jantung kura fix

19
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori Jantung merupakan suatu organ yang berdenyut dengan irama tertentu (kontraksi ritmik). Jantung memiliki fungsi utama sebagai pemompa darah ke arah sirkulasi sistemik maupun pulmoner dan menerima darah dari sistem vena (berasal dari jaringan- jaringan dan organ-organ) (Akmarawita 2005). Proses memompa jantung secara efektif dikontrol oleh saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Stimulasi saraf simpatis dapat menaikkan kontraksi jantung hingga dua kali normal oleh karena itu volume pemompaan darah meningkat dan menaikkan tekanan ejeksi. Stimulasi kuat saraf parasimpatis pada nerves vagus sampai jantung dapat menghentikan denyut jantung dalam beberapa detik (Guyton, 2006). Sifat-sifat utama jantung meliputi, inotropik (contractility), chronotropik (rhytmicity), bathmotropik (exitability), dromotropik (conductivity). Sifat-sifat tersebut akan diamati dalam percobaan. Praktikum yang akan dilakukan menggunakan jantung kura-kura. Kura-kura merupakan hewan poikilotermik, dimana suhu tubuh mereka cocok dengan suhu lingkungannya. Berbeda dengan mamalia yang termasuk hewan homoeotermik. Begitupun anatomi jantungnya berbeda dengan anatomi jantung mamalia. Anatomi jantung 1

Upload: anggreta-auriadini

Post on 02-Jan-2016

158 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

jantung

TRANSCRIPT

Page 1: Jantung Kura Fix

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Teori

Jantung merupakan suatu organ yang berdenyut dengan irama tertentu

(kontraksi ritmik). Jantung memiliki fungsi utama sebagai pemompa darah ke

arah sirkulasi sistemik maupun pulmoner dan menerima darah dari sistem

vena (berasal dari jaringan-jaringan dan organ-organ) (Akmarawita 2005).

Proses memompa jantung secara efektif dikontrol oleh saraf simpatis dan

saraf parasimpatis. Stimulasi saraf simpatis dapat menaikkan kontraksi

jantung hingga dua kali normal oleh karena itu volume pemompaan darah

meningkat dan menaikkan tekanan ejeksi. Stimulasi kuat saraf parasimpatis

pada nerves vagus sampai jantung dapat menghentikan denyut jantung dalam

beberapa detik (Guyton, 2006).

Sifat-sifat utama jantung meliputi, inotropik (contractility), chronotropik

(rhytmicity), bathmotropik (exitability), dromotropik (conductivity). Sifat-sifat

tersebut akan diamati dalam percobaan. Praktikum yang akan dilakukan

menggunakan jantung kura-kura. Kura-kura merupakan hewan poikilotermik,

dimana suhu tubuh mereka cocok dengan suhu lingkungannya. Berbeda

dengan mamalia yang termasuk hewan homoeotermik. Begitupun anatomi

jantungnya berbeda dengan anatomi jantung mamalia. Anatomi jantung kura-

kura terdiri dari dua atrium dan satu ventrikel.

Sifat-sifat jantung :

1. Batmotropik (excitability)

Sel otot jantung termasuk sel peka rangsang. Potensial aksi pada sel otot

jantung berbentuk "plate au". Bentuk potensial aksi tersebut menyebabkan

kontraksi otot jantung lebih lama. Masuknya Ca2+ ke dalam sel otot jantung

melalui “slow channel”nya menyebabkan munculnya bentuk plateau pada

potensial otot jantung. Kontraksi otot jantung berlangsung selama 3 - 15 kali

lebih lama dari kontraksi otot rangka.

2. Dromotropik (conductivity)

Lintasan penghantaran/konduksi potensial aksi meliputi: SA node, serabut

penghubung (junctional fiber), AV node, His bundle dan serabut purkinje.

Potensial aksi pada otot jantung timbul untuk pertama kalinya di SA node

1

Page 2: Jantung Kura Fix

yang terletak di atrium kanan. Oleh karena itu kontraksi pertama kali

berlangsung di atrium kanan. Peran SA node pada keadaan normal dikatakan

sebagai “pace maker”. Junctional fiber berfungsi untuk memperlambat

tibanya potensial aksi di AV node. Dengan demikian pada periode diastole

waktu pengisian ventrikel bisa optimal. Struktur lintasan penghantaran pada

otot jantung tersebut di atas menyebabkan kontraksi pada otot jantung

berjalan dari bagian basis ke apeks. Kecepatan penghantaran potensial aksi

paling tinggi ada di AV node sementara terendah ada di SA node. Sedangkan

frekuensi potensial aksi tertinggi berlangsung di SA node dan terendah di AV

node.

3. Kronotropik (rhytmicity)

SA node berperan sebagai pace maker maka ritme jantung juga akan

diawali dari SA node. Jantung yang ritmenya berawal dari SA node dikatakan

menganut ritme “sinus”. Kemampuan jantung untuk mengatur ritmenya ini

menyebabkan siklus jantung berlangsung dengan sempurna. Siklus jantung

yang sempurna akan menyebabkan kapasitas “cardiac output” dapat mencapai

target yang disesuaikan dengan kebutuhan fisiologis. Siklus jantung terdiri

dari diastole dan sistole.

4. Inotropik (contractility)

Proses kontraksi pada otot jantung sama dengan otot lainnya.

Perbedaannya struktur yang dominan terdapat pada retikulum sitoplasma

yang sedikit sedangkan tubulus T nya berukuran lebih besar dibandingkan

dengan otot lainnya dan perlu influks Ca ekstraseluler. Semakin tinggi Ca

influks semakin kuat kontraksi jantung.

Jantung dipersarafi oleh saraf otonomik. Rangsangan terhadap saraf

simpatis menyebabkan keempat sifat utama jantung teraktivasi (batmotropik

positif, dromotropik positif, kronotropik positif, inotropik positif). Sementara

rangsangan terhadap saraf parasimpatis menyebabkan keadaan sebaliknya

yaitu peristiwa penghambatan. Disamping dipengaruhi oleh saraf, aktivitas

jantung dipengaruhi juga oleh faktor: suhu, hormon, neurotransmiter.

(Akmarawita 2005).

2

Page 3: Jantung Kura Fix

Pada praktikum ini akan diamati kontraksi normal jantung kura-kura,

pengaruh temperatur terhadap kontraksi jantung, beberapa pengaruh obat

terhadap kontraksi jantung, blok pada jantung, dan otomasi jantung.

1.2 Masalah

a. Bagaimana pengaruh temperatur terhadap kontraksi jantung kura-

kura ?

b. Bagaimana pengaruh obat terhadap kontraksi jantung kura-kura ?

c. Bagaimana pengaruh blok parsial dan blok total terhadap kontraksi

jantung kura-kura ?

d. Bagaimana pengaruh kontraksi jantung setelah jantung dipisahkan

dari jaringan sekitarnya ?

1.3 Tujuan

a. Mengetahui pengaruh temperatur terhadap kontraksi jantung kura-

kura.

b. Mengetahui pengaruh obat terhadap kontraksi jantung kura-kura.

c. Mengetahui pengaruh blok parsial dan blok total terhadap kontraksi

jantung kura-kura.

d. Mengetahui pengaruh kontraksi jantung setelah jantung dipisahkan

dari jaringan sekitarnya

2. METODE KERJA

Persiapan preparat

1. Tariklah kepala kura-kura keluar

2. Rusaklah otaknya dengan penusuk melalui foramen occipitale magnum

3. Koreklah otaknya hingga kura-kura mati

4. Gergajilah perisai dada kanan dan kiri kemudian pisahkanjaringan lemak

dengan pisau.

3

Page 4: Jantung Kura Fix

Persiapan Perlakuan

1. Letakkan kura-kura terlentang di atas papan fiksasi kura-kura dan ikatlah

keempat kakinya pada papan, usahakan kura-kura tertarik sehingga tidak dapat

bergerak secara reflek lagi.

2. Potonglah pericardium yang membungkus jantung dengan irisan berbentuk

Y terbalik

3. Ikatlah frenulum cordis (jaringan ikat yang menghubungkan apex cordis

dengan pericardium) dengan seutas benang dan hubungkan benang ini dengan

pencatat jantung.

4. Pelajari dengan seksama bagian-bagian dari jantung kura-kura serta

pembuluh darahnya

5. Pasanglah pencatat waktu dan usahakan agar ujung-ujung kedua pencatat

ini menyinggung tromol kimograf dalam garis sinkron (satu garis tegak)

6. Jalankan kimograf dengan kecepatan optimal sehingga dapat memisahkan

kontraksi satu dengan berikutnya.   

Percobaan

Pencatatan kontraksi normal jantung kura-kura

1. Catatlah kontraksi normal jantung sebanyak ±20 kontraksi

2. Perhatikan gambaran kontraksi atrium, ventrikel, serta gambaran systole

dan diastole

3. Perhatikan lama kontraksi masing-masing macam denyutan tersebut.

4. Perhatikan juga frekuensi dan amplitudo denyut jantung.

Pengaruh Suhu

1. Buatlah kontraksi normal jantung kura sebagai kontrol sebelum perlakuan

2. Tuangkan larutan Ringer dengan suhu 370 C, kemudian perhatikan dan

catatlah

3. Bilas jantung kura dengan larutan Ringer

4. Setelah denyut jantung normal kembali buatlah kontraksi jantung sebagai

kontrol

5. Tuangkan larutan ringer dengan suhu 50 C,perhatikan dan catat yang terjadi.

4

Page 5: Jantung Kura Fix

Pengaruh obat-obatan

1. Buatlah kontraksi normal kemudian teteskan larutan adrenalin 1/10.000,

kemudian perhatikan dan catat apa yang terjadi

2. Setelah terlihat perubahan kontraksi, cucilah dengan larutan ringer sehigga

pengaruh obat bisa dihilangkan.

3. Lakukan seperti no.1 tetapi menggunakan acetylcholin 1/10.000, kemudian

perhatikan dan catatlah apa yang terjadil

4. Lakukan seperti no.2

Blok pada jantung

1. Buatlah kontraksi normal sebagai contoh kontrol sebelum perlakuan

2. Pasanglah penjepit Gaskell/Arteri klem pada batas antara atrium dan

ventrikel. Hentikan kimograf, kemudian sempitkan jepit Gaskell, tunggu kira-

kira 1 menit dan perhatikan denyut atrium dan ventrikel

3. Bila irama denyut atrium dan ventrikel sudah berlainan (blok parsial)

jalankan lagi kimograf.

4. Lakukan tindakan no.2 dan no.3 dengan menjepitkan jepitan gaskel kuat-

kuat sehingga denyut atrium tidak lagi diikuti oleh denyut ventrikel (blok

total). 

5. Perhatikan dan catatlah hasil-hasil yang didapat.

Otomasi Jantung

1. Bebaskan jantung dari alat-alat yang melekat padanya

2. Jepit pembuluh aorta dengan arteri klem, kemudian potonglah dan pisahkan

jantung dari jaringan sekitarnya. Angkat jantung dan letakkan di atas papan

fiksasi serta selalu basahi dengan Ringer.

3. Perhatikan sifat otomasi jantung meskipun sudah diisolir (sedapat mungkin

lakukan pencatatan pada kertas kimogram)

5

Page 6: Jantung Kura Fix

3. HASIL PRAKTIKUM

No Jenis Perlakuan

Pengamatan Kontraksi Jantung

Frekuensi/10

detik

Amplitudo

(cm)Keterangan

1 Normal 10 0,4

2 Suhu

37oCK 9 0,4 F : naik ; A: turun

P 10 0,3

5oCK 9 0,3

F : turun ; A: naik P 7 0,4

3 Obat

AdrenalinK 10 0,4

F : naik ; A: turun P 12 0,3

AcetylcholinK 10 0,3

F : turun ; A: naik P 7 0,4

4 Blok

ParsialK 9 0,3

F : turun ; A: naikP 4 0,4

TotalK 9 0,3

F : turun ; A: naikP 1 0,4

5 Otomasi + -

Atrium masih

berkontraksi ;

Ventrikel sudah tidak

berkontraksi

6

Page 7: Jantung Kura Fix

4. PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Normal

Dalam percobaan yang dilakukan, pada keadaan normal kontraksi jantung

kura-kura didapatkan frekuensi sebesar 9/10. Sedangkan Amplitudo

didapatkan sebesar 0,40cm. Dapat dilihat pada kertas Kimograf bahwa

kontraksi jantung terdiri dari kontraksi atrium (pada kertas tergambar

gelombang yang rendah) dan kontraksi ventrikel (pada kertas tergambar

dengan gelombang yang tinggi).

Siklus jantung terdiri dari periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi)

dan diastol (relaksasi dan pengisian jantung) bergantian. Atrium dan

ventrikel mengalami siklus sistol dan diastole yang terpisah. Kontraksi terjadi

akibat penyebaran eksitasi ke seluruh jantung, sedangkan relaksasi timbul

setelah repolarisasi otot jantung. Selama diastol ventrikel awal, atrium juga

masih berada dalam keadaan diastol. Aliran masuk darah yang berlanjut

dari sistem vena ke dalam atrium, tekanan atrium sedikit melebihi tekanan

ventrikel walaupun kedua bilik tersebut melemas. Perbedaan tekanan ini

menyebabkan katup AV terbuka dan darah mengalir langsung dari atrium ke

dalam ventrikel selama diastol ventrikel. Akibatnya, volume ventrikel

perlahan-lahan meningkat bahkan sebelum atrium berkontraksi. Pada akhir

diastol ventrikel nodus SA mencapai ambang dan membentuk potensial aksi.

Depolarisasi atrium menimbulkan kontraksi atrium, yang memeras lebih

banyak darah ke dalam ventrikel. Proses penggabungan eksitasi-kontraksi

terjadi selama jeda singkat antara gelombang P dan peningkatan tekanan

atrium. Peningkatan tekanan ventrikel yang menyertai yang berlangsung

bersamaan dengan peningkatan tekanan atrium disebabkan oleh penambahan

volume darah ke ventrikel oleh kontraksi atrium. ( MD Bickley,2012)

Kontraksi atrium terjadi hampir bersamaan dengan relaksasi ventrikel,

dan pada percobaan ini kontraksi atrium tidak dapat diamati secara terpisah

karena ujung benang pencatat dikaitkan pada apex cordis pada ventrikel

jantung kura, sehingga yang tercatat pada mesin pencatat adalah fase-fase

gerakan ventrikel. Selain itu, walaupun pada saat ventrikel relaksasi, atrium

7

Page 8: Jantung Kura Fix

berkontraksi namun besarnya tekanan kedua ruangan ini hampir sama.

Sedangkan pada saat atrium relaksasi juga tak tampak karena tertutup oleh

besarnya tekanan pada ventrikel yang sedang berkontraksi.

Proses kontraksi dan relaksasi (systole dan diastole) dari atrium maupun

ventrikel pada keadaan normal akan terjadi terus-menerus. Kesimpulan yang

didapatkan adalah dalam keadaan normal kontraksi ventrikel lebih besar

daripada kontraksi yang terjadi di atrium jantung atau hampir tidak terlihat

kontraksi atriumnya.

4.2. Pengaruh Suhu

Suhu 370 Celcius

Kontrol

Frekuensi : 9/10

Amplitudo : 0,4 cm

Perlakuan

Frekuensi : 10/10

Amplitudo : 0,3 cm

Dalam percobaan ini, frekuensi pada saat perlakuan meningkat dan

amplitudonya menurun. Seharusnya, kenaikan suhu juga menyebabkan

amplitudo meningkat karena permeabilitas sel meningkat, sehingga

mempercepat self excitation process dari SA node.

Kenaikan suhu menyebabkan permeabilitas sel otot terhadap ion

meningkat sehingga ion inflow meningkat. Hal ini mengakibatkan terjadinya

depolarisasi. Saat potensial membran mencapai nilai ambang, maka akan

terjadi potensial aksi yang kemudian dikonduksikan pada SA node. Dimana

SA node yang mempunyai sifat self excitation semakin dipacu. Implus dari

SA node dikonduksikan ke AV node, selanjutnya ke HIS bundle, kemudian

ke saraf purkinje dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel dengan kontraksi

sangat cepat. Akibatnya frekuensi dan amplitudo denyut jantung meningkat.

8

Page 9: Jantung Kura Fix

Suhu 50 Celcius

Kontrol

Frekuensi : 9/10

Amplitudo : 0,3 cm

Perlakuan

Frekuensi : 7/10

Amplitudo : 0,4 cm

Frekuensi pada saat perlakuan mengalami penurunan, sedangkan

amplitudonya tetap. Seharusnya, frekuensi dan amplitudo mengalami

penurunan karena penurunan suhu mengakibatkan penurunan permeabilitas

sel otot jantung terhadap ion, sehingga diperlukan waktu lama untuk

mencapai nilai ambang. Jadi, self excitation juga menurun, akibatnya

kontraksi jantung menurun.

4.3. Pengaruh Obat

Adrenalin

Kontrol

Frekuensi : 10/10

Amplitudo : 0,40 cm

Perlakuan

Frekuensi : 12/10

Amplitudo : 0,30 cm

Adrenalin (epinefrin) yang merupakan zat adrenergikini dengan efek alfa

+ beta adalah Bronkchodilata terkuat dengan kerja cepat tetapi singkat yang

digunakan untuk serangan asma yang hebat. Seringkali senyawa ini

dikombinasikan dengan tranguillizer peroral guna melawan rasa takut dan

cemas yang menyertai serangan. Secara oral, adrenalin tidak aktif. (Betram,

2004)

Adrenalin adalah sebuah hormon yang memicu reaksi terhadap tekanan

dan kecepatan gerak tubuh kita. Tidak hanya gerak, hormon ini pun memicu

reaksi terhadap efek lingkungan seperti suara derau tinggi atau cahaya yang

9

Page 10: Jantung Kura Fix

terang. Reaksi yang kita sering rasakan adalah frekuensi detak jantung

meningkat, keringat dingin dan keterkejutan. (Betram, 2004)

Adrenalin selalu akan dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah

arteriel dan memicu denyut dan kontraksi jantung sehingga menimbulkan

tekanan darah naik seketika dan berakhir dalam waktu pendek. Betabloker

akan selalu juga menghambat frekuensi dan konduksi jantung pada dosis

terapi dan morfin juga selalu akan mengurangi rasa sakit dan menghambat

pernapasan dalam dosis lebih besar. Semua reaksi ini merupakan dose-

dependent reactions yang nyata. Dengan demikian banyak obat lain bisa kita

golongkan kedalamnya seperti kontaseptif oral, insulin, dsb. Obat sejenis ini

termasuk daftar Obat Esensial. (Jay, Than Hoon, dan Kirana, 2002)

Acetylcolin

Kontrol

Frekuensi : 10/10

Amplitudo : 0,30 cm

Perlakuan

Frekuensi : 7/10

Amplitudo : 0,40 cm

Asetilkolin (ACh), ester kolin dengan asam asetat ini merupakan

neotransmiter di berbagai sinaps dan akhiran saraf sistem saraf simpatis,

parasimpatis, dan somatik. Asetilkolin eksogen memperlihatkan efek yang

sama dengan asetilkolin endogen. Perubahan kardiovaskular yang nyata

hanya dapat dilihat bila ACh disuntikkan secara intravena dengan dosis besar

atau diteteskan pada sediaan organ terpisah (terisolasi). Pada hewan coba atau

pada manusia, ACh memperlihatkan empat efek kardiovaskular utama, yaitu

vasodilatasi, menurunnya laju kontraksi jantung, (efek kronotropik negatif),

menurunnya laju konduksi di jantung (efek dromotropik negatif), dan

menurunnya kekuatan kontraksi jantung (efek ionotropik negatif). Namun, in

vivo, semua efek itu disamarkan oleh adanya refleks baroreseptor dan baru

tampak bila ACh diinfuskan dalam dosis besar (Sadikin, Z. D., 2007).

10

Page 11: Jantung Kura Fix

Serabut vagus melepaskan asetilkolin ke dalam reseptor muskarinik M2

yang membuka kanal K+ (KACh) melalui coupling protein G. Peningkatan

konduktansi K+ menyebabkan aliran hiperpolarisasi dan mengurangi

kemiringan potensial pacu jantung. Oleh karena itu, selanjutnya tercapai

ambang batas dan denyut jantung melambat. ACh juga menghambat konduksi

atrioventrikular (Neal, M. J., 2006).

4.4. Blok Pada Jantung

Kontrol

Frekuensi : 9/10

Amplitudo : 0,30 cm

Secara normal, kontraksi jantung terjadi karena self excitation di SA node

yang kemudian dikonduksikan atau dihantarkan melalui AV node, kemudian

bundle of his dan serat purkinje. Pada percobaan ini, penghantaran impuls

dari atrium (SA node) ke atrium (AV node) dihambat dengan menjepit batas

antara atrium dan ventrikel.

Blok Parsial

Perlakuan

Frekuensi : 4/10

Amplitudo : 0,40 cm

Pada perlakuan ini, frekuensi menurun sedangkan amplitudo meningkat.

Seharusnya frekuensi dan amplitudo menurun karena blok pada AV node

akan menyebabkan kontraksi jantung berkurang.

Blok parsial tidak menghentikan denyut jantung, hanya memperlambat.

Pada blok parsial, impuls yang dihantarkan dari AV node akan berkurang

karena terjadi penjepitan pada berkas AV node. Ventrikel berkontraksi

setelah atrium lebih dahulu berkontraksi beberapa kali.

11

Page 12: Jantung Kura Fix

Blok Total

Perlakuan

Frekuensi : 1/10

Amplitudo : 0,40 cm

Pada perlakuan blok total, AV node dijepit seluruhnya, sehingga tidak

terjadi penjalaran impuls dari atrium ke ventrikel. Atrium masih berkontraksi,

namun tidak diikuti dengan kontraksi ventrikel karena tidak ada impuls dari

atrium ke ventrikel.

Pada percobaan ini didapat satu denyut. Hal ini membuktikan terjadinya

fenomena “ventricular escape” pada ventrikel, yaitu denyut jantung yang

berasal dari serat purkinje. Beberapa bagian dari serat purkinje di luar bagian

yang di blok, biasanya pada bagian distal AV node, mulai bereksitasi secara

ritmis dan bertindak sebagai pace maker dari ventrikel.

4.5. Otomasi Jantung

Perlakuan

Frekuensi : 2/10

Amplitudo : 0,40 cm

Kontraksi jantung tidak semata-mata tergantung dari impuls yang

dihantarkan oleh saraf. Jantung mempunyai kemampuan untuk self excitation

sehingga dapat berkontraksi secara otomatis walaupun telah dilepas dari

tubuh dan semua saraf menuju jantung telah dipotong.

Pada peristiwa self excitation, SA node menghantarkan impuls ke AV

node yang kemudian diteruskan ke serabut purkinje sehingga otot jantung

dapat berkontraksi. Ini menunjukkan bahwa self excitation adalah suatu

sistem konduksi khusus dari SA node sebagai pace maker. Self excitation ini

dilakukan oleh SA node sebagai pace maker karena membran selnya mudah

dilewati ion Na sehingga RMPnya rendah. Selain itu juga karena kebocoran

alamiah ion Na+.

Dalam percobaan kami, otomasi jantung ini diperoleh frekuensi kontraksi 10

kontraksi per 23,00 cm dengan amplitudo 0,30 cm. Jadi, sifat otomasi jantung

12

Page 13: Jantung Kura Fix

mampu menyebabkan jantung tetap berdenyut meski tanpa ada impuls dari

syaraf.

5. SUMBER

1.MD Bickley. The Cardiac Cycle. ACP Cardiac Exam Workshop. 2012:

pp. 1-2.

2. Betram G. Katzung, (2004), “Farmakologi Dasar dan Klinik”, EGC,

Jakarta .

3. Jay, Than Hoon dan Kirana, Raharja, (2002), “Obat-Obat Penting”,

Gramedia, Jakarta.

4. Neal, M. J., (2006), “At a Glance Farmakologi Medis”, Edisi V,

Erlangga, Jakarta.

Sadikin, Z. D., (2007), “Agonis dan Antagonis Muskarinik” dalam

“Farmakologi dan Terapi”, Edisi V, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.

5. Ganong, W.E. Review of Medical Physiology. 19th edition.1999.

Jakarta: EG

6. Guyton, A.C., Hall J.E. Fisiologi Kedokteran. 11th edition. 2006. 

Jakarta: EG

7. Vander A, Sherman J, Luciano D,2001. The Mechanism of Body

Function. 8th edition

13