jurnal litbangdat 001_gilimanuk

25
Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 167 KAJIAN PEDOMAN PENANGANAN ANGKUTAN B3 DI PELABUHAN PENYEBERANGAN GILIMANUK I Ketut Mudana *) Puslitbang Perhubungan Darat dan Perkeretaapian Jl. Medan Mereka Timur No. 5 Jakarta Pusat ABSTRACT Purpose of the study is to arrange the recommendations needs to give guideline of dangerous goods (B3) in the port crossing. The analytical method used is descriptive analysis. Based on the analysis, the conclusions of the study is the handling of freight at the port has not yet organized in accordance with the provisions of the legislation, such as mandatory reporting of goods transported, packaging, the requirements of the driver and assistant driver, and others, not available yet in transport guideline in the B3 port crossing, and B3 in the port freight handled at crossings with other and have not received handling spesifically. Key words: guidance, dangerous goods (B3) transport, port crossing Submited : 25 April 2012, Review 1 : 15 Mei 2012, Review 2 : 23 Mei 2012, Eligible articles : 6 Juni 2012 ABSTRAK Tujuan kajian adalah menyusun rekomendasi kebutuhan pedoman penyelenggaraan angkutan barang berbahaya dan beracun (B3) di pelabuhan penyeberangan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Berdasarkan hasil analisis, kesimpulan dari kajian ini adalah penanganan angkutan B3 di pelabuhan penyeberangan belum diselenggarakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan, seperti wajib melaporkan barang yang diangkut, pengemasan, persyaratan pengemudi dan pembantu pengemudi, dan lain-lain. Belum tersedia pedoman penyelenggaraan angkutan B3 di pelabuhan penyeberangan. Serta angkutan B3 di pelabuhan penyeberangan ditangani sama dengan angkutan barang lainnya dan belum mendapat penanganan secara khusus. Kata kunci: pedoman, angkutan B3, pelabuhan penyeberangan PENDAHULUAN Transportasi penyeberangan merupakan bagian dari transportasi darat yang mempunyai fungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalan kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya termasuk barang berbahaya dan beracun (B3). B3 yang diangkut sejalan dengan peningkatan pembangunan bidang industri yang semakin meningkat, maka semakin meningkat pula limbah yang dihasilkan termasuk B3 yang harus diangkut melalui penyeberangan.

Upload: cah-ndeso-klutuk

Post on 08-Feb-2016

59 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 167

KAJIAN PEDOMAN PENANGANAN ANGKUTAN B3 DI PELABUHAN

PENYEBERANGAN GILIMANUK

I Ketut Mudana *)

Puslitbang Perhubungan Darat dan Perkeretaapian Jl. Medan Mereka Timur No. 5 Jakarta Pusat

ABSTRACT

Purpose of the study is to arrange the recommendations needs to give guideline of

dangerous goods (B3) in the port crossing. The analytical method used is descriptive

analysis. Based on the analysis, the conclusions of the study is the handling of

freight at the port has not yet organized in accordance with the provisions of the

legislation, such as mandatory reporting of goods transported, packaging, the

requirements of the driver and assistant driver, and others, not available yet in

transport guideline in the B3 port crossing, and B3 in the port freight handled at

crossings with other and have not received handling spesifically.

Key words: guidance, dangerous goods (B3) transport, port crossing Submited : 25 April 2012, Review 1 : 15 Mei 2012, Review 2 : 23 Mei 2012, Eligible articles : 6 Juni 2012

ABSTRAK

Tujuan kajian adalah menyusun rekomendasi kebutuhan pedoman penyelenggaraan

angkutan barang berbahaya dan beracun (B3) di pelabuhan penyeberangan.

Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Berdasarkan hasil

analisis, kesimpulan dari kajian ini adalah penanganan angkutan B3 di

pelabuhan penyeberangan belum diselenggarakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundangan, seperti wajib melaporkan barang yang diangkut,

pengemasan, persyaratan pengemudi dan pembantu pengemudi, dan lain-lain.

Belum tersedia pedoman penyelenggaraan angkutan B3 di pelabuhan

penyeberangan. Serta angkutan B3 di pelabuhan penyeberangan ditangani sama

dengan angkutan barang lainnya dan belum mendapat penanganan secara

khusus.

Kata kunci: pedoman, angkutan B3, pelabuhan penyeberangan

PENDAHULUAN

Transportasi penyeberangan merupakan bagian dari transportasi darat yang

mempunyai fungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau

jaringan jalan kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut

penumpang dan kendaraan beserta muatannya termasuk barang berbahaya dan

beracun (B3). B3 yang diangkut sejalan dengan peningkatan pembangunan bidang

industri yang semakin meningkat, maka semakin meningkat pula limbah yang

dihasilkan termasuk B3 yang harus diangkut melalui penyeberangan.

168 Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012

Pengaturan pengangkutan B3 diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan

lalu lintas dan angkutan B3 yang selamat, aman, lancar, tertib dan teratur serta

mampu memadukan dengan moda transportasi lainnya sehingga dampak negatif

dari interaksi fisik kimia dan mekanik antara B3 dengan manusia, kendaraan

lainnya maupun lingkungan sekitarnya dapat dicegah.

Pengangkutan B3 perlu penanganan secara khusus agar barang yang diangkut

selamat sampai tujuan dan tidak membahayakan lingkungan hidup serta kapal yang

mengangkut. Barang berbahaya dapat berbentuk bahan cair, bukan padat dan bukan

gas yang apabila tidak dikemas dengan baik dan diangkut sesuai dengan ketentuan

maka akan membahayakan kapal yang mengangkut dan mengganggu lingkungan

hidup. Oleh karena itu pengemasan, keselamatan yang sesuai dengan standar nasional

maupun internasional bagi kapal yang mengangkut barang berbahaya harus dipenuhi

termasuk pemberian tanda-tanda tertentu sesuai dengan barang berbahaya yang

diangkut.

Barang berbahaya yang dapat diklasifikasikan adalah barang atau bahan peledak

(explosives), gas yang dimampatkan, dicairkan, atau dilarutkan dengan tekanan

(compressed gases, liquified or dissolved under pressure), cairan mudah menyala/

terbakar/flammable liquids, bahan atau barang padat mudah menyala/terbakar

(flammable solids), bahan atau barang beracun dan mudah menular (toxic and

infection substances), bahan atau barang pengoksidasi (oxidizing substances),

bahan atau barang radioaktif (radioactive material), dan bahan atau barang

perusak (corrosive substances) serta berbagai bahan atau zat berbahaya lainnya.

Sejalan dengan kondisi tersebut, dalam pengangkutan B3 memerlukan suatu pedoman

atau prosedur pengangkutan di pelabuhan penyeberangan untuk melakukan

pengawasan dan pengendalian mulai dari laporan pengangkutan B3, standar

pengemasan, dokumen barang yang diangkut sampai dengan barang tersebut sampai

di pelabuhan penyeberangan yang dituju.

Maksud kajian adalah melakukan evaluasi pengangkutan B3 terkait dengan

kebutuhan pedoman penanganannya. Tujuan kajian adalah menyusun rekomendasi

kebutuhan pedoman penyelenggaraan angkutan B3 di pelabuhan penyeberangan.

Rumusan permasalahan dalam kajian ini adalah:

1. Apakah penanganan angkutan B3 sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku?

2. Apakah pedoman yang tersedia telah dilaksanakan untuk penanganan angkutan

B3 di pelabuhan penyeberangan?

Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 169

3. Apakah perlu disusun suatu pedoman penanganan angkutan B3 di pelabuhan

penyeberangan?

TINJAUAN PUSTAKA

A. Undang-undang

Pengangkutan B3 di pelabuhan penyeberangan perlu penanganan secara

khusus untuk menjamin keselamatan dan kelancaran lalu lintas B3 di

pelabuhan penyeberangan. Dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008

tentang Pelayaran, Pasal 45 ayat (2) menyebutkan bahwa barang berbahaya

berbentuk bahan cair, bahan padat, dan bahan gas. Sedangkan klasifikasi B3

diatur dalam ayat (3).

Dalam pasal 47 menyebutkan bahwa pemilik, operator, dan/atau agen

perusahaan angkutan laut yang mengangkut barang berbahaya dan barang

khusus wajib menyampaikan pemberitahuan kepada Syahbandar sebelum kapal

pengangkut barang khusus dan/atau barang berbahaya tiba di pelabuhan.

Dalam Pasal 294 ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang yang mengangkut

barang khusus dan barang berbahaya tidak sesuai dengan persyaratan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dipidana dengan pidana penjara paling

lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus

juta rupiah).

Dalam pasal 295 dinyatakan bahwa setiap orang yang mengangkut barang

berbahaya dan barang khusus yang tidak menyampaikan pemberitahuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dipidana dengan pidana penjara paling

lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus

juta rupiah).

B. Peraturan Pemerintah

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di

Perairan pada Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (7) menyebutkan Angkutan

Penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang

menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan

oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya.

170 Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan

Lingkungan Maritim pada Pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa setiap awak kapal

wajib mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran lingkungan yang

bersumber dari kapalnya. Sedangkan pada ayat (2) menyebutkan bahwa

pencemaran lingkungan yang bersumber dari kapalnya dapat berupa minyak,

bahan cair beracun, muatan bahan berbahaya dalam bentuk kemasan, kotoran,

sampah, udara, air balas, dan/atau barang dan bahan berbahaya bagi lingkungan

yang ada di kapal.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun pada Pasal 1 ayat (14) pengangkutan

limbah B3 adalah suatu kegiatan pemindahan limbah B3 dari penghasil

dan/atau dari pengumpul dan/atau dari pemanfaat dan/atau dari pengolah ke

pengumpul dan/atau ke pemanfaat dan/atau ke pengolah dan/atau ke penimbun

limbah B3. Dalam Pasal 16 disebutkan setiap pengangkutan limbah B3 oleh

pengangkut limbah B3 wajib disertai dokumen limbah B3. Selanjutnya dalam

Pasal 40 ayat (1) butir b disebutkan bahwa pengangkut limbah B3 wajib

memi1iki izin pengangkutan dari Menteri Perhubungan setelah mendapat

rekomendasi dari Kepala instansi yang bertanggung jawab.

C. Keputusan Menteri

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 17 Tahun 2000 tentang Pedoman

Penanganan Bahan/Barang Berbahaya Dalam Kegiatan Pelayaran di Indonesia

pada Pasal 1 dinyatakan bahwa memberlakukan “International Maritime

Dangerous Goods (IMDG) Code” beserta suplemennya sebagai pedoman

penanganan bahan/barang berbahaya dalam kegiatan pelayaran di Indonesia.

D. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat

Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: SK.725/AJ.302/

DRJD/2004 tentang Penyelenggaraan Pengangkutan Bahan Berbahaya dan

Beracun (B3) di Jalan dalam Pasal 1 Ketentuan Umum butir h disebutkan

bahwa kendaraan pengangkut bahan berbahaya adalah kendaraan bermotor,

kereta gandengan, kereta tempelan yang secara khusus dirancang dan

dilengkapi peralatan untuk pengangkutan bahan berbahaya.

Butir k menyebutkan Kemasan adalah tempat/pelindung yang berada lebih

luar dari wadah dan tidak berhubungan langsung dengan B3. Butir m

Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 171

menyebutkan bahwa Pengangkut adalah setiap orang atau badan yang

melakukan fungsi pengangkutan yang diatur oleh peraturan perundang-

undangan, termasuk pemilik, pemborong, agen, pengemudi dan/atau setiap

orang yang bertanggung jawab atas kendaraan pengangkut serta pekerja

angkutan terkait lainnya.

Dalam Pasal 2 disebutkan bahwa Pengaturan pengangkutan B3 diselenggarakan

dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan B3 yang selamat,

aman, lancar, tertib dan teratur, serta mampu memadukan dengan moda

transportasi lainnya, sehingga dampak negatif dari interaksi fisik, kimia dan

mekanik antara B3 dengan manusia, kendaraan lainnya maupun lingkungan

sekitarnya dapat dicegah.

METODE ANALISIS

Jenis penelitian ini ditinjau dari segi pemanfaatannya adalah penelitian terapan yang

berkaitan dengan kebijakan. Berdasarkan tujuan penelitian adalah penelitian

deskriptif kualitataif. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data

primer dan sekunder. Data primer berupa data persepsi penyelenggara Pelabuhan

Gilimanuk dan data sekunder terdiri atas data prasarana dan sarana serta data

produksi kapal penyeberangan. Setelah data primer dan sekunder terkumpul

selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan metode statistic deskriptif

dengan menyusun angka-angka dalam bentuk visual dan setiap data diberikan

penjelasan dan hasil analisis dilakukan pembahasan kemudian dibuat kesimpulan.

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diinterpretasikan dan didukung

dengan peraturan perundangan yang terkait dengan penyelenggaraan angkutan B3

di pelabuhan penyeberangan.

GAMBARAN UMUM

A. Profil Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk

Pelabuhan ferry Gilimanuk merupakan salah satu gerbang laut menuju Pulau

Bali. Pelabuhan ini terletak di Desa Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Kabupaten

Jembrana, Provinsi Bali. Pelabuhan ini sebenarnya bernama resmi Pelabuhan

Ketapang-Gilimanuk karena operasional pelabuhannya harus bersamaan dan

tidak dapat bekerja sendiri-sendiri. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan

alami yang tidak perlu dilakukan pendalaman. Pelabuhan ini dikelola oleh

PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero), saat ini tidak kurang dari 34 kapal

172 Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012

ferry yang setiap hari hilir mudik dari Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jawa

Timur, ke Pelabuhan Gilimanuk.

B. Dermaga Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk

1. Dermaga Movable Bridge (MB)

Pelabuhan Gilimanuk memiliki dua buah dermaga MB, yaitu dermaga

MB I dan MB III. Dermaga MB merupakan dermaga yang dapat

digerakkan turun naik dengan bantuan mesin hidrolik. Jadi ketinggian

dermaga ini dapat disesuaikan dengan ketinggian landasan kapal. Pada

mesin pengendali hidrolik terdapat 3 tombol, yaitu hidrolic up (untuk

menaikkan dermaga), hidrolic down (untuk menurunkan dermaga), dan

tombol emergency. Dermaga MB ini dibangun pada tahun 1996,

memiliki kemampuan menahan berat 20 ton.

2. Dermaga Ponton

Pelabuhan Gilimanuk memiliki sebuah dermaga ponton yaitu Ponton

II, dermaga ini terbuat dari drum terapung atau landasan kayu yang

dibuat sedemikian rupa. Dermaga ponton ini dibangun pada tahun 1976,

mampu menahan berat sebesar 10 ton.

3. Dermaga Landing Craft Machine (LCM)

Pelabuhan Gilimanuk memiliki dua buah dermaga LCM yaitu

Dermaga LCM IV. Dermaga LCM merupakan dermaga yang terdiri

atas landasan beton tanpa adanya perangkat tambahan, sehingga kapal

dapat menambat tanpa diperlukan adanya perangkat tambahan seperti

bolder dan fender. Dermaga ini mampu menahan berat di atas 20 ton.

Kapal yang biasa berlabuh disini adalah kapal Landing Craft Tank

(LCT) dan kapal motor penumpang.

C. Perangkat Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk

Bolder adalah perangkat pelabuhan untuk menambatkan (tambat) kapal di

dermaga atau perangkat untuk mengikatkan tali di kapal. Bolder pada semua

dermaga di Pelabuhan Gilimanuk terbuat dari besi cor dan diangker/ditanamkan

pada pondasi dermaga sehingga mampu untuk menahan gaya yang bekerja

pada penambatan kapal di dermaga.

Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 173

Tabel 1. Jumlah Bolder Pada Tiap Dermaga di Pelabuhan Gilimanuk

No. Dermaga Jumlah Bolder

(buah)

1. Dermaga MB I 6

2. Dermaga MB III 6

3. Dermaga Ponton II 2

4. Dermaga LCM 0

Total Jumlah Bolder 14

Sumber: http://mydipblog.blogspot.com/2010/08/pelabuhan-gilimanuk.html

Fender adalah perangkat yang digunakan untuk meredam benturan yang terjadi

pada saat kapal merapat ke dermaga atau pada saat kapal yang sedang di

tambatkan bergoyang oleh gelombang atau arus yang terjadi di pelabuhan.

Fender di Pelabuhan Gilimanuk menggunakan penahan baja dengan lapisan karet

dibelakangnya untuk menahan gaya benturan kapal. Lapisan karet ini berbentuk

trapesium.

Tabel 2. Jumlah Fender Pada Tiap Dermaga di Pelabuhan Gilimanuk

No. Dermaga Jumlah Fender

(buah)

1. Dermaga MB I 5

2. Dermaga MB III 5

3. Dermaga Ponton II 2

4. Dermaga LCM 0

Total Jumlah Fender 12

Sumber: http://mydipblog.blogspot.com/2010/08/pelabuhan-gilimanuk.html

D. Kapal yang Beroperasi

Jumlah kapal yang beroperasi pada Lintasan Ketapang - Gilimanuk

sebanyak 34 kapal, terdiri dari 23 kapal motor penumpang (KMP) dan 11 kapal

LCT. Proses bongkar muat kapal motor penumpang dilakukan di dermaga

MB dan ponton, sedangan untuk kapal LCT dilakukan di dermaga LCM.

Kapal motor penumpang yang terdapat di Pelabuhan Penyeberangan

Gilimanuk, selain untuk mengangkut penumpang, digunakan juga untuk

mengangkut sepeda motor, mobil pribadi, bus maupun truk. Sedangkan kapal

LCT digunakan untuk mengangkut kendaraan dengan kapasitas di atas 20

ton dan/atau kendaraan yang mengangkut alat berat.

174 Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012

Tabel 3. Data Kapal yang Beroperasi Pada Lintasan Ketapang - Gilimanuk

No Nama Kapal Operator GRT

Kapasitas Muat Penumpang

dan Kendaraan

Pnp Roda 2 Kendaraan

Campuran

A. Dermaga MB/Ponton

1 KMP. Prathita IV PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) 507 372 90 39

2 KMP. Mutis PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) 621 319 65 34

3 KMP. Gilimanuk I PT. Jemla Ferry 733 327 90 39

4 KMP. Gilimanuk II PT. Jemla Ferry 840 321 85 40

5 KMP. Nusa Dua PT. Putra Master 536 332 135 40

6 KMP. Nusa Makmur PT. Putra Master 497 314 135 37

7 KMP. Rajawali Nusantara PT. Jembatan Madura 815 369 140 44

8 KMP. Marina Pratama PT. Jembatan Madura 688 350 175 59

9 KMP. Satria Nusantara PT. Jembatan Madura 656 210 125 60

10 KMP. Niaga Ferry II PT. Jembatan Madura 421 250 100 40

11 KMP. Edha PT. Lintas Sarana Nusantara 456 350 93 38

12 KMP. Dharma Rucitra PT. Dharma Lautan Utama 496 249 150 38

13 KMP. Potre Koeneng PT. Dharma Lautan Utama 797 200 110 35

14 KMP. Trisila Bhakti I PT. Trisila Laut 669 351 150 47

15 KMP. Trisila Bhakti II PT. Trisila Laut 525 292 125 41

16 KMP. Sereia Domar PT. Surya Timur Line 409 332 110 30

17 KMP. Yunice PT. Surya Timur Line 653 410 65 35

B. Dermaga Beaching Beton/LCM

18 KMP. Pertiwi Nusantara PT. Jembatan Madura 605 299 110 30

19 LCT. Trisna Dwitya PT. Lintas Sarana Nusantara 876 - - 20

20 LCT. Arjuna PT. Lintas Sarana Nusantara 221 - - 9

21 LCT. Bhaita Caturtya PT. Lintas Sarana Nusantara 536 - - 14

22 KMP. Labitra Adinda PT. Labitra Bahtera Pratama 687 348 200 48

23 KMP. Labitra Risa PT. Labitra Bahtera Pratama 721 300 65 30

24 KMP. Labitra Safinah PT. Labitra Bahtera Pratama 674 200 50 28

25 KMP. Dharma Ferry I PT. Dharma Lautan Utama 421 238 40 25

26 LCT. Putri Sritanjung PT. Pelayaran Banyuwangi Sejati 517 - - 20

27 LCT. Putri Sritanjung I PT. Pelayaran Banyuwangi Sejati 529 - - 20

28 LCT. Trans Jawa PT. Pelayaran Makmur Bersama 873 - - 24

29 LCT. Pancar Indah PT. Pelayaran Makmur Bersama 649 - - 20

30 LCT. Herlin IV PT. Herlin Samudera Line 865 - - 20

31 LCT. Cipta Harapan Indah XII PT. Bahtera Ferry Sentosa 620 - - 20

32 LCT. Tunu Pratama Jaya PT. Raputra Jaya 734 - - 20

33 LCT. Jambo VI PT. Duta Bahari Menara Line 788 - - 11

34 LCT. Trisakti Adinda PT. Trisakti Lautan Mas 669 - - 12

Sumber: Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk

E. Data Produksi

Produksi di Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk dibagi menjadi dua kategori

yaitu penumpang dan kendaraan. Penumpang terdiri dari penumpang dewasa

dan anak-anak, sedangkan kendaraan terdiri dari delapan golongan yaitu

golongan I (sepeda dayung), golongan II (sepeda motor), golongan III (sepeda

Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 175

motor besar atau > 500 cc), golongan IVa (sedan dan sejenisnya), golongan

IVb (pick up), golongan Va (bus sedang), golongan Vb (truk sedang),

golongan VIa (bus besar), golongan VIb (truk besar), golongan VII (truk

tronton/container 20 feet), dan golongan VIII (alat berat).

Berdasarkan data yang diperoleh, produksi Pelabuhan Penyeberangan

Gilimanuk pada tahun 2011 diuraikan seperti dimuat pada tabel berikut.

Tabel 4. Realisasi Produksi di Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk Tahun 2011

No. Uraian Realisasi

A. Penumpang (Pejalan Kaki)

- Dewasa 300.188 Orang

- Anak 12.262 Orang

Jumlah 312.450 Orang

B. Kendaraan

- Golongan I (sepeda dayung) 418 Unit

- Golongan II (sepeda motor) 596.144 Unit

- Golongan III (sepeda motor besar atau > 500 cc) 5.760 Unit

- Golongan IVa (sedan dan sejenisnya) 251.286 Unit

- Golongan IVb (pick up) 106.355 Unit

- Golongan Va (bus sedang) 21.957 Unit

- Golongan Vb (truk sedang) 238.866 Unit

- Golongan VIa (bus besar) 64.771 Unit

- Golongan VIb (truk besar) 193.666 Unit

- Golongan VII (truk tronton/container 20 feet) 69.230 Unit

- Golongan VIII (alat berat) 2.756 Unit

Jumlah 1.551.209 Unit

Sumber: Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Penyelenggara Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk

Responden penyelenggara Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk adalah

pimpinan dan staf PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Gilimanuk dan

Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Gilimanuk. Karakteristik responden

dibagi menjadi tiga variabel yaitu jenis kelamin, usia, dan pendidikan.

1. Jenis Kelamin

Persentase jumlah responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih

dominan yaitu sebesar 89,19% dan perempuan 10,81%.

176 Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012

Gambar 1. Persentase Karakteristik Penyelenggara Pelabuhan Penyeberangan

Gilimanuk Menurut Jenis Kelamin

2. Usia

Persentase jumlah responden berusia antara 31-40 tahun sebesar 51,35%,

usia antara 41-50 tahun sebesar 45,95%, dan responden dengan usia lebih

dari 50 tahun 2,70%.

Gambar 2. Persentase Karakteristik Penyelenggara Pelabuhan Penyeberangan

Gilimanuk Menurut Jenis Usia

3. Pendidikan

Persentase jumlah responden yang berpendidikan setara SMP sebesar

10,81%, setara SMA sebesar 83,78%, dan lulusan S1 sebesar 5,41%.

Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 177

Gambar 3. Persentase Karakteristik Penyelenggara Pelabuhan Penyeberangan

Gilimanuk Menurut Jenis Pendidikan

B. Persepsi Penyelenggara Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk

Berdasarkan hasil survei di Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk dengan

menggunakan kuesioner terhadap penyelenggara pelabuhan diperoleh

persepsi seperti yang disajikan pada tabel berikut.

Tabel 5. Persepsi Penyelenggara Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk

No. Variabel Jawaban

Total Ya Tidak

1.

Apabila kendaraan yang mengangkut B3 tiba di

pelabuhan penyeberangan selalu melaporkan jenis

barang yang diangkut?

5 32 37

2. Barang yang diangkut dilaporkan dengan

dokumen yang lengkap? 10 27 37

3. B3 yang diangkut selalu dikemas sesuai dengan

sifat barang yang diangkut? 26 11 37

4.

Pengangkutan B3 diangkut dengan kendaraan

yang sesuai dengan standar kendaraan

pengangkut B3?

34 3 37

5.

Pengemudi dan pembantu pengemudi telah

memenuhi persyaratan umum sebagai pengemudi

(memiliki SIM B1, B2, dan sebagainya)?

36 1 37

6.

Pengemudi dan pembantu pengemudi telah

mempunyai pengetahuan dan keterampilan teknis

dengan pengangkutan B3 dibuktikan dengan

sertifikat?

14 23 37

7.

Ketentuan kendaraan pengangkut B3 untuk

masuk ke dalam kapal (keberangkatan) ditentukan

berdasarkan urutan kedatangan dan melapor

24 13 37

8. Apakah di dalam kapal disediakan tempat khusus

kendaraan pengangkut B3? 3 34 37

178 Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012

No. Variabel Jawaban

Total Ya Tidak

9. Untuk keselamatan di dalam kapal disediakan tali

pengikat (lasing) 37 0 37

10.

Kendaraan pengangkut B3 selalu dilengkapi dengan

peralatan keadaan darurat seperti segitiga

pengaman, ganjal roda, lampu senter, dan

pemadam kebakaran?

37 0 37

11.

Menurut anda, dalam penanganan angkutan B3 di

pelabuhan penyeberangan perlu ada pedoman

untuk kepastian pengawasan dan pengendalian

36 1 37

12.

Tanggung jawab PT. Indonesia Ferry (Persero) dalam

hal pengangkutan B3 sampai dengan kapal tiba di

pelabuhan tujuan

37 0 37

Sumber: Hasil Survei 2012

C. Penanganan Angkutan B3 Saat Ini

Penanganan angkutan B3 di Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk pada

prinsipnya dilakukan sama dengan angkutan barang lainnya, yaitu kendaraan

pengangkut B3 masuk pelabuhan penyeberangan setelah disediakan tempat

parkir sementara untuk menunggu giliran masuk ke jembatan timbang di toll

gate. Di jembatan timbang dilakukan penimbangan berat kendaraan dan

muatannya, kemudian dilakukan transaksi pembayaran sesuai dengan tarif

yang telah ditetapkan.

Angkutan B3 dan angkutan barang lainnya diatur berdasarkan berat hasil

penimbangan di jembatan timbang untuk dimuat di kapal penyeberangan

yaitu bagi kendaraan yang beratnya 20 ton atau lebih dialihkan ke Dermaga

LCM, kendaraan yang beratnya 10 ton diarahkan ke Dermaga Ponton yang

berkapasitas 10 ton. Secara umum, muatan kendaraan penumpang, pengendara

sepeda motor, angkutan barang dan penumpang dicampur.

Gambar 4. Toll Gate Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk

Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 179

Pemberangkatan kapal diatur dalam waktu 15 menit untuk sandar dan 15

menit untuk mengatur muatan persiapan berangkat. Jika tidak demikian,

maka waktu kapal mengapung di laut menjadi lama. Jika pengaturan

angkutan B3 dan kendaraan angkutan barang lainnya tidak disediakan tali

pengikat (lasing) karena waktu muat hanya 15 menit, maka tidak cukup

waktu untuk melakukan lasing.

Penanganan angkutan B3 belum sesuai dengan ketentuan, yaitu barang belum

ditangani secara khusus karena tergantung kesiapan penyelenggara pelabuhan

dan penyediaan kapal yang dapat mengangkut B3 secara khusus. Disisi lain,

mengingat kondisi tersebut, untuk meningkatkan keselamatan penyeberangan,

khusus penanganan angkutan B3 dapat diupayakan dengan memaksimalkan

sarana dan prasarana yang ada, yaitu dengan pengaturan satu trip khusus

mengangkut B3, sehingga tidak di campur dengan angkutan penumpang dan

angkutan barang lainnya.

D. Persepsi Penyelenggara Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk

Penyelenggara pelabuhan penyeberangan baik regulator (dalam hal ini

syahbandar) dan operator (dalam hal ini PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero))

Cabang Gilimanuk yang terjaring sebagai responden maka informasi yang

diperoleh melalui kuesioner dan wawancara yang mendalam, setiap jawaban

sesuai dengan variabel yang dibutuhkan untuk mengkaji.

Kebutuhan pedoman penyelenggaraan angkutan B3 di pelabuhan penyeberangan

dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Persepsi terhadap pertanyaan apabila kendaraan yang mengangkut B3

tiba di pelabuhan penyeberangan selalu melaporkan jenis barang yang

diangkut, maka jawaban responden 13,51% menjawab ya dan 86,49%

menjawab tidak. Ini berarti sebagian besar kendaraan pengangkut B3

tidak melaporkan jenis barang yang diangkut, sedangkan menurut

ketentuan wajib melapor kepada syahbandar.

180 Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012

2. Persepsi terhadap pertanyaan yaitu barang yang diangkut dilaporkan

dengan dokumen yang lengkap, maka jawaban responden 27,03%

menjawab ya dan 72,97% menjawab tidak. Hal ini menggambarkan

bahwa sebagian besar kendaraan pengangkut B3 tidak melapor dengan

dokumen barang yang lengkap, sedangkan menurut ketentuan peraturan

perundangan kendaraan pengangkut B3 wajib melapor kepada

syahbandar dengan dokumen yang lengkap.

3. Persepsi terhadap pertanyaan B3 yang diangkut selalu dikemas sesuai

dengan sifat barang yang diangkut, maka jawaban responden 70,27%

menjawab ya dan 29,73% menjawab tidak. Hal ini berarti sebagian

besar barang berbahaya dan beracun yang diangkut sudah dikemas

sesuai dengan sifat barang yang diangkut dan sebagian kecil barang yang

diangkut tidak dikemas sesuai dengan sifat barang yang diangkut,

sedangkan menurut ketentuan peraturan pengangkutan B3 yang

diangkut harus dikemas sesuai dengan sifat barang yang diangkut.

Gambar 5.

Persentase Jawaban

Responden

Terhadap

Kewajiban Melapor

Jenis Barang yang

Diangkut

Gambar 6.

Persentase Jawaban

Responden

Terhadap Barang

yang Diangkut

Dilaporkan Dengan

Dokumen yang

Lengkap

Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 181

4. Persepsi terhadap pertanyaan pengangkutan B3 diangkut dengan

kendaraan yang sesuai dengan standar kendaraan pengangkut B3,

maka jawaban responden 91,89% menjawab ya dan 8,11% menjawab

tidak. Ini berarti sudah sebagian besar B3 yang diangkut menggunakan

kendaraan yang standar dengan kendaraan pengangkut B3 dan sebagian

kecil pengangkutan B3 tidak menggunakan kendaraan yang standar,

sedangkan menurut peraturan pengangkutan B3 harus menggunakan

kendaraan yang standar.

5. Persepsi terhadap pertanyaan pengemudi dan pembantu pengemudi telah

memenuhi persyaratan umum sebagai pengemudi seperti memiliki

SIM B1, B2, dan sebagainya, maka jawaban responden 97,30%

menjawab ya dan 2,70% menjawab tidak. Hal ini berarti sudah sebagian

besar pengemudi dan pembantu pengemudi telah memenuhi persyaratan

umum sebagai pengangkut B3 dan hanya sebagian kecil yang belum

memenuhi persyaratan umum, sedangkan menurut peraturan

Gambar 7.

Persentase Jawaban

Responden

Terhadap B3 yang

Diangkut Selalu

Dikemas Sesuai

Dengan Sifat

Barang yang

Diangkut

Gambar 8.

Persentase Jawaban

Responden

Terhadap

Pengangkutan B3

Diangkut Dengan

Kendaraan yang

Sesuai Dengan

Standar Kendaraan

Pengangkut B3

182 Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012

pengangkutan B3 persyaratan tersebut harus dipenuhi bagi orang yang

bertugas mengangkut B3.

6. Persepsi terhadap pertanyaan tentang pengemudi dan pembantu

pengemudi telah mempunyai pengetahuan dan keterampilan teknis

pengangkutan B3 dibuktikan dengan sertifikat, maka jawaban

responden 37,84% menjawab ya dan 62,16% menjawab tidak. Ini

berarti pengemudi dan pembantu pengemudi sebagian besar belum

memiliki pengetahuan dan keterampilan teknis yang sah berdasarkan

sertifikat dan sebagian lagi telah memiliki pengetahuan dan keterampilan

yang dapat dibuktikan dengan sertifikat.

7. Persepsi terhadap pertanyaan ketentuan kendaraan pengangkut B3

untuk masuk kedalam kapal (keberangkatan) ditentukan berdasarkan

urutan kedatangan dan melapor, maka jawaban responden 64,86%

menjawab ya dan 35,14% menjawab tidak. Hal ini berarti sebagian besar

kendaraan B3 diatur sesuai dengan urutan kedatangan dan melapor

Gambar 9. Persentase

Jawaban Responden

Terhadap

Pengemudi dan

Pembantu Pengemudi

Telah Memenuhi

Persyaratan Umum

Sebagai Pengemudi

Seperti Memiliki

SIM B1, B2, dan

Sebagainya

Gambar 10.

Persentase Jawaban

Responden Terhadap

Pengemudi dan

Pembantu Pengemudi

Telah Mempunyai

Pengetahuan dan

Keterampilan Teknis

Pengangkutan B3

Dibuktikan Dengan

Sertifikat

Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 183

kepada petugas dan sebagian lagi kendaraan B3 untuk masuk kapal tidak

diatur sesuai dengan urutan kedatangan dan melapor. Hal ini berarti tidak

ada ketentuan atau Sistem Operasi Prosedur (SOP) sehingga kepastian

pelayanan B3 yang akan masuk kapal untuk menyeberang masih kurang.

8. Persepsi responden terhadap pertanyaan apakah di dalam kapal

disediakan tempat khusus kendaraan B3, maka jawaban responden 8,11%

menjawab ya dan 91,89% menjawab tidak. Hal ini berarti hanya

sebagian kecil kapal yang mengangkut kendaraan B3 menyediakan

tempat khusus, dalam arti penempatan kendaraan B3 diperlakukan

sama denga kendaraan pengangkut barang yang bukan B3, sedangkan

menurut peraturan harus diangkut secara khusus.

9. Persepsi responden terhadap pertanyaan untuk keselamatan di dalam

kapal disediakan tali pengikat (lassing), responden 100% ya, tetapi tali

yang disediakan tidak digunakan untuk mengikat karena waktu muat

hanya 15 menit tidak cukup untuk memasang tali pengikat kendaraan.

Gambar 11.

Persentase Jawaban

Responden Terhadap

Ketentuan Kendaraan

Pengangkut B3 Untuk

Masuk Kedalam Kapal

(Keberangkatan)

Ditentukan

Berdasarkan Urutan

Kedatangan dan

Melapor

Gambar 12.

Persentase Jawaban

Responden Terhadap

Pertanyaan Apakah

di Dalam Kapal

Disediakan Tempat

Khusus Kendaraan

B3

184 Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012

10. Persepsi responden terhadap pertanyaan kendaraan pengangkut B3

selalu dilengkapi dengan peralatan keadaan darurat seperti segitiga

pengaman, ganjal roda, lampu senter, dan pemadam kebakaran, maka

jawaban responden 100% ya. Hal ini berarti kendaraan pengangkut B3

telah dilengkapi peralatan keadaan daruart sesuai dengan ketentuan.

11. Persepsi responden terhadap pertanyaan menurut anda dalam penanganan

angkutan B3 di pelabuhan penyeberangan perlu ada pedoman untuk

kepastian pengawasan dan pengendalian, maka jawaban responden

97,30% menjawab ya dan 2,70% menjawab tidak. Hal ini berarti

pedoman penyelenggaraan angkutan B3 dibutuhkan di pelabuhan

penyeberangan karena sebagian kecil responden yang menjawab tidak.

Gambar 14. Persentase

Jawaban Responden

Terhadap Pertanyaan

Kendaraan Pengangkut

B3 Selalu Dilengkapi

Dengan Peralatan

Keadaan Darurat

Seperti Segitiga

Pengaman, Ganjal

Roda, Lampu Senter,

dan Pemadam

Kebakaran

Gambar 15.

Persentase Jawaban

Responden Terhadap

Pertanyaan Dalam

Penanganan Angkutan

B3 di Pelabuhan

Penyeberangan Perlu

Ada Pedoman Untuk

Kepastian Pengawasan

dan Pengendalian

Gambar 13.

Persentase Jawaban

Responden Terhadap

Pertanyaan Untuk

Keselamatan di

Dalam Kapal

Disediakan Tali

Pengikat (Lassing)

Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 185

12. Persepsi responden terhadap pertanyaan tentang tanggung jawab PT.

Indonesia Ferry (Persero) dalam hal pengangkutan B3 sampai dengan

kapal tiba di pelabuhan tujuan, maka 100% responden menjawab ya.

Hal ini berarti PT. Indonesia Ferry (Persero) hanya bertanggungjawab

pada angkutan B3 muali pemberangkatan di pelabuhan asal sampai di

pelabuhan tujuan.

E. Pembahasan

Sejalan dengan temuan-temuan dari hasil analisis yang telah dilakukan persepsi

responden mengenai penyelanggaraan angkutan B3 di pelabuhan penyeberangan

maka terdapat beberapa hal yang belum sesuai penanganannya berdasarkan

peraturan penyelenggaraan angkutan B3 di jalan yang diatur dengan Keputusan

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor. SK. 725/AJ.302/DRJD/2004

Tahun 2004 tentang Pengangkutan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di

Jalan ternyata belum mengatur mengenai pengangkutan B3 di pelabuhan

penyeberangan.

Angkutan penyeberangan merupakan bagian dari angkutan darat atau dengan

kata lain merupakan terusan dari angkutan jalan namun cara penangannya di

pelabuhan penyeberangan sangat berbeda dengan angkutan di jalan karena

sarana dan prasarana yang digunakan sangat berbeda karakteristiknya. Oleh

karena itu diperlukan suatu pedoman yang berbeda juga dengan pedoman

pengangkutan di jalan. Berkaitan dengan kondisi dan kebutuhan pedoman

pengangkutan B3 dipelabuhan maka hasil penelitian mendukung kebutuhan

pedoman tersebut yaitu hasil analisis antara lain:

Gambar 16.

Persentase Jawaban

Responden Terhadap

Pertanyaan Tanggung

Jawab PT. Indonesia

Ferry (Persero) Dalam

Hal Pengangkutan B3

Sampai Dengan Kapal

Tiba di Pelabuhan

Tujuan

186 Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012

1. Sebagian besar kendaraan pengangkut B3 tidak melaporkan jenis barang

yang diangkut kepada syahbandar maka hal tersebut perlu diatur dalam

suatu peraturan untuk meningkatkan keselamatan penyeberangan.

2. Kendaraan pengangkut B3 sebagian besar tidak melapor dengan

dokumen barang yang lengkap seharusnya diwajibkan oleh peraturan,

untuk itu peningkatan pengawasan bagi kendaraan pengangkut B3 dan

ini juga perlu dituangkan dalam peraturan pengangkuta B3 di pelabuhan

penyeberangan.

3. Barang yang diangkut masih ada sebagian yang belum dikemas dengan

baik sesuai dengan sifat barang yang diangkut hal ini dapat menyebabkan

terjadi kondisi yang tidak diinginkan seperti meledak, tumpah, dan

lain-lain yang dapat membahayakan kapal yang mengangkut dan bisa

mencemari lingkungan baik di darat maupun di laut. Untuk itu

diperlukan pengawasan yang ketat yang didukung oleh peraturan yang

jelas dan transparan dengan perusahaan atau orang perorangan yang

mengangkut B3.

4. Standar kendaraan pengangkut B3 sebagian besar sudah standar

namun masih ada sebagian kecil yang belum standar. Hal ini juga

perlu ditingkatkan pengawasannya untuk keselamatan pengangkutan

B3 di pelabuhan penyeberangan dan bagi penyelenggara pelabuhan

penyeberangan perlu disediakan payung hukum yang dapat mendukung

kegiatan angkutan B3 yang akan menyeberang.

5. Pengemudi dan pembantu pengemudi sebagian besar telah memenuhi

persyaratan umum seperti pengemudi telah memiliki SIM B1, B2 dan

lain-lain, namun masih ada sebagian kecil yang belum memenuhi

persyaratan umum tersebut. Untuk itu perlu pengawasan yang lebih

ketat mengingat pengemudi dan pembantu pengemudi mempunyai

tanggung jawab yang besar dalam pengangkutan B3.

6. Mengenai pengetahuan dan keterampilan teknis pengangkutan B3 bagi

pengemudi dan pembantu pengemudi sebagian besar belum memiliki

pengetahuan dan keterampilan teknis yang cukup dan hanya sebagian

kecil yang sudah memiliki, maka untuk pendidikan dan latihan serta

sosialisasi peraturan pengangkutan B3 perlu ditingkatkan.

7. Kendaraan yang akan masuk ke kapal untuk diberangkatkan sebagian

telah diatur sesuai urutan kedatangan dan melapor, namun masih ada

sebagian yang belum diatur untuk itu diperlukan ketentuan yang jelas

untuk kepastian pelayanan.

Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 187

8. Mengenai penyediaaan tempat khusus kendaraan B3 di kapal sebagian

besar kapal yang beroperasi tidak menyediakan dan sebagian kecil sudah

menyediakan. Kondisi seperti ini diperlukan peraturan yang jelas untuk

kesiapan operator menyediakan tempat yang khusus untuk kendaraan

pengangkut B3.

9. Penyediaan tali pengikat/lassing bagi angkutan B3 di dalam kapal, semua

kapal sudah menyediakan namun tali yang disediakan tidak digunakan

karena waktu muat hanya 15 menit maka tidak cukup waktu untuk

mengikat kendaraan B3.

10. Kendaraan pengangkut B3 secara keseluruhan telah dielngkapi alat

keadaan darurat seperti segitiga pengaman, dan lain-lain hal ini perlu

dipertahankan untuk keselamatan.

11. Mengenai kebutuhan pedoman dalam pengangkutan B3 di pelabuhan

penyeberangan dengan memperhatikan hasil analisis persepsi responden

maka pedoman dibutuhkan sebagai payung hukum pengangkutan B3

di pelabuhan penyeberangan berdasarkan hasil analisis persepsi regulator,

operator, dan pengemudi B3.

12. Tanggung jawab PT. Indonesia Ferry (Persero) dalam hal pengangkutan

B3 dari mulai masuk pelabuhan penyeberangan sampai kendaraan

pengangkut B3 sampai di pelabuhan penyeberangan yang dituju perlu

payung hukum untuk kejelasan tanggung jawab penyelenggaraan

angkutan penyeberangan.

Substansi yang perlu diatur dalam peraturan penyelenggaraan pengangkutan

B3 di pelabuhan penyeberangan secara garis besar sebagai berikut:

1. Kendaraan pengangkut B3 yang di tiba pelabuhan penyeberangan

disediakan tempat parkir khusus.

2. Di tempat parkir khusus kendaraan pengangkut B3 dilakukan pemeriksaan,

kelengkapan

3. Disiapkan tenaga pengawas.

4. Pengawasan pengangkutan B3 yang ketat.

5. Kendaraan pengangkut B3 masuk ke jembatan timbang sesuai dengan

kedatangan.

6. Untuk keselamatan, dilakukan pengawasan kendaraan yang mengangkut

B3 mulai tiba di pelabuhan sampai dengan bongkar di pelabuhan tujuan.

188 Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012

Adapun rencana pedoman pengangkutan B3 di pelabuhan penyeberangan

antara lain:

1. Pedoman penanganan di pelabuhan

a. Angkutan B3 tiba di pelabuhan ditempatkan pada tempat parkir

khusus.

b. Ditempat parkir khusus angkutan B3 dilakukan pengecakan

kelengkapan dokumen barang yang diangkut, kemasan barang,

pemasangan plakat, label, alat keselamatan, sertifikat kompetensi

pengemudi, dan kondisi kendaraan, terutama ban.

c. Disiapkan tenaga pengawas angkutan B3 di pelabuhan yang

mempunyai kompetensi tentang tata cara pengangkutan B3.

d. Kendaraan pengangkut B3 setelah dilakukan pengecekan dan

ternyata dokumennya lengkap dan tidak ada penyimpangan

maka kendaraan B3 dipanggil masuk jembatan timbang untuk

mengetahui berat kendaraan beserta muatannya dan melakukan

transaksi pembayaran.

e. Kendaraan B3 setelah di timbang selanjutnya diarahkan ke dermaga

sesuai dengan kapasitas dermaga.

f. Kendaraan B3 yang tidak lengkap dokumen dan atau ditemukan

ada penyimpangan maka angkutan B3 tersebut tidak boleh

dipanggil ke jembatan timbang sampai dokumen barang dilengkapi.

2. Pedoman penanganan B3 didalam kapal

a. Disediakan tenaga pengawas angkutan B3 di kapal diwajibkan

memeiliki kompetensi pengangkutan B3.

b. Tenaga pengawas melakukan pengawasan terhadap angkutan B3

pada saat kendaraan naik ke kapal, mengawasi kepastian angkutan

B3 sudah diikat dengan tali yang di sediakan.

c. Tenaga pengawas selalu berkordinasi dengan pengemudi, pembantu

pengemudi, dan ABK apabila ada hal-hal yang tidak diinginkan.

d. Tenaga pengawas melakukan pengawasan angkutan B3 mulai dari

pelabuhan asal sampai dengan pelabuhan tujuan.

Sesuai dengan data yang tersedia maka disusun matrik khusus klasifikasi

limbah B3 dan pengertiannya sebagai berikut.

Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 189

Tabel 6. Matrik Khusus Klasifikasi Limbah B3

No. Jenis Barang Pengertian

1. Limbah Mudah Meledak

(Explosive)

limbah yang melalui reaksi kimia dapat

menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi

yang dengan cepat dapat merusak lingkungan

2. Limbah Mudah Terbakar

(Flammable)

limbah yang bila berdekatan dengan api, percikan

api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah

menyala atau terbakar dan bila telah menyala akan

terus terbakar hebat dalam waktu lama

3. Limbah Reaktif

limbah yang menyebabkan kebakaran karena

melepaskan atau menerima oksigen atau limbah

organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi

4. Limbah Beracun (Toxic)

limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi

manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat

menimbulkan kematian atau sakit bila masuk ke

dalam tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut

5. Limbah yang Menyebabkan

Infeksi

limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit atau

limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti

bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan

tubuh manusia yang terkena infeksi

6. Limbah yang Bersifat

Korosif (Corrosive)

limbah yang menyebabkan iritasi pada kulit atau

mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama atau

kurang dari 2,0 untuk limbah yang bersifat asam dan

lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa

7.

Limbah yang Berbahaya

bagi Lingkungan

(Dangerous to the

Environment)

limbah yang menyebabkan kerusakan lingkungan

terutama hewan air, misalnya pestisida dan

sebagainya

8. Limbah yang Bersifat

Karsinogenik (Carcinogenic)

limbah yang dapat menyebabkan timbulnya sel-sel

kanker

9. Limbah yang Bersifat

Teratogenik (Teratogenic) limbah yang dapat mengakibatkan kerusakan janin

10. Limbah yang Bersifat

Mutagenik (Mutagenic)

limbah yang dapat menyebabkan kerusakan struktur

genetika

Sumber: http://tugala.blogspot.com/2010/05/klasifikasi-limbah-bahan-berbahaya-dan.html

Sumber-sumber utama limbah tersebut antara lain:

1. Sumber yang tidak spesifik yaitu limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa,

tumpahan bahan kimia, bekas kemasan bahan kimia, dan buangan produk

yang tidak memenuhi spesifikasi.

2. Limbah B3 yang umumnya bukan berasal dari proses utamanya tetapi

berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencuci, pencegah korosi,

pelarut kerak, dan pengemas.

3. Limbah B3 dari sumber spesifik adalah limbah B3 sisa proses atau

kegiatan yang dapat ditentukan secara spesifik.

190 Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012

Berkaitan dengan penyelenggaraan angkutan B3 di jalan yang diatur dengan

keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.725/A.J 302/

DRJD/2004 Tahun 2004 tentang Pengangkutan Bahan Berbahaya dan Beracun

(B3) di Jalan belum mengatur pengangkutan B3 di pelabuhan penyeberangan,

untuk itu perlu disempurnakan dengan menambahkan substansi pengangkutan

B3 dipelabuhan penyeberangan.

KESIMPULAN

1. Penanganan angkutan B3 di pelabuhan penyeberangan belum diselenggarakan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan, seperti wajib melaporkan

barang yang diangkut, pengemasan, persyaratan pengemudi dan pembantu

pengemudi, dan lain-lain.

2. Belum tersedia pedoman penyelenggaraan angkutan B3 di pelabuhan

penyeberangan.

3. Angkutan B3 di pelabuhan penyeberangan ditangani sama dengan angkutan

barang lainnya dan belum mendapat penanganan secara khusus.

4. Pengemudi dan pembantu pengemudi kurang memiliki pengetahuan tentang

tata cara pengangkutan B3. Mereka mengetahui hanya dari membaca sendiri

peraturan yang ada, oleh karena itu pengetahuan mereka masih kurang.

REKOMENDASI

Agar pedoman penyelenggaraan angkutan B3 di pelabuhan penyeberangan dapat

terlaksana dengan baik, direkomendasikan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Dalam rangka penyelenggaraan angkutan B3 di pelabuhan penyeberangan,

perlu disediakan tempat parkir untuk parkir saat kendaraan pengangkut B3

datang, dan apabila tetap dipertahankan pengangkutan B3 di campur dengan

kendaraan lainnya, maka perlu diperketat pengawasan mulai B3 tiba di

pelabuhan sampai dengan pelabuhan tujuan.

2. Petugas pengawas B3 di pelabuhan dan di kapal adalah mereka yang telah

memiliki kompetensi pengangkutan B3.

3. Untuk kepastian pelayanan angkutan B3 di pelabuhan penyeberangan

diperlukan pedoman yang mengatur secara jelas dan transparan.

4. Diperlukan penyelenggaraan sosialisasi atau diklat tata cara pengangkutan B3

bagi pengusaha pengangkutan B3 dan/atau pengemudi diberikan penjelasan

Jurnal Transportasi Darat, Vol. 14, Nomor 2, Juni 2012 191

tentang tata cara pengangkutan B3 pada saat mencari SIM dan

memperpanjang SIM.

5. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK. 725/ AJ.302/

DRJD/2004 Tahun 2004 tentang Pengangkutan Bahan Berbahaya dan Beracun

(B3) di Jalan perlu disempurnakan, karena belum mengatur tata cara

pengangkutan B3 di pelabuhan penyeberangan.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun.

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan

Maritim.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 17 Tahun 2000 tentang Pedoman

Penanganan Bahan/Barang Berbahaya Dalam Kegiatan Pelayaran di Indonesia.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 32 Tahun 2001 tentang

Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 52 Tahun 2004 tentang

Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan.

Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.725/AJ.302/

DRJD/2004 tentang Penyelenggaraan Pengangkutan Bahan Berbahaya dan

Beracun (B3) di Jalan.

Bang Hia. 2010. Klasifikasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Serta

Sumbernya, (Online), (http://tugala.blogspot.com/2010/05/klasifikasi-

limbah-bahan-berbahaya-dan.html, diakses 15 Maret 2012).

BIODATA

*) Lahir di Gianyar, Bali, 31 Desember 1955. S1 Administrasi Negara

Universitas Terbuka Jakarta Tahun 1992. Peneliti Madya Bidang

Transportasi Darat Puslitbang Perhubungan Darat dan Perkeretaapian.