journal of pharmacy and science vol. 2, no.2, (juli 2017
TRANSCRIPT
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
4
Journal of Pharmacy and Science Jurnal Ilmiah Ilmu Farmasi dan Sains (Kimia Biologi Fisika)
Volume 2 Nomor 2 Juli 2017
Journal of Pharmacy and Science yang diterbitkan sejak 2016 berisi kumpulan artikel
yang telah ditelaah dari hasil penelitian dan studi kepustakaan berbasis pengetahuan
dan terkait dengan bidang farmasi biologi kimia dan kesehatan Artikel berasal dari
penulis yang berafiliasi dengan perguruan tinggi badan penelitian dan pengembangan
lembaga penelitian non-departemen (LPND) atau lembaga lain yang memiliki aktifitas
dalam riset ilmu pengetahuan dan teknologi Setiap naskah yang diterima redaksi
Journal of Pharmacy and Science akan ditelaah oleh penelaah ahli dan anggota redaksi
Journal of Pharmacy and Science terbit 2 kali dalam setahun pada bulan Juli dan
Januari
Alamat Redaksi
AKADEMI FARMASI SURABAYA
Jl Ketintang Madya 81 Surabaya Telp (031) 828 0996
Email pharmasciakfarsurabayaacid
Dicetak dan diterbitkan oleh PENERBIT GRANITI
Perum Kota Baru Driyorejo Jl Granit Kumala 112 Gresik Jatim 61177
Telp 081357827429 email penerbitgranitiyahoocom
Kesalahan penulisan (isi) diluar tanggung jawab percetakan
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
5
DEWAN REDAKSI JURNAL PHARMASCI
Penanggung Jawab Abd Syakur M Pd
Pimpinan Redaksi Prasetyo Handrianto SSi MSi
Ketua Penyunting Ratih Kusuma Wardani SSi MSi
Anggota Penyunting Djamilah Arifiyana SSi MSi
Umarudin SSi MSi
EditorLayout MA Hanny Ferry Fernanda SFarm Apt
Dewi Setiowati AMd
Rosita Dwi Chrisnandari SSi MSi
Rahmad Aji Prasetya SFarm Apt
Nuria Reni SPd MPd
Kesekretariatan Suci Reza Syafira SEI
Penelaah Ahli Dr Sulfahri MSi
(Universitas Hasanudin Makasar)
Dr Agus Muji Santoso MSi
(Universias PGRI Kediri)
Fitriana Ikhtia Rinawati MKes
(Universitas Islam Lamongan)
Anita Purnamayanti MFarm-Klin Apt
(Universitas Surabaya)
Emsal Yanuar MSi
(Universitas Teknologi Sumbawa)
Cicik Herlina Yulianti ST MSi
(Akademi Farmasi Surabaya)
Ilil Maidatuz Zulfa SFarm MSi Apt
(Akademi Farmasi Surabaya)
Vika Ayu Devianti SSi MSi
(Akademi Farmasi Surabaya)
Tamara Gusti Ebtavanny SFarm MFarm Apt
(Akademi Farmasi Surabaya)
Surahmaidah SSi MT
(Akademi Farmasi Surabaya)
Tri Puji Lestari SSi MSi
(Akademi Farmasi Surabaya)
Damaranie Dipahayu SFarm MFarm Apt
(Akademi Farmasi Surabaya)
Galuh Gondo Kusumo SFarm MFarm Apt
(Akademi Farmasi Surabaya)
Intan Kurnia Permatasari SE Ak MA
(Akademi Farmasi Surabaya)
Dra Endang Martiniani SSi MPharm Apt
(RSUD Dr Soetomo Surabaya)
Hilya Nur Imtihani SFarm MFarm Apt
(Akademi Farmasi Surabaya)
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
6
Halaman Kosong
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
7
DAFTAR ISI
Journal of Pharmacy and Science 4
Dewan Redaksi Jurnal Pharmasci 5
Daftar Isi 7
Analisis Efektifitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat
Antihipertensi Golongan Angiotensin Receptor Blockerrsquos (Candersartan Valsartan Kalium Losartan) 9
Ninik Mas Ulfa 9
Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit pada Pasien Demam Berdarah Dengue
(DBD) Di RSU Anwar Medika Periode Februari-Desember 2016 7
Acivrida Mega Charisma 7
Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di Salah Satu Apotek di Surabaya 11
Ilil Maidatuz Zulfa Fitria Dewi Yunitasari 11
Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-
Inflamatory Drug Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi 15
Haris Imrorsquoatul Khusna Damaranie Dipahayu 15
Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat
Kadmium (Cd) 21
Surahmaidah dan Sarwoko Mangkoedihardjo 21
Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di
Pasar DTC Wonokromo Surabaya) 26
Fatma Ariska Trisnawati Cicik Herlina Yulianti Tamara Gusti Ebtavanny 26
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap Staphylococcus aureus 41
Prasetyo Handrianto 41
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
8
Halaman Kosong
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
9
Artikel Penelitian
Analisis Efektifitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien
Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat Antihipertensi Golongan
Angiotensin Receptor Blockerrsquos (Candersartan Valsartan Kalium Losartan)
Ninik Mas Ulfa)
Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya ) Email ninikmuakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat
Faktor penyebab hipertensi adalah faktor gaya hidup faktor genetika dan faktor usia Hipertensi termasuk dalam
penyakit degeneratif dimana terjadi penurunan organ tubuh Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
efektifitas kontrol penurunan teakanan darah dari terapi obat Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan Pada
penelitian ini dilakukan di RS X wilayah Surabaya Selatan dan RS Y wilayah Surabaya Timur Penelitian ini
bersifat retrospektif dengan pengamatan observasioanl Penelitian ini terbagi dalam 3 kelompok terapi dengan
jumlah total populasi adalah 57 pasien Data tekanan darah sistolik-diastolik diamati selama 5 bulan terapi dari
masing-masing kelompok terapi A (Candersartan n = 19) kelompok terapi B (Valsartan n= 19) dan kelompok
terapi C (Kalium Losartan n= 19)Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan tekanan darah sistolik pada kelompok A sebesar 2118 kelompok B = 2420 dan kelompok C = 2251 Penurunan tekanan darah
diastolic pada kelompok A sebesar 1214 kelompok B = 1404 dan kelompok C = 1098 Berdasarkan
hasil analisa statistik diperoleh hasil p = 0967 gt α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna dari
ketiga kelompok terapi tersebut dalam penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik pada pasien hipertensi
Hal ini berarti bahwa efektifitas ketiga obat tersebut dalam kontrol penurunan tekanan darah pada pasien
Hipertensi mempunyai efektifitas yang
Kata Kunci Candersartan Valsartan Kalium Losartan Hipertensi
ABSTRACT
Hypertension is an increase in systolic blood pressure of more than 140 mmHg and diastolic blood pressure of more than 90 mmHg in two measurements with an interval of five minutes in a resting state Factors
causing hypertension are lifestyle factors genetic factors and age factors Hypertension is included in
degenerative diseases where there is a decrease in body organs The purpose of this study was to determine the
effectiveness of blood pressure control of Candersartan Valsartan and Potassium Losartan This research was
conducted in RS X of South Surabaya and RS Y of East Surabaya This study is retrospective with observational
The study was divided into 3 therapeutic groups with a total population of 57 patients Data on systolic-diastolic
blood pressure were observed for 5 months of therapy from each of the therapy groups A (Candersartan n = 19)
therapy group B (Valsartan n = 19) and therapy group C (Potassium Losartan n = 19) That there was a
decrease in systolic blood pressure in group A of 2118 group B = 2420 and group C = 2251 Diastolic
blood pressure decrease in group A was 1214 group B = 1404 and group C = 1098 Based on the
results of statistical analysis obtained results p = 0967gt α = 005 which means there is no significant difference
of the three groups of therapy in the reduction of systolic blood pressure and diastolic in hypertensive patients This means that the effectiveness of the three drugs in the control of blood pressure reduction in hypertensive
patients has the same effectiveness
Key Words Candersartan Valsartan Potasium Losartan Hypertesion
1 PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan gangguan poligenetik
yang dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai
pengaruh lingkungan atau faktor genetic [11]
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah
peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang
waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahattenang Peningkatan tekanan darah yang
berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)
dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal
ginjal) jantung (penyakit jantung
koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak
dideteksi secara dini dan mendapat
pengobatan yang memadai[17] Hasil Riset Kesehatan
Dasar yang dilakukan di Indonesia menunjukkan
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
10
proporsi penyebab kematian tertinggi adalah
Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti penyakit
kardiovaskular (319 ) termasuk hipertensi ( 68)
dan stroke (154) [2] Prevalensi hipertensi lebih
tinggi pada individu usia ge 60 tahun dan usia 40-59
tahun dibandingkan pada usia 18-39 tahun karena
seiring bertambahnya usia terjadi proses degeneratif
organ [17] Selain dari segi usia prevalensi hipertensi
dapat juga diamati dari jenis kelamin dimana pria
berisiko hipertensi 125 kali daripada wanita [14] Hal
ini disebabkan oleh perilaku tidak sehat (merokok
konsumsi alkohol) depresi dan rendahnya status
pekerjaan perasaan kurang nyaman terhadap
pekerjaan dan pengangguran [10] Pada usia 65-74
tahun prevalensi hipertensi justru lebih tinggi pada
wanita (58) karena pada usia tersebut wanita
mengalami menopause yang menyebabkan
penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron
yapng dapat membantu mengatur tekanan darah
Prevalensi hipertensi juga diamati dari berat badan
seseorang di mana diketahui prevalensi hipertensi
pada pasien gemuk yaitu sebesar 112 sedangkan
pada pasien obesitas (Indeks Massa Tubuh gt27)
prevalensi hipertensi lebih tinggi yaitu 147 [10]
The Joint National Community on Preventation
Detection evaluation and treatment of High Blood
Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia
WHO dengan International Society of Hipertention
membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan
darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau
lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau
lebih atau sedang memakai obat antihipertensi
Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko
penyebab terjadinya penyakit jantung dan pembuluh
darah (PJP) khususnya CVA (Cerebrovacular
accident infark atau perdarahan otak) Tekanan
darah (TD) Sistolik dan Diastolik sangat berperan
dalam faktor resiko PJP Regulasi tekanan darah
merupakan peranan yang sangat penting bagi organ
Ginjal Ginjal berperan utama dalam pengaturan TD
melalui sistem Renin-Angiotensin Aldosteron
(RAAS) Enzym yang berperan dalam sistem ini
adalah Renin dan Angiotensin Converting Enzyme
(ACE) Bila volume darah yang mengalir diginjal
berkurang dan TD di glomeruli ginjal menurun maka
ginjal dapat membentuk dan melepaskan Renin
Renin akan menghidrolisis Angiotensinogen yang
dibentuk dalam hati menjadi Angiotensin I (AT I)
AT I oleh enzyme ACE diubah menjadi AT II yang
dapat meningkatkan efek vasokonstriksi dan
menstimulasi sekresi hormone aldosterone yang
emrupakan antidiuretic hormon Akibatnya terjadi
retensi air dan Natrium akibatnya volume darah dan
TD naik melebihi normal[3 12]
Gejala klinik yang sering dialami adalah pusing
pada pagi hari dibagian tengkuk dan kepala
pengukuran tekanan darah selama minimla 3 kali
pengukuran selang 1 minggu selalu terjadi
peningkatan TD sistolik dan TD diastolic melebihi
dari normal sesuai ketentuan JNC 7 dan JNC 8
volume urin berkurang dari normal Faktor resiko
hipertensi jika tidak diobati secara benar atau tidak
terregulasi dengan baik dapat mengakibatkan
kerusakan pada jantung otak ginjal dan mata Pada
jantung dapat mengakibatkan gagal jantung
(decompensasi cordis) dengan rasa sesak dan edema
pada kaki Pada otak mengakibatkan stroke
sedangkan pada ginjal dapat terjadi kerusakan pada
ginjal hingga hemodialisa Pada mata menyebabkan
gangguan pada penglihatan (blurred vision) Untuk
pencegahannya dapat dilakukan yaitu hindari stress
lelah perbaikan gaya hidup menuju sehat dan
hindari rokok asupan garam serta minuman
beralkohol[8312]
Pemberian obat anti hipertensi merupakan terapi
farmakologi obat anti hipertensi dibagi dalam
beberapa penggolongan obat yaitu golongan
Diuretik golongan Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor (ACEI) golongan Angiotensin Reseptor
Blockers (ARB) golongan Beta Blockers dan
golongan Calcium Channel Blockers (CCB) Obat-
obat ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasi
dan harus digunakan untuk mengobati mayoritas
pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan
keuntungan dengan kelas obat ini [11 9] Angiotensin
Reseptor Blockers (ARB) dipilih karena merupakan
obat pilihan pertama pada pengobatan hipertensi
terutama pada pasien hipertensi dengan komplikasi
diabetes tipe II yang dimana fungsi ginjal bekerja
lebih berat sedangkan obat golongan ARB bekerja
dengan memblok aldosteron akibatnya tekanan darah
bisa terkontrol dan aliran darah ke ginjal normal
sehingga tidak memperparah kerja ginjal [11 9]
Mekanisme kerja ARB yaitu menghambat
angiotensin II pada reseptor subtipe 1 dimana jika
tidak dihambat akan menyebabkan vasokontriksi
sehingga tekanan darah naik Angiotensin II pada
Reseptor subtipe 2 tidak dihambat karena reseptor
ini memberi efek vasodilatasi sehingga tekanan
darah turun Pertimbangan rasional pemakaian ARB
ada 3 pertimbangan yaitu ARB bekerja spesifik
menghambat angiotensin berikatan pada reseptor
subtipe I Kedua dengan dihambatnya reseptor
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
11
subtipe 1 sehingga akan meningkatan persentase
angiotensin II untuk berikatan dengan reseptor
subtipe 2 yang akan memberi perlindungan terhadap
organ tubuh Terakhir dalam pembentukan
angiotensin II ada jalur lain ( pathway ) selain
melalui sistem RAAS sehingga sangat baik jika kita
menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptor
subtipe 1 sedangkan ACEI menghambat sintesis
angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan
vasokonstriksi poten[11 9]
2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat observasional cross
section dengan pengambilan data secara retrospektif
pada pengukuran tekanan darah selama periode
penelitian Bahan peneltian yang digunakan adalah
data rekam medis pasien dari Rumah Sakit X di
wilayah Surabaya Selatan periode Desember 2013 ndash
April 2014 dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya
Utara periode Januari 2015 ndash Mei 2015 Perhitungan
jumlah populasi terjangkau menggunakan rumus
Slovin Jumlah populasi pada penelitian ni adalah 57
pasien diagnosa Hipertensi terbagi dalam 3
kelompok terapi yaitu Terapi A adalah Candersartan
(19) terapi B adalah Valsartan (19) Terapi C adalah
Kalium Losartan (19) Aturan pemakaian dan dosis
yang digunakan pada terapi A adalah Candersartan 8
mg 3 kali sehari 1 tablet terapi B adalah Valsartan 80
mg 2 kali sehari 1 tablet dan terapi C adalah Kalium
Losartan 50 mg 1 kali sehari 1 tablet Pada penelitian
ini pasien selain mendapatkan obat antihipertensi
yang diteliti juga mendapatkan obat-obat
antidiabetes tetapi yang diamati pada penelitian ini
hanya obat antihipertensi saja (Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan)
Analisa data pada penelitian ini adalah
penurunan tekanan darah pre dan post selama terapi
Perhitungan penurunan tekanan darah dilakukan baik
pada tekanan darah sistolik pre-post dan tekanan
darah diastolik pre-post dalam 3 kelompok terapi
Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan
statistik One-Way Anova [4]
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh dari
pengukuran tekanan darah pada kelompok terapi A
B dan C dengan lama terapi 5 bulan (selama periode
penelitian) diperoleh data yang terlihat pada tabel
dibawah ini
Tabel 1 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok A (Candersartan)
Tabel 2 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok B (Valsartan)
No Urut
Pasien
Valsartan
SistolikPre Sistolik Post Sistolik ()
1 180 130 50 2778
2 190 150 40 2105
3 170 130 40 2353
4 180 130 50 2778
5 190 140 50 2632
6 170 130 40 2353
7 190 140 50 2632
8 190 130 60 3158
9 200 140 60 3000
10 170 140 30 1765
11 180 130 50 2778
12 150 130 20 1333
13 155 120 35 2258
14 175 130 45 2571
15 170 120 50 2941
16 185 120 65 3514
17 160 130 30 1875
18 170 140 30 1765
19 160 140 20 1250
Jumlah 815 45837
Rerata 4289 2412
No Urut
Pasien
Candesartan
Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()
1 160 130 30 1875
2 165 130 35 2121
3 160 130 30 1875
4 180 140 40 2222
5 170 140 30 1765
6 150 120 30 2000
7 165 140 25 1515
8 170 140 30 1765
9 170 130 40 2353
10 180 130 50 2778
11 190 140 50 2632
12 175 140 35 2000
13 185 140 45 2432
14 170 120 50 2941
15 190 140 50 2632
16 150 120 30 2000
17 150 130 20 1333
18 160 130 30 1875
19 165 130 35 2121
Jumlah 685 40360
Rerata 3605 2118
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
12
Tabel 3 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok C (Kalium Losartan)
No Urut
pasien Kalium Losartan
Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()
1 170 140 30 1765
2 160 130 30 1875
3 190 140 50 2632
4 170 140 30 1765
5 150 120 30 2000
6 170 140 30 1765
7 170 140 30 1765
8 170 130 40 2353
9 180 130 50 2778
10 200 140 60 3000
11 175 130 45 2571
12 185 140 45 2432
13 170 120 50 2941
14 190 140 50 2632
15 150 120 30 2000
16 150 130 20 1333
17 160 130 30 1875
18 170 130 40 2353
19 170 120 50 2941
Jumlah 42775
Rerata 2251
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 2
dan 3 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A
mengalami penurunan tekanan darah sistolik
2118 Kelompok terapi B mengalami penurunan
tekanan darah sistolik 2420 sedangkan kelompok
terapi C mengalami penurunan tekanan darah
sistolik 2251 Hasil penurunan tekanan darah
pada 3 kelompok terapi ini mempunyai nilai
penurunan tekanan darah sistolik yang hampir sama
tetapi kelompok terapi B yaitu kelompok Valsartan
mempunyai nilai penurunan tekanan darah sistolik
lebih tinggi yaitu 2420 atau tekanan darah
menurun 024 kali dari nilai tekanan darah sistolik
pre dibandingkan kelompok Kalium Losartan (022
kali) dan kelompok Candersartan (021 kali)
Tabel 4 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok A (Candersartan)
No Urut
Pasien
Candesartan
Diastolik
Pre
Diastolik
Post
Diastolik ()
1 95 80 15 1579
2 95 80 15 1579
3 100 80 20 2000
4 100 80 20 2000
5 100 85 15 1500
6 90 80 10 1111
7 90 80 10 1111
8 90 80 10 1111
9 95 80 15 1579
10 100 80 20 2000
11 100 85 15 1500
12 90 80 10 1111
13 90 85 5 556
14 90 80 10 1111
15 100 90 10 1000
16 90 80 10 1111
17 90 90 0 000
18 90 90 0 000
19 90 80 10 1111
Jumlah 220 23070
Rerata 1157 1214
Tabel 5 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok B (Valsartan)
No urut
Pasien
Valsartan
Diastolik
Pre
Diastolik
Post
Diastolik ()
1 100 90 10 1000
2 100 90 10 1000
3 95 80 15 1579
4 100 80 20 2000
5 100 80 20 2000
6 95 80 15 1579
7 95 80 15 1579
8 100 85 15 1500
9 100 90 10 1000
10 95 80 15 1579
11 95 80 15 1579
12 90 80 10 1111
13 90 80 10 1111
14 85 85 0 000
15 90 80 10 1111
16 90 80 10 1111
17 100 80 20 2000
18 100 80 20 2000
19 98 80 18 1837
Jumlah 240 26676
Rerata 1263 1404
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
13
Tabel 6 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok C (Kalium Losartan)
No Urut
Pasien
Kalium Losartan
Diastolik
pre Diastolik
post Diastolik ()
1 95 80 15 1579
2 90 80 10 1111
3 100 90 10 1000
4 100 90 10 1000
5 90 80 10 1111
6 85 80 5 588
7 90 80 10 1111
8 90 80 10 1111
9 95 80 15 1579
10 100 85 15 1500
11 90 80 10 1111
12 90 85 5 556
13 90 80 10 1111
14 100 90 10 1000
15 90 80 10 1111
16 90 85 5 556
17 90 80 10 1111
18 90 80 10 1111
19 100 85 15 1500
Jumlah 20857
Rerata 1098
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 5 dan
6 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A
mengalami penurunan tekanan darah diastolik
sebesar 1214 Kelompok terapi B mengalami
penurunan teakanan darah diastolik sebesar 1404
sedangkan kelompok terapi C mengalami penurunan
tekanan darah diastolik sebesar 1098 Hasil
penurunan tekanan darah pada 3 kelompok terapi ini
mempunyai nilai penurunan tekanan darah diastolik
yang hampir sama tetapi kelompok terapi B yaitu
kelompok Valsartan mempunyai nilai penurunan
tekanan darah diastolik lebih tinggi yaitu 1404
atau tekanan darah diastolik menurun 014 kali dari
nilai tekanan darah diastolik pre dibandingkan
kelompok B terapi Candersartan tekanan darah
diastolik hanya menurun 1214 (012 kali) dan
kelompok C terapi Kalium Losartan tekanan darah
diastolik menurun 1098 (011 kali)
Hasil dari pengukuran tekanan darah sistolik
dan diastolik pre-post dari ketiga kelompok terapi
obat antihipertensi golongan ARBrsquos tersebut
(Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan)
selanjutnya dilakukan analisis statistik
menggunakan uji two-way-anova
Berdasarkan hasil Analisa statistik untuk-
pengukuran homogenitas data diperoleh hasil bahwa
data terdistribusi homogen dengan p = 0000 lt α =
0005 Untuk hasil satistik terapi A (Candersartan)
terapi B (Valsartan) dan terapi C (Kalium Losartan)
terhadap pengukuran nilai Tekanan darah pre dan
post sistolik maupun diastolik diperoleh p = 0967 gt
α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang
bermakna dari ketiga kelompok terapi tersebut dalam
penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik
pada pasien hipertensi Hal ini berarti bahwa
efektifitas ketiga obat tersebut yaitu Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan dalam kontrol
penurunan tekanan darah pada pasien Hipertensi
mempunyai efektifitas yang sama Hasil Analisa
statistik dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini
Tabel 7 Hasil Analisa Statistik Kelompok Terapi A B
dan C dalam Perbandingan Penurunan Nilai
Tekanan Darah Pasien Hipertensi
Berdasarkan data dan Analisa statistik diatas ketiga
kelompok terapi tersebut menunjukkan penurunanan
tekanan darah sistolik maupun tekanan darah
diastolik selama periode penelitian berlangsung yaitu
selama 5 bulan pengobatan Candersartan Valsartan
dan Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi
golongan ARBrsquos yang mempunyai mekanisme kerja
pada Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)
yaitu menghambat selektif reseptor AT1 sehingga
terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak
terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron
dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus
efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air
akan menurun tekanan darah menjadi turun [13]
Untuk lebih jelasnya mekanisme kerja golongan
ARBrsquos dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Gambar 1 Mekanisme Kerja Obat Antihipertensi
Golongan ARBrsquos [13]
Source Type III Sum of Squares
df Mean
Square F Sig
Model 917562a 21 43693 61764 000 TD 098 2 049 070 933 NILAI 5562 17 327 462 967
Error 146438 207 707 Total 1064000 228
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
14
4 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pada pasien
hipertensi di Rumah Sakit X wilayah Surabaya
Selatan dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya
Utara yang terbagi dalam 3 kelompok terapi
pengobatan antihipertensi yaitu Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan menunjukkan bahwa
ketiga obat tersebut setelah dilakukan analisa
statistik mempunyai efektifiktas yang sama dalam
mengontrol penurunan tekanan darah pasien
hipertensi yaitu penurunan pada tekanan darah
sistolik dan diastolik Candersartan Valsartan dan
Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi
dengan golongan yang sama yaitu golongan
Angiotensin Receptor blockerrsquos dengan mekanisme
kerja menghambat selektif reseptor AT1 sehingga
terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak
terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron
dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus
efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan
air akan menurun dan tekanan darah menjadi turun [913]
DAFTAR PUSTAKA
1 Depkes ( 2006) Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Hipertensi Jakarta Departemen Kesehatan RI
2 Depkes (2007) Hipertensi Penyebab Utama Penyakit
Jantunghttp202155544indexphpoption=n
ewsamptask=viewarticleampsid=2621ampitemid =2(2 Januari 2015)
3 Dipiro JT Talbert RL Yee GC Matzke GR Wells BG Posey LM (2008) Hypertension in Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approach 7th edition Mc Grow-Hill Companies inc
4 Hidayat AAzis (2011) Metode Penelitian
Kesehatan Paradima Kuantitatif Edisi ke-2 Penerbit Healthy Books Publishing Surabaya
5 IkawatiZ JumianiS dan PutuIDPS (2008) Kajian
Keamanan Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DrSardjito Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 30mdash40
6 Joint National Committee (2003) The Seventh Report
of Joint National Committee on Prevention
Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
7 Kemenkes (2014) Pusat Data dan Info Kementerian Kesehatan Hipertensi Kemenkes Jakarta Selatan
8 Katzung Bertram G (2011) Farmakologi Dasar amp
Klinik Ed10 Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC
9 Nixon RM Muller E Lowy A Falvey H (2009)
Valsartan vs orther Angiotensin II Blockerrsquos
in the treatment of hypertension a meta-analytical approach The Internatinonal Journal of Clinical Practice 63 5 p 766 ndash 755 Blackwell Publishing doi 101111j1742-1241200902028x
10 Rahajeng Ekowati dan Sulistyowati Tuminah (2009)
Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Jakarta Majalah Kedokteran Indonesia 59 (12) p580-587
11Saseen JJ dan Maclaughlin EJ (2008) Hypertensionin Pharmacoterapy Handbook
7th ed New York The McGraw-Hill Companies Inc
12 Tjay Tan Hoan amp Kirana Rahardja (2007) Obat-
Obat Penting kasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya Ed 6 Jakarta PT Gramedia
13 Wuryaningsih Lucia (2010) Aksi Obat Basis Farmakologi Klinis 2 Surabaya Sandira
14 WHORegional Office for South- East
AsiaDepartment of Sustainable Development and Healthy Environments Non Communicable Disease Hypertension [internet]c (2011) [cited 2015 Januari 2] Available fromhttpwwwsearowhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
15
Artikel Penelitian
Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit
pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika
Periode Februari-Desember 2016
Acivrida Mega Charisma1)
1STIKES RS Anwar Medika
)Email acievridagmailcom
ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD
Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun
pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini
meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD
Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode
Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan
laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien
DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit
(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3
sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai
hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-
6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki
lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi
tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa
gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit
(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia
menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak
Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit
ABSTRACT
DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of
DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of
immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will
increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of
examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted
on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken
from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value
and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had
decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is
57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit
values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values
hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the
age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study
concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an
increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women
and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children
Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
16
1 PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di
Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian
Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan
dapat menyebabkan kematian karena penanganan
yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World
Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa
Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk
Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan
kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya
Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009
WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara
dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di
Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk
dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per
100000 penduduk)[3]
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan
DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun
2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000
penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014
yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]
Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada
pasien DBD merupakan bagian penting yang
menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan
diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan
penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu
adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai
hematokrit[5]
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia
dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran
jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada
penderita demam berdarah dengue
2 TINJAUAN PUSTAKA
Patofisiologi utama pada DBD yaitu
peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis
yang abnormalPermeabilitas vaskular yang
meningkat mengakibatkan kebocoran plasma
hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat
menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi
perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan
gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]
Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan
dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap
Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)
karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan
volume plasma darah misalnya pada kasus DBD
Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun
(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau
peningkatan kadar plasma darah seperti pada
anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang
berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki
nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam
sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi
trombositopenia akibat munculnya antibodi
terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi
yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini
pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah
trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan
acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue
primer atau sekunder[10]
Parameter laboratorium dalam menegakkan
diagnosis DBD adalah trombositopenia dan
hemokonsentrasi[10]
3 METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah analitik retrospektif
populasi penelitian adalah seluruh rekam medik
pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian
Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil
dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah
catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang
dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil
pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan
jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien
DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien
DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien
DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat
mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang
memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti
AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit
koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit
dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung
dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin
Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan
dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data
variabel memasukkan data dalam program SPSS
(Statistical Program for Social Science) serta
pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data
tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data
terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada
analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel
dengan menggunakan rumus Spearma
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
17
4 HASIL
Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik n
() meanplusmnSD
Jenis Kelamin
Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)
Rentang Usia (tahun)
95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)
12 - 17 43 (235)
18 ndash 20 15 (82)
Ket n = frekuensi
Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek
adalah laki-laki Lebih dari separuh responden
termasuk kelompok Usia anak-anak
Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD
Jumlah Trombosit n
(selmm3) ()
lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)
gt450000 0
Total 183 (100)
Ket n=frekuensi
Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar
sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal
Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD
Nilai Hematokrit n
() ()
Laki-laki Dewasa
lt40 2 (11)
40-48 12 (66)
gt48 4 (22)
Perempuan dewasa
lt37 7 (38)
37-43 3 (16)
gt43 2 (11)
Anak-anak lt= 15 tahun
- lt 33 34 (186)
33 - 38 52 (284)
gt38 67 (366)
183
Total (100)
Ket n = frekuensi
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal
5 PEMBAHASAN
Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan
usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun
dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia
terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain
itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD
terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun
dengan persentase 453 dan frekuensi terendah
adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan
persentase 82
Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan
dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun
2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi
penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan
dewasa muda[12]
Usia merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus
dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba
yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan
yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa
kebocoran plasma[13]
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin
didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih
banyak daripada perempuan dengan persentase
596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut
serupa dengan peneelitian lainnya yang
memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih
banyak dibandingkan perempuan seperti yang
dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang
menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih
banyak dari pada perempuan dengan persentase 60
laki-laki dan 40 perempuan[14]
Jumlah Trombosit Penderita DBD
Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah
trombosit di bawah normal (trombositopenia)
Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar
987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah
sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar
195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat
pada penelitian ini adalah 57000 selmm3
Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan
dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140
penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000
sel mm3[15]
Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun
2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan
perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit
antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya
disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif
dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
18
Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit
untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan
untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun
hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai
p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat
korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-
laki dan perempuan
Nilai Hematokrit Penderita DBD
Dari hasil penelitian 399 penderita DBD
yang mengalami hemokonsentrasi dan 235
penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang
mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366
Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan
tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit
pada penelitian ini adalah 377
Menurut WHO parameter laboratorium dalam
menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai
hematokrit serta trombositopenia Sementara itu
penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua
penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian
oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa
hanya 16 penderita DBD yang mengalami
peningkatan nilai hematokrit[17]
Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang
memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan
didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma
sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya
peningkatan nilai hematokrit saja namun juga
penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat
terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis
Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya
data rekam medis tentang terapi atau pengobatan
yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit
Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian
di India tentang parameter diagnosis DBD dalam
hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai
hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar
363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan
sensitifitas[18]
AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi
DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat
menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit
pada pasien DBD penting melakukan pemisahan
pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan
jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai
normal hematokrit
Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak
usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518
rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada
wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal
138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan
simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15
tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal
68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072
6 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa
1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai
hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan
nilai hematrokit (hemokonsentrasi)
2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD
menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki
lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan
perempuan sedangkan menurut golongan usia
menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling
rentan terhadap infeksi DBD
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat
disampaikan beberapa saran sebagai berikut
penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka
kematian pasien DBD dengan penambahan variabel
penelitian
DAFTAR PUSTAKA
1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward
(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap
jumlah trombosit pada penderita demam
berdarah
2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia
3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and
laboratory guidelines for dengue fever and
dengue haemorrhagic feverdengue shock
syndrome for health care providers Journal of
Pan American Health Organization 1-10
4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)
How to reduce your risk of dengue infection
[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia
dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue
5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test
and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-
Elseviar
6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil
Kesehatan Kabupaten Sidoarjo
7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN
Gupta P Dewan DK (2001) Hematological
observations as diagnostic markers in dengue
hemorrhagic fever-a reappraisal Indian
Pediatrics Journal 38 477-81
8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between
platelet count and hematocrit JACC Journals
39(6)1072-17
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
19
9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji
hematologi pasien terduga demam berdarah
dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal
of Clinical Pathology and Medical Laboratory
17(3) 139ndash42
10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ
Gent M (2011) Sex related differences in
platelet aggregation influence of the hematocrit
Blood Journal of American Society Hematology
56(1) 38-41
11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia
tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue 21-14
12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit
sebagai indikato dan sekunder Jurnal
Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6
13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]
(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL
HYPERLINK
httpwwwemedicinemedscapecom
14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta
ECG
15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah
dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5
Jakarta Interna Publishing
16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah
dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari
HI editor (penyunting) Demam Berdarah
Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam
berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI
editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue
Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil
pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara
Books
19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar
hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash
IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya
syok pada pasien demam berdarah dengue
(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11
20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi
penularan pencegahan amp pemberantasannya
Edisi ke-2 Jakarta Erlangga
21 World Health Organisation (2009) Dengue
hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23
April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK
http wwwwhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
20
Artikel Penelitian
Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di
Salah Satu Apotek di Surabaya
Ilil Maidatuz Zulfa1)
Fitria Dewi Yunitasari1
1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi
Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi
bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola
peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang
diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di
salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini
Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu
Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO
kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan
densitas penggunaan antibiotik
Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi
ABSTRACT
Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most
of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that
the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead
to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics
prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)
ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients
was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was
Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)
The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092
mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD
ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000
mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more
likely reflect the density of antibiotic usage
Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections
1 PENDAHULUAN
Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik
sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan
infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada
penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi
pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan
periodontal dapat ditangani dengan baik dengan
operasi dan higienisitas sehingga indikasi
penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi
sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan
dan penggunaan antibiotik yang irasional akan
berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek
merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]
World Health Organization (WHO) telah
menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat
yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical
(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD
diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu
obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien
dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter
pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed
Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis
rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
21
harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat
digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan
antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama
seperti apotek maupun rumah sakit [7]
2 METODE PENELITIAN
21 Jenis dan Kriteria Penelitian
Kajian observasional retrospektif tentang
penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross
sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien
dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi
spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di
Surabaya Jawa Timur
22 Analisis Data
Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan
lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan
Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD
(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan
Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai
PDD
Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio
PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem
ATCDDD
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
31 Distribusi Pasien
Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan
antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama
2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien
terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah
3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien
perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki
adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien
menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak
diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)
32 Distribusi Peresepan Antibiotik
Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk
infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan
rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian
antibiotik dalam penelitian ini adalah selama
512+083 hari
Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan
Usia
Jumlah
Pasien
Persentase
()
Jenis Kelamin
Perempuan Laki-laki
72 64
5294 4706
Total 136 10000
Usia (tahun)
Dewasa Muda (18-40)
Dewasa (41-65)
75
61
5515
4485
Total 136 10000
Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam
penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam
yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam
Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan
Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol
yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan
Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi
gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al
menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis
antara Penisilin V Amoksisilin atau
Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu
infeksi gigi Pilihan antibiotik yang
direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat
digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]
Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik
lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam
infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin
Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme
kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat
diberikan dengan perhatian pada pasien yang
menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin
dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan
Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan
Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan
memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga
tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain
antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan
antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam
infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang
membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan
penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi
Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk
infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar
terapi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
22
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
33 PDD Rata-rata Antibiotik
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100) (Tabel3)
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
DDD berdasarkan index ATCDDD WHO
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100)
Jenis Antibiotik Kekuatan
(mg)
Jumlah
Peresepan
()
Lama Pemberian
(hari)
Terpendek Terpanjang Rata-rata
Penisilin -Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
500 mg
500125 mg
70 (5072)
5 (362)
200 300
500 500
386 380
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
150 mg 300 mg 500 mg
14 (1015) 26 (1884)
8 (580)
200 200 333
500 750 500
389 657 433
Nitroimidazol Metronidazol
250 mg 500 mg
1 (073) 6 (434)
-
200
500 500
500 362
Makrolida
Eritromisin
500 mg
2 (145)
300
500
400
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
500 mg 500 mg
2 (145) 2 (145)
500
-
700 500
600 500
Sefalosporin Sefadroksil
500 mg
2 (145)
500
600
550
Total 138 (10000)
Jenis Antibiotik Kode
ATC
PDD (mgpasienhari)
DDD
(mgpasienhari)
Rasio
PDDDDD
Penisilin-Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
J01CA04
J01CR02
150925
136842
100000
100000
159
137
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
J01FF01 J01FF02
83521 150000
120000 180000
070 083
Nitroimidazol Metronidazol
P01AB01
125329
200000
063
Makrolida Eritromisin
J01FA01
150000
100000
150
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
J01MA12 J01MA01
50000 50000
50000
100000
100 050
Sefalosporin Sefadroksil
J01DB05
100000
200000
050
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
23
4 KESIMPULAN
Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien dalam penelitian ini adalah 102+012
antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian
antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang
paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu
sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik
dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali
Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat
Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD
tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator
penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter
yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan
keterpaparan pasien terhadap antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of
antimicrobial utilization in indoor ward of
surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727
2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)
Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306
3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation
between Defined Daily Doses (DDD) and
Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis
of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418
4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K
Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)
Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic
isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8
5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press
6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of
Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53
7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily
doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591
8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of
antibiotic prophylaxis in dental practice-
Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754
9 World Health Organization (WHO) (2003)
Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization
10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme
(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental
Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland
Amoksisilin Amoksisilin+A
sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil
WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000
PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000
0
500
1000
1500
2000
2500
mg
pasi
en
hari
Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
24
Artikel Penelitian
Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu
2)
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email ddipahayugmailcom
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi
(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian
kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara
variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi
yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh
dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan
swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji
statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp
sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95
Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2
ABSTRACT
This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective
COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of
sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and
rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the
sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with
statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have
significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages
showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2
in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of
this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents
have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a
significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95
Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And
COX
1PENDAHULUAN
Pengertian nyeri menurut International
Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu
perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman
yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan
aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di
bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap
stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri
dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat
luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)
Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50
masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang
dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp
Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas
Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug
Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
25
mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi
permasalahan umum pada kesehatan masyarakat
yang dapat diatasi dengan menggunakan obat
analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya
dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik
perifer yang penggunaannya berdasarkan skala
nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat
digunakan obat oral analgesik perifer misalnya
golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug
(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu
golongan obat yang bekerja dengan cara memblok
kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan
COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin
yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi
dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa
digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi
dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan
resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk
COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan
enzim yang penting untuk pembentukan
prostaglandin dalam melindungi saluran cerna
trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah
enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi
prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam
peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat
memberikan efek merugikan bagi lambung karena
adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang
menggunakan NSAID sehingga dilakukan
pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan
sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp
Gilman 2010)
Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik
NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka
waktu yang lama secara terus menerus seringkali
menimbulkan efek samping beberapa diantaranya
yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran
pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat
untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan
intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah
swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk
mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak
dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing
batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif
yang diambil masyarakat untuk meningkatkan
keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)
Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh
pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk
mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan
yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter
Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan
kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan
swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai
dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya
(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila
dilakukan secara tepat akan sangat membantu
masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter
Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan
obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi
Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu
yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko
efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006
Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang
jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi
lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga
kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut
untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada
pasien sehingga pasien dapat terhindar dari
penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan
obat yang salah (drug misuse) Masyarakat
cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu
zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan
pengetahuan masyarakat tentang informasi
penggunaan obat tersebut merupakan penyebab
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)
dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)
Pengetahuan merupakan hal penting yang
dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan
swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo
2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka
penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan
obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel
yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien
swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat
oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis
kefarmasian dalam melakukan pelayanan
swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien
yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa
1 METODE
Instrumen penelitian
Bahan dan sumber data dalam penelitian ini
adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur
kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada
pasien diluar responden penelitian Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan alat ukur
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
26
kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti
Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok
pertanyaan yaitu identitasresponden data
pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi
Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan
informasi dengan menyampaikan sejumlah
pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula
oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner
berbentuk Close Ended Question yang berisi 10
pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan
mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan
dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang
didapatkan
Prosedur Pelaksanaan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif observasional dengan pengumpulan data
secara prospektif melalui pendekatan cross sectional
dimana data yang menyangkut variabel terikat
dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan
(Notoatmodjo 2012)
Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa
Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian
dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016
Pengambilan sampel secara accidental dilakukan
dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau
tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks
penelitian(Notoatmodjo 2012)
Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan
rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan
10 Berdasarkan perhitungan diperoleh
jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria
inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-
laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan
keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan
membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian
dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk
mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf
Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa
dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan
rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p
(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid
sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji
reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang
diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari
syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel
sehingga dapat digunakan dalam penelitian
Analisis data
Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban
yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai
dengan metode penilaian kuesioner Setelah data
yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan
dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi
3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku
rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan
tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner
memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak
rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria
kerasionalan obat
Dilakukan pengolahan data yang sudah
terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu
analisis deskriptif untuk menggambarkan
karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel
yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan
diagram batang selanjutnya dilakukan analisis
statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp
Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan
atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan
masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor
sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat
pendidikan dan status pekerjaan)terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95
2 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien
terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah
perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan
rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien
(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas
(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status
pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien
(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar
4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku
swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong
rasional 7570
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan
Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720
Sedang ( 60-80 ) 27 3860
Buruk ( lt 60 ) 10 1425
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
27
Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat
pengetahuan responden tentang swamedikasi dan
obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak
Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori
baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan
sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27
pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak
10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien
keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tingkat pengetahuan responden tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup
dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat
rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam
tabel 2
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas
Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Perilaku Rasional 53 7570
Tidak rasional 17 2430
Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien
(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang
dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien
(2430)
Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang
obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku
konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak
rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat
tentang obat dan penggunaannya merupakan
penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam
swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan
tersebut juga menyebabkan rentannya pasien
mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat
sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang
tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian
informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)
Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan
aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan
pemborosan waktu dan pemborosan biaya
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif
COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat
pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-
sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1
diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap
perilaku swamedikasi yang rasional terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi
di Apotek Latansa Sidoarjo)
Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien
Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam
Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan
rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa
semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang
mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional
pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan
Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa
pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap
perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional
Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk
perilaku kesehatan yang pembentukannya
dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern
Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah
satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan
mengenai penggunaan obat yang mencukupi
dapatmembantu pasien untuk mendapatkan
pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional
serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan
dalam menggunakan obat
Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan
terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau
jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang
rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang
sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan
hal penting dalam swamedikasi pengetahuan
tersebut antara lain tentang mengenali gejala
penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari
penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket
dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan
efek samping yang ada (Depkes 2008)
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan
pasien dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
28
Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat
Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2
Dalam Swamedikasi
Tingkat
Pengetahuan Keterangan
Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0421gt 0050 Ho Diterima
Tingkat
Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak
Status
Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan
antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan
dengan tingkat pengetahuan pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap
tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor
tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan
pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)
Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat
pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula
pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan
menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan
kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi
termasuk informasi mengenai kesehatan
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang
menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih
banyak yang melakukan swamedikasi secara
rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya
tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak
membaca label pada kemasan obat sebelum
mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam
penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat
pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman
tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin membuat seseorang
lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan
obat
Hasil uji analisis statistik Chi Square
pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas
pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat
pada Tabel 5
Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon
Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak
Tingkat
Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima
Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara
jenis kelamin tingkat pendidikan dan status
pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan
pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)
Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan
tingkat pengetahuan pasien)
Usia menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia
mempengaruhi pemilihan obat pada pasien
Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang
tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan
obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan
fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi
penyakit yang menyebabkan rentan mengalami
masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan
dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk
2008)
4KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien
memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan
swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis
statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat
pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas
pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi
Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan
menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat
pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
29
pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor
sosiodemografi usia
1 SARAN
Disarankan untuk menunjang terlaksananya
pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya
dibuat poster atau brosur yang berisi informasi
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang
benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga
bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk
memberikan arahan dan edukasi kepada pasien
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi
untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang
rasional
2 DAFTAR PUSTAKA
1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas
terbatas Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Keputusan Menteri Kesehatan RI No
189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan
Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008
Materi pelatihan peningkatan pengetahuan
dan keterampilan memilih obat bagi tenaga
kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)
Jakarta Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan
Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada
Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun
2003Tesis
5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi
dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC
6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC
7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008
Perilaku pengobatan sendiri yang rasional
pada masyarakat Kecamatan Depok dan
Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah
Farmasi Indonesia 19(1) 32-40
8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian
kesehatan Jakarta Rineka Cipta
9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran
Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di
Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah
Ilmu Kefarmasian 1 102-115
10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola
Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara
Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di
Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan
11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh
penyuluhan obat menggunakan leaflet
terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga
kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219
12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat
yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan
sendiri keluhan demam sakit kepala batuk
dan flu (hasil analisis lanjut data Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001
Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69
13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007
Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-
Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan
Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi
hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
14 World health organization 2000 Guidlines for the
regulatory assesment of medical products for
use in self-medication Geneva World Health
Organization
15 World Self-Medication Industry (nd) About self
medication Februari 2 2012
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
30
Artikel Penelitian
Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam
Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)
Surahmaidah1)
dan Sarwoko Mangkoedihardjo2
1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
) Email fahida1619gmailcom
ABSTRAK
Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di
sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut
Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman
(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang
umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan
dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh
Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai
persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan
tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan
Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang
diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam
mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125
Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi
ABSTRACT
The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them
is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to
remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual
plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants
and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd
contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This
experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25
ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on
Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the
percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to
accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125
Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation
1 PENDAHULUAN
Logam berat merupakan sumber pencemar
lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat
toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]
Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya
disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan
limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]
Secara alamiah tanah mengandung logam berat
dan sebagian logam berat tersebut berperan penting
dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn
dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila
jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas
pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan
logam berat yang sangat toksik dan merupakan
pencemar utama dalam lingkungan dan sangat
beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel
and Kirkby 1987)
Salah satu logam berat toksik yang mencemari
tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd
mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun
Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem
tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan
logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah
masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]
Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih
perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa
mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida
bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd
digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
31
(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd
bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan
sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat
keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-
Cd pada baterai serta industri tekstil [2]
Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga
untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang
tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik
kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan
relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif
bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang
tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan
tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik
pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan
tumbuhan untuk menyerap mendegradasi
mentransformasi dan mengimobilisasi bahan
pencemar baik itu logam berat maupun senyawa
organik Metode ini mudah diaplikasikan murah
efisien dan ramah lingkungan [12]
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)
Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah
didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada
berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak
pagar umumnya digunakan sebagai tanaman
pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan
sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)
tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik
dalam menyerap logam nikel (Ni)
Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar
Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan
tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)
dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman
jarak pagar
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam
berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap
tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai
persentase reduksi tanah yang tercemar Cd
2 METODE PENELITIAN
21 Waktu Penelitian
Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2
bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan
jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses
remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar
dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair
Surabaya
22 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag
dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm
penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik
dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar
tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan
namun tetap mendapatkan sinar matahari dan
sirkulasi oksigen
Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan
dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm
dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar
(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah
daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam
nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades
23 Tahap-tahap Penelitian
231 Sampel Tanaman Jarak Pagar
Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk
mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh
dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar
pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor
dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor
untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman
tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali
pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah
232 Aklimatisasi Tanaman
Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman
jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman
tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman
yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu
dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat
dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk
diujikan
233 Pemberian Variasi Konsentrasi
Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd
terhadap media tanah taman yang berisi tanaman
jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan
adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm
Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
32
masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan
dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan
234 Parameter Uji
Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas
daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran
reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan
tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam
tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir
pengamatan)
3 PEMBAHASAN
31 Tahap Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur
penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya
tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir
percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak
pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna
hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan
untuk kemudian ditanam pada media tanah taman
yang mengandung Cd yang telah ditentukan
konsentrasinya
32 Analisis Parameter
321 Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman
yang sering digunakan sebagai indikator
pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1
didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15
ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman
dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm
Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non
esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk
meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon
pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat
pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya
sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan
322 Luas Daun
Luas daun digunakan sebagai parameter
pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk
menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti
pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7
luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574
cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami
penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027
cm2
Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan
Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd
pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi
tanaman dan mampu merusak kloroplas daun
sehingga luas daun mengalami penurunan Cd
berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan
nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka
klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit
Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil
fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi
penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang
tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun
Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman
Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm
Hari ke-0 21 21 24 21 21 22
Hari ke-7 211 21 241 212 213 221
Hari ke-14 213 211 243 212 213 223
Hari ke-21 213 211 243 212 213 223
Hari ke-28 214 211 245 215 215 224
Hari ke-35 215 211 246 216 216 225
Hari ke-42 215 211 247 217 217 225
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
33
Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd
Kode
Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)
hari
ke-0
hari
ke-7
hari
ke-14
hari
ke-21
hari
ke-28
hari
ke-35
hari
ke-42
5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673
15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176
25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341
35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118
45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253
323 Morfologi Daun
Selain penurunan luas daun Cd juga
menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi
tanaman yang diekspresikan dalam gangguan
pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis
(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun
yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis
(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan
daun yang tidak normal [10]
Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi
akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada
Gambar 3
Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak
Pagar
Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti
(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan
mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat
pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja
enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan
pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat
mengakibatkan kematian tanaman
324 Reduksi Cd dalam Tanah
Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap
2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-
28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar
rhizosfer tanaman
Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)
Cd hari
ke-0
hari
ke-14
hari
ke-28
Reduksi
(a)
Reduksi
(b)
5 ppm 6031 1067 073 82308 87896
15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178
25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517
35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796
45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509
Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk
monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak
sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui
kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi
tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh
(2005)
Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada
hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak
digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah
yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di
daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah
tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur
penelitian Ghosh and Singh (2005)
Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah
sebagai berikut
reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)
Kons Cd1
reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)
Kons Cd1
325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar
Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak
pagar dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
34
Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar
Cd Konsentrasi Cd
Pada Tanah
(Hari ke-42)
Pada
Tanaman
Akumulasi
5 ppm 1693 1236 7301
15 ppm 4799 6038 12582
25 ppm 9028 7939 8794
35 ppm 15128 7022 4642
45 ppm 14567 7929 5443
Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih
besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system
tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat
meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap
Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa
akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat
pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm
dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase
akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada
konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi
Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih
rendah
4 KESIMPULAN
1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh
terhadap tinggi tanaman dan luas daun
2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai
kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar
logam berat Cd
3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam
berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91
4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman
jarak pagar yaitu sebesar 46-125
DAFTAR PUSTAKA
1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical
Principles of Environmental Pollution 2nd
Edition Blackie Academic and Professional
Chapman amp Hall London
5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam
KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman
T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P
(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil
Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta
6 Kelly EB (1998) Phytoremediation
7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace
Elements in the Soil and Plants CRC Press
Boca Raton FL
8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic
Metals A Review of Biological Mechanisms J
Environmental Qual 31 109-120
9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in
bacterial community structure induced by
micorrhizal colonization in spot-root maize
Plant Soil 231 279-289
10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element
John Wiley amp Sons New York pp 1-292
11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and
anthropogenic emissions of trace metals to the
atmosphere Nature 279 409-411
12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)
PHYTOREMEDIATION Transformation and
Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc
USA
13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)
Review Cadmium Phytoextraction Present
State Biological Background and Research
Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95
2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi
Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press
Jakarta
3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on
Phytoremediation of Heavy Metals and
Utilization of Its Byproducts Applied Ecology
Environment Research 3(1) 1-8
4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis
Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama
Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
35
Artikel Penelitian
Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti
2) Tamara Gusti Ebtavanny
3
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya
3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya
perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)
Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat
menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan
yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan
kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel
dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa
kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel
mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah
18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh BPOM
Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri
ABSTRACT
Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic
treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in
the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in
the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No
HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams
cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number
BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield
requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a
registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method
used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis
using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury
more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels
from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn
035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the
market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream
1PENDAHULUAN
Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar
yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit
memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh
dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan
membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu
Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo
Surabaya)
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
36
pembentukan pigmen melanin untuk melindungi
kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi
sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat
menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan
berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang
ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari
kemerahan noda-noda hitam penuaan dini
kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk
mengatasi berbagai masalah kulit tersebut
diperlukan adanya perawatan menggunakan
kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan
yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian
luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah
menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena
penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan
terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik
pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan
pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up
meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan
tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan
sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang
lain mencegah penuaan dan secara umum
membantu seseorang lebih menikmati dan
menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono
dan Fatma Latifah 2014)
Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya
yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim
pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau
bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit
atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim
pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang
memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu
mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi
warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)
Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam
krim pemutih salah satunya adalah merkuri
Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum
yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg
dan termasuk dalam golongan logam berat dengan
bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri
merupakan salah satu bahan aktif yang sering
ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr
Retno IS Tranggono SpKK merkuri
direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit
karena berpotensi sebagai bahan pereduksi
(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih
terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri
dianggap dapat menghambat sintesis melamin
pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li
Wang and Hong Zhang 2011)
Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor
HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan
logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih
dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan
pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan
bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang
mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas
terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi
karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit
secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk
ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi
yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat
membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan
dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada
pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan
kerusakan permanen otak paru-paru ginjal
menggangu perkembangan janin serta dapat
menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada
sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor
insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi
abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di
dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik
yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI
2011 BPOM RI 2007)
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan
kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim
pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim
pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim
pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi
BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3
varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah produk dengan merk serta kemasan yang
sama namun pada pembelian toko kosmetik yang
berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian
ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC
Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan
harga terjangkau dan memiliki kemasan pot
2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan
rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga
bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa
kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi
Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di
Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong
gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas
saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur
50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
37
1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet
volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan
digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim
pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat
larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan
aquadest
1 Analisa Kualitatif
Pembuatan Larutan KI 05 N
Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL
dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL
serta dikocok hingga homogen
Pembuatan Larutan Aqua Regia
HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL
(perbandingan volume 3 I)
Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah
Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air
sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10
mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir
kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest
sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar
didinginkan dan disaring
Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna
Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes
larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui
dinding tabung reaksi Jika sampel positif
mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan
merah jingga
2 Analisa Kuantitatif
Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan
kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat
sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan
volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest
Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi
100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10
mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain
Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan
larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL
dan masukan ke dalam masing-masing labu takar
yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan
ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume
masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan
HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan
instrumen pengukur Spektrofotometer serapan
Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang
resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil
pengukuran larutan sampel
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa
krim pemutih yang dijual di pasar DTC
Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang
diambil secara acak dalam penelitian ini adalah
sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis
yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dengan merk A B C dan
memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D
E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian
Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
produk dengan merk serta kemasan yang sama
namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda
Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan
kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam
kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk
mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif
pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku
kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap
selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan
metode digesti basah dengan cara menguapkan
sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas
penangas air di dalam lemari asam sampai hampir
kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan
ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan
sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya
sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan
meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan
mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian
yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil
yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2
Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor
BPOM
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
38
Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor
BPOM
Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut
dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif
mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji
kuantitatif untuk mengetahui kadarnya
Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada
pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa
pengujian sampel tersebut adalah valid sampel
yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga
dilakukan pengujian yang diambil secara random
dan mengujikannya di Laboratorium MIPA
Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil
analisa kuantitatif
Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan
merkuri pada krim pemutih
Berdasarkan hasil data yang tertera pada table
3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki
nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri
dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi
BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil
kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1
adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk
varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil
tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi
batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah
Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia nomor HK03012307116662
tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis
merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1
mgL (1 ppm)
Berdasarkan hasil pengujian tersebut
membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim
pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar
melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan
produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi
batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi
maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor
registrasi yang tercantum dalam produk tersebut
dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian
nomor registrasi produk dengan izin edar melalui
website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan
kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6
sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)
yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak
terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih
lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan
bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam
daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di
pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM
dalam link database produk yang dibatalkan
Namun meskipun produk tersebut telah
dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih
beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk
sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada
database produk yang dibatalkan ternyata tidak
ditemukan nomor registrasi dari produk sampel
tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut
tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi
yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini
membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang
beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang
tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM
4 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut
1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk
kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
39
2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki
nomor registrasi BPOM yang beredar di
pasaran
3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang
beredar dipasaran memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji
kuantitatif menunjukkan adanya kandungan
merkuri yang cukup tinggi pada produk krim
pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn
035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar
18820 plusmn 028 mgkg
5 SARAN
2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih
berhati-hati dalam memilih produk kosmetika
khususnya krim pemutih Hindari memilih
produk yang tidak mencantumkan nomor
registrasi dari BPOM RI
3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali
produk yang mencantumkan nomor registrasi
melalui website resmi BPOM
(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui
kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi
dengan izin edar produk tersebut
4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan
ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau
menyengat serta menjanjikan hasil yang instan
dengan proses yang cepat
5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh
instansi terkait seperti BPOM untuk semua
produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga
keamanannya
6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
menggunakan produk yang lebih banyak dengan
area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih
representative
DAFTAR PUSTAKA
1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom
Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015
2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih
Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016
3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013
Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri
(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal
Menggunakan Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas
4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011
Peraturan Kepala Badan POM Republik
Indonesia Nomor HK0312307116662
Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik
httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015
5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada
Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya
6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical
Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016
7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014
Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium
Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih
Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1
8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi
Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan
Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183
Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In
Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo
11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015
12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian
Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas
G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada
Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT
Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis
Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih
Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta
17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis
Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta
18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian
Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik
Dengan Spektrofotometri Serapan
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
40
Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan
Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi
Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku
Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta
20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in
marketed cosmetics analytical survey in
Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
41
Artikel Penelitian
Prasetyo Handrianto1)
1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom
ABSTRAK
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat
tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah
jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi
yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali
pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data
zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu
sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi
(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
ABSTRACT
Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma
lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml
60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is
paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed
that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest
average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract
of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus
aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
1 PENDAHULUAN
Hidup sehat adalah harapan setiap orang
Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya
harga obat-obatan modern dan efek samping yang
mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat
ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam
(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai
melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso
2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat
tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru
sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar
300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan
tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang
telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi
sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur
Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai
sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma
lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21
spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001
dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur
Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah
dapat mencegah dan mengobati berbagai macam
penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk
menghambat atau membunuh virus HIV penyebab
AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)
Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan
sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis
ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi
yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme
dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan
pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri
Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang
relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya
ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
42
ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-
10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi
serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi
ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang
menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru
ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar
2012)
Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol
dapat menarik banyak senyawa aktif yang
terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum
sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan
untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data
tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut
untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak
jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan
menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat
bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan
metode difusi cakram kertas Penelitian ini
diharapkan bermanfaat sebagai terobosan
pengembangan produk baru di bidang farmasi
dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai
bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi
yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit
yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus
2 METODE
Bahan yang digunakan adalah jamur
Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient
Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang
diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media
Nutrient Agar kertas cakram aquadest
Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan
porselen alat rotavapor botol vial steril oven
pinset jarum ose autoclave tabung reaksi
inkubator cawan petri timbangan analitik pipet
volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok
tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor
21 Cara Kerja
Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi
10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut
etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan
untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk
jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses
kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi
ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu
40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai
memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering
dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan
dalam ruang LAF
Medium yang digunakan adalah medium
Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri
Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan
kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan
Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC
selama 24 jam Membuat media NA dengan
mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam
100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna
seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan
suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA
steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke
dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah
dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL
bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri
Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas
cakram dengan diameter 6 mm pada media agar
Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum
dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap
kertas cakram
Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20
microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml
Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening
yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah
1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian
dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya
22 Analisa Data
Data yang diperoleh pada metode difusi di
analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way
apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji
Duncan`s
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi
berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali
pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona
hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)
pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml
menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan
kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml
menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan
aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter
rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif
Hasil analisis menggunakan anova one way juga
menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur
lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
43
Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus
Replikasi Kontrol
Negatif
Konsentrasi (microgml)
20 40 60 80 100
1 - 67 87 115 132 172
2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184
4 - 63 86 118 144 174
5 - 70 89 115 139 190
6 - 65 86 108 136 181
7 - 66 79 111 140 186
Rata- Rata 66 87 1135 139 180
Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang
Aktif Aktif Sangat Aktif
Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa
faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya
yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi
teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan
cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)
Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak
yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode
ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode
soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol
Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi
merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk
memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu
karena aktivitas biologis tidak hilang saat
dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam
pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu
etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat
senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid
tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan
triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa
tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah
saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid
Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)
yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan
aktivitas sebagai antimikroba
Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk
2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba
yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan
sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau
kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa
intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin
sebagai antimikroba adalah menghambat enzim
reverse transkriptase dan DNA topoisomerase
sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk
Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba
adalah dengan membentuk senyawa kompleks
dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga
dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti
dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC
2005)
Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri
Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri
Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini
merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada
keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot
et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan
mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru
sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena
termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus
aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya
Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang
dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan
kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena
bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri
gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan
pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk
suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus
oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)
Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus
memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri
gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki
dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi
faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma
lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan
kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang
aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang
dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal
berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial
Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri
Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml
sebesar 9 mm
Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan
bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang
digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba
dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
44
dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi
bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu
adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan
cara ekstraksi lain
4 KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi
ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm
pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada
konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80
microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml
5 DAFTAR PUSTAKA
1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014
Antibacetrial Activity Of Various Extracts
From The Fruiting Bodies Of Ganoderma
lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)
Merr) Trunk International Journal Of Scientific
And Technology Research Vol3 issue 1
2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M
2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed
4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26
Jakarta EGC
3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA
2013 Biopharmaceutical Assessment of Active
Components of Deadaleopsis confragosa and
Ganoderma lucidum Journal of Medical
Microbiology
4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan
Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta
Penebar Swadaya
5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S
Williamson EM 2009 Farmakognosi dan
Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et
al Hal 118 Jakarta EGC
6 Indonesian Biotechnology Information Centre
(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari
Tanaman httpindobicorid Diakses pada
tanggal 3 Juni 2016
7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi
untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta
Rineka Cipta
8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial
Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of
Garlic Cinnamon and Tumeric Againts
Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis
dsm 3256 International Journal Of Applied
Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan
Vol3
9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella
thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-
37
10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji
antimikroba Curcuma spp Terhadap
Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi
Universitas Andalas Hal 1-7
11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda
2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-
18 Yogyakarta Graha Ilmu
12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman
Obat Jakarta Agro Media Pustaka
13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma
lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret
Surakarta
14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan
Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap
Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains
Kimia Vol10
15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-
vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of
Ganoderma lucidum International Journal of
Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466
16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of
Bacteriology Staphylococcus aureus
(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses
tanggal 11 September 2015
17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan
Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah
Bogor PT Penerbit IPB Press
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
4
Journal of Pharmacy and Science Jurnal Ilmiah Ilmu Farmasi dan Sains (Kimia Biologi Fisika)
Volume 2 Nomor 2 Juli 2017
Journal of Pharmacy and Science yang diterbitkan sejak 2016 berisi kumpulan artikel
yang telah ditelaah dari hasil penelitian dan studi kepustakaan berbasis pengetahuan
dan terkait dengan bidang farmasi biologi kimia dan kesehatan Artikel berasal dari
penulis yang berafiliasi dengan perguruan tinggi badan penelitian dan pengembangan
lembaga penelitian non-departemen (LPND) atau lembaga lain yang memiliki aktifitas
dalam riset ilmu pengetahuan dan teknologi Setiap naskah yang diterima redaksi
Journal of Pharmacy and Science akan ditelaah oleh penelaah ahli dan anggota redaksi
Journal of Pharmacy and Science terbit 2 kali dalam setahun pada bulan Juli dan
Januari
Alamat Redaksi
AKADEMI FARMASI SURABAYA
Jl Ketintang Madya 81 Surabaya Telp (031) 828 0996
Email pharmasciakfarsurabayaacid
Dicetak dan diterbitkan oleh PENERBIT GRANITI
Perum Kota Baru Driyorejo Jl Granit Kumala 112 Gresik Jatim 61177
Telp 081357827429 email penerbitgranitiyahoocom
Kesalahan penulisan (isi) diluar tanggung jawab percetakan
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
5
DEWAN REDAKSI JURNAL PHARMASCI
Penanggung Jawab Abd Syakur M Pd
Pimpinan Redaksi Prasetyo Handrianto SSi MSi
Ketua Penyunting Ratih Kusuma Wardani SSi MSi
Anggota Penyunting Djamilah Arifiyana SSi MSi
Umarudin SSi MSi
EditorLayout MA Hanny Ferry Fernanda SFarm Apt
Dewi Setiowati AMd
Rosita Dwi Chrisnandari SSi MSi
Rahmad Aji Prasetya SFarm Apt
Nuria Reni SPd MPd
Kesekretariatan Suci Reza Syafira SEI
Penelaah Ahli Dr Sulfahri MSi
(Universitas Hasanudin Makasar)
Dr Agus Muji Santoso MSi
(Universias PGRI Kediri)
Fitriana Ikhtia Rinawati MKes
(Universitas Islam Lamongan)
Anita Purnamayanti MFarm-Klin Apt
(Universitas Surabaya)
Emsal Yanuar MSi
(Universitas Teknologi Sumbawa)
Cicik Herlina Yulianti ST MSi
(Akademi Farmasi Surabaya)
Ilil Maidatuz Zulfa SFarm MSi Apt
(Akademi Farmasi Surabaya)
Vika Ayu Devianti SSi MSi
(Akademi Farmasi Surabaya)
Tamara Gusti Ebtavanny SFarm MFarm Apt
(Akademi Farmasi Surabaya)
Surahmaidah SSi MT
(Akademi Farmasi Surabaya)
Tri Puji Lestari SSi MSi
(Akademi Farmasi Surabaya)
Damaranie Dipahayu SFarm MFarm Apt
(Akademi Farmasi Surabaya)
Galuh Gondo Kusumo SFarm MFarm Apt
(Akademi Farmasi Surabaya)
Intan Kurnia Permatasari SE Ak MA
(Akademi Farmasi Surabaya)
Dra Endang Martiniani SSi MPharm Apt
(RSUD Dr Soetomo Surabaya)
Hilya Nur Imtihani SFarm MFarm Apt
(Akademi Farmasi Surabaya)
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
6
Halaman Kosong
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
7
DAFTAR ISI
Journal of Pharmacy and Science 4
Dewan Redaksi Jurnal Pharmasci 5
Daftar Isi 7
Analisis Efektifitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat
Antihipertensi Golongan Angiotensin Receptor Blockerrsquos (Candersartan Valsartan Kalium Losartan) 9
Ninik Mas Ulfa 9
Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit pada Pasien Demam Berdarah Dengue
(DBD) Di RSU Anwar Medika Periode Februari-Desember 2016 7
Acivrida Mega Charisma 7
Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di Salah Satu Apotek di Surabaya 11
Ilil Maidatuz Zulfa Fitria Dewi Yunitasari 11
Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-
Inflamatory Drug Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi 15
Haris Imrorsquoatul Khusna Damaranie Dipahayu 15
Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat
Kadmium (Cd) 21
Surahmaidah dan Sarwoko Mangkoedihardjo 21
Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di
Pasar DTC Wonokromo Surabaya) 26
Fatma Ariska Trisnawati Cicik Herlina Yulianti Tamara Gusti Ebtavanny 26
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap Staphylococcus aureus 41
Prasetyo Handrianto 41
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
8
Halaman Kosong
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
9
Artikel Penelitian
Analisis Efektifitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien
Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat Antihipertensi Golongan
Angiotensin Receptor Blockerrsquos (Candersartan Valsartan Kalium Losartan)
Ninik Mas Ulfa)
Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya ) Email ninikmuakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat
Faktor penyebab hipertensi adalah faktor gaya hidup faktor genetika dan faktor usia Hipertensi termasuk dalam
penyakit degeneratif dimana terjadi penurunan organ tubuh Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
efektifitas kontrol penurunan teakanan darah dari terapi obat Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan Pada
penelitian ini dilakukan di RS X wilayah Surabaya Selatan dan RS Y wilayah Surabaya Timur Penelitian ini
bersifat retrospektif dengan pengamatan observasioanl Penelitian ini terbagi dalam 3 kelompok terapi dengan
jumlah total populasi adalah 57 pasien Data tekanan darah sistolik-diastolik diamati selama 5 bulan terapi dari
masing-masing kelompok terapi A (Candersartan n = 19) kelompok terapi B (Valsartan n= 19) dan kelompok
terapi C (Kalium Losartan n= 19)Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan tekanan darah sistolik pada kelompok A sebesar 2118 kelompok B = 2420 dan kelompok C = 2251 Penurunan tekanan darah
diastolic pada kelompok A sebesar 1214 kelompok B = 1404 dan kelompok C = 1098 Berdasarkan
hasil analisa statistik diperoleh hasil p = 0967 gt α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna dari
ketiga kelompok terapi tersebut dalam penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik pada pasien hipertensi
Hal ini berarti bahwa efektifitas ketiga obat tersebut dalam kontrol penurunan tekanan darah pada pasien
Hipertensi mempunyai efektifitas yang
Kata Kunci Candersartan Valsartan Kalium Losartan Hipertensi
ABSTRACT
Hypertension is an increase in systolic blood pressure of more than 140 mmHg and diastolic blood pressure of more than 90 mmHg in two measurements with an interval of five minutes in a resting state Factors
causing hypertension are lifestyle factors genetic factors and age factors Hypertension is included in
degenerative diseases where there is a decrease in body organs The purpose of this study was to determine the
effectiveness of blood pressure control of Candersartan Valsartan and Potassium Losartan This research was
conducted in RS X of South Surabaya and RS Y of East Surabaya This study is retrospective with observational
The study was divided into 3 therapeutic groups with a total population of 57 patients Data on systolic-diastolic
blood pressure were observed for 5 months of therapy from each of the therapy groups A (Candersartan n = 19)
therapy group B (Valsartan n = 19) and therapy group C (Potassium Losartan n = 19) That there was a
decrease in systolic blood pressure in group A of 2118 group B = 2420 and group C = 2251 Diastolic
blood pressure decrease in group A was 1214 group B = 1404 and group C = 1098 Based on the
results of statistical analysis obtained results p = 0967gt α = 005 which means there is no significant difference
of the three groups of therapy in the reduction of systolic blood pressure and diastolic in hypertensive patients This means that the effectiveness of the three drugs in the control of blood pressure reduction in hypertensive
patients has the same effectiveness
Key Words Candersartan Valsartan Potasium Losartan Hypertesion
1 PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan gangguan poligenetik
yang dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai
pengaruh lingkungan atau faktor genetic [11]
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah
peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang
waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahattenang Peningkatan tekanan darah yang
berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)
dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal
ginjal) jantung (penyakit jantung
koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak
dideteksi secara dini dan mendapat
pengobatan yang memadai[17] Hasil Riset Kesehatan
Dasar yang dilakukan di Indonesia menunjukkan
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
10
proporsi penyebab kematian tertinggi adalah
Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti penyakit
kardiovaskular (319 ) termasuk hipertensi ( 68)
dan stroke (154) [2] Prevalensi hipertensi lebih
tinggi pada individu usia ge 60 tahun dan usia 40-59
tahun dibandingkan pada usia 18-39 tahun karena
seiring bertambahnya usia terjadi proses degeneratif
organ [17] Selain dari segi usia prevalensi hipertensi
dapat juga diamati dari jenis kelamin dimana pria
berisiko hipertensi 125 kali daripada wanita [14] Hal
ini disebabkan oleh perilaku tidak sehat (merokok
konsumsi alkohol) depresi dan rendahnya status
pekerjaan perasaan kurang nyaman terhadap
pekerjaan dan pengangguran [10] Pada usia 65-74
tahun prevalensi hipertensi justru lebih tinggi pada
wanita (58) karena pada usia tersebut wanita
mengalami menopause yang menyebabkan
penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron
yapng dapat membantu mengatur tekanan darah
Prevalensi hipertensi juga diamati dari berat badan
seseorang di mana diketahui prevalensi hipertensi
pada pasien gemuk yaitu sebesar 112 sedangkan
pada pasien obesitas (Indeks Massa Tubuh gt27)
prevalensi hipertensi lebih tinggi yaitu 147 [10]
The Joint National Community on Preventation
Detection evaluation and treatment of High Blood
Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia
WHO dengan International Society of Hipertention
membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan
darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau
lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau
lebih atau sedang memakai obat antihipertensi
Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko
penyebab terjadinya penyakit jantung dan pembuluh
darah (PJP) khususnya CVA (Cerebrovacular
accident infark atau perdarahan otak) Tekanan
darah (TD) Sistolik dan Diastolik sangat berperan
dalam faktor resiko PJP Regulasi tekanan darah
merupakan peranan yang sangat penting bagi organ
Ginjal Ginjal berperan utama dalam pengaturan TD
melalui sistem Renin-Angiotensin Aldosteron
(RAAS) Enzym yang berperan dalam sistem ini
adalah Renin dan Angiotensin Converting Enzyme
(ACE) Bila volume darah yang mengalir diginjal
berkurang dan TD di glomeruli ginjal menurun maka
ginjal dapat membentuk dan melepaskan Renin
Renin akan menghidrolisis Angiotensinogen yang
dibentuk dalam hati menjadi Angiotensin I (AT I)
AT I oleh enzyme ACE diubah menjadi AT II yang
dapat meningkatkan efek vasokonstriksi dan
menstimulasi sekresi hormone aldosterone yang
emrupakan antidiuretic hormon Akibatnya terjadi
retensi air dan Natrium akibatnya volume darah dan
TD naik melebihi normal[3 12]
Gejala klinik yang sering dialami adalah pusing
pada pagi hari dibagian tengkuk dan kepala
pengukuran tekanan darah selama minimla 3 kali
pengukuran selang 1 minggu selalu terjadi
peningkatan TD sistolik dan TD diastolic melebihi
dari normal sesuai ketentuan JNC 7 dan JNC 8
volume urin berkurang dari normal Faktor resiko
hipertensi jika tidak diobati secara benar atau tidak
terregulasi dengan baik dapat mengakibatkan
kerusakan pada jantung otak ginjal dan mata Pada
jantung dapat mengakibatkan gagal jantung
(decompensasi cordis) dengan rasa sesak dan edema
pada kaki Pada otak mengakibatkan stroke
sedangkan pada ginjal dapat terjadi kerusakan pada
ginjal hingga hemodialisa Pada mata menyebabkan
gangguan pada penglihatan (blurred vision) Untuk
pencegahannya dapat dilakukan yaitu hindari stress
lelah perbaikan gaya hidup menuju sehat dan
hindari rokok asupan garam serta minuman
beralkohol[8312]
Pemberian obat anti hipertensi merupakan terapi
farmakologi obat anti hipertensi dibagi dalam
beberapa penggolongan obat yaitu golongan
Diuretik golongan Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor (ACEI) golongan Angiotensin Reseptor
Blockers (ARB) golongan Beta Blockers dan
golongan Calcium Channel Blockers (CCB) Obat-
obat ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasi
dan harus digunakan untuk mengobati mayoritas
pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan
keuntungan dengan kelas obat ini [11 9] Angiotensin
Reseptor Blockers (ARB) dipilih karena merupakan
obat pilihan pertama pada pengobatan hipertensi
terutama pada pasien hipertensi dengan komplikasi
diabetes tipe II yang dimana fungsi ginjal bekerja
lebih berat sedangkan obat golongan ARB bekerja
dengan memblok aldosteron akibatnya tekanan darah
bisa terkontrol dan aliran darah ke ginjal normal
sehingga tidak memperparah kerja ginjal [11 9]
Mekanisme kerja ARB yaitu menghambat
angiotensin II pada reseptor subtipe 1 dimana jika
tidak dihambat akan menyebabkan vasokontriksi
sehingga tekanan darah naik Angiotensin II pada
Reseptor subtipe 2 tidak dihambat karena reseptor
ini memberi efek vasodilatasi sehingga tekanan
darah turun Pertimbangan rasional pemakaian ARB
ada 3 pertimbangan yaitu ARB bekerja spesifik
menghambat angiotensin berikatan pada reseptor
subtipe I Kedua dengan dihambatnya reseptor
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
11
subtipe 1 sehingga akan meningkatan persentase
angiotensin II untuk berikatan dengan reseptor
subtipe 2 yang akan memberi perlindungan terhadap
organ tubuh Terakhir dalam pembentukan
angiotensin II ada jalur lain ( pathway ) selain
melalui sistem RAAS sehingga sangat baik jika kita
menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptor
subtipe 1 sedangkan ACEI menghambat sintesis
angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan
vasokonstriksi poten[11 9]
2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat observasional cross
section dengan pengambilan data secara retrospektif
pada pengukuran tekanan darah selama periode
penelitian Bahan peneltian yang digunakan adalah
data rekam medis pasien dari Rumah Sakit X di
wilayah Surabaya Selatan periode Desember 2013 ndash
April 2014 dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya
Utara periode Januari 2015 ndash Mei 2015 Perhitungan
jumlah populasi terjangkau menggunakan rumus
Slovin Jumlah populasi pada penelitian ni adalah 57
pasien diagnosa Hipertensi terbagi dalam 3
kelompok terapi yaitu Terapi A adalah Candersartan
(19) terapi B adalah Valsartan (19) Terapi C adalah
Kalium Losartan (19) Aturan pemakaian dan dosis
yang digunakan pada terapi A adalah Candersartan 8
mg 3 kali sehari 1 tablet terapi B adalah Valsartan 80
mg 2 kali sehari 1 tablet dan terapi C adalah Kalium
Losartan 50 mg 1 kali sehari 1 tablet Pada penelitian
ini pasien selain mendapatkan obat antihipertensi
yang diteliti juga mendapatkan obat-obat
antidiabetes tetapi yang diamati pada penelitian ini
hanya obat antihipertensi saja (Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan)
Analisa data pada penelitian ini adalah
penurunan tekanan darah pre dan post selama terapi
Perhitungan penurunan tekanan darah dilakukan baik
pada tekanan darah sistolik pre-post dan tekanan
darah diastolik pre-post dalam 3 kelompok terapi
Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan
statistik One-Way Anova [4]
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh dari
pengukuran tekanan darah pada kelompok terapi A
B dan C dengan lama terapi 5 bulan (selama periode
penelitian) diperoleh data yang terlihat pada tabel
dibawah ini
Tabel 1 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok A (Candersartan)
Tabel 2 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok B (Valsartan)
No Urut
Pasien
Valsartan
SistolikPre Sistolik Post Sistolik ()
1 180 130 50 2778
2 190 150 40 2105
3 170 130 40 2353
4 180 130 50 2778
5 190 140 50 2632
6 170 130 40 2353
7 190 140 50 2632
8 190 130 60 3158
9 200 140 60 3000
10 170 140 30 1765
11 180 130 50 2778
12 150 130 20 1333
13 155 120 35 2258
14 175 130 45 2571
15 170 120 50 2941
16 185 120 65 3514
17 160 130 30 1875
18 170 140 30 1765
19 160 140 20 1250
Jumlah 815 45837
Rerata 4289 2412
No Urut
Pasien
Candesartan
Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()
1 160 130 30 1875
2 165 130 35 2121
3 160 130 30 1875
4 180 140 40 2222
5 170 140 30 1765
6 150 120 30 2000
7 165 140 25 1515
8 170 140 30 1765
9 170 130 40 2353
10 180 130 50 2778
11 190 140 50 2632
12 175 140 35 2000
13 185 140 45 2432
14 170 120 50 2941
15 190 140 50 2632
16 150 120 30 2000
17 150 130 20 1333
18 160 130 30 1875
19 165 130 35 2121
Jumlah 685 40360
Rerata 3605 2118
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
12
Tabel 3 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok C (Kalium Losartan)
No Urut
pasien Kalium Losartan
Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()
1 170 140 30 1765
2 160 130 30 1875
3 190 140 50 2632
4 170 140 30 1765
5 150 120 30 2000
6 170 140 30 1765
7 170 140 30 1765
8 170 130 40 2353
9 180 130 50 2778
10 200 140 60 3000
11 175 130 45 2571
12 185 140 45 2432
13 170 120 50 2941
14 190 140 50 2632
15 150 120 30 2000
16 150 130 20 1333
17 160 130 30 1875
18 170 130 40 2353
19 170 120 50 2941
Jumlah 42775
Rerata 2251
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 2
dan 3 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A
mengalami penurunan tekanan darah sistolik
2118 Kelompok terapi B mengalami penurunan
tekanan darah sistolik 2420 sedangkan kelompok
terapi C mengalami penurunan tekanan darah
sistolik 2251 Hasil penurunan tekanan darah
pada 3 kelompok terapi ini mempunyai nilai
penurunan tekanan darah sistolik yang hampir sama
tetapi kelompok terapi B yaitu kelompok Valsartan
mempunyai nilai penurunan tekanan darah sistolik
lebih tinggi yaitu 2420 atau tekanan darah
menurun 024 kali dari nilai tekanan darah sistolik
pre dibandingkan kelompok Kalium Losartan (022
kali) dan kelompok Candersartan (021 kali)
Tabel 4 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok A (Candersartan)
No Urut
Pasien
Candesartan
Diastolik
Pre
Diastolik
Post
Diastolik ()
1 95 80 15 1579
2 95 80 15 1579
3 100 80 20 2000
4 100 80 20 2000
5 100 85 15 1500
6 90 80 10 1111
7 90 80 10 1111
8 90 80 10 1111
9 95 80 15 1579
10 100 80 20 2000
11 100 85 15 1500
12 90 80 10 1111
13 90 85 5 556
14 90 80 10 1111
15 100 90 10 1000
16 90 80 10 1111
17 90 90 0 000
18 90 90 0 000
19 90 80 10 1111
Jumlah 220 23070
Rerata 1157 1214
Tabel 5 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok B (Valsartan)
No urut
Pasien
Valsartan
Diastolik
Pre
Diastolik
Post
Diastolik ()
1 100 90 10 1000
2 100 90 10 1000
3 95 80 15 1579
4 100 80 20 2000
5 100 80 20 2000
6 95 80 15 1579
7 95 80 15 1579
8 100 85 15 1500
9 100 90 10 1000
10 95 80 15 1579
11 95 80 15 1579
12 90 80 10 1111
13 90 80 10 1111
14 85 85 0 000
15 90 80 10 1111
16 90 80 10 1111
17 100 80 20 2000
18 100 80 20 2000
19 98 80 18 1837
Jumlah 240 26676
Rerata 1263 1404
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
13
Tabel 6 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok C (Kalium Losartan)
No Urut
Pasien
Kalium Losartan
Diastolik
pre Diastolik
post Diastolik ()
1 95 80 15 1579
2 90 80 10 1111
3 100 90 10 1000
4 100 90 10 1000
5 90 80 10 1111
6 85 80 5 588
7 90 80 10 1111
8 90 80 10 1111
9 95 80 15 1579
10 100 85 15 1500
11 90 80 10 1111
12 90 85 5 556
13 90 80 10 1111
14 100 90 10 1000
15 90 80 10 1111
16 90 85 5 556
17 90 80 10 1111
18 90 80 10 1111
19 100 85 15 1500
Jumlah 20857
Rerata 1098
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 5 dan
6 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A
mengalami penurunan tekanan darah diastolik
sebesar 1214 Kelompok terapi B mengalami
penurunan teakanan darah diastolik sebesar 1404
sedangkan kelompok terapi C mengalami penurunan
tekanan darah diastolik sebesar 1098 Hasil
penurunan tekanan darah pada 3 kelompok terapi ini
mempunyai nilai penurunan tekanan darah diastolik
yang hampir sama tetapi kelompok terapi B yaitu
kelompok Valsartan mempunyai nilai penurunan
tekanan darah diastolik lebih tinggi yaitu 1404
atau tekanan darah diastolik menurun 014 kali dari
nilai tekanan darah diastolik pre dibandingkan
kelompok B terapi Candersartan tekanan darah
diastolik hanya menurun 1214 (012 kali) dan
kelompok C terapi Kalium Losartan tekanan darah
diastolik menurun 1098 (011 kali)
Hasil dari pengukuran tekanan darah sistolik
dan diastolik pre-post dari ketiga kelompok terapi
obat antihipertensi golongan ARBrsquos tersebut
(Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan)
selanjutnya dilakukan analisis statistik
menggunakan uji two-way-anova
Berdasarkan hasil Analisa statistik untuk-
pengukuran homogenitas data diperoleh hasil bahwa
data terdistribusi homogen dengan p = 0000 lt α =
0005 Untuk hasil satistik terapi A (Candersartan)
terapi B (Valsartan) dan terapi C (Kalium Losartan)
terhadap pengukuran nilai Tekanan darah pre dan
post sistolik maupun diastolik diperoleh p = 0967 gt
α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang
bermakna dari ketiga kelompok terapi tersebut dalam
penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik
pada pasien hipertensi Hal ini berarti bahwa
efektifitas ketiga obat tersebut yaitu Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan dalam kontrol
penurunan tekanan darah pada pasien Hipertensi
mempunyai efektifitas yang sama Hasil Analisa
statistik dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini
Tabel 7 Hasil Analisa Statistik Kelompok Terapi A B
dan C dalam Perbandingan Penurunan Nilai
Tekanan Darah Pasien Hipertensi
Berdasarkan data dan Analisa statistik diatas ketiga
kelompok terapi tersebut menunjukkan penurunanan
tekanan darah sistolik maupun tekanan darah
diastolik selama periode penelitian berlangsung yaitu
selama 5 bulan pengobatan Candersartan Valsartan
dan Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi
golongan ARBrsquos yang mempunyai mekanisme kerja
pada Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)
yaitu menghambat selektif reseptor AT1 sehingga
terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak
terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron
dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus
efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air
akan menurun tekanan darah menjadi turun [13]
Untuk lebih jelasnya mekanisme kerja golongan
ARBrsquos dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Gambar 1 Mekanisme Kerja Obat Antihipertensi
Golongan ARBrsquos [13]
Source Type III Sum of Squares
df Mean
Square F Sig
Model 917562a 21 43693 61764 000 TD 098 2 049 070 933 NILAI 5562 17 327 462 967
Error 146438 207 707 Total 1064000 228
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
14
4 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pada pasien
hipertensi di Rumah Sakit X wilayah Surabaya
Selatan dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya
Utara yang terbagi dalam 3 kelompok terapi
pengobatan antihipertensi yaitu Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan menunjukkan bahwa
ketiga obat tersebut setelah dilakukan analisa
statistik mempunyai efektifiktas yang sama dalam
mengontrol penurunan tekanan darah pasien
hipertensi yaitu penurunan pada tekanan darah
sistolik dan diastolik Candersartan Valsartan dan
Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi
dengan golongan yang sama yaitu golongan
Angiotensin Receptor blockerrsquos dengan mekanisme
kerja menghambat selektif reseptor AT1 sehingga
terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak
terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron
dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus
efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan
air akan menurun dan tekanan darah menjadi turun [913]
DAFTAR PUSTAKA
1 Depkes ( 2006) Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Hipertensi Jakarta Departemen Kesehatan RI
2 Depkes (2007) Hipertensi Penyebab Utama Penyakit
Jantunghttp202155544indexphpoption=n
ewsamptask=viewarticleampsid=2621ampitemid =2(2 Januari 2015)
3 Dipiro JT Talbert RL Yee GC Matzke GR Wells BG Posey LM (2008) Hypertension in Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approach 7th edition Mc Grow-Hill Companies inc
4 Hidayat AAzis (2011) Metode Penelitian
Kesehatan Paradima Kuantitatif Edisi ke-2 Penerbit Healthy Books Publishing Surabaya
5 IkawatiZ JumianiS dan PutuIDPS (2008) Kajian
Keamanan Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DrSardjito Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 30mdash40
6 Joint National Committee (2003) The Seventh Report
of Joint National Committee on Prevention
Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
7 Kemenkes (2014) Pusat Data dan Info Kementerian Kesehatan Hipertensi Kemenkes Jakarta Selatan
8 Katzung Bertram G (2011) Farmakologi Dasar amp
Klinik Ed10 Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC
9 Nixon RM Muller E Lowy A Falvey H (2009)
Valsartan vs orther Angiotensin II Blockerrsquos
in the treatment of hypertension a meta-analytical approach The Internatinonal Journal of Clinical Practice 63 5 p 766 ndash 755 Blackwell Publishing doi 101111j1742-1241200902028x
10 Rahajeng Ekowati dan Sulistyowati Tuminah (2009)
Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Jakarta Majalah Kedokteran Indonesia 59 (12) p580-587
11Saseen JJ dan Maclaughlin EJ (2008) Hypertensionin Pharmacoterapy Handbook
7th ed New York The McGraw-Hill Companies Inc
12 Tjay Tan Hoan amp Kirana Rahardja (2007) Obat-
Obat Penting kasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya Ed 6 Jakarta PT Gramedia
13 Wuryaningsih Lucia (2010) Aksi Obat Basis Farmakologi Klinis 2 Surabaya Sandira
14 WHORegional Office for South- East
AsiaDepartment of Sustainable Development and Healthy Environments Non Communicable Disease Hypertension [internet]c (2011) [cited 2015 Januari 2] Available fromhttpwwwsearowhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
15
Artikel Penelitian
Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit
pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika
Periode Februari-Desember 2016
Acivrida Mega Charisma1)
1STIKES RS Anwar Medika
)Email acievridagmailcom
ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD
Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun
pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini
meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD
Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode
Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan
laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien
DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit
(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3
sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai
hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-
6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki
lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi
tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa
gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit
(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia
menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak
Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit
ABSTRACT
DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of
DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of
immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will
increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of
examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted
on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken
from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value
and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had
decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is
57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit
values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values
hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the
age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study
concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an
increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women
and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children
Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
16
1 PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di
Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian
Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan
dapat menyebabkan kematian karena penanganan
yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World
Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa
Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk
Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan
kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya
Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009
WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara
dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di
Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk
dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per
100000 penduduk)[3]
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan
DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun
2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000
penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014
yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]
Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada
pasien DBD merupakan bagian penting yang
menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan
diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan
penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu
adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai
hematokrit[5]
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia
dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran
jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada
penderita demam berdarah dengue
2 TINJAUAN PUSTAKA
Patofisiologi utama pada DBD yaitu
peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis
yang abnormalPermeabilitas vaskular yang
meningkat mengakibatkan kebocoran plasma
hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat
menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi
perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan
gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]
Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan
dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap
Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)
karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan
volume plasma darah misalnya pada kasus DBD
Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun
(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau
peningkatan kadar plasma darah seperti pada
anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang
berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki
nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam
sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi
trombositopenia akibat munculnya antibodi
terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi
yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini
pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah
trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan
acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue
primer atau sekunder[10]
Parameter laboratorium dalam menegakkan
diagnosis DBD adalah trombositopenia dan
hemokonsentrasi[10]
3 METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah analitik retrospektif
populasi penelitian adalah seluruh rekam medik
pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian
Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil
dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah
catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang
dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil
pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan
jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien
DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien
DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien
DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat
mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang
memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti
AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit
koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit
dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung
dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin
Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan
dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data
variabel memasukkan data dalam program SPSS
(Statistical Program for Social Science) serta
pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data
tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data
terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada
analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel
dengan menggunakan rumus Spearma
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
17
4 HASIL
Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik n
() meanplusmnSD
Jenis Kelamin
Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)
Rentang Usia (tahun)
95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)
12 - 17 43 (235)
18 ndash 20 15 (82)
Ket n = frekuensi
Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek
adalah laki-laki Lebih dari separuh responden
termasuk kelompok Usia anak-anak
Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD
Jumlah Trombosit n
(selmm3) ()
lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)
gt450000 0
Total 183 (100)
Ket n=frekuensi
Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar
sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal
Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD
Nilai Hematokrit n
() ()
Laki-laki Dewasa
lt40 2 (11)
40-48 12 (66)
gt48 4 (22)
Perempuan dewasa
lt37 7 (38)
37-43 3 (16)
gt43 2 (11)
Anak-anak lt= 15 tahun
- lt 33 34 (186)
33 - 38 52 (284)
gt38 67 (366)
183
Total (100)
Ket n = frekuensi
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal
5 PEMBAHASAN
Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan
usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun
dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia
terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain
itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD
terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun
dengan persentase 453 dan frekuensi terendah
adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan
persentase 82
Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan
dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun
2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi
penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan
dewasa muda[12]
Usia merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus
dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba
yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan
yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa
kebocoran plasma[13]
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin
didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih
banyak daripada perempuan dengan persentase
596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut
serupa dengan peneelitian lainnya yang
memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih
banyak dibandingkan perempuan seperti yang
dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang
menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih
banyak dari pada perempuan dengan persentase 60
laki-laki dan 40 perempuan[14]
Jumlah Trombosit Penderita DBD
Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah
trombosit di bawah normal (trombositopenia)
Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar
987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah
sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar
195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat
pada penelitian ini adalah 57000 selmm3
Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan
dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140
penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000
sel mm3[15]
Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun
2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan
perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit
antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya
disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif
dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
18
Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit
untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan
untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun
hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai
p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat
korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-
laki dan perempuan
Nilai Hematokrit Penderita DBD
Dari hasil penelitian 399 penderita DBD
yang mengalami hemokonsentrasi dan 235
penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang
mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366
Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan
tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit
pada penelitian ini adalah 377
Menurut WHO parameter laboratorium dalam
menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai
hematokrit serta trombositopenia Sementara itu
penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua
penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian
oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa
hanya 16 penderita DBD yang mengalami
peningkatan nilai hematokrit[17]
Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang
memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan
didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma
sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya
peningkatan nilai hematokrit saja namun juga
penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat
terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis
Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya
data rekam medis tentang terapi atau pengobatan
yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit
Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian
di India tentang parameter diagnosis DBD dalam
hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai
hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar
363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan
sensitifitas[18]
AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi
DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat
menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit
pada pasien DBD penting melakukan pemisahan
pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan
jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai
normal hematokrit
Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak
usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518
rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada
wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal
138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan
simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15
tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal
68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072
6 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa
1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai
hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan
nilai hematrokit (hemokonsentrasi)
2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD
menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki
lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan
perempuan sedangkan menurut golongan usia
menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling
rentan terhadap infeksi DBD
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat
disampaikan beberapa saran sebagai berikut
penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka
kematian pasien DBD dengan penambahan variabel
penelitian
DAFTAR PUSTAKA
1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward
(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap
jumlah trombosit pada penderita demam
berdarah
2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia
3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and
laboratory guidelines for dengue fever and
dengue haemorrhagic feverdengue shock
syndrome for health care providers Journal of
Pan American Health Organization 1-10
4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)
How to reduce your risk of dengue infection
[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia
dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue
5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test
and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-
Elseviar
6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil
Kesehatan Kabupaten Sidoarjo
7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN
Gupta P Dewan DK (2001) Hematological
observations as diagnostic markers in dengue
hemorrhagic fever-a reappraisal Indian
Pediatrics Journal 38 477-81
8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between
platelet count and hematocrit JACC Journals
39(6)1072-17
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
19
9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji
hematologi pasien terduga demam berdarah
dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal
of Clinical Pathology and Medical Laboratory
17(3) 139ndash42
10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ
Gent M (2011) Sex related differences in
platelet aggregation influence of the hematocrit
Blood Journal of American Society Hematology
56(1) 38-41
11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia
tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue 21-14
12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit
sebagai indikato dan sekunder Jurnal
Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6
13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]
(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL
HYPERLINK
httpwwwemedicinemedscapecom
14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta
ECG
15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah
dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5
Jakarta Interna Publishing
16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah
dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari
HI editor (penyunting) Demam Berdarah
Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam
berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI
editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue
Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil
pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara
Books
19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar
hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash
IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya
syok pada pasien demam berdarah dengue
(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11
20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi
penularan pencegahan amp pemberantasannya
Edisi ke-2 Jakarta Erlangga
21 World Health Organisation (2009) Dengue
hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23
April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK
http wwwwhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
20
Artikel Penelitian
Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di
Salah Satu Apotek di Surabaya
Ilil Maidatuz Zulfa1)
Fitria Dewi Yunitasari1
1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi
Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi
bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola
peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang
diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di
salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini
Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu
Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO
kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan
densitas penggunaan antibiotik
Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi
ABSTRACT
Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most
of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that
the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead
to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics
prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)
ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients
was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was
Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)
The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092
mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD
ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000
mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more
likely reflect the density of antibiotic usage
Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections
1 PENDAHULUAN
Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik
sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan
infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada
penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi
pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan
periodontal dapat ditangani dengan baik dengan
operasi dan higienisitas sehingga indikasi
penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi
sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan
dan penggunaan antibiotik yang irasional akan
berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek
merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]
World Health Organization (WHO) telah
menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat
yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical
(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD
diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu
obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien
dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter
pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed
Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis
rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
21
harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat
digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan
antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama
seperti apotek maupun rumah sakit [7]
2 METODE PENELITIAN
21 Jenis dan Kriteria Penelitian
Kajian observasional retrospektif tentang
penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross
sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien
dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi
spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di
Surabaya Jawa Timur
22 Analisis Data
Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan
lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan
Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD
(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan
Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai
PDD
Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio
PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem
ATCDDD
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
31 Distribusi Pasien
Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan
antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama
2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien
terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah
3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien
perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki
adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien
menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak
diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)
32 Distribusi Peresepan Antibiotik
Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk
infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan
rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian
antibiotik dalam penelitian ini adalah selama
512+083 hari
Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan
Usia
Jumlah
Pasien
Persentase
()
Jenis Kelamin
Perempuan Laki-laki
72 64
5294 4706
Total 136 10000
Usia (tahun)
Dewasa Muda (18-40)
Dewasa (41-65)
75
61
5515
4485
Total 136 10000
Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam
penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam
yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam
Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan
Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol
yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan
Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi
gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al
menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis
antara Penisilin V Amoksisilin atau
Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu
infeksi gigi Pilihan antibiotik yang
direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat
digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]
Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik
lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam
infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin
Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme
kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat
diberikan dengan perhatian pada pasien yang
menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin
dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan
Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan
Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan
memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga
tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain
antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan
antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam
infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang
membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan
penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi
Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk
infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar
terapi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
22
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
33 PDD Rata-rata Antibiotik
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100) (Tabel3)
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
DDD berdasarkan index ATCDDD WHO
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100)
Jenis Antibiotik Kekuatan
(mg)
Jumlah
Peresepan
()
Lama Pemberian
(hari)
Terpendek Terpanjang Rata-rata
Penisilin -Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
500 mg
500125 mg
70 (5072)
5 (362)
200 300
500 500
386 380
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
150 mg 300 mg 500 mg
14 (1015) 26 (1884)
8 (580)
200 200 333
500 750 500
389 657 433
Nitroimidazol Metronidazol
250 mg 500 mg
1 (073) 6 (434)
-
200
500 500
500 362
Makrolida
Eritromisin
500 mg
2 (145)
300
500
400
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
500 mg 500 mg
2 (145) 2 (145)
500
-
700 500
600 500
Sefalosporin Sefadroksil
500 mg
2 (145)
500
600
550
Total 138 (10000)
Jenis Antibiotik Kode
ATC
PDD (mgpasienhari)
DDD
(mgpasienhari)
Rasio
PDDDDD
Penisilin-Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
J01CA04
J01CR02
150925
136842
100000
100000
159
137
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
J01FF01 J01FF02
83521 150000
120000 180000
070 083
Nitroimidazol Metronidazol
P01AB01
125329
200000
063
Makrolida Eritromisin
J01FA01
150000
100000
150
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
J01MA12 J01MA01
50000 50000
50000
100000
100 050
Sefalosporin Sefadroksil
J01DB05
100000
200000
050
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
23
4 KESIMPULAN
Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien dalam penelitian ini adalah 102+012
antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian
antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang
paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu
sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik
dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali
Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat
Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD
tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator
penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter
yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan
keterpaparan pasien terhadap antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of
antimicrobial utilization in indoor ward of
surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727
2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)
Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306
3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation
between Defined Daily Doses (DDD) and
Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis
of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418
4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K
Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)
Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic
isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8
5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press
6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of
Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53
7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily
doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591
8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of
antibiotic prophylaxis in dental practice-
Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754
9 World Health Organization (WHO) (2003)
Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization
10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme
(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental
Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland
Amoksisilin Amoksisilin+A
sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil
WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000
PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000
0
500
1000
1500
2000
2500
mg
pasi
en
hari
Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
24
Artikel Penelitian
Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu
2)
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email ddipahayugmailcom
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi
(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian
kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara
variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi
yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh
dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan
swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji
statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp
sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95
Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2
ABSTRACT
This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective
COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of
sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and
rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the
sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with
statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have
significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages
showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2
in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of
this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents
have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a
significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95
Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And
COX
1PENDAHULUAN
Pengertian nyeri menurut International
Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu
perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman
yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan
aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di
bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap
stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri
dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat
luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)
Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50
masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang
dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp
Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas
Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug
Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
25
mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi
permasalahan umum pada kesehatan masyarakat
yang dapat diatasi dengan menggunakan obat
analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya
dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik
perifer yang penggunaannya berdasarkan skala
nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat
digunakan obat oral analgesik perifer misalnya
golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug
(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu
golongan obat yang bekerja dengan cara memblok
kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan
COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin
yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi
dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa
digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi
dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan
resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk
COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan
enzim yang penting untuk pembentukan
prostaglandin dalam melindungi saluran cerna
trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah
enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi
prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam
peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat
memberikan efek merugikan bagi lambung karena
adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang
menggunakan NSAID sehingga dilakukan
pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan
sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp
Gilman 2010)
Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik
NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka
waktu yang lama secara terus menerus seringkali
menimbulkan efek samping beberapa diantaranya
yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran
pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat
untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan
intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah
swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk
mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak
dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing
batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif
yang diambil masyarakat untuk meningkatkan
keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)
Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh
pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk
mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan
yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter
Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan
kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan
swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai
dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya
(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila
dilakukan secara tepat akan sangat membantu
masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter
Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan
obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi
Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu
yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko
efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006
Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang
jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi
lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga
kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut
untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada
pasien sehingga pasien dapat terhindar dari
penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan
obat yang salah (drug misuse) Masyarakat
cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu
zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan
pengetahuan masyarakat tentang informasi
penggunaan obat tersebut merupakan penyebab
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)
dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)
Pengetahuan merupakan hal penting yang
dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan
swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo
2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka
penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan
obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel
yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien
swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat
oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis
kefarmasian dalam melakukan pelayanan
swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien
yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa
1 METODE
Instrumen penelitian
Bahan dan sumber data dalam penelitian ini
adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur
kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada
pasien diluar responden penelitian Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan alat ukur
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
26
kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti
Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok
pertanyaan yaitu identitasresponden data
pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi
Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan
informasi dengan menyampaikan sejumlah
pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula
oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner
berbentuk Close Ended Question yang berisi 10
pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan
mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan
dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang
didapatkan
Prosedur Pelaksanaan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif observasional dengan pengumpulan data
secara prospektif melalui pendekatan cross sectional
dimana data yang menyangkut variabel terikat
dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan
(Notoatmodjo 2012)
Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa
Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian
dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016
Pengambilan sampel secara accidental dilakukan
dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau
tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks
penelitian(Notoatmodjo 2012)
Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan
rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan
10 Berdasarkan perhitungan diperoleh
jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria
inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-
laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan
keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan
membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian
dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk
mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf
Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa
dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan
rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p
(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid
sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji
reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang
diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari
syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel
sehingga dapat digunakan dalam penelitian
Analisis data
Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban
yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai
dengan metode penilaian kuesioner Setelah data
yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan
dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi
3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku
rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan
tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner
memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak
rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria
kerasionalan obat
Dilakukan pengolahan data yang sudah
terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu
analisis deskriptif untuk menggambarkan
karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel
yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan
diagram batang selanjutnya dilakukan analisis
statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp
Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan
atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan
masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor
sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat
pendidikan dan status pekerjaan)terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95
2 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien
terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah
perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan
rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien
(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas
(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status
pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien
(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar
4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku
swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong
rasional 7570
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan
Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720
Sedang ( 60-80 ) 27 3860
Buruk ( lt 60 ) 10 1425
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
27
Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat
pengetahuan responden tentang swamedikasi dan
obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak
Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori
baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan
sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27
pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak
10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien
keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tingkat pengetahuan responden tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup
dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat
rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam
tabel 2
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas
Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Perilaku Rasional 53 7570
Tidak rasional 17 2430
Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien
(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang
dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien
(2430)
Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang
obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku
konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak
rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat
tentang obat dan penggunaannya merupakan
penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam
swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan
tersebut juga menyebabkan rentannya pasien
mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat
sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang
tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian
informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)
Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan
aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan
pemborosan waktu dan pemborosan biaya
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif
COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat
pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-
sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1
diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap
perilaku swamedikasi yang rasional terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi
di Apotek Latansa Sidoarjo)
Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien
Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam
Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan
rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa
semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang
mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional
pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan
Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa
pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap
perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional
Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk
perilaku kesehatan yang pembentukannya
dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern
Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah
satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan
mengenai penggunaan obat yang mencukupi
dapatmembantu pasien untuk mendapatkan
pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional
serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan
dalam menggunakan obat
Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan
terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau
jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang
rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang
sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan
hal penting dalam swamedikasi pengetahuan
tersebut antara lain tentang mengenali gejala
penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari
penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket
dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan
efek samping yang ada (Depkes 2008)
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan
pasien dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
28
Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat
Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2
Dalam Swamedikasi
Tingkat
Pengetahuan Keterangan
Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0421gt 0050 Ho Diterima
Tingkat
Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak
Status
Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan
antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan
dengan tingkat pengetahuan pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap
tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor
tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan
pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)
Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat
pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula
pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan
menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan
kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi
termasuk informasi mengenai kesehatan
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang
menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih
banyak yang melakukan swamedikasi secara
rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya
tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak
membaca label pada kemasan obat sebelum
mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam
penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat
pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman
tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin membuat seseorang
lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan
obat
Hasil uji analisis statistik Chi Square
pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas
pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat
pada Tabel 5
Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon
Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak
Tingkat
Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima
Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara
jenis kelamin tingkat pendidikan dan status
pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan
pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)
Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan
tingkat pengetahuan pasien)
Usia menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia
mempengaruhi pemilihan obat pada pasien
Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang
tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan
obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan
fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi
penyakit yang menyebabkan rentan mengalami
masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan
dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk
2008)
4KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien
memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan
swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis
statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat
pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas
pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi
Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan
menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat
pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
29
pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor
sosiodemografi usia
1 SARAN
Disarankan untuk menunjang terlaksananya
pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya
dibuat poster atau brosur yang berisi informasi
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang
benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga
bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk
memberikan arahan dan edukasi kepada pasien
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi
untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang
rasional
2 DAFTAR PUSTAKA
1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas
terbatas Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Keputusan Menteri Kesehatan RI No
189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan
Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008
Materi pelatihan peningkatan pengetahuan
dan keterampilan memilih obat bagi tenaga
kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)
Jakarta Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan
Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada
Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun
2003Tesis
5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi
dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC
6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC
7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008
Perilaku pengobatan sendiri yang rasional
pada masyarakat Kecamatan Depok dan
Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah
Farmasi Indonesia 19(1) 32-40
8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian
kesehatan Jakarta Rineka Cipta
9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran
Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di
Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah
Ilmu Kefarmasian 1 102-115
10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola
Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara
Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di
Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan
11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh
penyuluhan obat menggunakan leaflet
terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga
kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219
12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat
yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan
sendiri keluhan demam sakit kepala batuk
dan flu (hasil analisis lanjut data Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001
Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69
13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007
Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-
Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan
Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi
hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
14 World health organization 2000 Guidlines for the
regulatory assesment of medical products for
use in self-medication Geneva World Health
Organization
15 World Self-Medication Industry (nd) About self
medication Februari 2 2012
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
30
Artikel Penelitian
Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam
Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)
Surahmaidah1)
dan Sarwoko Mangkoedihardjo2
1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
) Email fahida1619gmailcom
ABSTRAK
Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di
sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut
Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman
(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang
umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan
dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh
Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai
persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan
tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan
Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang
diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam
mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125
Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi
ABSTRACT
The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them
is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to
remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual
plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants
and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd
contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This
experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25
ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on
Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the
percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to
accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125
Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation
1 PENDAHULUAN
Logam berat merupakan sumber pencemar
lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat
toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]
Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya
disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan
limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]
Secara alamiah tanah mengandung logam berat
dan sebagian logam berat tersebut berperan penting
dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn
dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila
jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas
pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan
logam berat yang sangat toksik dan merupakan
pencemar utama dalam lingkungan dan sangat
beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel
and Kirkby 1987)
Salah satu logam berat toksik yang mencemari
tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd
mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun
Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem
tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan
logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah
masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]
Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih
perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa
mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida
bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd
digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
31
(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd
bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan
sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat
keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-
Cd pada baterai serta industri tekstil [2]
Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga
untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang
tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik
kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan
relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif
bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang
tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan
tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik
pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan
tumbuhan untuk menyerap mendegradasi
mentransformasi dan mengimobilisasi bahan
pencemar baik itu logam berat maupun senyawa
organik Metode ini mudah diaplikasikan murah
efisien dan ramah lingkungan [12]
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)
Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah
didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada
berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak
pagar umumnya digunakan sebagai tanaman
pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan
sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)
tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik
dalam menyerap logam nikel (Ni)
Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar
Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan
tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)
dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman
jarak pagar
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam
berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap
tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai
persentase reduksi tanah yang tercemar Cd
2 METODE PENELITIAN
21 Waktu Penelitian
Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2
bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan
jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses
remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar
dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair
Surabaya
22 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag
dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm
penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik
dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar
tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan
namun tetap mendapatkan sinar matahari dan
sirkulasi oksigen
Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan
dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm
dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar
(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah
daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam
nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades
23 Tahap-tahap Penelitian
231 Sampel Tanaman Jarak Pagar
Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk
mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh
dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar
pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor
dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor
untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman
tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali
pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah
232 Aklimatisasi Tanaman
Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman
jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman
tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman
yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu
dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat
dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk
diujikan
233 Pemberian Variasi Konsentrasi
Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd
terhadap media tanah taman yang berisi tanaman
jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan
adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm
Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
32
masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan
dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan
234 Parameter Uji
Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas
daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran
reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan
tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam
tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir
pengamatan)
3 PEMBAHASAN
31 Tahap Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur
penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya
tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir
percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak
pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna
hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan
untuk kemudian ditanam pada media tanah taman
yang mengandung Cd yang telah ditentukan
konsentrasinya
32 Analisis Parameter
321 Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman
yang sering digunakan sebagai indikator
pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1
didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15
ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman
dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm
Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non
esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk
meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon
pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat
pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya
sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan
322 Luas Daun
Luas daun digunakan sebagai parameter
pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk
menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti
pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7
luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574
cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami
penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027
cm2
Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan
Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd
pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi
tanaman dan mampu merusak kloroplas daun
sehingga luas daun mengalami penurunan Cd
berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan
nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka
klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit
Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil
fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi
penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang
tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun
Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman
Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm
Hari ke-0 21 21 24 21 21 22
Hari ke-7 211 21 241 212 213 221
Hari ke-14 213 211 243 212 213 223
Hari ke-21 213 211 243 212 213 223
Hari ke-28 214 211 245 215 215 224
Hari ke-35 215 211 246 216 216 225
Hari ke-42 215 211 247 217 217 225
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
33
Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd
Kode
Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)
hari
ke-0
hari
ke-7
hari
ke-14
hari
ke-21
hari
ke-28
hari
ke-35
hari
ke-42
5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673
15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176
25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341
35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118
45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253
323 Morfologi Daun
Selain penurunan luas daun Cd juga
menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi
tanaman yang diekspresikan dalam gangguan
pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis
(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun
yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis
(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan
daun yang tidak normal [10]
Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi
akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada
Gambar 3
Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak
Pagar
Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti
(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan
mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat
pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja
enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan
pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat
mengakibatkan kematian tanaman
324 Reduksi Cd dalam Tanah
Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap
2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-
28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar
rhizosfer tanaman
Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)
Cd hari
ke-0
hari
ke-14
hari
ke-28
Reduksi
(a)
Reduksi
(b)
5 ppm 6031 1067 073 82308 87896
15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178
25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517
35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796
45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509
Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk
monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak
sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui
kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi
tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh
(2005)
Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada
hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak
digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah
yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di
daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah
tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur
penelitian Ghosh and Singh (2005)
Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah
sebagai berikut
reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)
Kons Cd1
reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)
Kons Cd1
325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar
Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak
pagar dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
34
Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar
Cd Konsentrasi Cd
Pada Tanah
(Hari ke-42)
Pada
Tanaman
Akumulasi
5 ppm 1693 1236 7301
15 ppm 4799 6038 12582
25 ppm 9028 7939 8794
35 ppm 15128 7022 4642
45 ppm 14567 7929 5443
Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih
besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system
tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat
meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap
Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa
akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat
pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm
dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase
akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada
konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi
Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih
rendah
4 KESIMPULAN
1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh
terhadap tinggi tanaman dan luas daun
2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai
kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar
logam berat Cd
3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam
berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91
4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman
jarak pagar yaitu sebesar 46-125
DAFTAR PUSTAKA
1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical
Principles of Environmental Pollution 2nd
Edition Blackie Academic and Professional
Chapman amp Hall London
5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam
KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman
T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P
(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil
Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta
6 Kelly EB (1998) Phytoremediation
7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace
Elements in the Soil and Plants CRC Press
Boca Raton FL
8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic
Metals A Review of Biological Mechanisms J
Environmental Qual 31 109-120
9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in
bacterial community structure induced by
micorrhizal colonization in spot-root maize
Plant Soil 231 279-289
10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element
John Wiley amp Sons New York pp 1-292
11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and
anthropogenic emissions of trace metals to the
atmosphere Nature 279 409-411
12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)
PHYTOREMEDIATION Transformation and
Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc
USA
13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)
Review Cadmium Phytoextraction Present
State Biological Background and Research
Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95
2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi
Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press
Jakarta
3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on
Phytoremediation of Heavy Metals and
Utilization of Its Byproducts Applied Ecology
Environment Research 3(1) 1-8
4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis
Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama
Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
35
Artikel Penelitian
Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti
2) Tamara Gusti Ebtavanny
3
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya
3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya
perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)
Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat
menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan
yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan
kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel
dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa
kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel
mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah
18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh BPOM
Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri
ABSTRACT
Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic
treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in
the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in
the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No
HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams
cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number
BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield
requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a
registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method
used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis
using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury
more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels
from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn
035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the
market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream
1PENDAHULUAN
Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar
yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit
memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh
dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan
membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu
Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo
Surabaya)
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
36
pembentukan pigmen melanin untuk melindungi
kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi
sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat
menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan
berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang
ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari
kemerahan noda-noda hitam penuaan dini
kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk
mengatasi berbagai masalah kulit tersebut
diperlukan adanya perawatan menggunakan
kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan
yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian
luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah
menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena
penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan
terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik
pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan
pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up
meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan
tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan
sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang
lain mencegah penuaan dan secara umum
membantu seseorang lebih menikmati dan
menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono
dan Fatma Latifah 2014)
Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya
yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim
pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau
bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit
atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim
pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang
memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu
mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi
warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)
Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam
krim pemutih salah satunya adalah merkuri
Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum
yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg
dan termasuk dalam golongan logam berat dengan
bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri
merupakan salah satu bahan aktif yang sering
ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr
Retno IS Tranggono SpKK merkuri
direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit
karena berpotensi sebagai bahan pereduksi
(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih
terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri
dianggap dapat menghambat sintesis melamin
pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li
Wang and Hong Zhang 2011)
Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor
HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan
logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih
dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan
pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan
bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang
mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas
terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi
karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit
secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk
ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi
yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat
membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan
dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada
pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan
kerusakan permanen otak paru-paru ginjal
menggangu perkembangan janin serta dapat
menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada
sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor
insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi
abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di
dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik
yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI
2011 BPOM RI 2007)
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan
kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim
pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim
pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim
pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi
BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3
varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah produk dengan merk serta kemasan yang
sama namun pada pembelian toko kosmetik yang
berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian
ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC
Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan
harga terjangkau dan memiliki kemasan pot
2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan
rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga
bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa
kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi
Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di
Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong
gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas
saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur
50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
37
1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet
volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan
digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim
pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat
larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan
aquadest
1 Analisa Kualitatif
Pembuatan Larutan KI 05 N
Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL
dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL
serta dikocok hingga homogen
Pembuatan Larutan Aqua Regia
HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL
(perbandingan volume 3 I)
Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah
Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air
sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10
mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir
kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest
sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar
didinginkan dan disaring
Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna
Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes
larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui
dinding tabung reaksi Jika sampel positif
mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan
merah jingga
2 Analisa Kuantitatif
Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan
kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat
sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan
volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest
Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi
100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10
mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain
Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan
larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL
dan masukan ke dalam masing-masing labu takar
yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan
ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume
masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan
HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan
instrumen pengukur Spektrofotometer serapan
Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang
resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil
pengukuran larutan sampel
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa
krim pemutih yang dijual di pasar DTC
Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang
diambil secara acak dalam penelitian ini adalah
sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis
yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dengan merk A B C dan
memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D
E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian
Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
produk dengan merk serta kemasan yang sama
namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda
Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan
kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam
kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk
mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif
pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku
kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap
selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan
metode digesti basah dengan cara menguapkan
sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas
penangas air di dalam lemari asam sampai hampir
kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan
ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan
sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya
sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan
meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan
mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian
yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil
yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2
Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor
BPOM
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
38
Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor
BPOM
Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut
dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif
mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji
kuantitatif untuk mengetahui kadarnya
Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada
pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa
pengujian sampel tersebut adalah valid sampel
yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga
dilakukan pengujian yang diambil secara random
dan mengujikannya di Laboratorium MIPA
Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil
analisa kuantitatif
Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan
merkuri pada krim pemutih
Berdasarkan hasil data yang tertera pada table
3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki
nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri
dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi
BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil
kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1
adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk
varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil
tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi
batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah
Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia nomor HK03012307116662
tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis
merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1
mgL (1 ppm)
Berdasarkan hasil pengujian tersebut
membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim
pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar
melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan
produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi
batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi
maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor
registrasi yang tercantum dalam produk tersebut
dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian
nomor registrasi produk dengan izin edar melalui
website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan
kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6
sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)
yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak
terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih
lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan
bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam
daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di
pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM
dalam link database produk yang dibatalkan
Namun meskipun produk tersebut telah
dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih
beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk
sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada
database produk yang dibatalkan ternyata tidak
ditemukan nomor registrasi dari produk sampel
tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut
tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi
yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini
membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang
beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang
tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM
4 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut
1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk
kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
39
2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki
nomor registrasi BPOM yang beredar di
pasaran
3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang
beredar dipasaran memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji
kuantitatif menunjukkan adanya kandungan
merkuri yang cukup tinggi pada produk krim
pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn
035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar
18820 plusmn 028 mgkg
5 SARAN
2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih
berhati-hati dalam memilih produk kosmetika
khususnya krim pemutih Hindari memilih
produk yang tidak mencantumkan nomor
registrasi dari BPOM RI
3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali
produk yang mencantumkan nomor registrasi
melalui website resmi BPOM
(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui
kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi
dengan izin edar produk tersebut
4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan
ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau
menyengat serta menjanjikan hasil yang instan
dengan proses yang cepat
5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh
instansi terkait seperti BPOM untuk semua
produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga
keamanannya
6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
menggunakan produk yang lebih banyak dengan
area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih
representative
DAFTAR PUSTAKA
1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom
Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015
2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih
Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016
3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013
Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri
(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal
Menggunakan Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas
4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011
Peraturan Kepala Badan POM Republik
Indonesia Nomor HK0312307116662
Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik
httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015
5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada
Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya
6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical
Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016
7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014
Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium
Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih
Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1
8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi
Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan
Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183
Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In
Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo
11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015
12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian
Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas
G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada
Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT
Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis
Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih
Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta
17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis
Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta
18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian
Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik
Dengan Spektrofotometri Serapan
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
40
Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan
Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi
Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku
Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta
20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in
marketed cosmetics analytical survey in
Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
41
Artikel Penelitian
Prasetyo Handrianto1)
1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom
ABSTRAK
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat
tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah
jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi
yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali
pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data
zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu
sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi
(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
ABSTRACT
Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma
lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml
60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is
paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed
that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest
average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract
of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus
aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
1 PENDAHULUAN
Hidup sehat adalah harapan setiap orang
Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya
harga obat-obatan modern dan efek samping yang
mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat
ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam
(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai
melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso
2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat
tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru
sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar
300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan
tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang
telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi
sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur
Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai
sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma
lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21
spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001
dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur
Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah
dapat mencegah dan mengobati berbagai macam
penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk
menghambat atau membunuh virus HIV penyebab
AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)
Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan
sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis
ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi
yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme
dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan
pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri
Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang
relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya
ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
42
ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-
10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi
serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi
ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang
menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru
ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar
2012)
Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol
dapat menarik banyak senyawa aktif yang
terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum
sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan
untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data
tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut
untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak
jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan
menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat
bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan
metode difusi cakram kertas Penelitian ini
diharapkan bermanfaat sebagai terobosan
pengembangan produk baru di bidang farmasi
dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai
bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi
yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit
yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus
2 METODE
Bahan yang digunakan adalah jamur
Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient
Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang
diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media
Nutrient Agar kertas cakram aquadest
Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan
porselen alat rotavapor botol vial steril oven
pinset jarum ose autoclave tabung reaksi
inkubator cawan petri timbangan analitik pipet
volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok
tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor
21 Cara Kerja
Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi
10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut
etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan
untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk
jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses
kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi
ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu
40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai
memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering
dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan
dalam ruang LAF
Medium yang digunakan adalah medium
Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri
Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan
kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan
Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC
selama 24 jam Membuat media NA dengan
mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam
100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna
seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan
suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA
steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke
dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah
dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL
bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri
Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas
cakram dengan diameter 6 mm pada media agar
Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum
dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap
kertas cakram
Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20
microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml
Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening
yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah
1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian
dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya
22 Analisa Data
Data yang diperoleh pada metode difusi di
analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way
apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji
Duncan`s
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi
berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali
pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona
hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)
pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml
menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan
kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml
menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan
aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter
rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif
Hasil analisis menggunakan anova one way juga
menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur
lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
43
Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus
Replikasi Kontrol
Negatif
Konsentrasi (microgml)
20 40 60 80 100
1 - 67 87 115 132 172
2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184
4 - 63 86 118 144 174
5 - 70 89 115 139 190
6 - 65 86 108 136 181
7 - 66 79 111 140 186
Rata- Rata 66 87 1135 139 180
Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang
Aktif Aktif Sangat Aktif
Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa
faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya
yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi
teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan
cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)
Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak
yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode
ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode
soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol
Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi
merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk
memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu
karena aktivitas biologis tidak hilang saat
dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam
pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu
etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat
senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid
tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan
triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa
tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah
saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid
Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)
yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan
aktivitas sebagai antimikroba
Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk
2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba
yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan
sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau
kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa
intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin
sebagai antimikroba adalah menghambat enzim
reverse transkriptase dan DNA topoisomerase
sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk
Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba
adalah dengan membentuk senyawa kompleks
dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga
dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti
dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC
2005)
Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri
Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri
Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini
merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada
keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot
et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan
mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru
sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena
termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus
aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya
Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang
dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan
kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena
bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri
gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan
pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk
suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus
oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)
Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus
memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri
gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki
dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi
faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma
lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan
kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang
aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang
dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal
berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial
Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri
Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml
sebesar 9 mm
Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan
bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang
digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba
dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
44
dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi
bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu
adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan
cara ekstraksi lain
4 KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi
ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm
pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada
konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80
microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml
5 DAFTAR PUSTAKA
1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014
Antibacetrial Activity Of Various Extracts
From The Fruiting Bodies Of Ganoderma
lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)
Merr) Trunk International Journal Of Scientific
And Technology Research Vol3 issue 1
2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M
2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed
4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26
Jakarta EGC
3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA
2013 Biopharmaceutical Assessment of Active
Components of Deadaleopsis confragosa and
Ganoderma lucidum Journal of Medical
Microbiology
4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan
Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta
Penebar Swadaya
5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S
Williamson EM 2009 Farmakognosi dan
Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et
al Hal 118 Jakarta EGC
6 Indonesian Biotechnology Information Centre
(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari
Tanaman httpindobicorid Diakses pada
tanggal 3 Juni 2016
7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi
untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta
Rineka Cipta
8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial
Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of
Garlic Cinnamon and Tumeric Againts
Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis
dsm 3256 International Journal Of Applied
Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan
Vol3
9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella
thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-
37
10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji
antimikroba Curcuma spp Terhadap
Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi
Universitas Andalas Hal 1-7
11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda
2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-
18 Yogyakarta Graha Ilmu
12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman
Obat Jakarta Agro Media Pustaka
13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma
lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret
Surakarta
14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan
Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap
Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains
Kimia Vol10
15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-
vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of
Ganoderma lucidum International Journal of
Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466
16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of
Bacteriology Staphylococcus aureus
(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses
tanggal 11 September 2015
17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan
Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah
Bogor PT Penerbit IPB Press
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
5
DEWAN REDAKSI JURNAL PHARMASCI
Penanggung Jawab Abd Syakur M Pd
Pimpinan Redaksi Prasetyo Handrianto SSi MSi
Ketua Penyunting Ratih Kusuma Wardani SSi MSi
Anggota Penyunting Djamilah Arifiyana SSi MSi
Umarudin SSi MSi
EditorLayout MA Hanny Ferry Fernanda SFarm Apt
Dewi Setiowati AMd
Rosita Dwi Chrisnandari SSi MSi
Rahmad Aji Prasetya SFarm Apt
Nuria Reni SPd MPd
Kesekretariatan Suci Reza Syafira SEI
Penelaah Ahli Dr Sulfahri MSi
(Universitas Hasanudin Makasar)
Dr Agus Muji Santoso MSi
(Universias PGRI Kediri)
Fitriana Ikhtia Rinawati MKes
(Universitas Islam Lamongan)
Anita Purnamayanti MFarm-Klin Apt
(Universitas Surabaya)
Emsal Yanuar MSi
(Universitas Teknologi Sumbawa)
Cicik Herlina Yulianti ST MSi
(Akademi Farmasi Surabaya)
Ilil Maidatuz Zulfa SFarm MSi Apt
(Akademi Farmasi Surabaya)
Vika Ayu Devianti SSi MSi
(Akademi Farmasi Surabaya)
Tamara Gusti Ebtavanny SFarm MFarm Apt
(Akademi Farmasi Surabaya)
Surahmaidah SSi MT
(Akademi Farmasi Surabaya)
Tri Puji Lestari SSi MSi
(Akademi Farmasi Surabaya)
Damaranie Dipahayu SFarm MFarm Apt
(Akademi Farmasi Surabaya)
Galuh Gondo Kusumo SFarm MFarm Apt
(Akademi Farmasi Surabaya)
Intan Kurnia Permatasari SE Ak MA
(Akademi Farmasi Surabaya)
Dra Endang Martiniani SSi MPharm Apt
(RSUD Dr Soetomo Surabaya)
Hilya Nur Imtihani SFarm MFarm Apt
(Akademi Farmasi Surabaya)
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
6
Halaman Kosong
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
7
DAFTAR ISI
Journal of Pharmacy and Science 4
Dewan Redaksi Jurnal Pharmasci 5
Daftar Isi 7
Analisis Efektifitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat
Antihipertensi Golongan Angiotensin Receptor Blockerrsquos (Candersartan Valsartan Kalium Losartan) 9
Ninik Mas Ulfa 9
Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit pada Pasien Demam Berdarah Dengue
(DBD) Di RSU Anwar Medika Periode Februari-Desember 2016 7
Acivrida Mega Charisma 7
Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di Salah Satu Apotek di Surabaya 11
Ilil Maidatuz Zulfa Fitria Dewi Yunitasari 11
Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-
Inflamatory Drug Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi 15
Haris Imrorsquoatul Khusna Damaranie Dipahayu 15
Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat
Kadmium (Cd) 21
Surahmaidah dan Sarwoko Mangkoedihardjo 21
Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di
Pasar DTC Wonokromo Surabaya) 26
Fatma Ariska Trisnawati Cicik Herlina Yulianti Tamara Gusti Ebtavanny 26
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap Staphylococcus aureus 41
Prasetyo Handrianto 41
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
8
Halaman Kosong
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
9
Artikel Penelitian
Analisis Efektifitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien
Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat Antihipertensi Golongan
Angiotensin Receptor Blockerrsquos (Candersartan Valsartan Kalium Losartan)
Ninik Mas Ulfa)
Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya ) Email ninikmuakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat
Faktor penyebab hipertensi adalah faktor gaya hidup faktor genetika dan faktor usia Hipertensi termasuk dalam
penyakit degeneratif dimana terjadi penurunan organ tubuh Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
efektifitas kontrol penurunan teakanan darah dari terapi obat Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan Pada
penelitian ini dilakukan di RS X wilayah Surabaya Selatan dan RS Y wilayah Surabaya Timur Penelitian ini
bersifat retrospektif dengan pengamatan observasioanl Penelitian ini terbagi dalam 3 kelompok terapi dengan
jumlah total populasi adalah 57 pasien Data tekanan darah sistolik-diastolik diamati selama 5 bulan terapi dari
masing-masing kelompok terapi A (Candersartan n = 19) kelompok terapi B (Valsartan n= 19) dan kelompok
terapi C (Kalium Losartan n= 19)Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan tekanan darah sistolik pada kelompok A sebesar 2118 kelompok B = 2420 dan kelompok C = 2251 Penurunan tekanan darah
diastolic pada kelompok A sebesar 1214 kelompok B = 1404 dan kelompok C = 1098 Berdasarkan
hasil analisa statistik diperoleh hasil p = 0967 gt α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna dari
ketiga kelompok terapi tersebut dalam penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik pada pasien hipertensi
Hal ini berarti bahwa efektifitas ketiga obat tersebut dalam kontrol penurunan tekanan darah pada pasien
Hipertensi mempunyai efektifitas yang
Kata Kunci Candersartan Valsartan Kalium Losartan Hipertensi
ABSTRACT
Hypertension is an increase in systolic blood pressure of more than 140 mmHg and diastolic blood pressure of more than 90 mmHg in two measurements with an interval of five minutes in a resting state Factors
causing hypertension are lifestyle factors genetic factors and age factors Hypertension is included in
degenerative diseases where there is a decrease in body organs The purpose of this study was to determine the
effectiveness of blood pressure control of Candersartan Valsartan and Potassium Losartan This research was
conducted in RS X of South Surabaya and RS Y of East Surabaya This study is retrospective with observational
The study was divided into 3 therapeutic groups with a total population of 57 patients Data on systolic-diastolic
blood pressure were observed for 5 months of therapy from each of the therapy groups A (Candersartan n = 19)
therapy group B (Valsartan n = 19) and therapy group C (Potassium Losartan n = 19) That there was a
decrease in systolic blood pressure in group A of 2118 group B = 2420 and group C = 2251 Diastolic
blood pressure decrease in group A was 1214 group B = 1404 and group C = 1098 Based on the
results of statistical analysis obtained results p = 0967gt α = 005 which means there is no significant difference
of the three groups of therapy in the reduction of systolic blood pressure and diastolic in hypertensive patients This means that the effectiveness of the three drugs in the control of blood pressure reduction in hypertensive
patients has the same effectiveness
Key Words Candersartan Valsartan Potasium Losartan Hypertesion
1 PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan gangguan poligenetik
yang dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai
pengaruh lingkungan atau faktor genetic [11]
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah
peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang
waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahattenang Peningkatan tekanan darah yang
berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)
dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal
ginjal) jantung (penyakit jantung
koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak
dideteksi secara dini dan mendapat
pengobatan yang memadai[17] Hasil Riset Kesehatan
Dasar yang dilakukan di Indonesia menunjukkan
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
10
proporsi penyebab kematian tertinggi adalah
Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti penyakit
kardiovaskular (319 ) termasuk hipertensi ( 68)
dan stroke (154) [2] Prevalensi hipertensi lebih
tinggi pada individu usia ge 60 tahun dan usia 40-59
tahun dibandingkan pada usia 18-39 tahun karena
seiring bertambahnya usia terjadi proses degeneratif
organ [17] Selain dari segi usia prevalensi hipertensi
dapat juga diamati dari jenis kelamin dimana pria
berisiko hipertensi 125 kali daripada wanita [14] Hal
ini disebabkan oleh perilaku tidak sehat (merokok
konsumsi alkohol) depresi dan rendahnya status
pekerjaan perasaan kurang nyaman terhadap
pekerjaan dan pengangguran [10] Pada usia 65-74
tahun prevalensi hipertensi justru lebih tinggi pada
wanita (58) karena pada usia tersebut wanita
mengalami menopause yang menyebabkan
penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron
yapng dapat membantu mengatur tekanan darah
Prevalensi hipertensi juga diamati dari berat badan
seseorang di mana diketahui prevalensi hipertensi
pada pasien gemuk yaitu sebesar 112 sedangkan
pada pasien obesitas (Indeks Massa Tubuh gt27)
prevalensi hipertensi lebih tinggi yaitu 147 [10]
The Joint National Community on Preventation
Detection evaluation and treatment of High Blood
Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia
WHO dengan International Society of Hipertention
membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan
darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau
lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau
lebih atau sedang memakai obat antihipertensi
Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko
penyebab terjadinya penyakit jantung dan pembuluh
darah (PJP) khususnya CVA (Cerebrovacular
accident infark atau perdarahan otak) Tekanan
darah (TD) Sistolik dan Diastolik sangat berperan
dalam faktor resiko PJP Regulasi tekanan darah
merupakan peranan yang sangat penting bagi organ
Ginjal Ginjal berperan utama dalam pengaturan TD
melalui sistem Renin-Angiotensin Aldosteron
(RAAS) Enzym yang berperan dalam sistem ini
adalah Renin dan Angiotensin Converting Enzyme
(ACE) Bila volume darah yang mengalir diginjal
berkurang dan TD di glomeruli ginjal menurun maka
ginjal dapat membentuk dan melepaskan Renin
Renin akan menghidrolisis Angiotensinogen yang
dibentuk dalam hati menjadi Angiotensin I (AT I)
AT I oleh enzyme ACE diubah menjadi AT II yang
dapat meningkatkan efek vasokonstriksi dan
menstimulasi sekresi hormone aldosterone yang
emrupakan antidiuretic hormon Akibatnya terjadi
retensi air dan Natrium akibatnya volume darah dan
TD naik melebihi normal[3 12]
Gejala klinik yang sering dialami adalah pusing
pada pagi hari dibagian tengkuk dan kepala
pengukuran tekanan darah selama minimla 3 kali
pengukuran selang 1 minggu selalu terjadi
peningkatan TD sistolik dan TD diastolic melebihi
dari normal sesuai ketentuan JNC 7 dan JNC 8
volume urin berkurang dari normal Faktor resiko
hipertensi jika tidak diobati secara benar atau tidak
terregulasi dengan baik dapat mengakibatkan
kerusakan pada jantung otak ginjal dan mata Pada
jantung dapat mengakibatkan gagal jantung
(decompensasi cordis) dengan rasa sesak dan edema
pada kaki Pada otak mengakibatkan stroke
sedangkan pada ginjal dapat terjadi kerusakan pada
ginjal hingga hemodialisa Pada mata menyebabkan
gangguan pada penglihatan (blurred vision) Untuk
pencegahannya dapat dilakukan yaitu hindari stress
lelah perbaikan gaya hidup menuju sehat dan
hindari rokok asupan garam serta minuman
beralkohol[8312]
Pemberian obat anti hipertensi merupakan terapi
farmakologi obat anti hipertensi dibagi dalam
beberapa penggolongan obat yaitu golongan
Diuretik golongan Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor (ACEI) golongan Angiotensin Reseptor
Blockers (ARB) golongan Beta Blockers dan
golongan Calcium Channel Blockers (CCB) Obat-
obat ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasi
dan harus digunakan untuk mengobati mayoritas
pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan
keuntungan dengan kelas obat ini [11 9] Angiotensin
Reseptor Blockers (ARB) dipilih karena merupakan
obat pilihan pertama pada pengobatan hipertensi
terutama pada pasien hipertensi dengan komplikasi
diabetes tipe II yang dimana fungsi ginjal bekerja
lebih berat sedangkan obat golongan ARB bekerja
dengan memblok aldosteron akibatnya tekanan darah
bisa terkontrol dan aliran darah ke ginjal normal
sehingga tidak memperparah kerja ginjal [11 9]
Mekanisme kerja ARB yaitu menghambat
angiotensin II pada reseptor subtipe 1 dimana jika
tidak dihambat akan menyebabkan vasokontriksi
sehingga tekanan darah naik Angiotensin II pada
Reseptor subtipe 2 tidak dihambat karena reseptor
ini memberi efek vasodilatasi sehingga tekanan
darah turun Pertimbangan rasional pemakaian ARB
ada 3 pertimbangan yaitu ARB bekerja spesifik
menghambat angiotensin berikatan pada reseptor
subtipe I Kedua dengan dihambatnya reseptor
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
11
subtipe 1 sehingga akan meningkatan persentase
angiotensin II untuk berikatan dengan reseptor
subtipe 2 yang akan memberi perlindungan terhadap
organ tubuh Terakhir dalam pembentukan
angiotensin II ada jalur lain ( pathway ) selain
melalui sistem RAAS sehingga sangat baik jika kita
menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptor
subtipe 1 sedangkan ACEI menghambat sintesis
angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan
vasokonstriksi poten[11 9]
2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat observasional cross
section dengan pengambilan data secara retrospektif
pada pengukuran tekanan darah selama periode
penelitian Bahan peneltian yang digunakan adalah
data rekam medis pasien dari Rumah Sakit X di
wilayah Surabaya Selatan periode Desember 2013 ndash
April 2014 dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya
Utara periode Januari 2015 ndash Mei 2015 Perhitungan
jumlah populasi terjangkau menggunakan rumus
Slovin Jumlah populasi pada penelitian ni adalah 57
pasien diagnosa Hipertensi terbagi dalam 3
kelompok terapi yaitu Terapi A adalah Candersartan
(19) terapi B adalah Valsartan (19) Terapi C adalah
Kalium Losartan (19) Aturan pemakaian dan dosis
yang digunakan pada terapi A adalah Candersartan 8
mg 3 kali sehari 1 tablet terapi B adalah Valsartan 80
mg 2 kali sehari 1 tablet dan terapi C adalah Kalium
Losartan 50 mg 1 kali sehari 1 tablet Pada penelitian
ini pasien selain mendapatkan obat antihipertensi
yang diteliti juga mendapatkan obat-obat
antidiabetes tetapi yang diamati pada penelitian ini
hanya obat antihipertensi saja (Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan)
Analisa data pada penelitian ini adalah
penurunan tekanan darah pre dan post selama terapi
Perhitungan penurunan tekanan darah dilakukan baik
pada tekanan darah sistolik pre-post dan tekanan
darah diastolik pre-post dalam 3 kelompok terapi
Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan
statistik One-Way Anova [4]
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh dari
pengukuran tekanan darah pada kelompok terapi A
B dan C dengan lama terapi 5 bulan (selama periode
penelitian) diperoleh data yang terlihat pada tabel
dibawah ini
Tabel 1 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok A (Candersartan)
Tabel 2 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok B (Valsartan)
No Urut
Pasien
Valsartan
SistolikPre Sistolik Post Sistolik ()
1 180 130 50 2778
2 190 150 40 2105
3 170 130 40 2353
4 180 130 50 2778
5 190 140 50 2632
6 170 130 40 2353
7 190 140 50 2632
8 190 130 60 3158
9 200 140 60 3000
10 170 140 30 1765
11 180 130 50 2778
12 150 130 20 1333
13 155 120 35 2258
14 175 130 45 2571
15 170 120 50 2941
16 185 120 65 3514
17 160 130 30 1875
18 170 140 30 1765
19 160 140 20 1250
Jumlah 815 45837
Rerata 4289 2412
No Urut
Pasien
Candesartan
Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()
1 160 130 30 1875
2 165 130 35 2121
3 160 130 30 1875
4 180 140 40 2222
5 170 140 30 1765
6 150 120 30 2000
7 165 140 25 1515
8 170 140 30 1765
9 170 130 40 2353
10 180 130 50 2778
11 190 140 50 2632
12 175 140 35 2000
13 185 140 45 2432
14 170 120 50 2941
15 190 140 50 2632
16 150 120 30 2000
17 150 130 20 1333
18 160 130 30 1875
19 165 130 35 2121
Jumlah 685 40360
Rerata 3605 2118
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
12
Tabel 3 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok C (Kalium Losartan)
No Urut
pasien Kalium Losartan
Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()
1 170 140 30 1765
2 160 130 30 1875
3 190 140 50 2632
4 170 140 30 1765
5 150 120 30 2000
6 170 140 30 1765
7 170 140 30 1765
8 170 130 40 2353
9 180 130 50 2778
10 200 140 60 3000
11 175 130 45 2571
12 185 140 45 2432
13 170 120 50 2941
14 190 140 50 2632
15 150 120 30 2000
16 150 130 20 1333
17 160 130 30 1875
18 170 130 40 2353
19 170 120 50 2941
Jumlah 42775
Rerata 2251
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 2
dan 3 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A
mengalami penurunan tekanan darah sistolik
2118 Kelompok terapi B mengalami penurunan
tekanan darah sistolik 2420 sedangkan kelompok
terapi C mengalami penurunan tekanan darah
sistolik 2251 Hasil penurunan tekanan darah
pada 3 kelompok terapi ini mempunyai nilai
penurunan tekanan darah sistolik yang hampir sama
tetapi kelompok terapi B yaitu kelompok Valsartan
mempunyai nilai penurunan tekanan darah sistolik
lebih tinggi yaitu 2420 atau tekanan darah
menurun 024 kali dari nilai tekanan darah sistolik
pre dibandingkan kelompok Kalium Losartan (022
kali) dan kelompok Candersartan (021 kali)
Tabel 4 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok A (Candersartan)
No Urut
Pasien
Candesartan
Diastolik
Pre
Diastolik
Post
Diastolik ()
1 95 80 15 1579
2 95 80 15 1579
3 100 80 20 2000
4 100 80 20 2000
5 100 85 15 1500
6 90 80 10 1111
7 90 80 10 1111
8 90 80 10 1111
9 95 80 15 1579
10 100 80 20 2000
11 100 85 15 1500
12 90 80 10 1111
13 90 85 5 556
14 90 80 10 1111
15 100 90 10 1000
16 90 80 10 1111
17 90 90 0 000
18 90 90 0 000
19 90 80 10 1111
Jumlah 220 23070
Rerata 1157 1214
Tabel 5 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok B (Valsartan)
No urut
Pasien
Valsartan
Diastolik
Pre
Diastolik
Post
Diastolik ()
1 100 90 10 1000
2 100 90 10 1000
3 95 80 15 1579
4 100 80 20 2000
5 100 80 20 2000
6 95 80 15 1579
7 95 80 15 1579
8 100 85 15 1500
9 100 90 10 1000
10 95 80 15 1579
11 95 80 15 1579
12 90 80 10 1111
13 90 80 10 1111
14 85 85 0 000
15 90 80 10 1111
16 90 80 10 1111
17 100 80 20 2000
18 100 80 20 2000
19 98 80 18 1837
Jumlah 240 26676
Rerata 1263 1404
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
13
Tabel 6 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok C (Kalium Losartan)
No Urut
Pasien
Kalium Losartan
Diastolik
pre Diastolik
post Diastolik ()
1 95 80 15 1579
2 90 80 10 1111
3 100 90 10 1000
4 100 90 10 1000
5 90 80 10 1111
6 85 80 5 588
7 90 80 10 1111
8 90 80 10 1111
9 95 80 15 1579
10 100 85 15 1500
11 90 80 10 1111
12 90 85 5 556
13 90 80 10 1111
14 100 90 10 1000
15 90 80 10 1111
16 90 85 5 556
17 90 80 10 1111
18 90 80 10 1111
19 100 85 15 1500
Jumlah 20857
Rerata 1098
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 5 dan
6 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A
mengalami penurunan tekanan darah diastolik
sebesar 1214 Kelompok terapi B mengalami
penurunan teakanan darah diastolik sebesar 1404
sedangkan kelompok terapi C mengalami penurunan
tekanan darah diastolik sebesar 1098 Hasil
penurunan tekanan darah pada 3 kelompok terapi ini
mempunyai nilai penurunan tekanan darah diastolik
yang hampir sama tetapi kelompok terapi B yaitu
kelompok Valsartan mempunyai nilai penurunan
tekanan darah diastolik lebih tinggi yaitu 1404
atau tekanan darah diastolik menurun 014 kali dari
nilai tekanan darah diastolik pre dibandingkan
kelompok B terapi Candersartan tekanan darah
diastolik hanya menurun 1214 (012 kali) dan
kelompok C terapi Kalium Losartan tekanan darah
diastolik menurun 1098 (011 kali)
Hasil dari pengukuran tekanan darah sistolik
dan diastolik pre-post dari ketiga kelompok terapi
obat antihipertensi golongan ARBrsquos tersebut
(Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan)
selanjutnya dilakukan analisis statistik
menggunakan uji two-way-anova
Berdasarkan hasil Analisa statistik untuk-
pengukuran homogenitas data diperoleh hasil bahwa
data terdistribusi homogen dengan p = 0000 lt α =
0005 Untuk hasil satistik terapi A (Candersartan)
terapi B (Valsartan) dan terapi C (Kalium Losartan)
terhadap pengukuran nilai Tekanan darah pre dan
post sistolik maupun diastolik diperoleh p = 0967 gt
α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang
bermakna dari ketiga kelompok terapi tersebut dalam
penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik
pada pasien hipertensi Hal ini berarti bahwa
efektifitas ketiga obat tersebut yaitu Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan dalam kontrol
penurunan tekanan darah pada pasien Hipertensi
mempunyai efektifitas yang sama Hasil Analisa
statistik dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini
Tabel 7 Hasil Analisa Statistik Kelompok Terapi A B
dan C dalam Perbandingan Penurunan Nilai
Tekanan Darah Pasien Hipertensi
Berdasarkan data dan Analisa statistik diatas ketiga
kelompok terapi tersebut menunjukkan penurunanan
tekanan darah sistolik maupun tekanan darah
diastolik selama periode penelitian berlangsung yaitu
selama 5 bulan pengobatan Candersartan Valsartan
dan Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi
golongan ARBrsquos yang mempunyai mekanisme kerja
pada Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)
yaitu menghambat selektif reseptor AT1 sehingga
terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak
terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron
dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus
efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air
akan menurun tekanan darah menjadi turun [13]
Untuk lebih jelasnya mekanisme kerja golongan
ARBrsquos dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Gambar 1 Mekanisme Kerja Obat Antihipertensi
Golongan ARBrsquos [13]
Source Type III Sum of Squares
df Mean
Square F Sig
Model 917562a 21 43693 61764 000 TD 098 2 049 070 933 NILAI 5562 17 327 462 967
Error 146438 207 707 Total 1064000 228
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
14
4 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pada pasien
hipertensi di Rumah Sakit X wilayah Surabaya
Selatan dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya
Utara yang terbagi dalam 3 kelompok terapi
pengobatan antihipertensi yaitu Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan menunjukkan bahwa
ketiga obat tersebut setelah dilakukan analisa
statistik mempunyai efektifiktas yang sama dalam
mengontrol penurunan tekanan darah pasien
hipertensi yaitu penurunan pada tekanan darah
sistolik dan diastolik Candersartan Valsartan dan
Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi
dengan golongan yang sama yaitu golongan
Angiotensin Receptor blockerrsquos dengan mekanisme
kerja menghambat selektif reseptor AT1 sehingga
terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak
terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron
dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus
efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan
air akan menurun dan tekanan darah menjadi turun [913]
DAFTAR PUSTAKA
1 Depkes ( 2006) Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Hipertensi Jakarta Departemen Kesehatan RI
2 Depkes (2007) Hipertensi Penyebab Utama Penyakit
Jantunghttp202155544indexphpoption=n
ewsamptask=viewarticleampsid=2621ampitemid =2(2 Januari 2015)
3 Dipiro JT Talbert RL Yee GC Matzke GR Wells BG Posey LM (2008) Hypertension in Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approach 7th edition Mc Grow-Hill Companies inc
4 Hidayat AAzis (2011) Metode Penelitian
Kesehatan Paradima Kuantitatif Edisi ke-2 Penerbit Healthy Books Publishing Surabaya
5 IkawatiZ JumianiS dan PutuIDPS (2008) Kajian
Keamanan Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DrSardjito Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 30mdash40
6 Joint National Committee (2003) The Seventh Report
of Joint National Committee on Prevention
Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
7 Kemenkes (2014) Pusat Data dan Info Kementerian Kesehatan Hipertensi Kemenkes Jakarta Selatan
8 Katzung Bertram G (2011) Farmakologi Dasar amp
Klinik Ed10 Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC
9 Nixon RM Muller E Lowy A Falvey H (2009)
Valsartan vs orther Angiotensin II Blockerrsquos
in the treatment of hypertension a meta-analytical approach The Internatinonal Journal of Clinical Practice 63 5 p 766 ndash 755 Blackwell Publishing doi 101111j1742-1241200902028x
10 Rahajeng Ekowati dan Sulistyowati Tuminah (2009)
Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Jakarta Majalah Kedokteran Indonesia 59 (12) p580-587
11Saseen JJ dan Maclaughlin EJ (2008) Hypertensionin Pharmacoterapy Handbook
7th ed New York The McGraw-Hill Companies Inc
12 Tjay Tan Hoan amp Kirana Rahardja (2007) Obat-
Obat Penting kasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya Ed 6 Jakarta PT Gramedia
13 Wuryaningsih Lucia (2010) Aksi Obat Basis Farmakologi Klinis 2 Surabaya Sandira
14 WHORegional Office for South- East
AsiaDepartment of Sustainable Development and Healthy Environments Non Communicable Disease Hypertension [internet]c (2011) [cited 2015 Januari 2] Available fromhttpwwwsearowhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
15
Artikel Penelitian
Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit
pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika
Periode Februari-Desember 2016
Acivrida Mega Charisma1)
1STIKES RS Anwar Medika
)Email acievridagmailcom
ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD
Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun
pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini
meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD
Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode
Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan
laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien
DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit
(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3
sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai
hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-
6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki
lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi
tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa
gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit
(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia
menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak
Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit
ABSTRACT
DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of
DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of
immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will
increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of
examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted
on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken
from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value
and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had
decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is
57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit
values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values
hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the
age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study
concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an
increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women
and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children
Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
16
1 PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di
Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian
Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan
dapat menyebabkan kematian karena penanganan
yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World
Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa
Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk
Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan
kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya
Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009
WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara
dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di
Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk
dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per
100000 penduduk)[3]
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan
DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun
2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000
penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014
yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]
Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada
pasien DBD merupakan bagian penting yang
menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan
diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan
penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu
adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai
hematokrit[5]
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia
dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran
jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada
penderita demam berdarah dengue
2 TINJAUAN PUSTAKA
Patofisiologi utama pada DBD yaitu
peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis
yang abnormalPermeabilitas vaskular yang
meningkat mengakibatkan kebocoran plasma
hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat
menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi
perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan
gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]
Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan
dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap
Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)
karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan
volume plasma darah misalnya pada kasus DBD
Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun
(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau
peningkatan kadar plasma darah seperti pada
anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang
berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki
nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam
sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi
trombositopenia akibat munculnya antibodi
terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi
yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini
pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah
trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan
acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue
primer atau sekunder[10]
Parameter laboratorium dalam menegakkan
diagnosis DBD adalah trombositopenia dan
hemokonsentrasi[10]
3 METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah analitik retrospektif
populasi penelitian adalah seluruh rekam medik
pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian
Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil
dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah
catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang
dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil
pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan
jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien
DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien
DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien
DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat
mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang
memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti
AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit
koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit
dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung
dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin
Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan
dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data
variabel memasukkan data dalam program SPSS
(Statistical Program for Social Science) serta
pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data
tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data
terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada
analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel
dengan menggunakan rumus Spearma
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
17
4 HASIL
Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik n
() meanplusmnSD
Jenis Kelamin
Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)
Rentang Usia (tahun)
95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)
12 - 17 43 (235)
18 ndash 20 15 (82)
Ket n = frekuensi
Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek
adalah laki-laki Lebih dari separuh responden
termasuk kelompok Usia anak-anak
Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD
Jumlah Trombosit n
(selmm3) ()
lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)
gt450000 0
Total 183 (100)
Ket n=frekuensi
Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar
sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal
Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD
Nilai Hematokrit n
() ()
Laki-laki Dewasa
lt40 2 (11)
40-48 12 (66)
gt48 4 (22)
Perempuan dewasa
lt37 7 (38)
37-43 3 (16)
gt43 2 (11)
Anak-anak lt= 15 tahun
- lt 33 34 (186)
33 - 38 52 (284)
gt38 67 (366)
183
Total (100)
Ket n = frekuensi
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal
5 PEMBAHASAN
Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan
usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun
dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia
terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain
itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD
terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun
dengan persentase 453 dan frekuensi terendah
adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan
persentase 82
Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan
dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun
2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi
penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan
dewasa muda[12]
Usia merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus
dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba
yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan
yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa
kebocoran plasma[13]
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin
didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih
banyak daripada perempuan dengan persentase
596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut
serupa dengan peneelitian lainnya yang
memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih
banyak dibandingkan perempuan seperti yang
dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang
menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih
banyak dari pada perempuan dengan persentase 60
laki-laki dan 40 perempuan[14]
Jumlah Trombosit Penderita DBD
Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah
trombosit di bawah normal (trombositopenia)
Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar
987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah
sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar
195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat
pada penelitian ini adalah 57000 selmm3
Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan
dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140
penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000
sel mm3[15]
Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun
2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan
perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit
antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya
disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif
dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
18
Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit
untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan
untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun
hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai
p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat
korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-
laki dan perempuan
Nilai Hematokrit Penderita DBD
Dari hasil penelitian 399 penderita DBD
yang mengalami hemokonsentrasi dan 235
penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang
mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366
Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan
tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit
pada penelitian ini adalah 377
Menurut WHO parameter laboratorium dalam
menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai
hematokrit serta trombositopenia Sementara itu
penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua
penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian
oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa
hanya 16 penderita DBD yang mengalami
peningkatan nilai hematokrit[17]
Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang
memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan
didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma
sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya
peningkatan nilai hematokrit saja namun juga
penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat
terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis
Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya
data rekam medis tentang terapi atau pengobatan
yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit
Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian
di India tentang parameter diagnosis DBD dalam
hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai
hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar
363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan
sensitifitas[18]
AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi
DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat
menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit
pada pasien DBD penting melakukan pemisahan
pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan
jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai
normal hematokrit
Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak
usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518
rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada
wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal
138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan
simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15
tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal
68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072
6 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa
1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai
hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan
nilai hematrokit (hemokonsentrasi)
2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD
menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki
lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan
perempuan sedangkan menurut golongan usia
menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling
rentan terhadap infeksi DBD
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat
disampaikan beberapa saran sebagai berikut
penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka
kematian pasien DBD dengan penambahan variabel
penelitian
DAFTAR PUSTAKA
1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward
(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap
jumlah trombosit pada penderita demam
berdarah
2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia
3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and
laboratory guidelines for dengue fever and
dengue haemorrhagic feverdengue shock
syndrome for health care providers Journal of
Pan American Health Organization 1-10
4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)
How to reduce your risk of dengue infection
[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia
dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue
5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test
and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-
Elseviar
6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil
Kesehatan Kabupaten Sidoarjo
7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN
Gupta P Dewan DK (2001) Hematological
observations as diagnostic markers in dengue
hemorrhagic fever-a reappraisal Indian
Pediatrics Journal 38 477-81
8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between
platelet count and hematocrit JACC Journals
39(6)1072-17
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
19
9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji
hematologi pasien terduga demam berdarah
dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal
of Clinical Pathology and Medical Laboratory
17(3) 139ndash42
10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ
Gent M (2011) Sex related differences in
platelet aggregation influence of the hematocrit
Blood Journal of American Society Hematology
56(1) 38-41
11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia
tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue 21-14
12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit
sebagai indikato dan sekunder Jurnal
Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6
13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]
(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL
HYPERLINK
httpwwwemedicinemedscapecom
14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta
ECG
15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah
dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5
Jakarta Interna Publishing
16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah
dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari
HI editor (penyunting) Demam Berdarah
Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam
berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI
editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue
Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil
pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara
Books
19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar
hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash
IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya
syok pada pasien demam berdarah dengue
(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11
20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi
penularan pencegahan amp pemberantasannya
Edisi ke-2 Jakarta Erlangga
21 World Health Organisation (2009) Dengue
hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23
April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK
http wwwwhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
20
Artikel Penelitian
Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di
Salah Satu Apotek di Surabaya
Ilil Maidatuz Zulfa1)
Fitria Dewi Yunitasari1
1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi
Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi
bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola
peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang
diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di
salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini
Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu
Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO
kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan
densitas penggunaan antibiotik
Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi
ABSTRACT
Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most
of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that
the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead
to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics
prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)
ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients
was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was
Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)
The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092
mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD
ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000
mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more
likely reflect the density of antibiotic usage
Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections
1 PENDAHULUAN
Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik
sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan
infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada
penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi
pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan
periodontal dapat ditangani dengan baik dengan
operasi dan higienisitas sehingga indikasi
penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi
sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan
dan penggunaan antibiotik yang irasional akan
berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek
merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]
World Health Organization (WHO) telah
menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat
yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical
(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD
diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu
obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien
dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter
pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed
Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis
rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
21
harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat
digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan
antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama
seperti apotek maupun rumah sakit [7]
2 METODE PENELITIAN
21 Jenis dan Kriteria Penelitian
Kajian observasional retrospektif tentang
penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross
sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien
dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi
spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di
Surabaya Jawa Timur
22 Analisis Data
Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan
lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan
Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD
(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan
Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai
PDD
Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio
PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem
ATCDDD
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
31 Distribusi Pasien
Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan
antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama
2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien
terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah
3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien
perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki
adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien
menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak
diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)
32 Distribusi Peresepan Antibiotik
Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk
infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan
rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian
antibiotik dalam penelitian ini adalah selama
512+083 hari
Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan
Usia
Jumlah
Pasien
Persentase
()
Jenis Kelamin
Perempuan Laki-laki
72 64
5294 4706
Total 136 10000
Usia (tahun)
Dewasa Muda (18-40)
Dewasa (41-65)
75
61
5515
4485
Total 136 10000
Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam
penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam
yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam
Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan
Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol
yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan
Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi
gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al
menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis
antara Penisilin V Amoksisilin atau
Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu
infeksi gigi Pilihan antibiotik yang
direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat
digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]
Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik
lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam
infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin
Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme
kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat
diberikan dengan perhatian pada pasien yang
menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin
dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan
Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan
Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan
memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga
tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain
antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan
antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam
infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang
membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan
penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi
Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk
infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar
terapi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
22
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
33 PDD Rata-rata Antibiotik
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100) (Tabel3)
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
DDD berdasarkan index ATCDDD WHO
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100)
Jenis Antibiotik Kekuatan
(mg)
Jumlah
Peresepan
()
Lama Pemberian
(hari)
Terpendek Terpanjang Rata-rata
Penisilin -Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
500 mg
500125 mg
70 (5072)
5 (362)
200 300
500 500
386 380
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
150 mg 300 mg 500 mg
14 (1015) 26 (1884)
8 (580)
200 200 333
500 750 500
389 657 433
Nitroimidazol Metronidazol
250 mg 500 mg
1 (073) 6 (434)
-
200
500 500
500 362
Makrolida
Eritromisin
500 mg
2 (145)
300
500
400
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
500 mg 500 mg
2 (145) 2 (145)
500
-
700 500
600 500
Sefalosporin Sefadroksil
500 mg
2 (145)
500
600
550
Total 138 (10000)
Jenis Antibiotik Kode
ATC
PDD (mgpasienhari)
DDD
(mgpasienhari)
Rasio
PDDDDD
Penisilin-Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
J01CA04
J01CR02
150925
136842
100000
100000
159
137
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
J01FF01 J01FF02
83521 150000
120000 180000
070 083
Nitroimidazol Metronidazol
P01AB01
125329
200000
063
Makrolida Eritromisin
J01FA01
150000
100000
150
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
J01MA12 J01MA01
50000 50000
50000
100000
100 050
Sefalosporin Sefadroksil
J01DB05
100000
200000
050
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
23
4 KESIMPULAN
Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien dalam penelitian ini adalah 102+012
antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian
antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang
paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu
sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik
dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali
Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat
Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD
tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator
penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter
yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan
keterpaparan pasien terhadap antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of
antimicrobial utilization in indoor ward of
surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727
2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)
Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306
3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation
between Defined Daily Doses (DDD) and
Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis
of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418
4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K
Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)
Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic
isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8
5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press
6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of
Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53
7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily
doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591
8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of
antibiotic prophylaxis in dental practice-
Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754
9 World Health Organization (WHO) (2003)
Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization
10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme
(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental
Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland
Amoksisilin Amoksisilin+A
sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil
WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000
PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000
0
500
1000
1500
2000
2500
mg
pasi
en
hari
Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
24
Artikel Penelitian
Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu
2)
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email ddipahayugmailcom
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi
(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian
kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara
variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi
yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh
dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan
swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji
statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp
sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95
Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2
ABSTRACT
This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective
COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of
sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and
rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the
sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with
statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have
significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages
showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2
in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of
this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents
have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a
significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95
Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And
COX
1PENDAHULUAN
Pengertian nyeri menurut International
Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu
perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman
yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan
aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di
bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap
stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri
dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat
luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)
Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50
masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang
dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp
Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas
Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug
Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
25
mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi
permasalahan umum pada kesehatan masyarakat
yang dapat diatasi dengan menggunakan obat
analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya
dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik
perifer yang penggunaannya berdasarkan skala
nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat
digunakan obat oral analgesik perifer misalnya
golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug
(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu
golongan obat yang bekerja dengan cara memblok
kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan
COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin
yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi
dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa
digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi
dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan
resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk
COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan
enzim yang penting untuk pembentukan
prostaglandin dalam melindungi saluran cerna
trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah
enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi
prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam
peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat
memberikan efek merugikan bagi lambung karena
adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang
menggunakan NSAID sehingga dilakukan
pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan
sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp
Gilman 2010)
Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik
NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka
waktu yang lama secara terus menerus seringkali
menimbulkan efek samping beberapa diantaranya
yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran
pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat
untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan
intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah
swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk
mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak
dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing
batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif
yang diambil masyarakat untuk meningkatkan
keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)
Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh
pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk
mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan
yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter
Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan
kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan
swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai
dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya
(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila
dilakukan secara tepat akan sangat membantu
masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter
Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan
obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi
Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu
yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko
efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006
Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang
jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi
lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga
kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut
untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada
pasien sehingga pasien dapat terhindar dari
penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan
obat yang salah (drug misuse) Masyarakat
cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu
zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan
pengetahuan masyarakat tentang informasi
penggunaan obat tersebut merupakan penyebab
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)
dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)
Pengetahuan merupakan hal penting yang
dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan
swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo
2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka
penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan
obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel
yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien
swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat
oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis
kefarmasian dalam melakukan pelayanan
swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien
yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa
1 METODE
Instrumen penelitian
Bahan dan sumber data dalam penelitian ini
adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur
kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada
pasien diluar responden penelitian Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan alat ukur
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
26
kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti
Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok
pertanyaan yaitu identitasresponden data
pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi
Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan
informasi dengan menyampaikan sejumlah
pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula
oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner
berbentuk Close Ended Question yang berisi 10
pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan
mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan
dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang
didapatkan
Prosedur Pelaksanaan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif observasional dengan pengumpulan data
secara prospektif melalui pendekatan cross sectional
dimana data yang menyangkut variabel terikat
dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan
(Notoatmodjo 2012)
Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa
Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian
dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016
Pengambilan sampel secara accidental dilakukan
dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau
tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks
penelitian(Notoatmodjo 2012)
Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan
rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan
10 Berdasarkan perhitungan diperoleh
jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria
inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-
laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan
keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan
membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian
dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk
mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf
Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa
dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan
rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p
(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid
sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji
reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang
diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari
syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel
sehingga dapat digunakan dalam penelitian
Analisis data
Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban
yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai
dengan metode penilaian kuesioner Setelah data
yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan
dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi
3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku
rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan
tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner
memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak
rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria
kerasionalan obat
Dilakukan pengolahan data yang sudah
terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu
analisis deskriptif untuk menggambarkan
karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel
yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan
diagram batang selanjutnya dilakukan analisis
statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp
Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan
atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan
masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor
sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat
pendidikan dan status pekerjaan)terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95
2 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien
terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah
perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan
rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien
(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas
(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status
pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien
(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar
4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku
swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong
rasional 7570
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan
Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720
Sedang ( 60-80 ) 27 3860
Buruk ( lt 60 ) 10 1425
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
27
Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat
pengetahuan responden tentang swamedikasi dan
obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak
Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori
baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan
sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27
pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak
10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien
keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tingkat pengetahuan responden tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup
dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat
rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam
tabel 2
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas
Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Perilaku Rasional 53 7570
Tidak rasional 17 2430
Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien
(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang
dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien
(2430)
Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang
obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku
konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak
rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat
tentang obat dan penggunaannya merupakan
penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam
swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan
tersebut juga menyebabkan rentannya pasien
mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat
sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang
tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian
informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)
Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan
aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan
pemborosan waktu dan pemborosan biaya
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif
COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat
pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-
sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1
diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap
perilaku swamedikasi yang rasional terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi
di Apotek Latansa Sidoarjo)
Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien
Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam
Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan
rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa
semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang
mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional
pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan
Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa
pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap
perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional
Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk
perilaku kesehatan yang pembentukannya
dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern
Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah
satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan
mengenai penggunaan obat yang mencukupi
dapatmembantu pasien untuk mendapatkan
pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional
serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan
dalam menggunakan obat
Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan
terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau
jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang
rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang
sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan
hal penting dalam swamedikasi pengetahuan
tersebut antara lain tentang mengenali gejala
penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari
penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket
dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan
efek samping yang ada (Depkes 2008)
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan
pasien dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
28
Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat
Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2
Dalam Swamedikasi
Tingkat
Pengetahuan Keterangan
Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0421gt 0050 Ho Diterima
Tingkat
Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak
Status
Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan
antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan
dengan tingkat pengetahuan pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap
tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor
tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan
pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)
Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat
pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula
pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan
menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan
kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi
termasuk informasi mengenai kesehatan
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang
menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih
banyak yang melakukan swamedikasi secara
rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya
tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak
membaca label pada kemasan obat sebelum
mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam
penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat
pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman
tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin membuat seseorang
lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan
obat
Hasil uji analisis statistik Chi Square
pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas
pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat
pada Tabel 5
Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon
Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak
Tingkat
Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima
Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara
jenis kelamin tingkat pendidikan dan status
pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan
pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)
Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan
tingkat pengetahuan pasien)
Usia menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia
mempengaruhi pemilihan obat pada pasien
Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang
tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan
obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan
fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi
penyakit yang menyebabkan rentan mengalami
masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan
dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk
2008)
4KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien
memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan
swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis
statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat
pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas
pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi
Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan
menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat
pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
29
pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor
sosiodemografi usia
1 SARAN
Disarankan untuk menunjang terlaksananya
pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya
dibuat poster atau brosur yang berisi informasi
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang
benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga
bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk
memberikan arahan dan edukasi kepada pasien
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi
untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang
rasional
2 DAFTAR PUSTAKA
1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas
terbatas Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Keputusan Menteri Kesehatan RI No
189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan
Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008
Materi pelatihan peningkatan pengetahuan
dan keterampilan memilih obat bagi tenaga
kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)
Jakarta Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan
Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada
Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun
2003Tesis
5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi
dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC
6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC
7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008
Perilaku pengobatan sendiri yang rasional
pada masyarakat Kecamatan Depok dan
Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah
Farmasi Indonesia 19(1) 32-40
8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian
kesehatan Jakarta Rineka Cipta
9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran
Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di
Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah
Ilmu Kefarmasian 1 102-115
10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola
Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara
Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di
Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan
11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh
penyuluhan obat menggunakan leaflet
terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga
kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219
12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat
yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan
sendiri keluhan demam sakit kepala batuk
dan flu (hasil analisis lanjut data Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001
Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69
13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007
Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-
Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan
Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi
hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
14 World health organization 2000 Guidlines for the
regulatory assesment of medical products for
use in self-medication Geneva World Health
Organization
15 World Self-Medication Industry (nd) About self
medication Februari 2 2012
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
30
Artikel Penelitian
Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam
Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)
Surahmaidah1)
dan Sarwoko Mangkoedihardjo2
1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
) Email fahida1619gmailcom
ABSTRAK
Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di
sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut
Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman
(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang
umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan
dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh
Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai
persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan
tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan
Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang
diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam
mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125
Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi
ABSTRACT
The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them
is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to
remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual
plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants
and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd
contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This
experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25
ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on
Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the
percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to
accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125
Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation
1 PENDAHULUAN
Logam berat merupakan sumber pencemar
lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat
toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]
Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya
disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan
limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]
Secara alamiah tanah mengandung logam berat
dan sebagian logam berat tersebut berperan penting
dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn
dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila
jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas
pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan
logam berat yang sangat toksik dan merupakan
pencemar utama dalam lingkungan dan sangat
beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel
and Kirkby 1987)
Salah satu logam berat toksik yang mencemari
tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd
mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun
Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem
tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan
logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah
masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]
Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih
perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa
mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida
bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd
digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
31
(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd
bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan
sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat
keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-
Cd pada baterai serta industri tekstil [2]
Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga
untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang
tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik
kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan
relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif
bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang
tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan
tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik
pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan
tumbuhan untuk menyerap mendegradasi
mentransformasi dan mengimobilisasi bahan
pencemar baik itu logam berat maupun senyawa
organik Metode ini mudah diaplikasikan murah
efisien dan ramah lingkungan [12]
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)
Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah
didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada
berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak
pagar umumnya digunakan sebagai tanaman
pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan
sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)
tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik
dalam menyerap logam nikel (Ni)
Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar
Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan
tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)
dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman
jarak pagar
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam
berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap
tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai
persentase reduksi tanah yang tercemar Cd
2 METODE PENELITIAN
21 Waktu Penelitian
Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2
bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan
jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses
remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar
dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair
Surabaya
22 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag
dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm
penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik
dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar
tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan
namun tetap mendapatkan sinar matahari dan
sirkulasi oksigen
Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan
dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm
dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar
(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah
daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam
nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades
23 Tahap-tahap Penelitian
231 Sampel Tanaman Jarak Pagar
Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk
mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh
dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar
pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor
dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor
untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman
tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali
pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah
232 Aklimatisasi Tanaman
Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman
jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman
tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman
yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu
dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat
dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk
diujikan
233 Pemberian Variasi Konsentrasi
Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd
terhadap media tanah taman yang berisi tanaman
jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan
adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm
Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
32
masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan
dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan
234 Parameter Uji
Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas
daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran
reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan
tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam
tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir
pengamatan)
3 PEMBAHASAN
31 Tahap Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur
penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya
tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir
percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak
pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna
hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan
untuk kemudian ditanam pada media tanah taman
yang mengandung Cd yang telah ditentukan
konsentrasinya
32 Analisis Parameter
321 Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman
yang sering digunakan sebagai indikator
pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1
didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15
ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman
dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm
Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non
esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk
meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon
pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat
pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya
sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan
322 Luas Daun
Luas daun digunakan sebagai parameter
pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk
menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti
pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7
luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574
cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami
penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027
cm2
Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan
Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd
pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi
tanaman dan mampu merusak kloroplas daun
sehingga luas daun mengalami penurunan Cd
berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan
nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka
klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit
Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil
fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi
penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang
tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun
Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman
Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm
Hari ke-0 21 21 24 21 21 22
Hari ke-7 211 21 241 212 213 221
Hari ke-14 213 211 243 212 213 223
Hari ke-21 213 211 243 212 213 223
Hari ke-28 214 211 245 215 215 224
Hari ke-35 215 211 246 216 216 225
Hari ke-42 215 211 247 217 217 225
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
33
Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd
Kode
Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)
hari
ke-0
hari
ke-7
hari
ke-14
hari
ke-21
hari
ke-28
hari
ke-35
hari
ke-42
5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673
15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176
25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341
35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118
45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253
323 Morfologi Daun
Selain penurunan luas daun Cd juga
menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi
tanaman yang diekspresikan dalam gangguan
pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis
(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun
yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis
(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan
daun yang tidak normal [10]
Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi
akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada
Gambar 3
Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak
Pagar
Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti
(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan
mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat
pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja
enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan
pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat
mengakibatkan kematian tanaman
324 Reduksi Cd dalam Tanah
Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap
2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-
28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar
rhizosfer tanaman
Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)
Cd hari
ke-0
hari
ke-14
hari
ke-28
Reduksi
(a)
Reduksi
(b)
5 ppm 6031 1067 073 82308 87896
15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178
25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517
35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796
45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509
Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk
monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak
sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui
kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi
tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh
(2005)
Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada
hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak
digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah
yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di
daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah
tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur
penelitian Ghosh and Singh (2005)
Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah
sebagai berikut
reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)
Kons Cd1
reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)
Kons Cd1
325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar
Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak
pagar dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
34
Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar
Cd Konsentrasi Cd
Pada Tanah
(Hari ke-42)
Pada
Tanaman
Akumulasi
5 ppm 1693 1236 7301
15 ppm 4799 6038 12582
25 ppm 9028 7939 8794
35 ppm 15128 7022 4642
45 ppm 14567 7929 5443
Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih
besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system
tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat
meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap
Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa
akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat
pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm
dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase
akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada
konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi
Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih
rendah
4 KESIMPULAN
1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh
terhadap tinggi tanaman dan luas daun
2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai
kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar
logam berat Cd
3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam
berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91
4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman
jarak pagar yaitu sebesar 46-125
DAFTAR PUSTAKA
1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical
Principles of Environmental Pollution 2nd
Edition Blackie Academic and Professional
Chapman amp Hall London
5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam
KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman
T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P
(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil
Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta
6 Kelly EB (1998) Phytoremediation
7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace
Elements in the Soil and Plants CRC Press
Boca Raton FL
8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic
Metals A Review of Biological Mechanisms J
Environmental Qual 31 109-120
9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in
bacterial community structure induced by
micorrhizal colonization in spot-root maize
Plant Soil 231 279-289
10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element
John Wiley amp Sons New York pp 1-292
11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and
anthropogenic emissions of trace metals to the
atmosphere Nature 279 409-411
12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)
PHYTOREMEDIATION Transformation and
Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc
USA
13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)
Review Cadmium Phytoextraction Present
State Biological Background and Research
Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95
2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi
Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press
Jakarta
3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on
Phytoremediation of Heavy Metals and
Utilization of Its Byproducts Applied Ecology
Environment Research 3(1) 1-8
4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis
Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama
Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
35
Artikel Penelitian
Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti
2) Tamara Gusti Ebtavanny
3
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya
3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya
perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)
Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat
menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan
yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan
kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel
dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa
kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel
mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah
18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh BPOM
Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri
ABSTRACT
Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic
treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in
the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in
the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No
HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams
cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number
BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield
requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a
registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method
used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis
using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury
more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels
from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn
035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the
market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream
1PENDAHULUAN
Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar
yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit
memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh
dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan
membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu
Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo
Surabaya)
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
36
pembentukan pigmen melanin untuk melindungi
kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi
sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat
menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan
berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang
ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari
kemerahan noda-noda hitam penuaan dini
kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk
mengatasi berbagai masalah kulit tersebut
diperlukan adanya perawatan menggunakan
kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan
yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian
luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah
menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena
penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan
terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik
pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan
pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up
meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan
tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan
sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang
lain mencegah penuaan dan secara umum
membantu seseorang lebih menikmati dan
menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono
dan Fatma Latifah 2014)
Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya
yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim
pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau
bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit
atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim
pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang
memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu
mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi
warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)
Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam
krim pemutih salah satunya adalah merkuri
Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum
yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg
dan termasuk dalam golongan logam berat dengan
bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri
merupakan salah satu bahan aktif yang sering
ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr
Retno IS Tranggono SpKK merkuri
direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit
karena berpotensi sebagai bahan pereduksi
(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih
terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri
dianggap dapat menghambat sintesis melamin
pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li
Wang and Hong Zhang 2011)
Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor
HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan
logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih
dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan
pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan
bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang
mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas
terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi
karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit
secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk
ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi
yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat
membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan
dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada
pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan
kerusakan permanen otak paru-paru ginjal
menggangu perkembangan janin serta dapat
menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada
sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor
insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi
abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di
dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik
yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI
2011 BPOM RI 2007)
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan
kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim
pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim
pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim
pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi
BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3
varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah produk dengan merk serta kemasan yang
sama namun pada pembelian toko kosmetik yang
berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian
ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC
Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan
harga terjangkau dan memiliki kemasan pot
2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan
rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga
bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa
kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi
Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di
Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong
gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas
saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur
50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
37
1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet
volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan
digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim
pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat
larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan
aquadest
1 Analisa Kualitatif
Pembuatan Larutan KI 05 N
Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL
dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL
serta dikocok hingga homogen
Pembuatan Larutan Aqua Regia
HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL
(perbandingan volume 3 I)
Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah
Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air
sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10
mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir
kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest
sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar
didinginkan dan disaring
Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna
Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes
larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui
dinding tabung reaksi Jika sampel positif
mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan
merah jingga
2 Analisa Kuantitatif
Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan
kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat
sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan
volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest
Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi
100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10
mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain
Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan
larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL
dan masukan ke dalam masing-masing labu takar
yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan
ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume
masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan
HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan
instrumen pengukur Spektrofotometer serapan
Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang
resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil
pengukuran larutan sampel
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa
krim pemutih yang dijual di pasar DTC
Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang
diambil secara acak dalam penelitian ini adalah
sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis
yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dengan merk A B C dan
memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D
E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian
Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
produk dengan merk serta kemasan yang sama
namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda
Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan
kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam
kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk
mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif
pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku
kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap
selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan
metode digesti basah dengan cara menguapkan
sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas
penangas air di dalam lemari asam sampai hampir
kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan
ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan
sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya
sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan
meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan
mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian
yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil
yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2
Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor
BPOM
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
38
Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor
BPOM
Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut
dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif
mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji
kuantitatif untuk mengetahui kadarnya
Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada
pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa
pengujian sampel tersebut adalah valid sampel
yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga
dilakukan pengujian yang diambil secara random
dan mengujikannya di Laboratorium MIPA
Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil
analisa kuantitatif
Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan
merkuri pada krim pemutih
Berdasarkan hasil data yang tertera pada table
3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki
nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri
dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi
BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil
kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1
adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk
varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil
tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi
batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah
Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia nomor HK03012307116662
tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis
merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1
mgL (1 ppm)
Berdasarkan hasil pengujian tersebut
membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim
pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar
melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan
produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi
batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi
maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor
registrasi yang tercantum dalam produk tersebut
dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian
nomor registrasi produk dengan izin edar melalui
website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan
kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6
sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)
yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak
terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih
lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan
bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam
daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di
pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM
dalam link database produk yang dibatalkan
Namun meskipun produk tersebut telah
dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih
beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk
sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada
database produk yang dibatalkan ternyata tidak
ditemukan nomor registrasi dari produk sampel
tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut
tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi
yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini
membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang
beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang
tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM
4 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut
1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk
kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
39
2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki
nomor registrasi BPOM yang beredar di
pasaran
3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang
beredar dipasaran memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji
kuantitatif menunjukkan adanya kandungan
merkuri yang cukup tinggi pada produk krim
pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn
035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar
18820 plusmn 028 mgkg
5 SARAN
2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih
berhati-hati dalam memilih produk kosmetika
khususnya krim pemutih Hindari memilih
produk yang tidak mencantumkan nomor
registrasi dari BPOM RI
3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali
produk yang mencantumkan nomor registrasi
melalui website resmi BPOM
(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui
kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi
dengan izin edar produk tersebut
4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan
ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau
menyengat serta menjanjikan hasil yang instan
dengan proses yang cepat
5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh
instansi terkait seperti BPOM untuk semua
produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga
keamanannya
6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
menggunakan produk yang lebih banyak dengan
area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih
representative
DAFTAR PUSTAKA
1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom
Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015
2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih
Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016
3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013
Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri
(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal
Menggunakan Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas
4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011
Peraturan Kepala Badan POM Republik
Indonesia Nomor HK0312307116662
Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik
httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015
5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada
Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya
6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical
Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016
7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014
Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium
Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih
Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1
8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi
Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan
Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183
Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In
Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo
11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015
12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian
Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas
G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada
Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT
Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis
Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih
Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta
17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis
Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta
18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian
Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik
Dengan Spektrofotometri Serapan
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
40
Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan
Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi
Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku
Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta
20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in
marketed cosmetics analytical survey in
Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
41
Artikel Penelitian
Prasetyo Handrianto1)
1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom
ABSTRAK
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat
tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah
jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi
yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali
pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data
zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu
sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi
(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
ABSTRACT
Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma
lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml
60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is
paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed
that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest
average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract
of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus
aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
1 PENDAHULUAN
Hidup sehat adalah harapan setiap orang
Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya
harga obat-obatan modern dan efek samping yang
mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat
ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam
(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai
melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso
2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat
tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru
sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar
300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan
tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang
telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi
sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur
Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai
sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma
lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21
spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001
dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur
Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah
dapat mencegah dan mengobati berbagai macam
penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk
menghambat atau membunuh virus HIV penyebab
AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)
Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan
sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis
ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi
yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme
dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan
pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri
Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang
relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya
ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
42
ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-
10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi
serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi
ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang
menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru
ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar
2012)
Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol
dapat menarik banyak senyawa aktif yang
terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum
sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan
untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data
tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut
untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak
jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan
menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat
bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan
metode difusi cakram kertas Penelitian ini
diharapkan bermanfaat sebagai terobosan
pengembangan produk baru di bidang farmasi
dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai
bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi
yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit
yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus
2 METODE
Bahan yang digunakan adalah jamur
Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient
Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang
diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media
Nutrient Agar kertas cakram aquadest
Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan
porselen alat rotavapor botol vial steril oven
pinset jarum ose autoclave tabung reaksi
inkubator cawan petri timbangan analitik pipet
volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok
tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor
21 Cara Kerja
Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi
10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut
etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan
untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk
jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses
kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi
ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu
40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai
memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering
dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan
dalam ruang LAF
Medium yang digunakan adalah medium
Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri
Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan
kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan
Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC
selama 24 jam Membuat media NA dengan
mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam
100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna
seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan
suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA
steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke
dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah
dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL
bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri
Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas
cakram dengan diameter 6 mm pada media agar
Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum
dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap
kertas cakram
Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20
microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml
Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening
yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah
1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian
dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya
22 Analisa Data
Data yang diperoleh pada metode difusi di
analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way
apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji
Duncan`s
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi
berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali
pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona
hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)
pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml
menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan
kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml
menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan
aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter
rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif
Hasil analisis menggunakan anova one way juga
menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur
lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
43
Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus
Replikasi Kontrol
Negatif
Konsentrasi (microgml)
20 40 60 80 100
1 - 67 87 115 132 172
2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184
4 - 63 86 118 144 174
5 - 70 89 115 139 190
6 - 65 86 108 136 181
7 - 66 79 111 140 186
Rata- Rata 66 87 1135 139 180
Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang
Aktif Aktif Sangat Aktif
Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa
faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya
yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi
teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan
cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)
Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak
yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode
ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode
soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol
Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi
merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk
memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu
karena aktivitas biologis tidak hilang saat
dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam
pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu
etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat
senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid
tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan
triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa
tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah
saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid
Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)
yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan
aktivitas sebagai antimikroba
Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk
2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba
yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan
sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau
kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa
intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin
sebagai antimikroba adalah menghambat enzim
reverse transkriptase dan DNA topoisomerase
sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk
Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba
adalah dengan membentuk senyawa kompleks
dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga
dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti
dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC
2005)
Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri
Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri
Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini
merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada
keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot
et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan
mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru
sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena
termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus
aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya
Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang
dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan
kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena
bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri
gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan
pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk
suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus
oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)
Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus
memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri
gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki
dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi
faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma
lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan
kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang
aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang
dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal
berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial
Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri
Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml
sebesar 9 mm
Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan
bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang
digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba
dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
44
dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi
bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu
adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan
cara ekstraksi lain
4 KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi
ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm
pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada
konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80
microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml
5 DAFTAR PUSTAKA
1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014
Antibacetrial Activity Of Various Extracts
From The Fruiting Bodies Of Ganoderma
lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)
Merr) Trunk International Journal Of Scientific
And Technology Research Vol3 issue 1
2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M
2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed
4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26
Jakarta EGC
3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA
2013 Biopharmaceutical Assessment of Active
Components of Deadaleopsis confragosa and
Ganoderma lucidum Journal of Medical
Microbiology
4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan
Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta
Penebar Swadaya
5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S
Williamson EM 2009 Farmakognosi dan
Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et
al Hal 118 Jakarta EGC
6 Indonesian Biotechnology Information Centre
(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari
Tanaman httpindobicorid Diakses pada
tanggal 3 Juni 2016
7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi
untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta
Rineka Cipta
8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial
Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of
Garlic Cinnamon and Tumeric Againts
Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis
dsm 3256 International Journal Of Applied
Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan
Vol3
9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella
thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-
37
10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji
antimikroba Curcuma spp Terhadap
Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi
Universitas Andalas Hal 1-7
11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda
2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-
18 Yogyakarta Graha Ilmu
12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman
Obat Jakarta Agro Media Pustaka
13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma
lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret
Surakarta
14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan
Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap
Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains
Kimia Vol10
15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-
vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of
Ganoderma lucidum International Journal of
Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466
16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of
Bacteriology Staphylococcus aureus
(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses
tanggal 11 September 2015
17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan
Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah
Bogor PT Penerbit IPB Press
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
6
Halaman Kosong
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
7
DAFTAR ISI
Journal of Pharmacy and Science 4
Dewan Redaksi Jurnal Pharmasci 5
Daftar Isi 7
Analisis Efektifitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat
Antihipertensi Golongan Angiotensin Receptor Blockerrsquos (Candersartan Valsartan Kalium Losartan) 9
Ninik Mas Ulfa 9
Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit pada Pasien Demam Berdarah Dengue
(DBD) Di RSU Anwar Medika Periode Februari-Desember 2016 7
Acivrida Mega Charisma 7
Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di Salah Satu Apotek di Surabaya 11
Ilil Maidatuz Zulfa Fitria Dewi Yunitasari 11
Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-
Inflamatory Drug Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi 15
Haris Imrorsquoatul Khusna Damaranie Dipahayu 15
Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat
Kadmium (Cd) 21
Surahmaidah dan Sarwoko Mangkoedihardjo 21
Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di
Pasar DTC Wonokromo Surabaya) 26
Fatma Ariska Trisnawati Cicik Herlina Yulianti Tamara Gusti Ebtavanny 26
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap Staphylococcus aureus 41
Prasetyo Handrianto 41
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
8
Halaman Kosong
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
9
Artikel Penelitian
Analisis Efektifitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien
Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat Antihipertensi Golongan
Angiotensin Receptor Blockerrsquos (Candersartan Valsartan Kalium Losartan)
Ninik Mas Ulfa)
Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya ) Email ninikmuakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat
Faktor penyebab hipertensi adalah faktor gaya hidup faktor genetika dan faktor usia Hipertensi termasuk dalam
penyakit degeneratif dimana terjadi penurunan organ tubuh Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
efektifitas kontrol penurunan teakanan darah dari terapi obat Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan Pada
penelitian ini dilakukan di RS X wilayah Surabaya Selatan dan RS Y wilayah Surabaya Timur Penelitian ini
bersifat retrospektif dengan pengamatan observasioanl Penelitian ini terbagi dalam 3 kelompok terapi dengan
jumlah total populasi adalah 57 pasien Data tekanan darah sistolik-diastolik diamati selama 5 bulan terapi dari
masing-masing kelompok terapi A (Candersartan n = 19) kelompok terapi B (Valsartan n= 19) dan kelompok
terapi C (Kalium Losartan n= 19)Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan tekanan darah sistolik pada kelompok A sebesar 2118 kelompok B = 2420 dan kelompok C = 2251 Penurunan tekanan darah
diastolic pada kelompok A sebesar 1214 kelompok B = 1404 dan kelompok C = 1098 Berdasarkan
hasil analisa statistik diperoleh hasil p = 0967 gt α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna dari
ketiga kelompok terapi tersebut dalam penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik pada pasien hipertensi
Hal ini berarti bahwa efektifitas ketiga obat tersebut dalam kontrol penurunan tekanan darah pada pasien
Hipertensi mempunyai efektifitas yang
Kata Kunci Candersartan Valsartan Kalium Losartan Hipertensi
ABSTRACT
Hypertension is an increase in systolic blood pressure of more than 140 mmHg and diastolic blood pressure of more than 90 mmHg in two measurements with an interval of five minutes in a resting state Factors
causing hypertension are lifestyle factors genetic factors and age factors Hypertension is included in
degenerative diseases where there is a decrease in body organs The purpose of this study was to determine the
effectiveness of blood pressure control of Candersartan Valsartan and Potassium Losartan This research was
conducted in RS X of South Surabaya and RS Y of East Surabaya This study is retrospective with observational
The study was divided into 3 therapeutic groups with a total population of 57 patients Data on systolic-diastolic
blood pressure were observed for 5 months of therapy from each of the therapy groups A (Candersartan n = 19)
therapy group B (Valsartan n = 19) and therapy group C (Potassium Losartan n = 19) That there was a
decrease in systolic blood pressure in group A of 2118 group B = 2420 and group C = 2251 Diastolic
blood pressure decrease in group A was 1214 group B = 1404 and group C = 1098 Based on the
results of statistical analysis obtained results p = 0967gt α = 005 which means there is no significant difference
of the three groups of therapy in the reduction of systolic blood pressure and diastolic in hypertensive patients This means that the effectiveness of the three drugs in the control of blood pressure reduction in hypertensive
patients has the same effectiveness
Key Words Candersartan Valsartan Potasium Losartan Hypertesion
1 PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan gangguan poligenetik
yang dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai
pengaruh lingkungan atau faktor genetic [11]
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah
peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang
waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahattenang Peningkatan tekanan darah yang
berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)
dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal
ginjal) jantung (penyakit jantung
koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak
dideteksi secara dini dan mendapat
pengobatan yang memadai[17] Hasil Riset Kesehatan
Dasar yang dilakukan di Indonesia menunjukkan
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
10
proporsi penyebab kematian tertinggi adalah
Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti penyakit
kardiovaskular (319 ) termasuk hipertensi ( 68)
dan stroke (154) [2] Prevalensi hipertensi lebih
tinggi pada individu usia ge 60 tahun dan usia 40-59
tahun dibandingkan pada usia 18-39 tahun karena
seiring bertambahnya usia terjadi proses degeneratif
organ [17] Selain dari segi usia prevalensi hipertensi
dapat juga diamati dari jenis kelamin dimana pria
berisiko hipertensi 125 kali daripada wanita [14] Hal
ini disebabkan oleh perilaku tidak sehat (merokok
konsumsi alkohol) depresi dan rendahnya status
pekerjaan perasaan kurang nyaman terhadap
pekerjaan dan pengangguran [10] Pada usia 65-74
tahun prevalensi hipertensi justru lebih tinggi pada
wanita (58) karena pada usia tersebut wanita
mengalami menopause yang menyebabkan
penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron
yapng dapat membantu mengatur tekanan darah
Prevalensi hipertensi juga diamati dari berat badan
seseorang di mana diketahui prevalensi hipertensi
pada pasien gemuk yaitu sebesar 112 sedangkan
pada pasien obesitas (Indeks Massa Tubuh gt27)
prevalensi hipertensi lebih tinggi yaitu 147 [10]
The Joint National Community on Preventation
Detection evaluation and treatment of High Blood
Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia
WHO dengan International Society of Hipertention
membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan
darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau
lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau
lebih atau sedang memakai obat antihipertensi
Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko
penyebab terjadinya penyakit jantung dan pembuluh
darah (PJP) khususnya CVA (Cerebrovacular
accident infark atau perdarahan otak) Tekanan
darah (TD) Sistolik dan Diastolik sangat berperan
dalam faktor resiko PJP Regulasi tekanan darah
merupakan peranan yang sangat penting bagi organ
Ginjal Ginjal berperan utama dalam pengaturan TD
melalui sistem Renin-Angiotensin Aldosteron
(RAAS) Enzym yang berperan dalam sistem ini
adalah Renin dan Angiotensin Converting Enzyme
(ACE) Bila volume darah yang mengalir diginjal
berkurang dan TD di glomeruli ginjal menurun maka
ginjal dapat membentuk dan melepaskan Renin
Renin akan menghidrolisis Angiotensinogen yang
dibentuk dalam hati menjadi Angiotensin I (AT I)
AT I oleh enzyme ACE diubah menjadi AT II yang
dapat meningkatkan efek vasokonstriksi dan
menstimulasi sekresi hormone aldosterone yang
emrupakan antidiuretic hormon Akibatnya terjadi
retensi air dan Natrium akibatnya volume darah dan
TD naik melebihi normal[3 12]
Gejala klinik yang sering dialami adalah pusing
pada pagi hari dibagian tengkuk dan kepala
pengukuran tekanan darah selama minimla 3 kali
pengukuran selang 1 minggu selalu terjadi
peningkatan TD sistolik dan TD diastolic melebihi
dari normal sesuai ketentuan JNC 7 dan JNC 8
volume urin berkurang dari normal Faktor resiko
hipertensi jika tidak diobati secara benar atau tidak
terregulasi dengan baik dapat mengakibatkan
kerusakan pada jantung otak ginjal dan mata Pada
jantung dapat mengakibatkan gagal jantung
(decompensasi cordis) dengan rasa sesak dan edema
pada kaki Pada otak mengakibatkan stroke
sedangkan pada ginjal dapat terjadi kerusakan pada
ginjal hingga hemodialisa Pada mata menyebabkan
gangguan pada penglihatan (blurred vision) Untuk
pencegahannya dapat dilakukan yaitu hindari stress
lelah perbaikan gaya hidup menuju sehat dan
hindari rokok asupan garam serta minuman
beralkohol[8312]
Pemberian obat anti hipertensi merupakan terapi
farmakologi obat anti hipertensi dibagi dalam
beberapa penggolongan obat yaitu golongan
Diuretik golongan Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor (ACEI) golongan Angiotensin Reseptor
Blockers (ARB) golongan Beta Blockers dan
golongan Calcium Channel Blockers (CCB) Obat-
obat ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasi
dan harus digunakan untuk mengobati mayoritas
pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan
keuntungan dengan kelas obat ini [11 9] Angiotensin
Reseptor Blockers (ARB) dipilih karena merupakan
obat pilihan pertama pada pengobatan hipertensi
terutama pada pasien hipertensi dengan komplikasi
diabetes tipe II yang dimana fungsi ginjal bekerja
lebih berat sedangkan obat golongan ARB bekerja
dengan memblok aldosteron akibatnya tekanan darah
bisa terkontrol dan aliran darah ke ginjal normal
sehingga tidak memperparah kerja ginjal [11 9]
Mekanisme kerja ARB yaitu menghambat
angiotensin II pada reseptor subtipe 1 dimana jika
tidak dihambat akan menyebabkan vasokontriksi
sehingga tekanan darah naik Angiotensin II pada
Reseptor subtipe 2 tidak dihambat karena reseptor
ini memberi efek vasodilatasi sehingga tekanan
darah turun Pertimbangan rasional pemakaian ARB
ada 3 pertimbangan yaitu ARB bekerja spesifik
menghambat angiotensin berikatan pada reseptor
subtipe I Kedua dengan dihambatnya reseptor
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
11
subtipe 1 sehingga akan meningkatan persentase
angiotensin II untuk berikatan dengan reseptor
subtipe 2 yang akan memberi perlindungan terhadap
organ tubuh Terakhir dalam pembentukan
angiotensin II ada jalur lain ( pathway ) selain
melalui sistem RAAS sehingga sangat baik jika kita
menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptor
subtipe 1 sedangkan ACEI menghambat sintesis
angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan
vasokonstriksi poten[11 9]
2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat observasional cross
section dengan pengambilan data secara retrospektif
pada pengukuran tekanan darah selama periode
penelitian Bahan peneltian yang digunakan adalah
data rekam medis pasien dari Rumah Sakit X di
wilayah Surabaya Selatan periode Desember 2013 ndash
April 2014 dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya
Utara periode Januari 2015 ndash Mei 2015 Perhitungan
jumlah populasi terjangkau menggunakan rumus
Slovin Jumlah populasi pada penelitian ni adalah 57
pasien diagnosa Hipertensi terbagi dalam 3
kelompok terapi yaitu Terapi A adalah Candersartan
(19) terapi B adalah Valsartan (19) Terapi C adalah
Kalium Losartan (19) Aturan pemakaian dan dosis
yang digunakan pada terapi A adalah Candersartan 8
mg 3 kali sehari 1 tablet terapi B adalah Valsartan 80
mg 2 kali sehari 1 tablet dan terapi C adalah Kalium
Losartan 50 mg 1 kali sehari 1 tablet Pada penelitian
ini pasien selain mendapatkan obat antihipertensi
yang diteliti juga mendapatkan obat-obat
antidiabetes tetapi yang diamati pada penelitian ini
hanya obat antihipertensi saja (Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan)
Analisa data pada penelitian ini adalah
penurunan tekanan darah pre dan post selama terapi
Perhitungan penurunan tekanan darah dilakukan baik
pada tekanan darah sistolik pre-post dan tekanan
darah diastolik pre-post dalam 3 kelompok terapi
Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan
statistik One-Way Anova [4]
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh dari
pengukuran tekanan darah pada kelompok terapi A
B dan C dengan lama terapi 5 bulan (selama periode
penelitian) diperoleh data yang terlihat pada tabel
dibawah ini
Tabel 1 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok A (Candersartan)
Tabel 2 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok B (Valsartan)
No Urut
Pasien
Valsartan
SistolikPre Sistolik Post Sistolik ()
1 180 130 50 2778
2 190 150 40 2105
3 170 130 40 2353
4 180 130 50 2778
5 190 140 50 2632
6 170 130 40 2353
7 190 140 50 2632
8 190 130 60 3158
9 200 140 60 3000
10 170 140 30 1765
11 180 130 50 2778
12 150 130 20 1333
13 155 120 35 2258
14 175 130 45 2571
15 170 120 50 2941
16 185 120 65 3514
17 160 130 30 1875
18 170 140 30 1765
19 160 140 20 1250
Jumlah 815 45837
Rerata 4289 2412
No Urut
Pasien
Candesartan
Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()
1 160 130 30 1875
2 165 130 35 2121
3 160 130 30 1875
4 180 140 40 2222
5 170 140 30 1765
6 150 120 30 2000
7 165 140 25 1515
8 170 140 30 1765
9 170 130 40 2353
10 180 130 50 2778
11 190 140 50 2632
12 175 140 35 2000
13 185 140 45 2432
14 170 120 50 2941
15 190 140 50 2632
16 150 120 30 2000
17 150 130 20 1333
18 160 130 30 1875
19 165 130 35 2121
Jumlah 685 40360
Rerata 3605 2118
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
12
Tabel 3 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok C (Kalium Losartan)
No Urut
pasien Kalium Losartan
Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()
1 170 140 30 1765
2 160 130 30 1875
3 190 140 50 2632
4 170 140 30 1765
5 150 120 30 2000
6 170 140 30 1765
7 170 140 30 1765
8 170 130 40 2353
9 180 130 50 2778
10 200 140 60 3000
11 175 130 45 2571
12 185 140 45 2432
13 170 120 50 2941
14 190 140 50 2632
15 150 120 30 2000
16 150 130 20 1333
17 160 130 30 1875
18 170 130 40 2353
19 170 120 50 2941
Jumlah 42775
Rerata 2251
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 2
dan 3 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A
mengalami penurunan tekanan darah sistolik
2118 Kelompok terapi B mengalami penurunan
tekanan darah sistolik 2420 sedangkan kelompok
terapi C mengalami penurunan tekanan darah
sistolik 2251 Hasil penurunan tekanan darah
pada 3 kelompok terapi ini mempunyai nilai
penurunan tekanan darah sistolik yang hampir sama
tetapi kelompok terapi B yaitu kelompok Valsartan
mempunyai nilai penurunan tekanan darah sistolik
lebih tinggi yaitu 2420 atau tekanan darah
menurun 024 kali dari nilai tekanan darah sistolik
pre dibandingkan kelompok Kalium Losartan (022
kali) dan kelompok Candersartan (021 kali)
Tabel 4 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok A (Candersartan)
No Urut
Pasien
Candesartan
Diastolik
Pre
Diastolik
Post
Diastolik ()
1 95 80 15 1579
2 95 80 15 1579
3 100 80 20 2000
4 100 80 20 2000
5 100 85 15 1500
6 90 80 10 1111
7 90 80 10 1111
8 90 80 10 1111
9 95 80 15 1579
10 100 80 20 2000
11 100 85 15 1500
12 90 80 10 1111
13 90 85 5 556
14 90 80 10 1111
15 100 90 10 1000
16 90 80 10 1111
17 90 90 0 000
18 90 90 0 000
19 90 80 10 1111
Jumlah 220 23070
Rerata 1157 1214
Tabel 5 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok B (Valsartan)
No urut
Pasien
Valsartan
Diastolik
Pre
Diastolik
Post
Diastolik ()
1 100 90 10 1000
2 100 90 10 1000
3 95 80 15 1579
4 100 80 20 2000
5 100 80 20 2000
6 95 80 15 1579
7 95 80 15 1579
8 100 85 15 1500
9 100 90 10 1000
10 95 80 15 1579
11 95 80 15 1579
12 90 80 10 1111
13 90 80 10 1111
14 85 85 0 000
15 90 80 10 1111
16 90 80 10 1111
17 100 80 20 2000
18 100 80 20 2000
19 98 80 18 1837
Jumlah 240 26676
Rerata 1263 1404
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
13
Tabel 6 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok C (Kalium Losartan)
No Urut
Pasien
Kalium Losartan
Diastolik
pre Diastolik
post Diastolik ()
1 95 80 15 1579
2 90 80 10 1111
3 100 90 10 1000
4 100 90 10 1000
5 90 80 10 1111
6 85 80 5 588
7 90 80 10 1111
8 90 80 10 1111
9 95 80 15 1579
10 100 85 15 1500
11 90 80 10 1111
12 90 85 5 556
13 90 80 10 1111
14 100 90 10 1000
15 90 80 10 1111
16 90 85 5 556
17 90 80 10 1111
18 90 80 10 1111
19 100 85 15 1500
Jumlah 20857
Rerata 1098
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 5 dan
6 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A
mengalami penurunan tekanan darah diastolik
sebesar 1214 Kelompok terapi B mengalami
penurunan teakanan darah diastolik sebesar 1404
sedangkan kelompok terapi C mengalami penurunan
tekanan darah diastolik sebesar 1098 Hasil
penurunan tekanan darah pada 3 kelompok terapi ini
mempunyai nilai penurunan tekanan darah diastolik
yang hampir sama tetapi kelompok terapi B yaitu
kelompok Valsartan mempunyai nilai penurunan
tekanan darah diastolik lebih tinggi yaitu 1404
atau tekanan darah diastolik menurun 014 kali dari
nilai tekanan darah diastolik pre dibandingkan
kelompok B terapi Candersartan tekanan darah
diastolik hanya menurun 1214 (012 kali) dan
kelompok C terapi Kalium Losartan tekanan darah
diastolik menurun 1098 (011 kali)
Hasil dari pengukuran tekanan darah sistolik
dan diastolik pre-post dari ketiga kelompok terapi
obat antihipertensi golongan ARBrsquos tersebut
(Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan)
selanjutnya dilakukan analisis statistik
menggunakan uji two-way-anova
Berdasarkan hasil Analisa statistik untuk-
pengukuran homogenitas data diperoleh hasil bahwa
data terdistribusi homogen dengan p = 0000 lt α =
0005 Untuk hasil satistik terapi A (Candersartan)
terapi B (Valsartan) dan terapi C (Kalium Losartan)
terhadap pengukuran nilai Tekanan darah pre dan
post sistolik maupun diastolik diperoleh p = 0967 gt
α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang
bermakna dari ketiga kelompok terapi tersebut dalam
penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik
pada pasien hipertensi Hal ini berarti bahwa
efektifitas ketiga obat tersebut yaitu Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan dalam kontrol
penurunan tekanan darah pada pasien Hipertensi
mempunyai efektifitas yang sama Hasil Analisa
statistik dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini
Tabel 7 Hasil Analisa Statistik Kelompok Terapi A B
dan C dalam Perbandingan Penurunan Nilai
Tekanan Darah Pasien Hipertensi
Berdasarkan data dan Analisa statistik diatas ketiga
kelompok terapi tersebut menunjukkan penurunanan
tekanan darah sistolik maupun tekanan darah
diastolik selama periode penelitian berlangsung yaitu
selama 5 bulan pengobatan Candersartan Valsartan
dan Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi
golongan ARBrsquos yang mempunyai mekanisme kerja
pada Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)
yaitu menghambat selektif reseptor AT1 sehingga
terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak
terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron
dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus
efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air
akan menurun tekanan darah menjadi turun [13]
Untuk lebih jelasnya mekanisme kerja golongan
ARBrsquos dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Gambar 1 Mekanisme Kerja Obat Antihipertensi
Golongan ARBrsquos [13]
Source Type III Sum of Squares
df Mean
Square F Sig
Model 917562a 21 43693 61764 000 TD 098 2 049 070 933 NILAI 5562 17 327 462 967
Error 146438 207 707 Total 1064000 228
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
14
4 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pada pasien
hipertensi di Rumah Sakit X wilayah Surabaya
Selatan dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya
Utara yang terbagi dalam 3 kelompok terapi
pengobatan antihipertensi yaitu Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan menunjukkan bahwa
ketiga obat tersebut setelah dilakukan analisa
statistik mempunyai efektifiktas yang sama dalam
mengontrol penurunan tekanan darah pasien
hipertensi yaitu penurunan pada tekanan darah
sistolik dan diastolik Candersartan Valsartan dan
Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi
dengan golongan yang sama yaitu golongan
Angiotensin Receptor blockerrsquos dengan mekanisme
kerja menghambat selektif reseptor AT1 sehingga
terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak
terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron
dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus
efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan
air akan menurun dan tekanan darah menjadi turun [913]
DAFTAR PUSTAKA
1 Depkes ( 2006) Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Hipertensi Jakarta Departemen Kesehatan RI
2 Depkes (2007) Hipertensi Penyebab Utama Penyakit
Jantunghttp202155544indexphpoption=n
ewsamptask=viewarticleampsid=2621ampitemid =2(2 Januari 2015)
3 Dipiro JT Talbert RL Yee GC Matzke GR Wells BG Posey LM (2008) Hypertension in Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approach 7th edition Mc Grow-Hill Companies inc
4 Hidayat AAzis (2011) Metode Penelitian
Kesehatan Paradima Kuantitatif Edisi ke-2 Penerbit Healthy Books Publishing Surabaya
5 IkawatiZ JumianiS dan PutuIDPS (2008) Kajian
Keamanan Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DrSardjito Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 30mdash40
6 Joint National Committee (2003) The Seventh Report
of Joint National Committee on Prevention
Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
7 Kemenkes (2014) Pusat Data dan Info Kementerian Kesehatan Hipertensi Kemenkes Jakarta Selatan
8 Katzung Bertram G (2011) Farmakologi Dasar amp
Klinik Ed10 Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC
9 Nixon RM Muller E Lowy A Falvey H (2009)
Valsartan vs orther Angiotensin II Blockerrsquos
in the treatment of hypertension a meta-analytical approach The Internatinonal Journal of Clinical Practice 63 5 p 766 ndash 755 Blackwell Publishing doi 101111j1742-1241200902028x
10 Rahajeng Ekowati dan Sulistyowati Tuminah (2009)
Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Jakarta Majalah Kedokteran Indonesia 59 (12) p580-587
11Saseen JJ dan Maclaughlin EJ (2008) Hypertensionin Pharmacoterapy Handbook
7th ed New York The McGraw-Hill Companies Inc
12 Tjay Tan Hoan amp Kirana Rahardja (2007) Obat-
Obat Penting kasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya Ed 6 Jakarta PT Gramedia
13 Wuryaningsih Lucia (2010) Aksi Obat Basis Farmakologi Klinis 2 Surabaya Sandira
14 WHORegional Office for South- East
AsiaDepartment of Sustainable Development and Healthy Environments Non Communicable Disease Hypertension [internet]c (2011) [cited 2015 Januari 2] Available fromhttpwwwsearowhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
15
Artikel Penelitian
Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit
pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika
Periode Februari-Desember 2016
Acivrida Mega Charisma1)
1STIKES RS Anwar Medika
)Email acievridagmailcom
ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD
Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun
pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini
meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD
Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode
Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan
laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien
DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit
(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3
sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai
hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-
6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki
lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi
tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa
gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit
(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia
menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak
Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit
ABSTRACT
DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of
DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of
immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will
increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of
examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted
on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken
from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value
and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had
decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is
57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit
values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values
hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the
age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study
concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an
increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women
and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children
Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
16
1 PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di
Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian
Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan
dapat menyebabkan kematian karena penanganan
yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World
Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa
Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk
Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan
kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya
Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009
WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara
dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di
Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk
dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per
100000 penduduk)[3]
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan
DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun
2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000
penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014
yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]
Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada
pasien DBD merupakan bagian penting yang
menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan
diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan
penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu
adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai
hematokrit[5]
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia
dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran
jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada
penderita demam berdarah dengue
2 TINJAUAN PUSTAKA
Patofisiologi utama pada DBD yaitu
peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis
yang abnormalPermeabilitas vaskular yang
meningkat mengakibatkan kebocoran plasma
hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat
menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi
perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan
gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]
Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan
dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap
Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)
karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan
volume plasma darah misalnya pada kasus DBD
Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun
(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau
peningkatan kadar plasma darah seperti pada
anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang
berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki
nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam
sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi
trombositopenia akibat munculnya antibodi
terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi
yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini
pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah
trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan
acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue
primer atau sekunder[10]
Parameter laboratorium dalam menegakkan
diagnosis DBD adalah trombositopenia dan
hemokonsentrasi[10]
3 METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah analitik retrospektif
populasi penelitian adalah seluruh rekam medik
pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian
Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil
dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah
catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang
dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil
pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan
jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien
DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien
DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien
DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat
mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang
memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti
AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit
koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit
dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung
dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin
Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan
dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data
variabel memasukkan data dalam program SPSS
(Statistical Program for Social Science) serta
pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data
tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data
terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada
analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel
dengan menggunakan rumus Spearma
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
17
4 HASIL
Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik n
() meanplusmnSD
Jenis Kelamin
Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)
Rentang Usia (tahun)
95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)
12 - 17 43 (235)
18 ndash 20 15 (82)
Ket n = frekuensi
Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek
adalah laki-laki Lebih dari separuh responden
termasuk kelompok Usia anak-anak
Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD
Jumlah Trombosit n
(selmm3) ()
lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)
gt450000 0
Total 183 (100)
Ket n=frekuensi
Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar
sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal
Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD
Nilai Hematokrit n
() ()
Laki-laki Dewasa
lt40 2 (11)
40-48 12 (66)
gt48 4 (22)
Perempuan dewasa
lt37 7 (38)
37-43 3 (16)
gt43 2 (11)
Anak-anak lt= 15 tahun
- lt 33 34 (186)
33 - 38 52 (284)
gt38 67 (366)
183
Total (100)
Ket n = frekuensi
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal
5 PEMBAHASAN
Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan
usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun
dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia
terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain
itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD
terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun
dengan persentase 453 dan frekuensi terendah
adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan
persentase 82
Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan
dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun
2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi
penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan
dewasa muda[12]
Usia merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus
dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba
yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan
yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa
kebocoran plasma[13]
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin
didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih
banyak daripada perempuan dengan persentase
596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut
serupa dengan peneelitian lainnya yang
memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih
banyak dibandingkan perempuan seperti yang
dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang
menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih
banyak dari pada perempuan dengan persentase 60
laki-laki dan 40 perempuan[14]
Jumlah Trombosit Penderita DBD
Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah
trombosit di bawah normal (trombositopenia)
Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar
987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah
sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar
195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat
pada penelitian ini adalah 57000 selmm3
Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan
dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140
penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000
sel mm3[15]
Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun
2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan
perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit
antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya
disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif
dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
18
Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit
untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan
untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun
hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai
p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat
korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-
laki dan perempuan
Nilai Hematokrit Penderita DBD
Dari hasil penelitian 399 penderita DBD
yang mengalami hemokonsentrasi dan 235
penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang
mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366
Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan
tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit
pada penelitian ini adalah 377
Menurut WHO parameter laboratorium dalam
menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai
hematokrit serta trombositopenia Sementara itu
penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua
penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian
oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa
hanya 16 penderita DBD yang mengalami
peningkatan nilai hematokrit[17]
Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang
memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan
didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma
sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya
peningkatan nilai hematokrit saja namun juga
penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat
terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis
Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya
data rekam medis tentang terapi atau pengobatan
yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit
Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian
di India tentang parameter diagnosis DBD dalam
hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai
hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar
363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan
sensitifitas[18]
AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi
DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat
menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit
pada pasien DBD penting melakukan pemisahan
pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan
jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai
normal hematokrit
Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak
usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518
rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada
wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal
138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan
simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15
tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal
68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072
6 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa
1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai
hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan
nilai hematrokit (hemokonsentrasi)
2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD
menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki
lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan
perempuan sedangkan menurut golongan usia
menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling
rentan terhadap infeksi DBD
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat
disampaikan beberapa saran sebagai berikut
penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka
kematian pasien DBD dengan penambahan variabel
penelitian
DAFTAR PUSTAKA
1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward
(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap
jumlah trombosit pada penderita demam
berdarah
2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia
3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and
laboratory guidelines for dengue fever and
dengue haemorrhagic feverdengue shock
syndrome for health care providers Journal of
Pan American Health Organization 1-10
4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)
How to reduce your risk of dengue infection
[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia
dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue
5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test
and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-
Elseviar
6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil
Kesehatan Kabupaten Sidoarjo
7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN
Gupta P Dewan DK (2001) Hematological
observations as diagnostic markers in dengue
hemorrhagic fever-a reappraisal Indian
Pediatrics Journal 38 477-81
8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between
platelet count and hematocrit JACC Journals
39(6)1072-17
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
19
9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji
hematologi pasien terduga demam berdarah
dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal
of Clinical Pathology and Medical Laboratory
17(3) 139ndash42
10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ
Gent M (2011) Sex related differences in
platelet aggregation influence of the hematocrit
Blood Journal of American Society Hematology
56(1) 38-41
11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia
tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue 21-14
12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit
sebagai indikato dan sekunder Jurnal
Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6
13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]
(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL
HYPERLINK
httpwwwemedicinemedscapecom
14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta
ECG
15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah
dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5
Jakarta Interna Publishing
16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah
dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari
HI editor (penyunting) Demam Berdarah
Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam
berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI
editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue
Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil
pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara
Books
19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar
hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash
IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya
syok pada pasien demam berdarah dengue
(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11
20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi
penularan pencegahan amp pemberantasannya
Edisi ke-2 Jakarta Erlangga
21 World Health Organisation (2009) Dengue
hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23
April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK
http wwwwhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
20
Artikel Penelitian
Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di
Salah Satu Apotek di Surabaya
Ilil Maidatuz Zulfa1)
Fitria Dewi Yunitasari1
1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi
Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi
bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola
peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang
diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di
salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini
Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu
Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO
kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan
densitas penggunaan antibiotik
Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi
ABSTRACT
Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most
of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that
the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead
to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics
prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)
ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients
was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was
Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)
The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092
mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD
ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000
mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more
likely reflect the density of antibiotic usage
Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections
1 PENDAHULUAN
Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik
sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan
infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada
penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi
pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan
periodontal dapat ditangani dengan baik dengan
operasi dan higienisitas sehingga indikasi
penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi
sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan
dan penggunaan antibiotik yang irasional akan
berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek
merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]
World Health Organization (WHO) telah
menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat
yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical
(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD
diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu
obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien
dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter
pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed
Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis
rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
21
harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat
digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan
antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama
seperti apotek maupun rumah sakit [7]
2 METODE PENELITIAN
21 Jenis dan Kriteria Penelitian
Kajian observasional retrospektif tentang
penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross
sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien
dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi
spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di
Surabaya Jawa Timur
22 Analisis Data
Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan
lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan
Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD
(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan
Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai
PDD
Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio
PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem
ATCDDD
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
31 Distribusi Pasien
Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan
antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama
2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien
terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah
3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien
perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki
adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien
menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak
diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)
32 Distribusi Peresepan Antibiotik
Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk
infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan
rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian
antibiotik dalam penelitian ini adalah selama
512+083 hari
Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan
Usia
Jumlah
Pasien
Persentase
()
Jenis Kelamin
Perempuan Laki-laki
72 64
5294 4706
Total 136 10000
Usia (tahun)
Dewasa Muda (18-40)
Dewasa (41-65)
75
61
5515
4485
Total 136 10000
Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam
penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam
yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam
Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan
Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol
yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan
Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi
gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al
menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis
antara Penisilin V Amoksisilin atau
Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu
infeksi gigi Pilihan antibiotik yang
direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat
digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]
Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik
lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam
infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin
Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme
kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat
diberikan dengan perhatian pada pasien yang
menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin
dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan
Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan
Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan
memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga
tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain
antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan
antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam
infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang
membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan
penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi
Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk
infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar
terapi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
22
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
33 PDD Rata-rata Antibiotik
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100) (Tabel3)
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
DDD berdasarkan index ATCDDD WHO
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100)
Jenis Antibiotik Kekuatan
(mg)
Jumlah
Peresepan
()
Lama Pemberian
(hari)
Terpendek Terpanjang Rata-rata
Penisilin -Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
500 mg
500125 mg
70 (5072)
5 (362)
200 300
500 500
386 380
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
150 mg 300 mg 500 mg
14 (1015) 26 (1884)
8 (580)
200 200 333
500 750 500
389 657 433
Nitroimidazol Metronidazol
250 mg 500 mg
1 (073) 6 (434)
-
200
500 500
500 362
Makrolida
Eritromisin
500 mg
2 (145)
300
500
400
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
500 mg 500 mg
2 (145) 2 (145)
500
-
700 500
600 500
Sefalosporin Sefadroksil
500 mg
2 (145)
500
600
550
Total 138 (10000)
Jenis Antibiotik Kode
ATC
PDD (mgpasienhari)
DDD
(mgpasienhari)
Rasio
PDDDDD
Penisilin-Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
J01CA04
J01CR02
150925
136842
100000
100000
159
137
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
J01FF01 J01FF02
83521 150000
120000 180000
070 083
Nitroimidazol Metronidazol
P01AB01
125329
200000
063
Makrolida Eritromisin
J01FA01
150000
100000
150
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
J01MA12 J01MA01
50000 50000
50000
100000
100 050
Sefalosporin Sefadroksil
J01DB05
100000
200000
050
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
23
4 KESIMPULAN
Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien dalam penelitian ini adalah 102+012
antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian
antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang
paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu
sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik
dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali
Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat
Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD
tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator
penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter
yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan
keterpaparan pasien terhadap antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of
antimicrobial utilization in indoor ward of
surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727
2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)
Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306
3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation
between Defined Daily Doses (DDD) and
Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis
of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418
4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K
Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)
Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic
isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8
5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press
6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of
Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53
7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily
doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591
8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of
antibiotic prophylaxis in dental practice-
Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754
9 World Health Organization (WHO) (2003)
Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization
10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme
(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental
Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland
Amoksisilin Amoksisilin+A
sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil
WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000
PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000
0
500
1000
1500
2000
2500
mg
pasi
en
hari
Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
24
Artikel Penelitian
Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu
2)
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email ddipahayugmailcom
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi
(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian
kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara
variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi
yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh
dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan
swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji
statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp
sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95
Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2
ABSTRACT
This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective
COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of
sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and
rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the
sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with
statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have
significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages
showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2
in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of
this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents
have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a
significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95
Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And
COX
1PENDAHULUAN
Pengertian nyeri menurut International
Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu
perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman
yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan
aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di
bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap
stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri
dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat
luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)
Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50
masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang
dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp
Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas
Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug
Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
25
mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi
permasalahan umum pada kesehatan masyarakat
yang dapat diatasi dengan menggunakan obat
analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya
dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik
perifer yang penggunaannya berdasarkan skala
nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat
digunakan obat oral analgesik perifer misalnya
golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug
(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu
golongan obat yang bekerja dengan cara memblok
kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan
COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin
yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi
dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa
digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi
dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan
resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk
COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan
enzim yang penting untuk pembentukan
prostaglandin dalam melindungi saluran cerna
trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah
enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi
prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam
peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat
memberikan efek merugikan bagi lambung karena
adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang
menggunakan NSAID sehingga dilakukan
pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan
sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp
Gilman 2010)
Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik
NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka
waktu yang lama secara terus menerus seringkali
menimbulkan efek samping beberapa diantaranya
yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran
pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat
untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan
intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah
swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk
mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak
dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing
batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif
yang diambil masyarakat untuk meningkatkan
keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)
Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh
pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk
mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan
yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter
Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan
kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan
swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai
dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya
(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila
dilakukan secara tepat akan sangat membantu
masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter
Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan
obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi
Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu
yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko
efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006
Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang
jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi
lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga
kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut
untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada
pasien sehingga pasien dapat terhindar dari
penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan
obat yang salah (drug misuse) Masyarakat
cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu
zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan
pengetahuan masyarakat tentang informasi
penggunaan obat tersebut merupakan penyebab
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)
dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)
Pengetahuan merupakan hal penting yang
dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan
swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo
2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka
penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan
obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel
yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien
swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat
oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis
kefarmasian dalam melakukan pelayanan
swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien
yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa
1 METODE
Instrumen penelitian
Bahan dan sumber data dalam penelitian ini
adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur
kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada
pasien diluar responden penelitian Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan alat ukur
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
26
kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti
Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok
pertanyaan yaitu identitasresponden data
pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi
Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan
informasi dengan menyampaikan sejumlah
pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula
oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner
berbentuk Close Ended Question yang berisi 10
pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan
mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan
dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang
didapatkan
Prosedur Pelaksanaan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif observasional dengan pengumpulan data
secara prospektif melalui pendekatan cross sectional
dimana data yang menyangkut variabel terikat
dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan
(Notoatmodjo 2012)
Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa
Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian
dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016
Pengambilan sampel secara accidental dilakukan
dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau
tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks
penelitian(Notoatmodjo 2012)
Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan
rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan
10 Berdasarkan perhitungan diperoleh
jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria
inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-
laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan
keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan
membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian
dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk
mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf
Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa
dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan
rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p
(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid
sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji
reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang
diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari
syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel
sehingga dapat digunakan dalam penelitian
Analisis data
Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban
yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai
dengan metode penilaian kuesioner Setelah data
yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan
dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi
3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku
rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan
tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner
memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak
rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria
kerasionalan obat
Dilakukan pengolahan data yang sudah
terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu
analisis deskriptif untuk menggambarkan
karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel
yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan
diagram batang selanjutnya dilakukan analisis
statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp
Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan
atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan
masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor
sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat
pendidikan dan status pekerjaan)terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95
2 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien
terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah
perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan
rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien
(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas
(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status
pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien
(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar
4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku
swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong
rasional 7570
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan
Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720
Sedang ( 60-80 ) 27 3860
Buruk ( lt 60 ) 10 1425
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
27
Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat
pengetahuan responden tentang swamedikasi dan
obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak
Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori
baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan
sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27
pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak
10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien
keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tingkat pengetahuan responden tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup
dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat
rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam
tabel 2
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas
Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Perilaku Rasional 53 7570
Tidak rasional 17 2430
Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien
(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang
dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien
(2430)
Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang
obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku
konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak
rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat
tentang obat dan penggunaannya merupakan
penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam
swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan
tersebut juga menyebabkan rentannya pasien
mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat
sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang
tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian
informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)
Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan
aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan
pemborosan waktu dan pemborosan biaya
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif
COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat
pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-
sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1
diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap
perilaku swamedikasi yang rasional terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi
di Apotek Latansa Sidoarjo)
Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien
Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam
Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan
rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa
semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang
mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional
pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan
Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa
pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap
perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional
Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk
perilaku kesehatan yang pembentukannya
dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern
Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah
satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan
mengenai penggunaan obat yang mencukupi
dapatmembantu pasien untuk mendapatkan
pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional
serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan
dalam menggunakan obat
Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan
terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau
jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang
rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang
sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan
hal penting dalam swamedikasi pengetahuan
tersebut antara lain tentang mengenali gejala
penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari
penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket
dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan
efek samping yang ada (Depkes 2008)
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan
pasien dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
28
Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat
Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2
Dalam Swamedikasi
Tingkat
Pengetahuan Keterangan
Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0421gt 0050 Ho Diterima
Tingkat
Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak
Status
Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan
antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan
dengan tingkat pengetahuan pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap
tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor
tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan
pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)
Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat
pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula
pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan
menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan
kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi
termasuk informasi mengenai kesehatan
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang
menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih
banyak yang melakukan swamedikasi secara
rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya
tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak
membaca label pada kemasan obat sebelum
mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam
penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat
pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman
tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin membuat seseorang
lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan
obat
Hasil uji analisis statistik Chi Square
pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas
pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat
pada Tabel 5
Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon
Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak
Tingkat
Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima
Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara
jenis kelamin tingkat pendidikan dan status
pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan
pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)
Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan
tingkat pengetahuan pasien)
Usia menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia
mempengaruhi pemilihan obat pada pasien
Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang
tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan
obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan
fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi
penyakit yang menyebabkan rentan mengalami
masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan
dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk
2008)
4KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien
memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan
swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis
statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat
pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas
pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi
Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan
menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat
pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
29
pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor
sosiodemografi usia
1 SARAN
Disarankan untuk menunjang terlaksananya
pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya
dibuat poster atau brosur yang berisi informasi
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang
benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga
bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk
memberikan arahan dan edukasi kepada pasien
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi
untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang
rasional
2 DAFTAR PUSTAKA
1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas
terbatas Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Keputusan Menteri Kesehatan RI No
189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan
Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008
Materi pelatihan peningkatan pengetahuan
dan keterampilan memilih obat bagi tenaga
kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)
Jakarta Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan
Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada
Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun
2003Tesis
5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi
dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC
6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC
7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008
Perilaku pengobatan sendiri yang rasional
pada masyarakat Kecamatan Depok dan
Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah
Farmasi Indonesia 19(1) 32-40
8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian
kesehatan Jakarta Rineka Cipta
9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran
Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di
Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah
Ilmu Kefarmasian 1 102-115
10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola
Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara
Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di
Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan
11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh
penyuluhan obat menggunakan leaflet
terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga
kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219
12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat
yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan
sendiri keluhan demam sakit kepala batuk
dan flu (hasil analisis lanjut data Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001
Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69
13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007
Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-
Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan
Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi
hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
14 World health organization 2000 Guidlines for the
regulatory assesment of medical products for
use in self-medication Geneva World Health
Organization
15 World Self-Medication Industry (nd) About self
medication Februari 2 2012
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
30
Artikel Penelitian
Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam
Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)
Surahmaidah1)
dan Sarwoko Mangkoedihardjo2
1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
) Email fahida1619gmailcom
ABSTRAK
Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di
sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut
Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman
(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang
umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan
dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh
Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai
persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan
tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan
Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang
diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam
mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125
Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi
ABSTRACT
The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them
is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to
remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual
plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants
and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd
contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This
experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25
ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on
Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the
percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to
accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125
Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation
1 PENDAHULUAN
Logam berat merupakan sumber pencemar
lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat
toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]
Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya
disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan
limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]
Secara alamiah tanah mengandung logam berat
dan sebagian logam berat tersebut berperan penting
dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn
dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila
jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas
pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan
logam berat yang sangat toksik dan merupakan
pencemar utama dalam lingkungan dan sangat
beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel
and Kirkby 1987)
Salah satu logam berat toksik yang mencemari
tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd
mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun
Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem
tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan
logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah
masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]
Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih
perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa
mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida
bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd
digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
31
(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd
bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan
sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat
keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-
Cd pada baterai serta industri tekstil [2]
Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga
untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang
tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik
kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan
relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif
bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang
tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan
tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik
pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan
tumbuhan untuk menyerap mendegradasi
mentransformasi dan mengimobilisasi bahan
pencemar baik itu logam berat maupun senyawa
organik Metode ini mudah diaplikasikan murah
efisien dan ramah lingkungan [12]
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)
Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah
didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada
berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak
pagar umumnya digunakan sebagai tanaman
pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan
sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)
tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik
dalam menyerap logam nikel (Ni)
Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar
Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan
tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)
dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman
jarak pagar
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam
berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap
tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai
persentase reduksi tanah yang tercemar Cd
2 METODE PENELITIAN
21 Waktu Penelitian
Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2
bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan
jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses
remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar
dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair
Surabaya
22 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag
dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm
penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik
dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar
tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan
namun tetap mendapatkan sinar matahari dan
sirkulasi oksigen
Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan
dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm
dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar
(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah
daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam
nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades
23 Tahap-tahap Penelitian
231 Sampel Tanaman Jarak Pagar
Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk
mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh
dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar
pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor
dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor
untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman
tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali
pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah
232 Aklimatisasi Tanaman
Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman
jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman
tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman
yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu
dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat
dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk
diujikan
233 Pemberian Variasi Konsentrasi
Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd
terhadap media tanah taman yang berisi tanaman
jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan
adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm
Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
32
masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan
dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan
234 Parameter Uji
Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas
daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran
reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan
tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam
tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir
pengamatan)
3 PEMBAHASAN
31 Tahap Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur
penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya
tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir
percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak
pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna
hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan
untuk kemudian ditanam pada media tanah taman
yang mengandung Cd yang telah ditentukan
konsentrasinya
32 Analisis Parameter
321 Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman
yang sering digunakan sebagai indikator
pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1
didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15
ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman
dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm
Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non
esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk
meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon
pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat
pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya
sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan
322 Luas Daun
Luas daun digunakan sebagai parameter
pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk
menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti
pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7
luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574
cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami
penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027
cm2
Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan
Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd
pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi
tanaman dan mampu merusak kloroplas daun
sehingga luas daun mengalami penurunan Cd
berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan
nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka
klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit
Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil
fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi
penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang
tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun
Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman
Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm
Hari ke-0 21 21 24 21 21 22
Hari ke-7 211 21 241 212 213 221
Hari ke-14 213 211 243 212 213 223
Hari ke-21 213 211 243 212 213 223
Hari ke-28 214 211 245 215 215 224
Hari ke-35 215 211 246 216 216 225
Hari ke-42 215 211 247 217 217 225
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
33
Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd
Kode
Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)
hari
ke-0
hari
ke-7
hari
ke-14
hari
ke-21
hari
ke-28
hari
ke-35
hari
ke-42
5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673
15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176
25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341
35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118
45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253
323 Morfologi Daun
Selain penurunan luas daun Cd juga
menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi
tanaman yang diekspresikan dalam gangguan
pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis
(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun
yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis
(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan
daun yang tidak normal [10]
Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi
akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada
Gambar 3
Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak
Pagar
Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti
(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan
mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat
pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja
enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan
pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat
mengakibatkan kematian tanaman
324 Reduksi Cd dalam Tanah
Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap
2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-
28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar
rhizosfer tanaman
Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)
Cd hari
ke-0
hari
ke-14
hari
ke-28
Reduksi
(a)
Reduksi
(b)
5 ppm 6031 1067 073 82308 87896
15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178
25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517
35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796
45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509
Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk
monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak
sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui
kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi
tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh
(2005)
Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada
hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak
digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah
yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di
daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah
tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur
penelitian Ghosh and Singh (2005)
Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah
sebagai berikut
reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)
Kons Cd1
reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)
Kons Cd1
325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar
Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak
pagar dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
34
Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar
Cd Konsentrasi Cd
Pada Tanah
(Hari ke-42)
Pada
Tanaman
Akumulasi
5 ppm 1693 1236 7301
15 ppm 4799 6038 12582
25 ppm 9028 7939 8794
35 ppm 15128 7022 4642
45 ppm 14567 7929 5443
Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih
besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system
tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat
meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap
Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa
akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat
pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm
dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase
akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada
konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi
Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih
rendah
4 KESIMPULAN
1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh
terhadap tinggi tanaman dan luas daun
2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai
kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar
logam berat Cd
3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam
berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91
4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman
jarak pagar yaitu sebesar 46-125
DAFTAR PUSTAKA
1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical
Principles of Environmental Pollution 2nd
Edition Blackie Academic and Professional
Chapman amp Hall London
5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam
KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman
T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P
(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil
Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta
6 Kelly EB (1998) Phytoremediation
7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace
Elements in the Soil and Plants CRC Press
Boca Raton FL
8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic
Metals A Review of Biological Mechanisms J
Environmental Qual 31 109-120
9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in
bacterial community structure induced by
micorrhizal colonization in spot-root maize
Plant Soil 231 279-289
10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element
John Wiley amp Sons New York pp 1-292
11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and
anthropogenic emissions of trace metals to the
atmosphere Nature 279 409-411
12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)
PHYTOREMEDIATION Transformation and
Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc
USA
13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)
Review Cadmium Phytoextraction Present
State Biological Background and Research
Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95
2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi
Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press
Jakarta
3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on
Phytoremediation of Heavy Metals and
Utilization of Its Byproducts Applied Ecology
Environment Research 3(1) 1-8
4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis
Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama
Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
35
Artikel Penelitian
Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti
2) Tamara Gusti Ebtavanny
3
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya
3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya
perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)
Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat
menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan
yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan
kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel
dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa
kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel
mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah
18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh BPOM
Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri
ABSTRACT
Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic
treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in
the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in
the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No
HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams
cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number
BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield
requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a
registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method
used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis
using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury
more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels
from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn
035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the
market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream
1PENDAHULUAN
Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar
yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit
memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh
dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan
membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu
Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo
Surabaya)
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
36
pembentukan pigmen melanin untuk melindungi
kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi
sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat
menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan
berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang
ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari
kemerahan noda-noda hitam penuaan dini
kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk
mengatasi berbagai masalah kulit tersebut
diperlukan adanya perawatan menggunakan
kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan
yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian
luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah
menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena
penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan
terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik
pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan
pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up
meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan
tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan
sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang
lain mencegah penuaan dan secara umum
membantu seseorang lebih menikmati dan
menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono
dan Fatma Latifah 2014)
Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya
yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim
pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau
bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit
atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim
pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang
memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu
mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi
warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)
Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam
krim pemutih salah satunya adalah merkuri
Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum
yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg
dan termasuk dalam golongan logam berat dengan
bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri
merupakan salah satu bahan aktif yang sering
ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr
Retno IS Tranggono SpKK merkuri
direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit
karena berpotensi sebagai bahan pereduksi
(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih
terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri
dianggap dapat menghambat sintesis melamin
pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li
Wang and Hong Zhang 2011)
Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor
HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan
logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih
dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan
pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan
bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang
mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas
terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi
karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit
secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk
ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi
yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat
membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan
dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada
pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan
kerusakan permanen otak paru-paru ginjal
menggangu perkembangan janin serta dapat
menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada
sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor
insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi
abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di
dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik
yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI
2011 BPOM RI 2007)
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan
kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim
pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim
pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim
pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi
BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3
varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah produk dengan merk serta kemasan yang
sama namun pada pembelian toko kosmetik yang
berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian
ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC
Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan
harga terjangkau dan memiliki kemasan pot
2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan
rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga
bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa
kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi
Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di
Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong
gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas
saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur
50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
37
1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet
volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan
digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim
pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat
larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan
aquadest
1 Analisa Kualitatif
Pembuatan Larutan KI 05 N
Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL
dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL
serta dikocok hingga homogen
Pembuatan Larutan Aqua Regia
HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL
(perbandingan volume 3 I)
Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah
Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air
sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10
mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir
kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest
sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar
didinginkan dan disaring
Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna
Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes
larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui
dinding tabung reaksi Jika sampel positif
mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan
merah jingga
2 Analisa Kuantitatif
Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan
kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat
sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan
volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest
Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi
100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10
mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain
Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan
larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL
dan masukan ke dalam masing-masing labu takar
yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan
ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume
masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan
HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan
instrumen pengukur Spektrofotometer serapan
Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang
resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil
pengukuran larutan sampel
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa
krim pemutih yang dijual di pasar DTC
Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang
diambil secara acak dalam penelitian ini adalah
sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis
yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dengan merk A B C dan
memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D
E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian
Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
produk dengan merk serta kemasan yang sama
namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda
Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan
kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam
kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk
mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif
pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku
kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap
selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan
metode digesti basah dengan cara menguapkan
sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas
penangas air di dalam lemari asam sampai hampir
kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan
ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan
sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya
sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan
meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan
mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian
yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil
yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2
Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor
BPOM
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
38
Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor
BPOM
Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut
dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif
mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji
kuantitatif untuk mengetahui kadarnya
Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada
pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa
pengujian sampel tersebut adalah valid sampel
yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga
dilakukan pengujian yang diambil secara random
dan mengujikannya di Laboratorium MIPA
Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil
analisa kuantitatif
Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan
merkuri pada krim pemutih
Berdasarkan hasil data yang tertera pada table
3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki
nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri
dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi
BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil
kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1
adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk
varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil
tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi
batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah
Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia nomor HK03012307116662
tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis
merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1
mgL (1 ppm)
Berdasarkan hasil pengujian tersebut
membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim
pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar
melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan
produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi
batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi
maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor
registrasi yang tercantum dalam produk tersebut
dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian
nomor registrasi produk dengan izin edar melalui
website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan
kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6
sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)
yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak
terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih
lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan
bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam
daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di
pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM
dalam link database produk yang dibatalkan
Namun meskipun produk tersebut telah
dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih
beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk
sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada
database produk yang dibatalkan ternyata tidak
ditemukan nomor registrasi dari produk sampel
tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut
tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi
yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini
membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang
beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang
tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM
4 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut
1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk
kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
39
2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki
nomor registrasi BPOM yang beredar di
pasaran
3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang
beredar dipasaran memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji
kuantitatif menunjukkan adanya kandungan
merkuri yang cukup tinggi pada produk krim
pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn
035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar
18820 plusmn 028 mgkg
5 SARAN
2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih
berhati-hati dalam memilih produk kosmetika
khususnya krim pemutih Hindari memilih
produk yang tidak mencantumkan nomor
registrasi dari BPOM RI
3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali
produk yang mencantumkan nomor registrasi
melalui website resmi BPOM
(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui
kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi
dengan izin edar produk tersebut
4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan
ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau
menyengat serta menjanjikan hasil yang instan
dengan proses yang cepat
5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh
instansi terkait seperti BPOM untuk semua
produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga
keamanannya
6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
menggunakan produk yang lebih banyak dengan
area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih
representative
DAFTAR PUSTAKA
1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom
Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015
2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih
Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016
3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013
Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri
(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal
Menggunakan Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas
4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011
Peraturan Kepala Badan POM Republik
Indonesia Nomor HK0312307116662
Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik
httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015
5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada
Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya
6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical
Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016
7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014
Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium
Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih
Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1
8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi
Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan
Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183
Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In
Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo
11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015
12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian
Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas
G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada
Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT
Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis
Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih
Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta
17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis
Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta
18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian
Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik
Dengan Spektrofotometri Serapan
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
40
Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan
Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi
Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku
Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta
20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in
marketed cosmetics analytical survey in
Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
41
Artikel Penelitian
Prasetyo Handrianto1)
1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom
ABSTRAK
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat
tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah
jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi
yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali
pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data
zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu
sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi
(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
ABSTRACT
Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma
lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml
60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is
paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed
that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest
average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract
of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus
aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
1 PENDAHULUAN
Hidup sehat adalah harapan setiap orang
Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya
harga obat-obatan modern dan efek samping yang
mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat
ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam
(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai
melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso
2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat
tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru
sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar
300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan
tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang
telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi
sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur
Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai
sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma
lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21
spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001
dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur
Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah
dapat mencegah dan mengobati berbagai macam
penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk
menghambat atau membunuh virus HIV penyebab
AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)
Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan
sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis
ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi
yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme
dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan
pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri
Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang
relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya
ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
42
ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-
10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi
serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi
ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang
menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru
ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar
2012)
Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol
dapat menarik banyak senyawa aktif yang
terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum
sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan
untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data
tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut
untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak
jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan
menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat
bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan
metode difusi cakram kertas Penelitian ini
diharapkan bermanfaat sebagai terobosan
pengembangan produk baru di bidang farmasi
dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai
bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi
yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit
yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus
2 METODE
Bahan yang digunakan adalah jamur
Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient
Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang
diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media
Nutrient Agar kertas cakram aquadest
Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan
porselen alat rotavapor botol vial steril oven
pinset jarum ose autoclave tabung reaksi
inkubator cawan petri timbangan analitik pipet
volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok
tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor
21 Cara Kerja
Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi
10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut
etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan
untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk
jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses
kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi
ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu
40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai
memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering
dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan
dalam ruang LAF
Medium yang digunakan adalah medium
Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri
Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan
kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan
Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC
selama 24 jam Membuat media NA dengan
mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam
100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna
seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan
suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA
steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke
dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah
dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL
bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri
Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas
cakram dengan diameter 6 mm pada media agar
Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum
dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap
kertas cakram
Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20
microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml
Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening
yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah
1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian
dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya
22 Analisa Data
Data yang diperoleh pada metode difusi di
analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way
apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji
Duncan`s
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi
berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali
pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona
hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)
pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml
menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan
kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml
menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan
aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter
rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif
Hasil analisis menggunakan anova one way juga
menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur
lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
43
Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus
Replikasi Kontrol
Negatif
Konsentrasi (microgml)
20 40 60 80 100
1 - 67 87 115 132 172
2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184
4 - 63 86 118 144 174
5 - 70 89 115 139 190
6 - 65 86 108 136 181
7 - 66 79 111 140 186
Rata- Rata 66 87 1135 139 180
Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang
Aktif Aktif Sangat Aktif
Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa
faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya
yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi
teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan
cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)
Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak
yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode
ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode
soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol
Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi
merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk
memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu
karena aktivitas biologis tidak hilang saat
dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam
pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu
etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat
senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid
tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan
triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa
tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah
saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid
Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)
yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan
aktivitas sebagai antimikroba
Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk
2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba
yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan
sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau
kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa
intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin
sebagai antimikroba adalah menghambat enzim
reverse transkriptase dan DNA topoisomerase
sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk
Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba
adalah dengan membentuk senyawa kompleks
dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga
dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti
dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC
2005)
Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri
Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri
Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini
merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada
keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot
et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan
mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru
sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena
termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus
aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya
Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang
dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan
kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena
bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri
gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan
pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk
suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus
oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)
Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus
memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri
gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki
dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi
faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma
lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan
kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang
aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang
dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal
berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial
Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri
Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml
sebesar 9 mm
Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan
bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang
digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba
dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
44
dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi
bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu
adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan
cara ekstraksi lain
4 KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi
ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm
pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada
konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80
microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml
5 DAFTAR PUSTAKA
1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014
Antibacetrial Activity Of Various Extracts
From The Fruiting Bodies Of Ganoderma
lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)
Merr) Trunk International Journal Of Scientific
And Technology Research Vol3 issue 1
2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M
2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed
4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26
Jakarta EGC
3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA
2013 Biopharmaceutical Assessment of Active
Components of Deadaleopsis confragosa and
Ganoderma lucidum Journal of Medical
Microbiology
4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan
Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta
Penebar Swadaya
5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S
Williamson EM 2009 Farmakognosi dan
Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et
al Hal 118 Jakarta EGC
6 Indonesian Biotechnology Information Centre
(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari
Tanaman httpindobicorid Diakses pada
tanggal 3 Juni 2016
7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi
untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta
Rineka Cipta
8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial
Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of
Garlic Cinnamon and Tumeric Againts
Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis
dsm 3256 International Journal Of Applied
Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan
Vol3
9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella
thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-
37
10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji
antimikroba Curcuma spp Terhadap
Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi
Universitas Andalas Hal 1-7
11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda
2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-
18 Yogyakarta Graha Ilmu
12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman
Obat Jakarta Agro Media Pustaka
13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma
lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret
Surakarta
14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan
Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap
Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains
Kimia Vol10
15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-
vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of
Ganoderma lucidum International Journal of
Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466
16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of
Bacteriology Staphylococcus aureus
(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses
tanggal 11 September 2015
17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan
Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah
Bogor PT Penerbit IPB Press
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
7
DAFTAR ISI
Journal of Pharmacy and Science 4
Dewan Redaksi Jurnal Pharmasci 5
Daftar Isi 7
Analisis Efektifitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat
Antihipertensi Golongan Angiotensin Receptor Blockerrsquos (Candersartan Valsartan Kalium Losartan) 9
Ninik Mas Ulfa 9
Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit pada Pasien Demam Berdarah Dengue
(DBD) Di RSU Anwar Medika Periode Februari-Desember 2016 7
Acivrida Mega Charisma 7
Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di Salah Satu Apotek di Surabaya 11
Ilil Maidatuz Zulfa Fitria Dewi Yunitasari 11
Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-
Inflamatory Drug Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi 15
Haris Imrorsquoatul Khusna Damaranie Dipahayu 15
Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat
Kadmium (Cd) 21
Surahmaidah dan Sarwoko Mangkoedihardjo 21
Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di
Pasar DTC Wonokromo Surabaya) 26
Fatma Ariska Trisnawati Cicik Herlina Yulianti Tamara Gusti Ebtavanny 26
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap Staphylococcus aureus 41
Prasetyo Handrianto 41
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
8
Halaman Kosong
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
9
Artikel Penelitian
Analisis Efektifitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien
Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat Antihipertensi Golongan
Angiotensin Receptor Blockerrsquos (Candersartan Valsartan Kalium Losartan)
Ninik Mas Ulfa)
Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya ) Email ninikmuakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat
Faktor penyebab hipertensi adalah faktor gaya hidup faktor genetika dan faktor usia Hipertensi termasuk dalam
penyakit degeneratif dimana terjadi penurunan organ tubuh Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
efektifitas kontrol penurunan teakanan darah dari terapi obat Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan Pada
penelitian ini dilakukan di RS X wilayah Surabaya Selatan dan RS Y wilayah Surabaya Timur Penelitian ini
bersifat retrospektif dengan pengamatan observasioanl Penelitian ini terbagi dalam 3 kelompok terapi dengan
jumlah total populasi adalah 57 pasien Data tekanan darah sistolik-diastolik diamati selama 5 bulan terapi dari
masing-masing kelompok terapi A (Candersartan n = 19) kelompok terapi B (Valsartan n= 19) dan kelompok
terapi C (Kalium Losartan n= 19)Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan tekanan darah sistolik pada kelompok A sebesar 2118 kelompok B = 2420 dan kelompok C = 2251 Penurunan tekanan darah
diastolic pada kelompok A sebesar 1214 kelompok B = 1404 dan kelompok C = 1098 Berdasarkan
hasil analisa statistik diperoleh hasil p = 0967 gt α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna dari
ketiga kelompok terapi tersebut dalam penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik pada pasien hipertensi
Hal ini berarti bahwa efektifitas ketiga obat tersebut dalam kontrol penurunan tekanan darah pada pasien
Hipertensi mempunyai efektifitas yang
Kata Kunci Candersartan Valsartan Kalium Losartan Hipertensi
ABSTRACT
Hypertension is an increase in systolic blood pressure of more than 140 mmHg and diastolic blood pressure of more than 90 mmHg in two measurements with an interval of five minutes in a resting state Factors
causing hypertension are lifestyle factors genetic factors and age factors Hypertension is included in
degenerative diseases where there is a decrease in body organs The purpose of this study was to determine the
effectiveness of blood pressure control of Candersartan Valsartan and Potassium Losartan This research was
conducted in RS X of South Surabaya and RS Y of East Surabaya This study is retrospective with observational
The study was divided into 3 therapeutic groups with a total population of 57 patients Data on systolic-diastolic
blood pressure were observed for 5 months of therapy from each of the therapy groups A (Candersartan n = 19)
therapy group B (Valsartan n = 19) and therapy group C (Potassium Losartan n = 19) That there was a
decrease in systolic blood pressure in group A of 2118 group B = 2420 and group C = 2251 Diastolic
blood pressure decrease in group A was 1214 group B = 1404 and group C = 1098 Based on the
results of statistical analysis obtained results p = 0967gt α = 005 which means there is no significant difference
of the three groups of therapy in the reduction of systolic blood pressure and diastolic in hypertensive patients This means that the effectiveness of the three drugs in the control of blood pressure reduction in hypertensive
patients has the same effectiveness
Key Words Candersartan Valsartan Potasium Losartan Hypertesion
1 PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan gangguan poligenetik
yang dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai
pengaruh lingkungan atau faktor genetic [11]
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah
peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang
waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahattenang Peningkatan tekanan darah yang
berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)
dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal
ginjal) jantung (penyakit jantung
koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak
dideteksi secara dini dan mendapat
pengobatan yang memadai[17] Hasil Riset Kesehatan
Dasar yang dilakukan di Indonesia menunjukkan
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
10
proporsi penyebab kematian tertinggi adalah
Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti penyakit
kardiovaskular (319 ) termasuk hipertensi ( 68)
dan stroke (154) [2] Prevalensi hipertensi lebih
tinggi pada individu usia ge 60 tahun dan usia 40-59
tahun dibandingkan pada usia 18-39 tahun karena
seiring bertambahnya usia terjadi proses degeneratif
organ [17] Selain dari segi usia prevalensi hipertensi
dapat juga diamati dari jenis kelamin dimana pria
berisiko hipertensi 125 kali daripada wanita [14] Hal
ini disebabkan oleh perilaku tidak sehat (merokok
konsumsi alkohol) depresi dan rendahnya status
pekerjaan perasaan kurang nyaman terhadap
pekerjaan dan pengangguran [10] Pada usia 65-74
tahun prevalensi hipertensi justru lebih tinggi pada
wanita (58) karena pada usia tersebut wanita
mengalami menopause yang menyebabkan
penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron
yapng dapat membantu mengatur tekanan darah
Prevalensi hipertensi juga diamati dari berat badan
seseorang di mana diketahui prevalensi hipertensi
pada pasien gemuk yaitu sebesar 112 sedangkan
pada pasien obesitas (Indeks Massa Tubuh gt27)
prevalensi hipertensi lebih tinggi yaitu 147 [10]
The Joint National Community on Preventation
Detection evaluation and treatment of High Blood
Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia
WHO dengan International Society of Hipertention
membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan
darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau
lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau
lebih atau sedang memakai obat antihipertensi
Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko
penyebab terjadinya penyakit jantung dan pembuluh
darah (PJP) khususnya CVA (Cerebrovacular
accident infark atau perdarahan otak) Tekanan
darah (TD) Sistolik dan Diastolik sangat berperan
dalam faktor resiko PJP Regulasi tekanan darah
merupakan peranan yang sangat penting bagi organ
Ginjal Ginjal berperan utama dalam pengaturan TD
melalui sistem Renin-Angiotensin Aldosteron
(RAAS) Enzym yang berperan dalam sistem ini
adalah Renin dan Angiotensin Converting Enzyme
(ACE) Bila volume darah yang mengalir diginjal
berkurang dan TD di glomeruli ginjal menurun maka
ginjal dapat membentuk dan melepaskan Renin
Renin akan menghidrolisis Angiotensinogen yang
dibentuk dalam hati menjadi Angiotensin I (AT I)
AT I oleh enzyme ACE diubah menjadi AT II yang
dapat meningkatkan efek vasokonstriksi dan
menstimulasi sekresi hormone aldosterone yang
emrupakan antidiuretic hormon Akibatnya terjadi
retensi air dan Natrium akibatnya volume darah dan
TD naik melebihi normal[3 12]
Gejala klinik yang sering dialami adalah pusing
pada pagi hari dibagian tengkuk dan kepala
pengukuran tekanan darah selama minimla 3 kali
pengukuran selang 1 minggu selalu terjadi
peningkatan TD sistolik dan TD diastolic melebihi
dari normal sesuai ketentuan JNC 7 dan JNC 8
volume urin berkurang dari normal Faktor resiko
hipertensi jika tidak diobati secara benar atau tidak
terregulasi dengan baik dapat mengakibatkan
kerusakan pada jantung otak ginjal dan mata Pada
jantung dapat mengakibatkan gagal jantung
(decompensasi cordis) dengan rasa sesak dan edema
pada kaki Pada otak mengakibatkan stroke
sedangkan pada ginjal dapat terjadi kerusakan pada
ginjal hingga hemodialisa Pada mata menyebabkan
gangguan pada penglihatan (blurred vision) Untuk
pencegahannya dapat dilakukan yaitu hindari stress
lelah perbaikan gaya hidup menuju sehat dan
hindari rokok asupan garam serta minuman
beralkohol[8312]
Pemberian obat anti hipertensi merupakan terapi
farmakologi obat anti hipertensi dibagi dalam
beberapa penggolongan obat yaitu golongan
Diuretik golongan Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor (ACEI) golongan Angiotensin Reseptor
Blockers (ARB) golongan Beta Blockers dan
golongan Calcium Channel Blockers (CCB) Obat-
obat ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasi
dan harus digunakan untuk mengobati mayoritas
pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan
keuntungan dengan kelas obat ini [11 9] Angiotensin
Reseptor Blockers (ARB) dipilih karena merupakan
obat pilihan pertama pada pengobatan hipertensi
terutama pada pasien hipertensi dengan komplikasi
diabetes tipe II yang dimana fungsi ginjal bekerja
lebih berat sedangkan obat golongan ARB bekerja
dengan memblok aldosteron akibatnya tekanan darah
bisa terkontrol dan aliran darah ke ginjal normal
sehingga tidak memperparah kerja ginjal [11 9]
Mekanisme kerja ARB yaitu menghambat
angiotensin II pada reseptor subtipe 1 dimana jika
tidak dihambat akan menyebabkan vasokontriksi
sehingga tekanan darah naik Angiotensin II pada
Reseptor subtipe 2 tidak dihambat karena reseptor
ini memberi efek vasodilatasi sehingga tekanan
darah turun Pertimbangan rasional pemakaian ARB
ada 3 pertimbangan yaitu ARB bekerja spesifik
menghambat angiotensin berikatan pada reseptor
subtipe I Kedua dengan dihambatnya reseptor
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
11
subtipe 1 sehingga akan meningkatan persentase
angiotensin II untuk berikatan dengan reseptor
subtipe 2 yang akan memberi perlindungan terhadap
organ tubuh Terakhir dalam pembentukan
angiotensin II ada jalur lain ( pathway ) selain
melalui sistem RAAS sehingga sangat baik jika kita
menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptor
subtipe 1 sedangkan ACEI menghambat sintesis
angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan
vasokonstriksi poten[11 9]
2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat observasional cross
section dengan pengambilan data secara retrospektif
pada pengukuran tekanan darah selama periode
penelitian Bahan peneltian yang digunakan adalah
data rekam medis pasien dari Rumah Sakit X di
wilayah Surabaya Selatan periode Desember 2013 ndash
April 2014 dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya
Utara periode Januari 2015 ndash Mei 2015 Perhitungan
jumlah populasi terjangkau menggunakan rumus
Slovin Jumlah populasi pada penelitian ni adalah 57
pasien diagnosa Hipertensi terbagi dalam 3
kelompok terapi yaitu Terapi A adalah Candersartan
(19) terapi B adalah Valsartan (19) Terapi C adalah
Kalium Losartan (19) Aturan pemakaian dan dosis
yang digunakan pada terapi A adalah Candersartan 8
mg 3 kali sehari 1 tablet terapi B adalah Valsartan 80
mg 2 kali sehari 1 tablet dan terapi C adalah Kalium
Losartan 50 mg 1 kali sehari 1 tablet Pada penelitian
ini pasien selain mendapatkan obat antihipertensi
yang diteliti juga mendapatkan obat-obat
antidiabetes tetapi yang diamati pada penelitian ini
hanya obat antihipertensi saja (Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan)
Analisa data pada penelitian ini adalah
penurunan tekanan darah pre dan post selama terapi
Perhitungan penurunan tekanan darah dilakukan baik
pada tekanan darah sistolik pre-post dan tekanan
darah diastolik pre-post dalam 3 kelompok terapi
Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan
statistik One-Way Anova [4]
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh dari
pengukuran tekanan darah pada kelompok terapi A
B dan C dengan lama terapi 5 bulan (selama periode
penelitian) diperoleh data yang terlihat pada tabel
dibawah ini
Tabel 1 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok A (Candersartan)
Tabel 2 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok B (Valsartan)
No Urut
Pasien
Valsartan
SistolikPre Sistolik Post Sistolik ()
1 180 130 50 2778
2 190 150 40 2105
3 170 130 40 2353
4 180 130 50 2778
5 190 140 50 2632
6 170 130 40 2353
7 190 140 50 2632
8 190 130 60 3158
9 200 140 60 3000
10 170 140 30 1765
11 180 130 50 2778
12 150 130 20 1333
13 155 120 35 2258
14 175 130 45 2571
15 170 120 50 2941
16 185 120 65 3514
17 160 130 30 1875
18 170 140 30 1765
19 160 140 20 1250
Jumlah 815 45837
Rerata 4289 2412
No Urut
Pasien
Candesartan
Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()
1 160 130 30 1875
2 165 130 35 2121
3 160 130 30 1875
4 180 140 40 2222
5 170 140 30 1765
6 150 120 30 2000
7 165 140 25 1515
8 170 140 30 1765
9 170 130 40 2353
10 180 130 50 2778
11 190 140 50 2632
12 175 140 35 2000
13 185 140 45 2432
14 170 120 50 2941
15 190 140 50 2632
16 150 120 30 2000
17 150 130 20 1333
18 160 130 30 1875
19 165 130 35 2121
Jumlah 685 40360
Rerata 3605 2118
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
12
Tabel 3 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok C (Kalium Losartan)
No Urut
pasien Kalium Losartan
Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()
1 170 140 30 1765
2 160 130 30 1875
3 190 140 50 2632
4 170 140 30 1765
5 150 120 30 2000
6 170 140 30 1765
7 170 140 30 1765
8 170 130 40 2353
9 180 130 50 2778
10 200 140 60 3000
11 175 130 45 2571
12 185 140 45 2432
13 170 120 50 2941
14 190 140 50 2632
15 150 120 30 2000
16 150 130 20 1333
17 160 130 30 1875
18 170 130 40 2353
19 170 120 50 2941
Jumlah 42775
Rerata 2251
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 2
dan 3 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A
mengalami penurunan tekanan darah sistolik
2118 Kelompok terapi B mengalami penurunan
tekanan darah sistolik 2420 sedangkan kelompok
terapi C mengalami penurunan tekanan darah
sistolik 2251 Hasil penurunan tekanan darah
pada 3 kelompok terapi ini mempunyai nilai
penurunan tekanan darah sistolik yang hampir sama
tetapi kelompok terapi B yaitu kelompok Valsartan
mempunyai nilai penurunan tekanan darah sistolik
lebih tinggi yaitu 2420 atau tekanan darah
menurun 024 kali dari nilai tekanan darah sistolik
pre dibandingkan kelompok Kalium Losartan (022
kali) dan kelompok Candersartan (021 kali)
Tabel 4 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok A (Candersartan)
No Urut
Pasien
Candesartan
Diastolik
Pre
Diastolik
Post
Diastolik ()
1 95 80 15 1579
2 95 80 15 1579
3 100 80 20 2000
4 100 80 20 2000
5 100 85 15 1500
6 90 80 10 1111
7 90 80 10 1111
8 90 80 10 1111
9 95 80 15 1579
10 100 80 20 2000
11 100 85 15 1500
12 90 80 10 1111
13 90 85 5 556
14 90 80 10 1111
15 100 90 10 1000
16 90 80 10 1111
17 90 90 0 000
18 90 90 0 000
19 90 80 10 1111
Jumlah 220 23070
Rerata 1157 1214
Tabel 5 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok B (Valsartan)
No urut
Pasien
Valsartan
Diastolik
Pre
Diastolik
Post
Diastolik ()
1 100 90 10 1000
2 100 90 10 1000
3 95 80 15 1579
4 100 80 20 2000
5 100 80 20 2000
6 95 80 15 1579
7 95 80 15 1579
8 100 85 15 1500
9 100 90 10 1000
10 95 80 15 1579
11 95 80 15 1579
12 90 80 10 1111
13 90 80 10 1111
14 85 85 0 000
15 90 80 10 1111
16 90 80 10 1111
17 100 80 20 2000
18 100 80 20 2000
19 98 80 18 1837
Jumlah 240 26676
Rerata 1263 1404
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
13
Tabel 6 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok C (Kalium Losartan)
No Urut
Pasien
Kalium Losartan
Diastolik
pre Diastolik
post Diastolik ()
1 95 80 15 1579
2 90 80 10 1111
3 100 90 10 1000
4 100 90 10 1000
5 90 80 10 1111
6 85 80 5 588
7 90 80 10 1111
8 90 80 10 1111
9 95 80 15 1579
10 100 85 15 1500
11 90 80 10 1111
12 90 85 5 556
13 90 80 10 1111
14 100 90 10 1000
15 90 80 10 1111
16 90 85 5 556
17 90 80 10 1111
18 90 80 10 1111
19 100 85 15 1500
Jumlah 20857
Rerata 1098
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 5 dan
6 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A
mengalami penurunan tekanan darah diastolik
sebesar 1214 Kelompok terapi B mengalami
penurunan teakanan darah diastolik sebesar 1404
sedangkan kelompok terapi C mengalami penurunan
tekanan darah diastolik sebesar 1098 Hasil
penurunan tekanan darah pada 3 kelompok terapi ini
mempunyai nilai penurunan tekanan darah diastolik
yang hampir sama tetapi kelompok terapi B yaitu
kelompok Valsartan mempunyai nilai penurunan
tekanan darah diastolik lebih tinggi yaitu 1404
atau tekanan darah diastolik menurun 014 kali dari
nilai tekanan darah diastolik pre dibandingkan
kelompok B terapi Candersartan tekanan darah
diastolik hanya menurun 1214 (012 kali) dan
kelompok C terapi Kalium Losartan tekanan darah
diastolik menurun 1098 (011 kali)
Hasil dari pengukuran tekanan darah sistolik
dan diastolik pre-post dari ketiga kelompok terapi
obat antihipertensi golongan ARBrsquos tersebut
(Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan)
selanjutnya dilakukan analisis statistik
menggunakan uji two-way-anova
Berdasarkan hasil Analisa statistik untuk-
pengukuran homogenitas data diperoleh hasil bahwa
data terdistribusi homogen dengan p = 0000 lt α =
0005 Untuk hasil satistik terapi A (Candersartan)
terapi B (Valsartan) dan terapi C (Kalium Losartan)
terhadap pengukuran nilai Tekanan darah pre dan
post sistolik maupun diastolik diperoleh p = 0967 gt
α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang
bermakna dari ketiga kelompok terapi tersebut dalam
penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik
pada pasien hipertensi Hal ini berarti bahwa
efektifitas ketiga obat tersebut yaitu Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan dalam kontrol
penurunan tekanan darah pada pasien Hipertensi
mempunyai efektifitas yang sama Hasil Analisa
statistik dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini
Tabel 7 Hasil Analisa Statistik Kelompok Terapi A B
dan C dalam Perbandingan Penurunan Nilai
Tekanan Darah Pasien Hipertensi
Berdasarkan data dan Analisa statistik diatas ketiga
kelompok terapi tersebut menunjukkan penurunanan
tekanan darah sistolik maupun tekanan darah
diastolik selama periode penelitian berlangsung yaitu
selama 5 bulan pengobatan Candersartan Valsartan
dan Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi
golongan ARBrsquos yang mempunyai mekanisme kerja
pada Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)
yaitu menghambat selektif reseptor AT1 sehingga
terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak
terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron
dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus
efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air
akan menurun tekanan darah menjadi turun [13]
Untuk lebih jelasnya mekanisme kerja golongan
ARBrsquos dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Gambar 1 Mekanisme Kerja Obat Antihipertensi
Golongan ARBrsquos [13]
Source Type III Sum of Squares
df Mean
Square F Sig
Model 917562a 21 43693 61764 000 TD 098 2 049 070 933 NILAI 5562 17 327 462 967
Error 146438 207 707 Total 1064000 228
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
14
4 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pada pasien
hipertensi di Rumah Sakit X wilayah Surabaya
Selatan dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya
Utara yang terbagi dalam 3 kelompok terapi
pengobatan antihipertensi yaitu Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan menunjukkan bahwa
ketiga obat tersebut setelah dilakukan analisa
statistik mempunyai efektifiktas yang sama dalam
mengontrol penurunan tekanan darah pasien
hipertensi yaitu penurunan pada tekanan darah
sistolik dan diastolik Candersartan Valsartan dan
Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi
dengan golongan yang sama yaitu golongan
Angiotensin Receptor blockerrsquos dengan mekanisme
kerja menghambat selektif reseptor AT1 sehingga
terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak
terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron
dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus
efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan
air akan menurun dan tekanan darah menjadi turun [913]
DAFTAR PUSTAKA
1 Depkes ( 2006) Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Hipertensi Jakarta Departemen Kesehatan RI
2 Depkes (2007) Hipertensi Penyebab Utama Penyakit
Jantunghttp202155544indexphpoption=n
ewsamptask=viewarticleampsid=2621ampitemid =2(2 Januari 2015)
3 Dipiro JT Talbert RL Yee GC Matzke GR Wells BG Posey LM (2008) Hypertension in Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approach 7th edition Mc Grow-Hill Companies inc
4 Hidayat AAzis (2011) Metode Penelitian
Kesehatan Paradima Kuantitatif Edisi ke-2 Penerbit Healthy Books Publishing Surabaya
5 IkawatiZ JumianiS dan PutuIDPS (2008) Kajian
Keamanan Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DrSardjito Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 30mdash40
6 Joint National Committee (2003) The Seventh Report
of Joint National Committee on Prevention
Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
7 Kemenkes (2014) Pusat Data dan Info Kementerian Kesehatan Hipertensi Kemenkes Jakarta Selatan
8 Katzung Bertram G (2011) Farmakologi Dasar amp
Klinik Ed10 Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC
9 Nixon RM Muller E Lowy A Falvey H (2009)
Valsartan vs orther Angiotensin II Blockerrsquos
in the treatment of hypertension a meta-analytical approach The Internatinonal Journal of Clinical Practice 63 5 p 766 ndash 755 Blackwell Publishing doi 101111j1742-1241200902028x
10 Rahajeng Ekowati dan Sulistyowati Tuminah (2009)
Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Jakarta Majalah Kedokteran Indonesia 59 (12) p580-587
11Saseen JJ dan Maclaughlin EJ (2008) Hypertensionin Pharmacoterapy Handbook
7th ed New York The McGraw-Hill Companies Inc
12 Tjay Tan Hoan amp Kirana Rahardja (2007) Obat-
Obat Penting kasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya Ed 6 Jakarta PT Gramedia
13 Wuryaningsih Lucia (2010) Aksi Obat Basis Farmakologi Klinis 2 Surabaya Sandira
14 WHORegional Office for South- East
AsiaDepartment of Sustainable Development and Healthy Environments Non Communicable Disease Hypertension [internet]c (2011) [cited 2015 Januari 2] Available fromhttpwwwsearowhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
15
Artikel Penelitian
Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit
pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika
Periode Februari-Desember 2016
Acivrida Mega Charisma1)
1STIKES RS Anwar Medika
)Email acievridagmailcom
ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD
Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun
pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini
meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD
Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode
Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan
laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien
DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit
(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3
sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai
hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-
6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki
lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi
tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa
gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit
(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia
menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak
Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit
ABSTRACT
DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of
DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of
immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will
increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of
examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted
on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken
from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value
and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had
decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is
57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit
values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values
hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the
age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study
concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an
increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women
and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children
Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
16
1 PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di
Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian
Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan
dapat menyebabkan kematian karena penanganan
yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World
Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa
Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk
Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan
kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya
Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009
WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara
dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di
Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk
dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per
100000 penduduk)[3]
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan
DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun
2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000
penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014
yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]
Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada
pasien DBD merupakan bagian penting yang
menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan
diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan
penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu
adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai
hematokrit[5]
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia
dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran
jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada
penderita demam berdarah dengue
2 TINJAUAN PUSTAKA
Patofisiologi utama pada DBD yaitu
peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis
yang abnormalPermeabilitas vaskular yang
meningkat mengakibatkan kebocoran plasma
hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat
menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi
perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan
gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]
Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan
dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap
Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)
karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan
volume plasma darah misalnya pada kasus DBD
Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun
(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau
peningkatan kadar plasma darah seperti pada
anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang
berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki
nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam
sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi
trombositopenia akibat munculnya antibodi
terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi
yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini
pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah
trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan
acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue
primer atau sekunder[10]
Parameter laboratorium dalam menegakkan
diagnosis DBD adalah trombositopenia dan
hemokonsentrasi[10]
3 METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah analitik retrospektif
populasi penelitian adalah seluruh rekam medik
pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian
Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil
dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah
catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang
dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil
pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan
jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien
DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien
DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien
DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat
mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang
memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti
AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit
koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit
dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung
dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin
Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan
dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data
variabel memasukkan data dalam program SPSS
(Statistical Program for Social Science) serta
pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data
tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data
terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada
analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel
dengan menggunakan rumus Spearma
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
17
4 HASIL
Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik n
() meanplusmnSD
Jenis Kelamin
Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)
Rentang Usia (tahun)
95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)
12 - 17 43 (235)
18 ndash 20 15 (82)
Ket n = frekuensi
Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek
adalah laki-laki Lebih dari separuh responden
termasuk kelompok Usia anak-anak
Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD
Jumlah Trombosit n
(selmm3) ()
lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)
gt450000 0
Total 183 (100)
Ket n=frekuensi
Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar
sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal
Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD
Nilai Hematokrit n
() ()
Laki-laki Dewasa
lt40 2 (11)
40-48 12 (66)
gt48 4 (22)
Perempuan dewasa
lt37 7 (38)
37-43 3 (16)
gt43 2 (11)
Anak-anak lt= 15 tahun
- lt 33 34 (186)
33 - 38 52 (284)
gt38 67 (366)
183
Total (100)
Ket n = frekuensi
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal
5 PEMBAHASAN
Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan
usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun
dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia
terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain
itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD
terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun
dengan persentase 453 dan frekuensi terendah
adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan
persentase 82
Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan
dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun
2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi
penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan
dewasa muda[12]
Usia merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus
dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba
yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan
yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa
kebocoran plasma[13]
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin
didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih
banyak daripada perempuan dengan persentase
596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut
serupa dengan peneelitian lainnya yang
memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih
banyak dibandingkan perempuan seperti yang
dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang
menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih
banyak dari pada perempuan dengan persentase 60
laki-laki dan 40 perempuan[14]
Jumlah Trombosit Penderita DBD
Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah
trombosit di bawah normal (trombositopenia)
Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar
987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah
sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar
195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat
pada penelitian ini adalah 57000 selmm3
Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan
dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140
penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000
sel mm3[15]
Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun
2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan
perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit
antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya
disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif
dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
18
Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit
untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan
untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun
hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai
p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat
korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-
laki dan perempuan
Nilai Hematokrit Penderita DBD
Dari hasil penelitian 399 penderita DBD
yang mengalami hemokonsentrasi dan 235
penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang
mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366
Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan
tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit
pada penelitian ini adalah 377
Menurut WHO parameter laboratorium dalam
menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai
hematokrit serta trombositopenia Sementara itu
penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua
penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian
oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa
hanya 16 penderita DBD yang mengalami
peningkatan nilai hematokrit[17]
Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang
memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan
didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma
sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya
peningkatan nilai hematokrit saja namun juga
penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat
terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis
Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya
data rekam medis tentang terapi atau pengobatan
yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit
Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian
di India tentang parameter diagnosis DBD dalam
hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai
hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar
363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan
sensitifitas[18]
AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi
DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat
menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit
pada pasien DBD penting melakukan pemisahan
pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan
jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai
normal hematokrit
Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak
usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518
rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada
wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal
138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan
simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15
tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal
68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072
6 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa
1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai
hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan
nilai hematrokit (hemokonsentrasi)
2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD
menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki
lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan
perempuan sedangkan menurut golongan usia
menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling
rentan terhadap infeksi DBD
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat
disampaikan beberapa saran sebagai berikut
penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka
kematian pasien DBD dengan penambahan variabel
penelitian
DAFTAR PUSTAKA
1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward
(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap
jumlah trombosit pada penderita demam
berdarah
2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia
3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and
laboratory guidelines for dengue fever and
dengue haemorrhagic feverdengue shock
syndrome for health care providers Journal of
Pan American Health Organization 1-10
4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)
How to reduce your risk of dengue infection
[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia
dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue
5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test
and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-
Elseviar
6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil
Kesehatan Kabupaten Sidoarjo
7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN
Gupta P Dewan DK (2001) Hematological
observations as diagnostic markers in dengue
hemorrhagic fever-a reappraisal Indian
Pediatrics Journal 38 477-81
8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between
platelet count and hematocrit JACC Journals
39(6)1072-17
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
19
9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji
hematologi pasien terduga demam berdarah
dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal
of Clinical Pathology and Medical Laboratory
17(3) 139ndash42
10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ
Gent M (2011) Sex related differences in
platelet aggregation influence of the hematocrit
Blood Journal of American Society Hematology
56(1) 38-41
11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia
tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue 21-14
12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit
sebagai indikato dan sekunder Jurnal
Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6
13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]
(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL
HYPERLINK
httpwwwemedicinemedscapecom
14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta
ECG
15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah
dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5
Jakarta Interna Publishing
16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah
dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari
HI editor (penyunting) Demam Berdarah
Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam
berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI
editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue
Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil
pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara
Books
19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar
hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash
IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya
syok pada pasien demam berdarah dengue
(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11
20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi
penularan pencegahan amp pemberantasannya
Edisi ke-2 Jakarta Erlangga
21 World Health Organisation (2009) Dengue
hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23
April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK
http wwwwhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
20
Artikel Penelitian
Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di
Salah Satu Apotek di Surabaya
Ilil Maidatuz Zulfa1)
Fitria Dewi Yunitasari1
1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi
Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi
bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola
peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang
diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di
salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini
Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu
Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO
kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan
densitas penggunaan antibiotik
Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi
ABSTRACT
Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most
of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that
the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead
to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics
prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)
ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients
was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was
Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)
The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092
mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD
ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000
mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more
likely reflect the density of antibiotic usage
Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections
1 PENDAHULUAN
Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik
sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan
infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada
penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi
pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan
periodontal dapat ditangani dengan baik dengan
operasi dan higienisitas sehingga indikasi
penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi
sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan
dan penggunaan antibiotik yang irasional akan
berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek
merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]
World Health Organization (WHO) telah
menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat
yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical
(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD
diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu
obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien
dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter
pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed
Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis
rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
21
harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat
digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan
antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama
seperti apotek maupun rumah sakit [7]
2 METODE PENELITIAN
21 Jenis dan Kriteria Penelitian
Kajian observasional retrospektif tentang
penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross
sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien
dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi
spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di
Surabaya Jawa Timur
22 Analisis Data
Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan
lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan
Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD
(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan
Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai
PDD
Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio
PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem
ATCDDD
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
31 Distribusi Pasien
Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan
antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama
2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien
terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah
3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien
perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki
adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien
menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak
diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)
32 Distribusi Peresepan Antibiotik
Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk
infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan
rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian
antibiotik dalam penelitian ini adalah selama
512+083 hari
Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan
Usia
Jumlah
Pasien
Persentase
()
Jenis Kelamin
Perempuan Laki-laki
72 64
5294 4706
Total 136 10000
Usia (tahun)
Dewasa Muda (18-40)
Dewasa (41-65)
75
61
5515
4485
Total 136 10000
Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam
penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam
yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam
Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan
Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol
yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan
Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi
gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al
menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis
antara Penisilin V Amoksisilin atau
Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu
infeksi gigi Pilihan antibiotik yang
direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat
digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]
Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik
lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam
infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin
Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme
kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat
diberikan dengan perhatian pada pasien yang
menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin
dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan
Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan
Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan
memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga
tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain
antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan
antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam
infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang
membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan
penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi
Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk
infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar
terapi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
22
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
33 PDD Rata-rata Antibiotik
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100) (Tabel3)
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
DDD berdasarkan index ATCDDD WHO
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100)
Jenis Antibiotik Kekuatan
(mg)
Jumlah
Peresepan
()
Lama Pemberian
(hari)
Terpendek Terpanjang Rata-rata
Penisilin -Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
500 mg
500125 mg
70 (5072)
5 (362)
200 300
500 500
386 380
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
150 mg 300 mg 500 mg
14 (1015) 26 (1884)
8 (580)
200 200 333
500 750 500
389 657 433
Nitroimidazol Metronidazol
250 mg 500 mg
1 (073) 6 (434)
-
200
500 500
500 362
Makrolida
Eritromisin
500 mg
2 (145)
300
500
400
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
500 mg 500 mg
2 (145) 2 (145)
500
-
700 500
600 500
Sefalosporin Sefadroksil
500 mg
2 (145)
500
600
550
Total 138 (10000)
Jenis Antibiotik Kode
ATC
PDD (mgpasienhari)
DDD
(mgpasienhari)
Rasio
PDDDDD
Penisilin-Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
J01CA04
J01CR02
150925
136842
100000
100000
159
137
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
J01FF01 J01FF02
83521 150000
120000 180000
070 083
Nitroimidazol Metronidazol
P01AB01
125329
200000
063
Makrolida Eritromisin
J01FA01
150000
100000
150
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
J01MA12 J01MA01
50000 50000
50000
100000
100 050
Sefalosporin Sefadroksil
J01DB05
100000
200000
050
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
23
4 KESIMPULAN
Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien dalam penelitian ini adalah 102+012
antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian
antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang
paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu
sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik
dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali
Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat
Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD
tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator
penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter
yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan
keterpaparan pasien terhadap antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of
antimicrobial utilization in indoor ward of
surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727
2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)
Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306
3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation
between Defined Daily Doses (DDD) and
Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis
of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418
4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K
Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)
Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic
isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8
5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press
6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of
Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53
7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily
doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591
8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of
antibiotic prophylaxis in dental practice-
Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754
9 World Health Organization (WHO) (2003)
Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization
10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme
(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental
Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland
Amoksisilin Amoksisilin+A
sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil
WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000
PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000
0
500
1000
1500
2000
2500
mg
pasi
en
hari
Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
24
Artikel Penelitian
Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu
2)
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email ddipahayugmailcom
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi
(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian
kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara
variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi
yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh
dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan
swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji
statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp
sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95
Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2
ABSTRACT
This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective
COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of
sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and
rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the
sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with
statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have
significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages
showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2
in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of
this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents
have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a
significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95
Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And
COX
1PENDAHULUAN
Pengertian nyeri menurut International
Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu
perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman
yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan
aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di
bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap
stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri
dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat
luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)
Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50
masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang
dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp
Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas
Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug
Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
25
mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi
permasalahan umum pada kesehatan masyarakat
yang dapat diatasi dengan menggunakan obat
analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya
dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik
perifer yang penggunaannya berdasarkan skala
nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat
digunakan obat oral analgesik perifer misalnya
golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug
(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu
golongan obat yang bekerja dengan cara memblok
kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan
COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin
yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi
dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa
digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi
dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan
resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk
COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan
enzim yang penting untuk pembentukan
prostaglandin dalam melindungi saluran cerna
trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah
enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi
prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam
peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat
memberikan efek merugikan bagi lambung karena
adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang
menggunakan NSAID sehingga dilakukan
pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan
sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp
Gilman 2010)
Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik
NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka
waktu yang lama secara terus menerus seringkali
menimbulkan efek samping beberapa diantaranya
yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran
pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat
untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan
intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah
swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk
mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak
dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing
batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif
yang diambil masyarakat untuk meningkatkan
keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)
Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh
pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk
mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan
yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter
Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan
kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan
swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai
dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya
(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila
dilakukan secara tepat akan sangat membantu
masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter
Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan
obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi
Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu
yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko
efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006
Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang
jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi
lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga
kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut
untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada
pasien sehingga pasien dapat terhindar dari
penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan
obat yang salah (drug misuse) Masyarakat
cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu
zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan
pengetahuan masyarakat tentang informasi
penggunaan obat tersebut merupakan penyebab
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)
dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)
Pengetahuan merupakan hal penting yang
dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan
swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo
2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka
penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan
obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel
yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien
swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat
oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis
kefarmasian dalam melakukan pelayanan
swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien
yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa
1 METODE
Instrumen penelitian
Bahan dan sumber data dalam penelitian ini
adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur
kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada
pasien diluar responden penelitian Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan alat ukur
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
26
kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti
Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok
pertanyaan yaitu identitasresponden data
pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi
Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan
informasi dengan menyampaikan sejumlah
pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula
oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner
berbentuk Close Ended Question yang berisi 10
pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan
mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan
dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang
didapatkan
Prosedur Pelaksanaan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif observasional dengan pengumpulan data
secara prospektif melalui pendekatan cross sectional
dimana data yang menyangkut variabel terikat
dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan
(Notoatmodjo 2012)
Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa
Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian
dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016
Pengambilan sampel secara accidental dilakukan
dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau
tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks
penelitian(Notoatmodjo 2012)
Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan
rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan
10 Berdasarkan perhitungan diperoleh
jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria
inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-
laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan
keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan
membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian
dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk
mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf
Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa
dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan
rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p
(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid
sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji
reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang
diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari
syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel
sehingga dapat digunakan dalam penelitian
Analisis data
Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban
yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai
dengan metode penilaian kuesioner Setelah data
yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan
dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi
3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku
rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan
tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner
memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak
rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria
kerasionalan obat
Dilakukan pengolahan data yang sudah
terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu
analisis deskriptif untuk menggambarkan
karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel
yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan
diagram batang selanjutnya dilakukan analisis
statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp
Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan
atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan
masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor
sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat
pendidikan dan status pekerjaan)terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95
2 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien
terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah
perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan
rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien
(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas
(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status
pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien
(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar
4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku
swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong
rasional 7570
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan
Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720
Sedang ( 60-80 ) 27 3860
Buruk ( lt 60 ) 10 1425
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
27
Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat
pengetahuan responden tentang swamedikasi dan
obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak
Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori
baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan
sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27
pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak
10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien
keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tingkat pengetahuan responden tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup
dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat
rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam
tabel 2
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas
Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Perilaku Rasional 53 7570
Tidak rasional 17 2430
Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien
(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang
dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien
(2430)
Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang
obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku
konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak
rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat
tentang obat dan penggunaannya merupakan
penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam
swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan
tersebut juga menyebabkan rentannya pasien
mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat
sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang
tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian
informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)
Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan
aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan
pemborosan waktu dan pemborosan biaya
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif
COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat
pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-
sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1
diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap
perilaku swamedikasi yang rasional terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi
di Apotek Latansa Sidoarjo)
Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien
Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam
Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan
rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa
semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang
mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional
pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan
Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa
pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap
perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional
Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk
perilaku kesehatan yang pembentukannya
dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern
Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah
satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan
mengenai penggunaan obat yang mencukupi
dapatmembantu pasien untuk mendapatkan
pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional
serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan
dalam menggunakan obat
Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan
terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau
jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang
rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang
sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan
hal penting dalam swamedikasi pengetahuan
tersebut antara lain tentang mengenali gejala
penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari
penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket
dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan
efek samping yang ada (Depkes 2008)
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan
pasien dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
28
Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat
Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2
Dalam Swamedikasi
Tingkat
Pengetahuan Keterangan
Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0421gt 0050 Ho Diterima
Tingkat
Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak
Status
Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan
antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan
dengan tingkat pengetahuan pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap
tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor
tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan
pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)
Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat
pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula
pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan
menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan
kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi
termasuk informasi mengenai kesehatan
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang
menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih
banyak yang melakukan swamedikasi secara
rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya
tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak
membaca label pada kemasan obat sebelum
mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam
penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat
pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman
tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin membuat seseorang
lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan
obat
Hasil uji analisis statistik Chi Square
pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas
pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat
pada Tabel 5
Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon
Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak
Tingkat
Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima
Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara
jenis kelamin tingkat pendidikan dan status
pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan
pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)
Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan
tingkat pengetahuan pasien)
Usia menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia
mempengaruhi pemilihan obat pada pasien
Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang
tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan
obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan
fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi
penyakit yang menyebabkan rentan mengalami
masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan
dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk
2008)
4KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien
memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan
swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis
statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat
pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas
pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi
Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan
menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat
pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
29
pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor
sosiodemografi usia
1 SARAN
Disarankan untuk menunjang terlaksananya
pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya
dibuat poster atau brosur yang berisi informasi
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang
benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga
bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk
memberikan arahan dan edukasi kepada pasien
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi
untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang
rasional
2 DAFTAR PUSTAKA
1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas
terbatas Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Keputusan Menteri Kesehatan RI No
189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan
Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008
Materi pelatihan peningkatan pengetahuan
dan keterampilan memilih obat bagi tenaga
kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)
Jakarta Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan
Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada
Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun
2003Tesis
5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi
dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC
6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC
7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008
Perilaku pengobatan sendiri yang rasional
pada masyarakat Kecamatan Depok dan
Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah
Farmasi Indonesia 19(1) 32-40
8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian
kesehatan Jakarta Rineka Cipta
9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran
Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di
Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah
Ilmu Kefarmasian 1 102-115
10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola
Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara
Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di
Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan
11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh
penyuluhan obat menggunakan leaflet
terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga
kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219
12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat
yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan
sendiri keluhan demam sakit kepala batuk
dan flu (hasil analisis lanjut data Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001
Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69
13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007
Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-
Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan
Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi
hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
14 World health organization 2000 Guidlines for the
regulatory assesment of medical products for
use in self-medication Geneva World Health
Organization
15 World Self-Medication Industry (nd) About self
medication Februari 2 2012
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
30
Artikel Penelitian
Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam
Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)
Surahmaidah1)
dan Sarwoko Mangkoedihardjo2
1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
) Email fahida1619gmailcom
ABSTRAK
Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di
sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut
Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman
(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang
umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan
dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh
Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai
persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan
tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan
Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang
diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam
mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125
Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi
ABSTRACT
The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them
is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to
remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual
plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants
and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd
contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This
experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25
ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on
Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the
percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to
accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125
Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation
1 PENDAHULUAN
Logam berat merupakan sumber pencemar
lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat
toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]
Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya
disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan
limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]
Secara alamiah tanah mengandung logam berat
dan sebagian logam berat tersebut berperan penting
dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn
dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila
jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas
pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan
logam berat yang sangat toksik dan merupakan
pencemar utama dalam lingkungan dan sangat
beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel
and Kirkby 1987)
Salah satu logam berat toksik yang mencemari
tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd
mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun
Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem
tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan
logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah
masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]
Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih
perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa
mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida
bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd
digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
31
(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd
bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan
sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat
keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-
Cd pada baterai serta industri tekstil [2]
Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga
untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang
tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik
kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan
relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif
bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang
tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan
tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik
pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan
tumbuhan untuk menyerap mendegradasi
mentransformasi dan mengimobilisasi bahan
pencemar baik itu logam berat maupun senyawa
organik Metode ini mudah diaplikasikan murah
efisien dan ramah lingkungan [12]
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)
Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah
didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada
berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak
pagar umumnya digunakan sebagai tanaman
pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan
sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)
tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik
dalam menyerap logam nikel (Ni)
Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar
Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan
tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)
dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman
jarak pagar
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam
berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap
tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai
persentase reduksi tanah yang tercemar Cd
2 METODE PENELITIAN
21 Waktu Penelitian
Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2
bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan
jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses
remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar
dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair
Surabaya
22 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag
dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm
penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik
dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar
tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan
namun tetap mendapatkan sinar matahari dan
sirkulasi oksigen
Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan
dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm
dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar
(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah
daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam
nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades
23 Tahap-tahap Penelitian
231 Sampel Tanaman Jarak Pagar
Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk
mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh
dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar
pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor
dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor
untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman
tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali
pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah
232 Aklimatisasi Tanaman
Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman
jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman
tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman
yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu
dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat
dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk
diujikan
233 Pemberian Variasi Konsentrasi
Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd
terhadap media tanah taman yang berisi tanaman
jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan
adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm
Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
32
masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan
dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan
234 Parameter Uji
Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas
daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran
reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan
tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam
tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir
pengamatan)
3 PEMBAHASAN
31 Tahap Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur
penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya
tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir
percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak
pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna
hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan
untuk kemudian ditanam pada media tanah taman
yang mengandung Cd yang telah ditentukan
konsentrasinya
32 Analisis Parameter
321 Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman
yang sering digunakan sebagai indikator
pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1
didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15
ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman
dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm
Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non
esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk
meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon
pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat
pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya
sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan
322 Luas Daun
Luas daun digunakan sebagai parameter
pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk
menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti
pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7
luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574
cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami
penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027
cm2
Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan
Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd
pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi
tanaman dan mampu merusak kloroplas daun
sehingga luas daun mengalami penurunan Cd
berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan
nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka
klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit
Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil
fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi
penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang
tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun
Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman
Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm
Hari ke-0 21 21 24 21 21 22
Hari ke-7 211 21 241 212 213 221
Hari ke-14 213 211 243 212 213 223
Hari ke-21 213 211 243 212 213 223
Hari ke-28 214 211 245 215 215 224
Hari ke-35 215 211 246 216 216 225
Hari ke-42 215 211 247 217 217 225
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
33
Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd
Kode
Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)
hari
ke-0
hari
ke-7
hari
ke-14
hari
ke-21
hari
ke-28
hari
ke-35
hari
ke-42
5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673
15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176
25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341
35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118
45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253
323 Morfologi Daun
Selain penurunan luas daun Cd juga
menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi
tanaman yang diekspresikan dalam gangguan
pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis
(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun
yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis
(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan
daun yang tidak normal [10]
Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi
akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada
Gambar 3
Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak
Pagar
Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti
(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan
mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat
pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja
enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan
pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat
mengakibatkan kematian tanaman
324 Reduksi Cd dalam Tanah
Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap
2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-
28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar
rhizosfer tanaman
Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)
Cd hari
ke-0
hari
ke-14
hari
ke-28
Reduksi
(a)
Reduksi
(b)
5 ppm 6031 1067 073 82308 87896
15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178
25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517
35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796
45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509
Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk
monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak
sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui
kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi
tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh
(2005)
Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada
hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak
digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah
yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di
daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah
tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur
penelitian Ghosh and Singh (2005)
Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah
sebagai berikut
reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)
Kons Cd1
reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)
Kons Cd1
325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar
Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak
pagar dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
34
Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar
Cd Konsentrasi Cd
Pada Tanah
(Hari ke-42)
Pada
Tanaman
Akumulasi
5 ppm 1693 1236 7301
15 ppm 4799 6038 12582
25 ppm 9028 7939 8794
35 ppm 15128 7022 4642
45 ppm 14567 7929 5443
Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih
besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system
tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat
meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap
Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa
akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat
pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm
dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase
akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada
konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi
Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih
rendah
4 KESIMPULAN
1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh
terhadap tinggi tanaman dan luas daun
2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai
kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar
logam berat Cd
3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam
berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91
4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman
jarak pagar yaitu sebesar 46-125
DAFTAR PUSTAKA
1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical
Principles of Environmental Pollution 2nd
Edition Blackie Academic and Professional
Chapman amp Hall London
5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam
KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman
T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P
(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil
Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta
6 Kelly EB (1998) Phytoremediation
7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace
Elements in the Soil and Plants CRC Press
Boca Raton FL
8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic
Metals A Review of Biological Mechanisms J
Environmental Qual 31 109-120
9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in
bacterial community structure induced by
micorrhizal colonization in spot-root maize
Plant Soil 231 279-289
10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element
John Wiley amp Sons New York pp 1-292
11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and
anthropogenic emissions of trace metals to the
atmosphere Nature 279 409-411
12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)
PHYTOREMEDIATION Transformation and
Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc
USA
13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)
Review Cadmium Phytoextraction Present
State Biological Background and Research
Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95
2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi
Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press
Jakarta
3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on
Phytoremediation of Heavy Metals and
Utilization of Its Byproducts Applied Ecology
Environment Research 3(1) 1-8
4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis
Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama
Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
35
Artikel Penelitian
Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti
2) Tamara Gusti Ebtavanny
3
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya
3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya
perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)
Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat
menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan
yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan
kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel
dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa
kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel
mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah
18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh BPOM
Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri
ABSTRACT
Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic
treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in
the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in
the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No
HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams
cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number
BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield
requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a
registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method
used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis
using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury
more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels
from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn
035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the
market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream
1PENDAHULUAN
Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar
yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit
memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh
dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan
membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu
Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo
Surabaya)
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
36
pembentukan pigmen melanin untuk melindungi
kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi
sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat
menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan
berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang
ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari
kemerahan noda-noda hitam penuaan dini
kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk
mengatasi berbagai masalah kulit tersebut
diperlukan adanya perawatan menggunakan
kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan
yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian
luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah
menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena
penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan
terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik
pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan
pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up
meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan
tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan
sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang
lain mencegah penuaan dan secara umum
membantu seseorang lebih menikmati dan
menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono
dan Fatma Latifah 2014)
Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya
yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim
pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau
bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit
atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim
pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang
memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu
mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi
warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)
Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam
krim pemutih salah satunya adalah merkuri
Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum
yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg
dan termasuk dalam golongan logam berat dengan
bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri
merupakan salah satu bahan aktif yang sering
ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr
Retno IS Tranggono SpKK merkuri
direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit
karena berpotensi sebagai bahan pereduksi
(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih
terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri
dianggap dapat menghambat sintesis melamin
pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li
Wang and Hong Zhang 2011)
Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor
HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan
logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih
dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan
pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan
bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang
mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas
terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi
karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit
secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk
ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi
yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat
membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan
dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada
pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan
kerusakan permanen otak paru-paru ginjal
menggangu perkembangan janin serta dapat
menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada
sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor
insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi
abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di
dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik
yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI
2011 BPOM RI 2007)
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan
kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim
pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim
pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim
pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi
BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3
varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah produk dengan merk serta kemasan yang
sama namun pada pembelian toko kosmetik yang
berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian
ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC
Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan
harga terjangkau dan memiliki kemasan pot
2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan
rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga
bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa
kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi
Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di
Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong
gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas
saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur
50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
37
1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet
volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan
digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim
pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat
larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan
aquadest
1 Analisa Kualitatif
Pembuatan Larutan KI 05 N
Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL
dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL
serta dikocok hingga homogen
Pembuatan Larutan Aqua Regia
HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL
(perbandingan volume 3 I)
Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah
Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air
sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10
mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir
kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest
sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar
didinginkan dan disaring
Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna
Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes
larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui
dinding tabung reaksi Jika sampel positif
mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan
merah jingga
2 Analisa Kuantitatif
Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan
kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat
sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan
volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest
Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi
100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10
mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain
Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan
larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL
dan masukan ke dalam masing-masing labu takar
yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan
ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume
masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan
HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan
instrumen pengukur Spektrofotometer serapan
Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang
resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil
pengukuran larutan sampel
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa
krim pemutih yang dijual di pasar DTC
Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang
diambil secara acak dalam penelitian ini adalah
sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis
yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dengan merk A B C dan
memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D
E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian
Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
produk dengan merk serta kemasan yang sama
namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda
Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan
kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam
kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk
mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif
pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku
kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap
selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan
metode digesti basah dengan cara menguapkan
sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas
penangas air di dalam lemari asam sampai hampir
kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan
ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan
sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya
sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan
meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan
mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian
yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil
yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2
Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor
BPOM
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
38
Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor
BPOM
Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut
dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif
mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji
kuantitatif untuk mengetahui kadarnya
Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada
pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa
pengujian sampel tersebut adalah valid sampel
yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga
dilakukan pengujian yang diambil secara random
dan mengujikannya di Laboratorium MIPA
Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil
analisa kuantitatif
Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan
merkuri pada krim pemutih
Berdasarkan hasil data yang tertera pada table
3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki
nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri
dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi
BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil
kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1
adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk
varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil
tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi
batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah
Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia nomor HK03012307116662
tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis
merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1
mgL (1 ppm)
Berdasarkan hasil pengujian tersebut
membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim
pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar
melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan
produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi
batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi
maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor
registrasi yang tercantum dalam produk tersebut
dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian
nomor registrasi produk dengan izin edar melalui
website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan
kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6
sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)
yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak
terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih
lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan
bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam
daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di
pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM
dalam link database produk yang dibatalkan
Namun meskipun produk tersebut telah
dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih
beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk
sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada
database produk yang dibatalkan ternyata tidak
ditemukan nomor registrasi dari produk sampel
tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut
tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi
yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini
membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang
beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang
tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM
4 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut
1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk
kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
39
2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki
nomor registrasi BPOM yang beredar di
pasaran
3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang
beredar dipasaran memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji
kuantitatif menunjukkan adanya kandungan
merkuri yang cukup tinggi pada produk krim
pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn
035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar
18820 plusmn 028 mgkg
5 SARAN
2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih
berhati-hati dalam memilih produk kosmetika
khususnya krim pemutih Hindari memilih
produk yang tidak mencantumkan nomor
registrasi dari BPOM RI
3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali
produk yang mencantumkan nomor registrasi
melalui website resmi BPOM
(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui
kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi
dengan izin edar produk tersebut
4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan
ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau
menyengat serta menjanjikan hasil yang instan
dengan proses yang cepat
5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh
instansi terkait seperti BPOM untuk semua
produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga
keamanannya
6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
menggunakan produk yang lebih banyak dengan
area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih
representative
DAFTAR PUSTAKA
1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom
Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015
2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih
Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016
3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013
Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri
(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal
Menggunakan Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas
4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011
Peraturan Kepala Badan POM Republik
Indonesia Nomor HK0312307116662
Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik
httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015
5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada
Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya
6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical
Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016
7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014
Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium
Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih
Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1
8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi
Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan
Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183
Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In
Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo
11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015
12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian
Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas
G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada
Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT
Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis
Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih
Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta
17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis
Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta
18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian
Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik
Dengan Spektrofotometri Serapan
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
40
Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan
Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi
Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku
Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta
20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in
marketed cosmetics analytical survey in
Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
41
Artikel Penelitian
Prasetyo Handrianto1)
1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom
ABSTRAK
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat
tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah
jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi
yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali
pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data
zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu
sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi
(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
ABSTRACT
Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma
lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml
60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is
paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed
that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest
average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract
of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus
aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
1 PENDAHULUAN
Hidup sehat adalah harapan setiap orang
Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya
harga obat-obatan modern dan efek samping yang
mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat
ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam
(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai
melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso
2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat
tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru
sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar
300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan
tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang
telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi
sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur
Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai
sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma
lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21
spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001
dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur
Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah
dapat mencegah dan mengobati berbagai macam
penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk
menghambat atau membunuh virus HIV penyebab
AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)
Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan
sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis
ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi
yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme
dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan
pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri
Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang
relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya
ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
42
ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-
10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi
serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi
ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang
menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru
ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar
2012)
Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol
dapat menarik banyak senyawa aktif yang
terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum
sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan
untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data
tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut
untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak
jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan
menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat
bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan
metode difusi cakram kertas Penelitian ini
diharapkan bermanfaat sebagai terobosan
pengembangan produk baru di bidang farmasi
dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai
bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi
yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit
yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus
2 METODE
Bahan yang digunakan adalah jamur
Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient
Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang
diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media
Nutrient Agar kertas cakram aquadest
Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan
porselen alat rotavapor botol vial steril oven
pinset jarum ose autoclave tabung reaksi
inkubator cawan petri timbangan analitik pipet
volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok
tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor
21 Cara Kerja
Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi
10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut
etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan
untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk
jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses
kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi
ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu
40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai
memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering
dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan
dalam ruang LAF
Medium yang digunakan adalah medium
Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri
Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan
kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan
Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC
selama 24 jam Membuat media NA dengan
mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam
100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna
seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan
suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA
steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke
dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah
dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL
bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri
Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas
cakram dengan diameter 6 mm pada media agar
Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum
dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap
kertas cakram
Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20
microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml
Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening
yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah
1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian
dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya
22 Analisa Data
Data yang diperoleh pada metode difusi di
analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way
apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji
Duncan`s
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi
berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali
pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona
hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)
pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml
menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan
kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml
menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan
aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter
rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif
Hasil analisis menggunakan anova one way juga
menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur
lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
43
Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus
Replikasi Kontrol
Negatif
Konsentrasi (microgml)
20 40 60 80 100
1 - 67 87 115 132 172
2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184
4 - 63 86 118 144 174
5 - 70 89 115 139 190
6 - 65 86 108 136 181
7 - 66 79 111 140 186
Rata- Rata 66 87 1135 139 180
Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang
Aktif Aktif Sangat Aktif
Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa
faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya
yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi
teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan
cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)
Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak
yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode
ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode
soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol
Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi
merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk
memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu
karena aktivitas biologis tidak hilang saat
dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam
pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu
etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat
senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid
tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan
triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa
tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah
saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid
Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)
yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan
aktivitas sebagai antimikroba
Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk
2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba
yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan
sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau
kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa
intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin
sebagai antimikroba adalah menghambat enzim
reverse transkriptase dan DNA topoisomerase
sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk
Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba
adalah dengan membentuk senyawa kompleks
dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga
dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti
dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC
2005)
Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri
Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri
Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini
merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada
keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot
et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan
mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru
sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena
termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus
aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya
Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang
dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan
kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena
bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri
gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan
pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk
suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus
oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)
Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus
memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri
gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki
dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi
faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma
lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan
kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang
aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang
dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal
berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial
Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri
Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml
sebesar 9 mm
Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan
bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang
digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba
dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
44
dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi
bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu
adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan
cara ekstraksi lain
4 KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi
ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm
pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada
konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80
microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml
5 DAFTAR PUSTAKA
1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014
Antibacetrial Activity Of Various Extracts
From The Fruiting Bodies Of Ganoderma
lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)
Merr) Trunk International Journal Of Scientific
And Technology Research Vol3 issue 1
2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M
2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed
4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26
Jakarta EGC
3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA
2013 Biopharmaceutical Assessment of Active
Components of Deadaleopsis confragosa and
Ganoderma lucidum Journal of Medical
Microbiology
4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan
Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta
Penebar Swadaya
5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S
Williamson EM 2009 Farmakognosi dan
Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et
al Hal 118 Jakarta EGC
6 Indonesian Biotechnology Information Centre
(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari
Tanaman httpindobicorid Diakses pada
tanggal 3 Juni 2016
7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi
untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta
Rineka Cipta
8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial
Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of
Garlic Cinnamon and Tumeric Againts
Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis
dsm 3256 International Journal Of Applied
Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan
Vol3
9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella
thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-
37
10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji
antimikroba Curcuma spp Terhadap
Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi
Universitas Andalas Hal 1-7
11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda
2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-
18 Yogyakarta Graha Ilmu
12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman
Obat Jakarta Agro Media Pustaka
13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma
lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret
Surakarta
14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan
Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap
Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains
Kimia Vol10
15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-
vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of
Ganoderma lucidum International Journal of
Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466
16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of
Bacteriology Staphylococcus aureus
(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses
tanggal 11 September 2015
17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan
Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah
Bogor PT Penerbit IPB Press
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
8
Halaman Kosong
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
9
Artikel Penelitian
Analisis Efektifitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien
Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat Antihipertensi Golongan
Angiotensin Receptor Blockerrsquos (Candersartan Valsartan Kalium Losartan)
Ninik Mas Ulfa)
Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya ) Email ninikmuakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat
Faktor penyebab hipertensi adalah faktor gaya hidup faktor genetika dan faktor usia Hipertensi termasuk dalam
penyakit degeneratif dimana terjadi penurunan organ tubuh Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
efektifitas kontrol penurunan teakanan darah dari terapi obat Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan Pada
penelitian ini dilakukan di RS X wilayah Surabaya Selatan dan RS Y wilayah Surabaya Timur Penelitian ini
bersifat retrospektif dengan pengamatan observasioanl Penelitian ini terbagi dalam 3 kelompok terapi dengan
jumlah total populasi adalah 57 pasien Data tekanan darah sistolik-diastolik diamati selama 5 bulan terapi dari
masing-masing kelompok terapi A (Candersartan n = 19) kelompok terapi B (Valsartan n= 19) dan kelompok
terapi C (Kalium Losartan n= 19)Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan tekanan darah sistolik pada kelompok A sebesar 2118 kelompok B = 2420 dan kelompok C = 2251 Penurunan tekanan darah
diastolic pada kelompok A sebesar 1214 kelompok B = 1404 dan kelompok C = 1098 Berdasarkan
hasil analisa statistik diperoleh hasil p = 0967 gt α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna dari
ketiga kelompok terapi tersebut dalam penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik pada pasien hipertensi
Hal ini berarti bahwa efektifitas ketiga obat tersebut dalam kontrol penurunan tekanan darah pada pasien
Hipertensi mempunyai efektifitas yang
Kata Kunci Candersartan Valsartan Kalium Losartan Hipertensi
ABSTRACT
Hypertension is an increase in systolic blood pressure of more than 140 mmHg and diastolic blood pressure of more than 90 mmHg in two measurements with an interval of five minutes in a resting state Factors
causing hypertension are lifestyle factors genetic factors and age factors Hypertension is included in
degenerative diseases where there is a decrease in body organs The purpose of this study was to determine the
effectiveness of blood pressure control of Candersartan Valsartan and Potassium Losartan This research was
conducted in RS X of South Surabaya and RS Y of East Surabaya This study is retrospective with observational
The study was divided into 3 therapeutic groups with a total population of 57 patients Data on systolic-diastolic
blood pressure were observed for 5 months of therapy from each of the therapy groups A (Candersartan n = 19)
therapy group B (Valsartan n = 19) and therapy group C (Potassium Losartan n = 19) That there was a
decrease in systolic blood pressure in group A of 2118 group B = 2420 and group C = 2251 Diastolic
blood pressure decrease in group A was 1214 group B = 1404 and group C = 1098 Based on the
results of statistical analysis obtained results p = 0967gt α = 005 which means there is no significant difference
of the three groups of therapy in the reduction of systolic blood pressure and diastolic in hypertensive patients This means that the effectiveness of the three drugs in the control of blood pressure reduction in hypertensive
patients has the same effectiveness
Key Words Candersartan Valsartan Potasium Losartan Hypertesion
1 PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan gangguan poligenetik
yang dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai
pengaruh lingkungan atau faktor genetic [11]
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah
peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang
waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahattenang Peningkatan tekanan darah yang
berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)
dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal
ginjal) jantung (penyakit jantung
koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak
dideteksi secara dini dan mendapat
pengobatan yang memadai[17] Hasil Riset Kesehatan
Dasar yang dilakukan di Indonesia menunjukkan
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
10
proporsi penyebab kematian tertinggi adalah
Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti penyakit
kardiovaskular (319 ) termasuk hipertensi ( 68)
dan stroke (154) [2] Prevalensi hipertensi lebih
tinggi pada individu usia ge 60 tahun dan usia 40-59
tahun dibandingkan pada usia 18-39 tahun karena
seiring bertambahnya usia terjadi proses degeneratif
organ [17] Selain dari segi usia prevalensi hipertensi
dapat juga diamati dari jenis kelamin dimana pria
berisiko hipertensi 125 kali daripada wanita [14] Hal
ini disebabkan oleh perilaku tidak sehat (merokok
konsumsi alkohol) depresi dan rendahnya status
pekerjaan perasaan kurang nyaman terhadap
pekerjaan dan pengangguran [10] Pada usia 65-74
tahun prevalensi hipertensi justru lebih tinggi pada
wanita (58) karena pada usia tersebut wanita
mengalami menopause yang menyebabkan
penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron
yapng dapat membantu mengatur tekanan darah
Prevalensi hipertensi juga diamati dari berat badan
seseorang di mana diketahui prevalensi hipertensi
pada pasien gemuk yaitu sebesar 112 sedangkan
pada pasien obesitas (Indeks Massa Tubuh gt27)
prevalensi hipertensi lebih tinggi yaitu 147 [10]
The Joint National Community on Preventation
Detection evaluation and treatment of High Blood
Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia
WHO dengan International Society of Hipertention
membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan
darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau
lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau
lebih atau sedang memakai obat antihipertensi
Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko
penyebab terjadinya penyakit jantung dan pembuluh
darah (PJP) khususnya CVA (Cerebrovacular
accident infark atau perdarahan otak) Tekanan
darah (TD) Sistolik dan Diastolik sangat berperan
dalam faktor resiko PJP Regulasi tekanan darah
merupakan peranan yang sangat penting bagi organ
Ginjal Ginjal berperan utama dalam pengaturan TD
melalui sistem Renin-Angiotensin Aldosteron
(RAAS) Enzym yang berperan dalam sistem ini
adalah Renin dan Angiotensin Converting Enzyme
(ACE) Bila volume darah yang mengalir diginjal
berkurang dan TD di glomeruli ginjal menurun maka
ginjal dapat membentuk dan melepaskan Renin
Renin akan menghidrolisis Angiotensinogen yang
dibentuk dalam hati menjadi Angiotensin I (AT I)
AT I oleh enzyme ACE diubah menjadi AT II yang
dapat meningkatkan efek vasokonstriksi dan
menstimulasi sekresi hormone aldosterone yang
emrupakan antidiuretic hormon Akibatnya terjadi
retensi air dan Natrium akibatnya volume darah dan
TD naik melebihi normal[3 12]
Gejala klinik yang sering dialami adalah pusing
pada pagi hari dibagian tengkuk dan kepala
pengukuran tekanan darah selama minimla 3 kali
pengukuran selang 1 minggu selalu terjadi
peningkatan TD sistolik dan TD diastolic melebihi
dari normal sesuai ketentuan JNC 7 dan JNC 8
volume urin berkurang dari normal Faktor resiko
hipertensi jika tidak diobati secara benar atau tidak
terregulasi dengan baik dapat mengakibatkan
kerusakan pada jantung otak ginjal dan mata Pada
jantung dapat mengakibatkan gagal jantung
(decompensasi cordis) dengan rasa sesak dan edema
pada kaki Pada otak mengakibatkan stroke
sedangkan pada ginjal dapat terjadi kerusakan pada
ginjal hingga hemodialisa Pada mata menyebabkan
gangguan pada penglihatan (blurred vision) Untuk
pencegahannya dapat dilakukan yaitu hindari stress
lelah perbaikan gaya hidup menuju sehat dan
hindari rokok asupan garam serta minuman
beralkohol[8312]
Pemberian obat anti hipertensi merupakan terapi
farmakologi obat anti hipertensi dibagi dalam
beberapa penggolongan obat yaitu golongan
Diuretik golongan Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor (ACEI) golongan Angiotensin Reseptor
Blockers (ARB) golongan Beta Blockers dan
golongan Calcium Channel Blockers (CCB) Obat-
obat ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasi
dan harus digunakan untuk mengobati mayoritas
pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan
keuntungan dengan kelas obat ini [11 9] Angiotensin
Reseptor Blockers (ARB) dipilih karena merupakan
obat pilihan pertama pada pengobatan hipertensi
terutama pada pasien hipertensi dengan komplikasi
diabetes tipe II yang dimana fungsi ginjal bekerja
lebih berat sedangkan obat golongan ARB bekerja
dengan memblok aldosteron akibatnya tekanan darah
bisa terkontrol dan aliran darah ke ginjal normal
sehingga tidak memperparah kerja ginjal [11 9]
Mekanisme kerja ARB yaitu menghambat
angiotensin II pada reseptor subtipe 1 dimana jika
tidak dihambat akan menyebabkan vasokontriksi
sehingga tekanan darah naik Angiotensin II pada
Reseptor subtipe 2 tidak dihambat karena reseptor
ini memberi efek vasodilatasi sehingga tekanan
darah turun Pertimbangan rasional pemakaian ARB
ada 3 pertimbangan yaitu ARB bekerja spesifik
menghambat angiotensin berikatan pada reseptor
subtipe I Kedua dengan dihambatnya reseptor
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
11
subtipe 1 sehingga akan meningkatan persentase
angiotensin II untuk berikatan dengan reseptor
subtipe 2 yang akan memberi perlindungan terhadap
organ tubuh Terakhir dalam pembentukan
angiotensin II ada jalur lain ( pathway ) selain
melalui sistem RAAS sehingga sangat baik jika kita
menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptor
subtipe 1 sedangkan ACEI menghambat sintesis
angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan
vasokonstriksi poten[11 9]
2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat observasional cross
section dengan pengambilan data secara retrospektif
pada pengukuran tekanan darah selama periode
penelitian Bahan peneltian yang digunakan adalah
data rekam medis pasien dari Rumah Sakit X di
wilayah Surabaya Selatan periode Desember 2013 ndash
April 2014 dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya
Utara periode Januari 2015 ndash Mei 2015 Perhitungan
jumlah populasi terjangkau menggunakan rumus
Slovin Jumlah populasi pada penelitian ni adalah 57
pasien diagnosa Hipertensi terbagi dalam 3
kelompok terapi yaitu Terapi A adalah Candersartan
(19) terapi B adalah Valsartan (19) Terapi C adalah
Kalium Losartan (19) Aturan pemakaian dan dosis
yang digunakan pada terapi A adalah Candersartan 8
mg 3 kali sehari 1 tablet terapi B adalah Valsartan 80
mg 2 kali sehari 1 tablet dan terapi C adalah Kalium
Losartan 50 mg 1 kali sehari 1 tablet Pada penelitian
ini pasien selain mendapatkan obat antihipertensi
yang diteliti juga mendapatkan obat-obat
antidiabetes tetapi yang diamati pada penelitian ini
hanya obat antihipertensi saja (Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan)
Analisa data pada penelitian ini adalah
penurunan tekanan darah pre dan post selama terapi
Perhitungan penurunan tekanan darah dilakukan baik
pada tekanan darah sistolik pre-post dan tekanan
darah diastolik pre-post dalam 3 kelompok terapi
Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan
statistik One-Way Anova [4]
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh dari
pengukuran tekanan darah pada kelompok terapi A
B dan C dengan lama terapi 5 bulan (selama periode
penelitian) diperoleh data yang terlihat pada tabel
dibawah ini
Tabel 1 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok A (Candersartan)
Tabel 2 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok B (Valsartan)
No Urut
Pasien
Valsartan
SistolikPre Sistolik Post Sistolik ()
1 180 130 50 2778
2 190 150 40 2105
3 170 130 40 2353
4 180 130 50 2778
5 190 140 50 2632
6 170 130 40 2353
7 190 140 50 2632
8 190 130 60 3158
9 200 140 60 3000
10 170 140 30 1765
11 180 130 50 2778
12 150 130 20 1333
13 155 120 35 2258
14 175 130 45 2571
15 170 120 50 2941
16 185 120 65 3514
17 160 130 30 1875
18 170 140 30 1765
19 160 140 20 1250
Jumlah 815 45837
Rerata 4289 2412
No Urut
Pasien
Candesartan
Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()
1 160 130 30 1875
2 165 130 35 2121
3 160 130 30 1875
4 180 140 40 2222
5 170 140 30 1765
6 150 120 30 2000
7 165 140 25 1515
8 170 140 30 1765
9 170 130 40 2353
10 180 130 50 2778
11 190 140 50 2632
12 175 140 35 2000
13 185 140 45 2432
14 170 120 50 2941
15 190 140 50 2632
16 150 120 30 2000
17 150 130 20 1333
18 160 130 30 1875
19 165 130 35 2121
Jumlah 685 40360
Rerata 3605 2118
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
12
Tabel 3 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok C (Kalium Losartan)
No Urut
pasien Kalium Losartan
Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()
1 170 140 30 1765
2 160 130 30 1875
3 190 140 50 2632
4 170 140 30 1765
5 150 120 30 2000
6 170 140 30 1765
7 170 140 30 1765
8 170 130 40 2353
9 180 130 50 2778
10 200 140 60 3000
11 175 130 45 2571
12 185 140 45 2432
13 170 120 50 2941
14 190 140 50 2632
15 150 120 30 2000
16 150 130 20 1333
17 160 130 30 1875
18 170 130 40 2353
19 170 120 50 2941
Jumlah 42775
Rerata 2251
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 2
dan 3 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A
mengalami penurunan tekanan darah sistolik
2118 Kelompok terapi B mengalami penurunan
tekanan darah sistolik 2420 sedangkan kelompok
terapi C mengalami penurunan tekanan darah
sistolik 2251 Hasil penurunan tekanan darah
pada 3 kelompok terapi ini mempunyai nilai
penurunan tekanan darah sistolik yang hampir sama
tetapi kelompok terapi B yaitu kelompok Valsartan
mempunyai nilai penurunan tekanan darah sistolik
lebih tinggi yaitu 2420 atau tekanan darah
menurun 024 kali dari nilai tekanan darah sistolik
pre dibandingkan kelompok Kalium Losartan (022
kali) dan kelompok Candersartan (021 kali)
Tabel 4 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok A (Candersartan)
No Urut
Pasien
Candesartan
Diastolik
Pre
Diastolik
Post
Diastolik ()
1 95 80 15 1579
2 95 80 15 1579
3 100 80 20 2000
4 100 80 20 2000
5 100 85 15 1500
6 90 80 10 1111
7 90 80 10 1111
8 90 80 10 1111
9 95 80 15 1579
10 100 80 20 2000
11 100 85 15 1500
12 90 80 10 1111
13 90 85 5 556
14 90 80 10 1111
15 100 90 10 1000
16 90 80 10 1111
17 90 90 0 000
18 90 90 0 000
19 90 80 10 1111
Jumlah 220 23070
Rerata 1157 1214
Tabel 5 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok B (Valsartan)
No urut
Pasien
Valsartan
Diastolik
Pre
Diastolik
Post
Diastolik ()
1 100 90 10 1000
2 100 90 10 1000
3 95 80 15 1579
4 100 80 20 2000
5 100 80 20 2000
6 95 80 15 1579
7 95 80 15 1579
8 100 85 15 1500
9 100 90 10 1000
10 95 80 15 1579
11 95 80 15 1579
12 90 80 10 1111
13 90 80 10 1111
14 85 85 0 000
15 90 80 10 1111
16 90 80 10 1111
17 100 80 20 2000
18 100 80 20 2000
19 98 80 18 1837
Jumlah 240 26676
Rerata 1263 1404
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
13
Tabel 6 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok C (Kalium Losartan)
No Urut
Pasien
Kalium Losartan
Diastolik
pre Diastolik
post Diastolik ()
1 95 80 15 1579
2 90 80 10 1111
3 100 90 10 1000
4 100 90 10 1000
5 90 80 10 1111
6 85 80 5 588
7 90 80 10 1111
8 90 80 10 1111
9 95 80 15 1579
10 100 85 15 1500
11 90 80 10 1111
12 90 85 5 556
13 90 80 10 1111
14 100 90 10 1000
15 90 80 10 1111
16 90 85 5 556
17 90 80 10 1111
18 90 80 10 1111
19 100 85 15 1500
Jumlah 20857
Rerata 1098
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 5 dan
6 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A
mengalami penurunan tekanan darah diastolik
sebesar 1214 Kelompok terapi B mengalami
penurunan teakanan darah diastolik sebesar 1404
sedangkan kelompok terapi C mengalami penurunan
tekanan darah diastolik sebesar 1098 Hasil
penurunan tekanan darah pada 3 kelompok terapi ini
mempunyai nilai penurunan tekanan darah diastolik
yang hampir sama tetapi kelompok terapi B yaitu
kelompok Valsartan mempunyai nilai penurunan
tekanan darah diastolik lebih tinggi yaitu 1404
atau tekanan darah diastolik menurun 014 kali dari
nilai tekanan darah diastolik pre dibandingkan
kelompok B terapi Candersartan tekanan darah
diastolik hanya menurun 1214 (012 kali) dan
kelompok C terapi Kalium Losartan tekanan darah
diastolik menurun 1098 (011 kali)
Hasil dari pengukuran tekanan darah sistolik
dan diastolik pre-post dari ketiga kelompok terapi
obat antihipertensi golongan ARBrsquos tersebut
(Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan)
selanjutnya dilakukan analisis statistik
menggunakan uji two-way-anova
Berdasarkan hasil Analisa statistik untuk-
pengukuran homogenitas data diperoleh hasil bahwa
data terdistribusi homogen dengan p = 0000 lt α =
0005 Untuk hasil satistik terapi A (Candersartan)
terapi B (Valsartan) dan terapi C (Kalium Losartan)
terhadap pengukuran nilai Tekanan darah pre dan
post sistolik maupun diastolik diperoleh p = 0967 gt
α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang
bermakna dari ketiga kelompok terapi tersebut dalam
penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik
pada pasien hipertensi Hal ini berarti bahwa
efektifitas ketiga obat tersebut yaitu Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan dalam kontrol
penurunan tekanan darah pada pasien Hipertensi
mempunyai efektifitas yang sama Hasil Analisa
statistik dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini
Tabel 7 Hasil Analisa Statistik Kelompok Terapi A B
dan C dalam Perbandingan Penurunan Nilai
Tekanan Darah Pasien Hipertensi
Berdasarkan data dan Analisa statistik diatas ketiga
kelompok terapi tersebut menunjukkan penurunanan
tekanan darah sistolik maupun tekanan darah
diastolik selama periode penelitian berlangsung yaitu
selama 5 bulan pengobatan Candersartan Valsartan
dan Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi
golongan ARBrsquos yang mempunyai mekanisme kerja
pada Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)
yaitu menghambat selektif reseptor AT1 sehingga
terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak
terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron
dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus
efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air
akan menurun tekanan darah menjadi turun [13]
Untuk lebih jelasnya mekanisme kerja golongan
ARBrsquos dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Gambar 1 Mekanisme Kerja Obat Antihipertensi
Golongan ARBrsquos [13]
Source Type III Sum of Squares
df Mean
Square F Sig
Model 917562a 21 43693 61764 000 TD 098 2 049 070 933 NILAI 5562 17 327 462 967
Error 146438 207 707 Total 1064000 228
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
14
4 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pada pasien
hipertensi di Rumah Sakit X wilayah Surabaya
Selatan dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya
Utara yang terbagi dalam 3 kelompok terapi
pengobatan antihipertensi yaitu Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan menunjukkan bahwa
ketiga obat tersebut setelah dilakukan analisa
statistik mempunyai efektifiktas yang sama dalam
mengontrol penurunan tekanan darah pasien
hipertensi yaitu penurunan pada tekanan darah
sistolik dan diastolik Candersartan Valsartan dan
Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi
dengan golongan yang sama yaitu golongan
Angiotensin Receptor blockerrsquos dengan mekanisme
kerja menghambat selektif reseptor AT1 sehingga
terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak
terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron
dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus
efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan
air akan menurun dan tekanan darah menjadi turun [913]
DAFTAR PUSTAKA
1 Depkes ( 2006) Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Hipertensi Jakarta Departemen Kesehatan RI
2 Depkes (2007) Hipertensi Penyebab Utama Penyakit
Jantunghttp202155544indexphpoption=n
ewsamptask=viewarticleampsid=2621ampitemid =2(2 Januari 2015)
3 Dipiro JT Talbert RL Yee GC Matzke GR Wells BG Posey LM (2008) Hypertension in Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approach 7th edition Mc Grow-Hill Companies inc
4 Hidayat AAzis (2011) Metode Penelitian
Kesehatan Paradima Kuantitatif Edisi ke-2 Penerbit Healthy Books Publishing Surabaya
5 IkawatiZ JumianiS dan PutuIDPS (2008) Kajian
Keamanan Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DrSardjito Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 30mdash40
6 Joint National Committee (2003) The Seventh Report
of Joint National Committee on Prevention
Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
7 Kemenkes (2014) Pusat Data dan Info Kementerian Kesehatan Hipertensi Kemenkes Jakarta Selatan
8 Katzung Bertram G (2011) Farmakologi Dasar amp
Klinik Ed10 Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC
9 Nixon RM Muller E Lowy A Falvey H (2009)
Valsartan vs orther Angiotensin II Blockerrsquos
in the treatment of hypertension a meta-analytical approach The Internatinonal Journal of Clinical Practice 63 5 p 766 ndash 755 Blackwell Publishing doi 101111j1742-1241200902028x
10 Rahajeng Ekowati dan Sulistyowati Tuminah (2009)
Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Jakarta Majalah Kedokteran Indonesia 59 (12) p580-587
11Saseen JJ dan Maclaughlin EJ (2008) Hypertensionin Pharmacoterapy Handbook
7th ed New York The McGraw-Hill Companies Inc
12 Tjay Tan Hoan amp Kirana Rahardja (2007) Obat-
Obat Penting kasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya Ed 6 Jakarta PT Gramedia
13 Wuryaningsih Lucia (2010) Aksi Obat Basis Farmakologi Klinis 2 Surabaya Sandira
14 WHORegional Office for South- East
AsiaDepartment of Sustainable Development and Healthy Environments Non Communicable Disease Hypertension [internet]c (2011) [cited 2015 Januari 2] Available fromhttpwwwsearowhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
15
Artikel Penelitian
Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit
pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika
Periode Februari-Desember 2016
Acivrida Mega Charisma1)
1STIKES RS Anwar Medika
)Email acievridagmailcom
ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD
Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun
pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini
meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD
Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode
Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan
laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien
DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit
(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3
sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai
hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-
6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki
lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi
tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa
gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit
(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia
menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak
Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit
ABSTRACT
DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of
DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of
immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will
increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of
examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted
on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken
from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value
and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had
decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is
57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit
values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values
hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the
age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study
concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an
increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women
and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children
Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
16
1 PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di
Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian
Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan
dapat menyebabkan kematian karena penanganan
yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World
Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa
Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk
Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan
kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya
Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009
WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara
dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di
Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk
dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per
100000 penduduk)[3]
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan
DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun
2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000
penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014
yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]
Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada
pasien DBD merupakan bagian penting yang
menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan
diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan
penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu
adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai
hematokrit[5]
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia
dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran
jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada
penderita demam berdarah dengue
2 TINJAUAN PUSTAKA
Patofisiologi utama pada DBD yaitu
peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis
yang abnormalPermeabilitas vaskular yang
meningkat mengakibatkan kebocoran plasma
hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat
menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi
perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan
gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]
Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan
dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap
Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)
karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan
volume plasma darah misalnya pada kasus DBD
Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun
(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau
peningkatan kadar plasma darah seperti pada
anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang
berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki
nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam
sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi
trombositopenia akibat munculnya antibodi
terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi
yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini
pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah
trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan
acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue
primer atau sekunder[10]
Parameter laboratorium dalam menegakkan
diagnosis DBD adalah trombositopenia dan
hemokonsentrasi[10]
3 METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah analitik retrospektif
populasi penelitian adalah seluruh rekam medik
pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian
Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil
dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah
catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang
dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil
pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan
jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien
DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien
DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien
DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat
mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang
memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti
AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit
koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit
dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung
dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin
Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan
dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data
variabel memasukkan data dalam program SPSS
(Statistical Program for Social Science) serta
pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data
tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data
terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada
analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel
dengan menggunakan rumus Spearma
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
17
4 HASIL
Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik n
() meanplusmnSD
Jenis Kelamin
Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)
Rentang Usia (tahun)
95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)
12 - 17 43 (235)
18 ndash 20 15 (82)
Ket n = frekuensi
Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek
adalah laki-laki Lebih dari separuh responden
termasuk kelompok Usia anak-anak
Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD
Jumlah Trombosit n
(selmm3) ()
lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)
gt450000 0
Total 183 (100)
Ket n=frekuensi
Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar
sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal
Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD
Nilai Hematokrit n
() ()
Laki-laki Dewasa
lt40 2 (11)
40-48 12 (66)
gt48 4 (22)
Perempuan dewasa
lt37 7 (38)
37-43 3 (16)
gt43 2 (11)
Anak-anak lt= 15 tahun
- lt 33 34 (186)
33 - 38 52 (284)
gt38 67 (366)
183
Total (100)
Ket n = frekuensi
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal
5 PEMBAHASAN
Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan
usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun
dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia
terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain
itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD
terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun
dengan persentase 453 dan frekuensi terendah
adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan
persentase 82
Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan
dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun
2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi
penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan
dewasa muda[12]
Usia merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus
dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba
yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan
yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa
kebocoran plasma[13]
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin
didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih
banyak daripada perempuan dengan persentase
596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut
serupa dengan peneelitian lainnya yang
memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih
banyak dibandingkan perempuan seperti yang
dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang
menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih
banyak dari pada perempuan dengan persentase 60
laki-laki dan 40 perempuan[14]
Jumlah Trombosit Penderita DBD
Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah
trombosit di bawah normal (trombositopenia)
Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar
987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah
sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar
195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat
pada penelitian ini adalah 57000 selmm3
Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan
dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140
penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000
sel mm3[15]
Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun
2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan
perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit
antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya
disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif
dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
18
Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit
untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan
untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun
hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai
p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat
korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-
laki dan perempuan
Nilai Hematokrit Penderita DBD
Dari hasil penelitian 399 penderita DBD
yang mengalami hemokonsentrasi dan 235
penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang
mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366
Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan
tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit
pada penelitian ini adalah 377
Menurut WHO parameter laboratorium dalam
menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai
hematokrit serta trombositopenia Sementara itu
penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua
penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian
oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa
hanya 16 penderita DBD yang mengalami
peningkatan nilai hematokrit[17]
Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang
memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan
didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma
sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya
peningkatan nilai hematokrit saja namun juga
penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat
terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis
Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya
data rekam medis tentang terapi atau pengobatan
yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit
Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian
di India tentang parameter diagnosis DBD dalam
hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai
hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar
363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan
sensitifitas[18]
AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi
DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat
menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit
pada pasien DBD penting melakukan pemisahan
pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan
jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai
normal hematokrit
Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak
usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518
rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada
wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal
138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan
simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15
tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal
68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072
6 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa
1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai
hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan
nilai hematrokit (hemokonsentrasi)
2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD
menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki
lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan
perempuan sedangkan menurut golongan usia
menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling
rentan terhadap infeksi DBD
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat
disampaikan beberapa saran sebagai berikut
penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka
kematian pasien DBD dengan penambahan variabel
penelitian
DAFTAR PUSTAKA
1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward
(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap
jumlah trombosit pada penderita demam
berdarah
2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia
3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and
laboratory guidelines for dengue fever and
dengue haemorrhagic feverdengue shock
syndrome for health care providers Journal of
Pan American Health Organization 1-10
4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)
How to reduce your risk of dengue infection
[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia
dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue
5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test
and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-
Elseviar
6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil
Kesehatan Kabupaten Sidoarjo
7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN
Gupta P Dewan DK (2001) Hematological
observations as diagnostic markers in dengue
hemorrhagic fever-a reappraisal Indian
Pediatrics Journal 38 477-81
8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between
platelet count and hematocrit JACC Journals
39(6)1072-17
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
19
9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji
hematologi pasien terduga demam berdarah
dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal
of Clinical Pathology and Medical Laboratory
17(3) 139ndash42
10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ
Gent M (2011) Sex related differences in
platelet aggregation influence of the hematocrit
Blood Journal of American Society Hematology
56(1) 38-41
11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia
tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue 21-14
12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit
sebagai indikato dan sekunder Jurnal
Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6
13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]
(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL
HYPERLINK
httpwwwemedicinemedscapecom
14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta
ECG
15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah
dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5
Jakarta Interna Publishing
16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah
dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari
HI editor (penyunting) Demam Berdarah
Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam
berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI
editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue
Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil
pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara
Books
19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar
hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash
IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya
syok pada pasien demam berdarah dengue
(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11
20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi
penularan pencegahan amp pemberantasannya
Edisi ke-2 Jakarta Erlangga
21 World Health Organisation (2009) Dengue
hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23
April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK
http wwwwhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
20
Artikel Penelitian
Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di
Salah Satu Apotek di Surabaya
Ilil Maidatuz Zulfa1)
Fitria Dewi Yunitasari1
1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi
Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi
bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola
peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang
diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di
salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini
Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu
Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO
kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan
densitas penggunaan antibiotik
Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi
ABSTRACT
Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most
of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that
the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead
to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics
prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)
ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients
was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was
Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)
The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092
mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD
ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000
mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more
likely reflect the density of antibiotic usage
Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections
1 PENDAHULUAN
Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik
sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan
infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada
penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi
pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan
periodontal dapat ditangani dengan baik dengan
operasi dan higienisitas sehingga indikasi
penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi
sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan
dan penggunaan antibiotik yang irasional akan
berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek
merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]
World Health Organization (WHO) telah
menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat
yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical
(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD
diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu
obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien
dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter
pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed
Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis
rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
21
harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat
digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan
antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama
seperti apotek maupun rumah sakit [7]
2 METODE PENELITIAN
21 Jenis dan Kriteria Penelitian
Kajian observasional retrospektif tentang
penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross
sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien
dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi
spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di
Surabaya Jawa Timur
22 Analisis Data
Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan
lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan
Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD
(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan
Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai
PDD
Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio
PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem
ATCDDD
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
31 Distribusi Pasien
Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan
antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama
2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien
terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah
3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien
perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki
adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien
menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak
diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)
32 Distribusi Peresepan Antibiotik
Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk
infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan
rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian
antibiotik dalam penelitian ini adalah selama
512+083 hari
Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan
Usia
Jumlah
Pasien
Persentase
()
Jenis Kelamin
Perempuan Laki-laki
72 64
5294 4706
Total 136 10000
Usia (tahun)
Dewasa Muda (18-40)
Dewasa (41-65)
75
61
5515
4485
Total 136 10000
Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam
penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam
yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam
Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan
Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol
yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan
Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi
gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al
menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis
antara Penisilin V Amoksisilin atau
Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu
infeksi gigi Pilihan antibiotik yang
direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat
digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]
Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik
lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam
infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin
Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme
kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat
diberikan dengan perhatian pada pasien yang
menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin
dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan
Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan
Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan
memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga
tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain
antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan
antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam
infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang
membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan
penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi
Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk
infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar
terapi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
22
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
33 PDD Rata-rata Antibiotik
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100) (Tabel3)
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
DDD berdasarkan index ATCDDD WHO
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100)
Jenis Antibiotik Kekuatan
(mg)
Jumlah
Peresepan
()
Lama Pemberian
(hari)
Terpendek Terpanjang Rata-rata
Penisilin -Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
500 mg
500125 mg
70 (5072)
5 (362)
200 300
500 500
386 380
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
150 mg 300 mg 500 mg
14 (1015) 26 (1884)
8 (580)
200 200 333
500 750 500
389 657 433
Nitroimidazol Metronidazol
250 mg 500 mg
1 (073) 6 (434)
-
200
500 500
500 362
Makrolida
Eritromisin
500 mg
2 (145)
300
500
400
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
500 mg 500 mg
2 (145) 2 (145)
500
-
700 500
600 500
Sefalosporin Sefadroksil
500 mg
2 (145)
500
600
550
Total 138 (10000)
Jenis Antibiotik Kode
ATC
PDD (mgpasienhari)
DDD
(mgpasienhari)
Rasio
PDDDDD
Penisilin-Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
J01CA04
J01CR02
150925
136842
100000
100000
159
137
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
J01FF01 J01FF02
83521 150000
120000 180000
070 083
Nitroimidazol Metronidazol
P01AB01
125329
200000
063
Makrolida Eritromisin
J01FA01
150000
100000
150
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
J01MA12 J01MA01
50000 50000
50000
100000
100 050
Sefalosporin Sefadroksil
J01DB05
100000
200000
050
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
23
4 KESIMPULAN
Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien dalam penelitian ini adalah 102+012
antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian
antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang
paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu
sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik
dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali
Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat
Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD
tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator
penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter
yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan
keterpaparan pasien terhadap antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of
antimicrobial utilization in indoor ward of
surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727
2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)
Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306
3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation
between Defined Daily Doses (DDD) and
Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis
of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418
4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K
Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)
Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic
isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8
5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press
6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of
Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53
7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily
doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591
8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of
antibiotic prophylaxis in dental practice-
Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754
9 World Health Organization (WHO) (2003)
Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization
10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme
(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental
Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland
Amoksisilin Amoksisilin+A
sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil
WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000
PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000
0
500
1000
1500
2000
2500
mg
pasi
en
hari
Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
24
Artikel Penelitian
Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu
2)
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email ddipahayugmailcom
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi
(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian
kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara
variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi
yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh
dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan
swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji
statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp
sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95
Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2
ABSTRACT
This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective
COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of
sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and
rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the
sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with
statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have
significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages
showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2
in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of
this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents
have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a
significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95
Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And
COX
1PENDAHULUAN
Pengertian nyeri menurut International
Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu
perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman
yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan
aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di
bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap
stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri
dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat
luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)
Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50
masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang
dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp
Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas
Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug
Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
25
mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi
permasalahan umum pada kesehatan masyarakat
yang dapat diatasi dengan menggunakan obat
analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya
dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik
perifer yang penggunaannya berdasarkan skala
nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat
digunakan obat oral analgesik perifer misalnya
golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug
(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu
golongan obat yang bekerja dengan cara memblok
kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan
COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin
yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi
dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa
digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi
dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan
resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk
COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan
enzim yang penting untuk pembentukan
prostaglandin dalam melindungi saluran cerna
trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah
enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi
prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam
peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat
memberikan efek merugikan bagi lambung karena
adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang
menggunakan NSAID sehingga dilakukan
pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan
sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp
Gilman 2010)
Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik
NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka
waktu yang lama secara terus menerus seringkali
menimbulkan efek samping beberapa diantaranya
yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran
pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat
untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan
intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah
swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk
mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak
dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing
batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif
yang diambil masyarakat untuk meningkatkan
keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)
Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh
pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk
mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan
yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter
Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan
kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan
swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai
dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya
(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila
dilakukan secara tepat akan sangat membantu
masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter
Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan
obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi
Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu
yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko
efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006
Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang
jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi
lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga
kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut
untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada
pasien sehingga pasien dapat terhindar dari
penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan
obat yang salah (drug misuse) Masyarakat
cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu
zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan
pengetahuan masyarakat tentang informasi
penggunaan obat tersebut merupakan penyebab
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)
dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)
Pengetahuan merupakan hal penting yang
dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan
swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo
2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka
penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan
obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel
yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien
swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat
oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis
kefarmasian dalam melakukan pelayanan
swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien
yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa
1 METODE
Instrumen penelitian
Bahan dan sumber data dalam penelitian ini
adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur
kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada
pasien diluar responden penelitian Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan alat ukur
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
26
kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti
Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok
pertanyaan yaitu identitasresponden data
pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi
Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan
informasi dengan menyampaikan sejumlah
pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula
oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner
berbentuk Close Ended Question yang berisi 10
pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan
mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan
dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang
didapatkan
Prosedur Pelaksanaan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif observasional dengan pengumpulan data
secara prospektif melalui pendekatan cross sectional
dimana data yang menyangkut variabel terikat
dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan
(Notoatmodjo 2012)
Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa
Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian
dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016
Pengambilan sampel secara accidental dilakukan
dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau
tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks
penelitian(Notoatmodjo 2012)
Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan
rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan
10 Berdasarkan perhitungan diperoleh
jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria
inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-
laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan
keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan
membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian
dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk
mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf
Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa
dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan
rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p
(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid
sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji
reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang
diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari
syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel
sehingga dapat digunakan dalam penelitian
Analisis data
Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban
yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai
dengan metode penilaian kuesioner Setelah data
yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan
dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi
3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku
rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan
tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner
memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak
rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria
kerasionalan obat
Dilakukan pengolahan data yang sudah
terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu
analisis deskriptif untuk menggambarkan
karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel
yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan
diagram batang selanjutnya dilakukan analisis
statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp
Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan
atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan
masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor
sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat
pendidikan dan status pekerjaan)terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95
2 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien
terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah
perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan
rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien
(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas
(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status
pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien
(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar
4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku
swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong
rasional 7570
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan
Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720
Sedang ( 60-80 ) 27 3860
Buruk ( lt 60 ) 10 1425
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
27
Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat
pengetahuan responden tentang swamedikasi dan
obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak
Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori
baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan
sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27
pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak
10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien
keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tingkat pengetahuan responden tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup
dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat
rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam
tabel 2
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas
Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Perilaku Rasional 53 7570
Tidak rasional 17 2430
Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien
(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang
dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien
(2430)
Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang
obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku
konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak
rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat
tentang obat dan penggunaannya merupakan
penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam
swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan
tersebut juga menyebabkan rentannya pasien
mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat
sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang
tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian
informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)
Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan
aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan
pemborosan waktu dan pemborosan biaya
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif
COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat
pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-
sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1
diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap
perilaku swamedikasi yang rasional terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi
di Apotek Latansa Sidoarjo)
Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien
Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam
Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan
rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa
semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang
mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional
pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan
Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa
pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap
perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional
Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk
perilaku kesehatan yang pembentukannya
dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern
Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah
satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan
mengenai penggunaan obat yang mencukupi
dapatmembantu pasien untuk mendapatkan
pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional
serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan
dalam menggunakan obat
Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan
terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau
jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang
rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang
sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan
hal penting dalam swamedikasi pengetahuan
tersebut antara lain tentang mengenali gejala
penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari
penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket
dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan
efek samping yang ada (Depkes 2008)
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan
pasien dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
28
Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat
Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2
Dalam Swamedikasi
Tingkat
Pengetahuan Keterangan
Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0421gt 0050 Ho Diterima
Tingkat
Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak
Status
Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan
antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan
dengan tingkat pengetahuan pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap
tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor
tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan
pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)
Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat
pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula
pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan
menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan
kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi
termasuk informasi mengenai kesehatan
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang
menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih
banyak yang melakukan swamedikasi secara
rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya
tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak
membaca label pada kemasan obat sebelum
mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam
penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat
pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman
tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin membuat seseorang
lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan
obat
Hasil uji analisis statistik Chi Square
pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas
pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat
pada Tabel 5
Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon
Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak
Tingkat
Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima
Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara
jenis kelamin tingkat pendidikan dan status
pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan
pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)
Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan
tingkat pengetahuan pasien)
Usia menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia
mempengaruhi pemilihan obat pada pasien
Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang
tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan
obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan
fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi
penyakit yang menyebabkan rentan mengalami
masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan
dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk
2008)
4KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien
memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan
swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis
statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat
pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas
pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi
Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan
menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat
pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
29
pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor
sosiodemografi usia
1 SARAN
Disarankan untuk menunjang terlaksananya
pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya
dibuat poster atau brosur yang berisi informasi
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang
benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga
bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk
memberikan arahan dan edukasi kepada pasien
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi
untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang
rasional
2 DAFTAR PUSTAKA
1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas
terbatas Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Keputusan Menteri Kesehatan RI No
189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan
Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008
Materi pelatihan peningkatan pengetahuan
dan keterampilan memilih obat bagi tenaga
kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)
Jakarta Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan
Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada
Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun
2003Tesis
5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi
dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC
6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC
7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008
Perilaku pengobatan sendiri yang rasional
pada masyarakat Kecamatan Depok dan
Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah
Farmasi Indonesia 19(1) 32-40
8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian
kesehatan Jakarta Rineka Cipta
9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran
Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di
Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah
Ilmu Kefarmasian 1 102-115
10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola
Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara
Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di
Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan
11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh
penyuluhan obat menggunakan leaflet
terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga
kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219
12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat
yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan
sendiri keluhan demam sakit kepala batuk
dan flu (hasil analisis lanjut data Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001
Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69
13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007
Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-
Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan
Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi
hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
14 World health organization 2000 Guidlines for the
regulatory assesment of medical products for
use in self-medication Geneva World Health
Organization
15 World Self-Medication Industry (nd) About self
medication Februari 2 2012
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
30
Artikel Penelitian
Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam
Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)
Surahmaidah1)
dan Sarwoko Mangkoedihardjo2
1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
) Email fahida1619gmailcom
ABSTRAK
Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di
sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut
Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman
(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang
umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan
dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh
Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai
persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan
tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan
Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang
diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam
mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125
Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi
ABSTRACT
The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them
is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to
remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual
plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants
and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd
contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This
experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25
ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on
Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the
percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to
accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125
Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation
1 PENDAHULUAN
Logam berat merupakan sumber pencemar
lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat
toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]
Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya
disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan
limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]
Secara alamiah tanah mengandung logam berat
dan sebagian logam berat tersebut berperan penting
dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn
dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila
jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas
pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan
logam berat yang sangat toksik dan merupakan
pencemar utama dalam lingkungan dan sangat
beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel
and Kirkby 1987)
Salah satu logam berat toksik yang mencemari
tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd
mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun
Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem
tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan
logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah
masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]
Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih
perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa
mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida
bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd
digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
31
(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd
bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan
sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat
keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-
Cd pada baterai serta industri tekstil [2]
Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga
untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang
tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik
kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan
relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif
bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang
tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan
tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik
pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan
tumbuhan untuk menyerap mendegradasi
mentransformasi dan mengimobilisasi bahan
pencemar baik itu logam berat maupun senyawa
organik Metode ini mudah diaplikasikan murah
efisien dan ramah lingkungan [12]
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)
Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah
didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada
berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak
pagar umumnya digunakan sebagai tanaman
pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan
sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)
tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik
dalam menyerap logam nikel (Ni)
Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar
Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan
tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)
dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman
jarak pagar
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam
berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap
tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai
persentase reduksi tanah yang tercemar Cd
2 METODE PENELITIAN
21 Waktu Penelitian
Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2
bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan
jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses
remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar
dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair
Surabaya
22 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag
dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm
penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik
dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar
tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan
namun tetap mendapatkan sinar matahari dan
sirkulasi oksigen
Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan
dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm
dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar
(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah
daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam
nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades
23 Tahap-tahap Penelitian
231 Sampel Tanaman Jarak Pagar
Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk
mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh
dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar
pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor
dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor
untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman
tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali
pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah
232 Aklimatisasi Tanaman
Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman
jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman
tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman
yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu
dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat
dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk
diujikan
233 Pemberian Variasi Konsentrasi
Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd
terhadap media tanah taman yang berisi tanaman
jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan
adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm
Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
32
masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan
dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan
234 Parameter Uji
Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas
daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran
reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan
tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam
tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir
pengamatan)
3 PEMBAHASAN
31 Tahap Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur
penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya
tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir
percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak
pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna
hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan
untuk kemudian ditanam pada media tanah taman
yang mengandung Cd yang telah ditentukan
konsentrasinya
32 Analisis Parameter
321 Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman
yang sering digunakan sebagai indikator
pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1
didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15
ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman
dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm
Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non
esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk
meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon
pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat
pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya
sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan
322 Luas Daun
Luas daun digunakan sebagai parameter
pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk
menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti
pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7
luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574
cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami
penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027
cm2
Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan
Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd
pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi
tanaman dan mampu merusak kloroplas daun
sehingga luas daun mengalami penurunan Cd
berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan
nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka
klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit
Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil
fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi
penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang
tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun
Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman
Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm
Hari ke-0 21 21 24 21 21 22
Hari ke-7 211 21 241 212 213 221
Hari ke-14 213 211 243 212 213 223
Hari ke-21 213 211 243 212 213 223
Hari ke-28 214 211 245 215 215 224
Hari ke-35 215 211 246 216 216 225
Hari ke-42 215 211 247 217 217 225
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
33
Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd
Kode
Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)
hari
ke-0
hari
ke-7
hari
ke-14
hari
ke-21
hari
ke-28
hari
ke-35
hari
ke-42
5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673
15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176
25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341
35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118
45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253
323 Morfologi Daun
Selain penurunan luas daun Cd juga
menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi
tanaman yang diekspresikan dalam gangguan
pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis
(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun
yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis
(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan
daun yang tidak normal [10]
Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi
akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada
Gambar 3
Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak
Pagar
Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti
(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan
mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat
pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja
enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan
pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat
mengakibatkan kematian tanaman
324 Reduksi Cd dalam Tanah
Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap
2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-
28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar
rhizosfer tanaman
Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)
Cd hari
ke-0
hari
ke-14
hari
ke-28
Reduksi
(a)
Reduksi
(b)
5 ppm 6031 1067 073 82308 87896
15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178
25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517
35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796
45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509
Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk
monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak
sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui
kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi
tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh
(2005)
Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada
hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak
digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah
yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di
daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah
tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur
penelitian Ghosh and Singh (2005)
Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah
sebagai berikut
reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)
Kons Cd1
reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)
Kons Cd1
325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar
Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak
pagar dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
34
Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar
Cd Konsentrasi Cd
Pada Tanah
(Hari ke-42)
Pada
Tanaman
Akumulasi
5 ppm 1693 1236 7301
15 ppm 4799 6038 12582
25 ppm 9028 7939 8794
35 ppm 15128 7022 4642
45 ppm 14567 7929 5443
Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih
besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system
tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat
meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap
Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa
akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat
pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm
dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase
akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada
konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi
Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih
rendah
4 KESIMPULAN
1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh
terhadap tinggi tanaman dan luas daun
2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai
kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar
logam berat Cd
3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam
berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91
4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman
jarak pagar yaitu sebesar 46-125
DAFTAR PUSTAKA
1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical
Principles of Environmental Pollution 2nd
Edition Blackie Academic and Professional
Chapman amp Hall London
5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam
KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman
T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P
(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil
Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta
6 Kelly EB (1998) Phytoremediation
7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace
Elements in the Soil and Plants CRC Press
Boca Raton FL
8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic
Metals A Review of Biological Mechanisms J
Environmental Qual 31 109-120
9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in
bacterial community structure induced by
micorrhizal colonization in spot-root maize
Plant Soil 231 279-289
10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element
John Wiley amp Sons New York pp 1-292
11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and
anthropogenic emissions of trace metals to the
atmosphere Nature 279 409-411
12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)
PHYTOREMEDIATION Transformation and
Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc
USA
13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)
Review Cadmium Phytoextraction Present
State Biological Background and Research
Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95
2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi
Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press
Jakarta
3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on
Phytoremediation of Heavy Metals and
Utilization of Its Byproducts Applied Ecology
Environment Research 3(1) 1-8
4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis
Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama
Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
35
Artikel Penelitian
Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti
2) Tamara Gusti Ebtavanny
3
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya
3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya
perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)
Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat
menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan
yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan
kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel
dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa
kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel
mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah
18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh BPOM
Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri
ABSTRACT
Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic
treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in
the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in
the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No
HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams
cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number
BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield
requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a
registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method
used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis
using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury
more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels
from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn
035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the
market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream
1PENDAHULUAN
Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar
yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit
memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh
dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan
membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu
Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo
Surabaya)
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
36
pembentukan pigmen melanin untuk melindungi
kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi
sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat
menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan
berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang
ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari
kemerahan noda-noda hitam penuaan dini
kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk
mengatasi berbagai masalah kulit tersebut
diperlukan adanya perawatan menggunakan
kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan
yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian
luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah
menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena
penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan
terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik
pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan
pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up
meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan
tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan
sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang
lain mencegah penuaan dan secara umum
membantu seseorang lebih menikmati dan
menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono
dan Fatma Latifah 2014)
Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya
yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim
pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau
bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit
atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim
pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang
memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu
mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi
warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)
Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam
krim pemutih salah satunya adalah merkuri
Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum
yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg
dan termasuk dalam golongan logam berat dengan
bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri
merupakan salah satu bahan aktif yang sering
ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr
Retno IS Tranggono SpKK merkuri
direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit
karena berpotensi sebagai bahan pereduksi
(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih
terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri
dianggap dapat menghambat sintesis melamin
pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li
Wang and Hong Zhang 2011)
Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor
HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan
logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih
dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan
pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan
bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang
mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas
terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi
karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit
secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk
ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi
yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat
membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan
dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada
pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan
kerusakan permanen otak paru-paru ginjal
menggangu perkembangan janin serta dapat
menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada
sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor
insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi
abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di
dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik
yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI
2011 BPOM RI 2007)
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan
kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim
pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim
pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim
pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi
BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3
varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah produk dengan merk serta kemasan yang
sama namun pada pembelian toko kosmetik yang
berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian
ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC
Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan
harga terjangkau dan memiliki kemasan pot
2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan
rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga
bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa
kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi
Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di
Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong
gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas
saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur
50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
37
1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet
volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan
digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim
pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat
larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan
aquadest
1 Analisa Kualitatif
Pembuatan Larutan KI 05 N
Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL
dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL
serta dikocok hingga homogen
Pembuatan Larutan Aqua Regia
HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL
(perbandingan volume 3 I)
Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah
Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air
sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10
mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir
kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest
sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar
didinginkan dan disaring
Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna
Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes
larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui
dinding tabung reaksi Jika sampel positif
mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan
merah jingga
2 Analisa Kuantitatif
Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan
kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat
sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan
volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest
Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi
100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10
mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain
Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan
larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL
dan masukan ke dalam masing-masing labu takar
yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan
ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume
masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan
HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan
instrumen pengukur Spektrofotometer serapan
Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang
resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil
pengukuran larutan sampel
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa
krim pemutih yang dijual di pasar DTC
Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang
diambil secara acak dalam penelitian ini adalah
sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis
yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dengan merk A B C dan
memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D
E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian
Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
produk dengan merk serta kemasan yang sama
namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda
Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan
kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam
kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk
mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif
pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku
kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap
selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan
metode digesti basah dengan cara menguapkan
sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas
penangas air di dalam lemari asam sampai hampir
kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan
ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan
sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya
sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan
meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan
mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian
yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil
yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2
Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor
BPOM
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
38
Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor
BPOM
Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut
dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif
mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji
kuantitatif untuk mengetahui kadarnya
Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada
pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa
pengujian sampel tersebut adalah valid sampel
yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga
dilakukan pengujian yang diambil secara random
dan mengujikannya di Laboratorium MIPA
Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil
analisa kuantitatif
Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan
merkuri pada krim pemutih
Berdasarkan hasil data yang tertera pada table
3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki
nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri
dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi
BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil
kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1
adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk
varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil
tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi
batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah
Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia nomor HK03012307116662
tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis
merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1
mgL (1 ppm)
Berdasarkan hasil pengujian tersebut
membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim
pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar
melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan
produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi
batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi
maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor
registrasi yang tercantum dalam produk tersebut
dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian
nomor registrasi produk dengan izin edar melalui
website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan
kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6
sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)
yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak
terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih
lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan
bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam
daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di
pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM
dalam link database produk yang dibatalkan
Namun meskipun produk tersebut telah
dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih
beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk
sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada
database produk yang dibatalkan ternyata tidak
ditemukan nomor registrasi dari produk sampel
tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut
tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi
yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini
membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang
beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang
tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM
4 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut
1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk
kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
39
2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki
nomor registrasi BPOM yang beredar di
pasaran
3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang
beredar dipasaran memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji
kuantitatif menunjukkan adanya kandungan
merkuri yang cukup tinggi pada produk krim
pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn
035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar
18820 plusmn 028 mgkg
5 SARAN
2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih
berhati-hati dalam memilih produk kosmetika
khususnya krim pemutih Hindari memilih
produk yang tidak mencantumkan nomor
registrasi dari BPOM RI
3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali
produk yang mencantumkan nomor registrasi
melalui website resmi BPOM
(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui
kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi
dengan izin edar produk tersebut
4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan
ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau
menyengat serta menjanjikan hasil yang instan
dengan proses yang cepat
5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh
instansi terkait seperti BPOM untuk semua
produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga
keamanannya
6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
menggunakan produk yang lebih banyak dengan
area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih
representative
DAFTAR PUSTAKA
1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom
Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015
2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih
Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016
3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013
Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri
(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal
Menggunakan Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas
4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011
Peraturan Kepala Badan POM Republik
Indonesia Nomor HK0312307116662
Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik
httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015
5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada
Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya
6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical
Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016
7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014
Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium
Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih
Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1
8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi
Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan
Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183
Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In
Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo
11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015
12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian
Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas
G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada
Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT
Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis
Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih
Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta
17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis
Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta
18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian
Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik
Dengan Spektrofotometri Serapan
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
40
Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan
Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi
Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku
Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta
20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in
marketed cosmetics analytical survey in
Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
41
Artikel Penelitian
Prasetyo Handrianto1)
1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom
ABSTRAK
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat
tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah
jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi
yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali
pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data
zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu
sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi
(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
ABSTRACT
Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma
lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml
60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is
paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed
that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest
average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract
of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus
aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
1 PENDAHULUAN
Hidup sehat adalah harapan setiap orang
Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya
harga obat-obatan modern dan efek samping yang
mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat
ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam
(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai
melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso
2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat
tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru
sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar
300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan
tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang
telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi
sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur
Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai
sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma
lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21
spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001
dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur
Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah
dapat mencegah dan mengobati berbagai macam
penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk
menghambat atau membunuh virus HIV penyebab
AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)
Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan
sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis
ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi
yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme
dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan
pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri
Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang
relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya
ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
42
ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-
10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi
serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi
ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang
menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru
ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar
2012)
Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol
dapat menarik banyak senyawa aktif yang
terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum
sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan
untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data
tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut
untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak
jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan
menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat
bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan
metode difusi cakram kertas Penelitian ini
diharapkan bermanfaat sebagai terobosan
pengembangan produk baru di bidang farmasi
dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai
bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi
yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit
yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus
2 METODE
Bahan yang digunakan adalah jamur
Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient
Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang
diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media
Nutrient Agar kertas cakram aquadest
Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan
porselen alat rotavapor botol vial steril oven
pinset jarum ose autoclave tabung reaksi
inkubator cawan petri timbangan analitik pipet
volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok
tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor
21 Cara Kerja
Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi
10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut
etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan
untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk
jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses
kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi
ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu
40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai
memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering
dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan
dalam ruang LAF
Medium yang digunakan adalah medium
Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri
Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan
kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan
Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC
selama 24 jam Membuat media NA dengan
mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam
100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna
seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan
suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA
steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke
dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah
dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL
bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri
Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas
cakram dengan diameter 6 mm pada media agar
Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum
dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap
kertas cakram
Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20
microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml
Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening
yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah
1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian
dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya
22 Analisa Data
Data yang diperoleh pada metode difusi di
analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way
apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji
Duncan`s
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi
berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali
pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona
hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)
pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml
menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan
kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml
menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan
aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter
rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif
Hasil analisis menggunakan anova one way juga
menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur
lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
43
Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus
Replikasi Kontrol
Negatif
Konsentrasi (microgml)
20 40 60 80 100
1 - 67 87 115 132 172
2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184
4 - 63 86 118 144 174
5 - 70 89 115 139 190
6 - 65 86 108 136 181
7 - 66 79 111 140 186
Rata- Rata 66 87 1135 139 180
Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang
Aktif Aktif Sangat Aktif
Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa
faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya
yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi
teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan
cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)
Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak
yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode
ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode
soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol
Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi
merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk
memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu
karena aktivitas biologis tidak hilang saat
dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam
pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu
etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat
senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid
tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan
triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa
tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah
saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid
Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)
yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan
aktivitas sebagai antimikroba
Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk
2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba
yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan
sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau
kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa
intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin
sebagai antimikroba adalah menghambat enzim
reverse transkriptase dan DNA topoisomerase
sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk
Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba
adalah dengan membentuk senyawa kompleks
dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga
dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti
dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC
2005)
Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri
Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri
Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini
merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada
keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot
et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan
mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru
sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena
termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus
aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya
Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang
dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan
kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena
bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri
gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan
pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk
suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus
oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)
Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus
memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri
gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki
dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi
faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma
lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan
kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang
aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang
dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal
berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial
Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri
Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml
sebesar 9 mm
Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan
bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang
digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba
dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
44
dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi
bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu
adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan
cara ekstraksi lain
4 KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi
ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm
pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada
konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80
microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml
5 DAFTAR PUSTAKA
1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014
Antibacetrial Activity Of Various Extracts
From The Fruiting Bodies Of Ganoderma
lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)
Merr) Trunk International Journal Of Scientific
And Technology Research Vol3 issue 1
2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M
2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed
4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26
Jakarta EGC
3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA
2013 Biopharmaceutical Assessment of Active
Components of Deadaleopsis confragosa and
Ganoderma lucidum Journal of Medical
Microbiology
4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan
Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta
Penebar Swadaya
5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S
Williamson EM 2009 Farmakognosi dan
Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et
al Hal 118 Jakarta EGC
6 Indonesian Biotechnology Information Centre
(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari
Tanaman httpindobicorid Diakses pada
tanggal 3 Juni 2016
7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi
untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta
Rineka Cipta
8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial
Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of
Garlic Cinnamon and Tumeric Againts
Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis
dsm 3256 International Journal Of Applied
Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan
Vol3
9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella
thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-
37
10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji
antimikroba Curcuma spp Terhadap
Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi
Universitas Andalas Hal 1-7
11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda
2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-
18 Yogyakarta Graha Ilmu
12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman
Obat Jakarta Agro Media Pustaka
13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma
lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret
Surakarta
14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan
Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap
Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains
Kimia Vol10
15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-
vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of
Ganoderma lucidum International Journal of
Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466
16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of
Bacteriology Staphylococcus aureus
(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses
tanggal 11 September 2015
17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan
Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah
Bogor PT Penerbit IPB Press
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
9
Artikel Penelitian
Analisis Efektifitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien
Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat Antihipertensi Golongan
Angiotensin Receptor Blockerrsquos (Candersartan Valsartan Kalium Losartan)
Ninik Mas Ulfa)
Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya ) Email ninikmuakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat
Faktor penyebab hipertensi adalah faktor gaya hidup faktor genetika dan faktor usia Hipertensi termasuk dalam
penyakit degeneratif dimana terjadi penurunan organ tubuh Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
efektifitas kontrol penurunan teakanan darah dari terapi obat Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan Pada
penelitian ini dilakukan di RS X wilayah Surabaya Selatan dan RS Y wilayah Surabaya Timur Penelitian ini
bersifat retrospektif dengan pengamatan observasioanl Penelitian ini terbagi dalam 3 kelompok terapi dengan
jumlah total populasi adalah 57 pasien Data tekanan darah sistolik-diastolik diamati selama 5 bulan terapi dari
masing-masing kelompok terapi A (Candersartan n = 19) kelompok terapi B (Valsartan n= 19) dan kelompok
terapi C (Kalium Losartan n= 19)Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan tekanan darah sistolik pada kelompok A sebesar 2118 kelompok B = 2420 dan kelompok C = 2251 Penurunan tekanan darah
diastolic pada kelompok A sebesar 1214 kelompok B = 1404 dan kelompok C = 1098 Berdasarkan
hasil analisa statistik diperoleh hasil p = 0967 gt α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna dari
ketiga kelompok terapi tersebut dalam penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik pada pasien hipertensi
Hal ini berarti bahwa efektifitas ketiga obat tersebut dalam kontrol penurunan tekanan darah pada pasien
Hipertensi mempunyai efektifitas yang
Kata Kunci Candersartan Valsartan Kalium Losartan Hipertensi
ABSTRACT
Hypertension is an increase in systolic blood pressure of more than 140 mmHg and diastolic blood pressure of more than 90 mmHg in two measurements with an interval of five minutes in a resting state Factors
causing hypertension are lifestyle factors genetic factors and age factors Hypertension is included in
degenerative diseases where there is a decrease in body organs The purpose of this study was to determine the
effectiveness of blood pressure control of Candersartan Valsartan and Potassium Losartan This research was
conducted in RS X of South Surabaya and RS Y of East Surabaya This study is retrospective with observational
The study was divided into 3 therapeutic groups with a total population of 57 patients Data on systolic-diastolic
blood pressure were observed for 5 months of therapy from each of the therapy groups A (Candersartan n = 19)
therapy group B (Valsartan n = 19) and therapy group C (Potassium Losartan n = 19) That there was a
decrease in systolic blood pressure in group A of 2118 group B = 2420 and group C = 2251 Diastolic
blood pressure decrease in group A was 1214 group B = 1404 and group C = 1098 Based on the
results of statistical analysis obtained results p = 0967gt α = 005 which means there is no significant difference
of the three groups of therapy in the reduction of systolic blood pressure and diastolic in hypertensive patients This means that the effectiveness of the three drugs in the control of blood pressure reduction in hypertensive
patients has the same effectiveness
Key Words Candersartan Valsartan Potasium Losartan Hypertesion
1 PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan gangguan poligenetik
yang dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai
pengaruh lingkungan atau faktor genetic [11]
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah
peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang
waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahattenang Peningkatan tekanan darah yang
berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)
dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal
ginjal) jantung (penyakit jantung
koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak
dideteksi secara dini dan mendapat
pengobatan yang memadai[17] Hasil Riset Kesehatan
Dasar yang dilakukan di Indonesia menunjukkan
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
10
proporsi penyebab kematian tertinggi adalah
Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti penyakit
kardiovaskular (319 ) termasuk hipertensi ( 68)
dan stroke (154) [2] Prevalensi hipertensi lebih
tinggi pada individu usia ge 60 tahun dan usia 40-59
tahun dibandingkan pada usia 18-39 tahun karena
seiring bertambahnya usia terjadi proses degeneratif
organ [17] Selain dari segi usia prevalensi hipertensi
dapat juga diamati dari jenis kelamin dimana pria
berisiko hipertensi 125 kali daripada wanita [14] Hal
ini disebabkan oleh perilaku tidak sehat (merokok
konsumsi alkohol) depresi dan rendahnya status
pekerjaan perasaan kurang nyaman terhadap
pekerjaan dan pengangguran [10] Pada usia 65-74
tahun prevalensi hipertensi justru lebih tinggi pada
wanita (58) karena pada usia tersebut wanita
mengalami menopause yang menyebabkan
penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron
yapng dapat membantu mengatur tekanan darah
Prevalensi hipertensi juga diamati dari berat badan
seseorang di mana diketahui prevalensi hipertensi
pada pasien gemuk yaitu sebesar 112 sedangkan
pada pasien obesitas (Indeks Massa Tubuh gt27)
prevalensi hipertensi lebih tinggi yaitu 147 [10]
The Joint National Community on Preventation
Detection evaluation and treatment of High Blood
Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia
WHO dengan International Society of Hipertention
membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan
darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau
lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau
lebih atau sedang memakai obat antihipertensi
Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko
penyebab terjadinya penyakit jantung dan pembuluh
darah (PJP) khususnya CVA (Cerebrovacular
accident infark atau perdarahan otak) Tekanan
darah (TD) Sistolik dan Diastolik sangat berperan
dalam faktor resiko PJP Regulasi tekanan darah
merupakan peranan yang sangat penting bagi organ
Ginjal Ginjal berperan utama dalam pengaturan TD
melalui sistem Renin-Angiotensin Aldosteron
(RAAS) Enzym yang berperan dalam sistem ini
adalah Renin dan Angiotensin Converting Enzyme
(ACE) Bila volume darah yang mengalir diginjal
berkurang dan TD di glomeruli ginjal menurun maka
ginjal dapat membentuk dan melepaskan Renin
Renin akan menghidrolisis Angiotensinogen yang
dibentuk dalam hati menjadi Angiotensin I (AT I)
AT I oleh enzyme ACE diubah menjadi AT II yang
dapat meningkatkan efek vasokonstriksi dan
menstimulasi sekresi hormone aldosterone yang
emrupakan antidiuretic hormon Akibatnya terjadi
retensi air dan Natrium akibatnya volume darah dan
TD naik melebihi normal[3 12]
Gejala klinik yang sering dialami adalah pusing
pada pagi hari dibagian tengkuk dan kepala
pengukuran tekanan darah selama minimla 3 kali
pengukuran selang 1 minggu selalu terjadi
peningkatan TD sistolik dan TD diastolic melebihi
dari normal sesuai ketentuan JNC 7 dan JNC 8
volume urin berkurang dari normal Faktor resiko
hipertensi jika tidak diobati secara benar atau tidak
terregulasi dengan baik dapat mengakibatkan
kerusakan pada jantung otak ginjal dan mata Pada
jantung dapat mengakibatkan gagal jantung
(decompensasi cordis) dengan rasa sesak dan edema
pada kaki Pada otak mengakibatkan stroke
sedangkan pada ginjal dapat terjadi kerusakan pada
ginjal hingga hemodialisa Pada mata menyebabkan
gangguan pada penglihatan (blurred vision) Untuk
pencegahannya dapat dilakukan yaitu hindari stress
lelah perbaikan gaya hidup menuju sehat dan
hindari rokok asupan garam serta minuman
beralkohol[8312]
Pemberian obat anti hipertensi merupakan terapi
farmakologi obat anti hipertensi dibagi dalam
beberapa penggolongan obat yaitu golongan
Diuretik golongan Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor (ACEI) golongan Angiotensin Reseptor
Blockers (ARB) golongan Beta Blockers dan
golongan Calcium Channel Blockers (CCB) Obat-
obat ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasi
dan harus digunakan untuk mengobati mayoritas
pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan
keuntungan dengan kelas obat ini [11 9] Angiotensin
Reseptor Blockers (ARB) dipilih karena merupakan
obat pilihan pertama pada pengobatan hipertensi
terutama pada pasien hipertensi dengan komplikasi
diabetes tipe II yang dimana fungsi ginjal bekerja
lebih berat sedangkan obat golongan ARB bekerja
dengan memblok aldosteron akibatnya tekanan darah
bisa terkontrol dan aliran darah ke ginjal normal
sehingga tidak memperparah kerja ginjal [11 9]
Mekanisme kerja ARB yaitu menghambat
angiotensin II pada reseptor subtipe 1 dimana jika
tidak dihambat akan menyebabkan vasokontriksi
sehingga tekanan darah naik Angiotensin II pada
Reseptor subtipe 2 tidak dihambat karena reseptor
ini memberi efek vasodilatasi sehingga tekanan
darah turun Pertimbangan rasional pemakaian ARB
ada 3 pertimbangan yaitu ARB bekerja spesifik
menghambat angiotensin berikatan pada reseptor
subtipe I Kedua dengan dihambatnya reseptor
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
11
subtipe 1 sehingga akan meningkatan persentase
angiotensin II untuk berikatan dengan reseptor
subtipe 2 yang akan memberi perlindungan terhadap
organ tubuh Terakhir dalam pembentukan
angiotensin II ada jalur lain ( pathway ) selain
melalui sistem RAAS sehingga sangat baik jika kita
menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptor
subtipe 1 sedangkan ACEI menghambat sintesis
angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan
vasokonstriksi poten[11 9]
2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat observasional cross
section dengan pengambilan data secara retrospektif
pada pengukuran tekanan darah selama periode
penelitian Bahan peneltian yang digunakan adalah
data rekam medis pasien dari Rumah Sakit X di
wilayah Surabaya Selatan periode Desember 2013 ndash
April 2014 dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya
Utara periode Januari 2015 ndash Mei 2015 Perhitungan
jumlah populasi terjangkau menggunakan rumus
Slovin Jumlah populasi pada penelitian ni adalah 57
pasien diagnosa Hipertensi terbagi dalam 3
kelompok terapi yaitu Terapi A adalah Candersartan
(19) terapi B adalah Valsartan (19) Terapi C adalah
Kalium Losartan (19) Aturan pemakaian dan dosis
yang digunakan pada terapi A adalah Candersartan 8
mg 3 kali sehari 1 tablet terapi B adalah Valsartan 80
mg 2 kali sehari 1 tablet dan terapi C adalah Kalium
Losartan 50 mg 1 kali sehari 1 tablet Pada penelitian
ini pasien selain mendapatkan obat antihipertensi
yang diteliti juga mendapatkan obat-obat
antidiabetes tetapi yang diamati pada penelitian ini
hanya obat antihipertensi saja (Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan)
Analisa data pada penelitian ini adalah
penurunan tekanan darah pre dan post selama terapi
Perhitungan penurunan tekanan darah dilakukan baik
pada tekanan darah sistolik pre-post dan tekanan
darah diastolik pre-post dalam 3 kelompok terapi
Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan
statistik One-Way Anova [4]
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh dari
pengukuran tekanan darah pada kelompok terapi A
B dan C dengan lama terapi 5 bulan (selama periode
penelitian) diperoleh data yang terlihat pada tabel
dibawah ini
Tabel 1 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok A (Candersartan)
Tabel 2 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok B (Valsartan)
No Urut
Pasien
Valsartan
SistolikPre Sistolik Post Sistolik ()
1 180 130 50 2778
2 190 150 40 2105
3 170 130 40 2353
4 180 130 50 2778
5 190 140 50 2632
6 170 130 40 2353
7 190 140 50 2632
8 190 130 60 3158
9 200 140 60 3000
10 170 140 30 1765
11 180 130 50 2778
12 150 130 20 1333
13 155 120 35 2258
14 175 130 45 2571
15 170 120 50 2941
16 185 120 65 3514
17 160 130 30 1875
18 170 140 30 1765
19 160 140 20 1250
Jumlah 815 45837
Rerata 4289 2412
No Urut
Pasien
Candesartan
Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()
1 160 130 30 1875
2 165 130 35 2121
3 160 130 30 1875
4 180 140 40 2222
5 170 140 30 1765
6 150 120 30 2000
7 165 140 25 1515
8 170 140 30 1765
9 170 130 40 2353
10 180 130 50 2778
11 190 140 50 2632
12 175 140 35 2000
13 185 140 45 2432
14 170 120 50 2941
15 190 140 50 2632
16 150 120 30 2000
17 150 130 20 1333
18 160 130 30 1875
19 165 130 35 2121
Jumlah 685 40360
Rerata 3605 2118
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
12
Tabel 3 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok C (Kalium Losartan)
No Urut
pasien Kalium Losartan
Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()
1 170 140 30 1765
2 160 130 30 1875
3 190 140 50 2632
4 170 140 30 1765
5 150 120 30 2000
6 170 140 30 1765
7 170 140 30 1765
8 170 130 40 2353
9 180 130 50 2778
10 200 140 60 3000
11 175 130 45 2571
12 185 140 45 2432
13 170 120 50 2941
14 190 140 50 2632
15 150 120 30 2000
16 150 130 20 1333
17 160 130 30 1875
18 170 130 40 2353
19 170 120 50 2941
Jumlah 42775
Rerata 2251
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 2
dan 3 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A
mengalami penurunan tekanan darah sistolik
2118 Kelompok terapi B mengalami penurunan
tekanan darah sistolik 2420 sedangkan kelompok
terapi C mengalami penurunan tekanan darah
sistolik 2251 Hasil penurunan tekanan darah
pada 3 kelompok terapi ini mempunyai nilai
penurunan tekanan darah sistolik yang hampir sama
tetapi kelompok terapi B yaitu kelompok Valsartan
mempunyai nilai penurunan tekanan darah sistolik
lebih tinggi yaitu 2420 atau tekanan darah
menurun 024 kali dari nilai tekanan darah sistolik
pre dibandingkan kelompok Kalium Losartan (022
kali) dan kelompok Candersartan (021 kali)
Tabel 4 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok A (Candersartan)
No Urut
Pasien
Candesartan
Diastolik
Pre
Diastolik
Post
Diastolik ()
1 95 80 15 1579
2 95 80 15 1579
3 100 80 20 2000
4 100 80 20 2000
5 100 85 15 1500
6 90 80 10 1111
7 90 80 10 1111
8 90 80 10 1111
9 95 80 15 1579
10 100 80 20 2000
11 100 85 15 1500
12 90 80 10 1111
13 90 85 5 556
14 90 80 10 1111
15 100 90 10 1000
16 90 80 10 1111
17 90 90 0 000
18 90 90 0 000
19 90 80 10 1111
Jumlah 220 23070
Rerata 1157 1214
Tabel 5 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok B (Valsartan)
No urut
Pasien
Valsartan
Diastolik
Pre
Diastolik
Post
Diastolik ()
1 100 90 10 1000
2 100 90 10 1000
3 95 80 15 1579
4 100 80 20 2000
5 100 80 20 2000
6 95 80 15 1579
7 95 80 15 1579
8 100 85 15 1500
9 100 90 10 1000
10 95 80 15 1579
11 95 80 15 1579
12 90 80 10 1111
13 90 80 10 1111
14 85 85 0 000
15 90 80 10 1111
16 90 80 10 1111
17 100 80 20 2000
18 100 80 20 2000
19 98 80 18 1837
Jumlah 240 26676
Rerata 1263 1404
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
13
Tabel 6 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok C (Kalium Losartan)
No Urut
Pasien
Kalium Losartan
Diastolik
pre Diastolik
post Diastolik ()
1 95 80 15 1579
2 90 80 10 1111
3 100 90 10 1000
4 100 90 10 1000
5 90 80 10 1111
6 85 80 5 588
7 90 80 10 1111
8 90 80 10 1111
9 95 80 15 1579
10 100 85 15 1500
11 90 80 10 1111
12 90 85 5 556
13 90 80 10 1111
14 100 90 10 1000
15 90 80 10 1111
16 90 85 5 556
17 90 80 10 1111
18 90 80 10 1111
19 100 85 15 1500
Jumlah 20857
Rerata 1098
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 5 dan
6 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A
mengalami penurunan tekanan darah diastolik
sebesar 1214 Kelompok terapi B mengalami
penurunan teakanan darah diastolik sebesar 1404
sedangkan kelompok terapi C mengalami penurunan
tekanan darah diastolik sebesar 1098 Hasil
penurunan tekanan darah pada 3 kelompok terapi ini
mempunyai nilai penurunan tekanan darah diastolik
yang hampir sama tetapi kelompok terapi B yaitu
kelompok Valsartan mempunyai nilai penurunan
tekanan darah diastolik lebih tinggi yaitu 1404
atau tekanan darah diastolik menurun 014 kali dari
nilai tekanan darah diastolik pre dibandingkan
kelompok B terapi Candersartan tekanan darah
diastolik hanya menurun 1214 (012 kali) dan
kelompok C terapi Kalium Losartan tekanan darah
diastolik menurun 1098 (011 kali)
Hasil dari pengukuran tekanan darah sistolik
dan diastolik pre-post dari ketiga kelompok terapi
obat antihipertensi golongan ARBrsquos tersebut
(Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan)
selanjutnya dilakukan analisis statistik
menggunakan uji two-way-anova
Berdasarkan hasil Analisa statistik untuk-
pengukuran homogenitas data diperoleh hasil bahwa
data terdistribusi homogen dengan p = 0000 lt α =
0005 Untuk hasil satistik terapi A (Candersartan)
terapi B (Valsartan) dan terapi C (Kalium Losartan)
terhadap pengukuran nilai Tekanan darah pre dan
post sistolik maupun diastolik diperoleh p = 0967 gt
α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang
bermakna dari ketiga kelompok terapi tersebut dalam
penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik
pada pasien hipertensi Hal ini berarti bahwa
efektifitas ketiga obat tersebut yaitu Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan dalam kontrol
penurunan tekanan darah pada pasien Hipertensi
mempunyai efektifitas yang sama Hasil Analisa
statistik dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini
Tabel 7 Hasil Analisa Statistik Kelompok Terapi A B
dan C dalam Perbandingan Penurunan Nilai
Tekanan Darah Pasien Hipertensi
Berdasarkan data dan Analisa statistik diatas ketiga
kelompok terapi tersebut menunjukkan penurunanan
tekanan darah sistolik maupun tekanan darah
diastolik selama periode penelitian berlangsung yaitu
selama 5 bulan pengobatan Candersartan Valsartan
dan Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi
golongan ARBrsquos yang mempunyai mekanisme kerja
pada Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)
yaitu menghambat selektif reseptor AT1 sehingga
terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak
terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron
dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus
efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air
akan menurun tekanan darah menjadi turun [13]
Untuk lebih jelasnya mekanisme kerja golongan
ARBrsquos dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Gambar 1 Mekanisme Kerja Obat Antihipertensi
Golongan ARBrsquos [13]
Source Type III Sum of Squares
df Mean
Square F Sig
Model 917562a 21 43693 61764 000 TD 098 2 049 070 933 NILAI 5562 17 327 462 967
Error 146438 207 707 Total 1064000 228
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
14
4 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pada pasien
hipertensi di Rumah Sakit X wilayah Surabaya
Selatan dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya
Utara yang terbagi dalam 3 kelompok terapi
pengobatan antihipertensi yaitu Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan menunjukkan bahwa
ketiga obat tersebut setelah dilakukan analisa
statistik mempunyai efektifiktas yang sama dalam
mengontrol penurunan tekanan darah pasien
hipertensi yaitu penurunan pada tekanan darah
sistolik dan diastolik Candersartan Valsartan dan
Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi
dengan golongan yang sama yaitu golongan
Angiotensin Receptor blockerrsquos dengan mekanisme
kerja menghambat selektif reseptor AT1 sehingga
terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak
terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron
dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus
efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan
air akan menurun dan tekanan darah menjadi turun [913]
DAFTAR PUSTAKA
1 Depkes ( 2006) Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Hipertensi Jakarta Departemen Kesehatan RI
2 Depkes (2007) Hipertensi Penyebab Utama Penyakit
Jantunghttp202155544indexphpoption=n
ewsamptask=viewarticleampsid=2621ampitemid =2(2 Januari 2015)
3 Dipiro JT Talbert RL Yee GC Matzke GR Wells BG Posey LM (2008) Hypertension in Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approach 7th edition Mc Grow-Hill Companies inc
4 Hidayat AAzis (2011) Metode Penelitian
Kesehatan Paradima Kuantitatif Edisi ke-2 Penerbit Healthy Books Publishing Surabaya
5 IkawatiZ JumianiS dan PutuIDPS (2008) Kajian
Keamanan Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DrSardjito Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 30mdash40
6 Joint National Committee (2003) The Seventh Report
of Joint National Committee on Prevention
Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
7 Kemenkes (2014) Pusat Data dan Info Kementerian Kesehatan Hipertensi Kemenkes Jakarta Selatan
8 Katzung Bertram G (2011) Farmakologi Dasar amp
Klinik Ed10 Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC
9 Nixon RM Muller E Lowy A Falvey H (2009)
Valsartan vs orther Angiotensin II Blockerrsquos
in the treatment of hypertension a meta-analytical approach The Internatinonal Journal of Clinical Practice 63 5 p 766 ndash 755 Blackwell Publishing doi 101111j1742-1241200902028x
10 Rahajeng Ekowati dan Sulistyowati Tuminah (2009)
Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Jakarta Majalah Kedokteran Indonesia 59 (12) p580-587
11Saseen JJ dan Maclaughlin EJ (2008) Hypertensionin Pharmacoterapy Handbook
7th ed New York The McGraw-Hill Companies Inc
12 Tjay Tan Hoan amp Kirana Rahardja (2007) Obat-
Obat Penting kasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya Ed 6 Jakarta PT Gramedia
13 Wuryaningsih Lucia (2010) Aksi Obat Basis Farmakologi Klinis 2 Surabaya Sandira
14 WHORegional Office for South- East
AsiaDepartment of Sustainable Development and Healthy Environments Non Communicable Disease Hypertension [internet]c (2011) [cited 2015 Januari 2] Available fromhttpwwwsearowhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
15
Artikel Penelitian
Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit
pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika
Periode Februari-Desember 2016
Acivrida Mega Charisma1)
1STIKES RS Anwar Medika
)Email acievridagmailcom
ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD
Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun
pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini
meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD
Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode
Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan
laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien
DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit
(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3
sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai
hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-
6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki
lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi
tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa
gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit
(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia
menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak
Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit
ABSTRACT
DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of
DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of
immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will
increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of
examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted
on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken
from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value
and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had
decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is
57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit
values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values
hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the
age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study
concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an
increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women
and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children
Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
16
1 PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di
Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian
Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan
dapat menyebabkan kematian karena penanganan
yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World
Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa
Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk
Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan
kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya
Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009
WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara
dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di
Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk
dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per
100000 penduduk)[3]
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan
DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun
2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000
penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014
yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]
Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada
pasien DBD merupakan bagian penting yang
menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan
diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan
penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu
adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai
hematokrit[5]
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia
dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran
jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada
penderita demam berdarah dengue
2 TINJAUAN PUSTAKA
Patofisiologi utama pada DBD yaitu
peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis
yang abnormalPermeabilitas vaskular yang
meningkat mengakibatkan kebocoran plasma
hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat
menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi
perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan
gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]
Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan
dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap
Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)
karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan
volume plasma darah misalnya pada kasus DBD
Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun
(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau
peningkatan kadar plasma darah seperti pada
anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang
berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki
nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam
sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi
trombositopenia akibat munculnya antibodi
terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi
yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini
pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah
trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan
acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue
primer atau sekunder[10]
Parameter laboratorium dalam menegakkan
diagnosis DBD adalah trombositopenia dan
hemokonsentrasi[10]
3 METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah analitik retrospektif
populasi penelitian adalah seluruh rekam medik
pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian
Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil
dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah
catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang
dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil
pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan
jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien
DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien
DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien
DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat
mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang
memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti
AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit
koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit
dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung
dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin
Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan
dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data
variabel memasukkan data dalam program SPSS
(Statistical Program for Social Science) serta
pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data
tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data
terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada
analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel
dengan menggunakan rumus Spearma
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
17
4 HASIL
Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik n
() meanplusmnSD
Jenis Kelamin
Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)
Rentang Usia (tahun)
95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)
12 - 17 43 (235)
18 ndash 20 15 (82)
Ket n = frekuensi
Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek
adalah laki-laki Lebih dari separuh responden
termasuk kelompok Usia anak-anak
Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD
Jumlah Trombosit n
(selmm3) ()
lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)
gt450000 0
Total 183 (100)
Ket n=frekuensi
Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar
sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal
Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD
Nilai Hematokrit n
() ()
Laki-laki Dewasa
lt40 2 (11)
40-48 12 (66)
gt48 4 (22)
Perempuan dewasa
lt37 7 (38)
37-43 3 (16)
gt43 2 (11)
Anak-anak lt= 15 tahun
- lt 33 34 (186)
33 - 38 52 (284)
gt38 67 (366)
183
Total (100)
Ket n = frekuensi
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal
5 PEMBAHASAN
Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan
usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun
dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia
terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain
itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD
terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun
dengan persentase 453 dan frekuensi terendah
adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan
persentase 82
Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan
dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun
2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi
penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan
dewasa muda[12]
Usia merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus
dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba
yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan
yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa
kebocoran plasma[13]
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin
didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih
banyak daripada perempuan dengan persentase
596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut
serupa dengan peneelitian lainnya yang
memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih
banyak dibandingkan perempuan seperti yang
dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang
menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih
banyak dari pada perempuan dengan persentase 60
laki-laki dan 40 perempuan[14]
Jumlah Trombosit Penderita DBD
Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah
trombosit di bawah normal (trombositopenia)
Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar
987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah
sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar
195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat
pada penelitian ini adalah 57000 selmm3
Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan
dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140
penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000
sel mm3[15]
Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun
2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan
perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit
antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya
disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif
dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
18
Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit
untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan
untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun
hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai
p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat
korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-
laki dan perempuan
Nilai Hematokrit Penderita DBD
Dari hasil penelitian 399 penderita DBD
yang mengalami hemokonsentrasi dan 235
penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang
mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366
Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan
tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit
pada penelitian ini adalah 377
Menurut WHO parameter laboratorium dalam
menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai
hematokrit serta trombositopenia Sementara itu
penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua
penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian
oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa
hanya 16 penderita DBD yang mengalami
peningkatan nilai hematokrit[17]
Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang
memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan
didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma
sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya
peningkatan nilai hematokrit saja namun juga
penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat
terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis
Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya
data rekam medis tentang terapi atau pengobatan
yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit
Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian
di India tentang parameter diagnosis DBD dalam
hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai
hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar
363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan
sensitifitas[18]
AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi
DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat
menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit
pada pasien DBD penting melakukan pemisahan
pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan
jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai
normal hematokrit
Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak
usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518
rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada
wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal
138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan
simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15
tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal
68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072
6 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa
1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai
hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan
nilai hematrokit (hemokonsentrasi)
2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD
menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki
lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan
perempuan sedangkan menurut golongan usia
menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling
rentan terhadap infeksi DBD
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat
disampaikan beberapa saran sebagai berikut
penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka
kematian pasien DBD dengan penambahan variabel
penelitian
DAFTAR PUSTAKA
1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward
(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap
jumlah trombosit pada penderita demam
berdarah
2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia
3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and
laboratory guidelines for dengue fever and
dengue haemorrhagic feverdengue shock
syndrome for health care providers Journal of
Pan American Health Organization 1-10
4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)
How to reduce your risk of dengue infection
[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia
dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue
5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test
and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-
Elseviar
6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil
Kesehatan Kabupaten Sidoarjo
7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN
Gupta P Dewan DK (2001) Hematological
observations as diagnostic markers in dengue
hemorrhagic fever-a reappraisal Indian
Pediatrics Journal 38 477-81
8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between
platelet count and hematocrit JACC Journals
39(6)1072-17
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
19
9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji
hematologi pasien terduga demam berdarah
dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal
of Clinical Pathology and Medical Laboratory
17(3) 139ndash42
10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ
Gent M (2011) Sex related differences in
platelet aggregation influence of the hematocrit
Blood Journal of American Society Hematology
56(1) 38-41
11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia
tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue 21-14
12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit
sebagai indikato dan sekunder Jurnal
Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6
13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]
(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL
HYPERLINK
httpwwwemedicinemedscapecom
14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta
ECG
15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah
dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5
Jakarta Interna Publishing
16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah
dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari
HI editor (penyunting) Demam Berdarah
Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam
berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI
editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue
Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil
pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara
Books
19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar
hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash
IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya
syok pada pasien demam berdarah dengue
(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11
20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi
penularan pencegahan amp pemberantasannya
Edisi ke-2 Jakarta Erlangga
21 World Health Organisation (2009) Dengue
hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23
April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK
http wwwwhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
20
Artikel Penelitian
Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di
Salah Satu Apotek di Surabaya
Ilil Maidatuz Zulfa1)
Fitria Dewi Yunitasari1
1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi
Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi
bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola
peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang
diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di
salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini
Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu
Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO
kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan
densitas penggunaan antibiotik
Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi
ABSTRACT
Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most
of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that
the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead
to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics
prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)
ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients
was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was
Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)
The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092
mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD
ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000
mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more
likely reflect the density of antibiotic usage
Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections
1 PENDAHULUAN
Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik
sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan
infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada
penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi
pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan
periodontal dapat ditangani dengan baik dengan
operasi dan higienisitas sehingga indikasi
penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi
sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan
dan penggunaan antibiotik yang irasional akan
berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek
merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]
World Health Organization (WHO) telah
menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat
yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical
(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD
diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu
obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien
dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter
pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed
Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis
rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
21
harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat
digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan
antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama
seperti apotek maupun rumah sakit [7]
2 METODE PENELITIAN
21 Jenis dan Kriteria Penelitian
Kajian observasional retrospektif tentang
penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross
sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien
dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi
spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di
Surabaya Jawa Timur
22 Analisis Data
Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan
lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan
Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD
(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan
Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai
PDD
Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio
PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem
ATCDDD
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
31 Distribusi Pasien
Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan
antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama
2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien
terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah
3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien
perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki
adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien
menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak
diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)
32 Distribusi Peresepan Antibiotik
Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk
infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan
rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian
antibiotik dalam penelitian ini adalah selama
512+083 hari
Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan
Usia
Jumlah
Pasien
Persentase
()
Jenis Kelamin
Perempuan Laki-laki
72 64
5294 4706
Total 136 10000
Usia (tahun)
Dewasa Muda (18-40)
Dewasa (41-65)
75
61
5515
4485
Total 136 10000
Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam
penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam
yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam
Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan
Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol
yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan
Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi
gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al
menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis
antara Penisilin V Amoksisilin atau
Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu
infeksi gigi Pilihan antibiotik yang
direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat
digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]
Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik
lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam
infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin
Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme
kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat
diberikan dengan perhatian pada pasien yang
menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin
dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan
Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan
Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan
memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga
tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain
antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan
antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam
infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang
membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan
penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi
Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk
infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar
terapi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
22
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
33 PDD Rata-rata Antibiotik
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100) (Tabel3)
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
DDD berdasarkan index ATCDDD WHO
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100)
Jenis Antibiotik Kekuatan
(mg)
Jumlah
Peresepan
()
Lama Pemberian
(hari)
Terpendek Terpanjang Rata-rata
Penisilin -Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
500 mg
500125 mg
70 (5072)
5 (362)
200 300
500 500
386 380
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
150 mg 300 mg 500 mg
14 (1015) 26 (1884)
8 (580)
200 200 333
500 750 500
389 657 433
Nitroimidazol Metronidazol
250 mg 500 mg
1 (073) 6 (434)
-
200
500 500
500 362
Makrolida
Eritromisin
500 mg
2 (145)
300
500
400
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
500 mg 500 mg
2 (145) 2 (145)
500
-
700 500
600 500
Sefalosporin Sefadroksil
500 mg
2 (145)
500
600
550
Total 138 (10000)
Jenis Antibiotik Kode
ATC
PDD (mgpasienhari)
DDD
(mgpasienhari)
Rasio
PDDDDD
Penisilin-Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
J01CA04
J01CR02
150925
136842
100000
100000
159
137
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
J01FF01 J01FF02
83521 150000
120000 180000
070 083
Nitroimidazol Metronidazol
P01AB01
125329
200000
063
Makrolida Eritromisin
J01FA01
150000
100000
150
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
J01MA12 J01MA01
50000 50000
50000
100000
100 050
Sefalosporin Sefadroksil
J01DB05
100000
200000
050
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
23
4 KESIMPULAN
Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien dalam penelitian ini adalah 102+012
antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian
antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang
paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu
sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik
dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali
Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat
Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD
tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator
penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter
yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan
keterpaparan pasien terhadap antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of
antimicrobial utilization in indoor ward of
surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727
2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)
Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306
3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation
between Defined Daily Doses (DDD) and
Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis
of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418
4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K
Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)
Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic
isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8
5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press
6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of
Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53
7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily
doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591
8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of
antibiotic prophylaxis in dental practice-
Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754
9 World Health Organization (WHO) (2003)
Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization
10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme
(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental
Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland
Amoksisilin Amoksisilin+A
sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil
WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000
PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000
0
500
1000
1500
2000
2500
mg
pasi
en
hari
Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
24
Artikel Penelitian
Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu
2)
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email ddipahayugmailcom
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi
(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian
kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara
variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi
yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh
dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan
swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji
statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp
sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95
Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2
ABSTRACT
This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective
COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of
sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and
rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the
sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with
statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have
significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages
showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2
in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of
this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents
have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a
significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95
Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And
COX
1PENDAHULUAN
Pengertian nyeri menurut International
Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu
perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman
yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan
aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di
bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap
stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri
dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat
luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)
Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50
masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang
dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp
Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas
Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug
Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
25
mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi
permasalahan umum pada kesehatan masyarakat
yang dapat diatasi dengan menggunakan obat
analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya
dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik
perifer yang penggunaannya berdasarkan skala
nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat
digunakan obat oral analgesik perifer misalnya
golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug
(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu
golongan obat yang bekerja dengan cara memblok
kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan
COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin
yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi
dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa
digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi
dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan
resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk
COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan
enzim yang penting untuk pembentukan
prostaglandin dalam melindungi saluran cerna
trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah
enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi
prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam
peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat
memberikan efek merugikan bagi lambung karena
adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang
menggunakan NSAID sehingga dilakukan
pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan
sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp
Gilman 2010)
Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik
NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka
waktu yang lama secara terus menerus seringkali
menimbulkan efek samping beberapa diantaranya
yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran
pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat
untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan
intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah
swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk
mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak
dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing
batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif
yang diambil masyarakat untuk meningkatkan
keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)
Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh
pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk
mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan
yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter
Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan
kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan
swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai
dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya
(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila
dilakukan secara tepat akan sangat membantu
masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter
Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan
obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi
Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu
yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko
efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006
Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang
jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi
lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga
kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut
untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada
pasien sehingga pasien dapat terhindar dari
penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan
obat yang salah (drug misuse) Masyarakat
cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu
zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan
pengetahuan masyarakat tentang informasi
penggunaan obat tersebut merupakan penyebab
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)
dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)
Pengetahuan merupakan hal penting yang
dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan
swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo
2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka
penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan
obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel
yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien
swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat
oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis
kefarmasian dalam melakukan pelayanan
swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien
yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa
1 METODE
Instrumen penelitian
Bahan dan sumber data dalam penelitian ini
adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur
kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada
pasien diluar responden penelitian Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan alat ukur
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
26
kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti
Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok
pertanyaan yaitu identitasresponden data
pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi
Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan
informasi dengan menyampaikan sejumlah
pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula
oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner
berbentuk Close Ended Question yang berisi 10
pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan
mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan
dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang
didapatkan
Prosedur Pelaksanaan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif observasional dengan pengumpulan data
secara prospektif melalui pendekatan cross sectional
dimana data yang menyangkut variabel terikat
dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan
(Notoatmodjo 2012)
Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa
Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian
dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016
Pengambilan sampel secara accidental dilakukan
dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau
tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks
penelitian(Notoatmodjo 2012)
Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan
rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan
10 Berdasarkan perhitungan diperoleh
jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria
inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-
laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan
keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan
membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian
dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk
mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf
Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa
dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan
rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p
(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid
sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji
reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang
diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari
syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel
sehingga dapat digunakan dalam penelitian
Analisis data
Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban
yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai
dengan metode penilaian kuesioner Setelah data
yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan
dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi
3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku
rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan
tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner
memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak
rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria
kerasionalan obat
Dilakukan pengolahan data yang sudah
terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu
analisis deskriptif untuk menggambarkan
karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel
yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan
diagram batang selanjutnya dilakukan analisis
statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp
Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan
atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan
masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor
sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat
pendidikan dan status pekerjaan)terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95
2 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien
terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah
perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan
rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien
(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas
(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status
pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien
(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar
4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku
swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong
rasional 7570
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan
Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720
Sedang ( 60-80 ) 27 3860
Buruk ( lt 60 ) 10 1425
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
27
Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat
pengetahuan responden tentang swamedikasi dan
obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak
Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori
baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan
sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27
pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak
10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien
keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tingkat pengetahuan responden tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup
dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat
rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam
tabel 2
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas
Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Perilaku Rasional 53 7570
Tidak rasional 17 2430
Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien
(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang
dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien
(2430)
Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang
obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku
konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak
rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat
tentang obat dan penggunaannya merupakan
penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam
swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan
tersebut juga menyebabkan rentannya pasien
mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat
sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang
tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian
informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)
Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan
aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan
pemborosan waktu dan pemborosan biaya
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif
COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat
pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-
sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1
diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap
perilaku swamedikasi yang rasional terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi
di Apotek Latansa Sidoarjo)
Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien
Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam
Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan
rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa
semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang
mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional
pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan
Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa
pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap
perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional
Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk
perilaku kesehatan yang pembentukannya
dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern
Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah
satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan
mengenai penggunaan obat yang mencukupi
dapatmembantu pasien untuk mendapatkan
pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional
serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan
dalam menggunakan obat
Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan
terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau
jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang
rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang
sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan
hal penting dalam swamedikasi pengetahuan
tersebut antara lain tentang mengenali gejala
penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari
penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket
dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan
efek samping yang ada (Depkes 2008)
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan
pasien dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
28
Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat
Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2
Dalam Swamedikasi
Tingkat
Pengetahuan Keterangan
Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0421gt 0050 Ho Diterima
Tingkat
Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak
Status
Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan
antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan
dengan tingkat pengetahuan pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap
tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor
tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan
pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)
Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat
pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula
pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan
menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan
kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi
termasuk informasi mengenai kesehatan
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang
menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih
banyak yang melakukan swamedikasi secara
rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya
tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak
membaca label pada kemasan obat sebelum
mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam
penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat
pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman
tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin membuat seseorang
lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan
obat
Hasil uji analisis statistik Chi Square
pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas
pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat
pada Tabel 5
Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon
Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak
Tingkat
Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima
Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara
jenis kelamin tingkat pendidikan dan status
pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan
pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)
Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan
tingkat pengetahuan pasien)
Usia menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia
mempengaruhi pemilihan obat pada pasien
Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang
tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan
obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan
fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi
penyakit yang menyebabkan rentan mengalami
masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan
dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk
2008)
4KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien
memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan
swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis
statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat
pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas
pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi
Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan
menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat
pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
29
pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor
sosiodemografi usia
1 SARAN
Disarankan untuk menunjang terlaksananya
pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya
dibuat poster atau brosur yang berisi informasi
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang
benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga
bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk
memberikan arahan dan edukasi kepada pasien
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi
untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang
rasional
2 DAFTAR PUSTAKA
1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas
terbatas Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Keputusan Menteri Kesehatan RI No
189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan
Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008
Materi pelatihan peningkatan pengetahuan
dan keterampilan memilih obat bagi tenaga
kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)
Jakarta Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan
Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada
Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun
2003Tesis
5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi
dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC
6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC
7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008
Perilaku pengobatan sendiri yang rasional
pada masyarakat Kecamatan Depok dan
Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah
Farmasi Indonesia 19(1) 32-40
8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian
kesehatan Jakarta Rineka Cipta
9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran
Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di
Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah
Ilmu Kefarmasian 1 102-115
10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola
Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara
Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di
Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan
11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh
penyuluhan obat menggunakan leaflet
terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga
kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219
12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat
yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan
sendiri keluhan demam sakit kepala batuk
dan flu (hasil analisis lanjut data Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001
Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69
13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007
Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-
Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan
Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi
hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
14 World health organization 2000 Guidlines for the
regulatory assesment of medical products for
use in self-medication Geneva World Health
Organization
15 World Self-Medication Industry (nd) About self
medication Februari 2 2012
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
30
Artikel Penelitian
Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam
Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)
Surahmaidah1)
dan Sarwoko Mangkoedihardjo2
1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
) Email fahida1619gmailcom
ABSTRAK
Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di
sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut
Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman
(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang
umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan
dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh
Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai
persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan
tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan
Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang
diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam
mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125
Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi
ABSTRACT
The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them
is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to
remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual
plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants
and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd
contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This
experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25
ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on
Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the
percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to
accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125
Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation
1 PENDAHULUAN
Logam berat merupakan sumber pencemar
lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat
toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]
Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya
disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan
limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]
Secara alamiah tanah mengandung logam berat
dan sebagian logam berat tersebut berperan penting
dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn
dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila
jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas
pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan
logam berat yang sangat toksik dan merupakan
pencemar utama dalam lingkungan dan sangat
beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel
and Kirkby 1987)
Salah satu logam berat toksik yang mencemari
tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd
mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun
Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem
tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan
logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah
masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]
Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih
perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa
mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida
bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd
digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
31
(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd
bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan
sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat
keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-
Cd pada baterai serta industri tekstil [2]
Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga
untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang
tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik
kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan
relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif
bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang
tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan
tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik
pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan
tumbuhan untuk menyerap mendegradasi
mentransformasi dan mengimobilisasi bahan
pencemar baik itu logam berat maupun senyawa
organik Metode ini mudah diaplikasikan murah
efisien dan ramah lingkungan [12]
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)
Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah
didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada
berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak
pagar umumnya digunakan sebagai tanaman
pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan
sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)
tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik
dalam menyerap logam nikel (Ni)
Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar
Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan
tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)
dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman
jarak pagar
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam
berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap
tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai
persentase reduksi tanah yang tercemar Cd
2 METODE PENELITIAN
21 Waktu Penelitian
Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2
bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan
jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses
remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar
dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair
Surabaya
22 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag
dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm
penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik
dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar
tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan
namun tetap mendapatkan sinar matahari dan
sirkulasi oksigen
Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan
dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm
dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar
(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah
daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam
nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades
23 Tahap-tahap Penelitian
231 Sampel Tanaman Jarak Pagar
Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk
mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh
dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar
pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor
dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor
untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman
tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali
pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah
232 Aklimatisasi Tanaman
Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman
jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman
tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman
yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu
dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat
dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk
diujikan
233 Pemberian Variasi Konsentrasi
Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd
terhadap media tanah taman yang berisi tanaman
jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan
adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm
Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
32
masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan
dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan
234 Parameter Uji
Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas
daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran
reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan
tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam
tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir
pengamatan)
3 PEMBAHASAN
31 Tahap Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur
penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya
tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir
percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak
pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna
hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan
untuk kemudian ditanam pada media tanah taman
yang mengandung Cd yang telah ditentukan
konsentrasinya
32 Analisis Parameter
321 Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman
yang sering digunakan sebagai indikator
pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1
didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15
ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman
dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm
Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non
esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk
meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon
pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat
pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya
sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan
322 Luas Daun
Luas daun digunakan sebagai parameter
pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk
menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti
pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7
luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574
cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami
penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027
cm2
Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan
Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd
pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi
tanaman dan mampu merusak kloroplas daun
sehingga luas daun mengalami penurunan Cd
berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan
nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka
klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit
Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil
fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi
penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang
tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun
Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman
Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm
Hari ke-0 21 21 24 21 21 22
Hari ke-7 211 21 241 212 213 221
Hari ke-14 213 211 243 212 213 223
Hari ke-21 213 211 243 212 213 223
Hari ke-28 214 211 245 215 215 224
Hari ke-35 215 211 246 216 216 225
Hari ke-42 215 211 247 217 217 225
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
33
Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd
Kode
Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)
hari
ke-0
hari
ke-7
hari
ke-14
hari
ke-21
hari
ke-28
hari
ke-35
hari
ke-42
5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673
15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176
25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341
35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118
45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253
323 Morfologi Daun
Selain penurunan luas daun Cd juga
menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi
tanaman yang diekspresikan dalam gangguan
pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis
(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun
yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis
(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan
daun yang tidak normal [10]
Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi
akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada
Gambar 3
Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak
Pagar
Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti
(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan
mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat
pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja
enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan
pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat
mengakibatkan kematian tanaman
324 Reduksi Cd dalam Tanah
Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap
2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-
28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar
rhizosfer tanaman
Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)
Cd hari
ke-0
hari
ke-14
hari
ke-28
Reduksi
(a)
Reduksi
(b)
5 ppm 6031 1067 073 82308 87896
15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178
25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517
35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796
45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509
Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk
monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak
sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui
kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi
tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh
(2005)
Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada
hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak
digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah
yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di
daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah
tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur
penelitian Ghosh and Singh (2005)
Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah
sebagai berikut
reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)
Kons Cd1
reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)
Kons Cd1
325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar
Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak
pagar dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
34
Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar
Cd Konsentrasi Cd
Pada Tanah
(Hari ke-42)
Pada
Tanaman
Akumulasi
5 ppm 1693 1236 7301
15 ppm 4799 6038 12582
25 ppm 9028 7939 8794
35 ppm 15128 7022 4642
45 ppm 14567 7929 5443
Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih
besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system
tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat
meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap
Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa
akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat
pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm
dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase
akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada
konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi
Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih
rendah
4 KESIMPULAN
1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh
terhadap tinggi tanaman dan luas daun
2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai
kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar
logam berat Cd
3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam
berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91
4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman
jarak pagar yaitu sebesar 46-125
DAFTAR PUSTAKA
1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical
Principles of Environmental Pollution 2nd
Edition Blackie Academic and Professional
Chapman amp Hall London
5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam
KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman
T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P
(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil
Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta
6 Kelly EB (1998) Phytoremediation
7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace
Elements in the Soil and Plants CRC Press
Boca Raton FL
8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic
Metals A Review of Biological Mechanisms J
Environmental Qual 31 109-120
9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in
bacterial community structure induced by
micorrhizal colonization in spot-root maize
Plant Soil 231 279-289
10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element
John Wiley amp Sons New York pp 1-292
11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and
anthropogenic emissions of trace metals to the
atmosphere Nature 279 409-411
12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)
PHYTOREMEDIATION Transformation and
Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc
USA
13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)
Review Cadmium Phytoextraction Present
State Biological Background and Research
Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95
2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi
Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press
Jakarta
3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on
Phytoremediation of Heavy Metals and
Utilization of Its Byproducts Applied Ecology
Environment Research 3(1) 1-8
4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis
Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama
Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
35
Artikel Penelitian
Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti
2) Tamara Gusti Ebtavanny
3
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya
3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya
perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)
Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat
menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan
yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan
kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel
dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa
kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel
mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah
18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh BPOM
Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri
ABSTRACT
Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic
treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in
the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in
the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No
HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams
cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number
BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield
requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a
registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method
used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis
using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury
more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels
from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn
035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the
market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream
1PENDAHULUAN
Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar
yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit
memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh
dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan
membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu
Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo
Surabaya)
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
36
pembentukan pigmen melanin untuk melindungi
kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi
sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat
menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan
berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang
ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari
kemerahan noda-noda hitam penuaan dini
kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk
mengatasi berbagai masalah kulit tersebut
diperlukan adanya perawatan menggunakan
kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan
yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian
luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah
menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena
penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan
terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik
pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan
pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up
meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan
tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan
sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang
lain mencegah penuaan dan secara umum
membantu seseorang lebih menikmati dan
menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono
dan Fatma Latifah 2014)
Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya
yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim
pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau
bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit
atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim
pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang
memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu
mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi
warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)
Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam
krim pemutih salah satunya adalah merkuri
Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum
yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg
dan termasuk dalam golongan logam berat dengan
bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri
merupakan salah satu bahan aktif yang sering
ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr
Retno IS Tranggono SpKK merkuri
direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit
karena berpotensi sebagai bahan pereduksi
(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih
terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri
dianggap dapat menghambat sintesis melamin
pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li
Wang and Hong Zhang 2011)
Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor
HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan
logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih
dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan
pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan
bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang
mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas
terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi
karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit
secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk
ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi
yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat
membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan
dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada
pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan
kerusakan permanen otak paru-paru ginjal
menggangu perkembangan janin serta dapat
menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada
sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor
insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi
abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di
dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik
yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI
2011 BPOM RI 2007)
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan
kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim
pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim
pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim
pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi
BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3
varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah produk dengan merk serta kemasan yang
sama namun pada pembelian toko kosmetik yang
berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian
ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC
Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan
harga terjangkau dan memiliki kemasan pot
2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan
rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga
bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa
kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi
Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di
Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong
gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas
saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur
50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
37
1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet
volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan
digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim
pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat
larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan
aquadest
1 Analisa Kualitatif
Pembuatan Larutan KI 05 N
Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL
dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL
serta dikocok hingga homogen
Pembuatan Larutan Aqua Regia
HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL
(perbandingan volume 3 I)
Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah
Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air
sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10
mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir
kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest
sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar
didinginkan dan disaring
Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna
Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes
larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui
dinding tabung reaksi Jika sampel positif
mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan
merah jingga
2 Analisa Kuantitatif
Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan
kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat
sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan
volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest
Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi
100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10
mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain
Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan
larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL
dan masukan ke dalam masing-masing labu takar
yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan
ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume
masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan
HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan
instrumen pengukur Spektrofotometer serapan
Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang
resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil
pengukuran larutan sampel
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa
krim pemutih yang dijual di pasar DTC
Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang
diambil secara acak dalam penelitian ini adalah
sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis
yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dengan merk A B C dan
memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D
E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian
Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
produk dengan merk serta kemasan yang sama
namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda
Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan
kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam
kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk
mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif
pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku
kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap
selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan
metode digesti basah dengan cara menguapkan
sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas
penangas air di dalam lemari asam sampai hampir
kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan
ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan
sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya
sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan
meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan
mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian
yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil
yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2
Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor
BPOM
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
38
Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor
BPOM
Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut
dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif
mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji
kuantitatif untuk mengetahui kadarnya
Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada
pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa
pengujian sampel tersebut adalah valid sampel
yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga
dilakukan pengujian yang diambil secara random
dan mengujikannya di Laboratorium MIPA
Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil
analisa kuantitatif
Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan
merkuri pada krim pemutih
Berdasarkan hasil data yang tertera pada table
3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki
nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri
dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi
BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil
kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1
adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk
varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil
tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi
batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah
Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia nomor HK03012307116662
tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis
merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1
mgL (1 ppm)
Berdasarkan hasil pengujian tersebut
membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim
pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar
melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan
produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi
batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi
maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor
registrasi yang tercantum dalam produk tersebut
dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian
nomor registrasi produk dengan izin edar melalui
website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan
kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6
sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)
yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak
terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih
lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan
bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam
daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di
pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM
dalam link database produk yang dibatalkan
Namun meskipun produk tersebut telah
dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih
beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk
sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada
database produk yang dibatalkan ternyata tidak
ditemukan nomor registrasi dari produk sampel
tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut
tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi
yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini
membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang
beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang
tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM
4 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut
1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk
kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
39
2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki
nomor registrasi BPOM yang beredar di
pasaran
3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang
beredar dipasaran memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji
kuantitatif menunjukkan adanya kandungan
merkuri yang cukup tinggi pada produk krim
pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn
035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar
18820 plusmn 028 mgkg
5 SARAN
2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih
berhati-hati dalam memilih produk kosmetika
khususnya krim pemutih Hindari memilih
produk yang tidak mencantumkan nomor
registrasi dari BPOM RI
3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali
produk yang mencantumkan nomor registrasi
melalui website resmi BPOM
(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui
kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi
dengan izin edar produk tersebut
4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan
ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau
menyengat serta menjanjikan hasil yang instan
dengan proses yang cepat
5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh
instansi terkait seperti BPOM untuk semua
produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga
keamanannya
6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
menggunakan produk yang lebih banyak dengan
area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih
representative
DAFTAR PUSTAKA
1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom
Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015
2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih
Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016
3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013
Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri
(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal
Menggunakan Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas
4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011
Peraturan Kepala Badan POM Republik
Indonesia Nomor HK0312307116662
Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik
httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015
5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada
Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya
6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical
Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016
7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014
Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium
Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih
Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1
8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi
Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan
Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183
Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In
Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo
11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015
12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian
Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas
G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada
Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT
Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis
Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih
Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta
17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis
Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta
18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian
Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik
Dengan Spektrofotometri Serapan
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
40
Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan
Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi
Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku
Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta
20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in
marketed cosmetics analytical survey in
Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
41
Artikel Penelitian
Prasetyo Handrianto1)
1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom
ABSTRAK
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat
tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah
jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi
yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali
pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data
zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu
sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi
(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
ABSTRACT
Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma
lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml
60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is
paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed
that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest
average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract
of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus
aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
1 PENDAHULUAN
Hidup sehat adalah harapan setiap orang
Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya
harga obat-obatan modern dan efek samping yang
mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat
ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam
(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai
melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso
2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat
tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru
sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar
300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan
tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang
telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi
sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur
Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai
sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma
lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21
spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001
dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur
Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah
dapat mencegah dan mengobati berbagai macam
penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk
menghambat atau membunuh virus HIV penyebab
AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)
Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan
sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis
ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi
yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme
dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan
pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri
Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang
relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya
ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
42
ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-
10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi
serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi
ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang
menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru
ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar
2012)
Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol
dapat menarik banyak senyawa aktif yang
terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum
sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan
untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data
tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut
untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak
jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan
menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat
bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan
metode difusi cakram kertas Penelitian ini
diharapkan bermanfaat sebagai terobosan
pengembangan produk baru di bidang farmasi
dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai
bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi
yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit
yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus
2 METODE
Bahan yang digunakan adalah jamur
Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient
Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang
diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media
Nutrient Agar kertas cakram aquadest
Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan
porselen alat rotavapor botol vial steril oven
pinset jarum ose autoclave tabung reaksi
inkubator cawan petri timbangan analitik pipet
volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok
tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor
21 Cara Kerja
Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi
10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut
etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan
untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk
jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses
kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi
ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu
40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai
memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering
dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan
dalam ruang LAF
Medium yang digunakan adalah medium
Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri
Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan
kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan
Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC
selama 24 jam Membuat media NA dengan
mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam
100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna
seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan
suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA
steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke
dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah
dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL
bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri
Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas
cakram dengan diameter 6 mm pada media agar
Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum
dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap
kertas cakram
Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20
microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml
Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening
yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah
1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian
dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya
22 Analisa Data
Data yang diperoleh pada metode difusi di
analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way
apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji
Duncan`s
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi
berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali
pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona
hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)
pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml
menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan
kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml
menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan
aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter
rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif
Hasil analisis menggunakan anova one way juga
menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur
lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
43
Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus
Replikasi Kontrol
Negatif
Konsentrasi (microgml)
20 40 60 80 100
1 - 67 87 115 132 172
2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184
4 - 63 86 118 144 174
5 - 70 89 115 139 190
6 - 65 86 108 136 181
7 - 66 79 111 140 186
Rata- Rata 66 87 1135 139 180
Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang
Aktif Aktif Sangat Aktif
Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa
faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya
yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi
teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan
cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)
Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak
yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode
ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode
soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol
Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi
merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk
memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu
karena aktivitas biologis tidak hilang saat
dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam
pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu
etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat
senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid
tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan
triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa
tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah
saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid
Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)
yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan
aktivitas sebagai antimikroba
Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk
2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba
yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan
sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau
kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa
intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin
sebagai antimikroba adalah menghambat enzim
reverse transkriptase dan DNA topoisomerase
sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk
Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba
adalah dengan membentuk senyawa kompleks
dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga
dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti
dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC
2005)
Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri
Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri
Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini
merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada
keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot
et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan
mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru
sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena
termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus
aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya
Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang
dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan
kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena
bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri
gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan
pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk
suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus
oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)
Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus
memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri
gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki
dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi
faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma
lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan
kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang
aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang
dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal
berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial
Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri
Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml
sebesar 9 mm
Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan
bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang
digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba
dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
44
dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi
bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu
adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan
cara ekstraksi lain
4 KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi
ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm
pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada
konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80
microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml
5 DAFTAR PUSTAKA
1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014
Antibacetrial Activity Of Various Extracts
From The Fruiting Bodies Of Ganoderma
lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)
Merr) Trunk International Journal Of Scientific
And Technology Research Vol3 issue 1
2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M
2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed
4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26
Jakarta EGC
3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA
2013 Biopharmaceutical Assessment of Active
Components of Deadaleopsis confragosa and
Ganoderma lucidum Journal of Medical
Microbiology
4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan
Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta
Penebar Swadaya
5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S
Williamson EM 2009 Farmakognosi dan
Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et
al Hal 118 Jakarta EGC
6 Indonesian Biotechnology Information Centre
(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari
Tanaman httpindobicorid Diakses pada
tanggal 3 Juni 2016
7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi
untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta
Rineka Cipta
8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial
Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of
Garlic Cinnamon and Tumeric Againts
Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis
dsm 3256 International Journal Of Applied
Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan
Vol3
9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella
thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-
37
10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji
antimikroba Curcuma spp Terhadap
Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi
Universitas Andalas Hal 1-7
11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda
2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-
18 Yogyakarta Graha Ilmu
12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman
Obat Jakarta Agro Media Pustaka
13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma
lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret
Surakarta
14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan
Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap
Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains
Kimia Vol10
15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-
vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of
Ganoderma lucidum International Journal of
Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466
16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of
Bacteriology Staphylococcus aureus
(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses
tanggal 11 September 2015
17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan
Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah
Bogor PT Penerbit IPB Press
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
10
proporsi penyebab kematian tertinggi adalah
Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti penyakit
kardiovaskular (319 ) termasuk hipertensi ( 68)
dan stroke (154) [2] Prevalensi hipertensi lebih
tinggi pada individu usia ge 60 tahun dan usia 40-59
tahun dibandingkan pada usia 18-39 tahun karena
seiring bertambahnya usia terjadi proses degeneratif
organ [17] Selain dari segi usia prevalensi hipertensi
dapat juga diamati dari jenis kelamin dimana pria
berisiko hipertensi 125 kali daripada wanita [14] Hal
ini disebabkan oleh perilaku tidak sehat (merokok
konsumsi alkohol) depresi dan rendahnya status
pekerjaan perasaan kurang nyaman terhadap
pekerjaan dan pengangguran [10] Pada usia 65-74
tahun prevalensi hipertensi justru lebih tinggi pada
wanita (58) karena pada usia tersebut wanita
mengalami menopause yang menyebabkan
penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron
yapng dapat membantu mengatur tekanan darah
Prevalensi hipertensi juga diamati dari berat badan
seseorang di mana diketahui prevalensi hipertensi
pada pasien gemuk yaitu sebesar 112 sedangkan
pada pasien obesitas (Indeks Massa Tubuh gt27)
prevalensi hipertensi lebih tinggi yaitu 147 [10]
The Joint National Community on Preventation
Detection evaluation and treatment of High Blood
Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia
WHO dengan International Society of Hipertention
membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan
darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau
lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau
lebih atau sedang memakai obat antihipertensi
Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko
penyebab terjadinya penyakit jantung dan pembuluh
darah (PJP) khususnya CVA (Cerebrovacular
accident infark atau perdarahan otak) Tekanan
darah (TD) Sistolik dan Diastolik sangat berperan
dalam faktor resiko PJP Regulasi tekanan darah
merupakan peranan yang sangat penting bagi organ
Ginjal Ginjal berperan utama dalam pengaturan TD
melalui sistem Renin-Angiotensin Aldosteron
(RAAS) Enzym yang berperan dalam sistem ini
adalah Renin dan Angiotensin Converting Enzyme
(ACE) Bila volume darah yang mengalir diginjal
berkurang dan TD di glomeruli ginjal menurun maka
ginjal dapat membentuk dan melepaskan Renin
Renin akan menghidrolisis Angiotensinogen yang
dibentuk dalam hati menjadi Angiotensin I (AT I)
AT I oleh enzyme ACE diubah menjadi AT II yang
dapat meningkatkan efek vasokonstriksi dan
menstimulasi sekresi hormone aldosterone yang
emrupakan antidiuretic hormon Akibatnya terjadi
retensi air dan Natrium akibatnya volume darah dan
TD naik melebihi normal[3 12]
Gejala klinik yang sering dialami adalah pusing
pada pagi hari dibagian tengkuk dan kepala
pengukuran tekanan darah selama minimla 3 kali
pengukuran selang 1 minggu selalu terjadi
peningkatan TD sistolik dan TD diastolic melebihi
dari normal sesuai ketentuan JNC 7 dan JNC 8
volume urin berkurang dari normal Faktor resiko
hipertensi jika tidak diobati secara benar atau tidak
terregulasi dengan baik dapat mengakibatkan
kerusakan pada jantung otak ginjal dan mata Pada
jantung dapat mengakibatkan gagal jantung
(decompensasi cordis) dengan rasa sesak dan edema
pada kaki Pada otak mengakibatkan stroke
sedangkan pada ginjal dapat terjadi kerusakan pada
ginjal hingga hemodialisa Pada mata menyebabkan
gangguan pada penglihatan (blurred vision) Untuk
pencegahannya dapat dilakukan yaitu hindari stress
lelah perbaikan gaya hidup menuju sehat dan
hindari rokok asupan garam serta minuman
beralkohol[8312]
Pemberian obat anti hipertensi merupakan terapi
farmakologi obat anti hipertensi dibagi dalam
beberapa penggolongan obat yaitu golongan
Diuretik golongan Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor (ACEI) golongan Angiotensin Reseptor
Blockers (ARB) golongan Beta Blockers dan
golongan Calcium Channel Blockers (CCB) Obat-
obat ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasi
dan harus digunakan untuk mengobati mayoritas
pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan
keuntungan dengan kelas obat ini [11 9] Angiotensin
Reseptor Blockers (ARB) dipilih karena merupakan
obat pilihan pertama pada pengobatan hipertensi
terutama pada pasien hipertensi dengan komplikasi
diabetes tipe II yang dimana fungsi ginjal bekerja
lebih berat sedangkan obat golongan ARB bekerja
dengan memblok aldosteron akibatnya tekanan darah
bisa terkontrol dan aliran darah ke ginjal normal
sehingga tidak memperparah kerja ginjal [11 9]
Mekanisme kerja ARB yaitu menghambat
angiotensin II pada reseptor subtipe 1 dimana jika
tidak dihambat akan menyebabkan vasokontriksi
sehingga tekanan darah naik Angiotensin II pada
Reseptor subtipe 2 tidak dihambat karena reseptor
ini memberi efek vasodilatasi sehingga tekanan
darah turun Pertimbangan rasional pemakaian ARB
ada 3 pertimbangan yaitu ARB bekerja spesifik
menghambat angiotensin berikatan pada reseptor
subtipe I Kedua dengan dihambatnya reseptor
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
11
subtipe 1 sehingga akan meningkatan persentase
angiotensin II untuk berikatan dengan reseptor
subtipe 2 yang akan memberi perlindungan terhadap
organ tubuh Terakhir dalam pembentukan
angiotensin II ada jalur lain ( pathway ) selain
melalui sistem RAAS sehingga sangat baik jika kita
menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptor
subtipe 1 sedangkan ACEI menghambat sintesis
angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan
vasokonstriksi poten[11 9]
2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat observasional cross
section dengan pengambilan data secara retrospektif
pada pengukuran tekanan darah selama periode
penelitian Bahan peneltian yang digunakan adalah
data rekam medis pasien dari Rumah Sakit X di
wilayah Surabaya Selatan periode Desember 2013 ndash
April 2014 dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya
Utara periode Januari 2015 ndash Mei 2015 Perhitungan
jumlah populasi terjangkau menggunakan rumus
Slovin Jumlah populasi pada penelitian ni adalah 57
pasien diagnosa Hipertensi terbagi dalam 3
kelompok terapi yaitu Terapi A adalah Candersartan
(19) terapi B adalah Valsartan (19) Terapi C adalah
Kalium Losartan (19) Aturan pemakaian dan dosis
yang digunakan pada terapi A adalah Candersartan 8
mg 3 kali sehari 1 tablet terapi B adalah Valsartan 80
mg 2 kali sehari 1 tablet dan terapi C adalah Kalium
Losartan 50 mg 1 kali sehari 1 tablet Pada penelitian
ini pasien selain mendapatkan obat antihipertensi
yang diteliti juga mendapatkan obat-obat
antidiabetes tetapi yang diamati pada penelitian ini
hanya obat antihipertensi saja (Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan)
Analisa data pada penelitian ini adalah
penurunan tekanan darah pre dan post selama terapi
Perhitungan penurunan tekanan darah dilakukan baik
pada tekanan darah sistolik pre-post dan tekanan
darah diastolik pre-post dalam 3 kelompok terapi
Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan
statistik One-Way Anova [4]
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh dari
pengukuran tekanan darah pada kelompok terapi A
B dan C dengan lama terapi 5 bulan (selama periode
penelitian) diperoleh data yang terlihat pada tabel
dibawah ini
Tabel 1 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok A (Candersartan)
Tabel 2 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok B (Valsartan)
No Urut
Pasien
Valsartan
SistolikPre Sistolik Post Sistolik ()
1 180 130 50 2778
2 190 150 40 2105
3 170 130 40 2353
4 180 130 50 2778
5 190 140 50 2632
6 170 130 40 2353
7 190 140 50 2632
8 190 130 60 3158
9 200 140 60 3000
10 170 140 30 1765
11 180 130 50 2778
12 150 130 20 1333
13 155 120 35 2258
14 175 130 45 2571
15 170 120 50 2941
16 185 120 65 3514
17 160 130 30 1875
18 170 140 30 1765
19 160 140 20 1250
Jumlah 815 45837
Rerata 4289 2412
No Urut
Pasien
Candesartan
Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()
1 160 130 30 1875
2 165 130 35 2121
3 160 130 30 1875
4 180 140 40 2222
5 170 140 30 1765
6 150 120 30 2000
7 165 140 25 1515
8 170 140 30 1765
9 170 130 40 2353
10 180 130 50 2778
11 190 140 50 2632
12 175 140 35 2000
13 185 140 45 2432
14 170 120 50 2941
15 190 140 50 2632
16 150 120 30 2000
17 150 130 20 1333
18 160 130 30 1875
19 165 130 35 2121
Jumlah 685 40360
Rerata 3605 2118
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
12
Tabel 3 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok C (Kalium Losartan)
No Urut
pasien Kalium Losartan
Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()
1 170 140 30 1765
2 160 130 30 1875
3 190 140 50 2632
4 170 140 30 1765
5 150 120 30 2000
6 170 140 30 1765
7 170 140 30 1765
8 170 130 40 2353
9 180 130 50 2778
10 200 140 60 3000
11 175 130 45 2571
12 185 140 45 2432
13 170 120 50 2941
14 190 140 50 2632
15 150 120 30 2000
16 150 130 20 1333
17 160 130 30 1875
18 170 130 40 2353
19 170 120 50 2941
Jumlah 42775
Rerata 2251
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 2
dan 3 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A
mengalami penurunan tekanan darah sistolik
2118 Kelompok terapi B mengalami penurunan
tekanan darah sistolik 2420 sedangkan kelompok
terapi C mengalami penurunan tekanan darah
sistolik 2251 Hasil penurunan tekanan darah
pada 3 kelompok terapi ini mempunyai nilai
penurunan tekanan darah sistolik yang hampir sama
tetapi kelompok terapi B yaitu kelompok Valsartan
mempunyai nilai penurunan tekanan darah sistolik
lebih tinggi yaitu 2420 atau tekanan darah
menurun 024 kali dari nilai tekanan darah sistolik
pre dibandingkan kelompok Kalium Losartan (022
kali) dan kelompok Candersartan (021 kali)
Tabel 4 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok A (Candersartan)
No Urut
Pasien
Candesartan
Diastolik
Pre
Diastolik
Post
Diastolik ()
1 95 80 15 1579
2 95 80 15 1579
3 100 80 20 2000
4 100 80 20 2000
5 100 85 15 1500
6 90 80 10 1111
7 90 80 10 1111
8 90 80 10 1111
9 95 80 15 1579
10 100 80 20 2000
11 100 85 15 1500
12 90 80 10 1111
13 90 85 5 556
14 90 80 10 1111
15 100 90 10 1000
16 90 80 10 1111
17 90 90 0 000
18 90 90 0 000
19 90 80 10 1111
Jumlah 220 23070
Rerata 1157 1214
Tabel 5 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok B (Valsartan)
No urut
Pasien
Valsartan
Diastolik
Pre
Diastolik
Post
Diastolik ()
1 100 90 10 1000
2 100 90 10 1000
3 95 80 15 1579
4 100 80 20 2000
5 100 80 20 2000
6 95 80 15 1579
7 95 80 15 1579
8 100 85 15 1500
9 100 90 10 1000
10 95 80 15 1579
11 95 80 15 1579
12 90 80 10 1111
13 90 80 10 1111
14 85 85 0 000
15 90 80 10 1111
16 90 80 10 1111
17 100 80 20 2000
18 100 80 20 2000
19 98 80 18 1837
Jumlah 240 26676
Rerata 1263 1404
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
13
Tabel 6 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok C (Kalium Losartan)
No Urut
Pasien
Kalium Losartan
Diastolik
pre Diastolik
post Diastolik ()
1 95 80 15 1579
2 90 80 10 1111
3 100 90 10 1000
4 100 90 10 1000
5 90 80 10 1111
6 85 80 5 588
7 90 80 10 1111
8 90 80 10 1111
9 95 80 15 1579
10 100 85 15 1500
11 90 80 10 1111
12 90 85 5 556
13 90 80 10 1111
14 100 90 10 1000
15 90 80 10 1111
16 90 85 5 556
17 90 80 10 1111
18 90 80 10 1111
19 100 85 15 1500
Jumlah 20857
Rerata 1098
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 5 dan
6 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A
mengalami penurunan tekanan darah diastolik
sebesar 1214 Kelompok terapi B mengalami
penurunan teakanan darah diastolik sebesar 1404
sedangkan kelompok terapi C mengalami penurunan
tekanan darah diastolik sebesar 1098 Hasil
penurunan tekanan darah pada 3 kelompok terapi ini
mempunyai nilai penurunan tekanan darah diastolik
yang hampir sama tetapi kelompok terapi B yaitu
kelompok Valsartan mempunyai nilai penurunan
tekanan darah diastolik lebih tinggi yaitu 1404
atau tekanan darah diastolik menurun 014 kali dari
nilai tekanan darah diastolik pre dibandingkan
kelompok B terapi Candersartan tekanan darah
diastolik hanya menurun 1214 (012 kali) dan
kelompok C terapi Kalium Losartan tekanan darah
diastolik menurun 1098 (011 kali)
Hasil dari pengukuran tekanan darah sistolik
dan diastolik pre-post dari ketiga kelompok terapi
obat antihipertensi golongan ARBrsquos tersebut
(Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan)
selanjutnya dilakukan analisis statistik
menggunakan uji two-way-anova
Berdasarkan hasil Analisa statistik untuk-
pengukuran homogenitas data diperoleh hasil bahwa
data terdistribusi homogen dengan p = 0000 lt α =
0005 Untuk hasil satistik terapi A (Candersartan)
terapi B (Valsartan) dan terapi C (Kalium Losartan)
terhadap pengukuran nilai Tekanan darah pre dan
post sistolik maupun diastolik diperoleh p = 0967 gt
α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang
bermakna dari ketiga kelompok terapi tersebut dalam
penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik
pada pasien hipertensi Hal ini berarti bahwa
efektifitas ketiga obat tersebut yaitu Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan dalam kontrol
penurunan tekanan darah pada pasien Hipertensi
mempunyai efektifitas yang sama Hasil Analisa
statistik dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini
Tabel 7 Hasil Analisa Statistik Kelompok Terapi A B
dan C dalam Perbandingan Penurunan Nilai
Tekanan Darah Pasien Hipertensi
Berdasarkan data dan Analisa statistik diatas ketiga
kelompok terapi tersebut menunjukkan penurunanan
tekanan darah sistolik maupun tekanan darah
diastolik selama periode penelitian berlangsung yaitu
selama 5 bulan pengobatan Candersartan Valsartan
dan Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi
golongan ARBrsquos yang mempunyai mekanisme kerja
pada Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)
yaitu menghambat selektif reseptor AT1 sehingga
terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak
terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron
dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus
efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air
akan menurun tekanan darah menjadi turun [13]
Untuk lebih jelasnya mekanisme kerja golongan
ARBrsquos dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Gambar 1 Mekanisme Kerja Obat Antihipertensi
Golongan ARBrsquos [13]
Source Type III Sum of Squares
df Mean
Square F Sig
Model 917562a 21 43693 61764 000 TD 098 2 049 070 933 NILAI 5562 17 327 462 967
Error 146438 207 707 Total 1064000 228
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
14
4 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pada pasien
hipertensi di Rumah Sakit X wilayah Surabaya
Selatan dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya
Utara yang terbagi dalam 3 kelompok terapi
pengobatan antihipertensi yaitu Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan menunjukkan bahwa
ketiga obat tersebut setelah dilakukan analisa
statistik mempunyai efektifiktas yang sama dalam
mengontrol penurunan tekanan darah pasien
hipertensi yaitu penurunan pada tekanan darah
sistolik dan diastolik Candersartan Valsartan dan
Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi
dengan golongan yang sama yaitu golongan
Angiotensin Receptor blockerrsquos dengan mekanisme
kerja menghambat selektif reseptor AT1 sehingga
terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak
terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron
dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus
efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan
air akan menurun dan tekanan darah menjadi turun [913]
DAFTAR PUSTAKA
1 Depkes ( 2006) Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Hipertensi Jakarta Departemen Kesehatan RI
2 Depkes (2007) Hipertensi Penyebab Utama Penyakit
Jantunghttp202155544indexphpoption=n
ewsamptask=viewarticleampsid=2621ampitemid =2(2 Januari 2015)
3 Dipiro JT Talbert RL Yee GC Matzke GR Wells BG Posey LM (2008) Hypertension in Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approach 7th edition Mc Grow-Hill Companies inc
4 Hidayat AAzis (2011) Metode Penelitian
Kesehatan Paradima Kuantitatif Edisi ke-2 Penerbit Healthy Books Publishing Surabaya
5 IkawatiZ JumianiS dan PutuIDPS (2008) Kajian
Keamanan Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DrSardjito Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 30mdash40
6 Joint National Committee (2003) The Seventh Report
of Joint National Committee on Prevention
Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
7 Kemenkes (2014) Pusat Data dan Info Kementerian Kesehatan Hipertensi Kemenkes Jakarta Selatan
8 Katzung Bertram G (2011) Farmakologi Dasar amp
Klinik Ed10 Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC
9 Nixon RM Muller E Lowy A Falvey H (2009)
Valsartan vs orther Angiotensin II Blockerrsquos
in the treatment of hypertension a meta-analytical approach The Internatinonal Journal of Clinical Practice 63 5 p 766 ndash 755 Blackwell Publishing doi 101111j1742-1241200902028x
10 Rahajeng Ekowati dan Sulistyowati Tuminah (2009)
Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Jakarta Majalah Kedokteran Indonesia 59 (12) p580-587
11Saseen JJ dan Maclaughlin EJ (2008) Hypertensionin Pharmacoterapy Handbook
7th ed New York The McGraw-Hill Companies Inc
12 Tjay Tan Hoan amp Kirana Rahardja (2007) Obat-
Obat Penting kasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya Ed 6 Jakarta PT Gramedia
13 Wuryaningsih Lucia (2010) Aksi Obat Basis Farmakologi Klinis 2 Surabaya Sandira
14 WHORegional Office for South- East
AsiaDepartment of Sustainable Development and Healthy Environments Non Communicable Disease Hypertension [internet]c (2011) [cited 2015 Januari 2] Available fromhttpwwwsearowhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
15
Artikel Penelitian
Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit
pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika
Periode Februari-Desember 2016
Acivrida Mega Charisma1)
1STIKES RS Anwar Medika
)Email acievridagmailcom
ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD
Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun
pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini
meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD
Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode
Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan
laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien
DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit
(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3
sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai
hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-
6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki
lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi
tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa
gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit
(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia
menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak
Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit
ABSTRACT
DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of
DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of
immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will
increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of
examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted
on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken
from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value
and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had
decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is
57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit
values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values
hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the
age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study
concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an
increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women
and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children
Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
16
1 PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di
Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian
Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan
dapat menyebabkan kematian karena penanganan
yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World
Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa
Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk
Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan
kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya
Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009
WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara
dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di
Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk
dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per
100000 penduduk)[3]
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan
DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun
2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000
penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014
yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]
Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada
pasien DBD merupakan bagian penting yang
menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan
diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan
penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu
adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai
hematokrit[5]
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia
dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran
jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada
penderita demam berdarah dengue
2 TINJAUAN PUSTAKA
Patofisiologi utama pada DBD yaitu
peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis
yang abnormalPermeabilitas vaskular yang
meningkat mengakibatkan kebocoran plasma
hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat
menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi
perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan
gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]
Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan
dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap
Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)
karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan
volume plasma darah misalnya pada kasus DBD
Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun
(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau
peningkatan kadar plasma darah seperti pada
anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang
berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki
nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam
sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi
trombositopenia akibat munculnya antibodi
terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi
yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini
pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah
trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan
acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue
primer atau sekunder[10]
Parameter laboratorium dalam menegakkan
diagnosis DBD adalah trombositopenia dan
hemokonsentrasi[10]
3 METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah analitik retrospektif
populasi penelitian adalah seluruh rekam medik
pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian
Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil
dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah
catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang
dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil
pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan
jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien
DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien
DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien
DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat
mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang
memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti
AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit
koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit
dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung
dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin
Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan
dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data
variabel memasukkan data dalam program SPSS
(Statistical Program for Social Science) serta
pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data
tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data
terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada
analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel
dengan menggunakan rumus Spearma
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
17
4 HASIL
Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik n
() meanplusmnSD
Jenis Kelamin
Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)
Rentang Usia (tahun)
95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)
12 - 17 43 (235)
18 ndash 20 15 (82)
Ket n = frekuensi
Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek
adalah laki-laki Lebih dari separuh responden
termasuk kelompok Usia anak-anak
Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD
Jumlah Trombosit n
(selmm3) ()
lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)
gt450000 0
Total 183 (100)
Ket n=frekuensi
Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar
sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal
Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD
Nilai Hematokrit n
() ()
Laki-laki Dewasa
lt40 2 (11)
40-48 12 (66)
gt48 4 (22)
Perempuan dewasa
lt37 7 (38)
37-43 3 (16)
gt43 2 (11)
Anak-anak lt= 15 tahun
- lt 33 34 (186)
33 - 38 52 (284)
gt38 67 (366)
183
Total (100)
Ket n = frekuensi
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal
5 PEMBAHASAN
Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan
usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun
dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia
terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain
itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD
terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun
dengan persentase 453 dan frekuensi terendah
adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan
persentase 82
Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan
dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun
2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi
penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan
dewasa muda[12]
Usia merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus
dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba
yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan
yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa
kebocoran plasma[13]
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin
didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih
banyak daripada perempuan dengan persentase
596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut
serupa dengan peneelitian lainnya yang
memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih
banyak dibandingkan perempuan seperti yang
dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang
menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih
banyak dari pada perempuan dengan persentase 60
laki-laki dan 40 perempuan[14]
Jumlah Trombosit Penderita DBD
Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah
trombosit di bawah normal (trombositopenia)
Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar
987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah
sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar
195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat
pada penelitian ini adalah 57000 selmm3
Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan
dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140
penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000
sel mm3[15]
Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun
2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan
perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit
antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya
disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif
dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
18
Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit
untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan
untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun
hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai
p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat
korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-
laki dan perempuan
Nilai Hematokrit Penderita DBD
Dari hasil penelitian 399 penderita DBD
yang mengalami hemokonsentrasi dan 235
penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang
mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366
Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan
tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit
pada penelitian ini adalah 377
Menurut WHO parameter laboratorium dalam
menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai
hematokrit serta trombositopenia Sementara itu
penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua
penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian
oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa
hanya 16 penderita DBD yang mengalami
peningkatan nilai hematokrit[17]
Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang
memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan
didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma
sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya
peningkatan nilai hematokrit saja namun juga
penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat
terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis
Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya
data rekam medis tentang terapi atau pengobatan
yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit
Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian
di India tentang parameter diagnosis DBD dalam
hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai
hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar
363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan
sensitifitas[18]
AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi
DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat
menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit
pada pasien DBD penting melakukan pemisahan
pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan
jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai
normal hematokrit
Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak
usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518
rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada
wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal
138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan
simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15
tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal
68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072
6 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa
1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai
hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan
nilai hematrokit (hemokonsentrasi)
2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD
menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki
lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan
perempuan sedangkan menurut golongan usia
menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling
rentan terhadap infeksi DBD
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat
disampaikan beberapa saran sebagai berikut
penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka
kematian pasien DBD dengan penambahan variabel
penelitian
DAFTAR PUSTAKA
1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward
(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap
jumlah trombosit pada penderita demam
berdarah
2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia
3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and
laboratory guidelines for dengue fever and
dengue haemorrhagic feverdengue shock
syndrome for health care providers Journal of
Pan American Health Organization 1-10
4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)
How to reduce your risk of dengue infection
[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia
dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue
5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test
and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-
Elseviar
6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil
Kesehatan Kabupaten Sidoarjo
7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN
Gupta P Dewan DK (2001) Hematological
observations as diagnostic markers in dengue
hemorrhagic fever-a reappraisal Indian
Pediatrics Journal 38 477-81
8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between
platelet count and hematocrit JACC Journals
39(6)1072-17
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
19
9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji
hematologi pasien terduga demam berdarah
dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal
of Clinical Pathology and Medical Laboratory
17(3) 139ndash42
10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ
Gent M (2011) Sex related differences in
platelet aggregation influence of the hematocrit
Blood Journal of American Society Hematology
56(1) 38-41
11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia
tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue 21-14
12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit
sebagai indikato dan sekunder Jurnal
Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6
13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]
(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL
HYPERLINK
httpwwwemedicinemedscapecom
14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta
ECG
15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah
dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5
Jakarta Interna Publishing
16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah
dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari
HI editor (penyunting) Demam Berdarah
Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam
berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI
editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue
Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil
pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara
Books
19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar
hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash
IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya
syok pada pasien demam berdarah dengue
(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11
20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi
penularan pencegahan amp pemberantasannya
Edisi ke-2 Jakarta Erlangga
21 World Health Organisation (2009) Dengue
hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23
April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK
http wwwwhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
20
Artikel Penelitian
Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di
Salah Satu Apotek di Surabaya
Ilil Maidatuz Zulfa1)
Fitria Dewi Yunitasari1
1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi
Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi
bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola
peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang
diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di
salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini
Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu
Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO
kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan
densitas penggunaan antibiotik
Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi
ABSTRACT
Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most
of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that
the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead
to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics
prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)
ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients
was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was
Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)
The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092
mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD
ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000
mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more
likely reflect the density of antibiotic usage
Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections
1 PENDAHULUAN
Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik
sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan
infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada
penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi
pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan
periodontal dapat ditangani dengan baik dengan
operasi dan higienisitas sehingga indikasi
penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi
sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan
dan penggunaan antibiotik yang irasional akan
berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek
merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]
World Health Organization (WHO) telah
menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat
yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical
(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD
diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu
obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien
dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter
pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed
Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis
rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
21
harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat
digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan
antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama
seperti apotek maupun rumah sakit [7]
2 METODE PENELITIAN
21 Jenis dan Kriteria Penelitian
Kajian observasional retrospektif tentang
penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross
sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien
dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi
spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di
Surabaya Jawa Timur
22 Analisis Data
Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan
lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan
Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD
(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan
Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai
PDD
Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio
PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem
ATCDDD
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
31 Distribusi Pasien
Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan
antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama
2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien
terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah
3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien
perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki
adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien
menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak
diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)
32 Distribusi Peresepan Antibiotik
Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk
infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan
rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian
antibiotik dalam penelitian ini adalah selama
512+083 hari
Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan
Usia
Jumlah
Pasien
Persentase
()
Jenis Kelamin
Perempuan Laki-laki
72 64
5294 4706
Total 136 10000
Usia (tahun)
Dewasa Muda (18-40)
Dewasa (41-65)
75
61
5515
4485
Total 136 10000
Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam
penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam
yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam
Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan
Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol
yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan
Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi
gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al
menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis
antara Penisilin V Amoksisilin atau
Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu
infeksi gigi Pilihan antibiotik yang
direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat
digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]
Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik
lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam
infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin
Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme
kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat
diberikan dengan perhatian pada pasien yang
menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin
dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan
Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan
Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan
memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga
tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain
antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan
antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam
infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang
membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan
penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi
Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk
infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar
terapi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
22
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
33 PDD Rata-rata Antibiotik
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100) (Tabel3)
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
DDD berdasarkan index ATCDDD WHO
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100)
Jenis Antibiotik Kekuatan
(mg)
Jumlah
Peresepan
()
Lama Pemberian
(hari)
Terpendek Terpanjang Rata-rata
Penisilin -Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
500 mg
500125 mg
70 (5072)
5 (362)
200 300
500 500
386 380
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
150 mg 300 mg 500 mg
14 (1015) 26 (1884)
8 (580)
200 200 333
500 750 500
389 657 433
Nitroimidazol Metronidazol
250 mg 500 mg
1 (073) 6 (434)
-
200
500 500
500 362
Makrolida
Eritromisin
500 mg
2 (145)
300
500
400
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
500 mg 500 mg
2 (145) 2 (145)
500
-
700 500
600 500
Sefalosporin Sefadroksil
500 mg
2 (145)
500
600
550
Total 138 (10000)
Jenis Antibiotik Kode
ATC
PDD (mgpasienhari)
DDD
(mgpasienhari)
Rasio
PDDDDD
Penisilin-Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
J01CA04
J01CR02
150925
136842
100000
100000
159
137
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
J01FF01 J01FF02
83521 150000
120000 180000
070 083
Nitroimidazol Metronidazol
P01AB01
125329
200000
063
Makrolida Eritromisin
J01FA01
150000
100000
150
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
J01MA12 J01MA01
50000 50000
50000
100000
100 050
Sefalosporin Sefadroksil
J01DB05
100000
200000
050
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
23
4 KESIMPULAN
Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien dalam penelitian ini adalah 102+012
antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian
antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang
paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu
sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik
dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali
Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat
Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD
tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator
penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter
yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan
keterpaparan pasien terhadap antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of
antimicrobial utilization in indoor ward of
surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727
2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)
Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306
3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation
between Defined Daily Doses (DDD) and
Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis
of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418
4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K
Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)
Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic
isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8
5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press
6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of
Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53
7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily
doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591
8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of
antibiotic prophylaxis in dental practice-
Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754
9 World Health Organization (WHO) (2003)
Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization
10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme
(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental
Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland
Amoksisilin Amoksisilin+A
sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil
WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000
PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000
0
500
1000
1500
2000
2500
mg
pasi
en
hari
Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
24
Artikel Penelitian
Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu
2)
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email ddipahayugmailcom
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi
(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian
kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara
variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi
yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh
dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan
swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji
statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp
sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95
Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2
ABSTRACT
This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective
COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of
sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and
rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the
sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with
statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have
significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages
showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2
in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of
this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents
have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a
significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95
Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And
COX
1PENDAHULUAN
Pengertian nyeri menurut International
Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu
perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman
yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan
aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di
bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap
stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri
dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat
luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)
Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50
masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang
dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp
Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas
Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug
Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
25
mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi
permasalahan umum pada kesehatan masyarakat
yang dapat diatasi dengan menggunakan obat
analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya
dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik
perifer yang penggunaannya berdasarkan skala
nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat
digunakan obat oral analgesik perifer misalnya
golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug
(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu
golongan obat yang bekerja dengan cara memblok
kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan
COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin
yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi
dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa
digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi
dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan
resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk
COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan
enzim yang penting untuk pembentukan
prostaglandin dalam melindungi saluran cerna
trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah
enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi
prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam
peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat
memberikan efek merugikan bagi lambung karena
adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang
menggunakan NSAID sehingga dilakukan
pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan
sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp
Gilman 2010)
Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik
NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka
waktu yang lama secara terus menerus seringkali
menimbulkan efek samping beberapa diantaranya
yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran
pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat
untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan
intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah
swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk
mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak
dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing
batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif
yang diambil masyarakat untuk meningkatkan
keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)
Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh
pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk
mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan
yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter
Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan
kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan
swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai
dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya
(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila
dilakukan secara tepat akan sangat membantu
masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter
Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan
obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi
Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu
yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko
efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006
Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang
jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi
lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga
kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut
untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada
pasien sehingga pasien dapat terhindar dari
penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan
obat yang salah (drug misuse) Masyarakat
cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu
zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan
pengetahuan masyarakat tentang informasi
penggunaan obat tersebut merupakan penyebab
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)
dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)
Pengetahuan merupakan hal penting yang
dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan
swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo
2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka
penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan
obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel
yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien
swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat
oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis
kefarmasian dalam melakukan pelayanan
swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien
yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa
1 METODE
Instrumen penelitian
Bahan dan sumber data dalam penelitian ini
adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur
kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada
pasien diluar responden penelitian Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan alat ukur
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
26
kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti
Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok
pertanyaan yaitu identitasresponden data
pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi
Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan
informasi dengan menyampaikan sejumlah
pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula
oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner
berbentuk Close Ended Question yang berisi 10
pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan
mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan
dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang
didapatkan
Prosedur Pelaksanaan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif observasional dengan pengumpulan data
secara prospektif melalui pendekatan cross sectional
dimana data yang menyangkut variabel terikat
dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan
(Notoatmodjo 2012)
Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa
Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian
dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016
Pengambilan sampel secara accidental dilakukan
dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau
tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks
penelitian(Notoatmodjo 2012)
Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan
rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan
10 Berdasarkan perhitungan diperoleh
jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria
inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-
laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan
keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan
membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian
dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk
mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf
Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa
dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan
rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p
(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid
sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji
reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang
diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari
syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel
sehingga dapat digunakan dalam penelitian
Analisis data
Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban
yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai
dengan metode penilaian kuesioner Setelah data
yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan
dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi
3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku
rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan
tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner
memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak
rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria
kerasionalan obat
Dilakukan pengolahan data yang sudah
terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu
analisis deskriptif untuk menggambarkan
karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel
yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan
diagram batang selanjutnya dilakukan analisis
statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp
Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan
atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan
masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor
sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat
pendidikan dan status pekerjaan)terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95
2 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien
terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah
perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan
rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien
(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas
(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status
pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien
(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar
4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku
swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong
rasional 7570
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan
Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720
Sedang ( 60-80 ) 27 3860
Buruk ( lt 60 ) 10 1425
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
27
Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat
pengetahuan responden tentang swamedikasi dan
obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak
Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori
baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan
sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27
pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak
10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien
keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tingkat pengetahuan responden tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup
dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat
rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam
tabel 2
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas
Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Perilaku Rasional 53 7570
Tidak rasional 17 2430
Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien
(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang
dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien
(2430)
Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang
obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku
konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak
rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat
tentang obat dan penggunaannya merupakan
penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam
swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan
tersebut juga menyebabkan rentannya pasien
mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat
sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang
tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian
informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)
Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan
aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan
pemborosan waktu dan pemborosan biaya
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif
COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat
pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-
sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1
diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap
perilaku swamedikasi yang rasional terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi
di Apotek Latansa Sidoarjo)
Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien
Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam
Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan
rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa
semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang
mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional
pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan
Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa
pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap
perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional
Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk
perilaku kesehatan yang pembentukannya
dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern
Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah
satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan
mengenai penggunaan obat yang mencukupi
dapatmembantu pasien untuk mendapatkan
pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional
serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan
dalam menggunakan obat
Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan
terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau
jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang
rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang
sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan
hal penting dalam swamedikasi pengetahuan
tersebut antara lain tentang mengenali gejala
penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari
penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket
dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan
efek samping yang ada (Depkes 2008)
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan
pasien dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
28
Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat
Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2
Dalam Swamedikasi
Tingkat
Pengetahuan Keterangan
Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0421gt 0050 Ho Diterima
Tingkat
Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak
Status
Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan
antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan
dengan tingkat pengetahuan pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap
tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor
tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan
pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)
Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat
pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula
pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan
menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan
kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi
termasuk informasi mengenai kesehatan
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang
menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih
banyak yang melakukan swamedikasi secara
rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya
tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak
membaca label pada kemasan obat sebelum
mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam
penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat
pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman
tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin membuat seseorang
lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan
obat
Hasil uji analisis statistik Chi Square
pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas
pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat
pada Tabel 5
Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon
Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak
Tingkat
Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima
Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara
jenis kelamin tingkat pendidikan dan status
pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan
pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)
Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan
tingkat pengetahuan pasien)
Usia menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia
mempengaruhi pemilihan obat pada pasien
Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang
tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan
obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan
fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi
penyakit yang menyebabkan rentan mengalami
masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan
dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk
2008)
4KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien
memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan
swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis
statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat
pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas
pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi
Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan
menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat
pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
29
pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor
sosiodemografi usia
1 SARAN
Disarankan untuk menunjang terlaksananya
pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya
dibuat poster atau brosur yang berisi informasi
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang
benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga
bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk
memberikan arahan dan edukasi kepada pasien
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi
untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang
rasional
2 DAFTAR PUSTAKA
1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas
terbatas Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Keputusan Menteri Kesehatan RI No
189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan
Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008
Materi pelatihan peningkatan pengetahuan
dan keterampilan memilih obat bagi tenaga
kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)
Jakarta Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan
Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada
Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun
2003Tesis
5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi
dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC
6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC
7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008
Perilaku pengobatan sendiri yang rasional
pada masyarakat Kecamatan Depok dan
Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah
Farmasi Indonesia 19(1) 32-40
8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian
kesehatan Jakarta Rineka Cipta
9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran
Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di
Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah
Ilmu Kefarmasian 1 102-115
10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola
Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara
Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di
Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan
11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh
penyuluhan obat menggunakan leaflet
terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga
kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219
12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat
yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan
sendiri keluhan demam sakit kepala batuk
dan flu (hasil analisis lanjut data Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001
Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69
13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007
Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-
Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan
Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi
hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
14 World health organization 2000 Guidlines for the
regulatory assesment of medical products for
use in self-medication Geneva World Health
Organization
15 World Self-Medication Industry (nd) About self
medication Februari 2 2012
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
30
Artikel Penelitian
Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam
Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)
Surahmaidah1)
dan Sarwoko Mangkoedihardjo2
1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
) Email fahida1619gmailcom
ABSTRAK
Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di
sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut
Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman
(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang
umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan
dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh
Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai
persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan
tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan
Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang
diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam
mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125
Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi
ABSTRACT
The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them
is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to
remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual
plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants
and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd
contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This
experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25
ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on
Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the
percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to
accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125
Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation
1 PENDAHULUAN
Logam berat merupakan sumber pencemar
lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat
toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]
Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya
disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan
limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]
Secara alamiah tanah mengandung logam berat
dan sebagian logam berat tersebut berperan penting
dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn
dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila
jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas
pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan
logam berat yang sangat toksik dan merupakan
pencemar utama dalam lingkungan dan sangat
beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel
and Kirkby 1987)
Salah satu logam berat toksik yang mencemari
tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd
mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun
Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem
tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan
logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah
masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]
Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih
perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa
mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida
bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd
digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
31
(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd
bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan
sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat
keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-
Cd pada baterai serta industri tekstil [2]
Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga
untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang
tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik
kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan
relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif
bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang
tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan
tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik
pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan
tumbuhan untuk menyerap mendegradasi
mentransformasi dan mengimobilisasi bahan
pencemar baik itu logam berat maupun senyawa
organik Metode ini mudah diaplikasikan murah
efisien dan ramah lingkungan [12]
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)
Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah
didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada
berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak
pagar umumnya digunakan sebagai tanaman
pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan
sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)
tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik
dalam menyerap logam nikel (Ni)
Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar
Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan
tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)
dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman
jarak pagar
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam
berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap
tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai
persentase reduksi tanah yang tercemar Cd
2 METODE PENELITIAN
21 Waktu Penelitian
Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2
bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan
jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses
remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar
dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair
Surabaya
22 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag
dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm
penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik
dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar
tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan
namun tetap mendapatkan sinar matahari dan
sirkulasi oksigen
Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan
dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm
dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar
(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah
daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam
nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades
23 Tahap-tahap Penelitian
231 Sampel Tanaman Jarak Pagar
Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk
mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh
dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar
pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor
dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor
untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman
tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali
pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah
232 Aklimatisasi Tanaman
Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman
jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman
tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman
yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu
dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat
dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk
diujikan
233 Pemberian Variasi Konsentrasi
Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd
terhadap media tanah taman yang berisi tanaman
jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan
adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm
Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
32
masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan
dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan
234 Parameter Uji
Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas
daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran
reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan
tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam
tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir
pengamatan)
3 PEMBAHASAN
31 Tahap Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur
penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya
tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir
percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak
pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna
hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan
untuk kemudian ditanam pada media tanah taman
yang mengandung Cd yang telah ditentukan
konsentrasinya
32 Analisis Parameter
321 Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman
yang sering digunakan sebagai indikator
pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1
didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15
ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman
dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm
Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non
esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk
meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon
pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat
pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya
sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan
322 Luas Daun
Luas daun digunakan sebagai parameter
pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk
menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti
pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7
luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574
cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami
penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027
cm2
Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan
Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd
pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi
tanaman dan mampu merusak kloroplas daun
sehingga luas daun mengalami penurunan Cd
berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan
nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka
klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit
Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil
fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi
penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang
tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun
Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman
Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm
Hari ke-0 21 21 24 21 21 22
Hari ke-7 211 21 241 212 213 221
Hari ke-14 213 211 243 212 213 223
Hari ke-21 213 211 243 212 213 223
Hari ke-28 214 211 245 215 215 224
Hari ke-35 215 211 246 216 216 225
Hari ke-42 215 211 247 217 217 225
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
33
Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd
Kode
Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)
hari
ke-0
hari
ke-7
hari
ke-14
hari
ke-21
hari
ke-28
hari
ke-35
hari
ke-42
5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673
15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176
25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341
35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118
45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253
323 Morfologi Daun
Selain penurunan luas daun Cd juga
menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi
tanaman yang diekspresikan dalam gangguan
pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis
(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun
yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis
(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan
daun yang tidak normal [10]
Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi
akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada
Gambar 3
Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak
Pagar
Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti
(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan
mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat
pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja
enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan
pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat
mengakibatkan kematian tanaman
324 Reduksi Cd dalam Tanah
Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap
2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-
28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar
rhizosfer tanaman
Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)
Cd hari
ke-0
hari
ke-14
hari
ke-28
Reduksi
(a)
Reduksi
(b)
5 ppm 6031 1067 073 82308 87896
15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178
25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517
35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796
45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509
Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk
monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak
sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui
kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi
tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh
(2005)
Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada
hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak
digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah
yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di
daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah
tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur
penelitian Ghosh and Singh (2005)
Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah
sebagai berikut
reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)
Kons Cd1
reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)
Kons Cd1
325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar
Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak
pagar dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
34
Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar
Cd Konsentrasi Cd
Pada Tanah
(Hari ke-42)
Pada
Tanaman
Akumulasi
5 ppm 1693 1236 7301
15 ppm 4799 6038 12582
25 ppm 9028 7939 8794
35 ppm 15128 7022 4642
45 ppm 14567 7929 5443
Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih
besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system
tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat
meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap
Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa
akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat
pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm
dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase
akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada
konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi
Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih
rendah
4 KESIMPULAN
1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh
terhadap tinggi tanaman dan luas daun
2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai
kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar
logam berat Cd
3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam
berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91
4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman
jarak pagar yaitu sebesar 46-125
DAFTAR PUSTAKA
1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical
Principles of Environmental Pollution 2nd
Edition Blackie Academic and Professional
Chapman amp Hall London
5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam
KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman
T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P
(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil
Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta
6 Kelly EB (1998) Phytoremediation
7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace
Elements in the Soil and Plants CRC Press
Boca Raton FL
8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic
Metals A Review of Biological Mechanisms J
Environmental Qual 31 109-120
9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in
bacterial community structure induced by
micorrhizal colonization in spot-root maize
Plant Soil 231 279-289
10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element
John Wiley amp Sons New York pp 1-292
11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and
anthropogenic emissions of trace metals to the
atmosphere Nature 279 409-411
12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)
PHYTOREMEDIATION Transformation and
Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc
USA
13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)
Review Cadmium Phytoextraction Present
State Biological Background and Research
Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95
2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi
Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press
Jakarta
3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on
Phytoremediation of Heavy Metals and
Utilization of Its Byproducts Applied Ecology
Environment Research 3(1) 1-8
4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis
Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama
Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
35
Artikel Penelitian
Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti
2) Tamara Gusti Ebtavanny
3
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya
3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya
perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)
Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat
menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan
yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan
kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel
dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa
kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel
mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah
18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh BPOM
Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri
ABSTRACT
Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic
treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in
the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in
the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No
HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams
cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number
BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield
requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a
registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method
used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis
using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury
more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels
from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn
035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the
market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream
1PENDAHULUAN
Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar
yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit
memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh
dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan
membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu
Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo
Surabaya)
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
36
pembentukan pigmen melanin untuk melindungi
kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi
sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat
menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan
berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang
ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari
kemerahan noda-noda hitam penuaan dini
kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk
mengatasi berbagai masalah kulit tersebut
diperlukan adanya perawatan menggunakan
kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan
yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian
luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah
menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena
penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan
terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik
pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan
pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up
meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan
tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan
sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang
lain mencegah penuaan dan secara umum
membantu seseorang lebih menikmati dan
menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono
dan Fatma Latifah 2014)
Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya
yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim
pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau
bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit
atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim
pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang
memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu
mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi
warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)
Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam
krim pemutih salah satunya adalah merkuri
Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum
yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg
dan termasuk dalam golongan logam berat dengan
bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri
merupakan salah satu bahan aktif yang sering
ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr
Retno IS Tranggono SpKK merkuri
direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit
karena berpotensi sebagai bahan pereduksi
(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih
terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri
dianggap dapat menghambat sintesis melamin
pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li
Wang and Hong Zhang 2011)
Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor
HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan
logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih
dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan
pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan
bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang
mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas
terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi
karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit
secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk
ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi
yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat
membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan
dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada
pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan
kerusakan permanen otak paru-paru ginjal
menggangu perkembangan janin serta dapat
menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada
sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor
insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi
abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di
dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik
yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI
2011 BPOM RI 2007)
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan
kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim
pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim
pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim
pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi
BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3
varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah produk dengan merk serta kemasan yang
sama namun pada pembelian toko kosmetik yang
berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian
ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC
Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan
harga terjangkau dan memiliki kemasan pot
2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan
rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga
bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa
kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi
Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di
Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong
gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas
saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur
50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
37
1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet
volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan
digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim
pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat
larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan
aquadest
1 Analisa Kualitatif
Pembuatan Larutan KI 05 N
Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL
dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL
serta dikocok hingga homogen
Pembuatan Larutan Aqua Regia
HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL
(perbandingan volume 3 I)
Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah
Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air
sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10
mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir
kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest
sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar
didinginkan dan disaring
Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna
Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes
larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui
dinding tabung reaksi Jika sampel positif
mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan
merah jingga
2 Analisa Kuantitatif
Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan
kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat
sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan
volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest
Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi
100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10
mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain
Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan
larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL
dan masukan ke dalam masing-masing labu takar
yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan
ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume
masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan
HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan
instrumen pengukur Spektrofotometer serapan
Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang
resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil
pengukuran larutan sampel
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa
krim pemutih yang dijual di pasar DTC
Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang
diambil secara acak dalam penelitian ini adalah
sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis
yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dengan merk A B C dan
memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D
E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian
Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
produk dengan merk serta kemasan yang sama
namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda
Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan
kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam
kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk
mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif
pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku
kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap
selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan
metode digesti basah dengan cara menguapkan
sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas
penangas air di dalam lemari asam sampai hampir
kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan
ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan
sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya
sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan
meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan
mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian
yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil
yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2
Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor
BPOM
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
38
Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor
BPOM
Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut
dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif
mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji
kuantitatif untuk mengetahui kadarnya
Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada
pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa
pengujian sampel tersebut adalah valid sampel
yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga
dilakukan pengujian yang diambil secara random
dan mengujikannya di Laboratorium MIPA
Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil
analisa kuantitatif
Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan
merkuri pada krim pemutih
Berdasarkan hasil data yang tertera pada table
3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki
nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri
dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi
BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil
kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1
adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk
varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil
tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi
batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah
Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia nomor HK03012307116662
tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis
merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1
mgL (1 ppm)
Berdasarkan hasil pengujian tersebut
membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim
pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar
melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan
produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi
batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi
maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor
registrasi yang tercantum dalam produk tersebut
dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian
nomor registrasi produk dengan izin edar melalui
website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan
kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6
sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)
yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak
terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih
lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan
bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam
daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di
pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM
dalam link database produk yang dibatalkan
Namun meskipun produk tersebut telah
dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih
beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk
sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada
database produk yang dibatalkan ternyata tidak
ditemukan nomor registrasi dari produk sampel
tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut
tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi
yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini
membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang
beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang
tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM
4 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut
1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk
kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
39
2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki
nomor registrasi BPOM yang beredar di
pasaran
3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang
beredar dipasaran memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji
kuantitatif menunjukkan adanya kandungan
merkuri yang cukup tinggi pada produk krim
pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn
035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar
18820 plusmn 028 mgkg
5 SARAN
2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih
berhati-hati dalam memilih produk kosmetika
khususnya krim pemutih Hindari memilih
produk yang tidak mencantumkan nomor
registrasi dari BPOM RI
3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali
produk yang mencantumkan nomor registrasi
melalui website resmi BPOM
(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui
kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi
dengan izin edar produk tersebut
4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan
ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau
menyengat serta menjanjikan hasil yang instan
dengan proses yang cepat
5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh
instansi terkait seperti BPOM untuk semua
produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga
keamanannya
6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
menggunakan produk yang lebih banyak dengan
area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih
representative
DAFTAR PUSTAKA
1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom
Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015
2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih
Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016
3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013
Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri
(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal
Menggunakan Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas
4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011
Peraturan Kepala Badan POM Republik
Indonesia Nomor HK0312307116662
Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik
httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015
5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada
Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya
6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical
Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016
7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014
Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium
Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih
Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1
8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi
Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan
Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183
Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In
Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo
11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015
12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian
Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas
G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada
Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT
Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis
Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih
Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta
17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis
Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta
18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian
Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik
Dengan Spektrofotometri Serapan
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
40
Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan
Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi
Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku
Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta
20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in
marketed cosmetics analytical survey in
Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
41
Artikel Penelitian
Prasetyo Handrianto1)
1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom
ABSTRAK
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat
tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah
jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi
yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali
pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data
zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu
sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi
(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
ABSTRACT
Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma
lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml
60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is
paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed
that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest
average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract
of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus
aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
1 PENDAHULUAN
Hidup sehat adalah harapan setiap orang
Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya
harga obat-obatan modern dan efek samping yang
mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat
ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam
(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai
melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso
2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat
tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru
sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar
300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan
tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang
telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi
sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur
Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai
sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma
lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21
spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001
dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur
Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah
dapat mencegah dan mengobati berbagai macam
penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk
menghambat atau membunuh virus HIV penyebab
AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)
Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan
sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis
ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi
yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme
dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan
pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri
Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang
relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya
ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
42
ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-
10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi
serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi
ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang
menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru
ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar
2012)
Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol
dapat menarik banyak senyawa aktif yang
terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum
sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan
untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data
tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut
untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak
jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan
menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat
bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan
metode difusi cakram kertas Penelitian ini
diharapkan bermanfaat sebagai terobosan
pengembangan produk baru di bidang farmasi
dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai
bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi
yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit
yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus
2 METODE
Bahan yang digunakan adalah jamur
Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient
Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang
diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media
Nutrient Agar kertas cakram aquadest
Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan
porselen alat rotavapor botol vial steril oven
pinset jarum ose autoclave tabung reaksi
inkubator cawan petri timbangan analitik pipet
volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok
tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor
21 Cara Kerja
Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi
10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut
etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan
untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk
jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses
kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi
ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu
40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai
memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering
dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan
dalam ruang LAF
Medium yang digunakan adalah medium
Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri
Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan
kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan
Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC
selama 24 jam Membuat media NA dengan
mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam
100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna
seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan
suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA
steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke
dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah
dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL
bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri
Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas
cakram dengan diameter 6 mm pada media agar
Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum
dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap
kertas cakram
Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20
microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml
Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening
yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah
1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian
dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya
22 Analisa Data
Data yang diperoleh pada metode difusi di
analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way
apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji
Duncan`s
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi
berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali
pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona
hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)
pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml
menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan
kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml
menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan
aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter
rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif
Hasil analisis menggunakan anova one way juga
menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur
lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
43
Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus
Replikasi Kontrol
Negatif
Konsentrasi (microgml)
20 40 60 80 100
1 - 67 87 115 132 172
2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184
4 - 63 86 118 144 174
5 - 70 89 115 139 190
6 - 65 86 108 136 181
7 - 66 79 111 140 186
Rata- Rata 66 87 1135 139 180
Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang
Aktif Aktif Sangat Aktif
Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa
faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya
yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi
teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan
cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)
Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak
yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode
ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode
soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol
Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi
merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk
memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu
karena aktivitas biologis tidak hilang saat
dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam
pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu
etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat
senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid
tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan
triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa
tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah
saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid
Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)
yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan
aktivitas sebagai antimikroba
Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk
2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba
yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan
sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau
kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa
intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin
sebagai antimikroba adalah menghambat enzim
reverse transkriptase dan DNA topoisomerase
sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk
Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba
adalah dengan membentuk senyawa kompleks
dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga
dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti
dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC
2005)
Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri
Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri
Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini
merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada
keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot
et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan
mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru
sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena
termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus
aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya
Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang
dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan
kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena
bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri
gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan
pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk
suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus
oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)
Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus
memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri
gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki
dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi
faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma
lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan
kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang
aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang
dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal
berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial
Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri
Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml
sebesar 9 mm
Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan
bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang
digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba
dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
44
dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi
bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu
adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan
cara ekstraksi lain
4 KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi
ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm
pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada
konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80
microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml
5 DAFTAR PUSTAKA
1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014
Antibacetrial Activity Of Various Extracts
From The Fruiting Bodies Of Ganoderma
lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)
Merr) Trunk International Journal Of Scientific
And Technology Research Vol3 issue 1
2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M
2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed
4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26
Jakarta EGC
3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA
2013 Biopharmaceutical Assessment of Active
Components of Deadaleopsis confragosa and
Ganoderma lucidum Journal of Medical
Microbiology
4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan
Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta
Penebar Swadaya
5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S
Williamson EM 2009 Farmakognosi dan
Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et
al Hal 118 Jakarta EGC
6 Indonesian Biotechnology Information Centre
(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari
Tanaman httpindobicorid Diakses pada
tanggal 3 Juni 2016
7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi
untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta
Rineka Cipta
8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial
Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of
Garlic Cinnamon and Tumeric Againts
Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis
dsm 3256 International Journal Of Applied
Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan
Vol3
9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella
thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-
37
10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji
antimikroba Curcuma spp Terhadap
Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi
Universitas Andalas Hal 1-7
11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda
2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-
18 Yogyakarta Graha Ilmu
12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman
Obat Jakarta Agro Media Pustaka
13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma
lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret
Surakarta
14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan
Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap
Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains
Kimia Vol10
15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-
vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of
Ganoderma lucidum International Journal of
Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466
16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of
Bacteriology Staphylococcus aureus
(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses
tanggal 11 September 2015
17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan
Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah
Bogor PT Penerbit IPB Press
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
11
subtipe 1 sehingga akan meningkatan persentase
angiotensin II untuk berikatan dengan reseptor
subtipe 2 yang akan memberi perlindungan terhadap
organ tubuh Terakhir dalam pembentukan
angiotensin II ada jalur lain ( pathway ) selain
melalui sistem RAAS sehingga sangat baik jika kita
menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptor
subtipe 1 sedangkan ACEI menghambat sintesis
angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan
vasokonstriksi poten[11 9]
2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat observasional cross
section dengan pengambilan data secara retrospektif
pada pengukuran tekanan darah selama periode
penelitian Bahan peneltian yang digunakan adalah
data rekam medis pasien dari Rumah Sakit X di
wilayah Surabaya Selatan periode Desember 2013 ndash
April 2014 dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya
Utara periode Januari 2015 ndash Mei 2015 Perhitungan
jumlah populasi terjangkau menggunakan rumus
Slovin Jumlah populasi pada penelitian ni adalah 57
pasien diagnosa Hipertensi terbagi dalam 3
kelompok terapi yaitu Terapi A adalah Candersartan
(19) terapi B adalah Valsartan (19) Terapi C adalah
Kalium Losartan (19) Aturan pemakaian dan dosis
yang digunakan pada terapi A adalah Candersartan 8
mg 3 kali sehari 1 tablet terapi B adalah Valsartan 80
mg 2 kali sehari 1 tablet dan terapi C adalah Kalium
Losartan 50 mg 1 kali sehari 1 tablet Pada penelitian
ini pasien selain mendapatkan obat antihipertensi
yang diteliti juga mendapatkan obat-obat
antidiabetes tetapi yang diamati pada penelitian ini
hanya obat antihipertensi saja (Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan)
Analisa data pada penelitian ini adalah
penurunan tekanan darah pre dan post selama terapi
Perhitungan penurunan tekanan darah dilakukan baik
pada tekanan darah sistolik pre-post dan tekanan
darah diastolik pre-post dalam 3 kelompok terapi
Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan
statistik One-Way Anova [4]
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh dari
pengukuran tekanan darah pada kelompok terapi A
B dan C dengan lama terapi 5 bulan (selama periode
penelitian) diperoleh data yang terlihat pada tabel
dibawah ini
Tabel 1 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok A (Candersartan)
Tabel 2 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok B (Valsartan)
No Urut
Pasien
Valsartan
SistolikPre Sistolik Post Sistolik ()
1 180 130 50 2778
2 190 150 40 2105
3 170 130 40 2353
4 180 130 50 2778
5 190 140 50 2632
6 170 130 40 2353
7 190 140 50 2632
8 190 130 60 3158
9 200 140 60 3000
10 170 140 30 1765
11 180 130 50 2778
12 150 130 20 1333
13 155 120 35 2258
14 175 130 45 2571
15 170 120 50 2941
16 185 120 65 3514
17 160 130 30 1875
18 170 140 30 1765
19 160 140 20 1250
Jumlah 815 45837
Rerata 4289 2412
No Urut
Pasien
Candesartan
Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()
1 160 130 30 1875
2 165 130 35 2121
3 160 130 30 1875
4 180 140 40 2222
5 170 140 30 1765
6 150 120 30 2000
7 165 140 25 1515
8 170 140 30 1765
9 170 130 40 2353
10 180 130 50 2778
11 190 140 50 2632
12 175 140 35 2000
13 185 140 45 2432
14 170 120 50 2941
15 190 140 50 2632
16 150 120 30 2000
17 150 130 20 1333
18 160 130 30 1875
19 165 130 35 2121
Jumlah 685 40360
Rerata 3605 2118
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
12
Tabel 3 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok C (Kalium Losartan)
No Urut
pasien Kalium Losartan
Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()
1 170 140 30 1765
2 160 130 30 1875
3 190 140 50 2632
4 170 140 30 1765
5 150 120 30 2000
6 170 140 30 1765
7 170 140 30 1765
8 170 130 40 2353
9 180 130 50 2778
10 200 140 60 3000
11 175 130 45 2571
12 185 140 45 2432
13 170 120 50 2941
14 190 140 50 2632
15 150 120 30 2000
16 150 130 20 1333
17 160 130 30 1875
18 170 130 40 2353
19 170 120 50 2941
Jumlah 42775
Rerata 2251
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 2
dan 3 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A
mengalami penurunan tekanan darah sistolik
2118 Kelompok terapi B mengalami penurunan
tekanan darah sistolik 2420 sedangkan kelompok
terapi C mengalami penurunan tekanan darah
sistolik 2251 Hasil penurunan tekanan darah
pada 3 kelompok terapi ini mempunyai nilai
penurunan tekanan darah sistolik yang hampir sama
tetapi kelompok terapi B yaitu kelompok Valsartan
mempunyai nilai penurunan tekanan darah sistolik
lebih tinggi yaitu 2420 atau tekanan darah
menurun 024 kali dari nilai tekanan darah sistolik
pre dibandingkan kelompok Kalium Losartan (022
kali) dan kelompok Candersartan (021 kali)
Tabel 4 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok A (Candersartan)
No Urut
Pasien
Candesartan
Diastolik
Pre
Diastolik
Post
Diastolik ()
1 95 80 15 1579
2 95 80 15 1579
3 100 80 20 2000
4 100 80 20 2000
5 100 85 15 1500
6 90 80 10 1111
7 90 80 10 1111
8 90 80 10 1111
9 95 80 15 1579
10 100 80 20 2000
11 100 85 15 1500
12 90 80 10 1111
13 90 85 5 556
14 90 80 10 1111
15 100 90 10 1000
16 90 80 10 1111
17 90 90 0 000
18 90 90 0 000
19 90 80 10 1111
Jumlah 220 23070
Rerata 1157 1214
Tabel 5 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok B (Valsartan)
No urut
Pasien
Valsartan
Diastolik
Pre
Diastolik
Post
Diastolik ()
1 100 90 10 1000
2 100 90 10 1000
3 95 80 15 1579
4 100 80 20 2000
5 100 80 20 2000
6 95 80 15 1579
7 95 80 15 1579
8 100 85 15 1500
9 100 90 10 1000
10 95 80 15 1579
11 95 80 15 1579
12 90 80 10 1111
13 90 80 10 1111
14 85 85 0 000
15 90 80 10 1111
16 90 80 10 1111
17 100 80 20 2000
18 100 80 20 2000
19 98 80 18 1837
Jumlah 240 26676
Rerata 1263 1404
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
13
Tabel 6 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok C (Kalium Losartan)
No Urut
Pasien
Kalium Losartan
Diastolik
pre Diastolik
post Diastolik ()
1 95 80 15 1579
2 90 80 10 1111
3 100 90 10 1000
4 100 90 10 1000
5 90 80 10 1111
6 85 80 5 588
7 90 80 10 1111
8 90 80 10 1111
9 95 80 15 1579
10 100 85 15 1500
11 90 80 10 1111
12 90 85 5 556
13 90 80 10 1111
14 100 90 10 1000
15 90 80 10 1111
16 90 85 5 556
17 90 80 10 1111
18 90 80 10 1111
19 100 85 15 1500
Jumlah 20857
Rerata 1098
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 5 dan
6 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A
mengalami penurunan tekanan darah diastolik
sebesar 1214 Kelompok terapi B mengalami
penurunan teakanan darah diastolik sebesar 1404
sedangkan kelompok terapi C mengalami penurunan
tekanan darah diastolik sebesar 1098 Hasil
penurunan tekanan darah pada 3 kelompok terapi ini
mempunyai nilai penurunan tekanan darah diastolik
yang hampir sama tetapi kelompok terapi B yaitu
kelompok Valsartan mempunyai nilai penurunan
tekanan darah diastolik lebih tinggi yaitu 1404
atau tekanan darah diastolik menurun 014 kali dari
nilai tekanan darah diastolik pre dibandingkan
kelompok B terapi Candersartan tekanan darah
diastolik hanya menurun 1214 (012 kali) dan
kelompok C terapi Kalium Losartan tekanan darah
diastolik menurun 1098 (011 kali)
Hasil dari pengukuran tekanan darah sistolik
dan diastolik pre-post dari ketiga kelompok terapi
obat antihipertensi golongan ARBrsquos tersebut
(Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan)
selanjutnya dilakukan analisis statistik
menggunakan uji two-way-anova
Berdasarkan hasil Analisa statistik untuk-
pengukuran homogenitas data diperoleh hasil bahwa
data terdistribusi homogen dengan p = 0000 lt α =
0005 Untuk hasil satistik terapi A (Candersartan)
terapi B (Valsartan) dan terapi C (Kalium Losartan)
terhadap pengukuran nilai Tekanan darah pre dan
post sistolik maupun diastolik diperoleh p = 0967 gt
α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang
bermakna dari ketiga kelompok terapi tersebut dalam
penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik
pada pasien hipertensi Hal ini berarti bahwa
efektifitas ketiga obat tersebut yaitu Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan dalam kontrol
penurunan tekanan darah pada pasien Hipertensi
mempunyai efektifitas yang sama Hasil Analisa
statistik dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini
Tabel 7 Hasil Analisa Statistik Kelompok Terapi A B
dan C dalam Perbandingan Penurunan Nilai
Tekanan Darah Pasien Hipertensi
Berdasarkan data dan Analisa statistik diatas ketiga
kelompok terapi tersebut menunjukkan penurunanan
tekanan darah sistolik maupun tekanan darah
diastolik selama periode penelitian berlangsung yaitu
selama 5 bulan pengobatan Candersartan Valsartan
dan Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi
golongan ARBrsquos yang mempunyai mekanisme kerja
pada Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)
yaitu menghambat selektif reseptor AT1 sehingga
terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak
terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron
dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus
efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air
akan menurun tekanan darah menjadi turun [13]
Untuk lebih jelasnya mekanisme kerja golongan
ARBrsquos dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Gambar 1 Mekanisme Kerja Obat Antihipertensi
Golongan ARBrsquos [13]
Source Type III Sum of Squares
df Mean
Square F Sig
Model 917562a 21 43693 61764 000 TD 098 2 049 070 933 NILAI 5562 17 327 462 967
Error 146438 207 707 Total 1064000 228
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
14
4 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pada pasien
hipertensi di Rumah Sakit X wilayah Surabaya
Selatan dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya
Utara yang terbagi dalam 3 kelompok terapi
pengobatan antihipertensi yaitu Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan menunjukkan bahwa
ketiga obat tersebut setelah dilakukan analisa
statistik mempunyai efektifiktas yang sama dalam
mengontrol penurunan tekanan darah pasien
hipertensi yaitu penurunan pada tekanan darah
sistolik dan diastolik Candersartan Valsartan dan
Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi
dengan golongan yang sama yaitu golongan
Angiotensin Receptor blockerrsquos dengan mekanisme
kerja menghambat selektif reseptor AT1 sehingga
terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak
terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron
dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus
efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan
air akan menurun dan tekanan darah menjadi turun [913]
DAFTAR PUSTAKA
1 Depkes ( 2006) Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Hipertensi Jakarta Departemen Kesehatan RI
2 Depkes (2007) Hipertensi Penyebab Utama Penyakit
Jantunghttp202155544indexphpoption=n
ewsamptask=viewarticleampsid=2621ampitemid =2(2 Januari 2015)
3 Dipiro JT Talbert RL Yee GC Matzke GR Wells BG Posey LM (2008) Hypertension in Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approach 7th edition Mc Grow-Hill Companies inc
4 Hidayat AAzis (2011) Metode Penelitian
Kesehatan Paradima Kuantitatif Edisi ke-2 Penerbit Healthy Books Publishing Surabaya
5 IkawatiZ JumianiS dan PutuIDPS (2008) Kajian
Keamanan Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DrSardjito Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 30mdash40
6 Joint National Committee (2003) The Seventh Report
of Joint National Committee on Prevention
Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
7 Kemenkes (2014) Pusat Data dan Info Kementerian Kesehatan Hipertensi Kemenkes Jakarta Selatan
8 Katzung Bertram G (2011) Farmakologi Dasar amp
Klinik Ed10 Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC
9 Nixon RM Muller E Lowy A Falvey H (2009)
Valsartan vs orther Angiotensin II Blockerrsquos
in the treatment of hypertension a meta-analytical approach The Internatinonal Journal of Clinical Practice 63 5 p 766 ndash 755 Blackwell Publishing doi 101111j1742-1241200902028x
10 Rahajeng Ekowati dan Sulistyowati Tuminah (2009)
Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Jakarta Majalah Kedokteran Indonesia 59 (12) p580-587
11Saseen JJ dan Maclaughlin EJ (2008) Hypertensionin Pharmacoterapy Handbook
7th ed New York The McGraw-Hill Companies Inc
12 Tjay Tan Hoan amp Kirana Rahardja (2007) Obat-
Obat Penting kasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya Ed 6 Jakarta PT Gramedia
13 Wuryaningsih Lucia (2010) Aksi Obat Basis Farmakologi Klinis 2 Surabaya Sandira
14 WHORegional Office for South- East
AsiaDepartment of Sustainable Development and Healthy Environments Non Communicable Disease Hypertension [internet]c (2011) [cited 2015 Januari 2] Available fromhttpwwwsearowhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
15
Artikel Penelitian
Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit
pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika
Periode Februari-Desember 2016
Acivrida Mega Charisma1)
1STIKES RS Anwar Medika
)Email acievridagmailcom
ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD
Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun
pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini
meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD
Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode
Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan
laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien
DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit
(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3
sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai
hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-
6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki
lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi
tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa
gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit
(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia
menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak
Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit
ABSTRACT
DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of
DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of
immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will
increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of
examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted
on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken
from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value
and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had
decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is
57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit
values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values
hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the
age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study
concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an
increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women
and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children
Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
16
1 PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di
Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian
Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan
dapat menyebabkan kematian karena penanganan
yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World
Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa
Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk
Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan
kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya
Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009
WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara
dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di
Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk
dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per
100000 penduduk)[3]
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan
DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun
2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000
penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014
yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]
Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada
pasien DBD merupakan bagian penting yang
menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan
diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan
penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu
adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai
hematokrit[5]
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia
dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran
jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada
penderita demam berdarah dengue
2 TINJAUAN PUSTAKA
Patofisiologi utama pada DBD yaitu
peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis
yang abnormalPermeabilitas vaskular yang
meningkat mengakibatkan kebocoran plasma
hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat
menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi
perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan
gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]
Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan
dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap
Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)
karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan
volume plasma darah misalnya pada kasus DBD
Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun
(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau
peningkatan kadar plasma darah seperti pada
anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang
berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki
nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam
sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi
trombositopenia akibat munculnya antibodi
terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi
yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini
pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah
trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan
acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue
primer atau sekunder[10]
Parameter laboratorium dalam menegakkan
diagnosis DBD adalah trombositopenia dan
hemokonsentrasi[10]
3 METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah analitik retrospektif
populasi penelitian adalah seluruh rekam medik
pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian
Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil
dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah
catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang
dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil
pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan
jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien
DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien
DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien
DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat
mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang
memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti
AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit
koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit
dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung
dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin
Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan
dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data
variabel memasukkan data dalam program SPSS
(Statistical Program for Social Science) serta
pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data
tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data
terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada
analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel
dengan menggunakan rumus Spearma
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
17
4 HASIL
Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik n
() meanplusmnSD
Jenis Kelamin
Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)
Rentang Usia (tahun)
95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)
12 - 17 43 (235)
18 ndash 20 15 (82)
Ket n = frekuensi
Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek
adalah laki-laki Lebih dari separuh responden
termasuk kelompok Usia anak-anak
Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD
Jumlah Trombosit n
(selmm3) ()
lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)
gt450000 0
Total 183 (100)
Ket n=frekuensi
Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar
sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal
Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD
Nilai Hematokrit n
() ()
Laki-laki Dewasa
lt40 2 (11)
40-48 12 (66)
gt48 4 (22)
Perempuan dewasa
lt37 7 (38)
37-43 3 (16)
gt43 2 (11)
Anak-anak lt= 15 tahun
- lt 33 34 (186)
33 - 38 52 (284)
gt38 67 (366)
183
Total (100)
Ket n = frekuensi
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal
5 PEMBAHASAN
Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan
usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun
dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia
terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain
itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD
terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun
dengan persentase 453 dan frekuensi terendah
adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan
persentase 82
Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan
dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun
2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi
penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan
dewasa muda[12]
Usia merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus
dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba
yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan
yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa
kebocoran plasma[13]
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin
didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih
banyak daripada perempuan dengan persentase
596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut
serupa dengan peneelitian lainnya yang
memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih
banyak dibandingkan perempuan seperti yang
dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang
menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih
banyak dari pada perempuan dengan persentase 60
laki-laki dan 40 perempuan[14]
Jumlah Trombosit Penderita DBD
Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah
trombosit di bawah normal (trombositopenia)
Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar
987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah
sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar
195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat
pada penelitian ini adalah 57000 selmm3
Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan
dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140
penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000
sel mm3[15]
Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun
2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan
perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit
antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya
disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif
dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
18
Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit
untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan
untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun
hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai
p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat
korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-
laki dan perempuan
Nilai Hematokrit Penderita DBD
Dari hasil penelitian 399 penderita DBD
yang mengalami hemokonsentrasi dan 235
penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang
mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366
Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan
tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit
pada penelitian ini adalah 377
Menurut WHO parameter laboratorium dalam
menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai
hematokrit serta trombositopenia Sementara itu
penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua
penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian
oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa
hanya 16 penderita DBD yang mengalami
peningkatan nilai hematokrit[17]
Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang
memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan
didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma
sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya
peningkatan nilai hematokrit saja namun juga
penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat
terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis
Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya
data rekam medis tentang terapi atau pengobatan
yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit
Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian
di India tentang parameter diagnosis DBD dalam
hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai
hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar
363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan
sensitifitas[18]
AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi
DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat
menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit
pada pasien DBD penting melakukan pemisahan
pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan
jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai
normal hematokrit
Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak
usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518
rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada
wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal
138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan
simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15
tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal
68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072
6 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa
1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai
hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan
nilai hematrokit (hemokonsentrasi)
2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD
menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki
lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan
perempuan sedangkan menurut golongan usia
menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling
rentan terhadap infeksi DBD
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat
disampaikan beberapa saran sebagai berikut
penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka
kematian pasien DBD dengan penambahan variabel
penelitian
DAFTAR PUSTAKA
1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward
(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap
jumlah trombosit pada penderita demam
berdarah
2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia
3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and
laboratory guidelines for dengue fever and
dengue haemorrhagic feverdengue shock
syndrome for health care providers Journal of
Pan American Health Organization 1-10
4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)
How to reduce your risk of dengue infection
[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia
dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue
5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test
and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-
Elseviar
6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil
Kesehatan Kabupaten Sidoarjo
7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN
Gupta P Dewan DK (2001) Hematological
observations as diagnostic markers in dengue
hemorrhagic fever-a reappraisal Indian
Pediatrics Journal 38 477-81
8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between
platelet count and hematocrit JACC Journals
39(6)1072-17
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
19
9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji
hematologi pasien terduga demam berdarah
dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal
of Clinical Pathology and Medical Laboratory
17(3) 139ndash42
10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ
Gent M (2011) Sex related differences in
platelet aggregation influence of the hematocrit
Blood Journal of American Society Hematology
56(1) 38-41
11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia
tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue 21-14
12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit
sebagai indikato dan sekunder Jurnal
Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6
13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]
(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL
HYPERLINK
httpwwwemedicinemedscapecom
14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta
ECG
15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah
dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5
Jakarta Interna Publishing
16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah
dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari
HI editor (penyunting) Demam Berdarah
Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam
berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI
editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue
Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil
pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara
Books
19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar
hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash
IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya
syok pada pasien demam berdarah dengue
(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11
20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi
penularan pencegahan amp pemberantasannya
Edisi ke-2 Jakarta Erlangga
21 World Health Organisation (2009) Dengue
hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23
April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK
http wwwwhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
20
Artikel Penelitian
Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di
Salah Satu Apotek di Surabaya
Ilil Maidatuz Zulfa1)
Fitria Dewi Yunitasari1
1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi
Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi
bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola
peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang
diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di
salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini
Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu
Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO
kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan
densitas penggunaan antibiotik
Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi
ABSTRACT
Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most
of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that
the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead
to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics
prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)
ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients
was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was
Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)
The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092
mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD
ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000
mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more
likely reflect the density of antibiotic usage
Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections
1 PENDAHULUAN
Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik
sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan
infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada
penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi
pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan
periodontal dapat ditangani dengan baik dengan
operasi dan higienisitas sehingga indikasi
penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi
sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan
dan penggunaan antibiotik yang irasional akan
berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek
merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]
World Health Organization (WHO) telah
menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat
yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical
(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD
diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu
obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien
dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter
pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed
Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis
rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
21
harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat
digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan
antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama
seperti apotek maupun rumah sakit [7]
2 METODE PENELITIAN
21 Jenis dan Kriteria Penelitian
Kajian observasional retrospektif tentang
penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross
sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien
dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi
spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di
Surabaya Jawa Timur
22 Analisis Data
Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan
lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan
Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD
(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan
Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai
PDD
Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio
PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem
ATCDDD
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
31 Distribusi Pasien
Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan
antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama
2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien
terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah
3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien
perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki
adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien
menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak
diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)
32 Distribusi Peresepan Antibiotik
Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk
infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan
rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian
antibiotik dalam penelitian ini adalah selama
512+083 hari
Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan
Usia
Jumlah
Pasien
Persentase
()
Jenis Kelamin
Perempuan Laki-laki
72 64
5294 4706
Total 136 10000
Usia (tahun)
Dewasa Muda (18-40)
Dewasa (41-65)
75
61
5515
4485
Total 136 10000
Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam
penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam
yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam
Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan
Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol
yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan
Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi
gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al
menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis
antara Penisilin V Amoksisilin atau
Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu
infeksi gigi Pilihan antibiotik yang
direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat
digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]
Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik
lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam
infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin
Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme
kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat
diberikan dengan perhatian pada pasien yang
menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin
dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan
Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan
Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan
memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga
tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain
antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan
antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam
infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang
membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan
penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi
Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk
infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar
terapi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
22
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
33 PDD Rata-rata Antibiotik
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100) (Tabel3)
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
DDD berdasarkan index ATCDDD WHO
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100)
Jenis Antibiotik Kekuatan
(mg)
Jumlah
Peresepan
()
Lama Pemberian
(hari)
Terpendek Terpanjang Rata-rata
Penisilin -Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
500 mg
500125 mg
70 (5072)
5 (362)
200 300
500 500
386 380
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
150 mg 300 mg 500 mg
14 (1015) 26 (1884)
8 (580)
200 200 333
500 750 500
389 657 433
Nitroimidazol Metronidazol
250 mg 500 mg
1 (073) 6 (434)
-
200
500 500
500 362
Makrolida
Eritromisin
500 mg
2 (145)
300
500
400
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
500 mg 500 mg
2 (145) 2 (145)
500
-
700 500
600 500
Sefalosporin Sefadroksil
500 mg
2 (145)
500
600
550
Total 138 (10000)
Jenis Antibiotik Kode
ATC
PDD (mgpasienhari)
DDD
(mgpasienhari)
Rasio
PDDDDD
Penisilin-Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
J01CA04
J01CR02
150925
136842
100000
100000
159
137
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
J01FF01 J01FF02
83521 150000
120000 180000
070 083
Nitroimidazol Metronidazol
P01AB01
125329
200000
063
Makrolida Eritromisin
J01FA01
150000
100000
150
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
J01MA12 J01MA01
50000 50000
50000
100000
100 050
Sefalosporin Sefadroksil
J01DB05
100000
200000
050
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
23
4 KESIMPULAN
Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien dalam penelitian ini adalah 102+012
antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian
antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang
paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu
sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik
dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali
Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat
Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD
tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator
penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter
yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan
keterpaparan pasien terhadap antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of
antimicrobial utilization in indoor ward of
surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727
2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)
Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306
3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation
between Defined Daily Doses (DDD) and
Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis
of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418
4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K
Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)
Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic
isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8
5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press
6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of
Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53
7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily
doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591
8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of
antibiotic prophylaxis in dental practice-
Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754
9 World Health Organization (WHO) (2003)
Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization
10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme
(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental
Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland
Amoksisilin Amoksisilin+A
sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil
WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000
PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000
0
500
1000
1500
2000
2500
mg
pasi
en
hari
Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
24
Artikel Penelitian
Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu
2)
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email ddipahayugmailcom
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi
(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian
kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara
variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi
yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh
dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan
swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji
statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp
sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95
Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2
ABSTRACT
This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective
COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of
sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and
rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the
sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with
statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have
significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages
showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2
in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of
this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents
have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a
significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95
Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And
COX
1PENDAHULUAN
Pengertian nyeri menurut International
Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu
perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman
yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan
aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di
bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap
stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri
dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat
luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)
Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50
masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang
dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp
Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas
Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug
Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
25
mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi
permasalahan umum pada kesehatan masyarakat
yang dapat diatasi dengan menggunakan obat
analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya
dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik
perifer yang penggunaannya berdasarkan skala
nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat
digunakan obat oral analgesik perifer misalnya
golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug
(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu
golongan obat yang bekerja dengan cara memblok
kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan
COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin
yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi
dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa
digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi
dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan
resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk
COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan
enzim yang penting untuk pembentukan
prostaglandin dalam melindungi saluran cerna
trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah
enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi
prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam
peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat
memberikan efek merugikan bagi lambung karena
adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang
menggunakan NSAID sehingga dilakukan
pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan
sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp
Gilman 2010)
Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik
NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka
waktu yang lama secara terus menerus seringkali
menimbulkan efek samping beberapa diantaranya
yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran
pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat
untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan
intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah
swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk
mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak
dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing
batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif
yang diambil masyarakat untuk meningkatkan
keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)
Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh
pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk
mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan
yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter
Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan
kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan
swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai
dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya
(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila
dilakukan secara tepat akan sangat membantu
masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter
Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan
obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi
Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu
yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko
efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006
Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang
jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi
lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga
kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut
untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada
pasien sehingga pasien dapat terhindar dari
penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan
obat yang salah (drug misuse) Masyarakat
cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu
zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan
pengetahuan masyarakat tentang informasi
penggunaan obat tersebut merupakan penyebab
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)
dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)
Pengetahuan merupakan hal penting yang
dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan
swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo
2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka
penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan
obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel
yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien
swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat
oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis
kefarmasian dalam melakukan pelayanan
swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien
yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa
1 METODE
Instrumen penelitian
Bahan dan sumber data dalam penelitian ini
adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur
kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada
pasien diluar responden penelitian Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan alat ukur
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
26
kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti
Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok
pertanyaan yaitu identitasresponden data
pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi
Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan
informasi dengan menyampaikan sejumlah
pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula
oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner
berbentuk Close Ended Question yang berisi 10
pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan
mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan
dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang
didapatkan
Prosedur Pelaksanaan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif observasional dengan pengumpulan data
secara prospektif melalui pendekatan cross sectional
dimana data yang menyangkut variabel terikat
dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan
(Notoatmodjo 2012)
Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa
Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian
dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016
Pengambilan sampel secara accidental dilakukan
dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau
tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks
penelitian(Notoatmodjo 2012)
Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan
rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan
10 Berdasarkan perhitungan diperoleh
jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria
inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-
laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan
keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan
membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian
dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk
mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf
Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa
dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan
rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p
(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid
sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji
reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang
diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari
syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel
sehingga dapat digunakan dalam penelitian
Analisis data
Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban
yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai
dengan metode penilaian kuesioner Setelah data
yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan
dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi
3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku
rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan
tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner
memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak
rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria
kerasionalan obat
Dilakukan pengolahan data yang sudah
terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu
analisis deskriptif untuk menggambarkan
karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel
yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan
diagram batang selanjutnya dilakukan analisis
statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp
Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan
atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan
masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor
sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat
pendidikan dan status pekerjaan)terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95
2 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien
terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah
perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan
rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien
(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas
(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status
pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien
(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar
4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku
swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong
rasional 7570
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan
Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720
Sedang ( 60-80 ) 27 3860
Buruk ( lt 60 ) 10 1425
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
27
Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat
pengetahuan responden tentang swamedikasi dan
obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak
Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori
baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan
sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27
pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak
10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien
keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tingkat pengetahuan responden tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup
dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat
rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam
tabel 2
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas
Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Perilaku Rasional 53 7570
Tidak rasional 17 2430
Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien
(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang
dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien
(2430)
Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang
obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku
konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak
rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat
tentang obat dan penggunaannya merupakan
penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam
swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan
tersebut juga menyebabkan rentannya pasien
mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat
sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang
tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian
informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)
Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan
aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan
pemborosan waktu dan pemborosan biaya
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif
COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat
pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-
sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1
diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap
perilaku swamedikasi yang rasional terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi
di Apotek Latansa Sidoarjo)
Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien
Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam
Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan
rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa
semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang
mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional
pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan
Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa
pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap
perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional
Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk
perilaku kesehatan yang pembentukannya
dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern
Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah
satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan
mengenai penggunaan obat yang mencukupi
dapatmembantu pasien untuk mendapatkan
pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional
serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan
dalam menggunakan obat
Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan
terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau
jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang
rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang
sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan
hal penting dalam swamedikasi pengetahuan
tersebut antara lain tentang mengenali gejala
penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari
penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket
dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan
efek samping yang ada (Depkes 2008)
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan
pasien dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
28
Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat
Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2
Dalam Swamedikasi
Tingkat
Pengetahuan Keterangan
Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0421gt 0050 Ho Diterima
Tingkat
Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak
Status
Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan
antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan
dengan tingkat pengetahuan pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap
tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor
tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan
pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)
Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat
pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula
pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan
menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan
kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi
termasuk informasi mengenai kesehatan
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang
menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih
banyak yang melakukan swamedikasi secara
rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya
tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak
membaca label pada kemasan obat sebelum
mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam
penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat
pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman
tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin membuat seseorang
lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan
obat
Hasil uji analisis statistik Chi Square
pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas
pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat
pada Tabel 5
Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon
Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak
Tingkat
Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima
Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara
jenis kelamin tingkat pendidikan dan status
pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan
pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)
Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan
tingkat pengetahuan pasien)
Usia menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia
mempengaruhi pemilihan obat pada pasien
Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang
tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan
obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan
fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi
penyakit yang menyebabkan rentan mengalami
masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan
dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk
2008)
4KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien
memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan
swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis
statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat
pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas
pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi
Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan
menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat
pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
29
pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor
sosiodemografi usia
1 SARAN
Disarankan untuk menunjang terlaksananya
pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya
dibuat poster atau brosur yang berisi informasi
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang
benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga
bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk
memberikan arahan dan edukasi kepada pasien
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi
untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang
rasional
2 DAFTAR PUSTAKA
1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas
terbatas Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Keputusan Menteri Kesehatan RI No
189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan
Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008
Materi pelatihan peningkatan pengetahuan
dan keterampilan memilih obat bagi tenaga
kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)
Jakarta Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan
Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada
Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun
2003Tesis
5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi
dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC
6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC
7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008
Perilaku pengobatan sendiri yang rasional
pada masyarakat Kecamatan Depok dan
Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah
Farmasi Indonesia 19(1) 32-40
8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian
kesehatan Jakarta Rineka Cipta
9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran
Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di
Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah
Ilmu Kefarmasian 1 102-115
10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola
Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara
Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di
Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan
11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh
penyuluhan obat menggunakan leaflet
terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga
kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219
12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat
yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan
sendiri keluhan demam sakit kepala batuk
dan flu (hasil analisis lanjut data Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001
Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69
13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007
Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-
Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan
Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi
hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
14 World health organization 2000 Guidlines for the
regulatory assesment of medical products for
use in self-medication Geneva World Health
Organization
15 World Self-Medication Industry (nd) About self
medication Februari 2 2012
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
30
Artikel Penelitian
Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam
Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)
Surahmaidah1)
dan Sarwoko Mangkoedihardjo2
1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
) Email fahida1619gmailcom
ABSTRAK
Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di
sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut
Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman
(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang
umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan
dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh
Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai
persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan
tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan
Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang
diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam
mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125
Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi
ABSTRACT
The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them
is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to
remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual
plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants
and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd
contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This
experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25
ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on
Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the
percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to
accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125
Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation
1 PENDAHULUAN
Logam berat merupakan sumber pencemar
lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat
toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]
Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya
disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan
limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]
Secara alamiah tanah mengandung logam berat
dan sebagian logam berat tersebut berperan penting
dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn
dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila
jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas
pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan
logam berat yang sangat toksik dan merupakan
pencemar utama dalam lingkungan dan sangat
beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel
and Kirkby 1987)
Salah satu logam berat toksik yang mencemari
tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd
mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun
Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem
tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan
logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah
masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]
Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih
perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa
mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida
bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd
digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
31
(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd
bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan
sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat
keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-
Cd pada baterai serta industri tekstil [2]
Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga
untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang
tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik
kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan
relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif
bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang
tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan
tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik
pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan
tumbuhan untuk menyerap mendegradasi
mentransformasi dan mengimobilisasi bahan
pencemar baik itu logam berat maupun senyawa
organik Metode ini mudah diaplikasikan murah
efisien dan ramah lingkungan [12]
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)
Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah
didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada
berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak
pagar umumnya digunakan sebagai tanaman
pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan
sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)
tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik
dalam menyerap logam nikel (Ni)
Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar
Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan
tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)
dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman
jarak pagar
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam
berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap
tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai
persentase reduksi tanah yang tercemar Cd
2 METODE PENELITIAN
21 Waktu Penelitian
Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2
bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan
jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses
remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar
dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair
Surabaya
22 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag
dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm
penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik
dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar
tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan
namun tetap mendapatkan sinar matahari dan
sirkulasi oksigen
Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan
dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm
dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar
(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah
daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam
nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades
23 Tahap-tahap Penelitian
231 Sampel Tanaman Jarak Pagar
Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk
mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh
dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar
pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor
dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor
untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman
tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali
pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah
232 Aklimatisasi Tanaman
Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman
jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman
tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman
yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu
dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat
dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk
diujikan
233 Pemberian Variasi Konsentrasi
Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd
terhadap media tanah taman yang berisi tanaman
jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan
adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm
Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
32
masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan
dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan
234 Parameter Uji
Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas
daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran
reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan
tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam
tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir
pengamatan)
3 PEMBAHASAN
31 Tahap Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur
penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya
tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir
percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak
pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna
hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan
untuk kemudian ditanam pada media tanah taman
yang mengandung Cd yang telah ditentukan
konsentrasinya
32 Analisis Parameter
321 Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman
yang sering digunakan sebagai indikator
pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1
didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15
ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman
dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm
Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non
esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk
meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon
pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat
pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya
sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan
322 Luas Daun
Luas daun digunakan sebagai parameter
pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk
menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti
pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7
luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574
cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami
penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027
cm2
Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan
Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd
pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi
tanaman dan mampu merusak kloroplas daun
sehingga luas daun mengalami penurunan Cd
berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan
nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka
klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit
Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil
fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi
penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang
tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun
Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman
Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm
Hari ke-0 21 21 24 21 21 22
Hari ke-7 211 21 241 212 213 221
Hari ke-14 213 211 243 212 213 223
Hari ke-21 213 211 243 212 213 223
Hari ke-28 214 211 245 215 215 224
Hari ke-35 215 211 246 216 216 225
Hari ke-42 215 211 247 217 217 225
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
33
Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd
Kode
Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)
hari
ke-0
hari
ke-7
hari
ke-14
hari
ke-21
hari
ke-28
hari
ke-35
hari
ke-42
5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673
15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176
25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341
35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118
45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253
323 Morfologi Daun
Selain penurunan luas daun Cd juga
menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi
tanaman yang diekspresikan dalam gangguan
pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis
(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun
yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis
(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan
daun yang tidak normal [10]
Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi
akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada
Gambar 3
Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak
Pagar
Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti
(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan
mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat
pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja
enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan
pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat
mengakibatkan kematian tanaman
324 Reduksi Cd dalam Tanah
Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap
2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-
28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar
rhizosfer tanaman
Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)
Cd hari
ke-0
hari
ke-14
hari
ke-28
Reduksi
(a)
Reduksi
(b)
5 ppm 6031 1067 073 82308 87896
15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178
25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517
35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796
45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509
Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk
monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak
sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui
kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi
tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh
(2005)
Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada
hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak
digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah
yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di
daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah
tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur
penelitian Ghosh and Singh (2005)
Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah
sebagai berikut
reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)
Kons Cd1
reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)
Kons Cd1
325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar
Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak
pagar dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
34
Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar
Cd Konsentrasi Cd
Pada Tanah
(Hari ke-42)
Pada
Tanaman
Akumulasi
5 ppm 1693 1236 7301
15 ppm 4799 6038 12582
25 ppm 9028 7939 8794
35 ppm 15128 7022 4642
45 ppm 14567 7929 5443
Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih
besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system
tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat
meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap
Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa
akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat
pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm
dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase
akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada
konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi
Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih
rendah
4 KESIMPULAN
1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh
terhadap tinggi tanaman dan luas daun
2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai
kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar
logam berat Cd
3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam
berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91
4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman
jarak pagar yaitu sebesar 46-125
DAFTAR PUSTAKA
1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical
Principles of Environmental Pollution 2nd
Edition Blackie Academic and Professional
Chapman amp Hall London
5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam
KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman
T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P
(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil
Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta
6 Kelly EB (1998) Phytoremediation
7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace
Elements in the Soil and Plants CRC Press
Boca Raton FL
8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic
Metals A Review of Biological Mechanisms J
Environmental Qual 31 109-120
9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in
bacterial community structure induced by
micorrhizal colonization in spot-root maize
Plant Soil 231 279-289
10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element
John Wiley amp Sons New York pp 1-292
11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and
anthropogenic emissions of trace metals to the
atmosphere Nature 279 409-411
12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)
PHYTOREMEDIATION Transformation and
Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc
USA
13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)
Review Cadmium Phytoextraction Present
State Biological Background and Research
Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95
2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi
Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press
Jakarta
3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on
Phytoremediation of Heavy Metals and
Utilization of Its Byproducts Applied Ecology
Environment Research 3(1) 1-8
4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis
Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama
Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
35
Artikel Penelitian
Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti
2) Tamara Gusti Ebtavanny
3
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya
3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya
perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)
Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat
menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan
yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan
kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel
dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa
kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel
mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah
18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh BPOM
Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri
ABSTRACT
Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic
treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in
the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in
the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No
HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams
cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number
BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield
requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a
registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method
used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis
using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury
more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels
from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn
035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the
market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream
1PENDAHULUAN
Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar
yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit
memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh
dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan
membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu
Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo
Surabaya)
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
36
pembentukan pigmen melanin untuk melindungi
kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi
sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat
menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan
berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang
ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari
kemerahan noda-noda hitam penuaan dini
kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk
mengatasi berbagai masalah kulit tersebut
diperlukan adanya perawatan menggunakan
kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan
yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian
luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah
menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena
penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan
terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik
pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan
pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up
meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan
tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan
sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang
lain mencegah penuaan dan secara umum
membantu seseorang lebih menikmati dan
menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono
dan Fatma Latifah 2014)
Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya
yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim
pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau
bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit
atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim
pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang
memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu
mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi
warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)
Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam
krim pemutih salah satunya adalah merkuri
Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum
yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg
dan termasuk dalam golongan logam berat dengan
bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri
merupakan salah satu bahan aktif yang sering
ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr
Retno IS Tranggono SpKK merkuri
direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit
karena berpotensi sebagai bahan pereduksi
(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih
terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri
dianggap dapat menghambat sintesis melamin
pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li
Wang and Hong Zhang 2011)
Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor
HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan
logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih
dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan
pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan
bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang
mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas
terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi
karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit
secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk
ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi
yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat
membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan
dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada
pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan
kerusakan permanen otak paru-paru ginjal
menggangu perkembangan janin serta dapat
menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada
sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor
insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi
abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di
dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik
yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI
2011 BPOM RI 2007)
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan
kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim
pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim
pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim
pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi
BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3
varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah produk dengan merk serta kemasan yang
sama namun pada pembelian toko kosmetik yang
berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian
ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC
Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan
harga terjangkau dan memiliki kemasan pot
2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan
rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga
bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa
kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi
Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di
Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong
gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas
saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur
50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
37
1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet
volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan
digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim
pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat
larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan
aquadest
1 Analisa Kualitatif
Pembuatan Larutan KI 05 N
Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL
dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL
serta dikocok hingga homogen
Pembuatan Larutan Aqua Regia
HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL
(perbandingan volume 3 I)
Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah
Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air
sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10
mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir
kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest
sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar
didinginkan dan disaring
Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna
Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes
larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui
dinding tabung reaksi Jika sampel positif
mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan
merah jingga
2 Analisa Kuantitatif
Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan
kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat
sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan
volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest
Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi
100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10
mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain
Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan
larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL
dan masukan ke dalam masing-masing labu takar
yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan
ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume
masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan
HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan
instrumen pengukur Spektrofotometer serapan
Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang
resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil
pengukuran larutan sampel
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa
krim pemutih yang dijual di pasar DTC
Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang
diambil secara acak dalam penelitian ini adalah
sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis
yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dengan merk A B C dan
memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D
E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian
Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
produk dengan merk serta kemasan yang sama
namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda
Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan
kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam
kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk
mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif
pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku
kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap
selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan
metode digesti basah dengan cara menguapkan
sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas
penangas air di dalam lemari asam sampai hampir
kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan
ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan
sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya
sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan
meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan
mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian
yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil
yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2
Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor
BPOM
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
38
Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor
BPOM
Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut
dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif
mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji
kuantitatif untuk mengetahui kadarnya
Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada
pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa
pengujian sampel tersebut adalah valid sampel
yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga
dilakukan pengujian yang diambil secara random
dan mengujikannya di Laboratorium MIPA
Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil
analisa kuantitatif
Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan
merkuri pada krim pemutih
Berdasarkan hasil data yang tertera pada table
3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki
nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri
dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi
BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil
kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1
adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk
varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil
tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi
batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah
Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia nomor HK03012307116662
tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis
merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1
mgL (1 ppm)
Berdasarkan hasil pengujian tersebut
membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim
pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar
melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan
produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi
batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi
maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor
registrasi yang tercantum dalam produk tersebut
dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian
nomor registrasi produk dengan izin edar melalui
website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan
kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6
sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)
yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak
terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih
lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan
bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam
daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di
pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM
dalam link database produk yang dibatalkan
Namun meskipun produk tersebut telah
dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih
beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk
sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada
database produk yang dibatalkan ternyata tidak
ditemukan nomor registrasi dari produk sampel
tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut
tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi
yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini
membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang
beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang
tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM
4 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut
1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk
kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
39
2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki
nomor registrasi BPOM yang beredar di
pasaran
3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang
beredar dipasaran memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji
kuantitatif menunjukkan adanya kandungan
merkuri yang cukup tinggi pada produk krim
pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn
035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar
18820 plusmn 028 mgkg
5 SARAN
2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih
berhati-hati dalam memilih produk kosmetika
khususnya krim pemutih Hindari memilih
produk yang tidak mencantumkan nomor
registrasi dari BPOM RI
3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali
produk yang mencantumkan nomor registrasi
melalui website resmi BPOM
(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui
kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi
dengan izin edar produk tersebut
4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan
ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau
menyengat serta menjanjikan hasil yang instan
dengan proses yang cepat
5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh
instansi terkait seperti BPOM untuk semua
produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga
keamanannya
6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
menggunakan produk yang lebih banyak dengan
area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih
representative
DAFTAR PUSTAKA
1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom
Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015
2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih
Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016
3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013
Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri
(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal
Menggunakan Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas
4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011
Peraturan Kepala Badan POM Republik
Indonesia Nomor HK0312307116662
Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik
httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015
5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada
Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya
6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical
Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016
7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014
Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium
Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih
Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1
8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi
Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan
Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183
Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In
Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo
11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015
12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian
Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas
G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada
Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT
Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis
Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih
Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta
17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis
Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta
18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian
Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik
Dengan Spektrofotometri Serapan
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
40
Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan
Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi
Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku
Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta
20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in
marketed cosmetics analytical survey in
Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
41
Artikel Penelitian
Prasetyo Handrianto1)
1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom
ABSTRAK
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat
tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah
jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi
yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali
pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data
zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu
sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi
(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
ABSTRACT
Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma
lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml
60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is
paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed
that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest
average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract
of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus
aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
1 PENDAHULUAN
Hidup sehat adalah harapan setiap orang
Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya
harga obat-obatan modern dan efek samping yang
mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat
ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam
(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai
melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso
2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat
tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru
sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar
300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan
tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang
telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi
sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur
Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai
sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma
lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21
spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001
dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur
Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah
dapat mencegah dan mengobati berbagai macam
penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk
menghambat atau membunuh virus HIV penyebab
AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)
Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan
sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis
ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi
yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme
dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan
pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri
Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang
relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya
ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
42
ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-
10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi
serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi
ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang
menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru
ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar
2012)
Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol
dapat menarik banyak senyawa aktif yang
terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum
sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan
untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data
tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut
untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak
jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan
menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat
bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan
metode difusi cakram kertas Penelitian ini
diharapkan bermanfaat sebagai terobosan
pengembangan produk baru di bidang farmasi
dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai
bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi
yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit
yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus
2 METODE
Bahan yang digunakan adalah jamur
Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient
Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang
diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media
Nutrient Agar kertas cakram aquadest
Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan
porselen alat rotavapor botol vial steril oven
pinset jarum ose autoclave tabung reaksi
inkubator cawan petri timbangan analitik pipet
volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok
tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor
21 Cara Kerja
Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi
10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut
etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan
untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk
jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses
kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi
ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu
40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai
memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering
dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan
dalam ruang LAF
Medium yang digunakan adalah medium
Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri
Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan
kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan
Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC
selama 24 jam Membuat media NA dengan
mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam
100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna
seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan
suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA
steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke
dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah
dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL
bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri
Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas
cakram dengan diameter 6 mm pada media agar
Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum
dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap
kertas cakram
Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20
microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml
Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening
yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah
1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian
dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya
22 Analisa Data
Data yang diperoleh pada metode difusi di
analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way
apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji
Duncan`s
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi
berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali
pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona
hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)
pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml
menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan
kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml
menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan
aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter
rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif
Hasil analisis menggunakan anova one way juga
menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur
lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
43
Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus
Replikasi Kontrol
Negatif
Konsentrasi (microgml)
20 40 60 80 100
1 - 67 87 115 132 172
2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184
4 - 63 86 118 144 174
5 - 70 89 115 139 190
6 - 65 86 108 136 181
7 - 66 79 111 140 186
Rata- Rata 66 87 1135 139 180
Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang
Aktif Aktif Sangat Aktif
Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa
faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya
yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi
teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan
cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)
Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak
yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode
ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode
soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol
Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi
merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk
memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu
karena aktivitas biologis tidak hilang saat
dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam
pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu
etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat
senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid
tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan
triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa
tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah
saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid
Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)
yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan
aktivitas sebagai antimikroba
Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk
2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba
yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan
sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau
kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa
intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin
sebagai antimikroba adalah menghambat enzim
reverse transkriptase dan DNA topoisomerase
sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk
Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba
adalah dengan membentuk senyawa kompleks
dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga
dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti
dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC
2005)
Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri
Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri
Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini
merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada
keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot
et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan
mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru
sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena
termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus
aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya
Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang
dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan
kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena
bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri
gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan
pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk
suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus
oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)
Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus
memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri
gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki
dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi
faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma
lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan
kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang
aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang
dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal
berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial
Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri
Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml
sebesar 9 mm
Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan
bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang
digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba
dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
44
dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi
bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu
adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan
cara ekstraksi lain
4 KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi
ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm
pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada
konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80
microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml
5 DAFTAR PUSTAKA
1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014
Antibacetrial Activity Of Various Extracts
From The Fruiting Bodies Of Ganoderma
lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)
Merr) Trunk International Journal Of Scientific
And Technology Research Vol3 issue 1
2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M
2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed
4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26
Jakarta EGC
3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA
2013 Biopharmaceutical Assessment of Active
Components of Deadaleopsis confragosa and
Ganoderma lucidum Journal of Medical
Microbiology
4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan
Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta
Penebar Swadaya
5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S
Williamson EM 2009 Farmakognosi dan
Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et
al Hal 118 Jakarta EGC
6 Indonesian Biotechnology Information Centre
(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari
Tanaman httpindobicorid Diakses pada
tanggal 3 Juni 2016
7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi
untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta
Rineka Cipta
8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial
Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of
Garlic Cinnamon and Tumeric Againts
Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis
dsm 3256 International Journal Of Applied
Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan
Vol3
9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella
thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-
37
10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji
antimikroba Curcuma spp Terhadap
Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi
Universitas Andalas Hal 1-7
11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda
2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-
18 Yogyakarta Graha Ilmu
12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman
Obat Jakarta Agro Media Pustaka
13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma
lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret
Surakarta
14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan
Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap
Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains
Kimia Vol10
15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-
vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of
Ganoderma lucidum International Journal of
Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466
16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of
Bacteriology Staphylococcus aureus
(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses
tanggal 11 September 2015
17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan
Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah
Bogor PT Penerbit IPB Press
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
12
Tabel 3 Data Tekanan Darah Sistolik pre-post
Kelompok C (Kalium Losartan)
No Urut
pasien Kalium Losartan
Sistolik Pre Sistolik Post Sistolik ()
1 170 140 30 1765
2 160 130 30 1875
3 190 140 50 2632
4 170 140 30 1765
5 150 120 30 2000
6 170 140 30 1765
7 170 140 30 1765
8 170 130 40 2353
9 180 130 50 2778
10 200 140 60 3000
11 175 130 45 2571
12 185 140 45 2432
13 170 120 50 2941
14 190 140 50 2632
15 150 120 30 2000
16 150 130 20 1333
17 160 130 30 1875
18 170 130 40 2353
19 170 120 50 2941
Jumlah 42775
Rerata 2251
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 2
dan 3 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A
mengalami penurunan tekanan darah sistolik
2118 Kelompok terapi B mengalami penurunan
tekanan darah sistolik 2420 sedangkan kelompok
terapi C mengalami penurunan tekanan darah
sistolik 2251 Hasil penurunan tekanan darah
pada 3 kelompok terapi ini mempunyai nilai
penurunan tekanan darah sistolik yang hampir sama
tetapi kelompok terapi B yaitu kelompok Valsartan
mempunyai nilai penurunan tekanan darah sistolik
lebih tinggi yaitu 2420 atau tekanan darah
menurun 024 kali dari nilai tekanan darah sistolik
pre dibandingkan kelompok Kalium Losartan (022
kali) dan kelompok Candersartan (021 kali)
Tabel 4 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok A (Candersartan)
No Urut
Pasien
Candesartan
Diastolik
Pre
Diastolik
Post
Diastolik ()
1 95 80 15 1579
2 95 80 15 1579
3 100 80 20 2000
4 100 80 20 2000
5 100 85 15 1500
6 90 80 10 1111
7 90 80 10 1111
8 90 80 10 1111
9 95 80 15 1579
10 100 80 20 2000
11 100 85 15 1500
12 90 80 10 1111
13 90 85 5 556
14 90 80 10 1111
15 100 90 10 1000
16 90 80 10 1111
17 90 90 0 000
18 90 90 0 000
19 90 80 10 1111
Jumlah 220 23070
Rerata 1157 1214
Tabel 5 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok B (Valsartan)
No urut
Pasien
Valsartan
Diastolik
Pre
Diastolik
Post
Diastolik ()
1 100 90 10 1000
2 100 90 10 1000
3 95 80 15 1579
4 100 80 20 2000
5 100 80 20 2000
6 95 80 15 1579
7 95 80 15 1579
8 100 85 15 1500
9 100 90 10 1000
10 95 80 15 1579
11 95 80 15 1579
12 90 80 10 1111
13 90 80 10 1111
14 85 85 0 000
15 90 80 10 1111
16 90 80 10 1111
17 100 80 20 2000
18 100 80 20 2000
19 98 80 18 1837
Jumlah 240 26676
Rerata 1263 1404
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
13
Tabel 6 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok C (Kalium Losartan)
No Urut
Pasien
Kalium Losartan
Diastolik
pre Diastolik
post Diastolik ()
1 95 80 15 1579
2 90 80 10 1111
3 100 90 10 1000
4 100 90 10 1000
5 90 80 10 1111
6 85 80 5 588
7 90 80 10 1111
8 90 80 10 1111
9 95 80 15 1579
10 100 85 15 1500
11 90 80 10 1111
12 90 85 5 556
13 90 80 10 1111
14 100 90 10 1000
15 90 80 10 1111
16 90 85 5 556
17 90 80 10 1111
18 90 80 10 1111
19 100 85 15 1500
Jumlah 20857
Rerata 1098
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 5 dan
6 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A
mengalami penurunan tekanan darah diastolik
sebesar 1214 Kelompok terapi B mengalami
penurunan teakanan darah diastolik sebesar 1404
sedangkan kelompok terapi C mengalami penurunan
tekanan darah diastolik sebesar 1098 Hasil
penurunan tekanan darah pada 3 kelompok terapi ini
mempunyai nilai penurunan tekanan darah diastolik
yang hampir sama tetapi kelompok terapi B yaitu
kelompok Valsartan mempunyai nilai penurunan
tekanan darah diastolik lebih tinggi yaitu 1404
atau tekanan darah diastolik menurun 014 kali dari
nilai tekanan darah diastolik pre dibandingkan
kelompok B terapi Candersartan tekanan darah
diastolik hanya menurun 1214 (012 kali) dan
kelompok C terapi Kalium Losartan tekanan darah
diastolik menurun 1098 (011 kali)
Hasil dari pengukuran tekanan darah sistolik
dan diastolik pre-post dari ketiga kelompok terapi
obat antihipertensi golongan ARBrsquos tersebut
(Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan)
selanjutnya dilakukan analisis statistik
menggunakan uji two-way-anova
Berdasarkan hasil Analisa statistik untuk-
pengukuran homogenitas data diperoleh hasil bahwa
data terdistribusi homogen dengan p = 0000 lt α =
0005 Untuk hasil satistik terapi A (Candersartan)
terapi B (Valsartan) dan terapi C (Kalium Losartan)
terhadap pengukuran nilai Tekanan darah pre dan
post sistolik maupun diastolik diperoleh p = 0967 gt
α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang
bermakna dari ketiga kelompok terapi tersebut dalam
penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik
pada pasien hipertensi Hal ini berarti bahwa
efektifitas ketiga obat tersebut yaitu Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan dalam kontrol
penurunan tekanan darah pada pasien Hipertensi
mempunyai efektifitas yang sama Hasil Analisa
statistik dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini
Tabel 7 Hasil Analisa Statistik Kelompok Terapi A B
dan C dalam Perbandingan Penurunan Nilai
Tekanan Darah Pasien Hipertensi
Berdasarkan data dan Analisa statistik diatas ketiga
kelompok terapi tersebut menunjukkan penurunanan
tekanan darah sistolik maupun tekanan darah
diastolik selama periode penelitian berlangsung yaitu
selama 5 bulan pengobatan Candersartan Valsartan
dan Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi
golongan ARBrsquos yang mempunyai mekanisme kerja
pada Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)
yaitu menghambat selektif reseptor AT1 sehingga
terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak
terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron
dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus
efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air
akan menurun tekanan darah menjadi turun [13]
Untuk lebih jelasnya mekanisme kerja golongan
ARBrsquos dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Gambar 1 Mekanisme Kerja Obat Antihipertensi
Golongan ARBrsquos [13]
Source Type III Sum of Squares
df Mean
Square F Sig
Model 917562a 21 43693 61764 000 TD 098 2 049 070 933 NILAI 5562 17 327 462 967
Error 146438 207 707 Total 1064000 228
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
14
4 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pada pasien
hipertensi di Rumah Sakit X wilayah Surabaya
Selatan dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya
Utara yang terbagi dalam 3 kelompok terapi
pengobatan antihipertensi yaitu Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan menunjukkan bahwa
ketiga obat tersebut setelah dilakukan analisa
statistik mempunyai efektifiktas yang sama dalam
mengontrol penurunan tekanan darah pasien
hipertensi yaitu penurunan pada tekanan darah
sistolik dan diastolik Candersartan Valsartan dan
Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi
dengan golongan yang sama yaitu golongan
Angiotensin Receptor blockerrsquos dengan mekanisme
kerja menghambat selektif reseptor AT1 sehingga
terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak
terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron
dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus
efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan
air akan menurun dan tekanan darah menjadi turun [913]
DAFTAR PUSTAKA
1 Depkes ( 2006) Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Hipertensi Jakarta Departemen Kesehatan RI
2 Depkes (2007) Hipertensi Penyebab Utama Penyakit
Jantunghttp202155544indexphpoption=n
ewsamptask=viewarticleampsid=2621ampitemid =2(2 Januari 2015)
3 Dipiro JT Talbert RL Yee GC Matzke GR Wells BG Posey LM (2008) Hypertension in Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approach 7th edition Mc Grow-Hill Companies inc
4 Hidayat AAzis (2011) Metode Penelitian
Kesehatan Paradima Kuantitatif Edisi ke-2 Penerbit Healthy Books Publishing Surabaya
5 IkawatiZ JumianiS dan PutuIDPS (2008) Kajian
Keamanan Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DrSardjito Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 30mdash40
6 Joint National Committee (2003) The Seventh Report
of Joint National Committee on Prevention
Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
7 Kemenkes (2014) Pusat Data dan Info Kementerian Kesehatan Hipertensi Kemenkes Jakarta Selatan
8 Katzung Bertram G (2011) Farmakologi Dasar amp
Klinik Ed10 Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC
9 Nixon RM Muller E Lowy A Falvey H (2009)
Valsartan vs orther Angiotensin II Blockerrsquos
in the treatment of hypertension a meta-analytical approach The Internatinonal Journal of Clinical Practice 63 5 p 766 ndash 755 Blackwell Publishing doi 101111j1742-1241200902028x
10 Rahajeng Ekowati dan Sulistyowati Tuminah (2009)
Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Jakarta Majalah Kedokteran Indonesia 59 (12) p580-587
11Saseen JJ dan Maclaughlin EJ (2008) Hypertensionin Pharmacoterapy Handbook
7th ed New York The McGraw-Hill Companies Inc
12 Tjay Tan Hoan amp Kirana Rahardja (2007) Obat-
Obat Penting kasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya Ed 6 Jakarta PT Gramedia
13 Wuryaningsih Lucia (2010) Aksi Obat Basis Farmakologi Klinis 2 Surabaya Sandira
14 WHORegional Office for South- East
AsiaDepartment of Sustainable Development and Healthy Environments Non Communicable Disease Hypertension [internet]c (2011) [cited 2015 Januari 2] Available fromhttpwwwsearowhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
15
Artikel Penelitian
Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit
pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika
Periode Februari-Desember 2016
Acivrida Mega Charisma1)
1STIKES RS Anwar Medika
)Email acievridagmailcom
ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD
Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun
pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini
meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD
Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode
Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan
laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien
DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit
(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3
sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai
hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-
6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki
lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi
tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa
gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit
(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia
menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak
Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit
ABSTRACT
DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of
DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of
immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will
increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of
examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted
on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken
from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value
and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had
decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is
57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit
values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values
hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the
age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study
concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an
increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women
and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children
Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
16
1 PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di
Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian
Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan
dapat menyebabkan kematian karena penanganan
yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World
Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa
Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk
Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan
kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya
Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009
WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara
dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di
Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk
dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per
100000 penduduk)[3]
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan
DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun
2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000
penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014
yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]
Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada
pasien DBD merupakan bagian penting yang
menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan
diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan
penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu
adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai
hematokrit[5]
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia
dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran
jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada
penderita demam berdarah dengue
2 TINJAUAN PUSTAKA
Patofisiologi utama pada DBD yaitu
peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis
yang abnormalPermeabilitas vaskular yang
meningkat mengakibatkan kebocoran plasma
hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat
menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi
perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan
gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]
Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan
dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap
Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)
karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan
volume plasma darah misalnya pada kasus DBD
Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun
(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau
peningkatan kadar plasma darah seperti pada
anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang
berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki
nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam
sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi
trombositopenia akibat munculnya antibodi
terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi
yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini
pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah
trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan
acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue
primer atau sekunder[10]
Parameter laboratorium dalam menegakkan
diagnosis DBD adalah trombositopenia dan
hemokonsentrasi[10]
3 METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah analitik retrospektif
populasi penelitian adalah seluruh rekam medik
pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian
Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil
dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah
catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang
dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil
pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan
jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien
DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien
DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien
DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat
mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang
memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti
AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit
koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit
dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung
dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin
Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan
dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data
variabel memasukkan data dalam program SPSS
(Statistical Program for Social Science) serta
pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data
tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data
terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada
analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel
dengan menggunakan rumus Spearma
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
17
4 HASIL
Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik n
() meanplusmnSD
Jenis Kelamin
Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)
Rentang Usia (tahun)
95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)
12 - 17 43 (235)
18 ndash 20 15 (82)
Ket n = frekuensi
Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek
adalah laki-laki Lebih dari separuh responden
termasuk kelompok Usia anak-anak
Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD
Jumlah Trombosit n
(selmm3) ()
lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)
gt450000 0
Total 183 (100)
Ket n=frekuensi
Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar
sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal
Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD
Nilai Hematokrit n
() ()
Laki-laki Dewasa
lt40 2 (11)
40-48 12 (66)
gt48 4 (22)
Perempuan dewasa
lt37 7 (38)
37-43 3 (16)
gt43 2 (11)
Anak-anak lt= 15 tahun
- lt 33 34 (186)
33 - 38 52 (284)
gt38 67 (366)
183
Total (100)
Ket n = frekuensi
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal
5 PEMBAHASAN
Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan
usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun
dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia
terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain
itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD
terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun
dengan persentase 453 dan frekuensi terendah
adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan
persentase 82
Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan
dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun
2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi
penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan
dewasa muda[12]
Usia merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus
dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba
yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan
yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa
kebocoran plasma[13]
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin
didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih
banyak daripada perempuan dengan persentase
596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut
serupa dengan peneelitian lainnya yang
memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih
banyak dibandingkan perempuan seperti yang
dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang
menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih
banyak dari pada perempuan dengan persentase 60
laki-laki dan 40 perempuan[14]
Jumlah Trombosit Penderita DBD
Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah
trombosit di bawah normal (trombositopenia)
Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar
987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah
sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar
195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat
pada penelitian ini adalah 57000 selmm3
Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan
dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140
penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000
sel mm3[15]
Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun
2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan
perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit
antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya
disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif
dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
18
Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit
untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan
untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun
hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai
p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat
korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-
laki dan perempuan
Nilai Hematokrit Penderita DBD
Dari hasil penelitian 399 penderita DBD
yang mengalami hemokonsentrasi dan 235
penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang
mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366
Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan
tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit
pada penelitian ini adalah 377
Menurut WHO parameter laboratorium dalam
menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai
hematokrit serta trombositopenia Sementara itu
penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua
penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian
oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa
hanya 16 penderita DBD yang mengalami
peningkatan nilai hematokrit[17]
Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang
memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan
didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma
sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya
peningkatan nilai hematokrit saja namun juga
penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat
terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis
Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya
data rekam medis tentang terapi atau pengobatan
yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit
Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian
di India tentang parameter diagnosis DBD dalam
hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai
hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar
363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan
sensitifitas[18]
AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi
DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat
menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit
pada pasien DBD penting melakukan pemisahan
pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan
jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai
normal hematokrit
Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak
usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518
rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada
wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal
138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan
simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15
tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal
68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072
6 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa
1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai
hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan
nilai hematrokit (hemokonsentrasi)
2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD
menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki
lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan
perempuan sedangkan menurut golongan usia
menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling
rentan terhadap infeksi DBD
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat
disampaikan beberapa saran sebagai berikut
penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka
kematian pasien DBD dengan penambahan variabel
penelitian
DAFTAR PUSTAKA
1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward
(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap
jumlah trombosit pada penderita demam
berdarah
2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia
3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and
laboratory guidelines for dengue fever and
dengue haemorrhagic feverdengue shock
syndrome for health care providers Journal of
Pan American Health Organization 1-10
4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)
How to reduce your risk of dengue infection
[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia
dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue
5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test
and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-
Elseviar
6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil
Kesehatan Kabupaten Sidoarjo
7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN
Gupta P Dewan DK (2001) Hematological
observations as diagnostic markers in dengue
hemorrhagic fever-a reappraisal Indian
Pediatrics Journal 38 477-81
8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between
platelet count and hematocrit JACC Journals
39(6)1072-17
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
19
9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji
hematologi pasien terduga demam berdarah
dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal
of Clinical Pathology and Medical Laboratory
17(3) 139ndash42
10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ
Gent M (2011) Sex related differences in
platelet aggregation influence of the hematocrit
Blood Journal of American Society Hematology
56(1) 38-41
11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia
tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue 21-14
12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit
sebagai indikato dan sekunder Jurnal
Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6
13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]
(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL
HYPERLINK
httpwwwemedicinemedscapecom
14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta
ECG
15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah
dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5
Jakarta Interna Publishing
16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah
dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari
HI editor (penyunting) Demam Berdarah
Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam
berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI
editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue
Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil
pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara
Books
19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar
hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash
IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya
syok pada pasien demam berdarah dengue
(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11
20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi
penularan pencegahan amp pemberantasannya
Edisi ke-2 Jakarta Erlangga
21 World Health Organisation (2009) Dengue
hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23
April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK
http wwwwhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
20
Artikel Penelitian
Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di
Salah Satu Apotek di Surabaya
Ilil Maidatuz Zulfa1)
Fitria Dewi Yunitasari1
1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi
Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi
bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola
peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang
diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di
salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini
Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu
Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO
kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan
densitas penggunaan antibiotik
Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi
ABSTRACT
Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most
of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that
the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead
to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics
prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)
ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients
was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was
Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)
The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092
mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD
ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000
mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more
likely reflect the density of antibiotic usage
Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections
1 PENDAHULUAN
Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik
sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan
infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada
penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi
pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan
periodontal dapat ditangani dengan baik dengan
operasi dan higienisitas sehingga indikasi
penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi
sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan
dan penggunaan antibiotik yang irasional akan
berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek
merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]
World Health Organization (WHO) telah
menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat
yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical
(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD
diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu
obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien
dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter
pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed
Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis
rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
21
harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat
digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan
antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama
seperti apotek maupun rumah sakit [7]
2 METODE PENELITIAN
21 Jenis dan Kriteria Penelitian
Kajian observasional retrospektif tentang
penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross
sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien
dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi
spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di
Surabaya Jawa Timur
22 Analisis Data
Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan
lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan
Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD
(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan
Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai
PDD
Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio
PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem
ATCDDD
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
31 Distribusi Pasien
Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan
antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama
2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien
terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah
3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien
perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki
adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien
menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak
diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)
32 Distribusi Peresepan Antibiotik
Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk
infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan
rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian
antibiotik dalam penelitian ini adalah selama
512+083 hari
Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan
Usia
Jumlah
Pasien
Persentase
()
Jenis Kelamin
Perempuan Laki-laki
72 64
5294 4706
Total 136 10000
Usia (tahun)
Dewasa Muda (18-40)
Dewasa (41-65)
75
61
5515
4485
Total 136 10000
Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam
penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam
yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam
Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan
Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol
yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan
Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi
gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al
menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis
antara Penisilin V Amoksisilin atau
Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu
infeksi gigi Pilihan antibiotik yang
direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat
digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]
Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik
lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam
infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin
Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme
kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat
diberikan dengan perhatian pada pasien yang
menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin
dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan
Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan
Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan
memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga
tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain
antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan
antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam
infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang
membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan
penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi
Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk
infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar
terapi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
22
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
33 PDD Rata-rata Antibiotik
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100) (Tabel3)
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
DDD berdasarkan index ATCDDD WHO
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100)
Jenis Antibiotik Kekuatan
(mg)
Jumlah
Peresepan
()
Lama Pemberian
(hari)
Terpendek Terpanjang Rata-rata
Penisilin -Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
500 mg
500125 mg
70 (5072)
5 (362)
200 300
500 500
386 380
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
150 mg 300 mg 500 mg
14 (1015) 26 (1884)
8 (580)
200 200 333
500 750 500
389 657 433
Nitroimidazol Metronidazol
250 mg 500 mg
1 (073) 6 (434)
-
200
500 500
500 362
Makrolida
Eritromisin
500 mg
2 (145)
300
500
400
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
500 mg 500 mg
2 (145) 2 (145)
500
-
700 500
600 500
Sefalosporin Sefadroksil
500 mg
2 (145)
500
600
550
Total 138 (10000)
Jenis Antibiotik Kode
ATC
PDD (mgpasienhari)
DDD
(mgpasienhari)
Rasio
PDDDDD
Penisilin-Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
J01CA04
J01CR02
150925
136842
100000
100000
159
137
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
J01FF01 J01FF02
83521 150000
120000 180000
070 083
Nitroimidazol Metronidazol
P01AB01
125329
200000
063
Makrolida Eritromisin
J01FA01
150000
100000
150
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
J01MA12 J01MA01
50000 50000
50000
100000
100 050
Sefalosporin Sefadroksil
J01DB05
100000
200000
050
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
23
4 KESIMPULAN
Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien dalam penelitian ini adalah 102+012
antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian
antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang
paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu
sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik
dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali
Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat
Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD
tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator
penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter
yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan
keterpaparan pasien terhadap antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of
antimicrobial utilization in indoor ward of
surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727
2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)
Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306
3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation
between Defined Daily Doses (DDD) and
Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis
of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418
4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K
Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)
Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic
isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8
5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press
6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of
Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53
7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily
doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591
8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of
antibiotic prophylaxis in dental practice-
Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754
9 World Health Organization (WHO) (2003)
Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization
10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme
(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental
Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland
Amoksisilin Amoksisilin+A
sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil
WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000
PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000
0
500
1000
1500
2000
2500
mg
pasi
en
hari
Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
24
Artikel Penelitian
Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu
2)
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email ddipahayugmailcom
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi
(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian
kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara
variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi
yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh
dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan
swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji
statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp
sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95
Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2
ABSTRACT
This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective
COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of
sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and
rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the
sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with
statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have
significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages
showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2
in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of
this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents
have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a
significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95
Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And
COX
1PENDAHULUAN
Pengertian nyeri menurut International
Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu
perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman
yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan
aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di
bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap
stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri
dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat
luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)
Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50
masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang
dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp
Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas
Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug
Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
25
mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi
permasalahan umum pada kesehatan masyarakat
yang dapat diatasi dengan menggunakan obat
analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya
dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik
perifer yang penggunaannya berdasarkan skala
nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat
digunakan obat oral analgesik perifer misalnya
golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug
(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu
golongan obat yang bekerja dengan cara memblok
kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan
COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin
yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi
dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa
digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi
dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan
resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk
COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan
enzim yang penting untuk pembentukan
prostaglandin dalam melindungi saluran cerna
trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah
enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi
prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam
peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat
memberikan efek merugikan bagi lambung karena
adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang
menggunakan NSAID sehingga dilakukan
pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan
sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp
Gilman 2010)
Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik
NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka
waktu yang lama secara terus menerus seringkali
menimbulkan efek samping beberapa diantaranya
yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran
pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat
untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan
intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah
swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk
mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak
dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing
batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif
yang diambil masyarakat untuk meningkatkan
keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)
Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh
pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk
mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan
yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter
Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan
kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan
swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai
dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya
(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila
dilakukan secara tepat akan sangat membantu
masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter
Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan
obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi
Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu
yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko
efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006
Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang
jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi
lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga
kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut
untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada
pasien sehingga pasien dapat terhindar dari
penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan
obat yang salah (drug misuse) Masyarakat
cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu
zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan
pengetahuan masyarakat tentang informasi
penggunaan obat tersebut merupakan penyebab
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)
dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)
Pengetahuan merupakan hal penting yang
dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan
swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo
2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka
penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan
obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel
yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien
swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat
oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis
kefarmasian dalam melakukan pelayanan
swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien
yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa
1 METODE
Instrumen penelitian
Bahan dan sumber data dalam penelitian ini
adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur
kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada
pasien diluar responden penelitian Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan alat ukur
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
26
kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti
Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok
pertanyaan yaitu identitasresponden data
pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi
Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan
informasi dengan menyampaikan sejumlah
pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula
oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner
berbentuk Close Ended Question yang berisi 10
pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan
mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan
dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang
didapatkan
Prosedur Pelaksanaan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif observasional dengan pengumpulan data
secara prospektif melalui pendekatan cross sectional
dimana data yang menyangkut variabel terikat
dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan
(Notoatmodjo 2012)
Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa
Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian
dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016
Pengambilan sampel secara accidental dilakukan
dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau
tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks
penelitian(Notoatmodjo 2012)
Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan
rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan
10 Berdasarkan perhitungan diperoleh
jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria
inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-
laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan
keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan
membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian
dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk
mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf
Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa
dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan
rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p
(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid
sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji
reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang
diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari
syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel
sehingga dapat digunakan dalam penelitian
Analisis data
Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban
yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai
dengan metode penilaian kuesioner Setelah data
yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan
dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi
3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku
rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan
tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner
memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak
rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria
kerasionalan obat
Dilakukan pengolahan data yang sudah
terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu
analisis deskriptif untuk menggambarkan
karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel
yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan
diagram batang selanjutnya dilakukan analisis
statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp
Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan
atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan
masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor
sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat
pendidikan dan status pekerjaan)terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95
2 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien
terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah
perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan
rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien
(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas
(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status
pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien
(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar
4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku
swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong
rasional 7570
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan
Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720
Sedang ( 60-80 ) 27 3860
Buruk ( lt 60 ) 10 1425
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
27
Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat
pengetahuan responden tentang swamedikasi dan
obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak
Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori
baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan
sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27
pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak
10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien
keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tingkat pengetahuan responden tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup
dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat
rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam
tabel 2
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas
Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Perilaku Rasional 53 7570
Tidak rasional 17 2430
Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien
(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang
dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien
(2430)
Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang
obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku
konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak
rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat
tentang obat dan penggunaannya merupakan
penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam
swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan
tersebut juga menyebabkan rentannya pasien
mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat
sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang
tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian
informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)
Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan
aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan
pemborosan waktu dan pemborosan biaya
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif
COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat
pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-
sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1
diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap
perilaku swamedikasi yang rasional terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi
di Apotek Latansa Sidoarjo)
Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien
Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam
Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan
rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa
semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang
mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional
pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan
Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa
pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap
perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional
Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk
perilaku kesehatan yang pembentukannya
dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern
Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah
satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan
mengenai penggunaan obat yang mencukupi
dapatmembantu pasien untuk mendapatkan
pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional
serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan
dalam menggunakan obat
Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan
terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau
jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang
rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang
sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan
hal penting dalam swamedikasi pengetahuan
tersebut antara lain tentang mengenali gejala
penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari
penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket
dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan
efek samping yang ada (Depkes 2008)
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan
pasien dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
28
Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat
Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2
Dalam Swamedikasi
Tingkat
Pengetahuan Keterangan
Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0421gt 0050 Ho Diterima
Tingkat
Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak
Status
Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan
antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan
dengan tingkat pengetahuan pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap
tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor
tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan
pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)
Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat
pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula
pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan
menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan
kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi
termasuk informasi mengenai kesehatan
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang
menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih
banyak yang melakukan swamedikasi secara
rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya
tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak
membaca label pada kemasan obat sebelum
mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam
penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat
pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman
tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin membuat seseorang
lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan
obat
Hasil uji analisis statistik Chi Square
pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas
pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat
pada Tabel 5
Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon
Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak
Tingkat
Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima
Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara
jenis kelamin tingkat pendidikan dan status
pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan
pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)
Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan
tingkat pengetahuan pasien)
Usia menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia
mempengaruhi pemilihan obat pada pasien
Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang
tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan
obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan
fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi
penyakit yang menyebabkan rentan mengalami
masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan
dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk
2008)
4KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien
memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan
swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis
statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat
pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas
pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi
Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan
menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat
pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
29
pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor
sosiodemografi usia
1 SARAN
Disarankan untuk menunjang terlaksananya
pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya
dibuat poster atau brosur yang berisi informasi
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang
benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga
bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk
memberikan arahan dan edukasi kepada pasien
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi
untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang
rasional
2 DAFTAR PUSTAKA
1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas
terbatas Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Keputusan Menteri Kesehatan RI No
189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan
Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008
Materi pelatihan peningkatan pengetahuan
dan keterampilan memilih obat bagi tenaga
kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)
Jakarta Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan
Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada
Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun
2003Tesis
5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi
dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC
6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC
7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008
Perilaku pengobatan sendiri yang rasional
pada masyarakat Kecamatan Depok dan
Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah
Farmasi Indonesia 19(1) 32-40
8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian
kesehatan Jakarta Rineka Cipta
9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran
Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di
Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah
Ilmu Kefarmasian 1 102-115
10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola
Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara
Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di
Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan
11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh
penyuluhan obat menggunakan leaflet
terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga
kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219
12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat
yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan
sendiri keluhan demam sakit kepala batuk
dan flu (hasil analisis lanjut data Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001
Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69
13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007
Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-
Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan
Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi
hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
14 World health organization 2000 Guidlines for the
regulatory assesment of medical products for
use in self-medication Geneva World Health
Organization
15 World Self-Medication Industry (nd) About self
medication Februari 2 2012
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
30
Artikel Penelitian
Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam
Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)
Surahmaidah1)
dan Sarwoko Mangkoedihardjo2
1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
) Email fahida1619gmailcom
ABSTRAK
Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di
sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut
Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman
(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang
umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan
dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh
Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai
persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan
tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan
Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang
diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam
mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125
Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi
ABSTRACT
The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them
is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to
remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual
plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants
and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd
contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This
experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25
ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on
Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the
percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to
accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125
Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation
1 PENDAHULUAN
Logam berat merupakan sumber pencemar
lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat
toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]
Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya
disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan
limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]
Secara alamiah tanah mengandung logam berat
dan sebagian logam berat tersebut berperan penting
dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn
dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila
jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas
pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan
logam berat yang sangat toksik dan merupakan
pencemar utama dalam lingkungan dan sangat
beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel
and Kirkby 1987)
Salah satu logam berat toksik yang mencemari
tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd
mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun
Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem
tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan
logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah
masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]
Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih
perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa
mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida
bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd
digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
31
(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd
bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan
sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat
keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-
Cd pada baterai serta industri tekstil [2]
Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga
untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang
tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik
kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan
relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif
bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang
tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan
tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik
pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan
tumbuhan untuk menyerap mendegradasi
mentransformasi dan mengimobilisasi bahan
pencemar baik itu logam berat maupun senyawa
organik Metode ini mudah diaplikasikan murah
efisien dan ramah lingkungan [12]
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)
Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah
didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada
berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak
pagar umumnya digunakan sebagai tanaman
pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan
sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)
tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik
dalam menyerap logam nikel (Ni)
Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar
Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan
tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)
dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman
jarak pagar
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam
berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap
tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai
persentase reduksi tanah yang tercemar Cd
2 METODE PENELITIAN
21 Waktu Penelitian
Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2
bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan
jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses
remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar
dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair
Surabaya
22 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag
dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm
penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik
dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar
tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan
namun tetap mendapatkan sinar matahari dan
sirkulasi oksigen
Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan
dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm
dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar
(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah
daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam
nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades
23 Tahap-tahap Penelitian
231 Sampel Tanaman Jarak Pagar
Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk
mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh
dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar
pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor
dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor
untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman
tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali
pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah
232 Aklimatisasi Tanaman
Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman
jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman
tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman
yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu
dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat
dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk
diujikan
233 Pemberian Variasi Konsentrasi
Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd
terhadap media tanah taman yang berisi tanaman
jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan
adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm
Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
32
masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan
dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan
234 Parameter Uji
Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas
daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran
reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan
tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam
tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir
pengamatan)
3 PEMBAHASAN
31 Tahap Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur
penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya
tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir
percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak
pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna
hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan
untuk kemudian ditanam pada media tanah taman
yang mengandung Cd yang telah ditentukan
konsentrasinya
32 Analisis Parameter
321 Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman
yang sering digunakan sebagai indikator
pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1
didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15
ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman
dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm
Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non
esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk
meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon
pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat
pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya
sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan
322 Luas Daun
Luas daun digunakan sebagai parameter
pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk
menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti
pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7
luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574
cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami
penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027
cm2
Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan
Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd
pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi
tanaman dan mampu merusak kloroplas daun
sehingga luas daun mengalami penurunan Cd
berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan
nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka
klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit
Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil
fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi
penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang
tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun
Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman
Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm
Hari ke-0 21 21 24 21 21 22
Hari ke-7 211 21 241 212 213 221
Hari ke-14 213 211 243 212 213 223
Hari ke-21 213 211 243 212 213 223
Hari ke-28 214 211 245 215 215 224
Hari ke-35 215 211 246 216 216 225
Hari ke-42 215 211 247 217 217 225
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
33
Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd
Kode
Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)
hari
ke-0
hari
ke-7
hari
ke-14
hari
ke-21
hari
ke-28
hari
ke-35
hari
ke-42
5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673
15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176
25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341
35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118
45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253
323 Morfologi Daun
Selain penurunan luas daun Cd juga
menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi
tanaman yang diekspresikan dalam gangguan
pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis
(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun
yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis
(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan
daun yang tidak normal [10]
Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi
akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada
Gambar 3
Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak
Pagar
Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti
(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan
mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat
pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja
enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan
pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat
mengakibatkan kematian tanaman
324 Reduksi Cd dalam Tanah
Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap
2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-
28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar
rhizosfer tanaman
Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)
Cd hari
ke-0
hari
ke-14
hari
ke-28
Reduksi
(a)
Reduksi
(b)
5 ppm 6031 1067 073 82308 87896
15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178
25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517
35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796
45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509
Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk
monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak
sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui
kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi
tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh
(2005)
Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada
hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak
digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah
yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di
daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah
tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur
penelitian Ghosh and Singh (2005)
Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah
sebagai berikut
reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)
Kons Cd1
reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)
Kons Cd1
325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar
Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak
pagar dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
34
Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar
Cd Konsentrasi Cd
Pada Tanah
(Hari ke-42)
Pada
Tanaman
Akumulasi
5 ppm 1693 1236 7301
15 ppm 4799 6038 12582
25 ppm 9028 7939 8794
35 ppm 15128 7022 4642
45 ppm 14567 7929 5443
Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih
besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system
tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat
meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap
Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa
akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat
pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm
dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase
akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada
konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi
Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih
rendah
4 KESIMPULAN
1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh
terhadap tinggi tanaman dan luas daun
2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai
kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar
logam berat Cd
3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam
berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91
4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman
jarak pagar yaitu sebesar 46-125
DAFTAR PUSTAKA
1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical
Principles of Environmental Pollution 2nd
Edition Blackie Academic and Professional
Chapman amp Hall London
5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam
KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman
T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P
(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil
Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta
6 Kelly EB (1998) Phytoremediation
7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace
Elements in the Soil and Plants CRC Press
Boca Raton FL
8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic
Metals A Review of Biological Mechanisms J
Environmental Qual 31 109-120
9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in
bacterial community structure induced by
micorrhizal colonization in spot-root maize
Plant Soil 231 279-289
10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element
John Wiley amp Sons New York pp 1-292
11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and
anthropogenic emissions of trace metals to the
atmosphere Nature 279 409-411
12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)
PHYTOREMEDIATION Transformation and
Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc
USA
13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)
Review Cadmium Phytoextraction Present
State Biological Background and Research
Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95
2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi
Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press
Jakarta
3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on
Phytoremediation of Heavy Metals and
Utilization of Its Byproducts Applied Ecology
Environment Research 3(1) 1-8
4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis
Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama
Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
35
Artikel Penelitian
Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti
2) Tamara Gusti Ebtavanny
3
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya
3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya
perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)
Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat
menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan
yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan
kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel
dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa
kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel
mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah
18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh BPOM
Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri
ABSTRACT
Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic
treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in
the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in
the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No
HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams
cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number
BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield
requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a
registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method
used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis
using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury
more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels
from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn
035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the
market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream
1PENDAHULUAN
Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar
yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit
memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh
dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan
membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu
Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo
Surabaya)
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
36
pembentukan pigmen melanin untuk melindungi
kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi
sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat
menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan
berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang
ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari
kemerahan noda-noda hitam penuaan dini
kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk
mengatasi berbagai masalah kulit tersebut
diperlukan adanya perawatan menggunakan
kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan
yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian
luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah
menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena
penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan
terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik
pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan
pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up
meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan
tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan
sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang
lain mencegah penuaan dan secara umum
membantu seseorang lebih menikmati dan
menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono
dan Fatma Latifah 2014)
Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya
yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim
pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau
bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit
atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim
pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang
memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu
mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi
warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)
Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam
krim pemutih salah satunya adalah merkuri
Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum
yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg
dan termasuk dalam golongan logam berat dengan
bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri
merupakan salah satu bahan aktif yang sering
ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr
Retno IS Tranggono SpKK merkuri
direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit
karena berpotensi sebagai bahan pereduksi
(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih
terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri
dianggap dapat menghambat sintesis melamin
pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li
Wang and Hong Zhang 2011)
Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor
HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan
logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih
dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan
pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan
bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang
mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas
terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi
karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit
secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk
ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi
yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat
membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan
dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada
pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan
kerusakan permanen otak paru-paru ginjal
menggangu perkembangan janin serta dapat
menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada
sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor
insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi
abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di
dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik
yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI
2011 BPOM RI 2007)
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan
kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim
pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim
pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim
pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi
BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3
varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah produk dengan merk serta kemasan yang
sama namun pada pembelian toko kosmetik yang
berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian
ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC
Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan
harga terjangkau dan memiliki kemasan pot
2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan
rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga
bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa
kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi
Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di
Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong
gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas
saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur
50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
37
1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet
volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan
digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim
pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat
larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan
aquadest
1 Analisa Kualitatif
Pembuatan Larutan KI 05 N
Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL
dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL
serta dikocok hingga homogen
Pembuatan Larutan Aqua Regia
HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL
(perbandingan volume 3 I)
Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah
Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air
sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10
mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir
kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest
sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar
didinginkan dan disaring
Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna
Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes
larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui
dinding tabung reaksi Jika sampel positif
mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan
merah jingga
2 Analisa Kuantitatif
Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan
kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat
sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan
volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest
Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi
100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10
mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain
Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan
larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL
dan masukan ke dalam masing-masing labu takar
yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan
ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume
masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan
HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan
instrumen pengukur Spektrofotometer serapan
Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang
resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil
pengukuran larutan sampel
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa
krim pemutih yang dijual di pasar DTC
Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang
diambil secara acak dalam penelitian ini adalah
sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis
yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dengan merk A B C dan
memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D
E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian
Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
produk dengan merk serta kemasan yang sama
namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda
Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan
kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam
kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk
mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif
pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku
kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap
selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan
metode digesti basah dengan cara menguapkan
sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas
penangas air di dalam lemari asam sampai hampir
kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan
ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan
sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya
sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan
meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan
mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian
yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil
yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2
Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor
BPOM
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
38
Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor
BPOM
Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut
dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif
mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji
kuantitatif untuk mengetahui kadarnya
Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada
pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa
pengujian sampel tersebut adalah valid sampel
yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga
dilakukan pengujian yang diambil secara random
dan mengujikannya di Laboratorium MIPA
Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil
analisa kuantitatif
Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan
merkuri pada krim pemutih
Berdasarkan hasil data yang tertera pada table
3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki
nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri
dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi
BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil
kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1
adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk
varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil
tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi
batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah
Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia nomor HK03012307116662
tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis
merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1
mgL (1 ppm)
Berdasarkan hasil pengujian tersebut
membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim
pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar
melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan
produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi
batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi
maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor
registrasi yang tercantum dalam produk tersebut
dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian
nomor registrasi produk dengan izin edar melalui
website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan
kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6
sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)
yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak
terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih
lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan
bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam
daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di
pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM
dalam link database produk yang dibatalkan
Namun meskipun produk tersebut telah
dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih
beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk
sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada
database produk yang dibatalkan ternyata tidak
ditemukan nomor registrasi dari produk sampel
tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut
tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi
yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini
membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang
beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang
tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM
4 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut
1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk
kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
39
2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki
nomor registrasi BPOM yang beredar di
pasaran
3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang
beredar dipasaran memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji
kuantitatif menunjukkan adanya kandungan
merkuri yang cukup tinggi pada produk krim
pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn
035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar
18820 plusmn 028 mgkg
5 SARAN
2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih
berhati-hati dalam memilih produk kosmetika
khususnya krim pemutih Hindari memilih
produk yang tidak mencantumkan nomor
registrasi dari BPOM RI
3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali
produk yang mencantumkan nomor registrasi
melalui website resmi BPOM
(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui
kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi
dengan izin edar produk tersebut
4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan
ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau
menyengat serta menjanjikan hasil yang instan
dengan proses yang cepat
5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh
instansi terkait seperti BPOM untuk semua
produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga
keamanannya
6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
menggunakan produk yang lebih banyak dengan
area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih
representative
DAFTAR PUSTAKA
1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom
Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015
2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih
Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016
3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013
Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri
(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal
Menggunakan Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas
4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011
Peraturan Kepala Badan POM Republik
Indonesia Nomor HK0312307116662
Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik
httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015
5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada
Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya
6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical
Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016
7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014
Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium
Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih
Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1
8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi
Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan
Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183
Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In
Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo
11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015
12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian
Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas
G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada
Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT
Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis
Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih
Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta
17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis
Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta
18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian
Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik
Dengan Spektrofotometri Serapan
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
40
Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan
Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi
Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku
Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta
20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in
marketed cosmetics analytical survey in
Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
41
Artikel Penelitian
Prasetyo Handrianto1)
1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom
ABSTRAK
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat
tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah
jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi
yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali
pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data
zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu
sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi
(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
ABSTRACT
Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma
lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml
60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is
paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed
that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest
average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract
of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus
aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
1 PENDAHULUAN
Hidup sehat adalah harapan setiap orang
Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya
harga obat-obatan modern dan efek samping yang
mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat
ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam
(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai
melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso
2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat
tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru
sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar
300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan
tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang
telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi
sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur
Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai
sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma
lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21
spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001
dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur
Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah
dapat mencegah dan mengobati berbagai macam
penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk
menghambat atau membunuh virus HIV penyebab
AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)
Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan
sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis
ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi
yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme
dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan
pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri
Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang
relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya
ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
42
ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-
10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi
serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi
ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang
menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru
ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar
2012)
Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol
dapat menarik banyak senyawa aktif yang
terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum
sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan
untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data
tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut
untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak
jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan
menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat
bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan
metode difusi cakram kertas Penelitian ini
diharapkan bermanfaat sebagai terobosan
pengembangan produk baru di bidang farmasi
dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai
bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi
yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit
yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus
2 METODE
Bahan yang digunakan adalah jamur
Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient
Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang
diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media
Nutrient Agar kertas cakram aquadest
Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan
porselen alat rotavapor botol vial steril oven
pinset jarum ose autoclave tabung reaksi
inkubator cawan petri timbangan analitik pipet
volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok
tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor
21 Cara Kerja
Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi
10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut
etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan
untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk
jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses
kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi
ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu
40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai
memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering
dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan
dalam ruang LAF
Medium yang digunakan adalah medium
Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri
Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan
kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan
Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC
selama 24 jam Membuat media NA dengan
mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam
100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna
seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan
suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA
steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke
dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah
dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL
bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri
Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas
cakram dengan diameter 6 mm pada media agar
Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum
dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap
kertas cakram
Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20
microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml
Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening
yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah
1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian
dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya
22 Analisa Data
Data yang diperoleh pada metode difusi di
analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way
apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji
Duncan`s
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi
berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali
pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona
hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)
pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml
menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan
kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml
menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan
aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter
rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif
Hasil analisis menggunakan anova one way juga
menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur
lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
43
Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus
Replikasi Kontrol
Negatif
Konsentrasi (microgml)
20 40 60 80 100
1 - 67 87 115 132 172
2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184
4 - 63 86 118 144 174
5 - 70 89 115 139 190
6 - 65 86 108 136 181
7 - 66 79 111 140 186
Rata- Rata 66 87 1135 139 180
Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang
Aktif Aktif Sangat Aktif
Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa
faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya
yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi
teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan
cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)
Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak
yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode
ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode
soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol
Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi
merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk
memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu
karena aktivitas biologis tidak hilang saat
dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam
pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu
etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat
senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid
tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan
triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa
tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah
saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid
Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)
yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan
aktivitas sebagai antimikroba
Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk
2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba
yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan
sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau
kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa
intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin
sebagai antimikroba adalah menghambat enzim
reverse transkriptase dan DNA topoisomerase
sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk
Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba
adalah dengan membentuk senyawa kompleks
dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga
dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti
dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC
2005)
Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri
Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri
Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini
merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada
keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot
et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan
mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru
sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena
termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus
aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya
Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang
dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan
kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena
bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri
gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan
pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk
suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus
oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)
Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus
memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri
gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki
dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi
faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma
lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan
kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang
aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang
dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal
berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial
Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri
Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml
sebesar 9 mm
Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan
bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang
digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba
dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
44
dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi
bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu
adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan
cara ekstraksi lain
4 KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi
ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm
pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada
konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80
microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml
5 DAFTAR PUSTAKA
1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014
Antibacetrial Activity Of Various Extracts
From The Fruiting Bodies Of Ganoderma
lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)
Merr) Trunk International Journal Of Scientific
And Technology Research Vol3 issue 1
2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M
2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed
4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26
Jakarta EGC
3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA
2013 Biopharmaceutical Assessment of Active
Components of Deadaleopsis confragosa and
Ganoderma lucidum Journal of Medical
Microbiology
4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan
Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta
Penebar Swadaya
5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S
Williamson EM 2009 Farmakognosi dan
Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et
al Hal 118 Jakarta EGC
6 Indonesian Biotechnology Information Centre
(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari
Tanaman httpindobicorid Diakses pada
tanggal 3 Juni 2016
7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi
untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta
Rineka Cipta
8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial
Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of
Garlic Cinnamon and Tumeric Againts
Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis
dsm 3256 International Journal Of Applied
Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan
Vol3
9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella
thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-
37
10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji
antimikroba Curcuma spp Terhadap
Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi
Universitas Andalas Hal 1-7
11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda
2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-
18 Yogyakarta Graha Ilmu
12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman
Obat Jakarta Agro Media Pustaka
13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma
lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret
Surakarta
14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan
Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap
Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains
Kimia Vol10
15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-
vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of
Ganoderma lucidum International Journal of
Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466
16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of
Bacteriology Staphylococcus aureus
(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses
tanggal 11 September 2015
17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan
Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah
Bogor PT Penerbit IPB Press
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
13
Tabel 6 Data Tekanan Darah Diastolik pre-post
Kelompok C (Kalium Losartan)
No Urut
Pasien
Kalium Losartan
Diastolik
pre Diastolik
post Diastolik ()
1 95 80 15 1579
2 90 80 10 1111
3 100 90 10 1000
4 100 90 10 1000
5 90 80 10 1111
6 85 80 5 588
7 90 80 10 1111
8 90 80 10 1111
9 95 80 15 1579
10 100 85 15 1500
11 90 80 10 1111
12 90 85 5 556
13 90 80 10 1111
14 100 90 10 1000
15 90 80 10 1111
16 90 85 5 556
17 90 80 10 1111
18 90 80 10 1111
19 100 85 15 1500
Jumlah 20857
Rerata 1098
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 5 dan
6 diperoleh hasil untuk kelompok terapi A
mengalami penurunan tekanan darah diastolik
sebesar 1214 Kelompok terapi B mengalami
penurunan teakanan darah diastolik sebesar 1404
sedangkan kelompok terapi C mengalami penurunan
tekanan darah diastolik sebesar 1098 Hasil
penurunan tekanan darah pada 3 kelompok terapi ini
mempunyai nilai penurunan tekanan darah diastolik
yang hampir sama tetapi kelompok terapi B yaitu
kelompok Valsartan mempunyai nilai penurunan
tekanan darah diastolik lebih tinggi yaitu 1404
atau tekanan darah diastolik menurun 014 kali dari
nilai tekanan darah diastolik pre dibandingkan
kelompok B terapi Candersartan tekanan darah
diastolik hanya menurun 1214 (012 kali) dan
kelompok C terapi Kalium Losartan tekanan darah
diastolik menurun 1098 (011 kali)
Hasil dari pengukuran tekanan darah sistolik
dan diastolik pre-post dari ketiga kelompok terapi
obat antihipertensi golongan ARBrsquos tersebut
(Candersartan Valsartan dan Kalium Losartan)
selanjutnya dilakukan analisis statistik
menggunakan uji two-way-anova
Berdasarkan hasil Analisa statistik untuk-
pengukuran homogenitas data diperoleh hasil bahwa
data terdistribusi homogen dengan p = 0000 lt α =
0005 Untuk hasil satistik terapi A (Candersartan)
terapi B (Valsartan) dan terapi C (Kalium Losartan)
terhadap pengukuran nilai Tekanan darah pre dan
post sistolik maupun diastolik diperoleh p = 0967 gt
α = 005 yang berarti tidak ada perbedaan yang
bermakna dari ketiga kelompok terapi tersebut dalam
penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik
pada pasien hipertensi Hal ini berarti bahwa
efektifitas ketiga obat tersebut yaitu Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan dalam kontrol
penurunan tekanan darah pada pasien Hipertensi
mempunyai efektifitas yang sama Hasil Analisa
statistik dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini
Tabel 7 Hasil Analisa Statistik Kelompok Terapi A B
dan C dalam Perbandingan Penurunan Nilai
Tekanan Darah Pasien Hipertensi
Berdasarkan data dan Analisa statistik diatas ketiga
kelompok terapi tersebut menunjukkan penurunanan
tekanan darah sistolik maupun tekanan darah
diastolik selama periode penelitian berlangsung yaitu
selama 5 bulan pengobatan Candersartan Valsartan
dan Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi
golongan ARBrsquos yang mempunyai mekanisme kerja
pada Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)
yaitu menghambat selektif reseptor AT1 sehingga
terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak
terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron
dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus
efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air
akan menurun tekanan darah menjadi turun [13]
Untuk lebih jelasnya mekanisme kerja golongan
ARBrsquos dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Gambar 1 Mekanisme Kerja Obat Antihipertensi
Golongan ARBrsquos [13]
Source Type III Sum of Squares
df Mean
Square F Sig
Model 917562a 21 43693 61764 000 TD 098 2 049 070 933 NILAI 5562 17 327 462 967
Error 146438 207 707 Total 1064000 228
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
14
4 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pada pasien
hipertensi di Rumah Sakit X wilayah Surabaya
Selatan dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya
Utara yang terbagi dalam 3 kelompok terapi
pengobatan antihipertensi yaitu Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan menunjukkan bahwa
ketiga obat tersebut setelah dilakukan analisa
statistik mempunyai efektifiktas yang sama dalam
mengontrol penurunan tekanan darah pasien
hipertensi yaitu penurunan pada tekanan darah
sistolik dan diastolik Candersartan Valsartan dan
Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi
dengan golongan yang sama yaitu golongan
Angiotensin Receptor blockerrsquos dengan mekanisme
kerja menghambat selektif reseptor AT1 sehingga
terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak
terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron
dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus
efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan
air akan menurun dan tekanan darah menjadi turun [913]
DAFTAR PUSTAKA
1 Depkes ( 2006) Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Hipertensi Jakarta Departemen Kesehatan RI
2 Depkes (2007) Hipertensi Penyebab Utama Penyakit
Jantunghttp202155544indexphpoption=n
ewsamptask=viewarticleampsid=2621ampitemid =2(2 Januari 2015)
3 Dipiro JT Talbert RL Yee GC Matzke GR Wells BG Posey LM (2008) Hypertension in Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approach 7th edition Mc Grow-Hill Companies inc
4 Hidayat AAzis (2011) Metode Penelitian
Kesehatan Paradima Kuantitatif Edisi ke-2 Penerbit Healthy Books Publishing Surabaya
5 IkawatiZ JumianiS dan PutuIDPS (2008) Kajian
Keamanan Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DrSardjito Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 30mdash40
6 Joint National Committee (2003) The Seventh Report
of Joint National Committee on Prevention
Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
7 Kemenkes (2014) Pusat Data dan Info Kementerian Kesehatan Hipertensi Kemenkes Jakarta Selatan
8 Katzung Bertram G (2011) Farmakologi Dasar amp
Klinik Ed10 Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC
9 Nixon RM Muller E Lowy A Falvey H (2009)
Valsartan vs orther Angiotensin II Blockerrsquos
in the treatment of hypertension a meta-analytical approach The Internatinonal Journal of Clinical Practice 63 5 p 766 ndash 755 Blackwell Publishing doi 101111j1742-1241200902028x
10 Rahajeng Ekowati dan Sulistyowati Tuminah (2009)
Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Jakarta Majalah Kedokteran Indonesia 59 (12) p580-587
11Saseen JJ dan Maclaughlin EJ (2008) Hypertensionin Pharmacoterapy Handbook
7th ed New York The McGraw-Hill Companies Inc
12 Tjay Tan Hoan amp Kirana Rahardja (2007) Obat-
Obat Penting kasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya Ed 6 Jakarta PT Gramedia
13 Wuryaningsih Lucia (2010) Aksi Obat Basis Farmakologi Klinis 2 Surabaya Sandira
14 WHORegional Office for South- East
AsiaDepartment of Sustainable Development and Healthy Environments Non Communicable Disease Hypertension [internet]c (2011) [cited 2015 Januari 2] Available fromhttpwwwsearowhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
15
Artikel Penelitian
Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit
pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika
Periode Februari-Desember 2016
Acivrida Mega Charisma1)
1STIKES RS Anwar Medika
)Email acievridagmailcom
ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD
Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun
pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini
meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD
Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode
Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan
laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien
DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit
(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3
sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai
hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-
6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki
lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi
tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa
gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit
(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia
menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak
Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit
ABSTRACT
DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of
DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of
immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will
increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of
examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted
on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken
from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value
and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had
decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is
57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit
values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values
hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the
age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study
concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an
increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women
and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children
Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
16
1 PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di
Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian
Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan
dapat menyebabkan kematian karena penanganan
yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World
Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa
Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk
Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan
kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya
Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009
WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara
dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di
Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk
dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per
100000 penduduk)[3]
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan
DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun
2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000
penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014
yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]
Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada
pasien DBD merupakan bagian penting yang
menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan
diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan
penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu
adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai
hematokrit[5]
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia
dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran
jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada
penderita demam berdarah dengue
2 TINJAUAN PUSTAKA
Patofisiologi utama pada DBD yaitu
peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis
yang abnormalPermeabilitas vaskular yang
meningkat mengakibatkan kebocoran plasma
hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat
menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi
perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan
gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]
Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan
dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap
Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)
karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan
volume plasma darah misalnya pada kasus DBD
Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun
(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau
peningkatan kadar plasma darah seperti pada
anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang
berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki
nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam
sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi
trombositopenia akibat munculnya antibodi
terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi
yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini
pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah
trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan
acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue
primer atau sekunder[10]
Parameter laboratorium dalam menegakkan
diagnosis DBD adalah trombositopenia dan
hemokonsentrasi[10]
3 METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah analitik retrospektif
populasi penelitian adalah seluruh rekam medik
pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian
Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil
dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah
catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang
dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil
pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan
jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien
DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien
DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien
DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat
mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang
memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti
AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit
koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit
dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung
dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin
Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan
dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data
variabel memasukkan data dalam program SPSS
(Statistical Program for Social Science) serta
pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data
tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data
terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada
analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel
dengan menggunakan rumus Spearma
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
17
4 HASIL
Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik n
() meanplusmnSD
Jenis Kelamin
Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)
Rentang Usia (tahun)
95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)
12 - 17 43 (235)
18 ndash 20 15 (82)
Ket n = frekuensi
Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek
adalah laki-laki Lebih dari separuh responden
termasuk kelompok Usia anak-anak
Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD
Jumlah Trombosit n
(selmm3) ()
lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)
gt450000 0
Total 183 (100)
Ket n=frekuensi
Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar
sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal
Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD
Nilai Hematokrit n
() ()
Laki-laki Dewasa
lt40 2 (11)
40-48 12 (66)
gt48 4 (22)
Perempuan dewasa
lt37 7 (38)
37-43 3 (16)
gt43 2 (11)
Anak-anak lt= 15 tahun
- lt 33 34 (186)
33 - 38 52 (284)
gt38 67 (366)
183
Total (100)
Ket n = frekuensi
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal
5 PEMBAHASAN
Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan
usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun
dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia
terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain
itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD
terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun
dengan persentase 453 dan frekuensi terendah
adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan
persentase 82
Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan
dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun
2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi
penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan
dewasa muda[12]
Usia merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus
dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba
yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan
yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa
kebocoran plasma[13]
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin
didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih
banyak daripada perempuan dengan persentase
596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut
serupa dengan peneelitian lainnya yang
memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih
banyak dibandingkan perempuan seperti yang
dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang
menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih
banyak dari pada perempuan dengan persentase 60
laki-laki dan 40 perempuan[14]
Jumlah Trombosit Penderita DBD
Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah
trombosit di bawah normal (trombositopenia)
Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar
987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah
sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar
195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat
pada penelitian ini adalah 57000 selmm3
Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan
dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140
penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000
sel mm3[15]
Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun
2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan
perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit
antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya
disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif
dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
18
Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit
untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan
untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun
hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai
p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat
korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-
laki dan perempuan
Nilai Hematokrit Penderita DBD
Dari hasil penelitian 399 penderita DBD
yang mengalami hemokonsentrasi dan 235
penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang
mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366
Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan
tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit
pada penelitian ini adalah 377
Menurut WHO parameter laboratorium dalam
menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai
hematokrit serta trombositopenia Sementara itu
penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua
penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian
oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa
hanya 16 penderita DBD yang mengalami
peningkatan nilai hematokrit[17]
Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang
memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan
didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma
sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya
peningkatan nilai hematokrit saja namun juga
penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat
terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis
Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya
data rekam medis tentang terapi atau pengobatan
yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit
Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian
di India tentang parameter diagnosis DBD dalam
hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai
hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar
363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan
sensitifitas[18]
AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi
DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat
menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit
pada pasien DBD penting melakukan pemisahan
pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan
jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai
normal hematokrit
Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak
usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518
rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada
wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal
138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan
simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15
tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal
68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072
6 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa
1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai
hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan
nilai hematrokit (hemokonsentrasi)
2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD
menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki
lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan
perempuan sedangkan menurut golongan usia
menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling
rentan terhadap infeksi DBD
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat
disampaikan beberapa saran sebagai berikut
penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka
kematian pasien DBD dengan penambahan variabel
penelitian
DAFTAR PUSTAKA
1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward
(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap
jumlah trombosit pada penderita demam
berdarah
2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia
3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and
laboratory guidelines for dengue fever and
dengue haemorrhagic feverdengue shock
syndrome for health care providers Journal of
Pan American Health Organization 1-10
4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)
How to reduce your risk of dengue infection
[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia
dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue
5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test
and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-
Elseviar
6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil
Kesehatan Kabupaten Sidoarjo
7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN
Gupta P Dewan DK (2001) Hematological
observations as diagnostic markers in dengue
hemorrhagic fever-a reappraisal Indian
Pediatrics Journal 38 477-81
8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between
platelet count and hematocrit JACC Journals
39(6)1072-17
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
19
9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji
hematologi pasien terduga demam berdarah
dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal
of Clinical Pathology and Medical Laboratory
17(3) 139ndash42
10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ
Gent M (2011) Sex related differences in
platelet aggregation influence of the hematocrit
Blood Journal of American Society Hematology
56(1) 38-41
11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia
tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue 21-14
12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit
sebagai indikato dan sekunder Jurnal
Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6
13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]
(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL
HYPERLINK
httpwwwemedicinemedscapecom
14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta
ECG
15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah
dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5
Jakarta Interna Publishing
16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah
dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari
HI editor (penyunting) Demam Berdarah
Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam
berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI
editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue
Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil
pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara
Books
19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar
hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash
IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya
syok pada pasien demam berdarah dengue
(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11
20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi
penularan pencegahan amp pemberantasannya
Edisi ke-2 Jakarta Erlangga
21 World Health Organisation (2009) Dengue
hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23
April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK
http wwwwhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
20
Artikel Penelitian
Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di
Salah Satu Apotek di Surabaya
Ilil Maidatuz Zulfa1)
Fitria Dewi Yunitasari1
1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi
Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi
bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola
peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang
diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di
salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini
Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu
Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO
kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan
densitas penggunaan antibiotik
Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi
ABSTRACT
Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most
of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that
the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead
to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics
prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)
ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients
was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was
Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)
The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092
mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD
ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000
mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more
likely reflect the density of antibiotic usage
Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections
1 PENDAHULUAN
Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik
sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan
infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada
penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi
pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan
periodontal dapat ditangani dengan baik dengan
operasi dan higienisitas sehingga indikasi
penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi
sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan
dan penggunaan antibiotik yang irasional akan
berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek
merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]
World Health Organization (WHO) telah
menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat
yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical
(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD
diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu
obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien
dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter
pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed
Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis
rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
21
harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat
digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan
antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama
seperti apotek maupun rumah sakit [7]
2 METODE PENELITIAN
21 Jenis dan Kriteria Penelitian
Kajian observasional retrospektif tentang
penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross
sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien
dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi
spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di
Surabaya Jawa Timur
22 Analisis Data
Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan
lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan
Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD
(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan
Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai
PDD
Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio
PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem
ATCDDD
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
31 Distribusi Pasien
Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan
antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama
2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien
terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah
3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien
perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki
adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien
menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak
diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)
32 Distribusi Peresepan Antibiotik
Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk
infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan
rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian
antibiotik dalam penelitian ini adalah selama
512+083 hari
Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan
Usia
Jumlah
Pasien
Persentase
()
Jenis Kelamin
Perempuan Laki-laki
72 64
5294 4706
Total 136 10000
Usia (tahun)
Dewasa Muda (18-40)
Dewasa (41-65)
75
61
5515
4485
Total 136 10000
Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam
penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam
yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam
Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan
Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol
yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan
Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi
gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al
menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis
antara Penisilin V Amoksisilin atau
Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu
infeksi gigi Pilihan antibiotik yang
direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat
digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]
Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik
lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam
infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin
Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme
kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat
diberikan dengan perhatian pada pasien yang
menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin
dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan
Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan
Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan
memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga
tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain
antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan
antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam
infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang
membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan
penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi
Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk
infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar
terapi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
22
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
33 PDD Rata-rata Antibiotik
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100) (Tabel3)
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
DDD berdasarkan index ATCDDD WHO
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100)
Jenis Antibiotik Kekuatan
(mg)
Jumlah
Peresepan
()
Lama Pemberian
(hari)
Terpendek Terpanjang Rata-rata
Penisilin -Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
500 mg
500125 mg
70 (5072)
5 (362)
200 300
500 500
386 380
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
150 mg 300 mg 500 mg
14 (1015) 26 (1884)
8 (580)
200 200 333
500 750 500
389 657 433
Nitroimidazol Metronidazol
250 mg 500 mg
1 (073) 6 (434)
-
200
500 500
500 362
Makrolida
Eritromisin
500 mg
2 (145)
300
500
400
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
500 mg 500 mg
2 (145) 2 (145)
500
-
700 500
600 500
Sefalosporin Sefadroksil
500 mg
2 (145)
500
600
550
Total 138 (10000)
Jenis Antibiotik Kode
ATC
PDD (mgpasienhari)
DDD
(mgpasienhari)
Rasio
PDDDDD
Penisilin-Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
J01CA04
J01CR02
150925
136842
100000
100000
159
137
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
J01FF01 J01FF02
83521 150000
120000 180000
070 083
Nitroimidazol Metronidazol
P01AB01
125329
200000
063
Makrolida Eritromisin
J01FA01
150000
100000
150
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
J01MA12 J01MA01
50000 50000
50000
100000
100 050
Sefalosporin Sefadroksil
J01DB05
100000
200000
050
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
23
4 KESIMPULAN
Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien dalam penelitian ini adalah 102+012
antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian
antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang
paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu
sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik
dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali
Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat
Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD
tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator
penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter
yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan
keterpaparan pasien terhadap antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of
antimicrobial utilization in indoor ward of
surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727
2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)
Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306
3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation
between Defined Daily Doses (DDD) and
Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis
of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418
4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K
Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)
Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic
isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8
5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press
6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of
Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53
7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily
doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591
8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of
antibiotic prophylaxis in dental practice-
Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754
9 World Health Organization (WHO) (2003)
Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization
10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme
(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental
Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland
Amoksisilin Amoksisilin+A
sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil
WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000
PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000
0
500
1000
1500
2000
2500
mg
pasi
en
hari
Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
24
Artikel Penelitian
Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu
2)
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email ddipahayugmailcom
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi
(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian
kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara
variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi
yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh
dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan
swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji
statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp
sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95
Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2
ABSTRACT
This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective
COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of
sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and
rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the
sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with
statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have
significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages
showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2
in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of
this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents
have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a
significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95
Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And
COX
1PENDAHULUAN
Pengertian nyeri menurut International
Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu
perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman
yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan
aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di
bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap
stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri
dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat
luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)
Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50
masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang
dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp
Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas
Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug
Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
25
mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi
permasalahan umum pada kesehatan masyarakat
yang dapat diatasi dengan menggunakan obat
analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya
dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik
perifer yang penggunaannya berdasarkan skala
nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat
digunakan obat oral analgesik perifer misalnya
golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug
(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu
golongan obat yang bekerja dengan cara memblok
kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan
COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin
yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi
dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa
digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi
dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan
resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk
COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan
enzim yang penting untuk pembentukan
prostaglandin dalam melindungi saluran cerna
trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah
enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi
prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam
peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat
memberikan efek merugikan bagi lambung karena
adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang
menggunakan NSAID sehingga dilakukan
pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan
sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp
Gilman 2010)
Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik
NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka
waktu yang lama secara terus menerus seringkali
menimbulkan efek samping beberapa diantaranya
yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran
pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat
untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan
intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah
swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk
mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak
dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing
batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif
yang diambil masyarakat untuk meningkatkan
keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)
Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh
pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk
mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan
yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter
Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan
kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan
swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai
dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya
(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila
dilakukan secara tepat akan sangat membantu
masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter
Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan
obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi
Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu
yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko
efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006
Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang
jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi
lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga
kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut
untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada
pasien sehingga pasien dapat terhindar dari
penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan
obat yang salah (drug misuse) Masyarakat
cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu
zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan
pengetahuan masyarakat tentang informasi
penggunaan obat tersebut merupakan penyebab
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)
dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)
Pengetahuan merupakan hal penting yang
dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan
swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo
2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka
penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan
obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel
yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien
swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat
oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis
kefarmasian dalam melakukan pelayanan
swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien
yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa
1 METODE
Instrumen penelitian
Bahan dan sumber data dalam penelitian ini
adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur
kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada
pasien diluar responden penelitian Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan alat ukur
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
26
kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti
Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok
pertanyaan yaitu identitasresponden data
pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi
Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan
informasi dengan menyampaikan sejumlah
pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula
oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner
berbentuk Close Ended Question yang berisi 10
pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan
mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan
dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang
didapatkan
Prosedur Pelaksanaan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif observasional dengan pengumpulan data
secara prospektif melalui pendekatan cross sectional
dimana data yang menyangkut variabel terikat
dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan
(Notoatmodjo 2012)
Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa
Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian
dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016
Pengambilan sampel secara accidental dilakukan
dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau
tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks
penelitian(Notoatmodjo 2012)
Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan
rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan
10 Berdasarkan perhitungan diperoleh
jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria
inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-
laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan
keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan
membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian
dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk
mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf
Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa
dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan
rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p
(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid
sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji
reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang
diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari
syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel
sehingga dapat digunakan dalam penelitian
Analisis data
Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban
yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai
dengan metode penilaian kuesioner Setelah data
yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan
dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi
3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku
rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan
tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner
memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak
rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria
kerasionalan obat
Dilakukan pengolahan data yang sudah
terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu
analisis deskriptif untuk menggambarkan
karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel
yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan
diagram batang selanjutnya dilakukan analisis
statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp
Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan
atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan
masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor
sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat
pendidikan dan status pekerjaan)terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95
2 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien
terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah
perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan
rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien
(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas
(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status
pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien
(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar
4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku
swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong
rasional 7570
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan
Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720
Sedang ( 60-80 ) 27 3860
Buruk ( lt 60 ) 10 1425
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
27
Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat
pengetahuan responden tentang swamedikasi dan
obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak
Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori
baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan
sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27
pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak
10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien
keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tingkat pengetahuan responden tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup
dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat
rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam
tabel 2
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas
Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Perilaku Rasional 53 7570
Tidak rasional 17 2430
Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien
(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang
dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien
(2430)
Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang
obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku
konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak
rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat
tentang obat dan penggunaannya merupakan
penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam
swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan
tersebut juga menyebabkan rentannya pasien
mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat
sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang
tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian
informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)
Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan
aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan
pemborosan waktu dan pemborosan biaya
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif
COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat
pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-
sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1
diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap
perilaku swamedikasi yang rasional terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi
di Apotek Latansa Sidoarjo)
Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien
Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam
Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan
rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa
semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang
mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional
pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan
Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa
pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap
perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional
Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk
perilaku kesehatan yang pembentukannya
dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern
Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah
satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan
mengenai penggunaan obat yang mencukupi
dapatmembantu pasien untuk mendapatkan
pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional
serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan
dalam menggunakan obat
Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan
terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau
jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang
rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang
sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan
hal penting dalam swamedikasi pengetahuan
tersebut antara lain tentang mengenali gejala
penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari
penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket
dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan
efek samping yang ada (Depkes 2008)
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan
pasien dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
28
Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat
Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2
Dalam Swamedikasi
Tingkat
Pengetahuan Keterangan
Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0421gt 0050 Ho Diterima
Tingkat
Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak
Status
Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan
antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan
dengan tingkat pengetahuan pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap
tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor
tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan
pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)
Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat
pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula
pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan
menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan
kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi
termasuk informasi mengenai kesehatan
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang
menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih
banyak yang melakukan swamedikasi secara
rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya
tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak
membaca label pada kemasan obat sebelum
mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam
penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat
pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman
tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin membuat seseorang
lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan
obat
Hasil uji analisis statistik Chi Square
pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas
pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat
pada Tabel 5
Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon
Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak
Tingkat
Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima
Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara
jenis kelamin tingkat pendidikan dan status
pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan
pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)
Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan
tingkat pengetahuan pasien)
Usia menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia
mempengaruhi pemilihan obat pada pasien
Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang
tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan
obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan
fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi
penyakit yang menyebabkan rentan mengalami
masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan
dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk
2008)
4KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien
memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan
swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis
statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat
pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas
pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi
Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan
menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat
pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
29
pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor
sosiodemografi usia
1 SARAN
Disarankan untuk menunjang terlaksananya
pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya
dibuat poster atau brosur yang berisi informasi
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang
benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga
bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk
memberikan arahan dan edukasi kepada pasien
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi
untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang
rasional
2 DAFTAR PUSTAKA
1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas
terbatas Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Keputusan Menteri Kesehatan RI No
189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan
Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008
Materi pelatihan peningkatan pengetahuan
dan keterampilan memilih obat bagi tenaga
kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)
Jakarta Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan
Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada
Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun
2003Tesis
5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi
dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC
6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC
7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008
Perilaku pengobatan sendiri yang rasional
pada masyarakat Kecamatan Depok dan
Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah
Farmasi Indonesia 19(1) 32-40
8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian
kesehatan Jakarta Rineka Cipta
9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran
Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di
Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah
Ilmu Kefarmasian 1 102-115
10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola
Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara
Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di
Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan
11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh
penyuluhan obat menggunakan leaflet
terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga
kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219
12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat
yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan
sendiri keluhan demam sakit kepala batuk
dan flu (hasil analisis lanjut data Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001
Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69
13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007
Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-
Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan
Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi
hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
14 World health organization 2000 Guidlines for the
regulatory assesment of medical products for
use in self-medication Geneva World Health
Organization
15 World Self-Medication Industry (nd) About self
medication Februari 2 2012
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
30
Artikel Penelitian
Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam
Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)
Surahmaidah1)
dan Sarwoko Mangkoedihardjo2
1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
) Email fahida1619gmailcom
ABSTRAK
Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di
sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut
Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman
(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang
umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan
dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh
Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai
persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan
tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan
Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang
diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam
mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125
Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi
ABSTRACT
The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them
is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to
remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual
plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants
and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd
contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This
experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25
ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on
Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the
percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to
accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125
Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation
1 PENDAHULUAN
Logam berat merupakan sumber pencemar
lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat
toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]
Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya
disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan
limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]
Secara alamiah tanah mengandung logam berat
dan sebagian logam berat tersebut berperan penting
dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn
dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila
jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas
pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan
logam berat yang sangat toksik dan merupakan
pencemar utama dalam lingkungan dan sangat
beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel
and Kirkby 1987)
Salah satu logam berat toksik yang mencemari
tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd
mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun
Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem
tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan
logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah
masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]
Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih
perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa
mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida
bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd
digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
31
(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd
bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan
sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat
keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-
Cd pada baterai serta industri tekstil [2]
Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga
untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang
tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik
kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan
relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif
bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang
tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan
tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik
pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan
tumbuhan untuk menyerap mendegradasi
mentransformasi dan mengimobilisasi bahan
pencemar baik itu logam berat maupun senyawa
organik Metode ini mudah diaplikasikan murah
efisien dan ramah lingkungan [12]
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)
Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah
didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada
berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak
pagar umumnya digunakan sebagai tanaman
pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan
sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)
tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik
dalam menyerap logam nikel (Ni)
Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar
Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan
tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)
dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman
jarak pagar
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam
berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap
tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai
persentase reduksi tanah yang tercemar Cd
2 METODE PENELITIAN
21 Waktu Penelitian
Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2
bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan
jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses
remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar
dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair
Surabaya
22 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag
dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm
penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik
dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar
tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan
namun tetap mendapatkan sinar matahari dan
sirkulasi oksigen
Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan
dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm
dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar
(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah
daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam
nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades
23 Tahap-tahap Penelitian
231 Sampel Tanaman Jarak Pagar
Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk
mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh
dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar
pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor
dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor
untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman
tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali
pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah
232 Aklimatisasi Tanaman
Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman
jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman
tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman
yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu
dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat
dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk
diujikan
233 Pemberian Variasi Konsentrasi
Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd
terhadap media tanah taman yang berisi tanaman
jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan
adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm
Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
32
masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan
dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan
234 Parameter Uji
Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas
daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran
reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan
tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam
tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir
pengamatan)
3 PEMBAHASAN
31 Tahap Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur
penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya
tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir
percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak
pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna
hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan
untuk kemudian ditanam pada media tanah taman
yang mengandung Cd yang telah ditentukan
konsentrasinya
32 Analisis Parameter
321 Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman
yang sering digunakan sebagai indikator
pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1
didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15
ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman
dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm
Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non
esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk
meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon
pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat
pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya
sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan
322 Luas Daun
Luas daun digunakan sebagai parameter
pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk
menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti
pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7
luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574
cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami
penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027
cm2
Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan
Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd
pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi
tanaman dan mampu merusak kloroplas daun
sehingga luas daun mengalami penurunan Cd
berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan
nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka
klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit
Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil
fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi
penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang
tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun
Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman
Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm
Hari ke-0 21 21 24 21 21 22
Hari ke-7 211 21 241 212 213 221
Hari ke-14 213 211 243 212 213 223
Hari ke-21 213 211 243 212 213 223
Hari ke-28 214 211 245 215 215 224
Hari ke-35 215 211 246 216 216 225
Hari ke-42 215 211 247 217 217 225
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
33
Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd
Kode
Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)
hari
ke-0
hari
ke-7
hari
ke-14
hari
ke-21
hari
ke-28
hari
ke-35
hari
ke-42
5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673
15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176
25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341
35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118
45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253
323 Morfologi Daun
Selain penurunan luas daun Cd juga
menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi
tanaman yang diekspresikan dalam gangguan
pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis
(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun
yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis
(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan
daun yang tidak normal [10]
Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi
akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada
Gambar 3
Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak
Pagar
Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti
(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan
mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat
pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja
enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan
pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat
mengakibatkan kematian tanaman
324 Reduksi Cd dalam Tanah
Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap
2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-
28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar
rhizosfer tanaman
Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)
Cd hari
ke-0
hari
ke-14
hari
ke-28
Reduksi
(a)
Reduksi
(b)
5 ppm 6031 1067 073 82308 87896
15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178
25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517
35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796
45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509
Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk
monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak
sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui
kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi
tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh
(2005)
Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada
hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak
digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah
yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di
daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah
tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur
penelitian Ghosh and Singh (2005)
Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah
sebagai berikut
reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)
Kons Cd1
reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)
Kons Cd1
325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar
Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak
pagar dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
34
Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar
Cd Konsentrasi Cd
Pada Tanah
(Hari ke-42)
Pada
Tanaman
Akumulasi
5 ppm 1693 1236 7301
15 ppm 4799 6038 12582
25 ppm 9028 7939 8794
35 ppm 15128 7022 4642
45 ppm 14567 7929 5443
Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih
besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system
tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat
meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap
Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa
akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat
pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm
dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase
akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada
konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi
Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih
rendah
4 KESIMPULAN
1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh
terhadap tinggi tanaman dan luas daun
2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai
kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar
logam berat Cd
3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam
berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91
4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman
jarak pagar yaitu sebesar 46-125
DAFTAR PUSTAKA
1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical
Principles of Environmental Pollution 2nd
Edition Blackie Academic and Professional
Chapman amp Hall London
5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam
KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman
T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P
(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil
Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta
6 Kelly EB (1998) Phytoremediation
7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace
Elements in the Soil and Plants CRC Press
Boca Raton FL
8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic
Metals A Review of Biological Mechanisms J
Environmental Qual 31 109-120
9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in
bacterial community structure induced by
micorrhizal colonization in spot-root maize
Plant Soil 231 279-289
10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element
John Wiley amp Sons New York pp 1-292
11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and
anthropogenic emissions of trace metals to the
atmosphere Nature 279 409-411
12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)
PHYTOREMEDIATION Transformation and
Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc
USA
13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)
Review Cadmium Phytoextraction Present
State Biological Background and Research
Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95
2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi
Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press
Jakarta
3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on
Phytoremediation of Heavy Metals and
Utilization of Its Byproducts Applied Ecology
Environment Research 3(1) 1-8
4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis
Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama
Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
35
Artikel Penelitian
Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti
2) Tamara Gusti Ebtavanny
3
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya
3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya
perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)
Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat
menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan
yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan
kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel
dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa
kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel
mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah
18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh BPOM
Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri
ABSTRACT
Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic
treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in
the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in
the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No
HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams
cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number
BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield
requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a
registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method
used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis
using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury
more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels
from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn
035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the
market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream
1PENDAHULUAN
Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar
yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit
memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh
dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan
membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu
Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo
Surabaya)
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
36
pembentukan pigmen melanin untuk melindungi
kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi
sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat
menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan
berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang
ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari
kemerahan noda-noda hitam penuaan dini
kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk
mengatasi berbagai masalah kulit tersebut
diperlukan adanya perawatan menggunakan
kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan
yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian
luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah
menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena
penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan
terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik
pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan
pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up
meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan
tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan
sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang
lain mencegah penuaan dan secara umum
membantu seseorang lebih menikmati dan
menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono
dan Fatma Latifah 2014)
Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya
yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim
pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau
bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit
atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim
pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang
memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu
mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi
warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)
Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam
krim pemutih salah satunya adalah merkuri
Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum
yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg
dan termasuk dalam golongan logam berat dengan
bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri
merupakan salah satu bahan aktif yang sering
ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr
Retno IS Tranggono SpKK merkuri
direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit
karena berpotensi sebagai bahan pereduksi
(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih
terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri
dianggap dapat menghambat sintesis melamin
pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li
Wang and Hong Zhang 2011)
Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor
HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan
logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih
dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan
pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan
bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang
mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas
terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi
karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit
secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk
ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi
yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat
membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan
dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada
pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan
kerusakan permanen otak paru-paru ginjal
menggangu perkembangan janin serta dapat
menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada
sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor
insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi
abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di
dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik
yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI
2011 BPOM RI 2007)
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan
kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim
pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim
pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim
pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi
BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3
varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah produk dengan merk serta kemasan yang
sama namun pada pembelian toko kosmetik yang
berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian
ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC
Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan
harga terjangkau dan memiliki kemasan pot
2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan
rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga
bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa
kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi
Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di
Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong
gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas
saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur
50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
37
1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet
volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan
digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim
pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat
larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan
aquadest
1 Analisa Kualitatif
Pembuatan Larutan KI 05 N
Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL
dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL
serta dikocok hingga homogen
Pembuatan Larutan Aqua Regia
HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL
(perbandingan volume 3 I)
Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah
Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air
sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10
mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir
kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest
sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar
didinginkan dan disaring
Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna
Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes
larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui
dinding tabung reaksi Jika sampel positif
mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan
merah jingga
2 Analisa Kuantitatif
Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan
kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat
sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan
volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest
Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi
100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10
mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain
Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan
larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL
dan masukan ke dalam masing-masing labu takar
yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan
ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume
masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan
HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan
instrumen pengukur Spektrofotometer serapan
Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang
resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil
pengukuran larutan sampel
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa
krim pemutih yang dijual di pasar DTC
Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang
diambil secara acak dalam penelitian ini adalah
sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis
yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dengan merk A B C dan
memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D
E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian
Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
produk dengan merk serta kemasan yang sama
namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda
Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan
kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam
kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk
mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif
pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku
kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap
selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan
metode digesti basah dengan cara menguapkan
sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas
penangas air di dalam lemari asam sampai hampir
kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan
ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan
sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya
sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan
meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan
mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian
yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil
yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2
Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor
BPOM
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
38
Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor
BPOM
Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut
dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif
mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji
kuantitatif untuk mengetahui kadarnya
Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada
pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa
pengujian sampel tersebut adalah valid sampel
yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga
dilakukan pengujian yang diambil secara random
dan mengujikannya di Laboratorium MIPA
Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil
analisa kuantitatif
Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan
merkuri pada krim pemutih
Berdasarkan hasil data yang tertera pada table
3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki
nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri
dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi
BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil
kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1
adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk
varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil
tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi
batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah
Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia nomor HK03012307116662
tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis
merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1
mgL (1 ppm)
Berdasarkan hasil pengujian tersebut
membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim
pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar
melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan
produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi
batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi
maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor
registrasi yang tercantum dalam produk tersebut
dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian
nomor registrasi produk dengan izin edar melalui
website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan
kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6
sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)
yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak
terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih
lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan
bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam
daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di
pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM
dalam link database produk yang dibatalkan
Namun meskipun produk tersebut telah
dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih
beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk
sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada
database produk yang dibatalkan ternyata tidak
ditemukan nomor registrasi dari produk sampel
tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut
tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi
yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini
membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang
beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang
tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM
4 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut
1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk
kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
39
2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki
nomor registrasi BPOM yang beredar di
pasaran
3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang
beredar dipasaran memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji
kuantitatif menunjukkan adanya kandungan
merkuri yang cukup tinggi pada produk krim
pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn
035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar
18820 plusmn 028 mgkg
5 SARAN
2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih
berhati-hati dalam memilih produk kosmetika
khususnya krim pemutih Hindari memilih
produk yang tidak mencantumkan nomor
registrasi dari BPOM RI
3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali
produk yang mencantumkan nomor registrasi
melalui website resmi BPOM
(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui
kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi
dengan izin edar produk tersebut
4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan
ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau
menyengat serta menjanjikan hasil yang instan
dengan proses yang cepat
5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh
instansi terkait seperti BPOM untuk semua
produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga
keamanannya
6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
menggunakan produk yang lebih banyak dengan
area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih
representative
DAFTAR PUSTAKA
1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom
Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015
2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih
Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016
3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013
Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri
(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal
Menggunakan Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas
4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011
Peraturan Kepala Badan POM Republik
Indonesia Nomor HK0312307116662
Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik
httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015
5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada
Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya
6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical
Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016
7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014
Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium
Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih
Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1
8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi
Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan
Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183
Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In
Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo
11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015
12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian
Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas
G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada
Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT
Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis
Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih
Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta
17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis
Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta
18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian
Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik
Dengan Spektrofotometri Serapan
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
40
Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan
Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi
Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku
Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta
20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in
marketed cosmetics analytical survey in
Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
41
Artikel Penelitian
Prasetyo Handrianto1)
1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom
ABSTRAK
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat
tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah
jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi
yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali
pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data
zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu
sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi
(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
ABSTRACT
Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma
lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml
60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is
paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed
that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest
average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract
of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus
aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
1 PENDAHULUAN
Hidup sehat adalah harapan setiap orang
Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya
harga obat-obatan modern dan efek samping yang
mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat
ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam
(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai
melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso
2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat
tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru
sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar
300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan
tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang
telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi
sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur
Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai
sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma
lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21
spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001
dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur
Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah
dapat mencegah dan mengobati berbagai macam
penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk
menghambat atau membunuh virus HIV penyebab
AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)
Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan
sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis
ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi
yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme
dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan
pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri
Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang
relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya
ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
42
ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-
10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi
serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi
ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang
menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru
ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar
2012)
Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol
dapat menarik banyak senyawa aktif yang
terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum
sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan
untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data
tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut
untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak
jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan
menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat
bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan
metode difusi cakram kertas Penelitian ini
diharapkan bermanfaat sebagai terobosan
pengembangan produk baru di bidang farmasi
dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai
bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi
yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit
yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus
2 METODE
Bahan yang digunakan adalah jamur
Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient
Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang
diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media
Nutrient Agar kertas cakram aquadest
Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan
porselen alat rotavapor botol vial steril oven
pinset jarum ose autoclave tabung reaksi
inkubator cawan petri timbangan analitik pipet
volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok
tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor
21 Cara Kerja
Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi
10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut
etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan
untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk
jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses
kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi
ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu
40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai
memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering
dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan
dalam ruang LAF
Medium yang digunakan adalah medium
Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri
Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan
kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan
Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC
selama 24 jam Membuat media NA dengan
mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam
100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna
seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan
suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA
steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke
dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah
dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL
bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri
Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas
cakram dengan diameter 6 mm pada media agar
Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum
dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap
kertas cakram
Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20
microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml
Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening
yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah
1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian
dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya
22 Analisa Data
Data yang diperoleh pada metode difusi di
analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way
apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji
Duncan`s
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi
berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali
pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona
hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)
pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml
menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan
kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml
menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan
aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter
rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif
Hasil analisis menggunakan anova one way juga
menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur
lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
43
Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus
Replikasi Kontrol
Negatif
Konsentrasi (microgml)
20 40 60 80 100
1 - 67 87 115 132 172
2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184
4 - 63 86 118 144 174
5 - 70 89 115 139 190
6 - 65 86 108 136 181
7 - 66 79 111 140 186
Rata- Rata 66 87 1135 139 180
Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang
Aktif Aktif Sangat Aktif
Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa
faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya
yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi
teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan
cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)
Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak
yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode
ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode
soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol
Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi
merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk
memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu
karena aktivitas biologis tidak hilang saat
dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam
pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu
etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat
senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid
tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan
triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa
tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah
saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid
Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)
yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan
aktivitas sebagai antimikroba
Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk
2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba
yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan
sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau
kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa
intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin
sebagai antimikroba adalah menghambat enzim
reverse transkriptase dan DNA topoisomerase
sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk
Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba
adalah dengan membentuk senyawa kompleks
dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga
dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti
dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC
2005)
Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri
Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri
Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini
merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada
keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot
et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan
mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru
sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena
termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus
aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya
Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang
dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan
kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena
bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri
gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan
pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk
suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus
oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)
Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus
memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri
gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki
dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi
faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma
lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan
kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang
aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang
dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal
berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial
Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri
Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml
sebesar 9 mm
Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan
bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang
digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba
dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
44
dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi
bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu
adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan
cara ekstraksi lain
4 KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi
ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm
pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada
konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80
microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml
5 DAFTAR PUSTAKA
1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014
Antibacetrial Activity Of Various Extracts
From The Fruiting Bodies Of Ganoderma
lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)
Merr) Trunk International Journal Of Scientific
And Technology Research Vol3 issue 1
2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M
2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed
4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26
Jakarta EGC
3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA
2013 Biopharmaceutical Assessment of Active
Components of Deadaleopsis confragosa and
Ganoderma lucidum Journal of Medical
Microbiology
4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan
Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta
Penebar Swadaya
5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S
Williamson EM 2009 Farmakognosi dan
Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et
al Hal 118 Jakarta EGC
6 Indonesian Biotechnology Information Centre
(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari
Tanaman httpindobicorid Diakses pada
tanggal 3 Juni 2016
7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi
untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta
Rineka Cipta
8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial
Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of
Garlic Cinnamon and Tumeric Againts
Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis
dsm 3256 International Journal Of Applied
Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan
Vol3
9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella
thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-
37
10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji
antimikroba Curcuma spp Terhadap
Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi
Universitas Andalas Hal 1-7
11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda
2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-
18 Yogyakarta Graha Ilmu
12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman
Obat Jakarta Agro Media Pustaka
13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma
lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret
Surakarta
14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan
Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap
Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains
Kimia Vol10
15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-
vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of
Ganoderma lucidum International Journal of
Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466
16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of
Bacteriology Staphylococcus aureus
(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses
tanggal 11 September 2015
17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan
Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah
Bogor PT Penerbit IPB Press
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
14
4 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pada pasien
hipertensi di Rumah Sakit X wilayah Surabaya
Selatan dan Rumah Sakit Y di wilayah Surabaya
Utara yang terbagi dalam 3 kelompok terapi
pengobatan antihipertensi yaitu Candersartan
Valsartan dan Kalium Losartan menunjukkan bahwa
ketiga obat tersebut setelah dilakukan analisa
statistik mempunyai efektifiktas yang sama dalam
mengontrol penurunan tekanan darah pasien
hipertensi yaitu penurunan pada tekanan darah
sistolik dan diastolik Candersartan Valsartan dan
Kalium Losartan merupakan obat antihipertensi
dengan golongan yang sama yaitu golongan
Angiotensin Receptor blockerrsquos dengan mekanisme
kerja menghambat selektif reseptor AT1 sehingga
terjadi vasodilatasi rilis aldosteron dihambat tidak
terjadi aktivasi simpatik rilis hormon aldosteron
dihambat dan terjadi dilatasi arteriol glomerulus
efferent Hal ini menyebabkan retensi natrium dan
air akan menurun dan tekanan darah menjadi turun [913]
DAFTAR PUSTAKA
1 Depkes ( 2006) Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Hipertensi Jakarta Departemen Kesehatan RI
2 Depkes (2007) Hipertensi Penyebab Utama Penyakit
Jantunghttp202155544indexphpoption=n
ewsamptask=viewarticleampsid=2621ampitemid =2(2 Januari 2015)
3 Dipiro JT Talbert RL Yee GC Matzke GR Wells BG Posey LM (2008) Hypertension in Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approach 7th edition Mc Grow-Hill Companies inc
4 Hidayat AAzis (2011) Metode Penelitian
Kesehatan Paradima Kuantitatif Edisi ke-2 Penerbit Healthy Books Publishing Surabaya
5 IkawatiZ JumianiS dan PutuIDPS (2008) Kajian
Keamanan Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut RS DrSardjito Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 30mdash40
6 Joint National Committee (2003) The Seventh Report
of Joint National Committee on Prevention
Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
7 Kemenkes (2014) Pusat Data dan Info Kementerian Kesehatan Hipertensi Kemenkes Jakarta Selatan
8 Katzung Bertram G (2011) Farmakologi Dasar amp
Klinik Ed10 Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC
9 Nixon RM Muller E Lowy A Falvey H (2009)
Valsartan vs orther Angiotensin II Blockerrsquos
in the treatment of hypertension a meta-analytical approach The Internatinonal Journal of Clinical Practice 63 5 p 766 ndash 755 Blackwell Publishing doi 101111j1742-1241200902028x
10 Rahajeng Ekowati dan Sulistyowati Tuminah (2009)
Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia Jakarta Majalah Kedokteran Indonesia 59 (12) p580-587
11Saseen JJ dan Maclaughlin EJ (2008) Hypertensionin Pharmacoterapy Handbook
7th ed New York The McGraw-Hill Companies Inc
12 Tjay Tan Hoan amp Kirana Rahardja (2007) Obat-
Obat Penting kasiat penggunaan dan efek-efek sampingnya Ed 6 Jakarta PT Gramedia
13 Wuryaningsih Lucia (2010) Aksi Obat Basis Farmakologi Klinis 2 Surabaya Sandira
14 WHORegional Office for South- East
AsiaDepartment of Sustainable Development and Healthy Environments Non Communicable Disease Hypertension [internet]c (2011) [cited 2015 Januari 2] Available fromhttpwwwsearowhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
15
Artikel Penelitian
Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit
pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika
Periode Februari-Desember 2016
Acivrida Mega Charisma1)
1STIKES RS Anwar Medika
)Email acievridagmailcom
ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD
Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun
pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini
meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD
Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode
Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan
laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien
DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit
(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3
sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai
hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-
6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki
lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi
tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa
gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit
(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia
menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak
Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit
ABSTRACT
DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of
DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of
immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will
increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of
examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted
on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken
from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value
and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had
decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is
57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit
values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values
hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the
age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study
concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an
increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women
and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children
Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
16
1 PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di
Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian
Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan
dapat menyebabkan kematian karena penanganan
yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World
Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa
Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk
Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan
kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya
Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009
WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara
dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di
Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk
dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per
100000 penduduk)[3]
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan
DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun
2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000
penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014
yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]
Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada
pasien DBD merupakan bagian penting yang
menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan
diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan
penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu
adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai
hematokrit[5]
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia
dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran
jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada
penderita demam berdarah dengue
2 TINJAUAN PUSTAKA
Patofisiologi utama pada DBD yaitu
peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis
yang abnormalPermeabilitas vaskular yang
meningkat mengakibatkan kebocoran plasma
hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat
menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi
perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan
gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]
Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan
dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap
Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)
karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan
volume plasma darah misalnya pada kasus DBD
Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun
(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau
peningkatan kadar plasma darah seperti pada
anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang
berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki
nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam
sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi
trombositopenia akibat munculnya antibodi
terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi
yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini
pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah
trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan
acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue
primer atau sekunder[10]
Parameter laboratorium dalam menegakkan
diagnosis DBD adalah trombositopenia dan
hemokonsentrasi[10]
3 METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah analitik retrospektif
populasi penelitian adalah seluruh rekam medik
pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian
Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil
dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah
catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang
dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil
pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan
jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien
DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien
DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien
DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat
mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang
memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti
AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit
koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit
dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung
dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin
Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan
dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data
variabel memasukkan data dalam program SPSS
(Statistical Program for Social Science) serta
pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data
tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data
terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada
analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel
dengan menggunakan rumus Spearma
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
17
4 HASIL
Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik n
() meanplusmnSD
Jenis Kelamin
Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)
Rentang Usia (tahun)
95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)
12 - 17 43 (235)
18 ndash 20 15 (82)
Ket n = frekuensi
Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek
adalah laki-laki Lebih dari separuh responden
termasuk kelompok Usia anak-anak
Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD
Jumlah Trombosit n
(selmm3) ()
lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)
gt450000 0
Total 183 (100)
Ket n=frekuensi
Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar
sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal
Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD
Nilai Hematokrit n
() ()
Laki-laki Dewasa
lt40 2 (11)
40-48 12 (66)
gt48 4 (22)
Perempuan dewasa
lt37 7 (38)
37-43 3 (16)
gt43 2 (11)
Anak-anak lt= 15 tahun
- lt 33 34 (186)
33 - 38 52 (284)
gt38 67 (366)
183
Total (100)
Ket n = frekuensi
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal
5 PEMBAHASAN
Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan
usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun
dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia
terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain
itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD
terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun
dengan persentase 453 dan frekuensi terendah
adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan
persentase 82
Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan
dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun
2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi
penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan
dewasa muda[12]
Usia merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus
dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba
yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan
yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa
kebocoran plasma[13]
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin
didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih
banyak daripada perempuan dengan persentase
596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut
serupa dengan peneelitian lainnya yang
memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih
banyak dibandingkan perempuan seperti yang
dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang
menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih
banyak dari pada perempuan dengan persentase 60
laki-laki dan 40 perempuan[14]
Jumlah Trombosit Penderita DBD
Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah
trombosit di bawah normal (trombositopenia)
Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar
987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah
sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar
195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat
pada penelitian ini adalah 57000 selmm3
Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan
dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140
penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000
sel mm3[15]
Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun
2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan
perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit
antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya
disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif
dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
18
Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit
untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan
untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun
hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai
p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat
korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-
laki dan perempuan
Nilai Hematokrit Penderita DBD
Dari hasil penelitian 399 penderita DBD
yang mengalami hemokonsentrasi dan 235
penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang
mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366
Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan
tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit
pada penelitian ini adalah 377
Menurut WHO parameter laboratorium dalam
menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai
hematokrit serta trombositopenia Sementara itu
penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua
penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian
oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa
hanya 16 penderita DBD yang mengalami
peningkatan nilai hematokrit[17]
Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang
memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan
didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma
sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya
peningkatan nilai hematokrit saja namun juga
penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat
terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis
Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya
data rekam medis tentang terapi atau pengobatan
yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit
Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian
di India tentang parameter diagnosis DBD dalam
hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai
hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar
363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan
sensitifitas[18]
AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi
DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat
menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit
pada pasien DBD penting melakukan pemisahan
pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan
jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai
normal hematokrit
Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak
usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518
rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada
wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal
138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan
simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15
tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal
68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072
6 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa
1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai
hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan
nilai hematrokit (hemokonsentrasi)
2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD
menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki
lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan
perempuan sedangkan menurut golongan usia
menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling
rentan terhadap infeksi DBD
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat
disampaikan beberapa saran sebagai berikut
penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka
kematian pasien DBD dengan penambahan variabel
penelitian
DAFTAR PUSTAKA
1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward
(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap
jumlah trombosit pada penderita demam
berdarah
2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia
3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and
laboratory guidelines for dengue fever and
dengue haemorrhagic feverdengue shock
syndrome for health care providers Journal of
Pan American Health Organization 1-10
4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)
How to reduce your risk of dengue infection
[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia
dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue
5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test
and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-
Elseviar
6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil
Kesehatan Kabupaten Sidoarjo
7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN
Gupta P Dewan DK (2001) Hematological
observations as diagnostic markers in dengue
hemorrhagic fever-a reappraisal Indian
Pediatrics Journal 38 477-81
8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between
platelet count and hematocrit JACC Journals
39(6)1072-17
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
19
9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji
hematologi pasien terduga demam berdarah
dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal
of Clinical Pathology and Medical Laboratory
17(3) 139ndash42
10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ
Gent M (2011) Sex related differences in
platelet aggregation influence of the hematocrit
Blood Journal of American Society Hematology
56(1) 38-41
11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia
tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue 21-14
12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit
sebagai indikato dan sekunder Jurnal
Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6
13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]
(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL
HYPERLINK
httpwwwemedicinemedscapecom
14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta
ECG
15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah
dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5
Jakarta Interna Publishing
16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah
dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari
HI editor (penyunting) Demam Berdarah
Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam
berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI
editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue
Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil
pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara
Books
19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar
hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash
IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya
syok pada pasien demam berdarah dengue
(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11
20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi
penularan pencegahan amp pemberantasannya
Edisi ke-2 Jakarta Erlangga
21 World Health Organisation (2009) Dengue
hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23
April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK
http wwwwhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
20
Artikel Penelitian
Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di
Salah Satu Apotek di Surabaya
Ilil Maidatuz Zulfa1)
Fitria Dewi Yunitasari1
1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi
Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi
bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola
peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang
diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di
salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini
Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu
Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO
kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan
densitas penggunaan antibiotik
Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi
ABSTRACT
Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most
of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that
the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead
to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics
prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)
ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients
was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was
Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)
The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092
mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD
ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000
mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more
likely reflect the density of antibiotic usage
Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections
1 PENDAHULUAN
Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik
sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan
infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada
penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi
pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan
periodontal dapat ditangani dengan baik dengan
operasi dan higienisitas sehingga indikasi
penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi
sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan
dan penggunaan antibiotik yang irasional akan
berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek
merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]
World Health Organization (WHO) telah
menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat
yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical
(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD
diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu
obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien
dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter
pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed
Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis
rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
21
harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat
digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan
antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama
seperti apotek maupun rumah sakit [7]
2 METODE PENELITIAN
21 Jenis dan Kriteria Penelitian
Kajian observasional retrospektif tentang
penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross
sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien
dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi
spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di
Surabaya Jawa Timur
22 Analisis Data
Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan
lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan
Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD
(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan
Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai
PDD
Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio
PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem
ATCDDD
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
31 Distribusi Pasien
Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan
antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama
2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien
terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah
3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien
perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki
adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien
menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak
diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)
32 Distribusi Peresepan Antibiotik
Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk
infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan
rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian
antibiotik dalam penelitian ini adalah selama
512+083 hari
Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan
Usia
Jumlah
Pasien
Persentase
()
Jenis Kelamin
Perempuan Laki-laki
72 64
5294 4706
Total 136 10000
Usia (tahun)
Dewasa Muda (18-40)
Dewasa (41-65)
75
61
5515
4485
Total 136 10000
Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam
penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam
yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam
Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan
Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol
yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan
Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi
gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al
menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis
antara Penisilin V Amoksisilin atau
Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu
infeksi gigi Pilihan antibiotik yang
direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat
digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]
Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik
lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam
infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin
Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme
kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat
diberikan dengan perhatian pada pasien yang
menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin
dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan
Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan
Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan
memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga
tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain
antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan
antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam
infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang
membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan
penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi
Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk
infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar
terapi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
22
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
33 PDD Rata-rata Antibiotik
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100) (Tabel3)
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
DDD berdasarkan index ATCDDD WHO
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100)
Jenis Antibiotik Kekuatan
(mg)
Jumlah
Peresepan
()
Lama Pemberian
(hari)
Terpendek Terpanjang Rata-rata
Penisilin -Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
500 mg
500125 mg
70 (5072)
5 (362)
200 300
500 500
386 380
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
150 mg 300 mg 500 mg
14 (1015) 26 (1884)
8 (580)
200 200 333
500 750 500
389 657 433
Nitroimidazol Metronidazol
250 mg 500 mg
1 (073) 6 (434)
-
200
500 500
500 362
Makrolida
Eritromisin
500 mg
2 (145)
300
500
400
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
500 mg 500 mg
2 (145) 2 (145)
500
-
700 500
600 500
Sefalosporin Sefadroksil
500 mg
2 (145)
500
600
550
Total 138 (10000)
Jenis Antibiotik Kode
ATC
PDD (mgpasienhari)
DDD
(mgpasienhari)
Rasio
PDDDDD
Penisilin-Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
J01CA04
J01CR02
150925
136842
100000
100000
159
137
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
J01FF01 J01FF02
83521 150000
120000 180000
070 083
Nitroimidazol Metronidazol
P01AB01
125329
200000
063
Makrolida Eritromisin
J01FA01
150000
100000
150
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
J01MA12 J01MA01
50000 50000
50000
100000
100 050
Sefalosporin Sefadroksil
J01DB05
100000
200000
050
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
23
4 KESIMPULAN
Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien dalam penelitian ini adalah 102+012
antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian
antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang
paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu
sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik
dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali
Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat
Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD
tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator
penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter
yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan
keterpaparan pasien terhadap antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of
antimicrobial utilization in indoor ward of
surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727
2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)
Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306
3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation
between Defined Daily Doses (DDD) and
Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis
of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418
4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K
Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)
Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic
isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8
5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press
6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of
Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53
7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily
doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591
8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of
antibiotic prophylaxis in dental practice-
Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754
9 World Health Organization (WHO) (2003)
Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization
10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme
(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental
Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland
Amoksisilin Amoksisilin+A
sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil
WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000
PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000
0
500
1000
1500
2000
2500
mg
pasi
en
hari
Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
24
Artikel Penelitian
Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu
2)
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email ddipahayugmailcom
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi
(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian
kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara
variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi
yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh
dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan
swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji
statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp
sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95
Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2
ABSTRACT
This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective
COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of
sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and
rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the
sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with
statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have
significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages
showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2
in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of
this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents
have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a
significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95
Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And
COX
1PENDAHULUAN
Pengertian nyeri menurut International
Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu
perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman
yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan
aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di
bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap
stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri
dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat
luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)
Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50
masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang
dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp
Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas
Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug
Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
25
mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi
permasalahan umum pada kesehatan masyarakat
yang dapat diatasi dengan menggunakan obat
analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya
dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik
perifer yang penggunaannya berdasarkan skala
nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat
digunakan obat oral analgesik perifer misalnya
golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug
(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu
golongan obat yang bekerja dengan cara memblok
kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan
COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin
yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi
dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa
digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi
dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan
resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk
COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan
enzim yang penting untuk pembentukan
prostaglandin dalam melindungi saluran cerna
trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah
enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi
prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam
peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat
memberikan efek merugikan bagi lambung karena
adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang
menggunakan NSAID sehingga dilakukan
pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan
sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp
Gilman 2010)
Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik
NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka
waktu yang lama secara terus menerus seringkali
menimbulkan efek samping beberapa diantaranya
yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran
pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat
untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan
intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah
swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk
mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak
dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing
batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif
yang diambil masyarakat untuk meningkatkan
keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)
Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh
pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk
mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan
yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter
Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan
kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan
swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai
dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya
(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila
dilakukan secara tepat akan sangat membantu
masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter
Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan
obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi
Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu
yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko
efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006
Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang
jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi
lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga
kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut
untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada
pasien sehingga pasien dapat terhindar dari
penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan
obat yang salah (drug misuse) Masyarakat
cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu
zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan
pengetahuan masyarakat tentang informasi
penggunaan obat tersebut merupakan penyebab
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)
dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)
Pengetahuan merupakan hal penting yang
dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan
swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo
2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka
penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan
obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel
yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien
swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat
oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis
kefarmasian dalam melakukan pelayanan
swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien
yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa
1 METODE
Instrumen penelitian
Bahan dan sumber data dalam penelitian ini
adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur
kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada
pasien diluar responden penelitian Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan alat ukur
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
26
kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti
Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok
pertanyaan yaitu identitasresponden data
pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi
Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan
informasi dengan menyampaikan sejumlah
pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula
oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner
berbentuk Close Ended Question yang berisi 10
pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan
mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan
dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang
didapatkan
Prosedur Pelaksanaan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif observasional dengan pengumpulan data
secara prospektif melalui pendekatan cross sectional
dimana data yang menyangkut variabel terikat
dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan
(Notoatmodjo 2012)
Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa
Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian
dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016
Pengambilan sampel secara accidental dilakukan
dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau
tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks
penelitian(Notoatmodjo 2012)
Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan
rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan
10 Berdasarkan perhitungan diperoleh
jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria
inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-
laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan
keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan
membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian
dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk
mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf
Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa
dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan
rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p
(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid
sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji
reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang
diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari
syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel
sehingga dapat digunakan dalam penelitian
Analisis data
Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban
yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai
dengan metode penilaian kuesioner Setelah data
yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan
dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi
3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku
rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan
tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner
memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak
rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria
kerasionalan obat
Dilakukan pengolahan data yang sudah
terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu
analisis deskriptif untuk menggambarkan
karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel
yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan
diagram batang selanjutnya dilakukan analisis
statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp
Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan
atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan
masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor
sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat
pendidikan dan status pekerjaan)terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95
2 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien
terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah
perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan
rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien
(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas
(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status
pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien
(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar
4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku
swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong
rasional 7570
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan
Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720
Sedang ( 60-80 ) 27 3860
Buruk ( lt 60 ) 10 1425
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
27
Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat
pengetahuan responden tentang swamedikasi dan
obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak
Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori
baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan
sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27
pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak
10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien
keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tingkat pengetahuan responden tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup
dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat
rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam
tabel 2
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas
Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Perilaku Rasional 53 7570
Tidak rasional 17 2430
Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien
(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang
dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien
(2430)
Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang
obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku
konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak
rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat
tentang obat dan penggunaannya merupakan
penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam
swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan
tersebut juga menyebabkan rentannya pasien
mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat
sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang
tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian
informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)
Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan
aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan
pemborosan waktu dan pemborosan biaya
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif
COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat
pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-
sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1
diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap
perilaku swamedikasi yang rasional terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi
di Apotek Latansa Sidoarjo)
Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien
Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam
Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan
rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa
semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang
mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional
pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan
Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa
pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap
perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional
Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk
perilaku kesehatan yang pembentukannya
dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern
Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah
satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan
mengenai penggunaan obat yang mencukupi
dapatmembantu pasien untuk mendapatkan
pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional
serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan
dalam menggunakan obat
Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan
terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau
jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang
rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang
sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan
hal penting dalam swamedikasi pengetahuan
tersebut antara lain tentang mengenali gejala
penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari
penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket
dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan
efek samping yang ada (Depkes 2008)
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan
pasien dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
28
Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat
Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2
Dalam Swamedikasi
Tingkat
Pengetahuan Keterangan
Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0421gt 0050 Ho Diterima
Tingkat
Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak
Status
Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan
antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan
dengan tingkat pengetahuan pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap
tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor
tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan
pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)
Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat
pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula
pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan
menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan
kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi
termasuk informasi mengenai kesehatan
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang
menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih
banyak yang melakukan swamedikasi secara
rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya
tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak
membaca label pada kemasan obat sebelum
mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam
penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat
pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman
tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin membuat seseorang
lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan
obat
Hasil uji analisis statistik Chi Square
pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas
pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat
pada Tabel 5
Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon
Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak
Tingkat
Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima
Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara
jenis kelamin tingkat pendidikan dan status
pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan
pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)
Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan
tingkat pengetahuan pasien)
Usia menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia
mempengaruhi pemilihan obat pada pasien
Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang
tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan
obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan
fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi
penyakit yang menyebabkan rentan mengalami
masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan
dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk
2008)
4KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien
memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan
swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis
statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat
pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas
pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi
Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan
menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat
pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
29
pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor
sosiodemografi usia
1 SARAN
Disarankan untuk menunjang terlaksananya
pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya
dibuat poster atau brosur yang berisi informasi
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang
benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga
bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk
memberikan arahan dan edukasi kepada pasien
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi
untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang
rasional
2 DAFTAR PUSTAKA
1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas
terbatas Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Keputusan Menteri Kesehatan RI No
189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan
Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008
Materi pelatihan peningkatan pengetahuan
dan keterampilan memilih obat bagi tenaga
kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)
Jakarta Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan
Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada
Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun
2003Tesis
5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi
dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC
6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC
7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008
Perilaku pengobatan sendiri yang rasional
pada masyarakat Kecamatan Depok dan
Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah
Farmasi Indonesia 19(1) 32-40
8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian
kesehatan Jakarta Rineka Cipta
9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran
Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di
Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah
Ilmu Kefarmasian 1 102-115
10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola
Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara
Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di
Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan
11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh
penyuluhan obat menggunakan leaflet
terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga
kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219
12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat
yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan
sendiri keluhan demam sakit kepala batuk
dan flu (hasil analisis lanjut data Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001
Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69
13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007
Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-
Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan
Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi
hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
14 World health organization 2000 Guidlines for the
regulatory assesment of medical products for
use in self-medication Geneva World Health
Organization
15 World Self-Medication Industry (nd) About self
medication Februari 2 2012
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
30
Artikel Penelitian
Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam
Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)
Surahmaidah1)
dan Sarwoko Mangkoedihardjo2
1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
) Email fahida1619gmailcom
ABSTRAK
Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di
sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut
Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman
(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang
umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan
dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh
Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai
persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan
tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan
Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang
diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam
mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125
Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi
ABSTRACT
The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them
is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to
remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual
plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants
and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd
contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This
experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25
ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on
Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the
percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to
accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125
Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation
1 PENDAHULUAN
Logam berat merupakan sumber pencemar
lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat
toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]
Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya
disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan
limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]
Secara alamiah tanah mengandung logam berat
dan sebagian logam berat tersebut berperan penting
dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn
dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila
jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas
pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan
logam berat yang sangat toksik dan merupakan
pencemar utama dalam lingkungan dan sangat
beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel
and Kirkby 1987)
Salah satu logam berat toksik yang mencemari
tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd
mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun
Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem
tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan
logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah
masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]
Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih
perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa
mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida
bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd
digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
31
(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd
bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan
sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat
keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-
Cd pada baterai serta industri tekstil [2]
Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga
untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang
tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik
kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan
relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif
bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang
tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan
tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik
pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan
tumbuhan untuk menyerap mendegradasi
mentransformasi dan mengimobilisasi bahan
pencemar baik itu logam berat maupun senyawa
organik Metode ini mudah diaplikasikan murah
efisien dan ramah lingkungan [12]
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)
Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah
didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada
berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak
pagar umumnya digunakan sebagai tanaman
pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan
sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)
tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik
dalam menyerap logam nikel (Ni)
Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar
Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan
tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)
dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman
jarak pagar
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam
berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap
tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai
persentase reduksi tanah yang tercemar Cd
2 METODE PENELITIAN
21 Waktu Penelitian
Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2
bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan
jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses
remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar
dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair
Surabaya
22 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag
dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm
penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik
dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar
tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan
namun tetap mendapatkan sinar matahari dan
sirkulasi oksigen
Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan
dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm
dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar
(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah
daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam
nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades
23 Tahap-tahap Penelitian
231 Sampel Tanaman Jarak Pagar
Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk
mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh
dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar
pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor
dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor
untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman
tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali
pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah
232 Aklimatisasi Tanaman
Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman
jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman
tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman
yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu
dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat
dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk
diujikan
233 Pemberian Variasi Konsentrasi
Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd
terhadap media tanah taman yang berisi tanaman
jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan
adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm
Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
32
masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan
dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan
234 Parameter Uji
Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas
daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran
reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan
tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam
tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir
pengamatan)
3 PEMBAHASAN
31 Tahap Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur
penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya
tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir
percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak
pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna
hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan
untuk kemudian ditanam pada media tanah taman
yang mengandung Cd yang telah ditentukan
konsentrasinya
32 Analisis Parameter
321 Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman
yang sering digunakan sebagai indikator
pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1
didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15
ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman
dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm
Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non
esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk
meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon
pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat
pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya
sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan
322 Luas Daun
Luas daun digunakan sebagai parameter
pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk
menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti
pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7
luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574
cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami
penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027
cm2
Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan
Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd
pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi
tanaman dan mampu merusak kloroplas daun
sehingga luas daun mengalami penurunan Cd
berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan
nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka
klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit
Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil
fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi
penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang
tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun
Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman
Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm
Hari ke-0 21 21 24 21 21 22
Hari ke-7 211 21 241 212 213 221
Hari ke-14 213 211 243 212 213 223
Hari ke-21 213 211 243 212 213 223
Hari ke-28 214 211 245 215 215 224
Hari ke-35 215 211 246 216 216 225
Hari ke-42 215 211 247 217 217 225
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
33
Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd
Kode
Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)
hari
ke-0
hari
ke-7
hari
ke-14
hari
ke-21
hari
ke-28
hari
ke-35
hari
ke-42
5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673
15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176
25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341
35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118
45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253
323 Morfologi Daun
Selain penurunan luas daun Cd juga
menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi
tanaman yang diekspresikan dalam gangguan
pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis
(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun
yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis
(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan
daun yang tidak normal [10]
Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi
akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada
Gambar 3
Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak
Pagar
Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti
(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan
mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat
pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja
enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan
pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat
mengakibatkan kematian tanaman
324 Reduksi Cd dalam Tanah
Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap
2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-
28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar
rhizosfer tanaman
Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)
Cd hari
ke-0
hari
ke-14
hari
ke-28
Reduksi
(a)
Reduksi
(b)
5 ppm 6031 1067 073 82308 87896
15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178
25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517
35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796
45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509
Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk
monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak
sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui
kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi
tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh
(2005)
Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada
hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak
digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah
yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di
daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah
tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur
penelitian Ghosh and Singh (2005)
Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah
sebagai berikut
reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)
Kons Cd1
reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)
Kons Cd1
325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar
Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak
pagar dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
34
Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar
Cd Konsentrasi Cd
Pada Tanah
(Hari ke-42)
Pada
Tanaman
Akumulasi
5 ppm 1693 1236 7301
15 ppm 4799 6038 12582
25 ppm 9028 7939 8794
35 ppm 15128 7022 4642
45 ppm 14567 7929 5443
Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih
besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system
tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat
meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap
Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa
akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat
pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm
dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase
akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada
konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi
Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih
rendah
4 KESIMPULAN
1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh
terhadap tinggi tanaman dan luas daun
2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai
kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar
logam berat Cd
3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam
berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91
4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman
jarak pagar yaitu sebesar 46-125
DAFTAR PUSTAKA
1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical
Principles of Environmental Pollution 2nd
Edition Blackie Academic and Professional
Chapman amp Hall London
5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam
KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman
T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P
(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil
Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta
6 Kelly EB (1998) Phytoremediation
7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace
Elements in the Soil and Plants CRC Press
Boca Raton FL
8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic
Metals A Review of Biological Mechanisms J
Environmental Qual 31 109-120
9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in
bacterial community structure induced by
micorrhizal colonization in spot-root maize
Plant Soil 231 279-289
10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element
John Wiley amp Sons New York pp 1-292
11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and
anthropogenic emissions of trace metals to the
atmosphere Nature 279 409-411
12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)
PHYTOREMEDIATION Transformation and
Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc
USA
13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)
Review Cadmium Phytoextraction Present
State Biological Background and Research
Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95
2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi
Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press
Jakarta
3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on
Phytoremediation of Heavy Metals and
Utilization of Its Byproducts Applied Ecology
Environment Research 3(1) 1-8
4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis
Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama
Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
35
Artikel Penelitian
Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti
2) Tamara Gusti Ebtavanny
3
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya
3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya
perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)
Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat
menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan
yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan
kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel
dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa
kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel
mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah
18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh BPOM
Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri
ABSTRACT
Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic
treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in
the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in
the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No
HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams
cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number
BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield
requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a
registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method
used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis
using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury
more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels
from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn
035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the
market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream
1PENDAHULUAN
Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar
yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit
memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh
dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan
membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu
Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo
Surabaya)
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
36
pembentukan pigmen melanin untuk melindungi
kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi
sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat
menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan
berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang
ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari
kemerahan noda-noda hitam penuaan dini
kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk
mengatasi berbagai masalah kulit tersebut
diperlukan adanya perawatan menggunakan
kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan
yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian
luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah
menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena
penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan
terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik
pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan
pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up
meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan
tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan
sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang
lain mencegah penuaan dan secara umum
membantu seseorang lebih menikmati dan
menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono
dan Fatma Latifah 2014)
Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya
yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim
pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau
bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit
atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim
pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang
memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu
mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi
warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)
Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam
krim pemutih salah satunya adalah merkuri
Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum
yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg
dan termasuk dalam golongan logam berat dengan
bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri
merupakan salah satu bahan aktif yang sering
ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr
Retno IS Tranggono SpKK merkuri
direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit
karena berpotensi sebagai bahan pereduksi
(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih
terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri
dianggap dapat menghambat sintesis melamin
pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li
Wang and Hong Zhang 2011)
Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor
HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan
logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih
dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan
pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan
bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang
mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas
terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi
karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit
secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk
ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi
yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat
membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan
dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada
pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan
kerusakan permanen otak paru-paru ginjal
menggangu perkembangan janin serta dapat
menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada
sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor
insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi
abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di
dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik
yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI
2011 BPOM RI 2007)
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan
kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim
pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim
pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim
pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi
BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3
varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah produk dengan merk serta kemasan yang
sama namun pada pembelian toko kosmetik yang
berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian
ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC
Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan
harga terjangkau dan memiliki kemasan pot
2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan
rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga
bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa
kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi
Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di
Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong
gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas
saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur
50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
37
1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet
volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan
digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim
pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat
larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan
aquadest
1 Analisa Kualitatif
Pembuatan Larutan KI 05 N
Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL
dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL
serta dikocok hingga homogen
Pembuatan Larutan Aqua Regia
HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL
(perbandingan volume 3 I)
Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah
Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air
sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10
mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir
kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest
sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar
didinginkan dan disaring
Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna
Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes
larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui
dinding tabung reaksi Jika sampel positif
mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan
merah jingga
2 Analisa Kuantitatif
Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan
kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat
sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan
volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest
Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi
100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10
mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain
Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan
larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL
dan masukan ke dalam masing-masing labu takar
yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan
ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume
masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan
HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan
instrumen pengukur Spektrofotometer serapan
Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang
resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil
pengukuran larutan sampel
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa
krim pemutih yang dijual di pasar DTC
Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang
diambil secara acak dalam penelitian ini adalah
sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis
yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dengan merk A B C dan
memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D
E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian
Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
produk dengan merk serta kemasan yang sama
namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda
Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan
kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam
kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk
mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif
pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku
kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap
selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan
metode digesti basah dengan cara menguapkan
sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas
penangas air di dalam lemari asam sampai hampir
kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan
ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan
sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya
sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan
meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan
mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian
yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil
yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2
Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor
BPOM
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
38
Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor
BPOM
Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut
dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif
mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji
kuantitatif untuk mengetahui kadarnya
Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada
pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa
pengujian sampel tersebut adalah valid sampel
yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga
dilakukan pengujian yang diambil secara random
dan mengujikannya di Laboratorium MIPA
Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil
analisa kuantitatif
Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan
merkuri pada krim pemutih
Berdasarkan hasil data yang tertera pada table
3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki
nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri
dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi
BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil
kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1
adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk
varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil
tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi
batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah
Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia nomor HK03012307116662
tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis
merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1
mgL (1 ppm)
Berdasarkan hasil pengujian tersebut
membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim
pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar
melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan
produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi
batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi
maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor
registrasi yang tercantum dalam produk tersebut
dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian
nomor registrasi produk dengan izin edar melalui
website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan
kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6
sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)
yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak
terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih
lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan
bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam
daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di
pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM
dalam link database produk yang dibatalkan
Namun meskipun produk tersebut telah
dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih
beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk
sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada
database produk yang dibatalkan ternyata tidak
ditemukan nomor registrasi dari produk sampel
tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut
tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi
yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini
membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang
beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang
tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM
4 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut
1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk
kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
39
2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki
nomor registrasi BPOM yang beredar di
pasaran
3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang
beredar dipasaran memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji
kuantitatif menunjukkan adanya kandungan
merkuri yang cukup tinggi pada produk krim
pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn
035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar
18820 plusmn 028 mgkg
5 SARAN
2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih
berhati-hati dalam memilih produk kosmetika
khususnya krim pemutih Hindari memilih
produk yang tidak mencantumkan nomor
registrasi dari BPOM RI
3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali
produk yang mencantumkan nomor registrasi
melalui website resmi BPOM
(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui
kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi
dengan izin edar produk tersebut
4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan
ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau
menyengat serta menjanjikan hasil yang instan
dengan proses yang cepat
5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh
instansi terkait seperti BPOM untuk semua
produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga
keamanannya
6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
menggunakan produk yang lebih banyak dengan
area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih
representative
DAFTAR PUSTAKA
1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom
Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015
2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih
Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016
3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013
Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri
(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal
Menggunakan Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas
4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011
Peraturan Kepala Badan POM Republik
Indonesia Nomor HK0312307116662
Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik
httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015
5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada
Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya
6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical
Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016
7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014
Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium
Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih
Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1
8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi
Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan
Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183
Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In
Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo
11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015
12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian
Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas
G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada
Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT
Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis
Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih
Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta
17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis
Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta
18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian
Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik
Dengan Spektrofotometri Serapan
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
40
Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan
Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi
Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku
Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta
20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in
marketed cosmetics analytical survey in
Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
41
Artikel Penelitian
Prasetyo Handrianto1)
1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom
ABSTRAK
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat
tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah
jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi
yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali
pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data
zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu
sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi
(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
ABSTRACT
Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma
lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml
60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is
paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed
that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest
average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract
of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus
aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
1 PENDAHULUAN
Hidup sehat adalah harapan setiap orang
Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya
harga obat-obatan modern dan efek samping yang
mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat
ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam
(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai
melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso
2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat
tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru
sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar
300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan
tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang
telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi
sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur
Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai
sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma
lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21
spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001
dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur
Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah
dapat mencegah dan mengobati berbagai macam
penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk
menghambat atau membunuh virus HIV penyebab
AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)
Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan
sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis
ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi
yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme
dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan
pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri
Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang
relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya
ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
42
ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-
10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi
serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi
ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang
menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru
ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar
2012)
Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol
dapat menarik banyak senyawa aktif yang
terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum
sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan
untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data
tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut
untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak
jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan
menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat
bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan
metode difusi cakram kertas Penelitian ini
diharapkan bermanfaat sebagai terobosan
pengembangan produk baru di bidang farmasi
dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai
bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi
yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit
yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus
2 METODE
Bahan yang digunakan adalah jamur
Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient
Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang
diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media
Nutrient Agar kertas cakram aquadest
Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan
porselen alat rotavapor botol vial steril oven
pinset jarum ose autoclave tabung reaksi
inkubator cawan petri timbangan analitik pipet
volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok
tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor
21 Cara Kerja
Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi
10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut
etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan
untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk
jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses
kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi
ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu
40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai
memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering
dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan
dalam ruang LAF
Medium yang digunakan adalah medium
Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri
Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan
kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan
Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC
selama 24 jam Membuat media NA dengan
mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam
100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna
seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan
suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA
steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke
dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah
dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL
bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri
Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas
cakram dengan diameter 6 mm pada media agar
Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum
dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap
kertas cakram
Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20
microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml
Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening
yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah
1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian
dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya
22 Analisa Data
Data yang diperoleh pada metode difusi di
analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way
apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji
Duncan`s
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi
berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali
pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona
hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)
pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml
menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan
kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml
menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan
aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter
rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif
Hasil analisis menggunakan anova one way juga
menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur
lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
43
Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus
Replikasi Kontrol
Negatif
Konsentrasi (microgml)
20 40 60 80 100
1 - 67 87 115 132 172
2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184
4 - 63 86 118 144 174
5 - 70 89 115 139 190
6 - 65 86 108 136 181
7 - 66 79 111 140 186
Rata- Rata 66 87 1135 139 180
Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang
Aktif Aktif Sangat Aktif
Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa
faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya
yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi
teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan
cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)
Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak
yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode
ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode
soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol
Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi
merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk
memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu
karena aktivitas biologis tidak hilang saat
dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam
pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu
etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat
senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid
tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan
triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa
tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah
saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid
Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)
yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan
aktivitas sebagai antimikroba
Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk
2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba
yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan
sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau
kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa
intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin
sebagai antimikroba adalah menghambat enzim
reverse transkriptase dan DNA topoisomerase
sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk
Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba
adalah dengan membentuk senyawa kompleks
dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga
dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti
dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC
2005)
Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri
Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri
Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini
merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada
keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot
et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan
mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru
sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena
termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus
aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya
Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang
dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan
kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena
bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri
gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan
pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk
suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus
oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)
Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus
memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri
gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki
dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi
faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma
lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan
kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang
aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang
dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal
berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial
Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri
Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml
sebesar 9 mm
Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan
bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang
digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba
dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
44
dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi
bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu
adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan
cara ekstraksi lain
4 KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi
ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm
pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada
konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80
microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml
5 DAFTAR PUSTAKA
1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014
Antibacetrial Activity Of Various Extracts
From The Fruiting Bodies Of Ganoderma
lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)
Merr) Trunk International Journal Of Scientific
And Technology Research Vol3 issue 1
2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M
2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed
4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26
Jakarta EGC
3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA
2013 Biopharmaceutical Assessment of Active
Components of Deadaleopsis confragosa and
Ganoderma lucidum Journal of Medical
Microbiology
4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan
Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta
Penebar Swadaya
5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S
Williamson EM 2009 Farmakognosi dan
Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et
al Hal 118 Jakarta EGC
6 Indonesian Biotechnology Information Centre
(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari
Tanaman httpindobicorid Diakses pada
tanggal 3 Juni 2016
7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi
untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta
Rineka Cipta
8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial
Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of
Garlic Cinnamon and Tumeric Againts
Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis
dsm 3256 International Journal Of Applied
Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan
Vol3
9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella
thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-
37
10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji
antimikroba Curcuma spp Terhadap
Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi
Universitas Andalas Hal 1-7
11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda
2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-
18 Yogyakarta Graha Ilmu
12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman
Obat Jakarta Agro Media Pustaka
13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma
lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret
Surakarta
14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan
Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap
Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains
Kimia Vol10
15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-
vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of
Ganoderma lucidum International Journal of
Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466
16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of
Bacteriology Staphylococcus aureus
(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses
tanggal 11 September 2015
17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan
Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah
Bogor PT Penerbit IPB Press
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
15
Artikel Penelitian
Gambaran Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dan Nilai Hematokrit
pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) Di RSU Anwar Medika
Periode Februari-Desember 2016
Acivrida Mega Charisma1)
1STIKES RS Anwar Medika
)Email acievridagmailcom
ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
Pemeriksaan darah lengkap yag biasanya dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit karena kedua pemeriksaan ini dapat menjadi indikator diagnosis DBD
Jumlah trombosit akan menurun (trombositoenia) akibat supresi sum-sum tulang dan munculnya komplks imun
pada permukaan trombosit yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sedangkan nilai hematokrit ini
meningkat (hemokonsentrasi) karena penurunan volume plasma darah Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit pada pasien penderita DBD
Telah dilakukan penelitian retrospektif terhadap 183 pasien DBD di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode
Februari 2016 ndash Desember 2016 Data yang diambil dari instalasi rekam medis adalah hasil pemeriksaan
laboratorium yaitu jumlah trombosit dan nilai hematokrit dan data mengenai jenis kelamin serta usia pasien
DBDHasil dari penelitian ini didapatkan 978 pasien DBD megalami peurunan jumlah trombosit
(trombositopenialt 100000mm3) dengan rata-rata jumlah trombosit pasien adalah 57000 sel mm3
sedangkan pada pemeriksaan nilai hematokrit didapatkan 399 pasien DBD mengalami peningkatan nilai
hematokrit (hemokonsentrasi)235 mengalami penurunan nilai hematokrit (hemodilusi) dan 363 nilai hematokrit dalam batas normal dengan rata-rata nilai hematokrit pasien pada penelitian ini adalah 378 +-
6782 Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin menunjukan frekuensi pasien DBD laki-laki
lebih besar dari pada wanita yaitu 596 laki-laki dan 404 wanita sedang berdasarkan rentang usia frekuensi
tertinggi adalah pada rentang usia 6-11 tahun yaitu sebesar 453 Penelitian ini mendapat kesimpulan bahwa
gambaran hasil pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai hematokrit yaitu terjadi penurunan jumlah trombosit
(trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai hematokrit ( hemokonsentrasi ) Berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan laki ndash laki lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan perempuan dan berdasarkan usia
menunjukkan bahwa usia terentan terhadap infeksi DBD adalah pada usia anak -anak
Kata kunci Demam Berdarah DengueJumlah Trombosit Nilai Hematokrit
ABSTRACT
DHF is one of the public health problem in Indonesia Complete blood count which is usually done to screen patiens suspect DHF is platelet count and hematokrit value because these two tests can be an indicator of
DHF diagnosis The platelet count will decrease as a result of bone marrow suppression and the appearance of
immune complexes on the platelet surface causing platelet aggregation while the value of hematocrit will
increase due the decreased blood plasma volume This study aims todetermine the description of the result of
examination of platelet counts and hematocrit value in DHF patients A retrospective study was conducted
on183 DHF patients in hospital Anwar Medika Sidoarjo period of February 2016 ndash December 2016 data taken
from installation of medical record is resultof laboratory examination that is platelet count and hematocrit value
and data about gender as well age of DHF patients The result of this study showed 978 of DHF patients had
decreased platelet count ( trombositopenialt 100000 cellmm3 )with an average platelet count of patients is
57000 cellmm3 Whereas on hematocrit value examination 399 DHF patients had elevated hematocrit
values 235 decreased hmatocrit values and 366 hematocrit values whitin normal range with means values
hematocrit is 378+-6782 The frequency distribution of DHF patients by sex shows that thefrequency of male DHF patients is more greater thanthat of female patients ( 596 male and 404 female ) while based on the
age the highest frequency distribution of DHF patients is children in age range 6 ndash 11 years old This study
concludes that the picture of platelet count and hematocrit value is the decrease of platelet count and an
increase in hematocrit value Bassed on sex shows that men are more susceptible to DHF infection than women
and by age shows the age most susceptible to DHF infection is at the age of the children
Key Words Dengue Hemorrhagic Fever Platelet Count Hematocrit Value
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
16
1 PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di
Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian
Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan
dapat menyebabkan kematian karena penanganan
yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World
Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa
Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk
Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan
kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya
Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009
WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara
dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di
Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk
dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per
100000 penduduk)[3]
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan
DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun
2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000
penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014
yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]
Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada
pasien DBD merupakan bagian penting yang
menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan
diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan
penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu
adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai
hematokrit[5]
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia
dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran
jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada
penderita demam berdarah dengue
2 TINJAUAN PUSTAKA
Patofisiologi utama pada DBD yaitu
peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis
yang abnormalPermeabilitas vaskular yang
meningkat mengakibatkan kebocoran plasma
hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat
menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi
perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan
gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]
Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan
dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap
Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)
karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan
volume plasma darah misalnya pada kasus DBD
Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun
(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau
peningkatan kadar plasma darah seperti pada
anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang
berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki
nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam
sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi
trombositopenia akibat munculnya antibodi
terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi
yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini
pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah
trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan
acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue
primer atau sekunder[10]
Parameter laboratorium dalam menegakkan
diagnosis DBD adalah trombositopenia dan
hemokonsentrasi[10]
3 METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah analitik retrospektif
populasi penelitian adalah seluruh rekam medik
pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian
Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil
dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah
catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang
dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil
pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan
jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien
DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien
DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien
DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat
mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang
memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti
AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit
koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit
dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung
dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin
Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan
dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data
variabel memasukkan data dalam program SPSS
(Statistical Program for Social Science) serta
pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data
tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data
terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada
analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel
dengan menggunakan rumus Spearma
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
17
4 HASIL
Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik n
() meanplusmnSD
Jenis Kelamin
Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)
Rentang Usia (tahun)
95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)
12 - 17 43 (235)
18 ndash 20 15 (82)
Ket n = frekuensi
Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek
adalah laki-laki Lebih dari separuh responden
termasuk kelompok Usia anak-anak
Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD
Jumlah Trombosit n
(selmm3) ()
lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)
gt450000 0
Total 183 (100)
Ket n=frekuensi
Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar
sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal
Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD
Nilai Hematokrit n
() ()
Laki-laki Dewasa
lt40 2 (11)
40-48 12 (66)
gt48 4 (22)
Perempuan dewasa
lt37 7 (38)
37-43 3 (16)
gt43 2 (11)
Anak-anak lt= 15 tahun
- lt 33 34 (186)
33 - 38 52 (284)
gt38 67 (366)
183
Total (100)
Ket n = frekuensi
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal
5 PEMBAHASAN
Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan
usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun
dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia
terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain
itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD
terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun
dengan persentase 453 dan frekuensi terendah
adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan
persentase 82
Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan
dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun
2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi
penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan
dewasa muda[12]
Usia merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus
dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba
yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan
yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa
kebocoran plasma[13]
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin
didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih
banyak daripada perempuan dengan persentase
596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut
serupa dengan peneelitian lainnya yang
memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih
banyak dibandingkan perempuan seperti yang
dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang
menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih
banyak dari pada perempuan dengan persentase 60
laki-laki dan 40 perempuan[14]
Jumlah Trombosit Penderita DBD
Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah
trombosit di bawah normal (trombositopenia)
Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar
987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah
sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar
195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat
pada penelitian ini adalah 57000 selmm3
Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan
dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140
penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000
sel mm3[15]
Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun
2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan
perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit
antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya
disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif
dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
18
Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit
untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan
untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun
hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai
p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat
korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-
laki dan perempuan
Nilai Hematokrit Penderita DBD
Dari hasil penelitian 399 penderita DBD
yang mengalami hemokonsentrasi dan 235
penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang
mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366
Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan
tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit
pada penelitian ini adalah 377
Menurut WHO parameter laboratorium dalam
menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai
hematokrit serta trombositopenia Sementara itu
penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua
penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian
oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa
hanya 16 penderita DBD yang mengalami
peningkatan nilai hematokrit[17]
Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang
memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan
didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma
sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya
peningkatan nilai hematokrit saja namun juga
penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat
terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis
Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya
data rekam medis tentang terapi atau pengobatan
yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit
Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian
di India tentang parameter diagnosis DBD dalam
hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai
hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar
363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan
sensitifitas[18]
AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi
DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat
menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit
pada pasien DBD penting melakukan pemisahan
pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan
jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai
normal hematokrit
Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak
usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518
rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada
wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal
138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan
simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15
tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal
68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072
6 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa
1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai
hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan
nilai hematrokit (hemokonsentrasi)
2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD
menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki
lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan
perempuan sedangkan menurut golongan usia
menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling
rentan terhadap infeksi DBD
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat
disampaikan beberapa saran sebagai berikut
penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka
kematian pasien DBD dengan penambahan variabel
penelitian
DAFTAR PUSTAKA
1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward
(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap
jumlah trombosit pada penderita demam
berdarah
2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia
3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and
laboratory guidelines for dengue fever and
dengue haemorrhagic feverdengue shock
syndrome for health care providers Journal of
Pan American Health Organization 1-10
4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)
How to reduce your risk of dengue infection
[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia
dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue
5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test
and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-
Elseviar
6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil
Kesehatan Kabupaten Sidoarjo
7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN
Gupta P Dewan DK (2001) Hematological
observations as diagnostic markers in dengue
hemorrhagic fever-a reappraisal Indian
Pediatrics Journal 38 477-81
8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between
platelet count and hematocrit JACC Journals
39(6)1072-17
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
19
9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji
hematologi pasien terduga demam berdarah
dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal
of Clinical Pathology and Medical Laboratory
17(3) 139ndash42
10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ
Gent M (2011) Sex related differences in
platelet aggregation influence of the hematocrit
Blood Journal of American Society Hematology
56(1) 38-41
11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia
tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue 21-14
12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit
sebagai indikato dan sekunder Jurnal
Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6
13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]
(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL
HYPERLINK
httpwwwemedicinemedscapecom
14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta
ECG
15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah
dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5
Jakarta Interna Publishing
16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah
dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari
HI editor (penyunting) Demam Berdarah
Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam
berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI
editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue
Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil
pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara
Books
19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar
hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash
IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya
syok pada pasien demam berdarah dengue
(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11
20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi
penularan pencegahan amp pemberantasannya
Edisi ke-2 Jakarta Erlangga
21 World Health Organisation (2009) Dengue
hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23
April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK
http wwwwhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
20
Artikel Penelitian
Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di
Salah Satu Apotek di Surabaya
Ilil Maidatuz Zulfa1)
Fitria Dewi Yunitasari1
1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi
Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi
bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola
peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang
diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di
salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini
Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu
Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO
kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan
densitas penggunaan antibiotik
Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi
ABSTRACT
Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most
of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that
the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead
to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics
prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)
ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients
was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was
Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)
The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092
mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD
ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000
mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more
likely reflect the density of antibiotic usage
Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections
1 PENDAHULUAN
Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik
sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan
infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada
penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi
pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan
periodontal dapat ditangani dengan baik dengan
operasi dan higienisitas sehingga indikasi
penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi
sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan
dan penggunaan antibiotik yang irasional akan
berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek
merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]
World Health Organization (WHO) telah
menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat
yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical
(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD
diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu
obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien
dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter
pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed
Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis
rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
21
harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat
digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan
antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama
seperti apotek maupun rumah sakit [7]
2 METODE PENELITIAN
21 Jenis dan Kriteria Penelitian
Kajian observasional retrospektif tentang
penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross
sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien
dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi
spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di
Surabaya Jawa Timur
22 Analisis Data
Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan
lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan
Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD
(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan
Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai
PDD
Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio
PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem
ATCDDD
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
31 Distribusi Pasien
Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan
antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama
2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien
terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah
3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien
perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki
adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien
menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak
diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)
32 Distribusi Peresepan Antibiotik
Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk
infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan
rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian
antibiotik dalam penelitian ini adalah selama
512+083 hari
Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan
Usia
Jumlah
Pasien
Persentase
()
Jenis Kelamin
Perempuan Laki-laki
72 64
5294 4706
Total 136 10000
Usia (tahun)
Dewasa Muda (18-40)
Dewasa (41-65)
75
61
5515
4485
Total 136 10000
Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam
penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam
yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam
Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan
Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol
yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan
Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi
gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al
menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis
antara Penisilin V Amoksisilin atau
Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu
infeksi gigi Pilihan antibiotik yang
direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat
digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]
Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik
lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam
infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin
Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme
kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat
diberikan dengan perhatian pada pasien yang
menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin
dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan
Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan
Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan
memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga
tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain
antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan
antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam
infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang
membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan
penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi
Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk
infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar
terapi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
22
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
33 PDD Rata-rata Antibiotik
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100) (Tabel3)
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
DDD berdasarkan index ATCDDD WHO
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100)
Jenis Antibiotik Kekuatan
(mg)
Jumlah
Peresepan
()
Lama Pemberian
(hari)
Terpendek Terpanjang Rata-rata
Penisilin -Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
500 mg
500125 mg
70 (5072)
5 (362)
200 300
500 500
386 380
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
150 mg 300 mg 500 mg
14 (1015) 26 (1884)
8 (580)
200 200 333
500 750 500
389 657 433
Nitroimidazol Metronidazol
250 mg 500 mg
1 (073) 6 (434)
-
200
500 500
500 362
Makrolida
Eritromisin
500 mg
2 (145)
300
500
400
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
500 mg 500 mg
2 (145) 2 (145)
500
-
700 500
600 500
Sefalosporin Sefadroksil
500 mg
2 (145)
500
600
550
Total 138 (10000)
Jenis Antibiotik Kode
ATC
PDD (mgpasienhari)
DDD
(mgpasienhari)
Rasio
PDDDDD
Penisilin-Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
J01CA04
J01CR02
150925
136842
100000
100000
159
137
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
J01FF01 J01FF02
83521 150000
120000 180000
070 083
Nitroimidazol Metronidazol
P01AB01
125329
200000
063
Makrolida Eritromisin
J01FA01
150000
100000
150
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
J01MA12 J01MA01
50000 50000
50000
100000
100 050
Sefalosporin Sefadroksil
J01DB05
100000
200000
050
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
23
4 KESIMPULAN
Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien dalam penelitian ini adalah 102+012
antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian
antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang
paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu
sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik
dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali
Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat
Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD
tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator
penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter
yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan
keterpaparan pasien terhadap antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of
antimicrobial utilization in indoor ward of
surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727
2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)
Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306
3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation
between Defined Daily Doses (DDD) and
Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis
of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418
4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K
Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)
Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic
isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8
5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press
6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of
Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53
7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily
doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591
8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of
antibiotic prophylaxis in dental practice-
Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754
9 World Health Organization (WHO) (2003)
Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization
10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme
(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental
Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland
Amoksisilin Amoksisilin+A
sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil
WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000
PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000
0
500
1000
1500
2000
2500
mg
pasi
en
hari
Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
24
Artikel Penelitian
Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu
2)
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email ddipahayugmailcom
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi
(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian
kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara
variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi
yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh
dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan
swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji
statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp
sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95
Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2
ABSTRACT
This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective
COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of
sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and
rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the
sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with
statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have
significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages
showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2
in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of
this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents
have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a
significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95
Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And
COX
1PENDAHULUAN
Pengertian nyeri menurut International
Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu
perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman
yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan
aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di
bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap
stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri
dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat
luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)
Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50
masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang
dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp
Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas
Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug
Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
25
mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi
permasalahan umum pada kesehatan masyarakat
yang dapat diatasi dengan menggunakan obat
analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya
dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik
perifer yang penggunaannya berdasarkan skala
nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat
digunakan obat oral analgesik perifer misalnya
golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug
(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu
golongan obat yang bekerja dengan cara memblok
kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan
COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin
yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi
dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa
digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi
dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan
resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk
COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan
enzim yang penting untuk pembentukan
prostaglandin dalam melindungi saluran cerna
trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah
enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi
prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam
peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat
memberikan efek merugikan bagi lambung karena
adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang
menggunakan NSAID sehingga dilakukan
pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan
sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp
Gilman 2010)
Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik
NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka
waktu yang lama secara terus menerus seringkali
menimbulkan efek samping beberapa diantaranya
yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran
pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat
untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan
intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah
swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk
mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak
dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing
batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif
yang diambil masyarakat untuk meningkatkan
keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)
Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh
pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk
mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan
yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter
Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan
kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan
swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai
dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya
(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila
dilakukan secara tepat akan sangat membantu
masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter
Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan
obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi
Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu
yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko
efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006
Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang
jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi
lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga
kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut
untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada
pasien sehingga pasien dapat terhindar dari
penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan
obat yang salah (drug misuse) Masyarakat
cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu
zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan
pengetahuan masyarakat tentang informasi
penggunaan obat tersebut merupakan penyebab
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)
dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)
Pengetahuan merupakan hal penting yang
dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan
swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo
2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka
penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan
obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel
yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien
swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat
oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis
kefarmasian dalam melakukan pelayanan
swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien
yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa
1 METODE
Instrumen penelitian
Bahan dan sumber data dalam penelitian ini
adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur
kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada
pasien diluar responden penelitian Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan alat ukur
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
26
kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti
Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok
pertanyaan yaitu identitasresponden data
pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi
Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan
informasi dengan menyampaikan sejumlah
pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula
oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner
berbentuk Close Ended Question yang berisi 10
pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan
mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan
dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang
didapatkan
Prosedur Pelaksanaan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif observasional dengan pengumpulan data
secara prospektif melalui pendekatan cross sectional
dimana data yang menyangkut variabel terikat
dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan
(Notoatmodjo 2012)
Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa
Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian
dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016
Pengambilan sampel secara accidental dilakukan
dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau
tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks
penelitian(Notoatmodjo 2012)
Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan
rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan
10 Berdasarkan perhitungan diperoleh
jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria
inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-
laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan
keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan
membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian
dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk
mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf
Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa
dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan
rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p
(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid
sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji
reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang
diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari
syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel
sehingga dapat digunakan dalam penelitian
Analisis data
Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban
yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai
dengan metode penilaian kuesioner Setelah data
yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan
dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi
3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku
rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan
tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner
memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak
rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria
kerasionalan obat
Dilakukan pengolahan data yang sudah
terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu
analisis deskriptif untuk menggambarkan
karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel
yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan
diagram batang selanjutnya dilakukan analisis
statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp
Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan
atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan
masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor
sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat
pendidikan dan status pekerjaan)terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95
2 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien
terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah
perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan
rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien
(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas
(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status
pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien
(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar
4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku
swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong
rasional 7570
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan
Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720
Sedang ( 60-80 ) 27 3860
Buruk ( lt 60 ) 10 1425
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
27
Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat
pengetahuan responden tentang swamedikasi dan
obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak
Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori
baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan
sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27
pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak
10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien
keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tingkat pengetahuan responden tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup
dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat
rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam
tabel 2
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas
Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Perilaku Rasional 53 7570
Tidak rasional 17 2430
Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien
(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang
dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien
(2430)
Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang
obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku
konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak
rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat
tentang obat dan penggunaannya merupakan
penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam
swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan
tersebut juga menyebabkan rentannya pasien
mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat
sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang
tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian
informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)
Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan
aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan
pemborosan waktu dan pemborosan biaya
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif
COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat
pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-
sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1
diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap
perilaku swamedikasi yang rasional terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi
di Apotek Latansa Sidoarjo)
Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien
Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam
Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan
rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa
semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang
mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional
pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan
Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa
pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap
perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional
Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk
perilaku kesehatan yang pembentukannya
dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern
Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah
satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan
mengenai penggunaan obat yang mencukupi
dapatmembantu pasien untuk mendapatkan
pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional
serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan
dalam menggunakan obat
Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan
terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau
jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang
rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang
sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan
hal penting dalam swamedikasi pengetahuan
tersebut antara lain tentang mengenali gejala
penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari
penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket
dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan
efek samping yang ada (Depkes 2008)
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan
pasien dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
28
Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat
Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2
Dalam Swamedikasi
Tingkat
Pengetahuan Keterangan
Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0421gt 0050 Ho Diterima
Tingkat
Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak
Status
Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan
antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan
dengan tingkat pengetahuan pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap
tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor
tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan
pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)
Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat
pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula
pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan
menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan
kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi
termasuk informasi mengenai kesehatan
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang
menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih
banyak yang melakukan swamedikasi secara
rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya
tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak
membaca label pada kemasan obat sebelum
mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam
penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat
pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman
tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin membuat seseorang
lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan
obat
Hasil uji analisis statistik Chi Square
pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas
pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat
pada Tabel 5
Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon
Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak
Tingkat
Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima
Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara
jenis kelamin tingkat pendidikan dan status
pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan
pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)
Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan
tingkat pengetahuan pasien)
Usia menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia
mempengaruhi pemilihan obat pada pasien
Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang
tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan
obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan
fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi
penyakit yang menyebabkan rentan mengalami
masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan
dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk
2008)
4KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien
memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan
swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis
statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat
pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas
pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi
Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan
menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat
pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
29
pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor
sosiodemografi usia
1 SARAN
Disarankan untuk menunjang terlaksananya
pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya
dibuat poster atau brosur yang berisi informasi
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang
benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga
bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk
memberikan arahan dan edukasi kepada pasien
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi
untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang
rasional
2 DAFTAR PUSTAKA
1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas
terbatas Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Keputusan Menteri Kesehatan RI No
189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan
Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008
Materi pelatihan peningkatan pengetahuan
dan keterampilan memilih obat bagi tenaga
kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)
Jakarta Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan
Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada
Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun
2003Tesis
5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi
dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC
6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC
7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008
Perilaku pengobatan sendiri yang rasional
pada masyarakat Kecamatan Depok dan
Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah
Farmasi Indonesia 19(1) 32-40
8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian
kesehatan Jakarta Rineka Cipta
9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran
Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di
Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah
Ilmu Kefarmasian 1 102-115
10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola
Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara
Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di
Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan
11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh
penyuluhan obat menggunakan leaflet
terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga
kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219
12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat
yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan
sendiri keluhan demam sakit kepala batuk
dan flu (hasil analisis lanjut data Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001
Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69
13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007
Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-
Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan
Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi
hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
14 World health organization 2000 Guidlines for the
regulatory assesment of medical products for
use in self-medication Geneva World Health
Organization
15 World Self-Medication Industry (nd) About self
medication Februari 2 2012
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
30
Artikel Penelitian
Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam
Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)
Surahmaidah1)
dan Sarwoko Mangkoedihardjo2
1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
) Email fahida1619gmailcom
ABSTRAK
Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di
sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut
Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman
(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang
umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan
dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh
Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai
persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan
tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan
Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang
diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam
mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125
Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi
ABSTRACT
The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them
is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to
remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual
plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants
and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd
contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This
experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25
ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on
Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the
percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to
accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125
Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation
1 PENDAHULUAN
Logam berat merupakan sumber pencemar
lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat
toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]
Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya
disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan
limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]
Secara alamiah tanah mengandung logam berat
dan sebagian logam berat tersebut berperan penting
dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn
dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila
jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas
pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan
logam berat yang sangat toksik dan merupakan
pencemar utama dalam lingkungan dan sangat
beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel
and Kirkby 1987)
Salah satu logam berat toksik yang mencemari
tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd
mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun
Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem
tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan
logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah
masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]
Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih
perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa
mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida
bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd
digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
31
(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd
bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan
sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat
keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-
Cd pada baterai serta industri tekstil [2]
Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga
untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang
tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik
kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan
relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif
bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang
tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan
tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik
pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan
tumbuhan untuk menyerap mendegradasi
mentransformasi dan mengimobilisasi bahan
pencemar baik itu logam berat maupun senyawa
organik Metode ini mudah diaplikasikan murah
efisien dan ramah lingkungan [12]
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)
Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah
didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada
berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak
pagar umumnya digunakan sebagai tanaman
pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan
sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)
tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik
dalam menyerap logam nikel (Ni)
Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar
Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan
tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)
dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman
jarak pagar
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam
berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap
tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai
persentase reduksi tanah yang tercemar Cd
2 METODE PENELITIAN
21 Waktu Penelitian
Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2
bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan
jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses
remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar
dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair
Surabaya
22 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag
dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm
penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik
dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar
tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan
namun tetap mendapatkan sinar matahari dan
sirkulasi oksigen
Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan
dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm
dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar
(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah
daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam
nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades
23 Tahap-tahap Penelitian
231 Sampel Tanaman Jarak Pagar
Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk
mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh
dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar
pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor
dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor
untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman
tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali
pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah
232 Aklimatisasi Tanaman
Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman
jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman
tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman
yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu
dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat
dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk
diujikan
233 Pemberian Variasi Konsentrasi
Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd
terhadap media tanah taman yang berisi tanaman
jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan
adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm
Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
32
masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan
dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan
234 Parameter Uji
Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas
daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran
reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan
tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam
tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir
pengamatan)
3 PEMBAHASAN
31 Tahap Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur
penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya
tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir
percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak
pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna
hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan
untuk kemudian ditanam pada media tanah taman
yang mengandung Cd yang telah ditentukan
konsentrasinya
32 Analisis Parameter
321 Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman
yang sering digunakan sebagai indikator
pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1
didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15
ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman
dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm
Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non
esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk
meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon
pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat
pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya
sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan
322 Luas Daun
Luas daun digunakan sebagai parameter
pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk
menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti
pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7
luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574
cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami
penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027
cm2
Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan
Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd
pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi
tanaman dan mampu merusak kloroplas daun
sehingga luas daun mengalami penurunan Cd
berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan
nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka
klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit
Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil
fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi
penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang
tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun
Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman
Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm
Hari ke-0 21 21 24 21 21 22
Hari ke-7 211 21 241 212 213 221
Hari ke-14 213 211 243 212 213 223
Hari ke-21 213 211 243 212 213 223
Hari ke-28 214 211 245 215 215 224
Hari ke-35 215 211 246 216 216 225
Hari ke-42 215 211 247 217 217 225
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
33
Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd
Kode
Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)
hari
ke-0
hari
ke-7
hari
ke-14
hari
ke-21
hari
ke-28
hari
ke-35
hari
ke-42
5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673
15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176
25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341
35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118
45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253
323 Morfologi Daun
Selain penurunan luas daun Cd juga
menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi
tanaman yang diekspresikan dalam gangguan
pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis
(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun
yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis
(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan
daun yang tidak normal [10]
Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi
akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada
Gambar 3
Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak
Pagar
Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti
(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan
mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat
pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja
enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan
pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat
mengakibatkan kematian tanaman
324 Reduksi Cd dalam Tanah
Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap
2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-
28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar
rhizosfer tanaman
Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)
Cd hari
ke-0
hari
ke-14
hari
ke-28
Reduksi
(a)
Reduksi
(b)
5 ppm 6031 1067 073 82308 87896
15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178
25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517
35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796
45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509
Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk
monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak
sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui
kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi
tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh
(2005)
Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada
hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak
digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah
yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di
daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah
tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur
penelitian Ghosh and Singh (2005)
Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah
sebagai berikut
reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)
Kons Cd1
reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)
Kons Cd1
325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar
Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak
pagar dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
34
Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar
Cd Konsentrasi Cd
Pada Tanah
(Hari ke-42)
Pada
Tanaman
Akumulasi
5 ppm 1693 1236 7301
15 ppm 4799 6038 12582
25 ppm 9028 7939 8794
35 ppm 15128 7022 4642
45 ppm 14567 7929 5443
Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih
besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system
tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat
meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap
Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa
akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat
pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm
dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase
akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada
konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi
Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih
rendah
4 KESIMPULAN
1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh
terhadap tinggi tanaman dan luas daun
2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai
kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar
logam berat Cd
3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam
berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91
4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman
jarak pagar yaitu sebesar 46-125
DAFTAR PUSTAKA
1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical
Principles of Environmental Pollution 2nd
Edition Blackie Academic and Professional
Chapman amp Hall London
5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam
KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman
T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P
(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil
Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta
6 Kelly EB (1998) Phytoremediation
7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace
Elements in the Soil and Plants CRC Press
Boca Raton FL
8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic
Metals A Review of Biological Mechanisms J
Environmental Qual 31 109-120
9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in
bacterial community structure induced by
micorrhizal colonization in spot-root maize
Plant Soil 231 279-289
10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element
John Wiley amp Sons New York pp 1-292
11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and
anthropogenic emissions of trace metals to the
atmosphere Nature 279 409-411
12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)
PHYTOREMEDIATION Transformation and
Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc
USA
13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)
Review Cadmium Phytoextraction Present
State Biological Background and Research
Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95
2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi
Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press
Jakarta
3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on
Phytoremediation of Heavy Metals and
Utilization of Its Byproducts Applied Ecology
Environment Research 3(1) 1-8
4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis
Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama
Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
35
Artikel Penelitian
Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti
2) Tamara Gusti Ebtavanny
3
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya
3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya
perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)
Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat
menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan
yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan
kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel
dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa
kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel
mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah
18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh BPOM
Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri
ABSTRACT
Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic
treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in
the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in
the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No
HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams
cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number
BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield
requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a
registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method
used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis
using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury
more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels
from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn
035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the
market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream
1PENDAHULUAN
Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar
yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit
memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh
dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan
membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu
Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo
Surabaya)
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
36
pembentukan pigmen melanin untuk melindungi
kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi
sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat
menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan
berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang
ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari
kemerahan noda-noda hitam penuaan dini
kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk
mengatasi berbagai masalah kulit tersebut
diperlukan adanya perawatan menggunakan
kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan
yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian
luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah
menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena
penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan
terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik
pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan
pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up
meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan
tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan
sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang
lain mencegah penuaan dan secara umum
membantu seseorang lebih menikmati dan
menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono
dan Fatma Latifah 2014)
Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya
yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim
pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau
bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit
atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim
pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang
memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu
mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi
warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)
Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam
krim pemutih salah satunya adalah merkuri
Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum
yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg
dan termasuk dalam golongan logam berat dengan
bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri
merupakan salah satu bahan aktif yang sering
ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr
Retno IS Tranggono SpKK merkuri
direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit
karena berpotensi sebagai bahan pereduksi
(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih
terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri
dianggap dapat menghambat sintesis melamin
pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li
Wang and Hong Zhang 2011)
Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor
HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan
logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih
dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan
pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan
bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang
mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas
terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi
karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit
secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk
ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi
yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat
membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan
dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada
pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan
kerusakan permanen otak paru-paru ginjal
menggangu perkembangan janin serta dapat
menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada
sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor
insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi
abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di
dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik
yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI
2011 BPOM RI 2007)
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan
kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim
pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim
pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim
pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi
BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3
varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah produk dengan merk serta kemasan yang
sama namun pada pembelian toko kosmetik yang
berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian
ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC
Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan
harga terjangkau dan memiliki kemasan pot
2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan
rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga
bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa
kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi
Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di
Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong
gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas
saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur
50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
37
1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet
volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan
digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim
pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat
larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan
aquadest
1 Analisa Kualitatif
Pembuatan Larutan KI 05 N
Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL
dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL
serta dikocok hingga homogen
Pembuatan Larutan Aqua Regia
HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL
(perbandingan volume 3 I)
Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah
Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air
sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10
mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir
kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest
sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar
didinginkan dan disaring
Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna
Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes
larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui
dinding tabung reaksi Jika sampel positif
mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan
merah jingga
2 Analisa Kuantitatif
Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan
kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat
sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan
volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest
Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi
100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10
mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain
Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan
larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL
dan masukan ke dalam masing-masing labu takar
yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan
ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume
masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan
HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan
instrumen pengukur Spektrofotometer serapan
Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang
resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil
pengukuran larutan sampel
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa
krim pemutih yang dijual di pasar DTC
Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang
diambil secara acak dalam penelitian ini adalah
sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis
yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dengan merk A B C dan
memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D
E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian
Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
produk dengan merk serta kemasan yang sama
namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda
Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan
kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam
kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk
mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif
pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku
kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap
selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan
metode digesti basah dengan cara menguapkan
sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas
penangas air di dalam lemari asam sampai hampir
kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan
ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan
sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya
sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan
meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan
mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian
yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil
yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2
Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor
BPOM
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
38
Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor
BPOM
Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut
dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif
mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji
kuantitatif untuk mengetahui kadarnya
Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada
pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa
pengujian sampel tersebut adalah valid sampel
yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga
dilakukan pengujian yang diambil secara random
dan mengujikannya di Laboratorium MIPA
Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil
analisa kuantitatif
Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan
merkuri pada krim pemutih
Berdasarkan hasil data yang tertera pada table
3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki
nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri
dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi
BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil
kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1
adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk
varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil
tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi
batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah
Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia nomor HK03012307116662
tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis
merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1
mgL (1 ppm)
Berdasarkan hasil pengujian tersebut
membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim
pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar
melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan
produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi
batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi
maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor
registrasi yang tercantum dalam produk tersebut
dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian
nomor registrasi produk dengan izin edar melalui
website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan
kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6
sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)
yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak
terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih
lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan
bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam
daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di
pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM
dalam link database produk yang dibatalkan
Namun meskipun produk tersebut telah
dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih
beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk
sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada
database produk yang dibatalkan ternyata tidak
ditemukan nomor registrasi dari produk sampel
tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut
tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi
yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini
membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang
beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang
tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM
4 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut
1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk
kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
39
2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki
nomor registrasi BPOM yang beredar di
pasaran
3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang
beredar dipasaran memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji
kuantitatif menunjukkan adanya kandungan
merkuri yang cukup tinggi pada produk krim
pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn
035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar
18820 plusmn 028 mgkg
5 SARAN
2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih
berhati-hati dalam memilih produk kosmetika
khususnya krim pemutih Hindari memilih
produk yang tidak mencantumkan nomor
registrasi dari BPOM RI
3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali
produk yang mencantumkan nomor registrasi
melalui website resmi BPOM
(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui
kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi
dengan izin edar produk tersebut
4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan
ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau
menyengat serta menjanjikan hasil yang instan
dengan proses yang cepat
5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh
instansi terkait seperti BPOM untuk semua
produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga
keamanannya
6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
menggunakan produk yang lebih banyak dengan
area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih
representative
DAFTAR PUSTAKA
1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom
Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015
2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih
Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016
3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013
Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri
(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal
Menggunakan Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas
4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011
Peraturan Kepala Badan POM Republik
Indonesia Nomor HK0312307116662
Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik
httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015
5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada
Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya
6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical
Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016
7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014
Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium
Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih
Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1
8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi
Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan
Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183
Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In
Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo
11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015
12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian
Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas
G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada
Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT
Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis
Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih
Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta
17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis
Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta
18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian
Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik
Dengan Spektrofotometri Serapan
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
40
Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan
Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi
Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku
Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta
20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in
marketed cosmetics analytical survey in
Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
41
Artikel Penelitian
Prasetyo Handrianto1)
1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom
ABSTRAK
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat
tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah
jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi
yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali
pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data
zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu
sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi
(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
ABSTRACT
Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma
lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml
60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is
paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed
that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest
average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract
of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus
aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
1 PENDAHULUAN
Hidup sehat adalah harapan setiap orang
Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya
harga obat-obatan modern dan efek samping yang
mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat
ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam
(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai
melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso
2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat
tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru
sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar
300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan
tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang
telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi
sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur
Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai
sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma
lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21
spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001
dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur
Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah
dapat mencegah dan mengobati berbagai macam
penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk
menghambat atau membunuh virus HIV penyebab
AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)
Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan
sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis
ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi
yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme
dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan
pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri
Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang
relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya
ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
42
ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-
10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi
serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi
ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang
menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru
ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar
2012)
Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol
dapat menarik banyak senyawa aktif yang
terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum
sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan
untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data
tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut
untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak
jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan
menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat
bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan
metode difusi cakram kertas Penelitian ini
diharapkan bermanfaat sebagai terobosan
pengembangan produk baru di bidang farmasi
dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai
bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi
yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit
yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus
2 METODE
Bahan yang digunakan adalah jamur
Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient
Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang
diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media
Nutrient Agar kertas cakram aquadest
Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan
porselen alat rotavapor botol vial steril oven
pinset jarum ose autoclave tabung reaksi
inkubator cawan petri timbangan analitik pipet
volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok
tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor
21 Cara Kerja
Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi
10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut
etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan
untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk
jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses
kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi
ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu
40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai
memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering
dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan
dalam ruang LAF
Medium yang digunakan adalah medium
Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri
Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan
kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan
Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC
selama 24 jam Membuat media NA dengan
mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam
100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna
seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan
suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA
steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke
dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah
dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL
bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri
Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas
cakram dengan diameter 6 mm pada media agar
Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum
dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap
kertas cakram
Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20
microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml
Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening
yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah
1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian
dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya
22 Analisa Data
Data yang diperoleh pada metode difusi di
analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way
apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji
Duncan`s
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi
berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali
pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona
hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)
pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml
menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan
kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml
menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan
aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter
rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif
Hasil analisis menggunakan anova one way juga
menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur
lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
43
Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus
Replikasi Kontrol
Negatif
Konsentrasi (microgml)
20 40 60 80 100
1 - 67 87 115 132 172
2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184
4 - 63 86 118 144 174
5 - 70 89 115 139 190
6 - 65 86 108 136 181
7 - 66 79 111 140 186
Rata- Rata 66 87 1135 139 180
Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang
Aktif Aktif Sangat Aktif
Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa
faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya
yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi
teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan
cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)
Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak
yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode
ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode
soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol
Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi
merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk
memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu
karena aktivitas biologis tidak hilang saat
dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam
pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu
etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat
senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid
tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan
triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa
tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah
saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid
Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)
yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan
aktivitas sebagai antimikroba
Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk
2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba
yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan
sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau
kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa
intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin
sebagai antimikroba adalah menghambat enzim
reverse transkriptase dan DNA topoisomerase
sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk
Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba
adalah dengan membentuk senyawa kompleks
dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga
dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti
dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC
2005)
Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri
Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri
Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini
merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada
keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot
et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan
mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru
sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena
termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus
aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya
Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang
dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan
kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena
bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri
gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan
pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk
suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus
oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)
Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus
memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri
gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki
dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi
faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma
lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan
kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang
aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang
dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal
berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial
Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri
Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml
sebesar 9 mm
Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan
bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang
digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba
dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
44
dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi
bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu
adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan
cara ekstraksi lain
4 KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi
ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm
pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada
konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80
microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml
5 DAFTAR PUSTAKA
1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014
Antibacetrial Activity Of Various Extracts
From The Fruiting Bodies Of Ganoderma
lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)
Merr) Trunk International Journal Of Scientific
And Technology Research Vol3 issue 1
2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M
2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed
4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26
Jakarta EGC
3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA
2013 Biopharmaceutical Assessment of Active
Components of Deadaleopsis confragosa and
Ganoderma lucidum Journal of Medical
Microbiology
4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan
Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta
Penebar Swadaya
5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S
Williamson EM 2009 Farmakognosi dan
Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et
al Hal 118 Jakarta EGC
6 Indonesian Biotechnology Information Centre
(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari
Tanaman httpindobicorid Diakses pada
tanggal 3 Juni 2016
7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi
untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta
Rineka Cipta
8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial
Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of
Garlic Cinnamon and Tumeric Againts
Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis
dsm 3256 International Journal Of Applied
Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan
Vol3
9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella
thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-
37
10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji
antimikroba Curcuma spp Terhadap
Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi
Universitas Andalas Hal 1-7
11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda
2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-
18 Yogyakarta Graha Ilmu
12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman
Obat Jakarta Agro Media Pustaka
13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma
lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret
Surakarta
14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan
Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap
Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains
Kimia Vol10
15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-
vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of
Ganoderma lucidum International Journal of
Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466
16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of
Bacteriology Staphylococcus aureus
(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses
tanggal 11 September 2015
17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan
Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah
Bogor PT Penerbit IPB Press
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
16
1 PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di
Indonesia yang sering menyebabkan KLB ( Kejadian
Luar Biasa) Perjalanan penyakit ini sangat cepat dan
dapat menyebabkan kematian karena penanganan
yang terlambat[1] Berdasarkan Data WHO ( World
Health Organization ) (2012) melaporkan bahwa
Penyakit DBD di kawasan Asia Pasifik termasuk
Indonesia meningkat sebesar 75 dibandingkan
kawasan lain[2] Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya
Sementara itu sejak tahun 1968 hingga tahun 2009
WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara
dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara Di
Indonesia terdapat 11 (33) provinsi termasuk
dalam daerah risiko tinggi DBD (AIgt55 kasus per
100000 penduduk)[3]
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 angka kesakitan
DBD di Kabupaten Sidoarjo berfluktuasi Pada tahun
2015 angka kesakitan DBD sebesar 283 per 100000
penduduk meningkat jika dibandingkan tahun 2014
yaitu sebesar 812 per 100000 penduduk[4]
Pengenalan gejala dan tanda-tanda awal pada
pasien DBD merupakan bagian penting yang
menentukan keberhasilan terapi pasien Penegakan
diagnosa dari DBD selain dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan
penunjang Salah satu pemeriksaan penunjang itu
adalah pemeriksaan jumlah trombosit dan nilai
hematokrit[5]
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
distribusi pasien DBD berdasarkan kelompok usia
dan jenis kelamin serta mengetahui gambaran
jumlah trombosit dan nilai hemotokrit pada
penderita demam berdarah dengue
2 TINJAUAN PUSTAKA
Patofisiologi utama pada DBD yaitu
peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis
yang abnormalPermeabilitas vaskular yang
meningkat mengakibatkan kebocoran plasma
hipovolemi dan syok Trombositopenia dapat
menimbulkan gangguan hemostasis menifestasi
perdarahan seperti petekie ekimosis perdarahan
gusi epistaksis hematemesis dan melena[6]
Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyata-kan
dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap
Nilai hematokrit akan meningkat (hemo-konsentrasi)
karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan
volume plasma darah misalnya pada kasus DBD
Sebaliknya nilai hematokrit akan menurun
(hemodilusi) karena penurunan seluler darah atau
peningkatan kadar plasma darah seperti pada
anemia[7] Trombosit merupakan sel darah yang
berfungsi dalam hemostasis Sel ini tidak memiliki
nukleus dan dihasilkan oleh megakariosit dalam
sumsum tulang[8] Pada pasien DBD terjadi
trombositopenia akibat munculnya antibodi
terhadaptrombosit karena kompleks antigen-antibodi
yang terbentuk[9] Berdasarkan penelitian Pusparini
pada tahun 2004 nilai hematokrit dan jumlah
trombosit saat masuk rumah sakit dapat dijadikan
acuan dalam menentukan penderita sebagai dengue
primer atau sekunder[10]
Parameter laboratorium dalam menegakkan
diagnosis DBD adalah trombositopenia dan
hemokonsentrasi[10]
3 METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah analitik retrospektif
populasi penelitian adalah seluruh rekam medik
pasien rawat inap dengan diagnosis Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Rumah Sakit Anwar Medika Krian
Sidoarjo Subjek berjumlah 183 orang yang diambil
dengan metode total sampling Kriteria inklusi adalah
catatan rekam medik pasien DBD dewasa yang
dilengkapi dengan identitas diagnosa penyakit hasil
pemeriksaan laboratorium (nilai hematokrit dan
jumlah trombosit) Kriteria eksklusi adalah pasien
DBD dengan data rekam medik tidak lengkap pasien
DBD yang mendapat transfusi trombosit pasien
DBD dengan riwayat mengkonsumsi obat yang dapat
mendepresi sumsum tulang pasien DBD yang
memiliki riwayat penyakit kelainan darah seperti
AIHA dan ITP dan pasien DBD dengan penyakit
koinsiden yang lain seperti demam thypoid Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit
dan nilai hematokrit dan variabel respontergantung
dari penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin
Pengolahan data adalah pemeriksaan kelengkapan
dan kejelasan data pemberian kode pada setiap data
variabel memasukkan data dalam program SPSS
(Statistical Program for Social Science) serta
pemeriksaan kembali untuk memastikan bahwa data
tersebut telah bersih dari kesalahan Analisis data
terdiri dari analisis univariat dan bivariat Pada
analisis bivariat dicari hubungan antara dua variabel
dengan menggunakan rumus Spearma
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
17
4 HASIL
Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik n
() meanplusmnSD
Jenis Kelamin
Laki ndash laki 109(596) - Perempuan 74 (404)
Rentang Usia (tahun)
95plusmn5083 0 - 5 42 (230) 6 - 11 83 (453)
12 - 17 43 (235)
18 ndash 20 15 (82)
Ket n = frekuensi
Tabel 1 memperlihatkan sebagian besar subjek
adalah laki-laki Lebih dari separuh responden
termasuk kelompok Usia anak-anak
Tabel 2 Distribusi Jumlah Trombosit Pasien DBD
Jumlah Trombosit n
(selmm3) ()
lt150000 181(99) 150000-450000 2(1)
gt450000 0
Total 183 (100)
Ket n=frekuensi
Tabel 2 menggambarkan bahwa sebagian besar
sampel memiliki nilai hematokrit di atas normal
Tabel 3 Distribusi Nilai Hematokrit Penderita DBD
Nilai Hematokrit n
() ()
Laki-laki Dewasa
lt40 2 (11)
40-48 12 (66)
gt48 4 (22)
Perempuan dewasa
lt37 7 (38)
37-43 3 (16)
gt43 2 (11)
Anak-anak lt= 15 tahun
- lt 33 34 (186)
33 - 38 52 (284)
gt38 67 (366)
183
Total (100)
Ket n = frekuensi
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa hampir semua sampel memiliki jumlah trombosit di bawah normal
5 PEMBAHASAN
Hasil penelitian mendapatkan penderita dengan
usia terendah 5 bulan dan usia tertinggi 20 tahun
dengan rata-rata usia penderita adalah 95 tahun Usia
terbanyak penderita DBD adalah usia 8 tahun Selain
itu juga didapatkan frekuensi umur pasien DBD
terbanyak adalah kelompok umur 6 ndash 11 tahun
dengan persentase 453 dan frekuensi terendah
adalah pada kelompok umur 18 - 20 tahun dengan
persentase 82
Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan
dari Carribean Epidemiology Centrepada tahun
2000 yang menyatakan bahwa epidemiologi
penderita DBD terbanyak adalah pada anak-anak dan
dewasa muda[12]
Usia merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus
dengue Pada tahun 1981 dilakuka penelitian di Kuba
yang menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan
yang penting untuk timbulnya gejala klinis berupa
kebocoran plasma[13]
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin
didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih
banyak daripada perempuan dengan persentase
596 laki-laki dan 404 perempuan Hal tersebut
serupa dengan peneelitian lainnya yang
memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih
banyak dibandingkan perempuan seperti yang
dilaporkan oleh Juranah dkk pada tahun 2011 yang
menunjukkan bahwa penderita laki-laki leebih
banyak dari pada perempuan dengan persentase 60
laki-laki dan 40 perempuan[14]
Jumlah Trombosit Penderita DBD
Berdasarkan hasil penelitian 99 jumlah
trombosit di bawah normal (trombositopenia)
Jumlah trombosit lt100000 selmm3 adalah sebesar
987 Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah
sakit adalah 17000 selmm3 dan tertinggi sebesar
195000 selmm3 Rata-rata jumlah trombosit saat
pada penelitian ini adalah 57000 selmm3
Jurnah dkk pada tahun 2011 juga mengatakan
dalam penelitiannya bahwa sebanyak 7140
penderita DBD memiliki jumlah trombosit lt100000
sel mm3[15]
Berdasarkan penelitian Kelton dkk pada tahun
2011 bahwa jenis kelamin berhubungan dengan
perbedaan sensitifitas dalam hal agregasi trombosit
antara laki-laki dan perempuan Selanjutnya
disimpulkan bahwa trombosit laki-laki lebih sensitif
dalam agregasi daripada trombosit perempuan[16]
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
18
Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit
untuk laki-laki adalah 62000 selmm3 sedangkan
untuk perempuan sebesar 58230 selmm3 Namun
hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai
p=0947 yang berarti menunjukkan tidak terdapat
korelasi yang bermakna antara jumlah trombosit laki-
laki dan perempuan
Nilai Hematokrit Penderita DBD
Dari hasil penelitian 399 penderita DBD
yang mengalami hemokonsentrasi dan 235
penderita mengalami hemodilusi sedangkan yang
mempunyai nilai hematokrit normal sebanyak 366
Nilai hematokrit terendah adalah 138 dan
tertinggi sebesar 68 Rata-rata nilai hematokrit
pada penelitian ini adalah 377
Menurut WHO parameter laboratorium dalam
menegakkan diagnosis DBD adalah peningkatan nilai
hematokrit serta trombositopenia Sementara itu
penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua
penderita mengalami hemokonsentrasi Penelitian
oleh Taufik dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa
hanya 16 penderita DBD yang mengalami
peningkatan nilai hematokrit[17]
Pada penelitian ini banyak pasien DBD yang
memiliki nilai hematokrit normal bahkan rendah dan
didiagnosis DBD Parameter kebocoran plasma
sebagai diagnosis DBD menurut WHO tidak hanya
peningkatan nilai hematokrit saja namun juga
penurunan nilai hematokrit gt20 setelah mendapat
terapi cairan juga menjadi indikator diagnosis
Kelemahan penelitian ini adalah tidak lengkapnya
data rekam medis tentang terapi atau pengobatan
yang dilakukan pasien sebelum masuk rumah sakit
Gomber pada tahun 2001 melakukan penelitian
di India tentang parameter diagnosis DBD dalam
hasil penelitiannya mengatakan bahwa nilai
hematokrit dapat meningkatkan spesifisitas sebesar
363 dalam diagnosis DBD namun menurunkan
sensitifitas[18]
AArsunan Arsin dalam bukunya epidemiologi
DBD di Indonesia mengatakan untuk dapat
menunjukkan adanya peningkatan nilai hematokrit
pada pasien DBD penting melakukan pemisahan
pasien sesuai umur dan jenis kelamin Berdasarkan
jenis kelamin dan umur terdapat perbedaan nilai
normal hematokrit
Pada penelitian ini nilai hematokrit pada anak
usia lt= 15 tahun minimal 233 maksimal 518
rerata (mean) 377 dan simpang baku 5998Pada
wanita dewasa (gt15 tahun) nilai hematokrit minimal
138 maksimal 434 rerata (mean)3505 dan
simpang baku 891Pada laki-laki dewasa (gt15
tahun) nilai hematokrit minimal 376 maksimal
68 rerata (mean) 4602 dan simpang baku 7072
6 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa
1 Gambaran dari jumlah trombosit dan nilai
hematrokit pada pasien DBD adalah penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) dan kenaikan
nilai hematrokit (hemokonsentrasi)
2 Berdasarkan distribusi frekuensi pasien DBD
menurut jenis kelamin menunjukkan laki-laki
lebih rentan terhadap infeksi DBD dibandingkan
perempuan sedangkan menurut golongan usia
menujukkan usia anak-anak ( 6 ndash 11tahun ) paling
rentan terhadap infeksi DBD
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat
disampaikan beberapa saran sebagai berikut
penelitian lebih lanjut tentang penurunan angka
kematian pasien DBD dengan penambahan variabel
penelitian
DAFTAR PUSTAKA
1 Amrine Rasyada Ellysa Nasrul Zulkarnaen Edward
(2014) Hubungan nilai hematokrit terhadap
jumlah trombosit pada penderita demam
berdarah
2 AArsunan Arsin (2013) Epidemiologi Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia
3 Carribean Epidemiology Centre (2000) Clinical and
laboratory guidelines for dengue fever and
dengue haemorrhagic feverdengue shock
syndrome for health care providers Journal of
Pan American Health Organization 1-10
4 Centers for Disease Control and Prevention (2012)
How to reduce your risk of dengue infection
[serial online] (diunduh 23 April 2013) Tersedia
dariURL HYPERLINK wwwcdcgovdengue
5 Chernecky CC amp Berger BJ (2008) Laboratory test
and Diagnostic procedures 5th edition Saunders-
Elseviar
6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo (2014) Profil
Kesehatan Kabupaten Sidoarjo
7 Gomber S Ramachandran VG Kumar S Agarwal KN
Gupta P Dewan DK (2001) Hematological
observations as diagnostic markers in dengue
hemorrhagic fever-a reappraisal Indian
Pediatrics Journal 38 477-81
8 J Am Coll Cardiol (2002) Relationship between
platelet count and hematocrit JACC Journals
39(6)1072-17
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
19
9 Jurnah M Arif D Bahar M Burhanuddin (2011) Uji
hematologi pasien terduga demam berdarah
dengue indikasi rawat inap Indonesian Journal
of Clinical Pathology and Medical Laboratory
17(3) 139ndash42
10 Kelton JG Powers P Julian J Boland V Carter CJ
Gent M (2011) Sex related differences in
platelet aggregation influence of the hematocrit
Blood Journal of American Society Hematology
56(1) 38-41
11 Kementerian Kesehatan RI (2010) DBD di Indonesia
tahun 1968-2009 Buletin Jendela Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue 21-14
12 Pusparini (2004) Kadar hematokrit dan trombosit
sebagai indikato dan sekunder Jurnal
Kedokteran Trisakti 23(2) 51-6
13 Shepherd SM (2007) Dengue fever [serial online]
(diunduh 27 April 2013) Tersedia dariURL
HYPERLINK
httpwwwemedicinemedscapecom
14 Sloane E (2004) Anatomi dan Fisiologi Jakarta
ECG
15 Suhendro N Chen L Khie (2009) Demam berdarah
dengue Dalam Aru S editor (penyunting) Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke-5
Jakarta Interna Publishing
16 Soedarmono SP (2005) Masalah demam berdarah
dengue di Indonesia Dalam Hadinegoro Satari
HI editor (penyunting) Demam Berdarah
Dengue Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
17 Sutaryo (2004) Perkembangan patogenesis demam
berdarah dengue Dalam Hadinegoro Satari HI
editor (penyunting) Demam Berdarah Dengue
Edisi ke-1 Jakarta Balai Penerbit FKUI
18 Sutedjo AY (2007) Mengenal penyakit melalui hasil
pemeriksaan laboratorium Yogyakarta Amara
Books
19 Taufik A Didit Y Farid W (2007) Peranan kadar
hematokrit jumlah trombosit dan serologi IgGndash
IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya
syok pada pasien demam berdarah dengue
(DBD) Jurnal Penyakit Dalam 8(2)105-11
20 Widoyono (2011) Penyakit tropis epidemiologi
penularan pencegahan amp pemberantasannya
Edisi ke-2 Jakarta Erlangga
21 World Health Organisation (2009) Dengue
hemorrhagic fever [serial online] (diunduh 23
April 2013) Tersedia dari URL HYPERLINK
http wwwwhoint
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
20
Artikel Penelitian
Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Untuk Penyakit Gigi di
Salah Satu Apotek di Surabaya
Ilil Maidatuz Zulfa1)
Fitria Dewi Yunitasari1
1Bidang Ilmu Farmasi Klinik Komunitas dan Manajemen Akademi Farmasi Surabaya )Email ililmaidatuzakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Antibiotik sistemik banyak diresepkan oleh dokter gigi baik sebagai profilaksis maupun penanganan infeksi
Tingginya peresepan antibiotik pada infeksi gigi dan periodontal akan berpotensi pada peningkatan resistensi
bakteri karena penggunaan yang berlebihan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pola
peresepan Prescribed Daily Dose (PDD) dan rasio PDDDDD yang ditetapkan WHO setiap antibiotik yang
diresepkan untuk penyakit gigi Studi cross-sectional retrospektif dilakukan pada rekam resep tahun 2016 di
salah satu Apotek di Surabaya Sebanyak 136 resep untuk penyakit gigi telah dianalisis dalam penelitian ini
Rata-rata usia pasien adalah 3892+1296 tahun Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah Golongan ndashLaktam yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol yaitu
Metronidazol (507) PDD Antibiotik yang diresepkan lebih rendah dibanding DDD yang ditetapkan WHO
kecuali Amoksisilin (15092 mgpasienhari rasio PDDDDD 159) Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin (150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio PDDDDD 100) Terdapat perbedaan antara nilai PDD beberapa antibiotik dengan nilai DDD yang ditetapkan WHO dimana dalam penelitian ini nilai PDD lebih merefleksikan
densitas penggunaan antibiotik
Kata kunci Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotik Infeksi gigi
ABSTRACT
Sistemic Antibiotics are prescribed by dentists not only for treatment of infection but also for profilactics Most
of dental and periodontal diseases are best treated by operative intervention and oral hygiene measures so that
the use of sistemic antibiotics are very limited High rates of sistemic antibiotics prescribing in densitry can lead
to bacterial resistance due to overuse of antibiotics The aim of the study was to investigate the antibiotics
prescribing patterns in densitry Prescribed Daily Dose (PDD) and PDDWHOrsquos Defined Daily Dose (DDD)
ratio A retrospective cross-sectional study was conducted on 2016 prescription records at a private pharmacy in Surabaya East Java Indonesia A total 136 prescription records were analyzed The average age of patients
was 3892+1296 years old The most common antibiotics prescribed in densitry was ndashLactam group which were Amoxycillin (5072) and Amoxycillin+Clavulanic Acid (362) followed by Linkosamide group whic was
Clindamycin (2899) and Lincomycin (580) and Nitroimidazol group which was Metronidazole (507)
The PDD of Antibiotics prescribed was lower than each WHOrsquos DDD except Amoxycillin (15092
mgpatientday PDDDDD ratio 159) Amoxycillin+Clavulanic Acid (136842 mgpatientday PDDDDD
ratio 137) Eritromisin (150000 mgpatientday PDDDDD ratio 150) dan Levofloksasin (50000
mgpatientday PDDDDD ratio 100) There was a difference between PDD and WHOrsquos DDD PDD was more
likely reflect the density of antibiotic usage
Key Words Prescribed Daily Dose (PDD) Antibiotics Dental Infections
1 PENDAHULUAN
Dokter gigi banyak meresepkan antibiotik
sistemik baik sebagai profilaksis maupun penanganan
infeksi Namun sebenarnya terapi antibiotik pada
penyakit gigi seringkali digunakan sebagai terapi
pendukung karena sebagian besar penyakit gigi dan
periodontal dapat ditangani dengan baik dengan
operasi dan higienisitas sehingga indikasi
penggunaan antibiotik sistemik pada perawatan gigi
sebenarnya sangat terbatas [28] Tingginya peresepan
dan penggunaan antibiotik yang irasional akan
berpotensi pada peningkatan biaya pengobatan efek
merugikan dan resistensi bakteri di komunitas [1]
World Health Organization (WHO) telah
menetapkan sistem pengukuran penggunaan obat
yang disebut Anatomical Therapeutic Chemical
(ATC)Defined Daily Dose (DDD) [9] ATCDDD
diasumsikan sebagai rata-rata dosis penjagaan suatu
obat untuk indikasi utama yang diberikan pada pasien
dewasa [3] Selain sistem ATCDDD parameter
pengukuran penggunaan obat lain adalah Prescribed
Daily Dose (PDD) PDD didefinisikan sebagai dosis
rata-rata yeng diresepkan kepada pasien setiap
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
21
harinya Perbandingan PDD dan ATCDDD dapat
digunakan sebagai pengukuran tingkat penggunaan
antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan pertama
seperti apotek maupun rumah sakit [7]
2 METODE PENELITIAN
21 Jenis dan Kriteria Penelitian
Kajian observasional retrospektif tentang
penggunaan Antibiotik dengan pendekatan cross
sectional dilakukan terhadap rekam resep pasien
dewasa yang ditulis oleh dokter gigi dan dokter gigi
spesialis selama 1 tahun di salah satu apotek di
Surabaya Jawa Timur
22 Analisis Data
Rekam data meliputi jenis dosis jumlah dan
lama pemakaian Antibiotik diolah menggunakan
Microsoft Excelreg untuk mendapatkan nilai PDD
(mgpasienhari) tiap Antibiotik yang diresepkan
Persamaan (1) digunakan untuk menghitung nilai
PDD
Nilai PDD selanjutnya disajikan dalam bentuk rasio
PDDDDD yang telah ditentukan WHO dalam sistem
ATCDDD
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
31 Distribusi Pasien
Sebanyak 136 pasien dewasa diresepkan
antibiotik untuk mengatasi penyakit gigi selama
2016 Distribusi jenis kelamin dan usia pasien
terdapat pada Tabel 1 Rata-rata usia pasien adalah
3892 + 1296 tahun Sedangkan rata-rata usia pasien
perempuan adalah 3660 + 1290 tahun dan laki-laki
adalah 4153 + 1261 tahun Distribusi usia pasien
menunjukkan kelompok dewasa muda lebih banyak
diresepkan antibiotik untuk penyakit gigi (5515)
32 Distribusi Peresepan Antibiotik
Total jumlah antibiotik yang diresepkan untuk
infeksi gigi dalam penelitian ini adalah 138 dengan
rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien adalah 102+012 Rata-rata lama pemberian
antibiotik dalam penelitian ini adalah selama
512+083 hari
Tabel 1 Distribusi Pasien Menurut Jenis Kelamin dan
Usia
Jumlah
Pasien
Persentase
()
Jenis Kelamin
Perempuan Laki-laki
72 64
5294 4706
Total 136 10000
Usia (tahun)
Dewasa Muda (18-40)
Dewasa (41-65)
75
61
5515
4485
Total 136 10000
Antibiotik yang paling banyak diresepkan dalam
penelitian ini adalah golongan Penisilin -laktam
yaitu Amoksisilin (5072) dan Amoksisilin+Asam
Klavulanat (362) diikuti oleh golongan
Linkosamid yaitu Klindamisin (2899) dan
Linkomisin (580) serta golongan Nitroimidazol
yaitu Metronidazol (507) (Tabel 2) Golongan
Penisilin masih menjadi standar terapi dalam infeksi
gigi Studi yang dilakukan Kuriyama et al
menyebutkan tidak terdapat perbedaan hasil klinis
antara Penisilin V Amoksisilin atau
Amoksisilin+Asam Klavulanat pada salah satu
infeksi gigi Pilihan antibiotik yang
direkomendasikan bila golongan Penisilin tidak dapat
digunakan adalah Klindamisin atau Metronidazol [4]
Eritromisin yang merupakan antibiotik bakteriostatik
lini kedua juga dapat menjadi pilihan utama dalam
infeksi gigi ketika pasien alergi terhadap Penisilin
Selain itu golongan Sefalosporin dengan mekanisme
kerja yang mirip dengan derivat Penisilin juga dapat
diberikan dengan perhatian pada pasien yang
menunjukkan reaksi alergi tertunda pada Penisilin
dan ketika Eritromisin tidak bisa digunakan
Dibanding antibiotik lain Eritromisin dan
Sefalosporin tidak memiliki banyak keuntungan dan
memiliki harga yang relatif lebih tinggi sehingga
tidak banyak digunakan pada infeksi gigi Selain
antibiotik diatas golongan tetrasiklin merupakan
antibiotik pilihan ketiga yang dapat digunakan dalam
infeksi gigi terutama pada gingivitis ulseratif yang
membutuhkan antibiotik sistemik ketika golongan
penisilin tidak dapat digunakan [6] Data distribusi
Antibiotik menunjukkan peresepan Antibiotik untuk
infeksi gigi sebagian besar sesuai dengan standar
terapi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
22
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
33 PDD Rata-rata Antibiotik
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100) (Tabel3)
Tabel 2 Distribusi Peresepan Antibiotik
DDD berdasarkan index ATCDDD WHO
Resistensi bakteri dapat dikendalikan dengan
pemberian dosis dan lama terapi antibiotik yang
sesuai Melalui perhitungan PDD dapat diketahui
rata-rata dosis yang diresepkan pada pasien dalam
setiap harinya Hasil menunjukkan PDD rata-rata
beberapa antibiotik yang digunakan pada infeksi gigi
dalam penelitian ini dibawah nilai DDD yang
ditetapkan WHO kecuali Amoksisilin (15092
mgpasienhari rasio PDDDDD 159)
Amoksisilin+Asam Klavulanat (136842
mgpasienhari rasio PDDDDD 137) Eritromisin
(150000 mgpasienhari rasio PDDDDD 150) dan
Levofloksasin (50000 mgpasienhari rasio
PDDDDD 100)
Jenis Antibiotik Kekuatan
(mg)
Jumlah
Peresepan
()
Lama Pemberian
(hari)
Terpendek Terpanjang Rata-rata
Penisilin -Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
500 mg
500125 mg
70 (5072)
5 (362)
200 300
500 500
386 380
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
150 mg 300 mg 500 mg
14 (1015) 26 (1884)
8 (580)
200 200 333
500 750 500
389 657 433
Nitroimidazol Metronidazol
250 mg 500 mg
1 (073) 6 (434)
-
200
500 500
500 362
Makrolida
Eritromisin
500 mg
2 (145)
300
500
400
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
500 mg 500 mg
2 (145) 2 (145)
500
-
700 500
600 500
Sefalosporin Sefadroksil
500 mg
2 (145)
500
600
550
Total 138 (10000)
Jenis Antibiotik Kode
ATC
PDD (mgpasienhari)
DDD
(mgpasienhari)
Rasio
PDDDDD
Penisilin-Laktam
Amoksisilin Amoksisilin + Asam Klavulanat
J01CA04
J01CR02
150925
136842
100000
100000
159
137
Linkosamid Klindamisin Linkomisin
J01FF01 J01FF02
83521 150000
120000 180000
070 083
Nitroimidazol Metronidazol
P01AB01
125329
200000
063
Makrolida Eritromisin
J01FA01
150000
100000
150
Florokinolon Levofloksasin Siprofloksasin
J01MA12 J01MA01
50000 50000
50000
100000
100 050
Sefalosporin Sefadroksil
J01DB05
100000
200000
050
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
23
4 KESIMPULAN
Rata-rata jumlah antibiotik yang diresepkan tiap
pasien dalam penelitian ini adalah 102+012
antibiotikpasien dengan rata-rata lama pemberian
antibiotik selama 512+083 hari Antibiotik yang
paling banyak diresepkan adalah Amoksisilin yaitu
sebanyak (5434) PDD rata-rata setiap antibiotik
dibawah nilai DDD yang ditetapkan WHO kecuali
Amoksisilin Amoksisilin+Asam Klavulanat
Eritromisin dan Levofloksasin Rasio PDDDDD
tidak selalu dapat dijadikan sebagai indikator
penggunaan antibiotik dan PDD adalah parameter
yang lebih merefleksikan densitas penggunaan dan
keterpaparan pasien terhadap antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
1 Chhipa V amp Atray M (2017) Pattern of
antimicrobial utilization in indoor ward of
surgery department of a tertiary care teaching hospital of Southern Rajasthan India International Journal of Basic amp Clinical Pharmacology 6(7)1723-1727
2 Dar-Odeh NS Abu-Hammad OS Shehabi AA (2010)
Antibiotic Prescribing Practises by Dentists a riview Therapeutics and Clinical Risk Management 20106 301-306
3 Grimmsmann T amp Himmel W (2010) Relation
between Defined Daily Doses (DDD) and
Prescribed Daily Doses a 3-month Analysis
of Outpatient Data from a Statutoryhealth Insurance Company Gesundheitswesen 72412-418
4 Kuriyama T Williams DW Yanagisawa M Iwahara K
Nakagawa K Yamamoto E Karasawa T (2007)
Antimicrobial susceptibility of 800 anaerobic
isolates from patients with dentoalveolar infection to 13 oral antibiotics Oral Microbiol Imunol 22(4)285-8
5 NHS Organisation (2011) British National Formulary London Pharmaceutical Press
6 Montgomery EH amp Kroeger DC (1984) Use of
Antibiotics in dental practise Dent Clin North Am 28(3) 433-53
7 Muller A Monnet D Talon D Heacutenon D Bertrand X (2006) Discrepancies between prescribed daily
doses and WHO defined daily doses of antibacterials at a University Hospital British Journal of Clinical Pharmacology 615 585ndash591
8 Ramu C amp Padmanabhan TV (2012) Indications of
antibiotic prophylaxis in dental practice-
Review Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 2(9)749-754
9 World Health Organization (WHO) (2003)
Introduction to Drug Utilization Research Geneva World Health Organization
10 Scottish Dental Clinical Effectiveness Programme
(2016) Drug Prescribing for Densitry Dental
Clinical Guidance Third Edition Dundee Scotland
Amoksisilin Amoksisilin+A
sam Klavulanat Klindamisin Linkomisin Metronidazol Eritromisin Levofloksasin Siprofloksasin Sefadroksil
WHO DDD 1000 1000 1200 1800 2000 1000 500 1000 2000
PDD rata-rata 150925 136842 64064 1500 125329 1500 500 500 1000
0
500
1000
1500
2000
2500
mg
pasi
en
hari
Gambar 1 Perbandingan Nilai PDD rata-rata tiap Antibiotik dengan Nilai DDD yang ditetapkan WHO
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
24
Artikel Penelitian
Haris Imrorsquoatul Khusna1 Damaranie Dipahayu
2)
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email ddipahayugmailcom
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh tingkat pengetahuan terhadap rasionalitas pasien dalam menggunakan obat oral analgesik NSAID golongan Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi di Apotek Latansa Sidoarjo serta untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sosiodemografi
(usia jenis kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjo Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional melalui pembagian
kuesioner kepada 70 pasien sebagai sampel Pengumpulan data dilakukan secara prospektif Hubungan antara
variabel penelitian dianalisis dengan uji statistik Chi Square pada aplikasi statistik SPSS ver 22 Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik (7150) dan swamedikasi
yang rasional (7570) Tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat pengetahuan (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95 Dan usia menunjukkan adanya pengaruh
dengan rasionalitas penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan
swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0049 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95Hasil analisis dengan uji
statistik Chi Square menunjukkan adanya pengaruh antara tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 dalam pengobatan swamedikasi (Asymp
sig (2-sided) = 0 016 le 0050) pada tingkat kepercayaan 95
Kata Kunci swamedikasi pengetahuan amp rasionalitas analgesik NSAID COX-1 dan COX-2
ABSTRACT
This study was conducted to see the effect of society knowledge on rational use of oral NSAID (Non Selective
COX-1 amp COX-2) self medication in Latansa Apotek Sidoarjo and to investigate the influence of
sociodemographic factors (age gender level education and employment status) on the level of knowledge and
rational use of oral NSAID (Non Selective COX-1 amp COX-2) self medication in the Latansa Apotek SidoarjoThis observational study is descriptively through the distribution of questionnaires to 70 patients in the
sample The collection of data carried out prospectively The relationship between variables was analyzed with
statistical test Chi Square on statistical application SPSS ver 22 The level of education showed that have
significancy on the level of knowledge (Asymp sig (2-sided) = 0042 le 0050) at the 95 confidence level Ages
showed that have significancy on with the rational use oral analgesic NSAIDs Non Selective COX-1 and COX-2
in the treatment swamedikasi (Asymp sig (2-sided) = 0014 le 0050) at the 95 confidence levelThe result of
this study showed that (7150) of respondent have good knowledge on NSAID while 7570 of respondents
have appropiate NSAID self-medication behaviors The statistic analysis showed that knowledge had a
significancy on self-medication behavior (Asymp sig (2-sided) = 0 016 le 0050) and confidence level 95
Keywords Self ndash medication Rational use ampKnowledge Analgesic ndash Non Selective NSAIDS COX-1 And
COX
1PENDAHULUAN
Pengertian nyeri menurut International
Association for Study of Pain (IASP) adalah suatu
perasaan emosional dan sensoris yang tidak nyaman
yang berkaitan dengan terjadinya kerusakan jaringan
aktual maupun potensial Nyeri dapat timbul di
bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap
stimulus yang berbahaya bagi tubuh dan rasa nyeri
dapat timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat
luka terbentur dan terbakar (Guyton amp Hall 2006)
Prevalensi nyeri di Indonesia sendiri sekitar 25-50
masyarakat usia lanjut mengalami sensasi nyeri yang
dapat memberikan dampak negatif bagi kualitashidp
Pengaruh Pengetahuan Masyarakat Terhadap Rasionalitas
Penggunaan Analgesik Oral Non Steroid Anti-Inflamatory Drug
Golongan Non Selective COX-1 dan COX-2 Secara Swamedikasi
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
25
mereka (Kartini dalam Susilo 2008) Nyeri menjadi
permasalahan umum pada kesehatan masyarakat
yang dapat diatasi dengan menggunakan obat
analgesik Obat analgesik berdasarkan cara kerjanya
dibedakan menjadi analgesik sentral dan analgesik
perifer yang penggunaannya berdasarkan skala
nyeri Untuk mengatasi rasa nyeri ringan dapat
digunakan obat oral analgesik perifer misalnya
golongan Non Steroid Anti-inflamatory Drug
(NSAID) Analgesik NSAID merupakan salah satu
golongan obat yang bekerja dengan cara memblok
kinerja enzim cyclooxygenase (enzim COX-1 dan
COX-2) untuk menurunkan produksi prostaglandin
yang berperan dalam mediasi terjadinya inflamasi
dan nyeri Sedangkan Analgesik sentral biasa
digunakan untuk nyeri berat misalnya post operasi
dan kanker untuk mendapatkannya harus dengan
resep dokter (Wilmana 2007) Terdapat dua bentuk
COX yakni COX-1 dan COX-2 COX-1 merupakan
enzim yang penting untuk pembentukan
prostaglandin dalam melindungi saluran cerna
trombosit dan ginjal Sedangkan COX-2 adalah
enzim yang bertanggung jawab terhadap produksi
prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam
peradangan Penghambatan COX-1 dinilai dapat
memberikan efek merugikan bagi lambung karena
adanya penghambatan prostaglandin pada terapi yang
menggunakan NSAID sehingga dilakukan
pengembangan terhadap NSAID yang dinamakan
sebagai NSAID selektif COX-2 (Goodman amp
Gilman 2010)
Tanpa disadari penggunaan obat oral Analgesik
NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2 dalam jangka
waktu yang lama secara terus menerus seringkali
menimbulkan efek samping beberapa diantaranya
yaitu gangguan fungsi ginjal dan gangguan saluran
pencernaan (Wilmana 2007) Upaya masyarakat
untuk mengobati dirinya sendiri tanpa melibatkan
intervensi atau nasehat dokter dikenal dengan istilah
swamedikasi Swamedikasi biasanya dilakukan untuk
mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak
dialami masyarakat seperti demam nyeri pusing
batuk dan lain-lain Swamedikasi menjadi alternatif
yang diambil masyarakat untuk meningkatkan
keterjangkauan pengobatan (DepKes RI 2006)
Pelaksanaan swamedikasi didasari juga oleh
pemikiran bahwa pengobatan sendiri cukup untuk
mengatasigejala atau keluhan ringan dalam kesehatan
yang dialami seseorang tanpa melibatkan dokter
Tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan
kesehatan dan pengobatan sakit ringan Keuntungan
swamedikasi adalah aman apabila digunakan sesuai
dengan petunjuk efektif hemat waktu dan biaya
(Supardi 2005) Pelaksanaan swamedikasi apabila
dilakukan secara tepat akan sangat membantu
masyarakat untuk dapat menghemat biaya ke dokter
Akan tetapi pada praktiknya kesalahan penggunaan
obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi
Apabila kesalahan terjadi terus-menerus dalam waktu
yang lama dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko
efek samping pada kesehatan (DepKes RI 2006
Supardi 2006)Pasien membutuhkan informasi yang
jelas dan tepat mengenai penggunaan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
supaya pengobatan yang pasien lakukan menjadi
lebih aman dan efektif Dalam hal ini tenaga
kesehatan khususnya dalam bidang farmasi dituntut
untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada
pasien sehingga pasien dapat terhindar dari
penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan
obat yang salah (drug misuse) Masyarakat
cenderung hanya tahu merk dagang obat tanpa tahu
zat berkhasiatnya (Depkes RI 2007) Keterbatasan
pengetahuan masyarakat tentang informasi
penggunaan obat tersebut merupakan penyebab
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)
dalam swamedikasi (DepKes RI 2006)
Pengetahuan merupakan hal penting yang
dibutuhkan pasien untuk terbentuknya pelaksanaan
swamedikasi yang rasional (Notoatmodjo
2003)Berdasarkan latar belakang tersebut maka
penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap penggunaan
obat oral Analgesik NSAID golongan Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 yang rasional secara swamedikasi
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner sebagai instrumen penelitian dan sampel
yang digunakan yaitu sebagian populasi pasien
swamedikasi yang membeli dan menggunakan obat
oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
di Apotek Latansa Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi masukan bagi tenaga teknis
kefarmasian dalam melakukan pelayanan
swamedikasi dan sebagai sarana edukasi bagi pasien
yang melakukan swamedikasi di Apotek Latansa
1 METODE
Instrumen penelitian
Bahan dan sumber data dalam penelitian ini
adalah kuesioner Sebelum dibuat alat ukur
kuesioner dilakukan uji validitas amp reliabilitaspada
pasien diluar responden penelitian Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan alat ukur
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
26
kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti
Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok
pertanyaan yaitu identitasresponden data
pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi
Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan
informasi dengan menyampaikan sejumlah
pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula
oleh pasien Dalam penelitian ini kuesioner
berbentuk Close Ended Question yang berisi 10
pernyataan mengenai obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 dan 6 pertanyaan
mengenai rasionalitas swamedikasi Selanjutnya akan
dilakukan pengolahan data berdasarkan hasil yang
didapatkan
Prosedur Pelaksanaan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif observasional dengan pengumpulan data
secara prospektif melalui pendekatan cross sectional
dimana data yang menyangkut variabel terikat
dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan
(Notoatmodjo 2012)
Penelitian dilakukan di Apotek Latansa desa
Pulungan kecamatan Sedati SidoarjoPenelitian
dilakukan pada bulan Februari - Mei 2016
Pengambilan sampel secara accidental dilakukan
dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau
tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks
penelitian(Notoatmodjo 2012)
Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan
rumus sampel dari slovin dengan tingkat kesalahan
10 Berdasarkan perhitungan diperoleh
jumlahsampel minimal 70 orang Kriteria
inklusidalam penentuan sampel adalah Pasien laki-
laki atau perempuan dengan usia 17-45th dengan
keluhan nyeri dan inflamasi yang menggunakan dan
membeli obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Pasien bersedia menjadi subjek penelitian
dan bersedia diwawancarai oleh peneliti untuk
mengisi kuesioner yang tersedia bukan tenagakesehatan dan tidak buta huruf
Hasil uji validitaskuesioner menunjukkan bahwa
dari 10 pertanyaanpengetahuan dandari 6 pertanyaan
rasionalitas swamedikasi menunjukkan hasil nilai p
(0000) lt α (0050) pada seluruh pertanyaan yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah valid
sehingga dapat digunakan dalam penelitian Pada uji
reliabilitas nilai akhir Cronbachrsquos Alpha yang
diperoleh juga menunjukkan nilai lebih besar dari
syarat penerimaan nilai reliabilitas 0600 yang
berarti pertanyaan dalam kuesioner telah reliabel
sehingga dapat digunakan dalam penelitian
Analisis data
Sebelum dilakukan analisis data hasil jawaban
yang diperoleh dari pengisian kuesioner dinilai sesuai
dengan metode penilaian kuesioner Setelah data
yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan
dataKlasifikasi tingkat pengetahuan dibagi menjadi
3 kategori yaitu baik sedang dan burukPerilaku
rasionalitas swamedikasi dikategorikan rasional dan
tidak rasionalDikatakan rasional jika hasil kuesioner
memenuhi 6kriteria kerasionalan obat dan tidak
rasional jika memenuhi kurang dari 6 kriteria
kerasionalan obat
Dilakukan pengolahan data yang sudah
terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data yaitu
analisis deskriptif untuk menggambarkan
karakteristik pasien Hasil yang didapatkan berupa
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel
yang akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan
diagram batang selanjutnya dilakukan analisis
statistik Chi Square pada nilai signifikansi Asymp
Sig (2-sided)lt 0050 untuk melihat adanya hubungan
atau keterkaitan antara tingkat pengetahuan
masyarakat rasionalitas swamedikasi dan faktor
sosiodemografi(usia jenis kelamin tingkat
pendidikan dan status pekerjaan)terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 secara swamedikasi di Apotek
Latansa Sidoarjodengan tingkat kepercayaan 95
2 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
didapatkan hasil bahwa jenis kelamin pasien
terbanyak yang menjadi sampel penelitian adalah
perempuan sebanyak 30 pasien (428) dengan
rentang usia 26 ndash 35 tahun sebanyak 37 pasien
(5290) pendidikan terakhir sekolah menengah atas
(SMA) sebanyak 43 pasien (6150) dan status
pekerjaan sebagai pekerja sebanyak 45 pasien
(6430) Tingkat pengetahuan pasien tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 pada kategori baik sebesar
4720 dan sedang sebesar 3860 Perilaku
swamedikasi obat Analgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2 pada sebagian besar pasien tergolong
rasional 7570
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan
Swamedikasi Dan Obat Oral Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Pengetahuan Baik ( gt 80 ) 33 4720
Sedang ( 60-80 ) 27 3860
Buruk ( lt 60 ) 10 1425
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
27
Berdasarkan tabel 1 diketahui tingkat
pengetahuan responden tentang swamedikasi dan
obat Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
Asam Mefenamat Ibuprofen Kalium Diklofenak
Natrium Diklofenak dan Piroksikam pada kategori
baik sebanyak 33 pasien (4720) Sedangkan
sisanya masuk dalam kategori sedang sebanyak 27
pasien (3860) dan dalam kategori buruk sebanyak
10 pasien (1420) dari 70 sampel pasien
keseluruhan Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tingkat pengetahuan responden tentang
swamedikasi dan obat Analgesik NSAID Non
Selektif Cox-1 amp Cox-2 berada pada kategori cukup
dan baik Sedangkan hasil kuesioner untuk melihat
rasionalitas swamedikasi obat AINS dimuat dalam
tabel 2
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kategori Rasionalitas
Swamedikasi Obat OralAnalgesik NSAID Non Selektif
Cox-1 amp Cox-2
Variabel Kategori Jumlah ( N = 70 )
Persentase ( )
Perilaku Rasional 53 7570
Tidak rasional 17 2430
Berdasarkan tabel 2 perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2
dalam kategori rasional sejumlah 53 pasien
(7570) Sedangkan perilaku swamedikasi obat
Analgesik NSAID Non Selektif Cox-1 amp Cox-2yang
dalam kategori tidak rasional sejumlah 17 pasien
(2430)
Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang
obat yang dikonsumsi akan berdampak pada perilaku
konsumsi pasien terhadap suatu obat menjadi tidak
rasional Keterbatasan pengetahuan masyarakat
tentang obat dan penggunaannya merupakan
penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam
swamedikasi (Depkes RI 2006) Keterbatasan
tersebut juga menyebabkan rentannya pasien
mendapat informasi mengenai obat yang tidak tepat
sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang
tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian
informasi yang benar (Purwanti dkk 2004)
Pengobatan swamedikasi yang tidak sesuai dengan
aturan yang tepat dapat membahayakan kesehatan
pemborosan waktu dan pemborosan biaya
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
tingkat pengetahuan pasien terhadap rasionalitas
penggunaan obat oral analgesik NSAID Non Selektif
COX-1 amp COX-2 dalam swamedikasi dapat dilihat
pada tabel 3 yang menunjukkan nilai Asymp Sig (2-
sided) 0016 lt 0050maka H0 ditolak dan H1
diterima (ada pengaruh pengetahuan terhadap
perilaku swamedikasi yang rasional terhadap
penggunaan obat oral Analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pasien swamedikasi
di Apotek Latansa Sidoarjo)
Tabel 3Perubahan Tingkat Pengetahuan Pasien
Dengan Rasionalitas Penggunaan Obat Oral Analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam
Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Tingkat Pengetahuan 0 016 le 0050 H0 Ditolak
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan pasien berpengaruh terhadap perubahan
rasionalitas dalam penggunaan obat oral analgesik
NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi yang artinya bahwa
semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang
mengenai penggunaan obat oral Analgesik NSAID
Non Selektif COX-1 amp COX-2 maka semakin rasional
pula pengobatan swamedikasi yang dilakukan
Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa
pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap
perilaku swamedikasi yang aman tepat dan rasional
Tindakan swamedikasi merupakan suatu bentuk
perilaku kesehatan yang pembentukannya
dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern
Tingkat pengetahuan seseorang termasuk dalam salah
satu faktor intern Dengan memiliki pengetahuan
mengenai penggunaan obat yang mencukupi
dapatmembantu pasien untuk mendapatkan
pengobatan swamedikasi yang aman dan rasional
serta menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan
dalam menggunakan obat
Masyarakat memerlukan informasi yang jelas dan
terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau
jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang
rasional Ada beberapa pengetahuan minimal yang
sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan
hal penting dalam swamedikasi pengetahuan
tersebut antara lain tentang mengenali gejala
penyakit memilih produk sesuai dengan indikasi dari
penyakit mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket
dan brosur memantau hasil terapi dan kemungkinan
efek samping yang ada (Depkes 2008)
Hasil uji analisis statistik Chi Square pengaruh
faktor sosiodemografi dengan tingkat pengetahuan
pasien dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
28
Tabel 4 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Tingkat Pengetahuan Pasien Dalam Penggunaan Obat
Oral Analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2
Dalam Swamedikasi
Tingkat
Pengetahuan Keterangan
Jenis Kelamin 0 538 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0421gt 0050 Ho Diterima
Tingkat
Pendidikan 0042 le 0050 Ho Ditolak
Status
Pekerjaan 0408 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Square hubungan
antara jenis kelamin umur dan status pekerjaan
dengan tingkat pengetahuan pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin usia dan status pekerjaan pasien terhadap
tingkat pengetahuan pasien) Sedangkan untuk faktor
tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0042 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara tingkat pendidikan
pasien dengan tingkat pengetahuan pasien)
Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan pasien berpengaruh terhadap tingkat
pengetahuan pasien dalam menggunakan obat oral
analgesik NSAID Non Selektif COX-1 amp COX-2 pada
pengobatan swamedikasi Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula
pengetahuan seseorang dan orang tersebut akan
menjadi semakin kritis sehingga menyebabkan
kebutuhan pasien terhadap informasi semakin tinggi
termasuk informasi mengenai kesehatan
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Kristina dkk (2008) yang
menyatakan bahwa pasien berpendidikan tinggi lebih
banyak yang melakukan swamedikasi secara
rasional Orang dengan pendidikan tinggi umumnya
tidak mudah terpengaruh oleh iklan dan lebih banyak
membaca label pada kemasan obat sebelum
mengkonsumsinya Dharmasari (2003) dalam
penelitiannya juga mengemukakan bahwa tingkat
pendidikan mempengaruhi swamedikasi yang aman
tepat dan rasional Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin membuat seseorang
lebih rasional dan berhati-hati dalam menggunakan
obat
Hasil uji analisis statistik Chi Square
pengaruhfaktor sosiodemografi dengan rasionalitas
pasien dalam pengobatan swamedikasi dapat dilihat
pada Tabel 5
Tabel 5 Pengaruh Faktor Sosiodemografi Terhadap
Rasionalitas Penggunaan Obat Analgesik NSAIDNon
Selektif COX-1 amp COX-2 Dalam Swamedikasi
Rasionalitas Keterangan
Jenis Kelamin 0 208 gt 0050 Ho Diterima
Usia 0014 le 0050 Ho Ditolak
Tingkat
Pendidikan 0116 gt 0050 Ho Diterima
Status Pekerjaan 0967 gt 0050 Ho Diterima
Dari hasil analisis uji Chi Squarehubungan antara
jenis kelamin tingkat pendidikan dan status
pekerjaan dengan rasionalitas pasien dalam
menggunakan obat oral analgesik NSAID Non
Selektif COX-1 amp COX-2 pada pengobatan
swamedikasi perilaku menunjukkan hasil yang tidak
significant yaitu Asymp Sig (2-sided)gt 0050 maka
H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh jenis
kelamin tingkat pendidikan dan status pekerjaan
pasien terhadap tingkat pengetahuan pasien)
Sedangkan untuk faktor usia menunjukkan hasil yang
signifikan dimana nilai Asymp Sig (2-sided) yang
diperoleh yaitu 0014 le 0050 maka H0 ditolak dan
H1 diterima (ada pengaruh antara usia pasien dengan
tingkat pengetahuan pasien)
Usia menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi pengobatan swamedikasi Usia
mempengaruhi pemilihan obat pada pasien
Bertambahnya usia seseorang menjadikan seseorang
tersebut harus lebih berhati-hati dalam menggunakan
obat karena pada kondisi tersebut terdapat perubahan
fisiologis serta kecenderungan memiliki komplikasi
penyakit yang menyebabkan rentan mengalami
masalah terkait penggunaan obat yang ditakutkan
dapat menimbulkan efek samping (Kristina dkk
2008)
4KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwapasien
memiliki pengetahuan yang baik (4720) dan
swamedikasi yang rasional (7570) Hasil analisis
statistik Chi Squaremenunjukkan tingkat
pengetahuan pasien mempengaruhi rasionalitas
pasien dalam melakukan pengobatan swamedikasi
Faktor sosiodemografi tingkat pendidikan
menunjukkan adanya pengaruh dengan tingkat
pengetahuan pasien Sedangkan yang berpengaruh
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) PISSN 2527-6328
29
pada rasionalitas swamedikasi adalah faktor
sosiodemografi usia
1 SARAN
Disarankan untuk menunjang terlaksananya
pengobatan swamedikasi yang rasional sebaiknya
dibuat poster atau brosur yang berisi informasi
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi yang
benar sesuai aturan yang berlaku Diharapkan juga
bagi tenaga kefarmasian yang sedang bertugas untuk
memberikan arahan dan edukasi kepada pasien
mengenai penggunaan obat dalam swamedikasi
untuk mewujudkan terciptanya swamedikasi yang
rasional
2 DAFTAR PUSTAKA
1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Pedoman penggunaan obat bebas dan bebas
terbatas Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006
Keputusan Menteri Kesehatan RI No
189MENKESSKIII2006 Tentang Kebijakan
Obat Nasional Jakarta Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
3 Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008
Materi pelatihan peningkatan pengetahuan
dan keterampilan memilih obat bagi tenaga
kesehatan (pp 0-8 13-14 18 20-23 31)
Jakarta Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
4 Dharmasari S 2003 Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Pengobatan
Sendiri yangAman Tepat dan Rasional pada
Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun
2003Tesis
5 Goodman and Gilman 2010 Manual Farmakologi
dan Terapi hal 406-407 420 Jakarta EGC
6 Guyton amp Hall 2006 Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9 Jakarta EGC
7 Kristina S Prabandari Y amp Sudjaswadi R 2008
Perilaku pengobatan sendiri yang rasional
pada masyarakat Kecamatan Depok dan
Cangkringan Kabupaten Sleman Majalah
Farmasi Indonesia 19(1) 32-40
8 Notoatmodjo S 2012 Metodologi penelitian
kesehatan Jakarta Rineka Cipta
9 Purwanti A Harianto Supardi 2004 Gambaran
Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di
Apotek DKI Jakarta Tahun 2003 Majalah
Ilmu Kefarmasian 1 102-115
10 Supardi S Jamal S amp Raharni R 2005 Pola
Penggunaan Obat Obat Tradisional dan Cara
Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di
Indonesia Buletin Penelitian Kesehatan
11 Supardi S amp Notosiswoyo M 2006 Pengaruh
penyuluhan obat menggunakan leaflet
terhadap perilaku pengobatan sendiri di tiga
kelurahan Kota Bogor Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan Vol 9 4 213-219
12 Supardi S amp Raharni 2006 Penggunaan obat
yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan
sendiri keluhan demam sakit kepala batuk
dan flu (hasil analisis lanjut data Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001
Jurnal Kedokteran Yarsi 14(1) 61-69
13 Wilmana PFreedy dan Sulistia Gan 2007
Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-
Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan
Sendi Lainnya dalam Famakologi dan Terapi
hal 230-246 Jakarta Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
14 World health organization 2000 Guidlines for the
regulatory assesment of medical products for
use in self-medication Geneva World Health
Organization
15 World Self-Medication Industry (nd) About self
medication Februari 2 2012
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
30
Artikel Penelitian
Uji Kemampuan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas) Dalam
Meremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd)
Surahmaidah1)
dan Sarwoko Mangkoedihardjo2
1Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya 2Staff Pengajar Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
) Email fahida1619gmailcom
ABSTRAK
Perkembangan industri yang semakin pesat secara tidak langsung menimbulkan pencemaran lingkungan di
sekitarnya Salah satunya adalah pencemaran tanah oleh logam berat yang dihasilkan dari hasil industri tersebut
Metode yang dapat digunakan untuk meremediasi lahan tercemar yaitu dengan menggunakan tanaman
(fitoremediasi) Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman tahunan dari famili Euphorbiaceae yang
umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil biodiesel tanaman pembatas pagar dan tanaman hias Tujuan
dari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan jarak pagar dalam meremediasi Cd untuk mengetahui pengaruh
Cd terhadap tinggi tanaman dan luas daun dan nilai persentase reduksi tanah yang tercemar Cd dan nilai
persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan menggunakan
tanah taman limbah Cd buatan dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm dan
Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) untuk pengujian logam berat Cd pada tanaman jarak pagar Data yang
diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Cd berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan luas daun nilai persentase reduksi tanah tercemar Cd yaitu sebesar 76-91 jarak pagar mempunyai kemampuan dalam
mengakumulasi Cd dan nilai persentase akumulasi logam Cd dalam jarak pagar adalah 46-125
Kata kunci Logam Berat Cd Jarak pagar (Jatropha curcas) Fitoremediasi
ABSTRACT
The rapid development of the industry indirectly lead to pollution of the surrounding environment One of them
is the contamination of the soil by the heavy metals resulting from the industry The method that can be used to
remediate contaminated land is by using plants (called phytoremediation) Jatropha curcas plant is an annual
plant of the Euphorbiaceae family that is commonly used as a biodiesel producing plant fence limiting plants
and as ornamental plants The purpose of this research is to assessing the ability of Jatropha curcas in remediating Cd to know the effect of Cd on plant height and leaf area and the percentage value of Cd
contaminated soil reduction and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas This
experimental study was conducted using garden land artificial Cd waste with concentration 5 ppm 15 ppm 25
ppm 35 ppm and 45 ppm and Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) for testing of heavy metal Cd on
Jatropha curcas Data obtained from this research indicate that Cd effect on plant height and leaf area the
percentage value of contaminated soil reduction Cd is equal to 76-91 Jatropha curcas has the ability to
accumulate Cd and the percentage value of Cd metal accumulation in Jatropha curcas is 46-125
Key Words Heavy Metal Cd Jatropha curcas Plant Phytoremediation
1 PENDAHULUAN
Logam berat merupakan sumber pencemar
lingkungan yang utama dan sebagian besar bersifat
toksik meskipun dalam konsentrasi yang rendah [11]
Pencemaran lingkungan oleh logam berat umumnya
disebabkan oleh aktivitas industri pertambangan
limbah domestik pestisida dan lain-lain [7]
Secara alamiah tanah mengandung logam berat
dan sebagian logam berat tersebut berperan penting
dalam proses fisiologi tanaman seperti Fe Cu Zn
dan Ni tetapi dalam jumlah yang sedikit Bila
jumlahnya berlebih akan memberikan efek toksisitas
pada tanaman Sedangkan Cd dan Pb merupakan
logam berat yang sangat toksik dan merupakan
pencemar utama dalam lingkungan dan sangat
beracun bagi tumbuhan hewan dan manusia (Mangel
and Kirkby 1987)
Salah satu logam berat toksik yang mencemari
tanah adalah kadmium (Cd) Logam berat Cd
mempunyai toksisitas yang tinggi setelah Hg Namun
Cd memiliki mobilitas yang tinggi dalam sistem
tanah-tumbuhan (soil-plant system) dibandingkan
logam berat pada umumnya sehingga lebih mudah
masuk dan terakumulasi ke dalam rantai makanan [1]
Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih
perak lunak mengkilap tidak larut dalam basa
mudah bereaksi serta menghasilkan kadmium oksida
bila dipanaskan Dalam kehidupan sehari-hari Cd
digunakan sebagai bahan dalam proses electroplating
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
31
(penapisan elektrik) dan galvanisasi karena Cd
bersifat non korosif Selain itu Cd juga digunakan
sebagai bahan pembuatan alloy pigmen warna cat
keramik plastik stabilizer plastik katode untuk Ni-
Cd pada baterai serta industri tekstil [2]
Logam berat tidak dapat didegradasi sehingga
untuk memulihkan (meremediasi) lingkungan yang
tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik
kimiawi dan biologis Namun biaya yang dibutuhkan
relatif mahal tidak efektif dan berdampak negatif
bagi lingkungan [8] Metode remediasi tanah yang
tercemar logam berat yaitu dengan menggunakan
tanaman Fitoremediasi adalah suatu teknik
pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan
tumbuhan untuk menyerap mendegradasi
mentransformasi dan mengimobilisasi bahan
pencemar baik itu logam berat maupun senyawa
organik Metode ini mudah diaplikasikan murah
efisien dan ramah lingkungan [12]
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas)
Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini mudah
didapatkan dan diperbanyak mudah tumbuh pada
berbagai jenis tanah dan tahan kekeringan Jarak
pagar umumnya digunakan sebagai tanaman
pembatas pagar tanaman hias dan dikembangkan
sebagai penghasil biodiesel [5] Menurut Kelly (1998)
tanaman dari famili Euphorbiaceae ini sangat baik
dalam menyerap logam nikel (Ni)
Gambar 1 Tanaman Jarak Pagar
Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan
tanah yang tercemar logam berat kadmium (Cd)
dapat diremediasi dengan menggunakan tanaman
jarak pagar
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
kemampuan jarak pagar dalam meremediasi logam
berat Cd untuk mengetahui pengaruh Cd terhadap
tinggi tanaman luas daun dan pH tanah dan nilai
persentase reduksi tanah yang tercemar Cd
2 METODE PENELITIAN
21 Waktu Penelitian
Penelitian eksperimental ini dilakukan selama 2
bulan Pengujian logam berat Cd pada tanah dan
jarak pagar dengan AAS dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya Proses
remediasi tanah tercemar Cd dengan jarak pagar
dilakukan di rumah kaca Departemen Biologi Unair
Surabaya
22 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
AAS timbangan analitik reaktor berupa polybag
dengan diameter plusmn 10 cm dan tinggi plusmn 15 cm
penggaris pH meter gelas plastik kantong plastik
dan gelas ukur Rumah kaca di Departemen Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi Unair di Surabaya agar
tanaman uji terhindar dari gangguan hama dan hujan
namun tetap mendapatkan sinar matahari dan
sirkulasi oksigen
Bahan yang digunakan adalah limbah Cd buatan
dengan konsentrasi 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm
dan 45 ppm tanah taman tanaman jarak pagar
(Jatropha curcas) dengan tinggi plusmn 20 cm dan jumlah
daun plusmn 9-12 helai daun Bahan kimia seperti asam
nitrat pekat (HNO3) H2SO4 HClO4 dan aquades
23 Tahap-tahap Penelitian
231 Sampel Tanaman Jarak Pagar
Jarak pagar diperbanyak dengan cara stek untuk
mendapatkan keturunan yang seragam cepat tumbuh
dan hasilnya lebih banyak Penanaman jarak pagar
pada media tanah taman Digunakan 5 reaktor
dengan 5 konsentrasi yang berbeda Dan 1 reaktor
untuk kontrol sebagai pembanding efek tanaman
tanpa penambahan logam berat Dilakukan 3 kali
pengulangan sehingga total jumlah reaktor yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 buah
232 Aklimatisasi Tanaman
Dilakukan proses aklimatisasi pada tanaman
jarak pagar selama 1 minggu supaya tanaman
tersebut dapat menyesuaikan diri dengan tanah taman
yang telah diberi logam berat Setelah 1 minggu
dilakukan pemilihan jarak pagar yang stabil (sehat
dan segar) untuk selanjutnya tanaman siap untuk
diujikan
233 Pemberian Variasi Konsentrasi
Dilakukan variasi konsentrasi logam berat Cd
terhadap media tanah taman yang berisi tanaman
jarak pagar Variasi konsentrasi yang digunakan
adalah 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm
Penelitian ini bersifat eksperimental dimana masing-
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
32
masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan
dan dikerjakan dalam waktu yang bersamaan
234 Parameter Uji
Pengukuran parameter tinggi tanaman dan luas
daun dilakukan setiap minggu Untuk pengukuran
reduksi logam berat Cd pada tanah taman dilakukan
tiap 2 minggu dan pengukuran akumulasi Cd dalam
tanaman jarak pagar dilakukan pada hari ke-42 (akhir
pengamatan)
3 PEMBAHASAN
31 Tahap Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan tahap awal prosedur
penelitian pendahuluan dengan tujuan supaya
tanaman uji dapat bertahan hidup sampai akhir
percobaan Setelah 1 minggu dipilih tanaman jarak
pagar yang stabil yaitu mempunyai daun berwarna
hijau segar dan sehat Tanaman tersebut dibersihkan
untuk kemudian ditanam pada media tanah taman
yang mengandung Cd yang telah ditentukan
konsentrasinya
32 Analisis Parameter
321 Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman
yang sering digunakan sebagai indikator
pertumbuhan [4] Berdasarkan data pada Tabel 1
didapatkan bahwa konsentrasi Cd yaitu 5 ppm 15
ppm 25 ppm 35 ppm dan 45 ppm memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman
dimana pertumbuhan tanaman sebesar 05-08 cm
Hal ini disebabkan Cd merupakan logam toksik non
esensial tapi tetap dibutuhkan tanaman untuk
meningkatkan aktivitas hormon giberelin (hormon
pertumbuhan) Pada konsentrasi Cd 5 ppm terdapat
pertumbuhan tanaman yang lambat yaitu hanya
sebesar 01 cm sampai akhir pengamatan
322 Luas Daun
Luas daun digunakan sebagai parameter
pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk
menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti
pembentukan biomassa tumbuhan [4] Pada hari ke-7
luas daun pada perlakuan 1A menurun dari 3574
cm2 menjadi 2492 cm2 dan 1E mengalami
penurunan luas daun dari 2763 cm2 menjadi 2027
cm2
Hasil ini sesuai dengan penjelasan Leborans dan
Novillo (1996) dan Marschner (1987) dimana Cd
pada konsentrasi rendah bersifat sangat toksik bagi
tanaman dan mampu merusak kloroplas daun
sehingga luas daun mengalami penurunan Cd
berpengaruh pada defisiensi besi magnesium dan
nitrogen sehingga bila klorofil kekurangan Mg maka
klorofil yang terbentuk juga semakin sedikit
Akibatnya proses fotosintesis terhambat dan hasil
fotosintesis juga berkurang sehingga terjadi
penurunan luas daun Selain itu konsentrasi Cd yang
tinggi juga merusak membran sel yang terdapat daun
Tabel 1 Pengaruh Cd terhadap tinggi tanaman
Kontrol 5 ppm 15 ppm 25 ppm 35 ppm 45 ppm
Hari ke-0 21 21 24 21 21 22
Hari ke-7 211 21 241 212 213 221
Hari ke-14 213 211 243 212 213 223
Hari ke-21 213 211 243 212 213 223
Hari ke-28 214 211 245 215 215 224
Hari ke-35 215 211 246 216 216 225
Hari ke-42 215 211 247 217 217 225
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
33
Tabel 2 Luas Daun Rata-Rata pada Perlakuan Cd
Kode
Pengamatan Parameter Luas Daun (cm2)
hari
ke-0
hari
ke-7
hari
ke-14
hari
ke-21
hari
ke-28
hari
ke-35
hari
ke-42
5 ppm 3574 2492 2567 2489 2469 1693 2673
15 ppm 2597 2363 2614 3049 3243 2885 176
25 ppm 2691 2569 3836 1863 1905 2045 1341
35 ppm 3271 3523 4332 318 2828 2411 2118
45 ppm 2763 2037 2048 2101 1668 1851 2253
323 Morfologi Daun
Selain penurunan luas daun Cd juga
menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi
tanaman yang diekspresikan dalam gangguan
pertumbuhan yang ditandai dengan adanya nekrosis
(kematian sel tanaman yang ditandai dengan daun
yang menggulung atau daun yang keriput) klorosis
(daun menguning) luka warna serta pertumbuhan
daun yang tidak normal [10]
Adapun perubahan morfologi daun yang terjadi
akibat pemaparan logam berat Cd dapat dilihat pada
Gambar 3
Gambar 2 Toksisitas Cd pada morfologi daun jarak
Pagar
Menurut Bowen (1996) dalam Suwariyanti
(2002) ion-ion pada logam berat tersebut akan
mengikat sulfidril dan gugus amino yang terdapat
pada enzim sehingga akan mempengaruhi kerja
enzim pada jaringan tumbuhan yang mengakibatkan
pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan dapat
mengakibatkan kematian tanaman
324 Reduksi Cd dalam Tanah
Pengukuran Cd pada tanah taman dilakukan tiap
2 minggu (yaitu mulai hari ke-0 hari ke-14 hari ke-
28) dimana tanah yang diambil di daerah sekitar
rhizosfer tanaman
Tabel 3 Data reduksi Cd dalam tanah (ppm)
Cd hari
ke-0
hari
ke-14
hari
ke-28
Reduksi
(a)
Reduksi
(b)
5 ppm 6031 1067 073 82308 87896
15 ppm 17482 1366 1437 92186 9178
25 ppm 26922 1417 4976 94737 81517
35 ppm 36865 3864 3393 89519 90796
45 ppm 45482 10229 10684 7751 76509
Digunakan data sampai hari ke-28 karena (1) untuk
monitoring trend pertumbuhan jarak pagar (2) tidak
sampai merusak tanaman dan (3) untuk mengetahui
kemampuan tanaman jarak pagar dalam meremediasi
tanah yang tercemar kadmium (Cd) Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Ghosh and Singh
(2005)
Untuk pengukuran konsentrasi Cd tanah pada
hari ke-42 (hari terakhir pengamatan) tidak
digunakan dalam perhitungan reduksi karena tanah
yang diambil untuk pengukuran tidak dilakukan di
daerah rhizosfer karena tanah diambil setelah
tanaman dicabut Hal ini sesuai dengan prosedur
penelitian Ghosh and Singh (2005)
Rumus dalam menghitung reduksi Cd adalah
sebagai berikut
reduksi (a) = kons Cd1 ndash kons Cd2 x 100helliphellip(1)
Kons Cd1
reduksi (b) = kons Cd1 ndash kons Cd3 x 100helliphellip(2)
Kons Cd1
325 Akumulasi Cd dalam Tanaman jarak Pagar
Analisis akumulasi Cd pada tanaman jarak
pagar dapat dilihat pada Tabel 4
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
34
Tabel 4 Akumulasi Cd dalam Tanaman Jarak Pagar
Cd Konsentrasi Cd
Pada Tanah
(Hari ke-42)
Pada
Tanaman
Akumulasi
5 ppm 1693 1236 7301
15 ppm 4799 6038 12582
25 ppm 9028 7939 8794
35 ppm 15128 7022 4642
45 ppm 14567 7929 5443
Akumulasi Cd dalam tanaman umumnya lebih
besar karena mobilitas Cd yang tinggi dalam system
tanah-tumbuhan (soil-plant system) sehingga dapat
meningkatkan kemampuan tanaman untuk menyerap
Cd [13] Hasil yang didapat menunjukkan bahwa
akumulasi Cd yang tertinggi pada tanaman terdapat
pada konsentrasi 25 ppm yaitu sebesar 7939 ppm
dengan akumulasi Cd sebesar 8794 Prosentase
akumulasi Cd yang lebih besar terdapat pada
konsentrasi 15 ppm hal ini disebabkan konsentrasi
Cd pada tanah di hari ke-42 dan dalam tanaman lebih
rendah
4 KESIMPULAN
1 Logam berat kadmium (Cd) berpengaruh
terhadap tinggi tanaman dan luas daun
2 Jarak pagar (Jatropha curcas) mempunyai
kemampuan dalam meremediasi tanah tercemar
logam berat Cd
3 Nilai persentase reduksi tanah tercemar logam
berat Cd oleh jarak pagar yaitu sebesar 76-91
4 Nilai persentase akumulasi Cd dalam tanaman
jarak pagar yaitu sebesar 46-125
DAFTAR PUSTAKA
1 Alloway BJ and DC Ayres (1997) Chemical
Principles of Environmental Pollution 2nd
Edition Blackie Academic and Professional
Chapman amp Hall London
5 Hambali E Ani S Dadang H Hasim H Imam
KR Mira R Ihsanur Prayoga S Soekisman
T Tatang HS Theresia P Tirto P Wahyu P
(2007) Jarak Pagar Tanaman Penghasil
Biodiesel Cetakan ke 4 Penebar Swadaya Jakarta
6 Kelly EB (1998) Phytoremediation
7 Kabata-Pendias A Pendias H (1989) Trace
Elements in the Soil and Plants CRC Press
Boca Raton FL
8 Lasat MM (2002) Phytoextraction of Toxic
Metals A Review of Biological Mechanisms J
Environmental Qual 31 109-120
9 Marschner P Baumann K (2003) Changes in
bacterial community structure induced by
micorrhizal colonization in spot-root maize
Plant Soil 231 279-289
10 Margaret EF (1994) Plants and Chemical Element
John Wiley amp Sons New York pp 1-292
11 Nriagu JO (1979) Global inventory of natural and
anthropogenic emissions of trace metals to the
atmosphere Nature 279 409-411
12 Schnoor JL and McCutcheon SC (2003)
PHYTOREMEDIATION Transformation and
Control of Contaminants Wiley-Interscience Inc
USA
13 Vassilev AJ Vangvonsveld and Yardanov I (2002)
Review Cadmium Phytoextraction Present
State Biological Background and Research
Needs Bulg J Plant Physiol 28(3-4) 68-95
2 Darmono (1995) Logam Dalam Sistem Biologi
Makhluk Hidup Universitas Indonesia Press
Jakarta
3 Ghosh M Singh SP (2005) A Review on
Phytoremediation of Heavy Metals and
Utilization of Its Byproducts Applied Ecology
Environment Research 3(1) 1-8
4 Guritno B dan Sitompul SM (1995) Analisis
Pertumbuhan Tanaman Cetakan Pertama
Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
35
Artikel Penelitian
Fatma Ariska Trisnawati1 Cicik Herlina Yulianti
2) Tamara Gusti Ebtavanny
3
1Mahasiswa Program Studi D III Farmasi Akademi Farmasi Surabaya 2Bidang Ilmu Kimia Akademi Farmasi Surabaya
3Bidang Ilmu Farmasetika dan Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Surabaya
) Email cicikherlinaakfarsurabayaacid
ABSTRAK
Radiasi sinar ultraviolet matahari dapat menyebabkan berbagai permasalahan pada kulit Untuk mengatasinya
perlu adanya perawatan menggunakan kosmetik salah satunya yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream)
Merkuri merupakan salah satu bahan aktif yang sering direkomendasikan karena ion merkuri dianggap dapat
menghambat sintesis melamin pigmen kulit di sel melanosit Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1 mgL (1 ppm)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbedaan kadar merkuri pada produk kosmetik krim pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi BPOM dan
yang memiliki nomor registrasi BPOM yang beredar di pasaran Serta untuk mengetahui bahwa sediaan
kosmetik krim pemutih wajah yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat yang ditetapkan BPOM Sampel
dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 sampel dengan kriteria 9 krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dan 9 krim pemutih yang memiliki nomor registrasi BPOM Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisa kualitatif menggunakan metode pereaksi warna dengan Kalium Iodida dan analisa
kuantitatif dengan metode spektrofotometri serapan atom Hasil penelitian menunjukkan 2 dari 18 sampel
mengandung merkuri Berdasarkan uji kuantitatif menunjukkan kadar merkuri pada produk krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn 035 mgkg dan untuk varian A2 adalah
18820 plusmn 028 mgkg Sehingga tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang beredar dipasaran memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh BPOM
Kata Kunci BPOM Krim Pemutih Merkuri
ABSTRACT
Radiation of suns ultraviolet can cause skin problems To overcome this problem should has cosmetic
treatments using one of these is whitening cream Mercury is the one of active ingredient who has often add in
the whitening cream because mercuryrsquos ion considered to inhibit the synthesis melanin pigment of the skin in
the melanocyte cells According to the Regulation Agency of Drug and Food of the Republic Indonesia with No
HK 03012307116662 2011 requirements metal usage types of mercury (Hg) is not more than 1 mgkg or 1 mgL (1 ppm) The purpose of this study was to determine differences mercury levels in whitening creams
cosmetic which products didnrsquot have a registration number and products which have a registration number
BPOM among in the market And to know that all whitening cream cosmetic among the market has fullfield
requirements established by BPOM Sample use in this study was 18 samples which 9 sample didnrsquot have a
registration number from BPOM and 9 among them have a registration number from BPOM Analysis method
used in this study is qualitative analysis using reaction color with Potassium Iodide and quantitative analysis
using atomic absorption spectrophotometry The results showed that 2 of the 18 samples contained mercury
more than what it should Based of the quantitative analysis shows that there are has differences mercury levels
from whitening cream product which has the registration number of BPOM with sample A1 variant is 22404 plusmn
035 mg kg and for the A2 variant is 18820 plusmn 028 mg kg Not all whitening cream cosmetic among the
market has fullfield requirements established by BPOM Keywords BPOM mercury whitening cream
1PENDAHULUAN
Kulit merupakan bagian tubuh paling utama yang perlu diperhatikan karena merupakan organ terbesar
yang melapisi bagian tubuh manusia Kulit
memiliki fungsi untuk melindungi bagian tubuh
dari berbagai gangguan dan rangsangan luar dengan
membentuk mekanisme biologis salah satunya yaitu
Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Krim Pemutih yang Beredar di Pasaran (Studi dilakukan di Pasar DTC Wonokromo
Surabaya)
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
36
pembentukan pigmen melanin untuk melindungi
kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari Radiasi
sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat
menimbulkan efek negatif yaitu menyebabkan
berbagai permasalahan pada kulit Bahaya yang
ditimbulkan yaitu kelainan kulit mulai dari
kemerahan noda-noda hitam penuaan dini
kekeringan keriput sampai kanker kulit Untuk
mengatasi berbagai masalah kulit tersebut
diperlukan adanya perawatan menggunakan
kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan
yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian
luar tubuh manusia Kosmetik saat ini sudah
menjadi kebutuhan penting bagi manusia karena
penggunaannya selalu digunakan secara rutin dan
terus-menerus Tujuan utama penggunaan kosmetik
pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan
pribadi meningkatkan daya tarik melalui make-up
meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan
tenang melindungi kulit dan rambut dari kerusakan
sinar ultra violet polusi dan faktor lingkungan yang
lain mencegah penuaan dan secara umum
membantu seseorang lebih menikmati dan
menghargai hidup (Kusantati dkk 2008 Tranggono
dan Fatma Latifah 2014)
Banyak pilihan produk kosmetik salah satunya
yaitu krim pemutih wajah (Whitening Cream) Krim
pemutih merupakan campuran bahan kimia dan atau
bahan lainnya dengan khasiat bisa memutihkan kulit
atau memucatkan noda hitam pada kulit Krim
pemutih sangat bermanfaat bagi wajah yang
memiliki berbagai masalah di wajah karena mampu
mengembalikan kecerahan kulit dan mengurangi
warna hitam pada wajah (Parengkuan dkk 2013)
Bahan aktif yang biasanya digunakan dalam
krim pemutih salah satunya adalah merkuri
Merkuri disebut juga air raksa atau hydrargyrum
yang merupakan elemen kimia dengan simbol Hg
dan termasuk dalam golongan logam berat dengan
bentuk cair dan berwarna keperakan Merkuri
merupakan salah satu bahan aktif yang sering
ditambahkan dalam krim pemutih Menurut Dr
Retno IS Tranggono SpKK merkuri
direkomendasikan sebagai bahan pemutih kulit
karena berpotensi sebagai bahan pereduksi
(pemucat) warna kulit dengan daya pemutih
terhadap kulit yang sangat kuat Ion merkuri
dianggap dapat menghambat sintesis melamin
pigmen kulit di sel melanosit (Sembel 2015 Li
Wang and Hong Zhang 2011)
Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor
HK03012307116662 tahun 2011 persyaratan
logam berat jenis merkuri (Hg) adalah tidak lebih
dari 1 mgkg atau 1mgL (1ppm) Keputusan
pemerintah Indonesia dalam membatasi penggunaan
bahan aktif tersebut karena krim pemutih yang
mengandung merkuri dapat menimbulkan toksisitas
terhadap organ-organ tubuh Hal tersebut terjadi
karena senyawa merkuri akan kontak dengan kulit
secara langsung sehingga mudah terabsorpsi masuk
ke dalam darah dan mengakibatkan reaksi iritasi
yang berlangsung cukup cepat diantaranya dapat
membuat kulit terbakar menjadi hitam dan bahkan
dapat berkembang menjadi kanker kulit Pada
pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan
kerusakan permanen otak paru-paru ginjal
menggangu perkembangan janin serta dapat
menimbulkan manifestasi gejala keracunan pada
sistem saraf berupa gangguan penglihatan tremor
insomnia kepikunan dan gerakan tangan menjadi
abnormal (ataksia) Merkuri yang terakumulasi di
dalam organ tubuh merupakan zat karsinogenik
yang dapat menyebabkan kematian (BPOM RI
2011 BPOM RI 2007)
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan
kandungan merkuri pada beberapa kosmetik krim
pemutih yang beredar di pasaran Sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah 18 krim
pemutih dengan kriteria 9 jenis krim pemutih yang
memiliki nomor registrasi BPOM dan 9 jenis krim
pemutih yang tidak memiliki nomor registrasi
BPOM yang masing-masing terbagi menjadi 3
varian Varian yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah produk dengan merk serta kemasan yang
sama namun pada pembelian toko kosmetik yang
berbeda Dengan kriteria inklusi sampel penelitian
ini antara lain produk yang beredar di pasar DTC
Wonokromo banyak dicari masyarakat dengan
harga terjangkau dan memiliki kemasan pot
2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan
rancangan penelitian yaitu selama kurang lebih tiga
bulan pada bulan Maret sampai Mei 2016 Analisa
kualitatif dilakukan di Laboratorium kimia Akademi
Farmasi Surabaya Analisa kuantitatif dilakukan di
Laboratorium MIPA Universitas Brawijaya Malang
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu spektrofotometri serapan atom (SSA) corong
gelas ukur 100 mL erlenmeyer 100 mL kertas
saring kompor listrik labu ukur 25 mL labu ukur
50 mL labu ukur 100 mL pipet tetes pipet volume
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
37
1 mL pipet volume 2 mL pipet volume 3 mL pipet
volume 7 mL rak tabung tabung reaksi timbangan
digital dan batang pengaduk Bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel krim
pemutih sebanyak 18 jenis larutan HNO3 pekat
larutan KI 05 N laruan HCI pekat HgCl2 dan
aquadest
1 Analisa Kualitatif
Pembuatan Larutan KI 05 N
Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL
dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25 mL
serta dikocok hingga homogen
Pembuatan Larutan Aqua Regia
HCl Pekat diambil sebanyak 75 mL kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
ditambahkan dengan HNO3 Pekat sebanyak 25 mL
(perbandingan volume 3 I)
Pembuatan Larutan Uji Secara Digesti Basah
Ditimbang sebanyak 2 g sampel Tambahkan air
sebanyak 25 mL setelah itu tambahkan dengan 10
mL larutan aqua regia lalu uapkan sampai hampir
kering Pada sisa penguapan tambahkan aquadest
sebanyak 10 mL Lalu dipanaskan sebentar
didinginkan dan disaring
Pengujian Sampel Dengan Reaksi Warna
Sejumlah 5 mL larutan uji ditambah 1-2 tetes
larutan Kalium lodida 05 N perlahan melalui
dinding tabung reaksi Jika sampel positif
mengandung merkuri maka akan terbentuk endapan
merah jingga
2 Analisa Kuantitatif
Ditimbang 2 g sampel dalam bentuk padatan
kemudian tambahkan dengan asam nitrat pekat
sebanyak 5-10 mL dalam erlenmeyer Tambahkan
volume larutan menjadi 100 mL dengan aquadest
Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar isi
100 mL Dari larutan tersebut pipet sebanyak 10
mL dan masukan ke dalam labu takar yang lain
Lalu tambahkan volumenya hingga 100 mL dengan
larutan HNO3 01 N Pipet larutan sebanyak 01 mL
dan masukan ke dalam masing-masing labu takar
yang sudah dinomori terlebih dahulu Tambahkan
ke dalamnya larutan HNO3 01 N hingga volume
masing-masing 100 mL Lalu tambahkan larutan
HCl sampai menghasilkan pH 2 - 3 Nyalakan
instrumen pengukur Spektrofotometer serapan
Atom dan selanjutnya atur panjang gelombang
resonansi merkuri yaitu 2537 nm Catat hasil
pengukuran larutan sampel
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa
krim pemutih yang dijual di pasar DTC
Wonokromo Surabaya Jumlah sampel yang
diambil secara acak dalam penelitian ini adalah
sebanyak 18 sampel yang terbagi menjadi 2 jenis
yaitu krim pemutih yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM dengan merk A B C dan
memiliki nomor registrasi BPOM dengan merk D
E F Masing-masing merk terdiri dari 3 varian
Varian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
produk dengan merk serta kemasan yang sama
namun dibeli pada toko kosmetik yang berbeda
Prosedur kerja dimulai dari pemeriksaan
kualitatif untuk mengetahui adanya Hg di dalam
kosmetik krim pemutih tersebut yang kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif untuk
mengetahui kadar Hg Penelitian secara kualitatif
pada tahap pertama adalah pembuatan larutan baku
kalium iodida 05 N dan preparasi sampel Tahap
selanjutnya adalah ekstraksi sampel menggunakan
metode digesti basah dengan cara menguapkan
sampel yang telah ditambahkan aqua regia diatas
penangas air di dalam lemari asam sampai hampir
kering selama plusmn 15 menit Pada sisa penguapan
ditambahkan aquadest kemudian dipanaskan
sebentar dinginkan dan disaring Selanjutnya
sampel direaksikan dengan Kalium Iodida dengan
meneteskan 1-2 tetes di dalam tabung reaksi dan
mengamati endapan yang terbentuk Dari penelitian
yang dilakukan secara kualitatif didapatkan hasil
yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2
Tabel 1 Hasil uji kualitatif sampel dengan nomor
BPOM
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
38
Tabel 2 Hasil uji kualitatif sampel tanpa nomor
BPOM
Berdasarkan tabel penelitian kualitatif tersebut
dapat diketahui bahwa varian A1 dan A2 positif
mengandung merkuri sehingga perlu dilakukan uji
kuantitatif untuk mengetahui kadarnya
Dikarenakan sampel yang tidak memiliki nomor
registrasi BPOM menunjukkan hasil negatif pada
pengujian kualitatif maka untuk memastikan bahwa
pengujian sampel tersebut adalah valid sampel
yang tidak memiliki nomor regitrasi BPOM juga
dilakukan pengujian yang diambil secara random
dan mengujikannya di Laboratorium MIPA
Universitas Brawijaya Malang Tabel 3 adalah hasil
analisa kuantitatif
Tabel 3 Hasil analisa kuantitatif kandungan
merkuri pada krim pemutih
Berdasarkan hasil data yang tertera pada table
3 menunjukkan bahwa sampel yang tidak memiliki
nomor regitrasi BPOM semuanya negatif merkuri
dan untuk sampel yang memiliki nomor registrasi
BPOM dengan varian A1 dan A2 diperoleh hasil
kadar yang cukup besar yaitu dengan kadar A1
adalah 22405 plusmn 035 mgkg Sedangkan untuk
varian A2 adalah 18820 plusmn 028 mgkg Hasil
tersebut tentu saja tidak sesuai dan jauh melebihi
batas persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah
Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia nomor HK03012307116662
tahun 2011 bahwa persyaratan logam berat jenis
merkuri (Hg) adalah tidak lebih dari 1 mgkg atau 1
mgL (1 ppm)
Berdasarkan hasil pengujian tersebut
membuktikan bahwa ternyata masih terdapat krim
pemutih yang mengandung merkuri dengan kadar
melebihi batas persyaratan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Hal ini diperparah dengan
produk yang terbukti memiliki kadar yang melebihi
batas tersebut ternyata mempunyai nomor registrasi
maka untuk mengetahui kebenaran tentang nomor
registrasi yang tercantum dalam produk tersebut
dilakukan penelitian untuk pengecekan kesesuaian
nomor registrasi produk dengan izin edar melalui
website resmi BPOM Setelah dilakukan pengecekan
kesesuaian nomor registrasi diketahui bahwa 6
sampel (beserta varian) dari 9 sampel (beserta varian)
yang mencantumkan nomor registrasi ternyata tidak
terdaftar dalam izin edar Setelah ditelusuri lebih
lanjut tentang penemuan tersebut akhirnya ditemukan
bahwa 3 sampel A (beserta varian) termasuk dalam
daftar produk yang dibatalkan izin edarnya di
pasaran hal ini dapat dilihat di situs resmi BPOM
dalam link database produk yang dibatalkan
Namun meskipun produk tersebut telah
dibatalkan izin edarnya tetapi produk tersebut masih
beredar di pasaran Sedangkan untuk 3 produk
sampel C (beserta varian) setelah diteliti pada
database produk yang dibatalkan ternyata tidak
ditemukan nomor registrasi dari produk sampel
tersebut sehingga dapat dikatakan produk tersebut
tidak memiliki kesesuaian antara nomor registrasi
yang dicantumkan terhadap izin edar nya Ini
membuktikan bahwa terdapat beberapa produk yang
beredar dipasaran memiliki nomor registrasi yang
tidak sesuai dengan izin edar dari BPOM
4 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut
1 Terdapat perbedaan kadar merkuri pada produk
kosmetik krim pemutih yang memiliki nomor
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
39
2 registrasi BPOM dan yang tidak memiliki
nomor registrasi BPOM yang beredar di
pasaran
3 Tidak semua kosmetik krim pemutih wajah yang
beredar dipasaran memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh BPOM Berdasarkan hasil uji
kuantitatif menunjukkan adanya kandungan
merkuri yang cukup tinggi pada produk krim
pemutih dengan varian A1 sebesar 22404 plusmn
035 mgkg dan untuk varian A2 adalah sebesar
18820 plusmn 028 mgkg
5 SARAN
2 Disarankan kepada konsumen untuk lebih
berhati-hati dalam memilih produk kosmetika
khususnya krim pemutih Hindari memilih
produk yang tidak mencantumkan nomor
registrasi dari BPOM RI
3 Hendaknya melakukan pengecekan kembali
produk yang mencantumkan nomor registrasi
melalui website resmi BPOM
(httpcekbpompomgoid) untuk mengetahui
kebenaran tentang kesesuaian nomor registrasi
dengan izin edar produk tersebut
4 Sebaiknya menghindari memilih krim dengan
ciri-ciri warna krim mengkilap mempunyai bau
menyengat serta menjanjikan hasil yang instan
dengan proses yang cepat
5 Perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh
instansi terkait seperti BPOM untuk semua
produk yang beredar dipasaran agar tetap terjaga
keamanannya
6 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
menggunakan produk yang lebih banyak dengan
area yang lebih luas sehingga hasilnya lebih
representative
DAFTAR PUSTAKA
1 Al-Anshori J 2005 Spektrometri Serapan Atom
Materi Ajar httppustakaunpadacidwpcontentuploads200912spektrometri_serapan_atompdf diakses pada 12 Desember 2015
2 Anonim 2015 Ciri-ciri Cream Pemutih
Berbahayahttpprodukpemutihwajahnetcream-pemutih-wajahciri-ciri-creampemutih-berbahaya diakses pada tanggal 13 Mei 2016
3 Armin F Zulharmita Dinda Rama Firda2013
Identifikasi Dan Penetapan Kadar Merkuri
(Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal
Menggunakan Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA) Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 18 No1 2013 halaman 28-34 Fakultas Farmasi Universitas Andalas
4 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2011
Peraturan Kepala Badan POM Republik
Indonesia Nomor HK0312307116662
Tahun 2011 TentangPersyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetik
httpwwwpomgoidpublichukum_perundanganpdfPer_bhn_kos_FNLpdf diakses 30 November 2015
5 Daniaty L 2015 Identifikasi Merkuri Pada
Lotion Yang Beredar Di Pasar Blauran Kota Palangka Raya Karya Tulis Ilmiah Progam D-III Farmasi Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Palangkaraya Palangkaraya
6 Dulski T R 1996 A Manual For The Chemical
Analysis of Metals httpsbooksgooglecoidbooksid=ViOMjoLKB1gCampprintsec=frontcoverampdq=A+Manual+for+the+Chemical+Analysis+of+Metals+ebookamphl=idampsa=Xampved=0ahUKEwib0JeU7tXMAhXJro8KHfXXBBcQ6AEILTAAv=onepageampqampf=false diakses pada tanggal 13 Mei 2016
7 Erasiska Subardi B dan Hanifah T A 2014
Analisis Kandungan Logam Timbal Kadmium
Dan Merkuri Dalam Produk Krim Pemutih
Wajah Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam vol2 No1
8 Gandjar I G amp Rohman A 2007 Kimia Farmasi
Analisis Pustaka Pelajar Yogyakarta 9 Hadi M C 2013 Bahaya Merkuri Di Lingkungan
Kita Jurnal Skala Husada vol10 175 - 183
Poltekkes Denpasar 10 Handayani T 2013 Identification Of Mercury In
Cream Bleach Jurnal Strada Akafarma Sunan Giri Ponorogo Ponorogo
11 InfoPom Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2007 httpperpustakaanpomgoidkoleksilainnyainfopom0407pdfdiakses pada 27 November 2015
12 Kusantati H Prihatin P T dan Wiana W 2008 Tata Kecantikan Kulit Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan Jakarta 13 Notoatmodjo S 2010 Metodologi Penelitian
Kesehatan Rineka Cipta Jakarta 14 Parengkuan K Fatimawali F dan Citraningtyas
G 2013 Analisis Kandungan Merkuri Pada
Krim Pemutih Yang Beredar Di Kota Manado PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi Vol 2 No 01 Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT
Manado 15 Polii B Palandeng H amp Porong V 2014 Analisis
Kandungan Merkuri Pada Kosmetik Pemutih
Wajah Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Pasar 45 Kota Manado Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
16 Sembel T D 2015 Toksikologi Lingkungan Andi Yogyakarta
17 Svehla G 1990 Vogel Buku Teks Analisis
Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke 5 (diterjemahkan oleh Ir L Setiono dan Dr A Handyana Pudjaatmaka) Kalman Media Pusaka Jakarta
18 Syafnir L amp Putri A P 2011 Pengujian
Kandungan Merkuri Dalam Sediaan Kosmetik
Dengan Spektrofotometri Serapan
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
40
Atom Prosiding SNaPP Sains Teknologi dan
Kesehatan vol 2 No1 71-78 Program Studi
Farmasi Universitas Islam Bandung 19 Tranggono ISR dan Fatma Latifah 2014 Buku
Pegangan Dasar Kosmetologi Sagung Seto Jakarta
20 Wang L and Zhang H 2015 Mercury content in
marketed cosmetics analytical survey in
Shijiazhuang China Cutaneous and ocular toxicology
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
41
Artikel Penelitian
Prasetyo Handrianto1)
1 Bidang Ilmu Mikrobiologi Akademi Farmasi Surabaya )Email prasetyohandriantogmailcom
ABSTRAK
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada manusia Beberapa infeksi yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul infeksi luka dan pneumonia Salah satu obat
tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah
jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) Penelitian dilakukan dengan 5 konsentrasi ekstrak etanol jamur lingzhi
yaitu kontrol negatif (0 microgml) 20 microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml dan dilakukan 6 kali
pengulangan Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba yaitu metode difusi kertas cakram Data
zona hambat dianalisis dengan uji Anova One-Way Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) dengan konsentrasi 100 microgml memiliki rata-rata daya hambat tertinggi yaitu
sebesar 180 mm (sangat aktif) Dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak jamur lingzhi
(Ganoderma lucidum) maka akan berpengaruh besar pula terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
ABSTRACT
Staphylococcus aureus is a bacteria that can cause infections such as boils wound infections and pneumonia One of the traditional medicines that can be used to treat these infections are fungal lingzhi (Ganoderma
lucidum) The study was conducted with five concentrations of negative control (0 microgml) 20 microgml 40 microgml
60 microgml 80 microgml and 100 microgml with six repeats The method used in the test of antimicrobial activity is
paper disc diffusion method Data of inhibition zone were analyzed by Anova-One Way test The results showed
that the ethanol extract of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) at concentration 100 microgml has highest
average of inhibitory regions as big as 180 mm It can be concluded that the greater the concentration of extract
of lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum) it will affect the greater the inhibition zone against Staphylococcus
aureus
Keyword Antibakteri Ganoderma lucidum Staphylococcus aureus Etanol
1 PENDAHULUAN
Hidup sehat adalah harapan setiap orang
Namun harapan ini tersendat oleh semakin mahalnya
harga obat-obatan modern dan efek samping yang
mungkin ditimbulkan Karena alasan tersebut saat
ini muncul kecenderungan untuk kembali ke alam
(back to nature) Paramedis pun saat ini mulai
melirik obat tradisional terutama herbal (Santoso
2008) Kurang lebih 20000 jenis tumbuhan obat
tumbuh dan berkembang di Indonesia Namun baru
sekitar 1000 jenis saja yang sudah didata dan sekitar
300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan
tradisional (Hariana 2013) Salah satu tanaman yang
telah banyak diketahui berkhasiat obat dan berpotensi
sebagai antimikroba alami adalah dari spesies jamur
Negara-negara Asia Tenggara diketahui sebagai
sumber yang kaya spesies jamur seperti Ganoderma
lucidum Dari 180 spesies Ganodermaceae hanya 21
spesies yang hidup di Indonesia (Suriawiria 2001
dalam Suryanto 2006) Keunggulan jamur
Ganoderma lucidum sebagai obat tradisional adalah
dapat mencegah dan mengobati berbagai macam
penyakit termasuk kanker dan sangat efektif untuk
menghambat atau membunuh virus HIV penyebab
AIDS (Trubus 2001 dalam Suratno 2005)
Saat ini penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri semakin sering dilaporkan di Indonesia dan
sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis
ditemukan prevalensi dari penyakit tropis dan infeksi
yang tinggi Berbagai kelompok mikroorganisme
dengan berbagai jenis spesies yang sering ditemukan
pada penyakit infeksi salah satunya dari bakteri
Staphylococcus sp (Misnadiarly dan Husjain 2014)
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang
relatif sering dijumpai pada manusia diantaranya
ditemukan pada hidung 30-50 orang dewasa sehat
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Menggunakan Pelarut Etanol 96 Terhadap
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
42
ditemukan di tinja sekitar 20 dan di kulit sekitar 5-
10 terutama di ketiak dan perineum Konsekuensi
serius dari infeksi Staphylococcus aureus terjadi
ketika bakteri telah masuk ke aliran darah yang
menimbulkan infeksi lain seperti infeksi di paru-paru
ginjal jantung otot rangka atau meninges (Todar
2012)
Studi pustaka menyebutkan bahwa pelarut etanol
dapat menarik banyak senyawa aktif yang
terkandung dalam jamur Ganoderma lucidum
sehingga ekstrak yang dihasilkan dapat digunakan
untuk pengobatan kanker dan HIV Berdasarkan data
tersebut maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut
untuk menguji aktifitas antimikroba dari ekstrak
jamur lingzhi Ganoderma lucidum dengan
menggunakan pelarut etanol terhadap zona hambat
bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan
metode difusi cakram kertas Penelitian ini
diharapkan bermanfaat sebagai terobosan
pengembangan produk baru di bidang farmasi
dengan ekstrak jamur Ganoderma lucidum sebagai
bahan aktif untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi
yang digunakan untuk pengobatan infeksi penyakit
yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus
2 METODE
Bahan yang digunakan adalah jamur
Ganoderma lucidum etanol 96 media Nutrient
Broth biakan bakteri Staphylococcus aureus yang
diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya media
Nutrient Agar kertas cakram aquadest
Alat yang digunakan adalah Soxhlet cawan
porselen alat rotavapor botol vial steril oven
pinset jarum ose autoclave tabung reaksi
inkubator cawan petri timbangan analitik pipet
volume mikropipet gelas ukur beaker glass sendok
tanduk batang pengaduk kaca arloji kompor
21 Cara Kerja
Sampel yang diperoleh dengan mengekstraksi
10 gram jamur Ganoderma lucidum dengan pelarut
etanol 96 sebanyak 100 mL pelarut dipanaskan
untuk mendapat uap yang akan dialirkan pada serbuk
jamur Ganoderma lucidum Akan terjadi proses
kondensasi dari fase gas ke cair Hasil ekstraksi
ditampung dikeringkan dalam evaporator pada suhu
40degC untuk memisahkan pelarut etanol sampai
memperoleh ekstrak kering Ekstrak kering
dimasukkan ke dalam botol vial steril dan disimpan
dalam ruang LAF
Medium yang digunakan adalah medium
Nutrient Broth steril dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak 10 mL biakan bakteri
Staphylococcus aureus diambil dengan menggunakan
kawat ose 1 goresan kemudian disuspensikan dengan
Nutrient Broth steril dan diinkubasi pada suhu 33degC
selama 24 jam Membuat media NA dengan
mencampurkan sebanyak 2 gram serbuk NA kedalam
100 mL aquadest dipanaskan hingga berwarna
seperti minyak goreng Autoclave media NA dengan
suhu 121degC selama 15 menit Pipet 10 mL media NA
steril yang masih cair pada suhu 45degC masukkan ke
dalam cawan petri Ambil biakan bakteri yang sudah
dihomogenkan dalam Nutrient Broth pipet 100 microL
bakteri Saureus homogenkan ke dalam cawan petri
Inkubasi selama 1x24 jam Meletakkan 5 kertas
cakram dengan diameter 6 mm pada media agar
Kemudian ditetesi ekstrak jamur Ganoderma lucidum
dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada setiap
kertas cakram
Konsentrasi yang digunakan adalah 0 microgml 20
microgml 40 microgml 60 microgml 80 microgml dan 100 microgml
Pengamatan dan pengukuran diameter zona bening
yang terbentuk sekitar cakram dilakukan setelah
1x24 jam menggunakan jangka sorong Penelitian
dilakukan di Akademi Farmasi Surabaya
22 Analisa Data
Data yang diperoleh pada metode difusi di
analisis secara statistik dengan uji Anova One-Way
apabila signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji
Duncan`s
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 41 menunjukkan bahwa ekstrak jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) pada konsentrasi
berbeda dan masing-masing dilakukan 7 kali
pengulangan menghasilkan diameter rata-rata zona
hambat yang berbeda-beda terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Menurut Mukhtar (2012)
pada konsentrasi 20 microgml dan 40 microgml
menghasilkan diameter rata-rata zona hambat dengan
kategori tidak aktif Pada konsentrasi 60 microgml
menghasilkan kurang aktif 80 microgml menghasilkan
aktif dan 100 microgml mulai menghasilkan diameter
rata-rata zona hambat dengan kategori sangat aktif
Hasil analisis menggunakan anova one way juga
menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak jamur
lingzhi berpengaruh signifikan terhadap zona hambat
Staphylococcus aureus
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
43
Tabel 41 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus
Replikasi Kontrol
Negatif
Konsentrasi (microgml)
20 40 60 80 100
1 - 67 87 115 132 172
2 - 64 87 114 141 179 3 - 67 83 111 142 184
4 - 63 86 118 144 174
5 - 70 89 115 139 190
6 - 65 86 108 136 181
7 - 66 79 111 140 186
Rata- Rata 66 87 1135 139 180
Kategori Tidak Aktif Tidak Aktif Kurang
Aktif Aktif Sangat Aktif
Hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa
faktor penentu mutu ekstrak Beberapa diantaranya
yaitu faktor genetik jamur teknologi ekstraksi
teknologi pengentalan dan pengeringan ekstrak dan
cara penyimpanan ekstrak (Saifudin dkk 2011)
Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak
yaitu dari faktor teknologi ekstraksi Metode
ekstraksi yang digunakan yaitu dengan metode
soxhletasi dengan menggunakan pelarut etanol
Menurut (Heinrich et al 2009) metode soxhletasi
merupakan metode ekstraksi yang terbaik untuk
memperoleh hasil ekstrak yang banyak Selain itu
karena aktivitas biologis tidak hilang saat
dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam
pencarian induk obat Pelarut yang digunakan yaitu
etanol yang merupakan pelarut yang dapat mengikat
senyawa-senyawa yang terkandung dalam jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) seperti flavonoid
tannin (Fakoya et al 2013) dan saponin (golongan
triterpenoid) (Yasni 2013) Dari beberapa senyawa
tersebut yang memiliki aktivitas antimikroba adalah
saponin yang merupakan golongan dari triterpenoid
Pernyataan ini didukung oleh Djide et al (2014)
yang menyatakan bahwa triterpenoid menunjukkan
aktivitas sebagai antimikroba
Menurut (Robinson 1995 dalam Nuria dkk
2009) mekanisme kerja saponin sebagai antimikroba
yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan
sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau
kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa
intraseluler akan keluar Mekanisme kerja tannin
sebagai antimikroba adalah menghambat enzim
reverse transkriptase dan DNA topoisomerase
sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk
Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba
adalah dengan membentuk senyawa kompleks
dengan protein ekstrakseluler dan terlarut sehingga
dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti
dengan keluarnya senyawa intraseluler (IndoBIC
2005)
Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri
Staphylococcus aureus Pemilihan bakteri
Staphylococcus aureus disebabkan karena bakteri ini
merupakan bakteri yang relatif sering dijumpai pada
keadaan infeksi baik infeksi luka pneumonia (Elliot
et al 2013) dan jika masuk ke aliran darah akan
mengakibatkan infeksi lain seperti infeksi paru-paru
sampai infeksi jantung (Todar 2012) Karena
termasuk berbahaya maka bakteri Staphylococcus
aureus ini perlu dihambat pertumbuhannya
Dari hasil uji aktivitas antimikroba yang
dihasilkan menunjukkan kategori tidak aktif dan
kurang aktif Hasil tersebut disebabkan karena
bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri
gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan
pada dinding sel lebih tebal sehingga membentuk
suatu struktur yang kaku dan susah untuk ditembus
oleh senyawa antimikroba (Rahmi dkk 2013)
Diduga bahwa bakteri Staphylococcus aureus
memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari bakteri
gram negatif seperti Escherichia coli yang memiliki
dinding sel lebih tipis Hal ini dianggap menjadi
faktor mengapa zat aktif jamur lingzhi (Ganoderma
lucidum) hanya dapat menghambat sampai dengan
kategori kurang aktif Hasil dengan kategori kurang
aktif juga ditunjukkan pada penelitian serupa yang
dilakukan oleh Singh dkk (2014) dalam jurnal
berjudul In-Vitro Evaluation of Antimicrobial
Activity of Ganoderma lucidum dengan bakteri
Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 50 microgml
sebesar 9 mm
Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan
bahwa pemilihan etanol sebagai pelarut yang
digunakan untuk melarutkan zat aktif antimikroba
dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
merupakan pilihan yang tepat Namun jika dilihat
Journal of Pharmacy and Science
Vol 2 No2 (Juli 2017) P-ISSN 2527-6328
44
dari faktor kekuatan zat aktif ekstrak jamur lingzhi
bakteri terhadap Staphylococcus aureus perlu
adanya penelitian selanjutnya dengan menggunakan
cara ekstraksi lain
4 KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi
ekstrak etanol jamur lingzhi (Ganoderma lucidum)
terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus
sebesar 66 mm pada konsentrasi 20 microgml 87 mm
pada konsentrasi 40 microgml 1135 mm pada
konsentrasi 60 microgml 139 mm pada konsentrasi 80
microgml dan 180 pada konsentrasi 100 microgml
5 DAFTAR PUSTAKA
1 Djide MN Sartini Rahman L Hasyim N 2014
Antibacetrial Activity Of Various Extracts
From The Fruiting Bodies Of Ganoderma
lucidum Growing At Samanea Saman (Jacq)
Merr) Trunk International Journal Of Scientific
And Technology Research Vol3 issue 1
2 Elliott Tom Worthington Tony Osman H Gill M
2013 Mikrobiologi Kedokteran amp Infeksi ed
4alih bahasa Brahm U Pendit Hal 23-26
Jakarta EGC
3 Fakoya S Adegbehingbe KT Ogundiimu AA
2013 Biopharmaceutical Assessment of Active
Components of Deadaleopsis confragosa and
Ganoderma lucidum Journal of Medical
Microbiology
4 Hariana Arief 2013 262 Tumbuhan Obat dan
Khasiatnya Cet1(edisi revisi) Hal 3 Jakarta
Penebar Swadaya
5 Heinrich Michael Barnes J Gibbons S
Williamson EM 2009 Farmakognosi dan
Fisioterapi alih bahasa oleh Winny R Syarief et
al Hal 118 Jakarta EGC
6 Indonesian Biotechnology Information Centre
(IndoBIC) 2005 Senyawa Antimikroba Dari
Tanaman httpindobicorid Diakses pada
tanggal 3 Juni 2016
7 Misnadiarly Husjain Djajaningrat 2014 Mikrobiologi
untuk Klinik dan Laboratorium Hal 1 Jakarta
Rineka Cipta
8 Mukhtar S and Ghori I 2012 Antibacterial
Activity of Aqueous And Ethanolic Extracts Of
Garlic Cinnamon and Tumeric Againts
Escherichia coli atcc 25922 And Bacillus subtilis
dsm 3256 International Journal Of Applied
Biology And Pharmaceutical Technology Pakistan
Vol3
9 Nuria MC Faizatun Arvin Sumantri 2009 Uji
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
Escherichia coli ATCC 25922 Dan Salmonella
thypi ATCC 1408 Mediagro Vol5 No2 Hal 26-
37
10 Rahmi A Nurmiati Anthoni A 2013 Uji
antimikroba Curcuma spp Terhadap
Pertumbuhan Candida albicans Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli Jurnal Biologi
Universitas Andalas Hal 1-7
11 Saifudin Aziz Rahayu Viesa Teruna Hilwan Yuda
2011 Standardisasi Bahan Obat Alam Hal 13-
18 Yogyakarta Graha Ilmu
12 Santoso Budi 2008 Ragam dan Khasiat Tanaman
Obat Jakarta Agro Media Pustaka
13 Suratno 2006 Budidaya Jamur Lingzhi (Ganoderma
lucidum) Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret
Surakarta
14 Suryanto Dwi 2006 Uji Bioaktivitas Penghambatan
Ekstrak Metanol Ganoderma spp Terhadap
Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Jurnal Sains
Kimia Vol10
15 Singh J Gupta S Malviya S Ahrwar B 2014 In-
vitro Evaluation Of Antimicrobial Activity of
Ganoderma lucidum International Journal of
Advanced Researchvol 2 Issue 6 460-466
16 Todar K 2012 (online) Todarrsquos Online Textbook of
Bacteriology Staphylococcus aureus
(wwwtextbookofbacteriologynet) Diakses
tanggal 11 September 2015
17 Yasni Sedarnawati 2013 Teknologi Pengolahan dan
Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah
Bogor PT Penerbit IPB Press