mungkin paling baik dilakukan yaitu dengan mengintegrasikan seluruh aspek berbahasa yang berbeda. (Holliday, 1994:8). Adalah merupakan hal yang sesuai untuk mengenalkan dan menjelaskan suatu aturan tata bahasa dalam proses pembelajaran namun yakinkan bahwa aturan tata bahasa tersebut tidaklah berdiri sendiri; sebaiknya jangan mengajarkan tata bahasa Inggris semata-mata dengan tujuan untuk menguasai semata-mata tata bahasa Inggris tersebut.

Salah satu teknik pembelajaran tata Bahasa Inggris yang dapat dipakai untuk mengintegrasikan tata bahasa Inggris kedalam keempat keterampilan berbahasa adalah pendekatan induktif (Thornburry:1999:56). Widodo (2005:127-128) menyatakan bahwa dengan mengimplementasikan pendekatan induktif para siswa dapat lebih termotivasi dan lebih aktif dalam proses pembelajaran.

Dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris di program-program studi non bahasa Inggris, materi ajar yang diberikan masih terpusat pada pembelajaran tata bahasa. Penulis kemudian mencoba untuk menerapkan metode induktif dengan memberikan latihan-latihan yang bersifat komunikatif. Latihan-latihan yang diberikan mengintegrasikan tata bahasa Inggris dengan keempat keterampilan berbahasa (keterampilan berbicara, menulis, membaca dan menyimak). Tujuan penerapan metode tersebut dalam kelas Bahasa Inggris untuk siswa prodi non bahasa Inggris adalah untuk mengetahui apakah ada peningkatan kemampuan Bahasa Inggris siswa.

B. Kerangka Teori 1. Dua Metode Utama dalam Pembelajaran Tata Bahasa

Inggris

Page 21: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

179

a. Metode Deduktif Metode induktif metode pembelajaran tata bahasa yang

sudah lama yang berdasarkan atas kepercayaan bahwa aturan dan prinsip grammar adalah merupakan hal yang paling utama untuk dikuasai terlebih dahulu. Menurut metode ini, aturan-aturan dan semua definisi menjadi pemikiran utama dan yang harus dikuasai terlebih dahulu dan diikuti dengan pemberian contoh (Bibi, 2002:50).

Thornburry (1999:29) mengasosiasikan metode ini dengan Grammar-Translation Method. Metode Grammar Translation ini merupakan metode yang diawali dengan penjelasan tentang suatu fokus tata bahasa (biasanya dengan menggunakan bahasa pertama para siswa). Latihan berikut yang diberikan biasanya melibatkan latihan menterjemahkan kalimat kedalam bahasa Inggris dari bahasa pertama. Permasalahan yang timbul adalah karena dari awal pembelajaran bahasa Inggris selalu melibatkan bahasa pertama maka kesempatan para siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris akan berkurang. b. Metode Induktif

Metode induktif yaitu metode pembelajaran yang dimulai dari proses pengamatan dari beberapa contoh khusus dan dari beberapa contoh tersebut ditarik kesimpulan berupa prinsip umum atau konsep. (Thornburry, 1999:35). Pada kasus pembelajaran tata bahasa, kebanyakan ahli berpendapat bahwa metode induktif dapat disebut juga proses penemuan aturan tata bahasa. Metode ini menyarankan para guru bahwa sebaiknya pembelajaran tata bahasa dimulai dengan memberikan beberapa contoh kalimat. Dalam hal ini, para siswa memahami aturan tata bahasa dari contoh-contoh yang diberikan tersebut. Pembelajaran tata bahasa bisa dalam bentuk

Page 22: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

180

materi “berbicara” atau “menulis”. Thornburry (1999:35) juga menyatakan bahwa metode induktif ini dapat melibatkan siswa secara aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Sebagai tambahan, metode ini mampu mendorong siswa untuk mengerjakan semua latihan yang diberikan. 2. Pembelajaran Bahasa Secara Komunikatif

Pembelajaran bahasa Inggris secara komunikatif ini menerapkan metode CLT (Communicative Language Teaching). CLT berdasarkan atas kepercayaan bahwa pembelajaran bahasa bukan hanya ditentukan dari bagaimana mengajarkan aspek bahasa tertentu tetapi mengupayakan berbagai latihan yang memberikan kesempatan bagi siswa agar dapat mengembangkan keterampilan berbahasa mereka (Harmer, 2001:84). Aktivitas-aktivitas yang disajikan dalam CLT ini melibatkan siswa dalam suasana komunikasi yang realistis, dimana ketepatan berbahasa tidak terlalu dipandang penting ketimbang keberhasilan siswa dalam menampilkan semua tugas yang bersifat komunikatif yang diberikan kepada mereka.

CLT memberikan perubahan dari proses pembelajaran yang terpusat pada guru ke pembelajaran yang berpusat pada siswa, dimana siswa memiliki kebebasan dalam beraktivitas dan mendiskusikan semua materi yang ada. Selanjutnya, Savignon (1991) menyarankan bahwa siswa harus aktif dalam mencari informasi, mengklarifikasi sesuatu dan menggunakan kata-kata yang telah mereka kuasai ketimbang hanya menghapal pola-pola kalimat. Karena komunikasi yang aktif tidak akan terjadi apabila siswa hanya menghapalkan pola-pola kalimat. Selain itu aktivitas yang sebaiknya dipergunakan yaitu dalam bentuk kegiatan yang bersifat komunikatif seperti

Page 23: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

181

permainan, bermain peran, wawancara, dan diskusi dalam kelompok kecil.

Selama melakukan kegiatan, para siswa didorong untuk peka dan berhati-hati terhadap resiko melakukan kesalahan. Karena hal ini merupakan bagian dari proses pemerolehan bahasa dan menjadi elemen utama untuk para siswa yang harus mempelajari Bahasa Inggris. Selain itu terkadang para siswa harus sedikit menerka-nerka dalam menebak makna dan mengambil resiko berbuat salah (Brown, D, 1994:140). Menjadi seseorang yang mampu mengambil resiko adalah penting supaya siswa memiliki kepercayaan diri untuk terlibat dalam aktivitas yang sifatnya komunikatif.

Meskipun CLT berfokus pada kegiatan yang berpusat di siswa, meskipun demikian dalam CLT, guru juga mempunyai peranan penting selama aktivitas di dalam kelas. Pertama, guru berperan sebagai jembatan antara budaya siswa dan budaya bahasa target dalam halini bahasa Inggris. Bahasa adalah bagian dari budaya, dan tidak akan bias dipisahkan satu dengan yang lain. Sebaliknya, budaya bahasa target berkemungkinan bertolak belakang dengan budaya siswa. Dalam hal ini guru berperan menjembatani perbedaan tersebut dengan memberikan pemahaman terhadap budaya tersebut (Ellis, 1996). Dengan kata lain, siswa harus paham bahwa bahasa target dalam hal ini bahasa Inggris memiliki budaya tersendiri. Budaya ini bisa berbeda dari budaya mereka. Mereka harus siap untuk menerimanya atau berkompromi dalam memahaminya.

Kedua, guru berperan sebagai fasilitator selama kegiatan siswa. Guru berperan untuk menghidupkan situasi, yang membuat siswa mampu berperan dalam kegiatan komunikatif, seperti dalam diskusi kelompok kecil dimana siswa dapat

Page 24: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

182

berkomunikasi satu dengan yang lain secara aktif. Bermain peran juga bisa dilakukan dimana siswa dapat berperan sebagai dokter dan pasiennya atau antara pembeli dan penjual dan lain-lain. Dan akhirnya, para siswa belajar untuk berkomunikasi, dan selama aktivitas-aktivitas dilakukan, guru bertindak sebagai penasihat. Ia dapat memberikan saran atau bimbingan kepada siswa dengan menjawab pertanyaan atau dengan memonitor semua kegiatan(Larsen–Freeman, 1986:131).

3. Langkah-langkah untuk Melakukan Pembelajaran Tata

Bahasa secara Komunikatif induktif dan Mengintagrasikan Tata Bahasa dengan Keempat Keterampilan Berbahasa

Ada beberapa langkah pembelajaran tata bahasa untuk menciptakan kelas yang bersifat komunikatif yang diusulkan oleh Adrian Doff (Stated in Tran Hien Lan, 2005: 5). a. Memotivasi siswa dengan mengarahkan siswa ke fokus

bahasa dan membangun pengetahuan tentang aturan tata bahasa

Di dalam tahap ini, para siswa dimotivasi dengan menggunakan media gambar seperti, foto, kartu bergambar, boneka dan benda nyata. Guru mengunakan media gambar dengan cara mengajukan pertanyaan berdasarkan gambar tersebut untuk mengarahkan siswa kepada focus tata bahasa, keterampilan berbahasa, dan topik yang akan dipelajari. Siswa selanjutnya harus menjawab pertanyaan tersebut secara langsung. Jawaban dari siswa dapat dijadikan sebagai contoh model kalimat dimana focus bahasa dapat digaris bawahi.

Sesi tanya jawab yang dilakukan berguna untuk mengarahkan siswa ke pengetahuan tentang bahasa yang mungkin telah mereka pelajari sebelumnya. Para siswa diarahkan ke aturan tata bahasa tersebut tanpa diberitahu

Page 25: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

183

secara langsung aturan tata bahasa apa yang akan mereka pelajari. Aktivitas ini juga berguna bagi siswa untuk berkomunikasi secara aktif ketika mereka harus menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. b. Penyajian Tata Bahasa

Di tahap ini, guru menuliskan jawaban siswa dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada siswa di awal proses pembelajaran. Jawaban-jawaban tersebut dijadikan sebagai contoh atau model kalimat. Jika perlu, guru memberikan contoh kalimat tambahan sebagai contoh. Elemen tata bahasa yang akan dipelajari digaris bawahi. Elemen tata bahasa yang digaris bawahi bisa berupa bentuk kata kerja dan keterangan waktu. Guru mendorong siswa untuk dapat menyimpulkan aturan tata bahasa dari contoh-contoh kalimat yang diberikan. Guru juga memberikan contoh-contoh bentuk ekspresi dari keterampilan berbahasa yang dipelajari khususnya untuk keterampilan berbicara. 1) Pemberian Latihan

Di tahap ini, guru memberikan beberapa latihan untuk memeriksa pemahaman siswa terhadap keterampilan berbahasa dan focus tata bahasa yang dipelajari. Latihan-latihan tersebut disusun sedemikian rupa sehingga semua siswa dapat terlibat dengan aktif. Semua latihan berdasarkan atas focus bahasa dan keterampilan berbahasa yang dipelajari.

Mirjam Heller (1992:1) mengajukan beberapa aktivitas komunikatif yang dapat dilakukan dalam kelas: · Describing people; para siswa bekerja secara berpasangan,

satu siswa memiliki gambar gambar enam orang yang diletakkan dihadapannya, yang lainnya memiliki penjelasan deskripsi tentang the other has the tiga orang diantara enam orang tersebut. Para siswa haru berimajinasi

Page 26: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

184

bahwa mereka harus bertemu dengan tiga orang sahabat pena (yang tidak pernah ditemui sebelumnya) di bandara. Salah satu dari siswa tersebut harus mendeskripsikan orang-orang tersebut dan siswa yang lain memilih gambar orang yang tepat berdasarkan penjelasan tersebut.

· Describing a route; kedua siswa memiliki sebuah peta dari kota tertentu, salah satu dari siswa tersebut memberi tahu arah dari A ke B, dan siswa yang lain mencoba mencari jalan kemana mereka harus pergi sesuai dengan petunjuk arah yang diberitahukan teman mereka.

· Menyusun kalimat yang terpotong-potong sesuai dengan urutan yang tepat, baik itu secara berpasangan maupun dalam kelompok kecil. Sebagai contoh menyusun urutan cerita, petunjuk melakukan Sesutu, atau resep merupakan teks yang sesuai untuk hal ini.

· Guessing games: Salah satu siswa mendeskripsikan sebuah objek atau seseorang, dan yang lain menerka benda apa atau siapa yang dideskripsikan tersebut.

· Menulis surat ke pihak editor sebagai respon dari artikel yang mereka baca di majalah.

· Mencocokkan kalimat · Gap filling: sebagai contoh, melengkapi kalimat yang tidak

lengkap baik itu di bagian awal, tengah atau bagian akhir dari teks dengan kata-kata yang sesuai.

· Letter writing: yaitu suatu bentuk hubungan korespondensi antara siswa dengan teman-teman mereka yang berasal dari negara lain.

2) Pengukuran Tahap ini dimaksudkan untuk memeriksa pemahaman

siswa terhadap elemen tata bahasa yang difokuskan pada pertemuan tersebut. Disini, guru mengukur kemampuan siswa

Page 27: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

185

untuk melihat apakah mereka sudah mampu untuk menangkap semua yang diajarkan atau belum. Bentuk pengukuran tersebut bias dalam bentuk tes berupa penyusunan kalimat. Hal ini perlu dilakukan agar siswa dapat menerapkan konsep yang sudah didapat secara producktif dan bukanlah secara reseptif. Dalam pengerjaan tes ini, siswa harus mengerjakannya secara individu. 4. Contoh-Contoh Rencana Pembelajaran (Lesson Plan) a. Lesson Plan I Topic: Introduction Skills Focus: Speaking and listening Grammar Focus: Tobe, Subject Pronoun · Motivating Strategy (10 minutes)

o Guru mengenalkan dirinya kepada siswa Hi, I’m Annisa Astrid, I’m your teacher, I’m From Palembang.

o Guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa What’s your name? Where are you from? What’s your job?

o Guru mencatat jawaban siswa dan semua kata yang diucapkan oleh guru sebelumnya dipapan tulis atau guru menyediakan semuanya sebelumnya dirumah dengan menuliskannya di selembar karton putih dan ditempelkan di papan tulis.

· Presentation (15 minutes) o Guru menyebutkan tujuan pembelajaran hari itu.

(memperkenalkan diri sendiri) o Guru menyajikan bagaimana cara mengenalkan diri

dihadapan orang untuk pertama kali. § Greeting (Hi, Hello, How’re you doing?)

Page 28: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

186

§ Mention the name (I’m Annisa, or my name’s annisa) § Mention the age (I’m 30 years old) § Mention the Job (I’m a teacher or my job’s a teacher) § Mention the hobby (I’m interested in reading, My

hobby is reading) § Mention your favorites (My favorite book is novel) § Mention your hometown (I’m Javanese, or my

hometown is Java) § Mention your status (I’m married)

(Ismanto, Hafilia, et.al. 2002:3-6; Saleh, Y, 1998:1-5) o Guru meminta siswa untuk menganalisa perbedaan

antara dua kelompok kalimat yang telah ditulis dalam dua kolom yang berbeda. I’m Annisa my name is annisa I’m 30 years old My age is 30 I’m a teacher My job is a teacher I’m married My status is single I’m Javanese My hometown is Java

o Guru menarik jawaban siswa dengan meminta mereka menganalisa perbedaan penggunaan Subject Pronoun “I” dan Possessive Pronoun “My”.

o Guru juga meminta siswa untuk menganalisa perbedaan penggunaan tobe “is” dan “am”.

o Guru melatih siswa untuk mengucapkan ekspresi keterampilan berbicara mengenalkan diri yang telah diterangkan sebelumnya.

· Skills Practice I (15 minutes) o Guru meminta siswa untuk melakukannya secara

berpasangan. o Guru meminta masing-masing pasangan untuk

memperkenalkan diri mereka satu sama lain dengan

Page 29: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

187

menggunakan ekspresi yang tepat untuk masing-masing elemen sebagai berikut: Write sentences about yourself 1. (Name) My ________________ 2. (hometown) I ________________ 3. (age) I ______________________ 4. (Job) My __________________ 5. (Status) I ___________________ 6. (Favorite book) My ____________________ 7. (Hobby)My_________________________

· Skills Practice II (15 minutes) o Guru membagikan dua kartu yang berbeda kepada

masing-masing pasangan. Di dalam kartu tersebut tersedia identitas baru bagi siswa tersebut dan satu kolom kosong untuk mengisi identitas terbaru dari pasangan mereka. Card A

Information You Your Friend Name Age Job Hobby Favorite singer Status

Armand Maulana (Male student) / Bucil (female student) 26 years old Singer Singing Michael Jackson Married

Card B Information You Your Friend Name

Irvan Hakim (Male student) / Indy

Page 30: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

188

Age Job Hobby Favorite movie Status

Barends (female student) 34 years old presenter Watching movie Titanic married

o Guru meminta siswa untuk duduk belakang

membelakangi dengan pasangan mereka masing-masing.

o Guru meminta masing-masing siswa secara bergantian untuk menyebutkan informasi tentang jati diri mereka yang terbaru yang tersedia dalam tabel kepada pasangannya, dan pasangan tersebut harus mencantumkan informasi jati diri tersebut ke dalam kolom yang kosong yang tersedia dalam table.

· Assessment Guru meminta siswa untuk menajdi seseorang yang terkenal yang bias jadi mereka idolakan, kemudian mereka harus mengenalkan diri mereka sebagai orang terkenal tersebut di depan kelas.

b. Lesson Plan 2 Topic : Introducing friend to others Skills focus: Speaking and listening Grammar Focus: tobe, subject pronoun ( he, she) and possessive pronoun (his, her) Objective: Students are able to introduce their friends to others. · Motivating Strategy (10 minutes)

o Guru bertanya kepada siswa informasi tentang mereka.

Page 31: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

189

What’s his/ her name? How old is he? What’s his/ her hobby? Who is his/ her idol? Is he still single?

o Guru mencatat jawaban siswa di papan tulis untuk menjadkannya model kalimat

· Presentation (15 minutes) o Guru menyebutkan tujuan pembelajaran untuk

pertemuan tersebut. o Guru mengenalkan beberapa ekspresi untuk

mengenalkan teman ke yang lain. (Ismanto, Hafilia, et.al. 2002:3-6; Saleh, Y, 1998:1-5) This is My friend, Her/his name is…. Or She/ he is …… Her/ his hobby is ……..Or, she/ he is interested in ……….. Her/ his job is a student or she/ he is a student She/ he is 17 years old….or her/ his age is seventeen He/ she is still single or his/ her status is single

o Guru meminta siswa untuk menganalisa perbedaan antara dua kelompok kalimat yang telah ditulis dalam dua kolom yang berbeda. He/She is …… His/her name is …… He/She is years old His/her age is 30 He/She is a teacher His/her job is a teacher He/She is married His/her status is single He/She is Javanese His/her hometown is Java

o Guru menarik jawaban siswa dengan meminta mereka menganalisa perbedaan penggunaan Subject Pronoun “He/ She” dan Possessive Pronoun “His/ Her”.

Page 32: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

190

o Guru juga meminta siswa untuk menganalisa perbedaan penggunaan tobe “is”

o Guru melatih siswa untuk mengucapkan ekspresi keterampilan berbicara mengenalkan teman yang telah diterangkan sebelumnya.

· Skills Practice 1 (10 minutes) o Guru meminta siswa melengkapi kalimat dengan

berpasangan 1. My friend is Ani. ……..job is a teacher 2. I have many friends. ……. are friendly 3. Anita has a brother . …….name is Budi. 4. Susi is the only daughter in the family. ……. hobby is

swimming. 5. Diana is my friend. ……….idol is Ariel. 6. I have one sister. ….. is a teacher. 7. My father is big. ….. hobby is eating.

o Guru bersama-sama siswa memeriksa jawaban. · Skills Practice II (20 minutes)

o Guru meminta para siswa untuk menyebutkan informasi dari masing-masing pasangan mereka.

o Guru meminta para siswa untuk berlatih dengan menggunakan ekspresi mengenalkan teman yang telah dikenalkan sebelumnya. 1. (Name) his/ her ________________ 2. (hometown) He/ She ________________ 3. (age) He/ She ______________________ 4. (Job) His/ her __________________ 5. (Status) He/ She ___________________ 6. (Favorite book) His/ Her ____________________ 7. (Hobby)his/ her _________________________

· Assessment (30 minutes)

Page 33: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

191

SBY Ani SBY

Agus Harimurti

Annisa Pohan

Edi Baskoro

Almira

o Guru meminta siswa untuk berpasangan. o Guru meminta siswa untuk menciptakan identitas baru

bagi mereka. o Guru meminta masing-masing pasangan secara

bergantian mengenalkan diri dengan jati diri baru mereka.

o Guru meminta masing-masing anggota dari pasangan tersebut untuk mengenalkan partner mereka dengan kelompok pasangan yang lain.

c. Lesson Plan 3 Topic : Family Tree Skills Focus: Reading Grammar Focus: Tobe · Motivating Strategy (20 minutes) · Guru menunjukkan gambar silsilah keluarga

· Guru mengajukan beberapa pertanyaan untuk menarik jawaban siswa berupa kata-kata yang berhubungan dengan hubungan kekeluargaan. T: What do you see at the picture?

Page 34: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

192

Ss: daftar silsilah miz. T: Yeah, daftar silsilah in English is “family tree” Ok..what is the relationship between Ani SBY to SBY? Ss: istri miz.. T: Yeah, Ani SBY is SBY’s Wife. How about Edi Baskoro and Agus Harimurti? Ss: Anak Miz. T: Ok, male or female? Ss; Male T: Ok, so if male is son, so, Edi Baskoro and Agus Harimurti are SBY’s son, if female, daughter. How about Annisa Pohan, what is her relationship to SBY? Ss: mantu ma’am? T: male or female? Ss: cewek Miz. T: Ok menantu perempuan in English is Daughter-in-law , if male? Ss: son – in-law T: Good, how about Almira? Ss: cucu. T: male or female? Ss: female T: if female, granddaughter, how about if male? Ss: grandson. T: Well now look at Edi Baskoro, what is the relationship between Edi and Agus? Ss: brother T: Ok, Edi is Agus’ brother. How about Annisa Pohan to Edi? Ss: ipar. T: Ok, male or female? SS; female

Page 35: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

193

T: Ok, if female is sister in law, if male? Ss: brother in law. T: Ok how about almira to Edi? Ss: ponakan miz T: Female or male: Ss: female miz. T: so if female is niece, if male is nephew T: good, now look at Almira. What is the relationship between Edi to Almira? Ss: uncle. T: How do we call uncle’s wife? Ss: aunt T: good T: (Teacher circles some words related to family relationship) so, wife, son, daughter, granddaughter, grandson, brother, sister in law, brother in law, nephew, niece, uncle, aunt. What is the function of the words? Ss: to describe family relationship miz. T: Ok.

· Guru meinta siswa membaca teks bacaan yang tersedia T: Ok, this is the story of SBY’s Family. SBY is a President of Indonesia. He is very busy. He is in Jakarta with his family. There are five people in his family. His wife, Ani SBY is a house wife. She is a good mom. SBY has two sons. They are Edi baskoro and Agus Harimurti. Edi Baskoro is a member of the house. He is single. His brother, Agus Harimurti ,is an army. He is married. His wife is Annisa Pohan. They have a daughter. Her name is Almira. Now, Agus, his wife and his daughter are in USA. T: Ok guys, last meeting we have studied about tobe, mention the sentences in the reading text that have to be in each if it.

Page 36: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

194

Ss: (SBY is a President of Indonesia. He is very busy. He is in Jakarta with his family. There are five people in his family. His wife, Ani SBY is a house wife. She is a good mom……) · Guru menjadikan tiga buah kalimat dari dalam teks bacaan

sebagai mode kalimat yang menggunakan “tobe” T: Well, look at the 3 sentences

1. SBY is a president of Indonesia 2. He is very busy 3. He is in Jakarta

T: What is the word after tobe “is” in sentence 1? Ss: a president of Indonesia T: Ok, what class of word is that? Ss: Noun T: good, what about sentence 2? Ss: adjective T: Great, sentence 3? Ss: adverb of place T: very good. So after tobe can be noun, adjective or adverb. · Presentation (10 minutes) · Guru menyebutkan tujuan pembelajaran hari itu T: Ok students, today we are going to learn to comprehend the reading texts that consist of some vocabularies related to family relationship, and the main structure is “tobe”. T: Well, look at the reading text again, what words that show family relationship in the reading text? Ss: wife, son, brother, daughter. Now answer the questions

1. Who is SBY’s wife? Ani SBY

Page 37: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

195

2. How many people are there in SBY’s family? 5 people 3. Who are SBY’s sons? Edi Baskoro and Agus Harimurti 4. Who is Agus Harimurti’s wife? Annisa Pohan 5. What is Agus Harimurti’s job? An army

· Skills Practice I (15 minutes)

1. Guru meminta siswa untuk mengerjakan latihan 1 secara berpasangan.

2. Guru memeriksa jawaban bersama-sama dengan siswa. Fill the blank with the appropriate word that show family relationship in the box provided. (Look at the family tree as the clue) Sister son father brother mother sister in law

Siska Loves her family very much. There are five of them. Her _______, Andre is an engineer. He works at PT Pertamina. Her _________, Lidya is a housewife. Lidya likes to cook for the family. Siska has one brother and one sister. Her _______ ,John is married. He is a doctor. His ______________,

Andre Lidya

Siska John Nana Anita

Oliver

Page 38: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

196

Nana is a teacher. John and Nana have one __________. He is Oliver. Siska’s _________, Anita is at university. The family members get together only on holidays. They are all very busy. · Skills Practice II (15 minutes)

1. Guru meminta siswa untuk mengerjakan latihan 2 secara berpasangan.

2. Guru memeriksa jawaban bersama-sama dengan siswa. Answer the following questions

1. How many people are there in Siska’s family? 2. Who is siska’s father? What is his job? 3. Who is Siska’s mother? What is her job? 4. Who is John’s wife? What is her Job? 5. Who is John’s son? 6. What is Anita’s Job?

· Skills Practice III (10 Minutes) 1. Guru membagi siswa kedalam kelompok-kelompok

kecil. 2. Guru meminta siswa mengerjakan latihan 3 dalam

waktu 5 menit bersama rekan dalam kelompoknya. 3. Guru meminta siswa untuk berdiri. 4. Guru meminta siswa dalam kelompok untuk melompat

kedepan ketika guru menyebutkan kalimat yang benar. 5. Dan sebaliknya, ketika guru membacakan kalimat yang

salah maka para siswa harus melompat satu langkah kebelakang.

I want to tell you about Shinta’s family. There are four people in her family. Her father, Surya Danuatmaja is a dentist. He is always busy. Her mother, Utari Danuatmaja, is a housewife. She is a good mom. Shinta has one brother and no sister. Her brother, Rangga is four years old. He is cute. On

Page 39: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

197

weekends, they usually go to Cipanas to visit their relatives. It is a cool and relaxing place. Circle the letter “T” if the statement is true and the letter “F” if the statement is false

1. There are four people in Shinta’s family T / F 2. Shinta’s father is a dentist T / F 3. Shinta’s mom is a bad mom T / F 4. Shinta has one brother and one sister T / F 5. On weekend Shinta’s family usually go to movie theatre

T / F 6. Cipanas is a cool and relaxing place T / F

· Assessment ( 15 minutes) Guru meminta siswa untuk menjawab semua pertanyaan secara individu. There are 5 people in Renata’s family. Her father, Kieran Sukmana, is a businessman. He is 48 years old. He is very busy. Her mother, Diandra sukmana, is a house wife. She is 45 years. She is sweet. Renata has 2 brothers. They are Nathaniel and Evan. Evan is 25 years old. He is a lawyer. He is a serious person. Nathaniel is 19 years old. He is a student. He is very naughty. Evan is married. His wife, Jessica, is 23 years old. She is a teacher. She is cool

Answer the following questions 1. How many people are there in Renata’s family? 2. Who is Renata’s father? What is his Job? 3. How many brothers does Renata Have? Who are they? 4. Who is Evan’s wife? What does she do?

Circle the letter “T” if the statement is true and the letter “F” if the statement is false

Page 40: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

198

1. Renata’s father is very busy T / F 2. Renata’s mother is a businesswoman T / F 3. Renata has two sisters T / F 4. Evan is a lawyer T / F 5. Nathaniel is a student T / F

5.4 Lesson Plan 4 Topic: Describing your bedroom Skills Focus: Writing Grammar focus: Prepositions, There is, There are Objective: Students are able to write a paragraph to describe their bedroom · Motivating Strategy (10 minutes)

o Guru menunjukkan gambar kamar tidur dan mengajukan beberapa pertanyaan kepada mereka untuk dapat mengarahkan kepada para siswa tersebut dengan pemakaian “there is”, “there are”, dan prepositions, serta untuk menarik jawaban siswa berkenaan dengan kosa kata benda-benda yang terdapat di kamar tidur.

Page 41: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

199

What picture is it? A bedroom. What can you see in this bedroom? There is a bed, there are four pillows on it, there is a table lamp Where is the table lamp to the bed? The table lamp is beside the bed……..and so on…… What things you can see in your bedroom? a bed, a cupboard, a book shelve, a fan, a lamp, etc.

· Presentation o Guru mengarahkan siswa kearah penggunaan

prepositions dan there is dan there are. o Guru menuliskan beberapa kalimat yang mengandung

“there is” dan “there are” dan meminta siswa untuk menganalisis perbedaannya.

There is a blanket on the bed There are 2 pillows on the bed

There is a lamp on the table There are 2 pictures above the bed

Page 42: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

200

Teacher: So when can we use there is? And when can we use there are? Students: We use there is if the noun after that is singular, and we use there are if the noun after that is plural

· Skills Practice 1 o Guru meminta siswa mengerjakan latihan 1 secara

berpasangan Circle the correct words in the brackets My favorite place at home is my bedroom, it is not big but it is very nice. There is a (a. bed, b. desk, c. computer). In the right corner for me to sleep in and a big (a. lamp, b. window, c. bookshelf) for my books next to it. By the window, there is (a. desk, b. wardrobe, c. bed) where I study every morning. On the table there are (a. chairs, b. posters, c. books) There is also an alarm clock and a (a. carpet, b. computer, c. pillow). On the wall I put up (a. lamps, b. books, c. posters) of my favorite actors and soccer players, I put my shoes under my (a. bed, b. carpet, c. computer). Next to the door, there is my (a. alarm clock, b. guitar, c. wardrobe). I love playing it

o Guru memeriksa jawaban bersama-sama dengan siswa · Skills Practice 2

o Guru meminta siswa untuk mengerjakan latihan dua secara berpasangan

o Guru memeriksa jawaban bersama-sama dengan siswa Complete the sentences with is or are

1. There _____ an air conditioner in my room. 2. There _____ two cupboards in my room. 3. There _____ two beds and a desk in my room. 4. There _______ a bookshelf and a shoe rack in

my room.

Page 43: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

201

5. There ______ a mirror in my room. 6. There _______ some posters on the wall. 7. There ______ a waste basket and a calendar in

my room. · Skills Practice 3

o Guru membagi siswa kedalam empat kelompok. o Guru meminta siswa untuk mengerjakan latihan 3 dalam

kelompoknya masing-masing o Guru menempelkan karton yang bertuliskan paragraph

yang tak lengkap sesuai dengan latihan 3 yang telah dikerjakan dan membagikan kartu-kartu yang bertuliskan masing-masing preposisi dan there is, there are

o Guru meminta masing-masing perwakilan dalam kelompok untuk menempelkan kartu tersebut ke bagian yang tidak lengkap dari paragraph.

Fill in each (_____) with is or are and each (……..) with a preposition of place: in, on, beside and by. This is my room. There (_____) a bed (……) the corner with the blue blanket (…..) it. (…..) the bed there (_____) a wardrobe. I always put my clothes (…..) it neatly. Next to the bed, there (______) my desk. There (______) many things (…..) the table. There (______) a computer and a lamp. (…..) my desk there (____) a small table with a printer (…..) it, and (…..) the desk, there (_____) a big window with blue curtains (…..) one side. Last but not least, there (______) some posters of my favorite singers (…..) the wall. · Assessment

Page 44: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

202

o Guru meminta masing-masing siswa secara individu untuk membuat satu paragraph yang mendeskripsikan tentang kamar tidur mereka.

C. Metode Penelitian 1. Subjek

Sejumlah 32 orang siswa semester 1 dari mahasiswa Program Studi Kependidikan Islam IAIN Raden Fatah Palembang menjadi subjek penelitian ini. Para siswa tersebut terdiri atas 17 siswa laki-laki dan 15 orang siswa perempuan. Semua siswa mengambil mata kuliah Bahasa Inggris sebagai salah sat mata kuliah wajib dan penulis merupakan dosen pengampu mata kuliah tersebut. 2. Prosedur

a. Penulis memberikan tes awal (Pre-Test) kepada siswa untuk mengetahui kemampuan awal siswa.

b. Siswa diajarkan dengan menggunakan metode induktif. Perlakuan dengan metode induktif dilakukan sebanyak 12 kali pertemuan mulai dari bulan februari sampai dengan bulan Mei 2010.

c. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat berkomunikasi dalam Bahasa Inggris secara lebih bebas dengan cara yang lebih kreatif. Guru menyediakan aktivitas dimana siswa dapat mengintegrasikan tata bahasa ke dalam keempat keterampilan berbahasa sehingga suasana yang komunikatif dapat tercipta dalam kelas. Aktivitas tersebut disarankan oleh Mirjam Heller (1992:1). Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: · Describing people · Describing locations

Page 45: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

203

· Writing tips · Guessing games · Matching exercises · Gap filling · interview

d. Materi ajar diambil berdasarkan silabus Tarbiyah IAIN RAden Fatah(Hawi, et al: 2008), dan dari berbagai buku teks. and the textbooks (Saleh, Y, 1998:1-5; Ismanto, H et al, 2002:3-6; Astrid, A; 2008:36-47).

e. Pada pertemuan terakhir, siswa diberikan tes akhir (post-test).

f. Penulis membandingkan hasil yang diperoleh dari tes awal atau Pre-Test dan tes akhir atau Post-Test. Analisis perbandingan tersebut dilakukan dengan menggunakan analisis T-Test dari program SPSS.

D. Hasil Analisis

Data hasil tes awal dan tes akshir dapat terlihat dalam tabel berikut:

No Pretest Posttest

1 52 55 2 50 63 3 60,3 70 4 83,4 87 5 85 84,5 6 72 72,9 7 62 67,5 8 61,9 72,5 9 60 59

10 73,4 77,8

Page 46: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

204

11 60 69 12 72,6 75 13 51,8 56,5 14 84,3 84,9 15 49,5 60 16 62 65,6 17 55,7 65 18 61 60 19 83 84 20 52 50 21 71,9 75,4 22 60 65 23 61 67 24 62 74 25 48,9 67,7 26 61 68 27 59,8 60 28 61 74,3 29 51,3 57 30 61 57,8 31 87 85 32 54 55,7

Hasil analisis data perbandngan tes awal dan tes akhir dengan analisis T-Test dari program SPSS adalah sebagai berikut:

Page 47: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

205

T-Test Paired Samples Statistics

Mean N Std.

Deviation Std. Error

Mean Pair 1

Pretest 63,4625 32 11,27509 1,99317

Posttest 68,3156 32 10,01628 1,77064 Paired Samples Correlations N Correlation Sig. Pair 1

Pretest & Posttest

32 ,883 ,000

Paired Samples Test

Paired Differences t df

Sig. (2-

tailed)

Mean

Std. Devia-

tion

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper Pair 1 Pret

est - Posttest

-4,85313 5,28705 ,93463 -6,75931 -2,94694 -5,193 31 ,000

Dari hasil analisis nilai 32 orang siswa dengan

menggunakan anaisis T-Test SPSS dapat dilihat bahwa nilai T adlah 5,193, dengan signifikansi with 0,000. Nilai T hitung lebih

Page 48: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

206

besar daripada nilai T- table 2,042 (Pratisto 2005: 267-268). Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa adanya perbedaan signifikan antara kemampuan siswa sebelum diterapkan perlakuan dengan menggunakan metode indutif dan setelah perlakuan dengan menggunakan metode tersebut.

Penulis juga menemukan bahwa para siswa antusias dalam proses pembelajaran. Mereka aktif berpartisipasi dalam semua proses pembelajaran yang berlangsung. Mereka juga termotivasi mengerjakan semua latihan yang diberikan oleh guru. E. Penutup

Tujuan khusus dari studi penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah dengan menggunakan metode induktif dapat meningkatkan kemampuan bahasa Inggris siswa. Data dianalsis dengan menggunakan analisis T-Test. Dari hasil T-Test diperoleh bahwa nilai T yang didapat adalah 5,193 dengan nilai signifikansi 0,000. Nilai T yang diperoleh lebih besar daripada nilai T table 2,042. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa adanya perbedaan yang signifikan antara kemampuan bahasa Inggris siswa sebelum perlakuan dan setelah perlakuan dengan menggunakan metode induktif dan mengintegrasikan elemen tata bahasa Inggris dengan keempat keterampilan berbahasa. Selain itu, juga ditemukan bahwa para siswa antusias dalam proses pembelajaran. Mereka aktif berpartisipasi dalam semua proses pembelajaran yang berlangsung. Mereka juga termotivasi mengerjakan semua latihan yang diberikan pleh guru.

Page 49: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

207

Daftar Pustaka Bibi, Aisha. 2002. The comparative effectiveness of teaching English

grammar with the help of textbook and by using group work activities, (online), http://prr.hec.gov.pk/Chapters/76-1.pdf, accessed on January,4 2010.

Brown, H. D. 1994. Principle of Languge Learning and Language Teaching, San Francisco: Printice Hall Regent.

Ellis, G. 1996. How Culturally Appropriate is the Communicative Approach?, ELT Journal, vol 50, No. 3, pp. 213-18.

Harmer, Jeremy. 2001. The Practice of English Language Teaching. Edinburgh Gate: Longman

Hawi, et al. 2008. Silabus Fakultas Tarbiyah. Palembang: IAIN Raden Fatah

Heller, Mirjam. 2005. Teaching English communicatively Holliday, A. 1994. The House of TESEP and Communicative

Approach: ‘The Special Needs of State English Language Education’ ELT Journal, vol. 48, no. 1. pp. 3-11.

Ismanto, Hafilia, et.al. 2002. Conversation in English (1). Jakarta: Yayasan Lia.

Larssen Freeman, D. 1986. Techniques and Principle in Language Teaching. Oxford: University Press.

No, Seung He. 2005. Teaching English grammar in a communicative approach, (online), http://tesol.sookmyung.ac.kr/download/ma05/08.cc%20project_REVISED.pdf., accessed on January 4, 2010

Pratisto, Arif. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan dengan SPSS 12. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Page 50: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

208

Saleh, Yuslizal. 1998. Speaking One: Using Linguistic and Communicative Competence. Palembang: Sriwijaya University.

Savignon, S. 1991. ‘Communicative Language TEaching: State of Art’ TESOL Quarterly, vol. 25. no. 2, pp. 261-77.

Thomson, G. 1996. ‘Some Misconceptions about Communicative Language Teaching’, ELT Journal, vol. 50, no. 1, pp. 9-15.

Thornburry, Scott. 1999. How to Teach Grammar. Edinburgh Gate: Longman

Tran Hien Lan. 2005. Teaching grammar in light of communicative language teaching, (online), http://www.britishcouncil.org, accessed on January 4, 2010

Widodo, Puji H. 2006. Approaches and Procedures in teaching grammar,(online),http://education.waikato.ac.nz/research/files/etpc/files/2006v5n1nar1.pdf., accessed on January, 4 2010

Page 51: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

209

MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW DALAM

PEMBELAJARAN

Ahmad Syarifuddin

Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang

Jl. K.H. Zainal Abidin Fikri No. 1, Km. 3,5 Palembang

Abstract In formal educational institutions such as schools, educational success can be seen from the results of student’s learning in academic achievement. The quality and success of student’s learning is strongly influenced by the ability and accuracy of teachers in choosing and using teaching methods. If Traditional learning model is compared to a more modern model this will results in less student’s involvement in learning activities. Students’ Activities were only just sitting, being silent, listening, recording and memorizing. It was also found out that the students were not participated in learning activities which made them quickly get bored and lazy . Under these conditions, It is needed to have learning-oriented alternative to the students so that students can learn on their own to find out information, connect the topics they have learned in everyday life, and can interact with both teachers and their peers in a fun and friendly atmosphere. One of the alternatives that can be used as educational experts have suggested is jigsaw cooperative learning type, which means the exchange of teams of experts.

Kata Kunci: Models of learning cooperative learning, jigsaw

Page 52: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

210

A. Pendahuluan Jika seorang guru ingin membawa suasana pembelajaran

menjadi aktif dan menyenangkan, maka dia harus berpikir lebih kreatif dan merancang ide-ide yang dapat dijadikan bahan acuan peserta didik dalam belajar. Untuk itulah, seorang guru harus pandai membawa suasana belajar lebih menyenangkan dan dapat menguasai ruangan ketika ia melakukan proses pembelajaran.

Guru sebagai penyelenggara dalam kegiatan pembelajaran bukan hanya berperan membelajarkan siswa tetapi berperan lebih dalam meningkatkan motivasi dan juga memperoleh hasil belajar yang optimal dalam sebuah proses belajar mengajar yang harus selalu dilakukan secara optimal dan maksimal.

Bukan rahasia umum lagi jika pembelajaran di madrasah/sekolah masih sering diidentikkan dengan proses pembelajaran tradisional yang lebih banyak mengandalkan tradisional dan metode ceramah dalam pembelajarannya. Karena ceramah lebih mendominasi suatu proses pembelajaran, Maka menjadi tidak aneh jika kebanyakan dan hampir semua alumni madrasah/sekolah terbentuk menjadi sosok yang sulit untuk memecahkan persoalan yang dihadapi, kurang kritis dan terkesan tidak terbuka dan tidak perduli terhadap berbagai wacana baru yang muncul di masyarakat.

Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa diisi dengan muatan-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru tetapi siswa haruslah diperdayakan agar mau dan mampu berbuat untuk memperkaya pengetahuannya.

Di lembaga pendidikan yang bersifat formal seperti sekolah, keberhasilan pendidikan dapat dilihat dari hasil belajar siswa dalam prestasi belajarnya. Kualitas dan

Page 53: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

211

keberhasilan belajar siswa sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru memilih dan menggunakan metode pengajaran. Model pembelajaran tradisioanal ini mulai ditinggalkan dengan berganti model yang lebih modern karena hal ini akan mengakibatkan siswa kurang terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan siswa hanya duduk, diam, dengar, catat dan hafal.sehingga kegiatan ini mengakibatkan siswa kurang ikut berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran yang cenderung menjadikan mereka cepat bosan dan malas belajar (Isjoni, 2007:5).

Melihat kondisi demikian,maka perlu adanya alternatif pembelajaran yang berorientasi bagaimana siswa belajar sendiri menemukan informasi, menghubungkan topik yang sudah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, serta dapat berinteraksi multi arah baik bersama guru maupun sesama siswa dalam suasana yang menyenangkan dan bersahabat salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagaimana yang telah disarankan para ahli pendidikan adalah pembelajaran cooperative learning Tipe JIGSAW yang artinya pertukaran tim ahli.

B. Hakikat Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe

Jigsaw 1. Pengertian Cooperative Learning Tipe Jigsaw

Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok serta saling membantu satu sama lain (Trianto, 2009:57). Menurut Johnson, model pembelajaran cooperative learning merupakan salah satu pembelajaran yang mendukung pembelajaran konstektual. Dan system pengajaran cooperative

Page 54: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

212

learning dapat didefinisikan sebagai system kerja atau belajar kelompok yang terstruktur dan cooperative learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja yang teratur kelompok, yang terdiri dua orang atau lebih (Amri dan Ahmadi, 2010:90).

Jadi pembelajaran cooperative learning tipe jigsaw adalah model pembelajaran dengan menggunakan pengkelompokkan /tim kecil yaitu yang terdiri antara empat, enam, bahkan sampai delapan orang yang mempunyai latar belakang yang berbeda. Dan sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok dan setiap kelompok akan memperoleh penghargaan, jika kelompok dapat menunjukkan prestasi yang persyaratkan.

Pembelajaran cooperative learning merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu. Prinsip dasar pembelajaran kooperatif yaitu siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengjari sesamanya untuk mencapai tujuan bersama,dalam pembelajaran ini pun siswa pandai mengajari siswa yang kurang pandai tanpa merasa dirugikan (Wena, 2009:189).

Pembelajaran cooperative learning juga merupakan model yang mengutamakan kerja sama di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran cooperative learning ini juga dapat menciptakan saling ketergantungan antara siswa, sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tapi juga sesama siswa (Yamin dan Ansari, 2008:74).

2. Lima Unsur Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe

Jigsaw Menurut Anita Lie dalam bukunya “Cooperative

Learning” bahwa model pembelajaran cooperative learning tidak

Page 55: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

213

sama dengan sekedar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan dengan asal-asalan. Sedangkan menurut Roger dan David Johnson di dalam bukunya Nana Sudjana, mengemukakan bahwa tidak semua kerja kelompok itu dianggap Cooperative Learning. Maka agar mencapai hasil yang maksimal, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong, yaitu sebagai berikut (Amri dan Ahmadi, 2010:89): a. Saling Ketergantungan Positif

Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa dengan saling ketergantungan sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sndiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.

Beberapa cara membangun saling ketergantungan positif yaitu: 1) Menumbuhkan perasaan peserta didik bahwa dirinya

terintegerasi dalam kelompok dan pencapaian tujuan terjadi jika semua anggota kelompok mencapai tujuan.

2) Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan penghargaan yang sama jika kelompok mereka berhasil mencapai tujuan.

3) Mengatur sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik dalam kelompok hanya mendapatka sebagian dari keseluruhan tugas kelompok.

4) Setiap peserta didik ditugasi dengan tugas atau peran yang saling mendukung, saling berhubungan, saling melengkapi, dan saling terikat dengan peserta didik lain dalam kelompok.

Page 56: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

214

b. Tanggung Jawab Perseorangan Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut

prosedur model pembelajaran cooperative learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran cooperative learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.

Beberapa cara menumbuhkan rasa tanggung jawab perseorangan adalah: 1) Kelompok belajar jangan terlalu besar 2) Melakukan assesmen terhadap setiap siswa 3) Memberi tugas kepada siswa, yang dipilih secara

random untuk mempersentasikan hasil kelompoknya kepada guru maupun kepada seluruh peserta didik didepan kelas

4) Mengamati setiap kelompok dan mencatat frekuensi individu dalam membantu kelompok

5) Menugasi seorang peserta didik untuk berperan sebagai pemeriksa kelompoknya

6) Menugasi peserta didik mengajar temannya. c. Tatap Muka

Dalam pelajaran cooperative learning setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi, Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan. d. Komunikasi antar Anggota

Page 57: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

215

Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesedian para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka, serta keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang.sehingga proses ini sangat bermanfaat untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa. e. Evaluasi ke Proses Kelompok

Seorang pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok dan hasil kerja yang sama mereka agar selanjutnya dapat bekerja sama lebih efektif (Amri dan Ahmadi, 2010:90-92).

3. Prinsip-Prinsip Cooperative Learning Tipe Jigsaw

Menurut Stahl prinsip-prinsip dasar Cooperative Learning adalah sebagai berikut: a. Perumusan Tujuan Belajar Siswa Harus Jelas

Sebelum menggunakan strategi pembelajaran, guru hendaknya memulai dengan merumuskan tujuan pembelajaran dengan jelas dan spesifik. Perumusan tujuan harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan tujuan pembelajaran.

b. Peneriman yang Menyeluruh Oleh Siswa Tentang Tujuan Belajar Guru hendaknya mampu mengondisikan kelas agar siswa menerima tujuan pembelajaran dari sudut kepentingan diri dan kepentingan kelas. Agar siswa mengetahui dan menerima kenyataan bahwa setiap orang dalam kelompoknya menerima sendiri untuk bekerja sama.

c. Ketergantungan Yang Bersifat Positif

Page 58: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

216

Guru harus merancang struktur kelompok serta tugas-tugas kelompok yang memungkinkan siswa untuk belajar dan mengevaluasi diri. Kondisi belajar seperti ini memungkinkan siswa untuk merasa ketergantungan secara positif pada anggota kelompok lainnya dalam mempelajari dan tugas-tugas yang diberikan oleh gurunya.

d. Interaksi yang Bersifat Terbuka Interaksi yang terjadi dalam kelompok bel;ajar bersifat langsung dan terbuka dalam mendiskusikan tugas-tugas yang telah diberikan oleh guru. Suasana yang seperti ini dapat membantu menumbuhkan sikap ketergantungan yang positif dan keterbukaan diantara sesama siswa.

e. Tanggung Jawab Individu Keberhasilan belajar dalam model belajar strategi ini dipengaruhi oleh kemampuan individu siswa dalam menerima dan memberi apa yang telah dipelajarinya di antara siswa lainnya.

f. Kelompok Bersifat Heterogen Dalam pembentuka kelompok belajar, keanggotaan kelompok harus heterogen sehingga interaksi kerja sama yang terjadi merupakan akumulasi dari berbagai karateristik siswa yang berbeda.

g. Interaksi Sikap dan Perilaku Sosial yang Positif Dalam mengerjakan tugas kelompok, siswa bekerja dalam kelompok sebagai suatu kelompok kerja sama. Dalam interaksi dengan siswa lainnya siswa tidak begitu saja menerapkan dan memaksakan sikap pendiriannya pada anggota kelompok lainnya.

h. Tindak Lanjut Setelah kelompok masing-masing kelompok belajar menyelesaikan tugas dan pekerjaannya, selanjutnya perlu

Page 59: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

217

dianalisis bagaimana penampilan dan hasil kerja siswa dalam kelompok belajarnya termasuk juga bagaimana hasil kerja yang telah dihasilkan.

i. Kepuasan dalam Belajar setiap siswa dan kelompok harus memperoleh waktu yang cukup untuk belajar dan mengembangkan pengatahuan dan keterampilannya.

4. Karakteristik Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe

Jigsaw Karakteristik strategi pembelajaran kooperatif, terdiri

dari : a. Pembelajaran Secara Tim

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Karena itu, tim harus mampu membuat siswa belajar. Semua anggota tim harus saling membantu untuk memcapai tujuan pembelajaran.

b. Didasarkan pada Manejemen Kooperatif Manajemen mempunyai empat fungsi pokok, yaitu: 1) Fungsi perencanaan yang menunjukkan bahwa

pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan secara efektif.

2) Fungsi pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, melalui langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan termasuk ketentuan-ketentuan yang telah disepakati bersama.

3) Fungsi organisasi menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pekerjaan bersama setiap anggota

Page 60: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

218

kelompok sehingga perlu diatur tugas dan tanggung jawab setiap anggota kelompok.

4) Fungsi control menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes maupun nontes.

c. Kemauan untuk Bekerja Sama Prinsip bekerja sama perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif. Setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu. Misalnya yang pintar membantu yang kurang pintar.

d. Keterampilan Bekerja Sama Kemauan bekerja sama itu kemudian dipraktekkan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi serta berkomunikasi dengan anggota lain (Sanjaya, 2007:242-243).

Kemudian terdapat tiga konsep sentral yang menjadi

karakteristik cooperative learning sebagaimana dikemukakan oleh Slavin, yaitu: a. Penghargaan Kelompok

Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas criteria yang ditentukan. Sehingga keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli.

b. Pertanggung Jawab Individu

Page 61: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

219

Keberhasilan kelompok tergantung pada belajar individual dari semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini menitiberatkkan pada aktivitas anggota kelompok saling membantu dalam belajar.

c. Kesempatan yang Sama untuk Mencapai Kesuksesan Cooperative learning menggunakan metode scoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa yang berprestasi rendah, sedang dan tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompok.

5. Teknik-Teknik Pembelajaran Cooperative Learning

Guru sebagai seseorang yang professional harus mempunyai pengetahuan dan persedian strategi-strategi pembelajaran. Tidak semua strategi yang diketahuinya bisa diterapkan di dalam kenyataan sehari-hari di ruang kelas. Meski demikian, seorang guru yang baik tidak akan terpaku pada satu strategi saja. Guru apabila ingin maju dan berkembang perlu mempunyai persedian strategi dan teknik-teknik pembelajaran yang pasti akan selalu bermanfaat dalam setiap kegiatan belajar mengajar sehari-hari. Guru juga bisa memilih dan memodofikasi sendiri teknik-teknik cooperative learning (Lie, 2005:55-62). 6. Langkah-Langkah dalam Implementasi Model Cooperative

Learning Tipe Jigsaw Slavin dan stahl mengemukakan langkah-langkah dalam

implementasi model cooperative learning secara umum, yaitu: a. Merancang Rencana Pembelajaran

Page 62: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

220

Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 4-6 orang siswa dengan kemampuan yang berbeda dan kelompok ini disebut kelompok asal. Dalam mencapai sebuah tujuan pembelajaran setiap siswa diberi tugas untuk mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran untuk belajar bersama dengan kelompok lain itu disebut kelompok ahli.

b. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli atau kelompok asal, guru menyuruh siswa untuk melakukan persentasi masing-masing kelompok agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.

c. Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual agar dapat menambah semangat belajar siswa dan ini gunakan sebagai acuan untuk memancing minat belajar siswa.

d. Guru memberikan pengharagaan kepada kelompok melalui skor pengharagaan berdasarkan perolehan nialai peningkatan hasil belajar individual dari skor yang dasar ke skor kuis berikutnya.

e. Materi sebaiknya secara alami dan dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran. Sehingga tidak membuat siswa merasa kebingungan dalam menjalankan tugas yang telah diberikan.

f. Guru perlu memperhatikan bahwa dalam menggunakan Jigsaw untuk mempelajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntutuna dan isi materi yang runtut serta cukup untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif (Amri dan Ahmadi, 2010:96-97).

7. Peranan Guru dalam Cooperative Learning Tipe Jigsaw Dalam pelaksanaan model pembelajaran cooperative

learning dibutuhkan kemauan dan kemampuan serta kreativitas

Page 63: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

221

guru dalam mengelola lingkungan kelas. Sehingga dengan menggunakan model cooperative learning guru bukannya bertambah pasif, tetapi harus menjadi lebih aktif terutama menyusun rencana pembelajaran secara matang, pengaturan kelas saat pelaksanaan, dan membuat tugas untuk dikerjakan siswa bersama dengan kelompoknya. Peran guru dalam pelaksanaan cooperative learning tipe Jigsaw adalah sebagai berikut: a. Fasilitator

Sebagai fasilitator seorang guru harus memiliki sikap-sikap, yaitu: 1) Mampu menciptakan suasana kelas yang nyaman dan

menyenangkan 2) Membantu kegiatan-kegiatan dan menyediakan sumber

atau peralatan serta membantu kelancaran belajar siswa 3) Membantu serta mendorong siswa untuk mengungkapkan

dan menjelaskan keinginan dan pembicaraan baik secara individual maupun kelompok

4). Menjelaskan tujuan kegiatan pada kelompok dan mengatur penyebaran dalam bertukar pendapat.

b. Mediator Guru berperan sebagai penghubung dalam mengaitkan materi pembelajaran yang sedang dibahas melalui cooperative learning dengan permasalahan yang nyata ditemukan di lapangan.

c. Director-Motivator Guru berperan dalam membimbing serta mengarahkan jalannya diskusi, dengan membantu kelancaran diskusi tapi tidak memberikan jawaban. Di samping itu, sebagai motivator guru berperan sebagai pemberi semangat agar siswa aktif dan ikut berpartisipasi dalam diskusi.

Page 64: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

222

d. Evaluator Guru berperan dalam menilai kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung. Penilaian tidak hanya pada hasil, tapi lebih ditekankan pada proses pembelajaran (Sanjaya, 2010:21-33).

8. Keuntungan dan Keterbatasan Cooperative Learning tipe

Jigsaw a. Keuntungan Cooperative Learning tipe Jigsaw

Ada beberapa keuntungan cooperative learning dalam proses pembelajaran, menurut Yamin dan Ansari (2008:78-80), yaitu: 1) Cooperative learning mengajarkan siswa untuk percaya pada

guru dan lebih lagi percaya pada kemampuan sendiri untuk berpikir, mencari informasi dan sumber lain, dan dapat belajar dari siswa lain.

2) Cooperative learning mendorong siswa untuk mengungkapkan idenya secara verbal dan membandingkan ide dengan temannya. Ini secara khusus bermakna ketika dalam proses pemecahan masalah.

3) Cooperative learning membantu siswa belajar menghormati siswa yang pintar dan siswa yang lemah dalam menerima perbedaan ini.

4) Cooperative learning merupakan strategi efektif bagi siswa untuk mencapai hasil akademik dan social termasuk meningkatkan prestasi, percaya diri, dan hubungan interpersonal positif antara satu siswa dengan lainnya, meningkatkan keterampilan manajemen waktu dan sikap positif terhadap sekolah.

Page 65: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

223

5) Cooperative learning banyak menyediakan kesempatan pada siswa untuk membandingkan jawabannya dan ketepatan dari jawawaban tersebut.

6) Cooperative learning mendorong siswa lemah untuk tetap berbuat membantu siswa-siswa pintar mengidentifikasikan celah-celah dalam dalam mencapai hasil belajarnya.

7) Interaksi yang terjadi pada cooperative learning yaitu membantu memotivasi siswa dan mendorong pemikirannya.

8) Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan diskusi.

9) Memudahkan siswa melakukan interaksi sosial 10) Menghargai ide orang lain yang dirasa lebih baik 11) Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif.

Keunggulan strategi pembelajaran kooperatif (SPK) sebagai suatu strategi pembelajaran di antaranya: 1. Melalui SPK siswa tidak terlalu menggantungkan diri pada

guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan dan kemampuan berpikir sendiri, menemukan berbagai informasi dari berbagai sumber, serta belajar dari siswa yang lain.

2. SPK dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.

3. SPK dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

4. SPK dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

5. SPK merupakan strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan

Page 66: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

224

sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan orang lain, mengembangkan keterampilan me- manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.

6. Melalui SPK dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik.

7. SPK dapat meningkatka kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata.

8. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses belajar dalam jangka panjang.

b. Keterbatasan Cooperative Learning tipe Jigsaw Sanjaya (2010:247-248) berpendapat bahwa di dalam

cooperative Learning memiliki beberapa keterbatasan yaitu: 1) beberapa siswa mungkin pada awalnya segan untuk

mengeluarkan ide dan takut dinilai temannya dalam grup. 2) tidak semua siswa otomatis memahami dan menerima

philosophy cooperative learning. Guru banyak tersita waktu dalam mensosialisasikan siswa belajar dengan cara ini.

3) Penggunaan cooperative learning harus sangat rinci melaporkan setiap penampilan siswa dan tiap tugas siswa, dan begitu banyak menghabiskan waktu untuk menghitung hasil prestasi grup.

4) Meskipun kerja sama sangat penting untuk ketuntasan belajar siswa, banyak aktivitas kehidupan didasarkan pada usaha individual. Namun siswa harus belajar menjadi percaya diri. Itu sulit dicapai karena memiliki latar belakang yang berbeda.

Page 67: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

225

5) Sulit untuk membentuk kelompok yang solid, yang dapat bekerja sama dengan secara harmonis.

6) Penilaian terhadap murid sebagai individu menjadi sulit karena tersembunyi di belakang kelompok.

Model pembelajaran cooperative learning tipe Jigsaw dalam Islam dikenal dengan ukhuwah islamiyah yang dilakukan melalui hubungan pribadi dan juga secara bersama (kelompok). Ukhuwah terdiri dari empat tahap, yaitu: melaksanakan proses ta’aruf/saling mengenal satu sama lain (Q.S. Al-Hujarat:10), melaksanakan proses tafahum/saling memahami satu sama lain, melaksanakan proses ta’awun /saling menolong (Q.S. Al-Maidah:2), dan melaksanakan takaful/saling menanggung. C. Penutup

Model pembelajaran cooperative learning merupakan salah satu pembelajaran yang mendukung pembelajaran konstektual. Pembelajaran cooperative learning dapat didefinisikan sebagai system kerja atau belajar kelompok yang terstruktur dan cooperative learning merupakan suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dua orang atau lebih. Pembelajaran cooperative learning tipe jigsaw adalah model pembelajaran dengan menggunakan pengkelompokkan /tim kecil yaitu yang terdiri antara empat, enam, bahkan sampai delapan orang yang mempunyai latar belakang yang berbeda. Dan sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok dan setiap kelompok akan memperoleh penghargaan, jika kelompok dapat menunjukkan prestasi yang persyaratkan. Dalam model pembelajaran cooperative learning ini ada bebrapa hal yang harus diperhatikan yaitu; unsur-unsur

Page 68: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

226

model pembelajaran cooperative learning tipe jigsaw, prinsip-prinsip cooperative learning tipe jigsaw, karakteristik model pembelajaran cooperative learning tipe jigsaw, dan langkah-langkah dalam implementasi model cooperative learning tipe jigsaw.

Daftar Pustaka Amri, Sofan & Iif Khoiru Ahmadi. 2010. Konstruksi

Pengembangan Pembelajaran (Pengaruh Terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum). Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya.

Lie, Anita. 2005. Cooperative Learning dan Memperaktekkan Cooperative Learning di ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovative. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovative-Progresive, Konsep Landasan dan Implementasi Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.

Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.

Yamin, Martinis dan Bansu I. Ansari. 2008. Teknik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa. Jakarta: Persada Press.

Page 69: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

227

KONTRIBUSI PEMIKIRAN MUHAMMAD SAW PRA DAN PASCA KENABIAN ERA MAKKIAH

Agus Jaya

Sekolah Tinggi Ilmu Tabiyah al-Qur’an al-Ittifaqiah Indralaya Ogan Ilir Sumsel

Jl. Lintas Timur Km. 36 Indralaya Mulya Ogan Ilir

Sumatera Selatan

Abstract: Muhammad is the greatest phenomenon in human history. Signs He enshrined in the presence of the holy scriptures is as a justification former glory. His presence was expected by every group and interest, although later become a boomerang for them because the treatise was carrying remodel beliefs and traditions handed down from their ancestors. The suffering experiences completed His life’s history as a candidate of a prophet. Born with orphan status, grew by profession and lived as a shepherd, had suffering experiences has formed the identity of Muhammad to become an intelligent and wise leader. Muhammad's intelligence and wisdom in deciding the issue and genius as well as the accuracy of missionary strategy embedded in the period of Mecca is the contribution of thinking which is priceless. Keywords: the contribution of ideas, leadership training, intelligence, wisdom, leadership characteristics A. Pendahuluan

Fenomena agung tidak datang dengan tiba-tiba, karena setiap fenomena agung senantiasa diiringi tanda-tanda yang menopang keagungan peristiwa tersebut. Demikian juga

Page 70: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

228

kehadiran Muhammad saw sebagai sayyid al-anbiya’ merupakan peristiwa mulia yang tiada tara. Tanda-tanda kehadiran beliau telah dijelaskan dalam kitab-kitab terdahulu dan melalui lisan para nabi, para hukama’ dan tokoh-tokoh agama terdahulu yang menunjukkan keagungan peristiwa yang dinanti-nanti tersebut. Tatkala seluruh penjuru Jazirah Arabiah merintih dalam kezaliman, ketidakadilan, keberingasan, kejahatan, dan keyakinan akan tahayul, muncullah Muhammad sebagai pembawa rahmat bagi bangsa Arab dan alam semesta.

Artikel ini akan menguraikan tanda-tanda dan berita gembira atas kehadiran Muhammad di muka bumi ini, kelahiran, pemeliharaan, tauladan dan ke-pemimpinan Beliau pra kenabian dan pasca kenabian periode Makkah.

B. Biografi Nabi Muhammad SAW 1. Tanda-tanda Tibanya Rasul Terakhir

Berita gembira akan datangnya seorang utusan agung telah menyebar melalui kitab-kitab terdahulu, lidah-lidah para nabi, para hukama’. Demikian mulianya utusan tersebut dan misi yang diembannya maka al-Qur’an, al-Hadits dan at-Taurat mengabadikan hal tersebut.

Allah SWT berfirman melalui ucapan Isa as dalam al-Qur’an:

التورئة من يدى بني ملا مصدقا إليكم اهللا رسول إىن إسرائيل بىن يا مرمي بن ا عيسى قال وإذ"

" .... أمحد إمسه بعدى من يأتى برسول ومبشرا Dan ingatlah ketika Isa putra Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan yang turun sebelumku yaitu Taurat dan memberi kabar gembira akan

Page 71: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

229

datangnya seorang rasul sesudahku bernama Ahmad (Muhammad)... (Q.S. Shof:6).

Ayat di atas menjelaskan kolerasi yang sangat harmonis dan kuat antara Isa as sebagai “khotam al-anbiya’ Bani Israil” dengan Ahmad yang menjadi “khotam al-Anbiya’ muthlaqon”. Sinyal “mubassyiran” (berita gembira) dari Isa tersebut mewakili kebahagiaan Bani Israil terhadap fenomena akan diutusnya Ahmad sebagai penutup seluruh nabi. Keterkaitan syariat antara nabi Musa as sebagai nabi termashur bani Israil dan Isa as sebagai penutup nabi dari Bani Israil serta nabi Muhammad sebagai penutup seluruh nabi sangatlah jelas. Hal ini diungkapkan oleh Ibnu Katsir : Bahwa Allah memulai syariat-Nya, dan memberi cahaya dari Tursina tempat Allah memberikan wahyu kepada Musa as, dan terbitlah cahaya dari Sya’ir gunung tempat dilahirkan dan diutusnya Isa as, dan menebarlah cahaya tersebut dari Paraan yaitu Makkah (Ismail dan Showabi, t.t.:150).

Adapun Ahmad yang dimaksudkan Isa as pada ayat di atas adalah Muhammad saw sendiri, sebagaimana sabda beliau yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori:

هللا رضى أبيه عن مطعم بن جبري بن حممد أخربىن قال الزهرى عن شعيب أخربنا اليمان أبو حدثنا املاحى وأنا أمحد وأنا حممد أنا أمساء ىل إن: يقول وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول مسعت قال عنه .... " الكفر ىب اهللا ميحو الذى

Telah menyampaikan hadits kepada kami Abu al-Yaman, demikian juga Syuaib telah menyampaikan berita kepada kami dari az-Zuhri, ia berkata telah menyampaikan hadits kepada saya Muhammad bin Zubair bin Mat’am, dari ayahnya. Ia berkata: “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda : “Saya memiliki nama-nama, saya

Page 72: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

230

Muhammad, saya Ahmad, dan saya al-Mahi yang Allah gunakan untuk menghapus kekufuran, … (al-Asqalani, t.t.:789).

Begitu juga kehadiran Rasulullah saw disinyalir dalam

hadits seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori:

عن أخربىن: قلت عنهما اهللا رضى العاص بن عمرو مب اهللا عبد لقيت: قال يسار بن عطاء عن ببعض التوراة ىف ملوصوف إنه واهللا. أجل قال التوراة ىف وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول صفة ورسوىل عبدى أنت مينيلأل حرزا ونذيرا ومبشرا شاهدا أرسلناك إنا النىب أيها يا. القران ىف صفته يعفو ولكن السيئة بالسيئة يدفع وال األسواق ىف سحاب وال غليظ وال بفظ ليس املتوكل مسيتك وأذانا عميا أعينا ا فيفتح اهللا إال الإله يقولوا بأن العوجاء امللة به يقيم حىت اهللا يقبضه ولن ويغفر .غلفا وقلوبا صما

Dari Atho’ bin Yasar ia berkata : “Saya bertemu Amru bin Ash ra, lalu saya berkata : “Tolong beritahu saya sifat-sifat Rasulullah dalam Taurat.” Ia berkata: “Baik, demi Allah sesungguhnya di alam Taurat tercantum sifat-sifatnya sebagaimana sebagian sifatnya juga tercantum dalam al-Qur’an, Wahai Nabi sesungguhnya saya utus engkau sebagai saksi, penyampai berita gembira, pengingat dan pelindung bagi orang-orang yang buta huruf. Engkau adalah hamba dan utusan-Ku, Aku beri gelas engkau al-Mutawakkil (sangat Qona’ah dan sabar), tidak kasar, tidak kejam, tidak memeras susu di pasar, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan akan tetapi memaafkan dan mengampuni, dan tidak akan wafat sebelum tegaknya agama yang lurus, dengan mengakui tiada Tuhan selain Allah, melaluinya terbukalah mata yang buta, telinga yang tuli dan hati yang tertutup (al-Asqalani, t.t:719).

Sinyal elemen kehadiran beliau di muka bumi ini juga

disampaikan dalam kitab-kitab terdahulu, dalam Injil Barnabas

Page 73: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

231

(Ulangan:18) dengan tegas Yesus menyebutkan bahwa Messias yang dinanti-nanti itu adalah Muhammad.

Redaksi Barnabas tersebut Pasal 97 sebagai berikut: 14: “Ketika itu imam menanyakan: “Dinamakan apakah Messias itu dan apakah tanda yang menunjukkan kehadirannya ?” 15: Jesus menjawab: “Sesunggunya nama Messias itu ajaib, karena Allah sendiri yang memberikan nama itu, dikala Allah menciptakan rohnya dan meletakkannya di suatu tempat yang indah di langit.” 16: Allah berfirman: “Sabarlah wahai Muhammad, karena untukmu Aku akan menciptakan surga dan dunia …” 17: “Kemudian apabila Aku mengutusmu ke dunia Aku akan jadikan engkau rasulku untuk keselamatan, …” 18: ”Bahwa namanya yang diberkahi itu adalah Muhammad.” 19: “Di saat itu khalayak ramai meneriakkan : “ Ya Allah utuslah Rasulmu itu kepada kita, ya Muhammad marilah selekasnya untuk keselamatan dunia.” Perhatikan juga kitab Perjanjian Lama, Nubuat nabi

Musa as, (Bibel, edisi lama) Ulangan 18:18 “Seorang nabi akan kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka seperti engkau ini, ....” Dari ungkapan ini bisa dipahami bahwa nabi tersebut

berasal dari kaumnya sendiri, yang dimaksudkan adalah Muhammad SAW (Q.S. al-Baqarah:129).

Ulangan 33: 2 “Berkatalah ia: “Tuhan datang dari Sinai, dan terbit kepada mereka dari Syair, ia tampak bersinar dari pegunungan Paran …”.

Page 74: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

232

Ungkapan ini menunjukkan keterikatan antara utusan-utasan Allah, Musa as datang dari Sinai (Tursina, tempat nabi Musa pertama kali menerima wahyu), lalu Isa as dari Syair (Isa lahir dan diangkat menjadi nabi di gunung Syair) dan Muhammad dari Paran. Yang dimaksudkan Paran adalah nama lain dari kota Makkah, tempat nabi Muhammad saw diutus.

Yeyasa 42:1 “ … Aku telah menaruh rohku ke atasnya supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa.”

Pada ayat ini dinyatakan bahwa da’wah tersebut universal. Dan dakwah nabi Muhammad saw adalah universal untuk semua manusia.

4: “Ia sendiri tidak akan menjadi pudar dan tidak akan patah terkulai, sampai ia menegakkan hukum di bumi, …”

Pernyataan ini mendukung dakwah nabi Muhammad yang tidak pernah gagal. Walaupun dalam perang Hunain, Rasulullah beserta bala tentaranya ”mengalami kekalahan” namun pada hakikatnya kemenangan yang diraih, karena melalui perang tersebut Allah menampakkan sahabat-sahabat Beliau yang sejati, berjuang demi islam dan bukan demi mendapatkan imbalan duniawi.

Daniel: 7:14 “Lalu diberikan kepadanya kekuasaan dan kemulyaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa, dan bahasa mengabdi kepadanya. Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap dan kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah.”

Ayat ini menjelaskan agama Islam yang sempurna. Syariatnya termasuk memuat sistem pemerintahan.

(Bibel edisi lama) Maleakhi 3:2 “Tetapi siapa gerangan akan menderita hari kedatangan-Nya, dan siapa tahan berdiri,

Page 75: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

233

apabila kelihatanlah Ia, karena iapun seperti api pandai emas,dan seperti sabun benara.

(Dalam edisi baru: “Sebab ia seperti api tukang pemurni logam dan seperti sabun tukang penatu).”

Maksud sabun benara atau sabun tukang penatu adalah Muhammad, artinya bahwa Nabi Muhammad SAW membersihkan ajaran agama-agama terdahulu dari kesalahan-kesalahan yang dibuat umatnya. Realitanya al-Qur’an tampil sebagai pengoreksi kitab-kitab terdahulu.

Berita kehadiran Beliau yang diabadikan dalam kitab-kitab terdahulu mengisyaratkan keagungan dan kemuliannya sebagai seorang nabi pengemban amanah menyelamatkan umat dari kegelapan iman menuju cahaya hidayah. Ciri-ciri nabi terakhir yang dijelaskan dalam kitab-kitab terdahulu inilah yang mendorong beberapa orang tua untuk menamai anaknya yang lahir dengan nama “Muhammad” sebagai bentuk harapan agar anaknyalah yang menjadi Muhammad. Ibnu Jauzi berkata: “Ada tiga nama Muhammad sebelum Rasulullah saw lahir sebagai bentuk harapan orang tua mereka agar anaknyalah yang menjadi Muhammad (yang dimaksudkan dalam Taurat), yaitu: Muhammad bin Sufyan bin Majasyi’, Muhammad bin Ahihah al-Jullah bin Juraisy bin Auf bin Amru bin Auf bin Malik bin Aus, Muhammad bin Hamran bin Rabiah. Semua orang tuanya mengerti kitab-kitab terdahulu. Dengan penuh kebahagian dan harapan mereka menanti kelahiran nabi terakhir ini berasal dari kaum mereka, namun ketika beliau lahir dan ternyata berasal dari kaum Quraisy yang berarti memutus mata rantai kenabian dari Bani Israil, muncullah bentuk-bentuk penolakan. Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an:

... ملتهم تتبع حىت النصارى وال اليهود عنك ترضى ولن

Page 76: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

234

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka (Q.S. al-Baqarah:120). 2. Nasab Nabi Muhammad SAW

Nasab Nabi Muhammad SAW dari ayahnya adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutholib (Syaibah) bin Hasyim (Amru) bin Abdi manaf (Mughiroh) bin Qusay (Mujammi’) bin Kilab (Hakim) bin Murroh bin Ka’ab bin Luay bin Gholib bin Fihr (Quraiys) bin Malik bin Nadr bin Kinanah bin Huzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhor bin Nazzar bin Ma’ad bin Adnan, sementara nasab dari ibunya adalah Aminah binti Wahb bin Abd Manaf bin Zuhroh bin Kilab bin Murroh (Ismail dan Showabi, t.t.:74-75).

Quraisy adalah sebuah keluarga terhormat dari keturunan Ismailiyah. Salah satu di antara keturunan nabi Ismail ini yang berkuasa adalah Fihr yang memilki nama lain Quraisy. Pada abad kelima Masehi Qusay (keturunan Quraiys) berhasil menyatukan suku-suku Quraiys. Mereka mendirikan Dar al-Nadwah sebagai tempat berkumpulnya pemuka-pemuka Quraiys memusyawarahkan kepentingan umum. Di tempat inilah Qusay menjalankan urusan administrasi pemerintahannya. Ia memasak air dan makanan untuk kepentingan para peziarah selama musim haji. Dengan cara demikian ini membuktikan sebagai seorang penguasa yang cakap dan bijaksana. Sepeninggal Qusay anaknya yang bernama Abdud Dar menjadi penguasa Hijaz. Ia menjadikan Makkah sebagai pusat pemerintahannya. Sepeninggal Abdud Dar terjadi pembagian kekuasaan antara putranya dengan putra saudaranya, Abdul Manaf. Putra Abdul Manaf yang bernama Abdul Syam menangani urusan administrasi sedang putra Abdud Dar menangani masalah militer. Selanjutnya

Page 77: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

235

putra Abdud Dar menyerahkan kekuasaannya kepada saudaranya yang bernama Hasyim, seorang yang sangat cakap dalam hal militer, sedang putra Abdus-Syam yang bernama Umayyah menjadi tersingkir oleh supermasi Hasyim. Ia berusaha merebut kekuasaannya dari Hasyim dalam sebuah medan perkelahian yang dapat dimenangkan oleh Hasyim. Oleh dewan hukum dan pengadilan Umayyah dikenai hukuman pengasingan di luar kota selama sepuluh tahun.

Hasyim, moyang Muhammad, dalam perkawinannya dengan wanita Madinah melahirkan seorang anak lelaki yang diberi nama Syaibah*. Setelah kematian Hasyim, saudara laki-lakinya yang bernama Mutholib membawa Syaibah ke Madinah. Orang-orang Madinah menyangka Syaibah sebagai budak Mutholib maka mereka menyebutnya sebagai Abdul Mutholib. Selanjutnya dalam sejarah Islam ia lebih dikenal dengan Abdul Mutholib.

Sifat kedermawanan dan kebijaksanaan Abdul Mutholib membawanya dipercayai dan diakui sebagai pemimpin di tengah-tengah suku Qurays. Namun Harib, putra Umayah tidak mengakuinya yang menyebabkan dewan hakim mengusirnya keluar kota seperti hukuman yang pernah diterima oleh ayahnya. Inilah yang menjadi akar permusuhan antara Bani Hasyim dengan Bani Umayyah.

Abdul Mutholib mempunyai seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Ketika ia berusia 70 tahun, datang serangan Raja Abrahah, pimpinan umat Kristen Yaman. Secara tiba-tiba mereka menyerbu kota Makkah dan Ka’bah dengan mengendarai gajah. Suatu peristiwa militer yang sangat aneh

*dalam buku, maulid al-barzanji Natsar hal 74 tertulis nama Syaibah, kemungkinan penulisan pada buku Sejarah Islam di atas keliru. Wallahu a’lam

Page 78: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

236

bagi masyarakat Arab. Peristiwa ini diabadikan dalam sejarah Islam sebagai Tahun Gajah (570 M) (Ali, 2003:35-38).

Lalu kemudian tentara Gajah ini hancur sebelum mencapai tujuannya sebagaimana Allah ceritakan dalam al-Qur’an :

“Tidakkah engkau perhatikan bagaimana tuhanmu telah bertindak terhadap Tentara Gajah. Bukankah tipu daya mereka untuk menghancurkan Ka’bah adalah sia-sia, lalu Tuhanmu mengirim kepada mereka Burung Ababil, yeng melempari mereka dengan batu dari Sijjil (api yang terbakar), dan mereka menjadi seperti daun yang dimakan ulat (Q.S. al-Fill:1-5). Sebelum terjadi peristiwa serangan Abrahah ini, Abdul

Mutholib menitipkan putranya yang bernama Abdullah untuk berlindung di rumah Wahhab, seorang kepala suku dari suku Bani Zahra. Di rumah inilah Abdullah dikawinkan dengan Aminah putri Wahhab.

Abdullah hidup bersama Aminah hanya dalam waktu tiga hari di rumah Wahhab. Kemudian ia meninggalkan istrinya, pergi ke Syiria untuk urusan perdagangan. Ketika dalam perjalan pulang dari Syiria, ia jatuh sakit di dekat Madinah dan wafat dengan meninggalkan lima ekor unta, sejumlah biri-biri dan seorang budak perempuan yang bernama Ummu Aiman. Inilah kekayaan yang kelak menjadi warisan Muhammad dari ayahnya (Ali, 2003:38-39).

Keturunan yang baik dan sifat mulai menjadi cikal bakal Rasulullah. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, beliau bersabda:

Page 79: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

237

كنانة اصطفى اهللا إن: يقول وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول مسعت: يقول األسقع بن واثلة عن بىن من واصطفاىن هاشم بىن قريش من واصطفى كنانة من قريشا واصطفى إمساعيل ولد من

.هاشمDari Wasilah bin Asqo’ ia berkata: “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah memilih Kinanah di atara keturunan Ismail, dan memilih Quraiys dari keturunan Kinanah, dan memilih Bani Hasyim dari keturunan Quraiys dan memilih saya di antara Bani Hasyim (an-Nawawi, t.t:36).

Pada hari Senin, tanggal 12 Rabi’ul Awal 571 M, Aminah

melahirkan seorang anak Yatim yang diberi nama Muhammad oleh kakeknya. Dan diberi nama Ahmad oleh Ibunya (Ali, 2003:38-39).

3. Gamblengan Ilahi

Lahirnya Muhammad dalam keadaan yatim tidaklah semata-mata peristiwa alami, tetapi merupakan sebuah “kreasi” Allah SWT (Q.S. ad-Duha:6).

Status yatim menyambung ikatan nubuwwah antaranya dengan nabi Musa yang sama-sama lahir dalam era kegelapan dan menghadapai keadaan yang tidak kondusif. Pada masa Musa as, setiap bayi lelaki yang lahir akan segera dibunuh sesuai perintah Fir’aun. Namun ketika Fir’aun menemukan Musa dalam peti terapung di laut tanpa pengasuh maka timbullah kasih sayang dalam hatinya dan tergeraklah untuk memeliharanya. Kalaulah Fir’aun tahu bahwa Musa memiliki ibu niscaya iapun akan membunuh Musa (Q.S. Taha:39 dan Q.S. al-Qoshos:7-10). Hal ini juga terjadi pada Muhammad. Pada masa itu tidak jarang orang membunuh bayi lelaki yang lahir karena takut kelak menjadi saingan dalam memperoleh

Page 80: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

238

kemegahan duniawi. Terlebih lagi dengan berita yang telah menyebar bahwa Muhammad mengemban misi yang sangat besar untuk mengubah tatanan masyarakat secara sempurna. Namun melihat keadaan bayi yang lahir yatim ini timbullah welas asih dari Abu Lahab yang kelak menjadi dedengkot musuh Rasulullah setelah kenabian beliau. Bahkan Abu Lahab memerdekakan Tsuaibah, seorang hambanya untuk kemudian menyusui Muhammad.

C. Kontribusi Pemikiran Muhammad Pra Kenabian 1. Penderitaan Membentuk Jati Diri

Perjalanan hidup Muhammad penuh dengan duka-lara, setelah ayahnya meninggal disaat ia masih dalam rahim ibunya, disusul wafatnya ibu tercinta disaat usianya baru enam tahun, selanjutnya beliau diasuh oleh kakeknya, namun tak berapa lama sang kakekpun menyusul kedua orang tuanya ketika Muhammad kecil berusia delapan tahun. Sebelum sang kakek wafat ia berpesan kepada Abu Tholib untuk menjaga Muhammad, dalam asuhan Abu Tholib yang miskin papa inilah Muhammad dibesarkan. Walaupun dalam keadaan miskin papa, tidaklah menyebabkan cintanya terhadap Muhammad berkurang bahkan Allah menciptakan tali kasih yang sangat dalam antara Abu Tholib dengan Muhammad sehingga kemanapun Abu Tholib pergi ia selalu bersama Muhammad. Ketika Muhammad berusia dua belas tahun Muhammad diajak bersama dalam sebuah perjalan dagang menuju Syam, dalam perjalanan ini Abu Tholib bertemu seorang pendeta bernama Buhairo, pada kesempatan ini Buhairo menghidangkan makanan kepada rombongan dengan tujuan untuk mengamati mereka. Setelah mengamati, Buhairo menemukan ciri-ciri kenabian yang dijelaskan dalam Taurat

Page 81: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

239

pada diri Muhammad, setelah mereka menyantap hidangan tersebut terjadilah percakapan antara Buhairo dengan Muhammad dan semakin yakinlah Buhairo bahwa Muhammad akan menjadi seorang Rasul, karenanya ia berpesan kepada Abu Tholib agar segera pulang dan membatalkan rencananya menuju Syam serta menjaga Muhammad dari ancamaman Yahudi (Syalabi, 1974:18-23). Fenomena yang penuh penderitaan inilah yang menghantar Muhammad dalam alam fikir dan renungan, melalui proses ini Muhammad belajar, merasakan dan memahami beratnya kehidupan sebagai bekal membentuk jati dirinya (Syalabi, 1974:28). 2. Training Kepemimpinan dalam Profesi Pengembala

Hal lain yang menunjang proses tafakkur dan taammul Muhammad adalah kesempatan menjadi pengembala. Kesempatan ini sebagai training kesabaran “membina” hewan ternak sebelum terjun membina manusia. Beliau harus bekerja keras dan penuh kewaspadaan untuk menjaga gembalaanya agar tidak dimakan srigala atau tersesat, profesi ini menimbulkan renungan bahwa demikianlah perjuangan yang harus ditempuhnya guna menyelamatkan manusia dari terkaman Iblis dan sekutunya dan menjaga mereka dari kesesatan (Haikal, 2001:135).

Status pengembala adalah profesi tetap para nabi, dalam haditsnya Beliau bersabda:

صلى اهللا رسول مع كنا قال اهللا عبد بن جابر أخربىن قال سلمة ابو أخربىن قال شهاب ابن عن راعىت أكنت, أيطب فإنه منه باألسود عليكم فقال الكباث جنىن الظهران مبر وسلم عليه اهللا

.رعاها إال نىب من وهل نعم قال الغنم

Page 82: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

240

Dari Ibnu Syihab ia berkata, telah menyampaikan khabar kepada saya Abu Salmah, dari Jabir bin Abdullah ia berkata; “kami bersama Rasulullah saw pada satu tempat yang bernama Mahru az-Zhohron memilih kibas, lalu Rasulullah saw bersabda: “pilihlah yang berwarna hitam, karena itu yang lebih baik, lalu kami berkata: “apakah engkau pernah mengembala kambing, Beliau bersabda: “tidak ada seorang nabipun yang tidak mengembala (al-Asqolani, t.t.:692).

Imam an-Nawawi berkata: Hikmah para nabi

mengembala adalah menjadikan mereka tawadhu’ hati akan bersih karena sering menyendiri, dan mendidik metode pengembangan nasehat dalam menghadapi masyarakat.

Hasil kreasi dan gemblengan Ilahiyah ini menghantar Muhammad menjadi seorang yang paling ksatria, memiliki akhlak termulia, keturunan terhormat, tetangga terbaik, sikap terbijaksana, senantiasa berkata jujur dan amanah serta terhindar dari perbuatan keji dan hina dina hingga Muhammad menyandang gelar “al-Amin” dari kaumnya (Syalabi, 1974:24). 3. Kecerdasan dan Kebijaksanaan Muhammad

Potensi positif yang ada dalam diri Muhammad hingga menyandang gelar al-Amin dari kaumnya menyebabkan senantiasa diterima dalam pergaulan sehari-hari. Ketika usia Muhammad tiga puluh lima tahun kaum Quraiys bermaksud membangun kembali Ka’bah yang hancur diterjang banjir, rencana pembangunan Ka’bah itu sendiri sudah ada sebelum kejadian banjir tersebut karena waktu itu Ka’bah menjadi tempat penyimpanan barang-barang berharga sementara Ka’bah sendiri belum ada atap sehingga menjadi target pencurian, akan tetapi dongeng dari nenek moyang mereka bahwa orang yang mengubah Ka’bah akan mendapat murka

Page 83: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

241

dari Tuhannya Ka’bah menyurutkan niat tersebut. Ketika terjadi bencana banjir yang menghancurkan Ka’bah rencana tersebut semakin kuat mengalahkan rasa takut mereka, bertepatan dengan kejadian itu sebuah kapal berasal dari Mesir merapat di pelabuhan Jedah. Pemilik kapal itu ada seorang pedagang dari Roma bernama Baquum yang juga seorang yang ahli bangunan. Mendengar hal ini Walid bin Mughiroh bergegas menuju Jedah dan bernegosiasi dengan Baquum tentang rencana tersebut, dan dengan senang hati Baquum menyetujuinya.

Dalam melaksanakan pekerjaan pembangunan Ka’bah kembali kaum Quraisy dibagi menjadi empat kelompok, setiap kelompok bertugas untuk meratakan dinding Ka’bah terlebih dahulu kemudian membangunnya kembali, Walid bin Mughiroh tampil sebagai orang pertama melaksanakan hal tersebut, dengan sedikit rasa takut Walid memohon kepada Tuhan-tuhannya sebelum menghancurkan sebagian sisi dari Rukun Yamani. Setelah hal itu kaum Quraisy menantikan kejadian yang akan menimpa Walid, pada keesokan harinya ternyata Walid tidak tertimpa apapun barulah kaum Quraisy melaksanakan pembangunan Ka’bah tersebut dengan tenang.

Ketika pembangunan Ka’bah telah selesai dan tinggal meletakkan Hajar Aswad terjadilah perselisihan sengit diantara mereka sehingga memakan waktu lebih dari empat hari karena semuanya merasa lebih berhak untuk meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya. Semua kabilah bertekad agar bisa meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya, bahkan Bani Abdid Dar bersumpah dengan mencelupkan tangan mereka pada satu wadah yang dipenuhi darah sebagai bukti keseriusan mereka yang kemudian hal ini dikenal La’aqotu ad-Dam (sesendok darah). Melihat situasi yang kritis ini Abu Umayyah bin

Page 84: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

242

Mughiroh sebagai orang tertua diantara mereka tampil menengahi dan diambillah kesepakatan bersama: “barang siapa yang pertama kali masuk melalui pintu as-Shofa maka ialah yang berhak untuk mengambil kebijakan tentang peletakkan Hajar Aswad tersebut. Ketika mereka melihat orang yang pertama kali masuk lewat pintu as-Sofa, mereka berkata : ini adalah al-Amin dan kami ridho terhadap keputusannya, lalu mereka menceritakan hal tersebut kepada Muhammad, mendengar hal ini Muhammad berfikir sejenak dan selanjutnya ia meminta kain lalu membentangkan kain tersebut dan mengangkat Hajar Aswad keatas kain tersebut dengan tanggannya dan kemudian ia meminta setiap pemimpin kabilah untuk memegang ujung kain tersebut dan kemudian bersama-sama mengangkatnya menuju tempat Hajar Aswad dan Muhammad mengangkatnya dari kain tersebut lalu meletakkannya ditempat semula. Dengan keputusan yang sangat cerdas dan bijaksana ini maka hilanglah perselisihan diantara kaum Quraisy.

D. Karakeristik Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW

Priode Mekah Ketika Muhammad berusia empat puluh tahun,

kesedihan semakin menguasai jiwanya, kesedihan tersebut disebabkan adanya realita bahwa kaumnya semakin jauh tenggelam dalam kesesatan sehingga mendorong Muhammad untuk mengasingkan diri dan merenung mencari solusi dari realita yang terjadi, dipenyendirian inilah mula-mula datangnya wahyu. Wahyu inilah yang menjadi batasan kongkrit mulainya kerasulan Muhammad saw. Wahyu yang turun masa ini menjadi cerminan yang sangat jelas untuk

Page 85: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

243

mengetahui katrakteristik kepemimpinan Muhammad saw pada priode Makkah.

1. Konsentrasi pada Aqidah

Nabi Muhammad SAW sangat memahami untuk membentuk ikatan masyarakat yang kokoh hendaklah didasari keyakinan yang benar, sama dan teguh. Aspek perhatian pertama Rasulullah adalah Tauhid Rububiya, hal ini tampak dari wahyu-wahyu pertama (as-Sayuti:77) yang turun senantiasa mencantumkan kata “Rabb” (lihat, Q.S. Iqro:1,3, Q.S. al-Qolam 2,7, Q.S. al-Muzammil:8-9, Q.S. al-Muddatsir:3,7, Q.S. al-Fatihah:2). Kata “Rabb” pada ayat-ayat tersebut menampakkan keagungan Allah yang mengasuh, membimbing, menjaga dan memelihara alam semesta. Tauhid Rububiyah ini menjadi jalan penghantar untuk menanamkan keyakinan pada Tauhid Uluhiyah yang menyatakan bahwa Allah SWT semata yang berhak untuk disembah tanpa sekutu bagi-Nya (Qordhowi, 2000:50-51). Keyakinan ini mengakar pada jiwa sahabat Rasulullullah saw hingga para sahabat seperti Bilal dan keluarga Yasir, mereka rela mempertaruhkan nyawa demi mempertahankan keyakinan tersebut (Syalabi, 1974:50-51). Pada priode inilah Rasulullah menanamkan hakikat keyakinan yang memiliki tiga unsur (Q.S. al-An’am:102 dan 104) a. Tiada Tuhan yang layak disembah kecuali Allah SWT. b. Tiada Wali yang layak kecuali Allah SWT. c. Tiada Hakim yang layak diikuti kecuali Allah SWT. 2. Menanamkan Pemahaman Bahwa Islam Adalah Agama

Universal Seruan Allah yang menggunakan kata “Ya Ayyuha an-

Nas” yang merupakan ciri-ciri ayat Makiah memberikan

Page 86: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

244

pemahaman upaya peralihan dari ekslusif menuju universal. dari kebiasaan masyarakat Quraisy memanggil “Ya Ma’syara Qurais”, atau seruan Ahl al-Kitab baik Yahudi maupun Nasrani ‘Ya Ahl al-Kitab” atau “Ya Bani Israil” yang ekslusif pada satu kaum atau aliran saja menjadi seruan “Ya Ayyuha an-Nas” yang universal melampaui setiap masa, golongan, bahasa dan bangsa. Seruan universal ini diperjelas lagi dengan isi firman Allah SWT: ‘dan tidaklah kami utus engkau kecuali agar menjadi rahmat bagi semesta alam, dalam usaha mewujudkan dakwah universal ini Rasulullah menggunakan strategi “tadrij” (bertahap). Dakwah universal Rasulullah saw tersebut melalui tiga tahapan: a. Menyeru kerabat dekat dengan dakwah “sirri” (Q.S. as-

Syuara:214). b. Menyeru penduduk Makkah dan sekitarnya dengan

dakwah “Jahr” (Q.S. al-An’am:92). c. Menyeru untuk alam semesta (Q.S. al-Anbiya:107). 3. Pembentukan Akhlak

Rasulullah saw sangat menekankan pendidikan akhlak kepada sahabat Beliau, baik akhlak Rabbaniyah yang merupakan hubungan langsung dengan Allah SWT seperti pendalaman ketaqwaan, ikhlas, taubat, tawakkal, raja’, malu, syukur, sabar, ridho, mahabbah, zuhud, maupun Akhlak Insaniyah yang bersinggungan langsung dengan sesama manusia seperti jujur, amanah, kasih sayang, keberanian, tawadlu’, menepati janji, malu, harga diri, bijaksana, sabar, adil, berbuat baik, silaturahmi, tenggang rasa, menghormati yang lebih tua, mengasihi yang lebih muda, menghargai tetangga dan sebagainya. Akhlak yang diajarkan Beliau kepada sahabatnya tidak hanya melalui ucapan, tapi melalui aflikasi perbuatan

Page 87: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

245

Rasulullah sehari-hari yang langsung tampak dan mudah dicerna oleh para sahabat. Metode “Ibda’ binafsika” (memulai dari diri sendiri) dalam pendidikan Rasulullah menjadi jaminan keberhasilan dan kualitas dakwah Beliau yang tidak pernah pudar sepanjang masa. E. Penutup

Beberapa fenomena dahsyat yang mengiringi kelahiran Muhammad SAW, merupakan tanda-tanda keagungannya. Riwayat hidup Muhammad Saw yang diliputi penderitaan menggembleng dirinya menjadi seorang nabi yang senantiasa dituntun wahyu. Keberhasilannya memberikan pencerahan kepada kaum ”jahiliyah” dan menjadikan agama Islam sebagai agama universal sepatutnya melahirkan keyakinan dalam diri kita bahwa Muhammad bukanlah manusia biasa, akan tetapi Beliau adalah manusia agung yang Allah swt utus kemuka bumi ini untuk menyelamatkan manusia dan alam semesta.

Daftar Pustaka

Al-Qur’an Al-Asqolani, Ibnu Hajar. 1998. Fath al-Bari Bi Syarhi Shohihi al-

Bukhori. Kairo: Dar al-Hadits. Ali, K. 2003. Sejarah Islam, Tarikh Pra-Modern. Jakarta: PT.Raja

Grafindo Persada. Al-Qordhowi, Yusuf. 2000. Kaifa Nata’amalu ma al-Qur’an al-

Azim. Kairo: Darl as-Syuruq. An-Nawawi, Imam. 1999. Shohih Muslim Bi Syarhi an-Nawawi.

Darl- al-Fajri li at-Turats. Haikal, Muhammad Husain. 2001. Hayat Muhammad. Kairo:

Maktabah al-Usroh.

Page 88: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

246

Injil BarnabasI njil Perjanjian Lama Ismail, Yahya dan Muhammad Said Showabi. t.t. Ma’a ar-Rasul

fi Sairihi wa Sirotihi. Dirasat Tahliliyat fi as-Sirot an-Nabawiah. Kairo: Maktabah Ushuluddin al-Azhar.

Khotib, Wadhoh. 1999. al-Wajiz fi ulum al-Qur’an. Damaskus: Darl al-Ushoma’.

Syalbi, Mahmud. 1974. Hayat Rasulillah, Beirut: Darl al-Jail.

Page 89: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

247

MODEL-MODEL PENGEMBANGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH/PERGURUAN TINGGI

Nurlaila Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang

Jl. K.H. Zainal Abidin Fikri No. 1, Km. 3,5 Palembang abstract Islamic religious education quality improvement is expected to resolve the multidimensional crisis in our country, especially the moral-ethical aspects, and also be able to contribute in elaborating the meaning of national education that serves to develop skills and build character and civilization of the nation's dignity in the context of the intellectual life of the nation that aims for the development of potential learners in order to become a man of faith, fear of God Almighty, noble, healthy, knowledgeable, capable, creative, independent, and become citizens of a democratic and responsible. Developing models of PAI in Schools / Colleges General include: Model dichotomous, Mechanism Model, Model Organism / Systemic, and the Integrative Education Model. Teraebut models needed to overhaul capabilities and political well from policy makers, especially the leaders of the institution itself. Keywords: Development Models, Islamic Religious Education, School/College A. Pendahuluan

Diskursus tentang pengembangan pendidikan agama Islam di Indonesia yang dipresentasikan oleh para ahli dan pemerhati pendidikan Islam baik melalui tulisan-tulisan mereka di berbagai buku, majalah, jurnal dan sebagainya, maupun melalui kegiatan seminar, penataran dan lokakarya,

Page 90: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

248

serta kegiatan lainnya, telah memperkaya wawasan dan visi kita dalam mengembangkan Pendidikan Agarna Islam di Indonesia. Berbagai pemikiran dan pengalaman mereka perlu dipotret, ditata dan didudukkan dalam suatu paradigma, sehingga model-model, Orientasi dan langkah-langkah yang hendak dituju menjadi semakin jelas. Lagi pula kalau seseorang hendak melakukan pengembangan dan penyempurnaan, maka kata kuncinya sudah dapat dipegang, sehingga tidak akan terjadi salah letak, arah dan langkah, yang pada gilirannya dapat menimbulkan sikap di overacting dalam menyikapi paradigma tertentu.

Sisi lain, selama ini terdapat beberapa kebijakan yang diambil dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan agama yang diharapkan mampu menyelesaikan krisis multidimensional di negara kita, terutama yang menyangkut aspek moral—etika, dan sekaligus hendak memberikan kontribusi dalam menjabarkan makna pendidikan nasional, yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan membangun watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pasal 3).

Salah satu kebijakan yang ditetapkan adalah bahwa “kelompok mata pelajaran Agama dan Akhlak Mulia bertujuan membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia, yang dicapai melalui niuatan atau kegiatan agama,

Page 91: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

249

kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika,jasmani, olahraga, dan kesehatan (Permendiknas No. 23 Tahun 2006). Demikian pula Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI Nomor:43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Di Perguruan Tinggi, bahwa visi kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK) termasuk di dalamnya pendidikan agama di perguruan tinggi rnerupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia Indonesia seutuhnya. Kedua kebijakan tersebut bermaksud untuk meningkatkan kualitas pendidikan agama. Namun demikian, dalam praktiknya di sekolah ataupun di perguruan tinggi masih belum berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Kenyataan tersebut menggarisbawahi bahwa di satu sisi beberapa keputusan dan kebijakan yang diambil kadang-kadang terkesan menggebu-gebu dan idealis, tetapi di sisi lain para pelaksana di lapangan kadang-kadang mengalami beberapa hambatan dan kesulitan untuk merealisasikannya atau bahkan intensitas pelaksanaan dan efektivitasnya masih dipertanyakan. Kajian ini dimaksudkan untuk memberikan deskripsi tentang pengembangan pendidikan agama Islam melalui potret atau pemetaan paradigma yang ada dan memperjelas orientasi dan wilayah dan masing-masing paradigma tersebut. Melalui pemahaman berbagai paradigma tersebut akan diketahui paradigma mana yang sekiranya relevan untuk diterapkan dan dikembangkan dalam merealisasikan kebijakan tersebut, terutama dalam menatap masa depan bangsa Indonesia menuju masyarakat madani.

Page 92: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

250

B. Pendidikan Agama Islam di Sekolah Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa pada awal

perkembangan sains modern (sekitar abad 16/17 M) pernah terjadi perpecahan antara kaum agamawan dan ilmuan, yang ditandai dengan sikap keras kaum agamawan Eropa (penganut geosentris) kepada penganut heliosentris, seperti Copernicus, Bruno, Kepler, Galileo dan lain-lain. Metodologi yang dikembangkan oleh mereka mengandalkan kemampuan inderawi (empiris) sehingga kajian-kajian keagamaan yang bersifat non inderawi dianggap tidak ilmiah (Marwah Daud Ibrahim, 1994:37).

Di Indonesia, perpecahan antara ilmuan dan agamawan ternyata tak tercatat dalam sejarah perkembangan Iptek, malahan himbauan agar ilmuan dan agamawan saling mendukung serta terdengar gemanya di Indonesia. Misalnya, Baiquni menyatakan babwa iptek terus menerus memerlukan bantuan agama; dan Y.B. Mangunwijaya (1998) juga mengajak kita untuk menarik hikmah dri Galileo-Galilei. Munculnya ICMI juga merupakan kasus yang menarik untuk mengharmoniskan hubungan antara ilmuan dan agamawan. Oleh karena itu, pengalaman sejarah dan negara industri yang saling bertentangan itu akan sangat sulit ditemui di Indonesia, bilamana benar-benar tercipta keserasian antara ilmu pengetahuan dan agama.

Dalam arti keyakinan beragama, (sebagai hasil pendidikan agama diharapkan mampu memperkuat upaya penguasaan dan pengembangan iptek, dan sebaliknya, pengembangan iptek memperkuat keyakinan beragama. Ilmu pengetahuan berbicara know what dan know why, dan teknologi berbicara know how.

Page 93: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

251

Temuan iptek telah menyebarkan basil yang membawa kemajuan, dan dampaknya jelas terasa bagi kehidupan seluruh umat manusia. Semua hasil temuan iptek di satu sisi harus diakui telah secara nyata mempenganihi bahkan memperbaiki taraf dan mutu hidup manusia. Di sisi lain, produk temuan dan kemajuan iptek telah mempengaruhi bangunan kebudayaan dan gaya hidup manusia (Soetjipto Wirosardjono, 1992). Kenyataan seperti ini akan mempengaruhi nilai sikap atau tingkah laku kehidupan individu dan masyarakatnya. Hasil studi yang dilakukan oleh Inkeles dan Smith (1974:18-24) di enam negara sedang berkembang (Argentina, Bangladesh, Chili, India, Israel, dan Nigeria) serta pernyataan Naisibitt dan Aburdene (seperti dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat,1 991:71) dalarn Megatrends, sebagaimana dikemukakan terdahulu menunjukkan bahwa ada beberapa nilai, sikap dan tingkahlaku individu dan masyarakat modem yang kongruen (sejalan) dengan ajaran agama Islam dan mendukung keberhasilan pembangunan. Misalnya lemahnya keyakinan keagamaan, sikap individualitas, materialitis, hedonistis, dan sebagainya.

Karena itu, masalah yang perlu segera mendapatkan jawaban terutarna dan para GPAI adalah “mampukah kekuatan pendidikan agama (Islam) itu berdialog dan berinteraksi dengan perkembangan zarnan modern yang ditandai dengan kemauan iptek dan informasi dan mampukah mengatasi dampak negatif dan kemajuan tersebut”? Di sisi lain, bangsa Indonesia juga mengalami krisis nasional baik di bidang ekonomi, politik, hukum, ataupun lainnya. Krisis itu ternyata sangat mengkhawatirkan bagi semua pihak dan PHK masyarakat. Meledaknya jumlah pengangguran sebagai akibat dari PHK dan terbatasnya lapangan kerja, demikian juga membengkaknya jumlah orang miskin, terjadi

Page 94: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

252

born di mana-mana (bom Bali bom Marriot, bom Kuningan dan lain-lain), mewabahnya korupsi naiknya BBM dan kebutuhan pokok lainnya, merupakan persoalan krusial yang perlu segera ditangani serius.

Dalam kondisi semacam mi, masyarakat rupanya masih berharap besar sekaligus menunggu-nunggu jasa dan peran yang disumbangkan oleh agama, yang di dalamnya sarat akan dimensi moralitas dan spiritualitas, baik secara konseptual maupun aktualitasnya, dan/atau normativitas, maupun historisitasnya. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang pluralistik, serba ganda dalam hal etnis, sosial, kultural, politik maupun agama. Agama bisa menjadi pendukung kedinamisan, dan sebaliknya agama akan menjadi penyebab pertikaian, konflik, dan perpecahan. Karena itu kerukunan umat beragama perlu senantiasa diciptakan guna mengantisipasi krisis nasional tersebut.

Dalam rangka mengantisipasi berbagai persoalan itulah, maka pembelajaran pendidikan agama di sekolah hams menunjukkan kontribusinya. Hanya saja perlu disadari bahwa selama mi terdapat berbagai kritik terhadap pelaksanaan pendidikan agama yang sedang berlangsung di sekolah. Mochtar Buchori (1992) misalnya menilai kegagalan pendidikan agama disebabkan karena praktik pendidikannya hanya memperhatikan aspek kognitif semata dan pertumbuhan kesadaran nilai-nilai (agama, dan mengabaikan pembinaan aspek efektif dan konatif-volutif yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai (agama). Akibatnya terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan, antara gnosos dan praxis dalam kehidupan nilai agama. Atau dalam praktik pendidikan agama merubah menjadi pengajaran

Page 95: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

253

agama, sehingga tidak mampu membentuk pribadi-prihadi Islami.

Pernyataan senada dikemukakan oleh Harun Nasution (1995:428), bahwa pendidikan agama banyak dipengaruhi oleh trend Barat, yang lebih rnengutamakan pengajaran daripada pendidikan moral, padahal intisari dan pendidikan agama adalah pendidikan moral. Mochtar Buchori (1992) juga menyatakan bahwa kegiatan pendidikan agama berlangsung selama mi lebih banyak bersikap rnenyendiri kurang berinteraksi dengan kegiatan-kegiatan pendidikan lainnya. Cara kerja semacam ini kurang efektif untuk keperluan penanaman suatu perangkat nilai yang kompleks. Karena itu seharusnya para pendidik/guru agama bekerjasama dengan guru non agama dalam pekerjaan mereka sehari-hari. Pernyata Senada juga telah dinyatakan oleh Soedjatmoko (1976) bahwa pendidikan agama harus berusaha berintegrasi dan bersinkronisasi dengan pendidikan non agama. Pendidikan agama tidak boleh dan tidak dapat berjalan sendiri, tetapi harus berjalan bersama dan bekerjasama dengan program-program pendidikan non agama kalau ia irigin rnempunyai relevansi terhadap perubahan sosial yang terjadi di masyarakat.Di samping itu, Rasdianah (1995:4-7) mengemukakan beberapa kelemahan lainnya dan pendidikan agama Islam di sekolah, baik dalam pemahaman materi pendidikan agama Islam maupun dalam pelaksanaannya, yaitu: 1. Dalam bidang teologi, ada kecendcrungan mengarah pada

paham fatalistik; 2. Bidang akhlak yang berorientasi pada urusan sopan santun

dan belum dipahami sebagai keseluruhan pnihadi manusia beragama;

Page 96: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

254

3. Bidang ibadah diajarkan sebagai kegiatan rutin agama dan kurang ditekankan sebagai proses pembentukan kepribadian;

4. Dalam hidang hukum (fiqh) cenderung dipelajari sebagai tata aturan yang tidak akan berubah sepanjang masa, dan kurang memahami dinamika dan jiwa hukum Islam;

5. Agama Islam cenderung diajarkan scbagai dogma dan kurang mengembangkan rasionalitas serta kecintaan ada kemajuan ilmu pengetahuan;

6. Orientasi mempelajari al-Qur’an masih cenderung pada kemampuan membaca teks, belum mengarah pada pemahaman arti dan penggalian makna.

Dan uraian di atas, dapat dipahami bahwa tantangan pendidikan agama Islam yang begitu kompleks pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam dua macam, yaitu tantangan internal dan tantangan eksternal dari pendidikan agama Islam. Tantangan internal ini menyangkut sisi Pendidikan Agama Islam yang kurang tepat, sempitnya pemahaman terhadap esensi pelajaran agama Islam, perancangan dan penyusunan materi yang kurang tepat, maupun metodologi dan evaluasinya, serta pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan agama Islam itu sendiri yang sebagainya masih bersikap eksklusif dan belum mampu berinteraksi dan hersinkronisasi dengan yang lainnya. Sedangkan tantangan eksternal berupa berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada munculnya scientific critizism terhadap penjelasan ajaran agarna yang bersifat konservatif tradisional, tekstual, dan skripturalistik; era globalisasi di bidang informasi, serta peruhahan sosial ekonomi dan budaya dengan segala dampaknya; dan kemajemukan masyarakat beragama yang masih belum siap untuk berbeda paham dan justeru cenderung

Page 97: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

255

bersikap apologis, fanatik, absolutis, serta truth claim yang dibungkus dalam simpul-simpul interest, baik interes prihadi maupun yang bersifat politis ataupun sosiologis.

Berbagai macam tantangan pendidikan agama Islam tersebut sebenarnya dihadapi oleh semua pihak, baik keluarga, pemerintahan, maupun masyarakat, baik yang terkait langsung ataupun tidak langsung dengan kegiatan pendidikan agama Islam. Namun demikian, GPAI di sekolah yang terkait langsung dengan pelaksanaan pendidikan Islam dituntut untuk mampu menjawab dan mengantisipasi berbagai tantangan tersebut. Dan untuk mengantisipasinya diperlukan adanya profil GPAI di sekolah yang mampu menampilkan sosok kualitas personal, sosial, dan profesionalisme dalam menjalankan tugasnya.

C. Model-model Pengembangan PAI di Sekolah/ Perguruan

Tinggi Umum Dalam realitas kehidupan sehari-hari sering timbul

pertanyaan: apa saja aspek-aspek kehidupan itu? Apakah agama merupakan bagian dan aspek kehidupan, sehingga hidup beragama berarti menjalankan salah satu aspek dan berbagai aspek kehidupan, ataukah agama merupakan sumber nilai-nilai dan operasional kehidupan, sehingga agama akan mewarnai segala aspek kehidupan itu sendiri? Dalam konteks inilah para pemikir dan pengembang pendidikan pada umumnya mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut pada gilirannya melahirkan beberapa model dalam pengembangan pendidikan agama Islam sebagaimana uraian berikut. 1. Model Dikotomis

Page 98: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

256

Pada model ini, aspek kehidupan dipandang dengan sangat sederhana, dan kata kuncinya adalah dikotomi atau diskrit. Segala sesuatu hanya dilihat dan dua sisi yang berlawanan, seperti laki-laki dan perempuan ada dan tidak ada, bulai dan tidak bulat, pendidikan agama dan pendidikan nonagama, demikian seterusnya. Pandangan dikotomis tersebut pada gilirannya dikembangkan dalam memandang aspek kehidupan di dunia dan akhirat, kehidupan jasmani dan rohani, sehingga pendidikan agama Islam hanya diletakkan pada aspek kehidupan akhirat saja atau kehidupan rohani saja. Seksi yang mengurusi masalah keagamaan disebut sebagai seksi kerohanian. Dengan demikian, pendidikan agama dihadapkan dengan pendidikan non agama, pendidikan keislaman dengan nonkeislaman, demikian seterusnya.

Pandangan semacam itu akan berimplikasi pada pengembangan pendidikan agama Islam yang hanya berkisar pada aspek kehidupan ukhrowi yang terpisah dengan kehidupan duniawi, atau aspek kehidupan rohani yang terpisah dengan kehidupan jasmani. Pendidikan (agama) Islam hanya mengurusi persoalan ritual dan spiritual, sementara kehidupan ekonomi, politik, seni-budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni dan sebagainya dianggap sebagai urusan duniawi yang menjadi bidang garap pendidikan non-agama. Pandangan dikotomis inilah yang menimbulkan dualisme dalam sistem pendidikan. Istilah pendidikan agama dan pendidikan nonagama, atau ilmu agama dan ilmu umum sebenarnya muncul dan pandangan dikotomis tersebut. Adanya perubahan dan penyempitan pengertian ulama menjadi fuqaha, sebagai orang-orang yang hanya mengerti soal-soal keagamaan belaka, sehingga tidak dimasukkafl ke dalam barisan kaum intelektual, juga merupakan imp1ikasi dan

Page 99: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

257

pandangan dikotomis tersebut. Menurut Azra (1999) pemahaman semacam itu muncul ketika umat Islam Indonesia mengalami masa penjajahan yang sangat panjang, di mana umat Islam mengalami keterbelakangan dan disintegrasi dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Perbenturan umat Islam dengan pendidikan dan kemajuan Barat memunculkan kaum intelektual baru (cendekiawan sekuler), yang menurut Benda (dalam Sartono Kartodirjo, ed, 1981) sebagian besar kaum intelektual tersebut adalah hasil pendidikan Barat yang terlatih berpikir secara Barat. Dalam proses pendidikannya, mereka mengalami brain washing (cuci otak) dan hal-hal yang berbau Islam, sehingga mereka menjadi teralienasi (terasing) dan ajaran-ajaran Islam dan muslim sendiri. Bahkan terjadi gap (kesenjangan) antara kaum intelektual baru (sekuler) dengan intelektual lama (ulama), dan ulama dikonotasikan sebagai kaum sarungan yang hanya mengerti soal-soal keagamaan dan buta dalam masalah-masalah keduniaan. Pandangan dikotomis mempunyai implikasi terhadap pengembangan pendidikan agama Islam yang lebih berorientasi pada keakhiratan, sedangkan masalah dunia dianggap tidak penting, serta menekankan pada pendalaman al-’ulzm al-diniyah (ilmu-ilmu keagamaan) yang merupakan jalan pintas untuk menuju kebahagiaan akhirat, sementara sains (ilmu pengetahuan) dianggap terpisah dan agama. Demikian pula pendekatan yang dipergunakan lebih bersifat keagamaan yang normatif, doktriner dan absolutis. Peserta didik diarahkan untuk menjadi pelaku (actor) yang loyal (setia), memiliki sikap commitment (keberpihakan), dan dedikasi (pengabdian) yang tinggi terhadap agama yang dipelajari. Sementara itu, kajian-kajian keilmuan yang bersifat empiris, rasional, analitis-kritis, dianggap dapat menggoyahkan iman, sehingga perlu ditindih

Page 100: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

258

oleh pendekatan keagamaan yang normatif dan doktriner tersebut.

Model dikotomis tersebut pernah terwujud dalam realitas Sejarah pendidikan Islam. Pada periode pertengahan, lembaga pendidikan Islam (terutama madrasah sebagai pendidikan tinggi atau al-Jami’ah) tidak pernah menjadi universitas yang difungsikan semata-mata untuk mengembangkan tradisi penyelidikan bebas berdasarkan nalar. Ia banyak diabdikan kepada al-’ulum al-diniyah (ilmu-ilmu agama) dengan penekanan pada fiqih, tafsir, dan hadis. Sementara ilmu-ilmu nonagama (keduniaan), terutama ilmu-ilmu alam dan eksakta sebagai akar pengembangan sains dan teknologi, sejak awal perkembangan madrasah dan al-Jami’ah sudah berada dalam posisi marginal.

Islam tidak pernah membedakan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu umum (keduniaan), dan tidak berpandangan dikotomis mengenai ilmu pengetahuan. Namun demikian, dalam realitas sejarahnya justru supremasi lebih diberikan pada ilmu-ilmu agama (al-’ulum al-diniyah) sebagai jalan tol untuk menuju Tuhan.

Sebelum kehancuran teologi Mu’tazilah pada masa khalifah al-Ma’mun (198-218 H/813-833 M), mempelajari ilmu-ilmu umum (kajian-kajian nalar dan empiris) ada dalam kurikulum madrasah, tetapi dengan pe-makruh-an atau bahkan lebih ironis lagi “pengharaman” penggunaan nalar setelah runtuhnya Mu’tazilah, ilmu-ilmu umum yang dicurigai itu dihapuskan dan kurikulum madrasah. Mereka yang berminat mempelajari ilmu-ilmu umum dan yang mempunyai semangat scientific inquiry (penyelidikan ilmiah) guna membuktikan kebenaran ayat-ayat kauniyah, terpaksa harus belajar sendiri-sendiri atau di bawah tanah, karena dipandang sebagai ilmu-

Page 101: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

259

ilmu subversif yang dapat menggugat kemapanan doktrin Sunni, terutama dalam kalam dan fiqih. Adanya Madrasah at-Thib (Sekolah Kedokteran) juga tidak dapat mengembangkan ilmu kedokteran dengan bebas, karena sering digugat Fuqaha’, misalnya tidak diperkenankan menggunakan organ-organ mayat sekalipun dibedah untuk diselidiki. Demikian pula Rumah Sakit Riset di Bagdad dan Kairo, karena dibayangi legalisme fiqh yang kaku akhirnya harus berkonsentrasi pada ilmu kedokteran teoritis dan perawatan. Mengapa legalisme fiqih atau syariah dan ortodoksi agarna serta semangat intoleransi terhadap para Saintis begitu dominan dalam lembaga pendidikan Islam?

Menurut Azra (dalam Stanton, 1994), karena: pertama, pandangan tentang ketinggian syariah atau ilmu-ilmu keagamaan, sebagai jalan tol untuk menuju Tuhan; kedua, lembaga-lembaga pendidikan Islam secara institusional dikuasai oleh mereka yang ahli dalam bidang ilmu-ilmu keagamaan, sehingga kelompok Saintis (Dar al-’ilm) tidak mendapat dukungan secara institusional, justru Fuqaha’ berhadapan dengan tantangan Saintis, sehingga kaum Saintis tidak berdaya menghadapi Fuqaha’ yang mengklaim legitimasi religius sebagai the guardian of God’s given law (pelindung/penguasa syariah); dan ketiga, hampir seluruh madrasah/al-Jami’ah didirikan dan dipertahankan dengan dana wakaf dan para dermawan dan penguasa politik muslim.

Motivasi kesalehan mendorong para dermawan untuk mengarahkan madrasah pada lapangan ilmu-ilmu agama yang lebih banyak mendatangkan pahala, sementara itu penguasa politik yang memprakarsai berdirinya madrasah. Bertolak dan kenyataan sejarah tersebut, maka kemunduran peradaban Islam serta keterbelakangan sains dan teknologi di

Page 102: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

260

dunia Islam di samping karena faktor dan luar juga banyak dipengaruhi oleh faktor dan dalam din umat Islam sendiri, yang kurang peduli terhadap kebebasan penalaran intelektual dan kurang menghargai kajian rasional-empirik atau semangat pengembangan ilmiah dan filosofis. Dengan kata lain, model dikotomis dijadikan sebagai titik tolak dalam pengembangan pendidikan. 2. Model Mekanisme

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1996), mechanism secara etimologis berarti: hal kerja mesin, cara kerja suatu organisasi, atau hal saling bekerja seperti mesin, kalau yang satu bergerak, maka yang lain turut bergerak. Model mechanism memandang kehidupan terdiri atas berbagai aspek, dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan, yang masing. masing bergerak dan berjalan menurut fungsinya, bagaikan sebuah mesin yang terdiri atas beberapa komponen atau elemen-elemen, yang masing-masing menjalankan fungsinya sendiri-sendiri, dan antara satu dengan lainnya bisa saling berkonsultasi atau tidak.

Aspek-aspek atau nilai-nilai kehidupan itu sendiri terdiri atas: nilai agama, nilai individu, nilai sosial, nilai politik, nilai ekonomi, nilai rasional, nilai aestetik, nilai biofisik, dan lain-lain. Dengan demikian, aspek atau nilai agama merupakan salah satu aspek atau nilai kehidupan dan aspek-aspek atau nilai-nilai kehidupan lainnya. Hubungan antara nilai agama dengan nilai-nilai lainnya dapat bersifat horizontal-lateral (independent) atau lateral-sekuensial, atau vertikal linier. Relasi yang bersifat horizontal-lateral (independent), mengandung arti bahwa beberapa mata pelajaran (mata kuliah) yang ada dan pendidikan agama mempunyai hubungan sederajat yang

Page 103: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

261

independen, dan tidak saling berkonsultasi. Relasi yang bersifat lateral-sekuensial, berarti di antara masing-masing mata pelajaran (mata kuliah) tersebut mempunyai relasi sederajat yang bisa saling berkonsultasi. Sedangkan relasi vertikal-linier berarti mendudukkan pendidikan agama sebagai sumber nilai atau sumber konsultasi, sementara seperangkat mata pelajaran (mata kuliah) yang lain adalah termasuk pengembangan nilai-nilai insani yang mempunyai relasi vertikal-linier dengan agama.

Umat Islam dididik dengan seperangkat ilmu pengetahuan atau mata pelajaran, salah satunya adalah mata pelajaran pendidikan agama yang mempunyai fungsi tersendiri, yaitu sebagai: pertama, pengembangan dan peningkatan keimanan dan ketakwaan; kedua, penyaluran bakat dan minat dalam mendalami agama; ketiga, perbaikan kesalahan, kekurangan dan kesalahan dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran agama; keempat, pencegahan hal-hal negatif dan lingkungannya atau budaya asing yang berbahaya; kelima, sumber nilai atau pedoman hidup utuk mencapai kebahagiaan dunia-akhirat; dan keenam, pengajaran atau penyampaian pengetahuan keagamaan (Muhaimin dkk., 1996). Jadi, pendidikan agama lebih menonjolkan fungsi moral dan spiritual atau dimensi afektif daripada kognitif dan psikomotor dalam arti dimensi kognitif dan psikomotor diarahkan untuk pembinaan afektif (moral dan spiritual) yang berbeda dengan mata pelajaran lainnya.

Model tersebut tampak dikembangkan pada sekolah atau Perguruan Tinggi (PT) yang bukan berciri khas agama islam. Di dalamnya diberikan seperangkat mata pelajaran atau ilmu pengetahuan (mata kuliah), salah satunya adalah mata pelajaran atau mata kuliah pendidikan agama yang hanya

Page 104: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

262

diberikan dua jam pelajaran per minggu atau di perguruan tinggi tiga sks, dan didudukkan sebagai mata kuliah dasar umum, yakni sebagai upaya pembentukan kepribadian yang religius. Secara ideal, kebijakan tersebut sangat prospektif dalam membangun watak, moral dan peradaban bangsa yang bermartabat, tetapi dalam realitasnya pendidikan agama Islam sering termarginalkan, bahkan dosen PAI pada perguruan tinggi umum pun kadang-kadang terhambat kariernya untuk menggapai jabatan fungsional tertinggi (guru besar), karena tidak tersedia program studi atau fakultas sebagai induknya. Sebagai implikasinya, pengembangan pendidikan agama Islam tergantung pada kemauan, kemampuan, atau political-will dan para pembinanya dan sekaligus pimpinan dan lembaga pendidikan tersebut, terutama dalam membangun hubungan kerja sama dengan mata pelajaran (kuliah) lainnya.

Fenomena pengembangan pendidikan agama Islam di Sekolah atau perguruan tinggi umum tampaknya sangat bervariasi. Dalam arti ada yang cukup puas dengan pola horizontal-lateral (independent), ada yang mengembangkan pola relasi lateralsekuensial, dan ada pula yang berobsesi untuk mengembangkan pola relasi vertikal-linier. Semuanya itu lagi-lagi banyak ditentukan oleh kemauan, kemampuan, dan political-will dan pimpinan dan lembaga pendidikan tersebut. Kebijakan tentang pembinaan pendidikan agama Islam secara terpadu di sekolah umum misalnya, antara lain menghendaki agar pendidikan agama dan sekaligus para guru/dosen agamanya mampu memadukan antara mata pelajaran agama dengan pelajaran umum. Kebijakan ini akan sulit diimplementasikan pada sekolah atau perguruan tinggi umum yang cukup puas hanya mengembangkan pola relasi horizontal- lateral (independent). Barangkali kebijakan tersebut relatif mudah

Page 105: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

263

diimplementasikan pada lembaga pendidikan yang mengembangkan pola lateral-sekuensial. Hanya saja implikasi dan kebijakan tersebut adalah para guru/dosen agama harus menguasai ilmu agarna dan memahami substansi ilmu-ilmu umum, sebaliknya guru/dosen umum dituntut untuk menguasai ilmu umum (bidang keahliannya) dan memahami dasar-dasar ajaran dan nilai-nilai agama. Bahkan guru/dosen agama dituntut untuk mampu menyusun buku-buku teks keagamaan yang dapat menjelaskan hubungan antara keduanya.

Namun demikian, kadang-kadang dirasakan adanya kesulitan, terutama ketika berhadapan dengan dasar pemikiran yang berbeda, sehingga terjadi konflik antara keduanya. Contoh sederhana adalah menyangkut asal usul manusia. Sains yang diajarkan di sekolah bertolak dan dasar pemikiran bahwa manusia berasal dan kera, sementara pendidikan agama tidak demikian. Psikologi behavioristik bertolak dan basil penelitian terhadap sejumlah hewan untuk diterapkan kepada manusia, sementara pendidikan agama dan basil pemahaman terhadap wahyu (kitab suci). limu ekonomi bertolak dan pandangan bahwa manusia adalab makhluk yang serakah (kapitalisme), sehingga bagaimana seseorang yang memiliki modal sedikit, tetapi mampu menghasilkan keuntungan yang lebih besar, yang berbeda halnya dengan pendidikan agama, demikian seterusnya.

Suasana tersebut kadang-kadang menimbulkan ketegangan pada diri peserta didik, terutama jika kedua-duanya (baik pendidikan agama maupun nonagama) saling memaksakan kebenaran pandanganflya. Agama bertolak dan keimanan, sedangkan ilmu pengetahuan bertolak dan keraguan. Dan sini peserta didik tampaknya diuji

Page 106: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

264

pandangannya. Ketika pandangan agama mendominasi pemikirannya, kadang-kadang ada kecenderungan untuk bersikap pasif dan statis atau fatalistik, sedangkan bila ilmu pengetahuan mendominasi pemikirannya, maka ada kecenderungan untuk bersikap split of personcility. Jangan-jangan munculnya budaya NKK (Nepotisme, Korupsi, dan Kolusi) antara lain sebagai akibat dan pengembangan pendidikan agama Islam yang menggunakan model mechanism tersebut, terutama yang menerapkan pola relasi horizontal-lateral (independent) dan lateral-sekuensial. 3. Model Organism/Sistemik

Meminjam istilah Biologi, “organism” dapat berarti susunan yang bersistem dan berbagai bagian jasad hidup untuk suatu tujuan (Depdikbud, 1996). Dalam konteks pendidikan Islam, model organism bertolak dan pandangan bahwa aktivitas kependidikan merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponen-komponen yang hidup bersama dan bekerja sama secara terpadu menuju tujuan tertentu, yaitu terwujudnya hidup yang religius atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai agama.

Pandangan semacam itu menggarisbawahi pentingnya kerangka pemikiran yang dibangun dan fundamental doctrines dan fundamental values yang tertuang dan terkandung dalarn Al-Qur’an dan al-sunnah ash-shahihah sebagai sumber pokok. Ajaran dan nilai-nilai Ilahi/agama/wahyu didudukkan sebagai sumber konsultasi yang bijak, sementara aspek-aspek kehidupan Iainnya didudukkan sebagai nilai-nilai insani yang mempunyai hubungan vertical linier dengan nilai Ilahi/agama.

Melalui upaya semacam itu, maka sistem pendidikan Islam diharapkan dapat mengintegrasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, nilai-nilai agama dan etik, serta mampu

Page 107: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

265

melahirkan manusia-manusia yang menguasai dan menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, memiliki kematangan profesional, dan sekaligus hidup di dalam nilai-nilai agama. Paradigma tersebut tampaknya mulai dirintis dan dikembangkan dalam sistem pendidikan di madrasah, yang dideklarasikan sebagai sekolah umum yang berciri khas agama Islam, atau sekolah-sekolah (swasta) Islam unggulan. Kebijakan pengembangan madrasah berusaha mengakomodasikan tiga kepentingan utama, yaitu: pertama, sebagai wahaha untuk membina rob atau praktik hidup keislaman; kedua, memperjelas dan memperkokoh keberadaan madrasah sederajat dengan sistem sekolah, sebagai wahana pembinaan warga negara yang cerdas, berpengetahuan, berkepribadian, serta produktif; dan ketiga, mampu merespons tuntutan-tuntutan masa depan, dalam arti sanggup melahirkan manusia yang memiliki kesiapan memasuki era glóbalisasi, industrialisasi maupun era informasi (Fadjar,1998).

Bagaimana dengan PAI di Perguruan Tinggi Umum? Menurut Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI Nomor: 38/ DIKTI/Kep/2002 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata KuliahPengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi, bahwa Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan salah satu mata kuliah kelompok pengembangan kepribadian (MPK). Visi mata kuliah ini menjadi sumber nilai dan pedoman bagi penyelenggaraan program studi dalam mengantarkan peserta didik untuk mengembangkan kepribadiannya. Sedangkan misinya adalah membantu peserta didik agar mampu mewujudkan nilai dasar agama dalam menerapkan ilmu pengetahuan teknologj dan seni yang dikuasainya dengan rasa tanggung jawab kemanusiaan (Pasal 1 & 2). SK Dirjen tersebut diperbarui dengan ditetapkannya Keputusan Dirjen Dikti

Page 108: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

266

Depdiknas Nomor: 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah pengembangan Kepribadian (MPK) di Perguruan Tinggi. Di dalamnya dinyatakan bahwa:

Visi kelompok MPK di perguruan tinggi merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi guna mengantarkan peserta didik memantapkan kepribadiannya sebagai manusia Indonesia seutuhnya.

Misi kelompok MPK di perguruan tinggi membantu peserta didik memantapkan kepribadiannya agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar keagamaan dan kebudayaan, rasa kebangsaan dan cinta tanah air sepanjang hayat dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang dimilikinya dengan rasa tanggung jawab.

Pendidikan agama merupakan salah satu kelompok MPK, yang kompetensi dasarnya dirumuskan sebagai berikut: “Menjadi ilmuwan dan profesional yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan memiliki etos kerja, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan kehidupan.”

Dilihat dan visi, misi, dan kompetensi dasar pendidikan agama (sebagai bagian dan MPK) di PTU tersebut, maka idealnya PAI di PTU dikembangkan ke model organisme atau sistemik, yang menjadikan PAI sebagai sumber nilai dan pedoman bagi penyelenggaraan program studi serta membantu peserta didik (calon sarjana) agar mampu mewujudkan nilai dasar agarna dalam menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Bagaimana realitasnya di lapangan? Fenomena yang ada menunjukkan bahwa pada umumnya PAI di PTU

Page 109: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

267

dilaksanakan dengan menggunakan model dikotomis atau mekanisme, meskipun ada beberapa PTU yang menggunakan model organisme/sistemik. Hal ini setidak tidaknya dapat diamati dan pelaksanaan pendidikan di PTU yang mana nilai-nilai agarna belurn mampu rnewarnai pengembangan program studi-program studi yang ada, dan belum mampu rnewujudkan nilai dasar agama dalam menerapkan ilmu pengetahuan teknologi dan seni.

Menurut Tilaar (1998), bahwa penelitian, pemikiran, dan gagasan-gagasan dan para ahli yang terpisah-pisah (horizontallateral/independent) atau tidak bertolak dan paradigma organism/sistemik tersebut, dapat berbahaya dalam eksistensi kehidupan manusia. Hal ini dapat dilihat dan bahaya praktik bio-teknologi dengan adanya praktik kloning terhadap binatang yang dewasa mi mulai dilaksanakan juga terhadap manusia. Meskipun pemerintah Amerika Serikat misalnya telah melarang teknologi kloning terhadap manusia, tetapi hal ini telah merupakan indikasi perlunya seseorang berhati-hati di dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang terlepas dan nilai-nilai agama. Karena itu, PTU masa depan perlu dikembangkan ke arah integrasi nilai-nilai ilmu pengetahuan, nilai-nilai agama dan etik yang merupakan karakteristik dan masyarakat madani di era global.

Uraian tersebut di atas menggarisbawahi perlunya upaya spiritualisasi pendidikan atau berupaya menginternalisasi nilai-nilai atau spirit agama melalui proses pendidikan ke dalam seluruh aspek pendidikan di sekolah-sekolah atau perguruan Tinggi Umum. Hal mi dimaksudkan untuk memadukan nilai-nilai sains dan teknologi serta seni dengan keyakinan dan kesalehan dalam din peserta didik. Ketika belajar Biologi misalnya, maka pada waktu yang sama

Page 110: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

268

diharapkan pelajaran itu dapat meningkatkan keyakinannya kepada Allah karena di dalam ajaran agama diterangkan bahwa Tuhanlah yang telah menciptakan keanekaragaman (biodiversity) di muka bumi ini dan semuanya tunduk pada hukum-Nya. 4. Model Pendidikan yang Integratif

Untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang sudah kita alami maka yang pertama harus dilakukan adalah mengikis habis warisan sejarah yang tidak sesuai dengan gagasan yang dibawa al-Qur’an Pendidikan Islam kita harus terjauhi dan buaian hellenisme yang diberi jubah Islam dan kita harus kembali kepada sumber Islam, al-Qur’an dan karir yang diraih Muhammad utusan Allah. Menurut hemat penulis, hal ini sangat mungkin dilakukan dan dipastikan akan mampu bertahan lama dan tidak perlu menimbul kontroversi dan dualisme antagonistis seperti yang pernah timbul pada zaman klasik dan apa yang kita alami sekarang. Untuk itu, nanti kita tidak perlu berteriak, “marilah kita Islamkan ilmu modern”, yang hanya akan mengulang hal serupa, yaitu pendidikan Barat yang dijustifikasi dengan ayat-ayat al-Qur’an.

Dalam kaitan dengan hal tersehut, maka yang pertama sekali harus kita miliki adalah kemandirian dalam segala aspek. Hal ini akan melindungi kita dari berbagai intervensi yang akan memperkosa kita untuk bersiteguh berdiri pada konsep yang murni dari al-Qur’an untuk memberdayakan bangsa yang mayoritas Muslim ini.

Setelah itu, adalah menghilangkan kekhawatiran bahwa kelak pendidikan Islam dihapus. Menurut hemat penulis, itu tidak mugkin dan bukan hanya karena jumlah Islam yang besar, bahkan terbesar yang terhimpun dalam satu negara, tetapi juga karena adanya keterhatasan pemerintah dalam

Page 111: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

269

menyelenggarakan pendidikan. Pemerintah tetap mengharapkan adanya partispasi masyarakat dalam hal tersebut, dan kesempatan ini kita isi secara maksimal. Di samping tentu saja bahwa “Ketuhanan Yang Maha Esa” bagi umat Islam adalah makna ketauhidan, dan karenanya kita berkesempatan menghadirkan dan mengelola pendidikan Islam di negeri ini selama konsep itu masih ada. Sedangkan kemunduran pendidikan Islam, itu sangat mungkin, dan bahkan sekarang saja cenderung menjadi pendidikan “kelas dua”, dan akan semakin tergusur apabila tidak segera dibenahi.

Untuk itu, maka tawaran penulis adalah kita harus segera menuju ke arah integrasi dengan sekaligus menciptakan perankat lunaknya filosofi yang jelas dan baku, yang hingga kini belum mampu’ wujudkan. Integrasi yang harus dituju bukan hanya secara ke1embagaan saja, tetapi mencakup segala aspek nafas penyelenggaraan pendidikan. Kita belum memiliki contoh yang solid terhadap model pendidikan yang demikian, termasuk UII yang baru merupakan pendidikan satu atap atau belum mencapai tingkat integrasi.

Untuk mempersiapkan hal tersebut, maka yang tcrlebih dahulu harus bersedia adalah sumberdaya manusia yang jelas kemampuannya dan tidak hanya sekadar untuk mencari penghidupan dalam pelaksanaan tugasnya. Mereka bukan pula yang hanya beragama Islam, tetapi tahu isi Islam, sehingga proses integrasi pendidikan dapat berjalan dengan sendirinya, karena ia tahu ayat-ayat geografiyah, sosio1ogiyah, syari’ah, tarbiyah dan sebagainya. Di bagian lain, juga terjauhkan dan pengaruh ajaran yang hanya berjubah Islam seperti hellenisme atau generasi baru dan wilayah lainnya, yang melepaskan the core of Islam, al-Qur’an dan prestasi pendidikan yang

Page 112: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

270

diterapkan Nabi Muhammad SAW. Sebagai resiko ber-Pancasila dan arab perubahan masa depan, maka integrasi pendidikan juga harus bermuara pada wujud pendidikan bangsa dan menghindarkan diri dari institusi dan pendek yang ekslusif. Untuk masa datang, bentuk eksklusifisme tidak akan menguntungkan lagi atau bahkan justru menjadi hambatan dalam mencapai kemajuannya.

Melalui pendidikan yang integratif inilah kita mengharapkan lahirnya umat yang bermoral, saling tolong menolong (yang kuat membantu yang lemah dan tidak saling menekan demi keuntungan dan kekayaan sendiri) sehingga proses pemberdayaan berlangsung dengan terencana, baik, tanpa henti dan dapat menyesuaikan din dengan zamannya. Dalam lingkup bangsa juga demikian adanya bahwa ukhuwah basyariyah dapat berkembang lebih bersahaja, sehingga kelak tidak menimbulkan kerawanan-kerawanan, karena eksklusifitas komunjtas tertentu, yang besar merasa menang dan menekan, dan yang kecil merasa terjepit hingga perlu melawan.

D. Penutup

Berbagai krisis multidimensional yang sedang dialami oleh bangsa Indonesia memang tidak bisa hanya dilihat dan di atasi melalui pendekatan mono-dimensional. Namun demikian, karena segala krisis tersebut berpangkal dan krisis akhlak atau moral, maka pendidikan agama dipandang memiliki peranan yang sangat vital dalam membangun watak dan peradaban bangsa yang bermartabat. Untuk itu, diperlukan pengembangan pendidikan agama yang lebih kondusif dan prospektif terutama di sekolah atau perguruan tinggi. Model pengembangannya perlu direkonstruksi, dan model yang

Page 113: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

271

bersifat dikotomik dan mekanisme ke arah model organisme atau sistemik, model Pendidikan yang integral. Hanya saja untuk merombak model tersebut diperlukan kemampuan dan political will dan para pengambil kebijakan, termasuk di dalamnya para pimpinan lembaga pendidikan itu sendiri. Daftar Pustaka Ash-Shan’ani, al-Sayyid al-Imam Muhammad bin Ismail al

Kahlani, (t.t), Subulus Salam Juz III. Bandung: Dahlan. Azra, Azyumardi. 1999. Pendidikan Islam: Tradisi dan

Modernisasi Menuju Millenium Baru. Jakarta: Logos. ----------------------. 2003. “Agama dan Pemberantasan Korupsi”.

Kompas September 2003. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1996. Kamus Besar

Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Departemen Penerangan RI. 1961. Tujuh Bahan Pokok

Indoktrinasi. Jakarta: Dep. Penerangan RI. Fadjar, A. Malik. 1998. Madrasah dan Tantangan Modernitas.

Bandung: Mizan. ----------------------. 2003. Strategi Pengembangan Pendidikan Islam

Dalam Era Globalisasi. Makalah Disampaikan sebagai Keynote Address dalam Seminar on Islam and The Challenges of Global Education in the New Millenium, The HUM Alumni Chapter of Indonesia di Pekan Baru, tanggal 26 Januari 2003.

Ibnu Miskawaih, Ahmad ibn Muhammad ibn Ya’qub, Tahzth al-A khlaq. Beirut: Mansyurat Dar al-Maktabah al-Hayah, 1398 H.

Isu-Isu Pokok Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun 2001. strukorg/bagron/ isu%20isu%20 Pokok. htm.

Page 114: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

272

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 045/U/2002 Tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi.

Keputusan Dirjen Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional RI Nomor 38/Dikti/Kep/2002, Tentang Rambu-Ràmbu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.

Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas Nomor: 43/DIKTI/Kep/2006 Tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok MPK di Perguruan Tinggi.

http//www.ncert.nic.in/ncert/journal/journalnew/vechap4.htm Muhaimin, et. al. 1996. Strategi Belajar Mengajar Penerapannya

Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama. Surabaya: Citra Media.

--------------------------. 2001. Tema-tema Pokok Dakwah Islam di Tengah Transforrnasi Sosial. Surabaya: Karya Abditama.

--------------------------. 2002. Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet. II.

--------------------------. 2003. Madrasah Menatap Peradaban Global. Makalah Disajikan Pada Seminar di Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo, Sabtu 8 Maret 2003.

---------------------------. 2003. Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum Hinggci Redefinisi Islamisasi Pengetahuan Bandung: Nuansa.

Ti1aar, H.A.R. 1998. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional. Magelang: Tera Indonesia.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Page 115: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

273

MEMBANGUN KOMUNIKASI EFEKTIF UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS DALAM

PROSES BELAJAR MENGAJAR Tutut Handayani

Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang

Jl. K.H. Zainal Abidin Fikri No. 1, Km. 3,5 Palembang

Abstract There are some factors such as the learners, classroom, method, and teaching material that are needed to be considered in teaching and learning process. A teacher in a teaching and learning process or an instructor in a seminar needs to have serious attention on those factors to reach goals. There could be different method and communication ways for a lesson. Therefore, a teacher or an instructor needs to be smart in applying effective communication strategy to make the teaching and learning strategy optimal. A teacher or an instructor can apply an effective communication strategy in two ways. First, s/ he needs to apply the three - pattern of communication; one-way communication, two-way communication and multiple communication. Second, she needs to apply the The 5 Inevitable Laws of Effective Communication; respect, empathy, audible, clarity, humble, which is more famous with its acronyms REACH and it means to get or to gain something. Since the actual communication is basically the way to win others’ attention, love, interest, concern, sympathy, responsiveness, and positive answers. Keywords: Communication, Learning, Teaching

Page 116: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

274

A. Pendahuluan Pada saat ini masih banyak didapati di berbagai institusi

pendidikan, pelatihan, termasuk di Perguruan tinggi, yang dalam mengajar masih konvensional. Dalam arti, pengajar (baik guru atau dosen) mengajar secara alami sesuai dengan bakat mengajar yang dimiliki. Ada juga guru/dosen yang mengajarnya cenderung meniru gaya orang yang dahulu pernah menjadi guru atau dosennya. Kenyataan di atas akan menimbulkan beberapa persoalan, baik bagi pengajar maupun peserta didik. Tipe pertama misalnya, akan menimbulkan masalah bagi dosen/guru yang tidak mempunyai bakat mengajar atau mempunyai keterbatasan dalam menyampaikan pesan secara lisan, adapun untuk tipe kedua, jika tidak hati-hati, dosen/guru cenderung akan meniru gaya orang yang diidolakannya, tanpa melihat sisi kelemahannya.

Dalam penyampaian materi perkuliahan dan pelatihan kepada peserta didik/audien, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, diantaranya adalah peserta didik, ruangan kelas, metode dan materi itu sendiri. Untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada suatu pembelajaran, perkuliahan ataupun pelatihan, metode pembelajaran dan komunikasi harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dalam setiap proses pembelajaran. Metode pembelajaran dan komunikasi tidak selalu harus sama untuk setiap materi. Oleh sebab itu, muncul pertanyaan teknik dan model komunikasi seperti apa yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar?

B. Komunikasi Efektif 1. Pengertian

Page 117: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

275

Kata atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris “communication”), secara etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa Latin communicatus, dan perkataan ini bersumber pada kata communis. Dalam kata communis ini memiliki makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik bersama’ yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna.

Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Karena itu merujuk pada pengertian Ruben dan Steward(1998:16) mengenai komunikasi manusia yaitu: Human communication is the process through which individuals –in relationships, group, organizations and societies—respond to and create messages to adapt to the environment and one another. Bahwa komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain.

Untuk memahami pengertian komunikasi tersebut sehingga dapat dilancarkan secara efektif dalam Effendy (1994:10) bahwa para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?

Page 118: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

276

Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu,yaitu: 1. Komunikator (siapa yang mengatakan?) 2. Pesan (mengatakan apa?) 3. Media (melalui saluran/ channel/media apa?) 4. Komunikan (kepada siapa?) 5. Efek (dengan dampak/efek apa?)

Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, secara sederhana proses komunikasi adalah pihak komunikator membentuk (encode) pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran tertentu kepada pihak penerima yang menimbulkan efek tertentu. 2. Proses Komunikasi

Berangkat dari paradigma Lasswell, Effendy (1994:11-19) membedakan proses komunikasi menjadi dua tahap, yaitu: a. Proses komunikasi secara primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah pesan verbal (bahasa), dan pesan nonverbal (kial/gesture, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya) yang secara langsung dapat/mampu menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.

Prosesnya sebagai berikut, pertama-tama komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan disampaikan kepada komunikan. Ini berarti komunikator memformulasikan pikiran dan atau perasaannya ke dalam lambang (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Kemudian giliran komunikan untuk menterjemahkan (decode) pesan dari

Page 119: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

277

komunikator. Ini berarti ia menafsirkan lambang yang mengandung pikiran dan atau perasaan komunikator tadi dalam konteks pengertian. Yang penting dalam proses penyandian (coding) adalah komunikator dapat menyandi dan komunikan dapat menerjemahkan sandi tersebut (terdapat kesamaan makna).

Wilbur Schramm (dalam Effendy, 1994) menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil (terdapat kesamaan makna) apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang diperoleh oleh komunikan. Schramm menambahkan, bahwa bidang (field of experience) merupakan faktor penting juga dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, bila bidang pengalaman komunikan tidak sama dengan bidang pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain. Sebagai contoh seperti yang diungkapkan oleh Sendjaja (1994:33) yakni : Si A seorang mahasiswa ingin berbincang-bincang mengenai perkembangan valuta asing dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Bagi si A tentunya akan lebih mudah dan lancar apabila pembicaraan mengenai hal tersebut dilakukan dengan si B yang juga sama-sama mahasiswa. Seandainya si A tersebut membicarakan hal tersebut dengan si C, sorang pemuda desa tamatan SD tentunya proses komunikaasi tidak akan berjalan sebagaimana mestinya seperti yang diharapkan si A. Karena antara si A dan si C terdapat perbedaan yang menyangkut tingkat pengetahuan, pengalaman, budaya, orientasi dan mungkin juga kepentingannya.

Page 120: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

278

Contoh tersebut dapat memberikan gambaran bahwa proses komunikasi akan berjalan baik atau mudah apabila di antara pelaku (sumber dan penerima) relatif sama. Artinya apabila kita ingin berkomunikasi dengan baik dengan seseorang, maka kita harus mengolah dan menyampaikan pesan dalam bahasa dan cara-cara yang sesuai dengan tingkat pengetahuan, pengalaman, orientasi dan latar belakang budayanya. Dengan kata lain komunikator perlu mengenali karakteristik individual, sosial dan budaya dari komunikan. b. Proses komunikasi sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.

Seorang komunikator menggunakan media ke dua dalam menyampaikan komunikasi ke karena komunikan sebagai sasaran berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dsb adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Proses komunikasi secara sekunder itu menggunakan media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa (surat kabar, televisi, radio, dsb.) dan media nirmassa (telepon, surat, dan megapon). 3. Konseptual Komunikasi

Deddy Mulyana (2005:61-69) mengkategorikan definisi-definisi tentang komunikasi dalam tiga konseptual yaitu: a. Komunikasi sebagai tindakan satu arah

Suatu pemahaman komunikasi sebagai penyampaian pesan searah dari seseorang (atau lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap muka) ataupun melalui media, seperti surat (selebaran), surat kabar,

Page 121: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

279

majalah, radio, atau televisi. Pemahaman komunikasi sebagai proses searah sebenarnya kurang sesuai bila diterapkan pada komunikasi tatapmuka, namun tidak terlalu keliru bila diterapkan pada komunikasi publik (pidato) yang tidak melibatkan tanya jawab.

Beberapa definisi komunikasi dalam konseptual tindakan satu arah: 1. Everet M. Rogers: komunikasi adalah proses dimana suatu ide

dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku.

2. Gerald R. Miller: komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima.

3. Carld R. Miller: komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunkate).

4. Theodore M. Newcomb: Setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima.

b. Komunikasi sebagai interaksi Pandangan ini menyetarakan komunikasi dengan suatu

proses sebab-akibat atau aksi-reaksi, yang arahnya bergantian. Seseorang menyampaikan pesan, baik verbal atau nonverbal, seorang penerima bereaksi dengan memberi jawaban verbal atau nonverbal, kemudian orang pertama bereaksi lagi setelah menerima respon atau umpan balik dari orang kedua, dan begitu seterusnya.

Contoh definisi komunikasi dalam konsep ini, Shanon dan Weaver (dalam Wiryanto, 2004), komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain,

Page 122: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

280

sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada bentuk pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni , dan teknologi. c. Komunikasi sebagai transaksi

Pandangan ini menyatakan bahwa komunikasi adalah proses yang dinamis yang secara sinambungan mengubah phak-pihak yang berkomunikasi. Berdasrkan pandangan ini, maka orang-orang yang berkomunikasi dianggap sebagai komunikator yang secara aktif mengirimkan dan menafsirkan pesan. Setiap saat mereka bertukar pesan verbal dan atau pesan nonverbal.

Beberapa definisi yang sesuai dengan konsep transaksi 1. Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss: Komunikasi adalah proses

pembentukan makna di antara dua orang atau lebih. 2. Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson: Komunikasi adalah

proses memahami danberbagi makna. 3. William I. Gordon : Komunikasi adalah suatu transaksi dinamis

yang melibatkan gagasan dan perasaan. 4. Donald Byker dan Loren J. Anderson: Komunikasi adalah

berbagi informasi antara dua orang atau lebih.

4. Fungsi Komunikasi William I Gorden (dalam Deddy Mulyana, 2005:5-30)

mengkategorikan fungsi komunikasi menjadi empat, yaitu: a. Sebagai komunikasi sosial

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan

Page 123: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

281

hubungan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama dengan anggota masyarakat (keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, desa, ..., negara secara keseluruhan) untuk mencapai tujuan bersama. 1) Pembentukan konsep diri. Konsep diri adalah pandangan

kita mengenai diri kita, dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Melalui komunikasi dengan orang lain kita belajar bukan saja mengenai siapa kita, namun juga bagaimana kita merasakan siapa kita. Anda mencintai diri anda bila anda telah dicintai; anda berpikir anda cerdas bila orang-orang sekitar anda menganggap anda cerdas; anda merasa tampan atau cantik bila orang-orang sekitar anda juga mengatakan demikian. George Herbert Mead (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1994) mengistilahkan significant others (orang lain yang sangat penting) untuk orang-orang disekitar kita yang mempunyai peranan penting dalam membentuk konsep diri kita. Ketika kita masih kecil, mereka adalah orang tua kita, saudara-saudara kita, dan orang yang tinggal satu rumah dengan kita. Richard Dewey dan W.J. Humber (1966) menamai affective others, untuk orang lain yang dengan mereka kita mempunyai ikatan emosional. Dari merekalah, secara perlahan-lahan kita membentuk konsep diri kita. Selain itu, terdapat apa yang disebut dengan reference group (kelompok rujukan) yaitu kelompok yang secara emosional mengikat kita, dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita. Dengan melihat ini, orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri kelompoknya. Kalau anda memilih kelompok rujukan anda Ikatan Dokter Indonesia, anda menjadikan norma-norma dalam Ikatan ini

Page 124: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

282

sebagai ukuran perilaku anda. Anda juga meras diri sebagai bagian dari kelompok ini, lengkap dengan sifat-sifat doketer menurut persepsi anda.

2) Pernyataan eksistensi diri. Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang disebut aktualisasi diri atau lebih tepat lagi pernyataan eksistensi diri. Fungsi komunikasi sebagai eksistensi diri terlihat jelas misalnya pada penanya dalam sebuah seminar. Meskipun mereka sudah diperingatkan moderator untuk berbicara singkat dan langsung ke pokok masalah, penanya atau komentator itu sering berbicara panjang lebarm mengkuliahi hadirin, dengan argumen-argumen yang terkadang tidak relevan.

3) Untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan, dan memperoleh kebahagiaan. Sejak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup. Kita perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain, untuk memenuhi kebutuhan biologis kita seperti makan dan minum, dan memnuhi kebutuhan psikologis kita seperti sukses dan kebahagiaan. Para psikolog berpendapat, kebutuhan utama kita sebagai manusia, dan untuk menjadi manusia yang sehat secara rohaniah, adalah kebutuhan akan hubungan sosial yang ramah, yang hanya bisa terpenuhi dengan membina hubungan yang baik dengan orang lain. Abraham Moslow menyebutkan bahwa manusia punya lima kebutuhan dasar: kebutuhan fisiologis, keamanan, kebutuhan sosial, penghargaan diri, dan aktualisasi diri. Kebutuhan yang lebih dasar harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum kebuthan yang lebih tinggi diupayakan. Kita mungkin sudah mampu kebuthan fisiologis dan keamanan untuk bertahan hidup. Kini kita ingin memenuhi kebutuhan sosial, penghargaan diri, dan

Page 125: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

283

aktualisasi diri. Kebutuhan ketiga dan keempat khususnya meliputi keinginan untuk memperoleh rasa lewat rasa memiliki dan dimiliki, pergaulan, rasa diterima, memberi dan menerima persahabatan. Komunikasi akan sangat dibutuhkan untuk memperoleh dan memberi informasi yang dibutuhkan, untuk membujuk atau mempengaruhi orang lain, mempertimbangkan solusi alternatif atas masalah kemudian mengambil keputusan, dan tujuan-tujuan sosial serta hiburan.

b. Sebagai komunikasi ekspresif Komunikasi berfungsi untuk menyampaikan perasaan-

perasaan (emosi) kita. Perasaan-perasaan tersebut terutama dikomunikasikan melalui pesan-pesan nonverbal. Perasaan sayang, peduli, rindu, simpati, gembira, sedih, takut, prihatin, marah dan benci dapat disampaikan lewat kata-kata, namun bisa disampaikan secara lebih ekpresif lewat perilaku nonverbal. Seorang ibu menunjukkan kasih sayangnya dengan membelai kepala anaknya. Orang dapat menyalurkan kemarahannya dengan mengumpat, mengepalkan tangan seraya melototkan matanya, mahasiswa memprotes kebijakan penguasa negara atau penguasa kampus dengan melakukan demontrasi. c. Sebagai komunikasi ritual

Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebaga rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, siraman, pernikahan, dan lain-lain. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan kata-kata atau perilaku-perilaku tertentu yang bersifat simbolik. Ritus-ritus lain seperti berdoa (salat, sembahyang, misa), membaca kitab suci, naik haji, upacara

Page 126: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

284

bendera (termasuk menyanyikan lagu kebangsaan), upacara wisuda, perayaan lebaran (Idul Fitri) atau Natal, juga adalah komunikasi ritual. Mereka yang berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga, suku, bangsa. Negara, ideologi, atau agama mereka. d. Sebagai komunikasi instrumental

Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum, yaitu: menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap, menggerakkan tindakan, dan juga menghibur.

Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan untuk menciptakan dan membangun hubungan, namun juga untuk menghancurkan hubungan tersebut. Komunikasi berfungsi sebagi instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek ataupun tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek misalnya untuk memperoleh pujian, menumbuhkan kesan yang baik, memperoleh simpati, empati, keuntungan material, ekonomi, dan politik, yang antara lain dapat diraih dengan pengelolaan kesan (impression management), yakni taktik-taktik verbal dan nonverbal, seperti berbicara sopan, mengobral janji, mengenakankan pakaian necis, dan sebagainya yang pada dasarnya untuk menunjukkan kepada orang lain siapa diri kita seperti yang kita inginkan.

Sementara itu, tujuan jangka panjang dapat diraih lewat keahlian komunikasi, misalnya keahlian berpidato, berunding, berbahasa asing ataupun keahlian menulis. Kedua tujuan itu (jangka pendek dan panjang) tentu saja saling berkaitan dalam arti bahwa pengelolaan kesan itu secara kumulatif dapat digunakan untuk mencapai tujuan jangka panjang berupa

Page 127: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

285

keberhasilan dalam karier, misalnya untuk memperoleh jabatan, kekuasaan, penghormatan sosial, dan kekayaan.

Onong Effendy (1994) berpendapat bahwa fungsi komunikasi adalah menyampaikan informasi, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi. Sedangkan Harold D Lasswell (dalam Nurudin, 2004 dan Effendy, 1994:27) memaparkan fungsi komunikasi sebagai berikut: 1) Penjajagan/pengawasan lingkungan (surveillance of the

information) yakni penyingkapan ancaman dan kesempatan yang mempengaruhi nilai masyarakat.

2) Menghubungkan bagian-bagian yang terpisahkan dari masyarakat untuk menanggapi lingkungannya.

3) Menurunkan warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya.

5. Tingkatan Komunikasi Secara umum ragam tingkatan komunikasi adalah

sebagai berikut: a. Komunikasi intrapribadi (intrapersonal communication) yaitu

komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang yang berupa proses pengolahan informasi melalui panca indera dan sistem syaraf manusia.

b. Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) yaitu kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang dengan orang lain dengan corak komunikasinya lebih bersifat pribadi dan sampai pada tataran prediksi hasil komunikasinya pada tingkatan psikologis yang memandang pribadi sebagai unik. Dalam komunikasi ini jumlah perilaku yang terlibat pada dasarnya bisa lebih dari dua orang selama pesan atau informasi yang disampaikan bersifat pribadi.

Page 128: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

286

c. Komunikasi kelompok (group communication) yaitu komunikasi yang berlangsung di antara anggota suatu kelompok. Menurut Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam Sendjaja,(1994) memberi batasan komunikasi kelompok sebagai interaksi tatap muka dari tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud atau tujuan yang dikehendaki seperti berbagi informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya dengan akurat.

d. Komunikasi organisasi (organization communication) yaitu pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005:52).

e. Komunikasi massa (mass communication). Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah audien yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media massa cetak atau elektrolik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Kemudian Mulyana (2005:74) juga menambahkan konteks komunikasi publik. Pengertian komunikasi publik adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak). Yang tidak bisa dikenali satu persatu. Komunikasi demikian sering juga disebut pidato, ceramah atau kuliah (umum). Beberapa pakar komunikasi menggunakan istilah komunikasi kelompok besar (large group communication) untuk komunikasi ini.

6. Kegunaan Belajar Ilmu Komunikasi Mengapa kita mempelajari ilmu komunikasi?

Ruben&Steward, (2005:1-8) menyatakan bahwa:

Page 129: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

287

a. Komunikasi adalah fundamental dalam kehidupan kita Dalam kehidupan kita sehari-hari komunikasi

memegang peranan yang sangat penting. Kita tidak bisa tidak berkomunikasi.tidak ada aktifitas yang dilakukan tanpa komunikasi, dikarenakan kita dapat membuat beberapa perbedaan yang esensial manakala kita berkomunikasi dengan orang lain. Demikian pula sebaliknya, orang lain akan berkomunikasi dengan kita ,baik dalam jangka pendek ataupun jangka panjang. Cara kita berhubungan satu dengan lainnya, bagimana suatu hubungan kita bentuk, bagaimana cara kita memberikan kontribusi sebagai anggota keluarga, kelompok, komunitas, organisasi dan masyarakat secara luas membutuhkan suatu komunikasi. Sehingga menjadikan komunikasi tersebut menjadi hal yang sangat fundamental dalam kehidupan kita. b. Komunikasi adalah merupakan suatu aktifitas komplek

Komunikasi adalah suatu aktifitas yang komplek dan menantang. Dalam hal ini ternyata aktifitas komunikasi bukanlah suatu aktifitas yang mudah. Untuk mencapai kompetensi komunikasi memerlukan understanding dan suatu ketrampilan sehingga komunikasi yang kita lakukan menjadi efektif. Ellen langer dalam Ruben&Stewat( 2005:3) menyebut konsep mindfulness akan terjadi ketika kita memberikan perhatian pada situasi dan konteks, kita terbuka dengan informasi baru dan kita menyadari bahwa ada banyak perspektif tidak hanya satu persepektif di kehidupan manusia. c. Komunikasi adalah vital untuk suatu kedudukan/posisi

yang efektif Karir dalam bisnis, pemerintah, atau pendidikan

memerlukan kemampuan dalam memahami situasi komunikasi, mengembangkan strategi komunikasi efektif,

Page 130: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

288

memerlukan kerjasama antara satu dengan yang lain, dan dapat menerima atas kehadiran ide-ide yang efektif melalui saluran saluran komunikasi. Untuk mencapai kesuksesan dari suatu kedudukan/ posisi tertentu dalam mencapai kompetensi komunikasi antara lain melalui kemampuan secara personal dan sikap, kemampuan interpersonal, kemampuan dalam melakukan komunikasi oral dan tulisan dan lain sebagainya. d. Suatu pendidikan yang tinggi tidak menjamin kompetensi

komunikasi yang baik Kadang-kadang kita menganggap bahwa komunikasi itu

hanyalah suatu yang bersifat common sense dan setiap orang pasti mengetahui bagaimana berkomunikasi. Padahal sesungguhnya banyak yang tidak memilki ketrampilan berkomunikasi yang baik karena ternyata banyak pesan-pesan dalam komunikasi manusia itu yang disampaikan tidak hanya dalam bentuk verbal tetapi juga nonverbal, ada ketrampilan komunikasi dalam bentuk tulisan dan oral, ada ketrampilan berkomunikasi secara interpersonal, ataupun secara kelompok sehingga kita dapat berkolaborasi sebagai anggota dengan baik, dan lain-lain. Kadang-kadang kita juga mengalami kegagalan dalam berkomunikasi. Banyak yang berpendidikan tinggi tetapi tidak memilki ketrampilan berkomunikasi secara baik dan memadai sehingga mengakibatkan kegagalan dalam berinteraksi dengan manusia lainnya. Sehingga komunikasi itu perlu kita pelajari. e. Komunikasi adalah populer

Komunikasi adalah suatu bidang yang dikatakan sebagai popular. Banyak bidang-bidang komunikasi modern sekarang ini yang memfokuskan pada studi tentang pesan, ada juga tentang hubungan antara komunikasi dengan bidang profesiponal lainnya termasuk hukum, bisnis, informasi,

Page 131: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

289

pendidikan, ilmu computer, dan lain-lain. Sehingga sekarang ini komunikasi sebagai ilmu social/perileku dan suatu seni yang diaplikasikan. Disiplin ini bersifat multidisiplin, yang berkaitan dengan ilmu-ilmu lain seperti psikologi, sosiologi, antroplogi, politik, dan lain sebagainya.

http://adiprakosa.blogspot.com/2008/09/pengertian-komunikasi.html - _ftnref1Walaupun begitu, fungsi komunikasi bisa dilihat juga sesuai dengan konteksnya. Misal pada komunikasi antarpribadi, fungsi utama komunikasi antarpribadi adalah meningkatkan hubungan insani, menghindaridan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain (Hafied Cangara, 2005:56). Komunikasi kelompok berfungsi untuk menumbuhkan semangat kebersamaan dan solidaritas.

F. Pengertian Belajar Mengajar

Menurut Slameto (1995:2) belajar adalah “suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.” Selanjutnya Winkel (1996:53) belajar adalah “suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstant.” Kemudian Hamalik (1993:28) mendefinisikan belajar adalah “suatu pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.”

Page 132: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

290

Pada dasarnya belajar merupakan suatu proses yang aktif memerlukan dorongan dan bimbingan kearah tercapainya tujuan yang dikehendaki. Nasution (1995:35) mengatakan bahwa: “Belajar membawa perubahan pada individu yang belajar, perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, mengenai segala aspek organisme atau pribadi seseorang”.

Dari berbagai pengertian yang telah dikemukakan para ahli di atas tentang belajar, semua menekankan pada perubahan tingkah laku manusia. Seseorang mempelajari sesuatu dan aktif dalam kegiatan itu tingkah lakunya tidak berubah, orang tersebut belum dapat dikatakan belajar.

Sedangkan mengajar adalah: “suatu kegiatan agar proses belajar seseorang atau sekelompok orang dapat terjadi, untuk keperluan tersebut seorang guru seharausnya membuat suatu sistim lingkungan sedemikian rupa sehingga proses belajar dapat tercapai secara efektif dan efisien (Sunaryo, 1989:10).

Dengan demikian, istilah mengajar dalam pengertian ini adalah menciptakan situasi dan kondisi yang mampu merangsang siswa untuk belajar. Suatu proses belajar mengajar dapat berjalan efektif, bila seluruh komponen yang berpengaruh dalam proses belajar yaitu siswa, guru, kurikulum, metode, sarana prasarana, serta lingkungan saling mendukung dalam rangka mencapai tujuan.

Belajar yang efektif akan melahirkan kecakapan-kecakapan ketrampilan yang fundamental. Landasan utama dalam mencapai keberhasilan belajar adalah kesiapan mental, karena tanpa kesiapan mental ini para siswa pada umumnya tidak dapat bertahan dalam kesulitan yang dialami selama belajar. Kesiapan mental tersebut merupakan keterikatan

Page 133: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

291

terhadap tujuan belajar, minat terhadap pelajaran dan kepercayaan pada diri sendiri.

Belajar dikatakan sukses apabila dari peserta didik dapat diharapkan didalam kegiatan belajarnya suatu hasil yang tinggi, yang berupa nilai-nilai dan tingkah laku yang bagus dan memuaskan. Seseorang yang ingin berhasil dalam belajar maka ia harus mengetahui tentang prinsip belajar sebagaimana dikemukakan oleh Anomymous (1984:319) yang meliputi: a. Bahwa dalam belajar dibutuhkan dorongan atau motivasi. b. Harus dapat memusatkan perhatian c. Untuk lebih menghasilkan penyerapan ilmu, sebaiknya

materi yang telah diajarkan harus selalu diulang-ulang. d. Harus diyakini bahwa semua yang dipelajari akan berguna

kelak. e. Dalam belajar perlu adanya istirahat f. Hasil belajar dari suatu pelajaran dapat digunakan untuk

mempelajari pelajaran lainnya. g. Hasil belajar yang telah diperoleh dicoba untuk diutarakan

kembali. h. Hal-hal yang menghambat pelajaran misalnya: rasa takut,

benci, malu, marah dan kesal harus dihindari. Demikian juga halnya dengan pendapat Sardiman

(1986:230) tentang belajar yaitu: belajar berarti usaha merubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan itu tidak karena berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, ketrampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak dan penyesuaian diri. Jelasnya menyangkut perubahan segala aspek organisme dan tingkah laku pribadi seseorang.

Page 134: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

292

Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa belajar merupakan suatu usaha yang mengarah kepada penguasaan pengetahuan dan skill yang dicapai oleh siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah.

Pengajar yang baik seyogyanya memahami karakteristik mahasiswanya agar ia sukses dalam melaksanakan peran mengajarnya. Dalam proses belajar mengajar kemungkinan akan menemui mahasiswa yang sulit untuk melakukan kontak dengan dunia sekitarnya, suka mengasingkan diri, cenderung menutup diri. Dalam kaitan dengan hal ini, maka dosen hendaknya merencanakan proses belajar mengajar yang sesuai dengan keadaan dan kepribadian mahasiswa.

Dosen hendaknya tidak mengabaikan perbedaan yang ada di antara mahasiswa. Dalam konteks ini muncul ke permukaan pentingnya perlu adanya peranan bimbingan dan konseling. Usaha bimbingan dan konseling ini diharapkan dapat mendorong mahasiswa berupaya agar yang bersangkutan tetap mempunyai kesehatan mental dan bisa berinteraksi dengan lingkungannya.

Komponen proses belajar mengajar. Komponen proses belajar mengajar mencakup delapan buah yaitu tujuan, bahan, metode, pengajar, peserta didik, fasilitas, interaksi dan evaluasi. Belajar mengajar sebagai proses (process), pada hakikatnya mengandung tiga unsur yaitu adanya input (bahan mentah yang akan diolah), process (kegiatan mengolah input) dan output (hasil yang telah diolah). Suatu proses dipandang baik apabila kualitas output lebih baik dari pada input. Input proses belajar mengajar adalah mahasiswa sebelum perkuliahan. Proses belajar mengajar adalah interaksi antara komponen-komponen belajar mengajar yaitu tujuan, bahan, metode dosen, mahasiswa, fasilitas dan penilaian. Output dari proses belajar

Page 135: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

293

mengajar yaitu peserta didik (mahasiswa) setelah menerima perkuliahan. 1. Faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar Mengajar a. Faktor internal

Segala faktor yang bersumber dari dalam diri mahasiswa, contohnya yaitu kemampuan mahasiswa, motivasi, perhatian, persepsi, pemrosesan informasi mencakup (ingatan, lupa dan transfer) b. Faktor eksternal

Segala faktor yang bersumber dari luar diri mahasiswa, contohnya yaitu kondisi belajar dan pemberian umpan balik. 2. Tiga Pola Komunikasi dalam Proses Belajar Mengajar

Dalam proses pendidikan sering kita jumpai kegagalan-kegagalan, hal ini biasanya dikarenakan lemahnya sistem komunikasi. Untuk itu, pendidik perlu mengembangkan pola komunikasi efektif dalam proses belajar mengajar. Komunikasi pendidikan yang dimaksud disini adalah hubungan atau interaksi antara pendidik dengan peserta didik pada saat proses belajar mengajar berlangsung, atau dengan istilah lain yaitu hubungan aktif antara pendidik dengan peserta didik.

Ada tiga pola komunikasi yang dapat digunakan untuk mengembangkan interaksi dinamis antara guru dengan siswa yaitu: a. Komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah.

Dalam komunikasi ini guru berperan sebagai pemberi aksi dan siswa sebagai penerima aksi.Guru aktif dan siswa pasif. Ceramah pada dasarnya adalah komunikasi satu arah, atau komunikasi sebagai aksi. Komunikasi jenis ini kurang banyak menghidupkan kegiatan siswa belajar.

b. Komunukasi sebagai interaksi atau komunikasi dua arah.

Page 136: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

294

Komunikasi ini guru dan siswa dapat berperansama yaitu pemberi aksi dan penerima aksi. Di sini,sudah terlihat hubungan dua arah,tetapi terbatas antara guru dan pelajar secara indivudual.Antara pelajar dan pelajar tidak ada hubungan.Pelajar tidak dapat berdiskusi dangan teman atau bertanya sesama temannya. Keduanya dapat saling memberi dan menerima. Komunikasi ini lebih baik dari pada yang pertama,sebab kegiatan guru dan kegiatan siswa relatif sama.

c. Komunikasi banyak arah atau komunikasi sebagai transaksi. Komunikasi ini tidak hanya melibatkan interaksi yang dinamis antara gurudenan siswa tetapi juga melibatkan interaksi yang dinamis antara siswa yang satu dengan yang lainnya. Proses belajar mengajar dengan pola komunikasi ini mengarah kepada proses pengajaran yang mengembangkan kegiatan siswa yang optimal,sehingga menumbuhkan siswa belajar aktif. Diskusi dan simulasi merupakan strategi yang dapat mengembangkan komunikasi ini (Nana Sudjana,1989).

3. Komunikasi Efektif Sebagai Solusi Komprehensif Komunikasi merupakan suatu proses yang melibatkan 2

orang atau lebih dan di dalamnya terjadi pertukaran informasi dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Terdapat dua jenis komunikasi yaitu komunikasi lisan dan tulisan. Di dalam komunikasi, terdapat 5 elemen yang terlibat yaitu sender (pengirim informasi), receiver (penerima informasi), informasi, feed back, dan media.

Hal yang harus menjadi perhatian utama dan sering kita lupa adalah, receiver (penerima informasi) dari PBM adalah manusia, maka sudah selayaknya seorang pendidik memperlakukan siswanya “sebagai manusia”, jangan

Page 137: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

295

memperlakukan mereka sebagai mesin atau objek yang tidak memiliki perasaan.

Menurut Stephen Covey, komunikasi merupakan

keterampilan yang paling penting dalam hidup kita. Kita menghabiskan sebagian besar waktu di saat kita sadar dan bangun untuk berkomunikasi. Sama halnya dengan pernafasan, komunikasi kita anggap sebagai hal yang otomatis terjadi begitu saja, sehinggga kita tidak memiliki kesadaran untuk melakukannya dengan efektif.

Stephen Covey menekankan konsep kesalingtergantungan (interdependency) untuk menjelaskan hubungna antarmanusia. Unsur yang paling penting dalam komunikasi bukan sekedar pada apa yang kita tulis atau kita katakan, tetapi pada karakter kita dan bagaimana kita menyampaikan pesan kepada penerima pesan. Jadi syarat utama dalam komunikasi efektif adalah karakter yang kokoh yang dibangun dari integritas pribadi yang kuat.

Integritas pribadi menghasilkan kepercayaan dan merupakan dasar jenis deposito yang berat. Integritas merupakan fondasai utama dalam membangun komunikasi yang efektif, karena tidak ada persahabatan yang lebih dari sekedar kejujuran (honesty). Kejujuran mengatakan kebenaran atau menyesuaikan kata–kata kita dengan realitas. Integritas adalah menyesuaikan realitas dengan kata–kata kita. Integritas bersifat aktif, sedangkan kejujuran bersifat pasif. Seorang pendidik akan menjadi faktor yang terus disorot oleh siswa, oleh karena itu apabila Anda seorang pendidik diharapkan bisa menjadi teladan yang baik bagi siswa dalam setiap perilakunya.

Setelah kita memiliki fondasi utama dalam membangun komunikasi yang efektif, maka hal berikut adalah kita perlu

Page 138: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

296

memperhatikan 5 Hukum Komunikasi Yang Efektif (The 5 Inevitable Laws of Effective Communication), yang disingkat REACH yang berarti merengkuh atau meraih. Karena komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain. Jadi terdapat lima strategi yang dapat dikembangkan dalam upaya untuk membangun komunikasi efektif, seperti disebutkan berikut ini (Pupuh, 2007): Hukum ke-1: Respect

Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita sampaikan. Pahami bahwa seorang pendidik harus bisa menghargai setiap siswa yang dihadapinya Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hukum yang pertama dalam kita berkomunikasi dengan orang lain. Ingatlah bahwa pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting. Jika kita bahkan harus mengkritik atau memarahi seseorang, lakukan dengan penuh respek terhadap harga diri dan kebanggaan seseorang. Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektivitas kinerja kita baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai tim.

Menurut Dale Carnegie dalam bukunya How to Win Friends and Influence People, rahasia terbesar yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam berurusan dengan manusia adalah dengan memberikan penghargaan yang jujur dan tulus. Seorang psikolog yang sangat terkenal William James juga mengatakan bahwa “Prinsip paling dalam sifat dasar manusia

Page 139: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

297

adalah kebutuhan untuk dihargai”. Dia mengatakan ini sebagai suatu kebutuhan (bukan harapan ataupun keinginan yang bisa ditunda atau tidak harus dipenuhi), yang harus dipenuhi. Ini adalah suatu rasa lapar manusia yang tak terperikan dan tak tergoyahkan. Lebih jauh Carnegie mengatakan bahwa setiap individu yang dapat memuaskan kelaparan hati akan menggenggam orang dalam telapak tangannya.

Charles Schwaab, salah satu orang pertama dalam sejarah perusahaan Amerika yang mendapat gaji lebih dari satu juta dolar setahun, mengatakan bahwa aset paling besar yang dia miliki adalah kemampuan dalam membangkitkan antusiasme pada orang lain. Dan cara untuk dalam membangkitkan antusiasme dan mendorong orang lain melakukan hal–hal terbaik adalah dengan memberikan penghargaan yang tulus. Berikan sebuah penghargaan yang tulus kepada masing–masing siswa. Siswa dapat membedakan antara perlakuan yang tulus dan tidak tulus. Berikan penghargaan maka Anda sebagai seorang pendidik akan dihargai oleh siswa. Berikan penghargaan maka proses belajar mengajar menjadi sebuah proses yang menyenangkan bagi semua pihak. Hukum ke-2: Empathy

Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Secara khusus Covey menaruh kemampuan untuk mendengarkan sebagai salah satu dari 7 kebiasaan manusia yang sangat efektif, yaitu kebiasaan untuk mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti (Seek first to understand – understand

Page 140: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

298

then be understood to build the skills of empathetic listening that inspires openness and trust). Inilah yang disebut dengan Komunikasi Empatik. Dengan memahami dan mendengarkan orang lain terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerjasama atau sinergi dengan orang lain. Rasa empati akan memampukan kita untuk dapat menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver) menerimanya. Oleh karena itu dalam ilmu pemasaran (marketing) memahami perilaku konsumen (consumer’s behavior) merupakan keharusan. Dengan memahami perilaku konsumen, maka kita dapat empati dengan apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, minat, harapan dan kesenangan dari konsumen. Demikian halnya dengan bentuk komunikasi di dunia pendidikan. Kita perlu saling memahami dan mengerti keberadaan, perilaku dan keinginan dari siswa. Rasa empati akan menimbulakan respek atau penghargaan, dan rasa respek akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam membangun sebuah suasana kondusif di dalam proses belajar-mengajar. Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologi atau penolakan dari penerima. Hukum ke-3: Audible

Makna dari audible antara lain : dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus di sampaikan melalui media

Page 141: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

299

atau delivery channel hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu audio-visual yang akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik. Hukum ke-4: Clarity

Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang lainnya. Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparasi. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan. Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan semangat dan antusiasme siswa dalam proses belajar-mengajar. Perjelas maksud Anda dalam mengajar sesuatu, sampaikan secara sistematis dan teratur, gunakan alat bantu peraga jika memang diperlukan. Semakin siswa merasakan mendapat banyak ilmu dari Anda, maka siswa akan semakin terpacu untuk terus menghadiri dan memperhatikan pelajaran yang Anda sampaikan. Dengan cara seperti ini siswa tidak akan menganggap lagi proses belajar-mengajar sebagai formalitas tetapi akan mengganggapnya sebagai sebuah kebutuhan pokok bagi kehidupannya. Hukum ke-5: Humble

Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Hal terakhir yang harus ada di dalam diri

Page 142: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

300

para pendidik adalah sikap mental yang dipenuhi semangat dan kesungguhan. Semua teori yang disebutkan di atas tidak akan cukup berat jika memang tidak dibarengi dengan sebuah kesungguhan dan semangat yang kita singkat dengan SOUL (4 spirit for SOUL), yaitu : 1. Spirit for Servicing

Hal ini mungkin menjadi sesuatu yang sering dilupakan insan pendidikan. Pekerjaan mulia yang ada di hadapan sering kali tidak dibungkus dengan sebuah semangat yang tulus untuk melayani. Melayani murid tercinta, melayani orang yang memberikan kepercayaan kepada Anda, melayani cikal bakal kader bangsa calon penyelamat bangsa untuk keluar dari krisis. Munculkan semangat ini dalam diri Anda, semangat yang lebih untuk melayani. 2. Spirit for giving an Ouststanding Performance

Tetapi semangat melayani tidak cukup, Anda sebagai insan pendidikan harus berani menaikkan level pelayanan Anda menjadi pelayanan dengan semangat memberikan Ouststanding Performance semangat memberikan hasil yang terbaik bagi semua tugas dan pelayanan yang menjadi amanah Anda. 3. Spirit for Understanding

Hal selanjutnya yang tidak kalah penting adalah, semangat yang tulus yang muncul dari dalam diri untuk lebih mendengarkan dan mengerti keinginna siswa yang Anda didik. 4. Spirit for Loving

Kemudian, munculkanlah semangat untuk lebih mencintai siswa seperti mencintai anak sendiri, dan cintai diri mereka seperti kita mencintai diri sendiri. Lakukan hal ini, maka siswa akan melihat ketulusan kita untuk kemudian akan bersama-sama dengan kita meraih kesuksesan dalam proses

Page 143: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

301

belajar-mengajar, Mudah–mudahan “Komunikasi Efektif Dalam Proses Belejar Mengajar” akan menjadi salah satu solusi atas permasalahan kritis bangsa ini. D. Penutup

Tugas lembaga pendidikan adalah mewariskan ilmu pengetahuan lewat pendidik kepada peserta didik. Saat ini, tugas tersebut tidak hanya menambah pengetahuannya, tetapi turut pula membantu sikap-sikap dan nilai-nilai (values) yang berhubungan dengan pengembangan kreativitas, sikap kritis, obyektif dan bertanggung jawab.

Proses belajar mengajar (PBM) akan lebih berhasil jika terjadi hubungan yang berkualitas antara pendidik dan peserta didik, semua ini dapat dicapai jika ada komunikasi yang efektif selama proses belajar mengajar berlangsung. Daftar Pustaka Alo, Liliweri. 1991. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti. Astim, Riyanto. 2003. Proses Belajar Mengajar Efektif di Perguruan

Tinggi. Bandung: Yapemdo. Cangara, Hafidz. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada. Effendy, Onong Uchjana. 1984. Komunikasi Teori dan Praktek.

Bandung: Remaja Rosdakarya. Zaini, Hisyam. 2002. Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi.

Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan Kalijaga. IGAK Wardani. 2001. Dasar-Dasar Komunikasi dan Keterampilan

Dasar Mengajar. Jakarta: Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas

Page 144: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

302

Instruksional – Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi – Departemen Pendidikan Nasional.

Littlejohn, Stephen W. 2001. Theories of Human Communication. USA: Wadsworth Publishing.

Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Rosda.

Onong, Uchjana Effendy. 1984. Ilmu Komunikasi – Teori dan Praktek, Remaja Karya CV., Bandung

Ruben, Brent D, Stewart, Lea P. 2005. Communication and Human Behaviour. USA: Alyn and Bacon.

Sendjaja, Sasa Djuarsa. 1994. Pengantar Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka.

Sumardi. 2002. “Pengembangan Kompetensi dan Kompetensi dan Kepribadian dan Kompetensi Sosial”: Makalah disampaikan pada TOT Kompetensi Sosial PPPG Bahasa Jakarta 2006.

Sumardi. 2006. “Pengembangan Potensi Diri Rahasia Karyawan – Perusahaan Membangun Sukses”: Makalah disampaikan pada Achievement Motivation Training 2006.

Udin S., Winataputra. 2001. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional – Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi – Departemen Pendidikan Nasional.

http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/2002/04/1/man01.htmlError! Hyperlink reference not valid.

http://www.blogster.com/henderi/edukkasi-teknik-dan-mode

Page 145: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

303

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DAN HASIL BELAJAR

DI SEKOLAH Elhefni

Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang

Jl. K.H. Zainal Abidin Fikri No. 1, Km. 3,5 Palembang Abstract Cooperative learning is learning that requires students to be responsible for himself and his group are responsible for. With cooperative learning students will more easily find and understand difficult concepts if they were in discussions with his students regularly work in groups to help each other in solving complex problems. In cooperative learning are learning techniques of the type of think-pair-share. Type of cooperative learning model think-pair-share it has the advantage that students can be a lot of time to think, respond, and help each other, the teacher only to deliver the material briefly, then ask a question, then the teacher wants students to think more deeply about the material that has been described and experienced. This technique can encourage students to enthusiastic in working together, and by applying a type of cooperative learning model think-pair-share is expected to better learning outcomes for students who learn on their own. Keywords: Type of cooperative learning model think-pair-share, learning outcomes A. Pendahuluan

Secara profesional seorang guru dalam melaksanakan tugasnya dituntut dapat memahami dan memiliki keterampilan

Page 146: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

304

yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif, dan menyenangkan. Hal ini, sebagaimana diisyaratkan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan.

Dalam proses belajar mengajar yang sifatnya klasikal, guru harus berusaha agar proses belajar mencerminkan komunikasi dua arah (Subroto, 2002: 71). Mengajar bukan semata-mata merupakan pemberian informasi tanpa mengembangkan kemampuan mental fisik dan penampilan diri.

Pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran kelompok biasa karena pada pembelajaran kooperatif siswa tidak hanya bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri tetapi juga bertanggung jawab terhadap kelompoknya. Dengan pembelajaran kooperatif siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu dalam memecahkan masalah-masalah yang kompleks.

Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa macam tekhnik pembelajaran, salah satunya yaitu pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share. Model pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share ini memiliki keunggulan yaitu siswa dapat banyak waktu untuk berfikir, merespon, dan saling membantu, guru hanya menyampaikan materi secara singkat, kemudian mengajukan pertanyaan, kemudian guru menginginkan siswa memikirkan secara lebih mendalam tentang materi yang telah dijelaskan dan dialami.

Model pembelajaran ini digunakan untuk menggantikan tanya jawab seluruh kelas. “Tujuan kognitif penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share ini biasanya

Page 147: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

305

berupa informasi akademik sederhana, sehingga hanya cocok digunakan untuk materi-materi pembelajaran yang sederhana dan mudah, melelui pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share diharapkan mampu mengubah startegi pembelajaran yang masih disampaikan dengan metode ceramah menjadi pembelajaran yang melibatkan siswa dalam diskusi kelompok”. Model pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share memberikan kesempatan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain (kelompo) siswa juga diberi kesempatan untuk membagikan jawaban yang paling benar, teknik ini dapt mendorong siswa untuk bersemangat dalam bekerja sama, dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share ini diharapkan hasil belajar lebih baik dari siswa yang belajar sendiri.

B. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share

dalam Pembelajaran di Sekolah 1. Pengertian Model Pembelajaran

Joyce & Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas satu yang lain (Joyce & Weil, 1980:1). Menurut Brigss model adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewujudkan suatu proses seperti penilaian kebutuhan, pemilihan media dan evaluasi (Harjanto, 2003: 110). Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik, 2008: 57).

Page 148: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

306

2. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Pembelajaran Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan guru

dalam memilih model pembelajaran, yaitu: a. Pertimbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai.

Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan adalah: 1) Apakah tujuan pembelajajaran yang ingin dicapai

berkenaan dengan kompetensi akademik, kepribadian, social dan kompetensi vokasional atau yang dulu diiistilahkan dengan domain kognitif, afektif,atau psikomotor?

2) Bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai?

3) Apakah untuk mencapai tujuan itu memerlukan keterampilan akademik?

b. Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran: 1) Apakah materi pembelajaran itu berupa fakta, konsep,

hokum atau teori tertentu?/ 2) Apakah untuk mempelajari materi pembelajaran itu

memerlukan prasyarat atau tidak? 3) Apakah tersedia bahan atau sumber-sumber yang

relevan untuk mempelajari materi itu? c. Pertimbangan dari sudut peserta didik atau siswa:

1) Apakah model pembelajaran sesuai dengan tingkat kematangan peserrta didik?

2) Apakah model pembelajaran itu sesuai dengan minat, bakat, dan kondisi peserta didik?

3) Apakah model pembelajaran itu sesuai dengan gaya belajar peserta didik?

d. Pertimbangan lainnya yang bersifat nonteknis:

Page 149: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

307

1) Apakah untuk mencapai tujuan hanya cukup dengan satu model saja?

2) Apakah model pembelajaran yang kita tetapkan dianggap satu-satunya model yang dapat digunakan?

3) Apakah model pembelajaran itu memiliki nilai efektifitas atau efisiensi?

3. Ciri-ciri Model Pembelajaran Model Pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu

b. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu. c. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar

mengajar di kelas. d. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan; (1) urutan

langkah-langkah pembelajaran (syntax); (2) adanya prinsip-prinsip reaksi; (3) system social; dan (4) system pendukung.

e. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran.

f. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya (Rusman, 2011:136).

4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Kooperatif berasal dari bahasa Inggris yaitu cooperatif yang artinya kerjasama. Menurut Made Wena pemelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang berusaha memanfaatkan teman sejawat (siswa lain) sebagai sumber belajar disamping guru dan sumber belajar lainya (Wena,2009:190). Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi

Page 150: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

308

belajar untuk mencapai tujuan belajar (Junaedi,2008:9). Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.

Jadi, model pembelajaran kooperatif adalah prosedur yang berurutan dalam proses belajar dengan memanfaatkan teman sejawat (siswa lain) sebagi sumber belajar untuk mencapai tujuan pendidikan. 1) Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

a) Pembelajaran secara tim b) Didasarkan pada manajemen kooperatif c) Kemauan untuk bekerja sama d) Keterampilan bekerja sama

2) Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif Menurut Roger dan David Johnson (Lie, 2008) ada lima

unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai berikut.

a) Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence)

b) Tanggung jawab perseorangan (individual accountability)

c) Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction)

d) Partisipasi dan komunikasi (participation communication)

e) Evaluasi proses kelompok 3) Prosedur Pembelajaran Kooperatif

Prosedur atau langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu sebagai berikut.

Page 151: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

309

a) Penjelasan materi b) Belajar kelompok c) Penilaian d) Pengakuan tim

b. Pengertian Think Pair Share

Think “berfikir” pair “berpasangan” dan share “berbagi” (Widiastuti dan Ali, tt: 274). Sedangkan menurut Arends think-pair-share atau berfikir-berpasangan-berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang diracang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa (Trianto, 2009:81). Menurut konsep Dewey tentang berfikir, itu menjadi dasar untuk pemecahan masalah adalah sebagai beikut: 1. Adanya kesulitan yang dirasakan atau kesadaran akan

adanya masalah 2. Masalah itu diperjelas dan dibatasi 3. Mencari informasi atau data dan kemudian data itu

diorganisasikan 4. Mencari hubungan-hubungan untuk merumuskan

hipotesis-hipotesis, kemudian hipotesis-hipotesis itu dinilai, diuji, agar dapat ditentukan untuk diterima atau ditolak

5. Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku sebagai pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai pada kesimpulan (Slameto, 2003: 143).

Tahap-tahap dalam teknik berfikir-berpasangan-berbagi (Think-Pair-Share), ialah: 1. Berpikir, guru mengajukan pertanyaan/permasahan dan

memberi kesempatan berpikir sebelum siswa menjawab permasahan yang diajukan.

Page 152: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

310

2. Berpasangan, guru meminta siswa berpasangan untuk menjawab permasahan

3. Berbagi, guru meminta siswa secara berpasangan menyampaikan jawaban permasalahan yang lain (Trianto, 2009:127-128).

c. Unsur-Unsur Penting dan Prinsip Utama Pembelajaran

Kooperatif Menurut Johnson & Johnson dan sulton terdapat lima

unsur penting dalam kooperatif yaitu 1. Saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa 2. Interaksi antara siswa yang semakin meningkat 3. Tanggung jawab individual 4. Keterampilan personal dan kelompok kecil 5. Proses kelompok (Slameto, 2003: 60-61).

Selain lima unsur penting juga mengandung prinsip-prinsip, konsep utama dari belajar kooperatif menurut Slapin adalah sebagai berikut 1. Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika

kelompok mencapai kriteria yang ditentukan. 2. Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya

kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok.

3. Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri (Slameto, 2003:61-62).

d. Implikasi Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Davidson ada sejumlah implikasi positif dalam

pembelajaran dengan menggunakan strategi belajar kelompok kooperatif, yaitu sebagai berikut:

Page 153: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

311

1. Kelompok kecil memberikan dukungan sosial untuk belajar. Kelompok kecil membentuk suatu porum dimana siswa menanyakan pertanyaan, mendiskusikan pendapat, belajar dari pendapat orang lain, memberikan kritik, yang membangun dan menyimpulkan penemuan mereka dalam bentuk tulisan.

2. Kelompok kecil menawarkan kesempatan untuk sukses begi semua siswa. Interaksi dalam kelompok dirancang untuk semua anggota mempelajari konsep dan strategi pemecahan masalah.

3. Suatu masalah idealnya cocok untuk didiskusikan secara kelompok, sebab memiliki solusi yang dapat didemonstrasikan.

4. Siswa dalam kelompok dapat membantu siswa lain untuk menguasai masalah-masalah dasar dan prosedur perhitungan yang perlu dalam konteks permainan, teka-teki atau pembahasan masalah-masalah yang bermanfaat.

5. Ruang lingkup materi dipenuhi oleh ide-ide menarik dan menantang yang bermanfaat bila didiskusikan (Trianto, 2009:62-63).

e. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk

menuntaskan materi pelajaran. 2. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai

kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. 3. Bila memungkinkan, anggota kelompok bersal dari ras,

budaya, suku, jenis kelamin yang beragam.

Page 154: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

312

4. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu (Trianto, 2009:62-63).

f. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

Terdapat enam langkah utama atau tahapan didalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif yaitu: 1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi, guru

menyampaikan semua tujuan pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

2. Menyajikan informasi, guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

3. Mengorganisasi siswa kedalam kelompok kooperatif, guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar, guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

5. Evaluasi, guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempersentasikan hasil kerjanya

6. Memberikan penghargaan, guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok (Trianto, 2009:66-67).

C. Hasil Belajar Hasil adalah suatu yang menjadi akibat dari usaha,

pendapatan (Tim Reality, 2008: 212). Sedangkan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

Page 155: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

313

keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003:2).

Jadi, dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, hasil belajar adalah suatu usaha yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman untuk mendapatkan mengetahui tercapainya suatu tujuan. Hal ini dapat kita kaitkan dalam Al-Qur’an surat Al-Mujaddila ayat 11.

$pkš‰r'̄»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ ŠÏ% öNä3s9 (#qßs ¡¡ xÿs? † Îû ħ Î=»yf yJø9$# (#qßs |¡ øù$$sù Ëx |¡ øÿtƒ ª! $#

öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ ŠÏ% (#râ“à± S$# (#râ“à± S$$sù Æìsùö�tƒ ª! $# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$#

;M »y_ u‘yŠ 4 ª! $#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎�Î7yz ÇÊÊÈ

Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan (al-Mujaddilah:11).

Ayat ini menjelasakan bahwa orang yang benar-benar

menuntut ilmu akan dimuliakan derajatnya oleh Allah SWT dan akan medapatkan keberhasilan serta kesuksesan belajar. Dalam pembelajaran, untuk mengetahui hasil belajar perlu diadakan evaluasi belajar. Menurut Oemar Hamalik, evaluasi hasil belajar adalah seluruh kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi), pengolahan, penafsiran, dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan

Page 156: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

314

kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan (Hamalik, 2008:159).

Menurut Arikunto (1992:9-10), tujuan atau fungsi evaluasi hasil belajar ada beberapa hal: a. Evaluasi berfungsi selektif.

Dengan cara mengadakan evaluasi guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi terhadap siswanya. Evaluasi itu sendiri mempunya berbagai tujuan, antara lain: Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu.

1) Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat berikutnya.

2) Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa

3) Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah dan sebagainya.

b. Evaluasi berfungsi diagnostik. Apabila alat yang digunakan dalam evaluasi cukup memenuhi persyaratan, maka melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa. Di samping itu diketahui pula sebab-sebab kelemahan itu. Dengan diketahuinya sebab-sebab kelemahan ini, akan lebih mudah dicari cara untuk mengatasinya.

c. Evaluasi berfungsi penempatan. Setiap siswa sejak lahirnya telah membawa bakat sendiri-sendiri sehingga pelajaran akan lebih efektif apabila disesuaikan dengan pembawaan yang ada. Pendekatan yang lebih bersifat melayani perbedaan kemampuan, adalah pengajaran secara kelompok. Untuk dapat menentukan dengan pasti di kelompok mana seorang siswa harus

Page 157: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

315

ditempatkan, digunakan suatu evaluasi. Sekolompok siswa yang mempunya hasil penilaian yang sama, akan berada dalam kelompok yang sama dalam belajar.

7) Evaluasi berfungsi sebagai pengukuran keberhasilan. Evaluasi berfungsi sebagai pengukuran dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan, dan keberhasilan itu ditentukan oleh beberapa faktor yaitu faktor guru, metode mengajar, kurikulum, sarana dan sistem administrasi.

Menurut Eisner (2002:171-173), fungsi evaluasi sebagai diagnostik dapat digunakan untuk mendiagnosa tiga buah subjek yaitu; kurikulum, guru sebagai pengajar, dan siswa. Diagnosis pendidikan dalam kontek proses pembelajaran dapat digunakan sebagai dasar-dasar untuk merubah kurikulum. Bagi guru, evaluasi adalah untuk mengetahui atau mengidentifikasi pelajaran yang diberikannya apakah sudah dapat dimengerti atau belum, biasanya ini dilakukan dengan test. Sedangkan diagnosis sabagai salah satu teknik evaluasi sering digunakan pada saat keadaan siswa belajar. Siswa didiognisis untuk menemukan “resep” dan “pengobatannya”. Dengan diagnosis dapat diketahui kesulitan yang dialami siswa dalam masalah belajar, sehingga guru dapat mencarikan pemecahan dari permasalahan-permasalahan tersebut. Menurut Langgulung (1992:319), fungsi evaluasi yaitu; (1) menseleksi orang-orang berdasarkan kesanggupannya untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Namun tujuan pendidikan Islam selain untuk dapat pekerjaan juga untuk berbakti kepada Allah SWT, sehingga dapat selamat di dunia juga dapat selamat di akhirat. Dengan demikian dalam pendidikan Islam mempunyai ciri khas tersendiri, (2) sebagai alat reinforcement bagi siswa. Reinforcement yang dimaksud adalah ganjaran bagi

Page 158: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

316

pekerjaan yang telah dilakukan siswa. Ahli-ahli psikologi berpendapat bahwa pendidikan pada dasarnya adalah usaha untuk mengekalkan tingkah laku yang baik (diingini) dan menghilangkan yang tidak baik (tidak diingini). Jadi segala tingkahlaku yang diteguhkan akan tetap, sedang tingkahlaku yang tidak diteguhkan akah hilang.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan hasil belajar merupakan pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui penguasaan, atau tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegitan pembelajaran.

Tujuan belajar yaitu untuk mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dn keteramilan, dan pembentukan sikap. Pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasilkan hasil belajar, hasil belajar meliputi: keilmuan dan pengetahuan konsep atau fakta (kognitif), personal, kepribadian atau sikap (afektif), dan kelakuan keterampilan atau penampilan (psikomotorik) (Sardirman, 2007:28-29). Belajar bertujuan mengadakan perubahan didalam diri antara lain tingkah laku (Dalyono, 2005:49).

Jadi, tujuan belajar selalu berkesinambungan dengan hasil belajar siswa, dimana untuk melihat apakah tujuan belajar sudah tercapai atau tidak hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa, dimana baik tujuan maupun hasil belajar hanya berkisar pada tiga aspek yaitu, aspek kognitif, apektif dan psikomotorik.

Slameto (2003: 54-59) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar ada dua yaitu faktor internal dan eksternal: a. Faktor-faktor Internal

1. Jasmaniah yaitu faktor kesehatan dan cacat tubuh 2. Faktor psikologis yaitu faktror intelegensi, perhatian,

minat, bakat, motif, kematangan,dan kesiapan 3. Faktor kelelahan.

Page 159: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

317

b. Faktor-faktor Eksternal 1. Faktor keluarga yaitu cara orang tua mendidik, relasi

antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan

2. Faktor sekolah yaitu metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah

3. Faktor masyarakat yaitu kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

D. Penutup

Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas satu yang lain. Hal yang harus dipertimbangkan guru dalam memilih model pembelajaran, yaitu: tujuan, materi pembelajaran, peserta didik atau siswa, dan yang bersifat nonteknis. Ciri-ciri model pembelajaran yaitu: berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu, mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, dapat dijadikan pedoman, memiliki bagian-bagian model, memiliki dampak, dan membuat persiapan mengajar (desain instruksional).

Model pembelajaran kooperatif adalah prosedur yang berurutan dalam proses belajar dengan memanfaatkan teman sejawat (siswa lain) sebagi sumber belajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Model pembelajaran kooperatif tipe think-

Page 160: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

318

pair-share atau berfikir-berpasangan-berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang diracang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Tahap-tahap dalam teknik berfikir-berpasangan-berbagi (Think-Pair-Share), ialah: berpikir, berpasangan, dan berbagi.

Hasil belajar adalah suatu usaha yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman untuk mendapatkan mengetahui tercapainya suatu tujuan. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar ada dua yaitu faktor internal dan eksternal.

Daftar Pustaka

Alquran dan Terjemahannya Arikunto, Suharsini 1992. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.

Jakarta : Bumi Aksara. Eisner, Elliot W. 2002. The Educational Imagination On The Design

and Evaluation of School Programs. New Jersey : Pearson Education Inc.

Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Harjanto. 2003. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Junaedi, dkk. 2008. Strategi Pembelajaran. Edisi Pertama.

Surabaya: LAPIS-PGMI. Langgulung, Hasan 1992. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta :

Pustaka Alhusna M. Dalyono. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Paul Ginnis. 2008. Trik & Taktik Mengajar Strategi Meningkatkan

Pencapaian Pengajaran di Kelas. Jakarta: PT. Macanan Jaya Cemerlang.

Page 161: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

319

Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

S. Widiaastuti dan Ali K. tt. Grand Kamus Inggris-Indonesia Indonesia-Inggris. Surabaya: Apollo.

Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV. Alfabeta.

Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Subroto, Suryo. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Tim Reality. 2008. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Widya Comp. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif dan Progresif

konsep dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Group.

Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Pendekatan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

Page 162: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

320

Indeks Subyek

Ta’dib, Vol. XVI, No. 01, Edisi Juni 2011 al-Gazhali, hal. 93 Al-Qur'an, hal. 137 child development, hal. 77 child's personality, hal. 77 creativity,hal. 24 discipline,hal. 24 double systems, hal. 51 education, hal. 93, 137 Experimental studies, hal. 1 external factors, hal. 113 factors that affect learning,hal. 113 fairy tales/stories, hal. 77 ideology, hal. 51 implications, hal. 51 internal factors, hal. 113 Learning Cooperative, hal. 1 Learning Model Type Jigsaw, hal. 1 learning, hal. 113 methods,hal. 137 morals, hal. 93 resistancy, hal. 24 social, hal. 24 the principles of learning, hal. 113

Page 163: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

321

Indeks Subyek

Ta’dib, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011 Communication, hal. 273 communicative language teaching, hal. 176 Development Models, hal. 247 inductive, hal. 176 intelligence, hal. 207 Islamic Religious Education, hal. 247 Jigsaw, hal. 209 leadership characteristics, hal. 207 leadership training, hal. 207 learning outcomes, hal. 303 learning, hal. 160, 273 Models of learning cooperative learning, hal. 209 Quantum Teaching, hal. 160 School/College, hal. 247 Teaching, hal. 273 the contribution of ideas,hal. 207 Type of cooperative learning model think-pair-share, hal. 303 wisdom, hal. 207

Page 164: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

322

Indeks Judul dan Penulis

Ta’dib, Vol. XVI, No. 01, Edisi Juni 2011

Penulis Judul Halaman Nia Anggraini dan Ismail

Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw Pada Mata Pelajaran Pai Materi Akhlak Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa (Studi Eksperimen Di SMA Negeri 1 Tanah Abang Kabupaten Muara Enim)

1

Muhammad Isnaini

Budaya Resistens Siswa Terhadap Pendisiplinan Sistem Sekolah Agama (Studi Kasus Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Unggulan Palembang)

23

Afriantoni Implikasi Pertarungan Ideologi Terhadap Pendidikan di Indonesia

51

Ipriansyah Peran Dongeng Bagi Perkembangan dan Pembentukan Kepribadian Anak

77

Enok Rohayati

Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan Akhlak

93

Ahmad Syarifuddin

Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

113

Mardeli Konsep Al-Qur’an Tentang Metode Pendidikan Islam

137

Page 165: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

323

Indeks Judul dan Penulis

Ta’dib, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011 Penulis Judul Halaman Alfauzan Amin

Pengembangan Metodologi Pembelajaran PAI: Implementasi Quantum Teaching di SMPN Kota Bengkulu

159

Annisa Astrid Pembelajaran Tata Bahasa Inggris Secara Komunikatif dengan Penyajian Induktif dan Pengintegrasian Keterampilan Berbahasa: Studi Kasus di Kelas Bahasa Inggris I di IAIN Raden Fatah Palembang

175

Ahmad Syarifuddin

Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw dalam Pembelajaran

209

Agus Jaya Kontribusi Pemikiran Muhammad SAW Pra dan Pasca Kenabian Era Makkiah

227

Nurlaila Model-Model Pengembangan Pendidikan Agama Islam di Sekolah/Perguruan Tinggi

247

Tutut Handayani

Membangun Komunikasi Efektif untuk Meningkatkan Kualitas dalamProses Belajar Mengajar

273

Elhefni Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share dan Hasil Belajar di Sekolah

303

Page 166: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

324

UCAPAN TERIMAKASIH

Segenap pengelola Jurnal Ta’dib mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para Mitra Bestari yang telah meluangkan waktunya untuk membaca, mengoreksi, dan memberikan catatan untuk perbaikan artikel yang dimuat dalam jurnal Ta’dib Volume XVI No. 01 Juni 2011 dan No. 02 Nopember 2011. Para Mitra Bestari yang dimaksud adalah: 1. Prof. Dr. H. Jamali, M.Ag. (IAIN Syekh Nurnati Cirebon) 2. Prof. Dr. Mulyadi Eko Purnomo, M.Pd. (FKIP Universitas

Sriwijaya Palembang) 3. Prof. Drs. M. Sirozi, Ph.D. (PPs IAIN Raden Fatah

Palembang) 4. Prof. Dr. Abdullah Idi, M.Ed. (PPs IAIN Raden Fatah

Palembang) Semoga semua kebaikan bapak-bapak sekalian bermanfaat dan diberikan balasan kebaikan yang setimpal oleh Allah SWT. Palembang, 27 Nopember 2011 Penyunting

Page 167: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

325

Jurnal Pendidikan Ta’dib Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang

PEDOMAN PENULISAN PENGIRIMAN

TA’DIB merupakan jurnal akademik yang diterbitkan dua kali dalam setahun (enam bulanan) oleh Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang. Jurnal ini menekankan spesifikasi dalam wacana pendidikan Islam, dan mengkomunikasikan penelitian-penelitian dan masalah-masalah aktual dan kontemporer yang berkaitan dengan pendidikan Islam.

Naskah untuk publikasi di Jurnal Pendidikan Ta’dib dapat berupa artikel hasil penelitian, artikel ulas balik, komunikasi singkat, dan ulasan. Naskah tidak dikrimkan atau belum pernah dipublikasikan pada majalah/jurnal lain. Penulisan dapat disampaikan dalam bahasa Indonesia. Naskah yang formatanya tidak sesuai dengan pedoman penulisan Jurnal Pendidikan Ta’dib dan yang ditulis tidak sesuai dengan kaedah bahasa Indonesia akan ditolak dan Editor tidak berkewajiban untuk mengembalikan naskah bersangkutan.

Penulis diminta mengirikan naskah asli beserta dokumen (file) di dalam flash disk atau compact disc (CD) dari naskah tersebut yang harus disiapkan dengan program Microsoft Word. Penulis berkewajiban untuk mengecek keberadaan dan kemudahan dokumen untuk dibuka di komputer lain. Naskah akan ditolak tanpa proses jika persyaratan ini tidak dipenuhi. Krimkan naskah dan compact disk kepada:

Page 168: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

326

Editor Jurnal Pendidikan Ta’dib d.a. Jln. Prof. K.H. Zainal Abidin Fikry Km. 3,5, Kode Pos

30126, Tlp. (0711) 353276 E-mail: Ta’[email protected].

Palembang Sumatera Selatan

Pengiriman naskah harus disertai dengan surat resmi dari penulis penanggung jawab/korespondensi (correspondens author) yang harus berisikan dengan jelas mengenai nama penulis korespondensi, alamat lengkap untuk surat-menyurat, nomor telepon dan faks, serta alamt E-mail dan telepon genggam (HP) jika memiliki. Penulis korespondensi bertanggung jawab atas isi naskah dan legalitas pengiriman naskah yang bersangkutan. Naskah juga sudah harus diketahui dan disetujui oleh seluruh anggota penulis dengan pernyataan secara tertulis.

FORMAT

UMUM. Secara umum seluruh bagian dari naskah termasuk abstrak, judul, tabel dan gambar, catatan kaki, dan Daftar Pustaka diketik dua spasi pada kertas HVS ukuran kwarto dengan spasi dua. Pengetikan dilakukan dengan mengunakan huruf bertipe Times New Roman berukuran 12 point. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan termasuk halaman gambar, nomor baris diberikan pada setiap baris di setiap halaman sampai dengan halaman daftar pustaka. Komunikasi singkat dan ulasan serta hasil penelitan dan ulas balik ditulis paling banyak 15 halaman (termasuk gambar dan tabel). Organiasasi penulisan meliputi: 1) judul, 2) nama penulis, 3) alamat rumah, 4) alamat instantsi penulis, 5) nomor telepon dan telepon genggam (HP), faks, E-mail (jika ada), 6)abstrak, 7) keywords, 8) pendahuluan, 9) pembahasan, 10) penutup, dan 11) daftar pustaka.

Page 169: Jurnal Tadib

TA’DIB, Vol. XVI, No. 02, Edisi Nopember 2011

327

KHUSUS. Susunan naskah secara khusus dibuat dengan mengikuti urutan-urutan sebagai berikut: Judul harus ditulis dengan singkat menarik dan relevan. Judul ditulis dengan huruf kapital di-blok hitam dengan menggunakan bahasa Indonesia. Nama Penulis ditulis dengan tanpa gelar diikuti dengan alamat rumah, alamat instantsi penulis, nomor telepon dan telepon genggam (HP), faks, E-mail (jika ada). Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris tidak lebih dari 200 kata diikuti dengan keywords. Abstrak berisi ringkasan pokok bahasan lengkap dari keseluruhan naskah tanpa harus memberikan keterangan terlalu terperinci dari setiap bab dan hindari penggunaan singkatan. Pendahuluan ditulis untuk memberikan latar belakang yang mencukupi sehingga pembaca dapat memahami dan dapat mengevaluasi hasil dari tulisan baik yang berupa ulasan-ulasan maupun yang dicapai dari penelitian yang dilaksanakan tanpa harus membaca sendiri publikasi-publikasi sebelumnya yang berhubungan dengan topik yang bersangkutan. Pembahasan ditulis untuk memberikan gambaran yang jelas tentang teori-teori dan hasil-hasil dari penelitan sehingga dapat memberikan gambaran kepada pembaca. Penutup ditulis dalam bentuk simpulan-simpulan yang didapat dari pembahasan. Kutipan (footnote) ditulis dengan model body note atau inclusive note dengan urutan: 1) kurung buka, 2) nama akhir penulis, 3) koma, 4) tahun terbit, 5) titik dua, 5) halaman yang dikutip, dan 6) kurung tutup. Contoh: (Abdurrahmansyah, 2000: 24). Daftar Pustaka ditulis secara alfabetis berurutan dan ditulis pada akhir artikel. Contoh: Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta : Rineka Cipta. Transliterasi ditulis berdasarkan aturan baku tentang penulisan transliterasi.