isolasi sosial.docx

20
B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologi dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosi. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan oleh perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan pekerjaan, lingkungan masyarakat yang didukung sarana pelayanan kesehatan jiwa dan sarana lain seperti keluarga dan lingkungan sosial. Lingkungan tersebut selain menunjang upaya kesehatan jiwa juga merupakan stressor yang dapat mempengaruhi kondisi jiwa seseorang, pada tingkat tertentu dapat menyebabkan seseorang jatuh dalam kondisi gangguan jiwa (Videbeck, 2008). Gangguan jiwa mengalami peningkatan di era globalisasi ini. Kecenderungan ini tampak dari banyaknya pasien yang menjalani rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit jiwa. Di Rumah Sakit Grhasia dan Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta, klien gangguan jiwa terus bertambah. Pada tahun 2003 jumlahnya mencapai 7.000 orang, sedang pada tahun 2004 naik menjadi 10.610 orang. Demikian juga di propinsi Sumatera Selatan, gangguan jiwa yang ditangani di Rumah Sakit Jiwa mengalami

Upload: kynachasya-river

Post on 21-Oct-2015

92 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Isolasi Sosial.docx

B A B  I

PENDAHULUAN

        A.    Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologi dan sosial

yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang

efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosi. Upaya kesehatan jiwa dapat

dilakukan oleh perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan

pekerjaan, lingkungan masyarakat yang didukung sarana pelayanan kesehatan jiwa

dan sarana lain seperti keluarga dan lingkungan sosial. Lingkungan tersebut selain

menunjang upaya kesehatan jiwa juga merupakan stressor yang dapat mempengaruhi

kondisi jiwa seseorang, pada tingkat tertentu dapat menyebabkan seseorang jatuh

dalam kondisi gangguan jiwa (Videbeck, 2008).

Gangguan jiwa mengalami peningkatan di era globalisasi ini. Kecenderungan ini

tampak dari banyaknya pasien yang menjalani rawat inap maupun  rawat jalan di rumah

sakit jiwa. Di Rumah Sakit Grhasia  dan Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta,  klien

gangguan jiwa terus bertambah. Pada tahun 2003  jumlahnya mencapai 7.000 orang,

sedang pada tahun 2004 naik menjadi 10.610 orang. Demikian juga di propinsi

Sumatera Selatan, gangguan jiwa yang ditangani di Rumah Sakit Jiwa mengalami

peningkatan. Pada tahun 2003 jumlah klien yang dirawat sebanyak 4.101, dan   pada

tahun 2004 meningkat menjadi 4.384 orang (Yosef, 2007).

Meningkatnya pasien dengan gangguan jiwa ini disebabkan banyak hal. Kondisi

lingkungan sosial yang semakin keras diperkirakan menjadi salah satu penyebab

Page 2: Isolasi Sosial.docx

meningkatnya jumlah masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan. Apalagi untuk

individu yang rentan terhadap kondisi lingkungan dengan tingkat kemiskinan terlalu

menekan (Maramis, 2005).

            Salah satu gangguan jiwa yang paling banyak diderita adalah gangguan dengan

isolasi sosial. Gangguan isolasi sosial adalah gangguan hubungan interpersonal yang

terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku

maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam berhubungan. Isolasi sosial

merupakan salah satu gejala psikosis yang dialami penderita gangguan jiwa

skizofrenia. Skizofrenia merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi otak yang

dapat menyebabkan timbulnya perubahan kepribadian seperti menarik diri, tidak dapat

membina hubungan sosial secara mendalam bahkan dapat menyebabkan terjadinya

narkisisme yaitu harga diri yang rapuh (Copel, 2007).

Gangguan isolasi sosial yang tidak mendapat perawatan lebih lanjut dapat

menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain,

sehingga klien menjadi regresi, mengalami penurunan dalam aktivitas, dan kurangnya

perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri bahkan bisa berlanjut menjadi

halusinasi yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Stuart,

2007).

Penatalaksanaan keperawatan klien dengan isolasi sosial selain dengan

pengobatan psikofarmaka juga dengan pemberian terapi modalitas yang salah satunya

adalah Terapi Aktifitas Kelompok (TAK).  Terapi aktivitas kelompok merupakan salah

satu terapi modalitas yang dilakukan perawat pada sekelompok klien yang mempunyai

Page 3: Isolasi Sosial.docx

masalah keperawatan yang sama. Aktifitas digunakan sebagai terapi, dan kelompok

digunakan sebagai target asuhan (Fortinash & Worret, 2004).

Terapi Aktivitas Kelompok sangat efektif mengubah perilaku karena di dalam

kelompok terjadi interaksi satu dengan yang lain dan saling mempengaruhi. Dalam

kelompok akan terbentuk satu sistem sosial  yang saling berinteraksi  dan menjadi

tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang

maladaptif  (Christopher, 2007).        

TAK dibagi sesuai dengan masalah keperawatan klien, salah satunya adalah

TAK Sosialisasi. TAK Sosialisasi adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi

sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial. Dengan TAK sosialisasi maka klien

dapat meningkatkan hubungan sosial secara bertahap dari interpersonal (satu dan

satu), kelompok dan masyarakat (Keliat, Panjaitan, Helena, 2006).

Beberapa penelitian mengenai pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok terhadap

klien dengan masalah keperawatan isolasi sosial seperti penelitian yang dilakukan oleh

Andaryaniwati (2003)  di rumah sakit jiwa  Dr. Radjiman Wedioningrat Lawang,

menunjukkan persentasi pelaksanaan yang memuaskan yaitu mencapai tingkat

keberhasilan 90% dimana  mampu meningkatkan kemampuan pasien untuk

berinteraksi sosial. Andaryaniwati (2003) menunjukkan adanya pengaruh yang

bermakna dari pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi. Keberhasilan ini

dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah peran perawat di rumah sakit

tersebut yang turut membantu pelaksanaan TAK Sosialisasi yang senantiasa

dikembangkan di dalam kegiatan sehari-hari melalui proses keperawatan.

Page 4: Isolasi Sosial.docx

Berdasarkan wawancara dengan beberapa perawat ruangan di Rumah Sakit

Khusus Daerah Dadi Prov. Sul-Sel dan berpedoman pada prosedur tetap TAK yang

ada di ruang perawatan, pada dasarnya pelaksanaan TAK telah diterapkan sejak tahun

2004 dan memberi dampak pada kemampuan klien dalam bersosialisasi. Tapi tindakan

ini tidak berkesinambungan karena berbagai alasan, salah satunya adalah rasio antara

perawat dan pasien yang belum mencukupi.

Studi pendahuluan yang dilakukan di RS. Khusus Daerah Dadi Makassar pada

tanggal 15 agustus 2009, salah satu masalah keperawatan yang paling banyak

ditemukan adalah  isolasi sosial. Pada tahun 2007 terdapat 20% pasien dengan isolasi

sosial dengan jumlah pasien 1824 orang dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 25%

dengan jumlah pasien meningkat menjadi 2105 orang   (RS. Khusus Daerah Dadi Prov.

Sul-Sel, 2009).

Berdasarkan uraian di atas  maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk

mengetahui sejauh mana pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi terhadap

kemampuan pasien berinteraksi sosial guna membantu klien  dalam menangani

masalah kesehatan yang dihadapi melalui penerapan asuhan keperawatan dalam

bentuk Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Sosialisasi.

B.     Rumusan Masalah.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapatlah dirumuskan permasalahan

dalam penelitian ini adalah :

“ Apakah ada pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan

pasien berinteraksi sosial ? “

Page 5: Isolasi Sosial.docx

C.    Tujuan.

1.      Tujuan umum

Mengetahui  pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi terhadap kemampuan

pasien berinteraksi sosial.

2.      Tujuan khusus

a.    Mengidentifikasi kemampuan klien berinteraksi sosial sebelum dilakukan Terapi

Aktivitas Kelompok (TAK) Sosialisasi.

b.    Mengidentifikasi kemampuan klien berinteraksi sosial setelah diberikan dilakukan

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Sosialisasi.

c.    Menganalisis pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Sosialisasi terhadap

kemampuan pasien berinteraksi sosial.

D.    Manfaat Penelitian.

 Hasil penelitian ini diharapkan :

1.    Sebagai bahan informasi bagi keperawatan, khususnya keperawatan jiwa, terutama

dalam mengaplikasikan Terapi Ativitas Kelompok Sosialisasi pada pasien dengan

gangguan isolasi sosial.

2.        Menambah khasanah ilmu pengetahuan dan sebagai bahan bacaan keperawatan

dalam mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya keperawatan jiwa.

3.        Dapat digunakan untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut dalam lingkup yang

sama.

Page 6: Isolasi Sosial.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 

A.      Tinjauan Umum Isolasi Sosial.

1.         Pengertian.

Menurut Carpenito (2007) bahwa isolasi sosial adalah keadaan ketika individu

atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk

meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu membuat kontak. Hal

yang sama juga dinyatakan oleh Doenges, Townsend dan Moorhouse (2007) isolasi

sosial adalah kondisi ketika individu atau kelompok mengalami, atau merasakan

kebutuhan, atau keinginan untuk lebih terlibat dalam aktivitas bersama orang lain, tetapi

tidak mampu mewujudkannya.

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka isolasi sosial adalah keadaan ketika

individu atau kelompok mengalami ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan

dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya secara wajar, sehingga menimbulkan

kecemasan pada diri sendiri dengan cara menarik diri secara fisik maupun psikis.

2.         Rentang respon Isolasi sosial

Isolasi sosial merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam

rentang respon neurobiologi. Respon maladaptif adalah respon individu dalam

menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan

lingkungan (Stuart, 2007).

1.         Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma sosial dan kultural dimana

individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas normal. Adapun respon adaptif

tersebut:

Page 7: Isolasi Sosial.docx

a.         Solitude

Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah dilakukan di lingkungan

sosialnya dan merupakan suatu cara untuk mengawasi diri dan menentukan langkah

berikutnya.

b.        Otonomi

Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-   ide pikiran.

c.         Kebersamaan

Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk

memberi dan menerima.

d.        Saling ketergantungan

Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam hubungan

interpersonal.

2.        Respon Maladaptif adalah respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan

masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan kebudayaan suatu tempat.

Karakteristik dari perilaku maladaptif tersebut adalah:

a.    Menarik diri

Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan

dengan orang lain untuk mencari ketenangan sementara waktu.

b.    Manipulasi

Menganggap orang lain sebagai obyek dan berorientasi pada diri sendiri.

c.    Ketergantungan

Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan yang dimiliki.

d.   Impulsif

Page 8: Isolasi Sosial.docx

Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman,

mempunyai penilaian yang buruk dan cenderung memaksakan kehendak.

e.    Narkisisme

Harga diri yang rapuh, memiliki sikap egosentris, pencemburu dan marah jika orang lain

tidak mendukung.

3.     Penyebab

Berbagai faktor bisa menimbulkan respon sosial yang maladaptif yang disebabkan

oleh kombinasi dari berbagai faktor (Suliswati, Payapo, Maruhawa et.al, 2005) sebagai

berikut:

a.       Faktor predisposisi

1)      Faktor perkembangan

Dalam pencapaian tugas perkembangan dapat mempengaruhi respon sosial maladaptif

pada setiap individu (Copel, 2007).

2)      Faktor biologis

Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif, keterlibatan

neurotransmitter dalam perkembangan gangguan ini (Corwin, 2001).

3)      Faktor sosiokultural

Norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak menghargai

anggota masyarakat yang kurang produktif, seperti lanjut usia, orang cacat, dan

penderita penyakit kronis dapat menyebabkan terjadinya isolasi sosial (Stuart & lararia,

2001).

4)      Faktor dalam keluarga

Page 9: Isolasi Sosial.docx

Komunikasi dalam keluarga dapat mengantar seseorang dalam gangguan

berhubungan, bila keluarga hanya menginformasikan hal-hal yang negatif akan

mendorong anak mengembangkan harga diri rendah.

b.    Faktor presipitasi

1)      Stres sosiokultural

Stres dapat ditimbulkan oleh karena menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah

dari orang yang berarti, misalnya karena dirawat di rumah sakit (Tambayong, 2000).

2)      Stressor psikologis

Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan

kemampuan untuk mengatasinya (Dalami, Suliswati, Rochimah et.al, 2009).

4.    Tanda dan gejala

Observasi yang dilakukan pada klien dengan isolasi sosial akan ditemukan data

obyektif yaitu kurang spontan terhadap masalah yang ada, apatis (acuh terhadap

lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi bersedih), efek tumpul,

menghindar dari orang lain, tidak ada kontak mata atau kontak mata kurang, klien lebih

sering menunduk, berdiam diri dalam kamar, bahkan tidak mampu merawat dan

memperhatikan kebersihan diri (Dalami, Suliswati, Rochimah et.al, 2009).

Selain itu beberapa tanda dan gejala lain yaitu komunikasi verbal menurun

bahkan sama sekali tidak ada, klien tidak bercakap-cakap dengan klien lain atau

perawat (mengisolasi diri sendiri/menyendiri), menolak hubungan dengan orang lain

dengan memutuskan percakapan atau pergi bila diajak bercakap-cakap, pasien tampak

memisahkan diri dari orang lain misalnya, pada saat makan, terjadi gangguan pada

pemasukan makanan dan minuman sehingga terjadi retensi urine dan feces, Pasien

Page 10: Isolasi Sosial.docx

mengalami gangguan aktifitas atau aktifitas menurun dan pasien tampak kurang

energik sehingga pasien mengalami gangguan harga diri (Dalami, Suliswati, Rochimah

et.al, 2009).

5.    Strategi Pelaksanaan Komunikasi Pasien dengan Isolasi Sosial

Menurut Damaiyanti (2005), membagi menjadi 5 bagian:

1.    Strategi pelaksanaan komunikasi pasien dengan isolasi sosial pertama.

Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal keuntungan

berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, pasien

berkenalan.

2.    Strategi pelaksanaan komunikasi pasien dengan isolasi sosial kedua.

Mengajarkan Pasien berinteraksi secara bertahap ( berkenalan dengan orang

pertama – seorang perawat ).

3.    Strategi pelaksanaan komunikasi pasien dengan isolasi sosial ketiga. Melatih

Pasien berinteraksi secara bertahap ( berkenalan dengan orang kedua – seorang

pasien ).

4.    Strategi pelaksanaan komunikasi keluarga pasien dengan isolasi sosial

keempat.

Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah isolasi sosial,

penyebab isolasi sosial dan cara merawat pasien dengan isolasi sosial.

5.    Strategi pelaksanaan komunikasi keluarga pasien dengan isolasi kelima.

Melatih  keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan masalah isolasi

sosial langsung dihadapan pasien.

Page 11: Isolasi Sosial.docx

B.       Tinjauan Umum Terapi Aktivitas Kelompok

1.         Pengertian

Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat

kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama (Keliat &

Akemat, 2005).

2.         Tujuan dan Fungsi Kelompok

a.         Tujuan kelompok

Mencegah masalah kesehatan, mendidik dan mengembangkan potensi anggota

kelompok, meningkatkan kualitas kelompok, antara anggota kelompok saling

membantu dalam menyelesaikan masalah.

b.        Fungsi kelompok

Sebagai tempat berbagi pengalaman dan saling membantu satu sama lain, untuk

menemukan cara menyelesaikan masalah. Kelompok merupakan laboratorium tempat

mencoba dan menemukan hubungan interpersonal dengan baik, serta

mengembangkan perilaku yang adaptif  (Yosef, 2007).

3.           Komponen kelompok

Menurut Stuart & Laraia tahun 2001, kelompok terdiri dari delapan aspek, sebagai

berikut:

a.         Struktur kelompok

Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses pengambilan keputusan

dan hubungan otoritas dalam kelompok.Struktur kelompok menjaga stabilitas dan

membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi.

Page 12: Isolasi Sosial.docx

Struktur dari kelompok diatur dengan adanya pimpinan dan anggota, arah

komunikasi dipandu oleh pimpinan, sedangkan keputusan diambil secara

bersama.

b.        Besar Kelompok

Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang berkisar antara 5

– 12 orang.

c.         Lamanya Sesi

Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20 – 40 menit, bagi fungsi kelompok yang rendah

dan 60 – 120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi. (Stuart & Laraia, 2001). Dimulai

dengan pemanasan berupa orientasi, kemudian tahap kerja, dan finishing berupa

terminasi. Banyaknya sesi bergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali / dua kali

per minggu, atau dapat direncanakan sesuai kebutuhan.

d.        Komunikasi

Salah satu tugas pimpinan kelompok yang terpenting adalah mengobservasi dan

menganalisis pola komunikasi dalam kelompok. Pemimpin menggunakan umpan

balik untuk memberi kesadaran pada anggota kelompok, terhadap dinamika yang

terjadi serta mengkaji hambatan dalam kelompok, konflik interpersonal, tingkat

kompetitif, dan seberapa jauh anggota kelompok mengerti dan melaksanakan

kegiatan.

e.         Peran Kelompok

Pemimpin mengobservasi peran yang terjadi dalam kelompok. Ada tiga peran dan

fungsi kelompok dalam kerja kelompok, yakni peran serta dalam proses kelompok dan

fungsi kelompok, fokus pada penyelesaian tugas serta distraksi pada kelompok.

Page 13: Isolasi Sosial.docx

f.          Kekuatan Kelompok

Kemampuan anggota dalam mempengaruhi berjalannya kegiatan kelompok, diperlukan

kajian siapa yang paling banyak mendengar, siapa yang membuat keputusan dalam

kelompok.

g.         Norma Kelompok

Norma kelompok berguna untuk mengetahui pengaruhnya terhadap  komunikasi dan

interaksi dalam kelompok.

h.         Kekohesifan

Kekohesifan dapat diukur melalui seberapa sering antar anggota memberi pujian dan

mengungkapkan kekaguman satu sama lain.

4.        Perkembangan Kelompok

Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan

berkembang. Pemimpin akan mengembangkan kelompok melalui empat fase yakni

yaitu pra-kelompok, awal kelompok, kerja kelompok, dan terminasi kelompok (Keliat,

2003).

a.     Fase pra-kelompok

Hal penting yang harus diperhatikan ketika memulai kelompok adalah tujuan dari

kelompok. Ketercapaian tujuan sangat dipengaruhi oleh perilaku pimpinan dan

pelaksanaan kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan itu.

Karena itu perlu dibuat proposal atau panduan pelaksanaan kegiatan kelompok

yang mencakup: tujuan umum dan khusus, pemimpin kelompok, kerangka teoritis yang

akan digunakan untuk mencapai tujuan, daftar kriteria anggota kelompok, uraian proses

seleksi anggota kelompok, struktur kelompok, tempat, waktu sesi, jumlah anggota,

Page 14: Isolasi Sosial.docx

jumlah sesi, perilaku anggota yang diharapkan , perilaku pemimpin yang diharapkan,

proses evaluasi, alat serta dana yang dibutuhkan.

b.        Fase awal kelompok

1)        Tahap orientasi

Tahap ini pemimpin lebih aktif memberikan pengarahan, mengorientasilkan

anggota pada tugas utama dan melakukan kontrak yang terdiri dari tujuan,

kerahasiaan, waktu pertemuan, struktur, kejujuran dan aturan komunikasi.

2)        Tahap konflik

Tahap ini kadang sebagian ingin pemimpin memutuskan dan ada anggota yang ingin

berperan sebagai pemimpin. Kadangkala dalam tahap ini sering terjadi permusuhan.

3)        Tahap kohesif

Setelah tahap konflik, anggota merasakan ikatan yang kuat satu sama lain. Mereka

merasa lebih bebas membuka diri dan belajar bahwa perbedaan tidak perlu ditakutkan.

c.         Fase kerja kelompok.

Pada fase ini kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil dan realistis. Pada

fase ini akan tampak kekuatan terapeutik seperti : memberi informasi, instalasi

harapan, kesamaan, altruisme, koreksi pengalaman, pengembangan teknik

interaksi sosial, faktor eksistensi, katarsis dan kekohesifan diri bertambah, serta

percaya diri secara kemandirian.

d.        Fase terminasi

Terminasi dapat sementara (temporal) atau akhir. Terminasi dapat juga  anggota

kelompok atau pemimpin kelompok keluar dari kelompok. Pada akhir sesi, perlu dicatat

atau didokumentasikan proses yang terjadi berupa notulen.

Page 15: Isolasi Sosial.docx

5.          Jenis Terapi Aktivitas Kelompok.

Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu  terapi aktivitas kelompok stimulasi

kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas kelompok

stimulasi  realitas,  dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi.

C.       Tinjauan tentang Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)                 

1.        Pengertian

Terapi aktivitas kelompok sosialisasi  (TAKS) adalah suatu bentuk terapi yang meliputi

sekelompok orang yang memfokuskan pada kesadaran diri dan mengenal diri sendiri

dalam memperbaiki hubungan interpersonal dan merubah tingkah laku (Keliat &

Akemat, 2005).

2.        Tujuan Umum

Tujuan umum pada TAKS adalah klien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam

kelompok secara bertahap.

3.        Tujuan Khusus

Tujuan khusus pada TAKS adalah :

a.         Klien mampu memperkenalkan diri

b.         Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok

c.         Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok

d.        Klien mampu membicarakan topik pembicaraan tertentu dengan orang lain

e.         Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang lain

f.     Klien mampu bekerjasama dalam permainan sosialisasi kelompok

Page 16: Isolasi Sosial.docx

g.         Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang telah

dilakukan.

4.         Aktivitas dan indikasi

Aktivitas TAKS yang dilakukan tujuh sesi yang melatih kemampuan sosialisasi klien.

Klien yang mempunyai indikasi TAKS adalah klien dengan gangguan hubungan sosial

yaitu klien menarik diri yang telah mulai melakukan interaksi interpersonal dan yang

mengalami kerusakan komunikasi verbal yang telah berespon sesuai dengan stimulus.

5.        Tujuan TAK Sosialisasi

Sesi 1: TAKS

Tujuan:

Klien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, nama

panggilan, asal dan hobi.

Sesi 2: TAKS

Tujuan:

 Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok:

a.         Memperkenalkan diri sendiri: nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi

b.         Menanyakan diri anggota kelompok lain: nama lengkap, nama panggilan, asal,

dan hobi.

Sesi 3: TAKS

Tujuan:

 Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok:

a.         Menanyakan kehidupan pribadi kepada satu anggota kelompok.

b.         Menjawab pertanyaan tentang kehidupan pribadi.

Page 17: Isolasi Sosial.docx

Sesi 4: TAKS

Tujuan:

Klien mampu menyampaikan topik pembicaraan tertentu dengan anggota kelompok:

a.         Menyampaikan topik yang ingin dibicarakan

b.         Memilih topik yang ingin dibicarakan

c.         Memberi pendapat tentang topik yang dipilih

Sesi 5: TAKS

Tujuan:

Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi dengan orang lain:

a.         Menyampaikan masalah pribadi

b.        Memilih satu masalah untuk dibicarakan

c.         Memberi pendapat tentang masalah pribadi yang dipilih

Sesi 6: TAKS

Tujuan:

Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok:

a.         Bertanya dan meminta sesuai dengan kebutuhan pada orang lain

b.        Menjawab dan memberi pada orang lain sesuai dengan permintaan.

Sesi 7: TAKS

Tujuan:

Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan kelompok yang telah

dilakukan.