journal of natural products biochemistry - prodi...

42
Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI 2005 ISSN: 1693-2242

Upload: vuongque

Post on 26-Aug-2018

242 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

BiofarmasiJournal of Natural Products Biochemistry

VOLUME 3NOMOR 1

PEBRUARI 2005ISSN: 1693-2242

Page 2: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

Biofarmasi

Jou

rna

l o

f N

atu

ral

Pro

du

cts

Bio

che

mis

try

VOLUME 3NOMOR 1

PEBRUARI 2005ISSN: 1693-2242

PENERBIT:Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta

ALAMAT PENERBIT/REDAKSI:Laboratorium Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret SurakartaJl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126Tel. & Fax. +62-271-663375E-mail: [email protected]: www.biofarmasi.unsjournals.com

TERBIT PERTAMA TAHUN:2003

ISSN:1693-2242

PEMIMPIN REDAKSI/PENANGGUNGJAWAB:S u t a r n o

SEKRETARIS REDAKSI:Ahmad Dwi Setyawan

PENYUNTING PELAKSANA:Djoko SantosoRatna SetyaningsihSolichatunSuratmanSoerya Dewi MarlianaTetri WidiyaniVenty Suryanti

PENYUNTING AHLI:Prof. Dr. Dayar Arbain – Universitas Andalas PadangProf. Dr. dr. Santosa, M.S. – Universitas Sebelas Maret SurakartaProf. Dr. Syamsul Arifin Achmad – Institut Teknologi BandungProf. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. – Universitas Sebelas Maret SurakartaDr. Chaerul, Apt. – Pusat Penelitian Biologi LIPI BogorDr. C.J. Sugiharjo, Apt. – Universitas Gadjah Mada YogyakartaDr. Ir. Supriyadi, M.Sc. – Balai Penelitian Tanaman Obat dan Rempah Bogor

Biofarmasi, Journal of Natural Products Biochemistry mempublikasikantulisan ilmiah, baik hasil penelitian asli maupun telaah pustaka (review) dalamlingkup ilmu-ilmu farmasi dan biologi, dengan tema khusus biokimia bahan alam(natural product biochemistry). Setiap naskah yang dikirimkan akan ditelaah olehredaktur pelaksana, redaktur ahli, dan redaktur tamu yang diundang secarakhusus sesuai bidangnya. Dalam rangka menyongsong pasar bebas, penulissangat dianjurkan menuliskan karyanya dalam Bahasa Inggris, meskipun tulisandalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar tetap sangat dihargai. Hingganomor ini, jurnal dikirimkan kepada institusi-institusi yang meminta tanpa biayapengganti, sebagai bentuk pertukaran pustaka demi mendorong penelitian,pengembangan, dan pemanfaatan bahan alam. Jurnal ini terbit dua kali setahun,setiap bulan Pebruari dan Agustus.

Page 3: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

Biofarmasi 3 (1): 1-6, Pebruari 2005, ISSN: 1693-2242 2005 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Kadar Glukosa dan Kolesterol Total Darah Tikus Putih (Rattusnorvegicus L.) Hiperglikemik setelah Pemberian Ekstrak MetanolAkar Meniran (Phyllanthus niruri L.)

Blood glucose and total cholesterol content of hyperglycemic white male rat(Rattus norvegicus L.) after orally intakes of methanol meniran (Phyllanthusniruri L.) root extract

CHASBI FAHRI, SUTARNO, SHANTI LISTYAWATI♥

Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta 57126 Korespondensi: Jl. Ir Sutami 36A Surakarta 57126. Telp. & Fax.: +62-271-663375. email: [email protected]

Diterima: 7 Juli 2004. Disetujui: 15 Januari 2005.

Abstract. The aims of this research were to study the effect of methanol meniran (Phyllanthus niruri L.) root extractgiven to the blood glucose and total cholesterol content, and which level of concentration giving significant effect alloxantreatment. Meniran root contain ellagic acid as antioxidant which provide hypoglicemic capability to reduce diabetic bloodglucose. This research was done by using completely randomized design (CRD) including eight treatments as follow:negative control (CMC 1%, 2 mL/200 g bw), positive control (glibenclamide 0,126 mg/200 g bw), normal control,meniran root extract in various concentration (2; 4; 6; 8; 10 mg/200 g bw). Data were elucidated until 15 day oftreatment and analyzed using ANOVA followed by DMRT at 5% confidence level. The result indicated that meniran rootextract giving significant effect on the reduction of blood glucose, however it does not appear to have the same result tototal cholesterol content. At various concentration of meniran root extract, the total cholesterol of rat remain stable. Theoptimum concentration to provide hypoglicemic activity raised at 10 mg/200 b bw dose.

Key words: Phyllanthus niruri L., root extract meniran, blood glucose, total cholesterol content.

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) atau kencing manisadalah penyakit metabolik yang ditandai dengantingginya kadar glukosa darah melebihi ukurannormal (Montgomery et al., 1993). Penderita DMcenderung mengidap penyakit menahun sepertikatarak, gagal ginjal dan penyakit jantung koroner(Murray et al., 1999). Diabetes mellitus merupakansuatu masalah kesehatan di Indonesia, bahkan diseluruh dunia. Pada tahun 1995, terdapat 135 jutapenderita DM dan diperkirakan akan naik menjadi300 juta penderita pada tahun 2025 di seluruhdunia. Hal ini berarti akan terjadi kenaikan sebesar122% (Liu et al., 2001). Penderita penyakit DM diIndonesia terdapat minimal 2,5 juta orang padatahun 1994, yang diperkirakan akan bertambahmenjadi 4 Juta orang pada tahun 2000, dan padatahun 2010 diprediksi akan berjumlah 5 Juta orang(Askandar, 1995 dalam Budijanto et al., 1999).

Pengobatan yang biasa diberikan pada penderitaDM bertujuan untuk mengendalikan kadar glukosadarah agar selalu berada dalam kondisi normal.Menurut Murray et al., (1999) pemberian obatantidiabetik oral (glibenclamide, tolbutamid,biguanid, dan lain-lain) dapat menurunkan kadarglukosa darah penderita DM, sedangkan Baraas(1993), menyatakan bahwa pengaturan makanandan olahraga juga dapat membantu penyembuhan

penderita DM. Pengobatan dengan agenhipoglikemik dapat dilakukan dengan menggunakanobat kimiawi sintetik maupun obat tradisional.Penggunaan obat tradisional merupakan budayamasyarakat di berbagai belahan dunia. Berdasarkanperkiraan WHO, lebih dari 80% penduduk negara-negara berkembang tergantung pada obattradisional untuk mengatasi masalah kesehatan(Khanna et al., 2001).

Masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagidengan istilah obat tradisional, terlebih setelahkrisis ekonomi melanda negeri ini, obat tradisionalsemakin diminati untuk pengobatan suatu penyakitatau bahkan untuk sekedar pencegahan.Pemanfaatan obat tradisional pun telahmendapatkan perhatian yang besar, baik darimasyarakat maupun pemerintah. Hal tersebut,dibuktikan dengan peningkatan jumlah industri obattradisional dan fitofarmaka, serta dukungan daripemerintah melalui Departemen Kesehatan RIdalam mengupayakan perluasan penggunaan obattradisional di masyarakat (Rukmana, 1995).

Pendapat negara-negara maju tentang back tonature mengisyaratkan bahwa tanaman obatsemakin berperan penting dalam pola makanan,minuman dan obat-obatan. Ini didukung olehjumlah kekayaan flora wilayah nusantara yangmemiliki sekitar 30.000 spesies dan diantaranya940 spesies dikategorikan sebagai tanaman obat

Page 4: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

Biofarmasi 3 (1): 1-6, Pebruari 20052

(Rukmana, 1995). Dengan fakta tersebut, makaperlu dikembangkan lebih lanjut mengenaipenelitian tanaman obat.

Salah satu jenis tumbuhan yang seringdigunakan oleh masyarakat sebagai Obat AsliIndonesia (OAI) adalah meniran (Phyllanthus niruriL.) yang termasuk familia Euphorbiaceae (Backerdan Bakhuizen v.d. Brink, 1963). Di India, menirandilaporkan memiliki aktivitas diuretik, hipotensif danhipoglikemik pada manusia (Srividya and Periwal,1995). Ekstrak air tumbuhan meniran disebutkandapat menurunkan kadar glukosa darah padapenderita Diabetes Tidak Tergantung Insulin(NIDDM) (Moshi et al., 2001). Selain itu ekstrakmeniran juga dapat digunakan sebagai ramuan antikegemukan (Khanna, 2001). Namun di Indonesia,ekstrak tanaman meniran belum dimanfaatkansebagai obat antidiabetik. Padahal, beberapalaporan penelitian menunjukkan potensi ekstrakmeniran dalam menurunkan kadar glukosa darahpenderita DM. Ayensu (1981), menyebutkan bahwameniran dapat digunakan sebagai obat antidiabetes.Chairul et al. (2000), melaporkan bahwa ekstrakmetanol tanaman meniran menunjukkan efekhipoglikemik pada kelinci putih jantan. Penelitianyang dilakukan oleh Shimizu et al. (1989),memberikan informasi mengenai mekanismebiokimiawi ekstrak meniran dalam menurunkankadar glukosa darah.

Diabetes Mellitus merupakan salah satu faktorresiko terjadinya aterosklerosis atau PenyakitJantung Koroner (PJK). Tidak hanya seranganjantung, namun mortalitas akibat PJK pun ternyatalebih tinggi. Mortalitas PJK secara umum berkisar20-30% tetapi pada orang-orang diabetik, angkakematian itu meningkat sampai 40-70% (Baraas,1993). Penderita DM memiliki kecenderunganmengidap hiperkolesterolemia. Gula yang berlebihanakan merusak pembuluh darah, karena gula tidakdapat diproses menjadi energi, maka energiterpaksa dibuat dari sumber lain seperti lemak danprotein. Akibatnya, kolesterol yang terbentuk padarantai metabolisme lemak dan protein bertambah.Prevalensi hiperkolesterolemia pada DM sangattinggi yaitu 20-90%.

Dari penelitian-penelitian terdahulu, bagianherba meniran yang telah digunakan sebagai bahanpenelitian untuk menurunkan kadar glukosa darahadalah keseluruhan bagian dari tumbuhan tersebut.Penelitian mengenai salah satu bagian tumbuhanmeniran terutama akar belum banyak dilakukan.Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenaiefektivitas penggunaan ekstrak akar meniransebagai penurun kadar glukosa darah. Penderita DMberesiko mengalami hiperkolesterolemia. Pada studiini peneliti mencoba mengamati penurunan kadarglukosa dan kolesterol darah (kolesterol total), sertamengetahui besar dosis pemberian ekstrak metanolakar meniran yang berpengaruh nyata terhadapkadar glukosa dan kolesterol total darah pada tikusputih diabetik setelah pemberian ekstrak akar herbameniran.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan tempat penelitianPenelitian ini dilaksanakan di Unit Pengembangan

Hewan Percobaan (UPHP), Sub Lab Pangan GiziPusat Antar Universitas (PAU) UGM Yogyakarta danSub Lab Biologi Laboratorium Pusat MIPA UNSSurakarta pada bulan September-November 2003.

Bahan dan alatDalam penelitian ini hewan yang digunakan

adalah tikus putih (Rattus norvegicus L.) jantanStrain Sprague Dawley (SD) berumur 2-3 bulan danberat tubuh 200-300 gram sebanyak 24 ekor. Akarmeniran (Phyllanthus niruri L.) diperoleh dari sekitarkampus UNS Surakarta. Untuk mengekstrakdigunakan metanol dan akuades. Larutan CMC(Carboxyl Methyl Cellulose) 1% digunakan untukmensuspensikan ekstrak kasar dan Glibenclamide.

Alat ekstraksi mencakup timbangan analitik,timbangan elektrik, pisau, corong, blender, gelasukur, gelas baker, pipet tetes, oven, kertas saring,rotary evaporator (vacuum evaporator), aluminiumfoil, spatula, vortex, tissue dan erlenmeyer. Alatperlakuan hiperglikemik dan pengambilan sampeldarah mencakup jarum suntik, canule, gelas ukur,timbangan analitik, timbangan elektrik, tabunghaematokrit, tabung effendorf.

Cara kerja

PersiapanSebelum digunakan untuk percobaan, tikus putih

jantan diadaptasikan (aklimasi) terlebih dahuluselama 7 hari. Akar meniran dibersihkan dandikeringkan dengan oven pada suhu 37°-40° C.Setelah kering dipotong kecil-kecil dan digilingdengan blender hingga diperoleh serbuk haluskemudian diekstrak dengan metanol selama 24 jam.Filtrat ditampung sampai diperoleh tetesan terakhir(bening), dikumpulkan dan dipekatkan denganrotary evaporator pada suhu 60-70o C hinggadiperoleh ekstrak kasar kemudian ekstrak disimpandalam desikator hingga didapatkan ekstrak kering(Chairul et al., 2000). Ekstrak akar menirankemudian dibuat larutan percobaan dengan dosis 2mg/200 g BB, 4 mg/200 g BB, 6 mg/200 g BB, 8mg/200 g BB, 10 mg/ 200 g BB.

PerlakuanPerlakuan alloksan. Dosis yang diberikan

adalah 25 mg/200g BB tikus (Nugroho, 1998),diinjeksikan subkutan.

Perlakuan ekstrak akar meniran. Ekstrakakar meniran dibuat larutan dengan lima variasidosis menurut Chairul et al., (2000), yaitu 2mg/200 g BB, 4 mg/200 g BB, 6 mg/200 g BB, 8mg/200 g BB, 10 mg/ 200 g BB dan diberikan tigahari setelah perlakuan alloksan. Sebelum diberiperlakuan hewan percobaan dipuasakan terlebihdahulu selama 12 jam, dengan tetap diberi minumad libitum.

Page 5: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

FAHRI dkk. – Pengaruh ekstrak Phyllanthus niruri terhadap kadar glukosa dan kolesterol darah 3

Perlakuan kontrol negatif (plasebo) dankontrol normal. Pada kontrol negatif, hewandiabetik diberi bahan yang tidak mengandung obatyang diteliti yaitu larutan CMC 1% sebanyak 2mL/hari/ekor. Pada kontrol normal hewan dibiarkantanpa pemberian alloksan dan ekstrak.

Perlakuan glibenclamide (kontrol positif).Perlakuan Glibenclamide diberikan pada tikusdengan dosis 0,126 mg/200 g BB, 3 hari setelahperlakuan alloksan. Suspensi Glibenclamide dibuatdengan melarutkan 0,126 mg Glibenclamide dalam1 mL larutan CMC 1% .

Teknik pengumpulan dataRancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalahRAL (Rancangan Acak Lengkap), dengan 8 macamperlakuan, setiap perlakuan dilakukan 3 kaliulangan. Kelompok perlakuan tersebut adalahsebagai berikut:

No Klp Perlakuan1. I Kontrol negatif Suspensi CMC 1%, 2 mL/hari2. II Kontrol positif Glibenclamide 0,126 mg/200g

BB/hari3. III Kontrol normal Non perlakuan alloksan dan

ekstrak4. IV Ekstrak 1 2 mg/200 g BB/hari5. V Ekstrak 2 4 mg/200 g BB/hari6. VI Ekstrak 3 6 mg/200 g BB/hari7. VII Ekstrak 4 8 mg/200 g BB/hari8. VIII Ekstrak 5 10 mg/200 g BB/hari

Analisis kadar glukosa dan kolesterol total darahPengambilan sampel darah dilakukan lewat sinus

orbitalis, 3 hari sekali selama 15 hari. Dilakukansebanyak 6 kali yaitu sebelum perlakuan (hari ke-1), selama perlakuan yaitu hari ke-3, 6, 9 dan harike-12 serta akhir perlakuan hari ke- 15 di Sub LabPangan Gizi PAU UGM Yogyakarta.

Kadar glukosa darah: Diperiksa denganmetode GOD-PAP dengan dasar glukosa dioksidasioleh oksigen dengan katalis enzim glukosa oxidase(GOD) akan membentuk asam glukonik danhidrogen peroksida (H2O2). Hidrogen peroksida akanbereaksi dengan 4-aminoantipyrin dan fenol dengankatalis peroksidase (POD) membentuk quinoneiminedan air. Quinoneimine ini merupakan indikator yangmenunjukan kadar glukosa dalam darah (Barhamdan Trinder, 1972).

Glukosa + O2 asam glukonat + H2O2 2 H2O2 + 4Aminoantipirin + Fenol Quinonemine + 4 H2O

Kadar kolesterol total dalam darah. Diperiksadengan metode CHOD-PAP. Prinsip yang digunakanadalah determinasi kolesterol total darah setelahhidrolisis secara enzimatik dan oksidasi. Indikatorkolorimetrik yang digunakan adalah quinoneimineyang terbentuk dari 4-Aminoantipirin dan fenol olehhidrogen peroksida dibawah aksi katalitik dariperoksidase (Reaksi Trinder) (Barham dan Trinder,1972).

Ester Kolesterol + H2O Kolesterol + asam lemak Kolesterol + O2 Kolesterol 3 One + H2O2

2 H2O2 + 4 Aminoantipirin + Fenol uinonemine + 4 H2O

Teknik analisis dataData dianalisis dengan menggunakan Anova

(Analysis of Variance), dilanjutkan uji DMRT (DuncanMultiple Range Test) pada taraf signifikansi 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Akar meniran digunakan sebagai obyek dalampenelitian ini untuk memberi dukungan ilmiahterhadap informasi khasiat tanaman meniransebagai obat anti-hiperglikemik. Data penelitianmenunjukkan bahwa tanaman meniran dapatdigunakan untuk pengobatan penyakit DM (Chairulet al., 2000). Secara empiris (tradisional) tanamanmeniran digunakan dalam pengobatan berbagaimacam penyakit termasuk DM (Sudarsono, 1996).

Sebelum pemberian perlakuan, tikus dipuasakanselama 12 jam untuk menjaga agar kadar glukosadarah dan kolesterol total darah stabil. Hal ini sesuaidengan pernyataan Plownan (1987), bahwasebelum pengambilan darah, tikus perlu dipuasakanselama 10-14 jam. Tindakan ini dilakukan agartidak terdapat perubahan kadar glukosa dankolesterol total darah karena asupan makanan.

Status diabetik eksperimental pada penelitian inidiinduksi dengan pemberian alloksan. Kondisidiabetik permanen dihasilkan bila alloksan merusakhampir semua sel β pankreas, hal ini menyerupaikondisi hiperglikemik penderita NIDDM (Non InsulinDependent Diabetes Mellitus) atau tipe diabetesjuvenil pada manusia (Chaerul et al., 2000). Dalampenelitian ini keadaan hiperglikemik dicapai dua hari(48 jam) setelah injeksi alloksan. Hal ini sesuaidengan laporan Bondy dan Rosenberg (1980),bahwa diabetes eksperimental dapat diinduksi 24-48 jam setelah injeksi alloksan subkutan.

Keadaan hiperglikemik ditandai dengankenaikan kadar glukosa darah diatas normal. Padatikus putih galur SD kadar glukosa darah normaljenis kelamin jantan 105,2 ± 14,2 mg/dl (Taguchi,1985). Keadaan hiperglikemik pada penelitian dapatdilihat dari kadar glukosa darah kelompok perlakuanhiperglikemik (kelompok I) dibandingkan denganperlakuan kelompok III (kontrol normal).

Kadar glukosa darahRata-rata kadar glukosa darah tikus putih

setelah perlakuan ekstrak metanol akar meniran(EMAM) dapat dilihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1.diketahui bahwa perlakuan CMC (1%) menunjukkanpenurunan kadar glukosa darah tikus yang tidaknyata pada sebagian besar waktu pengamatan.Perlakuan ini hanya digunakan sebagai Plasebo. JadiCMC diduga tidak berpengaruh terhadap perubahankadar glukosa darah karena tidak dicernakan dantidak diabsorpsi (Delgado, 1982). Penurunan kadarglukosa darah kontrol diabetik (16,99%) dalamperlakuan ini, lebih rendah dibandingkan dengan

Page 6: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

Biofarmasi 3 (1): 1-6, Pebruari 20054

perlakuan Glibenclamide (35,66%). Penurunankadar glukosa darah diduga disebabkan stres dalampemberian perlakuan yang meningkatkan hormonepinefrin (Murray et al., 1999).

Berdasarkan analisis DMRT 5% ternyataperlakuan Glibenclamide berpengaruh nyataterhadap kadar glukosa darah tikus pada seluruhwaktu pengamatan. Pada akhir perlakuan,Glibenclamide dapat menurunkan kadar glukosadarah sebesar 35,66%. Ganiswara (1995) danHardjasaputra et al., (2002), menyatakan bahwaGlibenclamide merupakan salah satu obat turunansulfonilurea dengan potensi penurunan kadarglukosa darah lebih tinggi dibanding sulfonilurealain.

Perlakuan EMAM pada berbagai tingkat dosisdiakhir pengamatan seluruhnya menunjukkanprosentase penurunan kadar glukosa darah yangberbeda nyata dan efek ekstrak sebanding dengankenaikan dosis. Pada perlakuan EMAM 2 mg/200gBB prosentase penurunan diakhir perlakuankelompok ini adalah sebesar 28,61%. Pemberianekstrak dosis 4 mg/200 g BB juga menunjukkanprosentase penurunan diakhir perlakuan sebesar30,38%. Kelompok perlakuan ekstrak dosis 6mg/200 g BB mengalami penurunan kadar glukosadarah di akhir perlakuan sebesar 29,40%. Kelompokperlakuan 8 mg/200 g BB mengalami penurunankadar glukosa darah di akhir perlakuan yang tidakberbeda nyata (30,92%) dengan perlakuan ekstrakdosis 10 mg/200g BB. Penurunan kadar glukosadarah terbesar pada akhir perlakuan ekstrak dicapaioleh perlakuan dosis 10 mg/200 g BB yaitu sebesar33,58%.

Dosis yang paling efektif untuk menurunkankadar glukosa darah, pada penelitian ini, adalah 10mg/200g BB. Perlakuan ini menunjukkan prosentasepenurunan yang tidak berbeda nyata denganperlakuan glibenclamide. Hal ini menunjukkanbahwa pada dosis yang lebih tinggi didugamengandung senyawa aktif yang lebih banyak,sehingga dapat menurunkan kadar glukosa lebihbesar.

Kemampuan EMAM dalam menurunkan kadarglukosa darah tikus diabetik berkaitan denganaktivitas biologis senyawa dalam tanaman meniran.Beberapa penelitian menunjukkan bahwa senyawa

aktif dalam tanamanmeniran yang

berpengaruhhipoglikemik

termasuk dalamkelompok polifenol,yaitu ellagitanin jenisasam ellagat(Shimizu et al.,1989; Taylor, 2003).

Asam ellagatdapat menghambatkerja enzim aldosareduktase. MenurutShimizu et al.,(1989), ekstrakalkohol meniran

mengandung senyawa-senyawa asam ellagat, asambrevivolin karbosiklik dan enzim etil brevifolinkarboksilase yang dapat menghambat kerja enzimaldosa reduktase (AR). Diantara ketiga senyawatersebut asam ellagat memberikan aktivitas palingkuat yaitu enam kali lebih besar daripada patenquercitrin yang juga dikenal sebagai penghambatenzim AR (Shimizu et al., 1989).

Aktivitas hipoglikemik EMAM terjadi melaluipeningkatan penggunaan glukosa dalam hati. Padapenderita DM, proses perubahan glukosa menjadifruktosa (jalur polyol) mengalami peningkatan,sehingga keseimbangan metabolisme terganggu(Hernawan, 2000). Proses peningkatan penggunaanglukosa tersebut terjadi, diperkirakan melaluipenghambatan laju aliran jalur polyol danpeningkatan glikolisis sehingga meningkatkanpemasukan glukosa ke dalam siklus TCA. Hal inididasarkan pada penelitian yang menunjukkanbahwa kerja enzim AR pada jalur polyol dapatdihambat oleh senyawa Zopolrestat (Trueblood danRamasamy, 1998).

Secara umum, aktifitas hipoglikemik EMAMdiduga melalui cara sebagai berikut:

Meningkatkan kelarutan glukosa darah.Mekanisme aktifitas hipoglikemik EMAM didugakarena adanya kandungan senyawa glikosidaflavonoid. Mekanisme hipoglikemik EMAM didugadisebabkan senyawa glikosida flavonoid yangterabsorpsi dalam darah dan meningkatkankelarutan glukosa darah sehingga mudah untukdiekresikan melalui urin (Chairul et al., 2000).

Menghambat kerusakan oksidatif pada sel βpankreas. Okamoto (1996), melaporkan bahwaalloksan merusak sel β pankreas denganmenginduksi pembentukan radikal bebas hidroksil.Radikal bebas hidroksil menyerang substansiesensial sel β pankreas (seperti membran plasmasel, lisosom, mitokondria dan DNA) dan mengawalikerusakan sel β pankreas.

Terapi dengan EMAM diduga memiliki mekanismehipoglikemik melalui inaktivasi radikal bebashidroksil yang menyerang sel β pankreas, sehinggasel β dapat mensekresi insulin secara lebih baik.Tanaman meniran mengandung berbagaiantioksidan terutama golongan flavonoid (Sugatidan Johnny, 1991). Hal ini sejalan dengan

Tabel 1. Rerata kadar glukosa darah tikus putih (Rattus norvegicus L.) pada hari pengamatanke- 1, 3, 6, 9, 12, 15 setelah perlakuan dan persentase penurunannya.

Kadar glukosa darah hari ke- (mg/dl)Perlakuan 1 3 6 9 12 15Persentasepenurunan

CMC 1% 194,26c 181,45c 166,37c 165,78g 164,89f 161,24f 16,99b

Glibenclamide 192,18bc 178,57b 162,31b 147,63b 132,82c 123,64b 35,66f

Normal 96,14a 96,03a 95,65a 96,15a 95,45a 95,07a 1,11a

EMAM 2 mg 191,59bc 192,26f 176,06f 160,75f 146,19e 136,78e 28,61c

EMAM 4 mg 195,06c 192,66f 177,05f 159,17f 144,80e 135,80e 30,38cd

EMAM 6 mg 190,59b 188,79e 173,10e 157,00e 144,01e 134,52e 29,43c

EMAM 8 mg 192,48bc 184,23d 169,14d 154,04d 141,24d 130,97d 30,92de

EMAM 10mg 192,58bc 181,25c 166,17c 150,89c 137,29c 127,91c 33,58ef

Nilai p ANOVA 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000Keterangan: angka yang diikuti huruf superscript yang sama dalam satu kolom menunjukkanantar perlakuan tidak beda nyata (p>0,05).

Page 7: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

FAHRI dkk. – Pengaruh ekstrak Phyllanthus niruri terhadap kadar glukosa dan kolesterol darah 5

pernyataan Palmer dan Paulson (1997), bahwakonsumsi senyawa flavonoid dapat mengurangiradikal hidroksil dan radikal peroksil, namun macamsenyawa yang berpengaruh dan mekanismehipoglikemik EMAM belum diketahui.

Hasil penelitian ini mencoba mendukungpernyataan bahwa pada keadaan diabetik beratbadan mengalami penurunan. Data hasilpenimbangan berat badan diharapkan dapatmendukung pengaruh perlakuan EMAM terhadapkadar glukosa darah. Rerata berat badan tikusdapat dilihat pada Tabel 2.

Berat badan tikus putih sejak awal hingga akhirperlakuan mengalami peningkatan yang bervariasi.Peningkatan berat badan diduga karena tikusmengalami kehilangan kalori yang cukup besar padakeadaan diabetik. Ini menyebabkan tikusmengalami gejala kelaparan dan meningkatkanasupan makanan (Murray et al., 1999). Perbedaankenaikan berat badan terjadi karena tikus putihtersebut memiliki perbedaan secara genetissehingga menimbulkan respon yang berbedaterhadap perlakuan yang diberikan.

Kadar kolesterol total darahPengaruh pemberian Glibenclamide dan EMAM

terhadap kadar kolesterol total darah tikus diabetikdapat dilihat pada Tabel 3.

Perlakuan EMAM pada semua tingkat dosis tetapmenunjuk-an penurunan kadar kolesterol total,

namun dalamprosentase kecil dantidak berbeda nyata.Penurunan tertinggihanya sebesar11,59%, tidak berbedanyata denganpenurunan terendah5,09%. Berbagai dosisperlakuan EMAMternyata juga tidak

menunjukkanperbedaan yang nyata.Dapat disimpulkanbahwa EMAM padaberbagai tingkat dosisternyata belum dapatmenurunkan kadarkolesterol totaldiabetik secarasignifikan.

Perlakuanglibenclamide tidakmenunjukkan aktivitaspenurunan kolesteroltotal yang berbedanyata jikadibandingkan dengankelompok kontroldiabetik dan kontrolnormal. Hal ini sesuaidengan sifat efek

metabolikGlibenclamide yang

tidak mempengaruhi metabolisme lemak penderitadiabetes (Tjokroprawiro, 2000). Di samping itu,adanya mekanisme feedback negatif menyebabkankadar kolesterol selalu dijaga pada kondisi mantap.

Hasil penelitian ini tidak menunjukkan penurunankadar kolesterol total yang berbeda nyata. Hal inididuga disebabkan oleh tingkat dosis yangterlampau rendah (dosis tertinggi 10 mg/200g BBatau 50 mg/Kg BB), yang digunakan dalampenelitian ini, belum dapat menunjukkan aktivitaspenurunan lemak. Pernyataan ini sejalan denganyang dilakukan Khanna et al. (20012), denganperlakuan ekstrak meniran dosis tinggi (250 mg/KgBB dan 100 mg/Kg BB) dan waktu pengamatanyang lebih lama (30 Hari).

KESIMPULAN

Ekstrak metanol akar meniran menunjukkanaktivitas penurunan kadar glukosa darah padaseluruh dosis perlakuan yaitu 2 mg/200g BB, 4mg/200g BB, 6 mg/200g BB, 8 mg/200g BB dan 10mg/200g BB. Perlakuan ekstrak dosis 10 mg/200 gBB menunjukkan penurunan kadar glukosa darah(33,58%) yang tidak berbeda nyata denganperlakuan Glibenclamide (35,66%). Dosis ekstrakmetanol akar meniran (Phyllanthus niruri L.) yangpaling efektif untuk menurunkan kadar glukosadarah tikus putih (Rattus norvegicus L.) diabetik

Tabel 2. Rerata berat badan tikus putih (Rattus norvegicus) pada hari pengamatan ke- 1,3, 6, 9, 12, 15 setelah perlakuan dan persentase penurunannya.

Berat badan tikus putih pada hari ke- (mg/dl)Perlakuan 1 3 6 9 12 15Persentasepenurunan

CMC 1% 235,6c 236,7b 241,5d 251,7d 246c 263,9d 10,72d

Glibenclamide 220,4b 244d 228,4b 241,7b 243,3b 245,7a 10,3de

Normal 204,7a 208,9a 216,4a 232,7a 234,4a 249,2b 17,76f

EMAM 2 mg 235,2c 237,9c 240c 249,4c 258,5d 260,2c 9,61d

EMAM 4 mg 258,6b 257,2g 259,2e 267,5e 279,8f 269,6e 4,0b

EMAM 6 mg 268,5e 256f 273,4g 282,9f 265,2e 294,3g 8,77c

EMAM 8 mg 257,7d 253,4e 260,5f 268,4e 298,3g 285,9f 9,86d

EMAM 10mg 296,7f 290,2h 291,7h 297,9g 301,6h 306h 3,03a

Nilai p ANOVA 0,000 0,000 0,000 251,7 0,000 0,000 0,000Keterangan: angka yang diikuti huruf superscript yang sama dalam satu kolommenunjukkan antar perlakuan tidak beda nyata (p>0,05).

Tabel 3. Rerata kadar kolesterol total darah tikus putih (Rattus norvegicus) pada haripengamatan ke- 1, 3, 6, 9, 12, 15 setelah perlakuan dan persentase penurunannya.

Kadar Kolesterol Total Darah Hari ke- (mg/dl)Perlakuan 1 3 6 9 12 15Persentasepenurunan

CMC 1% 116,74b 116,52b 112,52b 111,78b 111,81b 110,21b 5,59a

Glibenclamide 114,63b 113,51b 110,11b 110,57b 110,01b 108,71b 5,16a

Normal 97,44a 96,99a 98,94a 100,63a 101,64a 102,40a 5,09a

EMAM 2 mg 113,42b 112,61b 108,30ab 108,11ab 107,92ab 106,91ab 5,74a

EMAM 4 mg 123,98b 115,62b 112,22b 112,01b 111,51b 109,61b 11,59a

EMAM 6 mg 115,23b 112,31b 109,50b 108,71ab 108,82ab 105,71ab 8,26a

EMAM 8 mg 115,84b 114,11b 110,41b 108,41ab 109,12ab 108,11ab 6,67a

EMAM 10 mg 116,74b 114,11b 110,71b 109,91b 109,72b 108,11ab 7,39a

Nilai p ANOVA 0,005 0,024 0,165 0,141 0,166 0,198 0,280Keterangan: angka yang diikuti huruf superscript yang sama dalam satu kolommenunjukkan antar perlakuan tidak beda nyata (p>0,05).

Page 8: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

Biofarmasi 3 (1): 1-6, Pebruari 20056

dalam penelitian ini adalah 10 mg/200g BB. Ekstrakmetanol akar meniran tidak menunjukkan aktivitaspenurunan kadar kolesterol total darah pada seluruhdosis perlakuan yaitu 2 mg/200g BB, 4 mg/200gBB, 6 mg/200g BB, 8 mg/200g BB dan 10 mg/200gBB.

DAFTAR PUSTAKA

Budijanto, D., D. Astuti, W. Anggraeni, dan Rahayu. 1999.Analisis kecenderungan diabetes mellitus dalamkaitannya dengan kadar kolesterol darah. MajalahKedokteran Unibraw 15 (1): 1-6

Ayensu, E.S. 1981. Medicinal Plants of The West Indies.New Delhi: Government of India.

Backer, C.A. and R.C. Bakhuizen van den Brink. 1963.Flora of Java (Spermathophytes Only). Vol. 1.Netherlands: Nordhoff-Groningen.

Baraas, F. 1993. Mencegah Serangan Jantung DenganMenekan Kolesterol. Jakarta: Gramedia PustakaUtama.

Barham, D. and D. Trinder. 1972. An improved colorreagen for determination of blood glucose by theoxydase system. Analist 97: 142-145.

Bondy, P.K. and Rosenberg. 1980. Metabolic Control andDisease. 8th ed. Tokyo: Saunders Company.

Chairul, Y. Jamal, dan Z. Zainul. 2000. Efek HipoglikemikEkstrak Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.) padaKelinci Putih Jantan. Berita Biologi 5 (1): 93-100.

Delgado, J.N. 1982. Karbohidrat, Buku Teks Wilson danGisvold. Kimia Farmasi dan Medisinal Organik I.Penerjemah: Fattah, A.M. Semarang: IKIP SemarangPress.

Ganiswara, S.G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4.Jakarta: Bagian Farmakologi FKUI.

Harjasaputra, S.L.P., G. Budipranoto, S.U. Sembiring, I.Kamil. 2002. Data Obat Indonesia. Edisi 10. Jakarta:Grafidian Media Press.

Hernawan, U.E. 2003. Aktivitas Hipoglikemik danHipolipidemik Ekstrak Air Daun Bungur(Lagerstroemia speciosa [L.] Pers.) pada TikusDiabetik. [Skripsi]. Surakarta: Jurusan Biologi FMIPAUNS.

Khanna A.K., F. Rizfi and R. Chander 2001. Lipid loweringactivity of Phyllanthus niruri in hiperlipidemic rats.Journal of Ethnopharmacology 82 (1): 19-22.

Liu, F., J. Kim, Y. Li, X. Liu, J. Li, and X. Chen. 2001. Anextract of Lagerstremia speciosa L. has insulin likeglucose uptake stimulatory and adipocyte

differentiation-inhibitory activities in 3T3-14Cells.Journal of Nutrition 131: 2242-2247.

Montgomery, R., R.L. Dryer, T.W. Conway, dan A.A.Spector. 1993. Biokimia Studi Pendekatan BerorientasiKasus. Yogyakarta: UGM Press.

Moshi M.J., J.J. Lutalle, G.H. Rimoy, Z.G. Abbas, R.M.Josiah, and A.B. Swai 2001. The Effect of Phyllanthusamarus Aqueos Extract On Blood Glucose In Non-Insulin Diabetic Patients. Phytother Research 15 (7):577-580.

Murray, R.K., D.K. Granner, P.A. Mayes, and V.W. Rodwell.1999. Biokimia Harper. Edisi 24. Penerjemah: Hartono,A. Jakarta: EGC.

Nugroho, A.P. 1998. Pengaruh Pemberian Sari Buah Buncis(Phaseolus vulgaris L.) per oral Terhadap KadarGlukosa Darah Hiperglkemik. [Skripsi]. Yogyakarta:Fakultas Biologi UGM.

Okamoto, H. 1996. Okamoto Model For β-Cell Damage.Recent Advances Lesson From Animal Diabetes VI. 75th

Anniversary of The Insulin Discovery. Birkhauzer,Berlin: Elcazar Shafir.

Palmer H.J., and K.E. Paulson. 1997. Reactive oxygenspecies and antioxidants in signal tranduction and geneexpression. Nutritional Review 55 (10): 353-361.

Plownan, P.N. 1987. Endocrynology and Metabolic Disease.Toronto: John Wiley and Sons.

Rukmana, R. 1995. Temulawak-Tanaman Rempah danObat. Yogyakarta: Kanisius.

Shimizu, M., S. Horie, S. Terashima, H. Ueno, T. Hayashi,S. Suzuki, M. Yoshizaki, and N. Morita. 1989. Studieson aldose reduktase inhibitors from natural products.II. aktif component of a paraguayan crude drug parai-parai, Phyllanthus niruri. Chemical andPharmaceutical Bulletin 37 (9): 2531-2532.

Srividya, N and Periwal. 1995. Diuretic, Hypotensive andHipoglycaemic Effect of Phyllanthus amarus (Syn.Phyllanthus niruri). Indian Journal of ExperimentalBiology 33 (11): 861-864.

Sudarsono, 1996. Tumbuhan Obat (Hasil Peneltian, Sifat-Sifat dan Penggunaan). Yogyakarta: PPOT UGM.

Sugati, S., dan R.H. Johnny. 1991. Inventaris TanamanObat Indonesia I. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Taguchi, Y. 1985. Experimental Animals. Tokyo: CleaJapan, Inc.

Taylor, L. 2003. Herbal Secret of The Rainforest. 2nd ed.Austin: Sage Press Inc.

Tjokroprawiro, A. 2000. Diabetes Mellitus: Klasifikasi,Diagnosis dan Terapi. Edisi ke-3. Jakarta: GramediaPustaka Utama.

Trueblood, N., and R. Ramasamy. 1998. Aldose reductaseinhibition improves altered ghucose metabolism ofisolated diabetic rat hearts. The American PhysiologicalSociety 1 (1): 175-183.

Page 9: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

Biofarmasi 3 (1): 7-10, Pebruari 2005, ISSN: 1693-2242 2005 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Pertumbuhan, Kandungan Nitrogen, Klorofil dan Karotenoid DaunGynura procumbens (Lour) Merr. pada Tingkat Naungan Berbeda

Growth, nitrogen, chlorophyll, and carotenoid content of Gynura procumbens(Lour) Merr. leaves at different shade

SRI WAHYUDYANA HURIP PRADNYAWAN, WIDYA MUDYANTINI♥, MARSUSIJurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126. Korespondensi: Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126. Tel. & Fax.: +62-271-663375. e-mail: [email protected]

Diterima: 11 Mei 2004. Disetujui: 28 Juli 2004.

Abstract. The objectives of this research were to find out the influence and optimal different shading on growth,nitrogen, carotenoid, and chlorophyll content of Gynura procumbens leaf. Research was carried out in the green house ofFaculty of Agriculture Sebelas Maret University and Central Laboratory Sebelas Maret University Surakarta, in June untilOctober 2003. Completely randomized design with single factor was used as follow: 0%, 40%, and 70% shading with 10replications each treatment. Observation including growth parameters (plant height, surface leaf’s area, dry weight) andthe contents of nitrogen, chlorophyll, and carotenoid. Data collected were analyzed using analysis of variance (ANOVA)followed by DMRT test at 5% confidence level and regression test. The result indicated that 40% shading had proven toincrease growth parameters, 70% shading giving significant effect on nitrogen and chlorophyll content, while 0% shadingshowed to increase carotenoid content.

Keywords: shade, growth, nitrogen, chlorophyll, carotenoid.

PENDAHULUAN

Dewasa ini minat masyarakat untukmemanfaatkan kekayaan alam yang berupatumbuh-tumbuhan sebagai ramuan obat, sepertitelah dilakukan nenek moyang pada masa lampau,semakin meluas. Kenyataan ini didorong olehkeadaan semakin mahalnya obat-obat sintetik,melemahnya daya beli masyarakat serta kebutuhandasar di bidang kesehatan yang meningkat. Hal inimengakibatkan permintaan masyarakat akantanaman obat juga meningkat, salah satunya adalahtanaman obat sambung nyawa (Gynuraprocumbens).

G. procumbens menurut Backer dalam Veenman(1927) memiliki khasiat untuk obat ambeien, maag,kolesterol tinggi, tumor, liver, kencing manis dansebagai obat penurun panas. Adapun kandungansenyawa kimia sambung nyawa meliputi: flavonoid,triterpen, poliferol, sterol tak jenuh, minyak atsiri,asam p-hidroksi benzoat, saponin, tanin dan asamklorogenat. Menurut Sastroamidjojo (1962)sambung nyawa adalah jenis tanaman yangmemiliki fleksibilitas tinggi dalam hal adaptasi danmemiliki khasiat yang beragam. Oleh karena itupada saat ini banyak yang menanam sambungnyawa sebagai Tanaman Obat Keluarga (TOGA).Namun hal itu belum mampu memenuhi permintaanmasyarakat akan kebutuhan sambung nyawa,sehingga diperlukan cara-cara budidaya untukmeningkatkan produksinya. Faktor lingkungan yangoptimal diharapkan dapat meningkatkanpertumbuhan tanaman sambung nyawa, dengan

demikian produksi sambung nyawa akan meningkatdan kebutuhan masyarakat terpenuhi.

Salah satu faktor lingkungan yangmempengaruhi pertumbuhan tanaman sambungnyawa adalah cahaya. Menurut Fitter dan Hay(1991) pada tanaman yang menggunakan cahayasebagai sumber energi utamanya, intensitas cahayamempengaruhi proses metabolisme melalui prosesfotosintesis yang selanjutnya akan mempengaruhipertumbuhan dan perkembangan tanaman.Intensitas cahaya yang optimal akan meningkatkanpertumbuhan tanaman sambung nyawa. MenurutSalisbury dan Ross (1995), intensitas cahaya yangtinggi meningkatkan kadar karotenoid sertakandungan nitrogen, sehingga mengakibatkanpermukaan daun menjadi lebih terbuka. Namun disisi lain, intensitas cahaya yang sangat tinggi dapatmenurunkan kadar klorofil daun. Beberapa teknikbudidaya yang menyangkut faktor cahaya adalahpengetahuan tanaman dan jaraknya, sistemtanaman ganda, penggunan penaungan dan pohonpelindung, penambahan cahaya dan pengaturanestage-bouw di pekarangan. Pada penelitian inidipilih penggunaan variasi penaungan untukmengetahui respon fisiologis tanaman G.procumbens.

Berdasarkan latar belakang permasalahantersebut maka penelitian ini diarahkan untukmengkaji pengaruh intensitas cahaya yang berbedapada pertumbuhan, kandungan N, klorofil dankarotenoid daun G. procumbens. Hasil daripenelitian ini diharapkan akan diperoleh intensitascahaya yang optimal sehingga dapat meningkatkanpertumbuhan tanaman sambung nyawa.

Page 10: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

Biofarmasi 3 (1): 7-10, Pebruari 2005.8

BAHAN DAN METODE

Bahan dan alatStek bibit tanaman G. procumbens [Lour] Merr.

diambil pada ujung apikal cabang dengan panjang15-20 cm dari tanaman yang seragam dengan umuryang sama. Stek diadaptasikan selama 2 minggu.

Alat yang dibutuhkan dalam penelitian iniadalah: polybag 2 kg, cangkul, sekop, plastik,timbangan analitik, timbangan O. Hauss, oven, luxmeter, paranet 30% dan 60%, spektrofotometer,labu Kjedahl, alat distilasi dan gelas beker.

Cara kerjaPenelitian dilaksanakan pada bulan April–

September 2003, di Laboratorium MIPA Pusat UNSdan rumah kaca Fakultas Pertanian UNS. Penelitianini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)dengan faktor tunggal, yaitu tingkat naungan 0%,40% dan 70% dengan 10 ulangan. Parameter yangdiamati meliputi: parameter pertumbuhan (tinggitanaman, luas daun, berat kering tanaman),parameter kandungan nitrogen, kandungan klorofildan karotenoid daun. Data yang diambil setelah tigabulan perlakuan, dianalisis menggunakan analisisvarian (ANAVA) dan analisis regresi, untukmengetahui pengaruh perlakuan terhadapparameter yang diukur. Kemudian dilanjutkandengan DMRT pada taraf uji 5% untuk mengetahuibeda nyata diantara perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan 3 perlakuan, yaitu:perlakuan dengan naungan 0% yang menghasilkan1000-30000 lux cahaya, naungan 40% yangmenghasilkan 400-15000 lux cahaya dan naungan70% yang menghasilkan 200-7000 lux cahaya.Menurut Salisbury dan Ross (1995) kisaranintensitas cahaya yang tinggi antara 1000-40000lux. Ini berarti perlakuan dengan naungan 0% dan40% memberikan intensitas cahaya matahari yangtinggi bagi tanaman G. procumbens. Sedangkanpada naungan 70% memberikan intensitas cahayamatahari yang rendah. Oleh karena itu,pembahasan penelitian ini meliputi pengaruhintensitas cahaya yang berbeda tersebut padapertumbuhan tanaman, kandungan nitrogen, klorofildan karotenoid daun G. procumbens.

PertumbuhanData rata-rata pertumbuhan tanaman G.

procumbens disajikan pada Tabel 1.

Tinggi tanamanTinggi tanaman terbesar terdapat pada naungan

40% dan terendah pada naungan 70%. Hasil ujiDMRT menunjukkan data tinggi tanaman tidakberbeda nyata. Dengan demikian dapat diketahuibahwa naungan 40% lebih optimal dalammeningkatkan tinggi tanaman bila dibandingkandengan naungan 70% maupun 0%.

Tabel 1. Pertumbuhan, kandungan nitrogen, klorofil dankarotenoid daun G. procumbens selama 3 bulan denganperlakuan naungan 0%, 40% dan 70%.

NaunganPerlakuan(rata-rata) 0% 40% 70%Tinggitanaman(cm)

38,14 a 44,70 a 32,36 a

Jumlahdaun

27,80 a 30,20 a 24,40 a

Luas daun 23,373 b 28,061 a 29,462 a

Berat kering(g)

6,903 a 8,208 a 2,622 b

Kandungannitrogen(%)

1,499 b 1,806 ab 1,944 a

Kandunganklorofil a(%)

3,393 b 3,928 a 4,126 a

Kandunganklorofil b(%)

1,860 b 1,153 c 2,496 a

Kandunganklorofil total(%)

4,719 b 5,078 b 6,128 a

Kandungankarotenoid(%)

0,05011 a 0,04379 b 0,04319 b

Keterangan: angka yang diikuti huruf berbeda padabaris menunjukkan beda nyata pada taraf uji 5%.

Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa perlakuannaungan 40% mengakibatkan tanamanmendapatkan cahaya yang dapat meningkatkankapasitas fotosintesisnya. Materi organik hasilfotosintesis tersebut dapat dimanfaatkan untukmeningkatkan tinggi tanaman. Sebaliknya padaperlakuan naungan 70% cahaya yang dihasilkanmengakibatkan menurunnya kapasitas fotosintesissehingga materi organik hasil fotosintesis digunakanuntuk respirasi dan tidak digunakan untukmeningkatkan tinggi tanaman (Salisbury dan Ross,1995).

Jumlah daunHasil analisis varian menunjukkan bahwa

perlakuan dengan naungan 0%, 40% dan 70%berpengaruh nyata terhadap jumlah daun Gynuraprocumbens. Data rata-rata jumlah daun Gynuraprocumbens selama 3 bulan teruji pada Tabel 1.Jumlah daun terbanyak terdapat pada naungan40% dan terendah pada naungan 70%. Dengandemikian dapat diketahui bahwa naungan 40% lebihoptimal dalam meningkatkan jumlah daun biladibandingkan dengan naungan 70% maupun 0%.

Page 11: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

PRADNYAWAN dkk., – Gynura procumbens pada berbagai naungan 9

Luas daunHasil analisis varian menunjukkan bahwa bahwa

perlakuan dengan naungan 0%, 40% dan 70%berpengaruh nyata terhadap luas daun G.procumbens. Data rata-rata luas daun G.procumbens selama 3 bulan teruji pada Tabel 1.Luas daun terbesar terdapat pada naungan 70%dan terendah pada naungan 0%. Hasil uji DMRTunjukkan data luas daun berbeda nyata.

Dengan demikian dapat diketahui bahwapenggunaan naungan 70% mengakibatkanmeningkatnya luas daun. Sedangkan padapenggunaan naungan 0% menghasilkan luas daunyang lebih kecil dibandingkan perlakuan yanglainnya. Hasil tersebut sesuai dengan teori bahwapada tumbuhan dikotil, daun di bawah kondisiternaungi berukuran lebih besar dan lebih tipis dibandingkan dengan daun pada intensitas cahayapenuh (Salisbury dan Ross, 1995). Hal tersebut,menurut Fitter dan Hay (1991), tanaman di bawahnaungan 70% melakukan adaptasi pada kondisiintensitas cahaya rendah dengan meningkatkan luasdaun untuk memperoleh suatu permukaan yanglebih besar bagi absorbsi cahaya.

Berat kering tanamanHasil analisis varian menunjukkan bahwa

perlakuan dengan naungan 0%, 40% dan 70%berpengaruh nyata terhadap berat kering tanamanG. procumbens. Data rata-rata berat keringtanaman G. procumbens teruji pada Tabel 1. Beratkering tanaman terbesar terdapat pada naungan40% dan terendah pada naungan 70%. Hasil ujiDMRT menunjukkan data berat kering berbedanyata antar perlakuan.

Dengan demikian dapat diketahui bahwanaungan 40% lebih optimal dalam meningkatkanberat kering tanaman bila dibandingkan dengannaungan 70% maupun 0%. Hasil tersebut sesuaidengan teori bahwa penurunan intensitas cahayayang diterima tanaman, mengakibatkanmenurunnya nisbah berat kering pada semua organtanaman. Produksi berat kering total tanaman yangditanam di bawah naungan yang tinggi, jauh lebihrendah dari yang ditanam di bawah naungan yangrendah. Intensitas cahaya rendah yang dihasilkannaungan 70%, mengakibatkan tanaman melakukanaktivitas respirasi yang lebih besar dari padafotosintesis. Jika respirasi lebih besar darifotosintesis maka akan mengurangi berat keringtanaman, sebab hasil berat kering merupakankeseimbangan antara pengambilan CO2(fotosintesis) dan pengeluaran CO2 (respirasi)(Gardner, 1995).

Kandungan nitrogen daunKandungan nitrogen daun merupakan parameter

yang dapat menunjukkan sintesis protein dan asamnukleat yang berperan dalam pembentukan sel barusebagai indikator pertumbuhan. Hasil analisis varianmenunjukkan bahwa perlakuan naungan 0%, 40%dan 70% berpengaruh nyata terhadap kandungannitrogen daun G. procumbens. Data rata-ratakandungan nitrogen daun tersaji pada Tabel 1.

Kandungan nitrogen terbesar terdapat padaperlakuan naungan 70% dan terendah padaperlakuan naungan 0%.

Hasil analisis varian menunjukkan datakandungan nitrogen daun berbeda nyata. Dengandemikian dapat diketahui bahwa naungan 70%mengakibatkan meningkatnya kandungan nitrogendaun. Sedangkan pada naungan 0% menghasilkankandungan nitrogen daun yang lebih kecildibandingkan perlakuan yang lainnya. Hal tersebutmenurut Bonner (1965) terjadi karena padatanaman dengan perlakuan naungan 70% terjadipenumpukan NO3

- dan NH4+ (sumber nitrogen

utama) dalam glutamin. Cahaya yang dihasilkannaungan 70% tidak cukup untuk mengubah sumbernitrogen utama tersebut menjadi nitrogen organikyang akan dimanfaatkan untuk berbagai prosesmetabolisme tanaman.

Kandungan klorofilKandungan klorofil a

Kandungan klorofil a merupakan parameter yangmenunjukkan kandungan klorofil yang berpengaruhpada proses metabolisme tumbuhan melalui prosesfotosintesis. Hasil analisis varian menunjukkanbahwa perlakuan naungan 0%, 40% dan 70%berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil adaun G. procumbens. Data rata-rata kandunganklorofil a teruji pada Tabel 1. Kandungan klorofil aterbesar terdapat pada perlakuan naungan 70% danterendah pada perlakuan naungan 0%. Hasil analisisvarian menunjukkan data kandungan klorofil a daunberbeda nyata.

Dengan demikian dapat diketahui bahwanaungan 70% mengakibatkan meningkatnyakandungan klorofil a daun. Sedangkan padanaungan 0% menghasilkan kandungan klorofil adaun yang lebih kecil dibandingkan perlakuan yanglainnya. Hal ini sesuai dengan teori bahwa tanamandi bawah intensitas cahaya penuh menunjukkankandungan klorofil minimal, kondisi ini berlakuuntuk klorofil a dan b (Ermawati, 1990). Sebaliknya,pada kondisi ternaungi akan bekerja cahaya merahjauh yang akan mendorong produksi klorofil a(ditelaah oleh Kasemir, 1983; Hoober, 1987; Beale,1990; dalam Salisbury dan Ross, 1995).

Kandungan klorofil bKandungan klorofil b merupakan parameter yang

menunjukkan kandungan klorofil yang berpengaruhpada proses metabolisme tumbuhan melalui prosesfotosintesis. Hasil analisis varian menunjukkanbahwa perlakuan naungan 0%, 40% dan 70%berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil bdaun G. procumbens. Data rata-rata kandunganklorofil b tersaji pada Tabel 1. Kandungan klorofil bterbesar terdapat pada perlakuan naungan 70% danterendah pada perlakuan naungan 0%. Hasilmenunjukkan data kandungan klorofil b daunberbeda nyata.

Dengan demikian dapat diketahui bahwanaungan 70% mengakibatkan meningkatnyakandungan klorofil b daun. Sedangkan padanaungan 0% menghasilkan kandungan klorofil b

Page 12: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

Biofarmasi 3 (1): 7-10, Pebruari 2005.10

daun yang lebih kecil dibandingkan perlakuan yanglainnya. Hal ini sesuai dengan teori bahwa proporsiklorofil b dalam tanaman di tempat ternaungi lebihtinggi daripada tanaman yang berada di daerahterik matahari (Amini dkk., 1990). Klorofil b terjadiakibat adaptasi klorofil a pada kondisi ternaungi.Menurut Bidwell (1979) kloroil b terjadi dari klorofila yang mengalami oksidasi sehingga gugus CH3pada cincin II dalam klorofil a berubah menjadigugus aldehida pada molekul klorofil b.

Kandungan klorofil totalParameter ini menunjukkan kandungan klorofil

yang berpengaruh pada proses metabolismetumbuhan melalui proses fotosintesis. Hasil analisisvarian menunjukkan bahwa perlakuan naungan 0%,40% dan 70% berpengaruh nyata terhadapkandungan klorofil total daun G. procumbens. Datarata-rata kandungan klorofil total teruji pada Tabel1. Kandungan klorofil total terbesar terdapat padaperlakuan naungan 70% dan terendah padaperlakuan naungan 0%. Hasil menunjukkan datakandungan nitrogen daun berbeda nyata.

Dengan demikian dapat diketahui bahwanaungan 70% mengakibatkan meningkatnyakandungan klorofil total daun. Sedangkan padanaungan 0% menghasilkan kandungan klorofil totaldaun yang lebih kecil dibandingkan perlakuan yanglainnya. Hal ini sesuai dengan teori bahwaberdasarkan bobot, daun pada kondisi ternaungiumumnya mempunyai klorofil yang lebih banyak(Salisbury dan Ross, 1995). Jumlah klorofil yanglebih banyak pada tanaman di bawah naungan 70%berfungsi untuk memaksimalkan penyerapancahaya pada kondisi cahaya rendah. Klorofil padatanaman ternaungi tersusun dalam keadaanfototaksis (Salisbury dan Ross, 1995).

Kandungan karotenoidKandungan karotenoid merupakan parameter

yang menunjukkan kandungan karotenoid yangberpengaruh pada proses metabolisme tumbuhanmelalui proses fotosintesis. Hasil analisis varianmenunjukkan bahwa perlakuan naungan 0%, 40%dan 70% berpengaruh nyata terhadap kandungankarotenoid daun G. procumbens. Data rata-ratakandungan karotenoid teruji pada Tabel 1.Kandungan karotenoid terbesar terdapat padaperlakuan naungan 0% dan terendah padaperlakuan naungan 70%. Hasil uji DMRTmenunjukkan data kandungan karotenoid daunberbeda nyata.

Dengan demikian dapat diketahui bahwanaungan 0% mengakibatkan meningkatnyakandungan karotenoid daun. Sedangkan padanaungan 70% menghasilkan kandungan karotenoiddaun yang lebih kecil dibandingkan perlakuan yanglainnya. Hal ini sesuai dengan teori bahwakarotenoid berfungsi melindungi klorofil darikerusakan akibat oksidasi oleh O2 saat tingkatpenyinaran tinggi (Kimball, 1994; Dwidjoseputro,1994; Schooley, 1996; Mowli et al. dalam Nastiti,1999). Ini berarti kandungan karotenoid tinggi padatanaman di bawah intensitas cahaya tinggi.

KESIMPULAN

Perlakuan dengan menggunakan naungan 40%berpengaruh nyata dalam meningkatkanpertumbuhan G. procumbens, yaitu pada luas daun,dan berat kering. Perlakuan dengan menggunakannaungan 70% berpengaruh nyata dalammeningkatkan kandungan nitrogen dan klorofil.Perlakuan naungan 0% meningkatkan kandungankarotenoid daun G. procumbens.

DAFTAR PUSTAKA

Amini, S. Pramono, C.J. Soegihardjo, dan H. Hartiko.1990. Biokimia Tumbuhan. Yogyakarta: PAUBioteknologi UGM.

Bidwell, R.G.S. 1979. Plant Physiology. 2nd ed. New York:Macmillan Publishing Co. Inc.

Bonner, J. 1965. Plant Biochemistry. New York: AcademicPress.

Ermawati, R. 1990. Kandungan Klorofil Daun Pinusmerkusii yang Tumbuh di sekitar Sumur EksplorasiPanas Bumi Kamojang Jawa Barat. [Skripsi].Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM.

Fitter, A.H. and R.K.M. Hay. 1991. Fisiologi LingkunganTanaman. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Gardner, F.P. 1995. Fisiologi Tanaman BudidayaPenerjemah: Susilo, H. Jakarta: UI Press.

Nastiti, W.K. 1999. Klorofil daun angsana dan mahonisebagai bioindikator pencemaran udara. Dalam:Lingkungan dan Pembangunan. Jakarta: UniversitasIndonesia.

Salisbury, F.B. and C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan.Jilid 3. Bandung: Penerbit ITB.

Sastroamidjojo, S.A. 1962. Obat Asli Indonesia. Jakarta:PT. Pustaka Rakyat.

Veenman, N. 1927. De Nuttige Planten van Indonesia I.Jakarta: Ruggrok and Co.

Page 13: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

Biofarmasi 3 (1): 11-15 Pebruari 2005, ISSN: 1693-2242 2005 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Pertumbuhan, Kadar Saponin dan Nitrogen Jaringan TanamanDaun Sendok (Plantago major L.) pada Pemberian Asam Giberelat(GA3)

Growth, saponin and nitrogen content of common plantain (Plantago major L.)tissue with gibberellic acid application (GA3)

LYA KHRISTYANA, ENDANG ANGGARWULAN♥, MARSUSIJurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta 57126 Korespondensi: Jl. Ir Sutami 36A Surakarta 57126. Telp. & Fax.: +62-271-663375. email: [email protected]

Diterima: 16 Juli 2004. Disetujui: 15 Januari 2005.

Abstract. The aims of this research were to study application effect on growth, saponin content and tissue nitrogen ofcommon plantain (Plantago major L.). P. major was one of plant which has potency as a medicinal plant. The addition ofGA3 exogenous to the plant would caused GA3 binding with receptor protein in the plasma membrane region, whichcaused specific gene activation, so that specific RNA molecule formed, and would triggered one or more enzyme formingwhich regulate plant growth and influence protein synthesis also plant secondary metabolite production. Data elicited bycompletely randomized design (CRD) with single factor (GA3 application). The application of GA3 was done once a weekfor two months, with following concentrations: 0 ppm, 25 ppm, 50 ppm, 75 ppm and 100 ppm, each treatment with fivereplications. The measurement of leaves width, dry weight, saponin content and nitrogen tissue were done after harvest.Data obtained were analyzed by using analysis of variance (ANOVA), and followed by DMRT 5% confidence level. Theresult showed that GA3 application giving significant effect to dry weight and saponin content; but was not give significanteffect to leaves width and tissue nitrogen content. The highest GA3 concentration for increased leaves width was 50 ppm.The highest dry weight and saponin content was on 75 ppm GA3 application, whereas for the highest tissue nitrogen wason 25 ppm GA3 treatment.

Keywords: gibberellic acid, Plantago major, growth, saponin, tissue nitrogen.

PENDAHULUAN

Beberapa tahun terakhir ini, industri obat-obatantradisional berkembang dengan pesat. Pengobatanyang selama ini dilakukan adalah menggunakanobat-obatan modern, yang biasanya mempunyaiefek samping yang berbahaya dan harganya relatifmahal. Diperlukan alternatif antara lain denganpenggunaan obat tradisional (Kusumaatmaja,1995). Salah satu spesies tumbuhan obat yangbanyak dimanfaatkan, tetapi belum banyakdibudidayakan adalah Plantago major L.. Tumbuhandari familia Plantaginaceae ini diketahui dapatmenyembuhkan beberapa macam penyakit, sepertibatu ginjal atau kandung kemih, disentri, mataserta luka akibat gigitan serangga dan ular(Tampubolon, 1995). Menurut Wijayakusuma dkk.(1994), P. major dapat digunakan sebagai antiradang (anti inflammatory) untuk mengobatibengkak akibat radang ginjal (nephritis oedoem)serta radang saluran pernafasan (bronchitis).

Beberapa kandungan P. major adalah saponin,flavonoid dan polifenol (Syamsuhidayat danHutapea, 1991). Ketiga senyawa tersebutmerupakan senyawa metabolit sekunder. MenurutHerbert (1995) beberapa produk metabolit sekunderini merupakan bahan obat yang berguna, salahsatunya adalah saponin. Osbourn (2003)menjelaskan bahwa saponin memiliki aktivitas

antifungi dan pertahanan terhadap seranganmikroba patogen. Nilai ekonomi lain dari saponinterletak pada penggunaan senyawa tersebutsebagai bahan dasar industri hormon seks,kortikosteroid, dan turunan steroid (Manitto, 1992).

Mengingat khasiatnya sebagai alternatif obattradisional, diduga penggunaan dan kebutuhan akantumbuhan ini semakin meningkat. Pengambilantumbuhan P. major untuk obat yang langsungdiambil dari alam, khususnya yang tumbuh secaraliar di pinggir jalan, dikhawatirkan dapat berdampaknegatif. Hal ini disebabkan tumbuhan tersebut dapatsaja mengandung logam berat seperti timah hitamdan kadmium. Kedua logam berat tersebutmerupakan bahan pencemar yang dikeluarkankendaraan bermotor (Kusumaatmaja, 1995). Disamping itu, pengambilan P. major dari alam secaraberlebihan, diduga merupakan salah satu faktoryang mengancam kelestarian tumbuhan obat ini.Dalam rangka memenuhi kebutuhan dan mendapat-an tumbuhan obat yang bebas bahan pencemarserta tidak membahayakan kelestariannya, perludilakukan budidaya secara terarah, sehinggadidapat-an tanaman dengan kadar metabolitsekunder yang tinggi dan berkualitas. Kadarmetabolit sekunder tanaman tersebut antara laindapat ditingkatkan dengan aplikasi zat pengaturtumbuh.

Page 14: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

Biofarmasi 3 (1): 11-15 Pebruari 200512

Zat pengatur tumbuh yang dikenal juga sebagaihormon tumbuhan (fitohormon) dapat menimbulkantanggapan secara biokimia, fisiologis danmorfologis, salah satunya adalah giberelin (GA). GA,khususnya GA3 dilaporkan banyak digunakan untukmeningkatkan kualitas tumbuhan, diantaranyaadalah untuk meningkatkan hasil dan juga untukmemperbesar kadar bahan aktif pada pepermin(Mentha piperita L.). Aplikasi GA3 dengankonsentrasi 50 ppm berpengaruh baik dalammeningkatkan biomassa daun tanaman Menthapiperita L. (Chairani, 1988). Widiastuti et al. (1993)juga melaporkan bahwa penyemprotan GA3 dengankonsentrasi 50 ppm pada Phyllanthus niruri L. dapatmeningkatkan hasil herba.

Abidin (1994) menjelaskan bahwa hormon dapatmengatur proses-proses fisiologi tanaman, karenahormon mempengaruhi sintesis protein danmengatur aktivitas enzim. Adanya peningkatansintesis protein sebagai bahan baku penyusunenzim dapat memacu kerja enzim dalam prosesmetabolisme tanaman. Hal ini dapat meningkatkanpertumbuhan yang nantinya dapat meningkatkanbiosintesis metabolit sekunder (Taiz dan Zeiger,1998). Mengingat pentingnya manfaat P. majorsebagai alternatif tumbuhan obat tradisional, danselama ini belum dibudidayakan secara luas, makadirasa perlu dilakukan penelitian yang bertujuanmempelajari pengaruh pemberian GA3 terhadappertumbuhan, kadar saponin dan nitrogen jaringantanaman P. major.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Julisampai Oktober 2003, bertempat di rumah kaca,Sub Laboratorium Biologi, Laboratorium Pusat MIPA,Universitas Sebelas Maret. Analisis nitrogen jaringandilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah, FakultasPertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Bahan dan alatBahan-bahan yang digunakan dalam penelitian

ini meliputi: biji tanaman Plantago major, tanah,ZPT GA3 (masing-masing dengan konsentrasi 0, 25,50, 75 dan 100 ppm), aquades, etanol 70 %, pupukkompos. Untuk penentuan kadar saponin digunakanetanol 70 % dan saponin Merck. Untuk penentuanN-jaringan digunakan H2SO4 pekat, NaOH pekat,Na2SO4, CuSO4, Na2SO3, Se, asam borat, indikatormethil merah-BCG, HCl 0,02 N dan aquades.

Alat-alat yang digunakan meliputi: polibag, handsprayer, gelas beker, pipet, batang pengaduk,timbangan analitik, oven, gelas ukur, gunting,kertas payung, ayakan tanah, termometer, labuKjeldahl, lemari asam, alat destilasi, kertas label,penangas air, tabung reaksi, mortal, perangkatspektrofotometer dan tudung plastik.

Cara kerjaRancangan percobaan

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakanRancangan Acak Lengkap faktor tunggal, yaitu

pemberian GA3 dengan lima taraf, yaitu 0, 25, 50,75 dan 100 ppm. Masing-masing perlakuan denganlima ulangan.

Pelaksanaan penelitianPersiapan tanaman P. major. Dipilih biji P.

major yang akan digunakan yang masih baik, tidakpecah dan ukurannya seragam. Biji disemai dalamkotak persemaian, dilaksanakan pada pagi hari.Setelah tumbuh 3-5 helai daun, dipindah ke polibag.Untuk pemeliharaan dilakukan penyiraman sekalisehari pada waktu pagi hari.

Media tanam. Tanah yang sudah dikeringangin-kan diayak dengan ayakan yang berukuran 2 mm.Tanah dicampur dengan pupuk kompos, sebanyak 3kg untuk masing-masing polibag, denganperbandingan 2:1.

Perlakuan. Disiapkan larutan GA3 dengankonsentrasi masing-masing 25, 50, 75 dan 100ppm, yang dibuat dengan cara melarutkan GA kedalam aquades. Perlakuan diberikan mulai 2 minggusetelah tanam sampai pemanenan yaitu 2 bulan.Pada helaian daun secara merata disemprot denganGA3 sesuai dengan perlakuan masing-masing.Penyemprotan dilakukan tiap 1 minggu sekali padawaktu pagi hari. Pada masing-masing tanamandisemprot sebanyak 5 ml GA3 (5 kali penyemprotandengan tekanan yang sama) dengan digunakanhand sprayer dan tanaman ditutup dengan tudungplastik. Jarak antar tanaman 10 cm (Chairani,1988).

Pengamatan. Luas daun dihitung denganmetode gravimetri (Sitompul dan Guritno, 1995)

LD = Wr x LKWt

LD = luas daunWr = berat kertas replika daunWt = berat total kertasLK = luas total kertasBerat kering tanaman diukur dengan cara

seluruh tanaman dikeringkan dengan oven padasuhu 60˚C sampai dicapai berat kering yangkonstan, yakni selama lima hari.

Analisis kadar saponin dengan metodespektrofotometer-uv, dengan langkah sebagaiberikut: 0,1 g daun yang telah dikeringkan hinggamencapai berat konstan digerus dengan mortalhingga menjadi serbuk halus, kemudian dilarutkandalam 10 ml etanol 70% dalam tabung reaksi.Serbuk tersebut diekstraksi di atas penangas airpada suhu 80C selama 15 menit. Absorbansi darihasil ekstraksi diukur dengan spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang 365 nm dan digunakansaponin Merck sebagai larutan standar. Nilaikonsentrasi yang terbaca adalah kadar saponin(Stahl, 1985). Analisis kadar nitogen (N) jaringandengan metode Kjeldahl (Sudarmadji et al., 1981)

Analisis dataData yang diperoleh diuji dengan analisis varian

(ANAVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuanterhadap parameter yang diukur. Jika terdapat bedanyata, kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan’sMultiple Range Test (DMRT) taraf 5%.

Page 15: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

KHRISTYANA dkk. – Pengaruh asam giberelat terhadap Plantago major L. 13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Luas dan jumlah daunPengamatan pada luas daun didasarkan atas

fungsinya sebagai alat fotosintesis. Hal ini karenalaju fotosintesis per satuan tanaman ditentukansebagian besar oleh luas daun. Oleh karena itupengamatan pada luas daun sangat diperlukansebagai indikator pertumbuhan juga sebagai datapenunjang untuk menjelaskan proses pertumbuhanyang terjadi (Sitompul dan Guritno, 1995).

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwatidak ada beda nyata yang disebabkan olehperlakuan. Data pengaruh GA3 terhadap luas daunP. major dapat dilihat pada Tabel 1. Luas daunterbesar tampak pada tanaman yang diberiperlakuan GA3 konsentrasi 50 ppm, sedangkan padakonsetrasi 75 ppm dan 100 ppm luas permukaandaun lebih kecil. Nilai luas daun selain dipengaruhioleh giberelin juga dipengaruhi oleh faktor genetikyang berperan dalam menentukan jumlah danukuran daun. Giberelin dapat meningkatkanpembelahan dan pertumbuhan sel yang kemudianmengarah pada perkembangan daun muda(Salisbury dan Ross, 1995a, b). Wattimena (1991)juga melaporkan bahwa giberelin dapatmemperbesar luas daun dari berbagai jenistanaman. Pemberian giberelin langsung pada daundiketahui dapat memacu pertumbuhan danmempengaruhi bentuknya.

Pada Tabel 1 tampak bahwa tanaman denganjumlah daun yang banyak memiliki luas daun yangkecil, sedangkan tanaman yang mempunyai jumlahdaun sedikit dapat menghasilkan luas daun yangbesar. Hal ini dapat terjadi karena, pada tanamandengan jumlah daun yang banyak, ukuran tiaphelaian daunnya kecil, sehingga dihasilkan luasdaun total yang tidak begitu besar. Keadaansebaliknya terjadi pada tanaman dengan jumlahdaun yang sedikit yaitu, ukuran tiap helaiandaunnya besar, sehingga dihasilkan luas daun totalyang besar.

Berat kering tanamanBahan atau biomassa tanaman dapat digunakan

untuk menggambarkan dan mempelajaripertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan biomassatanaman relatif mudah diukur dan merupakanindikator pertumbuhan yang paling representatif

untuk mendapatkan penampilan keseluruhanpertumbuhan tanaman (Sitompul dan Guritno,1995). Pengukuran biomassa tanaman dapat jugadilakukan menggunakan berat kering tanaman.Pertambahan ukuran maupun berat kering tanamanmencerminkan bertambahnya protoplasma, yangterjadi karena bertambahnya ukuran dan jumlah sel(Harjadi, 1993; Hopkins, 1999). Gardner et al.(1991) menyebutkan bahwa dari berat kering dapatdiketahui hasil fotosintesis yang terdapat padatanaman. Hasil berat kering tanaman adalahkeseimbangan antara pengambilan CO2(fotosintesis) dan pengeluaran CO2 (respirasi).Fotosintesis mengakibatkan meningkatnya beratkering tanaman karena pengambilan CO2,sedangkan respirasi menyebabkan pengeluaran CO2dan mengurangi berat kering.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwaGA3 memberikan pengaruh yang nyata terhadapberat kering tanaman P. major. Pengaruh antarperlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Tanamankontrol menunjukkan adanya beda nyata denganperlakuan GA3 konsentrasi 75 ppm, tetapi tidakberbeda nyata dengan konsentrasi yang lainnya.Semakin tinggi konsentrasi GA3, berat keringtanaman semakin meningkat, akan tetapi padakonsentrasi 100 ppm, berat kering tanamanmengalami penurunan.

GA3 yang diberikan akan memberikan efek padapertumbuhan tanaman, dalam hal ini berat keringtanaman. Penurunan pada perlakuan 100 ppmmerupakan efek kejenuhan terhadaphormon.Sebagaimana dikemukakan Salisbury danRoss (1995a, b) bahwa respon tanaman terhadapGA akan terus meningkat sampai mencapai titikjenuh pada konsentrasi GA yang optimum. Padasaat konsentrasi hormon yang diberikan terusmeningkat, pertumbuhan tanaman akan mulaimenurun, karena hormon yang diberikan menjadibersifat menghambat. Mekanisme penghambatanGA3 ini terjadi karena adanya pengaturan umpanbalik (feedback control). Taiz dan Zeiger (1998)menjelaskan bahwa pemberian GA3 yang tinggiakan menyebabkan terjadinya penurunantranskripsi GA20 oksidase. GA20 oksidase merupakantarget utama dalam pengaturan umpan balik.Apabila transkripsi GA20 oksidase menurun, makaakan terjadi pengeblokan biosintesis GA3, yang akanmenyebabkan aktivitas GA3 menjadi menurun.

Hasil penelitian iniberbeda dengan laporanChairani (1988) bahwaaplikasi GA3 dengankonsentrasi 50 ppmberpengaruh baik dalammeningkatkan biomassadaun tanaman Menthapiperita L.. Pada konsentrasi50 ppm, bobot kering daun56% lebih tinggi daripadakontrol. Perbedaan inidisebabkan pengaruh GA3bersifat variatif, tergantungjenis tanamannya.

Tabel 1. Luas daun, berat kering tanaman, kadar saponin, dan kadar nitrogenjaringan P. major pada perlakuan GA3.

Konsentrasi GA3 (ppm)Rerata 0 25 50 75 100Luas daun (cm2) 308,6352 349,2639 448,8602 372,5847 335,7307Jumlah daun 8.71a 7.31ab 7.13ab 6.56b 8.20ab

Berat kering (g) 2,6877b 3,2885ab 3,3051ab 4,2998a 3,8710ab

Kadar saponin (g/ml) 27,5690b 28,3048ab 28,6346ab 30,1102a 29,2414ab

Kadar nitrogen jaringan (%) 2,68 2,94 1,93 2,30 2,24Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang samamenunjukkan tidak ada beda nyata dalam uji DMRT pada taraf uji 5%.

Page 16: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

Biofarmasi 3 (1): 11-15 Pebruari 200514

Peningkatan berat kering tanaman ini jugadisebabkan oleh luas daun. Adanya peningkatanpada luas daun diikuti juga oleh peningkatan beratkering tanaman.

Kadar saponinPenelitian tanaman obat tradisional, dalam

bentuk zat kimia murni yang dihasilkan denganpemisahan dari bahan tanaman obat tradisionaltersebut, sudah banyak dilakukan. Zat kimia murniini merupakan suatu senyawa metabolit sekunderhasil metabolisme lebih lanjut dari metabolit primerseperti karbohidrat, protein, lemak dan asamnukleat (Herbert, 1995). Salah satu golonganmetabolit sekunder yang banyak diteliti adalahsaponin. Menurut Manitto (1992) nilai ekonomi yanglain dari saponin selain sebagai bahan baku obattradisional adalah penggunaan senyawa tersebutsebagai bahan dasar industri hormon seks,kortikosteroid dan turunan steroid.

Hasil analisis sidik ragam tanaman P. majormenunjukkan bahwa GA3 memberikan kadarsaponin yang berbeda nyata pada taraf uji 5%. Datapengaruh GA3 terhadap kadar saponin tersaji padaTabel 1. Semakin tinggi konsentrasi GA3 yangdiberikan menyebabkan kadar saponin dalamtanaman semakin meningkat, hanya padakonsentrasi GA3 100 ppm kadar saponin tanamanmengalami penurunan. Kadar saponin tertinggidiperoleh dari perlakuan GA3 75 ppm.

Fitohormon, dalam hal ini GA3, mempengaruhimetabolisme asam nukleat yang berperan dalamsintesis protein dan mengatur aktivitas enzim untukpertumbuhan tanaman. Adanya peningkatansintesis protein sebagai bahan baku penyusunenzim dapat memacu kerja enzim dalam prosesmetabolisme tanaman. Hal ini dapat meningkatkanlaju pertumbuhan yang nantinya dapatmeningkatkan biosintesis metabolit sekunder, salahsatunya adalah saponin.

Penambahan GA3 dapat menyebabkanpeningkatan pembelahan sel yang diikutiperbanyakan diri, sehingga terjadi peningkatan lajupertumbuhan tanaman, diikuti dengan peningkatankadar saponin tanaman. Hal ini kemungkinankarena senyawa skualen yang dihasilkan tanamanlangsung diubah menjadi saponin. Skualen inimerupakan senyawa antara sintesis terpenoid yangdihasilkan melalui jalur asam mevalonat. Wattimena(1991) mengemukakan bahwa enzim memegangperanan penting dalam setiap proses metabolisme,maka setiap proses yang dapat mengatur sintesis,aktivasi, perombakan dan inaktivasi dari enzimmempunyai pengaruh yang nyata terhadap prosesfisiologi dan biokimia tanaman. Hormon tanamanberperan dalam pengikatan membran protein yangberpotensi untuk aktivitas enzim. Hasil pengikatanini mengaktifkan enzim tersebut dan mengubahsubstrat menjadi beberapa produk baru. Produkbaru ini selanjutnya menyebabkan serentetanreaksi-reaksi sekunder, yang salah satunya adalahpembentukan metabolit sekunder.

Pengendalian beberapa enzim tertentu sesudahterjadi penerimaan hormon eksogen, pada awalnya

dapat mempengaruhi ekspresi gen yang dapatmenyebabkan serangkaian proses-prosesmetabolisme. Dalam Manitto (1992) dijelaskanbahwa tahap awal pembentukan saponin berasaldari proses glikolisis membentuk asam piruvat.Asam piruvat yang terbentuk dioksidasi membentukasetil ko-A. Asetil ko-A merupakan sumber atomkarbon dalam sintesis saponin. Sedangkan dalamMurray et al. (1996) dan Hopkins (1999) dijelaskanbahwa biosintesis saponin dapat dibagi menjadi limatahap yaitu (1) asam mevalonat, yang merupakansenyawa enam karbon disintesis dari asetil ko-A, (2)unit isoprenoid dibentuk dari mevalonat melaluipelepasan CO2, (3) enam unit isoprenoidmengadakan kondensasi untuk membentuksenyawa antara yaitu skualen, (4) skualenmengalami siklisasi untuk menghasilkan senyawaterpenoid, (5) senyawa terpenoid ini akan berikatandengan glukosa membentuk saponin. Berdasarkanuraian di atas diketahui bahwa terdapat kesamaanjalur pembentukan saponin dan giberelin, yaitukeduanya disintesis dari asetil ko-A melalui asammevalonat sebagai prekusornya. Penambahan GAeksogen akan memenuhi kebutuhan hormon dalamtumbuhan, sehingga asam mevalonat yangterbentuk lebih diarahkan untuk menghasilkansenyawa metabolit sekunder yaitu saponin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksisaponin akan meningkat seiring denganpeningkatan konsentrasi GA3, tetapi ketikamencapai konsentrasi GA3 100 ppm, produksisaponin mengalami penurunan. Hal ini kemungkinandisebabkan konsentrasi GA3 di atas 75 ppm yaitu100 ppm merupakan respon kejenuhan. Pada saatGA3 diberikan, dapat mempengaruhi sintesissaponin; setelah itu sintesis saponin akan terusmeningkat sampai mencapai titik jenuh yaitu padakonsentrasi yang optimum dari GA3. Pemberian GA3dengan konsentrasi yang terus meningkatmenyebabkan sintesis saponin terganggu, karenaGA3 menjadi bersifat racun atau menghambatsintesis saponin, sehingga terjadi penurunan kadarsaponin (Salisbury dan Ross, 1995a, b). Produksisaponin P. major juga berkaitan dengan luas dauntanaman (Tabel 1). Pada luas daun tanaman yangbesar, saponin yang disintesis juga tinggi.

Kadar nitrogen jaringanNitrogen (N) pada umumnya merupakan faktor

pembatas utama dalam produksi biomassatanaman. Biomassa tanaman rata-rata mengandungnitrogen sebesar 1-2% dan bahkan mungkinsebesar 4-6% (Gardner et al., 1991). Padatanaman, nitrogen pada prinsipnya dibutuhkanuntuk sintesis protein, baik struktural maupunenzimatik. Enzim bertanggungjawab untuk sintesis,baik itu protein, lemak, pigmen, maupun komponenstruktur sel lainnya. Senyawa-senyawa ini nantinyaakan menyusun tubuh tanaman dan dibutuhkanuntuk pertumbuhan sel dan organ, termasukproduksi biomassa tanaman (Lawlor et al., 2001).

Analisis sidik ragam pada tanaman P. majormenunjukkan bahwa perlakuan GA3 tidakmemberikan pengaruh yang nyata pada kadar

Page 17: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

KHRISTYANA dkk. – Pengaruh asam giberelat terhadap Plantago major L. 15

nitrogen jaringan. Pada Tabel 1 terlihat bahwakadar nitrogen jaringan tertinggi diperoleh padaperlakuan GA3 konsentrasi 25 ppm, dan kadarterendah diperoleh pada konsentrasi 50 ppm.

Pada penelitian ini diperoleh hasil, pada saataktivitas nitrogen reduktase tinggi, kadar nitrogenjaringannya rendah. Hal ini kemungkinan karenakandungan nitrogennya telah diangkut ke organreproduktifnya, dalam hal ini diangkut ke buah danbiji. Menurut Salisbury dan Ross (1995a, b) padatumbuhan herba tahunan, sebagian besar nitrogendan unsur lain yang bergerak di floem akandiangkut menuju tajuk dan akar setelah kebutuhannitrogen biji terpenuhi. Rendahnya nitrogen jaringanpada pengukuran kemungkinan juga disebabkankarena nitrogen merupakan unsur yang sifatnyamobil, nitrogen akan berpindah dari jaringan tua kejaringan muda, sehingga defisiensi nitrogen akantampak pertama kali pada daun–daun yang lebihtua (Gardner et al., 1991).

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambilkesimpulan yaitu pemberian GA3 berpengaruhsecara nyata terhadap berat kering dan kadarsaponin, tetapi tidak berbeda nyata terhadap luasdaun dan kadar nitrogen jaringan. Konsentrasi GA3yang tertinggi untuk meningkatkan luas daunadalah 50 ppm. Kadar saponin dan berat keringyang tertinggi yaitu pada pemberian GA3 75 ppm,sedangkan untuk nitrogen jaringan tertinggi padaperlakuan GA3 25 ppm.

Dengan melihat hasil penelitian, disarankanuntuk melakukan penelitian dengan menggunakankonsentrasi GA3 yang lebih dipersempit yaitu padakisaran antara 50-75 ppm. Diharapkan padakonsentrasi ini dapat diperoleh hasil yang lebihoptimal.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1994. Dasar-dasar Pengetahuan tentang ZatPengatur Tumbuh. Bandung: Penerbit Angkasa.

Chairani, F. 1988. Pengaruh aplikasi fitohormon asamgiberelat terhadap biomassa tajuk dan koefisien partisifotosintat tanaman peppermin. Pemberitaan PenelitianTanaman Industri 14 (1-2): 28-33.

Gardner, F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitchell. 1991.Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerjemah: Susilo, H.Jakarta: UI Press.

Harjadi, S.S. 1993. Pengantar Agronomi. Jakarta: P.T.Gramedia.

Herbert, R.B. 1995a. Biosintesis Metabolit Sekunder.Penerjemah: Srigandono, B. Semarang: IKIP Press.

Hopkins, W.G. 1999. Introduction to Plant Physiology, 2ndedition. New York: John Wiley and Sons, Inc.

Kusumaatmaja, S. 1995b. Atlas Keanekaragaman diIndonesia. Jakarta: Kantor Menteri Negara LingkunganHidup dan KONPHALINDO.

Lawlor, D.W., G. Lemaire, and F. Gastal. 2001. Nitrogen,plant growth and crop yield. In: Lea, P.J. and J.F.Gaudry (eds.). Plant Nitrogen. Berlin, Heidelberg,Jerman: Springer-Verlag.

Manitto, P. 1992. Biosintesis Produk Alami. Penerjemah:Koensoemardiyah. Semarang: IKIP Press.

Murray, R.K., D.K. Granner, P.A. Mayes, dan V.M. Rodwell.1996. Biokimia Harper. Penerjemah: Hartono, A.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Osbourn, A.E. 2003. Saponin in cereals. Phytochemistry 62(1). http://www.sciencedirect.com/science. [22 Mei2003].

Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan,Biokimia Tumbuhan. Jilid 2. Penerjemah: Lukman, D.R.dan Sumaryono. Bandung: Penerbit ITB.

Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan,Biokimia Tumbuhan. Jilid 3. Penerjemah: Lukman, D.R.dan Sumaryono. Bandung: Penerbit ITB.

Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. AnalisisPertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: UGM Press.

Stahl, E. 1985. Analisis Obat secara Kromatografi danMikroskopi. Penerjemah: Padmawinata, K. dan I.Sudiro. Bandung: Penerbit ITB.

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1981. ProsedurAnalisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian.Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Syamsuhidayat, S.S. dan J.R. Hutapea. 1991. InventarisTanaman Obat Indonesia. Jilid 1. Jakarta: PusatPenelitian Farmasi, Badan Penelitian danPengembangan Kesehatan Depkes RI.

Taiz, L. and E. Zeiger. 1998. Plant Physiology. Sunderland:Sinauer Associates, Inc. Publishers.

Tampubolon, O.T. 1995. Tumbuhan Obat. Jakarta:Penerbit Bhatara.

Wattimena, G.A. 1991. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman.Bogor: PAU IPB.

Widiastuti, Y., J.R. Hutapea, dan Suhadi. 1993. Usahapeningkatan hasil biomassa Phyllanthus niruri L.melalui pemberian asam giberelat. Warta TumbuhanObat Indonesia 2 (4): 1-37.

Wijayakusuma, H.M.H., A.S. Wirian, I. Yaputra, S.Dalimartha, dan B. Wibowo. 1994. Tanaman BerkhasiatObat di Indonesia. Jilid 1. Jakarta: Pustaka Kartini.

Page 18: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

Biofarmasi 3 (1): 16-21, Pebruari 2005, ISSN: 1693-2242 2005 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Pengaruh Asam Indol Asetat terhadap Pertumbuhan, Jumlah danDiameter Sel Sekretori Rimpang Tanaman Kunyit (Curcumadomestica Val.)

The influence of indol acetic acid on growth, quantity and diameter of secretorycells of turmeric rhizome (Curcuma domestica Val.)

ARTA WIJAYATI, SOLICHATUN♥, SUGIYARTOJurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta 57126 Korespondensi: Jl. Ir Sutami 36A Surakarta 57126. Telp. & Fax.: +62-271-663375. email: [email protected]

Diterima: 22 Juli 2004. Disetujui: 15 Januari 2005.

Abstract. The aims the research were to study the influence of indol acetic acid (IAA) on growth, quantity and diameterof secretory cells of Curcuma domestica rhizome. Indol acetic acid has ability to stimulate division, enlargement anddifferentiation of parenchym cell. Completely randomized design (CRD) with one factor of IAA application withconcentration of 0, 100, 200, and 300 ppm subsequently in with triplicate was used in this study. The first applicationgiven when the plant was one month age, and then given once every two weeks until the plant was four months age.Parameters of growth including height, quantity and width of leaves were observed once every two week. The lastobservation was done for wet and dry weight of plant and rhizome. Anatomic parameter was done by preparing a semi-permanent preparat, and continued with observation of quantity and diameter of the secretory cells. Datas were thenanalyzed statistically by Anova followed with DMRT in 5% confidence level. The results indicated that IAA significantlyinfluence plant height, leave width, plant weight at 200 ppm. Higher concentration of IAA raised the quantities ofsecretory cells, but decrease secretory cells diameters.

Keywords: indol acetic acid, Curcuma domestica, growth, secretory cell.

PENDAHULUAN

Tanaman empon-empon mempunyai nilaipenting dalam menunjang perekonomian Indonesiadari sektor non migas. Simplisia dari rimpangempon-empon cukup laku dan banyak diminatiterutama sebagai bahan baku obat-obatantradisional. Kunyit (Curcuma domestica Val.)merupakan jenis tananaman empon-empon yangpaling terkenal, sering digunakan, dan paling tinggiharganya (Heyne, 1987). Nilai ekonomis kunyitterletak pada rimpangnya. Rimpang kunyitmengandung minyak atsiri sebagai senyawa hasilmetabolisme sekunder yang mempunyai sifatmudah menguap pada suhu ruang dan larut dalampelarut organik. Minyak atsiri diproduksi oleh selsekretori yang berasal dari parenkim dasar yangmengalami diferensiasi. Sel ini mempunyaikemampuan tinggi untuk membelah dan setelahdewasa dapat bersifat meristematik lagi bilalingkungan memungkinkan misalnya ketika terjadipelukaan (Soeradikoesoema, 1993; Hidayat, 1995;Sudarsono, 1996).

Bertambahnya sel sekretori menurut Atmono(1999) sejalan dengan kegiatan pembelahan sel.Penambahan ukuran sel sekretori sejalan denganpertumbuhan yang meliputi proses pembentangansel dan jaringan. Soeradikoesoema (1993)mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhipertumbuhan antara lain adalah faktor genetik,lingkungan dan hormon. IAA merupakan salah satu

hormon tumbuh yang berperan untuk memacupertumbuhan sepanjang sumbu longitudinal. Halspesifik yang terlihat berupa peningkatanpembesaran sel yang berlangsung ke segala arahsecara isodiametrik. Auksin juga berperan dalampembelahan dan pembentangan sel (Wattimena,1991).

Kajian dengan menggunakan hormon tumbuhIAA untuk memacu pertumbuhan danperkembangan sel sekretori pada kunyit belumdilakukan. Penelitian serupa pernah dilakukan olehAzhar (1991) pada tanaman tembakau. Perlakuanpemberian IAA akan berpengaruh terhadap fisiologisel daun meliputi perubahan jumlah trakea, jumlahstomata, kadar air, kadar nikotin, dan tinggitanaman. Berdasarkan uraian di atas, perlakuan IAApada penelitian ini diharapkan mampumempengaruhi pertumbuhan, jumlah dan diametersel sekretori rimpang tanaman kunyit.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Nopember 2003. Tempat penelitian di rumah kacadan Sub Lab Biologi, Laboratorium Pusat MIPAUniversitas Sebelas Maret Surakarta.

BahanBahan-bahan yang digunakan dalam penelitian

ini meliputi: rimpang tanaman kunyit umur 9 bulan

Page 19: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

WIJAYATI dkk. – Pengaruh IAA terhadap rimpang Curcuma domestica 17

dipilih yang seragam, larutan IAA dengan berbagaikonsentrasi, alkohol 70%, kloralhidrat, safranin 1%,akuades, cat kuku bening, pupuk kompos, tanahtipe regosol, plastik, pasir kali yang sudah dicucibersih dan diayak.

Cara kerjaPenelitian ini menggunakan rancangan acak

lengkap (RAL) dengan faktor tunggal IAA (I) yaitu:I0 = konsentrasi IAA 0 ppm, I1 =konsentrasi IAA100 ppm, I2 = konsentrasi IAA 200 ppm, I3 =konsentrasi IAA 300 ppm. Masing-masing perlakuandengan tiga ulangan.

Persiapan media, meliputi media pertunasanyang terdiri dari pasir kali, dan media penanamanyang terdiri dari campuran tanah: kompos denganperbandingan 1: 1 (Pudjiasmanto, 2000).

Persiapan bibit, bibit dipilih yang seragamberumur 9 bulan, kemudian dipotong dan ditimbangdengan berat yang sama. Bibit ditunaskan padamedia pertunasan dan disiram dua kali sehari pagidan sore. Setelah tanaman bertunas setinggi 5 cmdipindahkan ke dalam polybag (Pudjiasmanto,2000).

Pemberian IAA, dilakukan saat tanamanberumur satu bulan, dengan cara menyemprotkanlarutan hormon tumbuh tersebut secara meratapada daun sebanyak 5 ml. Penyemprotan dilakukandua minggu sekali sampai tanaman berumur 4bulan (Azhar, 1991).

Pemeliharaan tanaman, dilakukan dengancara menyiramkan air ledeng sebanyak 100 ml tiappolybag sehari satu kali. Penyiangan danpenggemburan dilakukan tiap satu minggu sekali.

Pengamatan parameter pertumbuhan,meliputi:(i) Pengamatan tinggi tanaman.(ii) Jumlah dan luas daun, jumlah daun dihitung

secara manual, luas daun dihitung denganmetode gravimetri.

(iii) Berat basah tanaman dan rimpang.(iv) Berat kering tanaman dan rimpang.

Pembuatan dan pengamatan preparatanatomi. Pengamatan anatomi rimpang dilakukandengan cara membuat terlebih dahulu preparatsemi permanen rimpang kunyit umur 4 bulandengan metode dari Sass (1958). Pengamatandiameter dan jumlah sel sekretori dilakukan padaperbesaran 100 kali dengan luas bidang pandang2,6867 mm2. Pengamatan dilakukan dengan tiga

ulangan dan masing-masing ulangan diamatidengan sepuluh bidang pandang. Langkah terakhirdilakukan pemotretan menggunakan kamera digital.

Analisis dataData yang diperoleh dianalisis dengan analisis

varian dan apabila terdapat beda nyata dilanjutkandengan DMRT taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan tanamanPerlakuan IAA dengan berbagai konsentrasi pada

penelitian ini diberikan pada tanaman kunyitberumur satu bulan sampai saat panen muda yaituumur 4 bulan. Hasil penelitan dapat dilihat padaTabel 1.

Tinggi tanamanBerdasarkan Tabel 1 di atas dapat diketahui

bahwa perlakuan akan memberikan pengaruh yangnyata pada konsentrasi 200 ppm. Secarakeseluruhan pemberian IAA akan meningkatkantinggi tanaman, kecuali pada konsentrasi 100 ppm.Hal ini dimungkinkan konsentrasi IAA yangdiberikan tidak optimal sehingga pemberian inijustru akan menghambat pertumbuhan tanaman itusendiri (Hopkins, 1995). Noggle dan Fritz (1983)menambahkan bahwa pemberian IAA akan mening-katkan pemanjangan sel terutama ke arah vertikalsehingga akan meningkatkan tinggi tanaman,seperti pada konsentrasi 200 dan 300 ppm.

Auksin (IAA) berperan terhadap pelonggarandinding sel dengan melepaskan ikatan hidrogenyang terdapat pada dinding sel. Ikatan hidrogendapat dipengaruhi suhu, tetapi terutama oleh ionproton (H+). Untuk pemanjangan suatu jaringandiperlukan pH sekitar 4,0. Telah diketahui bahwakation dan anion termasuk H+ bergerak melaluimembran plasma oleh suatu proses yang dikenaldengan istilah pompa ion. Peranan IAA adalah akanmengaktifkan pompa ion pada plasma membranyang akan menyebabkan tertimbunnya ion H+ padadinding sel, sehingga terjadilah pelonggaran padadinding sel (Noggle dan Fritz, 1983; Wattimena,1991).

Mekanisme pelonggaran dinding sel dipengaruhioleh proses pengaktifan gen yang terlibat dalamsintesis protein. Pengontrolan sintesis protein

Tabel 1. Pengaruh berbagai konsentrasi IAA terhadap pertumbuhan tanaman kunyit sampai umur 4 bulan.

Rata-rataKonsentrasiIAA (ppm) Tinggi

Tanaman (cm)Jumlahdaun

Luas daun(cm2)

Berat basahtanaman (g)

Berat keringtanaman (g)

Berat basahrimpang (g)

Berat keringrimpang (g)

0 24,957a 3,857a 106,40a 5,608a 0,659a 4,525a 0,489a

100 24,100a 3,762a 115,43a 6,112a 0,697a 2,843a 0,289a

200 32,619b 3,810a 211,10b 15,455b 1,671b 4,755a 0,960a

300 26,119a 3,762a 144,12a 10,029ab 1,180ab 4,011a 0,453a

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan beda nyata pada analisisDMRT taraf 5%.

Page 20: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

Biofarmasi 3 (1): 16-21, Pebruari 200518

sendiri diatur oleh gen pengatur, gen operator dangen struktural. Kombinasi antara gen struktural dangen operator disebut operon. Gen pengaturberperan dalam membentuk protein pengatur yangdisebut represor. Represor ini berperan dalammenjaga gen operon dalam keadaan tertutup dankeadaan ini menandakan operon tidak aktif. Molekulinduser dalam hal ini IAA apabila bergabung denganoperon yang tidak aktif akan menonaktifkanrepresor sehingga akan mengaktifkan operon.Operon yang aktif menandakan dapat terjadinyatranskripsi mRNA yang kemudian akanmengarahkan translasi protein enzim ATP-ase.Pemberian IAA dapat meningkatkan sintesis enzimini sehingga H+ akan dipompakan keluar. Peristiwaini akan menyebabkan lingkungan menjadi asam.Pada kondisi asam enzim-enzim yang dapatmemotong ikatan antara dinding sel akanteraktifkan, di antaranya glukonase yang akanmenghidrolisis rantai utama hemiselulosa,xylosidase berperan dalam rantai cabang dari rantaiutama xyloglukan, transglikosidase yang dapatmemotong dan menggabungkan selulase, danpektinase yang akan menghidrolisis rantai penyusunpektin. Proses ini menyebabkan pelonggarandinding sel, sehingga air dapat masuk dan tekananturgor akan naik. Tekanan turgor yang naik akanmenyebabkan sel mengembang dan apabilapengembangan sel berlangsung searah misal kearah vertikal akan menyebabkan pemanjangan sel.Hal ini dapat terlihat dari peningkatan tinggitanaman pada penelitian ini (Taiz dan Zeiger,1998).

Proses pembentangan dinding sel ini diakhiridengan pembentukan dinding sel yang baru. Enzimyang berperan dalam pembentukan dinding seladalah XET (xyloglucans endotrans glikoxylase)yang mempunyai kemampuan untuk memotongbackbone dari xyloglukan serta penggabungan salahsatu ujungnya dengan ujung bebas pertama padareseptor xyloglukan. Enzim yang lain adalahglukosidase, pektin esterase dan berbagai oksidase(Taiz dan Zeiger, 1998).

Jumlah dan luas daunBerdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa

pemberian IAA tidak memberikan beda yang nyataterhadap jumlah daun yang terbentuk. Jumlah daunmenurut Goldsworthy dan Fisher (1992) sangatditentukan oleh faktor genetik. Pada percobaan initerlihat bahwa faktor genetik berperan lebihdominan dibandingkan dengan adanya perlakuanIAA. Jumlah daun tanaman kunyit secara umumadalah 3-8 buah (Sudarsono, 1996). Hal ini sesuaidengan hasil penelitian yang menunjukkan jumlahdaun berkisar 3-4 buah.

Pemberian IAA justru menghambat pembentukandaun. Hal ini dapat diketahui dari jumlah rata-ratakontrol yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata jumlah daun dengan perlakuan. Semakin tinggikonsentrasi IAA yang diberikan, maka semakinsedikit jumlah daun yang terbentuk. Calon daunpertama kali dibentuk pada daerah apeks batang,tempat pertumbuhan dan perkembangan akan

dimulai dari pembelahan, pembesaran dandiferensiasi sel. Ketiga proses ini dipengaruhi olehkeberadaan hormon tumbuh seperti IAA. Hasilpercobaan sejalan dengan pendapat Noggle danFritz (1983) bahwa pemberian IAA eksogenberperanan dalam menghambat pertumbuhan dariibu tulang daun. Penghambatan pembentukan ibutulang daun tersebut juga akan menghambatpembentukan dari daun itu sendiri.

Berdasarkan rerata hasil penelitian dari Tabel 1dapat diketahui bahwa luas daun tertinggi dicapaipada konsentrasi 200 ppm dan luas daun terendahpada konsentrasi 0 ppm. Hasil analisis varian yangdilanjutkan DMRT taraf 5% menunjukkan bahwapemberian IAA pada konsentrasi 200 ppmmemberikan beda yang nyata antar perlakuanlainnya. Pemberian IAA akan meningkatkan luasdaun yang terbentuk. IAA berperanan dalampembentukan jaringan mesofil daun. Pemberian IAAakan memacu pembentukan jaringan ini sehinggaluas daun yang terbentuk juga akan semakinbertambah (Noggle dan Fritz, 1983).

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwasecara keseluruhan pemberian IAA akanmeningkatkan luas daun yang terbentuk,dibandingkan dengan kontrol terlihat dari nilainyayang lebih tinggi. Luas daun mengalamipeningkatan setiap pengamatan dan sampai padatitik optimum lalu mengalami penurunan padaminggu kesepuluh. Pertambahan luas daun secarapesat terjadi pada fase awal dari pertumbuhansuatu tanaman. Pertambahan luas daun ini akanberangsur-angsur naik sampai ke suatu titik laluakan menurun perlahan-lahan. Penurunan luas daunini disebut sebagai luas daun kritis (Gardner et al.,1991).

Berat basah dan berat kering tanamanBerdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa

pemberian IAA berpengaruh nyata terhadap beratbasah tanaman, yaitu pada konsentrasi 200 ppmmenunjukkan adanya beda nyata dibandingkandengan konsentrasi 0 dan 100 ppm, tetapi tidakberbeda nyata dengan konsentrasi 300 ppm.Pemberian IAA secara keseluruhan akanmeningkatkan berat basah tanaman, tetapi tidakberpengaruh terhadap berat basah dan berat basahrimpang. Hal ini dimungkinkan karena rimpang yangdipanen masih berada dalam kondisi panen muda,jadi belum mencapai hasil pertumbuhan yangoptimal.

IAA berperan dalam pemanjangan sel.Pemanjangan sel ini terutama terjadi pada arahvertikal. Pemanjangan ini akan diikuti denganpembesaran sel dan meningkatnya bobot basah.Peningkatan bobot basah terutama disebabkan olehmeningkatnya pengambilan air oleh sel tersebut(Noggle dan Fritz,1983). Auksin (IAA) dapatmenaikkan tekanan osmotik, meningkatkanpermeabilitas sel terhadap air, menyebabkanberkurangnya tekanan dinding sel, meningkatkansintesis protein, meningkatkan plastisitas danpengembangan dinding sel (Abidin, 1982).Plastisitas dan pengembangan dinding sel didorong

Page 21: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

WIJAYATI dkk. – Pengaruh IAA terhadap rimpang Curcuma domestica 19

oleh pemberian auksin, karena auksinmengeluarkan H+ ke dalam dinding sel dan H+ inimenyebabkan pH dinding sel menurun, sehinggaterjadi pelonggaran struktur dinding sel danterjadilah pertumbuhan. Lakitan (1996)mengemukakan bahwa pelonggaran dinding selyang terjadi karena pH yang rendah akanmengaktifkan enzim yang mematahkan ikatanantara polisakarida pembentuk dinding sel,kemudian sel akan tumbuh lebih cepat karenakenaikan turgor.

Pertumbuhan juga memerlukan pembentukansenyawa bahan baku dinding sel. Pembuatankomponen-komponen ini dan penyusunan kembalike dalam suatu matriks yang utuh dipengaruhi olehauksin, dengan jalan mengaktifkan enzim yangberperan dalam pembentukan dinding sel(Wattimena, 1991). Sel dapat mengembang denganberbagai cara. Beberapa bahan osmotik sepertigula, dapat diangkut masuk ke vakuola. Air akanmasuk ke sel dan dinding sel akan mengembangsampai suatu tekanan dinding sel tertentu yangdapat menghalangi masuknya air selanjutnya.Dinding sel yang retak oleh pengembangan sel inidiperbaiki dengan penambahan atau pembentukanbahan dinding sel yang baru (Noggle dan Fritz,1983).

Pertumbuhan berkaitan dengan pertambahanvolume dan jumlah sel, pembentukan protoplasma,pertambahan berat dan selanjutnya terjadipertambahan berat kering. Pengeringan bertujuanuntuk menghentikan metabolisme sel dari bahantersebut (Sitompul dan Guritno, 1995). Gunawandkk. (1992) mengemukaan bahwa berat keringyang dihasilkan dalam hal ini berat kering kalustergantung dari kecepatan sel-sel tersebut untukmembelah diri, memperbanyak diri, yangdilanjutkan dengan pembesaran sel. Kecepatan selmembelah ini dapat dipengaruhi oleh adanyahormon tumbuh seperti auksin dan sitokinin. Hal inididuga dengan penambahan kedua hormon tersebutdapat mempengaruhi metabolisme RNA yangberperan dalam sintesis protein melalui prosestranskripsi molekul RNA. Kenaikan sintesis proteinsebagai sumber tenaga dapat digunakan untukpertumbuhan sehingga dapat meningkatkan beratkering dari tanaman.

Anatomi rimpangBerdasarkan hasil penelitian dapat diketahui

bahwa struktur sel penyusun rimpang C.domesticadari luar ke dalam adalah epidermis, parenkimkorteks, endodermis, parenkim stele, berkaspengangkut dan sel sekretori yang tersebar, sertajaringan penguat. Hasil pengamatan anatomirimpang C. domestica dapat dilihat dari Gambar 1.

Pengamatan terhadap anatomi rimpang inibertujuan untuk mengetahui pengaruh IAA terhadapdiferensiasi jaringan parenkim meliputi jumlah dandiameter sel sekretori yang terbentuk. Hasil pene-litian disajikan dalam Tabel 2, dan gambar penam-pang melintang kunyit dengan berbagai perlakuankonsentrasi IAA dapat diperiksa dari Gambar 5.

Gambar 1. Penampang melintang rimpang C. domesticapada perbesaran 40 X. Keterangan: 1. epidermis, 2.parenkim korteks, 3. endodermis, 4. parenkim stele, 5. selsekretori, 6. jaringan penguat, 7. korteks, 8. stele.

Tabel 2. Pengaruh IAA terhadap jumlah dan diameter selsekretori dari penampang lintang C. domestica umur 4bulan.

Konsentrasi(ppm)

Jumlah selsekretori

Diameter selsekretori μm

0 10a 5,071a

100 11,167a 5,041a

200 21,367b 4,979a

300 46,73c 4,331a

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang samapada kolom yang sama tidak menunjukkan beda nyatapada analisis DMRT taraf 5%.

Jumlah sel sekretoriSel sekretori pada penampang lintang rimpang

C. domestica terletak menyebar baik di antarajaringan dasar dari parenkim korteks maupun darijaringan dasar stele. Sel sekretori ini lebih besardibandingkan dengan sel disekitarnya, ataupunmemanjang sehingga lebih cocok disebut dengankantong (Hidayat, 1995). Jumlah sel sangatbervariasi tergantung oleh faktor genetik, maupunzat tumbuh seperti IAA.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahuibahwa jumlah sel sekretori tertinggi yang terbentukpada konsentrasi 300 ppm, sedangkan yangterendah pada konsentrasi 0 ppm (kontrol).Semakin tinggi konsentrasi yang diberikan, semakintinggi jumlah sel sekretori yang terbentuk.Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa IAApada konsentrasi 100 ppm menunjukkan beda nyatadibandingkan dengan konsentrasi 200 dan 300 ppm,tetapi tidak menunjukkan beda nyata dibandingdengan 0 ppm. Pada konsentrasi masing-masing200 dan 300 ppm menunjukkan adanya beda nyatabila dibandingkan dengan perlakuan lain.

Diameter sel sekretoriPenelitian ini mempunyai tujuan untuk

mengetahui pengaruh berbagai variasi konsentrasiterhadap diameter sel sekretori pada preparatpenampang lintang C. domestica umur 4 bulan.

Page 22: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

Biofarmasi 3 (1): 16-21, Pebruari 200520

A

B

C

DGambar 2. Penampang melintang rimpang C. domesticadengan berbagai perlakuan konsentrasi IAA (ppm). Kete-rangan: A. Perlakuan IAA 0 ppm, B. Perlakuan IAA 100ppm, C. Perlakuan IAA 200 ppm, D. Perlakuan IAA 300 ppm.

Berdasarkan rerata diameter sel sekretori yangterbentuk dapat diketahui bahwa hasil tertinggidicapai pada konsentrasi 0 ppm, dan hasil terendahpada konsentrasi 300 ppm. Semakin tinggikonsentrasi IAA yang diberikan akan semakin kecildiameter sel sekretori yang terbentuk. Berdasarkananalisis varian (Tabel 2) dapat diketahui bahwapemberian IAA tidak memberikan beda yang nyataantar perlakuan.

Hal ini mungkin disebabkan oleh terlalu tinggi-nya konsentrasi IAA yang diberikan, sehinggapemberian IAA tidak lagi memacu pembentangansel tetapi menghambat karena melampaui batasoptimum (Hopkins 1995). Peristiwa ini berhubungandengan terhambatnya pemasukan air ke dalam selkarena konsentrasi IAA yang terlalu tinggimenyebabkan pH dinding sel berubah, sehingga airtidak dapat terserap secara maksimal. Denganterhambatnya pemasukan air ini, maka sel menjaditidak dapat mengembang dan membesar. Hal inikurang sesuai dengan fungsi dari IAA itu sendiriyaitu meningkatkan tekanan osmotik sel yang diaturoleh gradien potensial pada plasma membran(Cleland, 1995). Penambahan luas area dinding sel(pembesaran sel), disebabkan oleh tekanan turgoryang sangat dipengaruhi oleh kehadiran IAA.

Proses pertumbuhan dan perkembangantanaman selalu melibatkan interaksi dari berbagaijenis hormon tumbuh. Asam absisat (ABA)merupakan salah satu jenis hormon tumbuh yangbersifat antagonis (menghambat). Dalam hal ini IAAberperanan untuk mendorong pembesaran selsekretori, tetapi keberadaan hormon absisat akanmenghambat proses pembesaran sel. Peristiwa inisebenarnya dapat diatasi dengan penambahanjumlah IAA yang diberikan, sehingga pengaruhasam absisat dapat dihilangkan (Wattimena, 1991).

Perlakuan IAA memberikan pengaruh yangberbeda terhadap setiap variabel yang diamati. Halini membuktikan bahwa IAA tidak memberikanrespon yang sama pada tempat (organ tanaman)yang berbeda. Selain itu kerja dari IAA sangat eratkaitannya dengan keberadaan hormon tumbuhlainnya baik yang sinergis maupun yang antagonis,yang terdapat dalam tubuh tanaman itu sendiri.Pertumbuhan tanaman erat kaitannya denganpembelahan sel yang berarti peningkatan dalamjumlah sel yang dalam penelitian ini adalah jumlahdari sel sekretori. Sedangkan pembesaran sel eratkaitannya dengan ukuran sel yang dalam penelitianini adalan diameter sel sekretori. Pertumbuhan danperkembangan sel erat kaitannya denganpeningkatan berat kering (Gardner et al., 1991).Oleh karena itu jumlah dan ukuran sel sekretoriberhubungan erat dengan berat kering rimpangyang dihasilkan. Pada penelitian ini berat keringrimpang tidak berbeda nyata, artinya pemberianIAA tidak memberikan peningkatan berat keringyang signifikan sehingga bisa diasumsikan tetap.Dengan berat rimpang yang tetap, maka ketikajumlah sel yang terbentuk semakin banyak akandiimbangi dengan ukuran sel yang semakin kecil.

Page 23: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

WIJAYATI dkk. – Pengaruh IAA terhadap rimpang Curcuma domestica 21

KESIMPULAN

IAA pada konsentrasi 200 ppm berpengaruhnyata terhadap pertumbuhan tanaman kunyitterutama untuk variabel tinggi tanaman, luas daun,berat basah dan berat kering tanaman, sedangkanjumlah daun tertinggi diperoleh pada kontrol. IAAberpengaruh nyata terhadap jumlah dan diametersel sekretori. Semakin tinggi konsentrasi IAA yangdiberikan, maka semakin banyak jumlah selsekretori yang terbentuk, tetapi akan semakin kecildiameternya.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1982. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang ZatPengatur Tumbuh. Bandung: Angkasa.

Atmono, S.D. 1999. Penentuan Produktivitas Sekresi DaunBerdasarkan Kerapatan Kelenjar pada Daun Kayu Putih(Melaleuca spp.) yang Tumbuh Alami di Hutan TamanNasional Wasur Merauke Irian Jaya. [Skripsi].Yogyakarta: Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada.

Azhar, M. 1991. Struktur Anatomi dan Kadar Nikotin DaunTembakau (Nicotiana tabacum L. Var. Bligon)karena Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Asam IndolAsetat ataupun Asam Giberelat. [Skripsi]. Yogyakarta:Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada.

Cleland, R.E. 1995. Auxin and cell elongation. In Davies,P.J. (ed) Plant Hormones. Boston: Kluwer AcademicPublisher.

Gardner, F.P., R.B. Pearce, and R.I. Mitchell. 1991.Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerjemah: Susilo, H.Jakarta: UI Press.

Goldsworthy, P.R. dan N.M. Fisher. 1992. FisiologiTanaman Budidaya Tropik. Penerjemah: Tohari.Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.

Gunawan, L.W., G.A. Wattimena, N.A. Mattjik, E.Syamsudin, and N.M.A. Ernawati. 1992. BioteknologiTanaman. Bogor: PAU Bioteknologi IPB.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid I.Jakarta: Badan Penelitian dan PengembanganKehutanan.

Hidayat, E. B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Bandung:Penerbit ITB.

Hopkins, W. G. 1995. Introduction to Plant PhysiologySecond Edition. New York: John Wiley & Son, Inc.

Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan danPerkembangan Tanaman. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Noggle, G.R. and G.J. Fritz. 1983. Introductory PlantPhysiology. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Pudjiasmanto, B. 2000. Kajian Perlakuan Kasting danMacam Rimpang Terhadap Pertumbuhan TanamanKunyit. Laporan Penelitian. Surakarta: FakultasPertanian Universitas Sebelas Maret.

Sass, J.E. 1958. Botanical Microtechnique. 3rd edition.Ames: IOWA State University Press.

Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. AnalisisPertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: UniversitasGadjah Mada Press.

Soerodikoesoemo, W. 1993. Anatomi dan FisiologiTumbuhan. Jakarta: Depdikbud.

Sudarsono. 1996. Tumbuhan Obat, Hasil Penelitian Sifat-sifat dan Penggunaan. Yogyakarta: PPOT-UGM.

Taiz, L. and E. Zeiger. 1998. Plant Physiology.Massachusetts: Sinauer Associates, Inc.

Wattimena, G. A. 1991. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman.Bogor: PAU IPB.

Page 24: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

Biofarmasi 3 (1): 22-25, Pebruari 2005, ISSN: 1693-2242 2005 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Analisis Minyak Atsiri pada Tumbuhan Paku (Pterydophyta) diKawasan Air Terjun Pangajaran Kecamatan Wonosalam,Kabupaten Jombang

Volatile oils analysis of fern (Pteridophyte) around Pangajaran waterfalls,Wonosalam, Jombang

YUYUN MARINI, SUTARNO, AHMAD DWI SETYAWAN♥

Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126. Korespondensi: Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126. Tel. & Fax.: +62-271-663375. e-mail: [email protected].

Diterima: 11 Mei 2004. Disetujui: 28 Juli 2004.

Abstract. The aims of the research were: to know species diversity of fern (Pteridophyte) from Pangajaran, Wonosalam,Jombang, to know fern species containing volatile oil, to know concentration and percentage similarity of substances andcharacteristics of the substances containing in the oil, and to know the structure of cell producing volatile oil in trees andleaf of the fern. Fern diversity was studied by field survey, volatile oil concentration measured by hydro-distillationfollowed with gas chromatography to further know the components in the oil, while structure of the cell producing volatileoil was detected cross section of the trees and leaf for microscopic analysis. Based on the data and analysis resulted canbe concluded that there were 13 fern species in Pangajaran. Two of the 13 species were confirmed as producing volatileoil, Pteris beaurita Linn. and Cyathea contaminans, that were produced volatile on their leaf only. Concentration ofvolatile oil of leaf P. beaurita was 0,005%, while in C. contaminans 0,01%. Percentage similarity of the volatile oilbetween two species based on its Retention Time (RT) was 2,5%, at the RT point of 21.247 in P. beaurita and at RT pointof 21.294 in C. contaminans. Percentage similarity of both species based on morphological characters was 36.36%.Location of volatile oil producing cells in both species of fern was spreadly dispersed in schlerenchyme tissue and inmesophyl tissue of the leaf.

Keywords: volatile oils, fern diversity, Wonosalam, Jombang.

PENDAHULUAN

Tumbuhan paku merupakan kelompok tumbuhanyang banyak jenisnya di Indonesia. Di muka bumitumbuh sekitar 10.000 jenis tumbuhan paku. Darijumlah tersebut kawasan Malaesia yang sebagianbesar terdiri atas kepulauan Indonesia diperkirakanmemiliki 1.300 jenis (LBN-LIPI, 1979). Kawasan airterjun Pangajaran di Kecamatan Wonosalam,Kabupaten Jombang merupakan kawasan yangsecara umum dikelilingi oleh hutan alami dantanaman budidaya. Kawasan ini merupakan daerahlembab dengan curah hujan rata-rata 1488mm3/tahun, sehingga merupakan habitat yang baikbagi pertumbuhan paku, baik tumbuhan pakuterestrial maupun epifit. Sebagian penduduk disekitar kawasan air terjun tersebut memanfaatkandaun cengkeh untuk diolah sebagai minyak cengkehyang berkhasiat obat (Pemerintah KabupatenJombang, 2002). Bertolak dari hal ini tidak menutupkemungkinan pemanfatan tumbuhan paku yangbanyak tumbuh di kawasan tersebut untukdimanfaatkan oleh penduduk setempat, antara lainsebagai bahan obat-obatan. Agar kekayaan hutanyang mungkin mempunyai potensi di masa depandapat lebih diperhitungkan dan meningkatkanpotensi obat tradisional dari tumbuhan paku, makapenulis melakukan penelitian ini dengan tujuan

untuk mengetahui (i) keanekaragaman jenistumbuhan paku (Pteridophyta) di air terjunPangajaran, Wonosalam, Jombang, (ii) jenistumbuhan paku yang mengandung minyak atsiri,(iii) kadar dan persentase kesamaan minyak atsiri diantara jenis tumbuhan paku tersebut, dan (iv)struktur sel penghasil minyak atsiri pada tumbuhanpaku.

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan waktu penelitianPenelitian ini dilakukan di kawasan air terjun

Pangajaran, Desa Galengdowo, KecamatanWonosalam, Kabupaten Jombang, Propinsi JawaTimur. Kawasan ini berada pada ketinggian 692 mdpl, dengan suhu rata-rata 18ºC dan luas wilayahsekitar 500.000 m² (BPS dan Bappeda KabupatenJombang, 2001) Sedangkan untuk analisis GC-MSdilakukan di Laboratorium Kimia Universitas GadjahMada Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan padabulan Mei 2003.

Bahan dan alatBahan penelitian ini adalah jenis-jenis tumbuhan

paku yang diperoleh dari hasil inventarisasi dilapangan. Sedangkan bahan kimia yang digunakan

Page 25: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

MARINI dkk., – Minyak atsiri pada pterydophyta 23

adalah: aquades, safranin 1% dalam alkohol 70%,FAA dalam alkohol 70%, alkohol 70%, 80% dan90% serta alkohol absolut. Campuran alkohol xylol3:1, 1:1, 1:3. Campuran parafin dengan xylol 9:1,parafin murni, gliserin, campuran gliseren, albumindan balsem kanada.

Alat yang digunakan di lapangan antara lain:sasak, kertas koran, lup, pisau, buku, pensil, bolpendan etiket gantung. Sedangkan alat yang digunakandi laboratorium antara lain: gelas ukur, Erlenmeyer,alat destilasi, selang air, timbangan analitik, labuukur, labu didih, botol flakon, kompor listrik, silet,jarum preparat, pteridis, kertas hisap, pipet tetes,gelas benda, gelas penutup, kuas, lampu, spiritus,mikrotom, steleding, thermostat, dan oven.

Cara kerjaInventarisasi. Untuk mengenal jenis-jenis

tumbuhan paku, dilakukan inventarisasi dengancara menjelajahi (survei) area, diutamakan padatempat yang relatif ditumbuhi lebih banyaktumbuhan paku (purposive random) (Oosting,1956). Identifikasi dilakukan secara langsung dilapangan untuk jenis tumbuhan paku yang sudahdikenal, sedangkan untuk jenis yang belum dikenaldiidentifikasikan di laboratorium Jurusan BiologiFMIPA UNS dan Laboratorium Taksonomi TumbuhanFakultas Biologi UGM Yogyakarta.

Ekstraksi minyak atsiri. Ada tidaknya minyakatsiri pada setiap jenis tumbuhan paku hasilinventarisasi, ditentukan dengan metode distilasi air(hydrodistillation). Caranya sebagai berikut: Bahandikeringkan lalu dihaluskan hingga menjadi serbuk.Sebanyak 200 g (50 g x 4) serbuk batang atau daunsecara terpisah dimasukkan dalam labu penyulingandan diisi air hingga ¾ bagian dari labu (500 ml).Kemudian labu dipanaskan di atas kompor listrikdengan nyala diatur hingga penyulinganberlangsung secara lambat dan teratur selamakurang lebih lima jam. Volume minyak atsiri yangkeluar dari buret dicatat (Guenther, 1987).

Analisis komponen minyak atsiri. Untukmenganalisis komponen minyak atsiri agar men-dapat hasil yang cepat, akurat dan memisahkancampuran rumit digunakan metode GC-MS(kromatografi gas - spektrometri massa). Adapunkondisi kromatografi GC-MS adalah sebagai berikut:Cuplikan: minyak atsiri pada tumbuhan paku, jenispengionan: EI (Electron Impact), gas pembawa: He,jenis kolom: CPSIL 5 CB dengan panjang 25 meter,suhu awal kolom: 60ºC, suhu akhir kolom: 300ºC,kenaikan suhu kolom: 10ºC, waktu awal kolom: 5menit, suhu detektor: 300ºC, dan suhu injektor:300ºC.

Pembuatan preparat. Untuk mengetahuisusunan anatomi batang dan daun dari jenis pakuyang mengandung minyak atsiri khususnya adatidaknya sel ekskresi yang kemungkinan sebagaipenghasil minyak atsiri tersebut, maka dibuatpenampang melintang dari batang dan daun.Caranya bahan difiksasi, dehidrasi, dealkoholisasi,infiltrasi parafin, penanaman dalam parafin,penyayatan (section), penempelan, pewarnaan,penutupan dan pelabelan (Soerodikoesoemo, 1987).

Analisis dataData yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.

Kadar minyak atsiri tumbuhan paku dihitung denganrumus (Guenther, 1987):

Volume minyak atsiri (ml) x 100%Berat bahan yang diuji (g)

Hasil minyak yang diperoleh dari penyulingandianalisis dengan CG-MS yang dilengkapi dengankepustakaan senyawa NIST Library, ditabulasikandan ditulis dalam bentuk angka untuk mengetahuipersentase persamaan minyak baik berdasarkannilai RT (retention time).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis-jenis tumbuhan pakuDari hasil inventarisasi diperoleh 13 jenis

tumbuhan paku yang tergolong dalam 5 famili. Dariberbagai jenis tumbuhan paku yang diperolehterdapat paku epifit, paku air, dan paku tanah(terestrial). Jenis-jenis tumbuhan paku tersebutdisajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis-jenis tumbuhan paku di kawasan air terjunPangajaran, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang,Jawa Timur.

Nama jenis Famili

1. Adiantum polyphyllum Willd.2. Asplenium belangeri3. Cyathea contaminans (Hook) Copel*)4. Drynaria sporsisora Moora5. Drynaria quersifolia J. Sm.6. Marsilea crenata Presl.7. Neprolepis hirsutula (korst) Pr.8. Polypodium membranaceum Don.9. Pteris beaurita Linn. *)10. Pyrrosia numularifilia (sw) Ching.11. Selaginella ornata Spring.12. Thelypteris paleata (copel) Holtt.13. Thelypteris singalanensis (Bak)

Ching Bull.

PolipodiaceaePolipodiaceaeCyatheaceaePolipodiaceaePolipodiaceaeMarsileaceaePolipodiaceaePolipodiaceaePolipodiaceaePolipodiaceaeSelaginellaceaeThelyptericeaeThelyptericeae

Keterangan: *) mengandung minyak atsiri.

Kadar minyak atsiriHasil proses penyulingan air (hidrodestilasi) yang

telah dilakukan terhadap batang dan daun dariberbagai jenis tumbuhan paku hasil inventarisasi dikawasan air terjun Pangajaran, KecamatanWonosalam, Kabupaten Jombang, diperoleh duajenis tumbuhan paku yang mengandung minyakatsiri yaitu P. beaurita dan C. contaminans. Kadarminyak atsiri dari kedua jenis tumbuhan pakutersebut disajikan pada Tabel 2.

Berdasarkan Tabel 2. terlihat jelas adanyaperbedaan kadar minyak atsiri yang dihasilkan oleh

Page 26: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

Biofarmasi 3 (1): 22-25. Pebruari 2005.24

masing-masing tumbuhan paku. Dapat diketahuibahwa organ yang paling potensial dalammenghasilkan minyak atsiri adalah daun. Daun P.beaurita dengan metode penyulingan airmenghasilkan kadar minyak atsiri sebesar 0,005%dengan lama waktu penyulingan 5 jam. Sedangkan

untuk batang kedua tumbuhan pakutersebut tidak terdeteksi adanya minyak.Daun C. contaminans dengan metodepenyulingan yang sama menghasilkankadar minyak atsiri sebesar 0,01%dengan lama waktu penyulingan 5 jam.Perbedaan ini kemungkinan disebabkanoleh perbedaan jumlah sel dan ukuransel penghasil minyak atsiri, besarnyakecepatan penguapan minyak padawaktu proses penyulingan, sifat alamibahan itu sendiri yang mudah menguap,dan suhu yang tidak selalu stabil.

Komponen penyusun minyak atsiri P.beaurita dan C. contaminans

Jumlah atau macam komponenpenyusun minyak atsiri pada daun P.beaurita dengan kromatografi gasadalah sebanyak 21 komponen,sedangkan pada C. contaminans dengankromatografi gas adalah sebanyak 20komponen. Berdasarkan polakromatogram yang terbentuk terlihatadanya senyawa utama yaitu senyawayang mempunyai kandungan persentasetinggi (> 10%). Pada P. beauritasenyawa utama tersebut memiliki nilairetention time 21.484 (36,33%) dan23.642 (11,20%), sedangkan pada C.contaminans memiliki nilai retentiontime 25.072 (12,02%). Nama dan rumuskimia senyawa-senyawa yangteridentifikasi dengan kepustakaan NISTLibrary disajikan pada Tabel 3.

Daun C. contaminans yang memilikijumlah komponen punyusun minyakatsiri lebih sedikit (20 komponen)dibanding dengan daun P. beaurita (21komponen), namun memiliki kadarminyak atsiri lebih tinggi. Data kualitatifpada daun dari P. beaurita dan C.contaminans berdasarkan nilai RT(menit) disajikan pada Tabel 3.Berdasarkan data kualitatif pada tabeltersebut diketahui bahwa secarakeseluruhan terdapat 40 komponenminyak atsiri pada daun P. beaurita danC. contaminans yang terdeteksi, denganprosentase persamaan 2,5%, yaknihanya 1 senyawa yang sama. Komponentersebut terdapat pada retention time21.247 dan 21.294.

Struktur anatomi batang dan daunPengamatan mikroskopis menunjuk-

kan adanya sel-sel penghasil minyakatsiri yang terletak menyebar pada

batang dan daun tumbuhan P. beaurita dan C.contaminans. Sel penghasil minyak atsiri padabatang P. beaurita dan C. contaminans terletakmenyebar pada jaringan sklerenkim, sedangkanpada daun terletak pada jaringan mesofil. Sel-selminyak tersebut tampak sebagai butiran-butiran

Tabel 2. Kadar minyak atsiri batang dan daun pada P. beaurita dan C.contaminans.

Rata-rata kadarminyak atsiri (%) Warna minyak atsiriJenis

tumbuhanpaku Batang Daun Batang Daun

P. beaurita 0 0,005 - Keruh kekuninganC. contaminans 0 0,01 - Jernih kekuningan

Tabel 3. Nilai retention time pada P. beaurita dan C. contaminans.

P. beaurita C. contaminans Nama dan rumus senyawa

1 9.576 - Heptanal (C7H14O)2 12.138 -3 13.240 - Naphthalene,decahidro-,trans (C10H18)4 13.474 -5 15.018 -6 15.367 -7 15.809 - Beta,-Ionone (C13H20O)8 16.251 -9 18.722 -10 20.193 - Hexahydropseudoionone (C13H26O)11 20.867 -12 20.941 - 3-Heptyne,7-iodo-2,2-dimethyl (C9H15I)13 21.094 -14 21.247 21.294 1H-Inden-1-one,5-2,3-dihydro-3,3-

dimethyl (C15H20O)15 21.484*) - Pentadecanoic acid (C15H30O2)

16 21.611 - Alpha,-Farnesene (C15H24)

17 22.036 -18 - 22.60319 - 22.81120 22.963 - 1-Hexacosanol (C26H54O)21 - 23.061 Heptadecanoic acid (C17H34O2)22 23.170 - Hexadecanoic acid (C16H32O2)23 - 23.43524 23.642*) -25 - 24.25326 24.623 -27 - 24.70328 - 25.072*) 1-Iodo-2-methylundecane (C12H25I)29 - 25.30330 - 25.68531 - 25.862 Heptadecane,2,6-dimethyl (C19H40)32 - 26.634 Hexatriacontane (C36H74)33 - 27.385 Hexatriacontane (C36H74)34 - 28.101 Hexatriacontane (C36H74)35 - 28.794 Hexatriacontane (C36H74)36 - 29.486 Hexatriacontane (C36H74)37 - 30.24038 - 31.072 Hexatriacontane (C36H74)39 - 32.02540 - 33.118Keterangan: *) senyawa utama (kadar > 10%) (Data selengkapnyatidak ditunjukkan).

Page 27: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

MARINI dkk., – Minyak atsiri pada pterydophyta 25

yang paling kuat menyerap zat warna, karenadalam jaringan tanaman setelah diberi pewarnaanminyak atsiri akan lebih aktif mengikat zat warna.Sekresi minyak dari kedua tumbuhan tersebuttampak di dalam sel kelenjar internal. Pada batangP. beaurita dan C. contaminans letak sel minyakatsiri menyebar pada jaringan sklerenkim,sedangkan pada daun sel tersebut terletak padajaringan mesofil (Guenther, 1987).

Pada penelitian ini, setelah proses penyulinganternyata kedua tumbuhan tersebut menghasilkanminyak atsiri hanya pada daunnya saja. Sedangkanuntuk batang tidak terdeteksi adanya minyak atsiri.Hal ini sangat bertolak belakang dengan hasilpengamatan mikroskopis yang menunjukkanadanya sel-sel penghasil minyak atsiri pada batangdan daun P. beaurita dan C. contaminans. Tidakterdeteksinya minyak atsiri pada batang keduatumbuhan paku tersebut kemungkinan disebabkanmenguapnya minyak atsiri selama pra-perlakuanpenyulingan, yaitu selama periode pengeringanbahan. Hilangnya minyak selama penyimpanan(dikeringanginkan) juga tergantung kondisi bahanserta komposisi kimia minyak dalam bahan itusendiri (Guenther, 1987). Menurut Agusta (2000),minyak atsiri dalam suatu tumbuhan mudahmengalami perubahan walaupun sudah dipanen,karena proses pembentukan senyawa kimia minyakatsiri dalam jaringan tumbuhan berlangsung melaluireaksi enzimatis yang prosesnya juga tergantungpada proses penyimpanan. Pada pengamatanmikroskopis, tampak intensitas sel-sel penghasilminyak atsiri batang tumbuhan P. beaurita dalammengikat zat warna, jauh lebih lemah dibandingkandengan daun. Pada daun, sel-selnya kelihatan lebihjelas mengikat zat warna, hal ini disebabkan karenaukuran sel yang lebih besar.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapatdisimpulkan bahwa: (i) Jenis tumbuhan paku dikawasan air terjun Pangajaran Kecamatan

Wonosalam, Kabupaten Jombang, berjumlah 13jenis (5 famili) yaitu: Adiantum polyphyllum Willd.,Asplenium belangeri, Cyathea contaminans (Hook)Copel., Drynaria sporsisora Moora., Drynariaquersifolia J.Sm., Marsilea crenata Presl., Neprolepishirsutula (korst) Pr., Polypodium membranaceumDon. Pteris biaurita Linn., Pyrrosia numularifilia(Sw) Ching., Selaginella ornata Spring., Thelypterispaleata (Copel) Holtt., Thelypteris singalanensis(Bak) Ching Bull. (ii) Tumbuhan paku yangmengandung minyak atsiri sebanyak dua jenis yaituP. beaurita dan C. contaminans. (iii) Kadar minyakatsiri pada daun P. beaurita adalah 0,005%sedangkan untuk batang tidak terdeteksi. Adapunkadar minyak atsiri pada daun C. contaminansadalah 0,01%, untuk batang juga tidak terdeteksi.Persentase persamaan komponen-komponenpenyusun minyak atsiri daun antara P. beaurita danC. contaminans adalah 2,5%. (iv) Sel penghasilminyak atsiri pada batang P. beaurita dan C.contaminans terletak menyebar pada jaringansklerenkim, sedangkan pada daun terletak padajaringan mesofil.

DAFTAR PUSTAKA

Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan TropikaIndonesia. Bandung: ITB Press.

BPS dan Bappeda Jombang. 2001. Kabupaten Jombangdalam Angka 2001. Jombang: BPS dan Bappeda.

Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri. Jilid I. Penerjemah:Ketaren, S. Jakarta: UI Press.

Lembaga Biologi Nasional-LIPI (LBN-LIPI). 1979. JenisPaku Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Oosting, J.H. 1956. Study of Plant Communities, SecondEdition, London: W.H. Freeman and Co.

Pemerintah Kabupaten Jombang. 2002. MonografiKecamatan Wonosalam 2002. Jombang: PemerintahKabupaten Jombang.

Soeradikoesoemo, W. 1987. Petunjuk PraktikumMikroteknik Tumbuhan. Yogyakarta: LaboratoriumEmbriologi dan Mikroteknik Tumbuhan Fakultas BiologiUGM.

Page 28: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

Biofarmasi 3 (1): 26-31, Pebruari 2005, ISSN: 1693-2242 2005 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis KomponenKimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalamEkstrak Etanol

The phytochemical screenings and thin layer chromatography analysis ofchemical compounds in ethanol extract of labu siam fruit (Sechium edule Jacq.Swartz.)

SOERYA DEWI MARLIANA♥, VENTY SURYANTI, SUYONOJurusan Kimia FMIPA Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta 57126. Korespondensi: Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126. Tel. & Fax.: +62-271-663375. e-mail: [email protected].

Diterima: 3 Januari 2005. Disetujui: 15 Januari 2005.

Abstract. The phytochemical screenings and analysis of chemical compounds in ethanol extract of labu siam fruit(Sechium edule Jacq. Swartz.) with Thin Layer Chromatography (TLC) has been carried out. Isolation was done bySoxhlet extraction for 6 hours with petroleum ether and the residue was extracted by maseration during 24 hours withethanol.The isolated compounds in ethanol extract were identified by phytochemical screenings methode and TLC. Theresult showed the presence of alkaloid, saponin, cardenolin/bufadienol and flavonoid.

Keywords: phytochemistry, TLC, Sechium edule Jacq. Swartz.

PENDAHULUAN

Famili Cucurbitaceae merupakan salah saturagam tanaman yang banyak terdapat di Indonesia.Famili ini mencakup lebih dari 750 jenis yangterbagi dalam 100 genus. Selain itu familiCucurbutaceae telah cukup diketahui mempunyaipotensi sebagai obat pada beberapa penyakit.Menurut Duke (2003) tanaman pada famili inimengandung beberapa senyawa seperti saponinyang berguna sebagai anti tumor pada paru-parudan rahim, senyawa betasitosterol sebagaiantioksidan dan mencegah kanker payudara sertasenyawa spinasterol dan stigmasterol bergunasebagai pencegah radang tenggorokan dan obatperesa nyeri.

Salah satu spesies tanaman dalam famili Cucur-bitaceae yang biasa digunakan untuk mengobatipenyakit adalah labu siam (Sechium edule Jacq.Swartz.). Spesies ini merupakan satu-satunyaspesies dalam genus Sechium (Tjitrosoepomo,1989). Kebanyakan orang mengenal labu siamsebagai sayuran, namun sejak lama bagian daundari tanaman ini digunakan untuk mengobatipenyakit batu ginjal, arteriosclerosis dan tekanandarah tinggi. Sedangkan bagian buahnya biasadigunakan untuk mengurangi retensi urin (Hernandodan Leon, 1994). Namun pengetahuan tentangkandungan kimia yang sudah dipelajari pada labusiam masih sedikit sekali diantaranya adalah citrul-line, asam alfa amino ureido butirat, asam oksalat,dan asam gamma amino butirat (Duke, 2003).

Melihat banyaknya khasiat tanaman dari labusiam tersebut diperkirakan tanaman tersebutmengandung bermacam-macam senyawa kimia

yang berguna bagi kesehatan. Oleh karena itu padapenelitian ini dilakukan analisis komponen kimiabuah labu siam dalam ekstrak etanol.

BAHAN DAN METODE

Alat dan bahanSeperangkat alat ekstraksi Soxhlet, seperangkat

evaporator buchii, alat-alat gelas, oven, plat KLT,bejana KLT, lampu UV 254 nm dan 366 nm. Labusiam (Sechium edule Jacq. Swartz.) petroleum eterp.a (E. merck),etanol p.a (E. merck), HCl p.a (E.merck),H2SO4 p.a (E. merck), NH3 p.a (E. merck),NaCl p.a (E. merck), kloroform p.a (E. merck),Na2SO4 anhidrat p.a (E. merck), asam asetat glasialp.a (E. merck), benzena p.a (E. merck), logam Mg(Reidel de Haen), pereaksi Mayer, pereaksi Wagner,pereaksi Dragendorff, AlCl3 p.a (E. merck), FeCl3 (E.merck), pereaksi gelatin, aseton p.a (E. merck) danakuades.

Cara kerjaPersiapan sampel buah labu siam

Buah labu siam dicuci, dikupas kulitnya, dibuangbijinya, dipotong tipis-tipis kemudian dikeringkandengan oven pada suhu 100oC selama 3-4 jam.Selanjutnya labu siam kering diblender sampaiberbentuk serbuk.

Ekstraksi sampel labu siamSebanyak 35 g serbuk labu siam diekstraksi

Soxhlet menggunakan 350 mL petroleum eterselama 6 jam. Residunya dikeringkan untuk prosesselanjutnya.

Page 29: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

MARLIANA dkk. – Fitokimia buah Sechium edule 27

Residu kemudian dimaserasi (direndam dalametanol selama 24 jam disertai dengan pengadukan).Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan buchneruntuk memisahkan ekstrak etanol dari ampasnya.Filtrat yang terkumpul dipekatkan dengan destilasibiasa.

Analisis skrining fitokimiaUji alkaloid. Uji Alkaloid dilakukan dengan

metode Mayer,Wagner dan Dragendorff. Sampelsebanyak 3 mL diletakkan dalam cawan porselinkemudian ditambahkan 5 mL HCl 2 M , diaduk dankemudian didinginkan pada temperatur ruangan.Setelah sampel dingin ditambahkan 0,5 g NaCl laludiaduk dan disaring. Filtrat yang diperolehditambahkan HCl 2 M sebanyak 3 tetes , kemudiandipisahkan menjadi 4 bagian A, B, C, D. Filtrat Asebagai blangko, filtrat B ditambah pereaksi Mayer,filtrat C ditambah pereaksi Wagner, sedangkanfiltrat D digunakan untuk uji penegasan. Apabilaterbentuk endapan pada penambahan pereaksiMayer dan Wagner maka identifikasi menunjukkanadanya alkaloid. Uji penegasan dilakukan denganmenambahkan amonia 25% pada filtrat D hinggaPH 8-9. Kemudian ditambahkan kloroform, dandiuapkan diatas waterbath. Selanjutnyaditambahkan HCl 2M, diaduk dan disaring. Filtratnyadibagi menjadi 3 bagian. Filtrat A sebagai blangko,filtrat B diuji dengan pereaksi Mayer, sedangkanfiltrat C diuji dengan pereaksi Dragendorff.Terbentuknya endapan menunjukkan adanyaalkaloid.

Uji tanin dan polifenol. Sebanyak 3 mL sampeldiekstraksi akuades panas kemudian didinginkan.Setelah itu ditambahkan 5 tetes NaCl 10% dandisaring. Filtrat dibagi 3 bagian A, B, dan C. Filtrat Adigunakan sebagai blangko, ke dalam filtrat Bditambahkan 3 tetes pereaksi FeCl3, dan ke dalamfiltrat C ditambah garam gelatin. Kemudian diamatiperubahan yang terjadi.

Uji saponin. Uji Saponin dilakukan denganmetode Forth yaitu dengan cara memasukkan 2 mLsampel kedalam tabung reaksi kemudianditambahkan 10 mL akuades lalu dikocok selama 30detik, diamati perubahan yang terjadi. Apabilaterbentuk busa yang mantap (tidak hilang selama30 detik) maka identifikasi menunjukkan adanyasaponin. Uji penegasan saponin dilakukan denganmenguapkan sampel sampai kering kemudianmencucinya dengan heksana sampai filtrat jernih.Residu yang tertinggal ditambahkan kloroform,diaduk 5 menit, kemudian ditambahkan Na2SO4anhidrat dan disaring. Filtrat dibagi menjadi menjadi2 bagian, A dan B. Filtrat A sebagai blangko, filtratB ditetesi anhidrat asetat, diaduk perlahan,kemudian ditambah H2SO4 pekat dan diadukkembali. Terbentuknya cincin merah sampai coklatmenunjukkan adanya saponin.

Uji Kardenolin dan bufadienol. Uji Kardenolindan Bufadienol menggunakan 3 metode yaitumetode Keller Killiani, metode Liebeman-Burcharddan metode Kedde.(i) Metode Keller-Killiani yaitu dengan menguapkan

2 mL sampel, dan mencucinya dengan heksana

sampai heksana jernih. Residu yang tertinggaldipanaskan diatas penangas air kemudianditambahkan 3 mL pereaksi FeCl3 dan 1 mLH2SO4 pekat. Jika terlihat cincin merah batamenjadi biru atau ungu maka identifikasimenunjukkan adanya kardenolin danbufadienol.

(ii) Metode Lieberman-Burchard yaitu dengan caramenguapkan sampel sampai kering. Kemudianditambahkan kedalamnya 10 mL heksana,diaduk selama beberapa menit lalu biarkan.Selanjutnya diuapkan diatas penangas air danditambahkan 0,1 g Na2S04 anhidrat lalu diaduk.Larutan disaring sehingga diperoleh filtrat.Kemudian filtrat dipisahkan menjadi 2 bagian, Adan B. Filtrat A sebagai blangko dan filtrat Bditambahkan 3 tetes pereaksi asam asetatglasial dan H2SO4, senyawa kardenolin danbufadienol akan menunjukkan warna merahsampai ungu.

(iii) Metode Kedde yaitu dengan cara menguapkansampel sampai kering kemudian menambahkan2 mL kloroform, lalu dikocok dan disaring. Filtratdibagi menjadi 2 bagian, A dan B. Filtrat Asebagai blangko, dan filtrat B ditambah 4 tetesreagen Kedde. Senyawa kardenolin danbufadienol akan menunjukkan warna ungu

Uji flavonoid. Sebanyak 3 mL sampel diuapkan,dicuci dengan heksana sampai jernih. Residudilarutkan dalam 20 mL etanol kemudian disaring.Filtrat dibagi 4 bagian A, B, dan C. Filtrat A sebagaiblangko, filtrat B ditambahkan 0,5 mL HCl pekatkemudian dipanaskan pada penangas air, jikaterjadi perubahan warna merah tua sampai ungumenunjukkan hasil yang positif (metode BateSmith-Metchalf). Filtrat C ditambahkan 0,5 mL HCldan logam Mg kemudian diamati perubahan warnayang terjadi (metode Wilstater). Warna merahsampai jingga diberikan oleh senyawa flavon, warnamerah tua diberikan oleh flavonol atau flavonon,warna hijau sampai biru diberikan oleh aglikon atauglikosida. Filtrat D digunakan untuk uji KLT.

Uji antrakuinon. Uji antrakuinon dilakukandengan uji Brontrager dan uji Brontragertermodifikasi. Uji Brontrager dilakukan dengan caramelarutkan 2 mL sampel dengan 10 mL akuadeskemudian disaring, filtrat diekstrak dengan 5 mLbenzena. Hasil ekstrak dibagi menjadi 2 bagian, Adan B. Filrat A digunakan sebagai blangko dan filtratB ditambahkan 5 mL ammonia kemudian dikocok,bila terdapat warna merah berarti hasil positif.

Uji Brontrager termodifikasi dilakukan denganmelarutkan 2 mL sampel dengan 10 mL 0,5 N KOHdan 1 mL larutan hidrogen peroksida. Kemudiandipanaskan pada waterbath selama 10 menit, didi-nginkan dan disaring. Pada filtratnya ditambahkanasam asetat bertetes-tetes sampai pada kertaslakmus menunjukkan asam. Selanjutnya diekstrakdengan 5 mL benzena. Hasil ekstrak dibagi menjadi2 bagian, A dan B. Larutan A digunakan sebagaiblangko, sedangkan larutan B dibuat basa dengan2-5 mL larutan amonia. Perubahan warna padalapisan basa diamati. Warna merah atau merahmuda menunjukkan adanya antrakuinon.

Page 30: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

Biofarmasi 3 (1): 26-31. Pebruari 2005.28

Analisis kromatografi lapistipis (KLT)

Uji alkaloid. Filtrat D padaskrining fitokimia ditambahamonia 25% hingga PH 8-9.Kemudian ditambahkankloroform, dan dipekatkan diataswaterbath. Fase kloroformditotolkan pada plat silika gelG60. Elusi dilakukan denganmetanol : NH4OH pekat = 200 :3. Plat dikeringkan dan diamatipada cahaya tampak, UV 254 nmdan 366 nm. Kemudian platdisemprot dengan pereaksiDragendorff, dikeringkan dandiamati pada cahaya tampak, UV254 nm dan 366 nm.

Uji saponin. Sampelditambah dengan HCl 2M,diaduk, direfluks 6 jam diataswaterbath, kemudiandidinginkan. Setelah itudinetralkan dengan amonia,diuapkan diatas waterbath,ditambah n-heksana kemudiandisaring. Filtratnya kemudiandiuapkan diatas waterbath,ditambah 5 tetes kloroform, danditotolkan pada plat silika gelG60. Elusi dilakukan dengankloroform : aseton = 4 : 1. Platdikeringkan dan diamati padacahaya tampak, UV 254 nm dan366 nm. Kemudian platdisemprot dengan SbCl3 diovenpada suhu 110oC selama 10 menit, dan diamatipada cahaya tampak, UV 254 nm dan 366 nm.

Uji kardenolin/bufadienol. Sampel ditotolkanpada plat silika gel G60. Dielusi menggunakan CHCl3: MeOH = 1:1. Plat dikeringkan dan diamati padacahaya tampak, UV 254 nm dan 366 nm.Selanjutnya disemprot dengan pereaksi kedde,dikeringkan di udara, dan diamati pada cahayatampak, UV 254 nm dan 366 nm. Noda biru sampaiungu mengindikasikan adanya lakton tak jenuh.

Uji flavonoid. Filtrat C pada skrining fitokimiaditotolkan pada plat silika gel G60. Dielusi denganbutanol : asam asetat : air = 3:1:1, kemudiandikeringkan dan diamati pada cahaya tampak, UV254 nm dan 366 nm. Selanjutnya plat disemprotdengan amonia, dikeringkan dan diamati kembalipada cahaya tampak, UV 254 nm dan 366 nm.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi sampel labu siamHasil ekstraksi Soxhlet 35 gram serbuk labu siam

dengan 350 ml petroleum eter diperoleh ekstrakencer berwarna hijau muda. Ekstraksi ini dilakukanuntuk mengambil komponen non polar dari sampelbuah labu siam. Residu dari ekstraksi Soxhletkemudian dimaserasi dengan pelarut etanol selama

24 jam dan disertai pengadukan. Hasil ekstraketanol diperoleh cairan berwarna kuning. Ekstraketanol ini selanjutnya digunakan untuk analisisberikutnya.

Analisis skrining fitokimiaKomponen yang terdapat dalam ekstrak etanol

labu siam dianalisis golongan senyawanya dengantes uji warna dengan beberapa pereaksi untukgolongan senyawa alkaloid, tanin dan polifenol,saponin, kardenolin dan bufadienol, flavonoid, danantrakuinon. Pereaksi-pereaksi spesifik yangdigunakan kebanyakan bersifat polar sehingga bisaberinteraksi dengan sampel berdasarkan prinsip‘like dissolve like’. Hasil skrining fitokimia ekstraketanol disajikan pada Tabel 1.

Terbentuknya endapan pada uji Mayer, Wagnerdan Dragendorff berarti dalam ekstrak etanol labusiam terdapat alkaloid. Tujuan penambahan HCladalah karena alkaloid bersifat basa sehinggabiasanya diekstrak dengan pelarut yangmengandung asam (Harborne, 1996). Perlakuanekstrak dengan NaCl sebelum penambahan pereaksidilakukan untuk menghilangkan protein. Adanyaprotein yang mengendap pada penambahanpereaksi yang mengandung logam berat (pereaksiMayer) dapat memberikan reaksi positif palsu padabeberapa senyawa (Santos et al., 1998).

Tabel1. Hasil skrining fitokimia ekstrak etanol labu siam.

Kandungankimia Metode pengujian Hasil Ket.

PendahuluanMayerWagnerDragendorff

Endapan putihEndapan coklat mudaEndapan coklat muda

+++

Alkaloid

PenegasanFraksi CHCl3MayerWagnerDragendorffFraksi airMayerWagnerDragendorff

Endapan putihEndapan kuningEndapan kuning

Endapan putihEndapan putih kekuninganEndapan putih kekuningan

+++

+++

Tanin &Polifenol

+ FeCl3+ Gelatin

Tidak ada perubahanTidak ada perubahan

--

Pendahuluan-Uji Forth Membentuk buih +

Saponin

Penegasan-Uji Lieberman Burchard Cincin warna hijau +

Kardenolin/Bufadienol

Uji Lieberman BurchardUji Keller KillianiUji Kedde

Cincin hijauMerahMerah jambu muda

+++

Flavonoid Uji Bate Smith & MertcalfUji Wilstater sianidin

OrangeMerah

++

Antraquinon Uji BorntragerUji Brontrager termodifikasi

Tidak ada perubahanTidak ada perubahan

--

Keterangan: (+) = ada, (-) = tidak ada

Page 31: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

MARLIANA dkk. – Fitokimia buah Sechium edule 29

Hasil positif alkaloid pada uji Mayer ditandaidengan terbentuknya endapan putih. Diperkirakanendapan tersebut adalah kompleks kalium-alkaloid.Pada pembuatan pereaksi Mayer, larutanmerkurium(II) klorida ditambah kalium iodida akanbereaksi membentuk endapan merah merkurium(II)iodida. Jika kalium iodida yang ditambahkanberlebih maka akan terbentuk kaliumtetraiodomerkurat(II) (Svehla, 1990). Alkaloidmengandung atom nitrogen yang mempunyaipasangan elektron bebas sehingga dapat digunakanuntuk membentuk ikatan kovalen koordinat denganion logam (McMurry, 2004). Pada uji alkaloiddengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen padaalkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ darikalium tetraiodomerkurat(II) membentuk komplekskalium-alkaloid yang mengendap. Perkiraan reaksiyang terjadi pada uji Mayer ditunjukkan padaGambar 1.

HgCl2 2KI

HgI2 2KI

NK2 [HgI4]

HgI2

K2 [ HgI2 ]

N

2KCl

K+

K [HgI4]-

+

+

Kalium tetraiodomerkurat(II)

+

endapanKalium-Alkaloid

+

+

Gambar 1. Perkiraan reaksi uji Mayer

Hasil positif alkaloid pada uji Wagner ditandaidengan terbentuknya endapan coklat muda sampaikuning. Diperkirakan endapan tersebut adalahkalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Wagner,iodin bereaksi dengan ion I- dari kalium iodidamenghasilkan ion I3

- yang berwarna coklat. Pada ujiWagner, ion logam K+ akan membentuk ikatankovalen koordinat dengan nitrogen pada alkaloidmembentuk kompleks kalium-alkaloid yangmengendap. Reaksi yang terjadi pada uji Wagnerditunjukkan pada Gambar 2.

I2

N

I-

KI

I3-

I2NK+

I3-+ + +

endapan

coklat

Kalium-Alkaloid

+coklat

Gambar 2. Perkiraan reaksi uji Wagner.

Hasil positif alkaloid pada uji Dragendorff jugaditandai dengan terbentuknya endapan coklat mudasampai kuning. Endapan tersebut adalah kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Dragendorff,bismut nitrat dilarutkan dalam HCl agar tidak terjadireaksi hidrolisis karena garam-garam bismut mudahterhidrolisis membentuk ion bismutil (BiO+), yangreaksinya ditunjukkan pada Gambar 3.

Bi3+ H2O BiO+ 2H++ +

Gambar 3. Reaksi hidrolisis bismut

Agar ion Bi3+ tetap berada dalam larutan, makalarutan itu ditambah asam sehingga kesetimbanganakan bergeser ke arah kiri. Selanjutnya ion Bi3+ daribismut nitrat bereaksi dengan kalium iodidamembentuk endapan hitam Bismut(III) iodida yangkemudian melarut dalam kalium iodida berlebihmembentuk kalium tetraiodobismutat (Svehla,1990). Pada uji alkaloid dengan pereaksiDragendorff, nitrogen digunakan untuk membentukikatan kovalen koordinat dengan K+ yangmerupakan ion logam. Reaksi pada uji Dragendorffditunjukkan pada Gambar 4 (Miroslav, 1971). Untukmenegaskan hasil positif alkaloid yang didapatkan,dilakukan uji Mayer, Wagner dan Dragendorff padafraksi CHCl3 dan fraksi air dari sampel.

Bi (NO3)3 3KI

KI K [BiI4]BiI3

NK [BiI4]

BiI3

NK+

3KNO3

[BiI4]_

+ +

coklat

+Kalium tetraiodobismutat

+

endapan

oranyeKalium-Alkaloid

+

Gambar 4. Reaksi uji Dragendorff

Pada uji tanin diperoleh hasil negatif, adanyatanin akan mengendapkan protein pada gelatin.Tanin bereaksi dengan gelatin membentukkopolimer mantap yang tidak larut dalam air(Harborne, 1996). Reaksi ini lebih sensitif denganpenambahan NaCl untuk mempertinggipenggaraman dari tanin-gelatin.

Timbulnya busa pada uji Forth menunjukkanadanya glikosida yang mempunyai kemampuanmembentuk buih dalam air yang terhidrolisismenjadi glukosa dan senyawa lainnya (Rusdi,1990). Reaksi pembentukan busa pada uji saponinditunjukkan pada Gambar 5. Selain uji Forth jugadilakukan uji Lieberman-Burchard yang merupakanuji karakteristik untuk sterol tidak jenuh dantriterpen (Santos et al., 1978).

H2O

O

OOHCH2OH

OH

OH

CO CO2H

OHOH

CH2OH

OH

O+

1-Arabinopiriosil-3-asetil oleanolat Aglikon Glukosa

Gambar 5. Reaksi hidrolisis saponin dalam air.

Page 32: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

Biofarmasi 3 (1): 26-31. Pebruari 2005.30

Hasil positif pada uji Keller Kiliani menunjukkanadanya deoksi gula untuk glikosida (Santos et al.,1978). Warna merah yang terbentuk kemungkinandisebabkan terbentuknya kompleks. Atom oksigenyang mempunyai pasangan elektron bebas padagugus gula bisa mendonorkan elektronnya padaFe3+ membentuk kompleks. Perkiraan reaksi yangterjadi pada uji Keller Killiani ditunjukkan padaGambar 6.

O

OOHCH2OH

OH

OHFeCl3 O-

O-

Fe3+

CH2OHO

O

O-

+

Fe3+- Gula

Deoksi gula

Gambar 6. Perkiraan reaksi uji Keller Killiani.

Adanya kardenolin/bufadienol dapat dilakukanjuga uji Lieberman-Burchard yang merupakan ujikarakteristik untuk sterol tidak jenuh dan triterpen(Santos et al., 1978). Hasil positif pada ujiLieberman-Burchard ditandai dengan terbentuknyacincin hijau yang berasal dari reaksi antara steroltidak jenuh atau triterpen dengan asam (CH3 COOHdan H2SO4).

Uji Kedde dilakukan untuk menunjukkan adanyalakton tidak jenuh (Santos, 1978). Hasil positif padauji Kedde diperkirakan karena terjadi reaksi antaralakton tidak jenuh pada kardenolin/bufadienoldengan 3,5 dinitrobenzen (pereaksi Kedde).Karbonil (C=O) pada lakton tidak jenuh memilikiikatan yang mudah putus dan membentuk ikatanbaru dengan senyawa 3,5 dinitrobenzen. Karenagugus nitro pada senyawa 3,5 dinitrobenzenmerupakan gugus pengarah meta makadiperkirakan ikatan yang terjadi adalah antara atomoksigen pada gugus karbonil dengan atom karbonposisi meta pada 3,5 dinitrobenzen. Perkiraansenyawa yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar7. Hasil positif dengan semua pereaksi tersebutbaru menunjukkan adanya gula jantung (kardenolindan bufadienol).

N+O

O-N+O

-OO

O

+ O

O

N+ O-O

N+ O

-O

Lakton tidak jenuh 3,5 dinitrobenzen

Gambar 7. Perkiraan mekanisme reaksi pada uji Kedde

Uji Wilstater cyanidin biasa digunakan untukmendeteksi senyawa yang mempunyai inti -benzopyron. Warna orange yang terbentuk pada ujiBate Smith-Mertcalf dan warna merah pada uji

Wilstater disebabkan karena terbentuknya garamflavilium (Achmad, 1986) seperti pada Gambar 8.

O

OOH

OH

OHCl

O

OHOH

Cl-

OH

O

OH

Cl-

OH

Cl-

+

+

..++

+

Flavonol

Garam Flaviliummerah tua

Gambar 8. Mekanisme reaksi pembentukan garamflavilium (Achmad, 1986).

Uji Brontrager bisa mendeteksi antrakuinonnamun uji ini akan menunjukkan negatif untukglikosida antrakuinon yang sangat stabil atauturunan tereduksi dari tipe antranol. Karena itu ujiBrontrager dimodifikasi dengan sebelumnyamenghidrolisis dan mengoksidasi senyawa ini.Antrakuinon akan memberikan karakteristik warnamerah, violet, hijau atau ungu dengan basa. Tidakterjadinya perubahan warna pada uji Borntragerdan uji Brontrager termodifikasi menunjukkan tidakadanya antrakuinon pada ekstrak etanol labu siam.

Skrining fitokimia tidak dikerjakan untukterpenoid karena tidak ada pereaksi yang spesifikuntuk terpenoid. Uji Lieberman-Burchard yang biasadikerjakan untuk terpenoid hanya mendeteksi gugussteroid, padahal selain terdapat pada terpenoid,gugus ini juga terdapat pada saponin, kardenolindan bufadienol. Hasil skrining fitokimia yang telahdilakukan menunjukkan bahwa dalam sampelekstrak etanol labu siam mengandung alkaloid,tanin dan polifenol, saponin, kardenolin/bufadienol,dan flavonoid, namun tidak mengandungantrakuinon.

Analisis kromatografi lapis tipis (KLT)Prosedur uji dengan KLT dilakukan untuk lebih

menegaskan hasil yang didapat dari skriningfitokimia. Karena berfungsi sebagai penegasan,maka uji KLT hanya dilakukan untuk golongan-golongan senyawa yang menunjukkan hasil positifpada skrining fitokimia (alkaloid, saponin,kardenolin/bufadienol dan flavonoid). Uji KLT padatanin dan polifenol tidak dilakukan karena tidakditemukan prosedur yang tepat. Hasil uji KLTditunjukkan pada Tabel 2.

Pelarut pengembang yang digunakan pada KLTuntuk alkaloid adalah etil asetat : metanol : air(100:16,5:13,5). Setelah plat disemprot denganpereaksi Dragendorff akan menunjukkan bercakcoklat jingga berlatar belakang kuning (Harborne,1996). Timbulnya noda dengan Rf 0,9 berwarnakuning muda pada pengamatan dengan sinartampak, berwarna kuning pada UV 254 nm dan

Page 33: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

MARLIANA dkk. – Fitokimia buah Sechium edule 31

berwarna hijau muda pada UV 366 nm menegaskanadanya kandungan alkaloid pada ekstrak etanol labusiam.

Salah satu pelarut pengembang yang biasadigunakan untuk uji KLT saponin adalah heksana:aseton (4:1). Setelah penyemprotan dengan SbCl3dalam asam asetat, saponin terdeteksi sebagai nodaberwarna merah jambu sampai ungu (Santos et al,1978). Timbulnya noda dengan Rf 0,84 dan 0,79yang berwarna merah jambu pada pengamatandengan sinar tampak dan berwarna kuning pada UV366 nm menegaskan adanya kandungan saponinpada ekstrak etanol labu siam.

Pelarut pengembang yang digunakan pada KLTuntuk kardenolin/bufadienol adalah CHCl3 : metanol(1:1). Setelah penyemprotan dengan pereaksiKedde, noda biru violet mengindikasikan adanyalakton tidak jenuh yang terdapat padakardenolin/bufadienol (Harborne, 1996). Timbulnyanoda dengan Rf 0,41 yang berwarna kuningkemerahan pada pengamatan dengan sinar tampakdan berwarna biru pada UV 366 nm menegaskanadanya kandungan kardenolin/bufadienol padaekstrak etanol labu siam.

Pelarut pengembang yang digunakan pada ujiKLT flavonoid adalah butanol : asam asetat : air(3:1:1). Setelah disemprot dengan amonia, timbulnoda dengan Rf 0,92 dan 0,54 yang berwarnakuning muda setelah disemprot dengan amoniapada pengamatan dengan sinar tampak danberwarna biru pada UV 366 nm menegaskan adanyakandungan flavonoid pada ekstrak etanol labu siam.Hasil uji KLT menegaskan bahwa dalam sampelekstrak etanol labu siam mengandung alkaloid,saponin, kardenolin/bufadienol dan flavonoid.

KESIMPULAN

Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstraketanol buah labu siam (Sechium edule Jacq.Swartz.) mengandung alkaloid, saponin, kardenolin/bufadienol dan flavonoid. Hasil analisis KLT ekstrakbuah labu siam mengandung alkaloid, saponin,kardenolin/bufadienol dan flavonoid.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S.A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta:Karnunika.

Duke, J.A. 2003. Phytochemical and EthnobotanicalDatabases. Agricultural Research Service. [OnlineDatabase] National Germplasm Resources Laboratory.Beltsville, Maryland. (http://www.ars-grin.gov/duke)

Harborne, J., 1996. Metode Fitokimia: Penuntun CaraModern Menganalisis Tumbuhan. Cetakan kedua.Penerjemah: Padmawinata, K. dan I. Soediro.Bandung: Penerbit ITB.

Hernando, J.E. and J. Leon. 1992. Plant Production andProtection Series. No. 26. Rome: FAO. Italy.

McMurry, J. and R.C. Fay. 2004. McMurry Fay Chemistry.4th edition. Belmont, CA.: Pearson EducationInternational.

Miroslav, V. 1971. Detection and Identification of OrganicCompound. New York: Planum Publishing Corporationand SNTC Publishers of Technical Literatur.

Rusdi. 1990. Tetumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat.Padang: Pusat Penelitian Universitas Andalas.

Santos, A.F., B.Q. Guevera, A.M. Mascardo, and C.Q.Estrada. 1978. Phytochemical, Microbiological andPharmacological, Screening of Medical Plants. Manila:Research Center University of Santo Thomas.

Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik KualitatifMakro dan Semimikro. Edisi kelima. Penerjemah:Setiono, L. dan A.H. Pudjaatmaka. Jakarta: PT KalmanMedia Pusaka.

Tjitrosoepomo, G. 1989. Taksonomi Tumbuhan (Sperma-tophyta). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Tabel 2. Hasil uji kromatografi lapis tipis (KLT) ekstrak etanol labu siam.

Sinar tampak UV 254 UV 366Kandungankimia Rf Tanpa

pereaksiTambahpereaksi

Tanpaperekasi

Tambahpereaksi

Tanpapereaksi

Tambahpereaksi

Ket.

Alkaloid 0,9 Kuning muda Merah Kuning Kuning Hijau muda Hijau kekuningan +

Saponin 0,840,79

--

Merah jambuMerah jambu

--

--

KuningKuning

KuningKuning

++

Kardenolin/Bufadienol

0,41 Hijau muda Kuning merah - - Merah Merah biru +

Flavonoid 0,920,54

--

Kuning mudaKuning muda

--

--

BiruBiru

BiruBiru

++

Page 34: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

Biofarmasi 3 (1): 32-38, Pebruari 2005, ISSN: 1693-2242 2005 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Rimpang TemuIreng (Curcuma aeruginosa Roxb.)

Isolation and identification of flavonoid compounds from Curcuma’s rhizome(Curcuma aeruginosa Roxb.)

KHOIRINA DWI NUGRAHANINGTYAS♥, SABIRIN MATSJEH, TUTIK DWI WAHYUNIJurusan Kimia FMIPA Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta 57126 Korespondensi: Jl. Ir Sutami 36A Surakarta 57126. Telp. & Fax.: +62-271-663375. email: [email protected]

Diterima: 5 Januari 2005. Disetujui: 15 Januari 2005.

Abstract. This research was aimed to isolate and identify the flavonoid compounds from curcuma’ rhizome (Curcumaaeruginosa Roxb: Zingiberaceae). The extraction was carried out by Soxhlet method using petroleum eter, chloroform, n-butanol and methanol as the solvent agent. Those extract then qualitatively tested to identify the presence of flavonoid.Flavonoid then isolated from the extract of petroleum eter by column chromatography. The fraction resulted fromchromatographic was analyzed by thin layer chromatography (TLC) method. Flavonoid identification was tested by colortest, spectrophotometer UV-Vis, IR and GC-MS. The color test result showed that extract of petroleum eter, chloroformand n-butanol contain flavonoid. The analyzed single fraction from column chromatography showed that f2 containisoflavone with 2 methoxy and 1 etil substitutes, f4 contain isoflavone with 2 methoxy substitutes, then f9 containisoflavone with 1 hydroxy and 2 methoxy substitutes.

Keywords: isolation, identification, flavonoid, rizhome, Curcuma aeruginosa Roxb.

PENDAHULUAN

Akhir-akhir ini obat tradisional mulai digemaridan dicari masyarakat modern (kota). Hal ini karenaobat tradisional tak ada (sangat kurang) efeksampingannya dibandingkan obat-obatan dari bahankimia murni, relatif mudah diperoleh dan dapatdiramu sendiri. Salah satu kelemahan obat-obatantradisional adalah belum banyaknyainformasi mengenai kandungan kimiadan senyawa yang bertanggung jawabterhadap aktifitas biologisnya. DepkesRI (1981) mendefinisikan bahwa obattradisional bahan-bahan obat yangberasal dari alam baik dari tumbuhan,hewan, maupun bahan-bahan mineral.

Tanaman temu ireng (Curcumaaeruginosa Roxb) dari familiZingiberaceae merupakan salah satudari sekian banyak tanaman obattradisional yang ada di Indonesia.Tumbuhan ini menurut Syamsuhidayatdan Hutapea (1991) mengandungsaponin, flavonoid, dan polifenol,disamping minyak atsiri.

Ikan (1969) menggolongkanflavonoid menjadi 11 kelas sepertiditunjukkan Gambar 1. Semua kelas inimengandung 15 atom karbon dalaminti dasarnya, yang tersusun dalamkonfigurasi C6-C3-C6 yaitu dua cincinaromatis yang dihubungkan olehsatuan tiga karbon yang dapat atautidak dapat membentuk cincin ketiga.

Perbedaan tingkat oksidasi –C3- penghubung inilahyang menjadi menjadi dasar penggolongan jenisflavonoid.

Modifikasi flavonoid lebih lanjut mungkin terjadipada berbagai tahap dan menghasilkanpenambahan (atau pengurangan) hidroksilasi,metilasi gugus hidroksi inti flavonoid, isoprenilasigugus hidroksi atau inti flavonoid, metilenasi gugus

Gambar 1. Kelas Falvonoid berdasarkan oksidasi rantai C3 (Ikan, 1969).

Page 35: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

NUGRAHANINGTYAS dkk. – Flavonoid pada Curcuma aeruginosa 33

orto-hidroksi, dimerisasi (pembentukan) biflavonoid,pembentukan bisulfat, dan terpenting glikosilasigugus hidroksi (pembentukan flavonoid O-glikosida)atau inti flavonoid (pembentukan flavonoid C-glikosida)(Markham, 1988).

Flavonoid terdapat pada semua bagiantumbuhan hijau, seperti pada: akar, daun, kulitkayu, benang sari, bunga, buah dan biji buah.Sedangkan pada hewan hanya dijumpai padakelenjar bau berang-berang, "sekresi lebah"(propolis) dan dalam sayap kupu-kupu (Harborne,1987). Efek flavonoid terhadap macam-macamorganisme sangat banyak, antara lain sebagaireduktor. Beberapa flavonoid dalam makananmempunyai efek antihipertensi. Isoflavan tertentumerangsang pembentukan estrogen pada mamalia(Robinson, 1995). Isoflavon juga dapat berfungsisebagai antifungal dan insektisidal (Geissman,1962)

BAHAN DAN METODE

Bahan dan alatBahan penelitian yang digunakan adalah rimpang

temu ireng yang berasal dari Kabupaten Bantul,Yogyakarta. Sedangkan pelarut yang digunakanadalah petroleum eter p.a (E Merck), kloroform p. a(BDH), n-butanol, p.a. (E Merck), dan metanol p.a(E Merck). Untuk uji warna digunakan ammoniumhidroksida (Baker analized reagent), vanilin, HCl (EMerck), AlCl3 (E Merck), FeCl3(E Merck), danShinoda test. Selain itu digunakan bahan lain yaitu:plat TLC SG 60 F254(E Merck), Silika Gel Kieselgel60, 43-60 μm (230-400 mesh ASTM: E Merck).

Alat yang digunakan untuk penelitian ini berupaseperakat alat ekstraksi Soxhlet, pemanas mantel,evaporator Buchii, kolom kromatografi, lampu UV(Camac UV-cabinet II), bejana pengembang,spektrofotometer UV-Vis (UV, Milton Roy-Spectronic-300-Array), spektrofotometer inframerah (IR, Shimadzhu FTIR-8201 PC) dankromatografi gas-spektrometer massa (GC-MS,Shimadzu QP-5000).

Isolasi flavonoidRimpang temu ireng sebanyak 1 g dimasukkan

dalam erlenmeyer dan ditambah etanol 25 mL,kemudian dipanaskan sampai mendidih dandilanjutkan dengan penyaringan. Filtrat yangdiperoleh diuapkan, sampai volume pelarut tinggalsetengahnya. Adanya flavonoid diuji denganShinoda Tes.

Tahap selanjutnya adalah mengangin-anginkanrimpang temu ireng pada suhu kamar sampaikering. Rimpang kering dihaluskan, kemudiandimasukkan ke dalam alat ekstraktor Soxhlet.Ekstraksi dilakukan secara berturutan menggunakanpelarut petroleum eter, kloroform, n-butanol danmetanol masing-masing selama 8 jam.

Hasil ekstraksi berupa ekstrak petroleum eter,kloroform, n-butanol dan metanol masing-masingdilakukan uji warna untuk flavonoid. Ekstrak yangpositif mengandung flavonoid kernudian ditentukan

eluen yang sesuai untuk langkah selanjutnya yaitukromatografi kolom.

Penentuan eluen pada ekstrak petroleum eter(PE) dilakukan dengan menggunakan eluen PE-kloroform pada berbagai perbandingan volume.Untuk ekstrak kloroform, eluen yang digunakanadalah kloroform-etil asetat pada berbagaiperbandingan volume. Sedangkan pada ekstrak n-butanol digunakan eluen etil asetat-metanol padaberbagai perbandingan volume. Ekstrak metanoltidak dicari eluen yang sesuai.

Persiapan pertama kromatografi kolom adalahmemanaskan silika gel pada suhu 1600C selama 3jam kemudian didinginkan. Setelah dingin, silikadibuat bubur dan dimasukkan dalam kolom, laludibiarkan semalam.

Ekstrak pekat dilarutkan dalam eluen yangkurang polar dan dimasukkan kolom menggunakanpipet. Sampel dibiarkan turun sampai permukaan-nya hampir “terbuka”, kemudian ditambah eluenpelan-pelan sampai mendapat eluen yang tidakberwarna pada permukaan penyerap. Langkahselanjutnya ditambah eluen, dengan laju elusi 20tetes/menit. Setiap 2 mL eluat, ditampung dalambotol sampel.

Untuk pembagian fraksi, masing-masing botoldianalisis secara fisika menggunakan sinar UV-VISpada = 254 nm dan = 366 nm dan TLC, sertasecara kimia menggunakan uji warna. Fraksitunggal yang mempunyai harga Rf sama dan ujifisika serta kimia sama dikumpulkan, danpelarutnya diuapkan. Selanjutnya dilakukanidentifikasi struktur untuk menggunakanspektrofotometer UV-VIS, IR dan GC-MS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi flavonoidPersiapan awal ekstraksi adalah mengangin-

anginkan rimpang temu ireng yang bertujuan untukmengurangi kadar air. Penghancuran rimpang temuireng berguna untuk memperbesar luas permukaanrimpang temu ireng, sehingga interaksi pelarutdengan senyawa yang akan diambil dapat lebihefektif. Hasil penjaringan flavonoid untuk masing-masing ekstrak yaitu ekstrak petroleum eter (PE),kloroform, n-butanol dan metanol disajikan padaTabel 1.

Tabel 1. Hasil penjaringan flavonoid masing-masingekstrak rimpang temu ireng.

PereaksiEktsrak

petroleumeter

Ekstrakkloroform

Ekstrakn-

butanol

Ekstrakmetanol

Vanilin-HCl mj/+ mj/+ km/+ -Mg/HCl m/+ - - -FeCl3 5% Ha/+ ha/+ ch-ha/+ -AlCl3 5% kf/+ kf/+ oc -

Keterangan: mj: merah jambu, ha: hitam/abu-abu, m:merah, ch: coklat kehijauan, kf: kuning flurosense, oc:orange-coklat, km: kemerahan, +: positif uji flavonoid.

Page 36: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

Biofarmasi 3 (1): 32-38, Pebruari 200534

Dari hasil uji wama terlihat bahwa ekstrak yangmengandung flavonoid adalah ekstrak PE,kloroform, dan n-butanol. Ekstrak metanol tidakpositif terhadap uji warna untuk flavonoid, sehinggadapat disimpulkan bahwa ekstrak metanol tidakmengandung flavonoid. Pemisahan flavonoid daricampuran dilakukan dengan menggunakankramatografi kolom. Sebelum masuk kekromatografi kolom perlu dilakukan penentuaneluen yang sesuai, yaitu yang dapat memisahkansetiap komponen dengan baik. Penentuan eluen inidilakukan dengan TLC untuk ekstrak PE, kloroform,dan n-butanol. Eluen yang memberikan hasilpemisahan terbaik, ditentukan harga Rf-nya dandianalisis dengan sinar UV-VIS pada λ = 254 nmdan λ = 366 nm seperti ditunjukkan pada Tabel 2, 3dan 4.

Tabel 2. Hasil TLC ekstrak petroleum eter dengan eluenPE-Kloroform (1:9).

No.Noda

HargaRf x 100

Warna padaλ = 254 nm

Warna padaλ = 366 nm

12345678910

95797554528211591

hitam-

hitamhitamhitamhitamhitamhitamhitamhitam

-biru muda

------

kuningkuning

Tabel 3. Hasil TLC ekstrak kloroform dengan eluenkloroform-etil asetat(1:2).

No.Noda

HargaRf x 100

Warna padaλ = 254 nm

Warna padaλ = 366 nm

12345678910

958368604431211340

hitamhitamhitamhitamhitamhitamhitamhitamhitamhitam

----------

Tabel 4. Hasil TLC ekstrak n-butanol dengan eluen etilasetat-metanol (1:1).

No.Noda

HargaRf x 100

Warna padaλ = 254 nm

Warna padaλ = 366 nm

1234

9353400

hitamhitamhitamhitam

----

Untuk langkah selanjutnya, yaitu kromatografikolom, digunakan ekstrak PE sebagai sampel yangakan dipisahkan komponen-komponennya. Hal inidengan pertimbangan bahwa ektrak PE memberikanhasil uji warna positif terhadap adanya flavonoid

yang paling banyak dibandingkan ekstrak kloroformdan ekstrak n-butanol. Larutan pengelusi yang akandigunakan adalah campuran pelarut PE-kloroform(1:9; v/v).

Hasil dari kromatografi kolom dibedakanberdasarkan harga Rf. Botol yang berisi fraksitunggal dengan Rf sama dikelompokkan menjadisatu, sehingga diperoleh 9 fraksi tunggal (Tabel 5).Setelah itu dilakukan identifikasi menggunakan ujiwarna dan dilihat kenampakannya dibawah sinarUV-VIS pada λ = 254 nm dan λ = 366 nm .

Tabel 5. Hasil uji warna eluen dari kromatografi kolom.

PereaksiFraksi No.

botol RfUV366nm FeCl3

V-HCl AlCl3

AlCl3

(UV )NH3

(UV)Mg-HCl

12345678

9

1-45,678,

10,1115-17

2718-2628-3435-40

0,950,790,70,550,450,280,210,09

0,01

-bm------

k

hahahahahaha-

ha

ha

mj-

mjmjmjmjmjmj

mj

--------

-

kfkfkfkfkf--kf

kf

--------

-

mmmjmcc--kc

c

keterangan: bm: biru muda, ha: hitam/abu-abu, -: tidakberwarna, mm: merah muda, kf: kuning fluoresense, m:merah, mj: merah jambu, kc: kuning kecoklatan, c:coklat, Mg/HCl: Mg dalam HCl, V-HCl: Vanilin dalam HCl.

Flavonoid adalah turunan senyawa fenolat,sehingga untuk identifikasi awal dapat digunakanpereaksi FeC13. Pereaksi FeCl3, bereaksi dengan ionfenolat. membentuk ion kompleks [Fe(Oar)6]3-. Testfenolat memberikan hasil positif jika setelahbeberapa saat terbentuk warna hijau, merah, ungu,biru atau hitam kuat (Harborne, 1987). Pereaksi lainuntuk identifikasi fenol adalah larutan vanilin-HCl.Test positif memberikan warna merah jambu biru,merah bata atau merah beberapa saat setelahpenambahan pereaksi (Harborne et al., 1975).

Analisis dengan uji warna menunjukkan bahwaf7 bukan flavonoid, karena tidak bereaksi positifterhadap pereaksi FeCl3. Pereaksi ini spesifik untuksenyawa yang merupakan turunan dari fenol, danflavonoid yang merupakan turunan dari fenolseharusnya memberikan uji positif. Fraksi f7memberi test positif terhadap pereaksi vanilin-HCl,yang berarti bahwa f7 merupakan senyawa fenolsederhana atau turunannya. Adapun kedelapanfraksi yang lain memberikan hasil positif turunanfenol.

Harborne et al. (1975) menyatakan bahwapelarut PE bersifat kurang polar, sehingga hanyadapat melarutkan flavonoid yang bersifat kurangpolar. Dilain pihak hasil uji ammonia terhadapkedelapan fraksi yang diduga flavonoid bereaksinegatif. Dari hasil tersebut dapat disimpulkanbahwa jenis flavonoid yang bersifat kurang polaryang mungkin terdapat pada kedelapan fraksiadalah leucoantosianidin (flavan-3,4-diol), flavanon,isoflavon atau katekin (Geissman, 1962)

Page 37: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

NUGRAHANINGTYAS dkk. – Flavonoid pada Curcuma aeruginosa 35

Uji warna menggunakan Mg/HCl untuk fraksi f1,f2 dan f3 menghasilkan warna merah, sehinggadiduga bahwa ketiga fraksi tersebut mengandungflavonoid golongan flavan-3,4-diol, flavanon atauisoflavon. Sedangkan fraksi f4, f5 dan f8menghasilkan warna coklat, sehingga diduga f4, f5dan f9 mengandung flavonoid golongan isoflavon.Uji warna dengan pereaksi Mg/HCl terhadap fraksif6 dan f8 tidak menunjukkan perubahan warna,sehingga diduga kedua fraksi tersebut mengandungflavonoid golongan katekin.

Identifikasi struktur flavonoidIdentifikasi struktur flavonoid yang terkandung

dalam ekstrak PE dilakukan dengan alatspektrofotometer UV-Vis, IR dan GC-MS. Analisisdengan spektrofotometer UV-VIS berguna dalammenentukan golongan senyawa flavanoid. Analisispenting lainnya adalah menggunakanspektrofotometer IR untuk menentukan gugusfungsional dalam suatu senyawa, dilanjutkananalisis spektra GC-MS untuk menentukan struktursenyawa tersebut. Hasil analisis denganspektrofotometer UV dan IR menunjukkan bahwahanya f2, f4 dan f9 yang merupakan isoflavon.Karena diduga bahwa senyawa aktif dalam rimpangtemu ireng adalah isoflavon, maka identifikasistruktur lebih lanjut hanya dilakukan pada fraksi f2,f4 dan f9.

Identifikasi struktur flavonoid fraksi f2Spektrum UV-VIS fraksi f2 seperti pada Gambar

2 bentuknya sama dengan bentuk spektrumisoflavon (Markham, 1988). Gambar spektrum UV-Vis ini memperlihatkan adanya panjang gelombangmaksimum pada 207 nm dan bahu pada 250 nm-300 nm. Adanya satu puncak serapan maksimumdan bahu memberi petunjuk bahwa fraksi f2mengandung senyawa isoflavon

Gambar 2. Spektrum UV-VIS fraksi f2.

Analisis selanjutnya menggunakanspektrofotometer IR untuk menentukan gugus-gugus fungsional senyawa yang berada pada fraksif2 ditunjukkan oleh Gambar 3.

Gambar 3. Spektrum infra merah fraksi f2

Berdasarkan Gambar 3 tersebut dapat dilihatadanya pitakuat pada 1714,6 cm-1 yang spesifikuntuk gugus karbonil. Serapan tajam pada 1261,4cm-1 dan 1217,0 muncul dari vibrasi gugus C-Oyang terkonjugasi. Pita pada 1091,6 dan 1029,9 cm-

1 merupakan serapan dari gugus metoksi. Pita pada3020,3 cm-1 berasal dari =C-H str dengan didukungoleh pita-pita antara 1600 cm-1 dan 1500 cm-1

menunjukkan keberadaan inti aromatis. Pita kecillemah yaitu pada 1652,9 cm-1 berasal dari gugusvinyl. Pita-pita pada daerah dibawah 3000 cm-1 dandiperkuat oleh pita-pita disekitar 1450 cm-1

menyatakan adanya alkyl yaitu metilen.Berdasarkan analisis terhadap spektrum padaGambar 3, dapat disimpulkan bahwa f2mengandung senyawa aromatis, gugus C=O, C-O,vinyl, -CH2- dan gugus metoksi.

Untuk penentuan struktur senyawa pada fraksif2, maka dilakukan analisis dengan alatkromatografi gas dilanjutkan dengan spektramassa. Analisis flavonoid dengan MS fraksi f2 inidilakukan terhadap 1 puncak utama dan didapathasil seperti disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Spektra massa puncak fraksi f2.

Spektra fraksi f2 menunjukkan adanya puncakdasar pada m/z = 158 dan puncak-puncak lain pdam/z = 295, 186 dan 128. Puncak dengan limpahankecil pada m/z = 295 berasal dari ion molekul yangmelepaskan metal (M+- 15). Ion molekulnya sendiriyaitu pada m/z = 310 tidak terlihat sebagai puncak,karena ion molekulnya kurang stabil.

Lepasnya radikal C7H7O2 diikuti oleh penatanulang 2H dan lepasnya H2 dari ion molekulditunjukkan oleh limpahan pada m/z = 186 (M+-125). Isoflavon ini mengalami pemecahankarakteristik menjadi 2 bagian yaitu pada m/z =160 dan pada m/z = 150. Puncak-puncak ini tidakterlihat karena tidak stabil. Keberadaan m/z = 150dapat dilihat dari adanya limpahan pada m/z = 149yang berasal dari lepasnya 1H dari puncakkarakteristik (M+- 150).

Page 38: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

Biofarmasi 3 (1): 32-38, Pebruari 200536

Puncak dasar yaitu puncak dengan limpahanterbesar mempunyai m/z = 159 berasal daripecahan karakteristik untuk isoflavon dari ionmolekulnya yang telah melepaskan H2. Puncak padam/z = 158 ini juga dapat terjadi dari puncak m/z =186 yang melepaskan gugus karbon monoksida(CO) yang diikuti oleh penataan ulang dari 1 H.Lepasnya gugus CH2O dari puncak dasar terlihatpada limpahan yang cukup besar pada m/z = 128.Berdasarkan analisis tersebut, serta didukung olehanalisis dengan uji warna, spektrofotometer UV-Vis,dan IR, maka dapat dibuat fragmentasi dari fraksi f2seperti disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Fragmentasi spektra massa fraksi f2.

Identifikasi struktur flavonoid fraksi f4Identifikasi struktur flavonoid fraksi f4 pertama

kali dengan spektrofotometer UV-Vis disajikan padaGambar 6.

Gambar 6. Spektrum UV-VIS fraksi f4.

Hal yang menarik adalah bahwa spektrum UV-VIS fraksi f4 juga sesuai dengan spektrum UV-VISuntuk isoflavon, hanya ada sedikit perbedaanbentuk spektrum dan panjang gelombangnya. Halini dimungkinkan karena perbedaan gugussubstituennya. Berdasarkan keterangan ini, makadisimpulkan bahwa fraksi f4 mengandung isoflavondengan sustituen gugus yang menyebabkanterjadinya pergeseran hipsokromik, denganperbedaan jenis ataupun jumlah gugushipsokromiknya. Analisis selanjutnya adalahmenggunakan spektrofotometer IR untukmenentukan gugus-gugus fungsional yang ada padafraksi f4 seperti disajikan Gambar 7.

Gambar 7. Spektrum infra merah fraksi f4.

Spektrum infra merah f4, seperti ditunjukkanoleh Gambar 7 dapat diterangkan sebagai berikut:Pita kuat tajam pada 1712,7 cm-1 adalahkarakteristikuntuk gugus karbonil. Pita pada 3020,3cm-1 dari =C-H str diperkuat oleh pita-pita pada1558,4 cm-1 memberi petunjuk adanya gugusaromatis, sedangkan serapan tajam pada 1652,9cm-1 berasal dari gugus vinyl. Serapan berupa pitapada 2927,7 cm-1 dan 2871,8 cm-1 diperkuat olehpita pada 1458 cm-1 dan 1363,6 cm-1 yang berasaldari gugus alkyl yaitu metal. Pita yang paling kuatyaitu pada 1215,1 cm-1 memberi keterangan yangjelas tentang adanya gugus C-O.

Dari seluruh keterangan yang diperoleh dalamanalisis spektrum infra merah f4 dapat disimpulkanbahwa senyawa mempunyai gugus aromatis, C=O, -C-O dan paling sedikit satu gugus –CH3.

Analisis struktur lebih lanjut dilakukan denganalat GC-MS, diperoleh kromatogram fraksi f4.Identifikasi struktur dilakukan terhadap 1 puncakutama yang diperkirakan berasal dari flavonoid.Hasil spektra massa fraksi f4 disajikan pada Gambar8.

Gambar 8. Spektra massa fraksi f4.

Dari spektra Gambar 8 terlihat bahwa m/zterbesar adalah 281, yang berarti bukan ionmolekul, karena m/z-nya ganjil. Berdasarkan hasilanalisis sebelumnya, maka spektra ini berasal dariisaoflavon dengan subtituen 2 gugus metoksi. Ionmolekul tidak terdeteksi karena tidak stabil. Spektramempunyai puncak dasar pada m/z = 163, denganpuncak-puncak lain pada m/z 281, 232, 149, 133,dan lain-lain. Fragmentasi senyawa ini disajikanGambar 9.

Page 39: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

NUGRAHANINGTYAS dkk. – Flavonoid pada Curcuma aeruginosa 37

Gambar 9. Fragmentasi fraksi f4.

Identifikasi struktur flavonoid fraksi f9Analisis terhadap spektrum UV-Vis fraksi f9

memperlihatkan serapan maksimum dan bahuseperti disajikan Gambar 10, sehingga diduga fraksif9 adalah isoflavon.

Gambar 10. Spektrum UV-Vis fraksi f9.

Analisis lebih lanjut dilakukan dengan spektrainfra merah ditunjukkan Gambar 11. Berdasarkanspektrum tersebut diperoleh keterangan sebagaiberikut: Pita kuat dan tajam pada 1710,7 cm-1

karakteristik gugus karbonil. Serapan berupa pitamelebar pada 3415,7 cm-1 menyatakan adanyagugus hidroksi (-OH) diperkuat oleh anya gugus –C-O pada 1300 cm -1 – 1000 cm-1, yang juga berasaldari gugus eter.

Gambar 11. Spektrum infra merah fraksi f9.

Pita pada 3155,3 cm-1 berasal dari Csp2-H straromatic, yang didukung oleh pita-pita antara 1600cm-1 dan 1500 cm-1. Sedangkan pita-pita antara3000 cm-1 dan 2800 cm-1 adalah berasal dari gugusalkyl. Adanya pita-pita pada 1467,7 cm-1 dan1382,9 cm-1 menyatakan bahwa gugus tersebutadalah metal. Hal ini dapat disimpulkan bahwafraksi f9 mempunyai gugus aromatik, -OH, eter dan–CH3.

Hasil kromatogram GC-MS fraksi f9menunjukkan adanya 20 puncak, dengan puncakutama no. 20. Spektra GC-MS untuk puncak no. 20seperti disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12. Spektra massa fraksi f9.

Spektra GC-MS fraksi f9 memberi petunjukadanya limpahan sebagai puncak dasar pada m/z =149 dan puncak-puncak lain pada m/z = 167, 132,123 dan 104. Berdasarkan analisis dengan uji warnadan terhadap spektra UV-Vis, IR dan GC-MS, dapatdisimpulkan bahwa fraksi f9 mengandung isoflavondengan subtituen 2 gugus metoksi dan 1 gugushidroksi. Keseluruhan fragmentasi spektra GC-MSuntuk fraksi f9 disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13. Fragmentasi spektra massa fraksi f9.

KESIMPULAN DAN SARAN

Ekstrak petroleum eter, kloroform dan n-butanolrimpang temu ireng mengandung flavonoid,sedangkan ekstrak metanol tidak mengandungflavonoid. Flavonoid dalam ekstrak petroleum eterdapat dipisahkan dengan cara kromatografi kolommenggunakan eluen petroleum eter-kloroform = 1:9 (vlv), penyerap silika gel merk kiese1ge160 43-60mm (230-400 mesh) dan kecepatan eluen 20tetes/menit. Ekstrak petroleum eter mengandungsenyawa flavonoid golongan isoflavon yangdiperkirakan mempunyai struktur:

Page 40: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

Biofarmasi 3 (1): 32-38, Pebruari 200538

Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjutpada ekstrak kloroform dan n-butanol rimpang temuireng; perlu penelitian lebih lanjut terhadap senya-wa yang telah berhasil diisolasi dari rimpang temuireng sehubungan dengan aktifitas biologisnya.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan (Depkes) RI. 1981. PemanfaatanTanaman Obat. edisi kedua. Jakarta: DepartemenKesehatan RI.

Geissman, T.A. 1962. The Chemistry of FlavonoidCompounds. New York: The Macmillan Company.

Harborne, J.B., T.J. Mabry, and H. Mabry. 1975. TheFlavonoid. London: Chapman and Hall.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun CaraModern Menganalisis Tumbuhan. Penerjemah:Padmawinata, K. Terbitan kedua. Bandung: PenerbitITB.

Ikan, R. 1969. Natural products (A loboratory Guide).Jerusalem: The Hebrew University of Jerusalem.

Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid.Penerjemah: Padmawinata, K. Bandung: Penerbit ITB.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi.Penerjemah: Padmawinata, K. Bandung: Penerbit ITB.

Syamsuhidayat, S.S. dan J.R. Hutapea. 1991. InvetarisTanaman Obat Indonesia. Jilid I. Jakarta: DepartemenKesehatan RI.

Page 41: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

PEDOMAN UNTUK PENULISFormat penulisan pada nomor ini merupakan acuan utama

bagi para penulis, adapun pedoman ini hanya merupakanringkasannya. Setiap naskah harus disertai surat pengantar yangmenyatakan bahwa tulisan merupakan hasil karya penulis ataupara penulis dan belum pernah dipublikasikan. Penulis dimintamengirimkan dua kopi naskah dan satu disket ukuran 3½”,kecuali naskah yang dikirim melalui e-mail. Pada koreksi terakhirkembali diminta satu disket untuk pencetakan.

Tulisan diketik pada satu sisi kertas putih, ukuran A4(210x297 mm2), dalam satu kolom, menggunakan spasi ganda,jenis huruf Times New Roman, ukuran 12 point, dengan jaraktepi 2 cm di semua sisi. Program pengolah kata atau jenis huruftambahan dapat digunakan, namun harus PC compatible danberbasis Microsoft Word. Nama ilmiah (genus, spesies, author),dan kultivar atau strain disebutkan secara lengkap padapenyebutan pertama kali. Nama genus dapat disingkatsetelahnya penyebutan yang pertama, kecuali menimbulkankerancuan. Nama author dapat dihilangkan setelah penyebutanpertama. Misalnya pertama kali ditulis Rhizopus oryzae L. UICC524, selanjutnya ditulis R. oryzae UICC 524. Nama daerah dapatdicantumkan apabila tidak menimbulkan makna ganda.Penyebutan nama ilmiah secara lengkap dapat diulang padabagian Bahan dan Metode. Tatanama kimia dan biokimiamengikuti aturan IUPAC-IUB. Simbol-simbol kimia standar danpenyingkatan untuk nama kimia dapat dilakukan apabila jelasdan umum digunakan, misalnya pertama kali ditulis lengkapbutilat hidroksitoluen (BHT) selanjutnya ditulis BHT. Ukuranmetrik menggunakan satuan SI, penggunaan satuan lain harusdiikuti nilai ekuivalen dengan satuan SI pada penyebutanpertama. Penyingkatan satuan, seperti g, mg, ml, dansebagainya tidak diikuti titik. Indek minus (m-2, l-1, h-1)disarankan untuk digunakan, kecuali dalam hal-hal seperti “per-tanaman” atau “per-plot”. Persamaan matematika tidak selaludapat dituliskan dalam satu kolom dengan teks, untuk itu dapatditulis secara terpisah. Angka satu hingga sepuluh dinyatakandengan kata-kata, kecuali apabila berhubungan denganpengukuran, sedangkan nilai di atasnya dituliskan dalam angka,kecuali di awal kalimat. Pecahan sebaiknya dinyatakan dalamdesimal. Dalam teks digunakan “%” bukannya “persen”.Pengungkapan ide dengan kalimat yang rumit dan bertele-teleperlu dihindari, sebaiknya digunakan kalimat yang efektif danefisien. Naskah hasil penelitian diharapkan tidak lebih dari 25halaman (termasuk gambar dan tabel), naskah telaah pustakamenyesuaikan, masing-masing halaman berisi 700-800 kata,atau sebanding dengan naskah dalam nomor penerbitan ini.

Judul ditulis secara padat, jelas, dan informatif, maksimum20 kata. Judul ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris untuknaskah dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris saja untuknaskah dalam bahasa Inggris. Naskah yang terlalu panjang dapatdibuat berseri, tetapi naskah demikian jarang diterbitkan jurnalini. Judul pelari (running title) sekitar 5 kata. Nama penulisatau para penulis pada naskah kelompok ditulis secara lengkapdan tidak disingkat. Nama dan alamat institusi ditulis lengkapdengan nama dan nomor jalan (lokasi), kode pos, nomor telepon,nomor faksimili, alamat e-mail dan website. Pada naskahkelompok perlu ditunjukkan penulis untuk korespondensi besertaalamat dengan urutan seperti di atas. Abstract sebaiknya tidaklebih dari 200 kata, ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggrisuntuk naskah dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sajauntuk naskah dalam bahasa Inggris. Kata kunci (Keywords)sekitar 5 kata, meliputi nama ilmiah dan daerah (apabila ada),topik penelitian dan metode-metode khusus yang digunakan.Pendahuluan (Introduction) sekitar 400-600 kata, meliputi latarbelakang, tinjauan pustaka dan tujuan penelitian. Bahan danMetode (Materials and Methods) sebaiknya ditekankan pada carakerja dan cara analisis data. Hasil dan Pembahasan (Resultsand Discussion) ditulis sebagai satu rangkaian, pada tulisan yangcukup panjang sebaiknya dibuat beberapa sub judul.Pembahasan merupakan jawaban pertanyaan mengapa danbagaimana hasil penelitian dapat terjadi, bukan sekedarmengungkapkan kembali hasil penelitian dalam bentuk kalimat.Pembahasan yang lengkap dan menyeluruh lebih disukai daripada pembahasan yang tidak tuntas. Naskah telaah pustakatanpa sub judul Bahan dan Metode, serta Hasil dan Pembahasan.Kesimpulan (Conclusion) sebaiknya tetap diberikan, meskipunbiasanya sudah terungkap pada Hasil dan Pembahasan. Ucapanterima kasih (Acknowledgments) apabila diperlukan ditulissecara singkat. Gambar dan Tabel maksimum 3 halaman, dapatdibuat dengan tinta cina atau printer laser. Judul gambar ditulisdi bawah gambar, sedangkan judul table ditulis di atas tabel. Fotodicetak pada kertas glossy dan diberi keterangan. Gambarberwarna dapat diterima apabila informasi ilmiah dalam naskahdapat hilang tanpa gambar tersebut. Setiap gambar dan fotosebaiknya menyertakan file digital. Penulis dianjurkan

menyertakan foto atau gambar untuk sampul depan, meskipuntidak dimuat dalam naskah sendiri. Tidak ada lampiran, semuadata atau analisis data dimasukkan dalam Hasil dan Pembahasan.

Pustaka dalam naskah ditulis dalam bentuk nama belakangpenulis dan tahun. Pada kalimat yang diacu dari beberapapenulis, maka nama penulis diurutkan berdasarkan kebaharuanpustaka. Naskah yang ditulis oleh dua penulis, maka namakeduanya disebutkan, sedang naskah yang ditulis oleh tigapenulis atau lebih, maka hanya nama penulis pertama ditulisdiikuti et al. atau dkk., misalnya: Sprent dan Sprent (1990) atau(Suranto et al., 1998; Baker and Manwell, 1991; Smith 1982a,b). Pada sitasi bertingkat digunakan kata cit atau dalam,misalnya (Gyorgy, 1991 cit Coward, 1999) atau Gyorgy (1991,dalam Coward, 1999).

Daftar Pustaka diketik dengan spasi ganda. Sitasi mengikutiCBE-ELSE-Vancouver style dengan modifikasi sebagai berikut:Jurnal:Suranto, S., K.H. Gough, D.D. Shukla, and C.K. Pallaghy. 1998.

Coat protein sequence of Krish-infecting strain of Johnson-grass mosaic potyvirus. Archives of Virology 143: 1015-1020.

Buku:Sprent, J.I, and P. Sprent. 1990. Nitrogen Fixing Organisms: Pure

and Applied Aspects. London: Chapman and Hall.Bab dalam buku:Baker, C.M.A. and C. Manwell. 1991. Population genetics,

molecular markers and gene conservation of bovine breeds.In: Hickman, C.G. (ed.). Cattle Genetic Resources.Amsterdam: Elsevier Science Publishers B.V.

Abstrak:Liu, Q., S. Salih, J. Ingersoll, R. Meng, L. Owens, and F.

Hammerschlag. 2000. Response of transgenic ‘Royal Gala’apple (Malus x domestica Borkh.) shoots, containing themodified cecropin MB39 gene to Erwinia amylovora [084].Abstracts of 97th Annual International Conference of theAmerican Society for Horticultural Science. Lake Buena Vista,Flo., 23-26 July 2000.

Prosiding:Alikodra, H.S. 2000. Keanekaragaman hayati bagi pembangunan

daerah otonom. Dalam: Setyawan, A.D. dan Sutarno (ed.).Menuju Taman Nasional Gunung Lawu, Prosiding SemilokaNasional Konservasi Biodiversitas untuk Perlindungan danPenyelamatan Plasma Nutfah di Pulau Jawa. Surakarta, 17-20 Juli 2000.

Skripsi, Tesis, Disertasi:Purwoko, T. 2001. Biotransformasi Isoflavon oleh Rhizopus

oryzae UICC 524 dan Aktivitas Antioksidan Isoflavon Aglikondari Tempe terhadap Oksidasi Minyak Kedelai [Tesis].Jakarta: Universitas Indonesia.

Informasi dari Internet:Rosauer, D. 1998. Forest Disturbance and Succession. http://

www.anu.edu.au/Forestry/silvinative/daniel/chapter1/1.1.html

Naskah publikasi “in press” dapat disitasi dan dicantumkandalam daftar pustaka. “Komunikasi pribadi” dapat disitasi, tetapitidak dapat dicantumkan dalam daftar pustaka. Penelitian yangtidak dipublikasi-kan atau sedang dalam tahap pengajuanpublikasi tidak dapat disitasi.

Beberapa catatan tambahan. Naskah diketik tanpa tandahubung (-), kecuali kata ulang. Penggunaan huruf “l” (el) untuk“1” (satu) atau “O” (oh) untuk “0” (nol) perlu dihindari. Simbol ,, , dan lain-lain dimasukkan melalui fasilitas insert, bukanmengubah jenis huruf. Kata-kata dan tanda baca sesudahnyatidak diberi spasi.

Kemajuan Naskah. Pemberitahuan naskah dapat diterima atauditolak akan diberitahukan sekitar satu bulan setelah pengiriman.Naskah dapat ditolak apabila materi yang dikemukakan tidaksesuai dengan misi jurnal, kualitas materi rendah, format tidaksesuai, gaya bahasa terlalu rumit, terjadi ketidakjujuran keaslianpenelitian, dan korespondensi tidak ditanggapi. Penulis ataupenulis pertama pada naskah kelompok akan mendapatkan satueksemplar jurnal yang memuat tulisannya selambat-lambatnyasebulan setelah naskah diterbitkan. Penulis akan kembali men-dapatkan satu eksemplar jurnal nomor penerbitan berikutnya.

PENTING: Penulis atau para penulis dalam naskah kelompoksetuju memindahkan hak cipta (copyright) naskah yang diterbit-kan Biofarmasi, Journal of Pharmacological and BiologicalSciences kepada Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta. Penulistidak lagi diperkenankan menerbitkan naskah secara utuh tanpaijin penerbit. Penulis atau pihak lain diperkenankan mem-perbanyak naskah dalam jurnal ini selama tidak untuk tujuankomersial. Untuk penemuan baru, penulis disarankan mengurushak patennya sebelum mempublikasikan dalam jurnal ini.

Page 42: Journal of Natural Products Biochemistry - PRODI …biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0301/F030100aaALL.pdf · Biofarmasi Journal of Natural Products Biochemistry VOLUME 3 NOMOR 1 PEBRUARI

Biofarmasi

Jou

rna

l o

fN

atu

ral

Pro

du

cts

Bio

che

mis

try

VOLUME 3NOMOR 1

PEBRUARI 2005ISSN: 1693-2242

Kadar Glukosa dan Kolesterol Total Darah Tikus Putih(Rattus norvegicus L.) Hiperglikemik setelahPemberian Ekstrak Metanol Akar Meniran(Phyllanthus niruri L.) CHASBI FAHRI, SUTARNO, SHANTI LISTYAWATI

1-6

Pertumbuhan, Kandungan Nitrogen, Klorofil danKarotenoid Daun Gynura procumbens (Lour) Merr. padaTingkat Naungan Berbeda SRI WAHYUDYANA HURIP PRADNYAWAN,

WIDYA MUDYANTINI, MARSUSI

7-10

Pertumbuhan, Kadar Saponin dan Nitrogen JaringanTanaman Daun Sendok (Plantago major L.) padaPemberian Asam Giberelat (GA3) LYA KHRISTYANA, ENDANG ANGGARWULAN, MARSUSI

11-15

Pengaruh Asam Indol Asetat terhadap Pertumbuhan,Jumlah, dan Diameter Sel Sekretori Rimpang TanamanKunyit (Curcuma domestica Val.) ARTA WIJAYATI, SOLICHATUN, SUGIYARTO

16-21

Analisis Minyak Atsiri pada Tumbuhan Paku(Pterydophyta) di Kawasan Air Terjun PangajaranKecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang YUYUN MARINI, SUTARNO, AHMAD DWI SETYAWAN

22-25

Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis TipisKomponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq.Swartz.) dalam Ekstrak Etanol SOERYA DEWI MARLIANA, VENTY SURYANTI, SUYONO

26-31

Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalamRimpang Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) KHOIRINA DWI NUGRAHANINGTYAS, SABIRIN MATSJEH,

TUTIK DWI WAHYUNI

32-38

Terbit dua kali setahun