jurnal pneumonia
DESCRIPTION
Jurnal PneumoniaTRANSCRIPT
Rangkaian "PENCITRAAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN DADA"Ditulis oleh PA Gevenois, A. Bankier dan Y. SibilleNomor 5 di Seri ini
Pencitraan pneumonia: kecenderungan dan algoritmaT. Franquet
Pencitraan pneumonia: kecenderungan dan algoritma. T. Franquet. #ERS Jurnal Ltd 2001.
ABSTRAK: Pneumonia merupakan salah satu penyakit utama menular yang bertanggung jawab
untuk morbiditas dan mortalitas yang signifikan di seluruh dunia. Pencitraan meliputi peran
penting dalam deteksi dan pengelolaan dengan pasien pneumonia.
Ulasan artikel ini membahas metode pencitraan yang berbeda yang digunakan dalam
diagnosis dan pengelolaan dicurigai infeksi paru. Pencitraan pemeriksaan harus selalu dimulai
dengan konvensional radiografi. Bila hasil rutin radiografi tidak dapat disimpulkan, yang wajib
dilakukan adalah perhitungan tomography. Kombinasi dari contoh pola dan pengetahuan tentang
pengaturan klinis adalah pendekatan yang terbaik untuk proses infeksi pada paru.
Sebuah keterlibatan pola tertentu dapat menunjukkan kemungkinan banyak hal dalam
diagnosis. Didapati pada pasien dengan sindrom defisiensi imun, menyebar tanah-kaca dan
interstitial infiltrat yang paling sering muncul pada pneumonia carinii dan pada pasien dengan
penurunan imun, bakteri pneumonia masuk dan menyerap setengah dari lobus. Pneumonia
paling sering ditemui pada anak-anak dari pada orang dewasa dan paling sering disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae. Kombinasi yang berbeda dari parenkim dan kelainan pleura mungkin
bersifat untuk diagnosis tambahan. Ketika terjadi proses penularan pada paru, pengetahuan
tentang beragam Manifestasi radiografi akan memperkecil diagnosis banding, untuk membantu
1
Eur Respir J 2001; 18: 196–208Printed in UK – all rights reserved
Copyright ©ERS Journal Ltd 2001
European Respiratory Journal
ISSN 0903-1936
mengarahkan langkah-langkah diagnostik tambahan, dan sebagai alat yang ideal untuk
pemeriksaan lanjutan. Eur Respir J 2001; 18: 196-208.
Meskipun kemajuan dalam diagnosis dan pengobatan, Infeksi paru adalah penyebab
utama morbiditas dan kematian pada pasien dewasa. Pneumonia adalah keenam dari penyebab
umum sebagian besar kematian di Amerika Serikat dan lebih dari 6 juta kasus pneumonia bakteri
terjadi setiap tahun pada populasi imunokompeten [1]. Spektrum organisme diketahui
menyebabkan infeksi pernafasan yang luas dan terus meningkat sebagai patogen baru
diidentifikasi dan kekebalan tubuh inang. Meskipun dalam kemajuan dan mendiagnosis serta
mengobati. Di Amerika Serikat, telah diperkirakan bahwa ada 1,1 juta kasus masyarakat yang
terkena pneumonia (CAP) yang membutuhkan rawat inap setiap tahun, dengan perkiraan biaya
yaitu 8 miliar dolar [1]. Pneumonia nosokomial (NP) adalah infeksi yang didapat dari rumah
sakit dan paling penting karena terkait dengan angka kematian tertinggi dari infeksi nosokomial
yang berkontribusi pada kematian [2]. Selain itu, didapati dari sindrom defisiensi imun yaitu
(AIDS), paru-paru merupakan peningkatan sumber infeksi. Selain biaya dan perawatan langsung
dari pasien, pneumonia bertanggung jawab untuk lebih dari 50 juta hari kegiatan terbatas dari
pekerjaan dan keenam penyebab utama kematian di Amerika Serikat dengan angka kematian
yaitu 13,4 per 100.000 [3,4].
Perubahan kecenderungan pada infeksi paru
Diagnosis pada pneumonia mendatangkan kesadaran untuk kombinasi klinis, sesuai tes
mikrobiologi, dan studi radiographical. Plain radiografi dada merupakan tes murah yang dapat
cepat menunjukkan adanya kelainan paru. Ini merupakan pemeriksaan awal yang penting pada
semua pasien yang diduga menderita infeksi paru. Dalam kebanyakan kasus temuan film biasa
pada diagnostik pneumonia dan dapat menghilangkan keperluan untuk prosedur radiografi
tambahan. Dokter mengevaluasi pasien jika diketahui atau diduga diagnosis infeksi paru
menghadapi tantangan pada sebagian mayoritas.
2
Proses mengidentifikasi pada tanda dan gejala yang mirip, dan temuan radiografi
pneumonia tidak memberikan diagnosis penyebab tertentu. Selanjutnya, manifestasi radiografi
yang diberikan menular. Proses variabel mungkin tergantung pada status imunologi dari pasien
serta penyakit paru-paru atau yang hidup bersama. Jumlah pasien dengan penurunan kekebalan
imun secara signifikan meningkat karena tiga fenomena: epidemi AIDS, kemajuan dalam
kemoterapi kanker, serta memperluas transplantasi organ. Pada awal epidemi AIDS, yaitu awal
tahun 1980 dan pertengahan, ada kematian 50-80% untuk setiap episode pneumonia
Pneumocystis carinii (PCP). Sejak profilaksis rutin dilembagakan pada tahun 1989, insiden
penurunan PCP pada populasi AIDS ditunjukkan [5, 6]. Selain kejadian yang lebih rendah, ada
juga kematian menurun (15%) dalam kasus-kasus ringan sampai sedang [7]. Oleh karena itu,
infeksi lain termasuk bakteri pneumonia, infeksi jamur, cytomegalovirus (CMV),
Mycobacterium avium complex (MAC), dan TBC tetap menjadi penyebab signifikan morbiditas
dan mortalitas pada pasien ini [5-7]. Ahli radiologi tidak hanya harus mendokumentasikan lokasi
dan luasnya pneumonia tetapi juga menilai evolusi dan juga tentu saja pneumonia serta
mendeteksi komplikasi dari penyakit.
Mengintegrasikan temuan klinis dan pencitraan
Modalitas pencitraan yang paling berguna yang tersedia untuk evaluasi pasien dengan infeksi paru diketahui atau diduga adalah radiografi dada dan perhitungan tomography (CT). Pemeriksaan pencitraan harus selalu diartikan dengan pengetahuan tentang bagaimana gejala pasien, tingkat dyspnoea, tingkat penurunan karbon monoksida menyebar pada kapasitas paru-paru (DL, CO), jumlah sel CD4+, adanya demam atau leukositosis, jika ada batuk dan apakah batuk produktif, dan gejala kronisitas [8]. Pengetahuan tentang apakah pasien telah mengembangkan CAP atau NP, serta pengetahuan tentang status kekebalan pasien, dapat menjadi alat yang kuat dalam mencapai sebuah daftar penyebab yang mungkin dari organisme [8, 9]. Informasi klinis sangat dapat meningkatkan akurasi diagnosis radiographical, yaitu pasien AIDS dengan proses wilayah udara akut yang memiliki gejala menggigil, demam, dan sputum purulen mungkin memiliki piogenik dari pada PCP. Dengan tidak adanya informasi klinis, ahli radiologi tidak dapat membedakan antara pneumonia dan proses paru lainnya [10]. Sayangnya, data klinis dan temuan radiographical sering gagal dan mengarah ke diagnosis definitif pneumonia karena ada jumlah yang luas dari proses menular yang terkait dengan demam pneumonitis yaitu obat induksi penyakit paru, pneumonia eosinofilik akut, obliterans bronchiolitis mengorganisir pneumonia (Boop), dan vaskulitis paru yang mirip dengan infeksi paru [11]. Perbedaan pneumonia lokal dari proses paru lain tidak bisa dibuat dengan kepastian dengan alasan radiologi [11, 12]. Distribusi dari penyakit paru lokal pada lobus atau segmental
3
dapat diproduksi tidak hanya oleh pneumonia tetapi juga oleh edema paru dan perdarahan. Edema paru lokal diproduksi oleh aspirasi asam lambung yang dapat menyebabkan gambaran identik dengan pneumonia serta infark paru sekunder untuk tromboemboli, yang juga dapat menghasilkan temuan radiographical serupa. Diagnosis yang sama sulit ketika pneumonia muncul sebagai difus kelainan paru. Edema paru dan sindrom gangguan pernapasan dewasa (ARDS) adalah kondisi yang paling umum dan harus dibedakan dari bronkopneumonia pada kelainan paru umum yaitu dengan radiografi [13-15].
Konvensional radiografi dada
Menurut pedoman American Thoracic Society, posteroanterior (PA) (dan lateral bila
mungkin) radiografi dada harus diperoleh setiap kali pneumonia yang dicurigai pada orang
dewasa [16]. Peran radiografi dada telah digambarkan, baik sebagai alat skrining untuk
mendeteksi infiltrat baru atau untuk respon terhadap pemantauan terapi. Peran lain pada
radiografi dada termasuk ditingkatkan kemampuan untuk menilai luasnya penyakit, untuk
mendeteksi komplikasi (yaitu kavitasi, pembentukan abses, pneumotoraks, efusi pleura), dan
untuk mendeteksi diagnosis tambahan atau alternatif dan kadang-kadang untuk memandu
prosedur diagnostik invasif. Dalam kebanyakan kasus kelainan yang berbeda dapat diidentifikasi
pada foto dada.
Temuan radiographical lebih umum termasuk segmental atau lobus konsolidasi dan
penyakit paru interstitial. Kurangnya temuan radiographical umum lainnya termasuk mediastinal
limfadenopati, efusi pleura, kavitasi, dan invasi dinding dada. Meskipun demikian, temuan
radiographical non spesifik serta berbagai potensi penyebab sering terjadinya frustrasi ketika
mengevaluasi temuan pencitraan pada pasien dengan dugaan pneumonia. Infeksi paru oleh PCP,
biasanya terlihat sebagai konsolidasi homogen alveolar difus, baru-baru ini dijelaskan, pada 5-
10% kasus, dengan konsolidasi padat, nodul, kekeruhan miliaria, dan efusi pleura [16].
Selanjutnya, samar-samar atau normal pada radiografi dada yang tidak biasa, dilaporkan pada
kisaran 10-39% hingga 10% pasien dengan infeksi PCP pada pasien yang terbukti dengan
penyakit paru [17].
Perhitungan Tomography
CT adalah alat tambahan yang berguna untuk radiografi konvensional pada kasus tertentu
[10,12,18,19]. Ada sejumlah besar literatur yang menunjukkan bahwa CT adalah metode yang
sensitif mampu melihat pencitraan paru dengan resolusi spasial yang sangat baik, memberikan
4
detil anatomi yang serupa dengan yang terlihat pada pemeriksaan patologis kasar. Perbedaan
pada redaman jaringan dan parenkim perubahan ini disebabkan oleh proses inflamasi akut dan
dapat segera dilihat oleh CT [18, 19]. Tidak seperti radiografi dada, CT memberikan gambar
penampang dan pola serta proses distribusi paru, karena itu jauh lebih mudah dinilai dari pada
pemeriksaan konvensional [17].
Dengan munculnya resolusi tinggi CT (HRCT), terminologi leksikon baru untuk
menggambarkan perkembangan temuan pencitraan. Pengenalan dari lobulus paru sekunder yaitu
penting untuk memahami Temuan pencitraan yang diperoleh tipis-bagian CT scan [18]. Temuan
wilayah udara adalah penyakit, udara (asinar) nodul, kekeruhan tanah-kaca, konsolidasi,
bronkogram udara, dan distribusi centrilobular atau perilobular terlihat lebih baik dengan CT dari
pada radiografi konvensional [17, 18]. Nodul adalah wilayah udara dan memiliki ukuran acinus
(6-10 mm) dan centrilobular dalam distribusi. Penghargaan terbaik di awal penyakit dan terbaik
juga dilihat di tengah proses patologis di mana konsolidasi yang tidak lengkap. Kekeruhan tanah-
kaca didefinisikan sebagai peningkatan lokal di redaman paru yang memungkinkan visualisasi
struktur pembuluh darah mengalir melalui wilayah yang terkena dampak. Tanah kaca adalah CT
temuan nonspesifik yang bisa mewakili baik alveolar atau penyakit interstitial [10].
Sebuah CT menemukan penyakit interstitial dan mencerminkan penebalan oleh edema,
neoplasma, peradangan, atau fibrosis struktur interstitial yang normal [10, 18]. Temuan CT yang
paling umum adalah penebalan septum, bronkus penebalan dinding, perfusi mosaik, penebalan
bronchovascular bundel, nodul interstitial, dan honeycombing (menyisir madu). Temuan ini,
terkenal dari studi foto biasa, dan lebih mudah dikenali oleh CT.
Meskipun CT tidak dianjurkan untuk evaluasi awal pasien dengan pneumonia, itu adalah
tambahan berharga untuk radiografi konvensional pada pasien dengan temuan pencitraan tidak
mengungkapkan atau tidak mendiagnosis [16]. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa HRCT
dapat membantu dalam deteksi, diferensial diagnosis, dan manajemen pada pasien penurunan
imun dengan komplikasi paru [16-19].
CAP merupakan mayoritas infiltrat paru yang muncul dalam jangka waktu 12 jam. Pada pasien
ini, pengenalan pola dapat membantu untuk mengklasifikasikan sekelompok organisme yang
mendukung dan berpotensi selama mendasari pada penyebab bakteri dan penyebab virus. Dalam
5
CAP, diagnosis dan manajemen penyakit yang paling sering melibatkan radiografi dada dan
umumnya tidak memerlukan penggunaan modalitas pencitraan lainnya [22].
Spektrum organisme penyebab CAP termasuk bakteri Gram positif seperti Streptococcus
pneumoniae (pneumoccocus), Haemophilus influenzae dan Staphylococcus aureus, serta
organisme atipikal seperti Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, atau Legionella
pneumophila dan virus agen seperti influenza A virus dan virus respiratory syncytial. S.
pneumoniae adalah penyebab paling umum dari jauh atau lengkap konsolidasi lobus [23-25].
Agen penyebab lain yang menghasilkan konsolidasi lobus lengkap meliputi Klebsiella
pneumoniae dan Gram basil negatif lainnya, L. pneumophila, H. influenzae, dan kadang-kadang
M. pneumoniae [23-26].
Radiografi, lobus pneumonia muncul di pinggiran berbatasan pada pleura dan menyebar
ke bagian-bagian inti dari paru-paru. Pneumonia kasar paling sering ditemui pada anak-anak dari
pada orang dewasa dan paling sering disebabkan oleh S. pneumoniae (gbr. 1) [27]. Pada anak-
anak, infeksi TB dan jamur aktif mungkin juga ada seperti dengan lesi nodular atau massal [27].
Infeksi bakteri dapat menghasilkan beberapa nodul paru bulat atau massa, dengan atau tanpa
kavitasi. Hal ini mungkin terjadi dari infeksi Nocardia, Aspergillus, Legionella, demam Q, dan
M. tuberculosis [27-29].
Bronkopneumonia, yang paling sering disebabkan oleh S. aureus dan H. influenzae,
terjadi ketika organisme menular, diendapkan pada epitel bronkus, menghasilkan peradangan
bronkial akut dengan ulserasi epitel dan pembentukan eksudat fibrinopurulent. Akibatnya, reaksi
inflamasi cepat menyebar melalui dinding saluran napas dan menyebar ke dalam lobulus paru
bersebelahan.
6
Gambar. 1.- Pneumonia Kasar karena Streptococcus pneumoniae dalam pria 53-tahun-tua. Computed tomography
menunjukkan area fokus konsolidasi homogen pada lobus kiri atas. Perhatikan adanya udara-bronchogram dalam
konsolidasi. Kultur dahak menghasilkan pertumbuhan berat S. pneumoniae. Pada orang dewasa, bentuk pneumonia
dapat meniru karsinoma bronkogenik.
PENCITRAAN DARI PNEUMONIA
Gambar. 2. -Computed tomography scan perempuan 35 thn menunjukkan beberapa tidak jelas
kekeruhan subsegmental di tengah dan lobus kanan bawah. Rongga kecil dan effussion pleura
7
kanan moderat juga dihargai. Catatan fokus infeksi di kiri lobus bawah. Budaya dari spesimen
bronchoscopic tumbuh Staphylococcus aureus.
Radiografi, rute agregat inflamasi menyebabkan pola khas tambal sulam bronkopneumonia
(gbr.2) atau konsolidasi segmental homogen yang mungkin juga kavitasi (buah ara. 2 dan 3).
8
Gambar. 3. – Gambaran lebih dekat dari rontgen dada posteroanterior pada laki-laki
mengkonsumsi alkohol 43 thn dengan kavitasi pneumonia akut oleh Staphylococcus aureus.
Sebuah wilayah didefinisikan buruk konsolidasi wilayah udara yang mengandung radiolusen
bulat (panah) digambarkan dalam paru-paru kanan atas.
9
Gambar. 4.- Adenovirus pneumonia pada wanita dewasa 28-tahun. a) pandangan Close-up dari
radiografi dada posteroanterior mendemonstrasikan keadaan buruk dan didefinisikan sebagai
kekeruhan nodular. b) Sesuai scan resolusi tinggi perhitungan tomography menunjukkan
beberapa keadaan buruk dan didefinisikan sebagai kekeruhan nodular bilateral dalam distribusi
didominasi peribronchial.
10
Difus interstitial bilateral dan / atau interstitial-alveolar (campuran) infiltrat yang paling
sering disebabkan oleh virus (gbr. 4) dan M. pneumoniae [30]. Sampai dengan 30% dari semua
pneumonia pada populasi umum mungkin disebabkan oleh M. pneumoniae [10]. Selama infeksi,
kerusakan awal diarahkan pada mukosa bronkiolus dan kemudian, jaringan peribronchial dan
septa interlobular menjadi edema dan infiltrasi sel inflamasi.
Pneumonia yang didapat di rumah sakit (nosokomial)
NP dapat didefinisikan sebagai salah satu yang terjadi setelah masuk ke rumah sakit,
yang tidak hadir atau dalam masa inkubasi pada saat masukknya [21]. NP adalah penyebab
utama kematian dari infeksi yang didapati di rumah sakit dan merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting. Hal ini terjadi paling sering di ruang intensif peduli Unit (ICU) pasien,
mayoritas pada individu yang membutuhkan mekanisme ventilasi (gbr. 5) [31]. Prevalensi
diperkirakan NP dalam pengaturan ICU berkisar 10-65%, dengan tingkat kematian kasus 20-
55% di sebagian besar dilaporkan seri [26, 31, 32]. Pada pasien dengan ARDS, sebanyak 55%
memiliki pneumonia sekunder, dan komplikasi ini dapat mempengaruhi kelangsungan hidup
[26].
11
Gambar. 5. – Pneumonia yang didapati di Rumah sakit pada unit perawatan intensif pasien.
Portabel anteroposterior dada terlentang radiografi menunjukkan konsolidasi paru bilateral.
Mengungkapkan melindungi pengikat bronkial. Gram cocci positif, gram batang positif, dan
Gram negatif batang pada smear. Budaya tumbuh Staphylococcus aureus dan Pseudomonas dan
organisme Serratia.
Diagnosis NP sulit, dan kriteria yang digunakan untuk pengawasan telah didasarkan pada
temuan klinis yaitu demam, batuk, dan pengembangan sputum purulen dalam kombinasi dengan
menyusup baru atau progresif pada foto toraks. Ketika pneumonia timbul pada pasien dirawat di
rumah sakit, aerobik Gram basil negatif, terutama Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacter
spp. dan S. aureus, adalah organisme penyebab utama [33]. Penyebab umum lainnya dari NP
yaitu H. Influenza, pneumokokus, aspirasi dengan anaerob, Legionella spp. dan virus di host
tertentu. Virus pernapasan syncytial, influenza A dan B, dan parainfluenza, bertanggung jawab
untuk >70% dari penyakit virus nosokomial [33]. Petunjuk klinis dan radiographical untuk
penyebab diagnosis pneumonia yang ditunjukkan dalam tabel 1.
Penurunan Imun pada penderita pneumonia
Pasien dengan gangguan fungsi kekebalan tubuh rentan terhadap infeksi oleh berbagai
organisme [6, 7]. Dalam beberapa dekade terakhir, epidemi AIDS, kemajuan dalam pengobatan
kanker, transplantasi organ, dan terapi penurunan imun telah mengakibatkan sejumlah besar
pasien yang mengembangkan kelainan pada sistem kekebalan tubuh mereka [34-36]. Pneumonia
adalah masalah klinis utama bagi pasien imunosupresi dan banyak bakteri penyebab CAP di
masyarakat yang sehat juga bertanggung jawab untuk pneumonia pada pasien risiko ini.
Gangguan imunitas ringan pada penderita seperti itu terjadi secara kronis melemahkan penyakit,
diabetes mellitus, malnutrisi, alkoholisme, usia lanjut, pemberian kortikosteroid berkepanjangan
dan penyakit paru-paru obstruktif kronis juga telah dianggap sebagai faktor predisposisi infeksi
paru [37].
Sindrom defisiensi imun
12
Pada pasien AIDS, komplikasi paru dapat mengakibatkan sejumlah penyakit menular dan
tidak menular,
Tabel 1. - Ringkasan petunjuk klinis dan radiographical untuk diagnosis penyebab pneumonia
PPOK: penyakit paru obstruktif kronik; S. pneumoniae: Streptococcus pneumoniae; S. aureus:
Staphylococcus aureus; M. tuberculosis: Mycobacterium tuberculosis; M. pneumoniae: Mycoplasma
pneumoniae; K. pneumoniae: Klebsiella pneumoniae; P. aeruginosa: Pseudomonas aeruginosa; L.
pneumophila: Legionella pneumophila. Diadaptasi dari [34].
menyebabkan. Di antara proses menular paru, agen penyebab utama termasuk PCP, M.
tuberculosis, dan kompleks MAC, selain banyak yang lebih bakteri positif dan negatif umum
Gram [5, 16,17]. Dalam dua dekade terakhir, peningkatan tuberkulosis (TB) telah terlihat di
seluruh dunia, termasuk sejumlah negara berkembang di mana penyakit telah terjadi penurunan
selama beberapa dekade. Peningkatan TB sebagian besar terkait dengan kasus pada pasien AIDS
[38,39]. Infeksi akan tergantung pada status kekebalan tubuh pasien dan risiko infeksi
oportunistik juga akan berubah dari waktu ke waktu [39].
Pasien yang memiliki CD4+ cell menghitung >200 sel.Mm3 cenderung untuk infeksi bronkial
dan pneumonia bakteri, sedangkan pasien dengan jumlah sel CD4+ <200 sel.mm3 cenderung
untuk infeksi oportunistik seperti PCP [8, 39]. Kebanyakan pasien memiliki jumlah CD4+ di
13
kisaran 50-75 sel.mm3 di saat diagnosis dari episode pertama mereka dengan PCP [8, 17]. Oleh
karena itu, penting untuk menafsirkan temuan radiologi dalam pengaturan klinis yang tepat.
Dengan menghubungkan pola radiografi yang berbeda dengan gejala yang muncul dan jumlah
sel CD4+, ahli radiologi dapat mempersempit diagnosis diferensial [8]. Radiografi dada normal
telah dilaporkan hingga 90% dari pasien menunjukkan temuan khas menyebar infiltrat interstitial
bilateral tanpa efusi pleura (gbr. 6). Sebagai penyakit berlangsung, infiltrat alveolar juga dapat
berkembang. HRCT adalah modalitas pilihan untuk mengevaluasi pasien bergejala dengan
rontgen dada yang dinyatakan normal [17].
Bronkial aspergillosis invasif paling umum terjadi dalam pengaturan neutropenia berat
dan pada pasien dengan AIDS [40-42]. Manifestasi klinis termasuk akut tracheobronchitis,
bronkiolitis, dan bronkopneumonia. Pasien dengan tracheobronchitis akut biasanya memiliki
temuan radiologis normal. Aspergillus bronchiolitis ditandai pada HRCT oleh adanya nodul
centrilobular dan bercabang kekeruhan linear atau nodular memberikan penampilan menyerupai
"tunas-dalam-pohon" (gbr. 7) [41]. Nodul centrilobular memiliki distribusi merata di paru-paru
Gambar. 6. - Posteroanterior radiografi dada pada pasien dengan sindrom defisiensi kekebalan
tubuh dan jumlah CD4+ dari 50 cells.mm3. Bilateral asimetris pola campuran (interstitial dan
kekeruhan alveolar konfluen) ditunjukkan dengan jelas. Dalam pengaturan klinis, temuan
radiographical dianggap sangat diagnostik pada pneumonia Pneumocystis carinii.
14
Gambar. 7.- Seorang pasien 28 thn dengan leukemia akut didapati dengan demam dan rontgen
dada normal. Resolusi pemindaian tinggi perhitungan tomography menunjukkan penebalan
dinding bronkus dan bronkiolus dan beberapa tidak jelas kekeruhan nodular bilateral dengan
penampilan "tunas dalam pohon". Diagnosis akhir adalah Aspergillus bronchiolitis.
dan mirip dengan yang terlihat pada sejumlah kondisi infeksi yang berbeda, termasuk
penyebaran endobronkial tuberkulosis paru, M. avium-intracellulare, virus dan M. pneumonia.
Hasil bronkopneumonia Aspergillus di daerah didominasi peribronchial dari konsolidasi (gbr. 8)
[41]. Jarang, konsolidasi mungkin memiliki distribusi lobus. Manifestasi radiologi yang tidak
bisa dibedakan dari bronkopneumonia yang disebabkan oleh organisme lain.
Menghalangi bronkopulmonalis aspergillosis (OBA) adalah istilah deskriptif untuk pola yang
tidak biasa dari bentuk non-invasif aspergillosis ditandai dengan pertumbuhan berlebih
intraluminal besar Aspergillus spp, biasanya Aspergillus fumigatus, pada pasien dengan AIDS
[42]. Pasien mungkin batuk dan mengeluarkan gips jamur dari bronki dan hadir dengan
hipoksemia berat. Temuan CT karakteristik OBA memiliki kesamaan dengan orang-orang pada
alergi aspergilosis bronkopulmoner (ABPA) yang terdiri dari,
15
Gambar. 8. - Posteroanterior rontgen dada menunjukkan konsolidasi nonsegmental bilateral di
lingula dan di lobus atas dan bawah kanan. Dahak pulih dari Aspergillus fumigatus.
Gambar. 9. Bronchial aspergillosis yang menghambat pada laki-laki 24 thn dengan sindrom defisiensi
kekebalan tubuh. Perhitungan tomography scan (CT) menunjukkan bifurcating bilateral bayangan tubular
disebabkan oleh bahan mukosa yang terkena dampak dalam nyata melebar pada bronkus. Temuan CT
yang mirip dengan alergi aspergilosis bronkopulmoner.
16
bronkial bilateral dan dilatations bronchiolar, impaksi berlendir besar terutama di lobus bawah
dan menyebar konsolidasi lobus bawah yang disebabkan oleh atelektasis postobstructive (gbr. 9)
[42].
Transplantasi organ padat
Pasien yang menjalani transplantasi organ padat terdapat peningkatan kerentanan
terhadap infeksi yang bervariasi sesuai dengan interval waktu sejak transplantasi [35, 43, 44].
Pasca transplantasi waktu dapat dibagi menjadi tiga periode: 30 hari post transplantasi, 30-120
hari pasca transplantasi, dan >120 hari pasca transplantasi [35, 43, 44].
Pada periode pasca operasi terjadi infeksi oportunistik biasanya tidak ditemui karena ada
penundaan antara onset terapi imunosupresif dan pengembangan disfungsi sistem kekebalan
tubuh. Penekanan pada sistem kekebalan tubuh lebih parah selama periode 1-4 bulan setelah
transplantasi organ. Selama bulan pertama setelah transplantasi jantung, bakteri Gram negatif
pneumonia sangat sering karena intubasi berkepanjangan, edema paru, dan efek dari operasi pada
mekanisme paru [35, 36, 43, 44]. Tingkat infeksi pada penerima transplantasi paru-paru, terjadi
hingga 50% dari kasus, beberapa kali lipat lebih tinggi dari pada di antara penerima organ padat
lainnya [35]. Kedua bakteri gram negatif (Enterobacter dan Pseudomonas) dan Staphylococcus
yang paling umum, tetapi tidak sering infeksi dari virus dan jamur membunuh [35]. Infeksi CMV
adalah virus patogen yang paling umum ditemui dalam periode pasca-transplantasi. Infeksi CMV
biasanya muncul dalam 3 bulan pertama setelah transplantasi. Infeksi primer, yang paling serius,
terjadi pada 50-100% dari sero negatif penerima yang menerima cangkok dari donor seropositif.
Sebanyak 40% dari pasien yang menjalani transplantasi sumsum tulang (BMT) mengembangkan
invasif penyakit jamur [35]. Spesies Aspergillus biasanya menjajah saluran udara dari penerima
transplantasi paru-paru tetapi hanya sebagian kecil pasien mendapat penyakit invasif. Airway
aspergillosis invasif ditandai dengan gambaran histologis oleh adanya organisme Aspergillus
pada membran saluran napas bawah [43, 44].
Transplantasi sumsum tulang
Pengobatan pilihan saat ini pada BMT dan berbagai banyak macam keganasan
hematologis atau yang lebih berat ataupun gangguan yang diperoleh dari haematopoietic atau
sistem kekebalan tubuh [36]. Pada penerima transplantasi, infeksi paru terjadi sampai dengan
17
50% dari pasien karena komunikasi paru langsung dengan atmosfer. Timbulnya gejala baru
pernapasan, atau infiltrat baru pada radiografi dada, harus meminta diagnosis dini dan definitif.
CMV adalah infeksi virus yang paling signifikan yang terjadi pada organ dan pasien BMT. Hal
ini terjadi di 50-70% dari alogenik penerima BMT [36]. Yaitu pasien berada pada risiko lebih
tinggi secara signifikan dari infeksi paru dari penerima transplantasi autologus [36]. Infeksi
CMV mungkin berhubungan dengan akuisisi utama atau reaktivasi infeksi laten atau infeksi
ulang dengan ketegangan yang berbeda pada pasien yang sebelumnya seropositif. Sekitar
sepertiga dari pasien yang terinfeksi kemudian menjadi pneumonia CMV dengan waktu onset
rata-rata 50-60 hari pasca-transplantasi [36]. Infeksi CMV biasanya berkembang 1-4 bulan
setelah transplantasi. Manifestasi radiographical dari pneumonia ini tidak spesifik. Temuan
radiologis infeksi CMV adalah variabel yang terdiri dari konsolidasi lobus, menyebar dan fokus
pada kekaburan parenkim, dan beberapa nodul kecil dengan bidang terkait redaman tanah-kaca
("halo") (gbr. 10) [45].
Banyak lesi fokal yang disebabkan oleh infeksi jamur, terutama karena spesies
Aspergillus. Jamur oportunistik constitue kelompok yang paling umum kedua patogen dengan
probabilitas yang lebih tinggi menyebabkan infeksi pada alogenik dibandingkan transplantasi
autologus
Gambar. 10.- Cytomegalovirus pneumonia pada wanita 36 thn setelah transplantasi sumsum tulang.
Sebuah pemindaian resolusi tinggi perhitungan tomography menunjukkan beberapa kekeruhan nodular
dengan batas yang tidak teratur yang dikelilingi oleh daerah redaman tanah-kaca. Ini halo atenuasi tanah-
kaca karena sifat hemoragik nodul.
18
Gambar. 11. - aspergillosis Angioinvasive pada pria dewasa 68 tahun dengan neutropenia berat.
Diperbesar pandangan scan perhitungan tomografi menunjukkan nodul di lobus kiri atas
dikelilingi oleh halo redaman tanah-kaca (tanda halo).
Penerima. Jamur yang paling umum bertanggung jawab untuk penyakit paru-paru akut pada
pasien immunocompromised adalah A. fumigatus, Candida albicans, dan Histoplasma
capsulatum. Aspergillus merupakan jamur tanah di mana-mana [40]. Manifestasi histologis,
klinis dan radiologis aspergillosis paru ditentukan oleh jumlah dan virulensi organisme dan oleh
respon imun pasien [40].
Aspergillosis Angioinvasive terjadi hampir secara eksklusif pada pasien penurunan imun
dengan neutropenia berat [40-42]. Telah ada peningkatan jumlah substansial pasien yang
berisiko memperberat aspergillosis invasif, karena berbagai alasan, termasuk pengembangan
rejimen baru intensif kemoterapi untuk tumor padat, sulit untuk mengobati limfoma, myeloma,
dan leukemia lama serta peningkatan jumlah transplantasi organ padat dan peningkatan
penggunaan rejimen imunosupresif untuk penyakit autoimun lainnya. Aspergillosis
Angioinvasive ditandai histologis oleh invasi dan oklusi kecil arteri paru menengah dengan hifa
jamur [41]. Hal ini menyebabkan pembentukan nekrotik nodul hemoragik atau pleura
19
berdasarkan infark hemoragik yang berbentuk baji. Diagnosis klinis sulit dan mortalitas yang
tinggi [40]. Temuan karakteristik CT terdiri dari nodul dikelilingi oleh halo redaman tanah-kaca
(Tanda Halo) atau daerah berbentuk baji pleura berbasis konsolidasi (gbr. 11) [46]. Temuan ini
sesuai dengan perdarahan infark. Pada pasien sangat neutropenik tanda halo sangat sugestif
aspergillosis angioinvasive. Sebuah penampilan yang sama telah dijelaskan dalam sejumlah
kondisi lain termasuk infeksi oleh Mucorales, Candida, herpes simpleks dan CMV, Wegener‘s
granulomatosis, Kaposi’s sarcoma [47] dan metastasis perdarahan.
Penurunan Imun ringan
Pasien dengan penurunan imun secara drastis serta penyakit kronis yang melemahkan,
seperti diabetes mellitus, malnutrisi, alkoholisme, usia lanjut, kortikosteroid berkepanjangan
administrasi, dan sumbatan kronis penyakit paru rentan untuk menularkan bentuk yang berbeda
dari infeksi aspergillus disebut semi-invasif atau nekrotik kronis aspergillosis, ditandai pada
gambaran histologis dengan adanya nekrosis jaringan dan peradangan granulomatosa sama
dengan yang terlihat di reaktivasi TB [37]. Bentuk infeksi aspergillus dapat berhubungan dengan
berbagai gejala klinis spesifik seperti batuk, produksi sputum, dan demam selama berbulan-bulan
>6 bulan. Hemoptisis telah dilaporkan di 15% dari pasien dengan semi-invasif aspergillosis [37].
Manifestasi radiologi dari aspergillosis semi-invasif mencakup area segmental unilateral
atau bilateral konsolidasi dengan atau tanpa kavitasi dan / atau penebalan berdekatan pleura, dan
beberapa kekeruhan nodular [37]. Temuan kemajuan perlahan-lahan selama berbulan-bulan atau
bertahun-tahun. Aspergillus necrotizing bronkitis dapat dilihat pada CT sebagai massa
endobronkial, sebuah pneumonitis obstruktif dan / atau kolaps, atau sebagai massa hilus. Hanya
beberapa laporan telah menggambarkan temuan CT dari aspergillus necrotizing bronkitis
melibatkan utama saluran pernafasan; kelainan dilaporkan termasuk penebalan yang
mengelilingi dinding bronkus dan sumbatan bronkus. Dalam praktek klinis, diagnosis aspergillus
necrotizing bronkitis biasanya didasarkan pada adanya radiografi dada dan biopsi spesimen
bronchoscopic yang abnormal konsisten dengan invasi jaringan [37]. Petunjuk klinis dan
radiographical untuk diagnosis etiologi infeksi pada host imunosupresi ditunjukkan dalam tabel
2.
Prosedur intervensi pada pasien dengan pneumonia
20
Satu-satunya cara yang pasti untuk mencapai diagnosis yang spesifik adalah melalui
demonstrasi organisme yang terinfeksi, yaitu dengan pemeriksaan pap sputum bernoda, pleural
atau bahan biologis cairan atau lainnya, dengan budaya sekresi pernapasan dan darah, atau
dengan prosedur intervensi lainnya. Atau, budaya materi yang diperoleh transthoracic biopsi
jarum tipis di bawah bimbingan fluoroscopy atau CT bisa menjadi sarana efektif biaya yang
dapat diandalkan diagnosis.
Namun, dalam rangkaian yang paling besar adalah organisme pneumonia penyebabnya
tidak dapat diidentifikasi pada 33-45% pasien, bahkan ketika tes diagnostik yang luas yang
dilakukan. Sebelumnya pasien sehat atau sakit ringan karena pneumonia dikelola dengan cara
empiris. Namun, dalam kondisi tertentu, kurangnya organisme tertentu memerlukan pendekatan
yang lebih agresif untuk mendapatkan identifikasi histopatologi dan budaya penyebab infeksi
paru.
Ada banyak perdebatan tentang akurasi diagnostik spesimen yang diperoleh untuk
budaya dengan berbagai teknik. Bahan yang diperoleh dari sputum atau sekret nasofaring telah
membatasi nilai diagnostik karena kehadiran flora normal dan
21
Gambar. 12.- a) Tampilan Close-up dari radiografi dada posteroanterior menunjukkan
konsolidasi cavitary bulat di lobus kiri atas. b) Bahan untuk kultur diperoleh melalui bronkoskopi
serat optik. Budaya Mycobacterium tuberkulosis tumbuh.
Pada infeksi NP, setengah bronkopneumonia adalah penemuan yang paling umum dan
kemungkinan besar disebabkan oleh salah satu organisme Gram negatif, terutama Pseudomonas
atau Klebsiella. Dalam pengaturan khusus ini, aspirasi pneumonia selalu diagnosis alternatif dan
harus dicurigai jika pneumonia hadir di bagian bilateral tergantung atau posterior dari paru-paru
[57]. Pada pasien ICU, ada beberapa studi mengenai akurasi dan efektivitas radiografi dada
konvensional. Insiden keseluruhan kelainan yang ditemukan pada foto dada di ICU medis telah
dilaporkan setinggi 57% pada pasien jantung paru dan tidak stabil [57]. Hasil yang sama
diperoleh dalam studi pasien di ICU medis; 43% dari radiografi dada rutin menunjukkan temuan
tak terduga yang mempengaruhi terapi [58]. Penelitian selanjutnya pada manajemen dan hasil
22
efficay serta biaya keseluruhan yang diperlukan untuk mengevaluasi peran radiografi dada rutin
pada pasien ICU. Membatasi kebutuhan untuk radiografi dada konvensional dalam tindak lanjut
dari infeksi paru juga dapat mengurangi biaya kesehatan. CT dan prosedur diagnostik invasif
harus disediakan hanya untuk kasus-kasus yang rumit.
Sebaliknya, manajemen menentang dengan penurunan imun pada pasien yang sulit
karena penyebab keragaman organisme. Dalam kelompok pasien, sebagian kecil CT dan
prosedur invasif lebih sering diperlukan. HRCT dapat berguna pada pasien yang memiliki gejala
pernapasan tetapi hasil normal pada film dada, memberikan temuan lanjut tambahan yang tidak
jelas digambarkan oleh standar rontgen dada, menggambarkan parenkim bersamaan atau
penyakit pleura, dan membimbing manuver diagnostik. Selain itu, HRCT membantu dalam
membedakan infeksi dari penyakit parenkim paru akut menular meskipun nilainya terbatas
dalam membuat diagnosis spesifik [19].
Kesimpulannya, ahli radiologi memainkan peran penting dalam diagnosis dan
manajemen pasien yang diduga pneumonia. Konvensional radiografi dada tetap prosedur
pencitraan pertama pada pasien yang harus dikerjakan. Meskipun perhirungan tomography tidak
dianjurkan untuk evaluasi awal, ini sering tepat dalam kasus-kasus dengan normal,
Gambar. Algoritma 13.- untuk mengevaluasi pasien yang diduga menderita infeksi paru. HRCT:
perhitungan tomography resolusi tinggi; BAL: cairan lavage bronchoalveolar.
23
Temuan radiographical samar-samar, atau nonspesifik. perhitungan tomography resolusi tinggi
sangat membantu dalam diagnosis diferensial dari infeksi penyakit parenkim paru akut menular
tetapi tidak menyediakan agen penyebab. Aspirasi jarum perkutan menggunakan fluoroskopi dan
/ atau perhitungan tomography yaitu metode diagnostik yang aman dan berguna untuk
memperoleh spesimen pada pasien immunocompromised dengan infeksi paru, meskipun
dampaknya terhadap morbiditas dan mortalitas masih harus dibuktikan.
24
References
1. Niederman MS, McCombs JS, Unger AN, Kumar A,
Popovian R. The cost of treating community acquired
pneumonia. Clin Ther 1998; 20: 820–837.
2. Vincent JL, Bihari DJ, Suter PM, et al. The prevalence
of nosocomial infection in intensive care units in
Europe. JAMA 1995; 274: 634–644.
3. Garibaldi RA. Epidemiology of community-acquired
respiratory tract infections in adults: incidence, etiology, and impact. Am J Med 1985;
78: Suppl. 6B, 32–37.
4. Lung disease data 1994. New York, American Lung
Association, 1994; 37–42.
5. Moe AA, Hardy WD. Pneumocystis carinii infection in
the HIV-seropositive patient. Infect Dis Clin North Am
1994; 8: 331–364.
6. Murray JF, Mills J. Pulmonary infectious complications of human immunodeficiency
virus infection. Am
Rev Respir Dis 1990; 141: 1356–1372.
7. Lyon R, Haque AK, Asmuth DM, Woods GL.
Changing patterns of infections in patients with
AIDS: A study of 279 autopsies of prison inmates
and nonincarcerated patients at a university hospital
in eastern Texas, 1984–1993. Clin Infect Dis 1996; 23:
241–247.
8. Shah RM, Kaji AV, Ostrum BJ, Friedman AC.
Interpretation of chest radiographs in AIDS patients:
usefulness of CD4 lymphocyte counts. Radiographics
1997; 17: 47–58.
9. Hanson DL, Chu SY, Farizo KM, Ward JW.
Distribution of CD4 lymphocytes at diagnosis of
acquired immunodeficiency syndrome-defining and
25
other human immunodeficiency virus-related illnesses.
Arch Intern Med 1995; 155: 1537–1542.
10. Primack SL, Mu¨ller NL. HRCT in acute diffuse lung
disease in the immunocompromised patient. Radiol
Clin North Am 1994; 32: 731–744.
11. Boiselle PM, Tocino I, Hooley RJ, et al. Chest
radiograph interpretation pf Pneumocystis carinii
pneumonia, bacterial pneumonia, and pulmonary
tuberculosis in HIV-positive patients: accuracy, distinguishing features, and mimics. J
Thorac Imaging
1997; 12: 47–53.
12. Janzen DL, Padley SPG, Adler BD, Mu¨ller NL. Acute
pulmonary complications in immunocompromised
non-AIDS patients: Comparison of diagnostic accuracy of CT and chest radiography.
Clin Radiol 1993;
47: 159–165.
13. Chastre J, Trouillet JL, Vuagnat A, et al. Nosocomial
pneumonia in patients with acute respiratory distress
syndrome. Am J Respir Crit Care Med 1998; 157:
1165–1172.
14. Seidenfeld JJ, Pohl DF, Bell RD, Harris GD, Johnson
WG Jr. Incidence, site and outcome of infections in
patients with adult respiratory distress syndrome. Am
Rev Respir Dis 1986; 134: 12–16.
15. Niederman MS, Fein AM. Sepsis syndrome, the adult
respiratory distress syndrome and nosocomial pneumonia: a common clinical sequence.
Clin Chest Med
1990; 11: 633–656.
16. Boiselle PM, Crans CA Jr, Kaplan MA. The changing
face of Pneumocystis carinii pneumonia in AIDS
patients. AJR 1999; 172: 1301–1309.
26
17. Gruden JF, Huang L, Turner J, et al. High-resolution
CT in the evaluation of clinically suspected Pneumocystis carinii pneumonia in AIDS
patients with normal, equivocal, or nonspecific radiographic findings.
AJR 1997; 169: 967–975.
18. Brown MJ, Miller RR, Mu¨ller NL. Acute lung disease
in the immunocompromised host: CT and pathologic
findings. Radiology 1994; 190: 247–254.
19. Tomiyama N, Mu¨ller NL, Johkoh T, et al. Acute
parenchymal lung disease in immunocompetent
patients: diagnostic accuracy of high-resolution CT.
AJR 2000; 174: 1745–1750.
20. Jokinen C, Heiskanen L, Juvonen H, et al. Incidence
of community-acquired pneumonia in the population
of four municipalities in eastern Finland. Am J
Epidemiol 1993; 137: 977–988.
21. Finch RG, Woodhead MA. Practical considerations
and guidelines for the management of communityacquired pneumonia. Drugs 1998; 55:
31–45.
22. Tanaka N, Matsumoto T, Kuramitsu T, et al. High
resolution CT findings in community-acquired pneumonia. J Comput Assist Tomogr
1996; 20: 600–608.
23. Kantor HG. The many radiologic facies of pneumoccocal pneumonia. AJR 1981; 137:
1213–1220.
24. Dietrich PA, Jonhson RD, Fairbank JT, Walke JS.
The chest radiograph in Legionnarie 9s disease. Radiology 1978; 127: 577–582.
25. Cameron DC, Borthwick RN, Philp T. The radiographic patterns of acute Mycoplasma
pneumonitis.
Clin Radiol 1977; 28: 173–180.
26. American Thoracic Society. Hostpital-acquired pneumonia in adults: diagnosis,
assessment of severity,
initial antimicrobial thereapy, and preventive strategies. Am J Respir Crit Care Med
27
1996; 153: 1711–
1725.
27. Eggli KD, Newman B. Nodules, masses, and pseudomasses in the pediatric lung. Radiol
Clin North Am
1993; 31: 651–666.
28. Quagliano PV, Das Narla L. Legionella pneumonia
causing multiple cavitating pulmonary nodules in a
7-month-old infant. AJR 1993; 161: 367–368.
29. Kwong JS, Mu¨ller NL, Godwin JD, Aberle D,
Grymaloski MR. Thoracic actinomycosis: CT findings
in eight patients. Radiology 1992; 183: 189–192.
30. Ettinger NA. Invasive diagnostic approaches to
pulmonary infiltrates. Semin Respir Infect 1993; 8:
168–176.
31. Ibrahim EH, Ward S, Sherman G, Kollef MH. A
comparative analysis of patients with early-onset vs.
late-onset nosocomial pneumonia in the ICU setting.
Chest 2000; 117: 1434–1442.
32. Kollef MH. The prevention of ventilator-associated
pneumonia. N Engl J Med 1999; 340: 627–634.
33. Taylor GD, Buchanan-Chell M, Kirkland T, McKenzie
M, Wiens R. Bacteremic nosocomial pneumonia: a 7
years experience in one institution. Chest 1995; 108:
786–788.
34. Woodring JH. Pulmonary bacterial and viral inspections. In: Freundlinch IM, Bragg DG,
eds. A Radiologic Approach to Diseases of the Chest. Baltimore,
Williams & Wilkins, 1997; p. 436.
35. Fishman JA, Rubin RH. Infection in organ transplant
recipients. N Engl J Med 1998; 338: 1741–1751.
28
36. Cunningham I. Pulmonary infections after bone
marrow transplant. Sem Respir Infect 1992; 7: 132–
138.
37. Franquet T, Mu¨ller NL, Gime´nez A, Domingo P,
Plaza V, Bordes R. Semiinvasive pulmonary aspergillosis in chronic obstructive
pulmonary disease: radiologic and pathologic findings in nine patients. AJR
2000; 174: 51–56.
38. Chin DP, Hopewell PC. Mycobacterial complications
of HIV infection. Clin Chest Med 1996; 17: 697–711.
39. Haramati LB, Jennyavital ER, Alterman DD. Effect
of HIV status on chest radiographic and CT findings
in patients with tuberculosis. Clin Radiol 1997; 52: 31–
35.
40. Denning DW, Follansbee SE, Scolaro M, Norris S,
Edelstein H, Stevens DA. Pulmonary aspergillosis in
acquired immunodeficiency syndrome. N Engl J Med
1991; 324: 654–662.
41. Aquino SL, Kee ST, Warnock ML, Gamsu G.
Pulmonary aspergillosis: imaging findings with pathologic correlation. AJR 1994; 163:
811–815.
42. Miller WT Jr, Sais GJ, Frank I, Gefter WB,
Aronchick JM, Miller WT. Pulmonary aspergillosis
in patients with AIDS. Chest 1994; 105: 37–44.
43. Maurer JR, Tullis E, Grossman RF, Vellend H,
Winton TL, Patterson GA. Infectious complications
following isolated lung transplantation. Chest 1992;
101: 1056–1059.
44. Herman SJ. Radiologic assessment after lung transplantation. Radiol Clin North Am
1994; 32: 663–
678.
29
45. McGuiness G, Scholes JV, Garay SM, Leitman BS,
McCauley DI, Naidich DP. Cytomegalovirus pneumonitis: spectrum of parenchymal CT
findings with
pathologic correlation in 21 AIDS patients. Radiology
1994; 192: 451–459.
46. Kuhlman JE, Fishman EK, Siegelman SS. Invasive
pulmonary aspergillosis in acute leukemia: characteristic findings on CT, the CT halo
sign, and the role of
CT in early diagnosis. Radiology 1985; 157: 611–614.
47. Primack SL, Hartman TE, Lee KS, Mu¨ller NL.
Pulmonary nodules and the CT halo sign. Radiology
1994; 190: 513–515.
48. Sanchez-Nieto JM, Torres A, Garcı´a-Cordoba F, et al.
Impact of invasive and noninvasive quantitative
culture sampling on outcome of ventilator-associated
pneumonia. Am J Respir Crit Care Med 1998; 157:
371–376.
49. Jolis R, Castella J, Puzo C, Coll P, Abeledo C.
Diagnostic value of protected BAL in diagnosing
pulmonary infections in inmmunocompromised
patients. Chest 1996; 109: 601–607.
50. Castellino RA, Blank N. Etiologic diagnosis of
pulmonary infection in immunocompromised patients
by fluoroscopically guided percutaneous needle aspiration. Radiology 1979; 132: 563–
567.
51. Johnston WW. Percutaneous fine needle aspiration
biopsy of the lung: a study of 1015 patients. Acta Cytol
1984; 28: 218–224.
52. Pelmutt LM, Johnston WW, Dunnick NR. Percutaneous thransthoracic needle aspiration:
a review. AJR
1989; 152: 451–455.
30
53. White DA. Pulmonary infection in the immunocompromised patient. Sem Thorac
Cardiovasc Surg 1995;
7: 78–87.
54. Haverkos HW, Downling JN, Pasculle AW, Myelowitz
RL, Lerberg DB, Hakala TR. Diagnosis of pneumonitis in immunocompromised patients
by open lung biopsy.
Cancer 1983; 52: 1093–1097.
55. Hwang SS, Kim HK, Park SH, Jung JI, Jang HS. The
value of CT-guided percutaneous needle aspiration in
inmmunocompromised patients with suspected pulmonary infection. AJR 2000; 175:
235–238.
56. Dorca J, Manresa F, Esteban L, et al. Efficacy, safety,
and therapeutic ultrathin needle in nonventilated
nosocomial pneumonia. Am J Respir Crit Care Med
1995; 151: 1491–1496.
57. Strain DS, Kinasewitz GT, Vereen LE, George RB.
Value of routine daily chest x-rays in the medical
intensive care unit. Crit Care Med 1985; 13: 534–536.
58. Greenbaum DM, Marshall KE. The value of routine
daily chest x-ray in intubated patients in the medical
intensive care unit. Crit Care Med 1982; 10: 29–30.
31