jurnal litbangdat 001_gilimanuk
DESCRIPTION
makalahTRANSCRIPT
Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 167
KAJIAN PEDOMAN PENANGANAN ANGKUTAN B3 DI PELABUHAN
PENYEBERANGAN GILIMANUK
I Ketut Mudana *)
Puslitbang Perhubungan Darat dan Perkeretaapian Jl. Medan Mereka Timur No. 5 Jakarta Pusat
ABSTRACT
Purpose of the study is to arrange the recommendations needs to give guideline of
dangerous goods (B3) in the port crossing. The analytical method used is descriptive
analysis. Based on the analysis, the conclusions of the study is the handling of
freight at the port has not yet organized in accordance with the provisions of the
legislation, such as mandatory reporting of goods transported, packaging, the
requirements of the driver and assistant driver, and others, not available yet in
transport guideline in the B3 port crossing, and B3 in the port freight handled at
crossings with other and have not received handling spesifically.
Key words: guidance, dangerous goods (B3) transport, port crossing Submited : 25 April 2012, Review 1 : 15 Mei 2012, Review 2 : 23 Mei 2012, Eligible articles : 6 Juni 2012
ABSTRAK
Tujuan kajian adalah menyusun rekomendasi kebutuhan pedoman penyelenggaraan
angkutan barang berbahaya dan beracun (B3) di pelabuhan penyeberangan.
Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Berdasarkan hasil
analisis, kesimpulan dari kajian ini adalah penanganan angkutan B3 di
pelabuhan penyeberangan belum diselenggarakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan, seperti wajib melaporkan barang yang diangkut,
pengemasan, persyaratan pengemudi dan pembantu pengemudi, dan lain-lain.
Belum tersedia pedoman penyelenggaraan angkutan B3 di pelabuhan
penyeberangan. Serta angkutan B3 di pelabuhan penyeberangan ditangani sama
dengan angkutan barang lainnya dan belum mendapat penanganan secara
khusus.
Kata kunci: pedoman, angkutan B3, pelabuhan penyeberangan
PENDAHULUAN
Transportasi penyeberangan merupakan bagian dari transportasi darat yang
mempunyai fungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau
jaringan jalan kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut
penumpang dan kendaraan beserta muatannya termasuk barang berbahaya dan
beracun (B3). B3 yang diangkut sejalan dengan peningkatan pembangunan bidang
industri yang semakin meningkat, maka semakin meningkat pula limbah yang
dihasilkan termasuk B3 yang harus diangkut melalui penyeberangan.
168 Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012
Pengaturan pengangkutan B3 diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan
lalu lintas dan angkutan B3 yang selamat, aman, lancar, tertib dan teratur serta
mampu memadukan dengan moda transportasi lainnya sehingga dampak negatif
dari interaksi fisik kimia dan mekanik antara B3 dengan manusia, kendaraan
lainnya maupun lingkungan sekitarnya dapat dicegah.
Pengangkutan B3 perlu penanganan secara khusus agar barang yang diangkut
selamat sampai tujuan dan tidak membahayakan lingkungan hidup serta kapal yang
mengangkut. Barang berbahaya dapat berbentuk bahan cair, bukan padat dan bukan
gas yang apabila tidak dikemas dengan baik dan diangkut sesuai dengan ketentuan
maka akan membahayakan kapal yang mengangkut dan mengganggu lingkungan
hidup. Oleh karena itu pengemasan, keselamatan yang sesuai dengan standar nasional
maupun internasional bagi kapal yang mengangkut barang berbahaya harus dipenuhi
termasuk pemberian tanda-tanda tertentu sesuai dengan barang berbahaya yang
diangkut.
Barang berbahaya yang dapat diklasifikasikan adalah barang atau bahan peledak
(explosives), gas yang dimampatkan, dicairkan, atau dilarutkan dengan tekanan
(compressed gases, liquified or dissolved under pressure), cairan mudah menyala/
terbakar/flammable liquids, bahan atau barang padat mudah menyala/terbakar
(flammable solids), bahan atau barang beracun dan mudah menular (toxic and
infection substances), bahan atau barang pengoksidasi (oxidizing substances),
bahan atau barang radioaktif (radioactive material), dan bahan atau barang
perusak (corrosive substances) serta berbagai bahan atau zat berbahaya lainnya.
Sejalan dengan kondisi tersebut, dalam pengangkutan B3 memerlukan suatu pedoman
atau prosedur pengangkutan di pelabuhan penyeberangan untuk melakukan
pengawasan dan pengendalian mulai dari laporan pengangkutan B3, standar
pengemasan, dokumen barang yang diangkut sampai dengan barang tersebut sampai
di pelabuhan penyeberangan yang dituju.
Maksud kajian adalah melakukan evaluasi pengangkutan B3 terkait dengan
kebutuhan pedoman penanganannya. Tujuan kajian adalah menyusun rekomendasi
kebutuhan pedoman penyelenggaraan angkutan B3 di pelabuhan penyeberangan.
Rumusan permasalahan dalam kajian ini adalah:
1. Apakah penanganan angkutan B3 sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku?
2. Apakah pedoman yang tersedia telah dilaksanakan untuk penanganan angkutan
B3 di pelabuhan penyeberangan?
Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 169
3. Apakah perlu disusun suatu pedoman penanganan angkutan B3 di pelabuhan
penyeberangan?
TINJAUAN PUSTAKA
A. Undang-undang
Pengangkutan B3 di pelabuhan penyeberangan perlu penanganan secara
khusus untuk menjamin keselamatan dan kelancaran lalu lintas B3 di
pelabuhan penyeberangan. Dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran, Pasal 45 ayat (2) menyebutkan bahwa barang berbahaya
berbentuk bahan cair, bahan padat, dan bahan gas. Sedangkan klasifikasi B3
diatur dalam ayat (3).
Dalam pasal 47 menyebutkan bahwa pemilik, operator, dan/atau agen
perusahaan angkutan laut yang mengangkut barang berbahaya dan barang
khusus wajib menyampaikan pemberitahuan kepada Syahbandar sebelum kapal
pengangkut barang khusus dan/atau barang berbahaya tiba di pelabuhan.
Dalam Pasal 294 ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang yang mengangkut
barang khusus dan barang berbahaya tidak sesuai dengan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus
juta rupiah).
Dalam pasal 295 dinyatakan bahwa setiap orang yang mengangkut barang
berbahaya dan barang khusus yang tidak menyampaikan pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
B. Peraturan Pemerintah
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di
Perairan pada Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (7) menyebutkan Angkutan
Penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang
menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan
oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya.
170 Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan
Lingkungan Maritim pada Pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa setiap awak kapal
wajib mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran lingkungan yang
bersumber dari kapalnya. Sedangkan pada ayat (2) menyebutkan bahwa
pencemaran lingkungan yang bersumber dari kapalnya dapat berupa minyak,
bahan cair beracun, muatan bahan berbahaya dalam bentuk kemasan, kotoran,
sampah, udara, air balas, dan/atau barang dan bahan berbahaya bagi lingkungan
yang ada di kapal.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun pada Pasal 1 ayat (14) pengangkutan
limbah B3 adalah suatu kegiatan pemindahan limbah B3 dari penghasil
dan/atau dari pengumpul dan/atau dari pemanfaat dan/atau dari pengolah ke
pengumpul dan/atau ke pemanfaat dan/atau ke pengolah dan/atau ke penimbun
limbah B3. Dalam Pasal 16 disebutkan setiap pengangkutan limbah B3 oleh
pengangkut limbah B3 wajib disertai dokumen limbah B3. Selanjutnya dalam
Pasal 40 ayat (1) butir b disebutkan bahwa pengangkut limbah B3 wajib
memi1iki izin pengangkutan dari Menteri Perhubungan setelah mendapat
rekomendasi dari Kepala instansi yang bertanggung jawab.
C. Keputusan Menteri
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 17 Tahun 2000 tentang Pedoman
Penanganan Bahan/Barang Berbahaya Dalam Kegiatan Pelayaran di Indonesia
pada Pasal 1 dinyatakan bahwa memberlakukan “International Maritime
Dangerous Goods (IMDG) Code” beserta suplemennya sebagai pedoman
penanganan bahan/barang berbahaya dalam kegiatan pelayaran di Indonesia.
D. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: SK.725/AJ.302/
DRJD/2004 tentang Penyelenggaraan Pengangkutan Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) di Jalan dalam Pasal 1 Ketentuan Umum butir h disebutkan
bahwa kendaraan pengangkut bahan berbahaya adalah kendaraan bermotor,
kereta gandengan, kereta tempelan yang secara khusus dirancang dan
dilengkapi peralatan untuk pengangkutan bahan berbahaya.
Butir k menyebutkan Kemasan adalah tempat/pelindung yang berada lebih
luar dari wadah dan tidak berhubungan langsung dengan B3. Butir m
Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 171
menyebutkan bahwa Pengangkut adalah setiap orang atau badan yang
melakukan fungsi pengangkutan yang diatur oleh peraturan perundang-
undangan, termasuk pemilik, pemborong, agen, pengemudi dan/atau setiap
orang yang bertanggung jawab atas kendaraan pengangkut serta pekerja
angkutan terkait lainnya.
Dalam Pasal 2 disebutkan bahwa Pengaturan pengangkutan B3 diselenggarakan
dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan B3 yang selamat,
aman, lancar, tertib dan teratur, serta mampu memadukan dengan moda
transportasi lainnya, sehingga dampak negatif dari interaksi fisik, kimia dan
mekanik antara B3 dengan manusia, kendaraan lainnya maupun lingkungan
sekitarnya dapat dicegah.
METODE ANALISIS
Jenis penelitian ini ditinjau dari segi pemanfaatannya adalah penelitian terapan yang
berkaitan dengan kebijakan. Berdasarkan tujuan penelitian adalah penelitian
deskriptif kualitataif. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data
primer dan sekunder. Data primer berupa data persepsi penyelenggara Pelabuhan
Gilimanuk dan data sekunder terdiri atas data prasarana dan sarana serta data
produksi kapal penyeberangan. Setelah data primer dan sekunder terkumpul
selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan metode statistic deskriptif
dengan menyusun angka-angka dalam bentuk visual dan setiap data diberikan
penjelasan dan hasil analisis dilakukan pembahasan kemudian dibuat kesimpulan.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diinterpretasikan dan didukung
dengan peraturan perundangan yang terkait dengan penyelenggaraan angkutan B3
di pelabuhan penyeberangan.
GAMBARAN UMUM
A. Profil Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk
Pelabuhan ferry Gilimanuk merupakan salah satu gerbang laut menuju Pulau
Bali. Pelabuhan ini terletak di Desa Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Kabupaten
Jembrana, Provinsi Bali. Pelabuhan ini sebenarnya bernama resmi Pelabuhan
Ketapang-Gilimanuk karena operasional pelabuhannya harus bersamaan dan
tidak dapat bekerja sendiri-sendiri. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan
alami yang tidak perlu dilakukan pendalaman. Pelabuhan ini dikelola oleh
PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero), saat ini tidak kurang dari 34 kapal
172 Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012
ferry yang setiap hari hilir mudik dari Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jawa
Timur, ke Pelabuhan Gilimanuk.
B. Dermaga Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk
1. Dermaga Movable Bridge (MB)
Pelabuhan Gilimanuk memiliki dua buah dermaga MB, yaitu dermaga
MB I dan MB III. Dermaga MB merupakan dermaga yang dapat
digerakkan turun naik dengan bantuan mesin hidrolik. Jadi ketinggian
dermaga ini dapat disesuaikan dengan ketinggian landasan kapal. Pada
mesin pengendali hidrolik terdapat 3 tombol, yaitu hidrolic up (untuk
menaikkan dermaga), hidrolic down (untuk menurunkan dermaga), dan
tombol emergency. Dermaga MB ini dibangun pada tahun 1996,
memiliki kemampuan menahan berat 20 ton.
2. Dermaga Ponton
Pelabuhan Gilimanuk memiliki sebuah dermaga ponton yaitu Ponton
II, dermaga ini terbuat dari drum terapung atau landasan kayu yang
dibuat sedemikian rupa. Dermaga ponton ini dibangun pada tahun 1976,
mampu menahan berat sebesar 10 ton.
3. Dermaga Landing Craft Machine (LCM)
Pelabuhan Gilimanuk memiliki dua buah dermaga LCM yaitu
Dermaga LCM IV. Dermaga LCM merupakan dermaga yang terdiri
atas landasan beton tanpa adanya perangkat tambahan, sehingga kapal
dapat menambat tanpa diperlukan adanya perangkat tambahan seperti
bolder dan fender. Dermaga ini mampu menahan berat di atas 20 ton.
Kapal yang biasa berlabuh disini adalah kapal Landing Craft Tank
(LCT) dan kapal motor penumpang.
C. Perangkat Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk
Bolder adalah perangkat pelabuhan untuk menambatkan (tambat) kapal di
dermaga atau perangkat untuk mengikatkan tali di kapal. Bolder pada semua
dermaga di Pelabuhan Gilimanuk terbuat dari besi cor dan diangker/ditanamkan
pada pondasi dermaga sehingga mampu untuk menahan gaya yang bekerja
pada penambatan kapal di dermaga.
Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 173
Tabel 1. Jumlah Bolder Pada Tiap Dermaga di Pelabuhan Gilimanuk
No. Dermaga Jumlah Bolder
(buah)
1. Dermaga MB I 6
2. Dermaga MB III 6
3. Dermaga Ponton II 2
4. Dermaga LCM 0
Total Jumlah Bolder 14
Sumber: http://mydipblog.blogspot.com/2010/08/pelabuhan-gilimanuk.html
Fender adalah perangkat yang digunakan untuk meredam benturan yang terjadi
pada saat kapal merapat ke dermaga atau pada saat kapal yang sedang di
tambatkan bergoyang oleh gelombang atau arus yang terjadi di pelabuhan.
Fender di Pelabuhan Gilimanuk menggunakan penahan baja dengan lapisan karet
dibelakangnya untuk menahan gaya benturan kapal. Lapisan karet ini berbentuk
trapesium.
Tabel 2. Jumlah Fender Pada Tiap Dermaga di Pelabuhan Gilimanuk
No. Dermaga Jumlah Fender
(buah)
1. Dermaga MB I 5
2. Dermaga MB III 5
3. Dermaga Ponton II 2
4. Dermaga LCM 0
Total Jumlah Fender 12
Sumber: http://mydipblog.blogspot.com/2010/08/pelabuhan-gilimanuk.html
D. Kapal yang Beroperasi
Jumlah kapal yang beroperasi pada Lintasan Ketapang - Gilimanuk
sebanyak 34 kapal, terdiri dari 23 kapal motor penumpang (KMP) dan 11 kapal
LCT. Proses bongkar muat kapal motor penumpang dilakukan di dermaga
MB dan ponton, sedangan untuk kapal LCT dilakukan di dermaga LCM.
Kapal motor penumpang yang terdapat di Pelabuhan Penyeberangan
Gilimanuk, selain untuk mengangkut penumpang, digunakan juga untuk
mengangkut sepeda motor, mobil pribadi, bus maupun truk. Sedangkan kapal
LCT digunakan untuk mengangkut kendaraan dengan kapasitas di atas 20
ton dan/atau kendaraan yang mengangkut alat berat.
174 Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012
Tabel 3. Data Kapal yang Beroperasi Pada Lintasan Ketapang - Gilimanuk
No Nama Kapal Operator GRT
Kapasitas Muat Penumpang
dan Kendaraan
Pnp Roda 2 Kendaraan
Campuran
A. Dermaga MB/Ponton
1 KMP. Prathita IV PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) 507 372 90 39
2 KMP. Mutis PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) 621 319 65 34
3 KMP. Gilimanuk I PT. Jemla Ferry 733 327 90 39
4 KMP. Gilimanuk II PT. Jemla Ferry 840 321 85 40
5 KMP. Nusa Dua PT. Putra Master 536 332 135 40
6 KMP. Nusa Makmur PT. Putra Master 497 314 135 37
7 KMP. Rajawali Nusantara PT. Jembatan Madura 815 369 140 44
8 KMP. Marina Pratama PT. Jembatan Madura 688 350 175 59
9 KMP. Satria Nusantara PT. Jembatan Madura 656 210 125 60
10 KMP. Niaga Ferry II PT. Jembatan Madura 421 250 100 40
11 KMP. Edha PT. Lintas Sarana Nusantara 456 350 93 38
12 KMP. Dharma Rucitra PT. Dharma Lautan Utama 496 249 150 38
13 KMP. Potre Koeneng PT. Dharma Lautan Utama 797 200 110 35
14 KMP. Trisila Bhakti I PT. Trisila Laut 669 351 150 47
15 KMP. Trisila Bhakti II PT. Trisila Laut 525 292 125 41
16 KMP. Sereia Domar PT. Surya Timur Line 409 332 110 30
17 KMP. Yunice PT. Surya Timur Line 653 410 65 35
B. Dermaga Beaching Beton/LCM
18 KMP. Pertiwi Nusantara PT. Jembatan Madura 605 299 110 30
19 LCT. Trisna Dwitya PT. Lintas Sarana Nusantara 876 - - 20
20 LCT. Arjuna PT. Lintas Sarana Nusantara 221 - - 9
21 LCT. Bhaita Caturtya PT. Lintas Sarana Nusantara 536 - - 14
22 KMP. Labitra Adinda PT. Labitra Bahtera Pratama 687 348 200 48
23 KMP. Labitra Risa PT. Labitra Bahtera Pratama 721 300 65 30
24 KMP. Labitra Safinah PT. Labitra Bahtera Pratama 674 200 50 28
25 KMP. Dharma Ferry I PT. Dharma Lautan Utama 421 238 40 25
26 LCT. Putri Sritanjung PT. Pelayaran Banyuwangi Sejati 517 - - 20
27 LCT. Putri Sritanjung I PT. Pelayaran Banyuwangi Sejati 529 - - 20
28 LCT. Trans Jawa PT. Pelayaran Makmur Bersama 873 - - 24
29 LCT. Pancar Indah PT. Pelayaran Makmur Bersama 649 - - 20
30 LCT. Herlin IV PT. Herlin Samudera Line 865 - - 20
31 LCT. Cipta Harapan Indah XII PT. Bahtera Ferry Sentosa 620 - - 20
32 LCT. Tunu Pratama Jaya PT. Raputra Jaya 734 - - 20
33 LCT. Jambo VI PT. Duta Bahari Menara Line 788 - - 11
34 LCT. Trisakti Adinda PT. Trisakti Lautan Mas 669 - - 12
Sumber: Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk
E. Data Produksi
Produksi di Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk dibagi menjadi dua kategori
yaitu penumpang dan kendaraan. Penumpang terdiri dari penumpang dewasa
dan anak-anak, sedangkan kendaraan terdiri dari delapan golongan yaitu
golongan I (sepeda dayung), golongan II (sepeda motor), golongan III (sepeda
Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 175
motor besar atau > 500 cc), golongan IVa (sedan dan sejenisnya), golongan
IVb (pick up), golongan Va (bus sedang), golongan Vb (truk sedang),
golongan VIa (bus besar), golongan VIb (truk besar), golongan VII (truk
tronton/container 20 feet), dan golongan VIII (alat berat).
Berdasarkan data yang diperoleh, produksi Pelabuhan Penyeberangan
Gilimanuk pada tahun 2011 diuraikan seperti dimuat pada tabel berikut.
Tabel 4. Realisasi Produksi di Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk Tahun 2011
No. Uraian Realisasi
A. Penumpang (Pejalan Kaki)
- Dewasa 300.188 Orang
- Anak 12.262 Orang
Jumlah 312.450 Orang
B. Kendaraan
- Golongan I (sepeda dayung) 418 Unit
- Golongan II (sepeda motor) 596.144 Unit
- Golongan III (sepeda motor besar atau > 500 cc) 5.760 Unit
- Golongan IVa (sedan dan sejenisnya) 251.286 Unit
- Golongan IVb (pick up) 106.355 Unit
- Golongan Va (bus sedang) 21.957 Unit
- Golongan Vb (truk sedang) 238.866 Unit
- Golongan VIa (bus besar) 64.771 Unit
- Golongan VIb (truk besar) 193.666 Unit
- Golongan VII (truk tronton/container 20 feet) 69.230 Unit
- Golongan VIII (alat berat) 2.756 Unit
Jumlah 1.551.209 Unit
Sumber: Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Penyelenggara Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk
Responden penyelenggara Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk adalah
pimpinan dan staf PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Gilimanuk dan
Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Gilimanuk. Karakteristik responden
dibagi menjadi tiga variabel yaitu jenis kelamin, usia, dan pendidikan.
1. Jenis Kelamin
Persentase jumlah responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih
dominan yaitu sebesar 89,19% dan perempuan 10,81%.
176 Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012
Gambar 1. Persentase Karakteristik Penyelenggara Pelabuhan Penyeberangan
Gilimanuk Menurut Jenis Kelamin
2. Usia
Persentase jumlah responden berusia antara 31-40 tahun sebesar 51,35%,
usia antara 41-50 tahun sebesar 45,95%, dan responden dengan usia lebih
dari 50 tahun 2,70%.
Gambar 2. Persentase Karakteristik Penyelenggara Pelabuhan Penyeberangan
Gilimanuk Menurut Jenis Usia
3. Pendidikan
Persentase jumlah responden yang berpendidikan setara SMP sebesar
10,81%, setara SMA sebesar 83,78%, dan lulusan S1 sebesar 5,41%.
Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 177
Gambar 3. Persentase Karakteristik Penyelenggara Pelabuhan Penyeberangan
Gilimanuk Menurut Jenis Pendidikan
B. Persepsi Penyelenggara Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk
Berdasarkan hasil survei di Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk dengan
menggunakan kuesioner terhadap penyelenggara pelabuhan diperoleh
persepsi seperti yang disajikan pada tabel berikut.
Tabel 5. Persepsi Penyelenggara Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk
No. Variabel Jawaban
Total Ya Tidak
1.
Apabila kendaraan yang mengangkut B3 tiba di
pelabuhan penyeberangan selalu melaporkan jenis
barang yang diangkut?
5 32 37
2. Barang yang diangkut dilaporkan dengan
dokumen yang lengkap? 10 27 37
3. B3 yang diangkut selalu dikemas sesuai dengan
sifat barang yang diangkut? 26 11 37
4.
Pengangkutan B3 diangkut dengan kendaraan
yang sesuai dengan standar kendaraan
pengangkut B3?
34 3 37
5.
Pengemudi dan pembantu pengemudi telah
memenuhi persyaratan umum sebagai pengemudi
(memiliki SIM B1, B2, dan sebagainya)?
36 1 37
6.
Pengemudi dan pembantu pengemudi telah
mempunyai pengetahuan dan keterampilan teknis
dengan pengangkutan B3 dibuktikan dengan
sertifikat?
14 23 37
7.
Ketentuan kendaraan pengangkut B3 untuk
masuk ke dalam kapal (keberangkatan) ditentukan
berdasarkan urutan kedatangan dan melapor
24 13 37
8. Apakah di dalam kapal disediakan tempat khusus
kendaraan pengangkut B3? 3 34 37
178 Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012
No. Variabel Jawaban
Total Ya Tidak
9. Untuk keselamatan di dalam kapal disediakan tali
pengikat (lasing) 37 0 37
10.
Kendaraan pengangkut B3 selalu dilengkapi dengan
peralatan keadaan darurat seperti segitiga
pengaman, ganjal roda, lampu senter, dan
pemadam kebakaran?
37 0 37
11.
Menurut anda, dalam penanganan angkutan B3 di
pelabuhan penyeberangan perlu ada pedoman
untuk kepastian pengawasan dan pengendalian
36 1 37
12.
Tanggung jawab PT. Indonesia Ferry (Persero) dalam
hal pengangkutan B3 sampai dengan kapal tiba di
pelabuhan tujuan
37 0 37
Sumber: Hasil Survei 2012
C. Penanganan Angkutan B3 Saat Ini
Penanganan angkutan B3 di Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk pada
prinsipnya dilakukan sama dengan angkutan barang lainnya, yaitu kendaraan
pengangkut B3 masuk pelabuhan penyeberangan setelah disediakan tempat
parkir sementara untuk menunggu giliran masuk ke jembatan timbang di toll
gate. Di jembatan timbang dilakukan penimbangan berat kendaraan dan
muatannya, kemudian dilakukan transaksi pembayaran sesuai dengan tarif
yang telah ditetapkan.
Angkutan B3 dan angkutan barang lainnya diatur berdasarkan berat hasil
penimbangan di jembatan timbang untuk dimuat di kapal penyeberangan
yaitu bagi kendaraan yang beratnya 20 ton atau lebih dialihkan ke Dermaga
LCM, kendaraan yang beratnya 10 ton diarahkan ke Dermaga Ponton yang
berkapasitas 10 ton. Secara umum, muatan kendaraan penumpang, pengendara
sepeda motor, angkutan barang dan penumpang dicampur.
Gambar 4. Toll Gate Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk
Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 179
Pemberangkatan kapal diatur dalam waktu 15 menit untuk sandar dan 15
menit untuk mengatur muatan persiapan berangkat. Jika tidak demikian,
maka waktu kapal mengapung di laut menjadi lama. Jika pengaturan
angkutan B3 dan kendaraan angkutan barang lainnya tidak disediakan tali
pengikat (lasing) karena waktu muat hanya 15 menit, maka tidak cukup
waktu untuk melakukan lasing.
Penanganan angkutan B3 belum sesuai dengan ketentuan, yaitu barang belum
ditangani secara khusus karena tergantung kesiapan penyelenggara pelabuhan
dan penyediaan kapal yang dapat mengangkut B3 secara khusus. Disisi lain,
mengingat kondisi tersebut, untuk meningkatkan keselamatan penyeberangan,
khusus penanganan angkutan B3 dapat diupayakan dengan memaksimalkan
sarana dan prasarana yang ada, yaitu dengan pengaturan satu trip khusus
mengangkut B3, sehingga tidak di campur dengan angkutan penumpang dan
angkutan barang lainnya.
D. Persepsi Penyelenggara Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk
Penyelenggara pelabuhan penyeberangan baik regulator (dalam hal ini
syahbandar) dan operator (dalam hal ini PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero))
Cabang Gilimanuk yang terjaring sebagai responden maka informasi yang
diperoleh melalui kuesioner dan wawancara yang mendalam, setiap jawaban
sesuai dengan variabel yang dibutuhkan untuk mengkaji.
Kebutuhan pedoman penyelenggaraan angkutan B3 di pelabuhan penyeberangan
dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Persepsi terhadap pertanyaan apabila kendaraan yang mengangkut B3
tiba di pelabuhan penyeberangan selalu melaporkan jenis barang yang
diangkut, maka jawaban responden 13,51% menjawab ya dan 86,49%
menjawab tidak. Ini berarti sebagian besar kendaraan pengangkut B3
tidak melaporkan jenis barang yang diangkut, sedangkan menurut
ketentuan wajib melapor kepada syahbandar.
180 Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012
2. Persepsi terhadap pertanyaan yaitu barang yang diangkut dilaporkan
dengan dokumen yang lengkap, maka jawaban responden 27,03%
menjawab ya dan 72,97% menjawab tidak. Hal ini menggambarkan
bahwa sebagian besar kendaraan pengangkut B3 tidak melapor dengan
dokumen barang yang lengkap, sedangkan menurut ketentuan peraturan
perundangan kendaraan pengangkut B3 wajib melapor kepada
syahbandar dengan dokumen yang lengkap.
3. Persepsi terhadap pertanyaan B3 yang diangkut selalu dikemas sesuai
dengan sifat barang yang diangkut, maka jawaban responden 70,27%
menjawab ya dan 29,73% menjawab tidak. Hal ini berarti sebagian
besar barang berbahaya dan beracun yang diangkut sudah dikemas
sesuai dengan sifat barang yang diangkut dan sebagian kecil barang yang
diangkut tidak dikemas sesuai dengan sifat barang yang diangkut,
sedangkan menurut ketentuan peraturan pengangkutan B3 yang
diangkut harus dikemas sesuai dengan sifat barang yang diangkut.
Gambar 5.
Persentase Jawaban
Responden
Terhadap
Kewajiban Melapor
Jenis Barang yang
Diangkut
Gambar 6.
Persentase Jawaban
Responden
Terhadap Barang
yang Diangkut
Dilaporkan Dengan
Dokumen yang
Lengkap
Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 181
4. Persepsi terhadap pertanyaan pengangkutan B3 diangkut dengan
kendaraan yang sesuai dengan standar kendaraan pengangkut B3,
maka jawaban responden 91,89% menjawab ya dan 8,11% menjawab
tidak. Ini berarti sudah sebagian besar B3 yang diangkut menggunakan
kendaraan yang standar dengan kendaraan pengangkut B3 dan sebagian
kecil pengangkutan B3 tidak menggunakan kendaraan yang standar,
sedangkan menurut peraturan pengangkutan B3 harus menggunakan
kendaraan yang standar.
5. Persepsi terhadap pertanyaan pengemudi dan pembantu pengemudi telah
memenuhi persyaratan umum sebagai pengemudi seperti memiliki
SIM B1, B2, dan sebagainya, maka jawaban responden 97,30%
menjawab ya dan 2,70% menjawab tidak. Hal ini berarti sudah sebagian
besar pengemudi dan pembantu pengemudi telah memenuhi persyaratan
umum sebagai pengangkut B3 dan hanya sebagian kecil yang belum
memenuhi persyaratan umum, sedangkan menurut peraturan
Gambar 7.
Persentase Jawaban
Responden
Terhadap B3 yang
Diangkut Selalu
Dikemas Sesuai
Dengan Sifat
Barang yang
Diangkut
Gambar 8.
Persentase Jawaban
Responden
Terhadap
Pengangkutan B3
Diangkut Dengan
Kendaraan yang
Sesuai Dengan
Standar Kendaraan
Pengangkut B3
182 Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012
pengangkutan B3 persyaratan tersebut harus dipenuhi bagi orang yang
bertugas mengangkut B3.
6. Persepsi terhadap pertanyaan tentang pengemudi dan pembantu
pengemudi telah mempunyai pengetahuan dan keterampilan teknis
pengangkutan B3 dibuktikan dengan sertifikat, maka jawaban
responden 37,84% menjawab ya dan 62,16% menjawab tidak. Ini
berarti pengemudi dan pembantu pengemudi sebagian besar belum
memiliki pengetahuan dan keterampilan teknis yang sah berdasarkan
sertifikat dan sebagian lagi telah memiliki pengetahuan dan keterampilan
yang dapat dibuktikan dengan sertifikat.
7. Persepsi terhadap pertanyaan ketentuan kendaraan pengangkut B3
untuk masuk kedalam kapal (keberangkatan) ditentukan berdasarkan
urutan kedatangan dan melapor, maka jawaban responden 64,86%
menjawab ya dan 35,14% menjawab tidak. Hal ini berarti sebagian besar
kendaraan B3 diatur sesuai dengan urutan kedatangan dan melapor
Gambar 9. Persentase
Jawaban Responden
Terhadap
Pengemudi dan
Pembantu Pengemudi
Telah Memenuhi
Persyaratan Umum
Sebagai Pengemudi
Seperti Memiliki
SIM B1, B2, dan
Sebagainya
Gambar 10.
Persentase Jawaban
Responden Terhadap
Pengemudi dan
Pembantu Pengemudi
Telah Mempunyai
Pengetahuan dan
Keterampilan Teknis
Pengangkutan B3
Dibuktikan Dengan
Sertifikat
Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 183
kepada petugas dan sebagian lagi kendaraan B3 untuk masuk kapal tidak
diatur sesuai dengan urutan kedatangan dan melapor. Hal ini berarti tidak
ada ketentuan atau Sistem Operasi Prosedur (SOP) sehingga kepastian
pelayanan B3 yang akan masuk kapal untuk menyeberang masih kurang.
8. Persepsi responden terhadap pertanyaan apakah di dalam kapal
disediakan tempat khusus kendaraan B3, maka jawaban responden 8,11%
menjawab ya dan 91,89% menjawab tidak. Hal ini berarti hanya
sebagian kecil kapal yang mengangkut kendaraan B3 menyediakan
tempat khusus, dalam arti penempatan kendaraan B3 diperlakukan
sama denga kendaraan pengangkut barang yang bukan B3, sedangkan
menurut peraturan harus diangkut secara khusus.
9. Persepsi responden terhadap pertanyaan untuk keselamatan di dalam
kapal disediakan tali pengikat (lassing), responden 100% ya, tetapi tali
yang disediakan tidak digunakan untuk mengikat karena waktu muat
hanya 15 menit tidak cukup untuk memasang tali pengikat kendaraan.
Gambar 11.
Persentase Jawaban
Responden Terhadap
Ketentuan Kendaraan
Pengangkut B3 Untuk
Masuk Kedalam Kapal
(Keberangkatan)
Ditentukan
Berdasarkan Urutan
Kedatangan dan
Melapor
Gambar 12.
Persentase Jawaban
Responden Terhadap
Pertanyaan Apakah
di Dalam Kapal
Disediakan Tempat
Khusus Kendaraan
B3
184 Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012
10. Persepsi responden terhadap pertanyaan kendaraan pengangkut B3
selalu dilengkapi dengan peralatan keadaan darurat seperti segitiga
pengaman, ganjal roda, lampu senter, dan pemadam kebakaran, maka
jawaban responden 100% ya. Hal ini berarti kendaraan pengangkut B3
telah dilengkapi peralatan keadaan daruart sesuai dengan ketentuan.
11. Persepsi responden terhadap pertanyaan menurut anda dalam penanganan
angkutan B3 di pelabuhan penyeberangan perlu ada pedoman untuk
kepastian pengawasan dan pengendalian, maka jawaban responden
97,30% menjawab ya dan 2,70% menjawab tidak. Hal ini berarti
pedoman penyelenggaraan angkutan B3 dibutuhkan di pelabuhan
penyeberangan karena sebagian kecil responden yang menjawab tidak.
Gambar 14. Persentase
Jawaban Responden
Terhadap Pertanyaan
Kendaraan Pengangkut
B3 Selalu Dilengkapi
Dengan Peralatan
Keadaan Darurat
Seperti Segitiga
Pengaman, Ganjal
Roda, Lampu Senter,
dan Pemadam
Kebakaran
Gambar 15.
Persentase Jawaban
Responden Terhadap
Pertanyaan Dalam
Penanganan Angkutan
B3 di Pelabuhan
Penyeberangan Perlu
Ada Pedoman Untuk
Kepastian Pengawasan
dan Pengendalian
Gambar 13.
Persentase Jawaban
Responden Terhadap
Pertanyaan Untuk
Keselamatan di
Dalam Kapal
Disediakan Tali
Pengikat (Lassing)
Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 185
12. Persepsi responden terhadap pertanyaan tentang tanggung jawab PT.
Indonesia Ferry (Persero) dalam hal pengangkutan B3 sampai dengan
kapal tiba di pelabuhan tujuan, maka 100% responden menjawab ya.
Hal ini berarti PT. Indonesia Ferry (Persero) hanya bertanggungjawab
pada angkutan B3 muali pemberangkatan di pelabuhan asal sampai di
pelabuhan tujuan.
E. Pembahasan
Sejalan dengan temuan-temuan dari hasil analisis yang telah dilakukan persepsi
responden mengenai penyelanggaraan angkutan B3 di pelabuhan penyeberangan
maka terdapat beberapa hal yang belum sesuai penanganannya berdasarkan
peraturan penyelenggaraan angkutan B3 di jalan yang diatur dengan Keputusan
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor. SK. 725/AJ.302/DRJD/2004
Tahun 2004 tentang Pengangkutan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di
Jalan ternyata belum mengatur mengenai pengangkutan B3 di pelabuhan
penyeberangan.
Angkutan penyeberangan merupakan bagian dari angkutan darat atau dengan
kata lain merupakan terusan dari angkutan jalan namun cara penangannya di
pelabuhan penyeberangan sangat berbeda dengan angkutan di jalan karena
sarana dan prasarana yang digunakan sangat berbeda karakteristiknya. Oleh
karena itu diperlukan suatu pedoman yang berbeda juga dengan pedoman
pengangkutan di jalan. Berkaitan dengan kondisi dan kebutuhan pedoman
pengangkutan B3 dipelabuhan maka hasil penelitian mendukung kebutuhan
pedoman tersebut yaitu hasil analisis antara lain:
Gambar 16.
Persentase Jawaban
Responden Terhadap
Pertanyaan Tanggung
Jawab PT. Indonesia
Ferry (Persero) Dalam
Hal Pengangkutan B3
Sampai Dengan Kapal
Tiba di Pelabuhan
Tujuan
186 Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012
1. Sebagian besar kendaraan pengangkut B3 tidak melaporkan jenis barang
yang diangkut kepada syahbandar maka hal tersebut perlu diatur dalam
suatu peraturan untuk meningkatkan keselamatan penyeberangan.
2. Kendaraan pengangkut B3 sebagian besar tidak melapor dengan
dokumen barang yang lengkap seharusnya diwajibkan oleh peraturan,
untuk itu peningkatan pengawasan bagi kendaraan pengangkut B3 dan
ini juga perlu dituangkan dalam peraturan pengangkuta B3 di pelabuhan
penyeberangan.
3. Barang yang diangkut masih ada sebagian yang belum dikemas dengan
baik sesuai dengan sifat barang yang diangkut hal ini dapat menyebabkan
terjadi kondisi yang tidak diinginkan seperti meledak, tumpah, dan
lain-lain yang dapat membahayakan kapal yang mengangkut dan bisa
mencemari lingkungan baik di darat maupun di laut. Untuk itu
diperlukan pengawasan yang ketat yang didukung oleh peraturan yang
jelas dan transparan dengan perusahaan atau orang perorangan yang
mengangkut B3.
4. Standar kendaraan pengangkut B3 sebagian besar sudah standar
namun masih ada sebagian kecil yang belum standar. Hal ini juga
perlu ditingkatkan pengawasannya untuk keselamatan pengangkutan
B3 di pelabuhan penyeberangan dan bagi penyelenggara pelabuhan
penyeberangan perlu disediakan payung hukum yang dapat mendukung
kegiatan angkutan B3 yang akan menyeberang.
5. Pengemudi dan pembantu pengemudi sebagian besar telah memenuhi
persyaratan umum seperti pengemudi telah memiliki SIM B1, B2 dan
lain-lain, namun masih ada sebagian kecil yang belum memenuhi
persyaratan umum tersebut. Untuk itu perlu pengawasan yang lebih
ketat mengingat pengemudi dan pembantu pengemudi mempunyai
tanggung jawab yang besar dalam pengangkutan B3.
6. Mengenai pengetahuan dan keterampilan teknis pengangkutan B3 bagi
pengemudi dan pembantu pengemudi sebagian besar belum memiliki
pengetahuan dan keterampilan teknis yang cukup dan hanya sebagian
kecil yang sudah memiliki, maka untuk pendidikan dan latihan serta
sosialisasi peraturan pengangkutan B3 perlu ditingkatkan.
7. Kendaraan yang akan masuk ke kapal untuk diberangkatkan sebagian
telah diatur sesuai urutan kedatangan dan melapor, namun masih ada
sebagian yang belum diatur untuk itu diperlukan ketentuan yang jelas
untuk kepastian pelayanan.
Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 187
8. Mengenai penyediaaan tempat khusus kendaraan B3 di kapal sebagian
besar kapal yang beroperasi tidak menyediakan dan sebagian kecil sudah
menyediakan. Kondisi seperti ini diperlukan peraturan yang jelas untuk
kesiapan operator menyediakan tempat yang khusus untuk kendaraan
pengangkut B3.
9. Penyediaan tali pengikat/lassing bagi angkutan B3 di dalam kapal, semua
kapal sudah menyediakan namun tali yang disediakan tidak digunakan
karena waktu muat hanya 15 menit maka tidak cukup waktu untuk
mengikat kendaraan B3.
10. Kendaraan pengangkut B3 secara keseluruhan telah dielngkapi alat
keadaan darurat seperti segitiga pengaman, dan lain-lain hal ini perlu
dipertahankan untuk keselamatan.
11. Mengenai kebutuhan pedoman dalam pengangkutan B3 di pelabuhan
penyeberangan dengan memperhatikan hasil analisis persepsi responden
maka pedoman dibutuhkan sebagai payung hukum pengangkutan B3
di pelabuhan penyeberangan berdasarkan hasil analisis persepsi regulator,
operator, dan pengemudi B3.
12. Tanggung jawab PT. Indonesia Ferry (Persero) dalam hal pengangkutan
B3 dari mulai masuk pelabuhan penyeberangan sampai kendaraan
pengangkut B3 sampai di pelabuhan penyeberangan yang dituju perlu
payung hukum untuk kejelasan tanggung jawab penyelenggaraan
angkutan penyeberangan.
Substansi yang perlu diatur dalam peraturan penyelenggaraan pengangkutan
B3 di pelabuhan penyeberangan secara garis besar sebagai berikut:
1. Kendaraan pengangkut B3 yang di tiba pelabuhan penyeberangan
disediakan tempat parkir khusus.
2. Di tempat parkir khusus kendaraan pengangkut B3 dilakukan pemeriksaan,
kelengkapan
3. Disiapkan tenaga pengawas.
4. Pengawasan pengangkutan B3 yang ketat.
5. Kendaraan pengangkut B3 masuk ke jembatan timbang sesuai dengan
kedatangan.
6. Untuk keselamatan, dilakukan pengawasan kendaraan yang mengangkut
B3 mulai tiba di pelabuhan sampai dengan bongkar di pelabuhan tujuan.
188 Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012
Adapun rencana pedoman pengangkutan B3 di pelabuhan penyeberangan
antara lain:
1. Pedoman penanganan di pelabuhan
a. Angkutan B3 tiba di pelabuhan ditempatkan pada tempat parkir
khusus.
b. Ditempat parkir khusus angkutan B3 dilakukan pengecakan
kelengkapan dokumen barang yang diangkut, kemasan barang,
pemasangan plakat, label, alat keselamatan, sertifikat kompetensi
pengemudi, dan kondisi kendaraan, terutama ban.
c. Disiapkan tenaga pengawas angkutan B3 di pelabuhan yang
mempunyai kompetensi tentang tata cara pengangkutan B3.
d. Kendaraan pengangkut B3 setelah dilakukan pengecekan dan
ternyata dokumennya lengkap dan tidak ada penyimpangan
maka kendaraan B3 dipanggil masuk jembatan timbang untuk
mengetahui berat kendaraan beserta muatannya dan melakukan
transaksi pembayaran.
e. Kendaraan B3 setelah di timbang selanjutnya diarahkan ke dermaga
sesuai dengan kapasitas dermaga.
f. Kendaraan B3 yang tidak lengkap dokumen dan atau ditemukan
ada penyimpangan maka angkutan B3 tersebut tidak boleh
dipanggil ke jembatan timbang sampai dokumen barang dilengkapi.
2. Pedoman penanganan B3 didalam kapal
a. Disediakan tenaga pengawas angkutan B3 di kapal diwajibkan
memeiliki kompetensi pengangkutan B3.
b. Tenaga pengawas melakukan pengawasan terhadap angkutan B3
pada saat kendaraan naik ke kapal, mengawasi kepastian angkutan
B3 sudah diikat dengan tali yang di sediakan.
c. Tenaga pengawas selalu berkordinasi dengan pengemudi, pembantu
pengemudi, dan ABK apabila ada hal-hal yang tidak diinginkan.
d. Tenaga pengawas melakukan pengawasan angkutan B3 mulai dari
pelabuhan asal sampai dengan pelabuhan tujuan.
Sesuai dengan data yang tersedia maka disusun matrik khusus klasifikasi
limbah B3 dan pengertiannya sebagai berikut.
Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 189
Tabel 6. Matrik Khusus Klasifikasi Limbah B3
No. Jenis Barang Pengertian
1. Limbah Mudah Meledak
(Explosive)
limbah yang melalui reaksi kimia dapat
menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi
yang dengan cepat dapat merusak lingkungan
2. Limbah Mudah Terbakar
(Flammable)
limbah yang bila berdekatan dengan api, percikan
api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah
menyala atau terbakar dan bila telah menyala akan
terus terbakar hebat dalam waktu lama
3. Limbah Reaktif
limbah yang menyebabkan kebakaran karena
melepaskan atau menerima oksigen atau limbah
organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi
4. Limbah Beracun (Toxic)
limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi
manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat
menimbulkan kematian atau sakit bila masuk ke
dalam tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut
5. Limbah yang Menyebabkan
Infeksi
limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit atau
limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti
bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan
tubuh manusia yang terkena infeksi
6. Limbah yang Bersifat
Korosif (Corrosive)
limbah yang menyebabkan iritasi pada kulit atau
mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama atau
kurang dari 2,0 untuk limbah yang bersifat asam dan
lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa
7.
Limbah yang Berbahaya
bagi Lingkungan
(Dangerous to the
Environment)
limbah yang menyebabkan kerusakan lingkungan
terutama hewan air, misalnya pestisida dan
sebagainya
8. Limbah yang Bersifat
Karsinogenik (Carcinogenic)
limbah yang dapat menyebabkan timbulnya sel-sel
kanker
9. Limbah yang Bersifat
Teratogenik (Teratogenic) limbah yang dapat mengakibatkan kerusakan janin
10. Limbah yang Bersifat
Mutagenik (Mutagenic)
limbah yang dapat menyebabkan kerusakan struktur
genetika
Sumber: http://tugala.blogspot.com/2010/05/klasifikasi-limbah-bahan-berbahaya-dan.html
Sumber-sumber utama limbah tersebut antara lain:
1. Sumber yang tidak spesifik yaitu limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa,
tumpahan bahan kimia, bekas kemasan bahan kimia, dan buangan produk
yang tidak memenuhi spesifikasi.
2. Limbah B3 yang umumnya bukan berasal dari proses utamanya tetapi
berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencuci, pencegah korosi,
pelarut kerak, dan pengemas.
3. Limbah B3 dari sumber spesifik adalah limbah B3 sisa proses atau
kegiatan yang dapat ditentukan secara spesifik.
190 Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012
Berkaitan dengan penyelenggaraan angkutan B3 di jalan yang diatur dengan
keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.725/A.J 302/
DRJD/2004 Tahun 2004 tentang Pengangkutan Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) di Jalan belum mengatur pengangkutan B3 di pelabuhan penyeberangan,
untuk itu perlu disempurnakan dengan menambahkan substansi pengangkutan
B3 dipelabuhan penyeberangan.
KESIMPULAN
1. Penanganan angkutan B3 di pelabuhan penyeberangan belum diselenggarakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan, seperti wajib melaporkan
barang yang diangkut, pengemasan, persyaratan pengemudi dan pembantu
pengemudi, dan lain-lain.
2. Belum tersedia pedoman penyelenggaraan angkutan B3 di pelabuhan
penyeberangan.
3. Angkutan B3 di pelabuhan penyeberangan ditangani sama dengan angkutan
barang lainnya dan belum mendapat penanganan secara khusus.
4. Pengemudi dan pembantu pengemudi kurang memiliki pengetahuan tentang
tata cara pengangkutan B3. Mereka mengetahui hanya dari membaca sendiri
peraturan yang ada, oleh karena itu pengetahuan mereka masih kurang.
REKOMENDASI
Agar pedoman penyelenggaraan angkutan B3 di pelabuhan penyeberangan dapat
terlaksana dengan baik, direkomendasikan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Dalam rangka penyelenggaraan angkutan B3 di pelabuhan penyeberangan,
perlu disediakan tempat parkir untuk parkir saat kendaraan pengangkut B3
datang, dan apabila tetap dipertahankan pengangkutan B3 di campur dengan
kendaraan lainnya, maka perlu diperketat pengawasan mulai B3 tiba di
pelabuhan sampai dengan pelabuhan tujuan.
2. Petugas pengawas B3 di pelabuhan dan di kapal adalah mereka yang telah
memiliki kompetensi pengangkutan B3.
3. Untuk kepastian pelayanan angkutan B3 di pelabuhan penyeberangan
diperlukan pedoman yang mengatur secara jelas dan transparan.
4. Diperlukan penyelenggaraan sosialisasi atau diklat tata cara pengangkutan B3
bagi pengusaha pengangkutan B3 dan/atau pengemudi diberikan penjelasan
Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 191
tentang tata cara pengangkutan B3 pada saat mencari SIM dan
memperpanjang SIM.
5. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK. 725/ AJ.302/
DRJD/2004 Tahun 2004 tentang Pengangkutan Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) di Jalan perlu disempurnakan, karena belum mengatur tata cara
pengangkutan B3 di pelabuhan penyeberangan.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan
Maritim.
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 17 Tahun 2000 tentang Pedoman
Penanganan Bahan/Barang Berbahaya Dalam Kegiatan Pelayaran di Indonesia.
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 32 Tahun 2001 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan.
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 52 Tahun 2004 tentang
Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan.
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.725/AJ.302/
DRJD/2004 tentang Penyelenggaraan Pengangkutan Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) di Jalan.
Bang Hia. 2010. Klasifikasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Serta
Sumbernya, (Online), (http://tugala.blogspot.com/2010/05/klasifikasi-
limbah-bahan-berbahaya-dan.html, diakses 15 Maret 2012).
BIODATA
*) Lahir di Gianyar, Bali, 31 Desember 1955. S1 Administrasi Negara
Universitas Terbuka Jakarta Tahun 1992. Peneliti Madya Bidang
Transportasi Darat Puslitbang Perhubungan Darat dan Perkeretaapian.