jurnal manajemen dan kewirausahaan, volume 2, nomor 2, mei...
TRANSCRIPT
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
15
PENGARUH KARAKTERISTIK KEPENDUDUKAN TERHADAP
PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT
Oleh : Yuliatin, SE – Dr. Tun Huseno, SE., M.Si – Febriani, SE., M.Si
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa, Padang
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menguji dan menganalis pengaruh karakteristik
kependudukan terhadap pengangguran di Sumatera Barat.Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah jenis kelamin (X1), umur (X2), status dalam rumah tangga
(X3), status perkawinan (X4), pendidikan (X5) dan daerah tempat tinggal (X6).
Sedangkan variabel terikatnya adalah pengangguran (Y). Hasil penelitian
dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif melalui tabulasi silang dan
analisis inferensial yaitu analisis regresi logistik. Data yang digunakan adalah
data mentah yang berupa raw data hasil Survei Angkatan Kerja Nasional
(SAKERNAS) yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009. Data
yang tersedia diolah menggunakan software SPSS 13,0.
Hasil analisis deskriptif ditemukan bahwa Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) lebih tinggi pada : (1) perempuan dibandingkan laki-laki; (2)
kelompok umur 15 -24 tahun dan 25 – 64 tahun dibandingkan kelompok umur
65 tahun ke atas; (3) bukan kepala rumah tangga dibandingkan kepala rumah
tangga; (4) belum kawin dibandingkan dengan kawin; (5) pendidikan tinggi dan
menengah dibandingkan pendidikan rendah; dan (6) tempat tinggal di daerah
perkotaan dibandingkan daerah perdesaan.
Dari analisis regresi logistik menunjukkan bahwa umur, status dalam
rumah tangga, status perkawinan, pendidikan dan daerah tempat tinggal
berpengaruh secara signifikan terhadap peluang terjadinya pengangguran.
Faktor jenis kelamin tidak terbukti signifikan secara statistik mempengaruhi
terjadinya pengangguran. Secara umum temuan hasil analisis mendukung
adanya pengaruh /hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat
seperti yang diajukan pada hipotesis, kecuali untuk variabel jenis kelamin.
Sedangkan menurut status perkawinan dengan merujuk status kawin, belum
kawin siginifikan dalam mempengaruhi terjadinya pengangguran, tetapi cerai
tidak memberikan perbedaan yang berarti pada pengangguran.
kata kunci : karakteristik kependudukan, pengangguran, pendidikan
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
16
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ekonomi makro mempunyai tiga masalah pokok antara lain; pengangguran
(unemployment), tingkat inflasi (inflation rate) dan pertumbuhan ekonomi
(economic growth). Apabila seluruh sumber daya telah dimanfaatkan dalam
kegiatan ekonomi terjadi full employment. Sebaliknya bila masih ada sumber
daya yang belum dimanfaatkan berarti perekonomian dalam keadaan under
employment atau terdapat pengangguran/belum berada pada posisi kesempatan
kerja penuh.
Pengangguran merupakan salah satu masalah yang dihadapi Sumatera
Barat, dengan jumlah penduduk 4.845.998 jiwa pada tahun 2010 jumlah
angkatan kerjanya mencapai 2.194.040 orang dan Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) berkisar 6,95 persen. (BPS, 2011). Ini berarti dari seratus orang
angkatan kerja di Sumatera Barat 7 orang diantaranya pengangguran.
Penganguran ini tidak bisa diabaikan, karena bisa berdampak pada berbagai
dimensi.
Menurut Sukirno (1995), akibat buruk yang ditimbulkan oleh masalah
pengangguran terhadap kegiatan perekonomian yaitu:
1. Pengangguran menyebabkan masyarakat tidak memaksimumkan tingkat
kemakmuran yang mungkin dicapainya.
2. Pengangguran menyebabkan pendapatan pajak pemerintah berkurang.
3. Pengangguran tidak menggalakan pertumbuhan ekonomi.
Disamping itu, akibat buruk yang ditimbulkan masalah pengangguran
terhadap individu dan masyarakat sebagai berikut:
1. Pengangguran menyebabkan kehilangan mata pencaharian dan pendapatan.
2. Pengangguran dapat menyebabkan kehilangan keterampilan.
3. Pengangguran dapat menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik.
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
17
Gambar 1.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Sumatera Barat
Tahun 2006 s/d 2010 (dalam persen)
Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)
Gambar 1.1 di atas, menunjukkan TPT Sumatera Barat dalam kurun
waktu 5 tahun terakhir cenderung turun. Banyak pihak yang menyangsikan
kenyataan ini bila dikaitkan dengan terjadinya gempa bumi pada tahun 2007 dan
2009 ditambah dampak krisis global pada tahun 2008.
Turunnya angka pengangguran bisa jadi diiringi dengan naiknya sektor
informal atau bertambahnya setengah pengangguran dan pengangguran
terselubung. Pekerja formal yang diPHK sebagai dampak krisis dan bencana
alam menggunakan pesangon yang diterima sebagai modal usaha yang
dikerjakan bersama anggota rumah tangga lainnya yang semula bukan angkatan
kerja masuk menjadi pekerja baru sehingga menurunkan angka pengangguran
dan sektor informal bertambah. Meskipun sebenarnya diantara mereka
merupakan setengah pengangguran ataupun pengangguran terselubung.
Untuk itu perlu kiranya dilakukan penelitian tentang karakteristik
pengangguran di Sumatera Barat serta karakteristik kependudukan yang
mungkin mempengaruhi pengangguran antara lain jenis kelamin, umur, status
dalam rumah tangga, status perkawinan, pendidikan dan daerah tempat tinggal.
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
18
Menurut Barret dan Morgenstern (1974), angka pengangguran wanita
lebih tinggi dikarenakan perempuan membutuhkan waktu yang lebih lama
dalam menemukan pekerjaan yang cocok dibandingkan laki-laki. Sedangkan
berdasar kelompok umur, TPT usia muda (15 – 24) tahun lebih tinggi daripada
kelompok-kelompok usia lainnya, bukan karena mereka tidak dapat
dipekerjakan akan tetapi karena banyaknya anak sekolah yang tidak masuk
kuliah/putus sekolah atau tamat sekolah dan masuk ke dalam pasar kerja.
Seorang kepala rumah tangga yang bertanggung jawab akan rela bekerja
apa saja demi memenuhi nafkah keluarganya. Hal ini terkait juga dengan status
perkawinannya, pada saat belum menikah masih ditopang keluarga dan setelah
menikah harus mencari/membantu mencari nafkah untuk keluarga barunya
sehingga menjadi pekerja.
TPT mereka yang berpendidikan tinggi (terdidik) cenderung lebih tinggi
daripada mereka yang berpendidikan rendah. Hal ini mungkin disebabkan orang
yang berpendidikan tinggi cenderung untuk memilih-milih lowongan pekerjaan
yang ada untuk dirinya. (Tobing, 2005), mengidentifikasikan bahwa
meningkatnya pengangguran tenaga terdidik merupakan gabungan beberapa
penyebab antara lain:
1. Ketidakcocokan antara karakteristik lulusan baru yang memasuki dunia
kerja
2. Semakin terdidik seseorang, semakin besar harapannya pada jenis
pekerjaan yang aman.
TPT di perkotaan cenderung lebih tinggi daripada di perdesaan. Penduduk
yang aktif mencari kerja di perkotaan lebih tinggi dibandingkan di perdesaan.
Pencari kerja beranggapan pekerjaan lebih tersedia di perkotaan, sehingga
mereka mencari kerja di perkotaan. Hal ini juga menyebabkan penduduk
perdesaan bermigrasi ke perkotaan untuk mencari kerja, karena mereka menilai
peluang mereka mendapatkan pekerjaan di kota lebih tinggi daripada di
perdesaan. (BPS, 2010)
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
19
1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang disampaikan di atas, maka permasalahan yang
perlu dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah ada pengaruh jenis kelamin terhadap pengangguran di Sumatera
Barat?
2. Apakah ada pengaruh umur terhadap pengangguran di Sumatera Barat?
3. Apakah ada pengaruh status dalam rumah tangga terhadap pengangguran di
Sumatera Barat?
4. Apakah ada pengaruh status perkawinan terhadap pengangguran di
Sumatera Barat?
5. Apakah ada pengaruh pendidikan terhadap pengangguran di Sumatera
Barat?
6. Apakah ada pengaruh daerah tempat tinggal terhadap pengangguran di
Sumatera Barat?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Menguji dan menganalisis pengaruh jenis kelamin terhadap pengangguran
di Sumatera Barat.
2. Menguji dan menganalisis pengaruh umur terhadap pengangguran di
Sumatera Barat.
3. Menguji dan menganalisis pengaruh status dalam rumah tangga terhadap
pengangguran di Sumatera Barat.
4. Menguji dan menganalisis pengaruh status perkawinan terhadap
pengangguran di Sumatera Barat.
5. Menguji dan menganalisis pengaruh pendidikan terhadap pengangguran di
Sumatera Barat.
6. Menguji dan menganalisis pengaruh daerah tempat tinggal terhadap
pengangguran di Sumatera Barat.
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
20
HIPOTESIS
1. Jenis kelamin berpengaruh terhadap pengangguran di Sumatera Barat tahun
2009.
2. Umur berpengaruh terhadap pengangguran di Sumatera Barat tahun 2009.
3. Status dalam rumah tangga berpengaruh terhadap pengangguran di
Sumatera Barat tahun 2009.
4. Status perkawinan berpengaruh terhadap pengangguran di Sumatera Barat
tahun 2009.
5. Pendidikan berpengaruh terhadap pengangguran di Sumatera Barat tahun
2009.
6. Daerah tempat tinggal berpengaruh terhadap pengangguran di Sumatera
Barat tahun 2009.
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah angkatan kerja di wilayah Sumatera
Barat pada tahun 2009 yaitu sebanyak 2.172.002 orang. Sedangkan unit yang
diteliti sebanyak 20.675 orang, yaitu anggota rumah tangga sampel Sakernas
Agustus 2009 berusia 15 tahun ke atas yang bekerja dan menganggur.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan untuk memperoleh jawaban dari tujuan penelitian ini
adalah data mentah (raw data) hasil Survei Angkatan Kerja Nasional
(SAKERNAS) Tahun 2009 di Provinsi Sumatera Barat yang dilaksanakan pada
Bulan Agustus 2009 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan objek
penelitiannya adalah rumah tangga. Row data yang telah tersedia diolah dengan
menggunakan program SPSS 13,0. Data tahun 2009 merupakan data terbaru,
karena row data tahun 2010 belum tersedia.
Data yang dikumpulkan adalah keterangan mengenai keadaan umum
setiap anggota rumah tangga yang mencakup nama, hubungan dengan kepala
rumah tangga, jenis kelamin dan umur. Untuk anggota rumah tangga yang
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
21
berumur 10 tahun ke atas akan ditanyakan keterangan mengenai status
perkawinan, pendidikan dan pekerjaan.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara langsung oleh
petugas survei dari BPS dengan kuesioner SAK09.AK pada setiap anggota
rumah tangga atau salah satu anggota rumah tangga sampel.
Jumlah sampel 10.826 rumah tangga yang tersebar pada 706 Blok Sensus
(setiap blok sensus disampel +/- 16 rumah tangga) di seluruh kabupaten/kota
baik di daerah perkotaan maupun perdesaan. Rumah tangga yang tinggal dalam
blok sensus khusus dan rumah tangga khusus yang berada di blok sensus biasa
tidak dipilih dalam sampel.
Kerangka sampel yang digunakan adalah daftar blok sensus terpilih
Sakernas 2007. Blok sensus sebagai first stage sampling unit dan rumah tangga
sebagai second stage sampling unit.
3.4 Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya
Variabel-variabel penelitian dispesifikasikan dengan melakukan
pendefinisian secara operasional. Hal ini bertujuan agar variabel penelitian yang
telah ditetapkan dapat dioperasionalkan, sehingga memberikan petunjuk tentang
bagian suatu variabel dapat diukur.
Dalam penelitian ini definisi operasional yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Pengangguran
Pengangguran meliputi penduduk yang tidak bekerja atau sedang mencari
pekerjaan, atau mempersiapkan suatu usaha, atau merasa tidak mungkin
mendapat pekerjaan (putus asa), atau sudah diterima bekerja, tetapi belum
mulai bekerja. Yang dimaksud mencari pekerjaan adalah upaya yang
dilakukan untuk memperoleh pekerjaan pada suatu periode rujukan.
Mempersiapkan usaha baru adalah suatu kegiatan yang dilakukan
seseorang dalam rangka mempersiapkan suatu usaha yang ‘baru’, yang
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
22
bertujuan untuk memperoleh penghasilan/keuntungan atas resiko sendiri,
baik dengan atau tanpa mempekerjakan buruh/karyawan/pegawai dibayar
maupun tak dibayar. Mempersiapkan suatu usaha yang dimaksud adalah
apabila ‘tindakannya nyata’ seperti mengumpulkan modal atau
perlengkapan/alat, mencari lokasi/tempat, mengurus surat ijin usaha dan
sebagainya, telah/sedang dilakukan. Merasa tidak mungkin mendapatkan
pekerjaan (putus asa) adalah alasan bagi mereka yang berkali-kali mencari
pekerjaan tetapi tidak berhasil mendapatkan pekerjaan sehingga ia merasa
tidak mungkin mendapat pekerjaan yang diinginkan. Atau mereka yang
merasa karena keadaan situasi/kondisi/iklim/musim menyebabkan tidak
mungkin mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Sudah diterima bekerja,
tetapi belum mulai bekerja adalah alasan bagi mereka tidak mencari
pekerjaan/mempersiapkan usaha karena sudah diterima bekerja, tapi pada
saat pencacahan belum mulai bekerja.
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin responden yang dibedakan laki-laki dan perempuan.
3. Umur
Yaitu usia responden dalam tahun yang dihitung sejak lahir hingga saat
ulang tahun terakhir sebelum pencacahan.
4. Status dalam rumah tangga
Yaitu hubungan masing-masing anggota dengan kepala rumah tangga yang
terdiri dari:
a. Kepala rumah tangga adalah seorang dari sekelompok anggota rumah
tangga yang bertanggung jawab atas kebutuhan sehari-hari dalam rumah
tangga tersebut atau orang yang dianggap/ditunjuk sebagai kepala rumah
tangga.
b. Istri/suami adalah istri/suami dari kepala rumah tangga.
c. Anak adalah anak kandung, anak tiri atau anak angkat dari kepala rumah
tangga.
d. Menantu adalah suami/istri dari anak kandung, anak tiri atau anak angkat.
e. Cucu adalah anak dari anak kandung, anak tiri atau anak angkat.
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
23
f. Orang tua/mertua adalah bapak/ibu dari kepala rumah tangga atau
bapak/ibu dari istri/suami kepala rumah tangga.
g. Famili lain adalah orang-orang yang ada hubungan family/keluarga
dengan kepala rumah tangga atau dengan istri/suami kepala rumah tangga
misalnya adik, kakak, kemenakan, bibi, paman, ipar, kakek dan nenek.
h. Pembantu rumah tangga adalah seseorang yang bekerja sebagai pembantu
yang menginap di rumah tangga tersebut dengan menerima upah/gaji baik
berupa uang atau barang.
i. Lainnya adalah orang yang tidak ada hubungan famili dengan kepala
rumah tangga atau istri/suami kepala rumah tangga, seperti orang yang
mondok dengan makan (indekos).
5. Status perkawinan
Status perkawinan responden yang terdiri dari:
a. Belum kawin
b. Kawin adalah status dari mereka yang terikat dalam perkawinan pada
saat pencacahan, baik tinggal bersama maupun terpisah. Dalam hal ini
tidak saja mereka yang kawin sah secara hukum ( adat, agama, negara)
tetapi juga mereka yang oleh masyarakat sekelilingnya dianggap suami
istri.
c. Cerai hidup adalah status dari mereka yang hidup terpisah sebagai suami
istri karena bercerai dan belum kawin lagi. Mereka yang mengaku cerai,
walaupun belum resmi secara hukum, dianggap cerai. Sebaliknya
mereka yang sementara hidup terpisah tidak dianggap bercerai, misalnya
suami/istri yang ditinggalkan oleh istri/suami ke tempat lain karena
sekolah, bekerja, mencari pekerjaan, atau sedang cek cok.
d. Cerai mati adalah status dari mereka yang suami/istrinya telah
meninggal dunia dan belum kawin lagi.
6. Pendidikan
Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan tertinggi yang ditamatkan
responden, yang terdiri dari:
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
24
a. Tidak/belum pernah sekolah adalah status dari mereka yang sama sekali
belum pernah sekolah, termasuk mereka yang telah tamat atau belum
tamat Taman Kanak-Kanak dan tidak melanjutkan ke Sekolah Dasar.
b. Tidak/belum tamat SD adalah kategori bagi mereka yang pernah
bersekolah tetapi tidak/belum tamat SD, Sekolah Luar Biasa Tingkat
Dasar, MI, Sekolah Dasar Pamong, SD Proyek Perintis Sekolah
Pembangunan atau SD Indonesia (di Luar Negeri). Mereka yang tamat
Sekolah Dasar 3 tahun atau sederajat dianggap tidak tamat SD.
c. Tamat sekolah adalah menyelesaikan pelajaran yang ditandai dengan
lulus ujian akhir pada kelas atau tingkat terakhir suatu jenjang
pendidikan di sekolah negeri maupun swasta dengan mendapatkan tanda
tamat belajar/ijazah. Seseorang yang belum mengikuti pelajaran pada
kelas tertinggi tetapi bila ia mengikuti ujian akhir dan lulus maka
dianggap tamat sekolah. Tamat sekolah dibagi menjadi:
• Tamat SD/MI
• Tamat SMP/Tsanawiyah
• Tamat SMP Kejuruan,
• Tamat SMA/Aliyah
• Tamat SMK
• Tamat Program Diploma I/II
• Tamat Program Diploma III
• Tamat Program Diploma IV/S1
• Tamat Program S2/S3
7. Daerah tempat tinggal
Daerah tempat tinggal dibedakan atas daerah perkotaan dan perdesaan.
Perkotaan/perdesaan di sini merujuk pada pengertian desa perkotaan (urban)
atau desa perdesaan (rural) bukan kota (city). Untuk memahami klasifikasi
desa perkotaan dan desa perdesaan perlu dijelaskan tentang beberapa
pengertian secara statistik sebagai berikut:
• Daerah perkotaan, adalah suatu wilayah administratif setingkat desa atau
kelurahan yang memenuhi persyaratan tertentu dalam hal kepadatan
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
25
penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan aksebilitas sejumlah
fasilitas perkotaan, seperti jalan raya, sarana pendidikan formal, sarana
kesehatan umum, dan sebagainya yang relatif mudah ditinjau dari segi
jarak.
• Daerah perdesaan adalah suatu wilayah administratif setingkat
desa/kelurahan yang belum memenuhi persyaratan tertentu dalam hal
kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan aksebilitas
sejumlah fasilitas perkotaan, seperti jalan raya, sarana pendidikan
formal, sarana kesehatan umum, dan sebagainya yang relatif sulit
ditinjau dari segi jarak.
3.5 Pengukuran
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini diukur dengan skala
nominal dan ordinal, antara lain:
• Pengangguran, diukur dengan skala nominal dengan dua kategori (Biner)
yaitu : 1 = pengangguran 0 = bukan pengangguran
• jenis kelamin (JK), diukur dengan skala nominal, yaitu: 1 = laki-laki 0 =
perempuan
• umur, dikelompokkan sehingga pengukurannya dengan skala ordinal.
pengelompokan umur ini berdasarkan pengelompokan penduduk produktif
(15 – 64 tahun) dan penduduk non produktif (65 tahun keatas). Merujuk
pada rekomendasi ILO dalam The Key Indicators of the Labour Market
(KILM,1999) penduduk produktif dibagi menjadi kelompok penduduk usia
15 -24 tahun dan 25 – 64 tahun. Sehingga variabel umur dikelompokkan
menjadi:
1 = 15 – 24
2 = 25 – 64
3 = 65+
• status dalam rumah tangga diukur dengan skala nominal, yaitu:
1 = Kepala Rumah Tangga /KRT
0 = Bukan Kepala Rumah Tangga /Bkn KRT
• status perkawinan, diukur dengan skala nominal, yaitu:
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
26
1 = belum kawin
2 = cerai
3 = kawin
• pendidikan, diukur dengan skala ordinal yaitu:
1 = rendah (belum/tidak pernah sekolah SD s/d SLTP)
2 = menengah ( SM Umum dan SM Kejuruan)
3 = tinggi ( Diploma I s/d Universitas)
• daerah tempat tinggal, diukur dengan skala nominal, yaitu:
1 = perkotaan
0 = perdesaan
3.6. Tekhnik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan data Sakernas 2009, unit analisisnya adalah
individu berdasarkan kegiatan seminggu yang lalu sebagai pengangguran atau
bekerja .
3.6.1. Regresi Logistik
Regresi logistik adalah bagian dari analisis regresi yang digunakan ketika
variabel dependen (terikat) adalah biner, yaitu satu dan nol. Misalnya y=1
menyatakan kejadian “pengangguran” (masuk dalam kategori) sedangkan y=0
menyatakan kejadian “bukan pengangguran” (tidak masuk dalam kategori).
Untuk variabel independen (X) yang lebih dari satu disebut dengan multiple
logistic regression.
Model peluang regresi logistik dengan p faktor (peubah
penjelas) adalah : (Hosmer & Lemeshow, 1989).
∏ (x) =
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
27
Dimana ∏(x) adalah peluang terjadinya Y=1 atau dalam penelitian
ini adalah peluang penduduk Sumatera Barat untuk menjadi
pengangguran.
Dengan melakukan transformasi logit dari ∏(x), didapat persamaan
yang lebih sederhana, yaitu:
g(x) = ln
g(x) = ln ∏(x) – ln (1-∏(x))
g(x) = {ln }–
ln{1-
g(x) = ln{ }-
ln{1+ –
ln{ }
g(x) = ln βο + β1X1 + ……. +βpXp – ln 1
g(x) = βο + β1X1 + ……. +βpXp – 0
g(x) = βο + β1X1 + ……. +βpXp
Persamaan tersebut merupakan fungsi linier dalam parameter-
parameternya. Persamaan ini dijadikan model pengujian berikut:
g(x) = βο +β1X1 + ……. +βpXp
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
28
g(x) = ln{
ln{ adalah Odds Ratio.
Sehingga model persamaan regresinya adalah:
ln{ =
+ + +ε
Dimana :
p = persentase pengangguran
1 – p = persentase bukan pengangguran
βο = konstanta
β = koefisien regresi (β1, β2, …....., β9)
X1 = variable bebas (X1, X2, …….., X9)
Dalam penelitian ini akan dipergunakan model yang dituliskan
sebagai berikut:
ln{ = β0 + β1 jns_kelamin + β2 umur_pgr(1) + β3 umur_pgr(2)
+ β4 status_ruta + β5 status_kwn(1) + β6 status_kwn(2) +
β7 pendidikan(1) + β8 pendidikan(2) + β9 daerah_lokasi
+ ε
Untuk menguji signifikan atau tidaknya koefisien variabel regresi
logistik digunakan fungsi log likelihood (G). jika G > χ², berarti parameter
model adalah signifikan.
3.5.1.1 Uji Seluruh Model (Uji G)
H0 : β1 = β2 = …… = βp = 0
(tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat)
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
29
H1 = sekurang-kurangnya terdapat satu βj ≠ 0 (minimal ada satu variabel
bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikat)
Pengujian dilakukan dengan statistik:
G = -2 ln
Model B : model yang hanya terdiri dari konstanta saja
A : model yang hanya terdiri dari seluruh variabel
G berdistribusikan Khi Kuadrat dengan derajad bebas p atau G ~ χ². H0
ditolak jika signifikansi kurang dari α =0,05 atau nilai G > χ²(p); α.
H0 ditolak berarti paling sedikit ada satu βj ≠ 0. Untuk melihat β
mana yang nol (tidak signifikan), digunakan uji koefisien parameter β
secara parsial.
3.5.1.2 Uji Wald : uji signifikansi tiap – tiap parameter
H0 : βj = 0 untuk suatu j tertentu ; j = 0,1, …., p
(tidak ada pengaruh variabel bebas ke-j terhadap variabel terikat)
H1 : βj ≠ 0
(ada pengaruh variabel bebas ke-j terhadap variabel terikat)
Pengujian dilakukan dengan statistik :
Wj = ; j = 0,1,2, …, p
Statistik ini berdistribusi Khi Kuadrat dengan derajad bebas 1 atau
secara simbolis ditulis Wj ~ χ². Dimana Hο ditolak Wj > χ² (1);α atau nilai p
kurang dari α = 0,05. Bila Hο ditolak, artinya parameter tersebut
signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi α = 0,05 dan dapat
disimpulkan bahwa variabel bebas X secara parsial atau berdiri sendiri
memang berpengaruh pada variabel terikat Y.
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
30
Setelah persamaan model terbentuk maka langkah selanjutnya
adalah menginterpretasikan koefisien-koefisien yang didapat. Dari model
yang terbentuk diperoleh hasil yang penting untuk menginterpretasikan
model tersebut, yang biasa disebut odd rasio, yang merupakan
perbandingan peluang antara dua kelompok individu dalam karakter
berbeda.
Odd (resiko) didefinisikan sebagai { dimana p
menyatakan probabilitas sukses (terjadinya peristiwa Y = 1) sedangkan (1
- p) menyatakan probabilitas gagal (terjadinya peristiwa Y = 0).
Dengan demikian Odd rasio (perbandingan nilai odd atau resiko
antara dua kelompok individu) yang dilambangkan ψ dituliskan sebagai
berikut:
Ψ =
Apabila variabel bebas merupakan variabel kategorik dengan dua
kategori, katakan 1 dan 0 dengan kategori 0 sebagai refensi maka
interprestasi koefisien pada variabel ini adalah rasio dari nilai odd untuk
kategori 1 terhadap nilai odds untuk kategori 0; dituliskan sebagai berikut:
Ψ= = Exp (βj)
Yaitu: peluang terjadinya peristiwa Y=1 pada kategori X1 = 1 adalah
sebesar Exp (β1) kali peluang terjadinya peristiwa Y = 1 pada kategori X1
= 0 apabila variabel bebas yang digunakan adalah variabel kontinyu, maka
interprestasi dari koefisien adalah setiap kenaikan C unit satuan pada
variabel bebas, akan mengakibatkan resiko terjadinya Y= 1 sebesar (Cβj)
kali besar (Nachrowi dan Usman 2002).
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
31
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Responden
Karakteristik responden Sakernas 2009 yang menjadi objek dalam
penelitian ini seperti yang disajikan dalam gambar 4.2 berikut:
Gambar 4.2 Responden Menurut Jenis Kelamin, Umur, Status dalam
Rumah Tangga, Status Perkawinan, Pendidikan dan Daerah
Tempat Tinggal
40.35
59.65
16.36
79.16
4.47
55.17
44.83
20.74
7.51
71.76
65.11
25.39
9.50
66.97
33.03
0 20 40 60 80 100
perempuan
laki-laki
umur 15-24
umur 25-64
umur 65+
Bkn KRT
KRT
belum kawin
cerai
kawin
pendd rendah
pendd menengah
pendd tinggi
Pedesaan
Perkotaan
Persen
Sumber: Badan Pusat Statistik, (2011)
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
32
Berdasarkan gambar 4.2 diatas, diilihat dari jenis kelamin, ada sebanyak
59,65 persen responden laki-laki dan 40,35 persen responden perempuan. Dari
sisi umur, responden terbanyak adalah pada kelompok usia 25 – 64 tahun yaitu
mencapai 79,16 persen sedangkan kelompok usia 15 – 24 tahun ada sebanyak
16,36 persen dan usia 65 tahun keatas hanya 4,47 persen.
Menurut status dalam rumah tangga, ada sebanyak 55,17 persen
responden bukan kepala rumah tangga, sedangkan sisanya sebanyak 44,83
persen adalah kepala rumah tangga. Berdasar pendidikan yang ditamatkan
responden, ada sebanyak 65,11 persen responden berpendidikan rendah
(tidak/belum pernah sekolah, tidak/belum tamat SD, tamat SD/Ibtidaiyah, tamat
SMP/Tsanawiyah, dan tamat SMP Kejuruan), sedangkan responden yang
berpendidikan menengah (SMA/Aliyah dan SMK) sebanyak 25,39 persen dan
sisanya 9,50 persen responden berpendidikan tinggi (Program Diploma I/II,
Diploma III, Diploma IV/S1 dan S2/S3).
Berdasarkan status perkawinan responden, ada 20,74 persen responden
belum kawin, sedangkan responden yang sudah bercerai baik cerai hidup
maupun cerai mati sebanyak 7,51 persen dan sisanya sebanyak 71,76 persen
responden berstatus kawin. Sedangkan menurut daerah tempat tinggal, sebanyak
66,97 persen responden tinggal di perdesaan dan sisanya 33,03 persen di daerah
perkotaan.
4.1.1.1 Karakteristik responden menurut kegiatan utamanya
Responden berdasarkan kegiatan utama seminggu yang lalu, yang menjadi
unit analisis dalam penelitian ini digambarkan dalam tabel 4.1 berikut:
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
33
Tabel 4.1 Responden menurut Karakteristik dan Kegiatan Utama
Sumber: Badan Pusat Statistik, (2011)
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa persentase pengangguran antara laki-laki
dan perempuan berimbang, yaitu 7,78 persen diantara keseluruhan responden
perempuan dan 6,60 persen dari total responden laki-laki.
Dilihat dari kelompok umur responden, persentase pengangguran pada
masing-masing kelompok umur menunjukkan perbedaan yang cukup besar yaitu
20,57 persen pada kelompok umur 15 – 24 tahun, disusul kelompok umur 25 -
64 tahun sebesar 4,68 persen dan sisanya 0,11 persen untuk kelompok umur 65
tahun keatas.
Menurut status dalam rumah tangga, sebanyak 89,48 persen responden
yang bukan kepala rumah tangga bekerja dan yang menganggur sebanyak 10,52
persen. Sedangkan responden yang berstatus sebagai kepala rumah tangga yang
bekerja sebanyak 97,16 persen dan yang menganggur sebanyak 2,84 persen.
Perbedaan persentase pengangguran yang cukup menyolok terjadi pada
responden jika dibedakan menurut status perkawinannya, ada sebanyak 19,48
Karakteristik
Kegiatan Utama
Bekerja Pengangguran
perempuan 92,22 7,78
laki-laki 93,40 6,60
umur 15-24 79,43 20,57
umur 25-64 95,32 4,68
umur 65+ 99,89 0,11
bkn KRT 89,48 10,52
KRT 97,16 2,84
belum kawin 80,52 19,48
cerai 97,16 2,84
kawin 96,06 3,94
pendd rendah 96,07 3,93
pendd menengah 88,32 11,68
pendd tinggi 83,66 16,34
perdesaan 94,29 5,71
perkotaan 90,16 9,84
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
34
persen responden yang belum kawin menganggur, sedangkan pengangguran
yang berstatus kawin dan cerai hanya sebesar 3,94 persen dan 2,84 persen.
Berdasar pendidikan yang ditamatkan responden, persentase
pengangguran terendah adalah responden dengan pendidikan rendah, yaitu
hanya mencapai 3,93 persen. Sedangkan responden berpendidikan menengah
dan tinggi relatif berimbang yaitu 11,68 persen dan 16,34 persen.
Sedangkan menurut daerah tempat tinggal responden, di daerah perdesaan
sebanyak 94,29 persen responden bekerja, sisanya 5,71 persen menganggur.
Sedangkan di perkotaan ada 90,16 persen responden yang bekerja dan 9,84
persen lainnya menganggur.
4.2 Analisis Hasil Penelitian
4.2.1. Uji Seluruh Model (Uji G)
Penilaian keseluruhan model regresi menggunakan -2 log likelihood
dimana jika terjadi penurunan dalam nilai -2 log lilkelihood pada blok 1
dibandingkan dengan blok 0 maka dapat disimpulkan bahwa model regresi
(blok1) baik. Dari hasil penghitungan nilai -2 log likelihood terlihat bahwa nilai
blok 0 adalah 10569,267 dan nilai -2 log likelihood pada blok 1 adalah
8843,402. Dengan hasil tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa model regresi
blok 1 baik dalam memprediksi angka pengangguran sehingga dapat dilakukan
analisis selanjutnya.
4.2.2. Uji Wald
Dari hasil pengujian terhadap signifikansi model terlihat bahwa variabel
jenis kelamin tidak signifikan mempengaruhi angka pengangguran. Guna
memperoleh model yang lebih menjelaskan maka dibentuk model baru (model
II) dengan mengeluarkan variabel yang tidak signifikan pada model. Model II
ini tidak mengikutsertakan variabel jenis kelamin. Melihat nilai statistik uji G
kedua model baru yang terbentuk diterima dan dapat dilakukan analisis
selanjutnya.
Untuk melihat hasil analisis regresi kita menggunakan persamaan kedua
yang memasukkan semua komponen dari variabel independen. Dari variables in
equation terlihat bahwa nilai konstanta adalah sebesar -7,226, koefisien
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
35
umur_pgr(1) sebesar 4,010, koefisien umur_pgr(2) sebesar 3,089, koefisien
status_ruta sebesar 0,473, koefisien status_kwn(1) sebesar 0,932, koefisien
pendidikan (1) sebesar 0,949, koefisien pendidikan(2) sebesar 1,581, koefisien
daerah_lokasi sebesar 0,257.
Persamaan regresi logistik tersebut dirumuskan dengan bentuk persamaan
regresi sebagai berikut:
ln{ = -7,226 + 4,010 umur_pgr(1) + 3,089 umur_pgr(2) + 0,473
status_ruta + 0,932 status_kwn(1) + 0,949 pendidikan(1) + 1,581
pendidikan(2) + 0,257 daerah_lokasi + ε
Dari persamaan regresi di atas terlihat bahwa Log Of Odds pengangguran
berhubungan secara positif dengan penduduk umur 15 – 24 tahun, umur 25 - 64
tahun, bukan kepala rumah tangga, penduduk yang belum kawin, pendidikan
menengah, pendidikan tinggi dan tempat tinggal di perkotaan.
4.3. Pembahasan Hasil Penelitian
Pengujian statistik dalam penelitian ini menghasilkan variabel jenis
kelamin tidak signifikan mempengaruhi pengangguran di Sumatera Barat.
Kenyataan ini berlawanan dengan teori Barret dan Morgenstern (1974) yang
mengatakan angka pengangguran wanita lebih tinggi dikarenakan perempuan
membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menemukan pekerjaan yang cocok
dibandingkan laki-laki. Hal ini menunjukkan telah terjadi kesetaraan
kesempatan bekerja bagi laki-laki dan perempuan di Sumatera Barat.
Pengaruh variabel umur, status dalam rumah tangga, status perkawinan,
pendidikan, dan daerah tempat tinggal terhadap pengangguran untuk masing –
masing kategori terlihat pada tabel 4.10 berikut yang merupakan interpretasi
dari persamaan model.
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
36
Tabel 4.10 Statistik Uji Wald Karakteristik Kependudukan terhadap
Pengangguran
Karakteristik Kependudukan
Wald Odd Rasio
umur 65+ ® ® ®
umur 15 -24 4,010* 15,901 55,132
umur 25 – 64 3,089* 9,488 21,956
krt ® ® ®
bukan krt 0,473* 33,756 1,605
kawin ® ® ®
belum kawin 0,932* 124,809 2,540
cerai 0,112 0,478 1,119
pendidikan rendah ® ® ®
pendidikan menengah 0,949* 207,196 2,584
pendidikan tinggi 1,581* 357,211 4,859
perdesaan ® ® ®
perkotaan 0,257* 18,060 1,294
Sumber : Badan Pusat Statistik (2009), diolah
Ket : * p < 0,01 ® = kategori rujukan
4.3.1. Pengaruh Umur terhadap Pengangguran
Sejalan dengan penelitian Satrio Adi Setiawan (2010) umur berpengaruh
positif dan signifikan terhadap lama mencari kerja, dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa peluang pengangguran bagi penduduk umur 15 -24 tahun
dan 25 – 64 tahun sebesar 55,132 dan 21,956 kali dibandingkan penduduk
umur 65 tahun ke atas. Hal ini membuktikan bahwa pada umur 15 – 64 tahun
merupakan penduduk produktif sedangkan pada umur 65 tahun ke atas sudah
tidak produktif lagi.
Besarnya nilai odd rasio pada penduduk usia muda ( 15 – 24 tahun)
menunjukkan belum cukupnya persediaan lapangan pekerjaan yang cocok bagi
mereka. Kelompok usia muda ini yang juga merupakan angkatan kerja baru
yang belum siap memasuki dunia kerja.
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
37
Ada beberapa latar belakang mengapa kelompok usia muda itu ikut terjun
ke pasar kerja, antara lain kesulitan ekonomi keluarga sehingga memaksa
mereka untuk berhenti sekolah/kuliah dan terpaksa memasuki dunia kerja.
Sebaliknya, sulitnya mendapatkan pekerjaan karena terbatasnya lapangan
pekerjaan serta kurangnya pengalaman dan keahlian menyebabkan mereka ikut
terjebak dalam kelompok pengangguran, sehingga menambah akumulasi jumlah
pengangguran menjadi lebih banyak lagi. Faktor-faktor lainnya ialah kelompok
usia muda umumnya masih bersifat idealis termasuk dalam memilih pekerjaan,
misalnya sesuai keinginan, keahlian, hobi, standar gaji, dan gengsi. Akibatnya
lapangan pekerjaan mereka menjadi terbatas. Selain itu, kelompok usia ini
belum memiliki banyak beban tanggungan ekonomi keluarga dan masih ada
jaring pengaman ekonomi baginya yaitu keluarga dan masyarakat sosialnya.
4.3.2. Pengaruh Status Dalam rumah Tangga terhadap Pengangguran
Menurut status dalam rumah tanga, penduduk yang berstatus bukan
kepala rumah tangga mempunyai peluang menjadi pengangguran sebesar 1,605
kali dibandingkan peluang menjadi pengangguran bagi kepala rumah tangga.
Nilai statistik wald yang cukup besar yaitu 33,756 menunjukkan status dalam
rumah tangga cukup mempengaruhi peluang terjadinya pengangguran.
4.3.3. Pengaruh Status Perkawinan terhadap Pengangguran
Nilai statistik wald untuk variabel belum kawin sangat besar, hal ini
berarti status belum kawin merupakan faktor yang signifikan dalam
mempengaruhi peluang pengangguran. Nilai odd rasio sebesar 2,540
memberikan makna peluang untuk mengangur bagi penduduk yang belum
kawin lebih besar 2,540 kali dibandingkan dengan peluang menganggur
penduduk yang berstatus kawin.
Sebaliknya, peluang terjadinya pengangguran penduduk dengan status
cerai baik cerai hidup maupun cerai mati dan belum menikah lagi tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan bila dibandingkan dengan peluang
menganggur bagi penduduk yang berstatus kawin.
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
38
Sebagaimana status bukan kepala rumah tangga, status belum kawin
relatif belum memiliki beban tanggung jawab ekonomi sehingga masih
berkesempatan menunggu pekerjaan yang cocok.
4.3.4. Pengaruh Pendidikan terhadap Pengangguran
Tabel 4.10 memperlihatkan bahwa faktor yang paling signifikan
(mempunyai nilai statistik Wald yang besar) adalah pendidikan, ini berarti
pendidikan mempunyai pengaruh paling kuat terhadap probabilitas
pengangguran.
Odd rasio penduduk dengan pendidikan tinggi lebih besar dibandingkan
pendidikan menengah yaitu 4,859 berbanding 2,584. Ini berarti peluang
penduduk dengan pendidikan tinggi untuk menjadi pengangguran 4,859 kali
dibandingkan peluang menganggur penduduk yang berpendidikan rendah.
Sedangkan peluang penduduk yang berpendidikan menengah menjadi
pengangguran 2,584 kali dibandingkan dengan peluang menjadi pengangguran
bagi penduduk yang berpendidikan rendah. Kenyataan ini sejalan dengan
temuan Tobing (2005) yang menyatakan bahwa orang yang berpendidikan
tinggi cenderung untuk memilih-milih lowongan pekerjaan yang ada untuk
dirinya sehingga terhitung sebagai pengangguran.
Pendidikan diposisikan masyarakat sebagai sarana untuk peningkatan
kesejahteraan melalui pemanfatan kesempatan kerja yang ada. Dalam arti lain,
tujuan akhir program pendidikan bagi masyarakat pengguna jasa pendidikan,
adalah teraihnya lapangan kerja yang diharapkan. Atau setidak-tidaknya, setelah
lulus dapat bekerja di sektor formal yang memiliki nilai "gengsi" yang lebih
tinggi di banding sektor informal.
4.3.5. Pengaruh Daerah Tempat Tinggal terhadap Pengangguran
Teori yang menyatakan bahwa penduduk yang aktif mencari kerja di
perkotaan lebih tinggi dibandingkan di perdesaan. Pencari kerja beranggapan
pekerjaan lebih tersedia di perkotaan, sehingga mereka mencari kerja di
perkotaan. Hal ini juga menyebabkan penduduk perdesaan bermigrasi ke
perkotaan untuk mencari kerja, karena mereka menilai peluang mereka
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
39
mendapatkan pekerjaan di kota lebih tinggi daripada di perdesaan (BPS, 2010)
ternyata tidak sepenuhnya terjadi di Sumatera Barat.
Meskipun memberikan pengaruh yang signifikan dengan nilai wald yang
relatif tinggi, peluang terjadinya pengangguran di perkotaan hanya 1,924 kali
dibandingkan di perdesaan. Hal ini mungkin disebabkan oleh besarnya
pengangguran di daerah – daerah perdesaan yang berbatasan dengan perkotaan,
pencari kerja tidak melakukan migrasi untuk mendapatkan pekerjaan. Kegiatan
mencari pekerjaan dapat dilakukan dengan tidak serta merta menetap di daerah
perkotaan.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil analisis deskriptif ditemukan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) lebih tinggi pada :
• Perempuan dibandingkan laki-laki,
• kelompok umur 15 -24 tahun dan 25 – 64 tahun dibandingkan kelompok
umur 65 tahun ke atas,
• bukan kepala rumah tangga dibandingkan kepala rumah tangga,
• belum kawin dibandingkan dengan kawin,
• pendidikan tinggi dan menengah dibandingkan pendidikan rendah dan
• tempat tinggal di daerah perkotaan dibandingkan daerah perdesaan.
Dari analisis regresi logistik menunjukkan bahwa umur, status dalam
rumah tangga, status perkawinan, pendidikan dan daerah tempat tinggal
berpengaruh secara signifikan terhadap peluang terjadinya pengangguran.
Faktor jenis kelamin tidak terbukti signifikan secara statistik mempengaruhi
terjadinya pengangguran.
Secara umum temuan hasil analisis mendukung adanya pengaruh
/hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat seperti yang diajukan
pada hipotesis, kecuali untuk variabel jenis kelamin. Sedangkan menurut status
perkawinan dengan merujuk status kawin, belum kawin siginifikan dalam
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
40
mempengaruhi terjadinya pengangguran, tetapi cerai tidak memberikan
perbedaan yang berarti pada pengangguran.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, diajukan beberapa saran untuk
memanajemen pengangguran bagi Pemerintah Sumatera Barat dan
stakeholder sehingga penurunan tingkat pengangguran di Sumatera Barat bisa
dilanjutkan dan dipertahankan, antara lain:
1. Planning yaitu merencanakan menambah lapangan pekerjaan dengan
menciptakan lapangan pekerjaan formal atau modern yang seluas-luasnya.
• Keadaan angkatan kerja yang sebagian besar berpendidikan SLTP ke
bawah serta berusia muda menjadi bahan pertimbangan jenis lapangan
kerja yang akan diciptakan. Dengan kualifikasi angkatan kerja yang
tersedia, maka lapangan kerja formal yang diciptakan didorong kearah
industri padat pekerja, industri menengah dan kecil, serta industri yang
berorientasi ekspor. Untuk mewujudkan ini, hendaknya pemerintah
tidak segan-segan untuk menggaet investor dari dalam maupun luar
Sumatera Barat bahkan investor asing dengan menciptakan iklim usaha
yang kondusif yaitu stabilitas ekonomi, politik dan keamanan, biaya
produksi yang rendah, kepastian hukum dan mempermudah birokrasi.
Selain itu kondisi geografis Sumatera Barat yang rawan gempa dan
tsunami harus diantisipasi dengan infrastruktur yang tahan gempa serta
pengembangan industri pada daerah-daerah yang relatif aman dari
bahaya tsunami.
• Peningkatan jumlah sarjana yang belum diimbangi dengan peningkatan
dan perluasan lapangan kerja mengakibatkan lebih banyak sarjana yang
menganggur daripada yang bekerja sehingga terjadi perbedaan yang
lebar antara permintaan dan penawaran kerja. Dalam rangka
meningkatkan dan memperluas lapangan kerja disarankan dengan cara
melibatkan sarjana sebagai “job maker” dan bukan “job seeker”. Selain
itu perlu dilakukan perubahan mindset para sarjana agar menjadi
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
41
wirausaha baru dan berusaha menciptakan lapangan kerja baru dengan
bekal kemampuan yang telah didapatkan di perguruan tinggi dan bukan
malah menambah pengangguran yang ada.
2. Organizing yaitu membangun dan meningkatkan kerjasama antara
pemerintah dan pengusaha, pengusaha dengan lembaga keuangan, balai
latihan kerja dengan perusahaan, universitas dengan perusahaan, universitas
dengan lembaga motivator, dan lain-lain.
3. Actuating yaitu aktif menggerakkan elemen-elemen terkait antara lain
lembaga keuangan, pengusaha, tokoh masyarakat, tokoh adat, akademisi
dan lain-lain untuk saling mendukung secara aktif pelaksanaan program
penurunan tingkat pengangguran.
4. Controlling yaitu pengawasan terhadap segala program penurunan tingkat
pengangguran yang dilaksanakan, antara lain pengawasan terhadap instansi-
instansi pemerintahan dalam memberikan kemudahan perijinan usaha,
pengawasan pada penggunaan modal usaha serta kelancaran dalam
pengembalian kredit yang diberikan lembaga keuangan. Selain itu perlu
juga adanya pengawasan terhadap perusahaan untuk menggunakan tenaga
kerja lokal.
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
42
DAFTAR PUSTAKA
Adioetomo, Sri Moertiningsih dan Omas B Samosir (2010). Dasar-dasar
Demografi. Jakarta.
Badan Pusat Statistik (2009). Pedoman Pencacah. Buku 1 Survei Angkatan
Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2009. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik (2010). Berita Resmi Statistik (BRS). Padang: Badan Pusat
Statistik Provinsi Sumatera Barat.
Badan Pusat Statistik (2010). Ketenagakerjaan. Modul 8 Workshop Hasil Olah
Cepat SP2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat (2009). Ringkasan Eksekutif
Informasi Ketenagakerjaan 2009. Padang: Badan Pusat Statistik Provinsi
Sumatera Barat.
Barret, Nancy S dan Richard D. Morgenstern (1974). “Why do Black and
Women Have High Unemployment Rate?” The Journal of Human
Resources, vol.9, No.4 (Autumn, 1974) pp 452-464.
http://wwww.jstor.org/stable/144780.
Bellante, Don dan Mark Jackson (1990). Ekonomi Ketenagakerjaan.
(Wimandjaja K.Liotohe & M. Yasin, Penerjemah). Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Depok.
Hosmer DW, Lemeshow S (1989). Applied Logistic Regression. New York:
Wiley.
Hussmans, Ralf, Farhad Mehran and Vijai Verma (1990), Surveys of
Economically Active Population, Employment, Unemployment and
Underemployment: An ILO Manual on Concept and Methods, ILO,
Genewa.
Keynes, John Maynard (1936), The General Theory of Employment, Interest and
Money, London: Palgrave Macmillan (reprinted 2007).
http://en.wikipedia.org/wiki/The_General_Theory_of_Employment,_Intere
st_and_Money.
Nachrowi, Djalal & Hardius Usman (2002), Penggunaan tekhnik Ekonometri.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Setiawan, Nugraha (2005), Struktur Umur serta Tingkat Pendidikan
Penganggur Baru dan Tingkat Pengangguran di Indonesia. Bandung:
Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran.
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 2, Nomor 2, Mei 2011 ISSN : 2086 - 5031
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Padang
43
Setiawan, Satrio Adi (2010), Pengaruh Umur, Pendidikan, Pendapatan,
Pengalaman Kerja dan Jenis Kelamin terhadap Lama Mencari Kerja bagi
Tenaga Kerja Terdidik di Kota Magelang. Skripsi Program S1 Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan. Semarang: Universitas Diponegoro.
Sukirno, Sadono (1995). Makro Ekonomi (ed.1.Cet.4) Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Tobing, Elwin (2005), Pengangguran Tenaga Terdidik. Jakarta: Rineka Cipta