issn 1693 – 816 x volume no. xlviii, edisi april s/d juni...

19
Strategi Pengendalian Wereng Batang Coklat Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Triwulan II 2016 Adaptasi dan Mitigasi Dampak Perubahan Iklim pada Tanaman Pangan Praktek Lapangan Teknis Budidaya Hortikultur Di Puspa Lebo-Sidoarjo Ayo Menanam Brokoli Tani Buletin ISSN 1693 – 816 X Volume No. XLVIII, Edisi April s/d Juni 2016 From Farm To Table 1

Upload: dodien

Post on 05-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: ISSN 1693 – 816 X Volume No. XLVIII, Edisi April s/d Juni ...pertanian.jatimprov.go.id/images/PDF/INFO_TANI/BULETIN/2016/Buletin... · GAP, yaitu lahan, penggunaan benih dan varietas

• Strategi Pengendalian Wereng Batang Coklat

• Perkembangan Nilai Tukar Petani

(NTP) Triwulan II 2016

•Adaptasi dan Mitigasi Dampak Perubahan Iklim pada Tanaman Pangan

• Praktek Lapangan Teknis Budidaya

Hortikultur Di Puspa Lebo-Sidoarjo

Ayo Menanam Brokoli

Tani Buletin

ISSN 1693 – 816 X Volume No. XLVIII, Edisi April s/d Juni 2016

From Farm To Table

1

Page 2: ISSN 1693 – 816 X Volume No. XLVIII, Edisi April s/d Juni ...pertanian.jatimprov.go.id/images/PDF/INFO_TANI/BULETIN/2016/Buletin... · GAP, yaitu lahan, penggunaan benih dan varietas

Fokus 3 ~ 6 - Form Farm to Table Info Pertanian 7 ~14 - Strategi Pengendalian Wereng Batang Coklat - Perkembangan Nilai Tukar Petani

(NTP) Triwulan II 2016 - Adaptasi dan Mitigasi Dampak

Perubahan Iklim pada Tanaman Pangan

Geliat Agribisnis 15 ~ 16 - Praktek Lapangan Teknis Budidaya Hortikultura Di Puspa Lebo-Sidoarjo Budidaya 17 ~ 19 - Ayo Menanam Brokoli

Salam Redaksi Kembali fitri... Itulah yang dirasakan umat Islam setelah menjalankan ibadah puasa dibulan Ramadhan. Bulan yang kental dengan semangat membuka lembaran baru dengan kebaikan. Semangat baru bagi Buletin Tani untuk berbagi informasi tentang penanganan pangan yang aman konsumsi Form Farm to Table, Strategi Pengendalian Wereng Batang Coklat, Adaptasi dan Mitigasi Dampak Perubahan Iklim pada Tanaman Pangan. Beberapa informasi lainnya berupa , Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Triwulan II 2016, serta Praktek Lapangan Teknis Budidaya Hortikultura di Puspa Lebo-Sidoarjo. Tak ketinggalan perlu juga diketahui Budidaya Brokoli yang benar. Mari kita selalu bersemangat dalam berbagi kebaikan

Selamat membaca.

Penerbit Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur

Penasihat

Ir. Wibowo Ekoputro, MMT Kepala Dinas Pertanian

Penanggung Jawab Drs. M Istidjab, MM

Sekretaris Dinas Pertanian

Pengarah Ir. A. Nurfalakhi, MP,

Ir. R. Sita P, MMA, Ir. Bambang H, M. Agr, Ir. Indrosutopo, MMA

Pemimpin Redaksi

Ir. Koemawi H, MM

Redaksi Pelaksana Ir. Anastasia, MCP, MMA

Ir. Zainal Abidin, Suwandi, SH Huriyani Fikri

Sirkulasi

Wiji Lestari

Alamat Redaksi Jalan Jend. A Yani 152 Surabaya

Redaksi menerima artikel ataupun opini dikirim lengkap

dengan identitas serta foto ke E-mail: [email protected]

2

Page 3: ISSN 1693 – 816 X Volume No. XLVIII, Edisi April s/d Juni ...pertanian.jatimprov.go.id/images/PDF/INFO_TANI/BULETIN/2016/Buletin... · GAP, yaitu lahan, penggunaan benih dan varietas

angan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak azasi manusia. Walaupun suatu pangan itu menarik, nikm at, bergizi namun jika tidak aman dikonsumsi, maka pangan tersebut tidak bernilai sama sekali. Keamanan pangan bukan hanya merupakan isu

dunia tapi juga menyangkut kepedulian individu. Di Indonesia, keamanan pangan merupakan syarat penting yang dilindungi Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan. Ironisnya pemahaman tentang keamanan pangan di Indonesia masih terbatas pada kalangan tertentu sehingga situasi keamanan pangan masih memprihatinkan.

Dalam era globalisasi saat ini persaingan perdagangan hasil pertanian semakin ketat. Hasil pertanian yang dapat diterima oleh pasar adalah hasil pertanian yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan. Untuk memenuhi persyaratan tersebut dapat dilakukan dengan penerapan sistem manajemen mutu mulai dari cara budidaya yang baik (Good Agricultural Practices / GAP), penanganan pasca panen yang baik (Good Handling Practices / GHP), pengolahan hasil pertanian yang baik (Good Manufacturing Practices / GMP), distribusi hasil pertanian yang baik (Good Distribution Practices / GDP), dan ritel hasil pertanian yang baik (Good Retailing Practices).

Dalam Peraturan Pemerintah No 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, secara tegas disebutkan bahwa setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan pada rantai pangan yang meliputi proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

1. Good Agricultural Practices

Good Agricultural Practices (GAP) adalah cara budidaya pertanian yang menggunakan teknologi maju, ramah lingkungan dan berkelanjutan, sehingga produk yang dihasilkan bermutu, aman konsumsi, kesejahteraan pekerja diperhatikan dan memberikan keuntungan ekonomi bagi petani.

GAP diperkenalkan pertama tahun 2000 untuk sayur dan buah di Uni Eropa. Indonesia sejak tahun 2006 telah memiliki Peraturan Teknis tentang GAP Buah yaitu Peraturan Menteri Pertanian No. 61 Tahun 2006. Untuk Tanaman Pangan juga telah diterbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48 Tahun 2006 tentang GAP Tanaman Pangan. Kemudian pada tahun 2009 juga telah diterbitkan Peraturan Menteri Pertanian No 48 tentang GAP Buah dan Sayuran.

Tujuan utama penerapan GAP, selain meningkatkan produksi, produktivitas, mutu hasil termasuk keamanan konsumsi, efisiensi produksi dan daya saing, adalah memberi jaminan keamanan terhadap konsumen.

Aspek yang dikritisi dalam penerapan GAP, yaitu lahan, penggunaan benih dan varietas tanaman, penanaman, pupuk, perlindungan tanaman, pengairan, panen, pasca panen, alat dan mesin pertanian, pelestarian lingkungan, pekerja, fasilitasi kebersihan, kesehatan dan kesejahteraan pekerja, tempat pembuangan, pengawasan dan pencatatan serta penelusuran balik, pengaduan, dan evaluasi internal.

Beberapa kriteria dalam penerapan GAP, kriteria wajib, sangat anjuran dan anjuran. Kegiatan dengan kriteria wajib harus dilaksanakan oleh pelaku usaha. Sedangkan kegiatan dengan kriteria sangat anjuran dan anjuran tidak harus dilaksanakan 100 %, namun ada batasan minimal pencapaian.

P

From Farm To Table

Oleh : Dyah Nuswandari Ekarini Pengawas Mutu Hasil Pertanian Ahli Madya

3

Page 4: ISSN 1693 – 816 X Volume No. XLVIII, Edisi April s/d Juni ...pertanian.jatimprov.go.id/images/PDF/INFO_TANI/BULETIN/2016/Buletin... · GAP, yaitu lahan, penggunaan benih dan varietas

Bila pelaku usaha telah menerapkan GAP pada budidaya tanaman, maka produk yang dihasilkan akan bermutu dan aman dikonsumsi (residu bahan kimia di bawah ambang yang dipersyaratkan, tidak mengandung mikroba).

2. Good Handling Practices

Produk pertanian merupakan komoditi yang mudah mengalami proses kerusakan (perishable), sehingga penanganan produk pertanian harus dilakukan dengan hati-hati. Good Handling Practices (GHP) adalah cara penanganan pascapanen yang baik yang berkaitan dengan penerapan teknologi serta cara pemanfaatan sarana dan prasarana yang digunakan. GHP merupakan salah satu usaha untuk meminimalkan kerusakan pada produk pertanian setelah panen sehingga hasil yang diperoleh akan dapat memenuhi SNI atau persyaratan teknis minimal (PTM).

Penerapan GHP dapat membantu mengurangi resiko kontaminasi terhadap produk segar selama penanganan, pengemasan, penyimpanan dan transportasi. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk meningkatkan penerapan penanganan pasca panen di tingkat petani/gapoktan, asosiasi dan pengusaha, telah dikeluarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 44 tahun2009 tentang Pedoman Penanganan Pasca Panen yang Baik (Good Handling Practices).

Tujuan penerapan GHP adalah menekan kehilangan/kerusakan hasil, memperpanjang daya simpan, mempertahankan kesegaran, meningkatkan daya guna, meningkatkan nilai tambah dan daya saing, meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya dan sarana dan memberikan keuntungan yang optimun dan/atau mengembangkan usaha pasca panen yang berkelanjutan.

Tahapan penanganan pasca panen hasil pertanian yang sering dilakukan antara lain pengumpulan, perontokan, pembersihan, trimming, pengupasan, pemipilan, sortasi, pengeringan, perendaman, pencelupan, pelilinan, pelayuan, pemeraman, fermentasi, penggulungan, penirisan, perajangan, pengepresan, pengkelasan (grading), pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Proses yang disesuaikan dengan karakteristik produk. Inovasi teknologi tepat guna telah

banyak diaplikasikan pada beberapa tahapan pasca panen, seperti pada proses pembersihan/pencucian dan proses grading.

Ruang lingkup GHP tidak hanya pada prosesnya saja melainkan juga sarana dan prasarana yang digunakan antara lain lokasi bebas dari cemaran, bangunan, tata ruang, lantai, dinding, langit-langit, atap, pintu, jendela, ventilasi, penerangan, peralatan dan mesin yang digunakan, bahan untuk perlakuan, wadah dan pembungkus, tenaga kerja, keamanan dan keselamatan kerja (K3), pengelolaan lingkungan serta pencatatan, pengawasan dan penelusuran balik.

Penerapan GAP di lapangan tidak akan ada gunanya bila di tahap pasca panen tidak diterapkan cara penanganan pasca panen yang baik dan benar. Apabila ini terjadi, maka konsumenlah yang dirugikan.

3. Good Manufacturing Practices

Good Manufacturing Practices (GMP) atau cara pengolahan yang baik merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memproduksi suatu produk olahan. Menteri Pertanian telah menerbitkan Permentan No 35 tahun 2008 tentang Persyaratan dan Penerapan Cara Pengolahan Hasil Pertanian Asal Tumbuhan yang Baik (Good Manufacturing Practices) sebagai pedoman secara umum dalam melaksanakan kegiatan usaha pengolahan hasil pertanian secara baik dan benar sehingga menghasilkan produk olahan yang memenuhi standar mutu olahan yang aman untuk dikonsumsi masyarakat.

Penerapan GMP ditujukan untuk meningkatkan daya saing produk olahan hasil pertanian, meningkatkan mutu produk olahan yang dihasilkan secara konsisten sehingga aman dikonsumsi msyarakat, meningkatkan efisiensi usaha pengolahan hasil pertanian dan menciptakan unit pengolahan yang ramah lingkungan.

Ruang lingkup dalam GMP meliputi lokasi, bangunan, tata ruang, lantai, dinding, atap dan langit-langit, pintu, jendela, penerangan ruang kerja, ventilasi, fasilitasi sanitasi, fasilitasi pencucian, sarana pembuangan, sarana toilet, peringatan-peringatan kebersihan, gudang, mesin dan peralatan serta pemeliharaan bangunan dan

4

Page 5: ISSN 1693 – 816 X Volume No. XLVIII, Edisi April s/d Juni ...pertanian.jatimprov.go.id/images/PDF/INFO_TANI/BULETIN/2016/Buletin... · GAP, yaitu lahan, penggunaan benih dan varietas

sarana kerja. Sedangkan untuk proses produksinya harus memperhatikan penyiapan bahan baku, proses pengolahan, pengemasan, penyimpanan, keamanan dan keselamatan kerja serta pengelolaan lingkungan serta kesehatan dan kebersihan pekerja.

Bila Produk pertanian yang akan diolah sudah dibudidayakan secara GAP dan sudah ditangani pasca panennya dengan baik sesuai prinsip GHP, namun bila dalam proses pengolahannya tidak menerapkan prinsip-prinsip GMP, produk pangan yang dihasilkan belum dijamin aman bagi konsumen.

4. Good Distribution Practices

Kerusakan produk pertanian dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu kerusakan fisiologis (kerusakan yang disebabkan oleh reaksi-reaksi yang diakibatkan oleh kerja enzim), mikrobiologis (kerusakan akibat serangan mikroorganisme), mekanis (kerusakan akibat tekanan sehingga menimbulkan luka atau memar), fisis (kerusakan akibat suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah), serta khemis (kerusakan alami akibat proses pemasakan buah). Good Distribution Practices diperlukan untuk meminimalkan kerusakan selama proses distribusi.

Good Distribution Practices (GDP) merupakan bagian dari fungsi pemastian kualitas (quality assurance), untuk memastikan produk, agar secara konsisten disimpan, dikirim, dan ditangani sesuai kondisi yang dipersyaratkan oleh spesifikasi produk.

Proses distribusi beresiko untuk mempercepat terjadinya kerusakan, sebab kemungkinan terjadinya tekanan mekanis yang dapat menyebabkan luka atau memar sangat besar. Oleh karena itu, diperlukan berbagai inovasi bahan pengemas dan pelindung, agar produk pertanian terhindar dari sinar matahari, tekanan mekanis, pukulan, getaran, maupun benturan yang dapat menyebabkan luka dan memar selama proses distribusi.

Waktu yang dibutuhkan selama perjalanan, juga berpengaruh terhadap kerusakan produk pertanian. Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk proses distribusi, maka semakin besar juga kemungkinan terjadi penurunan mutu produk pertanian. Hal ini disebabkan, produk pertanian masih mengalami

proses fisiologis, seperti respirasi dan transpirasi, meskipun produk pertanian tersebut sudah lepas dari tanaman induknya (sudah dipanen). Oleh karena itu diperlukan inovasi dan teknologi untuk mengendalikan laju respirasi produk pertanian selama distribusi. Inovasi teknologi telah mampu menjawab tantangan dengan terciptanya kontainer distribusi yang dapat diatur suhu, kelembaban udara, komposisi udara, bahkan tekanannya. Alat tersebut dikenal dengan nama Controlled Atmosphere Storage (CAS), Modified Atmosphere Storage (MAS), penyimpanan dengan pendinginan, dan penyimpanan hipobarik. Saat ini, teknologi tersebut telah digunakan secara luas karena terbukti efektif untuk mencegah kerusakan bahan pertanian selama distribusi.

5. Good Retailing Practices

Sebagai rantai pangan terakhir yang langsung berhubungan dengan konsumen yang akan mengkonsumsi produk pangan, ritel memainkan peranan penting sebagai katup pengaman terakhir yang harus dapat memastikan bahwa produk yang nantinya akan dikonsumsi masyarakat adalah benar-benar aman. Untuk memberikan jaminan keamanan terhadap produk pangan yang dijualnya pelaku usaha yang bergerak di bidang ritel harus menerapkan Cara Ritel Pangan yang Baik atau Good Retailing Practices (GRP). Agar pangan yang dijual benar-benar terjamin aman, selain dengan menerapkan GRP, pengusaha ritel harus dapat mensyaratkan kepada pemasoknya untuk menerapkan cara –cara yang baik dalam produksi, maupun distribusinya termasuk dapat meminta kepada pemasok untuk menunjukkan sertifikat yang membuktikan bahwa pemasok atau petani telah menerapkan sistem manajemen mutu.

Penting penerapan Good Retailing Practices, ditujukan : a) memberikan perlindungan kepada konsumen terhadap pangan yang tidak aman; b) menjaga dan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap usaha ritel; c) meningkatkan daya saing usaha ritel; dan d) mengurangi klaim kasus keracunan / kerugian yang diajukan konsumen

5

Page 6: ISSN 1693 – 816 X Volume No. XLVIII, Edisi April s/d Juni ...pertanian.jatimprov.go.id/images/PDF/INFO_TANI/BULETIN/2016/Buletin... · GAP, yaitu lahan, penggunaan benih dan varietas

Namun masih banyak dijumpai praktek ritel yang belum memenuhi persyarat antara lain sebagai berikut : a. Tidak adanya kontrol suhu produk; b. Produk siap saji yang harusnya panas dijual

pada suhu kamar; c. Produk segar seperti unggas, ikan yang

sudah atau hampir kadaluarsa dikemas dan dilabel ulang dengan tanggal baru atau diolah menjadi produk olahan atau bentuk lain;

d. Penyimpanan bahan baku dan produk akhir beresiko kontaminasi silang;

e. Tidak adanya informasi tanggal produksi, batas penggunaan dan konsumsi,

f. Tidak melakukan upaya untuk melindungi produk curah dari tangan konsumen,

g. Hygiene karyawan masih kurang, seperti : tidak menggunakan sarung tangan, masker, baju seragam yang kotor, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah menangani pangan, memakai perhiasan;

h. Ruangan, tempat kerja, peralatan yang kontak dengan pangan kurang bersih;

i. Tidak ada pengendalian hama seperti serangga dan tikus bebas berkeliaran dan mengkontaminasi pangan.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.23.12.11.10569 Tahun 2011 Tentang Pedoman Cara Ritel Pangan Yang Baik (CRBP) menyebutkan bahwa Cara Ritel Pangan yang Baik mengatur beberapa aspek, yaitu sumberdaya manusia, Rancang Bangun dan Fasilitas Ritel Pangan, Pembersihan dan Sanitasi serta Pemeliharaan Fasilitasi Ritel Pangan, Penerimaan dan Pemeriksaan Pangan, Penyimpangan Pangan. Penyiapan, Pengemasan dan Pelabelan Produk Pangan, Penyusunan, Pemajangan dan Penyerahan Pangan pada Konsumen, Produk Kadaluarsa dan Pengaturan Rotasi Stok, Penyimpanan dan Penggunaan Bahan Kimia Beracun (Zat Pembersih dan Sanitasi, Pestisida) untuk Pemeliharaan Sarana Ritel Pangan, Pencatatan dan Dokumentasi.

Penerapan Cara ritel pangan yang baik seharusnya tidak hanya diterapkan di pasar

modern saja melainkan juga di pasar tradisional. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan telah mengeluarkan Peraturan Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Cara Ritel Pangan Yang Baik di Pasar Tradisional. Penerapan GRP di pasar modern maupun pasar tradisional pada prinsipnya sama yaitu terkait dengan perlindungan pangan dari cemaran fisik, biologi dan kimia sehingga pangan tersebut tetap aman dan bermutu sampai ke tangan konsumen. Namun sebagian besar pasar tradisional di Indonesia masih belum menerapkan GRP antara lain karena rendahnya SDM pedagang, keterbatasan modal pedagang , kurangnya pengetahuan dari pedagang maupun pengelola pasar tentang mutu dan keamanan pangan serta sarana bangunan pasar yang belum memenuhi standar. Pustaka • Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004

tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan • Peraturan Menteri Pertanian Nomor

48/PERMENTAN/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Budidaya Tanaman Pangan Yang Baik (Good Agricultural Practices Tanaman Pangan)

• Peraturan Menteri Pertanian Nomor 35/PERMENTAN/OT.140/7/2008 tentang Persyaratan dan Penerapan Cara Pengolahan Hasil Pertanian Asal Tumbuhan yang Baik (Good Manufacturing Practices)

• Peraturan Menteri Pertanian Nomor 44/PERMENTAN/OT.140/10/2009 tentang Pedoman Penanganan Pasca Panen Hasil Pertanian Asal Tumbuhan yang Baik (Good Handling Practices)

• Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/PERMENTAN/OT.140/10/2009 tentang Pedoman Budidaya Buah dan Sayur yang Baik (Good Agricultural Practices Buah dan Sayur)

• Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.12.11.10569 Tahun 2011 tentang Pedoman Cara Ritel Pangan Yang Baik.

• Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Cara Ritel Pangan Yang Baik di Pasar Tradisional.

• Sulaiman, Ahmad. Good Retailing Practices. foodreview.co.id

6

Page 7: ISSN 1693 – 816 X Volume No. XLVIII, Edisi April s/d Juni ...pertanian.jatimprov.go.id/images/PDF/INFO_TANI/BULETIN/2016/Buletin... · GAP, yaitu lahan, penggunaan benih dan varietas

ama Wereng batang coklat (WBC) merupakan salah satu Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) di Jawa

Timur. Serangan WBC di Jawa Timur pada musim tanam 2015 mencapai 1655.29 ha, dan prakiraan luas serangan 2016 596.65 ha.

Di Jawa Timur terdapat 23 kabupaten yang masuk dalam kategori endemis serangan WBC, yang disebabkan : a) Wereng batang coklat mempunyai kemampuan berkembang biak yang tinggi, bertelur banyak (100-600 butir) dan sikulus hidupnya pendek, daya sebar cepat dan daya serangnya ganas; b) Penanaman varietas rentan yang menjadi pemicu dan pola tanam yang tidak teratur; c) Penggunaan insektisida yang tidak bijaksana dan d) Tidak semua petani mau mengendalikan WBC secara bersama-sama. Karakteristik Wereng Batang Coklat

• WBC dewasa mempunyai dua bentuk sayap, yaitu dewasa sayap panjang (makroptera) dan dewasa sayap pendek (brakhiptera).

• Bentuk makroptera merupakan indikator populasi pendatang (migran), sedangkan brakhiptera merupakan populasi penetap.

• WBC mampu beradaptasi terhadap pergantian varietas tahan, dengan membentuk biotipe atau koloni baru.

• Populasi WBC dapat meningkat lebih tinggi dengan aplikasi insektisida yang tidak bijaksana, karena dapat menimbulkan resurjensi.

Dinamika Populasi WBC Dinamika populasi WBC pada varietas

rentan / peka : a. G-0 : Tahap migran, serangga migran

menyerang sawah

b. G-1 : Tahap menetap (generasi pertama). Betina dewasa biasanya berbentuk serangga bersayap pendek

c. G-2 : Tahap perusak (generasi kedua). Sejumlah besar serangga dewasa bersayap panjang muncul dan berpindah. Jika pada hamparan yang sama terdapat sawah yang baru ditanami maka akan terjadi imigrasi WBC dari tanaman padi fase generatif tersebut

Kerusakan pada Tahapan Pertumbuhan

Kerusakan yang akan terjadi tergantung pada : a) Populasi awal pada saat imigrasi; b) Umur tanaman saat terjadinya imigrasi. A = Hopper burn terjadi pada tanaman padi

muda umur sekitar 30 hst, bila padat populasi imigran dipesemaian adah 50 betina makroptera per 25 kali ayunan. Hopper-burn awal demikian terjadi bila waktu tanam tupang tindih karena perpindahan serangga makroptera dalam jumlah besar terjadi dari sawah

H Sri Sulistianingsih POPT Ahli Madya

7

Page 8: ISSN 1693 – 816 X Volume No. XLVIII, Edisi April s/d Juni ...pertanian.jatimprov.go.id/images/PDF/INFO_TANI/BULETIN/2016/Buletin... · GAP, yaitu lahan, penggunaan benih dan varietas

yang sedang dipanen ke sawah yang sedang ditanami.

B = Bila kepadatan imigran 2 – 5 betina per-rumpun pada umur 20 – 30 hst, hopper-burn disebabkan oleh keturunannya terjadi pada umur 50 – 60 hst.

C = Bila pertumbuhan populasi dimulai oleh imigran 0,2 – 0,5 betina per-rumpun pada umur 20 – 30 hst atau kepadatan brakhiptera betina pada umur 50 – 60 hst adalag 2 – 5 ekor per-rumpun, hopper-burn biasanya terjadi setelah pembentukan bunga.

Strategi Pengendalian WBC • Pengamatan dilakukan sejak di pesemaian; • Mewaspadai daerah endemis wereng coklat; • Mewaspadai populasi WBC di pesemaian

dan tanaman muda; • Koordinasi gerakan dan penyuluhan; • Strategi Pengendalian WBC dilakukan sejak

Pratanam, Pesemaian dan Pertanaman (Fase Tanaman Muda dan Tanaman Tua)

1. Pengendalian Pratanam

• Perencanaan pemilihan varietas tahan; • Pemusnahan singgang/sisa tanaman

yang terserang virus kerdil rumput dan kerdil hampa.yang ditularkan WBC;

• Pemusnahan bibit yang terserang virus yang ditularkan WBC;

• Penanaman refugia (yang berfungsi sebagai rumah singgah predator)

2. Fase Pesemaian

• Pemantauan populasi WBC dan musuh alaminya;

• Menggunakan agens hayati apabila ditemukan populasi WBC di bawah ambang pengendalian

3. Fase Tanam – Anakan maksimum

• Menanam varietas tahan di dan menghindari penanaman varietas rentan maupun varietas pemicu;

• Eradikasi selektif tanaman yang terserang ringan s/d berat dan eradikasi total tanaman yang terserang berat;

• Penggunaan agens hayati; • Penggunaan insektisida yang diijinkan

apabila populasi WBC > 10 ekor/rpn pada tanaman umur < 40 hst atau populasi > 20 ekor/rpn tanaman pada tanaman berumur > 40 hst

4. Fase Tanaman Premordia -berbunga

• Penggunaan agens hayati apabila populasi < ambang pengendalian;

• Penggunaan insektisida yang diijinkan dan efektif apabila populasi WBC mencapai > 20 ekor / rpn pada tanaman berumur > 40 hst.

Musuh Alami Hama wereng Batang Coklat

8

Page 9: ISSN 1693 – 816 X Volume No. XLVIII, Edisi April s/d Juni ...pertanian.jatimprov.go.id/images/PDF/INFO_TANI/BULETIN/2016/Buletin... · GAP, yaitu lahan, penggunaan benih dan varietas

Jawa Timur sebagai provinsi dengan 33,59 juta penduduknya tinggal di pedesaan dan sebanyak 7,26 juta jumlah penduduk terlibat dalam kegiatan sektor pertanian / agribisnis, sehingga perhatian terhadap kesejahteraan petani dinilai sangat strategis dan menjadi prioritas.

“Salah satu indikator /

alat ukur yang dipakai untuk menilai tingkat kesejahteraan petani adalah Nilai Tukar Petani (NTP)”

Perhitungan Nilai Tukar

Petani (NTP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima (It) petani terhadap indeks harga yang dibayar (Ib) petani (dalam persentase). Nilai Tukar Petani menggambarkan tingkat daya tukar/daya beli petani terhadap produk yang dibeli/dibayar petani yang mencakup konsumsi dan input produksi yang dibeli. Jadi semakin tinggi nilai tukar petani, semakin baik daya beli petani terhadap produk konsumsi dan input produksi tersebut, dan berarti secara relatif lebih sejahtera.

Upaya Meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat Jawa Timur terutama petani harus terus menjadi prioritas, hal ini berkaitan dengan beberapa aspek, antara lain: a) hak dari setiap anggota masyarakat; b) Pembukaan UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia yang sejahtera merupakan tujuan akhir dari pembentukan negara Indonesia; c) kesepakatan dunia yang tertuang dalam Millennium Development Goals (MDGs); dan d) prioritas pembangunan nasional yang terukur dari indikator pembangunan sumberdaya manusia, seperti : peningkatan pendapatan per kapita; penurunan angka kemiskinan dan tingkat pengangguran.

Sektor pertanian Jawa Timur mempunyai peran strategis dalam pembangunan ekonomi di Jawa Timur karena memiliki multifungsi yang terukur dari kontribusinya dalam pembentukan PDRB Jawa Timur, penyerapan tenaga kerja, dan sumber pendapatan masyarakat, serta untuk penyediaan pangan, pakan, bahan baku industri dan ekspor.

9

Page 10: ISSN 1693 – 816 X Volume No. XLVIII, Edisi April s/d Juni ...pertanian.jatimprov.go.id/images/PDF/INFO_TANI/BULETIN/2016/Buletin... · GAP, yaitu lahan, penggunaan benih dan varietas

Sesuai dengan definisinya, NTP tidak hanya dipengaruhi oleh kinerja sektor pertanian tetapi juga dipengaruhi oleh sektor di luar pertanian. Berbagai situasi dan gejolak yang terjadi, baik karena faktor alam atau akibat adanya distorsi pasar salah satunya seperti penerapan kebijaksanaan akan mempengaruhi produksi serta harga. Kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap NTP dan kesejahteraan petani. • Jika NTP > 100 artinya

kemampuan/daya beli petani lebih baik dibanding keadaan pada tahun dasar 2012 = 100,

• Jika NTP = 100 artinya kemampuan/daya beli (kesejahteraan) petani sama dengan keadaan pada tahun dasar 2012 = 100 dan

• Jika NTP < 100 artinya kemampuan/daya beli petani menurun dibanding keadaan pada tahun dasar 2012 = 100.

Melalui indeks harga yang diterima petani dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan petani. Indeks ini digunakan juga sebagai data penunjang dalam penghitungan pendapatan sektor pertanian. Demikian pula dari kelompok konsumsi rumah tangga dalam indeks yang dibayar (Ib), dapat digunakan untuk melihat fluktuasi harga barang-barang yang dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat di perdesaan.

Komponen indeks harga yang dibayar petani (Ib) terdiri dari 2 golongan yaitu golongan konsumsi rumah tangga dan golongan biaya produksi dan pembentukan barang modal (BPPBM). Golongan konsumsi rumah tangga dibagi menjadi kelompok makanan dan kelompok non makanan. Sedangkan dari kelompok biaya produksi dapat digunakan untuk melihat fluktuasi harga-harga barang yang digunakan untuk memproduksi barang- barang pertanian.

Rata-rata NTP Jawa Timur semester pertama tahun 2016 mencapai 104,62 dan mengalami pertumbuhan negatif sebesar -0,25. Akan tetapi dibandingkan rata – rata semester I tahun 2015, NTP Jawa Timur sebesar 104,02 mengalami peningkatan sebesar 0,6. Melambatnya pertumbuhan NTP Jawa Timur selama semester pertama tahun 2016 disebabkan rendahnya besaran rerata NTP pada triwulan II tahun 2016 yang mencapai 104,23

dibanding rerata NTP pada triwulan I yang mencapai 105,00 sehingga terjadi penurunan indeks sebesar 0,76. Penurunan NTP pada triwulan II disebabkan indeks harga yang diterima petani pada triwulan II turun 0,57 dan lebih besar dari pada indeks harga yang dibayar petani meningkat sebesar 0,36 dibanding triwulan I 2015.

Demikian pula jika dibandingkan NTP Jawa Timur pada triwulan II tahun 2016 yang mencapai 104,23 dibanding triwulan II tahun 2015 mencapai 102,79 menunjukkan terjadi peningkatan sebesar 1,44 atau naik 1,40 persen sebagai akibat peningkatan indeks harga yang diterima petani (It) lebih besar dari pada indeks harga yang dibayar petani (Ib). Besarnya rata-rata indeks harga yang diterima petani (It) tahun 2016 sebesar 130,70 dan indeks harga yang dibayar petani (Ib)sebesar 124,94.

Jika dilihat dari masing - masing perkembangan sub sektor pada triwulan II tahun

NTP Jawa Timur Semester I Tahun 2015 dan 2016

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur, 2016 (data diolah)

2015 2016 2015 20161. Tanaman Pangan a. Indeks yang Diterima (It) 118,69 131,15 (0,70) (0,32) b. Indeks yang Dibayar (Ib) 120,86 128,27 0,31 0,23 c. Nilai Tukar Petani (NTP-P) 98,23 102,26 (1,01) (0,55)2. Hortikultura a. Indeks yang Diterima (It) 124,00 131,22 0,01 0,02 b. Indeks yang Dibayar (Ib) 119,11 125,74 0,27 0,22 b. Indeks yang Dibayar (Ib) 104,11 104,36 (0,26) (0,20)3. Gabungan/Jawa Timur a. Indeks yang Diterima (It) 123,26 130,70 (0,15) (0,07) b. Indeks yang Dibayar (Ib) 118,51 124,94 0,27 0,18 c. Nilai Tukar Petani (NTP-JT) 104,02 104,62 (0,41) (0,25)

Uraian Rerata Semester IPertumbuhan

Semester I

10

Page 11: ISSN 1693 – 816 X Volume No. XLVIII, Edisi April s/d Juni ...pertanian.jatimprov.go.id/images/PDF/INFO_TANI/BULETIN/2016/Buletin... · GAP, yaitu lahan, penggunaan benih dan varietas

2016 terhadap triwulan I tahun 2016 menunjukkan bahwa sub sektor tanaman pangan dan hortikultura mengalami penurunan. Pada tahun 2016, sub sektor tanaman pangan mencapai 101,17 mengalami penurunan 2,17 dibanding triwulan I sebesar 103,35, demikian pula sub sektor hortikultura pada triwulan II mencapai 104,35 dan mengalami penurunan sebesar 0,01 dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 104,37. Perkembangan NTP

pada triwulan II 2016 disebabkan dinamika harga beberapa komoditas yang dihasilkan petani sehingga mempengaruhi harga yang diterima petani seperti : bawang merah, tomat, kol/kubis, ketela pohon dan apel (pada bulan April), gabah, jeruk, wortel dan kentang (bulan Mei), gabah, mangga dan jagung (bulan Juni).

Adapun meningkatnya indeks harga yang dibayar petani (Ib) karena meningkatnya peningkatan

inflasi pedesaan : a) konsumsi rumah tangga pada kelompok makanan seperti bawang merah, bawang putih, ikan cakalang, tongkol dan ayam ras petelur (bulan April), gula pasir, bawang merah, rokok kretek filter, minyak goreng, es batu, rokok kretek (bulan Mei), gula pasir, beras, daging ayam ras, telur ayam ras, (bulan Juni); b) biaya produksi, yaitu upah panen (bulan April) dan upah pemupukan (bulan Mei). (Anastasia, MCP, Perencana Madya)

Perkembangan NTP Jawa Timur Tahun 2016 terhadap NTP Tahun 2015

Sumber : BPS Jawa Timur, 2016, (diolah)

11

Page 12: ISSN 1693 – 816 X Volume No. XLVIII, Edisi April s/d Juni ...pertanian.jatimprov.go.id/images/PDF/INFO_TANI/BULETIN/2016/Buletin... · GAP, yaitu lahan, penggunaan benih dan varietas

ADAPTASI DAN MITIGASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM PADA TANAMAN PANGAN

Adanya informasi prakiraan iklim yang andal,

upaya antisipasi, mitigasi dan adaptasi akibat dampak Perubahan Iklim diharapkan dapat menekan terjadinya gagal panen yang berakibat terhadap menurunnya produksi dan produktifitas tanaman pangan di Jawa Timur.

Beragamnya kondisi cuaca dan iklim dari waktu ke waktu dan dari satu tempat ke tempat yang lain menyebabkan hasil dan produksi tanaman juga beragaman baik menurut tempat maupun menurut waktu. Terjadinya penyimpangan iklim jauh dari normal yang sering disebut sebagai kejadian iklim ekstrim, seringkali mengagalkan panen. Gagal panen akibat iklim ekstrim selalu terjadi berulang-ulang tanpa mampu mengatasinya. Adanya informasi prakiraan iklim yang andal, upaya antisipasi, mitigasi dan adaptasi akibat dampak Perubahan Iklim diharapkan dapat menekan terjadinya gagal panen yang berakibat terhadap menurunnya produksi dan produktifitas tanaman pangan di Jawa Timur.

Pengertian Iklim

Iklim adalah keadaan cuaca dalam jangka waktu yang cukup lama, minimal 30 tahun, yang sifatnya tetap. Unsur-unsur iklim seperti suhu, curah hujan, kelembaban udara dan radiasi matahari, selain keadaan tanah, sangat berpengaruh

terhadap pertumbuhan, produksi dan mutu hasil tanaman. Beberapa tahun terakhir ini telah dirasakan oleh kita semua, pemanasan global akibat melimpahnya Gas Rumah Kaca (GRK) seperti CO2 di atmosfer, yang terutama disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan industri dan berkurangnya luas hutan sebagai penyerap GRK, sehingga mengakibatkan adanya perubahan iklim global.

Dampak perubahan iklim ini menyebabkan peningkatan suhu udara, kenaikan muka air laut, perubahan pola hujan yang artinya terjadi pergeseran musim, juga menyebabkan perubahan pola iklim ekstrim seperti El Nino, yang ditandai oleh adanya musim kemarau yang panjang, dan La Nina, di mana musim hujan lebih lama dari biasanya, menjadi lebih sering terjadi, dari siklus 3-7 tahun sekali menjadi 2-5 tahun sekali.

12

Page 13: ISSN 1693 – 816 X Volume No. XLVIII, Edisi April s/d Juni ...pertanian.jatimprov.go.id/images/PDF/INFO_TANI/BULETIN/2016/Buletin... · GAP, yaitu lahan, penggunaan benih dan varietas

Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat merasakan dampak akibat perubahan iklim yang terjadi. Perubahan iklim ini mengancam ketahanan pangan di seluruh wilayah di Indonesia di karenakan peningkatan suhu udara. Meningkatnya suhu udara mempengaruhi tanaman karena meningkatkan laju pernafasan (respirasi) dan penguapan (transpirasi) sehingga meningkatkan konsumsi air, selain meningkatkan berkembangnya Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) tertentu yang pada akhirnya menurunkan produktivitas tanaman. Peningkatan suhu udara ini juga mempercepat pematangan buah dan biji yang mengakibatkan penurunan mutu hasil tanaman.

Tulisan ini menjelaskan hal-hal yang perlu dilakukan untuk adaptasi dan mitigasi dampak Perubahan iklim di suatu daerah dan menyusun langkah-langkah antisipatif.

Langkah antisipatif disusun dengan tujuan untuk menghindari atau meminimumkan kemungkinan dampak negatif yang akan terjadi pada suatu musim tertentu atau memanfaatkan kemungkinan kondisi iklim yang baik pada suatu musim sehingga produksi dapat ditingkatkan.

Strategi Antisipasi, Mitigasi dan Adaptasi

Antisipasi merupakan penyiapan arah dan strategi, program dan kebijakan dalam rangka menghadapi pemanasan global dan perubahan iklim. Beberapa program yang penting untuk dilaksanakan diantaranya : penyusunan strategi dan perencanaan pengembangan infrastruktur (terutama jaringan irigasi), evaluasi tata ruang untuk pengaturan lahan (penyesuaian jenis tanaman dengan daya dukung lahan), pengembangan sistem informasi dan peringatan dini banjir serta kekeringan,

penyusunan dan penerapan peraturan perundangan mengenai tata guna lahan dan metode pengelolaan lahan. Tidak kalah pentingnya adalah peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pemahaman perubahan iklim dan penerapan teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Mitigasi adalah upaya memperlambat laju pemanasan global serta perubahan iklim melalui penurunan emisi (pancaran) GRK serta peningkatan penyerapan GRK. Program ini lebih difokuskan pada aplikasi teknologi rendah emisi, antara lain : varietas unggul dan jenis tanaman yang rendah emisi dan atau kapasitas absorbsi karbon tinggi, penyiapan lahan tanpa bakar, pengembangan dan pemanfaatan biofuel, penggunaan pupuk organik, biopestisida dan pakan ternak rendah emisi GRK. Sebagai pribadi dan komunitas, kita juga dapat berpartisipasi dalam upaya mitigasi ini dengan mempraktekkan hal-hal seperti : mengurangi pengunaan aerosol, menghemat air dan energi, mendaur ulang barang-barang seperti plastik, kertas dan kardus, gelas serta kaleng.

Adaptasi merupakan upaya penyesuaian teknologi, manajemen dan kebijakan di sektor pertanian dengan pemanasan global dan perubahan iklim. Program adaptasi lebih difokuskan pada aplikasi teknologi adaptif, terutama pada tanaman pangan, seperti penyesuaian pola tanam, penggunaan varietas unggul adaptif terhadap kekeringan, genangan/banjir, salinitas dan umur genjah, serta penganekaragaman pertanian, teknologi pengelolaan lahan, pupuk, air, diversifikasi pangan dan lain-lain. Secara kelembagaan program ini diarahkan untuk Penerapan Penanganan Dampak Perubahan Iklim (PPDPI) di Jawa Timur.

13

Page 14: ISSN 1693 – 816 X Volume No. XLVIII, Edisi April s/d Juni ...pertanian.jatimprov.go.id/images/PDF/INFO_TANI/BULETIN/2016/Buletin... · GAP, yaitu lahan, penggunaan benih dan varietas

Upaya Antisipasi, Mitigasi dan Adaptasi Pengamanan Produksi Akibat Dampak Perubahan Iklim

Beberapa hal yang perlu dilakukan: 1. Pengelolaan air dengan

meningkatkan serapan air ke dalam tanah, melalui konservasi tanah dan air : Penghijauan, pembangunan waduk / embung, sumur resapan, sumur pantek dan biopori untuk mengendalikan aliran air permukaan serta antisipasi banjir dan kekeringan berupa pompa air;

2. Penyiapan sarana dan prasarana usaha tani tepat waktu;

3. Pengelolaan Drainase dan saluran air, terutama dimusim hujan untuk mencegah banjir;

4. Pengaturan Pola Tanam, seperti Padi – Padi - Palawija mencegah gagal panen;

5. Memilih varietas unggul / komoditas alternatif yang tepat : Varietas unggul padi

tahan genangan : Inpari 4 (toleran wereng coklat); Inpari 2, Inpari 3 dan Inpari 13 (berumur genjah) dan Inpari 11;

Varietas unggul padi tahan kekeringan:

Dodokan dan Silugonggo;

Varietas jagung tahan kekeringan : Bima 3, Bantimurung; Lamura, Sukmaraga dan Anoma;

Varietas kedelai tahan kekeringan : Argomulyo dan Burangrang;

Varietas kacang tanah tahan kekeringan : Singa dan Jerapah;

Varietas kacang hijau tahan kekeringan : Kutilang.

6. Petani harus disiplin dalam melakukan waktu tanam yang tepat (percepatan / gerakan tanam pada saat awal musim hujan).

7. Pada daerah yang memiliki kecukupan air dengan pola tanam padi-padi-padi untuk mewaspadai terjadinya serangan OPT dan menjadi sumber serangan.

Dengan dilakukannya upaya Antisipasi, mitigasi dan adaptasi Dampak Perubahan Iklim maka diharapkan target produksi dapat tercapai sesuai harapan……..semoga (Sri Sulistianingsih, POPT Ahli Madya)

SARANA PRASARANA PENGELOLAAN AIR

14

Page 15: ISSN 1693 – 816 X Volume No. XLVIII, Edisi April s/d Juni ...pertanian.jatimprov.go.id/images/PDF/INFO_TANI/BULETIN/2016/Buletin... · GAP, yaitu lahan, penggunaan benih dan varietas

erbagi tidak pernah rugi, demikian prinsip yang senantiasa dikedepankan oleh Kebun Puspa Lebo-Sidoarjo dalam mengemban salah satu tupoksinya yakni melaksanakan diseminasi teknologi hortikultura. Hal ini dilakukan pada saat

memfasilitasi para mahasiswa/pelajar menjalankan tugas kampus/sekolah berupa kegiatan magang teknis atau praktek lapangan. Keberadaan Kebun PUSPA Lebo-Sidoarjo, dimaksudkan untuk pelayanan konsultasi/ informasi maupun bimbingan teknis dan pengembangan teknologi tepat guna dalam pengusahaan komoditas hortikultura. Hal ini seiring dengan misi dan visi yang diemban untuk menjadikan pengelolaan kebun tersebut sebagai contoh/etalase dan tempat belajar bagi petani/pelaku agribisnis hortikultura pada khususnya maupun masyarakat umumnya, termasuk bagi para

pelajar/mahasiswa yang sedang menimba ilmu pertanian. Fasilitasi penyelenggaraan magang atau praktek lapangan merupakan salah satu kegiatan layanan masyarakat yang dilaksanakan di Kebun Puspa Lebo-Sidoarjo. Kegiatan ini terbuka bagi mahasiswa (strata S1/D3) maupun pelajar (khususnya dari Sekolah Menengah Kejuruan-SMK) yang berasal dari wilayah Provinsi Jawa Timur maupun dari luar provinsi. Pelaksanaan magang/praktek lapangan merupakan bagian dari

kurikulum dan persyaratan kelulusan di masing-masing institusi pendidikan yang bersangkutan. Sejauh ini terdapat beberapa perguruan tinggi atau SMK yang secara rutin mengirim mahasiswa/pelajar untuk melakukan kegiatan khusus dimaksud. Untuk mahasiwa Fakultas Pertanian kegiatan magang biasanya berdurasi 2 – 3 bulan, berasal dari Unibraw Malang, UMM Malang, UPN Surabaya, UNUD Bali, UMSIDA Sidoarjo dan Politeknik Negeri Jember. Selain itu juga terdapat mahasiswa

B

15

Page 16: ISSN 1693 – 816 X Volume No. XLVIII, Edisi April s/d Juni ...pertanian.jatimprov.go.id/images/PDF/INFO_TANI/BULETIN/2016/Buletin... · GAP, yaitu lahan, penggunaan benih dan varietas

dari Fakultas MIPA (UNAIR, UNESA) dengan durasi 3 – 4 minggu dengan penekanan materi magang berupa identifikasi atau determinasi organisme pengganggu tanaman. Sedangkan untuk pelajar SMK Pertanian (dari Mojokerto, Gresik, Pasuruan, Sidoarjo) memiliki durasi magang yang lebih lama, yakni antara 3 – 5 bulan. Pelaksanaan magang selalu diawali dengan pengarahan singkat (briefing) tentang peraturan, jadwal dan tata tertib selama menjalani magang maupun penentuan lokasi dan pilihan komoditas maupun pokok /obyek pendalaman magang beserta pembimbing lapangan. Selanjutnya dilakukan pengenalan lingkungan magang/praktek kerja beserta personil petugas/pekerja yang ada di masing-masing kebun. Kegiatan sehari-hari dari mahasiswa/pelajar pemagang sepenuhnya berada di lapangan, mengikuti semua aktivitas budidaya yang dilakukan oleh pekerja kebun sesuai skedul penanaman yang ada di lahan. Selain tatacara penanaman dan pemeliharaan tanaman , kepada pemagang juga selalu diberikan kesempatan untuk belajar tentang teknik

pembenihan, penyiapan lahan, operasional irigasi tetes, panen/penanganan pasca panen maupun pengiriman hasil panen ke supermarket. Kepada masing-masing peserta magang juga diwajibkan membuat catatan kegiatan harian yang diparaf pembimbing lapangan. Konsultasi dengan pembimbing lapangan dilakukan peserta terkait kegiatan magang dan tugas pelaporan. Adapun pelaksanaan magang berlangsung pada setiap hari kerja (Senin-Jum’at), jam 07.00 hingga 15.00, dengan waktu istirahat pagi (jam 08.30 – 09.00) dan istirahat siang/Ishoma (jam 11.00 – 12.30). Khusus untuk Mahasiswa Pertanian, sejak Tahun 2015 pada akhir magang diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil magang secara kelompok. Acara ini diikuti oleh semua petugas/penanggung jawab kebun Puspa Lebo-Sidoarjo maupun kebun lain yang dikelola oleh Seksi Pengembangan Agribisnis Hortikultura. Materi presentasi berisi tentang kegiatan yang dilakukan selama magang, dikaitkan dengan pendalaman obyek komoditas masing-masing. Tujuan utama dari presentasi ini adalah untuk persiapan/latihan bagi

mahasiswa sebelum mereka presentasi/ujian di kampus. Sedangkan bagi kebun sendiri difungsikan untuk mendapatkan umpan balik/masukan bagi perbaikan pengelolaan kebun selanjutnya. Kegiatan magang/praktek kerja di Kebun Puspa Lebo telah menjadi agenda rutin yang berlangsung dari tahun ke tahun, dengan karakteristik dan latar belakang peserta yang beragam. Disadari dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa kendala dan hambatan yang bersifat teknis maupun non teknis, dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap kelancaran dan output dari kegiatan dimaksud. Terkait hal tersebut, perlu terus dilakukan upaya perbaikan dan penyempurnaan di aspek layanan dan bimbingan lapangan. Kedepan, juga perlu adanya tambahan layanan bagi pemagang yang berasal dari luar daerah, berupa fasilitas akomodasi atau penginapan yang berada di dalam kebun, sehingga mereka dapat melaksanakan aktifitas magangnya dengan lebih nyaman dan aman. (Sri Suwartini, Kasi Agribisnis Hortikultura, UPT PATPH Jawa Timur)

16

Page 17: ISSN 1693 – 816 X Volume No. XLVIII, Edisi April s/d Juni ...pertanian.jatimprov.go.id/images/PDF/INFO_TANI/BULETIN/2016/Buletin... · GAP, yaitu lahan, penggunaan benih dan varietas

BUDIDAYA

Tidak hanya sehat karena memiliki banyak kandungan nutrisi penting tetapi brokoli

juga memiliki rasa yang lezat untuk di konsumsi. Brokoli mudah tumbuh dengan pemeliharaan yang mudah. Prospek agribisnis brokoli cukup bagus karena potensi lahan produksi yang luas. Untuk peningkatan kualitas sumberdaya petani brokoli serta didukung dengan hasil inovasi teknologi pemupukan dan hormon alami, pengelolaan hama dan penyakit terpadu, serta sistem budidaya lainnya yang semuanya didasarkan pada semangat ramah lingkungan akan meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi brokoli dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.

Persiapan Lahan Lahan yang akan ditanami terlebih

dahulu dibersihkan dari sisa-sisa akar tanaman sebelumnya. Tanah yang sudah bersih tersebut selanjutnya digemburkan dengan cara dibajak atau dicangkul. Setelah itu, dibuat guludan-guludan (tumpukan tanah yang memanjang) selebar hingga 100 cm di atas lahan sebagai media penanaman brokoli. Tinggi ideal guludan-guludan tersebut adalah sekitar 35 cm dengan jarak antar guludan sekitar 40 cm. Disarankan PH

tanah diatas 5,5 dan jika lebih rendah sebaiknya dilakukan pengapuran tanah.

Lahan yang telah siap tersebut kemudian diberi pupuk

kandang dengan jumlah secukupnya sesuai

dengan luas lahan. Hal ini mengandung maksud agar tanah menjadi lebih subur sehingga tanaman brokoli dapat memberi hasil yang maksimal.

Pembenihan dan

Persemaian 1. Pembenihan

Benih terlebih dahulu harus disterilisasi dengan cara direndam ke dalam air panas bersuhu

AYO MENANAM BROKOLI

17

Page 18: ISSN 1693 – 816 X Volume No. XLVIII, Edisi April s/d Juni ...pertanian.jatimprov.go.id/images/PDF/INFO_TANI/BULETIN/2016/Buletin... · GAP, yaitu lahan, penggunaan benih dan varietas

550C selama 15 – 30 menit, atau dengan merendam benih ke dalam larutan fungisida dengan dosis sesuai anjuran.

Benih yang sudah disterilisasi selanjutnya diseleksi dengan cara merendam biji benih ke dalam air. Biji benih yang baik, akan tenggelam sementara yang jelek akan mengapung atau melayang di dalam air. Benih yang baik tersebut kemudian direndam kurang lebih 12 jam, atau sampai benih terlihat pecah, dengan tujuan agar benih cepat berkecambah.

2. Persemaian 1. Tempat persemaian benih dilakukan di

bedengan. Sebelum dibuat bedengan, tanah terlebih dahulu dicangkul dengan kedalaman 30 cm. Setelah itu dibuat bedengan atau guludan dengan lebar 110 – 120 cm, dan panjang sesuai dengan kebutuhan.

2. Penyemaian dilakukan dengan dua cara, pertama disebar diatas bedengan dan kedua dengan memakai plastik polibag.

3. Media semai yang digunakan adalah campuran tanah halus dan ayakan pupuk kandang matang dengan perbandingan 1 : 2 atau 1 : 1. Setelah media semai siap, masukkan benih satu persatu ke dalam plastik polibag yang telah diisi media tanam sedalam 0,2 – 1,0 cm dan tutup tipis dengan tanah atau pupuk kandang matang.

4. Siramlah benih tersebut pada pagi dan sore, serta tutuplah dengan daun pisang untuk menjaga kelembaban agar kecambah cepat tumbuh. Begitu tumbuh kecambah, daun pisang dapat dibuang.

Penanaman Penanaman bibit brokoli dilakukan

dengan memindahkan bibit-bibit yang siap tanam ke atas guludan-guludan yang telah dipersiapkan. Penanaman diatur dengan

jarak tanam sekitar 50 cm x 50 cm di atas guludan. Cara menanam bibit-bibit tersebut dengan memasukkan bagian akar ke dalam tanah guludan secara hati-hati agar akar maupun daun tidak sampai rusak

Pemeliharaan

Tahapan pemeliharaan terdiri atas beberapa bagian, diantaranya adalah: 1. Penyulaman untuk mengganti tanaman

yang rusak atau mati. Penyulaman hanya dapat dilakukan sebelum tanaman berumur dua minggu.

2. Perempelan cabang yang dilakukan seawal mungkin agar ukuran dan kualitas masa bunga yang terbentuk dapat lebih optimal. Setelah terbentuk masa bunga, ikatlah daun–daun tua sedemikian rupa, sehingga masa bunga dapat ternaungi matahari. Penutupan berfungsi untuk mempertahankan warna bunga agar tetap putih.

3. Pengendalian Hama dan Penyakit dapat dilakukan dengan pemakaian benih yang bebas penyakit, yakni dengan merendam benih ke dalam air panas bersuhu 500 C atau direndam ke dalam fungisida / bakterisida selama 15 menit. Pengendalian hama juga bisa dilakukan lewat rotasi tanaman, sanitasi kebun, menanam kultivar/varietas yang tahan penyakit. Melakukan sterilisasi media semai, menghidari tanaman dari kerusakan mekanis atau gigitan serangga, mencabut tanaman yang terserang penyakit, serta pengapuran pada tanah masam. Sedang untuk mencegah serangan hama penyakit, lakukan penyemprotan pestisida meskipun belum ada gejala serangan hama. Penyemprotan tersebut dapat dilakukan setiap 2 minggu sekali.

4. Penyiangan pertama dilakukan pada 7–10 hari setelah tanam, bersamaan dengan penggemburan tanah serta pemupukan. Penyiangan kedua dilakukan pada 20 hari setelah tanam,

18

Page 19: ISSN 1693 – 816 X Volume No. XLVIII, Edisi April s/d Juni ...pertanian.jatimprov.go.id/images/PDF/INFO_TANI/BULETIN/2016/Buletin... · GAP, yaitu lahan, penggunaan benih dan varietas

dan penyiangan ketiga pada 30-35 hari setelah masa tanam. Ketika melakukan penyiangan dan penggemburan, harus dilakukan dengan hati– hati dan jangan terlalu dalam supaya akar tidak rusak penyiangan baru dihentikan pada masa akhir pertumbuhan vegetatif (memasuki masa pembungaan).

5. Pemupukan tambahan pada umur satu minggu, tiga minggu, dan lima minggu setelah tanam, pupuk susulan diberikan di sekeliling tanaman sejauh 10 – 15 cm dari batang tanaman. Dosis pemupukan untuk 1 hektar lahan: 1 minggu setelah tanam Urea / ZA 44

kg + TSP 93 kg + KCL 45 kg 3 minggu setelah tanam Urea / ZA 44

kg + TSP 93 kg + KCL 45 kg 5 minggu setelah tanam Urea / ZA 44

kg + TSP 93 kg + KCL 45 kg 6. Penyiraman atau Pengairan dilakukan

pada fase pertumbuhan awal atau masa pembentukan bunga, kondisi tanah

harus senantiasa dijaga agar tetap dalam keadaan basah. Untuk itu lakukan penyiraman seminggu 2 – 4 kali .atau melihat kondisi tanah.

Panen dan Pasca Panen

Pada saat masa bunga mencapai ukuran maksimal, atau ketika tanaman brokoli telah berumur 55–100 hari, (tergantung varietas / kultivar tanaman), barulah brokoli bisa dipanen. Brokoli yang sudah dipanen selanjutnya diletakkan di tempat yang teduh sebelum dilakukan proses penyortiran. Sortir dilakukan berdasarkan diameter kepala bunga yang terbagi 4 kelas yaitu : >30 cm, 25–30 cm, 20–25, dan 15–20 cm. Untuk penyimpanan, sebaiknya diletakkan di ruang gelap pada temperatur 200 C, dengan kelembaban 75 -85 %, atau di dalam kamar dingin dengan temperatur 4,40 C dengan kelembaban 85 -95 %. (Dyah Sulistyowati, Penyuluh Ahli Madya)

Gambar : http://www.nasa-borneo.com/2016/02/budidaya-brokoli.html

19