its undergraduate 12463 paper

7
1 Proceedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI ITS. Pemodelan Sistem HVDC Melalui Kabel Bawah Laut Untuk Interkoneksi Pulau Sumatera dan Peninsular (Malaysia) Menuju Asean Grid 2010-2015 Stefanus Wijaya 2206100115 Jurusan Teknik Elektro ITS Surabaya Abstrak - Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dan teknologi adalah faktor yang memberikan dampak bagi tingkat kebutuhan akan energi listrik. Kebutuhan energi listrik tersebut akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kedua faktor tersebut, khususnya di daerah Sumatera. Pada tahun 2008 kebutuhan energi listrik di Sumatera mencapai 16436.51 GWh dan pada tahun 2018 kebutuhan energi listrik Sumatera mencapai 27336.13 GWh. Untuk mencukupi kebutuhan tersebut perlu dibangun pembangkit listrik baru. Pembangkit yang dibangun adalah PLTU Batubara berkapasitas 6x600MW yang bertempat di pesisir pantai Bukit Batu, Sumatera Barat. Dengan adanya PLTU ini energi listrik yang dapat disediakan adalah sebesar 31536 GWh per tahun. Mengacu pada jumlah tersebut, masih terdapat kelebihan energi listrik yang selanjutnya akan dijual ke Malaysia melalui sistem interkoneksi HVDC 500kV 1000MW. Adapun sistem ini dipilih karena dengan menggunakan sistem ini daya yang dikirimkan dapat maksimal apabila dibandingkan dengan sistem interkoneksi lain, yaitu HVAC. Kata Kunci : Sistem Transmisi, HVDC 1. PENDAHULUAN Interkoneksi kelistrikan memiliki tujuan mampermudah penyaluran dan pengolahan daya listrik ke seluruh wilayah Indonesia secara khusus dan wilayah ASEAN secara umum. Dengan demikian jelas bahwa salah satu media yang dianggap paling ekonomis dalam proses interkoneksi ini adalah melalui media bawah laut yang sudah terealisaikan. Sistem pengiriman (transmisi) daya listrik yang digunakan dalam interkoneksi tersebut adalah transmisi dengan menggunakan arus bolak-balik (AC). Penggunaan arus bolak-balik di sini menyebabkan timbulnya kerugian-kerugian pada proses transmisi. Salah satu dari kerugian tersebut disebabkan karena adanya reaktansi pada saluran transmisi. Dengan demikian akan menyebabkan terjadinya drop tegangan pada kedua terminal saluran transmisi yang menyebabkan turunnya atau berkurangnya kapasitas daya kirim. Semakin panjang sistem transmisi maka akan semakin besar pula kerugian dayanya. HVDC (High Voltage Direct Current) adalah teknologi pengiriman (transmisi) daya listrik dalam bentuk arus searah tegangan tinggi (puluhan sampai ratusan kV ) yang dapat mengurangi rugi-rugi yang disebabkan karena adanya reaktansi pada saluran. Drop tegangan yang duhasilkan lebih kecil sehingga kapasitas daya kirim dapat maksimal. Prinsip dasar teknologi ini adalah pengubahan sumber arus bolak-balik (AC), sumber arus dari pembangkit, menjadi arus searah (DC) yang kemudian akan disalurkan menuju ke daerah lain yang letaknya berjauhan dan selanjutnya akan dilakukan proses pengubahan kembali sumber DC ke AC. Proses pengubahan sumber AC menjadi DC dan sebaliknya membutuhkan konverter. Berdasarkan uraian singkat di atas dapat diketahui bahwa penerapan teknologi transmisi dengan menggunakan HVDC memberikan hasil yang lebih efektif dan efisien. 2. TRANSMISI HVDC 2.1 Perkembangan HVDC Arus listrik pertamakali yang telah dihasilkan oleh seorang ilmuwan, Thomas Alfa Edisson, adalah arus searah. Dengan demikian transmisi arus listrik yang digunakan pada masa tersebut adalah juga dengan menggunakan arus searah. Namun karena arus listrik yang dihasilkan merupakan arus yang kecil maka tidak memungkinkan apabila arus tersebut ditransmisikan ke tempat yang jauh. Permasalahan tersebut mendorong penemuan arus AC yang akhirnya digunakan sebagai arus dalam sistem transmisi saat itu. Namun demikian, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendorong penemuan komponen- komponen elektronika daya (seperti diode, thyristor, dll ) sehingga memungkinkan untuk kembali menggunakan arus DC di dalam sistem transmisi bertegangan tinggi dan berjarak jauh. 2.2 Teknologi HVDC Proses utama yang terjadi didalam system HVDC adalah perubahan(konversi) arus listrik dari arus a.c menjadi arus d.c, yang terjadi pada sisi pengirim(transmitting end), dan perubahan arus d.c menjadi arus a.c pada sisi penerima(receiving end). Ada tiga cara dalam pencapaian proses konversi tersebut, yaitu: 1. Natural Commutated Converters(NCC) 2. Capacitor Commutated Converters(CCC)

Upload: ebie-ghusaebi

Post on 16-Dec-2015

219 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

hgtitugi

TRANSCRIPT

  • 1

    Proceedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI ITS.

    Pemodelan Sistem HVDC Melalui Kabel Bawah Laut Untuk

    Interkoneksi Pulau Sumatera dan Peninsular (Malaysia)

    Menuju Asean Grid 2010-2015

    Stefanus Wijaya 2206100115 Jurusan Teknik Elektro ITS Surabaya

    Abstrak - Pertumbuhan dan perkembangan

    ekonomi dan teknologi adalah faktor yang

    memberikan dampak bagi tingkat kebutuhan akan energi listrik. Kebutuhan energi listrik tersebut

    akan terus meningkat seiring dengan

    pertumbuhan dan perkembangan kedua faktor

    tersebut, khususnya di daerah Sumatera.

    Pada tahun 2008 kebutuhan energi listrik di

    Sumatera mencapai 16436.51 GWh dan pada

    tahun 2018 kebutuhan energi listrik Sumatera

    mencapai 27336.13 GWh. Untuk mencukupi

    kebutuhan tersebut perlu dibangun pembangkit

    listrik baru. Pembangkit yang dibangun adalah

    PLTU Batubara berkapasitas 6x600MW yang

    bertempat di pesisir pantai Bukit Batu, Sumatera Barat. Dengan adanya PLTU ini energi listrik

    yang dapat disediakan adalah sebesar 31536

    GWh per tahun. Mengacu pada jumlah tersebut,

    masih terdapat kelebihan energi listrik yang

    selanjutnya akan dijual ke Malaysia melalui

    sistem interkoneksi HVDC 500kV 1000MW.

    Adapun sistem ini dipilih karena dengan

    menggunakan sistem ini daya yang dikirimkan

    dapat maksimal apabila dibandingkan dengan

    sistem interkoneksi lain, yaitu HVAC.

    Kata Kunci : Sistem Transmisi, HVDC

    1. PENDAHULUAN

    Interkoneksi kelistrikan memiliki tujuan

    mampermudah penyaluran dan pengolahan daya

    listrik ke seluruh wilayah Indonesia secara khusus

    dan wilayah ASEAN secara umum. Dengan

    demikian jelas bahwa salah satu media yang

    dianggap paling ekonomis dalam proses

    interkoneksi ini adalah melalui media bawah laut

    yang sudah terealisaikan. Sistem pengiriman (transmisi) daya listrik yang digunakan dalam

    interkoneksi tersebut adalah transmisi dengan

    menggunakan arus bolak-balik (AC). Penggunaan

    arus bolak-balik di sini menyebabkan timbulnya

    kerugian-kerugian pada proses transmisi. Salah

    satu dari kerugian tersebut disebabkan karena

    adanya reaktansi pada saluran transmisi. Dengan

    demikian akan menyebabkan terjadinya drop

    tegangan pada kedua terminal saluran transmisi

    yang menyebabkan turunnya atau berkurangnya

    kapasitas daya kirim. Semakin panjang sistem

    transmisi maka akan semakin besar pula kerugian dayanya. HVDC (High Voltage Direct Current)

    adalah teknologi pengiriman (transmisi) daya

    listrik dalam bentuk arus searah tegangan tinggi

    (puluhan sampai ratusan kV ) yang dapat

    mengurangi rugi-rugi yang disebabkan karena adanya reaktansi pada saluran. Drop tegangan

    yang duhasilkan lebih kecil sehingga kapasitas

    daya kirim dapat maksimal. Prinsip dasar

    teknologi ini adalah pengubahan sumber arus

    bolak-balik (AC), sumber arus dari pembangkit,

    menjadi arus searah (DC) yang kemudian akan

    disalurkan menuju ke daerah lain yang letaknya

    berjauhan dan selanjutnya akan dilakukan proses

    pengubahan kembali sumber DC ke AC. Proses

    pengubahan sumber AC menjadi DC dan

    sebaliknya membutuhkan konverter.

    Berdasarkan uraian singkat di atas dapat diketahui bahwa penerapan teknologi transmisi dengan

    menggunakan HVDC memberikan hasil yang

    lebih efektif dan efisien.

    2. TRANSMISI HVDC

    2.1 Perkembangan HVDC

    Arus listrik pertamakali yang telah dihasilkan

    oleh seorang ilmuwan, Thomas Alfa Edisson,

    adalah arus searah. Dengan demikian transmisi

    arus listrik yang digunakan pada masa tersebut adalah juga dengan menggunakan arus searah.

    Namun karena arus listrik yang dihasilkan

    merupakan arus yang kecil maka tidak

    memungkinkan apabila arus tersebut

    ditransmisikan ke tempat yang jauh.

    Permasalahan tersebut mendorong penemuan arus

    AC yang akhirnya digunakan sebagai arus dalam

    sistem transmisi saat itu. Namun demikian, seiring

    dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

    teknologi yang mendorong penemuan komponen-

    komponen elektronika daya (seperti diode, thyristor, dll ) sehingga memungkinkan untuk

    kembali menggunakan arus DC di dalam sistem

    transmisi bertegangan tinggi dan berjarak jauh.

    2.2 Teknologi HVDC

    Proses utama yang terjadi didalam system

    HVDC adalah perubahan(konversi) arus listrik

    dari arus a.c menjadi arus d.c, yang terjadi pada

    sisi pengirim(transmitting end), dan perubahan

    arus d.c menjadi arus a.c pada sisi

    penerima(receiving end). Ada tiga cara dalam

    pencapaian proses konversi tersebut, yaitu: 1. Natural Commutated Converters(NCC) 2. Capacitor Commutated Converters(CCC)

  • 2

    Proceedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI ITS.

    3. Forced Commutated Converters(FCC) 2.3 Komponen-komponen Sistem HVDC

    Komponen-komponen dalam sistem HVDC

    umumnya dibagi menjadi dua, yaitu stasiun

    konverter dan media transmisi (konduktor/kabel

    yang digunakan sebagai penghantar). Di dalam stasiun konverter terdapat katub thyristor,

    transformator, filter AC, filter DC, dan capasitor

    bank.

    3. DATA EKSISTING DAN PREDIKSI

    3.1 Data Kelistrikan dan Potensi SDA Sumatera

    Sistem kelistrikan Sumatera terbagi atas tiga

    wilayah kelistrikan, yaitu SUMBAGUT,

    SUMBAGTENG, DAN SUMBANGSEL. Ketiga Wilayah kelistrikan tersebut telah saling

    terinterkoneksi. Sistem kelistrikan tersebut dapat

    dilihat pada gambar di bawah ini.

    Gambar 3.1 Peta Kelistrikan Sumatera

    Sistem tersebut menjadi penghubung antara

    pembangkit listrik dengan konsumen energi listrik

    yang ada di wilayah Sumatera melalui jaringan-

    jaringan transmisi dan distribusi. Jenis jaringan

    transmisi yang ada di Sumatera adalah jaringan

    transmisi bertegangan 70 kV (334.26 kms), 150

    kV (8423.20), dan 275 kV (782.25kms). Jaringan distribusi yang ada adalah jaringan distribusi

    bertegangan 10-12 kV (2968.84 kms), dan 15-20

    kV (68327.47 kms). Sedangkan jaringan

    bertegangan rendah memiliki panjang saluran

    sepanjang 67465.1 kms. Pembangkit yang

    terhubung dengan jaringan tersebut memiliki total

    daya mampu sebesar 1893.42 MW.

    Sumatera merupakan daerah yang memiliki

    potensi SDA yang sangat baik. Cadangan

    batubara yang terdapat di Sumatera sebanyak

    3.30243 Milyar ton. Nilai tersebut setara dengan 49.6% dari total cadangan batubara yang terdapat

    di seluruh wilayah Indonesia. Sedangakan untuk

    cadangan minyak bumi dan gas bumi di wilayah

    Sumatera terdapat sebanyak 2741.84 MMSTB

    dan 14.31 TSCF.

    3.2 Data Kelistrikan dan Potensi SDA Peninsular (Malaysia)

    Sebagian besar sistem kelistrikan di

    Peninsular dikelola oleh Tenaga National Berhad

    (TNB). TNB bertanggung jawab menyalurkan

    energi listrik dari pembangkit sampai dengan ke

    konsumen melalui jaringan transmisi dan jaringan

    distribusi. Jaringan transmisi yang ada di Peninsular adalah jaringan transmisi bertegangan

    500 kV, 275 kV, 132 kV, dan 66 kV. Sedangkan

    pembangkit listrik yang ada di Peninsular

    memiliki daya mampu total sebesar

    14472.62MW. Jenis pembangkitan yang ada di

    Peninsular adalah pembangkitan thermal dan

    hydro.

    Malaysia dapat dikatakan sebagai negara

    yang memiliki kekayaan alam yang melimpah

    khususnya di wilayah Peninsular. Kekayaan alam

    tersebut antara lain adalah minyak bumi (cadangan total sekitar 4000 Mcf), LNG

    (cadangan total sebesar 83 Tcf), Batu bara (total

    produksi pada tahun 2008 sebesar 1.12 million

    short tons).

    3.3 DATA PREDIKSI Pertumbuhan dan perkembangan

    perekomonian serta pertumbuhan penduduk akan

    berdampak juga bagi kebutuhan terhadap energi

    listrik. Semakin bertumbuhnya jumlah penduduk

    dan perekomonian di dalam suatu wilayah maka

    semakin banyak/besar pula kebutuhan wilayah tersebut terhadap energi listrik. Pembangkit listrik

    yang ada di Sumatera dapat dikatakan berada

    dalam kondisi kritis dalam hal pensuplaian energi

    listrik kepada konsumen. Bagaimana tidak, beban

    puncak Sumatera mencapai 1889.72 MW. Jelas

    bahwa untuk masa yang akan datang, jumlah

    pembangkit listrik yang ada di sumatera saat ini

    tidak akan mampu lagi untuk mencukupi

    kebutuhan energi listrik saat itu.

    Mengacu pada pernyataan di atas,

    pembangunan pembangkit-pembangkit listrik baru sangat diperlukan. Oleh sebab itu ,untuk

    menentukan kapasitas pembangkit yang akan

    dibangun diperlukan juga data prediksi terhadap

    energi yang terjual, jumlah penduduk, PDRB, dan

    beban puncak baik untuk wilayah Sumatera

    maupun Malaysia untuk masa yang akan datang

    (sepuluh tahun, terhitung mulai tahun 2008).

    Metode peramalan yang digunakan adalah

    dengan menggunakan regresi linear dimana rumus

    yang digunakan adalah:

    = (1) Dimana

    = ()

    () (2)

    Sehingga dapat diperoleh data seperti yang

    terdapat pada tabel di bawah ini.

  • 3

    Proceedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI ITS.

    Tabel 3.1 Hasil Peramalan Data Tahun 2018

    4. ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU DAN INTERKONEKSI HVDC

    Melalui data yang telah ditunjukkan pada

    tabel 3.1 nampak bahwa energi yang dibutuhkan

    masyarakat sumatera pada tahun 2018 mencapai

    (27336.13/8760) = 3120.56 MW sehingga untuk

    dapat mencukupi kebutuhan energi listrik

    masyarakat Sumatera sampai pada tahun 2018 dibutuhkan pembangkit baru yang memiliki

    kapasitas total minimal sebesar 1227.14 MW.

    Demikian pula untuk kondisi kelistrikan Malaysia

    ditahun 2018. Kebutuhan energi listriknya

    mencapai (203061.16/8760) = 23180.50 MW.

    Sehingga Malaysia juga membutuhkan suplai

    energi listrik tambahan sebesar 7174.5 MW.

    Kondisi tersebut dapat dijadikan sebagai peluang

    bagi Indonesia (khususnya bagi masyarakat

    Sumatera) untuk mengadakan kerjasama bilateral

    dalam bidang kelistrikan antara Indonesia dan Malaysia. Dengan kondisi kebutuhan listrik yang

    akan dialami oleh Malaysia (khususnya

    Peninsular) pada tahun-tahun yang akan datang,

    jelas bahwa Malaysia akan membutuhkan suplai

    energi listrik baru. Oleh sebab itu diperlukan

    adanya Interkoneksi antara Sumatera-Malaysia

    untuk menjawab permasalahan tersebut.

    Mengacu pada pernyataan tersebut maka

    akan dibangun PLTU 6x600MW. Pembangkit ini

    akan dibangun di daerah pesisir pantai Bukit Batu,

    Sumatera bagian tengah. Adapun bahan bakar yang digunakan adalah batubara. Cadangan

    batubara yang terdapat pada wilayah ini mencapai

    0.50786 milyar ton. Apabila dilakukan

    perhitungan, total cadangan batu bara tersebut

    dapat menghasilkan energi listrik sebesar

    1,168,527,434 MWh (dengan asumsi: 1 Juta ton

    batubara dapat menghasilkan energi listrik

    sebesar: 2,300,884.96 MWh). Dengan demikian

    dengan cadangan batubara tersebut diperkirakan

    cadangan tersebut dapat mensuplai pembangkit ini

    selama kurang lebih 50 tahun.

    Energi listrik yang dihasilkan oleh PLTU Bukit Batu tentu saja diprioritaskan untuk

    memenuhi kebutuhan listrik masyarakat

    Sumatera. Namun tentu saja masih ada sisa energi

    yang tidak terpakai oleh masyarakat Sumatera

    dari total kapasitas PLTU Bukit Batu 3600MW.

    Sisa energi inilah yang nantinya akan diperjual-

    belikan kepada Peninsular(Malaysia) dengan

    tujuan untuk Dengan melihat kurva beban

    Sumatera dan Peninsular(Malaysia) seperti yang

    terdapat pada gambar di bawah ini (gambar 4.1) tampak bahwa pada jam-jam tertentu pemakaian

    energi listrik di wilayah Sumatera berkurang.

    Namun sebaliknya pada jam yang sama,

    pemakaian energi listrik di wilayah Peninsular

    mulai meningkat. Peristriwa itu berkisar antara

    jam 05.00 sampai dengan jam 17.00. Dengan

    demikian energi listrik sisa yang tidak terpakai

    oleh masyarakat Sumatera dapat dijual kepada

    perusahaan listrik yang mengelola kelistrikan

    Peninsular(Malaysia).

    Kurva Beban Sumatera Kurva Beban Malaysia Gambar 4.1 Perbandingan Kurva Beban Sumatera dan

    Malaysia

    Seperti yang telah dijelaskan pada paragraf diatas, energi listrik yang dihasilkan oleh PLTU

    Bukit Batu (3600MW) digunakan untuk

    mencukupi kebutuhan listrik Sumatera terlebih

    dahulu kemudian apabila pada jam-jam tertentu

    kebutuhan energi listrik Sumatera menurun

    (sehigga terdapat sisa energi listrik) maka sisa

    energi listrik yang tidak terpakai inilah yang akan dijual ke Malaysia. Dengan demikian

    diasumsikan bahwa daya maksimum yang dapat

    dikirimkan ke Malaysia sebesar 1000MW, yang

    selanjutnya akan menjadi kapasitas maksimum

    interkoneksi HVDC. Jalur interkoneksi ini

    melewati Garuda Sakti - Pulau Rupat -

    Malaka(Peninsular-Malaysia) dengan total

    jaraknya sepanjang 111.03 km.

    4.1 Analisis Ekonomi

    Untuk menganalisa ekonomi suatu sistem interkoneksi dan suatu pembangkit perlu diketahui

    biaya modal pembangkit dan harga jual energi

    listrik. Biaya modal pembangkit ditentukan dalam

    US$/kW dan harga jual energi listrik ditentukan

    dalam cent US$/kWh.

    4.1.1 Analisa Sistem Interkoneksi HVDC

    Diperkirakan untuk membangun sebuah

    stasiun HVDC diperlukan biaya investasi sebesar

    US$ 250 juta. Dengan rincian biaya-biayanya

    seperti yang terdapat pada tabel dibawah ini.

  • 4

    Proceedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI ITS.

    Tabel 4.1 Biaya Pembangunan Stasiun HVDC Sumatera-Peninsular

    Adapun rumus yang digunakan dalam perhitungan

    ini adalah:

    Biaya Modal Ps =Biaya Total Investasi

    Kapasitas Pembangkit. (3)

    () = + .

    . (4)

    Dimana fs adalah faktor bunga (bunga yang

    digunakan dalam perhitungan ini adalah 12%, 9%,

    dan 6%) dan fd adalah faktor depresiasi

    /penyusutan (diasumsikan sebesar 4%)

    =0.04

    (1+0.04)251= 0.024. (5)

    4.1.2 Analisa Sistem Pembangkitan

    Ada beberapa parameter yang harus

    diperhatikan dalam menentukan biaya pembangkit

    di Bukit Batu ini. Parameter-parameter tersebut

    adalah biaya modal (capital cost), biaya operasi dan perawatan (O&M), dan biaya bahan bakar

    (Fuel Cost/ FC). Perhitungan biaya modal

    dilakukan dengan menggunakan rumus (4)

    dimana Ps=1,944.44 US$/kW. Biaya O&M

    adalah sebesar 0.7 cent US$/kWh (didasarkan

    pada kapasitas pembangkit yaitu 3600 MW),

    sedangkan perhitungan biaya FC PLTU Bukit

    Batu 6x600MW dapat dijelaskan melalui tabel

    berikut ini. Tabel 4.2

    Konsumsi Batubara

    Perhitungan biaya bahan bakar (FC)

    Harga batubara adalah 111.5 US$ per ton.

    Dengan asumsi 1 US$ = Rp 10.000,00 maka dapat

    dihitung:

    a. Harga = 111.5 US$ / ton

    = 0.1115 US$/kg

    = Rp 1115 /kg b. Konsumsi Batubara = 0.435 ton/ MW-hour

    c. Konsumsi Batubara per tahun

    = (0.435 x 8760) ton/MW-year

    = 3810.6 ton/MW-year

    = 3.8106 ton/kW-year

    d. Fuel Cost (FC) = (0.435 x 111.5) US$/MWh

    = 48.50 US$/MWh

    = 0.0485 US$/kWh

    = 4.85 cent US$/kWh

    Sehingga biaya pembangunan total

    (pembangunan stasiun HVDC dan PLTU Bukit

    Batu) dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

    Tabel 4.3

    Biaya Pembangunan Stasiun HVDC dan PLTU Bukit Batu

    4.1.3 Analisa Harga Jual Energi listrik

    Untuk menentukan daya beli masyarakat Sumatera diperlukan data kelistrikan dan

    kependudukan masyarakat Sumatera sebagai

    acuan. Masyarakat Sumatera pada tahun 2008 rata-rata mengkonsumsi energi listrik sebesar 5-

    10%, sedangkan rata-rata anggota keluarga adalah

    4 orang, dengan pengeluaran riil perkapita

    penduduk Sumatera (pada tabel 4.4), jika di asumsikan setiap penduduk Sumatera

    mengeluarkan dana sebesar 10% untuk membayar

    listrik, maka dari pengeluaran riil untuk

    membayar listrik dibutuhkan (pada tabel 4.4)

    setiap bulannya, sehingga kemampuan daya beli

    masyarakat Sumatera berdasarkan perhitungan

    adalah sebesar (pada tabel 4.4) perbulan, maka

    dapat diketahui rata-rata pemakaian dayanya

    sebesar 1300 VA

    Tabel 4.4 Pengeluaran Riil Perkapita dan Pengeluaran Biaya

    Listrik Masyarakat Sumatera

    Dimana:

    Blok I 30kWh, yaitu pemakaian 0-30 kWh Blok II 60kWh, yaitu pemakaian 30-60 kWh

    Blok III > 60kWh, yaitu pemakaian di atas 60

    kWh

  • 5

    Proceedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI ITS.

    Sehingga dapat menghitung daya beli masyarakat

    Sumatera adalah:

    Daya(P) = 1300 x 0.8

    = 1040W

    Jumlah kWh/bulan dapat dicari dengan: kWh/bulan = 1,040 x 30 x 24 x 0.8

    = 599.04 kWh/bulan

    Bila tarif untuk biaya beban tarif tegangan 1300

    VA= Rp. 30100,00

    Dengan tarif dasar listrik (TDL) pada sektor

    rumah tangga sebesar Rp. 554.17 maka:

    Daya Beli = (599.04 x Rp. 554.17/kWh)+Rp. 30100 = Rp 362,069.99

    Sehingga dengan demikian dapat dicari

    perbandingan antara daya beli listrik dengan

    pendapatan perkapita yang digunakan untuk

    keperluan listrik =

    1. Untuk jenis Blok I Daya Beli1 = (364,308/362,069.99) x 554.17 = Rp. 557.6/kWh

    2. Untuk jenis Blok II Daya Beli2 = (431,186/362,069.99) x 554.17

    = Rp. 659.9/kWh

    3. Untuk jenis Blok III Daya Beli3 = (494,451/362,069.99) x 554.17

    = Rp. 756.8/kWh

    Sedangkan untuk harga jual energi listrik ke

    Malaysia ditentukan oleh biaya pembangunan

    sistem HVDC dan pembangunan PLTU Bukit Batu, seperti yang terdapat pada tabel 4.4.

    Sehingga apabila harga jual energi listrik sebesar

    110% dari biaya total maka:

    1. Untuk bunga 6% Harga Jual = 110% x Rp. 1183.34 /kWh

    = Rp. 1301.67 /kWh

    = 13.02 cent US$/kWh

    2. Untuk bunga 9% Harga Jual = 110% x Rp. 1318.70 /kWh

    = Rp. 1450.57 /kWh

    = 14.51 cent US$/kWh

    3. Untuk bunga 12% Harga Jual = 110% x Rp. 1451.50 /kWh

    = Rp. 1596.65 /kWh

    = 15.97 cent US$/kWh

    4.2 Analisis Teknis

    Di dalam analisa teknis ini akan dibahas

    mengenai pemilihan konfigurasi dari stasiun

    HVDC yang akan digunakan, pemodelan sistem

    HVDC, dan komponen-komponen yang

    digunakan di dalamnya.

    Pada kasus ini konfigurasi yang dipakai dalam sistem HVDC untuk interkoneksi

    Sumatera-Peninsular (Malaysia) adalah

    konfigurasi monopolar. Adapun alasannya adalah

    alasan ekonomis dan teknis. Pembangunan stasiun

    dengan konfigurasi monopolar tentunya akan

    membutuhkan biaya relatif lebih rendah apabila

    dibandingkan dengan stasiun HVDC dengan

    konfigurasi bipolar ataupun homopolar sebab

    dalam pembangunannya hanya membutuhkan satu

    konduktor sebagai penghantar. Alasan lain yang

    menunjang pemilihan konfigurasi ini adalah frekuensi pemakaian/pengoperasian stasiun

    HVDC. Telah diketahui pada pembahasan di atas

    bahwa pengiriman (penjualan) daya listrik dari

    Sumatera ke Malaysia hanya berlangsung sekitar

    tujuh jam sehari. Dengan demikian dapat

    dikatakan penggunaan satu buah konduktor saja

    sudah cukup. Tentu saja penggunaan konfigurasi

    monopolar dapat dikatakan yang paling ideal

    untuk interkoneksi Sumatera-Peninsular.

    Pemodelan stasiun HVDC dilakukan dengan

    menggunakan software MATLAB 7.6.0. Hasil pemodelan yang telah dilakukan dapat dilihat

    pada gambar di bawah ini.

    Gambar 4.21 Sistem Transmisi HVDC 500kV-1000

    MW

    Pada saat sistem tersebut beroperasi maka

    karakteristik tegangan dan arus yang akan terjadi

    dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

    Gambar 4.22 Profile Tegangan Pada Sistem

    Kelistrikan Sumatera

    Gambar 4.23 Profile Tegangan Pada konduktor

  • 6

    Proceedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI ITS.

    Gambar 4.24 Profile Tegangan Pada Sistem

    Kelistrikan Peninsular

    Sehingga melalui gambar-gambar grafik

    tersebut dapat dilakukan analisa antara hasil

    simulasi dengan teori.

    Rumus dibawah ini menunjukkan hubungan

    antara tegangan DC rata-rata (Vd) dengan arus

    DC (Id) dan sudut . (dengan asumsi mengabaikan rugi-rugi tahanan dalam trafo dan rectifier):

    .......(6) Dimana Vdo adalah tegangan DC tanpa beban

    untuk jembatan 6-pulsa:

    .(7) Vc adalah tegangan komutasi RMS yang

    bergantung pada tagangan sistem AC dan juga

    rasio dari trafo.

    Rc adalah tahanan komutasi ekivalen:

    ......(8) Xc adalah reaktansi trafo.

    Tegangan Vc harus memperhitungkan nilai efektif

    tegangan pada bus 500 kV dan rasio trafo. Jika

    melihat bentuk gelombang yang ditampilkan pada scope AC_Rectifier (gambar 4.22), dapat dilihat

    bahwa Vabc bernilai 0,96 pu pada saat Id arus

    searah (gambar 4.23) telah mencapai kondisi

    mapan (1 pu).

    Vc = 0.96 * 200 kV/0.90 = 213.3 kV

    Id = 2

    = 16.5 Xc = 0.24 pu, based on 1200 MVA

    and 222.2 kV = 9.874

    (0.90 adalah faktor pengali pada trafo konverter)

    Dengan demikian dapat dihitung nilai Vd (sesuai dengan hasil simulasi) dengan cara menjumlahkan

    tagangan pada Inverter (VdL) dan tegangan drop

    pada konduktor (diasumsikan hambatan dalam

    konduktor/RlineDC=4.5 ) dan smoothing reactor (R=1).

    (9)

    Vd = 500 kV + (4.5+1)x 2kA

    = 511 kV

    Sedangkan apabila dihitung secara teori (rumus 6)

    Maka dihasilkan:

    = 3 2

    213.3

    = 288.1 kV

    = 3

    9.874

    = 9.429 Vd = 2 x (288.1 x cos(16.5)- 9.429 x 2)

    = 515 kV

    Base yang digunakan adalah :

    kV base (sisi Sumatera) : 500 kV

    MVA Base : 1200 MVA

    Ibase : 2 kA

    Dengan demikian dapat disimpulakan

    terdapat sedikit (error) perbedaan antara analisa hasil simulasi dengan hasil perhitungan secara

    teori.

    Error = (515-511)/515 x 100%

    = 0.78 %

    4.3 Analisis Lingkungan

    Pembangunan Sistem Interkoneksi HVDC

    tidak terlalu berdampak bagi lingkungan sekitar

    sebab hampil dikatakan tidak ada polusi yang

    ditimbulkan sistem ini. Hanya saja pembangunan

    sistem ini membutuhkan lahan yang tidak terlalu luas (sekitar 1 ha). Yang perlu mendapatkan

    perhatian adalah pembangunan PLTU Bukit Batu

    3600MW diperkirakan akan menimbulkan

    dampak positif dan negatif terhadap lingkungan,

    yaitu:

    1. Dampak Negatif

    Terjadinya pencemaran udara dengan gas-gas beracun seperti Sulfur Dioksida (SO2), Oksida

    Nitrogen (NOx), Karbon Dioksida (CO2), dan gas-

    gas seperti CxHy dari pembakaran batubara.

    Penanggulangan dari dampak ini dapat dilakukan dengan cara memasang scruber pada cerobong

    asap dari ruang pembakaran batubara

    Zat-zat pengotor (belerang) yang dihasilkan sebagai limbah dari proses pembakaran dan

    pembangkitan energi listrik akan menjadi masalah

    jika dibuang sembarangan seperti di sungai, di

    laut, dan di tempat-tempat yang terhubung dengan

    populasi manusia. Dengan demikian limbah-

    limbah tersebut harus diolah dan dimanfaatkan.

    Kebisingan yang ditimbulkan dari getaran turbin dapat menimbilkan polusi suara/ kebisingan

    bagi lingkungan sekitar. Hal ini dapat diatasi dengan meletakkan turbin pada lokasi/ruangan

    tertutup serta penanaman pohon disekitar lokasi

    pembangkit.

    2. Dampak Positif

    Tersedia dan tercukupinya kebutuhan energi listrik.

    Kesejahteraan hidup lebih meningkat dengan tersedianya energi listrik.

  • 7

    Proceedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI ITS.

    Meningkatnya pendapatan pemerintah, dengan dibangunnya PLTU ini maka akan banyak

    memberikan masukan terutama disektor pajak.

    Timbulnya peluang kerja, pembangunan proyek ini akan banyak membutuhkan pekerja

    baik pada saat tahap konstruksi maupun pada saat tahap operasi

    Meningkatkan kegiatan perekonomian, industri dan kegiatan usaha lainnya dengan

    tercukupinya energi listrik.

    5. KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan

    yang telah dilakukan dapat diambil beberapa

    kesimpulan antara lain : 1. Sistem transmisi yang akan digunakan untuk interkoneksi Sumatera - Peninsular(Malaysia)

    adalah sistem transmisi HVDC dengan

    konfigurasi monopolar dengan kapasitas

    maksimal 1000MW.

    2. Sistem transmisi tersebut menggunakan tegangan 500kV.

    3. Pemodelan stasiun HVDC yang akan digunakan adalah dengan menggunakan

    komponen-komponen seperti filter AC, stasiun

    konverter yang berisi rectifier/inverter, smoothing

    reactor, dan kabel/konduktor. Sistem HVDC ini menggunakan tegangan 511 kV dengan kapasitas

    daya kirim sebesar 1000MW.

    4. Sistem transmisi tersebut dipilih dengan alasan ekonomi dan teknis. Telah diketahui bahwa

    pembangunan sebuah stasiun HVDC dengan

    kapasitas 1000 MW untuk panjang transmisi

    sebesar 111.03 km membutuhkan biaya yang

    lebih banyak apabila dibandingkan dengan

    HVAC. Namun demikian dengan alasan teknis

    yaitu rugi-rugi yang dihasilkan lebih rendah

    sehingga daya yang akan dijual ke Malaysia dapat maksimal. Sehingga untuk masa waktu 25 tahun

    yang akan datang pembangunan stasiun ini akan

    memberikan keuntungan.

    5. Pembangkit yang akan digunakan untuk mensuplai daya pada sistem tersebut adalah

    PLTU yang bertempat di Bukit Batu, Sumatera

    Barat, dengan kapasitas 3600MW.

    6. Perkiraan biaya investasi yang akan dikeluarkan untuk pembangunan sistem transmisi

    ini besarta biaya pembangunan PLTU adalah

    0.11833 (US$/kWh) untuk suku bunga 6%,

    0.13187 (US$/kWh) untuk suku bunga 9%, dan 0.14515 (US$/kWh) untuk suku bunga 12%.

    DAFTAR REFERENSI

    [1] Arismunandar, 1982, Teknik Tenaga Listrik

    II, Pradnya Paramita, Jakarta.

    [2] E.W. Kimbark, 1971, Direct Current

    Trannsmission, John Wiley & Sons.

    [3] Dennis A. Woodford., 1998, HVDC

    Transmission, Manitoba, Canada.

    [4] V, Sitnikov. D, Retzmann. E, Teltsch., 2003,

    Solution For Large Power System

    Interconnection, Siemens, Russia-Germany.

    [5] Rudervall, Roberto. Charpentier, JP. Sharma,

    Raghuveer, 1998, High Voltage Direct Current

    (HVDC)Transmission Systems Technology

    Review Paper, Sweden-United States-Sweden.

    [6] Miguel, Juan. Retzmann, Dietmar. Walz,

    Roland, 2006, Prospect for HVDC-Getting More

    Power out of the Grid, Siemens AG, Madrid

    [7] ______, Oktober, 2009, HVDC Light

    Submarine Cables, ABB Power System.

    [8] ______, Oktober, 2009, HVDC

    Transmission, Siemens Power Transmission.

    [9] ______, Oktober, 2009, Low Pressure Oil

    Filled Submarine Cables, ABB Power System.

    [10] ______, Nopember, 2009, Mass

    Impregnated Submarine Cables, ABB Power

    System.

    [11] ______, Nopember, 2009, What is HVDC &

    Why HVDC, ABB Power System.

    BIODATA PENULIS

    Stefanus Wijaya lahir pada

    tanggal 7 Juni 1988 di

    Surabaya. Merupakan putera

    kedua dari tiga bersaudara dari

    pasangan Rudy Susingto dan

    Etty Harianti. Menempuh

    pendidikan sekolah menegah

    pertamana di SMPK Santo

    Yusup Bangkalan angkatan

    2000 dan sekolah menengah atas di SMAK St. Louis I Surabaya angkatan 2003. Lulus SMA

    tahun 2006. Pada saat ini sedang menyelesaikan

    kuliah di jurusan teknik elektro di ITS angkatan

    2006. Pada semester 5 mengambil bidang studi

    atau spesialisasi teknik sistem tenaga.