jual belirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50383...jual beli pada layanan penyedia...
TRANSCRIPT
iv
ABSTRAK
Nadia Nandini, NIM 11150490000123. JUAL BELI MAKANAN DI LAYANAN
PENYEDIA MAKANAN TRADISIONAL DAN MODERN PERSPEKTIF FIKIH
MUAMALAH, Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah), Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
1441 H/ 2020 M.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pelaksanaan jual beli pada layanan
penyedia makanan tradisional dan modern dan menjelaskan jual beli pada layanan
penyedia makanan tradisional dan modern berdasarkan perspektif fikih muamalah.
Layanan penyedia makanan tradisional yang menjadi objek penelitian adalah warteg,
rumah makan Padang, dan warung nasi ampera,. Layanan penyedia makanan modern
yaitu McDonald‟s, HokBen, dan restoran solaria. Transaksi jual beli makanan pada
saat ini menggunakan berbagai macam konsep. Namun pada setiap jual beli termasuk
jual beli pada makanan rukun dan syarat jual beli juga harus terpenuhi agar jual beli
tersebut sah dan sesuai prinsip syariah.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
kepustakaan dan deskriptif, dengan mengamati secara langsung objek penelitian
kemudian menganalisis kejadian yang terjadi dan menyesuaikan dengan sumber data
berupa buku-buku fikih yang berkaitan dengan judul skripsi ini.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa jual beli pada layanan penyedia
makanan tradisional seperti warteg, rumah makan padang dan warung nasi ampera
dilihat dari rukun dan syaratnya yang belum terpenuhi yakni pada penetapan harga
objek jual beli, dimana dalam syarat jual beli objek harus jelas termasuk pada harga.
Tetapi karena telah menjadi kebiasaan masyarakat yang sulit dihindari tidak lantas
menjadi jual beli menjadi batal. Namun, harus diikuti dengan iktikad baik oleh
penjual dan pembeli dengan tidak melakukan tindakan yang di larang oleh syariat.
Jual beli pada layanan penyedia makanan modern yakni Mc Donald‟s, HokBen dan
Restoran Solaria secara umum rukun dan syarat sudah terpenuhi, termasuk pada
harga objek jual beli yang sudah ditetapkan diawal sehingga pembeli mengetahui
harga objek jual beli. Namun, adanya biaya pajak yang muncul saat pembeli
melakukan pembayaran dapat membuat pembeli merasa tertipu karena informasi
mengenai biaya tersebut kurang ditonjolkan.
Kata kunci : Jual beli, layanan penyedia makanan, fikih muamalah.
Pembimbing : Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H.
Daftar Pustaka : 1993-2018.
v
KATA PENGANTAR
حين حوي الشه الشه بسن الله
Alhamdulillahi rabbil „aalamin, puji syukur kehadirat Allah swt. yang telah
memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, yang telah memberikan kemudahan dan
kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tak lupa
shalawat dab salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw., keluarga, sahabat,
serta kerabatnya, semoga di akhir zaman nanti kita mendapat syafa‟at dari beliau.
Amiin.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh dalam
menyelesaikan program strata satu (S-1) pada Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Hukum Ekonomi Syariah
dengan judul Jual Beli Makanan di Layanan Penyedia Makanan Tradisional dan
Modern Perspektif Fikih Muamalah.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa, masih banyak
kekurangan baik dalam pembahasan maupun penyajian. Hal ini dikarenakan
terbatasnya pengetahuan serta pengalaman yang penulis miliki serta hambatan dalam
melakukan penelitian skripsi ini. Akan tetapi berkat dukungan dari berbagai pihak
yang senantiasa memberikan dukungan baik moril maupun materil hingga akhirnya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Selanjutnya dalam kesempatan ini, perkenankanlah untuk penulis
menyampaikan rasa terimakasih dan rasa hormat yang terdalam kepada:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Selaku Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. A.M. Hasan Ali, M.A. dan Dr. Abdurrauf, Lc., M.A. Selaku Ketua dan
Sekertaris Prodi Hukum Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H. Selaku dosen pembimbing skripsi yang
selalu memberikan pengarahan untuk penulis. Terimakasih atas waktu, ilmu
vi
dan bimbingannya selama proses penyusunan skripsi ini, semoga Allah swt.
selalu memberikan kesehatan dan keberkahan. Aamiin.
4. Dr. Muhammad Bukhori Muslim, Lc., M.A., selaku Dosen Pembimbing
akademik yang selalu meluangkan waktu guna motivasi dan kelancaran
akademik perkuliahan. semoga Allah swt. selalu memberikan kesehatan dan
keberkahan. Aamiin.
5. Ibu Prof. Dr. Euis Amalia, M.Ag. dan bapak Mohamad Mujibur Rohman,
M.A. selaku dosen penguji sidang munaqasah atas masukan yang telah
diberikan kepada skripsi saya sehingga menjadi lebih baik lagi. Semoga Allah
swt. selalu memberikan kesehatan dan keberkahan.
6. Segenap bapak dan ibu dosen Hukum Ekonomi Syariah dan Fakultas Syariah
dan Hukum yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama masa
perkuliahan.
7. Ungkapan terimakasih, hormat, cinta dan kasih sayang penulis kepada kedua
orang tua ayahanda Deni Setiawan dan ibunda Irma serta adik-ku Afriza
Azima dan kakek nenek ku juga keluarga besar ku yang menjadi alasan agar
skripsi ini cepat selesai dan yang tak pernah henti memberikan dukungan,
do‟a, perhatian, kasih sayang dan semangat selama penulisan skripsi ini.
Semoga Allah swt. memberikan kesehatan, kelancaran dan keberkahan.
Aamiin.
8. Sahabat tersayang Sri Hayati Nur‟aini, Intan Nur Fadhilah, Nabiilah Humairo
dan Seprida Widatia yang selalu memberikan penulis motivasi dan semangat
dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Sahabat seperjuangan ku Alawiyah Rahmah yang selalu mendukung dan
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman jurusan Hukum Ekonomi Syariah 2015 khususnya Hukum
Ekonomi syariah D yang telah memberikan dukungan, semangat dan
bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah swt. melancarkan
segala urusan kalian.
vii
11. Teman-teman KKN Menara 2018 yang telah memberikan dukungan terus
menerus untuk penulis.
12. Rizaldi Ramadhan atas ketulusan dan do‟anya dalam mendukung dan
menemani penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang memberikan
dukungan dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah swt. senantiasa melimpahkan rahmat dan berkahnya bagi kita
semua, terimakasih untuk bantuannya selama ini, semoga dapat ganjaran yang
setimpal atas kebaikan yang telah mereka berikan, Aamiin Ya Rabbal‟alamin.
Jakarta, 15 November 2019
Nadia Nandini
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. i
PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... iii
ABSTRAK .............................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
DAFTAR ISI ........................................................................................................... viii
BAB I
PENDAHULUAN ................................................................................................... . 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 5
C. Pembatasan Masalah .................................................................................... 5
D. Rumusan Masalah ........................................................................................ 6
E. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 6
G. Review Studi Terdahulu ............................................................................... 7
H. Metode Penelitian ......................................................................................... 12
I. Sistematika Penulisan .................................................................................. 14
BAB II
LANDASAN TEORI .............................................................................................. 16
A. Layanan Penyedia Makanan ......................................................................... 17
1. Pengertian Layanan Penyedia Makanan ................................................ 17
a. Pengertian Layanan Penyedia Makanan Tradisional ........................ 17
b. Pengertian Layanan Penyedia Makanan Modern .............................. 17
ix
B. Konsep Jual Beli Dalam Islam ...................................................................... 20
1. Pengertian Jual Beli................................................................................. 20
2. Dasar Hukum Jual Beli ........................................................................... 20
3. Rukun dan Syarat Jual Beli .................................................................... 22
4. Macam-Macam Jual Beli ....................................................................... 27
5. Hak Khiyar dalam Jual Beli ................................................................... 34
6. Berakhirnya Jual Beli ............................................................................. 34
7. Hikmah dan Manfaat Jual Beli ............................................................... 35
C. Penerapan Sertifikasi Halal sebagai Jaminan Produk Halal Untuk Produk
Makanan pada Layanan Penyedia Makanan ................................................. 36
BAB III
DESKRIPSI DAN POLA JUAL BELI PADA LAYANAN PENYEDIA
MAKANAN TRADISIONAL DAN MODERN .................................................. 38
A. Jual Beli pada Layanan Penyedia Makanan Tradisional ............................... 38
1. Warung Tegal ( WARTEG ) .................................................................. 38
2. Rumah Makan Padang ........................................................................... 40
3. Warung Nasi Ampera ............................................................................. 42
B. Jual Beli pada Layanan Penyedia Makanan Modern .................................... 43
1. Mc Donalds ............................................................................................ 43
2. HokBen .................................................................................................. 45
3. Restoran Solaria ..................................................................................... 46
BAB IV
ANALISIS JUAL BELI DI LAYANAN PENYEDIA MAKANAN
TRADISIONAL DAN MODERN PESPEKTIF FIKIH MUAMALAH ........... 49
A. Analisis Jual Beli Makanan Pada Layanan Penyedia Makan Tradisional
Perspektif Fikih Muamalah .......................................................................... 49
x
B. Analisis Jual Beli Makanan Pada Layanan Penyedia Makan Modern
Perspektif Fikih Muamalah .......................................................................... 54
C. Pola Transaksi Jual Beli Makanan Pada Layanan Penyedia Makanan
Tradisional dan Modern yang Sesuai Prinsip Syariah .................................. 64
BAB V
PENUTUP ………………………………………………………………………… 67
A. Kesimpulan .................................................................................................. 67
B. Saran ............................................................................................................. 67
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 69
LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................................... 73
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, manusia tidak bisa hidup
sendiran dan membutuhkan orang lain. Karena manusia pada hakikatnya adalah
makhluk sosial yang membutuhkan interaksi sesamanya dalam menjalankan
kehidupan dan memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Salah satu cara memenuhi
kebutuhan hidup manusia dengan interaksi orang lain adalah jual beli.
Jual beli adalah pelepasan hak milik dengan mendapatkan ganti rugi berupa
uang, barang, atau juga dengan jasa, atau memindahkan hak milik untuk
mendapatkan imbalan atas dasar suka sama suka atau kerelaan kedua belah pihak.
Atau jual beli juga berarti sebagai tukar menukar barang yang memiliki nilai, dimana
pihak lain menjualnya dan pihak lain membelinya dengan harga atau kesepakatan
kedua pihak.
Kebutuhan manusia yang utama yang harus dipenuhi salah satunya adalah
makan. Dalam memenuhi kebutuhan makan, manusia dapat mendapatkannya dengan
melakukan jual beli. Transaksi jual beli makanan merupakan salah satu transaksaksi
jual beli yang paling sering ditemui di masyarakat saat ini. Banyaknya transaksi jual
beli makanan menyebabkan transaksi jual beli makanan menjadi bervariasi.
Dibawah ini adalah tabel data presentase banyaknya layanan penyedia
makanan dan minuman di Indonesia yang di peroleh Badan Pusat Statistik Indonesia
(BPS) tahun 2017.1
1Statistik Penyediaan Makanan dan Minuman Tahun 2017, Katalog:8204008 (Badan Pusat
Statistik Indonesia), h. 32.
Lokasi Usaha
Restoran/Rumah
Makan
Katering
Penyedia
Makanan
Minuman
Lainnya
Jumlah
Mall/Pertokoan/
Perkantoran
70,58 39,56 65,99 68,51
Hotel 1,82 0,62 0,67 1,64
Kawasan Wisata 6,46 0,47 1,87 5,66
Kawasan Industri 0,83 0,62 0,67 0,80
Lainnya 20,31 58,72 30,79 23,39
Jumlah 100 100 100 100
Sedangkan untuk di provinsi DKI Jakarta presentase banyaknya layanan
penyediaan makanan dan minuman yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yakni
79,30%, berbentuk koperasi 5,37%, berbentuk instansi berbewang 7,14% dan yang
tidak berbadan usaha berjumlah 7,14%.2 Dari tabel diatas menandakan bahwa dengan
besarnya jumlah presentase layanan penyedia makanan dan minuman menyebabkan
prospek untuk transaksi jual beli makanan dan minuman cukup besar.
Dalam Islam selain mengatur urusan ibadah, Islam juga mengantur manusia
dalam melakukan transaksi jual beli atau bermuamalah. Aturan-aturan mengenai
hukum ekonomi Islam diatur dalam cukpan fikih muamalah, yakni sebagai hukum
yang berkaitan dengan tindakan manusia dalam hal keduniaan. Menurut syariat yang
dimaksud jual beli adalah penukaran harta atas dasar saling rela, atau memindahkan
milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (berupa alat tukar yang sah).3
2Statistik Penyediaan Makanan dan Minuman Tahun 2017, Katalog:8204008 (Badan Pusat
Statistik Indonesia), h. 33. 3Suhardi K. Lubis,dkk, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,2012), h.139.
Pada jual beli dalam Islam umat Muslim diberikan kebebasan dalam
memenuhi kebutuhannya seperti jual beli selama tidak ada dalil yang
mengharamkannya, tetapi di dalam kebebasan tersebut juga umat muslim juga
diberikan batasa-batasan. Seperti pada firman Allah SWT:
بب م الش البيع وحشه …وأحله الله
Artinya : “Dan Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba” ( QS. Al-
Baqarah : [2] 275).
Selain jual beli antar barang Islam juga mengatur mengenai jual beli makanan
yang dapat dikonsumsi oleh umat Islam dalam memenuhi kebutuhan hidup. Dalam
firman Allah SWT:
لكن يطبى إه ب في السض حللا طيباب ول تتهبعىا خطىاث الشه يب أيهب الهبس كلىا هوه
هبيي عذو
Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” ( QS. Al-Baqarah : [2]
168).
Dimana dalam mengkonsumsi makanan, dzat yang dikonsumsi haruslah halal
dan baik untuk tubuh. Selain itu hal penting dalam memenuhi kebutuhan makan yaitu
dengan cara mendapatkan makanan yang dikonsumsi dengan melakukan transaksi
jual beli haruslah halal dimana aspek halal berarti secara dzat dan cara
mendapatkannya harus sesuai dengan prinsip syariah yakni dimana rukun dan syarat
jual beli harus terpenuhi.
Seperti pada buku Wahbah Az-Zuhaili4 menurut beliau Rukun dan syarat
dalam jual beli dalam Islam yakni, menurut mayoritas jumhur ulama fikih yaitu
adanya penjual, pembeli, pernyataan (ijab-qabul), dan barang, pendapat mereka ini
berlaku pada semua transaksi. Dan syarat jual beli pada pelaku transaksi yaitu
hendaknya orang yang berakal (mumayyiz) atau bisa membedakan yang benar dan
tidak. Syarat pada ijab qabul berupa kata-kata dan sejenisnya seperti tulisan dan
isyarat. Syarat pada objek jual beli yakni objek ada, yang berarti jelas diketahui kedua
pihak baik kuantitas dan kualitas.
Dan menurut Sayyid Sabiq5 objek jual beli juga harus suci atau halal, yang
berarti harus terhindar dari unsur-unsur yang dilarang Islam termasuk pada makanan.
Kemudian menurut beliau harga pada objek jual beli harus diketahui kedua pihak
yang bertransaksi.
Akan tetapi, saat ini dengan banyaknya pola transaksi jual beli makanan pada
layanan penyedia makanan yang ada seperti misalnya menggunkan akad “makan dulu
baru bayar” dan “bayar dulu baru makan”, masih terdapat transaksi jual beli makanan
yang transaksinya secara rukun dan syaratnya belum terpenuhi. Seperti terdapat
ketidak jelasan penetapan harga pada objek jual beli dan tidak terpenuhinya kejelasan
aspek kehalanan yang seharusnya ada dengan mensertifikasikan produk makanan
yang dijual. Seperti yang diatur pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang
Jaminan Produk Halal.
Tetapi, transaksi jual beli tersebut masih tetap sering terjadi dengan alasan
telah menjadi kebiasaan masyarakat yang sulit dihindari dan dihilangkan. Sehingga
keabsahan transaksi jual beli tersebut dipertanyakan. Menurut penulis penelitian
mengenai transaksi jual beli tersebut penting untuk dikaji untuk memberikan
4Wahbah Zuhaili, Terjemah Fiqh Islam Wa Adillatuhu (Jilid 5), (Depok: Gema Insani, 2011),
h.28 dan h.34. 5Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah , Jilid ke-5, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009), h.163.
penjelasan agar transaksi jual beli makanan yang saat ini terjadi tidak melanggar
ketentuan syariah dengan beracuan pada ketentuan fikih muamalah.
Berangkat dari latar belakang diatas, maka penulis merasa tertarik untuk
membahas kesesuaian transaksi jual beli pada layanan penyedia makanan tradisional
dan modern yang dikaji dengan perspektif hukum pada fikih muamalah dengan judul:
“JUAL BELI DI LAYANAN PENYEDIA MAKANAN TRADISIONAL DAN
MODERN PERSPEKTIF FIKIH MUAMALAH”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasrkan latar belakang, penulis mengindentifikasi beberapa masalah yaitu:
1. Bagaimana praktik transaksi jual beli makanan yang terjadi pada layanan
penyedia makanan tradisional?
2. Bagaimana praktik transaksi jual beli makanan yang terjadi pada layanan
penyedia makanan modern?
3. Bagaimana fikih muamalah mengatur transaksi jual beli yang sesuai dan
terpenuhinya prinsip syariah?
4. Bagaimana kesesuaian transaksi jual beli di layanan penyedia makanan
tradisional dan modern ditinjau dari perspektif fikih muamalah?
C. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah agar permasalahan tidak melebar jauh dari pembahasan
awal. Maka permasalahan penelitian ini hanya pada menganalisis transaksi jual beli
makanan pada layanan penyedia makanan tradisional dan modern ditinjau dari
perspektif fikih muamalah.
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola transaksi jual beli makanan di layanan penyedia makanan
tradisional dan modern?
2. Apakah transaksi jual beli makanan di layanan penyedia makanan tradisional
dan modern sudah sesuai dengan prinsip syariah dalam fikih muamalah?
E. Tujuan Penelitian
Yang menjadi tujuan penelitian ini berdasarkan latar belakang dan perumsan
masalah yang penulis uraikan sebelumnya. Maka, tujuan adanya penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis transaksi pola jual beli di layanan penyedia makanan
tradisional dan modern
2. Untuk menganalisis kesesuaian transaksi jual beli makanan di layanan
penyedia makanan tradisional dan modern ditinjau dari perspektif fikih
muamalah.
F. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian pasti memiliki manfaat yang diperoleh. Maka, manfaat dari
penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian ini dihapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan
menambah wawasan keilmuan yang berguna bagi pengembangan ilmu hukum
khususnya dibidang Hukum Ekonomi Syariah.
2. Selain itu dapat menjadi referensi untuk penelitian serupa dimasa yang akan
datang.
3. Bagi praktisi dapat memberikan bahan masukan kepada pemikir hukum Silam
untuk dijadikan sebagai salah satu metode ijtihad terhadap peristiwa-peristiwa
yang muncul yang belum diketahui status hukumnya serta berguna bagi
penerapan ilmu di masyarakat untuk lebih memahami norma-norma
bermuamalah yang baik dan sesuai prinsip syariah.
G. Review Studi Terdahulu
Setelah melakukan penelusuran terkait jual penulis telah menemukan
beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya sebagai bahan
pertimbangan penulis dalam menyusun tulisan ini dan terdapat perbedaan objek dan
subjek dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini.
Bunga Teratai S.P. pada tahun 2018 6 Penelitian ini menganalisis tentang
praktik jual beli Makanan di Rumah Makan Padang Boyolali menggunakan akad jual
beli Mu‟athah yang berarti jual beli dengan penyerahan dan penerimaan tanpa dan
ucapan “akad” atau ada ucapan tetapi dari salah satu pihak saja. Dan tinjauan
pendapat Imam Syafi‟i mengenai jual beli tanpa akad. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif lapangan. Hasil penelitian menjukan bahwa akad yang dipakai oleh
Rumah Makan Padang Murah di Boyolali menggunakan akad Mu‟athah yang
sebetulnya dibolehkan karena sudah menjadi kebiasaan tetapi menurut pendapat
Imam Syafi‟i jual beli ini tidak sah karena tidak kuatnya dalil dan menyebabkan
kemudharatan. Penelitian ini berbeda dengan penelitian penulis karena penelitian ini
berfokus terhadap akad jual beli Mu‟athah dan penelitian penulis lebih terfokus
terhadap kesesuaian prinsip syariah pada pola jual beli pada layanan penyedia
makanan tradisional dan modern.
Fauziatul Jamilah pada tahun 20177 Penelitian ini menganalisis mengenai jual
beli tanpa mencamtumkan harga di rumah manakn Vemas Kab. Lampung Timur
ditinjau dari Kompilasi hukum Ekonomi Syariah (KHES). Metode penelitian ini
menggunakan penelitian lapanagan dan teknik purposive sampling. Hasil dari
penelitian ini ditinjau dari KHES praktik jual beli ini dibolehkan terdapat pada pasal
78 KHES huruf (a) dan pada pasal 81 KHES ayat (4) dan (5). Yang pada intinya
adalah membolehkan jual beli ini karena sudah menjadi kebiasaan masyarakat dan
6Bunga Teratai S.P, “Akad Jual Beli Makanan di Rumah Makan Padang Murah Boyolali
ditinjau dari Pendapat Imam Syafi‟i.” (Skripsi S1 Fakultas Syariah IAIN Surakarta, 2018). 7Fauziatul Jamilah, “Jual Beli Makanan di Rumah Makan tanpa Pencantuman Harga ditinjau
dari Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (Studi pada Rumah Makan Vemas di Kec. Mataram Baru
Kab. Lampung Timur)”. (Skripsi S1 Fakultas Syariah IAIN Raden Intan Lampung, 2017).
tidak menyebabkan jual beli tersebut menjadi batal. Penelitian ini berbeda pada
peneltian penulis karena penelitian ini hanya terfokus pada tidak adanya pencantuman
harga pada objek jual beli, sedangkan penelitian penulis terfokus pada kesesuaian
prinsip syariah pada jual beli makanan pada layanan penyedia makanan tradisional
dan modern.
Marissa Rahmalia Alifiani, dkk tahun 20188 penelitian ini menganalisis
bagaimana pelaksanaan jual beli makanan di Sha-Waregna Bandung yang memiliki
konsep All You Can Eat atau bisa disebut “bayar satu harga dan makan sepuasnya”
dan menganalisis apakah konsep jual beli All You Can Eat di Sha Waregna Bandung
sudah memenuhi prinsip jual beli dalam Islam. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif analisis dengan wawancara, obeservasi dan studi kepustakaan. Hasil
analisis menjelaskan bahwa jual beli makanan di Sha-Waregna dengan konsep All
You Can Eat sudah memenuhi rukun jual beli aqidain, shigat, dan ma‟qud „alaih.
Syarat aqidaan dan shigat telah terpenuhi hanya saja dalam syarat ma‟qud „alaih
terdapat salah satu poin yang tidak terpenuhi yaitu objek jual beli atau barang harus
diketahui jumlah, ukuran, dan takarannya sehingga terhindar dari gharar. Gharar-nya
termasuk ke dalam gharar yasir yaitu gharar ringan yang dapat dimaafkaan sehingga
jual beli All You Can Eat ini masih diperbolehkan. Penelitian ini berbeda dengan
penulis karena penulis menganalisis mengenai kesesuaian prinsip syariah pada jual
beli makanan di layanan penyedia makanan tradisional dan modern sedangkan
penelitian ini berfokus pada kesesuaian prinsip syariah pada jual beli makanan yang
berkonsep All You Can Eat.
Ely Nur Jaliyah Tahun 20109 penelitian ini menganalisis mengenai
mekanisme penetapan harga olehrumah makan prasmanan Pendawa Limo dan
8Marissa Rahmalia Alfiani, N. Eva Fauziah, Maman Suharman “Tinjauan Jual Beli dalam
Islam Terhadap Pelaksanaan Jual Beli Makanan dengan Konsep All You Can Eat di Sha-Waregna
Bandung”, (Jurnal Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah Universitas Islam
Bandung, Volume 4 No.2 Tahun 2018). 9Ely Nur Jaliyah, “Pandangan Hukum Islam Terhadap Penetapan Jual Beli Di Rumah Makan
Prasmanan Pendowo Limo Jl. Bima Sakti No.37 Sapen Yogyakarta”. (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta).
tinjauan hukum Islam terhadap penetapan jual beli ini. Penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan pendekatan normatif. Hasil dari penelitian ini adalah mekanisme
penetapan harga di rumah makan prasmanan Pendowo Limo menggunakan metode
penetapan harga berbasis harga, yang mencerminkan konsep penetapan harga yang
baik dimana penjual menetapkan harga berdasarkan biaya produksi dan pemasaran
dan biaya lainnya agar dapat menutup biaya tersebut. Dan perspektif hukum Islam
mengenai penetapan harga di rumah makan Pendowo Limo sudah sesuai dengan
hukum Islam karena kebijakan menetapkan harga yang dibuat oleh pengelola rumah
makan termasuk strategi pemasaran dalam berusaha. Menurutnya selama tidak ada
unsur kecurangan dan keterpaksaan antara penjual dan pembeli maka dibolehkan.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian penulis karena penelitian penulis berfokus
pada kesesuaian jual beli makanan pada layanan penyedia makanan tradisional dan
modern sedangakn penelitian ini berfokus pada mekanisme penetapan harga dan
pandangan hukum Islam terhadap penetapan harga tersebut.
Lina Oktasari tahun 201810
penelitian ini mengaalisis praktek jual beli
makanan yang mengandung zat berbahaya dan tinjauan hukum Islam tentang jual beli
makanan yang mengandung zat berbahaya. Hasil dari penelitian ini bahwa jual beli
makanan dalam hal ini tahu yang mengandung zat berbahaya yaitu formalin di Pasar
Pematang Kabupaten Mesuji masih banyak penjual yang belum mengetahui dampak
dari penggunaan formalin pada tahu. Sedangkan dari tinjauan huku Islam jual beli
makanan yang mengandung zat berbahaya juga sangatlah bertentangan dengan
hukum Islam karena Islam telah mengatur segala aspek kehidupan manusia juga tidak
ketinggalan mengantur mengenai makanan yang boleh masuk kedalam tubuh manusia
haruslah makanan yang halal, sehat dan baik untuk di konsumsi. Penelitian ini
berbeda dengan penelitian penulis karena penelitian penulis terfokus pada kesesuaian
prinsip syariah pada jual beli makanan pada layanan penyedia makanan tradisional
10
Lina Oktasari, “Tinjauan Hukum Islam Tentang Jual Beli Makanan yang Megandung Zat
Berbahaya (Studi Kasus di Pasar Simpang Pematang Kabupaten Mesuji”.(Skripsi S1Fakultas Syari‟ah
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung).
dan modern sedangkan penelitian ini terfokus pada jual beli makanan yang
mengandung zat berbahaya dan tinjauan hukum islam mengenai jual beli tersebut.
Ramlan tahun 201411
penelitian ini menganalisis tentang urgensi sertifikasi
halal sebagai bentuk perlindungan terhadap konsumen muslim sebagai penerapan
etika bisnis dalam Islam. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sertifikasi halam
merupakan kewajiban negara atau pemerintah dalam melindungi hak-hak konsumen
Muslim dan menjadi penting dilakukan karena tidak semua umat muslim padam
bahwa apa yang mereka konsumsi belumlah halal menurut hukum syariat. Sertifikasi
halal juga sebagai etika bisnis yang harus dijalankan oleh para produsen atau penjual
untuk melindungi hak-hak kamu Muslim Indonesia. Penelitian ini berbeda dengan
penelitian penulis karena penelitian ini terfokus pada aspek kehalalan sebagai etika
berbisnis dan pentingnya sertifikasi halal pada produk yang dijual. Sedangkan
penelitian penulis terfokus pada keseuaian prinsip syariah pada jual beli makanan
pada layanan penyedia makanan tradisional dan modern tetapi dengan tidak
meninggalkan aspek kehalalan didalamnya.
Asep Syariffuddin Hidayat dan Mustolih Siradj tahun 201512
penelitian ini
menjelaskan mengenai pentingnya sertifikasi halal pada produk panganan halal. yang
diperjual belikan dan menjelaskan perananan Undang-Undang Jaminan Produk Halal
(UUJPH) dalam men-sertifikasi kehalanan. Hasil dari penelitian ini adalah sertifikasi
halal berfungsi sebagai perlindungan hak hak konsumen dan sebagai pemicu targer
pemasaran produk bagi produsen. Untuk panganan non halal tidak diperlukan
sertifikasi halal. Dan UUJPH merupakan salah satu jawaban atas kepastian hukum
dan jaminan produk akan kehalalannya untuk dikonsumsi umat muslim. Penelitian ini
berbeda dengan penelitian penulis karena penelitian ini terfokus pada urgensi
setifikasi pada aspek kehalalan produk panganan yang diperjual belikan, sedangkan
11
Ramlan, “Sertifikasi Halal Sebagai Penerapan Etika Bisnis Islami Dalam Upaya
Perlindungan Bagi Konsumen Muslim”. (Jurnal Ahkam: Vol.XIV, No.1, Januari 2014). 12
Asep Syariffuddin Hidayat dan Mustolih Siradj, “Sertifikasi Halal Dan Sertifikasi Non
Halal Pada Produk Pangan Industri”, (Jurnal Ahkam: Vol.XV, No. 2, Juli 2015).
penulis meneliti tentang kesesuaian prinsip syariah pada jual beli makanan yang ada
pada layanan penyedia makanan tradisional dan modern.
Muflihatul Bariroh tahun 201613
penelitian ini menganalisi mengenai jual beli
dengan menggunakan sistem dropshipping yaitu penjualan oleh pihak yang bukan
pemilik dari objek jual beli dalam perspektif fiqh muamalah. Metode yang digunakan
pada penelitian ini adalah teknik kepustakaan. Hasil dari penelitian ini adalah jual beli
dropshipping ini tidak bertendangan dengan hukum islam dan diizinkan karena pihak
yag menawarkan kepada konsumen dianggap sebagai wakil/ me-wakalah-kan pihak
pemilik objek jual beli. Penelitian ini berbeda dengan penelitian penulis karena
penelitian ini berfokus pada kebolehan jual beli dropshipping sedangkan penulis
menganalisis kesesuaian jual beli makanan pada layanan penyedia makanan
tradisional dan modern perspektif fikih muamalah.
Apipudin tahun 201614
penelitian ini menganalisis pemikiran Abdu al-
Rahman al-Jaziri dalam Kitab al-Fiqh ‟Ala al- Madahib al-Arba‟ah dan argumen
Abdu al-Rahman al-Jaziri dalam membentuk konsep jual beli dalam Islam dan
sumber apa yang digunakan oleh Abdu al-Rahman al-Jaziri dalam membuat
argument. Metode dari penelitian ini adalah kepustakaan. Hasil dari penelitian ini
adalah pemikiran Abdu al-Rahman al-Jaziri terdiri atas syarat dan rukun yakni dalam
hal penjual dan pembeli, objek jual beli. Abdu al-Rahman al-Jaziri membangun
argumennya berdasarkan Al-qur‟an, Hadits dan komentar 4 ulama mazhab. Penelitian
ini berfokus pada pemikiran Abdu al-Rahman al-Jaziri dalam menentukan konsep
jual beli dalam Islam berbeda dengan penelitian penulis yang membahas kesesuaian
jual beli makanan dan menjadikan penelitian ini sebagai salah satu bahan bacaan
penulis.
13
Muflihatul Bariroh, “Transaksi Jual Beli Dropshipping Dalam Perspektif Fiqh Muamalah”,
(Jurnal Ahkam: Vol. 4, No.2, November 2016). 14
Apipudin, “Konsep Jual Beli Dalam Islam (Analisis Pemikiran Abdu al-Rahman al-Jaziri
dalam Kitab al-Fiqh ‟Ala al- Madahib al-Arba‟ah”, (Jurnal ISLAMINOMIC Vol.V No.2, Agustus
2016).
Fatih Fuadi tahun 201715
penelitian ini menganalisis menegnai kebolehan jual
beli apabila terdapat unsur jahalah/ ketidak jelasan. Penelitian ini adalah penelitian
literature analisis isi yang memberikan informasi tentang jahalah. Hasil dari
penelitian ini adalah segala bentuk akad muamalah yang mengandung unsur jahalah
tidak sah atau batal karena tidak adanya transparansi, kehati-haian dan menghindari
kerusakan dalam bermuamalah. Penelitian ini berbeda dengan penelitian penulis
karena penelitian ini berfokus pada keabsahan jual beli yang mengandung unsur
jahalah sedangkan penelitian penulis menganalisis kesesuaian jual beli pada layanan
penyedia makanan tradisional dan modern perspektif fikih muamalah.
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor metode penelitian kualitatif merupakan
prosedur peelitian yang mengahsilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.16
Tujuan
penelitan kualitatf adalah untuk mejelaskan fenomena dengan sedalam-
dalamnya dan tidak mementingkan jumlah angka agar data yang didapat bisa
lebih mendalam. 17
2. Lokasi Penelitian
Penelitian yang dilakukan dengan mengambil data dari lapangan yakni
layanan penyedia makanan tradisional dan modern berada di area DKI Jakarta
lebih tepatnya Jakarta Selatan.
15Fatih Fuadi, “Dampak Jahalah Terhadap Keabsahan Akad Jual-Beli”, (Jurnal IQTISHODIA
Vol.2 No.1, Maret 2017). 16
Lexy J. Melong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung:Remaja Rosdakarya,2000),
cet.18, h.5. 17
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Airlangga, 2006), h.56.
3. Jenis Data dan Sumber Data
a. Data Primer
Data primer merupakan data utama untuk menjadikan
keabsahan dari skripsi ini, berupa data observasi dan wawancara di
layanan penyedia makanan tradisional dan modern yang akan di teliti,
juga melakukan studi kepustakaan dari berbagai buku-buku fikih
muamalah, sebagai rujukan utama.
b. Data Sekunder
Data Sekunder merupakan data yang bersumber dari bahan-
bahan pendudung yang berkaitan dengan penelitian ini seperti
penelitian-penelitian dengan judul terkait, jurnal ilmiah, internet,
artikel, serta sumber lainnya yang berkaitan dengan materi pada
masalah penelitian ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Field Research (lapangan), studi lapangan adalah studi yang dilakukan
langsung oleh penulis untuk mendpaatkan data yang akurat. Studi ini
bertujuan untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini. Studi
ini dilakukan dengan melakukan observasi dan upaya wawancara
dengan pihak terkait serta dengan mengumpulkan data yang diperoleh
langsung di lapangan.
b. Library Research, atau studi kepustakaan yaitu suatu metode dengan
mengkaji data-data yang diperoleh dari buku-buku, bahan-bahan
presentasi, artikel, brosur dan bahan bacaan lainnya yang berkaitan
dengan permasalahan penelitian ini.
c. Studi Dokumentasi, penulis mengunpulkan bahan dengan upaya
memperoleh data dan informasi berupa catatan tertulis/gambar yang
tersimpan berkaitan dengan masalah yang diteliti.
5. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul penulis melakukan analisis data. Yakni dengan
melakukan deskriptif kualitatif dengan menguraikan serta menyajikan
masalah yag ada dengan kata atau kalimat secara tegas dan sejelas-jelasnya.
Kemudian penulis akan menarik kesimpulan secara deduktif yaitu
menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum ke
khusus, sehingga penelitian ini mudah dimengerti
6. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dan pedoman yang digunakan dalam penulisan ini
adalah buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta 2017”.18
I. Sistematika Penulisan
Rancangan sistematika penulisan dimaksudkan untuk gambarana besar
mengenai tiap-tiap bab, sebagai berikut:
BAB I Dalam bab ini memuat latar belakang masalah, identifikasi masalah,
pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, review studi terdahulu, dan metode penelitian.
BAB II Dalam bab ini penulis akan membahas teori-teori yang berhubungan
dengan penelitian ini dan konsep jual beli dalam fikih muamalah.
BAB III Dalam bab ini terdapat uraian penjelasan mengenai sejarah singkat,
deskripsi dan pola jual beli pada berbagai layanan penyedia makanan
baik tradisional dan modern.
BAB IV Dalam bab ini penulis akan membahas pokok pembahasan skripsi ini,
tentang analisis kesesuaian syariah terhadap jual beli makanan pada
berbagai layanan penyedia makanan tradisional dan modern perspektif
18
Fakultas Syariah dan Hukum, Pedoman Penulisan Skripsi, 2017.
fikih muamalah serta bagaimana model-model jual beli pada berbagai
layanan penyedia makanan yang ideal dan sesuai prinsip syariah.
BAB IV Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran yang dapat
diberikan dari hasil penelitian.
16
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Layanan Penyedia Makanan
1. Pengertian Layanan Penyedia Makanan
Menurut KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) tahun 2015,
usaha penyediaan makanan dan minuman yang menyediakan makanan atau minuman
untuk di konsumsi segera, baik restoran tradisional, restoran “self service” atau
restoran “take away”, baik ditempat tetap maupun sementara dengan atau tempat
duduk. Yang menentukan adalah makanan dan minuman untuk dikonsumsi segera
berdasarkan pemesanan, bukan berdasar fasilitas yang ditawarkan.19
Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan
harus dengan pengolahan yang baik dan benar agar baik dan bermanfaat bagi tubuh,
karena makanan juga merupakan sumber tenaga bagi tubuh. Menurut Departemen
Kesehatan RI Makanan adalah semua bahan dalam bentuk olahan yang dimakan
manusia kecuali air dan obat-obatan. Menurut Permenkes makanan adalah barag yang
digunakan sebagai makanan atau minuman manusia, termasuk permen karet dan
sejenisnya tetapi bukan obat.20
Jasa atau layanan pelayanan (services) didefinisikan sebagai kegiatan
ekonomi yang menghasilkan waktu, tempat, bentuk, dan kegunaan psikologis
(Haksever et al., 2000). Jasa atau pelayanan juga merupakan kegiatan, proses, dan
interaksi, serta merupakan perubahan dalam kondisi orang atau sesuatu dalam
kepemilikan pelanggan (Edvardsson et al., 2005).21
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata penyedia adalah
orang atau badan dan sebagainya yang menyediakan sesuatu. Dari pengertian diatas,
sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa pengertian layanan penyedia makanan
adalah usaha atau kegiatan yang memberikan jasa atau pelayanan dalam menyediakan
makanan untuk kegiatan ekonomi.
19
Statistik Penyediaan Makanan dan Minuman Tahun 2017, Katalog:8204008 (Badan Pusat
Statistik Indonesia), h. 8. 20
Peraturan Menteri Kesehatan No.329 tahun 1976. 21
Apa yang dimaksud dengan jasa atau layanan, www.dictio.id/ konten/2017/11/02/ apa-yang-
dimaksud-dengan-jasa-atau-layanan/13933/2.
17
a. Pengertian Layanan Penyedia Makanan Tradisional
Makanan Tradisional mempunyai artian suatu makanan rakyat sehari-hari,
baik berupa makanan pokok, selingan, sajian khusus yang sudah ada secara turun
temurun dari zaman nenek moyang. Makanan ini hanya dikonsumsi oleh golongan
etnik dari daerah tertentu, diolah dari sumber daya (bahan) setempat dengan resep
yang diperoleh secara turun-temurun yang sesuai dengan selera masyarakat tersebut.
Kementrian kebudayaan dan pariwisata (2004) menjelaskan bahwa, makanan
tradisional bisa disebut sebagai makanan khas daerah atau makanan di suatu daerah,
yang merupakan salah satu unsur kebudayaan.
Berdasarkan pengertian diatas, kesimpulannya makanan tradisional adalah
segala sesuatu yang bisa dimakan yang berasal dari suatu daerah dan hanya dimiliki
daerah tersebut sehingga dapat menjadi cirri khas untuk daerah tersebut, dioleh
menurut resep-resep makanan yang telah dikenal dengan teknik dan alat masak yang
diturunkan dari generasi ke generasi.22
Dari pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa layanan penyedia
makanan tadisional adalah usaha atau kegiatan yang memberikan jasa atau layanan
dalam bentuk makanan tradisional atau khas dari daerah tertentu yang telah ada dari
generasi ke generasi di Indonesia.
b. Pengertian Layanan Penyedia Makanan Modern
Menurut Abdul Syam arti Modernisasi atau Modern adalah merupakan suatu
proses transformasi ke arah yang lebih maju atau meningkat dalam berbagai aspek
dalam kehidupan masyarakat. Menurut pendapat Johan Willem Schoorl modernisasi
merupakan penerapan pengetahuan ilmiah pada semua kegiatan bidang kehidupan
dan aspek kemasyarakatan.23
Makanan modern merupakan makanan yang merupakan hasil dari
modernisasi yakni makanan yang pada umumnya dibuat pada masa kini dan bukan
makanan seperti makanan tradisional yang sudah ada sejak lama. Makanan modern
bisa juga disebut sebagai makanan yang muncul dari budaya luar di suatu tempat dan
dapat diterima oleh masyarakat untuk dikonsumsi. Contohnya seperti makanan yang
terdapat dari Barat yakni pizza, hamburger dan sejesnisnya.
22Arief Setiabudi, “Pengembangan Ensiklopedi Makanan Tradisional Daerah Istimewa
Yogyakarta”, (Skripsi Universitas Sanata Dharma, tahun 2016). 23
Pengertian Modernisasi Menurut Ahli Pakar, kelasips.co.id/ konten pengertian-modernisasi-
menurut-para-ahli-pakar/.
18
Dari penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa layanan penyedia
makanan modern adala sebuah usaha atau kegiatan yang memberikan jasa atau
layanan dalam bentuk makanan modern yaitu makanan yang muncul saat ini atau
makanan yang berasal dari luar daerah tertentu ataupun dengan cara pelayanan yang
menggunakan teknologi modern pada fasilitasnya.
B. Konsep Jual Beli dalam Islam
1. Pengertian Jual Beli dalam Islam
Secara etimologi, jual beli adalah proses tukar menukar barang dengan
barang. Kata bay‟ yang artinya jual beli termasuk kata bermakna ganda yang
bersebrangan. Baik penjual maupun pembeli dinamakan baa‟i‟uun dan byyi‟un,
musytarin dan syaarin. Secara terminologi, jual beli menurut ulama Hanafi adalah
tukar-menukar maal (barang atau harta) dengan maal yang dilakukan dengan cara
tertentu. Atau, tukar menukar barang yang bernilai dengan semacamnya dengan cara
yang sah dan khusus, yakni ijab-qabul atau mu‟aatha‟ (tanpa ijab qabul).24
Kata al-bai‟ mencakup dua penyertian, yaitu jual (al-bai‟) dan beli (al-syira‟).
Adapun pengertian al-bai‟ secara bahasa, yaitu:
1. Muqabalah/ saling menerima (berasal dari kata qabala yang berarti
menerima), yaitu menerima sesuatu atas sesuatu yang lain (muqabalat al-
syai‟ bi syai‟).
2. Mubadalah/ saling mengganti (berasal dari kata badala yang berarti
mengganti).
3. Mu‟awadhat/ pertukaran (berasal dari kata „adha yang berarti memberi
ganti).25
Sayyid sabiq mendefinisikan jual beli dengan arti: “jual beli merupakan
pertukaran harta atas dasar saling merelakan”, atau “memindahkan milik dengan ganti
yang dapat dibenarkan”. Dalam definisi ini terdapat kata “harta”, “milik”, “dengan”,
“ganti” dan “dapat dibenarkan”. (al-ma‟dzun fih). Yang dimaksud harta dalam
definisi diatas adalah segala yang dimiliki dan bermanfaat, maka dikecualikan yang
24
Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu (Jilid 5), (Depok: Gema Insani, 2011), h.25. 25
Jaih Mubarok dan Hasanuddin, Fikih Mu‟amalah Maliyah Akad Jual Beli, (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2017), h.2.
19
bukan milik dan tidak bermanfaat: yang dimaksud milik agar dapat dibedakan dengan
hibah (pemberian); sedangkan yang dimaksud dapat dibenarkan (al-ma‟dzun fih) agar
dapat dibedakan dengan jual beli yang terlarang.26
Definisi lain jual beli yang dikemukakan ulama fiqh, sekalipun substansi dan
tujuan masing-masing definisi adalah sama, yaitu tukar menukar barang dengan cara
tertentu atau tukar menukar sesuatu dengan yang sepadan menurut cara yang
dibenarkan. Definisi lain dikemukakan ulama Malikiyah, Syafi‟iyah dan Hanabilah
bahwa jual beli dimkanai sebagai saling menukar barang dalam bentuk pemindahan
hak milik dan pemilikan.27
Selain itu, inti jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau
barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak. Pihak yang
satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian
atau ketentuan yang telah dibenarkan dan disepakati sesuai syara‟ sesuai dengan
ketetapan hukum.28
Jual beli menurut ulama Malikiyah ada dua macam yaitu jual beli yang
bersifat umum dan jual beli yang bersifat khusus. Jual beli dalam arti umum ialah
suatu perikatan tukar menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan.
Sedangkan dalam arti khusus adalah ikatan tukar menukar sesuatu yang bukan
manfaatan dan bukan kelezatan yang mempunyai daya tarik, penukarannya bukan
emas dan bukan pula perak, bendanya dapat di realisir dan ada di sekitar (tidak
ditangguhkan), bukan berupa uang (baik barang itu ada dihadapan pembeli maupun
tidak), barang sudah diketahui sifat-sifatnya atau sudah diketahui terlebih dahulu.
Ulama Syafi‟iyah mengemukakan jual beli lebih spesifik, namun dalam
definisnya mencegah masuknya jual beli mu‟athah. Menurutnya, mu‟awadhah itu
adalah ungkapan zhahir yang menunjukan saling tukar menukar, yaitu ijab qabul
melalui ucapan. Di samping itu menurutnya makna mu‟awadhah disini
mengecualikan akad nikah dan pinjam meminjam.29
Dari pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa jual beli merupakan
tukar menukar barang dengan manfaat untuk kedua belah pihak dan atas dasar
26
Abdur Rahman Ghazaly, Gufron Ihsan, Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalah, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2018), h.67. 27
Ah. Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalah, (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2005), h.100. 28
Sohari Sahrani dan Ru‟fah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h.
65. 29
Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2015), h. 13.
20
keridhaan dan kerelaan serta dengan cara yang sesuai dengan syariat Islam. Adapun
yang dimaksud dengan cara yang sesuai dengan syariat yaitu berarti dengan alat
penukaran atau pembayaran yang dapat dibenarkan atau yang sah dan diakui
keberadaannya, seperti misalnya dengan mata uang.
2. Dasar Hukum Jual Beli dalam Islam
1. Al-Qur’an
Dalil jual beli bersumber dari Al-Qur‟an yakni terdapat pada:
ىا به م الش البيع وحشهه …واحله الل
Artinya: “…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS. Al-
Baqarah [2]: 275).
ي سه بكن ليس عليكن جبح اى تبتغىا فضلا ه
Artinya: “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki dari hasil
perniagaan) dari Tuhanmu” (QS. Al-Baqarah [2]: 198).
اى تكىى تجبسةا عي ا اهىالكن بيكن ببلببطل اله هىا ل تأكلى بيهب الهزيي اه ا يه كن ول تقتلى تشاض ه
ب كبى بكن سحيواهفسكن اىه الل ا
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku
atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu.
Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa‟ [4]: 29).
سوا فبكتبى وليكتب بهيكن اجل ه تن بذيي اله ا ارا تذاي هى بيهب الهزيي اه كبتب ببلعذ يه
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman Apabila kamu melakukan utang piutang
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya…” (QS. Al-Baqarah
[2]: 282).
2. Hadits
Dalam hadits Rasulullah Saw, juga mensyariatkan tentang jual beli, sebagai
mana Rasulullah yang menyatakan:
قب… …البيعبى ببلخيبس هب لن يتفشه
21
Artinya: “ …Penjual dan pembeli diberbolehkan melakukan khiyar selama keduanya
belum berpisah…” (H.R. Bukhari No.1937).
وكل بيع هبشوس -صل الل علي وسلن-سئل سسى الله جل بيذ أي الكسب أطيب قب : عول الشه
Artinya: Rasul pernah ditanya orang, Apakah usaha yang paling baik? Nabi
menjawab: “Usaha dengan tanganya sendiri dan setiap jual beli yang halal.” (H.R.
Al-Bazzar dan Al-Hakim).
وسلهن عي بيع الحصبة وعي علي صله الله بيع الغشس ه سسى الله …
Artinya: “Rasulullah saw. melarang jual beli dengan kerikil dan jual beli yang
mengandung gharar” (H.R. Muslim)
Lalu juga pada sunnah yang berbunyi “Jual beli yang sah adalah jual beli
yang berdasarkan kerelaan”. Dan pada sunnah yang berbunyi “Pedagang yang jujur
dan amanat akan bersama para nabi, ash-shiddiqiin (orang yang jujur), dan para
syuhada”. (HR. Tirmidzi, hadis ini adalah hadis hasan).30
3. Ijma
Umat Islam telah sepakat (ijma‟) tentang kebolehan melakukan jual beli
karena manusia secara alami memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi. Jual beli
merupakan bagian dari peradaban. Ibn Khaldun menjelaskan bahwa dari segi
alamiahnya, manusia adalah makhluk berperadaban (kreatif dan inovatif) dan hidup
manusia tegak dalam konteks pemenuhan kebutuhan, antara lain melalui jual beli atau
pertukaran.31
Sayyid sabiq menjelaskan bahwa semua umat juga sepakat atas
diperbolehkannya jual beli dan transaksi, sejak zaman Rasulullah saw. sampai zaman
kita sekarang.32
3. Rukun dan Syarat Jual Beli
Jual beli memiliki rukun dan syarat yang harus dipenuhi agar jual beli tersebut
dapat dikatakan sah menurut syara‟.
30Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu (Jilid 5), (Depok: Gema Insani, 2011), h.26 dan
h.27. 31
Jaih Mubarok dan Hasanuddin, Fikih Mu‟amalah Maliyah Akad Jual Beli, (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2017), h.7. 32
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah , Jilid ke-5, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009), h.159.
22
a. Rukun Jual Beli
Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli ada empat, yaitu:33
1. Ada orang yang berakad (penjual dan pembeli)
2. Ada Shighat (lafal ijab dan qabul)
3. Ada barang atau objek jual beli
4. Ada nilai tukar pengganti barang
Ada ulama yang menjelaskannya secara lebih sederhana bahwa rukun jual-beli
hanya ada tiga, yaitu: 34
1. Pihak pihak yang berakad, yaitu pihak penjual (al-ba‟i) dan pembeli
(musytari);
2. Objek jual beli (ma‟qud alaih), yaitu harga (tsaman) dan objek yang
dihargakan (mutsman);
3. Sighat, yaitu ijab-qabul.
Pakar hukum Islam kontemporer al-Zarqa, menjelaskan bahwa rukun akad ada
empat, yaitu: 35
1. Pihak-pihak yang melakukan akad („aqidain)
2. Pernyataan kehendak pihak-pihak (sighat al-„aqd)
3. Objek jual beli (mabi‟; termasuk harta/tsaman)
4. Karakteristik jual-beli (maudhu al-bai‟), yaitu pemindahan kepemilikan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan yang berupa barang
Dalam menentukan rukun jual beli terdapat perbedaan pendapat ulama
Hanafiyah dengan jumhur ulama. Menurut ulama Hanafiyah rukun jual beli hanya
satu, yaitu ijab (ungkapan membeli dari pembeli) dan kabul (ungkapan menjual dari
penjual). Menurut mereka, yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan
(ridha/taradhi) kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli. Akan tetapi,
karena unsur kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit untuk diindra sehingga
tidak terlihat, maka diperlukan indikasi yang menunjukan kerelaan kedua belah
33
Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu (Jilid 5), (Depok: Gema Insani, 2011), h.28. 34
Jaih Mubarok dan Hasanuddin, Fikih Mu‟amalah Maliyah Akad Jual Beli, (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2017), h.10. 35
Jaih Mubarok dan Hasanuddin, Fikih Mu‟amalah Maliyah Akad Jual Beli, (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2017), h.11.
23
pihak. Indikasi yang menunjukan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan
transaksi jual beli menurut mereka boleh tergambar dalam ijab kabul, atau melalui
cara saling memberikan barang dan harga barang.36
b. Syarat Jual Beli
Tujuan syarat-syarat ini secara umum untuk menghindari terjadinya sengketa
diantara manusia, melindungi kepentingan kedua belah pihak, menghindari terjadinya
(kemungkinan) manipulasi dan menghilangkan kerugian karena faktor ketidaktahuan.
Adapun syarat yang berlaku pada pelaku transaksi ada dua, yakni: 37
1. Hendaknya pelaku transaksi adalah orang yang berakal atau mumayyiz (bisa
membedakan yang antara yang benar dan yang tidak). Karena itu transaksi jual
beli yang dilakuka orang gila dan anak-anak yang belum mumayyiz dianggap
tidak sah. Namun, ulama Hanafi tidak mensyaratkan baligh, sehingga sah saja
perbuatan seorang anak yang telah mumayyiz yang berumur tujuh tahun.
Jumhur ulama berpendirian bahwa orang yang melakukan akad jual beli itu
harus telah baligh dan berakal. Apabila orang yang berakad itu masih
mumayyiz, maka jual belinya tidak sah, sekalipun mendapat izin dari
walinya.38
2. Hendaknya pelaku transaksi berbilang maka jual beli tidak sah bila dilakukan
dengan perantara wakil yang ditunjuk oleh kedua belah pihak kecuali, kalau
wakil itu adalah ayah, penerima wasiatnya, hakim dan utusan dari kedua belah
pihak.
Syarat-syarat yang berlaku untuk shighat atau ungkapan ijab qabul
dijelaskan oleh ulama dari dua segi: (1) bentuk atau shighat-nya dan (2) sifatnya
(khiyar al-majlis). Shighat akad adalah gambaran yang berupa ijab dan qabul diantara
pihak-pihak yang berakad. Ulama sepakat bahwa sumber wujudnya akad adalah
ucapan/ perbuatan/ isyarat atau bentuk pengungkapanlain yang menunjukan
keridhaan pihak-pihak yang berakad. Penjelasan ini dikenal oleh ulama sebagai
36
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama,2007), h.115. 37
Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu (Jilid 5), (Depok: Gema Insani, 2011), h.34. 38
Abdur Rahman Ghazaly, Gufron Ihsan, Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalah, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2018), h.72.
24
shighat akad atau dalam hukum positif dikenal dengan kehendak pihak-pihak yang
berakad.39
Dalam ijab qabul tidak ada keharusan utuk menggunakan kata-kata khusus,
karena ketentuan hukumnya ada pada akad dengan tujuan dan makna, bukan dengan
kata-kata dan bentuk kata-kata itu sendiri. Yang dibutuhkan adalah saling rela yang
direalisasikan dalam bentuk mengambil dan memberi atau dengan cara lain yang
dapat menunjukan keridhaan dan berdasarkan makna pemilikan dan
mempermilikan.40
Menurut Hanafiah shighat jual beli apabila dilakukan dengan kata yang
menunjukan kerelaan untuk perpindahan kepemilikan harta sesuai tradisi masyarakat
tertentu. Karena itu ulama Hanafi berpendapat bahwa jual beli dapat terjadi dengan
menggunakan kata lampau, seperti “saya telah membeli” dan “saya telah menjual”.
Begitu pula dengan kata yang menunjukan masa sekarang.41
Menurut mazhab Maliki, Hanbali dan Syafi‟i dalam pendapat yang paling jelas
berpendapat bahwa transaksi apa saja baik itu jual beli maupun akad nikah yang
dinyatakan dengan menggunakan kata perintah bisa dianggap sah. Karena dasar
transaksi adalah kerelaan, sedang pernyataan ijab qabul yang keluar dari
pihakmenjunjukan kerelaan bila dilihat dari kebiasaan sehingga transaksi yang
dilakukannya sah sah saja seperti halnya jika ijab yang lebih dulu ditanyakan.42
Sehingga dapat penulis simpulkan bahwa pada perwujudan shighat atau lafadz
ijab qabul pada masa modern atau masa kini tidak mengharuskan menggunakan kata-
kata oleh pihak yang berakad, tetapi boleh dilakukan dengan sebuah tindakan atau
pada pembeli dilakukan dengan sikap mengambil barang dan membayar barang, dan
penyerahan barang juga penerimaan nilai pengganti barang oleh penjual.
Adapun syarat-syarat yang berlaku untuk barang atau objek jual beli adalah:43
1. Barang yang masyru‟ (legal), barang harus sesuatu yang sah dijadikan objek
kontrak , yaitu harta yang dimiliki halal dimanfaatkan.
39
Jaih Mubarok dan Hasanuddin, Fikih Mu‟amalah Maliyah Akad Jual Beli, (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2017), h.11. 40
Ah. Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalah, (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2005), h.102. 41
Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu (Jilid 5), (Depok: Gema Insani, 2011), h.29. 42
Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu (Jilid 5), (Depok: Gema Insani, 2011), h.31. 43
Oni Sahroni dan M. Hasanuddin, Fikih Muamalah (Dinamika teoriakad dan
implementasinya dalam ekonomi syariah), (Depok: PT. Rajagrafindo Persada, 2016), cet.2 h. 37-39.
25
2. Bisa diserah terimakan saat akad, harus dapat diserahkan saat akad namun,
dapat juga berarti harus diserahkan seketika. Barang yang tidak dapat diserah
terimakan tidak dapat menjadi objek transaksi walaupun barang tersebut milik
penjual.
3. Jelas diketahui oleh para pihak yang berakad, objek akad harus jelas (dapat
ditentukan) dan diketahui oleh kedua belah pihak.
4. Objek akad harus ada pada waktu akad, objek akad harus ada secara konkret
ketika akad dilangsungkan atau diperkirakan akan ada pada masa akan datang
dalam akad tertentu seperti dalam akad salam, ishtishna‟, dan mudharabah.
5. Yang terdiri atas barang yang diperjual belikan dan harga barang. Barang
yang diperjual belikan disyaratkan suci (bersihnya barang), dapat
dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. Oleh sebab itu, bangkai, khamr
dan benda-benda haram lainnya, tidak sah menjadi objek jual beli. Karena
barang tersebut tidak bermanfaat bagi manusia dan dalam pandangan syara‟.
Selanjutnya barang tersebut dapat diserahkan pada saat akad berlangsung atau
pada waktu yang telah disepakati bersama ketika akad berlangsung.44
Menurut Sayyid Sabiq syarat-syarat barang atau objek jual beli yang
diakadkan ada 6, yakni:45
1) Kesucian barang, barang yang diperjual belikan harus suci. Berarti
memperjual belikan barang yang dilarang oleh syara‟
2) Kemanfaatan barang, barang yang dijual harus bermanfaat. Tidak boleh
memperjualbelikan sarang ular, atau tikus kecuali jika bisa diambil
manfaatnya.
3) Kepemilikan orang yang berakad atas barang tersebut, barang yang
ditransaksikan harus dimiliki oleh orag yang sedang melangsungkan akad atau
mendapatkan izin dari yang memiliki barang yang akan diperjual belikan.
44
Ah. Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalah, (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2005), h.102. 45
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 5, cet.1 (Cakrawala Publishing: Jakarta, 2009), h. 163.
26
4) Kemuampuan untuk menyerahkan barang, barang yang ditransaksikan harus
bisa diserah terimakan secara syar‟I dan secara fisik.
5) Pengetahuan tentang barang, barang yang dijual dan harga tersebut sudah
ketahui. Jika keduanya tidak diketahui atau salah satu darinya belum
diketahui, maka jual beli tidak sah.
6) Telah diterimanya barang yang dijual, barang yang akan dijual harus sudah
diterima oleh penjual apabila sebelumnya dia memperoleh barang tersebut
dengan pertukaran.
Adapun syarat-syarat Nilai Tukar (Harga Barang) terkait dengan masalah nilai
tukar ini para ulama fiqh membedakan al-tsaman dengan al-si‟r. menurut mereka, al-
tsaman adalah harga pasar yang berlaku ditengah-tengah masyaarakat secara aktual,
sedangkan al-si‟r adalah modal barang yang seharusnya diterima para pedagang
sebelum dijual ke konsumen (pemakai). Dengan demikian harga barang ada dua yaitu
harga antar pedagang dan harga antar pedagang dan konsumen (harga jual pasar). 46
Menurut Wahbah Zuhaili haga barang adalah sesuatu yang disepakati oleh
kedua pihak yang berakad, baik kebanyakan dari nilai itu, lebih kecil maupun sama
dengan nilai barang. Dan harga barang juga sebagai sesuatu yang setimpal dengan
barang.47
Para ulama fiqh mengemukakan syarat-syarat al-tsaman sebagai berikut:
1) Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya
2) Boleh diserah terimakan pada waktu akad, sekalipun secara hukum seperti
pada pembayaran dengan cek dan kartu kredit. Apabila harga barang itu
dibayar kemudian (berutang) maka waktu pembayarannya harus jelas.
3) Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang (al-
muqayadhah) makan barang yang dijadikan tukar bukan barang yang
diharamkan oleh syara‟, seperti babi, khamr.48
46
Abdur Rahman Ghazaly, Gufron Ihsan, Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalah, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2018), h.76. 47
Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu (Jilid 5), (Depok: Gema Insani, 2011), h.74. 48
Abdur Rahman Ghazaly, Gufron Ihsan, Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalah, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2018), h.78.
27
Terdapat syarat sah jual beli yang meliputi rangkuman dari syarat-syarat jual
beli yakni : 1. Jual beli memenuhi rukun akad, 2. Barang yang diperjual belikan
diketahui, untuk menghindari ketidak jelasan (jahalah), karena bisa menimbulkan
perselisihan, 3. Harganya diketahui sebagaimana barang yang diperjual belikan, 4.
Berlaku untuk selamanya. Jual beli yang dibatasi waktu tidak diperkenankan syariat,
karena jual beli menghendaki perpindahan kepemilikan sempurna. 5. Waktu
pembayaran diketahui. Syarat ini untuk jual beli yang pembayarannya ditangguhkan,
6. Barang yang diperjual belikan dapat diserah terima tanpa menimbulkan bahaya, 7.
Terjaminnya kerelaan kedua belah pihak, 8. Harganya (pertukarannya) adalah sesuatu
yang berharga, 9. Tidak ada gharar (sesuatu yang tidak jelas; barangnya atau
akibatnya), 10. Tidak adanya sesuatu yang menyebabkan akad menjadi fasad, 11.
Tidak ditemukan syarat yang rusak, 12. Tidak mengandung riba‟.49
4. Macam-Macam Jual-beli
Ulama Hanafiyah membagi jual beli dari segi sah atau tidaknya menjadi tiga
bentuk, yaitu: 1) jual beli yang shahih; 2) jual beli yang batal; dan 3) jual beli fasid.
Jual beli dikatakan shahih apabila jual beli itu di syariatkan, memenuhi rukun dan
syarat yang ditentukan, bukan milik orang lain, tidak tergantung pada hak khiyar lagi.
Jual beli yang batal apabila salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual
beli itu pada dasar atau sifatnya tidak di syariatkan. Jual beli fasid adalah jual beli
secara prinsip tidak bertentangan dengan syariat, tetapi ada sifat-sifat tertentu yang
menghalangi keabsahannya.50
Beberapa ulama berpendapat tentang jual beli, dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Jual beli yang diperbolehkan yaitu:
a. Jika barang itu telah ada, maka jual beli itu diketahui oleh pembeli
b. Jika barang itu tidak sah, maka orang yang menjual harus menyebutkan
keadaan dan sifat-sifat barang tersebut.
c. Barang yang diperjual belikan harus suci dan bisa bermanfaat bagi manusia.
2. Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya sebagai berikut:
a. Barang yang hukumnya haram oleh Islam, seperti anjing, babi, berhala,
bangkai dan khamr.
49
Nur Fathoni, “Konsep Jual Beli Dalam Fatwa DSN-MUI”, Jurnal IAIN Walisongo
Semarang, Vol. IV, Mei 2013, h.58. 50
Ah. Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalat, (Ciputat: UIN Jakarta press, 2005), cet.1 h. 103.
28
b. Jual beli sperma (mani‟) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan
dengan betina agar memperoleh keturunan.
c. Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya, jual beli ini
dilarang. Karena barangnya belum ada dan tidak tampak.
d. Jual beli dengan muhaqallah. Berarti tanah, sawah, dan kebun, maksud
muhallaqah disini ialah menjual tanam-tanaman yang masih di ladang atau
disawah. Dilarang oleh Islam karena ada persangkaan riba didalamnya.
e. Jual beli mukhadarah, yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas untuk
dipanen, seperti menjual rambutan yang masih hijau. Dilarang karena barang
tersebut masih samar. Dalam hal ini pembeli berpotensi untuk dirugikan.
f. Jual beli muammassah, yaitu jual beli secara sentuh menyentuh, misalkan
seorang menyentuh sehelai kain dengan tangannya di waktu malam atau
siang, maka orang yang menyentuh berarti telah membeli kain tersebut. Hal
ini dilarang karena mengandung tipuan dan kemungkinan akan menimbulkan
kerugian bagi salah satu pihak.51
g. Jual beli dengan munabzah, yaitu jual beli secara lempar melempar, seperti
seorang berkata, “Lemparkan kepadaku apa yang ada padamu, nanti
kulemparkan pula apa yang ada padaku”. Setelah terjadi lempar-melempar,
terjadilah jual-beli hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan tidak ada
ijab dan qabul.
h. Jual beli dengan muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah
yang kering, dengan bayaran padi basah, sedang ukurannya dengan dikilo
sehingga akan merugikan pemilik padi kering.
i. Menentukan dua harga untuk satu barang yang diperjual belikan. Menurut
Syafi‟i, penjualan seperti ini mengandung dua arti, pertama seperti seorang
berkata, “ ku jual buku ini seharga $10 dengan tunai, atau $15 dengan cara
51
Muhammad Al-Imam Asy-Syaukuni, Nail Al-Authar, (Jakarta: Asy-Syifa), h. 139.
29
utang”. Arti kedua ialah seperti seorang berkata, “aku jual buku ini kepadamu
dengan syarat kamu harus menjual tasmu padaku”.
j. Jual beli dengan syarat (iwadh mahjul), jual beli ini hampir sama dengan jual
beli dengan menentukan dua harga, hampir saja ini dianggap sebagai syarat,
seperti seorang berkata, “aku jual rumahku yang butut ini kepadamu dengan
syarat kamu mau menjual mobilku kepadaku”.
k. Jual beli gharar, yaitu jual beli yang samar sehingga ada kemunginan terjadi
penipuan, seperti penjualan ikan yang masih dikolam atau menjual kacang
tanah yang diatasnya kelihatan bagus tetapi dibawahnya jelek.
l. Jual beli yang mengecualikan sebagian barang yang dijual, seperti seseorang
menjual sesuatu dari benda itu ada yang dikecualikan salah satu
bagiannya.misalnya si A menjual seluruh pohon yang ada dikebunnya kecuali
pohon pisang, jual beli ini sah karena pengecualiannya jelas. Namun, bila
yang dikecualikan tidak jelas (majhul), jual beli tersebut batal.
m. Larangan menjual makanan yang hingga dua kali di takar. Hal ini menunjukan
kurangnya saling percaya antara penjual dan pembeli. Jumhur ulama
berpendapat, bahwa seseorang yang membeli sesuatu dengan takaran dan
telah menerimanya, kemudian ia menjual kembali, maka ia tidak boleh
menyerahkan kepada pembeli kedua dengan takaran yang pertama, sehingga
ia harus menakarnya kembali untuk pembeli yang kedua itu.52
Pada jual beli yang dilarang dalam Islam, sebagai berikut:53
1. Terlarang Sebab Ahliyatul Wujub (Ahli Akad)
Ulama telah sepakat bahwa jual beli dikatakan shahih apabila dilakukan oleh
orang yang baligh, berakal, dapat memilih dan mampu mengelola secara bebas dan
baik. Mereka yang dipandang tidak sah jual beli adalah sebagai berikut:
52
Sohari Sahrani dan Ru‟fah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011),
h..74. 53
Wahbah Zuhaili, FIQH ISLAM WA ADILLATUHU (Jilid 5). (Depok: Gema Insani, 2011),
h. 131.
30
a. Orang Gila
Maksudnya bahwa jual beli yang dilakukan oleh orang yang gila tidak
sah, berdasarkan kesepakatan ulama, karena tidak memiliki kemampuan dan
disamakan dengan orang yang pingsan, mabuk dan dibius.
b. Anak Kecil
Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli yang dilakukan anak kecil (belum
mumayyiz) dipandang tidak sah, kecuali dalam perkara-perkara ringan atau
sepele. Menurut ulama Syafi‟iyah jual beli anak mumayyiz yang belum baligh,
tidak sah sebab tidak ada ahliyah (kecakapan hukum).
Adapun menurut ulama Malikiyah, Hnafiyah dan Hanabilah jual beli
anak kecil dipandang sah apabila diizinkan walinya mereka beralasan, salah
satu cara untuk melatih kedewasaan adalah dengan memberikan keleluasaan
untuk jual beli, juga sekaligus pengamalan atas firman Allah:
حته وه ا وابتلىا اليته هن سشذا ستن ه ارا بلغىا الكبح فبى اه
ا اليهن اهىالهن فبدفعى
Artinya : “Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur
untuk menikah. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas
(pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka hartanya…”
(Q.S. An-nisa [4] :6)
c. Orang Buta
Jumhur ulama sepakat bahwa jual beli yang dilakukan orang buta sah
jika diterangkan sifat barang yang mau dibeli, karena adanya rasa rela.
Sedangkan menurut ulama Syafi‟iyah tanpa diterangkan sifatnya dipandang
31
batil dan tidak sah, karena diangap tidak bisa membedakan barang jelek dan
baik walaupun diterangka tetap dipandang tidak sah.
d. Orang yang terpaksa
Menurut ulama Hanafiyah berdasarkan pengkajian, jual beli yang dipaksa
bersifat menggantung dan tidak berlaku. Jika orang yang dipaksa
membolehkan setelah terlepas dari paksaan, maka jual belinya berlaku.
e. Fudhuli
Jual beli Fudhuli yaitu jual beli milik orang lain tanpa seizing pemiliknya,
oleh karena itu, menurut para ulama jual beli yag demikian dipandang tidak
sah, sebab dianggap mengambil hak orang lain (mencuri).
f. Jual beli terhadap orang yang terhalang (sakit, bodoh atau pemboros). Maksud
terhalang disini adalah terhalang karena kebodohan, bangkrut ataupun sakit.
Jual beli orang bodoh yang suka menghamburkan hartanya, menurut ulama
Malikiyah, Hanafiyah, harus ditangguhkan.
g. Jual beli Mulja‟
Jual beli mulja‟ yaitu jual beli yang dilakukan oleh orang yang sedang
dalam bahaya. Jual beli yang demikian menurut kebanyakan ulama tidak sah,
karena dipandang tidak sesuai sebagaimana yang terjadi pada umumnya.
2. Terlarang akibat sebab Sighat
Ulama fiqih telah sepakat atas sahnya jual beli yang didasarkan pada
keridhaan diantara pihak yang melakukan akad, ada kesesuaian diantara ijab dan
qabul, berada disuatu tempat, dan tidak terpisah oleh suatu pemisah. Apabila tidak
terpenuhinya sighat maka jual beli dianggap tidak sah.
3. Terlarang sebab Ma’qud Alaih (objek jual beli)
Jual beli yang mengandung unsur gharar, jual beli gharar yaitu jual beli
barang yang mnegandung kesamaran.menurut Sayyid Sabiq, yang dimaksud jual beli
32
gharar ialah semua jenis jual beli yang mengandung jahalah (ketidak jelasan barang)
atau mukhatarah (spekulasi) atau qummar (permainan taruhan).54
3. Jual Beli Fasid
Dan yang dimaksud jual-beli yang Fasid adalah:
a. Jual beli al-majbul (benda atau barangnya secara global tidak diketahui) atau
ke-majbulan-nya bersifat total. Akan tetapi, jika ke-majbulan-nya (ketidak
jelasannya) itu sedikit, jual belinya sah, karena hal itu tidak akan membawa
kepada perselisihan. Ulama hanafiyah mengatakan bahwa sebagian tolak ukur
untuk unsur majbul itu diserahkan sepenuhnya kepada „urf (kebiasaan yang
berlaku bagi pedagang dan pembeli).
b. Jual beli yang dikaitkan dengan suatu syarat.
c. Menjual barang yang ghaib (tidak ada) atau tidak dapat diserahkan saat jual
beli berlangsung, sehingga tidak dapat dilihat oleh pembeli. Ulama Malikiyah
membolehkannya, apabila sifat-sifatnya disebutkan dengan syarat sifat-
sifatnya tidak akan berubah sampai barang diserahkan.
d. Jual beli yang dilakukan oleh orang buta. Jumhur ulama mengatakan bahwa
jual beli orang buta adalah sah apabila orang buta itu memiliki hak khiyar dan
kemampuan meraba atau mengindera.
e. Jual beli dengan harga yang diharamkan.
f. Jual beli nasi‟ah yaitu jual beli dengan pembayaran ditangguh kemudian
dibeli kembali dengan tunai. Jual beli seperti ini dikatakan fasid karena
menyerupai dan mengarah kepada riba. Akan tetapi, mazhab Hanafiyah
mengatakan apabila unsur yang membuat jual beli ini rusak dapat di hilagkan,
maka hukumnya sah. Menurut sebagian ulama Malikiyah hal ini dinamakan
bai‟al ajal karena selalu memuat penangguhan sebagian lain menamakan
bai‟al „inah. Ini hakikatnya semacam jual beli tangguh yang dimaksudkan
untuk ber-hilah dari riba, karenanya akad seperti ini tidak sah.
54
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah , Jilid ke-12, (Bandung: PT. Al-Ma‟rif, 2006), h.74.
33
g. Jual beli anggur dan buah-buahan lain untuk tujuan pembuatan khamar.
Apabila penjual anggur iti mengetahui bahwa pembeli itu adalah produsen
khamar.
h. Menggabungkan dua syarat dalam satu penjualan (al bai‟attan fi bai‟atin atau
asy syartbani fi ba‟in wahidin).55
Hukum Jual Beli Fasid yakni, dalam Hanafi Jual Beli yang fasid itu memiliki
hukum-hukum, diantaranya jual beli fasid tetap dianggap sah, tetapi harga barang
dibayar dengan nilainya atau dengan semacamnya, bukan dengan harga yang
disebutkan dalam transaksi jual beli. Transaksi jual beli fasid juga dapat memberikan
hak kepemilikan barang setelah menerimanya. Karena menyebutkan harga yang
diinginkan seperti minuman keras atau memasukan syarat yang fasid, atau adanya
ketidakjelasan mengenai harga dan sebagainya merupakan bukti bahwa tujuan yang
diinginkan oleh kedua belah pihak adalah jual beli itu sendiri. Dengan begitu jual beli
yang rusak dianggap terjadi dengan membayar nilai baranglah yang menjadi standar
dasar dalam jual beli. Sebab, nilai barang sama dengan barang dari sisi keuangan.
Konsekuensinya barang dalam jual beli fasid dijamin selama berada di tangan
pembeli dengan kewajiban menyerahkan barang semisalnya apabila termasuk barang
yang ada kembarannya atau menyerahkan nilainya apabila termasuk barang yang
dinilai.
Dalil yang menunjukan bahwa jual beli fasid dianggap terjadi dan
memberikan hal kepemilikan adalah rukun jual beli, yaitu proses tukar menukar harta
dengan harta, dilakukan oleh orang yang layak secara hukum atas objek transaksi.
Namun, jual beli yang rusak tidak memberikan hak kepemilikan sebelum pembeli
memegang barang agar menghindari kerusakan yang nyata dalam jual beli.
Sedangkan menurut mayoritas ulama, jual beli yang rusak memang tidak sah
dan tidak bisa mendapatkan hak kepemilikan meskipun pembeli telah menerima
barang. Sebab sesuatu yang dilarang tidak bisa menjadi sarana untuk mendapatkan
hak kepemilikan. Juga larangan dari melakukan jual beli yang fasid menuntut tidak
legalnya jual beli itu sendiri. Sedangan sesuatu yang legal tidak bisa memberi
pengaruh hukum apa-apa.56
55
Ah. Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalat, (Ciputat: UIN Jakarta press, 2005), cet.1 h. 107-
108. 56
Wahbah Zuhaili, FIQH ISLAM WA ADILLATUHU (Jilid 5), (Depok: Gema Insani, 2011),
h.157.
34
E. Hak Khiyar dalam Jual Beli.
Dalam jual beli, menurut agama Islam dibolehkan memilih, apakah akan
meneruskan jual beli atau akan membatalkannya, disebabkan terajdinya oleh sesuatu
hal, yakni hak khiyar yang adalah jual beli dimana para pihak memberikan
kesempatan untuk memilih.57
khiyar ada tiga macam, yaitu:
1. Khiyar majelis, artinya diantara penjual dan pembeli boleh memilih akan
melanjutkan jual beli atau membatalkannya, selama keduanya masih ada di
suatu tempat (majelis). Khiyar majelis boleh dilakukan dalam berbagai jual
beli. Setelah keduanya berpisah dari tempat akad tersebut maka khiyar majelis
tidak berlaku lagi, batal.
2. Khiyar syarat, yaitu penjualan yang didalamnya disyaratkan sesuatu baik oleh
penjual atau pembeli, seperti serong berkata, “saya jual rumah ini dengan
harga Rp 1.000.000.000,- dengan syarat khiyar selama tiga hari”
3. Khiyar „aib, artinya dalam jual beli ini disyaratkan kesempurnaan benda-
benda yang dibeli, seperti seseorang berkata, “saya beli mobil ini seharga
sekian, bila mobil itu cacat akan saya kembalikan”, seperti yang diriwayatkan
Ahmad dan Abu Dawud dari Aisyah r.a. bahwa seseorang membeli budak
kemudian budak tersebut disuruh berdiri di dekatnya, didapatinya pada budak
itu terdapat kecacatan lalu diadukannya kepada rasul, maka budak itu
dikembalikan kepada penjual.58
F. Berakhirnya Jual Beli (Bai’)
Para ulama fikih menyatakan bahwa suatu akad dapat berakhir apabila:59
57
Abdul Muhamad Aziz Azzam, Fiqh Mu‟amalat, penerjemah Nadirsyah Hawari, Cet.
Pertama, (Amzah: Jakarta,2010), h.99. 58
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah Membahas Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Graffindo
Persada, 2002), h.83. 59
Fauziatul Jamilah, “Jual Beli Makanan di Rumah Makan tanpa Pencantuman Harga ditinjau
dari Hukum Ekonomi Syariah (Studi pada Rumah Makan Vemas di Kec. Mataram Baru Kab.
Lampung Timur)”. (Skripsi S1 Fakultas Syariah IAIN Raden Intan Lampung, 2017).
35
a. Berakhirnya masa berlaku akad itu mempunyai tenggang waktu. Jual beli
akan berakhir apabila telah mencapai tenggang waktu yang telah disepakati
oleh kedua belah pihak yang bertransaksi.
b. Dalam akad yang bersifat mengikat suatu akad dapat di anggap berakhir jika:
1. Jual beli fasad, seperti terdapat unsur-unsur tipuan salah satu rukun
atau syaratnya tidak terpenuhi.
2. Berlakunya khiyar syarat, aib atau rukyat.
3. Akad itu tidak dilaksanakan salah satu pihak.
4. Tercapainya akad itu sampai sempurna.
c. Salah satu pihak yang berakad meninggal dunia
Jual beli juga dapat berakhir apabila salah satu pihak meninggal dunia
apabila telah disepakati dalam perjanjian jual beli. Namun, jual beli juga dapat
tetap berlangsung apabila dalam perjanjian menyatakan bahwa akan
diteruskan oleh ahli waris pihak yang meninggal dunia.
d. Di batalkan, karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan syariat. Dalam
kaitan dibatalkan karena tidak dibenarkan syariat adalah seperti dalam jual
beli tersebut terdapat unsur yang dilarang seperti penipuan dan lain-lain.
e. Karena tidak mendapat izin dari pihak berwenang. Jual beli juga dapat
berakhir karena tidak diizinkan atau bahkan dilarang oleh pihak berwenang.
Misalnya, negara melarang jual beli barang impor yang bersifat ilegal karena
melanggar hukum yang berlaku di negara.
G. Hikmah dan Manfaat Jual Beli
Allah swt. mensyariatkan jual beli untuk memberikan kelapangan kepada
hamba-hamba-Nya. Sebab, setiap orang dari suatu bangsa memiliki banyak
kebutuhan berupa makanan, pakaian dan lainnya yang tidak dapat diabaikannya
selama dia masih hidup. Dia tidak dapat memenuhi sendiri semua kebutuhan itu,
sehingga dia perlu mengambilnya dari orang lain. Dan, tidak ada cara yang lebih
36
sempurna untuk mendapatkannya selain dengan pertukarannya sebagai ganti atas apa
yang diambilnya dari orang lain yang dibutuhkannya.60
C. Penerapan Sertifikasi Halal sebagai Jaminan Produk Halal Untuk Produk
Makanan pada Layanan Penyedia Makanan
Indonesia merupakan penduduk dengan mayoritas beragama Islam, dalam
mengkonsumsi makanan dan minuman umat muslim diharuskan mengkonsumsi
makanan yang secara dzatnya harus halal seperti pada firman Allah swt:
لكن يطبى إه ب في السض حللا طيباب ول تتهبعىا خطىاث الشه يب أيهب الهبس كلىا هوه
عذو هبيي
Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” ( QS. Al-Baqarah : [2]
168).
Dari ayat diatas menjelaskan bahwa makanan yang masuk ke tubuh umat
muslim haruslah makanan yang halal dan baik bagi tubuh, karena apabila umat
muslim mengkonsumsi makanan yang dilarang oleh syariat maka akan mendapatkan
konsekuensi berupa dosa. Sehingga agar terhidar dari konsekuensi dosa maka umat
muslim harus semakin cerdas dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi.
Pemerintah Indonesia melahirkan peraturan untuk melindungi hak hak
konsumen muslim dalam mengkonsumsi makanan yang diperjual belikan oleh pelaku
usaha. Yaitu Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal
(UUJPH) yang mengatur bahwa pelaku usaha baik makanan dan minuman harus
melakukan sertifikasi halal dengan tujuan sebagai kepastian hukum dan jaminan
hukum bagi konsumen untuk dapat mengkonsumsi produk halal.
Tujuan dari adanya UUJPH adalah untuk menjamin setiap pemeluk agama
beribadah dan menjalankan ajaran agamanya, memberikan pelindungan dan jaminan
tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat sesuai dengan
asas perlindungan, keadilan, kepastian hukum, akuntabilitas dan transparansi,
efektifitas dan efisiensi, serta profesionalitas. Selain itu, penyelenggaraan sistem
60
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 5, cet.1 (Cakrawala Publishing: Jakarta, 2009), h. 159.
37
produk halal bertujuan memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan dan
kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan
menggunakan produk, serta meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk
memproduksi dan menjual produk halal.61
Lalu, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 31 tahun 2019 sebagai
pelaksanaan amanat UUJPH nomor 33 tahun 2014, yang mengatur bahwa semua
pelaku usaha wajib menerapan sertifikasi halal pada produk barang dan jasa yang
memerlukan ketentuan sertifikasi halal. Penerapan kewajiban pelaku usaha dalam
men-sertifikasikan produknya dimulai pada 17 Oktober 2019, dan pemerintah
memberikan tenggat waktu 5 tahun sampai 17 Oktober 2024 untuk produk makanan
sejak ketentuan itu diberlakukan, apabila lewat dari tenggat waktu maka akan
diberikan sanksi.
Sehingga kewajiban layanan penyedia makanan sebagai usaha atau kegiatan
penyediaan makanan yang diperjual belikan kepada konsumen dalam
mensertifikasikan produk makanan harus dilaksanakan termasuk pada layanan
penyedia makanan tradisional dan modern.
61
Asep Syariffuddin Hidayat dan Mustolih Siradj, “Sertifikasi Halal Dan Sertifikasi Non
Halal Pada Produk Pangan Industri”, (Jurnal Ahkam: Vol.XV, No. 2, Juli 2015). h.206.
38
BAB III
DESKRIPSI DAN POLA JUAL BELI PADA LAYANAN PENYEDIA
MAKANAN TRADISIONAL DAN MODERN
A. Deskripsi dan Pola Jual Beli Pada Layanan Penyedia Makanan Tradisional
1. Warung Tegal (WARTEG) Subsidi Bahari
Warung Tegal (WARTEG) adalah salah satu dari berbagai jenis warung
makan dan rumah makan tradisional yang menyajikan makanan dan pelayanan yang
mencerminkan karakter masyarakat daerah Tegal. Sajian yang disuguhkan umumnya
tidak spesifik, terdiri dari banyak ragam sayur dan lauk. Terapat banyak versi
mengenai sejarah warteg. Salah satu versinya menyatakan bahwa warteg muncul
ketika banyak proyek pembangunan infrastruktur di Jakarta tahun 50-an dan 60-an,
dimana imigran asal Tegal di ibukota mulai menyediakan layanan kuliner di lokasi
proyek berbentuk bedeng proyek.
Versi kedua bermula dari setting gegeran Mataram-Batavia antara Sultan
Agung dan VOC, dimana terjadi pengerahan warga Tegal sebagai prajurit
penggempur VOC di Batavia. Versi yang paling kuat adalah berasal dari keterangan
Koperasi Warung Tegal (KOWARTEG). Warteg ternyata sudah ada di sudut-sudut
kota Tegal berupa warung-warung tenda seperti halnya warung tenda yang umumnya
tersebar diwilayah Indonesia, terutama di Pulau Jawa seperti angkringan di
Yogyakarta dan Wedangan di Solo.62
Warteg adalah salah satu rumah makan yang dikenal luas oleh masyarakat
Indonesia, terutama melekat dikalangan masyarakat kelas menengah ke bawah. Harga
yang murah dan penyajian yang sederhana merupakan ciri khas yang menjadi faktor
utama mengapa warung Tegal lebih melekat di kalangan masyarakat tesebut. Pemilik
62
Mohammar Khamdevi dan Iqbal Rasyid Nasution, “Studi Karakertistik Arsitektur Khas
Pada Warung Tegal di Jabodetabek”, Jurnal Universitas Mercubuana No.4 vol.2 Juni 2014.
39
warteg biasanya menggunakan jasa orang lain untuk menjadi karyawan dan
melayani pembeli yang akan makan di warteg.
Warteg subsidi bahari terletak di jalan brigif raya Jagakarsa Jakarta Selatan.
Warteg ini berdiri pada tahun 2019 dan jumlah pegawai di warteg subsidi bahari ini
berjumlah 3 orang dengan usia rata-rata 17 tahun sampai 50 tahun, harga satu porsi
makanan di wateg subsidi bahari mulai dari Rp 10.000,- sampai dengan Rp 20.000,-.
Transaksi jual beli di warteg subsidi bahari dilakukan dengan “makan dulu baru
bayar”. Warteg subsidi bahari masih menggunakan cara manual dalam melakukan
penghitungan total harga dalam bertransaksi63
Penyajian di warteg subsidi bahari sangat sederhana, yaitu dengan menata
makanan secara prasmanan pada etalase, sehingga kita dapat memilih sendiri
hidangan menu hidangan dengan cara di ambilkan oleh pelayan. Adapun hidangan
yang disajikan di warteg subsidi bahari berfariasi dan sederhana, seperti: sayur-
sayuran (sayur tahu, sayur kacang merah, dan soto), lauk-pauk (tempe, tahu, perkedel,
goreng-gorengan, goreng ayam, goreng ikan, remis, dan jeroan ayam), urab dan lain-
lain. Pemilik usaha warteg subsidi bahari sayangnya belum mendaftarkan usaha
mereka untuk mendapatkan sertifikasi produk halal yang merupakan unsur penting
dan pelaksanaan PP No.31 tahun 2019 yang menerapkan sertifikasi kehalalan produk
makanan yang di perjual belikan.
Pola jual beli di Warteg subsidi bahari dilakukakan dengan konsumen datang
ke warteg subsidi bahari secara langsung kemudian pemilik/pegawai warteg bertanya
kepada konsumen apa yang ingin di makan oleh konsumen di warteg. Saat konsumen
datang, konsumen dapat langsung memilih makanan di etalase dan peakan
mengambilkannya langsung di piring dan memberikannya pada konsumen setelah
63
Hasil wawancara dengan karyawan warteg subsidi bahari, Wulan Windi, pada 20 Januari
2020.
40
selesai memilih makanan. Apabila konsumen telah selesai makan, konsumen baru
akan melakukan transaksi pembayaran.
2. Rumah Makan Padang Ampera Saiyo
Salah satu makanan tradisional yang sangat popular dikalangan masyarakat di
Indonesia bahkan hingga ke luar negeri adalah makanan yang berasal dari Padang
Sumatra Barat atau biasa disebut makanan khas Minang/Padang. Masyarakat dapat
sangat mudah makan makanan tradisional Minang/Padang, cukup datang ke Restoran
Padang atau Rumah Makan Padang yang sangat mudah di jumpai dimana saja.
Masakan Padang sesungguhnya pemiliknya bukan berasal dari Padang saja,
tapi ada juga dari Pariaman, Solok, Payakumbuh, Batusangkar, Bukit Tinggi dan
daerah lainnya. Masakan Padang pun bermacam-macam rasanya, jangankan
kelengkapan bumbunya, ciri khas pedas pun ada. Rumah Makan Padang memilik ciri
khas yang berbeda dengan makan yang lain. Rumah Makan Padang juga merupakan
daya tarik wisata di bidang kuliner. 64
Rumah Makan Padang Ampera Saiyo terletak di Jl. Sirsak nomor 67,
Jagakarsa Jakarta Selatan. Rumah Makan Padang Ampera Saiyo berdiri pada tahun
2015. Karyawan Rumah Makan Padang Ampera Saiyo berjumlah 6 orang dengan
uria rata-rata 18 tahun sampai 30 tahun. Harga satu porsi menu mulai dari Rp
14.000,- sampai dengan Rp 22.000,-. Transaksi jual beli di Rumah Makan Padang
Ampera Saiyo dilakukan dengan “makan dulu baru bayar”. Rumah Makan Padang
Ampera Saiyo masih menggunakan cara manual dalam melakukan penghitungan total
harga dalam bertransaksi.65
64
Asmar Yulastri, Makalah Pengembangan Rumah Makan Padang dalam Menuju
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), (Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Sumatra Barat,
2008), h. 1. 65
Wawancara dengan karyawan Rumah Makan Padang Ampera Saiyo, Dede, Pada 20 Januari
2020.
41
Menu yang di sediakanpun beraneka macam, seperti rendang, rendang limpa,
rendang ati, ayam pop, ayam bakar, ayam goreng, tunjang(kaki sapi), ikan kakap,
udang balado, cumi-cumi, perkedel, dan lain-lain. Pemilik Rumah Makan Padang
Ampera Saiyo sayangnya belum mendaftarkan usaha mereka untuk mendapatkan
sertifikasi produk halal yang merupakan unsur penting dan pelaksanaan PP No.31
tahun 2019 yang menerapkan sertifikasi kehalalan produk makanan yang di perjual
belikan.
Pelayanan di Rumah Makan Padang Ampera Saiyo disajikan oleh
pramusaji/pelayan. Pelayan di Rumah Makan Padang mempunyai keunikan dalam
menyajikan hidangan. Mereka akan membawa sejumlah piring hidangan secara
sekaligus dengan bertingkat-tingkat atau bertumpuk-tumpuk dengan kedua belah
tangan atau sebuah tangan tanpa jatuh, hal ini merupakan atraksi yang cukup menarik
bagi para pengunjung Rumah Makan Padang. Kemudian, semua piring-piring kecil
yang berisikan hidangan disajikan kepada tamu. Tamu-tamu dapat mengambil
makanan yang mereka sukai dan hanya membayar makanan yang mereka ambil dan
makan. Cara penyajian makanan yang unik ini berbeda dengan kebanyakan restoran
lainnya.
Pola jual beli di restoran/ rumah makan Padang dengan ada 2 (dua) konsep
berbeda tergantung permintaan konsumen, yakni : 1) konsep pertama menggunakan
konsep prasmanan. Apabila konsumen datang dengan 2 (dua) atau lebih, maka
mereka akan dipersilahkan duduk di meja makan dan pelayan Rumah Makan Padang
akan menyediakan berbagai macam menu makanan dengan piring-piring kecil,
sehingga konsumen dapat langsung mengambil menu yang diinginkan. Pembayaran
pada konsep prasmanan dilakukan di akhir setelah konsumen selesai makan. 2)
konsep langsung. Yaitu ketika konsumen datang sendiri atau ingin dibawa pulang,
pelayan akan bertanya langsung kepada konsumen makanan apa yang diinginkan dan
menyajikan langsung ke meja makan ataupun membungkusnya. Pembayaran
42
dilakukan setelah konsumen selesai makan ataupun jika dibawa pulang pembayaran
akan dilakukan saat makanan diberikan langsung kepada konsumen.
3. Warung Nasi Ampera cabang TB. Simatupang
Pada tahun 1963, Haji Tatang dan Hj. St. E. Rochaety (alm) membuka
Warung Nasi Ampera pertama kali di Bandung. Awalnya hanya sebuah warung nasi
makan khas Sunda yang tergolong kecil di bilangan terminal Kebon Kelapa Bandung
yang kini sudah menjadi Jl. By Pass Soekarno Hatta Bandung. Pada mulanya
pelanggan Warung Nasi Ampera mayoritas adalah para supir angkot dan supir bis
yang singgah untuk makan siang. Dengan semakin ramainya terminal Kebon Kelapa
dari waktu ke waktu maka tak heran semakin banyak pengunjung dari bergbagai
kalangan baik sekedar singgah maupun masyarakat Bandung sendiri untuk mengisi
perut. Rumah nasi ampera ini terkenal bersih dan murah.
Cabang pertama dibuka tahun 1984 di jalan Astana Anyar Bandung, lalu pada
tahun 1994, usaha warung nasi ampere mulai menunjukan perkembangan yang sangat
menakjubkan dan lebih cenderung menjanjikan. Ciri khas Warung Nasi Ampera
terletak memadukan gaya modern dan tradisional.66
Pemilik warung nasi ampera
menggunakan jasa pelayan untuk melayani konsumen.
Warung Nasi Ampera cabang TB. Simatupang terlatak di Jl. TB. Simatupang
No.2, Tanjung Barat, Jakarta Selatan. Karyawan di Warung Nasi Ampera cabang TB.
Simatupang berjumlah 15 orang dengan usia rata-rata 20 tahun sampai 30 tahun.67
Makanan yang dijual di Warung Nasi Ampera adalah berbagai jenis makanan khas
Sunda seperti nasi liwet, ikan bakar, ayam bakar kecap, berbagai lalap-lalapan,
tumisan dan lain-lain. Harga makanan yang dijual di Warung Nasi Ampera mulai dari
harga Rp 12.000,- hingga Rp 40.000,-. Warung Nasi Ampera cabang TB. Simatupang
66
Tias Atika Rachmawati, “Analisis Kepuasan Pelanggan Warung Nasi Ampera Bogor”,
(Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, 2009). 67
Wawancara dengan Karyawan Warung Nasi Ampera cabang TB. Simatupang, Aldi, pada 20
Januari 2020.
43
telah menerapkan sertifikasi halal pada produk makanan yang dijual dengan nomor
registrasi sertfikat 01161054791010 yang berarti telah menerapkan pelaksanaan PP
No.31 tahun 2019 yang menerapkan sertifikasi kehalalan produk makanan yang di
perjual belikan.
Pola jual beli di Warung Nasi Ampera cabang TB. Simatupang
menggunakan konsep buffet/ prasmanan tanpa pencantuman harga tiap makanan yang
disajikan. Pembeli datang langsung ke Warung Nasi Ampera cabang TB.
Simatupang, dan mengambil nampan juga piring sendiri lalu mengambil makanan
sendiri yang telah di sediakan di meja prasmanan, apabila makanan ingin dihangatkan
konsumen dapat memberikan makanan tersebut kepada pelayan cabang TB.
Simatupang, di ujung konter buffet/prasmanan terdapat kasir yang akan menghitung
total makanan yang diambil oleh konsumen dengan menggunakan pelayanan sistem
computer yang sudah modern, sehingga makanan akan dibayar dahulu baru akan di
makan oleh konsumen di meja makan yang telah di sediakan.
B. Deskripsi dan Pola Jual Beli Pada Layanan Penyedia Makanan Modern
1. McDonalds (MCD) Transmart Cilandak
McDonald's Corporation MCD di Indonesia terkenal dengan sebutan McD,
dibaca (Mekdi) adalah waralaba rumah makan siap saji terbesar di dunia. Hidangan
utama di restoran-restoran McDonald's adalah hamburger namun mereka juga
menyajikan minuman ringan, kentang goreng dan hidangan-hidangan lokal yang
disesuaikan dengan tempat restoran itu berada. Lambang McDonald's adalah dua
busur berwarna kuning yang biasanya dipajang di luar rumah-rumah makan mereka
dan dapat segera dikenali oleh masyarakat luas. Restoran McDonald's pertama
didirikan pada tahun 1940 oleh dua bersaudara Dick dan Mac Mc Donald, namun
kemudian dibelinya oleh Ray Croc dan diperluas ke seluruh dunia.
44
Sampai pada tahun 2004, McDonald's memiliki 30.000 rumah makan di
seluruh dunia dengan jumlah pengunjung rata-rata 50.000.000 orang dan pengunjung
per hari dan rumah makan 1.700 orang. Restoran McDonald's pertama di Indonesia
terletak di Sarinah, Jakarta dan dibuka pada 23 Februari 1991. Berbeda dari
kebanyakan restoran McDonald's di luar negeri, McDonald's juga menjual ayam
goreng dan nasi di restoran-restorannya di Indonesia.
Pada 1 Oktober 2002 McDonald's berubah menjadi Tony Jack's Indonesia
tetapi tidak seluruh gerai McDonald's. Terdapat 13 gerai McDonald‟s milik Bambang
Rachmadi yang berubah antara lain berlokasi di Sarinah (Thamrin), Melawai Plaza,
Blok M Plaza, Arion, Kelapa Gading, Sunter, Bandung Indah Plaza, Plaza Surabaya,
Bandara Soekarno-Hatta, ITC Mangga Dua, Citra Land, Gajah Mada Plaza, dan
Kebon Jeruk. Sayang, keberadaan Tony Jack's Indonesia tidak berlangsung lama.
Beberapa bulan kemudian, Tony Jack's Indonesia bangkrut dan diambil alih kembali
oleh McDonald's.68
Mc Donald‟s Transmart Cilandak terletak di Jl. Raya Cilandak KKO, Jakarta Selatan.
Karyawan yang ada di Mc Donald‟s Transmart Cilandak berjumlah 20 orang dengan usia
rata-rata 20 tahun sampai dengan 30 tahun.69
Produk yang dijual di Mc Donald‟s Transmart
Cilandak adalah ayam goreng kriuk, roti burger, kentang goreng, makanan ringan, minuman
bersoda, dan lain-lain dengan harga mulai dari Rp 5.000,- hingga Rp 120.000,-. Mc Donald‟s
Transmart Cilandak ini telah mendaftarkan produk halal dan mendapatkan sertifikasi halal
untuk produk usahanya dengan nomor registrasi sertifikat 00160000630499, yang berarti
telah menerapkan pelaksanaan PP No.31 tahun 2019 yang menerapkan sertifikasi
kehalalan produk makanan yang di perjual belikan.
Transaksi jual beli di Mc Donald‟s Transmart Cilandak atau biasa di singkat
“Mekdi” dilakukan dengan konsumen datang langsung ke mekdi dan langsung ke
68
Wikipedia.com, konten https:/ /id.wikipedia.org/wiki/McDonald%27s#cite_note-5. 69
Wawancara dengan karyawan Mc Donald‟s Transmart Cilandak, Eky, pada 20 Januari 2020.
45
kasir dan memesan makanan yang telah tertera di papan menu yang terletak pada
bagian atas dinding kasir, harga yang tertera di papan menu belum termasuk pajak
yang harus dibayarkan konsumen. Kasir menggunakan sistem komputer dalam
melakukan transaksi jual beli. Setelah memesan, kasir akan langsung menjumlahkan
total yang dibayarkan oleh konsumen ditambah biaya pajak. Setelah membayar kasir
juga akan langsung menyiapkan pesanan menggunakan nampan dan konsumen dapat
langsung dan harus membawanya sendiri ke meja makan yang telah disediakan.
Setelah selesai makan konsumen boleh langsung meninggalkan tempat.
2. HokBen (Hoka Hoka Bento) Transmart Cilandak
Hoka Hoka Bento pada tahun 1985, pertama kali membuka restoran
pertamanya yang berlokasi di kebon kacang, Jakarta Pusat. Hoka Hoka Bento
merupakan restran yang menyajikan makanan khas Jepang siap saji. Sehingga
membuat Hoka Hoka Bento sebagai “Japanese Fast Food” asli dari Indonesia. Pada
tahun 1990, Hoka Hoka Bento mengembangkan bisnisnya ke Bandung. Seiring
berkembangnya terus perusahaan ini dan disukai oleh masyarakat, Hoka Hoka Bento
telah memiliki cabang yang tersebar di Jabodetabek, Bandung, Cilegon, Surabaya,
Malang, Jogja dan Bali. Pada awalnya Hoka Hoka Bento menggunakan konsep take
away (pesan ambil atau bawa pulang). Konsep take away kemudian diubah menjadi
fast food (cepat saji), dengan menyesuaikan tren cara makan yang praktis dan higenis
ala Jepang.
Pada tahun 2013, Hoka-Hoka Bento mengganti merek dagang mereka
menjadi HokBen dan juga merubah konsep menjadi semakin modern, hangat dan
mudah diingat oleh konsumen. HokBen sendiri diubah dengan tujuan agar lebih
familiar dan lebih akrab dengan konsumen. Bahkan jargon yang awalnya „Ada Aja
Alasan ke Hoka-Hoka Bento‟ pun diganti menjadi „We Make It Better‟.70
70
Diakses di hokben.co.id, https:/ /www.hokben.co.id/milestones
46
HokBen Transmart Cilandak terletak di Jl. Raya Cilandak KKO, Jakarta Selatan.
Karyawan pada HokBen Transmart Cilandak berjumlah 23 orang dengan usia rata-rata 23
tahun sampai 40 tahun.71
Harga makanan yang dijual di Hokben mulai dari Rp
7.000,- hingga Rp 60.000,-. HokBen telah mendaftarkan dan mendapatkan sertifikasi
halal untuk produk makanannya dengan nomor registrasi sertifikasi halal
00160048830908 yang berarti HokBen telah melaksanakan penerapan jaminan
produk halal sesuai PP no. 31 tahun 2019.
Di HokBen Transmart Cilandak pola jual beli dapat dilakukan dengan
konsumen datang langsung ke hokben transmart Cilandak lalu menuju meja buffet
dan mengambil nampan yang telah disediakan, dan akan ada karyawan yang
melayani konsumen untuk mengambil makanan yang ingin di pesan oleh konsumen
dengan memberikannya kepada konsumen untuk diletakan di nampan tadi. Harga
sudah dipaparkan di papan menu yang terletak pada dinding atas meja
buffet/prasmanan. Setelah selesai memesan konsumen membawa makanan
pesanannya tadi ke kasir yang berada dibagian ujung meja buffet. Pelayanan di
HokBen Transmart telah menggunakan sistem komputer dalam melakukan sistem
penghitungan harga. Setelah membayar konsumen membawa makanan tadi ke meja
makan yang telah disediakan. Setelah selesai makan konsumen boleh langsung
meninggalkan tempat.
3. Restoran Solaria Transmart Cilandak
Solaria adalah restoran lokal asli Indonesia yang berdiri sejak tahun 1995,
merupakan restoran keluarga dengan konsep Casual Dining, menyajikan menu-menu
makanan khas yang disajikan secara Fresh Food dalam arti dimasak setelah makanan
dipesan. Solaria memiliki prinsip yakni berusaha memberikan tempat yang nyaman
untuk berkumpul bagi para konsumennya. Restoran Solaria telah memiliki sekitar
200 Outlet yang menyebar di seluruh kota besar di Indonesia, Solaria memiliki Visi
71
Wawancara dengan Staff Manager HokBen Transmart Cilandak, Kamal Ramadhan, pada
20 Januari 2020.
47
menjadi Restoran Pilihan Utama Masyarakat dengan Misi menyediakan aneka rasa
dan jenis makanan bagi pelanggan melalui pelayanan yang tepat demi kepuasan
pelanggan.72
Solaria Transmart Cilandak terletak di Jl. Raya Cilandak KKO, Jakarta Selatan.
Karyawan Solaria Transmart Cilandak berjumlah 15 orang dengan usia rata-rata 17 tahun
hingga 30 tahun.73
Produk makanan yang dijual di Restoran Solaria Transmart Cilandak
beraneka ragam seperti nasi goreng, kwetiau, hingga ayam keju mozarela. Dengan harga
mulai dari Rp 5.000,- hingga Rp 50.000,-. Restoran Solaria Transmart Cilandak telah
mendaftarkan dan mendapatkan sertifikasi halal atas produk makanannya dengan nomor
registrasi sertifikat 00160067111113, dan telah menerapkan pelaksanaan jaminan
produk halal sesuai dengan PP No.31 tahun 2019.
Di Restoran Solaria transmart Cilandak pola jual beli dapat dilakukan dengan
konsumen datang langsung ke Restoran Solaria transmart Cilandak lalu, konsumen
duduk langsung di meja makan yang telah disediakan kemudian pelayan akan
memberikan kertas menu yag dapat menjadi kertas pesanan dengan konsumen
menuliskan pesanan di kertas tersebut dan harga telah dicantumkan pada kertas menu
tersebut lalu pelayan akan mentotal biaya yang harus dibayarkan konsumen dengan
mengira-ngira melalui hitung manual di kertas menu tersebut, lalu konsumen akan
memberikan uang kepada pelayan tadi dan pelayan akan membawa kertas pesanan ke
kasir untuk pentotalan ulang dengan komputer dan kembali ke meja untuk
memberikan struk pembayaran dan nomor antrian, apabila uang yang diberikan
terdapat kembalian maka uang kembalian tersebut akan diberikan saat pelayan
memberikan nomor antrian, setelah mendapat nomor antrian konsumen menunggu
makanan diantarkan oleh pegawai di meja makan. Apabila makanan telah jadi lalu
akan disediakan di meja makan konsumen, nomor antrian tadi akan diambil oleh
72
Diakses di yellowpages.co.id, konten https://yellowpages.co.id/bisnis/sinar-solaria-pt. 73
Wawancara dengan karyawan Restoran Solaria, Novia A., pada 20 Januari 2020.
48
pelayan. Kemudian jika konsumen telah selesai makan konsumen dapat
meninggalkan tempat.
49
BAB IV
ANALISIS JUAL BELI DI LAYANAN PENYEDIA MAKAN TRADISIONAL
DAN MODERN PERSPEKTIF FIKIH MUAMALAH
Berdasarkan penjabaran pola transaksi jual beli di layanan penyedia makanan
tradisional dan modern yang akan dintinjau dari perspektif fikih muamalah dan akan
diteliti secara objektif dan sistematis. Pola jual beli di layanan penyedia makanan
tradisional dan modern dalam sudut pandang fikih muamalah agar pemecahan
masalah dalam penelitian ini dapat diterima secara ringan dan mudah.
A. Analisis Pola Jual Beli Makanan pada Layanan Penyedia Makanan
Tradisional Perspektif Fikih Muamalah
1. Warung Tegal (Warteg) Subsidi Bahari
Jual beli pada warteg menggunakan akad dengan “Makan dulu baru bayar”
dan konsumen akan makan dahulu baru membayarnya diakhir setelah selesai makan,
tidak ada penjelasan mengenai tiap-tiap harga makanan tersebut pada etalase
makanan warteg74
. Berdasarkan hasil analisis, terdapat ketidak jelasan pada
penetapan harga karena biaya yang dibayarkan konsumen akan ditetapkan setelah
konsumen telah selesai makan.
Tabel 4.1
Rukun dan syarat jual beli berdasarkan fikih muamalah75
No. Rukun Jual Beli Syarat Jual Beli Terpenuhi Belum
Terpenuhi
1. Orang yang berakad
(penjual dan
pembeli)
Berakal, TERPENUHI -
Baligh, TERPENUHI -
Cakap hukum. TERPENUHI -
74
Wawancara dengan penjual warteg Subsidi Bahari, Wulan Windi, Jakarta 20 Januari, 2020. 75
Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu (Jilid 5), (Depok: Gema Insani, 2011), h.28
50
2. Sighat (Lafadz
Ijab kabul)
Adanya lafadz ijab dan
kabul, ataupun sebuah
tindakan dan isyarat
yang menunjukan
keinginan untuk jual
beli.
TERPENUHI
-
3. Objek Jual Beli Halal (terdapat
sertifikasi halal),
-
BELUM
TERPENUHI
Objek jelas diketahui
kedua pihak,
TERPENUHI
-
Penetapan harga jelas.
-
BELUM
TERPENUHI
4. Nilai Pengganti
barang
Terdapat uang atau nilai
pengganti barang yang
disepakati.
TERPENUHI
-
Berdasarkan tabel diatas rukun jual beli pada layanan penyedia makanan
warteg secara umum sudah terpenuhi seperti adanya orang yang berakad/ penjual dan
pembeli (aqidain) di warteg, Sighat (lafadz ijab qabul) dalam jual beli di warteg
sighat ditandai dengan tindakan memesan makanan yang dilakukan oleh konsumen
dan pelayan warteg melayani konsumen dengan mengambilkan makananan yang
dipesan konsumen, lalu adanya objek jual beli dan nilai pengganti barang yakni yang
menjadi objek jual beli adalah makanan dan uang sebagai nilai pengganti
barang/makanan.
Syarat pada layanan penyedia makanan warteg subsidi bahari belum terpenuhi
yakni belum adanya kepastian hukum dalam sertifikasi kehalalan produk makanan
yang merupakan salah satu aspek penting untuk mengkonsumsi makanan dalam Islam
51
sebagai mana dalam firman Allah swt:
ب في السض حللا طيباب يب أيهب الهبس كلىا هوه
Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik…” (QS. Al-Baqarah:
168).
Dan menurut sayyid Sayyid Sabiq76
aspek kesucian atau kehalalan pada objek
jual beli yang ditransaksikan haruslah suci, yang brarti terhindar dari bahan-bahan
yang dilarang oleh syariat.
Pada PP Nomor 31 tahun 201977
pasal 1 nomor 2 “produk adalah barang atau
jasa yang terkait dengan maknanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi,
produk biologi, produk rekayasa jenetik, serta barang gunaan yang dipakai,
digunakan, atau dimanfaatkan masyarakat” dan pasal 2 ayat 1 “produk yang masuk,
beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikasi halal”.
Berdasarkan peraturan di atas dan warteg subsidi bahari belum menerapkan
sertifikasi halal sebagai mana yang telah ditetapkan PP Nomor 31 tahun 2019.
Sehingga aspek kehalalan di warteg subsidi bahari belum terpenuhi secara hukum.
Lalu terdapat ketidak jelasan pada penetapan harga pada objek jual beli di
warteg sumbsidi bahari, sehingga menimbulkan unsur gharar dan berpotensi
kerugian terhadap kedua belah pihak ketika jual beli. Selain itu apabila konsumen
merasa tertipu dengan penetapan harga yang tidak jelas dan ternyata harga diluar
ekspektasi konsumen, maka unsur “An Taraddin Minkum” atau kerelaan dan
keridhaan pihak konsumen berpotensi tidak terpenuhi.
76
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah , Jilid ke-5, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009), h.163 77
Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2019 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
52
Sesuai dengan firman Allah swt dalam QS. An-Nisa: 29:
بيهب يه اى تكىى تجبسةا عي تشاض ه ا اهىالكن بيكن ببلببطل اله هىا ل تأكلى ا الهزيي اه كن ول تقتلى
ب كبى بكن سحيواهفسكن اىه الل ا
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang
berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa‟ [4]: 29).
2. Rumah Makan Padang
Dua konsep jual beli di rumah makan Padang yaitu konsep prasmanan dan
konsep langsung menggunakan akad dengan “Makan dulu baru bayar” dan konsumen
akan membayarnya saat konsumen selesai makan.78
Di rumah makan Padang Ampera
Saiyo juga tidak ada kejelasan mengenai tiap-tiap makanan baik yang disajikan
dengan konsep prasmanan dan konsep langsung. Harga akan di tetapkan saat
konsumen telah selesai makan.
Tabel 4.2
Rukun dan syarat jual beli berdasarkan fikih muamalah 79
No. Rukun Jual Beli Syarat Jual Beli Terpenuhi Belum
Terpenuhi
1. Orang yang berakad
(penjual dan
pembeli)
Berakal, TERPENUHI -
Baligh, TERPENUHI -
Cakap hukum. TERPENUHI -
2. Sighat (Lafadz Ijab
kabul)
Adanya lafadz ijab dan
kabul, ataupun sebuah
tindakan dan isyarat
yang menunjukan
TERPENUHI
TERPENUHI
-
78
Wawancara dengan penjual di Rumah Makan Padang Ampera Saiyo, Dede, pada 20 Januari
2020. 79
Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu (Jilid 5), (Depok: Gema Insani, 2011), h.28
53
keinginan untuk jual
beli.
3. Objek Jual Beli Halal (terdapat
sertifikasi halal),
-
BELUM
TERPENUHI
Objek jelas diketahui
kedua pihak,
TERPENUHI -
Penetapan harga jelas. - BELUM
TERPENUHI
4. Nilai Pengganti
barang
Terdapat uang atau nilai
pengganti barang yang
disepakati.
TERPENUHI
-
Berdasarkan tabel diatas rukun pada jual beli di rumah makan Padang secara
umum telah terpenuhi seperti adanya orang yang berakad/ penjual dan pembeli
(aqidain) ,Sighat (lafadz ijab kabul) dalam jual beli di Rumah Makan Padang sighat
ditandai dengan tindakan memesan makanan yang dilakukan oleh konsumen dan
pelayan di Rumah Makan Padang melayani konsumen dengan menyajikan makanan
di meja konsumen apabila dengan konsep prasmanan dan mengambilkan makananan
yang dipesan konsumen apabila dengan konsep langsung, lalu adanya objek jual beli
dan nilai pengganti barang yakni yang menjadi objek jual beli adalah makanan dan
uang sebagai nilai pengganti barang/makanan.
Syarat Pada layanan penyedia makanan rumah makan padang ampera saiyo
belum terpenuhi yakni pada aspek belum adanya sertifikasi kehalalan produk
makanan yang merupakan salah satu aspek penting untuk mengkonsumsi makanan
dalam Islam sebagai mana dalam firman Allah swt:
ب في السض حل لا طيبابيب أيهب الهبس كلىا هوه
54
Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik…” (QS. Al-Baqarah:
168).
Dan menurut sayyid Sayyid Sabiq80
aspek kesucian atau kehalalan pada objek
jual beli yang ditransaksikan haruslah suci, yang brarti terhindar dari bahan-bahan
yang dilarang oleh syariat.
Pada PP Nomor 31 tahun 201981
pasal 1 nomor 2 “produk adalah barang atau
jasa yang terkait dengan maknanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi,
produk biologi, produk rekayasa jenetik, serta barang gunaan yang dipakai,
digunakan, atau dimanfaatkan masyarakat” dan pasal 2 ayat 1 “produk yang masuk,
beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikasi halal”.
Berdasarkan peraturan di atas, rumah makan padang ampera saiyo yang
belum menerapkan sertifikasi halal sebagai mana yang telah ditetapkan PP Nomor 31
tahun 2019. Menyebabkan aspek kehalalan produk makanan di rumah makan padang
ampera saiyo belum terpenuhi.
Lalu terdapat ketidak jelasan pada penetapan harga pada objek jual beli di
rumah makan padang ampera saiyo, sehingga menimbulkan unsur gharar dan
berpotensi kerugian terhadap kedua belah pihak ketika jual beli. Selain itu apabila
konsumen merasa tertipu dengan penetapan harga yang tidak jelas dan ternyata harga
diluar ekspektasi konsumen, maka unsur “An Taraddin Minkum” atau kerelaan dan
keridhaan pihak konsumen berpotensi tidak terpenuhi.
Sesuai dengan firman Allah swt dalam QS. An-Nisa: 29:
اى تكىى ا اهىالكن بيكن ببلببطل اله هىا ل تأكلى بيهب الهزيي اه ا يه كن ول تقتلى تجبسةا عي تشاض ه
ب كبى بكن سحيواهفسكن اىه الل ا
80
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah , Jilid ke-5, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009), h.163 81
Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2019 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
55
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang
berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa‟ [4]: 29).
3. Warung Nasi Ampera
Pada Warung Nasi Ampera akad jual beli menggunakan digunakan dengan
“Bayar dulu baru makan” konsumen akan membayar dulu makanan yang diambilnya
di meja buffet/prasmanan.82
Pada meja buffet/prasmanan tidak ada pencantuman
harga pada tiap-tiap menu yang dihidangkan, harga akan ditetapkan saat konsumen
melakukan pembayaran sehingga konsumen baru akan mengetahui harga tiap
makanan saat konsumen melakukan pembayaran.
Tabel 4.3
Rukun dan syarat jual beli berdasarkan fikih muamalah 83
No. Rukun Jual Beli Syarat Jual Beli Terpenuhi Belum
Terpenuhi
1. Orang yang berakad
(penjual dan
pembeli)
Berakal, TERPENUHI -
Baligh, TERPENUHI -
Cakap hukum. TERPENUHI -
2. Sighat (Lafadz Ijab
kabul)
Adanya lafadz ijab dan
kabul, ataupun sebuah
tindakan dan isyarat
yang menunjukan
keinginan untuk jual
beli.
TERPENUHI
-
82
Wawancara dengan pegawai Warung Nasi Ampera TB. Simpatupang, Aldi, pada 20 Januari
2020. 83
Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu (Jilid 5), (Depok: Gema Insani, 2011), h.28
56
3. Objek Jual Beli Halal (terdapat
sertifikasi halal),
TERPENUHI
-
Objek jelas diketahui
kedua pihak,
TERPENUHI -
Penetapan harga jelas. - BELUM
TERPENUHI
4. Nilai Pengganti
barang
Terdapat uang atau nilai
pengganti barang yang
disepakati.
TERPENUHI -
Berdasarkan tabel diatas, rukun jual beli pada layanan penyedia makanan
Warung Nasi Ampera secara umum sudah terpenuhi seperti adanya orang yang
berakad/ penjual dan pembeli (aqidain) ,Sighat (lafadz ijab kabul) dalam jual beli di
Warung Nasi Ampera sighat ditandai dengan tindakan mengambil makanan yang di
sediakan di meja buffet/prasmanan dilakukan oleh konsumen dan pelayan Warung
Nasi Ampera melayani konsumen dengan membantu mengambilkan makananan yang
diinginkan konsumen, lalu adanya objek jual beli dan nilai pengganti barang yakni
yang menjadi objek jual beli adalah makanan dan uang sebagai nilai pengganti
barang/makanan.
Syarat pada layanan penyedia makanan warung nasi ampera telah terpenuhi
pada aspek kehalalan karena telah melakukan sertifikasi kehalalan produk makanan
dengan nomor registrasi 01161054791010. Sehingga aspek kepastian hukum akan
kehalalan pada layanan penyedia makanan warung nasi ampera telah terpenuhi.
Namun, terdapat ketidak jelasan pada penetapan harga pada objek jual beli di
rumah makan padang ampera saiyo, sehingga menimbulkan unsur gharar dan
berpotensi kerugian terhadap kedua belah pihak ketika jual beli. Selain itu apabila
konsumen merasa tertipu dengan penetapan harga yang tidak jelas dan ternyata harga
57
diluar ekspektasi konsumen, maka unsur “An Taraddin Minkum” atau kerelaan dan
keridhaan pihak konsumen berpotensi tidak terpenuhi.
Sesuai dengan firman Allah swt dalam QS. An-Nisa: 29:
اى تكىى ا اهىالكن بيكن ببلببطل اله هىا ل تأكلى بيهب الهزيي اه ا يه كن ول تقتلى تجبسةا عي تشاض ه
ب كبى بكن سحيواهفسكن اىه الل ا
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang
berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa‟ [4]: 29).
B. Analisis Pola Jual Beli Makanan pada Layanan Penyedia Makanan Modern
Perspektif Fikih Muamalah
1. Mc Donald’s (McD/ Mekdi)
Pada Mcd/ Mekdi akad jual beli dilakukan dengan “Bayar dulu baru makan”
konsumen akan melakukan pemesanan sekaligus pembayaran makanan yang akan
dipesan di waktu yang sama. Harga pada tiap-tiap makanan sudah tertera pada papan
menu di Mcd/ Mekdi.84
Namun, biasanya harga belum termasuk pajak restoran yakni
10% untuk setiap transaksi dan akan muncul pada saat pegawai kasir mentotal biaya
yang harus dibayarkan konsumen.
Tabel 4.1
Jual beli pada layanan penyedia makanan Mc Donald‟s perspektif fikih muamalah85
No. Rukun Jual Beli Syarat Jual Beli Terpenuhi Belum
Terpenuhi
1. Orang yang berakad
(penjual dan
Berakal, TERPENUHI -
Baligh, TERPENUHI -
84
Wawancara dengan karyawan Mc Donald‟s, Eky, pada 20 Januari 2020 85
Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu (Jilid 5), (Depok: Gema Insani, 2011), h.28
58
pembeli) Cakap hukum. TERPENUHI -
2. Sighat (Lafadz Ijab
kabul)
Adanya lafadz ijab dan
kabul, ataupun sebuah
tindakan dan isyarat
yang menunjukan
keinginan untuk jual
beli.
TERPENUHI
-
3. Objek Jual Beli Halal (terdapat sertifikasi
halal),
TERPENUHI
-
Objek jelas diketahui
kedua pihak,
TERPENUHI -
Penetapan harga jelas. TERPENUHI -
4. Nilai Pengganti
barang
Terdapat uang atau nilai
pengganti barang yang
disepakati.
TERPENUHI -
Berdasarkan tabel diatas rukun jual beli pada layanan penyedia makanan Mcd/
Mekdi secara umum sudah terpenuhi seperti adanya orang yang berakad/ penjual dan
pembeli (aqidain) ,Sighat (lafadz ijab kabul) dalam jual beli di Mcd/ Mekdi sighat
ditandai dengan tindakan memesan dan oleh konsumen dan pegawai di kasir Mcd/
Mekdi melayani konsumen dengan mencatat makananan yang dipesan konsumen,
lalu adanya objek jual beli dan nilai pengganti barang yakni yang menjadi objek jual
beli adalah makanan dan uang sebagai nilai pengganti barang/makanan.
Pada layanan penyedia makanan restoran Mcd/ Mekdi syarat jual beli secara
umum telah terpenuhi. Termasuk dengan sudah menerapkan sertifikasi halal terhadap
produk makanan yang dijualnya dengan nomor registrasi 00160000630499, dan telah
59
melaksanakan penerapan PP No. 31 tahun 2019.86
sehingga kosumen tidak perlu
khawatir akan kepastian hukum akan kehalalan produk.
Namun, dengan adanya biaya yang muncul pada saat konsumen melakukan
pembayaran seperti pajak restoran dan informasi terkait pajak tersebut kurang jelas
maka jika konsumen merasa tertipu dengan penambahan biaya pajak yang tidak di
informasikan dengan jelas, maka unsur “An Taraddin Minkum” atau kerelaan dan
keridhaan pihak konsumen berpotensi tidak terpenuhi. Maka seharusnya penetapan
harga di sesuaikan dengan biaya-biaya yang akan muncul sehingga, konsumen tidak
merasa tertipu. Sesuai dengan hadits Rasulullah saw. yang melarang jual beli yang
terdapat ketidak jelasan:
وسلهن عي بيع الحصبة وعي بيع الغشس علي صله الله …ه سسى الله
Artinya: “Rasulullah saw. melarang jual beli dengan kerikil dan jual beli yang
mengandung gharar” (H.R. Muslim)
Dan firman Allah yang menjelaskan bahwa jual beli harus berasaskan suka sama suka
atau kerelaan, yakni pada:
كن اى تكىى تجبسةا عي تشاض ه ...اله
Artinya: “...kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara
kamu.” (QS. An-Nisa‟ [4]: 29).
2. HokBen
Pada hokben akad jual beli dilakukan dengan “Bayar dulu baru makan”
konsumen akan melakukan pemesanan sekaligus pembayaran makanan yang akan
dipesan di waktu yang sama.87
Harga pada tiap-tiap makanan sudah tertera pada
papan menu di hokben. Namun, biasanya harga belum termasuk pajak restoran yakni
10% untuk setiap transaksi dan akan muncul pada saat pegawai kasir mentotal biaya
yang harus dibayarkan konsumen.
86
Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2019 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). 87
Wawancara dengan Staff Manager HokBen, Kamal Ramadhan, pada 20 Januari 2020.
60
Tabel 4.5
Jual beli pada layanan penyedia makanan Hokben perspektif fikih muamalah88
No. Rukun Jual Beli Syarat Jual Beli Terpenuhi Belum
Terpenuhi
1. Orang yang berakad
(penjual dan
pembeli)
Berakal, TERPENUHI -
Baligh, TERPENUHI -
Cakap hukum. TERPENUHI -
2. Sighat (Lafadz Ijab
kabul)
Adanya lafadz ijab dan
kabul, ataupun sebuah
tindakan dan isyarat
yang menunjukan
keinginan untuk jual
beli.
TERPENUHI
-
3. Objek Jual Beli Halal (terdapat sertifikasi
halal),
TERPENUHI -
Objek jelas diketahui
kedua pihak,
TERPENUHI -
Penetapan harga jelas. TERPENUHI -
4. Nilai Pengganti
barang
Terdapat uang atau nilai
pengganti barang yang
disepakati.
TERPENUHI -
Berdasarkan tabel di atas rukun jual beli pada layanan penyedia makanan
hokben secara umum sudah terpenuhi seperti adanya orang yang berakad/ penjual dan
pembeli (aqidain) ,Sighat (lafadz ijab kabul) dalam jual beli di HokBen, sighat
ditandai dengan tindakan memesan dan oleh konsumen dan pegawai di HokBen
88
Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu (Jilid 5), (Depok: Gema Insani, 2011), h.28
61
melayani konsumen dengan mengambilkan dan memberikan makananan yang
diinginkan konsumen, lalu adanya objek jual beli dan nilai pengganti barang yakni
yang menjadi objek jual beli adalah makanan dan uang sebagai nilai pengganti
barang/makanan.
Pada layanan penyedia makanan restoran HokBen syarat jual beli secara
umum telah terpenuhi. Termasuk sudah mendapatkan sertifikasi halal terhadap
produk makanan yang dijual dengan nomor registrasi 00160048830908 yang berarti
HokBen telah melaksanakan penerapan jaminan produk halal sesuai PP no. 31 tahun
2019.89
Sehingga konsumen kosumen tidak perlu khawatir akan kepastian hukum
akan kehalalan produk makanan di HokBen.
Namun, dengan adanya biaya yang muncul pada saat konsumen melakukan
pembayaran seperti pajak restoran dan informasi terkait pajak tersebut kurang jelas
maka jika konsumen merasa tertipu dengan penambahan biaya pajak yang tidak di
informasikan dengan jelas, maka unsur “An Taraddin Minkum” atau kerelaan dan
keridhaan pihak konsumen berpotensi tidak terpenuhi. Maka seharusnya penetapan
harga di sesuaikan dengan biaya-biaya yang akan muncul sehingga, konsumen tidak
merasa tertipu. Sesuai dengan hadits Rasulullah saw. yang melarang jual beli yang
terdapat ketidak jelasan:
وسلهن عي بيع الحصبة وعي بيع ا علي صله الله لغشس ه سسى الله …
Artinya: “Rasulullah saw. melarang jual beli dengan kerikil dan jual beli yang
mengandung gharar” (H.R. Muslim)
Dan firman Allah yang menjelaskan bahwa jual beli harus berasaskan suka sama suka
atau kerelaan, yakni pada:
اى تكىى كن اله تجبسةا عي تشاض ه ...
Artinya: “...kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara
kamu.” (QS. An-Nisa‟ [4]: 29).
89
Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2019 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
62
3. Restoran Solaria
Pada Restoran Solaria akad jual beli dilakukan dengan “Bayar dulu baru
makan” konsumen akan melakukan pemesanan sekaligus pembayaran makanan yang
akan dipesan di waktu yang sama.90
Harga pada tiap-tiap makanan sudah tertera pada
buku menu di Restoran Solaria. Namun, biasanya harga belum termasuk pajak
restoran yakni 10% untuk setiap transaksi dan akan muncul pada saat pegawai kasir
mentotal biaya yang harus dibayarkan konsumen.
Tabel 4.6
Jual beli pada layanan penyedia makanan restoran solaria perspektif fikih muamalah91
No. Rukun Jual Beli Syarat Jual Beli Terpenuhi Belum
Terpenuhi
1. Orang yang berakad
(penjual dan
pembeli)
Berakal, TERPENUHI -
Baligh, TERPENUHI -
Cakap hukum. TERPENUHI -
2. Sighat (Lafadz Ijab
kabul)
Adanya lafadz ijab dan
kabul, ataupun sebuah
tindakan dan isyarat
yang menunjukan
keinginan untuk jual
beli.
TERPENUHI
-
3. Objek Jual Beli Halal (terdapat sertifikasi
halal),
TERPENUHI -
Objek jelas diketahui
kedua pihak,
TERPENUHI -
Penetapan harga jelas. TERPENUHI -
90
Wawancara dengan pegawai Solaria, Novia A., pada 20 Januari 2020. 91
Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu (Jilid 5), (Depok: Gema Insani, 2011), h.28.
63
4. Nilai Pengganti
barang
Terdapat uang atau nilai
pengganti barang yang
disepakati.
TERPENUHI
-
Berdasarkan tabel diatas rukun jual beli pada layanan penyedia makanan
Restoran Solaria secara umum sudah terpenuhi seperti adanya orang yang berakad/
penjual dan pembeli (aqidain) ,Sighat (lafadz ijab kabul) dalam jual beli di Restoran
Solaria, sighat ditandai dengan tindakan memesan dan oleh konsumen dan pelayan di
Restoran Solaria melayani konsumen dengan memberikan buku menu untuk
konsumen, lalu adanya objek jual beli dan nilai pengganti barang yakni yang menjadi
objek jual beli adalah makanan dan uang sebagai nilai pengganti barang/makanan.
Pada layanan penyedia makanan Restoran Solaria syarat jual beli secara
umum telah terpenuhi. Termasuk sudah menerapakn sertifikasi kehalalan produk
makanan yang dijual di Restoran Solaria dengan nomor registrasi 00160067111113,
sehingga konsumen tidak perlu khawatir tentang kepastian hukum akan kehalalan
produk makanan di Restoran Solaria. Karena kepastian hukum pada aspek kehalan
produk makanan di solaria transmart Cilandak telah terjamin sesuai dengan PP No.31
tahun 2019.92
Namun, dengan adanya biaya yang muncul pada saat konsumen melakukan
pembayaran seperti pajak restoran dan informasi terkait pajak tersebut kurang jelas
maka jika konsumen merasa tertipu dengan penambahan biaya pajak yang tidak di
informasikan dengan jelas, maka unsur “An Taraddin Minkum” atau kerelaan dan
keridhaan pihak konsumen berpotensi tidak terpenuhi. Maka seharusnya penetapan
harga di sesuaikan dengan biaya-biaya yang akan muncul sehingga, konsumen tidak
merasa tertipu. Sesuai dengan hadits Rasulullah saw. yang melarang jual beli yang
terdapat ketidak jelasan:
92
Peraturan Pemerintah Nomor 31 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
64
وسلهن عي بيع الحصبة وعي بيع الغشس علي صله الله …ه سسى الله
Artinya: “Rasulullah saw. melarang jual beli dengan kerikil dan jual beli yang
mengandung gharar” (H.R. Muslim)
Dan firman Allah yang menjelaskan bahwa jual beli harus berasaskan suka sama suka
atau kerelaan, yakni pada:
كن اى تكىى تجبسةا عي تشاض ه ...اله
Artinya: “...kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara
kamu.” (QS. An-Nisa‟ [4]: 29).
C. Pola Transaksi Jual Beli Pada Layanan Penyedia Makanan Tradisional
dan Modern yang Sesuai Prinsip Syariah
Dilihat dari segi akad dan transaksi yang dilakukan pada beberapa layanan
penyedia makanan tradisional dan modern masih ada layanan penyedia makanan
yang belum memenuhi unsur prinsip “An Taraadin Minkum” yaitu unsur kerelaan
(suka sama suka) diantara kedua belah pihak karena terdapat unsur ketidak jelasan
terhadap penetapan harga karena harga tidak di cantumkan seperti pada Warung
Tegal (Warteg), Rumah Makan Padang, dan Warung Nasi Ampera.
Dalam ekonomi Islam siapapun dibolehkan untuk melakukan bisnis tetapi
harus berada pada koridor yang ditentukan syariat khususnya pada penetapan harga,
dimana sebagai penjual kita dilarang untuk mengambil keuntungan yang berlebihan.
Pada jual beli haruslah saling menguntungkan, artinya tidak ada pihak yang
dirugikan. Tetapi jika terdapat kerugian dibelakang nantinya maka yang demikian itu
menjadi salah satu resiko dalam jual beli. Selama jual beli tersebut tidak
menimbulkan perselisihan ataupun sengketa pada kedua belah pihak maka jual beli
tersebut tetap sah.
Jual beli pada layanan penyedia makanan tradisional seperti Warteg, Rumah
Makan Padang dan Warung Nasi Ampera tidak memberikan penjelasan terkait harga
65
objek jual beli. Namun, tidak lantas mengakibatkan jual beli tersebut menjadi batal,
karena model jual beli ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat („urf) yang sulit untuk
dihindari dan dihilangkan. Sesuatu yang sudah menjadi adat kebiasaan masyarakat,
menjadi boleh asalkan tidak melanggar ketentuan syara‟. Seperti pada kaidah fiqih
yang berbunyi:
وت العبدة هحكه
Artinya: “Adat kebiasaan dapat dijadikan hukum” (Qawaid Fiqhiyyah).
Sehingga masih berada pada koridor dibolehkan syariat. Jual beli dapat
dilakukan dengan memberikan kemudahan kepada pihak pembeli dan pihak penjual
agar terlaksana sebagaimana kesepakatan. Seperti adanya iktikad baik yang dilakukan
kedua belah pihak agar tidak ada pihak yang dirugikan dengan tidak mengandung
unsur menjebak dan peruatan buruk lainnya.
Kemudian pada layanan penyedia makanan Mc Donald‟s, HokBen, Solaria
harga yang ditetapkan belum termasuk biaya pajak dan informasi mengenai pajak
kurang di tonjolkan. Penetapan pajak yang akan ditotalkan baru akan diketahui
pembeli saat melakukan pembayaran, dan terdapat unsur ketidak terbukaan penetapan
harga diawal. Seharusnya informasi mengenai biaya pajak dan biaya lain lebih
ditonjolkan sehingga pembeli mengetahuinya dan unsur kerelaan salah satu pihak
yakni konsumen dapat terpenuhi. Walaupun terdapat ketidak jelasan pada penetapan
harga tidak lantas membuat jual beli tersebut menjadi dilarang, karena tidak
menimbulkan adanya perselisihan atau sengketa.
Jual beli pada layanan penyedia makanan modern yakni Mc Donald‟s,
Hokben, Restoran Solaria, yang menggunakan akad “bayar dulu baru makan” yang
berarti terdapat persetujuan dari kedua belah pihak sehingga kedua belah pihak yang
bertransaksi sepakat atas harga yang tertera,sehingga potensi kerugian dihindari.
66
Juga pada layanan penyedia makanan modern Mc Donald‟s, Hokben,
Restoran Solaria, informasi ojbek jual beli dipaparkan sangat jelas dengan adanya
gambar makanan dan harga makanan. Sehingga konsumen mengetahui mengenai
informasi objek jual beli sebelum melakukan transaksi. Pada Mc Donald‟s, Hokben,
dan Restoran Solaria makanan yang menjadi objek jual beli juga telah menerapkan
sertifikasi halal sebagao kepastian hukum produk maknanan, sehingga konsumen
dapat merasa nyaman dan tidak perlu khawatir akan kehalalan makananan yang akan
dikonsumsi.
Dari pemaparan praktik jual beli layanan peyedia makanan modern. Layanan
penyedia makanan modern yang menggunakan akad “bayar dulu baru makan” telah
sesuai dengan prinsip syariah karena rukun dan syaratnya terpenuhi. Dimana unsur
transparansi, keterbukaan dan kejelasan objek jual beli dipaparkan dengan jelas.
Dari penjelasan mengenai model jual beli pada layanan penyedia makanan
tradisional dan modern, model jual beli yang sesuai dengan prinsip syariah adalah
terpenuhinya rukun dan syarat jual beli. Yakni adanya orang yang berakad „aqidain
(penjual dan pembeli) dan diharapkan merupakan orang yang berakal atau mumayyiz,
adanya pernyataan ijab dan kabul (shigat) yang dapat ditandai dengan pernyataan
yang menunjukan kerelaan dari kedua pihak yang berakad (shigatul „aqd), adanya
barang atau objek jual beli ma‟qud alaih yang jelas, objek harus bernilai dan
bermanfaat, kepemilikan sendiri oleh penjual dan dapat diserah terimakan pada waktu
yang disepakti kedua pihak yang berakad.93
Sehingga, pola transaksi jual beli yang lebih sesuai dengan prinsip syariah
yakni terdapat pada layanan penyedia makanan modern yakni Mc Donald‟s, HokBen
dan Restoran Solaria.
93
Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu (Jilid 5), (Depok: Gema Insani, 2011).
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam hasil penelitian penulis maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pelaksanaan transaksi jual beli makanan di layanan penyedia makanan
tradisional dan modern terbagi menjadi dua pola yaitu “makan dulu baru
bayar” yakni pada Warung Tegal (Warteg) dan Rumah Makan Padang,
lalu dengan pola “bayar dulu baru makan”, yakni pada Warung Nasi
Ampera, Mc Donald‟s, HokBen dan Restoran Solaria.
2. Transaksi jual beli makanan di layanan penyedia makanan tradisional
yakni Warteg, Rumah Makan Padang dan Warung Nasi Ampera belum
sesuai dengan prinsip syariah dikarenakan belum terpenuhinya syarat
objek jual beli menurut prinsip syariah. Transaksi jual beli makanan di
layanan penyedia makanan modern yakni Mc Donald‟s, HokBen dan
Restoran Solaria telah sesuai prinsip syariah dikarenakan rukun dan syarat
jual beli telah terpenuhi. Dan telah melaksanakan penerapan jaminan
produk halal pada Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 mengenai
jaminan produk halal terhadap produk makanan yang di perjual belikan di
Indonesia.
B. Saran
1. Seiring adanya berbagai persoalan yang muncul di tengah kehidupan
masyarakat saat ini, maka perlu dibangun kepedulian dan kesadaran antara
pihak penjual dan pembeli juga lebih memperhatikan hukum-hukum yang
berlaku dimasyarakat dan ketentuan dalam ekonomi syari‟ah.
2. Para penjual layanan penyedia makanan lebih jelas dalam pemaparan
penetapan harga objek jual beli sehingga konsumen mengetahui dan
terhindar dari unsur ketidak jelasan sehingga memunculkan unsur kerelaan
dan kesepakatan akan harga objek jual beli. Pihak penjual juga seharusnya
memberikan perhitungan yang sesuai terhadap biaya tambahan yang harus
dibayarkan pembeli.
3. Kepada pembeli agar lebih berperan aktif terhadap jual beli yang objek
jual belinya belum terdapat ketidak jelasan objek jual beli terutama pad
penetapan harga agar terhindar dari potensi kerugian dan munculnya
kekecewaan apabila penetapan harga diluar ekspektasi. Sehingga tidak ada
pihak yang merasa dirugikan.
4. Sehubungan dengan keterbatasan ilmu dan waktu oleh penulis, untuk
penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut
terkait bagaimana respon dan pandangan masyarakat mengenai jual beli
makanan dengan akad “makan dulu baru bayar” ataupun “bayar dulu baru
makan” yang telah menjadi kebiasaan jual beli makanan masyarakat
sampai saat ini.
68
69
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Asy-Syaukuni, Muhammad Al-Imam, Nail Al-Authar, Mustafa. Jakarta: Asy-Syifa,
1993.
Azzam, Abdul Muhamad Aziz, Fiqh Mu‟amalat, ,Cetakan Pertama. Amzah: Jakarta,
2010.
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemah. Bandung: PT. Cordoba
Internasional Indonesia, 2012.
Fakultas Syariah dan Hukum, Pedoman Penulisan Skripsi, 2017.
Ghazaly, Abdur Rahman, Gufron Ihsan, Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalah, Jakarta:
Prenadamedia Group, 2018.
Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.
Hidayat, Enang, Fiqih Jual Beli, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2015.
Huda, Nurul dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan
Praktis. Jakarta: Kencana, 2010.
Khujah , Izzudin Muhammad, Nazhariyyatu al-aqd fi al fiqh al-islami, (Jeddah:
Dallah al Baraka), 1993.
Kriyantono, Rachmat, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Airlangga, 2006.
Lathif, Ah. Azharuddin, Fiqh Muamalat. Ciputat: UIN Jakarta press, 2005.
Lubis, Suhawardi K., dkk, Hukum Ekonomi Islam, Jakara: Sinar Grafika, 2012.
Mubarok, Jaih dan Hasanuddin, Fikih Mu‟amalah Maliyah Akad Jual Beli. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2017.
Melong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2000.
Qodirun, Ahmad Musyafiq Nur, Bulugul Maram. Jakarta: Pustaka Imani, 2011.
70
Quthb, Sayyid, Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an Jilid II. Jakarta: Gema Insani 2001.
Sa‟id, Abdullah as-Sattar Fatullah, Al Muamalat fi Al Islma, Rabithah al Islami,
Idarah al Kitab al Islami, Mekkah, Saudi Arabia: 1402 H.
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, Jilid 5, Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009.
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, jilid 12, Bandung: PT. Al-Ma‟rif, 2006.
Sahrani, Sohari dan Ru‟fah Abdullah, Fikih Muamalah, Bogor: Ghalia Indonesia,
2011.
Sahroni, Oni dan M. Hasanuddin, Fikih Muamalah (Dinamika teoriakad dan
implementasinya dalam ekonomi syariah). Depok: PT. Rajagrafindo Persada,
2016.
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah Membahas Ekonomi Islam. Jakarta: Raja Graffindo
Persada, 2002.
Supiana dan M.Karman, Materi Pendidikan Agama Islam, Bandung: Rosda Karya,
2004.
Tika, Muhammad Pabundu, Metodologi Riset Bisnis, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Yulastri Asmar, Makalah Pengembangan Rumah Makan Padang dalam Menuju
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Dinas Pariwisata Seni dan
Budaya Sumatra Barat, 2008.
Zuhaili, Wahbah, FIQH ISLAM WA ADILLATUHU (Jilid 5). Depok: Gema Insani,
2011.
Jurnal dan Skripsi
Alfiani,Marissa Rahmalia dkk, “Tinjauan Jual Beli dalam Islam Terhadap
Pelaksanaan Jual Beli Makanan dengan Konsep All You Can Eat di Sha-
Waregna Bandung”, Jurnal Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas
Syariah Universitas Islam Bandung, 2018.
Apipudin, “Konsep Jual Beli Dalam Islam (Analisis Pemikiran Abdu al-Rahman al
Jaziri dalam Kitab al-Fiqh ‟Ala al- Madahib al-Arba‟ah”. Jurnal
ISLAMINOMIC Vol.V No.2, Agustus 2016.
71
Bariroh, Muflihatul, “Transaksi Jual Beli Dropshipping Dalam Perspektif Fiqh
Muamalah”. Jurnal Ahkam: Vol. 4, No.2, November 2016.
Fathoni, Nur, Konsep Jual Beli Dalam Fatwa DSN-MUI, Jurnal IAIN Walisongo
Semarang, 2013.
Fuadi, Fatih, “Dampak Jahalah Terhadap Keabsahan Akad Jual-Beli”. Jurnal
IQTISHODIA Vol.2 No.1, Maret 2017.
Hidayat, Asep Syariffuddin dan Mustolih Siradj, “Sertifikasi Halal Dan Sertifikasi
Non Halal Pada Produk Pangan Industri”, Jurnal Ahkam: Vol.XV, No.2,
2015).
Jaliyah, Ely Nur, “Pandangan Hukum Islam Terhadap Penetapan Jual Beli Di Rumah
Makan Prasmanan Pendowo Limo Jl. Bima Sakti No.37 Sapen Yogyakarta”.
Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2010.
Jamilah, Fauziatul, “Jual Beli Makanan di Rumah Makan tanpa Pencantuman Harga
ditinjau dari Hukum Ekonomi Syariah (Studi pada Rumah Makan Vemas di
Kec. Mataram Baru Kab. Lampung Timur)”. Skripsi S1 Fakultas Syariah
IAIN Raden Intan Lampung, 2017.
Khamdevi, Mohammar dan Iqbal Rasyid Nasution, Studi Karakertistik Arsitektur
Khas Pada Warung Tegal di Jabodetabek, Jurnal Universitas Mercubuana,
2014.
Mufidah, Nur Lailatul, “Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif
Pemanfaatan Food Court oleh Keluarga”, Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Airlangga, 2006.
Oktasari, Lina, “Tinjauan Hukum Islam Tentang Jual Beli Makanan yang Megandung
Zat Berbahaya (Studi Kasus di Pasar Simpang Pematang Kabupaten Mesuji”.
Skripsi S1Fakultas Syari‟ah Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung,
2018.
Rachmawati, Tias Atika, “Analisis Kepuasan Pelanggan Warung Nasi Ampera
Bogor”. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian
Bogor, 2009.
Ramlan, “Sertifikasi Halal Sebagai Penerapan Etika Bisnis Islami Dalam Upaya
Perlindungan Badi Konsumen Muslim”. Jurnal Ahkam: Vol.XIV, No.1, 2014.
72
Setiabudi, Arief, “Pengembangan Ensiklopedi Makanan Tradisional Daerah Istimewa
Yogyakarta”, Skripsi Universitas Sanata Dharma, 2016.
Teratai S.P, Bunga, “Akad Jual Beli Makanan di Rumah Makan Padang Murah
Boyolali ditinjau dari Pendapat Imam Syafi‟i.”, Skripsi S1 Fakultas Syariah
IAIN Surakarta, 2018.
Website
Diakses di www.Wikipedia.co.id/
Diakses di www. hokben.co.id/
Diakses di www. yellowpages.co.id/bisnis/
Diakses di www. dictio.id/
Diakses di www.kelasips.co.id/
Peraturan-Peraturan:
Peraturan Menteri Kesehatan No.329 tahun 1976.
Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2019 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
Wawancara:
Wulan Windi, Karyawan Warteg Subsidi Bahari pada 20 Januari 2020.
Dede, Karyawan Rumah Makan Padang Ampera Saiyo pada 20 Januari 2020.
Aldi, Karyawan Warung Nasi Ampera pada 20 Januari 2020.
Eky, Karyawan Mc Donald‟s pada 20 Januari 2020.
Kamal Ramadhan, Staff Manager HokBen pada 20 Januari 2020.
Novia A, Karyawan Restoran Solaria pada 20 Januari 2020.
73
LAMPIRAN PERTANYAAN WAWANCARA
1. Kapan Layanan Penyedia Makanan ini berdiri?
2. Berapa jumlah karyawan yang bekerja di layanan penyedia makanan ini?
3. Berapa usia rata-rata karyawan yang bekerja di layanan penyedia makanan
ini?
4. Apa saja jenis makanan yang di jual di layanan penyedia makanan ini?
5. Berapa harga menu termurah dan termahal di layanan penyedia makanan ini?
6. Bagaimanakah proses transaksi jual beli makanan di layanan penyedia
makanan ini?
7. Apakah layanan penyedia makanan ini sudah menerapkan sertifikasi halal
pada makanan yang diperjual belikan?
74
Lampiran Dokumentasi wawancara