jurnal surya muda - ojs.stikesmuhkendal.ac.id
TRANSCRIPT
JURNAL SURYA MUDA
adalah Jurnal dengan akses terbuka dengan ruang lingkup berbagai bidang keperawatan
termasuk penelitian dasar dalam keperawatan, keperawatan manajemen, keadaan
darurat, dan keperawatan kritis, keperawatan medis-bedah, keperawatan kesehatan
mental, keperawatan bersalin, keperawatan bersalin, keperawatan anak, gerontologis
keperawatan, keperawatan komunitas, keperawatan pendidikan keperawatan keluarga,
pengobatan komplementer dan alternatif (CAM) dalam keperawatan.
ISSN CETAK : 2656-825X
ISSN ONLINE : 2656-5811
ALAMAT REDAKSI
LPPM STIKES Muhammadiyah Kendal
Jl. Pemuda No. 42-46, Pegulon, Kendal, Jawa Tengah, 51318
Telp : (0294) 3686444
Email : [email protected]
TIM REDAKSI
EDITORIAL
Advisor
Sulastri, S.Kep, Ns, M.Kes (Ketua STIKES Muhammadiyah Kendal)
Editors In Chief
Ns, Fatikhah, M.Kep (Ketua LPPM STIKES Muhammadiyah Kendal)
Editor Board Member
Ns. Siti Aminah, MAN (STIKES Muhammadiyah Kendal)
Administrator
Agus Trimanto, S.I.Pust (Pustakawan STIKES Muhammadiyah Kendal)
REVIEWER
Ns. Siti Munawaroh, M.Kep (STIKES Muhammadiyah Kendal)
Ida Untari, SKM, M.Kes (ITS PKU Muhammadiyah Surakarta)
Ns. Livana PH, M.Kep., Sp.Kep.J (STIKES Kendal)
DAFTAR ISI
HUBUNGAN PENGETAHUAN SISWA TENTANG DAMPAK ROKOK
TERHADAP KESEHATAN DENGAN PERILAKU MEROKOK DI SMA SATAP 4
GUNUNGSARI LOMBOK BARAT TAHUN 2019
(Juniati Juniati, Suswinda Yulisutomo, Hersika Asmawariza)
Hal : 52 – 60
HUBUNGAN DURASI BERMAIN GADGED (GAME EDUKASI) DENGAN
TINGKAT PERKEMBANGAN ANAK USIA 4-6 TAHUN DI TK DAHLIA
DARMAJI
(Baiq Larasati Septami, Lalu Wiresanta, Beti Haerani)
Hal : 61 – 69
HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN PENINGKATAN TEKANAN DARAH
PADA LANSIA DI UNIT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA PUCANG
GADING KOTA SEMARANG
(Ni Nyoman Maryaningtyas Adinatha, Indah Wulaningsih)
Hal : 70 - 77
ANALISIS HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINGKAT
KEMANDIRIAN PERSONAL HYGIENE PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI
DUSUN CELEGEH DESA BAREBALI LOMBOK TENGAH TAHUN 2019.
(Yulianti Yulianti, Edy Surya Pratama, Amalia Mastuty)
Hal : 78 – 88
PENGARUH PAKET EDUKASI SAYANG IBU TERHADAP MOTIVASI IBU
DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KABUPATEN PEKALONGAN
(Yuni Sandra Pratiwi, Siti Rofiqoh, Herni Rejeki)
Hal : 89 – 101
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI
PUSKESMAS PONCOL KOTA SEMARANG
(Boediarsih Boediarsih, Wahyu Wiedy Aditantri, Dwi Kustriyanti)
Hal : 102 - 110
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
52
HUBUNGAN PENGETAHUAN SISWA TENTANG DAMPAK
ROKOK TERHADAP KESEHATAN DENGAN PERILAKU
MEROKOK DI SMA SATAP 4 GUNUNGSARI
LOMBOK BARAT TAHUN 2019
Juniati1, Suswinda Yulisutomo
2, L.Hersika Asmawariza
3
1,2,3 Departemen Keperawatan, Fakultas Kesehatan,Universitas Qamarul Huda Bagu,
Lombok, Indonesia
Email: [email protected]
ABSTRAK
Merokok merupakan salah satu perilaku yang sangat merugikan. Bagi pelakunya
merokok dapat menyebabkan berbagai macam penyakit seperti tekanan darah tinggi dan
gangguan kerja jantung yang disebabkan oleh pengaruh bahan-bahan kimia yang
terkandung di dalam rokok seperti nikotin dan tar. Nusa Tenggara Barat berada di
urutan ke enam untuk Presentase tertinggi nasional usia pertama kali merokok terdapat
pada usia 15-19 tahun 43,3%, 20-24 tahun 14,6%.
Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan
pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian ini berjumlah 77 orang.
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling yaitu
berjumlah 30 orang, namun dalam pengambilan sampel terdapat kriteria eksklusi
sehingga jumlah sampel menjadi 30 orang responden. Instrumen penelitian
menggunakan kuesioner. Tehnik analisa data menggunakan uji chi-square α=0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar berpengetahuan kurang
yaitu sebanyak 14 orang (46,7%) yang berpengetahuan baik sebanyak 5 (16,7%) dan
yang berpengetahuan cukup 11 (36,7%) Hasi uji chi-square α=0,05 didapatkan p=0,000
< 0,05 sehingga Ha diterima, artinya ada hubungan pengetahuan siswa tentang dampak
rokok terhadap kesehatan dengan perilaku merokok di SMA SATAP 4 Gunungsari.
Sehingga dapat disimpulkan ada hubungan pengetahuan siswa tentang dampak
rokok terhadap kesehatan dengan perilaku merokok di SMA SATAP 4 Gunungsari
kabupaten lombok barat tahun 2019
Kata kunci: Pengetahuan, Perilaku merokok
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
53
RELATIONSHIP OF STUDENTS KNOWLEDGE ABOUT
CIGARETTE IMPACT ON HEALTH WITH SMOKING
BEHAVIOR IN SATAP 4 GUNUNGSARI
SMA WEST LOMBOK YEAR 2019
ABSTRACT
Smoking is a very detrimental behavior. For the culprit smoking can cause various
diseases such as high blood pressure and heart disease which is caused by the influence
of chemicals contained in cigarettes such as nicotine and tar. West Nusa Tenggara
ranks sixth for the highest national percentage of first-time smoking, aged 15-19 years
43.3%, 20-24 years 14.6%.
The research design used in this study was to use a cross sectional approach.
The population in this study amounted to 77 people. Sampling was carried out using
purposive sampling, amounting to 30 people, but in sampling there were exclusion
criteria so that the total sample was 30 respondents. The research instrument used a
questionnaire. Data analysis techniques used the chi-square test α = 0.05.
The results showed that most of the less knowledgeed as many as 14 people
(46.7%) who had good knowledge as many as 5 (16.7%) and who were knowledgeable
enough 11 (36.7%) Results of the chi-square test α = 0.05 obtained p = 0,000 <0.05 so
that Ha is accepted, meaning that there is a relationship between students' knowledge
about the impact of smoking on health with smoking behavior at SATAP 4 Gunungsari
High School.
So it can be concluded that there is a relationship between students' knowledge
about the impact of smoking on health with smoking behavior in SMA SATAP 4
Gunungsari Barat Lombok Regency in 2019
Keywords: Knowledge, Smoking behavior
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
54
PENDAHULUAN
Merokok merupakan salah satu
perilaku yang sangat merugikan. Bagi
pelakunya merokok dapat menyebabkan
berbagai macam penyakit seperti
tekanan darah tinggi dan gangguan
kerja jantung yang disebabkan oleh
pengaruh bahan-bahan kimia yang
terkandung di dalam rokok seperti
nikotin dan tar. Pada keadaan merokok
pembuluh darah dibeberapa bagian
tubuh akan mengalami penyempitan,
dalam keadaan ini dibutuhkan tekanan
yang lebih tinggi supaya darah dapat
mengalir ke alat-alat tubuh dengan
jumlah yang tetap. Untuk itu jantung
harus memompa darah lebih kuat,
sehingga tekanan pada pembuluh darah
meningkat. Selain itu juga
menyebabkan penurunan sensitivitas
indra penciuman dan pengecapan bagi
pelakunya (Tristanti, 2016).
Persentase penduduk dunia yang
mengkonsumsi tembakau didapatkan
sebanyak 57% pada penduduk Asia dan
Australia, 14% pada penduduk Eropa
Timur dan Pecahan Uni Soviet, 12%
penduduk Amerika, 9% penduduk
Eropa Barat dan 8% pada penduduk
Timur Tengah serta Afrika. Sementara
itu ASEAN merupakan sebuah kawasan
dengan 10% dari seluruh perokok dunia
(WHO,2015).
Indonesia sendiri menempati
urutan ketiga di dunia dengan jumlah
perokok terbanyak setelah Cina 300
juta, India 120 juta, dan Indonesia
sendiri 82 juta. Menurut data WHO
(2011), 34,8% (59.900.000) dari
populasi orang dewasa di Indonesia saat
ini mengkonsumsi rokok. Sedangkan
pada remaja, WHO (2011)
menunjukkan bahwa 67% remaja di
Indonesia pertama kali merokok pada
usia 15 tahun. Prevalensi perokok pada
kalangan remaja usia 15-19 tahun laki-
laki berjumlah 37,3% dan perempuan
berjumlah 3,1%, dimana jumlah
tersebut mengalami peningkatan dalam
13 tahun dari 7,1% pada tahun 2001
menjadi 18,3% pada tahun 2013
(Riskesdas, 2014)
Persentase perokok di negara
ASEAN untuk negara Indonesia
menempati urutan pertama dengan
persentase (46,16%), Filipina (16,62%),
Vietnam (14,11%), Myanmar (8,73%),
Thailand (7,74%), Malaysia (2,9%)
Kamboja (2,07%), Laos (1,23%),
Singapura (0,39%) dan Brunei (0,04%)
(Depkes RI, 2016).
Nusa Tenggara Barat berada di
urutan ke enam untuk Presentase
tertinggi nasional usia pertama kali
merokok terdapat pada usia 15-19 tahun
43,3%, 20-24 tahun 14,6%. Penduduk
yang pertama kali merokok pada usia
15-19 tahun tertinggi di Maluku Utara
51,9%, Riau 49,5%, Sumatera Selatan
47,7%, dan Kepulauan Riau 47,7%.
Perokok yang berumur >15 tahun di
Nusa Tenggara Barat mencapai 35,5%,
masing-masing perokok aktif 30,5%,
perokok kadang- kadang 5,0%, berhenti
merokok 3,2% dan menghisap rata-rata
10 batang per hari sebanyak 42,6%
(Rikesdas, 2014).
Perilaku merokok merupakan
perilaku yang membakar salah satu
produk tembakau yang dimaksudkan
untuk dibakar, dihisap dan/atau dihirup
termasuk rokok kretek, rokok putih,
cerutu atau bentuk lainnya yang
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
55
dihasilkan dari tanaman nicotina
tabacum, nicotinarustica dan spesies
lainnya atau sintetisnyayang asapnya
mengandung nikotin dan tar, dengan
atau tanpa bahan tambahan, Perokok di
masyarakat Indonesia ternyata tidak
hanya di kalangan dewasa saja, tetapi
juga pada remaja. Perilaku merokok
laki-laki dan perempuan umumnya
pertama kali dilakukan ketika memasuki
masa remaja. Prevalensi penduduk
Indonesia usia 15 tahun ke atas yang
merokok tiap hari sebesar 28,2%.
Secara nasional (Kemenkes, 2013).
Pengetahuan tentang rokok
merupakan informasi yang dimiliki oleh
seseorang mengenai bahan atau zat
yang terkandung dalam rokok serta
dampak atau pengaruhnya bagi
kesehatan.Pengetahuan merupakan
faktor pemudah untuk terjadinya suatu
perilaku spesifik sesuai dengan teori
Lawrence Green Pengetahuan seseorang
terhadap rokok akan meningkatkan
kontrol dirinya sehingga jika seseorang
memiliki pengetahuan yang baik
tentang rokok maka orang itu cenderung
tidak merokok dan sebaliknya. Namun,
walaupun seseorang telah memiliki
pengetahuan yang benar tentang rokok,
faktor lain seperti kemampuan berfikir
yang belum berkembang secara
sempurna serta informasi yang salah
mengenai rokok memiliki pengaruh
yang kuat dalam pengambilan
keputusan seseorang untuk merokok
(Chotidjah, 2012).
Pengetahuan merupakan hasil
“tahu” dan terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni : indera
penglihataan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting
dalam bentuk tindakan seseorang overt
behaviour(Notoadmodjo, 2012).
Perliaku manusia sebenarnya
merupakan refleksi dari berbagai gejala
kejiwa’an seperti pengetahuan,
keinginan, kehendak, minat, motivasi,
persepsi, sikap dan sebagainya.
Pengetahuan bagian dari perilaku
tersebut. Tanpa pengetahuan seseorang
tidak mempunyai dasar untuk
mengambil keputusan dan menentukan
tindakan terhadap masalah yang
dihadapi (Notoatmodjo,2010).
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan
adalah cross sectional. Populasi
penelitian sebanyak 77 dan yang
diambil sebagai sampel 30 responden.
Teknik pengambilan sampel
menggunakan Purposive sampling.
Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan kriteria sampel yaitu
kriterian inklusi (Siswa yang bersedia
menjadi responden, siswa atau siswi
yang berada di sekolah) dan kriteria
eksklusi (Siswa yang tidak mau menjadi
responden).
Instrumen dalam penelitian ini
menggunakan kuisioner. Lembar isian
kuisioner yang digunakan adalah lembar
isian tentang perilaku merokok dan
lembar isian tentang pengetahuan
dampak rokok. Pengukuran
menggunakan ordinal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Univariat
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
56
Tabel 1. Distribusi dan Frekuensi Responden Berdasarkan berdasarkan umur
pada siswa di SMA SATAP 4 Gunungsari
No Umur Frequency Percent
1 15 5 16,7%
2 16 11 36,7%
3 17 2 6,7%
4 18 7 23,3%
5 19 4 13,3%
6 20 1 3,3%
Total 30 100%
Berdasarkan Tabel 1 diatas maka dapat dilihat bahwa mayoritas responden berumur 16
tahun sebanyak 11 orang (36%).
Tabel 2. Distribusi Frequensi responden berdasarkan kelas di SMA SATAP 4
Gunungsari
No Kelas Frequency Percent
1 X 8 26,7%
2 XI 15 50,0%
3 XII 7 23,3%
Total 30 100%
Berdasarkan Tabel 4.2 diatas maka dapat dilihat bahwa jumlah responden berdasarkan
kelas masing-masing 8 orang (26,7%) kelas X dan 15 orang (50%) kelas XI dan 7 orang
(23,3%) kelas XII.
Tabel 3. Distribusi Frequensi pengetahuan pada siswa di SMA SATAP 4
Gunungsari
No Pengetahuan Frequency Percent
1 Baik 5 16,7%
2 Cukup 15 50,0%
3 Kurang 10 33,3%
Total 30 100%
Berdasarkan table 3 diatas maka dapat
di lihat bahwa dari 30 responden yang
diteliti ditemukan mayoritas siswa
memiliki pengetahuan cukup tentang
rokok yaitu sebanyak 15 responden
(50,0%).
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
57
Tabel 4. Distribusi Frequensi perilaku merokok pada siswa di SMA SATAP 4
Gunungsari
No Perilaku merokok Frequency Percent
1 Merokok 18 60%
2 Tidak merokok 12 40%
Total 30 100%
Berdasarkan table 4.4 diatas maka dapat
di lihat bahwa dari 30 responden yang
diteliti ditemukan mayoritas siswa
merokok, yaitu sebanyak 18 responden
(60 %).
B. Analisa Bivariat
1. Hubungan pengetahuan siswa
tentang dampak rokok
terhadap kesehatan dengan
perilaku merokok di SMA
SATAP 4 Gunungsari
Tabel 1. Hubungan pengetahuan
dengan perilaku merokok
pada siswa di SMA SATAP
4 Gunungsari
No Pengetahuan Perilaku merokok Total
Merokok Tidak Merokok
F % F % F %
1 Baik 3 10 2 6,6 5 16,6
2 Cukup 9 30 6 20 15 50
3 Kurang 6 20 4 13,3 10 30
Jumlah 18 60 12 39,9 30 100
Berdasarkan Tabel 1 diatas, dari 5
(16,6%) responden yang memiliki
pengetahuan baik terdapat 3 (10 %)
responden yang merokok, dan 2 (6,6%)
responden yang tidak merokok. Dari 15
(50%) responden yang memiliki
pengetahuan cukup terdapat 9 (30%)
responden yang yang merokok dan 6
(20%) responden yang tidak merokok.
Dari 10 (30%) responden yang memiliki
pengetahuan kurang terdapat 6 (20%)
responden yang merokok dan 4 (13,3%)
responden yang tidak merokok.
PEMBAHASAN
1. Hubungan Pengetahuan Dengan
Perilaku Merokok
Hasil penelitian yang dilakukan
peneliti bahwa 30 responden, tingkat
pengetahuan responden tentang
merokok mayoritas berada pada
kategori cukup 15 (50.0%).
Pengetahuan dalam hal ini meliputi
pengertian rokok dan merokok,
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
58
kandungan rokok, bahaya merokok.
Menurut asumsi peneliti pengetahuan
yang cukup dikarenakan responden
hanya sekedar mengetahui apa itu
bahaya rokok tetapi tidak terlalu
memahami apa sebenarnya rokok
tersebut, apa saja kandungannya, dan
mengapa dapat berbahaya bagi
kesehatan.
Pengetahuan merupakan hasil
“tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu
objek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui pancaindra manusia, yaitu indra
penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga.Notoatmodjo (2012).
Berdasarkan hasil distribusi
frekuensi pada tabel 4.1 analisis
univariat berdasarkan umur didapatkan
mayoritas pada umur 16 tahun dengan
responden sebanyak 11orang (36,7%).
Berdasarkan hasil tabulasi silang
antara pengetahuan dengan perilaku
merokok pada siswa di SMA SATAP 4
Gunungsari, dapat dilihat pada tabel 4.5
diatas dari 5 (16,6%) responden yang
memiliki pengetahuan baik terdapat 3
(10 %) responden yang merokok, dan 2
(6,6%) responden yang tidak merokok.
Dari 15 (50%) responden yang memiliki
pengetahuan cukup terdapat 9 (30%)
responden yang yang merokok dan 6
(20%) responden yang tidak merokok.
Dari 10 (30%) responden yang memiliki
pengetahuan kurang terdapat 6 (20%)
responden yang merokok dan 4 (13,3%)
responden yang tidak merokok.
Perliaku manusia sebenarnya
merupakan refleksi dari berbagai gejala
kejiwa’an seperti pengetahuan,
keinginan, kehendak, minat, motivasi,
persepsi, sikap dan sebagainya.
Pengetahuan bagian dari perilaku
tersebut. Tanpa pengetahuan seseorang
tidak mempunyai dasar untuk
mengambil keputusan dan menentukan
tindakan terhadap masalah yang
dihadapi (Notoatmodjo,2010).
Hasil penelitian ini sama dengan
hasil penelitian Silvia Widiasih (2010)
tentang hubungan pengetahuan remaja
tentang merokok dengan perilaku
merokok pada remaja di dusun melik
desa canditunggal kalitengah lamongan,
dari 35 responden mayoritas
berpengetahuan cukup sebanyak 17
orang (48,6%). Sedangkan hasil
penelitian Yosantaraputra dkk (2014)
dari 273 responden mayoritas
berpengetahuan kurang (64.5%), hal ini
dikarenakan kurang aktifnya responden
mencari informasi dan tidak adanya
mata kuliah khusus tentang nikotin di
perguruan tinggi tersebut.
Pengetahuan merupakan faktor
penting yang dapat mempengaruhi
perilaku kesehatan seseorang, sehingga
semakin baik tingkat pengetahuan
seseorang maka akan semakin baik pula
perilaku kesehatan. Merokok
merupakan suatu aktivitas yang
merugikan kesehatan, karena dengan
merokok akan memberikan dampak
pada penyakit kardiovaskuler, kanker,
paru-paru dan gangguan kehamilan,
sehingga dengan semakin tinggi tingkat
pengetahuan kesehatan, maka perilaku
merokok semakin mengalami
penurunan.
Menurut pendapat dari peneliti
pengetahuan merupakan hal penting
dalam membentuk perilaku. Perilaku
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
59
siswa yang masih sering merokok
dilingkungan SMA SATAP 4
Gunungsari dipengaruhi kurangnya
pengetahuan tentang bahaya merokok.
Selain itu, perilaku juga bisa terbentuk
dari peran teman-teman
dilingkungannya, apabila teman-
temannya memiliki perilaku merokok
maka siswa yang sebelumnya tidak
merokok menjadi memiliki perilaku
merokok, sebaliknya jika siswa
berkumpul dengan teman-teman yang
tidak merokok maka bisa saja
mahasiswa yang sebelumnya merokok
menjadi tidak merokok.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan dalam penelitian ini dapat
disimpulkan sebagai berikut :
a. Dari 30 responden SMA SATAP 4
Gunungsari yang memiliki
pengetahuan baik sebanyak 7 siswa
(23,3%), memiliki pengetahuan
cukup sebanyak 16 siswa (53,3%),
dan yang memiliki pengetahuan
kurang 7 siswa (23,3%).
b. Dari 30 responden SMA SATAP 4
Gunungsari yang merokok
sebanyak 17 siswa (70%) dan siswa
yang tidak merokok sebanyak 13
siswa (30%).
c. Hasil uji statistik menggunakan
Chi-Square dengan taraf signifikan
α=0,05 diperoleh hasil 0,078 maka
Ho ditolak. Artinya ada hubungan
antara pengetahuan dengan perilaku
merokok di SMA SATAP 4
Gunungsari.
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan ini, peneliti
ingin mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu
mewujudkan penelitian ini :
1. Ketua Universitas Qamarul
Huda Badaruddin (UNIQHBA)
Bagu
2. Prodi S1 Keperawatan
3. Dosen pembimbing dalam
penelitian ini
DAFTAR PUSTAKA
Tristanti, Ika. 2016. Remaja dan
Perilaku Merokok.
https://publikasiilmiah.
ums.ac.id. Diakses 3 Februari
2017
Who, 2015. Global Youth Tobacco
Survey (GYTS): Indonesia report
2014, Availableat:http://
www.searo.who.in t/tobacco/
documents /ino_gyts_ report
_2014.pdf.
Riskesdas. (2014). Presentasi Wakil
Menteri Kesehatan: Upaya
Pengendalian Tembakau di
Indonesia. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes,2013. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2013 tentang
Pencantuman Peringatan
Kesehatan Dan Informasi
Kesehatan Pada Kemasan Produk
Tembakau, Jakarta: Kemenkes RI.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010),
Metodologi Penelitian kesehatan,
Rineka Cipta ; Jakarta
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
60
Notoatmodjo, Soekodjo. (2012),
Promosi Kesehatan dan perilaku
kesehatan, Rineka cipta ; Jakarta.
Kelana K.D.2017. Metodologi
Penelitian Keperawatan. Jakarta. CV
Trans Info Media.
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
61
HUBUNGAN DURASI BERMAIN GADGED (GAME EDUKASI)
DENGAN TINGKAT PERKEMBANGAN ANAK USIA 4-6 TAHUN
DI TK DAHLIA DARMAJI
Baiq Larasati Septami1, Lalu Wiresanta
2, Beti Haerani
3
1,2,3 Departemen Keperawatan, Fakultas Kesehatan,Universitas Qamarul Huda
Bagu,Lombok, Indonesia
Email: [email protected]
ABSTRAK
Perkembangan gadged (game edukasi) yang sangat pesat, memberikan dampak
terhadap tingkat perkembangan anak karena anak yang sering bermain gadged (game
edukasi) akan mengalami keterlambatan pada tingkat perkembangannya. Tujuan
penelitian untuk mengetahui hubungan durasi bermain gadged (game edukasi) dengan
tingkat perkembangan anak usia 4-6 tahun di TK Dahlia Darmaji. Desain penelitian
cross sectional. Populasi 51 anak TK Dahlia Darmaji usia 4-6 tahun. Sampel 45
responden dengan metode total sampling. Variabel independen yaitu durasi bermain
gadged (game edukasi) dan variabel dependen yaitu tingkat perkembangan anak usia 4-
6 tahun. Diukur dengan kuesioner dan DDST anak. Tehnik analisa data menggunakan
uji chi-square α=0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa durasi bermain gadged (game edukasi)
sering 21 responden (46,7%), dan tingkat perkembangan anak usia 4-6 tahun terlambat
34 responden (75,6%). Hasi uji ch-square α=0,05 didapatkan p=0,000 < 0,05 sehingga
H1 diterima, artinya ada hubungan durasi bermain gadged (game edukasi) dengan
tingkat perkembangan anak usia 4-6 tahun. Diharapakan orang tua dapat membatasi
anak dalam durasi bermain gadged (game edukasi) dan mengawasi kegiatan yang
dilakukan anak saaat bermain gadged.
Kata kunci : Gadged (game edukasi), Tingkat Perkembangan, Anak
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
62
RELATIONSHIP DURATION OF PLAYING GADGED
(EDUCATIONAL GAME) WITH CHILDREN’S DEVELOPMENT
LEVEL AGED 4-6 YEARS OLD AT KINDERGARTEN SCHOOL
OF DAHLIA DARMAJI
ABSTRACT
The development of gadgeds (educational game) is very rapid, giving an impact on
children’s development level because children who often play gadged (educational
game) will experience retardment at his development level. The aim of the study to
determine the relations beetween Relationship Duration Playing Gadged (educational
game) With Children’s Development Level Aged 4-6 Years Old At Kindergarten School
of Dahlia Darmaji. Cross sectional research design. The population were 51
kindergaeden children of Dahlia Darmaji aged 4-6 years old. Sample were 45
respondents with total sampling method. The independet variable was relationship
duration playing gadged (educational game) and the dependent variable was the
children’s development level aged 4-6 years old. It measured by questionnaire and
children DDST. Data analysis technique used chi-square test α=0,05.
The results showed that duration of playing gadged (educational game) often
were 21 respondent (46,7%), and children’s development level aged 4-6 years old late
were 34 respondent (75,6%). Chi-square test results α=0,05 obtained p=0,000 < 0,05
so H1 was accepted, it meant there was relationship duration of playing gadged
(educational game) with children’s development level aged 4-6 years old. It is expected
that parents can limit children in the duration of playing gadged (educational game)
and oversee the activities carried out on children while playing gadged.
Keywords : Gadged (educational game), Development Level, Children
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
63
PENDAHULUAN
World Health Organization
(WHO) melaporkan bahwa 5-25% anak
usia prasekolah menderita gangguan
perkembangan. Berbagai masalah
perkembangan anak seperti
keterlambatan motorik, bahasa dan
perilaku sosial dalam beberapa tahun
terakhir ini semakin meningkat.
Dalam survey yang dilakukan
oleh the Asianparent Insights (2014),
pada lingkup studi kawasan Asia
Tenggara dengan melibatkan setidaknya
2.417 orang tua yang memiliki gadged
dan anak dengan usia 3-8 tahun pada
lima negara yakni Singapura, Thailand,
Philipina, Malaysia dan Indonesia.
Dengan sejumlah sampel orang tua
tersebut, diperoleh 3.917 sampel anak
dengan usia 3-8 tahun. Dari 98%
responden anak usia 3-8 tahun
pengguna gadged tersebut 67%
diantaranya meggunakan gadged milik
orang tua mereka, 18% lainnya
menggunakan gadged milik saudara dan
14% sisanya menggunakan gadged
milik sendiri. Angka kejadian masalah
perkembangan pada anak di Indonesia
antara 13-18%. Sekitar 9,5% sampai
14,2% anak prasekolah memiliki
masalah sosial emosional yang
berdampak negatif terhadap
perkembangan dan kesiapan sekolahnya
(Brauner & Stephens ,16).
Di Provinsi Nusa Tenggara barat
sendiri jumlah balita dan anak usia
prasekolah yaitu 8,60% dari 100%
jumlah seluruh popolasi atau sekitar
414.265 jiwa dari 4.813.948 jiwa,
dengan angka yang tertinggi berada di
kabupaten Lombok Timur sejumalh
104.602 jiwa dan yang terendah di Kota
Bima yaitu sejumlah 14.826 jiwa (Profil
kesehatan NTB,2015).
Gadged adalah sebuah istilah
dalam bahasa inggris yaitu perangkat
elektronik kecil yang memiliki tujuan
dan fungsi khusus untuk mengunduh
informasi-informasi terbaru dengan
berbagai teknologi maupun fitur
terbaru, sehingga membuat hidup
manusia menjadi lebih praktis. Gadged
sendiri dapat berupa komputer atau
laptop, tablet pc, video game dan juga
telepon seluler atau smartphone
(Indrawan, 2014 disitasi Dewanti,
Widada dan Triono, 2016, hl27;
Iswidharmanjaya, 2014, h7).
Perkembangan adalah perubahan
individu baik itu fisik maupun psikis
yang berlangsung sepanjang rentang
hidup. Anak memiliki suatu ciri yang
khas yaitu selalu tumbuh dan
berkembang sejak lahir sampai
berakhirnya masa remaja (Hidayat
2005). Perkembangan adalah
peningkatan kemampuan dalam hal
struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks. Perkembangan memiliki pola
yang teratur dan dapat diprediksi, yang
merupakan hasil dari proses
pematangan (Nugroho, 2009; h. 1).
Anak prasekolah adalah anak
yang berusia antara 3-6 tahun, dalam
usia ini anak umumnya mengikuti
program anak (3Tahun-5 tahun) dan
kelompok bermain (Usia 3 Tahun),
sedangkan pada usia 4-6 tahun biasanya
mereka mengikuti program Taman
Kanak-Kanak, Patmonedowo (2008:19).
Anak usia dini adalah anak yang berada
pada usia 0-8 tahun. Menurut Beichler
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
64
dan Snowman (Dwi Yulianti, 2010:7),
anak usia dini adalah anak yang berusia
antara 3-6 tahun.
Indonesia kini bahkan telah
menjadi salah satu negara dengan
pengguna Facebook dan Twitter
terbesar didunia, yang penggunanya
masing-masing mencapai 51 juta dan
19.5 juta orang. Ini adalah kenikmatan
penduduk dunia abad ke-21. Jarak dan
waktu bagaikan terbunuh oleh kemajuan
teknologi informasi semacam ini. Di
Indonesia, bila di tahun 2012 hanya 27
% anak di usia balita yang
menggunakan gadget, di tahun 2014,
jumlahnya meningkat hingga 73 %. Dan
29 % di antaranya, sudah memiliki
tablet pribadi pemberian orang tua
(Djarot Wijanarko, 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh
Tria Puspita Sari & Amy Asma Mitsalia
(2016) tentang pengaruh penggunaan
gadged terhadap personal sosial anak
usia pra sekolah di TKIT Al-Mukmin.
Hasil analisis yang didapatkan diketahui
bahwa dalam kelompok kasus, anak
yang sering memainkan gadgetnya
sebanyak 18 anak (95%), berbeda
dengan anak pada kelompok kontrol
dimana anak yang sering memainkan
gadget hanya 4 anak (21%) dan lebih
mayoritas jarang memainkan gadgetnya
yaitu sebanyak 15 anak (79%). Namun
secara keseluruhan anak yang sering
memainkan gadget lebih dominan yaitu
sebanyak 22 anak (58%) daripada anak
yang jarang bermain gadget yang hanya
16 anak (42%).
Berdasarkan uraian di atas
peneliti tertarik melakukan penelitian
dengan judul “Hubungan durasi
bermain gadged (game edukasi) dengan
tingkat perkembangan anak usia 4-6
tahun di TK Dahlia Darmaji tahun
2019”
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui Hubungan durasi bermain
gadged (game edukasi) dengan tingkat
perkembangan anak usia 4-6 tahun di
TK Dahlia Darmaji tahun 2019.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
jenis penelitian survey analitik dengan
pendekatan cross-sectional, karena
peneliti bermaksud untuk
mengidentifikasi apakah ada hubungan
bermain gadged (game edukasi) dengan
tingat perkembangan anak usia 4-6
tahun.
Popolasi dalam penelitian ini
adalah adalah semua siswa/siswi TK
Dahlia Dramaji. Jumlah seluruh
siswa/siswi kelas A & B adalah 51
orang. Sampel dalam penelitian ini
adalah 45 orang anak
Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kuesioner
dan DDST, dimana kuesioner yang
digunakan telah dilakukan uji validitas
dan reabilitas oleh peneliti langsung,
sedangkan untuk DDST merupakan
instrument yang sudah valid.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik responden Usia
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
65
Tabel 1 anak responden
No Umur Frekuensi Presentase (%)
1
2
3
4 tahun
5 tahun
6 tahun
15
23
7
33,3
51,1
15,6
Jumlah 45 100
Berdasarkan tabel 1
menunjukkan bahwa sebagian
besar dari responden berumur 5
tahun sejumlah 23 orang
(51,1%), umur 4 tahun
sejumlah 15 orang (33,3%) dan
umur 6 tahun sejumlah 7 orang
(15,6%).
Jenis kelamin
Tabel 2 jenis kelamin anak responden
No Jenis kelamin
anak
Frekuensi Presentase
(%)
1
2
Laki-Laki
Perempuan
30
15
66,7
33.3
Jumlah 45 100
Berdasarkan tabel 2
menunjukkan bahwa sebagian
besar dari responden berjenis
kelamin Laki-Laki sejumlah 30
orang (66,7%) dan sebagian
kecil berjenis kelamin
Perempuan sejumlah 15 orang
(33,3%).
Pendidikan
Tabel 3 pendidikan orang tua
No Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
1
2
3
4
SD
SMP
SMA
SARJANA
7
11
18
9
15,6
24,4
40,0
20,0
Jumlah 45 100
Berdasarkan tabel 3
menunjukkan bahwa sebagian
besar dari orang tua responden
berpendidikan SMA sejumlah
18 orang (24,4%),
berpendidikan SMP 11 orang
(24,4%), berpendidikan
SARJANA 9 orang (20,0%) dan
berpendidikan SD 7 orang
(15,6%).
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
66
Pekerjaan
Tabel 4 pekerjaan orang tua
No Pekerjaaan Frekuensi Persentase (%)
1
2
3
4
IRT
TANI
SWASTA
PNS
26
1
14
4
57,8
2,2
31,1
8,9
Jumlah 45 100
Berdasarkan tabel 4
menunjukkan bahwa sebagian
besar dari orang tua responden
bekerja sebagai IRT sejumlah 26
orang (57,8%), bekerja sebagai
SWASTA sejumlah 14 orang
(31,1%), bekerja sebagai PNS
sejumlah 4 orang (8,9%) dan
bekerja sebagai TANI sejumlah
1 orang (2,2%).
Durasi bermanin gadged (game edukasi )
Tabel 5 Durasi bermanin gadged
No Durasi Frekuensi Persentase (%)
1
2
3
4
Sangat Jarang
Jarang
Sering
Sangat Sering
7
15
21
2
15,6
33,3
46,7
4,4
Jumlah 45 100
Berdasarkan tabel 5
menunjukkan bahwa sebagian
besar anak sering menggunakan
gadged (game edukasi) sejumlah
21 orang (46,7%), anak yang
jarang menggunakan gadged
(game edukasi) sejumlah 15
orang (33,3%), anak yang sangat
jarang menggunakan gadged
(game edukasi) sejumlah 7
orang (15,6%) dan anak yang
sangat sering menggunakan
gadged (game edukasi) sejumlah
2 orang (4,4%).
Tingkat perkembangan
Tabel 6 tingkat perkembangan anak
No Perkembangan Frekuensi Presentase (%)
1
2
Normal
Terlambat
11
34
24,4
75,6
Jumlah 45 100
Berdasarkan tabel 6
menunjukkan bahwa sebagian
besar tingkat perkembangan
anak TK Dahlia Darmaji adalah
terlambat sejumlah 34 orang
(75,6%) dan yang mengalami
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
67
tingkat perkembangan normal sejumlah 11 orang (24,4%).
Tabel 7 hubungan durasi bermain gadged (game edukasi) dengan tingkat
perkembangan anak usia 4-6 tahun di TK Dahlia Darmaji.
Tingkat Perkembangan
Durasi
bermain
gadged
Normal Terlambat Total
Frekue
nsi
Persentase Frekue
nsi
Persentase N %
Sangat Sering
Sering
Jarang
Sangat Jarang
Jumlah
0
6
3
2
11
0
13,5
6,6
4,4
24,5
2
15
12
5
34
4,4
33,4
26,6
11,1
75,5
2
21
15
7
45
4,4
46,6
33,5
15,5
100
Hasil SPSS p = 0,000 α = 0,05
Berdasarkan tabel 7 dapat
diketahui bahwa sebagian besar
dari responden dengan jumlah
21 (46,6%) responden dimana
15 responden (33,3%) sering
bermain gadged (game edukasi)
dan mengalami tingkat
perkembangan terlambat,
jumlahnya lebih banyak dari
daripada yang sering bermain
gadged (game edukasi) dan
mengalami tigkat perkembangan
normal yaitu sebanyak 6
responden (13,3%). Sebagian
responden jarang bermain
gadged (game edukasi) dan
mengalami perkembangan
terlambat sebanyak 12
responden (26,6%) dan yang
mengalami perkembangan
normal sebanyak 3 responden
(6,6%).Sebagian kecil responden
sangat jarang bermain gadged
(game edukasi) dan mengalami
perkembangan normal yaitu
sebanyak 2 responden (4,4%)
sedangkan yang mengalami
perkembangan terlambat
sebanyak 5 responden (11,1%),
dan responden yang sangat
sering menggunakan gadged
(game edukasi) dengan tingkat
perkembangan terlambat
sebanyak 2 responden (4,4%).
Uji chi-square α = 0,05 antara
variabel durasi bermain gadged
(game edukasi) dengan tingkat
perkembangan anak anak usia 4-
6 tahun di TK Dahlia Darmaji
tahun 2019 didapatkan niali
p=0.000<0,05. Hasil tersebut
kurang dari taraf signifikan yang
digunakan yaitu p=0,05,
sehingga H1 diterima H0 ditolak
yang berarti ada hubungan
durasi bermain gadged (game
edukasi) dengan ingkat
perkembangan anak usia 4-6
tahun di TK Dahlia Darmaji.
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
68
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1. Hubungan durasi bermain
gadged (game edukasi) dengan
tingkat perkembangan anak usia 4-6
tahun di TK Dahlia Darmaji
cenderung ke arah negatif yaitu
sebanyak (46,6%). Hal ini
disebabkan karena dari gadged
(game edukasi) anak lebih sering
bermain game dan menonton
youtube dan jarang berinteraksi
dengan orang lain disekitar
lingkungannya.
2. Selain dampak negatif gadged
(game edukasi) memiliki dampak
positif bagi anak yaitu sebanyak
(15,5%). Hal ini disebabkan karena
gadged (game edukasi) anak dapat
mengikuti pelajaran seperti
menghafal lagu-lagu anak,
memudahkan anak mengingat
warna, belajar mengenal huruf dan
sebagainya.
3. Ada hubungan yang signifikan
antara durasi bermain gadged (game
edukasi) dengan tingkat
perkembangan anak usia 4-6 tahun
di TK Dahlia Darmaji. Dibuktikan
dengan hasil uji statistik
menggunakan pengujian Chi-
Square. Pada analisis Chi-Square,
Ho ditolak dan Ha diterima.
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan ini, peneliti
ingin mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu
mewejudkan penelitian ini :
1. Ketua Universitas Qamarul
Huda Badaruddin (UNIQHBA)
Bagu
2. Prodi S1 Keperawatan
3. Dosen pembimbing dalam
penelitian ini
DAFTAR PUSTAKA
Iswidharmanjaya Derry dan Beranda
Agency. 2014. Bila si kecil
bermain gadged. Yogyakarta :
Bisakimia.
Hapsari Iriani Indri,.M.Psi.2016.
Psikologi Perkembangan anak.
Kembangan – Jakarta Barat :
PT.Indeks.
Wijanarko Jarot. 2016. Pengaruh
Pemakaian Gadged dan Perilaku
Anak, terhadap kemampuan anak
Taman Kanak-kanak Happy Holy
Kids. Skripsi. Jakarta : Universitas
Terbuka.
Pebriana Putri Hana.2017. Analisis
penggunaan gadged terhadap
kemampuan interaksi sosial pada
anak usia dini. Jurnal pendidikan
anak usia dini.1(1) : 1-11.
Elfiadi. 2016. Bermain dan Permainan
bagi anak usia dini. Artikel. Aceh
: STAIN Malikussaleh
Lhokseumawe.
Sari Tria Puspita dan Amy Asma
Mitsalia. 2016. Pengaruh
penggunaan gadged terhadap
personal sosial anak usia
prasekolah. Jurnal pendidikan
anak usia prasekolah. 13(2) : 72-
78.
Setianingsih. Amila Wahyuni dan
Fitriana Noor Khayati.2018.
Dampak penggunaan gadged
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
69
pada anak usia prasekolah dapat
meningkatkan resiko gangguan
pemusatan perhatian dan
hiperaktivitas. Jurnal kesehatan.
XVI(2) : 191-205.
Pratiwi Wiwik. 2017. Konsep bermain
pada anak usia dini. Jurnal
pendidikan anak usia dini.5(2) :
106-117.
Nailirohmah. 2016. Bermain dan
pemanfaatannya dalam
perkembangan anak usia dini.
Jurnal Tarbawi.13(2) : 28-34.
Chusna Puji Asmaul. 2017. Pengaruh
media gadged pada
perkembangan karakter anak.
Jurnal media komunikasi sosial
keagamaan.17(2) : 26-117.
Chikmah Adevia Maulidya dan Desy
Fitrianingsih.2018. Pengaruh
durasi penggunaan gadged
terhadap masalah mental
emosional anak pra sekolah.
Jurnal siklus.7(2) : 295-299.
Ardianto Asep. 2017. Bermain sebagai
sarana pengembangan kreativitas
anak usia dini. Jurnal jendela
olahraga.2(2) : 35-39.
Katharina Telly. 2016. Hubungan
antara pengetahuan ibu dengan
sikap terhadap tumbuh kembang
anak. Jurnal kebidanan.6(2) : 134-
141.
Amini Mukti,S.Pd,M.Pd. 2003. Hakikat
anak usia dini. Modul.
M. Hafiz Al-Ayouby. Dampak
penggunaan gadged pada anak
usia dini. Skripsi. Bandar
Lampung : Universitas Lampung.
Sulis Tri Oktaviani Santoso. 2014.
Perkembangan teknologi
handphone. Artikel.
Maulida Hidayahti. 2013. Menelisik
Pengaruh Penggunaan Aplikasi
Gadget Terhadap Perkembangan
Psikologis Anak Usia Dini. Jurnal
Ilmiah Teknologi Pendidikan 2013.
Semanrang : FKIP Universitas
Negeri Semarang.
Delima R.,N.K. Arianti dan B
Pramudyawardani. (2015).
Identifikasi Kebutuhan Pengguna
Untuk Aplikasi Permainan Edukasi
Bagi Anak Usia 4 sampai 6 Tahun.
Jurnal Teknik Informatika dan
Sistem Informasi 1(1) : 4-8.
Fadilah, Ahmad. 2011. “Pengaruh
Penggunaan Alat Komunikasi
Handphone (Hp) Terhadap
Aktivitas Belajar Siswa Smp
Negeri 66 Jakarta Selatan.
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
70
HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN PENINGKATAN
TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI UNIT PELAYANAN
SOSIAL LANJUT USIA PUCANG GADING KOTA SEMARANG
Ni. Nyoman Maryaningtyas Adinatha1, Indah Wulaningsih2, Hadi Suryanto3
STIKes Karya Husada Semarang
Email: [email protected]
ABSTRAK
Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif. Umumnya tekanan darah
bertambah secara perlahan dengan bertambahnya umur. Ketidakcukupan kualitas dan
kuantitas tidur dapat merusak memori dan kemampuan kognitif. Bila hari ini
berkelanjutan hingga bertahun-tahun, akan berdampak pada tekanan darah tinggi. Untuk
mengetahui hubungan kualitas tidur dengan peningkatan tekanan darah pada lansia di
Unit pelayanan lanjut usia Pucang Gading Kota Semarang. Jenis penelitian ini
kuantitatif desain cross sectional. Tehnik purposive sampling Sample penelitian 48
responden uji statistik Chi-Square. Dalam penelitian ini kualitas tidur baik sebagian
besar mempunyai tekanan darah pre hipertensi sebanyak 14 responden (63,6%) dan
yang mempunyau kualitas tidur buruk sebagian besar mempunyai tekanan darah
hipertensi sebanyak 19 responden (73,1%). Ada hubungan antara kualitas tidur dengan
peningkatan tekanan darah di Unit pelayanam sosial lanjut usia Pucang Gading Kota
Semarang, dengan p value 0,000 < 0,05.
Kata kunci : Kualitas Tidur, Tekanan Darah, Lansia
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
71
CORRELATION OF SLEEPING QUALITY WITH BLOOD
PRESSURE IN ELDERLY IN THE CONTINUOUS SOCIAL
SERVICE UNIT OF PUCANG GADING AGE, SEMARANG CITY
ABSTRACT
Hypertension is a degenerative disease. Generally blood pressure increases
slowly with age. Insufficient quality and quantity of sleep can damage memory and
cognitive abilities. If today continues for years, it will have an impact on high blood
pressure. To determine the relationship between sleep quality and increased blood
pressure in the elderly in the elderly service unit of Pucang Gading, Semarang City.
This type of research is quantitative cross sectional design. Purposive sampling
technique Research sample 48 respondents Chi-Square statistical test. Good sleep
quality mostly had pre hypertension blood pressure as many as 14 respondents (63.6%)
and those with poor sleep quality mostly had hypertension blood pressure as many as
19 respondents (73.1%). There is a relationship between sleep quality and elevated
blood pressure in the elderly social care unit of Pucang Gading, Semarang City, with a
p value of 0.000 <0.05.
Keywords : Sleep Quality, Blood Pressure, Elderly
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
72
PENDAHULUAN
Lanjut usia merupakan bagian dari
tumbuh kembang manusia. Manusia
tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi
berkembang dari bayi, anak-anak,
dewasa, dan akhirnya menjadi tua.
(Azizah, M. Lilik, 2011). Masa lansia
adalah masa perkembangan terakhir
dalam hidup manusia. Perubahan fisik
lansia pada sistem kardiovaskuler akan
berpengaruh terhadap tekanan darahnya.
Dalam hal ini dapat terjadi hipertensi
(Triyanto, 2014).
Hipertensi hampir disetiap
negara menduduki peringkat pertama
sebagai penyakit yang paling sering
dijumpai. Secara global data World
Health Organization (WHO)
menunjukkan, diseluruh dunia sekitar 1
miliar orang angka ini kemungkinan
akan meningkat menjadi 50 % ditahun
2025, dari 1 miliar pengidap hipertensi,
33,3% berada dinegara maju dan 66,7%
sisanya berada dinegara sedang
berkembang termasuk Indonesia.
Berdasarkan data WHO pada
tahun 2014 terdapat sekitar 600 juta
penderita hipertensi diseluruh dunia.
Prevalensi tertinggi terjadi di wilayah
Afrika yaitu sebesar 30%. Prevalensi
terendah terdapat diwilayah amerika
sebesar 18%. Secara umum, laki-laki
memiliki prevalensi hipertensi yang
lebih tinggi dibandingkan wanita.
Hipertensi merupakan salah satu
penyakit degeneratif. Umumnya
tekanan darah bertambah secara
perlahan dengan bertambahnya umur.
Risiko untuk menderita hipertensi pada
populasi ≥ 55 tahun yang tadinya
tekanan darahnya normal adalah 90%.
Kebanyakan pasien mempunyai tekanan
darah pre hipertensi sebelum mereka di
diagnosis dengan hipertensi, dan
kebanyakan diagnosis hipertensi terjadi
pada umur diantara dekade ketiga dan
dekade kelima[4].
Menurut Dinas Kesehatan Kota
Semarang, prevalensi hipertensi di
Rumah Sakit dan di Puskesmas Kota
Semarang pada tahun 2017, yaitu
hipertensi essensial 29.335 orang dan
hipertensi lain 1.247 orang, sedangkan
Jumlah kematian penyakit hipertensi di
Rumah Sakit dan Puskesmas Semarang,
yaitu hipertensi esensial 50 orang
hipertensi lain 28 orang.
Kebutuhan waktu tidur bagi
setiap orang berlainan, tergantung pada
kebiasaan yang dibawa selama
perkembangannya menjelang dewasa,
aktifitas pekerjaan, usia dan kondisi
kesehatan. Kebutuhan tidur pada usia
lanjut 5-8 jam untuk menjaga kondisi
fisik karena usia yang semakin senja
mengkibatkan sebagian anggota tubuh
tidak dapat berfingsi optimal, maka
untuk mencegah adanya penurunan
kesehatan dibutuhkan energi yang
cukup dengan pola tidur yang
sesuai.(Ardiansyah, 2012)
Ketidakcukupan kualitas dan
kuantitas tidur dapat merusak memori
dan kemampuan kognitif. Bila hari ini
berkelanjutan hingga bertahun-tahun,
akan berdampak pada tekanan darah
tinggi, serangan jantung, stroke hingga
masalah psikologis seperti depresi dan
gangguan perasaan lain. Apakah hal ini
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
73
berlangsung dalam waktu yang lama,
akan menyebabkan individu tersebut
mengalami kurang tidur yang
mengakibatkan peningkatan resiko
penyakit yang dideritanya (Madyo,
2014)
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Riska Havisa, Sugianto
(2014) tentang hubungan kualitas tidur
dengan tekanan darah penderita pada
usia lanjut di posyandu lansia dusun
Jelavan Sundumartani Ngemplak
Sleman didapat jumlah penduduk lansia
mengeluh sering terbangun pada malam
hari dan setelah itu sulit untuk tertidur
kembali, dan tiga orang lansia
mengatakan sulit untuk mengawali tidur
pada malam hari, sering pusing, mudah
marah dan sulit untuk berkonsentrasi
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif dengan
deskriptif korelasional yang
menggunakan desain cross sectional.
Penelitian deskriptif korelatif yaitu
suatu metode penelitian dengan cara
menelaah hubungan antara dua variabel
pada suatu situasi atau sekelompok
subjek. Hal ini dilakukan untuk melihat
hubungan antara gejala satu dengan
yang lain, atau variabel satu dengan
variabel yang lain dengan metode
pendekatan cross sectional yaitu
memaparkan peristiwa yang terjadi pada
masa kini, variabel sebab atau resiko
dan akibat atau kasus yang terjadi pada
objek penelitian diukur dan
dikumpulkan secara simultan, sesaat
atau satu kali saja dalam satu kali waktu
(dalam waktu yang bersamaan), dan
tidak ada follow up (Dharma Kusuma
Kelana, 2014)
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Kualitas tidur pada lansia
Tabel. Distribusi frekuensi kualitas tidur pada lansia di Unit pelayanan
sosial lanjut usia Pucang Gading Kota Semarang
Kualitas tidur Frekuensi Persentase
(%)
kualitas baik 22 45.8
kualitas buruk 26 54.2
Total 48 100.0
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
74
b. Peningkatan tekanan darah
Tabel. Distribusi frekuensi kualitas tidur pada lansia di Unit pelayanan
sosial lanjut usia Pucang Gading Kota Semarang
Peningkatan tekanan
darah Frekuensi
Persentase
(%)
Normal 5 10.4
Pre hipertensi 20 41.7
Hipertensi 23 47.9
Total 48 100.0
c. Hubungan antara kualitas tidur dengan peningkatan tekanan darah
Tabel Hubungan antara kualitas tidur dengan peningkatan tekanan darah di Unit
pelayanan sosial lanjut usia Pucang Gading Kota Semarang.
Kualitas
tidur
Tekanan darah
Jumlah P value normal pre
hipertensi hipertensi
F % F % F % f %
Baik
Buruk
4
1
18,2
3,8
14
6
63,6
23,1
4
19
18,2
73,1
22
26
100
100
0,001
Total 5 10,4 20 41,7 23 47,9 48 100
PEMBAHASAN
Ada beberapa faktor risiko
yang menimbulkan terjadinya
hipertensi antara lain genetik, jenis
kelamin, umur, diet, obesitas, gaya
hidup seperti merokok dan konsumsi
alkohol. Hipertensi seringkali tidak
menimbulkan adanya suatu gejala
tertentu pada penderitanya, sehingga
banyak dari penderita hipertensi baru
sadar terkena penyakit tersebut ketika
telah menimbulkan berbagai
gangguan organ seperti gangguan
fungsi jantung atau stroke. Tidak
sedikit bahwa hipertensi ditemukan
secara tidak sengaja ketika
dilakukan suatu pemeriksaan
kesehatan rutin. Hipertensi umumnya
dijuluki dengan “The Silent Killer”.
Beberapa hasil penelitian
menyebutkan bahwa semakin tinggi
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
75
tekanan darah, semakin tinggi pula
risiko penyakit kardiovaskular,
stroke, dan serangan jantung .
Kualitas tidur yang buruk,
selain berpengaruh pada naiknya
tekanan darah juga dapat
mempengaruhi status kesehatan
jangka panjang seperti meningkatnya
indeks masa tubuh dan depresi pada
orang dewasa (Shittu, 2016). Selain
berpengaruh pada tekanan darah, IMT,
dan depresi, kualitas tidur yang buruk
juga dapat berpengaruh terhadap
kualitas hidup seseorang serta
berhubungan dengan meningkatnya
mortalitas. Orang yang tidur antara 7
sampai 8 jam pada malam hari,
memiliki angka mortalitas terendah.
Kebutuhan tidur pada manusia
bergantung pada tingkat perkembangan.
Kualitas tidur lansia (60 tahun ke atas)
membutuhkan waktu tidur 6 jam/
hari.[23]
Tekanan darah dipengaruhi oleh
sistem secara otonom, yakni simpatis
dan parasimpatis. Pada orang yang
kualitas tidurnya buruk, didapatkan
peningkatan aktivitas simpatis dan
penurunan aktivitas parasimpatis [24]
.
Menurut Gangwisch, selama terjadi
ketidakseimbangan pada homeostasis
tubuh, sistem saraf simpatik
mengaktifkan dua sistem utama dalam
sistem endokrin[24]
.
Hasil penelitian ini sejalan edegan
penelitian Wahid 2018 tentang
hubungan kualitas tidur dengan tekanan
darah pasien hipertensi di Puskesmas
Mojolangu Kota Malang. Hasil
penelitian menunjukkan mayoritas
responden dengan tekanan darah
tidak normal sebanyak 53,3%
berjenis kelamin perempuan, 43,3%
berada dalam kelompok umur 41-60
tahun, 66,7% dengan kualitas tidur
buruk. Ada hubungan antara kualitas
tidur dengan tekanan darah pada
pasien hipertensi dengan kuat
hubungan 0,649.
Dari 48 responden 1 responden
dengan tekanan darah normal memiliki
kualitas tidur buruk. Kualitas tidur
buruk bisa di sebabkan bukan hanya
karena hipertensi tetapi bisa karena
beberapa faktor yaitu lingkungan yang
tidak mendukung, stress dan pekerjaan.
Dari 48 responden 4 responden yang
mengalami hipertensi memiliki kualitas
tidur baik. Hipertensi bisa di sebabkan
bukan hanya karena kualitas tidur yang
buruk tetapi bisa karena beberapa faktor
yaitu usia, keturunan, pola makan
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
76
KESIMPULAN
Sebagian besar responden yang
memiliki kualitas tidur buruk akan
memiliki kenaikan tekanan darah,
sehingga perlu dilakukan penyuluhan
dan pendampingan pada penderita
hipertensi.
UCAPAN TERIMA KASIH
1. Ketua STIKes Karya Husada
Semarang yang telah
memberikan kesempatan untuk
melakukan kegiatan Penelitian
sebagai bentuk pelaksanaan Tri
Dharma Perguruan Tinggi
2. Keluarga tercinta yang telah
senantiasa memberikan
semangat
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, M. Lilik. (2011). Keperawatan
Lanjut Usia. Edisi I. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Triyanto, Endang. (2014). Pelayanan
Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi
Secara Terpadu. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
WHO. (2014). Global target 6 : A 25%
relative reduction in the prevalence of
raised blood pressure or contain the
prevalence of raised blood pressure,
according to national circumstances.
Jenewa: World Health Organization.
Dinkes. (2012). Profil Kesehatan.
http://www.depkes.go.id/.
Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan
Dasar. Alvailable From URL:
http://riskesdas.litbang.depkes.go.id.
Ardiansyah. (2012). Medikal Bedah
Untuk Mahaiswa. Jogjakarta: DIVA
Press.
Wratsongko, Madyo. (2014). Shalat
Jadi Obat. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Sangiran. (2012). Mukjizat Gerakan
Shalat. Jakarta: Qultum Media.
Palmer, A. (2012). Tekanan Darah
Tinggi. Jakarta: Erlangga.
Muhammadun, A. S. (2010). Hidup
Bersama Hipertensi. Yogyakarta: In-
Books.
Muhadi. (2016). ANALISIS WHO :
Evidence-based guideline. Klasifikkasi
Pasien Hipertensi Dewasa.
Suprapto, Ira Haruyani. (2014). Menu
Ampuh atasi Hipertensi. Yogyakarta :
Notebook.
Suiraoka. (2012). Penyakit Degeneratif;
Mengenal, Mencegah dan Mengurangi
Faktor Risiko 9 Penyakit Degeneratif.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Susanto. (2010). Hindari Hipertensi,
Konsumsi Garam 1 Sendok Per Hari.
Jakarta: Gramedia.
[Muhadi. (2016). ANALISIS JNC 8 :
Evidence-based guideline. Penanganan
Pasien Hipertensi Dewasa.
Smeltzer,& Bare. (2010). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth (Edisi 8 volume 2). Jakarta :
EGC.
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
77
Yasmine. (2013). Tekanan Darah
Tinggi. Jakarta: Erlangga
Wratsongko, Madyo. (2014). Shalat jadi
obat. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Sherwood, Lauralee. (2011). Fisiologi
manusia. Jakarta: EGC
Stanley, M. & Beare, P, G. (2013).
Buku Ajar Keperawatan Gerontik,
Jakarta : EGC.
Buysse, D. Et al. The Pittsburgh sleep
quality indeks : A new instrumen for
psychiatric practice and research.
Psyciatric research. Ireland : Elsevier
Scientific Publisher. 1998
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
78
ANALISIS HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN
TINGKAT KEMANDIRIAN PERSONAL HYGIENE PADA ANAK
USIA PRA SEKOLAH DI DUSUN CELEGEH DESA BAREBALI
LOMBOK TENGAH TAHUN 2019
Yulianti1, Edy Surya Pratama
2, Amalia Mastuty
3
1,2,3 Departemen Keperawatan, Fakultas Kesehatan,Universitas Qamarul Huda
Bagu,Lombok, Indonesia
Email: [email protected]
ABSTRAK
Peran orang tua sebagai pengasuh dan respon dari lingkungan sangat diperlukan
bagi anak dalam pembentukkan kemandirian anak. Berdasarkan data dari badan statistik
nasional pada tahun 2014, jumlah anak usia pra sekolah di Indonesia sebanyak 28.022
jiwa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan
tingkat kemandirian personal hygiene pada anak usia pra sekolah di dusun celegeh desa
barebali kecamatan batulkliang kabupaten lombok tengah.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional dengan pendekatan
cross sectional. Populasi pada penelitian ini berjumlah 34 orang. Pengambilan sampel
dilakukan dengan menggunakan purposive sampling yaitu berjumlah 32 orang, namun
dalam pengambilan sampel terdapat kriteria eksklusi sehingga jumlah sampel menjadi
30 orang responden. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Tehnik analisa data
menggunakan uji chi-square α=0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar pola asuh yang diterapkan responden yaitu pola asuh otoriter sebanyak 14 orang
(46,7%), dengan karakteristik anak mandiri sebanyak 7 orang (23,3%) dan karakteristik
anak tidak mandiri sebanyak 7 orang (23,3%). Hasi uji chi-square α=0,05 didapatkan
p=0,000 < 0,05 sehingga Ha diterima, artinya ada hubungan pola asuh orang tua dengan
tingkat kemandirian personal hygiene pada anak usia pra sekolah, sehingga dapat
disimpulkan ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan tingkat kemandirian
personal hygiene pada anak usia pra sekolah di dusun celegeh desa barebali kecamatan
batukliang kabupaten lombok tengah tahun 2019.
Kata kunci : Pola asuh orang tua, Kemandirian, Anak usia pra sekolah
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
79
ANALYSIS OF THE RELATIONSHIP BETWEEN PARENTING
AND THE LEVEL OF PERSONAL HYGIENE INDEPENDENCE IN
PRE-SCHOOL AGE CHILDREN IN CELEGEH HAMLET
BAREBALI VILLAGE CENTRAL LOMBOK IN 2019
ABSTRACT
The role of parents as caregivers and the response from the enviroment is
needed for children in the formation of children’s independence. Based on data from the
national statistical agency in 2014, the number of pre-school age children in indonesia
was 28.022 people. This study aims to study the relationship of parenting parents with
the level of personal hygiene independence in pre-school age children in the village of
celegeh, barebali village, central lombok. This research is a descriptive correlational
research with a cross sectional approach. The population in study amounted to 34
people. Sampling is done by using purposive sampling which amounts to 32 people, but
in sampling there are exclusion criteria so that the total sample is 30 respondents.
Research instruments using questionnaires. Data analysis techniques using the chi-
square test α=0,05.
The results showed that most of the patterns of adoption by respondents were 14
people (46,7%) authoritarian parenting, with 7 independent children (23,3%) and 7
non-independent children (23,3%), so it can be concluded there is a relationship
between parenting parents with the level of personal hygiene independence in pre-
school age children in the village of celegeh, barebali village, central lombok.
Keywords : Patterns Of Parenting, Independence, Personal Hygiene, Pre School Child
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
80
PENDAHULUAN
Personal hygiene atau kebersihan
diri merupakan salah satu upaya yang
dilakukan agar seseorang dapat menjaga
kebersihan pribadinya supaya terhindar
dari penyakit. Manfaat menjaga
kebersihan diri agar dapat
mempertahankan body image, membuat
rasa aman dan relaksasi diri, mencegah
terjadinya infeksi, mencegah terjadinya
sirkulasi dalam darah, mempertahankan
integritas jaringan serta kesejahteraan
fisik dan psikis. Personal hygiene harus
mulai diajarkan kepada anak sedini
mungkin supaya anak menjadi mandiri
(Putri, 2016).
Bentuk-bentuk kemandirian
personal hygiene pada anak usia pra
sekolah yaitu anak sudah bisa
menggosok gigi sendiri meskipun
belum sampurna, mandi sendiri dengan
arahan, membersihkan telinga, menyisir
rambut, buang air kecil di toilet, dan
mencuci tangan tanpa bantuan.
Sebagian besar anak usia pra sekolah
sudah mampu melakukan toilet training
dengan mandiri pada periode pra
sekolah meskipun beberapa anak
mungkin masih ada yang di bantu oleh
orang tua. Perubahan dalam
kemandirian ini dapat mempengaruhi
perasaan mereka mengenai kesehatan
mereka sendiri (Sari dkk, 2018).
Salah satu peran aktif orang tua
adalah mengasuh anak. Pola asuh orang
tua adalah gambaran tentang sikap dan
perilaku orang tua dengan anak dalam
berinteraksi, serta berkomunikasi
selama mengadakan kegiatan
pengasuhan. Pola asuh yang tepat akan
mempengaruhi tingkat kemandirian
anak. Melatih kemandirian anak sejak
dini akan menumbuhkan rasa percaya
diri pada anak. Salah satu tujuan dari
pola asuh orang tua adalah untuk
membuat anak menjadi orang yang
bermanfaat bagi orang lain (Santrok,
2012).
Berdasarkan data Badan Statistik
Nasional, diperoleh jumlah anak pra
sekolah dibeberapa Negara termasuk
Indonesia pada tahun 2014 yaitu
berjumlah 561.933 jiwa. Sedangkan,
jumlah anak pra sekolah di Indonesia
yaitu sebagai berikut: tahun 2011
berjumlah 26.889 jiwa, tahun 2012
berjumlah 27.627 jiwa, tahun 2013
berjumlah 27.644 jiwa dan pada tahun
2014 berjumlah 28.022 jiwa ( Badan
Statistik Nasional, 2014).
Berdasarkan data Badan Statistik
NTB, diperoleh data jumlah anak pra
sekolah sebagai berikut : tahun 2014
berjumlah 508.589 dari 259.108 anak
berjenis kelamin laki-laki dan 249.481
anak berjenis kelamin perempuan.
Sedangkan pada tahun 2015 berjumlah
506.430 dari 257.633 anak berjenis
kelamin laki-laki dan 248.797 anak
berjenis kelamin perempuan.
Berdasarkan data Badan Statistik NTB
di Kabupaten Lombok Tengah tahun
2015, diperoleh jumlah anak pra
sekolah yaitu berjumlah 65.205 dari
30.844 anak berjenis kelamin laki-laki
dan 34.361 anak berjenis kelamin
perempuan (Badan Statistik NTB,
2015).
Dampak kesehatan yang sering
terjadi pada anak usia pra sekolah akibat
dari ketidakmampuan menjaga
kemandirian dalam personal hygiene
adalah kejadian diare. Diare merupakan
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
81
gangguan Buang Air Besar (BAB) yang
ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali
sehari dengan konsistensi tinja cair, dan
dapat disertai dengan darah. Hasil Riset
Kesehatan Dasar menyatakan bahwa
Penyakit diare merupakan penyebab
terbesar meninggalnya anak-anak dan
balita di Indonesia (Riskesdas, 2013).
Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) menunjukan bahwa Insiden
diare balita tertinggi terjadi pada
kelompok umur 12-23 bulan (7,6%),
laki-laki (5,5%), perempuan (2,1%).
Pada tahun 2011 didapatkan 6.131
orang menderita diare dan melonjak
menjadi 11.970 (Riskesdas, 2013).
Sedangkan insiden diare di Provinsi
NTB tahun 2013 sebesar 2,6%, priode
prevalensi diare 5,3%, sedangkan
insiden diare balita 6,6% (Riskesdas,
2013).
Upaya dalam memelihara
kebersihan pribadi anak atau personal
hygiene tidak lepas dari upaya
pendidikan secara keseluruhan dan
pendidikan kesehatan pada khususnya,
karena menjaga kebersihan pribadi
secara optimal tidak mungkin dapat
terhujud tanpa adanya penanaman
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
dan juga teladan dari orang tua dan
keluarga . Adapun yang diharapkan dari
kebersihan anak yaitu agar anak
mengetahui manfaat dan pentingnya
kebersihan, mempertahankan perawatan
diri, membuat rasa aman dan mampu
menerapkan perawatan kebersihan
dalam upaya peningkatan kesehatan
anak (Riskesdas, 2013).
Berdasasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Mohammed bahwa
didapatkan hasil bahwa ada hubungan
pola asuh orang tua dengan personal
hygiene anak (Mohammed, 2016). Hasil
penelitian Wahyuningrum et.al juga
menyatakan bahwa ada hubungan pola
asuh orang tua dengan personal hygiene
anak usia pra sekolah (Wahyuningrum
et.al, 2017). Hasil penelitian Arikan
et.al mengungkapkan bahwa tidak ada
hubungan antara personal hygiene
dengan umur orang tua, kelompok umur
siswa, dan tingkat pendidikan ayah
(Arikan et.al, 2014). Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Sari bahwa
terdapat hubungan antara peran
keluarga dengan tingkat kemandirian
personal hygiene anak (Jelita, 2017).
Berdasarkan latar belakang
diatas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai analisis hubungan
pola asuh orang tua dengan tingkat
kemandirian personal hygiene pada
anak usia pra sekolah. Terkait uraian
masalah tersebut peneliti mengambil
judul “Analisis Hubungan Pola Asuh
Orang Tua dengan Tingkat
Kemandirian Personal Hygiene pada
Anak Usia Pra Sekolah di Dusun
Celegeh Desa Barebali Lombok Tengah
Tahun 2019”.
Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan antara pola
asuh orang tua dengan tingkat
kemandirian personal hygiene pada
anak usia pra sekolah di Dusun Celegeh
Desa Barebali Lombok Tengah Tahun
2019.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
jenis penelitian survey analitik dengan
pendekatan cross-sectional, karena
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
82
peneliti bermaksud untuk
mengidentifikasi apakah ada hubungan
pola asuh orang tua dengan tingat
kemandirian personal hygiene pada
anak usia pra sekolah.
Popolasi dalam penelitian ini
adalah semua orang tua yang memiliki
anak berusia pra sekolah. Jumlah
seluruh anak yang berusia pra sekolah
yaitu 34 orang. Sampel dalam penelitian
ini adalah 32 orang responden.
Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kuesioner,
dimana kuesioner yang digunakan telah
dilakukan uji validitas dan reabilitas
oleh peneliti langsung.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik responden
Usia responden
Tabel 1 Usia Responden
No Usia Responden Frekuensi Presentase
1. 20-25 Tahun 6 20,0%
2. 26-31 Tahun 8 26,7%
3. >32 Tahun 16 53,3%
Jumlah 30 100%
Berdasarkan tabel 1 diatas, terlihat
bahwa sebagian besar responden (orang
tua) berada pada kelompok usia >32
tahun yaitu sebanyak 16 orang (53,3%)
dan kelompok usia yang paling sedikit
yaitu berada pada kelompok usia 20-25
tahun taitu sebanyak 6 oarang (20,0%).
Usia Anak Responden
Tabel 2 Usia Anak Responden
No Usia Anak Responden Frekuensi Presentase
1. 4 Tahun 9 30,0%
2. 5 Tahun 10 33,3%
3. 6 Tahun 11 36,7%
Jumlah 30 100%
Berdasarkan tabel 2 diatas, terlihat
bahwa sebagian besar usia anak
responden (anak usia pra sekolah)
berada pada kelompok usia 6 tahun
yaitu sebanyak 11 orang (36,7%) dan
kelompok usia yang paling sedikit yaitu
berada pada kelompok usia 4 tahun
yaitu 9 orang (30,0%).
Jenis Kelamin Anak Responden
Tabel 3 Jenis Kelamin Anak Responden
No Jenis Kelamin Frekuensi Presentase
1. Perempuan 14 46,7%
2. Laki-laki 16 53,3%
Jumlah 30 100%
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
83
Berdasarkan tabel 3 diatas, terlihat
bahwa sebagian besar anak responden
(anak usia pra sekolah) berada pada
kelompok jenis kelamin laki-laki yaitu
sebanyak 16 orang (53,3%) dan
kelompok usia yang paling sedikit yaitu
berada pada kelompok jenis kelamin
perempuan yaitu sebanyak 14 orang
(46,7%).
Tingkat Pendidikan Responden
Tabel 4 Tingkat Pendidikan Responden
No Tingkat Pendidikan Frekuensi Presentase
1. SD 15 50,0%
2. SMP 7 23,3%
3. SMA 5 16,7%
4. SARJANA 3 10,0%
Jumlah 30 100%
Berdasarkan Tabel 4 diatas, terlihat
bahwa sebagian besar responden (orang
tua) berada pada kelompok dengan
tingkat pendidikan SD yaitu sebanyak
15 orang (50,0%) dan kelompok tingkat
pendidikan yang paling sedikit yaitu
berada pada tingkat pendidikan
SARJANA yaitu sebanyak 3 orang
(10,0%).
Jenis Pekaerjaan Responden
Tabel 5 Jenis Pekaerjaan Responden
No Jenis Pekerjaan Frekuensi Presentase
1. IRT 18 60,0%
2. TANI 9 30,0%
3. PNS 1 3,3%
4. WIRAUSAHA 2 6,7%
Jumlah 30 100%
Berdasarkan tabel 5 diatas, terlihat
bahwa sebagian besar responden (orang
tua) berada pada kelompok dengan jenis
pekerjaan IRT yaitu sebanyak 18 orang
(60,0%) dan kelompok jenis pekerjaan
yang paling sedikit berada pada jenis
pekerjaan PNS yaitu sebanyak 1 orang
(3,3%).
Pola Asuh Orang Tua
Tabel 6 Pola Asuh Orang Tua
No Pola Asuh Frekuensi Presentse
1. Otoriter 14 46,75
2. Demokratis 12 40,0%
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
84
3. Permisif 4 13,3%
Jumlah 30 100%
Berdasarkan Tabel 6 diatas, terlihat
bahwa sebagian besar responden (orang
tua) menerapkan pola asuh otoriter yaitu
sebanyak 14 orang (46,7%) sedangkan
responden yang menerapkan pola asuh
demokratis sebanyak 12 orang (40,0%)
dan responden yang menerapkan pola
asuh permisif sebanyak 4 orang
(13,3%).
Kemandirian Personal Hygiene Pada Anak Usia Pra Sekolah
Tabel 7 Kemandirian Personal Hygiene Pada Anak Usia Pra Sekolah
No. Kemandirian Personal Hygiene Frekuensi Presentase
1. Tidak Mandiri 16 53,3%
2. Mandiri 14 46,7%
Jumlah 30 100%
Berdasarkan tabel 7 diatas, terlihat
bahwa sebagian besar anak responden
(anak usia pra sekolah) menunjukan
karakteristik tidak mandiri yaitu
sebanyak 16 orang (53,3%) sedangkan
karakteristik mandiri yaitu sebanyak 14
orang (46,7%).
Hubungan Pola Asuh Orang Tua
Dengan Tingkat Kemandirian
Personal Hygiene Pada Anak Usia
Pra Sekolah
Tabel 8 Tabulasi Silang Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Tingkat
Kemandirian Personal Hygiene Pada Anak Usia Pra Sekolah
Pola Asuh
Orang Tua
Kemandirian Personal Hygiene Total
Tidak Mandiri Mandiri
Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase N %
Otoriter 7 23,3% 7 23,3% 14 46,7%
Demokratis 6 20,0% 6 20,0% 12 40,0%
Permisif 3 10,0% 1 3,3% 4 13,3%
Jumlah 16 53,3% 14 46,7% 30 100%
Berdasarkan data pada tabel 8 diketahui
bahwa berdasarkan tabulasi silang
diatas menunjukkan bahwa pola asuh
otoriter membentuk karakter anak
mandiri sebanyak 7 orang (23,3%)
sedangkan karakter anak tidak mandiri
sebanyak 7 orang (23,3%). Untuk pola
asuh demokratis membentuk karakter
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
85
anak mandiri sebanyak 6 orang
(20,0%), sedangkan karakter tidak
mandiri sebanyak 6 orang (20,0%).
Sedangkan untuk pola asuh permisif
membentuk karakter anak mandiri
sebanyak 1 orang (3,3%), sedangkan
karakter anak tidak mandiri sebanyak 3
orang (10,0%).
Hasil uji chi-Square a= 0,05
antara variabel Independen (pola asuh
orang tua) dengan variabel dependen
(tingkat kemandirian personal hygiene
pada anak usia pra sekolah) di dusun
celegeh desa barebali Kecamatan
Batukliang Kabupaten lombok tengah
tahun 2019 didapatkan nilai
p=0,000<0,05. Hasil tersebut kurang
dari taraf signifikan yang digunakan
yaitu p=0,05, Sehingga dapat
disimpulkan Ha diterima yaitu ada
hubungan yang signifikan antara pola
asuh orang tua dengan tingkat
kemandirian personal hygiene pada
anak usia pra sekolah di dusun celegeh
desa barebali kecamatan batukliang
kabupaten lombok tengah tahun 2019.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1. Dilihat dari pola asuh orang tua,
sebagian besar responden (orang
tua) menerapkan pola asuh
otoriter yaitu sebanyak 14 orang
(46,7%) sedangkan responden
yang menerapkan pola asuh
demokratis sebanyak 12 orang
(40,0%) dan responden yang
menerapkan pola asuh permisif
sebanyak 4 orang (13,3%).
2. Dilihat dari Kemandirian
personal hygiene anak, sebagian
besar anak responden (anak usia
pra sekolah) menunjukan
karakteristik tidak mandiri yaitu
sebanyak 16 orang (53,3%)
sedangkan karakteristik mandiri
yaitu sebanyak 14 orang
(46,7%).
3. Dilihat dari adanya hubungan
pola asuh orang tua dengan
kemandirian personal hygiene
pada anak usia pra sekolah,
responden yang menerapkan
pola asuh otoriter yaitu sebanyak
14 orang (46,7%). Pola asuh
otoriter menghasilkan karakter
anak mandiri sebanyak 7 orang
(23,3%) sedangkan karakter
anak tidak mandiri sebanyak 7
orang (23,3%). Untuk pola asuh
demokratis sebanyak 12 orang
(40,0%) membentuk karakter
anak mandiri sebanyak 6 orang
(20,0%), sedangkan karakter
tidak mandiri sebanyak 6 orang
(20,0%). Sedangkan untuk pola
asuh permisif sebanyak 4 orang
(13,3%). membentuk karakter
anak mandiri sebanyak 1 orang
(3,3%), sedangkan karakter anak
tidak mandiri sebanyak 3 orang
(10,0%).
Berdasarkan hal-hal
tersebut diatas, maka penulis
dapat mengambil kesimpulan
ada hubungan yang signifikan
antara pola asuh orang tua
dengan kemandirian personal
hygiene pada anak usia pra
sekolah di dusun celegeh desa
barebali kecamatan batukliang
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
86
kabupaten lombok tengah tahun
2019. Sehingga hipotesis penulis
yang berbunyi “Analisis
hubungan pola asuh orang tua
dengan tingkat kemandirian
personal hygiene pada anak usia
pra sekolah di dusun celegeh
desa barebali kecamatan
batukliang kabupaten lombok
tengah tahun 2019” dapat
diterima.
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan ini, peneliti
ingin mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu
mewujudkan penelitian ini :
1. Ketua Universitas Qamarul
Huda Badaruddin (UNIQHBA)
Bagu
2. Prodi S1 Keperawatan
3. Dosen pembimbing dalam
penelitian ini
DAFTAR PUSTAKA
Al.Tridhonanto dan Beranda
Agency.2014.Mengembangkan
Pola Asuh
Demokratis.Yogyakarta.Elex
Media Komputindo.
Arikan,I.et.al.2014.Personal West Of
Turky Hygiene Status Among
Primary School Students In An
Urban Area In The West Of
Turky.American Journal Of
Research Communication.
Badan Statistik
Nasional.com.2014.Jumlah Anak
Pra Sekolah di beberapa Negara
dan di Indonesia.Diakses pada
23 April 2019.
Badan Statistik NTB.com.2015.Jumlah
Anak Pra Sekolah Se-NTB Dan
Se-Kabupaten Lombok
Tengah.Diakses pada 23 April
2019.
Febri Yunanda.P.2012.Hubungan Pola
Asuh Orang Tua dengan Tingkat
Kemandirian Personal Hygiene
Anak Usia Pra Sekolah Di Desa
Balung Kabupaten Jember.
Skripsi. Fakultas
Kesehatan:Universias Jember.
George,P,.and John J,H.2009.Kesehatan
Masyarakat Administrasi dan
Praktik.Jakarta:EGC
Hasnida.2014.Analisis Kebutuhan Anak
Usia Dini.Jakarta.Luxima Metro
Media PT
Henny V. dan Surya M.2018.Hubungan
Pola Asuh Orang Tua Dengan
Kemandirian Personal Hygiene
Anak Usia Pra Sekolah Di TKIT
Permata Mulia Desa
Banjaragung Pura Kabupaten
Mojokerto.Jurnal Nurse and
Healt.STIKes Dian Husada
Mojokerto.
Jelita.2017.Hubungan Peran Keluarga
Dengan Tingkat Kemandirian
Personal Hygiene Anak
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
87
Tunagrahita Di SLB Negeri
Binjai.Universitas Sumatra
Utara.
Judy et all. 2012. Sukses Membesarkan
Anak Dengan Memperdayaan
Hubungan. Alih Bahasa:Eddy
Susanto.Tangerang:Kharisma
Publishing Group.
Kelana K.D.2017.Metodologi
Penelitian
Keperawatan.Jakarta.CV Trans
Info Media.
Lyndon.S.2013.Kebutuhan Dasar
Manusia.Tanggerang.Binarupa
Aksara
Mardliyah., dkk.2014.Pola Asuh Orang
Tua Sebagai Faktor Penentu
Kualitas Pemenuhan Kebutuhan
Dasar Personal Hygiene Anak
Usia 6-12 Tahun.Journal Ners
and
MidwiferybIndonesia.STIKes
Alma Ata Yogyakarta
Mohammed A.B.2016.Personal
Hygiene In School Children
Aged 6-12 Years In
Jordan.British Journal Of
School Nursing.Al.Bayt
University Jordan.
Notoatmodjo,S.2012.Metodologi
Penelitian
Kesehatan.Jakarta:Rineka Cipta
Nunik,A.2018.Hubungam antara pola
asuh orang tua dengan tingkat
kemandirian anak (studi korelasi
pada wali murid kelompok A
ditaman kanak-kanak plus Al-
Hujjah Jember).
Skripsi:Universitas Jember.
Nursalam.2016.Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan Edisi
4.Jakarta:Penerbit Salemba
Medika
Putri.,dkk.2016.Pemeriksaan
Pertumbuhan dan Personal
Hygiene Anak Pra Sekolah Di
RA Pesantren Al
Madaniyah.Jurnal Akses
Pengabdian
Indonesia.Universitas
Tribhuwana Tanggadewi
Malang.
Potter and Perry.2005.Fundamental
Keperawatan.Jakarta:EGC
Retno D.N.dan
Sugihartiningsih.2018.Gambara
n Status Gizi dan Personal
Hygiene Anak Di TK Aisyiyah
Kadipiro Surakarta.STIKes
PKU Muhammadiyah Surakarta.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2013.Pedoman Pewawancara
Petugas Pengumpul
Data.Jakarta:Badan
Litbangkes.Depkes RI,2013
Santrock,J.W.2012.Perkembangan
Anak.Jakarta:Erlangga
Sari D.N.A.,dkk.2018.Faktor Yang
Mempengaruhi Pola Asuh
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
88
Orang Tua Dalam Kemandirian
Personal Hygiene Pada Anak
Pra Sekolah Di TK Islam
Pelangi Anak Pandeyan
Umbulharjo Yogyakarta.Riset
Informasi Kesehatan.STIKes
Surya Global Yogyakarta.
Sovia L.2015.Pengaruh Konsep Diri
Dan Pola Asuh Orang Tua
Terhadap Kemandirian
Mahasiswa Fakultas Psikologi
UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Sugiyono.2016.Statistika untuk
Penelitian.Bandung:ALFABET
A
Wahyuningrum.,
et.al.2017.Relationship Between
Parenting To Independence Of
Personal Hygiene On Pre
School Children At Dharma
Wanita Kindergarten Jatirejo
Mojokerto.International Journal
Of Nursing And
Midwifery.STIKes Bina Sehat
PPNI Mojokerto.
Wening.2012.Bunda Sekolah
Pertamaku.Solo.Tinta Medina
Wiyani,N.A.2013.Bina Karakter Anak
Usia Dini:Paduan Orang Tua
Dan Guru Dalam Membentuk
Kemandirian Dan Kedisiplinan
Anak.Yogyakarta.Ar Ruz Media.
Wiratna,S.2014.Metodologi Penelitian
Keperawatan.Yogyakarta.Gava
Media
Yamin.,dkk.2013.Panduan Pendidikan
Anak Usia Dini.Jambi:Referensi
(Gaung Persada Press Group).
Zuhratul U.R.dan
Awatiful.2014.Hubungan Pola
Asuh Orang Tua Dengan
Tingkat Kemandirian Dalam
Perawatan Diri Pada Anak Usia
Sekolah Di Desa Berumbungan
Kidul Probolinggo.Universitas
Muhammadiyah Jember.
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
89
PENGARUH PAKET EDUKASI SAYANG IBU TERHADAP
MOTIVASI IBU DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI
KABUPATEN PEKALONGAN
Yuni Sandra Pratiwi1, Siti Rofiqoh
2, Herni Rejeki
3
1,2,3 Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan
Email: [email protected]
ABSTRAK
Rendahnya pemberian ASI pada bayi merupakan ancaman yang sangat serius bagi
pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagai generasi penerus bangsa. Motivasi dan
kemampuan yang baik akan meningkatkan peran ibu dalam memberikan ASI pada bayi,
sehingga pemberian ASI pada bayi akan mengalami peningkatan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh paket edukasi sayang ibu terhadap motivasi
ibu dalam pemberian ASI eksklusif. Metode penelitian quasi eksperiment dengan
pendekatan pre and post test nonequivalent control grup. Tempat penelitian di wilayah
kerja Puskesmas Buaran dan Wonokerto 2 Kabupaten Pekalongan dengan responden
ibu primigravida trimester tiga. Teknik pengambilan sampel menggunakan consecutive
sampling yang terdiri dari 38 responden. Uji statistik menggunakan Uji Chi Square.
Hasil penelitian menunjukan ada pengaruh paket edukasi sayang ibu terhadap motivasi
ibu dalam pemberian ASI pada kelompo intervensi (p < 0,05). Bagi petugas kesehatan
diharapkan lebih menggiatkan program promosi kesehatan, khususnya paket edukasi
sayang ibu pada ibu hamil supaya dapat meningkatkan motivasi ibu hamil dalam
pemberian ASI pada bayinya.
Kata kunci: ASI, Edukasi, Motivasi.
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
90
INFLUENCE OF MOTHER'S EDUCATION PACKAGE ON
MOTHER MOTIVATION IN EXCLUSIVE ASSESSMENT IN
PEKALONGAN REGENCY
ABSTRACT
The low milk supply to infants is a very serious threat to the growth and
development of infants as the next generation of the nation. Good motivation and ability
will increase the role of mothers in giving milk to babies, so that breastfeeding to babies
will increase. This study aims to identify the effect of the education package for
maternal affection towards maternal motivation in exclusive breastfeeding. A quasi-
experimental research method with a non-equivalent control group pre and post test
approach. The research site is in the work area of Buaran and Wonokerto 2 Public
Health Centers in Pekalongan Regency with three trimester primigravida respondents.
The sampling technique used consecutive sampling consisting of 38 respondents.
Statistical tests using the Chi Square Test. The results of the study showed that there
was an influence of the mother's love education package on mother's motivation in
breastfeeding in the intervention group (p <0.05). Health workers are expected to be
more active in health promotion programs, especially the education package for
mothers to love pregnant women in order to increase the motivation of pregnant women
in breastfeeding their babies.
Keywords: ASI, Education, Motivation.
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
91
PENDAHULUAN
Kematian utama bayi di Indonesia
disebabkan karena asfiksia, BBLR
(berat badan lahir rendah), penyakit lain
dan masalah gizi yang diperkirakan
lebih banyak terjadi pada usia neonatus
(0-28 hari) (Depkes, 2011). Kematian
pada bayi yang disebabkan oleh
penyakit infeksi berhubungan erat
dengan adanya perilaku hidup bersih
sehat, sanitasi dasar, pengadaan air
bersih, ventilasi, status hunian, status
imunisasi, status gizi dan pemberian air
susu ibu (ASI). Hal tersebut dapat
dijadikan sebagai dasar dalam
melakukan tindakan pencegahan
terjadinya penyakit infeksi pada bayi,
sehingga kematian pada bayi akibat
penyakit infeksi dapat dicegah (Depkes,
2007).
Penelitian terkait ASI untuk mencegah
kematian bayi telah dilakukan oleh
banyak peneliti. Salah satu penelitian
yang dilakukan oleh Khairunniyah
(2004), mengidentifikasi bahwa
pemberian ASI yang rendah pada bayi
baru lahir, akan menurunkan kualitas
hidup bayi, semakin sedikit bayi yang
diberikan ASI eksklusif maka kualitas
kesehatan bayi tersebut juga akan
semakin memburuk. Hal ini akan
berpengaruh terhadap angka kematian
bayi, saat bayi mendapatkan ASI maka
bayi akan dapat mempertahankan diri
dari berbagai macam penyakit infeksi,
sehingga resiko kematian bayi dapat
dihindarkan, dan diharapkan kualitas
hidup bayi akan lebih meningkat.
Nurmiati dan Besral (2008), bayi yang
mendapatkan ASI mempunyai
ketahanan hidup lebih tinggi,
dibandingkan dengan bayi yang tidak
mendapatkan ASI. Pemberian ASI akan
sangat mempengaruhi status ketahanan
hidup dan status kesehatan bayi, hal ini
didukung oleh data bahwa bayi yang
diberikan ASI lebih tinggi dari 6 bulan
mempunyai ketahanan hidup sebesar
33,3 kali dibanding bayi yang diberikan
ASI kurang dari 4 bulan.
Bayi memerlukan gizi yang dapat
diperoleh dari pemberian ASI.
Pemberian ASI dimulai 1 jam pertama
setelah kelahiran (Siregar, 2007). ASI
memiliki kandungan lemak dan kalori
yang sangat tinggi sebagai sumber
energi, sejumlah mikronutrien, terdapat
70% vitamin A, 40% kalsium dan 37%
riboflavin (Dewey, 2001). ASI
merupakan zat nutrisi yang sangat
penting dan sangat bermanfaat bagi bayi
dalam pencegahan terhadap penyakit,
membantu proses penyembuhan dari
penyakit dan meningkatkan kekebalan
tubuh bayi (Depkes RI, 2004).
Rekomendasi yang dikeluarkan oleh
WHO (2011), bahwa pemberian ASI
pada bayi yang diharuskan adalah pada
awal kelahiran yaitu satu jam pertama
bayi lahir melalui inisiasi menyusu dini
(IMD), memberikan ASI secara
eksklusif selama 6 bulan, dan
memberikan makanan pendamping ASI
sesudah bayi berusia 6 bulan dengan
tetap memberikan ASI sampai bayi
berusia 2 tahun atau lebih. Kramer dan
Kakuman (2002) meneliti tentang durasi
yang optimal dalam memberikan ASI,
bahwa pemberian ASI selama 6 bulan
atau lebih memberikan keuntungan
lebih dibanding pemberian ASI selama
4 bulan pada bayi. Keuntungan yang
diperoleh salah satunya adalah
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
92
menurunkan angka kesakitan dan
kematian yang diakibatkan oleh diare.
Survai Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2012 melaporkan
cakupan ASI eksklusif adalah 42%,
sedangkan laporan dinas kesehatan
provinsi tahun 2013 cakupan ASI
eksklusif sebesar 54,3%. Provinsi Jawa
Tengah pada tahun 2013 cakupannya
sebesar 58,4% (Kementrian Kesehatan
RI, 2014). Laporan Dinas Kesehatan
Jawa Tengah memaparkan bahwa
cakupan ASI eksklusif pada tahun 2014
meningkat menjadi 60,7 %. Kabupaten
Pekalongan berada pada peringkat
terendah dengan cakupan sebesar 37,3%
(Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2014).
Cakupan ASI eksklusif kembali
menurun pada tahun 2015 dengan
cakupan 30,3%, dan cakupan terendah
di wilayah Puskesmas Wonokerto I
sejumlah 22,2% (Dinas Kesehatan
Kabupaten Pekalongan, 2015). Data
terbaru yang belum dipublikasikan di
bulan Februari tahun 2016 cakupan ASI
eksklusif terendah di Puskesmas Buaran
dengan prosentase berkisar 14, 22%
(Dinas Kabupaten Pekalongan, 2016).
Prevalensi pemberian ASI pada bayi di
Kabupaten Pekalongan menunjukkan
adanya penurunan yang signifikan.
Penurunan pemberian ASI juga
disebabkan oleh masih rendahnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya
ASI bagi bayinya, sehingga masyarakat
terutama ibu bayi kurang termotivasi
untuk memberikan ASI
(BPPSDMK_Depkes, 2012). Penelitian
Saleh, dkk (2009) di Kabupaten Maros
Sulawesi Selatan, bahwa ada pengaruh
yang efektif dari pendidikan kesehatan
yang dilakukan oleh perawat terhadap
peningkatan pengetahuan ibu,
kemampuan dalam praktek menyusui
dan kepercayaan diri ibu dalam
memberikan ASI pada bayinya.
Faktor lain yang perpengaruh terhadap
pemberian ASI adalah keyakinan dan
motivasi terhadap pemberian ASI.
Penelitian yang dilakukan oleh Man-Ku
dan Chow pada (2010) di Hongkong,
bahwa faktor yang cukup berpengaruh
dalam pemberian ASI adalah keyakinan
dan motivasi ibu. Ibu yang mempunyai
motivasi dan keyakinan diri yang baik
akan lebih mampu memberikan ASI,
dibandingkan ibu yang mempunyai
motivasi dan keyakinan rendah.
Penelitian lain yang di lakukan oleh
Yefrida (1996) di kota Depok,
memberikan hasil bahwa keyakinan dan
motivasi merupakan variabel yang
sangat dominan mempengaruhi
kemampuan ibu dalam pemberian ASI.
Motivasi yang merupakan dorongan
dari dalam atau luar diri seseorang
untuk melakukan suatu tindakan,
menjadi salah satu dasar penting bagi
ibu untuk memberikan ASI. Ketika ibu
mempunyai motivasi yang baik dalam
memberikan ASI untuk bayinya, maka
diharapkan ibu tersebut mempunyai
kemampuan yang baik dalam
memberikan ASI.
Motivasi dan kemampuan yang baik
akan meningkatkan peran ibu dalam
memberikan ASI pada bayi, sehingga
pemberian ASI pada bayi akan
mengalami peningkatan. Rendahnya
pemberian ASI pada bayi merupakan
ancaman yang sangat serius bagi
pertumbuhan dan perkembangan bayi
sebagai generasi penerus bangsa.
Kondisi inilah yang menyebabkan
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
93
pemerintah membuat peraturan yang
mengatur pemberian ASI. Salah satu
diantaranya yaitu Peraturan Pemerintah
(PP) tentang pemberian ASI yang
bertujuan untuk memenuhi hak bayi,
dukungan pada ibu dan peran keluarga
dalam memberikan ASI (Kementerian
Hukum dan HAM, 2012).
Dukungan khusus dari tenaga kesehatan
terhadap program Peningkatan
Pemberian ASI (PP-ASI) merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan pemberian ASI
(BPPSDMK_Depkes, 2012). Penelitian
yang dilakukan oleh Siregar (2007) di
Sumatera, memberikan kesimpulan
adanya peranan dan perhatian dari
petugas kesehatan pada ibu yang
menyusui akan mempengaruhi
kemampuan ibu dalam menyusui
bayinya. Peranan petugas kesehatan ini
bisa dilakukan dengan memberikan
pendidikan kesehatan. Pendidikan
kesehatan yang dilakukan oleh perawat
dengan memberikan informasi pada ibu
dan keluarga tentang kiat sukses
menyusui (paket edukasi sayang ibu).
Similac (2011) menyatakan bahwa, ibu
yang pertama kali menyusui bayinya
akan mendapatkan beberapa kesulitan
selama proses menyusui bayi. Proses ini
dapat dilakukan dengan mudah, jika ibu
mendapatkan informasi dari petugas
kesehatan, tentang kiat sukses menyusui
(paket edukasi sayang ibu).
Kemampuan dalam menyusui inilah
yang sangat dibutuhkan oleh ibu, agar
ibu dapat dengan mudah melakukan
kegiatan menyusui yang benar.
Berdasarkan paparan di atas, maka
peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian pengaruh paket edukasi
sayang ibu terhadap motivasi ibu dalam
pemberian ASI eksklusif di Kabupaten
Pekalongan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain
quasi eksperiment dengan pendekatan
pre and post test nonequivalent control
grup. Populasi dalam penelitian ini
adalah ibu primigravida trimester tiga di
Wilayah Kerja Puskesmas Buaran dan
Wonokerto 2 Kabupaten Pekalongan.
Pengambilan sampel menggunakan
teknik consecutive sampling. Kriteria
inklusi penelitian adalah ibu hamil
primigravida trimester tiga, kesadaran
ibu kompos mentis, ibu sehat dan tidak
mengalami komplikasi dalam
kehamilan, ibu yang bersedia menjadi
responden, ibu yang dapat
berkomunikasi dengan baik, dan dapat
membaca serta menulis. Sedangkan
kriteria eksklusinya adalah ibu hamil
primigravida trimester satu atau dua, ibu
hamil dengan mengalami komplikasi.
Kemudian 38 responden dibagi menjadi
2, 19 responden kelompok kontrol dan
19 responden kelompok intervensi. Alat
ukur yang digunakan adalah kuesioner
tentang karakteristik responden dan
motivasi ibu dalam pemberian ASI.
Kuesioner motivasi ibu dalam
pemberian ASI merupakan modifikasi
dari teori yang disampaikan oleh
Stockdale, et al (2008) yaitu
pengukuran skala motivasi menyusui
pada primigravida “Breasfeeding
Motivational Instuctional Measurement
Scale” (BMIMS) yang telah dilakukan
uji validitas dan reabilitas dengan hasil
valid dan reliabel.
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
94
Kelompok kontrol diberikan leaflet
tanpa informasi lanjutan, dan kelompok
intervensi diberikan paket edukasi
sayang ibu secara terstruktur selama 3
kali selama kehamilan trimester 3. Paket
edukasi dilakukan menggunakan media
lembar balik. Pengukuran motivasi pada
kedua kelompok dilakukan 1 bulan
setelah persalinan. Berdasarkan uji
normalitas data menggunakan
Colmogorof Smirnov, diketahui data
berdistribusi normal, maka uji bivariat
yang digunakan adalah uji Uji Chi
Square dengan confident interval 95%
dan alfa 0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian tentang karakteristik
responden diuraikan pada tabel 1 dan 2,
sedangkan skor motivasi diuraikan pada
tabel 3 dan 4.
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Responden di Kabupaten
Pekalongan Tahun 2018
Variabel n Mean-
Median
SD (Min-Max) 95% CI
Usia 38 26
25
4,460 20-38 24,53-27,47
Tabel 1 menunjukan rata-rata usia
responden adalah 26 tahun, dengan
standar deviasi 4,660 tahun. Usia
minimal 20 tahun dan usia maksimal 38
tahun. Hasil estimasi interval dapat
disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-
rata ibu menyusui adalah diantara 24,53
tahun sampai dengan 27,47 tahun.
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan, Pekerjaan, Pandangan
Budaya dan Kepercayaan, serta Dukungan Suami Responden di Kabupaten
Pekalongan Tahun 2018
No Variabel Frekuensi Presentase
1. Pendidikan
a. Dasar
b. Tinggi
22
16
57,9
42,1
2. Pekerjaan
a. Tidak Bekerja
b. Bekerja
21
17
55,3
44,7
3. Pandangan Budaya dan Kepercayaan
a. Kurang
b. Baik
28
10
73,7
26,3
4. Dukungan Suami
a. Kurang
b. Baik
17
21
44,7
55,3
Tabel 2 menunjukan bahwa
karakteristik responden adalah hampir
sebagian berpendidikan dasar, yaitu 22
responden (57,9%), hampir sebagian
besar tidak bekerja yaitu 21 responden
(55,3%), sebagian besar mempunyai
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
95
pandangan budaya dan kepercayaan
yang kurang baik dalam menyusui,
yaitu 28 responden (73,7%), hampir
sebagian mempunyai dukungan suami
yang baik dalam menyusui, yaitu 21
responden (55,3%).
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Perbedaan Nilai Rata-Rata (Rerata) Skor Pre Test dan Post
Test Motivasi Responden dalam Pemberian ASI Antar Kelompok Intervensi dan
Kelompok Kontrol di Kabupaten Pekalongan Tahun 2018 No Variabel Kelp Pre/Post
Test
Mean SD SE t P
value
Mean
diff
95% CI
1 Motivasi
ibu dalam
pemberian
ASI
K Pre Test
Post Test
39,47
38,84
5,28
5,36
1,21
1,23
2,74 0,97 4,21 1,0-7,3
I Pre Test
Post Test
35,26
38,79
4,10
2,74
0,94
0,62
0,03 0,00 0,05 -2,7-2,8
Tabel 3 menunjukan bahwa pada
kelompok kontrol diketahui, rerata skor
motivasi ibu dalam pemberian ASI
sebelum perlakuan adalah 39,47 dengan
SD 5,28, setelah dilakukan intervensi
rerata skor motivasi ibu dalam
pemberian ASI setelah perlakuan adalah
menurun, yaitu 38,84, dengan SD 5,36.
Hasil analisis lebih lanjut
menyimpulkan bahwa tidak ada
perununan yang bermakana antara skor
motivasi ibu dalam pemberian ASI
sebelum dan sesudah pada kelompok
kontrol (p=0,97; α=0,05).
Pada kelompok intervensi diketahui,
rerata skor motivasi ibu dalam
pemberian ASI sebelum perlakuan
adalah 35,26 dengan SD 4,10, setelah
dilakukan intervensi rerata skor
motivasi ibu dalam pemberian ASI
setelah perlakuan adalah meningkat,
yaitu 38,79, dengan SD 2,74. Hasil
analisis lebih lanjut menyimpulkan
bahwa ada peningkatan yang bermakana
antara skor motivasi ibu dalam
pemberian ASI sebelum dan sesudah
pada kelompok intervensi (p=0,00;
α=0,05).
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Selisih Skoring Motivasi Ibu Dalam Pemberian ASI Pada
Kelompok Kontrol Dan Kelompok Intervensi Di Kabupaten Pekalongan Tahun
2018 No Variabel Kelp Mean SD T p
value
Mean
diff
95% CI
1 Motivasi ibu dalam
pemberian ASI
Selisih K
I
-0,63
3,53
7.07
5.63
2,71 0,00 4,21 1,09-7,32
Post Test K
I
38,84
38,79
5,36
2,74
0,038 0,00 0,53 -2,78-2.85
Tabel 4 menunjukan bahwa pada
kelompok kontrol selisih skor motivasi
ibu dalam pemberian ASI sebelum dan
sesudah perlakuan terjadi penurunan,
yaitu -0,63 dengan SD 7.07, berbeda
dengan kelompok intervensi terjadi
peningkatan selisih skor motivasi ibu
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
96
dalam pemberian ASI sesudah
perlakuan, yaitu 3,53 dengan SD 5,63.
Pada kelompok kontrol skor motivasi
ibu dalam pemberian ASI sesudah
perlakuan terjadi peningkatan, yaitu
38,84 dengan SD 5,36 sama dengan
peningkatan skor motivasi ibu dalam
pemberian ASI sesudah perlakuan yaitu
38,79 dengan SD 2,74.
Berdasarkan tabel 1 menunjuka bahwa
rata-rata usia responden adalah 26
tahun, usia minimal 20 tahun dan usia
maksimal 38 tahun. Usia dihitung dari
hari pertama lahir sampai dengan saat
berulang tahun, biasanya usia
dinyatakan dalam tahun. Usia dapat
dijadikan salah satu patokan pada
seorang individu untuk melihat tingkat
kematangan secara biologis maupun
psikologis (Nursalam, 2008). Usia 20 –
38 tahun pada responden penelitian ini
termasuk kedalam rentang usia dewasa.
Dimana pada retang usia tersebut
dianggap sebagai masa reproduksi yang
baik dalam pemberian ASI. Seorang ibu
dalam rentang usia dewasa sudah
mempunyai kematangan secara fisik.
Pendidikan pada responden adalah
hampir sebagian berpendidikan dasar.
Soeparmanto dan Pranata (2005), ibu
menyusui dengan karakteristik
berpendidikan dasar mempunyai
proporsi lebih besar dibandingkan
dengan yang berpendidikan tinggi,
tetapi tingkat kemaknaan dalam
pemberian ASI adalah sama antara ibu
yang berpendidikan dasar dengan
berpendidikan tinggi. Berbeda dengan
hasil penelitian Kemalasari (2018),
yang mengidentifikasi bahwa
pendidikan tinggi merupakan faktor
yang mempengaruhi pemberian ASI.
Informasi untuk meningkatkan kualitas
hidup dapat diperoleh dengan
pendidikan tinggi, semakin tinggi
pendidikan maka semakin mudah orang
mendapat informasi. Hasil penelitian
didapatkan bahwa pekerjaan pada ibu
menyusui adalah sebagian besar ibu
tidak bekerja. Kemalasari (2008);
Rohani (2009) ibu menyusui yang
paling banyak adalah tidak bekerja. Ibu
yang tidak bekerja dianggap
mempunyai waktu luang yang banyak
dalam memberikan ASI pada bayi,
sedangkan ibu yang bekerja dianggap
sibuk dan tidak mempunyai waktu
untuk menyusui bayinya.
Pandangan budaya dan kepercayaan
dalam menyusui pada ibu adalah hampir
sebagian mempunyai pandangan budaya
dan kepercayaan yang kurang baik
dalam menyusui. Sidi, dkk (2010)
bahwa adat dan istiadat tempat tinggal
ibu berpengaruh terhadap pemberian
ASI. Ludin (2008) juga menyatakan
bahwa budaya dan kepercayaan yang
dianut seseorang ibu dalam memberikan
ASI akan berpengaruh terhadap
keputusannya dalam memberikan ASI.
Ibu yang mempunyai pandangan budaya
dan kepercayaan yang baik dalam
menyusui akan lebih termotivasi dalam
memberikan ASI.
Dukungan suami pada responden adalah
hampir sebagian mempunyai dukungan
suami baik dalam menyusui. Penelitian
ini sejalan dengan penelitian Al-Akour,
et al (2010), bahwa faktor yang sangat
berpengaruh terhadap keinginan ibu
untuk menyusui adalah dukungan suami
serta keluarga dalam pemberian ASI.
Dukungan suami merupakan suatu
upaya yang dilakukan oleh seorang
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
97
suami baik secara moral maupun
tindakan nyata yang diberikan pada
istrinya untuk memberikan motivasi
dalam memberikan ASI pada bayinya.
Dukungan suami sangat diperlukan oleh
ibu dalam hal pengambilan keputusan
untuk memberikan ASI, ibu akan lebih
termotivasi dan merasa percaya diri
ketika menyusui (Malau, 2010).
Berdasarkan tabel 3 pada kelompok
kontrol diketahui, bahwa tidak ada
penurunan yang bermakna antara skor
motivasi ibu dalam pemberian ASI
sebelum dan sesudah perlakuan. Pada
kelompok intervensi terdapat
peningkatan yang bermakna antara skor
motivasi ibu dalam pemberian ASI
sebelum dan sesudah perlakuan.
Berdasarkan tabel 4 pada kelompok
kontrol selisih sekor motivasi ibu dalam
pemberian ASI sebelum dan sesudah
perlakuan terjadi penurunan, berbeda
dengan kelompok intervensi terjadi
peningkatan selisih skor motivasi ibu
dalam pemberian ASI sesudah
perlakuan terjadi peningkatan.
Prosedur pengambilan data pada
kelompok kontrol dan kelompok
intervensi dilakukan sebelum perlakuan
dan sesudah perlakuan. Pengambilan
data yang dilakukan pada kelompok
kontrol yaitu dengan memberikan pre
test kuesioner motivasi ibu dalam
pemberian ASI, memberikan leaflet
tanpa diberikan informasi lanjutan,
kemudian memberikan post test
kuesioner motivasi ibu dalam
pemberian ASI. Sedangkan
pengambilan data yang dilakukan pada
kelompok intervensi yaitu memberikan
pre test kuesioner motivasi ibu dalam
pemberian ASI, melakukan pendidikan
kesehatan terstruktur sebanyak 3 kali
pertemuan dengan menggunakan media
yang menarik, kemudian memberikan
post test kuesioner motivasi ibu dalam
pemberian ASI.
Pada kelompok kontrol mendapat leaflet
tanpa ada pemberian informasi yang
lebih dari petugas kesehatan seperti
pada kelompok intervensi, yaitu
pemberian pendidikan kesehatan
terstruktur sebanyak 3 kali pertemuan
dengan menggunakan media yang
menarik, sehingga pada kelompok
kontrol skor motivasi ibu dalam
pemberian ASI sesudah perlakuan lebih
kecil dibandingkan dengan kelompok
intervensi. Ibu memerlukan
pengetahuan dan pemberian informasi
untuk mengatasi masalah pada saat
pemberian ASI yang dapat diperoleh
dari petugas kesehatan. Informasi
mengenai manfaat menyusui bagi bayi,
ibu dan keluarga, makanan ibu
menyusui, cara menyusui yang benar,
cara mengatasi masalah saat menyusui,
cara menyusui pada ibu bekerja dari
petugas kesehatan sangat besar
pengaruhnya ketika ibu memberikan
ASI pada bayinya. Ibu-ibu biasanya
akan mempunyai motivasi dan
keyakinan diri yang baik untuk dapat
menyusui bayinya karena sudah
mendapatkan pengetahuan dan
informasi sebelumnya (Sidi, dkk, 2010;
Departemen of Health and Human
Services, 2011).
Heriandja (2007) menyatakan bahwa
motivasi seseorang didukung oleh
adanya motif atau pendorong, yang
terjadi karena adanya keinginan yang
mendorong untuk memenuhi suatu
kebutuhan dari dalam diri seseorang, hai
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
98
ini disebabkan oleh karena adanya
tuntutan fisik dan psikologis yang
muncul melalui mekanisme sistem
biologis manusia. Ketika ibu menyusui
mendapatkan dukungan yang lebih
banyak dari orang disekelilingnya
terutama dari petugas kesehatan, maka
ibu tersebut diharapkan mempunyai
motivasi lebih besar juga untuk
merawat dan memberikan ASI bagi
bayinya.
Ibu memberikan ASI pada bayinya
dipengaruhi oleh faktor motivasi.
Berdasarkan penelitian Racine, et al.,
(2011) bahwa pengetahuan tentang
menyusui dapat mempengaruhi
motivasi ibu dalam memberikan ASI.
Faktor intrinsik yang dapat
mempengaruhi motivasi adalah
pemberian informasi dan pengetahuan
untuk menyusui, sedangkan faktor
ekstrinsik adalah dukungan keluarga
dan petugas kesehatan. Stockdale
(2007) menyatakan bahwa kurang
pengetahuan dan dukungan dari petugas
kesehatan berpengaruh terhadap
motivasi ibu dalam pemberian ASI pada
bayi.
Faktor ekstrinsik lain yang dapat
mempengaruhi motivasi seseorang
untuk melakukan suatu perubahan
dalam lingkungan, adalah penghargaan
berupa pujian dan reward sangat
dibutuhkan oleh seseorang yang telah
melakukan motivasi untuk berubah.
Penghargaan ini bertujuan untuk
memenuhi keinginan agar dapat
mengaktualisasikan diri di
lingkungannya (Hariandja, 2007). Hal
ini sejalan dengan hasil pada penelitian
ini, bahwa ibu pada kelompok kontrol
mempunyai skor motivasi yang rendah
sesudah diberikan perlakuan, berbeda
dengan ibu pada kelompok intervensi
mempunyai skor motivasi lebih tinggi
sesudah perlakuan. Pada kelompok
intervensi diberikan perlakuan
terstruktur selama 3 kali pertemuan,
pada pertemuan ke 3 peneliti melakukan
evaluasi dan pujian terhadap ibu,
sehingga ibu lebih termotivasi untuk
memberikan ASI pada bayinya.
SIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1. Karakteristik dari 38 responden
usia, pendidikan, pekerjaan,
pandangan budaya dan
kepercayaan dalam menyusui,
serta dukungan suami didpatkan
hasil bahwa rata-rata usia ibu
menyusui adalah 26 tahun,
hampir sebagian berpendidikan
dasar, sebagian besar tidak
bekerja, hampir sebagian
mempunyai pandangan budaya
dan kepercayaan yang kurang
baik dalam menyusui, serta
hampir sebagian mempunyai
dukungan suami yang baik
dalam menyusui.
2. Pada kelompok intervensi
terdapat peningkatan bermakana
antara skor motivasi ibu dalam
pemberian ASI sebelum dan
sesudah perlakuan.
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
99
3. Pada kelompok kontrol tidak ada
penurunan yang bermakna
antara skor motivasi ibu dalam
pemberian ASI sebelum dan
sesudah perlakuan.
4. Pada kelompok intervensi terjadi
peningkatan selisih skor
motivasi ibu dalam pemberian
ASI sesudah perlakuan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, peneliti
ingin mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu
terwujudnya penelitian ini :
1. Rektor Universitas
Muhammadiyah Pekajangan
Pekalongan.
2. Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah
Pekajangan Pekalongan.
3. Ketua Program Studi Diploma
Tiga keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Pekajangan
Pekalongan.
4. Ketua Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat Fakultas
Ilmu kesehatan Universitas
Muhammadiyah Pekajangan
Pekalongan.
5. Bapeda Kabupaten Pekalongan.
6. Dinas Kesehatan Kabupaten
pekalongan.
7. Kepala Puskesmas Buaran
Kabupaten Pekalongan.
8. Kepala Puskesmas Wonokerto 2
Kabupaten Pekalongan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Akour, N.A., Khassawneh, M.Y.,
Khader, Y.S., Ababneh, A.A., &
Haddad, A.M. (2010). Factors
affecting intention to breastfeed
among Syrian and Jordanian
mothers: A comparative cross-
sectional study. International
Breastfeeding Journal, 5(6), 2-8.
BPPSDMK_Depkes. (2012). Banyak
sekali manfaat ASI bagi bayi
dan ibu. 3 Februari 2017.
http://www.bppsdmk.depkes.go.
id/index.php?option=comconten
t&view=article&id=170:banyak-
sekali-manfaat-asi-bagi-bayi-
dan-ibu
Departemen of Health and Human
Services. (2011). Your guide to
breastfeeding. Washington:
Office on Women’s Health.
Depkes. (2007). Buku saku: Pelayanan
kesehatan anak di rumah sakit.
Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.
Depkes. (2011). Materi advokasi-BBL
kematian bayi. 2 Februari 2017.
http://www.gizikia.depkes.go.id/
wpcontent/uploads/downloads/2
011/01/Materi-Advokasi-
BBL.pdf
Depkes RI. (2004). Asi eksklusif untuk
ibu bekerja. Jakarta: Dirjen
Binkesmas Direktorat Gizi
Masyarakat.
Dewey, K. (2001). Guiding principles
for complementary feeding of
the breastfeed child.
Washington: Pan American
Health Organization World
Health Organization.
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
100
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah, 2014, Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah Tahun
2014, Semarang, Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah
Dinas Kesehatan Kabupaten
Pekalongan, 2015, Profil
Kesehatan Kabupaten
Pekalongan 2015, Pekalongan,
Dinas Kesehatan Kabupaten
Pekalongan.
Hariandja, M. (2007). Manajemen
sumber daya manusia. Jakarta:
Grasindo.
Hasibuan, M. (2007). Manajemen
sumber daya manusia. Jakarta:
Bumi Aksara.
Kementerian Hukum & HAM. (2012).
PP-ASI eksklusif. Jakarta: Bahan
Harmonisasi Kementerian
Hukum dan HAM.
Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2014, Situasi dan
Analisis ASI Eksklusif. Jakarta,
Pusat Data dan Informasi
kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Kemalasari, S. (2008). Pengaruh
karakteristik istri dan partisipasi
suami terhadap pemberian ASI
eksklusif di kecamatan
Setalasari Pematang siantar,
Tesis.Sumatra: USU Repository.
Khairunniyah. (2004). Pemberian air
susu ibu eksklusif ditinjau dari
faktor motivasi, persepsi, emosi,
dan sikap pada ibu yang
melahirkan, Tesis. Bandung:
Universitas Padjadjaran.
Kramer, M., & Kakuma, R. (2002).
The optimal duration of
exclusive breasfeeding: A
systematic review. Switzerland:
WHO.
Ludin, H.B., Subhilhar., & Lubis. Z.
(2008). Pengaruh sosial budaya
masyarakat terhadap tindakan
pemberian ASI eksklusif, Tesis.
Sumatra Utara: USU Repository.
Malau, A.E.T., Erniyati., & Darti. N.E.
(2010). Hubungan dukungan
suami dan kemauan ibu
memberikan ASI eksklusif.
Sumatra: USU Repository.
Man-Ku, C., & Chow, S.K.Y. (2010).
Factors influencing the practice
of exclusive breastfeeding
among Hongkong Chinese
women: A questionnaire survey.
Journal of Clinical Nursing, 19,
2434–2445.
Nurmiati., & Besral. (2008). Pengaruh
durasi pemberian ASI terhadap
ketahanan hidup bayi di
Indonesia. Makara Kesehatan,
12(2), 47-52.
Nursalam. (2008). Konsep dan
penerapan metode penelitian
ilmu keperawatan , pedoman
skripsi, tesis, dan instrument
penelitian keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Racine, E.F., Frick, K.D., Strobino, D.,
Laura M. Carpenter, L.M.,
Milligan, R., & Pugh, L.C.
(2011). How motivation
influences breastfeeding
duration among low-income
women. J Hum Lact, 25(2), 173-
18.
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
101
Rohani., Yustina, L., Fauzi (2009).
Pengaruh karakteristik ibu
menyusui terhadap pemberian
ASI eksklusif di wilayah kerja
Puskesmas Teluk Kecamatan
Secanggang Kabupaten Langkat,
Tesis. Sumatra: USU e-
Repository.
Saleh, A., Nurachmah, E., As’ad, S., &
Hadju, V. (2009). Pengaruh
pendidikan kesehatan dengan
pendekatan modelling terhadap
pengetahuan, kemampuan
praktek dan percaya diri ibu
dalam menstimulasi tumbuh
kembang bayi 0-6 bulan di
Kabupaten Maros. 3 Febuari
2017.pasca.unhas.ac.id/jurnal/4d
fd694e7da095c426fa76ffbdf2b3
ea.pdf
Sidi, I.P.S., Suradi, R.S., Masoara, S.,
Boedihardjo, S.D., & Martono,
W. (2010). Manajemen laktasi
(4th ed.). Jakarta: PERINASIA.
Similac. (2011). Helpful tips for
breastfeeding your baby.
California: Abbot Nutrition.
Siregar, A. (2007). Faktor-faktor yang
mempengaruhi pemberian ASI
oleh ibu yang melahirkan.
Sumatera: USU Digital library.
Soeparmanto, P., Pranata, S. (2005).
Faktor yang mempengaruhi
pemberian ASI eksklusif pada
bayi. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan, 8(1), 1-7.
Stockdale, J. (2007). Successful
breastfeeding promotion: A
motivational model of
informational design applied
and tested. Northern Ireland:
(NHS) Research &
Development Office.
WHO. (2011). Exclusive breastfeeding
for six months best for babies
everywhere. 2 Februari 2017.
http://www.who.int/nutrition/top
ics/exclusive breastfeeding
forsixmonths best for babies
everywhere /en/
Yefrida. (1996). Faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku
ibu dalam pemberian ASI
eksklusif, di wilayah kerja
puskesmas Pancoran Mas
kelurahan Depok kecamatan
Pancoran Mas kotif Depok tahun
1996. 2 Febuari 2017.
http://lontar.ui.ac.id/opac/themes
/libri2/detail.jsp?id=79056&loka
si =lokal
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
102
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI
BALITA
Boediarsih 1
, Wahyu Wiedy Aditantri2, Dwi Kustriyanti
3
1,2,3 STIKes Karya Husada Semarang
Email: [email protected]
ABSTRAK
Status gizi balita ( bawah lima tahun ) merupakan gambaran kesehatan mengenai
konsumsi pangan dan penggunaannya oleh tubuh pada usia dibawah lima tahun. Status gizi
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu langsung, tidak langsung dan mendasar. Untuk
mengetahui hubungan pola asuh makan, tingkat pendidikan, pengetahuan ibu dan pendapatan
keluarga dengan status gizi balita. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi balita di Puskesmas Poncol
sejumlah 1312 balita. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
proportional stratified random sampling dengan sampel sebanyak 89 responden di
Puskesmas Poncol Kota Semarang. Analisa menggunakan Kolmogorov Smirnov.
Faktor yang berhubungan dengan status gizi yaitu pola asuh makan (p value= 0,411),
tingkat pendidikan (p value= 0,018), pengetahuan ibu (p value= 0,062), pendapatan keluarga
(p value= 0,000). Tidak ada hubungan pola asuh makan, pengetahuan ibu dengan status gizi.
Ada hubungan tingkat pendidikan, pendapatan keluarga dengan status gizi. Maka dari itu
perlunya mengoptimalkan program pemantauan status gizi balita dan meningkatkan
pengetahuan gizi masyarakat
Kata kunci: Balita
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
103
FACTORS THAT ARE RELATED TO THE NUTRITIONAL STATUS
OF CHILDREN
ABSTRACT
Toddler nutritional status (under five years) is a picture of health regarding food
consumption and use by the body at the age of under five years. Nutritional status is
influenced by several factors, namely direct, indirect and fundamental. To determine the
relationship between parenting, education level, mother's knowledge and family income with
the nutritional status of toddlers. This type of research is correlational quantitative research
with cross sectional approach. The population of children under five in the Poncol Health
Center is 1312 children under five. The sampling technique in this study used proportional
stratified random sampling with a sample of 89 respondents in Poncol Health Center,
Semarang City. Analysis using Kolmogorov Smirnov.
Factors related to nutritional status are parenting (p value = 0.411), education level (p
value = 0.018), mother's knowledge (p value = 0.062), family income (p value = 0.000).
There is no relationship between parenting, mother's knowledge and nutritional status. There
is a relationship between education level, family income and nutritional status. Therefore it is
necessary to optimize the nutritional status monitoring program for toddlers and increase
community nutrition knowledge
Keywords: Toddler
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
104
LATAR BELAKANG
Balita adalah anak yang telah
menginjak usia di atas satu tahun atau di
bawah lima tahun yaitu 24-60 bulan
(Kemenkes RI, 2015).
Masa ini menjadi
tantangan bagi orang tua karena anak
susah makan, memilih makan dan suka
pada jajan yang kandungan gizinya tidak
baik seperti mie instant, sehingga
menyebabkan kekurangan atau kelebihan
asupan zat gizi yang dapat mempengaruhi
status gizi dan kesehatannya (Setyawati &
Hartini, 2018).
Masalah gizi merupakan masalah global
yang terjadi di sebagian besar belahan
dunia. WHO 2018 menyatakan pada tahun
2017 di dunia sekitar 22,2 % atau 150,8
juta balita mengalami stunting, 7,5% atau
50,5 juta balita mengalami wasting dan
5,6% atau 38,3 juta balita mengalami
overweight (World Health Organization,
2018).
Berdasarkan hasil survei
pendahuluan di Puskesmas Poncol yang
dilakukan pada 10 balita yang mengalami
gizi buruk, membuktikan bahwa
persentase ibu yang kurang paham pola
asuh pemberian makan sebesar 60%,
pengetahuan ibu tentang gizi balita rendah
sebesar 60%, tingkat pendidikan ibu yang
rendah sebesar 70%, serta pendapatan
keluarga rendah sebesar 80%.
Angka kejadian gizi buruk tidak
terlepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhi seperti tingkat pendidikan
orang tua, pengetahuan, pola asuh dan
pendapatan keluarga (Septikasari, 2018).
Penelitian Afritayeni dinyatakan bahwa
pola pemberian makan pada balita yang
mengalami gizi buruk tidak baik
(Afritayeni, 2017).
Penelitian Indah dan Jayani
menunjukkan hubungan antara infeksi
dengan status gizi balita di Puskesmas
Jambon Kecamatan Jambon Kabupaten
Ponorogo (Indah & Jayani, 2015).
Penelitian Nyndina Puspasari
menunjukkan bahwa sebagian besar ibu
balita memiliki pengetahuan tentang gizi
yang baik dengan status gizi balita normal
(81,8%) dan yang memiliki pengetahuan
kurang dengan status gizi balita tidak
normal (92,9%) (Puspasari, 2017).
Penelitian ini dilakukan di wilayah
Semarang Utara dimana merupakan daerah
dengan perekonomian menengah kebawah
dan mempunyai pola asuh terhadap balita
yang masih minim serta ibu yang memiliki
latar belakang pendidikan sekolah dasar
dan menengah. Tujuan Penelitian
mengetahui hubungan pola asuh makan,
tingkat pendidikan, pengetahuan ibu dan
pendapatan keluarga dengan status gizi
balita.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif dengan desain penelitian
deskriptif menggunakan pendekatan cross
sectional untuk mengetahui faktor-faktor
yang berhubungan dengan status gizi balita
seperti pola asuh dalam pemberian makan,
tingkat pendidikan, pengetahuan ibu
tentang gizi balita, serta pendapatan
keluarga.
Populasi dalam penelitian ini adalah
semua ibu yang mempunyai anak dibawah
lima tahun (balita) di wilayah Puskesmas
Poncol Kota Semarang yang berjumlah
1312 orang. Teknik pe-ngambilan sampel
menggunakan pro-portional stratified
random sampling dengan sampel sebanyak
89 responden. Uji validitas dilakukan
Puskesmas Tlogosari Kulon pada 15
responden pada bulan Mei 2019.
Hasil Uji validitas kuesioner pola asuh
makan dari 24 penyataan terdapat 20
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
105
pernyataan yang valid dan kuesioner
pengetahuan terdapat 20 penyataan yang
valid. Hasil uji validitas diperoleh nilai r
hitung masing-masing pernyataan lebih
besar dari r tabel (0,514), maka kuesioner
yang digunakan dalam penelitian ini dapat
dikatakan valid.
Penelitian dilaksanakan pada bulan juni
– juli 2019. Analisa data yang digunakan
adalah analisa univariat untuk
mendeskripsikan faktor-faktor yang
berhubungan dengan status gizi balita di
Puskesmas Poncol Kota Semarang.
Analisa bivariat dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara stataus gizi
dengan pola asuh makan, tingkat
pendidikan ibu, pengetahuan ibu dan
pendapatan keluarga dengan menggunakan
SPSS 21. Uji yang digunakan adalah uji
Two-Sample Kolmogorov Smirnov.
HASIL PENELITIAN
Gambaran umum yang diamati
berdasarkan analisis data adalah jenis
kelamin balita, umur balita dan jumlah
anggota keluarga. Didapatkan hasil bahwa
89 responden diperoleh, seperti dalam
tabel ini:
Tabel 1. Karakteristik Responden
No Karakteristik Jumlah Persentase
1 Status Gizi
Gizi Lebih
Gizi Baik
Gizi Kurang
Gizi Buruk
3
40
44
2
3,4%
44,9%
49,4%
2,2%
2 Jenis Kelamin Balita
Perempuan
Laki-Laki
55
34
61,8%
38,2%
3 Usia Balita
12-36 bulan
37-60 bulan
58
31
65,2%
34,8%
4 Pendidikan Ibu
Menengah, Tinggi
Dasar
37
52
41,6%
58,4%
5 Jumlah anggota keluarga
≤4 anggota keluarga
>4 anggota keluarga
62
27
69,7%
30,3%
6 Pendapatan Keluarga
Tinggi
Rendah
34
55
38,2%
61,8%
7 Pola Asuh Makan
Baik
Kurang
37
52
41,6%
58,4%
8 Pengetahuan
Baik
Cukup Kurang
41
48
46,1%
53,9%
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
106
Tabel 1 menunjukkan status gizi lebih
sebanyak 3 balita (3,4%), gizi baik 40
balita (44,9%), gizi kurang 44 balita
(49,4%) dan gizi buruk 2 balita (2,2%).
Jenis kelamin balita perempuan sebanyak
55 balita (61,8%) dan jenis kelamin balita
laki-laki sebanyak 34 balita (38,2%).
Sebagian besar balita memiliki usia 12-36
bulan sebanyak 58 balita (65,2%) dan usia
37-60 bulan sebanyak 31 balita (34,8%).
Tingkat pendidikan ibu menengah dan
tinggi sebanyak 37 responden (41,6%) dan
pendidikan dasar sebanyak 52 responden
(58,4%).
Jumlah anggota keluarga dalam satu
tempat tinggal ≤ 4 anggota keluarga
sebanyak 62 responden(69,7%) dan > 4
anggota ke-luarga sebanyak 27 responden
(30,3%). Pola Asuh makan baik sebanyak
37 responden (41,6%) dan pola asuh
makan kurang sebanyak 58,4%.
Pengetahuan ibu baik sebanyak 41
responden (46,1%) dan pola asuh kurang
serta cukup sebanyak 48 responden
(53,9%).
Tabel 2. Hubungan Status Gizi Balita dengan Pola asuh, tingkat pendidikan, pengetahuan,
pendapatan keluarga
N
o
Variabel
Status Gizi Berdasarkan berat badan menurut Umur P
Valu
e
Buruk Kurang Baik Lebih Total
n % n % n % n % n %
1 Pola Asuh
a. Kurang
b. Baik
1
1
1.9
2.7
3
0
1
4
57.
7
37.
8
20
20
38.5
54.1
1
2
1.9
5.4
5
2
3
7
10
0
10
0
0.411
2 Pendidikan
a. Dasar
c. Menengah,
Tinggi
2
0
3.8
0.0
3
2
1
2
61.
5
32.
4
18
22
34.6
59.5
0
3
0.0
8.1
5
2
3
7
10
0
10
0
0.018
3 Pengetahuan
a. Cukup,
Kurang
b. Baik
2
0
4.2
0.0
2
9
1
5
60.
4
36.
6
17
23
35.4
56.1
0
3
0.0
7.3
4
8
4
1
10
0
10
0
0.062
4 Pendapatan
a. Rendah
b. Tinggi
2
0
3.6
0.0
3
9
5
70.
9
14.
7
14
26
25.5
26
0
3
0.0
8.8
5
5
3
4
10
0
10
0
0.000
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
107
Berdasarkan hasil uji statistik yang
dilakukan dengan uji Two-Sample
Kolmogorov Smirnov pada tabel 2
didapatkan nilai p < 0,05 pada faktor pola
asuh makan (0,411), tingkat pendidikan
ibu (0,018), pengetahuan ibu (0,062),
pendapatan keluarga (0,000) yang
menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara tingkat pendidikan ibu dan
pendapatan keluarga dengan status gizi
balita. Sedangkan tidak terdapat hubungan
antara pola asuh makan dan pengetahuan
ibu dengan status gizi balita di Puskesmas
Poncol Kota Semarang.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan masih
ditemukan anak balita yang berstatus gizi
kurang sebanyak 49,4%. Distribusi
tersebut menunjukkan bahwa prevalensi
gizi buruk dan gizi kurang di wilayah
Puskesmas Poncol masih tergolong tinggi
dibandingkan dengan target RPJMN 2019
sebesar 17% balita gizi buruk dan kurang
(Kemenkes RI, 2018).
Hasil penelitian menjelaskan bahwa
pola asuh makan di Puskesmas Poncol
tergolong kurang yaitu sebanyak 52 orang
(58,4%). Praktik pengasuhan sangat
penting untuk me-ngoptimalkan
pertumbuhan dan perkembangan fisik dan
mental anak. Berdasarkan jawaban
pernyataan “Ibu memperbolehkan anak
me-ngambil makanannya sendiri” terdapat
40 responden (44.9%) yang tidak pernah
me-lakukan. Hal ini sebaiknya dilakukan
agar anak memiliki kemandirian sejak dini
dan ibu tetap melakukan pada anak.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat
pendidikan ibu di Puskesmas Poncol yaitu
pendidikan rendah ( SD dan SMP )
sebanyak 52 orang (58,4%). Pendidikan
ibu berperan penting dalam menentukan
kondizi gizi pada anak, ibu dengan tingkat
pendidikan yang baik dianggap memiliki
pengetahuan yang cukup untuk memilih
menu yang tepat dan cara pengolahan
makanan yang benar bagi anaknya.
Berdasarkan distribusi pengetahuan ibu
tentang gizi di Puskesmas Poncol sebagian
responden memiliki pengetahuan rendah
dan cukup sebanyak sebesar 53.9%. hal ini
tampak pada jawaban pernyataan
kuesioner indikator ASI dari responden,
dimana sebagian besar responden
beranggapan bahwa kandungan ASI belum
bisa memenuhi gizi balita sehingga
kebanyakan responden menjawab salah
pada pernyataan ini.
Hasil penelitian didapatkan bahwa dari
89 responden di Puskesmas Poncol
sebagian pendapatan keluarga rendah (
dibawah UMR dan tabungan mereka
dibawah standar, yaitu sebanyak 55 orang
(61,8%). Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar responden memiliki
pendapatan keluarga yang rendah hal ini
dapat mempengaruhi status gizi balita,
kemungkinan jika pendapatan keluarga
tinggi maka daya beli keluarga baik.
Berdasarkan analisis bivariat terdapat
tidak terdapat hubungan antara pola asuh
makan dengan status gizi balita di
Puskesmas Poncol Kota Semarang dengan
p value (0,411). Pola asuh kurang secara
teori seharusnya mempengaruhi status gizi
kurang, tetapi dalam penelitian ini terdapat
pola asuh kurang yang mempengaruhi
status gizi balita baik. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh faktor yang lain seperti
pengetahuan, pendidikan, pendapatan
keluarga.
Hasil Penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Lusiana
Retno menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara pola asuh makan dengan
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
108
status gizi balita (Anggono & Nurrahima,
2015). Karakteristik penelitian tersebut
sama dengan penelitian ini yaitu tingkat
pendidikan responden rendah serta
pendapatan rendah. Pada penelitian yang
dilakukan Tiara dwi menunjukkan hasil
yang berbeda yakni, terdapat hubungan
antara pola asuh makan dengan status gizi
balita dengan p value (0,014),
karakteristik responden hampir sama tetapi
untuk pekerjaan sebagian besar adalah
wiraswasta (Pratiwi, Masrul, & Yerizel,
2016).
Hasil analisa status gizi berdasarakan
tingkat pendididkan ibu diperoleh p value
(0.018), ada hubungan tingkat pendidikan
ibu dengan status gizi balita di Puskesmas
Poncol Kota Semarang. Ibu yang memiliki
pendidikan tinggi akan lebih mudah
menerima wawasan yang luas mengenai
gizi, mudah menerima perubahan ilmu
pengetahuan, sedangkan pendidikan yang
rendah menyebabkan keterbatasan dalam
memahami tentang kebutuhan gizi anak
dan lambat dalam menangani masalah gizi
anak.
Hal ini senada dengan hasil penelitian
(Sebataraja, Oenzil, & Asterina, 2014)
bahwa Anak dengan ibu berpendidikan
rendah memiliki angka mortalitas yang
lebih tinggi dibandingkan ibu
berpendidikan tinggi. Penelitian Ranityas
memiliki karakteristik sama dengan
penelitian ini, hasil penelitian tersebut
menyatakan adanya hubungan antara
tingkat pendidikan ibu dengan status gizi
balita (Ranityas, Era, & Diyah, 2016).
Berdasarkan hasil analisa diketahui
bahwa tidak ada hubungan anatara
pengetahuan ibu dengan status gizi balita p
value (0,062). Tingkat pengetahuan
berpengaruh terhadap perilaku dalam
memilih makanan yang berdampak pada
asupan gizi. Penelitian yang dilakukan
oleh Burhani menunjukkan tidak ada
hubungan pengetahuan ibu dengan status
gizi balita dengan p value (0.638)
(Burhani, Oenzil, & Revilla, 2016).
Pada penelitian yang dilakukan
Nyndina Puspasari menunjukkan hasil
yang berbeda yakni terdapat hubungan
antara pengetahuan ibu dengan status gizi
balita (BB/U) usia 12-24 bulan dengan p
value (0,000), penelitian tersebut memiliki
karakteristik yang sama tetapi didapatkan
hasil pengetahuan baik disertai pendidikan
ibu yang tinggi (Puspasari, 2017).
Hasil analisa menunjukan bahwa ada
hubungan antara pendapatan keluarga
dengan status gizi balita dengan p value
(0.000). Hal ini menunjukkan bahwa
pendapatan keluarga merupakan faktor
yang mempengaruhi status gizi balita.
Penelitian yang dilakukan Mulazimah
menyatakan bahwa ada hubungan antara
pendapatan dengan status gizi balita
(Mulazimah, 2017).
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa sebagian besar status gizi balita
(BB/U) kurang 49,4%, pola asuh makan
kurang 58,4%, tingkat pendidikan ibu
dasar (SD,SMP) 58,4%, pengetahuan ibu
kurang dan cukup 53,9%, serta pendapatan
keluarga rendah 61,8% di Puskesmas
Poncol Kota Semarang. Tidak ada
hubungan pola asuh makan, pengetahuan
ibu dengan status gizi balita di Puskesmas
Poncol Kota Semarang. Ada hubungan
tingkat pendidikan ibu dan pendapatan
keluarga dengan status gizi balita di
Puskesmas Poncol Kota Semarang. Hasil
penelitian ini dapat menjadi evaluasi untuk
dapat mengoptimalkan program
pemantauan status masyarakat.
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
109
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, peneliti ingin
mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu
terwujudnya penelitian ini :
1. Ketua STIKes Karya Husada
Semarang
2. Ketua Lembaga Penelitian dan
Pengabdian STIKes Karya Husada
Semarang
3. Teman sejawat dan para mahasiswa
prodi Keperawatan STIKes Karya
Husada Semarang
DAFTAR PUSTAKA
Afritayeni. (2017). Pola pemberian Makan
pada Balita Gizi Buruk di Kelurahan
Rumbai Bukit Kota Pekan Baru. Journal
Endurance , 7-17.
Anggono, L. R., & Nurrahima, A. (2015).
Hubungan Pola Asuh Makan dengan
STatus Gizi Anak Balita Dari Ibu
Pengrajin Bambu di Desa Kebonsari
Kecamatan Borobudur Kabupaten
Magelang. Journal UNIMUS , 1-6.
Burhani, P., Oenzil, F., & Revilla, G.
(2016). Hubungan Tingkat Pengetahaun
Ibu dan Tingkat Ekonomi Keluarga
Nelayan dengan Status Gizi Balita di
Kelurahan Air Tawar Barat Kota Padang.
Jurnal Kesehatan Andalas , 515-521.
Indah, & Jayani. (2015). Hubungan Antara
Penyakit Infeksi dengan Status Gizi Balita.
Java Health Journal , 1-8.
Kemenkes RI. (2018). Hasil Utama
Riskesdas 2018. Badan penelitian dan
Pengembangan Kesehatan:
www.depkes.go.id.
Kemenkes RI. (2015). Situasi Kesehatan
Anak Balita di Indonesia. Jakarta: Pusat
data dan informasi (Infodatin).
Mulazimah. (2017). Hubungan Pendapatan
Keluarga Dengan Status Gizi Balita Desa
Ngadiluwih Kecamatan Ngadiluwih
Kabupaten Kediri. OJS UNP Kediri , 18-
21.
Pratiwi, T. D., Masrul, M., & Yerizel, E.
(2016). Hubungan Pola Asuh dengan
Status Gizi Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Belimbing Kota Padang.
Jurnal Kesehatan Andalas , 661-665.
Puspasari, N. (2017). Hubungan
Pengetahuan Ibu Tentang Gizi, Tingkat
Asupan Makan Balita dan Budaya
Pemberian Makan dengan Status Gizi
Balita dan Budaya Pemberian Makan
dengan Status Gizi Balita (BB/U) Usia 12-
24 Bulan. Skripsi Thesis Universitas
Airlangga .
Ranityas, K., Era, R., & Diyah, Y. (2016).
Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan
Status Gizi Balita di Puskesmas Pleret.
Jurnal Kesehatan , 07.
Sebataraja, L. R., Oenzil, F., & Asterina,
A. (2014). Hubungan Status Gizi dengan
Status Sosial Ekonomi Keluarga Murid
Sekolah Dasar di Daerah Pusat dan
Pinggiran Kota Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas , 182-187.
Septikasari, M. (2018). Status Gizi Anak
dan Faktor Yang Mempengaruhi edisi
pertama. Yogyakarta: UNY Press.
Setyawati, V., & Hartini, E. (2018). Buku
Ajar Dasar Ilmu Gizi Kesehatan
Masyarakat. Yogyakarta: Deepublish.
JURNAL SURYA MUDA, 1(2), 2019 p-ISSN 2656-5811
e-ISSN 2656-825x
110
World Health Organization. (2018). Levels
and Trends in Child Malnutrition. WHO :
www.who.int.