jejak pendapat e-katalog

1
Manfaat yang terlihat Apa manfaatnya? Pertama, e-katalog menjadikan proses pengadaan barang/jasa di sektor publik lebih efisien. Waktu pengadaan yang pendek dan persaingan sehat rekanan menunguntungkan pemerintah dalam mendapatkan harga terbaik. Kedua, e-katalog juga dapat meningkatkan transparansi. Dalam kasus koneksi Internet, semua ISP memberikan harga layanan secara terbuka. Dengan demikian, masalah kebocoran anggaran yang sering terjadi dalam pengadaaan barang/jasa bisa ditekan. Ketiga, e-katalog yang menyederhanakan proses akan mengundang semakin banyak rekanan untuk berpartisipasi. E-katalog telah menghilangkan administrasi dan proses pengadaan barang/jasa yang cenderung rumit (red tape). Manfaat seperti ini akan semakin terasa, ketika semakin banyak barang/jasa yang dimasukkan ke dalam e-katalog. Harapan ini dilengkapi dengan kampanye LKPP untuk penggunaan e-procurement untuk 100% dalam pengadaan barang/jasa sektor publik. Kampanye ini bisa dikaitkan dengan Instruksi Presiden No. 17/2011 tentang pencegahan dan pemberantasan korupsi, yang mengharuskan lembaga pemerintah pada tahun 2012 melakukan lelang secara online: sebanyak 40% anggaran pengadaan (untuk provinsi/kabupaten/kota) dan 75% (untuk lembaga di pusat). Apakah semuanya akan berjalan mulus? Belum tentu. Pencapaian Sampai saat ini, belum ada statistik resmi capaian instruksi ini, termasuk sanksi apa yang diberikan kepada lembaga pemerintah yang gagal mencapai target. Namun demikian, tidak sulit untuk memprediksi, bahwa untuk beberapa lembaga pemerintah yang berkomitmen tinggi nampaknya target yang diset tidak terlalu sulit dicapai, dan bahkan mudah untuk dilalui. Kota Yogyakarta adalah salah satu contoh pionir e-procurement di Indonesia untuk tingkat pemerintah kabupaten/kota, selain Surabaya dan Bogor. Data dari lapangan menunjukkan bahwa penggunaane-procurement selain memberikan efisiensi harga, juga telah menjadikan proses lelang semakin cepat, disamping menjadikan petugas pengadaan bebas dari ‘teror’. Namun menjadi pionir tentu tidak cukup, seperti halnya kabupaten/kota lain, jika initiatif tidak dikawal secara konsisten secara terus menerus. Beberapa di antaranya adalah dengan ‘melembagakan’ e-procurement, menjadikannya sebagai rutinitas dan memberikan dukungan politik yang pantang surut. Kontradiksi Sebaliknya, beberapa lembaga pemerintah lain, terutama di daerah, sangat mungkin harus berjuang keras untuk mencapainya. Kendala teknis bisa jadi hanya sebagian kecil masalah. Kendala non-teknis lebih mendominiasi. E-procurement sebagai bagian dari inisiatif e-government adalah keputusan politik yang tidak steril dari tarik-ulur kepentingan. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa konflik kepentingan antaraktor menjadi penghambat utama pelaksanaan e-procurement di banyak lembaga. Tidak jarang beragam ‘trik’ dilakukan untuk tetap melanggengkan praktik lama, tetapi tetap mendapatkan legitimasi bahwa sebuah lembaga telah mengadopsi e-procurement. Komentar Mengingat masih terjalnya jalan yang harus ditempuh menuju pengadaan barang/jasa yang semakin bermartabat dan bersih, partisipasi aktif yang tulus dari semakin banyak lembaga pemerintah adalah keniscayaan. Smart Report LKPP, sampai 14 Januari 2013 menunjukkan bahwa inisiatif e-procurement yang dimulai pada 2008, telah memfasilitasi lebih dari 100.000 lelang online, digunakan oleh lebih dari 270.000 rekanan, memberikan efisiensi sebanyak 11.20% (lebih dari Rp 19 triliun) dari total pagu aggaran lebih dari Rp 172 triliun. Terkait dengan hal ini, Direktur E-Procurement LKPP, Ikak G. Patriastomo dalam komunikasi personal dengan penulis menyatakan, Isu keberlanjutan suatu gerakan terjadi bila partisipasinya bersifat masif. Partisipasi semua pihak memerlukan sifat dan pendekatan yang memberi ruang semua pihak yang ingin mengambil peran. Tidak boleh ada dominasi dalam gerakan seperti ini, walaupun tetap diperlukan pengikat sehingga tidak menjadi gerakan acak.” Prinsip yang mendasari inisiatif e-procurement ini, nampaknya dapat menjadikannya sebagai contoh untuk inisiatif nasional lain yang serupa. Karenanya, tidaklah berlebihan kalau kita memberikan apresiasi kepada LKPP dan segenap jajarannya di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di seluruh Indonesia. Apakah e-procurement, termasuk e-katalog, benar-benar dapat menghilangkan korupsi? Inilah pertanyaan yang sering penulis dapatkan ketika melakukan presentasi tentang e-procurement di Indonesia pada beragam konferensi internasional. Jawaban penulis, sambil tersenyum, cukup singkat, “Ya, tetapi …”. Harapan untuk Indonesia yang semakin bersih itu ada, dan marilah terus berharap!

Upload: hajarmalaghawa

Post on 16-Sep-2015

8 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Mengenai e-katalogue LKPP saat ini

TRANSCRIPT

  • Manfaat yang terlihat

    Apa manfaatnya? Pertama, e-katalog menjadikan proses pengadaan barang/jasa di sektor publik lebih efisien.

    Waktu pengadaan yang pendek dan persaingan sehat rekanan menunguntungkan pemerintah dalam

    mendapatkan harga terbaik. Kedua, e-katalog juga dapat meningkatkan transparansi. Dalam kasus koneksi

    Internet, semua ISP memberikan harga layanan secara terbuka. Dengan demikian, masalah kebocoran

    anggaran yang sering terjadi dalam pengadaaan barang/jasa bisa ditekan. Ketiga, e-katalog yang

    menyederhanakan proses akan mengundang semakin banyak rekanan untuk berpartisipasi. E-katalog telah

    menghilangkan administrasi dan proses pengadaan barang/jasa yang cenderung rumit (red tape). Manfaat

    seperti ini akan semakin terasa, ketika semakin banyak barang/jasa yang dimasukkan ke dalam e-katalog.

    Harapan ini dilengkapi dengan kampanye LKPP untuk penggunaan e-procurement untuk 100% dalam pengadaan

    barang/jasa sektor publik. Kampanye ini bisa dikaitkan dengan Instruksi Presiden No. 17/2011 tentang pencegahan dan pemberantasan korupsi, yang mengharuskan lembaga pemerintah pada tahun 2012 melakukan lelang secara online: sebanyak 40% anggaran pengadaan (untuk provinsi/kabupaten/kota) dan 75% (untuk lembaga di pusat). Apakah semuanya akan berjalan mulus? Belum tentu. Pencapaian Sampai saat ini, belum ada statistik resmi capaian instruksi ini, termasuk sanksi apa yang diberikan kepada lembaga pemerintah yang gagal mencapai target. Namun demikian, tidak sulit untuk memprediksi, bahwa untuk beberapa lembaga pemerintah yang berkomitmen tinggi nampaknya target yang diset tidak terlalu sulit dicapai, dan bahkan mudah untuk dilalui. Kota Yogyakarta adalah salah satu contoh pionir e-procurement di Indonesia untuk tingkat pemerintah kabupaten/kota, selain Surabaya dan Bogor. Data dari lapangan menunjukkan bahwa penggunaane-procurement selain memberikan efisiensi harga, juga telah menjadikan proses lelang semakin cepat, disamping menjadikan petugas pengadaan bebas dari teror. Namun menjadi pionir tentu tidak cukup, seperti halnya kabupaten/kota lain, jika initiatif tidak dikawal secara konsisten secara terus menerus. Beberapa di antaranya adalah dengan melembagakan e-procurement, menjadikannya sebagai rutinitas dan memberikan dukungan politik yang pantang surut. Kontradiksi Sebaliknya, beberapa lembaga pemerintah lain, terutama di daerah, sangat mungkin harus berjuang keras untuk mencapainya. Kendala teknis bisa jadi hanya sebagian kecil masalah. Kendala non-teknis lebih mendominiasi. E-procurement sebagai bagian dari inisiatif e-government adalah keputusan politik yang tidak steril dari tarik-ulur kepentingan. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa konflik kepentingan antaraktor menjadi penghambat utama pelaksanaan e-procurement di banyak lembaga. Tidak jarang beragam trik dilakukan untuk tetap melanggengkan praktik lama, tetapi tetap mendapatkan legitimasi bahwa sebuah lembaga telah mengadopsi e-procurement. Komentar Mengingat masih terjalnya jalan yang harus ditempuh menuju pengadaan barang/jasa yang semakin bermartabat dan bersih, partisipasi aktif yang tulus dari semakin banyak lembaga pemerintah adalah keniscayaan. Smart Report LKPP, sampai 14 Januari 2013 menunjukkan bahwa inisiatif e-procurement yang dimulai pada 2008, telah memfasilitasi lebih dari 100.000 lelang online, digunakan oleh lebih dari 270.000 rekanan, memberikan efisiensi sebanyak 11.20% (lebih dari Rp 19 triliun) dari total pagu aggaran lebih dari Rp 172 triliun. Terkait dengan hal ini, Direktur E-Procurement LKPP, Ikak G. Patriastomo dalam komunikasi personal dengan penulis menyatakan, Isu keberlanjutan suatu gerakan terjadi bila partisipasinya bersifat masif. Partisipasi semua pihak memerlukan sifat dan pendekatan yang memberi ruang semua pihak yang ingin mengambil peran. Tidak boleh ada dominasi dalam gerakan seperti ini, walaupun tetap diperlukan pengikat sehingga tidak menjadi gerakan acak. Prinsip yang mendasari inisiatif e-procurement ini, nampaknya dapat menjadikannya sebagai contoh untuk inisiatif nasional lain yang serupa. Karenanya, tidaklah berlebihan kalau kita memberikan apresiasi kepada LKPP dan segenap jajarannya di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di seluruh Indonesia. Apakah e-procurement, termasuk e-katalog, benar-benar dapat menghilangkan korupsi? Inilah pertanyaan yang sering penulis dapatkan ketika melakukan presentasi tentang e-procurement di Indonesia pada beragam

    konferensi internasional. Jawaban penulis, sambil tersenyum, cukup singkat, Ya, tetapi . Harapan untuk Indonesia yang semakin bersih itu ada, dan marilah terus berharap!