jurnal kesehatan

11
FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWAT INAP KEMILING BANDAR LAMPUNG TAHUN 2015 Denny Hardiyansyah S [email protected] Penyakit diare merupakan penyakit yang sering menyerang bayi dan balita. Balita dan anak dikatakan diare bila frekuensi bab lebih dari 4 kali sehari dengan konsistensi cair (Hasan, 2007). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Lampung jumlah penderita diare Tahun 2013 di Provinsi Lampung sebanyak 19. 828 orang dan masuk ke sepuluh besar penyakit di Provinsi. Hasil laporan di Kota Bandar Lampung, kejadian diare tertinggi pada bulan Oktober - Desember 2013 diduduki oleh Puskesmas Rawat Inap Kemiling yaitu sebanyak 297 orang. Adapun penyebab penyebab tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya keadaan gizi, kebiasaan atau perilaku dan sanitasi lingkungan (Amirudin, 2007) .Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Rawat Inap Kemiling Bandar Lampung Tahun 2015. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu balita penderita diare berjumlah 46. Teknik sampling yang digunakan ini adalah Accidental Sampling, Alat pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah kuesioner. Analisa data yang digunakan adalah prosentasi. Hasil penelitian didapatkan faktor yang berhubungan dengan kejadian diare dalam faktor gizi balita didapatkan 35 balita (76 %) mempunyai status gizi baik, sedangkan 11 balita (24 %) berstatus gizi buruk. Berdasarkan faktor lingkungan tempat tinggal, Sumber air yaitu sehat 35 responden (76%) dan tidak sehat 11 responden (24%), dilihat dari pengelolaan sampah yaitu sehat 18 responden (39%) dan tidak sehat 28 responden (61%), dilihat dari pembuangan kotoran yaitu sehat 46 respoden (100%), dilihat dari lingkungan yaitu sehat 31 responden (67,4%) dan tidak sehat 15 responden (67,4%). Dari faktor perilaku didapatkan 37 responden (80,5%) dari total responden berperilaku kesehatan kurang baik, sedangkan yang berperilaku kesehatan baik sebanyak 9 responden (19,5%). Dari hasil penelitian disarankan pihak puskesmas dapat memberikan penyuluhan kesehatan kepada keluarga terutama orangtua tentang faktor faktor yang berhubungan dengan kejadian diare sehingga dapat mengaplikasikan kedalam kehidupan sehari-hari. A. Latar Belakang Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang sering mengenai bayi dan balita. Seorang bayi baru lahir umumnya akan buang air besar sampai lebih dari sepuluh kali sehari, dan bayi yang lebih besar akan mempunyai waktu buang air masing-masing, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2 kali seminggu. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar lebih dari empat kali, sedangkan untuk balita berumur lebih dari 1 tahun dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali sehari (Hasan,2007). Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, karena kejadiannya sering dalam bentuk Kejadian Luar Biasa (KLB), yang disertai dengan kematian yang cukup tinggi. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 diare merupakan penyebab utama kematian pada balita. Beberapa factor penyebab terjadinya diare adalah oleh kuman melalui kontaminasi makanan

Upload: ronianasoka

Post on 10-Dec-2015

57 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jurnal diare pada balita

TRANSCRIPT

Page 1: jurnal KESEHATAN

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN

DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS RAWAT INAP KEMILING

BANDAR LAMPUNG TAHUN 2015

Denny Hardiyansyah S

[email protected]

Penyakit diare merupakan penyakit yang sering menyerang bayi dan balita. Balita dan anak

dikatakan diare bila frekuensi bab lebih dari 4 kali sehari dengan konsistensi cair (Hasan, 2007).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Lampung jumlah penderita diare Tahun 2013 di

Provinsi Lampung sebanyak 19. 828 orang dan masuk ke sepuluh besar penyakit di Provinsi.

Hasil laporan di Kota Bandar Lampung, kejadian diare tertinggi pada bulan Oktober - Desember

2013 diduduki oleh Puskesmas Rawat Inap Kemiling yaitu sebanyak 297 orang. Adapun

penyebab – penyebab tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya keadaan gizi,

kebiasaan atau perilaku dan sanitasi lingkungan (Amirudin, 2007) .Tujuan penelitian ini untuk

mengetahui Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas

Rawat Inap Kemiling Bandar Lampung Tahun 2015.

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah

ibu balita penderita diare berjumlah 46. Teknik sampling yang digunakan ini adalah Accidental

Sampling, Alat pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah kuesioner. Analisa data

yang digunakan adalah prosentasi.

Hasil penelitian didapatkan faktor yang berhubungan dengan kejadian diare dalam faktor

gizi balita didapatkan 35 balita (76 %) mempunyai status gizi baik, sedangkan 11 balita (24 %)

berstatus gizi buruk. Berdasarkan faktor lingkungan tempat tinggal, Sumber air yaitu sehat 35

responden (76%) dan tidak sehat 11 responden (24%), dilihat dari pengelolaan sampah yaitu

sehat 18 responden (39%) dan tidak sehat 28 responden (61%), dilihat dari pembuangan kotoran

yaitu sehat 46 respoden (100%), dilihat dari lingkungan yaitu sehat 31 responden (67,4%) dan

tidak sehat 15 responden (67,4%). Dari faktor perilaku didapatkan 37 responden (80,5%) dari

total responden berperilaku kesehatan kurang baik, sedangkan yang berperilaku kesehatan baik

sebanyak 9 responden (19,5%). Dari hasil penelitian disarankan pihak puskesmas dapat

memberikan penyuluhan kesehatan kepada keluarga terutama orangtua tentang faktor – faktor

yang berhubungan dengan kejadian diare sehingga dapat mengaplikasikan kedalam kehidupan

sehari-hari.

A. Latar Belakang

Penyakit diare merupakan salah

satu penyakit yang sering mengenai bayi

dan balita. Seorang bayi baru lahir

umumnya akan buang air besar sampai

lebih dari sepuluh kali sehari, dan bayi

yang lebih besar akan mempunyai waktu

buang air masing-masing, ada yang sehari

2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2 kali

seminggu. Neonatus dinyatakan diare bila

frekuensi buang air besar lebih dari empat

kali, sedangkan untuk balita berumur

lebih dari 1 tahun dan anak, bila

frekuensinya lebih dari 3 kali sehari

(Hasan,2007).

Penyakit diare masih merupakan

masalah kesehatan masyarakat di

Indonesia, karena kejadiannya sering

dalam bentuk Kejadian Luar Biasa

(KLB), yang disertai dengan kematian

yang cukup tinggi. Menurut Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

diare merupakan penyebab utama

kematian pada balita. Beberapa factor

penyebab terjadinya diare adalah oleh

kuman melalui kontaminasi makanan

Page 2: jurnal KESEHATAN

atau minuman yang tercemar tinja atau

kontak langsung dengan oenderita

(depkes RI, 2007).

Secara proporsional diare lebih

banyak terjadi pada golongan balita

(55%). Adapun kebijakan pemberantasan

penyakit diare dilaksanakan untuk

menurunkan angka kesakitan, angka

kematian dan penanggulangan kejadian

luar biasa (KLB) meningkatkan kerja

sama lintas program dan lintas sektor

terkait serta partisipasi aktif masyarakat

secara luas antara lain organisasi profesi

dan lembaga masyarakat di pusat maupun

daerah (Depkes RI, 2010).

A. DIARE

1. Pengertian Diare

Diare adalah frekuensi buang air besar

yang lebih sering dari biasanya dengan

konsistensi yang lebih encer (Nursalam,

2005).Diare adalah pengeluaran tinja yang

tidak normal dan cair dengan frekuensi yang

lebih banyak dari biasanya, bayi dikatakan

diare bila sudah lebih dari 3 kali buang air

besar, sedangkan neonates dikatakan diare

bila sudah lebih dari 4 kali buang air besar

(Sudarti, 2010).

2. Jenis – Jenis Diare

Penyakit diare dibagi menjadi beberapa

bagian, yaitu berdasarkan lamanya diare,

berdasarkan sudut pandang klinis praktis dan

berdasarkan tingkat dehidrasi.

a. Berdasarkan lamanya, diare dibagi

menjadi :

1) Diare Akut

Diare akut adalah buang air besar yang

lembek / cair bahkan dapat berupa air

saja yang frekuensinya lebih sering

dari biasanya (biasanya 3 kali atau

lebih dalam sehari) dan berlangsung

kurang dari 14 hari (Depkes RI,

2010).Menurut WHO (2009) diare

akut (termasuk kolera), adalah

berlangsung beberapa jam atau

beberapa hari dengan bahaya

utamanya adalah dehidrasi.

2) Diare Kronik

Diare Kronik adalah buang air besar

yang cair / lembek dengan jumlah

lebih banyak dari normal dan

berlangsung lebih dari 15 hari.Batasan

kronik di Indonesia, dipilih waktu

lebih dari 15 hari agar dokter lebih

waspada, serta dapat lebih cepat

menginvestigasi penyebab diare

dengan tepat.

3) Diare Persisten

Diare persisten adalah diare yang

merupakan kelanjutan dari diare akut

biasanya berlangsung 15 – 30 hari, dan

menurut WHO bahaya utama dari

diare persisten adalah malnutrisi,

infeksi usus dan dehidrasi.

b. Berdasarkan Tingkat Dehidrasi

Berdasarkan tingkat dehidrasinya, diare

dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu

(Depkes RI, 2008)

1) Diare Tanpa Dehidrasi

Diare tanpa dehidrasi adalah buang

air besar dengan konsistensi tinja cair

/ lembek serta frekuensi lebih sering

dari biasanya, dimana tidak cukup

tanda – tanda untuk diklasifikasikan

sebagai dehidrasi berat atau ringan /

sedang.

2) Diare dengan Dehidrasi Ringan /

Sedang

Diare dengan dehidrasi ringan /

sedang adalah diare yang disertai dua

atau lebih tanda – tanda : gelisah,

rewel / mudah marah, mata cekung,

haus serta sangat lahap apabila

diberikan minum, cubitan perut

kembali lambat.

3) Diare Dengan Dehidrasi Berat

Diare dengan dehidrasi berat adalah

diare yang disertai dua atau lebih

tanda – tanda :letargisatau tidak

sadar, mata cekung, tidak bias minum

Page 3: jurnal KESEHATAN

atau malas minum, cubitan kulit perut

kembali sangat lambat.

3. Penyebab Diare

Diare disebabkan olehfaktor

infeksi, malasobsi, faktor makanan dan

faktor psikologis. Faktorinfeksi biasanya

disebabkan oleh virus, parasit atau bakteri.

Virus bisamenyebabkan diare pada manusia

yaitu dari golongan bakteri

Aeromonashidropoli, bacillus cereus,

campylobacter jejuni, Clostridum

diffcilClostridum perfriengens, Escria Coli,

Salmonella spp, Shinggella spp,

Staphylokokus auerus, Vibrio cholera,

Vibrio parahaemolitikus dan

Yersiniaenterocoliticia (Depkes, RI 2007).

Golongan virus yang dapat

menyebabkan diare adalah

Adenovirus,Rotavirus, Virus Norwalk,

Astrovirus, Calicivirus, Minirotavirus dan

virusbulat kecil. Sedangkan golongan parasit

terdiri dari Balantidium Coli,Capillaria

phippinensis, faciolopis buski, Sarcocytis

suihominis, Trichuristrichura, Candida spp,

Isospora belli (Depkes, RI 2007)

4. Cara Penularan Penyakit Diare

Golongan virus menyebabkan diare

dengan jarak masuk kedalamteratus

digestivirus bersama makanan dan

berkembang biak didalam usus.Selanjutnya

virus tersebut merusak sel epitel usus

sehingga dapat menyerapair dan makanan

akibatnya terjadi diare asmotic (Achmadi,

2011).

Golongan bakteri menyebabkan diare

dengan cara masuk ke traktusdigesvirus dan

berkembang biak serta mengeluarkan toksin.

Toksin tersebutmerangsang usus sehingga

terjadi peningkatan aktifitas enzim

adenilsiklaseatau guanil siklase. Enzim mini

akan menyebabkan peningkatan

CAMP(cyclicadenosin monophoospate) atau

CGMP (Cyclicademasonmonophoospate)

yang mampu mesekresi klorida, natrium dan

air dari dalamsel ke lumen usus kedalam sel.

Hal ini menyebabkan peningkatan

tekananosmotik sehingga terjadi

hiperperistaltik usus dan mengeluarkan

cairan yangberlebihan didalam kolom

sehingga terjadi diare (Achmadi, 2011).

5. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan

Kejadian Diare

a. Faktor Lingkungan

Penyakit diare merupakan salah

satu penyakit yang berbasis

lingkungan.Apabila faktor lingkungan

tidak sehat karena tercemar kuman diare

serta berakumulasi dengan perilaku

manusia yang tidak sehat pula, yaitu

melalui makanan dan minuman, maka

dapat menimbulkan kejadian penyakit

diare.

Kesehatan lingkungan pada

hakikatnya adalah suatu kondisi atau

keadaan lingkungan yang optimum

sehingga berpengaruh positif terhadap

terwujudnya status kesehatan yang

optimal pula. Ruang lingkup kesehatan

lingkungan tersebut antara lain mencakup

:

1) Perumahan

Rumah sehat adalah rumah sebagai

tempat tinggal yang memenuhi

ketetapan dan ketentuan teknis

kesehatan yang wajib dipenuhi dalam

rangka melindungi penghuni rumah dari

bahaya atau gangguan kesehatan

sehingga memungkinkan penghuni

memperoleh derajat kesehatan yang

optimal (Adnani, 2011)

Unsur – unsur rumah sehat yang perlu

diperhatikan untuk memenuhi rumah

sehat adalah :

a) Bahan bangunan

Langit langit rumah hendaknya harus

mudah dibersihkan, tidak rawan

kecelakaan, berwarna terang dan

batas tinggi langit – langit dari lantai

minimal 2,75 m. dinding rumah

berfungsi untuk menahan angin dan

debu, dibuat tidak tembus pandang,

bahan dibuat dari batu bata, batako,

Page 4: jurnal KESEHATAN

bamboo, papan kayu, dinding

dilengkapi dengan sarana ventilasi

untuk pengaturan sirkulasi udara.

Lantai rumah hendaknya kedap air,

rata tak licin serta mudah

dibersihkan.Tinggi lantai untuk

rumah bukan panggung sekurang –

kurangnya 10 cm dari pekarangan

dan 25 cm dari badan jalan.

b) Ventilasi

Jendela rumah berfungsi sebagai

lobang angin, jalan udara segar dan

sinar matahari serta sirkulasi. Letak

lobang angin yang baik adalah searah

dengan tiupan angin.Pergantian

udara agar lancer diperlukan

minimum luas lubang ventilasi5 - 20

% dari luas lantai.

c) Cahaya

Cahaya yang cukup dapat diperoleh

apabila luas jendela kaca minimum

20% luas lantai.Kamar tidur

sebaiknya diletakkan di sebelah

timur untuk memberikan kesempatan

masuknya ultraviolet. Jika peletakan

jendela kurang leluasa dapat

dipasang genteng kaca karena semua

jenis cahaya dapat mematikan

kuman, hanya berbeda satu sama lain

tergantung segi lamanya proses

mematikan kuman.

d) Luas bangunan rumah

Luas bangunan yang baik apabila

dapat menyediakan 2,5 – 3 /

orang (tiap anggota keluarga). Luas

lantai kamar tidur diperlukan

minimum 3 per orang untuk

mencegah penularan penyakit.Jarak

antara tepi tempat tidur yang satu

dengan yang lain minimum 90 cm.

2) Pembuangan kotoran manusia (tinja)

kotoran manusia adalah semua benda

atau zat yang tidak dipakai lagi oleh

tubuh dan harus dikeluarkan dari dalam

tibuh. Beberapa zat – zat tersebut adalah

: tinja (faeces), air seni (urine) dan CO2

sebagai hasil dari proses pernapasan.

Tempat pembuangannya disebut dengan

latrine (jamban atau kakus).

Macam kakus :

a) kakus cubluk : tempat

penampungan tinjanya dibangun

dekat dibawah tempat injakan dan

atau di bawah bangunan kakus.

b) Kakus empang : dibangun di atas

empang, sungai atau rawa

c) Kakus kimia : dibangun pada

tempat – tempat rekreasi, alat

transportasi dll

d) Kakus dengan “angsa trine”

(kloset).

Jarak 10 meter antara sumur dan tangki

septic merupakan jarak ideal.Hal ini

disebabkan dari bakteri E-coli patogen

(bersifat anaerob) yang biasanya

mempunyai usia harapan hidup selama

tiga hari. Sedangkan kecepatan aliran air

dalam tanah berkisar 3 meter per hari

(rata-rata kecepatan aliran air dalam

tanah di pulau jawa 3 meter/hari),

sehingga jarak ideal antara tangki septic

dengan sumur sejauh 3 meter per hari x

3 hari = 9 meter. Dari hasil perhitungan,

jarak tempuh bakteri selama 3 hari

hanya 9 meter. Adapun angka 10 meter

setelah ditambah satu meter sebagai

jarak pengaman. 3) penyediaan air bersih

masalah kesehatan lingkungan air bersih

perlu diperhatikan dengan baik karena

menyangkut sumber air minum yang

dikonsumsi sehari – hari. Apabila

sumber air minum yang dikonsumsi

keluarga tidak sehat, maka seluruh

anggota keluarga akan menghadapi

masalah kesehatan atau penyakit

misalnya diare. Beberapa syarat air

minum yang sehat untuk dikonsumsi

adalah :

Page 5: jurnal KESEHATAN

a) syarat fisik : bening (tidak

berwarna, tidak berasa, suhu di

bawah suhu udara di luarnya)

b) syarat bakteriologis : apabila dalam

100 cc air terdapat kurang dari 4

buah bakteri E. Coli.

c) Syarat kimia : mengandung zat –

zat tertentu dalam jumlah tertentu

pula, yaitu : Fluor (F), Chlor (Cl),

Arsen ( As), tembaga (Cu), Besi

(Fe), zat organic, PH (keasaman)

Sumber – sumber air minum didapat

dari berbagai sumber seperti : air hujan,

air sungai dan danau, mata air, air

sumur dangkal dan air sumur dalam.

4) pembuangan sampah

sampah adalah sesuatu yang tidak

digunakan, tidak terpakai, tidak

disenangi, atau sesuatu yang dibuang,

yang berasal dari kegiatan manusia dan

tidak terjadi dengan sendirinya. Adapun

kotoran manusia (human waste) dan air

limbah atau air bekas (sewage) tidak

tergolong sampah. Sampah juga

diartikan sebagai sisa kegiatan sehari –

hari manusia dan proses alam yang

berbentuk padat (Undang – Undang

Republik Indonesia Nomor 18 Tahun

2008).

Sampah erat kaitannya dengan

kesehatan masyarakat, karena dari

sampah tersebut dapat terjadi

penyebaran penyakit yang dibawa oleh

vector.Pengimpulan, pengangkutan,

sampai pemusnahan atau pengolahan

yang baik sangat diperlukan agar

sampah tidak mengganggu kesehatan

masyarakat dan kesehatan masyarakat

dan kesehatan lingkungan. Pengolahan

sampah diantaranya :

a. Pengumpulan dan Pengangkutan

Sampah

Sistem pengumpulan dan

pengangkutan sampah di daerah

perkotaan sudah baik, karena

merupakan tanggung jawab

pemerintah didukung oleh

partisipasi masyarakat. Petugas

kebersihan yang mengangkut

sampah sudah ada, oleh petugas

sampah akan dibawa ke tempat

penampungan sementara (TPS),

kemudian dibawa ketempat

penampungan akhir (TPA). Di

daerah pedesaan, sampah akan

diolah sendiri oleh keluarga,

biasanya dijadikan pupuk atau

makanan ternak, tetapi kadang –

kadang keluarga di pedesaan

membuang sampah di pinggir kali,

kebun atau pekarangan belakang

rumah.

b. Pemusnahan dan Pengolahan

Sampah

Pemusnahan dan pengolahan

sampah dapat dilakukan melalui

berbagai cara, diantaranya adalah

dengan ditanam (landfill) atau

ditimbun di dalam tanah, dibakar

(inceneration) di dalam tungku

pembakaran, dan dijadikan pupuk

(composting) khususnya untuk

sampah daun, sisa makanan dan

sampah yang dapat membusuk

lainnya.

5) pembuangan air kotor (air limbah)

air limbah adalah sisa air yang dibuang

berasal dari buangan rumah tangga,

industry, maupun tempat – tempat

umum lainnya dan pada umumnya

mengandung bahan – bahan atau zat –

zat yang sangat membahayakan

kesehatan manusia dan mengganggu

lingkungan hidup.

b. Faktor Status Gizi

Status gizi adalah ekspresi dari

keadaan keseimbangan dalam bentuk

variabel tertentu, atau perwujudan dari

nutrisi dalam bentuk variabel

tertentu.Diare menyebabkan gizi kurang

dan memperberat diarenya.Oleh karena

itu, pengobatan dengan makanan yang

Page 6: jurnal KESEHATAN

baik merupkan komponen utama

penyembuhan diare.Balita yang gizinya

kurang sebagian besar meninggal karena

diare.Hal ini disebabkan karena dehidrasi

dan malnutrisi (Supariasa, 2011).

Pertumbuhan dan perkembangan

balita akan baik jika balita mempunyai

status kesehatan yang baik, status gizi

yang baik, lingkungan yang baik sehat

dan keluarga yang baik dalam

mengasuhnya (Depkes, RI 2008)

Pencerminan keberhasilan program

gizi di masyarakat dapat dilihat dari

status gizi, dan penilaiannya sering

dilakukan pada balita.Kurang gizi

merupakan penyakit yang tidak menular

yang terjadi pada sekelompok

masyarakat.Masalah kurang gizi

merupakan masalah kesehatan yang

kompleks (Indrawani, 2007). Beratnya

penyakit, lama dan resiko kematian

karena diare akan meningkat pada balita

yang mengalami kurang gizi terutama

gizi buruk (Depkes, RI 2007). Faktor

yang dapat mempengaruhi kejadian diare

pada balita salah satunya adalah keadaan

status gizi pada balita itu sendiri.

Kurang gizi merupakan penyakit

yang tidak menular yang terjadi pada

sekelompok masyarakat.Kekurangan gizi,

merupakan kegagalan mencapai

kandungan gizi yang dibutuhkan,

sehingga dapat mengurangi kesehatan

fisik dan mental. Kekurangan gizi secara

umum yang ditandai dengan

keterlambatan pertumbuhan, berat badan

di bawah normal, pertumbuhan yang

terhambat, kekurangan mikronutrien,

seperti vitamin A, zinc, yodium dan asam

folic. Resiko penyakit yang mengancam

adalah penyakit infeksi terutama diare,

infeksi saluran pernapasan atas (ISPA),

rendahnya tingkat intelektual dan

produktivitas kerja.

Pendidikan gizi merupakan salah

satu unsur penting dalam meningkatkan

status gizi masyarakat untuk jangka

panjang.Untuk meningkatkan

pemahaman dan kemampuan masyarakat

mengkonsumsi makanan, perlu

dimasyarakatkan perilaku yang baik dan

benar sesuai kaidah ilmu gizi.Perilaku ini

diwujudkan dalam bentuk pesan dasar

gizi seimbang, yang pada hakekatnya

merupakan perilaku konsumsi makanan

yang baik dan sesuai untuk bangsa

Indonesia.Upaya – upaya perbaikan gizi

dapan diintegrasikan ke dalam berbagai

program yang sudah ada seperti

pertanian, ketahanan pangan,

perkembangan ekonomi, serta air dan

sanitasi. Karena masalah kekurangan gizi

merupakan sebab dan akibat dari

berbagai masalah kesehatan dan tidak

bisa diperbaiki hanya oleh satu pihak saja

(Soeharsono, 2006)

Berdasarkan standar baku WHO –

NCHS dapat dikategorikan dengan

menggunakan indeks BB/U, TB/U dan

BB/TB (Atikah, 2010).

1). Klasifikasi Status Gizi

a). Gizi Lebih

Gizi lebih biasanya bersangkutan

dengan kelebihan energy didalam

hidangan yang dikonsumsi relative

terhadap kebutuhan atau

penggunaannya.Ada tiga zat makanan

penghasil energi utama yaitu karbohidrat,

lemak dan protein.Kelebihan didalam

tubuh diubah menjadi lemak dan

ditimbun dalam tempat – tempat tertentu

(Soeharsono, 2009).

b). Gizi Baik

Gizi baik adalah kesehatan gizi yang

sesuai dengan tingkat ekonomi yang

menyebabkan tercapainya kesehatan

tersebut.Tingkat kesehatan gizi terbaik

adalah kesehatan gizi optimum.Dalam

kondisi ini tubuh terbebas dari penyakit

dan mempunyai daya kerja dan efisiensi

yang optimal.

c). Gizi Kurang

Page 7: jurnal KESEHATAN

Gizi kurang adalah keadaan tidak

sehat (patologis) yang ditimbulkan karena

tidak makan, dengan demikian konsumsi

energi dan protein kurang selama jangka

waktu tertentu.

c. Faktor Perilaku Kesehatan Ibu

Perilaku dari pandangan biologis

merupakan suatu kegiatan atau

aktifitasorganisme yang bersangkutan.

Jadi, perilaku manusia pada hakikatnya

adalahsuatu aktifitas dari manusia itu

sendiri. Sedangkan perilaku itu sendiri

adalahapa yang dikerjakan oleh

organisme tersebut, baik dapat diamati

secaralangsung atau tidak langsung

(Notoatmodjo, 2007).

Ibu sebagai pengasuh dan yang

memelihara balita merupakan salah satu

faktor yang dapat menyebabkan

terjadinya diare, hal ini disebabkan

karena perilaku ibu yang kurang baik.

Perilaku ibu dipengaruhi oleh tingkat

pendidikan yang ibu peroleh, biasanya

semakin tinggi pendidikan ibu maka

semakin tinggi tingkat pengetahuan dan

pemahaman ibu (Depkes RI, 2011).

Dalam proses pembentukan

perilaku dalam diri seseorang dipengaruhi

oleh beberapa faktor yang berasal dari

dalam dan luar individu tersebut.

Perubahan perilaku dalam diri seseorang

dapat diketahui melalui pengalaman yang

dihasilkan melalui panca indera.Belajar

merupakan suatu perubahan perilaku

yang didasari oleh perilaku terdahulu

yang berlangsung dalam interaksi

manusia dengan lingkungannya.Faktor

yang mempengaruhi terbentuknya

perilaku seseorang adalah pengetahuan,

kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan

lingkungan sekitar baik fisik maupun non

fisik (Notoatmodjo, 2010).

Berdasarkan hal tersebut di atas

pemberian pengetahuan saja tidak cukup

untuk perubahan perilaku

seseorang.Perilaku mereka sering

dipengaruhi oleh pandangan serta

berbagai kebiasaan keluarga, kawan dan

masyarakat.Kadang – kadang hal ini

bersifat positif, dapat pula bersifat

negative terhadap kesehatan. Perubahan

perilaku akan menumbuhkan dinamika

yang dapat menimbulkan terjadinya

perubahan sosial. Untuk mengubah

perilaku sosial berarti harus mengubah

pandangan dan kebiasaan perilaku sehari

– hari dari keluarga dan masyarakat.Apa

yang akhirnya dilakukan oleh para orang

tua, pengasuh, sangat sering dipengaruhi

oleh apa yang dilakukan sekitar mereka

(Soeharsono, 2006).

A. Desain Penelitian

Menurut Riyanto (2010) desain

penelitian merupakan kerangka acuan bagi

peneliti untuk mengkaji hubungan antar

variabel dalam suatu penelitian. Desain

penelitian dapat menjadi petunjuk bagi

peneliti untuk mencapai tujuan penelitian

dan juga sebagai penuntun bagi peneliti

dalam seluruh proses penelitian. Desain

penelitian yang digunakan dalam penelitian

ini adalah deskriptif yaitu penelitian yang

diarahkan untuk mendeskripsikan atau

menguraikan suatu keadaan di dalam suatu

komunitas atau masyarakat (Notoatmodjo,

2012). Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui faktor – faktor yang

berhubungan dengan kejadian diare pada

balita di Puskesmas Rawat Inap Kemiling

Bandar Lampung Tahun 2015.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek

penelitian atau objek yang diteliti tersebut

(Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam

penelitian ini adalah ibu yang membawa

anak usia 0 - 5 tahun yang berobat di

Puskesmas Rawat Inap Kemiling Bandar

Lampung Tahun 2015 dengan diagnosa

diare dengan jumlah perkiraan populasi

Page 8: jurnal KESEHATAN

balita yang menderita sejak bulan Juli –

Desember 2014 sebanyak 113 balita.

2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel

dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang

membawa anak usia 0 - 5 tahun yang

berobat di Puskesmas Rawat Inap Kemiling

Bandar Lampung yang di diagnosa terkena

diare. Teknik sampling pada penelitian ini

adalah menggunakan Accidental Sampling,

yaitu pengambilan sampel digunakan secara

aksidental (accidental) ini dilakukan dengan

mengambil kasus atau responden yang

kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat

sesuai dengan konteks penelitian

(Notoatmodjo, 2012). Sampel dalam

penelitian ini adalah ibu balita yang datang

berobat ke Puskesmas Rawat Inap Kemiling

pada tanggal 29 April – 5 Juni 2015

didapatkan sampel sebanyak 46 orang ibu

balita dengan kriteria inklusi sebagai berikut

:

a. Ibu balita yang datang berkunjung ke

Puskesmas

b. Balita yang berobat dilakukan diagnosa

oleh petugas kesehatan puskesmas dan

dinyatakan menderita diare

c. Bersedia menjadi responden

C. Lokasi dan Waktu penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di

Puskesmas Rawat Inap Kemiling

Bandar Lampung

2. Waktu penelitian

Pengumpulan data ini dilaksanakan

pada tanggal 29 April – 5 Juni 2015

dengan melakukan wawancara dengan

menggunakan kuesioner.

D. Pengumpulan Data

1. Alat Pengumpulan data

Alat pengumpulan data adalah alat –

alat yang akan digunakan untuk

mengumpulkan data. Alat pengumpulan data

yang digunakan oleh peneliti adalah lembar

kuesioner. Bagian A pada kuesioner

merupakan data diri dan karakteristik

responden, kemudian di bagian B

merupakan pertanyaan mengenai status gizi

yang terdiri dari pertanyaan berat badan dan

unur balita. Pada bagian C pertanyaan

mengenai faktor lingkungan terdiri dari 11

pertanyaan dengan options pilihan Ya dan

Tidak. Selanjutnya pada bagian D berisi

pertanyaan mengenai faktor perilaku

kesehatan ibu yang terdiri dari 9 pertanyaan

dengan pilihan Ya dan Tidak.

E. Pengolahan Data

Pada penelitian ini menggunakan teknik

pengolahan data tabulasi, yaitu

pengumpulan dan pengelompokan data

sesuai dengan variabel yang diteliti.

1. Editing

Tahap ini merupakan kegiatan penyuntingan

data yang telah terkumpul yaitu dengan

memeriksa kelengkapan, kesalahan tiap

jawaban dari daftar pertanyaan sebagai

persiapan untuk Entry data kedalam tabulasi.

Peneliti memeriksa semua kelengkapan

pengisian kuesioner status gizi balita,

lingkungan tempat tinggal balita dan

perilaku kesehatan ibu balita.

2. Coding

Setelah data diedit langkah berikutnya

adalah mengkoding data, yaitu member kode

terhadap setiap jawaban yang diberikan atau

dapat dikatakan juga sebagai kegiatan

mengubah data berupa huruf menjadi angka.

Tujuannya untuk memudahkan klasifikasi

data, menghindari terjadinya pencampuran

data yang bukan jenis dan kategorinya.

Peneliti memberi kode dari tiap jawaban

yang tertera pada masing- masing kuesioner.

Yaitu untuk variabel gizi, dilakukan coding

1 = gizi baik dan 0 = gizi buruk, kemudian

pada variabel lingkungan coding 1 = sehat

dan 0 = tidak sehat dan pada variabel

perilaku coding 1 = baik dan 0 = buruk.

3. Scoring

Memberi score pada jawaban

responden sesuai dengan ketentuan

Page 9: jurnal KESEHATAN

yang telah ditetapkan. Memberi nilai

1 pada jawaban yang tepat dan

memberi niali 0 pada jawaban yang

tidak tepat.

4. Tabulating

Menghitung semua hasil jawaban

status gizi, lingkungan dan perilaku

kesehatan ibu balita yang tampak

pada BAB IV.

F. Analisa Data

Setelah data terkumpul dari instrumen

yang digunakan, data tersebut dianalisa

dan dilakukan pengolahan data.

Penelitian ini menggunakan analisa

univariat.Analisa univariat merupakan

analisa yang di gunakan untuk melihat

penelitian satu variabel.

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian

1. Gambaran Umum Puskesmas

Rawat Inap Kemiling

Puskesmas Rawat Inap Kemiling

berdiri sejak Tahun 1958 bertempat

di Kelurahan Sumberejo Kemiling

dengan nama Balai Pengobatan (BP)

Kemiling dan belum menetap karena

masih menumpang dirumah warga.

B. Karakteristik Responden

Data umum responden dalam

penelitian ini didistribusikan berdasarkan

umur dan pendidikan responden yang

didapatkan dari kuesioner sebagai

berikut:

1. Berdasarkan Umur

Tabel 1

Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Umur Ibu yang Memiliki

balita menderita Diare di Puskesmas

Rawat Inap Kemiling Bandar Lampung

Tahun 2015

No. Umur Frekuensi Presentas

e (%)

1 < 35

Tahun

34 74

2 ≥ 35 tahun 12 26

JUMLAH 46 100%

Berdasarkan tabel 1 diketahui

bahwa responden sebagian besar

adalah berumur ≥ 35 sebanyak 34

responden (74%) dan berumur ≤ 35

tahun sebanyak 12 responden (26%)

2. Berdasarkan Pendidikan

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu

yang Memiliki balita menderita Diare di

Puskesmas Rawat Inap Kemiling Bandar

Lampung Tahun 2015

No. Pendidikan Frekuensi Presentase (%)

1 Rendah 9 19,6

2 Menengah 29 63

3 Tinggi 8 17,4

JUMLAH 46 100%

Berdasarkan tabel 2 diketahui

bahwa tingkat pendidikan responden

terbanyak adalah pendidikan menengah

yaitu sebanyak 29 responden (63%)

sedangkan untuk pendidikan tinggi 8

responden (17,4%) dan pendidikan

rendah 9 responden (19,6%)

3. Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 3

Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Pekerjaan Ibu yang

Memiliki balita menderita Diare di

Puskesmas Rawat Inap Kemiling Bandar

Lampung Tahun 2015

No. Pekerjaan Frekuens

i

Presentas

e (%)

1 Tiak

bekerja

15 32,6

2 Bekerja 31 67,4

JUMLA

H

46 100%

Berdasarkan tabel 3 diketahui

bahwa pekerjaan responden terbanyak

adalah bekerja yaitu sebanyak 31

responden (67,4%) dan tidak bekerja

sebanyak 15 responden (32,6%)

Page 10: jurnal KESEHATAN

C. Hasil Penelitian

Tabel 4

Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita

yang Menderita Diare di Puskesmas

Rawat Inap Kemiling Bandar Lampung

Tahun 2015

No. Status

Gizi

Balita

Frekuensi Presentase

(%)

1 Baik 35 76

2 Buruk 11 24

JUMLAH 46 100%

Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa

status gizibalitadalam kategori baik yaitu

sebanyak 35 orang (76%) dan yang dalam

kategori buruk yaitu 11 orang (24%)

Tabel 5

Distribusi Frekuensi Kebersihan

Lingkungan Tempat Tinggal Balita yang

Menderita Diare Berdasarkan Kategori

Sehat dan Tidak Sehat di Puskesmas

Rawat Inap Kemiling Bandar Lampung

Tahun 2015

No. Kebersi

han

Lingku

ngan

Tempat

tinggal

Balita

Kategori Presentase (%)

Total

(%)

Seha

t

Tidak

sehat

sehat Tidak

sehat

1 Sumber

air

35 11 76 % 24 % 100 %

2 Sampah 18 28 39 % 61 % 100 %

3 Kotoran 46 0 100 % 0 100 %

4 Lingku

ngan

31 15 67.4

%

32.6

%

100 %

Berdasarkan tabel 5 diketahui

kebersihan lingkungan tempat tinggal di

lihat dari Sumber air yaitu sehat 35

responden (76%) dan tidak sehat 11

responden (24%), dilihat dari pengelolaan

sampah yaitu sehat 18 responden (39%)

dan tidak sehat 28 responden (61%), dilihat

dari pembuangan kotoran yaitu sehat 46

respoden (100%), dilihat dari lingkungan

yaitu sehat 31 responden (67,4%) dan tidak

sehat 15 responden (67,4%)

A. Kesimpulan

1. Didapatkan sebanyak 46 balita

penderita diare selama penelitian pada

tanggal 29 April – 5 Juni 2015

2. Sebagian besar balita atau sejumlah 35

balita (76 %) mempunyai status gizi

baik, sedangkan 11 balita (24 %)

berstatus gizi buruk.

3. Dalam hal lingkungan tempat tinggal,

sebagian besar responden tinggal

dilingkungan sehat yaitu 70.6 % dan

yang tinggal di lingkungan tidak sehat

sebanyak 29.4 %.

4. Sejumlah 26 responden (56,5%) dari

total responden berperilaku kesehatan

kurang baik, 11 responden (24%)

berperilaku kesehatan cukup sedangkan

yang berperilaku kesehatan baik

sebanyak 9 responden (19,5%).

B. Saran

Diharapkan pihak puskesmas setempat

dapat memberikan penyuluhan kesehatan

kepada keluarga terutama orangtua tentang

faktor – faktor yang berhubungan dengan

kejadian diare pada balita sehingga dapat

mengaplikasikan kedalam kehidupan sehari-

hari.

1. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan bagi institusi

pendidikan kesehatan terutama di

Politeknik Kesehatan Kementerian

Kesehatan Tanjung Karang Jurusan

Keperawatan, agar penelitian ini dapat

menjadi dasar atau acuan dalam

melakukan penelitian selanjutnya dan

sebagai referensi perpustakaan untuk

mengembangkan wawasan serta ilmu

pengetahuan mahasiswa khususnya di

lingkup/bidang Keperawatan Anak.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya Agar dapat melanjutkan penelitian

tentang faktor – faktor lain yang

berhubungan dengan kejadian diare

seperti konsumsi susu formula, pola

makan dan perilaku ibu.

Page 11: jurnal KESEHATAN

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U.F .2011. Dasar Dasar penyakit

Berbasis Lingkungan. Jakarta :

Rajawali Pers

Adnani, Hariza. 2011. Ilmu Kesehatan

Masyarakat. Yogyakarta : Nuha Medika

Anne & Soegeng Santoso., 2009. Kesehatan

dan Gizi. Jakarta : PT. Rineka

Cipta

Depkes RI . 2007. Pedoman Perilaku

Hygiene. Dari Dialoque on

Diarrhoe. Ditjen PPM & PLP

__________2008. Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) 2007. Jakarta : Badan

Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

__________ 2010 Penuntun Hidup Sehat,

Edisi Keempat, dikembangkan

dengan masukan dari UNAIDS,

UNDP, UNESCO, UNFPA,

UNICEF, WHO dan Bank Dunia

__________ 2011. Situasi Diare di

Indonesia, Buletin Jendela Data

dan Informasi Kesehatan

Kementerian Kesehatan RI

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung 2013.

Profil Dinas Kesehatan Provinsi

Lampung Tahun 2013. Lampung :

Dinas Kesehatan Provinsi

Lampung Hasan, R. 2007. Buku Kuliah : Ilmu

Kesehatan Anak I. Jakarta : Penerbit Bagian

Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit.

Jakarta : EGC

Notoatmodjo, Soekidjo.2007. Kesehatan

Masyarakat : Ilmu dan Seni. Jakarta

: RinekaCipta.

__________2010. Ilmu Perilaku Kesehatan.

Jakarta: Rineka Cipta.

__________2012. Metodologi Penelitian

Kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan

Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Pedoman Skripsi,

Tesis, dan Instrumen

Keperawatan. Jakarta: Penerbit

Salemba Medika.

Proverawati, Atikah., 2012. Perilaku Hidup

Bersih dan Sehat (PHBS).

Yogyakarta : Nuha Medika

Riyanto, A., 2010. Pengolahan dan Analisis

Data Kesehatan, Yogyakarta: Nuha

Medika

Saiful, Maulana. 2009. 50000 balita

meninggal akibat diare : Wiyata

Medisca. Jakarta

Simatupang , M.Y. 2004. Analisis faktor –

faktor yang berhubungan dengan

kejadian diare pada balita di Kota

Sibolga 2003 : Unand. Padang

Sudarti,2010.Asuhan Kebidanan Neonatus,

Bayi, dan Anak Balita.Yogyakarta:

Nuha Medika.

Suyanto, S.Kp., M.Kes., 2011. Metodologi

dan Aplikasi Penelitian

Keperawatan. Yogyakarta: Nuha

Medika.

Supariasa, B dan Ibnu F. 2002. Penilaian

Status Gizi. Jakarta : EGC.

Suharyono. 2008. Diare Akut : Klinik dan

Laboratorik. Jakarta : Rineka Cipta

__________ 2008. Sistem Penyehatan Air

Hubungannya dengan

Penanggulangan Kejadian Diare,

Seminar Nasional Pemberantasan

Diare, Jakarta,