its undergraduate 18385 paper pdf

Upload: rizky-aprianto-setiawan

Post on 15-Oct-2015

45 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PERANCANGAN PROPOSED MAINTENANCE TASK MENGGUNAKAN METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE II (STUDI KASUS: SUB SYSTEM

    WASTE WATER TREATMENT DI PABRIK UREA KALTIM-3)

    Dewi Novita Mayangsari, Yudha Prsetyawan, S.T., M. Eng. Jurusan Teknik Industri

    Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111

    Email: [email protected] ; [email protected]

    Abstrak Penentuan kegiatan perawatan yang tepat merupakan suatu hal yang penting untuk mendukung produktivitas perusahaan karena kegiatan perawatan yang tepat akan menunjang kelancaran kerja sistem produksi secara keseluruhan dengan harapan dapat berfungsi sesuai tingkat performansi yang diinginkan oleh perusahaan. Dalam penelitian ini, metode Reliability Centered Maintenance II digunakan untuk mengidentifikasi fungsi primer dan sekunder suatu sistem, kegagalan fungsi yang mungkin terjadi, Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), dan tindakan perawatan yang dilakukan pada sub sistem waste water treatment yang menjadi salah satu sub sistem kritis di pabrik Urea kaltim-3. FMEA yang terbentuk akan digunakan untuk menentukan proposed maintenance task. Berdasarkan proposed maintenance task tersebut, didapatkan interval perawatan untuk setiap perawatan berkala dengan mempertimbangkan biaya perawatan dan perbaikan. Kata kunci: produktivitas, RCM II, failure mode and effect analysis, proposed maintenance task, interval perawatan

    ABSTRACT A good maintenance task decision is important to support productivity because it will derive the production system in order to work in the desired performance. In this research, Reliability Centered Maintenance II is used to identify primary and secondary function of the system, the failures that might occur, create Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), and execute maintenance tasks in the sub-system waste water treatment. This sequence is critical for sub system in Urea Kaltim-3 factory. FMEA will be used to make a decision for creating proposed maintenance task. Finally, a good interval of the maintenance task has been determined based on the preventive and the repair cost. Keywords: productivity, RCM II, failure mode and effect analysis, proposed maintenance task, proposed maintenance interval

    1 Latar Belakang PT. Pupuk Kaltim merupakan

    perusahaan produsen pupuk terbesar di Indonesia. Pupuk Kaltim memiliki lima plant dengan total kapasitas produksi urea sebesar 2,98 juta ton/tahun, amoniak 1,85 juta ton/tahun, dan pupuk NPK 500 ribu ton/ tahun. Kapasitas tersebut dapat dicapai apabila pabrik berjalan selama 24 jam dengan TA (Turn Around) setiap 2 tahun sekali dan tidak terjadi unexpected shutdown.

    Berdasarkan data unexpected shutdown pabrik Urea Kaltim-3, terlihat bahwa tingkat unexpected shutdown pabrik masih tinggi dan fluktiatif sehingga maintenance strategy saat ini tidak tepat. Berikut adalah gambar 1.1 yang

    menunjukkan data unexpected shutdown pabrik Urea Kaltim-3 mulai tahun 2003-2010.

    Gambar 1. 1 Data Unexpected Shutdown Pabrik Urea Kaltim-3

  • 2

    Menurut Romney & Steinbart (2006), sistem adalah hubungan dari suatu bagian yang ditujukan untuk mencapai tujuan sistem terdiri dari sub sistem dan setiap bagian dari sub sistem mempunyai peran untuk menopang sistem yang lebih besar. Sistem dinyatakan gagal ketika performansi dari fungsi tersebut terhenti (Lewis, 1987). Untuk menghindari kegagalan performansi, selanjutnya Pupuk Kaltim menerapkan metode RCM II sebagai hasil benchmarking. Jika Urea Kaltim-3 akan menerapkan maintenance task menggunakan RCM II maka setiap sub sistemnya harus telah dilakukan perancangan maintenance task menggunakan RCM II. Empat sub sistem pada Urea Kaltim-3 yaitu sintesis, evaporasi, resirkulasi, dan prilling telah dilakukan perancangan maintenance task menggunakan RCM II oleh Departemen Keandalan Pabrik. Berikut adalah gambar 1.2 yang menunjukkan satu sistem Urea Kaltim-3yang terintegrasi dan tidak dapat dipisah-pisah kerjanya antar sub sistem.

    Sintesis Urea

    Resirkulasi

    Evaporasi

    Prilling Urea

    Waste Water Treatment

    Amonia water

    Amonia water

    Amonia water

    Solution Karbamat

    Gambar 1. 2 Diagram Blok Urea Kaltim-3

    Semua sub sistem dalam Urea Kaltim-3 telah dirancangkan RCM II kecuali sub sistem Waste Water Treatment (WWT). Alasannya adalah adanya prioritas untuk mengurangi/ menghindari terjadinya unexpected shutdown pabrik. Apabila WWT tidak dirancang maintenance task berdasarkan RCM II maka penerapan RCM II pada pabrik Urea Kaltim-3 tidak dapat dilaksanakan dan WWT akan menjadi penyebab kerusakan pabrik yang tidak terduga karena tidak diperhatikan.

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi fungsi dan kegagalan fungsi

    serta mendeskripsikan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), menentukan maintenance task dan proposed maintenance interval pada sub sistem WWT di pabrik Urea Kaltim-3, serta menghitung penghematan biaya jika proposed interval maintenance pada sub sistem WWT di pabrik Urea Kaltim-3 diimplementasikan. Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah untuk mengurangi biaya perawatan yang dikeluarkan untuk Turn Around (TA) dan memberikan informasi terkait jadwal pengecekan peralatan sub sistem WWT di Pabrik Urea Kaltim-3 ke pihak Departemen Inspeksi Teknik.

    Pembahasan penelitian ini dibatasi oleh analisa tingkat kompleksitas motor pompa yang tinggi. Sedangkan asumsi yang digunakan adalah data kerusakan dan data lama perbaikan pompa A dan pompa B adalah sama.

    2 Metodologi Penelitian Penelitian ini dimulai dari tahap

    identifikasi dan perumusan masalah. Selanjutnya dilakukan observasi lapangan dan studi literatur terkait keandalan dan metode yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, yaitu Reliability Centered Maintenance (RCM) II. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data dengan berbagai metode, baik berupa studi dari buku petunjuk operasional berupa P&ID (Piping and Instrumentation Diagram), wawancara, metode perawatan yang sedang diterapkan, pengamatan langsung, maupun data historis sehingga secara keseluruhan data yang diperoleh dapat berupa data primer maupun data sekunder. Berdasarkan data yang ada selanjutnya dideskripsikan fungsi primer, fungsi sekunder, kegagalan fungsi, dan FMEA. Selanjutnya FMEA tersebut dianalisis menggunakan diagram RCM II menurut Mobray (1997) dan dilakukan penentuan proposed maintenance task beserta proposed maintenance interval.

    Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, selanjutnya menganalisis RCM II worksheet, RCM II decision worksheet diagram, besarnya penghematan biaya, dan analisis sensitivitas terhadap perubahan interval waktu perawatan. Dalam RCM II worksheet akan dilakukan analisis Functional Block Diagram, fungsi dan kegagalan fungsi, dan FMEA. Sedangkan dalam RCM II, decision worksheet diagram and proposed task akan dilakukan

  • 3

    analisis terhadap scheduled on-condition task, scheduled restoration task, scheduled discard task, dan no scheduled. Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang berpengaruh terhadap perubahan jadwal perawatan peralatan. Selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan dan disertakan saran atau rekomendasi untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

    3 Pengumpulan dan Pengolahan Data 3.1 Perawatan yang Diterapkan oleh PT.

    Pupuk Kaltim Maintenance strategy yang diterapkan oleh

    PT. Pupuk Kaltim adalah maintenance based on component condition. Artinya adalah perawatan, perbaikan, dan penggantian dilakukan untuk setiap komponen terkecil dari semua mesin yang digunakan. Oleh karena itu, sistem perawatan di PT. Pupuk Kaltim sangat banyak dan komplek.

    Saat ini, PT. Pupuk Kaltim melakukan perawatan peralatan pabrik berdasarkan jadwal preventive maintenance dari Vendor Manual dan TA (Turn Around) setiap 2 tahun sekali. Kegiatan yang dilakukan ketika TA adalah pengecekan kondisi setiap komponen, perbaikan komponen yang rusak, dan penggantian komponen jika diperlukan. Lama pelaksanaan TA bergantung pada tingkat kerusakan peralatan yang terjadi pada saat TA tersebut.

    Komponen semua pompa dilakukan perawatan ketika TA dan jadwal preventive maintenance sesuai dengan jadwal dari Departemen Maintenance. Komponen pompa 2-P-801A/B dan 2-P-802A/B dilakukan pengecekan dan pembongkaran setiap 24 minggu dan di-switch. Selama ini, kegiatan perawatan dan perbaikan yang dilakukan selalu dicatat dalam buku keruskan. Data tersebut hanya berupa data tertulis peralatan di Departemen Mekanik terkait dan tidak digunakan untuk analisa kondisi komponen tersebut. Oleh karena itu, tidak ada perubahan interval perawatan yang dilakukan selama 20 tahun pabrik Urea Kaltim-3 beroperasi.

    3.2 Ruang Lingkup Sub Sistem Waste Water Treatment Dalam penelitian ini, ruang lingkup amatan

    dibatasi pada sub sistem WWT. Peran pentingnya WWT tergambar pada system brekadown pabrik Urea Kaltim-3. Berdasarkan P&ID dan manual operation book, WWT ini memiliki fungsi utama untuk mengolah ammonia water yang dihasilkan dari sisa proses sebelumnya, yaitu proses sintesis, resirkulasi, dan evaporasi. Ammonia water adalah kondensat-kondensat proses yang masih

    menggandung urea, ammonia, dan karbon dioksida. Ammonia water ini diolah sehingga menjadi air buangan yang ramah lingkungan. Air buangan ini harus memiliki kandungan amoniak dan urea kurang dari 5 ppm, serta temperatur kurang dari 50 deg.C.

    Selain mengolah air buangan, WWT berfungsi untuk mengolah ammonia water menjadi larutan karbamat. Larutan karbamat sangat bermanfaat untuk melakukan proses sintesis urea. Tanpa penambahan larutan karbamat dari WWT maka akan terjadi kekurangan bahan baku urea dan tanpa pengolahan air buangan maka akan menyebabkan lingkungan tercemar. Penggambaran fungsi utama sub sistem WWT ditunjukkan pada gambar 4.1.

    Sub Sistem Waste Water Treatment

    Carbamate solution

    Larutan yang mengandung Urea, NH3, dan CO2

    dengan T 59oC (Ammonia

    water)

    Steam Air dengan kandungan

    Urea < 5 ppm, NH3 < 5 ppm, dan T < 50oC

    Gambar 4. 1 Fungsi Utama Sub Sistem Waste Water

    Treatment

    3.3 Fungsi, Kegagalan Fungsi, Modus Kegagalan, dan Efeknya Pendefinisian fungsi primer dan sekunder

    sub sistem WWT didasarkan pada P&ID, PFD, dan operating context WWT serta wawancara dengan departemen pengendalian operasi Urea Kaltim-3. P&ID adalah gambar yang menjelaskan semua aliran yang bergerak baik sinyal, data, zat, dll dari satu titik ke titik lainnya, titik ini berupa alat control atau instrumentasi. Sedangkan PFD adalah gambar yang menjelaskan aliran utama suatu proses lengkap dengan gambar dan nama mesin, gambar dan nama aliran zat yang terlibat, serta standar performansi dari zat dan mesin tersebut. Secara lebih jelasnya, P&ID dan PFD dapat dilihat pada Lampiran 1.

    Fungsi utama dan fungsi sekunder WWT telah tercantum secara lengkap berupa FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) pada Lampiran 4. Fungsi utama dituliskan sebagai fungsi pada urutan pertama dan fungsi kedua seterusnya adalah fungsi sekunder. Fungsi ini telah mencangkup fungsi sub sistem, keseluruhan peralatan hingga keseluruhan instrumentasinya.

    Setiap fungsi tersebut memiliki standar performansi yang harus dipenuhi. Jika terjadi ketidaksesuaian parameter maka fungsi tersebut mengalami kegagalan fungsi. Kegagalan fungsi ini

  • 4

    terjadi apabila lebih dari parameter, kurang dari parameter, bekerja tidak pada waktu yang tepat, tidak dapat dioperasikan lagi, dan sebagainya. Oleh karena itu, setiap fungsi memiliki beberapa kegagalan fungsi yang beragam. Setiap kegagalan fungsi tersebut pasti ada penyebabnya dan disebut sebagai modus kegagalan. Modus kegagalan ini mengarah pada peralatan yang mengalami kerusakan.

    Selanjutnya, setiap modus kegagalan dianalisis untuk penentuan decision maintenance task. Analisis ini disebut dengan failure effect yang berisi bukti (jika ada) bahwa kegagalan fungsi terjadi, dampak kegagalan terhadap safety and environment (jika ada), dampak kegagalan terhadap produksi dan operasi (jika ada), kerusakan fisik yang disebabkan oleh kegagalan (jika ada), dan apa yang dilakukan untuk memperbaiki kegagalan. Berikut adalah satu contoh FMEA yang terdiri dari fungsi, kegagalan fungsi, modus kegagalan, dan efeknya.

    Tabel 3. 1 Contoh FMEA pada Sub Sistem WWT

    Fungsi Untuk mengolah ammonia water menjadi air buangan dengan kandungan Urea < 5 ppm, Amonia < 5ppm, dan T < 50 deg.C serta membentuk larutan karbamat

    Kegagalan Fungsi (salah satu)

    Tidak dapat membentuk larutan karbamat

    Modus Kegagalan (salah satu)

    Terjadi crack pada tube reflux condenser (2-E-804)

    Efek Crack pada tube reflux condenser terjadi disebabkan endapan garam atau deposit garam yang terkandung dalam WCS. Kerak itu menyebabkan media pendingin terganggu dan tidak sempurna kondensasinya. Tube ini harus diperbaiki dengan cara mengalirkan bahan kimia tertentu sehingga perbaikan ini menyebabkan pabrik shut down. Lama perbaikan ini minimal 1 hari. Hilangnya produksi karena kerusakan ini adalah 330,625 juta / jam.

    3.4 Proposed Task dan Pelaksana Teknis Maintenance Setelah tersusun FMEA sub sistem WWT,

    selanjutnya setiap FMEA diidentifikasi menggunakan diagram RCM II. Diagram tersebut memberikan pilihan maintenance task yang paling tepat untuk setiap FMEA yang terbentuk. Dalam diagram RCM II terdapat 4 konsekuensi yaitu kegagalan yang tersembunyi, safety and environment, operasional, dan non-operasional. Sedangkan maintenance task yang akan muncul adalah salah satu dari melakukan pekerjaan on-condition, perbaikan berkala, penggantian berkala,

    tidak ada pemeliharaan terjadwal, finding-failure, atau redesign jika diperlukan.

    Pelaksana teknis dalam maintenance di sub sistem WWT ini meliputi bagian mekanik, instrumentasi, dan istek (Inspeksi Teknik). Bagian instrumentasi menangani permasalahn yang terkait peralatan instrumentasi. Bagian mekanik melakukan pengontrolan kinerja peralatan setiap waktunya. Sedangkan istek bertugas untuk melakukan inspeksi terjadwal pada peralatan tertentu. Berikut adalah tabel 3.2 yang menunjukkan proposed task dan pelaksana teknis maintenance dari FMEA pada tabel 3.1.

    Tabel 3. 2 Contoh Proposed Maintenance Task dan

    Pelaksana Teknis Maintenance WWT Evaluasi konsekuensi

    Non-operasional (pertanyaan kedua)

    Proposes Task Melakukan perbaikan secara berkala (Dilakukan pembersihan vessel)

    Pelaksana Teknis Istek

    3.5 Penentuan Proposed Interval Maintenance Task Perhitungan proposed interval ini

    dilakukan untuk 3 jenis maintenance task yang berbeda yaitu on-condition task, perbaikan atau penggantian berkala, dan finding failure task.

    3.5.1 Perhitungan Proposed Interval On-conditional Task On-conditional task mencangkup kegiatan

    pengecekan kegagalan potensi (potential failure). Penentuan interval on-condition task adalah setengah dari interval P-F. Interval P-F didefinisikan sebagai interval antara terjadinya potensi kegagalan dan kondisi kegagalann fungsi peralatan. Contoh proposed interval perawatan untuk komponen yang on-condition task adalah komponen tube pada hydrolyser heat exchanger (2-E-803). Komponen tersebut dicek setiap 10 tahun sekali karena dasar pertimbangannya adalah kerusakan pertama setelah 20 tahun sehingga setengah dari 20 tahun adalah 10 tahun. Setiap komponen memiliki P-F interval yang dan dasar pertimbangan yang berbeda. Dasar pertimbangan yang lain meliputi saran dari pegawai inspeksi teknik, buku komponen instrumentasi dari Exida, dan pengalaman selama mengalami kerusakan.

    3.5.2 Perhitungan Proposed Interval untuk Perbaikan dan Penggantian Berkala Perhitungan proposed interval perawatan

    untuk komponen yang dilakukan perbaikan dan perawatan berkala membutuhkan data-data pendukung. Data tersebut meliputi data historis

  • 5

    0

    te

    t

    254.5733

    1.0508

    d 249.6128340325716625

    kerusakan alat dan data historis perbaikan alat, biaya tenaga kerja perawatan, dan biaya kegagalan.

    Langkah pertama sebelum menghitung waktu perawatan yang tepat, data historis harus dilakukan pengujian distribusi dan diperoleh parameternya. Pengujian distribusi ini dilakukan untuk data waktu antar kerusakan (time to failure/ Tf) dan waktu perbaikan (time to repair/ Tr). Pengujian distribusi ini menggunakan bantuan software Reliasoft Weibull++ Version6.

    Selanjutnya, dilakukan perhitungan MTTF dan MTTR untuk setiap komponen yang memiliki data antar kerusakan dan data waktu perbaikan. Perhitungan ini dibantu menggunakan software MathCad 14. Contoh perhitungan nilai MTTF dan MTTR untuk komponen shaft 2-P-801A/B adalah sebagai berikut: Eta shaft 2-P-801A/B = 254.5733 Beta shaft 2-P-801A/B = 1.0508 MTTF= MTTR = exp (-0.1547 + 0.5 x 0.31442) = 0.9

    Langkah selanjutnya adalah menentukan

    biaya perbaikan atau penggantian karena rusaknya komponen untuk setiap siklus perawatan ( ). Rumus yang digunakan adalah sebagi berikut:

    CF= CR + MTTR (CO+CW)

    Keterangan: CF :biaya perbaikan atau penggantian karena

    rusaknya komponen untuk setiap siklus perawatan

    CR : biaya penggantian kerusakan komponen CO : biaya kerugian produksi CW: biaya tenaga kerja corrective mainetance Biaya kerugian produksi dapat dihitung dengan cara sebagi berikut: Co = produksi/ hari x harga jual/ kg = 1725 ton/ hari x 1000 kg/ton x Rp 4.600,00 /kg = Rp 7.935.000.000,00 / hari Sedangkan biaya tenaga kerja corrective mainetance adalah Rp112.500,00 /jam atau Rp 2.700.000,00/ hari yang dilakukan oleh 1 orang teknisi.

    Langkah terakhir adalah perhitungan waktu perawatan yang tepat. Namun, terlebih dahulu perlu dilakukan perhitungan biaya maintenance (CM). Biaya maintenance ini terdiri dari 3 faktor, yaitu: Biaya tenaga kerja preventive maintenance Tenaga maintenance dalam satu tim berjumlah 5 orang yang terdiri dari 3 orang pelaksana teknis, 1 orang kepala regu dan 1 orang kepala seksi.

    Biaya tenaga kerja yang diperlukan untuk satu hari adalah sebagai berikut :

    Tabel 3.3 Biaya Tenaga Kerja Perawatan Tenaga

    Perawatan Person Biaya/ jam Biaya/ hari

    Pelaksana 3 Rp 112.500,00 Rp 337.500,00 Kepala Regu

    1 Rp 162.500,00 Rp 162.500,00

    Kepala Seksi

    1 Rp 187.500,00 Rp 187.500,00

    Total Biaya Rp 687.500,00 Total tenaga PM adalah Rp 687.500,00 x 24 jam = Rp 16.500.000/ hari Biaya down time mesin karena preventive

    maintenance Biaya down time adalah biaya yang dikeluarkan karena matinya mesin produksi sehingga terjadi loss production. Loss production yang diperkirakan PKT adalah 1% dari total produksi/ hari. Nilai 1% diartikan sebagai biaya ganti jika lama down time melebihi targetnya. Co = 1% x produksi/ hari x harga jual/ kg = 1%x 1725 ton/ hari x 1000 kg/ton x Rp

    4.600,00 /kg = Rp 79.350.000,00 / hari Biaya perbaikan komponen Biaya perbaikan komponen yang paling banyak dilakukan setiap PM adalah realignment dan penggantian bearing. Biaya yang dikeluarkan khusus untuk perawatan ini adalah sekitar 50% dari biaya penggantian komponennya sehingga diperoleh biaya penggantian sebesar Rp26,785,138. Sehingga biaya perawatan yang dikeluarkan oleh perusahaan adalah CM = Biaya tenaga PM + Biaya down time + Biaya

    perbaikan = Rp 16.500.000,00 +Rp 79.350.000,00 + Rp

    26.785.138,00 = Rp 122.635.138,00

    3.5.3 Perhitungan Proposed Interval untuk Finding Failure Dalam penelitian ini, aset yang

    perawatannya berupa finding failure adalah Pressure Savety Valve (PSV) yang meliputi PSV 831, PSV 832, dan PSV 833. PSV ini bekerja untuk menjaga agar tekanan pada tangki yang dibawahnya tetap berada pada tekanan yang normal. PSV akan membuka ketika tekanan tangki dibawahnya melebihi batas. Ketika kondisi proses produksi normal maka PSV ini tidak diketahui kondisinya dalam keadaan baik atau rusak.

    Selama ini PSV 831, PSV 832, dan PSV 833 di pabrik Urea Kaltim-3 belum pernah mengalami kerusakan. Namun, berdasarkan

  • 6

    pendekatan dengan PSV sejenis di pabrik Urea Kaltim-2 dan Urea Kaltim-1 maka diketahui bahwa MTBF ketiga PSV tersebut adalah 20 tahun. Sedangkan availability yang dikehendaki adalah 99%. Sehingga, FFI untuk ketiga PSV ini adalah FFI = 2 x Utive x Mtive = 2 x (1-0,99) x 20 x 12 bulan = 4,8 bulan Dengan demikian, interval perawatan untuk PSV 831, PSV 832, dan PSV 833 adalah 4,8 bulan atau 2 kali dalam setahun.

    4 Analisa 4.1 Analisis Aliran Proses dalam WWT

    Urea Kaltim-3 Ketika proses pada WWT tidak

    mengalami shutdown unplanned maka proses ini dinyatakan memiliki reliability lebih baik atau meningkat. Dengan demikian, reliability WWT akan meningkatkan reliability Pabrik Urea Kaltim 3 jika sub sistem yang lain tidak mengalami penurunan reliability. Hal ini dikarenakan WWT adalah bagian dari sistem Urea Kaltim-3 yang disusun seri seperti pada gambar 1.2.

    4.2 Analisis FMEA Berdasarkan FMEA yang telah

    didefinisikan, penyebab kegagalan dapat dikategorikan menjadi 3 kelompok, yaitu: 1. Kegagalan yang disebabkan oleh usia pakai

    terutama terjadi pada komponen mekanik seperti komponen pada pompa dan valve cenderung mudah aus karena dialiri oleh ammonia water secara terus-menerus. Sedangkan komponen instrumentasi cenderung lebih lama usia pakainya karena komponen tersebut terlindungi.

    2. Kegagalan yang disebabkan kondisi ekternal diluar kondisi normal dan biasa terjadi pada komponen instrumentasi.

    3. Kegagalan yang disebabkan kelalaian operator.

    Sedangkan dampak yang ditimbulkan dari suatu kegagalan dikategorikan dalam 2 kelompok, yaitu: 1. Kegagalan yang berefek terhentinya proses

    produksi. Komponen tersebut meliputi; Stem dan Plug FV 801 tidak dapat

    mengalirkan ammonia water

    Stem dan Plug LV 804 tidak dapat membuka dan membuang air ke sewer

    Stem dan Plug PV 806 tidak dapat mengalirkan ammonia water ke desorber coloumn II

    Stem plug LV 802 tidak dapat mengalirkan ammonia water ke hydrolyzer

    Vessel mengalami kebocoran sehingga lingkungan tercemar

    2. Kegagalan yang berefek berkurangnya jumlah produksi atau kualitasnya menurun. Komponen tersebut meliputi; Stem dan Plug padaFV 801, LV 806,

    PV 804, dan LV 802 terbuka kurang dari batas minimumnya

    Kegagalan vessel karena tray atau cube di dalamnya kotor yang menyebabkan saluran tersumbat

    4.3 Analisis Proposed Maintenance Task Berdasarkan decision worksheet yang

    tersusun diketahui bahwa: 1. Scheduled restoration task

    Perbaikan ini bertujuan untuk menghindari terjadi kerusakan parah sehingga menghendtikan produksi yang berjalan normal.

    2. Scheduled discard task Komponen yang perlu dilakukan penggantian berkala karena biaya perawatan ini lebih rendah jika dibandingkan dengan biaya perbaikan ketika rusak dan dapat meningkatkan reliability.

    3. Scheduled on-condition task Komponen yang dilakukan pengecekan kegagalan potensial memiliki tingkat reliability yang cenderung stabil sehingga perawatan yang dilakukan harus memantau dari kondisi yang terakhir.

    4. Finding-failure task Komponen yang dilakukan perawatan berupa finding failure adalah PSV. Hal ini dikarenakan PSV tidak dapat diketahui kondisinya baik atau buruk jika proses produksinya berada pada kondisi normal.

    5. No scheduled task Komponen yang tidak dilakukan perawatan secara terjadwal adalah komponen-komponen instrumentasi. Komponen instrumentasi ini mencapai 76% dari keseluruhan komponen pad sub sistem

  • 7

    WWT. Komponen instrumentasi tidak dilakukan monitoring keadaan karena biaya monitoringnya akan melebihi biaya penggantian ketika rusak. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi agar 76% komponen WWT tidak menyebabkan shutdown pabrik secara tiba-tiba adalah menerapkan early warning system. Sistem ini akan memberikan peringatan ketika akan terjadi shutdown pabrik dan dapat mengambil tindakan pencegahan lebih tepat dan cepat.

    Berdasarkan hasil analisis keseluruhan komponen, berikut adalah gambar 5.1 yang berisi penggambaran klasifikasi jenis perawatan yang diusulkan untuk sub sistem WWT.

    7%7%

    76%

    9%

    1%

    Proporsi Proposed Maintenance Task pada Sub Sistem WWT

    On-condition Task

    Finding Failure Task

    No Scheduled Task

    Scheduled Discard Task

    Scheduled Restoration Task

    Gambar 5. 1 Proporsi Proposed Maintenance Task

    pada Sub Sistem WWT Sedangkan penggambaran klasifikasi jenis perawatan yang saat ini dilakukan pada sub sistem WWT tercantum pada gambar 5.2.

    10%

    90%

    Proporsi Perawatan Eksisting pada Sub Sistem WWT

    PM setiap 24 mingguTA setiap 2 tahun

    Gambar 5. 2 Proporsi Perawatan Eksisting pada Sub

    Sistem WWT

    4.4 Analisis Proposed Maintenance Interval dan Pelaksana Teknisnya Waktu perawatan yang tepat untuk stem

    plug FV 801, LV 806, PV 804, LV 802 dihitung

    dengan rumus setengah dari P-F interval. Interval perawatan ini didasari oleh rata-rata waktu munculnya potensi rusak dan rekomendasi dari bagian Departemen Instrumentasi. Menurut informasi dari Departemen Instrumentasi, diketahui bahwa kerusakan stem plug di Pabrik Urea Kaltim-3, khususnya di bagian WWT adalah 20 tahun. Sedangkan, tanda-tanda munculnya pengurangan ketebalan stem dan plug diketahui adalah kurang lebih 20 tahun. Oleh karena itu, stem plug perlu dilakukan on-condition task dengan interval perawatan setengah dari waktu munculnya potensial kerusakan yaitu 10 tahun.

    Sedangkan interval waktu perawatan yang tepat untuk komponen PSV adalah 4,8 bulan. Waktu ini dihitung berdasarkan rumus finding failure task. PSV paling tepat jika dirawat dengan cara tersebut karena alat tersebut tidak dapat diketahui kondisi rusak atau baik pada kondisi normal. Pada kondisi normal, alat ini tidak bekerja karena hanya bekerja ketika temperatur tangki PSV tersebut diatas normal.

    Sedangkan interval perawatan untuk komponen pompa telah tercantum pada tabel 4.8. Interval perawatan tersebut dihitung berdasarkan rumus keandalan yang sesuai dengan distribusi data kerusakannya. Setiap komponen memiliki data kerusakan (Tf) dan data lama perbaikan (Tr) yang berbeda-beda sehingga hasil distribusinya juga berbeda. Setelah distribusi terbaik diperoleh, selanjutnya menentukan nilai parameternya dan menghitung nilai MTTF dan MTBF. Nilai MTTF dan MTBF digunakan untuk menghitung TM. TM ini dipengaruhi oleh faktor eta, beta, biaya perbaikan atau penggantian karena rusaknya komponen untuk setiap siklus perawatan, dan biaya yang dikeluarkan untuk perawatan. Biaya perbaikan komponen dipengaruhi oleh harga komponen, biaya kerugian produksi dan upah pegawai yang konstan, serta yang utama adalah nilai MTTR. Semakin besar nilai MTTR maka biaya perbaikan komponen semakin besar pula.

    Waktu perawatan dari komponen pompa yang paling cepat adalah mechanical seal 2-P-801A/B yaitu setiap 44 hari. Hal ini dikarenakan data kerusaknnya memiliki nilai beta terbesar yaitu 1.7855 yang artinya komponen ini berada pada waktu wareout yang mendekati kondisi komponen rusak. Sedangkan komponen yang paling panjang interval perawatannya adalah bearing 2-P-801A/B yaitu setiap 697 hari. Salah satu penyebabnya adalah nilai beta yang mendekati waktu chance failure atau usefull life periode yaitu 1.0153.

    Setelah proposed maintenance interval diperoleh, selanjutnya dilakukan implementasi sekitar 2-5 tahun dan dilakukan evaluasi setiap 2 tahunan. Lama penerapan ini ditujukan agar ada 2

  • 8

    pelaksanaan TA yang dapat dibandingkan dievaluasi lebih lanjut. Setiap selesai TA, dilakukan pengecekan eta dan beta dari data waktu antar kerusakan dan data lama perbaikan. Jika tidak ada perubahan secara signifikan maka proposed maintenance interval dapat dijadikan sebagai jadwal rutin perawatan.

    Setiap pelaksanaan perawatan, terdapat berbeda-beda operatornya. Jika perawatan yang akan dilakukan berupa pengujian, cleaning vessel, pengukuran parameter tertentu, pencarian sumber permasalahan maka pegawai inspeksi teknik yang bertindak. Sedangkan bagian mekanik bertindak sebagai petugas yang mengganti komponen yang sudah pasti terjadwal dan ada surat tugas penggantian komponen tersebut.

    4.5 Analisa Biaya Perawatan Biaya perawatan untuk proposed

    maintenance interval terdiri dari biaya tenaga kerja, biaya perbaikan komponen, biaya penggantian komponen, dan biaya perawatan untuk pompa 2-P-801A/B dan 22-P-802A/B. Semua komponen tidak diperbaiki atau diganti setiap 2 tahunan karena setiap jenis komponen telah dihitung interval perawatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan. Biaya turn around untuk proposed maintenance interval tercantum pada tabel 5.2 dan biaya perawatan pompa 2-P-801A/B dan 22-P-802A/B untuk proposed maintenance interval tercantum pada tabel 5.3. Sehingga, biaya proposed maintenance interval adalah Rp841,012,368.00 + Rp238,045,996.80 = Rp1,079,058,364.80.

    Sedangkan biaya perawatan untuk existing maintenance interval terdiri dari biaya Turn Around setiap 2 tahunan dan biaya perawatan untuk pompa. Besar biaya perawatan ini adalah Rp2,631,430,168.00 dengan rincian seperti yang tercantum pada tabel 5.4. Dengan demikian dapat diketahui bahwa implementasi proposed maintenance interval dapat lebih hemat biaya perawatan sebesar Rp2,631,430,168.00 - Rp1,079,058,364.80 = Rp1,552,371,803.20 dalam kurun waktu 10 tahun. Jika penghematan untuk sub sistem ini mencapai 1 milyar maka jika perancangan proposed maintenance task menggunakan RCM II diimplementasikan di Pabrik Urea Kaltim-3 maka akan menghemat biaya perawatan secara lebih signifikan.

    4.6 Analisa Sensivitas Waktu perawatan setiap komponen pada

    sub sistem WWT sangat tergantung pada jenis perawatnnya. Interval perawatan untuk komponen yang on-condition task selain shaft 2-P-801A/B sangat dipengaruhi oleh besarnya P-F interval. Semakin kecil nilai P-F interval maka semakin cepat

    jarak perawatan komponen tersebut. Sedangkan interval perawatan untuk komponen yang finding-failure task dipengaruhi oleh MTBF dan availibility yang dikehendaki. Jika nilai MTBF semakin kecil maka akan dilakukan finding-failure lebih sering.

    Interval perawatan untuk komponen yang memiliki data kerusakan dan data lama perbaikan dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor utamanya adalah data historis itu sendiri. Selain itu, biaya perbaikan komponen juga dipengaruhi oleh harga komponen dan MTTR. Sedangkan interval perawatan (TM) dipengaruhi oleh kombinasi dari eta, beta, biaya perbaikan, dan biaya perawatan.

    Dalam kondisi nyata, faktor-faktor tersebut tidak dapat dipisahkan pengaruhnya karena faktor tersebut bersifat dependen. Jika nilai eta dan biaya perawata makin besar maka interval perawatan semakin lama. Sebaliknya, biaya perbaikan yang semakin besar akan memperpendek interval perawatan. Sedangkan nilai eta yang semakin tinggi menyebabkan interval perawatan semakin pendek. Tetapi, nilai eta memiliki titik tertentu yang akan menghasilkan interval perawaan yang optimum.

    5 Kesimpulan Adapun kesimpulan pada penelitian ini

    adalah sebagai berikut: 1. Fungsi utama sub sistem WWT di pabrik

    Urea Kaltim-3 adalah untuk mengolah ammonia water menjadi air buangan dengan kandungan Urea < 5 ppm dan Amonia < 5 ppm serta T < 50 deg.C serta membentuk larutan karbamat. Sedangkan fungsi sekunder, kegagalan setiap fungsi, dan FMEA tercantum pada Lampiran 4.

    2. Maintenance task yang tepat pada sub sistem WWT di pabrik Urea Kaltim-3 adalah sebagai berikut: On-condition Task

    Komponen yang termasuk dalam task ini meliputi:

    Shaft 2-P-801A/B Stem danplug FV 801, LV 806, PV 804,

    LV 802 Tray pada Hydrolyzer, Desorber

    coloumn I, dan Desorber coloumn II Tube pada Reflux Condencer,

    Hydrolyzer Heat Exchanger, dan Waste Water Cooler

    Scheduled Discard Task Komponen yang termasuk dalam task ini adalah bearing 2-P-801A/B dan 2-P-802A/B, impeller 2-P-801A/B, wearing impeller 2-P-801A/B, mechanical seal

  • 9

    2-P-801A/B, serta penggantian oli pada 2-P-801A/B dan 2-P-802A/B.

    Scheduled Restoration task Komponen yang perlu dilakukan perbaikan berkala adalah center sleeve pada pompa 2-P-801A dan 2-P-801B.

    No Scheduled Task Komponen yang perlu dilakukan perbaikan berkala adalah komponen instrumentasi yang mencapai 76% dari total komponen pada sub sistem ini.

    Finding failure Task Komponen yang perlu dilakukan perbaikan berkala adalah PSV 831, PSV 832, dan PSV 833

    3. Jadwal maintenance yang tepat pada sub sistem WWT di pabrik Urea Kaltim-3 adalah sebagai berikut: Preventive maintenance setiap 10 tahun

    sekali adalah stem plug FV 801, LV 802, PL 804, dan LV 806.

    Preventive maintenance setiap 2,5 tahun sekali adalah Tray pada Hydrolyzer, Desorber coloumn I, dan Desorber coloumn I serta Tube pada Reflux Condencer, Hydrolyzer Heat Exchanger, dan Waste Water Cooler

    Preventive maintenance setiap 4,8 bulan (2 kali setahun) adalah komponen pada PSV 831, PSV 832, dan PSV 833

    Preventive maintenance meliputi: o Shaft 2-P-801A/B adalah 91 hari o Impller 2-P-801A/B adalah 99 hari o Wearing impeller 2-P-801A/B

    adalah 230 hari o Bearing 2-P-801A/B adalah 697

    hari o Mechanical seal 2-P-801A/B adalah

    44 hari o Center sleeve 2-P-801A/B adalah

    84 hari o Penggantian oli 2-P-801A/B adalah

    171 hari o Bearing 2-P-802A/B adalah 167

    hari o Penggantian oli2-P-802A/B adalah

    350 hari Besar penghematan biaya jika proposed interval maintenance diimplementasikan pada sub sistem WWT di pabrik Urea

    adalah Rp1,552,371,803.20 dalam kurun waktu 10 tahun.

    6 Daftar Pustaka Lewis, E.E., 1987. Introduction to Reliability

    Engineering. Hew York: John Wiley & Sons.

    Mobray, J., 1997. Reliability Centered Maintenance (RCM) II. 2nd ed. New York: Industrial Press.

    Romney & Steinbart, 2006. Accounting Information Systems. 10th ed. Prentice Hall Business Publishing.

    AbstrakLatar BelakangMetodologi PenelitianPengumpulan dan Pengolahan DataPerawatan yang Diterapkan oleh PT. Pupuk KaltimRuang Lingkup Sub Sistem Waste Water TreatmentFungsi, Kegagalan Fungsi, Modus Kegagalan, dan EfeknyaProposed Task dan Pelaksana Teknis MaintenancePenentuan Proposed Interval Maintenance TaskPerhitungan Proposed Interval On-conditional TaskPerhitungan Proposed Interval untuk Perbaikan dan Penggantian BerkalaPerhitungan Proposed Interval untuk Finding Failure

    AnalisaAnalisis Aliran Proses dalam WWT Urea Kaltim-3Analisis FMEAAnalisis Proposed Maintenance TaskAnalisis Proposed Maintenance Interval dan Pelaksana TeknisnyaAnalisa Biaya PerawatanAnalisa Sensivitas

    KesimpulanBesar penghematan biaya jika proposed interval maintenance diimplementasikan pada sub sistem WWT di pabrik Urea adalah Rp1,552,371,803.20 dalam kurun waktu 10 tahun.Daftar Pustaka