jurnal d1216076.docx · web viewjurnal pola penggunaan media sosial generasi c (studi dekskriptif...

24
JURNAL POLA PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL GENERASI C (Studi Dekskriptif Kualitatif Penggunaan Identitas Online, Motif, dan Produksi Pesan dalam Konten Vlog Oleh Vlogger Generasi C di Media Sosial) Oleh : YUNIZAR RISWANDA ARDI D1216076 Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Program Studi Ilmu Komunikasi PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Upload: others

Post on 27-Jan-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

JURNALPOLA PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL GENERASI C

(Studi Dekskriptif Kualitatif Penggunaan Identitas Online, Motif, dan Produksi Pesan dalam Konten Vlog Oleh Vlogger Generasi C di Media Sosial)

Oleh :

YUNIZAR RISWANDA ARDI

D1216076

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Program Studi Ilmu Komunikasi

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2019

1

POLA PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL GENERASI C

(Studi Dekskriptif Penggunaan Identitas Online, Motif, dan Produksi Pesan dalam Konten Vlog Oleh Vlogger Generasi C di Media Sosial)

Yunizar Riswanda Ardi

Mahfud Anshori

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Program Studi Ilmu Komunikasi

Universitas Sebelas Maret Surakarta

ABSTRACT

Renowned for the name produsage (production usage) generation, Generation C’s access to social media is not only known as a consumer. Moreover, they also tend to produce information in the form of vlog. Considered as one of information contents, the making of vlog is very popular among this Generation C. The purpose of this research is to find out the Generation C’s pattern of social media use, which consisted of the use of online identity, vlog production motive, and message production pattern of vlog content. Theories are used in this research are Computer Mediated Communication theory (CMC), content production motive in Youtube, and message design logic theory. This research is guided by qualitative method and a descriptive approach, while the data is analyzed by interactive analysis model.

This research results that Generation C tends to use a fake identity in creating a vlog, such as anonymity and pseudoidentity. In regard to the type of content, Generation C tends to produce personal and entertainment vlog, dominantly a daily vlog and food review. As the vlog production motive, Generation C possess two dominant motives in creating a vlog, there are; (a) personal-use motive; and (b) social motive, and one motive in addition (c) commercial motive, which is developed by the two dominant motives.

In regard to message production, the results show that Generation C tends to use these three message design logics in creating a vlog, consisted of; (a) expressive logic; (b) conventional logic; and (c) rhetoric logic. Both expressive and conventional are two dominantly logic used by Generation C vlogger, while rhetoric logic is rarely used in creating a vlog.

Keywords: Generation C, Social Media, Vlog, Vlog Production Motive, Message Production, Online Identity

Pendahuluan

Media sosial telah menjadi ekosistem tersendiri bagi orang-orang yang masuk dalam kategori genersi Y, generasi Z, dan generasi C yang berorientasi digital atau digital savvy. Sebagian besar waktu dan aktivitas generasi ini selalu bersinggungan dengan media sosial. Hal tersebut dikarenakan perkembangan jenis serta fitur media sosial yang makin lengkap dan beragam sehingga mampu mengakomodasi kebutuhan mereka.

Meskipun lahir pada era yang sama dengan generasi sebelumnya, generasi C memiliki karakterisik yang unik. Mereka cenderung lebih suka berkolaborasi dan berkomunitas. Generasi C juga dikenal aktif dalam membangun koneksi. Perbedaan antara generasi C dan generasi Y atau Z juga terlihat dari aktivitasnya dalam menggunakan media sosial. Namsu Park dan rekan-rekannya dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kecenderungan penggunaan media sosial generasi Y ini adalah untuk pencarian informasi, pemanfaatan waktu luang atau hiburan (Park dkk, 2009).

Generasi Z sendiri cenderung menggunakan media sosial untuk mengeksplorasi dan bersosialisasi dengan komunitas online mereka. Generasi Z juga cenderung menggunakan media sosial sebagai media hiburan, komunikasi, dan memuaskan emosional mereka. Mereka tipe generasi yang menganggap penting investasi aset sosial mereka, sehingga mereka terlalu sering membagi informasi pribadi untuk mencari afiliasi sosial dalam dunia maya (Yadav dan Rai, 2017). Dari paparan beberapa temuan penelitian diatas terdapat kesamaan motif antara generasi Y dan Z dalam menggunakan media sosial, yaitu mencari informasi dan mengakses hiburan.

Kondisi ini berbeda dengan karakteristik generasi C, yang bukan sekedar memilih dan mengkonsumsi konten media namun turut menciptakan konten media itu sendiri. Fenomena tingginya aktivitas pembuatan konten oleh generasi C di Indonesia dapat ditunjukkan dari meningkatnya jumlah unggahan konten Youtube yang mencapai 278% dari tahun 2016 (Yordan dan Panji, 2017).

Konten-konten tersebut salah satunya dibuat dalam bentuk video blog atau vlog. Sama seperti blog pada umumnya, vlog berisikan opini, cerita atau kegiatan harian penulis namun disajikan dalam bentuk video (David, dkk, 2017). Penggunaan video memberikan kesempatan kepada vlogger untuk lebih bebas mengekspresikan opini atau sudut pandang mereka dan berinteraksi dengan penonton secara lebih dekat dan lebih interaktif (Warmbrodth, 2010).

Di Indonesia, kelahiran vlogger dari generasi C terbilang cukup masif. Mereka biasa membuat beragam jenis konten vlog bersifat tematik. Jenis dan tema konten tersebut diantaranya; konten hiburan, konten tutorial, aktivitas sehari-hari, dan beberapa jenis konten lainnya. Namun berbagai macam vlog yang diproduksi oleh generasi C juga tidak semuanya berisi konten positif. Seperti beberapa waktu yang lalu beberapa vlogger terkena cekal dan teguran dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkait isi konten vlog yang dianggap vulgar dan kasar.

Berdasarkan penjelasan dan beberapa uraian contoh diatas, terlihat bahwa generasi C juga terdiri dari orang-orang yang secara usia masuk dalam kategori generasi millenial atau generasi Y dan Z. Namun mereka memiliki perbedaan dalam penggunaan media sosial. Jika generasi Y dan Z menggunakan media sosial sebagai sarana pencarian informasi untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan, Generasi C sendiri bukanlah target audience dari sebuah informasi (Pankraz, 2017). Generasi ini cenderung aktif memproduksi konten informasi dan menyebarluaskannya. Namun sayangnya cukup banyak konten informasi dalam bentuk vlog yang dibuat dan disebarkan oleh generasi C mengandung unsur kontroversial seperti ucapan dan perilaku kasar serta penampilan vulgar dan gaya hidup hedonis.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Pola Penggunaan Media Sosial Generasi C terkait Penggunaan Identitas Online, Motif, dan Produksi Pesan Konten Vlog?”

Landasan Teori

1. Computer Mediated Communication (CMC) dalam Produksi Konten Vlog di Youtube

Computer-Mediated Communication (CMC) merupakan proses komunikasi manusia melalui komputer yang melibatkan khalayak, tersituasi dalam konteks tertentu (Nasrullah, 2014:79). Seperti yang dikatakan Andrew F. Wood dan Matthew J. Smith (2005: 4) bahwa CMC merupakan sebuah integrasi teknologi komputer dengan kehidupan sehari-hari. Di dalamnya seringkali terjadi adanya batas-batas yang samar antara bentuk komunikasi yang bermediasi dan bentuk komunikasi yang dimediasi. Batas-batas yang samar antara bentuk komunikasi dalam CMC ini yang menjadikan CMC berbeda dengan bentuk komunikasi lain yang lebih tegas seperti komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, organisasi dan komunikasi massa.

Konten vlog yang diproduksi dan dipublikasikan oleh generasi C di YouTube merupakan bentuk dari CMC. Generasi C yang berkolaborasi membuat konten vlog pada satu sisi dapat menjadi komunikator dan dalam situasi dan kondisi lain dapat menjadi komunikan ketika vlog yang dibuat dikomentari oleh khalayak. Jenis level komunikasinya pun dapat berubah seketika, dari komunikasi yang bersifat komunikasi massa ketika konten vlog oleh generasi C diproduksi dan dipublikasikan untuk dapat diakases semua orang sekaligus dapat menjadi komunikasi bersifat interpersonal ketika muncul komentar berbalas antara vlogger generasi C dengan salah satu penontonnya.

2. Vlog Sebagai Bentuk Penyampaian Pesan dalam Proses Komunikasi

Vlog berkaitan dengan pemahaman komunikasi secara umum dapat dikatakan sebagai bentuk tindakan sosial dimana vlogger baik perorangan ataupun kelompok yang memproduksi vlog menggunakannya sebagai media untuk menyampaikan ide dan pesan kepada orang lain. “In general communication understanding, vlog is a form of social action of a person or group of people concerning to the delivery of ideas and message to others.” (Hamid, dkk, 2018:231). Pengertian ini dijelaskan dalam jurnal Motive, Meaning and Social Action of Youtube Content Creators in Indonesia hasil penelitian Hamid dkk.

3. Tipe Vlog dan Motif Pembuatan Vlog

Terdapat tiga tipe utama vlog, yaitu: vlog pribadi, acara berita, dan vlog yang berorientasi pada hiburan (Warmbrodt, dkk, 2010:44). Kebanyakan vlog ditulis oleh individu dan fokus pada tema pribadi (Molyneaux, dkk, 2008: 2). Riset yang dilakukan oleh Burgess dan Green menunjukkan bahwa vlog menjadi konten video paling banyak diunggah di Youtube oleh pengguna amatir dengan angka mencapai 40% (Burgess dan Green, 2009:43).

Hamid dan kawan-kawan dalam artikelnya Motive, Meaning and Social Action of Youtube Content Creators in Indonesia menjelaskan setidaknya terdapat tiga motif utama dan sebelas sub-motif seseorang atau sekelompok orang memproduksi vlog di Youtube. Tiga motif utama tersebut adalah; (1) personal-use motives, (2) social motives, dan (3) commercials motives (Hamid, dkk, 2018:233). Ketiga motif utama tersebut merupakan hasil pengelompokkan dari sebelas sub-motif yaitu; killing time motive, sharing motive, video addict motive, changing motive platform, self-expression motive, self-existence motive, content business motive, spread motive portfolio, future business promotion, inspired by motive, dan influencing motive (Hamid, dkk, 2018:233-234).

4. Logika Desain Pesan dalam Produksi Konten Vlog

Teori message design logic yang dirancang oleh Barbara J. O’Keefe menjelaskan bahwa manusia berpikir dengan cara yang berbeda tentang berkomunikasi dan membuat pesan serta mereka menggunakan logika yang berbeda dalam memutuskan apa yang akan dikatakan kepada orang lain dalam sebuah situasi (Littlejohn & Foss, 2009:188). Sementara Caughlin dan rekan-rekannya menjelaskan bahwa “the design-logic” adalah sesuatu yang menghubungkan antara tujuan dengan pesan, dimana pesan yang dirancang harus mendukung logika untuk mencapai berbagai tujuan (Babrbour dkk, 2013:357).

O’Keefe dalam teori message design logic menjelaskan bahwa terdapat tiga logika dalam merancang pesan, yaitu: (a) logika ekspresif atau expressive logics, (b) logika konvensional atau conventional logics, (c) logika retoris atau rhetorical logics (Morissan, 2013:186-187). Dalam merancang pesan komunikator bergantung pada salah satu atau setidaknya tiga logika desain pesan tersebut.

5. Generasi C

Generasi C menurut lembaga riset Nielsen dan Booz Allen Consulting merupakan gambaran dari generasi millenials, namun setelah tahun 2013 generasi ini disegmenkan berdasarkan psikografis, bukan lagi demografis seperti usia (Google.Inc dan Ipsos Media, 2012). Definisi lain tentang generasi C adalah dari Kietzmann dan Angell dalam artikelnya yang berjudul Generation-C: creative consumers in a world of intellectual property rights sebagai berikut:

“Constantly connected citizens – creative, capable, content-centric, community-oriented – who collectively communicate, collaborate, copy, co-develop, combine, contribute and consume common content” (Kietzmann dan Angell, 2014:92).

Definisi generasi C dari Kietzmann dan Angell tersebut merujuk pada kesamaan psikografis bukan faktor demografis. Generasi ini terbiasa membuat ulasan atau konten berdasarkan pengalaman nyata dan alami (Hardey, 2011:7). Generasi C juga kerap menceritakan tentang aktivitas mereka seperti di blog, membangun hubungan dengan konsumen kreatif lainnya melalui Twitter, mengembangkan reputasi di komunitas mereka misal menggunakan LinkedIn atau grup seperti di Facebook, dan berbagi prestasi mereka dengan dunia misal melalui konten yang diunggah ke Youtube (Kietzmann dkk, 2012).

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2007:68).

Penentuan sample atau informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah informan empat orang yang terdiri dari vlogger profesional, semi-profesional, dan amatir serta berdomisili di kota Surakarta dan kota Semarang. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara dengan teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif. Pengujian validitas data dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi sumber data yang meliputi; (1) wawancara tatap muka; dan (2) observasi terhadap konten vlog yang diunggah di Youtube periode September 2017-Oktober 2018.

Sajian dan Analisis Data

1. Penggunaan Identitas Online Generasi C dalam Vlog

Identitas merupakan fitur dalam media sosial yang ditampilkan pada halaman muka. Identitas ini menjadi hal yang seringkali dikonstruksi oleh pengguna media sosial dengan sedemikian rupa seperti yang dirinya inginkan. Wood dan Smith menjelaskan adanya tiga tipe identitas yang digunakan dalam berinterkasi di internet, yaitu: (a) real-life identity yaitu pengguna menunjukan identitas asli dirinya, (b) pseudoidentity yaitu identitas asli diri pengguna mulai kabur dan bahkan menjadi palsu, meskipun beberapa hal representasi dari diri pengguna masih menunjukan identitas aslinya, (c) anonymity yaitu bentuk baru identitas pengguna yang benar-benar terpisah dan sama sekali tidak merujuk kepada identitas asli (Nasrullah, 2014:145).

Terdapat beberapa bentuk penggunaan identitas online serta alasan penggunaannya yang ditemukan dalam penelitian ini, seperti informan 1 dan 3 yang menggunakan palsu yang sama sekali berbeda dari identitas asli mereka. Menurut informan 1 penggunaan nama palsu yang tidak merujuk pada identitas asli dirinya adalah karena nama tersebut telah populer dia gunakan. Orang-orang dalam lingkungan sekitarnya sehari-hari telah mengenal nama informan 1 dengan nama tersebut sehingga informan 1 beranggapan bahwa nama palsu yang digunakan dalam vlog tersebut dapat memudahkan orang-orang untuk menemukan channel atau konten vlog yang dirinya buat.

Alasan informan 3 menggunakan nama palsu yang tidak merujuk pada identitas asli dirinya adalah karena nama tersebut merepresentasikan konten vlog yang dibuat. Menurut informan 3 hal tersebut akan memudahkan orang-orang untuk mengetahui konten vlog apa yang akan dilihat dari awal mengetahui nama identitas channel vlog tersebut.

Informan 2 dan 4 menggunakan identitas palsu yang merujuk pada identitas asli. Alasan informan 2 menggunakan identitas tersebut adalah untuk melakukan branding pada konten vlog yang dibuat. Informan 2 merasa perlu menyamakan seluruh nama akun media sosial yang dimiliki agar menjadi satu brand name yang sama dan konsisten. Menurut informan 2 dengan brand name yang sama yaitu nama panggung dirinya yang merupakan seorang entertainer akan memudahkan orang-orang mengidentifikasi atau mengetahui channel dan konten vlog yang dirinya buat. Terlebih bagi orang-orang yang telah lama mengikuti dan menikmati karya-karyanya di media sosial milik informan 2 lainnya.

Alasan informan 4 menggunakan identitas palsu yang merujuk pada indentitas asli adalah karena identitas tersebut menjadi motivasi informan 4 untuk memenangkan persaingan dalam dunia vlog di Youtube. Penggunaan nama palsu informan 4 adalah menggabungkan nama asli dan nama tokoh Islam yang menjadi inspirasi bagi informan 4.

Penelitian ini menunjukan bahwa vlogger generasi C dalam membuat vlog lebih senang menggunakan nama palsu baik bersifat anonim (anonymity) maupun nama buatan yang merujuk pada identitas asli pengguna (pseudoidentity). Mereka merasa bahwa dengan menggunakan nama palsu mereka yang telah populer baik di dunia nyata maupun di dunia online akan memudahkan orang-orang untuk menemukan vlog mereka, mengidentikan konten video yang mereka buat dengan identitas diri mereka dan merepresentasikan konten vlog yang mereka buat.

2. Tipe Vlog dan Motif Generasi C Memproduksi Vlog

Wambrodt dan rekan-rekan dalam jurnalnya menjelaskan bahwa terdapat tiga tipe utama vlog, yaitu: vlog pribadi, acara berita, dan vlog yang berorientasi pada hiburan (Warmbrodt, dkk, 2010:44). Vlog peribadi berisi video-video yang dibuat oleh vloggers tentang aktivitas kehidupan sehari-hari. Vlog acara berita berisi video-video ulasan atau informasi yang dikemas seperti berita di televisi namun bersifat informal, interaktif, dan terfokus pada budaya website. Sementara vlog yang berorientasi pada hiburan berisi video-video bersifat informatif atau lucu.

Penelitian ini menemukan adanya 2 tipe vlog yang dibuat oleh generasi C yaitu, vlog pribadi dan vlog berorientasi hiburan. Tipe vlog pribadi dibuat oleh informan 1, informan 2, dan informan 4. Vlog pribadi yang dibuat oleh ketiga informan tersebut berjenis daily vlog yang berisi video aktivitas keseharian seperti saat jalan-jalan, makan, berkumpul dengan teman, bermain game dan profesi sehari-hari yang dijalani.

Tipe vlog kedua adalah vlog berorientasi hiburan. Tipe vlog ini dibuat oleh informan 3 bersama tim dan informan 4. Vlog berorientasi hiburan milik informan 3 dan tim tersebut berjenis informasi kuliner sementara vlog milik informan 4 berjenis prank. Vlog ini dibuat oleh informan bertujuan untuk dapat menghibur, memberikan informasi kepada para penonton vlog mereka, dan menyalurkan hobi yang mereka miliki serta menjadikan hobi tersebut sebagai sebuah profesi yang memberikan keuntungan material. Dari kedua tipe vlog ini juga dapat diketahui bahwa generasi C dapat memproduksi 2 tipe vlog dengan beragam tema konten dalam satu channel.

Pembuatan konten vlog dengan beragam jenis dan tipe tentutnya didorong oleh adanya motif dari vlogger. Hamid dan kawan-kawan dalam artikelnya Motive, Meaning and Social Action of Youtube Content Creators in Indonesia menjelaskan setidaknya terdapat tiga motif utama dan sebelas sub-motif seseorang atau sekelompok orang memproduksi vlog di Youtube. Tiga motif utama tersebut adalah; (1) personal-use motives, (2) social motives, dan (3) commercials motives (Hamid, dkk, 2018:233).

Penelitian ini menemukan bahwa vlogger generasi C dalam memproduksi vlog memiliki lebih dari satu motif. Mereka cenderung mengawali produksi vlog dengan motif personal-use motives (menghabiskan atau menggunakan waktu luangnya, ingin memiliki karya dalam bentuk vlog, ingin terkenal) dan sharing motives (ingin membagikan informasi dan pengalaman), namun seiring berjalannya waktu motif tersebut berkembang menjadi lebih banyak dan kompleks.

Personal-use motives dan sharing motives juga merupakan motif yang dimiliki oleh semua vlogger generasi C. Sementara commercial motives sendiri cenderung menjadi motif kelanjutan yang dimiliki oleh vlogger generasi C setelah melihat peluang bahwa dari membuat vlog dapat dapat menghasilkan uang dari berkolaborasi secara profesional dengan merek atau perusahaan dan menjadi media iklan berbayar melalui kurasi mesin iklan ad sense. Namun tidak semua vlogger generasi C memiliki motif ini.

3. Generasi C dalam Memproduksi Pesan dalam Konten Vlog

Produksi pesan atau message production oleh Barbara O’Keefe dijelaskan melalui teori logika penyusunan pesan atau message design logic. Message design logic didasari pada pengamatan O’Keefe terhadap pesan yang dibuat orang-orang dalam situasi tertentu terlihat sama namun pada situasi lain terlihat berbeda (O’Keefe, 1995:755).

Teori message design logic yang dirancang oleh Barbara J. O’Keefe menjelaskan bahwa manusia berpikir dengan cara yang berbeda tentang berkomunikasi dan membuat pesan serta mereka menggunakan logika yang berbeda dalam memutuskan apa yang akan dikatakan kepada orang lain dalam sebuah situasi (Littlejohn & Foss, 2009:188). Sementara Caughlin dan rekan-rekannya menjelaskan bahwa “the design-logic” adalah sesuatu yang menghubungkan antara tujuan dengan pesan, dimana pesan yang dirancang harus mendukung logika untuk mencapai berbagai tujuan (Babrbour dkk, 2013:357).

O’Keefe dalam teori message design logic menjelaskan bahwa terdapat tiga logika dalam merancang pesan, yaitu: (a) logika ekspresif atau expressive logics, (b) logika konvensional atau conventional logics, (c) logika retorika atau rhetorical logics (Morissan, 2013:186-187). Dalam merancang pesan komunikator bergantung pada salah satu atau setidaknya tiga logika desain pesan tersebut.

Hasil penelitian untuk produksi pesan, generasi C dalam memproduksi konten vlog menggunakan tiga logika desain pesan, yang terdiri dari; (a) logika ekspresif; (b) logika konvensional; (c) logika retoris. Logika ekspresif dan logika konvensional menjadi logika yang dominan digunakan oleh vlogger generasi C, sementara logika retoris jarang digunakan dalam memproduksi vlog. Logika ekspresif digunakan untuk penegasan identitas dan citra vlogger, hiburan dan citra konten, serta penegasan dari situasi dan emosi tertentu yang dirasakan vlogger. Logika konvensional digunakan untuk efektivitas penyampaian pesan, penerimaan masyarakat, dan menghindari konflik. Logika retoris digunakan untuk menarik sentimen positif masyarakat untuk mendukung tujuan sosial tertentu, mengajak melakukan aktivitas baik dan sebagai pesan pelengkap pada konten vlog.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa Dalam memproduksi konten vlog di YouTube, vlogger generasi C lebih memilih menggunakan nama tidak asli atau identitas palsu dan menggunakan foto profil yang berbeda-beda baik foto diri maupun gambar lain. Ada dua macam tipe vlog yang diproduksi oleh generasi C di YouTube, yaitu: vlog personal dan vlog berorientasi hiburan. Vlog personal sendiri berisi tentang aktivitas keseharian vlogger generasi C sementara vlog berorientasi hiburan memiliki konten lebih beragam seperti prank maupun ulasan kuliner.

Terdapat tiga motif utama vlogger generasi C dalam memproduksi vlog, yaitu: personal-use motives atau motif penggunaan pribadi dan social motives atau motif untuk keperluan sosial, serta commercial motives atau motif komersial untuk mendapatkan keuntungan dari pembuatan vlog. Personal-use motives dan social motives menjadi motif yang mendasari generasi C memproduksi konten vlog di YouTube.

Terdapat tiga jenis logika produksi pesan yang digunakan oleh vlogger generasi C dalam memproduksi vlog di media sosial YouTube, yaitu: logika ekspresif, logika konvensional, dan logika retoris. Logika ekspresif dan logika konvensional merupakan logika dasar yang digunakan oleh vlogger generasi C dalam memproduksi konten vlog di YouTube. Sementara logika retoris hanya sebagai pesan pelengkap yang dibuat atau digunakan untuk tujuan sosial tertentu.

Sementara saran yang dapat peneliti rekomendasikan adalah sebaiknya generasi C Vlogger Generasi C dalam memproduksi vlog dan mengunggahnya di media sosial YouTube perlu untuk menampilkan identitas asli atau nama yang merujuk pada identitas asli dalam konten vlog yang dibuat dan menggunakan foto profil asli. Hal ini agar para penonton vlog lebih mempercayai kualitas isi konten yang dibuat dan bentuk dari tanggung jawab atas konten vlog yang dibuat.

Generasi C dalam memproduksi vlog sebaiknya tidak selalu menonjolkan tema kehidupan pribadi. Vlogger generasi C dapat lebih mengeksplorasi banyak tema yang menarik dengan ragam tipe konten yang dibuat seperti tipe news vlog. Vlogger generasi C juga perlu mengembangkan motif yang dimilikinya yaitu commercial motive karena banyaknya peluang dari vlog dapat menjadi profesi dan menghasilkan profit. Dengan adanya motif komersial, vlogger generasi C dapat lebih tertantang untuk memproduksi konten vlog yang lebih baik.

Vlogger generasi C sebaiknya menyeimbangkan antara pesan ekspresif dan konvensional yang diproduksi di dalam vlog. Beberapa diantaranya dengan mengurangi dialog-dialog yang berbentuk umpatan serta melakukan sensor dan filter pada dialog dan tindakan yang tidak sesuai norma yang berlaku di Indonesia. Selain itu vlogger generasi C juga sebaiknya menyisipkan pesan retoris di dalam vlog yang mereka buat seperti pesan-pesan moral atau ajakan melakukan kebaikan.

Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu akses geografis informan sehingga mayoritas informan memiliki latar belakang budaya Jawa dan lokasi penelitian yang berada di Jawa Tengah saja. Untuk penelitian selanjutnya variasi informan dapat diperbanyak dengan berbagai latar belakang budaya dan cakupan lokasi yang lebih luas. Keterbatasan lain dari penelitian ini adalah peneliti baru dapat menjangkau vlogger dengan tipe vlog personal dan entertain. Penelitian selanjutnya dapat meneliti vlogger generasi C yang memproduksi tipe vlog news.

Daftar Pustaka

Andrew F. Wood & Matthew J. Smith. (2005). Online Communication: Linking Technology, Identity and Culture. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Barbour, Joshua B., Jacocks, Cara W., Wesner, Kylene J. (2013). The Message Design Logic of Organizational Change. Communication Monographs, Vol. 80, No. 3, hal. 354 – 378.

Bungin, Burhan. (2007). Penelitian Kualitatif Edisi Kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Burgess, Jean dan Green, Joshua. (2009). Youtube Online Video and 7 Participatory Culture (first edition). Cambridge: Polity Press.

David, Eribka Ruthelia, dkk. (2017). Pengaruh Konten Vlog dalam Youtube terhadap Pembentukan Sikap Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sam Ratulangi. E-journal “Acta Diurna”, Volume VI, No. 1.

Hamid, Farid U., Mulyana, A., Regina, M. (2018). Motive, Meaning and Social Action of Youtube Content Creators in Indoensia. Saudi Journal of Humanities and Social Sciences. Vol.-3, Iss-2.

Hardey, Mariann. (2011). Generation C: content, creation, connections and choice. International Journal of Market Research, Vol. 53, No.6.

Ipsos Media CT and Google Thinks. The Power of Gen C Connecting with Your Best Consumer. Think Insight Google, diakses pada 9 Oktober 2017, pukul 21.15 WIB. https://www.thinkwithgoogle.com/consumer-insights/the-power-of-gen-c-connecting-with-your-best-customers/.

Kietzmann, Jan H. dan Angell, Ian. (2014). Generation-C: creative consumers in a world of intellectual property rights. International Journal Technology Marketing, Vol. 9, No.1.

Littlejhon, Stephen W. dan Foss, Karen A. (2009). Teori Komunikasi Theories of Human Communication. Jakarta: Salemba Humanika.

Molyneaux, Heather, dkk. (2008). Exploring the Gender Divide on Youtube: An Analysis of the Creation and Reception of Vlogs. American Communication Journal, Vol. 10, No. 2.

Morissan. (2013). Teori Komunikasi: Individu Hingga Massa Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Nasrullah, Rulli. (2014). Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia). Jakarta: Prenadamedia Group.

O’Keefe, Barbara J. (1995). Identity and Influence in Social Interaction. Journal Argumentation 9: 785 – 800.

Pankraz, Dan. Introducing Generations C The Connected Collective Consumer. Nielsen Company, diakses pada 9 Oktober 2017, pukul 21.00 WIB. http://www.nielsen.com/us/en/insights/news/2010/introducing-gen-c-the-connected-collective-consumer.html.

Park, Namsu. (2009). Being Immersed in Social Networking Environment: Facebook Groups, Uses and Gratification. Journal of Psychology and Behavior, Vol. 12, No. 6.

Warmbrodth, Jhon. (2007). Understanding of the Videoblogger’s Community. International Journal of Virtual Communities and Social Networking, 2(2), 43-59.

Wood, N.T dan Solomon, M.R. (2009). Virtual Social Identity and Consumer Behavior. New York: M.E Sharpe.

Yadav, Gyan Prakash dan Rai, Jyotsna. (2017). The Generation Z and their Social Media Usage: A Review and a Research Outline. Global Journal of Enterprise Information System. Vol.9, Issue 2, Online ISSN: 0975-1432. DOI: 10.18311/gjeis/2017/15748.