jakarta. salemba - universitas muhammadiyah malangeprints.umm.ac.id/46157/3/bab ii.pdf · 2019. 5....

42
18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam BAB II ini penulis akan membahas terkait tinjaun umum yang berkaitan dengan judul penelitian yakni penguasaan tanah bekas hak barat sebagai aset barang milik daerah oleh Pemerintah Kota Batu dalam perspektf kepastian hukum, diantaranya tinjauan aset pemerintah daerah, tinjauan hak atas tanah, tinjauan pendaftaran tanah dan tinjauan teori kepastian hukum. Tinjauan dalam BAB II ini akan dikontruksikan dengan hasil penelitian penulis sehingga dapat menjawab permasalahan. A. Tinjauan Tentang Aset Pemerintah Daerah 1. Pengertian Aset Aset merupakan sumber daya yang dikuasai oleh pemerintah berupa benda bergerak dan tidak bergerak sebagai akibat dari peristiwa yang dialihkan kepada pemerintah daerah yang memiliki manfaat ekonomis untuk kebutuhan dimasa mendatang. 1 Barang bergerak karena sifatnya yakni benda yang dapat dipindahkan sesuai dengan ketentuan pasal 509 KUHPerdata salah satunya mobil. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang yang berupa hak-hak atas benda bergerak seperti hak memunggut hasil dan pakai atas benda bergerak, surat-surat berharga yakni saham. Sedangkan benda tidak bergerak dibedakan menjadi benda tidak bergerak menurut sifatnya yakni tanah dan 1 Dwi Martani. Dkk. 2012. Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK. Jakarta. Salemba Empat. Hal. 139

Upload: others

Post on 06-Feb-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 18

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Dalam BAB II ini penulis akan membahas terkait tinjaun umum yang

    berkaitan dengan judul penelitian yakni penguasaan tanah bekas hak barat sebagai

    aset barang milik daerah oleh Pemerintah Kota Batu dalam perspektf kepastian

    hukum, diantaranya tinjauan aset pemerintah daerah, tinjauan hak atas tanah,

    tinjauan pendaftaran tanah dan tinjauan teori kepastian hukum. Tinjauan dalam BAB

    II ini akan dikontruksikan dengan hasil penelitian penulis sehingga dapat menjawab

    permasalahan.

    A. Tinjauan Tentang Aset Pemerintah Daerah

    1. Pengertian Aset

    Aset merupakan sumber daya yang dikuasai oleh pemerintah berupa

    benda bergerak dan tidak bergerak sebagai akibat dari peristiwa yang

    dialihkan kepada pemerintah daerah yang memiliki manfaat ekonomis untuk

    kebutuhan dimasa mendatang.1 Barang bergerak karena sifatnya yakni benda

    yang dapat dipindahkan sesuai dengan ketentuan pasal 509 KUHPerdata salah

    satunya mobil. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang yang berupa hak-hak

    atas benda bergerak seperti hak memunggut hasil dan pakai atas benda

    bergerak, surat-surat berharga yakni saham. Sedangkan benda tidak bergerak

    dibedakan menjadi benda tidak bergerak menurut sifatnya yakni tanah dan

    1 Dwi Martani. Dkk. 2012. Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK. Jakarta. Salemba

    Empat. Hal. 139

  • 19

    rumah. Benda tidak bergerak karena tujuannya dan menurut undang-undang

    yang berupa hak-hak atas benda-benda tidak bergerak misalnya hak

    memungut hasil dan hak pakai, hipotik dan tanah.2

    Aset daerah adalah seluruh harta kekayaan milik daerah baik berupa

    barang berwujud maupun barang tidak berwujud.3 Pun dalam Internatioanl

    Financial Reporting Standards menyatakan “ an asset is a resource controlled

    bye the enterprise as a result of past events and from which future economic

    benefits are expected to flow to the enterprise”.4 Artinya makna aset yakni

    sesuatu benda yang mempunyai nilai ekonomi digunakan untuk menunjang

    suatu kebutuhan tertentu.

    Berdasarkan lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17

    Tahun 2007 tentang Pedoman teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah

    menyatakan bahwasanya “barang daerah adalah semua kekayaan daerah baik

    yang dimiliki maupun yang dikuasai yang berwujud, baik yang bergerak

    maupun tidak bergerak serta bagian-bagiannya ataupun yang merupakan

    satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimbang termaksud

    hewan dan tumbuh-tumbuhan kecuali uang dan surat berharga lainnya”.5

    2 Komariah. Op.cit. Hal. 77-78 3 Lihat pasal 1 huruf (t) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang

    Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

    4 M. Marcelina. 2016. https://repository.widyatama.ac.id. Access, 5 Januari 2019 5 Lihat lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman

    teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah

  • 20

    Barang milik negara/ daerah sebagaimana diatur dalam pasal 2

    Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun

    2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah diantaranya yakni :6

    1. Barang yang dimiliki negara/daerah meliputi: a. Barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN/APBD b. Barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah

    2. Barang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; b. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak; c. Barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau d. Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah

    memperoleh kekuatan hukum tetap.

    2. Asas-asas Aset Barang Milik Daerah

    Pengelolaan Aset sebagai barang milik daerah sebagaimana diatur

    dalam ketentuan Pasal 3 ayat (1) Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Jo

    Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik

    Negara/Daerah dalam pelaksanaanya harus memerhatikan terkait asas-asas

    pengelolaan barang milik negara/daerah berdasarkan asas fungsional, asas

    kepastian hukum, asas transparansi dan keterbukaan, asas efisiensi, asas

    akuntabilitas dan asas kepastian nilai.7

    Menurut penulis dalam penyelenggaraan aset barang milik daerah pun

    harus memerhatikan asas aset barang milik daerah demi tercapainya

    transparansi dan keterbukaan, asas efisiensi, asas akuntabilitas dan asas

    kepastian nilai.

    6 Lihat pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 joPeraturan Pemerintah Nomor 6

    Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah 7 Pasal 3 ayat (1) Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun

    2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

  • 21

    3. Prinsip-prinsip Aset Barang Milik Daerah

    Berdasarkan Pasal 41 Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2016 tentang

    Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah Prinsip mengenai pengadaan

    barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip efisien, efektif,

    transparan dan terbuka, bersaing, adil dan akuntabel yang pelaksanaannya

    harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut

    Penulis sudah semestinya prinsip efisien, efektif, transparan dan lainnya

    dijalankan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    4. Tujuan Pengelolaan Aset sebagai Barang Milik Daerah

    Berdasarkan pengelolaan barang milik negara/daerah diatur dalam

    ketentuan pasal 3 ayat (2) aturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Jo

    Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik

    Negara/Daerah bertujuan diantaranya :

    a. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran;

    b. Pengadaan;

    c. Penggunaan;

    d. Pemanfaatan;

    e. Pengamanan dan pemeliharaan;

    f. Penilaian;

    g. Pemindahtanganan;

    h. Pemusnahan;

    i. Penghapusan;

  • 22

    j. Penatausahaan; dan

    k. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

    Penulis menyimpulkan bahwasanya terkait tujuan dari pengelolaan

    barang milik negara/daerah pun terpenuhi untuk menjamin jalannya tujuan

    hukum yakni kepastian hukum dan kemanfaatan dalam penggelolaan aset

    negara/daerah oleh pemerintah.

    5. Aset Barang Milik Daerah Dalam Bentuk Tanah

    Aset barang milik negara/daerah berupa tanah harus disertifikatkan atas

    nama pemerintah Republik Indonesia/pemerintah daerah yang bersangkuta

    dilengkapi dengan tanda bukti kepemilikaan yang dimana penyimpanan bukti

    kepemilikan aset barang milik daerah dan pengelolaan tanah yang dijadikan

    aset sebagai barang milik daerah dilakukan oleh pengelola barang.

    6. Pengelolaan Aset Barang Milik Daerah Dalam Bentuk Tanah

    Dalam kapasitasnya sebagai lembaga yang secara sah

    merepresentasikan Negara agar fungsi Negara dapat dijelmakan secara

    konkrit, pemerintah memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai lembaga hukum

    publik maupun sebagai hukum privat. Sebagai lembaga hukum publik,

    pemerintah bertindak merealisasikan tugas hukum publik negara berdasarkan

    aturan-aturan hukum publik. Pun demikian sebagai lembaga hukum privat,

    pemerintah berkedudukan hukum seperti subjek hukum privat

    (naturlijk/rechts-persoon), bertindak atas dasar hukum privat dan

  • 23

    mengikatkan diri pada konsekuensi-konsekuensi hukum privat yang timbul

    sebagi akibat perbuatan hukumnya.8

    Pemerintah sebagai salah satu subjek hukum dalam tindakan perdata,

    maka pemerintah merupakan badan hukum, karena menurut Apeldoorn

    negara, propinsi, kotapraja dan lain sebaginya adalah badan hukum. Hanya

    saja pendiriannya tidak dilakukan secara khusus, melainkan tumbuh secara

    historis.9 Pemerintah dianggap sebagai badan hukum, karena pemerintah

    menjalankan kegiatan komersial (acts jure gestionisi).

    Kedudukan pemerintah sebagai badan hukum juga ditegaskan dalam

    pasal 1653 KUHPerdata yang menyatakan “Selain perseroan perdata sejati,

    perhimpunan orang-orang sebagai badan hukum juga di akui undang-

    undang, entah badan hukum itu diadakan oleh kekuasaan umum atau di akui

    sebagai demikian, entah pula badan hukum itu di terima sebagai yang di

    perkenankan atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak

    bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan”.

    Pemerintah sebagai badan hukum privat memiliki kepunyaan privat

    berupa barang-barang yang dimiliki oleh Negara/pemerintah seperti: tanah,

    rumah dinas pegawai, gedung-gedung, perusahaan Negara, dan sebagainya

    (selanjutnya disebut barang daerah/barang negara). Hukum yang mengatur

    privat domein berlaku sama seperti hukum yang mengatur kepunyaan perdata

    8 Ridwan Tjandra. 2014. Hukum Sarana Pemerintahan. Yogyakarta. Cahaya Atma Pustaka.

    Hal 94 9 L. J van Apeldoorn. 1982. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta. Noor Komala. Hal. 164

  • 24

    biasa warga masyarakat (gewone burgerlijke eigendom). Sedangkan

    kepunyaan Publik, adalah barang-barang yang disediakan untuk dipakai olek

    publik, misalnya jalan-jalan umum, lapangan-lapangan, jembatan-jembatan,

    pelabuhan, dan sebagainya.

    Barang daerah adalah aset daerah berupa barang bergerak dan barang

    tidak bergerak yang dimiliki/dikuasai Pemerintah Daerah yang sebagian atau

    seluruhnya dibeli atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

    Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang

    Barang Milik Daerah adalah, meliputi: barang yang dibeli atau diperoleh atas

    beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, barang yang beraal dari

    perolehan lainnya yang sah meliputi; barang yang diperoleh melalui hibah

    atau sumbangan yang sejenis, barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari

    perjanjian atau kontrak, barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-

    undang, atau barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang

    telah memperoleh kekuatan hukum mengikat.

    Mahmudi mengemukakan bahwa pengelolaan barang daerah/aset

    daerah jika dilihat dari penggunaanya, maka dapat dikategorikan menjadi 3

    bagian yakni:10

    a. aset daerah yang digunakan untuk operasi pemerintah daerah (local

    government used assets);

    10 Mahmudi. 2010. Manajemen Keuangan Daerah. Jakarta. Penerbit Erlangga. Hal 146

  • 25

    b. aset daerah yang digunakan masyarakat dalam rangka pelayanan

    publik (social used assets); dan

    c. aset daerah yang tidak digunakan untuk permerintah maupun publik

    (surplus property).

    7. Pendaftaran Tanah Sebagai Aset Barang Milik Daerah

    Penguasaan hak atas tanah negara oleh pemerintah daerah apabila

    ingin menjadikan tanah sebagai aset barang milik daerah maka harus

    mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-

    undangan. Salah satunya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang

    penguasaan tanah-tanah negara yang dasarnya mengadopsi substansi

    Staatblad 1911 Nomor 110. Sebagaimana telah dijelaskan pada pasal 2

    Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang penguasaan tanah-tanah

    negara bahwa pada zaman Hindia Belanda peraturan yang dipakai sebagai

    dasar penyerahan penguasaan atas tanah negara kepada daerah swatantra

    yakni Staatblad 1911 Nomor 110 tentang penguasaan benda-benda tidak

    bergerak salah satunya tanah.

    Pendaftaran tanah sebagai aset barang milik daerah harus dilakukan di

    Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) diwilayah setempat yang diberikan

    kewenangan untuk mendaftarkan hak-hak atas tanah. Persyaratan pendaftaran

    tanah sebagai aset barang milik daerah pun sama dengan pendaftaran tanah

    lainnya. Terkecuali dalam hal ini apabila tanah negara diberikan kepada

    pemerintah daerah untuk mengelola maka diperlukan bukti yuridis atas

  • 26

    penyerahan tanah tersebut. Landasan dasar diperlukannya pendaftaran tanah

    dimana untuk mencapai kepastian dan perlindungan hukum.11

    Ketentuan terkait kewajiban pembuatan akta tanah, peralihan hak

    dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagaimana termaktub

    dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

    Pendaftaran tanah. Artinya, setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan

    ha katas tanah, memberikan suatu hak baru atas tanah dan lainnya harus

    dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat di hadapan pejabat yang ditunjuk

    oleh Menteri Agraria.12

    B. Tinjauan Tentang Hak Atas Tanah

    1. Pengertian Hak Atas Tanah

    Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

    tentang Pendaftaran Tanah mengamanatkan bahwa:

    “Atas dasar tanah hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.”

    Tanah merupakan suatu anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang

    sehingga diciptakan untuk tempat tinggal makhluk hidup dalam

    melangsungkan kehidupannya. Manusia sebagai makhluk hidup sangat

    membutuhkan lahan atas tanah baik digunakan untuk tempat tinggal, tempat

    11Meita Djohan Oe. 2015. Pranata Hukum “Tugas dan Fungsi Badan Pertanahan Nasional

    Dalam Pendaftaran Tanah”. Jurnal Ilmu Hukum. Vol 10 No. 1. Hal. 64 12 Ibid.

  • 27

    bercocok tanam, maupun tempat untuk usaha lainnya. Maka, terdapat

    kecenderungan bahwa setiap orang berusaha menguasai dan mempertahankan

    bidang-bidang tanah atau lahan tertentu termasuk mengusahakan status hak

    pemiliknya.13 Penulis menyimpulkan pengertian tanah merupakan lapisan

    bagian dari permukaan bumi yang dijadikan tempat untuk bertahan hidup dan

    digunakan untuk membangun sarana dan prasarana untuk melangsungkan

    kehidupannya.

    Menurut Subekti, hukum agrarian adalah keseluruhan ketentuan-

    ketentuan hukum baik hukum perdata maupun hukum tata negara yang

    mengatur hubungan-hubungan antar orang termaksud badan hukum dengan

    bumi, air dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah negara dan mengatur pula

    wewenang yang bersumber pada hubungan hubungan-hubungan tertentu.14

    Hukum agrarian merupakan satu kelompok berbagai bidang hukum yang

    mengatur hak-hak penguasaan atas sumber daya alam tertentu yang termasuk

    pengertian agrarian. Kelompok berbagai bidang hukum tersebut terdiri dari :

    a. Hukum tanah yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah dalam arti permukaan bumi;

    b. Hukum air yang mengatur hak-hak penguasaan air; c. Hukum pertambangan yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-

    bahan galian yang dimaksud dalam Undang-Undang pokok pertambangan;

    d. Hukum perikanan yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang terkadung didalam air;

    13 Samun Ismaya. 2011. Pengantar Hukum Agraria. Yogyakarta. Graha Ilmu. Hal. 27 14 Boedi Harsono. 2005. Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang-Undang

    Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaanya, Jakarta. Djambatan. Hal 5

  • 28

    e. Hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa, mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa sebagaimana yang termaktub dalam pasal 48 Undang-Undang Pokok Agraria.15

    Maka penulis menyimpulkan bahwasanya hak atas tanah adalah hak

    yang memberi wewenang kepada yang mempunyai hak untuk

    menggunakan atau mengambil manfaat dari tanah. Wewenang dalam hak

    atas tanah dimuat dalam Pasal 4 Ayat (2) UUPA Undang-undang pokok

    agrarian, yaitu :

    “Hak-hak atas tanah yang di maksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi air serta ruang angkasa yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.”

    Maka wewenang hak atas tanah berupa menggunakan tanah untuk

    keperluan mendirikan bangunan atau bukan bangunan, menggunakan tubuh

    bumi misalnya penggunaan ruang bawah tanah di ambil sumber airnya atau

    menggunakan tanah tersebut demi kepentingan bersama.

    2. Hak Atas Tanah Menurut Hukum Perdata Barat

    1) Hukum Tanah Yang Dualistik dan Pluralistik

    Hukum agraria sebelum berlakunya UUPA dimana Indonesia

    menganut sifat dualistis akibat dari adanya politik hukum pada masa

    pemerintahan kolonial Belanda pada masa itu. Dualisme artinya dimana

    diberlakukannya hukum agraria adat yang bersumber pada hukum adat

    15 Urip Santoso. 2013. Hukum Agraria Kajian Komprehensif. Cetakan ketiga. Jakarta.

    Kencana Prenada Media Group. Hal. 5-6

  • 29

    dan diberlakukannya hukum agraria barat yang bersumber dari hukum

    perdata barat.

    Hak-hak atas tanah yang diatur menurut hukum adat disebut dengan

    tanah adat. Dimana hukum agraria adat merupakan sumber pada hukum

    adat yang bersifat tidak tertulis dimana mengutamakan jiwa gotong

    royong dan kekeluargaan. Dikarenakan banyaknya perbedaan tempat

    yang memberlakukan hukum adat agraria yang disebut Pluralistis. Sistem

    Pluralitis memiliki kelemahan dimana formulasinya tidak tertulis yang

    mengakibatkan tidak menjamin adanya kepastian hukum bagi pemegang

    tanah adat tersebut. Sedangkan hukum agraria barat bersumber pada

    hukum barat khususnya pada saat itu KUHPerdata yang termaktub dalam

    buku II, III dan IV yang sifatnya tertulis dan dipaksakan berlakunya

    sebagai hukum positif dimana memberikan jaminan atas kepastian

    hukum.

    Berdasarkan asas konkordasi dalam penyusunan peraturan

    perundang-undangan Hindia Belanda, hukum antar golongan bertujuan

    untuk mengatasi persoalan terkait hubungan dan peristiwa hukum yang

    terjadi antara orang-orang golongan Indonesia asli dengan orang-orang

    golongan Eropa. Artinya, diberlakukan asas konkordasi bermakna bahwa

    “tanah itu mempunyai status hukum tersendiri yang terlepas dan tidak

    dipengaruhi oleh status/hukum dari subyek yang menghendaki”. Asas

    hukum agraria antar golongan bukan merupakan ketentuan hukum

  • 30

    tertulis, akan tetapi diperkuat dalam berbagai putusan pengadilan. Oleh

    sebab itu tanah adat tetap tunduk pada hukum agraria adat pun sebaliknya

    golongan Eropa tetap tunduk pada hukum Eropa.

    Pada masa itu tanah mempunyai pasaran bebas artinya baik

    golongan eropa dan golongan adat dapat mempunyai tanah barat/ tanah

    adat. Faktor inilah yang menyebabkan dikeluarkannya peraturan larnagan

    pengasingan tanah (Grond Vervreemdings Verbod) diundangkan dalam S.

    1875 No. 179 yang bertujuan untuk melindungi bangsa Indonesia yang

    kedudukannya lemah dalam bidang ekonomi dibandingkan bukan bangsa

    Indonesia asli (Hindia Belanda) dan untuk kepentingan Pemerintah

    Kolonial yakni agar kultur kopi gubermen dapat terlindungi sebab

    pemerintah menganggap pengusaha Eropa sangat membahayakan. Sistem

    dualism dalam hukum agraria mengandung banyak masalah-masalah

    yang sulit untuk memecahkannya meskipun hukum agraria antar

    golongan akhirnya mampu untuk mengatasinya.16

    2) Hak-Hak Penguasaan Tanah Yang Bersumber Pada Hukum Tanah Adat

    dan Hukum Tanah Barat

    Hukum perdata barat tentang hukumnya tanah bertitik tolak dar

    pengutamaan kepentingnan pribadi (Individualisistis/liberalistis),

    sehingga pangkal dan pusat pengaturan terletak pada eigendom-recht (hak

    16 I Ketut Sudiarta. (et.al.). 2017. Diktat Hukum Agraria. Fakultas Hukum. Universitas

    Udayana Denpasar. Hal. 15

  • 31

    eigendom) yaitu pemilikan perorangan yang penuh dan mutlak, di

    samping domein verklaring (pernyataam domein) atas pemilikan tanah

    oleh negara. Hukum adat tanahnya sebagian bagian terpenting dari hukum

    adat yang bertitik tolak dari pemungutan kepentingan masyarakat yang

    berakibatkan senantiasa mempertimbangkan antara kepentingan umum

    dan kepentingan perorangan. Dalam hukum adat terdapat hak ulayat

    berarti hak persekutuan hukum atas tanah.17

    Maka landasan filsafat terkait dengan hak atas tanah yang berlainan

    dengan antara hukum perdata barat sebagai berikut :

    a) Hak-hak atas tanah menurut Hukum Perdata Barat

    Jenis hak-hak atas tanah yang diberlakukan pada zaman

    pemerintahan kolonial Belanda biasanya disebut dengan hak-hak

    barat yang diatur dan tunduk pada hukum perdata barat (Burgerlijk

    Wetbook) yang disebut tanah barat (tanah Eropa) diantaranya tanah

    hak Eigendom, hak opstall, hak erpacht dan lain-lainnya.18

    Setelah diberlakukannya UUPA maka hak-hak atas tanah

    barat yang belum di dibatalkan oleh para pihak sesuai ketentuan

    UUPA maka masih berlaku tidak serta merta hapus dan tetap

    diakui, akan tetapi untuk dapat menjadi hak milik atas tanah harus

    17Ibid. Hal. 16 18 Ulfia Hasanah. Status Kepemilikan Tanah Hasil Konversi Hak Barat Berdasarkan UU No.

    5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria Dihubungkan Dengan PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Jurnal Ilmu Hukum. Vol. 2 No. 1 .

  • 32

    mengikuti sistem yang telah diatur dalam UUPA dimana harus

    terlebih dahulu dikonversi menurut aturan pelaksananya.

    b) Hak-hak atas tanah menurut Hukum Adat

    Penguasaan tanah dengan hak penduduk asli (bumi putera)

    yang tunduk pada hukum adat dimana berlaku hukum tidak tertulis

    sehingga tidak memiliki bukti tertulis atas tanah bersangkutan. Jenis

    hak-hak atas tanah menurut hukum adat diantaranya tanah hak

    ulayat, tanah yasan, tanah milik adat dan tanah gogolan.

    3. Hak Atas Tanah Menurut UUPA

    Hak-hak atas tanah sesudah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5

    Tahun 1960 tentang Ketentuan Dasar Pokok-Pokok Agraria diantaranya:

    1) Hak Milik

    Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang

    dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan pada

    pasal 619. Sesuai dengan ketentuan pasal 20 ayat (1) UUPA. Hak milik

    adalah hak yang “terkuat dan terpenuh” yang dapat dipunyai orang atas

    tanah. Pemberian sifat ini tidak berarti bahwa hak itu merupakan hak

    yang “mutlak”, tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat sebagai hak

    eigendom menurut pengertian aslinya dulu. Terkuat dan terpenuhi

    membedakan dengan hak guna usaha, hak guna bangunan. hak pakai

    19 Iman Soetiknjo. 1994. Politik Agraria Nasional. Yogyakarta. Dadjah Mada University

    Press. Hal. 60

  • 33

    dan hak-hak lainnya, yaitu untuk menunjukan bahwa diantara hak-hak

    atas tanah yang dapat dipunyai orang hak miliklah yang terkuat dan

    terpenuhi.20

    Maka menurut penulis hak milik yakni hak turun-temurun dimana

    diwariskan terus-menerus, dialihkan kepada orang lain tanpa perlu

    diturunkan derajat haknya, tidak dapat diganggu gugat dan jangka

    waktunya tidak terbatas. Rangkaian pemberian hak atas tanah yang di

    atur di dalam pasal 22 UUPA Undang-Undang Pokok Agraria:21

    1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan peraturan pemerintah.

    2) Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, hak milik terjadi karena: a. Penetapan pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang

    ditetapkan dengan peraturan pemerintah. b. Ketentuan undang-undang.

    Dengan dikuasainya suatu benda berdasarkan hak milik, maka

    seorang pemegang hak milik diberikan kewenangan untuk menguasai

    secara tentram dan untuk mempertahankannya terhadap siapapun yang

    bermaksud untuk menggangu ketentramannya dalam menguasai,

    memanfaatkan serta mempergunakan benda tersebut.22 Adapun sifat-

    sifat hak milik adalah:

    20 Soedharyo Soimin. 2001. Status Hak dan Pmebebasan Tanah. Jakarta. Sinar Grafika. Hal.2 21 Lihat Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

    Pokok Agraria 22 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja. 2004. Kedudukan Berkuasa dan Hak Milik dalam

    Sudut Pandang KUHPerdata.Cet. 1. Jakarta. Pernada Media. Hal. 131-132

  • 34

    1) Turun temurun, artinya hak milih atas tanah dimaksud dapat

    beralih karena hukum dari seseorang pemilik tanah yang

    meninggal dunia kepada ahli waris.

    2) Terkuat, artinya bahwa hak milik atas tanah tersebut yang paling

    kuat diantara hak-hak yang lain atas tanah.

    3) Terpenuh, artinya bahwa hak milik atas tanah tersebut dapat

    digunakan untuk usaha pertanian dan juga untuk mendirikan

    bangunan.

    4) Dapat beralih dan dialihkan.

    5) Dapat dibebani kredit dengan dibebani hak tanggungan.

    6) Jangka waktu tidak terbatas.23

    Berdasarkan Pasal 27 UUPA Hak milik hapus bila :24

    a. Tanahnya jatuh kepada Negara :

    1. Karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18;

    2. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;

    3. Karena ditelantarkan;

    4. Karena ketentuan pasal 21 ayat 3 dan 26 ayat 2.

    b. Tanahnya musnah.

    23 H. Ali Achmad Chomzah. 2002. Hukum Pertanahan. Jakarta. Prestasi Pustaka. Hal. 5 24 Lihat Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

    Pokok Agraria

  • 35

    2) Hak Pakai

    Hak pakai merupakan hak untuk menggunakan atau memungut

    hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik

    orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan

    dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang

    memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang

    bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala

    sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan

    Undang-undang ini.25

    Penggunaan hak pakai dapat diberikan selama jangka waktu

    tertentu yang mana tanah digunakan untuk keperluan tertentu dengan

    cuma-cuma dan pembayaran berupa jasa atau apapun. Adapun sifat-sifat

    dari hak pakai adalah :

    a) Hak pakai atas tanah bangunan maupun tanah pertanian.

    b) Dapat diberikan oleh pemerintah maupun oleh si pemilik tanah.

    c) Hak pakai dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu atau selama

    tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.

    d) Hak pakai dapat diberikan dengan Cuma-Cuma, dengan

    pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun.

    25 Lihat Pasal 41 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

    Pokok-Pokok Agraria

  • 36

    e) Hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, sepanjang dapat

    izin penjabat yang berwenang, apabila mengenai tanah yang

    dikuasai langsung oleh negara atau dimungkinkan dalam perjanjian

    yang bersangkutan apabila mengenai hak milik.

    f) Hak pakai tidak dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani

    hak tanggungan

    g) Pemberian hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang

    mengandung pemerasaan.26

    3) Hak Guna Bangunan

    Berdasakan pasal 35 UUPA Hak Guna Bangunan yakni:27

    (1) Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai

    bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri,

    dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.

    (2) Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan

    serta keadaan bangunanbangunannya, jangka waktu tersebut dalam

    ayat 1 dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.

    (3) Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

    Pasal 37 UUPA mengatur terkait subyek hukum yang berhak atas HGB:

    (1) Yang dapat mempunyai hak guna bangunan ialah :

    a. warganegara Indonesia;

    26 H. Ali Achmad Chomzah. Op.Cit. Hal. 44 27 Lihat Pasal 35 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

    Pokok Agraria

  • 37

    b. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

    berkedudukan di Indonesia.

    (2) Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna bangunan dan

    tidak lagi memenuhi syaratsyarat yang tersebut dalam ayat 1 pasal

    ini dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan

    hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini

    berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna bangunan,

    jika ia tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Jika hak guna

    bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam

    jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan

    ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut

    ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

    Pasal 40 UUPA Hak Guna Bangunan hapus dikarenakan :28

    a. jangka waktunya berakhir;

    b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu

    syarat tidak dipenuhi;

    c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya

    berakhir;

    d. dicabut untuk kepentingan umum;

    e. ditelantarkan;

    28 Lihat Pasal 40 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

    Pokok Agraria

  • 38

    f. tanahnya musnah;

    g. ketentuan dalam pasal 36 ayat (2)

    4) Hak Guna Usaha

    Berdasarkan Pasal 28 UUPA Hak Guna Usaha yakni:29

    (1) Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang

    dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana

    tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau

    peternakan.

    (2) Hak guna usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5

    hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih

    harus memakai investasi modal yang layak dan tehnik perusahaan

    yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman.

    (3) Hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

    Jangka waktu dari Hak Guna Usaha termuat pada pasal 29 UUPA:30

    (1) Hak guna usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun

    (2) Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat

    diberikan hak guna usaha untuk waktu paling lama 35 tahun.

    29 Lihat Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

    Pokok Agraria 30 Lihat Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

    Pokok Agraria

  • 39

    (3) Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan

    perusahaannya jangka waktu yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2)

    pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 25 tahun.

    Dalam pasal 34 UUPA Hak Guna Usaha hapus dikarenakan :31

    a. Jangka waktunya berakhir;

    b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu

    syarat tidak dipenuhi;

    c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya

    berakhir;

    d. Dicabut untuk kepentingan umum;

    e. Ditelantarkan;

    f. Tanahnya musnah;

    g. Ketentuan dalam pasal 30 ayat (2)

    5) Hak Sewa Untuk Bangunan

    Hak sewa untuk bangunan merupakan hak yang dimiliki orang atau

    badan hukum untuk mendirikan dan memiliki bangunan diatas tanah hak

    milik orang lain dengan membayar sejumlah uang dengan jangka waktu

    tertentu sesuai dengan kesepakatan pemilik tanah dengan penyewa. Selain

    itu, hak membuka tanah dan memungut hasil hutan diatur pada pasal 46

    31 Lihat Pasal 34 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

    Pokok Agraria

  • 40

    UUPA dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak diatur pada

    pasal 47-49 UUPA.

    4. Konversi Hak Atas Tanah

    a) Pengertian Konversi Hak Atas Tanah

    Setelah diberlakukannya ketentuan UUPA maka ketentuan sebelum

    UUPA yakni hak atas tanah menurut hukum barat maka hak atas tanah barat

    dan adat harus dikonversikan atau diberikan hak baru atas kepemilikan tanah

    tersebut. Menurut Boedi Harsono konversi merupakan perubahan hak yang

    lama menjadi satu hak yang baru menurut UUPA. Selain itu A. P.

    Palindungan mengatakan konversi merupakan pengaturan dari hak-hak atas

    tanah menurut sistem hukum perdata barat yang kemudian dimasukan dalam

    sistem menurut UUPA.32

    Maka menurut penulis konversi hak atas tanah yakni peralihan hak atas

    tanah yang sebelumnya menggunakan sistem hukum perdata barat yang

    kemudian setelah diberlakukannya ketentuan UUPA maka hak atas tanah

    sebelum UUPA harus mendapatkan hak baru atas tanah tersebut. Salah satu

    contohnya yakni hak eigendom setelah diberlakukannya UUPA menjadi hak

    milik. Kemudian proses konversi tersebut harus sesuai dengan ketentuan

    peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    32 A.P. Parlindungan. 1990. Pendaftaran Tanah di Indonesia. Bandung. Mandar Maju. Hal. 1

  • 41

    b) Jenis-Jenis Konversi Hak Atas Tanah

    Berdasarkan UUPA terdapat 3 jenis konversi hak atas tanah

    diantaranya :

    1) Konversi Hak Atas Tanah Hak Barat

    Konversi tanah-tanah bekas hak eigendom sebelum tanggal 24

    September 1960 pemiliknya harus melakukan konversi atas tanah

    bekas hak eigendom sebagaimana diatur pada pasal I Undang-undang

    Pokok Agraria:33

    Ayat (1) hak eigendom atas tanah yang ada pada mulai

    berlakunya Undang-undang ini sejak saat tersebut menjadi hak milik,

    kecuali jika yang mempunyainya tidak memenuhi syarat sebagai yang

    tersebut dalam pasal 21.

    Ayat (2) Hak eigendom kepunyaan pemerintah negara asing,

    yang digunakan untuk keperluan rumah kediaman kepala perwakilan

    dan gedung kedutaan, sejak mulai berlakunya undang-undang ini

    menjadi hak pakai tersebut dalam pasal 41 ayat (1), yang akan

    berlangsung selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tersebut

    diatas.

    Ayat (3) Hak Eigendom kepunyaan orang asing, seorang warga

    negara yang disamping warga negara Indonesia mempunyai

    kewarganegaraan asing dan badan-badan hukum, yang tidak di tunjuk

    33 Lihat Pasal I Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

  • 42

    oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (2) sejak

    mulai berlakunya undang-undang ini menjadi hak guna bangunan

    tersebut dalam pasal 35 ayat (1) dengan jangka waktu 20 tahun.

    Ayat (4) Jika hak eigendom tersebut dalam ayat (1) pasal ini

    dibebani dengan hak postal atau hak erpacht maka hak opstal dan hak

    erpacht itu sejak mulai berlakunya undang-undang ini menjadi hak

    guna bangunan tersebut dalam pasal 35 ayat (1), yang membebani hak

    milik yang bersangkutan selama sisa waktu postal atau hak erpacht

    tersebut diatas, tetapi selama-lamanya 20 tahun.

    Ayat (5) Jika hak eigendom tersebut dalam ayat (3) pasal ini

    dibebani dengan hak opstal atau hak erpacht maka hubungan antara

    yang mempunyai hak eigendom tersebut dan pemegang hak opstal atau

    hak erpacht selanjutnya diselesaikan menurut pedoman yang

    ditetapkan oleh Menteri Agraria.

    Ayat (6) Hak-hak hypotheek, servituut, vruchtgebruik dan hak-

    hak membebani hak eigendom tetap membebani hak milik dan hak

    guna bangunan tersebut dalam ayat (1) dan (3) pasal ini, sedang hak-

    hak tersebut menjadi suatu hak menurut undang-undang ini (UUPA).

    Selanjutnya konversi tanah hak Erfpacht sebagaimana diatur

    dalam UUPA Pasal III :34

    34 Lihat Pasal III Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Peraturan Dasar Pokok-Pokok

    Agraria

  • 43

    (1) Hak Erfpacht untuk perusahaan perkebunan besar yang ada pada

    mulai berlakunya Undang-Undang ini, sejak saat tersebut

    menjadi Hak Guna Usaha tersebut dalam pasal 28 ayat 1 yang

    akan berlangsung selama sisa waktu hak Erfpacht tersebut

    selambat-lambatnya 20 tahun.

    (2) Hak Erfpacht untuk pertanian kecil yang ada pada mulai

    berlakunya Undang-Undang ini, sejak saat tersebut hapus dan

    selanjutnya diselesaikan menurut ketentuan-ketentuan yang

    diadakan oleh menteri Agraria.

    Kemudian terkait konversi hak atas tanah hak Opstall dan hak

    Erfpacht sebagaimana diatur dalam UUPA Pasal V :35 Hak Opstall dan

    hak Erfpacht untuk perumahan yang ada pada mulai berlakunya

    Undang-Undang ini, sejak saat tersebut menjadi hak guna bangunan

    tersebut dalam pasal 35 ayat (1) yang berlangsung selama sisa waktu

    hak Opstall dan hak Erfpacht tersebut, tetap selama-lamanya.

    Berdasarkan ketentuan UUPA pasal VIII dimana HGB yang

    diatur dalam pasal I ayat (3) dan (4) dan Pasal II ayat (2) dan pasal V

    berlaku kententuan yang termaktub dalam pasal 36 ayat(2) UUPA.

    35 Lihat Pasal V Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Peraturan Dasar Pokok-Pokok

    Agraria

  • 44

    Selain itu terhadap HGU pada pasal II ayat (2), pasal III ayat (1) dan

    (2) dan pasal IV ayat (1) berlaku ketentuan pasal 30 ayat (2) UUPA.36

    Maka penulis menyimpulkan penggolongan konversi hak-hak

    atas tanah yang berasal dari tanah bekas hak barat dimana hak yang

    dikonversi menjadi hak milik yakni hak eigendom pasal I ayat (1).

    Selanjutnya hak yang dikonversi menjadi HGU yakni hak erfpacht

    untuk perusahaan besar sebagaimana diatur dalam pasal III ayat (1)

    dan pemegang concessive dan sewa untuk perusahaan kebun besar

    sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal IV ayat (1).

    Hak atas tanah yang dikonversi menjadi HGB yakni hak

    eigendom kepunyaan orang/badan hukum asing sesuai pasal I ayat (3),

    Hak Opstall dan hak erfpacht yang membebani hak eigendom sesuai

    pasal I ayat (4). Pun demikian dengan hak yang dikonversi menjadi

    hak pakai diantaranya hak eigendom kepunyaan pemerintah asing yang

    digunakan untuk keperluan rumah kediaman kepala perwakilan dan

    kedutaan sesuai dengan pasal I ayat (2). Terakhir yakni hak yang

    dikonversi yang dihapuskan kepemilikan haknya hak erfpacht untuk

    pertanian kecil sesuai dengan ketentuan pasal III ayat (2).

    36 Lihat Pasal VIII Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Peraturan Dasar Pokok-Pokok

    Agraria

  • 45

    2) Konversi Hak Atas Tanah Hak Indonesia

    Adapun hak-hak atas tanah yang tunduk pada hukum adat

    diantaranya :

    a. Hak Agrarisch Eigendom yakni mengkonversikan tanah adat

    berupa milik perorangan maupun yang ada haknya pada hak

    ulayat maka apabila disetujui sebagian besar dari anggota

    masyarakat adat atas tanah ulayatnya maka tanah ulayat

    dikonversikan menjadi tanah hak Agrarisch Eigendom

    b. Tanah hak yasan, hak atas druwe desa dalam hal ini harus

    dikonversikan menjadi hak milik sebagaimana yang diatur dalam

    pasal 20 ayat (1) UUPA.

    3) Konversi Hak Atas Tanah Bekas Swapraja

    Tanah bekas swapraja diantaranya Grant Sultan yang terletak di

    daerah Sumatra Timur yang dikeluarkan oleh Sultan Deli termaksud

    bukti kepemilikan ha katas tanah yang diterbitkan oleh datuk yang

    berada di Kota Madya Medan.Pun demikian Landrerijen Bezitrecat,

    Altijddurende Erfpacht, tanah eks bengkok, ganggam bautuik, hak-hak

    usaha atas bekas tanah partikeler. Maka, tanah tersebut hanya tunduk

    pada sistem hukum adat.

    c) Tujuan Konversi Hak Atas Tanah

    Diberlakukannya ketentuan UUPA yang mana menganut asas unifikasi

    hukum agraria yang artinya hanya diberlakukan satu sistem hukum diseluruh

  • 46

    Indonesia termaksud hak-hak atas tanah yang menganut sistem hukum

    perdata barat dalam hal ini harus menyesuaikan dengan sistem yang telah

    diatur dalam UUPA yang intinya harus dilakukan konversi atas tanah

    tersebut. Tujuan pendaftaran hak atas tanah yakni memberikan jaminan dan

    kepastian hukum, perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah

    dnegan dikeluarkannya surat tanda bukti hak (sertifikat) yang mana

    memiliki kekuatan sebagai alat pembuktian yang kuat.

    Sehingga terciptanya unifikasi hukum pertanahan yang mewujudkan

    masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang telah diamanatkan

    dalam konstitusi. Pengaturan konversi hak atas tanah bekas hak barat, hak

    Indonesia dan swapraja selain diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun

    1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria pun demikian diatur

    dalam Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962

    tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-Hak Indonesai atas

    Tanah.37

    d) Prinsip Konversi Hak Atas Tanah

    Mewujudkan tujuan dari konversi hak atas tanah maka dalam proses

    konversi harus adanya prinsip. Tujuan adanya prinsip dalam konversi hak

    atas tanah yang dicapai dan cara penyelesaian dari konversi hak atas tanah

    37 Lihat Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962 tentang Penegasan

    Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-Hak Indonesai atas Tanah

  • 47

    yang dilakukan oleh pemerintah. Maka terdapat beberapa prinsip dalam

    mengimplementasikan peraturan tersebut diantaranya:

    1) Prinsip Nasionalitas

    Berdasarkan pasal 21 UUPA yang dapat memiliki hak milik

    diperuntukan untuk WNI dan WNA tidak dapat mempunyai tanah

    walaupun karena pewarisan. Selain itu pada pasal 30 UUPA terkait

    HGU dan pasal 26 terkait HGB inti dari kedua pasal ini dimana

    berdasarkan ketentuan UUPA hak-hhak atas tanah yang terdapat di

    Indonesia yang dulunya berlaku sistem hukum perdata barat dan

    hukum adat atas kepemilikan hak atas tanah secara otomatis UUPA

    harus diterapkan.

    2) Prinsip Pengakuan Hak Atas Tanah

    Setelah berlakunya UUPA maka terjadi unifikasi hukum dalam

    pertanahan, yang mana tanah yang dulu menganut sistem hukum barat

    dan hukum adat secara otomatis tanah tersebut masih diakui. Akan

    tetapi diakuinya keberadaan tanah itu harus dlakukan konversi

    sebagaimana yang telah diatur dalam UUPA,

    3) Prinsip Kepentingan Umum

    Kentetuan konversi menjamin adanya kepastian hukum terkait

    status hak atas tanah yang mana tunduk pada sistem hukum yang lama

    yakni hukum perdata barat dan hukum adat. Akan tetapi setelah

  • 48

    diberlakukannya UUPA maka sistem hukum perdata barat tidak dapat

    digunakan kembali sebagaimana yang telah diatur dalam UUPA.

    4) Prinsip Penyesuaian pada Kepentingan Konversi

    Ketentuan konversi Indonesia mengakui adanya hak-hak atas

    tanah yang menganut sistem hukum perdata barat dan hukum adat.

    Akan tetapi hak-hak atas tanah yang lama tersebut harus dikonversikan

    sebagaimana diatur dalam UUPA melalui lembaga konversi yang bisa

    dilakukan di Kantor Badan Pertanahan Nasional wilayah setempat.

    5) Prinsip Status Quo Hak-hak Tanah Terdahulu

    Secara otomatis setelah diberlakukannya UUPA maka hak-hak

    baru atas tanah yang tunduk pada sistem hukum barat maupun adat

    tidak dapat diterbitkan kembali. Maka pemegang hak atas tanah wajib

    untuk melakukan konversi hak atas tanah sebelum tanggal 24

    September 1960. Apabila tidak dilakukannya konversi hak atas tanah

    yang lama dibatalkan, tidak berkekuatan hukum dan tanah dikuasai

    oleh negara.

    e) Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah

    Pendaftaran konversi hak atas tanah dalam hal ini dibagi menjadi 2

    cara yakni :

    (a) Konversi Langsung yakni apabila pemohon masih memiliki bukti

    kepemilikan hak atas tanah yang diakui berdasarkan ketentuan dalam

    pasal 23 dan 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

  • 49

    Pendaftaran Tanah dimana pemohon dapat mengajukan permohonan

    dan menyerahkan bukti kepemilikan hak atas tanah kepada Kantor

    Pertanahan di wilayahnya.

    (b) Konversi Pengakuan Hak yakni apabila pemohon tidak memilik atau

    kehilangan bukti kepemilikan hak atas tanah maka dapat menempuh

    melalui pengakuan atas kepemilikan hak atas tanah tersebut.

    Mengenai persyaratan konversi pengakuan hak diatur dalam pasal 24

    ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

    Pendaftaran Tanah.38

    C. Tinjauan Tentang Pendaftaran Tanah

    1. Pengertian Pendaftaran Tanah

    Menurut Budi Harsono pendaftaran tanah merupakan rangkaian

    kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus-menerus,

    berkesinambungan, teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan,

    dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk

    peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah

    susun, termasuk pemberian sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya

    bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan Hak Milik Atas

    Satuan Rumah Susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.39

    38 Lihat pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

    Tanah 39 Boedi Harsono. Op.Cit. Hal. 460

  • 50

    Pendaftaran hak atas tanah merupakan kewajiban yang harus dilakukan

    oleh pihak yang memiliki atau mempunyai hak atas tanah tersebut dimana

    agar pihak tersebut mendapatkan kepastian hukum tentang haknya sekaligus

    menegaskan kewajibannya atas tanah yang dibebankan padanya. Pendaftaran

    tanah diselenggarakannya dalam rangka untuk menjamin kepastian hukum

    (recht kadaster) yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan

    perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, dengan alat bukti

    yang dihasilkan pada akhir proses pendaftaran tersebut berupa bukti buku

    tanah dan sertifikat tanah yang terdiri dari salinan buku tanah dan surat

    ukur.40

    Maka prosedur pendaftaran tanah pertama kali yakni harus melalui

    tahap pengukuran, perpetaan, pembukuan serta pendaftaran hak atas tanah

    yang dialihkan sampai dengan penerbitan sertifikat oleh BPN sebagai surat

    tanda bukti hak. Sehingga dapat memperoleh sertifikat hak atas tanah

    sebagaimana yang diatur dalam pasal 19 ayat 1 huruf c, pasal 23 ayat 2,

    pasal 32 ayat 3 dan pasal 38 ayat 2 Undang-Undang Pokok Agraria.

    Diselenggarakannya pendaftaran tanah maka dalam hal ini akan

    memperoleh alat pembuktian yang kuat tentang sahnya perbuatan hukum

    antara para pihak mengenai tanah. Alat bukti yang dimaksud dalam hal ini

    dimana sertifikat. Dengan adanya sertifikat maka perbuatan hukum yang

    40 Adrian Sutedi. 2013. Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya. Jakarta. Sinar Grafika.

    Hal. 112

  • 51

    dilakukan oleh para pihak akan adanya jaminan atas suatu sertifikat tersebut.

    Maka fungsi dari pendaftaran tanah adalah untuk memberikan jaminan

    secara sempurna bahwa nama orang yang terdaftar dalam buku tanah sudah

    tidak dapat dibantah sekalipun orang tersebut bukan pemilik yang

    sebenarnya atas tanah yang bersangkutan.

    2. Asas-asas pendaftaran Tanah

    Pengaturan asas-asas pendaftaran tanah terdapat pada pasal 2

    Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah41,

    yang mana pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana,

    aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka.

    a. Asas sederhana digunakan dalam pendaftaran tanah baik ketentuan

    pokok maupun prosedur dapat dengan mudah dipahami oleh pihak-

    pihak yang berkepentingan dalam pengalihan hak atas tanah terutama

    pemegang hak atas tanah tersebut.

    b. Asas aman dalam pendaftaran tanah memberikan/menunjukan

    bahwasanya pendaftaran tanah diselenggarakan dengan cermat dan

    teliti sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum

    bagi pemegang hak atas tanah.

    c. Asas terjangkau artinya pendaftaran tanah dapat dijangkau oleh para

    pihak yang hendak mendaftarkan tanahnya.

    41 Lihat pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

  • 52

    d. Asas mutakhir yakni data yang diperoleh dari penyelenggaraan

    pendaftaran tanah yang telah dilakukan harus dijaga eksistensinya

    sehingga data yang diperoleh tetap terjaga dan terpelihara sesuai

    dengan kenyataan dilapangan.

    e. Asas terbuka artinya setelah melakukan penyelenggaraan pendaftaran

    tanah dalam hal ini masyarakat maupun pemerintah dapat

    memperoleh keterangan terkait data fisik maupun data yuridis dari

    obyek pendaftaran tanah tersebut.

    3. Tujuan Pendaftaran Tanah

    Berdasarkan pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997

    tujuan pendaftaran tanah sebagai berikut:42

    a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum

    kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun

    dan hak-hak lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat

    membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

    Untuk itu kepada pemegang hak diberikan sertifikat sebagai surat

    tanda buktinya.43

    b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak yang berkepentingan,

    termasuk pemerintah, agar dengan mudah dapat memperoleh data

    42 Badan Pertanahan Nasional. 1993. Himpunan Karya Tulis Pendaftaran Tanah. Jakarta.

    Bumi Bhakti Adhi Guna. Hal. 38 43 Penjelasan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

    Pokok Agraria

  • 53

    yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai

    bidang-bidang dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

    untuk terselenggarakannya tertib administrasi pertanahan, pendaftaran

    tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib

    administrasi di bidang pertanahan. Untuk mencapai tertib administrasi

    tersebut setiap bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk

    peralihan, pembebanan dan hapusnya wajib didaftar.44

    Kegunaan pendaftaran tanah dapat dirasakan oleh pemegang hak atas

    tanah maupun pemerintah. Maka dari itu terdapat beberapaan kegunaan

    pendaftaran tanah bagi pemegang hak dan pemerintah diantaranya :

    1) Kegunaan bagi pemegang hak

    a) Dengan diperolehnya sertifikat hak atas tanah dapat memberikan

    rasa aman karena kepastian hukum hak atas tanah.

    b) Apabila terjadi peralihan hak atas tanah dapat dengan mudah

    dilaksanakan.

    c) Dengan adanya sertifikat, lazimnya taksiran harga atas tanah relatif

    lebih tinggi dari pada tanah yang belum bersertifikat.

    d) Sertifikat dapat dipakai sebagai jaminan kredit.

    e) Penetapan Pembayaran Pajak Bumi dan Pembangunan (PBP) tidak

    akan keliru.

    44 Lihat Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

  • 54

    2) Kegunaan bagi pemerintah yakni terwujudnya administrasi

    pemerintahan, pemerintah dapat memperoleh keterangan data fisik

    maupun data yuridis yang benar terkait tanah di kantor pertanahan.

    Penulis menyimpulkan bahwa tujuan dari adanya pendaftaran tanah

    dimana memberikan kepastian obyek, memberikan kepastian hak dan

    memberikan kepastian subyek atas tanah tersebut. dengan adanya

    pendaftaran tanah yang dilakukan secara tertulis dengan dikeluarkannya

    sertifikat oleh BPN maka pemegang hak atas tanah memiliki jaminan

    kepastian hukum pun akan menghasilkan kemanfaatan.

    4. Macam Pendaftaran Tanah

    Pendaftaran tanah pada dasarnya dalam bidang keagrariaan ada 3

    macam pendaftaran tanah yang umum dilaksanakan diantaranya :45

    a. Pendaftaran tanah untuk keperluan perpajakan (Fiscal Kadaster)

    merupakan pendaftaran tanah yang dilaksanakan dengan tujuan hanya

    untuk menetapkan besarnya pajak atas tanah tersebut yang harus

    dibayar oleh pemegang haknya.

    b. Pendaftaran tanah untuk keperluan pembuktian hak atas tanah (Rechts

    Kadaster) merupakan pendaftaran tanah yang dilaksanakan untuk

    45 Halim, A. Ridwan.1988. Hukum Agraria Dalam Tanya Jawab. Aceh. Ghalia Indonesia.

    Hal. 103-104

  • 55

    menwujudkan kepastian hukum terkait hak dan status kepemilikan

    tanah.

    c. Pendaftaran tanah untuk keperluan pencatatan dan pengumpulan data

    tentang tanah-tanah yang ada disuatu daerah (Aantal kadaster).

    5. Sistem Pendaftaran Tanah

    Sistem pendaftaran tanah terdapat 2 jenis yakni pendaftaran tanah

    dengan stelsel negatif (registration of deeds) dan pendaftaran tanah stelsel

    positif atau hak (registration of title).46 Sistem pendaftaran tanah dengan

    stelsel negatif (registration of deeds) merupakan akta-akta yang didaftarkan

    oleh Pejabat Pendaftaran Tanah yang bersifat pasif yang mana tidak

    melakukan pengujian terkait kebenaran data sesuai yang disebutkan dalam

    akta yang didaftar. Pun demikian setiap perubahan yang terjadi wajib di

    buatkan akta sebagai buktinya.

    Sistem pendaftaran tanah stelsel positif atau hak (registration of title)

    yakni sistem pendaftaran hak yang mana setiap penciptaan hak baru dan

    perbuatan hukum yang menimbulkan perubahan pun harus dibuktikan

    dengan suatu akta.47 Indonesia menganut sistem negatif yang mengadung

    unsur positif artinya pemerintah tidak menggunakan sistem negative murni

    sebagaimana dalam pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA bahwa pendaftaran tanah

    menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat

    46 Boediharsono. 1999. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta. Djambatan. Hal. 463 47 http://abstrak.ta.uns.ac.id. Hal. 5. Access, 21 November 2018. Jam 1.40 WIB

  • 56

    pembuktian yang kuat.48 Pun demikian terkait dengan pelaksanaan

    pendaftaran tanah pun diatur pada pasal 11 s/d pasal 56 Peraturan

    Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, berkaitan

    dengan pendaftaran tanah secara sistematik dan sporadik.

    Perbedaan pendaftaran tanah sistematik dan sporadik terletak dimana

    pendaftaran secara sistematik dilakukan pendaftaran tanah untuk pertama

    kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi obyek pendaftaran tanah

    oleh pemerintah. Sedangkan secara sporadik yakni pendaftaran tanah yang

    pertama kali yang dilakukan secara individual orang para pihak yang

    memiliki kepentingan. Salah satunya atas kehendak atau permintaan para

    pihak yang ingin menguasai obyek atas tanah tersebut.

    D. Tinjauan Teori Kepastian Hukum

    Menurut Hans Kelsen hukum merupakan sebuah sistem norma yang

    menekankan pada aspek da sollen (sesuai peraturan Perundang-undangan).

    Peraturan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan tersebut harus

    diterapkan dengan benar.49 Selain itu Gustav Radbruch mengemukakan hukum

    harus memiliki 3 tujuan yakni:

    a) Asas Kepastian Hukum (Rechmatigheid) artinya asas ini meninjau lebih

    spesifik pada sudut yuridisnya.

    48 Lihat Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

    Pokok-Pokok Agraria 49 Santri Aji Putra. 2018. Kepastian Hukum Terhadap Bukti Kepemilikan Atas Obyek Tanah

    Yang Sama Untuk Pengadaan Jalan Tol Purbaleunyi Dihubungkan Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Skripsi Ilmu Hukum. Hal, 34

  • 57

    b) Asas Keadilan Hukum (Gerectigheid) artinya asas ini meninjau dari sudut

    filosofis. Pun keadilan dalam hal ini harus memiliki kesamaan hak untuk

    semua orang didepan pengadilan.

    c) Asas Kemanfaatan Hukum (Zwehmatigheid) artinya ketika telah

    mencapai kepastian dan keadilan hukum maka kemanfaatan akan

    dirasakan oleh semua orang.50

    Sehingga kepastian hukum dalam teori ilmu hukum yakni dalam

    implementasinya tepat prosedur hukumnya, tepat subjek dan objeknya. Namun

    kepastian hukum tidak serta merta menjadi sesuatu yang mutlak dalam

    penerapannya, hal ini didasarkan atas memperhatikan adanya faktor kemanfaatan

    dan efisiensi dalam pemberlakuannya. Kepastian hukum apabila dikaitkan

    dengan politik hukum Agraria yang terrefleksikan dalam UUPA yakni:

    1. Untuk meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agrarian nasional.

    2. Menjadi dasar dalam mewujudkan kesatuan dan kesederhanaan dalam

    hukum pertanahan.

    3. Menjadi dasar dalam mewujudkan kepastian hukum mengenai hak-hak

    atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia

    Menurut penganut aliran Legal Positivism kepastian hukum merupakan

    kepastian yang dilahirkan berdasarkan bunyi dari teks Undang-Undang yang

    mana dipandang sebagai patronase tunggal untuk mengukur suatu keadaan,

    kejadian atau ketetapan yang mengandung kepastian hukum. Dikatakan telah

    50 Ibid.

  • 58

    memenuhi kepastian hukum apabila dalam penerapannya telah memenuhi segala

    unsur yang terkandung dalam Undang-Undang. Apabila sedikit saja keluar dari

    unsur dan norma yang terkandung dalam Undang-Undang maka nilai kepastian

    hukumnya pun tidak lengkap, berkurang bahkan hilang.51

    Selain itu, Satjipto Raharjo mengatakan kepastian yang dimaksud dalam

    hal ini yakni kepastian yang terkandung dalam Undang-Undang, bukan kepastian

    hukum karena masih dalam tingkatan mengukur kepastian sesuai dengan bunyi,

    norma, atau pasal dalam Undang-Undang. Untuk mencapai suatu kepastian

    hukum harus memenuhi 3 kriteria umum diantaranya :

    1) Ius Constituendum yakni hukum yang dicita-citakan oleh masyarakat.

    Artinya, cita-cita yang diharapkan oleh masyarakat yakni terwujudnya

    suatu keinginan masyarakat akan suatu bentuk, struktur dan tatanan hukum

    yang mampu menciptakan stabilitasdi masyarakat. Hukum harus bersifat

    ideal dimana mampu menjawab kebutuhan masyakarat bukan hukum

    representatif yakni hukum atas kehendak suatu golongan tertentu.

    2) Ius Constitutum yakni peraturan dasar yang memayungi semua peraturan

    yang ada dibawahnya. Ius Constitutum merupakan hukum yang tertulis

    dimasyarakat dimana telah dipositifkan secara de facto dan de jure yakni

    hukum yang berlaku dinegara tersebut yang bersifat melekat dan memaksa

    astinya setiap warga negara harus mematuhi hukum yang ada di negaranya.

    51 M. Natsir Asnawi. 2014. Hermeneutika Putusan Hakim. Yogyakarta. UII Press

    Yogyakarta, Hal. 121

  • 59

    3) Ius Operatum yakni hukum dijalankan oleh masyarakat. Artinya suatu

    peraturan yang diatur harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan

    dimasyarakat. Apabila dalam peraturan perundang-undangan tidak sesuai

    dengan kebutuhan masyarakat maka peraturan tersebut tidak dapat

    dijalankan.52

    Maka penulis menyimpulkan arti kepastian hukum bahwa kepastian

    tegaknya hukum yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan di

    masyarakat. Selain itu, tegaknya kepastian hukum tidak berhenti pada

    diterapkannya peraturan perundnag-undangan semata melainkan asas, norma dan

    aturan yang dicita-citakan oleh masyarakat yang kemudian dikodifikasi dalam

    peraturan perundang-undangan dan penegak hukum mampu

    menjalankan/menerapkan peraturan tersebut sebagaimana mestinya bagi

    terciptanya suatu tatanan masyarakat yang adil dan sejahtera.

    52 Ibid. Hal. 123-124