jurnal ilmiah penyidikan tindak pidana ... - web fh unram · fh unram abstrak studi penelitian di...
TRANSCRIPT
i
JURNAL ILMIAH
PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UJARAN KEBENCIAN (HATE
SPEECH) DI MEDIA SOSIAL
(STUDI DI POLDA NUSA TENGGARA BARAT)
Oleh :
LALU AZMIL MUHTAROM
D1A014166
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2019
ii
HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH
PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UJARAN KEBENCIAN (HATE SPEECH)
DI MEDIA SOSIAL
(STUDI DI POLDA NUSA TENGGARA BARAT)
Oleh :
LALU AZMIL MUHTAROM
D1A014166
Menyetujui :
Pembimbing Pertama
Dr. H. Muhammad Natsir, SH., M.Hum
NIP. 19590126 198703 1 001
iii
PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UJARAN KEBENCIAN (HATE
SPEECH) DI MEDIA SOSIAL (STUDI DI POLISI DAERAH NUSA
TENGGARA BARAT)
LALU AZMIL MUHTAROM
D1A014166
FH UNRAM
ABSTRAK
Studi penelitian di POLDA Nusa Tenggara Barat pada bagian
DITRESKRIMSUS dalam hal bentuk proses penyidikan tindak pidana ujaran
kebencian dimedia sosialn dan hambatan yang dialami oleh DITRESKRIMSUS
POLDA NTB. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui proses penyidikan
tindak pidana ujaran kebencian dan hambatan dalam pelakasanan penelitian ujaran
kebencian oleh DITRESKRIMSUS POLDA NTB. Untuk itu penyusun
menggunakan metode penelitian empiris yang menggunakan metode pendekatan
Undang-undang, pendekatan konseptual dan pendekatan sosiologis. Berdasarkan
hasil penelitian proses penyidikan tindak pidana ujaran kebencian sama dengan
proses penyidikan pada umumnya, Adapun hambatan/kendala yang dihadapi oleh
DITRESKRIMSUS POLDA NTB adalah kendala internal dan kendala eksternal
yakni kendala kurangnya peronil dan sarana prasana dalam proses penyidikan
tindak pidana ujaran kebencian. Dan kurangnya kesadaran hukum dan partisipasi
masyarakat dalam penyelesaian tindak pidana ujaran kebencian.
Kata Kunci : Tindak Pidana, Proses Penyidikan, Ujaran Kebencian
INVESTIGATION OF CRIMINAL ACTS OF HATE SPEECH IN SOCIAL
MEDIA (STUDY IN THE POLICE AREA OF WEST NUSA TENGGARA)
ABSTRACT
The research study at the POLDA of West Nusa Tenggara in the
DITRESKRIMSUS section in terms of the form of the investigation process for
criminal acts of hate speech in the social media and the obstacles experienced by
the NTB POLDA DEMOCRACY. The purpose of this study was to determine the
investigation process of criminal acts of hate speech and obstacles in conducting
research on hate speech by the NTB POLDA DEMOCRACY. For this reason
compilers use empirical research methods that use the Law approach method,
conceptual approach and sociological approach. Based on the results of the
research, the investigation into criminal acts of hate speech is the same as the
investigation process in general. The obstacles / obstacles faced by the NTB
Regional Police Directorate are internal and external constraints, namely
constraints to lack of facilities and infrastructure facilities in the investigation
process of hate speech. And the lack of legal awareness and public participation in
the settlement of criminal acts of hate speech
Key Words : Criminal act, Investigation Process, Hate Speech
i
I. PENDAHULUAN
Latar belakang terjadi ujaran kebencian hate speech di Indonesia seiring
dengan adanya tahun politik yang penuh dengan kepentingan, baik kepentingan
kelompok dan individu sehinga media sosial disalah gunakan menjadi alat untuk
melakukan propaganda yang akhirnya menjadi ujaran kebencian hate speech.
Umumnya ujaran kebencian atau Hate Speech bisa berbentuk spanduk atau
banner, ceramah keagamaan, media masa cetak maupun elektronik, dan famplet,
ujaran kebencian merebak melalui media sosial seperti Twitter, Facebook,
Instagram dan lain sebagainya. Masing-masing kelompok menyerang kelompok
lain, individu dengan individu, individu dengan kelompok atau sebaliknya, apa
bila dicermati dengan seksama ujaran kebencian tersebut tidak akan pernah ada
habisnya, dan isi kalimatnya sangat provokatif, sehingga dapat berpotensi
menimbulkan bentrokan fisik bahkan kerusuhan etnis yang merugikan bangsa dan
negara, dan biasanya mengandung unsur suku, agama, dan ras (SARA). Melihat
persoalan mengenai Ujaran Kebencian semakin mendapatkan perhatian
masyarakat baik nasional maupun internasional seiring dengan meningkatnya
kepedulian terhadap perlindungan atas hak asasi manusia, karena memiliki
dampak yang merendahkan harkat martabat manusia dan kemanusiaan.
Atas dasar itulah pemerintah mengeluarkan aturan tentang penanganan
ujaran kebencian (Hate Speech) berupa Surat Edaran Kapolri Nomor SE/6/X/2015
yang bersumber dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) UU No.11
tahun 2008 jo. Undang-Undang No.19 tahun 2016 Tentang UU ITE (undang-
ii
undang Internet dan Transaksi Elektronik) dan UU No. 40 tahun 2008 tantang
penghapusan Diskriminasi ras dan etnis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses penyidikan
tindak pidana ujaran kebencian di media sosial dan untuk mengetahui faktor apa
saja yang menghambat proses penyidikan tindak pidana ujaran kebencian di Polda
NTB. Adapun tujuan dan manfaat penelitian ini yaitu: 1.Tujuan penelitian ; a)
Untuk mengetahui bagaimana proses penyidikan tindak pidana ujaran kebencian
di media sosial; 2)Untuk mengetahuifaktor apa saja yang menghambat proses
penyidikan tindak pidana ujaran kebencian di Polda NTB; 2. Manfaat Penelitian;
Manfaat penelitian ini dibedakan menjadi tiga macam yaitu : 1. Manfaat Teoritis
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara umum dan ilmu hukum
pada khususnya terutama hukum pidana dan untuk memberikan gambaran yang
jelas dalam kaitannya dengan proses penyidikan tindak pidana ujaran kebencian
serta faktor penghambat dalam penyidikan; 2. Manfaat Praktis dengan penelitian
ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi masyarakat, pemerintah,
legislative dan praktisi hukum dalam memecahkan masalah-masalah hukum yang
berkaitan dengan penyidikan tindak pidana ujaran kebencian di media sosial; 3.
Manfaat Akademis untuk memenuhi salah satu persyaratan akademis dalam
menyelesaikan studi strata satu (S1) Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Mataram. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat mampu untuk
menambah referensi bagi kepustakaan Fakultas Hukum Universitas Mataram serta
diharapkan dapat mampu memberikan masukan bagi pengembangan Ilmu Hukum
iii
terutama Hukum Pidana khususnya dalam pelaksanaan proses penyidikan tindak
pidana ujaran kebencian.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris, dengan
metode pendekatan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue
approach), pendekatan konsep (conseptual aproach) ,dan pendekatan sosilogis
(sosiologis approach). Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data primer,
sekunder dan tersier. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.
iv
II. PEMBAHASAN
Proses Penyidikan Tindak Pidana Ujaran Kebencian Di Media Sosial
Gambaran Umum Cyber Crime Ditreskrimsus Polda NTB
Ditreskrimsus atau Direktorat Reserse Kriminal Khusus adalah unit
kepolisian yang tugasnya adalah untuk menyelidiki terhadap tindak pidana
khusus, tindak pidana khusus yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
berhubungan Informasi Elektronik. Direktorat Reserse Kriminal Khusus
terdiri dari 4 Subdit yaitu : a.SUBDIT I / INDAGASI; b.SUBDIT II / EKSUS;
c.SUBDIT III/ TIPIKOR; d.SUDBIT IV / TIPIDTER
Tahap Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Ujaran Kebencian Di
Media Sosial
Modus operandinya menyebarkan ujaran kebencian (hate speech)
berupa penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak
menyenangkan, memprovokasi, dan menghasut. Tujuannya untuk
menciptakan permusuhan dan konflik sosial berbasis suku, ras, agama, dan
antargolongan (SARA). Sindikat memanfaatkan media social sebagai wadah
masyarakat menerima informasi dengan kemajuan teknologi saat ini. Tahap
pertama dari proses ini adalah :
Laporan
Menurut Pasal 5 Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No.
14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana , laporan
polisi/pengaduan terdiri dari dua macam yaitu Laporan Polisi Model A,
dan Laporan Polisi Model B.
v
Laporan Polisi Model A adalah laporan polisi yang dibuat oleh
anggota Polri yang mengalami, mengetahui atau menemukan langsung
peristiwa yang terjadi. Sedang, Laporan Polisi Mode B adalah Laporan Polisi
yang dibuat oleh anggota Polri atas laporan/pengaduan yang diterima dari
masyarakat.
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana telah membedakan apa
yang dimaksud dengan laporan dan pengaduan, artinya penanganan yang
harus dilakukan oleh pihak Kepolisian pada saat menerima laporan dan
pengaduan berbeda.
Penyelidikan
Apabila penyelidik berkeyakinan bahwa telah terjadi tindak pidana
maka dilanjutkan dengan penyidikan. Tugas-tugas seorang penyelidik
berdasarkan pasal 5 KUHAP yaitu :
1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang terjadinya
tindak pidana
2) Mencari keterangan dan barang bukti
3) Menyuruh berhenti seseorang (memeriksa) yang dicurigai dan
menanyakan identitasnya
4) Tindakan yang lain yang bertanggung jawab
5) Membuat dan menyampaikan laporan hasil tindakan-tindakan yang
telah dilakukan
6) Atas perintah penyidik melakukan tindakan berupa:
a) Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan
dan penahanan
b) Pemeriksaan dan penyitaan surat
c) Mengambil sidik jari dan memotret
d) Membawa seseorang kepada penyidik
vi
Tujuan utama dari penyelidikan adalah untuk mengumpulkan
keterangan-keterangan atau data-data yang dapat dipergunakan untuk :
a.Menentukan apakah suatu peristiwa yang terjadi merupakan suatu tindak
pidana khusus atau bukan; b.Siapa yang dapat dipertanggung jawabkan
(secara pidana) terhadap tindak pidana tersebut; c.Persiapan pelaksanaan
tahap penindakan.
Cara Penyelidikan.
Penyelidikan dapat dilakukan secara : a.Terbuka; b.Tertutup.
Penyidikan
Penyidikan mulai dapat di laksanakan sejak dikeluarkannya Surat
Perintah Dimulainya Penyidikan yang dikeluarkan oleh pejabat yang
berwenang dalam instansi penyidik, dimana penyidik tersebut telah
menerima laporan mengenai terjadinya suatu peristiwa tindak pidana.
Maka berdasar surat perintah tersebut penyidik dapat melakukan tugas dan
wewenangnya dengan menggunakan taktik dan teknik penyidikan
berdasarkan KUHAP agar penyidikan dapat berjalan dengan lancar serta
dapat terkumpulnya bukti-bukti yang diperlukan dan bila telah dimulai
proses penyidikan tersebut maka penyidik harus sesegera mungkin
memberitahukan telah dimulainya penyidikan kepada penuntut
umum.
Penangkapan
Pengertian penangkapan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1
ayat 20 KUHAP yaitu :
vii
“Penangkapan adala suatu tindakan penyidik berupa pengekangan
sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat
cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan
peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini”.
Penggeledahan
Pengertian penggeledahan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1
ayat 17 KUHAP yaitu :
“Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki
rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan
tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam
hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”.
Penyitaan
Pengertian penggeledahan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1
ayat 16 KUHAP yaitu :
“Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil
alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak
atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan
pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan”.
Penahanan
Pengertian mengenai penahanan sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 1 ayat 21 KUHAP yaitu :
“Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat
tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan
penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini”.
viii
Penyerahan Berkas Perkara ke Kejaksaan
Menurut Pasal 8 KUHAP, jika penyidik telah selesai melakukan
penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara kepada
penuntut umum. Penyelesaian dan penyerahan berkas perkara terdiri dari
dua tahap dimana pada tahap pertama penyidik menyerahkan berkas
perkara, apabila telah dianggap lengkap maka penyidik menyerahkan
tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti. Kegiatan ini merupakan
akhir dari proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh penyidik.
Surat Edaran Kapolri tentang Cara Penanganan Ujaran Kebencian
Kapolri Jenderal BadrodinHaiti telah mengeluarkan Surat Edaran (SE)
Kapolri untuk menangani ujaran kebencian (hate speech) tersebut. Surat
Edaran hate speech ber-Nomor SE/06/X/2015 itu ditandatangani pada 8
Oktober 2015 dan telah dikirim ke Kepala Satuan Wilayah (Kasatwil) seluruh
Indonesia.
Bentuk, Aspek dan Media Hate Speech
Pada Nomor 2 huruf (f) SE disebutkan, ujaran kebencian dapat berupa
tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP, yang berbentuk antara
lain: 1.Penghinaan; 2.Pencemaran nama baik; 3.Penistaan; 4.Perbuatan tidak
menyenangkan; 5.Memprovokasi; 6.Menghasut; 7.Menyebarkan berita
bohong dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak
pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik
sosial.
ix
Selanjutnya pada huruf (g) disebutkan, ujaran kebencian sebagaimana
dimaksud di atas, bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian
terhadap individu dan atau kelompok masyarakat, dalam berbagai
komunitas yang dibedakan dari aspek: 1.Suku; 2.Agama; 3.Aliran
keagamaan; 4.Keyakinan atau kepercayaan; 5.Ras; 6.Antar golongan;
7.Warna kulit; 8.Etnis; 9.Gender; 10.Kaum difabel; 11.Orientasi seksual.
Pada huruf (h) disebutkan, ujaran kebencian sebagaimana
dimaksud di atas dapat dilakukan melalui berbagai media, antara
lain:1.Dalam orasi kegiatan kampanye; 2.Spanduk atau banner; 3.Jejaring
media social; 4.Penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi);
5.Ceramah keagamaan; 6.Media masa cetak atau elektronik; 7.Pamflet.
Pada huruf (i) disebutkan, dengan memperhatikan pengertian
ujaran kebencian di atas, perbuatan ujaran kebencian apabila tidak
ditangani dengan efektif, efisien, dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, akan berpotensi memunculkan konflik sosial yang
meluas, dan berpotensi menimbulkan tindak diskriminasi, kekerasan, dan
atau penghilangan nyawa.
Prosedur Polisi Tangani Hate Speech
Salah satu pedoman atau panduan yang diberikan oleh Kapolri
kepada anggotanya melalui SE Hate Speech ini adalah anggota Polri
penting memiliki pemahaman dan pengetahuan atas bentuk-bentuk ujaran
kebencian sehingga dapat mengambil tindakan pencegahan sedini
x
mungkin sebelum timbulnya tindak pidana sebagai akibat dari ujaran
kebencian tersebut.
Adapun pada nomor 3 SE diatur pula prosedur polisi dalam
menangani perkara yang didasari pada hate speech agar tidak
menimbulkan diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa dan atau
konflik sosial yang meluas. Untuk menangani perbuatan ujaran kebencian
agar tidak memunculkan tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan
nyawa, dan/atau konflik sosial yang meluas, maka diperlukan langkah-
langkah penanganan oleh anggota Polri sebagai berikut: 1.Melakukan
tindakan preventif; 2.Apabila tindakan preventif telah dilakukan namun
tidak menyelesaikan masalah yang timbul akibat dari tindakan ujaran
kebencian tersebut, maka penyelesaian dapat dilakukan melalui:
a.Penegakan hukum mengacu pada ketentuan KUHP, UU ITE, dan UU
40/2008; b.Jika telah terjadi konflik sosial yang dilatar belakangi ujaran
kebencian, penanganannya tetap berpedoman pada UU 7/2012 dan
Perkapolri 8/2013.
Hambatan proses penyidikan tindak pidana ujaran kebencian di cyber
crime Polda Nusa Tenggara Barat
Hambatan atau kendala merupakan segala sesuatu yang dapat
mengakibatkan kegiatan penyidik dalam proses penyidikan tindak pidana
ujaran kebencian oleh cyber crime ditreskrimsus Polda NTB tidak
maksimal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya diantaranya sebagai
berikut:
xi
Faktor Internal
Hambatan atau kendala internal merupakan suatu kendala yang
berasal dari dalam atau dari pihak Cyber Crime DITRESKRIMSUS
POLDA NTB itu sendiri dalam melakukan penanggulangan terhadap
tindak pidana ujaran kebencian adapaun kendala Internal ini adalah
sebagai berikut:
Upaya Preventif
Hambatan yang dihadapi diantaranya: 1.Kekurangan Personil
Dilihat dari jumlah personil atau polisi yang bertugas di Ditreskrimsus
Polda NTB. Polisi atau pegawai yang aktif dalam ruang lingkup kerja
Ditreskrimsus berjumlah 69 (enam puluh sembilan) orang itu jumlah
dari keseluruhan divisi, sedangkan jumlah penyidik atau penyidik
pembantu berjumlah 52 (lima puluh dua), hal ini menyebabkan petugas
kewalahan dalam melaksanakan tugasnya. Hal tersebut yang
menyebabkan kurang optimalnya kinerja dari Ditreskrimsus Polda NTB
yang bertugas.1
; 2.Keterbatasan anggaran serta sarana prasarana
Menurut Banit Subdit II Ditreskrimsus, Ni Kadek Supriyanti Adinata
selaku penyidik menjelaskan ada beberapa faktor yang menjadi kendala
pelaksanaan tugas Kepolisian dalam mencegah terjadinya tindak
pidana, diantaranya yaitu faktor sarana dan prasarana, kurangnya
beberapa sarana dan prasarana menjadi kendala bagi anggota
kepolisian dalam melakukan tugasnya, seperti alat komunikasi berupa
1Hasil Wawancara dengan Kasubdit II & V Perbankan dan Cyber Crime Ditreskrimsus
AKBP Nyoman Supartana, S.H. Senin 22 oktober 2018
xii
HT ( Handy Talky ) yang hanya berjumlah 4 (empat) buah sedangkan
kebutuhan Ditreskrimsus sendiri 20 (dua puluh) buah, selanjutnya di
sarana utama kami dalam melakukan patroli cyber yakni belum di
upgrade nya system komputer, jumlah komputer yang ada di
Ditreskrimsus hanya berjumlah 11(sebelas) unit untuk jumlah
keseluruhan tiap divisi, laptop berjumlah 4 (empat) unit serta jumlah
printer berjumlah 17(tujuh belas) unit, 12 (dua belas diantaranya
merupakan swadaya dari petugas sendiri.2
Upaya Refresif
Kendala atau hambatan yang dialami oleh DITRESKRIMSUS
POLDA NTB sendiri berdasarkan hasil wawancara dari Bapak Sarudi,
S.H selaku Banit SUBDIT II Ditreskrimsus Polda NTB menyatakan
bahwa:3
”Petugas sendiri harus menunggu laporan atau aduan terlebih dahulu
dari masyarakat agar dapat berlanjut ke pelaksanaan penyidikan, sebab
ujaran kebencian ini termasuk delik aduan, dan hal ini sudah diatur
dalam surat edaran kapolri nomer SE/6/X/2015 sebagai pedoman atau
panduan dalam penanganan ujaran kebencian”.
Faktor Eksternal
Menurut hasil wawancara dengan Kasubdit II ditreskrimsus,
AKBP I Nyoman Supartana, SH, kendala yang dihadapi oleh anggota
2Hasil wawancara denganBanit Subdit II Ditreskrimsus, Ni Kadek Supriyanti Adinata
selaku penyidik, senin 22 oktober 2018 3Hasil wawancara dengan Banit Subdit II Ditreskrimsus, AKBP Sarudi selaku penyidik,
senin 22 oktober 2018
xiii
Kepolisian cyber crime ditreskrimsus Polda NTB adalah kurangnya
kesadaran hukum dan partisipasi masyarakat terhadap terwujudnya
situasi kedamaian didalam masyarakat tersebut, terutama para remaja
yang mementingkan egoisme tersendiri yang seakan tidak peduli
dengan hukum yang berlaku di sekitarnya, sebagai contoh kebebasan
berpendapat, saling menghina atau mengucap kata-kata yang tidak
pantas di media sosial sehingga hal seperti itu menjadi faktor yang
berpotensi menjadi penyebab terjadinya gangguan ketertiban sehingga
bisa menimbulkan konflik sosial di dalam masyarakat.4
4Hasil Wawancara dengan Kasubdit II ditreskrimsus, AKBP I Nyoman Supartana, SH,
Senin 29 oktober 2018
xiv
III. PENUTUP
Kesimpulan
Proses penyidikan tindak pidana ujaran kebencian di
DITRESKRIMSUS POLDA NTB yakni: a.Pertama menerima laporan dari
masyarakat; b.Kemudian lanjut proses penyelidikan, setelah terbukti atau
cukup bukti menemukan dua alat bukti; c.Ditingkatkan ke proses penyidikan
berupa penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penyerahan
berkas perkara ke kejaksaan.
Pada prakteknya Ditreskrimsus Polda NTB melakukan proses
penyidikan sesuai peraturan yang berlaku sebagai pedoman dalam
melakukan upaya penindakan seperti mengacu pada Undang-Undang RI No.
8 Tahun 1981 tentang acara pidana dan peraturan kapolri (PERKAP) Surat
Edaran Kapolri NOMOR SE/06/X/2015 tentang cara penanganan tindak
pidana Ujaran Kebencian (Hate Speech). Proses penyidikan ujaran
kebencian sama dengan proses penyidikan pada umunya hanya perlu ada
tambahan barang bukti karena menyangkut dunia maya atau digital berupa
dokumen elektronik seperti postingan atau tangkapan layar (screenshot), dan
alat yang digunakan seperti handphone atau laptop.
Adapun yang menjadi hambatan atau kendala Ditreskrimsus Polda
Nusa Tenggara Barat yaitu:
Faktor internal : 1.Kurangnya personil atau aparat kepolisian yang ahli di
bidang cyber crime; 2.Kurang atau minimnya anggaran untuk mendukung
penggantian atau perbaikan peralatan perkantoran, sehingga satker
terkendala dalam hal pengadaan barang untuk mendukung operasional
xv
satker, contoh mesin photo copy, jenset kapasitas sangat besar, rak atau
lemari senpi, dan upgrade peralatan cyber crime.
Faktor Eksternal
Kendala yang dihadapi oleh cyber crime Ditreskrimsus Polda NTB adalah
kurangnya kesadaran hukum dan partisipasi masyarakat yang tidak mau
melapor demi te rwujudnya situasi kedamaian dalam masyarakat dan
rendahnya moralitas masyarakat yang menyebabkan ujaran kebencian.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas maka Penyusun memberikan beberapa
saran sebagai berikut :1.Kepolisian perlu memberikan pendidikan khusus
mengenai tindak pidana cyber; 2.Penyidik perlu meningkatkan kinerja dan
jumlah personil yang ahli dalam bidang cyber crime guna tercapainya
penanggulangan yang maksimal terhadap tindak pidana cyber crime;
3.Kepolisian perlu meningkatkan jumlah anggaran untuk mendukung kinerja
serta meningkatkan sarana dan prasarana teknologi yang memadai untuk
menangani tindak pidana di bidang cyber crime; 4.Penyidik perlu
meningkatkan kerja sama dengan platform-platformsosial media seperti twitter,
facebook, google, dll supaya jika terjadi kasus yang berkaitan dengan teknologi
informasi maka penanganannya dapat lebih cepat; 5.Kepolisian perlu
melakukan kegiatan sosialisai dan penyuluhan kepada masyarakat akan
pentingnya bijak dalam bermedia sosial dan menjelaskan aturan-aturan terkait
tindak pidana teknologi dalam hal ini Undang-Undang No.11 tahun 2008 Jo.
Undang-Undang No.19 tahun 2016 tentang Internet dan Transaksi Elektronik.
xvi
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Amirudin dan Zainal Asikin, 2014,Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet.
8, Jakarta :PT Raja Grafindo Persada
Bambang PoerNomo, 1993,Asas-asas Hukum Pidana Seri Hukum Pidana 1,
Yogyakarta : Ghalia Indonesia.
Burhan Ashofa, 2013,Metode Penelitian Hukum, Cet. 7, Rineka Cipta,
Jakarta.
Deddy Ismatullah, 2014, Pengantar Hukum Indonesia dari Tradisi ke
Konstitusi, Bandung : CV Pustaka Setia.
Dellyana Shant, 1988, Konsep Penegakan Hukum, Yogyakarta : Liberty.
Leden Merpaung,1997,Tindak Pidana terhadap kehormatan, Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada.
Moeljatno, 2008,Asas – Asas Hukum Pidana Edisi Revisi, Jakarta : Rineka
Cipta.
Moeljatno,2000, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta : PT. Renika Cipta.
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2009,Dualisme Penelitian Hukum
Normatif dan Empiris,Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Philipus M Hadjon, 1987,Perlindungan Bagi Rakyat di indonesia, Surabaya :
PT. Bina Ilmu
Rahardi,Drs.H.Pudi,2014, Hukum Kepolisian Kemandirian, Profesionalisme
dan Reformasi POLRI, Surabaya; Laksbang Grafika.
xvii
Rodliyah, 2012, Pemidanaan Terhadap Perempuan Dalam Sisitem Peradilan
Pidana edisi revisi,Yogyakarta : CV Arti Bumi Intaran.
Satjipto Raharjo, 2000,Ilmu Hukum,cetakan ke-V, Bandung: Citra Aditya
Bakti.
Soerjono Soekanto, 2004,Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum,Cetakan Kelima, Jakarta : Raja Grafindo Persada
Syahdeini,Sutan Remy, 2009,Kejahatan dan Tindak Pidana Komputer,
Jakarta : Pustaka Utama Grafiti
Widodo, 2009,Sistem Pemidanaan Dalam Cyber Crime,Yogyakarta:
LAKSBANGMEDIATAMA.
Zarella, D. 2010. The Social Media Marketing Book, Jakarta: PT Serambi
Ilmu Semesta Anggota IKAPI.
Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia,Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
tahun 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1946
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981
Undang-Undang No.11 tahun 2008 Jo. Undang-Undang No.19 tahun 2016
tentang Internet dan Transaksi Elektronik.
xviii
Undang-Undang No.2 tahun 2002, tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Undang-Undang No.40 tahun 2008 tantang Penghapusan Diskriminasi Ras dan
Etnis.
Surat Edaran Kapolri NOMOR SE/06/X/2015 tentang (Hate Speech) Ujaran
Kebencian.