iv. keadaan umum wilayah penelitian 4.1 kondisi … · desa-desa dari kabupaten bandung dimana pada...
TRANSCRIPT
47
IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1 Kondisi Geografi dan Administrasi
Kota Bandung merupakan wilayah yang terletak pada 107º bujur timur,
6º-55º lintang selatan dan berada di ketinggian 791 m di atas permukaan laut, titik
terendahnya berada pada posisi 675 meter di sebelah selatan dan titik tertinggi
terletak pada posisi 1.050 meter yang berada di sebelah utara. Dengan luas
wilayah 16.730 Ha (Bandung Dalam Angka, 2009), secara geografik sebelah utara
Kota Bandung merupakan daerah perbukitan atau dataran tinggi dan sebelah
selatan relatif datar atau dataran rendah. Sebelah selatan pada umumnya tanah
bebatuan, sebelah utara dan timur terdiri dari tanah endapan berupa tanah
lempung atau tanah liat, sebelah barat dan tengah tersebar tanah bebatuan.
Keadaan geologis di Kota Bandung dan sekitarnya terdiri atas lapisan
alluvial hasil letusan Funung Tangkuban Perahu. Jenis material di wilayah bagian
utara umumnya jenis tanah andosol, sedangkan di bagian Selatan serta Timur
terdiri atas jenis alluvial kelabu dengan bahan endapan liat. Di bagian Tengah dan
Barat tersebat jenis tanah andosol. Iklim asli kota Bandung dipengaruhi oleh iklim
pegunungan di sekitarnya, namun pada dasarnya beberapa tahun belakangan
mengalami peningkatan suhu, hal ini disebabkan polusi dan meningkatnya suhu
global. Kota Bandung tergolong daerah yang cukup sejuk, dengan temperature
udara rata-rata 23º C (1995-2008). Temperatur ini dipengaruhi oleh ketinggian
sekitar lingkungan pegunungan atau cekungan dan berbagai danau besar yang
terletak disekitarnya, serta perubahan iklim global. temperatur rata-rat di Kota
Bandung pada Tahun 2008 terdapat temperatur maksimum yang mencapai 30.7ºC
pada bulan September 2008. hal ini mengindekasikan bahwa sebenarnya terdapat
kenaikan temperatur di Kota Bandung. Sementaraitu bila dianalisis dalam kurun
waktu yang lebih panjang, yaitu temperatur udara rata-rata maksimum dalam 20
tahun terakhir, temperatur di Kota Bandung naik sekitar 2ºC, dan kenaikan
tersebut dinilai signifikan dalam dunia meteorologi.
Kota Bandung yang secara administratif menurut Perda Kota Bandung
nomor 06 tahun 2006 tentang Pemekaran dan pembentukan wilayah kerja
48
kecamatan dan kelurahan di lingkungan Pemerintah Kota Bandung dibagi menjadi
30 Kecamatan, 151 Kelurahan, 1.500 RW dan 9.277 RT (pasca pemekaran 4
kecamatan) yang dibatasi oleh :
a. Bagian Utara berbatasan dengan Kecamatan Lembang dan Cisarua Kabupaten
Bandung Barat.
b. Bagian Barat berbatasan dengan Kota Cimahi yaitu Kecamatan Cimahi Utara,
Cimahi Tengah dan Marga Asih.
c. Bagian Timur berbatasan dengan Kecamatan Cicalengka dan Cileunyi
Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang.
d. Bagian Selatan berbatasan dengan Kecamatan Dayeuh Kolot dan Cirangrang
Kabupaten Bandung.
Kota Bandung sebagai kota metropolitan, sekarang ini telah berkembang
dengan pesat, baik secara fisik maupun non fisik. Faktor utama yang memberikan
keuntungan bagi pembangunan di Kota Bandung adalah selain sebagai ibukota
provinsi, juga letak geografis Kota Bandung sangat strategis yang menjadikan
persimpangan dan sentra pertemuan yang berada tepat di tengah provinsi, yang
menjadikan titik temu seluruh daerah yang berada di wilayah selatan dan utara
provinsi Jawa Barat sebelum ditransfer ke Jakarta sebagai pusat perekonomian
nasional.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Kota Bandung telah ditetapkan sebagai salah
satu Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan Kawasan Andalan Cekungan Bandung.
Dengan penetapan tersebut, Kota Bandung makin berkembang dan makin banyak
menarik pendatang dan penduduk dari wilayah lain disekitarnya untuk bermigrasi,
baik untuk menetap maupun untuk melakukan segala kegiatan bisnisnya sebagai
penduduk komuter. Perkembangan ini dapat menjadi daya dukung bagi Kota
Bandung dalam melakukan pembangunan tetapi sebaliknya bisa juga menjadi
beban bagi Kota Bandung jika potensi yang ada tidak memiliki kualitas yang
dibutuhkan dalam pembangunan Kota Bandung secara keseluruhan.
49
42
4.2 Pemerintahan
Sejak dibentuknya Kota Bandung menjadi suatu daerah Otonom pada
tanggal 1 April 1906, Kota Bandung telah beberapa kali mengalami perluasan
permukaan wilayah daerahnya, yaitu pada masa rentang Tahun 1906 – 1917, yaitu
pada hari pembentukan Kota Bandung menjadi daerah otonom tanggal 1 April
1906 mempunyai luas 1.922 Ha dan pada rentang waktu Tahun 1917-1942 daerah
Kota Bandung telah diperluas menjadi 2.871 Ha.
Pada tahun 1930 telah direncanakan perluasan daerah Kota Bandung
dalam jangka waktu 25 tahun berikutnya. Perlunya perluasan tersebut dari 2.871
Ha menjadi 12.758 Ha berdasarkan pertimbangan bahwa penduduk Kota Bandung
dengan pertambahan normal pada akhir 1955 diperkirakan akan menjadi 750.000
jiwa, rencana ini dikenal dengan sebutan “Plan Karsten”. Namun pada masa
Pendudukan Pemerintahan Belanda, rencana Karsten ini belum seluruhnya
Gambar 3 Peta Kota Bandung dan Batas-batas Wilayahnya
Sumber : Perda 2 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah
Kota Bandung
50
dilaksanakan. Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) beberapa kali diadakan
perubahan luas daerah berupa pergeseran batas kota dengan cara memasukan
desa-desa dari Kabupaten Bandung dimana pada akhir masa pendudukan Jepang
luas daerah Kota Bandung berubah menjadi 5.413 Ha. Sedangkan pada masa
Negara Pasundan Tahun 1949 secara resmi Kota Bandung mengalami perluasan
menjadi 8.098 Ha. Selanjutnya pada Tahun 1987 Berdasarkan Peraturan
Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1987 wilayah Administrasi
Kota Bandung diperluas menjadi 16.730 Ha hingga saat ini.
Dari segi pelaksanaan pemerintahan Pemerintah Kota Bandung telah
mendorong upaya reformasi birokrasi yang akan dilakukan menurut tahapan-
tahapan tertentu. Saat ini telah dilakukan reorganisasi pemerintah yang diharapkan
dapat meningkatkan kinerja aparatur Pemerintah Kota Bandung. Secara umum,
implementasi SOTK baru berdasarkan PP Nomor 41 Tahun 2007, tentang
Organisasi Perangkat Daerah maka struktur organisasi Pemerintah Kota Bandung
saat ini terdiri dari sejumlah SKPD, yaitu 14 Dinas, 9 lembaga teknis daerah,
Satuan Polisi Pamong Praja, 4 perusahaan daerah, 3 rumah sakit daerah, 30
kecamatan serta sekretariat daerah. Dengan perangkat organisasi tersebut
diharapkan struktur organisasi menjadi lebih ramping, bergerak taktis dan
strategis, serta dapat mengurangi jabatan struktural yang ada guna meningkatkan
efisiensi kerja dan penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu, Organisasi
yang ada saat ini didukung oleh Esselon. II.A 1 orang, Esselon. II.B 32 orang,
Esselon. III.A 76 orang, Esselon. III.B 131 orang,Esselon. IV.A. 895 orang,
Esselon. IV.B 708 orang dengan jumlah pegawai, 24.341 pegawai negeri sipil dan
1.501 tenaga kontrak.
Penataan kelembagaan Pemerintah Kota Bandung pada dasarnya
diarahkan dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik untuk
menghilangkan citra birokrasi sebagai penghambat pembangunan. Dengan
demikian, adanya re-organisasi berimplikasi terhadap pengurangan jabatan. Di
antara masalah yang masih menjadi tantangan di masa depan adalah kapasitas
aparatur tata kerja. Berbagai kegiatan peningkatan kinerja aparatur dilakukan
melalui peningkatan kesejahteraan, pengawasan, mengikuti pendidikan dan
latihan dan sebagainya. Namun dengan semakin kompleksnya permasalahan
51
perkotaan, dirasakan kapasitas dan kapabilitas aparatur dalam mencapai pelayanan
prima masih berada di bawah standar. Tata kerja di masa datang juga penting
untuk diperjelas dan dituangkan dalam mekanisme kerja dan job description yang
baik agar sistem dapat berjalan dengan baik. Tata kerja ini berfungsi sebagai
petunjuk operasional SOTK yang sudah ada. Dan saat ini SKPD yang telah
memiliki Standar Mutu Nasional (SMN) ISO 9000:2001 adalah sebanyak 12
SKPD. Hal lain yang akan dilaksanakan dalam rangka peningkatan pelayanan
kepada masyarakat, adalah upaya penguatan kelurahan. Sedangkan untuk
meningkatkan kualitas perijinan maka telah dibentuk Badan Penanaman Modal
dan Pelayanan Perijinan Terpadu (BMPPT) dan Bandung Elektronik Procurment
(BEP). Langkah-langkah dapam upaya reformasi pelayanan perijinan, meliputi :
a. Regulasi perijinan usaha dengan memangkas jumlah perijinan dan menata
perijinan yang tumpang tindih.
b. Birokrasi perijinan usaha melalui penyederhaan prosedur perijinan.
Dalam pelaksanaannya reformasi pelayanan perijinan diformulasikan ke
dalam pembentukan pelayanan terpadu satu pintu. Pelayanan satu pintu adalah
penyelenggaraan pelayanan perijinan dan non perijinan yang proses
pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan, sampai dengan penerbitan
dokumen secara terpadu dan dilakukan di satu tempat melalui front office untuk
meminimalisasi interaksi antara pemohon dan petugas perijinan dan menghindari
kemungkinan pungutan-pungutan tidak resmi. Seiring dengan penataan organisasi
perangkat daerah Kota Bandung sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah No.
41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah bentuk kelembagaan terpadu
satu pintu ditingkatkan dari setingkat kantor menjadi setingkat badan dengan
nomenklatur Badan Pelayanan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah Kota
Bandung dengan asumsi bahwa pelayanan perijinan yang diselenggarakan
berkaitan erat dengan investasi di daerah. Dengan adanya kemudahan perijinan
diharapkan akan mendorong kondusifitas iklim investasi di Kota Bandung.
Peningkatan status kelembagaan satu pintu juga dilakukan dengan perubahan
ketatalaksanaan, peningkatan kewenangan dimana Pelayanan Terpadu Satu Pintu
diberikan kewenangan dari mulai penerimaan berkas, pemprosesan ijin,
penandatanganan ijin dan penyerahan ijin, Selain itu jumlah perijinan yang
52
dikelola oleh satu pintu ditingkatkan dari 14 jenis perijinan menjadi 62 jenis
perijinan baik ijin usaha maupun non usaha. Hal-hal yang perlu dilakukan seiring
dengan peningkatan kelembagaan pelayanan terpadu satu pintu meliputi:
a. Revisi Perda-perda terkait dengan prinsip-prinsip pelayanan satu pintu, seperti
penyederhaan, persyaratan dan waktu pelayanan;
b. Penyederhaan jumlah perijinan dengan menyatukan atau menghapus perijinan
yang dianggap tumpang tindih dan menyulitkan pelaku usaha;
c. Pengurangan biaya bagi kategori usaha tertentu;
d. Penetapan kebijakan untuk mengurangi pungutan-pungutan di tingkat
Kecamatan, Kelurahan, RW dan RT terutama terkait dengan persyaratan ijin.
Sebagai perwujudan political will dari penerapan pola pelayanan terpadu
satu pintu telah dianggarkan pula pembiayaan dalam operasional pelayanan satu
pintu baik dalam APBD perubahan Tahun 2007 maupun APBD Tahun 2008.
Upaya peningkatan pelayanan dilakukan melalui penerapan model pelayanan
bersifat proaktif dan standar mutu. Model pelayanan yang bersifat proaktif adalah
dengan membangun situs (web site) untuk pelayanan on line, sedangkan
pelayanan yang bersifat standar mutu adalah melalui penggunaan ISO 9001:2000
yang berguna untuk menyusun pedoman kerja yang berstandar, meningkatkan
citra, profesionalitas dan meningkatkan daya tarik investasi.
Dalam upaya efisiensi dan peningkatan pelayanan pemerintah terhadap
masyarakat Kota Bandung, maka dalam struktur pelayanan pemerinta Kota
Bandung membagi ke dalam enam wilayah pelayanan, yaitu:
1. Wilayah Pelayanan Bojonegara
2. Wilayah Pelayanan Cibeunying
3. Wilayah Pelayanan Tegallega
4. Wilayah Pelayanan Kerees
5. Wilayah Pelayanan Ujungberung
6. Wilayah Pelayanan Gedebage
4.3 Kependudukan
Penduduk Kota Bandung berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Daerah
(Suseda) adalah 2.374.198 jiwa (penduduk laki-laki 1.210.164 jiwa dan
53
perempuan 1.164.034 jiwa). Angka tersebut menentukan Laju Pertumbuhan
Penduduk (LPP) sebesar 1,90 persen. Rata-rata kepadatan penduduk Kota
Bandung 14.190,41 jiwa/Km2, dilihat dari segi kepadatan penduduk per
Kecamatan, maka Kecamatan Bojongloa Kaler merupakan daerah terpadat dengan
kepadatan penduduk 39.899,01 jiwa/Km2. Salah satu upaya Pemerintah Kota
Bandung untuk mengurangi tingkat kepadatan penduduk adalah dengan Program
Transmigrasi ke daerah luar Pulau Jawa, diantaranya ke Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Tabel 2 Jumlah Penduduk Kota Bandung Menurut Kecamatan dan Jumlah
Kelurahan Serta rata-rata Per Kelurahan Tahun 2008
No Tahun Jumlah
Kecamatan
Jumlah
Kelurahan
Jumlah
Penduduk
Rata-rata
Penduduk per
Kelurahan
1 2008 30 151 2.374.198 15.723
2 2007 26 139 2.329.928 16.762
3 2006 26 139 2.296.848 16.524
4 2005 26 139 2.270.970 16.338
5 2004 26 139 2.232.624 16.062
Sumber : Bandung Dalam Angka 2009
Berdasarkan uraian Tabel 2 dan sesuai dengan hasil registrasi penduduk
pada tahun 2005, total penduduk Kota Bandung meningkat sebanyak dari
2.228.267 jiwa pada tahun 2003 menjadi 2.232.627 jiwa pada tahun 2004 dengan
laju pertumbuhan penduduk 2,65 persen. Dengan luas areal kota sebesar 16.730
hektar. Sehingga rata-rata kepadatan penduduknya sebesar 13.344 jiwa/ha (134
jiwa per km2), dengan rata-rata anggota keluarga sebanyak 4 jiwa per KK. Angka
ini tidak termasuk sejumlah besar penduduk komuter (pendatang atau penduduk
dari wilayah lain) yang bekerja dan mencari nafkah di Kota Bandung pada siang
hari, Menurut data Dinas Kependudukan Kota Bandung (2009), jumlah total
penduduk pada siang hari dapat mencapai 3,5 juta jiwa.
Sedangkan dari aspek banyaknya migrasi penduduk menetap dan
penduduk komuter dari berbagai penjuru tanah air dan bahkan ekspatriat dari luar
negeri telah menyebabkan Bandung menjadi kota yang berpopulasi tinggi dengan
kepadatan dan multi-etnis. Namun penduduk Kota Bandung relatif tidak tersebar
54
secara merata di setiap kecamatan, sehingga kepadatan penduduk antar kecamatan
di Kota Bandung sangat bervariasi. Sedangkan perkembangan penduduk di
wilayah penelitian dapat dilihat dari data di Tabel 3
Tabel 3 Jumlah Penduduk Kota Bandung Menurut Kecamatan dan Luas
Wilayah Serta Kepadatan Penduduk Per Km2
Tahun 2008
No Kelurahan Luas
(Km2)
Jumlah
Penduduk
Kepadatan
Penduduk Per Km2
1 Bandung Kulon 6,46 125,350 19,404
2 Babakan Ciparay 7,45 142,309 19,102
3 Bojongloa Kaler 3,03 120,894 39,899
4 Bojongloa Kidul 6,26 81,045 12,947
5 Astanaanyar 2,89 70,544 24,410
6 Regol 4,30 86,500 20,116
7 Lengkong 5,90 71,983 12,201
8 Bandung Kidul 6,06 51,968 8,576
9 Buahbatu 7,93 95,256 12,012
10 Rancasari 7,33 68,864 9,395
11 Gedebage 9,58 31,230 3,260
12 Cibiru 6,32 60,001 9,494
13 Panyileukan 5,10 34,621 6,788
14 Ujung Berung 6,40 61,579 9,622
15 Cinambo 3,68 23,695 6,439
16 Arcamanik 5,87 57,869 9,858
17 Antapani 3,79 59,929 15,812
18 Mandalajati 6,67 57,265 8,586
19 Kiaracondong 6,12 129,623 21,180
20 Batununggal 5,03 123,392 24,531
21 Sumur Bandung 3,40 40,035 11,775
22 Andir 3,71 106,201 28,626
23 Cicendo 6,86 103,532 15,092
24 Bandung Wetan 3,39 31,741 9,363
25 Cibeunying Kidul 5,25 111,094 21,161
26 Cibeunying Kaler 4,50 69,011 15,336
27 Coblong 7,35 126,450 17,204
28 Sukajadi 4,30 101,065 23,504
29 Sukasari 6,27 77,218 12,316
30 Cidadap 6,11 53,934 8,827
Jumlah 167,29 2.374.198 14,192
Sumber : Bandung Dalam Angka 2009
Penduduk Kota Bandung pada tahun 2007 adalah sebanyak 2.340.624
jiwa. Sebagai pusat kegiatan penting, maka disekitar Kota Bandung berkembang
daerah-daerah hinterland seperti Kabupaten Bandung dan Bandung Barat, wilayah
55
Kabupaten Sumedang bagian barat serta Kota Cimahi yang dihuni oleh penduduk
yang berjumlah besar pula. Kabupaten Bandung, Bandung Barat dan Kota Cimahi
pada tahun 2006 dapat mencapai jumlah penduduk 5 jutaan. Dengan peran
sebagai orientasi, maka pergerakan penduduk antara pusat dan hinterland menjadi
bercampur, sehingga realitas jumlah penduduk yang beraktivitas di Kota Bandung
cenderung melebihi jumlah penduduk yang teregistrasi. Rata-rata pertumbuhan
jumlah penduduk Kota Bandung antara tahun 2002-2007 adalah sebesar
1,43persen. Dengan kondisi tersebut, maka diperkirakan pada tahun 2013 jumlah
penduduk Kota Bandung mencapai hampir 2,6 juta jiwa. Pertambahan jumlah
penduduk ini dapat menjadi beban berat apabila secara bersamaan daerah
sekitarnya juga terus mengalami pertambahan penduduk. Bila biaya hidup dan
beraktivitas di Kota Bandung semakin kompetitif dan mahal, pertumbuhan
penduduk bisa semakin melambat, hingga mencapai 2,4 juta jiwa. Jumlah ini tetap
mengisyaratkan Kota Bandung sebagai kota penting, namun penduduk yang
beraktivitas di dalamnya melakukan komuter dan tinggal di daerah sekitar Kota
Bandung. Dalam kondisi ini tetap saja beban bayangan jumlah penduduk yang
besar, menjadi isu penting Kota Bandung di masa datang. Dengan luas wilayah
sekitar 16.730 ha, maka kepadatan penduduk Kota Bandung pada tahun 2007
adalah 140 jiwa/ha. Seluruh jumlah penduduk tersebar di kecamatan yang ada.
Distribusi jumlah penduduk terbesar adalah Kecamatan Bandung Kulon, yaitu
mencapai jumlah 120.733 jiwa atau mencapai 5,5 persen dari seluruh jumlah
penduduk Kota Bandung. Kecamatan dengan jumlah penduduk tersedikit adalah
Kecamatan Cinambo, dengan jumlah penduduk sekitar hampir 20.000 jiwa atau
sekitar 0,9persen jumlah penduduk Kota Bandung. Dari kecamatan yang ada,
sekitar 50persen penduduk tinggal di 10 Kecamatan saja, yaitu Bandung Kulon,
Batununggal, Kiaracondong, Babakan Ciparay, Coblong, Bojongloa Kaler,
Cibeunying Kidul, Andir, Sukajadi dan Cicendo, yang rata-rata proporsi jumlah
penduduknya mencapai 4persen.
Selanjutnya penduduk Kota Bandung dapat dianalisis menurut struktur
umurnya. Struktur umur ini adalah informasi yang sangat penting karena berkaitan
dengan perkembangan persentase kelompok sasaran pembangunan. Misalnya
proporsi penduduk pada tingkat pendidikan dasar, menengah, tinggi, remaja, usia
56
kerja (produktif), usia lanjut. Besaran komposisi penduduk ini akan menentukan
kebutuhan layanan pada setiap kelompok. Bila dilihat dari struktur usia penduduk
Kota Bandung, yang tergolong menonjol adalah usia masa awal usia kerja (25-34
tahun) dan pada usia pendidikan tinggi (20-24 tahun). Pada kedua kelompok ini
terlihat pola lonjakan bila dibandingkan dengan usia pendidikan dasar-menangah.
Artinya secara normal sebenarnya strukturnya akan semakin menyempit mulai
dari usia balita sampai dengan usia lanjut. Lonjakan pada usia tersebut di atas,
mengindikasikan bahwa di Kota Bandung terjadi migrasi masuk yang sangat
besar, yaitu mahasiswa-mahasiswa yang melanjutkan studinya di Kota Bandung
sekaligus tempat mencari kerja pada penduduk usia-usia awal kerja.
4.4 Kondisi Perekonomian Kota Bandung
Kota Bandung memiliki peran penting dalam perekonomian Jawa Barat.
Pada Tahun 2004-2008 konstribusi ekonomi Kota Bandung di Jawa Barat
mencapai rata-rata 10persen. Dalam lingkup Kota Bandung Raya, maka kontribusi
aktivitas ekonominya menjadi sekitar 23 persen dari ekonomi Jawa Barat. Laju
pertumbuhan ekonomi Kota Bandung juga tergolong tinggi, atau di atas rata-rata
pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dan bahkan nasional. Pada tahun 2006 tingkat
pertumbuhan ekonomi mencapai 7,83 persen dan pada tahun 2007 mencapai
8,24persen. Tingkat Pertumbuhan yang tinggi tersebut menunjukan bahwa Kota
Bandung adalah menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi yang penting di
Jawa Barat maupun di Indonesia. Secara terinci konstribusi kegiatan ekonomi
Kota Bandung dan sekitarnya Ekonomi Jawa Barat dapat dilihat dalam Tabel 4
berikut :
Tabel 4 Kontribusi Kegiatan Ekonomi Kota Bandung
dan sekitarnya terhadap Ekonomi
Jawa Barat Tahun 2008
Kabupaten/Kota persen
Kab. Bandung
Kab. Subang
Kab. Bandung Barat
Kota Bandung
6.79
2.47
2.50
10.03
Sumber: Jawa Barat Dalam Angka 2009
57
Uraian Tabel 4 mengindikasikan bahwa Kota Bandung merupakan kota
penting bagi aktivitas ekonomi di Jawa Barat maupun nasional. Artinya Kota
Bandung menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi dan memiliki banyak
kaitan aktivitas ekonomi dengan daerah sekitar dan wilayah lain. Sebagai pusat
pertumbuhan dengan tumpuan pada aktivitas perdagangan dan industri
pengolahan, Kota Bandung juga menjadi salah satu tujuan migrasi tenaga kerja
yang cukup besar. Peran lain Kota Bandung sebagai salah satu Kota Pendidikan
terpenting di Indonesia, telah menyatu dengan kehidupan ekonomi, sehingga
tingkat pertumbuhan ekonominya tergolong sangat tinggi. Laju pertumbuhan
Ekonomi Kota Bandung dari tahun 2005 hingga tahun 2008 mengalami
peningkatan. Selain LPE, beberapa indikator makro yang dapat digunakan untuk
menilai keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah dapat dilihat di Tabel 5.
Tabel 5 Perkembangan Indikator Makro Pembangunan Kota Bandung
Tahun 2006-2008
Indikator Satuan 2006 2007 2008
LPE persen 7,83 8,24 8,29
PDRB (ADHB) Juta Rp 43.792.184 50.552.182 61.152.569
PDRB/Kapita (ADHB) Rp/Tahun 19.352.441 22.616.531 24.794.604
Inflasi persen 5,33 5,21 10,23
Investasi (mRp/Th) 4.181.031 5.405.271 4.000.616
Indeks Daya Beli (IDB) 63,99 64,04 64,27
SHL/Kapita Rp 576.890 577.130 577.385
Kemiskinan RTM 84.287 83.500 82.432
Jumlah Pengangguran Jiwa 175.644 174.067 173.074
Tingkat Pengangguran
Terbuka
persen 16,09 15,73 15,48
Sumber:Bandung dalam angka 2009 dan RPJM Kota Bandung 2009-2013
PDRB Kota Bandung menunjukkan perkembangan yang cukup
meyakinkan dari Rp 17.435,72 Milyar tahun 2001 menjadi Rp 20.690,50 Milyar
pada tahun 2002 dan diperkirakan menjadi sebesar Rp 23.420,13 Milyar tahun
2003 atau berkembang dengan angka indeks 100,00 tahun 1993; 309,56 tahun
2001, dan 367,34 pada tahun 2002 dan diperkirakan 415,80 pada tahun 2003
(1993 = 100,00) untuk harga berlaku.
58
Sedangkan berdasarkan harga konstan PDRB Kota Bandung,
menunjukkan perkembangan yang cukup berarti pula yaitu dari Rp 6.266,63
Milyar pada tahun 2001 meningkat menjadi Rp 6.694,33 Milyar pada tahun 2002
dan pada tahun 2003 diperkirakan mencapai Rp 7.173,86 Milyar atau berturut-
turut berkembang dengan angka indeks 103,66 tahun 2000; 111,26 tahun 2001;
118,85 tahun 2002 diperkirakan menjadi 127,37 pada tahun 2003. Laju
pertumbuhan (Riil) PDRB Kota Bandung pada tahun 2003 sebesar 7,16 persen,
lebih tinggi dibanding pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 6,83 persen
selama tahun 2002. Sementara itu laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga
berlaku pada tahun 2003 adalah sebesar 13,19 persen lebih rendah dibandingkan
tahun 2002 sebesar 18,67 persen.
Tabel 6 Perkembangan PDRB Kota Bandung Tahun 2003-2008
Tahun PDRB Atas
Dasar Harga Berlaku
PDRB Atas
Dasar Harga Konstan
Tahun 2000
2003 23.420.126 18.490.721
2004 27.422.417 19.874.813
2005 34.792.184 21.370.696
2006 43.491.380 23.043.104
2007 50.552.182 24.941.517
2008 60.441.487 26.978.909
Sumber:Bandung dalam angka 2005 dan 2009
PDRB Kota Bandung yang dihitung atas dasar harga berlaku dari tahun
2003 sampai tahun 2005 menunjukan peningkatan yang cukup signifikan. Nilai
absolut PDRB Kota Bandung atas dasar harga berlaku tahun 2003 sebesar Rp.
23.895.430 juta dan tahun 2005 meningkat menjadi Rp. 34.792.184 juta. Jika
dibandingkan dengan nilai absolut tahun 2000 maka nilai PDRB Kota Bandung
tahun 2005 berkembang dengan indeks 196,23. Sedangkan PDRB Kota Bandung
tahun 2005 yang dihitung atas dasar harga konstan tahun 2000 mengalami
peningkatan, yaitu dari Rp. 18.490.721 juta pada tahun 2003 menjadi Rp.
21.370.696 juta pada tahun 2005.
Dari Tabel 5 dan 6 terlihat bahwa PDRB Kota Bandung dari tahun 2006
ke 2008 menunjukan kenaikan yang berarti, hal ini dapat menunjukkan
meningkatnya kegiatan ekonomi. Tingkat inflasi di Kota Bandung relatif lebih
59
tinggi dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lain di Jawa Barat. Dari sisi investasi
terjadi kenaikan, namun demikian investasi tersebut belum diikuti dengan
penyerapan tenaga kerja yang signifikan, dari tabel terlihat terjadi peningkatan
jumlah pengangguran dari 175.337 jiwa menjadi 175.664 jiwa pada tahun 2006,
tetapi pada tahun 2007 menurun menjadi 174.067 jiwa dan diperkirakan menurun
lagi menjadi 173.074 jiwa. Berfluktuasinya jumlah pengangguran tersebut
disebabkan oleh berbagai faktor khususnya untuk akhir tahun 2008, terjadi
Penurunan harga BBM yang mengalami perubahan sebanyak dua kali, namun
demikian pada saat yang bersaam terjadi krisis keuangan global di Amerika
Serikat dan Uni Eropa, yang akan berdampak terhadap kinerja perekonomian Kota
Bandung khususnya dan perekonomian Indonesia pada umumnya. Sejalan dengan
jumlah tangga miskin, yang meningkat dari 70.419 RTM pada tahun 2005
menjadi 84.287 RTM pada tahun 2006, menurun menjadi 83.500 RTM pada tahun
2007, serta menurun lagi menjadi 82.606 RTM.
Kecenderungan aktivitas ekonomi Kota Bandung pada beberapa tahun ke
depan cenderung positif mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan.
Dalam situasi pertumbuhan ekonomi tinggi dan memiliki prospek yang relatif
bagus, maka perekonomian Kota Bandung menghadapi tantangan berat,
diantaranyaadalah dampak aktivitas ekonomi terhadap lingkungan sekitar.
Beberapa jenis kegiatan ekonomi mengancam kualitas lingkungan dan kualitas
kehidupan melalui berbagai jenis pencemaran. Kebutuhan ruang bagi aktivitas
ekonomi juga mendesak penggunaan lahan yang lain. Selain itu ketimpangan
pendapatan secara riil tampak nyata, perkiraan jumlah keluarga pra-sejahtera ada
kencederungan meningkat. Dalam situasi pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula,
inflasi tinggi juga mengancam. Biaya-biaya hidup yang meliputi biaya kehidupan
pangan, sandang, papan, biaya pendidikan, kesehatan dan transportasi meningkat.
Peningkatan biaya hidup ini selain dapat menstimulasikan kegiatan ekonomi yang
memiliki nilai tambah tinggi, juga sekaligus menjadi ancaman bagi masyarakat
berpendapatan rendah dan menengah. Pada jangka panjang, kenaikan biaya-biaya
ini dapat mengancam keunggulan kompetitif produk-produk dari Kota Bandung.
Selain kondisi ekonomi domestik Kota Bandung, gejolak ekonomi internasional
juga dapat menjadi ancaman berarti. Kedekatan kegiatan ekonomi Kota Bandung
60
dengan Jakarta dapat memperpendek efek gejolak ekonomi internasional,
misalnya krisis likuiditas di Amerika Serikat dan Eropa.
Nilai PDRB Kota Bandung pada tahun 2007 adalah sebesar Rp. 50,552
Trilyun dengan tingkat PDRB per kapita sebesar Rp. 22.616.531,- Tingkat
pendapatan perkapita ini tergolong tinggi bila dibandingkan dengan daerah
sekitarnya. Aktivitas ekonomi Kota Bandung, sebagian besar bersumber dari
sektor perdagangan, hotel dan restoran yang memberikan konstribusi sekitar 36,4
persen dari seluruh kegiatan ekonomi di Kota Bandung, disusul oleh sektor
industri pengolahan sekitar 29,8 persen. Sektor pengangkutan dan komunikasi
memberikan kontribusi sekitar 10,8 persen demikian juga dengan sektor jasa-jasa.
Secara terinci kontribusi sektor terhadap PDRB dapat dilihat dalam Tabel 7.
Tabel 7 Kontribusi Sektor Terhadap PDRB Kota Bandung 2008
No Sektor Persen
1 Pertanian 0,30
2 Listrik, Gas dan Air Bersih 2,30
3 Bangunan 4,90
4 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 5,30
5 Jasa-jasa 10,20
6 Pengangkutan dan Komunikasi 10,80
7 Industri dan Pengobatan 29,80
8 Perdagangan 36,40
100,00
Sumber: Bandung dalam Angka 2009
RPJM Kota Bandung 2009-2013
Berdasarkan perkembangan data PDRB Kota Bandung, Tahun 2004-
2007, terlihat bahwa kontribusi sektor industri pengolahan terus meningkat tetapi
pertumbuhan cenderung menurun, sedangkan perdagangan, hotel dan restoran,
terus meningkat, hal ini sesuai dengan fungsi Kota Bandung sebagai kota kolektif
dan distributif. Struktur ekonomi Kota Bandung didominasi oleh setor jasa dan
industri pengolahan. Laju pertumbuhannya juga relatif tinggi bila dibandingkan
Jawa Barat dan Nasional. Inflasi yang terjadi juga termasuk tinggi, bersumber dari
bahan makanan, biaya kesehatan dan transportasi. Inflasi yang tinggi dapat
menurunkan tingkat daya saing Kota Bandung
61
Pendapatan perkapita atas dasar harga berlaku mengalami peningkatan
dari Rp. 15.789.552 pada tahun 2005 menjadi Rp. 24.794.604 pada tahun 2008
atau rata-rata peningkatan per tahun mencapai 8,8 persen per tahun. Peningkatan
tersebut cukup menjadi dasar untuk memprediksikan bahwa lima tahun kedepan
cenderung akan terus meningkat.
Inflasi merupakan salah satu indikator penting yang dapat memberikan
informasi tentang dinamika perkembangan harga barang dan jasa yang
dikonsumsi masyarakat. Perkembangan harga barang dan jasa tersebut menjadi
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat daya beli. Tingkat laju inflasi
di Kota Bandung pada tahun 2005 mencapai 19,56 persen, dengan sumbangan
terbesar dari kelombok bahan dan bahan makanan, makanan jadi dan rokok,
kesehatan serta transport dan komunikasi, hal ini disebabkan oleh kenaikan BBM
sampai 112 persen pada tahun 2005. Inflasi untuk tahun 2006 dan 2007 terjadi
penurunan yaitu mencapai 5,33 persen dan 5,21 persen, sedangkan untuk tahun
2008 sampai dengan triwulan 4, inflasi meningkat lagi mencapai 2 (dua) digit
yaitu 10,23 persen, hal ini dipengaruhi oleh krisis keuangan global yang terjadi di
Amerika Serikat yang berdampak terhadap perekonomian Indonesia secara umum
dan Kota Bandung khususnya. Sumbangan Inflasi tersebut tetap didominasi oleh
kelompok bahan makanan serta kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan
tumbuhan. Sumbangan Inflasi dari kelompok tersebut mencapai 5,7 persen atau
membentuk lebih dari 50 persen inflasi Kota Bandung. Struktur ekonomi Kota
Bandung didominasi oleh setor jasa dan industri pengolahan. Laju
pertumbuhannya juga relatif tinggi bila dibandingkan Jawa Barat dan Nasional.
Inflasi yang terjadi juga termasuk tinggi, bersumber dari bahan makanan, biaya
kesehatan dan transportasi. Inflasi yang tinggi dapat menurunkan tingkat daya
saing Kota Bandung
Investasi baik asing, domestik maupun pemerintah, memegang peranan
penting dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi di Kota Bandung.
Pertumbuhan investasi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu iklim
investasi yang kondusif, kemudahan dan kejelasan prosedur serta kondisi makro
ekonomi daerah tersebut. Investasi di Kota Bandung mengalami peningkatan dari
Rp. 3,6 Trilyun pada tahun 2005 menjadi Rp. 5,4 Trilyun pada tahun 2007, tetapi
62
pada tahun 2008 mengalami penurunan menjadi 4 Trilyun, hal ini dipengaruhi
oleh Pemilihan Walikota di Kota Bandung pada bulan Agustus, sehingga investor
menunda investasinya, sampai dengan triwulan 2.
4.5. Keadaan Ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek makro yang sangat
diperhatikan dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah terutama pada
penyediaan lapangan kerja baru yang memadai untuk menyerap tambahan
angkatan kerja baru di suatu pasar kerja yang merupakan kegiatan ekonomi yang
mempertemukan para pencari kerja dan kesempatan kerja yang terdiri dari
pengusaha dan pencari kerja. Proses interaksi keduanya memerlukan waktu
karena baik pencari kerja maupun kesempatan kerja tidak sama kepentingannya.
Perkembangan jumlah tenaga kerja menurut lapangan usaha di Kota Bandung
tahun 2008 ditunjukkan dalam Tabel 8.
Tabel 8 Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas yang Bekerja
Menurut Lapangan Usaha di Kota Bandung Tahun 2008
No. Sektor Jumlah Penduduk (Jiwa)
1. Pertanian, Pertambangan dan Galian 17.819
2. Industri Pengolahan 215.303
3. Listrik, Gas & Air 2.120
4. Kontruksi 50.098
5. Perdagangan 324.436
6. Transfor dan Komunikasi 71.659
7. Keuangan 41.622
8. Jasa 229.695
Jumlah 952.752
Sumber: Bandung dalam Angka 2009
RPJM Kota Bandung 2009-2013
Tabel 8 menunjukkan perkembangan komposisi tenaga kerja menurut
lapangan usaha di Kota Bandung didominasi oleh sektor jasa, perdagangan dan
industri pengolahan yang merupakan sektor-sektor andalan dari ekonomi Kota
bandung. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka di Kota Bandung dalam kurun
63
waktu 2005-2008 tergolong dalam level yang cukup tinggi da perlu menjadi
perhatian pemerintqah Kota Bandung untuk mencari solusi secepatnya untuk
menekan tingkat pengangguran terbuka yang sangat tinggi ini. Untuk lebih jelas
tentang tingkat penggguran di Kota Bandung dapat dilihat di Tabel 9.
Tabel 9 Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran
Kota Bandung Kurun waktu 2005-2008
No Tahun Jumlah Pengangguran Tingkat Pengangguran
(persen)
1 2005 175.337 16,25
2 2006 175.644 16,09
3 2007 174.067 15,73
4 2008 173.074 15,.48
Sumber: Bandung dalam Angka 2009
RPJM Kota Bandung 2009-2013