jurnal artikel ilmiah
TRANSCRIPT
Jurnal Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman
KOMUNIKASI ORGANISASI RADIO REPUBLIK INDONESIA (RRI) PURWOKERTO
SEBAGAI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN
(Studi Kasus Pada Produksi Program Siaran Berbasis Budaya Banyumas Layanan Siaran
RRI Progama 1)
Oleh :
Rufki Ade Vinanda1, Dr. Agoeng Noegroho, M.Si
2, Dr. S.Bekti Istiyanto, M.Si
3,
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jendral
Soedirman
ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang komunikasi organisasi, Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengidentifikasi dan menggambarkan komunikasi organisasi dalam proses produksi
program siaran berbasis budaya Banyumas. Kemampuan berkomunikasi merupakan salah satu
faktor yang menentukan organisasi dapat hidup, sukses dan efektif. Komunikasi dan koordinasi
antara anggota organisasi sangat penting dalam memproduksi sebuah program yang baik.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni kualitatif dengan tipe studi kasus. Metode
pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam dan observasi. Hasil yang di
dapatkan dari penelitian ini yakni pola komunikasi dalam produksi program siaran dibentuk
berdasarkan dengan garis rantai komando dan berdasarkan prosedur operasi di RRI Purwokerto
dibagi menjadi dua versi yaitu pola secara struktural dan pola secara fungsional. Komunikasi
berlangsung baik secara formal, non-formal dan mengalir secara vertical dan horizontal.
Komunikasi bersifat formal ini terjadi melalui media rapat sedangkan komunikasi non-formal
terjadi dalam proses produksi program siaran di lapangan atau selama acara berjalan baik itu
berupa saran atau masukan bisa merupakan teguran, kritik, dan konsultasi tentang masalah
pribadi serta gurauan atau candaan antar karyawan.
Bentuk dan arus komunikasi yang terbentuk dalam proses produksi yaitu vertikal dan
horizontal. Komunikasi secara vertikal kemudian dibagi lagi menjadi downward communication
dan upward communication. Dalam downward communication atau komunikasi dari atas ke
bawah komunikasi terjadi berupa pemberian atau penyampaian intruksi kerja, penjelasan
pelaksanaan tugas, penyampaian informasi dari atasan ke bawahan maupun kewenangan dalam
pengambilan keputusan. Dalam upward communication atau komunikasi dari bawah ke atas
komunikasi terjadi berupa saran atau masukan serta kewenangan dalam pengambilan keputusan.
Sedangkan hambatan dalam proses komunikasi atau dalam proses produksi program siaran yaitu
adanya indikasi peran ganda, kurang terbukanya bawahan ke atasan, keterbatasan anggaran yang
menghambat inovasi. Kemudian kebijakan yang dikomunikasikan dalam komunikasi organisasi
proses produksi yaitu RRI Purwokerto yaitu wajib mengutamakan konten lokal, melestarikan
budaya jawa Kawi dengan sistem apresiasi ke bahasa Banyumas, mendukung kebijakan
pemerintah melestarikan budaya lokal dan menjadi wadah regenerasi seniman. RRI Purwokerto
telah melakukan upaya untuk terus beradaptasi terhadap perubahan lingkungannya, upaya
adaptasi tersebut diwujudkan dengan komunikasi yang baik dan efektif serta diaplikasikan dalam
kebijakan organisasi.
Kata kunci : Komunikasi, Organisasi dan RRI Purwokerto
ABSTRACT
This research elaborated the organizational communication. The purpose of this study
was to identify and describe the organizational communication in production processes of
broadcasting program about Banyumas culture. Communication was one of the factors
determined the success, effectiveness, and resistance of the organizational goals. Communication
and coordination between members of the organization were very important in producing a high
quality program. This research used qualitative method using case study analysis to simplify the
conclusion. Data collection method used in this study was a deep interview and observation. This
research found that the communication patterns in broadcasting program production formed by
the chain of command and operating procedures existed in RRI Purwokerto which are divided
into two versions consist of structural and functional communication patterns. Communication
occurred either in formal and non-formal or vertically and horizontally. Formal communication
occurred through meeting process while non-formal communication occurred during the
production process of broadcasting program in the field or in the event. This can be formed into
suggestions, feedback, advice, warning, criticism, consultation about personal issue, or jokes
among employees.
The shape and flow of communications are formed in the production process both
vertically and horizontally. Vertical communication divided into downward communication and
upward communication. In downward communication or communication from the top to the
down occurred in the form of instructions, execution of tasks, and delivering information from
superiors to subordinates and decision authority. In upward communication or communication
from the bottom to the top communication occurred in the form of feedback and decision
authority. There were several communication obstacles in the production process which are
indication of dual role, intransparency from supervisor to subordinates, limited budget result in
low innovation. Furthermore, there are several additional obstacles such as communication
policy in organizational communication process of RRI Purwokerto to place local content in the
top priority, foster Kawi Javanese culture with the appreciation to Banyumas language and
support the government’s policy to foster local culture as the place for local artist regeneration.
RRI Purwokerto has made efforts to constantly adapt to changes in their enviroment , adaptation
efforts are realized with good communication and effective and organizational policies.
Key word : Communication, Organizational and RRI Purwokerto
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Radio merupakan salah satu media yang efektif bagi masyarakat karena jangkauannya
yang luas dan dapat menembus berbagai lapisan masyarakat (Moeryanto 1996: 60). Radio
Republik Indonesia (RRI) merupakan industri media penyiaran sebagai satu-satunya radio publik
milik pemerintah yang tidak berorientasi komersil dan berdiri sejak 11 September 1945. Pada
masa awal berdiri RRI merupakan bagian dari periode perjuangan dan propaganda untuk
menggelorakan semangat kemerdekaan. Dalam Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 tahun
2002 disebutkan bahwa RRI telah dimasukkan dalam kategori radio publik dengan memiliki
status hukum yang berada dibawah kementrian BUMN (Badan Usaha Milik Negara).
RRI Purwokerto memiliki tiga layanan siaran yaitu Progama 1, Progama 2 dan Progama
3. Layanan siaran Progama 1 RRI Purwokerto menyelenggarakan siaran pemberdayaan
masyarakat di semua lapisan masyarakat melalui siaran pedesaan, nelayan, wanita, anak-anak,
siaran lingkungan hidup, kewirausahaan, teknologi tepat guna, kerajinan, perdagangan,
pertanian, koperasi, industri kecil dan budaya. Di tengah maraknya industri penyiaran swasta
yang ada saat ini dan sebagian besar menyajikan program-program bertemakan modern dan
berorientasi komersil serta lebih digemari oleh khalayak remaja, RRI Purwokerto khususnya RRI
layanan siaran Progama 1 masih senantiasa memproduksi dan menghadirkan program-program
siaran yang mengedepankan unsur dan tema budaya lokal Banyumas ditengah arus globalisasi
yang terus-menerus menggempur dengan pesat.
Aktif diproduksinya program siaran berbasis budaya Banyumas oleh RRI Purwokerto
pastinya tidak terlepas dengan adanya kebijakan organisasi yang mendukung serta adanya
komunikasi antar anggota organisasi yang terjalin dengan baik khususnya anggota tim yang
tergabung atau terlibat dalam produksi program siaran berbasis budaya Banyumas. Komunikasi
merupakan sumber kehidupan organisasi yang utama dan menentukan bagaimana sebuah
organisasi mampu bertahan. Karena komunikasi memungkinkan suatu struktur dapat
berkembang dengan memberikan alat-alat kepada individu-individu yang terpisah untuk
mengkoordinir aktivitas mereka sehingga tercapai tujuan bersama (Panuju, 2001: 1-2).
Komunikasi bisa dikatakan berperan sebagai alat yang digunakan oleh anggota organisasi untuk
saling interaksi dan bertukar pesan baik dengan atasan, bawahan maupun rekan kerja.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan pokok permasalahan
yang akan diteliti yaitu sebagai berikut :
“Bagaimana komunikasi organisasi Radio Republik Indonesia (RRI) Purwokerto layanan
siaran progama 1 dalam proses produksi program siaran berbasis budaya Banyumas ?”
C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan yang sudah terlebih
dahulu dirumuskan dalam rumusan masalah. Adapun tujuan dari penulisan penelitian ini antara
lain untuk :
1. Mengetahui dan mendeskripsikan komunikasi organisasi Radio Republik Indonesia (RRI)
Purwokerto layanan siaran progama 1 dalam proses produksi program siaran berbasis
budaya Banyumas
2. Hambatan dalam penyelenggaraan komunikasi organisasi dalam proses produksi program
siaran berbasis budaya Banyumas.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk menambah khasanah keilmuan melalui penelitian tentang peradioan dengan
pendekatan yang dikemukakan oleh Griffin (Pendekatan sistem Karl Weick, Pendekatan
Budaya, Pendekatan Kritik Stanley Deetz) khususnya pendekatan sistem Karl Weick.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang komunikasi organisasi
Radio Republik Indonesia (RRI) Purwokerto layanan siaran progama 1 dalam proses
produksi program siaran berbasis budaya Banyumas.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk mengetahui komunikasi organisasi Radio Republik Indonesia (RRI) Purwokerto
layanan siaran progama 1 dalam proses produksi program siaran berbasis budaya
Banyumas.
b. Bagi Radio Republik Indonesia (RRI) Purwokerto hasil penelitian ini bisa dimanfaatkan
sebagai masukan terkait atau pertimbangan, evaluasi serta masukan bagi RRI
Purwokerto sendiri.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Rujukan dari penelitian terdahulu digunakan sebagai upaya memperjelas kajian penelitian
ini dan menunjukan perbedaan dari penelitian Rujukan penelitian yang pertama yaitu berjudul
Pola Komunikasi Organisasi (Studi Kasus : Pola Komunikasi Pimpinan dan Karyawan di Radio
Kota Perak Yogyakarta), penelitian ini disusun oleh Muzawwir Kholiq tahun 2010. Penelitian ini
berfokus pada pola komunikasi internal Radio Kota Perak Yogyakarta khususnya antara
pimpinan dan karyawan yaitu mengangkat seberapa pentingkah komunikasi dijadikan alat
penyambung informasi serta interaksi dalam perusahaan. Persamaan dalam rujukan penelitian
pertama yaitu ada pada metode penelitian yang digunakan yakni kualitatif studi kasus.
Sedangkan perbedaannya yaitu meskipun peneliti disini juga menggunakan metode kualitatif
studi kasus namun tidak menyertakan metode dokumentasi dan angket seperti pada rujukan
penelitian melainkan persamaan ada pada metode wawancara dan observasi.
Perbedaan signifikan selanjutnya pada rujukan penelitian yang dikaji adalah pola
komunikasi orgnisasi secara utuh sedangkan dalam penelitian ini, peneliti tidak mengkaji
komunikasi organisasi RRI Purwokerto secara utuh tetapi hanya pada bagian tertentu saja yakni
hanya komunikasi antar anggota organisasi yang terlibat dalam proses produksi program siaran
berbasis budaya Banyumas serta tidak hanya berfokus pada komunikasi antar pimpinan dan
karyawan seperti dalam rujukan penelitian tetapi juga komunikasi antar sesama karyawan.. Hasil
dari rujukan penelitian pertama, ditemukan bahwa komunikasi linear antara pimpinan dan
karyawan Radio Kota Perak Yogyakarta berfungsi sebagai sarana dalam proses transformasi
nilai agama dan budaya (sesuai format yang dibentuk Radio Kota Perak Yogyakarta). Kemudian
bentuk komunikasi yang dianut yakni komunikasi personal, komunikasi kelompok dan memiliki
pola komunikasi kekeluargaan dan struktural.
Selanjutnya rujukan penelitian kedua berjudul Pola Komunikasi Organisasi Departemen
Produksi Dalam Memproduksi Program Televisi (Studi Kualitatif Deskriptif pada Manager
Produksi dan Tim Produksi Dhamma TV). Penelitian ini disusun oleh Neno Wahyuningtyas
tahun 2014 dan menggunakan metode kualitatif deskriptif. Fokus dalam penelitian adalah pola
komunikasi yang ada di dalam organisasi Dhamma TV khususnya pada Departemen Produksi.
Dimana peneliti melihat proses komunikasi yang terjalin antar anggota organisasi baik secara
vertikal maupun horizontal dalam memproduksi program televisi. Produksi program yang
dimaksud bukanlah produksi program pada konten tayangan tertentu, melainkan produksi
program
B. Kerangka Konsep
1. Komunikasi Organisasi
Menurut Muhammad (2009:4-5) Komunikasi dedefinisikan sebagai “Pertukaran pesan verbal
maupun non verbal antara si pengirim dengan si penerima pesan untuk mengubah tingkah laku”.
Sedangkan menurut Redding dan Sanborn dikutip Muhammad (2009: 65) mengatakan bahwa
komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang
kompleks. Yang termasuk dalam bidang ini adalah komunikasi internal, hubungan manusia,
hubungan persatuan pengelola, komunikasi downward atau komunikasi dari atasan kepada
bawahan, komunikasi upward atau komunikasi dari bawahan kepada atasan, komunikasi
horizontal atau komunikasi dari orang-orang yang sama level/tingkatnya dalam organisasi,
keterampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis dan komunikasi evaluasi
program.
Dalam organisasi komunikasi dapat berlangsung secara formal maupun non formal.
Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetejui oleh organisasi itu sendiri. Pesan dalam
jaringan komunikasi informal yaitu apabila anggota organisasi berkomunikasi dengan yang
lainnya tanpa memperhatikan posisi mereka dalam organisasi, maka pengerahan arus informasi
dapat bersifat pribadi. Sedangkan pesan dalam jaringan komunikasi formal biasanya megalir dari
atas ke bawah atau dari bawah ke atas atau dari tingkat yang sama atau secara horizontal
(Muhammad 2009: 124). Ada tiga bentuk utama dari arus pesan dalam jaringan komunikasi
formal yang mengikuti garis komunikasi seperti yang digambarkam dalam struktur organisasi
yaitu downward communication, upward communication, horizontal (Muhammad 2009: 107).
Proses komunikasi dalam struktur formal tersebut pada hakekatnya dapat dibedakan menjadi tiga
jenis, yaitu :
1. Komunikasi dari atas ke bawah (downward communication)
Menurut Soehardiman Yuwono (1985: 25) komunikasi vertikal ke bawah adalah
”Komunikasi yang diberikan oleh pimpinan kepada anggota organisasi dengan maksud untuk
memberikan pengertian kepada anggota organisasi mengenai apa yang harus mereka kerjakan di
dalam kedudukan mereka sebagai anggota organisasi”.
2. Komunikasi dari bawah ke atas (upward communication)
Pengertian komunikasi ke atas menurut Soekardi Ds (1996: 28) ialah ”Kegiatan
bawahan untuk menyampaikan keterangan, ide, pendapat, dan pernyataan lain kepada pimpinan
dengan maksud mempengaruhi tingkah laku dan perbuatan pimpinan”.
3. Komunikasi horizontal
Menurut Muhammad (2009: 121) pengertian komunikasi horizontal atau mendatar
ialah ”pertukaran pesan diantara orang-orang yang sama tingkatan otoritasnya di dalam
organisasi”. Dari penjelasan tersebut dapat juga diartikan bahwa horizontal communication bisa
berlaku bagi mereka yang menempati jabatan atau posisi setara pada organisasi atau bisa juga
diartikan komunikasi antara sesama karyawan.
Selain tiga bentuk utama dari arus pesan dalam jaringan komunikasi formal yang telah
disebutkan oleh Muhammad Arni tersebut terdapat juga arus pesan yang secara diagonal.
4. Komunikasi Diagonal
Merupakan komunikasi yang berlangsung dari satu pihak kepada pihak lain dalam
posisi yang berbeda, dimana kedua pihak tidak berada pada jalur struktur yang sama.
Komunikasi diagonal digunakan oleh dua pihak yang mempunyai level yang berbeda tetapi tidak
mempunyai wewenang langsung kepada pihak lain. Komunikasi diagonal merupakan saluran
komunikasi yang jarang digunakan dalam organisasi, namun penting dalam situasi dimana
anggota tidak dapat berkomunikasi secara efektif melalui saluran-saluran lain. Penggunaan
komunikasi ini selain untuk menanggapi kebutuhan dinamika lingkungan organisasi yang rumit
juga akan mempersingkat waktu dan memperkecil upaya yang dilakukan oleh organisasi (Gibson
et al, 1997: 59).
2. Organisasi/Industri Radio
Pada organisasi radio sendiri output utama yang dihasilkan industri penyiaran radio
adalah program siaran. Tidak ada hal yang lebih penting dari acara atau program sebagai faktor
yang paling penting dan menentukan dalam mendukung keberhasilan suatu stasiun penyiaran
(Morissan 2005: 199). Program radio yang diproduksi merupakan salah satu pencapaian bersama
dalam mencapai tujuan dari industri radio. Produksi program radio merupakan wujud upaya
bersama antar anggota organisasi dalam mencapai tujuan dari industri radio. Diperlukan adanya
kerja tim yang saling mendukung dan kompak untuk memproduksi dan menghasilkan materi
siaran acara berkualitas bagi stasiun radio yang ingin mempertahankan eksistensinya. Tahapan-
tahapan produksi program radio menurut JB wahyudi (1996: 30) terdiri atas Pra produksi,
Produksi dan Pasca produksi. Berikut tahapan produksi program siaran radio :
a. Pra Produksi
. Tahap pra produksi merupakan tahap yang paling awal dan disebut sebagai tahapan
perencanan. Perencanaan yang dimaksud (Masduki 2001:45) adalah sejumlah persiapan yang
dilakukan dalam membuat program. Perencanaan produksi paket acara siaran melalui diskusi
kelompok disusun oleh tim kreaktif bersama pelaksana siaran lainnya.
b. Produksi
Tahapan kedua adalah tahapan produksi, yaitu tahapan dimana program radio disiarkan.
Menurut JB Wahyudi (1994: 27) Produksi radio adalah seluruh kegiatan yang dapat dilakukan
atau disiarkan secara langsung (On Air) atau tidak langsung ( Off Air) .
c. Pasca Produksi
Pasca produksi merupakan langkah terakhir di tahapan produksi yang berupa evaluasi
program yang telah di siarkan (Wahyudi, 1994: 70). Tahapan ini merupakan terakhir adalah
tahapan terakhir yaitu melakukan evaluasi dan perbaikan. Tahapan ini dilakukan setelah tahapan
produksi siaran radio selesai dilakuk
3. Komunikasi Organisasi dalam Produksi Program Siaran Berbasis Budaya
Banyumas
Komunikasi organisasi yang terjadi dalam produksi program siaran berbasis budaya
Banyumas yaitu terjadi antara pihak atau anggota organisasi yang terlibat dan memiliki
kewenangan dalam produksi program siaran Sandiwara Banyumasan, Gelar Budaya Gerbang
Cipuramas, Obrolan Pak Singa, Warung Tarsun, Guyon Mathon, Manasuka Banyumasan,
Manasuka Gandem Marem, Bacaan Buku Banyumasan, Calung Banyumasan. Ketoprak,
Mocopat, Gerbang Desa, Loka Swara Kharawitan (Daftar Terlampir). Program ini dikatakan
berbasis budaya Banyumas karena dalam program tersebut mengandung unsur baik dari sisi
bahasa atau dialek Banyumas yang digunakan dalam program, maupun format atau konsep acara
yang membahas budaya Banyumas dengan menghadirkan narasumber seniman Banyumas
maupun orang yang dianggap mengetahui tentang kesenian tradisional Banyumas.
C. Kerangka Teori
1. Pendekatan Griffin dalam Komunikasi Organisasi
Griffin (2003) menyadur tiga pendekatan untuk membahas komunikasi organisasi. Ketiga
pendekatan itu adalah pendekatan sistem, pendekatan budaya, dan pendekatan kritik. Namun
dalam penelitian ini hanya menggunakan pendekatan sistem milik Kaerl Weick sebagai dasar
penelitian.
a. Pendekatan sistem. Karl Weick (pelopor pendekatan sistem informasi) menganggap struktur
hierarki, garis rantai komando komunikasi, prosedur operasi standar merupakan musuh dari
inovasi. Ia melihat organisasi sebagai kehidupan organis yang harus terus menerus
beradaptasi kepada suatu perubahan lingkungan dalam orde untuk mempertahankan hidup.
Pengorganisasian merupakan proses memahami informasi yang samar-samar melalui
pembuatan, pemilihan, dan penyimpanan informasi. Weick meyakini organisasi akan
bertahan dan tumbuh subur hanya ketika anggota-anggotanya mengikutsertakan banyak
kebebasan (free-flowing) dan komunikasi interaktif.
Weick memandang pengorganisasian sebagai proses evolusioner yang bersandar pada
sebuah rangkaian tiga proses yaitu penentuan(enachment), seleksi (selection), penyimpanan
(retention). Penentuan adalah pendefinisian situasi, atau mengumpulkan informasi yang tidak
jelas dari luar. Ini merupakan perhatian pada rangsangan dan pengakuan bahwa ada
ketidakjelasan. Seleksi, proses ini memungkinkan kelompok untuk menerima aspek-aspek
tertentu dan menolak aspek-aspek lainnya dari informasi. Ini mempersempit bidang, dengan
menghilangkan alternatif-alternatif yang tidak ingin dihadapi oleh organisasi. Penyimpanan
yaitu proses menyimpan aspek-aspek tertentu yang akan digunakan pada masa mendatang.
Informasi yang dipertahankan diintegrasikan ke dalam kumpulan informasi yang sudah ada
yang menjadi dasar bagi beroperasinya organisasinya.
Meskipun segmen-segmen tertentu dari organisasi mungkin mengkhususkan pada satu
atau lebih dari proses-proses organisasi, hampir semua orang terlibat dalam setiap bagian
setiap saat. Dengan kata lain di dalam organisasi terdapat siklus perilaku. Siklus perilaku
adalah kumpulan-kumpulan perilaku yang saling bersambungan yang memungkinkan
kelompok untuk mencapai pemahaman tentang pengertian-pengertian apa yang harus
dimasukkan dan apa yang ditolak. Di dalam siklus perilaku, tindakan-tindakan anggota
dikendalikan oleh aturan-aturan berkumpul yang memandu pilihan-pilihan rutinitas yang
digunakan untuk menyelesaikan proses yang tengah dilaksanakan (penentuan, seleksi, atau
penyimpanan).
b. Pendekatan budaya. Asumsi interaksi simbolik mengatakan bahwa manusia bertindak
tentang sesuatu berdasarkan pada pemaknaan yang mereka miliki tentang sesuatu itu.
Mendapat dorongan besar dari antropolog Clifford Geertz, ahli teori dan ethnografi, peneliti
budaya yang melihat makna bersama yang unik adalah ditentukan organisasi. Organisasi
dipandang sebagai budaya. Suatu organisasi merupakan sebuah cara hidup (way of live) bagi
para anggotanya, membentuk sebuah realita bersama yang membedakannya dari budaya-
budaya lainnya. Pendekatan ini mengkaji cara individu-individu menggunakan cerita-cerita,
ritual, simbol-simbol, dan tipe-tipe aktivitas lainnya untuk memproduksi dan mereproduksi
seperangkat pemahaman.
c. Pendekatan kritik. Stan Deetz, salah seorang penganut pendekatan ini, menganggap bahwa
kepentingan-kepentingan perusahaan sudah mendominasi hampir semua aspek lainnya dalam
masyarakat, dan kehidupan kita banyak ditentukan oleh keputusan-keputusan yang dibuat
atas kepentingan pengaturan organisasi-organisasi perusahaan, atau manajerialisme.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan kualitatif.
Cresswell menyatakan bahwa metode kualitatif adalah suatu proses ilmiah yang lebih
dimaksudkan untuk memahami masalah-masalah manusia dalam konteks sosial dengan
menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks yang disajikan dalam setting yang alamiah
tanpa adanya intervensi apapun dari peneliti. Sedangkan Banister et al menyatakan penelitian
kualitatif sebagai suatu metode untuk menangkap dan memberikan gambaran terhadap suatu
fenomena sebagai metode untuk mengeksplorasi fenomena, dan sebagai metode untuk
memberikan penjelasan dari suatu fenomena yang diteliti (Herdiansyah, 2010: 8).
Kemudian dalam penelitian ini fokus kajian peneliti adalah guna mengetahui dan
mendeskripsikan komunikasi organisai Radio Republik Indonesia (RRI) Purwokerto Progama 1
sebagai industri media penyiaran, terutama melalui produksi program siaran budaya serta
keberlangsungan program tersebut. Tempat penelitian dilaksanakan di Radio Republik Indonesia
(RRI) Purwokerto JL. Jenderal Sudirman 427 Purwokerto, Banyumas-Jawa Tengah dan peneliti
melakukan penelitian secara langsung agar dapat meneliti dan mengamati fakta di lapangan.
Lokasi Radio Republik Indonesia (RRI) Purwokerto dipilih berdasarkan alasan bahwa peneliti
memiliki akses untuk melaksanakan penelitian. Selain itu secara pribadi peneliti memiliki
ketertarikan yang besar terhadap RRI Purwokerto terutama dengan kasus yang bersangkutan
dengan penyajian program budaya.
Untuk teknik pemilihan informan dalam penelitian ini digunakan metode pemilihan secara
purposive atau purposive sampling yaitu bahwa sumber data yang digunakan di sini tidak
sebagai sumber data yang mewakili populasinya, tetapi mewakili informasi. Purposive sampling
(Herdiansyah 2010 :106) merupakan teknik dalam Non-probability sampling berdasarkan kepada
ciri-ciri yang dimiliki oleh subjek yang dipilih karena ciri-ciri tersebut sesuai dengan tujuan
penelitian yang dilakukan. Teknik pengumpulan data yang digunakan di antaranya adalah:
wawancara mendalam dan observasi. Interview atau wawancara (Mulyana 2004:108) adalah
suatu bentuk komunikasi antara dua orang, dengan melibatkan seseorang yang ingin memperoleh
data dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan
tertentu.
Sedangkan Karl Weick (dalam Rakhmat 2000:83) mendefinisikan observasi sebagai
pemilihan, pengubahan, pencatatan, dan pengodean serangkaian perilaku dalam suasana yang
berkenaan dengan in situ sesuai dengan tujuan-tujuan empiris. Selanjutnya untuk analisis data
dalam penelitian ini yakni menurut Marshall dan Rossman (2007) dan diterapkan dalam
penelitian ini diantaranya : Mengorganisasikan Data, Pengelompokan berdasarkan Kategori,
Tema dan pola jawaban, Menguji Asumsi atau Permasalahan yang ada terhadap Data, Mencari
Alternatif Penjelasan bagi Data, Menulis Hasil Penelitian.
Keabsahan data juga dilakukan dengan metode triangulasi data. Triangulasi (Moeloeng
1999: 178) adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain
diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin
(1978) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan
penggunaaan sumber, metode, penyidik dan teori. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
Triangulasi sumber dan metode. Triangulasi sumber atau triangulasi dengan sumber yang berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif (Patton 1987 : 331). Kemudian
yang kedua adalah triangulasi metode menurut Patton (1987:329), terdapat dua strategi yaitu :
(1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan
data dan (2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil RRI Purwokerto
RRI Purwokerto didirikan pada tanggal 11 September 1945 dan sejarah RRI dimulai pada
zaman pendudukan tentara Dai Nippon (Jepang) kota Purwokerto yang saat itu dipandang
penting, karena itu pada tanggal 8 Desember 1944 mendirikan studio siaran yang disebut
Purwokerto Hosokyoku. Tanggal 12 Desember 1944 dilakukanlah pembukaan Hosokyoku oleh
Banyumas Syutyokan (Residen).
B. Pembahasan
Komunikasi Organisai dalam Proses Produksi Program Siaran Berbasis budaya
Banyumas.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti maka anggota
organisasi RRI Purwokerto sudah memiliki satu kesepahaman bersama dalam memandang
pentingnya komunikasi sebagai pendukung utama dalam melakukan aktivitas organisasi. Tanpa
adanya komunikasi dapat membuat organisasi menjadi lumpuh maka tujuan utama organisasi
mustahil untuk dicapai. Organizational communication pertains to communication within and
among large extended enviroment (West and Turner 2010: 37).
Pendekatan sistem yang dikemukakan oleh Weick memiliki kesamaan dalam proses
produksi program siaran berbasis budaya Banyumas dimana aktivitas organisasi adalah
kehidupan organis yang yang terus menerus beradaptasi pada lingkungannya. Sesuai hasil
wawancara yang dilakukan penulis terhadap narasumber maka hampir sebagian besar
mengatakan bahwa komunikasi yang terjadi dalam proses produksi sudah berjalan baik. Dalam
komunikasi tersebut terdapat dua bentuk dan arus komunikasi atau terdapat dua model
komunikasi yaitu vertikal dan Horizontal. Secara keseluruhan komunikasi vertikal dan
Horizontal sudah berjalan dengan baik hanya saja masih ada sedikit kendala dalam komunikasi
vertikal khususnya dalam Upward comuunication.
Wujud komunikasi vertikal dan Horizontal dalam proses produksi program siaran yaitu
berupa pemberian atau penyampaian intruksi kerja, penjelasan pelaksanaan tugas, penyampaian
informasi maupun kewenangan dalam pengambilan keputusan. Hal ini berlaku karena
komunikasi vertikal memiliki dua unsur yaitu downward dan upward communication.
Komuikasi downward adalah yang paling dominan dilaksanakan dalam proses produksi program
siaran hal ini dilaksanakan oleh atasan ke bawahan berupa pemberian atau penyampaian intruksi
kerja, penjelasan pelaksanaan tugas, penyampaian informasi maupun kewenangan dalam
pengambilan keputusan. Jika dalam suatu organisasi upward communication dapat berjalan
dengan baik maka kemungkinan besar tugas dan tanggung jawab yang dilimpahkan kepada
bawahan dapat dilaksanakan secara maksimal. Apabila upward communication bisa lebih
dikembangkan maka kedepannya tujuan organisasi yang ingin dicapai akan lebih mudah untuk
dipenuhi dan diraih.
Kemudian bentuk dan arus komunikasi atau model komunikasi yang kedua yaitu
komunikasi Horizontal. Komunikasi secara horizontal terjadi antar rekan sejawat berupa tugas,
pemecahan masalah, penyampaian pesan atau informasi dan pemecahan konflik. Contoh konkrit
yang didapatkan penulis dari proses penelitian yaitu komunikasi secara horizontal yang terjadi
diantara penyiar atau pembawa acara program siaran mereka saling berkomunikasi berkaitan
dengan hal-hal tersebut yang telah disebutkan sebelumnya. Seperti yang disebutkan Rogers &
Agarwala bahwa komunikasi horizontal adalah komunikasi antar sesama pegawai yang sejajar
kedudukannya seharusnya terjadi lebih informal dan santai, tidak kaku maupun ada batasan.
Kenyataan yang terjadi di RRI Purwokerto komunikasi yang terjadi antara sesama pegawai
sudah berjalan sesuai dengan pernyataan tersebut sehingga hubungan antar sesama pegawai tidak
canggung atau tidak ada jarak dan hal ini tentunya memberi dampak positif dengan maksimalnya
pekerjaan yang dilakukan oleh para pegawai dan membuat tujuan organisasi bisa tercapai.
Di dalam proses produksi program siaran berbasis budaya Banyumas baik itu model
komunikasi vertikal maupun Horizontal, komunikasi yang berlangsung sifatnya formal dan non
formal. Menurut De Vito (1997), jaringan komunikasi adalah saluran yang digunakan untuk
meneruskan pesan dari satu orang ke orang lain dalam organisasi. Jaringan organisasi ini berbeda
besar dan strukturnya pada masing-masing organisasi, dan biasanya disesuaikan dengan
kepentingan dan tujuan organisasi tersebut. Secara umum jaringan komunikasi dapat dibedakan
atas dua bagian yaitu: 1) jaringan komunikasi formal dan 2) jaringan komunikasi informal.
Dengan kata lain hubungan yang terjadi dalam organisasi dapat terjadi memiliki sifat jaringan
secara formal dan informal.
Komunikasi bersifat formal di RRI Purwokerto atau tepatnya dalam produksi program
siaran berbasis budaya Banyumas ini terjadi melalui media rapat dan diantaranya
mengkomunikasikan hal-hal yang menyangkut anggaran atau keuangan, konflik antar anggota,
perubahan-perubahan terkait format acara serta evaluasi biasanya terjadi melalui media rapat.
RRI Purwokerto adalah organisasi formal yang sudah memiliki jatah anggaran tertentu setiap
tahunnya dan jumlahnya terbatas, sehingga hal ini masuk dalam hal-hal yang harus dibicarakan
atau dikomunikasikan secara formal.
Selain itu hal yang harus dikomunikasikan secara formal adalah hal yang berkaitan dengan
perubahan-perubahan format acara. Hal-hal yang harus dikomunikasikan baik itu keuangan
maupun perubahan-perubahan format acara erat kaitannya dengan upaya inovasi khususnya
dalam produksi program siaran berbasis budaya Banyumas, kemudian jumlah anggaran yang
terbatas tentunya dapat menjadi salah satu hambatan dalam upaya berinovasi produksi program
siaran berbasis budaya Banyumas karena anggaran adalah dasar dari dapat diproduksinya sebuah
program. Contoh konkrit penggunaan anggaran salah satunya adalah untuk pembiayaan
narasumber. Untuk beberapa format program siaran terdapat program yang harus menghadirkan
narasumber.
Begitu juga halnya dengan program siaran berbasis budaya Banyumas beberapa acara harus
menghadirkan narasumber contohnya seniman lokal. Berdasarkan hasil penelitian penulis
menemukan sesuai keterangan dari kepala seksi siaran bahwa ketersediaan narasumber di RRI
Purwokerto yang berkaitan dengan budaya lokal masih mencukupi, namun disisi lain penulis
menadapat informasi bahwa ketersediaan narasumber berkaitan dengan budaya lokal sedikit sulit
dari salah satu karyawan yang memiliki jenjang hierarkhi lebih rendah. Pernyataan yang berbeda
ini erat kaitannya dengan masalah keterbukaan dalam upward communication. Ketidakterbukaan
bawahan kepada atasan dapat dikategorikan sebagai salah satu hambatan dalam komunikasi
organisasi dalam proses produksi program siaran berbasis budaya Banyumas.
Sedangkan dalam komunikasi yang sifatnya non formal komunikasi yang terjadi dominan
dalam proses produksi program siaran di lapangan atau selama acara berjalan baik itu berupa
saran atau masukan bisa merupakan teguran, kritik, dan konsultasi tentang masalah pribadi serta
gurauan atau candaan antar karyawan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
komunikasi vertikal lebih mendominasi dalam proses produksi program siaran berbasis budaya
Banyumas dan hal ini tentu saja memperngaruhi pola komunikasi yang terbentuk. Pola
komunikasi yang terbentuk dalam proses produksi merupakan bentuk komunikasi downward
atau komunikasi yang berlangsung dari atas ke bawah bentuknya berupa perintah, penyampaian
intruksi kerja dan arahan serta koordinasi. Pola komunikasi berdasarkan dengan garis rantai
komando secara vertikal (downward communication) dan berdasarkan prosedur operasi yang
terbentuk di RRI Purwokerto khususnya dalam produksi program siaran terbagi menjadi dua
versi yaitu pola secara struktural dan pola secara fungsional. Pola tersebut yaitu sebagai berikut. :
a. Pola Komunikasi Organisasi secara Struktural dalam Produksi Program Siaran
Kepala Sub
Seksi
Perncanaan
dan Evaluasi
Rapat
(Jalur
Formal) Penentuan
Kerabat
Kerja dan
Anggaran
Rapat
(Jalur
Formal) Persetujuan
Kepala
Seksi
Siaran
Intruksi
Produksi ke
Kepala Sub
Seksi
Progama
Satu
Perintah
(Jalur
Formal)
Kerabat Kerja
Khususnya
Produser
Sebagai
Pimpinan
Produksi
Program
Siaran
Berbasis
Budaya
Banyumas
Perintah
(Jalur
Formal)
Evaluasi
b. Pola Komunikasi Organisasi secara Fungsional dalam Produksi Program Siaran
Sumber: dikelola oleh peneliti
Kepala Seksi Siaran Selaku Eksekutif Produser
Kepala Sub Seksi Progama Satu/ Staf Progama satu Selaku Produser (Pimpinan
Kerabat Kerja)
Perintah
(Jalur
Formal)
Kerabat Kerja
Penyiar/
Pengisi
Acara
Pengarah
Siaran Unit
Manager
Teknisi Penulis
Naskah
Stage Manager
(Acara dengan
Panggung)
Rapat Produksi (Formal)
Produksi Lapangan oleh Kerabat Kerja (Kecuali Produser)
Komunikasi di Lapangan Bersifat Non Formal
Pengarah Acara/Koordinator (Pimpinan Acara)
Arahan Lapangan
(Jalur Non
Formal)
Arahan
(Jalur
Formal)
Evaluasi Teguran/Kritik
(Non Formal)
Rapat Evaluasi
Periodik
(Formal)
Adanya dua versi pola komunikasi memungkinkan seorang anggota organisasi RRI
Purwokerto memiliki dua peran baik itu secara struktural maupun secara fungsional, maksudnya
yaitu seorang anggota RRI Purwokerto bisa memiliki tugas lebih dari satu, apabila kewajiban
utama pekerjaan ada di struktural maka tugas tambahan ada di fungsional. Tugas baik itu dalam
struktural maupun fungsional wajib dilaksanakan dan diseleaikan oleh karyawan.
Berdasarkan keterangan tersebut dengan adanya indikasi peran ganda dianggap akan
memiliki resiko yaitu seperti menimbulkan tumpang tindih peran dan tugas, miss komunikasi,
ketidakfokusan dalam bekerja karena beban tanggungjawab yang bertambah serta
ketidakterbukaan antar sesama anggota. Resiko-resiko tersebutlah yang nantinya dianggap dapat
menghambat komunikasi maupun proses produksi program siaran berbasis budaya Banyumas.
Selain resiko-resiko tersebut terdapat juga resiko lain yaitu kemungkinan dalam munculnya
konflik.
Kanh et al. mendefinisikan konflik peran ganda merupakan konflik peran yang muncul
antara harapan dua peran yang berbeda yang dimiliki seseorang (Greenhaun & Beutell, 1985).
Oleh karena hal tersebut maka alangkah baiknya apabila sebuah organisasi meminimalisir
timbulnya peran ganda agar terhindarkan dari konflik-konflik yang mungkin nantinya akan
mengganggu kinerja organisasi. Jadi dapat dikatakan bahwa peran ganda disini beresiko
menimbulkan distorsi dalam komunikasi dan dapat dikategorikan sebagai salah satu hambatan
dalam komunikasi organisasi dalam proses produksi program siaran berbasis budaya Banyumas.
Kemudian sebagai suatu industri penyiaran, tentunya output yang dihasilkan dari industri
penyiaran radio adalah program siaran. Setiap radio pasti memiliki program sendiri-sendiri
dengan konsep atau format yang berbeda dengan lainnya sebagai wujud identitas radio sendiri.
Program sendiri berasal dari kata bahasa inggris yaitu “programme” yang artinya rencana atau
acara. Tidak ada hal yang lebih penting dari dari acara atau program sebagai faktor yang paling
penting dan menentukan dalam mendukung keberhasilan suatu stasiun penyiaran (morissan
2005:199).
Setiap stasiun radio sangat penting untuk menentukan format siaran, proses penentuan
format ini tentunya disesuaikan dengan visi dan misi yang ingin dicapai oleh radio itu sendiri.
Karena program sendiri merupakan suatu rangkaian yang dikemas dalam satu format. Menurut
Pringle-starr mcCavitt (1991) seperti dikutip Morissan (2005: 108), the programming of most
stations is dominated by one principle content element or sound, know as format (format
sebagian besar stasiun radio di dominasi oleh satu elemen isi atau suara yang utama yang dikenal
dengan format). Pengertian format program mengacu pada perencanaan, penyajian suatu
program yang didasari isi materi siarannya.
Sebuah format acara nantinya akan membentuk sebuah ciri khas bagi acara atau program
tersebut bahkan terhadap radio yang memiliki program itu sendiri. Oleh karena itu penyusunan
format acara merupakan tahap penting yang termasuk dalam tahap pra produksi. Dalam setiap
pembentukan format tidak boleh sembarangan dan selalu mengikuti aturan atau kebijakan yang
telah ditetapkan oleh radio itu sendiri, begitu juga di RRI Purwokerto format acara budaya atau
program siaran berbasis budaya Bayumas sebelum dapat di produksi pastinya harus ada aturan
atau kebijakan-kebijakan tertentu yang harus diikuti, dipatuhi dan dilaksanakan.
Fokus penelitian ini adalah komunikasi organisasi dalam proses produksi program siaran
budaya Banyumas sehingga kebijakan yang berkaitan dengan produksi program siaran budaya
Banyumas menjadi penting sebagai dasar sebelum proses produksi tersebut dapat dilakukan.
Berdasarkan proses penelitian penulis menemukan kebijakan-kebijakan yang harus dipahamai,
disepakati dan dilaksanakan oleh anggota RRI Purwokerto. Kebijakan pertama yaitu kebijakan
untuk mengutamakan konten lokal, mengutamakan konten lokal merupakan bentuk loyalitas RRI
Purwokerto dan anggotanya dalam menjaga warisan budaya bangsa.
RRI Purwokerto hingga sekarang masih tetap konsisten untuk menjaga dan
mempertahankan warisan budaya lokal dan hal ini dipahami anggota organisasi RRI Purwokerto
dan dilaksankan atau diaplikasikan dalam proses produksi siaran di lapangan. Kemudian yang
kedua yakni adanya kebijakan untuk turut melestarikan budaya Jawa Kawi (Jawa Wetan) namun
tetap harus mengangkat konten lokal Banyumas dengan sistem “Apresiasi” yaitu dengan
menerjemahkan budaya Jawa Kawi ke dalam bahasa lokal Banyumas atau ke bahasa
Panginyongan dan ini sama seperti kebijakan sebelumnya hal ini juga dipahami dan
dilaksanakan oleh anggota organisasi RRI hal ini dilakukan tentu saja agar budaya lokal tetap
eksis namun secara bersamaan masyarakat juga akan mendapatkan pengetahuan budaya Jawa
secara keseluruhan.
Kemudian kebijakan ketiga yang ditemukan penulis yaitu RRI Purwokerto wajib
mendukung kebijakan pemerintah untuk melestarikan budaya lokal melalui program siaran dan
menerapkan kebijakan untuk menjadi wadah bagi regenerasi seniman-seniman lokal Banyumas
yang dimaksud dengan menjadi wadah disini RRI Purwokerto berperan aktif dalam
menampilkan seniman-seniman baru untuk tampil dikenal publik sebagai calon penerus di masa
depan dan sebagai pemegang kunci agar budaya lokal tidak punah. Berdasarkan kebijakan-
kebijakan tersebutlah proses produksi program siaran berbasis budaya Banyumas dapat
dilaksanakan.
Hambatan dalam proses komunikasi organisasi maupun dalam proses produksi
program siaran berbasis budaya Banyumas
Dalam penelitian ini ditemukan beberapa hambatan komunikasi dalam proses produksi berbasis
budaya Banyumas, yaitu:
1. Adanya indikasi peran ganda yang dianggap memiliki resiko menimbulkan tumpang tindih
peran dan tugas, miss komunikasi, ketidakfokusan dalam bekerja karena beban
tanggungjawab yang bertambah serta ketidakterbukaan antar sesama anggota. Resiko-resiko
tersebutlah yang nantinya dianggap dapat menghambat komunikasi maupun proses produksi
program siaran berbasis budaya Banyumas.
2. Adanya perbedaan pernyataan yang terjadi antar sesama anggota organisasi RRI Purwokerto
yang berbeda posisi tersebut dapat terjadi karena ada faktor kurangnya keterbukaan dari
bawahan kepada atasan.
3. Adanya keterbatasan anggaran yang beresiko dalam melakukan inovasi pada produksi
program siaran berbasis budaya Banyumas.
4. Dengan demikian setelah dilakukan penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa RRI
Purwokerto telah melakukan upaya untuk terus beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.
Kemudian untuk anggota RRI Purwokerto telah melaksanakan komunikasi yang baik dalam
kegiatan atau aktivitas organisasi. Sesuai dengan fokus penelitian ini maka baik itu upaya
adaptasi dan komunikasi yang baik dan efektif telah berlaku pada salah satu aktivitas
organisasi yaitu khususnya dalam aktivitas produksi program siaran berbasis budaya
Banyumas.
Kesimpulan
Hasil yang di dapatkan dari penelitian ini maka disimpulkan bahwa pola komunikasi
dalam produksi program siaran dibentuk berdasarkan dengan garis rantai komando dan
berdasarkan prosedur operasi di RRI Purwokerto dibagi menjadi dua versi yaitu pola secara
struktural dan pola secara fungsional. Komunikasi berlangsung baik secara formal, non-formal
dan mengalir secara vertical dan horizontal. Komunikasi bersifat formal ini terjadi melalui media
rapat sedangkan komunikasi non-formal terjadi dalam proses produksi program siaran di
lapangan atau selama acara berjalan baik itu berupa saran atau masukan bisa merupakan teguran,
kritik, dan konsultasi tentang masalah pribadi serta gurauan atau candaan antar karyawan.Bentuk
dan arus komunikasi yang terbentuk dalam proses produksi yaitu secara vertical dan horizontal.
Komunikasi secara vertical kemudian dibagi lagi menjadi downward communication dan upward
communication. Dalam downward communication atau komunikasi dari atas ke bawah
komunikasi terjadi berupa pemberian atau penyampaian intruksi kerja, penjelasan pelaksanaan
tugas, penyampaian informasi dari atasan ke bawahan maupun kewenangan dalam pengambilan
keputusan.
Dalam upward communication atau komunikasi dari bawah ke atas komunikasi terjadi
berupa saran atau masukan serta kewenangan dalam pengambilan keputusan. Sedangkan
hambatan dalam proses komunikasi atau dalam proses produksi program siaran yaitu adanya
indikasi peran ganda, kurang terbukanya bawahan ke atasan, keterbatasan anggaran yang
menghambat inovasi. Kemudian kebijakan yang dikomunikasikan dalam komunikasi organisasi
proses produksi yaitu RRI Purwokerto yaitu wajib mengutamakan konten lokal, melestarikan
budaya jawa Kawi dengan sisitem apresiasi ke bahasa Banyumas, mendukung kebijakan
pemerintah melestarikan budaya lokal dan menjadi wadah regenerasi seniman. RRI Purwokerto
telah melakukan upaya untuk terus beradaptasi terhadap perubahan lingkungannya, upaya
adaptasi tersebut diwujudkan dengan komunikasi yang baik dan efektif serta diaplikasikan dalam
kebijakan organisasi. Upaya adaptasi tersebut diwujudkan dengan komunikasi yang baik dan
efektif dalam menjalankan aktivitas organisasi khususnya dalam aktivitas produksi program
siaran berbasis budaya Banyumas, selain itu upaya beradaptasi juga diaplikasikan dalam setiap
kebijakan yang diterapkan organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Em Griffin, 2003, A First Look at Communication Theory, New York : McGraw-Hill Companies
Greenhaus, J. H., & Beutell, N. J. 1985. Sources of conflict between work and family roles.
Academy of management review, 1
Herdiansyah, Haris. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu Soaial. Yogyakarta :
Graha Ilmu
JB Wahyudi. 1994. Dasar-Dasar Manajemen Siaran. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Grafiti
Masduki, 2001. Jurnalisme Radio: Menata Profesionalisme Reporter dan Penyiar. Yogyakarta:
LKiS.
Marshall and Rossman. 2007. Designing Qualitatitative Research. London: Sage Publication
Moeloeng, Lexy J. 1999. Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung
Moeryanto, Ginting Munthe. 1996. Media Komunikasi Radio. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta
Morissan. 2005. Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi. Tangerang : Ramdina
Prakarsa.
Muhammad, Arni. 2009. Komunikasi organisasi. Jakarta: Bumi Aksara
Mulyana, Deddy. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Muzawwir, Kholiq. 2010. Pola Komunikasi Organisasi (Studi Kasus : Pola Komunikasi
Pimpinan dan Karyawan di Radio Kota Perak Yogyakarta). Skripsi Pendidikan Strata 1
Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta : tidak
diterbitkan.
Panuju, Redi 2001. Komunikasi Organisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
Patton, M.Q. 1987. Qualitative Research and Evaluation Methods. Thousand Oaks, CA: Sage.
Rakhmat, Jalaluddin. 2000. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Soekardi, Darso Wiyono. 1996. Peranan Komunikasi di Dalam Organisasi. Surakarta : Bumi
Kentingan
Soehardiman, Yuwono. 1985. Ikhtiar komunikasi Administrasi. Yogyakarta: Liberty
Suprapto, Tommy. 2006. Pengantar Teori Komunikasi. Yogyakarta: Media Pressindo
Wahyuningtyas, Neno. 2014. Pola Komunikasi Organisasi Departemen Produksi Dalam
Memproduksi Program Televisi (Studi Kualitatif Deskriptif pada Manager Produksi dan
Tim Produksi Dhamma TV). Skripsi Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi
Universitas Brawijaya Malang : tidak diterbitkan.
West, Rhicard and H. Lynn H. Turner. 2010. Introducing Communication Theory. New York :
McGrwa-Hill