jurnal peran personal word of mouth, … hastodjaya... · influence of brand communication and...

19
JURNAL PERAN PERSONAL WORD OF MOUTH, ELECTRONIC WORD OF MOUTH, COMMUNICATION INNOVATION, DAN SERVICE INNOVATION DALAM MEMBANGUN KEKUATAN MEREK RUMAH MAKAN LOKAL DI KOTA SURAKARTA PADA TAHUN 2015 Oleh: ARTONO HASTODJAYA HANASTI D0211012 PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

Upload: vuongkien

Post on 29-Jun-2018

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

JURNAL

PERAN PERSONAL WORD OF MOUTH, ELECTRONIC WORD OF

MOUTH, COMMUNICATION INNOVATION, DAN SERVICE

INNOVATION DALAM MEMBANGUN KEKUATAN MEREK RUMAH

MAKAN LOKAL DI KOTA SURAKARTA PADA TAHUN 2015

Oleh:

ARTONO HASTODJAYA HANASTI

D0211012

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2016

1

PERAN PERSONAL WORD OF MOUTH, ELECTRONIC WORD OF

MOUTH, COMMUNICATION INNOVATION, DAN SERVICE

INNOVATION DALAM MEMBANGUN KEKUATAN MEREK RUMAH

MAKAN LOKAL DI KOTA SURAKARTA PADA TAHUN 2015

Artono Hastodjaya Hanasti

Nora Nailul Amal

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract Aspect of communications is not being considered by many local

restaurant businesses. Nowadays intense communication plans to produce a

powerful brand for customers. This study examines the availability of the model

which is conceptually built through brand communication effects and users’

experiences. Brand existance can be used as a reference to measure brand

performance in local restaurant businesses in Surakarta. This model shows the

influence of brand communication and dimensions of user’s experience need to be

considered or prioritized in facing the increasingly intense competition.

Modifying David Aaker’s (1996) brand equity model, this research

involved Brand Awareness, Percieve Quality and Brand Loyalty. Researcher

added other variables that correspond to a growing phenomenon, i.e. Word of

Mouth, Innovation, aspects Value, Trust, Satisfaction, and Brand Usage. The

research population was Surakarta’s society with 200 respondents as a sample.

This research employed multistage sampling technique using cluster sampling in

districts stage, following simple random sampling used in every RW and RT. Last,

kish grid was used in level UTK (Unit Tinggal Keluarga).

The results of this research show that brand equity model is fit, with

RMSEA 0,000 and P-Value 0,99781. The model shows that there are roles of the

brand communication effects and user’s experiences which build brand equity.

The most significant roles sequentially in brand equity of local restaurant

business are Word of Mouth and Innovation by 0,95 and 1,03, respectively. These

results showed that communications aspect should be prioritized to ensure brand

equity in local restaurant business.

Key words: Brand Awareness, Perceived Quality, Word of Mouth, Brand Usage,

Brand Performance, Innovation, and Brand Equity.

2

Pendahuluan

Perkembangan teknologi yang begitu cepat telah membawa perubahan yang

cepat di era globalisasi ini, termasuk cara kita berkomunikasi. Berbagai saluran

media internet saat ini menjadi salah satu media yang digemari dalam

berkomunikasi. Contohnya seperti media sosial facebook, twitter, dan instagram.

Kemudahan akses dan kecepatan transfer pesan menjadikan media sosial banyak

digunakan dalam berkomunikasi.

Tidak hanya berkomunikasi saja, perubahan-perubahan aspek lainpun juga

banyak terjadi. Mulai dari gaya hidup dan tuntutan konsumen akan suatu produk.

Saat ini tidak hanya nilai dasar dari kegunaan produk itu sendiri, namun ada

faktor-faktor lain yang menjadi begitu penting didalam penentuan seorang

konsumen untuk akhirnya memilih produk tersebut sebagai merek terbaik.

Sehingga para pemilik merek saat ini harus mulai memperhatikan faktor-faktor

lain yang mampu meningkatkan kekuatan merek dari merek usahanya.

Produk utama dari sebuah rumah makan adalah makanan. Rasa menjadi hal

utama yang wajib diperhatikan dalam bisnis rumah makan, namun saat ini

pengertian tersebut tidaklah benar seutuhnya. Ada faktor-faktor lain yang ikut

berkembang seiring perkembangan zaman yang turut mempengaruhi kekuatan

merek dari sebuah rumah makan. Faktor-faktor seperti brand awareness, word of

mouth, brand percieve quality, brand usage, brand performance, innovation, dan

social menjadi penting untuk diperhatikan dan diketahui kontribusi dari masing-

masing faktor dalam membangun kekuatan merek rumah makan. Di era 2000-an

pengaruh faktor-faktor lain selain rasa mulai begitu terasa di kota Surakarta

dengan munculnya rumah makan yang tidak lagi menonjolkan rasa makanan

tetapi lebih kepada desain interior dan gaya hidup kepada konsumennya.

Penggunaan media konvensional dan media baru seperti internet juga menjadi

sarana dalam membentuk kekuatan merek dari rumah makan lokal di kota

Surakarta.

Menurut data Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tahun 2013,

perkembangan bisnis rumah makan di daerah Jawa Tengah dari tahun 2007

hingga 2011 telah berkembang 39%. Dengan perkembangan cukup pesat tentu

3

persaingan dalam membangun kekuatan merek semakin ketat. Bagaimana sebuah

rumah makan lokal dapat mengkomunikasikan mereknya ke konsumen agar

mempersesikan bahwa merek rumah makannya adalah merek terbaik

dibandingkan dengan merek-merek yang lain. Rumah makan lokal di kota

Surakarta Tahun 2015 menjadi subyek dalam penelitian ini. Banyak munculnya

rumah makan - rumah makan baru yang menonjolkan faktor - faktor lain dalam

komunikasi mereknya. Pengetahuan tentang model konseptual tentang faktor -

faktor yang membangun kekuatan rumah makan lokal di kota Surakarta akan

memberikan gambaran mengenai kontribusi dari masing-masing faktor tersebut.

Rumusan Masalah

Peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Apakah model konseptual kekuatan merek yang dipengaruhi oleh

Awareness, Personal Word of Mouth, Electronic Word of Mouth,

Communication Innovation, Service Innovation, Perceive, Usage, dan

Brand Performance sama dengan model populasi?

2. Apakah ada pengaruh positif faktor Awareness, Personal Word of Mouth,

Electronic Word of Mouth, Communication Innovation, Service

Innovation, Perceive, Usage, dan Brand Performance secara stimultan

dalam mempengaruhi kekuatan merek Rumah Makan Lokal di Kota

Surakarta?

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apakah model konseptual minat beli yang dipengaruhi

oleh Awareness, Personal Word of Mouth, Electronic Word of Mouth,

Communication Innovation, Service Innovation, Perceive, Usage, dan

Brand Performance sama dengan model populasi.

2. Untuk mengetahui bagaimana kontribusi faktor Awareness, Personal Word

of Mouth, Electronic Word of Mouth, Communication Innovation, Service

Innovation, Perceive, Usage, dan Brand Performance secara stimultan

4

dalam mempengaruhi kekuatan merek rumah makan lokal di Kota

Surakarta pada tahun 2015.

Penelitian ini hanya untuk membangun model konseptual faktor-faktor yang

membangun kekuatan merek rumah makan lokal di kota Surakarta pada Tahun

2015.

Telaah Pustaka

a. Komunikasi

Dalam membangun awareness masyarakat terhadap mereknya rumah

makan tentu tidak lepas dari proses komunikasi. Komunikasi yang tepat

mampu meningkatkan awareness masyarakat yang kemudian mampu

membangun kekuatan merek dari rumah makan di tengah masyarakat. Harrold

Laswell dalam Ruslan (2006: 99) mengatakan cara yang baik untuk

menjelaskan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut :

Who Say, What, In Which Channel, To Whom, With What Effect?. Unsur-unsur

dalam teori yang diungkapkan Laswell tersebut adalah:

1) Komunikator (communicator, source, sender)

Komunikator adalah pihak yang mengirim pesan kepada khalayak.

2) Pesan (message)

Suatu gagasan maupun ide berupa pesan, informasi, pengetahuan, ajakan,

bujukan, atau ungkapan bersifat pendidikan, emosi, dan lain sebagainya

yang akan disampaikan komunikator kepada komunikan.

3) Media (channel)

Berupa media, sarana atau saluran yang dipergunakan oleh komunikator

dalam mekanisme penyampaian pesan-pesan kepada khalayaknya.

4) Komunikan (communicant, receiver, recipient)

Komunikan adalah pihak yang menerima pesan yang disampaikan oleh

komunikator.

5) Efek (effect, impact, influence)

Suatu dampak yang terjadi dalam proses penyampaian pesan-pesan

tersebut. Dapat berakibat positif maupun negatif tergantung dari

5

tanggapan, persepsi dan opini dari hasil komunikasi tersebut. Penelitian

ini akan lebih fokus pada sisi komunikasi di bagian komunikan dan

terlebih efek. Komunikasi yang telah dilakukan oleh rumah makan

tentunya akan menimbulkan efek pada komunikan baik konsumen

maupun non konsumen dari rumah makan tersebut. Efek yang timbul dari

proses komunikasi yang telah dilakukan oleh rumah makan inilah yang

akan menjadi salah satu fokus penelitian disamping faktor - faktor non

komunikasi.

Menurut Levidge dan Steiner dalam Severin dan Tankard, Jr. (1988: 4-5)

ada enam langkah yang kesemuanya dikelompokkan pada tiga dimensi, yaitu:

cognitive, affectuve, dan conative. Cognitive diuraikan sebagai pengetahuan

kita tentang sesuatu, affective diuraikan sebagai sikap kita terhadap sesuatu,

dan conative diuraikan sebagai tindakan yang kita ambil terhadap sesuatu

tersebut.

Dalam penelitian ini, peneliti mengamati efek dari khalayak setelah

terterpa oleh komunikasi dari merek rumah makan lokal. Penelitian khalayak

terhadap aktivitas yang dilakukan rumah makan dalam membangun kekuatan

merek rumah makannya.

b. Komunikasi dan Merek (Brand)

Aaker menerangkan bahwa merek adalah nama dan atau simbol yang

bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap atau kemasan) dengan maksud

mengidentifikasi barang dan jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok

penjual tertentu (Aaker, 1995). Kemudian American Marketing Association

(AMA) dalam (Kotler, 2002: 460) menyatakan bahwa merek adalah nama,

simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan

untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual

dan untuk membedakannya dari produk pesaing.

Brand yang kuat akan mampu meningkatkan dan mempertahankan pasar

dari rumah makan lokal. Tanpa brand maka rumah makan akan cepat terhapus

dari awareness masyarakat.

6

c. Kekuatan Merek (Brand Equity)

Penelitian ini ingin membangun model kausalitas kekuatan merek rumah

makan. Karena tidak hanya satu atau dua aspek saja yang membangun

kekuatan merek, namun dari banyak aspek. Aaker (1995: 7) mendefinisikan

brand equity sebagai serangkaian aset atau faktor-faktor yang berhubungan

dengan nama atau simbol dari perusahaan yang mampu memberikan nilai lebih

terhadap produk atau jasa yang diberikan kepada konsumen. Ekuitas merek

merupakan seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu

merek, nama, dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang

diberikan oleh suatu barang atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan

perusahaan.

Lebih jauh Aaker mengemukakan bahwa ada lima komponen yang

membentuk sebuah brand equity tersebut. Kelima komponen tersebut

dikelompokkan (Durianto, Sugiarto, dan Stinjak, 2001: 4) sebagai berikut:

1) Brand Awareness (Kesadaran merek) - Menunjukkan kesanggupan

seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa

suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tersebut.

2) Brand Association (Asosiasi merek) - Mencerminkan pencitraan

seseorang terhdap kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan,

gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis,

dan lain-lain.

3) Perceived Quality (Persepsi Kualitas) - Mencerminkan persepsi

konsumen terhadap keseluruhan kualitas/keunggulan suatu produk/jasa;

layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan.

4) Brand Loyalty (loyalitas merek) - Mencerminkan tingkat keterikatan

konsumen dengan suatu merek produk/jasa.

5) Other Proprietary Brand Assets (Aset-aset merek lainnya), yakni asset-

aset lain yang dapat mempengaruhi brand equity.

Brand awareness atau kesadaran merek adalah kesanggupan seorang

calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali suatu merek sebagai

bagian dari suatu kategori produk tertentu. Brand awareness membutuhkan

7

continum ranging (jangkauan kontinum) dari perasaan yang tidak pasti bahwa

merek tertentu telah dikenal sebelumnya, sehingga konsumen yakin bahwa

produk tersebut merupakan satu-satunya merek dalam suatu kelompok produk.

Kontinum ini terwakili dalam suatu piramida tingkatan kesadaran merek yang

berbeda (Duruianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2001: 55).

Tingkatan tersebut adalah brand recognition (pengenalan merek) atau

disebut juga sebagai tingkatan pengingatan kembali dengan bantuan (aided

call). Kemudian brand recall (pengingatan kembali merek) atau tingkatan

pengingatan kembali merek tanpa bantuan (unaided call) karena konsumen

tidak perlu dibantu untuk mengingat merek. Tingkatan selanjutnya adalah Top

of Mind (kesadaran puncak pikiran), yakni merek disebutkan pertama kali pada

saat pengenalan merek tanpa bantuan. Top of mind adalah tingkatan tertinggi

brand awareness yang berarti merupakan pimpinan dari berbagai merek yang

ada dalam pikiran konsumen (Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak, 2001, 55-56).

d. Word of Mouth

Word of Mouth adalah komunikasi personal antara komunikator dan

komunikan dimana komunikan tidak menganggap hal yang dikomunikasikan

bersifat komersial atau persuasif terhadap suatu merek, produk atau jasa.

(Balter, 2008: 5). Dimana merupakan komunikasi antara komunikator dan

komunikan dengan adanya timbal balik diantara keduanya. Lebih jelas lagi

Balter menerangkan bahwa word of mouth tidak diciptakan dengan sengaja

oleh komunikator yang menceritakan sebuah merek kepada komunikannya

dengan sebuah maksud untuk mempromosikan merek tersebut. Atau bisa

dikatan bahwa word of mouth akan diutarakan secara spontan oleh

komunikator yang secara tidak sadar membawa sifat komersial dari sebuah

merek, begitupun komunikan juga tidak menyadarinya (Balter, 2008: 5).

Posisi konsumen sebagai sumber informasi tentang merek kini menjadi

hal yang perlu diperhatikan oleh pemilik merek rumah makan lokal, karena

informasi yang disampaikan konsumen ke calon konsumen lain (word of

mouth) dapat mempengaruhi persepsi konsumen dan calon konsumen lain

8

terhadap merek rumah makan lokal tersebut. Seperti yang disampaikan oleh

Severi, Ling, dan Nasermoadeli (2014: 84) mengenai word of mouth,

konsumen mampu mempengaruhi nilai kekuatan merek melalui segala yang

mereka katakan satu sama lain.

Media sosial telah menjadi salah satu media yang memiliki pengaruh

yang cukup kuat dalam sebuah perusahaan ataupun organisasi (Drury, 2008:

274). Kunci untuk mendekatkan konsumen pada brand itu sendiri adalah

mencoba sebaik mungkin untuk menjadi seorang teman bagi mereka. Dan

selanjutnya, branding di situs jejaring sosial akan mempengaruhi brand

awareness, brand recall, dan jika sudah demikian maka akan membangun

brand loyalty dan brand equity (Tracy I. Tuten, 2008: 47).

Media sosial sebagai media baru perlu adanya pengamatan yang jelas

untuk membagi siapa target dari pesan yang akan disampaikan, karena tidak

semua dapat menerimanya dengan gaya yang sama, ataupun karakteristik dari

komunikan itu sendiri. Sebuah survei menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

penempatan iklan internet di antara gender yang berbeda, yaitu laki-laki dan

perempuan. Perempuan lebih menempatkan iklan internet mencari sumber

informasi dibandingkan dengan laki-laki (Mahoney, 2000 dalam Straubhaar

and Robert LaRose, 2002: 389-390). Bahkan terdapat perbedaan antar gender

dalam menempatkan internet dalam kehidupan sosialnya.

Dalam hubungannya dengan brand equity, electronic word of mouth

dirasa menjadi salah satu komponen yang baru. Aaker melihat bahwa akan

munculnya komponen lain dimasa depan yang akan mempengaruhi brand

equity, maka dirinya menambahkan Other Proprietary Brand Assets untuk

menampung komponen-komponen lain tersebut.

Duan et al., mendefinisikan electronic word of mouth sebagai bentuk

media internet untuk berbagi tanggapan positif dan negatif antara konsumen

dan calon konsumen (Duan et al., 2008 dalam Severi, Ling, dan Nasemoadeli,

2014: 86). Social media awareness dalam penelitian ini fokus pada electronic

word of mouth dimana dengan media sosial dalam menyebarkan informasi para

konsumen membagikan informasi mengenai merek tanpa disadari ataupun

9

disadari oleh komunikator maupun komunikan. Dalam penelitian ini kesadaran

konsumen terhadap merek yang menjadai perbincnagan adalah perbincangan

yang positif orang-orang dalam media sosial.

e. Innovation

Dalam perkembangan teknologi, persaingan usaha terus semakin ketat

dan menuntut untuk adanya strategi - strategi baru agar suatu usaha bisa terus

bertumbuh. Terkait dengan hal tersebut ada strategi yang umumnya digunakan

perusahaaan yaitu orientasi pasar (Never dan Slater, 1995: 134) dan inovasi

(Han, 1998: 35). Dalam bukunya "Inovasi atau Mati" Stephen Robbins

mendefinisikan inovasi sebagai suatu gagasan baru yang diterapkan untuk

memprakarsai atau memperbaiki suatu produk atau proses dan jasa.

f. User Experience’s

Dalam menggali pengetahuan konsumen mengenai merek atau produk,

maka tidak dapat dikesampingkan faktor penggunaan atau usage. Menurut

Romaniuk dan Gaillard (2007:271) salah satu kunci untuk dapat memahami

performa dari sebuah merk adalah personal experience atau pengalaman

pribadi dari konsumen atas penggunaan dari merek tersebut. Pendapat ini

diperkuat oleh Alba dan Hutchinson (1987) dalam Romaniuk dan Gaillard

(2007:271) yang menyatakan bahwa konsumen dari sebuah merek memiliki

pengetahuan yang kuat mengenai sebuah merek. Pengetahuan ini bisa menjadi

hal yang sangat berguna, terutama jika pengalaman yang timbul adalah

pengalaman yang positif.

Menurut Prakosa (2005: 124) menyatakan bahwa orientasi pasar

berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja permasaran. Akan

tetapi dalam penelitiannya tersebut dinyatakan bahwa orientasi pasar

berpengaruh signifikan terhadap kinerja pemasaran, melalui inovasi produk

sebagai variabel intervening.

10

Metodologi

Peneliti memilih untuk menggunakan metode penelitian deskriptif

kuantitatif dalam penelitian ini dengan tujuan mengetahui gambaran mengenai

faktor-faktor yang berkontribusi dalam membangun kekuatan merek rumah

makan lokal di kota Surakarta pada Tahun 2015, sehingga didapat deskripsi yang

detail. Penelitian deskriptif memiliki tujuan untuk menggambarkan secara cermat

karakteristik dari suatu gejala atau masalah yang diteliti, penelitian deskriptif juga

berusaha mendapatkan dan menyampaiakan fakta-fakta dengan jelas, teliti, dan

lengkap. Penelitian deskriptif digunakan jika ada pengetahuan atau informasi

tentang gejala sosial yang akan diselidiki atau dipermasalahkan (Silalahi, 2009:

28-29).

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat kota Surakarta dengan

rentang usia antara 13 sampai 55 tahun, dengan Status Ekonomi Sosial (SES)

minimal C, yaitu penduduk yang memeiliki rata-rata pengeluaran per-bulan Rp

900.001,00 – Rp 1.750.000,00. Pemilihan populasi ini dikarenakan masyarakat

dengan kriteria tersebut dapat memberikan jawaban mengenai rumah makan lokal

di kota Surakarta. Akan tetapi list populasi dengan karakteristik tersebut tidak

disediakan secara resmi oleh Pemerintah Kota Surakarta, sehingga tidak

memungkinkan bagi peneliti untuk mendapatkan data populasi. Kondisi tersebut

menjadikan populasi dalam penelitian ini bersifat tak terhingga.

Oleh karena populasinya tidak terhingga maka, pada penelitian ini

digunakan teknik multistage sampling. Multistage sampling ialah teknik

penarikan sample yang minimal memerlukan dua kali tahapan dalam teknik

penarikan sample-nya. Kriyantoro (2005) mengatakan bahwa beberapa teknik

sampling probabilitas dapat dilakukan jika tersedia kerangka sampling (daftar

sampling). Akan tetapi seringkali dalam penelitian tidak ditemukan kerangka

sampling ataupun kerangka sampling yang terlalu besar karena populasi yang

luas. Salah satu alternatif dalam kondisi seperti ini adalah menyeleksi atau

mengelompokkna populasi atau sampel ke dalam beberapa kategor atau kelompok

yang disebut sebagai cluster sampling (Kriyantono, 2008: 155). Multistage

sampling adalah model cluster sampling yang lebih kompleks. Langka pertama

11

dalam multistage sampling adalah menentukan sample minimal untuk populasi

tidak terhingga. Rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel adalah

Margin of Error (MoE). MoE adalah elemen statistik yang merepresentasikan

jumlah kesalahan dalam pengambilan sampel pada suatu survei. MoE mengukur

seberapa dekat data yang didapat dari sampel dengan data yang ada pada populasi

sesungguhnya. Rumus MoE yang digunakan sebagai berikut:

Taylor (2013) menyebutkan bahwa dengan menggunakan total sampel yang

semakin besar, MoE yang dihasilkan semakin kecil, sehingga semakin kecil angka

MoE maka penarikan kesimpulan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Dengan

jumlah sampel 180, MoE penelitian ini pada selang kepercayaan 95% adalah 7,57.

Setelah menentukan jumlah sampel, maka penelitian ini memasuki tahapan

pengambilan sampel di lapangan.

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang diapakai adalah

kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada

responden untuk dijawab (Sugiyono, 2008: 142). Kuesioner yang digunkan dalam

penelitian ini adalah kuesioner terbuka atau open ended questions yaitu

pertanyaan yang diformulasi sedemikian rupa sehinggga responden mempunyai

kebebasan untuk menjawab tanpa adanya alternatif jawaban yang diberikan

peneliti (Kriyantono, 2008: 95), sehingga responden leluasa menyebutkan merek

sesuai pengetahuan mereka. Interviewer dalam penelitian ini bertindak sebagai

pembaca pertanyaan bagi responden.

Ukuran goodness of fit statistic dalam penelitian ini menggunakan Root

Mean Square Error of Approximation (RMSEA). RMSEA mengukur

penyimpangan nilai parameter pada suatu model dengan matriks kovarians

populasinya (Browne dan Cudeck, 1993 dalam Ghozali dan Fuad, 2008: 31). Nilai

RMSEA yang kurang dari 0,05 mengindikasikan adanya model fit, dan nilai

RMSEA yang berkisar antara 0,05 sampai 0,08 menyatakan bahwa model

MoE = Z / 2 p ( 1 - p )

n

12

memiliki perkiraan kesalahan yang reasonable (Byrne, 1998 dalam Ghozali dan

Fuad, 2008: 32). McCallum et al., menyatakan bahwa RMSEA yang berkisar

antara 0,08 sampai 0,1 menyatakan bahwa model memiliki fit yang cukup,

sedangkan jika RMSEA memiliki nilai lebih dari 0,1 mengindikasikan model fit

yang sangat jelek (McCallum et al., 1996 dalam Ghozali dan Fuad, 2008: 32).

Joreskog (1996) juga menganjurkan adanya pengukuran nilai probabilitas

mengenai kedekatan terhadap model fit. Nilai P – value untuk model fit (RMSEA

< 0.05) haruslah lebih besar daripada 0.5. P – value yang mendekati 1.00

mengindikasikan bahwa model fit dan peluang kecocokan model bila diterapkan

di penelitian sejenis dengan populasi yang berbeda semakin besar.

Sajian dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode persamaan struktural (Structural

Equation Modelling / SEM). Teknik SEM dipilih karena merupakan teknik

analisis bivariat yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan yang

kompleks baik recursive maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran

keseluruhan mengenai sebuah model (Ghozali dan Fuad, 2012:1). Selain itu, tidak

seperti analisis multivariat biasa (regresi berganda atau analisis faktor), SEM

mempunyai kemampuan untuk mengestimasi hubungan antar variabel yang

bersifat multiple relationship. Hubungan ini dibentuk dalam model struktural

(hubungan antara konstruk dependen dan independen), dan SEM juga mempunyai

kemampuan untuk menggambarkan pola hubungan antara konstruk laten dan

variabel manifes atau variabel indikator (Ghozali dan Fuad, 2012:1-2).

Hasil uji model fit telah memenuhi indikator model fit dengan nilai RMSEA

0,000 dan P-value 0,99781. Nilai RMSEA 0,000 menunjukan bahwa model yang

dibangun mampu menjelaskan dengan tepat persepsi terhadap merek terbaik

(kekuatan merek) rumah makan lokal di Kota Surakarta yang dipengaruhi faktor-

faktor brand awareness, word of mouth, percieve quality, brand performance,

brand usage, dan innovation. Tingkat keeratan hubungan antar variabel model

dapat dilihat dalam hasil estimasi berupa standart solution pada gambar berikut:

13

Gambar 1

Hasil estimasi model kekuatan merek rumah makan lokal di Kota Surakarta

Tahun 2015

Hubungan antar Variabel Structural Equation Modeling

Semakin besar nilai muatan faktor maka semakin kuat hubungan antar

kedua variabel. Nilai muatan tiap variabel dalam model disajikan dalam bentuk

tabel sebagai berikut:

14

Tabel 1

Nilai Muatan Faktor Variabel Laten Eksogen, Laten Endogen, dan Indikator

Eksogen

Variabel

Laten

Eksogen

Variabel

Indikator

Nilai Muatan

Variabel

Laten

Eksogen ke

Variabel

Laten

Endogen

Nilai Muatan

Variabel

Indikator

Eksogen ke

Variabel Laten

Eksogen

Nilai Muatan

Variabel

Indikator

Variabel

Indikator

Eksogen ke

Variabel Laten

Endogen

Brand

Awareness

TOM 0,93

0,94 0,11

TOM AD 0,69 0,53

Word of

Mouth

PWoM 1,03

0,94 0,12

EWoM 0,85 0,27

Percieve

Trust PWoM

0,48

0,28 0,92

Trust EWoM 0,35 0,88

PQ 0,11 0,99

Trust AD 0,77 0,40

Usage

Everuse

0,94

1,00 0,00

BUMO 0,98 0,04

BUMOBEF 0,97 0,06

NEXTBR 0,97 0,05

Brand

Performance

SATIS

0,08

0,96 0,08

VALUE 0,61 0,63

LOYAL 0,24 0,94

REKO 0,76 0,42

Innovation

MANFAAT

0,95

0,96 0,09

PRESTIS 0,59 0,66

COM INOV 0,82 0,32

SER INOV 0,93 0,13

Seluruh koefisien muatan variabel laten eksogen ke variabel laten endogen

menunjukkan nilai - nilai positif, sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh

variabel laten eksogen berpengaruh dalam membangun persepsi terhadap merek

terbaik (kekuatan merek), namun dengan ukuran pengaruh yang berbeda. Word of

mouth mempunyai pengaruh dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik

produk rumah makan lokal di Kota Surakarta, nilai koefisien yang tinggi

menunjukkan bahwa informasi yang berasal dari konsumen berpengaruh dalam

15

membangun kekuatan merek. Baik secara personal maupun menggunakan media

internet yang dalam penelitian ini disebut sebagai personal word of mouth dan

electronic word of mouth.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan uji statistik dengan menggunakan

metode Structural Equation Modeling (SEM), maka ditarik kesimpulan bahwa:

1. Model konseptual kekuatan merek rumah makan lokal yang dipengaruhi

oleh faktor-faktor Personal Word of Mouth, Electronic Word of Mouth,

Communication Innovation, dan Service Innovation dalam membangun

kekuatan merek rumah makan lokal di kota Surakarta Tahun 2015 sama

dengan model populasi terbukti.

2. Ada pengaruh positif dari Personal Word of Mouth, Electronic Word of

Mouth, Communication Innovation, dan Service Innovation dalam

membangun kekuatan merek rumah makan lokal di kota Surakarta Tahun

2015 terbukti.

Faktor-faktor tersebut terbukti berpengaruh dalam membangun kekuatan

merek rumah makan lokal di kota Surakarta dengan nilai muatan Word of Mouth

1,03 dan Innovation 0,95 (lihat Tabel 1). Kemudian untuk variabel indikator

dalam masing - masing variabel laten tersebut yaitu: Personal Word of Mouth

0,94; Electronic Word of Mouth 0,85; Trust terhadap Personal Word of Mouth

0,28; Trust terhadap Electronic Word of Mouth 0,35; Communication Innovation

0,82 dan Service Innovation 0,93. Dengan hasil ini dapat kita liat bahwa

masyarakat Solo khususnya konsumen rumah makan lokal Solo memiliki

kecenderungan untuk membagikan informasi tentang sebuah rumah makan lokal

baik secara tatap muka atau personal maupun melalui media internet. Dapat kita

lihat bahwa variabel Word of Mouth memliki muatan nilai paling tinggi. Selain

Word of Mouth, faktor inovasi juga memiliki peran yang cukup penting dalam

meningkatkan kekuuatan merek suatu rumah makan lokal Solo, dengan muatan

nilai 0,95

16

Menarik bahwa faktor-faktor yang erat kaitannya dengan komunikasi merek

seperti Brand Awareness, Word of Mouth, dan Innovation memiliki nilai muatan

yang besar atau memiliki kontribusi yang besar dalam membangun kekuatan

merek sebuah rumah makan lokal Solo, disertai dengan pengalaman konsumen

terhadap rumah makan itu sendiri. Hal ini menandakan bahwa komunikasi merek

merupakan hal yang penting dalam membangun kekuatan merek rumah makan

lokal Solo.

Saran

Saran yang dapat diberikan oleh peneliti setelah menganalisis data adalah sebagai

berikut :

1. Penelitian ini terbatas pada responden wilayah Solo, yaitu masyarakat Solo

yang selama minimal dalam kurun waktu 3 bulan berdomisili di Solo. Oleh

karena itu penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan model yang sama

ataupun menambah beberapa variabel dan mengambil responden pada

wilayah lain.

2. Jika melihat hasil penelitian dengan hasil faktorword of mouth yang

memberikan kontribusi paling tinggi yaitu 1,03 terhadap kekuatan merek

maka usaha rumah makan lokal Solo agar lebih memperhatikan aspek

komunikasi merek, khususnya word of mouth ke masyarakat agar merek

rumah makannya mampu berkembang. Baik word of mouth secara personal

ataupun menggunakan media internet, karena keduanya memberikan

kontribusi yang hampir sama kuat yaitu dengan nilai muatan terhadap word

of mouth 0,94 dan 0,85.

3. Inovasi juga menjadi hal yang perlu diperhatikan, baik inovasi dalam

mengkomunikasikan merek dengan berbagai media maupun inovasi dalam

pelayanan rumah makan lokal. Nilai kontribusi keduanya cukup besar

terhadap variabel inovasi (lihat tabel 3.4) yaitu 0,82 dan 0,93. Terlebih lagi

kontribusi inovasi yang besar yaitu 0,95 terhadap kekuatan merek rumah

makan lokal.

17

Daftar Pustaka

Aaker, David A. (1995). Bulding Strong Brands. USA: The Free Press.

Bagas Prakosa (2005). Pengaruh Orientasi Pasar, Inovasi Danorientasi

Pembelajaran Terhadap Kinerja Perusahaan Untuk Mencapai Keunggulan

Bersaing (Studi Empiris Pada Industri Manufaktur Di Semarang). Jumal

Studi Manajemen & Organisasl. Vol 2 No. 1 Januari 2005.

Balter, Dave. (2008). The Word of Mouth Manual: Volume II. Boston: Print

Matters, Inc.

Boo, Huey Chern dan Anna S. Mattila. (2010). A Hotel Restaurant Brand Alliance

Drury, Glen. 2008. Social Media: Should Marketers Engage and How Can it be

Done Effectively. Journal of Direct Data and Digital Marketing Practice.

Vol 9. hal 274-277.

Durianto, Darmadi., Sugiarto & Tony Sitinjak. (2001). Strategi Menaklukkan

Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Ghozali, Imam, and Fuad. (2008). Structural Equation Modeling: Teori, Konsep

dan Aplikasi Dengan Program Lisrel 8.0, Semarang: Badan Penerbit

UNDIP.

Ghozali, Imam, dan Fuad. (2012). Structural Equation Modeling Dengan

Program LISREL 8.8. Semarang:Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Han et al. (1998). Market Orientation, Innovativeness, Product Innovation and

Performance in Smallfirm. Journal of Small Business Management. Vol 42

No. 2. Program Magister Managemen. Universitas Diponegoro.

Kotler, Philip. (2002). Manajemen Pemasaran. Jakarta: Prehallindo.

Kriyantoro, Rachmat. (2008). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.

Narver, J.C., dan Slater, S.F. (1995). Market Orientation and the Learning

Organization. Journal of Marketing 59. Juli, hal 63-74.

Rahmat, Kriyantono. (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: PT

Kencana Prenada Media Group.

Romaniuk, J. dan Gaillard, E. (2007). The Relationship Between Unique Brand

Associations, Brand Usage, and Brand Performance: Analysis Across Eight

Categories. Journal of Marketing Management. Vol 23 (3/4) hal 237-284.

Ruslan, Rosady. (2006). Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi,

Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Severi, Erfan; Kwek Choon Ling, dan Amir Nasermoadeli. (2014). The Impacts

of Electronic Word of Mouth on Brand Equity in the Context of Social

Media. International Journal of Business and Management. Vol. 9: 8, hal.

84. Canadian Center of Science and Education.

Severin, Werner J., & Tankard, James W.Jr., (1992). Communications theories:

origins, methods, and uses in the mass media. London: Longman Publishing

Group.

Severin, Werner Joseph dan James, W. Tankard Jr. (1988). Communication

Theories: origins, methods, uses in the mass media. New York: Longman.

Silalahi, Ulber. (2009). Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.

18

Straubhaar, Joseph, & LaRose, Robert. (2002). Media Now: Communications

Media in the Information Age. United State of America: Thomson Learning,

Inc.

Sugiyono. (2005). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Tuten, L. Tracy. (2008). Advertising 2.0: Social Media Marketing in A Web 2.0

World. USA: Greenwood Publishing Group, Inc.